ekowisata di makassar

25
EKOWISATA MAKASSAR A. Latar belakang - Perubahan paradigma pariwisata dunia dari Mass Tourism menjadi EcoTourism - Pariwisata berkelanjutan didefinisikan oleh UNWTO sebagai: "Pariwisata yang memperhitungkan secara penuh dampak ekonomi, sosial dan lingkungan sekarang dan yang akan datang, menjawab kebutuhan pengunjung, industri (pariwisata), lingkungan dan komunitas tuan rumah” - Perkembangan dalam sektor kepariwisataan melahirkan konsep pengembangan pariwisata alternatif yang tepat dan secara aktif membantu menjaga keberlangsungan pemanfaatan budaya dan alam secara berkelanjutan dengan memperhatikan segala aspek dari pariwisata berkelanjutan. - Pengembangan obyek ekowisata harus selalu berpedoman pada prinsip-prinsip ekowisata dan pariwisata berkelanjutan agar tercapai tujuan pengembangan ekowisata yakni sustainable ecotourism - Posisi strategis Kota Makassar sebagai Kota Metropolitan dikawasan timur Indonesia dan sebagai Destinasi Wisata. B. Landasan hukum - Undang-undang nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan - PP 50 Tahun 2011 Tentang RIPPARNAS - PERMENDAGRI Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata di Daerah

Upload: sabriadi

Post on 14-Dec-2015

259 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Ekowisata Di Makassar

TRANSCRIPT

Page 1: Ekowisata Di Makassar

EKOWISATA MAKASSAR

A. Latar belakang- Perubahan paradigma pariwisata dunia dari Mass Tourism menjadi EcoTourism- Pariwisata berkelanjutan didefinisikan oleh UNWTO sebagai: "Pariwisata yang

memperhitungkan secara penuh dampak ekonomi, sosial dan lingkungan sekarang dan yang akan datang, menjawab kebutuhan pengunjung, industri (pariwisata), lingkungan dan komunitas tuan rumah”

- Perkembangan dalam sektor kepariwisataan melahirkan konsep pengembangan pariwisata alternatif yang tepat dan secara aktif membantu menjaga keberlangsungan pemanfaatan budaya dan alam secara berkelanjutan dengan memperhatikan segala aspek dari pariwisata berkelanjutan.

- Pengembangan obyek ekowisata harus selalu berpedoman pada prinsip-prinsip ekowisata dan pariwisata berkelanjutan agar tercapai tujuan pengembangan ekowisata yakni sustainable ecotourism

- Posisi strategis Kota Makassar sebagai Kota Metropolitan dikawasan timur Indonesia dan sebagai Destinasi Wisata.

B. Landasan hukum- Undang-undang nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan- PP 50 Tahun 2011 Tentang RIPPARNAS- PERMENDAGRI Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pengembangan

Ekowisata di Daerah- PERDA Kota Makassar Nomor … Tahun 2015 Tentang RTRW

C. Arah kebijakan pembangunan kepariwisataan Kota Makassar- Bab II Pasal 2 Undang Undang nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan,

terkait asas dan fungsi; diantaranya adalah asas kelestarian dan keberlangjutan. Asas ini erat kaitannya dengan sumber daya alam sebagai daya Tarik wisata yang harus dilestarikan dan dijaga melalui kegiatan wisata sehingga dapat berkelanjutan kedepannya (Sustainable Tourism)

- Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang RIPPARNAS menyebutkan bahwa posisi kota makassar didalam pembangunan pariwisata nasional adalah

- Selanjutnya dalam rencana strategis Dirjen destinasi kemenparekraf, :o Masyarakat membentuk panitia atau lembaga untk pengelolaan kegiatan

ekowisata didaerahnya dengan dukungan dari pemerintah dan -

D. Pengembangan Ekowisata Di kota Makassar

Page 2: Ekowisata Di Makassar

Berbagai tempat yang berpotensi dijadikan sebagai tempat pengembangan program ekowisata di kota Makassar yaitu Sungai Jenebererang,sungai Tallo ,desa wisata Lakkang hingga perairan di pesisir dan pinggiran Makassar.Mengambil contoh sungai Tallo ,dimana jalur utama yang memanfaatkan sungai Tallo sebagai sungai terbesar yang melintas tepat di tengah kota akan melewati sebelah barat kawasan pergudangan terpadu. Jalur ini sekaligus sebagai kawasan penghubung alami dengan kawasan riset terpadu yang terletak di delta Lakkang, Kecamatan Tallo dan kawasan pelabuhan terpadu.Selain itu adanya potensi pengembangan hutan mangrove di sungai ini untuk biota sungai serta pemanfaatan lahan tidur si sepanjang bantaran sungai Tallo.Hal ini lebih diperkuat lagi dengan adanya Perda Rencana Tata Ruang Wilayah .Tak kalah dengan Sungai Tallo, Desa wisata Lakkang mampu menarik wisatawan untuk menikmati wisata sungai serta tujuan desa wisata yang ada di Lakkang .Selain itu desa ini bisa dijadikan sebagai kawasan penyangga ruang terbuka hijau dan pengembangan eksositem biota sungai yang menjadi salah satu sumber mata pencaharian warga.Pengembangan sistem transportasi air di tempat ini bisa pula dijadikan sebagai sarana alternatif dalam mengatasi kasus kemacetan yang terus terjadi di kota Makassar akibat tidak seimbangnya pertumbuhan kendaraan dan ketersediaan infrastruktur jalan. Agar pengembangan ekowisata di kota Makassar berjalan dengan baik maka dibutuhkan dukungan dari berbagai pihak dan juga dibutuhkan peningkatan infrastruktur pendukung seperti armada transportasi wisata sungai,dermaga dan akses jalan

Page 3: Ekowisata Di Makassar

Perda Kota Makassar Nomor …. Tahun 2015 Tentang RTRW

Didalam 12 kawasan terpadu dan 12 Kawasan strategis Kota Makassar, terdapat Kawasan Bisnis dan Pariwisata Terpadu (dengan brand “Tanjung Bunga” Waterfront City),

Penentuan Kawasan Pariwisata Pulau Terpadu,Indikasi Arahan Peraturan Zonasi Kawasan Strategis Wisata Pulau Terpadu (Kepentingan Pariwisata dan Lingkungan )

1) Melarang perubahan bentang alam kawasan pulau yang dapat merusak keseimbangan lingkungan pulau

2) Mengembangkan ruang dalam dimensi perencanaan yang berbasis pada wisata bahari dan bawah laut

3) Pembatasan pembangunan ruang yang dapat mengubah bentang alam pulau4) Pelarangan segala bentuk pemanfaatan sumberdaya alam dan kelautan dengan

menggunakan alat tangkap yang dapat merusak ekosistem5) Pengembangan mata pencaharian alternatif berkelanjutan bagi masyarakat pulau

guna menghindari eksploitasi sumber daya kelautan6) Penyiapan infrastruktur pariwisata memadai yang berwawasan lingkungan dan

berbasis mitigasi

Mengembangkan kawasan-kawasan pariwisata “THE TROPICAL MARINE ECOTOURISM” dan “THE TROPICAL RIVERPARK ECOTOURISM” yang merupakan “IKON-IKON” wisata

Page 4: Ekowisata Di Makassar

yang paling diminati di dunia saat ini, sebagai kawasan “PEMICU” ekonomi berbasis ekoturisme.

Jaringan Transportasi Laut – Sungai – PulauPengadaan sistim jaringan transportasi Sungai Je’neberang – Pesisir Makassar – Pulau – Sungai Tallo sebagai pilihan alternatif yang menarik bagi sistim transportasi Kota Makassar Berfungsi sebagai jaringan transportasi laut untuk bisnis, jasa dan pariwisata.

e. Kawasan Strategis Sungai Tallo TerpaduAdalah kawasan strategis kepentingan lingkungan yang diarahkan dan diperuntukkan pada pengembangan dan perlindungan daerah aliran sungai.Kawasan strategis Sungai Tallo yang berada di sebelah utara kota dan ikon wisata alam kebanggaan bagi masyarakat Kota Makassar. Peran Sungai Tallo dalam menyediakan sumber air baku potensial telah banyak mendapat pengaruh signifikan oleh aktivitas pembangunan perkotaan diatasnya.Pengembangan koridor Sungai Tallo lebih diarahkan pada pemanfaatan fungsi sungai sebagai kawasan pariwisata dan sarana transportasi alternatif (waterway) guna menunjang pertumbuhan dan aktivitas perkotaan.

Indikasi Arahan Peraturan Zonasi Kawasan Strategis Lindung Lakkang (Kepentingan Lingkungan)1) Pemanfaatan ruang dikembangkan dalam dimensi perencanaan yang berbasis pada agropolitan dan maritim2) Melindungi hutan atau vegetasi tetap yang memiliki tumbuhan dan satwa yang beragam serta arsitektur bentangalam untuk keperluan pendidikan, rekreasi dan pariwisata;3) Melindungi kawasan dari kegiatan manusia yang dapat merusak lingkungan lindung Lakkang;4) Pemanfaatan ruang kawasan lindung sebagai tempat pendidikan, penelitian dan rekreasi;

Pembangunan Kepariwisataan di Indonesia

1. Sistem Pariwisata Nasional

Industri pariwisata nasional merupakan suatu sistem yang terdiri dari permintaan, penawaran dan lingkungan.

permintaan merupakan sesuatu yang diinginkan oleh wisatawan, sesuatu yang dicari wisatawan atau keinginan wisatawan. Permintaan ini dipengaruhi oleh faktor individual yaitu sosok wisatawan, baik yang menyangkut demografis wisatawan (umur, jenis kelamin, status sosial ekonomi,

Page 5: Ekowisata Di Makassar

pendidikan, dan sebagainya), maupun psiko-grafi, (seperti sikap, gaya-hidup, motivasi berpergian dan minat wisatawan). Jenis permintaan, keinginan dan sesuatu yang dicari wisatawan ini akan berbeda-beda tergantung dari beberapa faktor diatas. Sebagai contohnya, wisatawan dengan usia muda 14-30 tahun, akan memiliki permintaan yang berbeda dengan wisatawan usia 55 tahun keatas. Wisatawan mancanegara dari Eropa, akan memiliki permintaan yang berbeda dengan wisatawan asal Jepang.

penawaran. Terdiri dari sejumlah faktor, seperti atraksi, akomodasi, transportasi, SDM, kelembagaan, amenitas, dan sebagainya. Berbeda dengan permintaan, penawaran ini berada sepenuhnya dalam jangkauan perumus kebijakan (Misalnya: Departemen pariwisata, Dinas Pariwisata, Pengelola Desa Wisata). Bentuk kebijakan kepariwisataan ini akan ditentukan oleh visi pembangunan pariwisata yang diadopsi oleh suatu negara dan bangsa dengan memperhatikan dinamika sisi permintaan tadi. Misalnya, pengembangan pariwisata di Candi Borobudur, direncanakan dan dibiayai oleh Dinas Pariwisata bekerjasama dengan Departemen Pariwisata dan Masyarakat setempat. Pengembangan berupa: Pusat informasi, parkir, Toilet, Gedung Pertemuan, mushola, homestay, papan penunjuk arah, dan sebagainya. Produk yang telah siap inilah yang ditawarkan kepada calon wisatawan.

Lingkungan Kepariwisataan. Mencakup situasi politik, ekonomi, keamanan dan sebagainya di negara tujuan wisata yang dapat mempengaruhi sifat interaksi antara permintaan dan penawaran. Pembangunan pariwisata pada hakekatnya merupakan upaya untuk membawa kepariwisataan menuju sistem kepariwisataan yang dipandang lebih bermanfaat atau lebih baik, melalui proses perencanaan, dengan memperhatikan perubahan yang terjadi. Proses perencanaan tadi dilakukan dengan merubah faktor permintaan dan penawaran tadi sesuai dengan visi yang menjadi referensi pembangunan suatu negara.

2. Hal-Hal Penting Dalam Pembangunan Kepariwisataan

Di dalam proses pembangunan nasional pada umumnya, serta pembangunan kepariwisataan pada khususnya, hal-hal penting pembangunan selalu akan muncul, baik pada tataran paradigmatik, kebijakan, strategi, maupun program. Hal ini disebabkan karena di dalam proses pembangunan, para perumus kebijakan dan pengambil keputusan akan selalu dihadapkan pada berbagai pilihan. Apa yang dipandang sebagai “lebih baik” atau “lebih bermanfaat” bersifat relatif, dan seringkali bersifat subjektif.

1. a. Orientasi Pembangunan Kepariwisataan: Pertumbuhan versus PemerataanDi satu sisi sektor pariwisata dipandang sebagai sektor andalan yang akan menjadi penghasil devisa utama, di sisi lain sektor ini juga diharapkan untuk dapat berfungsi sebagai wacana pemerataan melalui perluasan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha. Kedua misi tadi

akan menentukan sosok wisatawan yang akan menjadi prioritas utama, dan implikasinya pada strategi promosi, pengembangan produk dan attraksi, pembangunan akomodasi dan prasarana, kebijakan pemanfaatan sumber, impor dan sebagainya.

Page 6: Ekowisata Di Makassar

Kebijakan pembangunan pariwisata yang berorientasi pada peningkatan perolehan devisa cenderung menempatkan wisatawan nusantara pada posisi sekunder serta memberi prioritas yang tinggi pada wisata-mancanegara yang bersifat wisata massal. Sifat-sifatnya seperti

1. program perjalananannya distandardisasikan, dikemas secara tegas, dan tidak lentur;2. program perjalanannya disusun berdasarkan peniruan massal dari unit-unit yang sama yang

mengandalkan skala ekonomi sebagai pendorong utamanya;3. program perjalanannya dipasarkan secara massal pada seluruh lapisan masyarakat;4. program perjalannya dikonsumsi secara massal dan kurang memperhatikan norma, budaya,

masyarakat dan lingkungan setempat di daerah tujuan wisata. memang hal ini mempunyai potensi yang lebih besar untuk menghasilkan devisa. Namun karena wisata massal ini cenderung memanfaatkan teknologi canggih yang padat modal serta menggantungkan berbagai inputnya pada komoditi yang diimpor, maka peluang kerja yang ditimbulkan cenderung terbatas, karena sosok pariwisata yang demikian terutama menyerap tenaga kerja professional yang berpendidikan dan berketrampilan tinggi. Obsesi untuk meningkatkan perolehan devisa dan manfaat ekonomi menyebabkan wisata massal tadi berwawasan jangka pendek, karena mekanisme pembentukan harga di pasar dan proses ekonomi cenderung kurang memperhatikan pengorbanan sosial yang ditimbulkan pariwisata, seperti sempitnya akses pada peluang kerja.

Apabila industri kepariwisataan ingin berhasil dalam mengemban misinya sebagai wacana pemerataan pendapatan melalui perluasan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, maka pembangunan kepariwisataan harus memberi perhatian pada pariwisata alternatif. Secara umum pariwisata alternatif ini dapat didefinisikan sebagai:

“Berbagai bentuk pariwisata yang sesuai dengan nilai-nilai alami, sosial dan komunitas dan yang memungkinkan baik wisatawan maupun masyarakat setempat menikmati interaksi yang positif dan bermanfaat dan bertukar pengalaman.”

Karena sifatnya yang demikian, maka berbagai variant dari pariwisata alternatif ini seperti pariwisata minat khusus dan pariwisata yang berbasis komunitas dan sebagainya, lebih memberi kemungkinan bagi perwujudan misi pariwisata sebagai wacana pemerataan pendapatan dan perluasan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha. Sifat-sifat spesifik yang menjadi esensi pariwisata yang berbasis komunitas, seperti:

1. berskala kecil sehingga bersahabat dengan lingkungan, secara ekologis aman, dan tidak menimbulkan banyak dampak negatif seperti yang dihasilkan oleh jenis pariwisata konvensional yang berskala massif;

2. memiliki peluang lebih mampu mengembangkan obyek-obyek dan atraksi-atraksi wisata berskala kecil dan oleh karena itu dapat dikelola oleh komunitas-komunitas dan pengusaha-pengusaha lokal serta menimbulkan dampak sosial-kultural yang minimal, dan dengan demikian mempunyai peluang yang lebih besar untuk diterima masyarakat;

Page 7: Ekowisata Di Makassar

3. memberi peluang yang lebih besar bagi partisipasi komunitas lokal untuk melibatkan diri di dalam proses pengambilan keputusan dan di dalam menikmatikeuntungan yang dihasilkan oleh industri pariwisata dan karenanya lebih memberdayakan masyarakat; dan

4. mendorong keberlanjutan budaya dan membangkitkan penghormatan para wisatawan pada kebudayaan lokal.

Secara formal pengembangan pariwisata yang berbasis komunitas ini merupakan kebijakan resmi pemerintah sebagaimana tersirat dalam prinsip kepariwisataan Indonesia yang dirumuskan oleh Departemen Kebudayaan dan Pariwisata yang mencakup prinsip:

1. Masyarakat sebagai kekuatan dasar;2. Pariwisata: dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat; serta3. Pariwisata adalah kegiatan seluruh lapisan masyarakat, sedang pemerintah hanya

merupakan fasilitator dari kegiatan pariwisata.Sedangkan realisasi dari prinsip ini tertuang di dalam 7 Program Pokok dalam Kaitannya dengan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat di Sektor Pariwisata yang terdiri dari:

1. Pengembangan Ekowisata;2. Desa Wisata;3. Pariwisata Inti Rakyat;4. Kemitraan;5. Pengembangan usaha rakyat kecil & rumah makan;6. Pemberdayaan masyarakat sekitar obyek wisata; dan7. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata.

Di dalam perspektif jangka pendek, pilihan itu menuntut kesediaan pemerintah yang sulit dilakukan untuk mengkompromikan menurunnya penurunan devisa dari sektor pariwisata untuk memperoleh efek distributif yang lebih besar, namun di dalam jangka panjang perubahan segmentasi psikografi akan mengarahkan pembangunan pariwisata kearah perwujudan pariwisata alternatif tadi.

1. b. Pemanfaatan versus Konservasi dan Pelestarian Misi untuk menjadikan sektor pariwisata sebagai sumber devisa utama sebagai penopang pertumbuhan ekonomi seringkali membawa pemikiran perumus kebijakan pada aspek-aspek kwantitatif pariwisata. Pembangunan pariwisata diartikan sebagai bagaimana memfasilitasi kedatangan wisatawan sebanyak mungkin, dengan lama tinggal selama mungkin dan membelanjakan uangnya sebanyak mungkin. Proyeksi-proyeksi dilakukan untuk mengestimasi efek pengganda pariwisata. Obsesi untuk memfasilitasi datangnya wisatawan ini seringkali melupakan pertimbangan daya-dukung daerah tujuan wisata, yaitu jumlah maksimum wisata yang dapat memanfaatkan kawasan wisata tanpa merubah lingkungan fisik dalam intensitas yang tidak dapat diterima dan tanpa menurunkan kualitas pengalaman wisata dalam intensitas yang tidak dapat diterima, serta tanpa menimbulkan efek negatif pada masyarakat, ekonomi dan budaya di sekitar kawasan wisata di dalam intensitas yang tidak dapat diterima.

Di sini timbul dilema antara pemanfaatan dan pelestarian obyek dan daya tarik wisata (warisan alam, cagar budaya, dan sebagainya). Pada hakekatnya warisan alam dan cagar budaya hanya dapat mempunyai makna apabila dimanfaatkan melalui interpretasi-interpretasi, dan interpretasi ini

Page 8: Ekowisata Di Makassar

dilakukan melalui pengalaman wisatawan yang seringkali dibantu oleh para pemandu wisata. Akan tetapi di sisi lain pemanfaatan yang melampaui daya-dukung cenderung berdampak negatif dan karenanya perlu upaya konservasi dan pelestarian. Untuk mengatasi hal ini timbullah konsep pariwisata berkelanjutan.

Konsep pariwisata yang berkelanjutan ini sebenarnya merupakan derivasi dari konsep sustainable development atau pembangunan yang berkelanjutan yang oleh United Nations Environmental Programme (UNEP) didefinisikan sebagai:

“. . . pembangunan yang memperbaiki kualitas hidup manusia dalam kisi-kisi daya dukung yang mendukungnya.”

Dari apa yang dirumuskan oleh UNEP tersebut di atas, World Tourism Organization (WTO) kemudian merumuskan konsep pariwisata yang berkelanjutan tadi sebagai berikut

“. . . pariwisata yang memuaskan kebutuhan wisatawan dan kawasan wisata pasa saat ini seraya melindungi dan meningkatkan peluang di masa datang. Hal ini diartikan sebagai sesuatu yang mengarah pada manajemen berbagai sumber sedemikian rupa sehingga kebutuhan ekonomi, sosial, estetika dapat terpenuhi seraya mempertahankan integritas kultural, proses ekologi yang esensial, keanekaragaman hayati dan sistem penopang hidup.”

Pemerintah Indonesia sebenarnya telah meletakkan rambu-rambu menuju terciptanya pariwisata yang berkelanjutan ini, antara lain sebagaimana dirumuskan dalam berbagai perundang-undangan seperti UU no. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya; UU No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya: dan UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Adalah menjadi tanggung-jawab mereka yang bergerak di dalam bidang industri wisata yang harus dapat merekonsiliasikan antara pemanfaatan dan penafsiran di satu pihak, dan pelestarian dan konservasi di lain pihak. Namun, lebih dari itu, untuk mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan tadi diperlukan visi yang luas yang mencakup kerangka waktu dan kerangka ruang yang lebih luas dari apa yang biasanya berlaku di dalam perencanaan pembangunan pariwisata yang konvensional. Tidaklah cukup untuk sekedar menerapkan prinsip-prinsip perencanaan pembangunan pariwisata yang konvensional seperti pengaturan tata-ruang, pengelompokan, pengintegrasian antara atraksi dan fasilitas, interdependensi antara atraksi dan fasilitas, interdependensi antara atraksi alam dan atraksi budaya, berbagai cara untuk memperluas akses, elastisitas, diversitas dan komplementaritas, analisis biaya dan manfaat, serta analisis daya dukung, dan lain sebagainya.

Di samping itu, beberapa acuan perlu diikuti, seperti: (i) Adanya kebijakan kepariwisataan umum yang mencantumkan tujuan pariwisata yang berkelanjutan pada tingkat nasional, regional, maupun lokal; (ii) Parameter-parameter yang digunakan untuk merencanakan, mengembangkan, dan melaksanakan industri pariwisata haruslah terintegrasi dan bersifat lintas sektoral yang mengikutsertakan berbagai departemen, pemerintah dan swasta, para pakar, masyarakat sehingga menjamin kesuksesan; (iii) Di dalam merencanakan proyek-proyek pembangunan kepariwisatan perlu penekanan pada perlindungan aset alam dan budaya dengan mempertimbangkan pemanfaatan sosio-ekonomis yang layak dari lingkungan fisik-alami dan

Page 9: Ekowisata Di Makassar

lingkungan buatan serta dampak kegiatan manusia atas dampak tadi; (iv) Perlu ada upaya-upaya agar para wisatawan serta mereka yang terkait dengan industri pariwisata mengikuti etika dan aturan-aturan yang mengatur perilaku yang sehat dan konservatif yang menyangkut alam, budaya, ekonomi, sistim nilai masyarakat, sistem politik, pengelompokan sosial dan kepemimpinan; (v) Distribusi proyek pembangunan pariwisata haruslah mengacu pada nilai-nilai keadilan, yang mendistribusikan secara adil manfaatpariwisata di antara berbagai kelompok dan regional; (vi) Kesadaran masyarakat akan manfaat pariwisata serta bagaimana memitigasikan dampak negatif pariwisata haruslah selalu ditingkatkan; dan (vii) Masyarakat setempat perlu didorong untuk memainkan peranan kepemimpinan dalam pembangunan pariwisata dengan bantuan pemerintah, swasta, lembaga-lembaga keuangan serta universitas.

1. c. Peranan Negara dan Peranan Swasta dalam Industri Pariwisata. Hal penting lain yang mewarnai pembangunan pariwisata adalah pilihan antara industri pariwisata yang didorong oleh kekuatan-kekuatan pasar dan pembangunan pariwisata yang dipimpin oleh negara. Pilihan di antara kedua kutub tadi akan dipengaruhi oleh paradigma pembangunan yang diadopsi oleh suatu negara, akan tetapi juga tidak lepas dari pengaruh konfigurasi yang melingkupinya, khususnya kecenderungan globalisasi dan liberalisasi yang agaknya menjadi alur pikir yang dominan pada saat ini. Namun agaknya pilihan di antara kedua kutub alternatif peranan negara dan swasta ini tidaklah bersifat statis.

Meskipun kecenderungan di banyak negara pada umumnya adalah mengacu pada pemikiran konvensional yang menyerahkan pembangunan pariwisata pada mekanisme pasar dan dengan demikian memberi peranan yang lebih besar pada sektor swasta, namun bergeraknya pendulum ke kutub pemberian peranan yang lebih besar pada negara juga dapat dicermati. Dalam hubungan ini Butler menegaskan bahwa “sifat pariwisata dalam batas-batas tertentu menentukan sifat dan pola pertumbuhan suatu negara dan, apabila tidak dikendalikan dan dikuasai, industri pariwisata akan dapat menimbulkan berbagai permasalahan.” Interaksi yang tidak terkendali di dalam mekanisme pasar pada akhirnya akan dapat melampaui batas daya dukung kawasan wisata, dan karenanya akan mengganggu keberlanjutan wisata. Oleh karenanya, banyak pakar yang menganjurkan perlunya kesadaran para pengambil keputusan akan ketidak-sempurnaan pasar dan melalui kebijakan pemerintah ketidak-sempurnaan pasar tadi akan dapat dikoreksi sehingga kecenderungan terjadinya ketidakseimbangan dan timbulnya posisi monopolistik swasta maupun pemerintah dapat dicegah.

Di samping itu mempercayakan sepenuhnya industri pariwisata pada interaksi antara pelaku ekonomi di dalam mekanisme pasar mungkin dapat meningkatkan efisiensi, akan tetapi efisiensi di dalam konotasi Pareto optimum dan di samping itu dapat pula memperlebar kesenjangan. Oleh karena itu perlu diciptakan keseimbangan antara kedua sistem tadi. Oleh karena itu di dalam batas-batas tertentu perlu upaya yang oleh Robert Wade diistilahkan sebagai “mengendalikan pasar”.

Bentuk kebijakan pemerintah dalam industri pariwisata tadi dapat bermacam-macam, mulai dari menetapkan syarat-syarat dan mengarahkan investasi, mengatur akses terhadap tanah, misalnya hanya memperbolehkan sewa-tanah untuk jangka panjang, membangun infrastruktur, mempengaruhi nilai-tukar, dan sebagainya. Keikutsertaan pemerintah dalam orientasi, pengaturan,

Page 10: Ekowisata Di Makassar

dan pengawasan industri pariwisata mungkin masih diperlukan di dalam konteks ketidaksempurnan pasar, upaya untuk mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan, maupun pemeratan pendapatan.

1. d. Wisman dan Wisnus: Persaingan atau KomplementaritasDi dalam berbagai ketentuan formal maupun di dalam berbagai fora pemerintah selalu menegaskan bahwa industri pariwisata diharapkan akan menjadi sumber devisa utama. Implikasi dari kebijakan ini adalah bahwa segmen pasar utama yang menjadi fokus perhatian pemerintah adalah Wisatawan Mancanegara. Kebijakan ini menimbulkan dilemma bagaimana posisi Wisatawan Nusantara vis-àvis Wisatawan Mancanegara. Persoalan ini timbul karena menurut hasil penelitian Myra P. Gunawan Wisatawan Nusantara mempunyai potensi yang cukup besar untuk memberikan kontribusinya pada pembangunan nasional.

Memang Efek pengganda pengeluaran Wisatawan Mancanegara lebih besar dibandingkan dengan Wisatawan Nusantara, yaitu 2,99 berbanding 1, karena mata rantai transaksi untuk memenuhi kebutuhan Wisatawan Mancanegara lebih panjang dibandingkan Wisatawan Nusantara. Akan tetapi karena jumlah Wisatawan Nusantara jauh lebih banyak, maka kontribusinya terhadap penciptaan peluang kerja tidak dapat diabaikan. Memang pengeluaran Wisatawan Nusantara ini mungkin lebih sederhana jika dibandingkan dengan pengeluaran Wisatawan Mancanegara, akan tetapi pengeluaran tadi lebih langsung diterima oleh masyarakat penghasil barang konsumsi dan melalui mata rantai yang lebih pendek.

Memang di antara kedua pilihan tadi ada plus dan minusnya. Komoditi yang dikonsumsi Wisatawan Mancanegara merupakan komditi berteknologi tinggi dan menyentuh kepentingan kelompok atas serta mempunyai kaitan yang panjang, sedangkan komoditi yang dikonsumsi Wisatawan Nusantara merupakan komoditi yang sederhana, akan tetapi lebih terkait dengan pendapatan masyarakat kecil. Karena bulan-bulan puncak kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Wisatawan Nusantara tumpang-tindih atau berkoinsidensi, yaitu pada bulan Juni-Juli dan Desember, dan karena distribusi spatial Wisatawan Mancanegara dan Wisatawan Nusantara sama, maka akan terjadi kompetisi pemanfaatan kapasitas fasilitas maupun sarana dan prasarana wisata. Hal ini merupakan isu yang harus dipecahkan oleh perumus kebijakan.

Ekowisata merupakan jenis wisata yang paling murah karena hanya menjual “rasa” kepada wisatawan.Ekowisata pesisir dan laut merupakan bentuk wisata yang dikelola dengan pendekatan berkelanjutan dimana : (1) pengelolaan bentang alam diarahkan pada kelestarian sumberdaya pesisir dan laut ,(2) Pengelolaan budaya masyarakat diarahkan pada kesejahteraan masyarakat pesisir dan (3) kegiatan konservasi diarahkan pada upaya menjaga kelangsungan pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk waktu kini dan masa mendatang.

Berbagai definisi ekowisata berkembang di dalam masyarakat antara lain:

Page 11: Ekowisata Di Makassar

Ekowisata adalah suatu bentuk wisata yang menekankan tanggung jawab terhadap kelestarian alam,memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya bagi masyarakat setempat

Ekowisata yaitu suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat

Ekowisata yaitu perjalanan bertanggung jawab ke area alami dan bertualang yang dapat menciptakan industri pariwisata .

Ekowisata adalah wisata berbasis alam dengan menyertakan aspek pendidikan dan interprestasi terhadap lingkungan alami dan budaya masyarakat dengan pengelolaan kelestarian ekologis

B.Mencontoh pengelolaan Ekowisata negara Kanada

Konsep pengelolaan ekowisata yang baik dapat kita contoh dari negara Kanada tepatnya di kota Halifax,Nova Scotia.Di tempat ini kita disuguhkan dengan adanya keindahan alam di sekitar sungai,pantai dan laut dan juga adanya kemampuan pengelola ekowisata untuk memanfaatkan kelangkaan ikan Paus dimana kita bisa melihat sekawanan ikan paus yang muncul tenggelam sambil menyemprotkan air ke udara setiap kali akan bernafas.

Dengan disediakannya kapal yang didesain khusus sehingga menjamin keselamatan wisatawan dan membuat mereka leluasa bergerak dan memotret ikan Paus dengan leluasa di atas kapal.

Dalam perjalananan pulang ,para wisatawan dipenuhi rasa senang dan kagum telah melihat ikan Paus dengan mata kepalanya sendiri. Sepertinya rasa senang dan kagum tersebut ingin cepat disampaikan kepada semua orang .Keinginan berbagi rasa itu tersalur ketika sampai di darat. Meskipun para wisatawan hanya dibebani dengan lima puluhan dollar Kanada untuk melihat ikan Paus,namun sampai di darat uang ratusan bahkan ribuan dollar mulai mengalir lancar dari saku wisatawan ,dan di sinilah keuntungan ekonomi mulai menyentuh para pihak yang terlibat dalam kegiatan ekowisata ikan Paus.

Wisatawan pun mulai membeli puluhan perangko dan kartu pos bergambar ikan,kemudian ditulisi cerita indah mengenai ikan Paus ,terus dikirim kepada kerabatnya yang ada di belahan

Page 12: Ekowisata Di Makassar

dunia.Pengiriman kartu pos ini kelihatan sederhana ,namun telah menghidupkan jasa pos,percetakan,fotografi, dan pedagang.

Para remaja perempuan dan ibu-ibu pun juga tak mau ketinggalan berlomba membeli tas, pakaian dan perhiasan seperti cincin ,gelang dan kalung bermotif ikan paus.Para remaja lelaki dan bapak –bapak berburu topi dan baju bergambar ikan paus.Semua kegiatan jual beli ini telah menghidupkan indusri kerajinan emas dan perak,serta konveksi pakaian.

Para orang tua dan ilmuwan punya ketertarikan lain. Mereka masuk museum ikan Paus di lokasi tersebut untuk mendapatkan informasi terlengkap tentang ikan paus,mulai dari aspek biologi,ekologi ,reproduksi ,pola migrasi,hingga hubungan sosial dan sistem komunikasi ikan Paus.Semua informasi dapat diperoleh dan disaksikan melaluo sistem audiovisual yang sangat baik.

Untuk lebih mendalami dan melengkapi pengetahuannya,paar wisatawan tidak lupa membeli leafet ,buku dan VCD yang menguraikan berbagai aspek kehidupan dan lingkungan ikan Paus. Hal ini jelas telah menghidupkan industri percetakan ,perbukuan dan audiovisual.Bagi anak-anak ,juga tersedia sarana hiburan yang bernuansa ikan Paus.

Berbagai restoran dan toko makanan berjejeran di sekitar daerah itu untuk menjamu para wisatawan setelah capek mengintari wisata ikan Paus.Setiap hari,ribuan orang datang mencari makanan dan minuman sehingga kegiatan ekowisata ikan Paus juga menghidupkan industri dan jasa makaan dan minuman.

Selain itu jasa transportasi ,perhotelan dan restoran juga kebagian rezeki.Pada malam hari,wisatawan mendatangi restoran dan tempat hiburan untuk makan dan minum sampai larut malam sambil bercerita dan menyaksikan life music atau life show bertema cerita rakyat yang sarat dengan nilai budaya lokal. Jika semua aktivitas ini dinilai dengan uang ,maka ekowisata ikan Paus telah memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap perekonomian di kota ini.

C.Prinsip Pengembangan ekowisata Pesisir dan Laut

Beberapa prinsip pengembangan ekowisata yang harus dipenuhi, yaitu:

Page 13: Ekowisata Di Makassar

Pertama,mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap bentang alam dan budaya masyarakat lokal .Pencegahan dan penanggulangan dampak harus disesuaikan dengan sifat dan karakter bentang alam dan budaya masyarakat lokal.

Kedua, mendidik atau menyadarkan wisatawan dan masyarakat lokal akan pentingnya konservasi.Ketiga, mengatur agar kawasan yang digunakan untuk ekowisata dan manajemen pengelola kawasan pelestarian dapat menerima langsung penghasilan atau pendapatan .Retribusi dan pajak konservasi dapat diginakan secara langsung untuk membina ,melestarikan dan meningkatkan kualitas kawasan pelestarian .Keempat,masyarakat dilibatkan secara aktif dalam perencanaan dan pengembangan ekowisata .Kelima,keuntungan ekonomi yang diperoleh secara nyata dari kegiatan ekowisata harus dapat mendorong masyarakat untuk menjaga kelestareian kawasan pesisir dan laut.Keenam,semua upaya pengembangan ,termasuk pengembangan fasilitas dan utilitas ,harus tetap menjaga keharmonisan dengan alam .Bila terdapat ketidakharmonisan dengan alam,hal itu akan merusak produk ekowisata yang ada.

Ketujuh,pembatasan pemenuhan permintaan ,karena umumnya daya dukung ekosisten alamiah lebih rendah daripada daya dukung ekosistem buatan

Kedelapan,apabila suatu kawasan pelestarian dikembangkan untuk ekowisata ,maka devisa dan belanja wisatawan dialokasikan secara proporsional dan adil untuk pemerintahan pusat dan daerah.D.Kriteria dan komponen Ekowisata

Ekowisata memiliki tiga kriteria yaitu memberi nilai konservasi yang dapat dihitung ,melibatkan masyarakat serta menguntungkan dan dapat memelihara dirinya sendiri.

Kriteria tersebut dapat dipenuhi bilamana setiap kegiatan ekowisata memadukan empat komponen yaitu ekosistem,masyarakat ,budaya dan ekonomi

E.Dampak Umum Ekowisata

Dampak positif dari kegiatan ekowisata dapat berupa:

1. Peningkatan penghasilan dan devisa negara

Page 14: Ekowisata Di Makassar

2. Tersedianya kesempatan kerja baru

3. Berkembangnya usaha-usaha baru

4. Meningkatkatnya kesadaran masyarakat dan wisatawan tentang pentingnya konservasi sumberdaya alam

5. Peningkatan partisipasi masyarakat

6. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi

Manfaat lain dari kegiatan ekowisata dapat berupa

Meningkatnya promosi penggunaan sumberdaya alam secara berkelanjutan

Berkurangnya ancaman terhadap keanekaragaman hayati yang ada di obyek wisata

Meningkatnya keuntungan langsung dan tidak langsung dari para stakeholders

Meningkatnya nilai ekonomi sumberdaya ekosistem

Meningkatnya upaya pelestarian lingkungan

Terbangunnya konstituensi untuk konservasi secara lokal ,nasional dan internasional

F.Dampak Sosial dan Budaya Ekowisata

Akan memunculkan pertemuan budaya antara wisatawan dan masyarakat lokal yang kemudian akan menghasilkan “perkawinan budaya “,apabila budaya pendatang lebih berpengaruh kepada budaya masyarakat lokal.

Perbedaan karakteristik antara wisatawan dengan penduduk lokal dapat dilihat dari nilai dasar dan logika ,kepercayaan terhadap agama , tradisi,adat,gaya hidup,bentuk perilaku,tata cara berbusana ,keuangan dan tata cara menghadapi pendatang.

G.Dampak Lingkungan Ekosistem

Page 15: Ekowisata Di Makassar

Pengembangan ekowisata dapat mendatangkan dampak positif berupa meningkatnya upaya reservasi sumberdaya alam,pembangunan taman nasional,perlindungan pantai dan taman laut dan mempertahankan hutan Mangrove.

Namun hal ini juga memunculkan dampak negatif berupa polusi,kerusakan lingkungan fisik ,pemanfaatan berlebihan ,pembangunan fasilitas tanpa memperhatikan kondisi lingkungan dan kerusakan hutan Mangrove.

F.Pengembangan Ekowisata Di kota Makassar

Berbagai tempat yang berpotensi dijadikan sebagai tempat pengembangan program ekowisata di kota Makassar yaitu Sungai Jenebererang,sungai Tallo ,desa wisata Lakkang hingga perairan di pesisir dan pinggiran Makassar.

Mengambil contoh sungai Tallo ,dimana jalur utama yang memanfaatkan sungai Tallo sebagai sungai terbesar yang melintas tepat di tengah kota akan melewati sebelah barat kawasan pergudangan terpadu. Jalur ini sekaligus sebagai kawasan penghubung alami dengan kawasan riset terpadu yang terletak di delta Lakkang, Kecamatan Tallo dan kawasan pelabuhan terpadu.Selain itu adanya potensi pengembangan hutan mangrove di sungai ini untuk biota sungai serta pemanfaatan lahan tidur si sepanjang bantaran sungai Tallo.Hal ini lebih diperkuat lagi dengan adanya Perda Rencana Tata Ruang Wilayah .

Tak kalah dengan Sungai Tallo, Desa wisata Lakkang mampu menarik wisatawan untuk menikmati wisata sungai serta tujuan desa wisata yang ada di Lakkang .Selain itu desa ini bisa dijadikan sebagai kawasan penyangga ruang terbuka hijau dan pengembangan eksositem biota sungai yang menjadi salah satu sumber mata pencaharian warga.

Pengembangan sistem transportasi air di tempat ini bisa pula dijadikan sebagai sarana alternatif dalam mengatasi kasus kemacetan yang terus terjadi di kota Makassar akibat tidak seimbangnya pertumbuhan kendaraan dan ketersediaan infrastruktur jalan. Agar pengembangan ekowisata di kota Makassar berjalan dengan baik maka dibutuhkan dukungan dari berbagai pihak dan juga dibutuhkan peningkatan infrastruktur pendukung seperti armada transportasi wisata sungai,dermaga dan akses jalan

Page 16: Ekowisata Di Makassar

Di bulan Maret 2011 , Sulawesi Selatan didatangi oleh puluhan perusahaan perjalanan wisata nasional dari delapan negara dimana mereka tersebut merupakan peserta dari International Eco Tourism Bussines Forum and Mart 2011 "Enchating Butterfly “yang melakukan tur di sejumlah objek wisata di Sulawesi Selatan terutama Makassar untuk melihat potensi paket wisata alam dan budaya (ekowisata). Forum bisnis ini diselenggarakan untuk meningkatkan minat masyarakat pada ekowisata, mempromosikan paket ekowisata dan meningkatkan jumlah wisatawan.Selain itu adanya ketertarikan Bank dunia yang memberikan dukungan dengan menyiapkan konsultan transportasi air asal Amerika untuk membantu pemerintah daerah menyusun detail tata ruang transportasi air di Makassar . Bank dunia bersiap diri membantu dengan melakukan pembiayaan assesment dan analisis pengembangan transportasi di kota ini .

G.Penutup

Akhir kata, semoga pengelolaan ekowisata ini bisa ditindaklanjuti dan segera diwujudkan demi memajukan daerah yang maju dan modern .Sebab jika saja program ini dikembangkan lebih jauh lagi maka akan didapatkan tiga hal yaitu kelestarian sumber daya pesisir dan laut terjamin,kesejahteraan masyarakat meningkat dan juga tak perlu mengeluarkan biaya konservasi sumberdaya pesisir dan laut karena kelestarian sumberdaya akan terjaga dengan sendirinya jika dikelola dengan baik