peran rokok terhadap kadar protein total...
TRANSCRIPT
PERAN ROKOK TERHADAP KADAR PROTEIN
TOTAL SALIVA DENGAN BRADFORD ASSAY
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN
DISUSUN OLEH
Sari Dewi Apriana Nasution
1112103000016
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/2014 M
ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 08 Oktober 2015
Sari Dewi Apriana Nst
iii
iv
v
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah
memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan penelitian ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan
kepada Rasulullah SAW, yang telah menjadi contoh teladan bagi penulis dalam
menjalankan kehidupan. Laporan penelitian ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya karena adanya dukungan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. DR. Arif Sumantri S.K.M., M.Kes selaku Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah memberikan arahan kepada penulis selama menempuh
pendidikan di PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Achmad Zaki, M.Epid, SpOT selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter
atas bimbingan yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan di PSPD
FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. drg. Laifa Annisa Hendarrmin, Ph.D selaku pembimbing 1 dan PJ Laboratorium
Riset yang telah meluangkan waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing
penulis dari awal melakukan penelitian hingga menyusun dan menyelesaikan
laporan penelitian ini.
4. dr. Fikri Mirza P, Sp.THT-KL selaku pembimbing 2 yang telah memberikan
masukan dalam penulisan proposal penelitian dan telah mencurahkan waktu,
pikiran dan tenaga untuk membimbing penulis dalam menyusun dan
menyelesaikan laporan penelitian ini.
5. dr. Nouval shahab, Sp.U,Ph.D,FICS,FACS selaku penanggung jawab modul
riset PSPD 2012 yang selalu memberikan arahan dan mengingatkan penulis
untuk segera menyelesaikan penelitian ini.
vii
6. Ibu Endah Wulandari, S. Si, M. Biomed selaku PJ Laboratorium Biokimia, dan
Ibu Zeti Harriyati, M. Biomed selaku PJ Laboratorium Biologi yang telah
memberikan izin penggunaan laboratorium.
7. Mbak Lilis, Mbak Ai, Mbak Suryani dan laboran-laboran lain telah yang
memberikan bantuan kepada penulis dalam pengambilan data.
8. Seluruh responden riset ob kampus para ojek ciputat dan karyawan bank mandiri
dan Karyawan UT yang telah bersedia menjadi sampel pada penelitian ini.
9. Kedua orang tua, ayah tercinta H.Syahrial Arianto Nasution dan bunda tercinta
Hj. Sarinawita Nasution SH,S.pd dan Neni Susanti yang selalu memberikan do’a
dan semangat kepada saya, dukungan yang tidak pernah putus. Terimakasih atas
segala kebaikan dan kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis dan
dukungan selama menjalani proses pendidikan di Program Studi Pendidikan
Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
10. Kepada nenek tercinta Hj.Meini dan ibu tercinta Fitria Astuti Nasution yang telah
memberikan dukungan yang tidak pernah putus, doa-doa yang selalu
dipanjaatkan, serta dorongan dan semangat kepada penulis melaksanakan
penelitian.
11. Serta adek tercinta Rahmad Syah Nasution dan Muhammad Egi Adriansyah
Nasution serta seluruh keluarga besar yang selalu bisa memberikan saya
semangat dan dukungan.
12. Sahabat tercinta Reni Dwi Parihat, Imtiyazi Nabila dan Melia Fatrani Rufaidah
atas dukungan do’a semangat dan dukungan yang penuh untuk penyelesaian
penelitian ini.
13. Teman-teman satu kelompok penelitian, M.Reza Syahli, Nabila Syifa,
Abqoriyatu Zahra, dan Faruq Yufariqqu.Terimakasih atas kerjasama, semangat
pantang menyerah, serta dukungan selama melakukan penelitian ini .
14. Teman-teman kontrakan BH, Ubat Gendut, Nurul Syahli, Hanifia Zombi, Imi
sicimi atas canda tawa serta dukungan selama menjalani pendidikan di Program
Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
15. Seluruh teman seperjuangan PSPD 2012 Together Better Stonger serta
OFFICIAL CIMSA UIN (Cilukba) 2014-2015 yang tidak bias penulis sebutkan
satu persatu, semoga kita semua bisa lulus bersama. Dan seluruh pihak yang telah
viii
banyak membantu saya baik secara langsung maupun tidak langsung yang
mungkin tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Sungguh tiada daya upaya yang dapat saya lakukan, saya berharap semoga
Allah SWT dapat membalas segala kebaikan semua pihak yang telah banyak
membantu saya dalam penyelesaian laporan penelitian ini. Dan semoga laporan
penelitian yang saya tuliskan ini dapat bermanfaat bagi penulis secara khusus dan
bagi pembaca serta masyarakat dan dalam pengembangan keilmuan secara
umum.
Ciputat, 08 Oktober 2015
Penulis
ix
ABSTRAK
Sari Dewi Apriana Nasution. Program Studi Pendidikan Dokter. Peran Rokok
Terhadap Kadar Protein Total pada Saliva Pria Perokok dan Non-perokok
dengan Bradford Assay.
Tujuan: Penelitian untuk melihat peran rokok terhadap kadar protein total pada
saliva pria perokok saliva pria non-perokok. Metode: Penelitian ini melibatkan 86
partisipan yang dibagi menjadi dua kelompok pria perokok dan non-perokok, sebagai
kontrol. Seluruh partisipan melewati tahap pemeriksaan fisik gigi dan mulut oleh
dokter gigi dan pengumpulan saliva yang tidak distimulasi. Pengukuran kadar
protein total pada saliva dilakukan dengan menggunakan Bradford assay. Hasil:
Parameter klinis dari kesehatan gigi dan mulut (OHIS, PI, CI, dan GI,) lebih tinggi
pada kelompok perokok dibanding non-perokok. Kadar protein total secara
signifikan (p<0.05) lebih rendah pada saliva perokok dibanding non-perokok.
Kesimpulan: Merokok kemungkinan besar dapat mempengaruhi kesehatan mulut
dan kadar protein total saliva; hal ini dapat mengarah kepada keadaan patologis.
Kata kunci: merokok, saliva, kadar protein total, kesehatan mulut
ABSTRACT
Sari Dewi Apriana Nasution. Program Studi Pendidikan Dokter. Peran Rokok
Terhadap Kadar Protein Total pada Saliva Pria Perokok dan Non-perokok
dengan Bradford Assay.
Objective: The aim of this study is to observe the effect of cigarette to the salivary
total protein level in male smokers and non-smokers. Methods: The study comprised
of 86 subjects divided into two group between male smokers and non-smokers, as a
control group. All participants completed the physical examination of mouth and
teeth by the dentist and unstimulated whole saliva were collected. Measurement of
salivary total protein level were done using the Bradford assay. Results: The clinical
parameters of oral health (OHIS, PI, CI,and GI) were higher in smokers than non-
smokers. Salivary total protein level was significantly lower in smokers than non-
smokers (p< 0.05). Conclusions: Tobacco smoking altered the oral condition and
salivary total protein level, thus, can lead to pathological diseases.
Key words: smoking, saliva, total protein level, oral health
x
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR JUDUL ................................................................................ i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................. iv
KATA PENGANTAR .......................................................................... v
ABSTRAK ............................................................................................ vii
ABSTRACT .......................................................................................... vii
DAFTAR ISI ......................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................ xii
DAFTAR TABEL ................................................................................. xiii
DAFTAR SINGKATAN ......................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xv
BAB 1. PENDAHULUAN ..................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................. 2
1.3 Hipotesis..................................................................... .......... 2
1.4 Tujuan Penelitian .................................................................. 3
1.4.1 Tujuan Umum ............................................................ 3
1.4.2 Tujuan Khusus ... ........................................................ 3
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................... 3
1.5.1 Manfaat bagi Peneliti ................................................ 3
1.5.2 Manfaat bagi Masyrakat..................................... ...... 3
1.5.3 Manfaat bagi Civitas Akademik UIN ..................... 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 4
2.1 Landasan Teori .................................................................. 4
xi
2.1.1 Saliva ......................................................................... 4
2.1.1.1 Defenisi dan Fungsi Saliva ............................. 4
2.1.1.2 Anatomi Kelenjar Saliva ................................ 5
2.1.1.2.1 Kelenjar Saliva Mayor........................ ..... 6
2.1.1.2.2 Kelenjar Saliva minor......................... ...... 7
2.1.1.3 Komponen Saliva .......................................... 8
2.1.1.4 Sekresi Saliva........................................... ...... 10
2.1.1.5 Perbandingan Komponen Saliva dan Plasma
Manusia ......................................................... 13
2.1.2 Tembakau dan Rokok ................................................. 14
2.1.2.1 Definisi dan Jenis Tembakau dan Rokok... .. 14
2.1.2.2 Klasifikasi Perokok ........................................ 15
2.1.2.3 Kandungan Rokok ......................................... 16
2.1.1.4 Efek Merokok Tembakau terhadap Saliva .... 18
2.1.1.5 Efek Rokok terhadap Kaesehatan Gigi dan
Mulut .............................................................. 20
2.1.3 Protein... ...................................................................... 24
2.1.4 Coomassie Dye-Binding Assay (Bradford Assay)... .. 25
2.2Kerangka Teori.............................................................. ........ 27
2.3 Kerangka Konsep ............................................................... 28
2.4 Definisi Operasional .......................................................... 29
Bab 3. METODE PENELITIAN .......................................................... 32
3.1 Desain Penelitian ............................................................... 32
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................ 32
3.3 Kriteria Subjek Penelitian ..................................................... 32
3.4 Besar Sampel Penelitian .................................................... 33
3.5 Alat dan Bahan Penelitian..................................................... 34
3.6 Cara Kerja Penelitian ............................................................ 34
xii
3.7 Manajemen dan Analisis Data .............................................. 37
3.8 Alur Penelitian ................................................................... 38
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................. 39
4.1 Hasil Penelitian ..................................................................... 39
4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian ............................... 39
4.1.2 Status Kesehatan Gigi dan Mulut Subjek Penelitian 41
4.1.3 Konsentrasi Protein Total pada Saliva Subjek
Penelitian ................................................................. 41
4.2 Pembahasan .......................................................................... 42
4.3 Aspek Keislaman.......................................................... ........ 44
BAB 5. SIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 46
5.1 Simpulan ............................................................................ 46
5.2 Saran .................................................................................. 46
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 47
LAMPIRAN ............................................................................................. 51
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Anatomi Kelenjar Saiva. ........................................................ 7
Gambar 2.2. Pengaturan Sekresi Saliva melalui Saraf................................ 10
Gambar 2.3. Kontrol Sekresi Saliva............................................................ 12
Gambar 2.4. Perbandingan Komponen Saliva dan Plasma ......................... 13
Gambar 2.5. Tingkatan Struktur Protein........................................... .......... 24
Gambar 2.6. Ikatan Peptida antara Dua Asam Amino........................ ........ 25
Gambar 3.1. Pemeriksaan Gigi dan Mulut .................................................. 35
Gambar 3.2. Sentrifugasi Sampel Saliva .................................................... 35
Gambar 3.3. Larutan PSMF ........................................................................ 35
Gambar 3.4. Alat Vortex ............................................................................. 36
Gambar 3.5. Microplate .............................................................................. 36
Gambar 3.6. Reagen Bradford .................................................................... 37
Gambar 3.7. Perubahan Warna Sampel Protein .......................................... 37
Gambar 3.8. Microplate Reader ................................................................. 37
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Kelenjar Saliva beserta Jenis Histologik Sekresi Presentase
Saliva ........................................................................................ 7
Tabel 2.2. Perbandingan Komposisi Unstimulated dengan Stimulated
Saliva ........................................................................................ 8
Tabel 2.3. Kriteria Pemeriksaan Debris Indeks (DI) ................................. 21
Tabel 2.4. Kriteria Pemeriksaan Calculus Indeks (CI) ............................... 21
Tabel 2.5. Kriteria Pemeriksaan Ginggiva Indeks (GI) .............................. 22
Tabel 4.1. Karakteristik Subjek Penelitian (n=86) ..................................... 39
Tabel 4.2. Data Pelengkap Karkteristik Subjek Penelitian ...... .................. 40
Tabel 4.3. Oral Hygiene Indeks dan Skor OHIS......................................... 41
Tabel 4.4. Hubungan status merokok dan Indeks Brikman dengan kadar
Protein total Saliva .................................................................... 41
xv
DAFTAR SINGKATAN
CI: calculus indexI
DI: debri index
GI: gingival index
OHIS: oral higiene index simplified
Riskesdas: Riset kesehatan dasar
WHO: World Health Organization
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Formulir Informed Consent dan Data Responden .................. 49
Lampiran 2. Riwayat Penulis ...................................................................... 61
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam rutinitas keseharian telah diketahui bahwa rokok dan perokok itu
bukan suatu hal baru didunia ini, tetapi telah ada sejak lama. Tercatat oleh WHO
(World Health Organization) pada tahun 2013 sekitar 6 juta jiwa pertahun
meninggal akibat rokok dan 5 juta jiwa perhaunnya meninggal karena terhirup dan
terpapar oleh asap rokok.Dan tercatat di Indonesia berdasarkan hasil dari Rikerdas
tahun 2013 menjukkan angka sebesar 33,4% pada usia 30-34 tahun untuk perokok
aktif. Rerata batang rokok yang dihisap perharinya sekitar 12,3 batang (setara
dengan satu bungkus) dan perbandingan antara laki-laki dan perempuan perokok
sekitar 47,5% berbanding 1,1%. Demikian untuk perokok usia ≥15 tahun yang
merokokok dan mengunyah tembakau cenderung mengalami peningkatan 1,9 %
pertiga tahun. Di tahun 2013 wilayah yang tertinggi perokok nya sekitar 55,6%
diduduki oleh provinsi Nusa Tenggara Timur.1,2
Beberapa penelitian yang dilakukan di dunia maupun di dalam negeri sendiri
yang telah menunjukkan prevalensi kejadian merokok meningkat dan terkadang
berakhir sampai kematian. Dampak negatif dari rokok untuk kesehatan khususnya
di bagian rongga mulut dan sistem respirasi, selain berdampak kesehatan untuk
perokok aktif maupun perokok pasif ketika terhirup oleh asap rokok. Rokok
mengandung zat-zat yang dapat membahayakan tubuh dan mengganggu kesehatan
manusia. Rokok mengandung lebih dari 4.000 bahan kimia (termasuk tar, nikotin,
karbon monoksida, acetone, pyrene, dan lainnya. Zat-zat toksik tersebut
mengandung zat kimia yang dapat menyebabkan berbagai penyakit diantaranya
penyakit jantung dan vascular, kanker paru-paru dan kanker mulut. Tidak hanya
itu, rokok juga dapat meningkatkan insidensi kanker mulut dan laring. 3,4,5
Saliva sebagai bagian dari sistem pertahanan rongga mulut, merupakan hasil
sekresi eksokrin dengan komposisi 99 % air termasuk cairan elektrolit, protein
dalam bentuk enzim, immunoglobulin, glikoprotein mukosa, albumin, dan
beberapa oligopeptida. Keseluruhan komposisi cairan ini turut mempengaruhi
keseimbangan fisiologis mulut dan gigi. Oleh karena itu, gangguan pada aliran
2
saliva dapat mempengaruhi keadaan rongga mulut. Dengan tingginya prevalensi
penyakit mulut pada perokok. Karena komposisinya yang mirip dengan plasma,
saliva telah banyak digunakan sebagai sampel dalam pemeriksaan biomarker
kondisi patologis rongga mulut.3,4,5
Penelitian yang dilakukan oleh Fujinami 2009 menyatakan bahwa terdapat
penurunan kadar protein total pada saliva tikus pada hari ke 15 paparan terhadap
asap rokok, jika dibandingkan dengan tikus kontrol. Pengamatan secara histologi
juga memperlihatkan perubahan pada kelenjar saliva tikus, yakni terjadi
degenerasi vakuola, vasodilatasi dan hiperemis. Kolte dkk, melaporkan terjadi
penurunan kadar protein total, magnesium dan fosfor saliva pada perokok dengan
periodontitis dan perokok yang tidak mengalami periodontitis dibandingkan
dengan grup non-perokok yang sehat.6,7
Berdasarrkan penelitian yang dilakukan oleh Avsar tahun 2009 pada anak-
anak perokok pasif melaporkan bahwa kadar protein total saliva cenderung sama
antara anak-anak perokok pasif dan grup kontrol, sedangkan kadar Ig A saliva
pada anak perokok pasif lebih rendah dibandingkan grup kontrol, dan aktivitas
amilase lebih tinggi pada anak-anak perokok pasif dibandingkan grup kontrol.28,29
Hingga saat ini, belum ada laporan penelitian mengenai kadar protein total
pada saliva perokok laki-laki di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini
bertujuan untuk melakukan peran rokok terhadap konsentarasi kadar protein total
saliva laki-laki perokok dan melihat perbedaan konsentrasinya dengan saliva laki-
laki non-perokok. Pengukuran konsentrasi protein total pada penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan Bradford assay.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana peran rokok terhadap konsentrasi kadar protein total saliva pada
laki-laki perokok dan non-perokok.
1.3 Hipotesis
Rokok dapat mempengaruhi konsentrasi kadar protein total saliva pada laki-
laki perokok dan non-perokok.
3
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui peran rokok terhadap saliva
1.4.2 Tujuan Khusus
Mengetahui perbedaan konsentrasi kadar protein total saliva perokok
dan non-perokok.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat untuk :
1.5.1 Bagi peneliti
- Merupakan syarat kelulusan preklinik Program Studi Pendidikan
Dokter.
- Menambah pengetahuan mengenai kadar protein total saliva pada
pria perokok dibandingkan dengan pria non-perokok.
1.5.2 Bagi masyarakat
Menambah pengetahuan mengenai dampak merokok terhadap kadar
protein total saliva pada perokok dan non-perokok
1.5.3 Bagi civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
- Sumber pengetahuan dan sebagai referensi bagi peneliti
selanjutnya yang akan melakukan penelitian yang berkaitan
dengan penelitian ini
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Saliva
2.1.1.1 Defenisi dan Fungsi Saliva
Liur atau saliva, merupakan suatu sekresi cairan kompleks yang
berkaitan dengan mulut yang berperan sangat penting dalam mempertahankan
ekosistem dirongga mulut, terutama dihasilkan oleh tiga pasang kelenjar liur
utama yang terletak di luar rongga mulut dan mengeluarkan saliva melalui
duktus pendek ke dalam mulut.Saliva mengandung 99,5% H2O, dan 0,5%
elektrolit dan protein. Konsentrsi NaCl (garam) pada saliva hanya sepertujuh
dari konsentrasi di plasma, yang penting dalam mempersepsikan rasa asin. Di
sisi lain, diskriminasi rasa manis ditingkatkan oleh tidak adanya glukosa di
liur. Di dalam saliva itu sendiri terdapat beberapa protein yang berperan
penting yaitu amilase, mukus, dan lizosim.8,9
Saliva sendiri juga mengandung beberapa enzim dan glikoprotein.
Enzim yang terkandung di dalam saliva diantaranya terdapat lipase dan
lingual yang di keluarkan oleh kelenjar di lidah, dan α-amilase saliva yang
disekresikan oleh kelenjar-kelenjar saliva. Selain itu saliva juga mengandung
suatu glikoprotein yang bernama musin, yang berguna untuk melumasi
makanan, mengikt bakteri, dan melindungi mukosa mulut.10
Berikut adalah fungsi-fungsi dari saliva:8,9,10
1. Menjaga kelembaban dan membasahi rongga mulut.
2. Melumasi dan melunakan makan sehingga memudahkan proses
menelan dan mengecap rasa makanan.
3. Membersihkan rongga mulut dari sisa-sisa makanan, sel
bakteri,sehingga dapat mengurangi akumuasi plak gigi dan mencegah
infeksi.
4. Menghambat proses dekalsifikasi dengan adanya pengaruh buffer yang
dapat menekan naik turunnya derajat keasaman (pH).
5
5. Bahan pelarut yang merangsang kuncup kecap.
6. Beerperan dalam remineralisasi gigi dan membentuk barier untuk
mencegah demineralisasi gigi
7. Membantu proses berbicara dengan menggerakkan bibir dan lidah.
8. Berperan dalam higiene mulut dengan membantu menjaga mulut dan
gigi bersih
Sekresi saliva normalnya antara 800 sampai 1500 mililiter dengan rata-
rata sekitar 1000 mililiter. Untuk pH, saliva memiliki pH antara 6,0 sampai
7,0, yang merupakan pH yang baik untuk mengaktifkan ptyalin (α-amilase).
Pada saliva sendiri, pH yang di keluarkan dapat dipengaruhi saat aktivitas
kelenjar itu sendiri. Pada keadaan saat kelenjar sedang istirahat, pH saliva
sedikit lebih rendah dari 7,0, sedangkan saat kelenjar sedang aktif melakukan
sekresi, pH pada saliva dapat mencapai 8,0.12,13
Secara umum saliva memiliki beberapa fungsi, yaitu:
1. Membantu proses pencernaan
2. Membantu dalam proses menelan
3. Memiliki sifat antibakteri
4. Bahan pelarut yang merangsang kuncup kecap
5. Beerperan dalam remineralisasi gigi dan membentuk barier untuk
mencegah demineralisasi gigi
6. Menjaga keseimbangan pH
7. Membantu proses fonasi
8. Berperan dalam higiene mulut dengan membantu menjaga mulut
dan gigi bersih
2.1.1.2 Anatomi Kelenjar Saliva
Saliva dihasilkan oleh kelenjar saliva yang terdiri atas sepasang kelenjar
saliva mayor dan minor. Kelenjar saliva mayor terdiri dari kelejara parotis,
submandibularis dan sublingualis. Kelenjar paratiroid meruakan kelenjar
saliva yang didominasi oeleh cairan serosa, sedangkan kelenjar sublingual
sebagai kelenjar saliva campuran yang didominasi oleh cairan mucus. Dan
6
kelenjar-kelenjar minor seperti kelenjar labial,kelenjar buccal,kelenjar
palatal dan kelnjar lingual. 4,5,8
2.1.1.2.1 Kelenjar saliva mayor
Kelenjar parotis merupakan kelenjar saliva yang terbesar dan terletak
bilateral didepan telinga antara ramus mandibularis dan prosesus
masteoideus dengan bagian yang meluas kemuka dibawah lenkung
zigomatikus dan m.masseter. kelenjar parotis terdiri dair dua bagian, yaitu
pars superfacial dan pars profunda. Terdapat beberapa hal yang melewati
kelenjar parotis, yaitu saraf facialis, vena retromandibular, arteri karotis
eksterna. Keluarnya saliva dari kelenjar ini melalui duktus parotis
(Stensen) yang berasal dari bagian anterior kelenjar parotis.Kelenjar saliva
parotis memperoduksi 25% saliva sekresi serosa yang banyak
mengandung enzim amylase saliva. Enzim tersebut dapat menguraikan zat
pati (amilum/kompleks karbohidrat). Aliran sekresi parotis akan menuju
suatu saluran yang disebut duktus parotis.4,5,9,11
Kelenjar submandibularis merupakan kelenjar saliva tebesar kedua
yang terletak di hampir seluruhnya di bawah mylohyoid. Duktus yang
mengalirkan saliva keluar dari kelenjar ini yaitu kelenjar submandibula
(Wharton) sepanjang 4-5 cm pada sisi frenulum lingual, persis dibagian
inferior ggi bawah. Sel-sel pada keenjar submandibular mensekresikan
70% saliva yang sebagian bersifat serosa,buffer, mucin (zat glikoprotein),
seta enzim amylase. 4,5
Kelenjar sublingualis adalah kelenjar saliva mayor terkecil dan terletak
paling dalam pada dasar mulut antara mandibula dan otot
genioglossus.masing masing kelenjar sublingualis sebelah kanan dan kiri
bersatu untuk membentuk masa kelenjar disekitar frenulum lingual.
Kelenjar ini memiliki beberapa duktus drainase, yaitu duktus sublingual
mayor sebagai yang utama dan duktus sublingual minor yang terdiri dari
sekitar 40 duktus kecil. Kelenjar sublingual memproduksi 5% saliva yang
sebagian besar mengandung mukus dengan sedikit enzim amyase. 4,5,11
7
2.1.1.2.2 Kelenjar saliva minor
Kelenjar saliva minor ini berperan dalam memproduksi sekitar 5 % dari
sekresi air ludah selama 1 hari. Kelenjar saliva minor ini terdiri dari
kelenjar labial (glandula labialis), kelenjar bukal (glandula buccalis),
kelenjar Bladin-Nuhn (Glandula lingualis anterior), Kelenjar Von Ebner
dan kelenjara Weber (Glandula lingualis posterior)
Gambar 2.1 Anatomi Kelenjar Saliva
Sumber: Tortora, 2011
Tabel 2.1. Kelenjar saliva beserta jenis histologik, sekresi, dan persentase
total saliva
Kelenjar Jenis Histologik Sekresi Persentase total
saliva (1,5L/hr)
Parotis Serosa Cair 20
Submandibula Campuran Agak kental 70
Sublingual Mukosa Kental 5
Sumber: Ganong, 2008
8
2.1.1.3 Komponen Saliva
Komponen-komponen saliva, yang dalam keadaan larut disekresi
oleh kelenjar saliva, dapat dibedakan atas komponen organik dan
anorganik. Namun demikian, kadar tersebut masih terhitung rendah
dibandingkan dengan serum karena pada saliva bahan utamanya adalah
air yaitu sekitar 99.4%. Kelenjar saliva menghasilkan 1,0 sampa 1,5
liter saliva setiap harinya. Sekitar 99,4 persen air terkandung dalam
saliva. Sekitar 0,6 persen meliputi elektrolit ( terutama Na, Cl, dan
HCO3), buffer, glikoprotein, antibody, enzim, dan zat sisa. Musin
sebagai salah satu zat glikoprotein, memiliki peranan penting dalam
mengatur lubrikasi pada saliva. Hampir sekitar 70 persen saliva berasal
dari kelenjar saliva submandibula, sedangkan sekitar 25 persen berasal
dari kelenjar parotid serta sekitar 5 persen sisanya berasal dari kelenjar
saliva sublingual. Buffers pada saliva bertujuan menjaga derajat
keasaman mulut kita yang berkisar diantara 7. Hal tersebut mencegah
akumulasi bakteri pada mulut. Kemudian, saliva juga mengandung
antibody (IgA) dan lisozim. Keduanya memiliki peranan penting dalam
mengatur populasi bakteri pada mulut. Secara garis besar komposisi
saliva dibagi menjadi 2 komponen, yaitu komponen organic saliva dan
komponen anorganik saliva. Komponen organic saliva terdiri dari
protein yang meliputi enzim alfa-amilase, lisozim, kalikrein,
laktoperosidase, musin. Sedangkan komponen anorganik saliva terdiri
dari sodium, kalium , kalsium, magnesium, bikarbonat, klorida, fosfat,
nitrat, potassium.13,14
Tabel 2.2. Perbandingan Komposisi Unstimulated dengan Stimulated
Saliva.15
Unstimulated saliva Stimulated saliva
Water 99.55% 99.53%
Solids 0.45% 0.47%
Mean ± SD Mean ± SD
9
(Dikutip dari: Helen, 1996)
Flow Rate 0.32 ± 0.23 2.08 ± 0.84
pH 7.04 ± 0.28 7.61 ± 0.17
Inorganic Constituents
Sodium (mmol/L) 5.76 ± 3.43 20.76 ± 11.74
Potassium (mmol/L) 19.47 ± 2.18 13.62 ± 2.70
Calcium (mmol/L) 1.32 ± 0.24 1.47 ± 0.35
Magnesium (mmol/L) 0.20 ± 0.08 0.15 ± 0.05
Chloride (mmol/L) 16.40 ± 2.08 18.09 ± 7.38
Bicarbonate (mmol/L) 5.47 ± 2.48 16.03 ± 5.06
Phosphate (mmol/L) 5.69 ± 1.91 2.70 ± 0.55
Thiocyanate (mmol/L) 0.70 ± 0.42 0.34 ± 0.20
Iodide (µmol/L) 13.8 ± 8.5
Fluoride (µmol/L) 1.37 ± 0.76 1.16 ± 064
Organic Constituents
Total protein (mg/L) 1630 ± 720 1360 ± 290
Secretory IgA (mg/L) 76.1 ± 40.2 37.8 ± 22.5
MUC5B (mg/L) 830 ± 480 460 ± 200
MUC7 (mg/L) 440 ± 520 320 ± 330
Amylase(U=mg maltose/mL/min) 317 ± 290 453 ± 390
Lysozyme (mg/L) 28.9 ± 12.6 23.2 ± 10.7
Lactoferin (mg/L) 8.4 ± 10.3 5.5 ± 4.7
Statherin (µmol/L) 4.93 ± 0.61
Albumin (mg/L) 51.2 ± 49.0 60.9 ± 53.0
Glucose (µmol/L) 79.4 ± 33.3 32.4 ± 27.1
Lactate (mmol/L) 0.20 ± 0.24 0.22 ± 0.17
Total lipids (mg/L) 12.1 ± 6.3 13.6
Amino acids (µmol/L) 780 567
Urea (mmol/L) 3.57 ± 1.26 2.65 ± 0.92
Ammonia (mmol/L) 6.86 2.57 ± 1.64
10
Saliva memiliki komponen protein immunologis dan protein non-
immunologis sebagai antibacterial properties. Secretory immunoglobin A (IgA)
merupakan komponen immunologis saliva terbesar. Ig A dapat menetralisasi
virus, bakteri, dan toksin enzim. IgA bertindak sebagai antibody yang berikatan
dengan antigen bakteri sehingga dapat menghambat perlekatan pathogen pada
jaringan rongga mulut. Sedangkan protein saliva non-immunologis terdiri dari
lysozyme, lactoferrin, dan peroksidase, glikoprotein musin, agglutinin, histatin,
proline kaya protein, statherin dan sistatin. Lisozim dapat menghidrolisis dinding
sel bakteri dan mengaktivasi autolysin yang dapat menghancurkan secara
langsung komponen dinding sel bakteri. Bakteri gram negative bersifat lebih
resisten terhadap enzim ini karena bakteri tersebut memiliki komponen tambahan
berupa lapisan eksternal pada dinding sel nya yaitu lapisan lipopolisakarida.
Lactoferrin berfungsi sebagai zat fungisidal, antivirus, antiinflamasi, dan sebagai
zat immunomodulator berikatan dengan ion besi bebas yang menyebabkan efek
bakteriocidal atau bacteriostatic pada mikroorganisme pathogen. 14
2.1.1.4 Sekresi Saliva
Secara rerata, sekitar 1 samai 2 liter saliva dikeluarkan setiao hari, berkisar
dari laju basal spontan terus menerus sebesar 0,5 ml/mnt hingga aju aliran
maksimal sekitar 5 ml/mnt sebagai respon terhadap rangsangan kuat misalnya
menghisap jeruk. Sekresi basal liur yang terus menerus tanpaa rangsangan yang
jelas ditimbulkan oleh stimulasi konstan tingkat rendah oleh ujung-ujung syaraf
parsimpatis yang berakhir dikelenjar liur. Sekresi basal ini penting untuk menjaga
mulut dan tenggorokan selalu basah.8,9
Pengaturan sekresi saliva oleh saraf, pada gambar 2.2 menunjukkan jalur
saraf parasimpatis untuk mengatur pengeluaraan saliva, menunjukkan bahwa
kelenjar saliva terutama dikontrol oleh sinyal parasimpatis dari nukleous
salivatorius superior dan inferior batang otak. Nukleus salivatorius terletak kira-
kira pada pertemuan antara medula dan pons dan akan tereksitasi oleh rangsangan
taktil dan pengecapan dari lidah dan daerah-daerah rongga mulut dan faring
lainnya. Beberapa rangsangan pengecapan, terutama asam, merangsan sekresi
saliva dalam jumlah sangat banyak seringkali 8 sampai 20 kali kecepatan sekresi
11
basal. Rangsangan taktil tertentu, seperti adanya benda halus dalam rongg mulut ,
menyebabakan saliva salivasi yang nyata, sedangkan benda yang kasar kurang
menyebabkan salivasi dan kadang-kadang bahkan menghambat saliva.8,9,12
Gambar 2.2 Pengaturan Sekresi Saliva melalui Saraf
Sumber:Guyton & Hall,2008
Salivasi juga dapat dirangsang atau dihambat oleh sinyal-sinyal saraf yang
tiba pada nukleus salivatoriu dari pusat-pusat sistem saraf pusat yang lebih tinggi.
Sebagai contoh, bila seseorang mencium atau makan makanan yanng disukainya,
pengeluaran saliva lebih banyak daripada bila ia menciu atau memakan yang tidak
disukainya. Daerah nafsu makan pada otak, yang mengatur sebagian efek ini,
terletak didekat usat prasimpatis hipotalamus anterior, dan berfungsi terutama
sebagai respons terhadap sinyal dari daerah pengecapan dan penciuman dari
korteks serebral atau amigdala. Perangsangan simpatis juga dapat meningkatkan
saliva dalam jumlah sedang, tetapi lebih sedikit dari perangsangan parasimpatis.
Saraf-saraf simpatis berasal dari ganglia servikalis superio dan kemudian berjalan
sepanjang pembuluh darah kelenjar-kelenjar saliva.8,9,10
Faktor kedua yang juga mempengaruhi sekresi adala suplai darah
kekelenjar-kelenjar karena sekresi selalu membutuhkan nutrisi yang adekuat.
Sinyal-sinyal saraf parasimpatis Tetapi, selain itu salivasi sendiri secara langsung
12
melebarkan pembuluh-pembuluh darah, sehingga menyediakan peningkatan
nutrisi seperti yang dibutuhkannya. Sebagian dari tambahan efek vasodilator ini
disebabkan oleh kalikrein yang disekresikan oleh sel-sel saliva yang aktif, yang
kemudian bekerja sebagai suatu enzim untuk memisahkan satu protein darah,
yaitu alfa2-globulin, untuk membentuk bradikinin, suatu vasodilator yang kuat.8,9
Pengaruh otonom terhada sekresi saliva, pusat pengontrolan drajat
pengeluaran saliva melalui saraf otonom yang mensyarafi kelenjar saliva. Tidak
seperti sistem saraf otonom ditubuh yang lain, respon saraf simpatis dan
parasimatis dikelenjar saliva tidak antagonistik. Baik stimulasi simpatis maupun
parasimpatis, meningkatkan sekresi liur tetapi jumlah, karakteristik, dan
mekanismenya berbeda. Stimulasi parasimatis, yang memiliki efek dominan
dalam sekresi salilva, menghasilkan liur yang segera keluar,encer,jumlah banyak
dan kaya enzim. Stimulasi simpatis, sebaliknya, menghasilkan liur denan volume
terbatas, kental dan kaya mukus. Karena stimulasi simpatis menghasilkan lebih
sedikit saliva maka mulut terasa lebih kering daripada biasanya selam keadaan-
keadaan dimana sistem simpatis dominan, misalnya situasi penuh stress. Sekresi
saliva adalah satu-satunya sekresi pencernaan yanng seluruhnya berada dibawah
kontol saraf. Semua sekrei pencernaan lainya oleh releks sistem saraf dan
hormon.8,9,10
Gambar 2.3 Kontrol Sekresi Saliva
Sumber: Sherwood, 2011
13
Sekresi saliva oleh kelenjar saliva terjadi melalui dua tahap. Tahap
pertama, sel asinus mensekrsi sekresi primer yang mengandung ptialin dan/atau
musin, kemudian sekresi primer mengalir melalui duktus salivarius. Tahap kedua,
selama hasil sekresi primer mengalir di duktus salivarius, terjadi absorbsi aktif ion
natrium dan absorbsi pasif ion klorida, hal inilah yang menyebabkan ion natrium
dan ion klorida di saliva leih rendah daripada di plasma. Selain itu terjadi pula
sekresi aktif ion kalium dan bikarbonat, sehingga konsentrasinya di saliva lebih
banyak daripada di plasma.8
2.1.1.5 Perbandingan Komponen Saliva dan Plasma Manusia
Gambar 2.4. Perbandingan Komponen Saliva dan Plasma.16
(Disitasi dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov)
J.A.Loo dkk pada tahun 2010 melakukan penelitian untuk membandingkan
komponen saliva dan plasma untuk kepentingan sampel diagnosis Hasil penelitian
menyatakan bahwa 27% komponen protein pada saliva saling tumpang tindih
dengan protein di plasma. Terdapat 40% protein yang dikenal sebagai marker
14
penyakit seperti kanker, penyakit jantung dan stroke dapat ditemukan di saliva.
Selain itu 73% komponen protein saliva tidak terdapat di plasma sehingga dengan
demikian, saliva merupakan cairan tubuh yang baik digunakan sebagai sampel
diagnosis, disamping pengumpulannya yang mudah dan tidak memakan biaya.17
Dan hal yang sama dilakukan Weihong Yan dkk pada tahun 2009
melakukan penelitian sistematis perbandingan dari air liur dan plasma manusia
dan didapatkan hasil bahwa perbandingan protein diliur dengan plasma terdapat
kesamaan seitar 740 protein dari 19.474 urutan peptida dikeduanya.berdasarkan
hasil dari gen ontologi analisis menunjukkan kesamaan dalam distribusi air liur
dan plasma berkaitan dengan lokalisasi selular, proses biologis, dan fungsi
molekul, tetapi menunjukkan perbedaan yang mungkin terkait dengan fungsi
fisiologis yang berbeda dari air liur dan plasma dan saliva memiliki potensi
sebagai biomarker penykit.17
2.1.2 Tembakau dan Rokok
2.1.2.1 Definisi dan Jenis Tembakau dan Rokok
Rokok merupakan salah satu bentuk olahan dari tembakau yang
sediaannya berbentuk gulungan tembakau (rolls of tobacco) yang dibakar dan
dihisap.Contohnya adalah bidi, cigar, cigarette. Sigaret/Cigarette merupakan
sediaan yang paling dikenal dan paling banyak digunakan. Pembakaran tembakau
tersebut dilakukan dalam suatu komponen pelapis seperti kertas maupun dalam
pipa. Ketika seseorang merokok, suhu pada ujung tembakau yang dibakar
mencapai angka 900 celcius, sedangkan suhu yang terdapat pada ujung pipa atau
rokok yang terkena bibir dan dihisap adalah 30 celcius.18,19
Tembakau merupakan hasil dari daun kering tanaman Nikotiana tabacum
yang biasa digunakan sebagai bahan baku rokok. Terdapat beberapa klasifikasi
jenis rokok, yaitu berdasarkan kandungannya, rokok putih yang terdiri dari
tembakau dengan campuran bahan pemberi aroma, rokok kretek yang terdiri dari
tembakau dan cengkeh dengan campuran bahan pemberi aroma ,rokok siong yang
terdiri dari tembakau dengan bubuhan klembak dan menyan sebagai pemberi
aroma.20
Berdasarkan bahan pembungkus yang digunakan: 20
15
Cerutu: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun yang dibentuk spiral
Sigaret: rokok yang bahan pembungkusnya berupa kertas
Klobot: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun jagung
Kawung: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun aren
Putren: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun jagung yang masih
muda.
Sedangkan berdasarkan cara pembuatannya rokok dibagi menjadi 2 macam,
yaitu:20
a. Sigaret kretek tangan (SKT)
Merupakan jenis rokok yang cara pembuatannya menggunakan tangan
atau alat yang sederhana. Dalam proses pembuatannya dilakukan dengan
cara digiling atau dilinting.
b. Sigaret kretek mesin (SKM)
Jenis rokok ini adalah rokok yang dibuat dengan menggunakan mesin. Jadi
material rokok dimasukkan kedalam mesin, dan akan keluar sebagai
batang rokok.
2.1.2.2 Klasifikasi Perokok
Menurut Sitopoe 2000 bahwa perokok merupakan orang yang telah
merokok 1 batang atau lebih setiap hari sekurang-kurangnya selama 1 tahun,
namun apabila orang tersebut sempat tidak merokok selama 1 bulan disebut
sebagai riwayat perokok. Sedangkan jika seseorang selama 5 tahun berhenti
merokok maka disebut sebagai mantan perokok. perokok diklasifikasikan menjadi
4 tipe yaitu:19
a. Perokok ringan adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok antara 1-10 batang
perhari.
b. Perokok sedang adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok antara 11-20
batang perhari
16
c. Perokok berat adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok lebih dari 20 batang
perhari.
klasifikasi perokok berdasarkan indeks merokok yang menunjukkan
derajat beratnya merokok. Terdapat banyak metode untuk menghitung indeks
merokok, namun ada dua perhitungan yang cukup sering digunakan yaitu Indeks
Brinkman (IB), digunakan untuk menghitung derajat beratnya merokok
berdasarkan jumlah batang rokok yang dihisap perhari dan lama merokok dalam
tahun sebagai variabel, sehingga rumusnya sebagai berikut: 20
IB = (Jumlah batang rokok yang dikonsumsi per hari) X (Lama merokok dalam
tahun)
Penggolongan perokok berdasarkan indeks Brinkman adalah sebagai berikut:
0-199 = perokok ringan
200-599 = perokok sedang
≥ 600 = perokok berat
2.1.2.3 Kandungan Rokok
Rokok mengandung sekitar 4000 komponen-komponen. Komponen toksik
rokok utama adalah tar, nikotin, dan karbon monoksida. kandungan kimia yang
sudah teridentifikasi jumlahnya mencapai 2.500 komponen. Dari jumlah tersebut
sekitar 1.100 komponen diturunkan menjadi komponen asap secara langsung dan
1.400 lainnya mengalami dekomposisi atau terpecah, bereaksi dengan komponen
lain dan membentuk komponen baru. Didalam asap sendiri terdapat 4.800 macam
komponen kimia yang telah teridentifikasi, dan 69 diantaranya menyebabkan
kanker. Bahan kimia tersebut memiliki efek toksik bagi sel-sel tubuh dan dalam
jangka panjang dapat mengakibatkan berbagai kerusakan fungsi dan stuktural sel.
Bahan kimia pada asap rokok yang bersifat karsinogen antara lain Zat-zat toksik
tersebut antara lain : 18,20,21
1) Karbon monoksida
Gas CO mempunyai kemampuan mengikat hemoglobin yang terdapat
dalam sel darah merah (eritrosit) lebih kuat dibandingkan dengan oksigen.
Sehingga menyebabkan kekurangan pasokan oksigen ke jaringan.gas beracun
yang mampu mengikat hemoglobin 200 kali lebih kuat dibanding oksigen,
17
mengakibatkan peningkatan denyut jantung dan tekanan darah, hipoksia di
jaringan perifer, dan dapat mengakibatkan stroke
2) Nikotin
Nikotin yang terkandung di dalam asap rokok antara 0,5 – 3 ng dan
semuanya diserap, sehingga di dalam cairan atau plasma antara 40 – 50 g/ml. Efek
nikotin menyebabkan perangsangan terhadap hormone katekolamin (adrenalin)
yang bersifat memacu jantung dan tekanan darah . Zat yang bersifat adiktif
terdapat pada tembakau, dalam 6 detik dapat mencapai otak dan berkeja pada
sistem saraf pusat menyebabkan rasa rilex dan menurunkan cemas. Dalam dosis
kecil bekerja sebagai stimulan di otak, dalam dosis yang lebih besar bekerja
sebagai depresan, menurunkan hantaran sinyal antar neuron, dan dalam dosis yang
lebih besar bersifat sebagai racun terhadap jantung, pembuluh darah, dan hormon.
3) Tar
Kadar tar pada rokok antara 0,5 – 35 mg per batang. Tar dapat memicu
timbulnya kanker pada paru-paru dan jalan nafas.Partikel yang dapat menyelimuti
paru dan menyebabkan kanker.
4) Kadmium
Kadmium adalah zat yang dapat menjadi toksin bagi jaringan tubuh
terutama ginjal
6) Vinyl Chloride
Merupakan bahan kimia buatan manusia yang digunakan dalam
pembuatan plastik dan terdapat dalam filter rokok.
7) TSNAs
Tobacco-specific N nitrosamines, diketahui sebagai karsinogen paling
poten yang terdapat pada tembakau, tembakau tanpa asap, dan asap tembakau
yang dapat menyebabkan mutasi gen.
8) Benzene
Terdapat dalam pestisida dan bensin, dan dalam asap rokok kandungannya
cukup tingggi.
18
9) Formaldehid
Biasa digunakan dalam pengawetan mayat. Menyebabkan iritasi hidung,
tenggorokan, dan mata saat menghirup asap rokok.
2.1.2.4 Efek Merokok Tembakau terhadap Saliva
Saat ini sudah banyak penelitian dilakukan mengenai efek rokok, dan
rokok dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan. Dan Mulut merupakan
salah satu organ pertama yang terpapar oleh rokok, dan banyak penyakit yang
timbul akibat paparan rokok. Gangguan kesehatan yang ditimbulkan pun
bervariasi, seperti kebersihan mulut dan gigi yang buruk, terdapat peradangan.
Bahan toksik yang terdapat pada rokok dapat menyebabkan iritasi pada jaringan
lunak di rongga mulut, infeksi mukosa,memperlambat penyembuhan luka,
memperlemah kemampuan fagositois, dan bahkan mengurangi asupan aliran
darah ke ginggiva. Dan saliva merupakan cairan biologis pertama dari tubuh kita
yang terpapar oleh tembakau dari rokok yang mengandung bahan-bahan bersifat
toksik yang dapat mengubah saliva baik secara struktural maupun fungsional.21,22
Efek yang ditimbulkan oleh rokok tergantung dari jumlah rokok dan durasi
merokok. Sebuah studi meta-analisis tahun 2008 menyatakan merokok
meningkatkan 3 kali lipat risiko kanker mulut. Ada beberapa hal yang dapat
menyebabkan hal itu, yang pertama efek dari paparan rokok saat menghisap rokok
yang dapat mengiritasi mukosa mulut secara langsung. Selain itu bahan kimia
pada rokok dan asap rokok dapat merangsang pelepasan zat kimia dari sel
makrofag dan neutrofil aktif seperti IL-1, Prostaglandin 2, Elastase proteinase 3,
katepsin G yang pada tubuh yang dapat merusak sel dan jaringan kelenjar saliva.
Dan hal tersebut di pengaruhi juga oleh lamanya merokok dan jumlah batang
erhari yang daat mempeburuk keadaan saliva.22,23
Efek lain yang disebabkan oleh rokok terhadap saliva yaitu efek
kemoatraktan langsung dari nikotin terhadap neutrofil. Neutrofil yang terkumpul
akan mengalami pengaktivan dan membebaskan granulnya yag kaya akan elastase
neutrofil, proteinase 3 dan katepsin G yang merusak jaringan , rokok juga
meningkatkan aktivitas enzim matrixmetalloproteinases (MMPs), elastase,
19
interleukin-1, dan prostaglandin-2 dari sel makrofag yang berakibat pada destruksi
sel dan jaringan dan asap rokok mengandung banyak spesies oksigen reaktif
(ROS) yang merupakan radikal bebas. Radikal bebas ini mengaktifkan transkripsi
nuclear factor κB (NF-κB) yang lalu mengaktifkan gen untuk TNF dan IL-8
sebagai kemoatraktan neutrofil. Rokok menurunkan kadar Ig A dan Ig G yang
berperan dalam melawan bakteri Gram negatif pada rongga mulut, rokok juga
menurunkan kapasitas proliferasi sel T yang mengaktivasi sel B untuk
memproduksi antibodi.rokok daat menurunkan alliran darah ke gusi. Penurunan
respon sistem imun terutama disebabkan oleh nikotin. Kandungan dalam rokok
seperti karbon monoksida menurunkan oksigenasi ke jaringan mengakibatkan
gangguan dalam proses penyembuhan luka. Iritasi kelenjar saliva dan inflamasi
saluran keluar kelenjar saliva yang berakibat pada peningkatan laju sekresi saliva
pada awal paparan rokok, namun penurunan sebagai efek jangka panjang
merokok. Komponen unsaturated & saturated aldehydes pada rokok dapat
berinteraksi dengan sulphydryl group (-SH) pada enzim saliva sehingga
menurunkan kadar protein saliva dan menurunkan enzim laktat dehidrogenase
(LDH), aspartat aminotransferase (AST), dan amilase pada pertama kali paparan
rokok. Kadar glutathione (GSH) dan enzim peroksidase sebagai antioksidan yang
menyumbangkan –SH kepada aldehid juga menurun setelah paparan
rokok.24,25,26,27
Penelitian yang dilakukan oleh Avsar dkk tahun 2009 pada anak-anak
perokok pasif melaporkan bahwa kadar protein total saliva cenderung sama antara
anak-anak perokok pasif dan grup kontrol, sedangkan kadar Ig A saliva pada anak
perokok pasif lebih rendah dibandingkan grup kontrol, dan aktivitas amilase lebih
tinggi pada anak-anak perokok pasif dibandingkan grup kontrol.28,29
Penelitian yang dilakukan oleh Fujinami dkk tahun 2009 menyatakan
bahwa terdapat penurunan kadar protein total pada saliva tikus pada hari ke 15
paparan terhadap asap rokok, jika dibandingkan dengan tikus kontrol. Pengamatan
secara histologi juga memperlihatkan perubahan pada kelenjar saliva tikus, yakni
terjadi degenerasi vakuola, vasodilatasi dan hiperemis. Kolte dkk, tahun 2012
melaporkan terjadi penurunan kadar protein total, magnesium dan fosfor saliva
20
pada perokok dengan periodontitis dan perokok yang tidak mengalami
periodontitis dibandingkan dengan grup non-perokok yang sehat.6,7
Hasil berlawanan dilaporkan oleh Laine dkk tentang efek rokok pada
manusia berkaitan dengan peningkatan konsentrasi sodium, potassium dan protein
total pada saliva. Hasil serupa juga dilaporkan oleh Kallapur dkk tahun 2013
tentang peningkatan kadar protein total saliva pada penderita diabetes yang
merokok dan yang tidak merokok, yang diduga karena peningkatan permeabilitas
membran basal vaskular akibat diabetes sehingga terjadi kebocoran protein
plasma ke saliva dan penelitian oleh Negler dkk tahun 2000 munujukan
penurunan aktivitas enzim amilase (34%), lactic dehydrogenase (57%), asam
fosfatase (77%) pada saliva akibat merokok, namun tidak berefek pada aktivitas
aspartate aminotransferase dan alkaline phophatase. Penilitian ini juga
mengatakan bahwa berbagai komponen pada rokok dapat mengakibatkan
penurunan aktivitas enzim saliva dengan berbagai mekanisme.28,30
2.1.2.5 Efek Merokok Tembakau terhadap Kesehatan Gigi dan Mulut
Dampak yang ditimbulkan dari rokok salah satunya dapat bermanifestasi
pada organ mulut karena mulut merupakan organ pertama yang terpapar oleh
rokok, baik dari rokoknya secara langsung ataupun dari asap rokok.Kesehatan dan
kebersihan gigi dan mulut dapat dinilai dengan menggunakan indeks yang
hasilnya didapat dari pemeriksaan fisik gigi dan mulut. Terdapat beberapa indeks
yaitu Oral higiene index simplified (OHIS) adalah indeks untuk menentukan
status kebersihan mulut seseorang yang dinilai dari Debris Index (DI) dan
Calculus Index (CI) yang menunjukkan adanya sisa makanan/debris dan kalkulus
(karang gigi) pada permukaan gigi. Plaque index (PI) digunakan untuk mengukur
ketebalan plak pada permukaan gigi. Gingival index (GI) digunakan untuk menilai
keadaan gusi seseorang dengan melihat keparahan gingivitis berdasarkan warna
gusi, konsistensi dan kecenderungan untuk berdarah. Decayed, missing, and filled
teeth (DMFT) digunakan untuk melihat jumlah gigi yang berlubang, hilang dan
jumlah gigi yang ditambal.31,32
21
Pada pemeriksaan DI (Debris Indeks) digunakan untuk melihat adanya sisa
makanan(debris) yang menempel pada gigi. Kriteria untuk DI sebagai berikut:
Tabel 2.3. Kriteria Pemeriksaan Debris Index (DI)
Skor Kriteria
0 Tidak ada debris atau stain
1 Debris lunak yang menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi atau
adanya stain ekstrinsik tanpa adanya debris pada permukaan gigi
tersebut
2 Debris lunak yang menutupi lebih dari 1/3 permukaan gigi namun
tidak lebih dari 2/3 permukaan gigi
3 Debris lunak yang menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi
Kriteria Penilaian DI:33,34
0.0 – 0.6 : baik
0.7 – 1.8 : sedang
1.9 – 3.0 : buruk
Pada pemeriksaan CI (Calculus Index) kita melihat adanya kalkulus atau
karang gigi. Kriteria unutk CI yaitu:
Tabel 2.4 Kriteria Pemeriksaan Calculus Index (CI) 33,34
Skor Kriteria
0 Tidak ada kalkulus
1 Kalkulus supragingiva menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi
2 Kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 1/3 permukaan gigi namun
tidak lebih dari 2/3 permukaan gigi dan/atau terdapat sedikit/bercak
kalkulus subgingiva di servikal gigi
3 Kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi
dan/atau kalkulus subgingiva yang menutupi atau melingkari
permukaan servikal gigi
22
Kriteria Penilaian DI dan CI: 33,34
0.0 – 0.6 : baik
0.7 – 1.8 : sedang
1.9 – 3.0 : buruk
Pada pemeriksaan GI dapat dinilai adanya inflamasi gingival dengan
melihat apakah ada perdarahan atau tidak pada gigi yang diperiksa. Kriteria skor
GI adalah:
Tabel 2.5 Kriteria Pemeriksaan Gingival Index (GI) 33,34
Skor Kriteria
0 Gingiva normal
1 Inflamasi ringan, sedikit perubahan warna, sedikit edema, tidak ada
perdarahan saat penyondean (probing)
2 Inflamasi sedang, kemerahan, edema & licin mengkilat, perdarahan
saat penyondean (probing)
3 Inflamasi berat, kemerahan & edema yang jelas, ulserasi.
Kecendrungan untuk perdarahan spontan
Kriteria Penilaian GI: 33,34
0 : sehat
0.1 – 1.0 : gingivitis ringan
1.1 – 2.0 : gingivitis sedang
2.1 – 3.0 : gingivitis bera
OHIS merupakan indeks untuk menentukan keadaan kebersihan mulut
seseorang yang dinilai dari adanya sisa makanan/debris dan kalkulus (karang gigi)
pada permukaan gigi. Jadi skor OHIS merupakan penjumlahan dari DI (Debris
Indeks) dan CI (Calculus Indeks). Cara menghitung dan kriteria untuk OHIS
dalam menentukan keadaan mulut seseorang yaitu: 31,32
23
Kriteria Penilaian OHI-S:31,32
0 : sangat baik
0.1 – 1.2 : baik
1.3 – 3.0 : sedang
3.1 – 6.0 : buruk
Penelitian yang dilakukan oleh Arowojolu, dkk, menggunakan metode
potong lintang dengan membagi responden dalam 2 kelompok, yaitu kelompok
perokok dan non perokok, sebagai kontrol. Dari hasil penelitian tersebut
dilaporkan bahwa OHIS dan GI pada kelompok perokok lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok non perokok. Di Indonesia pun sudah ada
penelitian mengenai efek rokok terhadap kesehatan mulut.Menurut Arowojolu,
dkk, tingginya OHIS pada perokok berhubungan dengan fakta bahwa kandungan
pada rokok, salah satunya tar dapat menyebabkan adanya penodaan pada gigi,
dimana permukaan gigi akanmenjadi kasar dan mempercepat akumulasi plak
pada gigi yang menandakan buruknya kesehatan gigi dan mulut perokok.
Peningkatan GI menandakanadanya inflamasi pada gingival, yang ditandai dengan
adanya penurunan aliran darah gingival yang dipengaruhi oleh nikotin.35
Merokok juga dapat meningkatkan produksi sitokin proinflamasi berupa
TNF alfa, IL-1, dan PGE sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada matriks
ekstraseluler. Merokok juga dapat menyebabkan perubahan vaskularisasi gingival
yaitu dilatasi pembuluh darah kapiler yang disertai dengan akumulasi mediator
proinflamasi pada gingival. Apabila terjadi berkelanjutan, maka dapat memicu
proses inflamasi berlebih pada gingival (gingivitis). Jika terjadi terus menerus,
dapat mengakibatkan penipisan kolagen pada jaringan lunak gingival yang
terpapar serta memungkinkan juga timbulnya periodontitis.36,37
Rongga mulut yang sering terpapar oleh asap rokok dan komponen yang
terkandung di dalamnya dapat menjadi toksik bagi jaringan lunak pada sekitar
rongga mulut sehingga dapat mempengaruhi status kesehatan dan kebersihan
rongga mulut.Sedangkan dampak merokok yang terus menerus dapat
meningkatkan keparahan rusaknya jaringan periodontal. Diantaranya adalah
sebagai berikut:37,38,39
24
Poket Penambahan celah antara gigi dan gusi atau yang biasa disebut
sulkus gingival
Resesi gingival Biasanya menyertai gangguan periodontal, yaitu
periodonitis
Inflamasi gingival Derajat keparahan dari inflamasi gingival sangat
dipengaruhi oleh status oral hygiene subjek nya. Jika status oral hygiene
buruk, maka semakin tinggi kemungkinan timbulnya inflamasi gingival.
Sedangkan jika status oral hygiene baik, maka semakin rendah
kemungkinan timbulnya inflamasi gingival
2.1.3. Protein.
Asam amino di dalam suatu protein disebut residu asam amino, yang pada
salah satu ujungnya memiliki sebuah gugus amin bebas dan pada ujung lainnya
memiliki gugus karboksil bebas. Asam-asam amino akan bersatu melalui ikatan
peptida membentuk rantai polipeptida. Rantai ini berlipat-lipat melalui berbgai 21
mekanisme untuk membentuk struktur tiga dimensi dari protein. Pada protein
terdapat empat tingkat struktur yang berbeda.40
Gambar 2.5. Tingkatan Struktur Protein.
40
Pada protein terdapat empat tingkat struktur yangg berbeda (gambar 2.5).
Struktur primer suatu protein adalah urutan linear asam-asam amino dalam rantai
polipeptida.Struktur sekunder mencakup heliks-α dan lembar-β, terdiri dari
daerah-daerah lokal rantai polipeptida yang memiliki konformasi regular yang
distabilkan oleh ikatan hidrogen. Struktur tersier adalah konformasi tiga dimensi
dari keseluruhan rantai polipeptida yang mencakup heliks-α, lembar-β dan daerah
25
berbentuk globular (sferis) .Dan sebagian protein membentuk struktur kuarterner
yang merupakan konformasi tiga dimensi suatu protein multisubunit yang terdiri
dari sejumlah rantai polipeptida (atau subunit) disatukan oleh interaksi non
kovalen. 40
Protein di dalam sel berada dalam keadaan “asli” (naïve state). Panas,
asam, dan bahan lain menyebabkan protein mengalami denaturasi, yaitu
konformasi tiga dimensinya terbuka dan hilang.Dalam keadaan asli alami didalam
sel ,banyak protein yang berikatan dengan substansi lain, dari ion samai molekul
kompleks misalnya koenzim.Ligan-ligan ini penting untuk fungsi koenzim.
Muatan pada protein terutama disebabkan oleh rantai sisi residu asam amino.
Hanya gugus amino terminal-N dan gugus karboksil terminal–C yang berperan
dalam menentukan muatan, karena semua gugus α-amino dan α-karboksil lainnya
terlibat dalam ikatan peptida.40
Protein disintesis dari asam-asam amino yang disatukan bersama oleh
ikatan peptida untuk membentuk rantai linier yang disebut polipeptida. Pada
ikatan peptida, gugus α-karboksil sebuah asam amino melekat secara kovalen ke
gugus α-amino asam amino pada gambar berikut ini:40
Gambar 2.6. Ikatan Peptida antara Dua Asam Amino.
40
Secara kimia, rantai sisi asam amino sangat beragam. Pada pH faali, gugus
amino membawa sebuah proton dan bermuatan positif, sedangkan gugus karboksil
melepaskan sebuah proton dan bermuatan negatif. Selain muatan positif pada
gugus amino dan muatan negatif pada gugus karboksil, sebagian asam amino juga
membawa muatan pada rantai sisinya. Rantai sisinya dapat bersifat polar
(hidrofilik) dan dapat pula bersifat nonpolar (hidrofobik). Asam amino
berdasarkan rantai sisinya.40
2.1.4. Coomassie Dye-Binding Assay (Bradford Assay)
Bradford assay merupakan prosedur analisis spektroskopik yang
digunakan untuk menentukan konsentrasi protein total dalam cairan. Pada metode
26
ini terkandung coomassie dye berupa Brilliant Blue yang dapat berikatan dengan
protein dalam cairan asam melalui prinsip triphenylmethane group berikatan
dengan struktur nonpolar pada protein dan anion sulfonate group berikatan dengan
sisi kation pada rantai protein (contoh: sisi arginin dan lisin). Ikatan dye dengan
protein memiliki daya penyerapan dari 465 nm sampai 595 nm dengan perubahan
warna dari cokelat menjadi biru.40,41
Prosedur Bradford assay menggunakan prinsip spektrofotometri,
spektrometer digunakan untuk memproduksi sinar dengan pemilihan warna
(panjang gelombang) dan fotometer untuk menerima nilai intensitas cahaya.
Sampel protein yang akan diukur diletakkan ditengah-tengah alat tersebut. Sinar
yang ditembakkan oleh spektrometer sebagian akan diserap oleh protein dan
sebagian diterima oleh fotometer. Alat tersebut menghantarkan sinyal tegangan ke
galvanometer. Sinyal tersebut berubah sebanding dengan perubahan jumlah sinar
yang diserap yang kemudian menunjukkan angka konsentrasi dari protein yang
diukur. Kelebihan Bradford assay untuk menentukan konsentrasi protein total
dibandingkan metode lain adalah lebih cepat, langkah-langkah pencampuran lebih
sedikit, tidak membutuhkan pemanasan, dan memberikan respon colorimetric
yang lebih stabil.41
27
2.2 Kerangka Teori
Rokok
Kandungan rokok Kandungan asap rokok
Zat
kasrinogenik Nikotin Radikal
bebas
Paparan
panas dari
rokok
Aldehid
Merusak
pertahanan tuuh
↓Fungsi PMN
↓produksi IgA&IgG
Merusak
Matriks
ekstraseluler
Sitokin
proinflamasi
dan mediator
inflamasi (IL-
1TNF-α, PGE)
Berikatan
dengan –SH
group pada
molekul
Iritasi
mukosa
mulut
kemoatraktan
neutrofil
Aktivitas
enzim
pada saliva
Pelepasan granul
neutrofil (elastase
proteinase, kaptesin G)
Kerusakan sel dan
jaringan kelenjar
saliva
Memepengaruhi
salivary gland
↓Poduksi saliva
↓ Konsentrasi
protein total pada
saliva
Mempeng
aruhi
vaskularis
asi
Semakina lama
merokok dan
semakin banyak
konsumsi batang
rokok perhari
↓Poduksi protein
Durasi merokok dan jumlah batang
rokok perhari
↓konsentrasi protein plasma
Kondisi
nurtisi
buruk
Kegiatan sebelum pengambilan
sampel saliva: makan, minum,
merokok, terpapar asap rokok,
sikat gigi, obat kumur,
konsumsi obat yang
mempengaruhi produksi saliva
Kondisi nurtisi
buruk
Kerja simpatis>
parasimpatis
↓Poduksi saliva
28
2.3 Kerangka Konsep
: Variabel bebas
: Variabel diteliti
: Variabel perancu
perokok
Kandungan asap
rokok dan rokok
Kerusakan sel jaringan
kelenjar saliva
Menurun konsentrasi
protein total pada saliva
Mempengaruhi produksi
saliva
Meningkatkan resiko
penyakit mulut
Durasi merokok dan
jumlah batang rokok
perhari, kondisi nutrisi
buruk, kondisi stress,
kegiatan sebelum
pengambilan sampel
saliva: makan, minum,
merokok, terpapar asap
rokok, sikat gigi, obat
kumur, konsumsi obat
yang mempengaruhi
produksi saliva
29
2.3 Definisi Operasional
No Variabel Defenisi Pengukur Alat Ukur Cara Ukur Skala
Pengukuran
1 Protein total
saliva
Kadar protein
total yang
terdapat pada
saliva yang
tidak
distimulasi
Peneliti Microplate
reader
Bradford
Assay
Numerik
2 Status
merokok
Dikatakan
merokok jika
saat
pengambilan
saliva telah
merokok aktif
sedangkan
dikatakan tidak
merokok jika
saat
pengambilan
saliva tidak
merokok aktif
dan masuk
dalam kriteria
inklusi
penelitian
Peneliti Kuesioner
wawancara numerik
3 OHIS (Oral
Higiene
Index
Simplified )
Merupakan
indeks
untuk
menentukan
Dokter gigi
Indeks
OHIS
Pemeriksaan
fisik gigi
dan mulut
numerik
30
status
kebersihan
mulut
seseorang
berdasarkan
nilai
Debris Index
dan
Calculus
Index.
4 CI
(Calculus
Index)
Indeks yang
digunakan
untuk
melihat adanya
kalkulus atau
karang gigi
pada
permukaan
gigi.
Dokter gigi
Indeks CI Pemeriksaan
fisik gigi
dan mulut
numerik
5 DI (Debris
Index)
Indeks yang
digunakan
untuk
melihat adanya
sisa makanan
atau
debris pada
permukaan
gigi.
Dokter gigi
Indeks DI Pemeriksaan
fisik gigi
dan mulut
numerik
6 GI (Gingiva
Indeks)
Indeks yang
digunakan
untuk
menilai
Dokter gigi
Indeks GI Pemeriksaan
fisik gigi
dan mulut
numerik
31
keadaan
gusi seseorang
dengan melihat
keparahan
ingivitis
berdasarkan
warna
gusi,
konsistensi,
dan
kecenderungan
untuk
berdarah.
7 IB (Indeks
Brikman)
Merupakan
indeks
untuk
menentukan
derajat
beratnya
merokok
berdasarkan
jumlah batang
rokok yang
dihisap perhari
dan lama
merokok
dalam tahun
Peneliti kuisioner wawancara Kategorik
8 Indeks
Masa
Tubuh
(IMT)
Merupakan
indeks yang
menentukan
status gizi
yang diambil
Peneliti Kuisioner Wawancara Kategorik
32
dari
perhitungan
berat badan
dengan tinggi
badan dan
disesuaikan
dengan IMT
Asia Pasifik
9 Jenis rokok
kretek
Jenis rokok
yang terbuat
dari tembakau
atau cengkeh
Peneliti Kuisioner Wawancara Numerik
10 Jenis rokok
bukan
kretek
Semua jenis
rokok selain
jenis kretek
seperti rokok
filter, herbal
dan lainnya
Peneliti Kuisioner Wawancara Numerik
33
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
- Penelitian ini merupakan penelitian analitik bivariat tidak berpasangan
dengan desain penelitian potong lintang.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
- Penelitian dilakukan selama bulan Desember 2014 –Agustus 2015 dan
pengukuran kadar protein total dilakukan di Medical Research
Laboratory, dan biokimia Laboratory Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.3 Kriteria Subjek Penelitian
Kriteria inklusi:
Laki-laki
Usia 20 – 55 tahun bersedia menandatangi lembar infomed consent
Kriteria subjek perokok.
- Perokok aktif saat pengambilan sampel saliva
Kriteria subjek non-perokok
- Pernah merokok namun tidak merokok sejak 5 tahun yng lalu
Kriteria Ekslusi:
Sedang berpuasa pada saat pengambilan saliva
Tidak dapat berpartisipasi karena keadaan psikolois yang buruk (gaduh
gelisah,agitasi,nutrisi buruk)
Memiliki riwayat penyakit sistemik yang berhubungan dengan kelenjar
saliva (seperti DM,HIV,gagal ginjal,tumor)
Mengkonsumsi alkohol dan NAPZA
Saat pengambilan saliva, partisipan mengkonsumsi obat yang dapat
mempengaruhi konseentrasi saliva
34
3.4 Besar Sampel
Besar sampel dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus besar
sampel penelitian analitik tidak berpasangan dengan variabel numerik yakni
sebagai berikut:
Keterangan:
Zα = kesalahan tipe I sebesar 5% = 1,645
Zβ = kesalahan tipe II sebesar 20% = 0,842
(X1 – X2) = selisih minimal yang dianggap bermakna = 9
S = Sg = standar deviasi, diperoleh dengan rumus:
Sg = standar deviasi gabungan
S1 = standar deviasi kelompok 1 pada penelitian sebelumnya
n1 = besar sampel kelompok 1 pada penelitian sebelumnya
S2 = standar deviasi kelompok 2 pada penelitian sebelumnya
n2 = besar sampel kelompok 2 pada penelitian sebelumnya
Hasil perhitungan:
(Sg)2 = [ 20,9
2 x (100 – 1) + 17
2 x (100 – 1)]
100 + 100 – 2
= 42344,19 + 28611
198
Sg = �362,905
Sg = 19
Setelah dimasukkan kedalam rumus:
N = 2 {(1,645 + 0,842) 19}2
{9}2
N = 55,12
35
Dengan demikian, berdasarkan data penelitian Kotle dkk tahun 2012, minimal
besar sampel pada penelitian ini sebanyak 55 orang untuk setiap kelompok. Pada
penelitian ini terdapat 4 variabel yang mempengaruhi kadar protein total saliva
yang tidak dapat dikontrol dengan kriteria eksklusi, sehingga berdasarkan rule of
ten yaitu jumlah variabel yang mempengaruhi kadar protein total saliva yang tidak
dapat diekskusi dikalikan degan 10, dibutuhkan 40 sampel untuk setiap kelompok.
Untuk menentukan besar sampel pada penelitian ini adalah dengan
membandingkan antara jumlah besar sampel berdasarkan rumus besar sampel
penelitian analitik dan dengan rule of ten, lalu diambil angka sampel terbesar,
sehingga pada penelitian ini besar sampel yang dubutuhkan adalah 55 sampel
untuk setiap kelompok.
3.5 Alat dan Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan antara lain saliva perokok dan non-
perokok; pengawet protein PSMF; reagen Bradford; protein standar BSA (Bovine
Serum Albumine) 2000 μg/mL; buffer atau pelarut PBS (Phosphate Buffered
Saline); dan aluminium foil.
Alat penelitian yang digunakan antara lain botol sampel; coolbox berisi es
batu; centrifuge; microplate (96 plate well); alat vortex; alat spin down; plate
shaker; microplate reader; micro pippette dan tip; dan multichannel pipette.
3.6 Cara Kerja Penelitian
Menentukan subjek penelitian sesuai dengan kriteria inklusi
Mendapatkan informed consent dari subjek penelitian, pengisian kuisioner
serta memberikan penjelasan kepada subjek mengenai prosedur pengambil
saliva
Pemeriksaan gigi dan mulut responden untuk mengetahui status DMFT
(decayed, missing, filled teeth) score, GI (gingival index), PI
(plaque index), DI (debri index), CI (calculus index), dan OHIS (oral higie
ne index simplified), dilakukan oleh dokter gigi pembimbing.
36
Gambar 3.1. Pemeriksaan Gigi dan Mulut Subjek
Pengambilan sampel saliva sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam botol sam
pel. Saliva dikumpulkan antara pukul 09.00-11.00 pagi untuk meminimalis
ir efek sirkadian dan kurang-lebih 2jam setelah subjek makan dan mencuci
mulut. Sampel saliva langsung dimasukkan ke dalam coolbox berisi es.
Sampel di sentrifugasi pada 3000 rpm selama 5 menit.
Gambar 3.2. Sentrifugasi Sampel Saliva
Lalu bagian supernatannya diambil sebanyak 900 μl, ditambahkan PSMF
100 μl sebagai pengawet protein, dan disimpan dalam suhu -20oC hingga
waktu pengujian.
Gambar 3.3. Larutam PSMF
Melakukan uji kadar protein total menggunakan Bradford assay
- Membuat larutan standar kaliberasi yaitu 2000 μg/ml BSA
37
(Bovine Serum Albumine) dalam pelarut PBS, dilakukan 6 kali pengen
ceran menggunakan 7 tube dengan cara: mengisi tube kedua hingga
ketujuh.
- Lalu diambil 50 μl BSA dari tube pertama ke tube kedua, setelah itu
tube kedua di vortex. Lalu diambil 50 μl dari tube kedua ke tube ketiga
setelah itu tube ketiga di vortex dan di spin down. Begitu seterusnya hi
ngga tube ketujuh. Dihasilkan 7 tube larutan standar pada konsentrasi
2000 μg/ml, 1000 μg/ml, 500 μg/ml, 250 μg/ml, 125 μg/ml, 62.5 μg/m,
dan 31.25 μg/ml.
Gambar 3.4. Alat Vortex
- Memasukkan 10 μl larutan standar kaliberasi di atas ke dalam
microplate dari sumur pertama hingga ketujuh. Sumur kedelapan diisi
dengan 10 μl PBS sebagai kontrol (pelarut).
- Memasukkan masin-masing 10 μl hasil sentrifugasi sampel saliva ke d
alam sumur microplate lainnya.
Gambar 3.5. Microplate
- Menambahkan 200 μl reagen Bradford ke dalam 10 μl larutan standar
d dan samel pada microplate menggunakan multichannel pipette. Kem
udian dicampur dengan plate shaker selama 30 detik, lalu diinkubasi
38
selama 10 menit pada suhu ruangan.
Gambar 3.6. Reagent Bradford
- Dilihat perubahan warna yang terjadi dari coklat menjadi biru.
Gambar 3.7. Perubahan Warna Sampel Protein
- Diukur absorbansinya dalam microplate reader dengan panjang gelombang 595
nm.
Gambar 3.8. Microplate Reader
- Menentukan konsentrasi protein total dengan cara bradford assay sesuai
protokol yang tertulis pada kemasan.
3.7 Managemen dan Analisis Data
Data hasil pengukuran kadar protein total pada saliva responden dan data
dari kuisioner yang telah didapatkan dikumpulkan kemudian dimasukkan ke
39
dalam komputer dan dianalisis menggunakan software SPSS v21. Data yang
diperoleh dianalisa secara deskriptif untuk mengetahui rerata dan standar deviasi.
Normalitas distribusi data di uji dengan Uji Shapiro Wilk karena jumlah sampel
kurang dari 50 untuk kelompok non-perokok sedangkan mengunakan uji
Kolmogorov-Smirnov karena jumlah sampel lebih dari 50 untuk kelompok
perokok.
Uji hipotesis untuk membandingkan kadar protein total pada perokok
dengan non-perokok diuji dengan menggunakan uji unpaired t-test dan untuk data
dengan distribusi data tidak normal diuji dengan menggunakan uji Mann Whitney.
Dilihat nilai p value, nilai p<0.05 menunjukkan terdapat perbedaan signifikan
kadar protein total pada saliva perokok dibandingkan dengan non-perokok.
3.8 Alur Penelitian
Pembuatan proposal
penelitian
Ethical clearance dari komisi
etik
Pemilihan subjek penelitian
Informed consent kepada
subjek penelitian
Pengambilan sampel saliva
dan pemeriksaan gigi dan
mulut
Sentrifugasi saliva dan
pengambilan supernatan
Penentuan kadar protein total
menggunakan Bradford assay
Pengolahan Data
40
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Hasil Penelitian
Penelitian perbedaaan kadar protein total saliva dengan dengan bradford
assay pada subjek perokok dan non-perokok yang dilakukan terhadap
masyarakat sekitar Ciputat, Tangerang Selatan dengan melibatkan 86 sampel
yang terdiri dari, 55 orang laki-laki perokok dan 31orang laki-laki non
perokok.
4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik dari 86 subjek penelitian ini meliputi usia, pendidikan, dan
IMT seperti terlihat pada tabel 4.1 dibawah ini.
Tabel 4.1 Karakteristik subjek penelitian (n=86)
Karakteristik
Perokok Non Perokok
Jumlah
(55)
Presentase
(%)
Jumlah
(31)
Presentase
(%)
Usia
17-24 tahun 0 0 3 9,7
25-34 tahun 5 9,1 8 25,8
35-44 tahun
45-55 tahun
22
28
40,0
50,9
10
10
32,3
32,3
Median 43,44±5,86 37,42±9,94
Pendidikan
Tidak sekolah
SD
2
8
3,6
14,5
1
1
3,2
3,2
SMP 13 23,6 5 16,1
SMA 30 54,5 18 58,1
Perguruan Tinggi 2 3,6 6 19,4
IMT
Kurang(<18,5) 13 23,63 3 9,7
Normal(18,5-22,9) 12 21,81 6 19,4
Overweight(23-24,9)
Obesitas I(25-29,9)
1
14
1,81
25,45
9
12
29
38,7
Obesitas II(>=30) 15 27,3 1 3,2
Median
25,2±7,83 24,4±3,65
41
Hasil tabel 4.1 diatas menunjukkan jumlah perokok terbanyak pada
kelompok usia 45-55 tahun yaitu sebesar 28 (50,9%) subjek sedangkan jumlah
non-perokok terbanyak pada kelompok usia 35-44 tahun dan 45-55 tahun yaitu
sebesar 10 (32,3%) subjek. Hasil perhitungan statistik didapatkan sebaran usia
subjek non-perokok pada penelitian ini tidak normal sehingga digunakan nilai
median dan nilai minimum-maksimum dengan rerata usia subjek perokok adalah
43,44 tahun, sedangkan rerata usia subjek non-perokok adalah 37,42 tahun.
Berdasarkan status pendidikan, jumlah perokok terbanyak sebesar 30 (54,5%)
subjek pada tingkat lulusan pendidikan SMA, sedangkan jumlah non-perokok
terbanyak sebesar 18 (58,1%) subjek pada tingkat lulusan pendidikan SMA.
Sedangkan jika diamati dari data Indeks Masa Tubuh (IMT) jumlah perokok
dengan IMT obesitas II (>30) sebanyak 15 (27,3%) subjek, sedangkan jumlah
non-perokok dengan IMT obesitas I (25-29,9) sebanyak 12 (38,7%) subjek.
Tabel 4.2 Data Pelengkap Karakteristik Subjek
Jumlah (n) Presentase (%)
Jumlah Rokok Perhari
<10 batang 13 22,8
11-20 batang 27 47,4
>20 batang 15 26,3
Rerata ± SD 12(2-40)*
Lama Merokok
<5 tahun 5 8,8
6-10 tahun 5 8,8
>10 tahun 45 78,9
Rerata ± SD 21,78±10,55
Indeks Brikman
Ringan 21 36,8
Sedang 21 36,8
Berat 13 23,6
Hasil tabel 4.2 menunjukkan berdasarkan jumlah rokok pada kelompok
perokok perhari nya terbanyak mengkonsumsi sekitar 11-20 batang rokok dengan
jumlah 27 (47,4%) subjek. Sedangkan lama nya merokok pada kelompok perokok
terbanyak lebih dari 10 tahun merokok dengan jumlah 45 (78,9%) subjek.
Sedangkan hasil dari Index Brikman pada kelompok perokok dengan kriteria
sedang (200-599) dengan jumlah 21 (36,8%) subjek.
42
4.1.2 Status Kesehatan Gigi dan Mulut Subjek Penelitian
Tabel 4.3 Oral Hygiene Index dan Skor OHIS
Karakteristik Perokok
(55)
Non-perokok
(31)
p value
Debris Index 1(0,33-1,67)* 0,83(0,17-1,5)* 0,083
Calculus Index 1,67(0,82-2,83)* 1,67(0,33-2,33)* 0,048**
Gingival Index 1,17(0,33-2,33)* 1,17±0,50 0,960
OHIS 2,64±0,64 2,24±0,80 0,014**
*= median (minimum-maximum)
**= p value signifikan
Tabel 4.3 diatas menunjukkan terdapat perbedaan bemakna antara calculus
Index (CI) dan Oral Hygiene Index Simpified (OHIS). Sedangankan pada Debris
Indeks (DI) dan Gingival Indeks (GI) tidak terdapat perbedaan bermakna dengan
p value 0,083 dan 0,960 namun terdapat nilai maksimum lebih tinggi pada
kelompok perokok dengan non-perokok sebesar (1,67:1,5) dan (2,33:0,50).
4.1.3 Konsentrasi Protein Total pada Saliva Subjek Penelitian
Hubungan status merokok dan Indeks Brikman dengan Kadar Protein Total
Saliva pada perokok dan non-perokok dapat terlihat pada tabel 4.4 berikut.
Tabel 4.4 Hubungan status merokok dan Indeks Brikman dengan Kadar
Protein Total Saliva
Jumlah (n) Presentase
(%)
p value
Status merokok Perokok 55 64,0 ≤ 0,01
Non-perokok 31 36,0
Indeks Brikman Non-perokok 31 36,0
Ringan 21 24,4 ≤ 0,01
Sedang 21 24,4
Berat 13 15,1
Hasil pengukuran kadar protein total saliva yang tidak distimulasi pada
subjek penelitian perokok dan non-perokok menunjukkan hasil yang berbeda.
Kadar protein total saliva pada subjek perokok lebih rendah dibandingkan
subjek non-perokok non-perokok. Setelah dilakukan uji statistik pada kadar
protein total saliva perokok (mean=0,8813; sd=0,36395) dan non-perokok
(mean=1,2526; sd=0,36792) didapatkan hasilnya (T-test unpaired p≤0,01)
43
yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara kadar protein
total saliva perokok dan non-perokok. Sedangkan pada indeks brikman
didapatkan hubungan yang bermakna antara indeks brikman dengan kadar
protein total saliva (Jonckheere-Trpstra p<0,05). Analisis Post Hoc pada
variabel indeks brikman menunjukkan kelompok perbedaan bermakna
(non-perokok vs perokok ringan, Mann-Whitney p≤0,01), (non-perokok vs
perokok berat Mann-Whitney p =0,018) dan (non-perokok vs pekokok berat,
Mann-Whitney p≤0,01).
4.2 Pembahasan
Penelitian analitik bivariat ini, terdapat 55 subjek laki-laki perokok dan 31
laki-laki non-perokok. Ada beberapa hasil penelitian yang berbeda dengan data
Rikerdas 2013 yaitu status perokok aktif di Indonesia tertinggi pada kelompok
usia 30-34 tahun (33,4%) dibanding kelompok usia 45-55 tahun (31,4%), dan
status non-perokok di Indonesia tertinggi pada kelompok usia 15-19 tahun
(7,1%) dibanding kelompok usia 35-44 tahun (5,4%). Sedangkan hasil yang
bersesuaian dengan Rikerdas 2013 yaitu pada tingkat pendidikan formal, subjek
perokok terbanyak berpendidikan terakhir SMA yaitu sebesar 28,7% dan subjek
non-perokok terbanyak berpendidikan terakhir SMA yaitu sebesar 6,6%, dan
sebagian besar kelompok perokok pada penelitian ini telah merokok lebih dari
10 tahun (45%) dengan jumlah rokok 11-20 batang perhari (47,4%). Data ini
bersesuaian dengan data Riskesdas tahun 2013 dimana paling banyak jumlah
rokok yang dikonsumsi perhari yaitu 11-20 batang.2
Dampak yang ditimbulkan dari rokok salah satunya dapat bermanifestasi
pada organ mulut karena mulut merupakan organ pertama yang terpapar oleh
rokok, baik dari rokoknya secara langsung ataupun dari asap rokok. Rokok dapat
mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut melalui berbagai mekanisme seperti
dapat menurunkan aliran darah ke gingiva, mensupresi sistem imun,
mengganggu keseimbangan lingkungan mulut dan komponen inorganik pada
saliva sehingga memungkinkan kolonisasi bakteri pada rongga mulut dan
meningkatkan pembentukan plak dan calculus pada gigi. Kesehatan dan
44
kebersihan gigi dan mulut dapat dinilai dengan menggunakan indeks yang
hasilnya didapat dari pemeriksaan fisik gigi dan mulut. Terdapat beberapa
indeks yaitu OHIS adalah indeks untuk menilai status kebersihan mulut
seseorang yang dilihat dari Status kesehatan gigi dan mulut pada subjek
penelitian ini diukur dengan melihat nilai OHIS, DI, CI, dan GI setelah
dilakukan pemeriksaan fisik gigi dan mulut. Secara umum, status kesehatan gigi
dan mulut pada subjek perokok lebih buruk dibandingkan subjek non-perokok,
dilihat dari nilai OHIS, DI, CI, dan GI yang lebih tinggi pada subjek perokok
dibanding subjek non-perokok dan hasil ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Meddipati dan Kotle tahun 2012.7,31,32
Berdasarkan hasil dari tabel 4.3 juga menunjukkan bahwa nilai calculus
median terdapat perbedaan lebih tinggi pada subjek perokok dibanding dengan
subjek non-perokok. Hal tersebut sesuai dengan penelitian sebelumnya bahwa
skor calculus pada perokok lebih tinggi dibanding subjek non-perokok.
Terjadinya peningkatan skor calculus tersebut dapat disebabkan oleh efek panas
dari rokok yang mengakibatkan kerusakan lokal pada dinding mukosa mulut
sehingga dapat merubah vaskularisasi di sekitar rongga mulut. Timbulnya plak
juga dapat diakibatkan oleh penurunan antibodi pada saliva dan peningkatan
jumlah bakteri anaerob pada rongga mulut. Akumulasi plak tersebut dapat
meningkatkan resiko gingivitis dan periodontitis pada perokok. Secara
keseluruhan, status kebersihan mulut dan gigi lebih buruk pada subjek perokok
dibanding dengan subjek non-perokok. Dapat dilihat dari nilai OHIS, DI, CI, dan
GI, setelah dilakukan pemeriksaan fisik gigi dan mulut pada subjek perokok lebih
tingga jika dibandingkan dengan non-perokok. Rokok dapat menyebabkan efek
lokal terpaparnya mukosa mulut sehingga status kebersihan mulut dan gigi
perokok lebih buruk jika dibandingkan dengan non-perokok.34,39
Penelitian yang dliakukan oleh fujinami 2009 menyatakan terdapat
penurunan bermakna kadar protein total pada saliva tikus pada hari ke 15 paparan
asap rokok, jika dibandingkan dengan tikus kontrol hal ini mungkin disebabkan
oleh efek rokok yang dapat menurunkan kerja beberapa protein seperti enzim
amilase, namun disisi lain rokok dapat meningkatkan kadar protein lain seperti
enzim peroksidase, dan hal ini telah dibuktikan dalam penelitiannya.6,7,28,30
45
Penurunan kadar protein total pada saliva subjek perokok mengarah pada
penurunan kadar immunoglobulin dan enzim-enzim yang berkerja pada saliva
serta penurunan glutathione yang berperan sebagai antioksidan utama pada mulut.
Komponen aldehid pada asap rokok dapat berikatan dengan –SH group yang ada
pada protein saliva dan menurunkan fungsinya. Terjadinya penurunan kadar
protein total pada saliva dapat berakibat pada kerusakan jaringan dan peningkatan
risiko infeksi pada rongga mulut sehingga meningkatkan risiko penyakit mulut
pada perokok. Oleh karena itu, saran terbaik bagi subjek perokok pada penelitian
ini untuk menghindari penyakit mulut dan penyakit sistemik adalah dengan
berhenti merokok, dengan berhenti merokok glutathione yang sebelumnya
terinhibisi akibat rokok dapat kembali kadarnya dan menjalankan fungsi sebagai
antioksidan yang melindungi rongga mulut.28,29
4.3 Aspek Keislaman
Dalam Al-Quran surah Al-Baqoroh ayat 195 allah berfirman :
Artinya: “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah
kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah,
karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”.( Al-
Baqoroh ayat 195)
Ayat alquran diatas menjelaskan kita sebagai hamba allah disuruh untuk
menjauhi perbuatan merusak diri atau mengarah pada bunuh diri. Disarankan
pada subjek perokok untuk menjauhi rokok karena perbuatan tersebut salah
satu merusak diri karena rokok dapat mempengaruhi kesehatan gigi dan
mulut melalui berbagai mekanisme seperti dapat menurunkan aliran darah ke
gingiva, mensupresi sistem imun, mengganggu keseimbangan lingkungan
mulut dan komponen inorganik pada saliva sehingga memungkinkan
kolonisasi bakteri pada rongga mulut dan meningkatkan pembentukan plak
dan calculus pada gigi.
46
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Pada penelitian ini didapatkan peran rokok mempengaruhi nilai rerata
konsentrasi protein total pada kelompok perokok (mean = 0,8813; sd = 0,36395)
lebih rendah dibanding non-perokok (mean = 1,2526; sd = 0,36792) dan terdapat
perbedaan bermakna secara statistik dengan nilai p < 0,05.
5.2 Saran
1. Diperlukan penelitian selanjutanya dengan penambahan jumlah sampel
lebih banyak pada kelompok perokok dengan Indeks Brikman sedang
sampai berat sehingga efek dari rokok lebih terlihat.
2. Diperlukan penelitian lanjutan untuk mendeteksi protein spesifik saliva
yang menurun atau meningkat akibat efek rokok.
47
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. Tobacco, Key Facts. [internet].; 2013. diunduh tanggal 22 mei
2015. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs339/en/.
2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia [internet].; Riset Kesehatan
Dasar Tahun 2013.Balai Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan.Kementrian Republik Indonesia. Diunduh tanggal 22 mei 2015.
Available from. http://www.rikerdas.litbang.go.id
3. Tery Martin 2012. Harmfull Chemical in Cigarette. Diunduh tanggal 22
mei 2015. Available from http://quitsmoking.about.com
4. Gerard Tortora.The Digestive In: Gerard J Tortora,Bryan Derrickson,
editor. Principles of Anatomy and Physiology.12 th edition.us.Jhon Wiley
& Sons.Inc:2009.P 929-931
5. Fredic Hmartini,Judi L, editors. Fundamentals of Anatomy and
Physiology. 9th Edition. US: Pearson; 2012.
6. Fujinami Y, Fukui T, Nakano K, Ara T, Fujigaki Y, Imamura Y, et al. The
effects of cigarette exposure on rat salivary proteins and salivary glands.
NCBI. 2009 June 9;15(7):466-741.
7. Abhay P. Kolte, Rajashri A. Kolte, Rashmi K. Laddha. Effect of smoking
on salivary composition and periodontal status. NCBI. 2012 July-
September;16(3):350–353.
8. Sherwood ,L. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. 7th ed. Jakarta: EGC;
2011: p. 650-651.
9. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Jakarta:
Elsevier; 2006: p. 792-794
10. Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran. 22nd ed. Jakarta: EGC; 2008.
11. Feneis H, Dauber W. Pocket Atlas of Human Anatomy. 4th ed. Stuttgart:
Thieme; 2000: p. 208-210.
12. Baehr M & Frotscher M.Diagnosis Topik Neurologi DUUS.4 th
ed.Jakarta:EGC:2012 : P.195-197
13. Fawles,J et al. The Chemical Constituent in Cigarette and Cigarette Smoke
New Zealand:New Zealand Ministry of Health:2000
48
14. Almeida PDVd, Gregio AMT, Machado MAN, Lima AASd, Azevedo LR.
Saliva Composition and Functions: A Comprehensive Review. The
Journal of Contemporary Dental Practice. 2008 March; 9(3): p. 3-7
15. Helen Whelton. Saliva and oral health, introduction: the anatomy and
physiology of salivary glands. 1st Edition. London: British Dental
Association; 1996; p 10-13.
16. J.A. Loo, W. Yan, P. Ramachandran, D.T. Wong. Comparative human
salivary and plame proteomes. NCBI. October 2010;89(10):1016–1023.
17. Gondodiputro,Sharon.Bahaya Tembakau dan Bentuk-Bentuk Sediaan
Tembakau.Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran:Bandung;2007
18. Sitepoe, M.Kekhususan Rokok Indonesia. Jakarta : Gramedia Widiasarana
Indonesi; 2000
19. Indrayan A, Kumar R, Dwivedi S. A Simple Index of Smoking. COBRA
2008;40: p 1-20
20. Smoking Cessation [Internet]. Harmful Chemicals in Cigarettes. US; Tery
Martin; [diunduh tanggal 23 Agustus 2015]. Available from:
http://quitsmoking.about.com.
21. Reibel J. Tobacco and Oral Diseases. Update on the Evidence, with
Recommendations. 2001 October: p. 22-28.
22. Pedersen AM. Saliva. University of Copenhagen, Odontology; 2007.
23. Kumar Cotran. Paru dan Saluran Napas Atas. In: Vinay Kumar, Ramzi S.
Cotran, Stanley L. Robbins, editors. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 7.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007. p. 515-518.
24. Mulki Shaila, G. Prakash Pai, Pushparaj Shetty. Salivary Protein
Concentration, Flow Rate, Buffer Capacity and pH Estimation: a
Comparative Study Among Young and Elderly Subjects, Both Normal and
with Gingivitis and Periodontitis. India: Departement of Oral Pathology
and Microbiology, Dental Collage and Hospital Kurunjibag. Jurnal of
Indian Society of Periodontology. 2012 September 12;17:42-46.
25. Miki Ojima, Takashi Hanioka. Destructive effects of smoking on
molecular and genetic factors of periodontal disease. BioMed Central.
2010; p 1-8.
49
26. B. Zappacosta, etal. Inhibition of salivary enzymes by cigarette smoke and
the protective role of glutathione. Human and Experimental Technology.
2002; p 1-7
27. Avşar A, Darka O, Bodrumlu EH, Bek Y. Evaluation of the relationship
between passive smoking and salivary electrolytes, protein, secretory IgA,
sialic acid and amylase in young children. NCBI. 2009 February
26;54(5):457-463.
28. Afsaneh Rezaei & Reyhaneh Sariri. Periodontal Status, Salivary Enzymes
and Flow Rate in Passive Smokers. Iran: Department of Microbiology,
Lahijan Branch, Islamic Azad University. 2011;Pharmacologyonline
3:462-476.
29. Basavaraj Kallapur, Karthikeyan Ramalingam, Bastian, Ahmed Mujib,
Amitabha Sarkar, Sathya Sethuraman. Quantitative estimation of sodium,
potassium and total protein in saliva of diabetic smokers and nonsmokers:
A novel study. NCBI. 2013 July-December;4(2):341–345.
30. Notohartojo IT, Halim FXS. Gambaran kebersihan mulut dan gingivitis
pada murid sekolah dasar di Puskesmas Sepatan, Kabupaten Tangerang.
MediaLitbang Kesehatan. 2010; 10(4).
31. Muller HP. Periodontology : the essentials New York: Thieme; 2005.
32. Sasea A,Lumpus BS,Gambaran status kebersihan rongga mulut dan status
gingiva pada masiswa gigi ynag bejejal.Jurnal e-Gigi FK Unsrat 2013
maret;1(1);5-28.
33. Mullally et al. 2004. The Influence of Tobacco Smoking on the Onset of
Periodontitis in Young Persons. Tobacco Induced Diseases 2004. 2: 53-65
34. Arowojolu MO, Fawole OI, Dosumu EB, Opeodu OI. A comparative
study of the oral hygiene status of smokers and non-smokers in Ibadan,
Oyo state.Nigerian Medical Journal. 2013 Agustus; 54(4).
35. Kusuma ARP. Pengaruh Rokok Terhadap Kesehatan Gigi dan Mulut.
Majalah Ilmiah Sultan Agung. 2011 Juli; 49.
36. Sham A et al. The effects of tobacco use on oral health. Hong Kong Med
J. 2003.9 : 271-7
50
37. Zitterbart PA et al. Association between cigarette smoking and the
prevalence of dental caries in adult males. Gen Dent 1990. 38 (6): 426-31
38. Warnakulasuriya et al. 2010. Oral Health Risk of Tobacco Use and Effects
of Cessation. International Dental journal 2010;60:7-3
39. Rex Lovrien, Daumantas Matulis. Current Protocols in Protein science:
Assays for Total Protein. US: John Wiley & Sons, Inc; 1995; Basic
Protocol 5: p. 10-11.
40. Thermo Scientific [Internet]. Instruction: Coomassie Plus (Bradford)
Assay Kit. USA: Pierce Biotechnology; p. 2-7; [cited 2013 July 15].
Available from: www.thermo.com/pierce.
51
LAMPIRAN 1
FORMULIR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN
Judul Penelitian:
Peran Rokok Terhadap Kadar Protein Total Saliva dengan Bradford Assay
Peran Rokok Terhadap pH Saliva
Peran Rokok Terhadap Ion Kalsium Saliva
Peran Rokok Terhadap Salivary Flow Rate Saliva
Perbandingan Kualitas Hidup Pada Perokok dan Non-Perokok
Peneliti Utama:
drg. Laifa Annisa Hendarmin, PhD
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah, Jl. Kertamukti
Pisangan Ciputat, Jakarta 15419, Telepon: 021-74716718, 021-7401925
Kontak pada keadaan darurat:
Peneliti Utama : drg. Laifa Annisa Hendarmin, PhD (0817-0710263)
Anda diminta untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Partisipasi Anda bersifat sukarela,
dalam arti Anda bebas untuk turut serta atau menolaknya. Anda juga bebas berbicara
karena kerahasiaan Anda terjamin.
Sebelum membuat keputusan, Anda akan diberitahu detail penelitian ini berikut
kemungkinan manfaat dan risikonya, serta apa yang harus Anda kerjakan. Tim peneliti
akan menerangkan tujuan penelitian ini dan memberikan formulir persetujuan untuk
dibaca. Anda tidak harus memberikan keputusan saat ini juga, formulir persetujuan dapat
Anda bawa ke rumah untuk didiskusikan dengan keluarga, sahabat atau dokter Anda.
Jika Anda tidak memahami apa yang Anda baca, jangan menandatangani formulir
persetujuan ini. Mohon menanyakan kepada dokter atau staf peneliti mengenai apapun
yang tidak Anda pahami, termasuk istilah-istilah medis. Anda dapat meminta formulir ini
dibacakan oleh peneliti. Bila Anda bersedia untuk berpartisipasi, Anda diminta
menandatangani formulir ini dan salinannya akan diberikan kepada Anda.
Apa tujuan penelitian ini?
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui keadaan rongga mulut para pria perokok dan non-
perokok dan mengukur salivary flow rate, derajat keasaman, kadar ion kalsium, kadar
protein total pada salivanya.
Mengapa saya diminta untuk berpartisipasi?
Anda diminta berpartisipasi karena Anda telah merokok rutin selama minimal 5 tahun
dan telah memenuhi kriteria penelitian ini atau sebagai kelompok kontrol yang tidak
pernah merokok sama sekali.
Berapa banyak orang yang mengikuti penelitian ini?
Lima puluh perokok dan lima puluh non-perokok akan mengikuti penelitian ini.
Di mana penelitian akan berlangsung?
Penelitian akan dilakukan di Medical Research Laboratory, Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN SyarifHidayatullah Jakarta.
52
Apa yang harus saya lakukan?
Jika memenuhi kriteria, Anda akan diikutkan dalam penelitian. Jika Anda setuju untuk
mengikuti penelitian, maka Anda harus mengikuti seluruh prosedur penelitian termasuk
mengisi rekam medis, pemeriksaan fisik, gigi dan mulut, dan pengumpulan saliva.
Pengisian Rekam Medis untuk mengumpulkan informasi
Anda akan mengisi rekam medis dengan sejumlah pertanyaan untuk mengetahui data
pribadi, mengenai kesehatan dan kesejahteraan, jumlah rokok yang dikonsumsi,
kebiasaan mengenai pola makan dan menjaga kebersihan rongga mulut serta, mengenai
keluhan di rongga mulut.
Pemeriksaan fisik dan gigi mulut
Anda akan menjalani pemeriksaan fisik berupa pengukuran berat badan dan tinggi badan.
Untuk pemeriksaan gigi mulut untuk mengetahui adanya kelainan rongga mulut berupa
radang gusi, kerusakan jaringan penyangga gigi, gigi berlubang, infeksi jamur rongga
mulut, sudut bibir pecah-pecah & meradang, sindroma mulut terbakar, serta pengukuran
banyaknya ludah yang dihasilkan dan derajat keasaman saliva (ludah).
Pengumpulan saliva
Anda akan diminta untuk mengumpulkan ludah selama kurang lebih 5 menit didalam
mulut, lalu meludahkannya kedalam tabung steril. Ludah Anda akan dikumpulkan kurang
lebih sebanyak 1 ml.
Pengisian Kuisioner SF-36
Anda akan diminta untuk mengisi kuisioner pengukuran skor kualitas hidup. Di dalam
kuisioner
tersebut terdapat 36 poin pertanyaan. Silahkan diisi sesuai dengan keadaan yang sebenar-
benarnya, sesuai dengan keadaan yang dirasakan oleh Anda.
Berapa lama saya harus menjalani penelitian ini? Dapatkah saya berhenti dari
penelitian sebelum waktunya?
Penelitian ini akan memakan waktu maksimal 1.5 jam dengan rincian, 30 menit untuk
mengisi rekam medis, 30 menit pemeriksaan fisik dan gigi mulut, 15 menit untuk
pengumpulan ludah dan 15 menit untuk pengisian kuesioner.
Akankah saya mendapat kompensasi?
Anda akan menerima souvenir dari Tim Peneliti untuk serangkaian penelitian ini.
Souvenir ini diberikan sebagai tanda terima kasih atas partisipasi Anda dalam penelitian
ini. Anda juga dapat berkonsultasi masalah gigi, mulut dan kesehatan secara umum
kepada dokter dan dokter gigi.
Siapa yang dapat saya hubungi bila mempunyai pertanyaan, keluhan, atau bertanya
tentang hak-hak saya sebagai subyek penelitian?
Jika Anda memiliki pertanyaan maupun keluhan berkaitan dengan partisipasi Anda atau
hak- hak sebagai subyek penelitian, Anda dapat menghubungi Peneliti Utama pada nomor
telepon yang tercantum di halaman pertama formulir ini, jika anggota tim peneliti tidak
dapat dihubungi.
Ketika Anda menandatangani formulir ini, Anda setuju untuk berpartisipasi dalam
penelitian ini. Ini berarti Anda sudah membaca informed consent, pertanyaan Anda telah
dijawab, dan Anda memutuskan untuk berpartisipasi.
Nama Partisipan Tanda tangan Tanggal
53
DATA PRIBADI
Nama
TTL
:
:
……………………………………...
........................................
Jenis
Kelamin:
L /
P
Alamat : ......................................................................................................................................
Telepon
Berat Badan
Tinggi
Badan
IMT
:
:
:
:
........................
................. kg
................. cm
........... (diisi peneliti)
HP: ……………......
Pekerjaan
Penghasilan
1. <1.500.000
Pendidikan
:
per
:
........................
Bulan:
2. 1.500.000-2.500.000
SD/SMP/SMA/D3/S1/S2/S3/..
Status Pernikahan:
Agama
:
3. 2.500.000-3.500.000
…………….
…………….
4. >3.500.000
PENYAKIT SISTEMIK : (jawab dengan ADA atau TIDAK ADA dan obat-obatan)
Hepatitis B/C :
HIV :
TBC :
Diabetes Mellitus :
Hipertensi :
RIWAYAT GIGI DAN MULUT
Kunjungan ke dokter gigi : 1. Pernah; jika pernah kunjungan terakhir pada ......
2. Tidak Pernah.
Jenis perawatan : ..................................... (jika pernah periksa ke dokter gigi)
Frekuensi & waktu sikat gigi : ....... Kali/hari; pagi / siang / sore / malam
Penggunaan obat kumur : Ya / Tidak; ........ kali/hari; Merek.............
Keluhan mulut kering : Ya / Tidak; Sejak ............. hari/minggu/bulan/tahun
Asupan air putih/hari : ...... Gelas
FREKUENSI MEROKOK
1. Apakah anda hampir setiap hari merokok:
1) Ya
2) Tidak, berapa hari dalam seminggu anda merokok …………..
2. Berapa rata-rata jumlah batang rokok yang anda habiskan dalam sehari:
………….. batang/hari
3. Jenis rokok yang biasa anda konsumsi:
1) Kretek
2) Filter
3) Membuat sendiri
54
4. Sudah berapa lama anda merokok: ………….. tahun yang lalu
5. Apakah alasan anda pertama kali merokok?
1) iseng
2) penasaran/coba-coba
3) diajak/dipaksa teman
4) mencontoh orang tua
5) terlihat dewasa/keren
6) terlihat seperti tokoh idola
7) lainnya....
6. Siapa yang pertama kali memperngaruhi anda untuk merokok
1) tidak ada
2) orang tua
3) saudara
4) teman
5) iklan
6) lainnya....
7. Dimana biasanya anda merokok (pilihan jawaban boleh lebih dari satu)
1) di rumah
2) di tempat kerja
3) di tempat teman
4) di tempat umum
5) lainnya....
8. Biasanya anda mendapatkan rokok darimana
1) orang tua
2) teman
3) beli sendiri
4) lainnya
9. Keadaan apa yang membuat anda merokok (pilihan jawaban boleh lebih dari
satu)
1) saat bosan
2) saat stress/kesal/marah
3) merasa gugup/hilangkan ketegangan
4) saat mulut merasa tidak enak
5) saat santai/iseng
6) saat melihat orang merokok
7) lainnya
KEINGINAN BERHENTI MEROKOK
Diadopsi dari WHO
1. Apakah anda pernah mencoba berhenti merokok
1) Ya
2) Tidak (langsung ke pertanyaan No.7)
2. Kapan anda mencoba berhenti merokok: ………….. tahun yang lalu
3. Berapa kali anda berusaha berhenti merokok?.......... kali
4. Apakah anda sukses dalam berhenti merokok pada saat itu?
1) Ya
55
2) Tidak
5. Berapa lama anda berhenti merokok pada saat itu?....... hari
6. Apa cara yang anda gunakan untuk berhenti merokok pada saat itu?
1) ke dokter
2) Permen
3) Obat
4) lainnya ....
7. Apakah anda mau berhenti merokok?
1) Ya, karena....
2) Tidak
8. Bagaimana tindakan keluarga saat anda merokok
1) ditegur
2) dibiarkan
3) lainnya....
9. Seberapa besar pengaruh iklan dalam mempengaruhi anda merokok
1) besar sekali
2) besar
3) biasa saja
4) tidak ada pengaruh
5) sangat tidak ada pengaruh
10. Keadaan apa yang anda peroleh dari setelah merokok
1) memberi kenikmatan
2) memberi rasa percaya diri
3) membantu melepaskan rasa tertekan oleh masalah
4) dapat memusatkan konsentrasi
11. Menurut Anda, apakah ada dampak merokok terhadap Anda?
1) Ya, ada. Contohnya ..........
2) Tidak
12. Menurut Anda, adakah dampak rokok terhadap lingkungan?
1) Ya, ada. Contohnya ..........
2) Tidak
KETERGANTUNGAN TERHADAP NIKOTIN
Diadopsi dari Fagerstrom Nicotine Dependence
1. Seberapa cepat anda merokok yang pertama kali setelah anda bangun tidur?
1) Setelah 60 menit (0)
2) 31-60 menit (1)
3) 6-30 menit (2)
4) dalam 5 menit (3)
2. Apakah anda mengalami kesulitan untuk tidak merokok didaerah yang
terlarang/dilarang merokok
1) Tidak (0)
2) Ya (1)
3. Kapan paling sulit bagi anda untuk tidak merokok?
1) Merokok pertama kali pada pagi hari (1)
2) Waktu lainnya (0)
56
4. Berapa batang rokok anda habiskan dalam sehari?
1) 10 atau kurang dari itu (0)
2) 11-20 (1)
3) 21-30 (2)
4) 31 atau lebih (3)
5. Apakah anda lebih sering merokok pada jam-jam pertama bagun tidur
dibandingkan dengan waktu lainnya?
1) Tidak (0)
2) Ya (1)
6. Apakah anda merokok walaupun sedang sakit sampai hanya tiduran ditempat
tidur hampir sepanjang hari ?
1) Tidak (0)
2) Ya (1)
Kesimpulan:
Jumlah Skor:………………… Intepretasi:…………………….
1-2: Ketergantungan rendah 5-7: Ketergantungan sedang
3-4: Ketergantungan rendah sampai sedang 8 + : Ketergantungan tingg
57
SALIVA
Laju aliran saliva tanpa stimulasi : ml/menit
Ph
Ion Ca
:
:
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
Debris index Debris index
Calculus index Calculus index
CPITN CPITN
CPITN CPITN
Calculus index Calculus index
Debris index Debris Index
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
GI tidak dapat digantikan
6 1 4
4 1 6
DEBRIS INDEX (DI)
CALCULUS INDEX (CI) pengganti : 21/41
GINGIVAL INDEX (GI) tidak dapat digantikan
0 : Tidak ada debris/stain
1 : Debris lunak yang menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi atau adanya stain
ekstrinsik tanpa adanya debris pada permukaan gigi tersebut
2 : Debris lunak yang menutupi lebih dari 1/3 permukaan gigi namun tidak lebih dari 2/3
permukaan gigi
3 : Debris lunak yang menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi
0 : Tidak ada kalkulus
1 : Kalkulus supragingiva menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi
2 : Kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 1/3 permukaan gigi namun tidak lebih dari
2/3 permukaan gigi dan/atau terdapat sedikit/bercak kalkulus subgingiva di servikal gigi
3 : Kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi dan/atau kalkulus
subgingiva yang menutupi atau melingkari permukaan servikal gigi
GI=
58
Lampiran 2
Identitas:
Nama : Sari Dewi Apriana Apriana Nasution
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat,Tangal Lahir : Rantauprapat, 22 April 1994
Agama : Islam
Alamat : jln.Kampung Baru NO 27 Rantauprapat, Sumatera Utara
E-mail : [email protected]
Riwayat Pendidikan :
1. 2000 – 2006 : SDN 112140 Rantauprapat
2. 2006 – 2009 : MTSN Rantauprapat
3. 2009 – 2012 : MAN Rantauprapat
4. 2012- sekarang : Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta