peran pekerja sosial pada pelaksanaan bimbingan
TRANSCRIPT
PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN
KETERAMPILAN MENJAHIT MANUAL
DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA (PSKW) “MULYA JAYA”
PASAR REBO-JAKARTA TIMUR
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh
ZULBAIDA FEBRIATUN
NIM: 109054100005
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436/2015
ABSTRAK
Zulbaida Febriatun
Peran Pekerja Sosial Pada Bimbingan Keterampilan Menjahit Manual Di
Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya” Pasar Rebo, Jakarta
Timur
Pelacuran berupa tingkah laku lepas bebas tanpa kendali dan cabul, karena
adanya pelampiasan nafsu seks dengan lawan jenisnya tanpa mengenal batas-batas
kesopanan. Namun pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit manual yang
terfokus pada para penerima manfaat (PM) sangat efektif untuk membantu mereka
dan meringankan segala permasalahan yang ada. Panti Sosial Karya Wanita
(PSKW) “Mulya Jaya” Pasar Rebo merupakan salah satu lembaga sosial yang
memberikan rehabilitas dan pelayanan terhadap permasalahan WTS. Berdasarkan
hal tersebut penulis sangat tertarik mengadakan penelitian mengenai peran pekerja
sosial dalam bimbingan keterampilan menjahit manual di Panti Sosial Karya
Wanita (PSKW) “Mulya Jaya” Pasar Rebo.
Penelitian ini untuk mengetahui peran pekerja sosial, dengan mengkaji
peran pekerja sosial, harapan pekerja sosial terhadap para PM dan harapan para
PM terhadap para pekerja sosial pada bimbingan keterampilan menjahit manual di
Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya” Pasar Rebo. Untuk
menganalisisnya peneliti menggunakan Teori Peran yang dikemukakan oleh
Biddle dan Thomas. Dan Teori Peran Pekerja Sosial yang dikemukakan oleh
W.A. Friendlander. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan
menggunakan pendekatan kualitatif didapatkan hasil penelitian yang menyajikan
data yang akurat dan digambarkan secara jelas dari kondisi sebenarnya. Subyek
penelitian terdiri dari petugas tata usaha, para pekerja sosial dan para PM dalam
bimbingan keterampilan menjahit manual. Metode pengumpulan data dilakukan
dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Berdasarkan hasil penelitian, peran pekerja sosial dalam bimbingan
keterampilan menjahit manual di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya
Jaya” Pasar Rebo ini ada 7(tujuh) peran pekerja sosial yaitu sebagai Katalisator,
Informator, Mediator, Fasilitator/Pendampingan, Motivator, Konselor dan
Educator. Dan didapatkan adanya kesesuaian antara petugas dan harapan pekerja
sosial serta harapan para PM pada bimbingan keterampilan menjahit manual di
Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya” Pasar Rebo Jakarta Timur,
menunjukkan bahwa pekerja sosial telah menjalankan tugas serta perannya
dengan baik, sehingga bimbingan keterampilan menjahit manual ini memang
diinginkan oleh para PM sebagai bekal dan keahlian mereka setelah kembali ke
lingkungan masyarakat.
i
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrohim ...
Alhamdulillahi Robbil ‘ Alamin, rasa senang, lelah, dan bosan selama penulis
menjalani skripsi ini akhirnya terlampaui dan berakhir. Puji dan syukur yang tak terhingga
penulis hanturkan kepada Allah SWT, Tuhan pencipta dan pemelihara alam semesta ini. Atas
nikmat dan anugerah yang Allah berikan kepada penulis, serta petunjuk dan kemurahan-
Nyalah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga
senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, Nabi akhir zaman yang telah
membawa umatnya dari alam kebodohan menuju alam ilmu pengetahuan. Dengan selesainya
skripsi yang berjudul “PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN
BIMBINGAN KETERAMPILAN MENJAHIT MANUAL DI PANTI SOSIAL KARYA
WANITA (PSKW) MULYA JAYA PASAR REBO-JAKARTA TIMUR” sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi
Kesejahteraan Sosial.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak sedikit hambatan dan
kesulitan yang penulis hadapi, dan dalam penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan.
Namun berkat bantuan dan motivasi yang tak ternilai dari berbagai pihak, akhirnya skripsi ini
selesai pada waktunya. Oleh karena itu penulis hanya mampu menyampaikan terima kasih
yang tak terhingga dan rasa hormat kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam
penyusunan skripsi ini, terutama kepada:
1. Rektor UIN Jakarta Prof. Dr. Dede Rosyada, MA dan segenap civitas akademik UIN
Jakarta yang telah menyediakan fasilitas dan wadah bagi penulis dan kawan-kawan
mahasiswa untuk mengembangkan potensi diri.
iii
2. Kedua Orangtuaku tercinta, Ayahanda H. Parimin dan Ibunda Hj. Sriatun yang telah
mendidik dengan penuh kasih sayang, memberikan pengorbanan baik material
maupun spiritual yang tidak terhitung nilainya serta selalu mendoakan penulis disetiap
munajatnya.
3. Bapak Dr. Arief Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi.
4. Ibu Siti Napsiyah, M.SW selaku Ketua Jurusan Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
5. Bapak Ahmad Zaky, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Kesejahteraan Sosial Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan saran dan motivasi
kepada penulis.
6. Ibu Wati Nilamsari, M.Si sebagai pembimbing skripsi yang telah sangat sabar dan
telah banyak memberikan ilmu dan saran serta semangat kepada penulis dalam
penyusunan skripsi ini.
7. Segenap Bapak dan Ibu Dosen pengajar pada Jurusan Kesejahteraan Sosial yang telah
memberikan banyak ilmunya dan mengajar dengan sabar.
8. Kepada Bapak dan Ibu pimpinan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah membantu penulis dengan
menyediakan bahan-bahan dalam mengerjakan skripsi.
9. Bapak Akhmad Affandi, S.Sos sebagai pembimbing di PSKW Pasar Rebo yang telah
sabar dan telah banyak memberikan ilmu dan saran kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
iv
10. Untuk kakakku, Istiningsih dan Satimo (Kakak Ipar), serta kedua keponakanku yang
tersayang Aliefia Fitria Romadhini dan Damar Fiqih Al-Ma’ruf, mereka yang selalu
mendoakan dan memberikan semangat serta canda tawa dari mereka yang membuat
penulis terhibur sehingga mengurangi rasa penat penulis saat penulisan skripsi.
11. Untuk Seseorang yang sedang bertugas S. Khalid Bwefar S.STP yang telah
memberikan kasih sayangnya, beserta iringan doa, menemani dan memberikan
semangat saat penulis rapuh dalam penyelesaian skripsi ini.
12. Untuk Sahabat dan Teman-teman Kesejahteraan Sosial angkatan 2009 yakni Inge,
Widya, Momba, Ersya, Ade, Ni’ma, Icha, Hani, Nandya, Bimo, Ugi dan Dadan
terima kasih untuk waktu, motivasi dan kebersamaan kalian dari awal perkuliahaan
hingga sekarang.
13. Untuk Syukron Akbar, Kak Alwi, Leo Lofulisa, Mba’Eland, dan Sari yang tak kenal
lelah selalu menyemangati penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
14. Untuk para penerima manfaat (PM) di PSKW “Mulya Jaya” Pasar Rebo yang telah
membantu dalam penyelesaian skripsi ini, terutama Teteh Safitri, Teteh Nurhayati dan
Teteh Tuti Alawiyah.
Hanya kepada Allah SWT, penulis serahkan segala jasa dan amal kebaikan yang telah
mereka berikan kepada penulis dan bantuan dari semua pihak yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan
umumnya bagi para pembaca semuannya. Amin Ya Rabbal Alamin.
Jakarta, 13 Januari 2015
ZULBAIDA FEBRIATUN
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. v
DAFTAR TABEL ......................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
B. Pembatasan Masalah ................................................................. 7
C. Perumusan Masalah .................................................................. 8
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................. 8
E. Metodologi Penelitian ................................................................ 10
F. Tinjauan Pustaka ....................................................................... 18
G. Sistematika Penulisan ............................................................... 20
BAB II LANDASAN TEORI
A. Peran ........................................................................................ 23
1. Pengertian Peran .................................................................. 23
2. Tinjauan Sosiologi Tentang Peran ...................................... 26
B. Pekerja Sosial .......................................................................... 27
1. Pengertian Pekerja Sosial ................................................... 27
2. Tugas dan Fungsi Pekerja Sosial ....................................... 31
3. Prinsip Umum Pekerja Sosial dan Kode Etik Pekerja Sosial 32
4. Peran Pekerja Sosial ........................................................... 35
C. Bimbingan Keterampilan ........................................................ 38
1. Pengertian Bimbingan Keterampilan .................................. 38
2. Tujuan Bimbingan Keterampilan ....................................... 42
D. Wanita Tuna Susila ................................................................... 42
1. Pengertian Wanita Tuna Susila .......................................... 42
2. Latar Belakang Timbulnya Wanita Tuna Susila .................. 44
3. Dampak dari Prostitusi ....................................................... 47
4. Penanggulangan Prostitusi . ................................................. 49
vi
BAB III GAMBARAN UMUM PANTI SOSIAL KARYA WANITA
(PSKW) “MULYA JAYA” PASAR REBO
A. Sejarah Berdirinya PSKW “Mulya Jaya” Pasar Rebo ... ........... 52
B. Landasan Hukum ...................................................................... 53
C. Visi, Misi Motto dan Tujuan .................................................... 55
D. Identitas Panti ........................................................................... 56
E. Fungsi Lembaga ...................................................................... 57
F. Kebijakan .................................................................................. 57
G. Sarana dan Prasarana ................................................................ 59
H. Struktur Organisasi .................................................................. 60
I. Proses Rehabilitasi Sosial Wanita Tuna Susila ........................ 62
J. Pola Pendanaan ......................................................................... 67
K. Kerjasama PSKW “Mulya Jaya” Pasar Rebo ........................... 67
L. Kriteria Indikator Keberhasilan dalam Pelayanan
dan Rehabilitasi ........................................................................ 70
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Tugas Pekerja Sosial Pada Pelaksanaan Bimbingan
Keterampilan Menjahit Manual Di PSKW “Mulya Jaya” Pasar
Rebo .......................................................................................... 71
B. Harapan Pekerja Sosial Terhadap Penerima Manfaat
Pada Pelaksanaan Bimbingan Keterampilan Menjahit
Manual Di PSKW “Mulya Jaya” Pasar Rebo ......................... 85
C. Harapan Penerima Manfaat Terhadap Pekerja Sosial
Pada Pelaksanaan Bimbingan Keterampilan Menjahit
Manual Di PSKW “Mulya Jaya” Pasar Rebo ........................... 88
D. Analisis Tugas dan Peran Pekerja Sosial, Harapan
Pekerja Sosial dan Harapan Penerima Manfaat Pada
Pelaksanaan Bimbingan Keterampilan Menjahit
Manual Di PSKW “Mulya Jaya” Pasar Rebo ........................... 91
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 94
B. Saran ............................................................................................ 96
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Subyek dan Informan
Tabel 2 Sarana dan Prasarana
Tabel 3 Data Pekerja Sosial Di PSKW “Mulya Jaya” Pasar Rebo
Tabel 4 Jumlah Personil Panti/Pegawai di PSKW Pasar Rebo
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Krisis moneter telah memberikan dampak bagi kehidupan masyarakat,
utamanya dalam aspek ekonomi. Hal tersebut tentu mengakibatkan semakin
meningkatnya jumlah pengangguran dan akhirnya menjadi faktor bagi tenaga
kerja untuk mengerjakan apapun guna mendapatkan uang walaupun
bertentangan dengan hukum, moral, dan etika misalnya mencuri, dan bekerja
sebagai wanita tuna susila. Pelacuran merupakan profesi yang sangat tua
usiannya, setua umur kehidupan manusia itu sendiri. Pelacuran berupa tingkah
laku lepas bebas tanpa kendali dan cabul, karena adanya pelampiasan nafsu
seks dengan lawan jenisnya tanpa mengenal batas-batas kesopanan.1
Pelacur, ayam, lonte, WTS, dan PSK adalah sedikit dari sekian banyak
antrian panjang istilah yang kerap terdengar ketika seseorang menunjuk pada
sesosok perempuan penjaja, daging mentah pemuas nafsu birahi kaum lelaki
hidung belang ini. Persoalan di sekitar semua istilah transaksi, bisnis lendir
itulah masyarakat memberikan julukan atau labeling yang sedikit banyak
memberikan kontribusi terhadap konsep dirinya. Ini kemudian dikonstruksi
untuk mengontrol aktivitas seks yang tidak sesuai dengan norma masyarakat.2
1 Kartono, Kartini.Patologi Sososial Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.2007.h.208
2 Kuntjoro.Tutur dari Sarang Pelacur.Yogjakarta:Tinta.2004.
2
Akan tetapi julukan yang dianggap suatu kewajaran tersebut jangan dijadikan
suatu alasan untuk tidak menerima mereka sebagai bagian dari anggota
masyarakat.
Sesuatu hal yang wajar manakala dalam diri setiap manusia memiliki
hasrat seksualitas sebagai anugerah dari Sang Pencipta. Secara kodrati
seksualitas merupakan kebutuhan biologis setiap individu. Namun anugerah
tersebut nampaknya terkadang dijadikan suatu penyimpangan seksualitas dan
komersialisasi dalam memenuhi kebutuhan hidup. Apapun alasannnya dan
bagaimanapun bentuknya pekerja seks komersial, wanita tuna susila,
pelacuran, dan perzinaan dilarang keras baik oleh agama maupun masyarakat.
Semua agama di muka bumi ini melarang terhadap kegiatan prostitusi,
terlebih ajaran agama Islam telah memberikan pelarangan yang keras karena
perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang keji dan tercela sesuai dengan
firman Allah surat Al-Isra ayat 32 yaitu:
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina sesungguhnya zina itu
adalah suatu perbuatan yang keji, tidak sopan dan suatu jalan yang buruk”
(Q.S. Al-Isra: 32)
3
Maraknya Wanita Tuna Susila (WTS) ini mengharuskan Pemerintah
menyusun kebijakan dan menerapkan langkah-langkah penganggulangan
yang terpadu dan menyeluruh dalam suatu sistem yang efektif dan
komprehensif, baik penegakan hukum untuk mengurai suplai (supply
reduction) maupun pendekatan kesejahteraan untuk menekan dan mengatasi
laju jumlah WTS. Pada kenyataannya usaha-usaha untuk menanggulangi
permasalahan ini tetap sulit untuk mencapai hasil yang optimal.
Permasalahannya selain terletak pada terbatasnya jangkauan dan kemampuan
pemerintah, juga karena kompleksitas rumitnya seputar masalah pelacuran ini.
Berkembangnya kasus-kasus dan semakin pesatnya jumlah WTS ini berkaitan
langsung dengan kesehatan mental masyarakat serta sebagai akumulasi dari
berbagai masalah sosial dan kepribadian. Berangkat dari hal ini pula
penanganan yang bersifat kemasyarakatan dengan berbasis masyarakat
mempunyai arti yang sangat penting.
Berdasarkan Data Direktorat Rehabilitasi Tuna Susila Kementrian Sosial,
pada tahun 2012 tercatat 41.374 WTS yang tersebar di 33 provinsi. Jumlah
terbesar berada di Jawa Timur sebanyak 7.793 WTS dan lokalisasi terbanyak
juga di Jawa Timur sebanyak 47 tempat.3Sedangkan menurut Koalisi Nasional
Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA), 70 persen anak
yang jadi korban berusia antara 14 tahun dan 16 tahun. Jumlah lebih kecil dari
kenyataan karena pelacuran anak merupakan fenomena gunung es.
3 http://www.voa-islam.com/read/indonesiana/2013/02/13 ditelusuri tanggal 20 Agustus 2013
jam 18.55 WIB
4
Nilai transaksi dari bisnis haram ini terbilang besar. Sepanjang 2011,
berdasarkan perhitungan Biro Riset Infobank (birl), nilai transaksi pelacuran
per bulan sekitar Rp 5,5 triliun. Angka itu berdasarkan asumsi jumlah pekerja
seks komersial (PSK) yang dikeluarkan beberapa lembaga seperti United
Nations Development Programme (UNDP), Dinas Sosial, dan Komisi
Penanggulangan AIDS (KPA), bahwa jumlah PSK di Indonesia sekitar
193.000-272.000. Angka ini tak berlebihan. Ratu mucikari dari Jawa Timur
konon bisa meraup penghasilan sampai Rp 25 juta/hari. Meningkatnya jumlah
PSK berarti menunjukkan meningkatnya jumlah pria yang gemar berzina.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, diperkirakan ada 6,7 juta laki-laki
yang membeli seks pada 2012. Jumlah itu meningkat dibandingkan dengan
tahun 2009 yang hanya 3,2 juta.4
Selain itu untuk mengantisipasi kegiatan pelacuran aparat pemerintah juga
mengadakan razia dan mengadakan penyuluhan-penyuluhan, baik oleh tokoh
agama mau pun tokoh masyarakat. Pemerintah juga mengeluarkan Undang-
Undang tentang larangan dan ancaman selama-lamanya 1 (satu) tahun
kurungan bagi praktek germo dan mucikari, yang masing-masing diatur dalam
pasal 296 dan 506 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Tetapi sampai saat ini belum ada Undang-Undang yang secara khusus
mengatur tentang praktek prostitusi itu sendiri, sehingga sulit bagi pemerintah
untuk mencegah apalagi memberantas praktek prostitusi tersebut.
4 http://hizbut-tahrir.or.id/2013/02/13/negeri-darurat-pelacuran-dan-seks-bebas,ditelusuri
tanggal 20 Agustus 2013 Jam 21.00 WIB
5
Kesejahteraan sosial merupakan suatu keberadaan terpenuhinya kebutuhan
hidup yang layak bagi masyarakat, sehingga mampu mengembangkan diri dan
dapat melaksanakan fungsi sosialnya yang dapat dilakukan pemerintah,
pemerintah daerah dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial yang
meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan
perlindungan sosial (Undang-Undang No 11 Tahun 2009 pasal 1dan 2).
Pembangunan kesejahteraan sosial ini menjadi bagian tak terpisahkan dari
pembangunan nasional dimana pembangunan kesejahteraan sosial berperan
aktif dalam meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia. Hal ini karena
pada prinsipnya konstruksi pembangunan kesejahteraan sosial terdiri atas
serangkaian aktivitas yang direncanakan untuk memajukan kondisi kehidupan
manusia melalui koordinasi dan keterpaduan antara pemerintah, pemerintah
daerah dan masyarakat dalam upaya penyelenggaraan kesejahteraan sosial
dalam mengatasi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) menjadi
kerangka kegiatan yang utuh, menyeluruh, berkelanjutan dan bersinergi,
sehingga kesejahteraan sosial masyarakat lambat laun dapat meningkat.
Keberadaan PSKW “Mulya Jaya” Pasar Rebo-Jakarta Timur, selain
sebagai wujud dari pelaksanaan kewajiban pemerintah dalam memenuhi hak-
hak dasar warga negaranya (khususnya wanita) yang karena sesuatu hal tidak
dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar tetapi juga sebagai wadah
pemberdayaan sosial khususnya pemberdayaan perempuan. Pemberdayaan
sosial dilakukan melalui peningkatan kemauan dan kemampuan yang dapat
6
dilakukan dengan salah satu bentuk pelatihan keterampilan. (Undang-Undang
No 11 Tahun 2009 pasal 2 dan 3) Pelayanan inti di PSKW adalah pelayanan
bimbingan keterampilan yang terdiri dari jenis keterampilan, yaitu
keterampilan olahan pangan, keterampilan menjahit, keterampilan high speed,
keterampilan tata rias pengantin, keterampilan bordir, keterampilan
handycraft, keterampilan tata rias rambut,dan keterampilan kuliner. Wanita
sangat perlu mendapat bimbingan keterampilan, terutama dalam usia
produktif.5 Manfaat pemberian keterampilan olahan pangan, keterampilan
menjahit, keterampilan high speed, keterampilan tata rias pengantin,
keterampilan bordir, keterampilan handycraft, keterampilan tata rias rambut,
dan keterampilan kuliner adalah memberi bekal klien dengan keterampilan
yang disesuaikan dengan minat dan kemampuannya agar mereka bisa mandiri
dengan keterampilan yang dimiliki.6
Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa
bimbingan keterampilan memiliki banyak manfaat dalam memberdayakan
wanita rawan sosial psikologis di PSKW Pasar Rebo. Tetapi selain bimbingan
keterampilan tersebut, pelayanan bimbingan lainnya yang diberikan PSKW
Pasar Rebo juga sama pentingnya, seperti yang telah diungkapkan
sebelumnya bahwa dalam penanganan pemberian pelayanan bagi wanita
rawan sosial psikologis harus dilakukan secara menyeluruh menyangkut dari
5 Isran Noor. Jadikan Masa Depan Lebih Baik. Diakses dari www.kaltimpost.co.id. 2001.
pada tanggal 24 April 2013, Jam 21.43 WIB. 6 Nuriyah. Pemberdayaan Keterampilan Perempuan Di PSKW Sidoarum Godean Sleman.
Skripsi. UNY.2001.
7
berbagai aspek kehidupan, sehingga satu sama lain pelayanan bimbingan
saling berkaitan.
Alasan penulis memilih bimbingan keterampilan menjahit manual di
PSKW “Mulya Jaya” Pasar Rebo adalah bimbingan keterampilan menjahit
manual ini sudah tentu kebanyakan dari para penerima manfaatnya (PM)
memahami tentang menjahit, dan para PM juga dapat mengasah
kemampuannya dibimbingan keterampilan menjahit manual ini para PM
diajarkan dari teknik dasar menjahit manual seperti pembuatan pola dasar dan
tahapan keterampilan menjahit manual lainnya. Dan apabila mereka kembali
ke kehidupan sosial yang normal, mereka dapat mengembangkan kemampuan
yang telah dimiliki sebagai bekal hidup untuk mencari nafkah, serta diterima
di tengah-tengah masyarakat untuk menjalani hidup yang normal dan dapat
beralih profesi.
Atas dasar penjelasan diatas, penulis tertarik untuk mengangkat judul “
Peran Pekerja Sosial Pada Pelaksanaan Bimbingan Keterampilan
Menjahit Manual Di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya”
Pasar Rebo-Jakarta Timur”.
B. Pembatasan Masalah
Penelitian ini hanya dibatasi pada studi tentang peran pekerja sosial pada
pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit manual di Panti Sosial Karya
Wanita (PSKW) “Mulya Jaya” Pasar Rebo-Jakarta Timur .
8
C. Perumusan Masalah
Sehubungan dengan pembatasan masalah diatas, penulis membuat
rumusan masalah yaitu :
1. Apa saja peran pekerja sosial pada pelaksanaan bimbingan keterampilan
menjahit manual di PSKW Pasar Rebo ?
2. Bagaimana harapan pekerja sosial terhadap para penerima manfaat (PM)
pada pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit manual di PSKW
Pasar Rebo ?
3. Bagaimana harapan para penerima manfaat (PM) pada pelaksanaan
bimbingan keterampilan menjahit manual di PSKW Pasar Rebo terhadap
pekerja sosial ?
4. Bagaimana analisis peran yang ditinjau dari tugas, harapan pekerja sosial
dan harapan penerima manfaat (PM) terhadap bimbingan keterampilan
menjahit manual di PSKW Pasar Rebo ?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan pembatasan dan perumusan masalah, maka penelitian ini
bertujuan mengetahui :
1) Untuk mengetahui tugas dan peran pekerja sosial dalam pelaksanaan
bimbingan keterampilan menjahit manual di PSKW Pasar Rebo.
2) Untuk mengetahui harapan pekerja sosial terhadap para penerima
manfaat (PM) dalam pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit
manual di PSKW Pasar Rebo.
9
3) Untuk mengetahui harapan serta kebutuhan para penerima manfaat
(PM) terhadap peran pekerja sosial dalam pelaksanaan bimbingan
keterampilan menjahit manual di PSKW Pasar Rebo.
4) Untuk mengetahui tugas, harapan pekerja sosial dan harapan para
penerima manfaat (PM) terhadap bimbingan keterampilan menjahit
manual di PSKW Pasar Rebo.
2. Manfaat Penelitian
Sebagaimana perumusan masalah dan tujuan penelitian di atas, maka
penelitian mengharapkan manfaat dari penelitian ini adalah :
a. Manfaat Akademis
Memberikan sumbangan pengetahuan mengenai peran pekerja sosial
pada pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit manual di PSKW
Pasar Rebo.
b. Manfaat Praktis
1) Merupakan masukan untuk penelitian-penelitian lebih lanjut, khususnya
yang berkaitan dengan pendampingan sosial pada masyarakat nantinya.
2) Memberikan masukan dan koreksi kepada PSKW Pasar Rebo dalam
memperbaiki pelayanan pendampingan kepada klien.
10
E. Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian adalah teknik atau cara dalam pengumpulan data atau bukti
yang dalam hal ini perencanaan tindakan yang dilaksanakan serta langkah-langkah apa
yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan dan sasaran penelitian.7
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan penelitian
kualitatif. Bogdam dan Taylor mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Kemudian Klick dan Miller mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif tradisi
tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada
pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-
orang tersebut dalam bahasanya. 8
Penulis memilih pendekatan kualitatif dalam melakukan penelitian ini karena
berharap dengan menggunakan pendekatan kualitatif, didapatkan hasil penelitian yang
menyajikan data yang akurat, dan digambarkan secara jelas dari kondisi dan informasi
yang sebenarnya.
7 E.Kristi Poerwandari. Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi.Jakarta: Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia.1998.h.78. 8
Moleong,Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:PT. Remaja
Rosdakarya.2003.h.3.
11
2. Pemilihan Kasus
Dalam penelitian ini adalah bagaimana proses pemilihan informan untuk menjadi
objek penelitian penulis. Per bulan Agustus 2013 – Mei 2014 , penulis sudah
berkonsultasi dengan pihak lembaga terkait yang menangani tentang rehabilitasi sosial
dan pekerja sosial untuk meneliti sebagai bahan skripsi dan mengambil beberapa
informan yang memang menjadi klien di lembaga tersebut dan pihak lembaga
menyetujui dengan tujuan penulis untuk mengambil beberapa informan dan sebagai
bahan skripsi penulis.
3. Teknik Pengumpulan Data
Adapun untuk melaksanakan penelitian teknik pengumpulan data yang akan
dilaksanakan melalui :
a. Observasi
Observasi adalah pengamatan secara langsung kondisi yang terjadi di lapangan
yang memiliki relevansi terhadap permasalahan yang dikaji.9 Observasi yaitu salah
satu metode utama yang digunakan dalam suatu penelitian ilmiah. Dalam penelitian
ini teknik observasi digunakan oleh penulis dengan mengunjungi, meninjau lokasi
penelitian dan pengamatan untuk melihat segala aktifitas pendampingan pekerja
sosial dalam pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit di PSKW Pasar Rebo
terutama penelitian kualitatif.
9 S. Nasution. Metode Research (Jakarta: Bumi Akrasa,2011)h.113
12
b. Wawancara
Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang
yang ingin memperoleh informasi dari seseorang yang lainnya dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan berdasarkan tujuan tertentu.10
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode wawancara mendalam.
Wawancara mendalam ini bersifat luwes, artinya susunan pertanyaan dan susunan
kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat diubah saat wawancara berlangsung.
Sebelum wawancara dilakukan terlebih dahulu disiapkan pedoman wawancara
yang berhubungan dengan keterangan yang ingin digali. Adapun hal yang akan di
wawancarai adalah seputar pendampingan pekerja sosial dalam pelaksanaan
bimbingan keterampilan menjahit di PSKW Pasar Rebo.
c. Studi Dokumentasi
Dalam buku Moleong, Guba dan Lincoln mendefiniskan dokumen adalah setiap
bahan tertulis ataupun film yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan
seseorang penyidik. Dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai
sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dapat
dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan. 11
Dalam penelitian ini, peneliti berusaha mendapatkan data-data dokumentasi
yang ada di PSKW Pasar Rebo dari brosur, arsip-arsip serta foto-foto yang berkaitan
dengan masalah yang akan diteliti.
10
Mulyana,Dedi. Metodologi Peneliian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2003.
h.180 11
Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999),
cet ke-10,h.161
13
d. Macam dan Sumber Data
Macam dan sumber data yang diambil penelitian ini terdapat dua data,
yaitu data primer (pokok) dan data sekunder (pendukung).
a) Data primer adalah data yang belum tersedia sehingga untuk
menjawab masalah penelitian, data harus diperoleh dari sumber
aslinya. Data primer, diperoleh melalui wawancara dengan bagian
pekerja sosial, diantaranya: 1. Bagian Tata Usaha, 2. PEKSOS,
3. Para penerima manfaat di PSKW Pasar Rebo terutama para
penerima manfaat yang mengikuti bimbingan keterampilan
menjahit manual.
b) Data sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan-catatan,
surat kabar atau media kabar, dokumen yang berkaitan dengan
penelitian.12
Seperti, brosur PSKW Pasar Rebo, Brosur
Departemen Sosial RI PSKW Pasar Rebo dan Modul PSKW Pasar
Rebo.
e. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini berlokasi di Panti Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya”
dijalan Tat Twan Asi No.47 Komplek Depsos Pasar Rebo-JakartaTimur
13760. Penelitian ini dilakukan selama 9 (sembilan) bulan, sejak Agustus
2013-Mei 2014.
12
Jaenal Arifin, Theknik Penarikan Sample Dan Pengumpulan Data, (Jakarta,2005) h.17
14
f. Subyek, Informan dan Objek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah Bagian Tata Usaha, pekerja sosial, Seksi
Rehabilitasi sosial, pengajar dan PM yang mengikuti bimbingan
keterampilan menjahit manual di PSKW Pasar Rebo. Informan adalah
seseorang yang dapat memberikan informasi mengenai situasi dan kondisi
latar penelitian. Dan objek dalam penelitian ini adalah para PM yang
mengikuti bimbingan keterampilan menjahit manual yang ada di PSKW
Pasar Rebo.
Dalam penelitian kualitatif, teknik sampling yang sering digunakan
adalah purposive sampling. Purposive Sampling adalah sumber data
dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang
tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau
mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan melakukan peneliti
menjelajahi obyek atau situasi sosial yang diteliti.13
Berikut ini tabel subjek dan informan yang terpilih dalam
pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian.
13
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2011),
h.218-219
15
Tabel 1
Subjek dan Informan
No Informan Informasi yang diinginkan Jumlah
1 Bagian Tata
Usaha
Gambaran umum PSKW
Pasar Rebo, latar belakang,
sarana dan prasarana,
kerjasama yayasan.
1 Orang
2 Pekerja Sosial Peran Pekerja Sosial dalam
bimbingan keterampilan
menjahit manual dan
harapan peksos terhadap
para penerima manfaat
(PM) yang mengikuti
bimbingan keterampilan
menjahit manual.
3 Orang
3 Penerima
Manfaat (PM)
Latar belakang penerima
manfaat (PM), alasan PM
mengikuti bimbingan
keterampilan menjahit
manual dan harapan PM
terhadap pekerja sosial.
3 Orang
JUMLAH 7 Orang
Sumber: Data Primer
g. Teknik Analisi Data
Penelitian ini dilakukan dengan penelitian kualitatif, data yang
diperoleh melalui wawancara dan pengamatan tersebut dideskripsikan
dalam bentuk uraian. Menurut Bogdam, analisis data adalah proses
mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil
wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat
16
mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang
lain.14
Pada saat menganalisis data hasil wawancara, penulis mengamatinya
secara detail dan dilakukan berulang-ulang dari awal sampai akhir,
kemudian menyimpulkannya. Setelah itu menganalisa ketegori-kategori
yang terlihat pada data-data tersebut. Analisa data melibatkan upaya
mengidentifikasi suatu obyek dan peristiwa. Kategori dari analisa data
diperoleh berdasarkan fenomena yang terlihat pada tempat penelitian
tersebut. Setelah data dianalisa kemudian disajikan dalam tulisan-tulisan.
h. Teknik Keabsahan Data
Seperti yang telah dijelaskan oleh Lexy J. Moleong dalam bukunya
Metodologi Kualitatif. Untuk memeriksa keabsahan data penulis
menggunakan teknik triangulasi. Teknik triangulasi merupakan teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar
data untuk pengecekan atau perbandingan terhadap data tersebut. Teknik
triangulasi yang banyak digunakan adalah pemeriksaan terhadap sumber
lainnya.15
14
Sugiyono,Prof.Dr.Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D.Bandung:
Alfabeta.2009.cet,8.h.244 15
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Cet ke XVIII (Bandung: PT. Rosda Karya
2001),h.330
17
Dalam hal ini, penulis menggunakan klien sebagai pengecekan data
yang penulis peroleh dari pengurus, pembimbing serta staf-staf PSKW
Pasar Rebo dengan cara membandingkan sumber-sumber data yang
diperoleh dengan kenyataan yang ada pada saat penelitian.
Kreadibilitas (Derajat Kepercayaan) dengan menggunakan teknik
Triangulasi, hal ini dapat dicapai dengan jalan:
a) Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara
misalnya peran pekerja sosial dalam pelaksanaan bimbingan
keterampilan menjahit manual di PSKW Pasar Rebo.
b) Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan
berbagai pendapat dan pandangan orang lain, misalnya dalam hal
ini penulis membandingkan jawaban dari instruktur pelatihan
bimbingan keterampilan menjahit manual dengan jawaban yang
diberikan oleh siswi yang mengikuti pelatihan keterampilan
menjahit manual.
c) Membandingkan hasil wawancara dengan hasil dokumen yang
berkaitan dengan masalah yang diajukan. Penulis memanfaatkan
dokumen atau data sebagai bahan perbandingan.
18
i. Teknik Penulisan
Untuk memperoleh dalam penulisan ini maka penulis mengacu kepada
pedoman penulisan karya Ilmiah (skripsi,tesis, dan disertasi) yang
diterbitkan oleh CeQDA tahun 2007.
F. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini, penulis melakukan tinjauan pustaka sebagai langkah
dari penyusun skripsi yang peneliti teliti agar terhindar dari kesamaan judul
dan lain-lain dari skripsi yang sudah ada sebelum-sebelumnya. Setelah
mengadakan tinjauan pustaka, maka penulis menemukan skripsi yang
membahas tentang WTS, tetapi penulis akan memaparkan dari sudut berbeda
yaitu :
1. Peranan Pekerja Sosial Dalam Program Peningkatan Kesejahteraan
Sosial Wanita Tuna Susila Di Panti Sosial Bina Karya Wanita Harapan
Mulya Kedoya Jakarta. Skripsi ini ditulis oleh Mashudi. Jurusan
Pengembangan Masyarakat Islam tahun 2008. Skripsi ini mengkaji tentang
peranan pekerja sosial dalam program peningkatan kesejahteraan sosial WTS
dan hasil penelitian ini yaitu didapatkan adanya kesesuaian antara tugas dan
harapan pekerja sosial serta harapan WTS dalam program peningkatan
kesejahteraan sosial, menunjukkan bahwa pekerja sosial telah menjalankan
peranannya dengan baik, sehingga program tersebut memang diinginkan oleh
WTS sebagai bekal baik bila mereka terjun ke masyarakat.
19
2. Pemberdayaan Pekerja Seks Komersial Pada Program Keterampilan
Menjahit High Speed Di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya
Jaya” Pasar Rebo. Skripsi ini ditulis oleh M. Arif Iskandar. Jurusan
Konsentrasi Kesejahteraan Sosial Tahun 2009. Skripsi ini mengkaji tentang
program pemberdayaan yang dilakukan kepada pekerja seks komersial pada
program keterampilan khususnya keterampilan menjahit high speed yang
diberikan oleh PSKW Pasar Rebo. Dan hasil dari penelitian ini yaitu dengan
diberikan dan bantuan mesin, diharapkan mereka mampu bersaing dengan para
pekerja lain dalam dunia kerja. Tanpa menutup kemungkinan mereka akan
membuka usaha rumahan dan merekrut orang lain untuk membantu pekerjaan
mereka.
3. Evaluasi Hasil Program Bimbingan Keterampilan Pada Korban
Trafficking Di Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Pasar Rebo Jakarta
Timur. Skripsi ini ditulis oleh Usniawati Jurusan Pengembangan Masyarakat
Islam Tahun 2011. Skripsi ini mengkaji program pelatihan keterampilan tata rias
pengantin di PSKW yang pada hasilnya didapat oleh eks wanita tuna susila yang
mengikuti pelatihan keterampilan tata rias pengantin. Dan hasil dari penelitian
ini adalah dapat diketahui bahwa PSKW Pasar Rebo telah mencapai tujuannya
dalam program bimbingan keterampilan yang dilakukan pada korban
trafficking, hal ini terlihat dari kemampuan dan perubahan signifikasi dalam diri
siswa, dan diperkuat dengan pernyataan yang didapat dari para staf yang
bersangkutan, dimana mereka mengatakan bahwa banyak dari siswa yang telah
20
lulus dari panti saat ini telah bekerja dan membuka usaha sesuai dengan
keterampilan yang dimiliki.
4. Pelaksanaan Bimbingan Agama Islam Pada Wanita Tuna Susila Di Panti
Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Departemen Sosial Pasar Rebo Jakarta.
Skripsi ini ditulis oleh Nuhri Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu
Tarbiyah Dan Keguruan Tahun 2011. Dalam Skripsi ini didapatkan hasil
penelitian pelaksanaan bimbingan agama islam dengan materi-materi
keagamaan yang meliputi baca tulis Al-qur’an, keimanan, hafalan bacaan sholat,
hafalan doa ayat-ayat pendek, fiqih, shalat lima waktu dan puasa. Adapun
kendala-kendala dalam pelaksanaan bimbingan agama islam ini yaitu kurangnya
bahan ajar, kurangnya pembimbing ketika kegitan ini berlangsung dan
pendidikan klien yang rendah tentang agama.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mengetahui gambaran yang jelas tentang hal-hal yang diuraikan
dalam penelitian ini, maka peneliti membagi dalam lima bab, yaitu:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini meliputi latar belakang masalah, pembatasan masalah,
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi
penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.
21
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini mengemukakan tentang Pengertian Peran, Pekerja
Sosial, Wanita Tuna Susila, Modus wanita tuna susila dan
Praktek wanita tuna susila.
BAB III GAMBARAN UMUM
Bab ini menjelaskan tentang gambaran umum objek penelitian
yang terdiri dari latar belakang berdirinya panti, visi, misi,
motto dan tujuan, identitas panti, sarana dan prasarana, struktur
organisasi alur pelayanan rehabilitasi sosial wanita tuna susila,
pola pendanaan, kerjasama dan jaringan.
BAB IV ANALISIS PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan tentang hasil penelitian tugas dan peran
pekerja sosial dalam pelaksanaan bimbingan keterampilan
menjahit manual di PSKW Pasar Rebo, harapan pekerja sosial
terhadap para PM dalam pelaksanaan bimbingan keterampilan
menjahit manual di PSKW Pasar Rebo, harapan para PM
dalam pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit manual
di PSKW Pasar Rebo terhadap pekerja sosial, dan analisis
peran yang ditinjau dari tugas, harapan pekerja sosial dan
harapan siswa terhadap bimbingan keterampilan menjahit
manual di PSKW Pasar Rebo.
22
BAB V PENUTUP
Bab ini merupakan bab penutup dari penelitian ini yang berisi
tentang kesimpulan dan saran.
23
BAB II
LANDASAN TEORI
A. PERAN
1. Pengertian Peran
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, “peran adalah beberapa tingkah
laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat
dan harus dilaksanakan.”1 Dalam kamus ilmiah popular, peran diartikan
sebagai fungsi, kedudukan atau bagian dari kedudukan, seseorang dikatakan
berperan atau memiliki peranan karena dia (orang tersebut) mempunyai status
dalam masyarakat. Walaupun kedudukannya ini berbeda antara satu dengan
lainnya tersebut. Akan tetapi masing-masing dirinya berperan sesuai dengan
statusnya. Teori Peran adalah teori yang merupakan perpaduan berbagai teori,
orientasi, maupun disiplin ilmu, selain dari psikologi, teori peran berawal dari
dan masih tetap digunakan dalam sosiologi dan antropologi.2
Berbicara mengenai peran, tentu tidak bisa dilepaskan dengan status
(kedudukan), walaupun keduannya berbeda, akan tetapi saling berhubungan
erat antara satu dengan yang lainnya, peran diibaratkan seperti dua sisi mata
uang yang berbeda, akan tetapi kelekatannya sangat terasa sekali. Seseorang
dikatakan berperan atau memiliki peranan karena dia (orang tersebut)
1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta: Balai
Pustaka 1998),h.667 2 Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-Teori Psikologi Sosial, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
2005), cetke-10,h.224
24
mempunyai status dalam masyarakat, walaupunkeduannya itu berbeda antara
satu dengan orang lain tersebut, akan tetapi masing-masing darinya berperan
sesuai dengan statusnya.
Menurut Verhaar peran adalah segi segmatis dari peserta-peserta verba.
Unsur peran ini berkaitan dengan makna gramatika/sintaksis.3
Menurut Sarlito Wirawan Sarwono, peranan adalah keikutsertaan
seseorang dalam suatu kegiatan bersama-sama dengan orang lain untuk
mencapai tujuan tertentu.4
Dalam teorinya Biddle dan Thomas membagi peristilahan dalam teori
peran dalam empat golongan yaitu istilah-istilah yang menyangkut:
a. Orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial
b. Perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut
c. Kedudukan orang-orang dalam perilaku
d. Kaitan antara orang dan perilaku.
Sedangkan Gross Masson dan A.W. M.C. Eachern, sebagaimana dikutip
oleh David Berry, mendefinisikan peran sebagai seperangkat harapan-harapan
yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu.
Harapan tersebut masih menurut David Berry, merupakan imbangan dari
norma-norma sosial, oleh karena itu dapat dikatakan peranan-peranan itu
3 Verhaar j.W.M, Asas-Asas Linguistic Umum, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press
1996), h.91 4 Verhaar j.W.M, Asas-Asas Linguistic Umum, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press
1996), h.135
25
ditentukan oleh norma-norma di dalam masyarakat, artinya seseorang
diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan oleh masyarakat di
dalam pekerjaannya dan dalam pekerjaan-pekerjaan lainnya.5
Dengan demikian yang dimaksud dengan peran merupakan kewajiban-
kewajiban dan keharusan yang dilakukan oleh seseorang karena
kedudukannya didalam status tertentu dalam suatu masyarakat atau
lingkungan dimana ia berada. Dari perannya menjadi orang tua maupun peran
individu seorang pegawai terhadap institusi atau perusahaan yang ditempati. 6
Dalam skripsi ini penulis melihat peran yang digunakan dalam penelitian
ini adalah peran yang meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi
tempat seseorang dalam masyarakat karena seseorang yang mempunyai
kedudukan dalam struktur masyarakat dapat mempertanggung jawabkan tugas
dan fungsinya dengan baik.
Oleh karena itu dapat menyesuaikan dirinya agar masyarakat melihat
bahwa seseorang yang mempunyai peran dapat membimbing masyarakat
tanpa mencari keuntungan semata dan imbalan. Seseorang yang mempunyai
peran bekerja hanya untuk memberikan pelayanan dan dapat membangun
komunikasi dengan menghormati harkat martabat dan harga diri masyarakat.
5 N. Gross, W.S. Masson and A.W.Mc. Eachern, Explorations Role Analysis, dalam David
Berry, Pokok-Pokok Pikiran Dalam Sosiologi, (Jakarta: raja Grafindo Persaja,1995), cet. Ke-3,h.99-
100 6 Ida Bagus Putrayasa, Analisis Kalimat (Fungsi, Kategori Dan Peran), editor. Anna Susana,
(Bandung : PT Refika Aditama 2007), h.91
26
2. Tinjauan Sosiologi Tentang Peran
Tidak dapat dipungkiri bahwasanya manusia adalah makhluk sosial, yang
tidak bisa melepaskan sikap ketergantungan (dependent) pada makhluk atau
manusia lainnya, maka pada posisi semacam inilah, peran sangat menentukan
kelompok sosial masyarakat tersebut, dalam artian diharapkan masing-masing
dari sosial masyarakat yang berkaitan agar menjalankan peranannya yaitu:
menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya dalam
masyarakat (lingkungan) dimana ia bertempat tinggal.
Hubungan-hubungan sosial yang ada dalam masyarakat, merupakan
hubungan antara peranan-peranan individu dalam masyarakat. Peranan yang
melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan
kemasyarakatan. “ Posisi seseorang dalam masyarakat (yaitu social-position)
merupakan unsur statis yang menunjukan tempatindividu pada organisasi
masyarakat. Jadi, seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta
menjalankan suatu peranan”.7
Harapan tentang peran adalah harapan-harapan orang lain (pada
umumnya) tentang perilaku yang pantas, yang seyogyanya ditunjukkan oleh
seseorang yang mempunyai peran tertentu, sebagaimana dikatakan oleh David
Berry terdapat dua macam harapan, yaitu: pertama, harapan-harapan dari
masyarakat terhadap pemegang peran atau kewajiban-kewajiban dari
7 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
2002),cet ke-34,h.243
27
pemegang peran. Kedua, harapan-harapan yang dimiliki oleh si pemegang
peran terhadap masyarakat atau terhadap orang-orang yang berhubungan
dengannya dalam menjalankan perannya atau kewajiban-kewajibannya”.8
Dari kutipan tersebut nyatalah bahwa ada suatu harapan dari masyarakat
terhadap individu akan suatu peran, agar dijalankan sebagaimana mestinya,
sesuai dengan kedudukannya dalam lingkungan tersebut. Individu dituntut
memegang peranan yang diberikan oleh masyarakat kepadanya, dalam hal ini
peranan dapat dilihat dari sebagian dari struktur masyarakat, misalnya
peranan-peranan dalam pekerjaan, keluarga, kekuasaan dan peranan-peranan
lainnya yang diciptakan oleh masyarakat.
B. Pekerja Sosial
1. Pengertian Pekerja Sosial
Pekerja Sosial adalah orang yang memiliki dasar pengetahuan
keterampilan dan nilai pekerjaan sosial yang mempunyai tugas pokok
memberikan pelayanan kesejahteraan sosial.9 Pekerja sosial adalah sebagai
orang yang memiliki kewenangan keahlian dalam menyelenggarakan berbagai
pelayanan sosial.10
Pekerja sosial adalah seseorang yang mempunyai
kompetensi profesional dalam pekerjaan sosial yang diperolehnya melalui
pendidikan formal atau pengalaman praktek di bidang pekerjaan sosial atau
8 David Berry, Pokok-pokok Pikiran Dalam Sosiologi,h.101
9 Pusat Data Kemiskinan Depsos RI
10 Budhi Wibawa, Santoso T. Raharjo, & Meilany Budiarti S. Dasar-Dasar Pekerjaan Sosial.
Bandung: Widya Padjadjaran.2010
28
kesejahteraan sosial yang diakui secara resmi oleh pemerintah dan
melaksanakan tugas profesional pekerjaan sosial (Kepmensos
No.10/HUK/2007).
Tercatat dalam beberapa para ahli terkemuka dibidang pekerja sosial
seperti: Max Siporin, Charles Zastrow, Walter A. Friedlander, Pincus dan
Anne Minahan, Thelma Lee Mendoza, Robert W. Robert dan Robert H.Nee
telah memberikan definisi tentang pekerja sosial menurut sudut pandang
masing-masing. Sebagai berikut:
1. Max Siporin
Pekerja sosial adalah suatu metode institusi sosial untuk membantu
orang mencegah dan memecahkan masalah mereka serta untuk
memperbaiki dan meningkatkan keberfungsian sosial mereka”.
2. Charles Zastrow
Pekerja sosial merupakan kegiatan professional untuk membantu
individu-individu, kelompok-kelompok atau masyarakat guna
meningkatkan atau memperbaiki kemampuan mereka dalam fungsi
serta menciptakan kondisi masyarakat yang memungkinkan mereka
mencapai tujuan.
3. Walter A. Friedlander
Pekerja sosial merupakan suatu pelayanan professional, yang
prakteknya didasarkan kepada pengetahuan dan keterampilan ilmiah
tentang relasi manusia, sehingga dapat membantu individu, kelompok
dan masyarakat mencapai kepuasan pribadi dan serta kebebasan.
29
4. Pincus dan Anne Minahan
Pekerja sosial adalah seseorang yang ahli dan mempunyai tanggung
jawab untuk memperbaiki dan atau mengembangkan interaksi antara
orang/sekelompok orang dengan lingkungan sosial mereka sehingga
memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas kehidupan,
mengatasi kesulitan dan mewujudkan aspirasi serta nilai-nilai.11
5. Thelma Lee Mendoza
Pekerja Sosial merupakan profesi yang memperhatikan penyesuaian
antara individu dengan lingkungannya dan individu (kelompok) dalam
hubungan dengan situasi sosialnnya.
6. Robert W. Robert dan Robert H.Nee
Pekerja sosial merupakan profesi yang baru muncul pada abad ke-20.
Berbeda dengan profesi lain yang mengembangkan spesialisasi untuk
mencapai kematangannya, maka pekerja sosial berkembang dari
berbagai spesialisasi pada lapangan praktek yang berbeda.12
Pengertian pekerja sosial di Indonesia, selengkapnya terdapat di dalam
Buku Panduan Pekerja Sosial yang mengacu pada pasal 2, ayat 3 Undang-
Undang No.6/1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial
yaitu:
11
Dwi Heru Sukoco, Profesi Pekerja Sosial Dan Pertolongannya, (Bandung: Kopma STKS,
1998),h.75 12
Isbandi Rukminto Adi, Psikologi Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 1994), cet.1,h.11
30
“ Pekerja Sosial adalah semua keterampilan teknis yang dijadikan wahan
bagi usaha kesejahteraan sosial, serta merupakan suatu kegiatan
professional dalam menolong orang, kelompok manapun masyarakat yang
menderita atau terancam akan menderita masalah sosial, sedemikian rupa
sehingga mereka mampu menolong dirinya sendiri”.13
Ketentuan itulah yang hingga kini dijadikan pedoman bagi para Pekerja
Sosial khususnya di Lingkungan Depsos (sekarang BKSN) agar para Pekerja
Sosial dapat melaksanakannya tugasnya secara sistematis, efektif dan efisien.
Seperti telah diketahui seseorang yang menjalankan profesi di bidang
pekerjaan sosial adalah Pekerja Sosial atau dikenal dengan istilah asingnya
sebagai Social Worker. Meskipun profesi ini belum sepopuler dinegara-negara
maju, namun keberadaannya secara yuridis telah mendapatkan pengakuan dari
pemerintahan Indonesia antara lain melalui penerbit Surat Keputusan Menteri
Sosial RI Nomor : 11/ HUK/ 1989, tanggal 02 Maret 1989 tentang
Pendelegasian Wewenang pengangkatan, Pembebasan Sementara,
Pemberitahuan dan Pengangkatan Jabatan Pekerja Sosial di lingkungan
Departemen Sosial. Sementara itu, Definisi Pekerja Sosial menurut Buku
Panduan Pekerja Sosial adalah sebagai berikut:
13
Undang-Undang No.6 Tahun 1974 tentang,Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan
Sosial. Jakarta: Biro Hukum Departemen Sosial RI.
31
“ Pekerja Sosial adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas
melaksanakan kegiatan usaha kesejahteraan sosial secara penuh oleh
pejabat yang berwewenang pada lingkungan Departemen Sosial dan Unit
Pelayanan Kesejahteraan Sosial pada instansi lainnya berdasarkan
kompetensi professional pekerja sosial”.14
Menurut UU No.11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial ialah
Pekerja Sosial Profesional didefinisikan sebagai “seseorang yang bekerja, baik
di lembaga pemerintahan maupun swasta yang memiliki kompetensi dan
profesi pekerjaan sosial, dan kepedulian dalam pekerjaan sosial yang
diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman praktik
pekerjaan sosial untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan
masalah sosial.
2. Tugas dan Fungsi Pekerja Sosial
Pekerja sosial memiliki tugas pokok yaitu membantu orang yang
memenuhi kebutuhan dasarnya dengan jalan memberikan kemungkinan agar
dapat menjalankan fungsi sosialnya secara optimal.
Dengan demikian fungsi pekerja sosial dapat dirumuskan sebagai berikut:
1) Mengembangkan, memelihara dan memperkuat sistem kesejahteraan
sosial sehingga sistem ini dapat memenuhi kebutuhan dasar manusia.
2) Menjamin tingkat kesejahteraan yang wajar/memadai bagi semua orang.
14
Dep Sos RI. Panduan Pekerja Sosial Di Lingkungan Departemen Sosial. Jakarta:
Sekretariat Jenderal.1998.h.4
32
3) Memberikan kemungkinan kepada orang agar dapat berfungsi secara
optimal dalam peranan status sosial.
4) Menyokong dan memperbaiki tertib sosial serta struktur lembaga
masyarakat.15
3. Prinsip Umum Pekerja Sosial dan Kode Etik Pekerja Sosial
Kode etik merupakan pedoman yang dijadikan sebagai standar perilaku
para pekerja sosial yang berisikan nilai-nilai, prinsip-prinsip, aturan profesi
pekerjaan sosial yang dijadikan pedoman bagi anggotanya. Penetapan kode
etik ditujukan untuk menjamin kompetensi pelayanan profesional
meningkatkan mutu pelayanan sosial dan melindungi penerimaan pelayanan
sosial. Prinsip-prinsip pekerja sosial dituangkan dalam kode etik profesi,
dalam bentuk petunjuk dan kewajiban. Prinsip Dasar pekerja sosial adalah:
1. Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia.
2. Pengakuan adanya persamaan kesempatan.
3. Hak individu untuk menentukan jalan/cara hidupnya sendiri.
4. Setiap orang mempunyai tanggung jawab sosial.
Terdapat enam prinsip khusus dalam praktek pekerjaan sosial. Prinsip-
prinsip tersebut adalah:
a. The Princple Of Acceptance (Prinsip Penerimaan)
Prinsip ini mengemukakan bahwa pekerja sosial menerima klien tanpa
menghakimi klien. Kemampuan pekerja sosial untuk menerima klien dengan
terbuka akan banyak membantu perkembangan relasi pekerja sosial dengan
15
Sumber Pedoman Pekerja Sosial (Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat)
33
kliennya. Dengan sikap penerimaan yang tanpa menghakimi dari pekerja
sosial, klien akan terbuka untuk mengungkapkan permasalahan yang
dialaminya.
b. The Principle Of Communication (Prinsip Komunikasi)
Komunikasi berkaitan dengan kemampuan pekerja sosial untuk
mengangkap informasi ataupun pesan yang diungkapkan klien, baik verbal
maupun nonverbal. Pekerja sosial juga diharapkan membantu klien dalam
mengungkapkan apa yang dirasakannya.
c. The Principle Of Individualitation (Prinsip Individualisasi)
Prinsip individualisasi pada intinya menganggap setiap individu berbeda
antara satu dengan lainnya, sehingga cara pemberian bantuan terhadap klien
dapat berbeda sesuai dengan kondisi dan kebutuhan klien.
d. The Principle Of Participation (Prinsip Partisipasi)
Seseorang pekerja sosial harus mengajak kliennya untuk berperan aktif
dalam mengatasi permasalahannya yang dihadapinya sehingga mucul rasa
tanggung jawab klien terhadap proses pemberian bantuan. Tanpa partisipasi
dari klien, proses pemberian bantuan akan sulit dilakukan.
e. The Principle Of Confidentiality (Prinsip Kerahasiaan)
Dalam prinsip ini pekerja sosial menjaga kerahasiaan dari kasus yang
sedang ditanganinya, sehingga kasus klien tidak dibicarakan dengan
sembarangan orang yang tidak terkait dengan penanganan kasus tersebut.
Prinsip kerahasiaan memungkinkan klien mengungkapkan masalah yang
34
sedang ia hadapi dengan rasa aman karena yakin akan keamanan dan
informasi yang ia berikan.
f. The Principle Of Self Awarness (Prinsip Kesadaran dari pekerja sosial)
Prinsip ini menuntut pekerja sosial untuk bersikap proffesional dalam
menjalin relasi dengan klien. Pekerja sosial harus mampu mengendalikan diri
untuk tidak terhanyut oleh perasaan dan permasalahan yang dihadapi oleh
kliennya.16
Adapun kode etik pekerja sosial adalah:
1. Pekerja sosial mengutamakan tanggung jawab melayani kesejahteraan
individu dan kelompok yang meliputi kegiatan perbaikan kondisi
sosial.
2. Pekerja sosial mendahulukan atau mengutamakan tanggung jawab
profesi daripada kepentingan pribadi.
3. Pekerja sosial tidak membeda-bedakan latar belakang keturunan,
warna kulit, agama, umur, jenis kelamin, warga negara dan berusaha
mencegah serta menghapuskan diskriminasi dalam memberikan
pelayanan, dalam tugas serta dalam praktek-praktek kerja.
4. Pekerja sosial melaksanakan tanggung jawab demi mutu dan
keleluasaan pelayanan yang diberikan.17
16
Adi,Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial: Pengantar pada Pengertian dan
Beberapa Pokok Bahasan (edisi 2) 2005, FISIP UI 17
Sumber Pedoman Pekerja Sosial (Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat)
35
Pada dasarnya tujuan pekerja sosial yaitu ingin selalu memperbaiki dan
meningkatkan praktik pekerjaan sosial professional. Para pekerja sosial
berupaya untuk menggabungkan pengetahuan dan keterampilan untuk
kepentingan pelayanan kepada sistem klien. Disamping itu para pekerja sosial
diharapkan cukup memahami metedologi penelitian serta hasil-hasil penelitian
yang dilaporkan dan menerapkan konsep-konsep, teori-teori, serta
pengetahuan yang dikembangkan oleh penelitian yang bersangkutan kedalam
praktik yang dilakukannya.18
4. Peran Pekerja Sosial
Menurut W.A. Friendlander dalam menjalankan fungsi, tugas dan
kegiatan Pekerja Sosial dalam melakukan pendampingan sosial dapat
menjalankan peran yang meliputi: Katalisator, Informator, Mediator,
Fasilitator, Motivator, Konselor dan Educator.19
a. Katalisator
Sebagai katalisator yaitu orang yang selalu siap untuk menerima keluh
kesah atau masalah klien. Dalam hal ini pekerja sosial harus mempunyai
kemampuan menjadi pendengar yang baik, memegang teguh rahasia klien
sehingga klien percaya pada pekerja sosial, mempunyai rasa empati sehingga
pekerja sosial mampu merasakan apa yang sedang di alami oleh klien.
18
Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial, Suatu Teknik Penelitian Bidang
Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,2004), cet.6,h.18 19
Suharto, Edi , Pembangunan Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial: Spektrum Pemikiran,
Bandung: Lembaga Studi Pembangunan STKS (LSP-STKS), 1997.
36
b. Informator
Sebagai informator yaitu orang yang selalu memberikan informasi atau
penjelasan yang kurang dipahami oleh klien. Dalam hal ini pekerja sosial
harus banyak memiliki informasi, memiliki kemampuan untuk berkomunikasi
dengan baik dengan menyampaikan berita-berita dan informasi dengan baik
dan komunikatif, dan mampu menarik minat klien.
c. Mediator
Pekerja sosial sering melakukan peran mediator dalam berbagai kegiatan
pertolongannya. Peran mediator diperlukan terutama pada saat terdapat
perbedaan yang mencolok dan mengarah pada konflik antara berbagai pihak.
Mediator ini merupakan derivasi dari meditio (Latin) yaitu seseorang yang
digunakan sebagai orang tengah. Dalam berbagai hal fungsi mediator juga
hampir sama dengan seorang fasilitator. Dalam melaksanakan tugasnya,
seorang mediator tidak memiliki hak untuk membuat keputusan namun ia
hanya berfungsi sebagai seorang figur konsultatif. Pekerja sosial sering
melakukan peran mediator dalam berbagai kegiatan pertolongannya. Dean H
Hepworth dan Jo Ann Larsen memberikan contoh bahwa pekerja sosial dapat
memerankan fungsi sebagai “kekuatan ketiga”untuk menjembatani antara
anggota kelompok dan sistem lingkungan yang menghambatnya.
37
d. Fasilitator
Dalam literatur pekerjaan sosial, peranan “fasilitator” seringdisebut
sebagai “pemungkin” (enabler). Keduanya bahkan sering dipertukarkan satu
sama lain. Sebagimana yang dinyatakan oleh Parsons, Jorgensen dan
Hernandez, “ The traditional role of enabler in social work imploes
education, facilitation, and promotion of interaction and action”. (artinya:
peran tradisional bantuan dalam pekerjaan sosial mengimplikasikan peran
pendidikan, fasilitasi, dan promosi dari interaksi dan aksi). Selanjutnya
Barker, memberi definisi pemungkin atau fasilitator sebagai tanggung jawab
untuk membantu klien menjadi mampu menangani tekanan situasional atau
transisional. Strategi-strategi khusus untuk mencapai tujuan tersebut meliputi
pemberian harapan, pengurangan penolakan, pengidentifikasian dan
ambivalensi, pengakuan dan pengaturan perasaan-perasaan,
pengidentifikasian dan pendorong kekuatan-kekuatan personal dan aset-aset
sosial, pemilahan masalah menjadi beberapa bagian sehingga lebih mudah
dipecahkan, dan pemeliharaan sebuah fokus pada tujuan dan cara-cara untuk
pencapaiannya.
38
e. Motivator
Seorang pekerja sosial bertugas untuk dapat menguggah, menggerakan
dan membuat klien dinamis. Seorang pekerja sosial juga harus berani
mengambil resiko dan mau membuat terobosan, sehingga klien mampu
mengembangkan profesinya.
f. Konselor
Sebagai konselor yaitu seorang pekerja sosial melalui metode konselor
baik secara individu maupun kelompok berusaha memecahkan masalah-
masalah klien.
g. Educator
Sebagai educator yaitu seorang pekerja sosial yang berkecimpung dalam
bidang pendidikan baik menengah maupun tinggi, dan pekerja sosial menjadi
instruktur pada pelatihan pekerja sosial junior menjadi supervisi pada praktik
pekerja sosial.
C. Bimbingan Keterampilan
1. Pengertian Bimbingan Keterampilan
Sebelum peneliti membahas mengenai bimbingan keterampilan terlebih
dahulu, peneliti akan menguraikan mengenai pengertian bimbingan itu sendiri
yang ditinjau dari beberapa pendapat para ahli, antara lain :
Pengertian bimbingan dalam “ Jear Book Of Education”.
Bimbingan adalah “ suatu proses membantu individu melalui usahanya
sendiri untuk menemukan dan mengembangkan kemampuannya agar
memperoleh kebahagian pribadi dan kemanfaatan sosial”.
39
Bimbingan ialah “ suatu proses yang terus menerus dalam membantu
perkembangan individu untuk mencapai kemampuannya secara maksimal
dalam mengarahkan manfaat yang sebesar-besarnya baik bagi dirinya maupun
masyarakat”.20
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat peneliti simpulkan, bahwa
pengertian bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang
berkelanjutan/terus-menerus dari sistematis kepada suatu individu atau
kelompok, melalui usahanya sendiri untuk menemukan serta mengembangkan
kemampuannya agar dapat memperoleh kebahagian pribadi dan kemanfaatan
sosial.
Pengertian keterampilan yaitu kecakapan untuk dapat menyelesaikan suatu
tugas, atau dengan kata lain keterampilan juga dapat diartikan sebagai suatu
kemampuan seseorang untuk melakukan suatupekerjaan atau tugas yang
kompleks dengan mudah dan cermat serta dapat menyelesaikannya dengan
baik.21
Menurut Ngalim Purwanto, keterampilan berasal dari kata terampil yang
berarti mahir, namun dalam pembahasan ini keterampilan yang dimaksud
adalah keterampilan yang berhubungan dengan pekerjaan tangan atau
kecekatan tangan.22
20
Moh. Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, C. V. Ilmu (Bandung: 1975), h.25 21
Nuraini, “Bimbingan Keterampilan Bagi Wanita Tuna Susila Dalam Upaya Peningkatan
Ekonomi keluarga Di Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Pasar Rebo Jakarta Timur, “ (Skripsi S1
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2008), h.17 22
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktikum, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1996), h. 169
40
Keterampilan sangat erat dengan kaitannya dengan sumber daya manusia.
The Liang Gie mengemukakan pengertian keterampilan sebagai berikut:
Keterampilan adalah kegiatan menguasai sesuatu keterampilan dengan
tambahan bahwa mempelajari keterampilan harus dibarengi dengan kegiatan
praktik, berlatih, dan mengulang-ulang suatu kerja. Seseorang memahami
semua asa, metode, pengetahuan dan teori dan mampu melaksanakan secara
praktis adalah orang yang memiliki keterampilan.23
Dan menurut Whitherington menyatakan bahwa suatu keterampilan adalah
hasil dari latihan yang berulang-ulang yang dapat disebut perubahan
meningkat atau progesif atau pertumbuhan yang dialami oleh orang yang
mempelajari keterampilan tadi sebagai hasil dari aktivitas tertentu.24
Dengan memperhatikan konsep keterampilan menurut Liang Gie di atas
dapat dikemukakan bahwa keterampilan merupakan suatu pemahaman
seseorang akan suatu metode, cara, dan teknik, pengetahuan dan teori.
Sehingga seseorang tersebut dapat mempraktikannya dalam kehidupan sehari-
hari atau dalam organisasi/lembaga tertentu yang dapat menunjukkan kalau
seseorang itu mempunyai keterampilan.
23
Syarif Makmur, Pemberdayaan Sumber Daya Manusia dan Efektivitas Organisasi: kajian
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2008), h.70 24
Whitherington, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Aksara Baru, 1985), h. 104
41
Dan pengertian menjahit adalah pekerjaan menyambung kain, bulu, kulit
binatang, pepagan, dan bahan-bahan lain yang bisa di lewati jarum jahit dan
benang. Mejahit dapat dilakukan dengan tangan memakai jarum tangan atau
dengan mesin jahit.25
Sedangkan pengertian keterampilan menjahit dalam arti luas bukan hanya
sekedar pelajaran jahit menjahit saja, tetapi meliputi pengetahuan tentang
kesehatan, keserasian, dan perawatan dalam berpakaian. Seperti apa yang
diungkapkan oleh Moesarah Mangkoesatyoko, dalam bukunya yang berjudul
PKK bahwa keterampilan menjahit adalah pengetahuan tentang pemeliharaan
kesehatan dan tata rias diri, memahami peraturan kesehatan untuk mencapai
keindahan diri, memiliki keterampilan untuk merawat dan memperindah diri
serta memiliki apresiasi terhadap penampilan diri yang menarik. 26
Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian
bimbingan keterampilanadalah suatu proses bantuan yang diberikan kepada
suatu individu dengan tujuan agar dapat mengetahui, memahami serta
menguasai suatu hal/keterampilan yang sesuai dengan bidang keterampilan
yang dimiliki, sehingga menjadi tenaga ahli yang memungkinkan mereka
mendapatkan pekerjaan, pendapatan serta penghidupan yang layak di
masyarakat.
25
Wikipedia, diakses pada tanggal 09 Maret 2014 dari http://id.wikipedia.org/wiki/menjahit 26
Moesarah Mangkoesatyoko et. al, Pendidikan Kesejahteraan Keluarga 1, (Jakarta: F.A.
Hasmar, 1975), h.7
42
2. Tujuan Bimbingan Keterampilan
Adapun tujuan dari bimbingan keterampilan adalah sebagai berikut:
a. Membantu individu untuk mengembangkan pemahaman diri sesuai
dengan kecakapan yang dimiliki.
b. Membantu proses sosialisasi dan sensitivitas kepada kebutuhan orang
lain.
c. Membantu individu untuk mengembangkan motif-motif intirinsik
dalam proses belajar sehingga tercapai kemajuan yang berarti.
d. Membantu memberikan dorongan di dalam pengarahan diri,
pemecahan masalah, pengambilan keputusan dan keterlibatan dalam
proses pendidikan.
e. Membantu individu dalam proses memilih pekerjaan dan memasuki
dunia kerja.27
D. Wanita Tuna Susila
1. Pengertian Wanita Tuna Susila
Pelacuran atau Prostitusi merupakan salah satu bentuk penyakit
masyarakat yang harus dihentikan penyebarannya, tanpa mengabaikan usaha
pencegahan dan perbaikan. Pelacuran berasal dari bahasa Latin Pro-stituere
atau pro-stauree, yang berarti membiarkan diri berbuat zina, melakukan
27
M. Lutfi,Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, (Jakarta: 2008), h.
122-126
43
persundalan, percabulan, dan pergendakan. Sedang prostitue adalah pelacur
atau sundal. Dikenal pula dengan istilah WTS atau Wanita Tuna Susila.28
Menurut arti terminologi, Wanita Tuna Susila (WTS) menurut Soerjono
Soekanto adalah: “Suatu pekerjaan yang bersifat menyerahkan diri kepada
umum untuk melakukan perbuatan seksual dengan mendapatkan upah”.29
Berdasarkan kamus Besar Bahasa Indonesia, pelacur memiliki arti wanita
tuna susila atau wanita yang melacur.30
Wanita yang menjual diri. Pelacur
adalah profesi yang menjual jasa untuk memuaskan kebutuhan seksual
pelanggan. Biasanya pelayanan ini dalam menyewakan tubuhnya.
Pelacuran merupakan profesi yang sangat tua usianya, setua umur
kehidupan manusia itu sendiri. Yaitu berupa tingkah laku lepas bebas tanpa
kendali dan cabul, karena adanya pelampiasan nafsu seks dengan lawan
jenisnya tanpa mengenal batas-batas kesopanan. Pelacuran itu selalu ada pada
semua negara berbudaya, sejak zaman purba sampai sekarang. Dan senantiasa
menjadi masalah sosial atau menjadi objek urusan hukum dan tradisi.
Selanjutnya, dengan perkembangan teknologi, industri dan kebudayaan
manusia, turut berkembang pula pelacuran dalam berbagai bentuk dan
tingkatannya.
28
Kartini,Kartono, Patologi Sosial, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), cet.10,h.207 29
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,1993),
cet.Ke-17,h.417 30
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
2005),cet.ke-3,h.623
44
Telah disadari oleh setiap bangsa dan negara di dunia bahwa WTS yang
juga dikenal sebagai penyakit masyarakat selalu dihubungkan dengan
eksitensi wanita. Pandangan Boger tentang wanita tuna susila “Suatu gejala
kemasyarakatan dimana wanita menjual diri melakukan perbuatan-perbuatan
seksual sebagai mata pencaharian”.31
Dari penjelasan diatas terlihat suatu gambaran yang dimaksud dengan
wanita tuna susila atau pelacur adalah suatu perbuatan melakukan hubungan
seksual di luar ikatan pernikahan jasa maupun tidak, guna mendapat
memberikan kepuasan seks kepada pasangannya.
2. Latar Belakang Timbulnya Wanita Tuna Susila
Berlangsungnya perubahan-perubahan sosial yang serba cepat dan
perkembangan yang tidak sama dalam kebudayaan, mengakibatkan
ketidakmampuan banyak individu untuk menyesuaikan diri, mengakibatkan
timbulnya disharmoni, konflik-konflik eksternal dan internal, juga
disorganisasi dalam masyarakat dan dalam diri pribadi.
Berbagai penyebab timbulnya WTS dapat dibagi kepada dua faktor
penyebab yaitu: Faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah
dorongan-dorongan biologis yang timbul dari dalam diri seseorang yang tidak
dapat dikendalikan sehingga ia terjun ke dunia pelacuran, sedangkan faktor
eksternal adalah dorongan-dorongan biologis yang dari luar diri seseorang itu
sendiri, seperti di lingkungan keluarga miskin atau tertipuoleh bujuk rayu para
31
Kartini Kartono, Patologi Sosial, (Jakarta: CV. Rajawali, 1981), h.209
45
germo atau yang menjanjikan perkerjaan terhormat, tetapi pada kenyataanya
berfungsi sebagai pelacur.
Faktor internal tersebut menurut Kartini Kartono dapat berupa:
a. Tidak adanya undang-undang yang melarang pelacuran. Juga tidak ada
larangan terhadap orang-orang yang melakukan relasi seks sebelum
pernikahan atau di luar pernikahan.
b. Adanya keinginan dan dorongan manusia untuk menyalurkan
kebutuhan seks.
c. Komersialisasi dari seks, baik di pihak wanita maupun germo-germo
dan oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan pelayanan seks.
d. Dekadensi moral, merosotnya norma-norma susila dan keagamaan
pada saat-saat orang mengenyam kesejahteraan hidup.
e. Semakin besarnya penghinaan orang terhadap martabat kaum wanita
dan harkat manusia.
f. Kebudayaan eksploitasi pada zaman modern ini, khususnya
mengeksploitasi kaum lemah/wanita untuk tujuan-tujuan komersil.32
32
Kartini, Kartono, Patologi Sosial, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), cet.10,h.243
46
Faktor Eksternal yang menyebabkan timbulnya WTS menurut Kartini
Kartono, yaitu :
a. Adanya kecenderungan melacurkan diri pada banyak wanita untuk
menghindarkan diri dari kesulitan hidup.
b. Ada nafsu-nafsu seks yang abnormal, tidak terintergrasi dalam
kepribadian, dan keroyalan seks. Histeris dan hyperseks, sehingga
tidak merasa puas mengadakan relasi seks dengan satu pria/suami.
c. Tekanan ekonomi, faktor kemiskinan, ada pertimbangan-pertimbangan
ekonomis untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya,khususnya
dalam usaha mendapatkan status sosial yang lebih baik.
d. Aspirasi materill yang tinggi pada diri wanita dan kesenangan
ketamakan terhadap pakaian-pakaian indah dan perhiasan mewah.
e. Banyaknya stimulasi seksual dalam bentuk: film-film biru, gambar-
gambar porno, bacaan cabul, gang-gang anak muda yang
mempraktikan relasi seks, dan lain-lain.
f. Adanya ambisi-ambisi besar pada diri wanita untuk mendapatkan
status sosial yang tinggi
g. Ajakan teman-teman sekampung/sekota yang sudah terjun terlebih
dahulu dalam dunia pelacuran.33
33
Kartini,Kartono, Patologi Sosial, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), cet.10,h.245-
248
47
3. Dampak dari Prostitusi
Kartini Kartono berpendapat banyak tentang dampak dari prostitusi
sebagaimana tertulis dalam buku Patologi Sosial, diantaranya:
a. Menimbulkan dan menyebarluaskan penyakit kelamin dan kulit.
Penyakit yang paling sering terjadi ialah syphilis dan gonorrhoe
(kencing nanah). Terutama syphilis, apabila tidak mendapatkan
pengobatan yang sempurna bisa menimbulkan cacat jasmani dan
rohani pada diri sendiri dan anak keturunan. Antara lain ialah: (1)
Congential syphilis (sipilis herediter/keturunan) yang menyerang bayi
semasih dalam kandungan, sehingga terjadi abortus/keguguran atau
bayi lahir mati. Jika bayi bisa lahir biasanya kurang bobot, kurang
darah, buta, tuli, kurang intelegensinya, defect (rusak cacat) mental
dan defect jasmani lainnya. (2) Syphilis amenita, yang mengakibatkan
cacat mental ringan, retardasi atau lemah ingatan dan imbisilitas.
Sedangkan yang berat bisa mengakibatkan serangan epilepsi atau
ayan, kelumpuhan sebagian dan kelumpuhan total, bisa jadi idiot
psikotik atau menurunkan anak idiocy.
b. Merusak sendi-sendi kehidupan keluarga.
Suami-suami yang tergoda pelacur biasanya melupakan fungsinya
sebagai kepala keluarga, sehingga keluarga menjadi berantakan.
c. Memberikan dampak buruk kepada anak-anak remaja pada kriminal
dan obat-obatan.
48
Dampak buruk bagi remaja adalah adanya pengaruh demoralisasi
kepada lingkungan khususnya anak-anak muda remaja pada masa
puber dan adolesensi serta berkorelasi dengan kriminalitas dan
kecanduan bahan-bahan narkotika (ganja, morfin, heroin, dan lain-
lain).
d. Merusak sendi-sendi moral, susila, hukum dan agama.
Terutama sekali menggoyahkan sendi perkawinan, sehingga
menyimpang dari adat kebiasaan, norma hukum, dan agama karena
digantikan dengan pola pemuasan kebutuhan seks dan kenikmatan
seks yang awut-awutan, murah serta tidak bertanggung jawab. Bila
pola pelacuran ini telah membudaya maka rusaklah sendi-sendi
kehidupan keluarga yang sehat.
e. Adanya pengeksploitasian manusia oleh manusia lain.
Pada umumnya wanita-wanita pelacur ini hanya menerima upah
sebagian kecil saja dari pendapatan yang harus diterimanya, karena
sebagian besar harus diberikan kepada germo, calo-calo, centeng-
centeng, pelindung dan lain-lain. Dengan kata lain ada sekelompok
manusia benalu yang memeras darah dan keringat para pelacur ini.
49
f. Menyebabkan terjadinya disfungsi seksual.
Misalnya: impotensi, anorgasme, mymfomania, satyriasis, ejakulasi
premature yaitu pembuangan sperma sebelum zakar melakukan
penetasi dalam vagina atau liang senggama, dan lain-lain.34
4. Penanggulangan Prostitusi
Prostitusi sebagai masalah sosial sejak sejarah kehidupan manusia sampai
sekarang dan selalu ada pada setiap tingkatan peradaban, perlu ditanggulangi
dengan penuh kesungguhan, usaha ini sangat sukar melalui proses dan waktu
yang panjang, dan memerlukan pembiayaan yang besar. Pada garis besarnya,
usaha untuk mengatasi masalah wanita tuna susila ini dapat dibagi menjadi
dua, yaitu:
a. Usaha yang bersifat preventif, antara lain berupa:
a) Penyempurnaan perundang-undangan mengenai larangan atau
pengaturan penyelenggaraan pelacuran.
b) Intensifikasi pemberian pendidikan keagamaan dan kerohanian,
untuk memperkuat keimanan terhadap nilai-nilai religius norma
kesusilaan.
c) Menciptakan bermacam-macam kesibukan dan kesempatan
rekreasi bagi anak-anak puber dan adolesens untuk menyalurkan
kelebihan energinya.
34
Kartini,Kartono, Patologi Sosial, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), Jilid I ,h.250-
252
50
d) Memperluas lapangan kerja bagi kaum wanita, disesuaikan dengan
kodrat dan bakatnya, serta mendapatkan upah/gaji yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya setiap harinya.
e) Penyelenggaraan pendidikan seks dan pemahaman nilai
perkawinan dan kehidupan keluarga.
f) Penyitaan terhadap buku-buku dan majalah-majalah cabul,
gambar-gambar porno, film-film biru dan sarana-sarana lain yang
merangsang nafsu seks.
g) Meningkatkan kesejahteraan rakyat pada umumnya.
b. Tindakan yang bersifat represif dan kuratif dimaksudkan sebagai
kegiatan untuk menekan (menghapuskan,menindas), dan usaha
menyembuhkan para WTS untuk kemudian membawa mereka ke jalan
benar, yaitu :
a) Melalui alokasi yang sering ditafsirkan sebagai legalisasi, orang
melakukan pengawasan/kontrol yang ketat demi menjamin
kesehatan dan keamanan para prostitusi serta lingkungannya.
b) Melalui aktivitas rehabilitasi dan resosialisasi, agar mereka bisa
dikembalikan sebagai warga masyarakat yang susila.
c) Penyempurnaan tempat-tempat penampungan bagi para wanita
tuna susila terkena razia, disertai pembinaan yang sesuai dengan
bakat dan minat masing-masing.
d) Pemberian suntikan dan pengobatan pada interval waktu tetap
untuk menjamin kesehatan para prostitue dan lingkungannya.
51
e) Mengikutsertakan ex-WTS dalam usaha transmigrasi, dalam
rangka pemerataan penduduk di tanah air dan perluasan
kesempatan kerja bagi kaum wanita.35
35
Kartini,Kartono, Patologi Sosial, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), Jilid I ,h.250-
266-268
52
BAB III
GAMBARAN UMUM PANTI SOSIAL KARYA WANITA (PSKW)
“MULYA JAYA” PASAR REBO
A. Sejarah Singkat Berdirinya PSKW Mulya Jaya
Panti Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya” Jakarta adalah salah satu Unit
Pelaksana Teknis di lingkungan Departemen Sosial RI yang memberikan
pelayanan dan rehabilitasi sosial kepada Penyandang Masalah Tuna Susila
atau Wanita Tuna Susila, antara lain melalui kegiatan pembinaan fisik,
mental, sosial, mengubah sikap dan tingkah laku, pelatihan keterampilan,
resosialisi dan pembinaan lanjut agar mampu melaksanakan fungsi
sosialnya dan mandiri dalam kehidupan bermasyarakat.
Lembaga ini didirikan oleh Departemen Sosial RI., pada tahun 1959
panti ini berstatus Pilot Projek Pusat Pendidikan Wanita, sebagai projek
percontohan Depsos. Pembangunan dan penyempurnaan panti ini
dilakukan secara bertahap. Setahun kemudian tepatnya tanggal 20
Desember 1960 dibuka oleh Menteri Sosial Bapak H. Moeljadi
Djojomartono (Alm) dengan nama Mulya Jaya berdasarkan motto panti itu
sendiri yaitu, “Wanita Mulya Negara Pasti Jaya”.1
Pada tanggal 1 Juni 1963 diresmikan sebagai Panti Pendidikan Wanita
(PPW) “Mulya Jaya” dan di tahun 1969 diubah kembali menjadi Pusat
Pendidikan Pengajaran Kegunaan Wanita (P2KW). Berdasarkan SK
Mensos RI No.41/HUK/Kep./XI/1979 berubah nama menjadi Panti
1 Brosur,Departemen Sosial RI Panti Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya”. Jl. Tat Twam
Asi No.47 Komp.Depsos Pasar Rebo,Jakarta Timur 13769 Telp.021-8400631,Fax.8415717.
53
Rehabilitasi Wanita Tuna Susila (PRWTS) “Mulya Jaya” dan sejak
tanggal 24 April 1995 ditetapkan sebagai Panti Sosial Karya Wanita
(PSKW) “Mulya Jaya” Jakarta berdasarkan kepmensos RI No.
22/HUK/1995.2
Departemen Sosial RI cq. Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial
Tuna Sosial, sampai saat ini hanya memiliki satu Panti Sosial Karya
Wanita (PSKW) dengan daya tampung 110 orang, dan jangka waktu
kegiatan selama 6 bulan. Ketidakseimbangan jumlah WTS yang
meningkat dari tahun ke tahun dengan keterbatasan kemampuan
pemerintah untuk memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial melalui
PSKW, mendorong pemerintah mencari alternatif pemecahan dalam
meningkatkan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi tuna susila, yaitu
dengan sistem non panti. Ini dipandang sebagai penangan yang cukup
efektif, efisien dan bermanfaat dengan jangka waktu kegiatan 4 bulan,
yang kemudian diberikan bimbingan lanjut.
B. Landasan Hukun PSKW “Mulya Jaya” Pasar Rebo
1. Undang-Undang Dasar 1945, pasal 27 ayat 2, pasal 28 dan pasal 34.
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Kesejahteraan Sosial.
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
2 Brosur Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya”,Kep / Mensos RI
No:22/HUK/1995.
54
4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konfensi
Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap
perempuan.
5. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor
72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848).
7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
8. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 20/HUK/1999 tentang
Rehabilitasi Sosial Bekas Penyandang Masalah Tuna Susila.
9. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 59/HUK/2003 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Panti Sosial di lingkungan Departemen Sosial.
10. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang.
11. Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2002 tentang Kesejahteraan
Sosial.
12. Keputusan Presiden Nomor 88 Tahun 2002 tentang Penghapusan
Trafficking Perempuan dan Anak.3
3 http://mulyajaya.depsos.go.id/modules.php?name=pskw&kategori=profil. Diakses
pada tanggal 10 Agustus 2013, pukul 09.50 WIB.
55
C. Visi, Misi, Motto dan Tujuan PSKW Mulya Jaya
Mengenai visi dan misi dari Panti Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya”,
yaitu:
1. Visi
Pelayanan dan Rehabilitasi Tuna Susila yang bermutu dan profesional.
2. Misi
a. Melaksanakan Pelayanan dan Rehabilitasi Tuna Susila sesuai dengan
panduan yang telah ada.
b. Mewujudkan keberhasilan pelayanan dan rehabilitasi Tuna Susila sesuai
dengan indikator keberhasilan, pelayanan dan rehabilitasi tuna susila.
c. Mengembangkan jaringan kerjasama dengan pihak-pihak terkait,
pemerintah dan masyarakat dalam rangka meningkatkan pelayanan dan
srehabilitasi tuna susila.
3. Maksud dan Tujuan
a) Maksud
Kegiatan pelayanan rehabilitasi sosial bagi WTS yang dilaksanakan di
PSKW Pasar Rebo dimaksudkan untuk memperoleh hasil penanganan
yang optimal dalam upaya mencapai sasaran program pelayanan dan
rehabilitasi sosial serta adanya kepaduan langkah pelaksanaannya.
b) Tujuan
Program pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi WTS ini yaitu :
memulihkan kondisi fisik, mental, psikis, sosial, dan perilaku WTS agar
mampu melaksanakan fungsi sosial secara wajar dalam kehidupan
keluarga maupun masyarakat. Tujuan didirikannya lembaga ini adalah
56
terbina dan berkembangnya tata kehidupan sosial para tuna susila yang
meliputi pemulihan kembali rasa harga diri, tanggung jawab sosial serta
kemauan melaksanakan fungsi sosialnya dalam kehidupan dan
penghidupan masyarakat.4
D. Identitas Panti
1. Nama Panti : Panti Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya”. Status Panti :
Unit Pelaksana Teknis di bidang Rehabilitasi Sosial dan Pelayanan
bertanggung jawab langsung kepada Sekretaris Utama Badan
Kesejahteraan Sosial Nasional.
2. Alamat : Jalan Tat Twam Asi RT/RW. 08/02. Kelurahan Gedong,
Kecamatan Pasar Rebo Jakarta Timur – PO BOX 13760.
3. Sasaran Pelayanan : Wanita Penyandang Masalah Tuna Susila, didapat
dari :
a. Hasil penertiban Pemda (Dinas Sosial, Trantib dan Aparat
Keamanan lainnya).
b. Hasil motivasi Pekerja Sosial (Peksos) di lokasi kantung-kantung
rawan tindak tuna susila.
c. Penyerahan pihak keluarga maupun Organisasi Sosial.5
4 Modul, Direktorat Jenderal Pelayanan Dan Rehabilitasi Sosial Kementrian Sosial RI,
hal.3 5 Brosur Panti Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya” dan Profil UPT (Pusat Rehabilitasi /
Panti Sosial / Balai) di lingkungan Dirjen pelayanan dan Rehsos Depsos RI, Jl. Salemba Raya
No:28 bagian Program dan Informasi, Sekretariat Dirjen pelayanan dasn Rehsos, (Jakarta :
2002),h. 449.
57
E. Fungsi Lembaga
Berdasarkan tugas pokok tersebut, PSKW Jakarta mempunyai fungsi:
a. Penyusunan rencana dan program evaluasi dan laporan.
b. Pelaksanaan Registrasi, observasi, identifikasi, diagnosa sosial, dan
perawatan.
c. Pelaksanaan pelayanan dan rehabilitasi sosial yang meliputi
bimbingan mental, sosial, fisik, dan keterampilan.
d. Pelaksanaan resosialisasi, penyaluran dan bimbingan lanjut.
e. Pelaksaan pemberian perlindungan sosial, advokasi sosial, informasi
dan rujukan.
f. Pelaksanaan pusat model pelayanan rehabilitasi dan perlindungan
sosial.
g. Pelaksanaan urusan tata usaha.
F. Kebijakan
Kebijakan dalam pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi WTS adalah
sebagai berikut :
1. Meningkatkan dan memantapkan peranan masyarakat dalam
menyelenggarakan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi
penyandang masalah sosial dengan melibatkan semua unsur
dan komponen masyarakat yang didasari oleh nilai-nilai
swadaya, gotong royong dan kesetiakawanan sosial, sehingga
upaya tersebut merupakan usaha-usaha kesejahteraan sosial
yang melembaga dan berkesinambungan.
58
2. Meningkatkan jangkauan pelayanan dan rehabilitasi sosial yang
lebih adil dan merata, agar setiap warga negara khususnya
penyandang masalah kesejahteraan sosial berhak untuk
memperoleh pelayanan yang sebaik-baiknya untuk
meningkatkan kualitas kehidupan.
3. Meningkatnya mutu pelayanan dan rehabilitasi sosial yang
semakin profesional, baik yang diselenggarakan oleh
pemerintah, masyarakat dan dunia usaha bagi penyandang
masalah kesejahteraan sosial.
4. Memantapkan manajemen pelayanan sosial yang dilakukan
dengan penyempurnaan terus-menerus dalam merencanakan,
melaksanakan, memantau, mengevaluasi dan melaporkan serta
mengkoordinasikan dan memadukan dengan sektor-sektor lain
dan pemerintah daerah, sehingga pelayanan dan rehabilitasi
sosial menjadi semakin berkualitas dan dapat
dipertanggungjawabkan kepada publik.6
6 Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, kementerian Sosial R.I, diakses
dari http://www.kemsos.go.id pada tanggal 10 Agustus 2013. Pukul 09.40
59
G. Sarana dan Prasarana
Adapun sarana dan prasarana di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW)
“Mulya Jaya” Pasar Rebo, ialah berupa:
Tabel 2
Sarana dan Prasarana
No Sarana Dan Prasarana Keterangan
1 Kantor ( Kepala Panti dan Tata Usaha ) 187 m2
2 Kantor ( Rehabsos,PAS, Peksos ) 420 m2
3 Guest House 195 m2
4 Rumah Dinas Pimpinan 185 m2
5 Rumah Dinas Pegawai I 155 m2
6 Rumah Dinas Pegawai II 115 m2
7 Rumah Dinas / Mess Pegawai 200 m2
8 Ruang Seleksi 179 m2
9 Aula 216 m 2
10 Ruang Keterampilan Tata Rias dan Olahan Pangan 231 m2
11 Ruang Keterampilan Menjahit Manual 156 m2
12 Ruang Keterampilan Menjahit High Speed 200 m2
13 Ruang Kesehatan, Konsultasi dan data 140 m2
14 Asrama Siswa Cut Nyak Dien, Nyi Ageng Serang 130 m2
15 Asrama Siswa Kartini Satu dan Dua 260 m2
16 Asrama Siswa Malahayati ( Tingkat ) 266 m2
17 Ruang Makan dan Dapur 275 m2
18 Ruang Serbaguna ( Ruang Pendidikan ) 353 m2
19 Pos Jaga Depan 12 m2
20 Pos Jaga Belakang 9 m2
21 Rumah Ibadah Mesjid Al – Khairat 433 m2
22 Lapangan Tenis 757 m2
23 Lapangan Olah Raga dan Upacara 1280 m2
24 Selasar 90 m2
25 Taman 1680 m2
26 Lahan Pertanian 2903 m2
27 Empang I
28 Empang II
29 Jalan Dalam Komplek 780 m2
30 Pagar Tembok Keliling 785 m2
31 Drainase ( Saluran Air ) 1750 m2
32 Gardu PLN 1 Unit
33 Lahan Penghijauan dan Semak Belukar 2427 m2
34 Gedung TPA 257 m2
35 Gedung Trafficking ( Tingkat ) 340 m2
36 Aula atau Ruang Serbaguna 537 m2
37 Lapangan Bulutangkis 144 m2
60
No Sarana Dan Prasarana Keterangan
38 Roda Enam ( Mini Bus ) 1 Buah
39 Roda Empat 3 Buah
40 Roda Dua 2 Buah
Sumber: Data Dokumen di PSKW Pasar Rebo
Kapasitas Tampung
Untuk tahun anggaran 2009 kapastitas tampung di PSKW Pasar
Rebo terdiri dari :
1) Wanita Tuna Susila : 220 orang dalam 2 angkatan
2) Wanita Korban Trafficking : 100 orang dalam 4 angkatan
H. Struktur Organisasi
Struktur Organisasi ini tersusun dari Kepala Panti dan Pengurus-
Pengurus yang berada di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya
Jaya” Pasar Rebo – Jakarta Timur. Adapun struktur organisasi berdasarkan
Peraturan Menteri Sosial RI nomor : 106/HUK/2009.
61
Bagan 1
Struktur Organisasi
Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya”
Pasar Rebo-Jakarta Timur
Sumber: Data Dokumen di PSKW Pasar Rebo
KEPALA PANTI
Drs. M. Ali Samantha, MM
195809291986031005
KA.SUB.BAG.TATA USAHA
Emil Salamun, S.Sos.I
KASIE.PROGRAM DAN
ADVOKASI SOSIAL
Kustaman, S.ST. M.Si
KASIE. REHABILITASI SOSIAL
Dra. Sri Gantini, M.Si
196710071993032005
KELOMPOK
JABATAN FUNGSIONAL
SHELTER INTALASI
PRODUKSI (WORK SHOP)
62
I. Proses Rehabilitasi Sosial Wanita Tuna Susila
1. Identifikasi Klien
Merupakan kegiatan penggalian awal terhadap calon PM
(Penerima Manfaat) untuk mengetahui tentang identitas diri, keluarga,
pendidikan, pengungkapan dan pemahaman masalah atau assesment
serta catatan penting lainnya. Hasil interview dituangkan ke dalam
lembar biodata PM. Tersediannya data PM, terungkapnya
permasalahan sosial dan potensi yang dimiliki, terpenuhinya bahan
acuan sebagai dasar pertimbangan, dan kebijakan menentukan prohram
pembinaan yang tepat bagi PM.
a. Asal kelayan
1) Penerimaan Kantib dan instansi terkait
2) Motivasi petugas sosial masyarakat
3) Menyerahkan
b. Syarat Penerimaan Klien/Siswa
1) Wanita Tuna Susila
2) Tidak sedang berurusan dengan pihak kepolisian
3) Usia 15 s/d 45 tahun
4) Sehat jasmani dan rohani/ tidak sakit ingatan
5) Tidak mengidap penyakit berat dan menular kecuali penyakit
kelamin
6) Wajib tinggal di asrama dan mematuhi ketentuan yang berlaku
7) Wajib mengikuti bimbingan mental sosial dan fisik serta
keterampilan selama 6 bulan.
63
2. Assesment
Assesment adalah instrumen intelektual untuk memahami situasi
psikososial klien, dan untuk menentukan apa masalahnya.7 Suatu
proses yang mengungkap, menelaah, memahami, menganalisis dan
menilai masalah atau rencana pelayanan dan lingkungan klien, serta
kebutuhannya, untuk langkah-langkah yang diperlukan guna mencapai
hasil-hasil yang diharapkan.
Assesment (psikologis, sosial, medis) dilakukan untuk memahami
sebab dan dinamika masalah. Pada tahapan ini tingkat keberfungsian
sosial, psikologis dan fisik klien diklarifikasi. Kebutuhan bagi klien
yang sangat rentan biasanya sangat luas dan assesment harus dilakukan
menyeluruh. Disini guna mengembangkan sejarah kasus-kasus yang
tradisional dan memanfaatkan informan luar dari berbagai disiplin
serta keluarga dan lembaga-lembaga lain yang pernah menangani
klien. Mengingat pemberdayaan klien adalah tujuan utama, maka ia
didorong untuk berpartisipasi maksimal dalam assesment serta seluruh
proses.8
7 Albert R. Roberts, Gilbert J. Greene. Buku Pintar Pekerja Sosial, Judul Asli. Social
Works’ desk Reference. Jilid 1. (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.2008), h.98 8 Albert R. Roberts, Gilbert J. Greene. Buku Pintar Pekerja Sosial, Judul Asli. Social
Works’ desk Reference. Jilid 1. (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.2008), h.284
64
3. Rehabilitasi
Dilaksanakan dengan memberikan bimbingan mental, sosial,
keterampilan kerja dan pelayanan fisik lainnya.
a. Bimbingan fisik dan mental terdiri dari : Olah raga jasmani,
Bimbingan kerohanian.
b. Bimbingan Sosial terdiri dari : penyuluhan sosial, terapi
kelompok, dinamika kelompok, konseling.
c. Bimbingan Keterampilan terdiri dari : menjahit bordir, high
speed, tata rias rambut, tata rias pengantin, olahan pangan,
kuliner, dan handycraft.9
4. Penyaluran
a. Persiapan Penyaluran
Dengan penilaian klien sudah :
1) Sehat mental dan fisik
2) Perkembangan pribadi stabil
3) Memiliki keterampilan
4) Siap menyesuaikan diri / bermasyarakat 10
b. Jenis Penyaluran :
1) Nikah / nikah untuk transmigrasi
2) Bekerja pada perusahaan konveksi, catering, pramuwisma,
TKW keluar negeri.
9 Standarisasi Pelayanan Rehabilitasi Sosial karya Wanita “Mulya Jaya”, Direktorat
Pelayanan dan Rehabilitasi Tuna Sosial dan Korban Tindak Kekerasan, (Jakarta : BKSN, 200),
h.21-23 10
Brosur panti sosial karya wanita “Mulya Jaya” Pasar Rebo Jakarta Timur, Kanwil
Depsos DKI Jakarta
65
3) Wiraswasta
4) Kembali pada keluarga 11
5. Bimbingan Lanjut
Yaitu suatu kegiatan untuk lebih memantapkan kemandirian PM
dan mencegah PM agar tidak kembali menjadi WTS lagi. Dengan
tujuan mengikuti perkembangan, konsultasi dan pembinaan dan
penilaian terhadap perkembangan pribadi, sikap mental dan
kemampuan daya guna dalam partisipasinya di masyarakat
memberikan bantuan stimulant.
6. Monitoring
Monitoring adalah suatu kegiatan melihat/mengamati secara
langsung terhadap pelaksanaan tugas pekerjaan/pelayanaan dan
rehabilitasi sosial terhadap PM. Kegiatan monitoring ini dilaksanakan
secara berkala dan berkesinambungan di dalam proses tahapan
pelaksanaan program pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi PM baik di
tingkat pusat daerah. Melalui monitoring diharapkan mampu
mendeteksi apabila terjadi penyimpangan atau masalah dalam
pelaksanaan program, untuk selanjutnya diupayakan perbaikan.
a) Tujuan
1) Mengetahui apakah pelayanan dan rehabilitasi sosial
bagi PM yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang
telah ditetapkan.
11
Standarisasi Pelayanan Rehabilitasi Sosial karya Wanita “Mulya Jaya”, Direktorat
Pelayanan dan Rehabilitasi Tuna Sosial dan Korban Tindak Kekerasan, (Jakarta : BKSN, 200),
h.24
66
2) Menilai kemajuan kegiatan sesuai dengan tujuan yang
telah ditetapkan.
3) Memberi kesempatan untuk mengadakan perbaikan-
perbaikan.
b) Cara pelaksanaan
1) Meminta laporan langsung dari para pelaksana
2) Membaca laporan tertulis
3) Wawancara dan observasi
4) Memeriksa bagan atau grafik hasil pelaksanaan
kegiatan
5) Mengadakan inspeksi secara on the spot
6) Survey dan pengecekan
7. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu usaha untuk mengukur dan memberi nilai
secara obyektif terhadap pencapaian hasil-hasil sebagaimana telah
direncanakan sebelumnya dalam upaya menyelenggarakan pelayanan
dan rehabilitasi sosial bagi PM. Evaluasi dilakukan secara menyeluruh
dalam pelaksanaan dan rehabilitasi sosial mulai tahap perencanaan
sampai akhir tahap pelayanan yang ditetapkan untuk mengukur tingkat
keberhasilan.
a) Tujuan
Mengukur efektifitas dan efisiensi dari pelaksanaan pelayanan
dan rehabilitasi sosial bagi PM dan sekaligus mengukur secara
obyektif hasil-hasil pelaksanaan kegiatan tersebut.
67
b) Tahap pelaksanaan
1) Pengumpulan data dan bahan informasi yang diperlukan
2) Mengolah dan menganalisis data
3) Menilai dan menyimpulkan dengan mengadakan
pengukuran dan membandingkan hasil kesimpulan dengan
standar/tolak ukur atau tujuan yang tealh ditentukan
J. Pola Pendanaan
Anggaran dan pola pendanaan pada PSKW sepenuhnya diperoleh dari
Departemen Sosial RI. Berupa Anggaran Rutin (DIK) dan Anggaran
Pembangunan (DIP).12
Dana tambahan didapat dari hasil penjualan
keterampilan yang ada di PSKW Pasar Rebo dimana dana tersebut
digunakan untuk memenuhi kebutuhan kekurangan bahan-bahan
pelaksanaan keterampilan yang berlangsung di PSKW Pasar Rebo yang
dilaksanakan setiap hari senin hingga rabu.
K. Kerjasama Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya”
Kerjasama dengan lembaga terkait dapat diwujudkan dalam pola
penanganan permasalahan sosial WTS yang melibatkan ahli-ahli yang
kompeten, dan atas dasar pengetahuan dan dukungan Pemerintah Daerah
(Kabupaten/Kota) dalam rangka mengatasi masalah tuna susila.
12
Kesetiakawanan Nasional, Brosur panti sosial karya wanita “Mulya Jaya” Pasar Rebo
Jakarta Timur.
68
1. Tujuan kerjasama antar lembaga:
Memperoleh dukungan dari lembaga-lembaga terkait maupun
lembaga penyedia lapangan kerja untuk terlibat dalam penanganan
masalah wanita tuna susila.
2. Manfaat kerjasama antar lembaga:
a. Menjamin kelancaran dan kelangsungan pelayanan dan rehabilitasi
sosial untuk lebih menghilangkan stigma eks WTS dalam
masyarakat.
b. Kehidupan secara normatif dan mandiri, baik secara sosial maupun
ekonomi.
c. Sasaran kegiatan ini adalah dunia usaha, lembaga penyedia
lapangan kerja, lembaga pelayanan sosial, panti-panti sosial, LSM,
dan Pemerintahan Daerah.
3. Lingkup Kegiatan
1. Identifikasi sasaran pada sejumlah lembaga yang akan diajak
kerjasama.
2. Sosialisasi program, pemaparan kelembagaan pelayanan dan
rehabilitasi sosial, jenis penanganan yang dilakukan, peningkatan
kompetensi eks klien dan hasil yang diharapkan.
3. Pelaksanaan program kerjasama antar lembaga.
4. Evaluasi program, menyangkut efektifitas kerjasama antar
lembaga.
69
Kerjasama yang telah dilakukan oleh PSKW “Mulya Jaya” Jakarta,
dalam rangka pelayanan dan rehabilitasi sosial kepada Wanita Tuna Susila,
yaitu :
a. Dinas sosial, Dinas ketenteraman & ketertiban/ Satpol PP dalam
pengiriman calon kelayan/siswa dan menindaklanjuti hasil razia yang
dilaksanakan.
b. IOM (International Organizaton of Migration) dalam penanganan
lanjutan dan memberikan perlindungan terhadap terhadap korban
trafficking/penjualan perempuan yang dilacurkan.
c. RS POLRI Kramat Jati dalam hal rujukan dan penangan medis korban
trafficking perempuan.
d. RS Cipto Mangunkusumo dalam bantuan tenaga medis / dokter
spesialis kulit & kelamin untuk pemeriksaan dan pengolahan PMS
penerima pelayanan di Panti.
e. Lembaga Pendidikan Keterampilan Wanita dan Yayasan Tri Dewi
dalam bantuan tenaga instruktur keterampilan untuk meningkatkan
mutu pelatihan keterampilan / vocational.
f. Aparat Keamanan Setempat ( Polsek dan Koramil Pasar Rebo ), dalam
mengantisipasi kejadian yang tidak diinginkan.
g. Organisasi Wanita Aisyah, Organisasi Wanita Islam, Yayasan Al
Azhar, KUA, Pendeta dari Gereja, dalam pembinaan / bimbingan
mental agama.
70
h. Universitas Indonesia, Jurusan Kesejahteraan Sosial dan Psikologi,
dalam membantu mengungkap dan menangani permasalahan kelayan /
siswa.
i. Universitas Negeri Jakarta, dalam hal pembinaan fisik, berupa tenaga
instruktur olahraga.
j. Panti Sosial Asuhan Anak Balita “Tunas Bangsa” Cipayung Jakarta,
dalam rujukan / penitipan anak balita kelayan / siswa yang sedang
dibina.
L. Kriteria Indikator Keberhasilan dalam Pelayanan dan Rehabilitasi
Kriteria-Kriteria indikator keberhasilan dalam pelaksanaan pelayanan
dan rehabilitasi sosial bagi wanita tuna susila, antara lain:
1. Adanya perubahan perilaku dan sikap hidup yang konstruktif,
untuk meningkatkan harkat dan martabatnya sebagai wanita.
2. Tidak lagi melakukan prostitusi atau sebagai WTS.
3. Tidak berkumpul kembali dengan teman-teman WTS.
4. Diterima kembali dan hidup secara normative ditengah-tengah
keluarga dan masyarakat.
5. Timbulnya dorongan semangat untuk kerja dan penghasilan yang
layak.
6. Berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak untuk meningkatkan
taraf ekonomi dan kehidupan.
7. Melakukan pekerjaan yang sesuai dengan norma-norma yang
berlaku dan memperoleh penghasilan yang halal.
71
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISI DATA
A. Peran Pekerja Sosial Pada Pelaksanaan Bimbingan Keterampilan
Menjahit Manual Di PSKW “Mulya Jaya” Pasar Rebo.
Berdasarkan uraian pada bab II mengenai Peran Pekerja Sosial Pada
Pelaksanaan Bimbingan Keterampilan Menjahit Manual di PSKW “Mulya
Jaya” Pasar Rebo Jakarta Timur. Pekerja Sosial yang dimaksud disini
yaitu sebagai katalisator, informator, mediator, fasilitator/pendamping,
motivator, konselor dan educator untuk penerima manfaat (PM) di PSKW
Pasar Rebo. Peran peksos ini mempunyai peran yang sangat penting bagi
PM yang tinggal di PSKW Pasar Rebo karena dengan adanya peran
peksos, para PM yang berada di PSKW Pasar Rebo mendapatkan
pembinaan fisik, kesehatan, bimbingan mental, bimbingan sosial,
bimbingan spiritual, kepribadian, pendidikan dan pelatihan keterampilan
seperti menjahit manual, high speed, handycraft, bordir, tata rias
pengantin, tata rias rambut, olahan pangan dan kuliner.
Pekerja sosial di PSKW Pasar Rebo juga mempunyai tugas untuk
melakukan pelayanan dan rehabilitasi sosial terhadap para PM dan
menyelenggarakan kegiatan resosialisasi meliputi : 1. Identifikasi dan
Assesment, 2. Penerimaan, 3. Pembinaan dan Bimbingan, 4. Resosialisasi
dan Penyaluran, 5. Bimbingan Lanjut (BINJUT).
72
1. Identifikasi dan Assesment
Identifikasi dan assesment merupakan tugas yang dilakukan oleh
pekerja sosial yaitu: melakukan suatu mekanisme penerimaan calon PM
dari hasil penertiban dan penjangkauan sosial yang dilakukan oleh aparat
trantib yang bekerja sama dengan instansi terkait:
Sebagaimana yang dilakukan oleh Ibu Nendha, yang menjabat sebagai
Peksos Madya, menerangkan tugas peksos salah satunya adalah
melakukan identifikasi terhadap PM terkait memenuhi persyaratan atau
tidak nantinya. Dan setelah memenuhi persyaratan barulah dilakukannya
assesment kepada PM soal permasalahannya hingga PM mengaku kalau
bekerja menjadi WTS. Hal ini terungkap dalam penuturan Ibu Nendha,
yaitu:
“Kalau kita sebagai peksos dari titik awal memang sampai bimbingan
itu memang ada ya, sebelum ada identifikasi kita melakukan
sosialisasi program panti ke instansi terkait setelah itu barulah dikirim
dari dinas sosial barulah peran peksos melakukan identifikasi untuk
memaparkan memenuhi syarat atau tidak nanti. Setelah memenuhi
syarat akhirnya ada pemilihan minat dan bakat, setelah PM sesuai
minat bakatnya barulah di bimbing ke keterampilan yang sesuai
dengan minat bakatnya. Kalo assesment itu digalih-galih lagi kecuali
PM tidak mengaku, dan melakukan MS pendalaman lagi terhadap PM.
Pendalaman itu di kroscek ke teman-temannya, lingkungan, sama
keluarganya”.1
1 Ibu Nendha, Pekerja Sosial Madya, Wawancara Pribadi, PSKW Pasar Rebo, 09 Januari
2014
73
Begitu pula dengan penuturan yang disampaikan oleh Bapak Wisnu
sebagai Pekerja Sosial Awal terkait tugas peksos dari awal PM datang ke
Panti hingga diterima di PSKW Pasar Rebo, yaitu:
“Tugas peksos pertama pendataan awal pada klien, indentifikasi awal
kepada CPM (calon penerima manfaat). Nanti setelah dia memenuhi
syarat, peksos melakukan registrasi, setelah itu melakukan assesment
untuk menggali permasalahan klien, untuk mengetahui bakat klien.
Lalu peksos melakukan CC, bila ada penekanan peksos akan
melakukan terapi”.2
2. Penerimaan
Adalah terjadinya kesepakatan pelayanan dalam rangka dimulainya
rehabilitasi sosial untuk mengikuti program yang sesuai dengan kebutuhan
PM. Disinilah pekerja sosial mulai mengarahkan kepada PM lebih
mengenal lingkungan barunya dan dapat beradaptasi dengan para PM yang
lainnya.
3. Pembinaan dan Bimbingan
Merupakan serangkaian kegiatan pemberian bantuan untuk
memulihkan dan mengembangkan perilaku PM, sehingga mereka mau dan
mampu melakukan fungsi dan peran sosialnya. Tugas yang dilakukan
pekerja sosial dalam bidang pembinaan dan bimbingan yang ada di PSKW
Pasar Rebo ini yaitu memberikan kesadaran pada para PM untuk lebih
menghargai dan memahami arti kehidupan dan sosialisasi yang baik
dengan orang lain. Salah satu prinsip dasar philosopi utama pelayanan
manusia adalah:
2 Bapak Wisnu, Pekerja Sosial Awal, Wawancara Pribadi, PSKW Pasar Rebo, 09 Januari
2014
74
“Yang mendasari perubahan harus datang dari dalam, tetapi
kekuatan-kekuatan dari luar dpaat membantu untuk mewujudkan
terjadinya perubahan diri”.3
Oleh karena itu para PM secara aktif merupakan yang sangat penting
sesuai dengan prinsip philosophi tersebut, untuk mengoptimalkan hasil-
hasil yang ingin dicapai. Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam
bimbingan meliputi yaitu:
a. Bimbingan Sosial
Dalam kegiatan ini untuk memulihkan dan mengembangkan perilaku
PM dengan melibatkan seluruh potensi yang dimiliki dalam diri PM yang
nantinya untuk diarahkan oleh para pekerja sosial, sehingga menimbulkan
kesadaran dan tanggungjawab sosial. Bimbingan sosial ini terdiri dari
bimbingan penyuluhan sosial, terapi kelompok, dinamika kelompok, dan
konseling.
b. Bimbingan Fisik dan Mental
Dalam bimbingan fisik kegiatan yang dilakukan untuk menjaga
kesehatan fisik, kesegaran jasmani, kebersihan dan penyampaian
pengetahuan tentang kesehatan. Kegiatan ini dipandu oleh orang yang
proffesional di bidangnya, dengan jadwal rabu sore kesegaran fisik, jumat
pagi senam pagi jantung sehat, jumat sore kegiatan silat merpati putih dan
sabtu pelatihan baris berbaris, kegiatan fisik ini diberikan yang bertujuan
agar para PM mendapatkan kesehatan jasmani dan rohani saat berada di
lingkungan PSKW Pasar Rebo.
3 Departemen Sosial RI, Profil Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya”.2005
75
Sedangkan dalam bimbingan mental kegiatan ini untuk menumbuhkan,
meningkatkan kemampuan PM untuk mengatasi tantangan hidup dan
permasalahannya dengan cara tidak lagi melanggar norma-norma sosial
dan agama. Hal ini dilakukan melalui penanaman budi pekerti,
bermuhasabah, dan berdoa, memberikan berbagai penjelasan kepada para
PM bahwa manusia diwajibkan berikhtiar dan dilarang berputus asa serta
mensyukuri hidup yang telah diberikan oleh Sang Penciptanya. Dengan
didampingi langsung oleh pekerja sosial dan para pemberi kerohanian atau
siraman rohani kepada para PM.
c. Bimbingan dan Pelatihan Keterampilan
Kegiatan ini memberikan berbagai macam pengetahuan, kecakapan
dan keterampilan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan minat
dan bakat yang dimiliki oleh para PM yang nantinya dapat menunjang
kebutuhan masa depannya saat kembali ke lingkungan masyarakat.
Bimbingan dan pelatihan keterampilan di panti dilatih oleh para
instruktur yang berpengalaman dan proffesional dalam bidangnya dengan
didampingi langsung oleh para pekerja sosial. Kegiatan bimbingan
keterampilan yang berada di PSKW Pasar Rebo ini meliputi keterampilan
menjahit manual, high speed, handycraft, tata rias rambut, tata rias
pengantin, bordir, olahan pangan dan kuliner. Sehingga para PM bisa
mengikuti keterampilan yang berada di PSKW Pasar Rebo sesuai minat
dan bakatnya tanpa ada paksaan dari pihak manapun.
76
4. Resosialisasi dan Penyaluran
Suatu kegiatan dimana bimbingan yang ditujukan kepada para
PM/masyarakat/organisasi sosial/LSM dan dunia usaha dalam rangka
mempersiapkan para PM untuk hidup sesuai dengan nilai dan norma yang
berlaku setelah mendapatkan pelayanan, pembinaan bimbingan dan
perlindungan selama kurang lebih 6 (enam) bulan berada di PSKW Pasar
Rebo maka para PM di persiapkan untuk dapat berperan di masyarakat dan
bersosialisasi di dalamnya. Dengan mendapatkan pengarahan langsung
dari pekerja sosial, pengasuh dan guru kerohanian yang berharap agara
para PM dapat kembali ke masyarakat dengan baik dan tidak kembali lagi
menjadi WTS.
5. Bimbingan Lanjut (BINJUT)
Yaitu suatu kegiatan untuk lebih memantapkan kemandirian para PM
dan mencegah PM agar tidak kembali lagi menjadi WTS, terutama PM
yang karena berbagai sebab masih memerlukan bimbingan dan
pengarahan. Program ini dijalankan setelah 3(tiga) bulan pemulangan
ketika para PM sudah berada di daerah masing-masing, yang bertujuan
untuk mengetahui tingkat keberhasilan pembinaan yang dilakukan di
PSKW Pasar Rebo. Seperti penuturan Ibu Nendha yaitu:
“Untung modal kedepannya kita ada program untuk modal binjut
(bimbingan lanjut) kepada para ex penerima manfaat PSKW Pasar
Rebo, dan bantuan ini kita liat pada mereka ada hambatannya atau
gak. Ya kasian juga kalau mereka terhambat hanya karna modal nanti
77
kita bicarakan ke binjut untuk kedepannya gimana biar mereka tidak
kembali kerja menjadi WTS”.4
Dalam hal ini Ibu Nendha akan melakukan BINJUT kepada para ex
PM untuk melihat indikator keberhasilan para PM setelah keluar dari
panti. Hal ini pernah dilakukan kepada salah satu angkatan PM, karena ex
PM mengalami kesulitan dalam modal untuk usahannya sehingga para
peksos berusaha untuk membantu dan mengajukan permohonan modal
untuk ex PM. Dan BINJUT ini hanya diberikan kepada ex PM sebesar
Rp.800.000,- (delapan ratus ribu rupiah) walaupun bantuan ini sebetulnya
kurang untuk ex PM tetapi setidaknya bisa sedikit meringankan ex PM
untuk melanjutkan usahanya. Program bantuan BINJUT untuk modal
usaha ini kedepannya masih tahap perencanaan program agar para ex PM
tidak kembali lagi menjadi WTS hanya karena kekurangan modal untuk
membuka usaha.
Namun, Pekerja sosial di PSKW Pasar Rebo juga mempunyai Peran
pekerja sosialnya pada pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit
manual sesuai dengan teori peran pekerja sosial menurut
W.A.Friendlander, sebagai: 1. Katalisator, 2. Informator, 3. Mediator, 4.
Fasilitator, 5. Motivator, 6. Konselor dan 7. Edukator kepada para PM.
4 Ibu Nendha, Pekerja Sosial Madya, Wawancara Pribadi, PSKW Pasar Rebo 09 Januari
2014
78
1. Katalisator
Katalisator adalah salah satu peran yang dibutuhkan oleh seorang
pekerja sosial di PSKW Pasar Rebo. Dalam hal ini peran katalisator harus
bisa menjadi seorang pendengar yang baik ketika para PM menceritakan
keluh kesahnya dan pekerja sosial harus bisa menjaga kerahasian PM.
Sehingga para PM bisa percaya terhadap pekerja sosial tentang segala hal
yang diceritakannya.
Berdasarkan analisis peneliti dilapangan, bahwa para PM banyak
menceritakan akan keluh kesah mereka selama berada di panti kepada
pekerja sosial. Dalam hal ini, mereka di fasilitasi disebuah ruangan khusus
agar para PM bisa bebas menceritakan segala permasalahan dan keluh
kesah mereka saat berada di panti. Biasanya permasalahan yang
diceritakan terkait dengan masalah pribadi (rindu dengan keluarga
terutama anaknya yang mereka tinggal lama ataupun sudah lama tidak
bertemu) dan permasalah sesama para PM di panti.
2. Informator
Peran pekerja sosial sebagai informator yaitu peran dimana seorang
pekerja sosial memberikan segala informasi atau penjelasan yang kurang
dipahami oleh para PM. Dilihat di lapangan bahwa pekerja sosial tidak
terlalu melakukan perannya sebagai informator. Karena dalam
memberikan segala informasi sudah ada pegawai panti yang
menanganinnya seperti bidang kesehatan sudah ada tenaga ahli dari
RSCM (Rumah Sakit Cipto Mangkukusumo), bidang agama sudah ada
79
ustad dan pendeta dari luar panti yang memang didatang untuk
memberikan informasi dan pengetahuan tentang agama, dan untuk semua
bimbingan keterampilan masing-masing sudah ada instruktur dari luar
yang memang memiliki keahlian di bidang masing-masing untuk mengajar
dan memberikan informasi.
3. Mediator
Ketika terjadi konflik dan perbedaan pendapat antara para PM, pekerja
sosial memerankan perannya sebagai mediator. Dimana pekerja sosial
sebagai penengah dan menjembatani antara PM agar tidak terjadi konflik
lagi. Disini pekerja sosial tidak memiliki hak dalam sebuah keputusan
namun ia pekerja sosial hanya sebagai figur penengah diantara 2 (dua)
belah pihak.
4. Fasilitator/Pendampingan
Peran fasilitator/pendampingan sebagai tanggung jawab untuk
membantu klien menjadi mampu menangani tekanan situasional atau
transisional. Strategi-strategi khusus untuk mencapai tujuan tersebut
meliputi pemberian harapan, pengurangan penolakan, pengidentifikasian
dan ambivalensi, pengakuan dan pengaturan perasaan-perasaan,
pengidentifikasian dan pendorong dan pendorong kekuatan-kekuatan
personal dan aset-aset sosial, pemilahan masalah menjadi beberapa bagian
sehingga lebih mudah dipecahkan, dan pemeliharaan sebuah fokus pada
tujuan dan cara-cara untuk pencapaiannya.
80
Sebagaimana yang dikatakan oleh Bapak Wisnu yang menjabat
sebagai Peksos Awal yaitu:
“Peksos juga berperan sebagai pendampingan kepada PM selama
melaksanakan bimbingan keterampilan, pendampingan dalam
bimbingan keagamaan, peksos disini juga sebagai penghubung antara
PM dengan keluarganya, kita juga bisa melakukan terapi kelompok
dalam bentuk Outbound setiap hari kamis”.5
Dalam hal ini Bapak Wisnu memberikan pendampingan kepada PM
mulai dari awal-awal masuk ke PSKW Pasar Rebo seperti
pengidentifikasian, assesment, hingga kegiatan keterampilan menjahit
manual berlangsung dan bimbingan lain dan untuk melihat perkembangan
para PM selama berada di panti yang mengikuti bimbingna keterampilan
menjahit manual. Terkadang para PM menghadapi permasalahan sesama
teman panti dan permasalahan lainnya sehingga peran Bapak Wisnu
sebagai pendamping yang akan membantu menyelesaikan permasalahan
PM.
Sedangkan penuturan Ibu Shinta yang menjabat sebagai Peksos Madya
sama dengan penuturan Bapak Wisnu yaitu:
“Peran Peksos disini hanya sebagai pendampingan, pendampingan
PM saja ya mba. Jadi instruktur harus dari luar tetep, jadi peksos
sebagai pendampingan terhadap PM. Jadi misalnya saya menangani
PM A, ohh si A ini ikut gak kegiatan menjahit manual ini kalau gak
ada yaa saya gak kesitu. Kami panggil si A tanyaiin sama dia kenapa
dia gak ikut bimbingan tersebut”. 6
5 Bapak Wisnu, Pekerja Sosial Awal, Wawancara Pribadi, PSKW Pasar Rebo 09 Januari
2014 6 Ibu Shinta, Pekerja Sosial Madya, Wawancara Pribadi, PSKW Pasar Rebo 09 Januari
2014
81
Peran pekerja sosial yang dilakukan oleh Ibu Shinta dalam
pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit manual ini salah satunya
adalah pendampingan terhadap para PM yang mengikuti kegiatan menjahit
manual. Ketika kegiatan keterampilan menjahit manual ini berlangsung
maka Ibu Shinta akan datang keruangan untuk melihat berjalannya
kegiatan keterampilan menjahit manual ini dan sekaligus melakukan
pendampingan kepada PM yang ditanganinya.
Begitu pula dengan penuturan Ibu Nendha yang menjabat sebagai
peksos madya juga yaitu:
“Sekarang itu hanya sebagai pendampingan ya, kalo dulu jadi
instruktur mba. Dulu ibu pernah jadi instruktur keterampilan bordir
disini itu ibu tidak ikut kursus kebetulan ibu otodidak setelah itu
peksos tidak lagi menjadi instruktur keterampilan dan mendatangkan
instruktur keterampilan dari luar ya mba. Pendampingan untuk
melihat perkembangan terhadap klien, jadi kalau ada klien dibawah
bimbingan peksos laen yang tidak ikut bimbingan kita kasih tau ke
peksosnya tersebut. Sebelum pelaksanaan bimbingan keterampilan
klien kita kasih bimbingan minat dan bakat klien sendiri, jadi terarah
bakat si klien kemana nih kan di sini ada 8 keterampilan. Disini paling
banyak klien milih olahan pangan dan kuliner, setiap angkatan gak
beda-beda ya mba misalnya angkatan sekarang lebih banyak di high
speed nanti angkatan berikutnya lebih banyak di olahan pangan.
Selain sebagai motivator kita juga berperan sebagai pendampingan
kepada klien dalam pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit
manual ini. kita liat pas pelaksanaan bimbingan ini mereka masuk gak
ya, kalau gak masuk kita panggil dan tanyakan kenapa dia gak masuk
saat bimbingan. Kita juga lihat ya mba perkembangan dia selama
mengikuti bimbingan tersebut”.7
Dari penuturan yang disampaikan oleh Ibu Nendha memperkuat
pernyataan Ibu Shinta dan Bapak Wisnu bahwa peran pekerja sosial dlaam
bimbingan keterampilan menjahit manual di PSKW Pasar Rebo sebagai
7 Ibu Nendha, Pekerja Sosial Madya, Wawancara Pribadi, PSKW Pasar Rebo 09 Januari
2014
82
pendampingan terhadap PM. Awalanya Ibu Nendha pernah menjadi
Instruktur keterampilan bordir sebelum adanya Instruktur dari luar panti
yang memang proffesional dalam bidangnya. Pendampingan pada
pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit manual ini untuk melihat
perkembangan si PM selama mengikuti bimbingan ini.
Dalam hal ini, peran pekerja sosial pada pelaksanaan bimbingan
keterampilan menjahit manual di PSKW Pasar Rebo yaitu salah satunya
berperan sebagai pendampingan/fasilitator kepada para PM. Untuk melihat
perkembangan PM selama mengikuti kegiatan keterampilan ini, serta
peksos disini juga dapat memerankan dirinya sebagai seorang sahabat, dan
orang tua disaat para PM menghadapi kesuliatan atau masalah-masalah
yang menganggu pikiran dan perasaan mereka. Maka, pekerja sosial dapat
membantu para PM dengan mendengarkan keluhan-keluhan mereka dan
memberikan solusi bersama dengan para PM.
5. Motivator
Seorang pekerja sosial bertugas untuk dapat menguggah, menggerakan
dan membuat klien dinamis. Seorang pekerja sosial juga harus berani
mengambil resiko dan mau membuat terobosan, sehingga klien mampu
mengembangkan profesinya. Sedang penuturan Bapak Wisnu terkait peran
peksos di PSKW Pasar Rebo yaitu:
“Kita memberikan motivasi kepada klien terkait bimbingan
keterampilan menjahit manual. Biasanya terakit dengan perasaan
percaya diri yang kurang yang bagaimana nanti mereka pas keluar
bisa dipakai buat bekerja. Karena ada diantara mereka yang belum
sama sekali bisa menjahit manual, yang penting ada kemauan dari
83
mereka dan selama di PSKW serius mengikuti keterampilan menjahit
manual. Dan pada saat bekerja nanti yang ditanya kamu bisa apa, jadi
saya berikan motivasi kepada klien”. 8
Dalam hal ini Bapak Wisnu berperan sebagai motivator untuk
memberikan motivasi kepada para PM pada bimbingan keterampilan
menjahit manual. Karena biasanya para PM ada yang masih kurang
percaya diri selama berada di panti dan saat mereka keluar dari panti
nantinya akan bekerja apa. Sebagian dari PM banyak yang belum bisa
menjahit manual, sehingga peran Pak Wisnu sebagai Peksos sekaligus
motovator selalu memberikan motivasi kepada para PM yang berada di
bawa pengawasan dan pendampingannya.
Penuturan yang disampaikan oleh Bapak Wisnu juga sama dengan
yang diucapkan oleh Ibu Shinta yang memang menjabat sebagai Peksos
Madya yaitu:
“Yah salah satunya kita berperan sebagai motivator ya mba, karena
memang diantara mereka masih malu-malu untuk beradaptasi dengan
lingkungannya. Apalagi banyak dari mereka yang belum mahir ya
istilahnya dalam hal menjahit manual seperti ini. Dari sinilah kita
berperan aktif untuk memberikan para PM motivasi untuk lebih
percaya diri lagi terutama dalam hal beradaptasi dan mengikuti
kegiatan keterampilan menjahit manual ini”.9
Hal ini memperkuat penjelasan sama yang telah dikatakan oleh Bapak
Wisnu, bahwa salah satu peran pekerja sosial di PSKW Pasar Rebo yang
dijalankan oleh Ibu Shinta adalah sebagai motivator. Memberikan
motivasi kepada para PM yang memang pada awalnya banyak yang masih
malu-malu beradaptasi dengan lingkungan baru di PSKW Pasar Rebo.
8 Bapak Wisnu, Pekerja Sosial Awal, Wawancara Pribadi, PSKW Pasar Rebo 09 Januari
2014 9 Ibu Shinta, Pekerja Sosial Madya, Wawancara Pribadi, PSKW Pasar Rebo 09 Januari
2014
84
Motivasi ini diberikan kepada para PM agar mereka lebih mudah
beradaptasi dengan para PM lainnya dan lingkungan sekitar agar nantinya
rasa percaya diri mereka kembali dan tidak malu-malu.
6. Konselor
Dalam hal ini, pekerja sosial berperan aktif sebagai konselor di panti
baik secara individu maupun kelompok dalam memecahkan
permasalahan-permasalahan para PM. Kegiatan konseling ini dilaksanakan
secara rutin setiap hari kamis, tetapi diluar jadwal itu pekerja sosial juga
dapat berperan sebagai konselor.
7. Educator
Sebagai educator, pekerja sosial bisa menjadi seorang instruktur pada
saat pelatihan ataupun supervisi dalam praktik pekerja sosial. Salah satu
pekerja sosial yaitu Ibu Nendah pernah menjadi instruktur bimbingan
keterampilan bordir di PSKW Pasar Rebo kepada para PM. Seperti yang di
ungkapkan oleh Ibu Nendah yaitu:
“Kalo dulu jadi instruktur mba. Dulu ibu pernah jadi instruktur
keterampilan bordir disini itu ibu tidak ikut kursus kebetulan ibu
otodidak setelah itu peksos tidak lagi menjadi instruktur keterampilan
dan mendatangkan instruktur keterampilan dari luar ya mba."10
10
Ibu Nendha, Pekerja Sosial Madya, Wawancara Pribadi, PSKW Pasar Rebo 09
Januari 2014
85
B. Harapan Pekerja Sosial Terhadap Penerima Manfaat Pada
Pelaksanaan Bimbingan Keterampilan Menjahit Manual Di PSKW
Pasar Rebo.
Harapan yang dimiliki oleh para Pekerja Sosial kepada PM pada
umumnya adalah agar para PM tidak lagi menjadi PSK, bisa mendapatkan
kehidupan yang layak dan pekerjaan yang lebih baik lagi dari sebelumya.
Begitu pula harapan pekerja sosial pada pelaksanaan bimbingan
keterampilan menjahit manual di PSKW Pasar Rebo. Pelayanan yang
diberikan pekerja sosial diharapkan dapat memberikan perubahan dalam
kehidupan yang layak. Seperti perkataan Bapak Wisnu sebagai pekerja
sosial awal:
“Harapan pertama bapak ya mba sama seperti para peksos lainnya
dalam menjalankan peran sebagai peksos yaitu mereka tidak lagi
menjadi wts lagi itu sudah pasti yahh, jika harapan mereka dapat
bekerja maka kita bisa menyampingkan perubahan perilaku wts nya
itu. Pulang dari sini tidak lagi nongkrong atau bekerja dengan halal
dan gunakan keterampilan menjahit manual ini untuk skill mereka
mencari pekerjaan di luar nanti. Misalnya mereka membuat baju
untuk anaknya, truss ada tetangganya yang melihat mereka tertarik
dan pesan. Itu kan sudah bisa menjadi modal mereka untuk membuka
usahannya juga, dan semoga kedepannya pelaksanaan bimbingan
keterampilan menjahit manual bisa memberikan manfaat yang lebih
untuk PM nantinya saat keluar dari sini”.11
Harapan yang ingin dicapai oleh Bapak Wisnu dalam menjalankan
tugas dan perannya sebagai seorang pekerja sosial yaitu dapat
meningkatkan kesadaran pola pikir dan perubahan perilaku para PM
terhadap masalah yang dihadapi. Dengan bimbingan keterampilan
menjahit manual dan pelatihan yang didapat selama berada di PSKW
Pasar Rebo diharapkan para PM bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih
baik lagi atau membuka usaha kecil-kecilan dirumah. Sehingga para PM
11
Bapak Wisnu, Pekerja Sosial Awal, Wawancara Pribadi, PSKW Pasar Rebo 09 Januari
2014
86
bisa mendapatkan kehidupan yang layak dan keterampilan yang diikuti
selama di panti memberikan manfaat yang baik untuk para PM ketika
kembali ke lingkungan masyarakat dan tidak lagi melakukan kesalahan di
masa lalu.
Sebagaimana dengan penuturan Ibu Nendha sebagai pekerja sosial
madya yang memiliki harapan kepada PM dalam bimbingan keterampilan
menjahit manual :
“Untuk harapannya sih ya, sebagai peran peksos ya intinya harapan
ibu yang sesuai dipelajariin disini ya di praktekkan diluar nanti, karna
memang indikator keberhasilan kita bila mereka, tidak kembali lagi
sebagai WTS, mejadi wanita yang lebih baik lagi lah. Yah walaupun
nantinya mereka hanya sebagai ibu rumah tangga saja. Yahh mereka
kan bisa buka usaha kecil-kecil dirumah setidaknya ya mba, mereka
engga kembali menjadi WTS lagi”.12
Harapan yang disampaikan oleh Ibu Nendha diperkuat oleh pernyataan
akan harapan Ibu Shinta yang menjabat sebagai pekerja sosial madya
dalam menjalankan perannya sebagai seorang peksos pada bimbingan
keterampilan menjahit manual ini yaitu adanya perubahan terhadap sikap
dan tingkah laku para PM sebelum dan selama berada di panti. Dan
menjadi wanita yang baik sehingga bisa mendapatkan pekerjaan yang
lebih baik lagi sehingga tidak mengulang kesalahan di masa lalunya.
“Yah pastinya selama kita bina mereka disini ya maunya sebagai
peksos, mereka lebih dari kemaren sebelum dibina di pskw ya mba.
Saat di rujuk ke pskw mereka masa bodoh, jutek, keliatan dekil atau
sama sekalu tidak punya etika, tata krama, dan gak punya sopan
santun. Harapan saya sebagai peksos yang pertama ya lihat dari cara
berpakaian mereka, tingkah laku mereka udah mulai berubah setelah
dibina dan kami fasilitatoriin disini perubahannya jauh lebih baik dan
positif. Misalnya ya mba, yang tadinya engga sholat, disini jadi rajin
12
Ibu Nendha, Pekerja Sosial Madya, Wawancara Pribadi, PSKW Pasar Rebo 09 Januari
2014.
87
sholat. Yah walaupun masih bolong-bolong sedikit tapi setidaknya ada
itikat dan kemauan mereka untuk berubah. Sehingga mereka nantinya
ya Insya Allah menjadi wanita yang lebih baik lagi, dan mudah-
mudahan mendapatkan pekerjaan yang layak dari mengikuti
keterampilan menjahit manual disini”.13
Dalam hal ini, harapan Ibu Shinta dan para pekerja sosial lainnya
dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai seorang pekerja sosial
terhadap para PM terutama pada pelaksanaan bimbingan keterampilan
menjahit manual yaitu adanya perubahan sikap dan tingkah laku para PM
selama berada di panti, tidak lagi menjadi WTS, mengulangi kesalahan di
masa lalu, menjadi wanita yang lebih baik dan mendapatkan pekerjaan dan
kehidupan yang lebih layak lagi. Sehingga saat berada dilingkungan
masyarakat para PM bisa bersosialisasi. Dan mempraktekkan keterampilan
menjahit manual yang sudah dipelajari selama di pantu sehingga mereka
bisa membuka usaha kecil di rumah.
Dan harapan peksos dalam pelaksanaan bimbingan keterampilan
menjahit manual sendiri yaitu adanya perubahan model-model dalam
materi yang diberikan oleh instruktur kepada para PM keterampilan
menjahit manual. Tidak hanya terpaku pada kurikulum yang ditentukan
tetapi juga bisa mengikuti trend model-model pakaian yang dipasaran, dan
adanya peralatan menjahit manual yang lebih canggih. Dikarenakan mesin
yang digunakan saat ini di PSKW Pasar Rebo peralatannya yang masih
digoyangkan/dikayuh oleh kaki sehingga bisa lebih mempermudah para
PM nantinya.
13
Ibu Shinta, Pekerja Sosial Madya, Wawancara Pribadi, PSKW Pasar Rebo 09 Januari
2014
88
C. Harapan Penerima Manfaat Terhadap Para Pekerja Sosial Pada
Pelaksanaan Bimbingan Keterampilan Menjahit Manual Di PSKW
Pasar Rebo.
Harapan yang dimiliki oleh Penerima Manfaat (PM) pada umumnya
adalah ingin hidup layak, tidak mengulangi perbuatannya di masa lalu dan
manusiawi saat kembali ke lingkungan masyarakat. Sehingga bisa
mendapatkan pekerjaan yang lebih baik lagi dari sebelumnya.
Keterampilan menjahit manual memberikan harapan buat para PM
untuk meniti langkahnya menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya dan
mampu membuka usaha menjahit dirumah ataupun membuka kios jahit di
kampung halaman, dengan bekal yang dibawa dari PSKW Pasar Rebo
ketika sudah keluar dari rehabilitasi dan mendapatkan kehidupan yang
lebih baik lagi sampai mampu untuk mengoptimalkan perekonomiannya.
Begitu pula harapan PM terhadap Pekerja Sosial pada bimbingan
keterampilan menjahit manual seperti perkataan SA salah satu PM yang
mengikuti bimbingan keterampilan menjahit manual di PSKW Pasar Rebo
:
“Harapannya mah buat Peksos jangan galak-galaklah atau banyak
melarang kita-kita kak, masa ngerokok aja gak boleh sedangkan
pegawainya pada ngerokok. Dan kedepannya kegiatan keterampilan
menjahit manual lebih bagus lagi biar nanti klien yang baru pada
betah dan gak ngerasa bosen selama dipanti. Dan nanti habis pulang
dari sini saya mah ya teh, mau buka usaha jaitan dikampung nyambih
(kerja sampingan) jualan es teh poci gitu di Pasar Kramat Jati”.14
14
SA, PM Bimbingan Keterampilan Menjahit Manual, Wawancara Pribadi,PSKW Pasar
Rebo Tanggal 09 Mei 2014
89
Dalam hal ini SA mengharapkan agar kedepannya Peksos yang
menjadi pendamping bagi mereka di bimbingan keterampilan menjahit
manual tidak lagi ada larangan terhadap para PM terutama dalam hal
larangan merokok bagi para PM di kawasan Panti. Karena SA sendiri
merasa para Peksos di Panti galak terhadapnya, dan banyak aturan. SA
juga mempunyai harapan setelah keluar nanti untuk membuka usaha jaitan
dikampungnya dan berjualan es teh poci keliling pasar.
Begitu pula dengan penuturan yang disampaikan oleh SN yang
mempunyai harapan terhadap para Pekerja Sosial dalam bimbingan
keterampilan menjahit manual yaitu agar Pekerja Sosial dalam hal kinerja
di Panti lebih melakukan pendekatan lebih dalam lagi terhadap para PM
dan tidak membeda-bedakan antara PM yang satu dengan yang lainnya
sehingga tidak ada kecemburuan antara PM lainnya. Dan ingin bekerja di
pabrik-pabrik jahit, karena memang Kakak SN bekerja di salah satu pabrik
jahit di daerah Bogor. Sehingga keterampilan dan pengetahuan yang
didapat oleh SN selama di PSKW Pasar Rebo bisa menjadi modalnya
untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.
“Harapannya yah kinerja mereka lebih baik lagi terutama lebih dekat
lagi sama kita-kita ya kak, yah bukan berarti kita tertutup atau mereka
gak berusaha deket sama kita tapi yah jangan ada perbedaan aja
antara PM yang ini sama PM yang laen. Kalau buat keterampilan
menjahit kayanya engga ada deh kak, selama saya ikut kegiatan ini
gak ada kekurangannya paling saya yang banyak kekurangannya kaya
males-malesan. Harapan saya setelah keluar dari sini saya mau kerja
di pabrik jahitan kak, kaya kakak saya dia kerja di salah satu pabrik di
daerah bogor sana. Kan jadi berguna juga kak keterampilan menjahit
yang saya ikutiin disini”. 15
15
SN, PM Bimbingan Keterampilan Menjahit Manual, Wawancara Pribadi, PSKW Pasar
Rebo 09 Mei 2014
90
Penuturan yang diberikan oleh SN diperkuat dengan pernyataan dari
TA yaitu dalam hal Kinerja dan pendampingan para Pekerja Sosial untuk
lebih dekat dengan para PM, dan PM merasa terlalu banyak peraturan
yang membuat PM tidak merasa betah dan terkekang akan peraturan-
peraturan yang berada di Panti. Dan mempunyai harapan untuk bekerja
lebih layak dari sebelumnya.
“Harapan saya ya kak, gimana ya. Yahh semoga peksos disini dalam
kinerja dan pendampingannya sama kita-kita ini lebih baik lagi,
misalnya lebih dekat dengan kita jangan dikit-dikit peraturannya
banyak kak. Susah kak tinggal disini kita gak bisa ngapa-ngapaiin,
mau jajan aja mesti pinjem uang kesana-kesini. Saya juga deket sama
peksos disini cuman sama pembimbing saya aja kak, klo sama yang
laen gak begitu deket. Kalo buat keterampilan menjahit manual ya
selama ini udah cukup bae kak, gurunya cukup sabar dalam
menjelaskan teknik-teknik sama cara-cara menjahit yang bener dan
rapih. Nanti juga saya keluar dari sini mau cari kerjaan yang lebih
baik lagi dari sebelumnya, engga mau lagi saya di tangkep terus
dibawa kesini lagi kak”.16
Dalam keterangan diatas penulis dapat menjelaskan bahwa harapan
SA, SN dan TA terhadap para Pekerja Sosial dalam pelaksanaan
bimbingan keterampilan menjahit manual yaitu adanya kinerja para
Pekerja Sosial yang lebih baik, terutama dalam hal pendekatan Pekerja
Sosial terhadap para PM. Karena PM merasa kurang dekat dengan Pekerja
Sosial lainnya terkecuali dengan Para Pekerja Sosial yang memang
menjadi pendamping mereka selama berada di PSKW Pasar Rebo. Mereka
juga berharap agar tidak terlalu di batasi dalam peraturan untuk para PM
agar mereka bisa merasa betah selama berada di Panti. Dan mereka juga
memiliki harapan setelah keluar dari panti ingin mempunyai pekerjaan
16
TA, PM Bimbingan Keterampilan Menjahit Manual, Wawancara Pribadi, PSKW Pasar
Rebo 09 Mei 2014
91
yang lebih baik lagi dari sebelumnya dan dapat menjalani kehidupan yang
normal dengan kembalinya mereka ke masyarakat.
D. Analisis Peran Pekerja Sosial, dan Harapan Pekerja Sosial Serta
Harapan Penerima Manfaat Pada Bimbingan Keterampilan Menjahit
Manual di PSKW Pasar Rebo.
Dari penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, peran yang
dilakukan oleh pekerja sosial kepada para PM pada bimbingan
keterampilan menjahit manual di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW)
“Mulya Jaya” Pasar Rebo.
Peran pekerja sosial sangat membantu para PM untuk memulihkan
kepercayaan dirinya dan menanamkan keberanian mereka untuk mampu
bertindak mengikuti kata hati, tidak selalu takut dan malu-malu atas segala
tekanan dan ancaman yang datangnya dari luar yang nantinya dapat
membahayakan diri mereka saat berada di lingkungan masyarakat. Peran
pekerja sosial tersebut memberikan harapan kepada para PM untuk tidak
mengulangi perbuatan dan kesalahan yang sama di masa lalu agar tidak
tertipu dan tergiur oleh iming-iming oleh para pihak yang tidak
bertanggung jawab. Adapun harapan pekerja sosial terhadap para PM
antara lain:
1. Para PM tidak tergiur lagi dengan janji yang tidak pasti.
2. Memiliki rasa percaya diri.
3. Para PM tidak lagi menjadi WTS.
4. Para PM mendapatkan pekerjaan yang lebih baik lagi dari
sebelumnya.
92
5. Para PM dapat kembali beradaptasi di lingkungan masyarakat.
Begitu juga harapan para PM terhadap para pekerja sosial dalam
bimbingan keterampilan menjahit manual, yaitu para pekerja sosial agar
selalu bersikap ramah dan tetap meningkatkan kinerja dalam tugas dan
perannya secara profesional sehingga dapat memberikan pelayanan dan
rasa nyaman kepada para PM. Adapun harapan para PM antara lain:
1. Ingin mendapatkan pekerjaan di pabrik-pabrik jahit.
2. Ingin membuka usaha kecil-kecilan di kampung.
3. Ingin menjadi wanita yang lebih baik lagi dari sebelum-
sebelumnya.
Dengan demikian kesesuaian antara tugas/peran dan harapan pekerja
sosial serta harapan para PM dalam bimbingan keterampilan menjahit
manual menunjukan bahwa pekerja sosial tersebut telah menjalankan tugas
dan perannya dengan baik, sehingga ada kesesuaian antara tugas/peran dan
harapan yang dilakukan oleh pekerja sosial, serta harapan para PM.
Pekerja sosial dalam menjalankan tugas dan perannya mengacu pada
program yang diberikan oleh panti, dan program bimbingan keterampilan
menjahit manual ini memang diinginkan dan banyak diminati oleh para
PM sebagai bekal dan modal keterampilan mereka untuk kembali ke
masyarakat dan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.
93
Para penerima manfaat banyak merasakan senan dengan bimbingan
keterampilan menjahit manual yang diberikan oleh Panti, namun dalam hal
ini bahwa kesesuaian antara pekerja sosial dengan para PM sangat kecil,
karena apabila terjadi ketidaksesuaian antara tugas/peran dan harapan
mereka akan menjadi penghambat dalam bimbingan keterampilan
menjahit manual, maka pekerja sosial cepat mengambil sikap dan tindakan
dengan melakukan pembicaraan dengan para PM dengan begitu para
pekerja sosial akan melakukan rapat dan evaluasi dengan pekerja sosial
lainnya.
Maka dari itu Peran Pekerja Sosial di PSKW Pasar Rebo menurut
pengamatan penulis, telah melaksanakan tugas dan perannya sebagai
Pekerja Sosial yang profesional dan selektif sehingga memberikan penuh
harapan pekerja sosial kepada para PM untuk kedepannya nanti.
94
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Peran yang dilakukan oleh pekerja sosial pada bimbingan keterampilan
menjahit manual di PSKW Pasar Rebo terhadap para PM diantaranya
meliputi: Katalisator, Informator, Mediator, Fasilitator, Motivator,
Konselor dan Educator.
a. Katalisator
Pekerja sosial dapat menjadi pendengar yang baik, untuk menerima
segala keluh kesah atau masalah dan dapat memegang teguh
kerahasian para PM agar mereka bisa percaya terhadap para pekerja
sosial.
b. Informator
Pekerja sosial selalu memberikan informasi atau penjelasan yang
kurang dipahami oleh para PM. Dan pekerja sosial juga harus bisa
berkomunikasi dengan baik dalam menyampaikan segala
informasinya.
c. Mediator
Pekerja sosial menjadi penegah dalam menyelesaikan konflik yang
dihadapi para PM di panti tanpa pekerja sosial memiliki hak dalam
membuat keputusan dalam konflik tersebut.
95
d. Fasilitator
Untuk melihat perkembangan PM selama mengikuti kegiatan
keterampilan menjahit manual, dan perubahan sikap dan tingkah laku
para PM selama berada di Panti.
e. Motivator
Untuk memberikan motivasi kepada para PM yang memang pada
awalnya banyak yang masih kurang percaya diri dan malu untuk
beradaptasi dengan lingkungan baru di Panti.
f. Konselor
Pekerja sosial melalui metode konselornya dapat berusaha untuk
membantu memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi
oleh para PM.
g. Educator
Pekerja sosial menjadi instruktur pada pelatihan bimbingan
keterampilan atau menjadi supervisi pada praktik pekerja sosial.
2. Harapan pekerja sosial terhadap para penerima manfaat (PM) pada
bimbingan keterampilan menjahit manual adalah menjadi manusia yang
mampu hidup layak, tidak kembali menjadi WTS dan manuasi ketika
kembali ke lingkungan masyarakat. Peran pekerja sosial dalam bimbingan
keterampilan menjahit manual diharapkan dapat memberikan perubahan
dalam kehidupan yang layak setelah mendapatkan bimbingan
keterampilan menjahit manual di PSKW Pasar Rebo.
96
3. Harapan para penerima manfaat (PM) terhadap pekerja sosial pada
bimbingan keterampilan menjahit manual adalah ingin hidup layak, tidak
mengulangi perbuatannya di masa lalu dan manusiawi saat kembali ke
lingkungan masyarakat. Sehingga bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih
baik lagi dari sebelumnya, dari bekal dan modal yang didapat selama
mengikuti bimbingan keterampilan menjahit manual.
4. Terdapat kesesuaian antara peran pekerja sosial, dan harapan pekerja
sosial serta harapan para PM pada bimbingan keterampilan menjahit
manual. Hal ini menunjukan bahwa pekerja sosial tersebut telah
menjalankan tugas dan perannya dengan baik, sehingga ada kesesuaian
antara peran dan harapan yang dilakukan oleh pekerja sosial, serta
harapan para PM. Pekerja sosial dalam menjalankan perannya mengacu
pada program yang diberikan oleh panti, dan program bimbingan
keterampilan menjahit manual ini memang diinginkan dan banyak
diminati oleh para PM sebagai bekal dan modal keterampilan mereka
untuk kembali ke masyarakat dan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.
B. Saran
1. Kepada Pekerja Sosial lebih meningkatkan kinerja dalam perannya
sehingga lebih profesionalisme dalam memberikan pelayanan di
bimbingan keterampilan menjahit manual kepada PM, dengan mengikuti
serta pelatihan-pelatihan atau penataran-penataran yang bersifat mendidik
dan keilmuan, sehingga pekerja sosial yang profesional dan berkualitas
akan membantu menghasilkan PM yang baik.
97
2. Harapan Pekerja Sosial terhadap PM, yaitu agar peran yang dilakukan oleh
pekerja sosial kepada PM setelah menjalani bimbingan keterampilan
menjahit manual setelah keluar nanti dapat beradaptasi dengan lingkungan
masyarakat dan tidak tergiur lagi akan iming-iming oleh pihak yang tidak
bertanggung jawab.
3. Hendaknya Pekerja Sosial selalu memperhatikan kebutuhan para PM dan
tidak membading-bandingkan antara PM yang satu dengan lainnya
sehingga tidak terjadi kecemburuan sesama PM.
4. Pekerja Sosial agar selalu menjaga dan memperhatikan tugas dan perannya
dalam memberikan pelayanan terutama dalam bimbingan keterampilan
menjahit manual, sehingga harapan pekerja sosial dan juga PM tetap
terjaga kebersamaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Adi,Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Fisip UI, 2005.
Adi. Isbandi Rukminto, Psikologi Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan
Sosial. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994.
Albert R. Roberts, Gilbert J. Greene. Buku Pintar Pekerja Sosial. Jakarta: PT.
BPK Gunung Mulia, 2008.
Arifin, Jaenal. Theknik Penarikan Sanple Dan Pengumpulan Data. Jakarta, 2005.
Berry, David. Pokok-Pokok Pikiran Dalam Sosiologi. Jakarta: Raja Grafindo
Persaja, 1995.
Budhi Wibawa, Santoso T. Raharjo. Dasar-Dasar Pekerjaan Sosial. Bandung:
Widya Padjajaran, 2010.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka, 1998.
E. Kristi Poerwandari. Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Jakarta:
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998.
Ida Bagus Putrayasa. Analisis Kalimat (Fungsi, Kategori Dan Peran). Bandung:
PT.Refika Aditama, 2007.
Irawan Soehartono. Metode Penelitian Sosial, Suatu Teknik Penelitian Bidang
Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2004.
Kartono, Kartini. Patologi Sosial. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007.
Kuntjoro, Tutur dari Sarang Pelacur. Yogjakarta: Tinta, 2004.
M. Lutfi, Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam. Jakarta,
2008.
Makmur, Syarif, Pemberdayaan Sumber Daya Manusia dan Efektivitas
Organisasi Kajian Penyelenggaraan Pemerintah Desa. Jakarta: PT. Raja
Grafindo, 2008.
Mangkoesatyoko, Moesarah et. al. Pendidikan Kesejahteraan Keluarga 1. Jakarta:
F.A. Hasmar, 1975.
Moh.Surya. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Bandung, 1975.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2003.
Mulyana, Dedi. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2003,
Nuriyah. Pemberdayaan Keterampilan Perempuan Di PSKW Sidoarum Godean
Sleman. Skripsi. UNY, 2001.
Purwanto, Ngalim. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Pratikum. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1996.
Pusat Data Kemiskinan Depsos RI
S. Nasution, Metode Research. Jakarta: Bumi Akrasa, 2011.
Soerjono, Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2002.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta,
2009.
Suharto, Edi, Pembangunan KebijakanSosialdanPekerjaanSosial:
SpektrumPemikiran, Bandung: LembagaStudi Pembangunan STKS (LSP-
STKS), 1997.
Sukoco, Dwi Heru. Profesi Pekerja Sosial Dan Pertolongannya. Bandung:
Kopma STKS, 1998.
Undang-Undang No.6. Ketentuan-Ketentuan Pokok Pekerjaan Kesejahteraan
Sosial. Jakarta: Biro Hukum Departemen Sosial RI, 1974.
Verhaar j.W.M. Asas-Asas Linguistic Umum. Yogjakarta: Gajah Mada University
Press, 1996.
Whitherington. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Aksara Baru, 1985.
Wirawan Sarwono, Sarlito. Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2005.
Brosur
Brosur,Departemen Sosial RI Panti Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya”. Jl. Tat Twam
Asi No.47 Komp.Depsos Pasar Rebo,Jakarta Timur 13769 Telp.021-
8400631,Fax.8415717.
Brosur Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya”,Kep / Mensos RI
No:22/HUK/1995.
Brosur Panti Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya” dan Profil UPT (Pusat Rehabilitasi /
Panti Sosial / Balai) di lingkungan Dirjen pelayanan dan Rehsos Depsos RI, Jl.
Salemba Raya No:28 bagian Program dan Informasi, Sekretariat Dirjen
pelayanan dasn Rehsos, (Jakarta : 2002),h. 449.
Modul, Direktorat Jenderal Pelayanan Dan Rehabilitasi Sosial Kementrian Sosial
RI, hal.3