perbandingan pembangunan melalui land reform di indonesia dan di china

58
“Perbandingan Pembangunan Melalui Land Reform di Indonesia dan di China” Oleh Febryna Mulya 1306427226 Abstrak Pembangunan merupakan upaya untuk mencapai suatu masyarakat yang adil, makmur dan merata. Konsep pembangunan dapat dipandang melalui berbagai paradigma atau multidimensi. Ada yang mendefinsikan pembangunan dengan netral tetapi ada juga berpendapat pembangunan adalah sebuah diskursus. Untuk terwujudnya masyarakat yang adil dan sejahtera di suatu Negara haruslah memperhatikan beberapa hal pokok yaitu sumber daya manusia sebagai anggota masyarakat yang akan mengelola sumber daya alam (bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya) yang disebut agraria. Dengan demikian pembangunan negara dapat dilalui dengan tahapan pembangunan agrarian. Namun ternyata ketidakseimbangan pemilikan tanah (Agraria) yang paling banyak menimbulkan masaalah dan penyengsaraan rakyat. Sehingga diperlukan sebuah mekanisme dan startegi pembangunan agrarian yang diwujudkan dalam Land Reform Agrarian. Sebagai negara agraris tentunya nagara besar dan subur seperti Indonesia dan China wajib rasanya untuk melakukan Land Reform ini. Dan Memang Land reform ini telah menjadi master plan bagi kedua negar dalam mewujudkan pembangunan.Untuk Itu perlu kita tinjau pembangunan melalui

Upload: muhammad-ilham-ashari

Post on 02-Feb-2016

233 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ekonomi

TRANSCRIPT

Page 1: Perbandingan Pembangunan Melalui Land Reform Di Indonesia Dan Di China

“Perbandingan Pembangunan Melalui Land Reform di Indonesia dan di China”

Oleh

Febryna Mulya

1306427226

Abstrak

Pembangunan merupakan upaya untuk mencapai suatu masyarakat yang adil, makmur

dan merata. Konsep pembangunan dapat dipandang melalui berbagai paradigma atau

multidimensi. Ada yang mendefinsikan pembangunan dengan netral tetapi ada juga

berpendapat pembangunan adalah sebuah diskursus. Untuk terwujudnya masyarakat yang

adil dan sejahtera di suatu Negara haruslah memperhatikan beberapa hal pokok yaitu sumber

daya manusia sebagai anggota masyarakat yang akan mengelola sumber daya alam (bumi,

air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya) yang disebut agraria.

Dengan demikian pembangunan negara dapat dilalui dengan tahapan pembangunan agrarian.

Namun ternyata ketidakseimbangan pemilikan tanah (Agraria) yang paling banyak

menimbulkan masaalah dan penyengsaraan rakyat. Sehingga diperlukan sebuah mekanisme

dan startegi pembangunan agrarian yang diwujudkan dalam Land Reform Agrarian. Sebagai

negara agraris tentunya nagara besar dan subur seperti Indonesia dan China wajib rasanya

untuk melakukan Land Reform ini. Dan Memang Land reform ini telah menjadi master plan

bagi kedua negar dalam mewujudkan pembangunan.Untuk Itu perlu kita tinjau pembangunan

melalui land reform didua negara sebagai perbandingan dan tolak ukur bagi Indonesia

khususnya.

Kata Kunci : Pembangunan, Land Reform, Indonesia dan China

A. Pendahuluan

Teori – teori pembangunan yang berkembang pada pertengahan ke – 20 melihat

bahwa pembangunan di negara-negara berkembang tidak dapat dilakukan tanpa terlebih

dahulu melakukan transformasi masyarakat melalui penataan struktur agraria. Kegiatan

pembangunan cesara ideal dilaksanakan guna mencapai suatu masyarakat adil, makmur, dan

merata. Bagi sebagian rakyat buakan soal siapa yang berkuasa siapa yang memerintah dan

siapa yang diperintah, tetapi yang penting adalah bagaimana proses atau usaha untuk

Page 2: Perbandingan Pembangunan Melalui Land Reform Di Indonesia Dan Di China

mencapai kemakmuran dijalankan sesuai ciota rasa keadilan rakyat dan jelmaan dari cita-cita

dan tujuan nasional.

Untuk terwujudnya masyarakat yang adil dan sejahtera di suatu Negara haruslah

memperhatikan beberapa hal pokok yaitu sumber daya manusia sebagai anggota masyarakat

yang akan mengelola sumber daya alam (bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

terkandung didalamnya) yang disebut agraria dalam arti luas serta hubungan manusia dengan

sumber-sumber daya alam termasuk didalamnya mewujudkan keadilan dalam mendapatklan

kesempatan memperoleh manfaat dari agraria tersebut.

Dari berbagai zaman dan pengalaman sejarah dunia, ternyata ketidakseimbangan

pemilikan tanah (Agraria) yang paling banyak menimbulkan masaalah dan penyengsaraan

rakyat. Sebaliknya indikasi sejahterah tidaknya rakyat di suatu negara ditentukan oleh adanya

pemerataan pemilikan dan penguasaan agrarian negara tersebut. Bahwa kemudian Land

Reform dianggap sebagai kata kunci untuk keberhasilan pembangunan merupakan hal yang

sangat beralasan.

Land Reform merupakan penyelesaian yang muncul terhadap masalah ketimpangan

struktur agraria, kemiskinan ketahanan pangan, dan pengembangan wilayah pedesaan di

berbagai belahan dunia. Banyak negara, baik yang mempunyai ideologi kanan seperti :

Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Filipina dan Brazil, maupun yang mempunyai ideologi kiri

seperti : Cina dan Vietnam melaksanakan Land reform, dengan hasil yang beragam. Tercatat

beberapa negara melaksanakan Land Reform lebih dari satu kali seperti Rusia, Jepang,

Mexico dan Venezuela (BPN- RI, 2007).

Land Reform pertama kali tercatat dalam sejarah yang terjadi di Yunani Kuno pada

masa pemerintahan Solon sekitar tahun 594 sebelum Masehi. Kemudian, tonggak kedua

pada tahun 134 sebelum Masehi Land Reform dilakukan di Roma yang bertujuan untuk

mengangkat rakyat kecil dengan cara melakukan redistribusi tanah-tanah milik umum.

Tonggak ketiga pada abad ke -12 dilaksanakan Reforma Agraria di Inggris dikenal dengen

“Enclosure movement” yaitu pengkaplingan tanah- tanah pertanian dan padang

pengembalaan yang semula merupakan tanah yang dapat disewakan oleh umum, menjadi

tanah–tanah individual.( Notonagoro : 1984 : 32)

Willenburg (2001) melalui penelitian berkaitan dengan Land Reform di Kuba, dalam

kesimpulannya menyatakan bahwa untuk memahami dan mengevaluasi proses Land Reform

di Kuba digunakan 3 elemen sebagai kerangka kerja. Ketiga elemen tersebut yakni deskriptif

yang digunakan sebagai penjelasan mengapa orang kuba memiliki keyakinan seperti yang

mereka lakuakan terhadap kesesuaian sosialisme dan Land Reform yang terjadi sekarang

Page 3: Perbandingan Pembangunan Melalui Land Reform Di Indonesia Dan Di China

agar mencapai keadilan sosial, normatif untuk menjelaskan lingkungan bangsa kuba saat ini

pada tataran norma, kebijakan, dan praktek yang dipercayai sebagai sesuatu yang tepat dalam

mengamankan keadilan sosial dan kedaulatan atas kemerdekaan mereka. Elemen – elemen

tersebut wilgenburg menyimpulkan bahwa keyakinan dan tradisi yang mendasari lingkungan

bangsa merupakan pertimbangan yang sangat relevan dalam pelaksanaan Reforma Agraria.

Sebagai sebuah titik awal pembangunan bangsa, reformasi agraria telah menjadi

upaya-upaya negara dalam mewujudkan keadilan dan kedaulatan pangan. Reformasi Agraria

sendiri tentunya lebih menjadi program utama negara-negara agraris tentunya seperti halnya

Indonesia dan China. Kedua Negara ini telah melaksanakan reformasi agrarian guna

mewujudkan kesejahteraan dan kedaulatan pangan tentunya. Namun, banyak persoalan

agrarian yang dihadapi tentunya menjadi kendala.

B. Rumusan dan Batasan Masalah

Republik Rakyat China merupakan negara terbesar ketiga di dunia dengan luas

wilayah sekitar 3,7 juta mil persegi. China juga merupakan sebuah negara yang berpenduduk

paling padat di dunia. Sekitar 85% penduduknya tinggal di wilayah pedesaan dan 90%

daripadanya menempati seperenam wilayah China. Dari seluruh luas wilayah China, hanya

15% tanahnya yang cocok untuk pertanian. Kebutuhan-kebutuhan pangan yang semakin

meningkat menimbulkan masalah-masalah ekonomi.[1]

Sedangkan di Indonesia, berdasarkan laporan Kepala Badan Pertanahan Nasional

(BPN), Joyowinoto mengemukakan bahwa reforma agraria yang rencananya akan

diluncurkan tanggal 20 Mei 2007 adalah “Land Reform” Plus, yang berlandaskan Pancasila

dan UUD 45. Indonesia pada tahun 1961-2005 telah dibagikan tanah obyek “land reform” di

seluruh Indonesia seluas lebih kurang 1.159.527,273 hektar kepada 1.510.762 KK (kepala

keluarga) dengan rata-rata luas 0,77 ha, dan hal itu bertujuan untuk peningkatan taraf hidup

rakyat Indonesia. Namun, angka tersebut belum optimal digunakan, karena 0,2 persen

masyarakat Indonesia menguasai 56 persen aset negara dimana sekitar 62 persen sampai 87

persen penguasaan dalam bentuk tanah.[2]

Indonesia dan China merupakan negara agraris dengan jumlah penduduk yang

banyak. Tentunya kedua negara selalu mengupayakan pembangunan negara kearah yang

lebih baik dalam mewujudkan masyarakatnya yang adil, sejahterara dan merata. Salah

satunya dengan adanya regulasi politik terkait Land Reform. Dengan demikian, menarik bagi

penulis untuk mengulas reformasi agraria,Land Reform di China dan di Indonesia.

Bagaimana regulasi politik terkait Land Reform didua negara yang berbeda sistem politik ini

Page 4: Perbandingan Pembangunan Melalui Land Reform Di Indonesia Dan Di China

terhadap pembangunan negara? Untuk itu penulis membatasi permasalah penulisan ini pada

Politik Agraria yakni, kebijakan politik ke dua negara, stategi dan mekanisme dalam

menjalankan Land Reform guna mewujudkan pembangunan negara.

C. Kerangka Konseptual

1. Pendekatan Pembangunan Dalam Studi Perbandingan Politik.

Menurut Chilcote dalam menjelaskan perbandingan politik, dapat dilakukkan dengan

menggunakan pendektan pembangunan dimana Chilcote menjelaskan (1) pembangunan

politik yang banyak dipengaruhi oleh dalil-dalil demokrasi ( Almond 1965), (2)

Pembangunan dan Nasionalisme, melihat situasi beragam di masyarakat Afrika, Amerika

Latin dan Asia, atas adanya perbedaan suku, etnik, bahasa, agama dll sehingga memunculkan

kesadaran berbangsa ( Hayes: 1960, Kohn: 1968, Shafer: 1955). setiap adanya pembangunan

harus dikaitkan dengan nasionalisme, karena nasionalisme dipercayai sebagai impuls

ideologis dan motivasi dari pembangunan itu sendiri. (3) Modernisasi, didasari oleh Weber

dan Parsons, adanya hubungan klasifikasi masyarakat tradisional dan modern. sehingga untuk

memahaminya ada tahap-tahap dan modernisasi sebagai upaya menghindari implikasi tak

linear dan evolusioner. Modernisasi mempelajari, tantangan modernisasi bagi masyarakat

tradisional, konsolidasi pemimpin modern, melemahnya pimpinan tradisional, transformasi

ekonomi, dan integritas masyarakat. modernisasi banyak dikritik oleh pemikir-pemikir

ortodoks. (4) Keterbelakangan, jika teori pembangunan dekat dengan negara-negara maju,

maka teori keterbelakangan dekat dengan negara-negara berkembang atau dikatakn sebagai

negara ketiga. Keterbelakangan sendiri bersumber dari gagalnya pendekatan difusionis dari

kapitalisme. Teori keterbelakangan cendrung tumpang tindih terkait, pembangunan kapitalis

dipusat dan keterbelakangan di batas luar, ketidakmerataan pembangunan dan

ketidakseimbangan pembangunan. (5) Ketergantungan, diyakini akibat adanya ekspansi dari

negara-negara dominan. Namun, Teori ketergantungan memiliki banyak sudut pandang

sehingga tidak adanya kesatuan dari teori ini. (6) Imprealisme, yang berhubungan dengan

negara-negara dominan(atas), baik dalam control politik, ekonomi, atas negara-negara bawah

( Cohen:1973) di terakhir Chapternya, Chilcote menutup dengan (7) prospek-prospek teori

pembangunan, chilcote berargumen, bahwa dengan penjelasan sebelumnya baik ortodok

maupun radikal dapat membantu mengklarifikasi dalam arahan perumusan teori-teri

pembangunan dan keterbelakangan dalam dunia kontemporer.

Dengan adanya kajian terhadap teori-teori pembangunan dan keterbelakangan

tersebut, merupakan sebuah upaya dalam pengujian kritis terhadap isu-isu dan masalah-

Page 5: Perbandingan Pembangunan Melalui Land Reform Di Indonesia Dan Di China

masalah masyarakat revolusioner dalam upaya pembebasan dari cengkraman kapitalisme dan

dapat melihat bagaimana upaya negara ketiga dalam membangun dan membentuk masa

depan dengan satu arahan sosialis. saya melihat bahwa, memang untuk terbentuknya negara

sosialis atau negara merdeka sekalipun harus mampu melepaskan diri dari hegemoni dari

negara-negara kapitalis yang telah merusak sistem baik politik maupun ekonomi.

Terkait dengan Land Reform, penulis melihat bahwa perbandingan didua negara

dapat dilihat dari pendekatan ini. Ketika berbicara pembangunan maka tidak akan terlepas

dari pijakan ilmiah. Konsep pembangunan dapat dipandang melalui berbagai paradigma atau

multidimensi. Ada yang mendefinsikan pembangunan dengan netral tetapi ada juga

berpendapat pembangunan adalah sebuah diskursus. Teori pembangunan muncul pasca

perang dunia II dan terus berkembang sampai sekarang karena ada perlawanan paradigma

antara kapitalisme dan sosialisme. Beberapa teori yang menjadi pijakan teori pembangunan

adalah teori ekonomi kapitalisme, teori evolusi, teori fungsionalisme dan teori modernisasi.

Kemunculan negara di dunia ketiga mendorong kemunculan teori ini, yang

tercurahkan pada wawasan keterbelakangan dan potensi untuk memajukan diri unruk tumbuh

dan berkembang menjadi sebuah bangsa, yang kesemua terkait dalam pola modernisasi

politik.[3]

Pendekatan Pembangunan dalam studi perbandingan politik adalah upaya melihat

perubahan secara gradual, kemajuan melalui sejumlah tahapan yang mengarah pada ekspansi

peran negara, peningkatan atau kelengkapan atau keterbukaan terhadap identitas negara. Hal

ini dapat dilihat dari pembangunan sebagai sasaran atau pembangunan sebagai proses.

Sehingga pembangunan tidak melahirkan atau malah bangkit dari keterbelakangan yang

disebabkan oleh gagalnya pembangunan atau kesenjangan pembangunan.

Menurut Goulet : 1977, pembangunan adalah salah satu bentuk perubahan sosial,

berbeda dengan modernisasi, karena modernisasi adalah suatu bentuk khusus (special case)

dari pembangunan, dan sedangkan industrilisasi adalah salah satu segi (a single facet) dari

pembangunan. Pembangunan sendiri berfokus dapat pada manusia (man-centered

development) dan dapat diihat dari pembangunan negara dari sisi ekonomi, sosial dan politik.

Adapun tujuan dari pembangunan adalah sebagai kehendak masayarakat untuk

mencapai suatu keadaan tertentu yang lebih baik atau menghindari keadaan tertentu yang

buruk. Ini sangat dipengaruhi oleh prefensi atau pilihan rasional dan tingkat perkembangan

pembangunan negara yang bersangkutan. Adapun target dari pembangunan adalah

terbentuknya perumusan-perumusan tujuan pembangunan dalam bentuk lebih rinci yakni

regulasi politik. (ww. Rostow:1960)[4]

Page 6: Perbandingan Pembangunan Melalui Land Reform Di Indonesia Dan Di China

2. Land Reform

Agrarian reform dan Land Reform seringkali dianggap identik. Berbagai pihak,

dengan sudut pandang yang sangat beragam memberikan pengertian yang berbeda- beda

mengenai Reforma Agraria. Dalam pengertian terbatas, Land Reform dipandang sebagai

Land Reform , dengan salah satu programnya yaitu redistribusi tanah (pembagian tanah),

namun penelitian kali iniLand Reform memiliki arti yang lebih luas dan tidak hanya berupa

Land Reform tetapi juga berkaitan dengan pengelolaan tanah oleh manusia untuk

pemenuhan kebutuhan manusia.[5]

Menurut Hutington dalam bukunya Political Dimentions of Land Reform,

mengatakan bahwa istilah Land Reform dan agrarian refom dapat dibedakan dengan “apa”

dan “ bagaimana”

“in term of substance or “what”, the phrase “ land reform” refers to the distribution of

land ownership and hence, of income from the land. Agrarian reform refers to the

improvement in farming technique, farm equipment, fertilizers, soil conservation, crop

rotation, irrigations and marketing which have the effect of increasing the agricultural

productivity and efficiency. agrarian Reform without land reform may increase economic

productivity at the expence of rural stability and on the other hand, land reform without

agrarian reform may increase agricultural productivity”

Hal ini dipertegas oleh Ladejinsky, bahwa pemilikan tanah merupakan unsure terpenting, bila

ini tidak ada, semua yang lainnya hanya bersifat sementara, termasuk jaminan penguasaan

tanah dan pengurangan sewa yang sangat sulit dilaksanakan. [6]

Dari perdebatan antara land reform atau agrarian reform, penulis melihat bahwa baik

di China maupun di Indonesia sama-sama melakukan Land reform sebagai kebijakan

pembangunan agrarianya. Menurut Wiradi (2001), Land Reform adalah penataan ulang

struktur pemilikan dan penguasaan tanah beserta seluruh paket penunjang secara lengkap ,

Paket penunjang tersebut adalah adanya jaminan hukum atas hak yang diberikan,

tersediaanya kredit yang terjangkau, adanya akses terhadap jasa-jasa advokasi, akses terhadap

informasi baru dan teknologi, pendidikan dan latihan, dan adanya akses terhadap bermacam

sarana produksi dan bantuan pemasaran. Setiawan (2001) mengatakan bahwa istilah Land

Reform adalah pembaruan agraria karena apa yang dimaksudkan lebih luas dari sekedar

pembagian tanah.

Page 7: Perbandingan Pembangunan Melalui Land Reform Di Indonesia Dan Di China

Selanjutnya menurut Sahyuti (2007),Land Reform dimaknai sebagai Land Reform

plus, artinya inti dari pelaksanaanLand Reform adalah berupa Land Reform yang dalam

arti sempit yaitu penataan ulang struktur penguasaan dan pemilikan tanah. Komponen plus

dalam Land Reform dimaksud adalah bentuk-bentuk dan cara mengolah tanah, penyuluhan

pertanian, dan lain – lain. Menurut Sutarto (2007) pembaruan agraria tidak boleh dipahami

sebagai proyek bagi – bagi tanah semata, tapi harus diorientasikan pada upaya peningkatan

kesejahteraan petani serta revitalisasi pertanian dan pedesaan secara menyeluruh. Untuk itu

selain harus merupakan upaya penataan struktural untuk menjamin hak rakyat atas sumber-

sumber agraria melalui Land Reform, Land Reform harus merupakan upaya pembangunan

lebih luas yang melibatkan multi-pihak untuk menjamin agar aset tanah yang telah diberikan

dapat berkembang secara produktif dan berkelanjutan. Hal ini mencakup pemenuhan hak-hak

dasar dalam arti luas, misalnya pendidikan , kesehatan dan juga penyediaan dukungan

modal, teknologi,manajemen, infrastruktur, pasar dan lain –lain. Komponen yang pertama

disebut sebagai asset reform, sedangkan yang kedua disebut access reform. Gabungan antara

kedua jenis reform inilah yang dimaksud dengan Land Reform plus.

Senada dengan pengertian tersebut di atas, Winoto (2007) mengemukakan bahwa

Land Reform adalah “land reform plus”, yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.

Artinya ‘land reform’ yang mekanismenya untuk menata kembali proses- proses yang dirasa

tidak adil dengan penambahan akses reform sehingga pemberian tanah bagi petani dapat

dijadikan sebagai alat reproduksi. Berbagai istilah dan pengertian sangat banyak

dikemukakan namun hal ini hanya sebatas pemberian definisi saja sehingga jarang menjadi

perdebatan.

D. Pembangunan Negara dari Land Reform

1. Land Reform di China

Cina dengan nama lengkap Republik Rakyat Cina (people’s Republic of Cina) merupakan

negara terbesar di daratan Asia yang masih bertahan dengan sistem komunis. Dalam bidang

politik, Cina menerapkan sistem komunis dengan kontrol yang ketat terhadap warganya.

Dalam bidang ekonomi, Cina menerapkan sistem ekonomi pasar. Produk-produk Cina

sekarang ini banyak yang membanjiri pasaran dunia.[7]

Pokok-pokok sistem pemerintahan di Cina yaitu dengan bentuk negara adalah kesatuan yang

terdiri atas 23 provinsi, bentuk pemerintahan adalah republik dengan sistem demokrasi

Page 8: Perbandingan Pembangunan Melalui Land Reform Di Indonesia Dan Di China

komunis. Kepala negara adalah presiden, sedangkan kepala pemerintahan adalah perdana

menteri. Presiden dipilih oleh Kongres Rakyat Nasional untuk masa jabatan 5 tahun

(biasanya merangkap sebagai Ketua Partai). Kekuasaan yudikatif dijalankan secara bertingkat

kaku oleh Pengadilan Rakyat di bawah pimpinan Mahkamah Agung Cina Dapat dikatakan

bahwa hubungan partai dan negara di Cina bersifat sub-ordinatif, dimana negara yang tunduk

terhadap partai. Partai menduduki posisi penting dalam pemerintahan dan unit-unit produksi

lewat komite partainya yang dipimpin oleh Sekretaris Partai.(I. Wibowo, 2000: 139)

Di Cina,Land Reform merupakan kerangka perjuangan untuk menata kembali struktur sosial

dan politik. Program pembaruan agraria di China telah berlangsung sejak tahun 1927, masa

dimana kekuatan komunis telah menguasai beberapa wilayah di Cina ketika masih dibawah

kekuasaan Kuomintang. Pada masa itu kebijakan Land Reform yang dijalankan beragam

karena perbedaan wilayah. Dalam kebijakanLand Reform tersebut hanya sedikit jumlah

tanah yang diambil alih, redistribusi tanah berdasarkan jumlah yang setara per-orang, dan

pendaftaran pendukung dari petani kaya, pedagang kecil, dan kelas intermediasi lainnya.

Reformasi tanah merupakan kebutuhan ekonomi masyarakat baru. Komunis berusaha

mendapat dukungan politik sekitar 70 % petani miskin dari 500.000.000 penduduk pedesaan

China. Ada dua alasan untuk reformasi ini, yaitu menghancurkan kelas bangsawan tuan tanah

untuk menghilangkan potensi ancaman kontra dan mendirikan pusat kekuasaan politik

komunis di desa-desa. ( Lin Ji Tjou, 1964:7)

Pada pertengahan tahun 1920 – 1930 tersebutlah ditetapkan, Cina melaksanakan tiga

program besar yaitu menghilangkan neo imprealisme, menata ulang struktur sosial dan

politik, menata kembali struktur penguasaan tanah, Namun fokusnya berada pada yang

ketiga yaitu menata kembali struktur penguasaan tanah (land reform). Artinya dalam gerakan

besar Cina,Land Reform menjadi suatu kerangka perjuangan politik untuk menata kembali

struktur politik yang ada di Cina. Program Land Reform di Cina, mengalami stagnasi ketika

di menjajah oleh Jepang (1935 – 1945). Ketika Jepang menyerah, program Land Reform

dilaksanakan kembali dan mencapai puncaknya pada tahun 1959 – 1961, bersamaan dengan

peristiwa banjir besar dan kekeringan yang sangat parah melanda Cina. Ini merupakan

periode yang sangat parah bagi rakyat Cina. (Jung Chang, Jon Halliday, 2007: 410-415)

Selepas tahun 1961,Land Reform terus dijalankan, tanah-tanah milik tuan tanah

dibagikan kepada petani penggarap secara kolektif (koperasi), yang dalam perkembangannya

tanah tersebut menjadi tanah milik negara, tetapi petani mempunyai akses penuh untuk

memanfaatkan tanah tersebut (usufruct right). Para pakar ekonomi pembangunan Cina pada

awalnya menyatakan bahwa priode 1959 – 1961 merupakan ketidakberhasilan dari Land

Page 9: Perbandingan Pembangunan Melalui Land Reform Di Indonesia Dan Di China

Reform. Namun kemudian pendapat tersebut bergeser, periode tersebut merupakan penentu

bagi pertumbuhan ekonomi Cina yang luar biasa (BPN- RI, 2007).

Kebijakan Land Reform yang dilakukan oleh Cina, setidaknya mengandung hal

sebagai berikut (Wiradi, 2001):

1. Hanya sedikit jumlah tanah yang diambil alih;

2. Redistribusi tanah berdasarkan jumlah yang setara per-orang;

3. Pendaftaran pendukung dari kalangan petani kaya, pedagang kecil dan lain- lain ”kelas

intermediasi” .

Panduan dasar Land Reform pada saat itu adalah ”menyadarkan diri pada petani miskin,

bersatu dengan petani menengah, tidak mengganggu kepentingan petani kaya baru, dan

menghapus tuan tanah feodal sebagai kelas”. Kebijakan ini berhubungan erat dengan

kebijakan komunis pada saat itu, yang didasarkan atas 3 (tiga) tahap:

1. Tahap I, memenangkan perjuangan politik (revolusioner);

2. Tahap II, memenangkan perjuangan ekonomi (produksi), dengan cara,

a. Menjalankan Land Reform,

b. Menjalankan penyelidikan pertanahan,

c. Mengembangkan koperasi dan gotong royong (mutual aid),

d. Mencapai pengembangan pertanian (dan industri) dari kekuataan produktif.

3. Tahap III, memenangkan perjuangan ideologi dan kebudayaan.

Setelah komunis berkuasa di tahun 1949, maka diadakan kebijakan ekonomi nasional yang

didasarkan pada pembaruan Agraria. Gurley mengkategorikan sebagai berikut:

1. Masa Land Reform, antara tahun 1949-1952, pada masa itu dilakukan upaya

redistribusi kekayaan pendapatan dan kekayaan dari kaum kaya ke kaum miskin dan

menghapuskan kelas penguasa sebelumnya.

2. Masa kolektivisasi-komunisasi, antara tahun 1955-1959, di masa ini adalah

meningkatkan output di pedesaan dengan mendorong pemanfaatan suplai tenaga kerja secara

lebih baik.

3. Pembentukan modal (capital formation) untuk pertanian antara tahun 1960- 1972, pada

masa ini adalah dengan usaha mendorong secara lebih lanjut output pertanian dengan

peningkatan barang-barang modal (capital goods) serta input lainnya yang tersedia di sector

pedesaan, serta dengan mendirikan industri-industri kecil dimana-mana, hampir di semua

desa.

4. Perubahan gradual dari nilai tukar (terms of trade) di antara pertanian dan industri bagi

kepentingan sector pertanian dan kaum tani. Di masa ini upaya meningkatkan harga yang

Page 10: Perbandingan Pembangunan Melalui Land Reform Di Indonesia Dan Di China

dibayar oleh pemerintah atas produk-produk pertanian serta merendahkan harga barang-

barang yang dibeli oleh petani.

Pelaksanaan redistribusi asset-asset pedesaan, Land Reform yang dijalankan di Cina

bukan hanya telah mematahkan dominasi di kelas tuan tanah dan mengalihkan kekuasaan

pada petani miskin dan menengah saja, tetapi juga dengan sendirinya telah meningkatkan

tingkat konsumsi dari kebanyakan petani dan meningkatkan tabungan pedesaan yang layak

bagi investasi. Land Reform yang dijalankan di Cina dengan sendirinya juga telah

menghapuskan konsumsi kemewahan dari kaum kaya dan meningkatkan konsumsi dasar

dari kaum miskin. Arti yang penting dari Land Reform bukan sekedar memberikan tanah

kepada petani miskin, tetapi mendorong mereka untuk mengorganisasikan dirinya untuk

mengambil dan mengalahkan penindas mereka sebelumnya. Ini merupakan prasyarat bagi

pengembangan sosialisme berikutnya di pedesaan, karena apabila tidak dilakukan, maka

struktur kelas lama maupun pola pemilikan kekayaan lama akan muncul kembali, karena

sikap-sikap lama yang masih bertahan dan paranata-pranata yang menguntungkan kaum

kaya.

Usaha pembaruan agrarian yang dilakukan di Negara Cina adalah merupakan proses

yang dilakukan secara trial and error dan tidak mencontoh model pembaruan di Negara lain.

Dalam hal ini strategi pembaruan Agrarian di Cina terdiri dari beberapa langkah berikut ini:

1. Menghancurkan struktur kelas tuan tanah-birokrat dan redistribusi tanah dan asset-aseet

lain, pendapatan, dan kekuasaan kepada kaum tani dan kaum buruh.

2. Mendirikan hubungan sosial produksi sosialis sesegera mungkin, serta menggunakan

partai untuk mendidik kaum tani dan kaum buruh mengenai cita-cita dan nilai-nilai sosialis.

Yaitu, dengan menasionalisasikan industri dan mengembangkan koperasi di pedesaan tanpa

harus menunggu adanya mekanisasi pertanian. Ini berarti menciptakan super struktur

sosialis.

3. Membangun mekanisme perencanaan penuh sebagai ganti dari alokasi sumber daya

yang ditentukan oleh harga pasar dan distribusi pedapatan secara penuh masuk ke

industrialisasi, tetapi dengan penekanan industri yang mempunyai kaitan langsung ke

pertanian.

4. Mencapai tingkat pembentukan modal (capital formation) yang tinggi dengan

mendorong tabungan di semua tingkat dan menggunakan tabungan tersebut pada tiap

tingkatan guna melakukan investasi secara swadaya. Demikian pula mendorong daerah

pedesaan khususnya, untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal dengan menciptakan

industri-industri berskala kecil dan dari masyarakat sendiri.

Page 11: Perbandingan Pembangunan Melalui Land Reform Di Indonesia Dan Di China

5. Mengembangkan dan menyalurkan kreativitas dan energi manusia lewat penyebaran

nilai-nilai sosialis (”melayani rakyat”, tidak mementingkan diri sendiri, insentif secara

kolektif) dalam mengatasi nilai-nilai borjuis (individualisme, serakah, materialisme), dengan

cara menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan, pendidikan secara meluas, penetapan tujuan-

tujuan yang mulia, guna menginspirasi orang untuk bekerja lebih giat, serta dengan

mendorong pengambilan keputusan di tingkat dasar kepada tingkatan rakyat yang paling

bawah.

6. Menjalankan revolusi yang berlanjut di semua tingkatan masyarakat, serta

mempertahankan kediktatoran kaum ploretar.

Masyarakat agraris China dibagi dalam lima kelompok, yaitu:

1. Tuan tanah (landlords) yaitu mereka yang memiliki tanah luas tetapi tidak

mengerjakannya sendiri dan hidup dengan mengeksploitasi tenaga orang lain.

2. Petani kaya (rich peasants) yaitu mereka yang memiliki tanah tetapi tanah tersebut

dikerjakan sendiri, terkadang mempekerjakan orang lain atau menyewakan tanahnya kepada

petani miskin.

3. Petani kelas menengah (middle peasants), petani yang mengerjakan tanhnya sendiri

tanpa bantuan orang lain.

4. Petani miskin (poor peasants) yang hanya memiliki tanah sempit atau menyewa tanah

dari orang lain.

5. Orang yang tidak memiliki tanah dimana mereka harus menjual tenaganya dengan

mengolah tanah orang lain.

Dalam realitasnya, slogan ”tanah untuk penggarap” telah membangkitkan sisi keserakahan

para petani yang tidak memiliki sawah, mendorong mereka untuk merampas dengan

kekerasan dan tanpa mempertimbangkan dampak moral yang diakibatkan oleh tindakan

mereka, bahkan juga telah menghasut para petani yang tidak mempunyai lahan untuk

menyerang para petani yang memiliki lahan pertanian. Lebih dari 20 juta penduduk desa di

seluruh Tiongkok dikategorikan sebagai „tuan tanah, petani kaya, kaum pembangkang atau

elemen buruk‟, telah menjadi kelas terendah dalam masyarakat Tiongkok. (Jung Chang, Jon

Halliday, 2007: 410-415)

2. Land Reform di Indonesia

Negara Indonesia merupakan negara dengan sistem demokrasi presidensial. Sistem

demokrasi merupakan sistem politik yang terus disuarakan barat (Amerika Serikat) pasca

perang dingin. Melihat kebijakan luar negeri Indonesia banyak yang mengatakan bahwa

Page 12: Perbandingan Pembangunan Melalui Land Reform Di Indonesia Dan Di China

Indonesia mengadopsi Demoksi liberal namun jauh berbeda dengan aslinya ( Amerika

Serikat). Indonesia memakai demokrasi liberal tepatnya pasca runtuhnya rezim otoritarian

Soeharto pada 1998. Sistem pemerintahan diubah menjadi Desentralisasi dengan sistem

politik yang masih sentralistik.( Antonius S, 2006: 12)

Indonesia dikenal sebagai negara agraris. Prestasi Indonesia Mencapai Swasembada beras

pada tahun 1984 ternyata tidak bisa dipertahankan dan hanya dua tahun kemudian Indonesia

terus-menerus membuka kran impor beras (Iskandar, 2006). Menjadi importir beras

merupakan kecelakaan besar ketika swasembada pangan telah tercapai. Pasca runtuhnya

rezim Soeharto, krisis ekonomi melanda Indonesia dimulai sejak tahun 1997. Dengan

demikian Indonesia mengalami kebangkrutan, hutang Indonesia melalui IMF berlipat ganda

dengan naiknya harga dollar, yang kemudian menjadi titik awal dimulainya krisis pangan

nasional. Puncaknya adalah pada tahun 1997 dimana Indonesia harus mengimpor beras

sebanyak 5,7 juta ton (Nugraha, 2006).[8]Bachriadi mengungkapkan[9] :

“Kekeliruan pembangunan yang mendasar adalah tidak ditempatkannya pembaruan agraria

yang berupa penataan kembali penguasaan, penggunaan, pemanfaatan, peruntukan dan

pemeliharaan sumber-sumber agraria sebagai pra-kondisi dari pembangunan… Pembaruan

agraria dipercayai pula sebagai proses perombakan dan pembangunan kembali struktur sosial

masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan, sehingga tercipta dasar pertanian yang sehat,

terjaminnya kepastian penguasaan atas tanah bagi rakyat sebagai sumberdaya kehidupan

mereka, sistem kesejahteraan sosial dan jaminan sosial bagi rakyat pedesaan, serta

penggunaan sumberdaya alam sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.”

Bertolak dari keinginan masyarakat dan keadaan ekonomi Indonesia yang terpuruk sejak

1997 menuntut adanya perubahan politik agraria Indonesia. Strategi pelaksanaan Program

Pembaruan Agraria Nasioanal (PPAN) bagaimana yang telah dirumuskan oleh BPN- RI

(2007)

Definisi operasional dari Land Reform sebagai upaya suatu program pemerintah dalam

upaya menyelesakan berbagai permasalahan dengan memberikan sentuhan langsung pada

akar permasalahannya adalah :

1. Land Reform merupakan penataan ulang sistem politik dan hukum pertanahan

berdasarkan prinsip pasal – pasal UUD 45 dan UUPA ;

2. Land Reform merupakan proses penyelenggaraan Land Reform (LR) dan access reform

(AR) secara bersama; LR adalah proses redistribusi tanah untuk menata penguasaan,

pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah berdasarkan politik dan hukum pertanahan.

AR adalah suatu proses penyediaan akses bagi masyarakat (subjek Reforma Agraria)

Page 13: Perbandingan Pembangunan Melalui Land Reform Di Indonesia Dan Di China

terhadap segala hal yang memungkinkan masyarakat untuk mengembangkan tanahnya

sebagai sumber kehidupan (partisipasi ekonomi- politik, modal, pasar, teknologi,

pendampingan, peningkatan kapasitas dan kemampuan).

Defenisi tersebut secara lebih terperinci dapat dipaparkan bahwa Reforma Agraria yang

selanjutnya disebut sebagai PPAN adalah merupakan:

1. Upaya bersama untuk mewujudkan keadilan sosial;Land Reform dilakukan untuk

langsung menyentuh akar permasalahan – permasalahan struktural dimana kemiskinan

termasuk salah satu diantaranya.

2. Mandat politik, konstitusi dan hukum;Land Reform merupakan keharusan untuk

dilaksanakan atas dasar:

a. Tap MPR No. IX/MPR/2001

b. Keputusan MPR – RI No. 5/MPR/2003

c. Pidato Politik Presiden RI awal tahun tanggal 31 Januari 2007

d. Pembukaan UUD’45 dan Pasal 33 (3), Pasal 27 (2), dan Pasal 28 UUD’45.

e. Semua peraturan perundang-undangan yang terkait.

3. Keharusan Sejarah; Land Reform harus dilaksanakan dengan bercermin kepada

pengalaman negara-negara yang menjalankan Land Reform di penghujung abad 20 dan di

abad 21 dan pengalaman Land Reform di Indonesia sendiri.

4. Bagian Mendasar Triple Track Strategy Land Reform berdampak langsung untuk

masyarakat pedesaan dan perkotaan baik pertanian maupun non pertanian.

Dalam pelaksanaan Land Reform mencakup dua komponen yaitu:

a. Redistribusi Tanah (land reform) untuk menjamin hak rakyat atas sumber-sumber

agraria. Hal ini disebut dengan aset reform.

b. Upaya pembangunan lebih luas dapat berkembang secara produktif dan berkelanjutan,

hal ini disebut akses form yang mencakup antara lain pemenuhan hak – hak dasar dalam arti

luas seperti kesehatan, dan pendidikan, juga penyediaan dukungan modal, teknologi,

manajemen, infrastruktur, pasar, dan lain sebagainya (BPN- RI, 2007)

Apabila didekomposisi, dari pengertian Land Reform terdapat lima komponen mendasar di

dalamnya, yaitu restrukturisasi penguasaan aset tanah ke arah penciptaan struktur sosial-

ekonomi dan politik yang lebih berkeadilan (equity), sumber peningkatan kesejahteraan yang

berbasis keagrariaan (welfare), penggunaan/pemanfaatan tanah dan faktor-faktor produksi

lainnya secara optimal (efficiency), keberlanjutan (sustanability), dan penyelesaian sengketa

tanah (harmony) ( BPN – RI, 2007).

Land Reformsecara garis besar dapat dikategorikan menjadi empat yaitu:

Page 14: Perbandingan Pembangunan Melalui Land Reform Di Indonesia Dan Di China

1. RadicalLand Reform , tanah milik tuan tanah yang luas diambil alih oleh pemerintah,

dan selanjutnya dibagikan kepada petani tidak bertanah.

2. Land restitution, tanah – tanah perkebunan luas yang berasal dari tanah – tanah

masyarakat diambil alih oleh pemerintah, kemudian tanah tersebut dikembalikan kepada

pemilik asal dengan kompensasi.

3. Land Colonization, pembukaan dan pengembangan daerah – daerah baru, kemudian

penduduk dari daerah yang padat penduduknya dipindahkan ke daerah baru tersebut, dan

diberi tanah dengan luasan tertentu.

4. Market BasedLand Reform (market assistedLand Reform ),Land Reform yang

dilaksanakan berdasarkan atau dengan bantuan mekanisme pasar. Bisa berlangsung bila

tanah-tanah disertifikasi agar security in tenurship bekerja untuk mendorong pasar finansial

di pedesaan.

Dalam mengemban tugas menyelenggarakan administrasi pertanahan. Badan

Pertanahan Nasional berpedoman pada empat prinsip pertanahan yang memberikan amanat

dalam berkontribusi secara nyata untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat; menata

kehidupan bersama yang lebih berkeadilan; mewujudkan keberlanjutan sistem

kemasyarakatan; kebangsaan dan kenegaraan Indonesia; serta mewujudkan keharmonisan

(terselesaikannya sengketa dan konflik pertanahan).

Dalam mencapai visi dan misinya, selanjutnya Badan Pertanahan telah menetapkan 11

agenda pertanahan yang terdiri atas :

1. Membangun kepercayaan masyarakat pada Badan Pertanahan Nasional RI;

2. Meningkatkan pelayanan dan pelaksanaan pendaftaran tanah serta sertifikasi tanah

secara menyeluruh di Seluruh Indonesia;

3. Memastikan penguatan hak –hak rakyat atas tanah;

4. Menyelesaikan persoalan pertanahan di daerah- daerah korban bencana alam dan

daerah – daerah konflik di seluruh tanah air;

5. Menangani dan menyelesaikan perkara, masalah, sengketa, dan konflik pertanahan

secara sistematis;

6. Membangun Sistem Informasi Manajemen Pertanahan Nasional dan sistem

pengamanan dokumen pertanahan di Seluruh Indonesia;

7. Menangani masalah Kolusi, Korupsi, Nepotisme (KKN) serta meningkatkan

partisipasi dan pemberdayaan masyarakat;

8. Membangun basis data penguasaan dan pemilikan tanah skala besar;

Page 15: Perbandingan Pembangunan Melalui Land Reform Di Indonesia Dan Di China

9. Melaksanakan secara konsisten semua peraturan perundang-undangan pertanahan yang

telah ditetapkan;

10. Menata kelembagaan Badan Pertanahan Nasional RI;

11. Mengembangkan dan memperbarui politik, hukum, dan kebijakan pertanahan (Reforma

Agraria).

Berangkat dari 4 (empat) prinsip dan 11 (sebelas) agenda inilah selanjutnya ditetapkan

tujuan dari pelaksanaanLand Reform yang terdiri dari tujuh rumusan yaitu :

a. Menata kembali ketimpangan struktur penguasaan dan penggunaan tanah ke arah yang

lebih adil;

b. Mengurangi kemiskinan;

c. Menciptakan lapangan kerja;

d. Memperbaiki akses rakyat kepada sumber – sumber ekonomi terutama tanah;

mengurangi sengketa dan konflik pertanahan;

e. Memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup dan meningkatkan ketahanan

pangan.

Strategi pelaksanaan Program Pembaruan Agraria Nasioanal (PPAN) sebagaimana yang telah

dirumuskan oleh BPN- RI (2007) adalah sebagai berikut :

1. Melakukan penataan atas konsentrasi aset dan atas tanah – tanah terlantar melalui

penataan politik dan hukum pertanahan berdasarkan Pancasila, UUD’45 dan UUPA.

2. Mengalokasikan tanah yang langsung dikuasai oleh negara (obyek Reforma Agraria)

untuk rakyat (subjek Reforma Agraria).

Secara umum, terdapat tiga mekanisme dasar Reforma Agraria, sesuai dengan kondisi atau

kedudukan subyek (petani miskin, buruh tani, atau pengelola tanah) dan obyek ( tanah yang

akan diredistribusikan), sebagai berikut ( BPN- RI, 2007):

1. Subyek dan objek berdekatan atau berhimpit, mekanisme dengan skenario seperti ini

sebenarnya relatif lebih sederhana dan langsung fokus pada ketiga objek tanah dalamLand

Reform ini, yaitu :

(1) tanah kelebihan maksimum;

(2) tanah absentee; dan

(3) tanah negara lainnya, termasuk tanah tumbuh.

PenyelenggaraanLand Reform dalam skenario ini dapat ditempuh melalui penataan asset

atau meredistribusi subjek tanah di atas, serta penguatan akses atau memperbaiki akses

petani kepada teknologi baru, mendekatkan pelaku usaha dengan sumber – sumber

Page 16: Perbandingan Pembangunan Melalui Land Reform Di Indonesia Dan Di China

pembiayaan, serta menyediakan akses pasar dan pemasaran bagi produk yang akan

dikembangkan oleh subjek Reforma Agraria,

2. Subjek mendekati objek. Mekanisme seperti ini diterapkan apabila subjek dan objek

berada pada lokasi yang berjauhan. Skema transmigrasi umum dan transmigrasi lokal seperti

dengan memindahkan subjek petani miskin dan tidak bertanah dari daerah padat penduduk

ke daerah jarang penduduk, serta memberikan atau meredistribusikan tanah seluas dua hektar

atau lebih di daerah tujuan kepada subjek Reforma Agraria.

3. Objek mendekati subjek. Mekanisme seperti ini juga diterapkan apabila subjek dan

objek berada pada lokasi yang berjauhan. Skema yang sesuai untuk mendekatkan objek

kepada subjek dikenal dengan skema swap atau pertukaran tanah yang didasarkan pada

strategi konsolidasi lahan atau bahkan bank tanah.

Skema ini memang agak rumit karena melibatkan hubungan kepemilikan tanah bertingkat

yang tidak sederhana, sehingga perlu dirumuskan secara hati- hati, dengan kelembagaan

yang jelas dan berwibawa.

Secara garis besar terdapat 10 (sepuluh) prinsip dalam Pembaruan Agraria. Ke-10

(sepuluh) prinsip-prinsip tersebut antara lain:

1. Menjunjung tinggi HAM

2. Unifikasi hukum yang mampu mengakomodasi keanekaragaman hukum setempat

(pluralisme).

3. Land reform/restrukturisasi pemilikan dan penguasaan tanah.

4. Keadilan dalam pengusaan dan pemanfaatan sumber daya (sumber-sumber agraria).

5. Fungsi sosial dan ekologi tanah.

6. Penyelesaian konflik pertanahan.

7. Pembagian kewenangan antara pusat dan daerah dan kelembagaan pendukung.

8. Transparansi dan partisipasi dalam pembuatan kebijakan.

9. Usaha-usaha produksi di lapangan agraria.

10. Pembiayaan program-program pembaruan agraria.

Dengan penjabaran land reform Indonesia, menurut Boedi Harsono dikatakan adalah

untukmempertinggi penghasilan dan taraf hidup para penggarap petani, sebagai landasan atau

prasyarat untuk menyelenggarakan pembangunan ekonomi menuju masyarakat adil dan

makmur berdasarkan Pancasila (Sudargo Gautama, 1990:23). Namun belum kita lihatadanya

hasil dari pembentukan program land refom ini. Malah yang muncul adalah semakin

menumpuknya masaalah pertanahan tidak bisa dilepas dari macetnya pelaksanaan landreform

di Indonesia. Mencermati perkembangan masyarakat sekarang dan tingkat pertumbuhan

Page 17: Perbandingan Pembangunan Melalui Land Reform Di Indonesia Dan Di China

ekonomi yang begitu tinggi maka kiranya kebijakan pertanahan dalam rangka landreform

perlu ditinjau ulang. Kebijakan ini perlu untuk disesuaikan dengan konsep pembaharuan

agraria dan paeadigma baru yang mendukung ekonomi kerakyatan, demokratis dan

partisipatif, namun hal ini tidak bisa dilepaskan dari keseriusan pemerintah. Sebab berhasil

tidaknya suatu program tergantung dari kemauan politik pemerintah berkuasa.

E. Penutup

Studi perbandingan pembangunan dari sisi land reform ini dapat menjelaskan regulasi politik

yang dibuat oelh dua negara sebagai master plan development agrarian. Pembangunan harus

melalui proses dan tahapan hal inilah yang tergambar dari kedua land reform kedua negara,

Indonesia dan China. Adanya mekanisme, strategi dan prinsip-prinsip yang akan dan harus

dilaksanakan sehingga terwujudnya pembangunan negara.

DI China, Land Agraria sudah erlangsung sejak tahun 1920an, sehingga program

pembangunan land agraria jauh lebih maju ketimbang Indonesia yang dimulai sejak UUPA

tahun 1960. Melihat perkembangan program land reform di Indonesia yang ternyata dapat

dikatakan sama sekali macet dalam pelaksanaannya, Indonesia nampaknya kurang dapat

belajar dari sejarah pembaharuan agraria, terutama landreform yang dilakukan oleh negara-

negara lain didunia seperti China guna mendukung pelaksanaan landreform di Indonesia, hal

ini terutama disebabkan oleh kurangnya kemauan politik pemerintah serta kebijakan

pembangunan yang lebih mengarah pada upaya mengejar pertumbuhan tanpa memperhatikan

pemerataan ekonomi, akibatnya dirasakan oleh rakyat terutama yang tidak memiliki tanah

yang semakin terpuruk pada kemiskinan.

Land reform merupakan upaya ideal dalam mewujudkan pembangunan khususnya bagi

negara-negara yang bertumpu pada sector pertanian. Namun kendala dan hambatan dalam

mewujudkan yang ideal memanglah sulit. Semuanya kembali kepada Negara sebagai

pengambil kebijakan, Petani sebagai pendukung master plan. Sehingga lan reform, sebagai

pemicu pembangunan dapat berjalan dengan baik dan sesuai harapan dalam mewujudka

kesejahteraan petani dan kedaulatan pangan seperti halnya China.

Daftar Pustaka

Buku

Broery Agustin, Tesalonika, Pemberantasan Korupsi di Chian, Program Diploma IV

Akuntansi Kurikulum Khusus, STAN, Tangerang Selatan. 2010

Page 18: Perbandingan Pembangunan Melalui Land Reform Di Indonesia Dan Di China

Bonnei Setiawan, Reformasi Agraria, Perubahan Politik, dan Agenda Pembaharuan Agraria

di Indonesia, Konsorsium Pembaruan Agraria dan lembaga Penerbit FEUI, Jakarta. 1997

Chang, Jung, Halliday, John, Mao: Kisah-Kisah Yang Tak Diketahui, terj. Martha Wijaya

dan Widya Kirana, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,2007

Chilcote, Ronald, Teori Perbandingan Politik, PT. Raja Grafindo Persada,Jakarta, 2002,

Fakih, Mansour , Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi, Insist 2009

Gunawan, Wiradi, ,Reforma Agraria Perjalanan Yang Belum Berakhir, Lapera Pustaka

Utama, Yogyakarta. 2000

Hustiati, Agrarian Reform Di Phlipina dan Perbandingan dengan di Indonesia. Mandar Maju :

Bandung 1990

Lin Ji Tjou, Masalah Tani dalam Revolusi Demokratis, Jakarta: Pembaruan, 1964

Sudarga Gautam, Tafsiran Undang-Undang Pokok Agraria, PT.Citra Adiotya Bakti, bandung.

1990

Notonagoro, Politik Hukum dan Pembangunan Agraria di Indonesia, Bina Aksara, Jakarta,

1984

Sitepu, Antonius, Sistem Politik Indonesia, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2006

Townsend, James R., “Sistem Politik China”, dalam Mohtar Mas‟oed dan Colin

MacAndrews, Perbandingan Sistem Politik, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,

1997.

Wibowo, J., Berkaca dari Pengalaman Republik Rakyat Cina: Negara dan Masyarakat,

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama dan Pusat Studi Cina, 2000.

.

Jurnal dan Makalah

Jamal, Eri Dkk, Reforma Agraria dan Masa Depan Pertanian dalam Jurnal Litbang Pertanian

Volume 21 Nomor 4 tahun 2002

Erma Rejagukguk, 1985, landreform : Suatu Tinjauan kebelakang dari pandangan kedepan,

Majalah Hukum dan Pembangunan No.4 Tahun XV, FHUI, Jakarta.

Yusep Iskandar, Refleksi 59 Tahun Kemerdekaan Petani,

http://www.pikiranrakyat.com/cetak/0804/19/1105.htm

Daniri, Ririn ,2010, Bahan Ajar: Garis besar Sejarah China Era Mao, Program Studi Ilmu

Sejarah, FIS Universitas Negeri Yogyakarta 2010.

Noer Fauzi, Makalah : Gelombang aru Reforma AGraria di Awal Abad ke 21 dalam

seminar“Agenda Pembaruan Agraria dan Tirani Modal”, dalam Rangka Konperensi Warisan

Page 19: Perbandingan Pembangunan Melalui Land Reform Di Indonesia Dan Di China

Toritarianisme: Demokrasi dan Tirani Modal, Kampus FISIP UI – Depok, 5 – 7 Agustus

2008.

Page 20: Perbandingan Pembangunan Melalui Land Reform Di Indonesia Dan Di China

PERANAN PERTANIAN DALAM PEMBANGUNANMARCH 10, 2008 YOHAN NAFTALI 12 COMMENTS

Oleh: Yohan Naftali

PENGANTAR

Pada makalah ini akan dibahas mengenai peran pertanian dalam

pembangunan. Pada bagian awal akan dijelaskan mengenai kontribusi

pertanian dalam mencapai keberhasilan pembangunan. Konsep strategi

pembangunan berimbang merupakan tujuan pembangunan yang paling

ideal. Akan tetapi negara berkembang tidak memiliki sumber daya yang

cukup untuk melaksanakan pembangunan di bidang pertanian dan

industri sekaligus. Sehingga pemerintah negara berkembang harus

menekankan pada pembangunan di sektor pertanian terlebih dahulu

sebagai batu loncatan untuk pembangunan di bidang industri.

Bagian kedua menjelaskan masalah harga produk pertanian. Di sini

dipermasalahkan apakah harga harus ditentukan oleh mekanisme pasar

ataukah ditentukan oleh pemerintah, harga pertanian yang mahal akan

menyebabkan konsumen tidak mampu membeli, di lain pihak harga

pertanian yang terlalu murah akan menghambat produktivitas pertanian.

Selain itu pada bagian kedua juga akan dibahas mengenai konsekuensi

adanya penetapan harga. Disarankan bahwa harga seharusnya dibentuk

melalui mekanisme pasar, intervensi pemerintah justru akan

menimbulkan masalah. Di Indonesia sendiri, pemerintah Indonesia

memegang kendali harga melalui Bulog, dengan tujuan melindungi

petani, akan tetapi banyak kebijakan yang dipertanyakan seperti

kebijakan impor beras dari luar negeri dengan tujuan menstabilkan harga.

Hal ini justru membuat rakyat berpikir kalau pemerintah ingin menekan

harga pertanian serendah mungkin, sebagai upaya menahan laju inflasi.

Pada bagian ketiga dijelaskan mengenai faktor-faktor produksi seperti

tanah (land), tenaga kerja (labor), dan modal (capital). Dijelaskan bahwa

penggunaan tanah harus bijaksana, jangan sampai merusak

kesuburannya. Pemerintah memiliki kewajiban memberikan informasi,

pelatihan dan perkembangan teknologi kepada petani. Pendanaan di

daerah pedesaan harus diciptakan untuk mendukung aktivitas pertanian.

Aspek sosial dari teknologi yaitu green revolution juga dibahas secara

mendalam. Penggunaan teknologi harus berhati-hati jangan sampai

Page 21: Perbandingan Pembangunan Melalui Land Reform Di Indonesia Dan Di China

menyebabkan dampak yang tidak diinginkan, sehingga tercapai

pembangunan pertanian yang sustainable.

Peran pemerintah harus dibatasi dengan membiarkan sektor swasta

menjalankan roda pertanian, akan tetapi pemerintah harus mendukung

pertanian dengan menyediakan infrastruktur, informasi, membangun

pasar, dan membuat kebijakan publik yang tidak merugikan sektor

pertanian. Selain itu pemerintah harus berhati-hati dalam menetapkan

kebijakan makro supaya tidak menghancurkan pertanian.

Pada bagian akhir dijelaskan bahwa di dunia sudah memiliki pasokan

pangan yang cukup, akan tetapi terdapat masalah distribusi pangan pada

beberapa daerah yang menyebabkan kelaparan. Juga dipermasalahkan

mengenai pilihan antara swasembada pangan dengan ketahanan pangan.

Dari segi ekonomi ketahanan pangan lebih menguntungkan daripada

swasembada pangan, hal ini didukung oleh teori keunggulan komparatif

(comparative advantage) dari David Richardo.

PERTANIAN DAN PROSES PEMBANGUNAN

Salah satu karakteristik dalam pembangunan ekonomi adalah pergeseran

jangka panjang populasi dan produksi dari sektor pertanian menjadi

sektor industri dan sektor jasa. Hanya sebagian kecil masyarakat dalam

negara industri yang hidup dari sektor pertanian (Lynn, 2003).

Konsep strategi pembangunan berimbang (balanced growth), yaitu

pembangunan di sektor pertanian dan sektor industri secara bersamaan

merupakan tujuan pembangunan yang paling ideal. Pada kenyataannya

konsep strategi pembangunan berimbang tidak dapat dilakukan oleh

negara berkembang, hal ini dikarenakan sumber daya yang tidak

mencukupi untuk melakukan pembangunan di sektor pertanian maupun

sektor industri sekaligus (Lynn, 2003).

Kondonassis et al. (1991) menjelaskan bahwa pembangunan pada sektor

pertanian merupakan batu loncatan menuju pembangunan pada sektor

industri. Keberhasilan pembangunan industri di negara Jepang dan Taiwan

merupakan lanjutan keberhasilan pembangunan di sektor pertanian.

Pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh pemerintah Jepang dan

Taiwan merupakan kontribusi yang sangat penting dalam mendukung

pembangunan pertanian. Pemerintah Jepang dan Taiwan juga berhasil

dalam membangun budaya kerja sehingga rakyat mereka memiliki

produktivitas yang tinggi.

Kondonassis et al. (1991) meringkaskan proses pembangunan pertanian

menjadi pembangunan industri. Proses tersebut adalah sebagai berikut:

Page 22: Perbandingan Pembangunan Melalui Land Reform Di Indonesia Dan Di China

1. Makanan dibutuhkan populasi di daerah kota yang terus meningkat.

2. Perolehan mata uang asing karena melakukan ekspor.

3. Peningkatan mata uang asing dari hasil subtitusi impor produk

pertanian.

4. Tabungan di sektor kota dan pajak pendapatan kepada pemerintah,

yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur karena peningkatan

pendapatan di sektor pertanian.

5. Peningkatan permintaan untuk produk industri karena pendapatan di

sektor pertanian yang lebih tinggi.

6. Peningkatan produktivitas di sektor pertanian menyebabkan pekerja

dapat beralih ke sektor industri.

Pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam proses

pembangunan. Tabel 1 menyajikan data struktur produksi pada negara

berkembang. Data pada tabel 1 menggambarkan negara yang memiliki

pendapatan lebih tinggi mempunyai persentase output produksi pertanian

yang lebih kecil. Porsi produksi pertanian di negara berkembang telah

menurun sejak pertengahan 1960-an (Lynn, 2003).

Tenaga kerja di bidang pertanian juga semakin menurun antara tahun

1950 sampai dengan tahun 1990 dari 83% menjadi 63% di Afrika, 82%

menjadi 62% di Asia, dan dari 54% menjadi 25% di Amerika Latin. Tren ini

sesuai dengan Engel’s Law yang menyatakan bahwa kecenderungan

orang dalam mengkonsumsi barang yang berbeda dalam proporsi yang

berbeda ketika pendapatan meningkat. Saat pendapatan meningkat

orang akan mengurangi persentase konsumsi pada makanan. Hal ini

menggambarkan akan tantangan yang harus dihadapi oleh negara

berkembang. Negara berkembang harus bekerja keras untuk percepatan

pembangunan industri, tanpa diimbangi dengan pembangunan di sektor

pertanian yang cepat (Lynn, 2003).

Kenyataan sejarah pada pembangunan mengindikasikan bahwa

industrialisasi di Inggris pada abad ke-18 dan abad ke-19 dapat terjadi

setelah perbaikan yang signifikan dalam produktivitas sektor pertanian.

Pertumbuhan Amerika dipacu oleh kemampuan pertaniannya yang sangat

besar. Di Uni Soviet, pertumbuhan industri terjadi karena eksploitasi

brutal terhadap petani kecil, dan pada waktu itu juga Uni Soviet juga

mengimpor sejumlah besar makanan (Lynn, 2003).

Kontribusi Pertanian pada Pembangunan

Pertanian memiliki kontribusi yang sangat besar kepada pembangunan

(Lynn, 2003). Kontribusi pertanian tersebut adalah:

Page 23: Perbandingan Pembangunan Melalui Land Reform Di Indonesia Dan Di China

1. Meningkatkan persediaan makanan.

2. Pendapatan dari ekspor.

3. Pertukaran tenaga kerja ke sektor industri.

4. Pembentukan modal.

5. Kebutuhan akan barang-barang pabrikan.

Tabel 2 menunjukkan pentingnya pertanian di dalam pertumbuhan

sebuah ekonomi yang didominasi oleh sektor pertanian, pertumbuhan

pertanian akan meningkatkan laju pertumbuhan pendapatan daerah bruto

(PDB). Guinea-Bissau, sebuah negara Afrika Barat, pada tahun 1999

memperoleh 60 persen pendapatan daerah bruto (PDB) dari sektor

pertanian, 15 persen dari sektor industri, dan sisanya dari sektor jasa.

Apabila sektor industri tumbuh sebesar 6 persen pertahun, dan sektor

jasa tumbuh 10 persen pertahun, pertumbuhan sektor pertanian dua kali

lipat dari 3 persen menjadi 6 persen, akan meningkatkan laju

pertumbuhan pendapatan daerah bruto dari 4,2 persen menjadi 7 persen.

Karena pertumbuhan populasi adalah 2,4 persen pada tahun 1998,

menggandakan pertumbuhan pertanian akan meningkatkan pendapatan

per kapita dari 1,8 persen menjadi 4,6 persen (Lynn, 2003).

Peran sektor pertanian sangat diperlukan dalam upaya menurunkan

kemiskinan. Data PBB menyatakan bahwa pada daerah pedesaan di

negara berkembang terdapat sekitar 1 milyar penduduk dari 1,2 milyar

penduduk hidup dalam kemiskinan absolut (absolute poverty). Bank Dunia

mengetahui bahwa populasi, pertanian dan environment adalah kunci

untuk mengetahui masalah yang dihadapi di Sub-Sahara Afrika, yaitu

daerah yang paling miskin di dunia. Pertumbuhan penduduk yang sangat

cepat yang tidak diimbangi oleh teknik pertanian menyebabkan

kekurangan. Hal ini juga menyebabkan degradasi tanah dan penurunan

produksi dan konsumsi makanan per kapita (Lynn, 2003).

Selain membutuhkan sumber daya finansial, sektor pertanian juga

memerlukan teknologi maju dan infrastruktur. Diskriminasi pemerintah

terhadap sektor pertanian akan menghalangi keseluruhan pembangunan

(Lynn, 2003).

Transformasi Pertanian

Lynn (2003) mengemukakan bahwa keberhasilan sektor pertanian bukan

hanya alat bagi pembangunan, tetapi keberhasilan di sektor pertanian

juga menjadi tujuan dari pembangunan. Pertanian dapat menjamin

penyediaan kebutuhan milyaran penduduk di masa depan. Hal yang

Page 24: Perbandingan Pembangunan Melalui Land Reform Di Indonesia Dan Di China

berhubungan dengan transformasi sektor pertanian:

1. Peningkatan produktivitas pertanian.

2. Penggunaan sumber daya yang dihasilkan untuk pembangunan di luar

sektor pertanian.

3. Integrasi pertanian dengan ekonomi nasional melalui infrastruktur dan

pasar.

Pada tahun 1970-an, produktivitas pertanian di Asia dan Afrika 45 persen

di bawah negara barat pada saat awal revolusi industri. Sejak beberapa

dekade, pertumbuhan output pertanian semakin kecil dibandingkan

dengan pertumbuhan output secara keseluruhan (Lynn, 2003).

Gambar 1 menunjukkan grafik indek hasil pangan per kapita pada

beberapa bagian negara di dunia. Grafik pada gambar 1 diperlihatkan

Afrika bagian Sub-Sahara hasil pangan per kapita semakin menurun,

sedangkan Asia dan Amerika Selatan mengalami peningkatan yang kuat.

Indonesia terlihat mengalami peningkatan, walaupun pernah mengalami

penurunan sekitar tahun 1997 – 1999 diakibatkan krisis ekonomi dan

kekacauan situasi politik (Lynn, 2003).

Tabel 3 menunjukkan laju pertumbuhan pertanian, pendapatan domestik

bruto (PDB), dan populasi. Produksi pertanian pada negara berpendapatan

rendah-menengah rendah tumbuh sedikit lebih cepat daripada

pertumbuhan populasi (Lynn, 2003).

Pada abad XX, banyak ditemukan perlakuan yang salah kepada petani. Di

Uni Soviet pada tahun 1920-an, Stalin mewajibkan petani menjual hasil

pertaniannya kepada pemerintah dengan harga yang telah ditentukan

oleh pemerintah. Harga beli yang rendah dan harga jual yang tinggi

menghasilkan pendapatan bagi pemerintah. Petani kecil diperintahkan

untuk bergabung (collective farm), sebagai usaha untuk meningkatkan

efisiensi dan hasil. Pemerintah RRC juga mengikuti kebijakan

collectivization (Lynn, 2003).

Kekuatan bukanlah alat untuk mengeksploitasi petani. Beberapa negara

berkembang menekan harga pertanian rendah, beberapa negara

mengenakan pajak akan aktivitas pertanian, mencabut modal pada

daerah pedesaan, secara umum dapat dikatakan banyak negara

menempatkan industrialisasi di atas segalanya. Model Lewis hanya

membuat beberapa ekonom dan pembuat kebijakan berpikir bahwa

pertanian adalah tempat untuk mempekerjakan kelebihan tenaga kerja

yang tidak terserap oleh industrialisasi (Lynn, 2003).

Nilai tukar petani (sectoral terms of trade) untuk pertanian adalah rasio

Page 25: Perbandingan Pembangunan Melalui Land Reform Di Indonesia Dan Di China

harga barang pertanian (Pa) dan harga barang industri (Pi). Kenaikan nilai

tukar petani (NTP) berarti harga pangan naik lebih cepat daripada barang

industri. Petani dapat membeli lebih banyak keperluan mereka pada hasil

yang sama dan mendorong petani untuk meningkatkan hasil mereka

(Lynn, 2003). Nilai tukar petani (NTP) juga dapat menjadi indikator tingkat

kesejahteraan petani, semakin tinggi NTP semakin tinggi daya beli petani.

Sebuah studi mengenai Indonesia, menghitung rasio Pa/Pi, dan laju

pertumbuhan pendapatan daerah bruto (PDB) pertanian. Apabila nilai

tukar petani adalah 0,78 selama tiga periode, dan pertumbuhan 0,9

persen per tahun. Ketika nilai tukar petani meningkat menjadi 0,83 dan

1,06, pertumbuhan pertanian meningkat menjadi 4,3 persen dan

kemudian menjadi 8,3 persen (Lynn, 2003).

Peningkatan nilai tukar petani (terms of trade) hanyalah pada masa

transisi. Gambar 2 mengilustrasikan bagaimana harga pertanian relatif

berubah seiring dengan waktu. Sebagai respon harga pertanian yang

tinggi, sumber daya akan ditarik ke pertanian (P1), lalu meningkatkan

hasil (S2). Ini kemudian berlanjut sebagai awal peningkatan permintaan

pangan (D2). Lambatnya permintaan akan pangan dan bahan baku (D3),

dan produktivitas pertanian dan penawaran meningkat (S3). Nilai tukar

petani (terms of trade) berbalik dan akan mendorong industri. Pada tahap

awal pembangunan ekonomi, pertanian harus menjadi prioritas. Supaya

pertanian tetap menarik dibutuhkan kenaikan atau stabilitas nilai tukar

petani (terms of trade) yang merefleksikan kelangkaan (Lynn, 2003).

HARGA PERTANIAN: PASAR DAN PEMERINTAH

Salah satu persoalan dalam kebijakan pertanian adalah penetapan harga

dari produk pertanian. Pemerintah pada negara berkembang sering

mengambil alih keputusan penetapan harga. Pernyataan dari Ekonom

barat bahwa negara miskin harus membiarkan pasar bekerja terlihat

bohong, terbukti dengan adanya subsidi kepada pertanian pada negara

maju (Lynn, 2003).

Keputusan apa yang akan ditanam, di mana akan dijual, di mana akan

dikerjakan, dan banyak pertanyaan yang harus dijawab oleh petani kecil,

suatu saat harus cepat, untuk merubah harga relatif. Perlawanan

terhadap perubahan adalah fungsi dari ke-tidak-aman-an ekonomi (Lynn,

2003).

Page 26: Perbandingan Pembangunan Melalui Land Reform Di Indonesia Dan Di China

Konsekuensi Pembatasan Harga (Price Ceiling)

Pandangan yang salah akan perilaku petani membawa pemerintah untuk

mengatur harga pasar terbawah. Banyak pemerintah mempercayai bahwa

pemaksaan akan mempertahankan produksi pertanian, padahal

kekurangan penawaran untuk pasar akan membuat harga menjadi tidak

relevan bagi petani. Kebijakan harga murah (low-price policy) yang

mengenakan pajak pertanian dan subsidi politik kepada masyarakat kota

(Lynn, 2003).

Gambar 3 menunjukkan bagaimana pembatasan harga (price ceiling)

menurunkan insentif untuk memproduksi pangan dan mendorong

konsumsi. Ketika adanya pembatasan harga (Pc¬), produksi turun dari Qe

menjadi Qs, dan pendapatan petani turun dari area PeXQe0 menjadi

PcYQs0. Konsumen dapat membeli pada Qd, dan kelebihan permintaan

akan dipenuhi oleh impor, baik yang legal maupun tidak legal (Lynn,

2003).

Lynn (2003) menjelaskan bahwa gambar 3 dapat disederhanakan menjadi

2 cara.

1. Grafik menunjukkan pasar untuk pangan yang mana penawaran dan

permintaan adalah harga inelastis. Elastisitas harga penawaran pertanian

secara keseluruhan mengindikasikan respon lemah terhadap perubahan

harga, terutama dalam jangka pendek. Harga yang lebih rendah untuk

jagung akan mendorong petani untuk gandum atau kapas. Kurva

penawaran dan permintaan untuk produk individu dan pada jangka

panjang seharusnya lebih elastis.

2. Karena grafik menunjukkan pembatasan harga yang ditentukan oleh

pemerintah, respon penawaran dan permintaan merujuk pada pasar di

mana harga tersebut relevan. Harga resmi yang lebih rendah dapat

menyebabkan bukan hanya produksi yang turun, akan tetapi juga

penurunan produksi yang dilaporkan, karena petani menjual secara

pribadi.

Lynn (2003) menjelaskan bahwa pemerintah melakukan penetapan harga

dengan beberapa alasan. Penetapan harga yang rendah disebabkan oleh:

1. Pengertian yang salah akan respon petani terhadap harga, beberapa

pejabat pemerintah mempercayai bahwa dengan harga yang tinggi hanya

orang kaya dan petani besar saja yang diuntungkan.

2. Pemerintah berpendapat bahwa harga pangan yang rendah akan

memberikan dampak yang positif bagi konsumen dan keuntungan bisnis.

Melalui marketing boards, perusahaan yang membayar harga rendah

Page 27: Perbandingan Pembangunan Melalui Land Reform Di Indonesia Dan Di China

pada petani dan menjual dengan harga tinggi pada konsumen, terutama

konsumen luar negeri.

3. Pemerintah berpikir mereka dapat mengumpulkan dana untuk

pembangunan.

4. Pemerintah percaya bahwa dengan penetapan harga pertanian yang

rendah dapat mendorong industrialisasi.

Sebagian besar dari asumsi tersebut adalah salah. Walaupun harga

pangan dan bahan baku yang rendah menguntungkan konsumen dan

industri, akan tetapi hal ini membunuh pertanian di banyak negara,

terutama di Afrika. Petani yang miskin dirugikan karena mereka hanya

memiliki sedikit pilihan untuk menanami tanah mereka (Lynn, 2003).

Karena kesalahan ini, pemerintah tetap segan membiarkan pasar untuk

menentukan harga pertanian. Pejabat pemerintah kadang mencurigai

bahwa pasar akan memberi kesempatan kepada tengkulak untuk

mengeksploitasi petani miskin. Kejadian tak terduga juga menyebabkan

fluktuasi yang tinggi untuk produk pertanian. Fluktuasi membatasi

keefektifan dari harga sebagai sinyal kepada produsen dan menyebabkan

ketidakpastian pada konsumen. Produsen merespon harga lebih dapat

dipercaya (Lynn, 2003).

Harga pertanian yang ditentukan pasar mencerminkan keterbukaan pada

perdagangan luar negeri. Resesi dan subsidi pada negara industri dapat

menekan harga pertanian. Negara berkembang sebagai pengekspor

produk pertanian akan menekan pendapatan ekspor, produksi domestik

yang bersaing dengan bahan pertanian hasil subsidi dari negara maju

akan rugi. Kemampuan untuk menyediakan bahan pangan murah kepada

rakyat terutama daerah kota akan menjadikan problem tersendiri. Harga

pangan yang tinggi akan menyebabkan tuntutan gaji yang lebih tinggi,

dan akan menstimulasi inflasi (Lynn, 2003).

Konsekuensi Lain pada Intervensi Harga

Banyak pemerintah negara berkembang mencoba untuk menjembatani

perbedaan antara harga pertanian yang terlalu tinggi untuk konsumen

dan terlalu rendah untuk produsen dengan melakukan intervensi dalam

penetapan harga. Pemerintah dapat menentukan harga farm-gate, yaitu

harga yang diterima oleh petani dengan tujuan untuk menjaga dan

meningkatkan produksi. Proses ini sangat rumit karena ada sejumlah

banyak jenis hasil pertanian, dengan kemungkinan untuk petani untuk

melakukan subtitusi dari hasil pertanian satu ke hasil pertanian lainnya.

Pengendalian harga juga ditempatkan pada bahan pertanian yang telah

Page 28: Perbandingan Pembangunan Melalui Land Reform Di Indonesia Dan Di China

diolah pada tingkat harga eceran (Lynn, 2003).

Kesalahan dalam penetapan harga menyebabkan banyak masalah. Harga

farm-gate yang rendah mengakibatkan produksi rendah ataupun

penjualan hasil pertanian di luar jalur resmi. Harga eceran yang terlalu

rendah menyebabkan subisidi pemerintah yang besar (Lynn, 2003).

Pemerintah juga sering mencoba untuk mengimbangi harga farm-gate

yang rendah dengan subsidi harga bahan baku pertanian, akan tetapi hal

ini menimbulkan masalah tersendiri. Subsidi pada pabrik pupuk

pemerintah yang tidak efisien akan menyebabkan biaya produksi tinggi

dan pengiriman yang tidak efisien. Subsidi untuk membeli mesin

menyebabkan overmechanization. Mempromosikan kredit, baik melalui

subsidi suku bunga atau mencoba kekuatan bank untuk meminjamkan

dana kepada petani, umumnya gagal mengefisienkan alokasi dana untuk

petani (Lynn, 2003).

Harga Bukan Segalanya

Peter Timmer menyarankan bahwa fungsi utama pemerintah bukan hanya

merangsang produksi dalam jangka pendek, akan tetapi juga dalam

menciptakan iklim investasi dan ekspektasi pembuat keputusan pada

ekonomi pedesaan akan keuntungan aktivitas di pedesaan di masa

depan. Harga harus ditempatkan sesuai context (Lynn, 2003).

Sebuah penelitian mengenai kebijakan harga pertanian di Asia

menyimpulkan bahwa keuntungan mendorong produksi, keuntungan

bukan hanya menyangkut harga. Penelitian jangka panjang mengenai

kebijakan pertanian oleh Bank Dunia menyatakan bahwa bila insentif

harga yang sesuai berdasarkan makro ekonomi dan kebijakan sektoral

memainkan peran penting dalam menjelaskan kinerja, kualitas sumber

daya alam dan dari teknologi, institusi, politik, dan investasi manusia dan

investasi menentukan kemampuan petani kecil untuk mengelola tanah

dan tenaga kerja, dua faktor penting yang menjelaskan pertumbuhan

(Lynn, 2003).

Masalah dari Liberalisasi Pasar Pertanian

Pengendalian pemerintah pada harga dan pemasaran pertanian terlihat

mencolok di beberapa negara Afrika. Penetapan harga masih tersisa di

pasar, pemerintah mengijinkan pendekatan privatisasi lebih besar (Lynn,

2003).

Pendekatan privatisasi telah berhasil dalam hal mengirimkan pangan

untuk daerah kota dan pedesaan, akan tetapi tidak ada peningkatan

Page 29: Perbandingan Pembangunan Melalui Land Reform Di Indonesia Dan Di China

dalam penawaran seperti yang diperkirakan oleh pendukung reformasi.

Hal ini menjelaskan bahwa memperoleh harga yang benar hanyalah

bagian dari jawaban. Kekurangan infrastruktur, penelitian, informasi

pasar, dan dukungan legal dan organisasi telah melemahkan kemampuan

petani untuk mencapai harga yang lebih tinggi (Lynn, 2003).

TANAH, TENAGA KERJA DAN MODAL DALAM PEMBANGUNAN

PERTANIAN

Faktor produksi seperti tanah (land), tenaga kerja (labor) dan modal

(capital) mengubah bahan baku menjadi barang dan jasa. Hubungan

interrelasi digambarkan pada gambar 4. Pada gambar dijelaskan petani

menkombinasikan sejumlah input dengan tanah untuk memproduksi

bahan pertanian. Bahan pertanian melewati tahap tambahan untuk dapat

digunakan. Bahan pertanian sebagai bahan pangan ataupun bahan baku

industri menyediakan dan memperbanyak lapangan kerja pada produksi

barang dan jasa yang digunakan oleh petani (Lynn, 2003).

Tanah (Land)

Lynn (2003) mengemukakan bahwa kebijakan pertanian harus juga

memperhatikan masalah lingkungan. Dua aspek dari tanah sangat

penting. Aspek tersebut adalah:

1. Pengertian fisik dari tanah.

2. Hubungan legal antara tanah dan petani.

Petani harus mengerti mengenai karakteristik tanah sebelum memilih

jenis tanaman yang akan ditanam dan teknik yang akan digunakan.

Monocropping yaitu menanami area yang luas dengan satu jenis tanaman

seperti yang pernah dilakukan di Amerika Utara dan di Asia Tenggara

dapat berbahaya. Cuaca buruk, hama, penyakit, atau penurunan

permintaan konsumen dapat merugikan pada penanaman satu jenis

tanaman (Lynn, 2003).

Diversifikasi tanaman yang sesuai memelihara nutrisi tanah dan

melindungi petani dari harga yang rendah pada penanaman jenis

tanaman tunggal. Kebutuhan untuk pengetahuan yang tinggi dan spesifik

mengenai geografi dan ekologi berarti penelitian diperlukan untuk

menjamin kecocokan tanah, tanaman, dan teknik. Teknik di sini termasuk

pemilihan dan penggunaan pupuk, mesin yang tepat, praktik pertanian itu

sendiri seperti waktu tanam dan crop rotation (rotasi tanaman) (Lynn,

2003).

Page 30: Perbandingan Pembangunan Melalui Land Reform Di Indonesia Dan Di China

Tekanan populasi dan perubahan pada tanaman atau metode pertanian

mengarah pada degradasi tanah (soil degradation). Studi pada pertanian

Kenya mengevaluasi sejumlah tanaman dari makanan pokok seperti

jagung dan kedelai untuk diekspor, termasuk teh, kopi, sayuran (seperti

tomat), dan bunga. Perlindungan tanah alami digantikan jagung dan

kedelai sehingga mengurangi kekuatan erosi tanah. Sayuran mendorong

ekspor ke Eropa, membuat perlindungan tanah yang jelek, menggunakan

pupuk dan pupuk secara besar-besaran, yang terbawa ke lokasi lain

melalui saluran irigasi, dan menggunakan bibit impor, yang dapat

membawa hama asing. Teh yang diekspor selama beberapa dekade,

relatif ramah kecuali sejumlah besar bahan bakar yang dibutuhkan saat

proses pengeringan. Pertimbangan seperti inilah yang dibutuhkan untuk

memutuskan secara berhati-hati apa yang akan ditanam dan di mana

akan ditanam (Lynn, 2003).

Petani lebih produktif apabila mereka memiliki tanah secara langsung.

Akan tetapi karena kepemilikan tanah sangat mahal. Tabel 4 menyajikan

risiko dan insentif pada beberapa jenis kontrak. Banyak petani sebagai

pekerja bayaran ataupun penyewa tanah melalui perjanjian penggunaan

tanah (tenancy agreement). Perjanjian sewa biasanya dibayar dengan

sistem sewa maupun bagi hasil panen (sharecropping). Negara industri

biasanya menggunakan kontrak sewa murni atau sistem gaji secara murni

dibandingkan menggunakan sistem bagi hasil (sharecropping) (Lynn,

2003).

Lynn (2003) menjelaskan bahwa pembagian hasil panen (sharecropping)

dapat mengurangi motivasi petani, akan tetapi pembagian hasil panen

memiliki dua keuntungan:

1. Mengurangi risiko bagi petani yang tidak memiliki modal, kecuali risiko

cuaca dan pasar yang tidak baik.

2. Pembagian hasil memberikan petani jalan untuk mendapatkan kredit

kepemilikan tanah.

Pentingnya hubungan antara petani dan pemilik tanah membawa satu isu

politik yang besar dalam pembangunan ekonomi yaitu reformasi tanah

(land reform), yaitu perubahan dalam struktur kepemilikan tanah (Lynn,

2003).

Sepanjang sejarah pembangunan dunia, kolonialisme memberikan bekas

pada tanah. Jepang di Korea dan bangsa Eropa dan Amerika di Afrika, Asia

dan Amerika Latin menghasilkan tanah yang hanya ditanami satu jenis

tanaman, seperti kopi, teh, tebu, pisang, dan lainya yang ditanam untuk

Page 31: Perbandingan Pembangunan Melalui Land Reform Di Indonesia Dan Di China

ekspor. Penjajah biasanya memiliki tanah yang paling subur, bahkan

setelah kemerdekaan suatu negara, perkebunan ini tetap dimiliki oleh

bangsa asing, oleh karena itu kebutuhan yang paling sering untuk

reformasi tanah adalah untuk menggulingkan perkebunan tersebut (Lynn,

2003).

Lynn (2003) mengemukakan bahwa pihak yang diuntungkan dari adanya

reformasi tanah adalah orang yang tidak memiliki tanah dan bekerja

untuk pemilik tanah dengan upah yang rendah. Beberapa pembenaran

ekonomi untuk menggulingkan perkebunan dan latifύndios (tanah luas)

yaitu:

1. Pemilik asing yang pergi biasanya meninggalkan tanah dan dibiarkan

tak tergarap dan tidak memiliki kontribusi kepada pembangunan.

2. Tanaman cenderung untuk ekspor, sehingga adanya kekurangan

pangan untuk rakyat.

3. Kepemilikan tanah bagi petani kecil akan menyediakan insentif dan

akan mendorong metode pertanian yang lebih produktif.

4. Pemerataan pendapatan akan mendorong kebutuhan akan barang

konsumsi.

Pengalaman di Jepang, Taiwan, dan Korea Selatan menunjukkan bahwa

distribusi tanah yang lebih merata. Bruce Johnston menyebut bentuk

unimodal yaitu tingkat kepemilikan medium sized kebalikan dari bimodal

yaitu tingkat kepemilikan yang sangat besar dan tingkat kepemilikan yang

sangat kecil. Setelah perang dunia kedua, pengusiran Jepang dari Korea

menyebabkan distribusi tanah yang dimiliki oleh Jepang dan orang Korea

yang bekerja sama dengan Jepang (Lynn, 2003).

Bukti empiris menunjukkan bahwa pertanian kecil lebih efisien. Beberapa

penelitian menghitung produktivitas pertanian kecil. Salah satu dari

penelitan tersebut ditunjukkan pada tabel 5. Nilai tambah per hektar

menurun dengan meningkatnya ukuran kepemilikan tanah. Di lain pihak

nilai tambah per pekerja naik seiring dengan ukuran tanah, hal ini

kemungkinan adanya penggunaan mesin (mechanization) (Lynn, 2003).

Bila petani untuk dari bekerja lebih intensif sesudah reformasi, output per

hektar dapat meningkat walaupun output per pekerja turun, dan ini akan

menjadi menguntungkan sampai saat marginal product dari pekerja sama

dengan gaji. Mempekerjakan anggota keluarga pada pertanian kecil lebih

efisien daripada mengupah pekerja, hal inilah yang menyebabkan pemilik

tanah pertanian yang luas menyewakan tanahnya ke keluarga petani

(Lynn, 2003).

Page 32: Perbandingan Pembangunan Melalui Land Reform Di Indonesia Dan Di China

Dari sisi ekologi, reformasi tanah harus bertujuan untuk menyediakan

keamanan yang diperlukan untuk mendorong penggunaan tanah yang

berkelanjutan (sustainable use of the land). Penggunaan tanah baik oleh

individu maupun kelompok dapat merusak kelanjutan dalam jangka

panjang (sustainable in the long run) karena keinginan untuk memperoleh

keuntungan yang cepat (Lynn, 2003).

Banyak penelitian menyimpulkan bahwa reformasi tanah sebagian besar

gagal. Kasus yang paling sukses adalah Jepang setelah perang dunia

kedua, Taiwan setelah menyingkirnya pemerintahan nasionalis dari

daratan (mainland) sejak revolusi komunis, dan Korea Utara setelah

perang Korea, hal ini dikarenakan adanya beberapa perkecualian (Lynn,

2003).

Lynn (2003) menjelaskan bahwa kunci keberhasilan reformasi tanah

seperti di Jepang dan Taiwan yaitu terdapat organisasi politik yang lebih

baik dan birokrasi pemerintahan mampu membawa reformasi. Reformasi

yang dicoba di Amerika Latin, Filipina, Mesir, dan India gagal karena satu

dari problem di bawah ini, problem tersebut adalah:

1. Ketidakmampuan kekuatan politik untuk membawa reformasi

2. Kurangnya kebijakan ekonomi yang tepat untuk mendukung pemilik

tanah yang baru.

Tenaga Kerja (Labor)

Lynn (2003) menjelaskan bahwa ada 2 karakteristik penting tenaga kerja

pada pertanian:

1. Orang yang menanam harus memiliki keahlian yang banyak.

2. Perempuan dan anak-anak memiliki bagian yang signifikan dalam

tenaga kerja pertanian.

Lynn (2003) menjelaskan bahwa kegiatan pertanian sangat bermacam-

macam. Kegiatan tersebut adalah:

1. Persiapan pengadaan alat kerja, tenaga kerja, bibit, pupuk dan hal lain

yang dibutuhkan.

2. Persiapan tanah.

3. Penanaman, penyiangan.

4. Penyemprotan pestisida.

5. Pengusiran burung dan binatang dari sawah.

6. Pengambilan hasil panen.

7. Penyimpanan hasil panen.

8. Penjualan hasil panen.

Page 33: Perbandingan Pembangunan Melalui Land Reform Di Indonesia Dan Di China

9. Perawatan peralatan.

Beberapa tanaman ditanam dan dipanen tidak dalam waktu bersamaan,

hal ini sering dilakukan lebih dari sekali setahun. Pertanian melibatkan

juga peternakan, baik skala besar, skala kecil, untuk diperdagangkan

maupun konsumsi sendiri (Lynn, 2003).

Lynn (2003) juga menjelaskan bahwa selain aktivitas di atas, petani juga

memiliki tugas lain. Tugas tersebut adalah:

1. Merawat rumah

2. Merawat anak dan orang tua.

3. Mencari pinjaman.

4. Berurusan dengan pemerintah.

5. Berpartisipasi pada politik desa dan organisasi sosial.

Kegiatan ini memerlukan penjadwalan yang tepat. Anak mungkin

diperlukan untuk bekerja di sawah, opportunity cost dari pendidikan

mereka akan menjadi lebih tinggi saat puncak musim, contohnya saat

panen (Lynn, 2003).

Salah satu masalah yang dihadapi dalam mengembangkan produksi

pertanian adalah pembagian kerja berdasarkan gender. Di banyak negara

terutama di Afrika, bisnis pedesaan didominasi oleh wanita. Wanita dan

anak-anak mengemban beban yang paling berat secara fisik. Contohnya

adalah jalan jauh untuk mencari kayu bakar dan air, menyiapkan tanah,

menyiangi, dan memanen. Selain itu wanita sering menggendong anak.

Wanita harus menjual sebagian atau seluruh hasil panen serta

mengerjakan pekerjaan rumah (Lynn, 2003).

Ringkasan dari 12 penelitian mengenai jam kerja harian di daerah

pedesaan menunjukkan bahwa hanya 2 kasus pria bekerja lebih lama,

itupun tidak signifikan (8,54 jam per hari dibandingkan 8,50 jam kerja

wanita). Sedangkan 10 penelitian lainnya mengungkapkan bahwa wanita

bekerja lebih lama (9,93 jam per hari dibandingkan 7,13 jam kerja pria)

(Lynn, 2003).

Penyuluhan pemerintah ke desa biasanya hanya mengundang penduduk

pria saja, walaupun sebenarnya wanita yang mengerjakannya. Jarang ada

proyek pengembangan yang berorientasi kepada wanita (Lynn, 2003).

Modal: Masalah dengan Mesin

Lynn (2003) mengemukakan bahwa terdapat perbedaan antara

pembangunan pertanian di masa lalu yang terjadi di negara industri

dengan yang sekarang terjadi di negara berkembang. Di negara barat,

Page 34: Perbandingan Pembangunan Melalui Land Reform Di Indonesia Dan Di China

intensitas modal (rasio modal dengan pekerja) pertanian meningkat

secara perlahan, biasanya dikarenakan sumber daya tanah yang

berlebihan. Penggunaan modal berhubungan dengan kelangkaan tenaga

kerja, hal ini kebalikan dengan padatnya penduduk di daerah pedesaan

saat ini. Keuntungan pertanian di awal negara maju adalah:

1. Tidak tergantung dengan mesin, spare part, dan bahan bakar impor.

2. Memiliki kemampuan teknologi tanpa tergantung dengan ahli luar

negeri.

3. Tidak berkompetisi dengan bahan pangan impor yang murah.

Penggunaan mesin harus dipertimbangkan untung ruginya. Mesin

pertanian harus tepat guna. Dengan penurunan area, alat tangan, mesin

kecil, bajak lebih efisien daripada penggunaan traktor. Pengaturan sosial

yang baik dapat membuat sekelompok orang untuk berbagi pakai mesin

(Lynn, 2003).

Pendanaan Pembangunan Pertanian

Kurangnya dana pinjaman sering menghalangi petani dalam mengadopsi

teknologi baru. Institusi keuangan formal jarang didirikan di daerah

pedesaan karena bankir berpikir bahwa di pedesaan tabungan sangat

kecil dan jarang ada investasi yang menguntungkan. Institusi

pemerintahan biasanya juga menunjukkan perilaku yang sama (Lynn,

2003).

Ketika tabungan potensial ada di daerah pedesaan, tabungan individu

cenderung sedikit dan tersebar di antara populasi. Di beberapa daerah

khususnya di Amerika Tengah dan Karibia, berhasil mengumpulkan

tabungan di daerah pedesaan. Bank Grameen di Banglades biasanya

menyediakan pinjaman non-pertanian di daerah pedesaan. Proyek di

Malaysia dan Malawi menunjukkan hasil yang sama yang diperoleh negara

lain. Bank Rakyat Indonesia mendirikan sistem bank pedesaan yang telah

mencapai “jutaan” nasabah berpendapatan rendah di daerah pedesaan

tanpa bergantung pada subsidi (Lynn, 2003).

Tujuan utama dari kebijakan kredit harus dapat menciptakan seperangkat

institusi keuangan di daerah pedesaan yang mandiri dan berkelanjutan

(self-sustaining). Tujuan dari institusi ini tidak hanya menyediakan

pinjaman dengan mudah, akan tetapi juga mampu memobilisasi

tabungan. Institusi ini harus menyediakan keuntungan untuk penabung

(Lynn, 2003).

Pendanaan informal biasanya terdapat di daerah pedesaan, biasanya

Page 35: Perbandingan Pembangunan Melalui Land Reform Di Indonesia Dan Di China

menyediakan pinjaman dengan bunga tinggi dan memiliki kekuatan

monopoli, walaupun tidak semuanya. Pinjaman sudah menjadi kehidupan

pada pertanian. Kebutuhan komunitas diidentifikasi dengan kebutuhan

individu. Institusi terbaru yang mengganti pendanaan informal harus

membuat kondisi menjadi lebih baik, bukan lebih buruk (Lynn, 2003).

Adopsi Teknologi: Agricultural Extension

Mesin hanyalah salah satu aspek teknologi. Teknologi pertanian

melibatkan masalah fundamental seperti metode penanaman, pupuk

untuk tanah tertentu, dan cara penanaman bibit jenis baru yang benar.

Penelitian sampai menjadi bibit membutuhkan kondisi tanah dan iklim

yang baik. Petani harus mempertimbangkan hubungan antara pupuk dan

ekologi. Efektivitas pupuk harus seimbang dengan biayanya. Agricultural

extension adalah sebuah cara untuk pegawai pemerintahan yang telah

terlatih untuk membantu petani belajar mengenai dan menggunakan

teknologi baru. Sebidang tanah kecil ditanami oleh agen ekstensi dengan

kondisi yang sama dengan yang dihadapi petani dapat menghasilkan

beberapa hasil. Sebaliknya, agen ini harus terbuka kepada teknik yang

digunakan penduduk lokal. Percobaan mengkonfirmasi bahwa petani akan

mengadopsi jenis bibit baru dan teknik baru yang terbukti dapat

diandalkan secara teknik maupun ekonomis. Pengalaman di Turki dan

India menunjukkan bahwa agen harus sering mendatangi pertanian.

Sistem pelatihan dan kunjungan (training and visit system) dari Bank

Dunia menunjukkan keuntungan yang dihasilkan dari kontrak antara agen

dan petani (Lynn, 2003).

Inovasi lingkungan menjadi penting sehingga beberapa ekonom secara

eksplisit mengikuti model induced innovation dari pembangunan

pertanian. Model ini menekankan pada insentif untuk menabung dari

sumber daya yang langka. Pada negara yang memiliki keterbatasan

sumber daya manusia, seperti Amerika Serikat dan Kanada,

pembangunan teknologi awalnya menekankan menggunakan mesin yang

banyak sehingga hanya diperlukan sedikit pekerja untuk ladang pertanian

yang besar. Pada negara yang memiliki keterbatasan tanah dan modal,

seperti di Asia, induced innovation ditekankan pada alat biologi dan kimia

untuk meningkatkan produktivitas (Lynn, 2003).

Karakteristik Sosial dari Teknologi: The Green Revolution

Green Revolution merujuk pada peningkatan produksi dengan kombinasi

Page 36: Perbandingan Pembangunan Melalui Land Reform Di Indonesia Dan Di China

dari jenis bibit yang tinggi (high yielding) hasilnya dengan penggunaan air

dan pupuk yang intensive. Aplikasi dari teknologi baru ini memiliki

konsekuensi sosial (Lynn, 2003).

Green Revolution pada tahun 1960-an dan 1970-an adalah tanggapan

pada keprihatinan global mengenai pertumbuhan yang lambat dari

produksi pangan di negara berkembang. Ini adalah hasil dari penelitian

pertanian yang sebagian besar dilakukan oleh International Rice Research

Institute di Filipina dan International Maize and Wheat Improvement

Center (CIMMYT adalah singkatannya dalam bahasa spanyol) di Mexico.

Penelitian ini mengenalkan bibit yang high yielding varieties (HYVs –

kadang disebut juga MVs – modern varieties), dan dielu-elukan sebagai

penyelamat pertanian negara berkembang (Lynn, 2003).

Kesulitan timbul ketika bibit ini membutuhkan sejumlah tanah, air, pupuk

dan mesin yang sering tidak dimiliki petani kecil. Beberapa orang melihat

hal ini sebagai cara lain dari pemiskinan petani kecil, memperkaya pemilik

tanah dan negara maju yang menyediakan inputs (Lynn, 2003).

Sebuah studi yang dilakukan Inderjit Singh (1990) menunjukkan beberapa

hasil Green Revolution Banglades, India dan Pakistan yang menghasilkan

output per hektar dua kali lipat daripada bibit tradisional. Walaupun tanpa

penggunaan pupuk, beberapa HYVs menghasilkan satu setengah kali hasil

dari padi tradisional dan satu dua per tiga untuk gandum. Singh (1990)

menyimpulkan bahwa banyak penyakit sosial berhubungan dengan paket

HYVs adalah disebabkan kebijakan implementasi bukan teknologinya

(Lynn, 2003).

Artikel mengenai analisis Green Revolution di Banglades menyimpulkan

bahwa Green Revolution menghasilkan padi yang lebih banyak dan lebih

konsisten akan tetapi tidak cukup untuk meningkatkan konsumsi per

kapita. Konsumsi padi-padian digantikan oleh konsumsi pangan lainnya

seperti buah, sayuran, dan ikan (Lynn, 2003).

Petani dan para ahli lingkungan prihatin akan dampak dari penggunaan

bibit dan teknologi baru terhadap kerusakan tanah. Bila kesuburan tanah

rusak dan keanekaragaman tanaman berkurang, ini akan menjadi

masalah besar bagi ekologi (Lynn, 2003).

Bagi pemerintah, apabila penyediaan pangan relatif terjamin, maka

pemerintah dapat mengganti perhatian kepada kebutuhan pembangunan

yang lainnya. Berkurangnya subsidi pemerintah dapat membebaskan

beberapa sumber daya untuk penelitian, pendidikan dan infrastruktur

(Lynn, 2003).

Page 37: Perbandingan Pembangunan Melalui Land Reform Di Indonesia Dan Di China

Bioteknologi menjanjikan dapat mengatasi masalah keterbatasan Green

Revolution. Penelitian rekayasa genetik ditujukan untuk meningkatkan

kemampuan tanaman untuk mengambil nitrogen dari tanah, tahan akan

penyakit, dan meningkatkan nilai nutrisi. Biofertilizers digunakan untuk

membantu tanaman menyerap lebih banyak nitrogen dari atmosfer, dan

tanaman hijau dapat digunakan sebagai pupuk pengganti pupuk kimia

(Lynn, 2003).

ASPEK TAMBAHAN PADA PEMBANGUNAN PERTANIAN

Pembangunan pertanian adalah bagian utuh dari pembangunan. Industri

harus menyediakan barang untuk petani. Lapangan kerja non pertanian

perlu untuk mempertahankan keluarga di daerah pedesaan. Produksi

pangan harus konsisten dengan selera konsumen (Lynn, 2003).

Barang Insentif

Petani tidak memproduksi surplus untuk mendapatkan uang. Uang sangat

berharga jika ada barang yang bisa dibeli, kadang disebut barang insentif

(incentive goods). Apabila barang insentif kurang tersedia, hasil pertanian

dapat turun, atau bisa terjadi penyelundupan bahan baku ke luar negeri

untuk ditukarkan dengan barang konsumsi. Kekurangan barang insentif

juga dapat menyebabkan eksodus populasi (Lynn, 2003).

Industri Pedesaan

Pertanian bukan satu-satunya aktivitas yang dilakukan di daerah

pedesaan. Kegiatan lainnya seperti kegiatan jasa yang berhubungan

dengan pertanian, yaitu pemasaran, pendanaan, penyediaan jasa sosial,

perawatan mesin, jasa eceran, pemerintahan dan jasa manajemen dan

administrasi. Sebagai tambahan, pedesaan juga membutuhkan

manufakturing, dari bahan baku yang dihasilkan dari sektor pertanian,

yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen dari daerah yang jauh.

Aktifitas tersebut meliputi pengolahan padi dan pengolahan makanan

lainnya, pakaian, barang kulit, material konstruksi, dan peralatan

pertanian (Lynn, 2003).

Bukti empiris mengindikasikan bahwa kegiatan industri di pedesaan tidak

hanya menyediakan lapangan kerja, akan tetapi juga menyediakan

sumber penghasilan yang penting bagi rumah tangga di pedesaan.

Beberapa bukti menunjukkan industri di pedesaan lebih efisien dan

Page 38: Perbandingan Pembangunan Melalui Land Reform Di Indonesia Dan Di China

ekonomis daripada industri skala besar di kota (Lynn, 2003).

Urbanisasi memiliki pengaruh positif dan pengaruh negatif. Penelitian dari

Uttar Pradesh, sebuah daerah di India menunjukkan urbanisasi dapat

memberikan aliran dana ke relasinya di pedesaan (Lynn, 2003).

Sumbangan penting bagi kegiatan non pertanian di daerah pedesaan

adalah pemberdayaan wanita untuk mengelola kegiatan non pertanian di

daerah pedesaan. Sebagai tambahan dalam pengembangan pangan,

seperti pemasaran pangan, atau sebagai pekerja kerajinan atau pekerja

pabrik, pendapatan wanita penting untuk meningkatkan hidup di atas

garis kemiskinan. Pendidikan wanita, status resmi, dan akses kredit akan

mendukung posisi wanita di dalam industri pedesaan (Lynn, 2003).

Konsumsi Pangan: Perubahan Pertanian dan Makanan

Kebiasaan makan sangat sulit untuk diubah, bahan pangan jenis baru

akan sulit diterima. Pengembangan teknologi baru di bidang pertanian

harus menyesuaikan keinginan pasar (Lynn, 2003).

Pada sisi sebaliknya, perubahan kebiasaan makan juga menimbulkan

persoalan. Perubahan negara berkembang menjadi negara industri,

mereka akan terpaksa membeli apapun yang ditawarkan, pengenalan

akan jenis pangan yang baru menyebabkan perubahan selera. Hal ini

dapat mempengaruhi produksi lokal kurang bersaing dengan komoditi

baru. Pemerintah harus berhati-hati akan hal ini, pemerintah jangan

menggunakan sistem harga buatan yang mendorong makanan pengganti

yang mahal (Lynn, 2003).

PERAN PEMERINTAH

Campur tangan pemerintah di bidang pertanian merupakan fenomena

yang telah mendunia. Subsidi pertanian dan dukungan pemerintah pada

negara maju hanya mendorong efisiensi dan merusak negara miskin

dengan menurunkan daya saing hasil pertanian negara miskin (Lynn,

2003).

Peran Mikro Ekonomi Pemerintah

Salah satu “rule of thumb” yang baik adalah perusahaan swasta yang

independen memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage)

dari badan pemerintah dalam membawa fungsi komersial, seperti

produksi atau pemasaran produk pertanian dan mendistribusikan

kebutuhan pertanian. Di Tanzania, Zambia dan beberapa negara di Afrika,

pemerintah mengambil alih pendanaan, industri pokok, dan operasi impor

ekspor. Dalam 10 sampai 15 tahun, dengan alasan menghilangkan

Page 39: Perbandingan Pembangunan Melalui Land Reform Di Indonesia Dan Di China

eksploitasi perusahaan swasta, pemerintah tersebut mengoperasikan jasa

angkutan lokal, mendirikan retail kecil, dan beberapa perusahaan skala

kecil. Dari aktivitas ini dengan cepat membuat buruk perekomomian

karena maraknya ketidakmampuan dan korupsi (Lynn, 2003).

Lynn (2003) menjelaskan bahwa campur tangan pemerintah harus

dibatasi, campur tangan pemerintah di sektor pertanian sangat sulit untuk

diidentifikasi. Beberapa aktivitas sangat penting untuk dilakukan

pemerintah karena tidak terjangkau oleh petani kecil.

1. Infrastruktur.

Pemerintah, baik daerah maupun nasional, memiliki peran penting dalam

menyediakan infrastruktur. Beberapa proyek seperti jalan, listrik,

komunikasi, dan irigasi membutuhkan modal yang besar, jangka panjang

dan menciptakan ekonomi eksternal. Infrastruktur ini membuat pertanian

lebih produktif dan menghancurkan rintangan masuk ke pasar, selain itu

juga meningkatkan efisiensi dari alokasi sumber daya.

2. Informasi

Penyediaan informasi sangat bermacam-macam. Petani membutuhkan

informasi mengenai kondisi pasar, teknologi baru dan cuaca. Penelitian

dan pengembangan menjadi target utama pemerintah, juga jasa

tambahan yang membawa hasil riset ke pertanian. Pendidikan dan

pelatihan membantu petani meningkatkan dan mengolah operasi mereka.

3. Membangun pasar

Pemerintah dapat membantu menciptakan dan meningkatkan pasar

dengan menyediakan pengukuran akurat untuk hasil panen, penyediaan

asuransi kegagalan panen, dan mendorong kredit skala kecil untuk

membuat simpan pinjam lebih mudah bagi petani. Pada beberapa kasus

ketika area terisolasi, pemerintah dapat memulai membuat transportasi,

penyimpanan, dan pemasaran fasilitas, aktivitas ini akan dilakukan oleh

sektor swasta dan individu setelah penghalang antara pasar runtuh.

4. Kebijakan Publik

Pemerintah harus berhati-hati akan efek dari insentif yang diberikan.

Sebagai contoh, pajak sangat penting akan tetapi tidak boleh mengurangi

insentif produksi, karena akan menyebabkan perbandingan harga

pedesaan dan perkotaan turun (rural/urban terms of trade).

Peran Makro Ekonomi Pemerintah

Studi mengenai dampak pemerintah pada pertanian sering menunjuk

kepada masalah makro ekonomi yang tidak berhubungan dengan

Page 40: Perbandingan Pembangunan Melalui Land Reform Di Indonesia Dan Di China

pertanian. Dampak ini dirasakan melalui 5 harga makro yaitu gaji, tingkat

bunga, biaya sewa tanah, indek harga pertanian, dan nilai tukar mata

uang (Lynn, 2003).

Tingkat bunga mempengaruhi ketersediaan dana untuk petani. Bila

tingkat bunga tinggi demi memerangi inflasi, kredit akan terlalu mahal

bagi petani yang tidak memiliki banyak modal (Lynn, 2003).

Kenaikan inflasi memiliki dampak negatif dalam penurunan daya beli.

Masyarakat kota dapat menekan pemerintah untuk menekan harga

pangan di bawah harga pasar. Biaya sewa tanah dapat naik sejalan

dengan inflasi, harga tanah kemudian akan menjadi lebih tinggi, kenaikan

ini menyebabkan petani miskin tidak memiliki tanah (Lynn, 2003).

Perbandingan nilai tukar petani (agriculture term of trade) akan tidak

dapat diprediksi dengan peningkatan inflasi. Harga biasanya tidak naik

secara sama, pemerintah lebih menekan harga pangan dari pada harga

barang industri yang akan dibeli oleh petani. Inflasi menghambat investasi

dan memperlambat peningkatkan produktivitas pertanian (Lynn, 2003).

Pemerintah juga dapat mengacaukan ekonomi dengan keputusannya

dengan memanipulasi nilai tukar mata uang. Bila mata uang domestik

dihargai di atas harga pasar, akan menyebabkan kehancuran terbesar di

sektor pertanian. Pertama hal ini akan menghambat ekspor, karena orang

asing harus membayar lebih mahal untuk mendapatkan mata uang untuk

membeli barang tersebut. Padahal pasar dunia sangat kompetitif.

Kemudian hal ini mendorong impor karena mata uang asing relatif lebih

murah, impor pangan akan menyebabkan tekanan bagi produksi, harga

dan pendapatan di sektor pertanian. Impor barang modal dan barang

intermediasi menyebabkan bias dalam produksi domestik menjadi industri

dan menjauhi pertanian. Hal ini merusak pertanian di negara berkembang

dan pemerintah perlu mencermati adanya keterkaitan antara makro

ekonomi dan pertanian (Lynn, 2003).

PANGAN DAN PERTANIAN: SEBUAH KAJIAN KESEIMBANGAN

Ada sebuah pertanyaan fundamental mengenai tujuan pembangunan

pertanian. Pertanian lebih dari hanya sekedar produksi pangan. Pertanian

juga meliputi industri hasil pertanian seperti kapas, benang, pyrethrum

(obat serangga), dan tembakau. Tidak semua tanaman ditanam untuk

memenuhi kebutuhan dalam negeri melainkan juga untuk ekspor. Ada

perdebatan mengenai pilihan yang harus diambil apakah negara miskin

harus berkonsentrasi pada produksi bahan pangan dasar atau menanam

tanaman untuk ekspor untuk mendapatkan devisa. Pilihan tidak hanya

Page 41: Perbandingan Pembangunan Melalui Land Reform Di Indonesia Dan Di China

terbatas masalah keuntungan produsen ataupun permintaan konsumen.

Ketergantungan dari banyak negara dalam pertanian berarti bahwa jenis

tanaman memiliki dampak besar bagi pembangunan negara (Lynn, 2003).

Politik Kolonial

Di bawah pemerintahan kolonial, petani tidak dapat selalu memilih

tanaman yang akan ditanam. Kekuatan kolonial mendikte pertanian

sesuai kebutuhan negara penjajah, yang utamanya ditujukan untuk

konsumsi langsung negara penjajah dan perdagangan. Perkebunan gula

di Karibia dan Afrika, Perkebunan sisal di Afrika dan Asia, dan beberapa

area lainnya adalah perintah dari pemerintahan kolonial. Kewajiban

membayar pajak kepada petani dalam bentuk uang tunai memaksa petani

untuk menanam tanaman demi uang daripada melakukan barter dan

memaksa petani untuk meninggalkan keluarganya untuk bekerja di

perkebunan yang jauh. Kemerdekaan disertai ketidakpercayaan kepada

kekuatan pemerintah kolonial dan pasar dunia, memunculkan sebuah

pertanyaan baru, haruskah sebuah negara mengubah orientasi produksi

untuk memenuhi kebutuhan sendiri, atau melanjutkan untuk bergantung

pada ekspor hasil pertanian untuk memperoleh devisa yang akan

digunakan untuk mengimpor makanan (Lynn, 2003).

Swasembada Pangan dan Ketahanan Pangan

Banyak kerusakan dilakukan pada produksi pertanian. Ketergantungan

pada bahan pangan impor melahirkan kebijakan pemerintah untuk

bermaksud memperoleh swasembada pangan dan ketahanan pangan

(Lynn, 2003).

Swasembada pangan (self-sufficiency) penting untuk negara yang enggan

bergantung pada saat kritis atau bergantung pada fluktuasi harga pangan

internasional. Pada tahun 1973 harga beras dunia naik 85%, diikuti 90%

pada tahun selanjutnya, hanya turun sepertiga di tahun 1975 dan 30% di

tahun 1976. Banyak ekonom memilih ketahanan pangan daripada

swasembada pangan. Hal ini melibatkan gabungan dari produksi domestik

dan kepercayaan pada pasar internasional sebagai tambahan penting,

dan teori ekonomi lama yaitu keuntungan komparatif (comparative

advantage). Suatu negara memproduksi barang yang secara biaya relatif

lebih unggul dan mengimpor barang lainnya, hal ini akan mengolah

sumber daya lebih efisien serta memproduksi lebih banyak output dan

pendapatan, makanan impor akan lebih murah daripada penggunaan

sumber daya domestik yang tidak efisien (Lynn, 2003).

Page 42: Perbandingan Pembangunan Melalui Land Reform Di Indonesia Dan Di China

Swasembada pangan lebih mahal. Bukti menunjukkan bahwa kebijakan

pertanian yang sesuai dapat menyeimbangkan bermacam-macam ekspor

dan bahan pangan (Lynn, 2003).

Situasi Pangan

Kelaparan adalah sebuah fenomena setempat. Bank Dunia pada tahun

1986 dalam laporannya mengenai kemiskinan dan kelaparan (poverty and

hunger began by noting) menyatakan dunia memiliki banyak makanan.

Pertumbuhan global pangan lebih cepat daripada pertumbuhan populasi

yang buruk pada 40 tahun terakhir (Lynn, 2003).

Data pada tabel 6 mengindikasikan masalah pangan. Produksi per kapita

turun selama tahun 1974 – 1999. Bantuan pangan ke Afrika meningkat

2,5 kali lipat antara tahun 1974 – 1989. Beberapa penurunan ini

menyebabkan kelaparan (Lynn, 2003).

Ekonomi harus dibangun berdasarkan basis sumber daya yang ada dan

penaksiran yang realistik. Ekspor yang lebih beraneka jenis dan stabil

sangat perlu untuk mengamankan dana impor pangan (Lynn, 2003).

RINGKASAN DAN KESIMPULAN

1. Pemerintah biasanya kurang memperhatikan sektor pertanian karena

mengidentifikasi pembangunan sebagai industrialisasi. Petani harus

didorong dan diberikan insentif yang sesuai untuk meningkatkan

produktivitas dan hasil demi meningkatkan kesejahteraan mereka dan

menghasilkan makanan, tenaga kerja, dan modal untuk sektor industri

dan jasa (Lynn, 2003).

2. Salah satu kunci dari kebijakan pertanian adalah membiarkan harga

pertanian ditentukan oleh pasar. Harga pangan yang tinggi pada tahap

awal pembangunan akan meningkatkan pendapatan untuk sebagian

besar daerah pedesaan dan menghasilkan produksi yang lebih besar.

Ketika penawaran berkembang lebih cepat daripada permintaan, nilai

tukar petani (agriculture terms of trade) akan turun untuk pertumbuhan

populasi daerah kota (Lynn, 2003).

3. Sektor pertanian yang sehat memerlukan perhatian pada efisiensi

penggunaan tanah, tenaga kerja dan modal, dengan memperhatikan

proporsi faktor yang ada. Pemerintah dapat mendorong pertanian dengan

penelitan, jasa tambahan, dan menciptakan iklim untuk pendanaan

pedesaan supaya maju. Pemerintah harus lebih berhati-hati apabila

berhadapan dengan aktivitas produksi dan distribusi, pemerintah

sebaiknya menyerahkan sebanyak mungkin aktivitas kepada sektor

Page 43: Perbandingan Pembangunan Melalui Land Reform Di Indonesia Dan Di China

swasta. Pemerintah juga harus merancang kebijakan makro ekonomi yang

tidak mematikan pembangunan pertanian (Lynn, 2003).

http://www.yohanli.com/peranan-pertanian-dalam-pembangunan.html#more-76

Page 44: Perbandingan Pembangunan Melalui Land Reform Di Indonesia Dan Di China