perinatologi.pdf
TRANSCRIPT
KEJANG BATASAN
Gerakan abnormal pada neonatus oleh karena gangguan fungsi sistem neuron KLASIFIKASI
Klonik : Fokal Multifokal Migratory Tonik : Unilateral Dekortisasi Deserebrasi Mioklonik : Fokal Bilateral Subtle : Nistagmus Deviasi mata Gerakan mengisap, mengunyah Gerakan seperti mengayuh sepeda Gerakan seperti berenang Mengejap-ngejapkan mata dan flutter kelopak mata Apnea
ETIOLOGI
Penyulit perinatal Ensefalopati neonatal Trauma susunan saraf pusat (SSP) dan perdarahan intrakranial
Gangguan metabolisme Hipoglikemia Hipokalsemia Hipomagnesemia Hipo/hipernatremia Ketergantungan piridoksin Gangguan metabolisme asam amino Asidemia organik Gangguan yang berkaitan dengan biotin Intoleransi fruktosa Kelainan mitokondria Storage disease Penyakit Menkes ‘kinky hair
Infeksi Meningitis Ensefalitis Abses otak
Gangguan perkembangan Obat-obatan/toksin Polisitemia/hiperviskositas Infark fokal Familial Ensefalopati hipertensif Tidak diketahui
PATOFISIOLOGI
1
Kejang terjadi akibat pelepasan elektrik secara berlebihan, yaitu oleh karena depolarisasi dari neuron dalam SSP. Depolarisasi terjadi akibat masuknya Na pada proses Na-K pump. Untuk mempertahankan proses Na-K pump diperlukan energi Depolarisasi yang berlebihan disebabkan
Kegagalan proses Na-K pump oleh karena penurunan produksi energi, misalnya pada keadaan hipoksemia, iskemia dan hipoglikemia Perubahan permeabilitas membran neuron → peningkatan masukan Na dan terjadi depolarisasi yang berlebihan, misalnya pada keadaan hipokalsemia dan hipomagnesemia Eksitasi neurotransmiter lebih kuat dari inhibisinya → peningkatan depolarisasi, misalnya pada keadaan ketergantungan piridoksin
KRITERIA DIAGNOSIS
• Anamnesis yang terperinci mengenai aktivitas kejang : Kejang klonik fokal
Hentakan klonik yang bersifat fokal dan tidak disertai penurunan kesadaran. Gerakan klonik berlangsung lambat (1-3 kejang/detik) sering terjadi pada sebelah lengan atau satu sisi wajah dan mungkin menyebar kebagian tubuh yang lain pada satu sisi yang sama
Kejang klonik multifokal Gerakan klonik pada satu atau lebih anggota gerak yang berpindah-pindah dari satu ke anggota gerak lainnya dan sering terlihat pada bayi normal < 34 minggu
Kejang tonik Gerakan bersifat fokal atau umum dan dapat menyerupai posisi dekortisasi atau deserebrasi, pergerakan sering berupa deviasi mata, gerakan klonik atau apnea, dan sering pada bayi prematur
Kejang mioklonik Berupa gerakan menyentak yang sinkron, tunggal atau multipel pada tangan, kaki atau keduanya dan biasanya berhubungan dengan kelainan SSP
Kejang subtle Mengejap-ngejapkan mata dan flutter kelopak mata Gerakan mulut dan lidah berupa mengisap-isap, mengunyah dan menguap Posisi ekstremitas dengan posisi tonik Apnea
• Pemeriksaan fisis, terutama status neurologik • Laboratorium
Metabolik : Glukosa ↓, Na ↑/↓, Ca ↓, Mg ↓ Work-up sepsis : Leukositosis/leukopenia, kultur darah, urin dan cairan likuor (+) Work-up TORCH Skrining sekresi obat dalam urin dan kadar teofilin dalam darah bila memugkinkan Analisis gas : Asidosis, hipoksia Pungsi lumbal : Menyokong kearah etiologi
• Radiologi (jika memungkinkan) USG kepala : Perdarahan intraventrikular → daerah yang lebih ekogenik di
intraventrikular CT scan : Perdarahan subaraknoid → lesi hiperdens di subaraknoid Magnetic resonance imaging (MRI) : Perdarahan intraventrikular akut → gambaran
signal yang isodens • EEG
Kejang tonik → gambaran EEG berupa lesi multifokal yang abnormal DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding sesuai dengan etiologi PEMERIKSAAN PENUNJANG
2
Laboratorium Darah : Gambaran darah tepi, kultur, infeksi TORCH, metabolik (glukosa, Na, K, Ca)
dan analisis gas Urin : Rutin, kultur dan resistensi Likuor : Jumlah sel, protein, kultur
Radiologi USG kepala, CT scan dan MRI EEG
TERAPI
• Mempertahankan ventilasi, oksigenasi, tekanan, elektrolit, pH darah • Penyebab
Hipoglikemia atau hipokalsemia → lihat penanganan hipoglikemia atau hipokalsemia • Anti kejang
Fenobarbital Dosis awal 20 mg/kgBB i.v./i.m. Jika setelah 60 menit, kejang masih ada berikan dosis ke-2 (10 mg/kgBB) Jika kejang masih ada, 2-4 jam kemudian dapat diberikan luminal 10 mg/kgBB. Dosis maksimum loading dose fenobarbital 30-40 mg/kgBB Jika fenobarbital tidak memberikan respons → fenitoin Dosis fenobarbital rumatan 3,5-4,5 mg/kgBB, dosis tunggal atau 2x/hari i.m./p.o., diberikan 12 jam setelah loading dose Pemberian dihentikan jika pemeriksaan fisis normal, tidak ada kejang rekurens dan gambaran EEG normal. Pada penderita yang mempunyai risiko untuk terjadinya kejang rekurens (hipoxic ischemic encephalopaty/HIE, malformasi korteks serebri) pemberian fenobarbital dilanjutkan sampai umur 2 bl
Fenitoin Loading dose 15-25 mg/kgBB i.v., kecepatan tidak melebihi 0,5 mg/kgBB/menit. Selanjutnya 5 mg/kgBB/hari Rumatan diberikan 4-8 mg/kgBB/hari, dalam 2-3 dosis i.v.
Diazepam Hanya untuk menghentikan kejang dengan segera Pemberian harus dengan monitoring ketat, sebaiknya di rawat di ruang intensif Dosis 0,1-0,3 mg/kgBB pengenceran dengan NaCl fisiologis (1:4), i.v., perlahan-lahan sampai kejang berhenti
Lorazepam Bila resisten terhadap fenobarbital dan fenitoin Dosis 0,05 mg/kgBB/dosis, i.v. dalam 2-5 menit
Paraldehid Bila tidak berhasil dengan antikonvulsan lain Dosis 0,1-0,3 ml/kgBB, diencerkan dalam minyak mineral (rasio 1:1 atau 2:1), dalam bentuk rektal/supositoria dan tidak boleh diberikan > 3x/hari
• Obat lain Ca
Untuk mengatasi kejang karena hipokalsemia → lihat bab hipokalsemia Mg Bila penyebabnya hipomagnesemia Dosis Mg-sulfat 50% 0,1-0,2 ml/kgBB i.m. setiap 12 jam Piridoksin
Bila penyebabnya defisiensi/ketergantungan piridoksin, dosis 50 mg i.v. Selama pemberiannya harus dimonitor EEG
Rumatan : Untuk ketergantungan 10-100 mg/hari p.o.(4 dosis) Untuk defisiensi 5 mg/hari p.o. (4 dosis)
PROGNOSIS
3
Secara umum baik bila Penyebabnya gangguan metabolik Pemeriksaan neurologik normal EEG normal Kejang bersifat familial ringan Prognosis buruk bila
Penyebabnya malformasi kongenital, asfiksia berat dan perdarahan intraventrikular berat Kejang berlangsung > beberapa hari Pemeriksaan neurologik abnormal EEG abnormal
DAFTAR PUSTAKA Behrman RE, Vaughan VC, Mc Kay RJ. Disturbance of repiratory tract. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Nelson WE, Vaughan VC III, penyunting. Nelson textbook of pediatrics; edisi ke-14. Philadelphia: WB Saunders Co, 1992; 364-75. Fenichel GM. Seizures. Neonatal neurology; edisi ke-3. New York: Churchill Livingstone Inc, 1990; 17-34. Gomella TL. Neurologic diseases. Neonatology, management, procedures, on-call problems, diseases and drug; edisi ke-3. Connecticut: Appleton & Lange, 1994; 382-7. Halliday HL, Mc Clure, Reid M. Neurological problems. Neonatal intensive care; edisi ke-3. Philadelphia: Bailliere Tindall, 1989; 224-8. Kuban K, Filiano J. Neonatal seizures. Dalam: Cloherty JP, Stark AR, penyunting. Manual of neonatal care; edisi ke-4. Boston: Little Brown & Co, 1998; 493-504. Menkes JH. Paroxysmal disorder. Dalam: Tausch HW, Ballard RA, Avery ME, penyunting. Disease of the newborn; edisi ke-6. Philadelphia: WB Saunders Co, 1991; 445-9.
HIPOGLIKEMIA
BATASAN
Pada bayi kurang bulan (BKB) dan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai kadar glukosa darah < 20 mg/dl dan bayi cukup bl < 30 mg/dl pada umur 72 jam pertama atau < 40 mg/dl setelah umur 72 jam kehidupan
KLASIFIKASI
Hipoglikemia asimtomatik Hipoglikemia simtomatik Hipoglikemia persisten
ETIOLOGI
Penggunaan glukosa ↑, misalnya bayi dari ibu diabetes melitus (DM) dan eritroblastosis Cadangan glukosa ↓, misalnya prematur dan pertumbuhan intra uterin yang terlambat Penggunaan glukosa ↑ dan atau produksi ↓ atau sebab lain, misalnya stres perinatal, defisiensi endokrin dan transfusi ganti
FAKTOR RISIKO
Cadangan glikogen yang terbatas Prematur Stres perinatal Starvation Glycogen storage disease Hiperinsulinism
4
Bayi dengan ibu DM Sindroma Beckwith-Wiedemann Penggunaan obat pada ibu Eritroblastosis fetalis Produksi glukosa ↓ Bayi kecil masa kehamilan (KMK)
Gangguan metabolisme Lain-lain
Hipotermia Sepsis Gangguan hipotalamus Insufisiensi adrenal Polisitemia PATOFISIOLOGI
Pada bayi dengan ibu DM terjadi hiperinsulinism → perubahan pertumbuhan sel langerhans berupa hiperplasia sel β dan hipoplasia sel α → hipoglikemia Eritroblastosis : Rhesus → hipertrofi dan hiperplasia sel β → hiperinsulinism relatif Penggunaan obat pada ibu seperti tokolitik akan menghambat kerja sel β adrenergik → hipoglikemia yang kemungkinan karena glikogen hati ↓, respons terhadap insulin ↑, hiperglikemia sekunder dan hiperplasia sel β langerhans yang disebabkan hiperinsulinism sekunder Ibu dengan pre-eklamsi dan hipertensi → gangguan pertumbuhan intrauterin
KRITERIA DIAGNOSIS
• Dapat tanpa/dengan gejala Letargi, apati Tremor atau jitterines Apnea Sianosis Kejang, koma Menangis lemah atau high-pitched cry Poor feeding
• Laboratorium Kadar gula darah sesuai dengan batasan
DIAGNOSIS BANDING
Insufisiensi adrenal Obat yang dimakan ibu Penyakit jantung Gagal ginjal Gagal hepar Kelainan metabolisme
Hipokalsemia Hipo/hipernatremia Hipomagnesemia Defisiensi piridoksin
Sepsis Asfiksia Penyakit SSP
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium : Gula darah (dekstrostik atau kadar glukosa serum)
5
TERAPI • Asimtomatik Kadar glukosa dekstrostik < 25 mg/dl atau serum < 20 mg/dl → infus glukosa kecepatan
6 mg/kgBB/menit dan ulang glukosa setiap 30 menit sampai kadarnya stabil. Kecepatan infus dapat dinaikkan sampai kadar glukosa normal (sesuai definisi)
Kadar glukosa dekstrostik 25-45 mg/dl atau serum 20-40 mg/dl, jika keadaan bayi stabil dan tidak mempunyai risiko untuk hipoglikemia → early feeding dengan Dekstrosa 5% atau susu formula. Pemeriksaan glukosa ulang setiap 30 menit sampai kadarnya stabil, kemudian diperiksa setiap 4 jam. Jika kadar glukosa tetap rendah → infus glukosa, kecepatan 6 mg/kgBB/menit
• Simtomatik Infus glukosa 10% kecepatan 2-4 mL/kgBB, selama 2-3 menit, lanjutkan dengan 6-8 mg/kgBB/menit, kecepatan dapat dinaikkan lagi sampai kadar glukosa 40 mg/dl Pemeriksaan kadar glukosa ulang dilakukan setiap 30 menit sampai stabil
• Hipoglikemia persisten Jika pemberian infus glukosa sampai 16-20 mg/kgBB/menit, kadar glukosa darah tetap rendah, harus dicari penyebabnya. Terapi selanjutnya tergantung etiologi
PROGNOSIS
Cerebral palsy dan gangguan intelektual (30%), jika kadar glukosa darah tetap < 20 mg/dl dan disertai kejang
DAFTAR PUSTAKA Dransfield DA. Neonatal hypoglycemia and hypocalcemia. Dalam: Polin RA, Burg FB, penyunting. Work book in practical neonatology. Philadelphia: WB Saunders Co, 1983; 40-56. Downey SC, Cloherty JP. Hypoglycemia. Dalam: Cloherty JP, Stark AR, penyunting. Manual of neonatal care; edisi ke-4. Boston: Little Brown & Co, 1998; 545-52. Gomella TL. Hypoglycemia. Neonatology, management, procedures, on-call problems, diseases and drug; edisi ke-3. Connecticut: Appleton & Lange, 1994; 217-20.
HIPOKALSEMIA
BATASAN Kadar Ca total serum < 7 mg/dl dan kadar ion Ca < 4 mg/dl
KLASIFIKASI
Hipokalsemia dini (< 24 jam) Hipokalsemia lanjut (minggu pertama) Lain-lain
Hipokalsemia dapat terjadi setiap saat, berhubungan penyakit dan terapi tertentu ETIOLOGI
Hipokalsemia dini Prematuritas Asfiksia Ibu DM
Hipokalsemia lanjut Hiperfosfatemia Ibu dengan defisiensi vit D Ibu hiperparatiroid Hipomagnesemia Hipoparatiroid primer
6
Lain-lain Terapi bikarbonat Transfusi darah sitrat Penggunaan furosemid Fototerapi dengan white light Penyakit ginjal PATOFISIOLOGI
Hipokalsemia dini Pada BKB/bayi dari Ibu DM, kadar ion Ca yang rendah dan gangguan produk metabolit aktif {1,25(OH)2D} tidak dapat dikompensasi karena disfungsi kelenjar paratiroid Pada bayi asfiksia, peningkatan konsentrasi fosfat atau kalsitonin menimbulkan hipokalsemia
Hipokalsemia lanjut Pemakaian susu sapi penuh → kadar fosfat darah ↑ → hipokalsemia Disfungsi kelenjar paratiroid karena ibu menderita hiperparatiroid/ agenesis kelenjar paratiroid pada bayi → hipokalsemia Malabsorbsi usus dan retensi Mg tidak adekuat Defisiensi dan gangguan metabolisme vit D
Lain-lain Iatrogenik (akibat pemberian obat dan tindakan)
KRITERIA DIAGNOSIS • Gejala klinis Asimtomatik Simtomatik : Tetani, apnea, takikardia, takipnea dan edema • Laboratorium Ca serum total < 7 mg/dl Ion Ca 4 mg/dl
• Radiologi : Demineralisasi tulang, yang paling mudah terlihat pada lutut dan ujung tulang iga anterior
• EKG : Interval QT memanjang atau aritmia DIAGNOSIS BANDING
Berdasarkan etiologi PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium : Ca darah EKG Radiologik tulang
PENYULIT
Fraktur tulang iga TERAPI
• Hipokalsemia dini Bayi prematur dan tidak ada gejala, tidak memerlukan terapi karena akan membaik dalam waktu 3 hari Ca darah < 6,5 mg/dl : Ca glukonas 10% 45 mg/kgBB/hari, i.v. sampai kadar Ca serum 7 mg/dl
7
Jika ada gejala : Ca glukonas 10% 1-2 ml/kgBB (9-18 mg/kg) i.v. selama > 5 menit, Jika tidak ada respons setelah 10 menit, dosis yang sama diulang, dilanjutkan dengan dosis rumatan sebanyak 200-800mg/kgBB/hari i.v./p.o.(4 dosis) Jika tidak berhasil, dapat diberikan Mg sulfat 50% 0,1-0,2 ml/kgBB/ dosis i.v./i.m., diulang setiap 6 atau 12 jam Dosis rumatan Mg : 0,2 ml/kgBB/hr p.o.
• Hipokalsemia lanjut Hipokalsemia dengan hiperfosfatemia
Mempertahankan cadangan vit D ibu yang adekuat Mengurangi masukan fosfat dengan menggunakan ASI atau susu formula yang rendah fosfat Ca suplemen peroral untuk meningkatkan rasio Ca fosfat 4 : 1 Pemberian Ca harus diturunkan secara bertahap 2-4 minggu
Hipoparatiroid Diet rendah fosfat dengan suplemen Ca dan koreksi jika ada defisiensi vit D Kelainan vit D : Vit D2 5000 U/hr p.o. Defek metabolisme vit D : Analog vit D, seperti calcitriol
PROGNOSIS
Secara efektif dapat dikendalikan dengan monitoring yang ketat masukan Ca, fosfat, vit D dan ekskresi Ca melalui urin
DAFTAR PUSTAKA Anas CS. Disorder of calcium and phosphorous metabolism. Dalam: Tausch HW, Ballard RA, Avery ME, penyunting. Disease of the newborn; edisi ke-6. Philadelphia: WB Saunders Co, 1991; 827-37. Dransfield DA. Neonatal hypoglycemia and hypocalcemia. Dalam: Pollin RA, Burg FB, penyunting. Work book in practical neonatologi. WB Saunders Co, 1983; 40-56. Rubin PL. Hypocalcaemia and hypercalcemia. Dalam: Cloherty JP, Stark AR, penyunting. Manual of neonatal care; edisi ke-4. Boston: Little Brown & Co, 1998; 553-61.
ENTEROKOLITIS NEKROTIKANS (EKN)
BATASAN Kelainan saluran cerna yang didapat pada BKB berupa kerusakan mukosa, iskemia dan toksik yang diduga karena imaturitas usus dan sistem imunologik yang belum matang
KLASIFIKASI
Berdasarkan Modifikasi Bell (1986) Stadium I (tersangka)
8
Gejala sistemik : Tidak spesifik, yaitu suhu yang tidak stabil, apnea, bradikardia dan letargi
Gejala intestinal : Retensi lambung, muntah (bercampur empedu atau darah), distensi abdomen ringan, darah segar dalam feses
Gambaran radiologik (foto polos abdomen, lateral dekubitus, cross table lateral dan upper X-ray abdomen) : Distensi abdomen dengan ileus ringan
Stadium II (diagnosis pasti) Gejala sistemik : Sama dengan di atas Gejala intestinal : Sama dengan di atas, tetapi darah segarnya persisten, distensi
abdomen yang jelas Gambaran radiologik : Distensi intestinal dengan ileus, separasi usus halus (edema
pada dinding usus atau cairan peritoneum), gambaran usus yang kaku dan persisten, pneumatosis intestinalis dan gas dalam vena porta
Stadium III (lanjut) Gejala sistemik : Sama dengan di atas, tetapi disertai dengan memburuknya tanda
vital dan renjatan septik Gambaran radiologik : Sama dengan gambaran radiologik stadium II disertai adanya
pneumoperitoneum ETIOLOGI
Belum diketahui secara pasti Faktor risiko yang diduga berperan
Prematuritas Asfiksia Sindroma distres pernafasan Polisitemia Pemberian susu formula yang terlalu cepat dan banyak
PATOFISIOLOGI
Sampai saat ini belum ada teori yang memuaskan. Umumnya teori yang disetujui yaitu kehilangan integritas mukosa usus yang merupakan mekanisme terpenting untuk terjadinya EKN, termasuk diantaranya imaturitas saluran cerna/imunologi, iskemia, kolonisasi, invasi bakteri usus, pertumbuhan bakteri usus yang berlebih dan toksin bakteri
KRITERIA DIAGNOSIS
• Gejala klinis Intoleransi makanan Distensi abdomen Darah segar pada tinja/perubahan bentuk tinja Tidak spesifik : Apnea, bradikardia dan letargi
• Laboratorium Darah : Neutropenia, trombositopenia, kultur positif (tergantung etiologi), dapat
terjadi gangguan keseimbangan elektrolit dan asam-basa Feses : Perubahan konsistensi, disertai darah, kultur positif (tergantung etiologi)
• Radiologi Sesuai dengan klasifikasi Bell (lihat diatas)
DIAGNOSIS BANDING
Volvulus Malrotasi usus Kolitis pseudomembran Kolitis Hirschsprung Perforasi usus spontan Mekonium ileus Sepsis dengan ileus
9
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Darah : Hitung jenis sel, trombosit, kultur, analisis gas dan elektrolit Feses : Rutin dan kultur
Radiologi PENYULIT
Perforasi Peritonitis Sepsis Short bowel syndrome Disseminated intravascular coagulation (DIC) Striktur intestinal
KONSULTASI
Bagian Bedah Anak TERAPI
Pengelolaan Dasar Menghentikan nutrisi peroral Dekompresi saluran cerna dengan pipa nasogastrik Monitoring tanda vital, perdarahan saluran cerna, masukan/keluaran cairan, elektrolit dan tanda sepsis Antibiotik kombinasi
Ampisilin diberikan p.o., i.m. atau i.v. Umur < 7 hari, 50 mg/kgBB/hari, dalam 2 dosis Umur > 7 hari, 75 mg/kgBB/hari, dalam 2 dosis
Gentamisin diberikan i.m. atau i.v. Umur < 7 hari
BB < 1000 g dan umur kehamilan < 28 mgg, 2,5 mg/kgBB/hari, dosis tunggal BB < 1500 g dan umur kehamilan < 34 mgg, 2,5 mg/kgBB/dosis, diberikan setiap 18 jam BB > 1500 g dan umur kehamilan > 34 mgg, 2,5 mg/kgBB/dosis, setiap 12 jam
Umur > 7 hari BB < 1200 g, 2,5 mg/kgBB/dosis, setiap 18-24 jam BB > 1200 g, 2,5 mg/kgBB/dosis, setiap 8 jam
Foto abdomen serial (setiap 6-8 jam) • Stadium I
Nutrisi p.o. dihentikan dan pemberian minum dapat diberikan setelah 3 hari perbaikan Antibiotik diberikan selama 3 hari
• Stadium II Nutrisi p.o. dihentikan selama 2 minggu. Pemberian minum dapat mulai diberikan 7-10 hari setelah pemeriksaan radiologik tidak tampak pneumatosis Nutrisi parenteral 90–110 kal/kgBB/hari Oksigen Antibiotik selama 7-10 hari Na bikarbonat 2 mEq/kgBB, jika terjadi asidosis metabolik Dopamin 2-4 µg/kgBB/menit memperbaiki sirkulasi darah usus
• Stadium III Sesuai stadium II, disertai ventilator mekanik jika dibutuhkan
10
Jika terdapat syok, atasi sesuai penyebab • Pembedahan dilakukan bila
Keadaan klinis memburuk Tidak memberikan respons terhadap pengobatan diatas Sentinel loop menetap selam 24 jam Massa di abdomen kuadran bawah kanan Eritema dinding abdomen (tanda peritonitis) Perforasi usus spontan
PROGNOSIS
Angka kematian bervariasi (0-55%) DAFTAR PUSTAKA Byrne JW. Disorders of the intestine and pancreas. Dalam: Tausch HW, Ballard RA, Avery ME, penyunting. Disease of the newborn; edisi ke-6. Philadelphia: WB Saunders Co, 1991; 681-92. Fanaroff AV. Neonatal enterocolitis. Dalam: Behrman RE, Vaughan III VC, Nelson WE, penyunting. Nelson textbook of pediatrics; edisi ke-15. Philadelphia: WB Saunders Co, 1996; 970-2. Grittlin J. Necrotizing enterocolitis. Dalam: Cloherty JP, Stark AR, penyunting. Manual of neonatal care; edisi ke-4. Boston: Little Brown & Co, 1998; 609-17. Kendrick MW, Caplan M. Necrotizing enterocolitis. New thoughts about pathogenesis and potential treatment. Ped Clin North Am 1993;40: 1047-56. Tindall B. Gastrointestinal problem. Handbook of neonatal intensive care; edisi ke-3. Philadelphia: WB Saunders Co, 1986; 137-47. Walsh CM, Kleigman MR. Necrotizing enterocolitis: treatment based on staging criteria. Ped Clin North Am 1986;33: 179-98.
PENYAKIT PERDARAHAN PADA NEONATUS (HEMORRHAGIC DISEASE OF THE NEWBORN/HDN)
BATASAN
Perdarahan pada neonati yang disebabkan defisiensi vit. K atau faktor II, VII, IX dan X KLASIFIKASI
HDN klasik HDN dini : Terjadi < 24 jam HDN lanjut : Terjadi 1-12 bl
ETIOLOGI
HDN klasik (biasanya terjadi pada umur 1-7 hari) Defisiensi vit. K Imaturitas hepar → sintesis faktor koagulasi ↓ HDN dini Pemakaian obat (fenitoin, fenobarbital, INH, rifampisin) oleh ibu yang mengganggu
oksidasi vit K neonatus HDN lanjut Gangguan absorbsi vit K pada kistik fibrosis, atresia biliaris, defisiensi α-1 anti tripsin,
hepatitis dll KRITERIA DIAGNOSIS
• Anamnesis
11
Tidak diberikan vit. K setelah lahir Ibu minum obat (fenitoin, fenobarbital, salisilat, warfarin) Bayi mendapat antibiotik jangka lama
• Fisis Perdarahan tali pusat, perdarahan saluran cerna dll, yang pada awalnya bayi tampak sehat
• Laboratorium Hb dapat ↓ PT dan PTT ↑
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah : Hb, PT dan PTT TERAPI
• Vit. K 1 mg i.m. • Jika perdarahan berlanjut : Fresh frozen plasma 10 ml/kgBB
PENCEGAHAN
Pada Ibu yang mendapat pengobatan anti epilepsi vitamin K 10 mg/hr p.o. selama 2 minggu sebelum melahirkan
Pada neonati yang baru lahir diberikan vit. K 1 mg p.o. atau i.m. PROGNOSIS
Baik DAFTAR PUSTAKA Gladder BE, Amylon MD. Hemostatic disorders in the newborn. Dalam: Tausch HW, Ballard RA, Avery ME, penyunting. Disease of the newborn; edisi ke-6. Philadelphia: WB Saunders Co, 1991; 777-81. Gomella TL. Bloody management. Neonatology, management, procedures, on-call problems, diseases and drug; edisi ke-3. Connecticut: Appleton & Lange, 1994; 184-8. Goorin AM, Cloherty JP. Bleeding. Dalam: Cloherty JP, Stark AR, penyunting. Manual of neonatal care; edisi ke-4. Boston: Little Brown & Co, 1998; 342-7. Kelnar CJH, Harvey D, Simpson C. Bleeding disordes. The sick newborn baby; edisi ke-3. London: Bailliere Tindal, 1995; 307-16.
ASPIRASI MEKONIUM
BATASAN Terhisapnya cairan amnion yang tercemar mekonium kedalam paru pada bayi yang mengalami stres intrauterin, yang dapat terjadi pada saat intrauterin dan persalinan
KLASIFIKASI
Obstruksi Infeksi
ETIOLOGI
12
Adanya cairan mekonium dalam mulut atau saluran nafas atas
FAKTOR RISIKO Hamil lebih bulan Ibu pre-eklamsi/eklamsi Ibu hipertensi Ibu DM Ibu perokok berat, penyakit saluran nafas kronik, kelainan jantung Bunyi jantung anak abnormal Bayi KMK
PATOFISIOLOGI
13
FISIOLOGI PASASE MEKONIUM
FETAL COMPROMISE (Hipoksia, kompresi tali pusat → PASASE
MEKONIUM
CAIRAN AMNION YANG TERCEMAR MEKONIUM
CONTINUED COMPROMISE
ASPIRASI POST PARTUM
GASPING IN UTERO
ASPIRASI MEKONIUM
OBSTRUKSI SAL. NAFAS
PERIFER OBSTRUKSI SAL. NAFAS PROKSIMAL
PNEUMONITIS INFLAMASI &
KIMIA
KOMPLIT PARSIAL REMODELING OF
PULMONARY VASCULATE
ATELEKTASIS EFEK BALL-VALVE
KRITERIA DIAGNOSIS • Anamnesis : Adanya faktor risiko (lihat diatas) • Cairan amnion tercemar mekonium • Gawat janin • Bayi mengalami asfiksia dan setelah lahir menunjukkan sindroma gawat nafas • Biasanya disertai tanda bayi lebih bulan (BLB) • Analisis gas → asidosis metabolik, asidosis respiratorik, hipoksemia dan hiperkapnia • Radiologi foto toraks : Hiperinflasi, atelektasis, pneumonia atau pneumomediastinum
DIAGNOSIS BANDING Takipnea sementara pada neonatus Pneumonia Penyakit membran hialin (PMH)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah : Analisis gas Radiologi
PENYULIT
Pneumotoraks Hipertensi pulmonal Sepsis
TERAPI
• Pengelolaan di ruang bersalin/kamar operasi
14
Kental
Bayi aktif Bayi depresi
Observasi Isap lendir trakea
Cair
Pada saat intra partum, lendir diisap dari mulut, faring & hidung
Mekonium dalam cairan amnion
• Umum
Gambar 11. Pengelolaan Aspirasi Mekonium di Ruang Bersalin/Kamar Operasi
(dikutip dari Neonatal resuscitation,1994)
Optimalisasi suhu tubuh Koreksi jika ada kelainan metabolik, misalnya hipokalsemia, hipoglikemia, asidosis metabolik Monitoring fungsi ginjal dan kardiopulmonal Terapi cairan (retriksi) Antibiotik (tergantung keadaan) Pencegahan penyulit karena asfiksia
• Oksigen Mempertahankan oksigenasi adekuat, PaO2 antara 50-80 mmHg (jika memungkinkan) untuk memenuhi kebutuhan normal fungsi jaringan dan mencegah asidosis (laktat), syok serta pirau dari kanan ke-kiri (misalnya patent ductus arteriosus/PDA) Untuk mempertahankan keadaan tsb, dapat dicapai melalui pemberian O2 dengan menggunakan head box atau continuous positive airway pressure/CPAP atau pernafasan buatan, tergantung hasil analisis gas
PROGNOSIS
Bervariasi, tergantung berat ringannya penyakit DAFTAR PUSTAKA Bloom RS, Cropley C. AAP Neonatal resuscitation. Textbook of neonatal resuscitation. The American heart association and American pediatrics. 1994; 6-51. Eichenwald E. Meconium aspiration. Dalam: Cloherty JP, Stark AR, penyunting. Manual of neonatal care; edisi ke-4. Boston: Little Brown & Co, 1998; 388-92. Gomella TL. Meconium aspiration. Neonatology, management, procedures, on-call problems, diseases and drug; edisi ke-3. Connecticut: Appleton & Lange, 1994; 425-7. Kelnar CJ, Harvey D, Simpson C. Meconium aspiration. The sick newborn baby; edisi ke-3. London: Baillere Tindall, 1995; 65-6. Korones SB, Bada-Ellzey HS. Meconium aspiration. Neonatal decision making. St Louis: The Mosby Co, 1993; 128-9. Welty Se, Hansen TN. Meconium aspiration syndrome. Neonatal respiratory diseases, edisi ke-1. Pennsylvania : Handbooks in Health Care Co, 1995;121-9.
POLISITEMIA
15
BATASAN
Ht darah vena ≥ 65% KLASIFIKASI
Asimtomatik Simtomatik
FAKTOR RISIKO
Insufisiensi plasenta Pertumbuhan intra uterin terlambat Kehamilan lebih bulan Ibu dengan pengobatan propanolol
Sindroma Down dan kelainan kromosom lain Hiperplasia adrenal kongenital Tirotoksikosis neonatal Ibu DM Twin to twin transfusion Maternal to fetal transfusion Kelambatan penjepitan tali pusat
PATOFISIOLOGI
A n
noksia i trauterin
TransfusiKeadaan
hiperdinamik
Fluid loss
Polisitemia
HIPERVISKOSITAS
Deformability sel darah merah
Asidosis Hipoksia
Sludging
Eritropoetin
SSP Oliguria Sianosis Hipoglikemia Bilirubin ↑ Trombosit ↓
KRITERIA DIAGNOSIS
Gambar 12. Patofisiologi Polisitemia (dikutip dari Gross dkk., 1973)
• Anamnesis Ibu dengan faktor risiko (lihat diatas) Bayi (kehilangan cairan, BLB)
• Gejala klinis Tanpa gejala Dengan gejala
Feeding problems Pletora Letargi
16
Sianosis Takipnea Hipotonia Iritabilitas
• Laboratorium : Ht vena ≥ 65% • EKG bisa didapatkan hipertrofi jantung kanan, depresi segmen ST
DIAGNOSIS BANDING
Ht ↑ palsu Ht ↑ pada keadaan dehidrasi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium darah : Ht vena EKG
PENYULIT
Hiperbilirubinemia Iskemia serebral Kejang Gawat kardiopulmonal EKN Gagal ginjal Gangren perifer Priapism
TERAPI
• Tanpa gejala Observasi (Ht ↓ dengan penambahan cairan 20-40 ml/kgBB/hari) Jika Ht > 70% → transfusi ganti parsial
• Dengan gejala Transfusi ganti parsial menggunakan larutan NaCl fisiologis atau fresh frozen plasma (FFP) dengan jumlah :
volume darah = (Ht sekarang - Ht yang diharapkan) x volume darahHt sekarang
PROGNOSIS
Jika tidak diberikan terapi akan menimbulkan gejala sisa berupa gejala neurologik DAFTAR PUSTAKA Black VD, Lubchenco LO. Neonatal polycythemia and hyperviscosity. Ped Clin North Am 1982; 1137-46. Glader BE, Naiman JL. Polycythemia in erythrocyte disorders in infancy. Dalam: Taeusch HW, Ballard RA, Avery ME, penyunting. Diseases of the newborn, edisi ke-6. Philadelphia: WB Saunders Co, 1991; 822-3. Goorin AM. Polycythemia. Dalam: Cloherty JP, Stark AR, penyunting. Manual of neonatal care; edisi ke-4. Boston: Little Brown and Co, 1998; 466-9. Gross GP, Hathway WE, Mc Gaughey HR. Infectious and hematologic disease of the neonate. J Ped 1973;82: 1004-8. Hathway WE. Neonatal hyperviscosity. Pediatrics 1983;72: 567-9. Ramamurthy RS, Brans YW. Criteria for diagnosis and treatment in neonatal polycythemia, Pediatrics 1981;68: 168-73. Shohat M, Melob P, Reeisner SH. Early diagnosis and incidence relating to time of sampling in neonatal polycythemia, Pediatrics 1984;73: 10.
17
Wiswill TE. Frequency of clinical manifestations and other associated findings in neonatal polycythemia, Pediatrics 1986;78: 26-9.
TAKIPNEA SEMENTARA PADA NEONATUS TRANSIENT TACHYPNEA OF THE NEWBORN (TTN)
BATASAN
Disebut juga wet lung dan sindroma gawat pernafasan (SGP) tipe II, terutama terjadi pada bayi cukup bulan, dan biasanya ringan serta dapat sembuh sendiri
PATOFISIOLOGI
Clearance cairan paru janin terlambat oleh karena gangguan fungsi saluran limfe paru dan tekanan vena sentral ↑ Imaturitas paru (ditandai dengan tidak adanya fosfatidil gliserol paru) Defisiensi surfaktan ringan
FAKTOR RISIKO
Lahir seksio sesaria Laki-laki Penjepitan tali pusat terlambat Penggunaan obat sedasi berlebihan Ibu DM
KRITERIA DIAGNOSIS • Anamnesis
Bayi cukup bulan Riwayat dengan faktor risiko diatas
• Klinis Takipnea (> 60 x/mnt) Dapat juga disertai dengan gangguan nafas
• Laboratorium Analisis gas → hipoksemia ringan-sedang dengan asidosis respiratorik yang menghilang dalam 8-24 jam
• Foto toraks Hipererasi disertai kardiomegali ringan Pembuluh darah paru menyerupai gambaran sunburst yang dimulai dari hilus Fisura interlober tampak melebar dan dapat disertai efusi pleura Kadang-kadang disertai dengan gambaran perselubungan yang kasar akibat edema alveolar Gambaran radiologik tersebut menghilang dalam 2-3 hari
DIAGNOSIS BANDING
Pneumonia bakteri Sindroma aspirasi mekonium Penyakit membran hialin (PMH) Edema paru
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Analisis gas
Foto toraks
18
TERAPI • Sembuh sendiri, biasanya dalam 48-72 jam • Restriksi cairan : 60 ml/kgBB/hari • Jika memerlukan O2, biasanya 30-50%
PROGNOSIS
Baik DAFTAR PUSTAKA Behrman RE, Vaughan VC, Mc Kay RJ. Distrubance of repiratory tract. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Nelson WE, Vaughan VC III, penyunting. Nelson textbook of pediatrics; edisi ke-14. Philadelphia: WB Saunders Co, 1992; 364-75. Gomella TL. Pulmonary diseases. Neonatology, management, procedures, on-call problems, diseases and drug; edisi ke-3. Connecticut: Appleton & Lange, 1994; 428-31. Halliday HL, Mc Clure, Reid M. Acute acquired parenchymal lung disease. Neonatal intensive care; edisi ke-3. Philadelphia : Bailliere Tindall, 1989;224-8. Hansen T, Corbet A. Disorder of the transition. Dalam: Tausch HW, Ballard RA, Avery ME, penyunting. Disease of the newborn; edisi ke-6. Philadelphia: WB Saunders Co, 1991; 504-5. Moise AA, Gest AL. Respiratory therapy-general consideration. Contemporary diagnosis and management of neonatal respiratory disease. Pennsylvania : Handbook in Health Care Co, 1995;80-96. Stark AR, North JM. Respiratory distress syndrome/transient tachypnea of newborn. Dalam: Cloherty JP, Stark AR, penyunting. Manual of neonatal care; edisi ke-4. Boston: Little Brown & Co, 1998; 369-70.
PNEUMONIA
BATASAN Infeksi paru yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus, protozoa dan jamur
ETIOLOGI
Bakteri : Streptococcus hemolyticus group B, E. coli, dll Virus : Rubella, herpes, dll Toxoplasma gondii Klamidia Listeria monositogenes Lain-lain
KLASIFIKASI
Pneumonia kongenital Pneumonia intra uterin Pneumonia didapat intra partum Pneumonia didapat post partum
FAKTOR PREDISPOSISI
Prematuritas Ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) Pemeriksaan digital yang sering
KRITERIA DIAGNOSIS
• Anamnesis Riwayat ibu (infeksi peri partum)
• Gejala klinis Letargi
19
Tanda gawat nafas Ronki, dll
• Laboratorium Darah : Kultur dapat (+) Gram dan kultur aspirat cairan trakea/lambung/faring bisa ditemukan kuman
• Foto toraks Kasus berat : Tampak densitas homogen dan difus Kasus lain : Seperti gambaran PMH (retikulogranular dan difus) kadang-kadang
seperti pneumonia pada bayi DIAGNOSIS BANDING
PMH TTN Aspirasi mekonium Edema paru
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Darah : Kultur Cairan aspirat trakea/faring/lambung : Gram dan kultur Foto toraks
PENYULIT
Meningitis Efusi pleura Sepsis
TERAPI
• Mempertahankan suhu bayi 36-370C • Mempertahankan oksigenasi adekuat, jika memungkinkan PaO2 50-80 mmHg • Mempertahankan sirkulasi darah
Jika Ht < 40% transfusi darah • Antibiotik (jika diduga ada infeksi bakteri)
Terapi awal : Penisilin + aminoglikosida Penisilin i.m., i.v.
0-7 hari < 2000 gram : 50.000 U/kgBB/hari dibagi 2 dosis > 2000 gram : 50.000 U/kgBB/hari dibagi 3 dosis
> 7 hari < 2000 gram : 75.000 U/kgBB/hari dibagi 3 dosis > 2000 gram : 100.000 U/kgBB/hari dibagi 4 dosis
Aminoglikosid (Netromisin) i.m., i.v. 0-7 hari
< 1000 gram, < 28 mgg umur kehamilan : 2,5 mg/kgBB/dosis setiap 24 jam < 1500 gram, < 34 mgg umur kehamilan : 2,5 mg/kgBB/dosis setiap 18 jam > 1500 gram, > 34 mgg umur kehamilan : 2,5 mg/kgBB/dosis setiap 12 jam
> 7 hari < 1200 gram : 2,5 mg/kgBB/dosis setiap 18-24 jam > 1200 gram : 2,5 mg/kgBB/dosis setiap 8 jam
Jika infeksi nosokomial Sefalosporin generasi III (claforan) 0-7 hari : 100 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis i.m., i.v. > 7 hari : 150 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis i.m., i.v.
20
Selanjutnya tergantung hasil kultur dan resistensi kuman PROGNOSIS
Tergantung etiologi DAFTAR PUSTAKA Behrman RE, Vaughan VC, Mc Kay RJ. Distrubance of repiratory tract. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Nelson WE, Vaughan VC III, penyunting. Nelson textbook of pediatrics; edisi ke-14. Philadelphia: WB Saunders Co, 1992; 364-75. Gomella TL. Pulmonary diseases. Neonatology, management, procedures, on-call problems, diseases and drug; edisi ke-3. Connecticut: Appleton & Lange, 1994; 415-7. Halliday HL, Mc Clure, Reid M. Respiratory problems. Neonatal intensive care; edisi ke-3. Philadelphia: Bailliere Tindall, 1989; 123-41. Hansen T , Corbet A. Lung development and function. Dalam: Tausch HW, Ballard RA, Avery ME, penyunting. Disease of the newborn; edisi ke-6. Philadelphia: WB Saunders Co, 1991; 350. Liley GH, Stark AR. Respiratory distress syndrome. Dalam: Cloherty JP, Stark AR, penyunting. Manual of neonatal care; edisi ke-4. Boston: Little Brown & Co, 1998; 358-63. Moise AA, Gest AL. Respiratory therapy-general consideration. Contemporary diagnosis and management of neonatal respiratory disease. Pennsylvania : Handbook in Health Care Co, 1995; 80-96.
ANEMIA BATASAN
Anemia pada neonati dengan masa kehamilan > 34 minggu, dengan kadar Hb darah vena < 13 g/dl atau kadar Hb darah kapiler < 14,5 g/dl
KLASIFIKASI
Anemia fisiologis Anemia prematuritas Anemia hipoplastik Anemia perdarahan Anemia hemolitik karena proses imunologik Anemia karena defek eritrosit herediter atau didapat
ETIOLOGI
Perdarahan Obstetrik
Solusio plasenta, plasenta previa, ruptur anomali pembuluh darah/tali pusat, hematoma tali pusat
21
Tersembunyi Perdarahan fetomaternal (akut/kronik), perdarahan fetoplasental, transfusi antar janin pada kehamilan kembar
Masa neonatus Perdarahan intrakranial Hematoma sefal masif Perdarahan retroperitoneal Ruptur hati atau limpa Perdarahan adrenal/renal Perdarahan saluran cerna Perdarahan umbilikus
Iatrogenik Pengambilan darah berulang untuk pemeriksaan
Hemolitik Imun
Inkompatibilitas Rhesus, ABO, gol. darah minor, penyakit ibu Gangguan eritrosit herediter Defek membran eritrosit/metabolik, hemoglobinopati
Didapat Infeksi, koagulasi intravaskular diseminata (KID), defisiensi vitamin E, anemia hemolitik, mikroangiopati
Produksi eritrosit kurang Sindroma Diamond-Blackfan Leukemia kongenital Infeksi Osteoporosis Supresi eritrosit karena obat Anemia fisiologis atau anemia prematuritas
KRITERIA DIAGNOSIS
• Anamnesis Umur terjadinya anemia Keluarga : Anemia, ikterus, batu empedu, splenektomi Ibu : Infeksi Obstetrik : Riwayat kehamilan sebelumnya, lama kehamilan, cara dan kesulitan selama persalinan
• Gejala klinis Perdarahan akut : Syok, asidosis, perfusi buruk Perdarahan kronik : Pucat, gawat nafas ringan, iritabel Hemolisis kronik : Pucat, ikterus, hepatosplenomegali
• Laboratorium : Lihat gambar 13 DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding etiologi
22
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium sesuai dengan gambar (jika memungkinkan)
Negatif Positif Anemia hemolitik imunologik : ABO Rhesus Gol.darah minor
inkompatibilitas
MCV
Normal atau meningkat
Apus darah tepiPerdarahan intrauterin yg kronik Sindr α - thalassemia
Penyebab lain : Def. Heksokinase
Kehilangan darah Iatrogenik Fetomaternal/
Fetoplasental Twin to twin Perdarahan internal
Infeksi : C.welchii Sferosit herediter
Eliptositosis herediter Def. Piruvat kinase Def. G6PD
KID
Gambar 13. Pendekatan Diagnosis Anemia pada Neonatus (dikutip dari Blachet & Zipursky,1984)
Abnormal Normal
Rendah
Jumlah retikulosit
Normal atau meningkatRendah Anemia hipoplastik kongenital
Tes Coomb
Konsentrasi Hb ↓
23
PENYULIT Syok Gagal jantung
KONSULTASI
Bedah Bedah saraf jika penyebabnya kasus bedah/bedah Saraf
TERAPI • Transfusi (berdasarkan pertimbangan klinis)(lihat tabel 12)
Tabel 12. Transfusi PRC Berdasarkan Kondisi Klinis Bayi
Ht harus dipertahankan Keadaan klinis
> 40% Penyakit kardiopulmonal berat Bayi prematur, BB < 1500 g dan umur < 1 minggu
> 30% Penyakit kardiopulmonal sedang Bedah major
> 25% Anemia simtomatik disertai gejala yang tidak dapat dijelaskan (penyakit pernafasan, tanda vital abnormal, pertumbuhan buruk, bayi tidak aktif)
Pada bayi yang dirawat di ruang intensif, kehilangan 5-10% volume darah harus diberikan transfusi pack red cell (PRC) Pada bayi prematur terjadi anemia fisiologis (kadar Hb ↓ sampai 7-8 g/dl), transfusi tidak perlu diberikan, kecuali jika terdapat manifestasi klinis (gagal tumbuh, lelah, takikardia, dll)
• Transfusi ganti Indikasi : Anemia hemolitik kronik atau perdarahan dengan tekanan vena sentral ↑,
anemia hemolitik berat, koagulopati konsumtif • Jenis darah yang diberikan
PRC maksimum 10 ml/kgBB
Jumlah = BB(kg) x volume darah/kg x (Ht yang diinginkan-Ht sekarang) Ht donor
Indikasi : Flebotomi, anemia kronik, memperbaiki kemampuan transport O2 pada penyakit jantung atau paru
Whole blood Indikasi : Perdarahan akut (10-20 ml/kgBB/jam) Transfusi ganti (2x volume darah penderita)
PROGNOSIS
Tergantung etiologi serta kecepatan dan ketepatan penatalaksanaan DAFTAR PUSTAKA Blanchette VS, Zipursky A. Assessment of anemia in newborn infants. Perinatal hematology. clinics in perinatology, volume 11/No. 2. WB Saunders Co, 1984;489-510. Cloherty JP. Anemia. Dalam: Cloherty JP, Stark AR, penyunting. Manual of neonatal care; edisi ke-4. Boston: Little Brown & Co, 1998; 453-9. Glader BE, Naiman JL. Erythrocyte disorder in infancy. Dalam: Tausch HW, Ballard RA, Avery ME, penyunting. Disease of the newborn; edisi ke-6. Philadelphia: WB Saunders Co, 1991; 798-825.
24
Gomella TL. Anemia. Neonatology, management, procedures, on-call problems, diseases and drug; edisi ke-3. Connecticut: Appleton & Lange, 1994; 265-70. Halliday HL, Clure G, Rud M. Hematologi problem. Handbook of neonatal intensive care; edisi ke-3. London: Balliere Tindal, 1987; 276-82. Korones SB, Bada Ellzey HS. Anemia. Neonatal decision making. St Louis: The Mosby Co, 1993; 178-81. Strauss RG,MD. Red blood cell tranfusion practices in the neonate. Perinatal hematology. WB Saunders Co, 1995;22: 641-55.
APNEA
BATASAN
Tidak adanya aliran udara pernafasan selama 20 detik dengan atau tanpa bradikardia atau sianosis
KLASIFIKASI
Apnea sentral Apnea obstruktif Apnea campuran
ETIOLOGI
Penyakit/kelainan organ Kepala dan sistem saraf pusat
Asfiksia perinatal Perdarahan intraventrikular Meningitis Hidrosefalus dengan tekanan intrakranial ↑ Kejang
Sistem respirasi Hipoksia Obstruksi jalan nafas
Penyakit paru Ventilasi tidak adekuat atau ekstubasi terlalu dini Sistem kardiovaskular Gagal jantung kongestif PDA Penyakit jantung kongenital
Saluran cerna EKN Refluks gastroesofageal
Sistem hematologi Anemia Polisitemia
Penyakit dan kelainan lainnya Suhu tidak stabil (hipotermia, hipertermia) Infeksi (sepsis)
Kelainan metabolik/elektrolit (hipoglikemia/hiponatremia) Refleks vagal (efek sekunder tube nasogastrik)
Obat (dosis tinggi fenobarbital, diazepam dan pengaruh obat ibu misalnya MgSO4 dan anestesia umum)
25
Umur kehamilan (seperti tampak pada tabel 13)
Tabel 13. Penyebab Apnea dan Bradikardia Tersering Sesuai Umur Kehamilan
Kurang Bulan Cukup Bulan Semua Umur Apnea pada prematur PDA PMH Hidrosefalus post perdarahan Perdarahan periintraventrikular
Infark serebri Polisitemia
Sepsis EKN Meningitis Aspirasi Refluks
gastroesofagus Kejang Asfiksia
Umur postnatal
Terjadi beberapa jam setelah lahir : Pengaruh obat ibu, asfiksia, kejang, PMH Terjadi < 1 minggu : PDA, perdarahan intra/peri-ventrikular Terjadi > 1 minggu : Hidrosefalus post-perdarahan, kejang Terjadi 6-10 minggu : Anemia karena prematuritas Terjadi dalam waktu yang bervariasi : Sepsis, EKN, meningitis
PATOFISIOLOGI
Ketidakmatangan pusat pernafasan Keutuhan/obstruksi jalan nafas Pompa pernafasan
FAKTOR PREDISPOSISI
BKB Saudara dengan riwayat sudden infant death syndrome (SIDS) Kelainan neurologik
KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesis Bayi dengan faktor risiko (kurang bulan, kelainan neurologik)
Gejala klinis Letargi Hipotermia Tanda tekanan tinggi intra kranial Distensi abdomen
Laboratorium Gambaran darah tepi/hitung jenis/trombosit (DD/ sepsis) Analisis gas : Mengetahui hipoksia Glukosa, elektrolit darah : Mengetahui gangguan metabolik
Radiologi Foto toraks : Atelektasis, pneumonia Foto abdomen : Tanda EKN USG kepala : Perdarahan intrakranial/kelainan SSP CT scan : Infark serebri
DIAGNOSIS BANDING
Berdasarkan etiologi PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Darah : Morfologi, hitung jenis, elektrolit, glukosa, analisis gas
26
Radiologi Foto toraks, abdomen, USG dan CT scan kepala
TERAPI
• Pencegahan Manipulasi yang minimal Pengaturan suhu lingkungan Jika memungkinkan, letakkan bayi dalam posisi tengkurap Monitoring pernafasan dan denyut jantung
• Umum Oksigen per nasal Stimulasi taktil Perhatikan posisi leher (tidak boleh terlalu fleksi/ekstensi) Nasal CPAP : Dengan tekanan 3-4 cm H2O, dapat ditingkatkan s/d 10 cm H2O dan kecepatan aliran O2 5 l/menit Medikamentosa (jika usaha diatas gagal)
Teofilin i.v./p.o. : 1,5 - 2 mg/kgBB/6 jam Jika serangan apnea ↑ dan berat → aminofilin, dosis awal 5-6 mg/kgBB i.v.
perlahan dalam 15-30 menit, 12 jam kemudian dilanjutkan dosis rumatan 4-8 mg/kgBB/hari (dibagi 2-3 dosis)
Kafein sitrat i.v./p.o., dosis awal 20 mg/kgBB, 24 jam kemudian dilanjutkan dosis rumatan 2,5-5 mg/kgBB/hr, dosis tunggal
Doksapram. Jika dengan pemberian teofilin/kafein, apnea tidak berkurang → infus/drip, kecepatan 0,5-1,5 mg/kgBB/jam
Setelah apnea teratasi → kecepatan dapat ↓, sedangkan pada penderita yang tetap apnea, dosis ↑ sampai maks. 2,5 mg/kgBB/jam
Ventilasi mekanik, jika semua usaha diatas gagal • Khusus
Tergantung etiologi PROGNOSIS
Pada umumnya baik, tanpa disertai gejala sisa DAFTAR PUSTAKA Behrman RE, Vaughan VC. Apnea. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Nelson WE, Vaughan VC III, penyunting. Nelson textbook of pediatrics; edisi ke-14. Philadelphia: WB Saunders Co, 1992; 462-3. Gomella TL. Apnea and bradycardia. Neonatology, management, procedures, on-call problems, diseases and drug; edisi ke-3. Connecticut: Appleton & Lange, 1994; 173-6. Hansen T, Corbert A. Control of breathing. Dalam: Tausch HW, Ballard RA, Avery ME, penyunting. Disease of the newborn; edisi ke-6. Philadelphia: WB Saunders Co, 1991; 470-3. Hansen TN, Coper TR, Welsman LE. Control of breathing in the neonate. Neonatal respiratory diseases; edisi ke-1. Pensylvania: Handbook in Health Care Co, 1995; 203-12. Kelnar CJH, Harvey D, Simpson C. Respiratory problems. The sick newborn baby; edisi ke-3. London: Bailiere Tindall, 1995; 164-95. Stark AR. Apnea. Dalam: Cloherty JP, Stark AR, penyunting. Manual of neonatal care; edisi ke-4. Boston: Little Brown & Co, 1998; 374-7.
27
IKTERUS NEONATORUM BATASAN
Diskolorasi kulit, membran mukosa dan sklera oleh karena bilirubin serum ↑ (> 2 mg/dl). Secara klinis akan tampak pada bayi baru lahir bila bilirubin serum 5-7mg/dl
KLASIFIKASI
Ikterus fisiologis Terjadi setelah 24 jam pertama. Pada BCB nilai puncak 6-8 mg/dl biasanya tercapai pada hari ke-3-5. Pada BKB nilainya 10-12 mg/dl bahkan sampai 15 mg/dl Peningkatan/akumulasi bilirubin serum < 5 mg/dl/hari
Ikterus patologis (non fisiologis) Terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan Peningkatan/akumulasi bilirubin serum > 5 mg/dl/hari Bilirubin total serum > 17 mg/dl pada bayi yang mendapat ASI Ikterus menetap setelah 8 hari pada BCB atau setelah 14 hari pada BKB Bilirubin direk > 2 mg/dl
ETIOLOGI
Ikterus fisiologis Peningkatan jumlah bilirubin yang masuk ke dalam sel hepar
Volume eritrosit/kgBB bayi > dewasa Masa hidup eritrosit bayi (90 hari) lebih pendek daripada dewasa (120 hari) Early labeled bilirubin ↑ Resorbsi bilirubin dari usus (sirkulasi enterohepatik) ↑
Glukoronidase akan mengubah bilirubin terkonyugasi menjadi tak terkonyugasi dalam usus yang selanjutnya diresorbsi Early feeding
Defek pengambilan bilirubin plasma Defek konjugasi bilirubin Ekskresi bilirubin ↓
Ikterus patologis Anemia hemolitik Ekstravasasi darah (misalnya hematoma) Polisitemia Sirkulasi enterohepatik berlebihan Berkurangnya uptake bilirubin oleh hepar Defek konjugasi Gangguan transportasi bilirubin direk yang keluar dari hepatosit Obstruksi aliran empedu
PATOFISIOLOGI
Produksi berlebihan (pre-hepatik) Sekresi ↓ Campuran (post-hepatik)
FAKTOR PREDISPOSISI
28
Keadaan yang mengurangi kapasitas ikat bilirubin Asidosis Asfiksia Hipoalbuminemia Infeksi Prematuritas Hipoglikemia Obat yang menghambat daya kerja glukoronil transferase (misalnya novobiosin)
KRITERIA DIAGNOSIS
Ikterus fisiologis • Terjadi setelah 24 jam pertama • BCB nilai puncak 6-8 mg/dl, biasanya tercapai hari ke-3-5 ; BKB nilainya 10-12 mg/dl, bahkan sampai 15 mg/dl • Peningkatan/akumulasi bilirubin serum < 5 mg/dl/hari
Ikterus patologis (non fisiologis) • Terjadi dalam 24 jam pertama Peningkatan/akumulasi bilirubin serum > 5 mg/dl/hari Bayi yang mendapat ASI, kadar bilirubin total serum > 17 mg/dl • Ikterus menetap setelah 8 hari pada BCB dan setelah 14 hari pada BKB • Bilirubin direk > 2 mg/dl
DIAGNOSIS BANDING
Ikterus fisiologis Ikterus patologis
Pre hepatik Post hepatik
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Klinis : Ikterometer Kramer atau dengan bilirubinometer Laboratorium : Jenis pemeriksaan lihat gambar 14
Ikterus secara klinis (+)
29
Tes Coomb
Periksa bilirubin serum
Bilirubin > 12 mg/dl Bilirubin < 12 mg/dl
Observasi
( + ) ( - )
Periksa antibodi untuk
Rh ABO Kell, dll
Bil kirubin dire
> 2 mg/dl Kemungkinan : Hepatitis
i
TORCH Sepsis Obstruks
biliari lls d
< 2 mg/dl
Ht
N l / ↓ ↑
Pada prolonged jaundice dianjurkan pemeriksaan fungsi hepar (SGOT/SGPT, alkali fosfatase), fungsi tiroid (tiroksin/T4), pemeriksaan terhadap infeksi virus/bakteri dan pemeriksaan urin untuk galaktosemia
PENYULIT
Kern Icterus Stadium 1 : Refleks Moro jelek, hipotonia, letargi, poor feeding, vomitus, high pitched cry,
kejang Stadium 2 : Opistotonus, kejang, panas, rigiditas, occulogyric crises, mata cenderung
deviasi keatas Stadium 3 : Spastisitas ↓ Stadium 4 : Gejala sisa lanjut → spastisitas, atetosis, tuli parsial/ komplit, retardasi mental,
paralisis bola mata ke atas, displasia dental TERAPI
Prinsipnya segera menurunkan bilirubin indirek untuk mencegah kern icterus • Fototerapi
Indikasi profilaksis Bayi kecil (BB < 1500 g) Bayi prematur dengan memar yang hebat Bayi dengan proses hemolisis, sementara menunggu transfusi ganti
Indikasi terapeutik (lihat tabel 14)
Tabel 14. Indikasi Terapeutik Hiperbilirubinemia
Berat Badan Lahir (gram)
Indikasi Terapi Sinar
< 1500 Mulai disinar dalam 24 jam pertama, tanpa melihat bilirubin serum
1500 – 1999 Tanpa hemolisis, terapi sinar dimulai pada bilirubin 10 mg/dl Dengan hemolisis, terapi sinar dimulai pada bilirubin 8 mg/dl
30
2000 – 2499 Tanpa hemolisis, terapi sinar dimulai pada bilirubin 12 mg/dl Dengan hemolisis, terapi sinar dimulai pada bilirubin 10 mg/dl
≥ 2500 Terapi sinar dimulai pada bilirubin 15 mg/dl
Kontraindikasi Hiperbilirubinemia karena bilirubin direk (hepatitis) Hiperbilirubinemia obstruktiva (atresia biliaris)
Teknik fototerapi Bayi dalam keadaan telanjang dalam boks/inkubator (mata dan testis ditutup dengan penutup yang tidak tembus cahaya) Jarak bayi dengan lampu 45-50 cm Bagian bawah unit fototerapi ditutup lapisan termoplastik setebal 0,6 cm Posisi bayi diubah-ubah dalam 24 jam 3 posisi Ukur suhu bayi tiap 2 jam (pertahankan 36,5-37,50C) Waktu minum fototerapi distop dulu Pantau keseimbangan cairan dan elektrolit (timbang BB 2x/hari) Periksa bilirubin total setiap 12-24 jam (bila memungkinkan) Berikan ekstra minum 10-15 ml/kgBB, bila di infus tambahkan 10% dari kebutuhan Fototerapi distop jika diduga bilirubin cukup rendah untuk risiko terjadinya kern icterus atau bila bilirubin toksik telah teratasi dan bila bayi telah cukup umur untuk menanggulangi bilirubin yang sesuai dengan bilirubin fisiologis
Penyulit Terapi Sinar
Kelainan Mekanisme yang mungkin terjadi Bronze baby syndrome
Berkurangnya ekskresi hepatik dari photoproduct bilirubin
Diare Bilirubin indirek menghambat laktase Hemolisis Fotosensitivitas mengganggu sirkulasi eritrosit Dehidrasi Bertambahnya insensible water loss karena
menyerap energi foton Ruam kulit Gangguan fotosensitisasi terhadap sel mast kulit
dengan pelepasan histamin
• Transfusi ganti Indikasi Trasfusi Ganti sesuai kadar bilirubin (mg/dl)
Berat lahir (gram) Bayi < 1250 1250 – 1499 1500 – 1999 2000 – 2499 > 2500
Sehat 13 15 17 18 20 Risiko 10 13 15 17 18
Teknik pelaksanaan transfusi ganti
Bayi sakit atasi dulu penyakitnya (misalnya asfiksia, hipoglikemia) Bayi anemia (Ht < 35%) → partial exchange dengan PRC (25-80 ml/kgBB) sampai Ht naik menjadi 40%. Bila keadaan sudah stabil → transfusi ganti untuk mengatasi hiperbilirubinemia. Jika mungkin, albumin miskin garam (salt poor albumin) 1 g/kgBB diberikan 1-2 jam sebelum transfusi ganti Sebelum transfusi ganti ukur tekanan vena dengan variasi 4-9 cm (jika memungkinkan) Gunakan darah segar (< 24 jam). Darah yang digunakan mengandung sitrat atau heparin dan dihangatkan pada suhu 27-370C. Pemilihan darah donor disesuaikan dengan penyebab ikterus, misalnya pada ketidakcocokan Rh, dipakai darah dengan Rh negatif, sedangkan pada ketidakcocokan ABO, digunakan golongan O yang sedikit mengandung anti A dan anti B
31
Bayi ditempatkan di meja resusitasi yang dihangatkan, anggota badan pada posisi terlentang, kerjakan melalui v. umbilikalis/v. safena magna. Volume transfusi ganti biasanya 2x volume darah bayi (160 ml/kgBB) (diharapkan dapat menggantikan 87% darah bayi). Darah dipasang dengan set transfusi yang dihubungkan dengan three-ways pada ujung-ujungnya. Selanjutnya dihubungkan dengan alat suntik (10/20 ml) dan kateter v. umbilikalis/kanula yang terpasang pada v. safena magna. Sebelum melakukan transfusi ganti, ambil darah 20 ml untuk pemeriksaan lab. pra-transfusi : Hb, urea N, Na, K, Ca, gula, BT, SGOT, SGPT dan kultur, sedangkan untuk pemeriksaan osmolaritas dan analisis gas sesuai indikasi dan sarana. Kemudian masukkan darah 20 ml kedalam v. umbilikalis/v. safena magna perlahan-lahan dengan jarum suntik setelah three-ways diatur sedemikian rupa. Tergantung toleransi bayi diambil atau dimasukkan darah sebanyak 10-20 ml. Setiap pemasukan 100 ml, kocok darah donor hati-hati. Untuk pemakaian darah sitrat, setiap 100 ml darah ganti diberi 1 ml Ca glukonas 10%, monitor jantung dan tanda vital lainnya Jika pemasangan dilakukan pada v. umbilikalis, tali pusat dipotong + 1 cm diatas dasar. Jika tali pusat sudah kering, lunakkan dengan kompres NaCl fisiologis selama 1/2-1 jam. Cari v. umbilikalis dan masukkan kateter sampai tampak darah mengalir keluar, kemudian kateter difiksasi dan diklem (kateter hanya dimasukkan sejauh keperluan yang diinginkan). Sewaktu kateter v. umbilikalis dimasukkan, lakukan jahitan melingkari kulit tali pusat dengan benang sutra. Jika kateter gagal dipasang di v. umbilikalis, transfusi bisa dilakukan di v. safena magna. Kateter vena jangan terbuka, sebab jika bayi menangis akan menyebabkan emboli. Tahapan ganti ini diteruskan sampai transfusi ganti selesai darah yang ditukar dan diobservasi tanda vital Waktu yang diperlukan untuk tiap tahapan 3-5 menit Setelah transfusi ganti selesai, ambil darah bayi untuk pemeriksaan lab. Lakukan jahitan silk purse string atau ikatan kantung melingkar vena. Ketika kateter dicabut, jahitan yang mengelilingi tali pusat dikencangkan selama 1 jam (hal ini berguna untuk menghindari lepasnya jahitan tersebut sehingga bahaya nekrosis dapat dikurangi) Bayi harus puasa, bila tanda vital stabil bayi dapat diberi minum
Penghentian transfusi ganti
Emboli (udara, bekuan darah), trombosis Hiperkalemia, hipernatremia, hipokalsemia, asidosis, hipoglikemia Gangguan pembekuan karena pemakaian heparin Perforasi pembuluh darah
Penyulit transfusi ganti
Vaskular : Emboli udara atau trombus, trombosis Kelainan jantung : Aritmia, overload, henti jantung Gangguan elektrolit : Hipo/hiperkalsemia, hipernatremia, asidosis Koagulasi : Trombositopenia, heparinisasi berlebih Infeksi : Bakteremia, hepatitis (cytomegalovirus/CMV), EKN Lain-lain : Hipotermia, hipoglikemia, trauma mekanik terhadap sel donor
Perawatan pasca transfusi ganti
Lanjutkan dengan terapi sinar Awasi ketat kemungkinan terjadinya penyulit
PROGNOSIS
Buruk bila terdapat kern icterus SURAT PERSETUJUAN
Diperlukan
32
DAFTAR PUSTAKA Cloherty JP. Neonatal hyperbilirubinemia. Dalam: Cloherty JP, Stark AR, penyunting. Manual of neonatal care; edisi ke-4. Boston: Little Brown & Co, 1998; 175-210. Glasgow LA. Jaundice and hyperbilirubinemia. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Nelson WE, Vaughan VC III, penyunting. Nelson textbook of pediatrics; edisi ke-14. Philadelphia: WB Saunders Co, 1992; 501-4. Gomella TL. Hyerbilirubinemia. Neonatology, management, procedures, on-call problems, diseases and drug; edisi ke-3. Connecticut: Appleton & Lange, 1994; 311-20. Halliday HL, Mc Clure, Reid M. Fetal and neonatal infection. Neonatal intensive care; edisi ke-3. Philadelphia: Bailire Tindall, 1989; 181-92. Oski FA. Disorders of bilirubin metabolism. Dalam: Tausch HW, Ballard RA, Avery ME, penyunting. Disease of the newborn; edisi ke-6. Philadelphia: WB Saunders Co, 1991; 749-75. Poland RL, Ostrea EM. Neonatal hyperbilirubinemia. Care of the high risk neonate; edisi ke-3. Philadelphia: WB Saunders Co, 1993; 306.
SEPSIS PADA NEONATUS BATASAN
Sindroma klinis yang ditandai gejala sistemik dan disertai bakteremia KLASIFIKASI
Sepsis awitan awal : Segera setelah lahir - 7 hari Sepsis awitan lanjut : Infeksi nosokomial dan terjadi > 7 hari
ETIOLOGI
Bakteri Gram-positif Streptokokus grup B : Penyebab paling sering Stafilokokus koagulase negatif : Penyebab utama bakteremia nosokomial Streptokokus bukan grup B
Bakteri Gram-negatif Escherichia coli K1 : Penyebab nomor 2 terbanyak Listeria monocytogenes H. influenzae Pseudomonas Klebsiela Enterobakter Salmonela Bakteri anaerob Gardenella vaginalis
33
PATOFISIOLOGI
Sepsis awitan awal Transplasental (antepartum) Asenderens kuman vagina (partus lama, KPSW) Waktu melewati jalan lahir (kuman dari vagina dan rektum) Sepsis awitan lanjut
Tindakan manipulasi (intubasi, kateterisasi, pemasangan infus, dll ) Defek kongenital (omfalokel, meningokel, labioskizis, labiopalato-skizis, dll). Koloni kuman berasal dari saluran nafas atas, konjungtiva, membran mukosa, umbilikus dan kulit yang menyebabkan invasi/menyebar secara sistemik
FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor ibu KPSW Infeksi peri partum Partus lama Infeksi intra partum Faktor bayi BBLR Prematuritas KMK Defek kongenital Bayi laki-laki lebih banyak dari perempuan Tindakan resusitasi saat melakukan intubasi Kehamilan kembar
KRITERIA DIAGNOSIS • Gejala klinis
Umum Bayi tidak tampak sehat (not doing well) Bayi tidak mau minum (poor feeding), retensi cairan lambung banyak Suhu badan labil (hipo/hipertermia) Saluran cerna Muntah, diare, distensi abdomen, hepatomegali Gangguan pernafasan Merintih Pernafasan cuping hidung (dispnea, takipnea), retraksi Apnea Gangguan kardiovaskular Takikardia, bradikardia, hipotensi Gangguan SSP Penurunan kesadaran (letargis → koma) Tremor, jettery, kejang, irritable, hipotonia, apnea Gangguan hematologik Pucat, ikterus, perdarahan, pembesaran limpa Kulit Petekia, purpura, sklerema, mottling
• Laboratorium Anemia Leukopenia < 4.000/mm3, leukositosis > 25.000-30.000/mm3 pergeseran kekiri Neutropenia absolut < 1.000/mm3, rasio neutrofil imatur : total > 0,2, granular toksik Trombositopenia LED dan C-reactive protein (CRP) ↑
34
Kultur darah, cairan serebrospinal, dll (+) Cairan serebrospinal : Jika meningitis → keruh disertai leukosit ↑
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kultur dan Gram pada lesi fokal, misalnya tali pusat Darah Gambaran darah tepi Pewarnaan Gram LED, CRP dan haptoglobin (jika memungkinkan) Tes deteksi antigen (jika memungkinkan) Kultur Urin Rutin dan kultur Cairan serebrospinal : Gram dan kultur
PENYULIT
Meningitis bakterialis EKN KID Syok septik
TERAPI
• Umum Rawat dalam ruang isolasi/inkubator Cuci tangan sebelum dan sesudah memeriksa bayi Pemeriksa harus memakai pakaian ruangan yang telah disediakan Pengaturan suhu dan posisi bayi
• Khusus Suportif : Menjaga stabilitas hemodinamik dan oksigenasi jaringan vital O2 : Bila sianosis, distres pernafasan, apnea dan serangan kejang Pemberian cairan dan elektrolit Pada keadaan umum jelek → nutrisi parenteral sesuai dengan umur dan BB bayi Bila keadaan umum baik → nutrisi enteral secara bertahap dan parenteral dikurangi
sampai kebutuhan rumatan terpenuhi Atasi kejang (lihat terapi kejang pada neonatus) Atasi hiperbilirubin (lihat terapi hiperbilirubinemia pada neonatus) Atasi anemia dan syok Antibiotik
Sebelum pemberian antibiotik, periksa kultur dan tes resistensi Antibiotik spektrum luas untuk Gram (+) dan (-) selama belum ada hasil kultur. Terapi awal (sebelum ada hasil kultur dan resistensi) :
Kombinasi ampisilin + aminoglikosida Ampisilin 50 mg/kgBB/dosis, i.v. Bayi < 7 hari diberikan 2 dosis Bayi ≥ 7 hari diberikan 3-4 dosis Aminoglikosida < 2500 g : 1,5 mg/kgBB/ dosis, i.v. 2x/hari ≥ 2500 g : 2,5 mg/kgBB/ dosis, i.v. 2x/hari
Kombinasi sefotaksim + aminoglikosida (sepsis diduga karena Gram (-)
Sefotaksim ≤ 7 hari : 100 mg/kgBB/hari, i.v. dibagi 2 dosis
35
> 7 hari : 150 mg/kgBB/hari, i.v. dibagi 3 dosis Untuk meningitis : 200mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis Bila klinis dan laboratorium tidak ada perbaikan setelah 48 jam → antibiotik diganti dengan antibiotik alternatif sesuai dengan gambaran klinis penderita
• Imunoterapi Imunoglobulin Infus granulosit Transfusi ganti • Asimtomatik (lihat bagan dibawah)
PROGNOSIS
Kematian akibat sepsis > pada BKB dibandingkan BCB
36
Ibu terkoloni-sasi oleh GBS
KPSW > 18-24
Suspek atau terbukti korioamnionitis
Prematur < 37 mgg
APGAR 5 mnt < 6
Tidak ada tambahan faktor risiko
ditambah 1 faktor risiko atau ibu tidak mendapat pengobatan
3 faktor risiko atau ibu tidak mendapat pengobatan
1 atau 2 faktor risiko
Sepsis screen (leukosit) Lateks GBS urin observasi Protokol
Screen atau lateks
Kultur darah dan CSF Sepsis screenLateks GBS urin Terapi antibiotik
Screen atau lateks +
Sepsis screen (leukosit) Lateks GBS urin Observasi Protokol
Ib tidak
Diagnosis dan pengobatan
Faktor risiko
Keterangan
Korioamnionitis : Demam, uterus lembut, cairan amnion purulen/berbau, takikardia fetus Sepsis screen : Leukosit, rasio imatur neutrofil dan total neutrofil, CRP, haptoglobin, mikro-
LED Lateks urin : Deteksi antigen bakteri group beta streptococcus (GBS) dengan
menggunakan aglutinasi partikel latex particle aglutination test (LPA) jika memungkinkan
DAFTAR PUSTAKA Cole FS. Bacterial infection. Dalam: Tausch HW, Ballard RA, Avery ME, penyunting. Disease of the newborn; edisi ke-6. Philadelphia: WB Saunders Co, 1991; 350-9. Gomella TL. Infectious diseases. Neonatology, management, procedures, on-call problems, diseases and drug; edisi ke-3. Connecticut: Appleton & Lange, 1994; 339-42. Gotoff SP. Neonatal sepsis. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Nelson WE, Vaughan VC III, penyunting. Nelson textbook of pediatrics; edisi ke-14. Philadelphia: WB Saunders Co, 1992; 501-4. Halliday HL, Mc Clure, Reid M. Fetal and neonatal infection. Neonatal intensive care; edisi ke-3. Philadelphia: Bailliere Tindall, 1989; 181-92. Klein JO , Marcy SM. Bacterial sepsis and meningitis. Dalam : Remington, Klein, penyunting. Infectious diseases of the fetus & newborn infant; edisi ke-4. Philadelphia: WB Saunders Co, 1995; 835-90.
37
PENYAKIT MEMBRAN HIALIN (PMH) (HYALIN MEMBRAN DISEASE)
BATASAN
Disebut juga respiratory distress syndrome (RDS) atau sindroma gawat pernafasan (SGP) tipe 1. Merupakan gawat nafas pada BKB yang terjadi segera atau beberapa saat setelah lahir, ditandai dengan adanya kesukaran bernafas (pernafasan cuping hidung, dispnea/takipnea, retraksi suprasternal, interkostal, epigastrik dan sianosis) yang menetap atau menjadi progresif dalam 48-96 jam pertama kehidupan. Pada pemeriksaan radiologik ditemukan adanya gambaran retikulogranular yang uniform dengan air bronchogram
ETIOLOGI
Defisiensi surfaktan PATOFISIOLOGI
Prematuritas
Sintesis dan pelepasan surfaktan ↓
Tegangan permukaan alveoli ↑
Atelektasis
Hipoksemia, hiperkarbia
Asidosis (respiratorik dan metabolik)
Resistensi pulmonal dan vasokonstriksi ↑
Kebocoran kapiler pulmonal
Membran Hialin (hambatan difusi ↑)
Gambar 16. Patofisiologi Penyakit Membran Hialin FAKTOR RISIKO
Prematuritas Ibu DM Lahir dengan seksio sesaria Asfiksia perinatal Genetik (riwayat PMH pada saudara kandung, jenis kelamin laki-laki)
KRITERIA DIAGNOSIS
• BKB disertai kesukaran pernafasan : Takipnea (> 60 x/menit), retraksi kostal, sianosis pada udara kamar yang menetap atau menjadi progresif setelah 48-96 jam pertama kehidupan (skor Silverman > 7), hipotensi, hipotermia, edema perifer, edema paru, ronki halus inspiratoir
• Perjalanan klinis bervariasi sesuai dengan BB bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan derajat pirau PDA-nya
38
• Gambaran khas pada foto toraks : Retikulogranular uniform dengan air bronchogram • Laboratorium
Darah : Hb, Ht dan gambaran darah tepi tidak menunjukkan tanda infeksi Kultur streptokokus (-) Analisis gas : Hipoksemia, asidemia yang berupa metabolik, respiratorik
atau kombinasi Rasio lesitin-spingomielin < 2 : 1 (jika memungkinkan)
Aspirat lambung (jika memungkinkan) : Tes kocok/foam test (+) Ketuban (jika memungkinkan) : Foam test (+)
DIAGNOSIS BANDING Pneumonia TTN Sindroma aspirasi mekonium Pneumotoraks Perdarahan paru Hernia diafragmatika
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Darah : Hb, Ht, glukosa, work up sepsis, elektrolit, Ca, faktor rhesus, tes Coomb dan
analisis gas Rasio lesitin spingomielin Aspirat lambung : Tes kocok Ketuban : Tes kocok Foto toraks
PENYULIT
Kebocoran udara Infeksi Perdarahan intra kranial Retrolental fibroplasia Displasia bronkopulmonal
TERAPI
• Pertahankan suhu bayi + 36,50C • Pertahankan oksigenasi adekuat, PaO2 50-70 mmHg (jika memungkinkan) untuk
memenuhi kebutuhan normal fungsi jaringan dan mencegah asidosis (laktat), syok serta pirau dari kanan ke kiri (PDA)
Untuk mempertahankan keadaan tsb. dapat dicapai melalui pemberian O2 dengan menggunakan head box, CPAP atau pernafasan buatan, tergantung hasil analisis gas
• Cairan dan elektrolit Hari ke-1 : Glukosa 5-10%, 60-70 ml/kgBB/24jam
Hari ke-2 : Ditambah NaCl 3%, 2-3 mEq/kgBB, KCl 2 mEq/kgBB dan Ca 100-200 mg/kgBB/hr
Na bikarbonat dapat diberikan sesuai analisis gas • Pertahankan sirkulasi darah, jika Ht turun < 40% → transfusi • Antibiotik (dihentikan jika bukan karena infeksi) • Atasi setiap penyulit • Pemantauan Observasi tanda vital Laboratorium Analisis gas setiap hari bila memungkinkan sampai terapi O2 distop Hb, Ht, leukosit, hitung jenis, trombosit Ca, gula darah tiap hari (3 hari)
39
USG kepala (jika memungkinkan) Jika sudah memungkinkan, O2 distop secara bertahap
PROGNOSIS
Sangat tergantung pada BB lahir dan umur gestasi (berbanding terbalik dengan kemungkinan timbulnya penyulit)
DAFTAR PUSTAKA Behrman RE, Vaughan VC, Mc Kay RJ. Disturbance of respiratory tract. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Nelson WE, Vaughan VC III, penyunting. Nelson textbook of pediatrics; edisi ke-14. Philadelphia: WB Saunders Co, 1992; 364-75. Gomella TL. Pulmonary diseases. Neonatology, management, procedures, on-call problems, diseases and drug; edisi ke-3. Connecticut: Appleton & Lange, 1994; 421-4. Halliday HL, Mc Clure, Reid M. Respiratory problems. Neonatal intensive care; edisi ke-3. Philadelphia: Bailliere Tindall, 1989; 123-41. Hansen T, Cobert A. Lung development and function. Dalam: Tausch HW, Ballard RA, Avery ME, penyunting. Disease of the newborn; edisi ke-6. Philadelphia: WB Saunders Co, 1991; 189-95. Moise AA, Hansen TN. Acute acquired parenchymal lung disease. Contemporary diagnosis and management of neonatal respiratory diseases. Pensylvania: Handbook in Health Care Co, 1995; 80-96.
ASFIKSIA BATASAN
Keadaan hipoksia yang progresif, akumulasi CO2 dan asidosis KLASIFIKASI
Tanpa asfiksia : Nilai APGAR 8-10 Asfiksia ringan - sedang : Nilai APGAR 4-7 Asfiksia berat : Nilai APGAR 0-3
PATOFISIOLOGI
Tahap awal asfiksia ditandai dengan periode pernafasan cepat, bunyi jantung dan tekanan darah ↑ → diikuti oleh apnea primer Asfiksia → redistribusi aliran darah ke jantung, otak, dan adrenal agar kebutuhan O2 dan substrat terhadap organ vital tsb. terpenuhi. Mekanisme terjadinya redistribusi tsb. melalui keadaan hipoksia dan CO2↑, aktivitas simpatis ↑ dan kemoreseptor bersama-sama dengan pelepasan vasopresin arginin Hipoksia juga akan merangsang kemoreseptor melalui regulasi n. vagus → bradikardia. Jika hipoksia berlanjut → pH ↓ dan asidosis metabolik Jika asfiksia sangat berat → gagal autoregulasi aliran darah ke otak dan jantung → tekanan darah dan curah jantung ↓. Selama asfiksia berat aliran darah ke otak lebih banyak ke batang otak daripada ke serebrum, terutama korteks. Akibat pengiriman O2 yang berkurang ke otak → focus injury di kolateral korteks (parasagital watershed area). Akibat redistribusi darah ke otak dan jantung, ginjal akan mengalami ischemic injury pada tubulus ginjal proksimal. Jika proses berlanjut → nekrosis epitel tubulus
ETIOLOGI Asfiksia antepartum atau intrapartum disebabkan oleh insufisiensi plasenta, sedangkan asfiksia postpartum biasanya merupakan akibat sekunder dari insufisiensi paru, jantung dan pembuluh darah, serta neurologik
40
FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor ante partum Umur > 35 th Ibu DM Hipertensi pada kehamilan Hipertensi kronik Anemia atau iso imunisasi Kematian janin/neonatus sebelum kehamilan ini Perdarahan semester ke-2/ke-3 Infeksi pada ibu Oligohidramnion KPSW
Kehamilan lebih bulan Kehamilan ganda Dismaturitas Pengobatan pada ibu Magnesium Adrenergic blocking drug Kecanduan obat pada ibu Hidramnion Cacat bawaan janin Janin kurang aktif Prenatal care/PNC (-)
Faktor intra partum
Seksio sesaria darurat Sungsang atau kelainan letak Persalinan kurang bulan Ketuban pecah dini > 24 jam Persalinan presipitatus Persalinan lama Fase ke-2 persalinan > 2 jam
Denyut jantung janin kurang baik Pemakaian anestesia umum Kejang otot uterus Obat narkotika pada ibu 4 jam sebelum persalinan Cairan amnion bercampur mekonium Prolaps tali pusat Abrupsio plasenta Plasenta previa
KRITERIA DIAGNOSIS
Sesuai dengan batasan dan klasifikasi PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium : Darah : Analisis gas, elektrolit, glukosa (dekstrostiks) Radiologi : Foto toraks, USG, CT scan kepala
PENYULIT
Hipoksia, edema dan nekrosis serebral Perdarahan intra ventrikular Shock lung dan/atau sindroma distres pernafasan, perdarahan paru KID Perforasi usus EKN Perdarahan adrenal
Bangkitan Gagal ginjal Gagal jantung Hipertensi pulmonal Gangguan metabolik
Hipoglikemia Hiperglikemia Hipokalsemia Hiponatremia Asidosis metabolik
TERAPI
Resusitasi yang efektif akan dapat merangsang pernafasan awal dan mencegah asfiksia progresif. Tujuan tindakan resusitasi adalah memberikan ventilasi adekuat, O2 dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan O2 ke otak, jantung dan alat vital lainnya. Skor APGAR tidak dipakai untuk menentukan kapan kita memulai resusitasi. Intervensi tidak menunggu hasil penilaian APGAR satu menit. Walaupun demikian, skor APGAR dapat membantu dalam upaya penilaian keadaan bayi lebih lanjut, rangkaian upaya resusitasi dan efektivitas upaya resusitasi. Skor APGAR dinilai pada 1 dan 5 menit. Bila skor APGAR < 7,
41
penilaian skor tambahan masih diperlukan tiap 5 menit - 20 menit atau sampai dua kali penilaian menunjukkan skor 8 atau lebih. Penyesuaian tahap dan intensitas upaya resusitasi harus terus dilakukan berdasar perubahan nilai APGAR. Langkah-langkah resusitasi (lihat gambar 17)
Langkah pertama : Penatalaksanan bayi baru lahir adalah mencegah terjadinya kehilangan panas Letakkan bayi dibawah radiant warmer Keringkan tubuh dan kepala bayi dengan cepat Sisihkan kain yang basah dan ganti dengan kain atau handuk lembut yang lain Langkah kedua : Ventilasi (membuka jalan nafas) Letakkan bayi terlentang pada alas datar Posisi dalam keadaan slightly extended, yang dapat dilakukan dengan cara meletakkan handuk dibawah bahu setinggi ¾ atau 1 inchi Jika cairan ketuban tidak tercemar mekonium, isap mulut dan hidung dengan menggunakan ekstraktor mukus, bulb syringe atau suction mekanik dengan tekanan tidak lebih dari 100 mmHg. Pada saat memasukkan alat pengisap, harus diperhatikan kedalamannya dalam mulut dan hidung, oleh karena stimulasi pada dinding faring posterior akan merangsang refleks vagal yang dapat menyebabkan terjadinya bradikardia atau apnea Prosedur langkah pertama dan kedua harus selesai maksimal 20 detik Jika cairan ketuban tercemar mekonium, isap mulut, faring dan hidung pada saat kepala lahir Jika cairan mekonium kental atau bayi depresi, segera bayi diletakkan dibawah radiant warmer, isap mekonium dari hipofaring dan daerah trakea dengan menggunakan endotracheal tube (ETT) Jika cairan mekonium encer dan bayi aktif, penghisapan dari mulut dan hidung saja dan kemudian bayi diobservasi. Pada saat penghisapan, untuk menjaga agar tidak terjadi hipoksia, diberikan O2 melalui hidung Langkah ketiga : Menilai pernafasan Jika pernafasan terjadi secara spontan adekuat, penilaian dilanjutkan dengan menghitung denyut jantung. Perhitungan denyut jantung mutlak dilakukan, walaupun bayi dapat bernafas spontan. Perhitungan denyut jantung dapat dilakukan dengan menggunakan stetoskop atau palpasi nadi pada umbilikus atau arteri brakialis dan perhitungannya dilakukan selama 6 detik Jika frekuensi denyut jantung > 100 x/menit, dilanjutkan dengan penilaian warna kulit, jika kulit biru segera berikan O2 dan jika merah atau sianosis perifer, tidak perlu diberikan O2 cukup dengan observasi saja Jika frekuensi denyut jantung < 100 x/menit, diberikan ventilasi tekanan positif (positive pressure ventilation/PPV). Jika bayi apnea atau pernafasan megap-megap, dapat dicoba dengan memberikan stimulasi taktil pada telapak kaki atau tubuh belakang. Jika tidak memberikan respons, segera dilakukan PPV dengan O2 100% melalui ambu bag & masker atau ambu bag & ETT. Kecepatan PPV 40-60x/menit selama 15-30 detik. Masker yang dipilih adalah masker yang menutup jembatan hidung sampai dagu tanpa menutup mata Jika bayi depresi berat langsung dilakukan PPV Setelah dilakukan PPV selama 30 detik, kemudian dinilai frekuensi denyut jantung Jika frekuensi denyut jantung > 100x/menit dan bayi nafas spontan, PPV dihentikan, O2 diberikan secara free flow dan pemberian O2 dihentikan sampai kulit bayi berwarna merah secara menetap Jika frekuensi denyut jantung 60-100 x/menit dan kemudian cenderung meningkat, pemberian PPV dilanjutkan, sedangkan jika tidak meningkat, tindakan PPV disertai dengan kompresi jantung. Demikian pula jika frekuensi denyut jantung < 60 x/menit (langkah keempat) Langkah keempat : Kompresi jantung
42
Kompresi jantung harus selalu disertai ventilasi. Rasio kompresi jantung dan ventilasi adalah 3:1, yaitu kompresi jantung selama 1½ detik dan ventilasi ½ detik Kompresi jantung dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu
Ibu jari Dua jari
Pada tehnik dengan menggunakan ibu jari, ke-2 ibu jari menekan sternum dengan kedalaman ½-¾ inchi dan tangan yang lain mengelilingi tubuh bayi, umumnya cara ini lebih sering digunakan Tehnik kedua yaitu dengan menggunakan jari tengah dan telunjuk kemudian menekan sternum dan tangan yang lain menahan belakang tubuh bayi Penilaian denyut jantung dilakukan setiap 30 detik setelah kompresi Jika denyut jantung > 80 x/menit, kompresi jantung dihentikan dan ventilasi dilanjutkan sampai denyut jantung > 100 x/menit dan bayi dapat nafas spontan Jika denyut jantung nol atau tetap < 80 x/menit, kompresi jantung dan ventilasi dilanjutkan. Resusitasi bayi baru lahir selanjutnya ke langkah kelima Langkah kelima : Pemberian obat dan cairan Obat yang pertama kali diberikan adalah epinefrin 1:10.000 dengan dosis 0,2–0,3 ml/kgBB i.v. atau ETT. Pemberian epinefrin akan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan perfusi darah ke jantung dan otak. Denyut jantung kemudian dinilai, jika > 100 x/menit, pemberian obat dihentikan. Jika denyut jantung tetap < 80 x/menit, pemberian epinefrin dapat diulang setiap 3-5 menit. Pada bayi yang mengalami henti nafas yang lama, tidak memberikan respons terhadap pengobatan diatas dan jika tidak terdapat tanda hipovolemia, diberikan Na bikarbonat dengan dosis 2 mEq/kgBB i.v., selama 2 menit Jika terdapat tanda hipovolemia seperti adanya pucat, nadi lemah, respons terhadap resusitasi buruk dan penurunan tekanan darah, diberikan volume expander (whole blood, albumin salin, NaCl fisiologis, Ringer laktat) dengan dosis 10 ml/kgBB i.v., diberikan selama 5-10 menit Jika dengan pemberian epinefrin, volume expander, ventilasi dan kompresi jantung tidak memberikan respons, frekuensi denyut jantung tetap < 100 x/menit dan hipotensi yang menetap, maka bayi diberikan dopamin Obat dan cairan yang digunakan pada bayi baru lahir lihat tabel Pasca resusitasi asfiksia berat : Restriksi cairan : 60 ml/kgBB/hari
PROGNOSIS Sering sulit diperkirakan. Bayi dengan APGAR 5 menit < 5 → 33% menderita HIE. BCB dengan APGAR 0-3 pada pemeriksaan 10, 15 dan 20 menit setelah lahir → angka kematiannya 18%, 48% dan 59%. Prognosis buruk apabila terjadi gagal nafas spontan dalam 1 jam setelah lahir, kejang menetap, gangguan metabolik berat dan adanya gambaran radiologik abnormal (perdarahan serebral, infark serebral, atropi serebral)
43
Letakkan dibawah radian heater Keringkan tubuh bayi
Sisihkan kain yang basah Tempatkan bayi pada posisi yang benar
Penghisapan dari mulut lalu hidung Stimulasi taktil (bila perlu)
44
tidak ada atau
megap-megap
PPV-O2 100%
selama 15-30 detik
Nilai bunyi jantung Nilai bunyi jantung < 100
spontan
< 60 60 - 100 > 100
Nilai warna kulit
Amati nafas
spontan,
hentikan bantuan
nafas
Bunyi jantung
meningkat↓
bantuan nafas
Bunyi jantung
tak meningkat
bantuan
nafas kompresi jantung bila BJ < 80
Bantuan nafas
kompresi jantung
merah atau
sianosis
biru Obat-obatan bila bunyi jantung < 80 setelah 30 detik PPV dan
kompresi jantung
Nilai pernafasan
Encer
Bayi aktif Bayi depresi
Observasi Penghisapan
trakea
Resusitasi PRN Resusitasi PRN
Kental
Penghisapan intra partum dari mulut, faring dan hidung
Mekonium di dalam air ketuban
Gambar 18. Bagan Penghisapan Bayi dengan Mekonium dalam Air Ketuban
45
Bunyi jantung = 0 atau
Bunyi jantung < 80 setelah 30 detik PPV dan kompresi dada
Beri epinefrin Dapat diulang setiap 3-5 detik
Henti nafas lama yang tidak
berrespons terhadap pengobatan lain
Beri bikarbonas
natrikus
Terjadi/diduga terdapat kehilangan darah
dengan tanda-tanda hipovolemia
Beri volume expander
Terjadi depresi yang lama
Dapat diulang bila tanda
hipovolemia menetap
< 100
Hentikan obat> 100 Nilai bunyi jantung
Pertimbangkan penyebab lain pneumotoraks hernia diaphragmatika hipertensi pulmonal persisten
Pemberian dopamin Konsultasi
Gambar 19. Bagan Ikhtisar Penggunaan Obat selama Resusitasi Neonatus
46