perkembangan pers pada masa orde baru

Upload: ilmy-eza

Post on 08-Apr-2018

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/7/2019 Perkembangan Pers Pada Masa Orde Baru

    1/3

    A. Perkembangan Pers Pada Masa Orde Baru

    Pada awal kekuasaan orde baru, Indonesia dijanjikan akan keterbukaan serta

    kebebasan dalam berpendapat. Masyarakat saat itu bersuka-cita menyambut

    pemerintahan Soeharto yang diharapkan akan mengubah keterpurukan pemerintahan orde

    lama. Pemerintah pada saat itu harus melakukan pemulihan di segala aspek, antara lainaspek ekonomi, politik, social, budaya, dan psikologis rakyat. Indonesia mulai bangkit

    sedikit demi sedikit, bahkan perkembangan ekonomi pun semakin pesat. Namun

    sangat tragis, bagi dunia pers di Indonesia. Dunia pers yang seharusnya bersuka cita

    menyambut kebebasan pada masa orde baru, malah sebaliknya. Pers mendapat

    berbagai tekanan dari pemerintah. Tidak ada kebebasan dalam menerbitkan berita-

    berita miring seputar pemerintah. Bila ada maka media massa tersebut akan

    mendapatkan peringatan keras dari pemerintah yang tentunya akan mengancam

    penerbitannya.

    Pada masa orde baru, segala penerbitan di media massa berada dalam pengawasan

    pemerintah yaitu melalui departemen penerangan. Bila ingin tetap hidup, maka media

    massa tersebut harus memberitakan hal-hal yang baik tentang pemerintahan ordebaru. Pers seakan-akan dijadikan alat pemerintah untuk mempertahankan

    kekuasaannya, sehingga pers tidak menjalankan fungsi yang sesungguhnya yaitu

    sebagai pendukung dan pembela masyarakat.

    Pada masa orde baru pers Indonesia disebut sebagai pers pancasila. Cirinya adalah

    bebas dan bertanggungjawab. (Tebba, 2005 : 22). Namun pada kenyataannya tidak

    ada kebebasan sama sekali, bahkan yang ada malah pembredelan.Tanggal 21 Juni 1994, beberapa media massa seperti Tempo, deTIK, dan editor dicabut surat

    izin penerbitannya atau dengan kata lain dibredel setelah mereka mengeluarkan laporan

    investigasi tentang berbagai masalah penyelewengan oleh pejabat-pejabat Negara.Pembredelan itu diumumkan langsung oleh Harmoko selaku menteri penerangan pada saat

    itu. Meskipun pada saat itu pers benar-benar diawasi secara ketat oleh pemerintah, namunternyata banyak media massa yang menentang politik serta kebijakan-kebijakan pemerintah.Dan perlawanan itu ternyata belum berakhir. Tempo misalnya, berusaha bangkit setelah

    pembredelan bersama para pendukungnya yang antu rezim Soeharto.

    B. Pembredelan Tempo serta perlawanannya terhadap pemerintah Orde Baru

    Pembredelan 1994 ibarat hujan, jika bukan badai dalam ekologi politik Indonesia secara

    menyeluruh. Tidak baru, tidak aneh dan tidak istimewa jika dipahami dalam ekosistemnya.

    (Aliansi Jurnalis Independen, 1995 : 140)Sebelum dibredel pada 21 Juni 2004, Tempo menjadi majalah berita mingguan yang paling

    penting di Indonesia. Pemimpin Editornya adalah Gunawan Mohammad yang merupakan

    seorang panyair dan intelektual yang cukup terkemuka di Indonesia. Pada 1982 majalahTempo pernah ditutup untuk sementara waktu, karena berani melaporkan situasi pemilu saat

    itu yang ricuh. Namun dua minggu kemudian, Tempo diizinkan kembali untuk terbit.

    Pemerintah Orde Baru memang selalu was-was terhadap Tempo, sehingga majalah ini selaludalam pengawasan pemerintah. Majalah ini memang popular dengan independensinya yang

    tinggi dan juga keberaniannya dalam mengungkap fakta di lapangan. Selain itu kritikan-

    kritikan Tempo terhadap pemerintah di tuliskan dengan kata-kata yang pedas dan bombastis.

    Goenawan pernah menulis di majalah Tempo, bahwa kritik adalah bagian dari kerja

  • 8/7/2019 Perkembangan Pers Pada Masa Orde Baru

    2/3

    jurnalisme. Motto Tempo yang terkenal adalah enak dibaca dan perlu.

    Meskipun berani melawan pemerintah, namun tidak berarti Tempo bebas dari tekanan.

    Apalagi dalam hal menerbitkan sebuah berita yang menyangkut politik serta keburukanpemerintah, Tempo telah mendapatkanberkali-kali maendapatkan peringatan. Hingga

    akhirnya Tempo harus rela dibungkam dengan aksi pembredelan itu.

    Namun perjuangan Tempo tidak berhenti sampai disana. Pembredelan bukanlah akhir daririwayat Tempo. Untuk tetap survive, ia harus menggunakan trik dan startegi.Salah satu trik

    dan strategi yang digunakan Tempo adalah yang pertama adalah mengganti kalimat aktif

    menjadi pasif dan yang kedua adalah stategi pinjam mulut. Semua strategi itu dilakukanTempo untuk menjamin kelangsungannya sebagai media yang independen dan terbuka.

    Tekanan yang dating bertubi-tubi dari pemerintah tidak meluluhkan semangat Tempo untuk

    terus menyampaikan kebenaran kepada masyarakat.

    Setelah pembredelan 21 Juni 1994, wartawan Tempo aktif melakukan gerilya, seperti denganmendirikan Tempo Interaktif atau mendirikan ISAI (Institut Studi Arus Informasi) pada

    tahun 1995. Perjuangan ini membuktikan komitmen Tempo untuk menjunjung kebebasan

    pers yang terbelenggu ada pada zaman Orde Baru. Kemudian Tempo terbit kembali pada

    tanggal 6 Oktober 1998, setelah jatuhnya Orde Baru.C. Fungsi Dewan Pers pada masa Orde BaruDewan pers adalah lembaga yang menaungi pers di Indonesia. Sesuai UU Pers Nomor

    40 tahun 1999, dewan pers adalah lembaga independen yang dibentuk sebagai bagian

    dari upaya untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan

    pers nasional.

    Ada tujuh fungsi dewan pers yang diamanatkan UU, diantaranya :

    (www.JurnalNasional.com)

    1. Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain, bisa pemerintah dan

    juga masyarakat.

    2. Melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers.

    3. Menetapkan dan mengawasi pelaksanaan kode etik jurnalistik.

    4. Memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan

    masyarakat atas kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.

    5. Mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat adn pemerintah.

    6. Memfasilitasi organisasi pers dalam menyusun peraturan di bidang pers dan

    meningkatkan kualitas profesi wartawan.

    7. Mendata perusahaan pers.

    Pada masa Orde baru, fungsi dewan pers ini tidaklah efektif. Dewan pers hanyalah

    formalitras semata. Dewan Pers bukannya melindungi sesama rekan jurnalisnya,

    malah menjadi anak buah dari pemerintah Orde Baru. Hal itu terlihat jelas ketika

    pembredelan 1994, banyak anggota dari dewan pers yang tidak menyetujui pembredelan.Termasuk juga Gunaman Muhammad yang selaku editor Tempo juga termasuk dalam dewan

    pers saat itu. Namun ironisnya, pada saat itu dewan pers diminta untuk mendukung

    pembredelan tersebut. Meskipun dewan pers menolak pembredelan, tetap saja pembredelandilaksanakan. Menolak berarti melawan pemerintah. Berarti benar bahwa dewan pers hanya

    formalitas saja.

    Istilah pers digunakan dalam konteks historis seperti pada konteks press freedom or

    law dan power of the press. Sehingga dalam fungsi dan kedudukannya seperti itu,

  • 8/7/2019 Perkembangan Pers Pada Masa Orde Baru

    3/3

    tampaknya, pers dipandang sebagai kekuatan yang mampu mempengaruhi

    masyarakat secara massal. ( John C. Merrill, 1991, dalam Asep Saeful, 1999 : 26)).

    Seharusnya pers selain mempengaruhi masyarakat, pers juga bisa mempengaruhi

    pemerintah. Karena pengertian secara misal itu adalah seluruh lapisan masyarakat

    baik itu pemerintah maupun masyarakat. Namun di Era Orde Baru, dewan pers

    memang gagal meningkatkan kehidupan pers nasional, sehingga dunia pers hanyaterbelenggu oleh kekuasaan oleh kekuasaan Orde Baru tanpa bisa memperjuangkan

    hak-haknya.

    A. Kesimpulan

    Pers dalam masa orde baru seakan-akan kehilangan jati dirinya sebagai media yang bebas

    berpendapat dan menyampaikan informasi. Meskipun orde baru telah menjanjikan keterbukaan dan

    kebebasan di awal pemerintahannya, namun pada kenyataannya dunia pers malah terbelenggu dan

    mendapat tekanan dari segala aspek. Pers pun tidak mau hanya diam dan terus mengikuti permainanpolitik Orde baru. Sehingga banyak media massa yang memberontak melalui tulisan-tulisan yang

    mengkritik pemerintah, bahkan banyak pula yang membeberkan keburukan pemerintah. Itulahsebabnya pada tahun 1994 banyak media yang dibredel, seperti Tempo, deTIK, dan Monitor. Namun

    majalah Tempo adalah satu-satunya yang berjuang dan terus melawan pemerintah orde baru melalui

    tulisan-tulisannya hingga sampai akhirnya bisa kembali terbit setelah jatuhnya Orde baru.

    Pemerintah memang memegang kendali dalam semua aspek pada saat, terutama dalam dunia pers.Lalu apa fungsi dari dewan pers pada saat itu? Ternyata dewan pers hanyalah dibuat pemerintah

    untuk melindungi kepentingan pemerintah saja, bukan melindungi insan pers dan masyarakat.

    Dewan Pers seakan kehilangan fungsinya dan hanya formalitas belaka.