peran agen-agen sosialisasi dalam keberagamaan...

89
PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN PARA PENYANDANG TUNANETRA USIA DEWASA (Studi Kasus di Yayasan Raudlatul Makhfufuin Tangerang Selatan) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk mendapatkan gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada jurusan Sosiologi Oleh: SAPTO WIBOWO NIM: 102032224698 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2010 M

Upload: dangnhu

Post on 27-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN PARA PENYANDANG

TUNANETRA USIA DEWASA (Studi Kasus di Yayasan Raudlatul Makhfufuin Tangerang Selatan)

SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk mendapatkan gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada jurusan Sosiologi

Oleh: SAPTO WIBOWO NIM: 102032224698

Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta 2010 M

Page 2: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

iv

ABSTRAK

Sapto Wibowo, “PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN PARA PENYANDANG TUNANETRA USIA DEWASA (Studi Kasus di Yayasan Raudlatul Makhfufin Tangerang Selatan), 16 Juni 2010, vii, 58 hal.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran konkrit mengenai peran agen-agen sosialisasi dalam keberagamaan para penyandang tunanetra usia dewasa. Ketunanetraan terbagi dua, yaitu totally blind (tunanetra total) dan low vision (yang masih memiliki penglihatan namun rendah). Penyebab ketunanetraan bisa berupa bawaan dari lahir atau genetic, maupun disebabkan faktor dari luar

atau eksogen, seperti kecelakaan, sakit, dan lain sebagainya.

Sedangkan agen-agen sosialisasi terdiri dari keluarga, teman bermain, sekolah dan media massa. Agen-agen sosialisasi ini adalah pihak-pihak yang berperan dalam proses pengenalan seseorang terhadap lingkunganya, atau dengan kata lain pihak yang membantu seseorang untuk bermasyarakat.

Objek penelitian ini adalah para informan yang mengalami ketunanetraan

saat mereka sudah berusia dewasa. Ini artinya, para informan bukan penyandang tunanetra sejak lahir.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa peran agen-agen

sosialisasi dalam memberikan pengetahuan keagamaan cukup besar, terutama peran agen sosialisasi teman bermain serta media massa. Sedangkan yang berperan besar dalam memberikan motivasi dan semangat hidup para penyandang tunanetra usia dewasa adalah pihak keluarga dan teman bermain.

Dengan bertambahnya pengetahuan keagamaan serta semangat hidup yang

diperoleh para informan lewat agen-agen sosialisasi membuat mereka lebih semangat dan yakin dalam menjalani kehidupan dengan sebaik-baiknya.

Page 3: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

i

PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN PARA PENYANDANG

TUNANETRA USIA DEWASA (Studi Kasus di Yayasan Raudlatul Makhfufin Tangerang Selatan)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk mendapatkan gelar

Sarjana Sosial (S.Sos) pada jurusan Sosiologi

Oleh

SAPTO WIBOWO NIM: 102032224698

Di bawah bimbingan,

Ahmad Abrori, M.Si

NIP. 19760225 200501 1 005

JURUSAN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2010 M

Page 4: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi dengan berjudul “Peran Agen-Agen Sosialiasi dalam Keberagamaan

Tunanetra Usia Dewasa (Studi Kasus di Yayasan Raudlatul Makhfufin

Tangerang Selatan)” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 06

Desember 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S 1) pada Program Studi Sosiologi.

Jakarta, 20 Desember 2010

Sidang Munaqasyah

Ketua merangkap Anggota, Sekretaris merangkap penguji,

Dr. Hendro Prasetyo, MA Dra. Joharotul Jamilah, M.Si NIP. 19640719 199003 1 001 NIP. 19680816 199703 2 002

Anggota:

Penguji I, Penguji II,

Dra. Hj. Ida Rosyidah, MA Dra. Joharotul Jamilah, M.Si NIP. 19630616 199003 2 002 NIP. 19680816 199703 2 002

Pembimbing,

Ahmad Abrori, M.Si NIP. 19760225 200501 1 005

Page 5: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

LEMBAR PERNYATAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skrispi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 (S 1) di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 16 Juni 2010

Sapto Wibowo

Page 6: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, dengan segenap perasaan yang tulus ikhlas, penulis

mengucapkan syukur ke hadirat Allah SWT. Berkat rahmat dan hidayah-Nya,

akhirnya penulis dapat menyelesaikan kuliah dengan penuh perjuangan dan

rintangan. Mengingat waktu yang dibutuhkan sangat berliku untuk menyelesaikan

ini, penulis begitu bersyukur akhirnya selesai.

Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan ke hadirat Nabi

Muhammad SAW, nabi akhir zaman, yang membuat begitu banyak perubahan,

sehingga umat manusia tercerahkan hidupnya. Semoga kita termasuk umatnya di

hari akhir kelak, amin.

Bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak serta kritikan, sangat berharga

dalam penyusunan tugas akhir ini penulis dapatkan. Maka, pada kesempatan ini

penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Bachtiar Effendy, MA (Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

2. Dra. Joharatul Jamilah, M. Si., (Sekretaris Jurusan Sosiologi). Terima

kasih atas segala perhatian, motivasi, dan arahan kepada penulis, sehingga

penulisan skripsi ini dapat penulis selesaikan.

3. Bapak Ahmad Abrori, M.Si, sebagai pembimbing dalam penulisan skripsi

ini, yang dengan penuh sabar dan teliti memberikan masukan, arahan,

bimbingan kepada penulis. Rasa terima kasih yang tak terhingga penulis

haturkan, atas segala perhatian dan waktu yang diluangkan untuk penulis

dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Page 7: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

vi

4. Bapak dan ibu petugas perpustakaan utama, terima kasih atas pelayanan

dan bantuan yang diberikan kepada penulis saat mencari literatur.

5. Bapak dan ibu petugas perpustakaan fakultas, yang memberikan pelayanan

sepenuh hati kepada penulis dalam melengkapi berbagai literatur dalam

penulisan skripsi ini.

6. Ayahanda penulis, Bapak Ujang Firadi, yang dengan penuh kesabaran

memberikan motivasi kepada penulis untuk segera menyelesaikan

penulisan skrips ini. Kemudian ibunda penulis, ibu Suparmi, yang dengan

penuh ketelatenan dan kesabaran mendorong dan memberikan nasihat agar

menyelesaikan kuliah penulis yang sempat terbengkalai.

7. Kakak-kakak penulis, keponakan penulis, yang dengan penuh sabar

membacakan dan mengetikkan bahan-bahan penulisan skripsi serta

memberikan dukungan dan bantuan sehingga skripsi ini dapat penulis

selesaikan.

8. Teman-teman penulis di jurusan Sosiologi angkatan 2002: Ina, Yana, Eva,

dan teman-teman lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Terima kasih secara khusus penulis tujukan kepada Aminudin, yang

dengan penuh kesabaran menemani penulis dalam menyelesaikan

penulisan skripsi ini. Terima kasih atas dukungan dan segala bantuan yang

diberikan.

9. Para informan yang sudi meluangkan waktu untuk penulis wawancarai.

Semoga penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat, baik kepada

penulis maupun khalayak umum yang membutuhkan tambahan wacana

mengenai ketunanetraan.

Page 8: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

vii

10. Bapak dan ibu pengurus Yayasan Mitra Netra, yang sejak penulis

menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, begitu banyak

memberikan bantuan dan semangat kepada penulis. Semoga keberadaan

yayasan ini dapat memberikan manfaat kepada para penyandang tunanetra

dan memberdayakan mereka, sehingga dapat menjalani kehidupan ini

dengan sebaik-baiknya.

Akhirnya, harapan penulis, semoga atas segala bantuan dan perhatian yang

diberikan mendapat balasan yang berlipat dari Allah SWT, amin ya rabbal alamin.

Selain itu, semoga segala aktivitas yang kita kerjakan diberi kemudahan dan

menjadi nilai ibadah di sisi-Nya, amin. Sekali lagi terima kasih.

Jakarta, 1 Juli 2010

Penulis

Page 9: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING .................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ................................................. ii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ iii

ABSTRAK ........................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ......................................................................................... v

DAFTAR ISI ........................................................................................................ vi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah...................................... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................... 6

D. Metodologi Penelitian ............................................................. 7

E. Sistematika Penelisan .............................................................. 10

BAB II KAJIAN TEORI

A. Tunanetra ................................................................................ 11

1. Pengertian Tunanetra ............................................. 11

2. Faktor-faktor yang Menyebabkan Ketunanetraan . 12

B. Sosialisasi ................................................................................ 15

1. Pengertian Sosialisasi ............................................ 15

2. Agen-agen Sosialisasi ............................................ 17

3. Pola Sosialisasi ...................................................... 23

C. Keagamaan ............................................................................. 24

Page 10: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

ix

1. Pengertian Agama dan Keberagamaan ................. 24

2. Dimensi-dimensi Keberagamaan .......................... 27

BAB III GAMBARAN UMUM SUBJEK PENELITIAN

A. Dunia Pendidikan ................................................................... 29

B. Perilaku Keberagamaan .......................................................... 30

C. Status Sosial Ekonomi ........................................................... 31

D. Visi dalam Hidup .................................................................... 33

E. Yayasan Raudlatul Makhfufin ................................................ 34

BAB IV AGEN SOSIOALISASI DAN NILAI-NILAI KEAGAMAAN

PENYANDANG TUNANETRA DEWASA

A. Agen Sosialisasi dan Pengetahuan Agama Penyandang

Tunanetra Dewasa ................................................................. 38

B. Praktik Keagamaan Penyandang Tunanetra Dewasa ............. 43

C. Harapan Hidup Penyandang Tunanetra Dewasa sebagai

Hasil dari Pengetahuan dan Praktik Keagamaan Mereka ..... 47

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................. 55

B. Saran-saran .............................................................................. 56

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 57

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 11: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia, sebagai makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna,

mempunyai tanggung jawab yang berat di muka bumi. Karena manusia

merupakan khalifah Allah, yang bertugas untuk menjaga dan melestarikan alam

beserta isinya. Tugas dan tanggung ini sebelumnya sudah pernah diberikan kepada

makhluk lainnya, seperti malaikat, jin, dan sebagainya, namun mereka tidak ada

yang menyanggupinya. Hanya manusialah yang berani untuk mengambil

tanggung jawab ini.

Dalam melaksanakan tanggung jawab tersebut, manusia diberi bekal oleh

Allah SWT, berupa akal, emosi, dan seperangkat organ tubuh yang

memungkinkannya untuk melakukan hal-hal yang tidak bisa dilakukan oleh

makhluk lain. Dari semua bekal yang diberikan oleh Allah kepada manusia,

akallah yang paling membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Karena

dengan akal pikiran manusia dapat membedakan mana yang baik dan mana yang

buruk.

Selain akal, manusia juga memilik indera yang bisa digunakan untuk

merasa, mencium, meraba, mendengar, melihat atau yang lebih dikenal dengan

panca indera. Dengan indera inilah manusia menggunakan akalnya untuk

menentukan atau memutuskan suatu hal yang sekiranya dianggap baik bagi

dirinya sendiri maupun orang lain. Sejalan dengan perkembangan zaman, melalui

Page 12: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

2

akal dan indera juga, manusia menemukan berbagai macam teknologi yang

digunakan untuk memudahkan hidup mereka.

Namun satu hal yang tidak boleh dilupakan oleh manusia adalah,

kewajiban mereka terhadap Tuhan, yang telah menciptakan mereka. Dalam

bahasa agama Islam disebut ibadah. Ini adalah salah satu bentuk kewajiban

manusia dalam mensyukuri apa yang telah diberikan oleh Allah SWT.

Pertanyaannya kemudian adalah, bagaimana jika salah satu indera manusia

tersebut berkurang?

Secara psikologis, seseorang yang mengalami perubahan dalam hidupnya,

baik dalam bentuk fisik maupun dalam bentuk materi, maka orang tersebut akan

mengalami keguncangan. Perubahan yang penulis maksud di sini lebih bersifat

perubahan yang berasal dari baik menjadi tidak baik, atau dari sempurna menjadi

tidak sempurna.

Salah satu indera yang jika oleh Allah diambil, yaitu mata, membuat

manusia tidak bisa melihat atau dalam kadar tertentu penglihatannya berkurang

dan kurang maksimal. Istilah ini lebih sering disebut sebagai tunanetra.

Secara etimologi pengertian tunanetra adalah “tuna” yaitu “rusak”, dan

“netra” yaitu “mata”, jadi tunanetra adalah “cacat mata”. Istilah tunanetra

menggambarkan keadaan penderita yang mengalami kelainan pada indera

penglihatan, baik kelainan itu bersifat berat maupun ringan. Sedangkan “buta”

adalah melukiskan keadaan di mana mata sebaga indera untuk melihat mengalami

kerusakan, baik kerusakannya itu sebagian maupun seluruhnya (kedua-duanya),

Page 13: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

3

sehingga mata tersebut tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya (tidak dapat

melihat).”1

Pemerintah menyatakan bahwa yang dimaksud dengan penderita cacat

adalah “seseorang yang menurut ilmu kedokteran dinyatakan mempunyai kelainan

fisik yang oleh karenanya dapat merupakan rintangan atau hambatan untuk

melakukan kegiatan secara layak”.2

Orang-orang yang mengalami ketunanetraan itu berbeda-beda. Mereka

yang mengalami ketunanetraan dari lahir, umumnya bisa menerima dan ikhlas

kekurangannya tersebut merupakan takdir Allah SWT, yang dibalik semua itu

tersimpan hikmah yang terkadang manusia belum bisa menemukannya. Mereka

yang menyandang tunanetra sejak lahir (bawaan) ketika beranjak dewasa dan

memasuki usia dewasa sudah bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan dan

sekitarnya. Namun bagaimana dengan mereka yang mengalami ketunanetraan

ketika beranjak atau memasuki usia dewasa? Tentu membutuhkan waktu untuk

menyesuaikan diri terhadap lingkungan dan sekitarnya.

Dalam proses penyesuaian diri terhadap lingkungan, para penyandang

tunanetra usia dewasa membutuhkan bantuan orang lain agar dapat bersosialisasi

dengan keadaan yang baru tersebut. Untuk itu agen-agen sosialisasi yang terdiri

dari keluarga, media, dan teman sepermainan, sistem pendidikan tentu saja

memiliki pengaruh dalam proses adaptasi tersebut.

Di sinilah kemudian agen-agen sosialisasi penulis anggap memiliki peran

terhadap keberagamaan para penyandang tunanetra. Agen-agen sosialisasi bisa

1 Sukini Pradopo, Pendidikan Anak-anak Tunanetra, (Bandung: CV Masa, 1997), Cet.

Ke-1, hal. 12 2 Sekretariat Negara RI, Peraturan Pemerintah 36/1980 tentang Usaha Kesejahteraan

Sosial bagi Penderita Cacat, penjelasan Pasal demi Pasal, hal. 1

Page 14: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

4

jadi akan memberikan pengetahuan dan semangat bagi para penyandang

tunanetra usia dewasa tersebut dalam melanjutkan hidupnya, atau bisa juga agen-

agen sosialisasi tidak memiliki peran apa-apa dalam memberikan motivasi

terhadap penyandang tunanetra dewasa.

Apa yang penulis kemukakan di atas adalah bagaimana peran agen-agen

sosialisasi dalam kehidupan beragama tunanetra usia dewasa. Lebih jauh,

bagaimana para penyandang tunanetra dewasa tersebut dalam melakukan

sosialisasi dengan masyarakat, atau bagaimana mereka berinteraksi dengan agen-

agen sosial lainnya? Karena tidak bisa dipungkiri, dalam kehidupan sosial,

manusia senantiasa bersinggungan dengan agen-agen sosial tersebut.

Fuller dan Jacobs, sebagaimana yang dikutip oleh Kamanto Sunarto

menjelaskan bahwa terdapat 4 agen sosialisasi utama, yaitu: keluarga, kelompok

bermain, media massa, dan sistem pendidikan.3 Peran keempat agen sosialisasi

tersebut sangat besar terhadap seorang individu, terutama bagi mereka yang

memiliki kekurangan fisik dengan tidak berfungsinya salah satu indera yang ada.

Para penyandang tunanetra usia dewasa, sebelumnya telah memiliki

memori tentang berbagai hal. Mereka sudah pernah melihat benda-benda dan

makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT. Sehingga saat menjadi tunanetra, para

penyandang tunanetra usia dewasa tersebut tentu saja mengalami peralihan yang

ekstrim, sehingga memerlukan penyesuaian yang tidak sebentar.

Di sinilah para agen sosialisasi memerankan perannya. Keluarga,

kelompok bermain, media massa, dan sistem pendidikan memiliki peran yang

vital dalam memberikan motivasi maupun semangat hidup bagi para penyandang

3 Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI, 2004)

Page 15: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

5

tunanetra tersebut. Selain agama, para agen sosialisasi tersebut dapat memberikan

motivasi dan semangat hidup bagi para penyandang tunanetra usia dewasa agar

bisa terus meneruskan perjalanan hidup mereka sebagaimana mestinya, meskipun

indera penghilatan mereka sudah tidak berfungsi lagi.

Berdasarkan uraian singkat di atas, penulis terdorong untuk mengadakan

penelitian dan menuangkan dalam bentuk skripsi dengan judul “PERAN AGEN-

AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN PARA

PENYANDANG TUNANETRA USIA DEWASA (Studi Kasus di Yayasan

Raudlatul Makhfufin, Tangerang Selatan Banten).

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Agar penulisan ini mempunyai arah dan terfokus, maka masalah yang

akan dibahas dibatasi pada peran agen-agen sosialisasi dalam keberagamaan

para penyandang tunanetra usia dewasa, dengan rincian pembatasan sebagai

berikut:

a. Sosialisasi yang dimaksud dalam skripsi ini adalah kebiasaan yang

dipunyai manusia tersebut – di bidang ekonomi, keluarga, pendidikan,

agama, politik dan sebagainya – harus dipelajari oleh setiap anggota

baru suatu masyarakat. 4 Sedangkan agen-agen sosialisasi terdiri dari

keluarga, media massa, kelompok bermain, dan sistem pendidikan.

b. Keberagamaan yang dimaksud di sini adalah kehidupan beragama

yang terdiri dari 5 dimensi. Namun penulis hanya memfokuskan

4 Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI, 2004), hal.

21

Page 16: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

6

penelitian ini pada dimensi keyakinan, ritual dan pengalaman.

c. Tunanetra yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mereka yang

menyandang ketunanetraan bukan dari lahir melainkan saat sudah

dewasa.

d. Dewasa dalam penelitian adalah mereka yang berusia di atas 17 tahun.

2. Perumusan Masalah

Dari pembahasan di atas penulis dapat merumuskan permasalahan

sebagai berikut:

Bagaimana peran agen-agen sosialisasi dalam menanamkan nilai-nilai

keagamaan kepada para penyandang tunanetra dewasa?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui keyakinan penyandang tunanetra usia dewasa

tentang agamanya.

b. Untuk mengetahui ritual keagamaan penyandang tunanetra usia

dewasa dalam menjalankan kehidupan beragama.

c. Untuk mengetahui peran agen-agen sosialisasi dalam keberagamaan

penyandang tunanetra usia dewasa.

2. Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai keyakinan

penyandang tunanetra terhadap agama yang berperan dalam

Page 17: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

7

bersosialisasi di masyarakat.

b. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai ritual keagamaan

penyandang tunanetra dalam menjalani kehidupan beragama.

c. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai harapan

penyandang tunanetra dalam menjalani hidup beragama.

d. Sebagai masukan bagi alim ulama dan instansi pemerintah serta juga

masyarakat untuk memberikan perhatian terhadap keberadaan

penyandang tunanetra sebagai bagian dari masyarakat itu sendiri.

Sehingga diharapkan dapat memberikan kontribusi yang kontstruktif

terhadap penyandang tunanetra.

D. Metodologi Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di Yayasan Raudlatul Makhfufin

Tangerang Selatan. Alasan penulis mengambil lokasi ini karena seluruh

informan yang merupakan penyandang tunanetra usia dewasa aktif di yayasan

ini.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini berlangsung selama 6 bulan, 1 bulan untuk penelusuran

buku-buku dan naskah yang terkait dengan masalah yang dibahas. Lima bulan

berikutnya untuk penelitian lapangan, penulis melakukan penelitian lapangan

dari bulan Desember 2009 - April 2010.

Page 18: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

8

3. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penyusunan skripsi ini

adalah penelitian lapangan (field research).

4. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan

kualititif yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan bentuk studi

kasus yang dapat memberikan nilai tambah pada pengetahuan kita secara unik

tentang fenomena individu.5 Hasil temuan tersebut kemudian penulis analisa

dengan menggunakan teori-teori yang sudah dicantumkan sebelumnya,

sehingga menghasilkan suatu kesimpulan.

5. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah para penyandang tunanetra usia dewasa

yang aktif di Yayasan Raudlatul Makhfufin Tangerang Selatan. Dalam

penelitian ini penulis mengambil 4 informan yang penulis wawancarai.

6. Teknik Pengumpulan Data

Adapun cara pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:

a. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang

dilakukan oleh peneliti sebagai pewawancara dengan mengajukan

pertanyaan kepada masyarakat sebagai objek yang diwawancarai, yang

memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut.6

Dalam penelitian ini penulis mewawancari 4 informan yang

penulis wawancarai. Mereka adalah: informan EM berusia 38 tahun,

5 Lexy J. Meleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Rosda Karya, 1998), h. 3 6 Lexy J. Meleong, Metode Penelitian Kualitatif (Jakarta: Remaja Rosdakarya, 1997), h.

3

Page 19: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

9

informan ARK berusia 25 tahun, dan informan NS berusia 27 tahun. Lalu

informan informan AG berusia 37 tahun.

Alasan penulis hanya mewawancarai 4 orang informan adalah

karena dari awal rencana 9 informan, ternyata 4 informan lainnya ada yang

memiliki kendala seperti meninggal dunia, pindah tempat tinggal, dan

dalam perawatan medis. Hal ini membuat proses wawancara tidak bisa

dilangsungkan.

7. Metode Analisa Data

Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, sehingga menjadi sebuah

laporan penelitian, penulis memilih data yang sesuai dengan kebutuhan

penelitian. Data yang dikumpulkan melalui daftar pertanyaan yang diajukan

ke responden sebagai informan, dalam hal ini penyandang tunanetra yang

mengalami ketunanetraan saat dewasa, akan dianalisa dengan menggunakan

metode deskirptif analitis. Data-data yang penulis peroleh dari wawancara,

baik wawancara terikat maupun wawancara bebas, penulis deskripsikan dalam

bentuk tulisan kemudian penulis analisa dengan menggunakan pengetahuan

penulis terhadap teori-teori sosial yang ada.

Data wawancara yang nantinya dilakukan, penulis kategorikan kepada

tiga hal, yaitu pengetahuan keagamaan, praktik keagamaan dan harapan hidup.

8. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan skripsi ini adalah dengan menggunakan

buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi)

karangan Hamid Nasuhi et.al. yang diterbitkan oleh CeQDA tahun 2007

Page 20: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

10

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembahasan, maka skripsi ini akan penulis uraikan

menjadi lima bab dengan perincian sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan

masalah dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

metode penelitian, tinjaun pustaka, dan sistematika penulisan.

Bab II Kajian teori, dalam bab ini diterangkan mengenai Tunanetra, yang

terdiri dari pengertian tunanetra, faktor-faktor yang menyebabkan

ketunanetraan. Kemudian teori tentang sosialisasi yang terdiri dari

pengertian sosialisasi, agen-agen sosialisasi, pola sosialisasi.

Kemudian teori keagamaan yang membahas tentang pengertian agama

dan keberagamaan, dimensi-dimensi keberagamaan.

Bab III Gambaran Umum Subjek Pesnelitian. Bab ini membahas tentang

dunia pendidikan, perilaku keberagamaan, status sosial ekonomi, visi

dalam hidup, dan Yayasan Raudlatul Makhfufin.

Bab IV Agen Sosialisasi dan Nilai-Nilai Keagamaan Penyandang Tunanetra

Dewasa. Bab ini membahas tentang agen sosialisasi dan pengetahuan

agama penyandang tunanetra dewasa, praktik keagamaan penyandang

tunanetra dewasa, harapan hidup tunanetra dewasa sebagai hasil dari

pengetahuan dan praktik keagamaan mereka.

Bab V Penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

Page 21: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

11

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Tunanetra

1. Pengertian Tunanetra

Secara etimologi pengertian tunanetra adalah “tuna” yaitu “rusak”, dan

“netra” yaitu “mata”, jadi tunanetra adalah “cacat mata”. Istilah tunanetra

menggambarkan keadaan penderita yang mengalami kelainan pada indra

penglihatan, baik kelainan itu bersifat berat maupun ringan. Sedangkan

“buta” adalah melukiskan keadaan di mana mata sebaga indra untuk melihat

mengalami kerusakan, baik kerusakannya itu sebagian maupun seluruhnya

(kedua-duanya), sehingga mata tersebut tidak lagi berfungsi sebagaimana

mestinya (tidak dapat melihat).”1

Pemerintah menyatakan bahwa yang dimaksud dengan penderita cacat

adalah “seseorang yang menurut ilmu kedokteran dinyatakan mempunyai

kelainan fisik yang oleh karenanya dapat merupakan rintangan atau hambatan

untuk melakukan kegiatan secara layak”.2

Sedangkan yang dimaksud dengan tunanetra dalam penelitian skripsi

ini adalah seseorang yang mengalami hambatan atau kecacatan dalam

penglihatan baik itu secara total atau buta (blind) maupun lemah penglihatan

(low vision), baik tanpa hambatan intelektual maupun disertai dengan

hambatan intelektual (multi disable).

1 Sukini Pradopo, Pendidikan Anak-anak Tunanetra, (Bandung: CV Masa, 1997), Cet.

Ke-1, hal. 12 2 Sekretariat Negara RI, Peraturan Pemerintah 36/1980 tentang Usaha Kesejahteraan

Sosial bagi Penderita Cacat, penjelasan Pasal demi Pasal, hal. 1

Page 22: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

12

Dengan melihat pernyataan pemerintah di atas maka dapat dipastikan

orang yang mengalami cacat akan mendapatkan hambatan dan rintangan

dalam melakukan berbagai aktivitas dalam hidupnya. Dengan demikian, masa

depan penyandang cacat selamanya akan menjadi gelap dan suram, sehingga

ia tidak dapat memperbaiki hidup ke taraf yang lebih baik lagi.

Masalah ketunanetraan sesungguhnya bukan hanya menjadi masalah

bagi si penyandangnya, melainkan masalah bagi seluruh komponen dan

masyarakat dan bangsa, karena sesungguhnya penyandang tunanetra

merupakan bagian dari kesatuan masyarakat Indonesia. Penyandang tunanetra

sesungguhnya mempunyai bakat dan kemampuan yang tidak jauh berbeda

dengan orang normal lainnya. Kemampuan dan bakat penyandang dapat

diberdayakan dengan baik, yaitu dengan jalan mengajarkan keterampilan dan

memberikan mereka sedikit kesempatan untuk mengembangkan potensi diri.

2. Faktor-faktor yang Menyebabkan Ketunanetraan

Ada beberapa faktor ketunanetraan, di antaranya yaitu: faktor

keturunan (bawaan), faktor ketuaan, faktor kecelakaan dan faktor penyakit:

a. Faktor keturunan (bawaan)

“Merupakan sebagai proses dari pertumbuhan dan perkembangan

anak sewaktu masih dalam kandungan yang disebabkan oleh ibu

hamil yang mengalami gangguan atau karena unsur-unsur penyakit

yang bersifat menahun, sehingga merusak sel-sel darah tertentu

selama pertumbuhan janin dalam kandungannya.”3

3 Sukini Pradopo, Pendidikan Anak-anak Tunanetra, hal. 23

Page 23: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

13

b. Faktor ketuaan

Usia lanjut akan mudah mengalami beberapa penyakit, seperti

hipertensi dan katarak. Katarak merupakan penyakit kebutaan yang

dialami oleh orang lanjut usia dan sebetulnya katarak dapat

disembuhkan dengan jalan operasi, tetapi karena faktor usia maka

sebagian orang lanjut usia tidak melakukan operasi dan dianggapnya

sebagai rotasi dari perjalanan hidup manusia.

c. Faktor kecelakaan

Kecelakaan akan membuat orang yang mengalaminya menjadi trauma

dan akan menyebabkan menjadi cacat. Orang yang pekerjaannya

menjadi tukang las akan mudah menderita kerusakan pada matanya,

karena pekerjaannya itu selalu berhubungan dengan sinar ultra violet.

Atau karena kecelakaan akibat jatuh dan terbentur benda tumpul yang

mengakibatkan sel syaraf mata terputus.

d. Faktor penyakit

1) Jenis-jenis penyakit yang dapat menyebabkan ketunanetraan,

adalah Glaukoma, adalah suatu penyakit yang memberikan

gambaran klinik berupa peningkatan tekanan bola mata,

penggunaan pupil syaraf optik dengan efek lapangan pandangan

mata.”4

2) Katarak adalah pengeruhan lensa mata. Katarak ada dua jenis,

yaitu katarak lunak dan katarak keras. Katarak lunak terjadi

4 Sidarta Ilyas, Kedaruratan dalam Ilmu Penyakit Mata, (Jakarta: Balai Penerbit FKUI,

2000), Cet. Ke-2, Jilid 2, hal. 97

Page 24: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

14

pada anak-anak, sedangkan katarak keras biasanya terjadi pada

orang lanjut usia.5

3) Trakoma adalah penyakit pada permukaan kelopak mata bagian

dalam yang terlihat seperti bintik-bintik merah dan terasa sangat

gatal, kalau tidak ditangani secara segera akan mengalami

kebutaan.6

Terdapat pendapat lain yang menjelaskan tentang penyebab

ketunanetraan. Anastasia memjelaskan beberapa faktor yang menyebabkan

ketunanetraan, yaitu faktor endogen dan faktor eksogen.

a. Fakto endogen

Ialah faktor yang sangat erat kaitannya dengan keturunan dan

pertumbuhan seorang anak dalam kandungan:

1) Perkawinan antar keluarga (perkawinan antar keluarga yang

dekat) dan perkawinan antar keluarga tunanetra itu sendiri.

2) Mempunyai orang tua atau nenek moyang yang tunanetra dengan

kata lain, pengaruhnya bersifat herediter.

3) Gangguan yang diderita ibu pada saat hamil atau karena unsur-

unsur penyakit yang bersifat menahun (misalnya TBC) sehingga

merusak pertumbuhan janin. Anak tunanetra yang lahir karena

faktor endogen memperlihatkan ciri-ciri bola mata yang normal

tetapi tidak dapat menerima persepsi sinar (cahaya) kadang-

kadang pada bola matanya tertutup selaput putih atau keruh.

5 Sidarta Ilyas, Kedaruratan dalam Ilmu Penyakit Mata, hal. 84 6 Sidarta Ilyas, Kedaruratan dalam Ilmu Penyakit Mata, hal, 70

Page 25: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

15

b. Faktor eksogen

Faktor lain misalnya seseorang mengalami penyakit seperti:

1) Exeropphalnea, yakni suatu penyakit karena kekurangan vitamin

A. Penyakit ini terdiri atas stadium buta senja, stadium selaput

putih kiri kanan dan selaput bening kelihatan kering dan stadium

bening menjadi lunak, keruh, dan hancur.

2) Trachoma, dengan gejala bintil-bintil pada selaput putih dengan

perubahan pada selaput bening dan stadium terakhir selaput putih

menjadi keras sakit dan luka.

3) Katarak, glukoma dan lain-lain penyakit yang dapat menimbulkan

ketunanetraan.

c. Faktor eksogen lain ialah kecelakaan yang langsung dan tidak

langsung mengenai bola mata, misalnya kecelakaan karena

kemasukan kotoran barang keras, benda tajam, atau barang cairan

yang berbahaya.

d. Penyakit kelamin, sipilis/raja singa, diabetes meletus, tekanan darah

tinggi, stroke, dan radang kantung air mata.7

B. Sosialisasi

1. Pengertian Sosialisasi

Peter Berger, sebagaimana yang dikutip oleh Kamanto Sunarto,

mencatat adanya perbedaan antara manusia dengan makhluk lain. Berbeda

dengan makhluk lain yang seluruh perilakuknya dikendalikan oleh naluri

7 Anastasia Widjadjatin dan Imanuel Hititew, Ortopedagogik Tunanetra Pertama, (Jakarta: Depdikbud, 1995), hal. 35

Page 26: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

16

yang diperoleh sejak awal hidupnya, maka di saat lahir manusia merupakan

makhluk tak berdaya karena dilengkapi dengan naluri yang relatif tidak

lengkap. Oleh sebab itu manusia kemudian mengembangkan kebudayaan

untuk mengisi kekosongan yang tidak diisi oleh naluri.8

Manusia harus memutuskan apa yang harus dimakannya dan

kebiasaan yang kemudian ditegakkannya menjadi bagian kebudayaannya.

Karena keputusan yang diambil suatu kelompok dapat berbeda dengan

kelompok lain maka dijumpai keanekaragaman kebiasaan di bidang makanan.

Ada kelompok yang makanan pokoknya nasi; ada yang sagu; ada yang roti.

Kalau hewan berjenis kelamin berlainan dapat saling berhubungan karena

naluri, maka manusia harus mengembangkan kebiasaan mengenai hubungan

laki-laki dan perempuan. Kebiasaan-kebiasaan yang berkembang dalam tiap

kelompok tersebut kemudian menghasilkan bermacam-macam sistem

pernikahan yang berbeda satu dengan yang lain. Keseluruhan kebiasaan yang

dipunyai manusia tersebut – di bidang ekonomi, kekeluargaan, pendidikan,

agama, politik dan sebagainya – harus dipelajari oleh setiap anggota baru

suatu masyarakat melalui suatu proses yang dinamakan sosialisasi

(socialization).

Berger mendefinisikan sosialisasi sebagai “a process by which a child

learns to be a participant member of society” (proses melalui mana seorang

anak belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat.9

Teori sosialisasi didasarkan pada pandangan teori fungsional yang

mengatakan bahwa ada norma inti dan nilai-nilai tertentu yang disepakati

8 Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI, 2004), hal. 21

9 Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, hal. 21

Page 27: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

17

oleh segenap anggota masyarakat. Tentu saja gambaran tentang suatu

kebudayaan yang sepenuhnya utuh yang mempunyai norma dan nilai-nilai

yang dipatuhi oleh semua anggota masyarakat hanyalah merupakan sebuah

model untuk mengawali suatu analisis. Teori sosialisasi tertuju bahwa

perilaku sosial, baik yang bersifat menyimpang maupun yang patuh,

dikendalikan terutama oleh norma dan nilai-nilai yang dihayati.

Penyimpangan disebabkan oleh adanya gangguan (disrupsi) pada proses

penghayatan dan pengalaman nilai-nilai tersebut dalam perilaku seseorang.10

George Herbert Mead menguraikan tahap pengembangan diri (self)

manusia. Manusia yang baru lahir belum mempunyai diri. Diri manusia

berkembang secara bertahap melalui interaksi dengan anggota masyarakat

lain. Menurut Mead pengembangan diri manusia ini berlangsung melalui

tahap-tahap play stage, tahap game stage, dan tahap generalized other.

Setiap anggota baru masyarakat harus mempelajari peran-peran yang

ada dalam masyarakat – suatu proses yang dinamakan pengambilan peran

(role taking). Dalam proses ini seseorang belajar untuk mengetahui peran

yang harus dijalankannya serta peran yang harus dijalankan orang lain.

Melalui penguasaan peran yang ada dalam masyarakat ini seseorang dapat

berinteraksi dengan orang lain.

2. Agen-agen Sosialisasi

Fuller dan Jacobs, sebagaimana yang dikutip oleh Kamanto,

mengidentifikasikan empat agen sosialisasi utama: keluarga, kelompok

bermain, media massa, dan sistem pendidikan.

10 Yusron Razak (ed.), Sosiologi Suatu Pengantar; Tinjauan Pemikiran Sosiologi

Perspektif Islam, (Ciputat: Laboratorium Sosiologi Agama, 2008), Cet. Ke-1, hal. 210-211

Page 28: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

18

a. Keluarga

Pada awal kehidupan manusia biasanya agen sosialisasi terdiri

atas orang tua dan saudara kandung. Pada masyarakat yang mengenal

sistem keluarga luas (extended family) agen sosialisasi bisa berjumlah

lebih banyak dan dapat mencakup pula nenek, kakek, paman, bibi dan

sebagainya.

Pada sistem komun yang dijumpai di Republik Rakyat Tiongkok

atau berbagai negara Eropa Timur sebelum runtuhnya Uni Soviet, pada

sistem Kibbutz di Israel, atau pada sistem penitipan anak dalam hal

kedua orang tua bekerja, sosialisasi terhadap anak di bawah usia lima

tahun mungkin dilakukan pula oleh orang lain yang sama sekali bukan

kerabat seperti tetangga, babi sitter, pekerja sosial, petugas tempat

penitipan anak dan sebagainya. Di kalangan lapisan menengah dan atas

dalam masyarakat perkotaan seringkali dijumpai pembantu rumah tangga

pun sering memegang peran penting sebagai agen sosialisasi anak,

setidak-tidaknya pada tahap-tahap awal.

Gertrude Jaeger, sebagaimana yang dikutip oleh Kamanto,

mengemukakan bahwa peran para agen sosialisasi pada tahap awal ini,

terutama orang tua, sangat penting. Sang anak (khususnya pada

masyarakat modern Barat) sangat tergantung pada orang tua dan apa

yang terjadi antara orang tua dan anak pada tahap ini jarang diketahui

orang luar. Dengan demikian anak tidak terlindung terhadap

Page 29: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

19

penyalahgunaan kekuasaan yang sering dilakukan orang tua terhadap

mereka seperti penganiyaan (child abuse), perkosaan dan sebagainya.11

b. Teman Bermain

Setelah mulai dapat bepergian, seorang anak memperoleh agen

sosialisasi lain, teman bermain, baik yang terdiri atas kerabat maupun

tetangga dan teman sekolah. Di sini seorang anak mempelajari berbagai

kemampuan baru. Kalau dalam keluarga interaksi yang dipelajarinya di

rumah melibatkan hubungan yang tidak sederajat (seperti antara kakek

atau nenek dengan cucu, orang tua dengan anak, paman atau bibi dengan

kemenakan, kakak dengan adik, atau pengasuh dengan anak asuh) maka

dalam kelompok bermain seorang anak belajar berinteraksi dengan orang

yang sederajat karena sebaya. Pada tahap inilah seorang anak memasuki

game stage – mempelajari aturan yang mengatur peran orang yang

kedudukannya sederajat. Dalam kelompok bermain pulalah seorang anak

mulai belajar nilai-nilai.12

c. Sekolah

Di sini seseorang mempelajari hal baru yang belum dipelajarinya

dalam keluarga atau pun kelompok bermain. Pendidikan formal

mempersiapkannya untuk penguasaan peran-peran baru di kemudian

hari, di kala seseorang tidak tergantung lagi pada orang tuanya.

Robert Dreeben, sebagaimana yang dikutip oleh Kamanto,

berpendapat bahwa yang dipelajari anak di sekolah – di samping

membaca, menulis dan berhitung – adalah aturan mengenai kemandirian

11 Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, hal. 24 12 Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, hal. 25

Page 30: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

20

(independence), prestasi (achievement), universalisme (universalism),

dan spesifisitas (specificity). Pemikiran Dreeben ini dipengaruhi oleh

dikotomi yang dikembangkan oleh Talcott Parsons – misalnya antara

ascription dan achievement, particularism dan universalism, diffuseness

dan specificity.

Menurut Dreeben di sekolah seorang anak harus belajar untuk

mandiri. Kalau di rumah seseorang anak dapat mengharapkan bantuan

orang tuanya dalam melaksanakan berbagai pekerjaan, maka di sekolah

sebagian besar tugas sekolah harus dilakukan sendiri dengan penuh rasa

tanggung jawab. Ketergantungan pada orang tua yang dijumpai di rumah

tidak terdapat di sekolah; guru menuntut kemandirian dan tanggung

jawab pribadi bagi tugas-tugas sekolah. Kerja sama dalam kelas hanya

dibenarkan bila tidak melibatkan penipuan atau kecurangan.

Aturan kedua yang dipelajari anak melibatkan prestasi. Di rumah

peran seorang anak terkait dengan askripsi – peran-peran yang

dimilikinya, seperti peran sebagai anak laki-laki atau anak perempuan,

sebagai adik atau sebagai kakak merupakan peran yang dibawa sejak

lahir. Di sekolah, di pihak lain, peran yang diraih dengan berprestasi

merupakan peran yang menonjol. Kedudukan anak di suatu jenjang

pendidikan tertentu, atau peringkatnya dalam jenjang prestasi di dalam

kelas, misalnya, hanya dapat diraih melalui presatasi. Meskipun orang

tua pun berperan dalam mendorong anak untuk berprestasi, namun

menurut Dreeben peran sekolah masih lebih besar. Sekolah menuntut

siswa untuk berprestasi, baik dalam kegiatan kurikuler maupun ekstra

Page 31: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

21

kurikuler. Seorang siswa didorong untuk giat berusaha mengembangkan

kemampuan dan bersaing agar meraih keberhasilan dan menghindari

kegagalan. Kemampuan yang diperoleh serta keberhasilan maupun

kegagalan yang dicapai menjadi dasar bagi penentuan peran di masa

mendatang.

Aturan ketiga yang dipelajari anak ialah aturan mengenai

universalisme. Aturan mengenai universalisme merupakan lawan aturan

mengenai partikularisme. Dalam keluarga seorang anak cenderung

mendapat perlakukan khusus dari orang tuanya karena ia adalah anak

mereka. Anak orang lain biasanya tidak mendapat perlakuan yang sama.

Di sekolah, di pihak lain, setiap anak mendapat perlakuan sama.

Perlakuan berbeda hanya dibenarkan bila didasarkan pada kelakukan

siswa di sekolah – apakah ia berkemampuan, bersikap dan bertindak

sesuai dengan apa yang diharapkan sekolah.

Spesifisitas merupakan aturan keempat dan merupakan kebalikan

dari kekaburan (diffusenees). Di sekolah kegiatan siswa serta penilaian

terhadap kelakukan mereka dibatasi secara spesifik. Kekeliruan yang

dilakukan seorang siswa dalam mata ajaran matematika, misalnya, sama

sekali tidak mempengaruhi penilaian gurunya terhadap prestasinya dalam

mata ajaran bahasa Indonesia. Ia dapat memperoleh pujian dalam jam

pelajaran berikutnya. Dalam keluarga, di pihak lain, kegiatan anak serta

penilaian terhadapnya tidak dibatasi sespesifik itu. Seorang anak yang

dihukum oleh orang tuanya karena melakukan kesalahan di suatu bidang

tertentu (seperti misalnya memecahkan piring di kala makan, pergi tanpa

Page 32: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

22

izin, berkelahi di jalan atau pulang terlambat) mungkin mengalami

bahwa hukuman yang diterimanya itu diberlakukan pula di bidang-

bidang lain yang sebenarnya tidak ada sangkut pautnya dengan

pelanggaran yang telah dilakukannya.

d. Media Massa

Media massa yang terdiri atas media cetak (surat kabar, majalah)

maupun elektronik (radio, televisi, film, internet) diidentifikasikan

sebagai suatu agen sosialisasi yang berpengaruh pula terhadap perilaku

khayalaknya. Peningkatan teknologi yang memungkinkan peningkatan

kualitas pesan serta peningkatan frekuensi penerpaan masyarakat pun

memberi peluang bagi media massa untuk berperan sebagai agen

sosialisasi yang semakin penting.

Pesan-pesan yang ditayangkan melalui media elektronik dapat

mengarahkan khalayak ke arah perilaku prososial maupun antisosial.

Penayangan secara berkesinambungan dari laporan-laporan mengenai

perang seperti perang Teluk, perang di Somalia atau di kawasan Balkan

atau penayangan film-film seri dan film kartun yang menonjolkan

kekerasan dianggap sebagai satu faktor yang memicu perilaku agresif

pada anak-anak yang melihatnya.

Kesadaran akan arti penting media massa bagi sosialisasi pun

telah mendorong para pendidik untuk memanfaatkan media massa. Di

banyak negara, televisi digunakan untuk menayangkan siaran-siaran

pendidikan yang bertujuan mempengaruhi pengetahuan, keterampilan

Page 33: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

23

dan sikap khalayaknya. Dalam masyarakat Indonesia, TVRI serta stasiun

televisi swasta pun secara teratur menayangkan acara-acara pendidikan.

Menurut penelitian Robert Hodge dan David Tripp pada tahun

1966 televisi tidak memberikan pesan tunggal yang sederhana melainkan

menyajikan berbagai pesan yang rancu dan saling bertentangan, dan

bahwa pesan televisi membawa banyak dampak positif seperti

merangsang interaksi, eksperimen dan pertumbuhan mental serta sosial

anak.13

3. Pola Sosialisasi

Beberapa tahun yang lalu masyarakat Indonesia dihebohkan oleh

beberapa kasus hukuman fisik yang dilakukan orang tua terhadap anak

mereka yang dinilai tidak menaati perintah sehingga mengakibatkan kematian

anak tersebut. Kasus ini merupakan contoh ekstrem satu pola sosialisasi yang

oleh Jaeger dinamakan sosialisasi represif (repressive socialization).

Sosialisasi represif menekankan pada penggunaan hukuman terhadap

kesalahan. Menurut Jaeger sosialisasi represif pun mempunyai ciri lain seperti

penekanan pada penggunaan materi dalam hukuman dan imbalan; penekanan

pada kepatuhan anak pada orang tua; penekanan pada komunikasi yang

bersifat satu arah; nonverbal dan berisi perintah; penekanan titik berat

sosialisasi pada orang tua dan pada keinginan orang tua; dan peran keluarga

sebagai significant other.

Pola kedua yang disebutkan Jaeger ialah sosialisasi partisipatoris

(participatory socialization). Sosialisasi partisipatoris menurut Jaeger

13 Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, hal. 28

Page 34: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

24

merupakan pola yang di dalamnya anak diberi imbalan manakala berperilaku

baik; hukuman dan imbalan bersifat simbolik; anak diberi kebebasan;

penekanan diletakkan pada interaksi; komunikasi bersifat lisan; anak menjadi

pusat sosialisasi; keperluan anak dianggap penting; dan keluarga menjadi

generalized other.14

C. Keagamaan

1. Pengertian Agama dan Keberagamaan

Agama ialah suatu jenis sistem sosial yang dibuat oleh penganut-

penganutnya yang berporos pada kekuatan-kekuatan nonempiris yang

dipercayainya dan didayagunakannya untuk mencapai keselamatan bagi

mereka dan masyarakat luas umumnya.15

Secara mendasar dan umum agama dapat didefinisikan sebagai

seperangkat aturan dan peraturan yang mengatur hubungan antara manusia

dengan alam ghaib -khususnya dengan Tuhannya- mengatur hubungan

manusia dengan manusia lainnya dan mengatur hubungan manusia dengan

alam lingkungannya.16 Sedangkan secara lebih khusus dengan

memperhatikan hal-hal yang telah dikemukakan diatas, agama dapat

didefinisikan sebagai suatu sistem keyakinan yang dianut dan tindakan-

tindakan yang diwujudkan oleh suatu kelompok atau masyarakat dalam

menginterpretasi dan memberi respon terhadap apa yang dirasakan dan

diyakini sebagai yang ghaib dan suci.

14 Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, hal. 31 15 Hendro Puspito, Sosiologi Agama (Yogyakarta: Kanisius, 2000), Cet. Ke-16, h. 34 16 Roland Robertson, Agama dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis (Jakarta: PT

Rajawali Press, 1988), h. v

Page 35: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

25

Sebagai suatu sistem keyakinan maka agama berbeda dengan sistem

keyakinan dan isme-isme lainnya karena landasan keyakinan agama adalah

konsep suci (sacred) dan ghaib (supranatural) yang dibedakan dari yang

duniawi (profane) dan hukum-hukum alamiah (natural). Selain itu hal lain

yang membedakan agama dengan isme-isme lainnya adalah karena ajaran-

ajaran agama selalu bersumber pada wahyu Tuhan atau wangsit-dalam

agama-agama lokal dan primitif- yang diturunkan kepada nabi sebagai

pesuruh-Nya. Adapun ciri yang mencolok dari agama yang berbeda dengan

isme-isme adalah penyerahan diri secara total kepada Tuhannya.

Dalam kamus sosiologi pengertian agama (religion) mencakup tiga

aspek yakni : pertama menyangkut kepercayaan terhadap hal-hal yang

bersifat speritual. Kedua, merupakan perangkat kepercayaan dan praktek-

praktek speritual yang dianggap sebagai tujuan tersendiri. Ketiga, ideologi

mengenai hal-hal yang bersifat supranatural.17

Dari uraian di atas dapat disimpulkan secara sederhana bahwa agama

merupakan seperangkat peraturan atau undang-undang yang dapat mengikat

manusia untuk dijadikan pedoman dalam hidupnya. Agama dianut oleh

manusia untuk mengatur perikehidupannya di dunia ini agar menjadi teratur

dan selaras sesuai dengan ajaran-ajaran yang ada dalam agama sehingga tidak

terjadi kekacauan. Dalam disiplin perbandingan agama, suatu aliran

kepercayaan bisa disebut sebagai agama apabila di dalamnya ditemukan lima

aspek, kelima aspek tersebut adalah sebagai berikut :

1) Adanya ajaran-ajaran kepercayaan (aqidah)

17 Soerjono Soekanto, Kamus Sosiologi (Jakarta: CV. Rajawali Press, 1993), h. 430

Page 36: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

26

2) Adanya sistem pemujaan atau penyembahan (ibadah atau ritual)

3) Adanya aturan-aturan dalam melaksanakan hubungan dengan Tuhan

dan sesama manusia (Syariat).

4) Adanya Nabi yang membawa risalah/

5) Adanya kitab suci yang dijadikan sumber hukum.

Agama dan keberagamaan adalah dua istilah yang dapat difahami

secara terpisah meskipun kedua mempunyai makna yang sangat erat.

Mengenai definisi agama telah dijelaskan di atas sedangkan keberagamaan

berarti pembicaran mengenai pengalaman atau fenomena yang manyangkut

hubungan antar agama dengan penganutnya atau suatu keadaan yang ada

dalam diri seseorang (penganut utama) yang mendorong untuk bertingkah

laku yang sesuai dengan agamanya.

Kata keberagamaan berasal dari kata “beragama”. Kata beragama

dalam Kamus Bahasa Indonesia yaitu antara lain :

1) Menganut (memeluk) agama

2) Beribadat, taat kepada agama (baik hidupnya menurut agama),

misalnya dia berasal dari keluarga yang taat beragama.

Menurut Djamaluddin mendefinisikan keberagamaan sebagai

“manifestasi” seberapa jauh individu penganut agama meyakini, memahami,

menghayati dan mengamalkan agama yang dianutnya dalam kehidupan

sehari-hari dalam semua aspek kehidupan.18

18 Muhammad Djamaluddin, Religiusitas dan Stress Kerja pada Polisi (Yogyakarta:

UGM Press, 1995) , h. 44

Page 37: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

27

2. Dimensi-dimensi Keberagamaan

Menurut R Stark dan C.Y Glock dilihat dari sudut dimensi sosiologi

agama terdapat lima dimensi utama dalam memahami masyarakat agama,

yaitu :

a. Dimensi keyakinan merupakan dimensi yang berisikan pengharapan-

pengharapan dimana orang yang religius berpegang teguh pada

pandangan teologis tertentu, mengakui kebenaran doktrin-doktrin

tersebut. Setiap agama mempertahankan seperangkat kepercayaan

dimana para penganut diharapkan taat walaupun demikian isi dan

ruang lingkup keyakinan itu bervariasi tidak hanya diantara agama-

agama, tetapi sering kali juga diantara tradisi-tradisi dalam agama

yang sama. Dalam setiap agama mesti terdapat sistem kepercayaan

yang harus dipertahankan dimana penganutnya diharapkan

mentaatinya.19

b. Dimensi praktek agama menurutnya, dimensi ini mencakup perilaku

pemujaan-pemujaan serta ketaatan dan hal-hal yang dilakukan orang

untuk menunjukkan sebuah komitmen terhadap agama yang

dianutnya. Praktek-praktek keagamaan ini terdiri dari dua kelas

penting yaitu : pertama, ritual mengacu kepada seperangkat ritus,

tindakan keagamaan formal dan praktek-praktek suci yang semua

agama mengharapkan para penganutnya melaksanakan. Kedua,

ketaatan, apabila aspek ritual dari komitmen sangat formal dan khas

publik semua agama yang dikenal juga mempunyai seperangkat

19 Roland Robertson, Agama: dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis, h. 295

Page 38: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

28

tindakan persembahan dan kontemplasi personal yang relatif spontan,

informal dan khas pribadi.

c. Dimensi pengalaman, dimensi ini berisikan dan memperhatikan fakta

bahwa semua agama mengandung pengharapan-pengharapan tertentu

walaupun tidak tepat jika dikatakan bahwa seseorang yang beragama

dengan baik pada suatu waktu akan tercapai pengetahuan subjektif

dan langsung mengenai kenyataan terakhir bahwa ia akan mencapai

suatu keadaan kontak dengan perantara supranatural.

d. Dimensi pengetahuan agama, dimensi ini mengacu pada harapan

bahwa seseorang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah

minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus,

kitab suci dan tradisi agama yang dianutnya. Glock melihat bahwa

dimensi ini tidak selalu sejalan dengan prakteknya. Seseorang dapat

berkeyakinan kuat tanpa benar-benar memahami agamanya atau

kepercayaan bisa kuat atas dasar pengetahuan yang amat sedikit.

e. Dimensi konsekuensi, konsekuensi komitmen agama berlainan dari

keempat dimensi di atas. Dimensi ini mengacu kepada identifikasi

akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktek, pengalaman, dan

pengetahuan seseorang dari hari ke hari. Istilah “kerja” dalam

pengertian teologis digunakan disini walaupun agama banyak

menggariskan bagaimana pemeluknya seharusnya berpikir dan

bertindak dalam kehidupan sehari-hari tidak sepenuhnya jelas sebatas

konsekuensi agama merupakan bagian dari komitmen keagamaan

semata-mata berasal dari agama.

Page 39: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

29

BAB III

GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

A. Dunia Pendidikan

Para penyandang tunanetra usia dewasa, umumnya memiliki tingkat

pendidikan yang tinggi. Dari lima orang yang penulis jadikan subjek penelitian, 3

orang diantaranya adalah luluan perguruan tinggi, 1 orang tidak lulus perguruan

tinggi, dan 1 orang lagi tidak lulus SLTA.

Dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan dengan melakukan

wawancara terhadap para informan, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar

informan adalah berpendidikan perguruan tinggi, meskipun satu orang di

antaranya (ARK) tidak menyelesaikan pendidikannya. Sedangkan satu informan

lainnya (AS) karena keadaan ekonomi, hanya sampai pada tingkat pendidikan

menengah atas, meskipun tidak sampai lulus.

Tingkat pendidikan informan yang terbilang tinggi, menurut pengamatan

penulis, hal ini dikarenakan para informan adalah mereka yang mengalami

ketunanetraan pada saat mereka berusia dewasa. Tingkat pendidikan yang dicapai

oleh para informan, umumnya ditempuh saat mereka masih dalam kondisi bisa

melihat, belum mengalami ketunanetraan.

Selain karena faktor tersebut, penulis juga menyimpulkan bahwa kondisi

ekonomi para informan terbilang cukup, sehingga mampu untuk melanjutkan

pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Selain karena faktor kondisi ekonomi

yang cukup, faktor tingginya tingkat pendidikan informan adalah karena mereka

mengalami ketunanetraan saat beranjak dewasa. Informan yang tidak melanjutkan

Page 40: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

30

ke perguruan tinggi (AS), dikarenakan keterbatasan ekonomi keluarganya. Berikut

ini adalah tabel tingkat pendidikan para penyandang tunetra usia dewasa, di mana

data yang penulis peroleh berasal dari hasil wawancara.

Tabel 1

Tingkat pendidikan para informan

No Inisial

Informan

Usia Status Pendidikan Terakhir Usia saat Mengalami

Tunanetra

1

2

3

4

NS

ARK

EM

AS

27

25

40

37

Belum menikah

Belum menikah

Menikah

Belum menikah

S 1

S 1 (Tidak Lulus)

S 1

SLTA (Tidak lulus)

23

21

35

31

B. Perilaku Keberagamaan

Mengenai keberagamaan para penyandang tunanetra usia dewasa yang

menjadi subjek penelitian dalam skripsi ini, para informan umumnya mengaku

bahwa saat belum menyandang tunanetra, mereka masih awam dalam hal agama.

Ini artinya, bahwa para informan mengaku sebelum menyandang tunanetra,

pemahaman agama mereka kurang mendalam. Begitu juga dengan ritual ibadah

sehari-hari, terkadang dari 5 waktu shalat wajib ada yang tidak mereka kerjakan

karena kesibukan saat itu.1

Saat menyandang tunanetra, para informan mengaku bahwa mereka lebih

banyak punya waktu untuk beribadah, sehingga dari segi frekuensi mereka

mengalami peningkatan. Di samping hal ini disebabkan oleh maraknya syiar Islam

melalui tayangan audio visual, juga disebabkan banyaknya kegiatan keagamaan

1 Data penulis peroleh dari wawancara pribadi dengan para informan.

Page 41: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

31

dalam bentuk pengajian, peringatan hari besar, Maulid dan sebagainya yang bisa

diikuti oleh kalangan tunanetra. Banyaknya syiar dan kegiatan keagamaan itu

sangat mungkin karena mayoritas penduduk Tangerang Selatan adalah muslim.

Berdasarkan komposisi penduduk menurut agama, pemeluk agama Islam

yaitu sebanyak 90,98%. Penduduk selebihnya memeluk agama Protestan (4,07%),

Kristen (3,14%), Budha (1,21%) dan Hindu (0,60%). Komposisi penduduk

berdasarkan agama ini diolah dari Kompilasi Data untuk Penyusunan RT/RW

Kota Tangerang Selatan. Karena ada ketidakcocokan antara jumlah total

penduduk yang ada dalam Kabupaten Tangerang Dalam Angka Tahun 2007/2008

yang digunakan sebagai acuan, angka yang digunakan adalah angka persentase

dan bukan angka absolut dengan asumsi bias tersebar ke dalam semua kelompok

data.

Sarana peribadatan yang tersedia untuk para pemeluk agama adalah mesjid

sebanyak 436 buah, langgar/mushola 1.268 buah, gereja 42 buah, vihara/kuil 7

buah. Pondok pesantren berjumlah 24 buah dengan 66 orang kiai dan 295 orang

ustadz serta 4.405 orang santri.2

C. Status Sosial Ekonomi

Kategori status sosial ekonomi dalam penelitian ini mengikuti penjelasan

Badan Pusat Statistik (BPS) tentang klasifikasi masyarakat miskin yang

mendapatkan Bantuan Langsung Tunai (BLT).3

2 Data penulis peroleh dari http://tangerangselatankota.go.id/compilation_sosial.php,

diakses pada tanggal 28 Maret 2010 3 Rumah tangga penerima BLT ditentukan berdasarkan 14 variabel dan diklasifikasikan

ke dalam 3 kategori yaitu Sangat Miskin, Miskin dan Mendekati Miskin. Tingkat kesejahteraan keluarga terbagi ke dalam 5 kategori yaitu Keluarga Pra Sejahtera, Sejahtera Tahap I, Sejahtera Tahap II, Tahap III dan Tahap III Plus. Data diambil dari dari

Page 42: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

32

Berdasarkan tingkat kesejahteraan, jumlah keluarga dengan tingkat

kesejahteraan Pra Sejahtera adalah sebesar 8.789 Keluarga atau 3,65% dari total

24.700 keluarga, sedangkan tingkat kesejahteraan KS I adalah sebesar 39.319

Keluarga atau 16,34%. Sisanya, yaitu sebanyak 192.592 Keluarga atau 80,01%

adalah Keluarga Sejahtera Tahap II, Tahap III dan Tahap III Plus.

Berdasarkan validasi data Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang dilakukan

oleh BPS pada tahun 2008, jumlah rumah tangga penerima Bantuan Langsung

Tunai (BLT) di Kota Tangerang Selatan adalah sebanyak 19.104 RT. Jumlah

penerima paling banyak di Pamulang yaitu sebanyak 5.963 rumah tangga,

sedangkan paling sedikit di Ciputat Timur yaitu sebanyak 1.685 rumah tangga.

Dapat terjadi perbedaan angka antara masyarakat miskin dalam BLT dengan

masyarakat miskin berdasarkan tingkat kesejahteraan BKKBN karena terdapat

perbedaan kriteria dan kategori dalam penentuan kelompok masyarakat miskin.

Berkenaan dengan status sosial para informan, dari hasil wawancara yang

penulis lakukan, status sosial mereka dapat penulis gambarkan dalam tabel berikut

ini.

http://tangerangselatankota.go.id/compilation_sosial.php, diakses pada tanggal 28 Maret 2010. pengertian dari masing-masing tingkatan ekonomi suatu keluarga tersebut: (a) Keluarga pra-sejahtera, adalah keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya (pangan, sandang, papan, kesehatan dan pendidikan), (b) Keluarga sejahtera 1, adalah keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal tapi belum dapat memenuhi seluruh kebutuhan sosial psikologisnya seperti kebutuhan : ibadah, protein, pakaian, ruang interaksi keluarga, keadaan sehat, penghasilan,baca tulis dan KB. (c) Keluarga sejahtera 2, adalah keluarga-keluarga yang telah memenuhi kebutuhan dasarnya juga telah memenuhi seluruh kebutuhan sosial psikologisnya,tetapi belum dapat memenuhi seluruh kebutuhan pengembangannya: (peningkatan agama, nabung, interaksi, kegiatan di masyarakat dan mampu memperoleh informasi. (d) Keluarga sejahtera 3, adalah keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasarnya, kebutuhan sosial psikologisnya dan pengembangannya, namun belum dapat memberikan sumbangan yang maksimal kepada masyarakat secara teratur materil dan keuangan serta berperan aktif seperti jadi pengurus. (e) Keluarga sejahtera 3 plus, adalah keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhannya, dasar, sosial psiklogis, pengembangannya dan beri sumbangan secara berkelanjutan.

Page 43: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

33

Tabel 2

Status sosial ekonomi para informan

No Inisial Informan Tingkat Ekonomi

1

2

3

4

5

NS

BJ

ARK

EM

AS

Keluarga Sejahtara II

Keluarga Sejahtara II

Keluarga Sejahtara III

Keluarga Sejahtara II

Keluarga Sejahtera I

Dari penjelasan BPS tentang klasifikasi masyarakat miskin yang layak

mendapatkan BLT, maka para informan dalam penelitian ini masuk dalam

kategori bukan masyarakat miskin. Indikatornya adalah bahwa para informan

tersebut tidak termasuk orang yang mendapatkan BLT.

D. Visi dalam Hidup

Para informan yang merupakan penyandang tunanetra usia dewasa,

memiliki harapan untuk tetap dapat melanjutkan hidup mereka, tanpa harus

menyesali apa yang menimpa diri mereka. Dari hasil wawancara dengan para

informan, penulis mendapatkan penjelasan bahwa sebagian besar informan

memang merasa tidak memiliki masa depan lagi saat mereka divonis menyandang

tunanetra total. Peralihan dari kondisi di mana mereka bisa melihat ke kondisi

tidak dapat melihat sama sekali, membutuhkan waktu penyesuaian yang tidak

sebentar. Walaupun di awal mereka pesimis, tetapi seiring dengan waktu akhirnya

mereka memiliki optimisme untuk tetap semangat hidup.

Page 44: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

34

Untuk menjaga semangat hidup mereka lalu menyibukkan diri dengan

berbagai macam kegiatan. Berbagai keterampilan yang diperlukan untuk tetap

menjalani kehidupan dengan sebaik-baiknya, mereka tempuh dengan cara aktif di

yayasan yang memiliki perhatian terhadap para penyandang tunanetra. Salah satu

yayasan di mana para informan aktif di dalamnya adalah yayasan Mitra Netra,

yang berada di Lebak Bulus. Di yayasan ini, para informan memperoleh berbagai

pelatihan untuk tetap bisa bekerja. Bahkan yayasan ini memberikan beasiswa bagi

para penyandang tunanetra untuk tetap melanjutkan pendidikan mereka.

Di antara informan yang melanjutkan pendidikannya adalah informan NS

yang memutuskan untuk menempuh pendidikan tersebut di UMJ dengan masuk

fakultas agama Islam jurusan Tarbiyah, angkatan 2008 meskipun usianya sudah

tidak muda lagi. Hal ini dilakukan oleh informan NS untuk menambah bekal yang

nantinya diharapkan dapat menunjang kehidupannya.

Selain informan NS yang memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya,

informan ARK juga ikut aktif di yayasan Mitra Netra setelah mengalami

ketunanetraan total untuk menambah keterampilan hidupnya. Informan ARK

semasa masih bisa melihat, adalah mahasiswa di ITI (Institut Teknologi

Indonesia) Serpong semester 7. Setelah mengalami ketunanetraan total, informan

ARK berhenti dari kuliahnya, kemudian aktif di yayasan Mitra Netra.

E. Yayasan Radlatul Makhfufin

Yayasan Radlatul Makhfufin adalah sebuah lembaga sosial keagamaan

yang bergerak dalam bidang pendidikan keagamaan tunanetra. Yayasan ini

beralamatkan di Jalan Raya Puspiptek Gang Rais Kampung Jati Desa Buaran RT

Page 45: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

35

05 RW 02 Kecamatan Serpong Tangerang Selatan. Ide awal pendirian Yayasan

ini dari Halim Sholeh seorang tunanetra yang berprofesi sebagai guru agama di

sekolah luar biasa. Halim Sholeh yang menuntut ilmu di madrasah luar biasa

milik Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam di Yogyakarta, mendapat pesan

dari gurunya agar mengajarkan Islam kepada tunanetra di mana saja mereka

berada.

Dari pesan gurunya itu serta keprihatinan terhadap nasib sesama tunanetra,

Sholeh kemudian mengajak teman-temannya untuk membentuk sebuah lembaga

yang dapat memberikan pendidikan keagamaan bagi tunanetra. Ajakan itu

mendapat sambutan dari Joni Watimena yang menjadi sahabatnya. Sambutan juga

datang dari para tunanetra lainnya. Para tunanetra ini pun kemudian mendirikan

majlis taklim tunanetra. Anggota majlis taklim ini terus bertambah. Pada tanggal

26 November 1983 lembaga yang mereka cita-citakan berdiri dengan nama

Yayasan Radlatul Makhfufin.4

Dana awal pendirian yayasan ini hanya dengan uang sebesar Rp. 25.000,-

yang berasal dari sumbangan majlis taklim Khairun Nisa di Bekasi. Untuk

membiayai jalannya yayasan mereka mencari simpati dari masyarakat untuk

membantu usaha mereka.

Pada awal pendiriannya, Radlatul Makhfufin mengalami dua kali

perpecahan yaitu perpecahan internal pengurus dan perpecahan dengan donatur

utama mereka. Perpecahan pertama berakibat dengan mundurnya sebagian dari

pendiri dan pengurus Yayasan, dan perpecahan yang kedua mendatangkan

kesulitan pendanaan bagi Yayasan. Untuk mempertahankan eksistensi yayasan

4 Ade Ismail, “Kiprah Yayasan Raudlatul Makhfufin dalam Mensyiarkan Islam di Kalangan Tunanetra di Jakarta 1983-2005, Skripsi, (Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta, 2009), h. 85

Page 46: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

36

para pengurus meningkatkan upaya mereka dalam menggalang simpati

masyarakat.

Dalam perannya sebagai lembaga sosial keagamaan, Raudlatul Makhfufin

mengadakan program-program yang bertujuan meningkatkan kualitas pemahaman

keagamaan bagi tunanetra. Secara umum program-program Yayasan Raudlatul

Makhfufin terfokus pada tiga hal yaitu pendidikan, pelatihan, dan pengadaan

sarana belajar keagamaan. Dari program-program tersebut antara lain: P4B yaitu

pemberantasan buta huruf latin, pemberantasan buta huruf Arab Braille,

pemberantasan buta al-Qur’an dan pemberantasan ilmu-ilmu agama. Dalam

melaksanakan itu tunanetra belajar membaca tulisan Braille latin dan Arab,

membaca al-Qur’an dan materi-materi keagamaan. Pesantaren tunanetra, yaitu

pesantren bagi para tunanetra. Pencetakan al-Qur’an dan buku-buku ke-Islaman

dalam huruf Braile. Dari program-program tersebut ada yang terlaksana seperti

pencetakan al-Qur’an Braille dan P4B, dan pesantren, ada yang tersendat-sendat

seperti pelatihan Qari’ dan Qari’ah tunanetra dan pelatihan dakwah dan ada pula

yang gagal seperti pembentukan madrasah bagi tunanetra.5

Kendala yang dihadapi oleh Yayasan Radlatul Makhfufin dalam

menjalankan misinya adalah karena kurangnya dana serta kurangnya sumber daya

manusia yang ahli dalam masalah yang sering dihadapi oleh yayasan. Namun

demikian, kurangnya sumber daya manusia yang dimiliki oleh yayasan tidak serta

merta membuat pengurus yayasan untuk menyerah dalam mengembangkan

yayasan dari segi pendanaan.

5 Ade Ismail, “Kiprah Yayasan Raudlatul Makhfufin dalam Mensyiarkan Islam di

Kalangan Tunanetra di Jakarta 1983-2005, h. 86

Page 47: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

37

Susunan pengurus Yayasan Raudlatul Makhfufin

Dewan Pendiri : Halim Sholeh

: Joni Watimena

Dewan Pembina : dr. Okiniwati Hattaradjasa

Ketua : Nur Kholiq, SQ

Sekretaris : Zainal Abidin

Bendahara Umum : Ngatijo

Bendahara I : Ilma Hasanah, S.Ag

Kesejahteraan Umat : Abbas Sukardi, BA

Abdul Wahab

Pendidikan dan Dakwah : Ahmad Muzakir

Muhyi Khairuddin, SQ

Sapto Wibowo, S.Sos

Page 48: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

38

BAB IV

AGEN SOSIOALISASI DAN NILAI-NILAI KEAGAMAAN

PENYANDANG TUNANETRA DEWASA

A. Agen Sosialisasi dan Pengetahuan Agama Penyandang Tunanetra

Dewasa

Dalam bab sebelumnya telah penulis jelaskan mengenai agen-agen

sosialisasi yang terdiri dari keluarga, teman sebaya, dunia pendidikan dan media

massa. Dalam bab ini, penulis berusaha untuk menggali lebih dalam bagaimana

pengetahuan keagamaan para penyandang tunanetra usia dewasa.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan, penulis

mendapatkan bahwa peran keluarga dalam memberikan pengetahuan keagamaan

kepada para penyandang tunanetra usia dewasa dirasakan oleh sebagian para

informan hanya saat mereka masih usia anak-anak. Setelah usia itu, para

informan mengaku bahwa mereka kurang mendapat pengetahuan keagamaan dari

keluarga. Seperti yang diungkapkan oleh informan EM berikut:

“Kalau saya pribadi, merasa bahwa pengetahuan keagamaan yang saya dapat dari orang tua itu, itu hanya saat saya masih kecil. Sedangkan saat saya mengalami tunanetra, kedua orang tua saya sudah meninggal. Hal ini membuat pengetahuan keagamaan yang saya dapat lebih banyak berasal dari media massa”1

Hal senada juga diungkapkan oleh informan AS. Menurutnya,

pengetahuan keagamaan yang ia peroleh lebih banyak berasal dari media massa,

terutama media elektronik yang diwakili radio. Sedangkan dari keluarga, menurut

informan AS tidak banyak memberikan pengetahuan keagamaan. Meskipun

1 Wawancara pribadi dengan informan EM, Tangerang Selatan tanggal 14 April 2010

Page 49: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

39

informan AS masih dekat dengan keluarga, tapi masalah pengetahuan keagamaan

ia jarang mendapatkannya dari keluarga. Sebagaimana yang diungkapkan oleh

informan AS:

“Kalau saya pribadi merasakan bahwa pengetahuan keagamaan lebih banyak saya peroleh dari radio. Dulu waktu sebelum menjadi tunanetra saya memang sempat mengaji, biasalah orang Betawi tempatnya di musholla. Tapi setelah beranjak dewasa, dan saya mengalami ketunanetraan, saya lebih banyak mendengarkan ceraman-ceramah keagamaan dari para ustadz maupun mubaligh yang berasal dari radio.”2 Saat penulis menanyakan lebih jauh sumber pengetahuan keagamaan yang

diperoleh informan AS, ia menjawab bahwa sesekali ia mendengarkan ceramah

yang berasal dari televisi. Ia mencontohkan bahwa ia sering mendengarkan

ceramah tentang kajian tafsir yang disampaikan oleh M. Quraish Shihab di Metro

TV saat bulan puasa. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh informan AS:

“Kalau ditanya selain radio, dari mana saya mendapatkan pengetahuan keagamaan, saya bisa mengatakan bahwa hal tersebut saya dapatkan dari televisi. Kan waktu bulan puasa di Metro TV ada ceramah tentang kajian tafsir. Kalau nggak salah disampaikan oleh M. Quraish Shihab. Menurut saya itu acara yang bagus sekali.”3 Pendapat yang berbeda disampaikan oleh informan ARK. Ia mengaku

bahwa ia banyak mendapat pengetahuan keagamaan dari keluarga, terutama

orang tua. Menurut pernyataan yang disampaikan oleh informan ARK, ia sering

memperoleh pengetahuan keagamaan tersebut dari orang tua karena pada saat

kuliah ia tinggal dengan orang tua. Setelah mengelami ketunanetraan pun

informan ARK mengaku masih mendapatkan pengetahuan keagamaan dari orang

tua. Sebagaimana yang disampaikan kepada penulis:

“Waktu kuliah kebetulan saya tidak indekos, saya tinggal dengan orang tua. Hal ini membawa pengaruh yang baik buat saya, karena tinggal

2 Wawancara pribadi dengan informan AS, Tangerang Kota, tanggal 19 April 2010 3 Wawancara pribadi dengan informan AS, Tangerang Kota, tanggal 19 April 2010

Page 50: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

40

dengan orang tua, saya banyak berbicara mengenai pengetahuan keagamaan dengan mereka. Mungkin berbeda kalau seandainya saya tidak tinggal dengan orang tua, tapi indekos di sekitar kampus.”4 Senada dengan apa yang disampaikan oleh informan ARK, informan NS

pun mengaku bahwa pengetahuan agama banyak ia peroleh dari keluarga.

Menurut pengakuannya, keluarga informan NS berasal dari keluarga yang Islami,

bahkan kakek informan NS adalah ketua NU (Nahdlatul Ulama) tingkat

Kecamatan, yang sering memberinya nasihat untuk tidak melupakan shalat.

Seperti yang diungkapkan oleh informan NS:

“Pengetahuan keagamaan banyak saya peroleh dari keluarga. Maklum saja, keluarga saya termasuk keluarga islamis, bahkan kakek saya adalah ketua NU tingkat kecamatan, yang sering menasehati saya untuk tidak melupakan shalat.”5 Saat penulis menanyakan lebih jauh tentang peran teman sebaya informan

NS dalam memberikan pengetahuan keagamaan maupun nasihat-nasihat

keagamaan, informan NS mengaku bahwa dirinya memang lebih cocok untuk

mendengarkannya dari teman sebaya dibandingkan dengan nasihat yang berasal

dari keluarga. Hal ini menurut informan NS dikarenakan terlalu seringnya

anggota keluarga memberikan nasihat maupun pengetahuan keagamaan. Seperti

yang diungkapkan informan NS kepada penulis:

“Kalau ditanya tentang mana yang lebih cocok dalam memberikan nasihat maupun pengetahuan keagamaan, saya merasa teman sebayalah yang lebih cocok. Kan tau sendiri, kita terlalu sering mendengarkan nasihat dan pengetahuan keagamaan pihak keluarga. Jadi kalau ada teman sebaya yang memberikan nasihat atau pengetahuan tersebut, perasaan lebih cepat diserap aja.”6 Namun demikian, berdasarkan pengakuan informan NS, tetap saja

4 Wawancara pribadi dengan informan ARK, Yayaan Mitra Netra Lebak Bulus, tanggal 28

Desember 2009 5 Wawancara pribadi dengan informan NS, Tangerang Selatan, tanggal 15 April 2010 6 Wawancara pribadi dengan informan NS, Tangerang Selatan, tanggal 15 April 2010

Page 51: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

41

keluarga memiliki peran dalam memberikan nasihat keagamaan maupun

pengetahuan keagamaan kepada dirinya.

Adapun frekuensi keikutsertaan para informan mengikuti pengajian yang

diselenggarakan di majlis-majlis taklim, mereka mengaku bahwa keinginan

mereka untuk hadir dalam pengajian tersebut terkendala dengan kondisi fisik

mereka yang belum stabil. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh informan ARK,

yang mengaku bahwa tumor otak yang dideritanya sering kali membuat kondisi

tubuhnya labil, sehingga ia mengurungkan niatya untuk mengikuti pengajian di

majlis taklim. Sebagaimana yang diungkapkan oleh informan ARK kepada

penulis:

“Sebenarnya, saya ingin mengikuti pengajian yang diadakan di majlis-majlis taklim. Tapi berhubung kondisi badan saya yang belum stabil, saya tidak bisa melakukannya. Kalau lagi badan ngedrop, saya kehilangan keseimbangan, sehingga untuk jalan pun sempoyongan. Kalau udah begitu, paling saya tiduran aja.”7 Kemudian penulis menanyakan tentang bagaimana keberadaan komunitas

tunanetra dalam menambah pengetahuan keagamaan para informan. Dari hasil

wawancara, penulis memperoleh informasi, bahwa komunitas tunanetra yang

berbentuk yayasan banyak memberikan peningkatan pemahaman keagamaan bagi

para informan. Beberapa informan menyatakan bahwa keberadaan komunitas

tersebut sangat membantu mereka dalam menambah pengetahuan keagamaan.

Seperti yang diutarakan oleh informan AS, informan EM, dan informan ARK

yang mengaku bahwa keberadaan yayasan Raudlatul Mahfufin sangat membantu

dalam peningkatan pemahaman keagamaan mereka.

Informan AS menyatakan bahwa dengan berkumpul di Raudlatul

7 Wawancara pribadi dengan informan ARK, Yayasan Mitra Netra Lebak

Bulus, tanggal 28 Desember 2009

Page 52: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

42

Mahfufin, ia banyak mendapatkan pengetahuan yang berkenaan dengan baca tulis

al-Qur’an braille, dan pemahaman keagamaan lainnya. Seperti yang diungkapkan

oleh informan AS:

“Sejak saya aktif di pengajian yang diadakan di Raudlatul Mahfufin, saya mendapat banyak pengetahuan keagamaan di sana. Salah satunya adalah baca tulis al-Qur’an braille. Selain juga saya banyak belajar tentang pemahaman keagamaan yang lain seperti fiki, tafsir, dan lain sebagainya.”8 Senada dengan informan AS, informan EM juga mengaku bahwa dengan

berada di komunitas tunanetra, yaitu di Yayasan Raudlatul Mahfufin, di mana

awal-awal informan EM mengalami ketunanetraan, ia tinggal di asrama dan

mendapatkan banyak pengetahuan keagamaan di sana. Seperti yang diungkapkan

oleh informan EM kepada penulis:

“Dulu awal-awal saya mengalami ketunanetraan, saya tinggal di asrama Yayasan Raudlatul Mahfufin. Di sana saya diajarkan pengetahuan keagamaan yang berlangsung pada malam hari. Dari situ saya merasa pengetahuan keagamaan saya semakin meningkat.”9 Selain di Yayasan Raudlatul Makhfufin, informan EM juga aktif di

yayasan Khazanah Kebajikan. Di yayasan ini, informan EM sering mengikuti

pelaksanaan shalat sunnah malam dan kajian al-Qur’an. Seperti yang

diungkapkan informan EM kepada penulis, “Selain itu saya juga aktif di Yayasan

Khazanah Kebajikan. Di yayasan ini, saya sering ikut shalat malam berjamaah,

dan kajian al-Qur’an.”10

Dari pernyataan-pernyataan yang disampaikan oleh para informan kepada

penulis, dapat diambil kesimpulan bahwa peran agen-agen sosialisasi dalam

memberikan nasihat keagamaan maupun pengetahuan keagamaan dirasakan

8 Wawancara pribadi dengan informan AS, Tangerang Kota, tanggal 19 April 2010. 9 Wawancara pribadi dengan informan EM, Tangerang Selatan, tanggal 14 April 2010 10 Wawancara pribadi dengan informan EM, Tangerang Selatan, tanggal 14 April 2010

Page 53: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

43

sangat besar oleh para informan. Mereka umumnya mengakui bahwa peran

keluarga, teman sebaya, maupun media massa, terutama media elektronik yang

berbentuk radio, memiliki peran dalam meningkatkan pengetahuan keagamaan

mereka.

Secara teoritis bisa dijelaskan bahwa di antara agen sosialisasi yang ada,

lembaga pendidikan dan keluargalah yang yang paling berperan dalam

membentuk perilaku keagamaan. Dalam konteks penelitian ini, diskusi dan

peran-peran keagamaan itu terwujud dalam kajian al-Qur’an dan shalat

berjamaah yang dilakukan di Yayasan Raudlatul Makhfufin. Di Yayasan ini

berlangsung berbagai kajian keagamaan, antara lain: baca tulis al-Qur’an Braille,

tafsir, fikih, sejarah Islam dan tauhid. Selain lembaga pendidikan, agen sosialisasi

lain yang mempengaruhi keberagamaan penyandang tunanetra usia dewasa

adalah keluarga, terutama orang tua. Pengaruh orang tua meskipun ada, tapi tidak

serta merta diterima sebagai bentuk pemberontakan seorang dewasa yang sedang

mencari jati diri terhadap peran dominan orang tua. Adapun peran media massa

masih dianggap sebagai media hiburan, meskipun tidak bisa dipungkiri media

massa menjadi salah satu pilihan untuk mendapatkan pengetahuan keagamaan.

B. Praktek Keagamaan Penyandang Tunanetra Dewasa

Berkenaan dengan praktik keagamaan para penyandang tunanetra dewasa,

dari hasil wawancara penulis dengan para informan dapat dideskripsikan

pernyataan-pernyataan yang disampaikan oleh para informan mengenai praktik

keagamaan mereka. Dalam sub bab ini penulis lebih memfokuskan pembahasan

praktik keagamaan setelah para informan mengalami ketunanetraan.

Page 54: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

44

Sebagian besar informan mengaku bahwa setelah mengalami

ketunanetraan, mereka mengalami masalah dalam hal penyesuaian diri dengan

lingkungan sekitar. Demikian halnya dengan praktik keagamaan. Salah seorang

informan, yaitu informan EM mengaku bahwa setelah dirinya mengalami

ketunanetraan ia jarang ke masjid atau mushalla dibandingkan saat ia masih

belum mengalami ketunanetraan. Namun demikian, bukan berarti informan EM

tidak ingin melaksanakan shalat lima waktu di masjid atau mushalla, ia hanya

tidak ingin menyusahkan orang lain. Sebagaimana yang disampaikan oleh

informan EM kepada penulis:

“Setelah saya mengalami ketunanetraan total, saya sudah jarang melaksanakan shalat lima waktu di mushalla maupun di masjid. Paling-paling saya pergi ke masjid pada saat shalat Jum’at. Dalam hati sih pengen juga setiap shalat lima waktu dilaksanakan di mushalla atau masjid, namun saya tidak ingin menyusahkan orang lain.”11 Dengan kondisinya tersebut, informan EM mengaku bahwa ia lebih sering

melaksanakan ibadah shalat lima waktu di rumah. Sedangkan mengenai ibadah-

ibadah lain, seperti pelaksanaan ibadah shalat sunnah, maupun puasa sunnah dan

membaca al-Qur’an, informan EM mengaku bahwa setelah ia mengalami

ketunanetraan, ibadah yang mengharuskan untuk melihat seperti membaca al-

Qur’an menjadi berkurang. Sebagai gantinya, informan EM membaca surat-surat

pendek yang ia hafal sewaktu masih belum mengalami ketunanetraan.

Sebagaimana yang disampaikan oleh informan EM kepada penulis:

“Masalah ibadah sehari-hari, khususnya ibadah sunnah, saya merasakan ada perbedaan setelah saya mengalami tunanetra. Saya sudah mulai melaksanakan shalat sunnah dhuha, puasa senin kamis, dan menghafal surat-surat pendek yang dulu pernah saya hafal sebelum menjadi tunanetra. Kalau harus membaca al-Qur’an dengan huruf Braille saya

11 Wawancara pribadi dengan informan EM, Tangerang Selatan tanggal 14 April 2010

Page 55: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

45

masih merasa kurang.”12 Adapun informan NS menyatakan bahwa dirinya merasa lebih rajin dalam

menjalankan praktik keagamaan setelah mengalami ketunanetraan. Informan NS

mengaku bahwa dirinya memang tidak terlalu sering bertemu dengan ustadz.

Tapi ustadz tersebut memberikannya amalan untuk dipraktikkan, sehingga

informan NS merasa lebih dekat dengan Allah, dan ibadahnya semakin

meningkat. Ia mengaku bahwa peningkatan tersebut tidak hanya terasa pada

dirinya, tapi juga keluarga maupun orang di sekitarnya. Seperti yang diungkapkan

informan NS kepada penulis:

“Setelah mengalami ketunanetraan, dari sisi ibadah saya merasakan ada peningkatan. Meskipun saya tidak terlalu sering bertemu dengan ustadz, tapi dari ustadz tersebut saya mendapatkan amalan yang dianjurkan untuk dilaksanakan. Dengan pengamalan tersebut, saya merasa lebih dekat kepada Allah, dan ibadah saya lebih meningkat. Peningkatan ibadah saya tidak hanya terasa pada diri saya, tapi juga keluarga dan orang yang ada di sekitar saya.”13 Saat penulis menanyakan lebih jauh bentuk peningkatan ibadah yang

dialami oleh informan NS, ia mengaku, jika waktu masih awas dirinya

melaksanakan shalat lima waktu kadang-kadang dan suka menunda-nunda,

setelah mengalami ketunanetraan ia tidak lagi melakukan hal tersebut. Bahkan ia

berharap dapat melaksanakan shalat lima waktu lebih awal lagi. Bahkan informan

NS mengaku kalau dirinya sudah mulai melakukan shalat sunnah seperti shalat

tahajjud, kemudian berpuasa sunnah berupa Puasa Senin Kamis. Ia merasa bahwa

semakin banyak ia beribadah, ia merasa lebih tenang. Ketunanetraan yang ia

alami yang menurut sebagian orang adalah musibah atau cobaan, ia merasakan

hal tersebut sebagai nikmat dan rizki baginya. Sehingga apa yang ia rasakan itu

12 Wawancara pribadi dengan informan EM, Tangerang Selatan tanggal 14 April 2010 13 Wawancara pribadi dengan informan NS, Tangerang Selatan, tanggal 17 April 2010

Page 56: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

46

menjadi motivasi bagi orang lain. Seperti yang diungkapkannya:

“Alhamdulillah saya merasakan peningkatan dalam praktik keagamaan saya. Kalau dulu saya suka bolong-bolong dan menunda-nunda dalam melaksanakan shalat lima waktu, sekarang sudah tidak lagi. Bahkan saya ingin melaksanakannya lebih awal, sehingga pahalanya lebih banyak. Selain itu juga saya mulai melakanakan shalat sunnah sepreti shalat tahajjud, dan melaksanakan puasa sunnah seperti puasa senin kamis. Saya merasa semakin banyak saya beribadah, saya lebih tenang. Kalau orang bilang bahwa ketunanetraan saya ini adalah musiban dan ujian, justru saya merasakan ini adalah nikmat dan rizki dari Allah SWT. Dengan begitu, semoga saja apa yang terjadi dengan diri saya menjadi motivasi bagi orang lain.”14 Hal yang hampir sama disampaikan oleh informan AS. Ia mengaku bahwa

dirinya mengalami peningkatan dalam praktik keagamaan, seperti melaksanakan

shalat sunnah sebelum tidur, melaksanakan shalat dhuha, namun ia mengaku

masih berat untuk melaksanakan puasa sunnah. Sedangkan shalat lima waktu

informan AS mengaku tidak pernah melewatkannya. Sedangkan pelaksanaan

shalat malam, informan AS mengaku masih berat, karena masih suka bergadang.

Seperti yang diungkapkan informan AS kepada penulis:

“Alhamdulillah, yang saya rasakan ada peningkatan dalam menjalankan ibadah. Seperti saya sudah mulai terbiasa untuk melaksanakan shalat sunnah sebelum tidur, shalat dhuha juga. Tapi kalau untuk melaksanakan puasa sunnah, saya masih merasa berat, karena belum kuat menahan lapar dan rokok. Kalau shalat lima waktu sih, alhamdulillah tidak pernah kelewatan. Cuma untuk shalat malam, saya masih merasa berat, karena sampai saat ini saya masih suka begadang.”15 Dari hasil wawancara yang penulis lakukan terhadap para informan, dapat

diambil kesimpulan bahwa hampir seluruh informan mengaku mereka mengalami

peningkatan dalam hal praktik keagamaan. Peningkatan tersebut meliputi

peningkatan dalam melaksanakan ibadah wajib seperti shalat lima waktu, yang

sebelumnya sering bolong-bolong atau menunda-nunda, setelah para informan

14 Wawancara pribadi dengan informan NS, Tangerang Selatan, tanggal 17 April 2010 15 Wawancara pribadi dengan informan AS, Tangerang Kota, tanggal 19 April 2010

Page 57: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

47

mengalami ketunanetraan, mereka mengaku bahwa hal tersebut tidak terjadi lagi.

Selain itu para informan juga mengalami peningkatan dalam ibadah sunnah,

seperti pelaksanaan shalat-shalat sunnah, dan puasa-puasa sunnah.

Secara teoritis, fenomena praktek keagamaan kalangan tunanetra dewasa

ini bisa dijelaskan dalam dimensi keyakinan dan praktek keagamaan sebagaimana

kategorisasi yang dibuat oleh Stark dan Glock. Menurut keduanya, orang

beragama akan berpegang teguh pada teologi yang diyakini oleh mereka dan

berusaha menunjukkan komitmen pada keyakinan teologi mereka melalui

praktek-praktek ritual. Dalam konteks penelitia ini ditemukan bahwa kalangan

tunanetra dewasa tetap berpegang teguh pada keyakinan ke-Islaman mereka. Hal

ini mereka tunjukkan dengan komitmen mereka untuk melaksanakan shalat dan

puasa. Meski variasi praktek keagamaan mereka beragam, dalam arti ada yang

mengerjakan ibadah wajib dan ada juga yang mampu melaksanakan ibadah

sunnah, tapi sesungguhnya semua itu ingin menunjukkan bahwa mereka adalah

orang beragama dan menjaga hubungan dengan Sang Maha Pencipta di tengah-

tengah kondisi mereka yang mengalami keterbatasan dalam melihat secara fisik.

C. Harapan Hidup Penyandang Tunanetra Dewasa sebagai Hasil dari

Pengetahuan dan Praktik Keagamaan Mereka

Peralihan dari satu kondisi ke kondisi yang lain membutuhkan

penyesuaian yang tidak sebentar. Demikian juga yang dialami oleh para informan

dalam penelitian yaitu mereka yang mengalami ketunanetraan di usia dewasa.

Dari hasil wawancara yang penulis lakukan, umumnya para informan saat

pertama kali mengalami ketunanetraan total, mereka mengaku butuh waktu untuk

Page 58: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

48

menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada.

Para penyandang tunanetra usia dewasa mengaku bahwa mereka

merasakan shock saat divonis oleh dokter bahwa penglihatan mereka tidak akan

berfungsi kembali. Hal ini seperti yang dialami oleh informan ARK. Berbagai

usaha telah dilakukan informan ARK untuk dapat memulihkan kembali fungsi

penglihatannya dengan pergi ke dokter beberapa kali. Namun setelah berusaha

semaksimal mungkin, akhirnya informan ARK mengaku pasrah dan menerima

keadaannya ini. seperti yang diungkapkan informan ARK tentang penyebab

ketunanetraannya kepada penulis:

“awal mula ketunanetraan saya saat kerja praktek, lokasinya panas, di kawasan industri, yang berdebu banyak. Di sana mulai terasa seperti hilang keseimbangan, pusing, mual. Wah ini kecapean, pikir saya. Ini akumulasi, ditambah adik saya kena cacar. Saya belum pernah kena cacar, saya terkena penyakit cacar tertular oleh adik. Saya pikir cacar saja. Beberapa hari kemudian cacar saya sembuh namun mual tidak hilang, saya pikir jangan-jangan efek dari kawasan industri. Saya ke dokter, di vonis tumor otak, ada gumpalan di otak. Saya masuk rumah sakit tidak sadar, langsung dioperasi. Operasi pertama di RSCM, pemakaian selang. Treatmen awal memang seperti itu. Dari kepala sampai ke bawah perut, untuk mengalirkan cairan yang kumpul di otak.16 Para informan umumnya telah melakukan berbagai usaha untuk

memulihkan penglihatan mereka dengan menempuh pengobatan, baik melalui

dokter maupun pengobatan alternatif. Hal ini dilakukan oleh para informan,

dengan harapan bahwa penglihatan mereka akan segera pulih kembali. Seperti

yang dilakukan oleh informan NS. Informan NS mengaku bahwa kalau untuk

pergi ke dokter medis, ia sudah mulai bosan karena begitu seringnya dan tidak

ada kemajuan yang berarti. Informan NS merasa bahwa di dokter medis ia seperti

kelinci percobaan, yang oleh para dokter dijadikan bahan praktik. Sepeti yang

16 Wawancara pribadi dengan informan ARK, Yayasan Mitra Netra Lebak Bulus, tanggal

28 Desember 2009

Page 59: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

49

diungkapkan oleh informan NS kepada penulis:

“Saya sudah melakukan berbagai usaha untuk menyembuhkan penglihatan saya. Kalau ditanya pernahkah saya berobat ke dokter, saya malah merasa bahwa pergi ke dokter sudah mulai bosan. Saya check rutin di RSCM (Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo) hampir setengah tahun lamanya. Tapi di rumah sakit tersebut saya merasa seperti kelinci percobaan. Bayangin saja, umumnya kan satu dokter menangani satu pasien, ini tidak. Saya ditangani oleh beberapa dokter, jadi kayak bahan praktik aja.”17 Setelah merasa dijadikan bahan praktik, akhirnya informan NS

memutuskan untuk berusaha mengembalikan penglihatannya dengan pergi ke

pengobatan alternatif. Tapi pendapat orang-orang tersebut hampir sama, bahwa

penglihatannya tidak bisa dikembalikan seperti semula, mereka hanya berusaha

untuk mencegah agar penglihatan informan NS tidak bertambah buruk. Seperti

yang disampaikan oleh informan NS:

“Saya masih ingat, sekitar tahun 2003 saya mulai bangkit. Saya pergi ke balai pengobatan mata, tempat-tempat penyembuhan yang sekiranya bisa mengembalikan penglihatan saya. Mereka pendapatnya sama, bahwa kesempatan mata saya sembuh nihil, bahkan untuk dioperasipun tidak bisa. Kesempatan yang ada hanya menahan agar mata saya tidak bertambah buruk. Tapi nyatanya penglihatan saya semakin lama semakin buruk. Lalu saya beralih ke pengobatan alternatif. Cuma ya itu, hasilnya tidak jauh beda, makin buruk.”18 Sedangkan informan NS mengaku bahwa bahwa saat dirinya mengalami

ketunanetraan, ia merasa bingung. Informan NS merasa bahwa ilmunya tidak

akan berguna sama sekali, tidak ada pegangan untuk masa depannya kelak. Hal

ini ditambah dengan kenyataan bahwa informan NS adalah penyandang tunanetra

di keluarganya. Namun ia mengaku mendapat motivasi saat menyaksikan di TV

semasa penglihatannya belum mengalami buta total, tentang seorang anak kecil

yang mengalami tunanetra sejak lahir, bisa berumah tangga, berkeluarga secara

17 Wawancara pribadi dengan informan NS, Tangerang Selatan tanggal 17 April 2010 18 Wawancara pribadi dengan informan NS, Tangerang Selatan tanggal 17 April 2010

Page 60: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

50

normal dan mencukupi kebutuhan keluarganya. Seperti yang diungkapkan

informan NS kepada penulis:

“Saat pertama kali mengalami ketunanetraan, saya merasa bingung sekali. Saya merasa bahwa ilmu yang saya punyai tidak akan berguna sama sekali, sehingga saya tidak punya pegangan untuk menatap masa depan. Namun pada saat saya masih memiliki penglihatan yang sudah mulai menurun, pada tahun 2003 saya melihat di TV ada seorang anak kecil yang menderita tunanetra sejak lahir, bisa berumah tangga dengan normal, bisa mencukupi kebutuhannya, bekerja dengan layak. Dari situlah saya termotivasi untuk bisa belajar menambah keterampilan untuk menghadapi masa depan.”19 Proses peralihan para informan yang mengalami ketunanetraan di usia

dewasa, sangat mengguncang perasaa mereka. Namun sebagian ada yang merasa

bahwa hal tersebut seakan-akan sudah menjadi takdirnya, karena proses yang

dialami oleh salah seorang informan berlangsung perlahan-lahan. Hal ini

membuat perasaan informan tidak terlalu kaget dan tidak terlalu berat, bahkan

informan tersebut masih bisa menyangkal kalau sebenarnya dirinya adalah

seorang tunanetra. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh informan EM kepada

penulis:

“Ketika saya mengalami ketunanetraan total, saya merasa bahwa hal tersebut tidak membuat saya begitu kaget. Karena saya mengalami ketunanetraan total itu secara bertahap, tidak langsung terjadi begitu saja. Hal ini lah yang membuat saya merasa bahwa beban tersebut tidak terlalu berat meskipun saya kecewa juga. Terkadang terbersit pertanyaan, kenapa kok saya bisa begini. Bahkan saya waktu itu masih menentang kalau saya ini orang buta.”20 Berbeda dengan apa yang dialami oleh informan EM yang mengaku

bahwa dirinya tidak terlalu kaget dengan ketunanetraan total yang dialaminya,

informan AS mengaku dirinya sangat kaget. Bahkan ia merasa sangat bingung,

sehingga untuk keluar rumah saja informan AS merasa takut. Seperti yang

19 Wawancara pribadi dengan informan NS, Tangerang Selatan tanggal 17 April 2010 20 Wawancara pribadi dengan informan EM, Tangerang Selatan tanggal 14 April 2010

Page 61: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

51

diungkapkan oleh informan AS kepada penulis:

“Saat saya mengalami kebutaan total, saya merasa bingung sekali. Bahkan untuk keluar rumah saja saya masih takut banget.”21 Hal yang sedikit berbeda dinyatakan oleh informan ARK. Ia berpendapat

bahwa peralihan kondisi awas ke kondisi buta menurutnya berlangsung lucu.

Menurutnya keadaan terang kemudian berubah menjai gelap, membuatnya aneh

dan bingung. Ia merasa bahwa ia tidak terbiasa dengan kegelapan. Yang menurut

informan ARK lucu adalah, bahwa saat ia membuka mata, namun tetap saja tidak

ada cahaya. Saat ia memegang sesuatu, ia bisa merasakan teksturnya tapi tidak

bisa melihat benda tersebut. Seperti yang dituturkan kepada penulis:

“Perasaan saya setelah saya mendapat vonis buta total dari dokter adalah menurut saya agak lucu. Peralihan keadaan terang ke keadaan gelap, membuat saya merasa aneh, bingung dan takut. Saya tidak biasa dengan gelap. Tapi ada satu hal yang membuat saya merasa bahwa hal ini lucu adalah, saat saya membuka mata, tetapi tetap saja tidak ada cahaya yang masuk. Kemudian saat saya memegang sesuatu, saya bisa merasakan teksturnya tapi saya tidak bisa melihatnya.”22 Dari beberapa pernyataan yang disampaikan oleh para informan, mereka

mengaku bahwa sebagian dari mereka ada yang sudah merasa siap untuk

menghadapi ketunanetraan total, karena proses tersebut sudah berlangsung cukup

lama. Namun ada juga beberapa informan yang mengaku sangat bingung dengan

kondisi baru mereka, sehingga mereka membutuhkan waktu yang lama untuk

menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada.

Berkenaan dengan kondisi baru yang dialami oleh para informan

penyandang tunanetra usia dewasa, mereka mengaku bahwa harapan mereka

untuk hidup tetap ada dan terus mereka jaga. Seperti yang disampaikan oleh

21 Wawacara pribadi dengan informan AS, Tangerang Selatan tanggal 19 April 2010 22 Wawancara pribadi dengan informan ARK, Yayasan Mitra Netra Lebak Bulus tanggal 28

Desember 2009

Page 62: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

52

informan AS, ia mengaku bahwa ia yakin kepada Tuhan, bahwa dirinya pasti

akan dikuatkan. Allah sudah pasti telah menyiapkan segala kebutuhan sesuai

dengan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang dengan kondisi baru mereka.

Informan AS mengakui bahwa untuk masalah pergaulan dirinya merasa kurang,

hal ini dikarenakan perubahan yang terjadi pada dirinya. Seperti yang

diungkapkan oleh informan AS kepada penulis:

“Kalau ditanyakan kepada saya bagaimana dengan masa depan saya setelah mengalami ketunanetraan total, saya yakin sama Tuhan, bahwa saya pasti akan diberi kekuatan untuk menjalani masa depan saya tersebut. Saya yakin Allah sudah menyiapkan segala kebutuhan sesuai dengan kemampuan kita. Memang saya mengaku bahwa untuk urusan pergaulan saya kurang, tapi tidak mengapa. Wajar kan, kalau dulu saya masih awas ya enak aja bergaulnya, berbeda ketika saya sudah mengalami ketunanetraan.”23 Kemudian penulis mengarahkan pertanyaan kepada bagaimana harapan

hidup para informan setelah mereka mengalami peningkatan dalam pengetahun

keagamaan dan praktik keagamaan mereka. Di antara informan ada yang

memberikan jawaban, bahwa setelah ia mengalami perubahan dengan menjadi

tunanetra total, ia tetap memiliki semangat untuk terus melanjutkan hidup dengan

berbekal ilmu pengetahuan yang mereka peroleh baik sewaktu belum mengalami

ketunanetraan maupun sesudah mengalami ketunanetraan. Hal ini seperti yang

diungkapkan oleh informan EM, di mana dirinya mengaku bahwa ia masih

memiliki semangat untuk terus melanjutkan hidup. Praktik keagamaan yang

dirasakan oleh informan EM, memberikan harapan baginya bahwa Allah SWT

akan memberikan jalan yang terbaik bagi kelangsungan hidupnya. Seperti yang

disampaikan oleh informan EM kepada penulis:

“Jujur saya, kalau masalah semangat hidup, saya merasakan hal tersebut

23 Wawacara pribadi dengan informan AS, Tangerang Selatan tanggal 19 April 2010

Page 63: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

53

masih ada dalam diri saya. Saya yakin bahwa Allah SWT memberikan jalan yang terbaik buat saya, walaupun saya harus kehilangan penglihatan saya. Dengan semakin meningkatnya praktik keagamaan, saya berharap semakin meningkat pula kualitas hidup saya di mata Allah SWT.”24 Sedangkan informan AS mengaku bahwa dirinya tidak memiliki

pegangan lagi selain berpegang pada Allah SWT. Ia mengaku dengan bertemu

sesama komunitas tunanetra, baik di Mahfufin maupun di Yayasan Mitra, ia

bertemu dengan orang-orang baik dan sering memberikan motivasi maupun

masukan yang baik bagi dirinya. Menurutnya, dengan berpegang teguh kepada

Allah, adalah cara untuk menjadi orang yang lebih kuat dalam menjalani

kehidupan ini. Seperti yang diungkapkan informan AS kepada penulis:

“Kalau ditanya apa yang diharapkan dari Allah, saya jawab bahwa kalau tidak berpegang kepada Allah, kepada siapa lagi kita akan berpegang. Saya juga merasa dengan menemukan komunitas tunanetra, baik di Mahfufin maupun di Yayasan Mitra Netra, saya mendapatkan teman-teman yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada saya untuk menjalani hidup dengan sebaik-baiknya. Saya bisa mengatakan, bahwa dengan berpegang teguh kepada Allah, kita akan menjadi orang yang kuat untuk tetap menjalani hidup di dunia ini.”25 Berdasarkan pernyataan yang disampaikan oleh para informan, dapat

disimpulkan bahwa para informan tetap memiliki harapan hidup yang lebih besar

setelah mereka mengalami peningkatan dalam pengetahuan keagamaan dan

praktik keagamaan. Para informan mengaku bahwa mereka juga ingin diri

mereka bermanfaat bagi orang lain.

Secara teoritis, temuan di atas sesuai dengan apa yang dikemukakan Stark

dan Glock bahwa pad adimensi pengalaman, orang yang beragama akan memiliki

harapan-harapan tertentu yang tidak lepas dari pengalamannya melaksanakan

perintah agama-Nya. Dalam konteks penelitian ini, pengalaman itu tergambar

24 Wawancara pribadi dengan informan EM, Tangerang Selatan, tanggal 14 April 2010 25 Wawancara pribadi dengan informan AS, Tangerang Kota, tanggal 19 April 2010

Page 64: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

54

pada upaya mereka untuk bangkit setelah mengalami shock karena kehilangan

indera penglihatan mereka. Upaya-upaya medis yang mereka lakukan pada

akhirnya berujung pada sikap pasrah dan tawakkal, berharap dengan berpegang

teguh kepada Allah memunculkan harapan hidup yang lebih positif dan menjalani

kehidupan ini dengan penuh ketabahan.

Page 65: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

55

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang penulis lakukan dapat disimpulkan bahwa peran

agen-agen sosialisasi dalam menanamkan nilai-nilai keagamaan kepada para

penyandang tunanetra usia dewasa sangat besar. Dari 4 (empat) agen sosialisasi

yaitu keluarga, teman bermain, sekolah, dan media massa, yang paling berperan

adalah lembaga pendidikan informal yang berbentuk Yayasan.

Peran lembaga pendidikan dirasakan sangat besar oleh para informan,

karena di dalam lembaga pendidikan tersebutlah para informan mengaku banyak

melakukan kajian-kajian atau diskusi-diskusi keagamaan.

Agen sosialisasi lainnya yang berperan dalam keberagamaan penyandang

tunanetra usia dewasa adalah keluarga. Hal ini dikarenakan setelah para informan

mengalami ketunanetraan, mereka lebih banyak menghabiskan waktu dengan

keluarga, sehingga pihak keluargalah yang sering memberikan nasihat atau

pengetahuan keagamaan kepada para informan.

Hasil dari analisa yang penulis lakukan, dengan adanya peningkatan

pengetahuan keagamaan yang mereka peroleh dari agen-agen sosialisasi, para

informan mengaku mereka mengalami peningkatan dalam hal praktik keagamaan.

Sedangkan nasihat yang diperoleh dari agen-agen sosialisasi membuat para

informan semakin positif dalam menatap masa depan dan yakin bahwa mereka

dapat menjalani hidup dengan sebaik-baiknya, tanpa merasa terhambat dengan

tiadanya penglihatan mereka.

Page 66: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

56

B. Saran

Adapun saran-saran yang dapat penulis berikan adalah sebagai berikut:

1. Kepada orang-orang tunanetra pada usia dewasa, hendaknya lebih

banyak bergaul dengan masyarakat yang tidak terbatas hanya pada

komunitas tunanetra. Hal ini mengingat bahwa para informan mengaku

minder saat harus bersosialisasi dengan masyarakat umum.

2. Adanya perhatian dari berbagai instansi pemerintah maupun organisasi

kemasyarakatan untuk lebih memperhatikan keberadaan para

penyandang tunanetra. Perhatian tersebut tidak harus berupa santunan

maupun pemberian bantuan, tapi lebih kepada pemberdayaan para

penyandang tunanetra agar dapat menjalani hidup dengan sebaik-

baiknya.

Page 67: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

57

DAFTAR PUSTAKA

Djamaluddin, Muhammad, Religiusitas dan Stress Kerja pada Polisi, Yogyakarta: UGM Press, 1995

Ilyas, Sidarta, Kedaruratan dalam Ilmu Penyakit Mata, Jakarta: Balai Penerbit

FKUI, 2000, Cet. Ke-2, Jilid 2 Kahmad, Dadang, Sosiologi Agama, Bandung:Remaja Rosda Karya,2000 Meleong, Lexy J., Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Rosda Karya, 1998 Pradopo, Sukini, Pendidikan Anak-anak Tunanetra, Bandung: CV MAsa, 1997,

Cet. Ke-1 Puspito, Hendro, Sosiologi Agama, Yogyakarta: Kanisius, 2000, Cet. Ke-16 Rakhmat, Jalaluddin, Metode Penelitian Komunikasi, Bandung: Remaja

Rosdakarya, 1999 Razak, Yusron (ed.), Sosiologi Suatu Pengantar; Tinjauan Pemikiran Sosiologi

Perspektif Islam, Ciputat: Laboratorium Sosiologi Agama, 2008, Cet. Ke-1 Robertson, Roland, Agama dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis, Jakarta: PT

Rajawali Press, 1988 Sarwono, Sarlito Wirawan, Pengantar Umum Psikologi, Jakarta: Bulan Bintang,

1996 Sekretariat Negara RI, Peraturan Pemerintah 36/1980 tentang Usaha

Kesejahteraan Sosial bagi Penderita Cacat, penjelasan Pasal demi Pasal Soekanto, Soerjono, Kamus Sosiologi, Jakarta: CV. Rajawali Press, 1993 Sullivan, Thomas J. dan Kenrick S. Thompson, Sosicology; Concepts, Issues and

Applications, New York: McMillan Publishing Company, 1986 Sunarto, Kamanto, Pengantar Sosiologi, Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI, 2004 Vredenberg, J., Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia,

1984 Widjadjatin, Anastasia dan Imanuel Hititew, Ortopedagogik Tunanetra Pertama,

Jakarta: Depdikbud, 1995

Page 68: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

58

Wawancara: Wawancara pribadi dengan informan AS, Tangerang Kota, tanggal 19 April 2010 Wawancara pribadi dengan informan ARK, Yayaan Mitra Netra Lebak Bulus,

tanggal 28 Desember 2009 Wawancara pribadi dengan informan EM, Tangerang Selatan, tanggal 14 April

2010 Wawancara pribadi dengan informan NS, Tangerang Selatan, tanggal 15 April

2010 Website: http://tangerangselatankota.go.id/compilation_pendidikan.php, diakses pada

tanggal 28 Maret 2010

Page 69: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

1. Menurut anda, apakah keluarga berperan dalam peningkatan pemahaman keagamaan

anda?

2. Bisa jelaskan lebih jauh bagaimana peran tersebut?

3. Bagaimana dengan teman-teman sebaya? Entah itu teman bermain, teman ngumpul,

maupun teman semasa kecil.

4. Apakah saat anda berada di sekitar teman semasa kuliah/sekolah mendapatkan

pengetahuan keagamaan?

5. Seandainya ya, bisa ceritakan bagaimana proses penyampaian tersebut?

6. Bagaimana dengan media massa? Adakah yang membuat anda semakin bertambah

dalam hal pengetahuan agama? Media massa seperti tv, radio, internet, Koran, dan lain

sebagainya

7. Di antara agen-agen social tersebut, manakah yang lebih dominan dalam menambah

wawasan keagamaan anda?

8. Bagaimana kehidupan keagamaan anda sehari-hari? Maksudnya setelah anda mengalami

ketunanetraan.

9. Apa yang membuat anda tetap semangat menjalani hidup?

10. Jika boleh tahu, adakah target dalam hidup anda? Bisa dijelaskan lebih jauh?

11. Saat anda sudah mengalami peningkatan dalam hal praktik keagamaan, apakah hal

tersebut menambah semangat anda dalam menjalani hidup?

Page 70: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

1  

HASIL WAWANCARA DENGAN PARA INFORMAN

NUR SHOLEH

PURBALINGGAI 14 JULI 1980

SD di SDN 15 Cengkareng Timur, masuk pertengahan 1986 lulu 1992-1993.

Masuk SMP N 248 Cengkareng lulus 1996, masuk SMK Pelayaran Riumata Jaya

Kalideres, lulus 1999.

Ketika di SMP atau SMK pernah aktif di organisasi?

Di SMK pernah. Kalau di sana Korps Taruna, semacam OSIS. Saya pernah jadi

danton komandan pleton. Waktu di pelayaran saya aktif di pramuka, ambalan.

Saya ngajar pramuka di SDN 230 kalau nggak salah.

Saat mau masuk SMK apa motifnya?

Saya alhamdulilah di teirma di sma terbaik, 33 Cengkareng. Karena dari orang tua

minta ke kejuruan aja karena langsung bisa kerja. Karen apertimbangan orang tua.

Dari brosur yang ktia dapat di pelayaran langsung bisa kerja. Akhirnya saya

masuk pelayaran.

Setelah lulus pelayaran ngapain?

Langsung kerja di laut. Tapi sebelumnya saya kerja di darat dulu selama 6

bulanan, di daerah pasar kemis, bagian enginering, mesin besar.

Bagian enginering di pasar kemis. Setelah itu saya berlayar saat terjadi kerusuhan

di ambon. Saat bersandar di manado, saya terkena imbasnya. Setiap orang yang

dari jawa dikeroyok, kemudian kami terlantar di sebuah masjid, dan pulang ke

tanjung priok. Sebagai jaminan, buku dokumen yang kami bawa. Setelah saya

pisah dari orang tua ternyata tidak baik. Sekitar tahun 2000.

Setelah itu kerja apa?

Page 71: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

2  

Saya punya keahlian teknisi computer, elektronik, saya kerja di perusahaan

elektronik di tangerang sebagai teknisi. Alhamdulillah, baru kerja 1-2 bulan, mata

saya mulai ada gejala. Setelah mengantar barang ke konsumen, tiba-tiba mata saya

buram.

Itu mulai terjadi penurunan penglihatan sejak kerja di situ tahun berapa?

Pulang dari kapal, sekitar 2001.

Proses menurunnya bagaimana?

Sebenarnya sebelum kejadian itu, selepas dari kapal, saya sudah kambuh-

kambuhan. Tiba-tiba gelap, lalu terang-terang. Ibu saya mulai ngelarang naik

motor. Ketika di elektronik tadi, ada teman yang maksa saya nganter barang pake

motor. Kalau saya naik motor, ngebut, tidak pakai kaca mata, lalu buram. Sejak

itu berangsung-angsur jadi tunanetra total.

Jadi bertahap proses kebutaannya? Pernahkah mencoba berobat ke dokter?

Kalau ke dokter medis, sudah lumayan bosan. Seperti di RSCM, sudah hamper

setengah tahun. Tapi di sana malah jadi kelinci percobaan. Biasanya satu dokter

menangani satu pasien. Tapi di sana banyak dokter menangani satu pasien.

Kapan itu?

Masih sekitar 2001-2002. Saya masih ingat 2003 saya mulai bangkit. Ke balai

pengobatan mata, macam-macam. Mereka pendapatnya sama, kesempatan

sembuhnya nihil, bahkan untuk dioperasi pun tidak bisa. Yang ada hanya bisa

menahan tidak tambah buruk. Tapi nyatanya lebih buruk. Lalu saya beralih ke

alternative. Tidak jauh beda, makin buruk.

Ketika berobat ke dokter medis, dokter mendiagnosa penyakit apa?

Saya termasuk kategori imunologi. Daya tahan tubuh saya, tidak bisa menerima

benda asing. Mungkin ada benda asing yang masuk ke dalam tubuh saya. Saat

ditanyakan benda apa itu, dokter tidak tahu.

Page 72: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

3  

Setelah mendapatkan penjelasan seperti itu, ada pikiran g kenapa bisa seperti

itu?

Dokter lebih mengarahkan ke kejadian ke masa lalu. Ketika SD saya pernah

dicakar sama kucing, mata sama muka kucing kurang lebih 2 cm, kucing lagi

emosi banget. Mungkin kemasukan bulu atau apa, lewat cakarannya. Kejadian

tersebut sudah lama sekali. Pikiran saya mungkin waktu di engineering saya

belum pernah pegang las, mesin gede, pakai pelindung berlipat-lipat, bisa mabok

las. Untuk pertama kali mata bakal bengkak, saya waktu itu dengan keyakinan

penuh, insyaallah tidak karena pake pelindung penuh. Saya ngotot pake las besar.

Setelah itu 3 hari tidak bisa merem amupun melek, bengkaknya besar sekali,

sarafnya tidak karuan. Minum obat sudah berkali-kali. Sudah dikompres pake

timun, tetap bengkak, tidak enak dibuat aktivitas. Tapi saya piker tidak mungkin,

karena dikaitkand engan masukan dari pendapat, tidak ke sana.

Akhirnya jadi tunanetra netal sejak tahun berapa?

Tahun 2005-2006. Saya sempat drop, kurang lebih tiga tahun. Dan sempet

kepikiran bunuh diri 3 kali. Tapi kemudian saya dapat hidayah, sekitar tahun 2003

saya mencoba untuk bangkit kembali, saya punya keinginan untuk memperdalam

agama.

Dari 2002-2005 penurunan jarak pandang, bisa diceritakan tidak?

Kadang-kadang kalau sedang apa gitu blank, tiba-tiba kembali bisa melihat.

Tadinya enam meter, tiba-tiba blank, kembali lagi jadi 5 meter. Setelah 5 meter,

syarafnya ketarik, blank lagi, pas dapat melihat lagi, jarak pandangnya jadi 3

meter. Kejadian tersebut berulang-ulang, hingga akhirnya total.

Waktu sering blank, buram, diiringi dengan sakit yang luar biasa pada mata,

bengkak, mata merah, setlah buta total tidak ada sakit lagi.

Saat 2003 ketika penglihatan menurun, sempat ada keinginan bunuh dan lain

sebagainya. Proses mendapatkan hidayahnya gimana?

Page 73: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

4  

Sejak pelayaran saya jauh dari agama, karena backgroun jelek. Dari situ, pertama

kali tuna netra saya bingung. Ilmu say atidak berguna saya sekali, dan saya blank,

pegangan buat masa depan apa. Ditambah orang tua, saya tunanetra pertama,

keluarga sangat khawatir. Jarak 5 meter pun diawasi banget. Saya merasa

terkekang, membuat saya buat apa hidup, tidak bisa apa-apa. Di tahun 2003, saya

lihat di TV anak kecil tunanetra dari lahir, bisa berumah tangga, berkeluarga

normal, awas, bisa mencari penghasilan, bisa bekerja layak, mulai dari situlah

saya termotivasi untukb isa belajar menambah keterampilan segala sesuatunya

untuk mengahdapi masa depan.

Untuk masalah agama, saya termotivasi, ketika bolak balik ke alternatif, saya lihat

di tv ada ustadz yang memang fokus, karena saya pencandu narkoba, saya insyaf

saat mau lulus pelajaran. Ustadz itu fokus ke rehabilitasi narkoba, saya ke sana,

dibentengi dengan ilmu agama yang luar biasa. Dari situlah saya termotivasi

untuk memperdalam ilmu agama, keinginan bunuh diri hilang. Saya lebih optimis

untuk menatap masa depan.

Kalau dari pihak keluarga, awal mengalami ketunanetraan ada yang

memberimotivasi untuk membangkitkan semangat hidup?

Dari keluarga mereka memotivasi, berdoalah sama Allah. Cuma dari diri saya

sendiri yang belum bisa membuka, karena kalau dinasehati orang tua itu dari

kecil, kesannya sudah makanan sehari-hari. Tapi ketika diberi nasehat orang lain,

benar-benar mengena, sampai sekarang teringat dan termotivasi dengan nasehat

dari ustadz tadi.

Kalau nasehat dari keluarga, apa yang masih diingat?

Keluarga mencoba untuk memberikan motivasi agar selalu tegar. Untuk masalah

peningkatan ibadah, belum ya. Keluarga saya dari islam yang lumayan, kakek

ketua PBNU tingkat kecamatan. Jangan lupa shalat dan nasehat yang biasa saja.

Kalau dari lingkungan, seperti tetangga, teman sekitar atau ngumpul ada tidak

yang memberikan motivasi keagamaan atau umum?

Page 74: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

5  

Dari luar keluarga, hampir sama. Mereka bilang, sabar saja, mudah-mudahan ini

cobaan sementara. Minta petunjuk saja sama Allah, hampir sama dengan

keluarga, untuk shalat tahajud, shalat hajat. Lebih banyak dari keluarga

sebenarnya.

Yang lebih mudah diterima, nasehat dari mana?

Dari keluarga, karena saya tahu latar belakagn keluarga saya, kakek saya kiai,

agamanya lebih.

Setelah mengalami ketunanetraan, dari sisi ibadah, ada peningkatan sebelumnya

atau gimana?

Meskipun saya ketemu ustadz tidak sering, tapi dari dia saya diberikan amalan,

saya semakin merasa dekat sama Allah, dan ibadah saya semakin meningkat.

Dulu hanya shalat ibadarnya senin kamis, semakin hari semakin baik. Amalan

yang diberikan benar benar terlihat, tidak hanay pada diri saya, baik keluarga

maupun orang di sekitar kita.

Ibadah apa yang dirasakan lebih rajin?

Shalat lima waktu, tadinya kadang-kadang suka nunda-nunda, sekarang insyaallah

tidaklah. Kalau bisa ke depan shalat lebih awal. Shalat sunnah yang dulunya tidak

dikerjakan, sekarang dikerjakan seperti shalat tahajud. Puasanya, senin kamis bisa

dilakukan. Makin banyak ibadah yang bisa saya lakukan, terasa semakin tenang.

Alhamdulillah, yang tadinya putus asa, sekarang berubah menjadi nikmat. Orang

bilang tenang ya dapat musibah, saya bilang ini bukan musibah, ini nikmat kok,

ini rizki saya. Kadang-kadang itu menjadi motivasi mereka.

Setelah tunanetra ada kecenderungan untuk menghadiri majlis taklim ga?

Keinginan ada, tapi suka bentrok. Saya pengen di mana ada majlis ilmu, saya

ingin datang. Setiap majlis ilmunya beda, walaupun materi sama, belum tentu

penjelasannya sama pula. Pasti dapat suatu ilmu yang baru. Tapi karena ada

aktivitas lain, atau kendala.

Frekuensinya sebelum dan sesudah tunanetra?

Page 75: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

6  

Ketika sesudah.. kalau dulu jujur jarang banget.

Dalam ibadah, untuk kecenderungan shalat lebih senang jamaah di masjid atau

mushalla atau sendiri di rumah?

Kalau masih baru-baru, lebih banyak di rumah. Kalau dulu 80% di rumah,

sekarang berkurang, banyak di luar ke masjid.

Page 76: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

7  

ABDUL RAHMAN KURNIAWAN

LAHIR DI JAKARTA 15 MARET 1983

Pendidikan formal gimana?

Tahun 1988 lulus SD, karena masuk SD 5 tahun.

Tinggal di daerah mana?

SD kelas 1 awal masuk di Jakarta, Gambir. Lalu pindah ke sini nerusin di sini. Di

sana Cuma 3 atau 6 bulan saya pindah ke sini.

Setelah lulus SD Pamulang Timur 2 melanjutkan ke mana?

Ke SMP, sekarang namanya SMP 1, dulu namanya SLTPN 2. Domisili di

Pamulang.

Ketika duduk di bangkus SMP, pernah menjadi pengurus organisasi g?

Tidak. Saya ikut, kelompok ilmiah remaja atau KIR. Kalau yang lain tidak.

Lulus tahun?

1997

Masuk SMU mana?

SMU 1 Ciputat. Di dekat PG 56, belakang stadiun.

Kemudian masuk ke universitas?

Angkatan 2000, saya paling mudah di ITI. Namanya FTT_TT ada penjurusan lagi

setelah semester 6. Kita dibagi dua, industry pertanian dan bioteknologi, saya

ngambil yang bioteknologi.

Berapa tahun kuliah?

2004 saya sakit, 7 semester.

Selama 3,5

Page 77: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

8  

Saya tergaung dalam HMTTIT, saya kabid 2 membawahi mental dan spiritual,

salah satu kegiatannya studi lingkungan. Rohani islam, keputrian, dan lain

sebagainya. Kalau di MPM, utusan dari tiap-tiap himpunan jurusan.

Sudah sampai skripsi belum?

Belum, lagi kerja praktek atau KKN di salah satu perusahaan swasta di pulo

gadung, perusahaan ban.

Kuliah berhenti karena sakit apa?

Saat kerja praktek, lokasinya panas, kawasan industry, debu banyak. Di sana

mulai terasa seperti hilang keseimbangan, pusing, mual. Wah ini kecapean. Ini

akumulasi, ditambah adik saya kena cacar. Saya belum pernah kena cacar, kena

pas adik. Saya piker cacar saja. Cacar sembuh mual tidak hilang, saya piker

jangan-jangan efek dari kawasan industry. Saya ke dokter, di vonis tumor otak,

ada gumpalan di otak. Saya masuk rumah sakit tidak sadar, langsung dioperasi.

Operasi pertama di RSCM, pemakaian selang. Treatmen awal memang seperti itu.

Dari kepala sampai ke bawah perut, untuk mengalirkan cairan yang kumpul di

otak.

Ketika itu belum ada tanda-tanda menjalar ke mata atau belum?

Belum. Menurut nalar saya, mata itu tidak buta karena seperti itu. Kalau

kecelakaan mungkin, tapi kalau penyakit tidak seperti itu. Allah

mendatangkannya perlahan. Ibrahnya banyak, iktibarnya banyak. Waktu itu saya

digolongkan pasien akut, tumor otak stadium 2.

Masih di tahun 2004, bulan april. Saya dioperasi tanggal 24 april.

Setelah operasi, dampak perubahaan fisik?

Semua syaraf terganggu, semua. Sebab gangguan ada di kepala, pusat syaraf.

Penglihatan, hidung, pengecap/lidah, pendengaran, penciuman, bahkan peraba.

Kelima indra semua terganggu. Lalu lambat laun tidak sampai 2 bulan, berangsur-

angsur pulih yang lain, tinggal yang satu, mata. Tidak bisa ditolong. Ada yang

bilang ini gejala normal, gejala setelah dioperasi semua badan tidak enak.

Page 78: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

9  

Ketika indra yang lain normal, tapi mata belum apa langkah yagn diambil?

Saya bersikeras, termasuk keluarga bahwa mata bisa sembuh. Saya balik ke

rumah sakit di jakarta selatan. Di sana saya dirujuk ke dokter mata untuk lebih

jelasnya. Meskipun dokter ahli syaraf tidak perlu, tapi bapak bersikeras mau tahu.

Kata dokter mata, sudah tidak bisa ditolong lagi.

Saat dokter mata mendiagnosa dokter mendiagnosa apa?

Tumor otak, merambat yang ada di otak kecil yang menyebabkan cairan ke

bawah. Nomarlnya tiap orang ada cairan 5 cc. Tapi karena saya ada tumornya,

berlebih, produksi terus tapi distribusi tidak jalan. Cairan berkumpul di otak,

menekan otak saya.

Saat tidak bisa melihat, apakah secara total atau menurun secar aperlahan?

Dalam jangka 40 hari dari masuk rumah sakit sampai buta turun perlahan-lahan.

Kejadiannya tepatnya?

April 2004. Kira-kira bulan Juni selesai.

Bagaimana perasaan anda setelah ada vonis dari dokter?

Wah ini kondisinya lucu. Keadaan terang ke gelap, saya merasa aneh, bingung,

takut. Tidak biasa. Tapi satu yang saya anggap lucu. Kok gini ya rasanya, saya

buka mata tapi tidak ada cahaya. Saya pegang sesuatu, merasakan teksturnya tapi

tidak terlihat. Saya merasa yakin bisa sembuh.

Masih berobat ya?

Iya, tapi tidak ke dokter mata. Karena sudah bilang tidak ada obat untuk

menyembuhkan lagi. Kalau ke rumah sakit, berobat untuk tumornya.

Bagaimana sikap keluarga, ada tidak yang memberikan motivasi dengan nasehat

keagamaan atau yang lainnya?

Tidak keluarga aja sih, orang sekitar juga. Ini kehendak allah, berserah pada allah,

berusaha menjadi manusia lebih baik.

Page 79: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

10  

Dari keluarga, siapa yang lebih sering ngasih motivasi?

Orang tua.

Nasehat apa yang diingat?

Sabar. Terus bersyukur,

Page 80: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

11  

EDI MARYADI

SAYA LAHIR DI JAKARTA, 15 MARET 1969

Di rumah di panggil adi, karena nama bapak saya ada edinya juga, biar ga

bingung. Pendidikan pertama 1976 SDN 06 Menteng Dalam. Kurang lebih usia 7

tahun. Dulu kan harus 7 tahun baru bisa masuk SD. Kalau TK saya tidak, karena

waktu itu TK hanya buat orang-orang kayaMasuk SMP 1983, saya agak lupa 145.

Saat SMP pernah aktif di organisasi?

Di organisasi saya nggak pernah ikut. Sampai lanjutan di STM tidak ikut. Kecuali

di rumah.

Lulus SMP 1987, setelah itu masuk masuk STM PGRI 2 Kebon Sereh, sakarang

pisangan baru, jakarta timur dekat Jatinegara. Waktu itu pas seleksi fisik, kurang

baik saya tidak diterima di negeri. Lulus 1990.

Setelah selasi STM?

Saya masuk IKIP rawamangun, dulu fakultas ada embe-embel fakultas pendidikan

teknologi dan kejuruan, kayak pkk, tata boga tata busana, saya masuk jurusan

teknik industri. Lulus 1998.

Saat di kampus pernah aktif di organisasi?

Waktu kecil-kecilan. Dulu namanya HIMA, HMJ. Saya paling jadi bagian

anggota perlengkapan. Saya pernah di Senat, di bidang minat dan bakat. Pernah

juga ikut organisasi peminat mahasiswa, pernah menjadi petugas perpustakaan,

humas, pernah jadi ketuanya.

Pas tahun kedua saya kuliah aktif di HIMA, sekitar tahun 1992. Sebelumnya

hanya sekedar jadi panitia, belum masuk organisasinya.

Kalau Senat tahun 1995.

Semua itu masuk organisasi intra kampus. Kalau HMI kan di luar, ekstra.

setelah kuliah 1998, aktivitas apa yang dilakukan?

Page 81: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

12  

Itu puncak krisis, reformasi, saya waktu itu berpikir jangankan masuk kerja, kan

banyak orang di PHK, ngapain juga ngelamar. Saya coba ternak ikan kecil-

kecilan, wirausaha. Tapi tidak berjalan lama, sekitar 6 bulan. Waktu kuliah pun

saya bisa photo, tingkatan 3 M (makasih, makasih, makasih), bantu teman saja.

Waktu itu saya tidak punya peralatan, tidak bisa secara serius terjun. Kalau lagi

ada teman yang suruh bantu, saya mulai ikut sama dia. Lama juga, sampai 1999.

Saya mulai kerja di tempat yang marketing researt sebagai interviewer, 2 tahun.

Sampai saya keserang mata. Karena persoalan mata, saya tidak bisa baca, saya

tidak di sana lagi.

Kerja 1999 sampai 2001 untk formalnya, namanya?

DK Marketing Research, sebagai pewancara.

Itu untuk research produk-produk, waktu itu lebih banyak produk univeler. Seperti

sampo lifeboy. Kalau ada produk, bagiamana respon responden. Bagaimana

pemakaian. Quisener. Kadang-kadang turun ke lapangan, atau ke daerah, balai

desa atau apa, kita undang orang sekitarnya untuk dijadikan responden, kita kasih

produk untuk dipakai terus ditanya.

Berhenti karena adalah masalah mata, bagaimana awal mulai kena mata?

Waktu itu perlahan-lahan.

Proses awal tunanetra, mulai kerasanya kan tahun 2001 terus gimana?

Berobat ya aja. Awalnya keserang ke dokter mata. Itu pun sudah selang seminggu.

Mata saya udah mulai enakan, tapi ada hitam di putih mata saya saya. Saya

periksa itu, di kasih obat. Dianjurin ke rumah sakit ini ga, saya bilang saya ke sini

karena ga kuat biayanya. Sebulan kemudian, keserang lagi, mulai sakit lagi.

Seminggu kemudian sembuh, 2 minggu lagi keserang lagi. Waktunya tidak

ketahuan. Lama-lama intensitas mata turun. Saya bilang dari mulai bisa berapa

meter, sampai blank tahun 2003. Sebelumnya berobat jalan ke aini selama 4 bulan

atas anjuran supervisor saya. Dikasih obatnya itu-itu saja, penghilatan tambah

turun. Karena biaya sudah distop, stok obat masih banyak, ketika obat habis mulai

keserang. Dengan pake biay ateman, saya ke aini, dirujuk ke RSCM, biaya murah,

Page 82: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

13  

biar mudah ke mana-mana. Sekitar 5 bulan dengan terapi sama, obat minum dan

tetes. Tapi penghilangan terus menurun. Diagnosanya kekebalan tubuh saya

menyerang ke mata, mata jadi keruh. 2003 awal saya sudah tidak ke dokter.

Alternatif pernah nyoba tapi ga lama, itu juga ga bisa rutin.

Divonis tunanetra total tahun berapa?

Tidak ada dari dokter. Pindah rumah dari cibinong masih low vision, huruf kecil

harus pake kaca pembesar, sampai jadi total.

Mengalami low vision dari tahunb erapa?

2001 sampai 2002 bulan april tahu-tahu drop, buram saat awal piala dunia korea

jepang. Terakhir dari aini saya disuntik, mata saya pas final piala dunia masih

lihat gambar tv walaupun tidak begitu jelas. 2002 akhir tambah buram, udah

mengarah ke total, kelihatan terang tapi gak jelas. Hanya cahaya terang,

bentuknya sudah tidak kelihatan.

Bagaimana perasaan saat mengalmai buta total?

Karena tidak terlalu kaget karena perlahan, saya kecewa tapi tidak terlalu berat.

Ada pertanyaan kenapa saya kok begini. Saya waktu itu masih menentang kalau

saya orang buta. Seperti ada teman yang nawarin obat alternatif.

Karena ada harapan sembuh dari alternatif ya?

Dari 2005, saya harus belajar jadi orang buta.

Saat menjadi tunanetra ada tidak dari keluarga, lingkungan sekitar atau teman

yang memberikan motivasi agar menjalnai hidup dengan semangat?

Teman-teman saya, motivasinya tidak secara langsung. Datang ke tempat saya,

bilang sabar lah.

Itu dari teman-teman kampus?

Teman rumah, teman kampus. Awalnya saya dibantu oleh teman-teman saya dari

segi keuangan.

Page 83: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

14  

Kalau dari media massa, saat nyetel radio, tv, saat ada nasehat ada ga

pengaruhnya?

Ada kali ya. Misalnya ceramah tentang hal yang baik.

Dari pihak keluarga bagaimana?

Pas saya mulai buta netral, ibu bapak sudah meninggal.

Kalau saudara?

Kalau ama saudara tidak begitu memperhatikan kalau saya memiliki masalah

dengan mata. Mereka sepertinya juga tidak begitu tahu, kalau saya sudah jadi

tunanetra.

Ada ga ngasih motivasinya dari sudut pandang agama?

Kalau dijawab ga, bolehkan.

Kalau ada dari mana?

Dari teman-teman rumah dan kuliah.

Kalau nyetel radio, lebih banyak nyetel apa?

Awal-awalnya, variasi. Ada jamnya. Saya suka ceramah-ceramah, saya dengerin

musik.

Dari ceramah agama ada tidak nilai yang membangkitkan semangat?

Ada juga. Ada nilai sufinya juga. Yang tertanam dari materi yang disampaikan.

Ada ceramah radio yang paling membekas yang membangkitkan semangat?

Tidak tahu deh. Mungkin ada. Kesendirian saya di cibinong, kadang-kadang

dengerin yang ringan. Saya pernah dengerin siwo tentang kesufian. Lebih ke sisi

kemanusiaannya.

Untuk ibadah, ketika sebelum dan sesudah tunanetra ada perbedaannya ga?

Page 84: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

15  

Banyakperubahan. Saya akui banyak. Awalnya dulu pernah saat smp sma tidak

shalat sering juga. Kuliah juga, awalnya belum bisa 5 waktu apalagi subuhnya.

Lebih banyak bolongnya. Sekarang alhamdulillah bisa 5 waktu.

Selain 5 waktu, ada ibadah tambahan ga?

Tidak terlalu banyak. Paling kadang-kadang, karena berat juga. Kalau bangun

malam, ada rasa mulai ga nyaman.

Setelah tunanetra, keinginan hadir di majlis taklim atau ceramah keagamaan

gimana?

Awalnya biasa-biasa saja. Waktu itu saya berpikir hanya bisa baca al-qur’an, tidak

berpikir ikut pengajian.

Dari teman-teman, ada pengaruhnya ga?

Waktu itu awal-awal, saya tidak banyak interaksi dengan teman-teman saya.

Karena pas saya pindah di cibinong, mereka pernah maen juga. Kalau masalah

keagamaan, tidak begitu banyak. Lebih sering ngobrol-ngobrol biasa.

Saya mengalir saja. Kadang-kadang saya merasa ada Allah, pada saat saya perlu

kayaknya ada. Kayaknya lebih disayangi aja gitu. Misalnya berapa klai saya

sudah mendekati total, saya belum pake tongkat. Kalau jalan, mau belok, gimana

caranya. Kadang-kadang ada tukang somay, itu seakan-akan pertolongan dari

Allah. Hal-hal kecil lah, tapi saya merasa ada sesuatu.

Yang membuat anda semangat hidup, ada tujuan atau apa?

Ya itu tadi, mengalir saja, anggap enteng aja. Dari mulai belum total, saya juga

sudah begitu. Waktu SD saya mikir saya ga berpikir bisa ke SMP, begitu

seterusnya. Waktu kuliah juga demikian, apa bisa lulus. Saya jalaninya, ternyata

bisa juga. Makanya saja biarkan mengalir saja.

Bahkan sampai sekrang berumah tangga pun saya anggap biasa saja.

Kalau giat beribadah, mungkin saja berharap semoga allah memberi apa gitu?

Page 85: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

16  

Kalau saya berdoa, biar mata saya bisa ngelihat lagi. Tapi lama-lama saya nggak

minta itu lagi, tapi yang terbaik saja buat saya. Dulu tiap habis shalat selalu minta

bisa lihat lagi.

Saat bergaul dengan tunanetra yang banyak beribadah gimana?

Itu jelas. Dulu saya sering ibadah sendiri. Pas lagi ramadhan, aura ibadahnya lebih

gede. Saya bilang 3 tahun di sana itu sendiri, pas punya temen seneng banget.

Bisa ngobrol, bisa membicarakan sesuatu dan segala macam.

Page 86: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

17  

AGUS SUHARYONO

TANGERANG 2 OKTOBER 1972

Nama desanya

Kelurahanlarangan indah, kecamatan larangan, kota tangerang

Awal masuk sekolah?

SD 1979 usia 7 tahun, dulu SD 1 larangan lulus 1985. Trus SMP 245 Jakarta

daerah kembangan, lulus 1988. Masuk SMA, kelas satu langsung sakit.

Anda berapa bersaudara?

9, putri 5 putra 5 anak yang ke-6.

Penyebab ketunanetraan, kalau bisa diulang?

Pertama, menurut dokter syaraf. Tidak bisa dipertahankan, lalu saya ke alternatif,

gagal-gagal juga. Karena saya kurang kontinu berobatnya.

Tunanetra total sekitar 2008.

Ketika berproses, menjadi low vision ada perasaan gimana?

Saya tidak terlalu cemas, karena bisa jalan. Cemas plas ngeblank, bingung karena

ga bisa apa-apa.

Saat mengalami total, bagaimana peran keluarga dalam membangkitkan semangat

hidup?

Santai saja, karena saya mandiri. Ke mitra saja sendiri. Mulai penurunan yang

tahu Cuma saya. Keluarga tidak ada yang saya kasih tahu.

Apa-apa saya mandiri, tidak terlalu bergantung pad aorang tua. Ibu juga sudah

tidak ada.

Keluarga tahunya dari dulu hanya penurunan, plas ngeblank baru aja.

Saat tunanetra total gimana?

Page 87: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

18  

Bingung, mau keluar aja takut.

Itu kan untuk mengenal lingkungan. Kalau mikir masa depan, ada yang

dipikirkan?

Saya yakin sama tuhan, pasti kuat. Allah pasti sudah menyiapkan segala

kebutuhan sesuai dengan kemampuan dia. Kalau bergaul, saya kurang. Karena

dulu saya kan bergaul dengan orang awas.

Sikap keluarga biasa saja, saya bingung beraktivitas saja. Say apaling ngobrol

dengan adik-adik, teman-teman.

Kalau dari pihak tetangga, teman ada yangmemerikanmotivasi?

Tetangga pun tidak tahu kalau saya total. Mereka tahu pas saya ke mitra pake

tongkat. Mereka tahunya saya tidak bisa baca huruf kecil.

Saat mereka tahu anda total, ada yagn memberikan nasehat ga?

Paling mereka hanya negur saja, seperti mau ke mana? Jangan jauh-jauh.

Kalau ngaji itu kan kecil aja.

SD kelas 6 shalat sudah nggak pernah putus, walaupun tidak tepat waktu.

Kalau agama mendapatkan pengetahuan dari waktu kecil?

Betawi pinggiran, ngaji ga pernah

Kalau pas tunanetra?

Dari radio.

Kalau di tv, suka dengerin g?

Kurang, paling kalau puasa ada tafsir al-misbah M. Quraish Shihab.

Ketika awal tunanetraan total, saat dengar ceramah di radio atau tv ada yang

membangkitkan semangat hidup?

Page 88: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

19  

Jelas donk. Sebelumnya kita kan tahu, Tuhan pasti menciptakan kebutuhannya.

Ada ayat yang mengatakan kita diuji dengan ketakutan, kekurangan pangan, dan

lain sebagainya. Sama saja kok, paling ribet jalannya.

Ada ceramah yang berkesan g di radio?

Kalau allah diuji dengan mata, janjinya surge. Ada saya pernah denger, alqur’an

juga. Yang penting sabar aja, kalau baru-baru memang sering protes.

Kalau pengen sesuatu suntuk, dulu langsung bila keluar.

Kalau ada majils taklim, mauled, isra mi’raj, pernah ikut?

Belum, baru focus di mitra aja ke mahfufin. Kalau bergabugn dengan orang lain

belum pede

Keinginan sih ada, belum pd aja. Kita merasa ngerepotin orang, tidak semua

orang bisa menerima. Kalau sama tunanetra bisa saling membantu.

Saat low vision, suka pengajian?

Saya aktif di ikatan remaja, mauled, tujuh belasan, saya dulu wakil ikatan remaja

di sini.

Berubah dari awas ke low vision, terus ke total, dari dimensi ibadah ada

pengaruh?

Ketika total, 2002-2003, lebih banyak di rumah ibadah. Low vision masih bandel.

Sekarang yang ada manfaatnya aja, kaya pengajian di mitra. Duitnya juga saying

kalau Cuma maen doing.

Peningkatan ibadah gimana?

Sebelum tidur shalat, dhaha selalu berjalan, kalau puasa belum, g kuat nahan lapar

sama rokok.

Kalau shalat 5 waktu ada perubahan?

Tidak pernah ninggalin, paling kalau jalan-jalan lupa. Alhamdulillah tidak pernah

lewat. Kalau shalat malam agak berat, karena suka bedagang.

Page 89: PERAN AGEN-AGEN SOSIALISASI DALAM KEBERAGAMAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2378/1/97875... · Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

20  

Apa yang diharapkan dari Allah?

Mau pegangan sama siapa lagi? Kalau tidak sama Allah sama siapa lagi. Kalau

dating ke mitra dan mahbubin, banyak dipertemukan dengan orang-orang yang

baik. Berpegang tegu kepada Allah, adalah bagaimana kita menjadi kuat.

Setelah ikut pengajian, ada pengaruh dalam semangat hidup?

Jelas, kita tidak sendiri. Tuhan pasti menciptakan teman. Ibadah juga demikian,

peningkatan lebih mendalam.

Kalau sekarang suka shalat sunnah?

Kalah rawatib, itu masih agak berat. Kalau puasa tidak, karena tidak tergesa-gesa.

Banyak orang yang panik, bagaimana masa depan. Padahal bisa lihat dan tidak

lihat juga bingung.

Kalau shalat lebih sering di mana?

Di rumah. Mushalla deket, tapi setelah buta total lebih sering di masjid. Kalah

Jum’at pasti di masjid. Kalau 5 waktu di rumah terus, kurang terbiasa di mushalla.

Kalau dulu maghrib pasti ke mushalla, sekarang agak males. Adaptasi masih

kurang pede.

Selain shalat, ibadah apa lagi yang sering dilakukan setelah tunanetra?

Lebih cenderung tasawuf, mendekatkan diri.