peningkatan kdrt dan permasalahannya final

3
PENINGKAT AN KDRT DAN PERMASALAHANNY A Pormadi Simbolon Catatan Komisi Nasional Perempuan menyebutkan, kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) selama tahun 2007 mengalami peningkatan. Pada tahun 2007 tercatat 17.772 kasus kekerasan terhadap istri, sedangkan tahun 2006 hanya 1.348 kasus. (Kompas, 16/1/2009). Peningkatan KDRT ini antara lain karena berhasilnya sosialisasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tent ang Pengha pus an Kekerasan Dal am Rumah T angga (PKDR T). Sosi al is asi ya ng di laksanaka n melalui ber bag ai medi a ini mampu me nyada rkan  pe rempuan kor ban keker asan untuk mela por karena ada “s enjata” hukum ya ng melindungi. Di ten gah kebe rha sil an peny adar an par a kor ban KDR T ter sebut, timbul ber baga i  persoalan antara lain soal KDRT yang dipandang sebagai persoalan pribadi (domestik ruma h tan gga) . Per soa lan lai n adal ah implement asi KDR T di lapanga n, di tengah masyarakat. Dari Ranah Pribadi ke Ranah Publik Sejak dikeluarkannya UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah T angga, pemer intah telah ber ani mengamb il al ih wi laya h huk um ya ng sebelumnya termasuk ranah domestik kini menjadi ranah publik. Selama ini ditemukan adanya pandangan bahwa tindak kekerasan terhadap perempuan, istri, dan anak-anak dipandang sebagai sesuatu yang wajar dan hal itu disikapi sebagai konflik rumah tangga semata. Pandangan tersebut diperparah lagi oleh adanya mitor-mitos yang merendahkan martabat ist ri, per empuan dan anak -anak, seb ali kny a aya h ya ng dominan ter hada p anggot a keluarga dalam rumah tangga dengan sikap yang berlebihan sebagai relasi kekuasaan antara per empuan dan laki-l aki yan g timpang ber langsung di dal am rumah tangga,  bahkan diterima sebaga i sesuatu kondisi yang benar yang melanggeng kan KDRT . Hambatan-hambatan di Lapangan UU PKDRT merupakan implementasi UU Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvens i Mengen ai Pengha pusan Segala Bentuk Disk rimin asi Terhadap Perempuan. Kekeras an terhadap perempuan dan anak-anak ser ta bentuk diskr imina si merupakan suatu isu global sekaligus pelanggaran Hak Asasi Manusia yang wajib diselesaikan oleh  Ne gara dan masyarak at luas. Dengan adany a PKDRT terse but , kini segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga menjadi tindak kriminal.

Upload: pormadi-simbolon

Post on 30-May-2018

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Peningkatan KDRT dan Permasalahannya Final

8/14/2019 Peningkatan KDRT dan Permasalahannya Final

http://slidepdf.com/reader/full/peningkatan-kdrt-dan-permasalahannya-final 1/3

PENINGKATAN KDRT DAN PERMASALAHANNYA

Pormadi Simbolon

Catatan Komisi Nasional Perempuan menyebutkan, kasus kekerasan dalam rumah tangga

(KDRT) selama tahun 2007 mengalami peningkatan. Pada tahun 2007 tercatat 17.772kasus kekerasan terhadap istri, sedangkan tahun 2006 hanya 1.348 kasus. (Kompas,

16/1/2009).

Peningkatan KDRT ini antara lain karena berhasilnya sosialisasi Undang-Undang Nomor 

23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT).

Sosialisasi yang dilaksanakan melalui berbagai media ini mampu menyadarkan  perempuan korban kekerasan untuk melapor karena ada “senjata” hukum yang

melindungi.

Di tengah keberhasilan penyadaran para korban KDRT tersebut, timbul berbagai

 persoalan antara lain soal KDRT yang dipandang sebagai persoalan pribadi (domestik rumah tangga). Persoalan lain adalah implementasi KDRT di lapangan, di tengah

masyarakat.

Dari Ranah Pribadi ke Ranah Publik 

Sejak dikeluarkannya UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam

Rumah Tangga, pemerintah telah berani mengambil alih wilayah hukum yang

sebelumnya termasuk ranah domestik kini menjadi ranah publik.

Selama ini ditemukan adanya pandangan bahwa tindak kekerasan terhadap perempuan,

istri, dan anak-anak dipandang sebagai sesuatu yang wajar dan hal itu disikapi sebagaikonflik rumah tangga semata.

Pandangan tersebut diperparah lagi oleh adanya mitor-mitos yang merendahkan martabat

istri, perempuan dan anak-anak, sebaliknya ayah yang dominan terhadap anggotakeluarga dalam rumah tangga dengan sikap yang berlebihan sebagai relasi kekuasaan

antara perempuan dan laki-laki yang timpang berlangsung di dalam rumah tangga,

 bahkan diterima sebagai sesuatu kondisi yang benar yang melanggengkan KDRT.

Hambatan-hambatan di Lapangan

UU PKDRT merupakan implementasi UU Nomor 7 Tahun 1984 tentang PengesahanKonvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan.

Kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak serta bentuk diskriminasi merupakan

suatu isu global sekaligus pelanggaran Hak Asasi Manusia yang wajib diselesaikan oleh  Negara dan masyarakat luas. Dengan adanya PKDRT tersebut, kini segala bentuk 

kekerasan dalam rumah tangga menjadi tindak kriminal.

Page 2: Peningkatan KDRT dan Permasalahannya Final

8/14/2019 Peningkatan KDRT dan Permasalahannya Final

http://slidepdf.com/reader/full/peningkatan-kdrt-dan-permasalahannya-final 2/3

Salah satu dampak dari penerapan KDRT itu adalah terjadinya kesadaran publik atas

KDRT. Tidak sedikit masyarakat semakin berani melapor kasus-kasus kekerasan karena

adanya perlindungan korban KDRT. Di samping itu, timbul pula berbagai persoalandalam menyelesaikan proses hukum KDRT, sekaligus sebagai kekurangan yang perlu

diperhatikan pemerintah, LSM dan masyarakat luas.

Penerapan UU PKDRT di lapangan menghadapi berbagai kendala dan reaksi dari pelaku

KDRT.  Pertama, ditemukan bahwa aparat penegak hukum baik polisi, jaksa maupun

hakim memiliki pemahaman yang beragam tentang kekerasan dalam rumah tangga. Adaaparat hukum menganggap kekerasan fisik berat jika korban tidak dapat menjalankan

aktivitas rutinnya, sehingga korban yang masih dapat beraktivitas secara rutin dianggap

sebagai kekerasan fisik ringan.

 Kedua, aparat penegak hukum khususnya polisi dan hakim kesulitan menerapkan

ketentuan UU PKDRT tentang perlindungan sementara dan penetapan perlindungan.

Tidak adanya acuan atau petunjuk teknis pelaksanaan menjadi alasan mengapa

 perlindungan sementara belum ditempuh.

 Ketiga, adanya status perkawinan yang hanya dilaksanakan di gereja atau secara adat dantidak tercatat di kantor catatan sipil atau KUA seperti yang terjadi di berbagai daerah

seperti di Medan, Semarang dan Yogyakarta. Hal ini menyulitkan penindaklanjutan

 proses hukum KDRT.

 Keempat, kesulitan pembuktian kasus KDRT. Sulitnya pembuktian kekerasan pada

 perempuan adalah sekitar 70 persen perbuatan kekerasan dilakukan oleh orang terdekat

korban seperti pacar, suami, orang tua, saudara atau orang terdekat lainnya. Tempatkejadiannya pun membuat sulit orang lain ikut campur seperti rumah, sekolah dan

tempat-tempat pribadi.

Publik Ikut Bertanggung Jawab

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang PKDRT pada pasal 5 dijelaskan bahwa kekerasan dalam rumah tangga mencakup kekerasan fisik, kekerasan seksual dan

 penelantaran rumah tangga. Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa

sakit, jatuh sakit, atau luka berat (pasal6).

Kekerasan psikis dipandang sebagai perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya

rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/ atau

  penderitaan psikis berat pada seseorang. Kekerasan seksual meliputi pemaksaanhubungan seksual terhadap orang yang menetap dalam rumah tangga dan terhadap salah

seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/

atau tujuan tertentu. Penelantaran rumah tangga dimengerti sebagai tindakanmengabaikan tanggung jawab untuk memberikan kehidupan, perawatan, atau

 pemeliharaan kepada orang yang berada dalam tanggung jawabnya. Tindakan lain adalah

yang mengakibatkan “ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan /atau

Page 3: Peningkatan KDRT dan Permasalahannya Final

8/14/2019 Peningkatan KDRT dan Permasalahannya Final

http://slidepdf.com/reader/full/peningkatan-kdrt-dan-permasalahannya-final 3/3

melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada

di bawah kendali orang tersebut. (Pasal 6-9).

Pengertian kekerasan dan jenis-jenis di atas diharapkan segera tersosialisasi ke publik.

Dengan peraturan PKDRT tersebut pula segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga

 bukan lagi menjadi ranah internal keluarga tetapi menjadi ranah publik.

Untuk itu publik atau masyarakat luas, menurut Undang-Undang KDRT tersebut wajib

melakukan upaya-upaya yang sesuai dengan kemampuannya antara lain: (1) mencegah  berlangsungnya tindak pidana, misalnya kekerasan atau bahkan sampai pada

 pembunuhan; (2) memberikan perlindungan kepada korban; (3) memberikan pertolongan

darurat; dan (4) membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungannya.

Keluarga Tanpa Kekerasan

Melihat pentingnya penghapusan KDRT, maka pemerintah dan masyarakat harus bekerja

sama dalam mewujudkan kehidupan rumah tanggga tanpa kekerasan. Berbagai upayamasih harus diperhatikan dan dilakukan pemerintah dengan berkolaborasi dengan

masyarakat peduli KDRT.

 Pertama, perlu adanya kesamaan persepsi tentang kekerasan fisik entah berat atau ringan

di kalangan aparat penegak hukum.

 Kedua, diadakannya kerangka acuan atau petunjuk teknis tentang pelaksanaan

 perlindungan sementara dan penetapan perlindungan bagi KDRT.

 Ketiga,  pentingnya sosialisasi pencatatan perkawinan entah di kantor catatan sipil atau

KUA. Dengan demikian proses hukum dan perlindungan korban kekerasan makin

dipermudah.

 Keempat, pentingya kampanye keluarga bahagia hidup tanpa kekerasan. Kampanye ini

selain berlaku di tengah publik, para pemuka agama diharapkan menyuarakan hidupkeluarga menjadi bahagia tanpa kekerasan. Hidup keluarga tanpa kekerasan merupakan

nilai-nilai yang pasti diajarkan oleh semua agama.

UU PKDRT sudah disosialisasikan. Masyarakat luas semakin sadar bahwa KDRT bukanlagi melulu ranah pribadi tetapi sudah menjadi ranah publik KDRT sudah disikapi

masyarakat sebagai isu global dan pelanggaran hak asasi manusia. Kita mensyukuri atas

upaya negara dalam mewujudkan hidup keluarga tanpa kekerasan. Namun masih banyak tugas dan tanggung jawab baik pemerintah maupun publik dalam mewujudkan cita-cita

 bersama dan publik yaitu hidup keluarga tanpa kekerasan. Inilah tanggung jawab kita

  bersama. Mari kita bertanggung jawab dan peduli pada kehidupan keluarga tanpakekerasan di rumah dan di sekitar kita.

 Penulis adalah penikmat humaniora, alumnus STFT Widyasasana Malang,

tinggal di Tangerang Banten.