penyebab dan mekanisme tb

5
Penyebab dan Mekanisme terjadinya Tuberkulosis oleh Dessy Angraini (1306378022) Tuberkulosis adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi kuman menular Mycobacterium tuberculosis (Darmanto, 2009:151). Kuman batang aerobic dan tahan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Infeksi TB kebanyakan terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. (Sylvia-Wilson, 2013:852) Penularan tuberkulosis umumnya terjadi melalui droplet, yang dikeluarkan dengan cara batuk, tertawa, atau bersin. Droplet ini dapat bertahan di udara dalam waktu beberapa jam. Diameter droplet yang sangat kecil (<5-10 mikrometer) menyebabkan droplet tersebut dapat mencapai jalan napas jika terhirup dan membentuk sarang pneumonia, yang dikenal sebagai sarang primer atau afek primer. Tuberkulosis merupakan penyakit yang dikendalikan respon imunitas diperantarai sel. Sel efektor adalah makrofag dan limfosit (biasanya sel T) adalah sel imunoresponsif. Tipe imunitas seperti ini biasanya local, melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya. Ketika seorang klien TBC batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tidak sengaja keluarlah droplet nuclei dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet nuklei tadi menguap. Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu dengan pergerakan angin akan membuat bakteri tuberculosis yang terkandung dalam droplet nuclei terbang ke udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang sehat, maka orang itu berpotensi terkena infeksi bakteri tuberculosis. Penularan bakteri lewat udara disebut dengan istilah air-bone infection. Bakteri yang terisap akan melewati pertahanan mukosilier saluran pernapasan dan masuk hingga alveoli. Pada titik lokasi di mana terjadi implantasi bakteri, bakteri akan menggandakan diri (multiplying). Bakteri tuberculosis dan fokus ini disebut fokus primer atau lesi primer atau fokus Ghon. Reaksi juga terjadi pada jaringan limfe regional, yang bersama dengan fokus primer disebut sebagai kompleks primer. Dalam waktu 3-6 minggu, inang yang baru terkena

Upload: arumru

Post on 20-Nov-2015

24 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Penyebab TB

TRANSCRIPT

  • Penyebab dan Mekanisme terjadinya Tuberkulosis

    oleh Dessy Angraini (1306378022)

    Tuberkulosis adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi kuman menular

    Mycobacterium tuberculosis (Darmanto, 2009:151). Kuman batang aerobic dan tahan asam

    ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Infeksi TB kebanyakan terjadi

    melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel

    yang berasal dari orang yang terinfeksi. (Sylvia-Wilson, 2013:852)

    Penularan tuberkulosis umumnya terjadi melalui droplet, yang dikeluarkan dengan

    cara batuk, tertawa, atau bersin. Droplet ini dapat bertahan di udara dalam waktu beberapa

    jam. Diameter droplet yang sangat kecil (

  • infeksi akan menjadi sensitif terhadap protein yang dibuat bakteri tuberculosis dan bereaksi

    positif terhadap tes tuberkulin atau tes Mantoux.

    Tuberkulosis Primer

    Tuberculosis primer adalah infeksi bakteri TB dari penderita yang belum mempunyai

    reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Bila bakteri TB terhirup udara melalui saluran

    pernapasan dan mencapai alveoli atau bagian saluran pernapasan, maka bakteri akan

    ditangkap dan dihancurkan oleh makrofag yang berada di alveoli. Jika pada proses ini,

    bakteri ditangkap oleh makrofag yang lemah, maka bakteri akan berkembang biak dalam

    tubuh makrofag yang lemah itu dan menghancurkan makrofag.

    Bakteri TB yang berada di alveoli akan membentuk fokus local (fokus Ghon),

    sedangkan fokus inisial bersama-sama dengan limfadenopati bertempat di hilus dan disebut

    juga inisial TB primer. Fokus primer paru biasanya bersifat unilateral dengan subpelura

    terletak di atas atau di bawah fisura interlobaris, atau di bagian basal dari lobus inferior.

    Bakteri menyebar lebih lanjut melalui saluran limfe atau aliran darah dan akan tersangkut

    pada berbagai organ. Jadi, TB primer merupakan infeksi yang bersifat sistematis.

    Tuberkulosis Sekunder

    Setelah terjadi resolusi dari infeksi primer, sejumlah kecil bakteri TB masih hidup

    dalam keadaan dorman di jaringan parut. Reaktivasi penyakit TB (TB pascaprimer/TB

    sekunder) terjadi bila daya tahan tubuh menurun, alkoholisme, keganasan, silikosis, diabetes

    melitus, dan AIDS.

    Berbeda dengan TB primer, pada TB sekunder kelenjar limfe regional organ launnya

    jarang terkena, lesi lebih terbatas dan terlokalisasi. Reaksi imunologis terjadi dengan adanya

    pembentukan granuloma, mirip dengan yang terjadi pada TB primer. TB paru pascaprimer

    dapat disebabkan oleh infeksi lanjutan dari sumber eksogen, terutama pada usia tua dengan

    riwayat semasa muda pernah terinfeksi bakteri TB. Biasanya, hal ini terjadi pada daerah

    apical atau segmen posterior lobus superior (fokus Simon), 10-20 mm dari pleura, dan

    segmen apical lobus inferior. Hal ini mungkin disebabkan oleh kadar oksigen yang tinggi di

    daerah ini sehingga menguntungkan untuk pertumbuhan bakteri TB.

  • Berpangkal dari kompleks primer, infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui

    berbagai jalan, yaitu:

    1. Percabangan bronkus

    Penyebaran infeksi lewat percabangan bronkus dapat mengenai area paru atau

    melalui sputum menyebar ke laring (menyebabkan ulserasi laring), maupun ke

    saluran pencernaan.

    2. Sistem saluran limfe

    Penyebaran lewat saluran limfe menyebabkan adanya regional limfadenopati,

    akhirnya secara tak langsung mengakibatkan penyebaran lewat darah melalui

    duktus limfatikus dan menimbulkan tuberculosis milier.

    3. Aliran darah

    Aliran vena pulmonaris yang melewati lesi paru dapat membawa atau mengangkut

    material yang mengandung bakteri tuberculosis dan bakteri ini dapat mencapai

    berbagai organ melalui aliran darah, yaitu tulang, ginjal, kelenjar adrenal, otak dan

    meningen.

    4. Reaktivitasi infeksi primer (infeksi pasca-primer)

    Jika pertahanan tubuh (inang) kuat, maka infeksi primer tidak berkembang lebih

    jauh dan bakteri tuberculosis tak dapat berkembang biak lebih lanjut dan menjadi

    dorman atau tidur. Ketika suatu saat kondisi inang melemah akibat sakit

    lama/keras atau memakai obat yang melemahkan daya tahan tubuh terlalu lama,

    maka bakteri tuberculosis yang dirman dapat aktif kembali. Inilah yang disebut

    reaktivitasi infeksi primer atau infeksi pasca-primer.

    Faktor yang tampaknya mempunyai peran dalam perkembangan TB menjadi aktif

    termasuk usia lanjut, imunosupresi, infeksi HIV, malnutrisi, alkoholisme dan penyalahgunaan

    obat, adanya keadaan penyakit lain misalnya, diabetes mellitus, gagal ginjal kronis, atau

    malignasi.

    Gejala yang ditimbulkan akibat tuberkulosis paru adalah batuk produktif

    berkepanjangan (lebih dari 3 minggu), nyeri dada, dan hemoptisis (batuk darah). Gejala

    sistemik termasuk demam, menggigil, keringat malam, kelemahan, hilangnya nafsu makan,

    dan penurunan berat badan. Seseorang yang dicurigai menderita TB harus dianjurkan untuk

    menjalani pemeriksaan fisik, tes tuberkulin Mantoux, foto toraks, dan pemeriksaan

    bakteriologi atau histologi.

  • Tes tuberkulin harus dilakukan pada semua orang yang dicurigai menderita TB klinis

    aktif, namun nilai tes tersebut dibatasi oleh reaksi negatif palsu, khususnya pada seorang

    dengan imunosupresif (misal, TB dengan infeksi HIV). Seseorang yang diperkirakan

    memiliki gejala TB, khususnya batuk produktif yang lama dan hemoptosis, harus menjalani

    foto toraks, walaupun reaksi terhadap tes tuberculin intradermalnya negatif.

    Sebagai perawat, sangat penting untuk menanyakan orang yang diduga terkena TB

    tentang riwayat terpajan dan infeksi TB sebelumnya. Harus dipertimbangkan juga faktor-

    faktor demografi (misal, Negara asal, usia, kelompok etnis, atau ras) dan kondisi kesehatan

    (misalnya, infeksi HIV) yang mungkin meningkatkan risiko seseorang untuk terpajan TB.

    Kesimpulannya, dari kasus pemicu yang diberikan klien di diagnosis medis mengidap

    TBC. Klien juga mengeluhkan sesak napas, batuk yang tidak sembuh-sembuh sejak 3 minggu

    lalu dan batuk berdarah serta demam bila malam hari. Dilihat dari kondisi lingkungan klien,

    ia tinggal bersama keluarga besarnya di daerah padat penduduk.

    Berdasarkan penjelasan mengenai TBC di atas bahwa tuberculosis disebabkan karena

    adanya infeksi kuman menular yaitu m.tuberkulosis. Kemungkinan besar keluarga klien

    maupun tetangga tempatnya tinggal mengalami penyakit TBC juga, karena TBC dapat

    tertular jika penderitanya batuk, bersin maupun sedang berbicara, maka secara tidak sengaja

    keluarlah droplet nuklei dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya.

    Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet nuklei tadi

    menguap. Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu dengan pergerakan angin akan

    membuat bakteri tuberculosis yang terkandung dalam droplet nuklei terbang ke udara.

    Apabila bakteri ini terhirup oleh orang sehat, maka orang itu berpotensi terkena infeksi

    bakteri tuberculosis.

  • REFERENSI:

    Asih, Niluh Gede Yasmin & Effendy, Christantie. 2004. Keperawatan Medikal Bedah: Klien

    dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: EGC

    Djojodibroto, R. Darmanto. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: EGC

    Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan denganKlien Gangguan Sistem

    Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika

    Price, Sylvia Anderson & Wilson, Lorraine M. 2002. Pathophysiology: Clinical Concepts of

    Disease Processes, Vol. 2 [Ed.6]. Terjemahan Pendit, Hartanto, Wulansari &

    Mahanani, 2013. Jakarta: EGC

    http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/viewFile/348/346. Di download

    pada Selasa, 16 September 2014 pukul 16.25 WIB

    http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/viewFile/348/346