perkembangan pers pada masa orde baru
TRANSCRIPT
-
8/7/2019 Perkembangan Pers Pada Masa Orde Baru
1/3
A. Perkembangan Pers Pada Masa Orde Baru
Pada awal kekuasaan orde baru, Indonesia dijanjikan akan keterbukaan serta
kebebasan dalam berpendapat. Masyarakat saat itu bersuka-cita menyambut
pemerintahan Soeharto yang diharapkan akan mengubah keterpurukan pemerintahan orde
lama. Pemerintah pada saat itu harus melakukan pemulihan di segala aspek, antara lainaspek ekonomi, politik, social, budaya, dan psikologis rakyat. Indonesia mulai bangkit
sedikit demi sedikit, bahkan perkembangan ekonomi pun semakin pesat. Namun
sangat tragis, bagi dunia pers di Indonesia. Dunia pers yang seharusnya bersuka cita
menyambut kebebasan pada masa orde baru, malah sebaliknya. Pers mendapat
berbagai tekanan dari pemerintah. Tidak ada kebebasan dalam menerbitkan berita-
berita miring seputar pemerintah. Bila ada maka media massa tersebut akan
mendapatkan peringatan keras dari pemerintah yang tentunya akan mengancam
penerbitannya.
Pada masa orde baru, segala penerbitan di media massa berada dalam pengawasan
pemerintah yaitu melalui departemen penerangan. Bila ingin tetap hidup, maka media
massa tersebut harus memberitakan hal-hal yang baik tentang pemerintahan ordebaru. Pers seakan-akan dijadikan alat pemerintah untuk mempertahankan
kekuasaannya, sehingga pers tidak menjalankan fungsi yang sesungguhnya yaitu
sebagai pendukung dan pembela masyarakat.
Pada masa orde baru pers Indonesia disebut sebagai pers pancasila. Cirinya adalah
bebas dan bertanggungjawab. (Tebba, 2005 : 22). Namun pada kenyataannya tidak
ada kebebasan sama sekali, bahkan yang ada malah pembredelan.Tanggal 21 Juni 1994, beberapa media massa seperti Tempo, deTIK, dan editor dicabut surat
izin penerbitannya atau dengan kata lain dibredel setelah mereka mengeluarkan laporan
investigasi tentang berbagai masalah penyelewengan oleh pejabat-pejabat Negara.Pembredelan itu diumumkan langsung oleh Harmoko selaku menteri penerangan pada saat
itu. Meskipun pada saat itu pers benar-benar diawasi secara ketat oleh pemerintah, namunternyata banyak media massa yang menentang politik serta kebijakan-kebijakan pemerintah.Dan perlawanan itu ternyata belum berakhir. Tempo misalnya, berusaha bangkit setelah
pembredelan bersama para pendukungnya yang antu rezim Soeharto.
B. Pembredelan Tempo serta perlawanannya terhadap pemerintah Orde Baru
Pembredelan 1994 ibarat hujan, jika bukan badai dalam ekologi politik Indonesia secara
menyeluruh. Tidak baru, tidak aneh dan tidak istimewa jika dipahami dalam ekosistemnya.
(Aliansi Jurnalis Independen, 1995 : 140)Sebelum dibredel pada 21 Juni 2004, Tempo menjadi majalah berita mingguan yang paling
penting di Indonesia. Pemimpin Editornya adalah Gunawan Mohammad yang merupakan
seorang panyair dan intelektual yang cukup terkemuka di Indonesia. Pada 1982 majalahTempo pernah ditutup untuk sementara waktu, karena berani melaporkan situasi pemilu saat
itu yang ricuh. Namun dua minggu kemudian, Tempo diizinkan kembali untuk terbit.
Pemerintah Orde Baru memang selalu was-was terhadap Tempo, sehingga majalah ini selaludalam pengawasan pemerintah. Majalah ini memang popular dengan independensinya yang
tinggi dan juga keberaniannya dalam mengungkap fakta di lapangan. Selain itu kritikan-
kritikan Tempo terhadap pemerintah di tuliskan dengan kata-kata yang pedas dan bombastis.
Goenawan pernah menulis di majalah Tempo, bahwa kritik adalah bagian dari kerja
-
8/7/2019 Perkembangan Pers Pada Masa Orde Baru
2/3
jurnalisme. Motto Tempo yang terkenal adalah enak dibaca dan perlu.
Meskipun berani melawan pemerintah, namun tidak berarti Tempo bebas dari tekanan.
Apalagi dalam hal menerbitkan sebuah berita yang menyangkut politik serta keburukanpemerintah, Tempo telah mendapatkanberkali-kali maendapatkan peringatan. Hingga
akhirnya Tempo harus rela dibungkam dengan aksi pembredelan itu.
Namun perjuangan Tempo tidak berhenti sampai disana. Pembredelan bukanlah akhir daririwayat Tempo. Untuk tetap survive, ia harus menggunakan trik dan startegi.Salah satu trik
dan strategi yang digunakan Tempo adalah yang pertama adalah mengganti kalimat aktif
menjadi pasif dan yang kedua adalah stategi pinjam mulut. Semua strategi itu dilakukanTempo untuk menjamin kelangsungannya sebagai media yang independen dan terbuka.
Tekanan yang dating bertubi-tubi dari pemerintah tidak meluluhkan semangat Tempo untuk
terus menyampaikan kebenaran kepada masyarakat.
Setelah pembredelan 21 Juni 1994, wartawan Tempo aktif melakukan gerilya, seperti denganmendirikan Tempo Interaktif atau mendirikan ISAI (Institut Studi Arus Informasi) pada
tahun 1995. Perjuangan ini membuktikan komitmen Tempo untuk menjunjung kebebasan
pers yang terbelenggu ada pada zaman Orde Baru. Kemudian Tempo terbit kembali pada
tanggal 6 Oktober 1998, setelah jatuhnya Orde Baru.C. Fungsi Dewan Pers pada masa Orde BaruDewan pers adalah lembaga yang menaungi pers di Indonesia. Sesuai UU Pers Nomor
40 tahun 1999, dewan pers adalah lembaga independen yang dibentuk sebagai bagian
dari upaya untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan
pers nasional.
Ada tujuh fungsi dewan pers yang diamanatkan UU, diantaranya :
(www.JurnalNasional.com)
1. Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain, bisa pemerintah dan
juga masyarakat.
2. Melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers.
3. Menetapkan dan mengawasi pelaksanaan kode etik jurnalistik.
4. Memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan
masyarakat atas kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.
5. Mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat adn pemerintah.
6. Memfasilitasi organisasi pers dalam menyusun peraturan di bidang pers dan
meningkatkan kualitas profesi wartawan.
7. Mendata perusahaan pers.
Pada masa Orde baru, fungsi dewan pers ini tidaklah efektif. Dewan pers hanyalah
formalitras semata. Dewan Pers bukannya melindungi sesama rekan jurnalisnya,
malah menjadi anak buah dari pemerintah Orde Baru. Hal itu terlihat jelas ketika
pembredelan 1994, banyak anggota dari dewan pers yang tidak menyetujui pembredelan.Termasuk juga Gunaman Muhammad yang selaku editor Tempo juga termasuk dalam dewan
pers saat itu. Namun ironisnya, pada saat itu dewan pers diminta untuk mendukung
pembredelan tersebut. Meskipun dewan pers menolak pembredelan, tetap saja pembredelandilaksanakan. Menolak berarti melawan pemerintah. Berarti benar bahwa dewan pers hanya
formalitas saja.
Istilah pers digunakan dalam konteks historis seperti pada konteks press freedom or
law dan power of the press. Sehingga dalam fungsi dan kedudukannya seperti itu,
-
8/7/2019 Perkembangan Pers Pada Masa Orde Baru
3/3
tampaknya, pers dipandang sebagai kekuatan yang mampu mempengaruhi
masyarakat secara massal. ( John C. Merrill, 1991, dalam Asep Saeful, 1999 : 26)).
Seharusnya pers selain mempengaruhi masyarakat, pers juga bisa mempengaruhi
pemerintah. Karena pengertian secara misal itu adalah seluruh lapisan masyarakat
baik itu pemerintah maupun masyarakat. Namun di Era Orde Baru, dewan pers
memang gagal meningkatkan kehidupan pers nasional, sehingga dunia pers hanyaterbelenggu oleh kekuasaan oleh kekuasaan Orde Baru tanpa bisa memperjuangkan
hak-haknya.
A. Kesimpulan
Pers dalam masa orde baru seakan-akan kehilangan jati dirinya sebagai media yang bebas
berpendapat dan menyampaikan informasi. Meskipun orde baru telah menjanjikan keterbukaan dan
kebebasan di awal pemerintahannya, namun pada kenyataannya dunia pers malah terbelenggu dan
mendapat tekanan dari segala aspek. Pers pun tidak mau hanya diam dan terus mengikuti permainanpolitik Orde baru. Sehingga banyak media massa yang memberontak melalui tulisan-tulisan yang
mengkritik pemerintah, bahkan banyak pula yang membeberkan keburukan pemerintah. Itulahsebabnya pada tahun 1994 banyak media yang dibredel, seperti Tempo, deTIK, dan Monitor. Namun
majalah Tempo adalah satu-satunya yang berjuang dan terus melawan pemerintah orde baru melalui
tulisan-tulisannya hingga sampai akhirnya bisa kembali terbit setelah jatuhnya Orde baru.
Pemerintah memang memegang kendali dalam semua aspek pada saat, terutama dalam dunia pers.Lalu apa fungsi dari dewan pers pada saat itu? Ternyata dewan pers hanyalah dibuat pemerintah
untuk melindungi kepentingan pemerintah saja, bukan melindungi insan pers dan masyarakat.
Dewan Pers seakan kehilangan fungsinya dan hanya formalitas belaka.