alternatif media kultur dan model infeksi parasit ... · kultur dan model infeksi parasit ......

47
ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT Leucocytozoon caulleryi MENGGUNAKAN TELUR EMBRIO TERTUNAS INDRA BAGUS PRIASTOMO FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

Upload: duongxuyen

Post on 27-Mar-2019

247 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI

PARASIT Leucocytozoon caulleryi MENGGUNAKAN TELUR

EMBRIO TERTUNAS

INDRA BAGUS PRIASTOMO

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

Page 2: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Alternatif Media

Kultur dan Model infeksi Parasit Leucocytozoon caulleryi Menggunakan Telur

Embrio Tertunas adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum

diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi.

Bogor, Juli 2012

Indra Bagus Priastomo

NIM B04062761

Page 3: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

RINGKASAN

INDRA BAGUS PRIASTOMO. Alternatif Media Kultur dan Model Infeksi

Agen Parasit Leucocytozoon caulleryi Menggunakan Telur Embrio Tertunas.

Dibawah bimbingan UMI CAHYANINGSIH.

Penelitian ini dirancang untuk mengetahui penggunaan telur embrio

tertunas sebagai media kultur dan model infeksi agen parasit Leucocytozoon

caulleryi. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi persentase parasitemia dan

diferensial leukosit embrio ayam. Penelitian ini menggunakan 24 telur embrio

tertunas sebagai media kultur parasit fase gametosit dengan menggunakan rute

inokulasi melalui membran korioalantois dan kantung alantois. Inokulasi

dilakukan pada umur embrio 13 hari dan ulas darah embrio dilakukan pada umur

embrio 16, 17, 18, dan 19 hari. Penelitian ini menggunakan rancangan kelompok

lengkap teracak dengan ulangan sebanyak tiga kali. Hasil penelitian menunjukan

perbedaan nyata pada parasitemia yang diinokulasi melalui membran

korioalantois dan kantung alantois. Membran korioalantois menunjukan

persentase parasitemia lebih tinggi dibandingkan rute kantung alantois. Nilai

diferensial leukosit menunjukan perbedaan nyata pada perbedaan rute inokulasi

dan umur embrio. Limfosit merupakan diferensial leukosit tertinggi pada embrio

ayam diikuti dengan heterofil, monosit, basofil, dan eosinofil.

Kata kunci : Leucocytozoon caulleryi, Telur Embrio Tertunas, Leukosit

Page 4: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

ABSTRACT

INDRA BAGUS PRIASTOMO. Embryonated Egg as Alternative Cultivation

Media and Infection Model of Parasite Leucocytozoon caulleryi. Under direction :

UMI CAHYANINGSIH.

This research was designed to understand utilization of embryonated egg

as cultivation media and infection model of parasite Leucocytozoon caulleryi. An

examination included percentage of parasitemia and leukocyte differential of

chicken embryo. This research used 24 embryonated egg which were inoculated

with gametocytes of L. caulleryi via chorioallantoic membrane (CAM) and

allantoic cavity (AC) route. Inoculation were done at 13 days old and blood smear

of embryo were done at 16, 17,18, and 19 days old. The result showed significant

different of inoculation route and each embryonated egg’s age. Inoculation route

via CAM showed higher parasitemia than AC. The highest of parasitemia were

showed at 19 days old of embryonated egg (6 days post-inoculation) both CAM

and AC. Percentage of leukocyte differential showed significant different of both

inoculation route and embryo’s egg on 16, 17, 18, and 19 days old. Both CAM

and AC route showed same percentage of lymphocyte as the highest percentage

followed by heterophil, monocyte, basophil, and eosinophil. Thus, embryonated

egg could be used as alternative cultivation media with chorioallantoic membrane

as better inoculation route and infection model which was showed by imune

response from leukocyte differential.

Keywords : Leucocytozoon caulleryi, Embryonated Egg, Leukocyte.

Page 5: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

ii

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

Page 6: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

ii

ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI

PARASIT Leucocytozoon caulleryi MENGGUNAKAN TELUR

EMBRIO TERTUNAS

INDRA BAGUS PRIASTOMO

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

Page 7: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

iii

Judul Skripsi : Alternatif Media Kultur dan Model Infeksi Leucocytozoon

caulleryi Menggunakan Telur Embrio Tertunas.

Nama : Indra Bagus Priastomo

NIM : B04062761

Disetujui :

Tanggal Lulus :

Dr. drh. Umi Cahyaningsih, MS

Dosen Pembimbing

Diketahui,

drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D APVet

Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Page 8: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan

karunia yang diberikan sehingga penelitian dan skripsi ini dapat diselesaikan.

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan September hingga Desember 2010

dan diberi judul “Alternatif Media Kultur dan Model Infeksi Parasit

Leucocytozoon caulleryi Menggunakan Telur Embrio Tertunas”.

Atas selesainya skripsi ini, penulis menyampaikan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tua, adik, dan keluarga besar yang tak henti-hentinya

mendoakan, atas segala kasih sayang, pengorbanan dan dukungan yang

diberikan.

2. Dr. drh. Umi Cahyaningsih selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

meluangkan waktunya yang berharga untuk mengarahkan, memberikan

motivasi, membagi ilmu dan senantiasa sabar dalam membimbing penulis.

3. Prof. drh. Dondin Sajuthi, MST, PhD selaku pembimbing akademik yang

senantiasa memberikan perhatian dan arahan selama menjalani masa

perkuliahan.

4. Drh. Akhmad Arif Amin, drh. Retno Wulansari, drh. Wahono Esthi

Setyaningtyas, drh. Okti Nadia Putri, selaku dosen penilai seminar dan

penguji sidang yang telah membantu penulis, mengarahkan, memberikan

masukan, dan membagi ilmu, serta bimbingan bagi penulis.

5. Teman–teman aesculapius FKH 43, IAAS Local Committee IPB,

Keluarga Besar IAAS National Committee, IAAS National, dan semua

pihak yang telah membantu, mendukung dan memberikan kontribusi

dalam penulisan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung,

yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga skripsi ini dapat digunakan dan dimanfaatkan dengan semestinya.

Bogor, Juli 2012

Penulis

Page 9: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

v

RIWAYAT HIDUP

Penulis dengan nama lengkap Indra Bagus Priastomo lahir di Jember pada

tanggal 25 Maret 1988 dari ayah Rustomo dan ibu Menik Sri Indari. Penulis

merupakan anak pertama dari empat bersaudara.

Penulis lulus dari SDN Kepatihan 17 Jember, Kabupaten Jember, Jawa

Timur pada tahun 2000 dan kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1

Jember serta lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2006, penulis menyelesaikan

pendidikan dari SMU Negeri 2 Jember dan diterima sebagai mahasiswa Institut

Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) serta

memilih mayor Kedokteran Hewan.

Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi International

Asscociation of Student in Agriculture and Related Sciences (IAAS) baik lingkup

komite lokal hingga nasional. Penulis juga terdaftar sebagai anggota Himpunan

Minat dan Profesi Ruminansia. Prestasi internasional penulis yaitu sebagai penyaji

makalah dalam 1st

International Agriculture Student Symposium di Universiti

Putra Malaysia (UPM), Malaysia dan delegasi IPB dalam World Leadership

Conference 2009 di Singapura. Prestasi penulis lainnya sebagai Mahasiswa

Berprestasi IV Fakultas Kedokteran Hewan IPB dan Delegasi IPB dalam

Kongress Nasional IAAS selama 3 tahun berturut-turut sejak 2007, 2008, dan

2009. Penulis juga menjadi asisten praktikum mata kuliah Pengelolahan

Kesehatan Ternak Tropis dan Pengelolahan Kesehatan Hewan dan Lingkungan

tahun ajaran 2009/2010-2010/2011.

Page 10: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

vi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL .............................................................................................. x

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xi

PENDAHULUAN

........... Latar Belakang ....................................................................................... 1

........... Tujuan Penelitian .................................................................................... 3

........... Manfaat Penelitian .................................................................................. 3

........... Hipotesis Penelitian ................................................................................. 4

TINJAUAN PUSTAKA

Leucocytozoon sp .................................................................................... 5

Telur Embrio Tertunas .................................................................................. 7

Leukosit ...................................................................................................... 12

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................................... 18

Persiapan Ayam Donor Leucocytozoon ...................................................... 18

Penentuan Dosis Parasit .............................................................................. 18

Penghitungan Jumlah Sel Darah Merah ...................................................... 18

Penghitungan Persentase Parasitemia ......................................................... 19

Persiapan Telur Embrio Tertunas dan Inokulasi Leucocytozoon ................ 19

Pemanenan Parasit ...................................................................................... 20

Analisis Data ............................................................................................... 20

Rancangan Percobaan ................................................................................. 21

HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 22

SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 31

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 32

LAMPIRAN ..................................................................................................... 36

Page 11: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

Nilai persentase diferensial leukosit pada ayam yang baru menetas ..................... 13

Rata-rata persentase prasitemia pada telur embrio tertunas yang diinokulasi

dengan L. caulleryi ................................................................................................. 22

Rata-rata persentase diferensial leukosit pada telur embrio tertunas yang

diinfeksi L. caulleryi dengan rute inokulasi membran korioalantois dan

ruang alantois ......................................................................................................... 26

1

2

3

Page 12: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

viii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Struktur anatomi saluran reproduksi ayam betina ................................................... 8

Perkembangan embrio hari ke-5 dan ke-10 .......................................................... 11

Perkembangan embrio hari ke-15 dan ke-20 ........................................................ 11

Limfosit unggas ..................................................................................................... 13

Monosit unggas ..................................................................................................... 14

Heterofil unggas .................................................................................................... 15

Eosinofil unggas .................................................................................................... 15

Basofil unggas ....................................................................................................... 16

Rute inokulasi telur embrio tertunas melalui membran korioalantois dan

ruang alantois ......................................................................................................... 20

Rata-rata persentase limfosit embrio yang diinokulasi L caulleryi ........................ 25

Rata-rata persentase heterofil embrio yang diinokulasi L caulleryi ....................... 27

Rata-rata persentase monosit embrio yang diinokulasi L caulleryi ....................... 28

Rata-rata persentase basofil embrio yang diinokulasi L caulleryi ......................... 29

Rata-rata persentase eosinofil embrio yang diinokulasi L caulleryi ...................... 30

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

Page 13: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peningkatan jumlah penduduk dunia mencapai 1,1% dalam 10 tahun

terakhir, menjadikan permintaan pasokan pangan meningkat. Peningkatan

pasokan pangan dunia meliputi permintaan kebutuhan pada sektor peternakan

dengan salah satu komoditas yaitu unggas. Sektor peternakan unggas memasok

30% dari total konsumsi daging sehingga menyebabkan perdagangan unggas

dunia mengalami peningkatan hingga mencapai 9,2 juta ton per tahun, dengan

peningkatan mencapai 5,3% tiap tahunnya (FAO 2007).

Peningkatan produksi unggas mengalami kendala diakibatkan peningkatan

kasus kejadian penyakit yang seringkali dialami oleh peternak unggas di

Indonesia. Sebagai salah satu negara tropis, Indonesia memiliki kerentanan

terhadap kejadian leucocytozoonosis. Leucocytozoonis merupakan penyakit yang

diakibatkan parasit Leucocytozoon sp yang dapat menyebabkan penurunan

produksi hingga 25-75% (Purwanto et al. 2010). Leucocytozoon merupakan

parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada darah dan jaringan, serta dapat

menghancurkan sel pada tubuh inang. Beragam spesies Leucocytozoon dapat

menginfeksi famili unggas secara luas pada unggas produksi, unggas peliharaan,

maupun unggas liar (Hill 2008). Siklus hidup Leucocytozoon terdiri dari siklus

seksual yang terjadi di inang definitif seperti ayam, bebek, bahkan penguin. Siklus

aseksual terjadi pada inang antara yaitu Simulium dan Cullicoides (Earle et al.

1992; Evans dan Otter 1998; dan Hill 2008).

Kejadian leucocytozoonosis tersebar di seluruh dunia dan bersifat dinamis

tergantung pada host susceptibility, keberadaan vektor, dan preferensi vektor

untuk spesies tertentu (Desser dan Bennet 1993). Daerah pegunungan yang

memiliki banyak aliran sungai memberikan lingkungan berkembangbiak optimal

untuk vektor Leucocytozoon yaitu Simulium dan Culicoides. Kejadian penyakit

juga lebih sering terjadi di peternakan yang terletak di dekat danau, rawa, ataupun

sungai (Stadller dan Carpenter 1996).

Parasit Leucocytozoon sp dapat menyerang baik pada ayam pedaging

maupun ayam petelur dengan kasus akut sering terjadi pada ayam muda,

Page 14: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

2

sedangkan kasus kronis menyerang pada ayam tua terutama ayam petelur

(Whiterman dan Bickford 1989). Infestasi Leucocytozoon sp dapat terjadi tanpa

disertai gejala klinis maupun disertai gejala klinis. Gejala klinis pada ayam yang

terserang leucocytozoonosis meliputi depresi, hilang nafsu makan, muntah darah,

dan kelumpuhan hingga mengakibatkan kematian. Serangan yang tidak disertai

dengan gejala klinis umumnya berupa penurunan produksi telur maupun bobot

badan ayam (Purwanto et al. 2010). Raidal dan Jaensch (2000) melaporkan bahwa

terdapat gejala pada sistem syaraf pusat yang diduga akibat dari formasi skizon

sehingga menghambat kapiler otak. Biliverdinuria juga terjadi akibat dari

dekstruksi eristrosit dan inflamasi hepatik hingga nekrosis.

Kerugian yang ditimbulkan akibat infeksi Leucocytozoon menyebabkan

perlu dilakukan pencegahan maupun pengobatan pada kasus leucocytozoonosis.

Pencegahan dapat dilakukan dengan membatasi vektor parasit dan menjaga

kebersihan kandang. Penggunaan pyrimetamine dan sulfonamide bersifat efektif

untuk mencegah infeksi, namun untuk pengobatan masih memiliki hambatan

dikarenakan prevalensi parasit darah pada unggas tidak bersifat spesifik-spesies

yang tetap, namun lebih dikarenakan siklus parasitemia, faktor lingkungan, dan

juga populasi (Tella et al. 1999 dan Springer 1991). Hal ini menyebabkan

parasitemia dapat terjadi setiap saat, namun gejala klinis muncul pada saat inang

mengalami imunosupresi. Hal inilah yang membuat sulit dilakukan pencegahan

dan pengendalian Leucocytozoon. Infestasi kronis Leucocytozoon juga masih

belum dipahami secara mendalam sehingga masih diduga bahwa stress sebagai

penyebab primer kejadian penyakit ini.

Hambatan dalam pengobatan dan pencegahan leucocytozoonosis

memerlukan penelitian lebih lanjut tentang sifat, karakter, dan tingkat patogenitas

dari parasit. Penelitian memerlukan penggunaan kultur parasit dan model infeksi

sebagai salah satu usaha dalam untuk memproduksi antigen yang digunakan

sebagai uji serologik dan imnunogen untuk pencegahan penyakit (Sunaga et al.

2002). Aplikasi praktis penggunaan kultur dan model infeksi antara lain sebagai

pengujian bahan obat dan ekstrak herbal. Teknik kultur menggunakan media juga

mefasilitasi penelitian tentang karakteristik dan morfologi dari parasit (Adriawan

2005).

Page 15: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

3

Telur embrio tertunas telah banyak digunakan sebagai media kultur dan

model infeksi beragam parasit. Telur embrio tertunas telah berhasil dikembangkan

sebagai alternatif model infeksi pada Aspergillus fumigatus, Neospora caninum,

Trypanosoma cruzy (Jacobsen et al. 2010; Mansourian et al. 2009; Mello dan

Deane 1976). Telur embrio tertunas juga telah digunakan sebagai pengujian bahan

obat dan ekstrak herbal seperti ekstrak benalu teh (Murtini et al. 2006).

Takamutsu et al. (1984) telah berhasil melakukan kultur Leucocytozoon fase

sporozoit pada telur embrio tertunas dengan inokulasi melalui membran

korioalantois.

Pengujian menggunakan telur embrio tertunas memiliki keunggulan

dibandingkan dengan kultur sel dikarenakan tidak menggunakan media dan

kondisi laboratorium yang rumit sehingga biaya yang dibutuhkan relatif murah.

Telur berembrio sebagai sistem biologis yang dinamis diharapkan

menggambarkan kondisi in vivo. Kondisi in vivo yang dimaksud yaitu adanya

metabolisme dan perkembangan sel-sel embrio di dalam telur yang berkembang

secara terus-menerus. Baik parasit maupun zat kimia tertentu dapat diinokulasi ke

dalam telur. Efek parasit dan zat kimia yang terhadap embrio tergantung pada

umur embrio dan aplikasi rute pemberian (Johston et al. 1997).

Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini untuk memperoleh informasi tentang

penggunaan telur embrio tertunas sebagai alternatif media kultur dan model

infeksi Leucocytozoon caulleryi.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

informasi tentang penggunaan telur embrio tertunas sebagai media alternatif

kultur dan model infeksi yang murah, mudah didapat, serta tidak membutuhkan

protokol dan peralatan penelitian yang rumit.

Page 16: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

4

Hipotesis Penelitian

1. Penelitian ini menduga bahwa telur embrio tertunas dapat dijadikan sebagai

alternatif media kultur dengan rute inokulasi membran korioalantois atau ruang

alantois berdasarkan persentase parasitemia darah pada umur embrio tertentu.

2. Penelitian ini menduga bahwa telur embrio tertunas memiliki respon imun

terhadap parasit yang diinokulasikan dengan rute inokulasi membran korioalantois

atau ruang alantois berdasarkan persentase diferensial leukosit pada umur embrio

tertentu.

Page 17: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

TINJAUAN PUSTAKA

Leucocytozoon caulleryi

Leucocytozoon merupakan parasit darah dan jaringan yang telah

ditemukan pada unggas sejak 200 tahun yang lalu oleh Danilewsky pada tahun

1884. Pertama kalinya, Leucocytozoon ditemukan pada burung hantu dengan

hanya gametosit yang terlihat pada bagian perifer pembuluh darah. Khusus parasit

Leucocytozoon terdapat perbedaan dengan parasit darah lainnya dimana dapat

ditemukan parasit pada sel darah putih (Fallis dan Desser 1977). Transmisi

parasit disebabkan oleh vektor Simulidae dan Cullicidae. Kejadian penyakit

umumnya terjadi pada peternakan yang terletak di dekat danau, rawa, maupun

sungai. Penyakit ini juga seringkali terjadi ketika perubahan suhu udara menjadi

lebih hangat (Stadller dan Carpenter 1996).

Gejala klinis yang diakibatkan dari infestasi parasit Leucytozoon meliputi

anorexia, penurunan produksi, lethargy, dan hilangnya keseimbangan. Gejala

klinis lainnya yaitu anemia dan leukositosis. Kejadian yang bersifat akut

umumnya terjadi pada unggas muda, sedangkan kejadian kronis terjadi pada

unggas tua (Whiterman dan Bickford 1989).

Kontrol kejadian penyakit umumnya dilakukan pencegahan yang

dilakukan dengan membatasi populasi dari paparan vektor. Diagnosa

leucocytozoonosis dilakukan dengan deteksi keberadaan parasit fase gametosit

pada darah perifer melalui ulas darah (Campbell 1995).

Morfologi

Morfologi pada inang definitif fase gametosit Leucocytozoon yang terlihat

pada hasil ulas darah perifer merupakan cara yang dilakukan untuk membedakan

dan melakukan identifikasi spesies Leucocytozoon. Umumnya Leucocytozoon

menghasilkan gametosit dalam 2 tipe yang berbeda yaitu parasit yang tampak

mengelilingi lingkaran sel darah dengan nukleus yang terdorong ke sisi sehingga

tampak terjepit dan mengecil, serta parasit yang dengan penampakan berbentuk

lingkaran, oval, ataupun elips dengan sitoplasma mengalami perpanjangan yang

merupakan perkembangan dari parasit (Fallis dan Khan 1974). Namun terdapat

Page 18: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

6

perbedaan morfologi pada spesies L. caulleryi yang menginfeksi ayam, gametosit

pada spesies ini berbentuk melingkar dan nukleus sel terdorong keluar dengan

sedikit perubahan bentuk dan terkadang terdorong keluar dari sel darah (Fallis dan

Desser 1977).

Siklus hidup

Siklus hidup Leucocytozoon terdiri dari 2 siklus yaitu siklus aseksual dan

siklus seksual. Siklus aseksual terjadi pada inang seperti ayam, bebek, atau unggas

lainnya. Sedangkan siklus seksual terjadi pada vektor yaitu Cullicidae dan

Simulidae (Tampubolon 1992).

Perkembangan parasit aseksual terjadi ketika masuknya sporozoit dari

gigitan vektor Simulidae atau Cullicidae pada unggas. Sporozoit yang masuk

melalui luka gigitan vektor akan masuk ke dalam sel jaringan dan berkembang

dalam fase aseksual yang disebut skizon. Skizogoni merupakan fase terbentuknya

ribuan merozoit. Fase skizogoni terjadi di dalam sel parenkim hati, sel epitel

ginjal, dan sel retikuloendotel tubuh seperti ginjal dan kelenjar limfe. Terdapat

perbedaan proses skizogoni pada tiap-tiap spesies parasit, namun umumnya

skizogoni terjadi pada sel parenkim hati (Fallis dan Desser 1977).

Merozoit terbentuk setelah 4 hari pasca-infeksi yang dimulai dari

pembelahan inti secara berulang pada skizon. Skizon dengan pembelahan inti

yang berulang akan mengalami invaginasi sitoplasma dan membentuk sitomer

dengan banyak inti, lalu pembelahan inti dan sitoplasma akan dilanjutkan hingga

sitomer dan dihasilkan ribuan merozoit tak berinti sebesar 1 mikron. Beberapa

spesies, skizon dapat mengalami ruptur sebelum terjadinya pembentukan merozoit

secara lengkap. Ruptur dari skizon dengan beberapa inti pada sitomer disebut

dengan sinsitia. Hal ini juga menunjukan bahwa parasit kurang beradaptasi pada

tubuh inang.

Merozoit yang keluar dari skizon akan masuk ke dalam aliran darah, dan

masuk ke dalam eritrosit dan eritroblas, serta mengalami perubahan menjadi

gametosit. Umumnya proses pematangan merozoit menjadi gametosit akan terjadi

selama 48 jam.

Page 19: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

7

Proses seksual terjadi setelah masuknya gametosit pada tubuh vektor

melalui hisapan nyamuk atau lalat dari darah unggas yang terinfeksi

Leucocytozoon. Awal dari fase seksual yaitu terbentuknya gametosit jantan dan

betina yang disebut juga fase gametogoni. Pembentukan makrogametosit dan

mikrogametosit terjadi di saluran pencernaan vektor dan lebih distimulasi oleh

perubahan kadar oksigen dan karbondioksida dibandingkan perubahan temperatur

pada saat perpindahan parasit dari unggas ke tubuh vektor. Proses pendewasaan

gametosit terjadi setelah parasit keluar dari darah dan distimulasi oleh lepasnya

membran sel darah merah unggas. Proses pendewasaan pada mikrogamet terjadi

ketika inti sel megalami kondensasi dan berubah menjadi massa yang lebih padat.

Proses tersebut mengawali pembentukan flagella yang merupakan alat gerak

untuk menuju makrogamet.

Zigot terbentuk setelah proses fertilisasi antara makrogamet dan

mikrogamet berflagella dan dalam beberapa jam berubah bentuk menjadi ookinet

motil dengan ukuran mencapai 30 mikron. Ookinet melakukan migrasi menembus

dinding saluran cerna untuk menghindari proses pencernaan darah pada saluran

cerna vektor. Ookinet yang tidak dapat menembus dinding saluran cerna akan

mengalami ruptur 3-4 hari sesudahnya. Ookinet yang mampu menembus dinding

usus vektor, akan mematangkan diri menjadi ookista dan melakukan migrasi ke

saluran air liur (Fallis dan Desser 1977).

Telur Embrio Tertunas

Pembentukan embrio

Unggas memiliki perbedaan dalam sistem perkembangan embrio dengan

mamalia. Perkembangan embrio pada unggas terjadi pada telur (in ovo) yang

berada diluar tubuh induk. Kondisi perkembangan embrio yang terjadi diluar

tubuh sehingga memungkinkan dilakukan intervensi pada embrio unggas (Ricks

et al. 2003). Proses perkembangan pada unggas terutama ayam terjadi secara

cepat dan membutuhkan waktu 21 hari inkubasi hingga menjadi individu.

Perkembangan telur embrio tertunas didahului dengan pembuahan sperma

dan ova pada tubuh induk betina. Induk betina dapat juga menghasilkan telur

walaupun tanpa proses perkawinan. Namun telur yang dihasilkan bersifat infertil

Page 20: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

8

sehingga tidak terdapat embrio yang berkembang dan menetas menjadi individu.

Fertilisasi pada unggas terjadi di infundibulum saluran telur (oviduct). Induk ayam

betina umumnya menghasilkan telur dari 1 buah ovarium aktif. Ovarium pada

telur pada masa perkembangannya memiliki sepasang namun hanya satu buah

yang aktif menghasilkan telur. Ovarium induk dewasa berbentuk seperti gerombol

anggur yang merupakan kumpulan ova hingga mencapai 2000 buah yang nantinya

berkembang menjadi kuning telur (yolk) (Setijanto 1998).

Kuning telur dibentuk dari kantung folikuler yang merupakan kumpulan

lapisan-lapisan secara terus-menerus dari bahan pembentuk kuning telur.

Umumnya bahan pembentuk kuning telur dibentuk sejak 7-9 hari sebelum induk

bertelur. Kuning telur yang berkembang juga terdapat germinal disc yang

mengandung satu sel telur dimana ketika proses fertilisasi akan menjadi calon

embrio. Germinal disc terletak di lapisan terluar kuning telur dan terbentuk dari

proses pembentukan kuning telur (Smith 2010).

Gambar 1 Struktur anatomi saluran reproduksi ayam betina (Smith 2010)

Kuning telur pada ovarium dibungkus dengan membran tipis dan halus

yang disebut dengan folikel. Membran folikel merupakan suatu anyaman kapiler

yang halus serta banyak yang ditautkan pada ovarium dan batang folikel. Kapiler-

kapiler tersebut membawa zat makanan yang meresap melalui dinding membran

ke dalam kuning telur yang sedang tumbuh. Ketika kuning telur matang, maka

Page 21: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

9

folikel-folikel mengalami ruptur dan membentuk garis yang disebut dengan

stigma, daerah yang tidak mengandung pembuluh darah dan folikelnya sangat

tipis. Proses ini menyebabkan kuning telur keluar dari ovarium dan prosesnya

disebut dengan ovulasi (Setijanto 1998).

Kuning telur yang telah keluar dari ovarium akan ditangkap oleh

infundibulum. Kuning telur akan berada di dalam infundibulum selama 10-20

menit dan proses fertilisasi akan terjadi di infundibulum jika ayam betina

dikawinkan dengan pejantan. Setelah berada di infundibulum dan terjadi proses

fertilisasi, kuning telur akan masuk dan bergerak ke dalam magnum dan

menerima albumin tebal (putih telur). Setelah 2-3 jam di dalam magnum, telur

akan bergerak ke arah istmush selama 1-1,5 jam untuk mendapatkan lapisan

membran-membran kulit telur. Selanjutnya telur akan berpindah ke dalam uterus

dan mendapatkan lapisan kerabang yang berbahan dasar kalsium karbonat, serta

pigmen oofin yang memberikan warna pada kulit telur. Lapisan tali tipis pada

kuning telur yang disebut juga kalaza akan tampak di uterus. Kalaza berfungsi

untuk menjaga kuning telur tetap berada di tengah serta menjaga posisi germinal

disc untuk selalu di lapisan terluar kuning telur.

Proses di dalam uterus terjadi hingga 20 jam lamanya dan telur yang telah

berkembang penuh akan masuk ke dalam vagina selama 5-10 menit sebelum telur

dikeluarkan dari tubuh induk melalui kloaka. Telur juga mendapatkan substansi

yang berlendir dan tipis yang disebut dengan kutikula. Lapisan kutikula akan

melapisi pori-pori kulit telur dan melindungi kulit telur dari bakteri. Telur akan

berubah posisi menjadi horizontal sehingga telur dari vagina akan masuk ke

kloaka dan dikeluarkan secara sekaligus. Kulit telur akan segera mengeras setelah

berada di udara bebas.

Perkembangan Embrio Telur

Perkembangan embrio pada telur terjadi pada 3 tahapan waktu yang

berbeda yaitu (1) sebelum telur dikeluarkan dari tubuh induk, (2) waktu antara

pengeluran telur hingga inkubasi, dan (3) selama proses inkubasi berlangsung.

Pembelahan sel berlangsung sesaat setelah proses fertilisasi hingga prosses

pembentukan telur selesai, dan pembelahan akan berlanjut setelah telur diletakkan

Page 22: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

10

pada lingkungan dengan suhu kisaran 38°C-39°C. Pembelahan pertama selesai

pada saat telur telah mencapai istmush. Pembelahan lainnya akan berlanjut setiap

20 menit hingga membentuk gastrula.

Sesaat setelah telur dikeluarkan dari tubuh induk yaitu waktu antara

bertelur hingga inkubasi, telur mengalami perubahan suhu dari suhu tubuh induk

ke suhu lingkungan. Perubahan suhu menyebabkan perkembangan embrio terhenti

hingga suhu lingkungan stabil kembali dalam suhu inkubasi sekitar 38°C -39°C

(Grimes 2002). Awal dari masa inkubasi, embrio akan mengalami perkembangan

seluler yang diawali dengan diferensiasi sel. Beberapa sel akan berkembang

menjadi organ vital dan sel-sel lainnya.

Hari pertama pasca-inkubasi, germinal disc akan berkembang menjadi

prekursor pembentukan organ viscera yaitu foregut. Selain itu, terbentuk juga

blood islands atau pulau darah yang nantinya akan membentuk sistem sirkulasi

darah, prekursor pembentukan jaringan syaraf, dan pembentukan mata.

Hari kedua masa inkubasi, pulau-pulau darah yang terbentuk akan saling

berikatan satu sama lain dan membentuk sistem vaskular, disertai pembentukan

organ jantung. Setelah 44 jam inkubasi, organ jatung dan jaringan vaskular akan

berhubungan sehingga jantung mulai berdetak. Sistem sirkulasi pernafasan juga

terbentuk menjadi 2 sistem sirkulasi, yaitu sistem embrionik bagi embrio dan

sistem viteline yaitu sistem sirkulasi pada telur (Smith 2010).

Akhir dari masa perkembangan embrionik, terbentuk 2 jenis sistem

vaskular darah ekstra-embrionik, yaitu sistem viteline sebagai transpor nutrisi dari

kuning telur ke embrio. Sebelum hari ke-4, sistem tersebut mengalirkan darah

beroksigen. Sistem vaskular darah lainya berasal dari sirkulasi alantois yang

berfungsi sebagai sistem sirkulasi respirasi dan penyimpanan produk eksresi ke

alantois. Ketika telur menetas, kedua sistem tersebut tidak berfungsi kembali.

Perkembangan syaraf juga berkembang dan terbentuk otak bagian depan,

pembentukan telinga, dan awal pembentukan lensa mata.

Hari ketiga inkubasi, bakal pembentukan ektremitas telah terbentuk yang

nantinya akan membentuk sayap dan kaki. Pembentukan bagian komplek kepala,

telinga, muka, dan beberapa organ kelenjar. Cairan amnion akan mengelilingi

embrio sebagai proteksi dari proses perkembangan embrio. Kantung alantois telah

Page 23: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

11

terbentuk yang akan menjadi organ respirasi dan ekskresi selama perkembangan

embrio di dalam telur. Nutrisi dari albumin dan kalsium dari cangkang telur juga

ditransportasikan melalui alantois. Hari keempat inkubasi, semua organ yang

dibutuhkan telah terbentuk dan dapat diidentifikasi sehingga perkembangan terus

berlanjut secara cepat.

Gambar 2 Perkembangan embrio hari ke-5 dan ke-10 (Smith 2010)

Hari ketujuh inkubasi, telah terbentuk digit pada bagian kaki dan sayap,

jantung secara lengkap telah terbentuk dan telah masuk keseluruhan pada rongga

thorax. Hari kesepuluh inkubasi, telah terbentuk bulu dan paruh yang lebih kokoh.

Hari keempat-belas inkubasi, embrio telah berotasi ke posisi yang diperlukan saat

menetas. Suplai nutrisi yang berasal dari albumin akan habis pada hari keenam-

belas sehingga sumber nutrisi hanya berasal dari kuning telur. Pada hari kedua-

puluh, embrio akan berada di posisi menetas dimana paruh akan mendekati

kantung udara dan sistem pernafasan berganti menjadi sistem pulmonal.

Page 24: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

12

Gambar 3 Perkembangan embrio hari ke-15 dan ke-20 (Smith 2010)

Hari ke-21, ayam akan keluar dari cangkang telur dengan memecah

cangkang pada bagian kantung udara. Kantung alantois yang sebelumnya sebagai

alat respirasi selama proses inkubasi akan mengering dan pernafasan berlangsung

menggunakan paru-paru. Setelah menetas, ayam dapat bertahan hingga 72 jam

tanpa makan dikarenakan cadangan nutrisi yang berasal dari kuning telur yang

menempel pada tubuh ayam pada hari ke-19. Kuning telur mengandung cadangan

nutrisi yang cukup tinggi seperti protein, lemak, vitamin, mineral, dan air untuk

beberapa jam setelah menetas. Kuning telur akan dikonsumsi secara bertahap

hingga hari kesepuluh setelah menetas (Smith 2010).

Leukosit

Darah terdiri dari sel-sel yang terendam di dalam cairan yang disebut

plasma. Sebagain besar sel-sel darah berada di dalam pembuluh-pembuluh, namun

leukosit dapat menembus dinding pembuluh darah untuk mengatasi terjadinya

infeksi. Leukosit atau sel darah putih merupakan suatu unit aktif dari pertahanan

tubuh hewan dan manusia. Sel darah putih menurut tempat berkembang dan

diferensiasi dibagi menjadi unsur mieloid dan unsur limfoid (Frandson 1986).

Unsur mieloid terdiri dari granulosit yang dalam kondisi normal dihasilkan di

dalam sumsum tulang (jaringan mieloid). Unsur limfoid terdiri dari limfosit dan

monosit yang berkembang pada jaringan limfoid seperti timus, limpa, dan bursa

fabricius pada unggas (Ganong 2002).

Hewan yang terpapar oleh bakteri, virus, parasit, dan benda asing akan

mengaktifkan sistem pertahanan yang akan melawan berbagai macam patogen

toksik dan infeksius. Sistem ini terdiri dari sel darah putih dan sel jaringannya.

Semua sel akan bekerja secara bersama dengan merusak patogen dengan cara

fagositosis, membentuk antibodi, dan mengaktifkan limfosit untuk

menghancurkan patogen (Guyton dan Hall 2008).

Sel darah putih terdiri dari 5 jenis yaitu limfosit, monosit, netrofil, basofil,

dan eosinofil. Netrofil, basofil, dan eosinofil termasuk dalam golongan granulosit

yang memiliki granula di dalam sitoplasmanya. Limfosit dan monosit termasuk

dalam agranulosit. Sel darah putih memiliki perbedaan dengan sel darah merah

Page 25: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

13

karena memiliki nukelus dan memiliki kemampuan untuk bergerak secara

independen. Selain itu, sel-sel darah putih memiliki masa hidup yang bervariasi,

mulai dari beberapa jam untuk granulosit, hingga beberapa bulan untuk monosit,

bahkan beberapa tahun untuk limfosit. Sel darah putih juga bersifat non-

fungsional di dalam aliran arah dan hanya diangkut menuju jaringan ketika

dibutuhkan (Frandson 1986). Menurut Morita et al. (2010), nilai diferensial

leukosit pada ayam yang baru menetas adalah sebagai berikut:

Tabel 1 Nilai persentase diferensial leukosit pada ayam yang baru menetas

Diferensial Leukosit Persentase (%)

Limfosit 70.1 – 83.3

Monosit 2.6 – 4.4

Heterofil 12.3 – 25.2

Basofil 1.0 – 2.0

Eosinofil 0.1 – 0.5

Limfosit

Limfosit merupakan leukosit yang tidak bergranul atau agranulosit.

Limfosit memiliki variasi ukuran dan memiliki nukleus yag relatif besar yang

dikelilingi sejjumlah sitoplasma. Limfosit terdiri dari 2 jenis yaitu limfosit besar

dengan diameter 12-16 m dan limfosit kecil dengan diameter 9-12 m. Limfosit

besar memiliki lebih banyak sitoplasma, berinti besar, dan pucat. Limfosit kecil

memiliki inti besar dan menyerap warna, dan sitoplasmanya biru pucat.

Gambar 4 Limfosit unggas (Phillips 2010)

Linfosit merupakan unsur kunci dalam proses kekebalan (Ganong 2002).

Limfosit memiliki peran utama dalam pembentukan antibodi sebagai respon

terhadap antigen yang masuk dalam tubuh. Limfosit memiliki peran utama dalam

Page 26: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

14

mekanisme kekebalan spesifik dengan 3 tipe sel meliputi limfosit B, limfosit T,

dan null cells (McBride 2002).

Monosit

Monosit merupakan sel darah putih yang tidak bergranul dan memiliki

sitoplasma yang besar. Monosit berbentuk sel mononuklear dengan jumlah normal

lebih sedikit dibandingkan dengan limfosit. Monosit mempunyai ukuran sel yang

besar dan memiliki variasi bentuk berupa lingkaran hingga rhomboit (Phillips

2010).

Gambar 5 Monosit unggas (Phillips 2010)

Monosit memiliki kemampuan fagositik, yaitu memakan benda asing

seperti bakteri, sebagaimana heterofil. Apabila heterofil berperan dalam mengatasi

infeksi akut, maka monosit bekerja dalam keadaan infeksi yang tidak terlalu akut.

Monosit dibentuk di dalam sumsum tulang yang nantinya akan disebarkan dan

beredar di dalam darah hingga 72 jam. Sel-sel monosit selanjutnya akan masuk ke

dalam jaringan dan membentuk makrofag. Makrofag akan mampu berada di

jaringan hingga berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun hingga musnah akibat

kemampuan fagositiknya (Frandson 1986).

Heterofil

Heterofil merupakan sel darah putih yang memiliki granul pada unggas.

Heterofil memiliki kesamaan fungsi seperti netrofil mamalia (Campbell 1995).

Bentuk heterofil bulat dengan sitoplasma transparan, bersifat eosinofilik, serta

memiliki granul yang berbentuk batang hingga lonjong yang terletak di tengah sel.

Page 27: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

15

Granul dari heterofil sedikit tersamarkan dengan nukleus dengan wana biru yang

kuat (Phillips 2010).

Gambar 6 Heterofil unggas (Phillips 2010)

Heterofil termasuk dalam jajaran pertama sistem kekebalan tubuh ketika

melawan infeksi dengan cara migrasi menuju daerah-daerah yang sedang

mengalami infeksi dengan menembus dinding endotel dan menghancurkan agen.

Jumlah heterofil yanng meningkat menunjukan kejadian infeksi akut. Heterofil

memiliki masa hidup yang singkat, dimana setelah melakukan tugasnya akan mati

dan melepas faktor kemotaktik untuk menarik heterofil lainnya. Masa hidup

normal dalam sirkulasi darah mencapai 4-8 jam, kemudian 4-5 jam berikutnya

berada pada jaringan. Masa hidup heterofil mampu beredar dalam aliran darah

hingga 12 jam (Tizard 1988).

Eosinofil

Eosinofil merupakan sel darah putih yang berbentuk lingkaran dan

memiliki granul. Sitoplasma eosinofil bersifat basofilik dengan banyak granul

yang bersifat eosinofilik. Granul eosinofil tampak lebih terang dibandingkan

dengan heterofil pada ulas darah yang sama. Pewarnaan inti sel eosinofil berwarna

ungu kebiru-biruan dan memiliki kemiripan dengan inti sel heterofil (Phillips

2010).

Gambar 7 Eosinofil unggas (Phillips 2010)

Page 28: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

16

Eosinofil dalam kondisi normal hanya mencapai 2% dari jumlah leukosit

darah. Eosinofil dibentuk di dalam sumsum tulang belakang dan memiliki waktu

hidul relatif singkat. Eosinofil mempunyai sifat fagositik yang lemah dan

kemotaksis. Eosinofil akan meningkat dalam aliran darah ketika terjadi infeksi

parasit dan eosinofil akan bermigrasi ke bagian jaringan yang terinfeksi parasit.

Tizard (1988) menyatakan bahwa eosinofil tidak seefisien dalam fagositosis,

namun eosinofil cocok untuk menyerang dan menghancurkan larva cacing.

Meskipun banyak parasit yang berukuran lebih besar dari eosinofil, namun

fagositosis akan dilakukan dengan cara melekatkan diri pada molekul permukaan

parasit dan melepaskan bahan-bahan yang dapat membunuh parasit tersebut

(Guyton dan Hall 2008).

Basofil

Basofil merupakan granulosit yang bersifat polimorfnuklear-basofil.

Diameter antara 10-15m, memiliki inti 2 gelambir, dan tidak berarturan.

Granulnya berwarna biru tua hingga ungu dan manutupi inti yang cerah (Dellman

dan Brown 1992). Identifikasi basofil dapat mudah diamati dari bentuknya

lingkaran, memiliku granul dengan sifat basofilik yang kuat, dan inti sel yang

tidak berlobus (Phillips 2010).

Gambar 8 Basofil unggas (Phillips 2010)

Basofil dibentuk di dalam sumsum tulang. Basofil memiliki fungsi sebagai

reaksi terhadap peradangan. Basofil dalam sirkulasi darah mirip dengan sel mast

besar yang terletak di sisi luar kapiler endotel tubuh. Basofil memiliki histamin

yang diduga sebagai prekursor bagi sel mast. Basofil akan bekerja dengan sel mast

mengeluarkan histamin dan heparin serta mediator radang lainnya (Frandson

1986). Sel-sel ini terlibat dalam reaksi peradangan jaringan dan proses reaksi

Page 29: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

17

alergik. Basofil juga dapat meningkatkan permeabilitas dan vasodilatasi pembuluh

darah dalam reaksi hipersensitifitas kulit (Dellman dan Brown 1992).

Page 30: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di laboratorium Protozologi, Departemen Ilmu

Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran

Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan pada bulan September-

Desember 2010.

Persiapan ayam donor Leucocytozoon

Ayam sakit berumur 1 bulan dengan gejala demam dan anemia diambil

dari farm dan dipelihara dengan memberikan pakan komersial dan air minum ad

libitum. Pemeriksaan terhadap parasitemia dilakukan setiap hari. Pemeriksaan

parasitemia dilakukan dengan melakukan ulas darah. Ayam sebelumnya

diposisikan dorsal recumbency dan sayap dikembangkan sehingga dapat

dilakukan pengambilan darah melalui vena brachialis. Ulas darah dilakukan

dengan menggunakan gelas objek dan dilanjutkan dengan pewarnaan

menggunakan Giemsa 10%, dan dilakukan pemeriksaan menggunakan mikroskop

cahaya. Jika dinyatakan positif adanya Leucocytozoon sp, maka dapat digunakan

untuk kultur parasit.

Penentuan dosis parasit

Dosis parasit dilakukan dengan menghitung jumlah sel darah merah dan

tingkatan parasetimia pada ayam terinfeksi. Dosis yang dibutuhkan adalah

parasitemia 102/ml darah untuk menghasilkan dosis infektif pada telur embrio

tertunas (Takamutsu et al. 1984). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

Dosis parasit : Jumlah sel darah merah ( /l ) x persentase parasitemia (%)

Penghitungan jumlah sel darah merah

Penghitungan sel darah merah dilakukan dengan menggunakan alat

penghitung dari alat NewBauer Chamber dan Hematositometer. Darah pada ayam

diambil menggunakan hematositometer hingga mencapai garis putih pertama, lalu

dicampur dengan pengambilan larutan Ress Ecker hingga mencapai garis putih ke

Page 31: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

19

dua. Pencampuran dilakukan dengan menggerakan hematositometer seperti angka

delapan hingga beberapa kali. Setelah tercampur sempurna, larutan di buang

sebanyak 2 tetes, lalu dengan menggunakan kamar hitung, larutan dimasukan ke

dalam kamar hitung dan ditutup dengan cover glass. Setelah tertutup dengan

cover glass, butir darah merah dihitung menggunakan mikroskop dengan

perbesaran 400 kali.

Penghitungan persentase parasitemia

Penghitungan parasitemia dilakukan dengan menghitung eritrosit

terinfeksi dalam 1000 eritrosit pada preparat ulas secara manual dengan tiga kali

ulangan.

Persiapan telur embrio tertunas dan inokulasi Leucocytozoon

Telur embrio tertunas umur 10 hari diletakan dalam inkubator dengan suhu

37°C dan tingkat kelembaban 50-60%. Telur sebelumnya disesuaikan pada

inkubator terlebih dahulu sebelum dilakukan inokulasi protozoa. Pemeriksaan

tanda vital kehidupan dilakukan dengan metode candling. Inokulasi dilakukan

dengan menggunakan dua rute berbeda yaitu membran korioalantois dan ruang

alantois. Sebelum dilakukan okulasi, cangkang telur dibersihkan menggunakan

alkhohol 70% lalu dibuat lubang pada area yang mendekati rute dengan

menggunakan dentis’s drill. Setelah terbentuk lubang, dilakukan inokulasi dengan

memasukan agen parasit menggunakan syringe 0,1 ml dan bekas lubang ditutup

menggunakan stiker marker. Seluruh proses dilakukan di dalam laminar air flow

untuk mencegah kontaminasi pada telur. Setelah itu, telur yang telah diinokulasi

dengan protozoa, dilakukan monitoring dengan menggunakan candling (Jacobsen

et al. 2010).

Rute inokulasi melalui kantung alantois dilakukan dengan cara telur

embrio tertunas dilakukan metode candling untuk memberi tanda jarak antara

membran korioalantois dari embrio dan kantung amnion yang bebas dari

pembuluh darah. Tanda diletakan pada 3 mm diatas garis membran korioalantois.

Setelah itu dibuat lubang menggunakan dentist’s drill dan aplikasi inokulasi dapat

dilakukan.

Page 32: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

20

Gambar 9 Rute inokulasi telur embrio tertunas melalui kantung alantois (A) dan

membran koriolalantois (B) (Cunningham 1973).

Rute membran korioalantois dilakukan dengan menggunakan teknik “top

route membrane choriooallantoic”. Teknik ini dilakukan dengan cara candling

embrio, lalu dilakukan pemberian tanda antara membran korioalantois dan

kantung udara atas untuk lokasi lubang. Setelah itu dibuat lubang menggunakan

dentist’s drill dan aplikasi inokulasi dilakukan dengan menggunakan needle

ukuran 26-28 G.

Pemanenan parasit

Pemanenan darah pada media kultur dilakukan secara desktruktif dengan

mengambil darah telur embrio tertunas (TET). Darah pada embrio dipanen dengan

membuka terlebih dahulu cangkang telur. Cangkang telur TET umumnya terdapat

pembuluh darah, dan dilakukan pengambilan ulas darah pada bagian kapiler darah

di perifer cangkang telur. Setelah dilakukan ulas darah, dilakukan pewarnaan

menggunakan Giemsa 10% dan dilakukan penghitungan persentase jumlah

parasit pada hasil ulas darah.

Analisis data

Data hasil pengamatan diolah dengan menggunakan ANOVA (Analysis of

Varian). Kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple range Test dengan

(A) (B)

Page 33: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

21

taraf 5% bila berbeda nyata pada perlakukan yang diberikan. Data ditampilkan

dalam bentuk tabel dan diagram.

Rancangan percobaan

Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan rancangan kelompok

lengkap teracak (RKLT) dengan 2 faktor yaitu rute inokulasi dan umur embrio.

Faktor rute inokulasi terdapat 2 taraf yaitu rute melalui membran korioalantois

dan kantung alantois. Umur embrio terdapat 4 taraf yaitu umur embrio 16 hari

(H16), 17 hari (H17), 18 hari (H18), dan 19 hari (H19), inokulasi dilakukan pada

embrio umur 13 hari. Peubah yang diamati yaitu persentase parasitemia dan

persentase diferensial leukosit yang terdiri dari limfosit, monosit, heterofil,

basofil, dan eosinofil.

Data yang didapatkan selanjutnya akan diolah dan disajikan dalam bentuk

persentase (%) dan perbedaan perlakuan diuji menggunakan Analysis of Variance

(ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95%. Data analisis ragam dilanjutkan dengan

menggunakan uji wilayah berganda (Duncan Multiple Range Test) untuk menguji

perbedaan yang ada (Matjik dan Sumertajaya 2002).

Page 34: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

HASIL DAN PEMBAHASAN

Parasitemia

Hasil penelitian menunjukan bahwa semua rute inokulasi baik melalui

membran korioalantois maupun kantung alantois dapat menginfeksi semua telur

tertunas (TET). Namun terdapat perbedaan nilai parasitemia ulas darah embrio

ayam pada beragam umur TET yang ditunjukan pada Tabel 2.

Tabel 2 Rata-rata persentase parasitemia pada telur embrio tertunas yang

diinokulasi dengan L. caulleryi.

Keterangan : Angka yang diikuti huruf superskrip berbeda menunjukan berbeda nyata pada taraf

p<0.05% (H16=3 hari pasca infeksi, H17=4 hari pasca-infeksi, H18=5 hari pasca-infeksi, dan

H19=6 hari pasca-infeksi).

Berdasarkan tabel 2, didapatkan bahwa nilai parasitemia pada umur telur

yang sama menunjukan nilai lebih tinggi untuk rute infeksi melalui membran

korioalantois dibandingkan dengan rute infeksi melalui kantung alantois. Nilai

parasitemia pada rute membran korioalantois (CAM) terendah pada saat umur

embrio H16 (hari ke-3 pascainfeksi) yaitu 0.14% dan semakin meningkat pada

umur embrio 17,18, dan 19 hari secara berurut-turut yaitu 0.33%, 0.35%, dan

1.33%. Sebaliknya, tidak ditemukan parasitemia pada rute infeksi melalui kantung

alantois hingga hari ke-5 pascainfeksi (H16,H17, dan H18) dan ditemukan

parasitemia dengan nilai relatif rendah pada hari ke-4 pascainfeksi pada umur

embrio 19 hari yaitu 0.04%.

Perbedaan nilai parasitemia pada masing-masing rute inokulasi dapat

disebabkan perbedaan karakterikstik pada membran korioalantois dan kantung

Umur TET Rute inokulasi

Membran Korio-alantois (CAM) Kantung Alantois (AC)

H16 0.14±0.11c 0.00±0.00

d

H17 0.33±0.04b 0.00±0.00

d

H18 0.35±0.12b 0.00±0.00

d

H19 1.33±0.19a 0.04±0.06

cd

Page 35: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

23

alantois. Membran korioalantois dan kantung alantois pada tahap embrional ayam

berfungsi sebagai media pertukaran nutrisi dan gas sehingga terdapat banyak

vaskularisasi darah (Cunningham 1973). Namun, kantung alantois juga berfungsi

sebagai organ ekskresi sehingga pada umur embrio 13 hari, kantung alantois

menerima hasil buangan dari ginjal yang menyebabkan perubahan kondisi alantois

yang sedikit alkali atau basa (Cuningham 1973). Kondisi kantung alantois yang

basa diduga sebagai penyebab sedikitnya parasit yang dapat berkembangbiak pada

rute infeksi melalui kantung alantois.

Inokulasi parasit melalui kantung alantois juga menyebabkan darah

berparasit akan tercampur dengan cairan alantois. Cairan alantois merupakan

bagian dari cairan albumin yang sebagian besar terdiri dari air (Etches 1996).

Senyawa yang terlarut dalam cairan alantois akan berdifusi masuk ke dalam cairan

amnion. Selanjutnya, cairan akan diserap masuk ke dalam embrio melalui mulut

dan trakhea sehingga tidak terjadi penumpukan parasit dalam embrio (Jochemsen

dan Jeurissen 2002). Hal ini diduga menyebabkan pengenceran dosis parasit

sehingga parasit yang berkembang relatif sedikit.

Membran korioalantois merupakan gabungan membran korion dan

alantois yang memiliki banyak vaskularisasi darah. Selain itu, membran

korioalantois juga memiliki membran tipis dan bening yang terdiri dari 2 lapis

epitel yang dipisahkan oleh jaringan ikat (Ribatti et al. 2000). Hal ini dapat

memudahkan parasit untuk mencapai endotel lebih cepat dibandingkan rute

infeksi melalui kantung alantois. Ribatti et al. (2000) juga menyatakan bahwa

membran korioalantois memiliki banyak vaskularisasi yang berfungsi sebagai

transpor nutrisi dari kuning telur dan albumin ke embrio sehingga pada penelitian

ini, parasit dapat berkembang dan tersebar lebih cepat ke dalam embrio ayam.

Peningkatan nilai persentase parasitemia pada masing-masing umur

embrio terjadi secara signifikan dari hari ke-2 hingga ke-4 pasca-kultur baik pada

inokulasi melalui rute membran korioalantois maupun kantung alantois.

Persentase parasitemia didapatkan dari hasil ulas darah keberadaan gametosit

Leucocytozoon dengan bentuk melingkar dan nukleus inti sel yang terdorong

keluar dari sel. Inokulasi yang dilakukan pada telur embrio tertunas merupakan

sporozoit dimana terdapat juga fase merozoit yang nantinya akan berkembang

Page 36: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

24

menjadi gametosit dewasa (Fallis dan Desser 1977). Hal inilah yang menyebabkan

peningkatan fase gametosit parasit dari hari ke-2 hingga hari ke-6 pasca-okulasi

parasit.

Pengaruh Umur Embrio Terhadap Respon Leukosit

Proses pendewasaan respon imun berkembang pada saat tahap embrional,

sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap nilai diferensial

leukosit yang didapatkan dari hasil ulas darah embrio. Hasil dari pengamatan

diferensial leukosit pada rute inokulasi parasit yang berbeda secara umum

didapatkan persentase tertinggi berturut-turut yaitu limfosit, heterofil, dan

monosit, serta diikuti oleh basofil dan eosinofil yang nilainya relatif tidak berbeda.

Hasil dari penghitungan persentase diferensial leukosit sebagai berikut:

Limfosit

Berdasarkan tabel 3 dan gambar 10, persentase limfosit pada embrio ayam

yang diinokulasi parasit menunjukan nilai yang berbeda nyata pada faktor rute

inokulasi maupun faktor umur embrio (p<0.05). Nilai persentase limfosit

menunjukan nilai leukosit tertinggi dibandingkan jenis leukosit lainnya. Menurut

McBride (2002), limfosit merupakan leukosit yang bertindak sebagai pertahanan

imun spesifik dan awal dari reaksi adaptasi respon kekebalan berupa antigen.

Antigen dapat berasal dari benda asing seperti bakteri, virus, dan parasit bahkan

dapat juga bagian dari mekanisme imun tubuh. Keberadaan parasit Leucocytozoon

yang diinfeksikan pada embrio menyebabkan pertahanan imun spesifik

membentuk antibodi sebagai respon adanya antigen dari parasit sehingga

meningkatkan limfosit.

Page 37: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

25

Gambar 10 Rata-rata persentase limfosit embrio yang diinokulasi L caulleryi.

CAM: chorio-allantoic membrane, AC: Allantoic cavity. H16=3 hari pasca

infeksi, H17=4 hari pasca infeksi, H18=5 hari pasca infeksi, dan H19=6 hari

pasca infeksi

Jumlah limfosit tertinggi pada masing-masing rute inokulasi terjadi pada

umur embrio 16 hari (H16) yaitu 85.11% pada rute inokulasi melalui membran

korioalantois dan 84% pada rute inokulasi kantung alantois. Sebaliknya, semakin

bertambah umur embrio menunjukan nilai persentase limfosit semakin menurun

dan mencapai titik nilai terendah pada umur embrio 19 hari (H19). Penurunan

nilai limfosit berbanding terbalik dengan nilai trombosit dikarenakan perbedaan

karakter imunologis antara embrio dan unggas dewasa. Pada tahan embrional,

trombosit unggas juga memiliki sifat fagosit. Hal tersebut menunjukan bahwa

sistem pertahanan tidak spesifik bekerja lebih dominan dalam melawan patogen

dalam tubuh (Morita et al. 2009). Persentase diferensial leukosit pada embrio

mamalia juga menunjukan penurunan jumlah limfosit seiring bertambahnya umur

embrio (Schulzt et al. 1971).

70.0072.0074.0076.0078.0080.0082.0084.0086.00

H16 H17 H18 H19

Per

sen

tase

Umur embrio

CAM

AC

Page 38: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

26

Tabel 3 Rata-rata persentase diferensial leukosit pada telur embrio tertunas yang diinfeksi Leucocytozoon caulleryi dengan rute

inokulasi melalui membran korioalantois dan ruang alantois.

Rute inokulasi Umur

Embrio Monosit Limfosit Heterofil Basofil Eosinofil

Membran

Korioalantois

H16 0.44 ±0.73b 85.11±1.83

a 13.78±1.79

c 0.11±0.33

b 0.33±0.50

b

H17 0.56±0.73b 82.67±1.58

abc 15.33±2.18

abc 0.22±0.44

b 0.67±0.87

b

H18 1.11±1.36b 80.22±2.77

bcd 17.00±1.41

abc 0.89±1.05

a 0.67±0.71

b

H19 2.89±2.57a 76.22±3.21

d 15.56±3.21

abc 0.78±0.93

ab 2.67±1.32

a

Kantung Alantois

H16 0.44±0.53b 84.00±2.78

a 14.89±2.32

bc 0.44±0.73

ab 0.11±0.33

b

H17 0.33±0.50b 83.22±3.35

ab 16.11±3.44

abc 0.22±0.44

b 0.11±0.33

b

H18 0.67±0.71b 78.78±3.38

cd 19.00±1.50

a 0.33±0.50

ab 0.11±0.33

b

H19 0.44±0.73b 80.89±2.15

abc 18.11±0.93

ab 0.11±1.01

b 0.44±1.01

b

Morita et al.

(2010) 2.6 – 4.4 70.1 – 83.3 12.3 – 25.2 1.0 – 2.0 0.1 – 0.5

Keterangan : Angka yang diikuti huruf superskrip berbeda menunjukan berbeda nyata pada taraf p<0.05% (H16=3 hari pasca infeksi, H17=4 hari pasca

infeksi, H18=5 hari pasca infeksi, dan H19=6 hari pasca infeksi).

Page 39: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

27

Heterofil

Berdasarkan tabel 3 dan gambar 11, persentase heterofil dari embrio

tertunas yang diinokulasi parasit melalui kantung alantois memiliki nilai yang

lebih tinggi dibandingkan inokulasi melalui membran korioalantois (p<0.05).

Heterofil pada unggas memiliki fungsi yang sama seperti neutrofil pada mamalia

dimana keberadaan heterofil tidak menunjukan adanya antigen spesifik. Heterofil

memiliki fungsi penting pada fase terjadinya infeksi akut (Brooks et al. 1996).

Jika dibandingkan dengan nilai parasitemia pada kedua rute inokulasi, inokulasi

melalui kantung alantois memiliki nilai parasitemia lebih rendah dibandingkan

rute inokulasi membran korioalantois. Hal ini diduga dipengaruhi kerja dari

heterofil sebagai pertahanan terhadap masuknya parasit dengan melakukan fagosit

(McBride 2002).

Gambar 11 Rata-rata persentase heterofil embrio yang diinokulasi L caulleryi.

CAM: chorio-allantoic membrane, AC: Allantoic cavity. H16=3 hari pasca

infeksi, H17=4 hari pasca infeksi, H18=5 hari pasca infeksi, dan H19=6 hari

pasca infeksi

Penelitian yang dilakukan Morita et al. 2009 dan Morita et al. 2010

didapatkan bahwa terdapat perubahan tidak terdapat perbedaan yang nyata pada

nilai heterofil pada masa embrio tertunas dengan nilai antara 12.3-25.2%.

Penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa nilai heterofil berada dalam kisaran

normal yaitu 13.78-19%. Persentase heterofil meningkat dari umur embrio 16

hingga 18 hari dan menurun pada umur ke-19 hari pada kedua jenis rute inokulasi.

Peningkatan jumlah heterofil terjadi sebagai pertahanan tidak spesifik terhadap

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

H16 H17 H18 H19

Par

asit

em

ia

Umur embrio

CAM

AC

Page 40: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

28

parasit Leucocytozoon yang semakin meningkat seiring dengan bertambah umur

embrio.

Monosit

Berdasarkan tabel 3 dan gambar 12, persentase monosit pada rute

inokulasi parasit melalui membran korioalantois lebih tinggi dibandingkan rute

kantung alantois (p<0.05). Persentase monosit meningkat pada rute inokulasi

parasit melalui membran korioalantois dari umur embrio 16 hari sebesar 0.44%

dan meningkat secara bertahap hingga hari ke-19 menjadi 2.89%. Persentase

monosit pada rute inokulasi kantung alantois tidak berbeda nyata (p<0.05) namun

memiliki kecenderungan relatif meningkat dari umur embrio 16 hari (0.44%)

hingga umur 18 hari (0.67%) dan kembali turun pada umur 19 hari menjadi

0.44%.

Gambar 12 Rata-rata persentase monosit embrio yang diinokulasi L caulleryi.

CAM: chorio-allantoic membrane, AC: Allantoic cavity. H16=3 hari pasca

infeksi, H17=4 hari pasca infeksi, H18=5 hari pasca infeksi, dan H19=6 hari

pasca infeksi.

Monosit mempunyai fungsi fagositosis dan menjadi makrofag ketika

keluar dari endotel darah. Fagositosis monosit mempunyai sifat sama seperti

heterofil namun monosit bekerja pada kondisi infeksi yang tidak terlalu akut

(Frandson 1986). Persentase monosit yang semakin tinggi diduga dikarenakan

peningkatan parasitemia. Morita et al. (2009) menyatakan peningkatan monosit

terjadi pada perkembangan embrio ayam hingga umur 18 hari dan semakin

menurun hingga embrio tertunas menetas. Hal ini terjadi sebagai respon

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

H16 H17 H18 H19

Par

asit

em

ia

Umur embrio

CAM

AC

Page 41: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

29

menurunnya fungsi kekebalan tidak spesifik sebagai persiapan paparan terhadap

lingkungan luar setelah telur menetas.

Basofil

Berdasarkan tabel 3 dan gambar 13, persentase basofil pada dua rute

inokulasi memiliki nilai relatif rendah dibandingkan dengan diferensial leukosit

lainnya. Persentase basofil pada rute membran korioalantois mengalami

peningkatan dari umur embrio 16 hari (0.11%) mencapai puncak pada umur ke-18

hari (0.89%) dan kembali turun pada umur 19 hari (0.78%). Persentase basofil

pada rute kantung alantois relatif rendah sehingga perubahan fluktuatif tidak

terlalu berpengaruh terhadap nilai persentasi basofil.

Gambar 13 Rata-rata persentase basofil embrio yang diinokulasi L caulleryi.

CAM: chorio-allantoic membrane, AC: Allantoic cavity. H16=3 hari pasca

infeksi, H17=4 hari pasca infeksi, H18=5 hari pasca infeksi, dan H19=6 hari

pasca infeksi.

Persentasi basofil pada perlakuan tidak menunjukan hasil yang berarti. Hal

ini disebabkan karena basofil kurang dipengaruhi keberadaan parasit. Basofil juga

mengandung heparin dan melepaskan histamin serta mediator radang lainnya

(Ganong 2002) sehingga basofil lebih berperan pada reaksi alergi dan proses

penutupan luka (Campbell et al. 2004). Peningkatan persentase basofil dapat

dipengaruhi oleh peningkatan jumlah limfosit. Hal ini dikarenakan infiltrasi

basofil dapat disebabkan pelepasan limfokin basofil-kemotatik oleh limfosit T

(Tizard 1988).

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

H16 H17 H18 H19

Per

sen

tase

Umur embrio

CAM

AC

Page 42: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

30

Eosinofil

Berdasarkan tabel 3 dan gambar 14, persentase eosinofil pada rute

membran korioalantois lebih tinggi dibandingkan dengan rute kantung alantois

(p<0.05). Persentase eosinofil berdasarkan umur embrio semakin meningkat

berbeda nyata pada rute inokulasi parasit melalui membran korioalantois dari

umur embrio 16 hari (0.33%) meningkat secara bertahap hingga umur 19 hari

(2.67%) (p<0.05). Sebaliknya pada rute inokulasi kantung alantois menunjukan

tidak berbeda nyata, walaupun persentase eosinofil relatif meningkat seiring

dengan bertambahnya umur embrio.

Gambar 14 Rata-rata persentase eosinofil embrio yang diinokulasi L caulleryi.

CAM: chorio-allantoic membrane, AC: Allantoic cavity. H16=3 hari pasca

infeksi, H17=4 hari pasca infeksi, H18=5 hari pasca infeksi, dan H19=6 hari

pasca infeksi.

Persentase eosinofil pada dua rute inokulasi memiliki nilai relatif rendah

dibandingkan dengan diferensial leukosit lainnya. Tizard (1988) menyatakan

bahwa eosinofil tidak seefisien netrofil dalam fagositosis parasit dan

kecenderungan untuk menyerang dan menghancurkan larva cacing. Peningkatan

persentase eosinofil pada rute membran korioalantois disebabkan oleh tingginya

parsitemia darah. Peningkatan parasitemia merangsang embrio untuk membentuk

eosinofil. Sebaliknya, pada rute inokulasi parasit melalui kantung alantois

menunjukan tidak berbeda nyata dikarenakan jumlah parasitemia yang lebih

sedikit dari rute infeksi ini.

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

H16 H17 H18 H19

Par

asit

em

ia

Umur embrio

CAM

AC

Page 43: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Telur embrio tertunas dapat dijadikan media alternatif kultur dan model

infeksi parasit Leucocytozoon caulleryi dengan rute inokulasi melalui

membran korioalantois memiliki nilai parasitemia lebih tinggi

dibandingkan rute inokulsi melalui kantung alantois.

2. Embrio pada telur embrio tertunas telah mengalami respon imun akibat

inokulasi parasit dilihat dari pemeriksaan diferensial leukosit dengan

persentase tertinggi berturut-turut yaitu limfosit, heterofil, monosit,

basofil, dan eosinofil.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut kondisi perubahan klinis dan

patologis terhadap embrio yang diinfeksi Leucocytozoon caulleryi.

Page 44: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

DAFTAR PUSTAKA

Adriawan F. 2005. Teknik Biakan Babesia canis Secara In Vitro Dengan

Konsentrasi Serum 40%. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan,

Institut Pertanian Bogor.

Brooks RL, Arbtan DJ, Andreasen CB. 1996. Functional Comparation of Avian

Heterophils with Human and Canine Neutrophil. Comparation

Haematology International 6: 153-159

Campbell TW. 1995. Avian Hematology and Cytology. Iowa: Iowa State

University Press.

Cunningham CH. 1973. A Laboratory Guide in Virology 7th

Ed. Minneapollis:

Burgess Publishing Co.

Dellman HD, Brown EM. 1992. Histlogi Veteriner. Ed ke-3. Jakarta: UI Press.

Desser SS, Bennet GF. 1993. The Genera Leucocytozoon, Haemoproteus, and

Hepatocystis. Di dalam: JP Kreiner, editor. Parasitic Protozoa Vol 3.

Ohio: Academic Press.

Earle RA, Bennet GF, Brossy JJ. 1992. First African Record of Leucocytozoon

tawaki (Apicomplexa: Leucocytozoidea) from Jackass Penguin

Spheniscus demersus. South African Journal of Zoology 27: 89-90.

Etches RJ. 1996. Reproduction of Poultry. United Kingdom: University Press.

Evans M, Otter A. 1998. Fatal Combined Infection of Haemoproteus noctuae and

Leucocytozoon ziemanni in juvenile snowy owls (Nyctea sandiaca).

Veterinary Record 143(3): 72-76.

Fallis AM, Desser SS. 1977. On Species of Leucocytozoon, Haemoproteus, and

Hepatocystis. Di dalam JP Kreier, editor. Parasitic Protozoa Vol 3. San

Francisco: Academic Press.

Fallis AM, Khan SS. 1974. On Species of Leucocytozoon. Advance Parasitoogy

12: 1-64.

FAO. 2007. Gridded Livestock of the World. Roma : FAO, Animal Production

and Health Division Press.

Fresney RI. 1983. Culture of Animal Cells. A Manual of Basic Technique. New

York: Alan R. Liss Inc.

Frandson RD. 1986. Anatomy and Physiology of Farm Animals. Ed ke-4. USA:

Lea and Febiger.

Page 45: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

33

Ganong WF. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed ke-20. Didalam

Widjajahkusumah DHM, editor. Jakarta : EGC.

Grimes SE. 2002. A Basic Laboratory Manual for Small-Scale Production and

Testing of I-2 NewCastle Disease Vaccine. Roma : FAO Publication.

Guyton DC, Hall JE. 2008. Texbook of Medical Physiology. 11th

Edition.

Philadelphia : WB Saunders Company.

Hill AG. 2008. An Investigation of Leucocytozoon in Endangered Yellow-Eyed

Penguin (Megadyptes antipodes) [Thesis]. New Zealand: Master

Veterinay Science Programme, Massey University.

Johston DA, Liu H, O’Connel T, Phelps P, Bland M, Tyczkowski J, Kemper,

Harding T, Avakian A, Haddad E, Whitfill C, Gildersleeve R, Rick CA.

1997. Applications in ovo technology. Poultry Science 76: 165–178.

Jacobsen ID, Grosse K, Slesiona S, Hube B, Berndt A, Brock M. 2010.

Embryonated Egg as an Alternative Model to Investigate Aspergillus

fumigatus Virulence. Infection and Immunity 78(7):2995-3006.

Jochemsen P, Jeuressen SHM. 2002. The localization of and uptake of in ovo

injected soluble and particulate subtances in the chicken. Poultry Science

81: 1811-1817

Matjik AA, Sumertajaya MM. 2002. Perancangan percobaan dengan aplikasi

SAS dan Minitab. Bogor : IPB Press.

Mansourian M, Tafti AK, Namavari M. 2009. Histopathological and Clinical

Investigation in Neospora caninum Experimentally Infected on Broiler

Chicken Embryonated Eggs. Veterinary Parasitology 166:185-190.

McBride DF. 2002. The Immune System : The Defenders of the Body. Di dalam:

Duncan LL, editor. Learning Veterinary Terminology. Missouri : Mosby,

Inc.

Mello MN, Deane MP. 1976. Pattern Development of Trypanosoma cruzi in the

Embryonated Egg. Annnual Tropical Medicine Parasitology 70: 380-

388.

Morita VS, Boleli IC, Cargnelutti FA. 2009. Hematological values and body,

heart, and liver weights of male and female broiler embryos of young and

old breeder egss. Revista Brasileria de Ciencia Avicola 11(1): 7-15.

Morita VS, Boleli IC, Oliveira JA. 2010. Hematological and Incubation

Parameters of Chicks from Young Breeders Eggs: Variation with Sex

and Incubation Temperature. International Journal Poultry Science 9(6):

606-612.

Page 46: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

34

Murtini S, Murwani R, Satrija F, Malole MBM. 2006. Penetapan Rute dan Dosis

Inokulasi pada Telur Ayam Berembrio sebagai Media Uji Khasiat

Ekstrak Benalu Teh (Scurulla oortiana). JITV 11(2): 137-143.

Phillips KM. 2010. Psitacine Blood Collection and Hematology : Basics for

Veterinary Practitioner. Seminars in Avian and Excotic Pet Medicine

(3)1: 5-13.

Purwanto B, Lestariningsih L, Setyawan H. 2010. Leucocytozoonosis, dari

Gejalanya sampai Penanganannya. Majalah Poultry. Edisi Juli 2010

Raidal SR, Jaensch SM. 2000. Central Nervous Disease and Blindness in Nankeen

Kestrels (Falco cenchroides) Due to a Novel Leucocytozoon-like

Infection. Avian Pathology 29:51-56.

Ribbati DA, Vacca A, Roncali L, Dammaco F. 2000. The chick embryo

chorrioalllantoic membrane as model for in vivo research on anti-

angiogenesis. Current Pharma Biotechnology 1: 73-82.

Ricks CA, Mendu N, Phelps PV. 2003. The Embryonated Egg : A Practical

Target for Genetic Based Advances to Improve Poultry Production.

Poultry Science 82:931-938.

Schulzt RD, Florence C, Dunne HW. 1971. Occurrence of Blood Cells and serum

Protein in Bovine Fetuses and Calves. Canandian Journal Comparation

Medicine 35: 93-98.

Setijanto H. 1998. Anatomi unggas. Diktat Ajar Anatomi Veteriner. Bogor:

Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

Smith TW. 2010. Avian Embryo. Extention Service of Missisipi State University

and USDA.

Staddler CK, Carpenter JW. 1996. Parasites of Backyard Game Birds. Avian and

Exotic Pet Medicine 5(4):85-96.

Springer WT. 1991. Other Blood and Tissue Protozoa, in Poultry. Di dalam : BW

Calnek, CW Beard, dan HJ Barnes, editor. Disease of Poultry (9th

Ed).

Ames Iowa : Iowa University Press.

Sunaga F, Namikawa K, Kanno Y. 2002. Continous In Vitro Culture of Erytrocyte

Stages of Babesia gibsoni and Virulence of the Cultivated Parasite. Japan

Veterinary Medicine Science 64(7):571-575.

Takamatsu H, Fujisaki K, Kitaoka S, Ishii T, Fujita J. 1984. Cultivation

Leucocytozoon caulleryi : Purification Methods of Sporozoites for

Inoculum In Ovo. Bull Nippon Vet Zootech Coll 33:71-75.

Page 47: ALTERNATIF MEDIA KULTUR DAN MODEL INFEKSI PARASIT ... · Kultur dan Model infeksi Parasit ... parasit yang bersifat obligat dan intraseluler pada ... memerlukan penelitian lebih lanjut

35

Tampubolon MP. 1992. Protozoologi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat,

Institut Pertanian Bogor.

Tella JL. Blanco G, Forero MG, Gajon A, Donajar JA, Hiraldo F. 1999. Habitat,

World Demogarphic Range, and Embryonic Development of Host

Explain The Prevalence of Avian Heamatozoa at Small and Phylogenic

Scales. Procedding of the National Academic Science, USA 96 : 1785-

1789

Tizard I. 1988. Pengantar Imunologi Veteriner. Ed ke-3. Hardjosworo S,

penerjemah. Surabaya : Universitas Airlangga. Terjemahan dari : An

Introductionary of Veterinary Imunology.

Whiteman CE, Bickford AA. 1989. Avian Disease Manual Ed 3. Dubuqe : Kendal

Hunt Pub. Co.