penggunaan obat pada kehamilan dan ibu menyusui

22
MAKALAH FARMASI KLINIK PENGGUNAAN OBAT PADA KEHAMILAN DAN IBU MENYUSUI DISUSUN OLEH: Frisqi andisti (0808010068) Fani Susilo (1108010136) Sawitri Dewi Romadhon (1108010137) Fretty Setiawati (1108010138) Siti Robi’atul ‘Adawiyah (1108010139) Sinti Shintia (1108010141) Friska Anggreani (1108010143) Rossy Faizah N.U (1108010144) Trisna Rohmiyati (1108010146) Mayang Setianing Hadi (1108010148) Mahardika Inayati (1108010149) Dian Hartini (1108010153) FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO 2014

Upload: chynthya-riiweuh

Post on 21-Jul-2015

1.368 views

Category:

Documents


283 download

TRANSCRIPT

MAKALAH

FARMASI KLINIK

PENGGUNAAN OBAT PADA KEHAMILAN DAN IBU MENYUSUI

DISUSUN OLEH:

Frisqi andisti (0808010068)

Fani Susilo (1108010136)

Sawitri Dewi Romadhon (1108010137)

Fretty Setiawati (1108010138)

Siti Robi’atul ‘Adawiyah (1108010139)

Sinti Shintia (1108010141)

Friska Anggreani (1108010143)

Rossy Faizah N.U (1108010144)

Trisna Rohmiyati (1108010146)

Mayang Setianing Hadi (1108010148)

Mahardika Inayati (1108010149)

Dian Hartini (1108010153)

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2014

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses kehamilan di dahului oleh proses pembuahan satu sel telur yang bersatu dengan

sel spermatozoa dan hasilnya akan terbentuk zigot. Zigot mulai membelah diri satu sel menjadi

dua sel, dari dua sel menjadi empat sel dan seterusnya. Pada hari ke empat zigot tersebut

menjadi segumpal sel yang sudah siap untuk menempel / nidasi pada lapisan dalam rongga

rahim (endometrium). Kehamilan dimulai sejak terjadinya proses nidasi ini. Pada hari ketujuh

gumpalan tersebut sudah tersusun menjadi lapisan sel yang mengelilingi suatu ruangan yang

berisi sekelompok sel di bagian dalamnya.

Sebagian besar manusia, proses kehamilan berlangsung sekitar 40 minggu (280 hari) dan

tidak lebih dari 43 minggu (300 hari). Kehamilan yang berlangsung antara 20 – 38 minggu

disebut kehamilan preterm, sedangkan bila lebih dari 42 minggu disebut kehamilan postterm.

Menurut usianya, kehamilan ini dibagi menjadi 3 yaitu kehamilan trimester pertama 0 – 14

minggu, kehamilan trimester kedua 14 – 28 minggu dan kehamilan trimester ketiga 28 – 42

minggu.

Bagi Ibu yang sedang hamil atau menyusui sebaiknya hati-hati dalam mengkonsumsi

obat-obatan yang mungkin dapat menghilangkan keluhan sakit seorang tapi, mungkin obat

tersebut dapat berbahaya bagi janin maupun bayi yang dikandung oleh ibu tersebut. Apapun

yang dikonsumsi akan mempengaruhi janin dan bayi termasuk apapun yang dioleskan diluar

tubuh. Penggunaan suplemen atau obat-obatan pada trisemester pertama sangat berbahaya

karena pada periode tersebut terjadi proses pembentukan organ (organosenesis). Zat aktif obat

dapat masuk ke peredaran darah janin dan mempengaruhi proses pembentukan organ tersebut

yang akhirnya akan menyebkan terjadinya kecacatan karena terganggunya proses tersebut.

Penggunaan obat sembarang pun, termasuk obat yang dijual bebas sebaiknya dihindari

oleh ibu menyusui, karena obat yang dikonsumsi ibu diseskresikan memlalui ASI yang

diminum bayi sehingga menyebabkan kadar obar dalam tubuh ibu sama dengan kadar obat

adlam tubuh bayi. Tentunya hal ini akan sangat membahayakan bagi si bayi.

Tidak semua obat berbahaya. Ada beberapa jenis obat yang terbukti cukup aman

dikonsumsi baik selama hamil maupun selama menyusui. Diperlukan pemahaman mengenai

obat yang relatif aman dan tidak aman agar seorang ibu bisa menghindarinya selama periode

kehamilan dan menyusui. Dengan demikian ibi hamil dan janin tidak dirugikan.

Penggunaan obat selama kehamilan merupakan suatu masalah khusus. Selama beberapa

dekade diperkirakan bahwa plasenta berfungsi sebagai rintangan (barrier) yang melindungi

janin terhadap efek merugikan dari obat-obat. Tetapi ternyata bahwa kebanyakan obat dapat

secara pasif menembus atau ditranspor secara aktif melalui plasenta. Periode intra-uterin

selama 2 pekan sampai tiga bulan merupakan masa perkembangan; janin yang sangat peka

terhadap efek obat yang dapat mengakibatkan malformasi, karena pada masa inilah

terbentuknya organ-organ utama.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Obat-obatan di dalam kehamilan yang dapat mempengaruhi janin

Apapun yang seorang wanita hamil makan atau minum dapat memberikan pengaruh

pada janinnya. Seberapa banyak jumlah obat yang akan terpapar ke janin tergantung dari

bagaimana obat tersebut diabsorpsi (diserap), volume distribusi, metabolisme, dan ekskresi

(pengeluaran sisa obat). Penyerapan obat dapat melalui saluran cerna, saluran napas, kulit, atau

melalui pembuluh darah (suntikan intravena). Kehamilan sendiri mengganggu penyerapan obat

karena lebih lamanya pengisian lambung yang dikarenakan peningkatan hormon progesteron.

Volume distribusi juga meningkat selama kehamilan, estrogen dan progesteron mengganggu

aktivitas enzim dalam hati sehingga berpengaruh dalam metabolisme obat. Ekskresi oleh ginjal

juga meningkat selama kehamilan.

Faktor lain yang juga mempengaruhi adalah seberapa banyak obat melalui plasenta

(jaringan yang melekat pada rahim dan menyediakan nutrisi atau sebagai penyaring zat-zat

berbahaya bagi janin). Obat yang larut dalam lemak lebih mudah melalui plasenta

dibandingkan obat yang larut dalam air. Obat-obat dengan berat molekul besar lebih sulit

melalui plasenta. Jumlah obat yang terikat pada plasma protein mempengaruhi jumlah obat

yang dapat melalui plasenta.

Selain itu spesifisitas, dosis, waktu pemberian, fisiologi ibu, embriologi, dan genetik juga

dapat mempengaruhi. Spesifisitas dimaksudkan bahwa obat yang berbahaya untuk janin di satu

spesies belum tentu berbahaya bagi spesies lainnya, begitu juga sebaliknya (hewan ke manusia

dan sebaliknya). Dosis yang dipakai juga penting, dosis kecil mungkin tidak memiliki

pengaruh apapun, dosis sedang menyebabkan kecacatan, dan dosis tinggi dapat menyebabkan

kematian. Waktu pemberian berkaitan dengan kelainan organ-organ. Paparan obat teratogen

(menyebabkan kecacatan) pada minggu ke 2 – 3 setelah pembuahan tidak memiliki efek atau

menimbulkan abortus (all or nothing). Periode yang rentan dengan gangguan pembentukan

organ berada pada minggu ke 3 – 8 setelah pembuahan atau 10 minggu dari periode menstruasi

terakhir. Setelah periode ini, pertumbuhan janin ditandai dengan pembesaran organ-organ pada

minggu 10 – 12. Gangguan pada periode ini dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan atau

gangguan di sistem saraf dan alat reproduksi.

Sesungguhnya semua obat dapat melalui plasenta dalam jumlah tertentu, kecuali obat-

obat dengan ion organik yang besar seperti heparin dan insulin. Transfer plasenta aktif harus

dipertimbangkan. Terapi obat tidak perlu dihentikan selama menyusui karena jumlah yang

larut di dalam ASI tidak terlalu signifikan.

Obat-obatan untuk mengatasi influenza memang banyak dijual di pasaran. Umumnya,

obat ini mengandung atau merupakan kombinasi beberapa macam obat penghilang gejala

seperti antidemam, antinyeri, antihistamin, dan dekongestan (menghilangkan sumbatan),

antibatuk, pengencer dahak, dan sebagainya. Padahal, mungkin saja ada yang pilek tanpa

disertai demam, ada yang hidungnya tersumbat tapi kepala tidak pusing dan otot-otot tidak

nyeri. Belum lagi alasan apakah kandungannya aman dikonsumsi. Lantaran itu, untuk

menghapus seluruh keraguan, sebaiknya konsultasikan setiap keluhan atau obat bebas yang

ingin digunakan kepada dokter. Yang penting lagi, selain mengonsumsi obat di bawah

pengawasan dokter, untuk mengatasi flu, ibu juga perlu beristirahat dan menyantap makanan

bergizi, jangan lupa buah-buahan, terutama yang mengandung vitamin C, untuk mempertinggi

daya tahan tubuh. Dengan begitu, ibu tetap dapat melakukan aktivitas dan kehamilan bisa

berjalan baik tentunya.

Pada dasarnya, influenza adalah self limiting disease (SLD) yang akan sembuh dengan

sendirinya, kecuali bila ada komplikasi berat yang menyertainya. Karena bersifat SLD, usaha

untuk meningkatkan kekebalan tubuh dengan beristirahat dan makan makanan bergizi cukup

dapat menghambat infeksi influenza.

Barulah jika setelah lebih dari 5 hari gejala flu masih mengganggu, obat akan digunakan

untuk meredakannya. Pemberian antibiotik dipakai untuk mencegah infeksi sekunder/penyerta

pada penderita flu. namun, antibiotik tidak rutin diberikan kepada ibu hamil. Itu pun, harus

dikonsultasikan dahulu dengan dokter kandungan.

B. Teratogenesis pada wanita hamil

Didefinisikan sebagai disgenesis (pembentukan keliru) dari organ-organ janin secara

ftruktural maupun fungsional (misalnya fungsi otak). Manifestasi yang khas dari leratogenesis

berupa pertumbuhan yang terhambat atau kematian dari janin, karsitiogenesis dan malformasi

struktur organ maupun fungsinya.

Merupakan pedoman emas bahwa semua obat harus dihindarkan selama kehamilan,

terkecuali ada sebab-sebab yang mendesak untuk penggunaannya. Dalam hal ini harus

dipertimbangkan dengan seksama benefitnya bagi ibu terhadap risiko potensial bagi janin.

Lagipula keamanan dari kebanyakan obat belum dapat dipastikan secara mutlak, karena

efeknya mungkin baru tampak setelah beberapa tahun setelah kelahiran. Oleh karena ini

penelitian-penelitian jangka panjang semakin penting, karena ternyata bahwa efek jangka

panjang dari obat-obat teratogen terhadap perkembangan saraf (neurobehavioral development)

dapat lebih parah daripada kelainan-kelainan strukrural. Dalam hal ini dapat disebut beberapa

obat yang mempengaruhi perkembangan otak seperti karbamazepin, isotretinoin, fenitoin,

asam valproat dan warfarin (Tabel A).

Farmakokinetika pada ibu hamil :

Pada ibu hamil progesteron meningkat, motilin menurun, dan motilitas usus menurun

sehingga akan memperpanjang waktu pengosongan lambung dan absorbsi obat

meningkat.

Aliran darah ke kulit meningkat sehingga asorbsi obat secara topikal meningkat.

Cardiac output meningkat sehingga volume darah enibgkat dan distribusi obat juga akan

meningkat.

Jumlah lemak dalam tubuh meningkat seingga distribusi obat lipid solubel juga akan

meningkat.

Albumin menurun sehingga ikatan obat dengan protein menurun dan kadar obat bebas

meningkat.

Penongkatan cairan tubuh ( 60% diplasenta dan janin, 40% di jaringan ibu) sehingga

terjadi penurunan kadar puncak obat dalam darah (obat terdistribusi dalam air, obat

dengan volume distribusi rendah).

Kadar estrogen dan progesteron meningkat sehingga menginduksi metabolise.

Peningkatan aliran darah ke ginjal sehingga klirens obat meningkat.

C. Proses untuk menentukan keamanan obat selama kehamilan

Tiap tahun banyak sekali obat baru disalurkan ke pasaran, tetapi data mengenai efek-

efeknya terhadap janin pada umumnya masih sangat terbatas pada saat pemasaran. Pedoman

pertama yang dipegang adalah penelitian terhadap binatang percobaan. Ternyata bahwa obat-

obat yang memiliki sifat teratogen pada manusia dapat menyebabkan efek-efek teratogen yang

sama pada hewan percobaan. Tetapi ada pula obat-obat yang memiliki efek teratogen pada

hewan bila diberikan dalam dosis tinggi, tetapi tidak bersifat teratogen pada manusia bila di-

berikan dalam dosis klinis. Dalam peristiwa talidomid justru terjadi kebalikannya, yakni hanya

dosis tinggi bersifat teratogen pada hewan, sedangkan pada manusia ternyata dosis rendah pun

sudah menimbulkan cacat pada janin. Dosis tinggi dari glukokortikoid atau benzodiazepin

dapat mengakibatkan bibir sumbing pada hewan, tetapi dalam dosis klinis tidak memberikan

efek demikian pada manusia. Juga senyawa salisilat dapat mengakibatkan malformasi pada

hewan tetapi tidak pada manusia. Dari peristiwa-peristiwa ini dapat ditarik kesimpulan bahwa

penelitian pada hewan dapat mendeteksi efek teratogen, tetapi sulit untuk mengekstrapolasi

efek-efek ini pada manusia. Di samping percobaan pada hewan beberapa usaha lain ditempuh

untuk mengidentifikasi kemungkinan sifat teratogen, antara lain dengan menelaah hasil-hasil

monitoring obat (case reports dan penelitian-penelitian epidemiologis). Untuk ini telah

dibentuk suatu jenis pelayanan yang disebut International Development of Teratology-

information Services.

D. Aturan pemakaian obat pada ibu hamil

Ø Sebelum memakai obat, atasi gejala penyakit dengan banyak beristirahat dan makan

makanan bergizi. Terutama pada trisemester pertama kehamilan yang sangat rentan terhadap

efek samping obat-obatan. Kalau pun harus mengonsumsi obat, dapatkan dengan resep dokter.

Ø Selama hamil, hindari penggunaan obat polifarmasi yaitu gabungan lebih dari empat

macam obat dalam satu racikan.

Ø Cari tahu apakah obat yang akan dikonsumsi aman bagi ibu hamil dan janin lewat catatan

penggunaan produk yang dilampirkan dalam kemasan. Kalau keterangan itu tidak ditemukan,

mintalah keterangan dari apoteker atau konsultasikan kepada dokter kebidanan dan kandungan.

E. Efek penggunaan obat dari penyakit si ibu

Dalam penentuan peran obat terhadap janin, jangan pula dilupakan bahwa penyakit yang

diderita si ibu dapat merupakan risiko pada janin. Misalnya ibu penderita tekanan darah tinggi

atau kanker lebih cenderung untuk bayinya menderita pertumbuhan intra-uterin yang

terhambat. Juga ibu hamil yang menderita epilepsi atau diabetes condong untuk melahirkan

bayi dengan malformasi.

Jenis obat-obatan diantaranya adalah :

1. Antibiotik dan antiinfeksi lain

2. Obat-obatan untuk saluran napas bagian atas

3. Obat-obatan untuk gangguan pencernaan

4. Analgesik (anti nyeri)

5. Obat-obat gangguan psikiatri

6. Vitamin dan mineral

7. Obat-obatan Narkotik

8. Anti kejang

9. Obat sakit kepala

10. Obat anti kanker

11. Antikoagulan (pembekuan darah)

12. Obat Anti Hipertensi

F. Jenis-jenis obat yang aman dan tidak aman yang digunakan oleh wanita hamil

1. Antibiotik dan antiinfeksi lain

· Penisilin

Turunan penisilin, termasuk diantaranya amoksisilin dan ampisilin memiliki batas

keamanan yang cukup luas dan toksisitas (keracunan) yang sedikit baik bagi ibu maupun janin.

Penisilin adalah golongan ß-laktam yang menghambat pembentukan dinding sel bakteri.

Penisilin dipakai untuk berbagai macam infeksi bakteri. Ampisilin dan amoksisilin baik untuk

pengobatan infeksi saluran kemih. Sefalosporin juga aman dan digunakan untuk pengobatan

infeksi saluran kemih, pielonefritis (infeksi ginjal), dan gonorea. Penisilin aman digunakan

selama menyusui

· Klindamisin

Klindamisin adalah golongan makrolida, digunakan pada infeksi bakteri anaerob dan

aman untuk wanita menyusui

· Tetrasiklin

Dapat mengakibatkan pewarnaan pada gigi janin.

· Metronidazol

Metronidazol menghambat sintesis protein bakteri. Digunakan untuk trikomonas dan

bakterial vaginosis. Aman digunakan pada wanita menyusui

· Aminoglikosida

Aminoglikosida menghambat sintesis protein bakteri. Digunakan untuk mengatasi

pielonefritis (radang pada ginjal). Bila dikonsumsi wanita hamil dapat menyebabkan

ototoksisitas (gangguan pada telinga) yang berakibat gangguan pendengaran. Aman pada bayi

yang disusui karena hanya sedikit jumlah obat yang melalui air susu

· Trimetoprim-sulfametoksazol

Kombinasi ini (Bactrim) menghambat metabolisme asam folat dan baik untuk mengobati

infeksi saluran kemih. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa penggunaan bactrim pada

triwulan pertama berkaitan dengan sedikit peningkatan risiko kecacatan pada janin, terutama

jantung dan pembuluh darah. Selain itu, bactrim dapat menyebabkan hiperbilirubinemia

(peningkatan kadar bilirubin pada tubuh) sehingga berakibat kernikterus (kuning) pada bayi.

Antibiotik ini aman untuk wanita menyusui

· Eritromisin

Eritromisin dan azitromisin menghambat sintesis protein bakteri. Dapat digunakan pada

wanita menyusui

· Antivirus

Acylovir tidak menimbulkan kecacatan pada janin berdasarkan penelitian pada 601

wanita hamil yang mengkonsumsi acyclovir. The Centers for Disease Control and Prevention

(CDC) merekomendasikan bahwa acyclovir aman digunakan pada wanita hamil yang

mengalami paparan terhadap penyakit yang disebabkan oleh virus (herpes, hepatitis, varisela.

cacar).Untuk tatalaksana penyakit HIV / AIDS menggunakan NRTIs (zidovudin) dan NNRTIs

aman dikonsumsi oleh wanita hamil. Sedangkan Protease Inhibitor (Pis) belum diteliti lebih

lanjut.

2. Obat-obatan untuk saluran napas bagian atas

Keluhan pada saluran pernapasan atas seperti rinore (hidung berair), bersin-bersin,

hidung tersumbat, batuk, sakit pada tenggorok diikuti dengan lemah dan lesu adalah keluhan

yang umum dimiliki oleh wanita hamil. Flu tersebut dapat disebabkan oleh rinovirus,

koronavirus, influenza virus, dan banyak lagi. Apabila keluhan ini murni disebabkan oleh virus

tanpa infeksi tambahan oleh bakteri maka terapi menggunakan antibiotik tidak diperlukan.

Obat-obatan yang paling sering digunakan untuk mengurangi gejala yang terjadi diantaranya

adalah :

Antihistamin

Antihistamin atau sering dikenal sebagai antialergi aman digunakan selama kehamilan.

Antihistamin yang aman termasuk diantaranya adalah klorfeniramin, klemastin, difenhidramin,

dan doksilamin. Antihistamin generasi II seperti loratadin, setirizin, astemizol, dan

feksofenadin baru memiliki sedikit data mengenai penggunannnya selama kehamilan

Dekongestan

Dekongestan atau obat pelega sumbatan hidung adalah obat yang digunakan untuk

meredakan gejala flu yang terjadi. Dekongestan oral (diminum) diantaranya adalah

pseudoefedrin, fenilpropanolamin, dan fenilepinefrin. Pada triwulan pertama pemakaian

pseudoefedrin berkaitan dengan kejadian gastroschisis karena itu sebaiknya dipikirkan

alternatif penggunaaan dekongestan topikal (hanya disemprotkan di bagian tertentu tubuh,

hidung) pada triwulan pertama

Pereda Batuk

Kodein dan dekstrometorfan adalah obat pereda batuk yang paling umum digunakan.

Kebanyakan obat flu aman dikonsumsi selama menyusui. Asma merupakan penyakit saluran

pernapasan atas yang kronik (jangka waktu lama) ditandai dengan peradangan pada saluran

napas dan hipereaktivitas dari bronkus (lendir banyak keluar). Terapi asma dimulai dengan

mengurangi paparan terhadap lingkungan yang membuat asma menjadi kambuh. Semua wanita

hamil sebaiknya memperoleh vaksinasi influenza. Obat-obatan asma diantaranya adalah :

o Glukokortikoid

Inhalasi glukokortikoid (cara pemasukan obat melalui pernapasan, diuap) dilaporkan

tidak menyebabkan kecacatan dan dapat digunakan selama menyusui. Glukokortikoid sistemik

(diminum dengan reaksi pada seluruh tubuh) meningkatkan risiko bibir sumbing sebanyak 5

kali dari normal.

o Teofilin

Tidak menyebabkan kecacatan pada janin dan aman digunakan selama menyusui

o Sodium Kromolin

Tidak menyebabkan kecacatan pada janin dan aman digunakan selama menyusui.

3. Obat-obatan untuk gangguan pencernaan

Keluhan pada saluran cerna merupakan keluhan yang umum pada wanita hamil,

termasuk diantaranya adalah mual, muntah, hiperemesis gravidarum, intrahepatik kolestasis

dalam kehamilan, dan Inflammatory Bowel Disease. Terapi menggunakan obat diantaranya

adalah :

Antihistamin. Aman dikonsumsi oleh wanita hamil

Agen antidopaminergik. Beberapa obat antidopaminergik seperti proklorperazin,

metoklopramid, klorpromazin, dan haloperidol aman dikonsumsi oleh wanita hamil

Obat-obatan lain. Antasid, simetidin, dan ranitidin aman dikonsumsi wania hamil dan

menyusui. Penghambat pompa proton tidak direkomendasikan untuk wanita hamil.

Misoprostol kontraindikasi untuk kehamilan.

4. Analgesik

Analgesik atau dikenal dengan anti nyeri terbagi atas kategori antiinflamasi nonsteroid dan

kategori opioid.

Ø Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)

Aspirin adalah golongan NSAIDs yang bekerja dengan menghambat enzim untuk pembuatan

prostaglandin. Perhatian lebih diperlukan pada konsumsi aspirin melebihi dosis harian terendah

karena obat ini dapat melalui plasenta. Pemakaian aspirin pada triwulan pertama berkaitan

dengan peningkatan risiko gastroschisis. Dosis aspirin tinggi berhubungan dengan abruptio

plasenta (plasenta terlepas dari rahim sebelum waktunya). The World Health Organization

(WHO) memiliki perhatian lebih untuk konsumsi aspirin pada wanita menyusui.

Indometasin dan ibuprofen merupakan NSAIDs yang sering digunakan. NSAIDs jenis ini

dapat mengakibatkan konstriksi (penyempitan) dari arteriosus duktus fetalis (pembuluh darah

janin) selama kehamilan sehingga tidak direkomendasikan setelah usia kehamilan memasuki

minggu ke – 32. Penggunaan obat ini selama triwulan pertama mengakibatkan

oligohidramnion (cairan ketuban berkurang) atau anhidramnion (tidak ada cairan ketuban)

yang berkaitan dengan gangguan ginjal janin. Obat ini dapat digunakan selama menyusui.

Asetaminofen banyak digunakan selama kehamilan. Obat ini dapat melalui plasenta namun

cenderung aman apabila digunakan pada dosis biasa. Asetaminofen dapat digunakan secara

rutin pada semua triwulan untuk meredakan nyeri, sakit kepala, dan demam. Dapat digunakan

untuk wanita menyusui.

Ø Analgesik Opioid

Analgesik opioid adalah preparat narkotik yang dapat digunakan selama kehamilan. Preparat

narkotik ini dapat melalui plasenta namun tidak berkaitan dengan kecacatan pada janin selama

digunakan pada dosis biasa. Apabila penggunaan obat ini dekat dengan waktu melahirkan,

maka dapat menyebabkan depresi pernapasan pada janin. Narkotik yang umum digunakan

adalah kodein, meperidin, dan oksikodon, semua preparat ini dapat digunakan ketika

menyusui.

5. Obat-obat gangguan psikiatri

Depresi dan skizofrenia adalah gangguan psikiatri yang dapat ditemukan selama periode

reproduksi. Agen trisiklik seperti amitriptilin, desipramin, dan imipramin digunakan untuk

mengatasi depresi, kecemasan berlebih, gangguan obsesif-kompulsif, migrain, dan masalah

lain. Tidak ada bukti jelas yang menyatakan adanya efek samping agen trisiklik pada wanita

menyusui dan wanita hamil.

The Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs) termasuk di dalamnya fluoksetin dan

fluvoksamin tidak meningkatkan risiko kecacatan pada janin. Agen lain seperti penghambat

monoamin oksidase yang digunakan untuk mengatasi depresi belum diteliti lebih lanjut

mengenai keamanannya pada wanita hamil. Obat untuk stabilisasi mood (mood stabilizers)

seperti litium, asam valproat, dan karbamazepin dinyatakan sebagai agen teratogen (berbahaya

untuk janin). Litium tidak direkomendasikan untuk wanita menyusui. Asam valproat dan

karbamazepin berhubungan dengan peningkatan risiko neural tube defects (gangguan pada

saraf). Obat untuk mengatasi kecemasan berlebih seperti benzodiazepin dapat meningkatkan

risiko bibir sumbing. Efek pada wanita menyusui belum diketahui namun perlu diperhatikan

lebih lanjut.

6. Vitamin dan Mineral

Konsumsi multivitamin dan mineral pada umumnya diberikan untuk wanita hamil dari tenaga

kesehatan. Sudah dibuktikan berdasarkan penelitian bahwa folat dapat mengurangi kelainan

saraf. Suplementasi besi dapat meningkatkan hematokrit ketika melahirkan dan 6 minggu

pasca melahirkan. Vitamin yang terbukti teratogen adalah vitamin A ketika dikonsumsi lebih

dari 10.000 IU/hari. Vitamin A dalam dosis ini dapat menyebabkan kelainan saraf. Apabila

digunakan sebagai suplementasi tidak lebih dari 5000 IU/hari.

7. Obat-obatan narkotik

Narkotik termasuk di dalamnya adalah opiat, kokain, atau kanabinoid. Efek narkotika adalah

hambatan pertumbuhan janin, kematian janin dalam kandungan, dan ketergantungan pada

janin. Penggunaan kokain selama kehamilan dapat meningkatkan risiko abruptio plasenta,

ketuban pecah dini, dan bayi berat lahir rendah. Amfetamin, obat yang digunakan untuk

mengatasi depresi, dapat meningkatkan risiko bibir sumbing. Penggunaan obat narkotik

dengan suntikan bersama dapat meningkatkan risiko Hepatitis B atau HIV/AIDS, dimana janin

dapat tertular oleh virus tersebut.

Sebagai tambahan, nikotin yang terkandung di dalam rokok juga dapat menyebabkan bayi

berat lahir rendah. Nikotin mengurangi aliran darah menuju plasenta dan meningkatkan risiko

kelahiran preterm, bayi berat lahir rendah, dan kematian mendadak pada janin. Alkohol pada

wanita hamil dapat menyebabkan sindroma alkohol janin yang ditandai dengan perubahan

kraniofasial (tulang kepala dan wajah) dan gangguan kognitif. Tidak ada batas aman untuk

konsumsi alkohol selama kehamilan.

8. Anti Kejang

Epilepsi adalah penyakit gangguan saraf yang dapat terjadi selama kehamilan. Semua obat

antiepilepsi dapat melalui plasenta dan memiliki potensi teratogen. Penelitian membuktikan

bahwa obat antiepilepsi dapat menyebabkan cacat bawaan. Fenitoin (Dilantin) dapat

mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin. Karbamazepin dapat meningkatkan risiko spina

bifida. Fenobarbital dapat mengakibatkan kelainan jantung bawaan dan sumbing orofasial

(bibir dan wajah). Asam valproat memiliki risiko peningkatan 1-2% kelainan spina bifida.

Obat antiepilepsi diatas dapat digunakan selama menyusui.

9. Obat Sakit Kepala

Sakit kepala sering dialami selama kehamilan. Sumatriptan dapat digunakan untuk mengobati

sakit kepala dan tidak bersifat teratogen. Obat untuk migrain yaitu ergotamin tidak memiliki

sifat yang berbahaya bagi janin. Obat ini dapat merangsang kontraksi rahim sehingga dapat

menyebabkan prematur janin.

10. Obat anti kanker

Kanker yang paling sering dialami oleh wanita hamil adalah kanker payudara. kanker leher

rahim, limfoma, melanoma, leukimia (kanker darah), dan kanker usus besar serta kanker

indung telur. Obat kemoterapi seperti metotreksat dapat memiliki potensi bahaya bagi janin.

Obat ini dapat menyebabkan kecacatan pada janin bila digunakan pada triwulan pertama.

Selain itu, obat kemoterapi dapat masuk ke dalam ASI sehingga menyusui tidak diperkenankan

bagi ibu yang menggunakan obat kemoterapi. Terapi pada wanita hamil dengan kanker harus

didiskusikan dengan tenaga kesehatan masing-masing.

11. Antikoagulan (anti pembekuan darah)

Tromboemboli (sumbatan pada pembuluh darah) merupakan salah satu penyebab kematian

tertinggi bagi wanita hamil dan setelah melahirkan. Antikoagulan digunakan untuk mengatasi

tromboemboli serta penyakit jantung akibat kelainan katup. Penggunaan antikoagulan oral

(warfarin) dapat mengakibatkan efek teratogen pada janin. Obat ini dapat melalui plasenta dan

menekan vitamin K yang diperlukan sebagai agen pembekuan darah. Antikoagulan lain adalah

heparin yang tidak dapat melalui plasenta pada dosis berapapun sehingga tidak bersifat

teratogen. Kedua jenis antikoagulan ini dapat digunakan selama menyusui.

12. Obat Anti Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)

Penghambat ACE (captopril, enalapril) apabila digunakan pada triwulan kedua dan ketiga

dapat mengakibatkan disfungsi ginjal pada janin dan oligohidramnion (berkurangnya cairan

ketuban). Obat ini tidak dianjurkan selama kehamilan. Penghambat pompa kalsium (amlodipin,

diltiazem, nifedipin) dapat mengakibatkan hipoksia janin (kekurangan oksigen) yang berkaitan

dengan hipotensi maternal (tekanan darah rendah pada ibu). Golongan penghambat β

(propranolol, labetolol) dapat menyebabkan bradikardia (denyut jantung melambat) pada janin

maupun bayi baru lahir. Golongan diuretik (asetazolamid) dapat mengakibatkan gangguan

elektrolit pada janin. Golongan ARAs dapat mengakibatkan gangguan sistem renin-angiotensin

sehingga menyebabkan kematian pada janin.

G. Cara pemilihan obat saat kehamilan

Banyak ibu hamil memerlukan pengobatan bagi keluhan-keluhan yang disebabkan oleh

kehamilan, misalnya mual dan muntah. Beberapa prinsip harus dipatuhi pada pemilihan obat

selama kehamilan.

1. Sebaiknya menggunakan obat-obat yang sejak lama sudah digunakan dalam praktek

daripada obat-obat pengganti yang baru (lihat Tabel B), walaupun obat baru memiliki misalnya

lebih sedikit efek samping bagi orang dewasa, tetapi keamanannya bagi janin kurang jelas.

2. Untuk menurunkan risiko sejauh mungkin bagi janin, sebaiknya digunakan dosis obat

yang paling rendah selama kehamilan. Hal ini sebetulnya bertentangan karena sebagian wanita

hamil justru membutuhkan dosis obat yang lebih tinggi dari normal, pada saat hamil tua

berhubung meningkatnya berat badan dan lebih cepatnya "clearance" (pemurnian, ekskresi)

dari banyak obat, misalnya litium, digoksin dan fenitoin.

3. Wanita hamil tidak dianjurkan untuk menggunakan obat bebas (over-the-counter drugs)

tanpa konsultasi dengan dokter, karena banyak faktor, termasuk taraf kehamilan, dapat

mempengaruhi risiko bagi janin. Misalnya suatu obat NSAID dapat digunakan terhadap nyeri

pada trimester pertama dari kehamilan, tetapi semakin banyak bukti menyatakan bahwa

beberapa obat NSAID merupakan risiko bagi janin pada masa kehamilan tua.

Di Swedia telah disusun klasifikasi penggunaan obat selama kehamilan dan laktasi atas dasar

terutama pengalaman klinis pada manusia. Karena klasifikasi ini sangat luas dan meliputi

banyak sekali obat, maka kami telah meringkaskannya menjadi tiga daftar, yaitu:

A. Daftar obat yang tidak boleh diberikan pada wanita hamil.

Daftar ini terdiri dari obat-obat yang bersifat teratogen dan telah dibuktikan dapat membuat

cacat janin. Obat-obat yang tercantum dalam daftar ini tidak mutlak dilarang penggunaannya

oleh wanita hamil, tetapi dalam keadaan darurat masih dapat digunakan dengan

mempertimbangkan benefit bagi si ibu dan risiko bagi janin.

B. Daftar obat yang dianggap aman bagi wanita hamil

Dalam daftar ini tertera obat-obat yang dianggap aman bagi wanita hamil, yang setelah

digunakan selama jangka waktu panjang tidak menampilkan efek buruk pada janin. Obat-obat

lainnya yang tidak dimasukkan dalam daftar dapat secara potensial merugikan janin

berdasarkan percobaan hewan atau pula belum terdapat cukup data mengenai keamanannya.

C. Daftar obat yang aman selama laktasi

Sebagian besar dari obat-obat yang dikonsumsi si ibu dapat dideteksi dalam air susunya

walaupun dalam jumlah kecil. Namun demikian beberapa obat dapat menimbulkan masalah

pada bayi yang diberi ASI. Sebagai contoh adalah misalnya karbimazol yang dapat

mengganggu fungsi tiroid dari bayi. Terkenal adalah tetrasiklin yang juga mencapai air susu

dan dapat mengakibatkan pewarnaan kuning irreversibel dari gigi yang sedang/akan tumbuh.

Sama seperti pada waktu hamil, ibu-ibu yang menyusui juga harus menghindari penggunaan

obat, terkecuali bila mutlak dibutuhkan. Dalam hal ini risiko bagi si bayi harus

dipertimbangkan terhadap benefits dari pemberian ASI atau untuk sementara diganti dengan

susu kaleng.

Obat yang dapat diminum dengan aman oleh ibu selama menyusui adaiah obat yang tidak

atau hanya sedikit diekskresikan ke dalam air susu ibu. Obat lainnya yang tidak tercantum

dalam daftar merupakan obat yang dapat mencapai air susu ibu dalam jumlah banyak dan

mungkin dapat berefek buruk pada bayi atau belum terdapat (cukup) data mengenai

keamanannya.

ACE-penghambat15

ATl-antagonis

Amikasin

Aminopterin

Androgens

Antikolinergika

Asam Valproat

Azathioprin

Benazepril

Danazol

DES (dietilstilbestro!)

Doksisiklin

Enalapril

Eprosartan

Ethosuksimida

Etretinat

Fenitoin

Fenobarbital

Fluoksimesteron

Fosinopril

Gansiklovir

Gentamisin

Griseofulvin

Hepatitis A/B

imunoglob.

Hipoglikemika

Irbesartan

Isotretinoin

Kandesartan

Kaptopril

Karbamazepin

Karbimazol

Kinidin

Kinin

Kuinapril

Linestrenol (>2,5

mg)

Lisinopril

Litium

Losartan

Metimazol

Metotreksat

Misoprostol

Nandrolon

Netilmisin

NSAIDs

Penghambat ACE

Penisilamin

Psikofarmaka

Psikotropika

Primidon

Propiltiourasil

Ramipril

Retinoida

Siklofosfamida

Silazapril

Siproteron

Sitostatica (semua)

Streptomisin

Talidomida

Testosteron

Tetrasiklin/oksi-T.

Tiourasil

Tiroistatika

Tobramisin

Vaksin(semua,

kecuali lihat B)

Valsartan

Vigabatrin

Warfarin

Daftar A. Obat-obat yang Tidak Boleh diberikan pada wanita hamil.

Acetaminofen

Acetylcysteine

Alginic acid

Amilorida

Amoxicillin

Ampicillin

Antasida

Azithromycin

Bezafibrate

Bisacodyl

Bromocriptine

Buspiron

Butylscopolami

n

Dihydrotachy-

Sterol

Dimethindene

Dipyridamol

Dydrogesteron

Efedrine

Erythromycin

Ethambutol

Fenazone

Fenoterol

Flucloxacillin

Flumazenil

Fluoksetin

Fluvoxamine

Mexiletine

Moclobemide

Miconazol

Naloxone

Niclosamide

Nitrofurantoin

Noscapine

Nystatine

Oxytocin

Papaverine

Paracetamol

Penicillin-G/V

Permethrin

Piperacillin

Calcitriol

Cefalosporins

Chlorcyclizine

Chlorhexidine

Ciclosporine

Cimetidine

Cinnarizine

Cisapride

Clemastine

Clindamycin

Clofibrate

Clotrimazol

Cloxacillin

Codeine

Cromoglicate

Colestipol

Cyclandelate

Cyclizine

Cyproheptadine

Desmopressine

Dextromethorfa

n

Dextropropoxyf

e

Didanosine

Difenhydramine

Digoxin

Dihydralazine

Folic acid

Folinic acid

Gliserin

Granisetron

Guaifenesine

Heparin

Heparin LMW

Hyaluronic acid

Hydralazine

Hydro-cortisone

Hydroxyzine

Ipratropium-Br

Isoniazide

Isoprenaline

Isosorbide-Nitr

Labetalol

Laktulosa

Levothyroxin

Liothyronin

Lidocaine

Lincomycin

Magnesiumoxide

Meclizine

Medroxyprogest.

Mepivacaine

Methenamine

Methimazol

Methyldopa (I-)

Pizotifen

Prilocain

Promethazine

Ranitidine

Roxithromycin

Salbutamol

Salmeterol

Sennoside

Sorbitol

Spiramycin

Spironolacton

Sufentanil

Sumatriptan

Sucralfat

Sulfasalazine

Terbinafine

Terbutaline

Terfenadine

Theofylline

Iran exam ic acid

Trihexyfenidyl

Vaks. influenza

Vaksin polio

Tetanus toxoid

Daftar B. Obat-obat yang dianggap aman bagi wanita hamil

Catatan: Walaupun daftar ini memuat obat-obat yang dianggap aman bagi wanita hamil,

namun tetup harus berpegangan pada “golden rule” bahwa wanita yang mengandung maupun

yang menyusui harus menghindari penggunaan obat, terkecuali bila ada petunjuk khusus dari

dokter yang mera-watnya.

Acetylsalicylic

acid

Epinefrine Moclobemide

Aciclovir Ethambutol Morphine

Alginic acid Erythromycin Naproxen

Alimemazine Fenazone Nitrazepam

Alprenolol Flucloxacillin Nitrofurantoine

Amoxicillin Fluocortolon Norethisteron 0,3"

Ampicillin Folinic acid Nortriptyline

Atenolol Fosfomycin Npscapine

Aztreonam Fusidic acid Nystatine

Baclofen Haloperidol Opipramol

Betamethasone Heparin Oxazepam

Betaxolol Hyaluronic acid Oxybuprocaine

Bisacodyl Hydralazine Paracetamol

Bisoproloi Hydrocortisone Penicilline G/V

Bumetanide Hydroxychloroquine Perfenazine

Bupivacaine Hyoscyamine Periciazine

Bromocriptine Ibuprofen Pethidine

Carvediol Imipramin Phenylbutazone

Carbamazepin Ipratropium-Br Phenytoine

Cefalosporins Isoniazide Pindolol

Chlordiazepoxi

de

Ketoconazol Piperacilline

Chloroquine Kinine Piroxicam

Chlorpromazine Kinidine Predniso(lo)ne

Cisapride Labetolol Prilocaine

Chlorhexidine Levocabastine Propafenone

Chlorpromazine Levonorgestrel Propranolol

Clemastine Levothyroxine Propylthiouracil

Clobetasol Levopromazine Pyrimethamine

Clobetasone Lidocaine Retinol (vit A)

Clomipramine Liothyronine Rifampicine

Cloxacillin Loperamide Roxitromycine

Codeine Loratidine Scopolamine

Colestipol Lorazepam Spironolactone

Coiestyramine Lynestrenol (>2,5

mg)

Sucralfat

Cotrimoxazol Magnesiumoxide Sulfamethoxazole

Cromoglicate Medroxyprogestsron

e

Sulfasalazine

Dextropropoxyf

en

Mesalazine Terbutalin

Desonide Methadone Tetracyclin/oxy-T

Diclofenac Methenamine Theofyllin

Difenhydramine Methotrexate Thioridazin

Digoxine Metoclopramide Tranexaminic acid

Dihydralazine Metoprolol Triamcinolone

Dimethindene Metronidazol Trimethoprim

Doxycycline Mexiletine Valproic acid

Enalapril Midazolam Verapamil

Daftar C. Obat-obat yang boleh diminum ibu selama menyusui.

H. Terapi obat pada ibu menyusui dan pengaruh obat pada janin seorang ibu

ASI diketahuisebagai formula terbaik bagi bayi karena mengandung berbagai nutrisi danzat-

zat imunologik yang dibutuhkan oleh bayi. Tetapi kadang-kadang ibu yang menyusui

memerlukan perawatan farmakologik. Terapi obat pada ibu menyusui tersebut harus diberikan

dengan memperhatikan kemungkinan adanya ekskresi obat kedalam air susu ibu (ASI).

Sebagian besar obat yang diberikan kepada ibu menyusui umumnya tidak berpengaruh

terhadap suplai ASI maupun terhadap bayi. ASI merupakan suatu suspensi lemak dan protein

dalam solusi karbohidrat-mineral. Protein ASI dibentuk dari bahan-bahan yang diperoleh dari

sirkulasi maternal. Protein utamanya adalah kasein dan laktabumin. Ekskresi obat kedalam ASI

diduga terjadi melalui ikatan protein atau melalui ikatan pada permukaan globul lemak ASI.

Secara umum, mekanisme pencapaian obat kedalam ASI adalah dengan mekanisme difusi

pasif melalui membran.Obat dan bahan-bahan kimia yang dikonsumsi oleh ibu ada yang dapat

mencapai ASI dan memberi efek terhadap bayi atau produksi ASI itu sendiri.Jumlah obat yang

mencapai ASI terutama tergantung pada gradien konsentrasi antara plasma dan ASI. Selain itu

juga tergantung pada kelarutan obat di dalam lemak, pKa (konstanta disosiasi asam), dan

kapasitas ikatan protein serta pH ASI. Karena pH ASI sedikit lebih rendah dari pada pH

plasma, basa lemah cenderung memiliki konsentrasi rasio ASI terhadap plasma yang lebih

tinggi dibandingkan asam lemah. Karenanya, konsentrasi ASI obat-obat basa lemah seperti

linkomisin, eritrimisin, antihistamin, alkaloid, isoniazid, antipsikotik, antidepresan, litium,

kinin, tiourasil, dan metronidazol umumnya sama atau lebih tinggi dari pada konsentrasi

plasmanya. Konsentrasi ASI obat-obat asam lemah seperti barbiturat, fenitoin, sulfonamid,

diuretik, dan penisilin umumnya sama atau lebih rendah dari pada konsentrasi

plasmanya.Signifikansi klinik suatu obat pada ASI tergantung pada konsentrasinya dalam ASI,

jumlah ASI yang dikonsumsi oleh bayi dalam periode waktu tertentu, absorpsi ASI oleh bayi,

dan efek obat terhadap bayi.Sampai saat ini daftar obat-obat yang dikontraindikasikan bagi ibu

menyusui didasarkan pada data-data yang masih sangat terbatas, antara lain melalui penelitian

klinik dan laporan kasus. Karena itu, walaupun obat-obat jenis tertentu tidak mencantumkan

adanya efek samping terhadap ibu menyusui bukan berarti obat-obat tersebut tidak memiliki

efek samping semacam itu.

Rasio ASI terhadap plasma suatu obat merupakan suatu perbandingan antara konsentrasi

obat dalam ASI terhadap konsentrasi obat tersebut dalam plasma secara simultan. Signifikansi

klinik rasio ASI terhadap plasma sering disalahpahami, misalnya rasio ASI terhadap plasma

lebih besar atau sama dengan 1 sering dianggap mempunyai potensi buruk bagi bayi, tetapi jika

kadar plasmanya rendah maka kadar ASInya juga rendah. Contohnya isoniazid yang diberikan

kepada ibu menyusui dalam dosis terapetik yang umumnya akan mencapai konsentrasi plasma

sebesar 6μg/mL. Jika rasio ASI terhadap plasmanya 1 maka bayi yang mengkonsumsi 240 mL

ASI hanya akan mengkonsumsi 1,4 mg setiap kali menyusu, dimana jumlah tersebut jauh

dibawah dosis pediatrik isoniazid yaitu sebesar 10 sampai 20 mg/kg. Karenanya, jarang

dijumpai masalah kecuali suatu obat konsentrasi ASInya tinggi atau suatu obat memiliki

potensi dan toksisitas yang tinggi pada konsentrasi rendah atau suatu obat memiliki efek

kumulatif karena kemampuan metabolisme dan ekskresi bayi terhadap obat yang masih belum

sempurna.

Obat yang umumnya tidak berbahaya bagi bayi antara lain adalah insulin dan epinefrin,

dimana keduanya tidak dapat mencapai ASI. Kafein dan teofilin diekskresi kurang bagus oleh

bayi dan dapat terakumulasi sehingga menyebabkan hiperiritabilitas. Asupan alcohol juga harus

dibatasi tidak lebih dari 0,5 g/kg berat badan maternal/hari. Ibu sebaiknya tidak merokok

didepan bayinya walaupun tidak sedang menyusui dan sebaiknya tidak menyusui dalam 2 jam

setelah merokok.

Obat-obat yang dikontraindikasikan antara lain obat antikanker,obat-obat radiofarmasetik

walaupun dalam dosis terapetik, ergot dan derivatnya (misalnya, metisergid), litium,

kloramfenikol, atropin, tiourasil, iodid, dan merkuri. Obat-obat tersebut sebaiknya tidak

diberikan kepada ibu menyusui atau menyusui harus dihentikan bila ibu harus diberi perawatan

dengan obat-obat tersebut. obat-obat lain yang juga harus dihindari karena belum adanya

penelitian tentang ekskresinya kedalam ASI adalah obat-obat yang mempunyai waktu paruh

plasma yang panjang, obat-obat yang mempunyai efek toksik yang poten terhadap sumsum

tulang, obat-obat yang harus diberikan dalam dosis tinggi dan jangka panjang. Tetapi obat-obat

yang absorpsi oralnya buruk yang diberikan secara parenteral kepada ibu tidak memiliki efek

yang berati bagi bayi, dimana bayi tersebut akan mengkonsumsi obat secara oral tetapi tidak

akan mengabsorpsinya.

Obat yang mensupresi atau menghambat laktasi antara lain bromokriptin, estradiol,

kontrasepsi oral dosis besar, levodopa, dan antidepresan trazodon serta piridoksin dosis tinggi.

Bromokriptin bekerja melalui supresi sekresi prolaktin dari kelenjar hipofise yang terjadi

setelah melahirkan.

Obat-obat yang konsumsinya harus diperhatikan dengan seksama seperti yang disebut

di bawah ini. Obat-obat over the counter umunya aman bagi ibu menyusui, tetapi etiket yang

tertera pada kemasan tetap harus diperhatikan terhadap kemungkinan adanya peringatan akan

penggunaannya dan kemungkinan adanya petunjuk khusus terhadap ibu menyusui.

Propiltiourasil dan fenilbutazon dapat diberikan pada ibu menyusui tanpa adanya efek

merugikan terhadap bayinya, tapi metimazol dikontraindikasikan. Neuroleptik dan

antidepresan, sedativa, dan trankuiliser harus diresepkan dengan hati-hati terhadap dosisnya.

Kontrasepsi hormon tunggal dosis rendah dapat diberikan, sedangkan kontrasepsi dosis tinggi

dapat mensupresi laktasi. Metronidazol dapat diberikan dengan memperhatikan usia bayi dan

dosis yang diberikan pada ibu. Bayi yang menyusu harus diperhatikan dengan cermat bila

ibunya mengkonsumsi obat-obat apapun dalam jangka panjang untuk memastikan tidak ada

perubahan dalam pola makan atau tidurnya. Vaksin-vaksin tidak dikontraindikasikan selama

menyusui.

Beberapa hal penting yang perlu dipertimbangkan sebelum meresepkan obat tertentu kepada

ibu menyusui, antara lain:

1. Apakah terapi obat tersebut benar-benar diperlukan?

2. Memilih obat yang paling aman bagi ibu menyusui.

3. Bila ada kemungkinan bahwa obat yang akan diberikan dapat berpengaruh pada bayi,

perlu dipertimbangkan pengukuran konsentrasi obat di dalam darah pada bayi yang menyusu

tersebut.

4. Paparan terhadap obat bagi bayi dapat diminimalisasi dengan meminta ibu untuk

meminum obatnya setelah menyusui bayinya.

Jika ibu menyusui memerlukan terapi obat dan obat yang diberikan merupakan obat yang

relatif aman maka obat tersebut sebaiknya dikonsumsi 30 – 60 menit setelah menyusui dan 3 –

4 jam sebelum waktu menyusui berikutnya. Waktu tersebut umumnya sudah mencukup dimana

darah ibu sudah relatif bersih dari obat dan konsentrasi obat dalam ASI juga sudah relatif

rendah. Pengaruh buruk obat terhadap janin dapat bersifat toksik, teratogenik maupun letal,

tergantung pada sifat obat dan umur kehamilan paga saat minum obat. Pengaruh toksik adalah

jika obat yang diminum selama masa kehamilan menyebabkan terjadinya gangguan fisiologik

atau bio-kimiawi dari janin yang dikandung, dan biasanya gejalanya baru muncul beberapa saat

setelah kelahiran. Pengaruh obat bersifat teratogenik jika menyebabkan terjadinya malformasi

anatomik pada petumbuhan organ janin. Pengaruh teratogenik ini biasanya terjadi pada dosis

subletal. Sedangkan pengaruh obat yang bersifa letal, adalah yang mengakibatkan kematian

janin dalam kandungan. Secara umum pengaruh buruk obat pada janin dapat beragam, sesuai

dengan fase-fase berikut:

1. Fase implantasi, yaitu pada umur kehamilan kurang dari 3 minggu. Pada fase ini obat

dapat memberi pengaruh buruk atau mungkin tidak sama sekali. Jika terjadi pengaruh buruk

biasanya menyebabkan kematian embrio atau berakhirnya kehamilan (abortus).

2. Fase embional atau organogenesis, yaitu pada umur kehamilan antara 4-8 minggu. Pada

fase ini terjadi

diferensiasi pertumbuhan untuk terjadinya malformasi anatomik (pengaruh teratogenik).

Berbagai pengaruh buruk yang mungkin terjadi pada fase ini antara lain,

- Gangguan fungsional atau metabolik yang permanen yang biasanya baru muncul

kemudian, jadi tidak timbul secara langsung pada saat kehamilan. Misalnya pemakaian

hormon dietilstilbestrol pada trimester pertama kehamilan terbukti berkaitan dengan terjadinya

adenokarsinoma vagina pada anak perempuan di kemudian hari (pada saat mereka sudah

dewasa).

- pengaruh letal, berupa kematian janin atau terjadinya abortus.

- pengaruh sub-letal, yang biasanya dalam bentuk malformasi anatomis pertumbuhan organ,

seperti misalnya fokolemia karena talidomid.

3. Fase fetal, yaitu pada trimester kedua dan ketiga kehamilan. Dalam fase ini terjadi

maturasi dan pertumbuhan lebih lanjut dari janin. Pengaruh buruk senyawa asing terhadap janin

pada fase ini tidak berupa malformasi anatomik lagi. tetapi mungkin dapat berupa gangguan

pertumbuhan, baik terhadap fungsi-fungsi fisiologik atau biokimiawi organ-organ. Demikian

pula pengaruh obat yang dialami ibu dapat pula dialami janin, meskipun mungkin dalam derajat

yang berbeda. Sebagai contoh adalah terjadinya depresi pernafasan neonatus karena selama

masa akhir kehamilan, ibu mengkonsumsi obat- obat seperti analgetika-narkotik; atau

terjadinya efek samping pada sistem ekstrapiramidal setelah pemakaian fenotiazin.

I. Obat-obatan yang perlu dihindari selama kehamilan dan menyusui

Hindari Antibiotik

Pemeberian antibiotik umumnya tidak diperbolehkan selama kehamilan dan menyusui. Jikan

manfaat bagi ibu lebih besar daripada risiko yang ditimbulkan pada janin, antibiotik

diperbolehkan untuk diberikan. Sebelumnya harus dipastikan bahwa ibu hamil benar-benar

memerlukan antibiotik. Sebaiknya konsultasikan dengan dokter Anda sebelum mengkonsumsi

obat antibiotik dan juga diperhatikan mengenai keamanan bagi janin itu sendiri.

Suplemen Untuk Ibu Hamil

Konsumsi suplemen juga perlu diperhatikan dan perlu pertimbangan matang. Konsumsi

vitamin dan mineral tambahan yang berlebihan juga tidak bermanfaat dan berisiko terhadap

ibu hamil dan bayi yang akan dilahirkan.

Hindari Aspirin

Aspirin terbukti menimbulkan gangguan proses tumbuh kembang janin. Selain itu, aspirin

memicu komplikasi selama kehamilan. Bahkan, kandungan aspirin masih ditemukan dalam

ASI. Tubuh bayi akan menerima 4-8% dosis aspirin yang dikonsumsi oleh ibu. Penelitina

mengatakan bahwa bayi memilim ASI dari ibu yang mengkonsumsi aspirin berisiko untuk

menderita Reye’s Syndrome yang merupakan suatu penyakit gangguan fungsi otak dan hati.

Karenanya, hindari pemakaian aspirin, terutama selama trimester tiga, kecuali dianjurkan

dokter.

Suatu pedoman berdasarkan kategori US FDA mengenai kemanan pemberian obat pada

kehamilan. FDA mengkategori obat menjadi 5 kategori yaitu kategori A, B, C, D, X

Kategori A : Studi terkontrol pada wanita tidak memperlihatkan adanya risiko terhadap janin

pada kehamilan trimester 1 (dan tidak ada bukti mengenai risiko pada trimester berikutnya),

dan sangat kecil kemungkinan obat ini membahayakan janin.

Kategori B : Studi terhadap reproduksi binatang percobaan tidak memperlihatkan adanya

risiko terhadap janin tetapi belum ada studi terkontrol yang diperoleh pada ibu hamil. Atau

studi terhadap reproduksi binatang percobaan memperlihatkan efek samping (selain penurunan

fertilitas) yang tidak didapati pada studi terkontrol pada wanita hamil trimester 1 (dan

ditemukan bukti adanya risiko pada kehamilan berikutnya)

Kategori C : Studi pada binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping terhadap

nanin ( teratogenok atau embriosidal), dan studi terkontrol pada wanita dan binatang percobaan

tidak tersedia atau tidak dapat dilakukan. obat pada kategori in boleh diberikan jika besarnya

manfaat terapeutik melebihi risiko yang terjadi pada janin.

Kategori D : Terdapat bukti adanya risiko pada janin( manusia), tetapi manfaat terapeutik

yang diharapkan mungkin melebihi besarnya risiko ( misalnya jika obat diperlukan untuk

mengatasi kondisi mengancam jiwa atau penyakit serius bilamanan obat yang lebih aman tidak

dapat digunakan atau tidak efektif)

Kategori X : Studi pada manusia atau binatang percobaan memperlihatkan adanya

abnormalitas pada janin, atau terdapat bukti adanya risiko pada janin. dan besarnya risiko obat

ini digunkan pada ibu hamil jelas-jelas melebihi manfaat teraoeutiknya. Obat yang termasuk

kategori ini dikontrindikasikan pada wanita yang sedang atau kemungkinan hamil.

Obat Bebas

Risiko penggunaan obat bebas sering kali dilupakan oleh ibu hamil dan menyusui. Padahal

kandungan zat aktif di dalamnya juga mengalami absorbsi, metabolisme, dan ekskresi.

Obat Bebas (OTC) yang Aman

Obat Alergi : Antihistamin seperti Benadryl dan Unisom. Obat. Obat hirup seperti

nasalcrom

Anti mual : Vitamin B6 (maksimum 100mg/hari diminum 1/2 jam sebelum makan)

Pereda sembelit : Milk of magnesia. Amphogel, Metamucil dan Maalox

Pereda nyeri uluhati (heartburn) : jenis Antasida

Multivitamin : pilih multivitamin dengan rekomendasi disis tidak melebihi angka

kecukupan gizi harian

Pereda nyeri : Acetaminophen atau paracetamol

Obat infeksi jamur : Myestatin/ nystastin

Obat batuk apa saja tanpa tamahan lain

Obat Bebas Yang Kurang Aman

Pereda Nyeri : Aspirin dosis lebih dari 81 mg, Ibuprofen, NSAID

Pereda sembelit : Minyak mineral

Obat Terbatas

Obat jerawat : Vitamin A oral dan Accutane

Obat radang sendi : Arthrotec

Pengencer darah : Warfarin yang dijual dengan merk Coumadin

Obat tekanan darah tinggi : ACE inhibitor

Misoprostol atau cytotec

obat anti kanker

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemakaian obat pada kehamilan merupakan salah satu masalah pengobatan yang penting

untuk diketahui dan dibahas. Hal ini mengingat bahwa dalam pemakaian obat selama

kehamilan, tidak saja dihadapi berbagai kemungkinan yang dapat terjadi pada ibu, tetapi juga

pada janin. Hampir sebagian besar obat dapat melintasi saluran darah/plasenta, beberapa

diantaranya mampu memberikan pengaruh buruk, tetapi ada juga yang tidak memberi

pengaruh apapun. Beberapa jenis obat dapat menembus plasenta dan mempengaruhi janin

dalam uterus, baik melalui efek farmakologik maupun efek teratogeniknya. Secara umum

faktor-faktor yang dapat mempengaruhi masuknya obat ke dalam plasenta dan memberikan

efek pada janin adalah:

(1) sifat fisikokimiawi dari obat

(2) kecepatan obat untuk melintasi plasenta dan mencapai sirkulasi janin

(3) lamanya pemaparan terhadap obat

(4) bagaimana obat didistribusikan ke jaringan-jaringan yang berbeda pada janin

(5) periode perkembangan janin saat obat diberikan dan

(6) efek obat jika diberikan dalam bentuk kombinasi.

Kemampuan obat untuk melintasi plasenta tergantung pada sifat lipolik dan ionisasi obat.

Obat yang mempunyai lipofilik tinggi cenderung untuk segera terdifusi ke dalam serkulasi

janin. Kecepatan dan jumlah obat yang dapat melintasi plasenta juga ditentukan oleh berat

molekul. Obat-obat dengan berat molekul 250-500 dapat secara mudah melintasi plasenta,

tergantung pada sifat lipofiliknya, sedangkan obat dengan berat molekul > 1000 sangat sulit

menembus plasenta. Kehamilan merupakan masa rentan terhadap efek samping obat,

khususnya bagi janin. Pada ibu menyusui pun sebagian besar dari obat-obat yang dikonsumsi

si ibu dapat dideteksi dalam air susunya walaupun dalam jumlah kecil. Namun demikian

beberapa obat dapat menimbulkan masalah pada bayi yang diberi ASI. Untuk itu, pemberian

obat pada masa kehamilan dan pada saat menyusui pun memerlukan pertimbangan yang benar-

benar matang.

B. Saran

Pada wanita hamil pemberian obat memerlukan pertimbangan yang benar-benar matang

karena pada periode tersebut terjadi proses pembentukan organ (organosenesis). Zat aktif obat

dapat masuk ke peredaran darah janin dan mempengaruhi proses pembentukan organ tersebut

yang akhirnya akan menyebkan terjadinya kecacatan karena terganggunya proses tersebut.

Penggunaan obat sembarang pun, termasuk obat yang dijual bebas sebaiknya dihindari

oleh ibu menyusui, karena obat yang dikonsumsi ibu diseskresikan memlalui ASI yang

diminum bayi sehingga menyebabkan kadar obar dalam tubuh ibu sama dengan kadar obat

adlam tubuh bayi. Tentunya hal ini akan sangat membahayakan bagi si bayi.

BAB III

Contoh Kasus

Ny. AB, 31 tahun dengan umur kehamilan 4 minggu datang ke Dokter kandungan

dengan gejala flu dan rasa tidak enak badan. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital TD 120/80

mmHg, RR 18, N 80, dan suhu 38°C. Sedangkan hasil pemeriksaan laboratorium antitoxo IgG ,

antitoxo IgM, CD4 1823 cell/mm3, dan CD8 3280 cell/mm3.

Penyelesaian Kasus

1. Hasil pemeriksaan

Tanda-tanda vital Nilai Normal Interpretasi

TD 120/80 mmHg 120/80

mmHg

Normal

RR 18 12-20 Normal

N 80 60-100 Normal

T 38°C 36-37 Sedikit kenaikan

Data Lab Normal Interpretasi

Antitoxo IgG

Antitoxo IgM

CD4 1823 410-1590 Tidak normal

CD8 3280 150-1000 Tidak normal

2. Assesment

Pasien mengalami infeksi toksoplasma yang belum diterapi.

3. Terapi Non Farmakologi

Menjaga kebershan diri dan makan makanan yang dimasak hingga benar-benar

matang (terutama untuk daging).

4. Terapi Farmakologi

Terapi untuk kehamilan pada trimester pertama adalah spyramcin 2-3 gram sehari

terbagi dalam 2- 4 kali pemberian selama seminggu samapi 3 minggu.

5. Pertimbangan pemberian terapi

a. Konsentrasi di plasenta sangat tinggi sehingga dapat mencegah infeksi maternal

infiltrasi ke janin

b. Aman bagi fetus.Spiramycin sedikit sekali kadarnya yang dapat masuk ke janin. Oleh

sebab itu, pada janin yang sudah terinfeksi toksoplasma, efek terapi spiramycin tidak

akan maksimal.

c. Ditoleransi baik oleh ibu hamil.

6. Evaluasi dan Monitoring

a. Efektivitas terapi dengan pemeriksaan laboratorium meliputi nilai IgG, IgM, CD4,

dan CD8.

b. Efek samping obat seperti diare, nyeri epigastrik, ruam kulit dan urtikaria adalah efek

samping yang biasanya muncul pada pemberian oral.

Pertanyaan & Jawaban :

1. Kapan harus dilakukan evaluasi monitoring terapi ?

Evaluasi monitoring terapi dilakukan setelah 2 – 3 minggu srtelah antibiotik habis kemudian

baru dilakukan pemeriksaan laboratorium ulang.

2. Pentingnya evaluasi terapi dan dokumentasi ?

Karena infeksi diderita oleh ibu hamil maka pentingnya untuk memastikan agar ibu dan janin

bisa bebas dari infeksi. Dokumentasi juga dapat dan sebaikya dilakukan karena penting

disamping untuk tertib administrasi juga untuk memudahkan penelusuran bila diperlukan

baik dalam berbagai aspek seperti legalitas, keuangan, pendidikan/penelitian dan sebagainya

3. Bagaimana cara mengetahui obat spiromicyin masuk atau tidak kedalam janin?

Melalui pemeriksaan laboratorium menggunakan alat PCR yang digunakan untuk

mengidentifikasi gondii parasit penyebab toksoplasma pada cairan amnion (ketuban) yang

jauh lebih mudah di bandingkan mengambil darah dari janin .

4. Bagaimana pengaruh makanan pada janin dan kapan harus dilakukan evaluasi pada janin ?

Pengaruh makanan atau apapun yang dikonsumsi ibu pasti akan masuk ke plasenta dan

mempengaruhi janin, baik buruknya pengaruh tergantung apa yang dikonsumsi ibu. Evaluasi

dilakukan setelah 2-3 minggu terdiagnosis penyakit atau 3 minggu setelah penggunaan

antibiotik

5. Pemeriksaan klinis apa saja untuk mengetahui adanya infeksi toksoplasma?

Pemeriksaan toksoplasma dengan melakukan tes serologi. Tes ini menilai immunoglobulin G

(IgG) yang digunakan untuk mengetahui apakah orang terebut telah terinfeksi, yang sangat

penting bagi ibu hamil. Dan juga memastikan immunoglobulin M (IgM) yang dilakukan

bersama tes lain avidity test.

6. Bagaimana pengaruh obat herbal pada wanita hamil ?

Pengaruhnya tergantung herbal apa yang dikonsumsi namun yang pasti jelas obat herbal akan

masuk melalui plasenta dan mungkin mempengaruhi janin, jadi sebaiknya konsumsi makanan

atau herbal yang sudah jelas diketahui manfaat dan pengaruhnya saja pada janin.

7. Bagaimana peran seorang apoteker pada pemberian obat obat untuk wanita hamil dan

menyusui ?

Penentuan obat apa yang diberikan pada pasien umumnya adalah dari dokter, namun apoteker

dapat berperan dalam pelayanan informasi obat yang diberikan serta mengkomunikasikan,

edukasi, informasi pada pasien. Serta mengkoreksi apakah obat yang diberi sudah sesuai

dengan kondisi pasien.

8. Kenapa dihindari penggunaan obat pada trimester pertama ?

Sebisa mungkin minimalkan penggunaan obat pada trisemester pertama sangat berbahaya

karena pada periode tersebut terjadi proses pembentukan organ (organosenesis). Zat aktif

obat dapat masuk ke peredaran darah janin dan mempengaruhi proses pembentukan organ

tersebut yang akhirnya akan menyebkan terjadinya kecacatan karena terganggunya proses

tersebut.

Penggolongan obat yang tidak aman untuk trimester pertama dalam kasus?

Contohnya adalah obat piramitamin, obat ini tidak efektif dalam mengatasi infeksi

toksoplasma pada trimester pertama karena piramitamin adalah antagonis asam folat yang

bereaksi sinergis dengan sulfonamid yang dapat menyebabkan efek teratogen pada bayi.

9. Apa yang di maksud dengan fisiologi maternal ?

Maksud dari fisiologi maternal adalah perubahan – perubahan fisiologi yang terjadi saat

kehamamilan. seperti :

Perubahan hormon endokrin .

Perubahan sistem reproduksi

Perubahan sistem renal, dll

10. Bagaimana bila ada efek samping yang muncul ? adakah alternatif lain?

Bila efek samping muncul maka lebih baik efek samping tidak perlu di obati, namun dilihat

apakah efek samping yang muncul serius atau tidak dan dapat ditoleransi atau tidak, alternatif

pengobatan lain adalah kombinasi pyrimethamine, sulfadiazine dan folinic acid namun

alternatif ini sebaiknya tidak digunakan dalam masa trimester kehamilan pertama. Namun

spiramisin memiliki efek samping yang jauh lebih rendah dibanding obat lainya, efek samping

yang sering muncul hanya mual dan rash jadi bila efek samping tersebut muncul dan tidak

dalam gejala parah tidak perlu diobati atau hanya dengan penyesuaian dosis mengingat

spiramisisin kerjanya baik dalam pencegahan infeksi ke janin.

11. Efek infeksi toksoplasma pada janin yang terinfeksi ?

Bila terinfeksi, janin mengadapi risiko seperti:

Kelainan sistemik, seperti kuning, pembesaran hati dan limpa, juga pendarahan. Kelainan saraf mata.

Gangguan fungsi saraf pusat (gangguan kecerdasan dan keterlamabatn bicara). Cacat bawaan, seperti pembesaran kepala (hydrocephalus).

Keguguran.

12. Terapi pengobatan sampai berapa lama ?

Terapi untuk kehamilan pada trimester pertama spyramcin 2-3 gram sehari terbagi dalam 2- 4

kali pemberian selama seminggu samapi 3 minggu

Terapi tambahan non farmakologi yang lain untuk mengatasi infeksi toksoplasma?

Adalah dengan selalu menjaga kebersihan diri dan lingkungan semkitar, sebisa mungkin

minimalkan kontak dengan kucing hewan yang dapat menularkan infeksi tokso, banyak

mengkonsumsi makanan yang meningkatkan sisten imun seperti bawang putih, tiram dll

Bagaimana cara pemeriksaan janin untuk evaluasi dan monitoring terapi pada janin ?

Melalui pemeriksaan laboratorium menggunakan alat PCR yang digunakan untuk

mengidentifikasi gondii parasit penyebab toksoplasma pada cairan miotik (ketuban) yang

jauh lebih mudah di bandingkan mengambil darah dari janin .

13. Alasan pemilihan obat spiromicyn ?

Memiliki kategori B, di rekomendasikan untuk penggunaan pada awal kehamilan dan

trimester pertama kehamilan. Spiramycin terkonsentrasi namun tidak melewati plasenta

karena itu bagus digunakan untuk mencegah penyebaran infeksi ke janin

14. Jelaskan interpretasi nilai yang tidak normal dari IgG dan IgM ? dan kapan dilakukan

pemeriksaan tersebut lagi ?

Interpretasi nilai IgG(-) dan IgM(+) untuk toxoplasma. Artinya: orang tersebut sedang

mengalami infeksi toxoplasma dan saat ini belum terbentuk kekebalan terhadap protozoa

penyebab toxoplasma.

IgM dihasilkan pertama dlam merespon antigen, disusul IgG pembentukan kekebalan.

15. Pengaruh kosmetik pada ibu hamil ?

Kosmetik dapat terabsorbsi dalam tubuh jadi efeknya sama saja dengan mengkonsumsi obat.

Karena itu perlu pertimbangan pemilihan kosmetik yang aman digunakan saat kehamilan

DAFTAR PUSTAKA

Ø Australian Drug Evaluation Committee (1989) Medicine in Pregnancy. Australian

Goverment Publishing Service,Canberra.

Ø Katzung BG (1987) Basic and Clinical Pharmacology,3rd edition. Lange Medical Book,

California.

Ø Speight TM (1987) Avery’s Drug Treatment: Principles and Practice of Clinical

Pharmacology and Therapeutics, 3rd edition.ADIS press,Auckland.

Ø Suryawati S et al (1990), Pemakaian Obat pada Kehamilan.Laboratorium Farmakologi

Klinik FK-UGM, Yogyakarta

Ø Tan Hoan Tjay.Drs & Kirana Rahardja.Drs (2007) Obat-Obat Penting. PT Elex

Komputindo. Gramedia: Jakarta