pengetahuan, sikap dan praktek gizi seimbang serta ... · menurut hurlock (1999) ... penentuan...
TRANSCRIPT
101
TINJAUAN PUSTAKA
Remaja dan Mahasiswa
Remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi ke dalam
masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah
orang yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar. Masa remaja
merupakan periode dari pertumbuhan dan proses kematangan manusia, pada masa ini
terjadi perubahan yang sangat unik dan berkelanjutan (Yuniastuti 2008).Pada usia remaja
banyak perubahan yang terjadi, diantaranya adalah perubahan fisik karena bertambahnya
massa otot, bertambahnya jaringan lemak dalam tubuh, dan perubahan hormonal.
Perubahan-perubahan itu mempengaruhi kebutuhan gizi dan makanan mereka (Moehji
2003).
Menurut Hurlock (1999) remaja sering kali disebut “adolescence” yang secara luas
berarti masa tumbuh kembang untuk mencapai kematangan mental, emosional, sosial, dan
fisik. Tahapan perkembangan remaja dibagi menjadi dua yaitu tahap remaja awal (14 – 17
tahun untuk laki-laki dan 13 -17 tahun untuk wanita), tahap remaja akhir (18 – 21 tahun
untuk laki-laki dan wanita). Penentuan kisaran umur remaja menurut PBB adalah 15 – 24
tahun, maka mahasiswa merupakan bagian dari remaja (Riyadi 2003).
Manusia pada masadewasa awal, yang dalam hal ini adalah mahasiswa berusia
diatas 18 tahun. Menurut Sarwono (1993) usia 18 – 21 tahun merupakan tahap remaja
akhir dengan ciri-ciri yaitu lebih stabil dalam emosi, minat, konsentrasi dan cara berfikir
bertambah realistis, meningkatkan kemampuan untuk memecahkan masalah, tidak
terganggu lagi dengan perhatian orang tua yang kurang, dan pertumbuhan fisik pada tahap
ini mulai lamban dibandingkan dari remaja tahap awal yaitu anak yang berusia antara 13 –
17 tahun.
Sebagai pedoman umum remaja di Indonesia dapat digunakan batasan usia11 – 24
tahun dan belum menikah. Batasan usia 11 – 24 tersebut didasarkan pada pertimbangan-
pertimbangan yaituusia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tanda-tanda seksual
sekunder mulai tampak (kriteria fisik), usia 11 tahun dianggap oleh masyarakat Indonesia
sebagai masa akil balig, baik menurut adat maupun agama, sehingga mereka tidak
diperlakukan sebagai anak-anak(kriteria sosial), pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda
penyempurnaan perkembangan jiwa seperti tercapainya identitas (ego identity),
tercapainya fase genital dari perkembangan kognitif maupun moral, batas usia 24
merupakan batas maksimal, yaitu untuk memberikan peluang bagi mereka kriteria sampai
pada usia tersebut masih menggantungkan diri pada orang lain, belum mempunyai hak-hak
penuh sebagai orang dewasa (secara tradisi, status perkawinan sangat menentukan,
102
karena arti perkawinan masih sangat penting di masyarakat Indonesia secara
menyeluruh(Sunarto1999).
Batasan usia diatas adalah sebagian pendapat dari berbagai pendapat yang
dikemukakan oleh beberapa ahli psikologi, sedangkan WHO memberikan batasan usia
remaja usia 19 – 20 tahun. WHO menyatakan walaupun definisi remaja utamanya
didasarkan pada usia kesuburan (fertilitas) wanita, namun batasan itu juga berlaku pada
remaja pria, dan WHO membagi kurun usia dalam dua bagian yaitu remaja awal 10 – 14
tahun dan remaja akhir 15 – 20 tahun.Kondisi-kondisiyang mempengaruhi
pertumbuhanfisikremaja
antara lain pengaruh keluarga, pengaruh gizi, gangguan emosional jenis kelamin, status
sosial ekonomi, kesehatan,dan pengaruhbentuk tubuh.
Ada bebrapa alasan yang menyebabkan mengapa remaja dikategorikan pada
kelompok yang rawan. Pertama, remaja memerlukan energi dan zat gizi yang lebih banyak
untuk percepatan pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Kedua, perubahan kebiasaan
pangan menuntut penyesuaian masukan energi dan gizi. Ketiga, perubahan dalam
perkembangan sosial dan psikologi seringkali berimplikasi langsung terhadap kesehatan
(Arisman 2004).
Pada masa ini memelihara kesehatan, mencegah defisisensi gizi, dan penyakit
serta mengurangi resiko penyakit kronis adalah tujuan gizi yang utama. Remaja memiliki
resiko kesehatan paling tinggi karena faktor kecelakaan, alkohol, narkoba, hamil diluar
nikah, kebiasaan makan (diet) dan perilaku hidup sehat yang buruk (Latifah 2008).
Konsekuensi penyakit yang berhubungan dengan gizi dapat dihindari atau setidaknya
ditunda dan keparahnnya dikurangi jika praktek gaya hidup sehat dipraktikkan sejak awal
dan diterapkan sepanjang hidup. Praktek gaya hidup sehat dapat dilihat pada perilaku
makan mahasiswa yang meliputi kuantitas dan kualitas pangan yang dikonsumsi.
Negara Indonesia yang kaya raya dengan aneka ragam makanan masih tinggi
tingkat kekurangan gizi. Penyebab kekurangan gizi bukan saja karena kekurangan bahan
pangan, tetapi pola makan yang tidak tepat disebabkan tingkat kepedulian, pengetahuan
tentang gizi di Indonesia masih rendah. Pola makan yang benar dan sehat sangat
ditentukan oleh faktor ekonomi dan pendidikan (pengetahuan) tentang gizi.Pola makan
yang teratur dan mengkonsumsi makanan seimbang serta beragam adalah kunci menuju
sehat (Rubianto 2010).
Menurut Moehji (2003) faktor yang memicu terjadinya masalah gizi pada usia
remaja antara lain kebiasaan makan yang buruk, pemahaman gizi yang keliru, kesukaan
103
yang berlebihan terhadap makanan tertentu, promosi yang berlebihan melalui media masa,
dan masuknya produk-produk makanan baru yang berasal dari negara lain secara bebas.
Berdasarkan SURKESNAS 2011 masalah gizi pada remaja akan berdampak
negatifpada tingkat kesehatan masyarakat, misalnya penurunan konsentrasi belajar, risiko
melahirkan bayi dengan BBLR,penurunan kesegaran jasmani. Banyak penelitian telah
dilakukan menunjukkan kelompok remaja menderita/mengalamibanyak masalah gizi.
Masalah gizi tersebut antara lain Anemia dan IMT kurang dari batas normal atau kurus.
Prevalensianemia berkisar antara 40% dan 88%, sedangkan prevalensi remaja dengan
IMT kurus berkisar antara 30% dan 40% (Permaisih 2003).
Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra
manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.
Kesehatan tubuh belum terjamin hanya dengan mengkonsumsi makanan yang
berkualitas baik. Tanpa mengetahui jumlah dan jenis bahan makanan yang baik
dikonsumsi untuk kesehatan mustahil kesehatan tubuh dapat terjaga dengan baik. Untuk
mengetahui hal itu dapat dilakukan dengan meningkatkan pengetahuan gizi (Hardinsyah
dan Nadiya M 2008).
Suhardjo (2003) menyatakan bahwa kurangnya pengetahuan dan salah konsepsi
tentang kebutuhan pangan dan nilai pangan, kemiskinan dan kekurangan faktor persediaan
pangan yang bergizi merupakan faktor penting dalam masalah kurang gizi. Penyebab lain
gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan menerapkan
informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Pengetahuan gizi merupakan landasan penting untuk terjadi perubahan sikap dan
perilaku gizi. Perilaku yang didasari pengetahuan akan bertahan lebih lama, oleh sebab itu
penting bagi remaja untuk memperoleh pengetahuan gizi dari berbagai sumber seperti
sekolah, media cetak, maupun media elektronik. Tingkat pengetahuan gizi seseorang
berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan yang pada akhirnya
akan berpengaruh pada keadaan gizi individu yang bersangkutan (Amelia 2008).
Suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada
tiga kenyataan yaitu status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan
kesejahteraan, setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu
104
menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal,
pemeliharaan, dan energi, serta ilmu gizi memeberikan fakta-fakta yang perlu sehingga
penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi (Suhardjo
2003).
Sikap Sikap adalah ekspresi sederhana dari bagaimana kita suka atau tidak suka
terhadap beberapa hal (Rahayuningsih 2008). Sikap merupakan reaksi atau respon
seseorang yang masih tertutupterhadap suatu stimulus atau objek. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pembentukan sikap antara lain pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain
yang dianggap penting, media masa, institusi atau lembaga pendidikan dan agama, serta
faktor emosional.
Menurut Suhardjo (1989) sikap manusia terhadap makanan banyak dipengaruhi
oleh pengalaman-pengalaman dan respon-respon yang diperlihatkan oleh orang lain
terhadap makanan sejak masa kanak-kanak. Pengalaman yang diperoleh ada yang
dirasakan menyenangkan atau sebaliknya tidak menyenangkan, sehingga setiap individu
dapat mempunyai sikap suka atau tidak suka (like or dislike) terhadap makanan.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung.Secara langsung
dapat ditanyakan bagaimana pendapat/ pernyataan respondenterhadap suatu obyek.
Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataanhipotesis kemudian
ditanyakan pendapat responden melalui kuesioner (Notoatmodjo 2007).
Pendidikan tidak akan berhasil kalau tidak disertai suatu pengetahuan mengenai
sikap, kepercayaan dan nilai dari masyarakat yang akan dijadikan sasaran dan cara
mereka menerapkannya kepada anak-anak mereka dan juga pengertian terhadap konsep
tingkah laku yang dihubungkan dengan pilihan makanan. Biasanya makan mempunyai
hubungan dengan perasaan seseorang. Sikapnya terhadap makanan dipengaruhi oleh
pelajaran dan pengalaman yang diperoleh sejak masa kanak-kanak tentang apa dan
bagaimana makan (Khumaidi 1988).
Praktek Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang akan cenderung memilih makanan
yang murah dengan nilai gizi yang lebih tinggi sesuai dengan jenis pangan yang tersedia
dan kebiasaan makan sejak kecil, sehingga kebutuhan gizinya terpenuhi. Hal ini sesuai
dengan Sanjur (1982) menyebutkan bahwa pengetahuan gizi menentukan atau membentuk
praktek secara langsung. Praktek adalah respon seseorang terhadap suatu rangsangan
(stimulus). Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek, kemudian mengadakan
105
penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia
akan melaksanakan apa yang diketahui atau disikapinya/dinilai baik (Notoatmodjo 2003).
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Praktek terjadi setelah
seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian
atau pendapat terhadap apa yang diketahui, dan selanjutnya ia akan melaksanakan dan
mempraktekkan apa yang sudah diketahuinya. Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu
tindakan nyata diperlukan suatu faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan,
antara lain adalah fasilitas (Notoadmodjo 2007).
Pengukuran praktek dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan
wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau
bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan
mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.
Kebiasaan Makan
Konsumsi pangan dipengaruhi oleh kebiasaan makan seseorang (Suhardjo 1989).
Kebiasaan makan berasal dari kata kebiasaan dan makan. Kebiasaan adalah perilaku yang
diperoleh dari pola praktek. Kebiasaan makan merupakan tindakan manusia terhadap
makanan yang dipengaruhi oleh pengetahuan dan perasaan atau apa yang dirasakan
(Khumaidi 1988). Suhardjo (1989) juga menyebutkan bahwa kebiasaan makan adalah
suatu perilaku yang berhubungan dengan makan seseorang, pola makanan atau susunan
hidangan yang dimakan, pantangan, distribusi makanan dalam anggota keluarga.
Kebiasaan makan yang baik dimulai dirumah, atas bimbingan dari orang tua baik ibu, ayah
dan anggota keluarga lainnya seperti kakak, abang, atau nenek serta pembantu.
Kebiasaan makan terbentuk dari empat komponen, yaitu (1) konsumsi makanan
(pola konsumsi), meliputi jumlah, jenis frekuensi dan proporsi makanan yang dikonsumsi
atau komposisi makanan; (2) freferensi terhadap makanan, mencakup sikap terhadap
makanan (suka atau tidak suka terhadap makanan); (3) ideologi atau pengetahuan
terhadap makanan, terdiri atas kepercayaan dan tabu; (4) sosisal budaya makanan,
meliputi umur, asal, pendidikan, kebiasaan membaca, besar keluarga, mata pencaharian
atau pekerjaan, luas pemilikan lahan, dan ketersediaan makanan (Sanjur 1982).
Kebiasaan makan remaja sangat khas dan berbeda jika dibandingkan dengan usia
lannya, kebiasaan makan mereka seperti tidak makan, terutama makan pagi atau sarapan,
kegemaran makan snack dan kembang gula, mereka cenderung memilih-milih makanan,
ada makanan yang disukai dan ada makanan yang tidak disukai. Jenis makanan tersebut
berbeda untuk tiap budaya antara laki-laki dan perempuan. Selain itu, remaja putri
106
biasanya percaya bahwa mereka dapat mengontrol berat badannya dengan cara tidak
makan pagi atau siang (Robert & Williams 1996 dalam Waluya 2007).
Kebiasaan makan dapat berubah karena pendidikan dan pengetahuan tentang gizi
dan kesehatan, serta aktivitas perdagangan makanan. Selain itu tingkat pendapatan juga
merupakan salah satu faktor utama dalam mempengaruhi kebiasaan makan, dimana
secara signifikan, dengan meningkatnya pendidikan, konsumsi makan mahal akan dibeli
dan dikonsumsi lebih banyak (Hartog et al 1995 dalam Waluya 2007).
Penilaian konsumsi pangan dilakukan sebagai cara untuk mengukur keadaan
konsumsi pangan yang kadang-kadang merupakan salah satu cara yang digunakan untuk
menilai status gizi. Berdasarkan data yang diperoleh, maka pengukuran konsumsi
makanan menghasilkan dua jenis data konsumsi, yaitu bersifat kualitatif dan kuantitatif.
Metode yang bersifat kualitatif biasanya untuk mengetahui frekuensi makan. Metode
kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga
dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan
(DKBM) atau daftar lain yang diperlukan seperti Daftar Ukuran Rumah Tangga (URT),
Daftar Konversi Mentah Masak (DKMM), Daftar Peneyerapan Minyak (DPM). Salah satu
metode pengukuran konsumsi makanan untuk individu yang bersifat kuantitatif adalah
metode recall 24 jam (Supariasa et al 2002).
Kebiasaan Jajan
Kebiasaan jajan adalah salah satu bentuk makan baik pada anak-anak, remaja
ataupun dewasa. Menurut Winarno (1993) makanan jajanan adalah makanan yang
diproduksi atau dijual oleh pengusaha sektor informal dengan modal terbatas dan dijajakan
di tempat keramaian, sepanjang jalan, dan pemukiman atau perkampunagan dengan cara
berjualan keliling, menetap atau kombinasi dari kedua cara tersebut. Makanan jajanan
pada umunya ada empat kelompok yaitu (1) makanan utama atau sepinggancontohnya
nasi rames, nasi rawon, nasi pecel, dan lain-lain; (2) panganan atau snack, contohnya kue-
kue, aneka gorengan, dan lain-lain; (3) golongan minuman, contohnya es teler, es buah,
kopi, dan sebagainya; (4) buah-buahan segar, contohnya mangga, durian, dan sebagainya.
Kebiasaan jajan memiliki segi positif dan negatif. Segi positifnya adalah jika
makanan yang dibeli sudah memenuhi syarat kesehatan, bisa melengkapi ataupun
menambah kebutuhan gizi anak. Disamping itu juga mengisi kekosongan lambung, karena
3 – 4 jam sesudah makan, lambung mulai kosong. Selain itu dapat pula digunakan untuk
mendidik anak dalam memilih jajanan sehat. Adapun segi negatif dari kebiasaan ajajan ini
diantaranya adalah dengan jajan yang terlalu banyak bisa mengurangi nafsu makan di
rumah. Jajan yang dibeli juga tidak terjamin kebersihannya, mungkin kurang bersih cara
107
mencuci atau memasaknya, karena debu atau kotoran-kotoran, dikerumuni lalat, dan lain-
lain (PERSAGI 1973 diacu dalam Astuti 2010).
Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik adalah pergerakkan anggota tubuh yang menyebabkan
pengeluaran tenaga secara sederhana yang sangat penting bagi pemeliharaan fisik,
mental, dan kualitas hidup sehat. Secara umum setiap orang tahu bahwa berolah raga atau
melakukan aktvitas fisik bermanfaat bagi kesehatan (Anonim 2010). Penelitian Badan
Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa gaya hidup duduk terus-menerus dalam
bekerja menjadi penyebab 1 dari 10 kematian dan kecacatan dan lebih dari dua juta
kematian setiap tahun disebabkan oleh kurangnya bergerak/aktivitas fisik.
Aktivitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan pengeluaran
tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan fisik dan mental, serta
mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari. Aktivitas fisik
secara teratur yang dilakukan paling sedikit 30 menit dalam sehari sehingga dapat
menyehatkan jantung, paru-paru, serta alat tubuh lainnya, jika lebih banyak waktu yang
digunakan untuk beraktivitas fisik, maka manfaat yang diperoleh juga lebih banyakKegiatan
ini dilakukan setiap hari secara teratur dalam waktu 3 bulan ke depan akan terasa hasilnya
(Anonim 2008).
Ada 3 tipe/macam/sifat aktivitas fisik yang dapat dilakukan untuk mempertahankan
kesehatan tubuh yaitu:
1.Ketahanan (endurance)
Aktivitas fisik yang bersifat untuk ketahanan, dapat membantu jantung, paru-paru,
otot, dan sistem sirkulasi darah tetap sehat dan membuat kita lebih bertenaga. Untuk
mendapatkan ketahanan maka aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (4-7 hari
perminggu).Contoh beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti berjalan kaki, misalnya
turunlah dari bus lebih awal menuju tempat kerja kira-kira menghabiskan 20 menit berjalan
kaki dan saat pulang berhenti di halte yang menghabiskan 10 menit berjalan kaki menuju
rumah, lari ringan, berenang, senam, dan lain-lain.
2. Kelenturan (flexibility)
Aktivitas fisik yang bersifat untuk kelenturan dapat membantu pergerakan lebih
mudah, mempertahankan otot tubuh tetap lemas (lentur) dan sendi berfungsi dengan baik.
Untuk mendapatkan kelenturan maka aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (4-7
hari perminggu).Contoh beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti peregangan, mulai
dengan perlahan-lahan tanpa kekuatan atau sentakan, lakukan secara teratur untuk 10-30
108
detik, bisa mulai dari tangan dan kaki, senam taichi, yoga, mencuci pakaian, mobil,
mengepel lantai.
3. Kekuatan (strength
Aktifitas fisik yang bersifat untuk kekuatan dapat membantu kerja otot tubuh dalam
menahan sesuatu beban yang diterima, tulang tetap kuat, dan mempertahankan bentuk
tubuh serta membantu meningkatkan pencegahan terhadap penyakit seperti osteoporosis
(keropos pada tulang). Untuk mendapatkan kelenturan maka aktivitas fisik yang dilakukan
selama 30 menit (2-4 hari perminggu). Contoh beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti
push-up, pelajari teknik yang benar untuk mencegah otot dan sendi dari kecelakaan, naik
turun tangga, angkat berat/beban, membawa belanjaan, mengikuti kelas senam terstruktur
dan terukur (fitness).
Pedoman Umum Gizi Seimbang
Pada dasarnya masalah gizi timbul karena perilaku gizi seseorang yang salah, yaitu
ketidakseimbangan antara konsumsi gizi dan kecukupan gizinya.Hidangan gizi seimbang
adalah makanan yang mengandung zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur yang
dikonsumsi seseorang dalam satu hari, sesuai dengan kecukupan tubuhnya. Keadaan ini
tercermin dari derjat kesehatannya, tumbuh kembang, serta produktivitasnya yang optimal.
Namun dengan pergeseran gaya hidup, akibat pengaruh urbanisasi, globalisasi, dan
industralisasi dapat menyebabkan sebagian masyarakat Indonesia untuk cenderung
menyukai makanan siap santap yang kandungan gizinya tidak seimbang. Pada umumnya
makanan siap santap ini mengandung lemak dan garam yang tinggi, tetapi kandungan
seratnya rendah (Depkes 1996).
Apabila konsumsi makanan sehari-hari kurang beranekaragam, maka akan timbul
ketidakseimbangan antaraasupan makanan dan kebutuhan zat gizi yang diperlukan untuk
hidup sehat dan produktif. Dengan mengkonsumsi makanan sehari-hari yang
beranekaragam, kekurangan zat gizi pada jenis makanan yang satu akan dilengkapi oleh
keunggulan susunan zat gizi jenis makanan lain, sehingga diperoleh masukan zat gizi yang
seimbang (Depkes 2005).
Perilaku makan yang salah harus dihindari karena akan berhubungan dengan
status gizi dan kesehatan seseorang. Pada tahun 1992 diselenggarakan kongres gizi
internasional di Roma yang membahas tentang pentingnya gizi seimbang untuk
menghasilkan manusia yang berkualitas. Salah satu rekomendasi kongres adalah anjuran
kepada setiap negara untuk menyusun Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS). Di
109
Indonesia pernah diperkenalkan pedoman 4 sehat 5 sempurna pada tahun 1950. Slogan 4
sehat 5 sempurna saat ini sebenarnya merupakan implentasi PUGS (Depkes 2005).
Dalam PUGS ini terdapat 13 (tiga belas) pesan dasar gizi seimbang. Semua zat gizi
yang diperlukan tubuh dapat diperoleh dengan cara mengkonsumsi anekaragam makanan
dalam jumlah yang cukup dan seimbang. Hal ini disebabkan karena tidak ada satu jenis
makanan yang dapat menyediakan zat gizi secara lengkap, kecuali Air Susu Ibu (ASI).
Konsumsi makanan yang beranekaragam dapat melengkapi kekurangan zat gizi pada jenis
makanan lain sehingga diperoleh masukan zat gizi yang seimbang terdapat beberapa
anjuran mengenai perilaku makan yang baik agar tubuh tetap sehat, anjuran mengenai
perilaku makan tersebut antara lain adalah tiga belas pesan dasar yang perlu diperhatikan
tersebut yaitu makanlah anekaragam makanan, makanlah makanan untuk memenuhi
kecukupan energi, makanlah makanan sumber karbohidrat, setengah dari kebutuhan
energi, batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kecukupan energi,
gunakan garam beriodium,makanlah makanan sumber zat besi,berikan ASI saja pada bayi
sampai umur 6 bulan dan penambahan MPASI sesudahnya, biasakan makan pagi,
minumlah air bersih yang aman dan cukup jumlahnya,lakukan aktivitas fisik secara teratur,
hindari minum minuman beralkohol, makanlah makanan yang aman bagi kesehatan, dan
bacalah label pada makanan yang dikemas(Depkes 2005):
Makanlah anekaragam makanan. Tidak ada satu pun jenis makanan yang
mengandung semua zat gizi, yang mampu membuat seseorang hidup sehat. Oleh karena
itu mengkomsumsi bahan makanan yang beragam akan memberikan nilai gizi yang lebih
baik daripada makanan yang dikonsumsi secara tunggal. Makin beranekaragam bahan
makanan yang dikonsumsi, makin terjamin keseimbangan zat gizi dalam tubuh.
Kekurangan zat gizi dalam konsumsi makanan sehari-hari akan menyebabkan
pengguanaan zat gizi lainnya tidak optimal. Makanan yang beranekaragam minimal terdiri
dari satu jenis dari masing-masing golongan pangan, yaitu makanan pokok, lauk pauk,
sayur, dan buah (Hardinsyah dan Nadiya M 2002).
Makanan yang beranekaragam sangat bermanfaat bagi kesehatan. Makanan yang
beranekaragam yaitu makanan yang mengandung unsur-unsur zat gizi yang diperlukan
tubuh baik kualitas maupun kuantitasnya yang biasanya disebut triguna makanan, yaitu
makanan yang mengandung zat tenaga, pembangun, dan pengatur. Kekurangan salah
satu zat gizi tertentu pada satu jenis makanan, akan dilengkapi oleh zat gizi dari makanan
yang lain. Jadi mengkonsumsi makanan yang beranekaragam akan lebih menjamin
terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, pembangun dan pengatur (Depkes 2005).
110
Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi. Setiap orang
dianjurkan makan makanan yang cukup mengandung sumber zat tenaga atauenergi.
Kebutuhan energi dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi sumber karbohidrat, lemak, dan
protein. Kecukupan energi bagi seseorang ditandai dengan berat badan yang
normal.Kekurangan energi akan mengakibatkan penurunan berat badan (Hardinsyah dan
Nadiya M 2002).
Kekurangan energi yang berlangsung lama pada seseorang akan mengakibatkan
penurunaan berat badan dan kekurangan zat gizi lain. Penurunan berat badan yang
berlanjut akan menyebabkan keadaan gizi kurang. Keadaan gizi kurang akan membawa
akibat terhambatnya proses tumbuh kembang pada anak. Dampaknya pada saat ia
mencapai usia dewasa, tinggi badannya tidak mencapai ukuran normal dan kurang
tangguh. Selain itu ia mudah terkena penyakit infeksi (Depkes 2005)..
Makanlah makanan sumber karbohidrat, setengah dari kebutuhan energi.
Makanan sumber karbohidrat merupakan sumber energi utama. Sumber karbohidrat ini
kurang memberikan zat gizi lain seperti lemak, protein, vitamin, dan mineral. Terdapat dua
kelompok sumber karbohidrat, yaitu karbohidrat kompleks (padi-padian dan umbi-umbian)
dan karbohidrat sederhana misalnya gula dan sirup. Pencernaan dan penyerapan
karbohidrat kompleks lebih lama sehingga tidak segera merasa lapar jika telah
mengkonsumsinya. Sebaliknya karbohidrat sederhana lebih mudah diserap sehingga cepat
menimbulkan rasa lapar (Hardinsyah dan Nadiya M 2002).Apabila energi yang diperoleh
dari makanan sumber karbohidrat kompleks (sumber karbohidrat selain gula) melebihi 60%
atau 2/3 bagian dari energi yang dibutuhkan anak, kebutuhan protein, vitamin, dan mineral
sulit dipenuhi (Depkes 2005).
Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kecukupan
energi. Lemak dan minyak terdapat dalam makanan berperan sebagai sumber dan
cadangan energi, membantu penyerapan vitamin A, D, E, dan K, serta menambah lezatnya
hidangan. Konsumsi lemak dan minyak yang dianjurkan dalam makanan sehari-hari paling
sedikit 10% tetapi tidak lebih dari 25% dari kebutuhan energi atau jika dalam bentuk minyak
antara 3 – 4 sendok makan sehari. Dalam hidangan sehari-hari cukup 2 - 4 jenis makanan
yang berminyak atau berlemak. Konsumsi lemak atau minyak yang berlebihan dapat
menyebabkan penyempitan pembuluh darah dan penyakit jantung koroner (Hardinsyah
danNadiya M 2002).
Potensi lemak dan minyak sebagai sumber energi terhitung lebih tinggi daripada
karbohidrat dan protein. Tiap gram lemak menghasilkan 9 kilo kalori, sedangkan
karbohidrat dan protein masing-masing hanya menghasilkan 4 kilo kalori. Selain berpotensi
111
tinggi kalori, lemak juga relatif lama berada dalam sistim pencernaan dibandingkan dengan
protein dan karbohidrat, sehingga lemak menimbulkan rasa kenyang yang lebih lama
(Depkes 2005).
Gunakan garam beriodium. Iodium merupakan salah satu zat gizi yang berperan
untuk pembentukan hormon tiroksin, yang diperlukan bagi perkembangan fisik dan mental,
serta pertumbuhan dan perkembangan anak. Oleh karena itu kekurangan iodium dalam
makanan sehari-hari dapat menyebabkan penurunan tingkat kecerdasan seseorang. Salah
satu sumber iodium dalam makanan sehari-hari adalah garam beriodium (Hardinsyah dan
Nadiya M 2002).
Dengan mengonsumsi garam beriodium ± 6 gram sehari, kebutuhan iodium dapat
terpenuhi, namun ambang batas penggunaan natrium tidak terlampaui. Dalam kondisi
tertentu, misalnya keringat yang berlebihan, dianjurkan mengonsumsi garam sampai 10
gram atau dua sendok teh per orang per hari. Selain itu dianjurkan untuk tetap
mengonsumsi makanan dari laut yang kaya iodium (Depkes 2005).
Makanlah makanan sumber zat besi. Zat besi merupakan unsur penting dalam
proses pembentukan sel darah merah. Kekurangan zat besi dalam makanan sehari-hari
secara berkelanjutan dapat menimbulkan penyakit anemia gizi besi (AGB). Anemia gizi
besi terutama banyak diderita oleh wanita hamil, menyusui, wanita usia subur, anak
sekolah, remaja, pekerja berpenghasilan rendah, dan balita. Sumber utama zat besi adalah
bahan pangan hewani, kacang-kacangan, dan sayuran berwarna hijau tua. Sumber zat
besi dari hewani lebih mudah diserap tubuh dibandingkan dari nabati (Hardinsyah dan
Nadiya M 2002).
Keanekaragaman konsumsi makanan berperan penting dalam membantu
meningkatkan penyerapan Fe di dalam tubuh. Adanya protein hewani (seperti daging, ikan,
dan telur), vitamin C, vitamin A, Zink (Zn), asam folat, serta zat gizi mikro lain dapat
meningkatkan penyerapan zat besi dalam tubuh. Manfaat lain mengonsumsi makanan
sumber zat besi adalah terpenuhinya kecukupan vitamin A, karena memakan sumber zat
besi biasanya juga merupakan sumber vitamin A (Depkes 2005).
Berikan ASI saja pada bayi sampai umur 6 bulan dan penambahan MPASI
sesudahnya. ASI adalah makanan terbaik untuk bayi karena ASI dapat memenuhi semua
kebutuhan zat gizi bagi pertumbuhan dan kesehatan bayi sampai umur 6 bulan. Pemberian
ASI saja pada usia 6 bulan disebut pemberian ASI ekslusif. Apabila selama periode
tersebut diberikan makanan selain ASI maka akan timbul gangguan kesehatan pada bayi,
seperti diare, alergi, dan bahaya lain yang fatal (Hardinsyah dan Nadiya M 2002).
112
Biasakan makan pagi. Makan pagi atau sarapan sangat bermanfaat bagi setiap
orang. Makan pagi yang cukup bagi orang dewasa sangat penting untuk memelihara
ketahanan fisik, mempertahankan daya tahan saat bekerja dan meningkatkan produktivitas
kerja. Bagi anak sekolah, makan pagi untuk meningkatkan konsentrasi belajar. Jika makan
pagi tidak biasa dilakukan maka akan mengalami resiko menderita gangguan kesehatan
berupa menurunnya kadar gula darah. Makan pagi sebaiknya terdiri dari makanan sumber
zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur (Hardinsyah dan Nadiya M 2002).
Minumlah air bersih yang aman dan cukup jumlahnya. Fungsi air dalam tubuh
adalah melancarkan transportasi zat gizi, mengatur keseimbangan cairan dan garam
mineral tubuh, mengatur suhu tubuh, mengeluarkan bahan sisa dari dalam tubuh, sebagai
pelarut, katalisator, pelumas, fasilitator pertumbuhan, pengatur suhu, serta peredam
benturan (Almatsier 2004). Untuk memenuhi fungsi tersebut dibutuhkan paling sedikit 2 liter
air atau setara 8 gelas sehari. Bagi orang dewasa, air yang diminum harus terjamin
keamanannya supaya tidak menimbulkan gangguan kesehatan seperti diare dan
keracunan. Air bersih dan aman adalah jernih, tidak mengandung kuman dan bahan
beracun, tidak berasa, tidak berwarna dan tidak berbau serta sebelum diminum harus
dimasak sampai mendidih (Hardinsyah dan Nadiya M 2002).
Lakukan aktivitas fisik secara teratur. Kegiatan fisik dan olahraga bermanfaat
untuk meningkatkan kebugaran, mencegah kelebihan berat badan, meningkatkan fungsi
jantung, paru-paru dan otot serta memperlambat proses penuaan. Kegiatan fisik dan olah
raga yang tidak seimbang dengan jumlah energi yang dikonsumsi dapat mengakibatkan
berat badan lebih atau kurang. Oleh karena itu diupayakan kegiatan fisik dan olah raga
selalu seimbang dengan masukan energi yang diperoleh dari makanan sehari-sehari
(Hardinsyah dan Nadiya M 2002).
Seseorang yang sehat dapat melakukan aktivitas fisik setiap hari tanpa kelelahan
yang berarti. Olah raga harus dilakukan teratur. Macam dan takaran olah raga berbeda
menurut usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan, dan kondisi kesehatan. Salah satu pesan
PUGS adalah olahraga secara teratur minimal 3 kali dalam satu minggu selama 30 menit.
Ketidakseimbangan antara makanan yang dikonsumsi dan aktivitas fisik, banyak dijumpai
pada kalangan tertentu, misalnya kalangan eksekutif (Depkes 2005).
Hindari minum minuman beralkohol. Kebiasaan minum minuman beralkohol
sangat berbahaya bagi kesehatan. Hal ini disebabkan karena dapat mengakibatkan
terhambatnya penyerapan zat gizi, hilangnya zat gizi penting meskipun telah
mengkonsumsi makanan bergizi dalam jumlah yang cukup, menyebabkan kurang gizi,
gangguan hati serta kerusakan otak dan jaringan. Minuman beralkohol ini hanya
113
mengandung energi dan tidak mengandung zat gizi lainnya (Hardinsyah dan Nadiya M
2002).
Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan. Makanan yang dikonsumsi
selain harus mengandung zat gizi yang lengkap dan seimbang juga harus aman bagi
kesehatan. Makanan yang aman adalah makanan yang bebas kuman dan bahan kimia
berbahaya, serta tidak bertentangan dengan masyarakat (halal). Agar makanan dapat
memenuhi syarat aman dan halal maka bahan makanan tersebut harus diperlakukan
secara baik dan benar, baik pada tahap budidaya atau tahap pengolahan. Secara umum
makanan yang tidak aman bagi kesehatan antara lain berlendir, berjamur, aroma, dan rasa
atau warna berubah, melewati tanggal kadaluarsa, terjadi kerusakan pada kemasan, dan
dalam pengolahannya ditambahkan bahan tambahan berbahaya (Hardinsyah dan Nadiya
M 2002).
Bacalah label pada makanan yang dikemas. Label adalah keterangan tentang isi,
jenis, komposisi zat gizi, tanggal kadaluarsa, dan keterangan penting lain yang
dicantumkan pada kemasan. Semua keterangan tersebut sangat membantu konsumen
untuk mengetahui bahan-bahan yang terkandung dalam makanan dan dapat
memperkirakan bahaya yang mungkin terjadi pada konsumen beresiko tinggi karena
menderita penyakit (Hardinsyah dan Nadiya M 2002). Semua keterangan yang rinci pada
label makanan yang dikemas sangat membantu konsumen pada saat memilih dan
menggunakan makanan tersebut, sesuai kebutuhan gizi dan keadaan kesehatan
konsumen (Depkes 2005).
Faktor-faktor yang berhubungan dengan Pengetahuan, Sikap, dan Praktek
Faktor yang melatarbelakangi masalah gizi di negara berkembang diantaranya
adalah keadaan sosial ekonomi. Faktor-faktor sosial ekonomi seperti besar keluarga,
tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan dapat berpengaruh secara tidak langsung
terhadap timbulnya masalah gizi (Khumaidi 1989).
Pendidikan Orang Tua
Khumaidi (1989) berpendapat bahwa pendidikan orang tua terutama ibu erat
kaitannya dengan pemilihan makanan yang bergizi baik untuk keluarganya. Pendidikan ibu
juga berpengaruh terhadap tingkat perawatan kesehatan, higiene, kesadaran terhadap
anak dan keluarga. Pendidikan akan mempengaruhi tingkat pengetahuan individu.
Pengetahuan gizi dan kesehatan merupakan salah satu jenis pengetahuan yang dapat
diperoleh melalui pendidikan. Pengetahuan tentang gizi dan kesehatan akan berpengaruh
114
terhadap pola konsumsi pangan. Pengetahuan tentang gizi dan kesehatan yang semakin
baik dapat mempengaruhi jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat
memenuhi kecukupan gizi dan mempertahankan kesehatan individu (Suhardjo 1989).
Menurut Syarief (1997) diacu dalam Astuti (2010) tingkat pendidikan orang tua
merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk
pemberian makan, pola konsumsi pangan, dan status gizi. Umumnya pendidikan
seseorang akan mempengaruhi sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Orang
yang berpendidikan tinggi cenderung lebih memilih makanan yang kandungan gizinya
tinggi, sesuai dengan jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan makan sejak kecil
sehingga kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi dengan baik.
Pekerjaan dan Pendapatan Orang Tua
Pekerjaan merupakan salah satu faktor yang merupakan masukan (input) bagi
terbentuknya suatu gaya hidup keluarga. Keluarga dan masyarkat yang berpenghasilan
rendah mempergunakan sebagian besar dari keuangannya untuk membeli makanan dan
bahan makanan, dan semakin tinggi penghasilan itu, semakin menurun bagian penghasilan
yang dipakai untuk membeli makanan (Suhardjo 1989).
Penelitian di Banglades oleh Roushan (1996)diacu dalam Yuliansyah (2006)
menyebutkan bahwa status gizi anak dipengaruhi oleh pekerjaan orang tua, jarak kelahiran
dan jumlah anggota keluarga. Bagi ibu-ibu yang bekerja menunjukkan adanya
kecenderungan makanan yang lebih baik (Suhardjo 2003). Semakin tinggi tingkat ekonomi
keluarga semakin tinggi pula kualitas gizi konsumsi pangannya (Khumaidi 1988).Keadaan
ekonomi akan mempengaruhi daya beli seseorang dalam pemenuhan kebutuhan pangan.
Hal ini akan mengakibatkan seseorang yang berpendapatan lebih tinggi akan memiliki
kemampuan membeli bahan pangan yang berkualitas dengan jumlah yang cukup
dibandingkan dengan orang yang berpendapatan lebih rendah (Sanjur 1982).
Menurut Berg (1986) tingkat pendapatan keluarga atau pendapatan perkapita
sangat menentukan kualitas dankuantitas makanan. Pendapatan juga berhubungan erat
dengan gizi dan kesehatan dimana peningkatan pendapatan akan memperbaiki status gizi
dan kesehatan anggota keluarga. Pendapatan keluarga merupakan hasil penjumlahan dari
masing-masing pendapatan anggota keluarga yang bekerja. Faktor pendapatan keluarga
mempunyai peranan besar dalam masalah gizi dan kebiasaan makan masyarakat.
Rendahnya pendapatan merupakan kendala yang menyebabkan orang tidak mampu
membeli, memilih pangan yang bermutu gizi baik dan beragam (Rodiah 2010).
115
Besar Keluarga
Menurut Suhardjo (1989), secara garis besar keluarga dapat dibagi atas keluarga
inti dan keluarga dalam arti luas. Keluarga inti yaitu keluarga yang terdiri atas sepasang
suami istri dengan anak-anaknya. Sedangkan keluarga dalam arti luas yaitu keluarga yang
tidak terbatas hanya pada keluarga inti, melainkan terdiri dari beberapa generasi, selain
orang tua dan anak-anaknya terdapat pula kakek, nenek, paman, bibi, saudara, sepupu,
menantu, dan cucu.
Menurut BKKBN (1998), besar keluarga dapat dikelompokkan berdasarkan jumlah
anggota keluarga, yaitu keluarga kecil, keluarga sedang, dan keluarga besar. Keluarga
kecil adalah keluarga dengan jumlah anggota kurang dari 5 orang, keluarga sedang
memilki jumlah anggota 5 – 7 orang, sedangkan keluarga besar memiliki jumlah anggota
lebih dari 7 orang.
Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi, sangat nyata pada
masing-masing keluarga. Sumber pangan keluarga terutama mereka yang sangat miskin,
akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makanannya jika yang harus diberi makanan
jumlahnya sedikit. Anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga miskin adalah paling
rawan terhadap kurang gizi di antara seluruh anggota keluarga. Seandainya besar keluarga
bertambah, maka pangan untuk setiap anak berkurang dan banyak orang tua tidak
menyadari bahwa anak-anak yang sangat muda memerlukan pangan relatif lebih banyak
daripada anak-anak yang lebih tua (Suhardjo 2003). Besar keluaraga juga akan
mepengaruhi kesehatan seseorang atau keluarga dan besar keluarga ini akan
mempengaruhi konsumsi zat gizi dalam suatu keluarga (Sukarni 1989).
Pangan yang tersedia untuk satu keluarga besar mungkin hanya cukup untuk
jumlah anggota keluarga yang kecil. Penambahan besar keluarga akan menyebabkan
pangan untuk setiap anak berkurang dan banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa
anak-anak yang sedang tumbuh memerlukan pangan relatif tinggi daripada golongan yang
lebih tua (Suhardjo 1989).
Konsumsi Energi dan Zat Gizi
Energi
Salah satu tujuan dari pembangunan adalah menyediakan pangan sesuai dengan
kebutuhan penduduk, baik jumlah maupun mutunya. Pangan yang diperoleh digunakan
untuk memenuhi kebutuhan energi, lemak,protein, vitamin, mineral, dan air yang berguna
untuk mempertahankan kelangsungan hidup (Suhardjo 1989). Pangan merupakan
kebutuhan dasar yang paling esensial bagi manusia untuk mempertahankan hidup dan
kehidupan. Pangan sebagai sumber energi dan zat gizi (karbohidrat, lemak, protein,
116
vitamin, mineral dan air) menjadi landasan utama manusia untuk mencapai kesehatan dan
kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan. Janin dalam kandungan, bayi, balita, anak,
remaja, dewasa maupun usia lanjut membutuhkan makanan yang sesuai dengan syarat
gizi untuk mempertahankan hidup, tumbuh dan berkembang, serta mencapai prestasi kerja
(Karsin2004).
Secara umum zat gizi dihubungkan dengan kesehatan tubuh, yaitu untuk
menyediakan energi, membangun, dan memelihara jaringan tubuh, serta mengatur proses-
proses kehidupan dalam tubuh. Kebutuhan akan zat gizi pada setiap orang berbeda, hal ini
tergantung kepada umur, jenis kelamin, aktivitas, dan faktor koreksi lainnya. Manusia
membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan
melakukan aktifitas fisik. Energi diperoleh dari karbohidrat, lemak, dan protein yang ada di
dalam bahan makanan. Kandungan karbohidrat, lemak, dan protein menentukan nilai
energinya (Almatsier 2004).
Data Biro Pusat Statistik tahun 1990 menunjukkan, bahwa komposisi umum energi
makanan rata-rata sehari orang Indonesia 9,6% berasal dari protein, 20,6% dari lemak dan
68,8% dari karbohidrat. Untuk memelihara kesehatan yang baik suatu penduduk, WHO
(1990) menganjurkan rata-rata konsumsi energi makanan sehari adalah 10-15% berasal
dari protein, 15-30% dari lemak, dan 55-75% dari karbohidrat. Dengan demikian, komposisi
konsumsi makanan rata-rata di Indonesia sudah mendekati komposisi konsumsi yang
dianjurkan WHO (Almatsier2004).
Menurut Muhilal & Hardinsyah (2004) diacu dalam Rizki (2010) angka kecukupan
gizi adalah nilai yang menunjukkan jumlah zat gizi yang diperlukan dalam tubuh untuk
hidup sehat setiap hari bagi hampir semua populasi menurut kelompok umur, jenis kelamin,
dan kondisi fisiologis tertentu, saperti hamil dan menyusui. Manusia membutuhkan energi
untuk mepertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik.
Kekurangan energi terjadi bila konsumsi energi melalui makanan kurang dari energi yang
dikeluarkan. Pada usia remaja (10 - 18 tahun), terjadi proses pertumbuhan jasmani yang
pesat serta perubahan bentuk dan susunan jaringan tubuh, di samping aktifitas fisik yang
tinggi. Besar kecilnya angka kecukupan energi sangat dipengaruhi oleh lama serta
intensitas kekuatan jasmani tersebut(Almatsier 2004).
Tingkat kecukupan energi adalah (TKE) adalah rata-rata tingkat kecukupan energi
dari pangan yang seimbang dengan pengeluaran energi pada kelompok umur, jenis
kelamin, ukuran tubuh (berat), dan tingkat kegiatan fisik agar hidup sehat dan dapat
melakukan kegiatan ekonomi dan sosial yang diharapkan (Novitasari 2010). Angka
kecukupan energi (AKE) bagi orang dewasa didasarkan pada Oxford Equation, yang
117
merupakan hasil analisis untuk estimasi energi basal metabilosme (EBM) berdasarkan
berat badan (WNPG 2004).
Potein
Protein merupakan bagian terbesar tubuh setelah air. Protein mempunyai fungsi
khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-
sel dan jaringan tubuh. Selain itu, protein juga berperan dalam pembentukan ikatan-ikatan
esensial tubuh, mengatur keseimbangan air, memelihara netralitas tubuh, pembentukan
antibodi, mengangkut zat-zat gizi, serta sebagai sumber energi (Almatsier 2004).
Menurut WNPG (2004), angka kecukupan protein (AKP) bagi orang dewasa
didasarkan pada rata-rata kebutuhan protein orang dewasa (yang berbeda menurut umur
dan jenis kelamin) dikalikan dengan berat badan, ditambah sejumlah safe level(24%) dan
dikoreksi dengan mutu (faktor koreksi mutu 1,2). Tambahan 24% berasal dari nilai
coefficient of variation 12% (2 x CV =24%), koreksi mutu protein didasarkan pada
kenyataan bahwa pangan hewani hanya berkontribusi sekitar 4% terhadap total energi,
artinya mutu protein makanan penduduk Indonesia masih rendah, sehingga diasumsikan
mutunya 85%, sehingga melahirkan faktor koreksi 1,17 yang dibulatkan menjadi 1,2. DKP
(2009) menyatakan untuk menilai apakah penduduk telah terpenuhi kebutuhan pangannya
secara kuantitatif dapat didekati dari konsumsi dan tingkat kecukupan energi dan
proteinnya.
Kekurangan protein umumnya banyak terdapat pada masyarakat dengan
golongan sosial ekonomi rendah. Kekurangan protein murni pada stadium berat
menyebabkan kwashiorkor pada anak-anak dibawah lima tahun (balita). Namun, defisiensi
protein dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan ketidakseimbangan kondisi
tubuh (Almatsier 2004).
Kabohidrat
Dalam kehidupan sehari-hari kita melakukan aktivitas, baik yang telah merupakan
kebiasaan misalnya berdiri, berjalan, mandi, makan dan sebagainya atau yang hanya
kadang-kadang saja kita lakukan. Untuk melakukan aktivitas tersebut perlu energi diperoleh
dari makanan yang kita makan. Pada umumnya bahan makanan itu mengandung tiga
kelompok utama senyawa kimia, yaitu karbohidrat, protein, dan lemak. Di Indonesia bahan
makanan pokok yang biasa dikonsumsi adalah beras, jagung, sagu, dan kadang-kadang
juga singkong atau ubi. Bahan makanan tersebut berasal dari tumbuhan atau senyawa
yang terkandung di dalamnya sebagian besar adalahkarbohidrat (Poedjiadi A dan
Supriyanti 2006).
118
Karbohidrat memegang peranan penting dalam alam karena merupakan sumber
energi utama bagi manusia dan hewan yang harganya relatif murah. Semua karbohidrat
berasal dari tumbuh-tumbuhan (Almatsier 2004). Terdapat dua kelompok karbohidrat, yaitu
karbohidrat kompleks dan karbohidrat sederhana. Karbohidrat kompleks adalah padi-
padian (beras, jagung, gandum); umbi-umbian (singkong, ubi jalar, kentang); dan makanan
lainnya seperti tepung;sagu; dan pisang. Tetapi makanan sumber karbohidrat kompleks ini
kurang memberikan zat gizi lain yang diperlukan tubuh, oleh karena itu makanan sumber
karbohidrat ini harus dibatasi konsumsinya sekitar 50 – 60% dari kebutuhan energi.
Sedangkan gula sebagai karbohidrat sederhana tidak mengandung zat gizi lain.
Proses pencernaan dan penyerapan karbohidrat kompleks di dalam tubuh berlangsung
lebih lama daripada karbohidrat sederhana. Sehingga dengan mengkonsumsi karbohidrat
kompleks, orang tidak segera merasa lapar. Sedangkan gula atau karbohidrat sederhana
langsung dapat diserap dan dipergunakan tubuh sebagai energi, sehingga cepat
menimbulkan rasa lapar (Depkes 2005).
Konsumsi gula sebaiknya dibatasi sampai 5% dari jumlah kecukupan energi atau
sekitar 3 – 4 sendok makan setiap hari. Konsumsi gula yang berlebihan akan
menyebabkan konsumsi energi yang berlebih dan disimpan dalam jaringan tubuh atau
lemak. Apabila hal ini berlangsung lama dapat mengakibatkan kegemukan (Depkes 2005).
Fungsi utama karbohidrat adalah menyediakan energi bagi tubuh. Selain itu karbohidrat
juga berfungsi sebagai pemberi rasa manis pada makanan, penghemat protein, pengatur
metabolisme lemak, dan membantu pengeluaran feses (Almatsier 2004).
Lemak
Salah satu kelompok senyawa organik yang terdapat dalam tumbuhan, hewan, atau
manusia dan yang sangat berguna bagi kehidupan adalah lemak (Poedjiadi A dan
Supriyanti 2006). Lemak dan minyak yang terdapat dalam makanan berguna untuk
meningkatkan jumlah energi, membantu penyerapan vitamin A, D, E, K, serta menambah
lezatnya hidangan. Konsumsi minyak dan lemak paling sedikit 10% dari kebutuhan energi.
Seyogyanya menggunakan minyak dan lemak nabati, karena minyak nabati mudah dicerna
oleh tubuh (Depkes 2005).
Potensi minyak dan lemak sebagai sumber energi dihitung lebih tinggi daripada
karbohidrat dan protein. Tiap gram lemak menghasilkan 9 kkal, sedangkan karbohidrat dan
protein hanya 4 kkal. Selain berpotensi tinggi kalori, lemak juga relatif lama berada dalam
sistim pencernaan dibandingkan karbohidrat dan protein, sehingga lemak menimbulkan
rasa kenyang yang lebih lama. Bila seseorang mengkonsumsi minyak dan lemak secara
119
berlebihan akan mengurangi konsumsi makanan lain, akibatnya kebutuhan zat gizi yang
lain tidak terpenuhi. Konsumsi minyak dan lemak yang dianjurkan dalam makanan sehari-
hari tidak lebih dari 25% dari kebutuhan energi (Depkes 2005)
120
Vitamin A
Vitamin A adalah suatu kristal alkohol berwarna kuning dan larut dalam lemak
maupun pada pelarut lemak (Almatsier 2004). Vitamin A merupakan zat gizi yang tidak
dapat diproduksi sendiri di dalam tubuh. Oleh karena itu, kebutuhan vitamin A harus dapat
dicukupi dari makanan yang dimakan setiap hari. Angka kecukupan vitamin A biasanya
dinyatakan dalam satuan retinol ekivalen (RE). Konsumsi vitamin A yang baik adalah jika
setengahnya bisa disimpan di dalam tubuh (Muhilal, Jalal & Hardinsyah 1998). Bentuk aktif
vitamin A hanya terdapat pada bahan pangan hewani. Sedangkan pro vitamin A (karoten)
banyak terdapat pada bahan pangan nabati, yang terdapat dalam beberapa jenis , yaitu α-,
βntin-, γ- karoten, dan kriptoxantin (Winarno 1984).
Menurut Olson (1990) diacu dalam Arafah (2008) vitamin A banyak terdapat pada
susu, keju, mentega, es krim, telur, dan hati. Selain itu vitamin A juga banyak terdapat pada
ikan seperti ikan tuna sarden. Vitamin A merupakan zat gizi yang penting dalam kesehatan
dan kelangsungan hidup. Vitamin A berperan dalam berbagai fungsi faali tubuh, antara lain
berfungsi dalam penglihatan normal pada cahaya terang, diferensiasi sel, pertumbuhan dan
perkembangan, reproduksi, serta pencegahan kanker dan penyakit jantung (Almatsier
2004).
Vitamin A yang efisien disimpan dihati dan orang yang menyusui dengan baik,
sedikitnya beberapa bulan sebelumnya menyuplai vitamin A ke dalam tubuhnya.
Kecukupan vitamin A bagi anak-anak dan remaja diinterpolasi dari kecukupan vitamin A
bayi dan laki-laki dewasa. Hal ini didasarkan pada pertimbangan berat badan yang
diperlukan untuk pertumbuhan. Bagaimanapun tidak ada hubungan yang pasti antara
ukuran tubuh dengan kecukupan yang ditetapkan. Peningkatan kebutuhan selama anak-
anak menjadi dewasa merupakan hal yang pasti (Hardinsyah dan Martianto 1992).
Vitamin C
Vitamin C adalah kristal putih yang mudah larut dalam air. Dalam keadaan kering
vitamin C cukup stabil, tetapi dalam kedaan larut, vitamin C mudah rusak karena
bersentuhan dengan udara (oksidasi) terutama bila terkena panas. Oksidasi dipercepat
dengan kehadiran tembaga dan besi. Vitamin C tidak stabil dalam larutan alkali, tetapi
cukup stabil dalam larutan asam. Vitamin C merupakan vitamin yang paling labil (Almatsier
2004).
Vitamin C dikenal sebagai senyawa utama tubuh yang dibutuhkan dalam berbagai
proses penting, mulai dari pembuatan kolagen (protein berserat yang membentuk jaringan
ikat pada tulang), pengangkut lemak, pengangkut elektron dari berbagai reaksi enzimatik,
pemacu gusi yang sehat, pengatur tingkat kolesterol, serta pemacu imunitas. Penelitian
121
tentang asupan vitamin C yang dapat mencegah skorbut (penyakit kudis) menyebutkan
dosis 60 mg per hari dianggap cukup. Namun, beberpa bukti lain menunjukkan, anjuran
tersebut tidak dapat digunakan untuk mencapai tingkat kesehatan prima (Khomsan 2002).
Zat besi (Fe)
Besimerupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat dalam tubuh manusia
dan hewan, yaitu sebanyak 3 – 5 gram dalam tubuh manusia dewasa. Zat besi sangat
penting bagi tubuh manusia karena keberadaannya dalam banyak hemoprotein
(hemoglobin, mioglobin, dan sitokrom). Penyerapan besi diatur ketat pada tingkat mukosa
intestinal dan ditentukan oleh kebutuhan tubuh. Jika tubuh memerlukan banyak besi,
transferin menjadi titik jenuh dan dapat mengikat lebih banyak besi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi penyerapan zat besi adalah asam organik (vitamin C), zat penghambat
penyerapan (asam fitat, asam oksalat, dan tanin), tingkat keasaman lambung, faktor
intrinsik, dan kebutuhan tubuh (Almatsier 2004).
Kalsium (Ca)
Kalsium berfungsi untuk katalisatorreaksi-reaksi biologi seperti absorpsi vitamin
B12, tindakan enzim pemecah lemak, lipase pankreas, pembentukan dan pemecahan
asetilkolin yaitu bahan yang diperlukan dalam pemindahan suatu rangsangan dari suatu
serabut ke serabut saraf yang lain. Selain itu, kalsium diperlukan dalam proses pembekuan
darah. Bila konsumsi kalsium rendah dapat terjadi kekurangan kalsium yang dapat
menyebabkan osteomalacia dan osteoporosis (Almatsier 2004).
Penyerapan kalsium dalam tubuh dipengaruhi oleh keasaman perut. Produk perut
itu sendiri menurun dengan bertambahnya usia. Itu sebabnya mengapa orang dewasa
hanya mampu menyerap 30 – 50% Ca yang dikonsumsinya, sementara anak-anak mampu
menyerap sampai 75%. Sumber kalsium yang baik adalah susu. Di negara maju dimana
masyarakatnya banyak mengkonsumsi produk olahan dari susu, ternyata osteoporosis
tetap menjadi masalah. Hal ini disebabkan oleh konsumsi produk olahan susu yang diikuti
dengan tingginya konsumsi gula (Khomsan 2002).Angka kecukupan energi dan zat gizi
orang dewasa berdasarkan WNPG (2004) dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Angka kecukupan energi dan zat gizi orang dewasa (per hari) No Umur AKE
(kkal)
AKP
(g)
Vit.A
(mg)
Vit.C
(mg)
Besi
(mg)
Ca
(mg)
Pria:
122
1 19 – 29 th 2550 60 600 90 13 800
2 30 – 49 th 2350 60 600 90 13 800
3 50 – 64 th 2350 60 600 90 13 800
4 65+ 2050 60 600 90 13 800
Wanita:
1 19 – 29 th 1900 50 500 75 26 800
2 30 – 49 th 1800 50 500 75 26 800
3 50 – 64 th 1750 50 500 75 12 800
4 65+ 1600 50 500 75 12 800
Sumber: WNPG (2004)
Status Gizi
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi
secara normal melalui proses digesti, absorpsi, penyimpanan, metabolisme,dan
pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan,
pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi (Supariasaet
al2002).Secara umum zat gizi dihubungkan dengan kesehatan tubuh, yaitu untuk
menyediakan energi, membangun dan memelihara jaringan tubuh, serta mengatur proses-
proses kehidupan dalam tubuh (Almatsier2004).Status gizi atau tingkat konsumsi pangan
merupakan bagian penting dari status kesehatan seseorang. Tidak hanya status gizi yang
mempengaruhi kesehatan seseorang, tetapi status kesehatan juga mempengaruhi status
gizi (Suhardjo 2003).
Menurut Riyadi (2003) status gizi merupakan keadaan kesehatan seseorang atau
sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, peneyerapan (absorpsi), dan
pengguanaan (utilization) zat gizi makanan masa lalu. Status gizi seseorang dipengaruhi
oleh konsumsi zat gizi dari makanan dan penyakit infeksi yang mengganggu proses
metabolisme, penyerapan, dan penggunaan zat gizi oleh tubuh. Supariasa et al(2002)
menyatakan status gizi adalah keadaan seseorang yang diakibatkan pleh konsumsi,
penyerapan, dan penggunaan zat gizi dari makanan dalam jangka waktu yang lama.
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat bagian yaitu
antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik.
Pengukuran antropometri adalah pengukuran terhadap dimensi tubuh dan
komposisi tubuh (Syafia 2009). Saat ini pengukuran antropometri digunakan secara luas
123
dalam penialaian status gizi terutama apabila terjadi ketidakseimbangan kronis antara intik
energi dan protein. Remaja merupakan periode yang pesat untuk pertumbuhan sehingga
jika terjadi kekurangan atau kelebihan zat gizi akan terlihat jelas. Status gizi remaja dapat
dihitung dengan indikator antropometri berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan
menurut umur (TB/U), dan berta badan menurut tinggi badan (BB/TB) (Gibson 2005).
Pengukuran yang sering dilakukan dilapangan yaitu berat badan untuk mengetahui massa
tubuh dan panjang atau tinggi badan untuk mengetahui dimensi linier (Riyadi 2003).
Berat badan merupakan indikator antropometri yang paling banyak digunakan
karena parameter ini mudah dimengerti sekalipun oleh mereka yang buta huruf. Agar berat
dapat dijadikan satu ukuran yang valid, maka harus dikombinasikan dengan parameter
antropometri yang lain (Arisman 2004). Berat badan menggambarkan protein, lemak, air,
dan massa mineral tulang. Berat badan sering digunakan karena merupakan parameter
yang baik, mudah terlihat perubahannya dalam waktu yang singkat karena perubahan
konsumsi makanan dan kesehatan, memberikan gambaran status gizi sekarang dan jika
dilakukan secara periodik dapat menggambarkan pertumbuhan (Supariasa et al2002).
Tinggi badan merupakan ukuran antropometri yang menggambarkan keadaan
pertumbuhan skletal. Tinggi badan dalam keadaan normal tumbuh bersamaan dengan
pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang
sensitif terhadap defisisensi gizi dalam jangka pendek. Pengaruh defisiensi terhadap tinggi
badan akan muncul setelah beberapa waktu yang cukup lama (Riyadi 2003). Tinggi badan
merupakan indikator umum ukuran tubuh. Namun tinggi badan saja belum dapat dijadikan
indikator untuk menilai status gizi, kecuali jika digabungkan dengan indikator lain seperti
usia dan berat badan (Arisman 2004).
Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan alat atau cara
yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan
dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Berat badan kurang dapat meningkatkan
resiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan berat badan lebih akan meningkatkan resiko
terhadap penyakit degeneratif. Oleh karena itu, mempertahankan berat badan normal
memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang lebih panjang.
Penggunaan IMT hanya untuk orang dewasa berumur > 18 tahun dan tidak dapat
diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan (Anonim 2009).
Indikator IMT menurut umur merupakan indikator terbaik untuk remaja. Indikator ini
sudah divalidasi sebagai indikator lemak tubuh total pada persentil atas dan juga sejalan
dengan indikator yang sudah direkomendasikan untuk orang dewasa serta data referensi
yang bermutu tinggi tentang indikator ini sudah tersedia. Pengukuran berat badan dapat
124
digunakan timbangan injak dengan ketelitian 0.1 kg dan kapasitas 150 kg sedangkan tinggi
badan dengan alat pengukur tinggi badan dengan ketelitian 0.1 cm dan kapsitas 200 cm
(Riyadi 1995).
Penentuan batasan berat badan normal pada orang dewasa berdasarkan penilaian
Indeks Massa Tubuh dihitung menurut rumus berat badan dalam kilogram dibagi tinggi
badan dalam meter. Batas ambang nilai IMT menurut Depkes (2005) untuk orang
Indonesia adalah < 18.5 kg/m2 termasuk dalam kategori kurus, 18.5 – 25.0kg/m2untuk
kategori normal, dan > 25 kg/m2termasuk kategori gemuk. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Klasifikasi status gizi dewasa berdasarkan IMT menurut Depkes(2005) untuk Indonesia
No Nilai IMT(kg/m2)
Status Gizi
1 < 18,5 Kurus 2 18.5 – 25.0 Normal 3 > 25 Gemuk
Sumber: Depkes (2005)
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi
Faktor yang menyebabkan kurang gizi telah diperkenalkan UNICEF dan telah
digunakan secara internasional, yang meliputi beberapa tahapan penyebab timbulnya
kurang gizi pada anak balita, baik penyebab langsung, tidak langsung, akar masalah dan
pokok masalah. Berdasarkan Soekirman dalam materi Aksi Pangan dan Gizi nasional
tahun 2000, penyebab kurang gizi dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pertama, penyebab langsung yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang
mungkin diderita anak. Penyebab gizi kurang tidak hanya disebabkan makanan yang
kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang baik tetapi karena
sering sakit diare atau demam dapat menderita kurang gizi. Demikian pada anak yang
makannya tidak cukup baik maka daya tahan tubuh akan melemah dan mudah terserang
penyakit. Kenyataannya baik makanan maupun penyakit secara bersama-sama merupakan
penyebab kurang gizi.
Kedua, penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola
pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketahanan
pangan adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota
keluarga dalam jumlah yang cukup dan baik mutunya. Pola pengasuhan adalah
kemampuan keluarga untuk menyediakan waktunya, perhatian dan dukungan terhadap
anak agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik, mental, dan sosial.
125
Pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan adalah tersedianya air bersih dan sarana
pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh seluruh keluarga.
Faktor-faktor tersebut sangat terkait dengan tingkat pendidikan, pengetahuan, dan
keterampilan keluarga. Semakin tinggi pendidikan, pengetahuan dan keterampilan terdapat
kemungkinan makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pola pengasuhan
anak dan keluarga makin banyak memanfaatkan pelayanan yang ada. Ketahanan pangan
keluarga juga terkait dengan ketersediaan pangan, harga pangan, dan daya beli keluarga,
serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan. Menurut Dewan Ketahanan Pangan (2009)
meskipun status gizi masyarakat tidak hanya ditentukan oleh faktor konsumsi pangan,
tetapi juga oleh faktor lain seperti kualitas pengasuhan dan ada atau tidaknya penyakit
infeksi, namun peningkatan konsumsi pangan tersebut tentunya telah berkontribusi dalam
perbaikan status gizi masyarakat.