persalinan lama

27
I. PERSALINAN LAMA A. Definisi Persalinan lama, yang disebut juga dengan istilah distosia secara umum memaksudkan persalinan yang abnormal atau sulit.4 Sementara itu, WHO secara lebih spesifik mendefinisikan persalinan lama (prolonged labor/partus lama) sebagai proses persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam. Waktu pemanjangan proses persalinan yang dimaksud adalah penambahan antara kala I dan kala II persalinan. Dalam penentuan batas waktu, terdapat varias sebuah sumber yang menyatakan bahwa batasan waktu dalam penentuan partus lama adalah 18 jam. B. Insidensi Berdasarkan penelitian di Rumah Sakit Park Land, Amerika Serikat, pada tahun 2007, didapatkan bahwa hanya sekitar 50 persen ibu dengan janin presentasi kepala yang mengalami partus spontan fisiologi. Lima puluh persen lainnya, perlu mendapatkan intervensi untuk pelahiran. Baik intervensi medismaupun intervensi bedah. Tingginya tingkat partus abnormal ini juga menunjukkan tingginya tingkat persalinan lama. Persalinan lama yang kadang juga disebut distosia, di Amerika Serikat distosia merupakan indikasi dilakukannya Sectio caesarea emergensi pada 68% pasien yang menjalani operasi seksio sesar primer. C. Etiologi dan Faktor Resiko

Upload: satrio-adi-nugroho

Post on 02-Aug-2015

1.378 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Persalinan Lama

I. PERSALINAN LAMA

A. Definisi

Persalinan lama, yang disebut juga dengan istilah distosia secara umum memaksudkan

persalinan yang abnormal atau sulit.4 Sementara itu, WHO secara lebih spesifik

mendefinisikan persalinan lama (prolonged labor/partus lama) sebagai proses persalinan yang

berlangsung lebih dari 24 jam. Waktu pemanjangan proses persalinan yang dimaksud adalah

penambahan antara kala I dan kala II persalinan. Dalam penentuan batas waktu, terdapat

varias sebuah sumber yang menyatakan bahwa batasan waktu dalam penentuan partus lama

adalah 18 jam.

B. Insidensi

Berdasarkan penelitian di Rumah Sakit Park Land, Amerika Serikat, pada tahun 2007,

didapatkan bahwa hanya sekitar 50 persen ibu dengan janin presentasi kepala yang

mengalami partus spontan fisiologi. Lima puluh persen lainnya, perlu mendapatkan intervensi

untuk pelahiran. Baik intervensi medismaupun intervensi bedah. Tingginya tingkat partus

abnormal ini juga menunjukkan tingginya tingkat persalinan lama. Persalinan lama yang

kadang juga disebut distosia, di Amerika Serikat distosia merupakan indikasi dilakukannya

Sectio caesarea emergensi pada 68% pasien yang menjalani operasi seksio sesar primer.

C. Etiologi dan Faktor Resiko

Penyebab distosia, secara ringkas dapat dinyatakan sebagai kelainan yang disebabkan oleh 3

faktor yang disebut 3 P, yaitu powers, passenger dan pelvis. Powers mewakili kondisi

gangguan kontraktilitas uterus, bisa saja kontraksi yang kurang kuat atau kontraksi yang tak

terkoordinasi dengan baik sehingga tidak mampu menyebabkan pelebaran bukaan serviks.

Dalam kelompok ini, juga termasuk lemahnya dorongan volunter ibu saat kala II. Passengger

mewakili kondisi adanya kelainan dalam presentasi, posisi atau perkembangan janin. Passage

memaksudkan kelainan pada panggul ibu atau penyempitan pelvis.

D. Klasifikasi

Adapun distosia/persalinan lama sendiri dapat dibagi berdasarkan pola persalinannya.

Kelainan dalam pola persalinan secara umum dibagi menjadi tiga kelompok. Yaitu kelainan

pada kala I fase laten yang disebut fase laten memanjang, kelainan pada kala I fase aktif dan

kelainan pada kala II yang disebut kala II memanjang. Secara lebih rinci, kelainan pada kala I

Page 2: Persalinan Lama

fase aktif terbagi lagi menjadi 2, menurut pola persalinannya. Jenis kelainan pertama pada

kala I fase aktif disebut protraction disorder. Kelainan kedua, disebut arrest disorder.

Selain klasifikasi berdasarkan fase persalinan yang mengalami pemanjangan, beberapa

literatur juga mengelompokkan persalinan yang lebih lama menjadi dua kelompok utama,

yaitu disproporsi sefalopelfik (cephalopelvic disproportion/CPD) dan kelompok lainnya

adalah failure to progress. Kelompok pertama memaksudkan lamanya persalinan yang

memanjang disebabkan oleh faktor pelvis ataupun faktor janin. Sementara pada kelompok

kedua disebabkan secara murini oleh gangguan kekuatan persalinan.

E. Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya partus lama, dapat diterangkan dengan memahami proses yang terjadi

pada jalan lahir saat akhir kehamilan dan saat akhir persalinan. Dengan memahaminya, kita

dapat mengetahui dan memperkirakan faktor apa saja yang menyebabkan terhambatnya

persalinan. Pada akhir kehamilan, kepala janin akan melewati jalan lahir, segmen bawah

rahim yang cukup tebal dan serviks yang belum membuka. Jaringan otot di fundus masih

belum berkontraksi dengan kuat. Setelah pembukaan lengkap, hubungan mekanis antara

ukuran kepala janin, posisi dan kapasitas pelvis yang disebut proporsi fetopelvik (fetopelvic

proportion), menjadi semakin nyata seraya janin turun. Abnormalitas dalam proporsi

fetopelvik, biasanya akan semakin nyata seraya kela II persalinan dimulai.

Penyebab persalinan lama dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu disfungsi uterus murni

dan diproporsi fetoplevis. Namun pembagian ini terkadang tidak dapat digunakan karena

kedua kelainan tersebut terkadang terjadi bersamaan.

F. Gambaran Klinik

Gambaran Klinik dari persalinan lama dapat dijelaskan berdasarkan fase persalinan yang

mengalami pemanjangan.

Fase Laten Memanjang

Friedman mengembangkan konsep tiga tahap fungsional pada persalinan untuk menjelaskan

tujuan-tujuan fisiologis persalinan. Walaupun pada tahap persiapan (preaptory division)

hanya terjadi sedikit pembukaan serviks,cukup banyak perubahan yang terjadi pada

komponen jaringan ikat serviks. Tahap pembukaan/dilatasi (dilatational division) adalah saat

Page 3: Persalinan Lama

pembukaan paling cepat berlangsung. Tahap panggul (pelvic division) berawal dari fase

deselerasi pembukaan serviks. Mekanisme klasik persalinan yang melibatkan gerakan-

gerakan dasr janin pada presentasi kepala seperti masuknya janin ke panggul, fleksi, putaran

paksi dalam, ekstensi dan putaran paksi luar terutama berlangsung dalam fase panggul.

Namun dalam praktik, awitan tahap panggul jarang diketahui dengan jelas.

Gambar 1. Perjalanan Persalinan Normal

Pola pembukaan serviks selama tahap persiapan dan pembukaan persalinan normal adlah

kurva sigmoid. Dua fase pembukaan serviksa adalah fase laten yang sesuai dengan tahap

persiapan dan fase aktif yang sesuai dengan tahap pembukaan. Friedman membagi lagi fase

aktif menjadi fase akselerasi, fase lereng (kecuraman) maksimum, dan fase deselerasi.

Page 4: Persalinan Lama

Gambar 2 Urutan rata-rata kurva pembukaan serviks pada persalinan nulipara

Awitan persalinan laten didefinisikan sebagai saat ketika ibu mulai merasakan kontraksi yang

teratur.Selama fase ini, orientsi kontraksi uterus berlangsung bersama pendataran dan

pelunakan serviks. Kriteria minimum Friedman untuk fase laten ke dalam fase aktif adalah

kecepatan pembukaan serviks 1,2 jam bagi nulipara dan 1,5 cm untuk ibu multipara.

Kecepatan pembukaan serviks ini tidak dimulai pada pembukaan tertentu. Friedman dan

Sachtleben mendefinisikan fase laten berkepanjangan sebagai apabila lama fase ini lebih dari

20 jam pada nulipara dan 14 jam pada multipara.

Faktor-faktor yang mempengaruhi durasi fase laten antara lain adalah anestesia regional atau

sedasi yang berlebihan, keadaan serviks yang buruk (misal: tebal, tidak mengalami

pendataran atau tidak membuka) dan persalinan palsu. Friedman mengklaim bahwa istirahat

atau stimulasi oksitosin sama efektif ndan amannya dalam dalam memperbaiki fase laten

berkepanjangan. Istirahat lebih disarankan karena persalinan palsu sering tidak disadari.

Karena adanya kemungkinan persalinan palsu tersebut, amniotomi tidak dianjurkan.

Fase Aktif Memanjang

Page 5: Persalinan Lama

Kemajuan peralinan pada ibu nulipara memiliki makna khusus karena kurva-kurva

memperlihatkan perubahan cepat dalam kecuraman pembukaan serviks antara 3-4 cm. Dalam

hal ini, fase aktif persalinan dari segi kecepatan pembukaan serviks tertinggi. Secara

konsistensi berawal dari saat pembukaan serviks 3-4 cm atau lebih, diserati kontraksi uterus,

dapat secara meyakinkan digunakan sebagai batas awal persalinan aktif. Demikian pula

kurva-kurva ini memungkinkan para dokter mengajukan pertanyaan, karena awal persalinan

dapat secara meyakinkan didiagnosis secara pasti, berapa lama fase aktif harus berlangsung.

Kecepatan pembukaan yang dianggap normal untuk persalinan pada nulipara adalah

1,2cm/jam, maka kecepatan normal minimum adalh 1,5 cm/jam. Secara spesifik, ibu nulipara

yang masuk ke fase aktif dengan pembukaan 3 – 4 cm dapat diharapkan mencapai

pembukaan 8 sampai 10 cm dalam 3 sampai 4 jam. Pengamatan ini mungkin bermanfaat.

Sokol dan rekan melaporkan bahwa 25% persalinan nulipara dipersulit kelainan fase aktif,

sedangkan pada multigravida angkanya adalah 15%.

Memahami analasisi Friedman mengenai fase aktif bahwa kecepatan penurunan janin

diperhitungkan selain kecepatan pembukaan serviks, dan keduanya berlangsung bersamaan.

Penurunan dimulai pada saat tahap akhir dilatasi aktif, dimulai pada pembukaan sekitar 7-8

cm. Friedman membagi lagi masalah fase aktif menjadi gangguan protraction

(berkepanjangan/berlarut-larut) dan arest (macet, tak maju).

Ia mendefinisikan protraksi sebagai kecepatran pembukaan atau penurunan yang lambat,

yang untuk nulipara, adalah kecepatan pembukaan kurang dari 1,2 cm/jam atau penurunan

kurang dari 1 cm per jam. Untuk multipara, protraksi didefinisikan sebagai kecepatan

pembukaan kurang dari 1,5 cm per jam atau penurunan kurang dari 2 cm per jam. Sementar

itu, ia mendefinisikan arrest sebagai berhentinya secara total pembukaan atau penurunan.

Kemacetan pembukaan didefinisikan sebagai tidak adanya perbahan serviks dalam 2 jam, dan

kemacetan penurunan sebagai tidak adanya penurunan janin dalam 1 jam.

Prognosis kelainan berkepanjangan dan macet ini cukup berbeda, dimana disproporsi

sepalopelvik terdiagnosa pada 30% dari ibu dengan kelainan protraksi. Sedangkn disproporsi

sefalopelfik terdiagnosa pada 45% ibu dengan persalinan macet. Ketertkaitan atau faktor lain

yang berperan dalam persalinan yang berkepanjangan dan macet adalah sedasi berlebihan,

anestesi regional dan malposisi janin. Pada persalinan yang berkepanjang dan macet,

Page 6: Persalinan Lama

Friedman menganjurkan pemeriksaan fetopelvik untuk mendiagnosis disproporsi

sefalopelvik. Terapi yang dianjurkan untuk persalinan yang berke3panjangan adalah

penatalaksanaan menunggu, sedangkan oksitosin dianjurkan untuk persalinan yang macet

tanpa disproporsi sefalopelvik.

Untuk membantu mempermudah diagnosa kedua kelainan ini, WHO mengajukan

penggunaan partograf dalam tatalksana persalinan. Dimana berdasarkan partograf ini, partus

lama dapat didagnosa bila pembukaan serviks kurang dari 1cm/ jam selama minimal 4 jam.

Sementara itu, American College of Obstetrician and Gynecologists memiliki kriteria

diagnosa yang berbeda,. Kriteria diagnosa tersebut ditampilkan pada tabel 2.1 dibawah ini.

Kala Dua Memanjang

Tahap ini berawal saat pembukaan serviks telah lengkap dan berakhir dengan keluarnya

janin. Median durasinya adalah 50 menit unutk nulipara dan 20 menit untuk multipara. Pada

ibu dengan paritas tinggi yang vagina dan perineumnya sudah melebar, dua atau tiga kali

usaha mengejan setelah pembukaan lengkap mungkin cukup untuk mengeluarkan janin

sebaliknya pada seorang ibu, dengan panggul sempit atau janin besar, atau denan kelainan

gaya ekspulsif akibat anestesia regional atau sedasi yang berat, maka kala dua dapat

memanjang. Kala II pada persalinann nulipara dibatasi 2 jam dan diperpanjang sampai 3 jam

apabila menggunakan anestesi regional. Untuk multipara 1 jam diperpanjang menjadi 2 jam

pada penggunaan anestesia regional.

G. Diagnosis

Page 7: Persalinan Lama

Adapun kriteria diagnosa dari tiap klasifikasi persalinan lama dan terapi yang disarnkan

ditampilkan pada tabel 2.2 dibawah ini.

Page 8: Persalinan Lama

Tabel 2.2 Klasifikasi persalinan lama berdasarkan pola persalinannya

Selain kriteria diatas, terdapat pula sebuah alat bantu yang dapat mebantu dalam

mempermudah diagnosa persalinan lama. Alat bantu tersebut adalah partograf. Partograf

terutama membantu dalam pengawasan fase aktif persalinan. Kedua enis gangguan dalam

fase aktif dapat didagnosa dengan melihat grafik yang terbentuk pada partograf. Protraction

disorder padafase aktif (partus lama) dapat didagnosa bila bila pembukaan serviks kurang

dari 1cm/ jam selama minimal 4 jam. Sedangkan arrest disorder (partus macet) didiagnosa

bila tidak terjadi penambahan pembukaan serviks dalam jangka waktu 2 jam maupun

penurunan kepala janin dalam jangka waktu 1 jam. yang telah dit Adapun contoh gambaran

partograf untuk mendiagnosa persalinan lama (protraction disorder) ditampilkan pada

gambar 2.3, sementara persalinan macet atau partus tak maju (arrest disorder) diperlihatkan

pada gambar 2.4.

Page 9: Persalinan Lama

Gambar 2.3 Kelainan protraksi pada fase aktif persalinan (partus lama)

Gambar 4 Arrest disorder pada fase aktif persalinan (partus tak maju/ macet)

H. Tatalaksana

Prinsip utama dalam penatalaksanaan pada pasien dengan persalinan lama adalah mengetahui

penyebab kondisi persalinan lama itu sendiri. Persalinan lama adalah sebuah akibat dari suatu

kondisi patologis. Pada akhirnya, setelah kondisi patologis penyebab persalinan lama telah

ditemukan, dapat ditentukan metode yang tepat dalam mengakhiri persalinan. Apakah

persalinan tetap dilakukan pervaginam, atau akandilakukan per abdominam melalui seksio

sesarea.

Page 10: Persalinan Lama

Secara umum penyebab persalinan lama dibagi menjadi dua kelainan yaitu disproporsi

sefalopelvik dan disfungsi uterus (gangguan kontraksi). Adanya disproporsi sefalopelvik pada

pasien dengan persalinan lamamerupakan indikasi utnuk dilakukannya seksio sesarea.

Disproporsi sefalopelvik dicurigai bila dari pemeriksaan fisik diketahui ibu memiliki faktor

risiko panggul sempit (misal: tinggi badan < 145 cm, konjugata diagonalis < 13 cm) atau

janin diperkirakan berukuran besar (TBBJ > 4000gram, bayi dengan hidrosefalus, riwayat

berat badan bayi sebelumnya yang > 4000 gram). Bila diyakini tidak ada disproporsi

sefalopelvik, dapat dilakukan induksi persalinan.

Pada kondisi fase laten berkepanjangan, terapi yang dianjurkan adalh menunggu. Hal ini

dikarenakan persalinan semu sering kali didiagnosa sebagai fase laten berkepanjangan.

Kesalahan diagnosa ini dapat menyebabkan induksi atau percepatan persalinan yang tidak

perlu yang mungkin gagal. Dan belakangan dapat menyebabkan seksio sesaria yang tidak

perlu. Dianjurkan dilakukan observasi selama 8 jam. Bila his berhenti maka ibu dinyatakan

mengalami persalinan semu, bila his menjadi teratur dan bukaan serviks menjadi lebih dari 4

cm maka pasien dikatakan berada dalam fase laten. Pada akhir masa observasi 8 jam ini, bila

terjadi perubahan dalam penipisan serviks atau pembukaan serviks, maka pecahkan ketuban

dan lakukan induksi persalinan dengan oksitosin. Bila ibu tidak memasuki fase aktif setelah

delapan jam infus oksitosin, maka disarankan agar janin dilahirkan secara seksio sesarea.

Pada kondisi fase aktif memanjang, perlu dilakukan penentuan apakah kelainan yang dialami

pasien termasuk dalam kelompok protraction disorder (partus lama) atau arrest disorder

(partus tak maju). Bila termasuk dalam kelompok partus tak maju, maka besar kemungkinan

ada disproporsi sefalopelvik. Disarankan agar dilakukan seksion sesarea. Bila yang terjadi

adalah partus lama, maka dilakukan penilaian kontraksi uterus. Bila kontraksi efisien (lebih

dari 3 kali dalam 10 menit dan lamanya lebih dari 40 detik), curigai kemungkinan adanya

obstruksi, malposisi dan malpresentasi. Bila kontraksi tidak efisien, maka penyebabnya

kemungkinan adalah kontraksi uterus yang tidak adekuat. Tatalaksana yang dianjurkan

adalah induksi persalinan dengan oksitosin.

Pada kondisi Kala II memanjang, perlu segera dilakukan upaya janin. Hal ini dikarenakan

upaya pengeluaran janin yang dilakukan oleh ibu dapat meningkatkan risiko berkurangnya

aliran darah ke plasenta. Yang pertama kali harus diyakini pada kondisi kala II memanjang

Page 11: Persalinan Lama

adalah tidak terjadi malpresentasi dan obstruksi jalan lahir. Jika kedua hal tersebut tidak ada,

maka dapat dilakukan percepatan persalinan dengan oksitosin. Bila percepatan dengan

oksitosin tidak mempengaruhi penurunan

janin, maka dilakukan upaya pelahiran janin. Jenis upaya pelahiran tersebut tergantung pada

posisi kepala janin. Bila kepala janin teraba tidak lebih dari 1/5 diatas simfisis pubis atau

ujung penonjolan kepala janin berada di bawah station 0, maka janin dapat dilahirkan dengan

ekstraksi vakum atau dengan forseps. Bila kepala janin teraba diantara 1/5 dan 3/5 diatas

simfisi pubis atau ujung penonjolan tulang kepala janin berada diantara station ) dan station -

2, maka janin dilahirkan dengan ekstraksi vakum dan simfisiotomi. Namun jika kepala janin

teraba lebih dari 3/5 diatas simfisi pubis atau ujung penonjolan tulang kepala janin berada

diatas station -2, maka janin dilahirkan secara seksio sesaria.

I. Komplikasi

Persalinan lama dapat menimbulkan konsekuensi, baik bagi ibu maupun bagi anak yang

dilahirkan. Adapun komplikasi yang dapat terjadi akibat persalinan lama antara lain adalah:

Infeksi Intrapartum

Infeksi adalah bahaya serius yang mengancam ibu dan janinnya pada partus lama, terutama

bila disertai pecahnya ketuban. Bakteri dalam cairan amnion menembus amnion dan

menginvasi desidua serta pembuluh korion sehingga terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu

dan janin. Pneumonia pada janin, akibat as[irasi cairan amnion yang terinfeksi adalah

konsekuensi serius lainnya. Pemeriksaan serviks dengan jari tangan akan memasukkan

bakteri vagina ke dalam uterus. Pemeriksaan ini harus dibatasi selama persalinan, terutama

apabila terjadi persalinan lama.

Ruptura Uteri

Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya serius selama partus lama,

terutama pada ibu dengan paritas tinggi dan pada mereka dengan riwayat seksio sesarea.

Apabila disproporsi antara kepala janin dan panggul semakin besar sehingga kepala tidak

engaged dan tidak terjadi penurunan, segmen bawah uterus dapat menjadi sangat teregang

kemudian dapat menyebabkan ruptura. Pada kasus ini, mungkin terbentuk cincin retraksi

patologis yang dapat diraba sebagai sebuah krista transversal atau oblik yang berjalan

melintang di uterus antara simfisi dan umbilikus. Apabila dijumpai keadaan ini, diindikasikan

persalinan perabdominam segera.

Page 12: Persalinan Lama

Tipe yang paling sering adalah cincin retraksi patologis Bandl, yaitu pembentukan cincin

retraksi normal yang berlebihan. Cincin ini sering timbul akibat persalinan yang terhambat

disertai peregangan dan penipisan berlebihan segmen bawah uterus. Pada situasi semacam

ini, cincin dapat terlihat jelas sebagai suatu identasi abdomen dan menandakan akan

rupturnya seegmen bawah uterus. Pada keadaan ini, kadang-kadang dapat dilemaskan dengan

anestesia umum yang sesuai dan janin dilahirkan secara normal, tetapi kadang-kadang seksio

sesarea yang dilakukan dengan segera menghasilkan prognosis yang lebih baik.

Pembentukan Fistula

Apabila bagian terbawah janin menekan kuat pintu atas panggul, tetapi tidak maju untuk

jangka waktu yang cukup lama, jalan lahir yang terletak diantaranya dan dninding panggul

dapat mengalami tekanan yang berlebihan. Karena gangguan sirkulasi, dapat terjadi nekrosis

yang akan jelas dalam beberapa hari setelah melahirkan dengan timbulnya fistula

vesikovaginal, vesikorektal atau rektovaginal. Umumnya nekrosis akibat penekanan ini pada

persalinan kala dua yang berkepanjangan. Dahulu pada saat tindakan operasi ditunda selama

mungkin, penyulit ini sering dijumpai, tetapi saat ini jarang , kecuali di negara-negara yang

belum berkembang.

Cedera Otot-otot Dasar Panggul

Suatu anggapan yang telah lama dipegang adalah bahwa cedera otot-otot dasar panggul atau

persarafan atau fasi penghubungnya merupakan konsekuensi yang tidak terelakkan pada

persalinan pervaginam, terutama apabila persalinannya sulit.saat kelahiran bayi, dasar

panggul mendapatkan tekanan langsung dari kepala janin dan tekanan ke bawah akibat upaya

mengejan ibu. Gaya-gaya ini meregangkan dan melebarkan dar panggul, sehingga terjadi

perubahan anatomik dan fungsional otot, saraf dan jaringan ikat. Terdapat semakin besar

kekhawatiran bahwa efek-efek pada otot dasar panggul selama melahirkan ini akan

menyebabkan inkontinensia urin dan alvi serta prolaps organ panggul.

Kaput Suksedaneum

Apabila panggul sempit, sewaktu persalinan sering terjadi kaput suksedaneum yang besar di

bagian terbawah kepala janin. Kaput ini dapat berukuran cukup besar dan menyebabkan

kesalahan diagnosis yang serius. Kaput dapat hempir mencapai dasar panggul sementara

kepala belum engaged. Dokter yang kurang berpengalaman dapat melakukan upaya secara

prematur dan tidak bijak untuk melakukan ekstraksi forceps.

Page 13: Persalinan Lama

Molase Kepala Janin

Akibat tekanan his yang kuat, lempeng-lempeng tulang tengkorak saling bertumpang tindih

satu sama lain di sutura-sutura besar, suatu proses yang disebut molase (molding, moulage).

Perubahan ini biasanya tidak menimbulkan kerugian yang nyata. Namun, apabila distorsi

yang terjadi mencolok, molase dapat menyebabkan ribekan tentorium, laserasi pembuluh

darah janin dan perdarahan intrakranial pada janin.

J. Prognosis

Friedman melaporkan bahwa memanjangnya fase laten tidak memperburuk mortalitas dan

morbiditas janin ataui ibu, namun Chelmow dkk membantah anggapan bahwa pemanjangan

fase laten tidak berbahaya.

Page 14: Persalinan Lama

3. DISTOSIA BAHU

3.1 Definisi

Distosia bahu adalah persalinan yang memerlukan tambahan manuver obstetri setelah

kegagalan “gentle downward traction” pada kepala bayi untuk melahirkan bahu (ACOG,

2002). Juga adanya patokan waktu antara lahirnya kepala dengan lahirnya badan lebih dari 60

detik, maka dianggap sebagai distosia bahu dan dibutuhkan manuver obstetrik tambahan

(Spong dkk, 1995).

3.2 Faktor resiko & pencegahan

a. Makrosomia

Diartikan sebagai bayi besar berdasarkan berat badan post partum yang berkisar dari

4000 -5000 gram. Bayi yang besar memiliki peningkatan peluang terjadinya distosia

bahu dan sulit diestimasi dengan pemeriksaan Leopold, bahkan pemeriksaan USG

juga tidak akurat dalam menilai berat janin (Hendrix dkk, 2000). USG hanya memiliki

sensitivitas 22-44% dan nilai prediksi positif 30 - 44% dalam menentukan

makrosomia. Dan kebanyakan bayi dengan berat lahir di atas 4000 gram dengan

persalinan pervaginam tidak mengalami distosia bahu (Cluver & Hofmeyr, 2009).

b. Etnisitas

Wanita Afrika-Amerika memiliki peningkatan resiko terjadinya distosia bahu (Cheng

dkk, 2006). Ini dimungkinkan karena kecenderungan memiliki panggul tipe android.

c. Presentasi janin

Page 15: Persalinan Lama

Posisi occipitoposterior memiliki efek protektif untuk distosia bahu, namun risiko

cedera pleksus brakialis meningkat dalam persalinan dengan occipitoposterior yang

persisten (Cheng dkk, 2006).

d. Kelainan persalinan

Insiden yang lebih tinggi distosia bahu bisa didapatkan pada persalinan kala II lama

yang mungkin berkaitan dengan makrosomia. Distosia bahu lebih sering terjadi pada

persalinan presipitatus (Cluver & Hofmeyr, 2009). Juga banyak dilaporkan pada kala

I lama, partus macet, stimulasi oksitosin, dan persalinan pervaginam dengan tindakan

(RCOG, 2005)

Pencegahan distosia bahu dilakukan dengan menawarkan pilihan dilakukan seksio

sesaria pada rencana persalinan pervaginam dengan janin luar biasa besar(>5 kg), janin

sangat besar (>4,5 kg) dengan ibu diabetes, janin besar (>4 kg) dengan riwayat distosia bahu

pada persalinan sebelumnya atau kala II memanjang dengan janin besar (Smeltzer dkk,

2000).

3.3 Diagnosis

Salah satu gambaran yang sering terjadi adalah turtle sign dimana bisa terlihatnya

kepala janin namun juga bisa retraksi (analog dengan kura-kura menarik ke dalam

cangkangnya) dan wajah bayi yang eritematous. Ini terjadi ketika bahu bayi mengalami

impaksi didalam panggul ibu (Mir & Abida, 2010).

Distosia bahu juga dapat dikenali bila didapatkan keadaan :

- Kepala bayi telah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan

- Kepala bayi telah lahir, tetapi tetap menekan vulva dengan kencang

- Dagu tertarik dan menekan perineum

- Traksi pada kepala bayi tidak berhasil melahirkan bahu yang tetap berada di cranial

simfisis pubis (Broek, 2002).

3.4 Penanganan

Yang paling diutamakan dalam penanganan distosia bahu adalah menghindari “3P”

yaitu :

1. Panic, semua penanganan dilakukan melalui manuver sistematis dan setiap penolong

harus tenang agar dapat mendengar dan mengerti ketika ada permintaan bantuan dan

dapat dengan jelas memimpin ibu untuk kapan mengejan dan kapan tidak mengejan.

Page 16: Persalinan Lama

2. (Pulling) menarik di kepala / leher - traksi lateral akan meningkatkan resiko

cedera pleksus brakialis.

3. (Pushing) mendorong fundus, karena tidak akan membantu ketika bahu benar-benar

mengalami impaksi dan meningkatkan risiko ruptur uteri. Tekanan dilakukan pada

suprapubik untuk melepaskan impaksi bahu anterior.

Akronim “ALARMER” merupakan panduan yang dapat membantu melakukan

penanganan yang tepat, yaitu :

Ask for help

Legs hyperflexed (McRobert’s manoeuvre),

Anterior shoulder disimpaction (suprapubic pressure)

Rotation of the posterior shoulder (Wood’s screw manoeuvre)

Manual delivery of the posterior arm

Episiotomy

Roll over onto “all fours”

1. Ask for help / Meminta bantuan

Diperlukan penolong tambahan untuk melakukan manuver McRoberts dan penekanan

suprapubik.

Menyiapkan penolong untuk resusitasi neonatus.

2. Kaki hiperfleksi (manuver McRoberts)

Disiapkan masing-masing satu penolong di setiap sisi kaki ibu untuk membantu

hyperfleksi kaki dan sekaligus mengabduksi panggul

Memposisikan sakrum ibu lurus terhadap lumbal

Page 17: Persalinan Lama

3. Disimpksi bahu depan (tekanan suprapubik)

Bahu bayi yang terjepit didorong menjauh dari midline ibu, ditekan pada atas simfisis

pubis ibu. Tekanan suprapubik ini dilakukan untuk mendorong bahu posterior bayi

agar dapat dikeluarkan dari jalan lahir dan digunakan tumit tangan.

4. Rotasi bahu posterior (manuver Wood’s screw)

Digunakan 2 jari untuk menekan sisi anterior bahu dan memutarnya hingga 1800 atau

oblique, dapat diulang jika diperlukan.

Page 18: Persalinan Lama

5. Mengeluarkan secara manual lengan posterior

Ditentukan siku lengan posterior bayi, difleksikan dengan tekanan pada fossa

antecubital sehingga tangan bayi dapat dipegang. Tangan tersebut kemudian ditarik

hingga melewati dada bayi sehingga keseluruhan lengan dapat dilahirkan.

6. Episiotomi

Prosedur ini secara tidak langsung membantu penanganan distosia bahu, dengan

memungkinkan penolong untuk meletakkan tangan penolong ke dalam vagina untuk

melakukan manuver lainnya.

7. Roll over on all fours

Page 19: Persalinan Lama

Langkah ini memungkinkan posisi bayi bisa bergeser dan terjadi disimpaksi bahu

anterior. Hal ini juga memungkinkan akses yang lebih mudah untuk memutar bahu

posterior atau bahkan melahirkannya langsung.

Jika manuver tersebut tidak ada yang berhasil, bisa disarankan untuk mematahkan

klavikula bayi, simpisiotomi, manuver Zavanelli . Bila distosia bahu telah berhasil ditangani,

maka dilakukan :

Penilaian bayi untuk mengetahui adanya trauma.

Analisa gas darah tali pusat.

Penilaian ibu untuk tears pada saluran genital.

Manajemen aktif kala III untuk mencegah perdarahan postpartum.

Mencatat manuver yang telah dilakukan.

Menjelaskan semua langkah yang telah dilakukan kepada ibu dan keluarga yang

mungkin ada pada saat dilakukan penanganan (SOGC, 2005).

3.5 Komplikasi

Sekuel dari distosia bahu dan berbagai manuver obstetrik untuk melahirkan bahu bayi

diantaranya adalah : fraktur klavikula, lesi pleksus brachialis, distensi otot

sternocleidomastoid dengan atau tanpa hematoma, paralisis diafragma, sindrom Horner,

asfiksia peripartal dan cerebral palsy serta kematian peripartal. Cedera pleksus brachialis

merupakan komplikasi janin yang paling penting untuk diperhatikan dari distosia bahu,

karena pada beberapa kasus menjadi disfungsi pleksus brachialis permanen (Hruban dkk,

2010).

Page 20: Persalinan Lama

Komplikasi ibu akibat distosia bahu adalah perdarahan postpartum, laserasi serviks

dan vagina, simpisiolisis dan rupture uterus dan dilakukannya seksio cesaria sekunder akibat

gagalnya prosedur obstetrik atau sebagai kelanjutan manuver Zavanelli's (Hruban dkk, 2010).