perlindungan hukum

27
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENDERITA HIV/AIDS DAN TENAGA KESEHATAN Yendi,dr Magister Hukum Kesehatan Universitas Soegijapranata Semarang 1. Pendahuluan Perkembangan AIDS di Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan AIDS di dunia. Pada tahun 1982 ditemukan bahwa telah terjadi sistem menurunnya kekebalan tubuh pada manusia yang disebabkan oleh virus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa virus tersebut dikenal dengan Human Immunodefiency Virus (HIV) dan sindromnya disebut Aquired Immunne Deficiency Syndrome (AIDS). Kasus HIV dan AIDS pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1987 di Bali. Jumlah kasus AIDS di Indonesia selama 2 tahun terakhir menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan dengan peningkatan 69% selama dua tahun. Apabila hal ini dibiarkan tanpa tindakan yang nyata baik dari pihak lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif maupun masyarakat, maka akan menurunkan angka harapan hidup, menciptakan banyak yatim piatu, memerlukan alokasi biaya kesehatan yang tinggi sehingga 1

Upload: yendi-anestesi

Post on 27-Jun-2015

945 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERLINDUNGAN HUKUM

PERLINDUNGAN HUKUM

BAGI PENDERITA HIV/AIDS DAN TENAGA KESEHATAN

Yendi,dr

Magister Hukum Kesehatan Universitas Soegijapranata Semarang

1. Pendahuluan

Perkembangan AIDS di Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan

perkembangan AIDS di dunia. Pada tahun 1982 ditemukan bahwa telah

terjadi sistem menurunnya kekebalan tubuh pada manusia yang

disebabkan oleh virus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa virus tersebut

dikenal dengan Human Immunodefiency Virus (HIV) dan sindromnya

disebut Aquired Immunne Deficiency Syndrome (AIDS).

Kasus HIV dan AIDS pertama kali ditemukan di Indonesia pada

tahun 1987 di Bali. Jumlah kasus AIDS di Indonesia selama 2 tahun

terakhir menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan dengan peningkatan

69% selama dua tahun. Apabila hal ini dibiarkan tanpa tindakan yang

nyata baik dari pihak lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif maupun

masyarakat, maka akan menurunkan angka harapan hidup, menciptakan

banyak yatim piatu, memerlukan alokasi biaya kesehatan yang tinggi

sehingga anggaran publik bisa teralihkan dan menghambat pertumbuhan

ekonomi serta dapat kehilangan generasi (lost generation).

Berdasarkan laporan Triwulan Ditjen Pengendalian Penyakit dan

Penyehatan Lingkungan (P2PL) Departemen Kesehatan per 31 Desember

2008 rasio kasus AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 3,04 : 1.

Apabila dilihat dari cara penularannya bahwa 48% melalui heteroseksual,

42,2% melalui jarum suntik, dan 3,8% melalui homoseksual.

Proporsi kumulatif kasus AIDS adalah pada kelompok umur 20-29

tahun (50,62%), disusul dengan kelompok umur 30-39 tahun (29,36%)

1

Page 2: PERLINDUNGAN HUKUM

dan sisanya adalah kelompok umur di atas 40 tahun (8,5%). Kasus

terbanyak dilaporkan dari Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Timur, Papua,

Bali, Kalimantan Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Riau dan

Kepulauan Riau.

Pemerintah Indonesia bertekad untuk mencegah dan menanggulangi

HIV dan AIDS secara komprehensif melalui peraturan perundang-

undangan. Peraturan perundangan itu diperlukan untuk melindungi hak

asasi manusia, menanggulangi atau mencegah dan untuk melindungi

orang yang terinfeksi HIV dan AIDS yaitu orang dengan HIV/AIDS (ODHA)

dari sikap diskriminatif masyarakat juga mengatur dan melindungi hak-hak

masyarakat umum.

B. HIV/AIDS dan Hak Asasi Manusia

Terus bertambahnya jumlah orang yang hidup dengan HIV/AIDS di

dunia telah membuat Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan

masalah ini sebagai suatu “global emergency”. Bahkan, Mary Robinson,

mantan United Nations High Commissioner for Human Rights,

menyatakan bahwa masalah HIV/AIDS adalah masalah perlindungan hak-

hak asasi manusia.

Paling kurang terdapat dua hak asasi fundamental yang

berhubungan dengan masalah epidemi global HIV/AIDS. Yang pertama

adalah hak terhadap kesehatan (right to health). Terhadap hak ini, hukum

internasional hak-hak asasi manusia menyatakan bahwa setiap negara di

dunia berkewajiban untuk mengambil langkah-langkah di bidang legislatif,

budgeter maupun administratif untuk memenuhi hak setiap warganya

terhadap kesehatan. Termasuk ke dalam kewajiban ini adalah

mengupayakan cara pengobatan dan perawatan yang memenuhi standar

bagi para penderita, di samping mengupayakan agar obat-obat yang

mereka perlukan dapat diperoleh dengan mudah dan dengan harga yang

terjangkau oleh setiap lapisan masyarakat.

2

Page 3: PERLINDUNGAN HUKUM

Hak kedua yang berhubungan dengan masalah ini adalah hak untuk

bebas dari diskriminasi. Hak untuk bebas dari diskriminasi adalah hak

asasi fundamental yang dibangun di atas prinsip natural justice yang

bersifat universal dan harus selalu terpenuhi. Dengan kata lain, hak untuk

bebas dari diskriminasi termasuk ke dalam rumpun non-derogable rights –

yakni hak-hak yang melekat pada setiap manusia dan tidak pernah boleh

dilanggar di dalam keadaan apapun. Namun demikian, diskriminasi adalah

hal yang selalu dialami oleh orang yang hidup dengan HIV/AIDS.

Penting untuk diingat bahwa perilaku manusia selalu bersentuhan

dengan hukum dan hak azasi manusia (HAM). Sebagai kontrol sosial,

hukum membatasi perilaku tertentu dalam masyarakat agar tidak

merugikan diri sendiri dan anggota masyarakat lainnya. Sebagai social

engineering, hukum menjadi alat yang dapat merekayasa sebuah

perubahan perilaku masyarakat sesuai keinginan dan cita-cita hukum.

Sumber hukum yang mendasari perlindungan Ham HIV/AIDS dapat

dirujuk pada Deklarasi Universal Hak Azasi Manusia (Universal

Declaration of Human Rights), merupakan sebuah deklarasi atau

pernyataan bangsa-bangsa (semesta)  mengenai hal-hal universal

menyangkut Hak-Hak Azasi Manusia, serta berbagai Kovenan

Internasional Ham, seperti Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil

dan Politik, Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya,

Kovenan Internasional Penghapusan Segala Bentuk Diskrikminasi

terhadap Perempuan, Kovenan Internasional Menentang Penyiksaan,

Kovenan Internasional Hak-Hak Anak, Kovenan Internasional Menentang

Diskriminasi Rasial, serta hukum nasional Indonesia seperti, UUD 1945,

UU Ham, UU Pengadilan Ham, dan berbagai UU sektoral yang

menyentuh hak-hak masyarakat.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) dari berbagai

negara didesak untuk mengambil peran aktif dalam menangani kasus-

kasus pelangaran ham ODHA. Dalam pertemuan internasional Komnas-

Komnas HAM dari berbagai negara di Jenewa tahun 2001, Direktur

3

Page 4: PERLINDUNGAN HUKUM

Eksekutif UNAID mengidentifikasi lima wilayah praktis di mana Komnas-

Komnas HAM dapat memperkuat kerja mereka berkenaan dengan

HIV/AIDS, sebagai berikut:

1. Melakukan penyelidikan atas kasus-kasus pelanggaran Ham yang

terjadi dalam konteks HIV/AIDS;

2. Melakukan penyelidikan umum yang dipusatkan pada pelanggaran

Ham yang berkaitan dengan HIV/AIDS;

3. Menerima dan di mana memadai menanggapi pengaduan pelanggaran

Ham yang berkaitan dengan HIV/AIDS;

4. Menyediakan nasihat dan bantuan kepada pemerintah berkenaan

dengan masalah Ham dan HIV/AIDS;

5. Melakukan pendidikan Ham dalam konteks HIV/AIDS.

KOMNAS-HAM Indonesia berdasarkan UU No. 39 Tahun l999

tentang HAM, mempunyai kompetensi untuk menjalankan fungsi-fungsi

pemantauan, mediasi, penyuluhan dan pengkajian di bidang Ham. Lima

wilayah yang didentifikasi tersebut tentu dapat dilakukan oleh Komnas-

Ham Indonesia, dalam hal ini Sub-Komisi Perlindungan Kelompok

Masyarakat khusus, termasuk namun tidak terbatas masyarakat ODHA.

Prinsip-prinsip HAM :

1. Tidak dapat dipisah-pisahkan dan saling tergantung antar satu hak

dengan hak yang lainnya. Kita tidak dapat hanya menerima satu atau

beberapa bagian dari hak tersebut saja, kita harus mengakui dan

memenuhi hak-hak yang lainnya.

2. HAM universal berlaku bagi semua manusia, tanpa diskriminasi,

mengesampingkan gender, status HIV, ras, agama, seksualitas, umur,

kemampuan, dan kelas.

3. Pertanggungjawaban, negara dan masyarakat semuanya

bertanggung jawab untuk  menghormati HAM. Kita memiliki tanggung

jawab dalam menghormati HAM sesama masyarakat sementara

negara memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa semua hak

warga negaranya telah terpenuhi.

4

Page 5: PERLINDUNGAN HUKUM

4. Partisipasi, untuk memenuhi hak, kita perlu untuk mengetahui

tanggung jawab dan peran yang harus kita mainkan untuk

memenuhinya.

5. Diakui secara internasional dan dilindungi secara hukum, terdapat

badan-badan dunia dan nasional yang memang bertugas untuk

mengawasi apakah telah terjadi pelanggaran HAM dalam sebuah

negara atau  konteks-konteks tertentu.

6. Melampaui kedaulatan negara, tak ada satu negara pun yang boleh

menolak untuk bekerja sama dalam penguatan warga negara

memenuhi HAM-nya. Negara yang melakukannya berisiko untuk

menghadapi sanksi internasional.

Melindungi hak asasi manusia berarti:

Mendukung dan membela orang yang haknya terancam

Memperbaiki dan mengimbangi pelanggaran apabila terjadi

Mengupayakan mengubah kondisi kemiskinan, ketidakberdayaan dan

ketergantungan yang membuat orang rentan terhadap pelanggaran

hak mereka

Memajukan hak asasi manusia dalam konteks HIV dan AIDS berarti:

Mendorong orang agar menghormati hak masing-masing, dan

memperlakukan orang lain dengan cara mereka ingin diperlakukan

sendiri

Menjamin bahwa penyuluhan dan akses terhadap layanan kesehatan

tersedia untuk semua

Membimbing orang untuk membantu mereka mengatasi rasa takut,

ketidaktahuan dan prasangka yang akan mendorong mereka

menginjak hak orang lain

Sementara itu Hak Azasi Manusia dalam konteks HIV/AIDS adalah :

1. Sebelum mengetahui terinfeksi atau tidak

Informasi dan keterampilan untuk melindungi diri dari penularan

Konseling sebelum menjalani tes HIV

Memberikan persetujuan atau tidak sebelum menjalani tes HIV

5

Page 6: PERLINDUNGAN HUKUM

Tes dan hasilnya dirahasiakan

2. Hidup dengan HIV / AIDS

Hak untuk tidak dibedakan, serta persamaan di hadapan hukum.

Hukum HAM internasional menjamin perlindungan yang sama di

hadapan hukum dari diskriminasi atas dasar apapun, seperti ras,

warna kulit, bahasa, agama, politik atau pendapat, asal-usul, dan

status yang lainnya termasuk status HIV.

Hak untuk hidup

Hak untuk mendapatkan standar kesehatan fisik dan mental

tertinggi yang bisa dicapai

Hak atas privasi

Hak untuk bekerja

Hak untuk bergerak atau berpindah tempat

Hak untuk menikah dan membangun keluarga

Hak untuk mengakses pendidikan

Hak untuk berkumpul

Hak untuk mengikuti program asuransi

3. Saat dan setelah meninggal

Hak untuk jenazahnya diperlakukan dengan bermartabat

Hak untuk mendapatkan pelayanan dan penguburan yang layak

Hak untuk tidak dibocorkan identitasnya

Hak bagi keluarganya untuk tidak diganggu

Hak untuk mendapatkan santunan dan pensiun yang menjadi

haknya

Hak asasi manusia yang tercantum di bawah ini diikuti oleh

pelanggaran yang umumnya terjadi berkaitan dengan HIV/AIDS atau

kelompok rentan:

Kebebasan, keamanan dan kebebasan gerak

o tes HIV yang dipaksakan

6

Page 7: PERLINDUNGAN HUKUM

o karantina, pengasingan/isolasi dan pemisahan

Kebebasan dari perlakuan yang tidak manusiawi atau penghinaan

o isolasi, misalnya pada narapidana yang HIV-positif

o keterlibatan dalam uji coba klinis tanpa persetujuan berdasarkan

informasi yang lengkap

Perlindungan oleh hukum yang sama

o tidak diberikan nasihat atau layanan hukum

Hak pribadi

o hasil tes tidak dirahasiakan atau diumumkan tanpa persetujuan

o nama Odha wajib dilaporkan ke instansi kesehatan yang

berwenang (yang membuat HIV penyakit yang wajib dilaporkan)

Penentuan nasib sendiri

o orang yang rentan terhadap atau terpengaruh oleh HIV dilarang

berkumpul

Hak untuk menikah, mempunyai keluarga dan menjalin hubungan

o aborsi atau sterilisasi yang dipaksakan

o tes HIV yang diwajibkan sebelum menikah

o diskriminasi terhadap hubungan sesama jenis

Ketersediaan yang sama terhadap layanan kesehatan

o kekurangan obat yang sesuai, kondom dll.

o penolakan untuk merawat atau mengobati Odha

Pendidikan

o tidak tersedianya informasi yang memungkinkan orang membuat

pilihan yang berdasarkan informasi lengkap

o penolakan untuk memberikan pendidikan karena status HIV

Kesejateraan sosial dan perumahan

o penolakan ketersediaan perumahan atau layanan sosial

Pekerjaan

o pemecatan dari, atau diskriminasi di tempat kerja

7

Page 8: PERLINDUNGAN HUKUM

o asuransi atau tunjangan lain yang terbatas atau tidak tersedia sama

sekali

o tes HIV sebagai prasyarat untuk pekerjaan

Pengintegrasian Prinsip pokok HAM dalam Peraturan perundang-

undangan merupakan perwujudan negara untuk menghormati, melindungi

dan memenuhi hak asasi manusia. Ketentuan hukum hak asasi manusia

memberi penegasan sebagai berikut:

1. Menempatkan negara sebagai pemangku tanggung jawab (duty

holder), yang harus memenuhi kewajiban-kewajibannya dalam

pelaksanaan hak asasi manusia, baik secara internasional maupun

internasional; sedangkan individu dan kelompok-kelompok masyarakat

adalah pihak pemegang hak (right holder).

2. Negara dalam ketentuan hak asasi manusia tidak memiliki hak. Negara

hanya memikul kewajiban dan tanggung jawab (obligation and

responsibility) untuk memenuhi hak warga negaranya (baik individu

maupun kelompok) yang dijamin dalam instrumen-instrumen hak asasi

manusia internasional.

3. Apabila negara tidak mau (unwilling) atau tidak punya keinginan untuk

memenuhi kewajiban dan tanggungjawabnya, pada saat itulah negara

bisa dikatakan telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia atau

hukum internasional. Apabila pelanggaran tersebut tidak mau

dipertanggung jawabkan oleh negara, maka tanggung jawab itu akan

diambil alih oleh masyarakat internasional. Pengakuan terhadap

prinsip-prinsip pokok HAM akan sangat membantu negara dan

masyarakat dalam memantau pelaksanaan HAM khususnya pada

pelaksanaan pencegahan dan penanganan HIV dan AIDS. Karena

permasalahan HIV dan AIDS berhubungan marginalized people

sehingga perlu dimunculkan (mainstreaming).

Prinsip pokok HAM yang harus dipahami, yaitu bahwa HAM, tidak

bisa dibagi (indivisibility), saling bergantung dan berkaitan (interdepence

and interrelation), partisipasi dan kontribusi (participation and

8

Page 9: PERLINDUNGAN HUKUM

contribution), kesetaraan dan nondiskriminasi (equality and non-

discrimination), dan tanggung jawab negara dan penegakan hukum (state

responsibility).

1. Tidak bisa dibagi (indivisibility). Hak-hak sipil, politik, sosial, budaya

dan ekonomi melekat (inherent), menyatu sebagai bagian dari

harkat martabat manusia yang tidak terpisahkan. Hak setiap

manusia untuk memperoleh penghidupan yang layak merupakan

hak yang tidak dapat ditawar lagi.

2. Saling bergantung dan berkaitan (interdependence and

interrelation). Pemenuhan terhadap suatu hak akan sangat

tergantung pada pemenuhan hakhak lainnya. Sebagai contoh,

dalam hal tertentu hak untuk memperoleh derajat kesehatan yang

tinggi serta hak untuk memperoleh informasi merupakan hak yang

saling bergantung dan berkaitan satu sama lain.

3. Partisipasi dan Kontribusi (Participation and contribution). Setiap

manusia dan seluruh masyarakat (termasuk ODHA) berhak untuk

turut serta berperan aktif secara bebas dan berarti berpartispasi

untuk menikmati kehidupan pembangunan di bidang politik, sipil,

ekonomi, sosial, dan budaya.

4. Kesetaraan dan Non-diskriminasi (Equality and non-discrimination).

Setiap individu adalah sederajat sebagai umat manusia serta

memiliki kebaikan yang melekat (inherent) di dalam harkat dan

martabatnya masing-masing. Setiap manusia berhak sepenuhnya

atas haknya tanpa ada perbedaan yang didasarkan atas ras, warna

kulit, jenis kelamin, etnis, usia, bahasa, agama, pandangan politik

dan pandangan lainnya, kewarganegaraan dan latar belakang

sosial, cacat (fisik maupun mental), tingkat kesejahteraan, kelahiran,

atau status lainnya.

C. Perlindungan Hukum Penderita HIV/AIDS dalam UU Kesehatan

9

Page 10: PERLINDUNGAN HUKUM

Dalam pasal 4 UU Kesehatan No. 36/2009 dinyatakan bahwa setiap

orang berhak atas kesehatan. Permasalahan HIV dan AIDS sangat terkait

dengan hak atas kesehatan. Hak atas kesehatan adalah aset utama

keberadaan umat manusia karena terkait dengan kepastian akan adanya

pemenuhan hak yang lain, seperti pendidikan dan pekerjaan.

Secara garis besar, didalam UU kesehatan perlindungan hukum

terhadap penderita HIV/AIDS diatur mengenai:

Hak atas pelayanan kesehatan

Hak atas informasi

Hak atas kerahasiaan

Hak atas persetujuan tindakan medis

Hak atas Pelayanan Kesehatan

UU Kesehatan mewajibkan perawatan kesehatan diberlakukan

kepada seluruh masyarakat tanpa kecuali, termasuk penderita HIV/AIDS.

Dalam Pasal 5 UU Kesehatan dinyatakan bahwa terdapat kesamaan hak

tiap orang dalam mendapatkan akses atas sumber daya kesehatan,

memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau.

Tugas pemerintah dalam hal ini untuk menyediakan tenaga medis,

paramedik dan tenaga kesehatan lainnya yang cukup dalam memberikan

pelayanan kesehatan bagi penderita HIV/AIDS dan menjamin

ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan sehingga tercapai derajat

kesehatan yang setinggi-tingginya.

Penyediaan obat dan perbekalan kesehatan serta jaminan

ketersediaan obat dan alat kesehatan diatur dalam UU Kesehatan dan

berlaku juga bagi penderita HIV/AIDS.

Hak atas Informasi

Pasal 7 UU Kesehatan secara tegas mengatakan bahwa setiap

orang berhak mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan

10

Page 11: PERLINDUNGAN HUKUM

serta informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan

pengobatan atas dirinya pada pasal 8.

Peningkatan pendidikan untuk menangani HIV dan AIDS termasuk

metode pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS serta

peningkatan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya pencegahan

dan penyebaran HIV dan AIDS, misalnya melalui penyuluhan dan

sosialisasi merupakan upaya dalam memberikan informasi mengenai

HIV/AIDS.

Hak atas Kerahasiaan

Hak atas kerahasiaan dalam UU Kesehatan diatur dalam Pasal 57

dimana setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatannya. Selain itu

UUPK No. 29/2004 juga mengatur mengenai rahasia medis dan rekam

medis ini pada paragraph 3 dan 4 tentang rekam medis dan rahasia

kedokteran.

Rahasia Medis itu bersifat pribadi, hubungannya hanya antara dokter

- pasien. Ini berarti seorang dokter tidak boleh mengungkapkan tentang

rahasia penyakit pasien yang dipercayakannya kepada orang lain, tanpa

seizin si pasien.

Masalah HIV / AIDS banyak sangkut pautnya dengan Rahasia Medis

sehingga kita harus berhati hati dalam menanganinya. Dalam

mengadakan peraturan hukum, selalu terdapat dilema antara kepentingan

masyarakat dan kepentingan perseorangan. Seringkali harus

dipertimbangkan kepentingan mana yang dirasakan lebih berat. Dalam

sistim Demokrasi, Hak Asasi seseorang harus diindahkan, namun Hak

Asasi ini tidaklah berarti bersifat mutlak. Pembatasan dari Hak Asasi

seseorang adalah Hak Asasi orang lain didalam masyarakat itu. Dalam hal

ada pertentangan kepentingan, maka hak perorangan harus mengalah

terhadap kepentingan masyarakat banyak. Kebebasan atas kepentingan

individu tidak dipertahankan sedemikian rupa sehingga sampai

membahayakan kepentingan orang lain atau masyarakatnya. Namun kita

11

Page 12: PERLINDUNGAN HUKUM

melihat ada pengecualian bersifat rahasia mutlak yang berkaitan dengan

HIV / AIDS.

Selain didalam Sumpah Hippocrates, kewajiban menyimpan Rahasia

Medis juga terdapat pada:

1. Declaration of Geneve Ini adalah suatu versi Sumpah Hippocrates yang

di modernisasi dan di introduksikan oleh World Medical Association.

Khusus yang Menyangkut Rahasia Medis berbunyi: "I will respect the

secrets which are confided in me, even after the patient has died."

2. International Code of Medical Ethics Pada tahun 1968 di Sidney

diadakan perubahan pada Declaration of Geneve yang kemudian

menjadi pedoman dasar untuk International Code of Medical Ethics.

Yang menyangkut Rahasia Medis berbunyi: " A doctor shall preserve

absolute secrecy on all he knows about his patient because the

confident entrusted in him."

3. Declaration of Lisbon, 1981 Deklarasi ini menetapkan pula bahwa

pasien berhak untuk meminta kepada dokternya agar mengindahkan

sifat rahasia dari segala data medis dan data pribadinya. "The patient

has the right to expect that his physician will respect the confidential

nature of all his medical and personal details."

4. Kode Etik Kedokteran Indonesia ( KODEKI ), tahun 2002 Pasal 12: "

Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya

tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal

dunia."

5. Peraturan Pemerintah No.26 Tahun 1966 Peraturan ini juga memuat

Lafal Sumpah Kedokteran.

6.Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 1966 Didalam Peraturan

Pemerintah tersebut diperluas berlakunya wajib simpan Rahasia Medis

ini juga bagi tenaga kesehatan lainnya, seperti perawat, bidan,

mahasiswa kedokteran, ahli farmasi, laboratorium, radiologi dan lain

lainnya.

12

Page 13: PERLINDUNGAN HUKUM

Pengungkapan Rahasia Medis harus dengan persetujuan dan izin

pasien, misalnya kepada pihak Asuransi yang memerlukan data data

medis pasien yang telah menutup asuransi kesehatan. Untuk memeriksa

benar tidaknya suatu klaim, maka diperlukan data data medis pasien,

yang harus diajukan ke rumah sakit melalui dokternya. Untuk itu pasien

harus membuat pernyataan tertulis bahwa ia telah memberi kuasa untuk

meminta data data medis dari dokter / rumah sakitnya. Tanpa Surat

Persetujuan dari pasien tersebut, rumah sakit / dokternya tidak boleh

memberikan data data medis pasien tersebut kepada pihak ketiga, dalam

hal ini pihak Asuransi. Bahkan jika memberikan, pihak rumah sakit / dokter

bisa dituntut secara hukum.

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa data data medis itu adalah

MILIK PASIEN, bukan milik dokternya. Disamping itu rumah sakit dibebani

kewajiban untuk menyimpan data data medis yang tercantum dalam

Rekam Medis selama paling sedikit 5 tahun.

Hak atas Persetujuan Tindakan Medis / Informed Consent

Dalam pasal 56 UU Kesehatan diatur tentang persetujuan tindakan

medis atau informed consent. Masalah AIDS juga ada kaitan erat dengan

Informed Consent. Merupakan tugas dan kewajiban seorang dokter untuk

memberikan informasi tentang penyakit-penyakit yang diderita pasien dan

tindakan apa yang hendak dilakukan, disamping wajib merahasiakannya.

Pada pihak lain kepentingan masyarakat juga harus dilindungi.

Menurut PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan UU no 29 th

2004 Pasal 45 serta Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI tahun

2008 maka Informed Consent adalah persetujuan tindakan kedokteran

yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah

mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran

yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Menurut Lampiran SKB IDI

No. 319/P/BA./88 dan Permenkes no 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang

Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2 menyebutkan dalam

13

Page 14: PERLINDUNGAN HUKUM

memberikan informasi kepada pasien / keluarganya, kehadiran seorang

perawat / paramedik lainnya sebagai saksi adalah penting.

Persetujuan yang ditanda tangani oleh pasien atau keluarga

terdekatnya tersebut tidak membebaskan dokter dari tuntutan jika dokter

melakukan kelalaian. Tindakan medis yang dilakukan tanpa persetujuan

pasien atau keluarga terdekatnya, dapat digolongkan sebagai tindakan

melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351.

Tujuan Informed Consent:

a. Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter

yang sebenarnya tidak diperlukan dan secara medik tidak ada dasar

pembenarannya yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya.

b. Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan

dan bersifat negatif, karena prosedur medik modern bukan tanpa

resiko, dan pada setiap tindakan medik ada melekat suatu resiko

(Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3 ).

Tindakan medis yang dilakukan tanpa izin pasien, dapat

digolongkan sebagai tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan

KUHP Pasal 351 ( trespass, battery, bodily assault ). Menurut Pasal 5

Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008, persetujuan tindakan

kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang memberi

persetujuan, sebelum dimulainya tindakan ( Ayat 1 ). Pembatalan

persetujuan tindakan kedokteran harus dilakukan secara tertulis oleh yang

memberi persetujuan (Ayat 2 ).

Semua tes HIV harus mendapatkan informed consent dari pasien

setelah pasien diberikan informasi yang cukup tentang tes, tujuan tes,

implikasi hasil tes positif ataupun negatif yang berupa konseling prates.

Sehingga dapat dipastikan bahwa informed consent telah meliputi tiga

aspek penting :

a. Persetujuan harus diberikan secara sukarela

14

Page 15: PERLINDUNGAN HUKUM

b. Persetujuan harus diberikan oleh individu yang mempunyai

kapasitas dan kemampuan untuk memahami.

c. Persetujuan harus diberikan setelah diberikan informasi

yang cukup sebagai pertimbangan untuk membuat

keputusan.

Persetujuan pada hasil HIV harus bersifat jelas dan khusus,

maksusnya persetujuan harus diberikan terpisah dari persetujuan tindakan

medis atau tindakan perawatan lain. Persetujuan baiknya juga dalam

bentuk tertulis karena persetujuan secara verbal memungkinkan pasien

untuk menyangkal persetujuan yang telah diberikannya dikemudian hari.

D. Perlindungan Hukum Tenaga Kesehatan

Perlindungan hukum terhadap tenaga kesehatan dalam UU

Kesehatan diatur dalam Pasal 27, dimana tenaga kesehatan berhak

mendapatkan imbalan dan perlindungan hukum dalam melaksanakan

tugas sesuai dengan profesinya.

Pada prinsipnya, semua jajaran tenaga kesehatan didukung tenaga

non kesehatan dalam prakteknya memperhatikan beragam aturan sbb :

1. Status tenaga kesehatan dalam profil standar

2. Menerapkan standar pelayanan medis sesuai dengan disiplin ilmu.

3. Operasional standar pelayanan medis sesuai dengan indikasi,

sistematika ditindaklanjuti dengan protap atau SOP

4. Dalam semua tindakan medis sangat memperhatikan saling

memahami dan menyetujui serta menghormati akan hak pasien yang

tertuang dalam Informed Consent (IC)

5. Rekaman tindakan medis yang dibantu / bersama / oleh dengan

tenaga kesehatan dan non kesehatan yang lain, sebaiknya cukup

lengkap dan benar. Rekaman kesehatan terpaku (RM, asupan

keperawatan, kefarmasian, gizi, Lab dan Administrasi )

6. Penjaringan/selektif mengenai kerahasiaan pelayanan medis,

diagnosa dan prognosa atau efek samping harus diwaspadai, perlu

dicermati.

15

Page 16: PERLINDUNGAN HUKUM

7. Indikasi penggunaan sarana medis khususnya alat canggih betul

selektif dan tepat guna.

8. Administrasi standar termasuk tarif normatif saja

9. Semua tindakan medis dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah

medis ada transparasi.

10. Adanya kemungkinan aspek hukum, rambu-rambu antisipasi atau

kenetralan perlu mendapat kewaspadaan.

Semua tindakan atau perilaku tersebut untuk suatu upaya

pengamanan timbal balik antara tenaga kesehatan dan pasien/keluarga

dan berhasil.

Berkaitan dengan masalah kerahasiaan yang sangat erat

hubungannya dengan HAM penderita HIV/AIDS tenaga kesehatan

diwajibkan menjaga kerahasiaan penderita seperti yang diwajibkan dalam

peraturan perundang-undangan. Khusus untuk kasus HIV/AIDS diatur

tentang pelaporan HIV/AIDS dalam:

1. Instruksi Menteri Kesehatan RI No 72 / Menkes / Instll / 1988

tentang kewajiban melaporkan penderita dengan gejala AIDS. Ketentuan

tersebut hanya ditujukan kepada petugas kesehatan dan sarana

pelayanan kesehatan saja. Tindakan yang diambil hanyalah pelaporan

kepada Dirjen P2MPLP saja dengan memperhatikan kerahasiaan pribadi.

2. Surat Keputusan Menko Kesra No 9 Tahun 1994 tentang Strategi

Nasional Penanggulangan HIV / AIDS " Setiap pemeriksaan untuk

mendiagnosis HIV / AIDS harus didahului dengan penjelasan yang benar

dan mendapat persetujuan yang bersangkutan ( Informed Consent ).

Sebelum dan sesudahnya harus diberikan konseling yang memadai dan

hasil pemeriksaan wajib dirahasiakan."

Pasal 12 kode etik kedokteran Indonesia yang memuat tentang

kewajiban menjaga kerahasiaan penderita, mengandung sanksi hukum :

1. Pasal 322 Kitab UU Hukum Pidana ( KUHP )

2. Pasal 1365 Kitab UU Hukum Perdata

16

Page 17: PERLINDUNGAN HUKUM

3. Sanksi Administratif dari MenKes ( berdasar PP no 10

tahun1966 tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran )

Kejadian ini dapat dihindarkan karena adanya hak undur diri dimana

tenaga kesehatan mendapat perlindungan hukum berdasarkan Menurut

Pasal 170 KUHP

1. Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya

diwajibkan menyimpan rahasia, dapat dibebaskan dan kewajiban

untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang

dipercayakan kepada mereka.

2. Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk

permintaan tersebut, maka pengadilan negeri memutuskan apakah

alasan yang dikemukakan oleh saksi atau saksi ahli untuk tidak

berbicara itu, layak dan dapat ditenima atau tidak.

Penegakan hak undur diri dapat dianggap sebagai pengakuan para

ahli hukum, bahwa kedudukan jabatan itu harus dijamin sebaik-baiknya.

Hal tersebut membebaskan seorang dokter untuk menjadi saksi ahli dan

kewajibannya untuk membuka rahasia jabatan, namun pembebasan itu

tidak selalu datang dengan sendirinya.

Pasal 57 (2) UU Kesehatan mengatur tentang hilangnya hak pribadi

dalam rahasia medis dalam kondisi: perintah undang-undang, perintah

pengadilan, izin yang bersangkutan, kepentingan masyarakat dan

kepentingan orang tersebut.

Ketentuan mengenai informed consent pun merupakan payung

hukum bagi tenaga kesehatan karena sesuai dengan tujuan informed

consent memberi perlindungan hukum kepada dokter dan tenaga

kesehatan lainnya terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif, karena

prosedur medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap tindakan

medik ada melekat suatu resiko (Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008

Pasal 3 ) sehingga terhindar dari resiko tuntutan melakukan penganiayaan

berdasarkan KUHP Pasal 351 ( trespass, battery, bodily assault )

17

Page 18: PERLINDUNGAN HUKUM

Daftar Pustaka

Nursalam M. Asuhan keperawatan pada pasien terinfeksi HIV/AIDS, edisi

ke-1. Jakarta: Salemba Medika; 2007.

Moeloek FA, Purwadianto A, Suharto A. Kesehatan dan hak asasi

manusia: Prosiding seminar dan lokakarya. Jakarta: Ikatan Dokter

Indonesia; 2005.

Yayasan Spirita, website: http://spiritia.or.id

Kongres Internasional ke 6 tentang AIDS di Asia dan Pasifik, HIV/ AIDS

dan Hak Asasi Manusia : Peranan Komnas-Komnas HAM di Asia

Pasifik.

Siyaranamual JR. Etika, hak asasi dan pewabahan aids. Jakarta: Pustaka

Sinar Harapan; 1997

Sucipto Y. menelusuri kebijakan hiv & aids. Jakarta: Tumbuh Dihati; 2009.

Kebijakan depkes dalam penanggulangan hiv/aids ditempat kerja.

Komnas HAM, Pembangunan berbasis hak asasi manusia: sebuah

panduan, Komnas HAM-Australian Government, Jakarta.

18

Page 19: PERLINDUNGAN HUKUM

Asa S. Ham dan hokum dalam aids. Diunduh dari website

www.batukar.info; 2010.

Gambit. Penderita hiv/aids alami diskriminasi pelayanan kesehatan.

Okezone.com; 2008.

Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Himpunan Peraturan Perundang-Undangan. Bandung: Fokus Media;

2004.

19