perlindungan hak kekayaan intelektual pada kasus pelanggaran hak cipta di bidang industri musik
DESCRIPTION
PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUALPADA KASUS PELANGGARAN HAK CIPTA DI BIDANG INDUSTRI MUSIKTRANSCRIPT
PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
PADA KASUS PELANGGARAN HAK CIPTA DI BIDANG INDUSTRI MUSIK
Oleh : Adhitya YanuarsyahNPM. 1306418152
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Hak kekayaan intelektual dibedakan menjadi dua, yakni : hak cipta dan hak
milik perindustrian. Selanjutnya hak milik perindustrian ini dibagi lagi menjadi
beberapa jenis, di antaranya; paten, merek, desain industri, dan rahasia dagang. Secara
konsep, yang menjadi dasar pembagian hak kekayaan intelektual tersebut karena
bagian-bagian hak kekayaan intelektual memiliki objek perlindungan yang berbeda-
beda. Dalam hal ini bahwa Hak cipta merupakan bagian dari hak kekayaan intelektual
yang memberikan perlindungan atas ciptaan-ciptaan di bidang seni, sastra dan ilmu
pengetahuan.
Penegakkan hukum terhadap pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di
Indonesia dirasakan masih belum efektif, selain karena lemahnya sosialisasi peraturan
terkait Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dari pihak pemerintah, juga masih minimnya
aparat penegak hukum baik dari sisi penguasaan peraturan dan dari sisi jumlah
personil dilapangan. Salah satu bagian penting yang menarik untuk dikaji adalah
perilaku masyarakat kita yang belum menghargai hak cipta, dimana hal ini tercermin
dari maraknya pelanggaran hak cipta, berupa pembajakan lagu dalam bentuk fisik
berupa CD/DVD, dan bahkan saat ini telah merambah dalam bentuk file digital yang
disediakan secara gratis dalam bentuk website / ftp / link download.
Para pelaku industri musik, termasuk artis dan musisi tentu mengalami dampak
langsung terhadap besaran insentif yang apabila dikuantifikasi secara nominal dapat
lebih besar mereka terima, apabila pelaku pembajakan ini dapat dipidanakan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam jangka panjang
aktifitas pelanggaran ini bila terus dibiarkan, tentunya akan berpengaruh terhadap
produktivitas serta kreatifitas para pelaku industri musik. Berkaitan dengan paper ini,
penulis tertarik untuk mengkaji mengenai kasus pelanggaran hak cipta di bidang
industri musik, dikaitkan dengan teori ekonomi kelembagaan, yaitu Teori Private
Property Rights dan Teori Transaction Cost Economy.
Tugas Paper Akhir Mata Kuliah Ekonomi Kelembagaan 1
I.2 Pertanyaan Penelitian
a. Bagaimana peraturan perundang-undangan tentang hak kekayaan intelektual telah
diatur, dan bagaimana sanksinya bagi pelanggar hak cipta dan juga bagi
konsumen ?
b. Bagaimana disinsentif yang dialami oleh para pelaku industri musik dan
Pemerintah ditinjau dari sudut pandang ekonomi, dan hubungannya dengan
produktivitas ?
c. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi maraknya pelanggaran hak cipta di bidang
industri musik ?
I.3 Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui peraturan perundang-undangan tentang hak kekayaan
intelektual dan bagaimana sanksinya bagi pelanggar hak cipta dan juga bagi
konsumen
b. Untuk mengetahui disinsentif yang dialami oleh para pelaku industri musik dan
Pemerintah ditinjau dari sudut pandang ekonomi, dan hubungannya dengan
produktivitas
c. Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi maraknya pelanggaran
hak cipta di bidang industri musik
II. DESKRIPSI KASUS
Kasus Pelanggaran Hak Cipta di Indonesia sangatlah besar, khususnya di Jakarta,
dengan banyaknya film, musik, buku, software illegal (bajakan) yang masih dijual secara
bebas di pusat perbelanjaan/mall-mall di wilayah DKI Jakarta seperti di Pasar
Penampungan di Glodok dan Mall kelas 1 (High Class) hingga mall ITC yang ada di
Jakarta. Perlindungan HKI akan meningkatkan perekonomian daerah baik secara
langsung maupun tidak langsung. Pelaku usaha (UMKM) dan kalangan industri sangat
memerlukan perlindungan dan penegakkan hukum HKI. Perlindungan HKI dan
pemanfaatan informasi HKI akan meningkatkan investasi dan meningkatkan kreasi dan
inovasi pencipta, inventor atau pendesain. Penegakkan hukum HKI merupakan tantangan
Tugas Paper Akhir Mata Kuliah Ekonomi Kelembagaan 2
yang harus dihadapi secara bersama-sama oleh seluruh pemangku kepentingan
(stakeholders).
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual bersama Asosiasi Film, Musik dan
Software mengadakan pertemuan dengan Wakil Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama
pada hari Kamis (18/7) di Balaikota Pemerintah Provinsi DKI, kegiatan ini dihadiri oleh
Dirjen HKI, Ahmad M.Ramli dengan didampingi pejabat eselon 2 Ditjen HKI serta
perwakilan dari ASIREVI, ASIRI, GAPERINDO, AIVI, BSA, MPA, APMINDO,
WAMI, YKCI dan Artis. “DKI Jakarta menjadi barometer perlindungan HKI di
Indonesia khususnya Hak Cipta dengan maraknya pembajakan CD, DVD dan Blueray
membuat Indonesia memperoleh penilaian buruk walaupun sudah berulang kali dilakukan
penyitaan produk bajakan tersebut bahkan Ditjen Hak Kekayaan Intelektual pernah
menyita sebanyak 65 ton CD,DVD dan Blueray bajakan dari kawasan Glodok”, tutur
Dirjen HKI, Ahmad M.Ramli.
Hal senada diungkapkan juga oleh wakil Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama,
”kami menyambut baik kunjungan yang dilakukan oleh Ditjen HKI dan perwakilan
asosiasi film, musik dan software dan akan membuatkan surat peringatan sekaligus
sosialisasi kepada seluruh Mall atau ITC yang ada di Jakarta untuk tidak menjual barang
bajakan dan apabila terjadi pembajakan maka kami akan bertindak tegas dengan
mencabut izin usahanya serta akan membuat Peraturan Daerah mengenai HKI”.
Dengan pertemuan yang diadakan antara Ditjen HKI, Pemprov DKI dan Asosiasi
Film, Musik dan Software diharapkan dapat melakukan Kerja sama antara DJHKI dan
Pemerintah DKI Jakarta dengan tujuan untuk memberikan perlindungan hukum atas hasil
kreativitas dan inovasi dari para pencipta, inventor, atau pendesain tetapi juga akan
menumbuhkembangkan pencipta, inventor atau pendesain untuk meningkatkan
kreativitas dan inovasi dalam menciptakan karya terbarunya.1
1 Humas Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Juli 2013.
Tugas Paper Akhir Mata Kuliah Ekonomi Kelembagaan 3
III. ANALISA KASUS
Telaahan UU Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta
Pada Pasal 12 Undang-Undang ini bertujuan untuk melindungi berbagai Ciptaan
dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup: (a) buku, Program
Komputer, pamflet, perwajahan (lay-out), karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil
karya tulis lain; (b) ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu; (c)
alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; (d) lagu
atau musik dengan atau tanpa teks; (e)drama atau drama musikal, tari, koreografi,
pewayangan, dan pantomim; (f) seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar,
seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan; (g) arsitektur;
(h) peta; (i) seni batik; (j). fotografi; (k). sinematografi; (l).terjemahan, tafsir, saduran,
bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
Dalam penjelasan tambahan UU Nomor 19 Pasal 12 huruf (d), yang dimaksud
dengan Lagu atau musik dalam undang-undang ini diartikan sebagai karya yang bersifat
utuh, sekalipun terdiri atas unsur lagu atau melodi, syair atau lirik, dan aransemennya
termasuk notasi. Adapun yang dimaksud dengan utuh adalah bahwa lagu atau musik
tersebut merupakan satu kesatuan karya cipta.
Selanjutnya pada pasal 49 Ayat (2) : Produser Rekaman Suara memiliki hak
eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya
memperbanyak dan/atau menyewakan Karya Rekaman suara atau rekaman bunyi, dan
pada Pasal 50 huruf (b) perlindungan bagi Produser Rekaman Suara, berlaku selama 50
(lima puluh) tahun sejak karya tersebut selesai direkam.
Ketentuan Pidana Pasal 72 UU Nomor 19 Tahun 2002
Ayat (1) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau
denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling
lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah).
Tugas Paper Akhir Mata Kuliah Ekonomi Kelembagaan 4
Ayat (2) : Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau
menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau
Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
Berdasarkan telaahan terhadap UU Hak Cipta tersebut, Negara telah menjamin hak
kepemilikan terhadap pemegang hak cipta dan telah mengatur sanksi tegas bagi para
pelanggar hak cipta. Namun demikian pertanyaan besar selanjutnya, bagaimana dengan
konsumen yang membeli barang bajakan ? bagaimana aturan dan sanksi nya?. Menurut
Pasal 480 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menyebutkan: “Dipidana
dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya
sembilan ratus rupiah: barangsiapa membeli, menyewa, menukari, menerima gadai,
menerima sebagai hadiah atau karena mau mendapat untung, menjual, menyewakan,
menukarkan, menggadaikan, membawa, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu
barang yang diketahuinya atau patut dapat disangkanya, bahwa barang itu diperoleh
karena kejahatan”.
Pembeli CD bajakan dapat terjerat Pasal 480 KUHP Pidana. Hal ini karena
perbuatan “membeli sesuatu barang yang diketahuinya atau patut dapat disangkanya
bahwa barang itu diperoleh karena kejahatan” termasuk dalam ruang lingkup tindak
pidana, dan barangsiapa yang menyimpan atau menyembunyikan juga dapat dijerat
dengan pasal ini. Dari penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pembeli CD
bajakan dapat dijerat dengan Pasal 480 KUHP mengenai penadahan.2
TELAAHAN TEORI EKONOMI KELEMBAGAAN
Furubotn dan Pejovich (1972:1139) membuat ciri-ciri dan konsep hak kepemilikan
sebagai berikut : Poin inti yang harus dicatat bahwa hak kepemilikan tidak merujuk
kepada hubungan antara manusia dan benda, tetapi lebih kepada hubungan perilaku
sanksi diantara manusia, yang muncul dari keberadaan benda atau barang dan
penggunaannya. Persoalan penetapan hak kepemilikan bukan sekadar ingin mendata
‘siapa memiliki apa’, namun yang lebih penting adalah penetapan hak kepemilikan akan
menyodorkan fasilitas agar antarindividu dapat mengerjakan proses pertukaran ekonomi.
2 www.hukumonline.com kategori hukum pidana : tindakan penadahan
Tugas Paper Akhir Mata Kuliah Ekonomi Kelembagaan 5
Apabila hal ini dikaitkan dengan teori biaya transaksi, maka fungsi dari hak kepemilikan
adalah memberi kepastian bagi pelaku ekonomi untuk melakukan transaksi sehingga
berimplikasi pada rendahnya biaya transaksi yang terjadi.
Tanpa kepastian hak kepemilikan, setiap proses pertukaran, khususnya dalam
jangka panjang akan menimbulkan biaya transaksi yang tinggi, atau dengan kata lain
proses pertukaran (dalam skala luas kegiatan ekonomi) tersebut tidak efisien. Menurut
Yoram Barzel, (1997:4), Konsep hak kepemilikan sangat dekat dengan biaya transaksi,
dimana biaya transaksi didefinisikan olehnya sebagai ongkos yang diasosiasikan dengan
kegiatan transfer, menangkap dan melindungi hak-hak (transfer, capture and protection
of rights). Jika biaya transaksi diasumsikan bahwa untuk aset apapun masing-masing
biaya meningkat, dan bahwa baik proteksi maupun transfer penuh dari hak-hak tersebut
dicegah agar tidak muncul biaya, maka kemudian biaya transaksi itu akan mengarahkan
hak-hak yang dimiliki menjadi tidak lengkap, karena orang-orang tidak akan pernah
menemukan hak-haknya cukup berharga untuk mendapatkan potensi keuntungan dari
aset-asetnya. Agar hak-hak terhadap aset yang dipunyai berlaku secara lengkap, baik
pemilik maupun individu lain yang tertarik terhadap aset tersebut harus memproses
dengan pengetahuan penuh terhadap seluruh atribut dari aset tersebut. Sebaliknya, ketiga
hak-hak itu secara sempurna dirancang dengan baik, informasi produk harus menjadi
tanpa biaya (costless) untuk memeroleh dan ongkos transaksi kemudian harus menjadi
nol (zero) .3
Penulis sepakat dengan kedua pendapat tersebut, dalam konteks pelanggaran hak
cipta, teori ekonomi kelembagaan dapat menjelaskan bahwa jaminan kepastian hak
milik/hak cipta erat kaitannya dengan insentif, biaya transaksi, dan efisiensi ekonomi.
Logika sederhananya adalah bahwa jaminan terhadap hak cipta akan memberi insentif
material bagi pelaku ekonomi untuk terus menemukan inovasi baru. Sedangkan proteksi
terhadap hasil karya cipta/inovasi merupakan bagian dari biaya transaksi yang harus
dilindungi, agar tidak menimbulkan biaya transaksi yang lebih besar.
Apabila insentif yang diterima oleh produsen/pelaku industri berkurang akibat
tingginya biaya transaksi, maka kegiatan ekonomi menjadi lesu, sebagai dampaknya
Pemerintah akan kehilangan peluang menciptakan kegiatan ekonomi yg lebih efisien,
akibat dari tidak ada/berkurangnya inovasi baru yang tercipta.
3 Erani Yustika, Ahmad . Ekonomi Kelembagan ,halaman 120-121
Tugas Paper Akhir Mata Kuliah Ekonomi Kelembagaan 6
Diinsentif Bagi Pelaku Industri Musik dan Pemerintah
Agus Candra Suratmaja, Pengamat Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Indonesia
menuturkan bahwa saat ini pembajakan musik tidak hanya dalam bentuk CD dan DVD
namun telah merambah ke ranah digital, sebagaimana disebutkan oleh Adi Adrian
personel KLa Project menyebutkan bahwa “Ada empat jenis penjualan musik yaitu :
fisik, digital, performance, dan sinkronisasi. Di Indonesia Keempatnya bermasalah” ujar
pemain keyboard KLa Project itu. Berdasarkan keterangan Gumilang Ramadhan,
Direktur PT Musica Studio’s “Kami kehilangan triliunan rupiah karena lagu diunduh
secara ilegal,” kepada SWA Online, di sela-sela acara Digital & Music Matters 2013,
yang diadakan di Singapura, pekan lalu.4
Menurut Menteri Perdagangan Indonesia Gita Wirjawan, potensi kerugian industri
musik Indonesia akibat pembajakan mencapai Rp 4,5 triliun per tahun. Padahal, jika nilai
konsumsi musik per-orang sebesar Rp 20.000 per tahun, nilai potensi konsumsi musik
mencapai Rp 5 triliun per tahun. “Namun, yang bisa dinikmati oleh para musisi tersebut
hanya sepuluh persen”. Beliau mengatakan, pendapatan para musikus yang hanya
sepuluh persen dari potensi sebesar Rp 5 triliun tersebut dirasakan tidak adil. Oleh karena
itu, pihaknya dan beberapa instansi terkait akan terus memerangi pembajakan yang
terjadi di Indonesia. Lebih lanjut beliau menuturkan "Saya dan beberapa lembaga lain
memiliki tanggung jawab untuk melakukan sosialisasi agar aktivitas pembajakan bisa
berhenti dan tentunya tidak ada lagi konsumen yang membeli keping CD bajakan,"
ujarnya.
Gita meyakini, pertumbuhan ekonomi di Indonesia tentu akan mendorong daya beli
masyarakat terhadap CD asli yang legal. "Ekonomi tumbuh, daya beli akan naik, saya
yakin masyarakat akan mampu membeli produk dengan harga yang lebih tinggi dan lebih
menghargai hasil karya musisi Indonesia," ujar Gita. Menurut dia, akibat adanya
pembajakan tersebut, sesungguhnya bukan hanya musisi yang dirugikan, melainkan juga
akan berakibat langsung terhadap penerimaan pajak negara.
Ia mengimbau para konsumen untuk tidak lagi membeli CD atau DVD yang tidak
sesuai ketentuan karena akan menghancurkan industri hiburan yang bernilai ekonomi
tinggi dan juga akan memiskinkan ketahanan budaya dalam negeri.
4 www.kompasiana.com , 13 Juni 2013.
Tugas Paper Akhir Mata Kuliah Ekonomi Kelembagaan 7
"Kami ingin mengajak masyarakat luas untuk bisa lebih memberikan penghargaan
bagi karya seni para artis dan pekerja seni Indonesia dengan membeli CD atau DVD yang
asli," tukasnya. Mendag mengakui tidak mudah mengubah perilaku masyarakat agar
menjadi konsumen yang hanya mau membeli CD atau DVD asli. "Indonesia bisa menjadi
salah satu raksasa dalam industri hiburan global mengingat nilai ekonominya sangat
tinggi. Namun, ini semua tak akan terwujud bila konsumen Indonesia memilih untuk
membeli produk-produk hiburan yang tidak sesuai dengan ketentuan," ujarnya. 5
Merujuk kepada ulasan tersebut diatas, insentif erat kaitannya dengan produktivitas
dan efisiensi ekonomi. Peristiwa yang sering terjadi di Negara berkembang, tidak
terkecuali di Indonesia, bahwa setiap munculnya komoditas industri baru, selalu diiringi
dengan munculnya produk-produk bajakan yang membanjiri pasar dengan harga yg lebih
murah, akibatnya produsen/pelaku industri tidak memiliki insentif menciptakan produk
baru, sehingga membuat kegiatan ekonomi lesu akibat menurunnya produktivitas.
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, Negara akan kehilangan peluang
menciptakan kegiatan ekonomi yg lebih efisien, akibat tidak adanya inovasi baru, dan hal
ini secara langsung terkait dengan lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran hak
cipta.
Faktor-faktor yang mempengaruhi maraknya terjadi pembajakan
a. Faktor ketidaktahuan masyarakat terhadap aturan terkait hak cipta
Selama ini masyarakat kurang mendapatkan sosialisasi mengenai Undang-Undang
Hak Cipta. Hal ini mengakibatkan masyarakat melakukan berbagai pelanggaran Hak
Cipta akibat tidak memahami hak dan sanksi yang diatur dalam Undang-Undang
tersebut. Dampak dari ketidaktahuan masyarakat terhadap peraturan terkait hak cipta
adalah, masyarakat sendiri yang menjadi pelaku pelanggaran hak cipta, bahkan
sebagai konsumen dari produk bajakan (hasil pelanggaran hak cipta).
b. Faktor lemahnya pemahaman aturan dan minimnya jumlah aparat penegak
hukum
5 www.kompas.com , 17 Mei 2013
Tugas Paper Akhir Mata Kuliah Ekonomi Kelembagaan 8
Tingkat penguasaan atau pemahaman materi Undang-undang hak cipta dikalangan
aparat penegak hukum khususnya penyidik masih minim, disamping pula terkendala
dengan jumlah penyidik yang sangat terbatas. Misalnya dalam keseharian, kita dapati
bahwa penyidik PNS sering memberikan peringatan terlebih dahulu sebelum diadakan
‘razia’. Padahal Penyidik dari Departemen Kehakiman dapat melakukan penangkapan
jika penjual barang bajakan tertangkap tangan dengan barang bukti (tentunya tanpa
pemberitahuan lebih dulu). Oleh karena itu, kebanyakan penjual barang bajakan
mengantisipasi ‘razia’ dengan bersembunyi atau memindahkan barang jualannya
ketempat lain.
c. Faktor Ekonomi
Pada dasarnya manusia sebagai ‘makhluk ekonomi’ memiliki keinginan untuk mencari
dan menangkap peluang keuntungan finansial secara cepat dan mengabaikan
‘kepentingan’ orang lain, dalam hal ini insentif bagi para pencipta dan pemegang hak
cipta. Hal ini didukung pula dengan permintaan pasar yang tinggi sementara stok
produk resmi / asli terbatas, dengan harga relatif lebih mahal.
d. Faktor Daya Beli masyarakat
Masih rendahnya daya beli masyarakat atau “wilingness to pay” terhadap CD/DVD
asli yang dijual dari kisaran harga Rp. 35.000 s.d 50.000 dibandingkan dengan Harga
CD bajakan yang sangat terjangkau bagi masyarakat, misalnya CD dengan format
MP3 dapat dibeli dengan harga berkisar antara Rp 5000,- sampai dengan Rp. 10.000,
dan ini boleh jadi merupakan salah satu pemicu utama terjadinya tindak pidana
pelanggaran hak cipta.
Tugas Paper Akhir Mata Kuliah Ekonomi Kelembagaan 9
IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
IV.1 KESIMPULAN
Berdasarkan analisa kasus yang telah dibahas dalam uraian tersebut diatas, maka dapat
penulis simpulkan sebagai berikut :
1. Negara telah menjamin dan melindungi hak cipta bagi setiap warga negaranya
tanpa terkecuali sebagaimana telah termaktub dalam UU Nomor 19 Tahun 2012
tentang Hak Cipta, didalamnya telah diatur hak bagi pemengang hak cipta, dan
sanksi pidana bagi pelanggar hak cipta. Lebih lanjut KUHP Pidana Pasal 480
tentang Penadahan, juga dapat menjerat konsumen yang : membeli, menyewa,
menukari, menerima gadai, menerima sebagai hadiah atau karena mau mendapat
untung, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, membawa,
menyimpan atau menyembunyikan barang hasil kejahatan (dalam hal ini barang
hasil pelanggaran hak cipta).
2. Diinsentif bagi para pelaku industri musik akibat pelanggaran hak cipta tidak bisa
dianggap sepele, karena sesuai keterangan dari Menteri Perdagangan bahwa dari
potensi insentif yang dapat diraup oleh para pelaku industri musik sebesar 5
Trilyun Rupiah, berkurang sangat signifikan karena hanya dapat dinikmati 10 %,
itu artinya total kerugian sebesar 90% akibat dari pembajakan, yang berimplikasi
terhadap berkurangnya pendapatan Negara dari sektor Pajak.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi maraknya terjadi pembajakan adalah faktor
ketidaktahuan masyarakat terhadap aturan terkait hak cipta, faktor lemahnya
pemahaman aturan dan minimnya jumlah aparat penegak hukum, faktor Ekonomi,
dan faktor daya beli. Diantara keempat faktor tersebut , menurut pendapat pribadi
penulis, diduga kuat ada 2 (dua) faktor yang paling dominan. Pertama adalah
faktor ekonomi, karena pelaku pembajakan dapat membeli CD/DVD dengan harga
dasar yang terjangkau, dan apabila telah diperbanyak, dan diperjualbelikan ke
pasar, tentu akan menghasilkan profit yang berkali lipat. Kedua, faktor rendahnya
daya beli masyarakat untuk membeli CD/DVD musik asli.
Tugas Paper Akhir Mata Kuliah Ekonomi Kelembagaan 10
IV.2 REKOMENDASI
Sebagai rekomendasi yang dapat penulis tawarkan adalah sebagai berikut :
1. Permasalahan mengenai pelanggaran hak cipta, membutuhkan upaya yang
sungguh-sungguh, baik dari Pemerintah, Aparat penegak hukum, dan Para pelaku
industri musik. Namun yang paling penting bahwa masyarakat luas, harus secara
konsisten disosialisasikan peraturan terkait hak cipta dan kampanye untuk “stop
membeli produk bajakan” sebagai bentuk penghargaan terhadap hasil karya cipta
para pelaku industri musik.
2. Solusi untuk mencegah disinsentif yang terjadi, yaitu label rekaman dalam negeri
harus segera berinvestasi untuk pengembangan musik digital, yaitu dengan
mendigitalisasi musik dari media fisik CD dan DVD kedalam bentuk file digital.
Sebagai contoh di Amerika Serikat, langkah ini sudah dilakukan oleh Apple
dengan mendirikan itunes dan google mendirikan google play, yang menyediakan
sarana pembelian musik digital secara legal. Oleh karena itu, upaya ini dapat
dijadikan salah satu cara agar bisa menanggulangi pembajakan musik dalam
bentuk fisik berupa CD/ DVD.
3. Dalam paper ini, faktor-faktor yang mempengaruhi maraknya terjadi pembajakan
dibidang industri musik, hanya berdasarkan hipotesis dan argumentasi pribadi dari
penulis, oleh karena itu penulis merekomendasikan untuk menganalisis faktor-
faktor yang mempengaruhi maraknya terjadi pembajakan dibidang industri musik
dalam penelitian tersendiri, sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah
berdasarkan hasil analisis dan pengolahan data.
Tugas Paper Akhir Mata Kuliah Ekonomi Kelembagaan 11
DAFTAR PUSTAKA
M.L Gultom, Yohanna., 2013. Bahan Kuliah Ekonomi Kelembagaan : Theory of Private Property Rights, Theory of Transaction Cost Economy. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Erani Yustika, Ahmad., 2013 . Ekonomi Kelembagaan,Paradigma, teori dan kebijakan. Erlangga.
Humas Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Juli 2013, www.dgip.go.id
www.hukumonline.com, kategori hukum pidana : tindakan penadahan
www.kompasiana.com , 13 Juni 2013.
www.kompas.com , 17 Mei 2013.
Tugas Paper Akhir Mata Kuliah Ekonomi Kelembagaan 12