bab ii pestisida

37
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pestisida 2.1.1 Definisi Pestisida Pestisida merupakan zat kimia atau campuran zat yang diperuntukan untuk mencegah, membunuh, mengusir, dan mengurangi berbagai hama. Pada umumnya istilah pestisida sering disalahartikan sebagai insektisida yang berfungsi untuk membunuh serangga namun istilah pestisida juga digunakan untuk membasmi tanaman pengganggu, jamur dan berbagai zat yang digunakan untuk mengontrol hama. Hama merupakan organisme hidup penganggu yang dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman, manusia dan hewan lain. Contoh dari hama antara lain : serangga, tikus, rumput liar, jamur dan bakteri. 6 Menurut Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973 pestisida adalah semua zat kimia atau bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk: 9 1. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang merusak tanaman atau hasil-hasil pertanian. 2. Memberantas rerumputan 3. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman, tidak termasuk pupuk. 4. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan peliharaan dan ternak. 5. Memberantas dan mencegah hama-hama air. 3

Upload: ristariokvaria

Post on 24-Oct-2015

102 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

referat

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II Pestisida

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pestisida

2.1.1 Definisi Pestisida

Pestisida merupakan zat kimia atau campuran zat yang diperuntukan untuk mencegah,

membunuh, mengusir, dan mengurangi berbagai hama. Pada umumnya istilah pestisida sering

disalahartikan sebagai insektisida yang berfungsi untuk membunuh serangga namun istilah

pestisida juga digunakan untuk membasmi tanaman pengganggu, jamur dan berbagai zat yang

digunakan untuk mengontrol hama. Hama merupakan organisme hidup penganggu yang dapat

menyebabkan kerusakan pada tanaman, manusia dan hewan lain. Contoh dari hama antara

lain : serangga, tikus, rumput liar, jamur dan bakteri.6

Menurut Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973 pestisida adalah semua zat kimia atau

bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk:9

1. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang merusak tanaman

atau hasil-hasil pertanian.

2. Memberantas rerumputan

3. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman, tidak

termasuk pupuk.

4. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan peliharaan dan ternak.

5. Memberantas dan mencegah hama-hama air.

6. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga,

bangunan dan alat-alat pengangkutan, memberantas atau mencegah binatang-binatang

yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi

dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air.

Pestisida yang digunakan di bidang pertanian secara spesifik sering disebut produk

perlindungan tanaman (crop protection products) untuk membedakannya dari produk-produk

yang digunakan di bidang lain.

Pengelolaan pestisida adalah kegiatan meliputi pembuatan, pengangkutan,

penyimpanan, peragaan, penggunaan dan pembuangan/pemusnahan pestisida. Selain

efektifitasnya yang tinggi, pestisida banyak menimbulkan efek negatif yang merugikan.

3

Page 2: BAB II Pestisida

4

Dalam pengendalian pestisida sebaiknya pengguna mengetahui sifat kimia dan sifat fisik

pestisida, biologi dan ekologi organisme pengganggu tanaman.10

2.1.2 Jenis-Jenis Pestisida

Menurut Direktorat Jendral Tanaman Pangan dan Direktorat Bina Perlindungan

Tanaman tahun 1993, pestisida dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara tergantung kepada

kepentingannya antara lain menurut fisiknya, cara kerjanya, sasaran penggunaanya, tujuan

penggunaannya, pengaruh terhadap toksikologinya dan sifat/susunannya.1,6,10,11

a. Penggolongan Pestisida Berdasarkan Sasaran yaitu :

Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia yang bisa mematikan semua

jenis serangga.

Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan bisa digunakan

untuk memberantas dan mencegah fungsi/cendawan.

Bakterisida, senyawa ini mengandung bahan aktif beracun yang bisa membunuh bakteri.

Nermatisida, digunakan untuk mengendalikan nematoda.

Akarisida atau mitisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia yang digunakan

untuk membunuh tungau, caplak dan laba-laba.

Rodenstisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan

untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat, misalnya tikus.

Moluskisida adalah pestisida untuk membunuh moluska, yaitu: siput, bekicot serta

tripisan yang banyak dijumpai di tambak.

Herbisida, senyawa kimia beracun yang dimanfaatkan untuk membunuh tumbuhan

pengganggu yang disebut gulma.

Pestisida berperan ganda yaitu pestisida yang berperan untuk membasmi 2 atau 3

golongan organisme pengganggu tanaman.

b. Berdasarkan Sifat dan Cara Kerja Racun Pestisida yaitu:

Racun Kontak

Pestisida jenis ini bekerja dengan masuk ke dalam tubuh sasaran lewat kulit (kutikula)

dan ditransportasikan ke bagian tubuh sasaran tempat pestisida aktif bekerja.

Racun Pernafasan (Fumigan)

Pestisida jenis ini dapat membunuh sasaran dengan bekerja lewat sistem pernapasan.

Page 3: BAB II Pestisida

5

Racun Lambung

Jenis pestisida yang membunuh sasaran jika termakan serta masuk ke dalam organ

pencernaannya.

Racun Sistemik

Cara kerja seperti ini dapat memiliki oleh insektisida, fungisida dan herbisida. Racun

sistemik setelah disemprotkan atau ditebarkan pada bagian tanaman akan terserap ke

dalam jaringan tanaman melalui akar atau daun, sehingga dapat membunuh hama yang

berada di dalam jaringan tanaman seperti jamur dan bakteri. Pada insektisida sistemik,

serangga akan mati setelah memakan atau menghisap cairan tanaman yang telah

disemprot.

Racun Metabolisme

Pestisida ini membunuh sasaran dengan mengintervensi proses metabolismenya.

Racun Protoplasma

Ini akan mengganggu fungsi sel karena protoplasma sel menjadi rusak.

c. Berdasarkan Bentuk Formulasi Pestisida

Merek dagang pestisida biasanya selalu diikuti dengan singkatan formulasinya dan

angka yang menunjukkan besarnya kandungan bahan aktif. Formulasi pestisida yang

dipasarkan terdiri atas bahan pokok yang disebut bahan aktif (active ingredient) yang

merupakan bahan utama pembunuh organisme pengganggu dan bahan ramuan (inert

ingredient). Beberapa jenis formulasi pestisida sebagai berikut :

Tepung Hembus, debu (dust = D)

Bentuknya tepung kering yang hanya terdiri atas bahan aktif, misalnya belerang atau

dicampur dengan pelarut aktif, kandungan bahan aktifnya rendah sekitar 2-10%. Dalam

penggunaannya pestisida ini harus dihembuskan menggunakan alat khusus yang disebut

duster.

Butiran (granula = G)

Pestisida ini berbentuk butiran padat yang merupakan campuran bahan aktif berbentuk

cair dengan butiran yang mudah menyerap, bagian luarnya ditutup dengan suatu lapisan.

Tepung yang dapat disuspensikan dalam air (wettable powder = WP)

Pestisida berbentuk tepung kering agak pekat ini belum bisa secara langsung digunakan

untuk memberantas jasad sasaran, harus terlebih dahulu dibasahi air. Hasil campurannya

dengan air disebut suspensi. Pestisida jenis ini tidak larut dalam air, melainkan hanya

Page 4: BAB II Pestisida

6

tercampur saja. Oleh karena itu, sewaktu disemprotkan harus sering diaduk atau tangki

penyemprotnya digoyang-goyang.

Tepung yang larut dalam air (water-sofable powder = SP)

Pestisida berbentuk SP ini sepintas mirip WP. Penggunaanya pun ditambahkan air.

Perbedaannya terletak pada kelarutannya. Bila WP tidak bisa terlarut dalam air, SP bisa

larut dalam air. Larutan ini jarang sekali mengendap, maka dalam penggunaannya

dengan penyemprotan, pengadukan hanya dilakukan sekali pada waktu pencampuran.

Suspensi (flowable concentrate = F)

Formulasi ini merupakan campuran bahan aktif yang ditambah pelarut serbuk yang

dicampur dengan sejumlah kecil air. Hasilnya adalah seperti pasta yang disebut

campuran basah. Campuran ini dapat tercampur air dengan baik dan mempunyai sifat

yang serupa dengan formulasi WP yang ditambah sedikit air.

Cairan (emulsifiable concentrare = EC)

Bentuk pestisida ini adalah cairan pekat yang terdiri dari campuran bahan aktif dengan

perantara emulsi (emulsifiet). Dalam penggunaanya, biasanya dicampur dengan bahan

pelarut berupa air. Hasil pengencerannya atau cairan semprotnya disebut emulsi.

Solution (S)

Solution merupakan formulasi yang dibuat dengan melarutkan pestisida ke dalam

pelarut organik dan dapat digunakan dalam pengendalian jasad pengganggu secara

langsung tanpa perlu dicampur dengan bahan lain. Formulasi ini hampir tidak ditemui.

d. Berdasarkan Susunan Kimianya atau Bahan Aktifnya

Pengunaan pestisida yang paling banyak dan luas berkisar pada satu diantara empat

kelompok besar berikut:

Organoklorin (Chlorinated hydrocarbon)

Pestisida golongan organochlorin di Indonesia hanya digunakan untuk memberantas

vektor malaria dan tidak digunakan untuk pertanian. Contoh pestisida organochlorin

adalah DDT, Dieldrin dan Eldrin. Residu organoklorin ini dapat bertahan lama,

berakumulasi dalam tanah dan berpengaruh terhadap susunan syaraf terutama pada

membran syaraf dan terakumulasi di dalam lemak manusia. Golongan ini mempunyai

tiga sifat utama yaitu: merupakan racun yang universal, degradasinya berlangsung

sangat lambat dan larut dalam lemak. Pestisida ini merupakan senyawa yang tidak

Page 5: BAB II Pestisida

7

reaktif, bersifat stabil dan persisten. Jenis ini merupakan yang paling banyak

menimbulkan masalah.

Organofosfat (Organo phosphates – Ops)

Ops umumnya adalah racun pembasmi umumnya digunakan untuk serangga yang

paling toksik secara akut terhadap binatang bertulang belakang seperti ikan, burung,

kadal (cicak) dan mamalia. Pestisida ini masuk kedalam tubuh melalui mulut, kulit atau

pernafasan. Gejala keracunan adalah timbulnya gerakan otot-otot tertentu, penglihatan

mata terganggu, banyak keringat dan otot tidak bisa digerakkan. Organofosfat dapat

menghambat aktifitas dari cholinesterase, suatu enzim yang mempunyai peranan

penting pada transmisi dari signal saraf.

Organofosfat menghambat aksi pseudokholinesterase dalam plasma dan kholinesterase

dalam sel darah merah dan pada sinapsisnya. Enzim tersebut secara normal

menghidrolisis asetylcholin menjadi asetat dan kholin. Pada saat enzim dihambat,

mengakibatkan jumlah asetylkholin meningkat dan berikatan dengan reseptor

muskarinik dan nikotinik pada sistem saraf pusat dan perifer. Hal tersebut menyebabkan

timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh

Karbamat (carbamat)

Sama dengan organofosfat, pestisida jenis karbamat menghambat enzim-enzim tertentu,

terutama cholinesterase dan mungkin dapat memperkuat efek toksik dari efek bahan

racun lain. Karbamat pada dasarnya mengalami proses penguraian yang sama pada

tanaman, serangga dan mamalia. Pada mamalia karbamat dengan cepat diekskresikan

dan tidak terbiokonsentrasi namun biokonsentrasi terjadi pada ikan. Mekanisme

toksisitas dari karbamate adalah sama dengan organofosfat, dimana enzim achE

dihambat dan mengalam karbamilasi. Bahan aktif ini masuk ke dalam tubuh melalui

pernafasan atau termakan dan kemudian akan menghambat enzim kholinesterase seperti

pada keracunan organofosfat.

Page 6: BAB II Pestisida

8

Piretroid

Salah satu insektisida tertua di dunia, merupakan campuran dari beberapa ester yang

disebut pyretrin yang diektraksi dari bunga dari genus Chrysantemum. Jenis pyretroid

yang relatif stabil terhadap sinar matahari adalah: deltametrin, permetrin, fenvlerate.

Sedangkan yang tidak stabil terhadap sinar matahari dan sangat beracun bagi serangga

adalah: difetrin, sipermetrin, fluvalinate, siflutrin, fenpropatrin, tralometrin,

sihalometrin, flusitrinate. Piretroid menimbulkan alergi pada orang yang peka.

Biopestisida6

Biopestisida merupakan tipe pestisida yang berasal dari material alami seperti binatang,

tumbuhan, bakteri dan beberapa mineral. Sebagai contoh, minyak kanola dan soda kue

dapat dijadikan biopestisida. Biopestisida terbaagi menjadi beberapa golongan yaitu:

- Pestisida Mikrobial, terdiri dari mikroorganisme seperti bakteri, jamur atau virus

sebagai bahan aktif. Pestisida jenis ini dapat mengontrol berbagai hama walaupun

masing-masing bahan aktif spesifik untuk targetnya misalnya jamur yang dapat

mengontrol rumput liar atau pun beberpa jamur yang khusus membunuh beberapa

serangga. Pestisida mikrobial yang paling banyak digunakan adalah bakteri Bacillus

thuringiensis yang dapat mengontrol larva lalat atau nyamuk pada tanaman

- Plant-Incorporated-Protectants (PIPs), merupakan pestisida dengan substansi yang

berasal dari materi genetik yang ditanamkan pada tanaman. Sehingga tanaman

tersebut dapat menghasilkan zat yang dapat membunuh hama.

- Pestisida Biokimia, secara alami denagn mekanisme nontoksik pada zat yang dapat

mengontrol hama. Kebanayakan pestisida yang ada saat ini terbuat dari bahan

sintetik. Pestisida biokimiawi meliputi zat seperti feromon sex serangga yang dapat

digunakan untuk mengusir hama serangga.

Page 7: BAB II Pestisida

9

Pemerintah juga mengatur regulasi dari pestisida yang beredar di Indonesia melalui

Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 01/permentan/ot. 140/1/2007 Tentang Daftar Bahan

Aktif Pestisida Yang Dilarang Dan Pestisida Terbatas.12

2.1.3 Sifat, Karakteristik dan Daya Racun Pestisida

Dalam menentukan pestisida yang tepat, perlu diketahui karakterisitk pestisida yang

meliputi efektivitas, selektivitas, fitotoksitas, residu, resistensi, LD 50, dan kompabilitas. 1,10,11

Efektivitas

Merupakan daya bunuh pestisida terhadap organisme pengganggu. Pestisida yang baik

seharusnya memiliki daya bunuh yang cukup untuk mengendalikan organisme

pengganggu dengan dosis yang tidak terlalu tinggi, sehingga memperkecil dampak

buruknya terhadap lingkungan.

Selektivitas

Selektivitas sering disebut dengan istilah spektrum pengendalian, merupakan

kemampuan pestisida untuk membunuh beberapa jenis organisme. Pestisida yang

Page 8: BAB II Pestisida

10

disarankan didalam pengendalian hama terpadu adalah pestisida yang berspektrum

sempit.

Fitotoksitas

Fitotoksitas merupakan suatu sifat yang menunjukkan potensi pestisida untuk

menimbulkan efek keracunan bagi tanaman yang ditandai dengan pertumbuhan yang

abnormal setelah aplikasi pestisida.

Residu

Residu adalah racun yang tinggal pada tanaman setelah penyemprotan yang akan

bertahan sebagai racun sampai batas tertentu. Residu yang bertahan lama pada tanaman

akan berbahaya bagi kesehatan manusia tetapi residu yang cepat hilang efektivitas

pestisida tersebut akan menurun. Residu pestisida untuk golongan organofosfat

(klorpirifos) masih diperbolehkan ada di dalam tanaman dalam konsentrasi yang telah

ditentukan, khusus untuk beras batas konsentrasi residu yang diperbolehkan yaitu 0,5

mg.

Persistensi

Persistensi adalah kemampuan pestisida bertahan dalam bentuk racun di dalam tanah.

Pestisida yang mempunyai persistensi tinggi akan sangat berbahaya karena dapat

meracuni lingkungan.

Resistensi

Resistensi merupakan kekebalan organisme pengganggu terhadap aplikasi suatu jenis

pestisida. Jenis pestisida yang mudah menyebabkan resistensi organisme pengganggu

sebaiknya tidak digunakan.

LD 50 atau Lethal Dosage 50%

Berarti besarnya dosis yang mematikan 50% dari jumlah hewan percobaan. LD 50

menunjukkan banyaknya racun persatuan berat organisme yang

dapat membunuh 50% dari populasi jenis binatang yang digunakan

untuk pengujian, biasanya dinyatakan sebagai berat bahan racun

dalam milligram, perkilogram berat satu ekor binatang uji. Jadi

semakin besar daya racunnya semakin besar dosis pemakainnya.

Kompatibilitas

Kompatabilitas adalah kesesuaian suatu jenis pestisida untuk dicampur dengan pestisida

lain tanpa menimbulkan dampak negatif. Informasi tentang jenis pestisida yang dapat

dicampur dengan pestisida tertentu biasanya terdapat pada label di kemasan pestisida.

Page 9: BAB II Pestisida

11

2.2 Dampak Penggunaan Pestisida 1,10,11

2.2.1 Faktor-faktor yang berpengaruh dalam keracunan pestisida

Faktor-faktor yang berpengaruh dalam keracunan pestisida dapat

dibedakan menjadi 2 kelompok meliputi:

a. Faktor di luar tubuh meliputi:

a. Suhu lingkungan

Suhu lingkungan diduga berpengaruh melalui mekanisme penguapan melalui keringat

petani, sehingga tidak dianjurkan menyemprot pada suhu udara lebih dari 35 0C.

b. Arah kecepatan angin

Penyemprotan yang baik harus searah dengan arah angin supaya kabut semprot tidak

tertiup kearah penyemprot dan sebaiknya penyemprotan dilakukan pada kecepatan

angin dibawah 750 m permenit.

c. Daya racun dan konsentrasi pestisida

Daya racun dan konsentrasi pestisida yang semakin kuat akan memberikan efek

samping yang semakin besar pula.

d. Lama pemaparan

Semakin lama seseorang kontak dengan pestisida akan semakin besar resikonya

keracunan, penyemprotan hendaknya tidak melebihi 45 jam secara terus-menerus dalam

sehari.

e. Masa kerja menyemprot

Petani yang berpengalaman cenderung mendapat pemaparan yang rendah.

f. Tinggi tanaman yang disemprot

Semakin tinggi tanaman yang disemprot petani cenderung mendapat pemaparan yang

lebih besar.

g. Kebiasaan memakai alat pelindung diri

Petani yang menggunakan baju lengan panjang dan celana panjang (lebih tertutup) akan

mendapat efek yang lebih rendah dibandingkan yang berpakaian minim.

h. Jenis pestisida

Pestisida yang mempunyai sifat anti cholinesterase mengakibatkan pengikatan

cholinesterase sehingga meningkatkan risiko keracunan.

i. Frekuensi menyemprot

Semakin sering petani melakukan penyemprotan akan lebih besar risiko keracunan.

Page 10: BAB II Pestisida

12

b. Faktor di dalam tubuh

Beberapa faktor didalam tubuh yang mempengaruhi terjadinya

keracunan antara lain :

a. Umur petani

Semakin tua usia petani akan semakin cenderung untuk

mendapatkan pemaparan yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan

menurunnya fungsi organ tubuh.

b. Jenis kelamin

Petani jenis kelamin wanita cenderung memiliki rata-rata kadar

cholinesterase yang lebih tinggi dibandingkan petani laki-laki. Meskipun

demikian tidak dianjurkan wanita menyemprot pestisida, karena pada

kehamilan kadar cholinesterase cenderung turun sehingga

kemampuan untuk menghidrolisa acethilcholin berkurang.

c. Status gizi

Petani yang status gizinya buruk memiliki kecenderungan untuk

mendapatkan risiko keracunan yang lebih besar bila bekerja dengan

pestisida organofosfat dan karbamat oleh karena gizi yang kurang

berpengaruh terhadap kadar enzim yang bahan dasarnya adalah

protein.

d. Kadar hemoglobin

Petani yang tidak anemi secara tidak langsung mendapat efek yang

lebih rendah. Petani yang anemi memiliki risiko lebih besar bila

bekerja dengan pestisida organofosfat dan karbamat. Petani yang

kadar hemoglobin rendah akan memiliki kadar cholinesterase yang

rendah, karena sifat organofosfat yang mengikat enzim

cholinesterase yang pada akhirnya cholinesterase tidak lagi mampu

menghidrolisa achethilcholin.

e. Keadaan kesehatan

Penyakit yang dapat menurunkan aktivitas cholinesterase adalah jenis

penyakit gangguan pada fungsi hepar, Asbes dan Metastatic carcinoma

pada liver. Dikarenakan menurunnya kemampuan dari hepar didalam

mendeteksifikasi bahan toksik organofosfat.

Page 11: BAB II Pestisida

13

Pestisida merupakan bahan kimia, campuran bahan kimia atau bahan-bahan lain yang

bersifat bioaktif. Pada dasarnya, pestisida bersifat racun. Oleh sebab sifatnya sebagai racun

itulah pestisida dibuat, dijual dan digunakan untuk meracuni OPT (Organisme Pengganggu

Tanaman). Setiap racun berpotensi mengandung bahaya. Oleh karena itu, ketidakbijaksanaan

dalam penggunaanpestisida pertanian bisa menimbulkan dampak negatif.

2.2.2. Dampak Penggunaan Pestisida

Berdasarkan sifatnya maka Komisi Pestisida telah mengidentifikasi berbagai

kemungkinan yang timbul akibat penggunaan pestisida. Dampak yang mungkin timbul

adalah: 1,6,10,11

a. Pengaruh Pestisida Terhadap Lingkungan

Pestisida dapat berpengaruh terhadap lingkungan, pengaruh itu dapat berupa:

1. Terbunuhnya organisme non target karena pestisida memasuki rantai makanan.

Contohnhya keracunan pada ternak maupun hewan piaraan dapat secara langsung

maupun tidak langsung. Secara langsung mungkin pestisida digunakan untuk melawan

penyakit pada ternak, sedang secara tidak langsung pestisida yang digunakan untuk

melawan serangga atau hama termakan atau terminum oleh ternak, seperti rumput

yang telah terkontaminasi pestisida dimakan oleh ternak atau air yang sudah tercemar

pestisida diminum oleh ternak.

2. Menumpuknya pestisida dalam jaringan tubuh organisme melalui rantai makanan

(bioakumulasi). Pada kasus pestisida yang persisten (bertahan lama), konsentrasi

pestisida dalam tingkat trofik rantai makanan semakin keatas akan semakin tinggi

(bioakumulasi).

3. Penyederhanaan rantai makanan alami.

4. Penyederhanaan keragaman hayati

5. Pencucian pestisida oleh air hujan akan menyebabkan terbawanya pestisida ke aliran

tanah bagian bawah atau permukaan air sungai. Hal ini akan menyebabkan terjadinya

keracunan terhadap biota air.

6. Keracunan terhadap satwa liar.

Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana dapat menimbulkan keracunan yang

berakibat kematian pada satwa liar seperti burung, lebah, serangga penyubur dan

satwa liar lainnya. Keracunan tersebut dapat terjadi secara langsung karena kontak

Page 12: BAB II Pestisida

14

dengan pestisida maupun tidak langsung karena melalui rantai makanan (Bio

Konsentrasi).

7. Keracunan terhadap tanaman.

Beberapa insektisida dan fungisida yang langsung digunakan pada tanaman dapat

mengakibatkan kerusakan pada tanaman yang diperlakukan. Hal ini disebabkan bahan

formulasi tertentu, dosis yang berlebihan atau mungkin pada saat penyemprotan suhu

atau cuaca terlalu panas terutama di siang hari.

8. Kematian musuh alami organisme pengganggu.

Penggunaan pestisida terutama yang berspektrum luas dapat menyebabkan kematian

parasit atau predator (pemangsa) jasad pengganggu. Kematian musuh alami tersebut

dapat terjadi karena kontak langsung dengan pestisida atau secara tidak langsung

karena memakan hama yang mengandung pestisida.

9. Kenaikan populasi organisme pengganggu.

Sebagai akibat kematian musuh alami maka jasad pengganggu dapat lebih leluasa

untuk berkembang.

10. Resistensi organisme pengganggu.

Penggunaan pestisida terhadap jasad pengganggu tertentu menyebabkan timbulnya

resistensi, yang merupakan akibat tekanan seleksi oleh pestisida terhadap jasad

pengganggu. Resistensi berarti organisme pengganggu yang mati sedikit sekali atau

tidak ada yang mati, meskipun telah disemprot dengan pestisida dosis normal atau

dosis lebih tinggi sekalipun. Perkembangan hama resistensi tergantung pada :

Ada/tidaknya gen untuk resistensi

Tingkat tekanan seleksi pestisida. Makin tinggi tekanan seleksi pestisida terhadap

populasi hama tersebut makin cepat berkembangnya resistensi. Penggunaan

pestisida yang terus menerus merupakan tekanan seleksi yang tinggi.

Sifat-sifat hama seperti penyebaran, jangka penggenerasian, tingkat kecepatan

perkembang biakan dan tingkat isolasi berperan dalam perkembangan resistensi.

11. Meninggalkan residu.

Penggunaan pestisida khususnya pada tanaman akan meninggalkan residu pada

produk pertanian, bahkan untuk pestisida tertentu masih dapat ditemukan sampai saat

produk pertanian tersebut diproses untuk pemanfaatan selanjutnya maupun saat

dikonsumsi. Besarnya residu pestisida yang tertinggal pada produk pertanian tersebut

tergantung pada dosis, interval aplikasi, faktor-faktor lingkungan fisik yang

Page 13: BAB II Pestisida

15

mempengaruhi pengurangan residu, jenis tanaman yang diperlakukan, formulasi

pestisida dan cara aplikasinya, jenis bahan aktifnya dan peresistensinya, serta saat

terakhir aplikasi sebelum produk pertanian dipanen.

b. Pengaruh Pestisida Terhadap Kesehatan Manusia

Penggunaan pestisida bisa mengontaminasi pengguna secara langsung sehingga

mengakibatkan keracunan. Pestisida masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara sedikit demi

sedikit dan mengakibatkan keracunan kronis. Bisa pula berakibat racun akut bila jumlah

pestisida yang masuk ke tubuh manusia dalam jumlah yang cukup. Dalam hal ini, keracunan

bisa dikelompokkan menjadi keracunan akut dan kronis.

1. Keracunan akut

Tabel. Efek muskarinik, nikotinik dan saraf pusat pada toksisitas organofosfat.

Keracunan akut terjadi apabila efek keracunan pestisida langsung pada saat dilakukan

aplikasi atau seketika setelah aplikasi pestisida.

a. Efek akut lokal, yaitu bila efeknya hanya mempengaruhi bagian tubuh yang terkena

kontak langsung dengan pestisida biasanya bersifat iritasi mata, hidung,tenggorokan dan

kulit.

b. Efek akut sistemik, terjadi apabila pestisida masuk kedalam tubuh manusia dan

mengganggu sistem tubuh. Darah akan membawa pestisida keseluruh bagian tubuh

menyebabkan bergeraknya syaraf-syaraf otot secara tidak sadar dengan gerakan halus

maupun kasar dan pengeluaran air mata serta pengeluaran air ludah secara berlebihan,

pernafasan menjadi lemah/cepat (tidak normal).

Page 14: BAB II Pestisida

16

Cara pestisida masuk kedalam tubuh :

1. Kulit, apabila pestisida kontak dengan kulit.

2. Pernafasan, bila terhisap

3. Mulut, bila terminum/tertelan.

Karena terdapat berbagai jenis pestisida dan ada berbagai cara masuk pestisida

kedalam tubuh maka keracunan pestisida dapat terjadi dengan berbagai cara. Keadaan-

keadaan yang perlu segera mendapatkan perhatian pada kemungkinan keracunan pestisida

adalah:

a. Umum, Kelelahan dan rasa lelah yang maksimal

b. Kulit, rasa terbakar, iritasi, keringat berlebihan, bercak pada kulit.

c. Mata, gatal, rasa terbakar, mata berair, gangguan penglihatan/kabur, pupil dapat

menyempit atau melebar

d. Saluran cerna, rasa terbakar pada mulut dan tenggorokan, hipersalivasi, mual, muntah,

nyeri abdomen, diare.

e. Sistem nafas, batuk, nyeri dada dan sesak, susah bernafas dan nafas berbunyi

2. Keracunan Kronis

Keracunan kronis lebih sulit dideteksi karena tidak segera terasa dan tidak menimbulkan

gejala serta tanda yang spesifik. Pemaparan kadar rendah dalam jangka panjang atau

pemaparan dalam waktu yang singkat dengan akibat kronis. Keracunan kronis dapat

ditemukan dalam bentuk kelainan syaraf dan perilaku (bersifat neurotoksik) atau

mutagenitas. Selain itu ada beberapa dampak kronis keracunan pestisida, antara lain:

a. Pada syaraf

Gangguan otak dan syaraf yang paling sering terjadi akibat terpapar pestisida selama

bertahun-tahun adalah masalah pada ingatan, sulit berkonsentrasi, perubahan

kepribadian, kelumpuhan, bahkan kehilangan kesadaran dan koma.

b. Pada Hati (Liver)

Karena hati adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menetralkan bahan-bahan

kimia beracun, maka hati itu sendiri sering kali dirusak oleh pestisida apabila

terpapar selama bertahun-tahun. Hal ini dapat menyebabkan Hepatitis.

c. Pada Perut

Page 15: BAB II Pestisida

17

Muntah-muntah, sakit perut dan diare adalah gejala umum dari keracunan pestisida.

Banyak orang-orang yang dalam pekerjaannya berhubungan langsung dengan

pestisida selama bertahun-tahun, mengalami masalah sulit makan. Orang yang

menelan pestisida (baik sengaja atau tidak) efeknya sangat buruk pada perut dan

tubuh secara umum. Pestisida merusak langsung melalui dinding-dinding perut.

d. Pada Sistem Kekebalan

Beberapa jenis pestisida telah diketahui dapat mengganggu sistem kekebalan tubuh

manusia dengan cara yang lebih berbahaya. Beberapa jenis pestisida dapat

melemahkan kemampuan tubuh untuk menahan dan melawan infeksi. Ini berarti

tubuh menjadi lebih mudah terkena infeksi, atau jika telah terjadi infeksi penyakit ini

menjadi lebih serius dan makin sulit untuk disembuhkan.

e. Pada Sistem Hormon.

Hormon adalah bahan kimia yang diproduksi oleh organ-organ seperti otak, tiroid,

paratiroid, ginjal, adrenalin, testis dan ovarium untuk mengontrol fungsi-fungsi tubuh

yang penting. Beberapa pestisida mempengaruhi hormon reproduksi yang dapat

menyebabkan penurunan produksi sperma pada pria atau pertumbuhan telur yang

tidak normal pada wanita. Beberapa pestisida dapat menyebabkan pelebaran tiroid

yang akhirnya dapat berlanjut menjadi kanker tiroid.

c. Pengaruh terhadap Sosial Ekonomi

Penggunaan pestisida yang tidak efektif dan efisien selain menimbulkan dampak negatif

terhadap lingkungan dan kesehatan manusia juga menimbulkan dampak sosial ekonomi

antara lain:

1. Penggunaan pestisida yang tidak terkendali menyebabkan biaya produksi menjadi

tinggi.

2. Timbulnya biaya sosial, misalnya biaya pengobatan dan hilangnya hari kerja jika terjadi

keracunan.

3. Publikasi negatif di media massa.

2.3 Manajemen Penggunaan Pestisida 1,6,10,11

2.3.1 Aspek Penggunaan Pestisida

1. Dosis, Konsentrasi, dan Volume Semprot yang Tepat

Page 16: BAB II Pestisida

18

Dosis konsentrasi dan volume semprot adalah beberapa istilah dalam aplikasi pestisida

yang harus diketahui, sangat disarankan untuk menggunakan konsentrasi dan dosisi terkecil

lebih dahulu.

2. Metode Penyemprotan Pestisida

Saat pemakaian pestisida, umumnya perhatian para petani lebih tertuju pada masalah

pengendalian hama yang menyerang tanaman sehingga keselamatan petani jadi kurang

diperhatikan. Pemakaian pestisida menjadi hal yang rutin sehingga dianggap tidak berbahaya.

Metode atau cara yang dilakukan sewaktu penyemprotan pestisida akan berpengaruh terhadap

tinggi rendahnya pemaparan terhadap petani.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar para petani terhindar dari pemaparan

sewaktu menyemprotkan pestisida yaitu :

a. Membaca semua instruksi dan pengarahan yang ada pada label pestisida, menyangkut

pemakaian konsentrasi dan dosis yang tepat, aturan keselamatan, serta pertolongan bagi

penderita keracunan.

b. Tidak diperkenankan merokok, makan, dan minum selama menyemprotkan pestisida.

Cucilah tangan dan muka dengan menggunakan sabun jika ingin makan, minum dan

merokok. Tubuh dan pakaian harus terhindar dari tetesan pestisida. Jika terjadi, pakaian

atau bagian tubuh yang terkena harus dicuci dengan air dan sabun.

c. Jangan membuka kemasan dengan cara memaksa atau mencongkel karena cairan pestisida

akan tersembur keluar dan mengenai muka.

d. Jangan menggunakan alat penyemprotan yang bocor. Periksa selalu kondisi alat semprot

sebelum menyemprotkan pestisida.

e. Gunakan selalu alat-alat pelindung pada saat menyemprotkan pestisida. Pelindung yang

dipakai minimal adalah masker, celana panjang, kaca mata, dan topi.

f. Jangan menyemprotkan pestisida melawan arah angin. Sebaiknya penyemprotan pestisida

dilakukan pada saat kecepatan angin di bawah 4 MPH (Meter Per Hour) Pada saat

menyemprot berjalanlah searah dengan arah tiupan angin, sehingga kabut semprot tidak

tertiup ke arah badan.

g. Jangan meniup nozel yang tersumbat. Gunakanlah jarum yang halus untuk membersihkan

nozel.

3. Jeda Waktu Penyemprotan

Pemaparan pestisida pada tubuh manusia dengan frekuensi yang sering dan dengan

interval waktu yang pendek menyebabkan residu pestisida dalam tubuh manusia menjadi

Page 17: BAB II Pestisida

19

lebih tinggi Secara tidak langsung kegiatan petani yang mengurangi frekuensi menyemprot

dapat mengurangi terpaparnya petani tersebut oleh pestisida. Istirahat minimal satu minggu

dapat menaikkan aktivitas kholinesterase dalam darah pada petani penyemprot. Istirahat

minimal satu minggu pada petani keracunan ringan dapat menaikkan aktivitas kholinesterase

dalam darah menjadi normal (87,50%).

Kejadian paparan pestisida disebabkan oleh beberapa faktor determinan, yaitu selang

waktu antara kontak terakhir dengan pengukuran kadar kolinesterase, disamping faktor lain

seperti perilaku petani dalam menyemprot, frekuensi penyemprotan, pemakaian alat

perlindungan diri, dosis pestisida dan lama penyemprotan. Hasil analisis regresi logistik pada

tingkat kemaknaan 5% menunjukkan bahwa ada pengaruh selang waktu pengukuran terhadap

resiko paparan pestisida.

Hasil penelitian Praptini, dkk (2002) tentang Faktor-faktor yang Berkaitan dengan

Kejadian Keracunan Pestisida Pada Tenaga Kerja Teknis Pestisida Perusahaan Pemberantasan

Hama (Pest Control) di Kota Semarang Tahun 2002, menyimpulkan bahwa rata-rata angka

kejadian keracunan pestisida sebesar 69,91%, sehingga disarankan bagi tenaga kerja teknis

pestisida, untuk mencegah terjadinya keracunan pestisida, melakukan penyemprotan tidak

lebih dari 2 kali setiap minggu dan tidak melakukan penyemprotan secara berturut-turut lebih

dari 12 jam dalam waktu 3 bulan.

Gambar 1. Petani yang tidak menggunakan alat pelindung diri saat menyemprot pestisida.

4. Lama Penyemprotan Pestisida

Page 18: BAB II Pestisida

20

Lamanya penyemprotan pestisida yang dilakukan tenaga penyemprot sejalan dengan

lamanya penyemrpto tersebut terpapar pestisida. Paparan yang berlangsung terus-menerus

lebih berbahaya daripada paparan yang terputus-putus pada waktu yang sama. Jadi pemaparan

yang telah lewat perlu diperhatikan bila terjadi risiko pemaparan baru. Karena itu penyemprot

yang terpapar berulang kali dan berlangsung lama dapat menimbulkan keracunan kronik.

Telah dibuktikan bahwa penggunaan pestisida secara berlama-lama untuk pertanian dapat

menyebabkan kanker seperti non Hodgkin’s lymphoma.

2.3.2 Aspek Kesehatan Kerja Penggunaan Pestisida di Lapangan 1,6,10,11

1. Pengamanan Penggunaan Pestisida

Pedoman pengamanan penggunaan pestisida yang dikeluarkan oleh Direktorat

Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan DepKes RI tahun

2003 untuk petani adalah sebagai berikut:

a. Persiapan

Pengadaan/pembelian pestisida

1. Pilihlah jenis pestisida yang sesuai dengan hama atau serangga yang akan

dikendalikan .

2. Belilah pestisida di tempat penjualan resmi. Belilah pestisida yang masih mempunyai

label. “LABEL” adalah merek dan keterangan singkat tentang pemakaian dan

bahayanya.

3. Belilah pestisida yang wadahnya masih utuh, tidak bocor

4. Pastikan luas area yang dikendalikan.

5. Pilih bentuk formulasi pestisida dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan.

6. Pilih kemasan yang terkecil yang utuh dari pestisida yang terdaftar dan isinya dapat

habis dalam sekali pakai.

7. Perhatikan gambar (pictogram) yang tertera pada kemasan.

b. Penyediaan alat

Alat aplikasi pestisida yaitu:

1. Pestisida yang berbentuk EC, WP atau SP di dalam mengaplikasikannya digunakan

alat penyemprot

2. Pestisida yang berbentuk butiran dalam mengaplikasikannya tidak menggunakan

alat.

Alat bantu pencampuran pestisida

Page 19: BAB II Pestisida

21

1. Gelas ukur, digunakan untuk mengukur pestisida dalam bentuk cair yang akan

dicampur atau timbangan untuk pestisida yang berbentuk tepung.

2. Wadah atau ember kecil dan kayu pengaduk yang bersih.

3. Corong

Page 20: BAB II Pestisida

22

Alat pelindung diri.

Pakaian alat pelindung diri minimal terdiri dari : sarung tangan, masker, pelindung mata

(kaca mata), topi (pelindung kepala), sepatu boot dan pakaian kerja. Pemahaman arti

gambar (piktogram) dalam label kemasan.

Sebelum menggunakan pestisida, perhatikan label kemasan, brosur atau leaflet.

Biasanya dijumpai piktogram atau diagram gambar yang bermakna sehubungan dengan

pestisida yang digunakan. Gambar ini sangat berguna agar pengguna lebih waspada.

c. Pengangkutan

Perhatikan :

1. Sesuai jenis kemasan, hati-hati dalam pengangkutan dan perhatikan gambar (piktogram)

yang ada pada label.

2. Jangan mengangkut pestisida bersama-sama dalam makanan, bahan makanan, binatang

dan penumpang/orang.

3. Alat angkut harus memiliki ventilasi yang baik.

4. Jangan menempatkan pestisida dekat dengan pengemudi.

5. Bila mengangkut pestisida dalam jumlah yang banyak, letakkan/susun pestisida

sedemikian rupa sesuai dengan jenisnya.

d. Penyimpanan pestisida

Penyimpanan skala kecil.

Page 21: BAB II Pestisida

23

Pestisida harus disimpan ditempat yang aman dengan cara :

1. Disimpan dalam lemari yang terkunci atau dalam kotak penyimpanan dan jauh dari

jangkauan anak-anak dan binatang piaraan.

2. Tidak diletakkan dalam ternpat penyimpanan makanan atau bahan makanan, dekat

api, tungku atau perapian.

3. Jangan disimpan dalam botol atau tempat makanan/minuman simpanlah pestisida

selalu pada kemasan aslinya.

4. Simpanlah pestisida dalam ruangan yang tidak terkena sinar matahari langsung, air

dan banjir.

5. Wadah pestisida tertutup rapat selama dalam penyimpanan.

6. Tempat/botol/ wadah pestisida diberi label. Apabila ada pestisida tanpa label jangan

coba-coba menerka isinya.

7. Jangan menyimpan pestisida di suatu tempat bersama-sama dengan bahan kimia lain

yang tidak berbahaya.

8. Herbisida atau defolian (bahan perontok daun) jangan disatukan dengan bahan

pemberantas lainnya.

9. Setiap kali mengeluarkan pestisida dari tempat penyimpanannya ambillah sebanyak

yang diperlukan selama satu hari.

Penyimpanan skala besar.

Pestisida dalam jumlah besar disimpan dalam ruangan atau suatu tempat yang aman

dengan cara :

1. Semua pintu dan jendela harus dikunci.

2. Dipasang papan peringatan pada tempat penyimpanan.

3. Pestisida harus disimpan di rak-rak.

4. Herbisida, insektisida dan fungisida harus disimpan ditempat yang terpisah.

5. Formulasi cair tidak boleh disimpan diatas formulasi tepung atau butiran, untuk

menghindari resiko tumpahan.

6. Tempat penyimpanan harus bebas tikus, pastikan semua lobang-lobang tertutup atau

dilapisi jaring kawat.

7. Tempat penyimpanan harus mempunyai ventilasi yang baik.

8. Tabung pemadam kebakaran harus ditempatkan dekat dengan pintu.

9. Kotak P3K harus diletakkan ditempat yang mudah dijangkau.

Page 22: BAB II Pestisida

24

10. Bahan-bahan penyerap seperti tanah pasir atau serbuk gergaji harus tersedia

ditempat penyimpanan untuk mengatasi apabila terjadi tumpahan atau ceceran.

11. Simpanlah pestisida dalam ruangan yang tidak terkena cahaya langsung matahari,

air dan banjir.

e. Pelaksanaan

Cara mencampur pestisida.

Langkah-langkah :

1. Pengenceran disesuaikan dengan konsentrasi atau dosis yang disarankan dalam

kemasan.

2. Apabila ingin dicampur dengan bahan lain, perhatikan petunjuk pada label.

3. Biasanya dalam label dituliskan bisa tidaknya dicampur dengan bahan lain

4. Pilihlah tempat yang sirkulasi udaranya lancar pada waktu pencampuran pestisida.

5. Pakailah alat pelindung yang sesuai.

6. Jauhkan dari anak-anak.

7. Tiap terjadi kontaminasi segera dicuci.

Cara aplikasi yaitu:

1. Pilihlah volume alat semprot sesuai dengan luas areal yang akan disemprot. Pastikan

alat dalam keadaan baik (tidak bocor), nozle diperiksa agar tidak tersumbat, baik

sebagian/seluruhnya.

2. Waktu paling baik penyemprotan dilakukan pada pukul 08.00 -10.00 atau sore hari

pukul 15.00 -18.00 WIB.

3. Jangan melakukan penyemprotan disaat angin kencang karena banyak pestisida yang

tidak mengenai sasaran.

4. Jangan menyemprot melawan arah angin, karena cairan semprot bisa mengenai orang

yang menyemprot.

5. Jangan makan dan minum atau merokok pada saat penyemprotan.

6. Gunakanlah alat pengaman berupa penutup kepala, masker penutup hidung dan

mulut, kaos tangan, sepatu boot, dan baju berlengan panjang.

7. Jangan mengusap bagian tubuh (mata, mulut) dengan tangan sewaktu melakukan

penyemprotan.

8. Ikutilah petunjuk mengenai waktu penggunaan terutama mengenai jangka waktu

antara penyemprotan pestisida terakhir dengan waktu panen. Hal ini penting jangan

Page 23: BAB II Pestisida

25

sampai sisa (residu) pestisida pada tanaman yang telah dipanen membahayakan

manusia.

9. Jagalah jangan sampai pestisida yang digunakan mengenai tanaman lain yang

disekitarnya.

f. Pasca pelaksanaan

1. Setiap sisa campuran yang ada pada alat aplikasi dan pada alat campuran segera dikubur

dalam tanah.

2. Cucilah alat aplikasi dan alat campur bagian luar dan dalam alat aplikasi dan wadah

pencampuran, buang air cuciannya secara aman dan jangan membuang ke saluran

pengairan, kolam dan sumber air.

3. Periksa bila ada kerusakan pada sprayer dan perbaiki.

4. Kembalikan pestisida yang tidak digunakan dan sprayer ke tempat yang aman dan

terkunci.

5. Hancurkan bekas wadah pestisida yang kosong dan dikubur.

6. Wadah/ember yang digunakan untuk mencampur bahan pestisida jangan dipakai untuk

keperluan lain.

7. Tanggalkan seluruh pakaian yang digunakan untuk menyemprot, dan mandilah sampai

bersih dengan memberikan perhatian khusus pada bagian-bagian yang mungkin terkena

pestisida, seperti tangan /lengan dan wajah.

8. Pakaian yang digunakan untuk aplikasi dicuci dengan sabun atau detergen, terpisah

dengan pakaian sehari-hari.

9. Pengamanan lainnya yang perlu diperhatikan (Supardi, 2003) adalah :

a. Waktu kerja jangan lebih dari 4 -5 jam.

b. Pemeriksaan kesehatan secara berkala oleh petugas kesehatan.

c. Memperhatikan keadaan gizi.

2.Pertolongan Keracunan Pestisida

Pertolongan pertama korban keracunan akut pestisida di lapangan antara lain:

Sikap dalam menghadapi keracunan akut pestisida.

Segera lakukan pertolongan pertama dan jangan menunggu datangnya ahli untuk

menolong.

1. Bekerja dengan tenang sesuai dengan metode.

2. Hindari kontaminasi diri selama melakukan pengobatan.

Page 24: BAB II Pestisida

26

3. Tentukan tindakan apa yang harus lebih dahulu dilaksanakan : mengatasi pernafasan,

menghentikan kontak lebih lanjut.

Tindakan dekontaminasi

1. Akhiri paparan : Pindahkan penderita, jauhkan dari kontaminasi selanjutnya. Hindarkan

kontak kulit dan/atau inhalasi dari uap atau debu pestisida.

2. Tanggalkan pakaian yang terkontaminasi seluruhnya dengan cepat, termasuk sepatu.

Kumpulkan pakaian dalam tempat yang terpisah untuk di cuci sebelum digunakan lagi.

3. Bersihkan pestisida dari kulit, rambut dan mata dengan menggunakan air yang banyak.

Tindakan dalam pertolongan pertama

1. Umum

Penderita perlu dirawat dengan tenang karena penderita dapat kembali mengalami

agitasi. Tempatkan penderita dalam posisi sebaik mungkin yang akan membantu

mencegah penderita dari bahaya komplikasi.

2. Posisi

Tempatkan penderita dalam posisi miring kesamping dengan kepala lebih rendah dari

tubuh dan kepala menoleh kesamping. Bila pasien tidak sadar jaga agar saluran nafas

tetap terbuka dengan menarik dagu ke depan dan kepala ke belakang.

3. Suhu tubuh

Perawatan harus lebih berhati-hati dengan mengontrol suhu pada penderita yang tidak

sadar. Bila suhu tubuh penderita tinggi sekali dan keringat berlebihan, dinginkan dengan

menggunakan spon air dingin. Bila penderita merasa kedinginan, dapat ditutupi dengan

selimut untuk mempertahankan suhu normal.

Pestisida yang tertelan, lakukan tindakan yaitu:

a. Induksi muntah umumnya tidak dianjurkan sebagai pertolongan pertama.

b. Baca label produk untuk indikasi apakah induksi muntah boleh atau tidak dilakukan

atau bila produk sangat toksik, seperti tanda tengkorak dengan tulang bersilang atau

tanda "tangan merah".

c. Induksi muntah hanya dilakukan pada penderita yang sadar.

d. Pernafasan

Bila terjadi henti nafas (muka atau lidah pasien dapat diputar) dan kemudian dagu

ditarik ke depan untuk mencegah lidah terdorong kebelakang yang akan menutup

jalan nafas.

e. Kejang-kejang

Page 25: BAB II Pestisida

27

Tempatkan pengganjal padat diantara gigi-gigi dan cegah agar penderita jangan

sampai terluka.

f. Korban segera dibawa ke rumah sakit atau dokter terdekat. Berikan informasi tentang

pestisida yang memapari korban dengan membawa label kemasan pestisida

Pengobatan keracunan pestisida ini golongan organophosphat bila dilakukan terlambat

dalam beberapa menit akan dapat menyebabkan kematian. Diagnosis keracunan dilakukan

berdasarkan terjadinya gejala penyakit dan sejarah kejadiannya yang saling berhubungan.

Pada keracunan yang berat , pseudokholinesterase dan aktifits erytrocyt kholinesterase harus

diukur dan bila kandungannya jauh dibawah normal,keracunan mesti terjadi dan gejala segera

timbul.

Bila racun tertelan lakukan pencucian lambung dengan air, bila kontaminasi dari kulit,

cuci dengan sabun dan air selama 15 menit. Pengobatan dengan pemberian atrophin sulfat

dosis 1-2 mg i.v. dan biasanya diberikan setiap jam dari 25-50 mg sampai terlihat atropinisasi

yaitu: muka kemerahan, pupil dilatasi, denyut nadi meningkat sampai 140 x/menit. Ulangi

pemberian atropin bila gejala-gejala keracunan timbul kembali. Awasi penderita selama 48

jam dimana diharapkan sudah ada recovery yang komplit dan gejala tidak timbul kembali.

Kejang dapat diatasi dengan pemberian diazepam 5 mg iv, jangan diberikan barbiturat

atau sedativ yang lain. Atrophin akan memblok efek muskarinik dan beberapa pusat reseptor

muskarinik. Pralidoxim (2-PAM) adalah obat spesifik untuk antidotum keracunan

organofosfat. Obat tersebut dijual secara komersiil dan tersedia sebagai garam chlorin.

Pengobatan untuk keracunan pestisida golongan Carbamat yaitu penderita yang gelisah

harus ditenangkan, recoverery akan terjadi dengan cepat. Bila keracunan hebat, beri atropin 2

mg oral/sc dosis tunggal dan tak perlu diberikan obat-obat lain.