bab ii landasan teori 2.1 penyesuaian diri 2.1.1 ......menurut havighurst (dalam hurlock, 1991)...

18
6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penyesuaian Diri 2.1.1 Pengertian Penyesuaian Diri Schneiders (1964) mendefinisikan penyesuaian sosial sebagai kapasitas yang dimiliki individu untuk bereaksi secara efektif dan wajar pada realitas sosial, situasi, dan relasi sosial. Berdasarkan definisi penyesuaian sosial Schneiders tersebut, kapasitas artinya kemampuan yang dimiliki individu untuk berhubungan dengan teman sebayanya. Efektif artinya hubungan yang dilakukan individu dengan teman sebaya dapat membawa hasil. Wajar artinya hubungan tersebut sesuai dengan keadaan yang ada. Selanjutnya relasi sosial anak adalah hubungan anak dengan teman sebaya di lingkungan sekolah. Penyesuaian diri dengan teman sebaya di lingkungan sekolah merupakan salah satu bentuk penyesuaian sosial. Hal tersebut berkaitan dengan tugas-tugas perkembangan yang harus dicapai pada masa kanak-kanak. Faktor penting dalam bersosialisasi dengan teman sebaya di sekolah adalah penyesuaian diri. Anak biasanya berusaha menyesuaikan diri terhadap teman sepermainannya di sekolah. Penyesuaian diri merupakan dasar bagi anak untuk dapat melakukan penyesuaian sosial dengan teman sebayanya. Schneiders (1964) mendefinisikan penyesuaian merupakan proses yang mencakup respon mental dan perilaku di dalam mengatasi tuntutan sosial yang membebani dirinya dan dialami dalam relasinya dengan lingkungan sosial. Proses dalam penyesuaian merupakan runtunan perkembangan kemajuan hubungan anak

Upload: others

Post on 08-Nov-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penyesuaian Diri 2.1.1 ......Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1991) salah satu tugas perkembangan anak pada usia masa kanak-kanak akhir adalah belajar menyesuaiakan

6

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Penyesuaian Diri

2.1.1 Pengertian Penyesuaian Diri

Schneiders (1964) mendefinisikan penyesuaian sosial sebagai kapasitas

yang dimiliki individu untuk bereaksi secara efektif dan wajar pada realitas sosial,

situasi, dan relasi sosial. Berdasarkan definisi penyesuaian sosial Schneiders

tersebut, kapasitas artinya kemampuan yang dimiliki individu untuk berhubungan

dengan teman sebayanya. Efektif artinya hubungan yang dilakukan individu

dengan teman sebaya dapat membawa hasil. Wajar artinya hubungan tersebut

sesuai dengan keadaan yang ada. Selanjutnya relasi sosial anak adalah hubungan

anak dengan teman sebaya di lingkungan sekolah. Penyesuaian diri dengan teman

sebaya di lingkungan sekolah merupakan salah satu bentuk penyesuaian sosial.

Hal tersebut berkaitan dengan tugas-tugas perkembangan yang harus dicapai pada

masa kanak-kanak.

Faktor penting dalam bersosialisasi dengan teman sebaya di sekolah

adalah penyesuaian diri. Anak biasanya berusaha menyesuaikan diri terhadap

teman sepermainannya di sekolah. Penyesuaian diri merupakan dasar bagi anak

untuk dapat melakukan penyesuaian sosial dengan teman sebayanya.

Schneiders (1964) mendefinisikan penyesuaian merupakan proses yang

mencakup respon mental dan perilaku di dalam mengatasi tuntutan sosial yang

membebani dirinya dan dialami dalam relasinya dengan lingkungan sosial. Proses

dalam penyesuaian merupakan runtunan perkembangan kemajuan hubungan anak

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penyesuaian Diri 2.1.1 ......Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1991) salah satu tugas perkembangan anak pada usia masa kanak-kanak akhir adalah belajar menyesuaiakan

7

dengan teman sebaya. Respon mental dan perilaku yaitu tanggapan anak berupa

pikiran dan perilaku di dalam menjalin hubungan dengan teman sebaya. Tuntutan

sosial berupa keinginan dan harapan dari teman sebaya yang dapat membebani

anak dalam hubungannya dengan teman sebaya di sekolah.

Dalam hidupnya seorang individu akan terus menerus melakukan

penyesuaian diri baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.

Menurut Schneiders (dalam Sudrajat, 2012), adjustment dibagi menjadi empat,

yaitu penyesuaian diri (personal adjustment), penyesuaian sosial (social

adjustment), penyesuaian pernikahan (marital adjustment), dan penyesuaian

terhadap pekerjaan (vocational adjustment). Schneiders mengungkapkan

penyesuaian diri tidak hanya di lingkungan keluarga saja, tetapi juga di

lingkungan teman sebaya. Berdasarkan empat bentuk penyesuaian yang

dikemukakan oleh Schneiders, penelitian ini mengarah pada penyesuaian sosial

(social adjustment). Termasuk di dalam penyesuaian sosial tersebut adalah

penyesuaian diri terhadap teman sebaya di sekolah.

Sebagai bentuk dari penyesuaian diri dengan teman sebaya di sekolah,

anak sebagai makhluk sosial dituntut untuk memiliki kemampuan penyesuaian

sosial yang baik. Kegagalan anak dalam menguasai kemampuan sosial akan

menyebabkan anak sulit untuk menyesuaikan diri dengan teman sebayanya.

Ketidakmampuan anak menyesuaikan diri dengan teman sebayanya tersebut

terlihat dari ketidakpuasan terhadap diri sendiri dan lingkungan sosial, serta

memiliki sikap-sikap yang menolak realitas dan lingkungan sosial teman

sebayanya. Anak yang mengalami perasaan itu merasa terasing dari teman-

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penyesuaian Diri 2.1.1 ......Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1991) salah satu tugas perkembangan anak pada usia masa kanak-kanak akhir adalah belajar menyesuaiakan

8

temannya, akibatnya anak tersebut tidak mengalami kebahagiaan dalam

berinteraksi dengan teman-teman sebayanya.

Pada masa kanak-kanak, anak diharapkan mampu mencapai tugas-tugas

perkembangan pada masanya. Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1991) salah

satu tugas perkembangan anak pada usia masa kanak-kanak akhir adalah belajar

menyesuaiakan diri dengan teman-teman seusianya.

Hurlock (1991) yang merupakan seorang ahli psikologi perkembangan

juga membahas mengenai penyesuaian diri pada masa kanak-kanak. Belajar

menyesuaian diri dengan teman sebaya merupakan salah satu tugas perkembangan

pada akhir masa kanak-kakak yang harus dicapai oleh setiap individu. Kegagalan

dalam tugas-tugas perkembangan akan mengakibatkan pola perilaku yang tidak

matang, sehingga sulit bagi anak untuk diterima oleh teman-teman sebayanya.

Hurlock (1990) berpendapat bahwa istilah penyesuaian diri mengacu

pada seberapa jauhnya kepribadian seorang individu berfungsi secara efisien

dalam masyarakat. Anak berpenyesuaian diri yang baik memiliki semacam

harmoni dalam yang artinya anak tersebut puas dengan dirinya dan kemampuan

yang dimiliki. Walaupun sewaktu-waktu ada kekecewaan dan kegagalan, namun

mereka terus berusaha untuk mencapai tujuan.

Disamping membuat penyesuaian pribadi yang baik, anak yang baik

penyesuaiannya mempunyai hubungan yang harmonis dengan orang sekeliling

mereka. Orang sekeliling mereka ini termasuk didalamnya adalah keluarga,

masyarakat sekitar, dan teman sebayanya di lingkungan sekolah. Penyesuaian diri

disini lebih ditekankan pada penyesuaian diri dengan teman sebayanya di

lingkungan sekolah.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penyesuaian Diri 2.1.1 ......Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1991) salah satu tugas perkembangan anak pada usia masa kanak-kanak akhir adalah belajar menyesuaiakan

9

Setelah masuk ke bangku sekolah dasar, penerimaan kelompok teman

sebaya sangatlah penting. Anak lalu berusaha mengembangkan sifat-sifat yang

dikagumi oleh teman sebayanya. Anak yang diterima dalam kelompok sosial

teman sebayanya akan lebih mengembangkan rasa percaya diri, pandai

membawakan diri, dan akan mendapat lebih banyak teman (Hurlock, 1990).

Hurlock (1990) juga menambahkan, jika anak gagal memperoleh

penerimaan sosial dari kelompok teman sebayanya, ada kemungkinan anak

tersebut akan mempersalahkan keadaan dirinya yang tidak sesuai dengan harapan

teman sebayanya. Anak akan mengomel dengan nasib mereka, merasa iri akan

nasib orang lain, dan merasa tidak seberuntung teman-temannya. Jadi kebiasaan

ini merupakan hambatan untuk penyesuaian pribadi dan sosial yang baik.

Anak yang menerima dirinya, cukup menyukai dirinya, mereka akan

menunjang penerimaan sosial teman sebayanya. Semakin banyak teman yang

menyukai dan menerima mereka, semakin senang anak dengan dirinya dan

semakin kuat anak tersebut menerima diri sendiri. Hal tersebut akan menunjang

penyesuaian diri yang baik.

Hurlock (1990) menjelaskan bahwa terdapat dua kondisi penting agar

anak mampu mencapai penyesuaian diri yang baik. Pertama ialah bimbingan

untuk membantu anak belajar menjadi realitistis tentang dirinya dan

kemampuannya. Anak yang realistis tentang dirinya tidak mengharap sesuatu

yang melebihi kemampuannya sendiri. Kodisi kedua adalah bimbingan dalam

mengembangkan pola penyesuaian yang akan memenuhi pola yang disetujui oleh

kelompok teman sebayanya.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penyesuaian Diri 2.1.1 ......Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1991) salah satu tugas perkembangan anak pada usia masa kanak-kanak akhir adalah belajar menyesuaiakan

10

Berdasarkan pendapat dari Hurlock tersebut, penulis menyimpulkan

bahwa penyesuaian diri dalam lingkungan teman sebaya adalah seberapa jauh

aspek psikis dan fisik seorang individu berfungsi secara efisien dalam lingkungan

masyarakat, terutama dalam lingkungan teman sebaya. Penyesuaian diri penting

dilakukan oleh setiap individu terutama pada masa kanak-kanak agar

mendapatkan penerimaan yang menyeluruh dari teman sebaya di lingkungan

sekolah.

Masalah penyesuaian diri tersebut bukanlah masalah yang sepele. Oleh

karena itu diperlukan penanganan yang serius oleh pihak sekolah, khususnya guru

BK maupun wali kelas. Apabila masalah penyesuaian diri tidak ditangani secara

baik, dikhawatirkan akan mengganggu proses belajar-mengajar, terutama yang

berkaitan dengan hubungan sosial. Hubungan sosial dapat berupa hubungan

kerjasama kelompok antar siswa, maupun hubungan belajar-mengajar antara guru

dan siswa.

2.1.2 Ciri-ciri Penyesuaian Diri yang Baik

Menurut Hurlock (1990), ciri-ciri penyesuaian diri yang baik menurut

usia dan kemampuan adalah :

1) Mampu menerima tanggung jawab yang sesuai dengan usia.

2) Berpartisipasi dengan gembira dalam kegiatan yang sesuai untuk tiap tingkat

usia dan kemampuan yang dimilikinya, misal kegiatan olahraga, pramuka,

dll.

3) Bersedia menerima tanggung jawab yang berhubungan dengan peran

mereka dalam hidup, mengadakan komunikasi dengan lingkungan.

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penyesuaian Diri 2.1.1 ......Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1991) salah satu tugas perkembangan anak pada usia masa kanak-kanak akhir adalah belajar menyesuaiakan

11

4) Segera menangani masalah yang menuntut penyelesaian masalah misalnya

konflik dalam pribadi.

5) Senang memecahkan dan mengatasi berbagai hambatan yang mengancam

kebahagiaan. Misalnya mengadakan pergaulan dengan mengikuti kegiatan-

kegiatan ekstrakurikuler.

6) Mengambil keputusan dengan senang tanpa konflik dan tanpa banyak

menerima nasehat. Artinya segala sesuatu yang diputuskan itu benar tanpa

mendapat bantuan dari orang lain.

7) Belajar dari kegagalan dan tidak mencari-cari alasan untuk menjelaskan

kegagalan. Anak mampu menilai dari kegagalan untuk dijadikan dasar

mengadakan perubahan dalam tindakan berikutnya.

8) Dapat mengatakan “tidak” dalam situasi yang membahayakan kepentingan

sendiri. Hal ini biasanya diucapkan atau dilakukan anak dalam kelompok

mereka.

9) Dapat mengatakan “ya” dalam situasi yang pada akhirnya akan

menguntungkan. Pernyataan ini juga dapat dilakukan oleh anak-anak pada

kelompok tertentu.

10) Dapat menunjukkan kasih sayang secara langsung dengan cara dan takaran

yang sesuai dengan kondisi lingkungan.

11) Dapat menahan sakit dan frustrasi, emosional bila perlu. Pernyataan-

pernyataan ini biasanya dilakukan oleh anak dalam pembelaan terhadap

kelompoknya maupun pembelaan terhadap pribadi.

12) Dapat berkomunikasi bila menghadapi kesulitan. Hal ini menunjukkan anak

ada kemampuan untuk menyesuaikan diri dalam lingkungannya.

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penyesuaian Diri 2.1.1 ......Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1991) salah satu tugas perkembangan anak pada usia masa kanak-kanak akhir adalah belajar menyesuaiakan

12

13) Dapat memusatkan energi pada tujuan yang penting artinya anak lebih

melakukan kegiatan-kegiatan yang positif.

2.2 Bimbingan Kelompok

2.2.1 Pengertian Bimbingan Kelompok

Menurut Winkel & Sri Hastuti (2006), Bimbingan adalah suatu proses

pemberian bantuan atau pertolongan kepada individu dalam hal memahamai diri

sendiri, menghubungkan pemahaman tentang dirinya sendiri dengan lingkungan,

memilih, menentukan dan menyusun rencana sesuai dengan konsep dirinya dan

tuntuta lingkungan. Sedangkan konseling merupakan serangkaian kegiatan paling

pokok dari bimbingan dalam usaha membantu konseli secara tatap muka dengan

tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap masalah yang

dihadapinya.

Winkel & Sri Hastuti (2006) menyebutkan bahwa terdapat dua bentuk

bimbingan, yaitu bimbingan individual bilamana siswa yang dilayani hanya satu

orang, dan bimbingan kelompok bilamana siswa yang dilayani lebih dari satu

orang. Dalam upaya meningkatkan penyesuaian diri siswa yang jumlahnya lebih

dari satu orang, penulis menggunakan bentuk bimbingan kelompok dengan teknik

permainan sosial.

Menurut Romlah (1989), bimbingan kelompok adalah proses pemberian

bantuan yang diberikan pada individu yang berupa penyampaian informasi yang

tepat mengenai masalah pendidikan, pekerjaan, pemahaman pribadi, penyesuaian

diri, dan masalah hubungan antar pribadi dimana kegiatan tersebut dilakukan

dalam kelompok.

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penyesuaian Diri 2.1.1 ......Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1991) salah satu tugas perkembangan anak pada usia masa kanak-kanak akhir adalah belajar menyesuaiakan

13

Kegiatan bimbingan kelompok berupa penyampaian informasi yang

tepat mengenai masalah pendidikan, pemahaman pribadi, penyesuaian diri, dan

masalah hubungan antar pribadi. Informasi tersebut diiberikan terutama dengan

tujuan untuk memperbaiki dan mengembangkan pemahaman diri individu dan

pemahaman terhadap orang lain.

Prayitno (1995) berpendapat bahwa bimbingan kelompok adalah suatu

kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan memanfaatkan dinamika

kelompok. Artinya semua peserta dalam kegiatan kelompok saling berinteraksi,

bebas mengeluarkan pendapat, menanggapi, memberi saran, dan lain sebagainya.

Apa yang dibicarakan dalam kegiatan kelompok tersebut semuanya bermanfaat

untuk diri peserta yang bersangkutan sendiri maupun untuk peserta lainnya.

2.2.2 Tujuan Bimbingan Kelompok

Kesuksesan layanan bimbingan kelompok sangat dipengaruhi sejauh

mana tujuan yang akan dicapai dalam layanan bimbingan kelompok yang

diselenggarakan.

Tujuan bimbingan kelompok yang dikemukakan oleh Prayitno (1995)

adalah sebagai berikut :

1) Tujuan Umum

Tujuan umum dari layanan bimbingan kelompok adalah

berkembangnya sosialisasi siswa, khususnya kemampuan komunikasi anggota

kelompok.

2) Tujuan Khusus

Bimbingan kelompok bermaksud membahas topik-topik tertentu.

Melalui dinamika kelompok yang intensif, pembahasan topik-topik itu

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penyesuaian Diri 2.1.1 ......Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1991) salah satu tugas perkembangan anak pada usia masa kanak-kanak akhir adalah belajar menyesuaiakan

14

mendorong pengembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap

yang menunjang diwujudkannya tingkah laku yang lebih efektif. Dalam hal ini

kemampuan berkomunikasi verbal maupun non verbal ditingkatkan.

Dengan diadakannya bimbingan kelompok ini dapat bermanfaat bagi

siswa sebab dengan bimbingan kelompok akan timbul interaksi dengan

anggota-anggota kelompok mereka, memenuhi kebutuhan psikologis, seperti

kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan teman-teman sebaya dan diterima

oleh mereka, kebutuhan bertukar pikiran dan berbagi perasaan, kebutuhan

menemukan nilai-nilai kehidupan sebagai pegangan, dan kebutuhan untuk

menjadi lebih mandiri.

2.2.3 Tahap-tahap Bimbingan Kelompok

Tahap-tahap perkembangan kelompok dalam bimbingan melalui

pendekatan kelompok sangat penting yang pada dasarnya tahapan perkembangan

kegiatan bimbingan kelompok sama dengan tahapan yang terdapat dalam

konseling kelompok.

Menurut Prayitno (1995), dalam kegiatan bimbingan kelompok terdapat

empat tahap, yaitu : tahap pembentukan, tahap peralihan, tahap kegiatan dan tahap

pengakhiran.

1) Tahap Pembentukan

Dalam kegiatan awal ini dimulailah pengumpulan para calon anggota

kelompok dalam rangka kegiatan kelompok yang direncanakan. Tahap ini

merupakan tahap pengenalan, tahap pelibatan diri, atau tahap memasukkan

diri dalam kehidupan suatu kelompok. Para anggota saling memperkenalkan

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penyesuaian Diri 2.1.1 ......Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1991) salah satu tugas perkembangan anak pada usia masa kanak-kanak akhir adalah belajar menyesuaiakan

15

diri dan juga mengungkapkan tujuan atau harapan-harapan yang ingin dicapai

baik oleh masing-masing, sebagian, maupun seluruh anggota.

Dalam tahap pembentukan ini, peranan pemimpin kelompok

sangatlah penting untuk membantu para anggota kelompok mencapai tujuan

mereka. Pemimpin kelompok perlu menampilkan tingkah laku dan

komunikasi yang mengandung unsur ketulusan hati, kehangatan, empati, dan

menghormati anggota kelompok.

Dengan demikian pemimpin kelompok perlu memusatkan usahanya

pada penjelasan tujuan kegiatan, penumbuhan rasa saling mengenal antar

anggota, dan penumbuhan sikap saling percaya dan menerima. Diharapkan

pada tahap awal ini dapat terbangun kebersamaan antar anggota kelompok

demi kelancaran dalam tahap-tahap selanjutnya.

2) Tahap Peralihan

Setelah suasana kelompok terbentuk dan dinamika kelompok sudah

mulai tumbuh, kegiatan kelompok hendaknya dibawa lebih jauh oleh

pemimpin kelompok menuju ke kegiatan kelompok yang sebenarnya. Untuk

itu perlu diselenggarakan tahap peralihan.

Pada tahap ini pemimpin kelompok menjelaskan peranan para

anggota kelompok. Kemudian pemimpin kelompok menawarkan apakah para

anggota sudah siap memulai kegiatan lebih lanjut itu. Perlu ditegaskan

kembali beberapa hal seperti tujuan kegiatan kelompok, asas kerahasiaan,

kesukarelaan, keterbukaan, dan sebagainya agar para anggota lebih mantap

dan siap untuk memasuki tahap selanjutnya.

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penyesuaian Diri 2.1.1 ......Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1991) salah satu tugas perkembangan anak pada usia masa kanak-kanak akhir adalah belajar menyesuaiakan

16

3) Tahap Kegiatan

Tahap ini merupakan kehidupan yang sebenarnya dari kelompok.

Namun kelangsungan kegiatan pada tahap ini sangat tergantung pada hasil

dari dua tahap sebelumnya. Dalam tahap ketiga ini para anggota kelompok

saling tukar pengalaman dalam bidang suasana perasaan yang terjadi,

pengutaraan, penyajian dan pembukaan diri berlangsung dengan bebas.

Para anggota bersikap saling membantu, saling menerima, saling

kuat-menguatkan, dan saling berusaha untuk memperkuat rasa kebersamaan.

Dalam suasana seperti ini kelompok membahas hal-hal yang bersifat nyata

yang benar-benar sedang mereka alami.

Kegiatan pembahasan diakhiri dengan peninjauan atas hasil

pembahasan. Apabila pembahasan yang dilakukan melalui kegiatan kelompok

dengan ketua kelompok tersendiri, peninjauan hasil pembahasan tersebut

dilakukan langsung di bawah pimpinan pemimpin kelompok. Pembahasan

lanjutan tersebut dilakukan sampai seluruh anggota menanggapi bahwa

permasalahan yang ditugaskan tersebut telah dibahas secara tuntas.

4) Tahap Pengakhiran

Dalam tahap pengakhiran ini membahas tentang frekuensi pertemuan

dan kapan pertemuan selanjutnya akan dilaksanakan. Ketika kelompok

memasuki tahap ini, kegiatan kelompok hendaknya dipusatkan pada

pembahasan dan penjelajahan tentang apakah para anggota kelompok akan

mampu menerapkan hal-hal yang telah mereka pelajari dalam kelompok pada

kehidupan nyata mereka sehari-hari.

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penyesuaian Diri 2.1.1 ......Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1991) salah satu tugas perkembangan anak pada usia masa kanak-kanak akhir adalah belajar menyesuaiakan

17

Peranan pemimpin kelompok adalah memberikan penguatan

(reinforcement) terhadap hasil-hasil yang telah dicapai oleh kelompok

tersebut, khususnya terhadap keikutsertaan secara aktif para anggota dan hasil-

hasil yang telah dicapai oleh masing-masing anggota kelompok.

2.3 Teknik Permainan

2.3.1 Pengertian Permainan

Menurut Schaefer & Reid (dalam Suwarjo & Eliasa, 2011) bermain

dipandang sebagai suatu perilaku yang muncul secara alamiah yang dapat

ditemukan dalam kehidupan manusia dan binatang. Ada kalanya bermain

merupakan aktivitas sukarela dan spontan yang tidak memiliki titik akhir atau

tujuan tertentu. Bermain secara intrinsik didorong oleh hasrat untuk bersenang-

senang.

Yalom (dalam Schaefer, 2010) menyebutkan kegunaan dari adanya

kelompok dalam kegiatan bermain yaitu: (1) dapat meningkatkan harapan; (2)

membentuk rasa memiliki; (3) berbagi informasi; (4) mengurangi sisi altruism; (5)

mengoreksi kesalahan fungsi keluarga; (6) membangun kecakapan sosial; (7)

memfasilitasi kemasyarakatan; (8) sebagai model kecakapan berelasi; (9)

membentuk dukungan secara emosi dan katarsis; (10) membangun antar sesama;

(11) membangun suasana hidup lebih bermakna dan bertujuan.

Schaefer (2010) menguraikan beberapa teknik pendekatan dalam teknik

permainan yang disesuaikan dengan permasalahan yang dialami konseli dalam

play therapynya, yaitu (1) dramatic role play dengan drama therapy,

psychodrama, improvisational play in couple therapy; (2) therapeutic humor

dengan jenis therapeutic humor with depressed and suicidal elderly; (3) sandplay

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penyesuaian Diri 2.1.1 ......Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1991) salah satu tugas perkembangan anak pada usia masa kanak-kanak akhir adalah belajar menyesuaiakan

18

dengan konseli yang mengalami somatic conscious atau dementia; (4) play groups

using games with adults, hypnoplay,client-centered play,play therapy for

dissociative disorder.

Berdasarkan teori sosial Vigotsky (dalam Suwarjo & Eliasa, 2011)

menerangkan bahwa bermain merupakan alat untuk sosialisasi. Dengan bermain

bersama orang lain, maka akan tumbuh dan berkembang kemampuan memahami

perasaan, ide dan kebutuhan orang lain yang menjadi dasar dari kemampuan

sosial.

Seperti yang dikemukakan Hurlock (1991) bahwa bermain memiliki

andil yang sangat besar terhadap perkembangan anak. Pengaruh bermain bagi

perkembangan anak adalah dapat mengembangkan otot dan melatih seluruh

bagian tubuh, belajar berkomunikasi, penyaluran bagi energy emosional yang

terpendam, penyaluran bagi kebutuhan dan keinginan. Selain itu bermain dapat

memberikan kesempatan bagi anak untuk mempelajari berbagai hal, merangsang

kreativitas, membandingkan kemampuan yang mereka miliki dengan kemampuan

orang lain, belajar bermasyarakat, belajar bekerja sama, sportivitas, melatih

kejujuran dan sebagainya.

Ketika bermain seorang anak harus mengerti dan dimengerti oleh teman-

temannya. Dalam bermain anak dapat belajar bagaimana mengungkapkan

pendapatnya dan juga belajar mendengarkan pendapat orang lain. Selain itu ketika

bermain sangat mungkin akan timbul konflik apalagi permainan yang bersifat

berkelompok, oleh karena itu anak-anak dapat belajar alternatif untuk menyikapi

atau menangani konflik dengan teman mainnya tersebut.

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penyesuaian Diri 2.1.1 ......Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1991) salah satu tugas perkembangan anak pada usia masa kanak-kanak akhir adalah belajar menyesuaiakan

19

Pamela (2006 dalam Suwarjo & Eliasa, 2011) penggunaan media

bermain dapat digunakan dalam pelaksanaan layanan bimbingan. Media bermain

berfungsi dalam pekerjaan konselor karena :

a. Anak biasanya tidak mempunyai kemampuan verbal untuk

bertanya, menolongdan membantu permasalahannya,

bermain merupakan salah satu cara berkomunikasi dengan

anak.

b. Media permainan dilihat sebagai salah satu metode

membantu anak mengekspresikan perasaannya dan

membangun sikap positif bagi dirinya dan temannya.

c. Strategi mebangun hubungan yang digunakan sebagai

peningkatan tingkah laku dan klarifikasi perasaan.

d. Adanya keterbatasan tipe tingkah laku.

Pada intinya permainan bersifat sosial, melibatkan proses belajar,

mematuhi peraturan, pemecahan masalah, disiplin diri dan kontrol emosional dan

adopsi peran-peran pemimpin dengan pengikut yang kesemuanya merupakan

komponen penting dari sosialisasi (Serok & Blum dalam Suwarjo & Eliasa,

2011).

2.3.2 Jenis-jenis Permainan

Menurut Piaget (dalam Suwarjo, 2010) jenis permainan dilihat dari

jumlahnya dapat dikelompokkan dalam bermain sendiri (soliteir play) seperti

anak perempuan berbicara dengan bonekanya, anak laki-laki bermain dengan

miniatur mobilnya, sampai bermain secara kooperatif yang menunjukkanadanya

perkembangan sosial anak. Pendapat ini sejalan dengan Gordan & Browne (dalam

Suwarjo, 2010) yang menjelaskan bahwa kegiatan bermain ditinjau dari dimensi

perkembangan sosialnya, digolongkan menjadi 4 bentuk, yaitu:

a. Bermain soliter

Bermain sendiri atau tanpa dibantu oleh orang lain. Para

peneliti menganggap bermain soliter mempunyai fungsi

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penyesuaian Diri 2.1.1 ......Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1991) salah satu tugas perkembangan anak pada usia masa kanak-kanak akhir adalah belajar menyesuaiakan

20

yang sangat penting, karena setiap kegiatan bermain jenis

ini, 50 % akan menyangkut kegiatan edukatif dan 25 %

menyangkut kegiatan otot.

b. Bermain paralel

Bermain paralel yaitu bermain sendiri namun

berdampingan. Jadi tidak ada interaksi anak satu dengan

yang lain. Selama bermain, anak sering menirukan apa

yang dilakukan temannya. Dengan meniru anak belajar

tema bermain yang dimiliki anak lain.

c. Bermain asosiatif

Bermain asosiatif terjadi bila anak bermain bersama dalam

kelompoknya, seperti bermain bola bersama.

d. Bermain kooperatif

Bermain kooperatif bila naka-anak mulai aktif menggalang

teman untuk membicarakan, merencanakan dan

melaksanakan permainan.

2.3.3 Fungsi Permainan

Musfiroh (dalam Suwarjo, 2010) menjelaskan tentang fungi

bermain dalam perkembangan sosial yaitu :

a. Meningkatkan Sikap Sosial

Ketika bermain anak-anak harus memperhatikan cara

pandang lawan mainnya, dengan demikian akan mengurangi

egosentrisnya. Dalam permainan itu pula anak-anak dapat

mengetahui bagaimana bersaing dengan jujur, sportif, tahu akan

hak dan peduli akan hak orang lain. Anak juga dapat belajar

bagaimana sebuah tim dan semangat tim.

b. Belajar Berkomunikasi

Agar dapat melakukan permainan, seorang anak harus

mengerti dan dimengerti oleh teman-temannya, karena permainan

anak-anak dapat belajar bagaimana mengungkapkan pendapatnya

dan juga mendengarkan pendapat orang lain.

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penyesuaian Diri 2.1.1 ......Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1991) salah satu tugas perkembangan anak pada usia masa kanak-kanak akhir adalah belajar menyesuaiakan

21

c. Belajar Berorganisasi

Permainan sering kali menghendaki adanya peran yang

berbeda oleh karena itu dalam permainan anak-anak dapat belajar

berorganisasi sehubungan dengan penentuan „siapa‟ yang menjadi

„apa‟. Dengan permainan anak dapat belajar bagaimana membuat

peran yang harmonis dan melakukan kompromi.

2.3.4 Langkah-langkah Permainan

Menurut Romlah (1989), langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam

permainan adalah :

1) Menentukan peserta permainan yang terdiri dari :

a. Fasilitator yang bertugas memimpin permainan simulasi.

b. Penulis bertugas mencatat segala sesuatu yang terjadi selama permainan

berlangsung.

c. Pemain adalah individu-individu yang memegang tanda bermain,

menjawab dan mendiskusikan permainan.

d. Pemegang peran adalah individu-individu yang berperan sebagai orang

atau tokoh yang berada dalam skenario bermain.

e. Penonton adalah mereka yang ikut menyaksikan permainan dan berhak

mengemukakan pendapat.

2) Menyediakan alat permainan beserta kelengkapannya.

3) Fasilitator menjelaskan tujuan permainan. Dalam kegiatan bimbingan

kelompok yang menjadi fasilitator adalah konselor, guru atau wali kelas.

4) Menentukan pemain, pemegang peran, dan penulis.

5) Menjelaskan aturan permainan.

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penyesuaian Diri 2.1.1 ......Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1991) salah satu tugas perkembangan anak pada usia masa kanak-kanak akhir adalah belajar menyesuaiakan

22

6) Bermain dan berdiskusi.

7) Menyimpulkan hasil diskusi setelah seluruh permainan selesai, dan

mengemukakan masalah-masalah yang belum sempat diselesaikan pada saat itu.

8) Menutup permainan dan menentukan waktu dan tempat bermain berikutnya.

2.4 Penelitian yang Relevan

Berdasarkan penelitian dari Permana (2009), mengenai Program

Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Anak,

menjelaskan bahwa program bimbingan kelompok terbukti dapat meningkatkan

rata-rata kemampuan siswa dalam pemahaman dan pengetahuan juga

implementasi dalam melakukan penyesuaian diri baik dengan pribadi, sosial dan

lingkungan.

Menurut penelitian Rosidah (2013) yang mengenai efektivitas teknik

permainan dalam bimbingan kelompok untuk meningkatkan penyesuaian diri

siswa, menggunakan uji-t independen sampel tes dengan asumsi kedua varians

sama besar yang memberikan hasil t = 8.386 dengan derajat kebebasan 38 dan p-

value (2-tailed) = 0.000. oleh karena hasil p-value = 0.000 yang dinyatakan lebih

kecil dari α = 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa hasil skor rerata kelompok

eksperimen yang diberikan treatment berupa penggunaan teknik permainan dalam

bimbingan kelompok lebih besar diandingkan dengan skor rerata kelompok

kontrol. Sehingga rerata data antara pre-test dan post-test berbeda secara

signifikan. Berdasarkan hasil tersebut maka teknik permainan dalam bimbingan

kelompok efektif untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa.

Selain itu, juga telah dibuktikan oleh Sukma (2011) dalam penelitiannya

mengenai teknik permainan simulasi dalam meningkatkan penyesuaian diri siswa

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penyesuaian Diri 2.1.1 ......Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1991) salah satu tugas perkembangan anak pada usia masa kanak-kanak akhir adalah belajar menyesuaiakan

23

kelas X SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung Tahun Pelajaran

2010/2011, menerangkan bahwa teknik permainan simulasi efektif digunakan

untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa.

2.5 Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Layanan bimbingan

kelompok dengan teknik permainan dapat meningkatkan secara signifikan

penyesuaian diri siswa kelas V SD Negeri Salatiga 12.