perbandingan kebijakan kependudukan di china dan indonesia

23
PERBANDINGAN KEBIJAKAN KEPENDUDUKAN INDIA DAN INDONESIA disusun untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Perbandingan Kebijakan Publik Dosen Pengampu: Prof. Dr. Budi Winarno, MA. Randy Wirasta Nandyatama, SIP. Oleh: Ezka Amalia 09/283366/SP/23675 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Upload: ezka-amalia

Post on 05-Dec-2014

646 views

Category:

Documents


14 download

TRANSCRIPT

Page 1: Perbandingan Kebijakan Kependudukan Di China Dan Indonesia

PERBANDINGAN KEBIJAKAN KEPENDUDUKAN

INDIA DAN INDONESIA

disusun untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah

Perbandingan Kebijakan Publik

Dosen Pengampu:

Prof. Dr. Budi Winarno, MA.

Randy Wirasta Nandyatama, SIP.

Oleh:

Ezka Amalia

09/283366/SP/23675

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2011

Page 2: Perbandingan Kebijakan Kependudukan Di China Dan Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Saat ini, salah satu masalah yang masih dan terus dihadapi oleh negara-negara

di dunia adalah masalah kependudukan atau demografi. Masalah yang berkaitan

dengan penduduk ini bermacam-macam, mulai dari jumlah penduduk yang besar,

tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi, semakin sedikitnya usia aktif kerja,

hingga masalah ketersediaan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan hidup

penduduk. Masalah-masalah tersebut, terutama jumlah penduduk yang besar dan

tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi, seringkali dialami oleh negara-negara

yang sedang mencoba mengejar ketinggalan mereka dari negara-negara maju.

Jumlah penduduk yang besar dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang

tinggi tentunya mengkhawatirkan. Kemungkinan penduduk terjebak dalam lingkaran

kemiskinan karena misalnya semakin ketatnya kompetisi dalam mendapatkan

pekerjaan membuat pemerintah harus mengeluarkan kebijakan yang berkaitan dengan

laju pertambahan penduduk di negaranya. Kebijakan tersebut berkaitan dengan

kontrol populasi untuk mengurangi laju pertumbuhan jumlah penduduk di kedua

negara dengan membatasi angka kelahiran (birth control) maupun perencanaan

kelahiran (family planning). Pada tahun 2007, menurut PBB, 47% negara sedang

berkembang dan 70% negara yang kurang berkembang menerapkan kebijakan untuk

mengurangi laju pertambahan penduduk. Tidak terkecuali Republik India dan

Republik Indonesia.

Permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah India dan pemerintah Indonesia

mengenai demografi mempunyai kesamaan. Kedua negara yang merupakan negara

berkembang sama-sama menghadapi permasalahan jumlah penduduk yang besar.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah kedua negara mengeluarkan

kebijakan untuk menanggulangi permasalahan demografi mereka dengan kebijakan

yang setipe namun hingga saat ini kebijakan tersebut belum menampakkan hasil yang

signifikan jika dilihat dari adanya peningkatan jumlah penduduk di kedua negara.

Oleh karena itu, penulis merasa tertarik untuk memperbandingkan kebijakan kedua

1

Page 3: Perbandingan Kebijakan Kependudukan Di China Dan Indonesia

negara tersebut, apalagi kedua negara sama-sama memiliki wilayah yang besar,

demokratis, dan sedang berusaha mengejar ketinggalan dari negara-negara barat.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana perbandingan kebijakan demografi yaitu Family Planning di

India dan Indonesia?

C. Landasan Konsepual/Teori

1. Implementasi Kebijakan Publik

Implementasi kebijakan publik merupakan pelaksanaan keputusan kebijakan oleh

berbagai aktor untuk mencapai tujuan-tujuan kebijakan tersebut. van Meter dan

van Horn membatasi implementasi kebijakan pada tindakan-tindakan yang

dilakukan oleh individu-individu atau kelompok-kelompok pemerintah maupun

swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan

dalam keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya. Menurut van Meter dan van

Horn, dalam model proses implementasi kebijakan ada enam variabel yang

membentuk ikatan atau linkage antara kebijakan dan kinerja.1 Enam variabel

tersebut adalah ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan, sumber-

sumber kebijakan, komunikasi antar organisasi dan kegiatan-kegiatan

pelaksanaan, karakteristik badan pelaksana, kondisi ekonomi, politik dan social,

serta kecenderungan pelaksana.

2. Teori Penduduk Aliran Malthusian vs. Aliran Marxist

Aliran Malthusian dipelopori oleh Thomas Robert Malthus. Malthus menyatakan

bahwa penduduk, apabila tidak ada pembatasan, akan berkembang biak dengan

cepat dan memenuhi dengan cepat beberapa bagian dari permukaan bumi ini.2

Apabila tidak ada pembatasan pertumbuhan penduduk, dikhawatirkan akan

terjadi kekurangan bahan makanan yang memicu kemiskinan. Untuk

menanggulanginya, Malthus menyarankan adanya pembatasan melalui

preventive checks yang berupa pengurangan penduduk melalui penekanan

kelahiran, dan positive checks yang berupa pengurangan penduduk melalui

1 B. Winarno, Kebijakan Publik: Teori dan Proses, Media Pressindo, Yogyakarta, 2007, p. 146.2 Prof. I.B. Mantra, Ph.D, Demografi Umum, Edisi Kedua, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009, hal. 50.

2

Page 4: Perbandingan Kebijakan Kependudukan Di China Dan Indonesia

proses kematian. Aliran ini didukung oleh negara-negara yang menganut sistem

kapitalis.

Sedangkan aliran Marxist berasal dari pemikiran Karl Marx dan Friedrich

Engels. Mereka menentang teori aliran Malthus dan mengemukakan bahwa

kemiskinan bukan berasal dari ledakan penduduk, tetapi karena adanya sistem

kapitalis. Oleh karena itu, sistem kapitalis harus dirombak menjadi sistem

sosialis, dan pertumbuhan penduduk tidak perlu dibatasi. Aliran ini mempunyai

pengikut yaitu negara-negara yang menganut sistem sosialis.

D. Argumen Utama

India dan Indonesia sama-sama memiliki permasalahan dalam membludaknya

jumlah penduduk. Tidak mengherankan jika kedua negara menerapkan kebijakan

family planning untuk mengontrol jumlah penduduk yang terus meningkat.

Perbandingan kebijakan kedua negara terletak pada proses implementasi

kebijakan tersebut yang menghasilkan lebih banyak persamaan dibandingkan

perbedaan.

3

Page 5: Perbandingan Kebijakan Kependudukan Di China Dan Indonesia

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kebijakan Family Planning di Republik India

Republik India saat ini menempati peringkat kedua dunia dalam jumlah

penduduknya. Berada di bawah China, Central Intelligence Agency memperkirakan pada

bulan Juli 2011 jumlah penduduk India akan mencapai angka 1.189.172.906 jiwa.

Pemerintah India sendiri pada sensus penduduk sementara tahun 2011 hingga bulan

Maret memperkirakan jumlah penduduk India sebanyak 1.210.193.422 miliar jiwa3

dengan komposisi 623,7 juta dan 586,5 juta perempuan. Jumlah tersebut sekitar 17,5%

dari keseluruhan populasi dunia4 dengan 914 bayi perempuan setiap 1000 bayi laki-laki5.

Meski jumlah penduduknya bertambah sekitar 181 juta, pertumbuhan tersebut dinilai

lebih lambat untuk pertama kalinya sejak sembilan dekade yang lalu. Antara tahun 2001

hingga tahun 2011 tingkat pertumbuhan penduduk di India mencapai 1,64%6, 0,41%

diatas tingkat pertumbuhan rata-rata penduduk dunia yang dikeluarkan oleh PBB. Tujuh

dekade sebelumnya, antara tahun 1941 hingga tahun 1951, tingkat pertumbuhan

penduduk India sendiri mencapai 1,3% dengn jumlah penduduk di tahun 1950 sebanyak

369.880.0007 atau sekitar 14,2% dari jumlah penduduk dunia.8

Berada di peringkat kedua jumlah penduduk India, tahun 1950 pemerintah

India mulai secara sederhana mensponsori upaya keluarga berencana di negara

berkembang. Meski telah tersedia rumah sakit dan fasilitas perawatan kesehatan yang

menyediakan informasi birth control, pada tahun 1950 tidak ada upaya dari pemerintah

untuk mendorong penggunaan kontrasepsi dan pembatasan jumlah anak. Baru pada tahun

1960 pemerintah India merasa tingginya tingkat pertumbuhan penduduk di India akan

3Government of India, Census of India: Provisional Population Totals, Office of the Register Gneral & Census Commissioner, India, 2011, p. 160. 4 Times of India, India’s population rises to 1.2 billion: Census of India 2011, 31 Maret 2011, <http://articles.timesofindia.indiatimes.com/2011-03-31/india/29365261_1_population-literacy-rate-census-commissioner>, 17 Juni 2011. 5 NDTV, Census 2011: Indian population increased by 181 million, 31 Maret 2011, <http://www.ndtv.com/article/india/census-2011-indian-population-increased-by-181-million-95387>, 17 Juni 2011. 6 Government of India, Census of India: Provisional Population Totals, p. 39. 7 GeoHive, Countries with highest population for 1950, 2010, and 2050, <http://www.geohive.com/earth/population3.aspx>, 17 Juni 2011. 8 Government of India, Census of India: Provisional Population Totals, p. 39.

4

Page 6: Perbandingan Kebijakan Kependudukan Di China Dan Indonesia

menghambat pembangunan ekonomi yang sedang dilakukan oleh pemerintah India. Pada

pertengahan tahun 1970an pemerintah mulai menerapkan program besar-besaran untuk

mengurangi tingkat kelahiran.9 Tepatnya pada tahun 1976, pemerintah India mengadopsi

National Population Policy yang mengintegrasikan kebijakan keluarga berencana dengan

tujuan meningkatkan kesejahteraan penduduk. Hal ini dikarenakan jumlah anggota

keluarga yang besar merupakan cerminan dan bagian dari kemiskinan sehingga harus

ditangani dengan strategi pembangunan umum.10 Bahkan kebijakan National Population

Policy tersebut juga masuk dalam kurikulum sekolah dengan mengharuskan adanya

pendidikan tentang masalah kependudukan di bawah Fifth Five-Year Plan pada tahun

1974 hingga 1978. Demi mencapai tujuan mengurangi tingkat pertumbuhan penduduk,

pemerintah India sendiri memberlakukan sterilisasi.

Pada tahun 1980an, pemerintah India meningkatkan jumlah program keluarga

berencana yang dilakukan dengan bantuan keuangan dari pemerintah pusat. Pada tahun

1991, India memiliki 15.000 fasilitas kesehatan publik yang menawarkan program

keluarga berencana. Setidaknya empat proyek khusus keluarga berencana dilakukan pada

Seventh Five-Year Plan antara tahun 1985 hingga 1989. Misalnya saja reorganisasi

fasilitas pelayanan kesehatan primer di daerah kumuh di perkotaan dan pembaharuan alat

intraurine atau IUD di pusat-pusat kesehatan keluarga di daerah pedesaan. Meskipun

demikian, hasil sensus India pada tahun 1991 menunjukkan India merupakan salah satu

negara dengan tingkat pertumbuhan penduduk tertinggi di dunia yaitu sekitar 2% antara

tahun 1981dan 1991.

Penerapan kebijakan keluarga berencana di India sendiri diterapkan secara

sentralisasi karena adanya ketergantungan terhadap dana dari pemerintah pusat.

Sentralisasi kebijakan ini menyebabkan adanya ketidakselarasan antara tujuan dan asumsi

program pengendalian populasi nasional dengan sikap lokal terhadap birth control.

Misalnya saja, di Maharashtra dibutuhkan tiga hingga empat tahun pendidikan melalui

kontak secara langsung dengan pasangan agar mereka menerima gagasan keluarga

berencana yang dilakukan oleh pemerintah. Namun, di daerah yang memiliki 175 desa

9 Country Studies, Population and Family Planning Policy, < http://www.country-studies.com/india/population-and-family-planning-policy.html>, 19 Mei 2011.10 Country Studies, Population and Family Planning Policy, 19 Mei 2011.

5

Page 7: Perbandingan Kebijakan Kependudukan Di China Dan Indonesia

tersebut, program keluarga berencana dapat berhasil dengan membentuk klub perempuan

untuk terlibat dalam aktifitas atau kegiatan keluarga berencana.

Program keluarga berencana di India sendiri sebenarnya diterima secara positif

oleh para pasangan di India. Sayangnya, pola fertilitas perempuan di India menyimpang

dari apa yang dianggap ideal oleh pemerintah. Para perempuan di Inia biasanya

melakukan sterilisasi ketika mereka sudah memiliki empat orang anak dengan dua anak

laki-laki di dalamnya. Ini menunjukkan betapa insentif keuangan yang diberikan oleh

pemerintah bukan menjadi alasan utama mereka melakukan sterilisasi. Mereka memilih

melakukan sterilisasi setelah setidaknya mendapatkan dua anak laki-laki yang nantinya

dapat menyediakan keamanan di hari tua bagi mereka. Hal ini dikarenakan budaya di

India yang lebih memfavoritkan anak laki-laki dibandingkan anak perempuan sehingga

seringkali penduduk India melakukan aborsi maupun pembunuhan anak perempuan

ketika mereka tidak mendapatkan anak laki-laki.

Pada tahun 2000, ketika India memiliki jumlah penduduk sebanyak

1,004,124,224 jiwa, pemerintah India menginiasi kebijakan baru berkaitan dengan

pengontrolan jumlah penduduk yaitu National Population Policy 2000 untuk

membendung pertumbuhan penduduk negara tersebut. Salah satu tujuan utama kebijakan

tersebut adalah mengurangi tingkat fertilitas hingga angka 2,1% pada tahun 2010. Namun

sayangnya tujuan tersebut tidak tercapai karena India saat ini memiliki tingkat fertilitas

2,62% pada tahun ini.11 Pada tahun 2009 sendiri, PBB menganggap kebijakan pemerintah

India dalam pertumbuhan penduduk di India masih dikategorikan rendah, begitu juga

dalam kebijakan yang berkaitan dengan fertilitas dan keluarga berencana.

B. Kebijakan Keluarga Berencana (KB) di Indonesia

Indonesia saat ini menempati peringkat keempat dunia dalam jumlah

penduduk. Berada di bawah China, India, dan Amerika Serikat, tidak begitu saja

membuat Indonesia dapat mengesampingkan masalah jumlah penduduk yang banyak.

Jumlah penduduk Indonesia saat ini mencapai 237.556.363 orang berdasarkan sensus

yang dilakukan tahun 2011 dengan tingkat pertumbuhan penduduk mencapai 1,49% per

tahun.

11 Index Mundi, India Total Fertility Rate, 2010, <http://www.indexmundi.com/india/total_fertility_rate.html>, 20 Juni 2011.

6

Page 8: Perbandingan Kebijakan Kependudukan Di China Dan Indonesia

Pertumbuhan penduduk di Indonesia mencapai angka tertinggi pada rentang

waktu 1930-1971 yaitu di kisaran 2,13%-2,15% per tahun.12 Sebelum tahun 1957 sendiri

pembatasan kelahiran dilakukan secara tradisional, misalnya dengan ramuan dan pijet.

Kemudian pada tahun 1957, pemerintah Indonesia memperkenalkan program Keluarga

Berencana dengan ruang lingkup dan cara-cara yang masih sederhana, yaitu dengan

memperkenalkan kontrasepsi cara India13. Saat itu, Soekarno yang menjabat sebagai

presiden tidak menghalangi penyebarluasan program tersebut dengan syarat program

tersebut bukan untuk mengurangi laju pertambahan penduduk. Soekarno merasa

kekayaan alam Indonesia tetap akan mampu menghidupi 250 juta penduduknya.

Meskipun tersendat-sendat, program keluarga berencana pertama tersebut berjalan

dengan sukses.

Pada Februari 1967, diadakan kongres nasional pertama oleh Perkumpulan

Keluarga Berencana Indonesia yang dibentuk tanggal 23 Desember 1957. Kemudian

pada April 1967, didirikan Proyek Keluarga Berencana DKI dan merupakan proyek

pertama yang dilaksanakan oleh pemerintah. Satu tahun kemudian, tepatnya pada bulan

November, pemerintah Indonesia mendirikan Lembaga Keluarga Berencana Nasional

(LKBN) yang di tahun 1970 diganti menjadi BKBN. Secara resmi, pada tahun 1969

program KB masuk ke dalam Pelita I dan merupakan bagian dari program pembangunan

nasional. Pelaksanaan program KB akan menentukan berhasil tidaknya perwujudan cita-

cita Nasional yaitu kesejahteraan bangsa Indonesia yang juga berkaitan erat dengan

pembangunan ekonomi yang sedang diusahakan.

Untuk pertama kali, program KB diterapkan di Jawa dan Bali yang padat

penduduk. Target pemerintah adalah mencegah 600.000 – 700.000 kelahiran. Kemudian

pada Pelita II, program KB diperluas hingga ke 16 propinsi di luar pulau Jawa dan Bali

dengan kode LJB I karena program KB pertama mengalami kesuksesan. Di Pelita III,

program KB kembali diperluar ke area dengan kode LJB II dan seluruh propinsi

Indonesia tercakup dalam program.

12 Republika Online, 2010, Penduduk Indonesia Capai 237,56 Juta, 18 Oktober 2010, <http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/nasional/10/10/19/141061-2010-penduduk-indonesia-capai-23756-juta>, 3 Januari 2011. 13 Prof. Dr. M. Singarimbun, HonLLD, Penduduk dan Perubahan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1996, hal. 11.

7

Page 9: Perbandingan Kebijakan Kependudukan Di China Dan Indonesia

Dalam upaya menurunkan angka kesuburan sebanyak 50% dari tahun 1971

pada tahun 2000, BKBN mengajukan program demografis 10 tahun lebih awal yaitu pada

tengah Pelita V atau sekitar tahun 1991. Untuk memenuhi target tersebut, BKBN

setengah memaksa para pasangan usia subur misalnya dengan pernyataan bahwa anak

ketiga bukan anak pemerintah, dan penghentian jatah 10 kg beras.14 Kebijakan setengah

memaksa pemerintah ini dianggap berlawanan dengan Tindakan Kependudukan Dunia

yang telah disepakati di Bucharest tahun 1974. Program Keluarga Berencana seharusnya

lebih bersifat sukarela dengan menyediakan akses terhadap alat kontrasepsi yang murah

harganya dan mudah didapat serta meningkatkan pendidikan perempuan. Namun, pada

kenyataannya, tuntutan BKBN berefek positif. Angka kesuburan mengalami penurunan

yang cukup berarti. Selain itu, semakin banyak pasangan yang menggunakan alat

kontrasepsi atau menjadi akseptor dan sebanyak 84% membiayai pengadaan kontrasepsi

secara mandiri.15

Namun, seiring terjadinya krisis ekonomi yang melanda Indonesia, harga dan

pengadaan kontrasepsi menjadi mahal dan kemampuan ekonomi masyarakat menurun

yang kemudian menyebabkan skala prioritas bergeser dalam membelanjakan uang.16 Hal

ini mengakibatkan terjadinya peningkatan kasus untuk tidak menggunakan alat

kontrasepsi atau tetap menggunakan kontrasepsi tetapi dengan kualitas yang tidak efektif.

Penggunaan alat kontrasepsi yang tidak efektif tentunya akan meningkatkan probabilitas

seorang wanita untuk hamil. Pada saat krisis, terbukti jumlah penduduk Indonesia

meningkat menjadi 204,4 juta pada tahun 1998 setelah sebelumnya berada di angka 201,4

juta pada tahun 1997.17 Ketika kehamilan tersebut tidak diinginkan, aborsilah yang

kemudian menjadi jalan keluar. Hal ini juga dipicu dengan adanya norma baru yaitu

keluarga kecil bahagia sejahtera yang menyarankan untuk memiliki anak sedikit yang

sebenarnya bertentangan dengan norma tradisi dimana banyak anak itu akan

mendatangkan keuntungan.

14 Tukiran, “Penduduk dan Pembangunan Berkelanjutan”, dalam Faturochman & A. Dwiyanto (ed.), Reorientasi Kebijakan Kependudukan, Aditya Media, Yogyakarta, 2001, hal 19.15 Tukiran, “Penduduk dan Pembangunan Berkelanjutan”, hal 18.16 Sukamdi, “Memahami Masalah Kependudukan di Indonesia: Telaah Kritis terhadap Kondisi Kependudukan Dewasa Ini”, dalam Faturochman & A. Dwiyanto (ed.), Reorientasi Kebijakan Kependudukan, Aditya Media, Yogyakarta, 2001, hal 45. 17 Sukamdi, “Memahami Masalah Kependudukan di Indonesia: Telaah Kritis terhadap Kondisi Kependudukan Dewasa Ini, hal 47.

8

Page 10: Perbandingan Kebijakan Kependudukan Di China Dan Indonesia

C. Analisis Perbandingan

India dan Indonesia merupakan dua negara yang memiliki masalah yang

sejenis dalam kependudukan. Adanya ledakan jumlah penduduk membuat pemerintah di

kedua negara mengambil tindakan dengan mengeluarkan kebijakan berkaitan dengan

pengontrolan kelahiran atau birth control dengan program keluarga berencana.

Perbandingan kebijakan kependudukan antara India dan Indonesia menggunakan model

proses implementasi kebijakan milik van Meter dan van Horn dengan membandingkan

empat variabel dari enam variabel yang membentuk ikatan antara kebijakan dengan

kinerja yaitu ukuran-ukuran dasar dan tujuan kebijakan, komunikasi antar organisasi

dan kegiatan pelaksanaan, kondisi ekonomi, politik dan social serta kecenderungan

pelaksana.

Variabel pertama adalah ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan.

Ukuran-ukuran dasar dan tujuan kebijakan antara kebijakan National Population Policy

India dengan Keluarga Berencana Indonesia sama satu sama lain yaitu untuk mengurangi

tingkat pertumbuhan penduduk dengan mengontrol tingkat kelahiran muncul karena

ketakutan pemerintah pada akibat yang akan ditimbulkan oleh jumlah penduduk yang

masiv. Pemerintah Indiadan Indonesia sama-sama takut ketika jumlah penduduk semakin

banyak, reformasi atau pembangunan ekonomi yang sedang coba digalakkan akan gagal.

Hal ini juga berkaitan dengan ketakutan pemerintah kedua negara akan kemiskinan. Baik

Indiamaupun Indonesia sama-sama menganggap jumlah penduduk yang banyak akan

memicu terjadinya persaingan kerja, dan ketika kuota yang dibutuhkan telah tercapai

padahal masih banyak orang yang belum mendapatkan pekerjaan, maka sangat

dimungkinkan banyak warga akan hidup dalam kemiskinan karena tidak mendapatkan

pekerjaan atau karena pekerjaan yang hasilnya tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Ketakutan pemerintah India maupun Indonesia dapat dihubungkan dengan

teori penduduk dari Malthus maupun Marx. India yang sejak kemerdekaannya pada tahun

1947 hingga tahun 1991 sebagai negara sosialis, menganggap bahwa penduduk yang

banyak adalah sebuat aset bagi India meskipun dengan sumber daya yang terbatas.

Namun hal ini berubah pada tahun 1980an dimana pemerintah mulai menganggap

9

Page 11: Perbandingan Kebijakan Kependudukan Di China Dan Indonesia

tingginya pertumbuhan penduduk akan menghambat pembangunan ekonomi dan

menyebabkan kemiskinan dan konflik sosial.

Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan Indonesia. Mekipun dikatakan sebagai

negara yang tidak memihak salah satu blok, ketika di bawah kepemimpinan Soekarno

Indonesia cenderung bergerak ke arah sosialis. Tidak mengherankan jika pendapat

Soekarno sejalan dengan apa yang dipikirkan oleh Mao yaitu pengurangan laju

pertambahan penduduk tidak diperlukan karena jumlah penduduk yang besar adalah

sebuah aset bagi negera dan sumber daya di Indonesia mampu memenuhi kebutuhan

hidup seluruh penduduk di Indonesia. Namun, ketika Indonesia yang berada di bawah

kepemimpinan Soeharto menggalakkan adanya pembangunan ekonomi yang sejalan

dengan tujuan untuk mensejahterakan masyarakat Indonesia, maka pemerintah secara

resmi mengeluarkan kebijakan Keluarga Berencana. Hal ini sejalan dengan teori

Malthusian yang menekankan bahwa laju pertambahan penduduk harus dibatasi untuk

menghindari adanya kemiskinan. Di India dan Indonesia, pembatasan laju pertambahan

penduduk sama-sama menggunakan preventive checks yaitu dengan menekan angka

kelahiran dan diwujudkan dalam sebuah kebijakan publik atau sebuah output yaitu

National Population Policy dan Keluarga Berencana.

Variabel kedua adalah komunikasi antar organisasi dan kegiatan pelaksanaan.

Di India sendiri, kebijakan National Population Policy telah disosialisasikan oleh

pemerintah India secara luas beserta tujuan kebijakan. Hal ini terlihat dengan banyaknya

cara yang digunakan oleh para pelaksanaan kebijakan terutam instansi terkait dimana

mereka melakukan sterilisasi untuk mencapai tujuan dari kebijakan tersebut. Sayangnya,

sistem sentralisasi kebijakan di India menyebabkan tidak selarasnya pemahaman tujuan

kebijakan. Sedangkan di Indonesia sendiri pemerintah memang mensosialisasikan

kebijakan KB secara bertahap yaitu pada awal penerapan kebijakan dikonsentrasikan di

Jawa dan Bali baru setelah itu di sosialisasikan di luar kedua pulau tersebut. Tujuan-

tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah disampaikan melalui BKBN dan dilaksanakan

dengan setengah memaksa para pasangan usia subur.

Variabel ketiga adalah kondisi ekonomi, sosial, dan politik. Di India, kondisi

ekonomi saat itu berada dalam tahap perkembangan ekonomi di bawah rancangan

reformasi ekonomi setelah kemerdekaan India tahun 1947. Hal tersebut menyebabkan

10

Page 12: Perbandingan Kebijakan Kependudukan Di China Dan Indonesia

kebijakan ini menjadi prioritas utama pemerintah karena ketakutan pemerintah terhadap

jumlah penduduk yang masiv akan menyebabkan reformasi ekonomi yang sedang

digalakkan oleh pemerintah gagal dilaksanakan. Kondisi sosial yang ada di India saat itu

tidak memungkinkan untuk diterapkannya kebijakan ini. Hal ini dikarenakan budaya di

India yang memfavoritkan anak laki-laki dibanding anak perempuan sehingga ketika

suatu keluaga belum mendapatkan anak perempuan mereka akan berusaha mendapatkan

anak laki-laki. Hal tersebut juga didukung oleh kondisi politik yang menerapkan

sentralisasi dalam setiap kebijakan pemerintah sehingga tujuan kebijakan tidak dipahami

secara selaras antara pusat dengan lokal. Hal tersebut juga berlaku di Indonesia yang

sedang berada dalam reformasi ekonomi di bawah kepemimpinan Soeharto.

Variabel terakhir adalah kecenderungan pelaksana terkait respon terhadap

kebijakan dan intensitas respon tersebut. Respon awal terhadap kebijakan National

Population Policy yang menganjurkan adanya family planning sangat positif. Meskipun

demikian, kebijakan yang melaksanakan sterilisasi tersebut baru dipahami setelah tiga

hingga empat tahun sosialisasi secara tatap muka. Hal tersebut juga terjadi di Indonesia.

Respon terhadap kebijakan KB cenderung positif meski dilaksanakan secara bertahap dan

saat ini terhalang krisis ekonomi yang menimpa Indonesia.

Secara keseluruhan, kebijakan keluarga berencana baik di India maupun di

Indonesia mempunyai persamaan dalam hal tujuan dan ukuran dasar kebijakan.

Perbedaannya terletak pada cara pemerintah melaksanakan kebijakan. Misalnya saja, di

Indonesia kebijakan dilakukan dengan setengah memaksa, namun di India tidak ada

unsure pemaksaan dalam pelaksanaannya. Pemerintah India cenderung tidak begitu

peduli terhadap pelaksanaan kebijakan karena hingga saat ini memiliki anak lebih dari

dua masih umum di India.

BAB III

11

Page 13: Perbandingan Kebijakan Kependudukan Di China Dan Indonesia

KESIMPULAN

India dan Indonesia sama-sama memiliki permasalahan berkaitan dengan

jumlah penduduk mereka yang masiv. Ketakutan pemerintah kedua negara terhadap

terhambatnya pembangunan ekonomi, kemiskinan dan konflik sosial menyebabkan kedua

negara menerapkan kebijakan family planning atau keluarga berencana. Sayangnya,

penerapan kebijakan tersebut hingga saat ini belum menunjukkan hasil yang signifikan

yang ditunjukkan dengan terus meningkatnya jumlah penduduk di kedua negara. Meski

terhitung lebih dahulu menerapkan kebijakan family planning, pada kenyataanya tingkat

pertumbuhan penduduk Indonesia lebih rendah dibandingkan tingkat pertumbuhan di

India.

Dari data-data yang telah didapat, kebijakan publik yang berkaitan dengan

jumlah penduduk tersebut setidaknya mengurangi laju pertumbuhan penduduk. Namun,

kebijakan tersebut bukan satu-satunya alat yang mampu menurunkan laju pertumbuhan

penduduk. Masih ada variable-variabel lain, misalnya adanya perbaikan ekonomi dan

peningkatan standar hidup penduduk. Ketika terjadi perbaikan ekonomi, tentunya

keluarga tidak akan melewatkan kesempatan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih

banyak dibandingkan berdiam di rumah dan merawat anak-anak yang banyak. Diperkuat

dengan pemikiran wanita, terutama wanta karier, yang tidak menginginkan anak dengan

jumlah yang banyak. Apalagi dengan peningkatan standar hidup, misalnya dalam

pendidikan, penduduk akan berpikir ulang mengenai perlu tidaknya menambah jumlah

anak agar sesuai dengan karier maupun usaha yang ada. Penduduk juga tentunya akan

lebih mengutamakan anak-anak yang berkualitas dibandingkan jumlah anak yang banyak.

Oleh karena itu, baik pemerintah India maupun Indonesia seharusnya tidak hanya

menerapkan kebijakan yang membatasi kelahiran, tetapi juga meningkatkan standar

kehidupan penduduk selain mengadakan pembangunan ekonomi di negaranya agar laju

pertumbuhan penduduk dapat berkurang.

DAFTAR PUSTAKA

12

Page 14: Perbandingan Kebijakan Kependudukan Di China Dan Indonesia

Pustaka Literatur

Almond, Gabriel A, G. Bingham Powell Jr, Russel J. Dalton, & Kaare Strøm. 2008.

Comparative Politics Today: A World View. New York: Pearson Longman.

Department of Economic and Social Affairs. 2010. World Population Policies 2009. New

York: United Nations.

Faturochman dan Agus Dwiyanto. 2001. Reorientasi Kebijakan Kependudukan.

Yogyakarta:Aditya Media.

Haub, Carl. 2009. India’s Population Policy. Berlin: Berlin Institut.

Government of India. 2011. Census of India: Provisional Population Totals. India:

Office of the Register Gneral & Census Commissioner.

Mantra, Prof. Ida Bagoes, Ph.D. 2009. Demografi Umum. Edisi ke-2. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Miró, Carmen A and Joseph A. Potter. 1980. Population Policy: Research Priorities in

the Developing World. Londong: Frances Pinter (Publisher).

Muslimin, Prof. H. Amrah, S.H. 1986. Keluarga Berencana (Pantang Berkala): Aspek

Masalah Kependudukan. Jakarta: CV. Akademika Pressindo.

Singarimbun, Prof. Dr. Masri, HonLLD. 1996. Penduduk dan Perubahan. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik: Teori dan Proses. Yogyakarta: Media

Pressindo.

Pustaka Online

Central Intelligent Agency. The World Fact Book, Country Comparison: Population.

Diunduh dari

<https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/rankorder/

2119rank.html?

countryName=Indonesia&countryCode=id&regionCode=eas&rank=4#id> pada 3

Januari 2011.

Country Studies. Population and Family Planning Policy. Diunduh dari

<http://www.country-studies.com/india/population-and-family-planning-

policy.html> pada 19 Mei 2011.

13

Page 15: Perbandingan Kebijakan Kependudukan Di China Dan Indonesia

GeoHive. Countries with highest population for 1950, 2010, and 2050. Diunduh dari

<http://www.geohive.com/earth/population3.aspx> pada 17 Juni 2011.

Index Mundi. 2010. India Total Fertility Rate. Diunduh dari

<http://www.indexmundi.com/india/total_fertility_rate.html> pada 20 Juni 2011.

NDTV. 2011. Census 2011: Indian population increased by 181 million. Diunduh dari

<http://www.ndtv.com/article/india/census-2011-indian-population-increased-by-

181-million-95387> pada 17 Juni 2011.

Republika Online. Penduduk Indonesia Capai 237,56 Juta. Diunduh dari

<http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/nasional/10/10/19/141061-

2011-penduduk-indonesia-capai-23756-juta> pada 3 Januari 2011.

Statistic Indonesia. Dinamika Penduduk dan Perencanaan Pembangunan Daerah.

Diunduh dari < http://worldfacts.us/Indonesia.htm> pada 3 Januari 2011

The Jakarta Post. 2011. Indonesia faces “serious” population problem. Diunduh dari <

http://www.thejakartapost.com/news/2011/04/16/indonesia-faces-

%E2%80%98serious%E2%80%99-population-problem.html> pada 3 Januari

2011.

Times of India. 2011. India’s population rises to 1.2 billion: Census of India 2011.

Diunduh dari

<

http://articles.timesofindia.indiatimes.com/2011-03-31/india/29365261_1_populat

ion-literacy-rate-census-commissioner> pada 17 Juni 2011.

14