penyakit kulit akibat infeksi parasit
TRANSCRIPT
Penyakit Kulit Akibat Parasit
oleh Evan Regar, 0906508024
Pedikulosis Kapitis
Etiologi
Penyakit ini diakibatkan oleh infeksi Pediculus humanus var. capitis, sebuah tuma dari
family Pediculidae.1 Dalam bahasa Inggris disebut sebagai head louse. Bentuknya lonjong,
pipih dorso-ventral dengan ukuran antara 1,2 sampai 3,2 mm. Ukuran betina lebih besar
daripada jantan. Warnanya kelabu, dengan kepala berbentuk segitiga, segmen toraks
bersatu dan abdomen bersegmen. Ujung setiap kaki memiliki kuku.2 Tuma ini dapat
bergerak di sepanjang helaian rambut dengan kecepatan mencapai 23 cm setiap menit.
Gambar 1 – kiri: gambaran Pediculus humanus var. capitis; kanan: telur tuma rambut
yang menempel pada helaian rambut
Siklus Hidup
Siklus hidup tuma kepala ini sekitar 40 hari. Tuma kepala ini hidup dari satu helai rambut
ke helai rambut lain dengan cara menjepit rambut dengan kuku-kukunya. Telur (nits) akan
diletakkan sepanjang helaian rambut dan dilekatkan dengan perekat kitin. Setiap hari,
tuma betina meletakkan sekitar 7 buat helur. Telur akan menetas kurang lebih dalam 8
hari. Dari telur menetas, telur akan mencapai stadium larva dan nifma, hingga mencapai
dewasa. Dibutuhkan waktu 18 hari dari telur menetas hingga menjadi dewasa, sedangkan
tuma dewasa dapat hidup selama 27 hari.
Epidemiologi
Pada umumnya, anak-anak dan usia muda (usia 3 – 11 tahun) lebih cenderung terserang3.
Lebih sering terjadi di daerah padat penduduk (perkotaan) daripad daerah jarang
penduduk (pedesaan). Tinggal bersama-sama dalam satu tempat tinggal meningkatkan
insidens infeksi ini, seperti di asrama dan panti asuhan. Beberapa survei mengatakan
bahwa perempuan lebih sering terinfeksi daripada laki-laki.1 Tingkat kebersihan juga
berpengaruh, seperti jarang membersihkan rambut atau rambut yang sulit dipelihara.
Gambar 2 – Gambaran rambut yang dapat ditemukan tuma kepala serta telur-telur
berwarna putih
Cara Penyebaran
Penyebaran terjadi melalui perantara, seperti sisir yang digunakan bersama, bantal, kasur,
topi, atau melalui kontak langsung antara kepala.
Patogenesis dan Gejala Klinis
Dapat ditemukan lesi pada kulit kepala akibat tusukan tuma pada waktu menghisap darah.
Lesi ini terutama ditemukan di bagian oksipital dan retroaurikular. Awalnya terasa gatal,
diduga akibat air liur dan sekret yang dihasilkan oleh tuma. Rasa gatal ini kemudian dapat
meluas ke seluruh kepala. Timbul lesi sekunder akibat garukan, seperti eorsi, ekskoriasi,
bahkan infeksi sekunder (dapat ditemukan pus, krusta). Apabila infestasi berat, rambut
dapat melekat satu sama lain, dengan diteukan banyak tuma dewasa dan telur, serta
eksudat nanah dan ditumbuhi jamur (keadaan ini disebut plica palonica). Pembesaran
kelenjar getah bening regional juga dapat terjadi.4
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan menemukan Pediculus humanus var. capitis pada fase
dewasa, larva, nimfa, atau telur dari rambut kepala penderita. Daerah oksipital dan
temporal merupakan daerah yang paling banyak dapat ditemukan tuma kepala ini.2
Diagnosis Banding
Skuama seboroik; tinea kapitis; pioderma (impetigo bulosa); sisa-sisa kotoran yang dapat
ditemukan di rambut (penggunaan hair spray), pseudonit (keratin akar rambut dalam
yang gagal melepaskan diri dari helai rambut – dapat dibedakan dengan pseudonit ini
mudah sekali bergerak di sepanjang helai rambut); piedra putih (infeksi Trichosporon
cutaneum); serta piedra hitam (Piedraia hortae).2,3
Komplikasi
Infeksi bakteri sekunder dapat saja terjadi, terutama yang menjadi flora normal kulit.
Infeksi mudah terjadi terutama akibat lesi eskoriasi yang timbul akibat garukan penderita
terhadap kulit kepala.
Prognosis
Apabila tidak diberikan pengobatan, infestasi tuma kepala dapat berlangsung hingga
bertahun-tahun. Apabila diberikan pengobatan dan higiene diperhatikan, prognosis
biasanya baik.
Tatalaksana
Pengobatan terutama dilakukan untuk mengeliminasi semua kutu dan telur. Malathion
0,5% (ovide) dalam bentuk losio bermanfaat sebagai organifosfat inhibitor kolinesterase.
Dapat diulang seminggu kemudian apabila masih ditemukan kutu atau telur. Senyawa
inhibitor GABA, seperti gamma-benzena heksaklorida 1% dapat digunakan pul, dan dapat
diulang semiknggu kemudian. Invermektin adalah inhibitor GABA per oral. Apabila terjadi
infeksi sekunder, rambut sebaiknya dicukur dan diberikan antibiota sistemik (atau topikal).
Penggunaan sisir serit (fine toothed comb) dapat digunakan setiap 3-4 hari selama 2
minggu dengan kondisi rambut yang basah. 1,2,3,4
Pencegahan
Menjaga kebersihan rambut kepala, terutama bagi mereka yang tinggal dalam komunitas
yang padat dalam satu tempat tinggal (rumah, kamar). Seprai dan bantal yang pernah
digunakan sebaiknya dicuci dengan air panas, juga sisir penderita dan sikat dapat
diberikan pedikulisida. Mereka yang tinggal sekamar (atau serumah) dengan penderita
sebaiknya diperiksa, atau jika perlu diberikan pengobatan yang sama, walaupun yang
terakhir ini masih menjadi perdebatan.3
Pedikulosis Korporis
Etiologi
Infeksi ini disebabkan oleh Pediculus humanus var. corporis. Dalam bahasa Inggris disebut
sebagai body louse atau clothing louse. Dinamakan clothing louse sebab tuma badan ini
sering ditemukan di pakaian penderita. Ukurannya 1,2 – 4,2 mm, dengan lebar kira-kira
setengah panjang.
Siklus Hidup
Sama seperti Pediculus humanus var. capitis.
Epidemiologi
Habitat utamanya adalah pakaian, dan berpindah ke kulit untuk mencari makan. Tuma ini
tidak dapat hidup di lingkungan yang suhunya berubah-ubah, sehingga sering ditemukan
di tubuh seseorang yang jarang mengganti pakaian atau mencuci pakaiannya.2 Hampir
pasti penyakit ini ditemukan di lingkungan yang miskin tak memiliki sanitasi yang baik,
seperti pada barak dan pengungsian. Tidak ada predileksi tertentu dalam hal ras, usia, dan
jenis kelamin.
Cara Penyebaran
Penyebaran melalui pakaian yang mengandung tuma badan dan dikenakan oleh orang
yang belum terinfeksi. Selain itu, tuma ini dapat menyebar melalui orang yang pada
bagian dadanya berambut dan terjadi kontak langsung melalui rambut tersebut.2
Gambar 3 – Bahan pakaian yang terdapat Pediculus humanus var. corporis
Patogenesis dan Gejala Klinis
Timbul rasa ingin menggaruk akibat antigen saliva tuma badan ini. Oleh karena itu,
mereka yang toleran terhadap antigen ini menjadi asimptomatik. Timbul ekskoriasi akibat
garukan. Sering kali ditemukan maklua serulae (maklua berwarna biru), terutama di
daerah yang kontak dengan pakaiannya intens, misalnya di bokong dan sekitar pinggang.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan apabila ditemukan kutu dan telur pada serat kapas pakaian yang
dikenakan oleh penderita.
Diagnosis Banding
Ekskoriasi neurotik, infeksi skabies.2,3
Komplikasi
Infeksi sekunder yang dapat terjadi akibat lesi ekskoriasi. Beberapa mikroorganisme yang
dapat menyebabkan infeksi sekunder antar alain S. aureus, S. pyogenes, dan bakteri lain.
Setelah infeksi sekunder, didapati pembesaran kelenjar getah bening regional. Tuma
badan juga merupakan vektor bagi R. prowazekki dan Bartonella quintana yang
menyebabkan tifus dan dan trench fever).3
Prognosis
Apabila tidak diberikan pengobatan dapat bertahan hingga bertahun-tahun.
Tatalaksana
Bukanlah pasien, melainkan pakaian yang harus dibersihkan. Pembersihan menggunakan
suhu tinggi terhadap pakaian adalah tatalaksana yang efektif. Untuk pasien, dapat
digunakan krim gameksan yang dioeskan ke seluruh tubuh. Malathion dan benzil benzoat
dapat digunakan. Infeksi sekunder ditangani dengan antibiotik sistemik atau topikal.1,2,3,4
Pencegahan
Pakaian pasien baik yang dikenakan maupun yang sedang tidak dikenakan sebaiknya
dicuci dengan suhu tinggi dan diberikan permethrin. Demikian juga dengan alas tidur dan
bantal.3
Pedikulosis Pubis
Etiologi
Disebabkan oleh infeksi Pthirus pubis, yang morfologinya serupa dengan Peidculus,
sehingga kerap disebut dengan Pediculus pubis. Bentuknya pipih dorso-ventral, lebih kecil
daripada Pediculus, bentuknya lebih bulat dan menyerupai ketam dengan kuku pada
ketiga pasang kakinya.4 Ukurannya 1,5 – 2 mm dan berwarna keabuan. Sering disebut
dengan crab louse. Dengan kukunya, ia mampu bergerak mencapai 10 cm per hari.
Gambar 4 – Gambaran Pthirus pubis
Siklus Hidup
Rentang hidup tuma dewasa sekitar 2 minggu. Betina bertelur sepanjang rentang
hidupnya kira-kira sebanyak 25 telur. Pertumbuhan telur mencapai bentuk dewasa
berlangsung selama kurang lebih 3 – 4 minggu.4
Epidemiologi
Infeksi ini cenderung ditularkan melalui penyakit akibat hubungan seksual. Hal ini jelas
dikarenakan tuma ini banyak ditemukan di rambut pubis. Selain daripada rambut pubis,
infeksi dapat menyerang rambut abdomen, jenggot dan kumis, serta rambut aksilla, bulu
mata, dan alis.
Gambar 5 – kiri : Gambaran rambut abdomen yang dapat ditemukan Phtirus pubis; kanan:
bulu mata yang mengandung telur Phtirus pubis
Cara Penyebaran
Penyebaran tuma ini berlangsung melalui kontak langsung.
Patogenesis dan Gejala Klinis
Sama seperti pada infeksi Pediculosis, gatal adalah tanda utama infeksi tuma ini, terutama
pada sore dan malam hari di daerah pubis dan sekitarnya. Gatal dapat meluas hingga ke
daerah abdomen dan dada. Makula serulae sering ditemukan di bagian paha., abdomen,
dan dada. Durasi infestasi dapat diduga dengan menggunakan jarak antara telur dengan
permukaan kulit.2,3
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan apabila didapati telur, larfa, nimfa, atau bentuk dewasa dari tuma ini.
Selain itu, adanya black dot yakni bercak hitam di celana dalam penderita yang
merupakan krusta dari darah juga mendukung diagnosis.1,3,4
Diagnosis Banding
Dermatitis seboroik, dermatomikosis, ekskoriasi berlebihan, infestasi skabies, dan
dermatitis kontak.2,3
Komplikasi
Infeksi sekunder dapat terjadi karena ekskoriasi dan menyebabkan pembesaran kelenjar
getah bening dan demam.
Prognosis
Apabila tidak diberikan pengobatan, infeksi dapat bertahan hingga bertahun-tahun. Baik
apabila pengobatan diberikan dan menjaga kebersihan tubuh.
Tatalaksana
Pemberian terapi secara topikal, mirip dengan pemberian pada penyakit pedikulosis
kapitis. Malathion, krim gameksan dan emulsi benzil benzoat diberikan dan dapat diulangi
jika belum sembuh. Rambut pubis sebaiknya dicukur, pakaian dalam dicuci dengan suhu
tinggi, serta mitra seksual sebaiknya diperiksa dan diobati jika perlu.1,2 Infeksi pada bulu
mata (phthiriasis palpebrarum) dapat diatasi dengan forsep halus untuk menyingkirkan
tuma dan telur secara mekanik, serta dapat digunakan pula penggunaan fluorescein.
Myiasis
Etiologi
Infestasi larva ordo Diptera (lalat) ke dalam jaringan atau alat tubuh manusia. Larva lalat
dapat hidup dari jaringan mati atau jaringan hidup, serta cairan badan dan makanan di
dalam usus. Lalat dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni obligat dan fakultatif. Miasis
obligat (miasis spesifik) dicirikan oleh larva yang hanya hidup pada jaringan tubuh
manusia; sementara pada miasis fakultatif (miasis semispesifik) larva juga dapat
berkembang dari daging busuk dan sayuran busuk, selain pada jaringan tubuh manusia.1,2
Spesies lalat yang dapat menyebabkan myiasis pada manusia antara lain: Musca
domestica (lalat rumah biasa); Fannia canicularis (lalat rumah yang lebih jarang);
Cochilomyia (Callitroga); Chrysomya bezziana; Cordylobia anthropophaga (lalat ‘tumbu’);
Auchmeromyia senegalensis; Phormia; Lucilia; dan Calliphora; Piophila casei; Wohlfahrtia
magnifica; Hypoderma lineatum, serta spesies lain.
Gambar 6 – kiri: Larva Dermatobia hominis; kanan: Lesi mirip furunkel (boíl-like lesion)
dengan liang yang terlihat di tengahnya
Epidemiologi
Cenderung terdapat di Negara tropis. Phaenicia sericata sering menginfeksi orang yang
tidak memiliki rumah, pengonsumsi alkohol. Tidak ada predileksi khusus bagi ras, jenis
kelamin, dan usia.
Cara Penyebaran
Patogenesis dan Gejala Klinis1
Bergantung kepada jenis serta cara hidup lalat dan larva. Myiasis luka merupakan
komplikasi terutama di daerah tropis. Dapat ditemukan telur dan larva dengan latar
belakang jaringan yang mengalami supurasi. Ditemukan bentuk furunkular, seperti lepuh
yang semakin membesar. Lesi ini terutama disebabkan oleh Dermatobia hominis,
Cuterebra, Cordylobia anthropopgaha, Cordylobia rodhaini, Wohlfahrtia, dan Hypoderma.
Selain bentuk furunkular, dapat ditemukan creeping eruption seperti pada cutaneous
larva migrans. Bentuknya seperti benang merah dengan ujung berupa vesikel yang
menandai pergerakan larva. Lesi ini terutama disebabkan oleh Gasterophilus.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan larva lalat yang dikeluarkan dari jaringan tubuh,
lubang, atau tinja. Setelah menemukan larva lalat, jenis spesies ditentukan dengan meliha
ttspirakel posterior. Cara lain untuk identifikasi spesies adalah dengan membiakkan larva
hingga menjadi lalat dewasa.4
Komplikasi
Pengeluaran larva harus dikeluarkan secara tepat, sebab reaksi tubuh terhadap benda
asing dapat terjadi. Infeksi sekunder akibat bakteri piogen juga dapat terjadi.
Prognosis
Pada dasarnya, infestasi myiasis bersifat terbatas, dengan tingkat morbiditas dan
mortalitas yang rendah. Pengobatan dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri, faktor
kosmetik, dan faktor psikologis. Ketika larva telah keluar atau dikeluarkan, lesi dapat pulih
seperti semula. Namun demikian, larva C. hominivorax (yang meninfeksi luka) memiliki
kemungkinan untuk menginfeksi otak.
Tatalaksana
Tergantung spesies lalat yang menginfeksi. Namun pada umumnya, larva dikeluarkan dari
luka secara bedah. Beberapa larva seperti Dermatobia hominis memiliki perekatan di
bagian anterior sehingga sulit dilakukan pengeluaran. Sebelum melakukan pembedahan,
diberikan injeksi lidokain. Ivermektin digunakan baik secara topikal maupun oral.1
Pencegahan
Menghindari kontak dengan lalat, memusnahkan tempat perindukkan lalat, seta menutup
makanan yang akan dikonsumsi agar tidak terhindar dari hinggapan lalat. Orang yang
sedang berpergian ke daerah endemik sebaiknya menggunakan pakaian lengan panjang
dan topi. Dalam berkemah, penggunaan lotion antinyamuk juga dapat mencegah infestasi
myiasis.
Khususnya untuk wound myiasis, langkah antiseptis perlu dilakukan. Luka sebaiknya
dibersihkan secara teratur dan terlindung dengan baik.
Alergi dan Reaksi Toksik4
Kupu-Kupu
Kupu-kupu, serangga yang teramsuk lepidóptera, dapat menyebabkan reaksi kontak
alergik. Larva yang biasa disebut ulat bulu memiliki bulu yang mengandung toksin. Toksin
ini menimbulkan kelainan erusisme (dermatitis ulat, Caterpillar dermatitis), dengan gejala
klinis urtikaria, nyeri, gatal, dan eritema. Spesies kupu-kupu ini antara lain Megalopyge
opercularis, Anaphe infracta, Parasa hilarata. Diagnosis ditegakkan bila terdapat gejala
klinis disertai riwayat kontak dengna ulat bulu atau kupu-kupu.
Gejala klinis dapat diredakan dengan merendam tubuh dalam air dingin serta pengobatan
local berupa kortikosteroid dan antisihtamin.
Tungau Dermatophagoides pteronyssinus
Tungau ini merupakan tungau debu rumah, dengan ukuran 0,2 – 1,2 mm.
Metamorfosisnya tidak sempurna dan ditemukan terutama di sprei, kasur, bantal, karpet,
lantai, serta di sarang burung dan permukaan kulit mamalia. Tungau ini memakan skuama
kulit. Tungau ini banyak ditemukkan terutama di daerah dengan musim panas yang lebih
panjang; memelihara bermacam-macam binatang; serta rumah yang kotor dan berdebu.
Tungau ini menjadi alergen melalui hirupan dan menyebabkan timbulnya penyakit alergi
seperti dermatitis atopik, asma bronkial, dan rinitis. Diagnosis ditegakkan dengan tes kulit
yang menggunakan ekstrak tungau debu.
Pajanan terhadap alergen ini dapat dihindari dengan menjaga kebersihan rumah,
memindahkan penderita ke daerah yang lebih tinggi (karena pajanan alergen di daerah
lebih tinggi lebih rendah), serta mengatur kelembaban dengan mengupayakan ventilasi
yang baik dan sinar matahari yang cukup. Penggunaan vahan kimia juga bermanfaat,
seperti benzil benzoat, pirimifos metil, permetrin, dan fenil salisilat.
Referensi
1. Wolff K. Goldsmith LA. Katz SI. Gilchrest BA. Paller AS. (Editor). Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine: 7th edition. New York: McGraw Hill; 2008
2. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI
3. Rook’s textbook of dermatology.
4. Susanto I. Ismid IS. Sjarifudin PK. Sungkar S. (editor). Buku ajar parasitologi
kedokteran: edisi keempat.