perencanaan hutan rawa payau untuk ekowisata … · 3 ringkasan widuriyani darmawan. perencanaan...

109
PERENCANAAN HUTAN RAWA PAYAU UNTUK EKOWISATA DI KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN, JAKARTA Oleh: Widuriyani Darmawan A 34201013 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Upload: ngongoc

Post on 09-Mar-2019

236 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PERENCANAAN HUTAN RAWA PAYAU UNTUK EKOWISATA

DI KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN, JAKARTA

Oleh:

Widuriyani Darmawan A 34201013

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

2

PERENCANAAN HUTAN RAWA PAYAU UNTUK EKOWISATA

DI KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN, JAKARTA.

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

WIDURIYANI DARMAWAN A 34201013

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

3

RINGKASAN

WIDURIYANI DARMAWAN. Perencanaan Hutan Rawa Payau untuk Ekowisata di Kota Baru Bandar Kemayoran, Jakarta. Dibawah bimbingan NURHAJATI A. MATTJIK.

Hutan Rawa Payau (HRP) Kemayoran merupakan salah satu lahan basah yang berada diperkotaan yang terancam keberadaannya, serta flora dan fauna di dalamnya semakin berkurang. Kehadiran HRP ini mempunyai arti penting sebagai salah satu contoh ekosistem rawa payau daerah tropis yang masih tersisa di Jakarta terutama jenis burung dan mamalia, serta sebagai kantung-kantung air pencegah intrusi air laut dan banjir.

Berdasarkan keputusan gubernur propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 339 Tahun 2002, 4.6 Ha HRP Kemayoran ditetapkan sebagai hutan kota konservasi. Untuk mempertahankan keberadaan rawa payau sebagai salah satu lahan basah perkotaan, perlu dilakukan upaya pengelolaan dan pemanfaatan. Salah satu upaya pemanfaatan hutan mangrove adalah dengan menjadikannya sebagai tempat wisata ekologis. Kondisi HRP Kemayoran telah mengalami kerusakan tingkat sedang, sehingga diperlukan upay rehabilitasi sebagai langkah awal penataan kawasan sebagai areal wisata ekologis.

Penelitian ini bertujuan untuk merencanakan areal Hutan Rawa Payau (HRP) Kemayoran dengan konsep ekowisata sebagai wujud pengelolaan dan pemanfaatan untuk menciptakan keseimbangan antara ekologis tapak dengan penggunaannya sebagai kawasan wisata. Metode yang digunakan mengikuti tahapan perencanaan yang dikemukakan oleh Gold (1980) melalui pendekatan sumberdaya alam.

Konsep dasar perencanaan adalah menciptakan kawasan wisata alternatif di Jakarta dengan konsep ekowisata, dimana aktivitas wisata dikembangkan dengan tetap memperhatikan kelestarian sumberdaya tapak yang mampu memberikan dan meningkatkan pengetahuan serta pengalaman terhadap ekosistem lingkungan lahan basah terutama hutan rawa payau. Pada akhirnya diharapkan mampu meningkatkan rasa kepeduliaan masyarakat untuk menjaga kelestarian sumberdaya alam melalui pemanfaatan potensi alam sebagai tempat berwisata dengan memperhatikan kondisi ekologis tapak. Objek dan atraksi wisata diutamakan pada ekosistem hutan rawa payau sebagai habitat flora dan fauna yang beraneka ragam dan memiliki karakteristik yang khas.

Konsep dasar dikembangkan kedalam konsep ruang, konsep aktivitas wisata dan konsep sirkulasi. Konsep ruang dikembangkan dengan memperhatikan tiga aspek pengembangan ekowisata yaitu alam sebagai modal utama, wisata sebagai aktivitas yang diakomodasikan dan bernilai ekonomi serta manusia. Maka ruang yang dikembangkan terdiri dari ruang wisata, ruang penyangga dan ruang pelayanan. Konsep aktivitas wisata berupa wisata pasif interpretatif yang dapat memberikan hiburan, informasi, pengetahuan dan pengalaman pengunjung pada sumber daya sesungguhnya di alam. Aktivitas wisata diarahkan pada aktivitas kelompok dengan pembatasan waktu kunjungan dan lebih berorientasi pada jalur. Aktivitas wisata dikembangkan dengan paket wisata berdasarkan jarak dan

4

ketersediaan waktu luang. Sedangkan konsep sirkulasi dikembangkan menjaid sirkulasi interpretatif dan sirkulasi pelayanan.

Alokasi rencana tata ruang HRP Kemayoran: 65% ruang wisata, 20% ruang penyangga dan 15% adalah ruang pelayanan. Ruang wisata meliputi areal rawa dan delta, merupakan ruang aktivitas wisata utama dimana terdapat objek dan atraksi wisata berupa vegetasi khas alami rawa payau serta satwa terutama burung. Aktivitas wisata yang direncanakan merupakan aktifitas wisata pasif berupa jalan-jalan mengikuti jalur boardwalk.

Ruang penyangga sebagai ruang perlindungan terhadap keberadaan objek dan atraksi wisata pada ruang wisata utama dari pengaruh negatif masyarakat maupun aktivitas berlebih pengunjung. Sehingga keseimbangan dan kelestarian ekosistem hutan rawa payau dapat terjaga.

Ruang pelayanan merupakan ruang yang mengakomodasikan keperluan pengunjung selama berwisata dan mengakomodasikan kebutuhan masyarakat dilihat dari kepentingan mata pencaharian. Masyarakat sebagai pengelola kawasan wisata seperti tenaga pemandu wisata/interpreter, penyediaan konsumsi dan petugas keamanan, maupun pengelola kios cinderamata.

Sirkulasi dibedakan menjadi sirkulasi interpretatif dan sirkulasi pelayanan. Sirkulasi interpretatif berfungsi sebagai jalur interpretasi wisata baik pendidikan maupun non pendidikan, merupakan jalur yang mengelilingi tapak (loop) berupa boardwalk terapung untuk mengantisipasi fluktuasi debit air rawa akibat hujan maupun pasang surut.

Sirkulasi pelayanan merupakan sirkulasi penunjang aktivitas wisata. Sirkulasi ini dibedakan menjadi pelayanan wisata dan pemeliharaan. Sirkulasi pemeliharaan berfungsi sebagai jalur inspeksi dengan akses dari arah utara tapak, lebar 3 m. Jalur ini dapat digunakan oleh pengunjung diluar hari pemeliharaan.

Aktivitas wisata dibagi kedalam dua paket wisata, paket wisata I dengan jarak tempuh 750.8 m dimulai dari ruang persiapan wisata ke arah selatan tapak. Wisatawan dapat menginterpretasi burung-burung, satwa lain seperti reptil dan serangga serta beberapa vegetasi khas merupakan objek dan atraksi yang menarik.

Paket wisata II jarak tempuh 3. 503 m dimulai dari ruang persiapan wisata ke arah utara tapak. Objek wisata yang dapat dinikmati adalah burung-burung yang jumlah dan jenisnya lebih beragam dari paket I dan vegetasi khas.

Pada kedua area wisata disediakan menara pandang, untuk menikmati perilaku burung-burung dalam tapak, lapangan golf dan waduk. Selain itu, untuk menikmati burung yang bermain di area waduk, disediakan terucuk untuk bertengger burung-burung dan pengunjung menikmati atraksinya dari papan intip yang disertai papan interpretasi mengenai burung-burung yang ada ataupun dari menara pandang.

Pada tapak juga terdapat fasilitas pelayanan yang dapat menunjang kegiatan berwisata yang terdiri dari loket penjualan tiket, tempat parkir, pos jaga, pusat informasi, mushalla, café, kios cinderamata, studio foto mini dan toilet. Fasilitas yang diakomodasikan menggunakan material alami dan diusahakan sedikit mungkin pembangunan fisik.

Perjalanan wisata ditemani oleh seorang interpreter yang akan menceritakan mengenai satwa, vegetasi dan ekologi mangrove. Pada hari sabtu terdapat pelayanan ekstra dengan menyediakan interpreter secara gratis.

5

Judul : Perencanaan Hutan Rawa Payau untuk Ekowisata

di Kota Baru Bandar Kemayoran, Jakarta.

Nama Mahasiswa : Widuriyani Darmawan

NRP : A 34201013

Program Studi : Arsitektur Lanskap

Menyetujui,

Dosen Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. Nurhajati A. Mattjik, MS. NIP. 130 367 074

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian,

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, MAgr. NIP 130 422 698

Tanggal Lulus :

6

RIWAYAT HIDUP

Widuriyani Darmawan lahir di Sukabumi 22 Desember 1983 merupakan

putri ketiga dari tiga bersaudara pasangan Almarhum Wawan Darmawan dan Ade

Kartini Iskandar.

Pendidikan dasar diselesaikan di SDN Cimahi II Cisaat Sukabumi pada

tahun 1995. Tahun 1998 penulis menyelesaikan pendidikan menengah di SMPN 1

Cisaat Sukabumi dan melanjutkan dengan sekolah menengah atas SMUN 1

Sukabumi dan lulus tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis diterima menjadi

mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB

(USMI) pada Program Studi Arsitektur Lankap, Departemen Budidaya Pertanian,

Fakultas Pertanian.

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan

kampus diantaranya menjadi Staff Divisi Kemahasiswaan, Himpunan Mahasiswa

Agronomi (HIMAGRON) tahun 2002-2003 dan Staff Divisi Keprofesian,

Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (HIMASKAP) tahun 2004-2005 serta

berperan serta aktif dalam kepanitiaan berbagai kegiatan kemahasiswaan. Penulis

yang biasa disapa akrab Widuri atau d0e juga pernah menjadi Asisten Mata

Kuliah Tanaman Lanskap I tahun 2005-2006, dan pada tahun 2006 menjadi

Relawan Rimbawan Muda Indonesia (RMI) untuk perencanaan penataan ruang

desa Parigi dan desa Nyuncung, Kecamatan Nanggung, Bogor Barat.

7

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas ridho dan

karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi untuk meraih gelar

Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini

berjudul Perencanaan Hutan Rawa Payau untuk Ekowisata di Kota Baru

Bandar Kemayoran, Jakarta.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimasih kepada :

1. Almarhum papa dan mama terkasih atas semua cinta, pengorbanan, derai

tawa dan air mata. You are the best single mother ever!! Semoga engkau

bangga.

2. Kakak-kakak terbaikku, A’Ucing dan Teh Wida dan iparku yang lumayan

bawel :?. Terimakasih dukungan, peringatan dan kasih sayangnya.

3. Bapak Ir. Trian Purwanto, IALI. beserta Staff DP3KK atas kesempatan,

dukungan, informasi serta keakraban yang terjalin.

4. Bapak Dr. Ir. Aris Munandar, MS. Selaku dosen pembimbing akademik atas

pengertian, perhatian dan perasaan nyaman selama berkonsultasi.

5. Ibu Prof. Dr. Ir. Nurhayati A. Mattjik, MS. selaku dosen pembimbing skripsi,

terimakasih atas waktu, pengertian dan bimbingannya.

6. Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA. dan Ibu Ir. Marietje M. Wungkar, MSi. selaku

dosen penguji yang telah memberikan masukan, kritik dan saran untuk

kesempurnaan skripsi ini.

7. Seluruh keluarga besar Departemen Arsitektur Lanskap atas kerjasama dan

rasa kekeluargaan.

8. Orang-orang yang pernah sangat dekat sekali, terimakasih atas indahnya gelap

terang yang kalian beri. Suatu masa nanti kita akan berterimakasih atas

semuanya.

9. Rinrin, Mia, Inke dan Achie (terimakasih atas semangat dan ’tamparan’ saat-

saat terpuruk).

10. Liza dan Bessy Miss J.Lo, atas kebersamaan pencarian data dan bershadaqoh

ke BMG,,,perjalanan menjadi tanpa rasa takut dan penuh tawa, thanks sist’.

Muti dan Katrin, teman menanti sampai masuk angin… :?

8

11. Ms. Cannon_printernya Icha, Adi Jupree+Davi (Thanx 4 ’midnight ink’).

12. Landcsape 38+ dengan keceriaan, kegilaan, kebersamaan yang begitu berarti,

tiada pujian tanpa celaan :?. semoga bersahabat sampai ke surga. Rida,

Livana, Nina, Tata, tante Rika, Nuning gitu loch,,, Asti (jaga kesehatan

neng,,,), Ani jangkung, Annisa+Fams (sorry lo liat gw nangis, makasih ya

jeng,,,), Rr. Aloen, Faika (makasih tumpangannya), Dine (semoga jadi

anggota dewan PKS), Alma, Iffa (Caiyo jeng!!), Retno, Pimszkoy, Dian,

Imam, Yuki Kasuya dan Ami Takahashi si Jepang error dan Nura, anak angkat

La38. Para boyzband38, Rizky tanpa huruf R biang segalanya, GinGin (mandi

atuh kang,,,), kang Sandi (sukses ya pak Direktur), Aldoko, Angga, Hijrah,

Asril, kang Yayat, The world never b dSame without all of u, iM gonna Miz all

this. Siapa yang dapet piala pertama kali ya,,,:?

13. Serta semua pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga karya ini dapat bermanfaat dan menjadi masukan yang berharga

bagi yang berkepentingan.

Bogor, Maret 2006

Penulis

9

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

PENDAHULUAN

Latar Belakang .................................................................................... 1

Tujuan ................................................................................................. 3

Manfaat Penelitian .............................................................................. 4

Kerangka Pikir Penelitian.................................................................... 4

TINJAUAN PUSTAKA

Perencanaan ........................................................................................ 6

Perencanaan Kawasan Wisata ............................................................. 7

Rekreasi dan Wisata ........................................................................... 7

Sumberdaya Kegiatan Wisata ............................................................. 8

Daya Dukung Kegiatan Wisata ........................................................... 9

Hutan Rawa Payau .............................................................................. 10

Ekowisata ............................................................................................ 12

METODOLOGI

Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................... 15

Metode Penelitian ............................................................................... 15

Proses Perencanaan ............................................................................. 16

KONDISI UMUM LOKASI

Letak dan Luas .................................................................................... 19

Riwayat Penunjukkan.......................................................................... 19

Tata Guna Lahan ................................................................................. 21

INVENTARISASI

Data Ekologis ...................................................................................... 24

Data Teknis ......................................................................................... 34

ANALISIS DAN SINTESIS

Data Ekologis

Lahan dan Aksesibilitas ....................................................... 37

10

Topografi .............................................................................. 37

Hidrologi .............................................................................. 38

Vegetasi ................................................................................ 42

Satwa .................................................................................... 46

Tanah.................................................................................... 50

Iklim ..................................................................................... 51

Akustik ................................................................................. 56

Kenyamanan dan Nilai Visual Tapak ................................... 56

Data Teknis ......................................................................................... 57

KONSEP

Konsep Dasar ...................................................................................... 60

Konsep Pengembangan ....................................................................... 61

Konsep Ruang ...................................................................... 61

Konsep Sirkulasi .................................................................. 63

Konsep Aktivitas Wisata ...................................................... 64

PERENCANAAN

Rencana Tata Ruang ........................................................................... 66

Rencana Sirkulasi ................................................................................ 67

Rencana Aktivitas Wisata ................................................................... 69

Rencana Daya Dukung Wisata ............................................................ 74

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ......................................................................................... 81

Saran .................................................................................................. 82

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 83

LAMPIRAN ................................................................................................... 87

11

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1. Jenis, bentuk, sumber dan cara pengambilan data ..................................... 18

2. Daftar Nilai Parameter Kualitas Air......................... ................................. 27

3. Daftar Vegetasi di HRP Kemayoran ......................................................... 28

4. Daftar Jenis Burung di HRP Kemayoran .................................................. 29

5. Data Iklim KBBK tahun 2000-2004 ......................................................... 31

6. Perhitungan Nilai THI .............................................................................. 52

7. Kebutuhan Ruang dan Daya Dukung ........................................................ 75

Lampiran

1. Lahan basah di Jawa dan Bali dengan Status Dilindungi ......................... 87

2. Potensi Lokasi Objek Wisata Satwa HRP ................................................ 88

3. Potensi Lokasi Objek Wisata Vegetasi HRP ........................................... 89

4. Ilustrasi Objek Wisata Burung HRP Kemayoran. .................................... 90

5. Ilustrasi Objek WisataVegetasi HRP Kemayoran. ................................... 95

12

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman

1. Kerangka Pikir Penelitian ......................................................................... 5

2. Peta Orientasi Tapak ................................................................................. 15

3. Tahapan Proses Perencanaan .................................................................... 17

4. Peta Tata Guna Lahan KBBK ................................................................... 23

5. Saluran Suplesi ......................................................................................... 25

6. Peta Inlet dan Outlet ................................................................................. 26

7. Grafik Suhu Tahun 2000-2004 ................................................................. 31

8. Grafik Kelembaban Udara Rata-rata Tahun 2000-2004 ........................... 32

9. Grafik Intensitas Penyinaran Tahun 2000-2004 ........................................ 32

10. Grafik Curah Hujan Tahunan Tahun 2000-2004....................................... 32

11. Grafik Tekanan Udara Tahun 2000-2004 ................................................. 33

12. Grafik Kecepatan Angin Rata-rata Tahun 2000-2004 ............................... 33

13. Ilustrasi Penggunaan Jeruji pada Saluran Maindrain ................................ 39

14. Ilustrasi Pintu Air Berjeruji pada Saluran Suplesi ..................................... 39

15. Siklus Oksidasi pada Badan Air Alami ..................................................... 42

16. Sketsa Tipe Akar Mangrove ..................................................................... 43

17. Regenerasi Pohon Mangrove .................................................................... 44

18. Ilustrasi Vegetasi Sebagai Kontrol Visual ................................................ 54

19. Vegetasi Sebagai Peredam Kebisingan ..................................................... 56

20. Peta Kondisi Eksisting Tapak ................................................................... 59

21. Konsep Ruang .......................................................................................... 63

22. Konsep Sirkulasi ....................................................................................... 63

23. Ilustrasi Stop Area pada Ruang Penyangga .............................................. 68

24. Ilustrasi Alternatif Boardwalk .................................................................. 68

25. Ilustrasi Penataan Gerbang Masuk Kawasan ............................................ 70

26. Ilustrasi Parkir Kendaraan 45˚ (Chiara dan Koppelman, 1997) ............... 71

27. Ilustrasi Beberapa Papan Informasi pada Tapak ....................................... 72

28. Ilustrasi Pengamatan Burung melalui Papan Intip dan Terucuk ................ 73

29. Ilustrasi Pengamatan Burung Melalui Menara Pandang ........................... 73

13

30. Ilustrasi Menara Pandang ......................................................................... 74

31. Rencana Tata Letak Aktivitas ................................................................... 76

32. Rencana Tata Letak Fasilitas .................................................................... 77

33. Site Plan.................................................................................................... 78

34. Touring Plan ............................................................................................. 79

35. Detail Area Pelayanan .............................................................................. 80

14

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu masalah yang memerlukan pengelolaaan dengan serius disuatu

daerah adalah keberadaan lahan basah. Menurut Konvensi Ramsar (MNLH,

2005), lahan basah merupakan daerah-daerah rawa, payau, lahan gambut, dan

perairan; alami atau buatan; tetap atau sementara; dengan air yang tergenang atau

mengalir; tawar, payau, atau asin; termasuk wilayah laut yang kedalamannya tidak

lebih dari enam meter pada waktu air surut. Selain sebagai sumberdaya alam yang

penting untuk kehidupan ekonomi dan pembangunan, secara ekologi, lahan basah

adalah habitat flora dan fauna.

Lahan basah mempunyai peranan yang sangat penting, diantaranya adalah

merupakan tempat mencari makan bagi ribuan burung pengembara yang

menempuh perjalanannya dari daratan Asia ke Australia dan sebaliknya. Namun

keberadaan lahan basah di Indonesia semakin terdesak akibat alih fungsi menjadi

kawasan pertanian, sentra bangunan produksi ataupun menjadi kawasan

pemukiman elit. Alih fungsi lahan basah dapat diartikan sebagai hilangnya daerah

tangkapan air, kehilangan lahan basah akan mengurangi debit air yang masuk ke

dalam tanah melalui proses infiltrasi dan akan meningkatkan debit air permukaan,

air yang masuk akan serta merta dialirkan kembali kesungai dan menuju kelaut

tanpa adanya proses pengikatan oleh tanah terlebih dulu. Hal ini juga

menyebabkan sumber air didarat menjadi asin (Nainggolan, 1994).

Hutan Rawa Payau (HRP) Kemayoran merupakan salah satu lahan basah

perkotaan yang terancam keberadaannya, serta flora dan fauna di dalamnya

semakin berkurang. Kehadiran HRP ini mempunyai arti penting sebagai salah satu

contoh ekosistem rawa payau yang masih tersisa di Jakarta terutama jenis burung

dan mamalia, serta sebagai kantung-kantung air pencegah banjir.

HRP Kemayoran telah ditetapkan sebagai kawasan yang dilindungi

sebagai Taman Wisata Alam Kemayoran (Tabel Lampiran 8). Menurut Dinas

Pertanian dan Kehutanan DKI (2002), bahwa areal hutan mangrove dan areal

yang berasosiasi dengannya, seperti dataran lumpur dan rawa-rawa di sekitar teluk

Jakarta merupakan areal yang penting bagi burung-burung air yang menghuni

Comment [S1]:

15

Pulau Rambut. Mardiastuti (2005) menambahkan, lahan basah yang masih tersisa

perlu dikonservasi tidak hanya sebagai tempat mencari makan burung air tetapi

juga untuk perlindungan banjir dan intrusi air laut.

Selain itu, berdasarkan keputusan gubernur propinsi Daerah Khusus

Ibukota Jakarta No. 339 Tahun 2002, bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas

lingkungan hidup di wilayah perkotaan Daerah Khusus Ibukota Jakarta,

dibutuhkan unsur penghijauan berupa hutan kota yang berfungsi untuk mengatur

tata air, pengendalian pencemaran udara, habitat flora/fauna, sarana kesehatan,

olahraga, pelestarian plasma nutfah, wadah sanctuari satwa burung, wisata, sarana

pendidikan dan penyuluhan, penangkal angin dan gangguan alam lainnya serta

estetika. Maka ditetapkan hutan wisata Kemayoran seluas 4.6 Ha sebagai hutan

kota konservasi.

Kota Baru Bandar Kemayoran (KBBK) Jakarta adalah kota mandiri

dengan luasan 454 Ha. KBBK menyediakan 23.5% (106.5 Ha) dari luas total

wilayah sebagai ruang terbuka, hutan rawa payau sebagai salah satu bentuk ruang

terbuka terletak di ujung utara kawasan ini. Hutan rawa payau ini dipengaruhi

oleh pasang surut air laut yang masuk melalui saluran suplesi yang dihubungkan

melalui sungai Sunter. Keberadaan rawa payau ini sangat penting untuk menjaga

intrusi air laut dan pencemaran kota.

Untuk mempertahankan keberadaan rawa payau sebagai salah satu lahan

basah perkotaan, perlu dilakukan upaya pengelolaan dan pemanfaatan. Salah satu

upaya pemanfaatan hutan mangrove adalah dengan menjadikannya sebagai tempat

wisata. Menurut Labahi dan Udiana (2004), untuk menjaga pemanfaatan

sumberdaya alam hayati perlu dilakukan upaya konservasi agar sumberdaya alam

hayati dan ekosistem terpelihara dan mampu mewujudkan keseimbangan serta

menyatu dengan pembangunan, adapun kegiatannya adalah perlindungan sistem

penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa

beserta ekosistemnya dan pemanfaatan secara lestari dimana diantaranya adalah

dengan mengembangkan wisata ekologis di kawasan hutan konservasi.

Akan tetapi, hutan mangrove merupakan areal yang rentan, sehingga

pemanfaatan areal ini harus memperhatikan kondisi ekologis dan daya dukung.

Selain itu pengelolaan hutan mangrove secara lestari juga menimbulkan masalah

16

antara kepentingan ekologis dan kepentingan sosial ekonomi masyarakat.

Sehingga strategi yang ditetapkan harus mampu mengatasi masalah ekonomi

masyarakat selain tujuan konservasi hutan mangrove yang tercapai. Selain itu

kondisi HRP Kemayoran saat ini sudah mengalami kerusakan tingkat sedang,

dimana diperlukan tindakan rehabilitasi sebagai langkah awal penataan ruang

untuk kegitan wisata ekologis yang berkelanjutan.

Ekowisata merupakan suatu konsep wisata yang mencerminkan wawasan

lingkungan dan mengikuti kaidah keseimbangan dan kelestarian yang bertujuan

mengintegrasikan tujuan konservasi alam dengan tujuan pembangunan ekonomi

dengan melibatkan masyarakat lokal. Untuk dapat mengakomodasikan kebutuhan

wisata dengan meminimalkan dampak negatif bagi lingkungan dan masyarakat

sekitarnya sehingga tercipta keseimbangan antara kapasitas ekologis dan

pemanfaatan tapak diperlukan perencanaan yang mampu memadukan faktor

ekologis dan pengunjung serta masyarakat lokal sebagai faktor ekonomi sehingga

tercipta suatu keseimbangan berdasarkan konsep daya dukung dimana

penggunaan sumberdaya alami tidak boleh melampaui kapasitas lingkungan.

Menurut UU No. 5 Tahun 1990, Konservasi sumber daya alam hayati dan

ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan:

• Perlindungan sistem penyangga kehidupan;

• Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta

ekosistemnya;

• Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

Ekowisata juga merupakan model pengembangan wisata yang

bertanggung jawab di daerah yang masih alami atau yang dikelola secara kaidah

alam dimana tujuannya selain untuk menikmati keindahan juga melibatkan unsur

pendidikan, pemahaman dan dukungan terhadap usaha konservasi sumberdaya

alam dan peningkatan pendapatan masyarakat setempat (Direktorat Jenderal

Pembangunan Daerah Depdagri, 2000).

Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan dari penelitian ini bertujuan untuk merencanakan

areal Hutan Rawa Payau (HRP) Kemayoran dengan konsep ekowisata sebagai

17

wujud pengelolaan dan pemanfaatan untuk menciptakan keseimbangan antara

ekologis tapak dengan penggunaannya sebagai kawasan wisata.

Tujuan khusus

• Memanfaatkan hutan rawa payau sebagai tempat pendidikan, penelitian

terhadap ekosistem rawa payau serta kegiatan wisata pasif interpretatif dengan

memanfaatkan potensi tapak melalui penataan ruang, kegiatan wisata dan

sirkulasi, sehingga pengunjung mendapatkan pengalaman selama berwisata.

• Membuat suatu perencanaan alternatif berwisata Jakarta berdasarkan konsep

ekowisata sehingga diharapkan kegiatan berwisata dapat berjalan dengan tetap

menjaga kelestarian alam.

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pengelola

kawasan maupun kawasan ekowisata lainnya yang serupa dalam pengembangan

aktivitas wisata ekologis sebagai bahan pertimbangan dan acuan dalam usaha

melestarikan sumberdaya alam suatu kawasan.

Kerangka Pikir Penelitian

Hutan rawa payau mempunyai potensi sebagai penyumbang

keanekaragaman hayati di perkotaan. Komponen biota dari ekosistem mangrove

adalah komunitas mangrove yang terdiri dari populasi tumbuhan (hutan) dan

fauna mangrove yang berinteraksi dengan komponen abiotik mangrove seperti

tanah, oksigen, nutrisi, angin, arus, air, cahaya, suhu, kelembaban, gelombang dan

salinitas. Selain itu, hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem alamiah

yang unik dan mempunyai nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi (Bengen dan

Adrianto, 1998).

Hutan Rawa Payau (HRP) Kemayoran yang terletak lebih kearah daratan

belum banyak diketahui kalangan umum, walaupun telah menjadi kawasan taman

wisata alam Kemayoran dengan potensi sumberdaya alam yang mulai terancam

keberadaannya seiring dengan perkembangan pembangunan kota. Keberadaan

hutan ini dapat dimanfaatkan sebagai kawasan wisata yang mencerminkan

wawasan lingkungan dengan tetap mengikuti kaidah keseimbangan dan

18

kelestarian. Akan tetapi upaya rehabilitasi merupakan langkah awal yang harus

dilakukan untuk menjamin kelangsungan HRP Kemayoran.

Dalam rencana pengembangan Badan Pengelola Komplek Kemayoran

(BPKK) menetapkan 23.5% wilayah sebagai daerah hijauan yang di antaranya

adalah pengembangan hutan wisata untuk melindungi keberadaan sumberdaya

alam dari kepunahan. Untuk itu diperlukan suatu perencanaan yang mampu

memanfaatkan keberadaan HRP dengan tetap menjaga kelestariannya. Konsep

ekowisata merupakan salah satu alternatif untuk mengembangkan kawasan

pariwisata dalam suatu wilayah yang tetap memperhatikan konservasi lingkungan

dengan memanfaatkan potensi sumberdaya serta budaya masyarakat lokal.

Konsep perencanaan ekowisata memungkinkan pemanfaatan potensi tapak

yang ada melalui penataan area yang akan dikembangkan yang mampu

mengakomodasikan aktivitas wisata dan menjaga kelestarian. Faktor yang

mempengaruhi tapak dianalisis sesuai dengan konsep yang dikembangkan

sehingga menghasilkan rencana pengembangan yang terdiri dari konsep ruang,

konsep sirkulasi, dan konsep wisata.

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

Pelestarian Kebijaka

Hutan Rawa Payau (potensi tapak)

Degradasi Kualitas Ekosistem

Perencanaan Ekowisata untuk Pelestarian Hutan Rawa Payau Kemayoran

Konsep Ekowisata

Kegiatan Wisata Ekologis Interpretatif

Rekreatif Edukatif Objek dan

Atraksi Wisata Jalur

Wisata

Rahabilitasi

19

TINJAUAN PUSTAKA

Perencanaan

Perencanaan adalah mengumpulkan dan menginterpretasikan data,

memproyeksikannya kemasa depan, mengidentifikasi masalah dan memberi

pendekatan yang beralasan untuk memecahkan masalah-masalah tersebut

(Knudson, 1980). Sedangkan menurut Gold (1980), perencanaan adalah suatu alat

yang sistematis, yang digunakan untuk menentukan saat awal suatu keadaan dan

cara terbaik untuk pencapaian keadaan tersebut dimana perencanaan lanskap

dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, antara lain:

1. Pendekatan sumberdaya, yaitu penentuan tipe-tipe serta alternatif aktivitas

wisata berdasarkan pertimbangan kondisi dan situasi sumberdaya.

2. Pendekatan aktivitas, yaitu penentuan tipe dan alternatif aktivitas berdasarkan

seleksi terhadap aktivitas pada masa lalu untuk memberikan kemungkinan apa

yang dapat disediakan pada masa yang akan datang,

3. Pendekatan ekonomi, yaitu penentuan tipe, jumlah, dan lokasi kemungkinan

aktivitas berdasarkan pertimbangan ekonomi.

4. Pendekatan prilaku, yaitu penentuan kemungkinan aktivitas berdasarkan

pertimbangan prilaku manusia dan kejadian-kejadian di waktu luang

mempengaruhi tentang bagaimana, dimana dan kapan orang-orang

menggunakan waktu luangnya.

Siti Nurisjah dan Pramukanto (1995) menambahkan, terdapat hal-hal

penting yang perlu diperhatikan dalam perencanaan suatu kawasan, diantaranya :

• Mempelajari hubungan antara kawasan tersebut dengan lingkungan sekitar.

• Memperhatikan keharmonisan antara daerah sekitarnya dengan kawasan yang

akan direncanakan.

• Menjadikan sebagai objek (wisata) yang menarik.

• Merencanakan kawasan tersebut sehingga dapat menghasilkan suatu kawasan

yang dapat menampilkan kesan masalalunya.

20

Perencanaan Kawasan Wisata

Perencanaan lanskap kawasan wisata, terutama wisata alam adalah

merencanakan suatu bentuk penyesuaian program rekreasi dengan suatu penataan

lanskap untuk menjaga kelestariannya. Program wisata alam dibuat untuk

menciptakan lingkungan fisik luar atau bentang alam yang dapat mendukung

tindakan dan aktivitas rekreasi manusia yang menunjang keinginan, kepuasan, dan

kenyamanannya, dimana proses perencanaan dimulai dari pemahaman sifat dan

karakter serta kebijakan manusianya dalam menggunakan tapak untuk kawasan

wisata (Knudson, 1980).

Untuk menghasilkan suatu rencana dan rancangan areal rekreasi yang

baik, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, dipelajari dan dianalisis (Siti

Nurisjah dan Pramukanto, 1995), yaitu: potensi dan kendala tersedia, potensi

pengunjung, kebijakan dan peraturan yang terkait dengan sumberdaya dan

penggunaannya, alternatif dan dampak dari perencanaan dan pelaksanaan yang

dilakukan, dan pemantauan hasil perencanaan dan perancangan.

Perencanaan rekreasi hutan adalah penggunaan sumberdaya rekreasi dalam

menyediakan fasilitas dan area rekreasi yang memuaskan untuk mempertemukan

kebutuhan penduduk sekarang dan masa yang akan datang. Perencanaan

membantu menentukan tipe, kuantitas, lokasi dan waktu dalam pembangunan

rekreasi (Douglass, 1992).

Rekreasi dan Wisata

Menurut Douglass (1992), rekreasi adalah suatu kegiatan yang

menyenangkan dan konstruktif serta menambah pengetahuan dan pengalaman

mental dari sumberdaya alam dalam waktu dan ruang yang terluang. Kesenangan

tersebut dapat diperoleh melalui lima tahap perjalanan rekreasi yaitu, 1) antisipasi,

termasuk perencanaan perjalanan rekreasi, 2) perjalanan ketempat tujuan rekreasi,

3) pengalaman dalam kawasan rekreasi, 4) perjalanan kembali, dan 5) kesan.

Dilihat dari sudut tempat dimana kegiatan rekreasi dilakukan, terdapat rekreasi

yang dilakukan di dalam ruangan (indoor) dan rekreasi luar ruangan (outdoor).

Douglass (1992) mengungkapkan rekreasi alam terbuka adalah semua

kegiatan rekreasi yang dilakukan tanpa dibatasi oleh suatu bangunan, atau

21

rekreasi yang berhubungan dengan lingkungan dan berorientasi pada penggunaan

sumberdaya alam seperti air, hujan, pemandangan alam atau kehidupan bebas.

Wisata merupakan pergerakan orang sementara menuju tempat tujuan

yang berada di luar tempat biasa mereka bekerja dan tinggal, aktivitas yang

dilakukan selama mereka tinggal ditempat tujuan dan fasilitas yang diciptakan

untuk melayani kebutuhan mereka (Gunn, 1994). Holden (2000), menambahkan

bahwa pembangunan wisata ditempat tujuan meliputi penggunaan sumberdaya

fisik dan alam yang kemudian akan berdampak terhadap ekonomi, budaya dan

ekologi di tempat tujuan wisata yang sedang berkembang. Wisata adalah sebuah

sistem, tidak hanya bertemunya bisnis pengunjung, tetapi juga masyarakat dan

lingkungan.

Input penting wisata dipandang dari sudut lingkungan meliputi

sumberdaya alam dan manusia, penggunaan tersebut didorong oleh permintaan

konsumen di sistem pasar wisata (Holden, 2000).

Sumberdaya Kegiatan Wisata

Sumberdaya untuk kegiatan wisata menurut Gold (1980) adalah tempat

tujuan bagi orang yang melakukan wisata yang merupakan suatu kesatuan ruang

tertentu dan dapat menarik keinginan untuk berwisata. Ketersediaan sumberdaya

untuk berwisata dapat dilihat dari jumlah dan kualitas dari sumberdaya yang

tersedia serta dapat digunakan pada waktu tertentu. Untuk mengetahui

sumberdaya yang tersedia dapat dilakukan identifikasi dan inventarisasi kemudian

dianalisis potensi dan kendalanya.

Sedangkan menurut Clawson and Knetsch (1966) suplai rekreasi adalah

kuantitas dan kualitas sumberdaya rekreasi yang tersedia untuk digunakan pada

waktu dan ruang tertentu. Suplai harus dilihat dari 1) penyebaran fisik, 2) status

kepemilikan, pemerintah atau perorangan/swasta, 3) daya dukung, dan 4)

manajemen. Selanjutnya Clawson and Knetsch (1966) menyatakan bahwa tak ada

sesuatupun dalam lingkungan fisik atau bagian dari lahan atau badan air yang

membentuk sumberdaya rekreasi melainkan kombinasi kualitas alami maupun

kemampuan yang menarik manusia untuk menggunakannya sebagai tempat

kegiatan rekreasi.

22

Adapun klasifikasi sumberdaya untuk rekreasi dilihat dari orientasinya

terdiri dari:

1. Orientasi kepada pengunjung (users oriented).

2. Orientasi pertengahan (intermediate), yakni pemenuhan kebutuhan

pengunjung seimbang dengan pengelolaan sumberdayanya.

3. Orientasi kepada sumberdaya (resources based) untuk tujuan pelestarian.

Daya Dukung Kegiatan Wisata

Daya dukung adalah konsep dasar yang dikembangkan untuk kegiatan

pengelolaan suatu sumberdaya alam dan lingkungan yang lestari, melalui ukuran

kemampuannya. Konsep ini dikembangkan, terutama untuk mencegah kerusakan

atau degradasi dari suatu sumberdaya alam dan lingkungan. Sehingga keberadaan,

kelestarian dan fungsinya dapat terwujud dan pada saat dan ruang yang sama juga

pengguna atau masyarakat pemakai sumberdaya tersebut tetap berada dalam

kondisi sejahtera dan/atau tidak dirugikan (Bahar, 2004).

Daya dukung merupakan kemampuan sumberdaya rekreasi untuk

mempertahankan fungsi dan kualitasnya guna memberikan pengalaman rekreasi

yang diinginkan. Daya dukung menyangkut daya dukung fisik lokasi dan daya

dukung sosial (Clawson and Knetsch, 1966). Sedangkan menurut Gold (1980),

daya dukung rekreasi merupakan kemampuan suatu area rekreasi secara alami,

segi fisik dan sosial untuk mendukung penggunaan aktifitas rekreasi dan dapat

memberikan kualitas pengalaman rekreasi yang diinginkan.

Dalam kontek pariwisata, daya dukung didefinisikan sebagai tingkat

keberadaan pengunjung yang menciptakan dampak pada masyarakat, lingkungan

dan perekonomian setempat, yang diterima baik oleh pengunjung, masyarakat

maupun lingkungan serta aktivitas wisata yang berkelanjutan (Undang-undang

No. 23 tahun 1997).

Bengen (2002) dalam Bahar (2004) mengemukakan pengertian daya

dukung :

• Daya dukung : tingkat pemanfaatan sumberdaya alam atau ekosistem secara

berkesinambungan tanpa menimbulkan kerusakan sumberdaya dan

lingkungan.

23

• Daya dukung ekologis : tingkat maksimum (baik jumlah maupun volume)

pemanfaatan suatu sumberdaya atau ekosistem yang dapat diakomodasikan

oleh suatu kawasan atau zona sebelum terjadi penurunan kualitas lingkungan

ekologis.

• Daya dukung fisik : jumlah maksimum pemanfaatan suatu sumberdaya atau

ekosistem yang dapat diadopsi oleh suatu kawasan atau zona tanpa

menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas fisik.

• Daya dukung sosial : tingkat kenyamanan dan apresiasi pengguna suatu

sumberdaya atau ekosistem terhadap suatu kawasan atau zona akibat adanya

penggunaan lain dalam waktu yang bersamaan.

• Daya dukung ekonomi : tingkat skala usaha dalam pemanfaatan suatu

sumberdaya yang memberikan keuntungan ekonomi maksimum secara

berkesinambungan.

Hal-hal yang mempengaruhi daya dukung suatu kawasan rekreasi dapat

dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

1. Karakteristik sumberdaya alam, seperti geologi dan tanah, topografi, vegetasi,

hewan, iklim dan air.

2. Karakteristik pengelolaan, seperti kebijaksanaan dan metode pengelolaan.

3. Karakteristik pengunjung, seperti psikologi, peralatan, perilaku sosial dan

pola penggunaan (Knudson, 1980).

Hutan Rawa Payau

Lahan basah menurut Konvensi Ramsar (MNLH, 2005) merupakan daerah

yang mencakup berbagai jenis habitat dengan komunitas dan ekosistem yang

umumnya sangat dipengaruhi oleh keberadaan perairan didaerah tersebut ataupun

sekitarnya. Menurut Konvensi Ramsar lahan basah adalah daerah-daerah rawa,

payau, lahan gambut, dan perairan; alami atau buatan; tetap atau sementara;

dengan air yang tergenang atau mengalir; tawar, payau, atau asin; termasuk

wilayah laut yang kedalamannya tidak lebih dari enam meter pada waktu air surut.

Definisi tersebut mencakup dataran terumbu karang dan padang lamun didaerah

pesisir, dataran lumpur, hutan bakau, muara sungai, rawa air tawar, hutan rawa

dan danau, juga rawa dan danau bergaram.

24

Dalam Konvensi Ramsar juga dinyatakan bahwa selain sebagai

sumberdaya alam yang penting untuk kehidupan ekonomi dan pembangunan,

secara ekologi, lahan basah adalah merupakan habitat flora dan fauna.

Berdasarkan letaknya lahan basah dikelompokkan menjadi lahan basah pesisir dan

lahan basah daratan.

• Lahan basah pesisir

Lahan basah jenis ini meliputi daerah pesisir yang jenuh atau tergenang air,

yang umumnya payau atau asin, baik secara tetap atau musiman, umumnya

terpengaruh oleh pasang surut air laut dan kondisi lainnya atau limpasan hutan

bakau, daratan lumpur dan pasir, muara, padang lamun dan rawa-rawa daerah

pesisir.

• Lahan basah daratan

Lahan basah ini meliputi daerah yang jenuh atau tergenang oleh air yang pada

umumnya bersifat tawar (dapat pula asin tergantung pada faktor-faktor edafik

dan sejarah geomorfologinya) baik secara permanen maupun musiman,

terletak didarat atau dikelilingi oleh daratan dan tidak terkena pasang surut air

laut. Tipe lahan basah yang termasuk dalam kelompok ini adalah air terjun,

danau, telaga, sungai, rawa air tawar, danau-danau musiman, kolam dan rawa

asin didaratan.

Rawa adalah areal tanah yang rendah dan digenangi air, biasanya banyak

terdapat tumbuhan air, istilah umum yang digunakan untuk menentukan semua

lahan basah bervegetasi, termasuk didalamnya daerah air tawar, daerah air asin

dan payau yang mungkin berhutan atau tergenang hampir sepanjang tahun. Hal itu

berpengaruh pada kondisi tanah yang tergenang secara permanen (Claridges and

Zuwendra, 1991).

Hutan payau merupakan formasi hutan yang khas daerah tropika, terdapat

di pantai yang rendah, tenang, berlumpur atau sedikit berpasir yang mendapat

pengaruh pasang surut air laut dimana tidak ada ombak yang keras. Hutan ini

disebut juga hutan bakau karena dominasi tegakannya jenis bakau atau disebut

juga hutan payau karena dilokasi yang payau akibat mendapat buangan air dari

sungai (Arief, 2001).

25

Lebih lanjut Arief (2001) menyatakan bahwa pada hutan payau terdapat

campuran air tawar dari sungai dan air laut: pohon yang tumbuh umumnya

berdaun tebal dan mengkilat karena adaptasi evapotranspirasi. Tajuk pepohonan

dengan ketinggian umumnya rata-rata dapat mencapai 50 m. komposisi hutan

bakau terdiri atas asosiasi beberapa jenis tanaman yang khas.

Sedangkan hutan rawa adalah hutan yang tumbuh pada tanah aluvial yang

selalu tergenang air tawar dengan ciri-ciri adanya tempat tumbuh beraerasi dan

udara yang buruk. Ciri khas lainnya adalah tumbuhannya banyak yang berakar

lutut yang tunasnya terendam air. Hutan rawa payau adalah gabungan keduanya,

yakni hutan yang letaknya beberapa ratus meter kedaratan dengan vegetasi yang

mirip dengan hutan mangrove dan mendapat pengaruh pasang surut. Nybakken

(1992) dalam Oni (1995) menyatakan, untuk hutan rawa payau yang dipengaruhi

oleh air laut, maka ph yang terdapat di rawa payau juga akan dipengaruhi oleh ph

air laut yang berkisar antara 7.5-8.4.

Berdasarkan keputusan gubernur propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

No. 339 Tahun 2002, bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan

hidup di wilayah perkotaan Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dibutuhkan unsur

penghijauan berupa hutan kota yang berfungsi untuk mengatur tata air,

pengendalian pencemaran udara, habitat flora/fauna, sarana kesehatan, olahraga,

pelestarian plasma nutfah, wadah sanctuari satwa burung, wisata, sarana

pendidikan dan penyuluhan, penangkal angin dan gangguan alam lainnya serta

estetika. Maka ditetapkan hutan wisata Kemayoran seluas 4.6 Ha sebagai hutan

kota konservasi.

Ekowisata

Ekowisata/pariwisata alam dalam PP No.18/1994 adalah segala sesuatu

yang berhubungan dengan wisata alam, termasuk pengusahaan objek dan daya

tarik wisata alam serta usaha-usaha terkait dibidang tersebut. Secara umum

pariwisata alam dalam kawasan hutan mengandung ciri-ciri utama sebagai

berikut, 1) Meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan, 2) Menyediakan

sebuah pengalaman wisata dengan lingkungan yang masih alami dan kesempatan

menambah pengetahuan, 3) Secara aktif melibatkan masyarakat dalam proses

pelaksanaan pariwisata alam, sehingga mereka memperoleh keuntungan,

26

4) Mendidik wisatawan dan masyarakat setempat dalam arti penting konservasi,

dan 5) Peluang pendapatan bagi pemerintah (Subadia, 2003).

Pengembangan pariwisata alam dalam kawasan hutan dikembangkan

dengan tetap memperhatikan 5 prinsip utama ekowisata, yaitu konservasi,

pendidikan, ekonomi, peran serta masyrakat dan rekreasi; dengan melalui kegiatan

wisata alam, kualitas sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dapat terus

dipertahankan dan ditingkatkan. Melalui rekreasi pengunjung akan dapat

memperoleh kepuasan, pengalaman serta kesegaran jasmani dan kejiwaan, dapat

meningkatkan kepedulian dan apresiasi pengunjung akan arti pentingnya

keberadaan objek wisata alam. Dengan produk wisata alam yang optimal akan

meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap konservasi dan tetap berusaha

untuk mempertahankan objek, sehingga diharapkan dapat meningkatkan

kelestarian sumberdaya alam.

Ekowisata menurut definisi Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah

Departemen Dalam Negeri (2000), adalah suatu model pengembangan wisata

yang bertanggungjawab didaerah yang masih alami atau daerah-daerah yang

dikelola secara kaidah alam dimana tujuannya selain untuk menikmati

keindahannya, juga melibatkan unsur pendidikan, pemahaman, dan dukungan

terhadap usaha-usaha konservasi sumberdaya alam dan peningkatan pendapatan

masyarakat setempat.

Aspek pendidikan menjadi bagian utama dalam pengelolaan kawasan

ekowisata karena membawa misi sosial untuk menyadarkan keberadaan manusia,

lingkungan dan akibat yang akan timbul bila terjadi kesalahan dalam manajemen

pemberdayaan lingkungan global. Misi tersebut tidak mudah karena untuk

menjabarkannya dalam suatu paket wisata seringkali bentrok dengan perhitungan

ekonomis atau terjebak dalam metode pendidikan yang kaku (Wiraman, 1998).

Selanjutnya dinyatakan bahwa ekowisata memungkinkan pemanfaatan

potensi keanekaragaman hayati tidak mengganggu apalagi merusak. Para

wisatawan akan mendapatkan pengalaman secara langsung bercengkrama dengan

alam yang masih terjaga, dan yang tak kalah penting mereka dapat memperoleh

pengetahuan tentang rahasia alam, baik vegetasi maupun satwa yang terlihat dan

terdengar sepanjang perjalanan wisata.

27

Adhikerana (1999) menyatakan bahwa ekowisata yang akan

dikembangkan diharapkan dapat memberikan dukungan bagi konservasi

suberdaya alam hayati melalui:

1. Ekowisata memperhatikan kualitas daya dukung alam dan bersifat ramah

lingkungan.

2. Ekowisata merupakan salah satu program pembangunan dan pelestarian

secara terpadu antara upaya konservasi sumberdaya alam dengan

pengembangan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan.

3. Keberadaan ekowisata dapat meningkatkan status suatu kawasan menjadi

diakui sebagai kawasan alam yang dilindungi.

4. Ekowisata merupakan alternatif yang dapat dipakai untuk meningkatkan

partisipasi pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam konservasi sumberdaya

alam dan keanekaragaman hayati.

5. Kegiatan ekowisata mengusahakan sumbangan dana (Eco-cost) bagi upaya

konservasi sumberdaya alam dan keanekaragaman hayati. Ekowisata juga

meminimalkan dampak negatif terhadap mutu dan kuantitas keanekaragaman

hayati yang disebabkan kegiatan wisata yang bersifat massal/konvensional

(mass-tourism).

28

METODOLOGI

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di areal Hutan Rawa Payau (HRP) Kota Baru

Bandar Kemayoran, Jakarta. Lokasi yang direncanakan seluas 6.3 Ha, yang

dibatasi oleh sungai Pademangan dan rumah pompa disebelah utara, Jl. Griya

Utama disebelah selatan, Sungai Pademangan dan pemukiman disebelah timur

dan waduk pengendali banjir di barat. Inventarisasi data dilakukan bulan Maret

sampai bulan Juni 2005.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode survai dengan mengikuti proses

tahapan perencanaan yang dikemukakan Gold (1980), dengan pendekatan sumber

daya alam, dimana faktor alam lebih diutamakan daripada faktor sosial. Karena

pada dasarnya apabila lingkungan telah teroganisir dengan baik, sosial ekonomi

akan terdukung. Lingkungan cenderung menentukan penambahan dan

pemeliharaan ruang terbuka tanpa menghiraukan keinginan manusia/sumber fiskal

yang harus dikeluarkan untuk ruang tersebut.

Pendekatan ekologis atau pendekatan ekosistem, selain dapat digunakan

untuk mendapatkan gambaran daya dukungnya atau kemampuannya juga dapat

untuk menentukan indikator kerusakan ekosistem atau lingkungan yang

Gambar 2. Peta Orientasi Tapak Kemayoran

Jakarta

Kota Baru Bandar Kemayoran Hutan Rawa Payau Kemayoran

Aparteman Griya Sunter Pratama

Pemukiman Pemukiman

Waduk

Lapangan Golf

Tanpa Skala

Comment [s2]:

29

diakibatkan oleh kegiatan manusia terutama pada tingkat jumlah pemakai yang

berlebihan atau eksploitatif (Siti Nurisjah dan Pramukanto, 2003)

Dengan pendekatan tersebut diharapkan dapat merencanakan kawasan

wisata dengan konsep ekowisata yang dapat menjamin kelestarian kawasan hutan

rawa payau yang direncanakan sebagai area wisata dan pelestarian ekosistemnya.

Proses Perencanaan

Persiapan

Pada tahap ini dilakukan penetapan tujuan perencanaan, pengumpulan

informasi dan perizinan dari instansi terkait serta penetapan konsep awal

perencanaan.

Pengumpulan Data

Merupakan tahap pengambilan data meliputi data ekologis dan data teknis

yang mempengaruhi tapak yang direncanakan sebagai kawasan ekowisata. Data

tersebut terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari

hasil pengamatan di lapang dan dari hasil wawancara dengan pihak-pihak yang

terkait, sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi pustaka, laporan-laporan

kegiatan dan informasi dari dinas terkait. Jenis, bentuk, sumber data cara

pengambilan data disajikan dalam tabel 1.

Analisis

Data dan informasi yang dikumpulkan kemudian dianalisis, yang dilakukan

terhadap berbagai aspek dan faktor yang mempengaruhi tapak baik dalam tapak

maupun sekitar tapak. Pengembangan rencana disesuaikan dengan kondisi tapak

dan konsep awal.

Analisis meliputi analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis

kualitatif berdasarkan pada potensi, kendala, amenity dan danger signal tapak.

Sedangkan analisis kuantitatif dengan menghitung daya dukung tapak terhadap

fungsi dan tujuan yang dikembangkan. Analisis ini menghasilkan potensi dan

kendala tapak dan pengembangan berdasarkan kemampuan lahan.

Nilai daya dukung wisata diperhitungkan berdasarkan rata-rata dalam

m2/orang (Boulon dalam WTO dan UNEP, 1992 dalam Siti Nurisjah et. al.,

2003):

DD = A S

DD : Daya Dukung tapak (m2/orang) A : Area yang digunakan sebagai wisata

30

Sintesis

Merupakan tahapan pemaduan hasil analisis baik data ekologis maupun

teknis serta kebijakan pengelola sesuai dengan fungsi yang akan dikembangkan.

Pada tahapan ini diperoleh konsep dasar yang merupakan dasar dari

pengembangan tapak yang meliputi konsep ruang, konsep aktivitas wisata dan

konsep sirkulasi. Aktivitas wisata yang dimaksud dalam perencanaan ini adalah

wisata pasif interpretatif baik bersifat pendidikan maupun non pendidikan.

Perencanaan

Pada tahap ini dihasilkan rencana tapak (site plan) dan rencana sirkulasi

wisata (touring plan), rencana tata letak fasilitas dan rencana tata letak aktivitas.

T = DD x K

K = N R

S : Standar rata-rata individu T : Total hari kunjungan yang diperkenankan K : Koefisien rotasi N : Jam kunjungan per hari yang diijinkan R : Rata-rata waktu kunjungan

Gambar 3. Tahapan Proses Perencanaan

konsep

Site Plan Touring Plan Rencana Aktivitas Wisata Rencana Fasilitas Wisata

Persiapan

Pengumpulan Data (Tabel

Analisis

Sintesis

Perencanaan

Perumusan Masalah dan Tujuan Serta Konsep Awal

Survey Lapang Studi Pustaka Wawancara

• Analisis Kualiatatif Deskriptif (Potensi, kendala, Amenities, dan Danger Signal)

• Analisis Kuantitatif (Daya Dukung Tapak)

Data Karakteristik Tapak Alami (Ekologis dan Teknis)

Data Potensi Pengembangan Tapak

Tata Ruang Wisata Tata Ruang Penyangga Wisata Jalur Wisata

• Pemecahan Masalah dan Alternatif Solusi

• Konsep Ekowisata

Rencana Hutan Rawa Payau Kemayoran untuk Ekowisata

Tahapan Kegiatan Produk/Hasil

31

Tabel 1. Jenis, bentuk, sumber dan cara pengambilan data Jenis data Bentuk data Sumber data Cara pengambilan

DATA EKOLOGIS

1. Lahan 1.1 Lokasi, batas dan

luasan

Sekunder, Primer Dinas terkait

(DP3KK) Studi Pustaka, survey

2. Topografi dan drainase 2.1 Kemiringan lahan 2.2 Drainase alami

Sekunder Sekunder, Primer

Dinas terkait Dinas terkait, lapang

Studi Pustaka Studi Pustaka, survey

3. Hidrologi 3.1 Pola sirkulasi air (pasang surut) 3.2 Kualitas air

Sekunder, Primer Sekunder, Primer

DP3KK DP3KK

Studi Pustaka, survey Studi Pustaka, survey

4. Vegetasi dan Satwa 4.1 Jenis dan penyebaran

Sekunder, primer

DP3KK, lapang

Studi Pustaka, survey

5. Tanah 5.1 Jenis dan kriteria umum

Sekunder

Bakosurtanal, Bappedal

Studi Pustaka

6. Iklim 6.1 Curah hujan 6.2 Suhu rata-rata 6.3 Kelembaban 6.4 Kecepatan dan arah angin 6.5 Radiasi matahari

Sekunder Sekunder Sekunder Sekunder Sekunder

BMG BMG BMG BMG BMG

Studi Pustaka Studi Pustaka Studi Pustaka Studi Pustaka Studi Pustaka

7. Akustik Primer Lapang Survey 8. Kenyamanan Primer Lapang Survey 9. Visual Primer Lapang Survey 10. Aksesibilitas 10.1 Jaringan transportasi

10.2 Sirkulasi

Sekunder, Primer Primer

DP3KK, Lapang Lapang

Studi Pustaka,Survey Survey

DATA TEKNIS Keinginan pengelola, Peraturan dan kebijakan

Sekunder, Primer DP3KK Studi Pustaka, Wawancara

32

KONDISI UMUM KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN (KBBK)

Letak dan Luas

Kawasan Kota Baru Bandar Kemayoran (KBBK) merupakan kawasan

bekas bandar udara, luas kawasan Kemayoran berdasarkan sertifikat hak

pengelolaan lahan yang merupakan hasil ukur Departemen Pekerjaan Umum

tahun 1985 dan inventarisasi kembali oleh Direktorat Agraria adalah 420 ha. Luas

total setelah perencanaan kembali komplek Kemayoran sekitar 454 ha. Kawasan

Kemayoran secara administratif terletak dalam dua wilayah yaitu Jakarta Pusat

dengan Jakarta Utara. Wilayah Jakarta Pusat antara lain Kelurahan Gunung

Sahari, Kecamatan Sawah Besar serta Kelurahan Kebon Kosong dan Gunung

Sahari Selatan, Kecamatan Kemayoran dan sebagian lagi masuk wilayah

administrasi Jakarta Utara antara lain Kelurahan Pademangan Timur, Kecamatan

Penjaringan.

Kota Baru Bandar Kemayoran dibatasi oleh:

• Utara, Daerah rekreasi Ancol, Jl. RE Martadinata yang merupakan bagian

dari kelurahan Pademangan Barat, Kecamatan Pademangan Barat, Jakarta

Utara.

• Timur, Sungai Pademangan yang berbatasan dengan Kelurahan Sunter Agung

dan Sunter Jaya, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara.

• Barat, Jl. Angkasa, Jl. Industri dan Jl. Rajawali Selatan yang merupakan

bagian dari Kelurahan Gunung Sahari Utara dan Kelurahan Kemayoran,

Kecamatan Kemayoran, Jakarta Pusat.

• Selatan, Jl. Kolektor Dakota, Kemayoran Gempol yang menerus ke Jl. Garuda

yang berbatasan dengan bagian dari Kelurahan Utan Panjang, Kecamatan

Kemayoran, Jakarta Pusat.

Riwayat Penunjukkan

Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1985 menyatakan bahwa kekayaan

negara yang merupakan sebagian modal Perum Angkasa Pura I berupa tanah

beserta bangunan fasilitas lainnya di Bandara Kemayoran ditarik kembali dan

dipisahkan dari modal perusahaan. Kekayaan tanah dan fasilitas lainnya

33

dikembalikan kepada negara sebagai kekayaan negara. Dalam rangka

pemanfaatan dan pengelolaan komplek Kemayoran, maka dibentuk Badan

Pengelola Komplek Kemayoran (BPKK) berdasarkan Keppres No. 53 tahun 1985

dan berdasarkan SK Mensesneg No. 34 Tahun 1987 sebagai ketua BPKK, telah

dibentuk Direksi Pelaksana Pengendalian Pembangunan Komplek Kemayoran

(DP3KK). Selanjutnya dalam pelaksanaan pengelolaan diserahkan kepada pihak

developer dengan Hak Guna Bangunan antara 20-30 tahun, yang selanjutnya

dapat diperpanjang dengan kesepakatan.

KBBK merupakan kawasan bekas sebuah bandar udara Internasional

pertama di Indonesia. Keberadaan ini mendorong perkembangan kawasan dengan

pembangunan pusat-pusat bisnis dan pemukiman sekitar bandara. Kepadatan

bangunan yang tinggi menyebabkan Kemayoran tidak lagi memenuhi syarat

keamanan sistem penerbangan bandara. Selain itu keinginan untuk memiliki

bandara yang lebih modern dan representatif menjadi pertimbangan lain dalam

pemindahan bandara Kemayoran ini. Pada tanggal 1 Oktober 1985, pemerintah

akhirnya secara resmi memindahkan operasional Bandara Kemayoran ke Bandara

Internasional Soekarno-Hatta.

Kota Baru Bandar Kemayoran (KBBK) merupakan komplek Kemayoran

dengan arah pengembangan “New city in the city”, yang dikembangkan sebagai

pusat niaga antar bangsa. Sesuai dengan paket kebijaksanaan deregulasi dan

debirokratisasi yang dimulai tahun 1985, pemerintah berusaha untuk

meningkatkan ekspor komoditi non migas, dengan meningkatkan hubungan

kerjasama ekonomi internasional.

Sehubungan dengan itu maka salah satu langkah adalah menyelenggarakan

dan meningkatkan prasarana penunjang pemasaran khususnya menyangkut

informasi, pameran dan kerjasama promosi. Sejalan dengan rencana

pengembangan bekas Bandar Internasional Kemayoran, maka KBBK difungsikan

sebagai suatu sentra hunian, bisnis, dan perdagangan berskala internasional.

DP3KK sebagai pelaksana harian, menyediakan lebih dari 23% dari keseluruhan

luas Kemayoran sebagai ruang hijau dengan mempersiapkan kawasan Hutan

Wisata Kemayoran yang terdiri dari :

1. Areal waduk/ danau seluas 15 ha.

34

2. Areal Hutan Rawa Payau seluas 6.3 ha.

3. Areal pemanfaatan berupa Gardu Induk Listrik dan Instalasi Waste Water

Treatment Plan (WWTP) selaus 2.5 ha.

4. Areal terbuka hijau lainnya yang berupa daratan seluas 20.2 Ha.

Pengembangkan kawasan ruang hijau tersebut sebagai sarana kota maupun

keseimbangan ekologis kota. Adapun tujuan dan sasaran pembangunan KBBK ini

adalah:

1. Menciptakan lingkungan yang fungsional dan integral dengan Rencana Umum

Tata Ruang DKI Jakarta tahun 2005, melalui penyediaan sistem transportasi

dan komunikasi terpadu.

2. Menciptakan sebuah sentra baru di dalam kota Jakarta.

3. Membantu menyediakan alternatif perumahan bagi berbagai lapisan penduduk

serta memberikan kesempatan kerja yang lebih luas.

4. Menciptakan suatu lingkungan yang diharapkan akan dapat membantu

mengatasi berbagai masalah kota Jakarta, baik mengenai lalu lintas ataupun

perumahan.

Tata Guna Lahan

Pembangunan KBBK sebagai pusat perdagangan dan jasa bertaraf

internasional, khususnya berfungsi sebagai pusat informasi dan pameran dagang

serta sarana pelayanan perdagangan luar negeri yang menunjang keberadaannya

sebaga Indonesian International Trade Centre (IITC). Untuk itu tingkat pelayanan

kota baik sarana, prasarana, dan utilitas disediakan secara lengkap dan modern

berstandar internasional. Penyediaan sarana yang lengkap diharapkan dapat

memberikan pelayanan “One Stop Service” yang terpadu dan terkoordinir bagi

para pengguna jasa di KBBK

Tata guna lahan KBBK meliputi empat fungsi yang dilaksanakan

(DP3KK, 2001), yaitu:

1. Fungsi Marga (30.1%), meliputi prasarana utama seperti jaringan jalan,

trotoar, jalur utilitas dan saluran-saluran air.

2. Fungsi Karya (26.8%), meliputi pusat kegiatan bisnis perekonomian dan

pelayanan jasa seperti Jakarta trade centre, Kemayoran shopping arcade,

perkantoran, area perdagangan, hotel/restoran, dan lain-lain.

35

3. Fungsi Suaka (23.6%), merupakan ruang terbuka hijau seperti hutan kota,

waduk, taman lingkungan dan penghijauan jalan.

4. Fungsi Wisma (19.5%), meliputi daerah pemukiman dan fasilitasnya. Pada

daerah ini terdapat 3.350 unit rumah mewah, 10.000 unit rumah menengah

dan 16.650 unit rumah sederhana.

DP3KK juga menetapkan penciptaan ruang terbuka yang lebih di antara

bangunan, sehingga pemanfaatan ruang di KBBK berorientasi vertikal dengan

proporsi ruang terbangun dan ruang terbuka 60:40.

Berdasarkan RUTR khusus tahun 2005, kawasan Kemayoran dibagi

dalam empat blok perencanaan, yaitu:

1. Blok A

Terletak di bagian timur-selatan landasan pacu bandara seluas ±73 Ha

(16%). Blok ini merupakan perwujudan dari fungsi wisma yaitu sebagai zona

pengembangan perumahan melalui proses peremajaan (resettlement project)

dengan perubahan dari lingkungan perumahan horisontal, padat, tidak beraturan

menjadi pembangunan perumahan secara vertikal. Pemanfaatan ini diutamakan

untuk golongan masyarakat kecil mengengah.

2. Blok B dan Blok C

Blok B terletak di bagian barat-selatan landasan pacu seluas ±101.4 Ha

(22.3%). Blok C terletak di bagian barat-utara dengan luas ±137 Ha(30.2%).

Kedua blok ini diperuntukkan sebagai zona perdagangan dan jasa (fungsi karya).

Aksesibilitas yang mendukung, serta berdekatan dengan daerah komersil di Jl.

Angkasa, Jl. Garuda dan Jl. Gunung Sahari.

3. Blok D

Terletak di sebelah timur-utara KBBK dengan luas ±186 Ha(31.4%). Blok

ini diperuntukkan bagi zona penghijauan (fungsi suaka), yang didukung pula

dengan keberadaan waduk dan hutan kota yang memiliki kekayaan visual.

Berdasarkan pada pembagian blok perencanaan tersebut, DP3KK

menginginkan adanya pelestarian dan pemanfaatan areal fungsi suaka (Gambar 4).

36

Dep

arte

men

Ars

itek

tur

Lansk

apFa

kultas

Per

tania

nIn

stitut

Pert

ania

n B

ogor

2005

Dip

erik

saD

iset

uju

i

Ori

enta

siW

iduriya

ni D

arm

awan

A 3

4201013

Di G

ambar

Pro

f. D

r. I

r. N

urh

aja

ti A

. M

attj

ik,

MS.

Pem

bim

bin

g

4N

o.

Gam

bar

Tan

pa S

kala

Peta

Tat

a G

una

Lahan

KBBK

Judul G

am

bar

Judul Stu

di

Per

enca

naan

Huta

n R

awa

Paya

u u

ntu

k Eko

wis

ata

di Kota

Bar

u B

andar

Kem

ayor

an,

Jaka

rta

Jalu

r Ja

lan

Sungai

Jalu

r H

ijau

Huta

n W

isat

a Kem

ayo

ran

Huta

n R

awa

Pay

au

Wad

uk

Pusa

t O

lahra

ga

Are

al P

erka

nto

ran

Are

al P

erdag

angan

Jaka

rta

Fair

Are

al P

erum

ahan

Jl. Garuda

Ke

Jl.

Supra

pto

Jl. Angkasa

Jl. Rajawali

Ke

P. G

adung

Sunte

r Po

dom

oro

Ke

Anco

l

Kel

. Pa

dem

angan

Tim

ur

Kel

. G

unung

Sah

ari

Kel

. ke

bon

Kos

ong

37

INVENTARISASI

Data Ekologis Lahan Secara geografis Kota Baru Bandar Kemayoran (KBBK) terletak pada

posisi 06°09' LS dan 106°51' BT. Secara keseluruhan luas kawasan KBBK

menurut SK. Mendagri No. 24/HPL/DA/1982 adalah ± 454 Ha setelah mengalami

perencanaan ulang. Hutan Rawa Payau (HRP) sebagai lokasi penelitian

merupakan kawasan hutan dengan dominasi vegetasi mangrove yang terletak di

ujung utara kawasan ini dengan luas 6.3 Ha, dengan kerusakan tingkat sedang.

Secara administratif HRP termasuk kedalam kawasan kelurahan Pademangan

Timur, kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. HRP ini dibatasi oleh :

Utara : Sungai Pademangan dan Pemukiman

Selatan : Jalan Griya Utama

Timur : Sungai Pademangan dan Perumahan Sunter Griya Pratama

Barat : Hutan Kota dan Waduk

Lokasi dapat dicapai dari beberapa jalur, antara lain Sunter Podomoro,

Cempaka Putih, Angkasa, Tol Cawang, Tanjung Priok serta Ancol. Ukuran jalan

yang relatif lebih lebar memudahkan akses ke HRP. Selain itu, lokasi yang

strategis karena terletak dekat dengan objek rekreasi seperti Taman Impian Jaya

Ancol dan Pekan Raya Jakarta (PRJ).

Topografi

Topografi HRP relatif datar dengan kemiringan lahan sekitar 1%, sehingga

kawasan ini sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut yang masuk melalui

sungai Sunter dan sungai Pademangan. HRP yang terletak sekitar 1.15 km dari

pantai utara jakarta ini mempunyai ketinggian ± 3.5 m diatas permukaan laut.

Hidrologi

Kawasan HRP pada dasarnya merupakan kawasan hutan rawa mangrove

yang masih tersisa di Jakarta. Sebagai kawasan rawa mangrove, HRP merupakan

lahan basah yang lebih dipengaruhi saluran suplesi dan sungai Pademangan pada

saat pasang surut.

38

Pola Sirkulasi Air

Permukaan air tanah HRP relatif tinggi, berkisar antara 1-2 m dibawah

permukaan tanah dengan kecepatan aliran air permukaan relatif rendah. Disebelah

timur terdapat sebuah badan air alami yaitu sungai Pademangan dengan lebar 15

m, beberapa meter kearah selatan dan barat tapak saluran ini tidak mempunyai

cabang (buntu) yang berfungsi sebagai waduk tunggu.

Sebagian air buangan KBBK ditampung di waduk buatan yang terdapat di

sebelah barat HRP. Air yang ditampung di waduk merupakan air buangan yang

telah mengalami pengolahan melalui WWTP (Waste Water Treatment Plan) yang

dimiliki oleh setiap bangunan di KBBK. Air buangan yang telah bersih dialirkan

melalui saluran utama (maindrain) menuju ke rumah pompa kemudian dialirkan

kepertemuan antara sungai Sunter dan sungai Pademangan serta ke HRP,

tergantung kelimpahan air (Gambar 6.). Air pada pertemuan kali Sunter dan

Pademangan biasanya tidak mengalir kelaut, sehingga air tersebut akan menekan

kesegala arah dan mencari saluran untuk menyalurkan kelebihan air yang akan

dialirkan ke HRP melalui saluran suplesi (Gambar 5.).

Gambar 5. A. Saluran Suplesi kearah Hutan Rawa Payau. B. Saluran Suplesi kearah sungai Sunter.

A B

39

Per

enca

naa

n H

uta

n R

awa

Paya

u u

ntu

k Eko

wis

ata

di Kota

Bar

u B

andar

Kem

ayora

n,

Jaka

rta

Judul Stu

di

Judul G

am

bar

Peta

Inle

t-O

utlet

KBBK

No.

Gam

bar 6

Pem

bim

bin

g

Pro

f. D

r. I

r. N

urh

ajat

i A.

Mat

tjik

, M

S.

Di G

am

bar

Wid

uri

yani D

arm

awan

A 3

4201013

Orien

tasi

Dis

etuju

iD

iper

iksa

Dep

arte

men

Ars

itek

tur

Lansk

apFa

kultas

Per

tania

nIn

stitut

Pert

ania

n B

ogor

2005

5000

Ska

la

1

Jl. Griya Utama

Jl.

Ben

yam

in S

ueb

(R

unw

ay)

Sungai

Huta

n r

awa p

ayau

Main

dra

in

Salu

ran S

uple

si

Rum

ah P

ompa

Ara

h A

liran

Air

Gar

du L

istr

ik

Gard

uu P

LN

Waduk

Lapangan G

olf

Pin

tu A

ir 1

Pin

tu A

ir 2

21

1

2

40

Tipe pasang surut yang mempengaruhi tapak adalah pasang surut harian

tunggal, artinya dalam 24 jam terjadi satu kali pasang dan satu kali surut.

Pengamatan pasang surut air laut yang dilakukan oleh Perum Pelabuhan Tanjung

Priok yang terletak pada 106°52 BT dan 6°6’ LS,

• Kecepatan maksimum arus pada saat surut 1 knot arah 50° dan kecepatan arus

surut 0.3 knot arah 45 °.

• Dan pada saat springtides, kecepatan 1.1 knot arah 150° pada saat surut dan

arah 230° pada saat pasang.

• Tunggang air rata-rata pada saat pasang purnama adalah 86 cm, sedangkan

tunggang air pada saat pasang mati 26 cm.

• Air pasang tertinggi : 1.80 m

• Air pasang terendah : 1.40 m

• Surut terendah : 0.56 m

• Surut tertinggi : 0.23 m

Kualitas Air

Kualitas perairan HRP Kemayoran sangat buruk, air berwarna keruh dan

berbau, telah mengalami pendangkalan serta permukaan perairan tertutup selaput

hitam. Tipe substrat pada perairan HRP merupakan lumpur yang kaya akan bahan

organik pada kedalaman antara 0.1-1 m.

Berdasarkan penelitian Parulian (1995), kualitas air HRP sangat buruk.

Berikut adalah tabel nilai beberapa parameter kualitas air.

Tabel 2. Daftar Nilai Parameter Kualitas HRP Kemayoran.

Parameter Nilai

Oksigen Terlarut/DO Kebutuhan Oksigen Biokimia /BOD Sulfat Amonia

Tidak terdeteksi 5.19 mg/l – 39 mg/l 967.3 mg/l 43.3 mg/l

Vegetasi

Hutan Rawa Payau merupakan ekosistem alami dengan dominasi vegetasi

mangrove. Kekayaan vegetasi yang beragam meliputi vegetasi alami yang masih

dapat dijumpai, antara lain :

41

Tabel 3. Daftar Vegetasi di HRP Kemayoran No. Nama Ilmiah Nama Lokal

1. Acanthus ilicifolius Jeruju Hitam 2. Acrosticum aureum Paku Laut 3. Avicennia marina Api-api 4. Avicennia alba Api-api 5. Bruguiera cylindrica Tanjang Putih 6. Bruguiera gymnorrhiza Tanjang Merah 7. Calophyllum inophyllum Nyamplung 8. Cypirus papyrus Papyrus 9. Imperata cylindrica Alang-alang 10. Ipomea sp. Ipomea 11. Musa paradisiaca Pisang 12. Passiflora foetida Bunga Pulir 13. Pluchea indica Beluntas 14. Samanea saman Kihujan/Trembesi 15. Sonneratia alba Pedada 16. Terminalia cattapa Ketapang 17. Thespia populnea Waru Laut

Sumber: Pengamatan dan DP3KK.

Vegetasi lahan basah mempunyai nilai ekologis yang tinggi sebagai

produsen dan ekosistem. Vegetasi mangrove tersebar hampir merata pada tapak.

Pada pulau paling selatan yang berada dekat dengan aliran suplesi, vegetasi cukup

banyak dan beragam mulai dari mangrove sampai vegetasi bawah/semak. Pulau

ini merupakan pulau terbesar dengan sedikit gangguan dari manusia. Sedangkan

pada pulau-pulau yang berukuran lebih kecil vegetasi kurang beragam selain

karena adanya aktivitas masyarakat sekitar juga dikarenakan adanya pembuatan

jalan sementara pelaksanaan proyek penghutanan area waduk yang membagi

pulau yang berada di tengah. Pulau-pulau lain tersebar sampai kearah utara tapak.

Pulau-pulau tersebut berukuran relatif kecil.

Satwa

Daerah hutan rawa payau dipengaruhi oleh daratan dan lautan, sehingga

sangat subur. Disamping itu termasuk daerah yang fragile, dengan perubahan

sedikit saja maka keseimbangan ekosistemnya akan terganggu. Karena kondisi

tersebut daerah HRP Kemayoran menjadi suatu ekosistem yang sangat penting.

Kawasan HRP kemayoran mempunyai potensi keanekaragaman jenis

burung yang tinggi, yaitu :

42

Sumber: Oni (1995), DP3KK dan Pengamatan.

Jenis-jenis burung dilindungi yang ditemukan di HRP Kemayoran yaitu

Pecuk Ular (Anhinga melanogaster), Kuntul Perak (Egretta intermedia), Raja

Udang Biru (Alcedo caerulescens), Raja Udang (Alcedo athis), Bluwok (Mycterea

cinerea), Roko-roko (Plegadus falcinellus), Mandar Batu (Gallinula chloropus),

Mandar Merah (Porzana fusca) dan Cekakak (Halcyon chloris). Sedangkan

burung-burung yang diperkirakan berbiak di Suaka Margasatwa Pulau Rambut

dan mencari makan di HRP Kemayoran adalah Pecuk Ular (Anhinga

melanogaster), Kuntul (Egretta Sp.) dan Roko-Roko (Plegadis falcinellus).

Berdasarkan penelitian Oni (1995), komposisi burung yang ditemukan di

KBBK adalah burung merandai (26%), burung pantai (4%), dan burung terestrial

(59%) dengan tipe pakan burung tersebut terdiri dari insekta (31%), karnivora

Tabel 4. Daftar Jenis Burung-Burung di HRP Kemayoran No. Nama Ilmiah Nama Lokal Famili

Burung Merandai 1 Phalacrocorax sulcirotris Pecuk Hitam Phalacrocoracidae 2 Phalacrocorax niger Pecuk Kecil Phalacrocoracidae 3 Anhinga melanogaster Pecuk Ular Phalacrocoracidae 4 Egretta intermedia Kuntul Perak Kecil Ardeidae 5 Ardeola Speciosa Blekok Sawah Ardeidae 6 Nycticorax nycticorax Kowak Maling Ardeidae 7 Mycteria cineria Bluwok Ciconiidae 8 Plegadus falcinellus Roko-roko Threskiornithidae

Burung Rawa 9 Gallicrex cinerea Ayam-Ayaman Rallidae 10 Gallinula chloropus Mandar Batu Rallidae 11 Porpyrio porphyrio Mandar Besar Rallidae 12 Porzana fusca Mandar Merah Rallidae

Burung Terrestrial 13 Streptopelia chinensis Tekukur Columbidae 14 Centrofus bengalensis Bubut Alang-alang Curculidae 15 Apus affinis Kepinis rumah Apodidae 16 Alcedo Athis Raja Udang Alcedinidae 17 Alcedo Coerulescens Raja Udang Biru Alcedinidae 18 Halcyon chloris Cekakak Alcedinidae 19 Hirundo rustica Layang-layang asia Hirundinidae 20 Pynonotus aurigaster Kutilang Pycnonotidae 21 Cisticola juncidis Cici Padi Sylvidae 22 Prinia polychroa Prenjak Coklat Sylvidae 23 Prinia familaris Prenjak Sayap Garis Sylvidae 24 Orthotomus sutorius Cinenen biasa Sylvidae 25 Rhipidura javanica Kipasan Monarchidae 26 Passer montanus Burung Gereja Estrililidae 27 Disrurus macrocercus Srigunting Hitam Disciridae

43

(30%), omnivora (24%), granivora (12%), dan nektarivora (3%). Terjadi fluktuasi

jumlah jenis burung pada setiap bulannya, tapi tidak menunjukan perbedaan yang

menyolok, karena sebagian adalah burung penetap (63%), burung pendatang

(19%), burung pengunjung (16%), burung migran (<1%) dan burung eksotis (1%)

dan 4 jenis burung diantaranya burung pendatang yang menetap.

Aktivitas burung paling tinggi dijumpai pada saat pagi hari, kemudian sore

hari dan aktivitas terkecil pada malam hari. Penyebaran satwa paling banyak

terdapat pada area pulau dekat aliran suplesi, karena merupakan delta/pulau yang

paling besar dan berlumpur. Sedangkan pada area pulau lain, satwa yang ada

hanya sedikit.

Satwa lain yang terdapat pada HRP diantaranya adalah Ikan Gabus,

Keting, Mujair, Musang (Paradoxurus hermaprodirus), Berang-berang

(Barchyura sp.), Tupai (Tupaia sp.), Biawak (Varanus salvator), Ular (Phyton

sp.), Katak (Rana sp.), Kadal (Dasin sp.), Kupu-kupu, laba-laba (Nephila

maculata) dan beberapa jenis Macrozobenthos dan Mollusca.

Tanah

Tanah Hutan Rawa Payau Kemayoran termasuk klasifikasi tanah azonal

atau entisol, yaitu tanah yang tidak memiliki diferensiasi horizon dan belum

berkembang. Termasuk jenis tanah aluvial hidromorf tersusun dari bahan induk

aluvium sungai yang bersolum dalam dengan tipe substrat perairan lumpur yang

kaya akan bahan organik pada kedalaman bervariasi antara 0.1-1 m. Tekstur

tanah liat berdebu dan liat berpasir, permeabilitas tergolong lambat sehingga

jumlah aliran air permukaan tanah besar. Kondisi air tanah telah tercemar air laut

sehingga menjadi payau. pH tanah termasuk normal 6.2-7.7 dengan kandungan

bahan organik dan Nitrogen total yang rendah. Tanah disekitar rawa mempunyai

kandungan Al yang juga relatif rendah dengan salinitas yang cukup tinggi.

Tanah di daerah mangrove terbentuk dari akumulasi sedimen yang berasal

dari daerah pantai atau akibat erosi tepian sungai. Tanah jenis ini peka terhadap

erosi, salinitas tinggi, drainase jelek, permeabilitas yang lambat menyebabkan

daya menahan air yang lambat, dan memperbesar jumlah aliran permukaan tanah.

44

Iklim

Data iklim Kemayoran diperoleh dari Badan Metereologi dan Geofisika

(BMG), stasiun 745 Jakarta Pusat. Data diambil pada kisaran waktu 2000-2004,

unsur yang diamati meliputi suhu, curah hujan, kelembaban udara, radiasi

matahari, tekanan udara, kecepatan dan arah angin.

Tabel. 5. Data Iklim Kota Bandar Baru Kemayoran 2000-2004 Bulan Suhu ( C) Kelembaban

Udara (%)

Intensitas Penyinaran

(%)

Curah Hujan (mm)

Tekanan Udara (Mb)

Kecepatan Angin

Rata-rata (Knot)

Maksimum Rata-rata Minimum

Januari 31.1 27.52 24.8 80.24 35.28 1761.3 1009.68 2.96 Februari 29.82 26.52 23.62 79.08 31.64 2129.8 1002.92 3 Maret 31.88 27.9 25.22 78.16 49.68 902.5 1003.6 2.76 April 32.66 27.98 25.3 77.7 63.32 838.6 1009.28 2.28 Mei 32.86 28.78 25.54 76.16 63.78 459.2 1009.6 2.4 Juni 32.4 28.14 24.84 73.96 70.18 279.9 1010.2 2.32 Juli 32.6 28.24 24.82 66.4 76.76 230.1 1010.44 2.38 Agustus 32.7 28.3 25 72.08 73.7 142.8 1010.84 2.36 September 32.94 28.5 25.14 69.54 78.5 68.8 1010.82 2.6 Oktober 33.12 28.74 25.22 73.48 62.62 457.5 1010.24 2.42 November 32.22 28.14 25.14 77.58 34.14 473.7 1009.54 2.34 Desember 31.9 28.08 25.14 77.58 31.43 969.6 1009.96 2.78 Rataan 32.18 28.07 24.98 75.16 55.92 726.15 1008.93 2.55

Suhu berada pada kisaran 24.98˚C -32.18˚C dengan suhu rata-rata 28.07˚C.

Seperti umumnya daerah tepi pantai, terasa adanya hembusan garam (salt spray)

dari pantai Ancol yang hanya berjarak 1.15 Km.

Kelembaban udara KBBK sekitar 66.4% - 80.24% dengan rata-rata

kelembaban tahunan 75.16°C, kelembaban tertinggi bulan Januari dan

kelembaban terendah pada bulan Juli.

Suhu

20253035

Jan Mar Mei JulSept

Nov

Suh

u ( C

) Suhu max

Suhu rata-rataSuhu min

Gambar 7. Grafik Suhu Tahun 2000-2004 (Sumber: BMG, 2005)

45

Intensitas penyinaran adalah lamanya matahari bersinar dalam satu hari

yang turut mempengaruhi terciptanya kelembaban udara dan suhu. Rata-rata

penyinaran bulanan KBBK 31.43%-78.5% dengan intensitas radiasi terbanyak

pada bulan September, intensitas terendah pada bulan Desember.

Kisaran curah hujan tahunan dalam tapak adalah 68.8-2189.8 mm, dengan

rata-rata 726.15 mm. Curah hujan tertinggi pada Februari dan curah hujan

terendah pada bulan September.

Tekanan udara tertinggi pada tapak 1010.84 Mb pada bulan Agustus,

terendah 1002.92 Mb pada bulan Februari dengan rata-rata tekanan udara 1008.93

Mb.

Ke le m b ab an u d ar a r ata -r ata

5060708090

Jan

Mar Mei Jul

Sept

NovKel

emba

ban

uda

ra (%

)

Ke lembaban Udararata- ra ta

Gambar 8. Grafik Kelembaban Udara Rata-rata Tahun 2000-2004

(Sumber: BMG 2005)

In te ns ita s P e nyina ra n

2 53 54 55 56 57 58 5

Jan

Mar Mei Jul

Sept

Nov

Inte

nsita

s (%

)

In ten s itasPe ny ina ra n (% )

Gambar 9. Grafik Intensitas Penyinaran Tahun 2000-2004 (Sumber: BMG, 2005)

Gambar 10. Grafik Curah Hujan Tahun 2000-2004 (Sumber: BMG, 2005)

Curah Hujan

0300600900

1200150018002100

Jan

Mar Mei Jul

Sept

Nov

Cur

ah H

ujan

(mm

)

Curah Hujan

46

Kecepatan angin rata-rata 2.55 Knot (4.59 km/Jam), dimana kecepatan

angin terbesar 3 Knot pada bulan Februari dan kecepatan angin terendah 2.28

Knot terjadi pada bulan April. Arah angin dipengaruhi oleh angin Muson Barat

antara bulan November-April dan angin Muson Timur antar bulan Mei-Oktober.

Akustik

Bunyi yang berpengaruh dalam tapak terdiri dari bunyi alami dan non

alami. Suara kicauan burung, gesekan daun serta semilir angin merupakan bunyi

alami yang terdengar ditapak, sedangkan bunyi non alami adalah bunyi kendaraan

bermotor, bunyi dari aktivitas rumah pompa dan aktivitas penduduk disekitar

tapak yang menimbulkan kebisingan.

Kenyamanan dan Nilai Visual Tapak

Tingginya intensitas penyinaran pada tapak serta area terbuka mengurangi

kenyamanan. Area yang teduh dan banyak vegetasi merupakan area pulau-pulau

yang tidak dapat di akses karena selain tidak ada jalur juga tidak ada aktivitas

manusia. Namun pada sore hari saat intensitas matahari tidak terlalu tinggi,

hembusan angin dari arah pantai Ancol ditambah dengan aktivitas satwa yang

terlihat memberikan kesan tersendiri.

T e k a n a n U d a r a

10001005101010151020

Tek anan Udar a ( Mb)

Gambar 11. Grafik Tekanan Udara Tahun 2000-2004 (Sumber: BMG,2005)

K e c e p a ta n A n g in R a ta - r a ta

01234

Jan

Mar Mei Jul

Sept

NovKec

epat

an A

ngin

(Kno

t)

K e c e p a ta nr a ta - r a ta

Gambar 12. Grafik Kecepatan Angin Rata-rata 2000-2004 (Sumber: BMG, 2005)

47

Secara visual pemandangan kearah tapak merupakan view yang bagus,

dengan vegetasi rindang dan beberapa satwa yang terlihat. Namun pemukiman

penduduk dan sungai Pademangan yang berair hitam serta berbau merupakan hal

yang mengganggu aktivitas. Selain itu pemandangan menjadi terganggu karena

adanya sampah yang terbawa saat pasang dan tertinggal di tapak pada saat surut.

Data Teknis

Kebijakan dan Keinginan Pengelola

Pada awal perkembangannya, DP3KK telah menetapkan bahwa areal

seluas 44 ha yang terdapat di ujung utara kawasan KBBK sebagai hutan wisata

yang mampu memberikan empat fungsi, yaitu:

• Fungsi Waduk, sebagai pengendali banjir, penampung limbah dan untuk

mempertahankan keberadaan hutan rawa mangrove.

• Fungsi Hutan, sebagai daerah penyerapan air, mencegah intrusi air laut,

menciptakan iklim mikro yang nyaman, serta sebagai miniatur formasi hutan

mangrove dan rawa payau di perkotaan.

• Fungsi Rekreasi, mampu mengakomodasikan pengunjung dari semua

tingkatan ekonomi dan usia, kegiatan dan fasilitas rekreasi yang disediakan

harus mempunyai selang alternatif kegiatan.

• Fungsi Konservasi hutan mangrove, sebagai penjaga keseimbangan ekosistem

lahan basah kota Jakarta, sebagai kantung air pencegah banjir dan intrusi air

laut, memberikan sarana edukasi untuk mengakomodasikan kebutuhan

pendidikan, penelitian, pengamatan alam, serta alternatif rekreasi terbatas.

Untuk mewujudkan fungsi ini DP3KK menjadikan area ini sebagai area

konservasi habitat.

Peraturan Terkait • Berdasarkan Convention on Wetlands of International Importance Especially

as Waterfowl Habitat (Konvensi RAMSAR), yang diratifikasi oleh Indonesia

melalui Keputusan Presiden No. 48 Tahun 1991 pada tanggal 19 Oktober

1991. Konvensi ini bertujuan untuk konservasi lahan basah yang memiliki

nilai-nilai ekonomis, budaya, ilmiah dan rekreasi sebagai pengatur tata air dan

48

habitat bagi tumbuhan dan hewan yang khas, khususnya burung air (MNLH,

2005).

• Undang-undang No.5 Tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati

beserta ekosistemnya.

• Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 339 Tahun

2002, bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup di

wilayah perkotaan Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dibutuhkan unsur

penghijauan berupa hutan kota yang berfungsi untuk mengatur tata air,

pengendalian pencemaran udara, habitat flora/fauna, sarana kesehatan,

olahraga, pelestarian plasma nutfah, wadah pelestarian satwa burung, wisata,

sarana pendidikan dan penyuluhan, penangkal angin dan gangguan alam

lainnya serta estetika. Maka ditetapkan:

Pasal 1: Hutan Wisata Kemayoran seluas 4.6 Ha sebagai hutan kota

konservasi.

Pasal 2: Pengelolaan oleh Dinas Pertanian dan Kehutanan Propinsi Daerah

Khusus Ibukota Jakarta bekerjasama dengan Direksi Pelaksana Pengendalian

Pembangunan Kompleks Kemayoran (DP3KK) Kemayoran.

Pasal 3: Rancangan teknis pembangunan hutan kota konservasi disusun oleh

Dinas Pertanian dan Kehutanan Propinsi DKI Jakarta bersama instansi terkait.

Pasal 4: Kegiatan pemeliharaan dua tahun pertama menjadi tanggungjawab

Dinas Pertanian dan Kehutanan yang selanjutnya diserahkan kepada pihak

pengelola dengan tetap berkoordinasi dengan Dinas Pertanian dan Kehutanan

Propinsi DKI Jakarta.

Pasal 5: 5 % dari luas areal hutan kota diperbolehkan untuk pembangunan

infrastruktur dan pengamanan.

• PP No. 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan

Pelestarian Alam Pasal 1 dan 8, mengenai lahan basah dengan ciri khas dapat

menjadi bagian kawasan suaka alam yang mempunyai fungsi pokok sebagai

pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya dan

sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.

• Undang-Undang No. 34 Tahun 2002 Pasal 8 mengenai tata hutan pada

kawasan hutan pelestarian alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b,

49

terdiri dari:

a. taman nasional;

b. taman hutan raya; dan

c. taman wisata alam.

• UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan dan Penataan Ruang Secara

Terpadu Pasal 8 mengenai pengaturan konservasi dan pengelolaan sumber

daya alam. Dan PP No. 27 Tahun 1991 tentang Rawa Pasal 2, 3, 4, 5, 6, 7,

mengenai konservasi, fungsi, pengelolaan dan wewenang pengaturan rawa

sebagai salah satu sumber daya lahan. Serta PP No. 35 Tahun 1991 tentang

sungai Pasal 7 ayat (2) terkait dengan artikel 3 (1) tentang pelestarian,

peningkatan fungsi, pemanfaatan dan pengendalian sungai (perencanaan &

pelaksanaan pelestarian lahan basah) (MNLH, 2005).

50

ANALISIS dan SINTESIS

Data Ekologis Lokasi dan Aksesibilitas

Secara geografis Kota Baru Bandar Kemayoran (KBBK) terletak pada

posisi 06°09' LS dan 106°51' BT. Kemayoran terletak sekitar 1.15 km dari pantai

utara pulau Jawa

Ukuran jalan beraspal yang relatif lebih lebar memudahkan akses ke HRP.

Tapak dapat di capai melalui beberapa jalur dengan kendaraan pribadi maupun

dengan kendaraan umum, sehingga memberikan beberapa alternatif pencapaian

menuju tapak. Lokasi tapak cukup strategis, karena selain terletak didalam kota

juga dekat dengan objek rekreasi lain seperti Taman Impian Jaya Ancol, Pekan

Raya Jakarta (PRJ) serta beberapa pusat perbelanjaan. Pengembangan tapak

sebagai tempat wisata dalam kota mampu memberikan kontribusi positif terhadap

perekonomian kota dan juga berperan dalam menjaga keseimbangan lingkungan

alamiah perkotaan.

Topografi

Topografi HRP Kemayoran relatif datar dengan kemiringan lahan sekitar

0-1%, sehingga sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut yang masuk melalui

sungai Sunter. Secara visual topografi yang relatif landai kurang menguntungkan

karena kurang bervariasi (monoton) dan kurang dapat dieksploitasi keindahannya.

Selain itu, mempunyai tingkat kecenderungan terjadi banjir yang besar, baik

dikarenakan oleh pasang surut air laut maupun besarnya curah hujan. Namun dari

segi teknis lereng yang landai mempunyai daya dukung yang lebih besar

diantaranya dalam pelaksanaan pekerjaan teknis dalam pembangunan struktur

fasilitas wisata, dan penggunaan berbagai aktifitas. Menurut Laurie (1986),

kelandaian kurang dari 4% memiliki daya pengaliran yang baik, sehingga cocok

untuk segala macam kegiatan.

Untuk menciptakan variasi dapat dibuat bukit-bukit atau gundukan tanah

(mounding) pada beberapa bagian tapak, seperti bagian selatan tapak yang

berbatasan dengan jalan raya, karena selain untuk meningkatkan kualitas visual

juga dapat mereduksi kebisingan yang ditimbulkan oleh kendaraan bermotor.

51

Hidrologi

Kawasan HRP merupakan lahan basah yang lebih dipengaruhi luapan

sungai Sunter melalui saluran suplesi pada saat pasang surut. Sehingga proses

pasang surut yang terjadi di teluk Jakarta mempengaruhi tapak melalui sungai

tersebut.

Pola Sirkulasi Air

Kecepatan aliran air permukaan yang relatif rendah dengan tinggi muka air

tanah berkisar 1-2 m dibawah permukaan tanah memungkinkan air tergenang. Hal

tersebut merupakan potensi untuk mempertahankan genangan air untuk

kelangsungan ekosistem mangrove. Sungai Sunter yang terletak di sebelah Timur

tapak, berpotensi membawa endapan sungai kedalam rawa bersama dengan aliran

air saat pasang, endapan yang terbawa dan terendapkan dalam rawa sebagai

lumpur merupakan habitat yang disukai oleh burung-burung air. Disebelah timur

terdapat sebuah badan air alami yaitu sungai Pademangan dengan lebar 15 m,

sehingga pada saat pasang air bertambah dan pada saat surut air yang ada dipompa

ke laut, sungai ini tidak akan mengalami kekeringan meski laut sedang surut,

karena rumah pompa akan membuka saluran ke HRP.

Dalam perjalanannya, air limbah dari bangunan yang telah diproses

melalui setiap WWTP, akan membawa sampah, tanah/endapan serta daun-daun

kering yang ada disepanjang saluran utama (maindrain) yang akan mempengaruhi

kualitas perairan. Terdapat dua pintu air dari saluran utama ini yang menuju

kewaduk langsung dan menuju rumah pompa. Untuk mengatasi masalah sampah

yang terbawa, Maindrain dilengkapi dengan penyaring/jeruji untuk menyaring

sampah maupun endapan yang terbawa aliran air, sehingga diharapkan air yang

masuk ke waduk tidak kotor. Jeruji dapat dipasang dalam radius tertentu yang

dikontrol secara periodik.

52

Keberadaan pasang surut air laut yang masuk melalui saluran suplesi dari

sungai Sunter sangat penting untuk kehidupan mangrove yang terdapat di HRP

Kemayoran karena mangrove hanya dapat hidup jika akarnya senantiasa dilimpasi

oleh air asin atau payau. Pengaruh pasang surut memungkinkan kehidupan HRP.

Menurut Kusmana (2003), pasang surut menentukan zonasi komunitas flora dan

fauna mangrove, durasi pasang surut berpengaruh besar terhadap perubahan

salinitas pada areal mangrove. Perubahan tingkat salinitas pada saat pasang

merupakan salah satu faktor yang membatasi distribusi spesies mangrove,

terutama distribusi horizontal.

Pengaruh negatif adanya pasang surut yaitu buruknya kualitas air serta

banyak sampah yang terbawa saat pasang. Untuk mencegah masuknya sampah

yang terbawa bersama aliran air maka saluran suplesi dilengkapi dengan pintu air

berjeruji. Jeruji yang digunakan sebaiknya masih mampu mengontrol

sedimen/lumpur, karena lumpur sangat penting untuk kelangsungan hidup

beberapa burung air. Alternatif lain yaitu dengan dibersihkan secara manual dan

teratur, namun cara ini memerlukan banyak tenaga kerja dan apabila penanganan

terlambat sampah terlanjur masuk ke area rawa dan tersangkut pada akar

mangrove dan hal ini lebih menyulitkan.

Gambar 13. Ilustrasi Penggunaan Jeruji pada Saluran Maindrain

Gambar 14. Ilustrasi Pintu Air Berjeruji pada Saluran Suplesi Sumber: http://images.google.co.id/images?q=water+gates&btnG=Cari&svnum=10&hl=id&lr

53

Kualitas Air

Perairan HRP Kemayoran dipengaruhi oleh pasang surut air laut sehingga

memungkinkan terjadinya fluktuasi sifat kimia fisika air yang besar. Keberadaan

oksigen terlarut sangat penting bagi eksistensi flora dan fauna mangrove dan

percepatan dekomposisi serasah sehingga konsentrasi oksigen terlarut berperan

mengontrol distribusi dan pertumbuhan mangrove (Kusmana, 2003). Suatu

perairan tercemar serius bila DO<5 ppm. DO yang rendah bahkan tidak terdeteksi

bukan berarti tidak ada kandungan oksigen dalam perairan, kandungan oksigen

yang kecil disebabkan banyaknya jumlah mikroorganisme yang melakukan proses

respirasi maupun proses kimiawi lainnya yang membutuhkan oksigen.

Selain itu menurut Parulian (1995), DO yang rendah juga disebabkan

kurangnya intensitas sinar matahari yang mencapai perairan akibat tertutup baik

oleh selaput air maupun daun-daun tumbuhan air, seperti pada bagian paling

selatan tapak yang seluruh permukaannya tertutup oleh eceng gondok dan

tanaman lainnya. Konsentrasi oksigen terlarut harian tertinggi dicapai pada siang

hari dan terendah pada malam hari.

BOD merupakan jumlah oksigen terlarut yang dikonsumsi dalam proses

biologi untuk menguraikan bahan organik yang masuk ke perairan. BOD yang

tinggi mengidentifikasikan terdapat banyak bahan organik dalam perairan dan

banyak kebutuhan oksigen untuk menguraikannya. Menurut Hankins and Hankins

(1974), perairan telah tercemar apabila BOD≥5 ppm.

Nilai-nilai tersebut telah melewati ambang batas untuk bahan baku air

minum dan perikanan. Selain itu salinitas air cukup tinggi. Salinitas merupakan

jumlah (berat) garam terlarut dalam setiap liter air atau banyaknya ion-ion yang

bermuatan listrik/garam terlarut perairan. Salinitas yang tinggi menyebabkan daya

hantar listrik yang tinggi.

Perubahan salinitas menyebabkan plasmolisis pada batang dan daun akibat

tekanan osmotik (kadar salinitas untuk mencegah terjadinya plasmolisis adalah

≤4‰). Penurunan salinitas suatu perairan akan meningkatkan tingkat Kadmium

bagi ikan (ambang batas Cd <0,02 ppm). Penumpukan logam Kadmium

mengakibatkan kerusakan insang pada ikan, sedangkan ikan sangat penting

keberadaanny asebagai makanan burung. Salinitas air dan salinitas tanah

54

rembesan merupakan faktor penting dalam pertumbuhan, daya tahan, dan zonasi

spesies mangrove. Tumbuhan manrove tumbuh subur di daerah estuaria dengan

salinitas 10-30 ppt (Kusmana, 2003).

Ketersediaan oksigen terlarut dalam air merupakan syarat utama terjadinya

atau adanya kehidupan dalam air, terutama yang terkait dengan kehidupan biota

(seperti ikan, tanaman air, dan organisme mikro lainnya). Berbagai hal atau

perlakuan yang menghalangi penetrasi sinar matahari terhadap perairan atau yang

menyebabkan berkurangnya ketersediaan oksigen dalam air, seperti

turbiditas/kekeruhan, adanya sampah dan limbah, suhu air yang tinggi,

perkembangan gulma atau jenis-jenis tanaman air yang berlebihan (seperti eceng

gondok, siperus dan ganggang) harus dihindari (Siti Nurisjah 2004).

Menurut Siti Nurisjah (2004), dari banyaknya penyebab kualitas air yang

menurun parameter yang harus diperhitungkan dalam kegiatan analisis

mengembangkan tapak dan lanskap secara arsitektural adalah parameter bau dan

warna air. Kedua parameter ini mempengaruhi segi estetikanya (visual, aroma).

Air HRP Kemayoran berwarna abu-abu sampai hitam dan seringkali

berbau disebabkan oleh masuknya bahan-bahan buangan/limbah organik.

Perubahan warna pada badan air akan menurunkan penetrasi sinar matahari ke

dalam air yang selanjutnya menurunkan kegiatan fotosintesis atau kehidupan biota

air. Bau disebabkan oleh bahan-bahan yang terdapat atau juga terjadi karena

aktivitas manusia. Umumnya bau tidak sedap pada air ini disebabkan karena

terurainya buangan organis yang membusuk, terutama protein atau oleh zat kimia.

Untuk mengatasi hal tersebut maka dibuat penyaringan dengan

penggunaan jeruji besi pada setiap aliran air juga dapat menahan sampah yang

masuk pada saat air pasang yang membawa endapan lumpur dan sampah. Eceng

gondok yang berlimpah karena pengaruh salinitas air yang tawar akibat banyak

penggenangan dari sungai daripada pasang dari laut. Pembersihan ganggang atau

eceng gondok yang populasinya berlebih dapat dilakukan secara manual dan

teratur untuk meningkatkan penetrasi sinar matahari kedalam perairan, selain itu

untuk memperbaiki aerasi perairan digunakan kincir-kincir air yang ditempatkan

pada areal perairan terbuka HRP, adanya pengaturan aliran air yang masuk dan

keluar HRP Kemayoran, sehingga pergerakan air dalam rawa tidak mati.

55

Vegetasi

Hutan rawa payau merupakan ekosistem alami dengan dominasi vegetasi

mangrove. Vegetasi lahan basah mempunyai nilai ekologis yang tinggi sebagai

produsen dan ekosistem. Tumbuhan merupakan sumber energi satu-satunya bagi

berbagai konsumen tingkat satu, itulah sebabnya produktivitas primer dari sebuah

ekosistem diukur dari jumlah bahan organik yang diproduksi tumbuhan dalam

jangka waktu tertentu.

Komponen biota dari ekosistem mangrove adalah komunitas mangrove

yang terdiri dari populasi tumbuhan (hutan) dan fauna mangrove yang berinteraksi

dengan komponen abiotik mangrove seperti tanah, oksigen, nutrisi, angin, arus,

air, cahaya, suhu, kelembaban, gelombang dan salinitas. Secara fisik, vegetasi

mangrove menjaga pantai dari gempuran ombak dan tebing sungai dari abrasi,

menahan angin, mengendapkan lumpur, mencegah intrusi air laut dan sebagai

perangkap zat pencemar dan limbah. Sedangkan secara biologis diantaranya

berfungsi juga sebagai habitat burung air, kelelawar, primata, reptil dan jenis-jenis

insekta; serta sebagai penghasil bahan organik yang merupakan sumber makanan

biota; oleh karenanya manjadi penting dalam rantai makanan pada ekosistem

perairan (BPLHD 2002).

Keberadaan vegetasi mangrove HRP Kemayoran sangat penting untuk

dipertahankan karena fungsi-fungsi tersebut diatas dan karena keberadaanya yang

Gambar 15. Siklus Oksidasi pada Badan Air Alami (Sumber: Siti Nurisjah, 2004)

Sewage

Industri Kimia

Nutrisi AerasiOksigen

Tumbuhan Algae

Fotosintesis

Satwa

Kematian

Dekomposisi (Aerobik)

Dekomposisi (Anaerobik)

Fuel Gases

Pemupukan

56

terbatas. Menurut Dinas Kehutanan DKI Jakarta (1996) dalam BPLHD (2002)

ekosistem mangrove di pesisir Teluk Jakarta terdapat di daerah hutan wisata

Kamal, suaka margasatwa Muara Angke, hutan lindung Angke Kapuk,

Kemayoran dan sekitar Cilincing – Marunda.

Vegetasi mangrove memiliki kemampuan khusus untuk beradaptasi

dengan kondisi lingkungan yang ekstrim seperti tanah tergenang, kadar garam

yang tinggi serta kondisi tanah yang kurang stabil. Dengan kondisi lingkungan

seperti ini, beberapa mangrove mengembangkan mekanisme yang memungkinkan

secara aktif mengeluarkan garam dari jaringan, sementara yang lain

mengembangkan sistem akar nafas untuk membantu mendapat oksigen bagi

sistem perakarannya. Adaptasi terhadap konsentrasi garam yang tinggi dilakukan

melalui sekresi garam pada jaringan daun, mencegah masuknya garam dan

akumulasi garam (Kusmana, 2003). Keunikan vegetasi mangrove ini merupakan

potensi untuk wisata interpretatif .

Tipe perakaran khas vegetasi mangrove :

¤ Akar Tunjang dan udara pada Rhizophora sp. (Rhizophora) dan Ceriops

tagal (Tengar).

¤ Akar nafas pada Avicennia sp. (Api-api) dan Sonneratia sp. (Pedada).

¤ Akar lutut pada Bruguiera sp. (Tunjang), Lumnitzera sp. (Teruntum) dan

Xylocarpus induccensis (Pohon Nyiri).

Dalam beberapa hal beberapa jenis mangrove berkembang dengan buah

sudah berkecambah sewaktu masih di pohon induknya (vivipar) Vegetasi

Akar Papan

Akar LututAkar Tunjang

Akar Nafas

Gambar 16. Sketsa Tipe Akar Mangrove (Sumber : Bengen, 1999)

57

mangrove mampu menyerap dan mengakumulasikan logam berat pada daun dan

akar.

Tumbuhan mangrove mempunyai karakteristik morfologis dan fisiologis

yang tergolong sangat spesifik dan relatif berbeda dengan komunitas tumbuhan di

darat, sehingga merupakan material yang istimewa untuk dikaji dan dijadikan

potensi wisata (Kitamura, et al. dalam Bengen 1999).

Vegetasi mangrove HRP Kemayoran hampir tidak mempunyai anakan,

sehingga kemampuan regenerasinya rendah. Kondisi ini terkait dengan kualitas

perairan yang buruk, banyaknya sampah yang menutupi akar, dan tanah lumpur

yang mengalami pemadatan karena kekurangan limpasan air dan akibat adanya

aktivitas, sehingga saat buah mangrove yang telah berkembang jatuh, ujung

tunasnya tidak mampu tertancap sehingga ujungnya tidak akan tumbuh sebagai

anakan mangrove.

Hutan rawa mangrove mempunyai jumlah jenis yang lebih banyak karena

mempunyai variasi komponen habitat lebih banyak dan stabil, artinya habitat ini

mampu mendukung kehidupan jenis burung secara terus-menerus. Vegetasi HRP

berfungsi sebagai penyerap karbondioksida, penghasil oksigen, pengikat air tanah,

sebagai miniatur hutan yang masih tersisa di Jakarta dan mengurangi intrusi air

laut karena kemampuannya dalam menyerap garam dan toleran pada salinitas

tinggi. Menurut Oni (1995), variasi habitat pada pohon komunitas mangrove di

HRP Kemayoran terbagi menjadi udara, pohon tajuk atas, pohon tajuk bawah,

semak, air, terucuk dan lumpur.

Biji Berkecambah Pada Pohon

Menyentuh Dasar

Masuk ke Perairan

Terapung Tegak Lurus Menancapkan Akar

dan Berdaun

Gambar 17. Regenerasi Pohon Mangrove (Sumber: Bengen, 1999)

Formatted: Font: (Default) Arial, 8 pt

Formatted: Font: (Default) Arial

Formatted: Font: (Default) Arial

Formatted: Font: (Default) Arial

Formatted: Font: (Default) Arial

Formatted: Swedish (Sweden)

58

Vegetasi asli merupakan tempat hidup satwa yang harus dipertahankan

keberadaannya untuk menjaga fungsi ekologis dan sebagai media pendidikan

lingkungan. Penambahan vegetasi dipilih dengan fungsi tertentu dan mampu

beradaptasi dengan lingkungan HRP. Apabila memungkinkan dilakukan

penanaman vegetasi mangrove, untuk mempertahankan regenerasi mangrove

mengingat terbatasnya vegetasi mangrove dalam umur dewasa dipasaran.

Vegetasi yang digunakan dipilih selain karena mampu beradaptasi pada

perairan payau juga harus mempunyai fungsi tertentu seperti barrier terhadap

bising, dan visual yang buruk, seperti tapak bagian selatan yang berbatasan

dengan jalan raya serta bagian timur dan utara yang berbatasan dengan rumah

pompa, sungai dan pemukiman kumuh. Serta sebagai koridor burung-burung dari

arah pantai utara maupun hutan mangrove sekitar tapak seperti Muara angke,

Kamal Muara, Cilincing-Marunda, dan Angke Kapuk.

Setiap aktivitas memberikan perubahan terhadap tapak, meskipun dampak

yang ditimbulkan sedikit. Aktivitas masyarakat di sekitar kawasan HRP

Kemayoran mempengaruhi keberadaannya. HRP Kemayoran terdiri dari beberapa

pulau/delta, pada delta yang terletak hampir ke selatan dekat saluran suplesi

vegetasinya masih rapat dan rimbun namun dikarenakan saluran suplesi berupa

saluran terbuka yang tidak mampu mengkontrol sampah yang terbawa aliran air,

maka banyak terdapat sampah plastik baik pada saluran maupun menutupi

perakaran mangrove. Delta ini merupakan delta terbesar yang dapat dikatakan

utuh, karena sedikitnya gangguan dari manusia. Sedangkan pada pulau-pulau yang

berukuran lebih kecil vegetasi tidak banyak selain karena adanya aktivitas

masyarakat sekitar juga dikarenakan adanya akses kedalam delta seperti

pembuatan jalan sementara pelaksanaan proyek penghutanan area waduk yang

membagi pulau yang berada di tengah.

Pulau-pulau lain tersebar sampai kearah utara tapak. Pulau-pulau tersebut

berukuran relatif sangat kecil dan akibat pemadatan tanah rawa, batas delta

menjadi tidak jelas. Agar terbentuk kesatuan, batas delta diperjelas dengan jalan

mengeruk lumpur rawa dan ditimbunkan ke areal delta-delta sehingga terbentuk

pulau yang memanjang. Melalui penyatuan pulau ini diharapkan habitat satwa

terutama burung menjadi lebih luas, dan tercipta suatu area terbuka ditengah-

59

tengah. Burung air menggunakan habitat pada tanah timbul dan rawang sebagai

tempat mencari makan, sedangkan habitat bervegetasi hutan mangrove digunakan

sebagai tempat istirahat dan berlindung.

Kondisi vegetasi HRP Kemayoran sangat memprihatinkan karena kualitas

perairan yang buruk akibat pencemaran serta kurangnya kontrol terhadap rencana

pengelolaan. Kerusakan pada ekosistem mangrove menimbulkan gangguan

terhadap sifat fisik-kimia yang meliputi peningkatan suhu air, pencemaran

oksigen, nutrien, keseimbangan salinitas, hidrologi, sedimentasi, turbiditas,

bahan-bahan toksik dan erosi tanah. Gangguan terhadap sifat fisik-kimia ini

berdampak terhadap keserasian proses alami pada lingkungan (Kusmana, 2003).

Selain itu gangguan terhadap ekosistem mangrove dapat mengakibatkan

perubahan spesies dominan, kerapatan populasi serta struktur tanaman dan hewan.

Apabila hal ini terjadi maka HRP Kemayoran tidak lagi mempunyai ciri khas

sebagai miniatur lahan basah perkotaan.

Upaya konservasi merupakan salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya

alam hayati agar ekosistemnya terpelihara. HRP Kemayoran perlu dilakukan

upaya rehabilitasi sehingga dapat menjamin keberadaanya serta pemanfaatannya

sebagai tempat wisata ekologis. Menurut UU No. 5 Tahun 1990 wilayah sistem

penyangga kehidupan yang mengalami kerusakan secara alami dan atau oleh

karena pemanfaatannya serta oleh sebab-sebab lainnya diikuti dengan upaya

rehabilitasi secara berencana dan berkesinambungan. Karena kondisi HRP

Kemayoran telah mengalami kerusakan tingkat sedang maka upaya rehabilitasi

merupakan langkah awal yang harus dilakukan untuk menjaga kelestariannya.

Satwa

Hutan rawa payau merupakan ekosistem yang komplek, dinamis dan labil

karena keberadaanya dipengaruhi oleh daratan dan lautan, sehingga sangat subur.

Hutan mangrove merupakan habitat berbagai jenis satwa liar seperti primata,

reptilia dan burung, untuk berlindung, mencari makan dan berkembang biak.

Burung merupakan salah satu (bahkan mungkin satu-satunya) jenis satwa liar

yang sering dijumpai di perkotaan. Burung penting bagi unsur keseimbangan alam

dan memiliki nilai ekonomi. Namun demikian, keberadaan burung di daerah

60

perkotaan semakin terancam karena habitatnya beralih fungsi akibat

pembangunan yang pesat seiring dengan perkembangan kota.

Bagi beberapa jenis burung HRP menyediakan ruang yang memadai untuk

membuat sarang karena minimnya gangguan predator, tenggeran dan sumber

makanan yang berlimpah. Burung air adalah jenis burung yang secara ekologis

kehidupannya bergantung pada keberadaaan lahan basah, burung juga merupakan

indikator mutu lingkungan perairan.

Hamparan tumbuhan bambu (Bambusa sp), merupakan habitat kehidupan

jenis burung sawah seperti blekok, cangak, kuntul dan belibis (BPLHD 1999).

Pada batas sebelah timur terdapat tanaman bambu meskipun hanya beberapa

rumpun, untuk dapat menciptakan habitat untuk beberapa jenis burung dapat

dilakukan penanaman bambu di tepi sungai Pademangan, selain sebagai habitat

bambu mampu mengikat air dan mempertahankan struktur tanah sehingga tidak

mudah tererosi, serta mampu mereduksi kebisinginan.

Fauna yang terdapat pada ekosistem mangrove di pesisir Teluk Jakarta

didominasi oleh burung pantai yang jenisnya hampir sama dengan yang terdapat

di cagar alam Pulau Rambut dimana kawasan tersebut merupakan habitat berbagai

jenis burung, khususnya sebagai tempat berlindung, berbiak dan mencari makan.

Menurut Wiriosoepartho (1979) dalam Purwaningsih (1995), hutan

mangrove merupakan tempat yang paling digunakan untuk melakukan aktivitas

harian bagi burung air. Aktivitas yang dilakukan antara lain pembuatan sarang,

membesarkan anak, beristirahat dan berlindung.

Penyebaran satwa paling banyak terdapat pada area delta dekat aliran suplesi,

karena pada area ini banyak terdapat vegetasi bertajuk rapat, dan merupakan area

berlumpur. Selain itu gangguan dari manusia juga relatif tidak ada karena tidak

ada akses menuju area ini. Sedangkan pada area delta lain satwa sangat sedikit,

selain karena area yang relatif terbuka, juga dikarenakan aktivitas penduduk yang

memanfaatkan tapak cukup tinggi terutama pada sore hari. Penduduk

menggunakan tapak sebagai tempat bermain layang-layang, bersepeda atau

sekedar duduk-duduk dan mengobrol. Hal ini terjadi karena terdapat jembatan dari

pemukiman penduduk ke tapak. Penutupan area terhadap akses masyarakat sekitar

diperlukan untuk meminimalisir dampak gangguan satwa.

61

Pengamatan prilaku satwa terutama burung merupakan atraksi wisata yang

mulai banyak diminati masyarakat Indonesia. Pengamatan burung (Birdwacthing)

merupakan perjalanan kealam bebas dengan penekanan pada apresiasi manusia

terhadap keindahan burung yang hidup bebas di habitatnya. Pengunjung dapat

menikmati keindahan bentuk dan warna tubuh serta keunikan prilaku mandi,

mencari makan ataupun berjemur. Aktivitas birdwacthing merupakan kegiatan

yang murah dan dapat dilakukan dimana saja serta oleh siapa saja.

Lapangan golf Kemayoran yang terdapat di sebelah barat HRP senantiasa

digunakan oleh burung-burung untuk bermain atau sekedar berjemur pada pagi

menjelang petang. Berdasarkan penelitian Nainggolan (1994), padang golf

merupakan areal yang paling banyak didatangi oleh burung-burung terutama jenis

Pecuk. (Phalacrocorax sp.) sedangkan burung jenis Kuntul menyukai danau atau

empang yang dangkal untuk berdiri pada waktu makan. Waduk yang terdapat

disebelah barat HRP merupakan tapak yang potensial untuk mencari makan

beberapa burung pendatang. Untuk memfasilitasi kegiatan ini, direncanakan

adanya menara pandang dan papan intip yang diletakkan dibeberapa titik dengan

aktivitas burung tinggi. Terucuk (tempat bertengger) juga diperlukan burung-

burung. Terucuk dapat berupa batang linier ataupun bongkahan sebuah pohon.

Pelandaian tepian delta berlumpur kearah perairan terbuka menciptakan area yang

dangkal berlumpur tempat burung-burung memperlihatkan aksinya.

Untuk mencegah adanya gangguan dari masyarakat sekitar yang

memanfaatkan tapak, diperlukan adanya pembatasan akses terhadap tapak, maka

dibuat suatu pagar pembatas antara pemukiman dan tapak. Pagar yang digunakan

dapat berupa pagar fisik sebagai batas terluar tapak dan vegetasi sebagai barrier

dan batas dalam ataupun salah satunya. Selain itu untuk mencegah pengikisan

daratan oleh air sungai maka disepanjang aliran sungai ditanami vegetasi yang

mampu mengikat tanah dan menyerap polutan atau tahan terhadap polutan

(sampai aliran sungai yang mengarah ke teluk Jakarta).

Menurut Mardisatuti dan Imanuddin (2003), penyediaan suatu koridor

satwa berupa hutan bakau disepanjang pantai utara pulau jawa merupakan suatu

hal yang perlu diusahakan. Untuk itu disepanjang tepian sungai yang

menghubungkan HRP Kemayoran dan laut ditanami beberapa lapis bakau sebagai

62

penyambung burung-burung air (koridor) terhadap tapak selebar sempadan sungai

yang dianjurkan. Namun dikarenakan sungai Pademangan maupun sungai Sunter

merupakan batas tapak wilayah Kemayoran dan keberadaan sungai yang lebar

sangat penting dalam penanganan saat banjir di Jakarta, maka pengadaan

sempadan sungai tidak memungkinkan. Sehingga alternatif yang dipilih adalah

dengan penanaman beberapa lapis mangrove disepanjang pinggiran perairan HRP.

Pengembangan suatu kawasan untuk wisata, bila tidak terkendali dapat

mengganggu kehidupan satwa yang ada didalamnya. Hal ini terjadi apabila

perkembangan wisata mengganggu habitatnya, dimana ruang gerak dan sumber

makanan berkurang. Di barat HRP Kemayoran telah dibuat hutan kota melalui

proyek penghutanan waduk, keberadaan hutan kota ini merupakan potensi bagi

ketersediaan sumber makanan dan habitat. Satwa liar yang ada dalam tapak

hidupnya sangat tergantung pada keberadaan vegetasi dan juga tergantung pada

perairan atau rawa itu sendiri. Keberadaan beberapa sumber makanan disekitar

tapak merupakan potensi bagi kelangsungan keberadaan burung air di HRP

Kemayoran.

Keberadaan satwa merupakan potensi utama tapak. Alternatif

pengembangannya adalah dengan memelihara habitat alami satwa tersebut,

membuat spot pengamatan dan jalur sirkulasi yang tepat, dimana pengunjung

dapat mengamati satwa tanpa mengganggu satwa tersebut. Sesuai dengan pasal 10

UU No. 5 Tahun 1990 yaitu dilakukan upaya rehabilitasi habitat secara berencana

dan berkesinambungan. Menurut Kusmana (2003), keseimbangan dalam proses

alami seperti regenerasi, pertumbuhan habitat, rantai makanan, ekosistem

mangrove dan ekosistem sekitar pantai dapat terganggu jika hutan mangrove

mengalami kerusakan.

Gangguan keseimbangan akan mengubah distribusi, kerapatan dan struktur

alami spesies yang terdapat di kawasan mangrove yang mengalami kerusakan

tersebut. Dengan terancamnya keseimbangan HRP Kemayoran, maka

pemanfaatan HRP sebagai tempat wisata ekologis tidak dapat berkelanjutan. HRP

Kemayoran dikembangkan secara terbatas dalam arti tidak banyak perubahan

terhadap kondisi alami tapak, diharapkan dapat mendukung kehidupan liar

didalamnya.

Comment [W3]:

Comment [W4R3]:

63

Tanah

Tanah di daerah mangrove terbentuk dari akumulasi sedimen yang berasal

dari daerah pantai atau akibat erosi tepian sungai, atau akibat erosi tanah dari area

yang lebih tinggi yang terbawa melalui sungai. Tempat tumbuh hutan mangrove

merupakan daerah endapan baru dibawah air yang tenang. Oleh karena itu

kebanyakan tanah mangrove merupakaan tanah yang belum matang, berupa

lumpur yang lunak, tekstur halus, serta kandungan liat dan debu umumnya tinggi.

Curah hujan yang tinggi dengan topografi yang datar pada kondisi ini

menyebabkan tanah menjadi becek, lembek, dan berlumpur. Hal tersebut sangat

mengganggu kenyamanan, demi kenyamanan dan melestarikan tanah maka

kontak langsung pengunjung dengan tanah dikurangi dengan membuat dek yang

tahan karat dan pelapukan seperti dek-dek kayu (boardwalk).

Tanah jenis ini peka terhadap erosi, salinitas tinggi, drainase jelek,

permeabilitas yang lambat menyebabkan daya menahan air yang lambat, dan

memperbesar jumlah aliran permukaan tanah. Permeabilitas yang lambat perlu

dilakukan penggemburan dan perbaikan sistem drainase. Keterbatasan kedalaman

tanah dan kadar liat menyebabkan terbatasnya penggunaan jenis tanah ini secara

intensif. Bila dipupuk cukup dan didrainasekan dengan sempurna, tanah jenis ini

cukup produktif (Soepardi, 1983).

Warna kelabu atau biru gelap tanah aluvium menandakan buruknya reaksi

oksidatif. Hal ini biasanya terjadi jika pada dataran rendah terdapat air yang

berlebihan, sukar terbuang dengan cepat. Kecepatan pengaliran air permukaan

relatif rendah karena pori-pori drainase rendah. Sifat fisik tanah seperti ini

plastisitasnya tinggi dan menghambat masuknya air.

Kisaran pH 6.2-7.7 mengindikasikan kondisi netral namun kandungan hara

fungsional seperti besi, mangan dan seng kurang tersedia. Sehingga diperlukan

penambahan pupuk, kapur dan kompos. Tekstur liat berdebu dan liat berpasir

mempunyai plastisitas tinggi, dengan daya menahan air yang besar dan umumnya

berat diolah karena banyak mengandung air, terutama setelah hujan. Dalam

keadaan kering tanah berbentuk bongkahan.

Untuk mencegah pengikisan tepi rawa ataupun delta digunakan retaining

wall atau turap. Penggunaan turap ini juga untuk mencegah agar air rawa tidak

64

tercemar oleh tanah yang tererosi (mengkonservasi kualitas air), sehingga

mengurangi pendangkalan rawa (mengkonservasi kuantitas air rawa), dan yang

tidak kalah penting adalah untuk keamanan dan kenyamanan pengguna tapak.

Turap yang digunakan dengan material alami seperti bambu ataupun kayu untuk

mempertahankan kesan alami tapak.

Iklim

Iklim adalah gabungan dari keadaan cuaca yang diamati dalam jangka

waktu yang lama dan meliputi daerah luas. Pengamatan terhadap iklim dalam

perencanaan suatu lanskap dilakukan untuk menciptakan suasana yang nyaman

bagi aktivitas rekreasi, terutama rekreasi yang dilakukan diluar ruangan (Brooks,

1988).

Suhu rata-rata 28.07˚C. Suhu rata-rata berada dalam kisaran suhu nyaman

manusia yaitu 27°C-28°C (Laurie, 1986). Walaupun berada dalam kisaran suhu

nyaman namun tapak relatif panas dikarenakan kurangnya area bernaungan, baik

buatan maupun alami. Vegetasi dapat dimanfaatkan sebagai pengendali iklim

mikro, dimana vegetasi dapat menurunkan suhu dan menyejukkan udara

sekitarnya karena vegetasi dapat mengurangi intensitas sinar matahari yang masuk

ke tapak. Selain itu vegetasi mampu menyerap panas yang dipantulkan oleh

perkerasan maupun permukaan air.

Badan air yang luas bertindak sebagai buffer terhadap suhu yang ekstrim.

Air memerlukan energi panas yang lebih banyak untuk meningkatkan suhu pada

musim kemarau daripada yang dibutuhkan atmosfer, energi panas tersebut akan

dilepaskan pada musim hujan. Vegetasi mempunyai efek sangat penting terhadap

suhu udara. Lahan kosong atau permukaan yang gelap lebih cepat panas, vegetasi

menghalangi refleksi sebanyak radiasi datang, penghalangan radiasi ini

mengurangi pemanasan tanah. Sehingga dibawah naungan suhu permukaan tanah

lebih dingin dari suhu udara (Carpenter, et. al. 1975).

Selain itu elemen air juga dapat mempengaruhi pembentukan iklim mikro,

uap air yang terbawa angin memberikan efek penyejukan pada area sekitarnya.

Keberadaan air ini juga penting bagi kelangsungan hidup vegetasi dan satwa pada

tapak. Suhu penting dalam proses fotosintesis dan respirasi. Menurut Kusmana

65

(2003), pertumbuhan mangrove yang baik memerlukan suhu rata-rata minimal

>20˚C dan perbedaan suhu musiman tidak melebihi 5˚C.

Kisaran kelembaban nyaman untuk manusia menurut Laurie (1986)

adalah 40%-75%. Kelembaban udara rata-rata tahunan KBBK 75.16°C,

kelembaban tertinggi bulan Januari dan kelembaban terendah pada bulan Juli.

Kelembaban yang terlalu tinggi dapat menimbulkan ketidaknyamanan, karena

kelembaban yang tinggi membuat manusia cepat merasa lelah dalam berbagai

aktivitas. Hal tersebut dapat diatasi dengan pemilihan struktur vegetasi dan

penempatan vegetasi yang memungkinkan masuknya sinar matahari yang cukup

kedalam tapak.

Seperti umumnya daerah tepi pantai, terasa adanya hembusan garam (salt

spray) dari pantai Ancol yang hanya berjarak 1.15 Km. Adanya garam dalam

kandungan udara merupakan salah satu penyebab tingginya kelembaban udara di

kawasan HRP Kemayoran. Vegetasi berdaun jarum dapat digunakan untuk

mengatasi salt spray.

Kenyamanan bersifat subjektif, namun dapat digeneralisir sehingga

diperoleh nilai standar yang dapat dikuantifikasi. Sebagai acuan dalam penataan

lanskap untuk kepentingan pengguna kondisi iklim awal dapat ditinjau melalui

kuantifikasi kenyamanan salah satunya dengan Thermal Humidity Index (THI).

Tabel 6. Perhitungan Nilai THI

Temperatur (°C) Kelembaban (%) THI Keterangan

26.5 28.07 28.78

79.08 75.16 76.16

25.39 26.68 27.4

< 27 < 27 > 27

Dari tabel terlihat bahwa pada suhu rata-rata maksimum menunjukkan

tapak berada dalam kondisi yang kurang nyaman. Tingginya nilai THI

dikarenakan suhu yang relatif tinggi serta adanya elemen air yang cukup dominan

THI= 0.8 T + (RH*T) 500 dimana, T : Temperatur (°C) RH : Kelembaban Relatif (%)

Tapak nyaman THI< 27°C

66

yaitu rawa pada tapak berperan dalam meningkatkan kelembaban. Sedangkan

nilai THI pada suhu rata-rata minimum menunjukkan bahwa tapak berada dalam

kondisi nyaman. Sehingga secara umum tapak berada dalam kondisi nyaman

untuk kegiatan wisata ekologis.

Untuk mengurangi kelembaban udara pada tapak maka dalam perencanaan

mempertimbangkan kemungkinan aliran udara, sehingga dapat mengalirkan uap

air. Pengaturan vegetasi dengan memperhatikan arah angin dapat sebagai filter

garam yang terbawa angin dari laut serta dapat menurunkan suhu dalam tapak.

Arah angin pada siang hari berhembus dari utara, dan pada malam hari angin

berhembus dari selatan. Menurut Brooks (1988), penempatan vegetasi dapat

menciptakan keteduhan tetapi tidak menghambat pergerakan angin dengan cara

membebaskan daerah setinggi 2.5-3 m di bawah cabang terendah sehingga

mendukung aliran udara (area bebas cabang).

Intensitas penyinaran adalah lamanya matahari bersinar dalam satu hari

yang turut mempengaruhi terciptanya kelembaban udara dan suhu. Rata-rata

penyinaran bulanan KBBK 31.43%-78.5% dengan intensitas radiasi terbanyak

pada bulan September, intensitas terendah pada bulan Desember. Tingginya

intensitas penyinaran merupakan potensi, karena Vegetasi mangrove merupakan

vegetasi hari panjang yang membutuhkan intensitas matahari yang tinggi dengan

penyinaran penuh. Kisaran intensitas cahaya optimal untuk mangrove menurut

Kusmana (2003) untuk pertumbuhan mangrove adalah 3000-3800 kkal/m2/hari.

Pertumbuhan mangrove akan terhambat dan laju kematian vegetasi

mangrove akan meningkat apabila lamanya penyinaran matahari tidak seimbang

dengan intensitas penyinaran matahari, hal ini terjadi karena cahaya matahari

mempengaruhi perkecambahan, pembungaan dan pertumbuhan spesies mangrove.

Untuk mencegah kematian vegetasi mangrove, maka habitat ini harus dibiarkan

mendapat penyinaran matahari secara penuh tanpa ternaungi (struktur bangunan

misalnya).

Tapak di sebelah Timur merupakan area terbuka mengakibatkan intensitas

penyinaran matahari lebih dominan daripada bagian lain tapak. Sehingga dapat

mengganggu kenyamanan pengunjung dalam beraktivitas terutama pada tengah

hari. Tapak bagian ini direncanakan sebagai area penyangga ekosistem mangrove,

67

sehingga pada area ini ditanami vegetasi yang berfungsi konservasi tanah dan air.

Selain itu untuk menjaga kenyamanan pengunjung pada saat matahari terik, juga

berfungsi sebagai barrier atau penghalang dari pemukiman kumuh.

Kisaran curah hujan tahunan rata-rata 147.54mm. Curah hujan tertinggi

pada bulan Februari dan curah hujan terendah pada bulan September. Curah hujan

pada tapak relatif rendah sehingga diperlukan adanya pengaturan air agar tapak

tidak kekeringan pada musim kemarau yang akan mengancam keberadaan

mangrove. Rumah pompa dapat mengatur jumlah air yang dialirkan dari dan ke

rawa, namun kualitas dan jumlahnya harus terjaga, oleh karena itu disekitar romah

pompa maupun waduk dapat ditanam vegetasi yang dapat mengikat air. Curah

hujan mempengaruhi faktor lingkungan seperti suhu air dan udara, salinitas air

permukaan tanah dan air tanah yang akan berpengaruh pada daya tahan spesies

mangrove. Dalam hal ini mangrove tumbuh subur didaerah dengan curah hujan

rata-rata 1500-3000 mm/tahun (Kusmana, 2003).

Tekanan udara tergantung pada suhu akibat dari peredaran matahari.

Tekanan udara berbanding terbalik dengan suhu dan berbanding lurus dengan

kelembaban. Pada saat kelembaban tinggi tekanan udara juga tinggi namun suhu

menurun. Tekanan udara tertinggi pada tapak 1010.84 Mb pada bulan Agustus,

terendah 1002.92 Mb pada bulan Februari dengan rata-rata tekanan udara 1008.93

Mb. Pada bulan Agustus kelembaban lebih tinggi dari bulan Februari dan suhunya

lebih kecil dari pada bulan Februari.

Kecepatan angin rata-rata 2.55 Knot, dimana kecepatan angin terbesar 3

Knot pada bulan Februari dan kecepatan angin terendah 2.28 Knot terjadi pada

bulan April. Arah angin dipengaruhi oleh angin Muson Barat antara bulan

November-April dan angin Muson Timur antara bulan Mei-Oktober.

Gambar 18. Ilustrasi Vegetasi sebagai Kontrol Visual

68

Berdasarkan skala Beaufort, angin HRP Kemayoran berada dalam skala 1,

dimana kisaran kecepatannya 2-6 km/jam. Angin jenis ini merupakan angin yang

bertiup sepoi-sepoi, dan merupakan potensi dalam pengembangan wisata. Selain

itu hembusan angin sepoi-sepoi dari arah laut (sebelah utara tapak) pada siang hari

akan memberikan kesegaran bagi wisatawan karena hembusan angin mengandung

uap air sehingga udara menjadi lebih dingin dan segar.

Akan tetapi karena tapak dipengaruhi oleh angin muson barat dan timur,

angin barat berasal dari arah Samudera Hindia, angin ini cukup kencang dan

mengandung uap air dengan kadar garam tinggi. Angin barat ini dapat

mengganggu kenyamanan pengunjung dalam beraktifitas. Sehingga diperlukan

adanya penghalang angin, dapat berupa penghalang fisik atau secara alami dengan

memanfaatkan vegetasi, karena vegetasi dapat mengurangi kecepatan angin di

daerah terbuka sampai 75-80% (Chiara dan Koppelmen, 1997). Angin musim

timur ditandai dengan angin lemah, laut tenang dan terjadi pada musim kemarau.

Angin yang bertiup bersifat kering, sehingga daerah pantai akan terasa panas.

Angin panas ini bertiup ke tapak dan dapat mengganggu kenyamanan. Untuk

mengurangi efek yang terjadi maka keberadaan vegetasi disekitar pantai dan

vegetasi yang ada di HRP Kemayoran harus dipertahankan.

Udara yang tidak mengalir/berputar dalam tapak dapat menggangu

kenyamanan. Vegetasi mempunyai porositas yang memugkinkan melewatkan

angin menembus dedaunan, sedangkan barrier permanen/fisik tidak dapat

melewatkan aliran angin sehingga terjadi turbulensi (Laurie 1986). Tapak berupa

jalur linier yang dapat berfungsi sebagai koridor angin, untuk mencegah terjadinya

turbulensi dibuat jalan untuk angin yang dapat diarahkan ke pusat kegiatan yang

terdapat di tengah tapak.

Angin berpengaruh terhadap gelombang dan arus pantai, yang dapat

menyebabkan abrasi dan mengubah struktur mangrove, meningkatkan

evapotranspirasi dan angin kuat dapat menghalangi pertumbuhan menyebabkan

karakteristik fisiologis abnormal, namun demikian diperlukan untuk proses

polinasi dan penyebaran benih tanaman (Kusmana, 2003).

69

Akustik

Burung-burung sangat peka terhadap suara, gerak dan warna. Prilaku

burung akan berubah apabila kebisingan suara >95 db (Prawoto 1990 dalam Oni

1995). Burung-burung tersebut adalah Ardeola Speciosa (Blekok sawah), Egretta

sp. (Kuntul), dan Phalacrocorax sp.(Pecuk).

Bunyi-bunyian alami seperti kicauan burung, gemerisik daun maupun

semilir angin dalam tapak merupakan potensi tapak sebagai kawasan wisata.

Sedangkan terhadap bunyi-bunyian yang dirasa akan mengganggu seperti

kendaraan bermotor di sebelah selatan dan aktivitas masyarakat dan rumah pompa

di sebelah timur dan utara, alternatif pemecahannya adalah dengan membuat

barrier antara sumber kebisingan dan tapak. Kebisingan dapat diredam dengan

penggunaan vegetasi, vegetasi yang bertajuk rapat, struktur daun rapat atau

mengandung air dapat digunakan untuk meredam kebisingan non alami pada

tapak.

Menurut Laurie (1986), Penggunaan kombinasi semak dan pohon sangat

efektif karena mampu mereduksi bising hingga 50% untuk kendaraan biasa dan

75% untuk truk. Reduksi bising lebih efektif dengan menggunakan kombinasi

antara penghalang solid dan vegetasi. Penghalang solid berupa dinding dengan

struktur tebal dan memantulkan bunyi.

Kenyamanan dan Nilai Visual Tapak Secara visual pemandangan kearah tapak merupakan view yang bagus,

dengan vegetasi rindang dan beberapa satwa yang terlihat. Namun pemukiman

penduduk dan sungai Pademangan yang berair hitam serta berbau merupakan hal

yang mengganggu ativitas wisata. Selain itu pemandangan menjadi terganggu

Gambar 19. Vegetasi sebagai Peredam Kebisingan. (Sumber : Carpenter et. al., 1975)

70

karena adanya sampah yang terbawa saat pasang dan tertinggal di tapak pada saat

surut.

Untuk mengurangi intensitas radiasi yang tinggi dapat digunakan beberapa

vegetasi yang berfungsi naungan selain itu juga dibangun beberapa naungan fisik

untuk berteduh disaat hujan maupun panas terik. Naungan tersebut dapat

merupakan tempat pemberhentian (stop area) untuk beristirahat, berfoto, dan

berdiskusi. Pemilihan vegetasi dengan memperhatikan arah penyinaran, sehingga

terbentuk bayangan vegetasi yang mampu memberikan kesan visual. Selain itu

penggunaan vegetasi eksotik atau berbunga juga dapat dijadikan sebagai alternatif

pengembangan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan HRP, vegetasi

eksotik ditanam pada ruang penerimaan ataupun ruang pelayanan. Sedangkan

pada ruang wisata vegetasi yang dipilih merupakan vegetasi alami ataupun

vegetasi yang mampu beradaptasi pada lingkungan rawa sehingga pada saat

memasuki ruang wisata tercipta suasana yang berbeda dengan kehidupan luar atau

dengan kata lain benar-benar memunculkan kesan hutan rawa payau.

Data Teknis

Sesuai dengan keinginan pengelola KBBK dan beberapa peraturan terkait,

untuk menjaga keletarian hutan rawa mangrove yang ada dan untuk mewujudkan

fungsi hutan konservasi burung. Maka, keberadaan Hutan Rawa Payau

Kemayoran ini dimanfaatkan sebagai tempat berwisata terbatas, dimana aktivitas

wisata yang dikembangkan merupakan wisata pasif interpretatif dengan

memperhatikan sumberdaya tapak yang ada dan penggunaan aktivitas dalam batas

daya dukung tapak. Sehingga pemanfaatan tapak untuk memenuhi konsep

ekowisata.

Sesuai dengan konsep ekowisata, pemanfaatan tapak harus berdasarkan

daya dukung sumberdaya, maka masyarakat harus dilibatkan dalam

pengelolaannya. Sehingga masyarakat tidak hanya dijadikan sebagai penonton

tanpa ikut terlibat, hal ini pada akhirnya dapat menimbulkan rasa tidak memiliki

yang cenderung dapat merusak tapak yang ada. Oleh karena itu untuk mengurangi

pengangguran di sekitar HRP, masyarakat dilibatkan sebagai interpreter dan

71

pedagang. Guide/interpreter akan diberi pelatihan secara intensif, sehingga

mampu menjelaskan ekosistem HRP Kemayoran kepada pengunjung.

Akan tetapi, kondisi HRP Kemayoran telah mengalami kerusakan tingkat

sedang yang apabila tidak dilakukan penanganan yang tepat dapat mengancam

keberadaannya. Upaya penetapan sebagai kawasan konservasi yang dilakukan

oleh pemerintah DKI Jakarta melalui Keputusan Gubernur No. 339 Tahun 2002

merupakan upaya perlindungan sistem penyangga kehidupan ditujukan bagi

terpeliharanya proses ekologis yang menunjang kelangsungan kehidupan untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia sesuai

dengan UU No. 5 Tahun 1990 pasal 7. Selain itu diikuti dengan upaya rehabilitasi

secara berencana dan berkesinambungan suatu wilayah sistem penyangga

kehidupan yang mengalami kerusakan secara alami dan atau oleh karena

pemanfaatannya serta oleh sebab-sebab lainnya (Pasal 10).

Konsep pengelolaan untuk HRP ini adalah kawasan wisata terbuka minat

khusus. Pengunjung dibatasi baik jumlah maupun waktu kunjungan (sesuia

konsep aktivitas ekowisata), dipungut biaya, diberi pengarahan dan pemutaran

slide di ruang persiapan wisata, dilarang melakukan aktivitas makan selama

perjalanan wisata serta aktivitas lain yang dapat menganggu keberadaan satwa

maupun vegetasi. Makan dan minum di fasilitasi di ruang pelayanan.

72

73

KONSEP

Konsep Dasar

Merencanakan kawasan wisata alternatif di Jakarta dengan konsep

ekowisata, dimana aktivitas wisata dikembangkan dengan tetap memperhatikan

kelestarian sumberdaya tapak yang mampu memberikan dan meningkatkan

pengetahuan serta pengalaman terhadap ekosistem lingkungan lahan basah

terutama hutan rawa payau. Pada akhirnya diharapkan mampu meningkatkan rasa

kepeduliaan masyarakat untuk menjaga kelestarian sumberdaya alam melalui

pemanfaatan potensi alam sebagai tempat berwisata dengan memperhatikan

kondisi ekologis tapak. Objek dan atraksi wisata diutamakan pada ekosistem

hutan rawa payau sebagai habitat flora dan fauna yang beraneka ragam dan

memiliki karakteristik yang khas.

Pengelolaan maupun pengembangan hutan rawa payau harus mampu

mengakomodasikan kepentingan masyarakat dengan tanpa mengorbankan

kepentingan ekologis. Sehingga dalam perencanaan hutan rawa payau ini

dikembangkan beberapa fungsi yaitu:

Fungsi Wisata, dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan wisata

masyarakat perkotaan yang dituangkan dalam aktivitas-aktivitas wisata serta

fasilitas penunjangnya yang dapat diakomodasikan dalam tapak.

Fungsi Konservasi, dikembangkan mengingat strategisnya posisi hutan

mangrove sebagai penjaga pantai dan daratan, dengan keanekaragaman hayati

yang tinggi maka kelestarian ekosistem mangrove merupakan prioritas utama

yang harus dijaga dan dipelihara. Pemanfaatan sumber daya alam hayati dilakukan

secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap

memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman.

Fungsi Pendidikan, berkaitan dengan pendidikan lingkungan dan rasa

cinta alam yang hendak dicapai melalui kegiatan wisata alam dan pengenalan

ekosistem rawa payau yang diharapkan mampu menggugah pengunjung untuk

lebih memperhatikan dan melindungi alam dan kehidupan didalamnya.

Fungsi Ekosistem, berkaitan dengan kawasan sebagai suatu hutan

mangrove yang bersifat kompleks (hutan mangrove, perairan maupun tanah

74

dibawahnya merupakan habitat berbagai satwa darat dan biota perairan), dinamis

(hutan mangrove dapat terus tumbuh, berkembang dan dapat mengalami suksesi

serta perubahan zonasi sesuai perubahan tempat tumbuhnya) serta bersifat labil

(mudah sekali rusak dan sulit untuk pulih kembali). Fungsi ini erat kaitannya

dengan fungsi konservasi. Fungsi ini dikembangkan untuk menjaga keseimbangan

ekologis kota, apabila salah satu komponen terganggu maka akan mempengaruhi

seluruh ekosistem.

Konsep Pengembangan

Hutan rawa payau merupakan kawasan yang rentan dengan daya dukung

ekologis yang rendah, sehingga tapak dimanfaatkan dengan mengutamakan

kelestarian sumberdayanya. Meskipun begitu, bukan berati objek wisata tidak

dapat dikunjungi sama sekali, tetapi hanya dibatasi penggunaannya. Inti dari

konsep ekowisata adalah penggunaan kawasan/objek yang dibatasi sesuai dengan

kemampuan daya dukungnya. Konsep dasar kemudian dikembangkan kedalam

konsep ruang, konsep sirkulasi dan konsep aktivitas wisata.

Konsep Ruang

Ruang merupakan wadah untuk melakukan aktivitas, program ruang yang

akan diakomodasikan pada tapak didasarkan pada konsep ekowisata, perlindungan

sumber daya alam, keberadaan objek dan atraksi wisata pada tapak serta fungsi

yang akan diterapkan. Terdapat tiga aspek pengembangan ekowisata yaitu alam

sebagai modal utama, wisata sebagai aktivitas yang diakomodasikan dan bernilai

ekonomi serta manusia. Maka tata ruang yang dikembangkan terdiri dari ruang

wisata, ruang penyangga dan ruang pelayanan.

Ruang Wisata

Ruang wisata adalah ruang yang digunakan untuk melakukan aktivitas

utama wisata. Area ini didominasi oleh vegetasi alami dan merupakan habitat

satwa yang keberadaannya perlu dipertahankan. Pada ruang ini terdapat objek

dan atraksi wisata, sehingga ruang ini digunakan sebagai ruang untuk melakukan

aktivitas wisata interpretatif baik wisata pendidikan maupun wisata non

pendidikan. Aktivitas wisata yang dikembangkan berupa aktivitas pasif dan

terbatas seperti jalan-jalan, bersantai, duduk-duduk, fotografi, dan viewing.

75

Fasilitas yang disediakan berupa jalur trekking (boardwalk) dan sudut-sudut untuk

berfoto (photography corner), menara pandang dan papan intip. Ruang ini

mengakomodasikan fungsi wisata, fungsi pendidikan dan fungsi ekosistem.

Ruang Penyangga

Ruang ini merupakan area perlindungan terhadap flora dan fauna HRP.

Ruang ini ditujukan untuk melindungi ruang wisata dari aktivitas negatif

masyarakat dan aktivitas berlebih pengunjung. Pada ruang penyangga dapat

dilakukan aktivitas wisata berupa duduk-duduk, beristirahat dan berdiskusi.

Aktivitas wisata yang dilakukan pada ruang ini dimaksudkan untuk mengurangi

aktivitas wisata yang diakomodasikan pada ruang wisata sehingga kerusakan yang

mungkin timbul pada ruang wisata dapat ditekan. Fasilitas yang disediakan adalah

gazebo/shelter dan tempat duduk untuk beristirahat maupun berdiskusi sesaat

sebelum/setelah melakukan wisata interpretatif. Ruang ini dikembangkan untuk

mendukung fungsi konservasi, fungsi wisata dan fungsi ekosistem. Vegetasi yang

digunakan pada ruang ini merupakan vegetasi yang berfungsi untuk konservasi air

dan tanah serta sebagai sumber kehidupan bagi satwa sehingga pada akhirnya

mampu menjaga kelestarian ekosistem hutan rawa payau.

Ruang Pelayanan

Ruang pelayanan terdiri dari area penerimaan dan area pelayanan wisata.

Area penerimaan merupakan ruang yang pertama didatangi oleh pengunjung.

Sedangkan area pelayanan wisata merupakan ruang yang mengakomodasikan

berbagai fasilitas wisata seperti makan, minum, beristirahat dan memperoleh

informasi. Area pelayanan mencakup juga ruang persiapan wisata, pemutaran

slide, foto-foto, film mengenai ekosistem lahan basah dan aturan berwisata.

Manusia yang dimaksud dalam pengembangan ekowisata adalah masyarakat

sekitar dan pengunjung. Sehingga selain mengakomodasikan kebutuhan

pengunjung, juga mengakomodasikan kebutuhan masyarakat dilihat dari segi

kepentingan masyarakat lokal yaitu mata pencaharian penduduk. Kebutuhan

penduduk tersebut diakomodasikan berupa pengelolaan kios cinderamata dan

fasilitas pendukung wisata lainnya. Vegetasi yang dipilih pada ruang ini

merupakan vegetasi dengan fungsi fisik baik sebagai eksotis-naungan,

pembatas/barrier maupun untuk kontrol visual.

76

Konsep Sirkulasi

Konsep sirkulasi yang direncanakan dalam tapak berfungsi sebagai

penghubung antar ruang dalam tapak atau dalam ruang itu sendiri secara

fungsional. Sirkulasi dikembangkan menjadi sirkulasi interpretatif, dan sirkulasi

pelayanan. Sirkulasi interpretatif berfungsi sebagai jalur interpretasi wisata baik

pendidikan maupun non pendidikan dengan pola tertutup (loop) dengan titik-titik

perhentian untuk menikmati objek dan atraksi wisata, jalur ini berupa boardwalk

terapung, jalan aspal ataupun conblok. Sirkulasi pelayanan pada ruang wisata dan

pelayanan merupakan sirkulasi penunjang aktivitas wisata interpretatif berupa

jalan setapak. Sedangkan sirkulasi pelayanan pada ruang penyangga berfungsi

sebagai jalur pemeliharaan/inspeksi, dimana akses masuk dibedakan dengan akses

wisata. Kelompok pengunjung melakukan briefing di area pelayanan, kemudian

dipandu mengelilingi tapak dalam selang waktu tertentu.

Gambar 21. Konsep

Sirkulasi Pelayanan Wisata Sirkulasi Interpretatif

Gambar 22. Konsep Sirkulasi

65%

20% 15%

Ruang Wisata

Ruang Penyangga

Ruang Pelayanan

Ruang Wisata

Ruang Penyangga

Ruang Pelayanan

Sirkulasi Pemeliharaan

Objek dan Atraksi Akses Wisata

Akses Pemeliharaan

77

Konsep Aktivitas Wisata

Konsep aktivitas wisata yang dikembangkan merupakan wisata pasif

interpretatif, baik aktivitas wisata pendidikan maupun non pendidikan. Sehingga

selain memberikan hiburan, kawasan juga berguna untuk memberikan informasi,

pengetahuan dan pengalaman pengunjung pada sumber daya sesungguhnya di

alam. Aktivitas wisata yang dikembangkan adalah aktivitas wisata pasif terbatas,

mengingat kondisi HRP Kemayoran berupa lahan basah dan kepekaan sumber

daya alamnya terhadap kehadiran dan aktivitas pengunjung. Aktivitas wisata

diarahkan pada aktivitas kelompok dengan pembatasan waktu kunjungan dan

lebih berorientasi pada jalur. Jalur berfungsi sebagai tempat beristirahat,

bersosialisasi dan menikmati pemandangan serta pengamatan sumberdaya alam.

Interpretasi merupakan andalan dalam sebuah ekowisata, karena interpretasi

merupakan jembatan antara pengunjung dengan sumber daya yang dikunjuginya

sehingga dapat dimengerti, memahami dan apabila mungkin dapat ikut melakukan

konservasinya (Muntasib, 2005).

Pengunjung berkeliling mengikuti jalur yang ada untuk menginterpretasi

flora (arsitektur pohon, pengelompokan vegetasi, warna daun, warna buah dan

bunga, kerindangan, jenis dan kekhasan vegetasi) dan fauna (jenis satwa,

kekhasan, waktu terlihat, prilaku, estetika satwa, penyebaran, warna, keunikan,

kelangakaan dan musim kawin) yang terdapat dalam HRP.

Pengunjung dibekali dengan pengetahuan mengenai HRP Kemayoran

terlebih dahulu pada ruang pelayanan persiapan wisata. Pengunjung ditunjukkan

slide, foto-foto serta film mengenai ekosistem HRP. Dan selama perjalanan

interpretatifnya, pengunjung ditemani oleh seorang pemandu/interpreter yang ahli

mengenai ekosistem lahan basah terutama HRP Kemayoran.

Pada radius yang telah ditentukan terdapat stop area/gazebo untuk

melakukan diskusi dan beristirahat, pengunjung mengamati prilaku satwa melalui

papan pengamatan burung/papan intip ataupun menara pandang tanpa

mengganggu aktivitas burung tersebut. Melalui menara pandang dapat dinikmati

prilaku burung tidak hanya didalam tapak (HRP) tetapi juga aktivitas burung yang

berada di luar tapak yang terletak berbatasan dengan tapak seperti danau ataupun

lapangan golf.

78

Wisata dikemas menjadi dua paket wisata. Paket wisata pertama,

diperuntukkan bagi wisatawan yang tidak mampu menempuh perjalanan jauh.

Perjalanannya diawali dari ruang persiapan wisata dan berjalan sepanjang

boardwalk kearah selatan tapak dimana 16.445 m2 merupakan hutan kota

konservasi berdasarkan keputusan gubernur DKI Jakarta. Wisatawan dapat

menginterpretasi burung serta satwa lain seperti reptil dan dan serangga serta

beberapa vegetasi khas rawa payau merupakan objek dan atraksi yang menarik.

Paket wisata kedua merupakan perjalanan hampir menjelajahi seluruh

Hutan Rawa Payau Kemayoran, perjalanan dimulai dari ruang persiapan wisata,

berjalan sepanjang boardwalk hingga ujung utara tapak. Objek wisata yang dapat

dinikmati adalah burung-burung yang jumlah dan jenisnya lebih beragam dari

paket pertama dan vegetasi khas rawa mangrove serta satwa lain.

79

PERENCANAAN

Berdasarkan konsep yang telah dibuat, dikembangkan rencana tapak (site

plan) dan rencana sirkulasi wisata (touring plan) serta rencana tata letak aktivitas

dan tata letak fasilitas wisata. Touring plan, merupakan rencana jalur wisata

dengan objek dan atraksi wisata yang terdapat pada tapak. Rencana tapak meliputi

rencana tata ruang, rencana sirkulasi dan rencana aktivitas wisata beserta fasilitas

yang mendukung kegiatan wisata.

Rencana Tata Ruang

Kawasan HRP Kemayoran dibagi kedalam tiga ruang yaitu ruang wisata,

ruang penyangga dan ruang pelayanan.

Ruang wisata merupakan ruang dengan alokasi luas terbesar (65%)

meliputi areal rawa dan delta-delta dan merupakan ruang aktivitas wisata utama.

Pada ruang ini terdapat objek dan atraksi wisata berupa vegetasi alami khas hutan

rawa payau dan satwa terutama burung-burung. Aktivitas wisata yang

direncanakan merupakan aktifitas wisata pasif berupa jalan-jalan mengikuti jalur

boardwalk.

Ruang penyangga merupakan ruang yang diperuntukkan sebagai ruang

untuk melindungi keberadaan objek dan atraksi wisata pada ruang wisata utama

dari pengaruh negatif masyarakat maupun aktivitas berlebih pengunjung.

Sehingga keseimbangan dan kelestarian ekosistem hutan mangrove dapat terjaga.

Pada ruang ini dilakukan aktivitas wisata berupa duduk-duduk, bersantai,

berdiskusi maupun berfoto. Luasnya (20%) berupa ruang yang relatif lebih

terbuka dan panas. Pada ruang ini ditanami vegetasi yang mampu meningkatkan

dan menjaga kelestarian ekosistem. Vegetasi berfungsi konservasi air dan tanah,

sebagai buffer, baik fisik maupun visual dan ditujukan untuk mendukung habitat

burung. Penanaman vegetasi juga direncanakan sepanjang sempadan sungai

kearah pantai, sebagai koridor yang mampu mendukung perpindahan burung-

burung dari area lahan basah disekitarnya maupun dari pantai. Pada ruang wisata

juga direncanakan penanaman jenis pohon mangrove terutama beberapa lapis

pada bagian tepian HRP sebagai koridor.

80

Ruang pelayanan merupakan ruang yang mengakomodasikan keperluan

pengunjung selama berwisata dan mengakomodasikan kebutuhan masyarakat

dilihat dari kepentingan mata pencaharian. Masyarakat sebagai pengelola kawasan

wisata seperti tenaga pemandu wisata/interpreter, penyediaan konsumsi dan

petugas keamanan, maupun mengelola kios cinderamata.

Rencana Sirkulasi

Tapak hanya dapat dilalui oleh pejalan kaki, karena keberadaan kendaraan

bermotor dalam tapak dapat mengganggu satwa yang ada. Kendaraan bermotor

hanya sampai pada ruang penerimaan. Jalur kendaraan merupakan akses

kendaraan dari gerbang menuju area parkir. Jalur ini berupa jalur dua arah dengan

lebar 4-6 m. Menurut Chiara dan Koppelman (1997) lebar jalan masuk mobil

berkisar antara 9-12 kaki untuk jalan masuk satu kendaraan dan untuk dua

kendaraan minimal 15-18 kaki. Perkerasan dibuat dari bahan yang kuat dan

mampu mengalirkan air, dasar dipadatkan dengan baik dan diberi saluran. Untuk

jalan masuk tapak digunakan beton dengan lapisan permukaan aspal setebal 1-2

inchi.

Sirkulasi dibedakan menjadi sirkulasi interpretatif dan sirkulasi

pelayanan. Sirkulasi interpretatif berfungsi sebagai jalur interpretasi wisata baik

pendidikan maupun non pendidikan, merupakan jalur yang mengelilingi (loop)

tapak berupa boardwalk terapung untuk mengantisipasi fluktuasi debit air rawa

akibat hujan maupun pasang surut.

Sirkulasi pelayanan merupakan sirkulasi penunjang aktivitas wisata.

Sirkulasi ini dibedakan menjadi pelayanan wisata dan pemeliharaan. Sirkulasi

pemeliharaan berfungsi sebagai jalur inspeksi dengan akses dari arah utara tapak,

lebar 3 m. Jalur ini dapat digunakan oleh pengunjung diluar hari pemeliharaan.

Untuk menunjang kenyaman pejalan kaki setiap jarak ± 500 m disediakan

stop area berupa shelter/gazebo. Stop area ini merupakan tempat beristirahat,

santai dan berdiskusi mengenai hasil interpretasi yang telah dan akan dilakukan

berukuran 6x5 m.

Stop area terdapat pada ruang penyangga, hal ini dimaksudkan untuk

mengurangi gangguan terhadap objek wisata. Boardwalk yang digunakan dari

81

material kayu yang tahan rendaman dan salinitas, dengan lebar 1.5 m dan tinggi

0.5-1 m dari permukaan air rawa pada keadaan air normal.

Hal ini berdasarkan penelitian Tim Fakultas Kehutanan dimana perbedaan

saat pasang dan surut sungai Sentiong sekitar 40 cm. Sungai Sentiong adalah

sungai yang direncanakan sebagai masukan air bagi rawa mangrove apabila

sungai Pademangan ditutup. Boardwalk dibuat dengan perbedaan ketinggian pada

selang 0.5-1 m untuk menciptakan kesan petualangan. Boardwalk semakin rendah

pada beberapa bagian objek wisata burung dan vegetasi untuk memudahkan

interpretasi.

Pada bagian HRP yang terlalu sempit boardwalk dibuat satu jalur namun

lebih lebar. Hal ini untuk mengantisipasi kemungkinan bertemunya kelompok

pengunjung dari arah yang berlawanan. Selain itu juga stop area pada bagian ini

jaraknya lebih pendek daripada jalur lain, sehingga pada saat kelompok

pengunjung saling berpapasan salah satu kelompok dapat beristirahat, sehingga

tidak menimbulkan keributan maupun gangguan pada satwa. Lebar boardwalk

pada bagian ini adalah 3 m.

Gambar. 23. Ilustrasi Stop Area

Gambar. 24. Ilustrasi Alternatif Boardwalk Sumber: http://images.google.co.id/images?q=boardwalk+mangroves&btnG=Cari&svnum=10&hl=id&lr

82

Rencana Aktivitas Wisata

Aktivitas wisata yang dikembangkan pada tapak merupakan aktivitas pasif

terbatas. Pengunjung dapat mencapai pemahaman, kesadaran dan apresiasi

terhadap lingkungan yang lebih baik melalui wisata interpretatif. Aktivitas wisata

yang dilakukan berupa wisata kelompok dengan disertai oleh seorang interpreter

yang akan memandu perjalanan wisata interpretatif. Kegiatan wisata dibagi

menjadi paket wisata yang dibedakan berdasarkan jarak tempuh dan ketersediaan

waktu untuk berwisata.

Paket wisata pertama, diperuntukkan bagi wisatawan yang tidak mampu

menempuh perjalanan jauh. Perjalanannya diawali dari ruang persiapan wisata

dan berjalan sepanjang boardwalk kearah selatan tapak dimana 16.445 m2

merupakan hutan kota konservasi berdasarkan keputusan gubernur DKI Jakarta.

Jarak tempuh 750.8 m dengan jalur interpretasi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, a, b, c, d, e, f

dan g (Gambar 34). Wisatawan dapat menginterpretasi objek dan atraksi I dan II

(Tabel Lampiran 2, 3, 4 dan 5) serta satwa lain seperti reptil dan serangga serta

beberapa vegetasi khas rawa payau merupakan atraksi yang menarik.

Paket wisata kedua merupakan perjalanan hampir menjelajahi seluruh

Hutan Rawa Payau Kemayoran, perjalanan dimulai dari ruang persiapan wisata,

berjalan sepanjang boardwalk hingga ujung utara tapak jarak tempuh 3.503 m.

Jalur interpretasi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N, O, P,

Q dan R (Gambar 34). Objek dan atraksi wisata yang dapat dinikmati adalah

burung-burung yang jumlah dan jenisnya lebih beragam dari paket pertama dan

vegetasi khas hutan rawa payau. Pada area wisata kedua ini disediakan dua buah

menara pandang, untuk menikmati perilaku burung-burung di tapak, lapangan golf

dan waduk. Selain itu, untuk menikmati burung yang bermain di area waduk,

disediakan terucuk untuk bertengger burung-burung dan pengunjung menikmati

atraksinya dari papan intip yang disertai papan interpretasi mengenai burung-

burung yang ada ataupun dari menara pandang. Objek dan atraksi tersebut adalah

III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, XI, XII serta satwa lain dan vegetasi yang terdapat

di HRP Kemayoran (Tabel Lampiran 2, 3, 4 dan 5).

Interpreter akan menceritakan mengenai satwa, vegetasi dan ekologi

mangrove. Mempelajari lebih umum dari pohon dan kegunaannya, zonasi hutan

83

mangrove, serta beberapa satwa lain yang terlihat sepanjang boardwalk. Pada hari

sabtu terdapat pelayanan ekstra dengan menyediakan interpreter secara gratis.

Yang hanya diperlukan adalah datang pada waktu yang telah ditetapkan dan

interpreter akan memperkenalkan ekosistem Hutan Rawa Payau Kemayoran.

Pada tapak juga terdapat fasilitas pelayanan yang dapat menunjang

kegiatan berwisata yang terdiri dari loket penjualan tiket, tempat parkir, pos jaga,

pusat informasi, mushalla, café, kios cinderamata, studio foto mini dan toilet.

Fasilitas yang diakomodasikan menggunakan material alami dan diusahakan

sedikit mungkin pembangunan fisik.

Area wisata diawali dengan pintu masuk atau gerbang yang direncanakan

berkesan alami melalui pemilihan material kayu atau paduan kayu dan besi dan

didesain secara menarik. Pintu gerbang merupakan roman pertama yang dilihat

pengunjung dan juga memberikan daya tarik pertama. Lebar gerbang sesuai

dengan lebar jalan masuk dua arah kendaraan dengan median yaitu sekitar 4-6 m

dengan tinggi 4-7 m, dan median selebar 60 cm. Papan nama didesain secara jelas

dan menarik dengan gambar burung sebagai maskot wisata. Pada ujung pintu

masuk terdapat relief berukuran 3.5x2.5 m, yang menggambarkan kehidupan

ekosistem hutan mangrove.

Area parkir disediakan pada ruang penerimaan, tidak jauh dari pintu

masuk. Area parkir direncanakan untuk menampung kendaraan kecil dan sedang

dibuat dengan pola parkir 45˚, dengan jalan antara cukup lebar untuk

memungkinkan masuk langsung tanpa menyulitkan kendaraan lain yang parkir.

Untuk keteraturan dan kejelasan tempat parkir, maka dibuat tanda atau tepi batas

parkir bagi tiap kendaraan untuk menjamin keamanan dan kapasitas parkir yang

Gambar 25. Ilustrasi Penataan Gerbang Masuk Kawasan

Jalur Hijau Jalur Jalan

Median Jalan

84

direncanakan. Untuk parkir bus wisata disediakan tempat parkir dengan luasan 23

m2 per unit bis. Parkir bis terletak letaknya terpisah dengan parkir kendaraan kecil

dan sedang yaitu di ujung selatan dekat pintu gerbang.

Dari tempat parkir, pengunjung menuju loket karcis masuk kawasan.

Loket jalur masuk dan keluar pengunjung dibedakan. Jalur masuk wisata paket

pertama terletak disebelah kiri loket, jalur masuk wisata paket kedua terdapat

disebelah kanan sedangkan jalur keluar dari kedua paket wisata adalah jalur yang

terdapat antara kedua jalur paket wisata, dengan titik pertemuan pada area

hamparan rumput dekat gardu PLN. Hal ini dimaksudkan agar antrian pengunjung

yang masuk dan pengunjung yang akan keluar kawasan tidak saling mengganggu.

Lebar jalur keluar dua kali lebih besar dari jalur masuk. Loket direncanakan

berukuran 4x4.5 m.

Untuk mengetahui informasi tentang kawasan terdapat ruang informasi

yang menyediakan berbagai macam informasi tentang keadaan umum secara

keseluruhan. Selain itu terdapat ruang persiapan wisata, didalam ruang ini

pengunjung dibekali mengenai ekosistem hutan rawa payau melalui pemutaran

film berdurasi singkat, foto-foto dan slide. Sehingga pengunjung mendapatkan

gambaran awal mengenai objek yang dapat ditemui dalam berwisata. Ruang

persiapan wisata berukuran 15x7 m. Baik pada ruang informasi maupun ruang

persiapan wisata, terdapat beberapa papan informasi mengenai objek dan atraksi

wisata ekosistem Hutan Rawa Payau Kemayoran terutama burung-burung yang

dilindungi berikut deskripsinya.

Gambar. 26. Parkir Kendaraan 45˚ (Chiara dan Koppelman, 1997)

16 F

t

198

11 F

t 8 Ft

20

85

Papan informasi berfungsi sebagai identitas, petunjuk arah, peringatan dan

identitas objek. Sebagai identitas tempat, papan informasi diletakkan pada pos

jaga atau pintu masuk, berisi peta ruang, fasilitas penunjang, dan aktifitas yang

dapat dilakukan pengunjung. Sebagai petunjuk arah, menunjukkan jalan yang

dapat ditempuh serta jarak tempuhnya. Ditempatkan pada titik yang diperlukan

pada titik atau jalur sirkulasi. Sebagai peringatan, berisi peringatan atau larangan

bagi pengunjung terhadap aktivitas yang tidak diperkenankan dalam tapak.

Sebagai informasi mengenai suatu objek, berkaitan dengan objek atau fasilitas

yang memberikan informasi singkat mengenai keunikan dan objek, diletakkan

didekat objek.

Pada ruang pelayanan juga terdapat kios-kios cinderamata yang dikelola

oleh masyarakat, studio foto mini, café, wartel, dan toilet. Sehingga pengunjung

dapat berjalan-jalan sambil menunggu giliran berwisata pada tapak apabila jumlah

kunjungan meningkat, mengingat aktivitas wisata yang direncanakan merupakan

wisata terbatas.

Kegiatan pengamatan burung (birdwatching) ataupun pengamatan vegetasi

dilakukan sepanjang boardwalk yang disediakan. Selain itu terdapat tiga buah

menara pengamat yang terletak di ujung utara dekat rumah pompa, di tengah delta

dan pada ujung selatan. Menara pengamat ini untuk mengamati aktivitas burung

yang sedang terbang atau bertengger pada puncak pohon maupun sedang mencari

makan pada area waduk dan lapangan golf. Menara pengamat berukuran 5x5 m

terbuat dari kayu dengan tinggi 20 m dimana setiap 5 m terdapat dek untuk

beristirahat dan pengamatan..

Gambar. 27. Ilustrasi Beberapa Papan Informasi pada Tapak Sumber: http://images.google.co.id/images?q=information%20board&btnG=Cari&hl=id&sa=N&tab=wi

86

Sedangkan untuk mengamati aktivitas burung di rawa dalam jarak dekat,

direncanakan suatu papan intip. Papan ini berupa papan dengan lubang mata

setinggi mata pengamat orang dewasa maupun anak-anak. Melalui papan intip,

aktivitas satwa tidak terganggu dengan kehadiran pengunjung dan pengunjung

dapat menikmati setiap gerak-gerik burung yang ada. Pada area rawa terbuka juga

disediakan terucuk kayu dan bongkahan batang pohon untuk bertengger burung

setelah aktivitas makan atau mandi. Papan intip berukuran 2.5x3x0.2 m, dengan

material kayu atau bahan lain yang dibuat menyerupai kayu sehingga

keberadaannya tidak terlalu ekstrim untuk kehidupan satwa pada tapak. Dekat

papan intip terdapat papan interpretasi mengenai burung yang mungkin dapat

dijumpai pada lokasi tersebut. Selain itu juga tersebar beberapa papan informasi

mengenai kawasan.

Gambar 28. Ilustrasi Pengamatan Burung Melalui Papan Intip dan Terucuk

Tampak Samping

Alternatif 1

Alternatif 2

Gambar 29. Ilustrasi Pengamatan burung Melalui Menara Pandang

87

Rencana Daya Dukung

Daya dukung wisata dihitung berdasarkan penggunaan intensif tapak.

Dimana pengunjung benar-benar melakukan aktivitas pada fasilitas yang

disediakan. Kapasitas pengunjung yang dapat ditampung pada tapak adalah untuk

satu kali pemakaian pada saat yang bersamaan. Daya dukung tapak 5.250

orang/kunjungan. Sedangkan daya dukung wisata sebesar 2.021 orang/hari,

dengan rata-rata waktu kunjungan setiap kelompok adalah 120 menit untuk paket

wisata I dan 240 menit untuk paket wisata II, jam kunjungan perhari yang

diijinkan adalah 8 jam (09.00-17.00 WIB).

Gambar 30. Ilustrasi Menara Pengamat Sumber: http://images.google.co.id/images?q=wacth+tower&btnG=Cari&hl=id&sa=N&tab=wi

88

Tabel 7. Kebutuhan Ruang dan Daya Dukung

Aktivitas

Fasilitas

Standar Kebutuhan

Ruang (m2/orang)

Satuan

Total Luas

(m2 )

Daya Dukung (Orang) ∑ Luas

(m2)

Penerimaan :

Keluar masuk

Retribusi

Parkir Mobil Kecil dan Sedang

Parkir Bus Wisata

Informasi

Gerbang

Loket/pos

Area parkir 45˚

Area Parkir

Pusat informasi

2

2

16

23

2

1

1

1

1

2

11.7

17.55

675

274

-

11.7

17.55

675

274

110

-

8

23 unit

11 unit

55

Pelayanan :

Melihat-lihat

Makan

Kesehatan

Belanja

Keamanan

Ibadah

Komunikasi

MCK

Persiapan wisata

Berfoto

Jalan Setapak

Café/warung makan

Klinik

Kios cinderamata

Pos jaga

Mushalla

Wartel

Toilet

Ruang persiapan

Studio Foto Mini

2

1.5

-

1.5

2

2

-

2.25

2

-

-

8

1

40

3

1

2

4

1

1

454.5

50.9

21

8.025

7.3

60

16.3

4.9

103.5

21

454.5

407

21

321

22

60

32.6

19.6

103.5

21

227

271

10

214

11

30

16

8

52

15

Wisata :

Jalan-jalan

Diskusi Bersantai Viewing

Interpretasi

Duduk-duduk

Boardwalk

Shelter/gazebo

Menara pandang, Papan intip

Tempat duduk

8

-

-

-

-

-

7

3

-

-

7056.6

30.6

25

-

-

7056.6

214.2

75

-

882

142

50

-

-

Sumber : Gold (1980), Chiara dan Koppelman (1994 dan Douglas (1982).

89

90

91

Wa

du

k

La

pa

ng

an

Go

lf

Ap

ar t

em

en

Su

nt e

r G

riy

a P

r ata

ma

Pe

mu

kim

an

Sara

na K

om

unik

asi

Sto

p A

rea

Teru

cuk

Dep

arte

men

Ars

itekt

ur L

ansk

apF

akul

tas

Per

tani

anIn

stitu

t Per

tani

an B

ogor

2006

Di G

amba

rD

irenc

anak

an

Per

enca

naan

Hut

an R

awa

Pay

au u

ntuk

Eko

wis

ata

di K

ota

Bar

u B

anda

r K

emay

oran

, Jak

arta

Site

Pla

nJu

dul G

amba

r

Dis

etuj

uiD

iper

iksa

Tan

ggal

Pem

bim

bing

Pro

f. D

r. Ir

. Nur

haja

ti A

. Mat

tjik,

MS

.

32S

kala

Lege

nda

Gar

du L

istr

ik

Pul

au/D

elta

Sal

uran

Sup

lesi

Rum

ah P

ompa

Sun

gai

Gar

du P

LN

Jala

n R

aya

Raw

a M

angr

ove

Judu

l Stu

diN

o. G

amba

rO

rient

asi

Vegeta

si B

arr

ier

(Naungan

)V

egeta

si B

arr

ier

(Kebis

ingan)

Vegeta

si

Ekso

tis(

Naungan)

Vegeta

si E

ksi

stin

g

Tapak

Vegeta

si R

aw

a

Vegeta

si M

angro

ve

Vegeta

si P

enyangga

Vegeta

si B

am

bu

Gerb

ang M

asu

k

Pers

iapan W

isata

Park

ir

Ru

ang I

nfo

rmasi

Stu

dio

Foto

Min

i

Klinik

Pos

Keam

anan

Kio

s C

indera

mata

Waru

ng M

akan

Mush

alla

Menara

Pandang

Loket

Karc

isPapan

Inti

p

Board

walk

79

92

93

Pro

gram

Stu

di A

rsite

ktur

Lan

skap

Faku

ltas

Per

tani

anIn

stitu

t Per

tani

an B

ogor

2006

Di G

amba

rD

irenc

anak

an

Per

enca

naan

Hut

an R

awa

Pay

au u

ntuk

Eko

wis

ata

di K

ota

Bar

u B

anda

r Kem

ayor

an, J

akar

taD

etil

Rua

ng P

elay

anan

Judu

l Gam

bar

Dis

etuj

uiD

iper

iksa

Tan

ggal

Pem

bim

bing

Pro

f. D

r. Ir.

Nur

haja

ti A

. Mat

tjik,

MS

.

35S

kala

1000

2000

Lege

nda

Judu

l Stu

diN

o. G

amba

rO

rient

asi

81

Vegeta

si B

arr

ier

(Naungan)

Vegeta

si B

arr

ier

(Kebis

ingan)

Vegeta

si

Ekso

tis(

Naungan)

Vegeta

si B

arr

ier

(Naungan)

Vegeta

si E

ksi

stin

g

Tapak

Vegeta

si M

angro

ve

Vegeta

si P

enyangga

Vegeta

si B

am

bu

Vegeta

si M

edia

n

Vegeta

si k

ori

dor

Park

ir K

endara

an

Sedang/K

eci

l

Park

ir B

is W

isata

Waru

ng M

aka

nStu

dio

Foto

Min

i

Ruang info

rmasi

Relie

f K

aw

asa

n

Pos

Keam

anan

Ruang P

ers

iapan

Wis

ata

Klin

ik

Sara

na K

om

unik

asi

Kio

s C

indera

mata

Toile

t

Mush

alla

Wid

uriy

ani D

arm

awan

A 3

4201

013

Wid

uriy

ani D

arm

awan

A 3

4201

013

Gar

du L

istri

k

Pul

au/D

elta

Sal

uran

Sup

lesi

Rum

ah P

ompa

Sun

gai

Gar

du P

LNJe

mba

tan

Raw

a M

angr

ove

Jala

n In

spek

si

94

KESIMPULAN dan SARAN

Kesimpulan

• Pemanfaatan HRP Kemayoran sebagai salah satu alternatif wisata di

Jakarta harus tetap memperhatikan daya dukung ekologis tapak,

mengingat kondisi HRP Kemayoran berupa lahan basah dan kepekaan

sumber daya alamnya terhadap kehadiran dan aktivitas pengunjung.

Wisata yang dikembangkan merupakan wisata ekologis (ekowisata) yang

mencerminkan wawasan lingkungan dan mengikuti kaidah keseimbangan

dan kelestarian yang bertujuan mengintegrasikan tujuan konservasi alam

dengan tujuan pembangunan ekonomi dengan melibatkan masyarakat

lokal.

• Kondisi hutan telah mengalami kerusakan tingkat sedang, sehingga

diperlukan upaya rehabilitasi hutan sebagai langkah awal penataan ruang

untuk kegitan wisata ekologis yang berkelanjutan.

• Program ruang terdiri dari ruang wisata, ruang penyangga dan ruang

pelayanan. Ruang wisata (65%) merupakan ruang terbesar dimana terdapat

vegetasi alami khas hutan rawa mangrove dan habitat satwa terutama

burung, ruang penyangga (20%) adalah ruang yang ditujukan untuk

perlindungan objek dan atraksi wisata utama dari aktivitas berlebih

pengunjung dan aktivitas masyarakat, sedangkan ruang pelayanan (15%)

adalah ruang untuk mengakomodasikan kebutuhan pengunjung dan

kebutuhan ekonomi masyarakat.

• Konsep wisata yang dikembangkan merupakan wisata pasif interpretatif

terbatas, baik aktivitas wisata pendidikan maupun non pendidikan.

Sehingga selain memberikan hiburan, kawasan juga berguna untuk

memberikan informasi, pengetahuan dan pengalaman pengunjung pada

sumber daya sesungguhnya di alam. Aktivitas wisata diarahkan pada

aktivitas kelompok dengan pembatasan waktu kunjungan dan lebih

berorientasi pada jalur.

• Pengunjung berkeliling mengikuti jalur yang ada untuk menginterpretasi

flora (arsitektur pohon, pengelompokan vegetasi, warna daun, warna buah

95

dan bunga, kerindangan, jenis dan kekhasan vegetasi) dan fauna (jenis

satwa, kekhasan, waktu terlihat, prilaku, estetika satwa, penyebaran,

warna, keunikan, kelangkaan dan musim kawin) yang terdapat dalam

HRP.

Saran

• Dalam upaya pengembangan suatu kawasan wisata hendaknya

memperhatikan daya dukung tapak, sehingga keseimbangan ekosistem

yang menunjang kelestarian tapak sebagai tujuan dari perencanaan dapat

tercapai.

• Peran serta pemerintah baik daerah, swasta, maupun pengembang terhadap

kawasan HRP kemayoran sangat penting untuk menghindari konflik

penggunaan lahan. Selain itu pengelolaan kawasan tetap

mengikutsertakan masyarakat sekitar untuk keberlanjutan kawasan wisata

ekologis.

• Perlu adanya manajemen pengunjung kawasan untuk menjaga kelestarian

tapak sesuai dengan daya dukung.

96

DAFTAR PUSTAKA

Adhikerana, A.S.1999. Ekowisata di Indonesia; Antara Angan-angan dan Kenyataan. Makalah Seminar Pengembangan Industri Pariwisata di Indonesia. Bandung. 10 hal.

Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Kanisius. Yogyakarta. 83 hal. Bahar, A. 2004. Kajian Kesesuaian dan Daya Dukung Ekowisata Mangrove untuk

Pengembangan Ekowisata Gugus Pulau Tanakeke Kepulauan Takalar, Sulawesi Selatan. Tesis. Pascasarjana IPB. Bogor. 159 hal.

Balai Penelitian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD), 1999.

http://bplhd.jakarta.go.id/info/nkld/1999/Docs/Buku-/docs%5C23_10.htm. (23 September 2005).

__________________________________________________________, 2002.

http://bplhd.jakarta.go.id/info/nkld/2002/Docs/Buku-I/docs/3-3155.htm (23 September 2005).

Bengen, D.G dan Luky Adrianto. 1998. Strategi Pemberdayaan Masyarakat dalam

Pelestarian Hutan Mangrove. Makalah Lokakarya Jaringan Kerja Pelestarian Mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Kelautan IPB. Pemalang, 12-13 Agustus 1998. 22 hal.

Bengen, D. G. 1999. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat

Kajian Sumberdaya Pesisr dan Kelautan. IPB. Bogor. 56 hal. Bengen, D.G. 2002. Pengembangan Konsep Daya Dukung dalam Pengelolaan

Lingkungan Pulau-Pulau Kecil [laporan akhir]. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Fakultas Perikanan dan Kelautan IPB. Bogor. 25 hal.

Brooks, R. G. 1988. Site Planning (Environment, Procces and Development.

Prentice Hall Career & Technology). Englewood Cliffs. New Jersey. 322p. Carpenter, P. L., Theodore D. Walker, and Frederick O. Lanphear. 1975. Plants in

the Landscape. W. H Freemand and Co,. San Francisco. 480 p. Chiara, J dan L.E. Koppelman. 1997. Standar Perencanaan Tapak (Terjemahan).

Penerbit Airlangga, Jakarta. 379 p. Claridges, CP dan GF Hughes Zuwendra. 1991. Pedoman Perlingkupan Analisis

Mengenai Dampak Lingkungan di Lahan Basah Indonesia. Dirjen Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. 173 hal.

97

Clawson, M. and J.L Knetsch. 1966. Economics of Outdoor Recreation. The Hopkins Press. Baltimore. USA. 328 p.

Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI Jakarta. 2002. Prosiding Seminar Mangrove

DKI Jakarta. Konservasi dan Rehabilitasi sebagai Upaya Pelestarian Ekosistem Mangrove DKI Jakarta. 21 hal.

Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Depdagri. 2000. Pedoman Umum Pengembangan Ekowisata Daerah. Departemen Dalam Negeri RI. Jakarta. 18 hal.

Douglass, R.W. 1992 Forest Recreation. Pergamon Press. New York. 326 p. DP3KK, 2001. Kota Baru Bandar Kemayoran. Jakarta. 71 hal. (tidak

dipublikasikan). Gold, S. M. 1980. Recreation Planning and Design. McGraw Hill Book Co. New

York. 322 p. Gunn, C. A. 1994. Tourism Planning; Basics, Concept, Cases. Taylor and Francis.

Washington. 460 p. Holden, A. 2000. Environment and Tourism. Routledge Introductions to

Environment Series. Taylor and Francis, New York. 225 p. Knudson, J.D. 1980. Outdoor Recreation. MacMillan Pub. Co., Inc. New York.

815 p. Kusmana, C., Sri Wilarso, Iwan Hilwan, Prijanto Pamoengkas, Cahyo Wibowo,

Tatang Tiryana, Adi Triswanto, Yunasfi dan Hamzah. 2003. Teknik Rehabilitasi Mangrove. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 181 hal.

Labahi, P. A dan I Nyoman Udiana. 2004. Potensi Ekowisata di Kawasan

Konservasi. Buletin ANOA (Merajut Citra Konservasi). Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Tenggara. Edisi IV tahun 2004. 20 hal.

Laurie, M. 1986. An Introduction to Landscape Architecture (terjemahan).

American Elsevier Publishing Co, Inc. New York.134 p. Mardiastuti, A. dan Imanuddin. 2003. Ekologi Bangau Bluwok Mycteria cinerea

di Pulau Rambut, Jakarta. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. 58 hal.

Mardiastuti, A. 2005. The Challenge of Wildlife Reserve Near Metropolitan Area Pulau Rambut, Jakarta Bay, Indonesia.

98

http://www.cerc.columbia.edu/training/forum_01cs/AniMardiastuti1CS.html. (23 September 2005).

Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2005. Konvensi Ramsar.

http://www.menlh.go.id/kli/?aksi=konvensi&idkonv=7 (23 September 2005).

Muntasib, E.K.S. H. 2005. Pengembangan Ekowisata Indonesia dalam Rangka

Meningkatkan Devisa Negara dari Sektor Pariwisata. Prosiding Seminar Ekowisata, Pekan Ilmiah Kehutanan Nasional 2005. Badan Eksekutif Mahasiswa, Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor. 39 hal.

Nainggolan, E. B. 1994. Potensi Kawasan Hutan Angke-Kapuk sebagai Kawasan

Perlindungan Burung Air dan Habitatanya di Wilayah DKI Jakarta. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB. 82 hal. (tidak dipublikasikan).

Oni. 1995. Potensi Burung untuk Kegiatan Wisata di Kota Baru Bandar

Kemayoran, Jakarta. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB. 96 hal. (tidak dipublikasikan).

Parulian, H. 1995. Tingkat Pencemaran Perairan Mangrove, Non Mangrove dan

Waduk di Hutan Wisata Kota Baru Bandar Kemayoran. Skripsi. Jurusan Konservasi Semberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB. 72 hal. (tidak dipublikasikan).

Purwaningsih, M. S. 1995. Kajian Karakteristik Kawasan Hutan Angke-Kapuk

untuk Pembinaan Habitat Burung Air sebgai Penunjang Kegiatan Wisata di DKI Jakarta. Skripsi. Jurusan Konservasi Semberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 100 hal. (Tidak Dipublikasikan).

Siti Nurisjah dan Q. Pramukanto. 1995. Penuntun Praktikum Perencanaan

Lanskap. Program studi Arsitektur Pertamanan Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian IPB. Bogor. 58 hal. (tidak dipublikasikan).

Siti Nurisjah, Q. Pramukanto dan Siswantinah W. 2003. Daya Dukung Dalam

Perencanaan Tapak. Bahan Praktikum Analisis dan Perencanaan Tapak. Program Studi Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 30 hal. (tidak dipublikasikan).

Siti Nurisjah. 2004. Aspek Hidrologis dalam Analisis Tapak. Program Studi

Arsitektur Lanskap, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian IPB. 46 hal. (tidak dipulikasikan).

Subadia, I Made. 2003. Peranan Ekowisata dalam Peningkatan Kualitas

Sumberdaya Alam. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Departemen Kehutanan. 8 hal. Jakarta.

99

Soepardi, G. 1983. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. 591 Hal.

Wirawan, N. 1998. Catatan dari Toraja; Pertemuan Nasional Masyarakat

Ekowisata Indonesia. Warta KEHATI. Edisi triwulan Oktober-Desember 1998. 7 hal.

100

LAMPIRAN

Tabel Lampiran 1. Lahan basah di Jawa dan Bali dengan Status Dilindungi (Wibowo dan Suyatno, 1997) No

Nama Lokasi Status

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

Cagar Alam Rawa Danau Cagar Alam Pulau Dua Cagar Alam Pulau Rambut Cagar Alam Muara Angke dan Muara Kamal Telaga Patenggang Leuweng Sancang Cagar Alam Pulau Bawean Cagar Alam Kawah Ijen Merapi Ungup-Ungup Cagar Alam Nusa Barung, Jember Suaka Margasatwa Cikepuh, Sukabumi Suaka Margasatwa Banyuwangi Selatan Taman Nasional Baluran Taman Nasional Meru Betiri Taman Nasional Bali BArat Taman Nasional Ujung Kulon Pananjung Pangandaran Taman Wisata Alam Kemayoran Muara Bobos Mangrove Sedayu

CA CA CA CA CA, TWA CA, HL CA CA CA SM SM TN TN TN TN TWA TWA HL HL

Keterangan : CA: Cagar Alam, SM: Suaka Margasatwa, TN: Taman Nasional, TWA: Taman Wisata Alam, HL: Hutan lindung

101

Tabel Lampiran 2. Potensi Lokasi Objek Wisata Satwa HRP Lokasi Waktu Pengamatan Jenis Satwa yang berpeluang dijumpai

(A/v/AV) I (HRP) 06.00-12.00 Gallinula chloropus (V), Porpyrio porphyrio (V), Porzana

fusca (V), Prinia sp.(AV), Centropus belangensis (V). II (Waduk) 06.00-17.00 Phalacrocorax sulcirotris (V), Phalcarocorax niger (V),

Anhinga melanogaster (V), Egretta intermedia (V), Ardeola speciosa (V), Alcedo coerulescens (AV), Alcedo athis (AV), Halcyon chloris (AV).

III (HRP) 06.00-17.00 Prinia sp. (AV), Sterptopelia chinensis (AV), Disrurus macrocercus (V), Gallinula chloropus (V), Porpyrio porphyrio (V), Porzana fusca (V), Orthothomus sutorius (AV).

IV (HRP) 06.00-17.00 Gallinula chloropus (V), Porpyrio porphyrio (V), Porzana fusca (V), Pynonotus aurigaster (AV), Prinia sp.(AV), Disrurus macrocercus (V), Centropus belangensis (V).

V (Waduk) 06.00-17.00 Phalacrocorax sulcirotris (V), Phalcarocorax niger (V), Anhinga melanogaster (V), Egretta intermedia (V), Ardeola speciosa (V), Alcedo coerulescens (AV).

VI (HRP) 06.00-18.00 Egretta intermedia (V), Phalacrocorax sulcirotris (V), Phalcarocorax niger (V), Anhinga melanogaster (V), Nycticorax nycticorax (V), Rhipidura javanica (V), Gallinula chloropus (V), Porpyrio porphyrio (V), Porzana fusca (V), Gallicrex cinerea (V), Varanus salvator (V), Orthothomus sutorius (AV).

VII (Waduk) 09.00-17.00 Egretta intermedia (V), Phalacrocorax sulcirotris (V), Phalcarocorax niger (V), Anhinga melanogaster (V).

VIII (HRP) 06.00-18.00 Gallinula chloropus (V), Porpyrio porphyrio (V), Porzana fusca (V), Nycticorax nycticorax (V), Rhipidura javanica (V), Ardeola speciosa (V), Alcedo coerulescens (AV), aurigaster (AV), Phalacrocorax sulcirotris (V), Phalcarocorax niger (V), Anhinga melanogaster (V), Alcedo athis (AV).

IX (HRP) 06.00-17.00 Prinia sp.(AV), Pynonotus aurigaster (AV), Rhipidura javanica (V).

X (HRP) 06.00-18.00 Ardeola speciosa (V), Alcedo coerulescens (AV), Egretta intermedia (V), Gallicrex cinerea (V), Prinia sp.(AV), Rhipidura javanica (V), Pynonotus aurigaster (AV), Nycticorax nycticorax (V), Phalacrocorax sulcirotris (V), Phalcarocorax niger (V), Anhinga melanogaster (V), Varanus salvator (V), Alcedo athis (AV), Halcyon chloris (AV).

XI 06.00-18.00 Passer montanus (AV), Cisticola juncidis (A), Sterptopelia chinensis (AV).

XII (Waduk) 06.00-17.00 Phalacrocorax sulcirotris (V), Phalcarocorax niger (V), Anhinga melanogaster (V), Egretta intermedia (V), Apus affinis (V).

Sumber:Oni (1995), DP3KK, Pengamatan. Keterangan: interpretasi Audio (A), Visual (V). Audiovisual (AV).

102

Tabel Lampiran 3. Potensi Lokasi Objek Wisata Vegetasi HRP Lokasi Jenis vegetasi

(HRP_rawa) Pohon:

Soneratia caseolaris, Avicenia marina,

Semak dan alang-alang:

Ipomea sp., Acrostichum aureum,

Pluchea indica, Cypirus papyrus

(HRP_Mangrove) Pohon:

Avicenia marina, Avicenia alba,

Sonneratia alba, Soneratia caseolaris,

Bruguiera sp., Callophyllum inophyllum.

Semak dan alang-alang:

Acrostichum aureum, Acanthus

ilicifolius, Pluchea indica, Imperata

cylindrica, Cypirus papyrus, thespia

populnea, Passiflora foetida,

(HRP_terestrial) Terminalia cattapa, Musa paradisiaca,

Samanea saman.

103

Tabel Lampiran 4. Ilustrasi Objek Wisata Burung HRP Kemayoran.

Objek dan Atraksi Ciri-ciri Dijumpai Waktu terlihat Keterangan

Ardeola Speciosa (Blekok Sawah, Ardeidae)

Berukuran sedang (45), berwarna coklat suram dan bagian bagian bawah putih. Makanan: ikan, kodok, serangga air, berudu.

HRP: Pohon Tajuk Bawah, Terucuk dan tanah atau lumpur.

06.00-17.00 Istirahat, bertengger, makan dan berkicau.

Paket Wisata 1,2

Nycticorax nycticorax (Kowak Maling, Ardeidae)

Ukuran sedang, (60), berwarna hitam putih, kaki kuning, Makanan: Ikan, kodok, serangga, ular kecil, tikus kecil, cecurut.

HRP (mangrove): Pohon Tajuk Atas, Terucuk,

06.00-18.00 Istirahat, bertengger.

Paket Wisata 2

Prinia sp. (Prenjak, Sylvidae)

Prenjak berukuran kecil (18), berwarna coklat bergaris diatas mata warna kuning. Makanan serangga.

HRP Pohon atjuk atas dan bawah, semak/perdu,

06.00-17.00 Makan, istirahat, berkicau.

Paket Wisata 1,2

Phalacrocorax sulcirotris (Pecuk Hitam, Phalacrocoracidae)

Ukuran sedang (62), berwarna hitam. Makanan: ikan,

HRP Pohon Tajuk atas, Terucuk, Air.

06.00-17.00 Istirahat, makan, berenang.

Paket wisata 1,2

Phalcrocorax niger (Pecuk Kecil, Phalacrocoracidae).

Berukuran lebih kecil, (50), berwarna kecil. Makanan: ikan.

HRP, Waduk. Pohon Tajuk

10.00-16.00 Istirahat,

Paket Wisata 1,2

104

Objek dan Atraksi Ciri-ciri Dijumpai Waktu terlihat Keterangan

atas, Terucuk, Air

makan dan berenang.

Anhinga melanogaster (Pecuk Ular, Ardeidae)

Berukuran panjang(84), leher meliuk-liuk seperti ular,berwarna putih hitam. Makanan: ikan.

HRP, Waduk. Pohon Tajuk atas, Terucuk, Air

10.00-16.00 Istirahat, makan dan berenang.

Paket Wisata 1, 2

Gallinula chloropus (Mandar Batu, Rallidae)

Ukuran sedang, warna hitam putih, bersifat akuatik. Makanan: serangga kecil, pucuk daun muda, dan dedaunan.

HRP Pohon Tajuk bawah, tanah/lumpur, air.

Berlindung, Makan, istirahat.

Paket Wisata 1,2

Rhipidura javanica (Kipasan, Monarchidae)

Berukuran sedang (19), warna ekor putih dan hitam, banyak bergerak sambil mengipas-kipaskan ekor dan berjungkir balik. Dan terus bersuara.

HRP (mangrove) Pohon Tajuk atas dan bawah, Terucuk, Air.

06.00-17.00 Istirahat, makan, berkicau.

Paket wisata 1,2

Streptopelia chinensis (Tekukur, Columbidae).

Berukuran sedang (30), warna agak merah jambu, saat terbang ujung ekor berwarna putih. Mempunyai bintik-bintik halus pada leher.

Semak Pohon tajuk atas.

06.00-18.00 Istirahat

Paket Wisata 1,2

Lanjutan Tabel Lampiran 4.

105

Objek dan Atraksi Ciri-ciri Dijumpai Waktu terlihat Keterangan

Egretta intermedia (Kuntul Perak Kecil, Ardeidae).

Berukuran (67-71), berwarna putih. Hidup berkelompok maupun soliter Makanan: ikan, kodok, serangga air dan belalang.

HRP Pohon tajuk atas, tanah/lumpur.

Istirahat, makan dan berenang.

Paket Wisata 1, 2

Gallicrex cinerea (Ayam-ayaman, Rallidae)

Berukuran vesar (40), berwarna coklat kuning tua. Paruh pendek berwarna hijau dan bergaris halus pada bagian bawah. Makanan: Pucuk daun yang lembut, biji rerumputan dan tumbuhan air, serangga dan molusca.

HRP tanah/lumpur

Berlindung, Makan, istirahat.

Paket Wisata 2

Porpyrio porphyrio (Mandar Besar, Rallidae)

Berukuran besar (42), bertubuh tegap. Berwarna biru keunguan paruh pendek dan kokoh berwarna merah, bulu seluruhnya hitam berkilat ungu dan hijau kecuali penutup ekor berwarna putih. Makanan: Rerumputan dan tunas-tunas rumput rawa, serangga dan molusca.

HRP Pohon Tajuk bawah, tanah/lumpur, air.

Berlindung, Makan, istirahat.

Paket wisata 1,2

Porzana fusca (Mandar Merah, Rallidae)

Berukuran kecil (21), berwarna coklat kemerahan dengan paruh pendek, kepala dan dada coklat. Dagu putih. Bagian atas coklat kemerahan, perut dan bawah ekor kehitaman bergaris putih. Mengunjungi belukar sepanjang payau dan danau. Makanan: Cacing, serangga.

HRP Pohon Tajuk bawah, tanah/lumpur, air.

Berlindung, Makan, istirahat.

Paket Wisata 1,2

Centropus bengalensis (Bubut Alang-alang, Curculidae).

Berukuran agak besar (42), coklat kemerahan dan hitam, ekor panjang. Mencari makan ditanah atau terbang jarak pendek mengepak rendah diatas vegetasi. Makanan: Ulat, laba-laba, belalang dan serangga lainnya.

HRP

Istirahat, makan dan berenang.

Paket Wisata 1, 2

Lanjutan Tabel Lampiran 4.

106

Objek dan Atraksi Ciri-ciri Dijumpai Waktu terlihat Keterangan

Apus affinis (Kepinis rumah, Apodidae)

Berukuran menengah (15), berwarna agak hitam dengan keromgkongan dan tungging putih, ekor sedikit bercelah. Berkelompok. Makanan: Serangga terbang yang kecil-kecil.

HRP Tanah dan udara

Terbang, Makan.

Paket Wisata 2

Alcedo athis (Raja Udang, Alcedinidae)

Berukuran sangat kecil (15), berwarna biru menyala kemerahan. Tubuh bagian atas berkilat kehijauan, bagian bawah jingga kemerahan dagu putih.bintik putih pada sisi leher, sering didekat aliran air tawar dan rawa bakau, daerah terbuka. Makanan: Ikan, udang dan serangga.

HRP Pohon Tajuk bawah, terucuk.

istirahat. Paket wisata 1,2

Alcedo coerulescens ( Raja Udang Biru, Alcedinidae)

Berukuran sangat kecil (14), berwarna biru dan putih, tubuh bagian atas dan dada bergaris berkilat biru kehijauan, mahkota dan penutup sayap bergaris hitam kebiruan. Bertengger pada pohon tepi sungai, payau dan hutan bakau, menyelam mencari ikan. Makanan: Ikan kecil, serangga kecil dan krustase

HRP Pohon Tajuk bawah, terucuk.

Istirahat. Paket Wisata 1,2

Halcyon chloris (Cekakak, Alcedinidae)

Ukuran sedang (24) warna putih dan biru besih. Mahkota, sayap, punggung dan ekor biru kehijauan berkilau terang, garis hitam melalui mata, berbintik putih diatas paruh. Makanan: Kadal, serangga besar, katak, ulat kecil dan cacing.

HRP

Istirahat, makan .

Paket Wisata 2

Hirundo rustica (Layang-layang Asia, Hirundinidae)

Berukuran sedang (20) termasuk bulu ekor yang memanjang, Tubuh bagian atas biru baja, dada kemerahan denga tepi bergaris biru. Perut putih. Bertengger pada ranting mati yang ringan, tonggak.

Terbang, Makan.

Paket Wisata 1, 2

Lanjutan Tabel Lampiran 4.

107

Objek dan Atraksi Ciri-ciri Dijumpai Waktu terlihat Keterangan

Makanan; Serangga kecil yan ditangkap saat terbang.

Pynonotus aurigaster (Kutilang, Pycnonotidae)

Berukuran sedang (20), bertopi hitam dengan tungging kepuihan dan perut bawah jingga. Berkelompok, aktif dan ribut, kadang bercampur dengan kelompok campuran atau Srigunting. Makanan: Buah kecil-kecil dan serangga.

HRP Pohon Tajuk atas.

Makan, berkicau, istirahat.

Paket wisata 2

Cisticola juncidis ( Cici padi, Sylviae)

Berukuran kecil (10), bergaris coklat dengan tungging kuning tua agak merah, ujung putih yang khas pada ekor. Bagian bawah lebih putih lagi. Makanan: Serangga kecil.

HRP udara

Terbang, berkicau

Paket Wisata 1,2

Orthotomus sutorius (Cinenen biasa, Sylvidae)

Berukuran kecil (10) dengan mahkota, kemerahan, perut putih dan ekor panjang tegak, bagian sisi kepala kemerahan, pada tengkuk menjadi coklat. Biasa menetap pada bagian bawah atau pada tempat tertutup rapat. Makanan Kumbang, ulat, serangga kecil dan telurnya.

HRP

Paket Wisata 2

Passer montanus (Burung Gereja, Estrillidae)

Berukuran sedang (14), berwarna coklat dengan garis mata dan mahkota coklat. Bagian bawah kuning tua agak abu, tubuh bagian atas berbintik coklat diselingi lurik putih hitam. Makanan: Bulir rumput, butir padi, buah kecil, serangga.

HRP Semak/perdu

Terbang, Makan, istirahat.

Paket Wisata 1, 2

Disrurus macrocercus (Srigunting hitam, Disciridae)

Berukuran lebih kecil (29), seluruhnya berwarna hitam tapi tidak berkilau. Paruh relatif kecil, ekor sangat panjang dan menggarpu sangat dalam, sering menyudut aneh dengan badannya jika angin kuat. Makanan: Capung, belalang, kumbang, rayap dan kupu-kupu.

HRP Pohon Tajuk atas.

Makan, berkicau, istirahat.

Paket wisata 2

Lanjutan Tabel Lampiran 4.

Sumber: Oni (1995)

108

Tabel Lampiran 5. Ilustrasi Objek Wisata Vegetasi HRP Kemayoran.

Objek dan Atraksi Ciri-ciri

Avicennia marina (Api-api)

Pohon, buah seperti namnam bulat pepat, kulit batang coklat muda. Tinggi 30 m, akar nafas tegak dengan lentisel, daun permukaan atas berbintik, elips dan meruncing. Buah agak membulat, hijau keabuan. Terdapat di HRP mangrove.

Avicennia alba (Api-api)

Pohon, mangrove yang tumbuh cepat, baik untuk regenarasi, tinggi 25 m, akar pneumotophore/nafas, daun mengkilat dan berlilin, bunga kuning, buah berupa kapsul datar berisi satu biji.

Sonneratia alba (Pedada)

Pohon, tinggi 15 m, batang berwarna krem hingga coklat dengan garis vertikal terang, akar pneumotophore dengan ujung corong, daun bulat. Bunga putih, mekar hanya untuk satu malam, buah hijau (4cm), dengan dasar berbentuk bintang, berisi 100-150 biji yang kurus.

Achantus ilicifolius (Jeruju hitam)

Semak, terjurai kepermukaan tanah, gaka berkay, tinggi 2m, daun berduri dengan permukaan yang halus, mahkota bunga biru muda hingg aungu lembayung, warna buah hijau, bulat lonjong sperti melinjo. Ekologinya dekat dengan mangrove, jarang tumbuh didaratan.

Calophyllum inpphyllum (Nyamplung)

Pohon berwarna gelap, daun rimbun, tinggi 10-30m, bergetah. Daun berurat dan mengkilap berbentuk elips, bunga menggerombol, dan menggantung. Buah berbentuk bulatdengan tempurung yang kuat. Tumbuh dekat mangrove atau daerah transisi.

Acrostichum aureum (Paku laut)

Ferna berbentuk tandan ditanah, tinggi 4 m,bagian bawah daun penuh dengan spora, berduri, berwarna hitam. Tanpa akar permukaan

Bruguiera cylindrica (Tanjang putih)

Pohon selalu hijau, berakar lutut dan akar papan, tinggi 23 m. kulit kayu abu-abu dan berlentisel. Daun elips, ujung agak meruncing. Bunga putih-coklat. Buah silindris memanjang. Ujungnya hijau keunguan. Tumbuh dibelakang zona avicenia tumbuh pada tanah liat.

109

Lanjutan Tabel Lampiran 5. Objek dan Atraksi Ciri-ciri

Bruguiera gymnorrhiza (Tanjang merah)

Pohon selalu hijau, tinggi 30 m, kulit kayu ada lentisel, akar papan melebar kesamping, dan beberapa akar lutut. Daun hijau kekuningan pada bagian bawah, bentuk elips ujung meruncing. Bunga panjang bergelantungan, berwarna putih-coklat pada mahkota dan kelopak merah.buah melingkar spiral. Akar lutut.

Passiflora foetida (Bunga pulir)

Terna meramabat, panjang 1.5-5 m, dengan alat pembelit spiral. Daun hijau kekuningan dan mengkilat dengan rambut halus. Bunga putih-ungu pucat. Buah seperti kelereng atau agak lonjong.

Terminalia cattapa (Ketapang)

Pohon meluruh, tinggi 10-35m, daun lebar dan berurat, daun beruabah merah saat rontok, bunga berwarna putih atau hijau pucat. Buah seperti almond.

Thespia populnea (Waru laut)

Pohon dengan tinggi 2-10 m, daun tebal, berkulit dengan permukaan yang halus, berbentuk hati dan meruncing. Bunga sperti lonceng, kuning muda-jingga gelap berisi cairan. Buah bulat bersegmen. Tumbuh dibelakang zona avicenia tumbuh pada tanah liat.