penyakit nipah dan hendra
DESCRIPTION
NEDTRANSCRIPT
1. Pendahuluan
Penyakit menular saat ini merupakan suatu masalah besar dan menjadi ancaman
global. Timbulnya berbagai macam penyakit tersebut tidak bisa terlepas dari dampak
pemanasan global dan perubahan iklim yang menimbulkan gangguan keseimbangan
pada ekosistem. Dalam keadaan seperti ini dapat memicu berbagai penyakit baru
(emerging disease), atau penyakit yang sudah lama dapat muncul kembali (re-
emerging disease).1 Dalam beberapa tahun terakhir banyak Negara telah melaporkan
berbagai penyakit zoonosis yang sangat berbahaya, antara lain Lyssavirus, Menangle
Japanese encephalitis, Hendra dan Nipah (Sendow, 2004).2
Penyakit Hendra dan Nipah adalah penyakit yang termasuk dalam New Emerging
Disease (NED). Penyakit ini merupakan penyakit virus bersumber binatang yang
baru saja di temukan dengan gejala utama encephalitis (Chin, 2012).3 Nama penyakit
Hendra diberikan karena terjadinya Wabah penyakit di daerah Hendra, pinggiran kota
Brisbane, Queensland (Drminto). Sedangkan, nama penyakit Nipah diberikan sesuai
dengan nama tempat kejadian di desa Sungai Nipah Negeri Sembilan (Bahri dan
Syafriati, 2011).4 Kasus kedua penyakit tersebut memang belum pernah dilaporkan
di Indonesia, tetapi penyebaran virus ini harus terus dipantau. Penyakit Hendra dilaporkan
terjadi di Australia mulai tahun 1994 dan sejauh ini baru diketahui menyerang kuda dan manusia
(Darminto). Penyakit ini menyebabkan seorang korban manusia meninggal dunia dan 14 ekor kuda
mati dan dibunuh karena menderita sakit akut dan parah (Selvey dan Sheridan, 1994 dalam Darminto).
Sedangkan wabah Nipah pertama kali dilaporkan di Malaysia pada bulan September
tahun 1998. Sejak saat itu sampai dengan bulan April tahun 1999 penyakit Nipah
telah menyebabkan 105 orang meninggal dunia dan 1,1 juta ekor babi dimusnahkan
(Sendow, 2004).5 Penyakit ini kemudian menyebar ke Singapura, dan menginfeksi 11
1 Sjamsul Bahri dan T. Syafriati, “Mewaspadai Munculnya Beberapa Penyakit Hewan Menular Strategis di Indonesia terkait dengan Pemanasan Global dan Perubahan Iklim” dalam Wartazoa Vol. 21 No. 1 Th. 2011, h. 25
2 Indrawati Sendow dan R.M. Abdul Adjid, “Penyakit Nipah dan Situasinya di Indonesia” dalam Lokakarya Nasional Sapi Potong 2004, h.85
3 James Chin, Manual Pemberantasan Penyakit Menular , terjemahan I Nyoman Kandun (Jakarta: Infomedika, Cet. IV, 2012), h. 281
4 Sjamsul Bahri dan T. Syafriati, op.cit, h. 325 Indrawati Sendow dan R.M. Abdul Adjid, loc. cit
1
orang pekerja di Rumah Potong Hewan yang menangani babi yang berasal dari
Malaysia yang telah terinfeksi virus Nipah (BBPV,). 6
Di Indonesia, kasus Nipah pada kelelawar dan babi belum pernah dilaporkan
secara klinis. Kasus ensefalitis banyak terdapat di Indonesia, namun dari kasus
tersebut yang terinfeksi penyakit Nipah belum pernah dilaporkan (Sendow, 2004).7
Akan tetapi kasus impor Nipah dari Malaysia melalui manusia telah dilaporkan
terjadi pada dua orang Indonesia yang bekerja di salah satu peternakan babi yang
terkena wabah Nipah di Malaysia, mengalami gejala ensefalitis kemudian meninggal
di Rumah Sakit Umum Batam pada tahun 1999 (BBPV,).8
Data tersebut telah cukup mewakili untuk menggambarkan keganasan virus
tersebut. Terlebih lagi, secara geografis Malaysia merupakan negara tetangga terdekat
sehingga penyakit Nipah menjadi ancaman yang serius bagi kesehatan manusia dan
peternakan babi di Indonesia (BBPV,).9 Begitu pula dengan penyakit Hendra, dimana
penyakit ini memiliki potensi penyebaran yang cukup tinggi dan menyebabkan
kematian pada banyak orang sehingga menimbulkan kekhawatiran terhadap
kesehatan masyarakat. Perjalanan kedua penyakit tersebut masih belum jelas
diketahui, namun spectrum perjalanan penyakit tersebut bervariasi mulai dari yang
paling ringan sampai dengan koma dan diakhiri dengan kematian, gejala penyakit ini
antara lain berupa demam, sakit kepala dengan derajat yang berbeda, sakit
tenggorokan, dizziness, drownsiness, dan disorientasi (Chin, 2012).10
Penegakan diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan serologis dengan ditemukan
antibody IgM dan IgG dengan menggunakan teknik antibody Capture ELISA atau
netralisasi serum. Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan isolasi virus yang
berasal dari jaringan terinfeksi (Chin, 2011).11 Apabila terjadi wabah kedua penyakit
6 Balai Besar Penelitian Veteriner, “Penyakit Nipah “ artikel diakses pada 5 Maret 2013 dari http://bbalitvet.litbang.deptan.go.id/ind/index.php/component/content/article/37-berita-utama/223-penyakit-nipah
7 Indrawati Sendow dan R.M. Abdul Adjid, op.cit, h.698 Balai Besar Penelitian Veteriner, loc.cit9 Balai Besar Penelitian Veteriner, “Ancaman Virus Nipah Bagi Indonesia” artikel diakses pada 5
Maret 2013 dari http://bbalitvet.litbang.deptan.go.id/ind/index.php/component/content/article/37-berita-utama/274-ancaman-virus-nipah-bagi-indonesia
10 James Chin, loc.cit 11 James Chin, op.cit, h. 282
2
tersebut terjadi di indonesia dapat mengakibatkan kemalangan pada seluruh
penduduknya. Seperti yang telah terjadi di Malaysia, sebagai dampak dari wabah
Nipah, diantaranya adalah pemusnahan jutaan babi, baik babi yang sakit maupun
yang tertular dari suatu peternakan, penutupan ekspor babi, penutupan industri babi di
daerah tersebut yang akhirnya mengakibatkan terjadinya pengangguran tenaga kerja
(Sendow, 2004).12
2. Penyebab Penyakit
Penyakit Hendra dan Nipah disebabkan oleh virus yang merupakan virus
ribonucleic acid (RNA), dan termasuk dalam genus Morbilivirus, famili
Paramyxoviridae. Virus Nipah mempunyai amplop dan berdiameter antara 160 nm
hingga 300 nm. Virus ini tidak tahan terhadap bahan pelarut lemak, seperti eter,
formalin, ß-propiolakton dan detergen. Selain itu, virus Nipah tidak tahan terhadap
pH asam serta pemanasan pada suhu 56˚C selama lebih dari 1 jam. Namun demikian,
virus ini sangat stabil pada kondisi suhu -70˚C dan pada pH 7,0-8,0 (Sendow, 2005).13
3. Cara penularan Di Australia, terjadinya kesakitan pada manusia akibat penyakit Hendra dapat
disebabakan setelah adanya paparan ataupun kontak langsung terhadap cairan tubuh
ataupun ekskresi dari kuda yang terinfeksi oleh hendra virus (CDC, 2012). Selain itu, bukti
menunjukkan bahwa penularan penyakit Nipah dapat terjadi terutama melalui kontak
langsung dengan babi yang terinfeksi virus Nipah atau dengan jaringan yang
terkontaminasi (Sendow, 2004).14 Rute penularan melalui oral dan nasal dicurigai
terjadi pada beberapa kasus kedua penyakit tersebut, namun tidak dapat dibuktikan
(Chin, 2012).15 Mengingat lokasi geografis Indonesia sangat berdekatan dengan
Malaysia, maka dapat terjadi kemungkinan berpindahnya penyakit tersebut ke
Indonesia melalui berbagai cara, seperti importasi ternak babi dan produknya, serta
12 Indrawati Sendow dan R.M. Abdul Adjid, op.cit, h.6813 Indrawati Sendow dan R.M. Abdul Adjid, op.cit, h.6714 James Chin, loc.cit 15 James Chin, loc.cit
3
melalui perpindahan satwa liar, dalam hal ini kelelawar (Sendow, 2004).16 Masa
inkubasi penyakit ini dapat berlangsung dari 4 sampai dengan 18 hari, kecuali virus
Hendra dapat berlangsung sampai dengan 3 bulan.
4. Reservoir
Kelelawar diduga merupakan reservoir (induk semang) yang baik bagi penularan
virus Nipah. Namun demikian, kelelawar tidak dapat menularkan penyakit ini
langsung ke hewan lainnya, melainkan melalui hewan babi. Babi merupakan inang
yang dapat mengamplifikasi virus Nipah dalam jumlah cukup besar sehingga siap
menular ke hewan babi lainnya, ke kuda, anjing, serta manusia (BBPV, ).17 Hasil
penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa kelelawar (flying fox) yang terdapat di Australia dan
Papua New Guinea kemungkinan besar merupakan induk semang alami (natural host) bagi
Hendra virus (HALPIN et al., 1996; YOUNG, 1996 dalam Darmito).
Virus Nipah diketahui dapat menginfeksi ternak babi, kuda, kucing, anjing,
kelelawar (fruit bat; genus Pteropus), kambing, burung dan tikus. Namun demikian,
gejala klinis penyakit hanya akan terlihat dengan jelas pada hewan babi (Daniels et
al . 1999; Nordin dan Ong, 1999 dalam Sendow, 2004).18 Virus Hendra pada kuda
dan Virus Nipah pada ternak babi mengakibatkan demam akut yang mengakibatkan
gangguan pernapasan berat dan gangguan susunan saraf pusat (CNS) yang dapat
mengakibatkan kematian. Anjing yang tertular oleh virus Nipah menunjukkan gejala
mirip dengan penyakit distemper tetapi peran anjing secara epidemiologis belum
diketahui dengan jelas. Kuda dengan hasil seropositif terhadap virus Nipah juga
ditemukan, tetapi peran mereka terhadap infeksi pada manusia secara epidemiologis
belum jelas. Pemeriksaan serologis virus Nipah pada kucing, kambing, ternak, tikus,
dan burung telah dilakukan pada pertengahan tahun 1999, namun pemeriksaan ini
belum tuntas (Chin, 2010).19
16 Indrawati Sendow dan R.M. Abdul Adjid, op.cit, h.6617 Balai Besar Penelitian Veteriner, “Penyakit Nipah “, loc.cit18 Indrawati Sendow dan R.M. Abdul Adjid, op.cit, h.6719 James Chin, loc.cit
4
Hingga tahun 2001 sekitar 5 hingga 32% kelelawar pemakan buah di Malaysia
mempunyai antibodi terhadap virus Nipah dengan prevalensi tertinggi ditemukan
pada spesies Pteropus hypomelanus. Secara serologis, Nipah pada Pteropus spp. juga
telah dilaporkan di beberapa negara Asia seperti Banglades, Kamboja, Filipina dan
Australia (BBPV, ).20 Namun hingga saat ini belum ada laporan yang menyatakan
bahwa virus Nipah menyebabkan kematian atau kesakitan pada kelelawar. Kelelawar
yang terinfeksi tampak sehat meskipun antibodi dapat terdeteksi (BBPV, ). 21
Hasil penelitian pendahuluan yang telah dilakukan Balai Penelitian Veteriner
Bogor menunjukkan bahwa sejumlah ternak babi di wilayah Riau, Sumatera Utara,
Sulawesi Utara dan Jawa Barat masih negatif terhadap infeksi Nipah secara serologis.
Sementara itu hewan reservoir, kelelawar pemakan buah, yang berasal dari Sumatera
Utara, Jawa Barat dan Jawa Timur terbukti mengandung antibodi terhadap infeksi
Nipah balk dengan uji ELISA maupun serum netralisasi (BBPV, ).22
Sumatera Utara mempunyai prevalensi reaktor terbesar yaitu 30%. Tingginya
prevalensi tersebut diduga ada kaitannya dengan letak geografis Pulau Sumatera yang
dekat dengan Malaysia. Pada tahun 2005 dilaporkan bahwa P.vampyrus di
Peninsular, Malaysia, yang dipasang chips dan dimonitor aktivitasnya melalui satelit,
dapat bermigrasi ke Pulau Sumatera, untuk tinggal selama beberapa minggu, untuk
selanjutnya kembali terbang ke Peninsular, Malaysia (BBPV, ).23 Dapat disimpulkan
bahwa kelelawar di beberapa wilayah Indonesia telah terinfeksi oleh virus Nipah
yang berpotensi untuk menulari babi di wilayah tersebut.
5. Pencegahan dan penanganan Penyakit
A. Dalam rangka pencegahan dan pengendalian Nipah beberapa hal yang dapat
dilakukan yaitu (BBPV, ): 24
20 Balai Besar Penelitian Veteriner, “Penyakit Nipah “, loc.cit21 Ibid 22Ibid23Ibid 24 Ibid
5
Vaksinasi, baik pada hewan maupun pada manusia, terutama pekerja di
peternakan babi dan rumah potong hewan. Akan tetapi vaksinasi Nipah belum
dilakukan sampai saat ini, karena pembuatan vaksin Nipah dinilai tidak
ekonomis.
Pemberian obat-obatan secara simptomatis dan antibiotik perlu diberikan untuk
mencegah terjadinya infeksi sekunder dan meningkatkan daya tahan tubuh.
Survey serologis secara berkala yang sejalan dengan kebijakan test and
slaughter, merupakan pilihan yang paling baik dan efektif saat ini dalam
mengidentifikasi penyebaran infeksi Nipah, sehingga penanggulangannya dapat
diantisipasi sedini mungkin.
Karantina yang ketat, terutama di daerah pintu masuk mutlak diterapkan.
Sertifikasi bebas Nipah terhadap ternak yang rentan ketika akan memasuki
wilayah Indonesia.
Peternakan babi sebaiknya berlokasi jauh dari pemukiman penduduk serta tidak
berdekatan dengan sarang kelelawar yang dapat bertindak sebagai induk
semang reservoir.
Lahan atau area kosong pada peternakan babi tidak ditanami dengan tanaman
buah yang akan mengundang kedatangan kelelawar ke lokasi peternakan
tersebut.
Untuk mengeliminasi kasus wabah yang mungkin terjadi, perlu dilakukan
upaya-upaya agar perubahan ekologi hutan tidak banyak mempengaruhi
fasilitas makanan bagi penghuni hutan, sehingga penyebaran penyakit-penyakit
eksotis dapat dicegah lebih dini dan lebih arif.
Diagnosis yang tepat perlu segera diadakan agar deteksi dini terhadap penyakit
ini dapat diketahui lebih awal, monitoring surveilan terhadap industri babi dan
kalong harus dilakukan.
Hal yang dilakukan terhadap upaya pencegahan dan pengendalian penyakit Nipah
dapat diterapkan juga pada upaya pencegahan dan pengendalin penyakit Hendra
terhadap binatang yang berpotensi untuk menularkan penyakit ini, seperti kuda.
6
B. Penanganan wabah (Chin, 2012)25
Kewaspadaan agar tidak tertulari dengan cara yang tepat harus dilakukan oleh
para pekerja dipeternakan seperti penggunaan pakaian pelindung, sepatu boots,
sarung tangan, baju panjang, kacamata dan pelindung muka, dan mencuci
tangan dan bagian tubuh lainnyadengan sabun sebelum meninggalkan
peternakan.
Pemusnaan secara masal kuda dan babi yang terinfeksi dengan mengubur dan
membakar bangkainya dibawah pengawasan yang ketat dari pemerintah
Memberlakukan pelarangan penindahan dari peternakan yang terinfeksi
ketempat lain.
C. Tindakan internasional: berlakukan pelarangan ekspor kuda atau babi dan produk
hewan tersebut dari daerah terjangkit (Chin, 2012). 26
6. Simpulan
Penyakit Nipah tergolong dalam New Emerging Disease (NED), yang berarti
penyakit ini baru muncul dalam 20 tahun terakhir, disebabkan oleh virus dari famili
25 James Chin, op.cit, h.28326 James Chin, loc.cit
7
Paramyxoviridae. Penyakit ini dapat menular dari hewan kepada manusia (zoonosis)
dan pertama kali ditemukan di Malaysia, babi yang terinfeksi virus ini dapat
menularkannya pada manusia. Walaupun penyakit ini belum pernah menginfeksi
orang-orang yang tinggal Indonesia, kegiatan surveilan unuk memantau
perkembangan penyakit ini, terutama di daerah perbatasan harus terus dilaksanakan
sehingga bisa mencegah meluasnya penyakit ini di Indonesia.
Daftar Pustaka
Bahri, Sjamsul dan T. Syafriati. “Mewaspadai Munculnya Beberapa Penyakit Hewan
Menular Strategis di Indonesia terkait dengan Pemanasan Global dan
Perubahan Iklim” dalam WARTAZOA Vol. 21 No. 1 Th. 2011. h. 25
Balai Besar Penelitian Veteriner. “Penyakit Nipah “ artikel diakses pada 5 Maret
2013 dari
http://bbalitvet.litbang.deptan.go.id/ind/index.php/component/content/article/
37-berita-utama/223-penyakit-nipah
. “Ancaman Virus Nipah Bagi Indonesia” artikel diakses pada 5 Maret 2013
dari http://bbalitvet.litbang.deptan.go.id/ind/index.php/component/content/
article/37-berita-utama/274-ancaman-virus-nipah-bagi-indonesia
Chin, James. Manual Pemberantasan Penyakit Menular . Terjemahan I Nyoman
Kandun. Jakarta: Infomedika. Cet. IV. 2012
Sendow, Indrawati dan R.M. Abdul Adjid. “Penyakit Nipah dan Situasinya di
Indonesia” dalam Lokakarya Nasional Sapi Potong 2004. h.85
PENYAKIT-PENYAKIT ZOONOSIS YANG BERKAITAN DENGAN ENCEPHALITIS
DARMINTO, SJAMSUL BAHRI, dan MUHARAM SAEPULLOH
8
WARTAZOA Vol. 9 No. 1 Th. 1999
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs329/en/
Hendra virus
Fact sheet N°329
July 2009
http://www.cdc.gov/ncidod/dvrd/spb/mnpages/dispages/nipah.htm
Hendra Virus Disease and Nipah Virus Encephalitis
9