perlunya keunggulan bersaing dalam acfta

Upload: renny-widyastuti

Post on 11-Oct-2015

33 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Keunggulan bersaing menentukan keberhasilan dalam integrasi ekonomi

TRANSCRIPT

  • 5/20/2018 Perlunya Keunggulan Bersaing Dalam ACFTA

    1/7

    1

    Renny Widyastuti_Ekstensi Manajemen_1206316276

    Perlunya Keunggulan Bersaing dalam ACFTA

    Perekonomian dunia semakin bergeser ke arah perekonomian yang lebih terintegrasi

    dan saling bergantung antara negara yang satu dengan negara lain di era globalisasi ini.

    Globalisasi dapat dilihat dari berbagai segi, salah satunya adalah globalisasi pasar yang

    mengacu pada penggabungan pasar nasional yang berbeda dan terpisah secara historis

    menjadi satu pasar global yang sangat besar dengan menghilangkan berbagai hambatan

    perdagangan lintas batas sehingga memudahkan untuk menjual secara internasional.1

    Penciptaan pasar global tersebut dapat dicapai melalui integrasi ekonomi dan level

    integrasi terendah berada pada level regional. Bentuk integrasi ekonomi regional yang paling

    populer adalah perjanjian perdagangan bebas2. Melalui perjanjian perdagangan bebas,

    negara-negara tetangga yang terikat dalam perjanjian tersebut berusaha mendapatkan

    keuntungan ekonomi dari adanya arus bebas perdagangan.

    Untuk mendapatkan keuntungan ekonomi tersebut, China sebagai kekuatan ekonomi

    baru dunia berusaha menggandeng ASEAN sebagai mitranya dengan mengusulkan ide untuk

    membuat perjanjian perdagangan bebas pada November tahun 2000. Ide tersebut mendapat

    sambutan hangat oleh negara-negara anggota ASEAN tidak terkecuali Indonesia. Indonesia

    memandang perjanjian perdagangan bebas ini sebagai suatu kesempatan emas karena

    Indonesia memandang China sebagai pasar yang sangat besar mengingat luasnya wilayah

    negara tersebut.

    ACFTA dan Defisitnya Neraca Perdagangan Indonesia

    Sejak 1 Januari 2010, perjanjian perdagangan bebas antara China dan ASEAN yang

    lebih dikenal dengan ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA) telah dimulai.

    Pembentukan perdagangan bebas ACFTA diawali oleh kesepakatan para peserta ASEAN-

    China Summit di Brunei Darussalam pada November 2001 . Hal tersebut diikuti dengan

    penandatanganan Naskah Kerangka Kerjasama Ekonomi (The Framework Agreement on A

    Comprehensive Economic Cooperation) oleh para peserta ASEAN-China Summit di Pnom

    Penh pada November 2002, dimana naskah ini menjadi landasan bagi pembentukan ACFTA

    1

    Charles W.L.Hill, Chow-Hou Wee, dan Krishna Udayangkar, International Business An Asian Perspective(Singapore: 2011), hal 6.2Ibid., hal 289.

  • 5/20/2018 Perlunya Keunggulan Bersaing Dalam ACFTA

    2/7

    2

    Renny Widyastuti_Ekstensi Manajemen_1206316276

    dalam 10 tahun dengan suatu fleksibilitas diberikan kepada negara tertentu seperi Kamboja,

    Laos, Myanmar dan Vietnam.

    Pada bulan November 2004, peserta ASEAN-China Summit menandatangani Naskah

    Perjanjian Perdagangan Barang (The Framework Agreement on Trade in Goods) yang

    berlaku pada 1 Juli 2005. Berdasarkan perjanjian ini negara ASEAN (Indonesia, Thailand,

    Singapura, Philipina, Malaysia) dan China sepakat untuk menghilangkan 90% komoditas

    pada tahun 2010. Untuk negara ASEAN lainnya pemberlakuan kesepakatan dapat ditunda

    hingga 2015.3

    Seiring dengan berjalannya ACFTA, ada fakta yang menarik untuk diungkapkan.

    Fakta bahwa Indonesia menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang mengalami

    defisit perdagangan dengan China. Seperti yang dilansir VivaNews pada Mei 2011,

    Indonesia merupakan satu-satunya negara yang negatif neraca perdagangannya dengan China

    dalam 5 besar negara di ASEAN. Negara besar di Asia Tenggara seperti Singapura, Malaysia,

    Thailand, dan Filipina menikmati keuntungan dari integrasi ekonominya dengan China

    ditandai surplusnya perdagangan mereka.

    Pertumbuhan ekspor Indonesia pada 2011 dibanding sebelumnya hanya mencapai

    sekitar 25%, atau di bawah angka negara-negara lainnnya seperti Filipina 265,8%, Malaysia

    137,6%, Brunei 103,4%, Singapura 37,4 %, dan Thailand 28,6%. Terkait dengan neraca

    perdagangan Indonesia-China pada periode 2007-2011, meski pertumbuhan nilai impor dari

    China mencapai lebih dari 300% dan nilai ekspor Indonesia juga mencapai sekitar 300%,

    tetapi setiap tahun Indonesia selalu mengalami defisit perdagangan karena dalam lima tahun

    terakhir, pertumbuhan impor selalu 2-3 kali lebih tinggi dari pertumbuhan ekspor4. Defisitnya

    neraca perdagangan Indonesia terhadap China masih berlanjut di tahun 2012 seperti yang

    dilansir beritadaerah.com pada November 2013.

    Porters Diamond: Keunggulan Bersaing

    Berdirinya ACFTA berpedoman pada teori perdagangan internasional yang

    mengungkapkan bahwa dengan adanya perdagangan bebas yang tidak dibatasi dapat

    memungkinkan negara-negara melakukan spesialisasi dalam memproduksi produk-produk

    3http://blogs.unpad.ac.id/yogix/2010/02/22/apa-itu-acfta/,diakses pada tanggal 11 Desember 2013.

    4http://www.investor.co.id/home/indonesia-belum-optimal-manfaatkan-peluang-acfta/43902,diakses pada

    tanggal 11 Desember 2013.

    http://blogs.unpad.ac.id/yogix/2010/02/22/apa-itu-acfta/http://www.investor.co.id/home/indonesia-belum-optimal-manfaatkan-peluang-acfta/43902http://www.investor.co.id/home/indonesia-belum-optimal-manfaatkan-peluang-acfta/43902http://blogs.unpad.ac.id/yogix/2010/02/22/apa-itu-acfta/
  • 5/20/2018 Perlunya Keunggulan Bersaing Dalam ACFTA

    3/7

    3

    Renny Widyastuti_Ekstensi Manajemen_1206316276

    yang mereka bisa produksi dengan sangat efisien, dengan begitu ACFTA diharapkan mampu

    merangsang pertumbuhan ekonomi di kedua regional tersebut.

    Lumrahnya dalam sebuah integrasi ekonomi, negara-negara yang tergabung dalam

    integrasi tersebut dapat mereguk profit dari adanya integrasi tersebut. Namun apa jadinya

    ternyata dalam kerjasama ACFTA ini, Indonesia merupakan satu-satunya negara di ASEAN

    yang masuk dalam kategori negara yang terkecuali itu. Michael Porter dengan teorinya yang

    dikenal dengan Porters Diamond menjelaskan mengapa ada negara yang sukses dalam

    kompetisi perdagangan internasional dan mengapa ada yang gagal. Negara yang sukses

    dalam perdagangan internasional adalah negara yang berhasil membangun keunggulan

    bersaing nasional. Keunggulan bersaing nasional dibangun oleh empat atribut yang dapat

    mendorong keunggulan bersaing nasional atau malah menghalanginya, atribut tersebut

    digambarkan sebagai berikut.

    Empat atribut tersebut itu saling mempengaruhi satu sama lain, satu atribut dapat

    membentuk atribut lainnya. Porter juga menambah dua variabel lain yang dapat memelihara

    empat atribut tersebut yakni kesempatan (misal inovasi) dan pemerintah. Di dalam riil

    praktiknya memang pemerintah seperti yang Porter katakan, dapat memelihara serta

    mendorong keunggulan bersaing suatu negara karena terkait perannya sebagai regulator.

    Pemerintah dapat membuat kebijakan-kebijakan untuk mempengaruhi dan membentuk

    Factor

    endowment

    Firm Strategy,

    Structure, &

    Rivalry

    Demand

    Conditions

    Related &

    Supporting

    Industries

    Porters Diamond

  • 5/20/2018 Perlunya Keunggulan Bersaing Dalam ACFTA

    4/7

    4

    Renny Widyastuti_Ekstensi Manajemen_1206316276

    permintaan dalam negeri melalui standard produk dalam negeri, mensupport pertumbuhan

    sektor industri tertentu melalui kebijakan pajak dan antitrust law.

    Mengetahui pentingnya pemerintah dalam menciptakan keunggulan bersaing sebuah

    negara, membuat kita bertanya-tanya hal apa sajakah yang sudah dilakukan pemerintah di

    negara-negara ASEAN untuk membentuk keunggulan bersaing negaranya sebelum

    berkomitmen dalam ACFTA. Seperti yang dikutip dari kompas.com artikel Februari 2010,

    diketahui bahwa negara-negara ASEAN telah mempersiapkan diri setidaknya lima tahun.

    Thailand, misalnya menjalankan suatu kebijakan dual track economy yakni insentif untuk

    mendorong investasi dan industrialisasi terutama untuk perusahaan multinasional secara

    simultan dengan pemberian insentif untuk produk lokal unggulan dalam rangka menggenjot

    daya saing produk domestik.

    Singapura mengambil langkah kebijakan teknologi inovatif, yakni memperkuat

    keunggulan kompetitif agar tidak disaingi oleh produk China. Saat ini mereka tinggal

    memetik keuntungan dari ACFTA. Malaysia tak ketinggalan menyiapkan kebijakan

    manufaktur teknologi tinggi dalam rangka menyiapkan daya saing produk domestik sekaligus

    menggenjot industri jasa, khususnya pariwisata.

    Sedangkan pemerintah Indonesia berupaya meningkatkan daya saing usaha

    menengah, kecil, dan mikro (UMKM) melalui kebijakan pelaksanaan UU Nomor 20 Tahun

    2008 Tidak hanya itu pemerintah Indonesia juga menggalakkan program Aku Cinta

    Indonesia dalam rangka meningkatkan daya saing pelaku ekonomi nasional. Pemerintah

    kemudian menyatakan ekspor kita naik, namun naiknya ekspor tetap bertumpu pada bahan

    mentah, seperti minyak bumi dan hasil tambang. Terlihatlah program UMKM yang

    digadang-gadang pemerintah tidak ada sangkut pautnya dengan kenaikan ekspor karena

    ekspor bahan mentah sangat tergantung dari pertumbuhan ekonomi negara yang membelinya.

    Program UMKM tersebut tidak cukup baik karena Indonesia kurang mengajarkan

    kepada eksportirnya bagaimana memasuki pasar luar negeri dan meningkatkan produktivitas

    produksi. Negara-negara ASEAN lainnya benar-benar memberikan perhatian khusus

    terhadap produsen dalam negerinya, pemerintahnya menerapkan berbagai program mengenai

    cara memanfaatkan pasar global, terutama perjanjian perdagangan bebas. Program tersebut

    antara lain penelitian dan pengembangan produk baru di sektor pertanian, industri

    manufaktur, serta jasa. Selain negara-negara ASEAN lainnya juga memberikan sosialisasi

    tentang standar teknis barang serta kesehatan yang berlaku di negara tujuan, membantu

    bagaimana memenuhi standar tersebut, mengajari produsennya di bidang angkutan serta

  • 5/20/2018 Perlunya Keunggulan Bersaing Dalam ACFTA

    5/7

    5

    Renny Widyastuti_Ekstensi Manajemen_1206316276

    logistik agar produk buah, sayur dan hasil pertanian serta perikanan tidak cepat rusak dan

    membusuk.

    Factor endowment atau faktor pendukung yang dimiliki Indonesia juga tidak

    memadai, lebih spesifiknya ditujukan pada advanced factors.Salah satunya adalah rendahnya

    sumber daya manusia. Data menyebutkan pada tahun 2010 seperti yang dilansir kompas.com

    mengungkapkan bahwa Indonesia berada di urutan ke-107, jauh di bawah Singapura (25),

    Brunei (30), Malaysia (63), Thailand (78), China (81), dan Vietnam (105). Hal ini

    menyebabkan daya saing tenaga kerja serta produk RI menjadi sangat rendah. Peringkat daya

    saing Indonesia sangat rendah, ke-95 dari 133 negara (World Competitiveness Report), akibat

    sistem logistik yang buruk, korupsi, dan pungutan liar.

    Selain itu, advanced factor lainnya terkait dengan buruknya infrastruktur yang

    dimiliki Indonesia, terutama jalan, listrik, dan pelabuhan serta retribusi dan biaya-biaya yang

    dipungut pemerintah daerah juga menghambat investasi.

    Porter dalam argumennya menyatakan bahwa advanced factors adalah faktor yang

    paling signifikan dalam menentukan keunggulan bersaing suatu negara. Hubungan advanced

    factors dan basic factors adalah hubungan yang kompleks. Advanced factors dapat

    menguatkan basic factors, namun bisa sebaliknya. Jadi meskipun basic factors seperti

    sumber daya alam, iklim dan lokasi dan demografi Indonesia sudah cukup mumpuni namun

    bila advanced factors nya buruk, ini sama juga bohong karena basic factors tidak dapat

    dikelola dengan baik. Perlu upaya serius dari pemerintah Indonesia untuk meng-upgrade

    advanced factors yang dimilikinya. Pemerintah bisa meningkatkan sumber daya manusia

    dengan memberikan perhatian khusus kepada sektor pendidikan. Infrastruktur berupa jalan

    dan fasilitas juga harus diberikan perhatian lebih agar ke depannya hal tersebut memperkuat

    keunggulan bersaing Indonesia.

    Pembenahan diri negara-negara ASEAN sebelum mengintegrasikan dirinya dalam

    ACFTA menunjukkan bahwa mereka menyadari betul masalah terkait keunggulan bersaing.

    Mereka menyadari tanpa persiapan, mustahil mampu bersaing dengan China yang secara

    ekonomi dapat memproduksi produk dengan murah. Murahnya barang-barang asal Cina

    adalah suatu fenomena yang tidak bisa dilawan oleh negara manapun di dunia (Tarmidi,

    2010). Ada beberapa sebab yang dapat menjawab fenomena tersebut, antara lain5:

    5

    http://www.asc.ui.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=62%3Amenghadapi-tantangan-cina-dalam-acfta&Itemid=62,diakses pada tanggal 12 Desember 2013.

    http://www.asc.ui.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=62%3Amenghadapi-tantangan-cina-dalam-acfta&Itemid=62http://www.asc.ui.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=62%3Amenghadapi-tantangan-cina-dalam-acfta&Itemid=62http://www.asc.ui.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=62%3Amenghadapi-tantangan-cina-dalam-acfta&Itemid=62http://www.asc.ui.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=62%3Amenghadapi-tantangan-cina-dalam-acfta&Itemid=62http://www.asc.ui.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=62%3Amenghadapi-tantangan-cina-dalam-acfta&Itemid=62
  • 5/20/2018 Perlunya Keunggulan Bersaing Dalam ACFTA

    6/7

    6

    Renny Widyastuti_Ekstensi Manajemen_1206316276

    o Tingkat upah yang rendah dan produktivitas yang relatif tinggi. Tingkat upah

    resminya masih sedikit lebih tinggi dari Indonesia, tetapi konon mereka sering

    menggunakan tenaga petani di desa-desa yang upahnya sangat rendah. Di samping

    itu pekerja Cina adalah pekerja keras, disiplin dan biasa kerja lebih panjang per

    harinya.

    o Tingkat suku bunga pinjaman rendah. Selain ini biaya transaksi bank juga murah.

    o Tingkat laju inflasi rendah.

    o Perusahaan mengambil keuntungan yang kecil.

    o Mereka produksi barang secara masal.

    o Nilai tukar mata uangnya undervalued, sehingga harga barang ekspor dalam mata

    uang asing menjadi murah sedangkan harga barang impor dalam renmimbimenjadi

    mahal. Cina menganut sistim managed floating, di mana campur tangan pemerintah

    masih kuat. Sebab itu Cina mendapat tekanan yang kuat dari Negara-negara maju

    khususnya Amerika Serikat untuk mengapresiasi mata uangnya. Ini telah

    dilakukannya, tetapi tingkat apresiasi masih terlalu kecil dan tidak sepadan dengan

    cadangan devisanya yang terus membengkak.

    o Kualitas barangnya umumnya masih rendah, meskipun mereka juga membuat

    barang dengan kualitas yang baik dengan harga yang cukup tinggi, tetapi tetap masih

    lebih rendah dari harga barang-barang negara lain yang setara.

    o Bantuan subsidi dari pemerintah.

    o Biaya transportasi yang murah karena tersedianya infrastruktur yang luas dan baik,

    sehingga transportasi lancar.

    o Perusahaan-perusahaan kecil menengah yang tidak ternama berani menawarkan

    barang dengan harga berapa saja.

    Meskipun Cina sudah mampu membuat banyak jenis barang manufaktur, tetapitingkat kualitas dan kecanggihannya belum setingkat dengan produk-produk dari negara-

    negara maju. Celah tersebutlah yang dimanfaatkan oleh negara-negara ASEAN, tetapi belum

    dilakukan oleh Indonesia.

    Meade (1955) sebagaimana yang dikutip dari jurnal yang berjudul The Prospects of

    ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA): A Qualitative Assessment oleh Associate

    Professor Donghyun Park, mengungkapkan bahwa trade creation will be greater if the pre-

    integration economic structures are competitive but potentially complementary after

    integration. Jadi bisa saja pra integrasi ekonomi produk suatu negara sangat kompetitif di

  • 5/20/2018 Perlunya Keunggulan Bersaing Dalam ACFTA

    7/7

    7

    Renny Widyastuti_Ekstensi Manajemen_1206316276

    pasar domestiknya. Namun pasca integrasi ekonomi dimana hambatan perdagangan semakin

    dihilangkan sebagaimana yang ACFTA lalukan melalui tahapan pengurangan tarif, produk

    yang tadinya kompetitif bisa saja hanya menjadi komplemen. Untuk itulah keunggulan

    bersaing dibutuhkan oleh suatu negara.

    Negara yang memiliki keunggulan bersaing akan menang melawan yang tidak

    memiliki keunggulan bersaing. Negara yang tidak memiliki keunggulan bersaing hanya akan

    menjadi pasar dari mereka yang tidak memiliki keunggulan bersaing, malah lebih parahnya

    akan kalah di pasar domestiknya sendiri yang pada akhirnya mematikan industri setempat.

    Pemerintah harus menyiapkan kondisi nasional yang sehat dalam artian siap secara

    keunggulan bersaingnya. Karena hal tersebut menjadi syarat mutlak sebuah negara sebelum

    bergabung dalam sebuah integrasi ekonomi. Keunggulan bersaing akan menempatkan posisi

    produk-produk tersebut dalam pasar global. Menjadi produk kompetitif ataukah hanya

    produk komplemen, hal tersebutlah yang akan menjadi penentu kegagalan ataupun

    keberhasilan sebuah negara dalam sebuah integrasi ekonomi.