bab ii pestisida
DESCRIPTION
referatTRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pestisida
2.1.1 Definisi Pestisida
Pestisida merupakan zat kimia atau campuran zat yang diperuntukan untuk mencegah,
membunuh, mengusir, dan mengurangi berbagai hama. Pada umumnya istilah pestisida sering
disalahartikan sebagai insektisida yang berfungsi untuk membunuh serangga namun istilah
pestisida juga digunakan untuk membasmi tanaman pengganggu, jamur dan berbagai zat yang
digunakan untuk mengontrol hama. Hama merupakan organisme hidup penganggu yang dapat
menyebabkan kerusakan pada tanaman, manusia dan hewan lain. Contoh dari hama antara
lain : serangga, tikus, rumput liar, jamur dan bakteri.6
Menurut Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973 pestisida adalah semua zat kimia atau
bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk:9
1. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang merusak tanaman
atau hasil-hasil pertanian.
2. Memberantas rerumputan
3. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman, tidak
termasuk pupuk.
4. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan peliharaan dan ternak.
5. Memberantas dan mencegah hama-hama air.
6. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga,
bangunan dan alat-alat pengangkutan, memberantas atau mencegah binatang-binatang
yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi
dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air.
Pestisida yang digunakan di bidang pertanian secara spesifik sering disebut produk
perlindungan tanaman (crop protection products) untuk membedakannya dari produk-produk
yang digunakan di bidang lain.
Pengelolaan pestisida adalah kegiatan meliputi pembuatan, pengangkutan,
penyimpanan, peragaan, penggunaan dan pembuangan/pemusnahan pestisida. Selain
efektifitasnya yang tinggi, pestisida banyak menimbulkan efek negatif yang merugikan.
3
4
Dalam pengendalian pestisida sebaiknya pengguna mengetahui sifat kimia dan sifat fisik
pestisida, biologi dan ekologi organisme pengganggu tanaman.10
2.1.2 Jenis-Jenis Pestisida
Menurut Direktorat Jendral Tanaman Pangan dan Direktorat Bina Perlindungan
Tanaman tahun 1993, pestisida dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara tergantung kepada
kepentingannya antara lain menurut fisiknya, cara kerjanya, sasaran penggunaanya, tujuan
penggunaannya, pengaruh terhadap toksikologinya dan sifat/susunannya.1,6,10,11
a. Penggolongan Pestisida Berdasarkan Sasaran yaitu :
Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia yang bisa mematikan semua
jenis serangga.
Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan bisa digunakan
untuk memberantas dan mencegah fungsi/cendawan.
Bakterisida, senyawa ini mengandung bahan aktif beracun yang bisa membunuh bakteri.
Nermatisida, digunakan untuk mengendalikan nematoda.
Akarisida atau mitisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia yang digunakan
untuk membunuh tungau, caplak dan laba-laba.
Rodenstisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan
untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat, misalnya tikus.
Moluskisida adalah pestisida untuk membunuh moluska, yaitu: siput, bekicot serta
tripisan yang banyak dijumpai di tambak.
Herbisida, senyawa kimia beracun yang dimanfaatkan untuk membunuh tumbuhan
pengganggu yang disebut gulma.
Pestisida berperan ganda yaitu pestisida yang berperan untuk membasmi 2 atau 3
golongan organisme pengganggu tanaman.
b. Berdasarkan Sifat dan Cara Kerja Racun Pestisida yaitu:
Racun Kontak
Pestisida jenis ini bekerja dengan masuk ke dalam tubuh sasaran lewat kulit (kutikula)
dan ditransportasikan ke bagian tubuh sasaran tempat pestisida aktif bekerja.
Racun Pernafasan (Fumigan)
Pestisida jenis ini dapat membunuh sasaran dengan bekerja lewat sistem pernapasan.
5
Racun Lambung
Jenis pestisida yang membunuh sasaran jika termakan serta masuk ke dalam organ
pencernaannya.
Racun Sistemik
Cara kerja seperti ini dapat memiliki oleh insektisida, fungisida dan herbisida. Racun
sistemik setelah disemprotkan atau ditebarkan pada bagian tanaman akan terserap ke
dalam jaringan tanaman melalui akar atau daun, sehingga dapat membunuh hama yang
berada di dalam jaringan tanaman seperti jamur dan bakteri. Pada insektisida sistemik,
serangga akan mati setelah memakan atau menghisap cairan tanaman yang telah
disemprot.
Racun Metabolisme
Pestisida ini membunuh sasaran dengan mengintervensi proses metabolismenya.
Racun Protoplasma
Ini akan mengganggu fungsi sel karena protoplasma sel menjadi rusak.
c. Berdasarkan Bentuk Formulasi Pestisida
Merek dagang pestisida biasanya selalu diikuti dengan singkatan formulasinya dan
angka yang menunjukkan besarnya kandungan bahan aktif. Formulasi pestisida yang
dipasarkan terdiri atas bahan pokok yang disebut bahan aktif (active ingredient) yang
merupakan bahan utama pembunuh organisme pengganggu dan bahan ramuan (inert
ingredient). Beberapa jenis formulasi pestisida sebagai berikut :
Tepung Hembus, debu (dust = D)
Bentuknya tepung kering yang hanya terdiri atas bahan aktif, misalnya belerang atau
dicampur dengan pelarut aktif, kandungan bahan aktifnya rendah sekitar 2-10%. Dalam
penggunaannya pestisida ini harus dihembuskan menggunakan alat khusus yang disebut
duster.
Butiran (granula = G)
Pestisida ini berbentuk butiran padat yang merupakan campuran bahan aktif berbentuk
cair dengan butiran yang mudah menyerap, bagian luarnya ditutup dengan suatu lapisan.
Tepung yang dapat disuspensikan dalam air (wettable powder = WP)
Pestisida berbentuk tepung kering agak pekat ini belum bisa secara langsung digunakan
untuk memberantas jasad sasaran, harus terlebih dahulu dibasahi air. Hasil campurannya
dengan air disebut suspensi. Pestisida jenis ini tidak larut dalam air, melainkan hanya
6
tercampur saja. Oleh karena itu, sewaktu disemprotkan harus sering diaduk atau tangki
penyemprotnya digoyang-goyang.
Tepung yang larut dalam air (water-sofable powder = SP)
Pestisida berbentuk SP ini sepintas mirip WP. Penggunaanya pun ditambahkan air.
Perbedaannya terletak pada kelarutannya. Bila WP tidak bisa terlarut dalam air, SP bisa
larut dalam air. Larutan ini jarang sekali mengendap, maka dalam penggunaannya
dengan penyemprotan, pengadukan hanya dilakukan sekali pada waktu pencampuran.
Suspensi (flowable concentrate = F)
Formulasi ini merupakan campuran bahan aktif yang ditambah pelarut serbuk yang
dicampur dengan sejumlah kecil air. Hasilnya adalah seperti pasta yang disebut
campuran basah. Campuran ini dapat tercampur air dengan baik dan mempunyai sifat
yang serupa dengan formulasi WP yang ditambah sedikit air.
Cairan (emulsifiable concentrare = EC)
Bentuk pestisida ini adalah cairan pekat yang terdiri dari campuran bahan aktif dengan
perantara emulsi (emulsifiet). Dalam penggunaanya, biasanya dicampur dengan bahan
pelarut berupa air. Hasil pengencerannya atau cairan semprotnya disebut emulsi.
Solution (S)
Solution merupakan formulasi yang dibuat dengan melarutkan pestisida ke dalam
pelarut organik dan dapat digunakan dalam pengendalian jasad pengganggu secara
langsung tanpa perlu dicampur dengan bahan lain. Formulasi ini hampir tidak ditemui.
d. Berdasarkan Susunan Kimianya atau Bahan Aktifnya
Pengunaan pestisida yang paling banyak dan luas berkisar pada satu diantara empat
kelompok besar berikut:
Organoklorin (Chlorinated hydrocarbon)
Pestisida golongan organochlorin di Indonesia hanya digunakan untuk memberantas
vektor malaria dan tidak digunakan untuk pertanian. Contoh pestisida organochlorin
adalah DDT, Dieldrin dan Eldrin. Residu organoklorin ini dapat bertahan lama,
berakumulasi dalam tanah dan berpengaruh terhadap susunan syaraf terutama pada
membran syaraf dan terakumulasi di dalam lemak manusia. Golongan ini mempunyai
tiga sifat utama yaitu: merupakan racun yang universal, degradasinya berlangsung
sangat lambat dan larut dalam lemak. Pestisida ini merupakan senyawa yang tidak
7
reaktif, bersifat stabil dan persisten. Jenis ini merupakan yang paling banyak
menimbulkan masalah.
Organofosfat (Organo phosphates – Ops)
Ops umumnya adalah racun pembasmi umumnya digunakan untuk serangga yang
paling toksik secara akut terhadap binatang bertulang belakang seperti ikan, burung,
kadal (cicak) dan mamalia. Pestisida ini masuk kedalam tubuh melalui mulut, kulit atau
pernafasan. Gejala keracunan adalah timbulnya gerakan otot-otot tertentu, penglihatan
mata terganggu, banyak keringat dan otot tidak bisa digerakkan. Organofosfat dapat
menghambat aktifitas dari cholinesterase, suatu enzim yang mempunyai peranan
penting pada transmisi dari signal saraf.
Organofosfat menghambat aksi pseudokholinesterase dalam plasma dan kholinesterase
dalam sel darah merah dan pada sinapsisnya. Enzim tersebut secara normal
menghidrolisis asetylcholin menjadi asetat dan kholin. Pada saat enzim dihambat,
mengakibatkan jumlah asetylkholin meningkat dan berikatan dengan reseptor
muskarinik dan nikotinik pada sistem saraf pusat dan perifer. Hal tersebut menyebabkan
timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh
Karbamat (carbamat)
Sama dengan organofosfat, pestisida jenis karbamat menghambat enzim-enzim tertentu,
terutama cholinesterase dan mungkin dapat memperkuat efek toksik dari efek bahan
racun lain. Karbamat pada dasarnya mengalami proses penguraian yang sama pada
tanaman, serangga dan mamalia. Pada mamalia karbamat dengan cepat diekskresikan
dan tidak terbiokonsentrasi namun biokonsentrasi terjadi pada ikan. Mekanisme
toksisitas dari karbamate adalah sama dengan organofosfat, dimana enzim achE
dihambat dan mengalam karbamilasi. Bahan aktif ini masuk ke dalam tubuh melalui
pernafasan atau termakan dan kemudian akan menghambat enzim kholinesterase seperti
pada keracunan organofosfat.
8
Piretroid
Salah satu insektisida tertua di dunia, merupakan campuran dari beberapa ester yang
disebut pyretrin yang diektraksi dari bunga dari genus Chrysantemum. Jenis pyretroid
yang relatif stabil terhadap sinar matahari adalah: deltametrin, permetrin, fenvlerate.
Sedangkan yang tidak stabil terhadap sinar matahari dan sangat beracun bagi serangga
adalah: difetrin, sipermetrin, fluvalinate, siflutrin, fenpropatrin, tralometrin,
sihalometrin, flusitrinate. Piretroid menimbulkan alergi pada orang yang peka.
Biopestisida6
Biopestisida merupakan tipe pestisida yang berasal dari material alami seperti binatang,
tumbuhan, bakteri dan beberapa mineral. Sebagai contoh, minyak kanola dan soda kue
dapat dijadikan biopestisida. Biopestisida terbaagi menjadi beberapa golongan yaitu:
- Pestisida Mikrobial, terdiri dari mikroorganisme seperti bakteri, jamur atau virus
sebagai bahan aktif. Pestisida jenis ini dapat mengontrol berbagai hama walaupun
masing-masing bahan aktif spesifik untuk targetnya misalnya jamur yang dapat
mengontrol rumput liar atau pun beberpa jamur yang khusus membunuh beberapa
serangga. Pestisida mikrobial yang paling banyak digunakan adalah bakteri Bacillus
thuringiensis yang dapat mengontrol larva lalat atau nyamuk pada tanaman
- Plant-Incorporated-Protectants (PIPs), merupakan pestisida dengan substansi yang
berasal dari materi genetik yang ditanamkan pada tanaman. Sehingga tanaman
tersebut dapat menghasilkan zat yang dapat membunuh hama.
- Pestisida Biokimia, secara alami denagn mekanisme nontoksik pada zat yang dapat
mengontrol hama. Kebanayakan pestisida yang ada saat ini terbuat dari bahan
sintetik. Pestisida biokimiawi meliputi zat seperti feromon sex serangga yang dapat
digunakan untuk mengusir hama serangga.
9
Pemerintah juga mengatur regulasi dari pestisida yang beredar di Indonesia melalui
Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 01/permentan/ot. 140/1/2007 Tentang Daftar Bahan
Aktif Pestisida Yang Dilarang Dan Pestisida Terbatas.12
2.1.3 Sifat, Karakteristik dan Daya Racun Pestisida
Dalam menentukan pestisida yang tepat, perlu diketahui karakterisitk pestisida yang
meliputi efektivitas, selektivitas, fitotoksitas, residu, resistensi, LD 50, dan kompabilitas. 1,10,11
Efektivitas
Merupakan daya bunuh pestisida terhadap organisme pengganggu. Pestisida yang baik
seharusnya memiliki daya bunuh yang cukup untuk mengendalikan organisme
pengganggu dengan dosis yang tidak terlalu tinggi, sehingga memperkecil dampak
buruknya terhadap lingkungan.
Selektivitas
Selektivitas sering disebut dengan istilah spektrum pengendalian, merupakan
kemampuan pestisida untuk membunuh beberapa jenis organisme. Pestisida yang
10
disarankan didalam pengendalian hama terpadu adalah pestisida yang berspektrum
sempit.
Fitotoksitas
Fitotoksitas merupakan suatu sifat yang menunjukkan potensi pestisida untuk
menimbulkan efek keracunan bagi tanaman yang ditandai dengan pertumbuhan yang
abnormal setelah aplikasi pestisida.
Residu
Residu adalah racun yang tinggal pada tanaman setelah penyemprotan yang akan
bertahan sebagai racun sampai batas tertentu. Residu yang bertahan lama pada tanaman
akan berbahaya bagi kesehatan manusia tetapi residu yang cepat hilang efektivitas
pestisida tersebut akan menurun. Residu pestisida untuk golongan organofosfat
(klorpirifos) masih diperbolehkan ada di dalam tanaman dalam konsentrasi yang telah
ditentukan, khusus untuk beras batas konsentrasi residu yang diperbolehkan yaitu 0,5
mg.
Persistensi
Persistensi adalah kemampuan pestisida bertahan dalam bentuk racun di dalam tanah.
Pestisida yang mempunyai persistensi tinggi akan sangat berbahaya karena dapat
meracuni lingkungan.
Resistensi
Resistensi merupakan kekebalan organisme pengganggu terhadap aplikasi suatu jenis
pestisida. Jenis pestisida yang mudah menyebabkan resistensi organisme pengganggu
sebaiknya tidak digunakan.
LD 50 atau Lethal Dosage 50%
Berarti besarnya dosis yang mematikan 50% dari jumlah hewan percobaan. LD 50
menunjukkan banyaknya racun persatuan berat organisme yang
dapat membunuh 50% dari populasi jenis binatang yang digunakan
untuk pengujian, biasanya dinyatakan sebagai berat bahan racun
dalam milligram, perkilogram berat satu ekor binatang uji. Jadi
semakin besar daya racunnya semakin besar dosis pemakainnya.
Kompatibilitas
Kompatabilitas adalah kesesuaian suatu jenis pestisida untuk dicampur dengan pestisida
lain tanpa menimbulkan dampak negatif. Informasi tentang jenis pestisida yang dapat
dicampur dengan pestisida tertentu biasanya terdapat pada label di kemasan pestisida.
11
2.2 Dampak Penggunaan Pestisida 1,10,11
2.2.1 Faktor-faktor yang berpengaruh dalam keracunan pestisida
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam keracunan pestisida dapat
dibedakan menjadi 2 kelompok meliputi:
a. Faktor di luar tubuh meliputi:
a. Suhu lingkungan
Suhu lingkungan diduga berpengaruh melalui mekanisme penguapan melalui keringat
petani, sehingga tidak dianjurkan menyemprot pada suhu udara lebih dari 35 0C.
b. Arah kecepatan angin
Penyemprotan yang baik harus searah dengan arah angin supaya kabut semprot tidak
tertiup kearah penyemprot dan sebaiknya penyemprotan dilakukan pada kecepatan
angin dibawah 750 m permenit.
c. Daya racun dan konsentrasi pestisida
Daya racun dan konsentrasi pestisida yang semakin kuat akan memberikan efek
samping yang semakin besar pula.
d. Lama pemaparan
Semakin lama seseorang kontak dengan pestisida akan semakin besar resikonya
keracunan, penyemprotan hendaknya tidak melebihi 45 jam secara terus-menerus dalam
sehari.
e. Masa kerja menyemprot
Petani yang berpengalaman cenderung mendapat pemaparan yang rendah.
f. Tinggi tanaman yang disemprot
Semakin tinggi tanaman yang disemprot petani cenderung mendapat pemaparan yang
lebih besar.
g. Kebiasaan memakai alat pelindung diri
Petani yang menggunakan baju lengan panjang dan celana panjang (lebih tertutup) akan
mendapat efek yang lebih rendah dibandingkan yang berpakaian minim.
h. Jenis pestisida
Pestisida yang mempunyai sifat anti cholinesterase mengakibatkan pengikatan
cholinesterase sehingga meningkatkan risiko keracunan.
i. Frekuensi menyemprot
Semakin sering petani melakukan penyemprotan akan lebih besar risiko keracunan.
12
b. Faktor di dalam tubuh
Beberapa faktor didalam tubuh yang mempengaruhi terjadinya
keracunan antara lain :
a. Umur petani
Semakin tua usia petani akan semakin cenderung untuk
mendapatkan pemaparan yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan
menurunnya fungsi organ tubuh.
b. Jenis kelamin
Petani jenis kelamin wanita cenderung memiliki rata-rata kadar
cholinesterase yang lebih tinggi dibandingkan petani laki-laki. Meskipun
demikian tidak dianjurkan wanita menyemprot pestisida, karena pada
kehamilan kadar cholinesterase cenderung turun sehingga
kemampuan untuk menghidrolisa acethilcholin berkurang.
c. Status gizi
Petani yang status gizinya buruk memiliki kecenderungan untuk
mendapatkan risiko keracunan yang lebih besar bila bekerja dengan
pestisida organofosfat dan karbamat oleh karena gizi yang kurang
berpengaruh terhadap kadar enzim yang bahan dasarnya adalah
protein.
d. Kadar hemoglobin
Petani yang tidak anemi secara tidak langsung mendapat efek yang
lebih rendah. Petani yang anemi memiliki risiko lebih besar bila
bekerja dengan pestisida organofosfat dan karbamat. Petani yang
kadar hemoglobin rendah akan memiliki kadar cholinesterase yang
rendah, karena sifat organofosfat yang mengikat enzim
cholinesterase yang pada akhirnya cholinesterase tidak lagi mampu
menghidrolisa achethilcholin.
e. Keadaan kesehatan
Penyakit yang dapat menurunkan aktivitas cholinesterase adalah jenis
penyakit gangguan pada fungsi hepar, Asbes dan Metastatic carcinoma
pada liver. Dikarenakan menurunnya kemampuan dari hepar didalam
mendeteksifikasi bahan toksik organofosfat.
13
Pestisida merupakan bahan kimia, campuran bahan kimia atau bahan-bahan lain yang
bersifat bioaktif. Pada dasarnya, pestisida bersifat racun. Oleh sebab sifatnya sebagai racun
itulah pestisida dibuat, dijual dan digunakan untuk meracuni OPT (Organisme Pengganggu
Tanaman). Setiap racun berpotensi mengandung bahaya. Oleh karena itu, ketidakbijaksanaan
dalam penggunaanpestisida pertanian bisa menimbulkan dampak negatif.
2.2.2. Dampak Penggunaan Pestisida
Berdasarkan sifatnya maka Komisi Pestisida telah mengidentifikasi berbagai
kemungkinan yang timbul akibat penggunaan pestisida. Dampak yang mungkin timbul
adalah: 1,6,10,11
a. Pengaruh Pestisida Terhadap Lingkungan
Pestisida dapat berpengaruh terhadap lingkungan, pengaruh itu dapat berupa:
1. Terbunuhnya organisme non target karena pestisida memasuki rantai makanan.
Contohnhya keracunan pada ternak maupun hewan piaraan dapat secara langsung
maupun tidak langsung. Secara langsung mungkin pestisida digunakan untuk melawan
penyakit pada ternak, sedang secara tidak langsung pestisida yang digunakan untuk
melawan serangga atau hama termakan atau terminum oleh ternak, seperti rumput
yang telah terkontaminasi pestisida dimakan oleh ternak atau air yang sudah tercemar
pestisida diminum oleh ternak.
2. Menumpuknya pestisida dalam jaringan tubuh organisme melalui rantai makanan
(bioakumulasi). Pada kasus pestisida yang persisten (bertahan lama), konsentrasi
pestisida dalam tingkat trofik rantai makanan semakin keatas akan semakin tinggi
(bioakumulasi).
3. Penyederhanaan rantai makanan alami.
4. Penyederhanaan keragaman hayati
5. Pencucian pestisida oleh air hujan akan menyebabkan terbawanya pestisida ke aliran
tanah bagian bawah atau permukaan air sungai. Hal ini akan menyebabkan terjadinya
keracunan terhadap biota air.
6. Keracunan terhadap satwa liar.
Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana dapat menimbulkan keracunan yang
berakibat kematian pada satwa liar seperti burung, lebah, serangga penyubur dan
satwa liar lainnya. Keracunan tersebut dapat terjadi secara langsung karena kontak
14
dengan pestisida maupun tidak langsung karena melalui rantai makanan (Bio
Konsentrasi).
7. Keracunan terhadap tanaman.
Beberapa insektisida dan fungisida yang langsung digunakan pada tanaman dapat
mengakibatkan kerusakan pada tanaman yang diperlakukan. Hal ini disebabkan bahan
formulasi tertentu, dosis yang berlebihan atau mungkin pada saat penyemprotan suhu
atau cuaca terlalu panas terutama di siang hari.
8. Kematian musuh alami organisme pengganggu.
Penggunaan pestisida terutama yang berspektrum luas dapat menyebabkan kematian
parasit atau predator (pemangsa) jasad pengganggu. Kematian musuh alami tersebut
dapat terjadi karena kontak langsung dengan pestisida atau secara tidak langsung
karena memakan hama yang mengandung pestisida.
9. Kenaikan populasi organisme pengganggu.
Sebagai akibat kematian musuh alami maka jasad pengganggu dapat lebih leluasa
untuk berkembang.
10. Resistensi organisme pengganggu.
Penggunaan pestisida terhadap jasad pengganggu tertentu menyebabkan timbulnya
resistensi, yang merupakan akibat tekanan seleksi oleh pestisida terhadap jasad
pengganggu. Resistensi berarti organisme pengganggu yang mati sedikit sekali atau
tidak ada yang mati, meskipun telah disemprot dengan pestisida dosis normal atau
dosis lebih tinggi sekalipun. Perkembangan hama resistensi tergantung pada :
Ada/tidaknya gen untuk resistensi
Tingkat tekanan seleksi pestisida. Makin tinggi tekanan seleksi pestisida terhadap
populasi hama tersebut makin cepat berkembangnya resistensi. Penggunaan
pestisida yang terus menerus merupakan tekanan seleksi yang tinggi.
Sifat-sifat hama seperti penyebaran, jangka penggenerasian, tingkat kecepatan
perkembang biakan dan tingkat isolasi berperan dalam perkembangan resistensi.
11. Meninggalkan residu.
Penggunaan pestisida khususnya pada tanaman akan meninggalkan residu pada
produk pertanian, bahkan untuk pestisida tertentu masih dapat ditemukan sampai saat
produk pertanian tersebut diproses untuk pemanfaatan selanjutnya maupun saat
dikonsumsi. Besarnya residu pestisida yang tertinggal pada produk pertanian tersebut
tergantung pada dosis, interval aplikasi, faktor-faktor lingkungan fisik yang
15
mempengaruhi pengurangan residu, jenis tanaman yang diperlakukan, formulasi
pestisida dan cara aplikasinya, jenis bahan aktifnya dan peresistensinya, serta saat
terakhir aplikasi sebelum produk pertanian dipanen.
b. Pengaruh Pestisida Terhadap Kesehatan Manusia
Penggunaan pestisida bisa mengontaminasi pengguna secara langsung sehingga
mengakibatkan keracunan. Pestisida masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara sedikit demi
sedikit dan mengakibatkan keracunan kronis. Bisa pula berakibat racun akut bila jumlah
pestisida yang masuk ke tubuh manusia dalam jumlah yang cukup. Dalam hal ini, keracunan
bisa dikelompokkan menjadi keracunan akut dan kronis.
1. Keracunan akut
Tabel. Efek muskarinik, nikotinik dan saraf pusat pada toksisitas organofosfat.
Keracunan akut terjadi apabila efek keracunan pestisida langsung pada saat dilakukan
aplikasi atau seketika setelah aplikasi pestisida.
a. Efek akut lokal, yaitu bila efeknya hanya mempengaruhi bagian tubuh yang terkena
kontak langsung dengan pestisida biasanya bersifat iritasi mata, hidung,tenggorokan dan
kulit.
b. Efek akut sistemik, terjadi apabila pestisida masuk kedalam tubuh manusia dan
mengganggu sistem tubuh. Darah akan membawa pestisida keseluruh bagian tubuh
menyebabkan bergeraknya syaraf-syaraf otot secara tidak sadar dengan gerakan halus
maupun kasar dan pengeluaran air mata serta pengeluaran air ludah secara berlebihan,
pernafasan menjadi lemah/cepat (tidak normal).
16
Cara pestisida masuk kedalam tubuh :
1. Kulit, apabila pestisida kontak dengan kulit.
2. Pernafasan, bila terhisap
3. Mulut, bila terminum/tertelan.
Karena terdapat berbagai jenis pestisida dan ada berbagai cara masuk pestisida
kedalam tubuh maka keracunan pestisida dapat terjadi dengan berbagai cara. Keadaan-
keadaan yang perlu segera mendapatkan perhatian pada kemungkinan keracunan pestisida
adalah:
a. Umum, Kelelahan dan rasa lelah yang maksimal
b. Kulit, rasa terbakar, iritasi, keringat berlebihan, bercak pada kulit.
c. Mata, gatal, rasa terbakar, mata berair, gangguan penglihatan/kabur, pupil dapat
menyempit atau melebar
d. Saluran cerna, rasa terbakar pada mulut dan tenggorokan, hipersalivasi, mual, muntah,
nyeri abdomen, diare.
e. Sistem nafas, batuk, nyeri dada dan sesak, susah bernafas dan nafas berbunyi
2. Keracunan Kronis
Keracunan kronis lebih sulit dideteksi karena tidak segera terasa dan tidak menimbulkan
gejala serta tanda yang spesifik. Pemaparan kadar rendah dalam jangka panjang atau
pemaparan dalam waktu yang singkat dengan akibat kronis. Keracunan kronis dapat
ditemukan dalam bentuk kelainan syaraf dan perilaku (bersifat neurotoksik) atau
mutagenitas. Selain itu ada beberapa dampak kronis keracunan pestisida, antara lain:
a. Pada syaraf
Gangguan otak dan syaraf yang paling sering terjadi akibat terpapar pestisida selama
bertahun-tahun adalah masalah pada ingatan, sulit berkonsentrasi, perubahan
kepribadian, kelumpuhan, bahkan kehilangan kesadaran dan koma.
b. Pada Hati (Liver)
Karena hati adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menetralkan bahan-bahan
kimia beracun, maka hati itu sendiri sering kali dirusak oleh pestisida apabila
terpapar selama bertahun-tahun. Hal ini dapat menyebabkan Hepatitis.
c. Pada Perut
17
Muntah-muntah, sakit perut dan diare adalah gejala umum dari keracunan pestisida.
Banyak orang-orang yang dalam pekerjaannya berhubungan langsung dengan
pestisida selama bertahun-tahun, mengalami masalah sulit makan. Orang yang
menelan pestisida (baik sengaja atau tidak) efeknya sangat buruk pada perut dan
tubuh secara umum. Pestisida merusak langsung melalui dinding-dinding perut.
d. Pada Sistem Kekebalan
Beberapa jenis pestisida telah diketahui dapat mengganggu sistem kekebalan tubuh
manusia dengan cara yang lebih berbahaya. Beberapa jenis pestisida dapat
melemahkan kemampuan tubuh untuk menahan dan melawan infeksi. Ini berarti
tubuh menjadi lebih mudah terkena infeksi, atau jika telah terjadi infeksi penyakit ini
menjadi lebih serius dan makin sulit untuk disembuhkan.
e. Pada Sistem Hormon.
Hormon adalah bahan kimia yang diproduksi oleh organ-organ seperti otak, tiroid,
paratiroid, ginjal, adrenalin, testis dan ovarium untuk mengontrol fungsi-fungsi tubuh
yang penting. Beberapa pestisida mempengaruhi hormon reproduksi yang dapat
menyebabkan penurunan produksi sperma pada pria atau pertumbuhan telur yang
tidak normal pada wanita. Beberapa pestisida dapat menyebabkan pelebaran tiroid
yang akhirnya dapat berlanjut menjadi kanker tiroid.
c. Pengaruh terhadap Sosial Ekonomi
Penggunaan pestisida yang tidak efektif dan efisien selain menimbulkan dampak negatif
terhadap lingkungan dan kesehatan manusia juga menimbulkan dampak sosial ekonomi
antara lain:
1. Penggunaan pestisida yang tidak terkendali menyebabkan biaya produksi menjadi
tinggi.
2. Timbulnya biaya sosial, misalnya biaya pengobatan dan hilangnya hari kerja jika terjadi
keracunan.
3. Publikasi negatif di media massa.
2.3 Manajemen Penggunaan Pestisida 1,6,10,11
2.3.1 Aspek Penggunaan Pestisida
1. Dosis, Konsentrasi, dan Volume Semprot yang Tepat
18
Dosis konsentrasi dan volume semprot adalah beberapa istilah dalam aplikasi pestisida
yang harus diketahui, sangat disarankan untuk menggunakan konsentrasi dan dosisi terkecil
lebih dahulu.
2. Metode Penyemprotan Pestisida
Saat pemakaian pestisida, umumnya perhatian para petani lebih tertuju pada masalah
pengendalian hama yang menyerang tanaman sehingga keselamatan petani jadi kurang
diperhatikan. Pemakaian pestisida menjadi hal yang rutin sehingga dianggap tidak berbahaya.
Metode atau cara yang dilakukan sewaktu penyemprotan pestisida akan berpengaruh terhadap
tinggi rendahnya pemaparan terhadap petani.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar para petani terhindar dari pemaparan
sewaktu menyemprotkan pestisida yaitu :
a. Membaca semua instruksi dan pengarahan yang ada pada label pestisida, menyangkut
pemakaian konsentrasi dan dosis yang tepat, aturan keselamatan, serta pertolongan bagi
penderita keracunan.
b. Tidak diperkenankan merokok, makan, dan minum selama menyemprotkan pestisida.
Cucilah tangan dan muka dengan menggunakan sabun jika ingin makan, minum dan
merokok. Tubuh dan pakaian harus terhindar dari tetesan pestisida. Jika terjadi, pakaian
atau bagian tubuh yang terkena harus dicuci dengan air dan sabun.
c. Jangan membuka kemasan dengan cara memaksa atau mencongkel karena cairan pestisida
akan tersembur keluar dan mengenai muka.
d. Jangan menggunakan alat penyemprotan yang bocor. Periksa selalu kondisi alat semprot
sebelum menyemprotkan pestisida.
e. Gunakan selalu alat-alat pelindung pada saat menyemprotkan pestisida. Pelindung yang
dipakai minimal adalah masker, celana panjang, kaca mata, dan topi.
f. Jangan menyemprotkan pestisida melawan arah angin. Sebaiknya penyemprotan pestisida
dilakukan pada saat kecepatan angin di bawah 4 MPH (Meter Per Hour) Pada saat
menyemprot berjalanlah searah dengan arah tiupan angin, sehingga kabut semprot tidak
tertiup ke arah badan.
g. Jangan meniup nozel yang tersumbat. Gunakanlah jarum yang halus untuk membersihkan
nozel.
3. Jeda Waktu Penyemprotan
Pemaparan pestisida pada tubuh manusia dengan frekuensi yang sering dan dengan
interval waktu yang pendek menyebabkan residu pestisida dalam tubuh manusia menjadi
19
lebih tinggi Secara tidak langsung kegiatan petani yang mengurangi frekuensi menyemprot
dapat mengurangi terpaparnya petani tersebut oleh pestisida. Istirahat minimal satu minggu
dapat menaikkan aktivitas kholinesterase dalam darah pada petani penyemprot. Istirahat
minimal satu minggu pada petani keracunan ringan dapat menaikkan aktivitas kholinesterase
dalam darah menjadi normal (87,50%).
Kejadian paparan pestisida disebabkan oleh beberapa faktor determinan, yaitu selang
waktu antara kontak terakhir dengan pengukuran kadar kolinesterase, disamping faktor lain
seperti perilaku petani dalam menyemprot, frekuensi penyemprotan, pemakaian alat
perlindungan diri, dosis pestisida dan lama penyemprotan. Hasil analisis regresi logistik pada
tingkat kemaknaan 5% menunjukkan bahwa ada pengaruh selang waktu pengukuran terhadap
resiko paparan pestisida.
Hasil penelitian Praptini, dkk (2002) tentang Faktor-faktor yang Berkaitan dengan
Kejadian Keracunan Pestisida Pada Tenaga Kerja Teknis Pestisida Perusahaan Pemberantasan
Hama (Pest Control) di Kota Semarang Tahun 2002, menyimpulkan bahwa rata-rata angka
kejadian keracunan pestisida sebesar 69,91%, sehingga disarankan bagi tenaga kerja teknis
pestisida, untuk mencegah terjadinya keracunan pestisida, melakukan penyemprotan tidak
lebih dari 2 kali setiap minggu dan tidak melakukan penyemprotan secara berturut-turut lebih
dari 12 jam dalam waktu 3 bulan.
Gambar 1. Petani yang tidak menggunakan alat pelindung diri saat menyemprot pestisida.
4. Lama Penyemprotan Pestisida
20
Lamanya penyemprotan pestisida yang dilakukan tenaga penyemprot sejalan dengan
lamanya penyemrpto tersebut terpapar pestisida. Paparan yang berlangsung terus-menerus
lebih berbahaya daripada paparan yang terputus-putus pada waktu yang sama. Jadi pemaparan
yang telah lewat perlu diperhatikan bila terjadi risiko pemaparan baru. Karena itu penyemprot
yang terpapar berulang kali dan berlangsung lama dapat menimbulkan keracunan kronik.
Telah dibuktikan bahwa penggunaan pestisida secara berlama-lama untuk pertanian dapat
menyebabkan kanker seperti non Hodgkin’s lymphoma.
2.3.2 Aspek Kesehatan Kerja Penggunaan Pestisida di Lapangan 1,6,10,11
1. Pengamanan Penggunaan Pestisida
Pedoman pengamanan penggunaan pestisida yang dikeluarkan oleh Direktorat
Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan DepKes RI tahun
2003 untuk petani adalah sebagai berikut:
a. Persiapan
Pengadaan/pembelian pestisida
1. Pilihlah jenis pestisida yang sesuai dengan hama atau serangga yang akan
dikendalikan .
2. Belilah pestisida di tempat penjualan resmi. Belilah pestisida yang masih mempunyai
label. “LABEL” adalah merek dan keterangan singkat tentang pemakaian dan
bahayanya.
3. Belilah pestisida yang wadahnya masih utuh, tidak bocor
4. Pastikan luas area yang dikendalikan.
5. Pilih bentuk formulasi pestisida dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan.
6. Pilih kemasan yang terkecil yang utuh dari pestisida yang terdaftar dan isinya dapat
habis dalam sekali pakai.
7. Perhatikan gambar (pictogram) yang tertera pada kemasan.
b. Penyediaan alat
Alat aplikasi pestisida yaitu:
1. Pestisida yang berbentuk EC, WP atau SP di dalam mengaplikasikannya digunakan
alat penyemprot
2. Pestisida yang berbentuk butiran dalam mengaplikasikannya tidak menggunakan
alat.
Alat bantu pencampuran pestisida
21
1. Gelas ukur, digunakan untuk mengukur pestisida dalam bentuk cair yang akan
dicampur atau timbangan untuk pestisida yang berbentuk tepung.
2. Wadah atau ember kecil dan kayu pengaduk yang bersih.
3. Corong
22
Alat pelindung diri.
Pakaian alat pelindung diri minimal terdiri dari : sarung tangan, masker, pelindung mata
(kaca mata), topi (pelindung kepala), sepatu boot dan pakaian kerja. Pemahaman arti
gambar (piktogram) dalam label kemasan.
Sebelum menggunakan pestisida, perhatikan label kemasan, brosur atau leaflet.
Biasanya dijumpai piktogram atau diagram gambar yang bermakna sehubungan dengan
pestisida yang digunakan. Gambar ini sangat berguna agar pengguna lebih waspada.
c. Pengangkutan
Perhatikan :
1. Sesuai jenis kemasan, hati-hati dalam pengangkutan dan perhatikan gambar (piktogram)
yang ada pada label.
2. Jangan mengangkut pestisida bersama-sama dalam makanan, bahan makanan, binatang
dan penumpang/orang.
3. Alat angkut harus memiliki ventilasi yang baik.
4. Jangan menempatkan pestisida dekat dengan pengemudi.
5. Bila mengangkut pestisida dalam jumlah yang banyak, letakkan/susun pestisida
sedemikian rupa sesuai dengan jenisnya.
d. Penyimpanan pestisida
Penyimpanan skala kecil.
23
Pestisida harus disimpan ditempat yang aman dengan cara :
1. Disimpan dalam lemari yang terkunci atau dalam kotak penyimpanan dan jauh dari
jangkauan anak-anak dan binatang piaraan.
2. Tidak diletakkan dalam ternpat penyimpanan makanan atau bahan makanan, dekat
api, tungku atau perapian.
3. Jangan disimpan dalam botol atau tempat makanan/minuman simpanlah pestisida
selalu pada kemasan aslinya.
4. Simpanlah pestisida dalam ruangan yang tidak terkena sinar matahari langsung, air
dan banjir.
5. Wadah pestisida tertutup rapat selama dalam penyimpanan.
6. Tempat/botol/ wadah pestisida diberi label. Apabila ada pestisida tanpa label jangan
coba-coba menerka isinya.
7. Jangan menyimpan pestisida di suatu tempat bersama-sama dengan bahan kimia lain
yang tidak berbahaya.
8. Herbisida atau defolian (bahan perontok daun) jangan disatukan dengan bahan
pemberantas lainnya.
9. Setiap kali mengeluarkan pestisida dari tempat penyimpanannya ambillah sebanyak
yang diperlukan selama satu hari.
Penyimpanan skala besar.
Pestisida dalam jumlah besar disimpan dalam ruangan atau suatu tempat yang aman
dengan cara :
1. Semua pintu dan jendela harus dikunci.
2. Dipasang papan peringatan pada tempat penyimpanan.
3. Pestisida harus disimpan di rak-rak.
4. Herbisida, insektisida dan fungisida harus disimpan ditempat yang terpisah.
5. Formulasi cair tidak boleh disimpan diatas formulasi tepung atau butiran, untuk
menghindari resiko tumpahan.
6. Tempat penyimpanan harus bebas tikus, pastikan semua lobang-lobang tertutup atau
dilapisi jaring kawat.
7. Tempat penyimpanan harus mempunyai ventilasi yang baik.
8. Tabung pemadam kebakaran harus ditempatkan dekat dengan pintu.
9. Kotak P3K harus diletakkan ditempat yang mudah dijangkau.
24
10. Bahan-bahan penyerap seperti tanah pasir atau serbuk gergaji harus tersedia
ditempat penyimpanan untuk mengatasi apabila terjadi tumpahan atau ceceran.
11. Simpanlah pestisida dalam ruangan yang tidak terkena cahaya langsung matahari,
air dan banjir.
e. Pelaksanaan
Cara mencampur pestisida.
Langkah-langkah :
1. Pengenceran disesuaikan dengan konsentrasi atau dosis yang disarankan dalam
kemasan.
2. Apabila ingin dicampur dengan bahan lain, perhatikan petunjuk pada label.
3. Biasanya dalam label dituliskan bisa tidaknya dicampur dengan bahan lain
4. Pilihlah tempat yang sirkulasi udaranya lancar pada waktu pencampuran pestisida.
5. Pakailah alat pelindung yang sesuai.
6. Jauhkan dari anak-anak.
7. Tiap terjadi kontaminasi segera dicuci.
Cara aplikasi yaitu:
1. Pilihlah volume alat semprot sesuai dengan luas areal yang akan disemprot. Pastikan
alat dalam keadaan baik (tidak bocor), nozle diperiksa agar tidak tersumbat, baik
sebagian/seluruhnya.
2. Waktu paling baik penyemprotan dilakukan pada pukul 08.00 -10.00 atau sore hari
pukul 15.00 -18.00 WIB.
3. Jangan melakukan penyemprotan disaat angin kencang karena banyak pestisida yang
tidak mengenai sasaran.
4. Jangan menyemprot melawan arah angin, karena cairan semprot bisa mengenai orang
yang menyemprot.
5. Jangan makan dan minum atau merokok pada saat penyemprotan.
6. Gunakanlah alat pengaman berupa penutup kepala, masker penutup hidung dan
mulut, kaos tangan, sepatu boot, dan baju berlengan panjang.
7. Jangan mengusap bagian tubuh (mata, mulut) dengan tangan sewaktu melakukan
penyemprotan.
8. Ikutilah petunjuk mengenai waktu penggunaan terutama mengenai jangka waktu
antara penyemprotan pestisida terakhir dengan waktu panen. Hal ini penting jangan
25
sampai sisa (residu) pestisida pada tanaman yang telah dipanen membahayakan
manusia.
9. Jagalah jangan sampai pestisida yang digunakan mengenai tanaman lain yang
disekitarnya.
f. Pasca pelaksanaan
1. Setiap sisa campuran yang ada pada alat aplikasi dan pada alat campuran segera dikubur
dalam tanah.
2. Cucilah alat aplikasi dan alat campur bagian luar dan dalam alat aplikasi dan wadah
pencampuran, buang air cuciannya secara aman dan jangan membuang ke saluran
pengairan, kolam dan sumber air.
3. Periksa bila ada kerusakan pada sprayer dan perbaiki.
4. Kembalikan pestisida yang tidak digunakan dan sprayer ke tempat yang aman dan
terkunci.
5. Hancurkan bekas wadah pestisida yang kosong dan dikubur.
6. Wadah/ember yang digunakan untuk mencampur bahan pestisida jangan dipakai untuk
keperluan lain.
7. Tanggalkan seluruh pakaian yang digunakan untuk menyemprot, dan mandilah sampai
bersih dengan memberikan perhatian khusus pada bagian-bagian yang mungkin terkena
pestisida, seperti tangan /lengan dan wajah.
8. Pakaian yang digunakan untuk aplikasi dicuci dengan sabun atau detergen, terpisah
dengan pakaian sehari-hari.
9. Pengamanan lainnya yang perlu diperhatikan (Supardi, 2003) adalah :
a. Waktu kerja jangan lebih dari 4 -5 jam.
b. Pemeriksaan kesehatan secara berkala oleh petugas kesehatan.
c. Memperhatikan keadaan gizi.
2.Pertolongan Keracunan Pestisida
Pertolongan pertama korban keracunan akut pestisida di lapangan antara lain:
Sikap dalam menghadapi keracunan akut pestisida.
Segera lakukan pertolongan pertama dan jangan menunggu datangnya ahli untuk
menolong.
1. Bekerja dengan tenang sesuai dengan metode.
2. Hindari kontaminasi diri selama melakukan pengobatan.
26
3. Tentukan tindakan apa yang harus lebih dahulu dilaksanakan : mengatasi pernafasan,
menghentikan kontak lebih lanjut.
Tindakan dekontaminasi
1. Akhiri paparan : Pindahkan penderita, jauhkan dari kontaminasi selanjutnya. Hindarkan
kontak kulit dan/atau inhalasi dari uap atau debu pestisida.
2. Tanggalkan pakaian yang terkontaminasi seluruhnya dengan cepat, termasuk sepatu.
Kumpulkan pakaian dalam tempat yang terpisah untuk di cuci sebelum digunakan lagi.
3. Bersihkan pestisida dari kulit, rambut dan mata dengan menggunakan air yang banyak.
Tindakan dalam pertolongan pertama
1. Umum
Penderita perlu dirawat dengan tenang karena penderita dapat kembali mengalami
agitasi. Tempatkan penderita dalam posisi sebaik mungkin yang akan membantu
mencegah penderita dari bahaya komplikasi.
2. Posisi
Tempatkan penderita dalam posisi miring kesamping dengan kepala lebih rendah dari
tubuh dan kepala menoleh kesamping. Bila pasien tidak sadar jaga agar saluran nafas
tetap terbuka dengan menarik dagu ke depan dan kepala ke belakang.
3. Suhu tubuh
Perawatan harus lebih berhati-hati dengan mengontrol suhu pada penderita yang tidak
sadar. Bila suhu tubuh penderita tinggi sekali dan keringat berlebihan, dinginkan dengan
menggunakan spon air dingin. Bila penderita merasa kedinginan, dapat ditutupi dengan
selimut untuk mempertahankan suhu normal.
Pestisida yang tertelan, lakukan tindakan yaitu:
a. Induksi muntah umumnya tidak dianjurkan sebagai pertolongan pertama.
b. Baca label produk untuk indikasi apakah induksi muntah boleh atau tidak dilakukan
atau bila produk sangat toksik, seperti tanda tengkorak dengan tulang bersilang atau
tanda "tangan merah".
c. Induksi muntah hanya dilakukan pada penderita yang sadar.
d. Pernafasan
Bila terjadi henti nafas (muka atau lidah pasien dapat diputar) dan kemudian dagu
ditarik ke depan untuk mencegah lidah terdorong kebelakang yang akan menutup
jalan nafas.
e. Kejang-kejang
27
Tempatkan pengganjal padat diantara gigi-gigi dan cegah agar penderita jangan
sampai terluka.
f. Korban segera dibawa ke rumah sakit atau dokter terdekat. Berikan informasi tentang
pestisida yang memapari korban dengan membawa label kemasan pestisida
Pengobatan keracunan pestisida ini golongan organophosphat bila dilakukan terlambat
dalam beberapa menit akan dapat menyebabkan kematian. Diagnosis keracunan dilakukan
berdasarkan terjadinya gejala penyakit dan sejarah kejadiannya yang saling berhubungan.
Pada keracunan yang berat , pseudokholinesterase dan aktifits erytrocyt kholinesterase harus
diukur dan bila kandungannya jauh dibawah normal,keracunan mesti terjadi dan gejala segera
timbul.
Bila racun tertelan lakukan pencucian lambung dengan air, bila kontaminasi dari kulit,
cuci dengan sabun dan air selama 15 menit. Pengobatan dengan pemberian atrophin sulfat
dosis 1-2 mg i.v. dan biasanya diberikan setiap jam dari 25-50 mg sampai terlihat atropinisasi
yaitu: muka kemerahan, pupil dilatasi, denyut nadi meningkat sampai 140 x/menit. Ulangi
pemberian atropin bila gejala-gejala keracunan timbul kembali. Awasi penderita selama 48
jam dimana diharapkan sudah ada recovery yang komplit dan gejala tidak timbul kembali.
Kejang dapat diatasi dengan pemberian diazepam 5 mg iv, jangan diberikan barbiturat
atau sedativ yang lain. Atrophin akan memblok efek muskarinik dan beberapa pusat reseptor
muskarinik. Pralidoxim (2-PAM) adalah obat spesifik untuk antidotum keracunan
organofosfat. Obat tersebut dijual secara komersiil dan tersedia sebagai garam chlorin.
Pengobatan untuk keracunan pestisida golongan Carbamat yaitu penderita yang gelisah
harus ditenangkan, recoverery akan terjadi dengan cepat. Bila keracunan hebat, beri atropin 2
mg oral/sc dosis tunggal dan tak perlu diberikan obat-obat lain.