pengukuran pestisida
DESCRIPTION
pengukuran pestisidaTRANSCRIPT
a. Pengukuran pestisida
Keterpaparan pestisida terhadap manusia dapat diestimasi melalui pengukuran residu
pestisida dalam lingkungan (udara, air, tanah dan tanaman). Udara dapat dengan mudah
terkontaminasi pestisida selama proses penyemprotan. Butiran-butiran pestisida selama
penyemprotan menjadi partikel halus dapat melayang jauh terbawa angin. Residu
pestisida dapat pula terjadi di tanah, apabila pestisida disemprotkan pada tanaman/tanah
tidak mencapai sasaran dan jatuh ke permukaan tanah dan selanjutnya diserap kedalam
tumbuhan jenis umbi-umbian. Residu pestisida menimbulkan efek yang bersifat tidak
langsung terhadap konsumen, namun dalam jangka panjang dapat menyebabkan
gangguan kesehatan diantaranya berupa gangguan pada syaraf dan metabolisme enzim
(Yusnaini, 2013).
1. Pengukuran pada Air
Untuk mengetahui adanya cemaran pestisida dalam air maka perlu dilakukan analisis
kimia. Berbagai metode telah dipublikasikan baik oleh lembaga lembaga pemerintah,
lembaga-lembaga penelitian maupun oleh perusahaan-perusahaan yang memproduksi
pestisida. Pada umumnya metoda standar analisis cemaran pestisida yang diikuti
adalah dari Association of Official Analitical Chemist (AOAC) dan Standar Nasional
Indonesia. Tahapan analisis cemaran pestisida meliputi 3 tahap yaitu ekstraksi,
pemurnian dan penetapan. Pada tahap ekstraksi diperlukan pelarut organik yang tepat
dengan persyaratan-persyaratan pelarut antara lain:
1. Melarutkan dengan baik pestisida yang dianalisis
2. Melarutkan sesedikit mungkin komponen lain dari contoh yang diekstraksi.Hal
ini dimaksudkan untuk mengurangi gangguan analisis.
3. Titik didih tidak boleh terlalu tinggi (umummnya Iebih rendah dari 80°C) agar
proses penguapan tidak diperlukan suhu yang terlalu tinggi.
4. Mempunyai tingkat kemurnian yang tinggi
Tahap pemurnian dilakukan apabila diperkirakan hasil ekstraksi yang akan
diperoleh masih mengandung kotoran . Pemurnian dilakukan dengan suatu alat
kromatografi kolom yang sudah diisi dengan suatu padatan tertentu (florisil)
sehingga dengan pelarut tertentu insektisida yang diinginkan keluar dari kolom.
Tetapi jika contoh tidak keruh atau warnanya cukup jernih maka pemurnian tidak
perlu dilakukan. Tahap penetapan dilakukan dengan cara menyuntikkan ekstrak
contoh yang diperkirakan telah bebas dari kotoran yang mengganggu ke dalam
alat kromatografi gas yang dilengkapi dengan detektor yang spesifik. Pada
analisis cemaran pestisida ini digunakan Gas kromatografi Model Varian 3700
dan detektor Elektron Capture Detektor (ECD).
Kondisi alat waktu dioperasikan adalah sebagai berikut : temperature kolom
220°C, injektor 240°C, detektor 300°C dan aliran gas nitrogen adalah 40
ml/menit. Sedangkan isi kolom yang digunakan yaitu fase diam campuran dari
1,5% OV 17 dengan 1,95% OV 210 dalam kromosob WHP 80/100 mes.
BAHAN DAN CARA
Sampel air yang dianalisis.
Pereaksi yang digunakan adalah heksan, dietil eter, sodium sulfat anhidrat dan
standar pestisida . Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah corong pisah, gelas
ukur, erlenmeyer, labu penguap bundar, labu ukur, botol contoh, penguap vakum,
oven dan mikropipet .
A. Pembuatan larutan stok pestisida
Larutan stok pestisida 1000 mg/I dibuat dengan cara menimbang 10 mg
standar pestisida yang diinginkan kemudian dimasukan kedalam labu ukur 10
ml, setelah itu ditera dengan menggunakan pelarut heksan sampai tanda garis.
B. Pembuatan larutan standar pestisida
Larutan standar 10 mg/I dibuat dengan memipet sebanyak 0,1 ml larutan stok
pestisida 1000 mg/I ke dalam labu ukur 10 ml dan ditera sampai tanda garis
dengan heksan. Sedangkan untuk membuat larutan standar pestisida dengan
konsentrasi tertentu yang lebih kecil dapat dilakukan pengenceran yang
sesuai dengan keperluan.
C. Analisis cemaran pestisida dalam contoh air
Contoh air sebanyak 100 ml dimasukan ke dalam erlenmeyer, ditambahkan
50 ml campuran dietil eter: heksan (1:4) kemudian dikocok dengan pengocok
magnet selama 3 jam, setelah itu larutan dimasukan ke dalam corong pisah,
Ialu fase organik (dietileter:heksan) yang terletak di bagian bawah lapisan
dipisahkan dan ditampung dalam erlenmeyer yang berisi 5 g sodium sulfat
kering. Hasil ekstraksi ini dimasukan ke dalam labu penguap bundar dan
diuapkan hingga kering dengan menggunakan penguap vakum (rotary
evaporator). Setelah kering labu penguap bundar dibilas dengan heksan
sebanyak 3 ml (sebagai volume pengencer) dan dimasukan ke dalam botol
contoh, kemudian contoh siap untuk disuntikan ke dalam alat kromatografi
gas melalui katup penyuntik.
D. Perhitungan kadar cemaran pestisida dalam contoh air
Untuk mengetahui jenis dan kadar atau konsentrasi cemaran dari suatu jenis
pestisida dalam suatu contoh air dapat dilakukan dengan membandingkan
waktu retensi dan luas area antara standar dan contoh terhadap volume contoh
air yang diekstraksi. Adapun rumus perhitungan tersebut adalah sebagai
berikut :
2. Pengukuran pada Tanah
a. Metode ekstraksi insektisida dari tanah yang digunakan adalah metode shaker.
Metode ini adalah penyederhanaan dari metode 5-1 yang dakukan oleh komisi
pestisida pada tahun 1997, sebagai metode standar untuk menganalisis multiresidu
pestisida organoklor dan organofosfat dalam berbagai matriks hassil pertanian.
Validitas dan reabilitas dari metode yang disederhanakan ini dapat diiuji dengan
membuat recovery sample atau sampel yang diperkaya, untuk mendapatkan nilai
perolehan kembali. Prinsip kerjanya adalah residu senyawa oragnofosfat dari
cuplikan tanah diekstraksi dengan pelarut organic aseton. Residu terlarut dibersihkan
secara kromatografi pada kolom kromatografi florisil, dielusi dengan campuran n-
heksan dan seston. Setelah dipekatkan, residu dalam eluat ditetapkan secara
kromatografi gas (Permatasari, 2007).
b. Metode analisis gas kromatografi
Konsentrasi risidu dihitung dengan cara mengukur puncak kromatogram. Analisis
kuantitatif ini dilakukan dengan membeandingkan tinggi atau luas puncak
kromatogram dari senyawa kloripirifos yang dianalisis dengan tinggi atau luas
puncak kromatogaram dari reference atau standar baku, kemudain dimasukkan rumus
perhitungan (Komisi pestisida, 1997 dalam Permatasari, 2007):
tinggiconto htinggi standar
x konsentrasi standar x vol . sampel terektraksi
berat conto h
3. Pengukuran Biomonitoring (jenis pestisida apa saja yang dapat dipantau )
Biomonitoring adalah cara ilmiah untuk mengukur paparan manusia dengan alam
maupun bahan kimia berdasarkan sampling dan analisis terhadap jaringan individu
dan cairan. Darah dan urin merupakan media utama sebagai petanda biologik
terhadap paparan zat toksik. Darah dan urin, sebagaimana udara pernafasan dan
saliva, dapat digunakan untuk mendokumentasikan paparan terkini; paparan di masa
lalu dapat dievaluasi menggunakan darah dan urin sebagaimana jaringan yang
mengandung keratin (rambut dan kuku), jaringan yang menulang (gigi dan tulang),
jaringan adiposa dan air susu. Jaringan adiposa dan tulang juga dapat
memperlihatkan sumber paparan internal yang akan timbul di kemudian hari
(Budiawan, 2008).
Adapun rute penyerapan pestisida ke dalam tubuh dapat melalui tiga cara yakni
melalui kulit, saluran pernafasan dan saluran pencernaan. Pestisida yang masuk
kedalam tubuh akan di metabolisme dan distribusikan ke dalam jaringan dan
dikeluarkan dari dalam tubuh melalui urine. Pestisida distribusikan dan disimpan di
dalam jaringan lemak dan di biotransformasi di dalam bagian tubuh akan terdapat
dalam darah, urine, jaringan lemak dan lain sebagainya (BTKL-PPM Kelas 1
Makassar, 2009 dalam Yusnaini, 2013).
Adapun metode yang digunakan adalah Cholinesterase test. Cholinesterase test
adalah metode yang digunakan untuk melakukan uji keracunan pada seseorang yang
terpapar (organophosphates exposed) pestisida golongan organo phosfat. Prinsip
kerja pengujian adalah darah yang mengandung enzyme cholinesterase
membebaskan asam asetat dari acetyl choline sehingga akan merubah pH larutan
(mixture) darah dan indicator (Ilmukesker.com, 2011).
Sampel:
Sampel yang digunakan adalah darah perifer sebanyak 0.01 mL (10 mL) yang
diambil pada jari (finger).
Alat dan bahan
1. Tintometer Kit
a. Disc Comparator
b. Tabung Test + Karet penutup
+ Rak
c. Pipet darah 0.01 mL
d. Cuvet 2.5 mm
e. Gelas ukur 50 mL
f. Labu Volumetri 250 mL
g. Beaker Glass
h. Lancet (jarum franc)
2. Stop watch
3. Kompor /Heather
4. Thermometer
Reagen
1. Indicator Solution
BTB 0.5 g dilarutkan dalam 250 mL distillated water (free CO2) – ketepatan
konsentrasi cukup penting dalam pembuatan larutan indicator
2. Substrate Solution
Acetylcholine Per chlorate (ACP) 0.25 gram dilarutkan dalam 50 mL destilated water
(free CO2) – konsentrasi tidak penting dalam pembuatan larutan namun larutan harus
selalu dalam keadaan fresh (baru)
3. Aquadest Bebas CO2
Panaskan aquadest dalam beaker glass dengan penutup kira2 10 menit dan dinginkan
Prosedur Kerja Analisa
1. Reagent Test
Digunakan untuk menguji larutan apakah masih memenuhi persyaratan atau
kadaluarsa
Ambil tabung test lengkap dengan penutupnya tempatkan pada rak yang tersedia
Dengan menggunakan pipet pada botol yang berlabel “indicator” tambahkan 0.5
mL indicator solution kedalam tabung test (tutup secepatnya)
Ambil darah perifer 0.01 mL pada control person (tdk terpapar organo phosfat)
masukkan dalam tabung yang telah besisi larutan BTB (indicator) dan bilas
Tambahkan 0.5 mL larutan ACP kedalam tabung test
Kocok dengan pelan jangan sampai timbul gelembung
Pindahkan larutan dari tabung test ke cuvet 2.5 mm
Masukkan cuvet dalam Comparator Disc di sebelah kanan
Putar comparator sampai hasilnya cocok dengan warna standard
Baca hasil yang diperoleh (hasil harus 12.5% atau kurang)
2. Blood Blank (Blanko darah)
Ambil darah 0.01 mL darah control person masukkan dalam tabung test yang
telah berisi 1.0 mL aquadest (free CO2)
Pindahkan larutan kedalam cuvet 2.5 mm dan tempatkan pada comparator sebelah
kiri dan jangan dipindah sampai pemeriksaan darah sample.
3. Menentukan waktu time zero dan “match”)
Ambil darah control person 0.01 mL dan masukkan dalam tabung test yang sudah
berisi larutan BTB 0.5 mL
Tambahkan larutan ACP 0.5 mL kedalam tabung dan secara bersamaan start
“STOP WATCH” disebut time zerro
Kocok hingga larut dan secepatnya masukkan dalam cuvet dan tempatkan pada
comparator sebelah kanan
Amati perubahan warna larutan dengan sambil memutar disc sampai hasil sesuai
dengan warna standar 100%
Catat waktu yang diperoleh (waktu MATCH), biasanya sekitar 20-30 menit
tergantung dari suhu setempat
Waktu yang diperoleh digunakan untuk standar waktu pembacaan pada darah
“SAMPLE”
4. Uji sample
Ambil darah sample 0.01 mL masukkan dalam tabung yang telah berisi 0.5 mL
larutan indicator (BTB)
Tambanhkan 0.5 mL larutan ACP pada tabung dan kocok hingga rata
Pindahkan secepatnya ke cuvet dan masukkan ke comparator sebelah kanan
Baca hasil sesuai waktu MATCH
Analisa Hasil
Pengukuran tingkat keracunan berdasarkan aktifitas enzim kholinesterase dalam
darah dengan menggunakan metode Tintometer Kit, dimana tingkat keracunan
adalah sebagai berikut : 75% - 100 % kategori normal, 50% - 75% kategori
keracunan ringan, 25% - 50 kategori keracunan sedang dan 0% - 25% kategori
keracunan berat (Depkes, 1992). Selain itu, campuran beberapa pestisida dari
golongan organofosfat, karbamat dan piretroid dapat ditentukan secara simultan
dengan metoda gabungan antara ekstraksi fasa padat (SPE) dan High Perfomance
Liquid Chromatography (HPLC).
Mekanisme yang terjadi ketika pestisida organofosfat dan karbamat memasuki
tubuh manusia adalah menempel pada enzim cholinesterase didalam darah.
Penempelan tersebut menyebabkan enzim cholinesterase tidak dapat memecahkan
acetylcholin, sehingga impuls syaraf mengalir terus (konstanta) dan menyebabkan
kejang-kejang yang cepat. Dengan demikan, hal tersebut akan mengarah pada
terjadinya kelumpuhan. Terbentuknya senyawa-senyawa tersebut menyebabkan
terjadi penurunan aktivitas cholinesterase, sehingga enzim tersebut tidak dapat
berfungsi sebagaimana mestinya (Yusnaini, 2013).
Menurut data yang ada golongan pestisida yang banyak digunakan pertanian
Indonesia adalah golongan organofosfat dan karbamat, suatu golongan pestisida yang
dikenal sebagai inhibitor untuk enzim cholinesterase. Beberapa zat yang terkandung
dalam pestisida (seperti golongan organofosfat dan karbamat) mampu mengurangi
kamampuan enzim cholinesterase untuk menghidrolisa asetilcholin, sehingga laju
penyampaian rangsangan pada impuls saraf terhambat dan pada akhirnya akan
menyebabkan kelainan fungsi sistem saraf (Rasyid, 1995 dalam Indonesian-
publichealth.com, 2012).
Dapus
Budiawan. “Peran Toksikologi Forensik dalam Mengungkap Kasus Keracunan dan Pencemaran
Lingkungan” dalam Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences 2008; 1(1):35-39
Departemen Kesehatan RI. Pemeriksaan Cholinesterase Darah Dengan Tintometer Kit,
Direktorat Jenderal PPM & PLP Jakarta. 1992.
Ilmukesker.com. “Cholinesterase Test” diakses 11 Januari 2014 dari
http://www.ilmukesker.com/tes-cholinesterase-45.html
Indonesian-publichealth.com. “Cholinesterase dan Keracunan Pestisida” diakses pada 11
Januari 2014 dari http://www.indonesian-publichealth.com/2012/12/cholinestrase-dan-
keracunan-pestisida.html
Permatasari, Ekadwi. “Bioindikator Pencemarna Insektisida Organofosfat pada Tanah Pertanian”
dalam Skripsi S-1 Program Studi Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung. 2007
Yusnani, dkk. 2013. “Identifikasi Residu Pestisida Golongan Organofosfat Pada Sayuran
Kentang Di Swalayan Lottemart Dan Pasar Terong Kota Makassar Tahun 2013” diakses pada 12
Januari 2014 dari
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4595/YUSNANI_K11111622.pdf?
sequence=1