penyesuaian diri dengan pasangan pada mahasiswa...
TRANSCRIPT
PENYESUAIAN DIRI DENGAN PASANGAN PADA MAHASISWA
YANG BERPACARAN BEDA ETNIS ( JAWA-AMBON ) DI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
OLEH
ALOYSIUS FRANSISKUS BHOGA
80 2013 076
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017
PENYESUAIAN DIRI DENGAN PASANGAN PADA MAHASISWA
YANG BERPACARAN BEDA ETNIS ( JAWA-AMBON ) DI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
Aloysius Fransiskus Bhoga
Chr. Hari Soetjiningsih
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017
i
ABSTRAK
Atwater (1983) mengemukakan salah satu konsep tentang penyesuaian yaitu
penyesuaian diri merupakan suatu perubahan yang dialami seseorang untuk mencapai
suatu hubungan yang memuaskan dengan orang lain dan lingkungan di sekitarnya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penyesuaian diri dengan
pasangan pada mahasiswa yang berpacaran beda etnis ( Jawa- Ambon ) di
Universitas Kristen Satya Wacana. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif
dengan metode wawancara. Partisipan penelitian ini adalah 2 pasangan mahasiswa
aktif yang berpacaran beda etnis selama 1 sampai 3 tahun. Hasil penelitian
menunjukan kedua pasangan beda etnis tersebut telah melakukan penyesuaian diri
dengan baik terhadap pasanganya. Hal tersebut dapat terlihat dari adanya penyesuaian
diri yang dilakukan terhadap pola komunikasi, adanya sikap menerima budaya
pasanganya, mampu mengekspresikan perasaan-perasaan positif terhadap pasanganya
serta mampu menjaga hubungan agar tetap baik dan harmonis.
Kata Kunci : Penyesuaian diri , pacaran beda etnis .
ii
ABSTRACT
Atwater (1983) suggests one of the concept of adjustment, namely adaptability is one of the
changes experienced by a person to achieve a satisfactory relationship with other people
and the surrounding environment. The purpose of this study was to describe
the conformity with the couples on a student dating a different ethnicity (Java-Ambon) at
Satya Wacana Christian University. This study uses qualitative methods with methods of
interview. Participants in this study was an active student couples dating ethnic difference for
1 to 3 years. Research results showed the two the ethnic difference couples make adjustments
yourself well against spouse. It can be seen from the existence of self adjustment done against
the communication pattern , the attitude of accepting culture couples , able to express
positive feelings towards partner as well as being able to keep the relationship to keep it
good and harmonious.
Keywords: adaptability, courting ethnic difference.
1
PENDAHULUAN
UKSW merupakan salah satu Universitas swasta yang terletak di Jawa Tengah
tepatnya Salatiga. Universitas ini menjadi salah satu kampus yang di kenal dengan
sebutan Indonesia mini. UKSW mempunyai banyak mahasiswa dari berbagai latar
belakang suku, bangsa, agama, serta adat istiadat yang ada di Indonesia. Berdasarkan
data Biro Kemahasiswaan UKSW tahun 2012, diketahui bahwa mahasiswa pendatang
yang berkuliah di UKSW terbilang cukup banyak, dan berasal dari berbagai daerah,
seperti : Papua, Jawa, Sumba, Lampung, Minangkabau, Minahasa, Toraja, Ambon ,Timor
( Rote, Alor, Flores ) Batak dan Dayak.
Bahasa dan simbol etnis pada dasarnya sangat mempengaruhi proses-proses
komunikasi antara mahasiswa yang berbeda latar belakang atau dikenal dengan
komunikasi antar budaya khusunya di UKSW. Hal ini didasarkan pada pemikiran Sitaram
dan Cogdell ( 1976 ) yang mengatakan komunikasi antar budaya merupakan interaksi
antara para anggota kebudayaan yang berbeda ( Intercultural communications interaction
between members of differing cultures ). Dalam berbagai aktifitas sosial yang terbangun
dalam keberagaman budaya, komunikasi menjadi saluran utama proses interaksi. Proses
interaksi dalam keberagaman budaya ini memungkinkan terjadinya komunikasi antar
budaya sebagai fenomena keseharian. Sebagai makluk sosial, yang terintegrasi dalam
berbagai keragaman budaya menyebabkan terjadinya hubungan pada pasangan-pasangan
beda etnis yang berujung pada pacaran. Menurut pendapat Hurlock (1980) proses
membentuk dan membangun hubungan personal dengan lawan jenis dapat berlangsung
melalui apa yang biasa di sebut sebagai hubungan pacaran. Biasanya pacaran sudah
dimulai sejak dewasa muda yang berada pada usia 18-40 tahun dan merupakan periode
penyesuaian terhadap pola-pola hidup yang baru dan harapan sosial yang baru pula.
Fenomena berpacaran beda etnis Jawa-Ambon ini bukan merupakan hal yang baru,
hal ini sudah berlangsung lama, meskipun dihadapkan dengan perbedaan nilai budaya
dan karakter namun dalam menjalin hubungan pasangan beda etnis ini mampu
mempertahankan hubunganya. Hal ini tidak luput dari proses penyesuaian diri yang
dilakukan oleh pasangan tersebut, dimana mereka mampu untuk menyesuaikan diri satu
sama lain terhadap pasanganya. Penyesuaian diri terhadap pasangan yang dilakukan oleh
pasangan yang berpacaran beda etnis tentunya berbeda dengan pasangan yang
berpacaran sesama etnis. Pasangan yang berpacaran beda etnis tentunya memiliki
2
tingkat kesulitan yang lebih dalam memahami pasanganya , hal tersebut dikarenakan
keduanya memiliki nilai dan budaya yang berbeda, sementara mereka yang berpacaran
sama etnis akan terlihat lebih mudah memahami pasanganya, karena keduanya memiliki
budaya yang serupa. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan pasangan yang
berpacaran beda etnis, mereka mengakui ketika awal berpacaran beda etnis mereka
mengalami kesulitan untuk memahami pasangan mereka. Kesulitan tersebut dirasakan
dalam hal ketika mereka berkomunikasi dimana mereka yang berasal dari suku Jawa
mengakui mengalami kesulitan dalam memahami pesan dan maksud yang disampaikan
oleh pasanganya, hal tersebut dikarenakan cara pengucapan pasangan yang beretnis
Ambon yang cenderung cepat, berbeda dengan budaya Jawa yang cenderung berintonasi
pelan dan halus dalam berkomunikasi. Adanya perbedaan konsep dan nilai ini
memungkinkan mereka untuk mengenal dan memahami dan menyesuaikan diri dengan
pasanganya sehingga keduanya mampu membangun sebuah hubungan interpersonal
yang baik. Selain itu adapula dampak psikologis yang dirasakan oleh pasangan beda
etnis tersebut, walaupun beda budaya kedua pasangan tersebut mengaku merasa senang
memiliki pasangan yang beda etnis, selain merasa nyaman dengan pasanganya, mereka
juga mengaku bisa mempelajari dan mengetahui budaya pasanganya tersebut.
Adapun alasan yang mendasari peneliti memilih etnis (Jawa-Ambon) sebagai
sasaran penelitian adalah karena peneliti melihat adanya perbedaan konsep nilai dan
budaya yang dianut oleh kedua pasangan beda etnis tersebut yang telah melekat dan
menjadi identitas diri pasangan tersebut sehingga dalam penyesuaian diri mereka
tentunya membutuhkan pemahaman lebih terhadap pasanganya. Secara umum, suku
jawa diidentikkan dengan berbagai sikap sopan, segan, menyembunyikan perasaan, serta
menjaga etika berbicara baik secara isi dan bahasa perkataan maupun objek yang diajak
berbicara. Menurut Greetz (dalam Suseno, 2005) ada dua kaidah yang paling
menentukan dalam pola pergaulan masayrakat Jawa. Kaidah pertama, manusia harus
bersikap untuk tidak menimbulkan konflik dengan pengembangan hidup rukun,
sedangkan kaidah kedua adalah manusia harus mampu membawa diri untuk hormat
kepada orang lain,sesuai dengan derajat dan kedudukanya. Ungkapan tersebut
menunjukan betapa orang jawa menghargai pentingnya hidup rukun, persahabatan,
pergaulan dan perjumpaan antar mannusia. Hal ini sejalan dengan pendapat Suranto. A
.W (2010) yang mengatakan bahwa adanya adat istiadat yang tak tertulis ini, menjadi
sebab mengapa orang jawa pada umumnya hidup tenang dan bebas dari ketegangan. Hal
3
ini memungkinkan pola hidup orang Jawa kental dengan nilai sopan santun, termasuk
dalam perilaku komunikasinya baik verbal maupun nonverbal yang selalu melibatkan
pengelaman, kebiasaan,nilai dan budaya yang mengekspresikan kelembutan dan halus
dalam bicaranya, kemudian berbeda dengan orang Ambon yang identik dengan budaya
dan perilaku komunikasi yang kasar, langsung dan cenderung blak-blakan. Dengan
perbedaan nilai dan budaya tersebut peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana
penyesuaian diri dengan pasangan pada mahasiswa yang berpacaran beda etnis (Jawa-
Ambon )
Adanya perbedaan konsep nilai ini memungkinkan mereka harus berusaha mengenal,
memahami, dan menyesuaikan diri satu sama lain. Semakin dalam kedua pasangan saling
mengenal dan memahami berdampak pada semakin mereka menyingkapkan diri. Hal ini
tentunya merupakan bagian dari sejauh mana proses memahami dan menyesuaikan diri
satu sama lain sehingga bisa menciptakan keselarasan hubungan interpersonal yang
komunikatif. Masalah penyesuaian adalah suatu hal yang sifatnya universal dan unik,
karena setiap individu mau tidak mau harus menghadapi masalah atau kesulitan dalam
kehidupanya sehingga perlu melakukan penyesuaian diri. Pada saat seorang pria dan
seorang wanita beda etnis berpacaran, tentunya masing-masing membawa nilai-nilai
budaya, sikap, keyakinan, dan gaya penyesuaian sendiri-sendiri ke dalam hubungan
pacaran tersebut. Masing-masing memiliki latar belakang dan pengalaman yang berbeda,
tentu saja ada perbedaan dalam susunan nilai serta tujuan yang ingin dicapai, untuk itulah
perlu dilakukan penyesuaian sehingga kebutuhan dan harapan masing-masing pasangan
beda etnis tersebut dapat terpenuhi.
Namun demikian penelitian-penelitian yang dilakukan sejauh yang diketahui belum
memfokuskan pada, bagaimana proses penyesuaian diri mahasiswa dalam melakukan
pendekatan dengan lawan jenis sampai pada relasi pacaran yang berlangsung sampai pada
masalah-masalah yang terjadi didalamnya sehingga penelitian ini memfokuskan pada hal
tersebut terutama pada mahasiswa mahasiswi uksw karena mereka masih dikategorikan
mahasiswa aktif. Hal ini tentunya akan memberikan gambaran pengetahuan yang beragam
dan menarik untuk dikaji secara lebih mendalam.
4
Rumusan Masalah
Bagaimana penyesuaian diri dengan pasangan pada mahasiswa yang berpacaran
beda etnis Jawa-Ambon di Universitas Kristen Satya Wacana ?
Tujuan Penelitian
Mendeskripsikan penyesuaian diri dengan pasangan pada mahasiswa yang berpacaran
beda etnis Jawa- Ambon di Universitas Kristen Satya Wacana
Manfaat Penelitian
Secara Teoritis: penelitian ini diharapkan dapat melengkapi penelitian-penelitian
yang terkait dengan berpacaran khususnya dalam konteks latar belakang etnis dan
budaya yang berbeda.
Secara Praktis: Penelitian ini berguna bagi mahasiswa-mahasiswi dalam upaya
mereka menyesuiakan diri dalam berpacaran beda budaya etnis khususnya di UKSW.
5
TINJAUAN PUSTAKA
Penyesuaian Diri
Atwater (1983) mengemukakan salah satu konsep tentang penyesuaian yaitu
penyesuaian diri merupakan suatu perubahan yang dialami seseorang untuk mencapai
suatu hubungan yang memuaskan dengan orang lain dan lingkungan di sekitarnya.
Bila diperhatikan lebih lanjut, tampaknya ada tiga elemen di dalam proses
penyesuaian diri tersebut, seperti yang dikemukakan oleh Atwater (1983). Ketiga
elemen tersebut adalah diri seseorang (ourselves), orang lain (others) dan perubahan
(changes). Ketiga elemen ini merupakan unsur yang ada dalam setiap proses adaptasi.
Pengertian penyesuaian diri menurut Fahmi (1999) merupakan suatu proses
dinamika yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan
yang lebih sesuai antara diri individu dengan lingkunganya. Dengan batasan tersebut
dapat diberikan batasan bahwa kemampuan manusia sanggup untuk membuat
hubungan-hubungan yang menyenangkan antara manusia dengan lingkunganya.
Atkinson (1983) mengemukakan penyesuaian diri merupakan kemampuan
individu untuk bereaksi secara efektif terhadap kenyataan, situasi dan hubungan sosial
untuk mencapai kehidupan yang memuaskan.
Selain itu, Lazarus (1976) mengatakan bahwa penyesuaian diri dapat dilihat
melalui dua perspektif, antara lain :
a. Penyesuaian sebagai hasil (Adjustment as an achievement).
Di sini penyesuaian menyangkut kemampuan, hasil, atau status akhir.
Dalam pandangan ini, seseorang dikategorikan mampu menyesuaikan diri
dengan baik (adjusted) atau tidak dapat menyesuaikan diri dengan baik
(maladjusted). (Haber & Runyon 1984).
b. Penyesuaian sebagai proses (Adjustment as a process).
Di sini penyesuaian dipandang sebagai proses yang sedang berlangsung,
atau sebagai suatu keadaan yang tengah atau terus berlangsung.
Jadi dapat disimpulkan penyesuaian diri adalah suatu perubahan yang dialami
seseorang dalam hidupnya sebagai suatu proses yang sedang berlangsung, atau suatu
keadaan yang tengah atau terus berlangsung untuk mencapai suatu hubungan yang
6
memuaskan dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya. Dan dalam penelitian ini
peneliti meneliti bagaimana penyesuaian diri dengan pasangan pada mahasiswa yang
berpacaran beda etnis (Jawa-Ambon) di universitas kristen Satya Wacana Salatiga.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri
Menurut Schneiders (1964) ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi
penyesuaian diri, yakni :
a. Keadaan Fisik
Kondisi fisik individu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
penyesuaian diri, sebab keadaan sistem-sistem tubuh yang baik merupakan
syarat bagi terciptanya penyesuaian diri yang baik. Apabila terdapat
kondisi cacat fisik dan penyakit kronis akan menghambat individu dalam
menyesuaikan diri.
b. Perkembangan dan Kematangan
Perbedaan bentuk penyesuaian diri antar individu dipengaruhi oleh
perbedaan tahap perkembangan yang dilalui oleh masing-masing individu.
Sejalan dengan perkembangannya, individu akan semakin matang dalam
merespon lingkungan. Kematangan individu dalam segi intelektual, sosial,
moral, dan emosi akan mempengaruhi bagaimana individu melakukan
penyesuaian diri.
c. Keadaan Psikologis
Keadaan mental yang sehat merupakan syarat bagi terciptanya
penyesuaian diri yang baik, sehingga dapat dikatakan bahwa adanya
frustasi, kecemasan dan cacat mental akan menghambat individu dalam
melakukan penyesuaian diri. Selain itu, keadaan mental yang baik akan
mendorong individu untuk memberikan respon yang selaras dengan
dorongan internal maupun tuntutan lingkungannya. Hal yang termasuk
dalam keadaan psikologis di antaranya adalah pengalaman, pendidikan,
konsep diri, dan keyakinan diri.
d. Keadaan lingkungan
Keadaan lingkungan yang baik, damai, tenteram, aman, penuh
penerimaan dan pengertian, serta mampu memberikan perlindungan bagi
anggota-anggotanya merupakan lingkungan yang akan memperlancar
proses penyesuaian diri. Sebaliknya apabila individu tinggal di lingkungan
7
yang tidak tentram, tidak damai, dan tidak aman, maka individu tersebut
akan mengalami gangguan dalam melakukan proses penyesuaian diri.
Keadaan lingkungan yang dimaksud meliputi sekolah, rumah, dan
keluarga.
e. Tingkat religiusitas dan kebudayaan
Religiusitas merupakan faktor yang memberikan suasana psikologis yang
dapat digunakan untuk mengurangi konflik, frustasi dan ketegangan psikis
lainnya. Religiusitas memberi nilai dan keyakinan sehingga individu
memiliki arti, tujuan, dan stabilitas hidup yang diperlukan untuk
menghadapi tuntutan dan perubahan yang terjadi dalam hidupnya.
Kebudayaan pada suatu masyarakat merupakan suatu faktor yang
membentuk watak dan tingkah laku individu untuk menyesuaikan diri
dengan baik atau justru membentuk individu yang sulit menyesuaikan diri.
Karakteristik Penyesuaian Diri
Karakteristik penyesuaian diri yang efektif menurut Haber dan Runyon
(1984),yaitu :
a. Memiliki Persepsi yang Akurat terhadap Realitas atau Kenyataan
(AccuratePerception of Reality)
Persepsi yang dimiliki individu biasanya diwarnai dengan keinginan dan
motivasinya. Hanya pada saat-saat tertentu individu dapat melihat dan
mendengar apa yang benar-benar dilihat dan didengar. Sehubungan
dengan persepsi yang akurat terhadap kenyataan, aspek yang terpenting
adalah kemampuan individu untuk mengenali konsekuensi dari
tindakannya dan mengarahkan tingkah lakunya.
b. Mampu Mengatasi atau Menangani Stres dan Kecemasan (Ability to Cope
with Stress and Anxiety)
Di dalam kehidupan, individu sering menghadapi berbagai macam
masalah.
Masalah-masalah tersebut ada yang dapat diatasi, namun ada juga yang
tidak berhasil ditangani dengan baik. Masalah yang tidak terselesaikan
akan menimbulkan rasa kecewa, stres, kecemasan bahkan rasa tidak
bahagia dalam diri individu.
8
c. Memiliki Citra Diri yang Positif (A Positive Self Image)
Kemampuan individu menggambarkan dirinya dalam berbagai aspek
secara keseluruhan merupakan salah satu indikator dari kualitas
penyesuaian.Individu yang mampu menggambarkan diri dari berbagai
aspek dan memiliki harmonisasi antara aspek satu dengan lainnya
menunjukkan bahwa individu yang bersangkutan memiliki penyesuaian
yang baik.Salah satu hal yang menunjukkan bahwa individu memiliki
penyesuaian yang baik adalah kemampuan individu dalam
menggambarkan diri secara positif
d. Mampu untuk Mengekspresikan Perasaan (Ability to Express Feeling)
Orang yang sehat secara emosi dapat merasakan dan mengekspresikan
emosi serta perasaan. Emosi yang ditunjukkan adalah sesuatu yang sesuai
dengan tuntutan situasi dan secara umum berada di bawah kontrol
individu. Contoh : individu menangis di pemakaman, tertawa pada situasi
yanng menggelikan, merasa senang ketika berada di dekat orang yang
dicintai. Ketika marah, individu dapat mengekspresikannya dengan cara
yang tidak menyakiti orang lain secara psikologis ataupun fisik.
e. Memiliki Hubungan Interpersonal yang Baik (Good Interpersonal
Relation)
Orang yang penyesuaian dirinya efektif, mampu untuk mencapai tingkat
keakraban (intimacy) yang cocok dalam hubungan sosialnya. Mereka
biasanya kompeten dan selalu merasa nyaman ketika berinteraksi dengan
orang lain. Selain itu, mereka pun akan membuat orang lain merasa
nyaman ketika ia ada bersamanya.
Pacaran
Definisi Pacaran
Menurut DeGenova dan Rice (2005) pacaran adalah menjalankan suatu
hubungan dimana dua orang bertemu dan melakukan serangkaian aktivitas bersama
agar dapat saling mengenal satu sama lain. Benokraitis (1996) menambahkan bahwa
pacaran adalah proses dimana seseorang bertemu dengan seseorang lainnya dalam
konteks sosial yang bertujuan untuk menjajaki kemungkinan sesuai atau tidaknya
orang tersebut untuk dijadikan pasangan hidup. Menurut Saxton (dalam Bowman,
1978), pacaran adalah suatu peristiwa yang telah direncanakan dan meliputi berbagai
9
aktivitas bersama antara dua orang (biasanya dilakukan oleh kaum muda yang belum
menikah dan berlainan jenis )
Kyns (1989) menambahkan bahwa pacaran adalah hubungan antara dua orang
yang berlawanan jenis dan mereka memiliki keterikatan emosi, dimana hubungan ini
didasarkan karena adanya perasaan-perasaan tertentu dalam hati masing-masing.
Menurut Reiss (dalam Duvall & Miller, 1985) pacaran adalah hubungan antara pria
dan wanita yang diwarnai keintiman. Menurut Papalia, Olds & Feldman (2004),
keintiman meliputi adanya rasa kepemilikan. Adanya keterbukaan untuk
mengungkapkan informasi penting mengenai diri pribadi kepada orang lain (self
disclosure) menjadi elemen utama dari keintiman.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa pacaran
adalah serangkaian aktivitas bersama yang diwarnai keintiman (seperti adanya rasa
kepemilikan dan keterbukaan diri) serta adanya keterikatan emosi antara pria dan
wanita yang belum menikah dengan tujuan untuk saling mengenal dan melihat
kesesuaian antara satu sama lain sebagai pertimbangan sebelum menikah.
Fungsi Pacaran
Pada dasarnya pacaran berfungsi agar individu mengenal dan belajar
bagaimana bertindak terhadap lawan jenis. Dengan pacaran, individu mempelajari diri
satu sama lain, belajar cara-cara berinteraksi dengan lawan jenis serta belajar hal-hal
apa saja yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan terhadap lawan jenis. Menurut
Duval & Miller (1985), fungsi dari pacaran adalah untuk mencari pasangan. Dengan
pacaran, individu berusaha mencari seseorang yang mereka suka dan menimbulkan
perasaan nyaman dalam diri mereka untuk kemudian dikenal lebih dalam lagi.
Dengan pacaran, individu berusaha mencari seseorang yang mereka suka dan
menimbulkan perasaan nyaman dalam diri mereka.
Komponen Pacaran
Menurut Karsner (2001) ada empat komponen penting dalam menjalin
hubungan pacaran. Kehadiran komponen-komponen tesebut dalam hubungan akan
mempengaruhi kualitas dan kelanggengan hubungan pacaran yang dijalani. Adapun
komponen-komponen pacaran tersebut, antara lain:
a. Saling Percaya (Trust each other)
10
Kepercayaan dalam suatu hubungan akan menentukan apakah suatu
hubungan akan berlanjut atau akan dihentikan. Kepercayaan ini meliputi
pemikiran-pemikiran kognitif individu tentang apa yang sedang dilakukan
oleh pasangannya.
b. Komunikasi (Communicate your self)
Komunikasi merupakan dasar dari terbinanya suatu hubungan yang baik
(Johnson dalam Supraktik, 1995). Feldman (1996) menyatakan bahwa
komunikasi merupakan situasi dimana seseorang bertukar informasi
tentang dirinya terhadap rang lain.
c. Keintiman (Keep the romance alive)
Keintiman merupakan perasaan dekat terhadap pasangan (Stenberg dalam
Shumway, 2004). Keintiman tidak hanya terbatas pada kedekatan fisik
saja. Adanya kedekatan secara emosional dan rasa kepemilikan terhadap
pasangan juga merupakan bagian dari keintiman.
d. Meningkatkan komitmen (Increase Commitment)
Menurut Kelly (dalam Stenberg, 1988) komitmen lebih merupakan
tahapan dimana seseorang menjadi terikat dengan sesuatu atau seseorang
dan terus bersamanya hingga hubungannya berakhir. Individu yang sedang
pacaran, tidak dapat melakukan hubungan spesial dengan pria atau wanita
lain selama ia masih terikat hubungan pacaran dengan seseorang.
11
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian.
Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan peneliti adalah metode
kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang memungkinkan evaluator
untuk mempelajari isu yang dipilih secara mendalam dan terperinci (dalam Patton,
1990).
Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini subjek yang di teliti adalah Mahasiswa aktif Universitas
Kristen Satya Wacana (UKSW) , dengan kriteria sebagai berikut :
1. Sedang menjalin hubungan berpacaran beda etnis Jawa-Ambon selama 1-3 tahun.
2. Rentang usia 20-23 tahun dan berdomisili di Salatiga.
Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini, menggunakan metode wawancara mendalam untuk
mendapatkan informasi dari partisipan. Metode ini mencakup cara yang dipergunakan
seseorang untuk suatu tujuan tertentu, mencoba mendapatkan keterangan atau
pendapat secara lisan langsung dari seseorang atau informan. Wawancara subyek
pertama dilakukan pada Senin 21 November 2016 dan wawancara subyek ke dua
dilaksanakan pada Rabu 30 November 2016 dan Sabtu 03 Desember 2016.
Alat Bantu Penelitian
Didalam penelitian peneliti menggunakan dua instrumen penelitian, yaitu :
1. Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara digunakan agar wawancara yang dilakukan tidak
menyimpang dari tujuan penelitian. Pedoman ini disusun tidak hanya
berdasarkan tujuan penelitian, tetapi juga berdasarkan teori yang berkaitan
dengan masalah yang diteliti.
2. Alat Perekam
Untuk memperoleh data yang utuh, peneliti menggunakan alat perekam
selama wawancara. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan bias yang
12
mengkin terjadi karena keterbatasan dan subjektifitas peneliti. Peneliti
terlebih dahulu meminta persetujuan subjek sebelum menggunakan alat
perekam.
Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis tematik.
Analisis tematik merupakan proses mengkode informasi, yang dapat menghasilkan
daftar tema, model tema atau indikator yang komplek, kualifikasi yang biasanya
terkait dengan tema itu, atau hal-hal di antara atau gabungan yang telah disebutkan.
Tema tersebut secara minimal dapat mendeskripsikan fenomena, dan secara maksimal
memungkinkan interpretasi tema (Boyatzis dalam Poerwandari, 2001).
Uji Keabsahan Data
Uji keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan triangulasi.
Triangulasi dalam penelitian ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai
sumber dengan berbagai cara dan waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi
sumber, triangulasi teknik pengumpulan data dan waktu. (dalam Sugiono, 2012 )
13
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan pada tanggal 21 November 2016
sampai dengan 3 Desember 2016. Wawancara dilakukan satu kali untuk partisipan pertama
dan dua kali untuk partisipan kedua. Pada partisipan pertama, wawancara dilakukan di kos-
kosan narasumber yang dilaksanakan pada tanggal 21 November 2016. Dan untuk partisipan
kedua, wawancara dilakukan di rumah makan di jalan Kemiri Barat, Salatiga pada tanggal 30
November 2016 dan 3 Desember 2016. Dan untuk data triangulasi didapatkan dari teman
dekat kedua pasangan subyek yang berpacaran beda etnis tersebut.
Partisipan Pasangan Pertama (P1) seorang wanita yang beretnis Jawa dan pasanganya
(P2) yang beretnis Ambon, Keduanya saat ini adalah mahasiswa aktif di Universitas Kristen
Satya Wacana. (P1) merupakan anak ke dua dari dua bersaudara, sementara pasanganya (P2)
merupakan anak ke dua dari tga bersaudara. Keduanya menganut agama Kristen. (P1)
memiliki hobi fotografer,dance, basket dan menggambar, sementara pasanganya (P2)
memiliki hobi bermain basket, memasak dan traveling . keduanya telah lama berpacaran
selama 3 tahun . Saat ini K tinggal di kos-kosan tepatnya di Jalan Kemiri 2, sementara
pasanganya A tinggal di Jalan Patimura.
Partisipan pasangan Kedua (D1) seorang wanita yang beretnis Jawa dan pasanganya
(D2) yang beretnis Ambon. Keduanya saat ini adalah mahasiswa aktif di Universitas Kristen
Satya Wacana. (D1) merupakan anak pertama dari tiga bersaudara , sementara (D2) anak
pertama dari dua bersaudara. Keduanya menganut agaman Kristen. (D1) mempunya hobi
membaca, dan traveling sementara pasanganya (D2) memiliki hobi menonton, mendengar
lagu, dan membaca berita mengenai sepak bola. Keduanya telah lama berpacaran selama 2
tahun . Saat ini (D1) tinggal di kos-kosan di jalan Seruni, sedangkan pasanganya (D2) kos-
kosan di jalan Kemiri Barat.
Berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui bahwa kedua pasangan yang berbeda
etnis tersebut telah menyesuaikan diri dengan pasanganya masing-masing, pencapaian
terhadap penyesuaian tersebut dapat terlihat dari karakteristik penyesuaian diri yang efektif
yang dikemukakan oleh Haber dan Runyon (1984) .
14
a. Keinginan untuk memilih berpacaran beda etnis serta persepsi terhadap budaya
pasangan.
Partisipan pasangan pertama P1&P2 memulai berpacaran beda etnis sejak
Januari 2014, dan saat ini PI&P2 memasuki usia berpacaran yang ke 3 tahun. P1
mengatakan bahwa alasan ia memilih untuk berpacaran beda etnis adalah agar ia
mampu dan ingin belajar mengenai budaya dari daerah pasanganya serta mampu
mengenali karakter dari pasanganya yang berasal dari Ambon tersebut. Sementara itu
P2 mengatakan ia memilih berpacaran beda etnis dikarenakan faktor orang tua yang
menginginkan ia untuk berpacaran dengan pasangan yang beda etnis dengan alasan
untuk memperbaiki keturunan. Kedua pasangan tersebut mengaku berpacaran beda
etnis bukanlah hal yang mudah, dan harus banyak melakukan penyesuaian diri
terhadap satu sama lain, hal tersebut dikarenakan keduanya memiliki latar belakang
budaya yang berbeda. P1 mengatakan suku Ambon merupakan suku yang keras dan
spontan ketika berbicara dan berperilaku, berbeda dengan P2 yang mengatakan suku
Jawa itu adalah suku yang halus dan santun. Untuk menyikapi perbedaan tersebut
keduanya mangaku untuk lebih menyesuaikan diri dengan pasangan serta belajar
untuk lebih bisa memahami pasanganya.
Partisipan pasangan ke dua D1&D2 memulai berpacaran beda etnis sejak
september 2015 , dan saat ini keduanya memasuki usia berpacaran yang ke 2 tahun.
D1 mengatakan ia memilih berpacaran beda etnis dikarenakan ia ingin mendapatkan
dan belajar sesuatu yang baru dari pasanganya yang beda etnis karena selama ini ia
selalu berpacaran dengan sesama etnis, selain itu ia juga mengaku ingin mengenal dan
belajar budaya dari pasanganya tersebut. Sementara itu pasanganya D2 mengaku ia
memilih berpacaran beda etnis karena dulu ia pernah berpacaran dengan sesama etnis,
dan hubungan keduanya pun tidak bertahan lama dikarenakan keduanya memiliki
karakter yang sama keras dan kasar, dan akhirnya D2 memutuskan untuk berpacaran
beda etnis. Menurut D1 suku Ambon merupakan suku yang keras dan kasar,
sementara itu pasanganya D2 mengatakan suku Jawa adalah suku yang sopan, lembut
dan ramah. Untuk menyikapi perbedaan tersebut kedua pasangan mengaku mereka
memilih untuk saling menerima dan belajar budaya pasanganya masing-masing.
b. Mampu mengatasi masalah yang dialami dalam penyesuaian.
Dalam sesi wawancara pada partisipan pertama, P1 mengatakan ketika ditahun
pertama berpacaran masalah yang sering dialami oleh pasangan tersebut dalam
penyesuaian adalah kesalahapahaman dimana P1 selalu merasa tersinggung dengan
15
ucapan ataupun cara komunikasi pasanganya yang memiliki intonasi yang terlalu
keras dan cepat dan ia merasa pasanganya tersebut sedang memarahinya tanpa sebab
yang jelas. Hal tersebut dikarenakan pengaruh karakter budaya Ambon yang keras
dan cepat ketika sedang berkomunikasi. Untuk menyikapi hal tersebut kedua
pasangan menyelesaikan masalah tersebut dengan cara berdiskusi dan saling terbuka.
Seiring berjalanya waktu setelah memasuki tahun ke 2 berpacaran P2 mampu
melakukan penyesuaian dengan pasanganya dalam berkomunikasi dimana ketika
berkomunikasi dengan pasanganya ia cenderung lebih pelan dan halus, hal tersebut
terus dilakukanya hingga saat ini.
Sementara itu pada partisipan ke dua , D1 yang berasal dari Jawa mengaku
mengalami kesulitan dalam menangkap atau memahami pesan yang disampaikan oleh
pasanganya yang beretnis Ambon, hal tersebut dikarenakan cara komunikasi
pasanganya yang menurutnya terlalu cepat. Sementara pasanganya D2 dalam sesi
wawancara juga mengakui akan hal tersebut, ia merasa bahwa cara berbicaranya yang
cepat membuat pasanganya tidak memahami pesan yang dimaksudkan, dan hal
tersebut terjadi ketika kedua pasangan tersebut berpacaran selama satu tahun lebih.
Untuk menyikapi hal tersebut cara yang dilakukan oleh pasangan tersebut sama
dengan yang dilakukan oleh pasangan pertama, dimana kedua pasangan beda etnis
tersebut berdiskusi serta saling terbuka satu sama lain. Dan saat memasuki tahun ke 2
pacaran D2 mampu berkomunikasi dengan pasanganya yang beretnis Jawa dengan
cara yang lebih pelan dari sebelumnya dan penyesuaian tersebut dilakukanya agar ia
mampu menjaga dan memiliki hubungan yang harmonis dengan pasanganya.
c. Memiliki gambaran diri yang positif terhadap proses penyesuaian.
Partisipan pasangan pertama dan partisipan pasangan kedua sama-sama
memiliki sikap dan cara pandang yang positif terhadap pribadinya masing-masing.
Gambaran diri positif tersebut berupa adanya rasa percaya diri dan perasaan mampu
dalam proses penyesuaian. Dari hasil wawancara yang dilakukan pasangan beda etnis
tersebut masing-masing mengakui bahwa dirinya mampu dan yakin serta memiliki
sikap percaya diri untuk menjalin hubungan berpacaran beda etnis walaupun mereka
memiliki latar belakang dan budaya yang berbeda. Kedunya pasangan beda etnis
tersebut menyadari akan kekuranganya dalam proses penyesuaian diri, namun seiring
berjalanya waktu kedua pasangan beda etnis tersebut mengaku akan terus belajar
memahami pasanganya. Adanya penyesuaian diri yang terus dilakukan terhadap
16
pasanganya masing-masing membuat pasangan beda etnis tersebut merasa dirinya
mampu untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan pasanganya.
d. Mampu untuk mengekspresikan perasaan yang positif terhadap pasanganya.
Sebagai pasangan yang berpacaran beda etnis, kedua partisipan pasangan
tersebut mampu mengekspresikan perasaanya dan mengontrol emosinya terhadap
pasanganya. Dari hasil wawancara yang dilakakuan kedua pasangan tersebut mengaku
merasa nyaman saat bersama pasanganya, sehingga mereka mampu membina
hubungan yang baik. Sementara itu dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi,
pasangan yang beretnis Ambon mereka akan mengontrol emosi-emosi negatif dan
bersikap untuk lebih sabar, hal tersebut mereka lakukan untuk menjaga hubunganya
dengan pasanganya yang beda etnis, sebab mereka meyakini bahwa budaya
pasanganya adalah budaya yang halus dan santun sehingga mereka pun menunjukan
sikap dan perlakukan yang halus dan santun terhadap pasanganya.
e. Memiliki hubungan yang baik dan harmonis terhadap pasangan.
Kedua pasangan pastisipan ( P1&P2) dan (D1&D2 ) menjalin hubungan yang
baik antara satu sama lain, dan hal tersebut tak luput dari proses penyesuaian yang
dilakukan oleh pasangan beda etnis tersebut. Sejak awal berpacaran hingga saat ini
pasangan beda etnis tersebut mampu menjalin hubungan yang yang baik antara satu
sama lain. Kedua pasangan pastisipan ( P1&P2) dan (D1&D2 ) memiliki waktu
senggang sehabis keduanya kuliah atau di saat liburan. Dari hasil wawancara kedua
pasangan tersebut mengaku dalam seminggu mereka bisa bertemu selama 5-7 hari,
dan waktu tersebut selalu mereka gunakan untuk melakukan aktivitas bersama- sama
seperti , makan bersama, jalan-jalan, nonton film dan terkadang mereka melakukan
olahraga bersama seperti , jogging dan bermain basket dan sesekali mungkin mereka
berdiskusi dan membahas mengenai kultur ataupun budaya daerah masing-masing
dan hal tersebut mereka lakukan untuk lebih jauh memahami budaya pasangan
mereka masing-masing, dan kebersamaan tersebut membuat kedua pasangan beda
etnis tersebut menjadi lebih dekat dan harmonis.
17
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kedua
pasangan yang berpacaran beda etnis Jawa – Ambon tersebut telah melakukan penyesuaian
diri dengan pasanganya. Hal tersebut dapat terlihat dari adanya penyesuaian diri yang
dilakukan terhadap pola komunikasi,sikap menerima budaya pasanganya, mampu
mengekspresikan perasaan-perasaan positif terhadap pasanganya serta mampu menjaga
hubungan agar tetap baik dan harmonis. Hasil proses persepsi terhadap perilaku komunikasi
pasangan membuat masing-masing pasangan tersebut mampu untuk mengenal pasanganya,
memahami perilakunya, mengerti keadaannya dan membangun hubungan interpersonal yang
baik dengan pasanganya yang berbeda etnis tersebut.
Dalam menjalin hubungan berpacaran beda etnis, kedua pasangan beda etnis tersebut
menunjukan sikap yang menghargai perbedaan yang ada dengan belajar mengenal dan
menyesuaikan diri dengan pasanganya, penyesuaian diri tersebut dilakukan agar mereka
mampu memahami satu sama lain dan membangun hubungan yang baik dan harmonis
dengan pasanganya yang berbeda etnis. Dan dari hasil wawancara yang dilakukan kepada
kedua pasangan beda etnis tersebut dimana mereka mengaku merasa puas dan bahagia ketika
mereka mampu memahami dan menyesuaiakan diri dengan pasanganaya, dan pencapaian
tersebut membuat mereka merasa nyaman bersama pasangannya yang beda etnis.
SARAN
Bagi Subyek : Diharapkan subjek dapat melakukan penyesuaian diri dengan lebih baik
dalam hubunganya dengan pasanganya yang beda etnis sehingga pasangan beda etnis tersebut
mampu lebih memahami satu sama lain dan membangun hubungan yang harmonis.
Bagi Penelitian Selanjutnya : Diharapkan bagi penelitian selanjutnya dapat mengali lebih
jauh tentang bagaimana penyesuaian diri dengan pasangan yang berpacaran beda etnis di
kalangan mahasiswa dengan subjek yang lebih beragam.
18
DAFTAR PUSTAKA
Desmita. (2009). Psikologi Perkembangan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Fahmi, M . (1982). Pengertian penyesuaian diri dan perannya dalam kesehatan mental.
Jakarta : PT Bulan Bintang.
Utami, F. P. ( 2015 ). Penyesuaian diri remaja putri yang menikah muda. Skripsi
(diterbitkan ). Program Studi Fakultas Psikologi Islam Negeri Raden Fatah Palembang.
Haber, A. & Runyon, R. (1984). Psychology of adjusment. New York : The Dorsey Press.
Bird, E & Melville, K. (1994). Families and intimate relationship. New York : Mc.Graw
Hill, Inc.
Pawito. (2007). Penelitian Komnuikasi Kualitatif. Yogyakarta : PT LKIS Pelangi aksara.
Rakhmat, J . (2009). Psikologi Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Samovar, Porter , & Mcdaniel . ( 2010 ). Komunikasi lintas budaya. Jakarta : PT Salemba
Humanika.
Mahening, R . ( 2011 ) . Penyesuaian perkawinan pada pasangan antar etnis Jawa dan
Sumatera di Solo. Skripsi ( diterbitkan ). Program Studi Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Moeleong, L . (2009). Metode penelitian kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Suranto. A .W .(2010). Komunikasi sosial budaya. Yogyakarta : PT Graha Ilmu.
Trimingga, D . A . ( 2008 ) . Penyesuaian diri pada pasangan suami istri usia remaja yang
hamil sebelum menikah. Skripsi ( diterbitkan ). Program Studi Fakultas Psikologi Universitas
Gunadarma.
Suseno, F . (2005). Sebuah analisa falsafi tentang kebijaksanaan hidup jawa. Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama.
Salakay, S . ( 2013 ) Pola komunikasi antarbudaya dalam hubungan interpersonal pada
pasangan suami-istri beretnis Ambon – Jawa di kota Ambon. Skripsi ( diterbitkan ). Fakultas
Komunikasi Prodi Ilmu Atministrasi Publik Universitas Pattimura.