penyesuaian diri dengan pasangan pada mahasiswa...

27
PENYESUAIAN DIRI DENGAN PASANGAN PADA MAHASISWA YANG BERPACARAN BEDA ETNIS ( JAWA-AMBON ) DI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA OLEH ALOYSIUS FRANSISKUS BHOGA 80 2013 076 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2017

Upload: trandan

Post on 27-Jul-2018

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENYESUAIAN DIRI DENGAN PASANGAN PADA MAHASISWA

YANG BERPACARAN BEDA ETNIS ( JAWA-AMBON ) DI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

OLEH

ALOYSIUS FRANSISKUS BHOGA

80 2013 076

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan

Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2017

PENYESUAIAN DIRI DENGAN PASANGAN PADA MAHASISWA

YANG BERPACARAN BEDA ETNIS ( JAWA-AMBON ) DI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

Aloysius Fransiskus Bhoga

Chr. Hari Soetjiningsih

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2017

i

ABSTRAK

Atwater (1983) mengemukakan salah satu konsep tentang penyesuaian yaitu

penyesuaian diri merupakan suatu perubahan yang dialami seseorang untuk mencapai

suatu hubungan yang memuaskan dengan orang lain dan lingkungan di sekitarnya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penyesuaian diri dengan

pasangan pada mahasiswa yang berpacaran beda etnis ( Jawa- Ambon ) di

Universitas Kristen Satya Wacana. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif

dengan metode wawancara. Partisipan penelitian ini adalah 2 pasangan mahasiswa

aktif yang berpacaran beda etnis selama 1 sampai 3 tahun. Hasil penelitian

menunjukan kedua pasangan beda etnis tersebut telah melakukan penyesuaian diri

dengan baik terhadap pasanganya. Hal tersebut dapat terlihat dari adanya penyesuaian

diri yang dilakukan terhadap pola komunikasi, adanya sikap menerima budaya

pasanganya, mampu mengekspresikan perasaan-perasaan positif terhadap pasanganya

serta mampu menjaga hubungan agar tetap baik dan harmonis.

Kata Kunci : Penyesuaian diri , pacaran beda etnis .

ii

ABSTRACT

Atwater (1983) suggests one of the concept of adjustment, namely adaptability is one of the

changes experienced by a person to achieve a satisfactory relationship with other people

and the surrounding environment. The purpose of this study was to describe

the conformity with the couples on a student dating a different ethnicity (Java-Ambon) at

Satya Wacana Christian University. This study uses qualitative methods with methods of

interview. Participants in this study was an active student couples dating ethnic difference for

1 to 3 years. Research results showed the two the ethnic difference couples make adjustments

yourself well against spouse. It can be seen from the existence of self adjustment done against

the communication pattern , the attitude of accepting culture couples , able to express

positive feelings towards partner as well as being able to keep the relationship to keep it

good and harmonious.

Keywords: adaptability, courting ethnic difference.

1

PENDAHULUAN

UKSW merupakan salah satu Universitas swasta yang terletak di Jawa Tengah

tepatnya Salatiga. Universitas ini menjadi salah satu kampus yang di kenal dengan

sebutan Indonesia mini. UKSW mempunyai banyak mahasiswa dari berbagai latar

belakang suku, bangsa, agama, serta adat istiadat yang ada di Indonesia. Berdasarkan

data Biro Kemahasiswaan UKSW tahun 2012, diketahui bahwa mahasiswa pendatang

yang berkuliah di UKSW terbilang cukup banyak, dan berasal dari berbagai daerah,

seperti : Papua, Jawa, Sumba, Lampung, Minangkabau, Minahasa, Toraja, Ambon ,Timor

( Rote, Alor, Flores ) Batak dan Dayak.

Bahasa dan simbol etnis pada dasarnya sangat mempengaruhi proses-proses

komunikasi antara mahasiswa yang berbeda latar belakang atau dikenal dengan

komunikasi antar budaya khusunya di UKSW. Hal ini didasarkan pada pemikiran Sitaram

dan Cogdell ( 1976 ) yang mengatakan komunikasi antar budaya merupakan interaksi

antara para anggota kebudayaan yang berbeda ( Intercultural communications interaction

between members of differing cultures ). Dalam berbagai aktifitas sosial yang terbangun

dalam keberagaman budaya, komunikasi menjadi saluran utama proses interaksi. Proses

interaksi dalam keberagaman budaya ini memungkinkan terjadinya komunikasi antar

budaya sebagai fenomena keseharian. Sebagai makluk sosial, yang terintegrasi dalam

berbagai keragaman budaya menyebabkan terjadinya hubungan pada pasangan-pasangan

beda etnis yang berujung pada pacaran. Menurut pendapat Hurlock (1980) proses

membentuk dan membangun hubungan personal dengan lawan jenis dapat berlangsung

melalui apa yang biasa di sebut sebagai hubungan pacaran. Biasanya pacaran sudah

dimulai sejak dewasa muda yang berada pada usia 18-40 tahun dan merupakan periode

penyesuaian terhadap pola-pola hidup yang baru dan harapan sosial yang baru pula.

Fenomena berpacaran beda etnis Jawa-Ambon ini bukan merupakan hal yang baru,

hal ini sudah berlangsung lama, meskipun dihadapkan dengan perbedaan nilai budaya

dan karakter namun dalam menjalin hubungan pasangan beda etnis ini mampu

mempertahankan hubunganya. Hal ini tidak luput dari proses penyesuaian diri yang

dilakukan oleh pasangan tersebut, dimana mereka mampu untuk menyesuaikan diri satu

sama lain terhadap pasanganya. Penyesuaian diri terhadap pasangan yang dilakukan oleh

pasangan yang berpacaran beda etnis tentunya berbeda dengan pasangan yang

berpacaran sesama etnis. Pasangan yang berpacaran beda etnis tentunya memiliki

2

tingkat kesulitan yang lebih dalam memahami pasanganya , hal tersebut dikarenakan

keduanya memiliki nilai dan budaya yang berbeda, sementara mereka yang berpacaran

sama etnis akan terlihat lebih mudah memahami pasanganya, karena keduanya memiliki

budaya yang serupa. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan pasangan yang

berpacaran beda etnis, mereka mengakui ketika awal berpacaran beda etnis mereka

mengalami kesulitan untuk memahami pasangan mereka. Kesulitan tersebut dirasakan

dalam hal ketika mereka berkomunikasi dimana mereka yang berasal dari suku Jawa

mengakui mengalami kesulitan dalam memahami pesan dan maksud yang disampaikan

oleh pasanganya, hal tersebut dikarenakan cara pengucapan pasangan yang beretnis

Ambon yang cenderung cepat, berbeda dengan budaya Jawa yang cenderung berintonasi

pelan dan halus dalam berkomunikasi. Adanya perbedaan konsep dan nilai ini

memungkinkan mereka untuk mengenal dan memahami dan menyesuaikan diri dengan

pasanganya sehingga keduanya mampu membangun sebuah hubungan interpersonal

yang baik. Selain itu adapula dampak psikologis yang dirasakan oleh pasangan beda

etnis tersebut, walaupun beda budaya kedua pasangan tersebut mengaku merasa senang

memiliki pasangan yang beda etnis, selain merasa nyaman dengan pasanganya, mereka

juga mengaku bisa mempelajari dan mengetahui budaya pasanganya tersebut.

Adapun alasan yang mendasari peneliti memilih etnis (Jawa-Ambon) sebagai

sasaran penelitian adalah karena peneliti melihat adanya perbedaan konsep nilai dan

budaya yang dianut oleh kedua pasangan beda etnis tersebut yang telah melekat dan

menjadi identitas diri pasangan tersebut sehingga dalam penyesuaian diri mereka

tentunya membutuhkan pemahaman lebih terhadap pasanganya. Secara umum, suku

jawa diidentikkan dengan berbagai sikap sopan, segan, menyembunyikan perasaan, serta

menjaga etika berbicara baik secara isi dan bahasa perkataan maupun objek yang diajak

berbicara. Menurut Greetz (dalam Suseno, 2005) ada dua kaidah yang paling

menentukan dalam pola pergaulan masayrakat Jawa. Kaidah pertama, manusia harus

bersikap untuk tidak menimbulkan konflik dengan pengembangan hidup rukun,

sedangkan kaidah kedua adalah manusia harus mampu membawa diri untuk hormat

kepada orang lain,sesuai dengan derajat dan kedudukanya. Ungkapan tersebut

menunjukan betapa orang jawa menghargai pentingnya hidup rukun, persahabatan,

pergaulan dan perjumpaan antar mannusia. Hal ini sejalan dengan pendapat Suranto. A

.W (2010) yang mengatakan bahwa adanya adat istiadat yang tak tertulis ini, menjadi

sebab mengapa orang jawa pada umumnya hidup tenang dan bebas dari ketegangan. Hal

3

ini memungkinkan pola hidup orang Jawa kental dengan nilai sopan santun, termasuk

dalam perilaku komunikasinya baik verbal maupun nonverbal yang selalu melibatkan

pengelaman, kebiasaan,nilai dan budaya yang mengekspresikan kelembutan dan halus

dalam bicaranya, kemudian berbeda dengan orang Ambon yang identik dengan budaya

dan perilaku komunikasi yang kasar, langsung dan cenderung blak-blakan. Dengan

perbedaan nilai dan budaya tersebut peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana

penyesuaian diri dengan pasangan pada mahasiswa yang berpacaran beda etnis (Jawa-

Ambon )

Adanya perbedaan konsep nilai ini memungkinkan mereka harus berusaha mengenal,

memahami, dan menyesuaikan diri satu sama lain. Semakin dalam kedua pasangan saling

mengenal dan memahami berdampak pada semakin mereka menyingkapkan diri. Hal ini

tentunya merupakan bagian dari sejauh mana proses memahami dan menyesuaikan diri

satu sama lain sehingga bisa menciptakan keselarasan hubungan interpersonal yang

komunikatif. Masalah penyesuaian adalah suatu hal yang sifatnya universal dan unik,

karena setiap individu mau tidak mau harus menghadapi masalah atau kesulitan dalam

kehidupanya sehingga perlu melakukan penyesuaian diri. Pada saat seorang pria dan

seorang wanita beda etnis berpacaran, tentunya masing-masing membawa nilai-nilai

budaya, sikap, keyakinan, dan gaya penyesuaian sendiri-sendiri ke dalam hubungan

pacaran tersebut. Masing-masing memiliki latar belakang dan pengalaman yang berbeda,

tentu saja ada perbedaan dalam susunan nilai serta tujuan yang ingin dicapai, untuk itulah

perlu dilakukan penyesuaian sehingga kebutuhan dan harapan masing-masing pasangan

beda etnis tersebut dapat terpenuhi.

Namun demikian penelitian-penelitian yang dilakukan sejauh yang diketahui belum

memfokuskan pada, bagaimana proses penyesuaian diri mahasiswa dalam melakukan

pendekatan dengan lawan jenis sampai pada relasi pacaran yang berlangsung sampai pada

masalah-masalah yang terjadi didalamnya sehingga penelitian ini memfokuskan pada hal

tersebut terutama pada mahasiswa mahasiswi uksw karena mereka masih dikategorikan

mahasiswa aktif. Hal ini tentunya akan memberikan gambaran pengetahuan yang beragam

dan menarik untuk dikaji secara lebih mendalam.

4

Rumusan Masalah

Bagaimana penyesuaian diri dengan pasangan pada mahasiswa yang berpacaran

beda etnis Jawa-Ambon di Universitas Kristen Satya Wacana ?

Tujuan Penelitian

Mendeskripsikan penyesuaian diri dengan pasangan pada mahasiswa yang berpacaran

beda etnis Jawa- Ambon di Universitas Kristen Satya Wacana

Manfaat Penelitian

Secara Teoritis: penelitian ini diharapkan dapat melengkapi penelitian-penelitian

yang terkait dengan berpacaran khususnya dalam konteks latar belakang etnis dan

budaya yang berbeda.

Secara Praktis: Penelitian ini berguna bagi mahasiswa-mahasiswi dalam upaya

mereka menyesuiakan diri dalam berpacaran beda budaya etnis khususnya di UKSW.

5

TINJAUAN PUSTAKA

Penyesuaian Diri

Atwater (1983) mengemukakan salah satu konsep tentang penyesuaian yaitu

penyesuaian diri merupakan suatu perubahan yang dialami seseorang untuk mencapai

suatu hubungan yang memuaskan dengan orang lain dan lingkungan di sekitarnya.

Bila diperhatikan lebih lanjut, tampaknya ada tiga elemen di dalam proses

penyesuaian diri tersebut, seperti yang dikemukakan oleh Atwater (1983). Ketiga

elemen tersebut adalah diri seseorang (ourselves), orang lain (others) dan perubahan

(changes). Ketiga elemen ini merupakan unsur yang ada dalam setiap proses adaptasi.

Pengertian penyesuaian diri menurut Fahmi (1999) merupakan suatu proses

dinamika yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan

yang lebih sesuai antara diri individu dengan lingkunganya. Dengan batasan tersebut

dapat diberikan batasan bahwa kemampuan manusia sanggup untuk membuat

hubungan-hubungan yang menyenangkan antara manusia dengan lingkunganya.

Atkinson (1983) mengemukakan penyesuaian diri merupakan kemampuan

individu untuk bereaksi secara efektif terhadap kenyataan, situasi dan hubungan sosial

untuk mencapai kehidupan yang memuaskan.

Selain itu, Lazarus (1976) mengatakan bahwa penyesuaian diri dapat dilihat

melalui dua perspektif, antara lain :

a. Penyesuaian sebagai hasil (Adjustment as an achievement).

Di sini penyesuaian menyangkut kemampuan, hasil, atau status akhir.

Dalam pandangan ini, seseorang dikategorikan mampu menyesuaikan diri

dengan baik (adjusted) atau tidak dapat menyesuaikan diri dengan baik

(maladjusted). (Haber & Runyon 1984).

b. Penyesuaian sebagai proses (Adjustment as a process).

Di sini penyesuaian dipandang sebagai proses yang sedang berlangsung,

atau sebagai suatu keadaan yang tengah atau terus berlangsung.

Jadi dapat disimpulkan penyesuaian diri adalah suatu perubahan yang dialami

seseorang dalam hidupnya sebagai suatu proses yang sedang berlangsung, atau suatu

keadaan yang tengah atau terus berlangsung untuk mencapai suatu hubungan yang

6

memuaskan dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya. Dan dalam penelitian ini

peneliti meneliti bagaimana penyesuaian diri dengan pasangan pada mahasiswa yang

berpacaran beda etnis (Jawa-Ambon) di universitas kristen Satya Wacana Salatiga.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri

Menurut Schneiders (1964) ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi

penyesuaian diri, yakni :

a. Keadaan Fisik

Kondisi fisik individu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

penyesuaian diri, sebab keadaan sistem-sistem tubuh yang baik merupakan

syarat bagi terciptanya penyesuaian diri yang baik. Apabila terdapat

kondisi cacat fisik dan penyakit kronis akan menghambat individu dalam

menyesuaikan diri.

b. Perkembangan dan Kematangan

Perbedaan bentuk penyesuaian diri antar individu dipengaruhi oleh

perbedaan tahap perkembangan yang dilalui oleh masing-masing individu.

Sejalan dengan perkembangannya, individu akan semakin matang dalam

merespon lingkungan. Kematangan individu dalam segi intelektual, sosial,

moral, dan emosi akan mempengaruhi bagaimana individu melakukan

penyesuaian diri.

c. Keadaan Psikologis

Keadaan mental yang sehat merupakan syarat bagi terciptanya

penyesuaian diri yang baik, sehingga dapat dikatakan bahwa adanya

frustasi, kecemasan dan cacat mental akan menghambat individu dalam

melakukan penyesuaian diri. Selain itu, keadaan mental yang baik akan

mendorong individu untuk memberikan respon yang selaras dengan

dorongan internal maupun tuntutan lingkungannya. Hal yang termasuk

dalam keadaan psikologis di antaranya adalah pengalaman, pendidikan,

konsep diri, dan keyakinan diri.

d. Keadaan lingkungan

Keadaan lingkungan yang baik, damai, tenteram, aman, penuh

penerimaan dan pengertian, serta mampu memberikan perlindungan bagi

anggota-anggotanya merupakan lingkungan yang akan memperlancar

proses penyesuaian diri. Sebaliknya apabila individu tinggal di lingkungan

7

yang tidak tentram, tidak damai, dan tidak aman, maka individu tersebut

akan mengalami gangguan dalam melakukan proses penyesuaian diri.

Keadaan lingkungan yang dimaksud meliputi sekolah, rumah, dan

keluarga.

e. Tingkat religiusitas dan kebudayaan

Religiusitas merupakan faktor yang memberikan suasana psikologis yang

dapat digunakan untuk mengurangi konflik, frustasi dan ketegangan psikis

lainnya. Religiusitas memberi nilai dan keyakinan sehingga individu

memiliki arti, tujuan, dan stabilitas hidup yang diperlukan untuk

menghadapi tuntutan dan perubahan yang terjadi dalam hidupnya.

Kebudayaan pada suatu masyarakat merupakan suatu faktor yang

membentuk watak dan tingkah laku individu untuk menyesuaikan diri

dengan baik atau justru membentuk individu yang sulit menyesuaikan diri.

Karakteristik Penyesuaian Diri

Karakteristik penyesuaian diri yang efektif menurut Haber dan Runyon

(1984),yaitu :

a. Memiliki Persepsi yang Akurat terhadap Realitas atau Kenyataan

(AccuratePerception of Reality)

Persepsi yang dimiliki individu biasanya diwarnai dengan keinginan dan

motivasinya. Hanya pada saat-saat tertentu individu dapat melihat dan

mendengar apa yang benar-benar dilihat dan didengar. Sehubungan

dengan persepsi yang akurat terhadap kenyataan, aspek yang terpenting

adalah kemampuan individu untuk mengenali konsekuensi dari

tindakannya dan mengarahkan tingkah lakunya.

b. Mampu Mengatasi atau Menangani Stres dan Kecemasan (Ability to Cope

with Stress and Anxiety)

Di dalam kehidupan, individu sering menghadapi berbagai macam

masalah.

Masalah-masalah tersebut ada yang dapat diatasi, namun ada juga yang

tidak berhasil ditangani dengan baik. Masalah yang tidak terselesaikan

akan menimbulkan rasa kecewa, stres, kecemasan bahkan rasa tidak

bahagia dalam diri individu.

8

c. Memiliki Citra Diri yang Positif (A Positive Self Image)

Kemampuan individu menggambarkan dirinya dalam berbagai aspek

secara keseluruhan merupakan salah satu indikator dari kualitas

penyesuaian.Individu yang mampu menggambarkan diri dari berbagai

aspek dan memiliki harmonisasi antara aspek satu dengan lainnya

menunjukkan bahwa individu yang bersangkutan memiliki penyesuaian

yang baik.Salah satu hal yang menunjukkan bahwa individu memiliki

penyesuaian yang baik adalah kemampuan individu dalam

menggambarkan diri secara positif

d. Mampu untuk Mengekspresikan Perasaan (Ability to Express Feeling)

Orang yang sehat secara emosi dapat merasakan dan mengekspresikan

emosi serta perasaan. Emosi yang ditunjukkan adalah sesuatu yang sesuai

dengan tuntutan situasi dan secara umum berada di bawah kontrol

individu. Contoh : individu menangis di pemakaman, tertawa pada situasi

yanng menggelikan, merasa senang ketika berada di dekat orang yang

dicintai. Ketika marah, individu dapat mengekspresikannya dengan cara

yang tidak menyakiti orang lain secara psikologis ataupun fisik.

e. Memiliki Hubungan Interpersonal yang Baik (Good Interpersonal

Relation)

Orang yang penyesuaian dirinya efektif, mampu untuk mencapai tingkat

keakraban (intimacy) yang cocok dalam hubungan sosialnya. Mereka

biasanya kompeten dan selalu merasa nyaman ketika berinteraksi dengan

orang lain. Selain itu, mereka pun akan membuat orang lain merasa

nyaman ketika ia ada bersamanya.

Pacaran

Definisi Pacaran

Menurut DeGenova dan Rice (2005) pacaran adalah menjalankan suatu

hubungan dimana dua orang bertemu dan melakukan serangkaian aktivitas bersama

agar dapat saling mengenal satu sama lain. Benokraitis (1996) menambahkan bahwa

pacaran adalah proses dimana seseorang bertemu dengan seseorang lainnya dalam

konteks sosial yang bertujuan untuk menjajaki kemungkinan sesuai atau tidaknya

orang tersebut untuk dijadikan pasangan hidup. Menurut Saxton (dalam Bowman,

1978), pacaran adalah suatu peristiwa yang telah direncanakan dan meliputi berbagai

9

aktivitas bersama antara dua orang (biasanya dilakukan oleh kaum muda yang belum

menikah dan berlainan jenis )

Kyns (1989) menambahkan bahwa pacaran adalah hubungan antara dua orang

yang berlawanan jenis dan mereka memiliki keterikatan emosi, dimana hubungan ini

didasarkan karena adanya perasaan-perasaan tertentu dalam hati masing-masing.

Menurut Reiss (dalam Duvall & Miller, 1985) pacaran adalah hubungan antara pria

dan wanita yang diwarnai keintiman. Menurut Papalia, Olds & Feldman (2004),

keintiman meliputi adanya rasa kepemilikan. Adanya keterbukaan untuk

mengungkapkan informasi penting mengenai diri pribadi kepada orang lain (self

disclosure) menjadi elemen utama dari keintiman.

Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa pacaran

adalah serangkaian aktivitas bersama yang diwarnai keintiman (seperti adanya rasa

kepemilikan dan keterbukaan diri) serta adanya keterikatan emosi antara pria dan

wanita yang belum menikah dengan tujuan untuk saling mengenal dan melihat

kesesuaian antara satu sama lain sebagai pertimbangan sebelum menikah.

Fungsi Pacaran

Pada dasarnya pacaran berfungsi agar individu mengenal dan belajar

bagaimana bertindak terhadap lawan jenis. Dengan pacaran, individu mempelajari diri

satu sama lain, belajar cara-cara berinteraksi dengan lawan jenis serta belajar hal-hal

apa saja yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan terhadap lawan jenis. Menurut

Duval & Miller (1985), fungsi dari pacaran adalah untuk mencari pasangan. Dengan

pacaran, individu berusaha mencari seseorang yang mereka suka dan menimbulkan

perasaan nyaman dalam diri mereka untuk kemudian dikenal lebih dalam lagi.

Dengan pacaran, individu berusaha mencari seseorang yang mereka suka dan

menimbulkan perasaan nyaman dalam diri mereka.

Komponen Pacaran

Menurut Karsner (2001) ada empat komponen penting dalam menjalin

hubungan pacaran. Kehadiran komponen-komponen tesebut dalam hubungan akan

mempengaruhi kualitas dan kelanggengan hubungan pacaran yang dijalani. Adapun

komponen-komponen pacaran tersebut, antara lain:

a. Saling Percaya (Trust each other)

10

Kepercayaan dalam suatu hubungan akan menentukan apakah suatu

hubungan akan berlanjut atau akan dihentikan. Kepercayaan ini meliputi

pemikiran-pemikiran kognitif individu tentang apa yang sedang dilakukan

oleh pasangannya.

b. Komunikasi (Communicate your self)

Komunikasi merupakan dasar dari terbinanya suatu hubungan yang baik

(Johnson dalam Supraktik, 1995). Feldman (1996) menyatakan bahwa

komunikasi merupakan situasi dimana seseorang bertukar informasi

tentang dirinya terhadap rang lain.

c. Keintiman (Keep the romance alive)

Keintiman merupakan perasaan dekat terhadap pasangan (Stenberg dalam

Shumway, 2004). Keintiman tidak hanya terbatas pada kedekatan fisik

saja. Adanya kedekatan secara emosional dan rasa kepemilikan terhadap

pasangan juga merupakan bagian dari keintiman.

d. Meningkatkan komitmen (Increase Commitment)

Menurut Kelly (dalam Stenberg, 1988) komitmen lebih merupakan

tahapan dimana seseorang menjadi terikat dengan sesuatu atau seseorang

dan terus bersamanya hingga hubungannya berakhir. Individu yang sedang

pacaran, tidak dapat melakukan hubungan spesial dengan pria atau wanita

lain selama ia masih terikat hubungan pacaran dengan seseorang.

11

METODE PENELITIAN

Desain Penelitian.

Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan peneliti adalah metode

kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang memungkinkan evaluator

untuk mempelajari isu yang dipilih secara mendalam dan terperinci (dalam Patton,

1990).

Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini subjek yang di teliti adalah Mahasiswa aktif Universitas

Kristen Satya Wacana (UKSW) , dengan kriteria sebagai berikut :

1. Sedang menjalin hubungan berpacaran beda etnis Jawa-Ambon selama 1-3 tahun.

2. Rentang usia 20-23 tahun dan berdomisili di Salatiga.

Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini, menggunakan metode wawancara mendalam untuk

mendapatkan informasi dari partisipan. Metode ini mencakup cara yang dipergunakan

seseorang untuk suatu tujuan tertentu, mencoba mendapatkan keterangan atau

pendapat secara lisan langsung dari seseorang atau informan. Wawancara subyek

pertama dilakukan pada Senin 21 November 2016 dan wawancara subyek ke dua

dilaksanakan pada Rabu 30 November 2016 dan Sabtu 03 Desember 2016.

Alat Bantu Penelitian

Didalam penelitian peneliti menggunakan dua instrumen penelitian, yaitu :

1. Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara digunakan agar wawancara yang dilakukan tidak

menyimpang dari tujuan penelitian. Pedoman ini disusun tidak hanya

berdasarkan tujuan penelitian, tetapi juga berdasarkan teori yang berkaitan

dengan masalah yang diteliti.

2. Alat Perekam

Untuk memperoleh data yang utuh, peneliti menggunakan alat perekam

selama wawancara. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan bias yang

12

mengkin terjadi karena keterbatasan dan subjektifitas peneliti. Peneliti

terlebih dahulu meminta persetujuan subjek sebelum menggunakan alat

perekam.

Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis tematik.

Analisis tematik merupakan proses mengkode informasi, yang dapat menghasilkan

daftar tema, model tema atau indikator yang komplek, kualifikasi yang biasanya

terkait dengan tema itu, atau hal-hal di antara atau gabungan yang telah disebutkan.

Tema tersebut secara minimal dapat mendeskripsikan fenomena, dan secara maksimal

memungkinkan interpretasi tema (Boyatzis dalam Poerwandari, 2001).

Uji Keabsahan Data

Uji keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan triangulasi.

Triangulasi dalam penelitian ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai

sumber dengan berbagai cara dan waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi

sumber, triangulasi teknik pengumpulan data dan waktu. (dalam Sugiono, 2012 )

13

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan pada tanggal 21 November 2016

sampai dengan 3 Desember 2016. Wawancara dilakukan satu kali untuk partisipan pertama

dan dua kali untuk partisipan kedua. Pada partisipan pertama, wawancara dilakukan di kos-

kosan narasumber yang dilaksanakan pada tanggal 21 November 2016. Dan untuk partisipan

kedua, wawancara dilakukan di rumah makan di jalan Kemiri Barat, Salatiga pada tanggal 30

November 2016 dan 3 Desember 2016. Dan untuk data triangulasi didapatkan dari teman

dekat kedua pasangan subyek yang berpacaran beda etnis tersebut.

Partisipan Pasangan Pertama (P1) seorang wanita yang beretnis Jawa dan pasanganya

(P2) yang beretnis Ambon, Keduanya saat ini adalah mahasiswa aktif di Universitas Kristen

Satya Wacana. (P1) merupakan anak ke dua dari dua bersaudara, sementara pasanganya (P2)

merupakan anak ke dua dari tga bersaudara. Keduanya menganut agama Kristen. (P1)

memiliki hobi fotografer,dance, basket dan menggambar, sementara pasanganya (P2)

memiliki hobi bermain basket, memasak dan traveling . keduanya telah lama berpacaran

selama 3 tahun . Saat ini K tinggal di kos-kosan tepatnya di Jalan Kemiri 2, sementara

pasanganya A tinggal di Jalan Patimura.

Partisipan pasangan Kedua (D1) seorang wanita yang beretnis Jawa dan pasanganya

(D2) yang beretnis Ambon. Keduanya saat ini adalah mahasiswa aktif di Universitas Kristen

Satya Wacana. (D1) merupakan anak pertama dari tiga bersaudara , sementara (D2) anak

pertama dari dua bersaudara. Keduanya menganut agaman Kristen. (D1) mempunya hobi

membaca, dan traveling sementara pasanganya (D2) memiliki hobi menonton, mendengar

lagu, dan membaca berita mengenai sepak bola. Keduanya telah lama berpacaran selama 2

tahun . Saat ini (D1) tinggal di kos-kosan di jalan Seruni, sedangkan pasanganya (D2) kos-

kosan di jalan Kemiri Barat.

Berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui bahwa kedua pasangan yang berbeda

etnis tersebut telah menyesuaikan diri dengan pasanganya masing-masing, pencapaian

terhadap penyesuaian tersebut dapat terlihat dari karakteristik penyesuaian diri yang efektif

yang dikemukakan oleh Haber dan Runyon (1984) .

14

a. Keinginan untuk memilih berpacaran beda etnis serta persepsi terhadap budaya

pasangan.

Partisipan pasangan pertama P1&P2 memulai berpacaran beda etnis sejak

Januari 2014, dan saat ini PI&P2 memasuki usia berpacaran yang ke 3 tahun. P1

mengatakan bahwa alasan ia memilih untuk berpacaran beda etnis adalah agar ia

mampu dan ingin belajar mengenai budaya dari daerah pasanganya serta mampu

mengenali karakter dari pasanganya yang berasal dari Ambon tersebut. Sementara itu

P2 mengatakan ia memilih berpacaran beda etnis dikarenakan faktor orang tua yang

menginginkan ia untuk berpacaran dengan pasangan yang beda etnis dengan alasan

untuk memperbaiki keturunan. Kedua pasangan tersebut mengaku berpacaran beda

etnis bukanlah hal yang mudah, dan harus banyak melakukan penyesuaian diri

terhadap satu sama lain, hal tersebut dikarenakan keduanya memiliki latar belakang

budaya yang berbeda. P1 mengatakan suku Ambon merupakan suku yang keras dan

spontan ketika berbicara dan berperilaku, berbeda dengan P2 yang mengatakan suku

Jawa itu adalah suku yang halus dan santun. Untuk menyikapi perbedaan tersebut

keduanya mangaku untuk lebih menyesuaikan diri dengan pasangan serta belajar

untuk lebih bisa memahami pasanganya.

Partisipan pasangan ke dua D1&D2 memulai berpacaran beda etnis sejak

september 2015 , dan saat ini keduanya memasuki usia berpacaran yang ke 2 tahun.

D1 mengatakan ia memilih berpacaran beda etnis dikarenakan ia ingin mendapatkan

dan belajar sesuatu yang baru dari pasanganya yang beda etnis karena selama ini ia

selalu berpacaran dengan sesama etnis, selain itu ia juga mengaku ingin mengenal dan

belajar budaya dari pasanganya tersebut. Sementara itu pasanganya D2 mengaku ia

memilih berpacaran beda etnis karena dulu ia pernah berpacaran dengan sesama etnis,

dan hubungan keduanya pun tidak bertahan lama dikarenakan keduanya memiliki

karakter yang sama keras dan kasar, dan akhirnya D2 memutuskan untuk berpacaran

beda etnis. Menurut D1 suku Ambon merupakan suku yang keras dan kasar,

sementara itu pasanganya D2 mengatakan suku Jawa adalah suku yang sopan, lembut

dan ramah. Untuk menyikapi perbedaan tersebut kedua pasangan mengaku mereka

memilih untuk saling menerima dan belajar budaya pasanganya masing-masing.

b. Mampu mengatasi masalah yang dialami dalam penyesuaian.

Dalam sesi wawancara pada partisipan pertama, P1 mengatakan ketika ditahun

pertama berpacaran masalah yang sering dialami oleh pasangan tersebut dalam

penyesuaian adalah kesalahapahaman dimana P1 selalu merasa tersinggung dengan

15

ucapan ataupun cara komunikasi pasanganya yang memiliki intonasi yang terlalu

keras dan cepat dan ia merasa pasanganya tersebut sedang memarahinya tanpa sebab

yang jelas. Hal tersebut dikarenakan pengaruh karakter budaya Ambon yang keras

dan cepat ketika sedang berkomunikasi. Untuk menyikapi hal tersebut kedua

pasangan menyelesaikan masalah tersebut dengan cara berdiskusi dan saling terbuka.

Seiring berjalanya waktu setelah memasuki tahun ke 2 berpacaran P2 mampu

melakukan penyesuaian dengan pasanganya dalam berkomunikasi dimana ketika

berkomunikasi dengan pasanganya ia cenderung lebih pelan dan halus, hal tersebut

terus dilakukanya hingga saat ini.

Sementara itu pada partisipan ke dua , D1 yang berasal dari Jawa mengaku

mengalami kesulitan dalam menangkap atau memahami pesan yang disampaikan oleh

pasanganya yang beretnis Ambon, hal tersebut dikarenakan cara komunikasi

pasanganya yang menurutnya terlalu cepat. Sementara pasanganya D2 dalam sesi

wawancara juga mengakui akan hal tersebut, ia merasa bahwa cara berbicaranya yang

cepat membuat pasanganya tidak memahami pesan yang dimaksudkan, dan hal

tersebut terjadi ketika kedua pasangan tersebut berpacaran selama satu tahun lebih.

Untuk menyikapi hal tersebut cara yang dilakukan oleh pasangan tersebut sama

dengan yang dilakukan oleh pasangan pertama, dimana kedua pasangan beda etnis

tersebut berdiskusi serta saling terbuka satu sama lain. Dan saat memasuki tahun ke 2

pacaran D2 mampu berkomunikasi dengan pasanganya yang beretnis Jawa dengan

cara yang lebih pelan dari sebelumnya dan penyesuaian tersebut dilakukanya agar ia

mampu menjaga dan memiliki hubungan yang harmonis dengan pasanganya.

c. Memiliki gambaran diri yang positif terhadap proses penyesuaian.

Partisipan pasangan pertama dan partisipan pasangan kedua sama-sama

memiliki sikap dan cara pandang yang positif terhadap pribadinya masing-masing.

Gambaran diri positif tersebut berupa adanya rasa percaya diri dan perasaan mampu

dalam proses penyesuaian. Dari hasil wawancara yang dilakukan pasangan beda etnis

tersebut masing-masing mengakui bahwa dirinya mampu dan yakin serta memiliki

sikap percaya diri untuk menjalin hubungan berpacaran beda etnis walaupun mereka

memiliki latar belakang dan budaya yang berbeda. Kedunya pasangan beda etnis

tersebut menyadari akan kekuranganya dalam proses penyesuaian diri, namun seiring

berjalanya waktu kedua pasangan beda etnis tersebut mengaku akan terus belajar

memahami pasanganya. Adanya penyesuaian diri yang terus dilakukan terhadap

16

pasanganya masing-masing membuat pasangan beda etnis tersebut merasa dirinya

mampu untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan pasanganya.

d. Mampu untuk mengekspresikan perasaan yang positif terhadap pasanganya.

Sebagai pasangan yang berpacaran beda etnis, kedua partisipan pasangan

tersebut mampu mengekspresikan perasaanya dan mengontrol emosinya terhadap

pasanganya. Dari hasil wawancara yang dilakakuan kedua pasangan tersebut mengaku

merasa nyaman saat bersama pasanganya, sehingga mereka mampu membina

hubungan yang baik. Sementara itu dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi,

pasangan yang beretnis Ambon mereka akan mengontrol emosi-emosi negatif dan

bersikap untuk lebih sabar, hal tersebut mereka lakukan untuk menjaga hubunganya

dengan pasanganya yang beda etnis, sebab mereka meyakini bahwa budaya

pasanganya adalah budaya yang halus dan santun sehingga mereka pun menunjukan

sikap dan perlakukan yang halus dan santun terhadap pasanganya.

e. Memiliki hubungan yang baik dan harmonis terhadap pasangan.

Kedua pasangan pastisipan ( P1&P2) dan (D1&D2 ) menjalin hubungan yang

baik antara satu sama lain, dan hal tersebut tak luput dari proses penyesuaian yang

dilakukan oleh pasangan beda etnis tersebut. Sejak awal berpacaran hingga saat ini

pasangan beda etnis tersebut mampu menjalin hubungan yang yang baik antara satu

sama lain. Kedua pasangan pastisipan ( P1&P2) dan (D1&D2 ) memiliki waktu

senggang sehabis keduanya kuliah atau di saat liburan. Dari hasil wawancara kedua

pasangan tersebut mengaku dalam seminggu mereka bisa bertemu selama 5-7 hari,

dan waktu tersebut selalu mereka gunakan untuk melakukan aktivitas bersama- sama

seperti , makan bersama, jalan-jalan, nonton film dan terkadang mereka melakukan

olahraga bersama seperti , jogging dan bermain basket dan sesekali mungkin mereka

berdiskusi dan membahas mengenai kultur ataupun budaya daerah masing-masing

dan hal tersebut mereka lakukan untuk lebih jauh memahami budaya pasangan

mereka masing-masing, dan kebersamaan tersebut membuat kedua pasangan beda

etnis tersebut menjadi lebih dekat dan harmonis.

17

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kedua

pasangan yang berpacaran beda etnis Jawa – Ambon tersebut telah melakukan penyesuaian

diri dengan pasanganya. Hal tersebut dapat terlihat dari adanya penyesuaian diri yang

dilakukan terhadap pola komunikasi,sikap menerima budaya pasanganya, mampu

mengekspresikan perasaan-perasaan positif terhadap pasanganya serta mampu menjaga

hubungan agar tetap baik dan harmonis. Hasil proses persepsi terhadap perilaku komunikasi

pasangan membuat masing-masing pasangan tersebut mampu untuk mengenal pasanganya,

memahami perilakunya, mengerti keadaannya dan membangun hubungan interpersonal yang

baik dengan pasanganya yang berbeda etnis tersebut.

Dalam menjalin hubungan berpacaran beda etnis, kedua pasangan beda etnis tersebut

menunjukan sikap yang menghargai perbedaan yang ada dengan belajar mengenal dan

menyesuaikan diri dengan pasanganya, penyesuaian diri tersebut dilakukan agar mereka

mampu memahami satu sama lain dan membangun hubungan yang baik dan harmonis

dengan pasanganya yang berbeda etnis. Dan dari hasil wawancara yang dilakukan kepada

kedua pasangan beda etnis tersebut dimana mereka mengaku merasa puas dan bahagia ketika

mereka mampu memahami dan menyesuaiakan diri dengan pasanganaya, dan pencapaian

tersebut membuat mereka merasa nyaman bersama pasangannya yang beda etnis.

SARAN

Bagi Subyek : Diharapkan subjek dapat melakukan penyesuaian diri dengan lebih baik

dalam hubunganya dengan pasanganya yang beda etnis sehingga pasangan beda etnis tersebut

mampu lebih memahami satu sama lain dan membangun hubungan yang harmonis.

Bagi Penelitian Selanjutnya : Diharapkan bagi penelitian selanjutnya dapat mengali lebih

jauh tentang bagaimana penyesuaian diri dengan pasangan yang berpacaran beda etnis di

kalangan mahasiswa dengan subjek yang lebih beragam.

18

DAFTAR PUSTAKA

Desmita. (2009). Psikologi Perkembangan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Fahmi, M . (1982). Pengertian penyesuaian diri dan perannya dalam kesehatan mental.

Jakarta : PT Bulan Bintang.

Utami, F. P. ( 2015 ). Penyesuaian diri remaja putri yang menikah muda. Skripsi

(diterbitkan ). Program Studi Fakultas Psikologi Islam Negeri Raden Fatah Palembang.

Haber, A. & Runyon, R. (1984). Psychology of adjusment. New York : The Dorsey Press.

Bird, E & Melville, K. (1994). Families and intimate relationship. New York : Mc.Graw

Hill, Inc.

Pawito. (2007). Penelitian Komnuikasi Kualitatif. Yogyakarta : PT LKIS Pelangi aksara.

Rakhmat, J . (2009). Psikologi Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Samovar, Porter , & Mcdaniel . ( 2010 ). Komunikasi lintas budaya. Jakarta : PT Salemba

Humanika.

Mahening, R . ( 2011 ) . Penyesuaian perkawinan pada pasangan antar etnis Jawa dan

Sumatera di Solo. Skripsi ( diterbitkan ). Program Studi Fakultas Psikologi Universitas

Muhammadiyah Surakarta.

Moeleong, L . (2009). Metode penelitian kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Suranto. A .W .(2010). Komunikasi sosial budaya. Yogyakarta : PT Graha Ilmu.

Trimingga, D . A . ( 2008 ) . Penyesuaian diri pada pasangan suami istri usia remaja yang

hamil sebelum menikah. Skripsi ( diterbitkan ). Program Studi Fakultas Psikologi Universitas

Gunadarma.

Suseno, F . (2005). Sebuah analisa falsafi tentang kebijaksanaan hidup jawa. Jakarta : PT

Gramedia Pustaka Utama.

Salakay, S . ( 2013 ) Pola komunikasi antarbudaya dalam hubungan interpersonal pada

pasangan suami-istri beretnis Ambon – Jawa di kota Ambon. Skripsi ( diterbitkan ). Fakultas

Komunikasi Prodi Ilmu Atministrasi Publik Universitas Pattimura.