pengembangan wisata alam di kawasan strategis … · konservasi sumberdaya hutan dan ekowisata ....
TRANSCRIPT
PENGEMBANGAN WISATA ALAM
DI KAWASAN STRATEGIS PARIWISATA
KABUPATEN TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT
YASRI SYARIFATUL AINI
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
RINGKASAN
YASRI SYARIFATUL AINI. Pengembangan Wisata Alam di Kawasan
Strategis Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat.
Dibimbing oleh E.K.S. HARINI MUNTASIB and NANDI
KOESMARYANDI.
Kabupaten Tasikmalaya merupakan daerah strategis, serta berada diantara
daerah tujuan wisata yang populer dan banyak dikunjungi wisatawan nusantara
dan mancanegara yaitu Pangandaran, Garut dan Bandung. Hal tersebut merupakan
peluang pengembangan daya tarik wisata alam Kabupaten Tasikmalaya.
Penelitian dilaksanakan di Kawasan Strategis Pariwisata Kabupaten
Tasikmalaya pada bulan Agustus – September 2012. Alat dan bahan yang
digunakan yaitu alat tulis, kamera digital, GPS, ArcGis 9.3, Microsoft Office
2007, kuisioner, panduan wawancara dan pedoman analisis daerah operasi obyek
dan daya tarik wisata alam (ADO-ODTWA) Dirjen PHKA tahun 2003.
Pengembangan wisata berdasarkan hasil penilaian ADO-ODTWA, analisis
keinginan dan harapan pengunjung, kesiapan menerima kunjungan serta
keinginan dan harapan masyarakat; analisis stakeholeder dan rencana strategis
pengelolaan pariwisata alam; serta penentuan prioritas pengembangan wisata
alam.
Hasil penilaian ADO-ODTWA, kriteria pengembangan Gunung Galunggung
(3325) dan Karaha Bodas (3095) sangat potensial. Pantai Sindangkerta (2885),
Pantai Pamayangsari (2755), Karangtawulan (2750) dan Pantai Cipatujah (2740)
potensial. Harapan dan keinginan pengunjung adalah perbaikan, pemeliharaan,
dan pengadaan fasilitas penunjang, aksesibilitas, variasi kegiatan, pelayanan
pengunjung, dan manajemen pengelolaan. Masyarakat kurang menyambut dengan
baik kunjungan dan pengembangan wisata terutama masyarakat Karah Bodas
(tidak setuju). Keinginan dan harapan masyarakat yaitu meningkat
kesejahteraannya, mendapatkan sosialisasi mengenai wisata secara berkala untuk
merubah persepsi masyarakat yang tidak siap, menjadi terbuka untuk menerima
kunjungan. Dibuktikan dalam pelaksanaannya di lapangan, pengelola membuat
konsep wisata yang agamis, sesuai dengan sikap dan budaya masyarakat. Rencana
pengembangan pengelolaan wisata adalah pengembangan potensi keparwisataan,
SDM, serta perlindungan dan koservasi sumberdaya.
Pengembangan wisata alam antara lain: (1) pengembangan obyek daya tarik
wisata alam dengan menjaga keaslian dan kelestarian kawasan, pembatasan pada
blok pemanfaatan sesuai daya dukung lingkungan, pembuatan jalur evakuasi dan
relokasi daerah rawan bencana alam; (2) pengembangan kegiatan dan atraksi
wisata alam dibedakan berdasarkan potensi daya tarik wisata yang dimiliki
masing-masing obyek; (3) fasilitas penunjang wisata berupa pengembangan
sarana interpretasi dan peta wisata, pusat informasi, homestay, serta memperkuat
bangunan dan infrastruktur; (4) aksesibilitas berupa pengembangan infrastruktur,
sarana transportasi, papan penunjuk arah, serta promosi dan informasi wisata; (5)
pengembangan sumberdaya manusia perlu ditingkatkan antara lain berupa
pelatihan untuk meningkatkan kemampuan pelayanan, menjadi tuan rumah yang
baik, menyajikan berbagai bentuk atraksi wisata, makanan, dan souvenir, serta
tanggap bencana alam; (6) pengembangan pengelolaan melalui manajemen wisata
yang baik, yang dipersiapkan dari tingkat daerah dan dipadupadankan dengan
masing-masing lokasi wisata. Pemerintah Daerah memfasilitasi supaya pengelola
di setiap lokasi wisata memiliki koordinasi yang baik, serta membangun
kemitraan; (7) pengembangan promosi dan pemasaran wisata melalui media
elektronik (internet atau website) dan cetak (leaflet, booklet, dan peta
wisata),secara periodik diadakan pembaharuan sesuai dengan paket wisata yang
dikembangkan serta mengikuti dan membuat even yang mengenalkan obyek
wisata alam dan budaya lokal (pameran, lokakarya dan lainnya).
Kata kunci: Kabupaten Tasikmalaya, masyarakat, obyek daya tarik wisata alam
(ODTWA), pengelola, pengembangan wisata alam, pengunjung.
SUMARRY
YASRI SYARIFATUL AINI. Nature-Based Tourism in Strategic Area of
Tourism Tasikmalaya Regency West Java Province. Under Supervision of
E.K.S. HARINI MUNTASIB and NANDI KOESMARYANDI.
Tasikmalaya Regency is a strategic area, are among the popular tourist
destinations and frequently visited by domestic and foreign tourist, such as
Pangandaran, Garut and Bandung. It is an opportunity for development the natural
tourism attraction of Tasikmalaya Regency.
The research was carried out in the strategic area of tourism Tasikmalaya
Regency during August until September 2012. The tools and materials used, such
as stationery, digital cameras, GPS, ArcGis 9.3, Microsoft Office 2007,
questionnaire, interview guidelines and analysis of the operating guidelines and
objects of natural tourist attraction (ADO-ODTWA) General Directorate of
PHKA 2003. The development of tourism based on the assessment ADO-
ODTWA, analysis of the visitors wishes and expectations; the readiness to receive
visits and thecommunity wishes and expectations; stakeholeder analysis and the
strategic plan of natural tourism management.
Based on the result of ADO-ODTWA assesment, the depelopment criteria of
Galunggung (3325) and Karaha Bodas (2963) are very potential. Sindangkerta
Beach (2885), Pamayangsari Beach (1777), Karangtawulan (2750) and Cipatujah
Beach (2740) are potential. The visitors wishes and expectations are the repair,
maintenance, and the provision of supporting facilities, accessibility, variety of
activities, management of services, and management of visitors. The community
less welcomed with the tourist visits and the tourism development especially
Karah Bodas community (disagree). Wishes and expectations of the community
such as increasing well-being, getting the socialization about tourism periodically
to change community perception who are not ready, becoming open minded to
receive visits. Demonstrated in the implementation of tourist destination, the
depelopment organize the consept of religion tourism, appropriate to attitude and
culture of the community. The development plan for tourism management are the
development of potential tourism, human resources, along protection and
resources coservation.
The development of natural tourism, such as: (1) the development of a natural
tourist attraction destinations by keeping the authenticity and sustainability areas,
restrictions on the utilization block appropriate of envinronment resources
support, making the evacuation and relocation of areas prone to natural disasters;
(2) the development of activities and natural attractions differentiated based on the
potencial natural tourism attraction that owned by each objects; (3) the
development of facilities are development of interpretation feature and tourism
map, information center, homestay, and strengthening of building and
infrastructure; (4) accessibility of infrastructure development, a means of
transportation, signpost direction, and the promote and information about tourism;
(5) the development of human resources should be increases among others, in
form of training to improve the ability of service, to be a good host, presenting
various form of tourist attraction, foods, and souvenir, and natural disaster
response; (6) the development of tourism through a good tourism management,
prepared from the regoinal level combine with each tourism location, and build a
partnership; (7) the development of tourism marketing and promotion trough
electronic media (intenet, website, radio and TV) and print media (leaflet,
booklet,and tourism map) periodically held a renewal according to developed by
tour packages, and follow and create events that introduce attractions of nature
tourism and local culture.
Keyword: Communities, development, objects of natural tourist attraction,
nature-based tourism, Tasikmalaya Regency, visitors.
PENGEMBANGAN WISATA ALAM
DI KAWASAN STRATEGIS PARIWISATA
KABUPATEN TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT
YASRI SYARIFATUL AINI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pengembangan
Wisata Alam di Kawasan Strategis Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya
Provinsi Jawa Barat” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Bogor, Maret 2013
Yasri Syarifatul Aini
E34080021
Judul Skripsi : Pengembangan Wisata Alam di Kawasan Strategis
Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat
Nama : Yasri Syarifatul Aini
NIM : E34080021
Menyetujui:
Pembimbing I
Prof. Dr. E. K. S. Harini Muntasib, MS.
NIP. 19550410 198203 2 002
Pembimbing II
Dr. Ir. Nandi Kosmaryandi, M.Sc.F
NIP. 19660628 199802 1 001
Mengetahui:
Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS.
NIP. 19580915 198403 1 003
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkah,
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat melaksanakan penelitian sampai dengan
menyelesaikan penulisan skripsi. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Agustus
2012 sampai dengan bulan September 2012 dengan judul Pengembangan Wisata
Alam di Kawasan Strategis Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa
Barat.
Hasil dari penelitian diharapkan dapat menjadi masukan dalam pengembangan
wisata alam serta mendapat perhatian dari Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya,
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Perum Perhutani KPH Tasikmalaya dan semua
pihak yang bersangkutan.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Bogor, Maret 2013
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 22
Februari 1990 dari ayah Drs. H. Suryana, M.Si. dan ibu
Hj. Keuis Susilawati, S.Pd. Penulis adalah putri pertama
dari empat bersaudara. Jenjang pendidikan formal yang
ditempuh penulis, yaitu SDN Citapen I Tasikmalaya
(2002), SMP Negeri 2 Tasikmalaya (2005), tahun 2008
lulus dari SMA Negeri 6 Tasikmalaya dan pada tahun
yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui
jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan.
Selama di IPB. penulis aktif sebagai anggota Kelompok Pemerhati Ekowisata
(KPE), bendahara umum Kelompok Pemerhati Mamalia (KPM) serta anggota
Himpunan Mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
(HIMAKOVA) periode kepengurusan 2009 – 2010 dan 2010 - 2011. Penulis juga
aktif sebagai anggota International Forestry Student Association Local Commite
IPB (IFSA LC-IPB).
Pada tahun 2010 penulis melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan
(PPEH) jalur Gunung Sawal - Pangandaran. Tahun 2011 penulis melaksanakan
Praktek Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat dan desa
sekitarnya, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, dan tempat pengelolaan
Hasil Hutan Perhutani di Kabupaten Bandung dan Sukabumi. Bulan Februari –
Maret 2012, penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di
Taman Nasional Gunung Rinjani Lombok Nusa Tenggara Barat.
Pada tahun 2009 dan 2010 penulis mengikuti Ekspedisi Ilmiah yaitu Studi
Lingkungan Konservasi (SURILI) di Taman Nasional Sebangau Kalimantan
Tengah dan Taman Nasional Kerinci Seblat Jambi. Tahun 2010 penulis mengikuti
Eksplorasi Flora dan Fauna (RAFFLESIA) di Taman Nasional Gunung Halimun
Salak. Prestasi yang pernah diraih penulis adalah juara 1 lomba tari kreasi di IPB
Art Contest (IAC).
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkah, rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penulis banyak
mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada:
1. Keluarga besar penulis: Drs. H. Suryana, M.Si (Ayah), Hj. Keuis Susilawati,
S.Pd. (Ibu), Hj. Ocoh (Nenek), Samrotul Fuadah (Adik), Nida Humaida Zahra
(Adik), Fadlah Muhamad Insan (Adik), dan Fitri Nur Azizah (Bibi) atas doa
dan kasih sayang.
2. Prof Dr. E.K.S. Harini Muntasib, MS. (Pembimbing I), Dr. Ir. Nandi
Koesmaryandi, M.Sc.F (Pembimbing II), Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc.
(Penguji) dan Dr. Ir Siti Badriyah R., M.Si. (Ketua Sidang) yang telah banyak
memberi ilmu dan nasehat dalam menyelesaikan skripsi.
3. BAPPEDA Kabupaten Tasikmalaya; Dinas Kesatuan Bangsa dan Linmas
Kabupaten Tasikmalaya; Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten
Tasikmalaya; Perum Perhutani KPH Tasikmalaya; Badan Pertanahan Nasional
Kabupaten Tasikmalaya; Angkatan Udara Lanud Wiryadinata; aparatur
Kecamatan dan Desa serta masyarakat Desa yang telah membantu selama
pengumpulan data.
4. Eka Satria Permana Putra yang telah memberi doa, kasih sayang, bantuan,
dukungan, dan motivasi untuk menyelesaikan skripsi.
5. Keluarga Ustadz Robandi, Ibu Siti Maryam, Bapak Toha, Doni Ilham, S.Sos.I.
dan M. Juan Ardha yang telah membantu penulis selama penelitian dan
pengolahan data.
6. Keluarga besar KSHE 45 “Edelweiss”, HIMAKOVA periode 2009-2010 dan
2010-2011, KPE “Tapak”, KPM “Tarsius”, Fahutan 45, IFSA LC IPB dan
Pondok Jaika I Badoneng.
7. Seluruh pihak dan rekan-rekan yang telah membantu dari awal penelitian
hingga selesainya tugas akhir penulis yang tidak dapat disebutkan satu
persatu. Terima kasih atas bantuan, dukungan, dan motivasinya.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. v
DAFTAR TABEL ......................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2 Tujuan ........................................................................................ 2
1.3 Manfaat ...................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Wisata dan Wisata Alam ............................................................ 3
2.2 Obyek Daya Tarik Wisata Alam ................................................ 4
2.3 Wisatawan .................................................................................. 5
2.4 Masyarakat ................................................................................. 6
2.5 Pengelola (Pemerintah dan Stakeholder Terkait)....................... 7
2.6 Pengembangan Wisata Alam ..................................................... 9
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................... 13
3.2 Alat dan Bahan ........................................................................... 13
3.3 Metode Penelitian ...................................................................... 13
3.4 Pengolahan dan Analisis Data.................................................... 16
3.4.1 Obyek daya tarik wisata (ODTWA) ................................. 16
3.4.2 Pengunjung obyek wisata alam ......................................... 18
3.4.3 Masyarakat sekitar obyek wisata alam.............................. 18
3.4.4 Pengelola obyek wisata alam ............................................ 19
3.5 Pengembangan wisata alam ................................................. 19
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI
4.1 Gunung Galunggung .................................................................. 21
4.1.1 Danau kawah ..................................................................... 22
4.1.2 Pemandian air panas ......................................................... 23
4.2 Karaha Bodas ............................................................................. 24
4.2.1 Wana Wisata Geologi Geothermal ................................... 25
4.2.2 Agrowisata Strawberry ..................................................... 25
4.3 Pantai Sindangkerta ................................................................... 26
4.3.1 Wisata pantai (Taman Lengsar) ........................................ 26
38
4.3.2 Kesenian tradisional Seni Rengkong ................................ 27
4.3.3 Kampung nelayan (Pamoekan) ......................................... 28
4.3.4 Hajat Lembur Mapag Taun .............................................. 29
4.4 Pantai Pamayangsari .................................................................. 30
4.4.1 Keindahan Pantai Pamayangsari ....................................... 30
4.4.2 Kawasan Konservasi Penyu Hijau .................................... 31
4.5 Pantai Cipatujah ......................................................................... 33
4.6 Karangtawulan ........................................................................... 33
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Obyek Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) ............................. 36
5.1.1 Penilaian obyek dan daya tarik wisata alam ..................... 36
5.1.1.1 Daya tarik wisata alam .......................................... 36
A. Daya tarik wisata berbentuk darat .................... 36
B. Daya tarik wisata berbentuk pantai .................. 38
5.1.1.2 Aksesibilitas .......................................................... 40
5.1.1.3 Fasilitas penunjang ................................................ 42
5.1.1.4 Kondisi sekitar kawasan ....................................... 43
5.1.1.5 Iklim ...................................................................... 47
5.1.1.6 Ketersediaan air bersih .......................................... 49
5.1.2 Rekapitulasi kriteria penilaian ODTWA........................... 52
5.2 Pengunjung ................................................................................ 53
5.2.1 Karakteristik pengunjung .................................................. 53
5.2.2 Tujuan kunjungan ............................................................. 56
5.2.3 Pola kunjungan .................................................................. 57
5.2.4 Penilaian pengunjung ........................................................ 59
5.2.5Keinginan dan harapan pengunjung ................................... 61
5.3 Masyarakat ................................................................................. 62
5.3.1 Karakteristik masyarakat................................................... 62
5.3.2 Kesiapan menerima kunjungan ......................................... 63
5.3.3 Keinginan dan harapan masyarakat .................................. 64
5.4 Pengelola Obyek Wisata Alam .................................................. 65
5.4.1 Pihak pengelola ................................................................. 66
5.4.2 Rencana pengelola ............................................................ 68
5.5 Pengembangan Wisata Alam ..................................................... 71
5.5.1 Keberlanjutan/kelestarian obyek daya tarik wisata alam
dan faktor pembatas .......................................................... 71
5.5.2 Kesesuaian pengembangan ............................................... 74
5.5.3 Arahan pengembangan wisata alam .................................. 98
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan .............................................................................. 100
6.2 Saran .......................................................................................... 101
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 103
39
DAFTAR TABEL
No Halaman
1 Pengaruh atau dampak pengembangan wisata alam .................................. 7
2 Metode penelitian ....................................................................................... 14
3 Klasifikasi pengembangan setiap unsur ..................................................... 16
4 Skala penilaian obyek daya tarik wisata berbentuk darat .......................... 17
5 Skala penilaian obyek daya tarik wisata berbentuk perairan (pantai) ........ 17
6 Skala prioritas rekomendasi obyek wisata berbentuk darat ....................... 17
7 Skala prioritas rekomendasi obyek wisata berbentuk perairan (pantai) ...... 17
8 Kategori responden, strata umur, jumlah sampel pengunjung obyek
wisata alam .................................................................................................. 18
9 Kategori responden, strata umur, jumlah sampel masyarakat sekitar
obyek wisata alam ....................................................................................... 19
10 Hasil penilaian daya tarik obyek wisata berbentuk darat ........................... 37
11 Hasil penilaian daya tarik obyek wisata berbentuk kawasan perairan
pantai) ........................................................................................................ 40
12 Hasil penilaian aksesibilitas ....................................................................... 41
13 Hasil penilaian fasilitas penunjang ............................................................ 43
14 Data fisik obyek wisata alam ..................................................................... 45
15 Hasil penilaian kondisi sekitar kawasan .................................................... 46
16 Hasil penilaian terhadap iklim ................................................................... 48
17 Hasil penilaian ketersediaan air bersih ...................................................... 50
18 Skor seluruh kriteria penilaian obyek wisata ............................................. 51
19 Jumlah pengunjung wisata alam 2008 - 2012 (wisatawan nusantara (N)
dan mancanegara (M)) ............................................................................... 52
20 Matriks keinginan dan harapan pengunjung .............................................. 61
21 Matriks hasil wawancara dengan masyarakat sekitar obyek wisata alam . 65
22 Pengelola obyek wisata di Kawasan Strategis Kabupaten Tasikmalaya ... 66
23 Penilaian total hasil keseluruhan analisis ................................................... 98
40
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1 Skema penentuan prioritas pengembangan wisata alam ............................ 20
2 Peta daya tarik wisata alam di Kawasan Strategis Kabupaten
Tasikmalaya ............................................................................................... 21
3 Obyek wisata Gunung Galunggung (a) Danau kawah (b) ±620 anak
tangga menuju danau kawah ...................................................................... 22
4 Pemandian air panas (a) kolam renang air panas buatan (b) bak
pemandian dari sungai air panas ................................................................ 23
5 Fasilitas dalam kawasan (a) camping ground (b) area bermain anak ........ 24
6 Daya tarik Karaha Bodas (a) lokasi yang dijadikan tempat wisata (b)
hutan pinus ................................................................................................. 25
7 Agroforestry masyarakat Kecamatan Kadipaten (a) kebun strawberry (b)
strawberry yang telah dipanen dan akan dipasarkan .................................. 26
8 Kondisi Pantai Sindangkerta (a) gapura sekaligus benteng penahan
ombak (b) pantai yang dapat digunakan untuk berenang (c) suasana
pantai siang haridan (d) suasana pantai saat sunset ................................... 27
9 Penampilan seni tradisional Rengkong (a) Rengkong (b) Hatong ............. 28
10 Pamoekan (a) perahu nelayan (b) rumah nelayan di sekitar pantai ........... 29
11 Ritual Hajat Lembur Mapag Taun (menyambut Tahun Baru) (a)
Upacara Adat Sunda (b) pelepasan Jampana ke laut lepas ........................ 29
12 Suasana Pantai Pamayangsari (a) tempat perahu nelayan (pelabuhan) (b)
pembangunan pelabuhan Pantai Pamayangsari, menara pengamat, kantor
dan tempat pelelangan hasil tangkapan laut ............................................... 31
13 Pantai Pamayangsari (a) Kawasan Konservasi Penyu (sekitar3 km) yang
menjadi tempat penyu makan, reproduksi dan bertelur (b) bak penetasan
semi alami di dekat pantai .......................................................................... 32
14 Penangkaran Penyu Hijau di bak khusus setelah penetasan (a) umur tiga
minggu setelah penetasan (b) umur 3 – 6 bulan ........................................ 32
15 Suasana Pantai Cipatujah (a) pemandangan laut lepas Cipatujah dengan
pasir pantai yang luas (b) pemadangan laut lepas dan benteng batu ......... 33
16 Obyek wisata Karangtawulan (a) keindahan ombak besar yang
menabrak karang (b) Nusa Manuk ............................................................. 34
17 Kondis pantai dan goa yang sejajar karang (a) pantai (b) Goa Parat ......... 34
18 Obyek wisata spiritual makam keramat Syech Abdul Rahman Abdul
Rahim (a) tampak dalam (b) tampak luar .................................................. 35
19 Jumlah pengunjung wisata alam tahun 2008 -2011 (wisatawan
nusantara) ................................................................................................... 52
41
20 Jumlah pengunjung wisata alam tahun 2008 – 2011 (wisatawan
mancanegara) ............................................................................................. 53
21 Karakteristik pengunjung obyek wisata alam ............................................ 54
22 Tujuan pengunjung dalam melakukan perjalanan wisata ke kawasan
wisata alam ................................................................................................. 57
23 Pola kunjungan pengunjung dalam melakukan perjalanan wisata ke
kawasan wisata alam .................................................................................. 58
24 Penilaian pengunjung terhadap obyek daya tarik wisata alam dan
fasilitas penunjang wisata .......................................................................... 60
25 Karakteristik masyarakat............................................................................ 62
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tasikmalaya merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat
bagian selatan dengan luas wilayah 2.563,35 km2. Letaknya strategis karena
merupakan jalur perlintasan dan transit dari berbagai daerah di Jawa Barat ke arah
Jawa Tengah dan Jawa Timur atau sebaliknya, serta berada diantara daerah tujuan
wisata yang popular dan banyak dikunjungi wisatawan nusantara dan
mancanegara yaitu Pangandaran, Garut dan Bandung. Hal tersebut menjadi
peluang pengembangan daya tarik wisata alam di Kabupaten Tasikmalaya.
Dalam upaya pengembangan ODTWA, dibuat kebijakan berupa Peraturan
Daerah Nomor 22 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Tasikmalaya (RTRW) serta Rencana Strategis Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Kabupaten Tasikmalaya. RTRW Kabupaten Tasikmalaya sebagai arahan
kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah salah satunya kawasan strategis
pariwisata. Disamping itu telah ditetapkan kawasan strategis pariwisata sebagai
kawasan dengan prioritas utama pengembangan pariwisata berdasarkan
keterkaitan ekonomi, sosial budaya, lingkungan, serta pendayagunaan sumber
daya alam dan teknologi.
Obyek daya tarik wisata alam yang termasuk dalam kawasan strategis
pariwisata Kabupaten Tasikmalaya yaitu Gunung Galunggung berupa kawah yang
berbentuk danau, hutan pegunungan dengan kekayaan flora dan fauna, dan
sumber mata air panas. Karaha Bodas berupa hutan pinus dan geologi geotermal
(ketersediaan hidrotermal yang muncul dalam bentuk mata air panas), dan
agrowisata. Pantai Cipatujah, Pantai Sindangkerta, Pantai Pamayangsari, dan
Karangtawulan memiliki daya tarik berbentuk pantai, merupakan satu rangakaian
pantai selatan (Samudra Hindia) dengan jarak antar obyek cukup dekat.
Pemerintah Daerah sudah merancang kebijakan menyangkut potensi
obyek daya tarik wisata alam di Kabupaten Tasikmalaya. Namun potensi wisata
tersebut belum dikembangkan dengan maksimal serta banyak obyek yang belum
dimanfaatkan. Pengelolaan dan pengembangan yang sudah dilakukan masih
2
banyak kekurangan, sehingga dibutuhkan rekomendasi bagi pengembangan wisata
alam di Kawasan Strategis Kabupaten Tasikmalaya kedepannya.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyusun pengembangan wisata
alam di Kawasan Strategis Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya dengan langkah
sebagai berikut:
1. Inventarisasi potensi obyek daya tarik wisata alam di Kawasan Strategis
Kabupaten Tasikmalaya.
2. Inventarisasi keinginan dan harapan pengunjung terhadap pengembangan
wisata alam di Kawasan Strategis Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya.
3. Inventarisasi kesiapan, keinginan, dan harapan masyarakat dalam menerima
kegiatan wisata alam di Kawasan Strategis Pariwisata Kabupaten
Tasikmalaya.
4. Identifikasi rencana pengelolaan pengembangan wisata alam oleh pengelola
wisata alam di Kawasan Strategis Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya.
5. Menyusun arahan pengembangan wisata alam di Kawasan Strategis Pariwisata
Kabupaten Tasikmalaya.
1.3 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Sebagai acuan dalam mengembangkan potensi wisata alam di Kabupaten
Tasikmalaya.
2. Sebagai masukan dan rekomendasi kepada pengelola (stakeholder) terkait
pengembangan wisata alam di Kabupaten Tasikmalaya secara luas.
3. Sebagai acuan kepada masyarakat sekitar kawasan wisata alam untuk berperan
serta dalam pengembangan wisata sehingga kesejahteraannya meningkat.
4. Sebagai sarana penyampaian informasi kepada pembaca mengenai wisata
alam yang terdapat di Kabupaten Tasikmalaya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Wisata dan Wisata Alam
Menurut UU Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan, wisata
adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang
dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan
pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam
jangka waktu sementara. Wisata alam merupakan usaha pemanfaatan sumberdaya
alam dan tata lingkungannya yang telah ditetapkan sebagai obyek dan daya tarik
wisata untuk dijadikan sasaran wisata.
Pariwisata adalah bentuk kegiatan wisata yang didukung berbagai fasilitas
serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan
Pemerintah Daerah. Pariwisata alam adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan wisata alam, termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik serta usaha yang
terkait dengan wisata alam (PP Nomor 36 Tahun 2010). Pariwisata alam
mendapatkan penilaian tinggi karena kemampuannya dalam memberikan dampak
positif terhadap konservasi dan tujuan pembangunan di atau dekat kawasan
lindung (Figgis & Bushell 2007). Menurut Honey (1999) diacu dalam Hakim
(2004), dalam aktivitasnya wisata alam harus menjawab dan menunjukan
parameter berikut:
1. Perjalanan ke kawasan alamiah.
2. Dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan rendah.
3. Membangun kepedulian terhadap lingkungan.
4. Memberikan dampak keuntungan ekonomi secara langsung bagi konservasi.
5. Memberikan dampak keuangan dan pemberdayaan masyarakat lokal.
6. Adanya penghargaan terhadap budaya setempat.
7. Mendukung hak asasi manusia dan gerakan demokrasi .
Berdasarkan kajian Burger (2000) dan Waller (2001) diacu dalam Hakim
(2004) yang menunjukan hubungan harmonis antara wisata, keanekaragaman,
bentang alam, dan konservasi dapat terjadi dalam kehidupan manusia. Dampak
4
secara teoritis dapat diartikan memberikan pengaruh positif bagi perekonomian
lokal dan pendidikan konservasi pengunjung.
2.2 Obyek Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA)
Dalam Rencana Pengembangan Pariwisata Alam Nasional Ditjen PHKA
(2001), potensi kekayaan alam Indonesia merupakan potensi ODTWA yang
dalam perkembangannya diperlukan penanganan serius agar tetap terjaga
kelestarian dan keberadaannya. Pemanfaatan potensi kekayaan alam yaitu dengan
melakukan pengelolaan kegiatan wisata alam yang dinilai memiliki prospek
menjanjikan. Hal tersebut dikaitkan dengan upaya pemberdayaan dan peningkatan
ekonomi masyarakat dalam rangka menekan laju kerusakan hutan.
Menurut Warpani dan Warpani (2007) daya tarik wisata adalah segala
sesuatu yang menjadi pemicu kunjungan wisatawan, destinasi atau tujuan wisata
yang bisa berupa sasaran atau obyek ragawi atau fisik serta pemicu kunjungan
destinasi wisata niragawi (kebiasaan hidup dan adat istiadat). Berdasarkan UU
Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan, daya tarik wisata adalah segala
sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa
keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi
sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Daerah tujuan pariwisata atau destinasi
pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah
administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas
pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi
untuk terwujudnya kepariwisataan.
Analisis Daerah Operasi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ADO-
ODTWA) Ditjen PHKA Tahun 2003, antara lain sebagai berikut:
1. Flora dan fauna, yaitu potensi flora dan fauna secara umum dan diutamakan
informasi mengenai flora dan fauna khas yang ada serta penyebarannya, yang
memiliki daya tarik wisata alam.
2. Gejala alam, yaitu obyek-obyek yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan
wisata alam, antara lain: sumber air panas, air terjun, goa, puncak gunung,
kawah, danau, sungai dan lain-lain.
5
3. Keindahan alam yaitu obyek-obyek yang memiliki keindahan alam baik darat,
laut dan danau. Keindahan alam dapat dilihat dari pandangan lepas, variasi
pandangan, keserasian warna dan pandangan lingkungan obyek.
4. Keunikan sumberdaya alam, yaitu obyek-obyek yang memiliki ciri khas
sumber alam dalam suatu lokasi yang tidak dimiliki oleh lokasi lain.
5. Panorama, yaitu obyek-obyek yang memiliki pemandangan alam dalam suatu
areal yang terbuka dan luas yang mempunyai daya tarik wisata alam.
6. Peninggalan sejarah, yaitu obyek-obyek yang memiliki nilai sejarah,
dikeramatkan dan lain-lain.
7. Atraksi budaya spesifik, yaitu adat istiadat, kesenian, yang memiliki keunikan
dan daya tarik tersendiri.
Menurut Kodhyat (2007), ODTWA merupakan komponen yang paling
utama karena merupakan pendorong atau motivasi utama bagi wisatawan untuk
mengunjungi daerah tujuan wisata yang bersangkutan. Walaupun demikian,
komponen lainnya tidak kalah penting dari ODTWA, dimana keberadaan obyek
dan daya tarik wisata harus dilengkapi dan ditunjang secara proporsional oleh
komponen lainnya, yaitu fasilitas yang memadai, jasa layanan yang profesional,
suasana yang kondusif serta menciptakan kesan mendalam bagi wisatawan
sehingga ingin kembali mengunjungi tempat tersebut.
2.3 Wisatawan
Wisatawan dibagi menjadi dua (Warpani & Warpani 2007), antara lain:
1. Wisatawan mancanegara.
2. Wisatawan nasional (domestik): wisatawan nusantara dan domestik asing.
Motivasi yang mendorong wisatawan untuk melakukan perjalanan wisata
adalah sebagai berikut (Warpani & Warpani 2007):
1. Dorongan kebutuhan untuk berlibur dan berekreasi.
2. Dorongan kebutuhan pendidikan dan penelitian.
3. Dorongan kebutuhan keagamaan.
4. Dorongan kebutuhan kesehatan.
5. Dorongan atas minat terhadap kebudayaan dan kesenian.
6. Dorongan kepentingan keamanan.
6
7. Dorongan kepentingan hubungan keluarga.
8. Dorongan kepentingan politik.
Wisata alam memberikan kesempatan bagi pengunjung untuk
mendapatkan pengalaman berkaitan dengan alam, kebudayaan dan belajar tentang
pentingnya konservasi keanekaragaman hayati (Raharjo 2004). Pengukuran
perkembangan yang terus menerus pada pariwisata merupakan kebutuhan dan
interaksi antara perlindungan sumberdaya alam, pembangunan ekonomi dan
kepuasan pengunjung atau wisatawan (Simion et al. 2010).
Menurut Borges et al. (2011), kenaikan jumlah pengunjung dapat menjadi
masalah jika mekanisme perlindungan kawasan tidak sesuai dengan daya dukung
lingkungan. Dampak negatif yang ditimbulkan adalah tekanan dari pertumbuhan
jumlah pengunjung yang tidak dapat diminimalisasi, invasif atau destruktif dalam
pembangunan infrastruktur, terjadi polusi dan dampak sosial. Dibutuhkan
pengembangan tujuan dan strategi pariwisata yang terencana dengan baik
sehingga dapat memberikan dampak positif bagi konservasi dan berbagai pihak
(pengelola, pengunjung dan masyarakat).
2.4 Masyarakat
Upaya pengembangan wisata sejauh mungkin diarahkan bukan hanya
pemberdayaan sumberdaya alam juga pemberdayaan sumberdaya manusia yaitu
masyarakat sekitar kawasan. Hal tersebut dilakukan agar masyarakat menjadi
bagian dari kegiatan pariwisata dalam arti luas, bukan sekedar menjadi obyek
melainkan juga menjadi subyek.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2009
Tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata di Daerah Bab VI Pemberdayaan
Masyarakat Pasal 20 ayat 1 dan 2 serta pasal 21 ayat 1 dan 2, pengembangan
ekowisata wajib memberdayakan masyarakat setempat dimulai dari perencanaan,
pemanfaatan dan pengendalian ekowisata. Pemberdayaan masyarakat
diselenggarakan melalui kegiatan peningkatan pendidikan dan keterampilan
masyarakat. Pemberdayaan masyarakat melibatkan warga masyarakat, lembaga
kemasyarakatan, Badan Permusyawaratan Desa, Kader Pemberdayaan
Masyarakat, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan Lembaga Swadaya Masyarakat.
7
Menurut Raharjo (2004), keterlibatan yang dapat dilakukan oleh masyarakat lokal
adalah sebagai berikut:
1. Membentuk joint venture dengan tour operator dimana masyarakat
menyediakan lebih banyak service sedangkan pihak swasta atau pemerintah
hanya fokus pada promosi dan pemasaran.
2. Menyediakan layanan kepada tour operator, misalnya menyediakan bahan
makanan, menjadi guide lokal, menyediakan transport dan akomodasi lokal.
3. Menyewakan lahan kepada pihak tour operator. Dalam hal ini masyarakat
masih memungkinkan untuk melakukan monitoring atas dampak dari aktifitas
wisata.
4. Mengembangkan program sendiri secara mandiri.
5. Bekerja sebagai staf tour operator baik full time atau part time.
Menurut Raharjo (2004), terdapat pengaruh atau dampak pengembangan
wisata alam bagi masyarakat dan kawasan itu sendiri (Tabel 1), adalah sebagai
berikut:
Tabel 1 Pengaruh atau dampak pengembangan wisata alam Positif (bila ada partisipasi) Negatif (bila tidak ada partisipasi)
Bagi Masyarakat Bagi Kawasan
Lindung
Bagi Masyarakat Bagi Kawasan
Lindung
Keberlanjutan
pendapatan
Berkurangnya
ancaman dan
pengembangan
ekonomi yang sesuai
Penurunan
kualitas
sumberdaya alam
Pembangunan
ekonomi yang tidak
sesuai
Peningkatan
kualitas layanan
public
Pertumbuhan
ekonomi yang
tidak imbang
Perburuan,
pemanfaatan
berlebihan atas
sumberdaya alam
Keberdayaan
budaya lokal
Erosi budaya Perubahan pola
pemanfaatan
sumberdaya alam
2.5 Pengelola (Pemerintah dan Stakeholder Terkait)
Sumber daya manusia diakui sebagai salah satu komponen vital dalam
pembangunan pariwisata. Hampir setiap tahap dan elemen pariwisata memerlukan
sumber daya manusia untuk menggerakkannya. Faktor sumberdaya manusia
sangat menentukan eksistensi pariwisata. Sebagai salah satu industri jasa, sikap
dan kemampuan staf akan berdampak penting terhadap jenis pelayanan pariwisata
kepada wisatawan yang secara langsung akan berdampak pada kenyamanan,
kepuasan dan kesan atas kegiatan wisata yang dilakukannya.
8
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2009 Tentang
Pedoman Pengembangan Ekowisata di Daerah, pelaku wisata alam adalah
pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat yang bergerak
dibidang wisata. Berdasarkan Analisis Daerah Operasi Obyek dan Daya Tarik
Wisata Alam (ADO-ODTWA) Ditjen PHKA Tahun 2003, pengelolaan obyek dan
pelayanan pengunjung merupakan hal yang perlu ditingkatkan secara terus
menerus dalam pemanfaatan suatu ODTWA, karena berpengaruh langsung
dengan kepuasan pengunjung dan pelestarian obyek itu sendiri. Selain itu, dalam
implementasinya perlu ditunjang oleh tenaga profesional dibidang pariwisata
alam, bahasa dan mampu melakukan pelayanan kepada pengunjung.
Kurangnya pengaruh pihak luar terhadap kawasan wisata, mengharuskan
pengelola (pemerintah daerah dan pengelola wisata) perlu membangun hubungan
yang kuat dengan investor, swasta maupun LSM terkait dalam mendukung
pembangunan wisata alam yang berkelanjutan. Diperlukannya rencana strategis
dalam pengembangan pariwisata yang terus dikembangkan, dipantau dan
dievaluasi secara berkala (The Lake District World Heritage Project dalam
Borges et al. (2011)).
Industri jasa mempunyai kewajiban untuk bersama-sama dengan
pemerintah daerah mengemas paket-paket wisata. Aktivitas pariwisata tidak
tersekat pada satu obyek wisata saja. Aktivitas pariwisata memerlukan ruang
gerak dan waktu yang fleksibel. Adanya kerjasama dan komitmen akan terbentuk
kemitraan yang saling mengisi, maka aktivitas berwisata yang memiliki mobilitas
tanpa batas itu tidak akan mengalami kendala karena jalur-jalur yang
menghubungkan antar atraksi wisata yang satu dengan lainnya sudah tertata,
terhubung dengan baik dan dari segi keamanan dapat dikoordinasikan bersama.
Kekurangan dari fasilitas dan sumberdaya manusia, pemerintah dapat membantu
dalam bentuk fasilitator, bantuan dana, pelatihan dan lain-lain. Industri jasa
memberikan pelayanan yang unggul dalam diferensiasi dan inovasi produk serta
pelayanan yang excellent dapat menarik pengunjung untuk kembali datang ke
obyek wisata tersebut (Fiatiano 2007).
9
2.6 Pengembangan Wisata Alam
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 menyatakan pembangunan
kepariwisataan dilakukan berdasarkan asas manfaat, kekeluargaan, adil dan
merata, keseimbangan, kemandirian, kelestarian, partisipatif, berkelanjutan,
demokratis, kesetaraan dan kesatuan yang diwujudkan melalui pelaksanaan
rencana pembangunan kepariwisataan dengan memperhatikan keanekaragaman,
keunikan, kekhasan budaya dan alam, serta kebutuhan manusia untuk berwisata.
Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 48 Tahun 2006, pengembangan pariwisata
alam adalah rencana yang memuat kebijakan pengembangan kepariwisataan Jawa
Barat dari aspek perwilayahan pariwisata, aspek pengembangan produk wisata,
pengembangan pasar dan pemasaran, pengembangan sumberdaya manusia (SDM)
kepariwisataan, dan pengembangan kelembagaan pariwisata.
Pengembangan adalah suatu usaha perubahan yang dilakukan untuk
meningkatkan keuntungan dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya. Muntasib et
al. (2004) menyebutkan ada tujuh prinsip pengembangan wisata alam, yaitu:
1. Berhubungan langsung dengan alam (touch the nature).
2. Pengalaman yang bermanfaat, baik secara pribadi ataupun secara sosial.
3. Wisata alam bukan wisata massal.
4. Interaksi dengan masyarakat dan budaya setempat.
5. Adaptif sesuai dengan akomodasi pedesaan.
6. Pengalaman lebih utama dari kenyamanan.
Ditjen PHKA (2003), dasar penilaian potensi pengembangan wisata alam
adalah sebagai berikut:
1. Berorientasi kepada kepentingan konservasi kawasan.
2. Memberikan pemahaman pendidikan konservasi bagi kawasan.
3. Memberdayakan atau meningkatkan peran masyarakat.
4. Memberikan nilai ekonomi dan kesinambungan usaha kepada pihak ketiga
dan pemerintah.
5. Memberikan nilai rekreasi (kenyamanan, refreshing, kesehatan dan lain-lain).
Ditjen PHKA (2001) memaparkan beberapa tahapan pengembangan
pariwisata alam yang bisa dilakukan di suatu lokasi, adalah sebagai berikut:
10
1. Perencanaan, meliputi identifikasi, inventarisasi dan analisis data, identifikasi
konflik sumberdaya, analisis data, penetapan posisi perkembangan,
pengelolaan pengunjung, pemasaran dan promosi, sumberdaya manusia,
pengelolaan dampak, pembangunan sarana dan prasarana, pengusahaan
pariwisata alam dan kelembagaan.
2. Pelaksanaan, meliputi koordinasi, sosialisasi dan kerjasama.
3. Monitoring dan evaluasi.
Menurut Ditjen PHKA (2003), pengembangan obyek wisata alam
dilakukan berdasarkan skala prioritas dan rekomendasi. Pengembangan
dikatagorikan dalam beberapa katagori, yaitu sebagai berikut:
1. Sangat potensial, yaitu daerah yang memiliki ODTWA layak untuk
dikembangkan berdasarkan hasil penilaian ADO-ODTWA melalui urutan
prioritas.
2. Potensial, yaitu daerah yang memiliki potensi, namun memiliki hambatan dan
kendala untuk dikembangkan dengan persyaratan-persyaratan tertentu yang
memerlukan pembinaan lebih lanjut berdasarkan hasil penilaian ADO-
ODTWA.
3. Kurang potensial, yaitu daerah yang tidak dapat dikembangkan atas dasar
hasil penilaian ADO-ODTWA.
Berasarkan Ditjen PHKA (2002), program pengembangan wisata alam
secara berkelanjutan bisa dilakukan dengan melihat beberapa faktor diantaranya:
1. Pengembangan lokasi obyek (Potensi ODTWA), yaitu rencana kegiatan
pengembangan obyek sesuai analisis, dengan urutan prioritas baik yang
menyangkut lokasi obyek maupun jenis-jenis kegiatan yang dikaitkan dengan
rencana pengelola kawasan tersebut.
2. Fasilitas penunjang, yaitu kegiatan pengembangan sarana dan prasarana di
dalam dan di luar obyek dengan prioritas pengembangan lokasi obyek.
3. Keadaan Pengunjung, yaitu jumlah pengunjung, perilaku pengunjung yang
terdiri dari wisatawan luar negeri dan wisatawan dalam negeri.
4. Pengelolaan dan pelayanan, yaitu pengelolaan obyek dan pelayanan
pengunjung merupakan hal yang perlu ditingkatkan dalam pemanfaatan suatu
ODTWA, karena berpengaruh secara langsung dengan kepuasan pengunjung
11
dan pelestarian obyek itu sendiri. Selain itu dalam implementasinya perlu
ditunjang oleh tenaga yang professional di bidang pariwisata alam, bahasa dan
mampu melakukan pelayanan terhadap pengunjung.
5. Kegiatan wisata alam, yaitu: rencana dan realisasi pengembangan kegiatan
wisata alam, baik oleh pengelola, masyarakat maupun pemerintah.
Menurut Hakim (2004), strategi dalam pengembangan wisata alam harus
mendorong tindakan konservasi sehingga tujuan dari wisata berkelanjutan tetap
tercapai dalam industri pariwisata yang terus berkembang. Pariwisata yang terjadi
di kawasan lindung harus dikelola dengan benar dan menjunjung tinggi prinsip-
prinsip pembangunan berkelanjutan. Selain itu, tidak boleh dilupakan bahwa
tujuan keseluruhan dari kawasan lindung adalah konservasi dan perlindungan.
Pada pengembangan pengelolaan wisata alam, keanekaragaman hayati dapat
dieksplorasi sampai batas tertentu (daya dukung lingkungan) hubungan antara
pariwisata dan kawasan lindung (IUCN 2009).
Menurut The International Ecotourism Society (2004) dan Pemerintah
Propinsi Jawa Barat (2007) pelayanan terhadap pelanggan wisata alam dapat
dilakukan dengan cara mengembangkan potensi wisata alam dengan indikator:
1) Keadaan fisik kawasan (luas, ketinggian).
2) Potensi biotik kawasan (flora fauna).
3) Potensi wisata yang meliputi: (a) wisata alam dengan kegiatannya berupa
hiking, berkemah, berkuda, bersepeda; wisata santai sambil berolahraga
(berenang (air panas), lintas alam dan lain-lain); (b) wisata konvensi dengan
kegiatan berupa wisata sambil melakukan seminar, rapat, konferensi; (c)
wisata budaya dengan kegiatan berupa pergelaran seni tradisional.
4) Sarana prasarana seperti pembuatan pusat informasi, pondok kerja, sarana
olahraga, camping ground, tempat bermain anak anak, sarana pemandian air
panas, shelter, fasilitas penginapan, tempat ibadah, ruang pertemuan.
5) Aksesibilitas (kemudahan mencapai tempat wisata).
Pengembangan Wisata Alam Berbentuk Pantai
Pengembangan ekowista bahari yang hanya terfokus pada pengembangan
wilayah pantai dan lautan sudah mulai tergeser, karena banyak hal lain yang bisa
dikembangkan dari wisata bahari selain pantai dan laut. Salah satunya adalah
12
konsep ekowisata bahari yang berbasis pada pemadangan dan keunikan alam,
karakteristik ekosistem, kekhasan seni budaya dan karakteristik masyarakat
sebagai kekuatan dasar yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Selanjutnya
kegiatan ekowisata lain yang juga dapat dikembangkan, antara lain: berperahu,
berenang, snorkling, menyelam, memancing, kegiatan olahraga pantai dan piknik
menikmati atmosfer laut (Satria 2009).
Orientasi pemanfaatan pesisir dan lautan serta berbagai elemen pendukung
lingkungannya merupakan suatu bentuk perencanaan dan pengelolaan kawasan
merupakan suatu kesatuan yang terintegrasi dan saling mendukung sebagai suatu
kawasan wisata bahari. Suatu kawasan wisata yang baik dan berhasil bila secara
optimal didasarkan pada empat aspek, antara lain:
b. Mempertahankan kelestarian lingkungan.
c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut.
d. Menjamin kepuasan pengunjung.
e. Meningkatkan keterpaduan dan kesatuan pembangunan masyarakat di sekitar
kawasan dan zona pengembangannya.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk pengembangan ekowisata
bahari (Satria 2009), antara lain:
a. Aspek ekologis, daya dukung ekologis merupakan tingkat penggunaan
maksimal suatu kawasan.
b. Aspek fisik, daya dukung fisik merupakan kawasan wisata yang menunjukkan
jumlah maksimum penggunaan atau kegiatan yang diakomodasikan dalam
area tanpa menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas.
c. Aspek sosial, daya dukung sosial adalah kawasan wisata yang dinyatakan
sebagai batas tingkat maksimum dalam jumlah dan tingkat penggunaan
dimana apabila melampaui batas akan menimbulkan penurunanan dalam
tingkat kualitas pengalaman atau kepuasan.
d. Aspek rekreasi, daya dukung reakreasi merupakan konsep pengelolaan yang
menempatkan kegiatan rekreasi dalam berbagai obyek yang terkait dengan
kemampuan kawasan.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama dua bulan yaitu Agustus - September 2012,
di Kawasan Strategis Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya dengan cakupan obyek
wisata alam dalam sudut pandang ekonomi dan kepentingan fungsi dan daya
dukung lingkungan hidup. Obyek wisata alam tersebut yaitu Gunung Galunggung
di Kecamatan Sukaratu; Karaha Bodas di Kecamatan Kadipaten; Pantai Cipatujah,
Pantai Sidangkerta, dan Pantai Pamayangsari di Kecamatan Cipatujah; dan
Karangtawulan di Kecamatan Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa
Barat.
3.2 Alat dan Bahan
Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Alat tulis
2. Kamera digital
3. GPS (Global Positioning System)
4. ArcGIS 9.3
5. Microsoft Office 2007
6. Literatur
7. Kuisioner
8. Panduan wawancara
9. Pedoman analisis daerah operasi obyek dan daya tarik wisata alam (ADO-
ODTWA) Dirjen PHKA tahun 2003
3.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (Tabel
2):
14
Tabel 2 Metode penelitian
No Jenis Data Data yang Dibutuhkan Metode Sumber Data
1 Obyek dan
daya tarik
wisata
Daya tarik obyek wisata berbentuk darat, berupa
keunikan sumberdaya alam, banyaknya jenis
sumberdaya alam yang menonjol, jenis kegiatan wisata,
kebersihan lokasi, dan keamanan kawasan; daya tarik
obyek wisata berbentuk pantai, berupa keindahan,
keselamatan dan keamanan pantai, jenis dan warna
pasir, variasi kegiatan, kebersihan dan kenyamanan, dan
kenyamanan; aksesibilitas, berupa kondisi dan jarak
jalan darat dari terminal bus Tipe A, waktu yang
digunakan untuk mencapai obyek wisata alam dari
terminal bus Tipe A; fasilitas penunjang, berupa sarana
dan prasarana penunjang wisata; kondisi sekitar
kawasan, berupa tata ruang wilayah obyek, mata
pencarian penduduk, pendidikan, tingkat kesuburan
tanah, dan sumberdaya alam; iklim, berupa parameter
curah hujan, parameter udara, dan kelembaban udara;
ketersediaan air bersih, berupa volume, jarak lokasi air
bersih terhadap lokasi obyek, dapat tidaknya air
dialirkan ke obyek, kebanyakan dikonsumsi dan
ketersediaan.
Studi literatur dan observasi
lapang dengan menggunakan
pedoman ADO-ODTWA Dirjen
PHKA tahun 2003.
Obyek daya tarik wisata alam di
Kawasan Strategis Pariwisata
Kabupaten Tasikmalaya meliputi
Gunung Galunggung, Karaha
Bodas, Pantai Cipatujah, Pantai
Sindangkerta, Karangtawulan,
dan Pantai Pamayangsari.
2 Pengunjung Karakteristik pengunjung, aktifitas, waktu kunjungan,
penilaian terhadap obyek wisata alam, keinginan dan
harapan bagi pengembangan wisata kedepannya
Kuisioner dan wawancara.
Metode purposive sampling
berdasarkan klasifikasi kategori
responden, strata umur dan jenis
kelamin dengan jumlah sampel 30
orang pada masing-masing obyek
wisata.
Pengunjung wisata alam di
Kawasan Strategis Pariwisata
Kabupaten Tasikmalaya dan
pengelola obyek wisata alam
(pengelola di lapangan)
15
Tabel 2 Metode penelitian (Lanjutan) No Jenis Data Data yang Dibutuhkan Metode Sumber Data
3 Masyarakat
sekitar
obyek wisata
alam
Pemanfaatan kawasan oleh masyarakat sekitar,
keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan wisata,
peran serta masyarakat dalam pengembangan wisata,
kesiapan menerima kunjungan, dampak adanya wisata
bagi masyarakat sekitar, serta keinginan dan harapan
bagi pengembangan wisata kedepannya.
Wawancara menggunakan
metode snowball sampling dan
purposive sampling berdasarkan
klasifikasi kategori responden,
strata umur dan jenis kelamin
dengan jumlah sampel 30 orang
pada masing-masing obyek
wisata.
Masyarakat sekitar obyek wisata
alam yang terlibat langsung dan
tidak langsung terhadap kawasan.
4 Pengelola
obyek wisata
alam
Potensi wisata, dan kegiatan wisata yang sudah
dilaksanakan, status obyek wisata, perencanaan
pengembangan wisata yang sudah dan akan
dilaksanakan, kebijakan-kebijakan yang berlaku di
dalam kawasan, kerjasama yang dilakukan,
permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan serta
solusi yang diupayakan di kawasan obyek wisata.
Studi pustaka dan wawancara
dengan menggunakan metode
snowball sampling.
Dinas Pariwisata, Perum
Perhutani Unit III Jawa Barat
(KPH Tasikmalaya), BAPPEDA
Kabupaten Tasikmalaya dan
pengelola obyek wisata alam
(pengelola di lapangan).
16
3.4 Pengolahan dan Analisis Data
3.4.1 Obyek daya tarik wisata (ODTWA)
Data mengenai potensi obyek dan daya tarik wisata alam diolah
dengan menggunakan pedoman ADO-ODTWA Dirjen PHKA tahun 2003
yang telah dimodifikasi. Modifikasi dilakukan terhadap sub unsur untuk
menyesuaikan dengan kondisi obyek wisata alam yang dinilai. Penilaian
obyek dan daya tarik wisata dilakukan untuk mendapatkan bobot dari penilain
setiap unsur terhadap setiap obyek wisata. Bobot setiap obyek wisata
digunakan untuk menentukan skor setiap obyek wisata berdasarkan enam
kriteria penilaian, yaitu daya tarik wisata, aksesibilitas, fasilitas penunjang
kondisi sekitar kawasan, iklim, ketersediaan air bersih, dan daya dukung
kawasan. Skor diperoleh dari jumlah nilai setiap unsur yang dikalikan dengan
bobot dari setiap kriteria penilaian tersebut.
Pengembangan obyek wisata alam dilakukan dengan
mengklasifikasikan obyek wisata berdasarkan skor dari seluruh kriteria yang
dinilai. Oktadiyani (2006) menjelaskan bahwa untuk menentukan selang
setiap obyek wisata bisa dilakukan dengan cara mengurangi skor tertinggi
dengan skor terendah dan membaginya dengan selang yang digunakan, secara
rumus bisa dinyatakan yaitu:
Keterangan: Selang = Nilai selang dalam penetapan klasifikasi pengembangan
Smaks = Nilai skor tertinggi
Smin = Nilai skor terendah
K = Banyaknya klasifikasi pengembangan
Berdasarkan perhitungan tersebut diperoleh klasifikasi pengembangan
pengembangan setiap unsur (Tabel 3).
Tabel 3 Klasifikasi pengembangan setiap unsur
No Penilaian ODTW
Nilai
tertinggi
Nilai
terendah
Klasifiasi Pengembangan
Kurang
potensial
Potensial Sangat
Potensial
1 Daya tarik wisata berbentuk
darat
900 60 60-340 ≥340-620 ≥620-900
2 Daya tarik wisata berbentuk
kawasan perairan (pantai)
1260 420 420-700 ≥700-980 ≥980-1260
𝐒𝐞𝐥𝐚𝐧𝐠 = 𝑺𝒎𝒂𝒌𝒔 − 𝑺𝒎𝒊𝒏
𝑲
17
Tabel 3 Klasifikasi pengembangan setiap unsur (Lanjutan)
No Penilaian ODTW
Nilai
tertinggi
Nilai
terendah
Klasifiasi Pengembangan
Kurang
potensial
Potensial Sangat
Potensial
3 Aksesibilitas 550 55 55-220 ≥220-358 ≥358-550
4 Fasilitas Penunjang 180 60 60-100 ≥100-140 ≥140-180
5 Kondisi sekitar
kawasan
750 275 275-433 ≥433-592 ≥592-750
6 Iklim 480 120 120-240 ≥240-360 ≥360-480
7 Ketersediaan air bersih 900 225 225-450 ≥450-675 ≥675-900
Nilai setiap unsur penilaian dijumlahkan dari nilai terendah sampai
tertinggi untuk menentukan skala prioritas pengembangan. Daya tarik obyek
wisata berbentuk darat dan berbentuk kawasan perairan (pantai) dibedakan
karena jumlah nilai dan skornya berbeda menghasilkan klasifikasi penilaian
tertinggi dan terendah (Tabel 4 dan Tabel 5).
Tabel 4 Skala penilaian obyek daya tarik wisata berbentuk darat
Klasifikasi Nilai
Penilaian obyek wisata
berbentuk darat
Tertinggi 3760
Terendah 795
Tabel 5 Skala penilaian obyek daya tarik wisata berbentuk kawasan perairan
(pantai)
Klasifikasi Nilai
Penilaian obyek wisata
berbentuk perairan (pantai)
Tertinggi 4120
Terendah 1155
Pengembangan wisata alam di Kabupaten Tasikmaya dilakukan
dengan cara melihat skala penilaian dan klasifikasi pengembangan. Nilai
tersebut dijumlahkan mulai dari nilai terendah sampai tertinggi. Hasil skala
prioritas rekomendasi dibagi menjadi tiga klasifikasi pengembangan (Tabel 6
dan Tabel 7).
Tabel 6 Skala prioritas rekomendasi obyek wisata berbentuk darat
Unsur Nilai
Klasifikasi obyek wisata berbentuk
darat
Sangat potensial 2773 – 3760
Potensial 1784 – 2772
Kurang potensial 795 – 1783
Tabel 7 Skala prioritas rekomendasi obyek wisata berbentuk kawasan perairan
(pantai)
Unsur Nilai
Klasifikasi obyek wisata berbentuk
kawasan perairan (pantai)
Sangat potensial 3132 – 4120
Potensial 2144 – 3131
Kurang potensial 1155 – 2143
18
Hasil dari klasifikasi pengembangan digunakan untuk menentukan
obyek wisata alam yang akan dikembangkan. Obyek wisata alam yang
termasuk dalam klasifikasi sangat potensial merupakan obyek wisata yang
direkomendasikan atau diutamakan dalam pengembangannya. Obyek wisata
yang termasuk dalam kategori potensial dan kurang potensial dapat
dikembangkan setelahnya karena perlu banyak perencanaan dalam perbaikan
kawasan dan pengembangan ke depannya. Dirjen PHKA (2002) menjelaskan
bahwa pengembangan obyek wisata dilakukan dengan melihat obyek yang
sangat potensial untuk dikembangkan dilihat dari berbagai unsur.
3.4.2 Pengunjung obyek wisata alam
Responden adalah pengunjung atau wisatawan yang berkunjung ke
obyek wisata alam yang ditemukan pada waktu pengambilan data lapang.
Sampel yang diambil dibagi berdasarkan jenis kelamin yaitu responden laki-
laki dan perempuan. Menurut Nasution (2007), sampel berdasarkan umur
dibagi menjadi remaja (15 - 24 tahun), dewasa (25 – 50 tahun) dan tua (>50
tahun). Hasil kuisioner diolah melalui tabulasi dalam bentuk table, grafik,
dianalisis secara deskriftif serta ditampilkan dalam bentuk matriks (Tabel 8).
Tabel 8 Kategori responden, strata umur, jumlah sampel pengunjung obyek
wisata alam No Kategori
Responden
Strata umur Jenis Kelamin
Laki-laki (orang) Perempuan (orang)
1 Remaja 15-24 tahun 4 4
2 Dewasa 25-50 tahun 6 6
3 Tua >50 tahun 5 5
Jumlah Total 15 15
3.4.3 Masyarakat sekitar obyek wisata alam
Pengambilan sampel ini didasarkan pada keterwakilan berdasarkan
umur yaitu remaja (15 - 24 tahun), dewasa (25 – 50 tahun) dan tua (>50 tahun)
(Nasution 2007) serta berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki dan
perempuan. Pengambilan sampel dilakukan kepada masyarakat sekitar obyek
wisata alam yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam
pemanfaatan obyek dan pengembangan wisata alam. Data dan informasi
19
berdasarkan hasil wawancara dianalisis secara deskriptif serta ditampilkan
dalam bentuk matriks (Tabel 9).
Tabel 9 Kategori responden, strata umur, jumlah sampel masyarakat sekitar
obyek wisata alam
No Kategori
Responden
Strata umur Masyarakat yang terlibat
langsung
Masyarakat yang tidak
terlibat langsung
Laki-laki
(orang)
Perempuan
(orang)
Laki-laki
(orang)
Perempuan
(orang)
1 Remaja 15-24 tahun 2 2 3 2
2 Dewasa 25-50 tahun 3 3 3 3
3 Tua >50 tahun 3 2 2 2
Jumlah Total 8 7 8 7
3.4.4 Pengelola obyek wisata alam
Pengelola merupakan pemerintah, Dinas terkait (berhubungan dengan
pengembangan dan kegiatan wisata alam serta kawasan potensial untuk
pengembangan wisata), swasta, penyedia jasa wisata dan jasa transportasi.
Data dan informasi hasil wawancara pengelola dianalisis secara deskriptif
untuk mengetahui pihak yang terlibat dalam kegiatan wisata serta rencana
strategis pengembangan pengelolaan wisata alam.
3.5 Pengembangan wisata alam
Penentuan prioritas pengembangan wisata dilakukan untuk mencapai
optimalisasi pengembangan berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh langsung
meliputi penilaian berdasarkan ADO-ODTWA Dirjen PHKA Tahun 2003,
kesesuaian pengembangan, dan keberlanjutan/kelestarian obyek daya tarik wisata
alam dan faktor pembatas. Prioritas pengembangan didapatkan melalui penilaian
masing-masing obyek wisata terhadap faktor tersebut dengan bobot yang sama.
Hasil penilaian keseluruhan masing-masing obyek terhadap faktor tersebut
dijumlahkan sehingga diketahui nilai akhirnya. Obyek yang mendapatkan nilai
tertinggi menjadi prioritas utama pengembangan (Gambar 1).
20
Gambar 1 Skema penentuan prioritas pengembangan wisata alam.
Kelestarian geothermal
Kelestarian Penyu Hijau
(Chelonia mydas)
Mitigasi bencana dan
pola aktifitas letusan
gunung api dan tsunami
Rencana strategis
pengelola
Sosial budaya dan
kesiapan masyarakat
menerima kunjungan
Keberlanjutan/
kelestarian obyek
daya tarik wisata
alam dan faktor
pembatas
ADO-ODTWA
Dirjen PHKA 2003
Prioritas
Pengembangan
Wisata Alam
Pelayanan pengunjung
Kesesuaian
pengembangan
Daya tarik wisata alam
(darat dan kawasan
perairan (pantai)
Aksesibilitas
Fasilitas penunjang
Kondisi sekitar kawasan
Iklim
Ketersediaan air bersih
BAB IV
KONDISI LOKASI PENELITIAN
Obyek daya tarik wisata alam yang termasuk kedalam Kawasan Strategis
Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya adalah sebagai berikut:
Gambar 2 Peta daya tarik wisata alam di Kawasan Strategis Kabupaten
Tasikmalaya.
4.1 Gunung Galunggung
Pada zaman dulu, Gunung Galunggung merupakan salah satu pusat
spriritual kerajaan Sunda pra-Pajajaran. Kerajaan tersebut membuat naskah Sunda
kuno yang dinamakan Amanat Galunggung. Gunung Galunggung merupakan
gunung berapi dengan ketinggian 2.167 mdpl. Gunung Galunggung berada di
Desa Linggajati, Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya. Jarak dari
Gunung Galunggung dari pusat Kota Tasikmalaya ±17 km. Obyek wisata Gunung
Galunggung dapat dicapai melalui jalan beraspal dengan menggunakan kendaraan
22
bermotor dari Jalan Bantar dan Kecamatan Sukaratu; Kecamatan Indihiang dan
Cisayong; atau Kecamatan Singaparna serta melewati Desa Linggajati.
Obyek daya tarik wisataberupa kawasan Wana wisata dalam hutan lindung
Gunung Galunggung RPH Cisayong, BKPH Tasikmalaya, KPH Tasikmalaya,
terletak pada ketinggian 1.250 mdpl dan suhu udara rata‐rata 25 °C. Perum
Perhutani membangun wana wisata Cipanas Galunggung sejak tahun 1988.
Setelah itu, Pemerintah Daerah ikut berperan serta dalam pengelolaan wisata
Gunung Galunggung.Obyek daya tarik wisata alam di Gunung Galunggung antara
lain:
4.1.1 Danau kawah
Setelah meletus terakhir tahun 1982 dengan mengeluarkan lahar panas,
pasir dan bebatuan, Gunung Galunggung membentuk lekukan yang tergenang
air yang biasa disebut danau kawah. Danau kawah memiliki luas ±40 ha
dengan kondisi air yang jernih dan tenang yang dapat digunakan sebagai
tempat rekreasi dan pemancingan. Danau kawah ini dikelilingi oleh hutan
pegunungan hasil suksesi dari letusan Gunung Galunggung yang terakhir dan
memiliki kekayaan flora dan fauna. Danau kawah dapat dicapai dengan
menaiki kendaraan sampai batas akhir jalan, kemudian dilanjutkan dengan
menaiki ±620 buah anak tangga (Gambar 3).
(a)
(b)
Gambar 3 Obyek wisata Gunung Galunggung (a) Danau kawah (b) ±620 anak
tangga menuju danau kawah.
Salah satu keunikan danau kawah Gunung Galunggung yang berbeda
dari gunung berapi lainnya adalah air danau yang dingin serta tidak tercium
23
bau belerang. Pada saat cuaca yang cerah, wisatawan dapat melihat air sungai
yang turun dari bukit Gunung Galunggung. Pemandangan ini merupakan
potensi daya tarik wisata alam lainnya selain menikmati danau kawah dan
pemandian air panas. Aktivitas yang dapat dilakukan adalah hiking, camping,
maupun sekedar berekreasi, menikmati pemandangan alam (sightseeing), dan
fotografi di danau kawah dan Gunung Galunggung.
4.1.2 Pemandian air panas
Pemandian air panas dari mata air Gunung Galunggung yang mengalir
didalam kawasan, perkampungan dan persawahan milik masyarakat sekitar
menjadi obyek daya tarik yang dapat dinikmati pengunjung. Sumber mata air
panas tersebut memiliki kandungan belerang yang bermanfaat untuk
pengobatan dan kesehatan. Pemandian air panas memiliki luas tiga hektar
berupa obyek air terjun, sungai air panas, kolam renang air panas, bak rendam
dan tempat pemandian (Gambar 4). Memasuki obyek sungai dan air terjun
yang dikelola Perum Perhutani, diharuskan membayar tiket sebesar
Rp.10.000.
(a)
(b)
Gambar 4 Pemandian air panas (a) kolam renang air panas buatan (b) bak
pemandian dari sungai air panas.
Fasilitas penunjang di dua tempat tersebut yaitu arena bermain anak-
anak, kios wisata (makanan dan cindramata), gardu keamanan, gazebo,
mushala dan area parkir yang cukup luas. Pemandian air panas yang dikelola
Perum Perhutani KPH Tasikmalaya memiliki fasilitas tambahan yaitu
panggung hiburan dan area perkemahan (Gambar 5).
24
(a)
(b)
Gambar 5 Fasilitas dalam kawasan (a) camping ground (b) area bermain anak.
Obyek lainnya adalah keindahan panorama hutan lindung dan aktivitas
satwaliar yaitu monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan babi hutan
(Sus scrofa) yang dapat dijumpai di dekat pemandian air panas. Umumnya
pengunjung obyek wisata Galunggung adalah wisatawan lokal/domestik,
khususnya yang datang dari wilayah Priangan Timur. Pengunjung biasanya
memanfaatkan hari libur nasional dam pada akhir pekan. Kedatangan
pengunjung yang melebihi jumlah biasanya (peak season) terjadi hanya
beberapa kali dalam setahun, yaitu sebelum puasa (munggahan), setelah
Lebaran dan Tahun Baru.
4.2 Karaha Bodas
Karaha Bodas terletak di perbatasan antara Kabupaten Garut dan Kabupaten
Tasikmalaya. Salah satu potensi wisata alam menarik yang termasuk kedalam
batas administratif Kabupaten Tasikmalaya adalah wisata alam terpadu Karaha
Bodas di Kecamatan Kadipaten. Karaha Bodas berasal dari bahasa Sunda, yaitu
karaha atinya karatan, bodas artinya putih. Jadi Karaha Bodas adalah bukit yang
terlihat seperti lapangan luas, ditumbuhi tumbuhan bawah dengan tanah sulfur
berwarna putih yang terlihat seperti berkarat (menguning).
Area wisata alam ini terletak di hutan lindung yang dikelola oleh Perhutani
Unit III Jawa Barat dan Banten KPH Tasikmalaya. Konsep wisata alam Karaha
Bodas berbasis pada keberadaan obyek wisata hutan alam dan potensi wisata
geologi geothermal yang dikelola PT Pertamina. Akses jalan menuju lokasi wisata
ini melalui jalan desa Kadipaten sejauh ±5 km dari pintu masuk sebelah kanan
25
dari turunan Gentong atau Malangbong jika dari arah Bandung menuju
Tasikmalaya. Jarak dari pusat Kota Tasikmalaya dan terminal tipe A ke Karaha
Bodas sejauh ±30 km. Obyek daya tarik wisata Karaha Bodas antara lain:
4.2.1 Wana Wisata Geologi Geothermal
Konsep inti wisata Karaha Bodas adalah berupa wana wisata serta
geowisata. Wana wisata merupakan bentuk wisata alam yang dibentuk oleh
keindahan hutan sekitar Karaha Bodas (Gambar 6). Potensi wisata yang dapat
dikembangkan di wana wisata ini adalah pembuatan camping ground, jogging
track, outbond, pembuatan meeting room, wisata kuliner, pertunjukan seni
budaya serta agrowisata. Potensi geowisata di Karaha Bodas dikembangkan
berdasar pada ketersediaan potensi hidrotermal yang muncul dalam bentuk
mata air panas. Dapat dikembangkan dalam bentuk pemandian air panas,
lanskap bentang alam geologi, paket wisata geothermal, serta area ekskursi
geologi/field trip.
(a)
(b)
Gambar 6 Daya tarik Karaha Bodas (a) lokasi yang dijadikan tempat wisata
(b) hutan pinus.
4.2.2 Agrowisata strawberry
Rata-rata masyarakat Desa Kadipaten bermatapencaharian sebagai
petani baik pemilik kebun atau buruh tani, pengumpul dan distributor.
Masyarakat terlibat langsung dan saling berkaitan dengan kegiatan pertanian
ini. Awalnya masyarakat menanam sayuran, namun hasilnya kurang
memberikan keuntungan sehingga masyarakat desa mengganti dengan
26
komoditas lain yaitu strawberry. Strawberry menjadi pilihan karena cocok
untuk ditanam dalam kondisi iklim dan ketinggian di daerah tersebut, tidak
membutuhkan banyak air untuk penyiraman tanaman dan pemanenan dapat
dilakukan setiap hari selama musim kemarau. Terbukti dari kegiatan pertanian
strawberry, kesejahteraan petani meningkat. Kegiatan pertanian strawberry
dapat dijadikan sebagai salah satu potensi wisata yaitu agrowisata (Gambar 7).
(a)
(b)
Gambar 7 Agroforestry masyarakat Kecamatan Kadipaten (a) kebun
strawberry (b) strawberry yang telah dipanen dan akan dipasarkan.
Atraksi wisata yang dapat dilakukan adalah memanen buah strawberry,
trekking ke area kebun strawberry, mengenal strawberry, sehari menjadi
petani strawberry, dan wisata kulier berbagai hasil olahan strawberry.
Kegiatan agrowisata ini belum direncanakan karena pemerintah lebih
terkonsentrasi terhadap pengembangan wisata di Karaha Bodas.
4.3 Pantai Sindangkerta
Nama Sindangkerta berasal dari cerita seorang bernama mang Kerta yang
berasal dari kampung Sindang kemudian singgah (sindang) dan tinggal di
kampung Cisaat yang sekarang bernama Sindangkerta. Pantai Sindangkerta
berlokasi ±78 km dari pusat Kota Tasikmalaya atau ±3-4 jam waktu tempuh
dengan menggunakan kendaraan bermotor dan ±205 km dari Kabupaten Bandung
serta ±4 km dari Pantai Cipatujah ke arah timur. Obyek daya tarik wisata alam di
Pantai Sindangkerta antara lain:
4.3.1 Wisata Pantai (Taman Lengsar)
Di pantai ini terdapat Taman Lengsar, yaitu taman laut ±20 ha yang
memiliki kekayaan biota laut, ikan hias, serta beraneka ragam karang laut
27
yang luas (Gambar 14). Kegiatan wisata yang dapat dilakukan di dalam
kawasan yaitu berenang, bermain air dengan perahu karet, rekreasi, piknik,
wisata kuliner, menikmati keindahan pantai, dan fotografi. Fasilitas dalam
kawasan wisata diantaranya adalah gazebo, mesjid, kios wisata, WC umum,
tempat sampah, tempat untuk membakar ikan, dan wisma Mutiarasari atau
mess Pemda.
(a)
(b)
(c) (d)
Gambar 8 Kondisi Pantai Sindangkerta (a) gapura sekaligus benteng penahan
ombak (b) pantai yang dapat digunakan untuk berenang (c) suasana pantai
siang hari dan (d) suasana pantai saat sunset.
4.3.2 Kesenian tradisional Seni Rengkong
Ungkapan rasa syukur masyarakat Sunda terhadap Tuhan akan hasil
panen menjadi ritual dan dilakukan secara adat dengan menggabungkan unsur
kesenian dan kebudayaan. Pada mulanya padi dipanen, lalu “dipangkek” yakni
diikat dengan awi tali, kemudian ditumpuk di dekat dangau (saung sawah)
berbentuk piramid. Padi diangkut ke rumah (leuit) dengan alat pemikul yang
disebut angguk (dibuat dari sebatang bambu) yang pada kedua ujung
28
pangkalnya dibuat lekukan melingkar untuk letak tali pemikul (salang) dan
dibuatkan lubang resonator (bunyi). Apabila orang yang memikul berjalan
atau bergerak, maka lekukan angguk dengan tali yang dibebani padi akan
menimbulkan suara diakibatkan terjadinya pergeseran. Jenis kesenian inilah
yang disebut “Seni Rengkong” (Gambar 9).
Pemainnya menggunakan busana yang terdiri dari baju kampret, celana
pangsi, ikat kepala, dan tidak menggunakan alas kaki. Biasanya dalam
perayaaan pesta rakyat, instrumen seni rengkong dibantu ditambah dengan
hatong, sebuah alat tiup yang terbuat dari bambu, yang jenisnya beragam
seperti hatong ijen (hong-hong), hatong sekaran, dan hatong (Gambar 9b).
(a)
(b)
Gambar 9 Penampilan seni tradisional Rengkong (a) Rengkong (b) Hatong.
Kesenian ini dipertunjukan dalam perayaan seperti khitanan,
perkawinan, hiburan rakyat, termasuk pergelaran di kota besar. Seni
tradisional Rengkong ditampilkan oleh masyarakat asli dari Desa
Sindangkerta untuk perayaan atau permintaan khusus dari wisatawan
(rombongan) yang berkunjung ke tempat wisata tersebut. Pementasan seni
tradisional Rengkong sudah banyak dikenal masyarakat luas dan sering
dipentaskan di berbagai kota di Indonesia dan beberapa Negara di Asia
Tenggara.
4.3.3 Kampung nelayan (Pamoekan)
Kampung nelayan “Pamoekan” merupakan daerah tempat tinggal dan
tempat penyimpanan perahu milik nelayan di sekitar Pantai Sindangkerta dan
Pantai Pamayangsari. Nelayan yang tinggal di kampung tersebut sebanyak 20
kepala keluarga. Rumah keluarga nelayan seluruhnya seragam dari luas
29
rumah, bentuk rumah (rumah panggung adat Sunda), bahan pembuat rumah
(dari bilik bambu, kayu, tripleks dan genteng), serta lantainya dari tanah.
Setiap hari nelayan melakukan aktivitasnya seperti membuat jaring,
memperbaiki kapal yang rusak, serta melakukan kegiatan menangkap ikan di
laut. Aktivitas atau kegiatan nelayan tersebut merupakan salah satu potensi
daya tarik wisata yang dapat dikembangkan (Gambar 10).
(a)
(b)
Gambar 10 Pamoekan (a) perahu nelayan (b) rumah nelayan di sekitar pantai.
4.3.4 Hajat Lembur Mapag Taun
Setiap tanggal 1 Januari, di Pantai Sindangkerta selalu diadakan upacara
ritual keagamaan yaitu Hajat Lembur Mapag Taun (perayaan Desa
menyambut Tahun Baru). Ritual ini dilaksanakan pada pagi hari setelah
melakukan kegiatan pesta kembang api pada tengah malam tahun baru.
Kegiatan tersebut merupakan even tahunan yang dilaksanakan oleh Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya bersama masyarakat
sekitar Pantai Cipatujah, Pantai Sindangkerta, dan Pantai Pamayangsari
(Gambar 11).
(a)
(b)
Gambar 11 Ritual Hajat Lembur Mapag Taun (menyambut Tahun Baru)
(a) Upacara Adat Sunda (b) pelepasan Jampana ke laut lepas.
30
Kegiatan tersebut biasanya dihadiri dan disaksikan oleh Pejabat Daerah
dan masyarakat sekitar serta pengunjung yang datang dari berbagai daerah
Even tersebut merupakan seni pertunjukan atau atraksi budaya dari berbagai
kesenian masyarakat desa yaitu upacara adat yang berarti pembukaan dan
penyambutan. Pada upacara adat terdapat berbagai seni Sunda yaitu
penampilan si Gareng, Tari Jaipong “penyambutan”, dan iringan pengantin
yang mengalungkan bunga pada yang dituakan atau dihormati. Kemudian
yang dituakan didaulat untuk menyipratkan air “kahuripani” kepada semua
orang yang hadir dalam acara tersebut dan melakukan prosesi pelepasan
jampana ke laut lepas. Pelepasan jampana mengartikan ucapan rasa syukur
terhadap Tuhan. Setelah itu diakhiri makan besar sajian tumpeng oleh semua
orang yang hadir. Dilanjutkan dengan pagelaran budaya seni tradisional
Rengkong dan Aseuk Hatong serta kesenian tradisional lainnya.
4.4 Pantai Pamayangsari
Nama Pantai Pamayangsari terbentuk berdasarkan sejarah pantai yang
merupakan tempat hidup penyu, tetapi sekarang berubah fungsi menjadi tempat
pelabuhan perahu nelayan penangkap ikan yaitu pamayang. Meskipun demikian,
Pantai Pamayangsari masih memiliki Kawasan Konservasi Penyu sebagai tempat
perlindungan dan peneluran penyu. Pantai Pamayangsari berlokasi ±8 km dari
Pantai Cipatujah dan ±4 km dari Pantai Sindangkerta. Obyek daya tarik wisata
alam adalah sebagai berikut:
4.4.1 Keindahan Pantai Pamayangsari
Pantai Pamayangsari merupakan sebuah pantai landai dengan panorama
alam pesisir pantai yang khas dan dimanfaatkan sebagai pelabuhan nelayan
dan tempat pelalangan ikan. Meskipun demikian, banyak pengunjung datang
menikmati keindahan pantai. Disamping itu, terdapat rumah makan yang
menyediakan berbagai jenis makanan dan olahan hasil tangkapan laut untuk
pengunjung yang ingin berwisata kuliner dan belanja (Gambar 12).
31
(a)
(b)
Gambar 12 Suasana Pantai Pamayangsari (a) tempat perahu nelayan
(pelabuhan) (b) pembangunan pelabuhan Pantai Pamayangsari, menara
pengamat, kantor dan tempat pelelangan hasil tangkapan laut.
4.4.2 Kawasan Konservasi Penyu Hijau
Sebelah barat Pantai Pamayangsari terdapat Kawasan Konservasi Penyu
dengan panjang pantai sekitar tiga kilometer. Tujuan BKSDA Jawa Barat
mengelola Kawasan Konservasi Penyu untuk perlindungan dan pelestarian
penyu yang langka dan dilindungi. Terdapat tiga jenis penyu yang
dikonservasi dan ditangkarkan yaitu penyu hijau, penyu sisik dan penyu
lekang. Namun saat ini penyu sisik dan penyu lekang sudah jarang bertelur
sehingga hanya penyu hijau saja yang masih bertelur di Pantai Pamayangsari.
Hal tersebut dikarena adanya perburuan penyu (daging, telur dan bagian
lainnya) serta gangguan atau kerusakan habitat sehingga penyu tidak datang
kembali ke tempat tersebut untuk berkembangbiak dan bertelur.
Pantai Pamayangsari didatangi oleh penyu karena tempatnya yang
tertutup/terisolasi oleh daratan yang menjorok ke laut dari bagian kanan dan
kirinya sehingga tidak tidak terhubung dengan bagian pantai yang lain. Selain
itu, pantai ini ditutupi oleh tumbuhan dan semak-semak yang cukup tinggi
jenis padan-pandanan yang merupakan pakan penyu. Penyu datang pada
musim kawin dan musim bertelur yaitu pada bulan Maret – Agustus. Dalam
satu musim, penyu dapat bertelur hingga enam kali dengan jarak peneluran
satu ke peneluran selanjutnya selama ±12 – 20 hari. Setiap malam sampai
sebelum terbit fajar petugas bersama masyarakat sekitar melakukan patroli
untuk melihataktivitas penyu. Setelah induk penyu mengeluarkan semua
telurnya, telur tersebut diambil dan dimasukan kedalam satu lubang di bak
32
penetasan semi alami dengan kedalaman lubang 60 cm dan dibiarkan selama
satu minggu (Gambar 13b).
(a)
(b)
Gambar 13 Pantai Pamayangsari (a) Kawasan Konservasi Penyu (±3 km) yang
menjadi tempat penyu makan, reproduksi dan bertelur (b) bak penetasan semi
alami di dekat pantai.
Dalam suhu inkubasi 25 – 32 °C, telur penyu akan menetas selama ±55
hari, dan suhu inkubasi 24 – 26 °C terlur penyu akan menetas selama ±80 hari.
Setelah telur menetas, penyu dengan sendirinya akan naik ke permukaan dan
dipindahkan ke penangkaran selama tiga bulan (Gambar 14). Setelah itu, penyu
dilepaskan kembali ke laut. Pelepasan penyu biasanya dilakukan oleh siswa
sekolah sekitar kawasan konservasi penyu, BKSDA Jawa Barat serta petugas
lapangan. Kawasan Konservasi Penyu tidak dikhususkan untuk kegiatan wisata
alam meskipun cukup banyak wisatawan berkunjung ke Kawasan Konservasi
Penyu dan penangkarannya disela-sela kegiatan wisata ke Pantai Sindangkerta.
(a)
(b)
Gambar 14 Penangkaran Penyu Hijau di bak khusus setelah penetasan (a) umur
tiga minggu setelah penetasan (b) umur 3 – 6 bulan.
4.5 Pantai Cipatujah
Nama Cipatujah berasal dari bahasa Sunda, ci berarti cai atau air dan
patujah berasar dari kata patujah-tujah yang artinya bergulung-gulung. Jadi
Cipatujah berarti air atau ombak besar yang bergulung-gulung (merupakan laut
33
lepas bagian dari Samudra Hindia). Obyek daya tarik wisata yang perlu dijaga
kelestariannya adalah keindahan pantai (laut lepas). Pantai Cipatujah berjarak ±74
km dari pusat kota Tasikmalaya dan ±60 km dari Pantai Pangandaran. Setelah
semua fasilitas dan perumahan warga hancur karena Tsunami tahun 2006, Pantai
Cipatujah mulai diperbaiki kembali sedikit demi sedikit. Fasilitas dalam kawasan
adalah kios wisata, gazebo, area bermain anak, menara pandang, mesjid,
panggung terbuka, penginapan, area parkir, dan Tourism Information Center
(Gambar 15).
(a)
(b)
Gambar 15 Suasana Pantai Cipatujah (a) pemandangan laut lepas Cipatujah
dengan pasir pantai yang luas (b) pemadangan laut lepas dan benteng batu.
Lokasinya sangat strategis karena berada di bibir pantai yang
menghubungkan antara Pantai Pangandaran dengan Pelabuhan Ratu Sukabumi.
Setiap tanggal 1 Januari, di Pantai Cipatujah selalu diadakan upacara ritual
keagamaan yaitu Hajat Lembur Mapag Taun dan balap kerbau serta kesenian
tradisional lainnya (calung, kentongan dan debus).
4.6 Karangtawulan
Karangtawulan merupakan salah satu pantai berkarang yang berukuran
besar dan curam. Karangtawulan berasal dari kata karang dan tawulan (jalan)
yang berarti jalan menuju karang. Berdasarkan cerita masyarakat (mitos),
Karangtawulan merupakan karang tempat Putri Wulan diasingkan sebagai tumbal.
Karang yang dimaksud adalah karang yang berada di tengah laut (Nusa Manuk).
Nusa Manuk merupakan pulau karangyang berjarak ±300 meter dari bibir pantai,
pada musim tertentu dihuni oleh berbagai jenis burung laut. Lokasi
34
Karangtawulan di Desa Cimanuk Kecamatan Cikalong dan berjarak ±97 km dari
pusat kota Tasikmalaya, ±40 km dari Pantai Pangandaran dan ±20 km dari Pantai
Cipatujah (Gambar 16).
(a)
(b)
Gambar 16 Obyek wisata Karangtawulan (a) keindahan ombak besar yang
menabrak karang (b) Nusa Manuk.
Karangtawulan memiliki dua goa yaitu Goa Parat dan Goa Lalay yang
sering digunakan untuk bertapa. Dalam goa terlihat bekas tikar dan sesaji yang
digunakan petapa. Goa Parat diambil dari bahasa Sunda, parat yaitu selesai yang
berarti goa tersebut tidak dalam hanya lubang kecil yang melekuk kedalam hanya
dapat dimasuki 1-2 orang saja. Goa Lalay diambil dari bahasa Sunda, lalay berarti
kelelawar yaitu goa yang dihuni oleh kelelawar. Jarak antara Goa Parat dan Goa
Lalay cukup dekat, berjarak ±80 meter dan terhalangi oleh karang dan jalan yang
menuju ke dua goa tersebut. Goa-goa tersebut sejajar pantai sehingga apabila laut
sedang pasang, air laut dapat masuk kedalam goa (Gambar 17).
(a)
(b)
Gambar 17Kondis pantai dan goa yang sejajar karang (a) pantai (b) Goa Parat.
Sekitar ±100 meter kearah timur dari gerbang kedatangan, terdapat makam
keramat Syech Abdul Rahman Abdul Rahim dan makam Eyang Garuda Ngupuk
35
yang diketahui merupakan keturunan dari Wali Songo dan keturunan Prabu
Siliwangi Raja Galuh Pakuan. Jarak antara dua makam tersebut ±100 meter
(Gambar 18).
(a)
(b)
Gambar 18 Obyek wisata spiritual makam keramat Syech Abdul Rahman Abdul
Rahim (a) tampak dalam (b) tampak luar.
Banyak wisatawan berkunjung untuk berziarah ke dua makam tersebut
(wisata rohani/spiritual). Saat ini kondisi bangunan rumah dan makam sangat
memprihatinkan sehingga dikhawatirkan dapat roboh dan membahayakan
peziarah
Seluruh obyek wisata alam di Kabupaten Tasikmalaya termasuk kedalam
pengembangan wisata tingkat III berdasarkan Peraturan daerah Nomor 5 Tahun
2005. Pembayaran tiket pengunjung sebesar Rp. 2.000 dan untuk retribusi Rp.200.
Khusus untuk obyek wisata Gunung Galunggung, pengunjung diharuskan
membayar Rp.4.200 karena dikelola oleh dua stakeholder. Parkir untuk kendaraan
roda dua, jeep dan sedan Rp.1.000, untuk kijang dan sejenisnya Rp. 2.000, mini
bus Rp. 3.000, metro bus Rp. 4.000, dan bus Rp. 5.000.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Obyek Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA)
5.1.1 Penilaian obyek dan daya tarik wisata alam
5.1.1.1 Daya tarik obyek wisata alam
A. Daya tarik obyek wisata berbentuk darat
Daya tarik merupakan modal utama yang menarik perhatian
wisatawan untuk mengunjungi obyek wisata. Kriteria daya tarik wisata
alam di Kawasan Strategis Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya yaitu
daya tarik obyek wisata berbentuk darat dan berbentuk perairan (pantai).
Terdapat lima unsur daya tarik obyek wisata berbentuk darat, yaitu:
1) Keunikan sumberdaya alam
Gunung Galunggung memiliki nilai tertinggi yaitu sebesar 25
poin karena memiliki empat jenis keunikan sumberdaya alam yaitu
sumber mata air panas yang berasal dari mata air Gunung Galunggung,
danau kawah, air terjun panas dan dingin yang mengalir ke sungai
sekitar kawasan, serta flora hutan pegunungan berdasarkan hasil suksesi
dari letusan terakhir.
2) Jenis sumberdaya alam yang menonjol
Gunung Galunggung memiliki nilai tertinggi yaitu sebesar 20
poin karena memiliki tiga jenis sumberdaya alam yang menonjol yaitu
flora hutan alami yang terbentuk dari hasil suksesi dari letusan terakhir,
air (mata air, sumber air panas, danau kawah, air terjun panas dan
dingin, dan sungai), dan gejala alam (danau kawah yang terbentuk dari
hasil letusan terakhir Gunung Galunggung dan pemandangan seluruh
kawasan obyek wisata alam Gunung Galunggung).
3) Jenis kegiatan wisata alam
Gunung Galunggung dan Karaha Bodas mendapatkan nilai
tertinggi yaitu 30 poin. Pada dasarnya kedua obyek wisata alam tersebut
merupakan bagian dari rangkaian pegunungan Galunggung, maka
kegiatan yang dapat dilakukan hampir sama. Jenis kegiatan wisata alam
37
yang dapat dilakukan di dua lokasi tersebut yaitu tracking/hiking,
camping, wisata pendidikan (mengenal kawasan hutan dan obyek wisata
alam), kesehatan (sumber air panas untuk mengobati berbagi penyakit),
menikmati pemandangan alam, fotografi dan outbound.
4) Kebersihan lokasi
Berdasarkan hasil pengamatan dan penilaian diketahui Karaha
Bodas memiliki nilai tertinggi 25 poin untuk kebersihan lokasi. Kawasan
tersebut belum difungsikan sebagai obyek wisata alam sehingga tidak
ada aktivitas manusia yangmembuang sampah, berbuat kerusakan dan
vandalism. Karaha Bodas cukup jauh dari pemukiman penduduk dan
relatif aman dari kendaraan motor/mobil. Kawasan tersebut
dimanfaatkan oleh Perum Perhutani untuk pemanenan getah pinus dan
PT Pertamina melakukan proyek pengolahan panas geothermal menjadi
energi listrik. Dengan demikian, tidak semua orang dapat mengakses
tempat tersebut.
5) Keamanan kawasan
Keamanan kawasan merupakan salah satu faktor yang
menentukan dalam mendukung potensi pasar ODTWA serta berkaitan
dengan kenyamanan pengunjung. Apabila kondisi keamanan tidak
terjamin, maka wisatawan tidak akan tertarik untuk mengunjungi obyek
tersebut (Ditjen PHKA 2003). Gunung Galunggung mendapatkan 30
poin untuk keamanan kawasan (Tabel 10).
Tabel 10 Hasil penilaian daya tarik obyek wisata berbentuk darat No Obyek Nilai Jumlah Skor Klasifikasi
Pengembangan A B C D E
1 Gunung
Galunggung
25 20 30 20 30 125 750 Sangat
Potensial
2 Karaha Bodas 20 15 30 25 20 110 660 Sangat
Potensial
Keterangan:
A = Keunikan sumberdaya alam E = Keamanan kawasan
B = Jenis sumberdaya alam menonjol Jumlah = Total seluruh kriteria
C = Jenis kegiatan wisata alam Skor = Jumlah total dikali bobot (6)
D = Kebersihan lokasi
38
Gunung Galunggung merupakan kawasan hutan lindung yang
dilindungi dari penebangan liar dan perambahan hutan, gangguan
terhadap flora dan fauna, dan pemanfaaatan untuk kegiatan ekonomi.
Resiko terjadinya kebakaran hutan rendah karena Gunung Galunggung
merupakan hutan pegunungan yang memiliki kelembaban dan curah
hujan yang tinggi. Masuknya flora dan fauna eksotik cukup sulit karena
hanya jenis tumbuhan tertentu yang dapat tumbuh di hutan pegunungan.
B. Daya tarik obyek wisata berbentuk kawasan perairan (pantai)
Terdapat enam unsur daya tarik obyek wisata berbentuk kawasan
perairan (pantai), yaitu:
1) Keindahan
Keindahan Karangtawulan mendapatkan nilai tertinggi yaitu 30
poin. Karangtawulan memiliki daya tarik berupa keunikan karang
berukuran besar di tengah laut dan sekitar pantai, pemandangan lepas
pantai, goa, dan makam keramat. Obyek daya tarik wisata tersebut
memiliki variasi pandangan pulau dan karang di laut berupa Nusa Batu
Kolotok, Nusa Batu Nunggul, dan Nusa Manuk yang merupakan habitat
bagi burung laut, serta ombak laut lepas yang menerjang karang-karang
besar. Keindahan seluruh obyek daya tarik di Karangtawulan menyatu
secara alamiah sehingga membuat keserasian dengan pandangan pantai.
2) Keselamatan/keamanan pantai
Seluruh obyek wisata alam yang diteliti mendapatkan nilai yang
sama yaitu 25 poin. Empat lokasi tersebut merupakan satu kesatuan
karena berada pada satu garis pantai/laut lepas yaitu Samudra Hindia.
Tidak ada tubir atau jurang yang dapat membahayakan keselamatan
pengunjung. Seluruh obyek wisata pantai tidak dapat digunakan untuk
berenang karena arusnya deras dan berbahaya. Kegiatan nelayan dalam
menangkap ikan dilakukan pada saat kondisi laut dalam keadaan baik,
dengan demikian kemungkinan pencemaran dari bahan kimia yang
beracun sangat sedikit bahkan tidak ada.
39
Tidak ada kepercayaan yang mengganggu meskipun mitos di
pantai selatan masih dipercaya (Mitos Nyi Roro Kidul). Gangguan
manusia hanya terjadi di sekitar kawasan saja. Salah satu gangguan
manusia yang terjadi adalah pengerukan pasir besi di dekat obyek wisata
Pantai Cipatujah. Hal tersebut membuat jalan menjadi rusak akibat truk
pasir yang berat. Sampai saat ini, permasalahan antara masyarakat,
Pemerintah Daerah dan Pengusaha tambang pasir besi masih belum
dapat diselesaikan.
3) Jenis dan warna pasir
Pasir di Pantai Cipatujah, Pantai Pamayangsari dan
Karangtawulan berwarna hitam/coklat/coklat kehitaman sehingga
mendapatkan 20 poin. Pantai Sindangkerta memiliki dua macam pasir
yaitu pasir coklat dan bergeluh sehingga mendapatkan 15 poin. Pasir
bergeluh merupakan pasir putih, belum membentuk butiran pasir yang
halus sempurna karena kerang-kerang atau biota laut yang keras masih
dalam bentuk kasar.
4) Variasi kegiatan
Pantai Sindangkerta memiliki variasi kegiatan terbanyak dengan
poin terbesar yaitu 20. Perbedaan antara Pantai Sindangkerta dengan
obyek wisata lainnya adalah pengunjung dapat melakukan kegiatan
berenang. Karang seluas 20 ha yang membentuk kolam-kolam
keciluntuk berenang yang dibatasi karang besar dan tinggi di ujung dekat
laut lepas. Kegiatan lainnya yang dapat dilakukan adalah berjemur,
rekreasi, piknik, menikmati pemandangan, fotografi dan olahraga.
5) Kebersihan/kenyamanan
Pantai Sindangkerta dan Karangtawulan mendapatkan nilai
kebersihan dan kenyamanan tertinggi yaitu 25 poin. Kedua obyek
tersebut tidak mendapatkan pengaruh dari pelabuhan, pelelangan
ikan/pabrik, sungai, pemukiman, dan sumber pencemaran. Pengaruh
musim, cuaca/iklim sangat berpengaruh, karena apabila terjadi cuaca
buruk maka ombak besar akan menerjang pantai dan karang sehingga
dapat membahayakan keselamatan pengunjung.
40
6) Kenyamanan
Seluruh obyek wisata mendapatkan 20 poin karena memiliki
empat unsur kenyamanan yaitu bebas kebisingan, tidak ada gangguan
binatang dan manusia serta jauh dari pusat kota (Tabel 11).
Tabel 11 Hasil penilaian daya tarik obyek wisata berbentuk kawasan
perairan (pantai) No Obyek Nilai Jumlah Skor Klasifikasi
Pengembangan A B C D E F
1 Pantai
Sindangkerta 25 20 15 20 25 20 125 750 Potensial
2 Pantai
Cipatujah 20 20 20 15 20 20 115 690
Kurang
Potensial
3 Pantai
Pamayangsari 25 20 20 15 15 20 115 690
Kurang
Potensial
4 Karangtawulan 30 20 20 15 25 20 130 780 Potensial
Keterangan:
A = Keindahan E = Kebersihan/kenyamanan
B = Keselamatan/keamanan pantai F = Kenyamanan
C = Jenis dan warna pasir Jumlah = Total keseluruhan kriteria
D = Variasi kegiatan Skor = Jumlah total dikali bobot (6)
Kebisingan dan kemacetan hanya terjadi pada waktu tertentu
seperti munggahan, Hari Raya dan Tahun Baru. Karangtawulan
mendapatkan nilai tertinggi berdasrkan hasil keseluruhan dari penilaian
obyek wisata berbentuk kawasan perairan (pantai), yaitu 780 poin obyek
wisata dengan kriteria pengembangan potensial. Pantai Sindangkerta
potensial, Pantai Cipatujah dan Pantai Pamayangsari termasuk dalam
kriteria pengembangan kurang potensial. Dengan demikian,potensi daya
tarik wisata alam harus digali dan dikembangkan dengan maksimal dan
berkelanjutan
5.1.1.2 Aksesibilitas
Aksesibilitas merupakan faktor yang sangat penting dalam
mendorong potensi pasar (ADO-ODTWA Ditjen PHKA 2003). Terdapat
dua unsur penilaian aksesibilitas, yaitu:
41
Tabel 12 Hasil penilaian aksesibilitas No Obyek Nilai Jumlah Skor Klasifikasi
Pengembangan A B
1 Gunung Galunggung 60 25 85 425 sangat potensial
2 Karaha Bodas 40 20 60 300 Potensial
3 Pantai Sindangkerta 20 10 30 150 kurang potensial
4 Pantai Cipatujah 20 10 30 150 kurang potensial
5 Pantai Pamayangsari 20 10 30 150 kurang potensial
6 Karangtawulan 20 10 30 150 kurang potensial
Keterangan:
A = Kondisi jalan dan jarak dari Terminal Tipe A
B = Waktu tempuh dari lokasi ke Terminal Tipe A
Jumlah = Total keseluruhan kriteria
Skor = Jumlah total dikali bobot (5)
1) Kondisi jalan dan jarak dari Terminal Tipe A
Obyek wisata alam Gunung Galunggung mendapat nilai tertinggi
yaitu 60 poin. Jarak dari terminal Tipe A ke obyek wisata Gunung
Galunggung lebih dekat dibandingkan dengan obyek wisata alam
lainnya yaitu ±17 km. Jarak dari Bandung (pintu Tol Cileunyi) ke obyek
wisata alam tersebut ±70 km. Terdapat tiga alternatif jalan menuju
Gunung Galunggung yaitu Jalan Bantar dan Kecamatan Sukaratu dengan
kondisi rusak dan berdebu karena digunakan sebagai jalan utama truk
pengangkut pasir dan batu; Kecamatan Indihiang dan Cisayong; dan
Kecamatan Singaparna serta melewati Desa Linggajati sebelum sampai
ke obyek wisata. Kondisi jalan desa Linggajati rusak, masih dalam
perbaikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya.
2) Waktu tempuh dari lokasi ke Terminal Tipe A
Obyek wisata alam Gunung Galunggung mendapat nilai tertinggi
yaitu 25 poin. Waktu tempuh dari terminal Tipe A menuju obyek wisata
Gunung Galunggung lebih cepat dibandingkan dengan obyek wisata
alam lainnya yaitu ±40 menit. Waktu tempuh dari Bandung (pintu Tol
Cileunyi) menuju Gunung Galunggung ±2.5 jam. Gunung Galunggung
mendapatkan skor tertinggi untuk aksesibilitas yaitu 425 poin dan
Karaha Bodas 300 poin dengan klasifikasi pengembangan sangat
potensial dan potensial. Wisata alam berbentuk pantai mendapatkan skor
42
aksesibilitas terendah yaitu 150 poin, karena jarak obyek wisata ke pusat
kota dan terminal sangat jauh (Tabel 12).
5.1.1.3 Fasilitas penunjang
Peran sarana prasarana penunjang untuk menunjang kemudahan
dan kenikmatan pengunjung. Sifatnya sebagai penunjang dan
pengadaannya tidak terlalu sulit, namun membutuhkan biaya yang besar
(ADO-ODTWA Ditjen PHKA 2003). Fasilitas penunjang memiliki
cakupan wilayah dengan radius 5 km dari batas luar obyek wisata, yaitu:
1) Prasarana
Gunung Galunggung, Pantai Sindangkerta, dan Pantai Cipatujah
memiliki nilai tertinggi yaitu 30 poin. Prasarana berupa area parkir,
jalan/jembatan, dan jaringan listrik/telepon secara umum sudah ada di
semua obyek wisata alam. Beberapa prasarana seperti puskesmas, klinik
umum dan persalinan serta wartel dan warnet hanya terdapat di Gunung
Galunggung, Pantai Sindangkerta, dan Pantai Cipatujah. Pantai
Cipatujah memiliki fasilitas tambahan berupa penginapan/wisma.
2) Sarana
Seluruh obyek wisata mendapatkan nilai tertinggi yaitu 30 poin.
Seluruh obyek wisata sudah memiliki sarana penunjang wisata yang
lengkap meskipun beberapa fasilitas harus diperbaiki dan ditambah.
Diperlukan penataan dan perbaikan bangunan warung, variasi jenis
makanan/barang/jasa yang dijual, serta kebersihan dan sanitasi makanan
yang dijual. Jarak menuju daerah tujuan wisata cukup jauh ditambah
dengan sulitnya kendaaan umum. Dibutuhkan sarana aksesibilitas berupa
angkutan umum yang memadai sehingga memudahkan akses bagi
pengunjung yang tidak memiliki kendaraan pribadi.
Berdasarkan hasil rekapitulasi diketahui Gunung Galunggung,
Pantai Sindangkerta, dan Pantai Cipatujah mendapatkan skor tertinggi
yaitu 180 poin (Tabel 13). Klasifikasi pengembangan fasilitas penunjang
sangat potensial (sudah memadai), namun masih dibutuhkan perbaikan
sarana yang rusak dan kurang sesuai.
43
Tabel 13 Hasil penilaian fasilitas penunjang No Obyek Nilai Jumlah Skor Klasifikasi
Pengembangan A B
1 Gunung Galunggung 30 30 60 180 sangat potensial
2 Karaha Bodas 25 30 55 165 sangat potensial
3 Pantai Sindangkerta 30 30 60 180 sangat potensial
4 Pantai Cipatujah 30 30 60 180 sangat potensial
5 Pantai Pamayangsari 25 30 55 165 sangat potensial
6 Karangtawulan 25 30 55 165 sangat potensial
Keterangan:
A = Prasarana (radius 5 km) Jumlah = Total keseluruhan kriteria
B = Sarana (radius 5 km) Skor = Jumlah total dikali bobot (3)
5.1.1.4 Kondisi sekitar kawasan
Kondisi sekitar kawasan mencakup beberapa askpek yang
berhubungan serta mempengaruhi kegiatan wisata. Terdapat lima kriteria
unsur penilaian yaitu:
1) Tata ruang wilayah obyek
Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Tasikmalaya Nomor 2 Tahun 2012 mengatur tata ruang
wilayah di Kawasan Strategis Kabupaten Tasikmalaya yang
diperuntukan bagi kegiatan wisata alam. Dengan demikian, seluruh
obyek wisata alam sudah sesuai dengan peruntukannya sebagai kawasan
wisata alam sehingga mendapatkan nilai tertinggi yaitu 30 poin.
2) Mata pencaharian penduduk
Mata pencaharian penduduk sekitar dipengaruhi oleh lokasi dan
kondisi sekitar kawasan. Jenis pekerjaan masyarakat disesuaikan dengan
ketinggian tempat, kondisi lahan, serta faktor lain yang dapat
mempengaruhi dan memberikan peluang pekerjaan. Mata pencaharian
utama masyarakat sekitar pantai/laut yaitu sebagai nelayan, sedangkan
masyarakat di kaki gunung bekerja sebagai petani. Apabila kegiatan
wisata terjadi di suatu daerah, maka masyarakat memanfaatkan peluang
pekerjaan yaitu dengan memenuhi kebutuhan pengunjung seperti
pengadaan barang dan jasa (pelayanan) bagi pengunjung.
44
Gunung Galunggung, Karaha Bodas dan Pantai Pamayangsari
mendapatkan penilaian tertinggi berdasarkan mata pencaharian
masyarakat yaitu 25 poin. Mata pencaharian masyarakat Gunung
Galunggung rata-rata adalah sebagai petani padi maupun petani ikan
(tambak ikan air tawar). Masyarakat Karaha Bodas memiliki mata
pencaharian sebagai petani strawberry baik sebagai pemilik lahan, buruh
tani, pengumpul, dan distributor strawberry. Rata-rata masyarakat Pantai
Pamayangsari memilki mata pencaharian sebagai nelayan.
3) Pendidikan
Tingkat pendidikan rata-rata masyarakat sekitar obyek wisata
alam adalah SD, sedangkan masyarakat sekitar obyek wisata Gunung
Galunggung dan Karaha Bodas lulusan SMP. Hal tersebut diengaruhi
oleh jarak kawasan ke pusat kotayang lebih dekat dibandingkan dengan
kawasan lainnya serta pengaruh persebaran sekolah di pelosok desa pada
tahun-tahun sebelumnya.
4) Tingkat kesuburan tanah
Gunung Galunggung dan Karaha Bodas mendapatkan nilai
tertinggi berdasarkan tingkat kesuburan tanah yaitu 30 poin. Gunung
Galunggung dan Karaha Bodas memiliki jenis tanah dan kondisi geologi
yaitu undifferentiated volcanic product (berhubungan dengan hasil
letusan vulkanik dari Gunung Galunggung, Gunung Sawal dan Gunung
Cakrabuana). Jenis tanah tersebut sangat subur dan cocok dijadikan area
persawahan dan kebun/pertanian lahan kering. Empat obyek wisata alam
lainnyamemiliki jenis tanah aluvial yang subur namun hanya dapat
ditanami dengan jenis-jenis tertentu (tanaman jenis pantai) dan area
persawahan dan kebun
45
Tabel 14 Data fisik obyek wisata alam No Obyek Wisata Jenis Tanah Geologi Ketinggian
Lahan
Kemiringan
Lahan
Curah Hujan Penggunaan
Lahan
Status Kawasan
1 Pantai
Sindangkerta
Aluvial 0 – 500
mdpl
0 – 15% 2500 - 3000
mm/tahun
1. Kebun
2. Pemukiman
3. Sawah
4. Pasir pantai
1. Kawasan rawan
tsunami
2. Kawasan lindung
3. kawasan rawan
gerakan tanah
menengah
2 Pantai
Pamayangsari
3 Pantai
Cipatujah
4 Karangtawulan
5 Gunung
Galunggung
1. Regosol coklat
keabuan
2. Asosiasi
regosol kelabu
3. Regosol coklat
keabuan dan
litosol
4. Asosiasi
regosol coklat
dan litosol
Undifferentiated
volcanic product
(berhubungan
dengan hasil
letusan vulkanik
dari Gunung
Galunggung,
Gunung Sawal
dan Gunung
Cakrabuana)
1000 – 1500
mdpl dan
>1500 mdpl
15 – 40%
dan >40%
3000 – 3500
mm/tahun
1. Areal
persawahan
2. Areal
berpasir
3. Sungai
4. Danau kawah
1. Kawasan rawan
gunung berapi
terlarang
2. Kawasan hutan
lindung
6 Karaha Bodas 1. Andosol coklat
kekuningan
2. Asosiasi
andosol coklat
dan regosol
coklat
3. Latosol coklat
4. Latosol coklat
kemerahan
1000 – 1500
mdpl
>40% 2500 - 3000
mm/tahun
1. Kebun dan
pertanian
lahan kering
2. areal
persawahan
1. Kawasan gerakan
tanah tinggi
2. Kawasan lindung
3. Sempadan sungai
Sumber: DataSubseksi Penatagunaan Tanah dan Kawasan Tertentu Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan Badan Pertanahan Nasional; Peta Jenis Tanah, Peta
Penggunaan Lahan dan Peta Kawasan Lindung BAPPEDA Kabupaten Tasikmalaya)
5) Sumberdaya alam
Gunung Galunggung, Karaha Bodas, Pantai Sindangkerta dan
Karangtawulan memiliki sumberdaya alam yang sangat potensial. Obyek
tersebut memiliki potensi wisata alam yang tinggi dengan kegiatan atau
atraksi wisata yang beragam. Potensi wisata alam tersebut merupakan
modal utama dalam pengembangan wisata yang lebih baik, maju dan
berkelanjutan. Pantai Pamayangsari tidak dikhususkan untuk kegiatan
wisata alam, melainkan sebagai pelabuhan nelayan penangkap ikan dan
tempat pelelangan ikan. Pantai Pamayangsari memiliki sumberdaya alam
yang potensial berdasarkan potensi dari Kawasan Koservasi Penyu.
Pantai Cipatujah memiliki sumberdaya alam yang potensial serta atraksi
budaya tradisional yang dapat menarik minat pengunjung untuk datang.
Kekurangan dari Pantai Cipatujah adalah tingginya tingkat rawan
kecelakaan akibat palung laut yang dalam dan berbahaya (Tabel 15).
Obyek wisata alam Gunung Galunggung dan Karaha Bodas
mendapatkan skor tertinggi yaitu 700 dengan klasifikasi pengembangan
sangat potensial. Skor terendah pada obyek wisata alam Pantai Cipatujah
dan Pantai Pamayangsari yaitu 600. Baik skor teringgi maupun skor
Tabel 15 Hasil penilaian kondisi sekitar kawasan No Obyek Nilai Jumlah Skor Klasifikasi
Pengembangan A B C D E
1 Gunung
Galunggung
30 25 25 30 30 140 700 sangat
potensial
2 Karaha Bodas 30 25 25 30 30 140 700 sangat
potensial
3 Pantai
Sindangkerta
30 20 20 25 30 125 625 sangat
potensial
4 Pantai
Cipatujah
30 20 20 25 25 120 600 sangat
potensial
5 Pantai
Pamayangsari
30 25 20 20 25 120 600 sangat
potensial
6 Karangtawulan 30 20 20 25 30 125 625 sangat
potensial
Keterangan:
A = Tata ruang wilayah obyek E = Sumberdaya alam
B = Mata pencaharian penduduk Jumlah = Total keseluruhan kriteria
C = Pendidikan Skor = Jumlah total dikali bobot (5)
D = Tingkat kesuburan tanah
37
tertendah, seluruhnya termasuk dalam kriteria pengembangan sangat
potensial.
5.1.1.5 Iklim
Iklim memberikan pengaruh yang besar terhadap pariwisata
alam. Pengaruh iklim terhadap kunjungan wisata alam mencakup tiga
unsur kriteria penilaian, yaitu:
1) Parameter curah hujan
Iklim atau cuaca berpengaruh pada karakteristik dan pola
kunjungan wisata. Terjadinya pemanasan global mempengaruhi iklim
dan cuaca di permukaan bumi menyebabkan perubahan curah hujan,
suhu permukaan bumi, kenaikan permukaan air laut dengan intensitas
yang tidak menentu (Arifin 2011). Indonesia memiliki dua musim yaitu
kemarau dan hujan, maka lama waktu antara bulan basah dan kering
sama masing-masing 6 bulan. Akibat pemanasan global, menyebabkan
perubahan pola curah hujan yang mempengaruhi distribusi air,
peningkatan intensitas banjir dan kekeringan (Rushayati 2010).
Pengunjung akan tetap datang ke obyek wisata tertentu pada
cuaca hujan, namun jumlah pengunjung lebih sedikit dan waktu
kunjungan lebih singkat. Ruang gerak pengunjung dibatasi karena
berada di alam terbuka yang dapat membahayakan keselamatan
pengunjung misalnya tidak dapat naik ke danau kawah Gunung
Galunggung karena jalan yang licin serta tidak dapat berenang atau
mendekati pantai karena permukaan air laut sedang naik (pasang).
2) Parameter udara
Gunung Galunggung dan Karaha Bodasmerupakan kawasan
hutan lindung sub-montana dan montana dengan ketinggian >1000-1500
mdpl dan > 1500 mdpl. Suhu udara rata-rata Gunung Galunggung pada
musim kemarau adalah 24 °C dan Karaha Bodas 26 °C. Pantai
Sindangkerta, Pantai Cipatujah, Pantai Pamayangsari, dan
Karangtawulan merupakan daerah pantai dengan ketinggian 0-500 mdpl
dan memiliki suhu rata-rata 27 °C. Berdasarkan perhitungan indeks
38
kenyamanan menurut Dahlan (2004), Gunung Galunggung termasuk
dalam kategori nyaman dan sejuk, sedangkan Karaha Bodas, Pantai
Sindangkerta, Pantai Cipatujah, Pantai Pamayangsari, dan
Karangtawulan termasuk dalam kategori nyaman. Pengunjung masih
dapat merasa nyaman dalam melakukan wisata meskipun berkunjung ke
kawasan pantai. Krisnawati (1998) diacu dalam Artinigsih et al. (2003)
menyatakan angka kenyamanan termal terjadi jika suhu udara minimal
22 °C dan maksimal 27 °C.
3) Kelembaban
Kelembaban udara di Kota dan Kabupaten Tasikmalaya baik dari
daerah pantai, dataran rendah sampai pegunungan cukup tinggi yaitu
>60% (ADO-ODTWA Ditjen PHKA Tahun 2003). Gunung Galunggung
dan Karaha Bodas merupakan kawasan hutan pegunungan sehingga
memiliki kelembaban udara yaitu 86% dan 83%. Daerah Pantai
Sindangkerta, Pantai Cipatujah, Pantai Pamayangsari, dan
Karangtawulan memiliki kelembaban udara rata-rata 60%. Kemampuan
suatu kawasan dalam memperbaiki iklim mikro dapat ditunjukan dari
pencapaian suhu udara ideal 27 °C serta kelembaban udara ideal 75%
(Wardhani 2006). Hasil penilaian terhadap iklim di enam obyek wisata
alam berdasarkan skoring didapatkan klasifikasi pengembangan sangat
potensial (Tabel 16).
Tabel 16 Hasil penilaian terhadap iklim No Obyek Nilai Jumlah Skor Klasifikasi
Pengembangan A B D
1 Gunung
Galunggung
45 25 30 100 400 sangat potensial
2 Karaha Bodas 45 25 30 100 400 sangat potensial
3 Pantai
Sindangkerta
45 20 20 85 340 sangat potensial
4 Pantai
Cipatujah
45 20 20 85 340 sangat potensial
5 Pantai
Pamayangsari
45 20 20 85 340 sangat potensial
6 Karangtawulan 45 20 20 85 340 sangat potensial
Keterangan:
A = Parameter curah hujan
B = Parameter udara
D = Kelembaban udara
Jumlah = Total keseluruhan kriteria
Skor = Jumlah total dikali Bobot (4)
39
5.1.1.6 Ketersediaan air bersih
Ketersediaan air bersih merupakan faktor yang sangat penting
dalam pengelolaan pengembangan obyek wisata dalam memenuhi
kepuasan pengunjung. Ketersediaan air bersih tidak harus bersumber
dari dalam kawasan, tetapi bisa dialirkan/didatangkan dari luar (ADO-
ODTWA Ditjen PHKA 2003). Ketersedian air bersih mencakup lima
kriteria penilaian, yaitu:
1) Volume
Gunung Galunggung dan Karaha Bodas merupakan hutan
pegunungan yang didalamnya mengalir sumber mata air dingin dan
panas. Sumber mata air tersebut dialirkan ke danau kawah, sungai-
sungai sekitarnya, tempat wisata dan penampungan air milik masyarakat.
Volume air dari sumber mata air pegunungan tersedia sepanjang tahun
meskipun terjadi kemarau panjang. Hal tersebut dapat berlangsung
apabila hutan tetap terjaga kelestariannya serta kegiatan penambangan
pasir dan batu diatur sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.
2) Jarak lokasi air bersih ke obyek
Gunung Galunggung dan Karaha Bodas merupakan sumbermata
air pegunungan yang dimanfaatkan untuk kegiatan wisata alam
(pemandian air panas), pengairan kebun dan kebutuhan sehari-hari
masyarakat. Pantai Sindangkerta, Pantai Cipatujah dan Pantai
Pamayangsari memiliki sumber mata air bersih bawah tanah yang digali
dan dapat dialirkan ke obyek wisata serta ke rumah penduduk.
Sementara di Karangtawulan sulit untuk mendapatkan air bersih
sehingga untuk keperluan wisata harus membeli di luar kawasan.
3) Dapat tidaknya dialirkan ke obyek
Gunung Galunggung memiliki nilai tertinggi untuk kriteria ini
yaitu 30 poin. Sumber mata air Gunung Galunggung mengalir langsung
ke obyek wisata alam secara alami seperti ke danau kawah, air terjun,
sungai air panas, bak pemandian, toilet dan kolam renang. Air bersih
yang mengalir ke obyek wisata alam Pantai Sindangkerta, Pantai
Cipatujah dan Pantai Pamayangsari berasal dari sumur galian sehingga
40
cukup mudah untuk didapatkan. Obyek wisata Karangtawulan lokasinya
cukup tinggi (karang) sehingga untuk mendapatkan air bersih sangat
sulit terkecuali dilakukan penggalian >10 meter atau membeli air bersih
untuk keperluan di dalam kawasan wisata.
4) Kebanyakan dikonsumsi
Sumber mata air yang mengalir baik ke obyek wisata, rumah dan
kebun/sawah masyarakat, sungai-sungai di sekitar mata air dapat
digunakan langsung. Sementara untuk konsumsi air minum, harus diolah
secara sederhana yaitu dengan cara direbus terlebih dahulu.
5) Ketersediaan
Air bersih yang berasal dari sumber mata air pegunungan serta
galian tanah, tersedia sepanjang tahun baik pada musim hujan maupun
musim kemarau. Akibat pemanasan global, ketersedian air bersih pada
musim kemarau panjang sedikit. Air bersih tetap tersedia selama
melakukan penghematan penggunaan air dan kelestarian hutan tetap
terjaga. Obyek wisata alam Gunung Galunggung dan Karaha Bodas
mendapatkan skor tertinggi 870 poin. Seluruh obyek wisata termasuk
kedalam klasifikasi pengembangan sangat potensial kecuali
Karangtawulan. Karangtawulan mendapatkan skor terendah yaitu 690
poin dengan klasifikasi pengembangan potensial (Tabel 17).
Tabel 17 Hasil penilaian ketersediaan air bersih No Obyek Nilai Jumlah Skor Klasifikasi
Pengembangan A B C D E
1 Gunung
Galunggung
30 30 30 25 30 145 870 sangat potensial
2 Karaha Bodas 30 30 30 25 30 145 870 sangat potensial
3 Pantai
Sindangkerta
25 30 30 25 30 140 840 sangat potensial
4 Pantai Cipatujah 25 25 25 25 30 130 780 sangat potensial
5 Pantai
Pamayangsari
25 25 30 25 30 135 810 sangat potensial
6 Karangtawulan 20 25 15 25 30 115 690 Potensial
Keterangan:
A = Volume E = Ketersediaan
B = Jarak lokasi air bersih ke obyek Jumlah = Total Seluruh Kriteria
C = Dapat tidaknya dialirkan ke
obyek
Skor = Jumlah total dikali Bobot (6)
D = Kebanyakan dikonsumsi
41
5.1.2 Rekapitulasi kriteria penilaian ODTWA
Penilaian ODTWA di Kawasan Strategis Kabupaten Tasikmalaya
dipisahkan antara obyek daya tarik wisata berbentuk darat berbentuk kawasan
perairan (pantai). Berdasarkan hasil rekapitulasi ODTWA diketahui nilai
tertinggi dan terendah obyek daya tarik wisata berbentuk darat yaitu Gunung
Galunggung 3.325 poin dan Karaha Bodas 3.095 poin. Klasifikasi
pengembangan kedua obyek daya tarik wisata tersebut termasuk sangat
potensial. Obyek wisata berbentuk kawasan perairan (pantai), Pantai
Sindangkerta mendapatkan nilai tertinggi dengan skor 2.885 poin dan obyek
wisata Karangtawulan mendapatkan nilai terendah yaitu 2.750 poin. Meskipun
skor seluruh obyek wisata berbeda, seluruh klasifikasi pengembangan wisata
sama yaitu potensial (Tabel 18).
Tabel 18 Skor seluruh kriteria penilaian obyek wisata
No Obyek Wisata Skor Total
Skor
Klasifikasi
Pengembangan A B C D E F
1 Gunung
Galunggung
750 425 180 700 400 870 3.325 Sangat Potensial
2 Karaha Bodas 660 300 165 700 400 870 3.095 Sangat Potensial
3 Pantai
Sindangkerta
750 150 180 625 340 840 2.885 Potensial
4 Pantai
Cipatujah
690 150 180 600 340 780 2.740 Potensial
5 Pantai
Pamayangsari
690 150 165 600 340 810 2.755 Potensial
6 Karangtawulan 780 150 165 625 340 690 2.750 Potensial
Keterangan:
A = Daya tarik obyek wisata E = Iklim
B = Aksesibilitas F = Ketersedian air bersih
C = Fasilitas Penunjang Total Skor = Jumlah Keseluruhan Kriteria
D = Kondisi sekitar kawasan
5.2 Pengunjung
Data pengunjung obyek wisata alam selama lima tahun terakhir (2008 –
2012) diperoleh dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya.
Pengunjung wisata alam di Kawasan Strategis Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya
dibedakan menjadi wisatawan nusantara dan mancanegara (Tabel 19).
42
Tabel 19 Jumlah pengunjung wisata alam 2008 - 2012 (wisatawan nusantara (N)
dan mancanegara (M))
No Obyek Wisata 2008 2009 2010 2011 2012*
M N M N M N M N M N
1 Pantai
Sindangkerta
127 31.126 121 34.095 174 30.162 167 26.427 41 4.763
2 Pantai
Cipatujah
119 19.682 121 17.354 174 19.691 167 11.697 41 2.609
3 Karangtawulan 193 10.325 196 13.106 236 10.148 219 7758 78 1.656
4 Gunung
Galunggung
131 144.555 158 148.002 162 103.691 218 132.121 60 31.734
Jumlah 570 205.688 596 212.557 746 163.692 771 178.003 220 40.762
*Data pengunjung tahun 2012 bulan Januari sampai April
Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya
Berdasarkan jumlah pengunjung obyek wisata alam di Kawasan Strategis
Kabupaten Tasikmalaya, jumlah pengunjung tetinggi dan terendah pada tahun
2009 yaitu 212.557 orang dan tahun 2010 yaitu 163.692 orang. Berdasarkan
jumlah pengunjung tahun 2008 - 2011, setiap tahun jumlah pengunjung Gunung
Galunggung menempati urutan tertinggi diantara obyek wisata lainnya baik
wisatawan nusantara maupun mancanegara. Jumlah pengunjung tertinggi dan
terendah pada tahun 2008 – 2011 yaitu Gunung Galunggung dan Pantai
Sindangkerta (2009 dan 2010); Pantai Cipatujah (2010 dan 2009) dan
Karangtawulan (2009 dan 2011) (Gambar 19).
Gambar 19 Jumlah pengunjung wisata alam tahun 2008 -2011 (wisatawan
nusantara).
Pantai Sindangkerta, Pantai Cipatujah dan Karangtawulan berada pada
satu garis pantai yaitu Samudra Hindia. Rata-rata jumlah kunjungan pertahun di
tiga lokasi tersebut sama. Hal ini disebabkan pengunjung atau wisatawan
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
140000
160000
2008 2009 2010 2011
Ju
mla
h (
ora
ng
)
Tahun
Pantai Sindangkerta
Pantai Cipatujah
Karangtawulan
Gunung Galunggung
43
mancanegara datang ke tiga lokasi sekaligus dalam satu kunjungan wisata. Jumlah
pengunjung Pantai Sindangkerta, Pantai Cipatujah dan Gunung Galunggung
tertinggi pada tahun 2010 sedangkan Karangtawulan tahun 2011. Jumlah
pengunjung terendah tahun 2008 yaitu Pantai Cipatujah, Karangtawulan dan
Gunung Galunggung, sedangkan jumlah pengunjung terendah Pantai
Sindangkerta pada tahun 2009 (Gambar 20).
Gambar 20 Jumlah pengunjung wisata alam tahun 2008 – 2011 (wisatawan
mancanegara).
Jumlah pengunjung tahun 2012 sedikit karena data direkapitulasi dari
Januari – April sehingga belum dapat dibandingkan dengan jumlah pengunjung
tahun 2008 - 2011. Berdasarkan grafik diketahui bahwa jumlah wisatawan
nusantara maupun mancanegara di seluruh lokasi mengalami kenaikan dan
penurunan selama tahun 2008 – 2012. Jumlah kunjungan wisata tidak dapat
diprediksi karena dipengaruhi berbagai faktor. Pergerakan wisatawan di suatu
kawasan terkait dari motif dimana memiliki keinginan untuk memenuhi
kebutuhannya. Prina dan Gayatri (2005) mengidentifikasi delapan faktor
pendorong perjalanan wisata yaitu pemenuhan kebutuhan ego, inversi ritual,
agama, kesehatan, pendidikan, pilgrimage, nilai otensitas dan konverensi.
5.2.1 Karakteristik pengunjung
Karakteristik pengunjung mencakup seluruh informasi mengenai
pengunjung yaitu nama, umur, jenis kelamin, daerah asal, pendidikan terakhir,
dan mata pencarian (Gambar 21).
0
50
100
150
200
250
2008 2009 2010 2011
Ju
mla
h (
ora
ng
)
Tahun
Pantai Sindangkerta
Pantai Cipatujah
Karangtawulan
Gunung Galunggung
44
Gambar 21 Karakteristik pengunjung obyek wisata alam.
24%
0%
1%
0%
0%
6%
8%
6%
0%
1%
4%
0%
4%
1%
1%
1%
1%
6%
2%
2%
8%
0%
25%
0%
0%
0%
3%
5%
5%
10%
0%
0%
3%
0%
3%
0%
1%
1%
3%
7%
5%
1%
5%
1%
25%
0%
0%
0%
2%
7%
8%
7%
0%
0%
2%
0%
4%
0%
1%
2%
1%
6%
5%
1%
6%
0%
18%
3%
3%
2%
1%
1%
5%
11%
1%
2%
4%
1%
3%
0%
4%
0%
2%
5%
5%
0%
7%
0%
0% 5% 10% 15% 20% 25% 30%
Priangan timur
Banten
Jakarta
Jawa Tengah
Tidak Sekolah
SD/MI
SMP/MTS/sederajat
SMA/MA/sederajat
D2
D3
S1
S3
PNS
Karyawan BUMN
Karyawan Swasta
Petani
Buruh
Ibu Rumah Tangga
Pelajar/Mahasiswa
Tidak Bekerja
Wiraswasta
Dalang Wayang
Dae
rah
Asa
lP
end
idik
an T
erak
hir
Pek
erja
an/M
ata
Pen
cari
an
Gunung Galunggung Karangtawulan Pantai Cipatujah Pantai Sindangkerta
45
Pengunjung obyek wisata berasal dari berbagai kota dan kabupaten di
pulau Jawa yaitu Kota/Kabupaten di Jawa Barat sebanyak 110 orang, Banten 3
orang, DKI Jakarta 5 orang dan Jawa Tengah 2 orang. Data mengenai daerah
asal pengunjung keseluruhan dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Kabupaten Tasikmalaya tidak diketahui sehingga tidak dapat dianalisi lebih
lanjut.
Pendidikan pengunjung rata-rata adalah SMA/MA/sederajat 40 orang,
SMP/MTS/sederajat 32 orang, SD/MI 22 orang serta D2 dan S3 masing-
masing satu orang. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa obyek wisata di
Kawasan Strategis Kabupaten Tasikmalaya memiliki segmentasi pasar yang
beragam sehingga pengelola harus dapat mengakomodasi keberagaman
tersebut dalam pengelolaan dan pengembangan wisata.
Pengambilan data dilakukan setelah Hari Raya Idul Fitri dan akhir
pekan sehingga mempengaruhi jumlah dan keberagaman pengunjung dengan
jenis profesi/pekerjaan. Pekerjaan pengunjung yaitu wiraswasta 31 orang, ibu
rumah tangga 28 orang dan PNS 13 orang serta Karyawan BUMN dan dalang
wayang masing-masing berjumlah satu orang. Pengunjung yang bekerja
sebagai pegawai negeri, pegawai pemerintahan, BUMN jumlahnya lebih
sedikit dibandingkan dengan jenis pekerjaan lainnya.
Permintaan pariwisata dipengaruhi keadaan wisatawan dan keadaan
obyek wisata tersebut. Keadaan wisatawan meliputi pendapatan, umur, jarak
ke obek wisata, dan lainnya (Yuwana 2010). Tingkat pendapatan berhubungan
dengan jenis pekerjaan dan mencerminkan besar penghasilan yang diterima
individu pada tiap bulannya. Semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang
keinginan untuk melakukan perjalanan wisata semakin tinggi. Kecenderungan
seseorang dengan pendapatan tinggi dan bekerja dengan jam kerja tinggi akan
memanfaatkan waktu senggang dengan melakukan perjalanan wisata
(Budisusetio 2004 diacu dalam Yuwana 2010).
Bagi pelajar dan mahasiswa, kesempatan untuk melakukan wisata
sangat banyak, namun dana untuk melakukan wisata kurang menunjang. Bagi
usia lanjut, kesempatan untuk melakukan wisata lebih banyak serta dana untuk
46
melakukan kegiatan wisata tersedia, namun karena faktor usia membatasi
geraknya untuk melakukan seluruh jenis wisata.
5.2.2 Tujuan kunjungan
Berdasarkan hasil analisis, tujuan kunjungan wisatawan ke seluruh
obyek wisata alam di Kawasan Strategis Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya
meliputi informasi mengenai wisata, kebiasaan berwisata, kendaraan yang
digunakan, tujuan berwisata, jumlah obyek wisata alam yang pernah
dikunjungi, jumlah kunjungan wisata pertahun, waktu dalam satu kali
kunjungan wisata, dan waktu kunjungan wisata.
Informasi mengenai obyek wisata alam bukan berasal dari media cetak
maupun elektronik. Keberadaan wisata alam diketahui oleh masyarakat
Tasikmalaya dan sekitarnya berdasarkan informasi dari keluarga atau teman
(mulut ke mulut). Pengunjung dari luar Tasikmalaya mendapatkan informasi
wisata dari teman atau keluarga yang pernah berkunjung ke obyek wisata
tersebut sebelumnya. Kunjungan ke daerah tujuan wisata dilakukan bersama
keluarga, teman, atau rombongan seperti kegiatan piknik, Perkemahan Sabtu
Mingu (PERSAMI) dan lainnya. Beberapa orang pengunjung datang sendiri
ke tempat wisata namun jumlahnya tidak banyak.
Pengunjung yang datang ke tempat wisata biasanya menggunakan
kendaraan pribadi (motor atau mobil), kendaraan yang disewa dan kendaraan
umum. Tidak ditemukan responden yang berjalan kaki atau menggunakan
sepeda ke obyek wisata alam, apabila ada jumlahnya hanya sedikit
dibandingkan dengan pengguna kendaraan bermotor.
Faktor fasilitas memberikan dorongan kepada pengunjung dalam
pengambilan keputusan untuk melakukan perjalanan wisata yaitu kepribadian,
ketersediaan waktu luang dan pendapatan (Damanik & Weber 2006). Tujuan
pengunjung datang ke tempat wisata adalah untuk rekreasi dan refreshing.
Selain itu, tujuan kunjungan adalah mengisi luang, hobi, pendidikan atau
penelitian (Gambar 22).
47
Gambar 22 Tujuan pengunjung dalam melakukan perjalanan wisata ke
kawasan wisata alam.
5.2.3 Pola kunjungan wisata
Pola kunjungan wisata meliputi jumlah obyek wisata alam yang pernah
dikunjungi, jumlah kunjungan wisata alam pertahun, waktu dalam satu kali
kunjungan wisata, dan waktu kunjungan wisata (Gambar 23).
0%
0%
0%
0%
13%
13%
0%
18%
6%
1%
0%
8%
16%
1%
0%
3%
10%
11%
2%
0%
0%
0%
3%
11%
12%
1%
17%
5%
3%
0%
13%
7%
5%
0%
3%
12%
10%
0%
0%
0%
0%
0%
12%
13%
1%
13%
9%
3%
0%
11%
11%
3%
1%
1%
6%
8%
9%
0%
0%
0%
0%
9%
16%
2%
13%
8%
2%
0%
12%
6%
8%
3%
2%
8%
12%
1%
0% 5% 10% 15% 20%
Majalah/ Koran
Internet
Radio
TV
Teman
Keluarga/ Sendiri
Sendiri
Keluarga
Teman
Rombongan
Sepeda
Motor pribadi
Mobil pribadi
kendaraan umum
Penelitian/Pendidikan
Petualangan/Hobi
Rekreasi
Refreshing
Mengisi waktu luang
Info
rmas
i w
isat
aK
ebia
saan
ber
wis
ata
Ken
dar
aan
yan
g
dig
un
akan
Tu
juan
wis
ata
Gunung Galunggung Karangtawulan Pantai Cipatujah Pantai Sindangkerta
48
Gambar 23 Pola kunjungan pengunjung dalam melakukan perjalanan wisata
ke kawasan wisata alam.
Rata-rata pengunjung datang ke beberapa obyek wisata alam saja (<5
obyek). Biasanya pengunjung datang berkali-kali ke tempat yang sama pada
waktu tertentu (munggahan, Hari Raya (Lebaran), dan Tahun Baru).
Pengunjung menganggap obyek yang dikunjungi menarik, akomodasi mudah
dan harga tiket yang murah. Pengunjung lainnya mengunjungi obyek wisata
alam yang lebih banyak dan beragam berdasarkan keinginan menikmati
suasana baru atau mengetahui obyek wisata yang belum pernah didatanginya.
18%
4%
1%
3%
13%
10%
2%
0%
13%
8%
5%
0%
0%
0%
0%
10%
8%
8%
14%
5%
0%
6%
8%
11%
1%
5%
10%
8%
5%
2%
0%
2%
2%
12%
4%
6%
13%
7%
2%
4%
4%
13%
0%
8%
13%
9%
2%
1%
0%
3%
2%
11%
5%
2%
13%
5%
1%
6%
8%
7%
3%
7%
15%
5%
4%
1%
0%
3%
1%
10%
5%
7%
0% 5% 10% 15% 20%
< 5 jenis obyek
6-10 jenis obyek
11-15 jenis obyek
> 15 jenis obyek
Satu kali
2 - 5 kali
6 - 10 kali
> 10 kali
Beberapa jam
satu hari
2 - 4 hari
5 - 7 hari
> 1 minggu
akhir pekan
akhir bulan
momen tertentu
libur panjang
waktu luang
Jum
lah
ob
yek
wis
ata
alam
yan
g p
ern
ah
dik
un
jung
i
Jum
lah
ku
nju
ng
an
wis
ata
per
tah
un
Wak
tu d
alam
sat
u k
ali
kun
jun
gan
wis
ata
Wak
tu k
un
jun
gan
wis
ata
Gunung Galunggung Karangtawulan Pantai Cipatujah Pantai Sindangkerta
49
Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah kunjungan pertahun
beragam. Kunjungan wisatawan ke obyek wisata alam terbanyak yaitu 1 – 5
kali dalam setahun (58%), selebihnya lebih dari lima kali dalam setahun
tergatung waktu khusus yang diinginkan serta kesempatan untuk berkunjung.
Hal tersebut terkait dengan waktu kunjungan responden. Waktu kunjungan ke
obyek wisata alam beragam. Pengunjung obyek wisata berkunjung pada
momen tertentu seperti lebaran, munggahan, dan tahun baru (43%) selebihnya
datang pada waktu luang 23%, libur panjang 22%, akhir bulan 5%, dan akhir
pekan 8%.
Pengunjung terbanyak dari berbagai daerah di Jawa Barat khususnya
Tasikmalaya, sehingga waktu kunjungan ke obyek wisata hanya beberapa jam
atau seharian penuh (pagi sampai malam). Pengunjung yang datang dari luar
kota biasanya berkunjung hanya satu hari saja atau menginap tergantung
waktu luang yang tersedia, namun tidak pernah lebih dari satu minggu.
5.2 4 Penilaian pengunjung
Pengunjung memberikan penilaian berupa obyek wisata yang disukai,
bentuk fasilitas penunjang wisata yang diinginkan, serta keinginan dan
harapan pengunjung untuk pengembangan wisata alam kedepannya. Pantai
merupakan obyek daya tarik wisata alam yang paling disukai termasuk
pengunjung obyek wisata Gunung Galunggung dengan presentase 59%.
Diakui pengunjung, kunjungan ke obyek wisata pantai dilakukan lebih dari
satu kali baik di daerah yang sama maupun berbeda. Pengunjung lainnya
menyukai obyek wisata hutan, pemandian air panas, danau dan air terjun.
Fasilitas penunjang wisata alam dievaluasi ketersediaan, kelengkapan
dan kondisi bangunannya sehingga dapat dilakukan langkah pemeliharaan,
perbaikan atau penambahan. Fasilitas merupakan suatu pelayanan penting
untuk dapat menciptakan kenyamanan dan kepuasan pengunjung. Sarana
prasarana yang dibutuhkan tergantung pada kebutuhan untuk menunjang
obyek daya tarik wisata, keinginan pasar wisata serta kelestarian obyek.
Keinginan dan harapan pengunjung adalah tersedia penginapan atau wisma di
sekitar obyek wisata bagi pengunjung yang berasal dari luar kota dan
50
berencana menginap, namun hanya Pantai Cipatujah saja yang sudah tersedia.
Keinginan dan harapan pengunjung lainnya adalah pengadaan sarana serta
petugas kebersihan dan keamanan kawasan, pembangunan pusat informasi,
toko souvenir, tempat istirahat (gazebo), pengadaaan sarana interpretasi, dan
toilet umum yang bersih (Gambar 24).
Gambar 24 Penilaian pengunjung terhadap obyek daya tarik wisata alam dan
fasilitas penunjang wisata.
5.2.4 Keinginan dan harapan pengunjung
Obyek daya tarik wisata alam di Kawasan Strategis Kabupaten
Tasikmalaya dinilai masih memiliki banyak kekurangan, sehingga pengunjung
0%
0%
0%
1%
24%
12%
6%
8%
0%
1%
0%
0%
3%
4%
9%
12%
5%
0%
6%
3%
12%
14%
4%
7%
3%
7%
0%
3%
2%
2%
3%
6%
2%
5%
1%
8%
10%
12%
5%
8%
1%
3%
1%
2%
4%
2%
4%
8%
2%
8%
1%
3%
13%
4%
7%
14%
0%
5%
0%
0%
3%
0%
4%
13%
0% 5% 10% 15% 20% 25% 30%
Danau
Pemandian Air panas
Air terjun
Hutan
Pantai
Lengkap
Sederhana
Alami
Papan Interpretasi
Tempat Istirahat
Peminjaman Alat
Toilet Umum
Pusat Informasi
Souvenir
Penginapan
Sarana Kebersihan dan Keamanan
Ob
yek
wis
ata
alam
yan
g
pal
ing d
isu
kai
Ben
tuk
fas
ilit
as
yan
g d
iin
gin
kan
Jen
is F
asil
itas
yan
g h
aru
s d
itam
bah
kan
Gunung Galunggung Karangtawulan Pantai Cipatujah Pantai Sindangkerta
51
memberikan masukan berupa keinginan dan harapan untuk kemajuan daerah
tujuan wisata kedepannya (Tabel 20).
Tabel 20 Matriks keinginan dan harapan pengunjung Keinginan dan harapan
pengunjung
Pantai
Sindangkerta
Pantai
Cipatujah
Karangtawulan Gunung
Galunggung
Perbaikan,
penambahan
dan
pemeliharaan
sarana
prasarana
penunjang
wisata
Penginapan √ √ √
Pempat istirahat
Jalan √ √ √ √
Warung √ √ √ √
Permainan anak √ √ √
Taman √ √
Toko penjualan
oleh-oleh
√ √
Benteng penahan
ombak
√
Pagar pembatas √
Penyewaan alat √ √
Parana transportasi √ √
Panggung hiburan √ √
Kolam renang √
Papan Interpretasi √ √ √
Tempat Istirahat √ √ √ √
Toilet Umum √ √
Pusat Informasi √ √ √ √
Kegiatan atraksi budaya √ √
live music √ √
Promosi √ √ √
Ketertiban √ √ √ √
Keamanan √ √ √ √
Peraturan √ √ √ √
Kenyamanan √ √ √ √
Kebersihan √ √ √ √
Kelestarian √ √ √ √
Kealamian √ √ √ √
kerjasama dengan investor √ √ √ √
Pelayanan √ √ √ √
Perhatian pemerintah √ √ √ √
Pengelolaan tiket masuk √ √
Manajemen pengelolaan terpadu √
Penambahan jumlah
pengunjung
√ √ √ √
Pengunjung menginginkan pemeliharaan, perbaikan, dan
penambahan sarana prasarana penunjang wisata, penambahan kegiatan wisata
52
(menggali potensi daya tarik wisata), peningkatan pelayanan pengunjung yang
maksimal dan pengelolaan wisata alam yang terpadu dan baik.
5.3 Masyarakat
5.3.1 Karakteristik masyarakat
Masyarakat lokal termasuk penduduk asli yang bermukim di sekitar
kawasan wisata menjadi salah satu pemain kunci dalam pariwisata karena
menyediakan sebagian besar atraksi dan kualitas produk wisata. Sehingga
apabila terjadi perubahan di kawasan wisata akan bersentuhan langsung
dengan kepentingan masyarakat (Damanik & Weber 2006). Karakteristik
masyarakat mencakup nama, jenis kelamin, umur, dan pekerjaan baik yang
bekaitan langsung dengan wisata maupun tidak (Gambar 25).
Gambar 25 Karakteristik masyarakat.
5%
6%
3%
7%
1%
2%
9%
0%
0%
3%
7%
7%
7%
5%
1%
4%
4%
6%
3%
0%
4%
1%
8%
5%
3%
4%
3%
2%
6%
2%
0%
4%
1%
3%
9%
7%
1%
3%
5%
5%
0%
0%
1%
5%
4%
7%
5%
3%
3%
0%
0%
0%
11%
1%
5%
27%
34%
22%
17%
15%
13%
26%
5%
11%
13%
19%
0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 35% 40%
SD/MI
SMP/MTS/sederajat
SMA/MA/sederajat
Lainnya
Karyawan/buruh
Pengelola obyek wisata
Pedagang
Nelayan
Petani
Pelajar Mahasiswa
Lainnya
Pen
did
ikan
Ter
akh
irP
eker
jaan
ata
u M
ata
Pen
cari
an
Jumlah Total Desa Kadipaten (Karaha Bodas)
Desa Linggajati (Gunung Galunggung) Desa Cimanuk (Karangtawulan)
Desa Cipatujah (Pantai Cipatujah) Desa Sindangkerta (Pantai Sindangkerta)
53
5.3.2 Kesiapan masyarakat menerima kunjungan
Pariwisata merupakan kegiatan yang strategis jika ditinjau dari
pengembangan ekonomi dan sosial budaya. Pariwisata mendorong terciptanya
lapangan pekerjaan, peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan kualitas
masyarakat dan dapat menambah rasa cinta tanah air terhadap nilai-nilai
budaya bangsa sekaligus sebagai instrumen untuk melestarikan lingkungan
(Henderson 2002). Masyarakat bekerja sebagai pedagang makanan dan
souvenir, pengelola karcis, penjaga kamar ganti dan WC, menyewakan alat,
dan menjadi petugas parkir. Kesiapan masyarakat yaitu menjadi pemandu
wisata, menampilkan seni tradisional daerah setempat serta penyediaan
souvenir berupa kerajinan dalam bentuk anyaman (bambu, rotan, pandan) dan
makanan khas daerah Sunda untuk oleh-oleh.
Masyarakat sekitar obyek wisata kurang menyambut dengan baik
adanya kunjungan wisatawan, kecuali masyarakat yang terlibat langsung
dengan kegiatan wisata. Kegiatan wisata membuka akses bagi wisatawan
untuk datang mengunjungi dan menikmati obyek daya tarik wisata.
Wisatawan mempunyai arti khusus bagi daerah tujuan wisata dengan
mengandung dampak positif dan negatif bagi bagi perkembangan eksosbud.
Dampak positif wisata adalah kemajuan perkembangan daerah dan daya cipta
masyarakat semakin berkembang dalam menciptakan peluang usaha. Dampak
negatif wisata adalah perubahan kebudayaan masyarakat setempat baik itu
kesakralan budaya dan sikap atau perilaku (Warpani &Warpani 2007).
Dampak negatif yang ditimbulkan pada saat pembangunan fasilitas
penunjang wisata di Karaha Bodas, menimbulkan konflik sosial antara
masyarakat dengan Perum Perhutani sebagai pengelola. Menyebabkan
masyarakat Karaha Bodas tidak setuju dan tidak menyambut dengan baik
diadakannya pengembangan dan kunjungan wisata. Masyarakat Gunung
Galunggung sepenuhnya mendukung kegiatan wisata, namun tidak
mengijinkan pembangunan penginapan atau hotel. Masyarakat sekitar Pantai
Sindangkerta melibatkan kelompok tertentu untuk menyelesaikan
permasalahan dengan kegiatan pengunjung yang negatif (prostitusi dan
54
minuman keras). Tokoh agama dan kelompok tertentu menganggap apabila
dampak negatif terus terjadi, maka kegiatan wisata sebaiknya ditiadakan.
Dampak lain yang ditimbulkan adalah pengunjung tidak sadar
mengenai kebersihan lingkungan dan kelestarian kawasan wisata, banyak
pengunjung membuang sampah sembarangan serta membuat kerusakan
(vandalisme). Pemerintah Daerah beserta pengelola lapang tidak pernah
melakukan evaluasi kegiatan serta tidak tegas dalam menyelesaikan
permasalahan yang terjadi dilapangan. Permasalahan terus bertambah besar
dan semakin kompleks sehingga masyarakat sendiri yang turun ke lapangan
dan mengambil keputusan sendiri tanpa koordinasi. Berbagai permasalahan
tersebut dianalisis dapat menyebabkan pengunjung tidak merasa aman dan
nyaman di tempat wisata sehingga mempengaruhi jumlah kunjungan wisata.
Hal tersebut menjadi hambatan besar yang menimbulkan konflik sosial
dengan masyarakat sekitar sehingga kegiatan wisata tidak berjalan dan
mendapat kerugian.
5.3.3 Keinginan dan harapan masyarakat
Wisata alam semestinya dikembangkan dalam rangka pemberdayaan
masyarakat lokal untuk meningkatkan kesejahteraan yang berkelanjutan.
Masyarakat lokal dilibatkan dalam pengelolaan wisata alam dalam proses
perencanaan dan pengelolaan kawasan konservasi yang dimanfaatkan untuk
obyek wisata alam. Hal yang paling penting adalah memberikan sosialisasi
mengenai wisata kepada masyarakat secara berkala untuk merubah persepsi
masyarakat yang tidak siap menjadi terbuka untuk menerima kunjungan.
Dibuktikan dalam pelaksanaannya di lapangan, pengelola mengatur
konsep wisata yang agamis, sesuai dengan sikap dan budaya masyarakat.
Dengan demikian antara masyarakat dan wisatawan dapat memberikan timbal
balik yang positif (mutualisme) dan berdampak positif bagi keberlangsungan
obyek wisata tersebut (Suwantoro 2004). Keinginan dan harapan masyarakat
sekitar (Tabel 21).
55
Tabel 21 Matriks hasil wawancara dengan masyarakat sekitar obyek wisata
alam Pendapat Masyarakat Sekitar Kawasan Wisata
Alam
PS PC K GG KB
Interaksi
Sosial
Ada interaksi √ √ √ √
Interaksi secara tidak langsung √ √ √ √
Tidak ada interaksi √
Kesiapan
kunjungan Siap √ √ √ √
tidak siap √
Keinginan
dan
harapan
Membuat konsep wisata positif, sesuai
dengan budaya masyarakat yang
agamis
√ √ √ √ √
Pelibatan masyarakat dalam
pengelolaan
√ √ √ √ √
Penertiban preman √
Pembinaan intensif melalui pelatihan √
Perbaikan peraturan wisata √ √ √
Perbaikan jalan dan penerangan √ √ √ √
Persiapan tong sampah √
Kemudahan sarana transportasi √ √ √ √
Penagaturan tata ruang wilayah desa
dan wisata
√ √
Perbaikan kolam renang buatan dari
karang
√
Perbaikan sarana bermain anak √ √
Perbaikan taman √ √
Perbaikan, pemeliharaan dan
penambahan sarana prasarana
penunjang
√ √ √ √
Agrowisata strawberry √
Keterangan:
GG = Gunung Galunggung PC = Pantai Cipatujah
KB = Karaha Bodas PP = Pantai Pamayangsari
PS = Pantai Sindangkerta K = Karangtawulan
5.4 Pengelola Obyek Wisata Alam
Pemerintah daerah sebagai pemegang kekuasaan dan kewenangan,
tentunya lebih menguasai dan memahami tentang potensi daerahnya, sehingga
dalam menentukan obyek wisata yang perlu dikembangkan akan lebih tepat.
Terkait dengan hal ini sesungguhnya tidak sedikit pemerintah daerah di Indonesia
(baik Provinsi, maupun Kota/Kabupaten) sudah mengupayakan meningkatkatkan
peran pariwisata (Martaleni 2011). Menurut Damanik dan Weber (2006), pelaku
yang penting dalam penentuan otoritas pengaturan, penyediaan dan peruntukan
56
infrastruktur terkait kebutuhan pariwisata, tujuan perjalan wisata serta kebijakan
terkait wisata adalah Pemerintah Daerah dan stakeholder terkait.
Menurut Martaleni (2010), Pemerintah Daerah dituntut untuk selalu
berupaya semaksimal mungkin dalam peningkatan pendapatan asli daerah.
Diharapkan pemangku kepentingan (stakeholder) pariwisata termasuk
pemerintah, swasta (pengelola bisnis pariwisata), serta asosiasi terkait dan
masyarakat sekitar untuk terus mendorong pengembangan pariwisata dari
berbagai aspek diantaranya dengan menata, mengorganisasi dan menjalankan
sesuai konsep manajemen dan pemasaran misalnya melalui penetapan
positioning/repositioning.
5.4.1 Pihak pengelola
Obyek wisata alam di Kawasan Strategis Kabupaten dikelola oleh
beberapa Dinas dan BUMN terkait yang secara langsung turun ke lapangan
dan melakukan perencanaan pengelolaan (Tabel 22).
Tabel 22 Pengelola obyek wisata di Kawasan Strategis Kabupaten
Tasikmalaya No Obyek Wisata
Alam
Lokasi Pengelola
1 Gunung
Galunggung
Desa Linggajati,
Kecamatan Sukaratu
1. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Kabupaten Tasikmalaya
2. Perum Perhutani KPH Tasikmalaya
2 Karaha Bodas Desa Kadipaten,
Kecamatan Kadipaten
1. Perum Perhutani KPH Tasikmalaya
2. PT Pertamina
3 Pantai
Sindangkerta
Desa Sindangkerta,
Kecamatan Cipatujah
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Kabupaten Tasikmalaya
4 Pantai Cipatujah Desa Cipatujah,
Kecamatan Cipatujah
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Kabupaten Tasikmalaya
6 Kawasan
Konservasi Penyu
Desa Cikawungading,
Kecamatan Cipatujah
BPLHD Jawa Barat
7 Karangtawulan Desa Cimanuk,
Kecamatan Cikalong
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Kabupaten Tasikmalaya
Rencana pengelolaan tersebut menjadi masukan dan arahan bagi
pengembangan wisata kedepannya. Menurut Razak (2008), dukungan multi
stakeholder terkait serta kerjasama lintas sektoral sangat penting dalam
penyusunan strategis rencana pengembangan wisata alam serta RIPPOW
(Rencana Induk Pembangunan Pariwisata dan Obyek Wisata). Pengelola
obyek wisata alam adalah:
57
1) Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya
Pengelolaan obyek wisata di Kabupaten Tasikmalaya dikelola
langsung oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan bekerjasama dengan aparatur
desa dan masyarakat sekitar kawasan Gunung Galunggung, Pantai
Sindangkerta, Pantai Cipatujah dan Karangtawulan. Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya bekerjasama dengan Perum Perhutani
KPH Tasikmalaya dalam mengelola obyek wisata Gunung Galunggung.
Obyek yang dikelola Dinas Pariwisata berupa bak pemandian dan kolam
renang air panas. Pemasukan wisata dari tiket masuk gerbang utama dibagi
dua (masing-masing 50%). Selanjutnya untuk masuk ke masing-masing obyek
dikenakan biaya tambahan berdasarkan kebijakan masing-masing
pengelolaan.
2) Perum Perhutani KPH Tasikmalaya
Perum Perhutani KPH Tasikmalaya bukan saja mengelola hasil hutan
seperti getah pinus dan karet, namun juga mengelola obyek wisata alam.
Perum Perhutani bersama Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten
Tasikmalaya mengelola obyek wisata Gunung Galunggung. Wana Wisata
Gunung Galunggung yang dikelola berupa pemandian air panas (kolam
renang, bak rendam, sungai air panas dan air terjun), camping ground, dan
danau kawah. Karaha Bodas dikelola oleh Perum Perhutani bersama PT
Pertamina. Perum Perhutani mengelola hutan pinus dan pemanenan getahnya,
sedangkan kegiatan wisata alam tidak berjalan terhambat konflik sosial
dengan masyarakat Desa Kadipaten.
3) PT Pertamina Persero
PT Pertamina mengelola kawasan Karaha Bodas dengan
memanfaatkan panas geothermal (geologi geothermal) yang disiapkan untuk
pemenuhan energi listrik tahun 2014. Memasuki kawasan Karaha Bodas
diperlukan perijinan terlebih dahulu kepada pihak PT Pertamina untuk
prosedur keamanan.
4) BKSDA Jawa Barat
BKSDA Jawa Barat bertugas untuk mengelola dan melindungi
Kawasan Konservasi Penyu sebagai kawasan pengembangbiakan, tempat
58
pakan dan peneluran penyu; inkubasi telur dalam bak semi alami,
pemeliharaan penyu setelah menetas di bak penampungan penyu selama 3
bulan sampai pada pelepasan penyu ke laut. BKSDA Jawa Barat bekerjasama
dengan PT Epson selama beberapa tahun terakhir dalam perlindungan penyu,
namun sekarang kontraknya sudah berakhir. Kawasan konservasi penyu ini
tidak dijadikan obyek wisata alam. Jarak yang dekat dengan obyek wisata
Pantai Sindangkerta, maka pengunjung sengaja mengunjungi tempat tersebut.
5) Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tasikmalaya
Pantai Pamayangsari dikelola oleh Dinas Perikanan dan Kelautan
Kabupaten Tasikmalaya dengan tujuan sebagai tempat pelabuhan nelayan dan
tempat pelelangan ikan.
5.4.2 Rencana pengelola
1) Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya
Dalam Peraturan Bupati Nomor 38 Tahun 2008 Tentang Rincian
Tugas Unit di Lingkungan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten
Tasikmalaya Paragraf 3 Bidang Kepariwisataan Pasal 8, bidang
kepariwisataan mempunyai tugas menyelenggarakan penyiapan bahan
perumusan kebijakan dan pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan di bidang
kepariwisataan yang meliputi bina wisata, pengembangan obyek wisata serta
sarana dan prasarana wisata. Rencana strategis pengembangan wisata
merupakan pedoman atau landasan umum bagi pembangunan wisata selama
jangka waktu tertentu, baik dalam perencanaan, pelaksaan, pengendalian
maupun pengawasan pembangunan pariwisata (Rencana Strategis Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya (2012 – 2016)).
Proyeksi atau rencana pengelolaan jangka panjang sesuai dengan
Rencana Strategi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya
Tahun 2012 – 2016 adalah:
a. Pengembangan SDM Pariwisata:
Diklat aparatur pariwisata.
Diklat pelaku pariwisata.
Pembinaan pelaku pariwisata.
59
b. Perlindungan dan konservasi sumberdaya:
Penataan obyek dan daya tarik wisata, sarana rekreasi dan kawasan
pariwisata yang berwawasan lingkungan.
Menyusun perencanaan dan pengelolaan sehingga terselenggaranya
pariwisata yang berwawasan lingkungan.
Pengadaan perlengkapan oprasional pariwisata.
c. Pengembangan potensi kepariwisataan:
Inventarisasi dan identifikasi potensi.
Penataan fasilitas obyek dan daya tarik wisata serta fasilitas pendukung
lainnya sesuai standarisasi yaitu pengembangan obyek wisata unggulan
dan peningkatan pembangunan sarana dan prasarana.
Peningkatan promosi kepariwsataan melalui media cetak/elektronik dan
pembuatan film yang berhubungan dengan pariwisata.
Pembuatan sarana promosi.
Penyelenggaraan paket wisata dan travel dialog.
Penyelenggaraan dan partisipasi dalam pameran dan even pariwisata.
2) Perum Perhutani KPH Tasikmalaya
Tupoksi Perum Perhutani dalam pengelolaan hutan tercantum dalam
UU No 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Tidak ada tupoksi khusus Perum
Perhutani KPH Tasikmalaya mengenai penyelenggaraan wisata yang
dibukukan. Secara umum tugas pokok Perum Perhutani adalah:
Mengelola wisata alam dengan memperhatikan fungsi kawasan dan
kelestariannya.
Melayani pengunjung dan menyediakan fasilitas lengkap yang
memberikan kepuasan bagi pengunjung.
Mengetahui keinginan dan harapan pengunjung kedepannya. Biasanya
dilakukan melalui penyebaran kuisioner bagi pengunjung dalam waktu
setahun satu kali dengan penyebaran minimal 100 kuisioner.
Rencana jangka panjang dan jangka pendek dari Perum Perhutani KPH
Tasikmalaya yaitu penambahan fasilitas di Wana Wisata Gunung Galunggung
yaitu camping ground, tempat pendaratan paralayang, gantole (kereta
gantung), perbaikan kolam renang, penyediaan tempat peristirahatan bagi
60
pengunjung (hotel/penginapan). Terjalinnya kesepakatan dan kesepahaman
satu arah dengan masyarakat desa Kadipaten untuk pengembangan wisata
alam Karaha Bodas kedepannya.
Pengelola masih belum serius dalam menangani pengembangan wisata
alam di Kawasan Strategis Kabupaten Tasikmalaya sehingga pengelolaannya
masih belum maksimal dan banyak kekurangan. Berdasarkan hasil analisi
lapang, diketahui permasalahan yang terjadi adalah:
Kebijakan dan recana strategis pengembangan wisata yang dibuat masih
bersifat umum untuk semua jenis wisata. Sementara itu, setiap jenis wisata
mempunyai cara atau arahan yang berbeda dalam pengembangannya, tidak
dapat digeneralisasikan. Dengan demikian, segala bentuk pengembangan
wisata tidak dapat dikembangkan dengan maksimal. Telebih dalam
pelaksanaan pengembangan wisata, masih belum direalisasikan secara
nyata di lapangan.
Sosialisasi dalam upaya pendekatan masyarakat dengan tujuan
menghasilkan titik temu antara sikap masyarakat terhadap pengembangan
wisata belum dilaksanakan.
Pelatihan yang dapat meningkatkan kualitas pelayanan dari sumberdaya
manusia pengelola dan masyarakat belum efektif dilaksanakan.
Kerjasama antara pengelola dengan masyarakat serta seluruh pihak terkait
wisata lainnya (biro perjalanan, agen wisata, dan lainnya) belum berjalan.
Penataan fasilitas wisata alam kurang sesuai dengan kondisi obyek daya
tarik wisata alam.
Pengadaan dan pengaturan sarana promosi masih belum direalisasikan
Tidak adanya kemerataan dalam menginvestasikan dana pengembangan
wisata (hanya untuk wisata alam yang ramai dikunjungi wisatawan)
Hanya mementingkan profit/laba yang dihasilkan tanpa adanya evaluasi
kegiatan dalam upaya peningkatan kepuasan pengunjung dan pelestarian
obyek daya tarik wisata
Pengelola kurang tegas dalam menghadapi permasalahan di lapangan
sehingga masyarakat sendiri yang turun ke lapangan dan menimbulkan
ketidaknyamanan pengunjung.
61
Pengembangan wisata alam akan berhasil apabila Pemerintah Daerah
serius dalam mengevaluasi dan menangani permasalahan yang terjadi di
lapangan. Konflik sosial dengan masyarakat seharusnya dapat diatasi sehingga
terjadi kesepahaman dan koordinasi yang membawa dampak positif bagi
pengembangan wisata kedepannya.
5.5 Pengembangan Wisata Alam
5.5.1 Keberlanjutan/kelestarian obyek daya tarik wisata alam dan faktor
pembatas
1. Mitigasi bencana dan pola aktifitas letusan gunung api dan tsunami
Mitigasi dapat diartikan sebagai upaya untuk meminimalkan dampak
yang ditimbulkan oleh bencana (Rachmat 2011). Pola letusan atau erupsi
gunung berapi maupun tsunami tidak dapat diprediksi secara pasti waktunya
sehingga dapat dilakukan upaya mitigasi bencana. Gunung Galunggung
merupakan gunung berapi yang paling sering aktif dibandingkan gunung
berapi lainnya di Jawa Barat dan termasuk kedalam kawasan rawan bencana
alam geologi. Kawasan pesisir pantai seperti Pantai Cipatujah, Pantai
Sindangkerta, Pantai Pamayangsari dan Karangtawulan merupakan kawasan
rawan bencana tsunami (Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22
Tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat).
Bentuk mitigasi bencana berupa mitigasi struktur dengan memperkuat
bangunan dan infrastruktur yang berpotensi terkena bencana, seperti membuat
kode bangunan, desain rekayasa, dan konstruksi untuk menahan serta
memperkokoh struktur ataupun membangun struktur bangunan tahan gempa
seperti shelter, penahan dinding pantai, dan lain-lain. Selain itu, upaya
mitigasi juga dapat dilakukan dalam bentuk non struktur, diantaranya seperti
menghindari wilayah bencana dengan cara membuat bangunan jauh dari
lokasi bencana. Hal tersebut dapat diketahui melalui perencanaan tata ruang
dan wilayah serta dengan memberdayakan masyarakat dan pemerintah daerah
untuk membentuk peta daerah rawan bencana, relokasi daerah rawan bencana,
tata ruang/tata guna lahan serta informasi publik atau penyuluhan sadar
62
bencana (Dokumen Mitigasi Pesisir Dinas Tata Ruang Laut diacu dalam
Fakhriyani 2011).
2. Kelestarian geothermal
Geotermal berasal dari kata geo (bumi) thermal (panas), berarti
memanfaatkan panas dari dalam bumi. Energi panas bumi adalah panas yang
berasal dari bawah tanah yang digunakan untuk menghasilkan energi. Panas
bumi berasal dari sejumlah besar batu yang mencair atau panas pada jarak
yang relatif pendek dari permukaan bumi yang dapat menghasilkan listrik
(Greenpeace 2012).
Pembangkit listrik tenaga geothermal menggunakan sumur dengan
kedalaman sampai 1.5 km atau lebih untuk mencapai cadangan panas bumi
yang sangat panas. Sumber mata air panas berasal dari air yang merembes ke
dalam batuan panas yang menghasilkan air panas yang dipompa dan
demineralisasi sehingga berubah menjadi uap air. Uap air digunakan untuk
memutar turbin dan menghasilkan energi listrik. Kemudian air panas
bertekanan tinggi dipompa ke dalam tangki bertekanan rendah. Proses tersebut
dapat terus berulang dengan siklus berkelanjutan. Pembangkit listrik
terbarukan adalah menggunakan air panas dari tanah untuk memanaskan
cairan lain seperti isobutana, yang dipanaskan pada temperatur rendah yang
lebih rendah dari air. Ketika cairan ini menguap dan mengembang, maka
cairan ini akan menggerakan turbin generator.
Panas bumi tidak memiliki emisi karbon dioksida yang berbahaya bagi
bumi tanpa menyebabkan pemanasan global. Energi panas bumi sangat
penting karena merupakan teknologi hijau yang beresiko rendah dan dapat
digunakan tanpa mencemari lingkungan. Pembangkit listik tenaga geothermal
menghasilkan listrik sekitar 90%, dibandingkan 65-75% pembangkit listrik
berbahan bakar fosil. Dampak lingkungan adalah pembangunan jalan,
kerusakan tanah akibat pengeboran, pembatasan jalan, penyediaan pipa dan
bangunan. Ketidakstabilan geologi akibat pengeboran dapat menimbulkan
bencana geologi seperti gempa bumi dan lainnya. Membutuhkan biaya yang
besar dalam melakukan eksplorasi (Earth Share 2012).
63
3. Kelestarian Penyu Hijau (Chelonia mydas)
Pantai yang ada di pulau Jawa termasuk pantai selatan Jawa (Samudra
Hindia) merupakan habitat bagi penyu hijau sebagai tempat bersarang,
reproduksi, pakan dan bertelur (Karnan 2008). Penyu hijau (Chelonia mydas)
merupakan penyu laut dengan ukuran tukik betina yang siap berteur 1.24
meter dan berat 400 pon. Bentuk kerapaksnya lonjong sampai membulat
dengan bermacam-macam warna mulai dari hijau sampai kecoklatan. Setiap
siripnya mempunyai cakar. Nama yang diberikan berdasarkan warna
lemaknya yang hijau (Coles & Toller 2002). Kurun waktu kematangan
seksual penyu yaitu 20 – 30 tahun.
Penyu hijau bersarang dan bertelur di daratan sepanjang tahun dan
puncaknya pada bulan Agustus – Oktober. Aktivitas bertelur berulang selama
14 hari dalam 1 – 7 kali ulangan dengan menghasilkan antara 110 – 200 telur
tergantung ukuran tubuh induknya (Coles & Toller 2002). Masa inkubasi
berlangsung antara 55 – 60 hariatau 50 – 70 hari tergantung suhu (Kemf et al.
2000). Penyu laut pada saat muda bersifat karnivorus atau pemakan segala
dan saat dewasa lebih menyukai ganggang laut dan lamun (rumput laut).
Biasanya penyu melakukan migrasi dari satu pantai ke pantai lainnya sebagai
tempat bersarang dan tempat makannya.
Perairan laut Indonesia menjadi habitat bagi 6 jenis penyu salah
satunya jenis penyu hijau yang dilindungi UU No 7 Tahun 1999, endangered
species berdasrkan IUCN dan Appendix 1 CITES yaitu satwa terancam
punah. Semua jenis penyu yang ada berada dalam kondisi yang terancam
diantaranya adalah kerusakan habitat akibat faktor alam (gempa bumi, badai,
dan tsunami) serta faktor manusia (pembangunan di dekat pantai, jalan raya,
perumahan dan lainnya); penangkapan langsung (direct take) untuk diambil
daging, bulu, organ, cangkang dan telur; penangkapan tidak langsung
(indirect take) terjerat oleh alat penangkap ikan milik nelayan; dan penyakit
yaitu lemah dan tumor ganas yang diakibatkan oleh peningkatan zat kimia di
laut.
Konservasi penyu merupakan salah satu tindakan yang sangat
mendesak untuk dilakukan karena jumlah populasi yang semakin menurun
64
drastis dan dapat menimbulkan kepunahan. Upaya konservasi berupa
mengurangi kematian penyu, melindungi, mengawetkan dan merehabilitasi
habitat penyu, meningkatkan kesadaran masyarakat, mengurangi dan
mencegah pembuangan sampah ke laut, menambah kerjasama nasional,
regional dan internasional serta melakukan pemantauan dan penelitian
(Murugan 2007).
5.5.2 Kesesuaian pengembangan
Pengembangan obyek daya tarik wisata
Obyek yang menjadi daya tarik wisata alam harus dijaga kelestarian
dan kealamiannya dan terus digali potensinya serta meningkatkan dan
menyajikan spesifikasi penampilan atraksi utama masing-masing obyek
wisata, diversifikasi dan kontinuitas penyelenggaraaan aktivitas khusus
(Budiyanto 2010). Berdasarkan perspektif konservasi, pariwisata dapat
memberikan manfaat ekonomi untuk perlindungan sumberdaya alam,
meningkatkan kesadaran terhadap pengunjung mengenai isu keanekaragaman
hayati dan konservasi serta memberikan mata pencaharian kepada masyarakat
secara berkelanjutan (Borges et al. 2011). Pemerintah Daerah menyusun
perencanaan dan pengelolaan dengan melakukan penataan obyek dan daya
tarik wisata, sarana rekreasi dan kawasan pariwisata sehingga pariwisata yang
berwawasan lingkungan dapat terselenggara.
Pengembangan kegiatan
Mengembangkan kegiatan wisata alam dengan cara menggali potensi
secara maksimal berdasarkan daya tarik wisata berupa gejala alam, keindahan
alam, keunikan sumberdaya alam, panorama, peninggalan sejarah, atraksi
budaya masyarakat (ADO-ODTWA Ditjen PHKA 2003). Potensi yang ada
dibuat menjadi kegiatan dan produk wisata (paket wisata) yang dapat menarik
perhatian pengunjung untuk datang ke daerah tujuan wisata. Mengembangkan
wisata alam harus memperhatikan prinsip berkelanjutan yang aktivitasnya
tetap memperhatikan keseimbangan alam, lingkungan, budaya dan ekonomi
sehingga dapat dimanfaatkan secara lestari dan berkelanjutan.
65
Pengembangan fasilitas (sarana prasarana)
Sarana prasarana merupakan suatu fasilitas yang dapat menonjolkan
potensi dari obyek daya tarik wisata (menambah daya tarik obyek utama) dan
melengkapi kekurangannya. Pengembangan sarana prasarana penunjang
merupakan salah satu hal yang penting yang dapat memberikan kepuasan bagi
pengunjung. Sarana prasarana penunjang harus disesuaikan berdasarkan selera
penunjung yang semakin kompleks sehingga mampu memenuhi harapan
penunjung. Pembangunan sarana prasarana harus tetap mengutamakan
kealamian dan kelestarian lingkungan serta dibangun dengan kokoh di lokasi
yang tepat (jauh dari laut lepas berdasarkan jarak terjauh dari pasang dan surut
air laut serta aliran lahar panas dan erupsi gunung berapi).
Sarana prasarana penunjang wisata harus diberi pemeliharaan secara
berkala sehingga ketahanan bangunan lebih lama serta dapat meminimalkan
penggunaan negatif yang ditimbulkan. Pembangunan fasilitas penginapan
ditiadakan karena masyarakat memandang akan terjadi dampak negatif
meskipun pengunjung berkeinginan menambah fasilitas tersebut. Salah satu
alternatif adalah rumah masyarakat dijadikan sebagai tempat menginap
(homestay) dengan memberikan keramahtamahan dan pelayanan pengunjung.
Alternatif lainnya adalah pengunjung menginap di hotel/penginapan yang
terdekat dengan obyek wisata.
Pengembangan aksesibilitas
Kemudahan pengunjung untuk mengakses daerah tujuan wisata
merupakan hal yang sangat penting, baik dari kondisi jalan yang baik serta
kemudahan sarana transportasi dari tempat pemberhentian (terminal, statsiun
kereta api dan lainnya) menuju daerah tujuan wisata alam. Kondisi jalan
menuju seluruh obyek wisata dalam kondisi rusak dan berlubang (sepanjang
±5 km), karena rata-rata digunakan sebagai jalur bagi truk pengangkut pasir
khususnya di Gunung Galunggung dan Pantai Cipatujah. Sudah ada tindak
lanjut dari Pemerintah Daerah berupa pengaspalan jalan, namun masih
tertunda dan belum maksimal. Lokasi obyek wisata alam jauh dari pusat kota
yaitu di daerah terpencil. Sehingga untuk mengakses daerah tersebut harus
66
menggunakan kendaraan pribadi atau sewa karena sarana transportasi umum
jarang dan bahkan tidak ada.
Pengembangan pengelolaan
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2009
Tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata di Daerah, pelaku wisata alam
adalah pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat yang
bergerak dibidang wisata. Menurut Damanik dan Weber (2006), pelaku yang
penting dalam penentuan otoritas pengaturan, penyediaan dan peruntukan
infrastruktur terkait kebutuhan pariwisata, tujuan perjalan wisata serta
kebijakan terkait wisata adalah pemerintah dan stakeholder terkait.
Pemerintah belum serius dalam melakukan pengembangan dan pengelolaan
obyek wisata. Kerjasama bersama masyarakat dan investor belum terealisasi
sehingga belum ada kesepahaman antara seluruh pihak dan menyebabkan
pelayanan keamanan, kenyamanan dan kepuasan pengunjung belum
terpenuhi.
Pengembangan pelayanan
Upaya yang ditempuh untuk memberikan kepuasan terhadap
pengunjung adalah memberikan pelayanan yang unggul (service excellence)
kepada wisatawan. Secara garis besar adala empat unsur yaitu kecepatan,
ketepatan, keramahan dan kenyamanan (Tjiptono 2002). Pelayanan harus
memenuhi indikator perasaan dan empati, keinginan untuk beristirahat,
menemukan ide baru, dapat memanjakan diri, bergembira, bahkan tidak
tertutup kemungkinan ada wisatawan yang ingin menyelesaikan konfliknya.
Perasaan tersebut harus didukung dengan keramahtamahan pengelolaa atau
petugas lapangan dan masyarakat terhadap pengunjung memberikan layanan
yang ramah dan dapat memberikan informasi yang dibutuhkan wisatawan
(Martaleni 2011).
Pengembangan sumberdaya manusia
Menurut Rahardjo (2004), pariwisata alam perlu ditunjang oleh tenaga
profesional, mampu berbicara beberapa bahasa dan mampu melakukan
pelayanan kepada pengunjung. Ditunjang dengan peningkatan kualitas
sumberdaya manusia pengelola dan masyarakat (yang bersedia berperan aktif
67
dalam pengelolaan wisata) dengan memberikan pendidikan, pelatihan dan
aktifitas-aktifitas lain secara berkala sehingga dapat menunjang peningkatan
pelayanan kepada wisatawan. Meningkatkan kesadaran masyarakat agar
menjadi masyarakat sadar wisata, dapat dilakukan dengan memberikan
edukasi melalui media yang dapat diterima (pendekatan sosial budaya) yaitu
organisasi formal (sekolah) maupun informal (majelis taklim, tempat-tempat
ibadah, pertemuan RT/RW, dan sebagainya).
Pengembangan promosi
Produk wisata diperkenalkan kepada masyarakat luas dengan kegiatan
promosi yang baik dan terencana sehingga obyek daya tarik wisata yang ada
di Kabupaten Tasikmalaya dapat dikenal dan diminati. Promosi yang
dilakukan melalui media cetak/elektronik, pembuatan leaflet, booklet,
panduan wisata alam dan papan interpretasi besar berupa peta pariwisata
Kabupaten Tasikmalaya, pemantapan pasar wisata, pemantapan Pusat
Pelayanan Informasi Pariwisata, penyelenggaraan dan partisipasi dalam
pameran dan even pariwisata serta bekerjasama dengan investor, agen wisata
dan angkutan umum (bus, kereta wisata dll) dalam pengembangan wisata.
Berkaitan dengan informasi yang didapatkan pengunjung mengenai
obyek wisata alam adalah dari mulut ke mulut, maka promosi dapat dilakukan
dengan memberikan pelayanan maksimal kepada pengunjung. Pelayanan yang
memuaskan dapat memberikan kesan mendalam mengenai obyek wisata yang
dikunjungi. Dengan demikian pengunjung akan datang kembali serta
memberikan informasi kepada orang yang dikenalnya untuk mengunjungi
tempat wisata tersebut.
Arahan pengembangan setiap obyek wisata alam di Kawasan Strategis
Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya secara rinci adalah sebagai berikut:
1. Gunung Galunggung
Pengembangan obyek daya tarik wisata alam:
Menjaga keaslian dan kelestarian kawasan.
Pembatasan penggunaan kawasan sebagai obyek wisata alam pada blok
pemanfaatan.
68
Pembatasan jalur untuk wisata ke danau kawah (tidak berada pada koridor/jalur
satwa dan keberadaan tumbuhan langka/dilindungi).
Pembatasan jumlah pengunjung sesuai daya dukung lingkungan untuk obyek
danau kawah.
Pembuatan peta dan jalur evakuasi dan relokasi daerah rawan bencana alam
(gempa bumi dan gunung meletus).
Menyusun perencanaan dan pengelolaan dengan melakukan penataan obyek
dan daya tarik wisata, sarana rekreasi dan kawasan pariwisata sehingga
pariwisata yang berwawasan lingkungan dapat terselenggara.
Pengembangan kegiatan dan atraksi wisata:
Membuat atraksi wisata alam dan budaya yang menarik baik untuk wisatawan
lokal maupun mancanegara.
a. Atraksi utama: pemadian dari sumber mata air panas Gunung Galunggung
yang mengalir ke kolam renang, bak rendam, air terjun dan sungai (wisata
kesehatan), menikmati pemandangan (sightseeing), fotografi. Atraksi
pendukung: pagelaran seni budaya Sunda (tari jaipong, permainan alat
kentongan, angklung dan lainnya), areal permainan anak, trekking
mengamati babi hutan dan monyet ekor panjang di sekitar area pemandian
air panas, penyediaan rumah sehat (sauna, spa, refleksi dan lainnya).
b. Danau kawah Gunung Galunggung yaitu trekking menuju danau kawah
menyusuri jalan besar; kereta wisata menuju pemadian air panas dan danau
kawah dari Desa Linggajati; camping area sebelum tangga menuju danau
kawah; menikmati pemandangan danau kawah, Gunung Galunggung, mata
air yang mengalir ke sungai, desa, dan lainnya, pemandangan kota
Tasikmalaya pada siang ataupun malam hari.
c. Desa Wisata (melakukan kegiatan sehari-hari masyarakat) yaitu menginap di
rumah penduduk sekitar (homestay) dengan menikmati kuliner khas Sunda
hasil dari kegiatan bertani dan berkebun tanaman pangan dan sayuran di
sawah, serta memanen ikan dari tambak ikan), serta membawa oleh-oleh
dari kegiatan wisata belanja berupa kerajinan atau anyaman khas daerah
(bermacam-macam hiasan dari bambu dan rotan) serta sayuran segar dan
ikan dari kebun dan tambak milik masyarakat.
69
Memberikan unsur pendidikan dan penyadartahuan mengenai kelestarian
lingkungan melalui pendidikan koservasi kepada wisatawan berupa arahan
untuk menjaga kebersihan, kelestarian dan kealamian obyek dan lingkungan
sekitarnya (membuang sampah plastik dan bekas makanan; menggunakan
sabun, sampo, pasta gigi; mencorat-coret (vandalism), mencabut, mengambil
atau merusak flora dan fauna di dalam kawasan).
Mengenal sejarah kawasan Gunung Galunggung melalui papan interpretasi
atau pembuatan galeri Gunung Galunggung.
Pembuatan area outbound di luar obyek wisata.
Pengembangan sarana prasarana penunjang wisata:
Penyediaan penyewaan alat camping, hiking dan outbound.
Membuat papan interpretasi berupa manfaat sumber air panas Gunung
Galunggung, sejarah Gunung Galunggung, sejarah danau kawah, flora dan
fauna Gunung Galunggung, peta wisata kawasan secara keseluruhan,
ketertiban dan kebersihan lingkungan dan kawasan, peta wisata alam
kabupaten Tasikmalaya permanen dalam bentuk plang di tempat-tempat
strategis, peta daerah rawan bencana dan papan penunjuk jalur evakuasi dan
relokasi bencana.
Membuat pusat informasi dan pelayanan pengunjung baik di dalam lokasi
wisata atau di pusat kota dengan lokasi yang strategis (pusat kota, jalan lintas
kota dan provinsi, jalan menuju obyek wisata alam) dengan media video
(pemutaran tayangan untuk mengenalkan obyek wisata); penyebaran leaflet,
booklet, dan peta wisata, serta pengaduan dan informasi wisata); galeri sejarah
Gunung Galunggung, galeri rumah sehat (spa, pijat refleksi, dan sauna) dan
fasilitas outbound.
Akomodasi/penginapan berupa wisma atau hotel yang paling dekat dengan
wisata dan pengembangan homestay (rumah masyarakat yang dijadikan tempat
menginap).
Memperkuat bangunan dan infrastruktur yang berpotensi terkena bencana,
seperti membuat kode bangunan, desain rekayasa, dan konstruksi untuk
menahan serta memperkokoh struktur ataupun membangun struktur bangunan
tahan gempa seperti shelter, tempat istirahat, pusat informasi, menara
70
pengamatan dan lainnya serta menghindari wilayah bencana dengan cara
membuat bangunan jauh dari lokasi bencana dengan memperhatikan RTRW
Kabupaten Tasikmalaya.
Pengadaan SPBU, warung makan, tempat hiburan, wartel, warnet, warung
pulsa, dan tempat belanja oleh-oleh atau cendramata dari tempat
pemberhentian transportasi umum di setiap jalur menuju daerah tujuan wisata.
Pengembangan aksesibilitas:
Penyediaan sarana transportasi dari tempat pemberangkatan tertentu (terminal
bus, statsiun kereta api dan lain-lain) sampai di tempat tujuan (daerah tujuan
wisata).
Perbaikan jalan dan penerangan menuju daerah tujuan wisata alam.
Pembuatan papan penunjuk arah yang memudahkan pengunjung mencapai
daerah tujuan wisata
Pengembangan promosi dan informasi mengenai obyek daya tarik wisata alam
yang sangat menarik melalui berbagai media yang dapat menarik minat
pengunjung seperti internet, spanduk, baliho dan lainnya.
Pengembangan Sumberdaya Manusia:
Pengembangan sumberdaya manusia perlu ditingkatkan antara lain berupa
pelatihan untuk meningkatkan kemampuan pelayanan, menjadi tuan rumah yang
baik, menyajikan berbagai bentuk atraksi, makanan dan souvenir, serta tanggap
bencana. Pengembangan sumberdaya manusia yang perlu ditingkatkan secara
rinci adalah sebagai berikut:
Meningkatkan kemampuan pelayanan yaitu memberikan perasaan aman dan
kenyamanan berwisata (tidak mengganggu kegiatan wisata yang sedang
berlangsung, menjaga keamanan daerah tujuan wisata dari gangguan yang
datang dari luar, menjaga kebersihan kawasan), menjadi tuan rumah yang baik
(memberikan layanan yang ramah dan dapat memberikan informasi yang
dibutuhkan wisatawan, pelayanan, menyediakan akomodasi dan transportasi
lokal).
Menyediakan berbagai produk wisata yaitu makanan dan oleh-oleh khas
daerah Sunda (wajit, ranginang, opak, sale dan lainnya) yang memperhatikan
faktor higienis, sanitasi dan pelayanan; kerajinan dan souvenir (anyaman
71
pandan); membentuk dan menampilkan atraksi budaya lokal seperti tari
jaipong, atraksi musik tradisional (calung/angklung, kentongan dan lainnya).
Tanggap bencana alam yaitu gunung meletus, gempa bumi dan tsunami.
Pengembangan Pengelolan:
Pengembangan pengelolaan melalui manajemen wisata yang baik, yang
dipersiapkan dari tingkat daerah (Kabupaten Tasikmalaya) dan
dipadupadankan dengan masing-masing lokasi wisata.
Pemerintah Daerah memfasilitasi supaya pengelola di setiap lokasi wisata
memiliki koordinasi yang baik.
Membangun kemitraan dengan dinas terkait, swasta, investor, jasa pelayanan
wisata, jasa transportasi dan masyarakat.
Pengembangan promosi dan pemasaran:
Pengembangan promosi dan pemasaran obyek wisata alam melalui media
elektronik (internet (website), radio dan TV) dan media cetak (leaflet, booklet,
selebaran, peta wisata, serta iklan di koran dan majalah), secara periodik
diadakan pembaharuan sesuai dengan paket wisata yang dikembangkan
a. Penawaran paket-paket wisata yang menarik, penyediaan sarana
transportasi, dan penginapan/homestay yang dapat dipesan secara online
melalui website resmi dari pengelola wisata.
b. Membuat leaflet, booklet, selebaran dan peta wisata kabupaten
Tasikmalaya.
Mengikuti dan membuat even-even pariwisata yang mengenalkan obyek
wisata alam dan budaya lokal daerah melalui pameran, lokakarya dan lainnya.
2. Karangtawulan
Pengembangan obyek daya tarik wisata alam:
Menjaga keaslian dan kelestarian kawasan
Pembatasan penggunaan kawasan sebagai obyek wisata alam pada blok
pemanfaatan.
Pembatasan jalur untuk wisata ke danau kawah (tidak berada pada koridor/jalur
satwa dan keberadaan tumbuhan langka/dilindungi).
72
Pembatasan jumlah pengunjung sesuai daya dukung lingkungan untuk obyek
danau kawah.
Pembuatan peta dan jalur evakuasi dan relokasi daerah rawan bencana alam
(gempa bumi dan gunung meletus).
Menyusun perencanaan dan pengelolaan dengan melakukan penataan obyek
dan daya tarik wisata, sarana rekreasi dan kawasan pariwisata sehingga
pariwisata yang berwawasan lingkungan dapat terselenggara.
Pengembangan kegiatan dan atraksi wisata:
Membuat atraksi wisata alam dan budaya yang menarik baik untuk wisatawan
lokal maupun mancanegara
a. Atraksi utama: pemadangan Pantai Karangtawulan (sightseeing) pada saat
sunrise dan sunset, fotografi, pemandangan tiga pulau karang (Nusa Batu
Nunggal, Nusa Batu Kolotok, dan Nusa Manuk), ombak besar yang
memecah karang, dan karang besar di sekitar pantai.
Atraksi pendukung: pagelaran seni budaya Sunda, pengamatan burung laut
di Nusa Manuk, telusur goa Parat dan goa Lalay, pemanenan rumput laut
dan udang lobster, kuliner hasil laut, belanja oleh-oleh khas Sunda, hasil
tangkapan laut, kerajinan/anyaman dari pandan.
b. Trekking sekitar pantai dengan pemandangan lepas pantai, tumbuhan
pantai, dan tumpukan karang besar di sepanjang pantai.
c. Wisata rohani ke makam Syech Abdul Rahman Abdul Rahim dan Eyang
Garuda Ngupuk (wisata sejarah dan rohani).
Memberikan unsur pendidikan dan penyadartahuan mengenai kelestarian
lingkungan melalui pendidikan koservasi kepada wisatawan berupa arahan
untuk menjaga kebersihan, kelestarian dan kealamian obyek dan lingkungan
sekitarnya (membuang sampah plastik dan bekas makanan; menggunakan
sabun, sampo, pasta gigi; mencorat coret (vandalism), mencabut, mengambil
atau merusak flora dan fauna di dalam kawasan).
Pengembangan sarana prasarana dalam kawasan:
Penyediaan alat untuk pengamatan burung dan kawasan karst/goa yaitu
filguide burung dan buku mengenai kawasan karst, teropong atau binokuler;
serta alat memancing udang lobster, ember, dan sarung tangan.
73
Membuat papan vandalism dimana pengunjung dapat memberikan kesan dan
pesan dalam papan tersebut dan penyampaian edukasi kepada pengunjung
untuk tidak melakukan corat-coret dan merusak fasilitas penunjang wisata.
Membuat papan interpretasi: informasi Karangtawulan dan sejarahnya, flora
fauna khas pantai, peta wisata kawasan secara keseluruhan serta peta pantai
sepanjang pantai selatan, ketertiban dan kebersihan lingkungan dan kawasan,
peta wisata alam Kabupaten Tasikmalaya permanen dalam bentuk plang di
tempat-tempat strategis, peta daerah rawan bencana dan papan penunjuk jalur
evakuasi dan relokasi bencana.
Membuat pusat informasi dan pelayanan pengunjung baik di dalam lokasi
wisata atau di pusat kota dengan lokasi yang strategis (pusat kota, jalan lintas
kota dan provinsi, jalan menuju obyek wisata alam) dengan media video
(pemutaran tayangan untuk mengenalkan obyek wisata); penyebaran leaflet,
booklet, dan peta wisata, serta pengaduan dan informasi wisata); dan fasilitas
outbound.
Akomodasi/penginapan berupa homestay (rumah masyarakat yang dijadikan
tempat menginap).
Memperkuat bangunan dan infrastruktur yang berpotensi terkena bencana,
seperti membuat kode bangunan, desain rekayasa, dan konstruksi untuk
menahan serta memperkokoh struktur ataupun membangun struktur bangunan
tahan gempa dan tsunami seperti shelter, tempat istirahat, pusat informasi,
menara pengamatan dan lainnya serta menghindari wilayah bencana dengan
cara membuat bangunan jauh dari lokasi bencana dengan memperhatikan
RTRW Kabupaten Tasikmalaya.
Pengadaan SPBU, warung makan, tempat hiburan, wartel, warnet, warung
pulsa, dan tempat belanja oleh-oleh atau cendramata dari tempat
pemberhentian transportasi umum di setiap jalur menuju daerah tujuan wisata.
Pengembangan aksesibilitas:
Penyediaan sarana transportasi dari tempat pemberangkatan tertentu (terminal
bus, statsiun kereta api dan lain-lain) sampai di tempat tujuan (daerah tujuan
wisata).
Perbaikan jalan dan penerangan menuju daerah tujuan wisata alam.
74
Pembuatan papan penunjuk arah yang memudahkan pengunjung mencapai
daerah tujuan wisata.
Pengembangan promosi dan informasi mengenai obyek daya tarik wisata alam
yang sangat menarik melalui berbagai media yang dapat menarik minat
pengunjung seperti internet, spanduk, baliho dan lainnya.
Pengembangan Sumberdaya Manusia:
Pengembangan sumberdaya manusia perlu ditingkatkan antara lain berupa
pelatihan untuk meningkatkan kemampuan pelayanan, menjadi tuan rumah yang
baik, menyajikan berbagai bentuk atraksi, makanan dan souvenir, serta tanggap
bencana. Pengembangan sumberdaya manusia yang perlu ditingkatkan secara
rinci adalah sebagai berikut:
Meningkatkan kemampuan pelayanan yaitu memberikan perasaan aman dan
kenyamanan berwisata (tidak mengganggu kegiatan wisata yang sedang
berlangsung, menjaga keamanan daerah tujuan wisata dari gangguan yang
datang dari luar, menjaga kebersihan kawasan), menjadi tuan rumah yang baik
(memberikan layanan yang ramah dan dapat memberikan informasi yang
dibutuhkan wisatawan, pelayanan, menyediakan akomodasi dan transportasi
lokal).
Menyediakan berbagai produk wisata yaitu makanan dan oleh-oleh khas
daerah Sunda (wajit, ranginang, opak, sale dan lainnya) yang memperhatikan
faktor higienis, sanitasi dan pelayanan; kerajinan dan souvenir (anyaman
pandan); membentuk dan menampilkan atraksi budaya lokal seperti tari
jaipong, atraksi musik tradisional (calung/angklung, kentongan dan lainnya).
Tanggap bencana alam yaitu gunung meletus, gempa bumi dan tsunami.
Pengembangan Pengelolan:
Pengembangan pengelolaan melalui manajemen wisata yang baik, yang
dipersiapkan dari tingkat daerah (Kabupaten Tasikmalaya) dan
dipadupadankan dengan masing-masing lokasi wisata.
Pemerintah Daerah memfasilitasi supaya pengelola di setiap lokasi wisata
memiliki koordinasi yang baik.
Membangun kemitraan dengan dinas terkait, swasta, investor, jasa pelayanan
wisata, jasa transportasi dan masyarakat.
75
Pengembangan promosi dan pemasaran:
Pengembangan promosi dan pemasaran obyek wisata alam melalui media
elektronik (internet (website), radio dan TV) dan media cetak (leaflet, booklet,
selebaran, peta wisata, serta iklan di koran dan majalah), secara periodik
diadakan pembaharuan sesuai dengan paket wisata yang dikembangkan
a. Penawaran paket-paket wisata yang menarik, penyediaan sarana
transportasi, dan penginapan/homestay yang dapat dipesan secara online
melalui website resmi dari pengelola wisata.
b. Membuat leaflet, booklet, selebaran dan peta wisata kabupaten
Tasikmalaya.
Mengikuti dan membuat even-even pariwisata yang mengenalkan obyek
wisata alam dan budaya lokal daerah melalui pameran, lokakarya dan lainnya.
3. Pantai Sindangkerta
Pengembangan obyek daya tarik wisata alam:
Menjaga keaslian dan kelestarian kawasan
Pembatasan penggunaan kawasan sebagai obyek wisata alam pada blok
pemanfaatan.
Pembatasan jalur untuk wisata ke danau kawah (tidak berada pada koridor/jalur
satwa dan keberadaan tumbuhan langka/dilindungi).
Pembatasan jumlah pengunjung sesuai daya dukung lingkungan untuk obyek
danau kawah.
Pembuatan peta dan jalur evakuasi dan relokasi daerah rawan bencana alam
(gempa bumi dan gunung meletus).
Menyusun perencanaan dan pengelolaan dengan melakukan penataan obyek
dan daya tarik wisata, sarana rekreasi dan kawasan pariwisata sehingga
pariwisata yang berwawasan lingkungan dapat terselenggara.
Pengembangan kegiatan dan atraksi wisata:
Membuat atraksi wisata alam dan budaya yang menarik baik untuk wisatawan
lokal maupun mancanegara
a. Atraksi utama berupa pemadangan Pantai Sindangkerta (sightseeing) dan
fotografi yaitu sunrise dan sunset; taman laut “Taman Lengsar” seluas 20
76
ha terdapat berbagai jenis biota laut, karang laut, dan ikan hias; ombak
besar di ujung karang. Atraksi pendukung berupa pagelaran seni budaya
Sunda (Hajat Lembur Mapag Taun, tari jaipong dan seni Rengkong dan
Hatong), areal permainan anak dan permainan pasir, permainan perahu
karet, berenang, memancing di laut, piknik bersama keluarga.
b. Tempat tinggal nelayan “Pamoekan” berupa rumah-rumah panggung
terbuat dari bambu atau bilik sebanyak 20 rumah serta tempat penyimpanan
perahu nelayan dan alat tangkap ikan. Kegiatan yang dapat dilakukan
adalah mengikuti kegiatan nelayan, membuat alat untuk menangkap ikan,
wisata kuliner dan wisata belanja oleh-oleh khas Sunda dan hasil tangkapan
laut.
Memberikan unsur pendidikan dan penyadartahuan mengenai kelestarian
lingkungan melalui pendidikan koservasi kepada wisatawan berupa arahan
untuk menjaga kebersihan, kelestarian dan kealamian obyek dan lingkungan
sekitarnya (membuang sampah plastik dan bekas makanan; menggunakan
sabun, sampo, pasta gigi; mencorat coret (vandalism), mencabut, mengambil
atau merusak flora dan fauna di dalam kawasan).
Pengembangan sarana prasarana dalam kawasan:
Penyediaan alat berenang yaitu kacamata renang, pelampung dan ban karet;
penyewaan tikar untuk kegiatan piknik.
Membuat pagar pembatas untuk area yang aman untuk kegiatan berenang
Membuat papan interpretasi: informasi Pantai Sindangkerta, flora fauna khas
pantai, peta wisata kawasan secara keseluruhan serta peta pantai selatan,
ketertiban dan kebersihan lingkungan dan kawasan, peringatan area berenang
Membuat pusat informasi dan pelayanan pengunjung serta tempat outbound.
Akomodasi/penginapan berupa homestay (rumah masyarakat yang dijadikan
tempat menginap).
Memperkuat bangunan dan infrastruktur yang berpotensi terkena bencana,
seperti membuat kode bangunan, desain rekayasa, dan konstruksi untuk
menahan serta memperkokoh struktur ataupun membangun struktur bangunan
tahan gempa dan tsunami seperti shelter, tempat istirahat, pusat informasi,
menara pengamatan dan lainnya serta menghindari wilayah bencana dengan
77
cara membuat bangunan jauh dari lokasi bencana dengan memperhatikan
RTRW Kabupaten Tasikmalaya.
Pengadaan SPBU, warung makan, tempat hiburan, wartel, warnet, warung
pulsa, dan tempat belanja oleh-oleh atau cendramata dari tempat
pemberhentian transportasi umum di setiap jalur menuju daerah tujuan wisata.
Pengembangan aksesibilitas:
Penyediaan sarana transportasi dari tempat pemberangkatan tertentu (terminal
bus, statsiun kereta api dan lain-lain) sampai di tempat tujuan (daerah tujuan
wisata).
Perbaikan jalan dan penerangan menuju daerah tujuan wisata alam.
Pembuatan papan penunjuk arah yang memudahkan pengunjung mencapai
daerah tujuan wisata
Pengembangan promosi dan informasi mengenai obyek daya tarik wisata alam
yang sangat menarik melalui berbagai media yang dapat menarik minat
pengunjung seperti internet, spanduk, baliho dan lainnya.
Pengembangan Sumberdaya Manusia:
Pengembangan sumberdaya manusia perlu ditingkatkan antara lain berupa
pelatihan untuk meningkatkan kemampuan pelayanan, menjadi tuan rumah yang
baik, menyajikan berbagai bentuk atraksi, makanan dan souvenir, serta tanggap
bencana. Pengembangan sumberdaya manusia yang perlu ditingkatkan secara
rinci adalah sebagai berikut:
Meningkatkan kemampuan pelayanan yaitu memberikan perasaan aman dan
kenyamanan berwisata (tidak mengganggu kegiatan wisata yang sedang
berlangsung, menjaga keamanan daerah tujuan wisata dari gangguan yang
datang dari luar, menjaga kebersihan kawasan), menjadi tuan rumah yang baik
(memberikan layanan yang ramah dan dapat memberikan informasi yang
dibutuhkan wisatawan, pelayanan, menyediakan akomodasi dan transportasi
lokal).
Menyediakan berbagai produk wisata yaitu makanan dan oleh-oleh khas
daerah Sunda (wajit, ranginang, opak, sale dan lainnya) yang memperhatikan
faktor higienis, sanitasi dan pelayanan; kerajinan dan souvenir (anyaman
78
pandan); membentuk dan menampilkan atraksi budaya lokal seperti tari
jaipong, atraksi musik tradisional (calung/angklung, kentongan dan lainnya).
c. Tanggap bencana alam yaitu gunung meletus, gempa bumi dan tsunami.
Pengembangan Pengelolan:
Pengembangan pengelolaan melalui manajemen wisata yang baik, yang
dipersiapkan dari tingkat daerah (Kabupaten Tasikmalaya) dan
dipadupadankan dengan masing-masing lokasi wisata.
Pemerintah Daerah memfasilitasi supaya pengelola di setiap lokasi wisata
memiliki koordinasi yang baik.
Membangun kemitraan dengan dinas terkait, swasta, investor, jasa pelayanan
wisata, jasa transportasi dan masyarakat.
Pengembangan promosi dan pemasaran:
Pengembangan promosi dan pemasaran obyek wisata alam melalui media
elektronik (internet (website), radio dan TV) dan media cetak (leaflet, booklet,
selebaran, peta wisata, serta iklan di koran dan majalah), secara periodik
diadakan pembaharuan sesuai dengan paket wisata yang dikembangkan
a. Penawaran paket-paket wisata yang menarik, penyediaan sarana
transportasi, dan penginapan/homestay yang dapat dipesan secara online
melalui website resmi dari pengelola wisata.
b. Membuat leaflet, booklet, selebaran dan peta wisata kabupaten
Tasikmalaya.
Mengikuti dan membuat even-even pariwisata yang mengenalkan obyek
wisata alam dan budaya lokal daerah melalui pameran, lokakarya dan lainnya.
4. Pantai Pamayangsari
Pengembangan obyek daya tarik wisata alam:
Menjaga keaslian dan kelestarian kawasan
Pembatasan penggunaan kawasan sebagai obyek wisata alam pada blok
pemanfaatan.
Pembatasan jalur untuk wisata ke danau kawah (tidak berada pada koridor/jalur
satwa dan keberadaan tumbuhan langka/dilindungi).
79
Pembatasan jumlah pengunjung sesuai daya dukung lingkungan untuk obyek
danau kawah.
Pembuatan peta dan jalur evakuasi dan relokasi daerah rawan bencana alam
(gempa bumi dan gunung meletus).
Menyusun perencanaan dan pengelolaan dengan melakukan penataan obyek
dan daya tarik wisata, sarana rekreasi dan kawasan pariwisata sehingga
pariwisata yang berwawasan lingkungan dapat terselenggara.
Pengembangan kegiatan dan atraksi wisata:
Membuat atraksi wisata alam dan budaya yang menarik untuk wisatawan lokal
maupun mancanegara
a. Atraksi utama: pemadangan Pantai Pamayang(sightseeing) saat sunrise
dan sunset, fotografi, pemandangan berupa ombak besar di laut lepas,
pelabuhan kapal nelayan, kegiatan memindahkan hasil tangkapan nelayan
ke tempat pelelangan ikan
Atraksi pendukung: pagelaran seni budaya Sunda yaitu tari Jaipong dan
seni Rengkong, memancing, piknik bersama keluarga, wisata kuliner dan
wisata belanja makanan khas Sunda serta hasil tangkapan laut
b. Wisata pendidikan di Kawasan Konservasi Penyu berupa mengamati
habitat penyu, penangkaran penyu semi alami dan bak penampungan
penyu, pemeliharaan penyu, pelepasan penyu ke laut lepas, pusat
informasi penyu yang berisi penjelasan mengenai penyu, pemutaran film,
pemberian booklet, leaflet dan selebaran mengenai konservasi penyu.
c. Even kebudayaan khas daerah “Hajat Lembur Mapag Taun”
Memberikan unsur pendidikan dan penyadartahuan mengenai kelestarian
lingkungan melalui pendidikan koservasi kepada wisatawan berupa arahan
untuk menjaga kebersihan, kelestarian dan kealamian obyek dan lingkungan
sekitarnya (membuang sampah plastik dan bekas makanan; menggunakan
sabun, sampo, pasta gigi; mencorat coret (vandalism), mencabut, mengambil
atau merusak flora dan fauna di dalam kawasan).
Pengembangan sarana prasarana dalam kawasan:
Penyediaan booklet mengenai konservasi penyu, film atau tanyangan
mengenai penangkaran dan konservasi penyu.
80
Membuat papan interpretasi: informasi Pantai Pamayangsari dan Kawasan
Konservasi Penyu, flora fauna khas pantai, peta wisata kawasan secara
keseluruhan serta peta pantai sepanjang pantai selatan, ketertiban dan
kebersihan lingkungan dan kawasan.
Membuat pusat informasi dan pelayanan pengunjung
Akomodasi/penginapan berupa homestay (rumah masyarakat yang dijadikan
tempat menginap).
Memperkuat bangunan dan infrastruktur yang berpotensi terkena bencana,
seperti membuat kode bangunan, desain rekayasa, dan konstruksi untuk
menahan serta memperkokoh struktur ataupun membangun struktur bangunan
tahan gempa dan tsunami seperti shelter, tempat istirahat, pusat informasi,
menara pengamatan dan lainnya serta menghindari wilayah bencana dengan
cara membuat bangunan jauh dari lokasi bencana dengan memperhatikan
RTRW Kabupaten Tasikmalaya.
Pengadaan SPBU, warung makan, tempat hiburan, wartel, warnet, warung
pulsa, dan tempat belanja oleh-oleh atau cendramata dari tempat
pemberhentian transportasi umum di setiap jalur menuju daerah tujuan wisata.
Pengembangan aksesibilitas:
Penyediaan sarana transportasi dari tempat pemberangkatan tertentu (terminal
bus, statsiun kereta api dan lain-lain) sampai di tempat tujuan (daerah tujuan
wisata).
Perbaikan jalan dan penerangan menuju daerah tujuan wisata alam.
Pembuatan papan penunjuk arah yang memudahkan pengunjung mencapai
daerah tujuan wisata
Pengembangan promosi dan informasi mengenai obyek daya tarik wisata alam
yang sangat menarik melalui berbagai media yang dapat menarik minat
pengunjung seperti internet, spanduk, baliho dan lainnya.
Pengembangan Sumberdaya Manusia:
Pengembangan sumberdaya manusia perlu ditingkatkan antara lain berupa
pelatihan untuk meningkatkan kemampuan pelayanan, menjadi tuan rumah yang
baik, menyajikan berbagai bentuk atraksi, makanan dan souvenir, serta tanggap
81
bencana. Pengembangan sumberdaya manusia yang perlu ditingkatkan secara
rinci adalah sebagai berikut:
Meningkatkan kemampuan pelayanan yaitu memberikan perasaan aman dan
kenyamanan berwisata (tidak mengganggu kegiatan wisata yang sedang
berlangsung, menjaga keamanan daerah tujuan wisata dari gangguan yang
datang dari luar, menjaga kebersihan kawasan), menjadi tuan rumah yang baik
(memberikan layanan yang ramah dan dapat memberikan informasi yang
dibutuhkan wisatawan, pelayanan, menyediakan akomodasi dan transportasi
lokal).
Menyediakan berbagai produk wisata yaitu makanan dan oleh-oleh khas
daerah Sunda (wajit, ranginang, opak, sale dan lainnya) yang memperhatikan
faktor higienis, sanitasi dan pelayanan; kerajinan dan souvenir (anyaman
pandan); membentuk dan menampilkan atraksi budaya lokal seperti tari
jaipong, atraksi musik tradisional (calung/angklung, kentongan dan lainnya).
Tanggap bencana alam yaitu gunung meletus, gempa bumi dan tsunami.
Pengembangan Pengelolan:
Pengembangan pengelolaan melalui manajemen wisata yang baik, yang
dipersiapkan dari tingkat daerah (Kabupaten Tasikmalaya) dan
dipadupadankan dengan masing-masing lokasi wisata.
Pemerintah Daerah memfasilitasi supaya pengelola di setiap lokasi wisata
memiliki koordinasi yang baik.
Membangun kemitraan dengan dinas terkait, swasta, investor, jasa pelayanan
wisata, jasa transportasi dan masyarakat.
Pengembangan promosi dan pemasaran:
Pengembangan promosi dan pemasaran obyek wisata alam melalui media
elektronik (internet (website), radio dan TV) dan media cetak (leaflet, booklet,
selebaran, peta wisata, serta iklan di koran dan majalah), secara periodik
diadakan pembaharuan sesuai dengan paket wisata yang dikembangkan
a. Penawaran paket-paket wisata yang menarik, penyediaan sarana
transportasi, dan penginapan/homestay yang dapat dipesan secara online
melalui website resmi dari pengelola wisata.
82
b. Membuat leaflet, booklet, selebaran dan peta wisata kabupaten
Tasikmalaya.
Mengikuti dan membuat even-even pariwisata yang mengenalkan obyek
wisata alam dan budaya lokal daerah melalui pameran, lokakarya dan lainnya.
5. Pantai Cipatujah
Pengembangan obyek daya tarik wisata alam:
Menjaga keaslian dan kelestarian kawasan
Pembatasan penggunaan kawasan sebagai obyek wisata alam pada blok
pemanfaatan.
Pembatasan jalur untuk wisata ke danau kawah (tidak berada pada koridor/jalur
satwa dan keberadaan tumbuhan langka/dilindungi).
Pembatasan jumlah pengunjung sesuai daya dukung lingkungan untuk obyek
danau kawah.
Pembuatan peta dan jalur evakuasi dan relokasi daerah rawan bencana alam
(gempa bumi dan gunung meletus).
Menyusun perencanaan dan pengelolaan dengan melakukan penataan obyek
dan daya tarik wisata, sarana rekreasi dan kawasan pariwisata sehingga
pariwisata yang berwawasan lingkungan dapat terselenggara.
Pengembangan kegiatan dan atraksi wisata:
Membuat atraksi wisata alam dan budaya yang menarik baik untuk wisatawan
lokal maupun mancanegara
a. Atraksi utama: pemadangan Pantai Cipatujah (sightseeing) laut lepas pada
saat sunrise dan sunset, dan fotografi.
Atraksi pendukung: pagelaran seni budaya Sunda, tari dan seni rengkong,
areal permainan anak, memancing, piknik bersama keluarga, berenang di
kolam renang air tawar, area bermain pasir dan bermain air (ombak di
laut), berkuda di sepanjang pantai, wisata kuliner dan wisata belanja
b. Even kebudayaan khas daerah “Hajat Lembur Mapag Taun”
Memberikan unsur pendidikan dan penyadartahuan mengenai kelestarian
lingkungan melalui pendidikan koservasi kepada wisatawan berupa arahan
untuk menjaga kebersihan, kelestarian dan kealamian obyek dan lingkungan
83
sekitarnya (membuang sampah plastik dan bekas makanan; menggunakan
sabun, sampo, pasta gigi; mencorat coret (vandalism), mencabut, mengambil
atau merusak flora dan fauna di dalam kawasan).
Pengembangan sarana prasarana dalam kawasan:
Penyewaan alat memancing dan bermain pasir, penyediaan kuda untuk
kegiatan berkuda di sekitar pantai.
Menanam tanaman pantai dan pohon peneduh di sekitar pantai.
Membuat papan interpretasi: informasi Pantai Cipatujah, flora fauna khas
pantai, peta wisata kawasan secara keseluruhan serta peta pantai sepanjang
pantai selatan, ketertiban dan kebersihan lingkungan dan kawasan, peringatan
bahaya untuk berenang.
Akomodasi/penginapan berupa homestay (rumah masyarakat yang dijadikan
tempat menginap).
Memperkuat bangunan dan infrastruktur yang berpotensi terkena bencana,
seperti membuat kode bangunan, desain rekayasa, dan konstruksi untuk
menahan serta memperkokoh struktur ataupun membangun struktur bangunan
tahan gempa dan tsunami seperti shelter, tempat istirahat, pusat informasi,
menara pengamatan dan lainnya serta menghindari wilayah bencana dengan
cara membuat bangunan jauh dari lokasi bencana dengan memperhatikan
RTRW Kabupaten Tasikmalaya.
Pengadaan SPBU, warung makan, tempat hiburan, wartel, warnet, warung
pulsa, dan tempat belanja oleh-oleh atau cendramata dari tempat
pemberhentian transportasi umum di setiap jalur menuju daerah tujuan wisata.
Pengembangan aksesibilitas:
Penyediaan sarana transportasi dari tempat pemberangkatan tertentu (terminal
bus, statsiun kereta apidan lain-lain) sampai di tempat tujuan (daerah tujuan
wisata).
Perbaikan jalan dan penerangan menuju daerah tujuan wisata alam.
Pembuatan papan penunjuk arah yang memudahkan pengunjung mencapai
daerah tujuan wisata
84
Pengembangan promosi dan informasi mengenai obyek daya tarik wisata alam
yang sangat menarik melalui berbagai media yang dapat menarik minat
pengunjung seperti internet, spanduk, baliho dan lainnya.
Pengembangan Sumberdaya Manusia:
Pengembangan sumberdaya manusia perlu ditingkatkan antara lain berupa
pelatihan untuk meningkatkan kemampuan pelayanan, menjadi tuan rumah yang
baik, menyajikan berbagai bentuk atraksi, makanan dan souvenir, serta tanggap
bencana. Pengembangan sumberdaya manusia yang perlu ditingkatkan secara
rinci adalah sebagai berikut:
Meningkatkan kemampuan pelayanan yaitu memberikan perasaan aman dan
kenyamanan berwisata (tidak mengganggu kegiatan wisata yang sedang
berlangsung, menjaga keamanan daerah tujuan wisata dari gangguan yang
datang dari luar, menjaga kebersihan kawasan), menjadi tuan rumah yang baik
(memberikan layanan yang ramah dan dapat memberikan informasi yang
dibutuhkan wisatawan, pelayanan, menyediakan akomodasi dan transportasi
lokal).
Menyediakan berbagai produk wisata yaitu makanan dan oleh-oleh khas
daerah Sunda (wajit, ranginang, opak, sale dan lainnya) yang memperhatikan
faktor higienis, sanitasi dan pelayanan; kerajinan dan souvenir (anyaman
pandan); membentuk dan menampilkan atraksi budaya lokal seperti tari
jaipong, atraksi musik tradisional (calung/angklung, kentongan dan lainnya).
Tanggap bencana alam yaitu gunung meletus, gempa bumi dan tsunami.
Pengembangan Pengelolan:
Pengembangan pengelolaan melalui manajemen wisata yang baik, yang
dipersiapkan dari tingkat daerah (Kabupaten Tasikmalaya) dan
dipadupadankan dengan masing-masing lokasi wisata.
Pemerintah Daerah memfasilitasi supaya pengelola di setiap lokasi wisata
memiliki koordinasi yang baik.
Membangun kemitraan dengan dinas terkait, swasta, investor, jasa pelayanan
wisata, jasa transportasi dan masyarakat.
85
Pengembangan promosi dan pemasaran:
Pengembangan promosi dan pemasaran obyek wisata alam melalui media
elektronik (internet (website), radio dan TV) dan media cetak (leaflet, booklet,
selebaran, peta wisata, serta iklan di koran dan majalah), secara periodik
diadakan pembaharuan sesuai dengan paket wisata yang dikembangkan
a. Penawaran paket-paket wisata yang menarik, penyediaan sarana
transportasi, dan penginapan/homestay yang dapat dipesan secara online
melalui website resmi dari pengelola wisata.
b. Membuat leaflet, booklet, selebaran dan peta wisata kabupaten
Tasikmalaya.
Mengikuti dan membuat even-even pariwisata yang mengenalkan obyek
wisata alam dan budaya lokal daerah melalui pameran, lokakarya dan lainnya.
6. Karaha Bodas
Pengembangan obyek daya tarik wisata alam:
Menjaga keaslian dan kelestarian kawasan.
Pembatasan penggunaan kawasan sebagai obyek wisata alam pada blok
pemanfaatan.
Pembatasan jalur untuk wisata ke danau kawah (tidak berada pada koridor/jalur
satwa dan keberadaan tumbuhan langka/dilindungi).
Pembatasan jumlah pengunjung sesuai daya dukung lingkungan untuk obyek
danau kawah.
Pembuatan peta dan jalur evakuasi dan relokasi daerah rawan bencana alam
(gempa bumi dan gunung meletus).
Menyusun perencanaan dan pengelolaan dengan melakukan penataan obyek
dan daya tarik wisata, sarana rekreasi dan kawasan pariwisata sehingga
pariwisata yang berwawasan lingkungan dapat terselenggara.
Pengembangan kegiatan dan atraksi wisata:
Membuat atraksi wisata alam dan budaya yang menarik baik untuk wisatawan
lokal maupun mancanegara
a. Atraksi utama: wisata pendidikan pemanenan dan pengolahan getah pinus
86
Atraksi pendukung: pagelaran seni budaya Sunda, camping ground,
jogging track, dan outbond di area luas dan aman, atau di lahan
masyarakat yang dekat dengan obyek Karaha Bodas.
b. Wisata pendidikan/fieldtrip di area geologi geotermal untuk mengetahui
pengelolaan dan pengolahan energi geothermal menjadi energi listrik.
c. Atraksi utama: agrowisata Strawbery di lahan milik masyarakat baik di
kebun, tempat pengumpulan hasil strawberry sampai siap dipasarkan.
Atraksi pendukung: wisata kuliner, wisata belanja, oleh-oleh khas Sunda
dan hasil olahan strawbery, kerajinan dan anyaman bambu.
Memberikan unsur pendidikan dan penyadartahuan mengenai kelestarian
lingkungan melalui pendidikan koservasi kepada wisatawan berupa arahan
untuk menjaga kebersihan, kelestarian dan kealamian obyek dan lingkungan
sekitarnya (membuang sampah plastik dan bekas makanan; menggunakan
sabun, sampo, pasta gigi; mencorat coret (vandalism), mencabut, mengambil
atau merusak flora dan fauna di dalam kawasan).
Pengembangan sarana prasarana lainnya:
Pengadaan peta wisata alam, peta daerah rawan bencana dan papan penunjuk
jalur evakuasi dan relokasi bencana.
Pengadaan sarana interpretasi (papan interpretasi, papan penunjuk arah dan
lokasi obyek).
Pengadaan pusat informasi wisata alam baik di setiap tempat wisata maupun
di pusat kota dengan lokasi yang strategis.
Pengadaan SPBU, warung makan, tempat hiburan, wartel, warnet, warung
pulsa, dan tempat belanja oleh-oleh atau cendramata dari tempat
pemberhentian transportasi umum ke jalur menuju daerah tujuan wisata.
Akomodasi/penginapan berupa wisma atau hotel yang paling dekat dengan
wisata dan pengembangan homestay (rumah masyarakat yang dijadikan
tempat menginap).
Pengembangan aksesibilitas:
Penyediaan sarana transportasi dari tempat pemberangkatan tertentu (terminal
bus, statsiun kereta apidan lain-lain) sampai di tempat tujuan (daerah tujuan
wisata).
87
Perbaikan jalan dan penerangan menuju daerah tujuan wisata alam.
Pembuatan papan penunjuk arah yang memudahkan pengunjung mencapai
daerah tujuan wisata
Pengembangan promosi dan informasi mengenai obyek daya tarik wisata alam
yang sangat menarik melalui berbagai media yang dapat menarik minat
pengunjung seperti internet, spanduk, baliho dan lainnya.
Pengembangan Sumberdaya Manusia:
Pengembangan sumberdaya manusia perlu ditingkatkan antara lain berupa
pelatihan untuk meningkatkan kemampuan pelayanan, menjadi tuan rumah yang
baik, menyajikan berbagai bentuk atraksi, makanan dan souvenir, serta tanggap
bencana. Pengembangan sumberdaya manusia yang perlu ditingkatkan secara
rinci adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan kemampuan pelayanan yaitu memberikan perasaan aman dan
kenyamanan berwisata (tidak mengganggu kegiatan wisata yang sedang
berlangsung, menjaga keamanan daerah tujuan wisata dari gangguan yang
datang dari luar, menjaga kebersihan kawasan), menjadi tuan rumah yang baik
(memberikan layanan yang ramah dan dapat memberikan informasi yang
dibutuhkan wisatawan, pelayanan, menyediakan akomodasi dan transportasi
lokal).
b. Menyediakan berbagai produk wisata yaitu makanan dan oleh-oleh khas
daerah Sunda (wajit, ranginang, opak, sale dan lainnya) yang memperhatikan
faktor higienis, sanitasi dan pelayanan; kerajinan dan souvenir (anyaman
pandan); membentuk dan menampilkan atraksi budaya lokal seperti tari
jaipong, atraksi musik tradisional (calung/angklung, kentongan dan lainnya).
c. Tanggap bencana alam yaitu gunung meletus, gempa bumi dan tsunami.
Pengembangan Pengelolan:
Pengembangan pengelolaan melalui manajemen wisata yang baik, yang
dipersiapkan dari tingkat daerah (Kabupaten Tasikmalaya) dan
dipadupadankan dengan masing-masing lokasi wisata.
Pemerintah Daerah memfasilitasi supaya pengelola di setiap lokasi wisata
memiliki koordinasi yang baik.
88
Membangun kemitraan dengan dinas terkait, swasta, investor, jasa pelayanan
wisata, jasa transportasi dan masyarakat.
Pengembangan promosi dan pemasaran:
Pengembangan promosi dan pemasaran obyek wisata alam melalui media
elektronik (internet (website), radio dan TV) dan media cetak (leaflet, booklet,
selebaran, peta wisata, serta iklan di koran dan majalah), secara periodik
diadakan pembaharuan sesuai dengan paket wisata yang dikembangkan
a. Penawaran paket-paket wisata yang menarik, penyediaan sarana
transportasi, dan penginapan/homestay yang dapat dipesan secara online
melalui website resmi dari pengelola wisata.
b. Membuat leaflet, booklet, selebaran dan peta wisata kabupaten
Tasikmalaya.
Mengikuti dan membuat even-even pariwisata yang mengenalkan obyek
wisata alam dan budaya lokal daerah melalui pameran, lokakarya dan lainnya.
5.5.3 Arahan pengembangan wisata alam
Pengembangan wisata alam di Kawasan Strategis Pariwisata Kabupaten
Tasikmalaya berdasarkan hasil analisis dengan jumlah total terbesar didapatkan
skala prioritas utama sampai dengan terakhir. Setiap analisis mempunyai bobot
yang sama dalam penentuan obyek daya tarik wisata alam yang menjadi prioritas
utama pengembangan (Tabel 23).
Tabel 23 Penilaian total hasil keseluruhan analisis
No Dasar Menentukan Prioritas
Pengembangan Wisata Alam GG KB PS PC PP K
1 ADO-ODTWA 5 5 3 3 3 3
2 Analisis kesesuaian
pengembangan
a. Sosial budaya dan kesiapan
masyarakat menerima
kunjungan
3 1 3 3 3 3
a. b. Pelayanan pengunjung 3 1 3 3 1 3
b. c. Rencana strategis pengelola 3 3 3 1 1 3
3 Keberlanjutan/kelestarian
ODTWA
a. Mitigasi bencana dan pola
aktifitas letusan gunung berapi
dan tsunami
1 1 1 1 1 1
b. Kelestarian sumberdaya alam 3 3 3 3 3 3
Jumlah 18 14 16 14 12 16
89
Keterangan:
sangat setuju/baik/potensial = 5 GG = Gunung Galunggung
setuju/baik/potensial = 3 KB = Karaha Bodas
tidak setuju/baik/potensial = 1 PS = Pantai Sindangkerta
sangat potensial = 5 PC = Pantai Cipatujah
potensial = 3 PP = Pantai Pamayangsari
tidak potensial = 1 K = Karangtawulan
Nilai hasil Pantai Sindangkerta dan Karangtawulan sama yaitu 16,
dipertimbangkan untuk obyek yang paling banyak dikunjungi, aksesibilitas tinggi,
fasilitas penunjang lebih lengkap, dukungan masyarakat, serta diperuntukan bagi
kegiatan wisata. Nilai hasil Pantai Sindangkerta dan Karangtawulan serta Pantai
Cipatujah dan Karaha Bodas sama yaitu 14, dipertimbangkan untuk obyek yang
paling banyak dikunjungi, aksesibilitas tinggi, fasilitas penunjang lebih lengkap,
dukungan masyarakat, serta diperuntukan bagi kegiatan wisata. Prioritas
pengembangan wisata berdasarkan pertimbangan berbagai faktor diurutkan
sebagai berikut yaitu Gunung Galunggung, Karangtawulan, Pantai Pamayangsari,
Pantai Cipatujah, dan Karaha Bodas.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Pengembangan wisata alam dilakukan dengan cara menjaga kealamian dan
kelestarian kawasan, pembatasan pada blok pemanfaatan sesuai daya dukung
lingkungan, pembuatan jalur evakuasi dan relokasi daerah rawan bencana alam.
Mengembangkan kegiatan dan atraksi wisata alam antara lain sebagai berikut:
(a) Gunung Galunggung dikembangkan wisata kesehatan, sightseeing, fotografi,
atraksi budaya, pengamatan satwa, danau kawah, desa wisata, pendidikan
lingkungan, dan outbound; (b) Pantai Sindangkerta dikembangkan sightseeing,
fotografi, atraksi budaya, wisata kuliner dan belanja, piknik, dan memancing; (c)
Pantai Pamayangsari dikembangkan sightseeing, fotografi, atraksi budaya, wisata
kuliner dan belanja, piknik, memancing, dan wisata ke Kawasan Konservasi
Penyu; (d) Karangtawulan dikembangkan sightseeing, atraksi budaya, wisata
kuliner dan belanja, trekking, wisata rohani, telusur goa, pengamatan burung laut,
dan memancing; (e) Pantai Cipatujah dikembangkan sightseeing, fotografi, atraksi
budaya, wisata kuliner dan belanja, piknik, memancing, bermain pasir, dan
berkuda; dan (f) Karaha Bodas dikembangkan wisata pendidikan, atraksi budaya,
agrowisata strawberry, wisata kuliner dan belanja, serta camping ground, jogging
track, dan outbond. Pengembangan tersebut didukung oleh:
Pengembangan sarana dan prasarana penunjang wisata alam berupa pengadaan
sarana interpretasi (papan interpretasi obyek, kebersihan dan kelestarian obyek,
papan penunjuk arah dan lokasi obyek); pengadaan pusat informasi wisata
alam di setiap tempat wisata dan di pusat Kota (lokasi strategis); pengadaan
pengadaan peta wisata alam, peta daerah rawan bencana dan papan penunjuk
jalur evakuasi dan relokasi bencana; akomodasi berupa homestay; memperkuat
bangunan dan infrastruktur yang berpotensi terkena bencana serta menghindari
wilayah bencana.
Pengembangan aksesibilitas berupa penyediaan sarana transportasi dari tempat
pemberangkatan tertentu (terminal bus, statsiun kereta api dan lain-lain) sampai
101
di tempat tujuan (daerah tujuan wisata), perbaikan dan penerangan jalan
menuju daerah tujuan wisata alam, dan pembuatan papan penunjuk arah yang
memudahkan pengunjung mencapai lokasi. Pengembangan promosi dan
informasi mengenai obyek daya tarik wisata alam melalui berbagai media yang
dapat menarik minat pengunjung seperti internet, spanduk, baliho dan lainnya.
Pengembangan sumberdaya manusia perlu ditingkatkan antara lain berupa
pelatihan untuk meningkatkan kemampuan pelayanan, menjadi tuan rumah
yang baik, menyajikan berbagai bentuk atraksi, makanan, dan souvenir, serta
tanggap bencana alam.
Pengembangan pengelolaan melalui manajemen wisata yang baik, yang
dipersiapkan dari tingkat daerah (Kabupaten Tasikmalaya) dan
dipadupadankan dengan masing-masing lokasi wisata. Pemerintah Daerah
memfasilitasi supaya pengelola di setiap lokasi wisata memiliki koordinasi
yang baik, membangun kemitraan dengan dinas terkait, swasta, investor, jasa
pelayanan wisata, jasa transportasi dan masyarakat.
Pengembangan promosi dan pemasaran wisata melalui media elektronik
(internet atau website) dan cetak (leaflet, booklet, selebaran dan peta wisata),
secara periodik diadakan pembaharuan sesuai dengan paket wisata yang
dikembangkan serta mengikuti dan membuat even yang mengenalkan obyek
wisata alam dan budaya lokal (pameran, lokakarya dan lainnya).
6.2 Saran
Implementasi atau pelaksanaan pengembangan sebaiknya difasilitasi dan
dikoordinasikan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya
dan Perum Perhutani KPH Tasikmalaya dengan membentuk koordinasi yang
intensif bersama pengelola di lokasi wisata melalui tahap pengembangan yang
disesuaikan dengan kemampuan pengelola dan kemampuan kawasan (obyek daya
tarik wisata).
DAFTAR PUSTAKA
Agung IGN. 2005. Manajemen Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi. Jakarta
(ID): PT Raja Grafindo Persada.
Arifin RR. 2011. Analisis dampak perubahan iklim lokal terhadap permintaan
pariwisata kawasan Pantai Anyer, Banten (kasus Pantai Bandulu Anyer)
[skripsi]. Bogor (ID): Departemen Ekonomi dan Sumberdaya Lingkungan
Fakultas Ekonomi Manajemen Institut Pertanian Bogor.
Artiningsih, Gunawan T, Sudibyo. 2003. Pengaruh kepadatan bangunan terhadap
suhu udara di berbagai ekosistem bentang (studi kasus di sebagian kota
Semarang Tengah. Jurnal Sains dan Biodiversity, 17:2.
Borges MA, Giulia C, Robyn B and Tilman J. 2011. Sustainable tourism and
natural word heritage: priorities for action. Switzerland (CN): International
Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN).
Budiyanto MAK. 2010. Teknik pengembangan industri ekotourisme Kota Batu
Provinsi Jawa Timur dalam perspektif kebijakan. J Tekno Indust,
11(1):35–41.
Coles W dan Toler W. 2002. Green sea turtle (Chelonia mydas). USA (US):
Department of Planning and Natural Resources Divison of Fish and
Wildlife USVI.
Dahlan EN. 2004. Membangun Kota Kebun (Garden City) Bernuansa Hutan
Kota. Bogor (ID): IPB Press.
Damanik J dan Weber HF. 2006. Perencanaan Ekowisata: dari Teori ke Aplikasi.
Jogjakarta (ID): Andi.
[Depbudpar] Departemen Pariwisata dan Kebudayaan Republik Indonesia (ID).
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 48 Tahun 2006 Tentang
Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Provinsi
Jawa Barat. Jakarta: Depbudpar RI.
[Depbudpar] Departemen Pariwisata dan Kebudayaan Republik Indonesia (ID).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 Tentang
Kepariwisataan. Jakarta: Depbudpar RI.
[Depbudpar] Departemen Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya
(ID). Rencanan Strategis Kantor Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten
Tasikmalaya Tahun 2012 – 2016. Tasikmalaya: Depbudpar.
[Dephut] Departemen Kehutanan Republik Indonesia (ID). Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Perubahan
Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan. Jakarta: Dephut RI.
[Dephut] Departemen Kehutanan Republik Indonesia (ID). Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2010 Tentang Pengusahaan
Pariwisata Alam Di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan
Raya, dan Taman Wisata Alam. Jakarta: Dephut RI.
104
Earth Share. 2012. Konservasi energi panas bumi (geothermal) [internet]. (Maret
2012 [diunduh 2013 Januari 18]). Tersedia pada www.earthshare.org.
Fakhriyani. 2011. Implementasi kebijakan mitigasi bencana gempa dan tsunami
pemerintah kota Padang [skripsi]. Padang (ID): Jurusan Ilmu Politik
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Andalas.
Fiatiano E. 2007. Tata cara mengemas produk pariwisata pada daerah tujuan
wisata (masyarakat, kebudayaan, dan politik). Jurnal ilmiah, 20(3):1-11.
Figgis P and Bushell R. 2007. Tourism as a tool for community-based
conservation and development. Di dalam: R. Bushell & P.F.J. Eagles
(Eds). Tourism and Protected Areas: Benefits Beyond Boundaries. Mass:
CABI Pub. and The 5th IUCN World Parks Congress; 2007; Wallingford,
Cambridge, Switzerland.
Greenpeace. 2012. Energi panas bumi (geothermal) [internet]. (Desember 2011
[diunduh 2013 Januari 1]). Tersedia pada: www.greenpeace.org.
Hakim L. 2004. Dasar-dasar Ekowisata. Malang (ID): Bayumedia Publishing.
Henderson JC. 2002. Heritage attractions and tourism development in Asia: a
comparative study of Hongkong and Singapore. Internat J Tourism
Research.
[IUCN] International Union for Conservation of Nature and Natural Resources
(CH). 2009. The time for biodiversity business [artikel]. [diunduh 4 Juli
2012].Tersedia pada http://www.iucn.org.
[IEC] International Ecotourism Society (US). 2009. What is ecotourism. USA
(US): IEC.
Karnan. 2008. Penyu hijau: status dan konservasinya. J Pijar MIPA, 3(2):86-91.
[Kemendagri] Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia (ID). Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Pedoman
Pengembangan Ekowisata di Daerah. Jakarta: Kemendagri RI.
Kodhyat H. 2007. Cara Mudah Memahami dan Mengembangkan Pariwisata
Indonesia. Jakarta (ID): Indonesia Ecotourism Network (INDECON).
Marpaung H. 2002. Pengetahuan Pariwisata. Bandung (ID): Alfabeta.
Martaleni. 2010. Pengembangan Pariwisata Sebagai Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat. Di dalam: editor. Prosiding Seminar Nasional
Kewirausahaan, PDIM Fakultas Ekonomi Universitas Gajayana Malang;
2010; Malang, Indonesia.
Martaleni. 2011. Pertumbuhan pariwisata global: tantangan untuk pemasaran
daerah tujuan wisata (DTW). Jurnal Manajemen Teori dan Terapan, 4 (2).
Muntasib EKSH, Avenzora R, Rachmawati E, Yunanti Y, dan Meilani R. 2004.
Rencana Pengembangan Ekowisata Kabupaten Bogor. Bogor (ID):
Laboratorium Rekreasi Alam dan Ekowisata, Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB dan Dinas
Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten Bogor.
105
Murugan A. 2007. The Effect of tsunami on sea turtle nesting beaches along the
cost of India. India (IN): Suganthi Devadason Marine Research Institute.
Nasution S. 2007. Method Reseach (Penelitian Ilmiah). Jakarta (ID): Bumi
Aksara.
Nugraha T. 2010. Pengembangan Karaha Bodas sebagai kawasan strategis
wilayah Kabupaten Tasikmalaya [artikel]. (Februari 2010 [diunduh 2012
Oktober 20]). Tersedia pada: http://bappeda.tasikmalayakab.go.id.
Oktadiyani P. 2006. Alternatif strategi pengelolaan Taman Wisata Alam Kawah
Kamojang, Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID):
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
[PHKA; Dephut] Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam;
Departemen Kehutanan Republik Indonesia (ID). 2001. Pengembangan
Wisata dan pemanfaatan Jasa Lingkungan. Bogor: Dirjen PHKA.
[PHKA; Dephut] Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam;
Departemen Kehutanan Republik Indonesia (ID). 2002. Kriteria Standar
Penilaian Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (Analisis Daerah Operasi).
Bogor: Dirjen PHKA
[PHKA; Dephut] Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam;
Departemen Kehutanan Republik Indonesia (ID). 2003. Pedoman Analisis
Daerah Operasi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ADO-ODTWA).
Bogor: Dirjen PHKA
[PEMPROV] Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat (ID). Pemerintah Daerah
Provinsi Jawa Barat Nomor 22 Tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi Jawa Barat. Bandung: Pemerintah Daerah Propinsi Jawa
Barat.
[PEMDA] Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya (ID). Kondisi Geografi,
Demografi, dan Sejarah Kabupaten Tasikmalaya. Tasikmalaya: PEMDA.
[PEMDA] Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya (ID). Peraturan Daerah
Kabupaten Tasikmalaya Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2011 – 2031.
Tasikmalaya: PEMDA.
[PEMDA] Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya (ID). Peraturan Bupati
Nomor 38 Tahun 2008 Tentang Rician Tugas Unit di Lingkungan Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya. Tasikmalaya:
PEMDA
Pemerintah Provinsi Jawa Barat (ID). 2007. Indikator Taman Wisata Alam
Gunung Pancar. Bandung: Pemerintah Propinsi Jawa Barat.
Pitana IG dan Gayatri PG. 2005. Sosisologi Pariwisata. Jogjakarta (ID): Penerbit
Andi.
Prasetyo B dan Jannah LM. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan
Aplikasi. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo Persada.
106
Rachmat A. 2011. Manajemen dan mitigasi bencana. Bandung (ID): Badan
Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat.
Rahardjo B. 2004. Ekoturisme Berbasis Masyarakat, Pengelolaan Sumberdaya
Alam. Bogor (ID): Penerbit Pustaka LATIN.
Razak A. 2008. Sifat dan karakter obyek daya tarik wisata alam [makalah].
Jogjakarta (ID): Program Pasca Sarjana (S2) Program Studi Manajemen
Konservasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Universitas Gadjah
Mada.
Romani S. 2006. Penilaian potensi obyek dan daya tarik wisata alam serta
alternatif perencanaannya di Taman Nasional Bukit Duabelas Provinsi
Jambi [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan
dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Rushayati SB. 2010. Pencemaran udara [materi kuliah]. Bogor (ID): Departemen
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor.
Satria D. 2009. Strategi pengembangan ekowisata berbasis ekonomi lokal dalam
rangka program pengentasan kemiskinan di wilayah Kabupaten Malang. J
Indones Applied Econ, 3(1):37-47.
Simamora B. 2004. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta (ID): Gramedia.
Simion D, Mirela M, Monica P, and Roxana I. 2010. The economic and social
contribution of tourism from the sustainable development point of view.
Di dalam: Simion D, Mirela M, Monica P, and Roxana I, editor.
Proceedings of the 5th WSEAS International Conference on Economy and
Management Transformation; Volume I.
Suwantoro G. 2004. Dasar-dasar Pariwisata. Jogjakarta (ID): Andi.
Tjiptono F. 2002. Manajemen Jasa. Jogjakarta (ID): ANDI.
Wardhani DE. 2006. Pengkajian suhu udara dan indeks kenyamanan dalam
hubungan dengan ruang terbuka hijau (studi kasus kota Semarang)
[skripsi]. Bogor (ID): Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Warpani SP dan Warpani IP. 2005. Pariwisata dalam Tata Ruang Wilayah.
Bandung (ID): Penerbit Institut Teknologi Bandung.
Yuwana DMS. 2010. Analisis permintaan kunjungan obyek wisata kawasan
dataran tinggi Dieng Kabupaten Banjarnegara [skripsi]. Semarang (ID):
Fakultas Ekonomi Universitas Diponogoro.