percobaan iv
TRANSCRIPT
PERCOBAAN IV
ANALISIS KUANTITATIF PENETAPAN KAFEIN DALAM DAUN TEH
SECARA SPEKTOFOTOMETRI ULTRAVIOLET
I. Tujuan
Analisa kuantitatif kandungan kafein dalam daun teh secara
spektofotometer ultraviolet
II. Tinjauan Pustaka
Spektrofotometer UV-Vis (Ultra Violet-Visible) adalah salah satu dari
sekian banyak instrumen yang biasa digunakan dalam menganalisa suatu
senyawa kimia. Spektrofotometer umum digunakan karena kemampuannya
dalam menganalisa begitu banyak senyawa kimia serta kepraktisannya dalam
hal preparasi sampel apabila dibandingkan dengan beberapa metode analisa
(Herliani, 2008).
Pengukuran menggunakan alat spektrofotometri UV-Vis ini didasarkan
pada hubungan antara berkas radiasi elektromagnetik yang ditransmisikan
(diteruskan) atau yang diabsorpsi dengan tebalnya cuplikan dan konsentrasi
dari komponen penyerap. Berdasarkan hal inilah maka untuk dapat
mengetahui konsentrasi sampel berdasarkan data serapan (A) sampel, perlu
dibuat suatu kurva kalibrasi yang menyatakan hubungan antara berkas radiasi
yang diabsorpsi (A) dengan konsentrasi (C) dari serangkaian zat standar yang
telah diketahui (Henry dkk, 2002).
Kafein merupakan senyawa kimia alkaloid terkandung secara alami
pada lebih dari 60 jenis tanaman terutama teh (1- 4,8 %), kopi (1-1,5 %), dan
biji kola(2,7-3,6 %) (Misra et al, 2008). Kafein (1,3,7-Trimethylxanthine)
adalah kerabat mehylxantin yang secara luas tersebar di banyak jenis
tumbuhan. Kafein juga dimanfaatkan manusia sebagai produk makanan dan
minuman seperti teh, kopi dan coklat. Dalam bidang farmasi, kafein biasanya
digunakan untuk pengobatan jantung, stimulant pernapasan dan juga sebagai
peluruh kencing (Yu dkk, 2009). Kafein berbentuk serbuk atau hablur
bentuk jarum mengkilat biasanya menggumpal, putih, tidak berbau dan rasa
pahit. Agak sukar larut dalam air dan dalam etanol (95%) p, mudah larut
dalam kloroform p, sukar larut dalam eter p (Dirjen POM, 1979). Memiliki
rumus struktur sebagai berikut:
Kafein merupakan alkaloid yang terdapat dalam teh, kopi, cokelat, kola,
dan beberapa minuman penyegar lainnya. Kafein dapat berfungsi sebagai
stimulant dan beberapa aktifitas biologis lainnya. Kandungan kafein dalam
teh relative lebih besar daripada yang terdapat dalam kopi, tetapi pemakaian
teh dalam minuman lebih encer dibandingkan dengan kopi (Sudarmi, 1997).
Penelitian membuktikan bahwa kafein memiliki efek sebagai stimulasi
sel syaraf pusat, otot jantung, dan meningkatkan diuresis (Farmakologi
Fakultas Kedokteran UI 2002), sehingga kafein dapat bermanfaat secara
klinis. Pengaruh tersebut timbul pada pemberian kafein 85-250 mg. Jika dosis
pemberian kafein ditingkatkan, maka akan menyebabkan gugup, gelisah,
tremor, insomnia, hiperestesia, mual, dan kejang (Farmakologi Fakultas
Kedokteran UI 2002). Intensitas efek kafein ini berbeda untuk setiap organ
(Farmakologi Fakultas Kedokteran UI 2002). Berdasarkan FDA (Food Drug
Administrasion) diacu dalam Liska (2004), dosis kafein yang diizinkan antara
100-200 mg. Kombinasi tetap kafein dengan analgetik seperti aspirin
digunakan untuk pengobatan sakit kepala (Farmakologi Fakultas Kedokteran
UI 2002; Liska 2004).
Menurut Nazaruddin (1993), Daun teh mengandung beberapa zat
kimia yang dapat digolongkan menjadi empat. Keempat golongan itu adalah :
substansi fenol (katekin, flanavol), bukan fenol (karbohidrat, pektin, alkaloid,
protein, asam amino, klorofil, asam organik), senyawa aromatis, dan enzim.
Secara rincinya kandungan tersebut sebagai berikut.
Zat yang tidak larut dalam air :
Protein 16 %
Lemak 8 %
Klorofil dan pigmen lain 1,5%
Pektin 4 %
Pati 0.5%
Serat kasar, selulosa, lignin, dll 22 %
Jumlah: 52 %
Zat yang larut dalam air:
Polifenol yang dapat difermentasi 20 %
Polifenol lain 10 %
Kafein (theine) 4 %
Gula dan getah 3 %
Asam amino 7 %
Mineral 4 %
Jumlah: 48 %
Dalam teh kering terdapat kira-kira 3% caffeine. Bahan inilah yang
menimbulkan rasa nikmat dari air teh. Pada galibnja kadar caffeine tidak
dimana-mana bagian dari tanaman sama. Daun yang termuda misalnya
mengandung caffeine yang terbanyak, yaitu 3-4%, daun kelima dan keenam
1½%, sedang dalam tangkai hanya terdapat 0,5% caffeine. Dalam bulu daun
peko terdapat 2% caffeine (Adisewojo,1964).
Kandungan kafein dalam teh hijau adalah 21,01 mg/g. Dalam
pengolahan elusi, hampir kafein murni terdeteksi pada kartrid kafein MIP. Ini
diamati afinitas yang lebih tinggi dan pemulihan kafein dapat diperoleh pada
kartrid kafein MIP. Kafein MIP yang disintesis dan disusun bisa diekstrak
secara selektif dan menghilangkan kafein dan beberapa senyawa katekin dari
teh hijau (Jin, 2007).
III. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah spektofotometer
UV, gelas kimia 100 mL, labu ukur 25 mL dan 50 mL, corong pisah, daun
teh, kloroform, akuades dan amoniak 10 %.
IV. Prosedur Kerja
4.1 Pembuatan Larutan Kafein
Menimbang kafein murni 50 mg, memasukan dalam labu ukur
100 ml dan menambahkan dengan kloroform sampai tanda batas.
Membuat larutan standar 10; 20; 30 40 dan 50 ppm. Mengukur
absorbansi pada panjang gelombang 276,5.
4.2 Pengukuran Sampel
Menimbang cuplikan daun teh sebanyak 2,5 gram, kemudian
memasukan dalam gelas kimia 50 mL lalu menambahkan 15 mL
aquades dan mendiamkannya beberapa menit. Mendidihkan kira-kira 5
menit lalu menyaringnya dalam keadaan panas. Mengulangi perlakuan
ini selama 3 kali sambil menampung filtratnya. Menambahkan 5 mL
amoniak 10%. Memasukan filtrat dalam corong pisah lalu
menambahkan 12,5 ml kloroform dan mengocok selama 1 menit.
Membiarkan terpisah lapisan kloroform dan air. Mengeluarkan fraksi
kloroform. Mengulangi 3-4 kali ekstraksi dengan kloroform.
Menepatkan volume ekstrak dengan kloroform dalam labu ukur 100
mL. Mengukur absorbansi larutan pada panjang gelombang 276,5 nm.
V. Pembahasan
Kafein merupakan senyawa bahan alam yang tersebar luas dan
tergolong dalam senyawa alkaloid, dengan rumus molekul C8H10N4O2,
bersifat basa lemah berbentuk serbuk putih yaitu kristal-kristal panjang,
rasanya pahit dan memiliki titik leleh sebesar 234-2390C serta menyublin
pada temperature 180-2000C. Kafein memiliki berat molekul 194,19 g/mol.
Larutan kafein 1% dalam air memiliki pH 6,9. 1 gram kafein akan larut
dalam 46 ml air (suhu kamar), 5,5 mL air (800C), 1,5 mL (1000C), 66 mL
alcohol (suhu kamar), 22 mL alcohol (600C), 50 mL aseton, 5,5 kloroform,
530 mL eter, 100 mL benzena, dan 22 mL benzene. Kafein merupakan
turunan N-metilxantin, turunan N-metilxantin. Kafein merupakan senyawa
kimia alkaloid terkandung secara alami pada lebih dari 60 jenis tanaman
terutama teh (1- 4,8 %), kopi (1-1,5 %), dan biji kola(2,7-3,6 %). Percobaan
ini bertujuan untuk menganalisa secara kuantitatif kandungan kafein dalam
daun teh secara spektofotometer ultraviolet
Pada percobaan ini dibuat larutan standar kafein dengan melarutkan
50 mg kafein murni pada labu ukur 100 ml dengan pelarut kloroform.
Pelarut yang digunakan adalah kloroform selain kloroform dapat melarutkan
kafein, kloroform juga bersifat asam sehingga dapat membuat suasana
kafein menjadi asam, kafein dibuat pada suasana asam karena pada suasana
asam panjang gelombang yang dihasilkan kafein maksimum. Panjang
gelombang yang maksimum memiliki kepekaan maksimal karena terjadi
perubahan absorbansi yang paling besar serta pada panjang gelombang
maksimum bentuk kurva absorbansi memenuhi hukum Lambert-Beer Pada
panjang gelombang maksimum pun apabila dilakukan pengukuran ulang
maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan ulang panjang
gelombang akan kecil sekali, ketika digunakan panjang gelombang
maksimal (Rohman, Abdul, 2007). Selanjutnya membuat deret larutan
standar 10, 20, 30, 40 dan 50 ppm. Hal ini bertujuan untuk membuat kurva
standar sehingga pada penentuan konsentrasi sampel, dapat diketahui kadar
sampel setelah dilakukan pengukuran absorbannya berdasarkan kurva deret
standar yang telah dibuat. Panjang gelombang yang mempunyai absorbansi
maksimal, dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi
dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi
tertentu. Dalam pembuatan larutan deret standar ini haruslah tepat dan teliti
karena larutan deret standar akan menjadi kurva standar pada penentuan
sampel, jika pada pembuatan larutan standar tidak dilakukan secara teliti dan
tepat maka penentuan kadar sampel pun akan terjadi kesalahan. Pada
pembuatan larutan standar, larutan standar yang dibuat tidak
berwarna/bening karena pengukuran spektrofotometer yaitu spektometer UV
yang panjang gelombangnya 190-380 nm. Menurut litreratur panjang
gelombang maksimum kafein adalah 210 nm (Oxford Higher Education,
2005), namun pada percobaan ini serapan diukur pada panjang gelombang
276,5 nm.
Pemilihan spektrofotometer UV-Vis adalah karena spektrofotometer
merupakan instrument analisis yang tidak rumit, selektif, serta kepekaan dan
ketelitiannya tinggi. Selain itu, senyawa asetosal, parasetamol dan kofein
yang akan dianalisis memiliki kromofor pada strukturnya berupa ikatan
rangkap terkonjugasi dan juga merupakan senyawa aromatik karena
memiliki gugus aromatik sehingga memenuhi syarat senyawa yang dapat
dianalisis menggunakan spektrofotometri UV-Vis.
Dalam percobaan ini, metode analisis yang digunakan adalah metode
kurva kalibrasi. Dalam metode ini dibuat suatu larutan standar dari asetosal,
parasetamol dan kofein dengan berbagai konsentrasi dan absorbansi dari
larutan tersebut diukur spektrofotometer UV-Vis. Langkah selanjutnya
adalah membuat grafik antara konsentrasi(C) dengan absorbansi (A) yang
merupakan garis lurus yang melewati titik nol dengan slobe = atau = a.b.
konsentrasi larutan sampel dapat dicari setelah absorbansi larutan sampel
diukur dan diintrapolasi ke dalam kurva kalibrasi atau dimasukkan ke dalam
persamaan garis lurus yang diperoleh dengan menggunakan program regresi
linear pada kurva kalibrasi.
Selanjutnya pengukuran sampel, dimana Menimbang cuplikan daun
teh sebanyak 2,5 gram, kemudian memasukan dalam gelas kimia 50 mL lalu
menambahkan 15 mL aquades dan mendiamkannya beberapa menit.
Mendidihkan kira-kira 5 menit lalu menyaringnya dalam keadaan panas.
Mengulangi perlakuan ini selama 3 kali sambil menampung filtratnya.
Menambahkan 5 mL amoniak 10%. Pada percobaan ini digunakan aquades
sebagai pelarut kafein dari daun teh. Proses pelarutan dibantu dengan
pemanasan untuk memaksimalkan ektraksi kafein dari daun teh. Sebab 1
gram kafein akan larut dalam 46 ml air (suhu kamar), 5,5 mL air (800C), 1,5
mL (1000C), 66 mL alcohol (suhu kamar), 22 mL alcohol (600C), 50 mL
aseton, 5,5 kloroform, 530 mL eter, 100 mL benzena, dan 22 mL benzene.
Dari data tersebut dapat disimpulkan, dengan pemanasan dapat
mempercepat dan memperbanyak jumlah kafein yang dapat terekstraksi
dengan pelarut air. Perlakuan ini dilakukan sebanyak 3 kali untuk
memperolek ekstrak kafein yang cukup banyak dari akumulasi ketiga
pengulangan tersebut. Selanjutnya filtrat ditambahkan dengan amoniak 10
%, tujuannya untuk membantu pemisahan kafein dari air saat proses
ekstraksi nanti. Selanjutnya memasukan filtrat dalam corong pisah lalu
menambahkan 12,5 ml kloroform dan mengocok selama 1 menit.
Membiarkan terpisah lapisan kloroform dan air. Mengeluarkan fraksi
kloroform. Mengulangi 3-4 kali ekstraksi dengan kloroform. Menepatkan
volume ekstrak dengan kloroform dalam labu ukur 100 mL. Mengukur
absorbansi larutan pada panjang gelombang 276,5 nm. Kafein akan
diekstrak dalam fase organik kloroform dari fase air. Metode ini
menggunakan prinsip ekstraksi dimana merupakan distribusi zat terlarut
antara dua pelarut yang tak saling bercampur. Air bersifat polar sementara
kloroform bersifat non polar sehingga tak saling bercampur. Ekstraksi
dilakukan secara berulang untuk memperoleh ekstrak kafein dalam jumlah
yang banyak untuk fase organik dari akumulasi pengulangannya.
Selanjutnya mengukur absorbansi kafein pada fase organik kloroform pada
panjang gelombang 276,5 nm.
Kafein merupakan senyawa kimia alkaloid terkandung secara alami
pada lebih dari 60 jenis tanaman terutama teh (1- 4,8 %), kopi (1-1,5 %),
dan biji kola(2,7-3,6 %) (Misra et al, 2008).
VI. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah:
1. Pengukuran menggunakan alat spektrofotometri UV-Vis ini
didasarkan pada hubungan antara berkas radiasi elektromagnetik
yang ditransmisikan (diteruskan) atau yang diabsorpsi dengan
tebalnya cuplikan dan konsentrasi dari komponen penyerap.
2. Kafein merupakan senyawa bahan alam yang tersebar luas dan
tergolong dalam senyawa alkaloid, dengan rumus molekul
C8H10N4O2, bersifat basa lemah berbentuk serbuk putih yaitu kristal-
kristal panjang, rasanya pahit dan memiliki titik leleh sebesar 234-
2390C serta menyublin pada temperature 180-2000C. Kafein
memiliki berat molekul 194,19 g/mol. Larutan kafein 1% dalam air
memiliki pH 6,9. 1 gram kafein akan larut dalam 46 ml air (suhu
kamar), 5,5 mL air (800C), 1,5 mL (1000C), 66 mL alcohol (suhu
kamar), 22 mL alcohol (600C), 50 mL aseton, 5,5 kloroform, 530 mL
eter, 100 mL benzena, dan 22 mL benzene. Kafein merupakan
turunan N-metilxantin, turunan N-metilxantin. Kafein merupakan
senyawa kimia alkaloid terkandung secara alami pada lebih dari 60
jenis tanaman terutama teh (1- 4,8 %), kopi (1-1,5 %), dan biji
kola(2,7-3,6 %). Percobaan ini bertujuan untuk menganalisa secara
kuantitatif kandungan kafein dalam daun teh secara spektofotometer
ultraviolet
3. Proses isolasi senyawa kaffein dalam teh dapat dilakukan dengan
metode ekstraksi dengan pelarut air dan kloroform.
4. Teknik distribusi solut anatara dua pelarut tak bercampur merupakan
teknik pemisahan untuk proses pemisahan suatu cairan organik dari
suatu campuran (pelarut organik dan air).
Daftar Pustaka
Adisewojo, R. Sodo. 1964. Bertjotjok Tanam Teh. Sumur Bandung. Bandung.
Jin, Yinzhe dan Kyung Ho Row. 2007. Solid-phase Exxtraction of Caffeine and
Catechin Compounds from Green Tea by Caffeine Molecular Imprinted
Polymer. Bull Korean Chem Soc Vol 28, No 2.
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan:
Jakarta.
Henry,A. Suryadi MT. Arry Y,. 2002. “Analisis Spektrofotometri UV-Vis Pada
Obat Influenza Dengan Menggunakan Aplikasi Sistem Persamaan Linier”.
KOMMIT. Universitas Gunadarma
Herliani, An an. 2008. Spektrofotometri. Pengendalian Mutu Agroindustri.
Program D4-PJJ.
Nazaruddin dan Farry B Paimin. 1993. Pembudidayaan dan Pengolahan Teh.
Penebar Swadaya. Jakarta.