peran pekerja sosial pada pelaksanaan bimbingan

110
PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN KETERAMPILAN MENJAHIT MANUAL DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA (PSKW) “MULYA JAYA” PASAR REBO-JAKARTA TIMUR Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh ZULBAIDA FEBRIATUN NIM: 109054100005 PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436/2015

Upload: others

Post on 27-Oct-2021

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

KETERAMPILAN MENJAHIT MANUAL

DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA (PSKW) “MULYA JAYA”

PASAR REBO-JAKARTA TIMUR

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh

ZULBAIDA FEBRIATUN

NIM: 109054100005

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1436/2015

Page 2: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN
Page 3: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN
Page 4: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

ABSTRAK

Zulbaida Febriatun

Peran Pekerja Sosial Pada Bimbingan Keterampilan Menjahit Manual Di

Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya” Pasar Rebo, Jakarta

Timur

Pelacuran berupa tingkah laku lepas bebas tanpa kendali dan cabul, karena

adanya pelampiasan nafsu seks dengan lawan jenisnya tanpa mengenal batas-batas

kesopanan. Namun pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit manual yang

terfokus pada para penerima manfaat (PM) sangat efektif untuk membantu mereka

dan meringankan segala permasalahan yang ada. Panti Sosial Karya Wanita

(PSKW) “Mulya Jaya” Pasar Rebo merupakan salah satu lembaga sosial yang

memberikan rehabilitas dan pelayanan terhadap permasalahan WTS. Berdasarkan

hal tersebut penulis sangat tertarik mengadakan penelitian mengenai peran pekerja

sosial dalam bimbingan keterampilan menjahit manual di Panti Sosial Karya

Wanita (PSKW) “Mulya Jaya” Pasar Rebo.

Penelitian ini untuk mengetahui peran pekerja sosial, dengan mengkaji

peran pekerja sosial, harapan pekerja sosial terhadap para PM dan harapan para

PM terhadap para pekerja sosial pada bimbingan keterampilan menjahit manual di

Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya” Pasar Rebo. Untuk

menganalisisnya peneliti menggunakan Teori Peran yang dikemukakan oleh

Biddle dan Thomas. Dan Teori Peran Pekerja Sosial yang dikemukakan oleh

W.A. Friendlander. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan

menggunakan pendekatan kualitatif didapatkan hasil penelitian yang menyajikan

data yang akurat dan digambarkan secara jelas dari kondisi sebenarnya. Subyek

penelitian terdiri dari petugas tata usaha, para pekerja sosial dan para PM dalam

bimbingan keterampilan menjahit manual. Metode pengumpulan data dilakukan

dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi.

Berdasarkan hasil penelitian, peran pekerja sosial dalam bimbingan

keterampilan menjahit manual di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya

Jaya” Pasar Rebo ini ada 7(tujuh) peran pekerja sosial yaitu sebagai Katalisator,

Informator, Mediator, Fasilitator/Pendampingan, Motivator, Konselor dan

Educator. Dan didapatkan adanya kesesuaian antara petugas dan harapan pekerja

sosial serta harapan para PM pada bimbingan keterampilan menjahit manual di

Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya” Pasar Rebo Jakarta Timur,

menunjukkan bahwa pekerja sosial telah menjalankan tugas serta perannya

dengan baik, sehingga bimbingan keterampilan menjahit manual ini memang

diinginkan oleh para PM sebagai bekal dan keahlian mereka setelah kembali ke

lingkungan masyarakat.

i

Page 5: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

ii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrohim ...

Alhamdulillahi Robbil ‘ Alamin, rasa senang, lelah, dan bosan selama penulis

menjalani skripsi ini akhirnya terlampaui dan berakhir. Puji dan syukur yang tak terhingga

penulis hanturkan kepada Allah SWT, Tuhan pencipta dan pemelihara alam semesta ini. Atas

nikmat dan anugerah yang Allah berikan kepada penulis, serta petunjuk dan kemurahan-

Nyalah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga

senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, Nabi akhir zaman yang telah

membawa umatnya dari alam kebodohan menuju alam ilmu pengetahuan. Dengan selesainya

skripsi yang berjudul “PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN

BIMBINGAN KETERAMPILAN MENJAHIT MANUAL DI PANTI SOSIAL KARYA

WANITA (PSKW) MULYA JAYA PASAR REBO-JAKARTA TIMUR” sebagai salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi

Kesejahteraan Sosial.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak sedikit hambatan dan

kesulitan yang penulis hadapi, dan dalam penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan.

Namun berkat bantuan dan motivasi yang tak ternilai dari berbagai pihak, akhirnya skripsi ini

selesai pada waktunya. Oleh karena itu penulis hanya mampu menyampaikan terima kasih

yang tak terhingga dan rasa hormat kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam

penyusunan skripsi ini, terutama kepada:

1. Rektor UIN Jakarta Prof. Dr. Dede Rosyada, MA dan segenap civitas akademik UIN

Jakarta yang telah menyediakan fasilitas dan wadah bagi penulis dan kawan-kawan

mahasiswa untuk mengembangkan potensi diri.

Page 6: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

iii

2. Kedua Orangtuaku tercinta, Ayahanda H. Parimin dan Ibunda Hj. Sriatun yang telah

mendidik dengan penuh kasih sayang, memberikan pengorbanan baik material

maupun spiritual yang tidak terhitung nilainya serta selalu mendoakan penulis disetiap

munajatnya.

3. Bapak Dr. Arief Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi.

4. Ibu Siti Napsiyah, M.SW selaku Ketua Jurusan Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu

Dakwah dan Ilmu Komunikasi.

5. Bapak Ahmad Zaky, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Kesejahteraan Sosial Fakultas

Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan saran dan motivasi

kepada penulis.

6. Ibu Wati Nilamsari, M.Si sebagai pembimbing skripsi yang telah sangat sabar dan

telah banyak memberikan ilmu dan saran serta semangat kepada penulis dalam

penyusunan skripsi ini.

7. Segenap Bapak dan Ibu Dosen pengajar pada Jurusan Kesejahteraan Sosial yang telah

memberikan banyak ilmunya dan mengajar dengan sabar.

8. Kepada Bapak dan Ibu pimpinan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas

Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah membantu penulis dengan

menyediakan bahan-bahan dalam mengerjakan skripsi.

9. Bapak Akhmad Affandi, S.Sos sebagai pembimbing di PSKW Pasar Rebo yang telah

sabar dan telah banyak memberikan ilmu dan saran kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

Page 7: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

iv

10. Untuk kakakku, Istiningsih dan Satimo (Kakak Ipar), serta kedua keponakanku yang

tersayang Aliefia Fitria Romadhini dan Damar Fiqih Al-Ma’ruf, mereka yang selalu

mendoakan dan memberikan semangat serta canda tawa dari mereka yang membuat

penulis terhibur sehingga mengurangi rasa penat penulis saat penulisan skripsi.

11. Untuk Seseorang yang sedang bertugas S. Khalid Bwefar S.STP yang telah

memberikan kasih sayangnya, beserta iringan doa, menemani dan memberikan

semangat saat penulis rapuh dalam penyelesaian skripsi ini.

12. Untuk Sahabat dan Teman-teman Kesejahteraan Sosial angkatan 2009 yakni Inge,

Widya, Momba, Ersya, Ade, Ni’ma, Icha, Hani, Nandya, Bimo, Ugi dan Dadan

terima kasih untuk waktu, motivasi dan kebersamaan kalian dari awal perkuliahaan

hingga sekarang.

13. Untuk Syukron Akbar, Kak Alwi, Leo Lofulisa, Mba’Eland, dan Sari yang tak kenal

lelah selalu menyemangati penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

14. Untuk para penerima manfaat (PM) di PSKW “Mulya Jaya” Pasar Rebo yang telah

membantu dalam penyelesaian skripsi ini, terutama Teteh Safitri, Teteh Nurhayati dan

Teteh Tuti Alawiyah.

Hanya kepada Allah SWT, penulis serahkan segala jasa dan amal kebaikan yang telah

mereka berikan kepada penulis dan bantuan dari semua pihak yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan

umumnya bagi para pembaca semuannya. Amin Ya Rabbal Alamin.

Jakarta, 13 Januari 2015

ZULBAIDA FEBRIATUN

Page 8: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ..................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................. ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. v

DAFTAR TABEL ......................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1

B. Pembatasan Masalah ................................................................. 7

C. Perumusan Masalah .................................................................. 8

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................. 8

E. Metodologi Penelitian ................................................................ 10

F. Tinjauan Pustaka ....................................................................... 18

G. Sistematika Penulisan ............................................................... 20

BAB II LANDASAN TEORI

A. Peran ........................................................................................ 23

1. Pengertian Peran .................................................................. 23

2. Tinjauan Sosiologi Tentang Peran ...................................... 26

B. Pekerja Sosial .......................................................................... 27

1. Pengertian Pekerja Sosial ................................................... 27

2. Tugas dan Fungsi Pekerja Sosial ....................................... 31

3. Prinsip Umum Pekerja Sosial dan Kode Etik Pekerja Sosial 32

4. Peran Pekerja Sosial ........................................................... 35

C. Bimbingan Keterampilan ........................................................ 38

1. Pengertian Bimbingan Keterampilan .................................. 38

2. Tujuan Bimbingan Keterampilan ....................................... 42

D. Wanita Tuna Susila ................................................................... 42

1. Pengertian Wanita Tuna Susila .......................................... 42

2. Latar Belakang Timbulnya Wanita Tuna Susila .................. 44

3. Dampak dari Prostitusi ....................................................... 47

4. Penanggulangan Prostitusi . ................................................. 49

Page 9: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

vi

BAB III GAMBARAN UMUM PANTI SOSIAL KARYA WANITA

(PSKW) “MULYA JAYA” PASAR REBO

A. Sejarah Berdirinya PSKW “Mulya Jaya” Pasar Rebo ... ........... 52

B. Landasan Hukum ...................................................................... 53

C. Visi, Misi Motto dan Tujuan .................................................... 55

D. Identitas Panti ........................................................................... 56

E. Fungsi Lembaga ...................................................................... 57

F. Kebijakan .................................................................................. 57

G. Sarana dan Prasarana ................................................................ 59

H. Struktur Organisasi .................................................................. 60

I. Proses Rehabilitasi Sosial Wanita Tuna Susila ........................ 62

J. Pola Pendanaan ......................................................................... 67

K. Kerjasama PSKW “Mulya Jaya” Pasar Rebo ........................... 67

L. Kriteria Indikator Keberhasilan dalam Pelayanan

dan Rehabilitasi ........................................................................ 70

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA

A. Tugas Pekerja Sosial Pada Pelaksanaan Bimbingan

Keterampilan Menjahit Manual Di PSKW “Mulya Jaya” Pasar

Rebo .......................................................................................... 71

B. Harapan Pekerja Sosial Terhadap Penerima Manfaat

Pada Pelaksanaan Bimbingan Keterampilan Menjahit

Manual Di PSKW “Mulya Jaya” Pasar Rebo ......................... 85

C. Harapan Penerima Manfaat Terhadap Pekerja Sosial

Pada Pelaksanaan Bimbingan Keterampilan Menjahit

Manual Di PSKW “Mulya Jaya” Pasar Rebo ........................... 88

D. Analisis Tugas dan Peran Pekerja Sosial, Harapan

Pekerja Sosial dan Harapan Penerima Manfaat Pada

Pelaksanaan Bimbingan Keterampilan Menjahit

Manual Di PSKW “Mulya Jaya” Pasar Rebo ........................... 91

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................. 94

B. Saran ............................................................................................ 96

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 10: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Subyek dan Informan

Tabel 2 Sarana dan Prasarana

Tabel 3 Data Pekerja Sosial Di PSKW “Mulya Jaya” Pasar Rebo

Tabel 4 Jumlah Personil Panti/Pegawai di PSKW Pasar Rebo

Page 11: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Krisis moneter telah memberikan dampak bagi kehidupan masyarakat,

utamanya dalam aspek ekonomi. Hal tersebut tentu mengakibatkan semakin

meningkatnya jumlah pengangguran dan akhirnya menjadi faktor bagi tenaga

kerja untuk mengerjakan apapun guna mendapatkan uang walaupun

bertentangan dengan hukum, moral, dan etika misalnya mencuri, dan bekerja

sebagai wanita tuna susila. Pelacuran merupakan profesi yang sangat tua

usiannya, setua umur kehidupan manusia itu sendiri. Pelacuran berupa tingkah

laku lepas bebas tanpa kendali dan cabul, karena adanya pelampiasan nafsu

seks dengan lawan jenisnya tanpa mengenal batas-batas kesopanan.1

Pelacur, ayam, lonte, WTS, dan PSK adalah sedikit dari sekian banyak

antrian panjang istilah yang kerap terdengar ketika seseorang menunjuk pada

sesosok perempuan penjaja, daging mentah pemuas nafsu birahi kaum lelaki

hidung belang ini. Persoalan di sekitar semua istilah transaksi, bisnis lendir

itulah masyarakat memberikan julukan atau labeling yang sedikit banyak

memberikan kontribusi terhadap konsep dirinya. Ini kemudian dikonstruksi

untuk mengontrol aktivitas seks yang tidak sesuai dengan norma masyarakat.2

1 Kartono, Kartini.Patologi Sososial Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.2007.h.208

2 Kuntjoro.Tutur dari Sarang Pelacur.Yogjakarta:Tinta.2004.

Page 12: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

2

Akan tetapi julukan yang dianggap suatu kewajaran tersebut jangan dijadikan

suatu alasan untuk tidak menerima mereka sebagai bagian dari anggota

masyarakat.

Sesuatu hal yang wajar manakala dalam diri setiap manusia memiliki

hasrat seksualitas sebagai anugerah dari Sang Pencipta. Secara kodrati

seksualitas merupakan kebutuhan biologis setiap individu. Namun anugerah

tersebut nampaknya terkadang dijadikan suatu penyimpangan seksualitas dan

komersialisasi dalam memenuhi kebutuhan hidup. Apapun alasannnya dan

bagaimanapun bentuknya pekerja seks komersial, wanita tuna susila,

pelacuran, dan perzinaan dilarang keras baik oleh agama maupun masyarakat.

Semua agama di muka bumi ini melarang terhadap kegiatan prostitusi,

terlebih ajaran agama Islam telah memberikan pelarangan yang keras karena

perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang keji dan tercela sesuai dengan

firman Allah surat Al-Isra ayat 32 yaitu:

Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina sesungguhnya zina itu

adalah suatu perbuatan yang keji, tidak sopan dan suatu jalan yang buruk”

(Q.S. Al-Isra: 32)

Page 13: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

3

Maraknya Wanita Tuna Susila (WTS) ini mengharuskan Pemerintah

menyusun kebijakan dan menerapkan langkah-langkah penganggulangan

yang terpadu dan menyeluruh dalam suatu sistem yang efektif dan

komprehensif, baik penegakan hukum untuk mengurai suplai (supply

reduction) maupun pendekatan kesejahteraan untuk menekan dan mengatasi

laju jumlah WTS. Pada kenyataannya usaha-usaha untuk menanggulangi

permasalahan ini tetap sulit untuk mencapai hasil yang optimal.

Permasalahannya selain terletak pada terbatasnya jangkauan dan kemampuan

pemerintah, juga karena kompleksitas rumitnya seputar masalah pelacuran ini.

Berkembangnya kasus-kasus dan semakin pesatnya jumlah WTS ini berkaitan

langsung dengan kesehatan mental masyarakat serta sebagai akumulasi dari

berbagai masalah sosial dan kepribadian. Berangkat dari hal ini pula

penanganan yang bersifat kemasyarakatan dengan berbasis masyarakat

mempunyai arti yang sangat penting.

Berdasarkan Data Direktorat Rehabilitasi Tuna Susila Kementrian Sosial,

pada tahun 2012 tercatat 41.374 WTS yang tersebar di 33 provinsi. Jumlah

terbesar berada di Jawa Timur sebanyak 7.793 WTS dan lokalisasi terbanyak

juga di Jawa Timur sebanyak 47 tempat.3Sedangkan menurut Koalisi Nasional

Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA), 70 persen anak

yang jadi korban berusia antara 14 tahun dan 16 tahun. Jumlah lebih kecil dari

kenyataan karena pelacuran anak merupakan fenomena gunung es.

3 http://www.voa-islam.com/read/indonesiana/2013/02/13 ditelusuri tanggal 20 Agustus 2013

jam 18.55 WIB

Page 14: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

4

Nilai transaksi dari bisnis haram ini terbilang besar. Sepanjang 2011,

berdasarkan perhitungan Biro Riset Infobank (birl), nilai transaksi pelacuran

per bulan sekitar Rp 5,5 triliun. Angka itu berdasarkan asumsi jumlah pekerja

seks komersial (PSK) yang dikeluarkan beberapa lembaga seperti United

Nations Development Programme (UNDP), Dinas Sosial, dan Komisi

Penanggulangan AIDS (KPA), bahwa jumlah PSK di Indonesia sekitar

193.000-272.000. Angka ini tak berlebihan. Ratu mucikari dari Jawa Timur

konon bisa meraup penghasilan sampai Rp 25 juta/hari. Meningkatnya jumlah

PSK berarti menunjukkan meningkatnya jumlah pria yang gemar berzina.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, diperkirakan ada 6,7 juta laki-laki

yang membeli seks pada 2012. Jumlah itu meningkat dibandingkan dengan

tahun 2009 yang hanya 3,2 juta.4

Selain itu untuk mengantisipasi kegiatan pelacuran aparat pemerintah juga

mengadakan razia dan mengadakan penyuluhan-penyuluhan, baik oleh tokoh

agama mau pun tokoh masyarakat. Pemerintah juga mengeluarkan Undang-

Undang tentang larangan dan ancaman selama-lamanya 1 (satu) tahun

kurungan bagi praktek germo dan mucikari, yang masing-masing diatur dalam

pasal 296 dan 506 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Tetapi sampai saat ini belum ada Undang-Undang yang secara khusus

mengatur tentang praktek prostitusi itu sendiri, sehingga sulit bagi pemerintah

untuk mencegah apalagi memberantas praktek prostitusi tersebut.

4 http://hizbut-tahrir.or.id/2013/02/13/negeri-darurat-pelacuran-dan-seks-bebas,ditelusuri

tanggal 20 Agustus 2013 Jam 21.00 WIB

Page 15: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

5

Kesejahteraan sosial merupakan suatu keberadaan terpenuhinya kebutuhan

hidup yang layak bagi masyarakat, sehingga mampu mengembangkan diri dan

dapat melaksanakan fungsi sosialnya yang dapat dilakukan pemerintah,

pemerintah daerah dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial yang

meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan

perlindungan sosial (Undang-Undang No 11 Tahun 2009 pasal 1dan 2).

Pembangunan kesejahteraan sosial ini menjadi bagian tak terpisahkan dari

pembangunan nasional dimana pembangunan kesejahteraan sosial berperan

aktif dalam meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia. Hal ini karena

pada prinsipnya konstruksi pembangunan kesejahteraan sosial terdiri atas

serangkaian aktivitas yang direncanakan untuk memajukan kondisi kehidupan

manusia melalui koordinasi dan keterpaduan antara pemerintah, pemerintah

daerah dan masyarakat dalam upaya penyelenggaraan kesejahteraan sosial

dalam mengatasi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) menjadi

kerangka kegiatan yang utuh, menyeluruh, berkelanjutan dan bersinergi,

sehingga kesejahteraan sosial masyarakat lambat laun dapat meningkat.

Keberadaan PSKW “Mulya Jaya” Pasar Rebo-Jakarta Timur, selain

sebagai wujud dari pelaksanaan kewajiban pemerintah dalam memenuhi hak-

hak dasar warga negaranya (khususnya wanita) yang karena sesuatu hal tidak

dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar tetapi juga sebagai wadah

pemberdayaan sosial khususnya pemberdayaan perempuan. Pemberdayaan

sosial dilakukan melalui peningkatan kemauan dan kemampuan yang dapat

Page 16: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

6

dilakukan dengan salah satu bentuk pelatihan keterampilan. (Undang-Undang

No 11 Tahun 2009 pasal 2 dan 3) Pelayanan inti di PSKW adalah pelayanan

bimbingan keterampilan yang terdiri dari jenis keterampilan, yaitu

keterampilan olahan pangan, keterampilan menjahit, keterampilan high speed,

keterampilan tata rias pengantin, keterampilan bordir, keterampilan

handycraft, keterampilan tata rias rambut,dan keterampilan kuliner. Wanita

sangat perlu mendapat bimbingan keterampilan, terutama dalam usia

produktif.5 Manfaat pemberian keterampilan olahan pangan, keterampilan

menjahit, keterampilan high speed, keterampilan tata rias pengantin,

keterampilan bordir, keterampilan handycraft, keterampilan tata rias rambut,

dan keterampilan kuliner adalah memberi bekal klien dengan keterampilan

yang disesuaikan dengan minat dan kemampuannya agar mereka bisa mandiri

dengan keterampilan yang dimiliki.6

Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa

bimbingan keterampilan memiliki banyak manfaat dalam memberdayakan

wanita rawan sosial psikologis di PSKW Pasar Rebo. Tetapi selain bimbingan

keterampilan tersebut, pelayanan bimbingan lainnya yang diberikan PSKW

Pasar Rebo juga sama pentingnya, seperti yang telah diungkapkan

sebelumnya bahwa dalam penanganan pemberian pelayanan bagi wanita

rawan sosial psikologis harus dilakukan secara menyeluruh menyangkut dari

5 Isran Noor. Jadikan Masa Depan Lebih Baik. Diakses dari www.kaltimpost.co.id. 2001.

pada tanggal 24 April 2013, Jam 21.43 WIB. 6 Nuriyah. Pemberdayaan Keterampilan Perempuan Di PSKW Sidoarum Godean Sleman.

Skripsi. UNY.2001.

Page 17: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

7

berbagai aspek kehidupan, sehingga satu sama lain pelayanan bimbingan

saling berkaitan.

Alasan penulis memilih bimbingan keterampilan menjahit manual di

PSKW “Mulya Jaya” Pasar Rebo adalah bimbingan keterampilan menjahit

manual ini sudah tentu kebanyakan dari para penerima manfaatnya (PM)

memahami tentang menjahit, dan para PM juga dapat mengasah

kemampuannya dibimbingan keterampilan menjahit manual ini para PM

diajarkan dari teknik dasar menjahit manual seperti pembuatan pola dasar dan

tahapan keterampilan menjahit manual lainnya. Dan apabila mereka kembali

ke kehidupan sosial yang normal, mereka dapat mengembangkan kemampuan

yang telah dimiliki sebagai bekal hidup untuk mencari nafkah, serta diterima

di tengah-tengah masyarakat untuk menjalani hidup yang normal dan dapat

beralih profesi.

Atas dasar penjelasan diatas, penulis tertarik untuk mengangkat judul “

Peran Pekerja Sosial Pada Pelaksanaan Bimbingan Keterampilan

Menjahit Manual Di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya”

Pasar Rebo-Jakarta Timur”.

B. Pembatasan Masalah

Penelitian ini hanya dibatasi pada studi tentang peran pekerja sosial pada

pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit manual di Panti Sosial Karya

Wanita (PSKW) “Mulya Jaya” Pasar Rebo-Jakarta Timur .

Page 18: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

8

C. Perumusan Masalah

Sehubungan dengan pembatasan masalah diatas, penulis membuat

rumusan masalah yaitu :

1. Apa saja peran pekerja sosial pada pelaksanaan bimbingan keterampilan

menjahit manual di PSKW Pasar Rebo ?

2. Bagaimana harapan pekerja sosial terhadap para penerima manfaat (PM)

pada pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit manual di PSKW

Pasar Rebo ?

3. Bagaimana harapan para penerima manfaat (PM) pada pelaksanaan

bimbingan keterampilan menjahit manual di PSKW Pasar Rebo terhadap

pekerja sosial ?

4. Bagaimana analisis peran yang ditinjau dari tugas, harapan pekerja sosial

dan harapan penerima manfaat (PM) terhadap bimbingan keterampilan

menjahit manual di PSKW Pasar Rebo ?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pembatasan dan perumusan masalah, maka penelitian ini

bertujuan mengetahui :

1) Untuk mengetahui tugas dan peran pekerja sosial dalam pelaksanaan

bimbingan keterampilan menjahit manual di PSKW Pasar Rebo.

2) Untuk mengetahui harapan pekerja sosial terhadap para penerima

manfaat (PM) dalam pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit

manual di PSKW Pasar Rebo.

Page 19: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

9

3) Untuk mengetahui harapan serta kebutuhan para penerima manfaat

(PM) terhadap peran pekerja sosial dalam pelaksanaan bimbingan

keterampilan menjahit manual di PSKW Pasar Rebo.

4) Untuk mengetahui tugas, harapan pekerja sosial dan harapan para

penerima manfaat (PM) terhadap bimbingan keterampilan menjahit

manual di PSKW Pasar Rebo.

2. Manfaat Penelitian

Sebagaimana perumusan masalah dan tujuan penelitian di atas, maka

penelitian mengharapkan manfaat dari penelitian ini adalah :

a. Manfaat Akademis

Memberikan sumbangan pengetahuan mengenai peran pekerja sosial

pada pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit manual di PSKW

Pasar Rebo.

b. Manfaat Praktis

1) Merupakan masukan untuk penelitian-penelitian lebih lanjut, khususnya

yang berkaitan dengan pendampingan sosial pada masyarakat nantinya.

2) Memberikan masukan dan koreksi kepada PSKW Pasar Rebo dalam

memperbaiki pelayanan pendampingan kepada klien.

Page 20: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

10

E. Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian adalah teknik atau cara dalam pengumpulan data atau bukti

yang dalam hal ini perencanaan tindakan yang dilaksanakan serta langkah-langkah apa

yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan dan sasaran penelitian.7

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan penelitian

kualitatif. Bogdam dan Taylor mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

Kemudian Klick dan Miller mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif tradisi

tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada

pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-

orang tersebut dalam bahasanya. 8

Penulis memilih pendekatan kualitatif dalam melakukan penelitian ini karena

berharap dengan menggunakan pendekatan kualitatif, didapatkan hasil penelitian yang

menyajikan data yang akurat, dan digambarkan secara jelas dari kondisi dan informasi

yang sebenarnya.

7 E.Kristi Poerwandari. Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi.Jakarta: Fakultas

Psikologi Universitas Indonesia.1998.h.78. 8

Moleong,Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:PT. Remaja

Rosdakarya.2003.h.3.

Page 21: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

11

2. Pemilihan Kasus

Dalam penelitian ini adalah bagaimana proses pemilihan informan untuk menjadi

objek penelitian penulis. Per bulan Agustus 2013 – Mei 2014 , penulis sudah

berkonsultasi dengan pihak lembaga terkait yang menangani tentang rehabilitasi sosial

dan pekerja sosial untuk meneliti sebagai bahan skripsi dan mengambil beberapa

informan yang memang menjadi klien di lembaga tersebut dan pihak lembaga

menyetujui dengan tujuan penulis untuk mengambil beberapa informan dan sebagai

bahan skripsi penulis.

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun untuk melaksanakan penelitian teknik pengumpulan data yang akan

dilaksanakan melalui :

a. Observasi

Observasi adalah pengamatan secara langsung kondisi yang terjadi di lapangan

yang memiliki relevansi terhadap permasalahan yang dikaji.9 Observasi yaitu salah

satu metode utama yang digunakan dalam suatu penelitian ilmiah. Dalam penelitian

ini teknik observasi digunakan oleh penulis dengan mengunjungi, meninjau lokasi

penelitian dan pengamatan untuk melihat segala aktifitas pendampingan pekerja

sosial dalam pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit di PSKW Pasar Rebo

terutama penelitian kualitatif.

9 S. Nasution. Metode Research (Jakarta: Bumi Akrasa,2011)h.113

Page 22: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

12

b. Wawancara

Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang

yang ingin memperoleh informasi dari seseorang yang lainnya dengan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan berdasarkan tujuan tertentu.10

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode wawancara mendalam.

Wawancara mendalam ini bersifat luwes, artinya susunan pertanyaan dan susunan

kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat diubah saat wawancara berlangsung.

Sebelum wawancara dilakukan terlebih dahulu disiapkan pedoman wawancara

yang berhubungan dengan keterangan yang ingin digali. Adapun hal yang akan di

wawancarai adalah seputar pendampingan pekerja sosial dalam pelaksanaan

bimbingan keterampilan menjahit di PSKW Pasar Rebo.

c. Studi Dokumentasi

Dalam buku Moleong, Guba dan Lincoln mendefiniskan dokumen adalah setiap

bahan tertulis ataupun film yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan

seseorang penyidik. Dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai

sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dapat

dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan. 11

Dalam penelitian ini, peneliti berusaha mendapatkan data-data dokumentasi

yang ada di PSKW Pasar Rebo dari brosur, arsip-arsip serta foto-foto yang berkaitan

dengan masalah yang akan diteliti.

10

Mulyana,Dedi. Metodologi Peneliian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2003.

h.180 11

Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999),

cet ke-10,h.161

Page 23: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

13

d. Macam dan Sumber Data

Macam dan sumber data yang diambil penelitian ini terdapat dua data,

yaitu data primer (pokok) dan data sekunder (pendukung).

a) Data primer adalah data yang belum tersedia sehingga untuk

menjawab masalah penelitian, data harus diperoleh dari sumber

aslinya. Data primer, diperoleh melalui wawancara dengan bagian

pekerja sosial, diantaranya: 1. Bagian Tata Usaha, 2. PEKSOS,

3. Para penerima manfaat di PSKW Pasar Rebo terutama para

penerima manfaat yang mengikuti bimbingan keterampilan

menjahit manual.

b) Data sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan-catatan,

surat kabar atau media kabar, dokumen yang berkaitan dengan

penelitian.12

Seperti, brosur PSKW Pasar Rebo, Brosur

Departemen Sosial RI PSKW Pasar Rebo dan Modul PSKW Pasar

Rebo.

e. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini berlokasi di Panti Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya”

dijalan Tat Twan Asi No.47 Komplek Depsos Pasar Rebo-JakartaTimur

13760. Penelitian ini dilakukan selama 9 (sembilan) bulan, sejak Agustus

2013-Mei 2014.

12

Jaenal Arifin, Theknik Penarikan Sample Dan Pengumpulan Data, (Jakarta,2005) h.17

Page 24: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

14

f. Subyek, Informan dan Objek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah Bagian Tata Usaha, pekerja sosial, Seksi

Rehabilitasi sosial, pengajar dan PM yang mengikuti bimbingan

keterampilan menjahit manual di PSKW Pasar Rebo. Informan adalah

seseorang yang dapat memberikan informasi mengenai situasi dan kondisi

latar penelitian. Dan objek dalam penelitian ini adalah para PM yang

mengikuti bimbingan keterampilan menjahit manual yang ada di PSKW

Pasar Rebo.

Dalam penelitian kualitatif, teknik sampling yang sering digunakan

adalah purposive sampling. Purposive Sampling adalah sumber data

dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang

tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau

mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan melakukan peneliti

menjelajahi obyek atau situasi sosial yang diteliti.13

Berikut ini tabel subjek dan informan yang terpilih dalam

pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian.

13

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2011),

h.218-219

Page 25: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

15

Tabel 1

Subjek dan Informan

No Informan Informasi yang diinginkan Jumlah

1 Bagian Tata

Usaha

Gambaran umum PSKW

Pasar Rebo, latar belakang,

sarana dan prasarana,

kerjasama yayasan.

1 Orang

2 Pekerja Sosial Peran Pekerja Sosial dalam

bimbingan keterampilan

menjahit manual dan

harapan peksos terhadap

para penerima manfaat

(PM) yang mengikuti

bimbingan keterampilan

menjahit manual.

3 Orang

3 Penerima

Manfaat (PM)

Latar belakang penerima

manfaat (PM), alasan PM

mengikuti bimbingan

keterampilan menjahit

manual dan harapan PM

terhadap pekerja sosial.

3 Orang

JUMLAH 7 Orang

Sumber: Data Primer

g. Teknik Analisi Data

Penelitian ini dilakukan dengan penelitian kualitatif, data yang

diperoleh melalui wawancara dan pengamatan tersebut dideskripsikan

dalam bentuk uraian. Menurut Bogdam, analisis data adalah proses

mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil

wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat

Page 26: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

16

mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang

lain.14

Pada saat menganalisis data hasil wawancara, penulis mengamatinya

secara detail dan dilakukan berulang-ulang dari awal sampai akhir,

kemudian menyimpulkannya. Setelah itu menganalisa ketegori-kategori

yang terlihat pada data-data tersebut. Analisa data melibatkan upaya

mengidentifikasi suatu obyek dan peristiwa. Kategori dari analisa data

diperoleh berdasarkan fenomena yang terlihat pada tempat penelitian

tersebut. Setelah data dianalisa kemudian disajikan dalam tulisan-tulisan.

h. Teknik Keabsahan Data

Seperti yang telah dijelaskan oleh Lexy J. Moleong dalam bukunya

Metodologi Kualitatif. Untuk memeriksa keabsahan data penulis

menggunakan teknik triangulasi. Teknik triangulasi merupakan teknik

pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar

data untuk pengecekan atau perbandingan terhadap data tersebut. Teknik

triangulasi yang banyak digunakan adalah pemeriksaan terhadap sumber

lainnya.15

14

Sugiyono,Prof.Dr.Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D.Bandung:

Alfabeta.2009.cet,8.h.244 15

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Cet ke XVIII (Bandung: PT. Rosda Karya

2001),h.330

Page 27: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

17

Dalam hal ini, penulis menggunakan klien sebagai pengecekan data

yang penulis peroleh dari pengurus, pembimbing serta staf-staf PSKW

Pasar Rebo dengan cara membandingkan sumber-sumber data yang

diperoleh dengan kenyataan yang ada pada saat penelitian.

Kreadibilitas (Derajat Kepercayaan) dengan menggunakan teknik

Triangulasi, hal ini dapat dicapai dengan jalan:

a) Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara

misalnya peran pekerja sosial dalam pelaksanaan bimbingan

keterampilan menjahit manual di PSKW Pasar Rebo.

b) Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan

berbagai pendapat dan pandangan orang lain, misalnya dalam hal

ini penulis membandingkan jawaban dari instruktur pelatihan

bimbingan keterampilan menjahit manual dengan jawaban yang

diberikan oleh siswi yang mengikuti pelatihan keterampilan

menjahit manual.

c) Membandingkan hasil wawancara dengan hasil dokumen yang

berkaitan dengan masalah yang diajukan. Penulis memanfaatkan

dokumen atau data sebagai bahan perbandingan.

Page 28: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

18

i. Teknik Penulisan

Untuk memperoleh dalam penulisan ini maka penulis mengacu kepada

pedoman penulisan karya Ilmiah (skripsi,tesis, dan disertasi) yang

diterbitkan oleh CeQDA tahun 2007.

F. Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian ini, penulis melakukan tinjauan pustaka sebagai langkah

dari penyusun skripsi yang peneliti teliti agar terhindar dari kesamaan judul

dan lain-lain dari skripsi yang sudah ada sebelum-sebelumnya. Setelah

mengadakan tinjauan pustaka, maka penulis menemukan skripsi yang

membahas tentang WTS, tetapi penulis akan memaparkan dari sudut berbeda

yaitu :

1. Peranan Pekerja Sosial Dalam Program Peningkatan Kesejahteraan

Sosial Wanita Tuna Susila Di Panti Sosial Bina Karya Wanita Harapan

Mulya Kedoya Jakarta. Skripsi ini ditulis oleh Mashudi. Jurusan

Pengembangan Masyarakat Islam tahun 2008. Skripsi ini mengkaji tentang

peranan pekerja sosial dalam program peningkatan kesejahteraan sosial WTS

dan hasil penelitian ini yaitu didapatkan adanya kesesuaian antara tugas dan

harapan pekerja sosial serta harapan WTS dalam program peningkatan

kesejahteraan sosial, menunjukkan bahwa pekerja sosial telah menjalankan

peranannya dengan baik, sehingga program tersebut memang diinginkan oleh

WTS sebagai bekal baik bila mereka terjun ke masyarakat.

Page 29: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

19

2. Pemberdayaan Pekerja Seks Komersial Pada Program Keterampilan

Menjahit High Speed Di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya

Jaya” Pasar Rebo. Skripsi ini ditulis oleh M. Arif Iskandar. Jurusan

Konsentrasi Kesejahteraan Sosial Tahun 2009. Skripsi ini mengkaji tentang

program pemberdayaan yang dilakukan kepada pekerja seks komersial pada

program keterampilan khususnya keterampilan menjahit high speed yang

diberikan oleh PSKW Pasar Rebo. Dan hasil dari penelitian ini yaitu dengan

diberikan dan bantuan mesin, diharapkan mereka mampu bersaing dengan para

pekerja lain dalam dunia kerja. Tanpa menutup kemungkinan mereka akan

membuka usaha rumahan dan merekrut orang lain untuk membantu pekerjaan

mereka.

3. Evaluasi Hasil Program Bimbingan Keterampilan Pada Korban

Trafficking Di Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Pasar Rebo Jakarta

Timur. Skripsi ini ditulis oleh Usniawati Jurusan Pengembangan Masyarakat

Islam Tahun 2011. Skripsi ini mengkaji program pelatihan keterampilan tata rias

pengantin di PSKW yang pada hasilnya didapat oleh eks wanita tuna susila yang

mengikuti pelatihan keterampilan tata rias pengantin. Dan hasil dari penelitian

ini adalah dapat diketahui bahwa PSKW Pasar Rebo telah mencapai tujuannya

dalam program bimbingan keterampilan yang dilakukan pada korban

trafficking, hal ini terlihat dari kemampuan dan perubahan signifikasi dalam diri

siswa, dan diperkuat dengan pernyataan yang didapat dari para staf yang

bersangkutan, dimana mereka mengatakan bahwa banyak dari siswa yang telah

Page 30: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

20

lulus dari panti saat ini telah bekerja dan membuka usaha sesuai dengan

keterampilan yang dimiliki.

4. Pelaksanaan Bimbingan Agama Islam Pada Wanita Tuna Susila Di Panti

Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Departemen Sosial Pasar Rebo Jakarta.

Skripsi ini ditulis oleh Nuhri Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu

Tarbiyah Dan Keguruan Tahun 2011. Dalam Skripsi ini didapatkan hasil

penelitian pelaksanaan bimbingan agama islam dengan materi-materi

keagamaan yang meliputi baca tulis Al-qur’an, keimanan, hafalan bacaan sholat,

hafalan doa ayat-ayat pendek, fiqih, shalat lima waktu dan puasa. Adapun

kendala-kendala dalam pelaksanaan bimbingan agama islam ini yaitu kurangnya

bahan ajar, kurangnya pembimbing ketika kegitan ini berlangsung dan

pendidikan klien yang rendah tentang agama.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mengetahui gambaran yang jelas tentang hal-hal yang diuraikan

dalam penelitian ini, maka peneliti membagi dalam lima bab, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini meliputi latar belakang masalah, pembatasan masalah,

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi

penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.

Page 31: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

21

BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini mengemukakan tentang Pengertian Peran, Pekerja

Sosial, Wanita Tuna Susila, Modus wanita tuna susila dan

Praktek wanita tuna susila.

BAB III GAMBARAN UMUM

Bab ini menjelaskan tentang gambaran umum objek penelitian

yang terdiri dari latar belakang berdirinya panti, visi, misi,

motto dan tujuan, identitas panti, sarana dan prasarana, struktur

organisasi alur pelayanan rehabilitasi sosial wanita tuna susila,

pola pendanaan, kerjasama dan jaringan.

BAB IV ANALISIS PEMBAHASAN

Bab ini menjelaskan tentang hasil penelitian tugas dan peran

pekerja sosial dalam pelaksanaan bimbingan keterampilan

menjahit manual di PSKW Pasar Rebo, harapan pekerja sosial

terhadap para PM dalam pelaksanaan bimbingan keterampilan

menjahit manual di PSKW Pasar Rebo, harapan para PM

dalam pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit manual

di PSKW Pasar Rebo terhadap pekerja sosial, dan analisis

peran yang ditinjau dari tugas, harapan pekerja sosial dan

harapan siswa terhadap bimbingan keterampilan menjahit

manual di PSKW Pasar Rebo.

Page 32: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

22

BAB V PENUTUP

Bab ini merupakan bab penutup dari penelitian ini yang berisi

tentang kesimpulan dan saran.

Page 33: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

23

BAB II

LANDASAN TEORI

A. PERAN

1. Pengertian Peran

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, “peran adalah beberapa tingkah

laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat

dan harus dilaksanakan.”1 Dalam kamus ilmiah popular, peran diartikan

sebagai fungsi, kedudukan atau bagian dari kedudukan, seseorang dikatakan

berperan atau memiliki peranan karena dia (orang tersebut) mempunyai status

dalam masyarakat. Walaupun kedudukannya ini berbeda antara satu dengan

lainnya tersebut. Akan tetapi masing-masing dirinya berperan sesuai dengan

statusnya. Teori Peran adalah teori yang merupakan perpaduan berbagai teori,

orientasi, maupun disiplin ilmu, selain dari psikologi, teori peran berawal dari

dan masih tetap digunakan dalam sosiologi dan antropologi.2

Berbicara mengenai peran, tentu tidak bisa dilepaskan dengan status

(kedudukan), walaupun keduannya berbeda, akan tetapi saling berhubungan

erat antara satu dengan yang lainnya, peran diibaratkan seperti dua sisi mata

uang yang berbeda, akan tetapi kelekatannya sangat terasa sekali. Seseorang

dikatakan berperan atau memiliki peranan karena dia (orang tersebut)

1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta: Balai

Pustaka 1998),h.667 2 Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-Teori Psikologi Sosial, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

2005), cetke-10,h.224

Page 34: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

24

mempunyai status dalam masyarakat, walaupunkeduannya itu berbeda antara

satu dengan orang lain tersebut, akan tetapi masing-masing darinya berperan

sesuai dengan statusnya.

Menurut Verhaar peran adalah segi segmatis dari peserta-peserta verba.

Unsur peran ini berkaitan dengan makna gramatika/sintaksis.3

Menurut Sarlito Wirawan Sarwono, peranan adalah keikutsertaan

seseorang dalam suatu kegiatan bersama-sama dengan orang lain untuk

mencapai tujuan tertentu.4

Dalam teorinya Biddle dan Thomas membagi peristilahan dalam teori

peran dalam empat golongan yaitu istilah-istilah yang menyangkut:

a. Orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial

b. Perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut

c. Kedudukan orang-orang dalam perilaku

d. Kaitan antara orang dan perilaku.

Sedangkan Gross Masson dan A.W. M.C. Eachern, sebagaimana dikutip

oleh David Berry, mendefinisikan peran sebagai seperangkat harapan-harapan

yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu.

Harapan tersebut masih menurut David Berry, merupakan imbangan dari

norma-norma sosial, oleh karena itu dapat dikatakan peranan-peranan itu

3 Verhaar j.W.M, Asas-Asas Linguistic Umum, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press

1996), h.91 4 Verhaar j.W.M, Asas-Asas Linguistic Umum, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press

1996), h.135

Page 35: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

25

ditentukan oleh norma-norma di dalam masyarakat, artinya seseorang

diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan oleh masyarakat di

dalam pekerjaannya dan dalam pekerjaan-pekerjaan lainnya.5

Dengan demikian yang dimaksud dengan peran merupakan kewajiban-

kewajiban dan keharusan yang dilakukan oleh seseorang karena

kedudukannya didalam status tertentu dalam suatu masyarakat atau

lingkungan dimana ia berada. Dari perannya menjadi orang tua maupun peran

individu seorang pegawai terhadap institusi atau perusahaan yang ditempati. 6

Dalam skripsi ini penulis melihat peran yang digunakan dalam penelitian

ini adalah peran yang meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi

tempat seseorang dalam masyarakat karena seseorang yang mempunyai

kedudukan dalam struktur masyarakat dapat mempertanggung jawabkan tugas

dan fungsinya dengan baik.

Oleh karena itu dapat menyesuaikan dirinya agar masyarakat melihat

bahwa seseorang yang mempunyai peran dapat membimbing masyarakat

tanpa mencari keuntungan semata dan imbalan. Seseorang yang mempunyai

peran bekerja hanya untuk memberikan pelayanan dan dapat membangun

komunikasi dengan menghormati harkat martabat dan harga diri masyarakat.

5 N. Gross, W.S. Masson and A.W.Mc. Eachern, Explorations Role Analysis, dalam David

Berry, Pokok-Pokok Pikiran Dalam Sosiologi, (Jakarta: raja Grafindo Persaja,1995), cet. Ke-3,h.99-

100 6 Ida Bagus Putrayasa, Analisis Kalimat (Fungsi, Kategori Dan Peran), editor. Anna Susana,

(Bandung : PT Refika Aditama 2007), h.91

Page 36: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

26

2. Tinjauan Sosiologi Tentang Peran

Tidak dapat dipungkiri bahwasanya manusia adalah makhluk sosial, yang

tidak bisa melepaskan sikap ketergantungan (dependent) pada makhluk atau

manusia lainnya, maka pada posisi semacam inilah, peran sangat menentukan

kelompok sosial masyarakat tersebut, dalam artian diharapkan masing-masing

dari sosial masyarakat yang berkaitan agar menjalankan peranannya yaitu:

menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya dalam

masyarakat (lingkungan) dimana ia bertempat tinggal.

Hubungan-hubungan sosial yang ada dalam masyarakat, merupakan

hubungan antara peranan-peranan individu dalam masyarakat. Peranan yang

melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan

kemasyarakatan. “ Posisi seseorang dalam masyarakat (yaitu social-position)

merupakan unsur statis yang menunjukan tempatindividu pada organisasi

masyarakat. Jadi, seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta

menjalankan suatu peranan”.7

Harapan tentang peran adalah harapan-harapan orang lain (pada

umumnya) tentang perilaku yang pantas, yang seyogyanya ditunjukkan oleh

seseorang yang mempunyai peran tertentu, sebagaimana dikatakan oleh David

Berry terdapat dua macam harapan, yaitu: pertama, harapan-harapan dari

masyarakat terhadap pemegang peran atau kewajiban-kewajiban dari

7 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

2002),cet ke-34,h.243

Page 37: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

27

pemegang peran. Kedua, harapan-harapan yang dimiliki oleh si pemegang

peran terhadap masyarakat atau terhadap orang-orang yang berhubungan

dengannya dalam menjalankan perannya atau kewajiban-kewajibannya”.8

Dari kutipan tersebut nyatalah bahwa ada suatu harapan dari masyarakat

terhadap individu akan suatu peran, agar dijalankan sebagaimana mestinya,

sesuai dengan kedudukannya dalam lingkungan tersebut. Individu dituntut

memegang peranan yang diberikan oleh masyarakat kepadanya, dalam hal ini

peranan dapat dilihat dari sebagian dari struktur masyarakat, misalnya

peranan-peranan dalam pekerjaan, keluarga, kekuasaan dan peranan-peranan

lainnya yang diciptakan oleh masyarakat.

B. Pekerja Sosial

1. Pengertian Pekerja Sosial

Pekerja Sosial adalah orang yang memiliki dasar pengetahuan

keterampilan dan nilai pekerjaan sosial yang mempunyai tugas pokok

memberikan pelayanan kesejahteraan sosial.9 Pekerja sosial adalah sebagai

orang yang memiliki kewenangan keahlian dalam menyelenggarakan berbagai

pelayanan sosial.10

Pekerja sosial adalah seseorang yang mempunyai

kompetensi profesional dalam pekerjaan sosial yang diperolehnya melalui

pendidikan formal atau pengalaman praktek di bidang pekerjaan sosial atau

8 David Berry, Pokok-pokok Pikiran Dalam Sosiologi,h.101

9 Pusat Data Kemiskinan Depsos RI

10 Budhi Wibawa, Santoso T. Raharjo, & Meilany Budiarti S. Dasar-Dasar Pekerjaan Sosial.

Bandung: Widya Padjadjaran.2010

Page 38: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

28

kesejahteraan sosial yang diakui secara resmi oleh pemerintah dan

melaksanakan tugas profesional pekerjaan sosial (Kepmensos

No.10/HUK/2007).

Tercatat dalam beberapa para ahli terkemuka dibidang pekerja sosial

seperti: Max Siporin, Charles Zastrow, Walter A. Friedlander, Pincus dan

Anne Minahan, Thelma Lee Mendoza, Robert W. Robert dan Robert H.Nee

telah memberikan definisi tentang pekerja sosial menurut sudut pandang

masing-masing. Sebagai berikut:

1. Max Siporin

Pekerja sosial adalah suatu metode institusi sosial untuk membantu

orang mencegah dan memecahkan masalah mereka serta untuk

memperbaiki dan meningkatkan keberfungsian sosial mereka”.

2. Charles Zastrow

Pekerja sosial merupakan kegiatan professional untuk membantu

individu-individu, kelompok-kelompok atau masyarakat guna

meningkatkan atau memperbaiki kemampuan mereka dalam fungsi

serta menciptakan kondisi masyarakat yang memungkinkan mereka

mencapai tujuan.

3. Walter A. Friedlander

Pekerja sosial merupakan suatu pelayanan professional, yang

prakteknya didasarkan kepada pengetahuan dan keterampilan ilmiah

tentang relasi manusia, sehingga dapat membantu individu, kelompok

dan masyarakat mencapai kepuasan pribadi dan serta kebebasan.

Page 39: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

29

4. Pincus dan Anne Minahan

Pekerja sosial adalah seseorang yang ahli dan mempunyai tanggung

jawab untuk memperbaiki dan atau mengembangkan interaksi antara

orang/sekelompok orang dengan lingkungan sosial mereka sehingga

memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas kehidupan,

mengatasi kesulitan dan mewujudkan aspirasi serta nilai-nilai.11

5. Thelma Lee Mendoza

Pekerja Sosial merupakan profesi yang memperhatikan penyesuaian

antara individu dengan lingkungannya dan individu (kelompok) dalam

hubungan dengan situasi sosialnnya.

6. Robert W. Robert dan Robert H.Nee

Pekerja sosial merupakan profesi yang baru muncul pada abad ke-20.

Berbeda dengan profesi lain yang mengembangkan spesialisasi untuk

mencapai kematangannya, maka pekerja sosial berkembang dari

berbagai spesialisasi pada lapangan praktek yang berbeda.12

Pengertian pekerja sosial di Indonesia, selengkapnya terdapat di dalam

Buku Panduan Pekerja Sosial yang mengacu pada pasal 2, ayat 3 Undang-

Undang No.6/1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial

yaitu:

11

Dwi Heru Sukoco, Profesi Pekerja Sosial Dan Pertolongannya, (Bandung: Kopma STKS,

1998),h.75 12

Isbandi Rukminto Adi, Psikologi Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial, (Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada, 1994), cet.1,h.11

Page 40: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

30

“ Pekerja Sosial adalah semua keterampilan teknis yang dijadikan wahan

bagi usaha kesejahteraan sosial, serta merupakan suatu kegiatan

professional dalam menolong orang, kelompok manapun masyarakat yang

menderita atau terancam akan menderita masalah sosial, sedemikian rupa

sehingga mereka mampu menolong dirinya sendiri”.13

Ketentuan itulah yang hingga kini dijadikan pedoman bagi para Pekerja

Sosial khususnya di Lingkungan Depsos (sekarang BKSN) agar para Pekerja

Sosial dapat melaksanakannya tugasnya secara sistematis, efektif dan efisien.

Seperti telah diketahui seseorang yang menjalankan profesi di bidang

pekerjaan sosial adalah Pekerja Sosial atau dikenal dengan istilah asingnya

sebagai Social Worker. Meskipun profesi ini belum sepopuler dinegara-negara

maju, namun keberadaannya secara yuridis telah mendapatkan pengakuan dari

pemerintahan Indonesia antara lain melalui penerbit Surat Keputusan Menteri

Sosial RI Nomor : 11/ HUK/ 1989, tanggal 02 Maret 1989 tentang

Pendelegasian Wewenang pengangkatan, Pembebasan Sementara,

Pemberitahuan dan Pengangkatan Jabatan Pekerja Sosial di lingkungan

Departemen Sosial. Sementara itu, Definisi Pekerja Sosial menurut Buku

Panduan Pekerja Sosial adalah sebagai berikut:

13

Undang-Undang No.6 Tahun 1974 tentang,Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan

Sosial. Jakarta: Biro Hukum Departemen Sosial RI.

Page 41: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

31

“ Pekerja Sosial adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas

melaksanakan kegiatan usaha kesejahteraan sosial secara penuh oleh

pejabat yang berwewenang pada lingkungan Departemen Sosial dan Unit

Pelayanan Kesejahteraan Sosial pada instansi lainnya berdasarkan

kompetensi professional pekerja sosial”.14

Menurut UU No.11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial ialah

Pekerja Sosial Profesional didefinisikan sebagai “seseorang yang bekerja, baik

di lembaga pemerintahan maupun swasta yang memiliki kompetensi dan

profesi pekerjaan sosial, dan kepedulian dalam pekerjaan sosial yang

diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman praktik

pekerjaan sosial untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan

masalah sosial.

2. Tugas dan Fungsi Pekerja Sosial

Pekerja sosial memiliki tugas pokok yaitu membantu orang yang

memenuhi kebutuhan dasarnya dengan jalan memberikan kemungkinan agar

dapat menjalankan fungsi sosialnya secara optimal.

Dengan demikian fungsi pekerja sosial dapat dirumuskan sebagai berikut:

1) Mengembangkan, memelihara dan memperkuat sistem kesejahteraan

sosial sehingga sistem ini dapat memenuhi kebutuhan dasar manusia.

2) Menjamin tingkat kesejahteraan yang wajar/memadai bagi semua orang.

14

Dep Sos RI. Panduan Pekerja Sosial Di Lingkungan Departemen Sosial. Jakarta:

Sekretariat Jenderal.1998.h.4

Page 42: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

32

3) Memberikan kemungkinan kepada orang agar dapat berfungsi secara

optimal dalam peranan status sosial.

4) Menyokong dan memperbaiki tertib sosial serta struktur lembaga

masyarakat.15

3. Prinsip Umum Pekerja Sosial dan Kode Etik Pekerja Sosial

Kode etik merupakan pedoman yang dijadikan sebagai standar perilaku

para pekerja sosial yang berisikan nilai-nilai, prinsip-prinsip, aturan profesi

pekerjaan sosial yang dijadikan pedoman bagi anggotanya. Penetapan kode

etik ditujukan untuk menjamin kompetensi pelayanan profesional

meningkatkan mutu pelayanan sosial dan melindungi penerimaan pelayanan

sosial. Prinsip-prinsip pekerja sosial dituangkan dalam kode etik profesi,

dalam bentuk petunjuk dan kewajiban. Prinsip Dasar pekerja sosial adalah:

1. Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia.

2. Pengakuan adanya persamaan kesempatan.

3. Hak individu untuk menentukan jalan/cara hidupnya sendiri.

4. Setiap orang mempunyai tanggung jawab sosial.

Terdapat enam prinsip khusus dalam praktek pekerjaan sosial. Prinsip-

prinsip tersebut adalah:

a. The Princple Of Acceptance (Prinsip Penerimaan)

Prinsip ini mengemukakan bahwa pekerja sosial menerima klien tanpa

menghakimi klien. Kemampuan pekerja sosial untuk menerima klien dengan

terbuka akan banyak membantu perkembangan relasi pekerja sosial dengan

15

Sumber Pedoman Pekerja Sosial (Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat)

Page 43: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

33

kliennya. Dengan sikap penerimaan yang tanpa menghakimi dari pekerja

sosial, klien akan terbuka untuk mengungkapkan permasalahan yang

dialaminya.

b. The Principle Of Communication (Prinsip Komunikasi)

Komunikasi berkaitan dengan kemampuan pekerja sosial untuk

mengangkap informasi ataupun pesan yang diungkapkan klien, baik verbal

maupun nonverbal. Pekerja sosial juga diharapkan membantu klien dalam

mengungkapkan apa yang dirasakannya.

c. The Principle Of Individualitation (Prinsip Individualisasi)

Prinsip individualisasi pada intinya menganggap setiap individu berbeda

antara satu dengan lainnya, sehingga cara pemberian bantuan terhadap klien

dapat berbeda sesuai dengan kondisi dan kebutuhan klien.

d. The Principle Of Participation (Prinsip Partisipasi)

Seseorang pekerja sosial harus mengajak kliennya untuk berperan aktif

dalam mengatasi permasalahannya yang dihadapinya sehingga mucul rasa

tanggung jawab klien terhadap proses pemberian bantuan. Tanpa partisipasi

dari klien, proses pemberian bantuan akan sulit dilakukan.

e. The Principle Of Confidentiality (Prinsip Kerahasiaan)

Dalam prinsip ini pekerja sosial menjaga kerahasiaan dari kasus yang

sedang ditanganinya, sehingga kasus klien tidak dibicarakan dengan

sembarangan orang yang tidak terkait dengan penanganan kasus tersebut.

Prinsip kerahasiaan memungkinkan klien mengungkapkan masalah yang

Page 44: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

34

sedang ia hadapi dengan rasa aman karena yakin akan keamanan dan

informasi yang ia berikan.

f. The Principle Of Self Awarness (Prinsip Kesadaran dari pekerja sosial)

Prinsip ini menuntut pekerja sosial untuk bersikap proffesional dalam

menjalin relasi dengan klien. Pekerja sosial harus mampu mengendalikan diri

untuk tidak terhanyut oleh perasaan dan permasalahan yang dihadapi oleh

kliennya.16

Adapun kode etik pekerja sosial adalah:

1. Pekerja sosial mengutamakan tanggung jawab melayani kesejahteraan

individu dan kelompok yang meliputi kegiatan perbaikan kondisi

sosial.

2. Pekerja sosial mendahulukan atau mengutamakan tanggung jawab

profesi daripada kepentingan pribadi.

3. Pekerja sosial tidak membeda-bedakan latar belakang keturunan,

warna kulit, agama, umur, jenis kelamin, warga negara dan berusaha

mencegah serta menghapuskan diskriminasi dalam memberikan

pelayanan, dalam tugas serta dalam praktek-praktek kerja.

4. Pekerja sosial melaksanakan tanggung jawab demi mutu dan

keleluasaan pelayanan yang diberikan.17

16

Adi,Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial: Pengantar pada Pengertian dan

Beberapa Pokok Bahasan (edisi 2) 2005, FISIP UI 17

Sumber Pedoman Pekerja Sosial (Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat)

Page 45: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

35

Pada dasarnya tujuan pekerja sosial yaitu ingin selalu memperbaiki dan

meningkatkan praktik pekerjaan sosial professional. Para pekerja sosial

berupaya untuk menggabungkan pengetahuan dan keterampilan untuk

kepentingan pelayanan kepada sistem klien. Disamping itu para pekerja sosial

diharapkan cukup memahami metedologi penelitian serta hasil-hasil penelitian

yang dilaporkan dan menerapkan konsep-konsep, teori-teori, serta

pengetahuan yang dikembangkan oleh penelitian yang bersangkutan kedalam

praktik yang dilakukannya.18

4. Peran Pekerja Sosial

Menurut W.A. Friendlander dalam menjalankan fungsi, tugas dan

kegiatan Pekerja Sosial dalam melakukan pendampingan sosial dapat

menjalankan peran yang meliputi: Katalisator, Informator, Mediator,

Fasilitator, Motivator, Konselor dan Educator.19

a. Katalisator

Sebagai katalisator yaitu orang yang selalu siap untuk menerima keluh

kesah atau masalah klien. Dalam hal ini pekerja sosial harus mempunyai

kemampuan menjadi pendengar yang baik, memegang teguh rahasia klien

sehingga klien percaya pada pekerja sosial, mempunyai rasa empati sehingga

pekerja sosial mampu merasakan apa yang sedang di alami oleh klien.

18

Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial, Suatu Teknik Penelitian Bidang

Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,2004), cet.6,h.18 19

Suharto, Edi , Pembangunan Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial: Spektrum Pemikiran,

Bandung: Lembaga Studi Pembangunan STKS (LSP-STKS), 1997.

Page 46: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

36

b. Informator

Sebagai informator yaitu orang yang selalu memberikan informasi atau

penjelasan yang kurang dipahami oleh klien. Dalam hal ini pekerja sosial

harus banyak memiliki informasi, memiliki kemampuan untuk berkomunikasi

dengan baik dengan menyampaikan berita-berita dan informasi dengan baik

dan komunikatif, dan mampu menarik minat klien.

c. Mediator

Pekerja sosial sering melakukan peran mediator dalam berbagai kegiatan

pertolongannya. Peran mediator diperlukan terutama pada saat terdapat

perbedaan yang mencolok dan mengarah pada konflik antara berbagai pihak.

Mediator ini merupakan derivasi dari meditio (Latin) yaitu seseorang yang

digunakan sebagai orang tengah. Dalam berbagai hal fungsi mediator juga

hampir sama dengan seorang fasilitator. Dalam melaksanakan tugasnya,

seorang mediator tidak memiliki hak untuk membuat keputusan namun ia

hanya berfungsi sebagai seorang figur konsultatif. Pekerja sosial sering

melakukan peran mediator dalam berbagai kegiatan pertolongannya. Dean H

Hepworth dan Jo Ann Larsen memberikan contoh bahwa pekerja sosial dapat

memerankan fungsi sebagai “kekuatan ketiga”untuk menjembatani antara

anggota kelompok dan sistem lingkungan yang menghambatnya.

Page 47: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

37

d. Fasilitator

Dalam literatur pekerjaan sosial, peranan “fasilitator” seringdisebut

sebagai “pemungkin” (enabler). Keduanya bahkan sering dipertukarkan satu

sama lain. Sebagimana yang dinyatakan oleh Parsons, Jorgensen dan

Hernandez, “ The traditional role of enabler in social work imploes

education, facilitation, and promotion of interaction and action”. (artinya:

peran tradisional bantuan dalam pekerjaan sosial mengimplikasikan peran

pendidikan, fasilitasi, dan promosi dari interaksi dan aksi). Selanjutnya

Barker, memberi definisi pemungkin atau fasilitator sebagai tanggung jawab

untuk membantu klien menjadi mampu menangani tekanan situasional atau

transisional. Strategi-strategi khusus untuk mencapai tujuan tersebut meliputi

pemberian harapan, pengurangan penolakan, pengidentifikasian dan

ambivalensi, pengakuan dan pengaturan perasaan-perasaan,

pengidentifikasian dan pendorong kekuatan-kekuatan personal dan aset-aset

sosial, pemilahan masalah menjadi beberapa bagian sehingga lebih mudah

dipecahkan, dan pemeliharaan sebuah fokus pada tujuan dan cara-cara untuk

pencapaiannya.

Page 48: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

38

e. Motivator

Seorang pekerja sosial bertugas untuk dapat menguggah, menggerakan

dan membuat klien dinamis. Seorang pekerja sosial juga harus berani

mengambil resiko dan mau membuat terobosan, sehingga klien mampu

mengembangkan profesinya.

f. Konselor

Sebagai konselor yaitu seorang pekerja sosial melalui metode konselor

baik secara individu maupun kelompok berusaha memecahkan masalah-

masalah klien.

g. Educator

Sebagai educator yaitu seorang pekerja sosial yang berkecimpung dalam

bidang pendidikan baik menengah maupun tinggi, dan pekerja sosial menjadi

instruktur pada pelatihan pekerja sosial junior menjadi supervisi pada praktik

pekerja sosial.

C. Bimbingan Keterampilan

1. Pengertian Bimbingan Keterampilan

Sebelum peneliti membahas mengenai bimbingan keterampilan terlebih

dahulu, peneliti akan menguraikan mengenai pengertian bimbingan itu sendiri

yang ditinjau dari beberapa pendapat para ahli, antara lain :

Pengertian bimbingan dalam “ Jear Book Of Education”.

Bimbingan adalah “ suatu proses membantu individu melalui usahanya

sendiri untuk menemukan dan mengembangkan kemampuannya agar

memperoleh kebahagian pribadi dan kemanfaatan sosial”.

Page 49: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

39

Bimbingan ialah “ suatu proses yang terus menerus dalam membantu

perkembangan individu untuk mencapai kemampuannya secara maksimal

dalam mengarahkan manfaat yang sebesar-besarnya baik bagi dirinya maupun

masyarakat”.20

Dari beberapa pengertian di atas maka dapat peneliti simpulkan, bahwa

pengertian bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang

berkelanjutan/terus-menerus dari sistematis kepada suatu individu atau

kelompok, melalui usahanya sendiri untuk menemukan serta mengembangkan

kemampuannya agar dapat memperoleh kebahagian pribadi dan kemanfaatan

sosial.

Pengertian keterampilan yaitu kecakapan untuk dapat menyelesaikan suatu

tugas, atau dengan kata lain keterampilan juga dapat diartikan sebagai suatu

kemampuan seseorang untuk melakukan suatupekerjaan atau tugas yang

kompleks dengan mudah dan cermat serta dapat menyelesaikannya dengan

baik.21

Menurut Ngalim Purwanto, keterampilan berasal dari kata terampil yang

berarti mahir, namun dalam pembahasan ini keterampilan yang dimaksud

adalah keterampilan yang berhubungan dengan pekerjaan tangan atau

kecekatan tangan.22

20

Moh. Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, C. V. Ilmu (Bandung: 1975), h.25 21

Nuraini, “Bimbingan Keterampilan Bagi Wanita Tuna Susila Dalam Upaya Peningkatan

Ekonomi keluarga Di Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Pasar Rebo Jakarta Timur, “ (Skripsi S1

Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2008), h.17 22

Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktikum, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 1996), h. 169

Page 50: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

40

Keterampilan sangat erat dengan kaitannya dengan sumber daya manusia.

The Liang Gie mengemukakan pengertian keterampilan sebagai berikut:

Keterampilan adalah kegiatan menguasai sesuatu keterampilan dengan

tambahan bahwa mempelajari keterampilan harus dibarengi dengan kegiatan

praktik, berlatih, dan mengulang-ulang suatu kerja. Seseorang memahami

semua asa, metode, pengetahuan dan teori dan mampu melaksanakan secara

praktis adalah orang yang memiliki keterampilan.23

Dan menurut Whitherington menyatakan bahwa suatu keterampilan adalah

hasil dari latihan yang berulang-ulang yang dapat disebut perubahan

meningkat atau progesif atau pertumbuhan yang dialami oleh orang yang

mempelajari keterampilan tadi sebagai hasil dari aktivitas tertentu.24

Dengan memperhatikan konsep keterampilan menurut Liang Gie di atas

dapat dikemukakan bahwa keterampilan merupakan suatu pemahaman

seseorang akan suatu metode, cara, dan teknik, pengetahuan dan teori.

Sehingga seseorang tersebut dapat mempraktikannya dalam kehidupan sehari-

hari atau dalam organisasi/lembaga tertentu yang dapat menunjukkan kalau

seseorang itu mempunyai keterampilan.

23

Syarif Makmur, Pemberdayaan Sumber Daya Manusia dan Efektivitas Organisasi: kajian

Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2008), h.70 24

Whitherington, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Aksara Baru, 1985), h. 104

Page 51: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

41

Dan pengertian menjahit adalah pekerjaan menyambung kain, bulu, kulit

binatang, pepagan, dan bahan-bahan lain yang bisa di lewati jarum jahit dan

benang. Mejahit dapat dilakukan dengan tangan memakai jarum tangan atau

dengan mesin jahit.25

Sedangkan pengertian keterampilan menjahit dalam arti luas bukan hanya

sekedar pelajaran jahit menjahit saja, tetapi meliputi pengetahuan tentang

kesehatan, keserasian, dan perawatan dalam berpakaian. Seperti apa yang

diungkapkan oleh Moesarah Mangkoesatyoko, dalam bukunya yang berjudul

PKK bahwa keterampilan menjahit adalah pengetahuan tentang pemeliharaan

kesehatan dan tata rias diri, memahami peraturan kesehatan untuk mencapai

keindahan diri, memiliki keterampilan untuk merawat dan memperindah diri

serta memiliki apresiasi terhadap penampilan diri yang menarik. 26

Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian

bimbingan keterampilanadalah suatu proses bantuan yang diberikan kepada

suatu individu dengan tujuan agar dapat mengetahui, memahami serta

menguasai suatu hal/keterampilan yang sesuai dengan bidang keterampilan

yang dimiliki, sehingga menjadi tenaga ahli yang memungkinkan mereka

mendapatkan pekerjaan, pendapatan serta penghidupan yang layak di

masyarakat.

25

Wikipedia, diakses pada tanggal 09 Maret 2014 dari http://id.wikipedia.org/wiki/menjahit 26

Moesarah Mangkoesatyoko et. al, Pendidikan Kesejahteraan Keluarga 1, (Jakarta: F.A.

Hasmar, 1975), h.7

Page 52: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

42

2. Tujuan Bimbingan Keterampilan

Adapun tujuan dari bimbingan keterampilan adalah sebagai berikut:

a. Membantu individu untuk mengembangkan pemahaman diri sesuai

dengan kecakapan yang dimiliki.

b. Membantu proses sosialisasi dan sensitivitas kepada kebutuhan orang

lain.

c. Membantu individu untuk mengembangkan motif-motif intirinsik

dalam proses belajar sehingga tercapai kemajuan yang berarti.

d. Membantu memberikan dorongan di dalam pengarahan diri,

pemecahan masalah, pengambilan keputusan dan keterlibatan dalam

proses pendidikan.

e. Membantu individu dalam proses memilih pekerjaan dan memasuki

dunia kerja.27

D. Wanita Tuna Susila

1. Pengertian Wanita Tuna Susila

Pelacuran atau Prostitusi merupakan salah satu bentuk penyakit

masyarakat yang harus dihentikan penyebarannya, tanpa mengabaikan usaha

pencegahan dan perbaikan. Pelacuran berasal dari bahasa Latin Pro-stituere

atau pro-stauree, yang berarti membiarkan diri berbuat zina, melakukan

27

M. Lutfi,Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, (Jakarta: 2008), h.

122-126

Page 53: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

43

persundalan, percabulan, dan pergendakan. Sedang prostitue adalah pelacur

atau sundal. Dikenal pula dengan istilah WTS atau Wanita Tuna Susila.28

Menurut arti terminologi, Wanita Tuna Susila (WTS) menurut Soerjono

Soekanto adalah: “Suatu pekerjaan yang bersifat menyerahkan diri kepada

umum untuk melakukan perbuatan seksual dengan mendapatkan upah”.29

Berdasarkan kamus Besar Bahasa Indonesia, pelacur memiliki arti wanita

tuna susila atau wanita yang melacur.30

Wanita yang menjual diri. Pelacur

adalah profesi yang menjual jasa untuk memuaskan kebutuhan seksual

pelanggan. Biasanya pelayanan ini dalam menyewakan tubuhnya.

Pelacuran merupakan profesi yang sangat tua usianya, setua umur

kehidupan manusia itu sendiri. Yaitu berupa tingkah laku lepas bebas tanpa

kendali dan cabul, karena adanya pelampiasan nafsu seks dengan lawan

jenisnya tanpa mengenal batas-batas kesopanan. Pelacuran itu selalu ada pada

semua negara berbudaya, sejak zaman purba sampai sekarang. Dan senantiasa

menjadi masalah sosial atau menjadi objek urusan hukum dan tradisi.

Selanjutnya, dengan perkembangan teknologi, industri dan kebudayaan

manusia, turut berkembang pula pelacuran dalam berbagai bentuk dan

tingkatannya.

28

Kartini,Kartono, Patologi Sosial, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), cet.10,h.207 29

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,1993),

cet.Ke-17,h.417 30

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,

2005),cet.ke-3,h.623

Page 54: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

44

Telah disadari oleh setiap bangsa dan negara di dunia bahwa WTS yang

juga dikenal sebagai penyakit masyarakat selalu dihubungkan dengan

eksitensi wanita. Pandangan Boger tentang wanita tuna susila “Suatu gejala

kemasyarakatan dimana wanita menjual diri melakukan perbuatan-perbuatan

seksual sebagai mata pencaharian”.31

Dari penjelasan diatas terlihat suatu gambaran yang dimaksud dengan

wanita tuna susila atau pelacur adalah suatu perbuatan melakukan hubungan

seksual di luar ikatan pernikahan jasa maupun tidak, guna mendapat

memberikan kepuasan seks kepada pasangannya.

2. Latar Belakang Timbulnya Wanita Tuna Susila

Berlangsungnya perubahan-perubahan sosial yang serba cepat dan

perkembangan yang tidak sama dalam kebudayaan, mengakibatkan

ketidakmampuan banyak individu untuk menyesuaikan diri, mengakibatkan

timbulnya disharmoni, konflik-konflik eksternal dan internal, juga

disorganisasi dalam masyarakat dan dalam diri pribadi.

Berbagai penyebab timbulnya WTS dapat dibagi kepada dua faktor

penyebab yaitu: Faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah

dorongan-dorongan biologis yang timbul dari dalam diri seseorang yang tidak

dapat dikendalikan sehingga ia terjun ke dunia pelacuran, sedangkan faktor

eksternal adalah dorongan-dorongan biologis yang dari luar diri seseorang itu

sendiri, seperti di lingkungan keluarga miskin atau tertipuoleh bujuk rayu para

31

Kartini Kartono, Patologi Sosial, (Jakarta: CV. Rajawali, 1981), h.209

Page 55: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

45

germo atau yang menjanjikan perkerjaan terhormat, tetapi pada kenyataanya

berfungsi sebagai pelacur.

Faktor internal tersebut menurut Kartini Kartono dapat berupa:

a. Tidak adanya undang-undang yang melarang pelacuran. Juga tidak ada

larangan terhadap orang-orang yang melakukan relasi seks sebelum

pernikahan atau di luar pernikahan.

b. Adanya keinginan dan dorongan manusia untuk menyalurkan

kebutuhan seks.

c. Komersialisasi dari seks, baik di pihak wanita maupun germo-germo

dan oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan pelayanan seks.

d. Dekadensi moral, merosotnya norma-norma susila dan keagamaan

pada saat-saat orang mengenyam kesejahteraan hidup.

e. Semakin besarnya penghinaan orang terhadap martabat kaum wanita

dan harkat manusia.

f. Kebudayaan eksploitasi pada zaman modern ini, khususnya

mengeksploitasi kaum lemah/wanita untuk tujuan-tujuan komersil.32

32

Kartini, Kartono, Patologi Sosial, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), cet.10,h.243

Page 56: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

46

Faktor Eksternal yang menyebabkan timbulnya WTS menurut Kartini

Kartono, yaitu :

a. Adanya kecenderungan melacurkan diri pada banyak wanita untuk

menghindarkan diri dari kesulitan hidup.

b. Ada nafsu-nafsu seks yang abnormal, tidak terintergrasi dalam

kepribadian, dan keroyalan seks. Histeris dan hyperseks, sehingga

tidak merasa puas mengadakan relasi seks dengan satu pria/suami.

c. Tekanan ekonomi, faktor kemiskinan, ada pertimbangan-pertimbangan

ekonomis untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya,khususnya

dalam usaha mendapatkan status sosial yang lebih baik.

d. Aspirasi materill yang tinggi pada diri wanita dan kesenangan

ketamakan terhadap pakaian-pakaian indah dan perhiasan mewah.

e. Banyaknya stimulasi seksual dalam bentuk: film-film biru, gambar-

gambar porno, bacaan cabul, gang-gang anak muda yang

mempraktikan relasi seks, dan lain-lain.

f. Adanya ambisi-ambisi besar pada diri wanita untuk mendapatkan

status sosial yang tinggi

g. Ajakan teman-teman sekampung/sekota yang sudah terjun terlebih

dahulu dalam dunia pelacuran.33

33

Kartini,Kartono, Patologi Sosial, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), cet.10,h.245-

248

Page 57: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

47

3. Dampak dari Prostitusi

Kartini Kartono berpendapat banyak tentang dampak dari prostitusi

sebagaimana tertulis dalam buku Patologi Sosial, diantaranya:

a. Menimbulkan dan menyebarluaskan penyakit kelamin dan kulit.

Penyakit yang paling sering terjadi ialah syphilis dan gonorrhoe

(kencing nanah). Terutama syphilis, apabila tidak mendapatkan

pengobatan yang sempurna bisa menimbulkan cacat jasmani dan

rohani pada diri sendiri dan anak keturunan. Antara lain ialah: (1)

Congential syphilis (sipilis herediter/keturunan) yang menyerang bayi

semasih dalam kandungan, sehingga terjadi abortus/keguguran atau

bayi lahir mati. Jika bayi bisa lahir biasanya kurang bobot, kurang

darah, buta, tuli, kurang intelegensinya, defect (rusak cacat) mental

dan defect jasmani lainnya. (2) Syphilis amenita, yang mengakibatkan

cacat mental ringan, retardasi atau lemah ingatan dan imbisilitas.

Sedangkan yang berat bisa mengakibatkan serangan epilepsi atau

ayan, kelumpuhan sebagian dan kelumpuhan total, bisa jadi idiot

psikotik atau menurunkan anak idiocy.

b. Merusak sendi-sendi kehidupan keluarga.

Suami-suami yang tergoda pelacur biasanya melupakan fungsinya

sebagai kepala keluarga, sehingga keluarga menjadi berantakan.

c. Memberikan dampak buruk kepada anak-anak remaja pada kriminal

dan obat-obatan.

Page 58: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

48

Dampak buruk bagi remaja adalah adanya pengaruh demoralisasi

kepada lingkungan khususnya anak-anak muda remaja pada masa

puber dan adolesensi serta berkorelasi dengan kriminalitas dan

kecanduan bahan-bahan narkotika (ganja, morfin, heroin, dan lain-

lain).

d. Merusak sendi-sendi moral, susila, hukum dan agama.

Terutama sekali menggoyahkan sendi perkawinan, sehingga

menyimpang dari adat kebiasaan, norma hukum, dan agama karena

digantikan dengan pola pemuasan kebutuhan seks dan kenikmatan

seks yang awut-awutan, murah serta tidak bertanggung jawab. Bila

pola pelacuran ini telah membudaya maka rusaklah sendi-sendi

kehidupan keluarga yang sehat.

e. Adanya pengeksploitasian manusia oleh manusia lain.

Pada umumnya wanita-wanita pelacur ini hanya menerima upah

sebagian kecil saja dari pendapatan yang harus diterimanya, karena

sebagian besar harus diberikan kepada germo, calo-calo, centeng-

centeng, pelindung dan lain-lain. Dengan kata lain ada sekelompok

manusia benalu yang memeras darah dan keringat para pelacur ini.

Page 59: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

49

f. Menyebabkan terjadinya disfungsi seksual.

Misalnya: impotensi, anorgasme, mymfomania, satyriasis, ejakulasi

premature yaitu pembuangan sperma sebelum zakar melakukan

penetasi dalam vagina atau liang senggama, dan lain-lain.34

4. Penanggulangan Prostitusi

Prostitusi sebagai masalah sosial sejak sejarah kehidupan manusia sampai

sekarang dan selalu ada pada setiap tingkatan peradaban, perlu ditanggulangi

dengan penuh kesungguhan, usaha ini sangat sukar melalui proses dan waktu

yang panjang, dan memerlukan pembiayaan yang besar. Pada garis besarnya,

usaha untuk mengatasi masalah wanita tuna susila ini dapat dibagi menjadi

dua, yaitu:

a. Usaha yang bersifat preventif, antara lain berupa:

a) Penyempurnaan perundang-undangan mengenai larangan atau

pengaturan penyelenggaraan pelacuran.

b) Intensifikasi pemberian pendidikan keagamaan dan kerohanian,

untuk memperkuat keimanan terhadap nilai-nilai religius norma

kesusilaan.

c) Menciptakan bermacam-macam kesibukan dan kesempatan

rekreasi bagi anak-anak puber dan adolesens untuk menyalurkan

kelebihan energinya.

34

Kartini,Kartono, Patologi Sosial, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), Jilid I ,h.250-

252

Page 60: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

50

d) Memperluas lapangan kerja bagi kaum wanita, disesuaikan dengan

kodrat dan bakatnya, serta mendapatkan upah/gaji yang cukup

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya setiap harinya.

e) Penyelenggaraan pendidikan seks dan pemahaman nilai

perkawinan dan kehidupan keluarga.

f) Penyitaan terhadap buku-buku dan majalah-majalah cabul,

gambar-gambar porno, film-film biru dan sarana-sarana lain yang

merangsang nafsu seks.

g) Meningkatkan kesejahteraan rakyat pada umumnya.

b. Tindakan yang bersifat represif dan kuratif dimaksudkan sebagai

kegiatan untuk menekan (menghapuskan,menindas), dan usaha

menyembuhkan para WTS untuk kemudian membawa mereka ke jalan

benar, yaitu :

a) Melalui alokasi yang sering ditafsirkan sebagai legalisasi, orang

melakukan pengawasan/kontrol yang ketat demi menjamin

kesehatan dan keamanan para prostitusi serta lingkungannya.

b) Melalui aktivitas rehabilitasi dan resosialisasi, agar mereka bisa

dikembalikan sebagai warga masyarakat yang susila.

c) Penyempurnaan tempat-tempat penampungan bagi para wanita

tuna susila terkena razia, disertai pembinaan yang sesuai dengan

bakat dan minat masing-masing.

d) Pemberian suntikan dan pengobatan pada interval waktu tetap

untuk menjamin kesehatan para prostitue dan lingkungannya.

Page 61: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

51

e) Mengikutsertakan ex-WTS dalam usaha transmigrasi, dalam

rangka pemerataan penduduk di tanah air dan perluasan

kesempatan kerja bagi kaum wanita.35

35

Kartini,Kartono, Patologi Sosial, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), Jilid I ,h.250-

266-268

Page 62: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

52

BAB III

GAMBARAN UMUM PANTI SOSIAL KARYA WANITA (PSKW)

“MULYA JAYA” PASAR REBO

A. Sejarah Singkat Berdirinya PSKW Mulya Jaya

Panti Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya” Jakarta adalah salah satu Unit

Pelaksana Teknis di lingkungan Departemen Sosial RI yang memberikan

pelayanan dan rehabilitasi sosial kepada Penyandang Masalah Tuna Susila

atau Wanita Tuna Susila, antara lain melalui kegiatan pembinaan fisik,

mental, sosial, mengubah sikap dan tingkah laku, pelatihan keterampilan,

resosialisi dan pembinaan lanjut agar mampu melaksanakan fungsi

sosialnya dan mandiri dalam kehidupan bermasyarakat.

Lembaga ini didirikan oleh Departemen Sosial RI., pada tahun 1959

panti ini berstatus Pilot Projek Pusat Pendidikan Wanita, sebagai projek

percontohan Depsos. Pembangunan dan penyempurnaan panti ini

dilakukan secara bertahap. Setahun kemudian tepatnya tanggal 20

Desember 1960 dibuka oleh Menteri Sosial Bapak H. Moeljadi

Djojomartono (Alm) dengan nama Mulya Jaya berdasarkan motto panti itu

sendiri yaitu, “Wanita Mulya Negara Pasti Jaya”.1

Pada tanggal 1 Juni 1963 diresmikan sebagai Panti Pendidikan Wanita

(PPW) “Mulya Jaya” dan di tahun 1969 diubah kembali menjadi Pusat

Pendidikan Pengajaran Kegunaan Wanita (P2KW). Berdasarkan SK

Mensos RI No.41/HUK/Kep./XI/1979 berubah nama menjadi Panti

1 Brosur,Departemen Sosial RI Panti Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya”. Jl. Tat Twam

Asi No.47 Komp.Depsos Pasar Rebo,Jakarta Timur 13769 Telp.021-8400631,Fax.8415717.

Page 63: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

53

Rehabilitasi Wanita Tuna Susila (PRWTS) “Mulya Jaya” dan sejak

tanggal 24 April 1995 ditetapkan sebagai Panti Sosial Karya Wanita

(PSKW) “Mulya Jaya” Jakarta berdasarkan kepmensos RI No.

22/HUK/1995.2

Departemen Sosial RI cq. Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial

Tuna Sosial, sampai saat ini hanya memiliki satu Panti Sosial Karya

Wanita (PSKW) dengan daya tampung 110 orang, dan jangka waktu

kegiatan selama 6 bulan. Ketidakseimbangan jumlah WTS yang

meningkat dari tahun ke tahun dengan keterbatasan kemampuan

pemerintah untuk memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial melalui

PSKW, mendorong pemerintah mencari alternatif pemecahan dalam

meningkatkan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi tuna susila, yaitu

dengan sistem non panti. Ini dipandang sebagai penangan yang cukup

efektif, efisien dan bermanfaat dengan jangka waktu kegiatan 4 bulan,

yang kemudian diberikan bimbingan lanjut.

B. Landasan Hukun PSKW “Mulya Jaya” Pasar Rebo

1. Undang-Undang Dasar 1945, pasal 27 ayat 2, pasal 28 dan pasal 34.

2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan

Pokok Kesejahteraan Sosial.

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

2 Brosur Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya”,Kep / Mensos RI

No:22/HUK/1995.

Page 64: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

54

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konfensi

Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap

perempuan.

5. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.

6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan

Keuangan Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor

72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848).

7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

8. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 20/HUK/1999 tentang

Rehabilitasi Sosial Bekas Penyandang Masalah Tuna Susila.

9. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 59/HUK/2003 tentang Organisasi

dan Tata Kerja Panti Sosial di lingkungan Departemen Sosial.

10. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Perdagangan Orang.

11. Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2002 tentang Kesejahteraan

Sosial.

12. Keputusan Presiden Nomor 88 Tahun 2002 tentang Penghapusan

Trafficking Perempuan dan Anak.3

3 http://mulyajaya.depsos.go.id/modules.php?name=pskw&kategori=profil. Diakses

pada tanggal 10 Agustus 2013, pukul 09.50 WIB.

Page 65: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

55

C. Visi, Misi, Motto dan Tujuan PSKW Mulya Jaya

Mengenai visi dan misi dari Panti Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya”,

yaitu:

1. Visi

Pelayanan dan Rehabilitasi Tuna Susila yang bermutu dan profesional.

2. Misi

a. Melaksanakan Pelayanan dan Rehabilitasi Tuna Susila sesuai dengan

panduan yang telah ada.

b. Mewujudkan keberhasilan pelayanan dan rehabilitasi Tuna Susila sesuai

dengan indikator keberhasilan, pelayanan dan rehabilitasi tuna susila.

c. Mengembangkan jaringan kerjasama dengan pihak-pihak terkait,

pemerintah dan masyarakat dalam rangka meningkatkan pelayanan dan

srehabilitasi tuna susila.

3. Maksud dan Tujuan

a) Maksud

Kegiatan pelayanan rehabilitasi sosial bagi WTS yang dilaksanakan di

PSKW Pasar Rebo dimaksudkan untuk memperoleh hasil penanganan

yang optimal dalam upaya mencapai sasaran program pelayanan dan

rehabilitasi sosial serta adanya kepaduan langkah pelaksanaannya.

b) Tujuan

Program pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi WTS ini yaitu :

memulihkan kondisi fisik, mental, psikis, sosial, dan perilaku WTS agar

mampu melaksanakan fungsi sosial secara wajar dalam kehidupan

keluarga maupun masyarakat. Tujuan didirikannya lembaga ini adalah

Page 66: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

56

terbina dan berkembangnya tata kehidupan sosial para tuna susila yang

meliputi pemulihan kembali rasa harga diri, tanggung jawab sosial serta

kemauan melaksanakan fungsi sosialnya dalam kehidupan dan

penghidupan masyarakat.4

D. Identitas Panti

1. Nama Panti : Panti Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya”. Status Panti :

Unit Pelaksana Teknis di bidang Rehabilitasi Sosial dan Pelayanan

bertanggung jawab langsung kepada Sekretaris Utama Badan

Kesejahteraan Sosial Nasional.

2. Alamat : Jalan Tat Twam Asi RT/RW. 08/02. Kelurahan Gedong,

Kecamatan Pasar Rebo Jakarta Timur – PO BOX 13760.

3. Sasaran Pelayanan : Wanita Penyandang Masalah Tuna Susila, didapat

dari :

a. Hasil penertiban Pemda (Dinas Sosial, Trantib dan Aparat

Keamanan lainnya).

b. Hasil motivasi Pekerja Sosial (Peksos) di lokasi kantung-kantung

rawan tindak tuna susila.

c. Penyerahan pihak keluarga maupun Organisasi Sosial.5

4 Modul, Direktorat Jenderal Pelayanan Dan Rehabilitasi Sosial Kementrian Sosial RI,

hal.3 5 Brosur Panti Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya” dan Profil UPT (Pusat Rehabilitasi /

Panti Sosial / Balai) di lingkungan Dirjen pelayanan dan Rehsos Depsos RI, Jl. Salemba Raya

No:28 bagian Program dan Informasi, Sekretariat Dirjen pelayanan dasn Rehsos, (Jakarta :

2002),h. 449.

Page 67: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

57

E. Fungsi Lembaga

Berdasarkan tugas pokok tersebut, PSKW Jakarta mempunyai fungsi:

a. Penyusunan rencana dan program evaluasi dan laporan.

b. Pelaksanaan Registrasi, observasi, identifikasi, diagnosa sosial, dan

perawatan.

c. Pelaksanaan pelayanan dan rehabilitasi sosial yang meliputi

bimbingan mental, sosial, fisik, dan keterampilan.

d. Pelaksanaan resosialisasi, penyaluran dan bimbingan lanjut.

e. Pelaksaan pemberian perlindungan sosial, advokasi sosial, informasi

dan rujukan.

f. Pelaksanaan pusat model pelayanan rehabilitasi dan perlindungan

sosial.

g. Pelaksanaan urusan tata usaha.

F. Kebijakan

Kebijakan dalam pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi WTS adalah

sebagai berikut :

1. Meningkatkan dan memantapkan peranan masyarakat dalam

menyelenggarakan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi

penyandang masalah sosial dengan melibatkan semua unsur

dan komponen masyarakat yang didasari oleh nilai-nilai

swadaya, gotong royong dan kesetiakawanan sosial, sehingga

upaya tersebut merupakan usaha-usaha kesejahteraan sosial

yang melembaga dan berkesinambungan.

Page 68: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

58

2. Meningkatkan jangkauan pelayanan dan rehabilitasi sosial yang

lebih adil dan merata, agar setiap warga negara khususnya

penyandang masalah kesejahteraan sosial berhak untuk

memperoleh pelayanan yang sebaik-baiknya untuk

meningkatkan kualitas kehidupan.

3. Meningkatnya mutu pelayanan dan rehabilitasi sosial yang

semakin profesional, baik yang diselenggarakan oleh

pemerintah, masyarakat dan dunia usaha bagi penyandang

masalah kesejahteraan sosial.

4. Memantapkan manajemen pelayanan sosial yang dilakukan

dengan penyempurnaan terus-menerus dalam merencanakan,

melaksanakan, memantau, mengevaluasi dan melaporkan serta

mengkoordinasikan dan memadukan dengan sektor-sektor lain

dan pemerintah daerah, sehingga pelayanan dan rehabilitasi

sosial menjadi semakin berkualitas dan dapat

dipertanggungjawabkan kepada publik.6

6 Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, kementerian Sosial R.I, diakses

dari http://www.kemsos.go.id pada tanggal 10 Agustus 2013. Pukul 09.40

Page 69: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

59

G. Sarana dan Prasarana

Adapun sarana dan prasarana di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW)

“Mulya Jaya” Pasar Rebo, ialah berupa:

Tabel 2

Sarana dan Prasarana

No Sarana Dan Prasarana Keterangan

1 Kantor ( Kepala Panti dan Tata Usaha ) 187 m2

2 Kantor ( Rehabsos,PAS, Peksos ) 420 m2

3 Guest House 195 m2

4 Rumah Dinas Pimpinan 185 m2

5 Rumah Dinas Pegawai I 155 m2

6 Rumah Dinas Pegawai II 115 m2

7 Rumah Dinas / Mess Pegawai 200 m2

8 Ruang Seleksi 179 m2

9 Aula 216 m 2

10 Ruang Keterampilan Tata Rias dan Olahan Pangan 231 m2

11 Ruang Keterampilan Menjahit Manual 156 m2

12 Ruang Keterampilan Menjahit High Speed 200 m2

13 Ruang Kesehatan, Konsultasi dan data 140 m2

14 Asrama Siswa Cut Nyak Dien, Nyi Ageng Serang 130 m2

15 Asrama Siswa Kartini Satu dan Dua 260 m2

16 Asrama Siswa Malahayati ( Tingkat ) 266 m2

17 Ruang Makan dan Dapur 275 m2

18 Ruang Serbaguna ( Ruang Pendidikan ) 353 m2

19 Pos Jaga Depan 12 m2

20 Pos Jaga Belakang 9 m2

21 Rumah Ibadah Mesjid Al – Khairat 433 m2

22 Lapangan Tenis 757 m2

23 Lapangan Olah Raga dan Upacara 1280 m2

24 Selasar 90 m2

25 Taman 1680 m2

26 Lahan Pertanian 2903 m2

27 Empang I

28 Empang II

29 Jalan Dalam Komplek 780 m2

30 Pagar Tembok Keliling 785 m2

31 Drainase ( Saluran Air ) 1750 m2

32 Gardu PLN 1 Unit

33 Lahan Penghijauan dan Semak Belukar 2427 m2

34 Gedung TPA 257 m2

35 Gedung Trafficking ( Tingkat ) 340 m2

36 Aula atau Ruang Serbaguna 537 m2

37 Lapangan Bulutangkis 144 m2

Page 70: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

60

No Sarana Dan Prasarana Keterangan

38 Roda Enam ( Mini Bus ) 1 Buah

39 Roda Empat 3 Buah

40 Roda Dua 2 Buah

Sumber: Data Dokumen di PSKW Pasar Rebo

Kapasitas Tampung

Untuk tahun anggaran 2009 kapastitas tampung di PSKW Pasar

Rebo terdiri dari :

1) Wanita Tuna Susila : 220 orang dalam 2 angkatan

2) Wanita Korban Trafficking : 100 orang dalam 4 angkatan

H. Struktur Organisasi

Struktur Organisasi ini tersusun dari Kepala Panti dan Pengurus-

Pengurus yang berada di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya

Jaya” Pasar Rebo – Jakarta Timur. Adapun struktur organisasi berdasarkan

Peraturan Menteri Sosial RI nomor : 106/HUK/2009.

Page 71: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

61

Bagan 1

Struktur Organisasi

Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya”

Pasar Rebo-Jakarta Timur

Sumber: Data Dokumen di PSKW Pasar Rebo

KEPALA PANTI

Drs. M. Ali Samantha, MM

195809291986031005

KA.SUB.BAG.TATA USAHA

Emil Salamun, S.Sos.I

KASIE.PROGRAM DAN

ADVOKASI SOSIAL

Kustaman, S.ST. M.Si

KASIE. REHABILITASI SOSIAL

Dra. Sri Gantini, M.Si

196710071993032005

KELOMPOK

JABATAN FUNGSIONAL

SHELTER INTALASI

PRODUKSI (WORK SHOP)

Page 72: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

62

I. Proses Rehabilitasi Sosial Wanita Tuna Susila

1. Identifikasi Klien

Merupakan kegiatan penggalian awal terhadap calon PM

(Penerima Manfaat) untuk mengetahui tentang identitas diri, keluarga,

pendidikan, pengungkapan dan pemahaman masalah atau assesment

serta catatan penting lainnya. Hasil interview dituangkan ke dalam

lembar biodata PM. Tersediannya data PM, terungkapnya

permasalahan sosial dan potensi yang dimiliki, terpenuhinya bahan

acuan sebagai dasar pertimbangan, dan kebijakan menentukan prohram

pembinaan yang tepat bagi PM.

a. Asal kelayan

1) Penerimaan Kantib dan instansi terkait

2) Motivasi petugas sosial masyarakat

3) Menyerahkan

b. Syarat Penerimaan Klien/Siswa

1) Wanita Tuna Susila

2) Tidak sedang berurusan dengan pihak kepolisian

3) Usia 15 s/d 45 tahun

4) Sehat jasmani dan rohani/ tidak sakit ingatan

5) Tidak mengidap penyakit berat dan menular kecuali penyakit

kelamin

6) Wajib tinggal di asrama dan mematuhi ketentuan yang berlaku

7) Wajib mengikuti bimbingan mental sosial dan fisik serta

keterampilan selama 6 bulan.

Page 73: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

63

2. Assesment

Assesment adalah instrumen intelektual untuk memahami situasi

psikososial klien, dan untuk menentukan apa masalahnya.7 Suatu

proses yang mengungkap, menelaah, memahami, menganalisis dan

menilai masalah atau rencana pelayanan dan lingkungan klien, serta

kebutuhannya, untuk langkah-langkah yang diperlukan guna mencapai

hasil-hasil yang diharapkan.

Assesment (psikologis, sosial, medis) dilakukan untuk memahami

sebab dan dinamika masalah. Pada tahapan ini tingkat keberfungsian

sosial, psikologis dan fisik klien diklarifikasi. Kebutuhan bagi klien

yang sangat rentan biasanya sangat luas dan assesment harus dilakukan

menyeluruh. Disini guna mengembangkan sejarah kasus-kasus yang

tradisional dan memanfaatkan informan luar dari berbagai disiplin

serta keluarga dan lembaga-lembaga lain yang pernah menangani

klien. Mengingat pemberdayaan klien adalah tujuan utama, maka ia

didorong untuk berpartisipasi maksimal dalam assesment serta seluruh

proses.8

7 Albert R. Roberts, Gilbert J. Greene. Buku Pintar Pekerja Sosial, Judul Asli. Social

Works’ desk Reference. Jilid 1. (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.2008), h.98 8 Albert R. Roberts, Gilbert J. Greene. Buku Pintar Pekerja Sosial, Judul Asli. Social

Works’ desk Reference. Jilid 1. (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.2008), h.284

Page 74: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

64

3. Rehabilitasi

Dilaksanakan dengan memberikan bimbingan mental, sosial,

keterampilan kerja dan pelayanan fisik lainnya.

a. Bimbingan fisik dan mental terdiri dari : Olah raga jasmani,

Bimbingan kerohanian.

b. Bimbingan Sosial terdiri dari : penyuluhan sosial, terapi

kelompok, dinamika kelompok, konseling.

c. Bimbingan Keterampilan terdiri dari : menjahit bordir, high

speed, tata rias rambut, tata rias pengantin, olahan pangan,

kuliner, dan handycraft.9

4. Penyaluran

a. Persiapan Penyaluran

Dengan penilaian klien sudah :

1) Sehat mental dan fisik

2) Perkembangan pribadi stabil

3) Memiliki keterampilan

4) Siap menyesuaikan diri / bermasyarakat 10

b. Jenis Penyaluran :

1) Nikah / nikah untuk transmigrasi

2) Bekerja pada perusahaan konveksi, catering, pramuwisma,

TKW keluar negeri.

9 Standarisasi Pelayanan Rehabilitasi Sosial karya Wanita “Mulya Jaya”, Direktorat

Pelayanan dan Rehabilitasi Tuna Sosial dan Korban Tindak Kekerasan, (Jakarta : BKSN, 200),

h.21-23 10

Brosur panti sosial karya wanita “Mulya Jaya” Pasar Rebo Jakarta Timur, Kanwil

Depsos DKI Jakarta

Page 75: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

65

3) Wiraswasta

4) Kembali pada keluarga 11

5. Bimbingan Lanjut

Yaitu suatu kegiatan untuk lebih memantapkan kemandirian PM

dan mencegah PM agar tidak kembali menjadi WTS lagi. Dengan

tujuan mengikuti perkembangan, konsultasi dan pembinaan dan

penilaian terhadap perkembangan pribadi, sikap mental dan

kemampuan daya guna dalam partisipasinya di masyarakat

memberikan bantuan stimulant.

6. Monitoring

Monitoring adalah suatu kegiatan melihat/mengamati secara

langsung terhadap pelaksanaan tugas pekerjaan/pelayanaan dan

rehabilitasi sosial terhadap PM. Kegiatan monitoring ini dilaksanakan

secara berkala dan berkesinambungan di dalam proses tahapan

pelaksanaan program pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi PM baik di

tingkat pusat daerah. Melalui monitoring diharapkan mampu

mendeteksi apabila terjadi penyimpangan atau masalah dalam

pelaksanaan program, untuk selanjutnya diupayakan perbaikan.

a) Tujuan

1) Mengetahui apakah pelayanan dan rehabilitasi sosial

bagi PM yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang

telah ditetapkan.

11

Standarisasi Pelayanan Rehabilitasi Sosial karya Wanita “Mulya Jaya”, Direktorat

Pelayanan dan Rehabilitasi Tuna Sosial dan Korban Tindak Kekerasan, (Jakarta : BKSN, 200),

h.24

Page 76: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

66

2) Menilai kemajuan kegiatan sesuai dengan tujuan yang

telah ditetapkan.

3) Memberi kesempatan untuk mengadakan perbaikan-

perbaikan.

b) Cara pelaksanaan

1) Meminta laporan langsung dari para pelaksana

2) Membaca laporan tertulis

3) Wawancara dan observasi

4) Memeriksa bagan atau grafik hasil pelaksanaan

kegiatan

5) Mengadakan inspeksi secara on the spot

6) Survey dan pengecekan

7. Evaluasi

Evaluasi adalah suatu usaha untuk mengukur dan memberi nilai

secara obyektif terhadap pencapaian hasil-hasil sebagaimana telah

direncanakan sebelumnya dalam upaya menyelenggarakan pelayanan

dan rehabilitasi sosial bagi PM. Evaluasi dilakukan secara menyeluruh

dalam pelaksanaan dan rehabilitasi sosial mulai tahap perencanaan

sampai akhir tahap pelayanan yang ditetapkan untuk mengukur tingkat

keberhasilan.

a) Tujuan

Mengukur efektifitas dan efisiensi dari pelaksanaan pelayanan

dan rehabilitasi sosial bagi PM dan sekaligus mengukur secara

obyektif hasil-hasil pelaksanaan kegiatan tersebut.

Page 77: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

67

b) Tahap pelaksanaan

1) Pengumpulan data dan bahan informasi yang diperlukan

2) Mengolah dan menganalisis data

3) Menilai dan menyimpulkan dengan mengadakan

pengukuran dan membandingkan hasil kesimpulan dengan

standar/tolak ukur atau tujuan yang tealh ditentukan

J. Pola Pendanaan

Anggaran dan pola pendanaan pada PSKW sepenuhnya diperoleh dari

Departemen Sosial RI. Berupa Anggaran Rutin (DIK) dan Anggaran

Pembangunan (DIP).12

Dana tambahan didapat dari hasil penjualan

keterampilan yang ada di PSKW Pasar Rebo dimana dana tersebut

digunakan untuk memenuhi kebutuhan kekurangan bahan-bahan

pelaksanaan keterampilan yang berlangsung di PSKW Pasar Rebo yang

dilaksanakan setiap hari senin hingga rabu.

K. Kerjasama Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya”

Kerjasama dengan lembaga terkait dapat diwujudkan dalam pola

penanganan permasalahan sosial WTS yang melibatkan ahli-ahli yang

kompeten, dan atas dasar pengetahuan dan dukungan Pemerintah Daerah

(Kabupaten/Kota) dalam rangka mengatasi masalah tuna susila.

12

Kesetiakawanan Nasional, Brosur panti sosial karya wanita “Mulya Jaya” Pasar Rebo

Jakarta Timur.

Page 78: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

68

1. Tujuan kerjasama antar lembaga:

Memperoleh dukungan dari lembaga-lembaga terkait maupun

lembaga penyedia lapangan kerja untuk terlibat dalam penanganan

masalah wanita tuna susila.

2. Manfaat kerjasama antar lembaga:

a. Menjamin kelancaran dan kelangsungan pelayanan dan rehabilitasi

sosial untuk lebih menghilangkan stigma eks WTS dalam

masyarakat.

b. Kehidupan secara normatif dan mandiri, baik secara sosial maupun

ekonomi.

c. Sasaran kegiatan ini adalah dunia usaha, lembaga penyedia

lapangan kerja, lembaga pelayanan sosial, panti-panti sosial, LSM,

dan Pemerintahan Daerah.

3. Lingkup Kegiatan

1. Identifikasi sasaran pada sejumlah lembaga yang akan diajak

kerjasama.

2. Sosialisasi program, pemaparan kelembagaan pelayanan dan

rehabilitasi sosial, jenis penanganan yang dilakukan, peningkatan

kompetensi eks klien dan hasil yang diharapkan.

3. Pelaksanaan program kerjasama antar lembaga.

4. Evaluasi program, menyangkut efektifitas kerjasama antar

lembaga.

Page 79: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

69

Kerjasama yang telah dilakukan oleh PSKW “Mulya Jaya” Jakarta,

dalam rangka pelayanan dan rehabilitasi sosial kepada Wanita Tuna Susila,

yaitu :

a. Dinas sosial, Dinas ketenteraman & ketertiban/ Satpol PP dalam

pengiriman calon kelayan/siswa dan menindaklanjuti hasil razia yang

dilaksanakan.

b. IOM (International Organizaton of Migration) dalam penanganan

lanjutan dan memberikan perlindungan terhadap terhadap korban

trafficking/penjualan perempuan yang dilacurkan.

c. RS POLRI Kramat Jati dalam hal rujukan dan penangan medis korban

trafficking perempuan.

d. RS Cipto Mangunkusumo dalam bantuan tenaga medis / dokter

spesialis kulit & kelamin untuk pemeriksaan dan pengolahan PMS

penerima pelayanan di Panti.

e. Lembaga Pendidikan Keterampilan Wanita dan Yayasan Tri Dewi

dalam bantuan tenaga instruktur keterampilan untuk meningkatkan

mutu pelatihan keterampilan / vocational.

f. Aparat Keamanan Setempat ( Polsek dan Koramil Pasar Rebo ), dalam

mengantisipasi kejadian yang tidak diinginkan.

g. Organisasi Wanita Aisyah, Organisasi Wanita Islam, Yayasan Al

Azhar, KUA, Pendeta dari Gereja, dalam pembinaan / bimbingan

mental agama.

Page 80: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

70

h. Universitas Indonesia, Jurusan Kesejahteraan Sosial dan Psikologi,

dalam membantu mengungkap dan menangani permasalahan kelayan /

siswa.

i. Universitas Negeri Jakarta, dalam hal pembinaan fisik, berupa tenaga

instruktur olahraga.

j. Panti Sosial Asuhan Anak Balita “Tunas Bangsa” Cipayung Jakarta,

dalam rujukan / penitipan anak balita kelayan / siswa yang sedang

dibina.

L. Kriteria Indikator Keberhasilan dalam Pelayanan dan Rehabilitasi

Kriteria-Kriteria indikator keberhasilan dalam pelaksanaan pelayanan

dan rehabilitasi sosial bagi wanita tuna susila, antara lain:

1. Adanya perubahan perilaku dan sikap hidup yang konstruktif,

untuk meningkatkan harkat dan martabatnya sebagai wanita.

2. Tidak lagi melakukan prostitusi atau sebagai WTS.

3. Tidak berkumpul kembali dengan teman-teman WTS.

4. Diterima kembali dan hidup secara normative ditengah-tengah

keluarga dan masyarakat.

5. Timbulnya dorongan semangat untuk kerja dan penghasilan yang

layak.

6. Berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak untuk meningkatkan

taraf ekonomi dan kehidupan.

7. Melakukan pekerjaan yang sesuai dengan norma-norma yang

berlaku dan memperoleh penghasilan yang halal.

Page 81: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

71

BAB IV

TEMUAN DAN ANALISI DATA

A. Peran Pekerja Sosial Pada Pelaksanaan Bimbingan Keterampilan

Menjahit Manual Di PSKW “Mulya Jaya” Pasar Rebo.

Berdasarkan uraian pada bab II mengenai Peran Pekerja Sosial Pada

Pelaksanaan Bimbingan Keterampilan Menjahit Manual di PSKW “Mulya

Jaya” Pasar Rebo Jakarta Timur. Pekerja Sosial yang dimaksud disini

yaitu sebagai katalisator, informator, mediator, fasilitator/pendamping,

motivator, konselor dan educator untuk penerima manfaat (PM) di PSKW

Pasar Rebo. Peran peksos ini mempunyai peran yang sangat penting bagi

PM yang tinggal di PSKW Pasar Rebo karena dengan adanya peran

peksos, para PM yang berada di PSKW Pasar Rebo mendapatkan

pembinaan fisik, kesehatan, bimbingan mental, bimbingan sosial,

bimbingan spiritual, kepribadian, pendidikan dan pelatihan keterampilan

seperti menjahit manual, high speed, handycraft, bordir, tata rias

pengantin, tata rias rambut, olahan pangan dan kuliner.

Pekerja sosial di PSKW Pasar Rebo juga mempunyai tugas untuk

melakukan pelayanan dan rehabilitasi sosial terhadap para PM dan

menyelenggarakan kegiatan resosialisasi meliputi : 1. Identifikasi dan

Assesment, 2. Penerimaan, 3. Pembinaan dan Bimbingan, 4. Resosialisasi

dan Penyaluran, 5. Bimbingan Lanjut (BINJUT).

Page 82: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

72

1. Identifikasi dan Assesment

Identifikasi dan assesment merupakan tugas yang dilakukan oleh

pekerja sosial yaitu: melakukan suatu mekanisme penerimaan calon PM

dari hasil penertiban dan penjangkauan sosial yang dilakukan oleh aparat

trantib yang bekerja sama dengan instansi terkait:

Sebagaimana yang dilakukan oleh Ibu Nendha, yang menjabat sebagai

Peksos Madya, menerangkan tugas peksos salah satunya adalah

melakukan identifikasi terhadap PM terkait memenuhi persyaratan atau

tidak nantinya. Dan setelah memenuhi persyaratan barulah dilakukannya

assesment kepada PM soal permasalahannya hingga PM mengaku kalau

bekerja menjadi WTS. Hal ini terungkap dalam penuturan Ibu Nendha,

yaitu:

“Kalau kita sebagai peksos dari titik awal memang sampai bimbingan

itu memang ada ya, sebelum ada identifikasi kita melakukan

sosialisasi program panti ke instansi terkait setelah itu barulah dikirim

dari dinas sosial barulah peran peksos melakukan identifikasi untuk

memaparkan memenuhi syarat atau tidak nanti. Setelah memenuhi

syarat akhirnya ada pemilihan minat dan bakat, setelah PM sesuai

minat bakatnya barulah di bimbing ke keterampilan yang sesuai

dengan minat bakatnya. Kalo assesment itu digalih-galih lagi kecuali

PM tidak mengaku, dan melakukan MS pendalaman lagi terhadap PM.

Pendalaman itu di kroscek ke teman-temannya, lingkungan, sama

keluarganya”.1

1 Ibu Nendha, Pekerja Sosial Madya, Wawancara Pribadi, PSKW Pasar Rebo, 09 Januari

2014

Page 83: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

73

Begitu pula dengan penuturan yang disampaikan oleh Bapak Wisnu

sebagai Pekerja Sosial Awal terkait tugas peksos dari awal PM datang ke

Panti hingga diterima di PSKW Pasar Rebo, yaitu:

“Tugas peksos pertama pendataan awal pada klien, indentifikasi awal

kepada CPM (calon penerima manfaat). Nanti setelah dia memenuhi

syarat, peksos melakukan registrasi, setelah itu melakukan assesment

untuk menggali permasalahan klien, untuk mengetahui bakat klien.

Lalu peksos melakukan CC, bila ada penekanan peksos akan

melakukan terapi”.2

2. Penerimaan

Adalah terjadinya kesepakatan pelayanan dalam rangka dimulainya

rehabilitasi sosial untuk mengikuti program yang sesuai dengan kebutuhan

PM. Disinilah pekerja sosial mulai mengarahkan kepada PM lebih

mengenal lingkungan barunya dan dapat beradaptasi dengan para PM yang

lainnya.

3. Pembinaan dan Bimbingan

Merupakan serangkaian kegiatan pemberian bantuan untuk

memulihkan dan mengembangkan perilaku PM, sehingga mereka mau dan

mampu melakukan fungsi dan peran sosialnya. Tugas yang dilakukan

pekerja sosial dalam bidang pembinaan dan bimbingan yang ada di PSKW

Pasar Rebo ini yaitu memberikan kesadaran pada para PM untuk lebih

menghargai dan memahami arti kehidupan dan sosialisasi yang baik

dengan orang lain. Salah satu prinsip dasar philosopi utama pelayanan

manusia adalah:

2 Bapak Wisnu, Pekerja Sosial Awal, Wawancara Pribadi, PSKW Pasar Rebo, 09 Januari

2014

Page 84: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

74

“Yang mendasari perubahan harus datang dari dalam, tetapi

kekuatan-kekuatan dari luar dpaat membantu untuk mewujudkan

terjadinya perubahan diri”.3

Oleh karena itu para PM secara aktif merupakan yang sangat penting

sesuai dengan prinsip philosophi tersebut, untuk mengoptimalkan hasil-

hasil yang ingin dicapai. Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam

bimbingan meliputi yaitu:

a. Bimbingan Sosial

Dalam kegiatan ini untuk memulihkan dan mengembangkan perilaku

PM dengan melibatkan seluruh potensi yang dimiliki dalam diri PM yang

nantinya untuk diarahkan oleh para pekerja sosial, sehingga menimbulkan

kesadaran dan tanggungjawab sosial. Bimbingan sosial ini terdiri dari

bimbingan penyuluhan sosial, terapi kelompok, dinamika kelompok, dan

konseling.

b. Bimbingan Fisik dan Mental

Dalam bimbingan fisik kegiatan yang dilakukan untuk menjaga

kesehatan fisik, kesegaran jasmani, kebersihan dan penyampaian

pengetahuan tentang kesehatan. Kegiatan ini dipandu oleh orang yang

proffesional di bidangnya, dengan jadwal rabu sore kesegaran fisik, jumat

pagi senam pagi jantung sehat, jumat sore kegiatan silat merpati putih dan

sabtu pelatihan baris berbaris, kegiatan fisik ini diberikan yang bertujuan

agar para PM mendapatkan kesehatan jasmani dan rohani saat berada di

lingkungan PSKW Pasar Rebo.

3 Departemen Sosial RI, Profil Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya”.2005

Page 85: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

75

Sedangkan dalam bimbingan mental kegiatan ini untuk menumbuhkan,

meningkatkan kemampuan PM untuk mengatasi tantangan hidup dan

permasalahannya dengan cara tidak lagi melanggar norma-norma sosial

dan agama. Hal ini dilakukan melalui penanaman budi pekerti,

bermuhasabah, dan berdoa, memberikan berbagai penjelasan kepada para

PM bahwa manusia diwajibkan berikhtiar dan dilarang berputus asa serta

mensyukuri hidup yang telah diberikan oleh Sang Penciptanya. Dengan

didampingi langsung oleh pekerja sosial dan para pemberi kerohanian atau

siraman rohani kepada para PM.

c. Bimbingan dan Pelatihan Keterampilan

Kegiatan ini memberikan berbagai macam pengetahuan, kecakapan

dan keterampilan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan minat

dan bakat yang dimiliki oleh para PM yang nantinya dapat menunjang

kebutuhan masa depannya saat kembali ke lingkungan masyarakat.

Bimbingan dan pelatihan keterampilan di panti dilatih oleh para

instruktur yang berpengalaman dan proffesional dalam bidangnya dengan

didampingi langsung oleh para pekerja sosial. Kegiatan bimbingan

keterampilan yang berada di PSKW Pasar Rebo ini meliputi keterampilan

menjahit manual, high speed, handycraft, tata rias rambut, tata rias

pengantin, bordir, olahan pangan dan kuliner. Sehingga para PM bisa

mengikuti keterampilan yang berada di PSKW Pasar Rebo sesuai minat

dan bakatnya tanpa ada paksaan dari pihak manapun.

Page 86: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

76

4. Resosialisasi dan Penyaluran

Suatu kegiatan dimana bimbingan yang ditujukan kepada para

PM/masyarakat/organisasi sosial/LSM dan dunia usaha dalam rangka

mempersiapkan para PM untuk hidup sesuai dengan nilai dan norma yang

berlaku setelah mendapatkan pelayanan, pembinaan bimbingan dan

perlindungan selama kurang lebih 6 (enam) bulan berada di PSKW Pasar

Rebo maka para PM di persiapkan untuk dapat berperan di masyarakat dan

bersosialisasi di dalamnya. Dengan mendapatkan pengarahan langsung

dari pekerja sosial, pengasuh dan guru kerohanian yang berharap agara

para PM dapat kembali ke masyarakat dengan baik dan tidak kembali lagi

menjadi WTS.

5. Bimbingan Lanjut (BINJUT)

Yaitu suatu kegiatan untuk lebih memantapkan kemandirian para PM

dan mencegah PM agar tidak kembali lagi menjadi WTS, terutama PM

yang karena berbagai sebab masih memerlukan bimbingan dan

pengarahan. Program ini dijalankan setelah 3(tiga) bulan pemulangan

ketika para PM sudah berada di daerah masing-masing, yang bertujuan

untuk mengetahui tingkat keberhasilan pembinaan yang dilakukan di

PSKW Pasar Rebo. Seperti penuturan Ibu Nendha yaitu:

“Untung modal kedepannya kita ada program untuk modal binjut

(bimbingan lanjut) kepada para ex penerima manfaat PSKW Pasar

Rebo, dan bantuan ini kita liat pada mereka ada hambatannya atau

gak. Ya kasian juga kalau mereka terhambat hanya karna modal nanti

Page 87: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

77

kita bicarakan ke binjut untuk kedepannya gimana biar mereka tidak

kembali kerja menjadi WTS”.4

Dalam hal ini Ibu Nendha akan melakukan BINJUT kepada para ex

PM untuk melihat indikator keberhasilan para PM setelah keluar dari

panti. Hal ini pernah dilakukan kepada salah satu angkatan PM, karena ex

PM mengalami kesulitan dalam modal untuk usahannya sehingga para

peksos berusaha untuk membantu dan mengajukan permohonan modal

untuk ex PM. Dan BINJUT ini hanya diberikan kepada ex PM sebesar

Rp.800.000,- (delapan ratus ribu rupiah) walaupun bantuan ini sebetulnya

kurang untuk ex PM tetapi setidaknya bisa sedikit meringankan ex PM

untuk melanjutkan usahanya. Program bantuan BINJUT untuk modal

usaha ini kedepannya masih tahap perencanaan program agar para ex PM

tidak kembali lagi menjadi WTS hanya karena kekurangan modal untuk

membuka usaha.

Namun, Pekerja sosial di PSKW Pasar Rebo juga mempunyai Peran

pekerja sosialnya pada pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit

manual sesuai dengan teori peran pekerja sosial menurut

W.A.Friendlander, sebagai: 1. Katalisator, 2. Informator, 3. Mediator, 4.

Fasilitator, 5. Motivator, 6. Konselor dan 7. Edukator kepada para PM.

4 Ibu Nendha, Pekerja Sosial Madya, Wawancara Pribadi, PSKW Pasar Rebo 09 Januari

2014

Page 88: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

78

1. Katalisator

Katalisator adalah salah satu peran yang dibutuhkan oleh seorang

pekerja sosial di PSKW Pasar Rebo. Dalam hal ini peran katalisator harus

bisa menjadi seorang pendengar yang baik ketika para PM menceritakan

keluh kesahnya dan pekerja sosial harus bisa menjaga kerahasian PM.

Sehingga para PM bisa percaya terhadap pekerja sosial tentang segala hal

yang diceritakannya.

Berdasarkan analisis peneliti dilapangan, bahwa para PM banyak

menceritakan akan keluh kesah mereka selama berada di panti kepada

pekerja sosial. Dalam hal ini, mereka di fasilitasi disebuah ruangan khusus

agar para PM bisa bebas menceritakan segala permasalahan dan keluh

kesah mereka saat berada di panti. Biasanya permasalahan yang

diceritakan terkait dengan masalah pribadi (rindu dengan keluarga

terutama anaknya yang mereka tinggal lama ataupun sudah lama tidak

bertemu) dan permasalah sesama para PM di panti.

2. Informator

Peran pekerja sosial sebagai informator yaitu peran dimana seorang

pekerja sosial memberikan segala informasi atau penjelasan yang kurang

dipahami oleh para PM. Dilihat di lapangan bahwa pekerja sosial tidak

terlalu melakukan perannya sebagai informator. Karena dalam

memberikan segala informasi sudah ada pegawai panti yang

menanganinnya seperti bidang kesehatan sudah ada tenaga ahli dari

RSCM (Rumah Sakit Cipto Mangkukusumo), bidang agama sudah ada

Page 89: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

79

ustad dan pendeta dari luar panti yang memang didatang untuk

memberikan informasi dan pengetahuan tentang agama, dan untuk semua

bimbingan keterampilan masing-masing sudah ada instruktur dari luar

yang memang memiliki keahlian di bidang masing-masing untuk mengajar

dan memberikan informasi.

3. Mediator

Ketika terjadi konflik dan perbedaan pendapat antara para PM, pekerja

sosial memerankan perannya sebagai mediator. Dimana pekerja sosial

sebagai penengah dan menjembatani antara PM agar tidak terjadi konflik

lagi. Disini pekerja sosial tidak memiliki hak dalam sebuah keputusan

namun ia pekerja sosial hanya sebagai figur penengah diantara 2 (dua)

belah pihak.

4. Fasilitator/Pendampingan

Peran fasilitator/pendampingan sebagai tanggung jawab untuk

membantu klien menjadi mampu menangani tekanan situasional atau

transisional. Strategi-strategi khusus untuk mencapai tujuan tersebut

meliputi pemberian harapan, pengurangan penolakan, pengidentifikasian

dan ambivalensi, pengakuan dan pengaturan perasaan-perasaan,

pengidentifikasian dan pendorong dan pendorong kekuatan-kekuatan

personal dan aset-aset sosial, pemilahan masalah menjadi beberapa bagian

sehingga lebih mudah dipecahkan, dan pemeliharaan sebuah fokus pada

tujuan dan cara-cara untuk pencapaiannya.

Page 90: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

80

Sebagaimana yang dikatakan oleh Bapak Wisnu yang menjabat

sebagai Peksos Awal yaitu:

“Peksos juga berperan sebagai pendampingan kepada PM selama

melaksanakan bimbingan keterampilan, pendampingan dalam

bimbingan keagamaan, peksos disini juga sebagai penghubung antara

PM dengan keluarganya, kita juga bisa melakukan terapi kelompok

dalam bentuk Outbound setiap hari kamis”.5

Dalam hal ini Bapak Wisnu memberikan pendampingan kepada PM

mulai dari awal-awal masuk ke PSKW Pasar Rebo seperti

pengidentifikasian, assesment, hingga kegiatan keterampilan menjahit

manual berlangsung dan bimbingan lain dan untuk melihat perkembangan

para PM selama berada di panti yang mengikuti bimbingna keterampilan

menjahit manual. Terkadang para PM menghadapi permasalahan sesama

teman panti dan permasalahan lainnya sehingga peran Bapak Wisnu

sebagai pendamping yang akan membantu menyelesaikan permasalahan

PM.

Sedangkan penuturan Ibu Shinta yang menjabat sebagai Peksos Madya

sama dengan penuturan Bapak Wisnu yaitu:

“Peran Peksos disini hanya sebagai pendampingan, pendampingan

PM saja ya mba. Jadi instruktur harus dari luar tetep, jadi peksos

sebagai pendampingan terhadap PM. Jadi misalnya saya menangani

PM A, ohh si A ini ikut gak kegiatan menjahit manual ini kalau gak

ada yaa saya gak kesitu. Kami panggil si A tanyaiin sama dia kenapa

dia gak ikut bimbingan tersebut”. 6

5 Bapak Wisnu, Pekerja Sosial Awal, Wawancara Pribadi, PSKW Pasar Rebo 09 Januari

2014 6 Ibu Shinta, Pekerja Sosial Madya, Wawancara Pribadi, PSKW Pasar Rebo 09 Januari

2014

Page 91: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

81

Peran pekerja sosial yang dilakukan oleh Ibu Shinta dalam

pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit manual ini salah satunya

adalah pendampingan terhadap para PM yang mengikuti kegiatan menjahit

manual. Ketika kegiatan keterampilan menjahit manual ini berlangsung

maka Ibu Shinta akan datang keruangan untuk melihat berjalannya

kegiatan keterampilan menjahit manual ini dan sekaligus melakukan

pendampingan kepada PM yang ditanganinya.

Begitu pula dengan penuturan Ibu Nendha yang menjabat sebagai

peksos madya juga yaitu:

“Sekarang itu hanya sebagai pendampingan ya, kalo dulu jadi

instruktur mba. Dulu ibu pernah jadi instruktur keterampilan bordir

disini itu ibu tidak ikut kursus kebetulan ibu otodidak setelah itu

peksos tidak lagi menjadi instruktur keterampilan dan mendatangkan

instruktur keterampilan dari luar ya mba. Pendampingan untuk

melihat perkembangan terhadap klien, jadi kalau ada klien dibawah

bimbingan peksos laen yang tidak ikut bimbingan kita kasih tau ke

peksosnya tersebut. Sebelum pelaksanaan bimbingan keterampilan

klien kita kasih bimbingan minat dan bakat klien sendiri, jadi terarah

bakat si klien kemana nih kan di sini ada 8 keterampilan. Disini paling

banyak klien milih olahan pangan dan kuliner, setiap angkatan gak

beda-beda ya mba misalnya angkatan sekarang lebih banyak di high

speed nanti angkatan berikutnya lebih banyak di olahan pangan.

Selain sebagai motivator kita juga berperan sebagai pendampingan

kepada klien dalam pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit

manual ini. kita liat pas pelaksanaan bimbingan ini mereka masuk gak

ya, kalau gak masuk kita panggil dan tanyakan kenapa dia gak masuk

saat bimbingan. Kita juga lihat ya mba perkembangan dia selama

mengikuti bimbingan tersebut”.7

Dari penuturan yang disampaikan oleh Ibu Nendha memperkuat

pernyataan Ibu Shinta dan Bapak Wisnu bahwa peran pekerja sosial dlaam

bimbingan keterampilan menjahit manual di PSKW Pasar Rebo sebagai

7 Ibu Nendha, Pekerja Sosial Madya, Wawancara Pribadi, PSKW Pasar Rebo 09 Januari

2014

Page 92: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

82

pendampingan terhadap PM. Awalanya Ibu Nendha pernah menjadi

Instruktur keterampilan bordir sebelum adanya Instruktur dari luar panti

yang memang proffesional dalam bidangnya. Pendampingan pada

pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit manual ini untuk melihat

perkembangan si PM selama mengikuti bimbingan ini.

Dalam hal ini, peran pekerja sosial pada pelaksanaan bimbingan

keterampilan menjahit manual di PSKW Pasar Rebo yaitu salah satunya

berperan sebagai pendampingan/fasilitator kepada para PM. Untuk melihat

perkembangan PM selama mengikuti kegiatan keterampilan ini, serta

peksos disini juga dapat memerankan dirinya sebagai seorang sahabat, dan

orang tua disaat para PM menghadapi kesuliatan atau masalah-masalah

yang menganggu pikiran dan perasaan mereka. Maka, pekerja sosial dapat

membantu para PM dengan mendengarkan keluhan-keluhan mereka dan

memberikan solusi bersama dengan para PM.

5. Motivator

Seorang pekerja sosial bertugas untuk dapat menguggah, menggerakan

dan membuat klien dinamis. Seorang pekerja sosial juga harus berani

mengambil resiko dan mau membuat terobosan, sehingga klien mampu

mengembangkan profesinya. Sedang penuturan Bapak Wisnu terkait peran

peksos di PSKW Pasar Rebo yaitu:

“Kita memberikan motivasi kepada klien terkait bimbingan

keterampilan menjahit manual. Biasanya terakit dengan perasaan

percaya diri yang kurang yang bagaimana nanti mereka pas keluar

bisa dipakai buat bekerja. Karena ada diantara mereka yang belum

sama sekali bisa menjahit manual, yang penting ada kemauan dari

Page 93: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

83

mereka dan selama di PSKW serius mengikuti keterampilan menjahit

manual. Dan pada saat bekerja nanti yang ditanya kamu bisa apa, jadi

saya berikan motivasi kepada klien”. 8

Dalam hal ini Bapak Wisnu berperan sebagai motivator untuk

memberikan motivasi kepada para PM pada bimbingan keterampilan

menjahit manual. Karena biasanya para PM ada yang masih kurang

percaya diri selama berada di panti dan saat mereka keluar dari panti

nantinya akan bekerja apa. Sebagian dari PM banyak yang belum bisa

menjahit manual, sehingga peran Pak Wisnu sebagai Peksos sekaligus

motovator selalu memberikan motivasi kepada para PM yang berada di

bawa pengawasan dan pendampingannya.

Penuturan yang disampaikan oleh Bapak Wisnu juga sama dengan

yang diucapkan oleh Ibu Shinta yang memang menjabat sebagai Peksos

Madya yaitu:

“Yah salah satunya kita berperan sebagai motivator ya mba, karena

memang diantara mereka masih malu-malu untuk beradaptasi dengan

lingkungannya. Apalagi banyak dari mereka yang belum mahir ya

istilahnya dalam hal menjahit manual seperti ini. Dari sinilah kita

berperan aktif untuk memberikan para PM motivasi untuk lebih

percaya diri lagi terutama dalam hal beradaptasi dan mengikuti

kegiatan keterampilan menjahit manual ini”.9

Hal ini memperkuat penjelasan sama yang telah dikatakan oleh Bapak

Wisnu, bahwa salah satu peran pekerja sosial di PSKW Pasar Rebo yang

dijalankan oleh Ibu Shinta adalah sebagai motivator. Memberikan

motivasi kepada para PM yang memang pada awalnya banyak yang masih

malu-malu beradaptasi dengan lingkungan baru di PSKW Pasar Rebo.

8 Bapak Wisnu, Pekerja Sosial Awal, Wawancara Pribadi, PSKW Pasar Rebo 09 Januari

2014 9 Ibu Shinta, Pekerja Sosial Madya, Wawancara Pribadi, PSKW Pasar Rebo 09 Januari

2014

Page 94: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

84

Motivasi ini diberikan kepada para PM agar mereka lebih mudah

beradaptasi dengan para PM lainnya dan lingkungan sekitar agar nantinya

rasa percaya diri mereka kembali dan tidak malu-malu.

6. Konselor

Dalam hal ini, pekerja sosial berperan aktif sebagai konselor di panti

baik secara individu maupun kelompok dalam memecahkan

permasalahan-permasalahan para PM. Kegiatan konseling ini dilaksanakan

secara rutin setiap hari kamis, tetapi diluar jadwal itu pekerja sosial juga

dapat berperan sebagai konselor.

7. Educator

Sebagai educator, pekerja sosial bisa menjadi seorang instruktur pada

saat pelatihan ataupun supervisi dalam praktik pekerja sosial. Salah satu

pekerja sosial yaitu Ibu Nendah pernah menjadi instruktur bimbingan

keterampilan bordir di PSKW Pasar Rebo kepada para PM. Seperti yang di

ungkapkan oleh Ibu Nendah yaitu:

“Kalo dulu jadi instruktur mba. Dulu ibu pernah jadi instruktur

keterampilan bordir disini itu ibu tidak ikut kursus kebetulan ibu

otodidak setelah itu peksos tidak lagi menjadi instruktur keterampilan

dan mendatangkan instruktur keterampilan dari luar ya mba."10

10

Ibu Nendha, Pekerja Sosial Madya, Wawancara Pribadi, PSKW Pasar Rebo 09

Januari 2014

Page 95: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

85

B. Harapan Pekerja Sosial Terhadap Penerima Manfaat Pada

Pelaksanaan Bimbingan Keterampilan Menjahit Manual Di PSKW

Pasar Rebo.

Harapan yang dimiliki oleh para Pekerja Sosial kepada PM pada

umumnya adalah agar para PM tidak lagi menjadi PSK, bisa mendapatkan

kehidupan yang layak dan pekerjaan yang lebih baik lagi dari sebelumya.

Begitu pula harapan pekerja sosial pada pelaksanaan bimbingan

keterampilan menjahit manual di PSKW Pasar Rebo. Pelayanan yang

diberikan pekerja sosial diharapkan dapat memberikan perubahan dalam

kehidupan yang layak. Seperti perkataan Bapak Wisnu sebagai pekerja

sosial awal:

“Harapan pertama bapak ya mba sama seperti para peksos lainnya

dalam menjalankan peran sebagai peksos yaitu mereka tidak lagi

menjadi wts lagi itu sudah pasti yahh, jika harapan mereka dapat

bekerja maka kita bisa menyampingkan perubahan perilaku wts nya

itu. Pulang dari sini tidak lagi nongkrong atau bekerja dengan halal

dan gunakan keterampilan menjahit manual ini untuk skill mereka

mencari pekerjaan di luar nanti. Misalnya mereka membuat baju

untuk anaknya, truss ada tetangganya yang melihat mereka tertarik

dan pesan. Itu kan sudah bisa menjadi modal mereka untuk membuka

usahannya juga, dan semoga kedepannya pelaksanaan bimbingan

keterampilan menjahit manual bisa memberikan manfaat yang lebih

untuk PM nantinya saat keluar dari sini”.11

Harapan yang ingin dicapai oleh Bapak Wisnu dalam menjalankan

tugas dan perannya sebagai seorang pekerja sosial yaitu dapat

meningkatkan kesadaran pola pikir dan perubahan perilaku para PM

terhadap masalah yang dihadapi. Dengan bimbingan keterampilan

menjahit manual dan pelatihan yang didapat selama berada di PSKW

Pasar Rebo diharapkan para PM bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih

baik lagi atau membuka usaha kecil-kecilan dirumah. Sehingga para PM

11

Bapak Wisnu, Pekerja Sosial Awal, Wawancara Pribadi, PSKW Pasar Rebo 09 Januari

2014

Page 96: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

86

bisa mendapatkan kehidupan yang layak dan keterampilan yang diikuti

selama di panti memberikan manfaat yang baik untuk para PM ketika

kembali ke lingkungan masyarakat dan tidak lagi melakukan kesalahan di

masa lalu.

Sebagaimana dengan penuturan Ibu Nendha sebagai pekerja sosial

madya yang memiliki harapan kepada PM dalam bimbingan keterampilan

menjahit manual :

“Untuk harapannya sih ya, sebagai peran peksos ya intinya harapan

ibu yang sesuai dipelajariin disini ya di praktekkan diluar nanti, karna

memang indikator keberhasilan kita bila mereka, tidak kembali lagi

sebagai WTS, mejadi wanita yang lebih baik lagi lah. Yah walaupun

nantinya mereka hanya sebagai ibu rumah tangga saja. Yahh mereka

kan bisa buka usaha kecil-kecil dirumah setidaknya ya mba, mereka

engga kembali menjadi WTS lagi”.12

Harapan yang disampaikan oleh Ibu Nendha diperkuat oleh pernyataan

akan harapan Ibu Shinta yang menjabat sebagai pekerja sosial madya

dalam menjalankan perannya sebagai seorang peksos pada bimbingan

keterampilan menjahit manual ini yaitu adanya perubahan terhadap sikap

dan tingkah laku para PM sebelum dan selama berada di panti. Dan

menjadi wanita yang baik sehingga bisa mendapatkan pekerjaan yang

lebih baik lagi sehingga tidak mengulang kesalahan di masa lalunya.

“Yah pastinya selama kita bina mereka disini ya maunya sebagai

peksos, mereka lebih dari kemaren sebelum dibina di pskw ya mba.

Saat di rujuk ke pskw mereka masa bodoh, jutek, keliatan dekil atau

sama sekalu tidak punya etika, tata krama, dan gak punya sopan

santun. Harapan saya sebagai peksos yang pertama ya lihat dari cara

berpakaian mereka, tingkah laku mereka udah mulai berubah setelah

dibina dan kami fasilitatoriin disini perubahannya jauh lebih baik dan

positif. Misalnya ya mba, yang tadinya engga sholat, disini jadi rajin

12

Ibu Nendha, Pekerja Sosial Madya, Wawancara Pribadi, PSKW Pasar Rebo 09 Januari

2014.

Page 97: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

87

sholat. Yah walaupun masih bolong-bolong sedikit tapi setidaknya ada

itikat dan kemauan mereka untuk berubah. Sehingga mereka nantinya

ya Insya Allah menjadi wanita yang lebih baik lagi, dan mudah-

mudahan mendapatkan pekerjaan yang layak dari mengikuti

keterampilan menjahit manual disini”.13

Dalam hal ini, harapan Ibu Shinta dan para pekerja sosial lainnya

dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai seorang pekerja sosial

terhadap para PM terutama pada pelaksanaan bimbingan keterampilan

menjahit manual yaitu adanya perubahan sikap dan tingkah laku para PM

selama berada di panti, tidak lagi menjadi WTS, mengulangi kesalahan di

masa lalu, menjadi wanita yang lebih baik dan mendapatkan pekerjaan dan

kehidupan yang lebih layak lagi. Sehingga saat berada dilingkungan

masyarakat para PM bisa bersosialisasi. Dan mempraktekkan keterampilan

menjahit manual yang sudah dipelajari selama di pantu sehingga mereka

bisa membuka usaha kecil di rumah.

Dan harapan peksos dalam pelaksanaan bimbingan keterampilan

menjahit manual sendiri yaitu adanya perubahan model-model dalam

materi yang diberikan oleh instruktur kepada para PM keterampilan

menjahit manual. Tidak hanya terpaku pada kurikulum yang ditentukan

tetapi juga bisa mengikuti trend model-model pakaian yang dipasaran, dan

adanya peralatan menjahit manual yang lebih canggih. Dikarenakan mesin

yang digunakan saat ini di PSKW Pasar Rebo peralatannya yang masih

digoyangkan/dikayuh oleh kaki sehingga bisa lebih mempermudah para

PM nantinya.

13

Ibu Shinta, Pekerja Sosial Madya, Wawancara Pribadi, PSKW Pasar Rebo 09 Januari

2014

Page 98: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

88

C. Harapan Penerima Manfaat Terhadap Para Pekerja Sosial Pada

Pelaksanaan Bimbingan Keterampilan Menjahit Manual Di PSKW

Pasar Rebo.

Harapan yang dimiliki oleh Penerima Manfaat (PM) pada umumnya

adalah ingin hidup layak, tidak mengulangi perbuatannya di masa lalu dan

manusiawi saat kembali ke lingkungan masyarakat. Sehingga bisa

mendapatkan pekerjaan yang lebih baik lagi dari sebelumnya.

Keterampilan menjahit manual memberikan harapan buat para PM

untuk meniti langkahnya menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya dan

mampu membuka usaha menjahit dirumah ataupun membuka kios jahit di

kampung halaman, dengan bekal yang dibawa dari PSKW Pasar Rebo

ketika sudah keluar dari rehabilitasi dan mendapatkan kehidupan yang

lebih baik lagi sampai mampu untuk mengoptimalkan perekonomiannya.

Begitu pula harapan PM terhadap Pekerja Sosial pada bimbingan

keterampilan menjahit manual seperti perkataan SA salah satu PM yang

mengikuti bimbingan keterampilan menjahit manual di PSKW Pasar Rebo

:

“Harapannya mah buat Peksos jangan galak-galaklah atau banyak

melarang kita-kita kak, masa ngerokok aja gak boleh sedangkan

pegawainya pada ngerokok. Dan kedepannya kegiatan keterampilan

menjahit manual lebih bagus lagi biar nanti klien yang baru pada

betah dan gak ngerasa bosen selama dipanti. Dan nanti habis pulang

dari sini saya mah ya teh, mau buka usaha jaitan dikampung nyambih

(kerja sampingan) jualan es teh poci gitu di Pasar Kramat Jati”.14

14

SA, PM Bimbingan Keterampilan Menjahit Manual, Wawancara Pribadi,PSKW Pasar

Rebo Tanggal 09 Mei 2014

Page 99: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

89

Dalam hal ini SA mengharapkan agar kedepannya Peksos yang

menjadi pendamping bagi mereka di bimbingan keterampilan menjahit

manual tidak lagi ada larangan terhadap para PM terutama dalam hal

larangan merokok bagi para PM di kawasan Panti. Karena SA sendiri

merasa para Peksos di Panti galak terhadapnya, dan banyak aturan. SA

juga mempunyai harapan setelah keluar nanti untuk membuka usaha jaitan

dikampungnya dan berjualan es teh poci keliling pasar.

Begitu pula dengan penuturan yang disampaikan oleh SN yang

mempunyai harapan terhadap para Pekerja Sosial dalam bimbingan

keterampilan menjahit manual yaitu agar Pekerja Sosial dalam hal kinerja

di Panti lebih melakukan pendekatan lebih dalam lagi terhadap para PM

dan tidak membeda-bedakan antara PM yang satu dengan yang lainnya

sehingga tidak ada kecemburuan antara PM lainnya. Dan ingin bekerja di

pabrik-pabrik jahit, karena memang Kakak SN bekerja di salah satu pabrik

jahit di daerah Bogor. Sehingga keterampilan dan pengetahuan yang

didapat oleh SN selama di PSKW Pasar Rebo bisa menjadi modalnya

untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.

“Harapannya yah kinerja mereka lebih baik lagi terutama lebih dekat

lagi sama kita-kita ya kak, yah bukan berarti kita tertutup atau mereka

gak berusaha deket sama kita tapi yah jangan ada perbedaan aja

antara PM yang ini sama PM yang laen. Kalau buat keterampilan

menjahit kayanya engga ada deh kak, selama saya ikut kegiatan ini

gak ada kekurangannya paling saya yang banyak kekurangannya kaya

males-malesan. Harapan saya setelah keluar dari sini saya mau kerja

di pabrik jahitan kak, kaya kakak saya dia kerja di salah satu pabrik di

daerah bogor sana. Kan jadi berguna juga kak keterampilan menjahit

yang saya ikutiin disini”. 15

15

SN, PM Bimbingan Keterampilan Menjahit Manual, Wawancara Pribadi, PSKW Pasar

Rebo 09 Mei 2014

Page 100: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

90

Penuturan yang diberikan oleh SN diperkuat dengan pernyataan dari

TA yaitu dalam hal Kinerja dan pendampingan para Pekerja Sosial untuk

lebih dekat dengan para PM, dan PM merasa terlalu banyak peraturan

yang membuat PM tidak merasa betah dan terkekang akan peraturan-

peraturan yang berada di Panti. Dan mempunyai harapan untuk bekerja

lebih layak dari sebelumnya.

“Harapan saya ya kak, gimana ya. Yahh semoga peksos disini dalam

kinerja dan pendampingannya sama kita-kita ini lebih baik lagi,

misalnya lebih dekat dengan kita jangan dikit-dikit peraturannya

banyak kak. Susah kak tinggal disini kita gak bisa ngapa-ngapaiin,

mau jajan aja mesti pinjem uang kesana-kesini. Saya juga deket sama

peksos disini cuman sama pembimbing saya aja kak, klo sama yang

laen gak begitu deket. Kalo buat keterampilan menjahit manual ya

selama ini udah cukup bae kak, gurunya cukup sabar dalam

menjelaskan teknik-teknik sama cara-cara menjahit yang bener dan

rapih. Nanti juga saya keluar dari sini mau cari kerjaan yang lebih

baik lagi dari sebelumnya, engga mau lagi saya di tangkep terus

dibawa kesini lagi kak”.16

Dalam keterangan diatas penulis dapat menjelaskan bahwa harapan

SA, SN dan TA terhadap para Pekerja Sosial dalam pelaksanaan

bimbingan keterampilan menjahit manual yaitu adanya kinerja para

Pekerja Sosial yang lebih baik, terutama dalam hal pendekatan Pekerja

Sosial terhadap para PM. Karena PM merasa kurang dekat dengan Pekerja

Sosial lainnya terkecuali dengan Para Pekerja Sosial yang memang

menjadi pendamping mereka selama berada di PSKW Pasar Rebo. Mereka

juga berharap agar tidak terlalu di batasi dalam peraturan untuk para PM

agar mereka bisa merasa betah selama berada di Panti. Dan mereka juga

memiliki harapan setelah keluar dari panti ingin mempunyai pekerjaan

16

TA, PM Bimbingan Keterampilan Menjahit Manual, Wawancara Pribadi, PSKW Pasar

Rebo 09 Mei 2014

Page 101: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

91

yang lebih baik lagi dari sebelumnya dan dapat menjalani kehidupan yang

normal dengan kembalinya mereka ke masyarakat.

D. Analisis Peran Pekerja Sosial, dan Harapan Pekerja Sosial Serta

Harapan Penerima Manfaat Pada Bimbingan Keterampilan Menjahit

Manual di PSKW Pasar Rebo.

Dari penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, peran yang

dilakukan oleh pekerja sosial kepada para PM pada bimbingan

keterampilan menjahit manual di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW)

“Mulya Jaya” Pasar Rebo.

Peran pekerja sosial sangat membantu para PM untuk memulihkan

kepercayaan dirinya dan menanamkan keberanian mereka untuk mampu

bertindak mengikuti kata hati, tidak selalu takut dan malu-malu atas segala

tekanan dan ancaman yang datangnya dari luar yang nantinya dapat

membahayakan diri mereka saat berada di lingkungan masyarakat. Peran

pekerja sosial tersebut memberikan harapan kepada para PM untuk tidak

mengulangi perbuatan dan kesalahan yang sama di masa lalu agar tidak

tertipu dan tergiur oleh iming-iming oleh para pihak yang tidak

bertanggung jawab. Adapun harapan pekerja sosial terhadap para PM

antara lain:

1. Para PM tidak tergiur lagi dengan janji yang tidak pasti.

2. Memiliki rasa percaya diri.

3. Para PM tidak lagi menjadi WTS.

4. Para PM mendapatkan pekerjaan yang lebih baik lagi dari

sebelumnya.

Page 102: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

92

5. Para PM dapat kembali beradaptasi di lingkungan masyarakat.

Begitu juga harapan para PM terhadap para pekerja sosial dalam

bimbingan keterampilan menjahit manual, yaitu para pekerja sosial agar

selalu bersikap ramah dan tetap meningkatkan kinerja dalam tugas dan

perannya secara profesional sehingga dapat memberikan pelayanan dan

rasa nyaman kepada para PM. Adapun harapan para PM antara lain:

1. Ingin mendapatkan pekerjaan di pabrik-pabrik jahit.

2. Ingin membuka usaha kecil-kecilan di kampung.

3. Ingin menjadi wanita yang lebih baik lagi dari sebelum-

sebelumnya.

Dengan demikian kesesuaian antara tugas/peran dan harapan pekerja

sosial serta harapan para PM dalam bimbingan keterampilan menjahit

manual menunjukan bahwa pekerja sosial tersebut telah menjalankan tugas

dan perannya dengan baik, sehingga ada kesesuaian antara tugas/peran dan

harapan yang dilakukan oleh pekerja sosial, serta harapan para PM.

Pekerja sosial dalam menjalankan tugas dan perannya mengacu pada

program yang diberikan oleh panti, dan program bimbingan keterampilan

menjahit manual ini memang diinginkan dan banyak diminati oleh para

PM sebagai bekal dan modal keterampilan mereka untuk kembali ke

masyarakat dan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.

Page 103: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

93

Para penerima manfaat banyak merasakan senan dengan bimbingan

keterampilan menjahit manual yang diberikan oleh Panti, namun dalam hal

ini bahwa kesesuaian antara pekerja sosial dengan para PM sangat kecil,

karena apabila terjadi ketidaksesuaian antara tugas/peran dan harapan

mereka akan menjadi penghambat dalam bimbingan keterampilan

menjahit manual, maka pekerja sosial cepat mengambil sikap dan tindakan

dengan melakukan pembicaraan dengan para PM dengan begitu para

pekerja sosial akan melakukan rapat dan evaluasi dengan pekerja sosial

lainnya.

Maka dari itu Peran Pekerja Sosial di PSKW Pasar Rebo menurut

pengamatan penulis, telah melaksanakan tugas dan perannya sebagai

Pekerja Sosial yang profesional dan selektif sehingga memberikan penuh

harapan pekerja sosial kepada para PM untuk kedepannya nanti.

Page 104: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

94

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Peran yang dilakukan oleh pekerja sosial pada bimbingan keterampilan

menjahit manual di PSKW Pasar Rebo terhadap para PM diantaranya

meliputi: Katalisator, Informator, Mediator, Fasilitator, Motivator,

Konselor dan Educator.

a. Katalisator

Pekerja sosial dapat menjadi pendengar yang baik, untuk menerima

segala keluh kesah atau masalah dan dapat memegang teguh

kerahasian para PM agar mereka bisa percaya terhadap para pekerja

sosial.

b. Informator

Pekerja sosial selalu memberikan informasi atau penjelasan yang

kurang dipahami oleh para PM. Dan pekerja sosial juga harus bisa

berkomunikasi dengan baik dalam menyampaikan segala

informasinya.

c. Mediator

Pekerja sosial menjadi penegah dalam menyelesaikan konflik yang

dihadapi para PM di panti tanpa pekerja sosial memiliki hak dalam

membuat keputusan dalam konflik tersebut.

Page 105: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

95

d. Fasilitator

Untuk melihat perkembangan PM selama mengikuti kegiatan

keterampilan menjahit manual, dan perubahan sikap dan tingkah laku

para PM selama berada di Panti.

e. Motivator

Untuk memberikan motivasi kepada para PM yang memang pada

awalnya banyak yang masih kurang percaya diri dan malu untuk

beradaptasi dengan lingkungan baru di Panti.

f. Konselor

Pekerja sosial melalui metode konselornya dapat berusaha untuk

membantu memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi

oleh para PM.

g. Educator

Pekerja sosial menjadi instruktur pada pelatihan bimbingan

keterampilan atau menjadi supervisi pada praktik pekerja sosial.

2. Harapan pekerja sosial terhadap para penerima manfaat (PM) pada

bimbingan keterampilan menjahit manual adalah menjadi manusia yang

mampu hidup layak, tidak kembali menjadi WTS dan manuasi ketika

kembali ke lingkungan masyarakat. Peran pekerja sosial dalam bimbingan

keterampilan menjahit manual diharapkan dapat memberikan perubahan

dalam kehidupan yang layak setelah mendapatkan bimbingan

keterampilan menjahit manual di PSKW Pasar Rebo.

Page 106: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

96

3. Harapan para penerima manfaat (PM) terhadap pekerja sosial pada

bimbingan keterampilan menjahit manual adalah ingin hidup layak, tidak

mengulangi perbuatannya di masa lalu dan manusiawi saat kembali ke

lingkungan masyarakat. Sehingga bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih

baik lagi dari sebelumnya, dari bekal dan modal yang didapat selama

mengikuti bimbingan keterampilan menjahit manual.

4. Terdapat kesesuaian antara peran pekerja sosial, dan harapan pekerja

sosial serta harapan para PM pada bimbingan keterampilan menjahit

manual. Hal ini menunjukan bahwa pekerja sosial tersebut telah

menjalankan tugas dan perannya dengan baik, sehingga ada kesesuaian

antara peran dan harapan yang dilakukan oleh pekerja sosial, serta

harapan para PM. Pekerja sosial dalam menjalankan perannya mengacu

pada program yang diberikan oleh panti, dan program bimbingan

keterampilan menjahit manual ini memang diinginkan dan banyak

diminati oleh para PM sebagai bekal dan modal keterampilan mereka

untuk kembali ke masyarakat dan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.

B. Saran

1. Kepada Pekerja Sosial lebih meningkatkan kinerja dalam perannya

sehingga lebih profesionalisme dalam memberikan pelayanan di

bimbingan keterampilan menjahit manual kepada PM, dengan mengikuti

serta pelatihan-pelatihan atau penataran-penataran yang bersifat mendidik

dan keilmuan, sehingga pekerja sosial yang profesional dan berkualitas

akan membantu menghasilkan PM yang baik.

Page 107: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

97

2. Harapan Pekerja Sosial terhadap PM, yaitu agar peran yang dilakukan oleh

pekerja sosial kepada PM setelah menjalani bimbingan keterampilan

menjahit manual setelah keluar nanti dapat beradaptasi dengan lingkungan

masyarakat dan tidak tergiur lagi akan iming-iming oleh pihak yang tidak

bertanggung jawab.

3. Hendaknya Pekerja Sosial selalu memperhatikan kebutuhan para PM dan

tidak membading-bandingkan antara PM yang satu dengan lainnya

sehingga tidak terjadi kecemburuan sesama PM.

4. Pekerja Sosial agar selalu menjaga dan memperhatikan tugas dan perannya

dalam memberikan pelayanan terutama dalam bimbingan keterampilan

menjahit manual, sehingga harapan pekerja sosial dan juga PM tetap

terjaga kebersamaannya.

Page 108: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

DAFTAR PUSTAKA

Adi,Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Fisip UI, 2005.

Adi. Isbandi Rukminto, Psikologi Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan

Sosial. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994.

Albert R. Roberts, Gilbert J. Greene. Buku Pintar Pekerja Sosial. Jakarta: PT.

BPK Gunung Mulia, 2008.

Arifin, Jaenal. Theknik Penarikan Sanple Dan Pengumpulan Data. Jakarta, 2005.

Berry, David. Pokok-Pokok Pikiran Dalam Sosiologi. Jakarta: Raja Grafindo

Persaja, 1995.

Budhi Wibawa, Santoso T. Raharjo. Dasar-Dasar Pekerjaan Sosial. Bandung:

Widya Padjajaran, 2010.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta: Balai Pustaka, 1998.

E. Kristi Poerwandari. Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Jakarta:

Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998.

Ida Bagus Putrayasa. Analisis Kalimat (Fungsi, Kategori Dan Peran). Bandung:

PT.Refika Aditama, 2007.

Irawan Soehartono. Metode Penelitian Sosial, Suatu Teknik Penelitian Bidang

Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2004.

Kartono, Kartini. Patologi Sosial. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007.

Kuntjoro, Tutur dari Sarang Pelacur. Yogjakarta: Tinta, 2004.

M. Lutfi, Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam. Jakarta,

2008.

Makmur, Syarif, Pemberdayaan Sumber Daya Manusia dan Efektivitas

Organisasi Kajian Penyelenggaraan Pemerintah Desa. Jakarta: PT. Raja

Grafindo, 2008.

Mangkoesatyoko, Moesarah et. al. Pendidikan Kesejahteraan Keluarga 1. Jakarta:

F.A. Hasmar, 1975.

Moh.Surya. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Bandung, 1975.

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2003.

Mulyana, Dedi. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2003,

Page 109: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN

Nuriyah. Pemberdayaan Keterampilan Perempuan Di PSKW Sidoarum Godean

Sleman. Skripsi. UNY, 2001.

Purwanto, Ngalim. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Pratikum. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 1996.

Pusat Data Kemiskinan Depsos RI

S. Nasution, Metode Research. Jakarta: Bumi Akrasa, 2011.

Soerjono, Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2002.

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta,

2009.

Suharto, Edi, Pembangunan KebijakanSosialdanPekerjaanSosial:

SpektrumPemikiran, Bandung: LembagaStudi Pembangunan STKS (LSP-

STKS), 1997.

Sukoco, Dwi Heru. Profesi Pekerja Sosial Dan Pertolongannya. Bandung:

Kopma STKS, 1998.

Undang-Undang No.6. Ketentuan-Ketentuan Pokok Pekerjaan Kesejahteraan

Sosial. Jakarta: Biro Hukum Departemen Sosial RI, 1974.

Verhaar j.W.M. Asas-Asas Linguistic Umum. Yogjakarta: Gajah Mada University

Press, 1996.

Whitherington. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Aksara Baru, 1985.

Wirawan Sarwono, Sarlito. Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2005.

Brosur

Brosur,Departemen Sosial RI Panti Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya”. Jl. Tat Twam

Asi No.47 Komp.Depsos Pasar Rebo,Jakarta Timur 13769 Telp.021-

8400631,Fax.8415717.

Brosur Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya”,Kep / Mensos RI

No:22/HUK/1995.

Brosur Panti Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya” dan Profil UPT (Pusat Rehabilitasi /

Panti Sosial / Balai) di lingkungan Dirjen pelayanan dan Rehsos Depsos RI, Jl.

Salemba Raya No:28 bagian Program dan Informasi, Sekretariat Dirjen

pelayanan dasn Rehsos, (Jakarta : 2002),h. 449.

Modul, Direktorat Jenderal Pelayanan Dan Rehabilitasi Sosial Kementrian Sosial

RI, hal.3

Page 110: PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN