pengelolaan zakat fitrah berdasarkan konsep …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/819/1/nur...
TRANSCRIPT
i
PENGELOLAAN ZAKAT FITRAH BERDASARKAN KONSEP
MASLAHAT LIL UMMAT
(Studi Kasus di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan
Tengaran, Kabupaten Semarang)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam
Oleh:
Nur Salim
NIM : 211 11 020
JURUSAN AHWAL AL- SYAKHSHIYYAH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2015
ii
iii
PENGELOLAAN ZAKAT FITRAH BERDASARKAN KONSEP
MASLAHAT LIL UMMAT
(Studi Kasus di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan
Tengaran, Kabupaten Semarang)
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh GelarSarjana Hukum Islam
Oleh:
Nur Salim
NIM : 211 11 020
JURUSAN AHWAL AL- SYAKHSHIYYAH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2015
iv
NOTA PEMBIMBING
Lamp : 4 (empat) eksemplar
Hal : Pengajuan Naskah Skripsi
KepadaYth.
Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga
Di Salatiga
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Di sampaikan dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan
koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa :
Nama : Nur Salim
NIM : 211 11 020
Judul : PENGELOLAAN ZAKAT FITRAH BERDASARKAN
KONSEP MASLAHAT LIL UMMAT (Studi Kasus di
Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran,
Kabupaten Semarang)
dapat diajukan kepada Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga untuk diujikan dalam
sidang munaqasyah.
Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan digunakan
sebagaimana mestinya.
Wassalamu’alaikumWarahmatullahi Wabarakatuh
Salatiga, 26 Juni 2015
Pembimbing,
Tri Wahyu Hidayati, M. Ag.
NIP.19741123 2000 03 2002
v
PENGESAHAN
Skripsi Berjudul:
PENGELOLAAN ZAKAT FITRAH BERDASARKAN KONSEP
MASLAHAT LIL UMMAT
(Studi Kasus di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran,
Kabupaten Semarang )
Oleh
Nur Salim
NIM: 21111020
telah dipertahankan di depan sidang munaqasyah skripsi Fakultas Syari‟ah,
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada Selasa, 11 Agustus 2015 dan
telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana dalam hukum
Islam
Dewan Sidang Munaqasyah
Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M.Ag.
Sekretaris Penguji : Tri Wahyu Hidayati, M.Ag.
Penguji I : Nafis Irkhami, M.Ag., MA.
Penguji II : Luthfiana Zahriani, SH., MH.
Salatiga, 11 Agustus 2015
Dekan Fakultas Syari‟ah
Dra. Siti Zumrotun, M.Ag
NIP. 19670115 199803 2 002
vi
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Nur Salim
NIM : 21111020
Jurusan : Ahwal Al-Syakhshiyyah
Fakultas : Syari‟ah
Judul Skripsi : PENGELOLAAN ZAKAT FITRAH BERDASARKAN
KONSEP MASLAHAT LIL UMMAT (Studi Kasus di Dusun
Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten
Semarang)
menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri,
bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang
terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga, 26 Juni 2015
Yang menyatakan,
Nur Salim
NIM. 211 11 020
vii
MOTTO
“Hiduplah dengan petunjuk hati nurani mu, niscaya engkau akan selamat!”
“Hidupkanlah hidupmu dengan kesibukan dan kesuksesan!”
“Investasikan hidupmu untuk meraih ridla-Nya!”
“Bahagiakanlah ibundamu, niscaya engkau akan dapatkan kebahagiaan
hakiki!”
“Cinta itu memang indah, namun ketahuilah bahwa cinta-Nya itu Maha
Indah!”
“Keluarlah dari kamarmu, nikmatilah kekuasaan dan keindahan
pemandangan yang Allah cipatakan!”
“Bekerjalah untuk masa depan bangsa dan agamamu!”
“Carilah guru yang dapat mendekatkan engkau kepada Allah!”
“Nikmati cintamu dengan membuat acara khusus dengan kekasih halalmu!”
viii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada Sang Maha Cinta, Allah Swt, Nabi
Muhammad Saw, Ibunda Siti Asiyah, Ayahanda Isrofi, Guru Pembuka hatiku
Habib Abdillah Al-Aydrus, Kakak Musyafa‟, Kakak Rofiqoh, Adik Azizah,
Sahabat sekaligus motivatorku M. Syukron Rofiq; Semua teman-temanku di
organisasi LDK Darul Amal IAIN Salatiga, Al-Khidmah Kampus Kota Salatiga,
JQH Al-Furqon IAIN Salatiga, PMII Komisariat Joko Tingkir Salatiga, Ma‟had
Al-Ishlaah Tingkir Lor, Ma‟had IAIN Salatiga, guru-guru MI Al-Manaar Bener
Tengaran yang senantiasa memotivasiku; Semua dosen, karyawan dan teman-
teman baik di kampus satu maupun kampus dua, khususnya Safitri Nur Annisah,
Puji Tri Utami yang senantiasa menyemangatiku; Asatidz-asatidzah, tetanggaku
yang menyayangiku, warga desaku yang ramah, dan semua teman wanita yang
pernah aku kenal terutama yang membuatku tegar dalam menghadapi beberapa
masalah. Terimakasih atas dukungan kalian semua, aku mampu menyelesaikan
perjuanganku menuju gelar sarjana Hukum Islam dan menjadi orang yang besar
seperti sekarang ini, Semoga amal-amal kalian dicatat sebagai amal yang
memenuhi timbangan kelak di akhirat dan mendapatkan ridha-Nya, Amiin.
ix
KATA PENGANTAR
Dengan Asma Allah Yang Maha Penyayang.Segala puji hanya milik Allah
swt atas segala kenikmatan yang bersifat lahir maupun batin yang senantiasa
diberikan kepada kita. Shalawat salam semoga senantiasa Allah swt limpahkan
kepada teladan kita, Nabi Muhammad saw beserta keluarga, keturunan, dan para
sahabat beliau. Semoga Allah memberikan ampunan_Nya kepada para pemimpin
yang adil, serta kaum mukminin dan mukminat yang setia kepada ajaran Allah
dan Rasul-Nya.
Kita perlu mengerti akan pentingnya pengelolaan zakat fitrah secara baik,
benar dan tepat sasaran. Maka pengelolaan yang berdasarkan hukum positif dan
hukum Islam sangatlah diperlukan untuk teru diperhatikan baik hal yang disebut
sebagai rukun maupun syaratnya. Sehingga kemaslahatan masyarakat akan
tercapai.
Dalam hal ini peneliti mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Rachmat Hariyadi, M. Pd selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Dra. Siti Zumrotun, M. Ag selaku Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga.
3. Bapak Syukron Makmun, M. Si selaku Kajur Ahwal Al- Syakhshiyyah
IAIN Salatiga.
4. Ibu Evi Ariyani, M. H selaku Dosen Pembimbing Akademik.
5. Ibu Tri Wahyu Hidayati, M. Ag selaku Dosen Pembimbing Skripsi.
6. Seluruh dosen IAIN Salatiga dan karyawan akademik yang tidak dapat
saya sebut satu persatu.
7. Bapak Moh. Khusen, M. Ag. M. A beserta staf jajarannya selaku Wakil
Rektor di Bidang Kemahasiswaan.
8. Seluruh pegawai perpustakaan kampus IAIN Salatiga.
9. Teman-teman baik itu di organisasi, kampus IAIN Salatiga, maupun santri
di Ma‟had STAIN Salatiga dan Ma‟had Al-Ishlaah Tingkir Lor, Salatiga.
x
10. Warga Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten
Semarang, dan
11. Keluarga tercinta di rumah.
Yang bersedia memberikan motivasi, arahan, bimbingan dan do‟a
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.Peneliti menyadari karya tulis ini masih
banyak kekurangan di dalamnya. Maka peneliti mengharapkan kritik dan saran
para pembaca untuk perbaikan karya tulis ini.
Salatiga, 26 Mei 2015
Peneliti
xi
ABSTRAK
Salim, Nur. 2015. Pengelolaan Zakat Fitrah Berdasarkan Konsep Maslahat Lil
Ummat (Studi Kasus Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan
Tengaran, Kabupaten Semarang). Skripsi. Fakultas Syari‟ah. Jurusan
Ahwal Al-Syakhshiyyah.Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Pembimbing: Tri Wahyu Hidayati.
Kata Kunci: Pengelolaan, Zakat fitrah, dan Konsep Maslahat.
Penelitian ini merupakan upaya untuk mengembangkan potensi zakat dan
pencarian kembali dalil-dalil untuk memperbaiki administrasi dan pengelolaan
yang sudah terlaksana di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran,
Kabupaten Semarang selama bertahun-tahun. Pertanyaan utama yang ingin
dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana mekanisme pengelolaan
zakat fitrah di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten
Semarang?, (2) Apa faktor-faktor penyebab tokoh agama desa Tengaran
menerapkan prinsip maslahah lil ummat dalam pengelolaan zakat fitrah di Desa
Tengaran?, (3) Bagaimanakah konsep maslahat lil ummat dalam pengelolaan
zakat fitrah menurut warga Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten
Semarang?, dan (4) Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap prinsip maslahah
lil ummat ini berkaitan dengan pengelolaan zakat fitrah?
Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa mekanisme pengelolaan zakat
fitrah meliputi: pembentukan panitia, rapat musyawarah, pendataan muzakki dan
mustahiq zakat fitrah, pengumpulan dan pendistribusian. Sementara untuk faktor
penyebab masyarakat memakai prinsip maslahat lil ummat ini adalah untuk tujuan
pemerataan distribusi zakat. Hal ini diambil dari dalil-dalil yang ada di Kitab
Fikih Syarah Fathul Qarib dan untuk respon dari masyarakat sendiri ada pro dan
kontra mengenai pengelolaan dan administrasinya. Mengacu pada temuan
tersebut, maka penelitian ini diharapkan mampu mengarahkan masyarakat untuk
memperbaiki istimbat hukum dan administrasi serta pengelolaan zakat fitrah ke
depannya.
xii
DAFTAR ISI
SAMPUL………………………………………………………………. i
LEMBAR BERLOGO………………………………………………… ii
JUDUL………………………………………………………………… iii
NOTA PEMBIMBING……………………………………………….. iv
PENGESAHAN………………………………………………………. v
PERNYATAAN KEASLIAN …………..……………………………. vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN……………………………………. vii
KATA PENGANTAR…………………………………………………. ix
ABSTRAK……………………………………………………………... xi
DAFTAR ISI…………………………………………………………… xii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………… 1
A. Latar Belakang Masalah………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah………………………………………………. 4
C. Tujuan Penelitian……………………………………………….. 5
D. Kegunaan Penelitian……………………………………………. 5
E. Penegasan Istilah……………………………………………….. 6
F. Tinjauan Pustaka……………………………………………….. 7
G. Metode Penelitian……………………………………………… 13
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian…………………………… 13
2. Lokasi Penelitian…………………………………………… 14
3. Sumber Data……………………………………………….. 14
4. Kehadiran Peneliti…………………………………………. 15
5. Teknik Pengumpulan Data………………………………… 15
6. Analisis Data………………………………………………. 16
7. Pengecekan Keabsahan Data……………………………… 17
8. Tahap Penelitian…………………………………………… 18
H. Sistematika Penulisan…………………………………………. 18
BAB II KAJIAN PUSTAKA………………………………………… 20
A. Pengertian Zakat Fitrah……………………………………….. 20
B. Pengertian Pengelolaan dan Distribusi Zakat Fitrah…………... 29
xiii
1. Pengertian Pengelolaan…………………………………….. 29
2. Pengertian Distribusi……………………………………….. 31
C. Konsep Maslahat Menurut Ushul Fikih………………………... 36
1. Pengertian Maslahat………………………………………... 36
2. Konsep Maslahat dalam Ushul Fikih………………………. 36
BAB III PELAKSANAAN PENGELOLAAN ZAKAT FITRAH….. 48
A. Kondisi Geografis Masyarakat Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran,
Kabupaten Semarang …………………………………………… 48
B. Kondisi Sosial dan Keberagamaan Masyarakat Dusun Kaliwaru, Desa
Tengaran, Kabupaten Semarang………………………………… 49
1. Kondisi Sosial Masyarakat Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran,
Kabupaten Semarang………………………………………... 49
2. Kondisi Keberagamaan Masyarakat Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran,
Kabupaten Semarang………………………………………... 50
C. Pelaksanaan Pengelolaan Zakat Fitrah………………………….. 52
1. SejarahPengelolaan Zakat Fitrah…………………………… 52
2. Tata Cara Pengelolaan Zakat Fitrah………………………… 52
3. Pandangan Masyarakat terhadap Pengelolaan Zakat Fitrah… 55
a. Pandangan Panitia Musyawarah………………………… 55
b. Pandangan Panitia Pengumpul Zakat Fitrah…………….. 55
c. Pandangan Pendata Zakat Fitrah………………………... 60
d. Pandangan Mustahiq Zakat Fitrah………………………. 61
e. Pandangan Tokoh Agama……………………………….. 62
BAB IV. ANALISIS…………………………………………………… 64
A. Analisis Pengelolaan Zakat Fitrah di Dusun Kaliwaru Berdasarkan Hukum
Positif……………………………………………………………. 64
B. Analisis Pengelolaan Zakat Fitrah di Dusun Kaliwaru Berdasarkan Hukum
Islam…………………………………………………….. 67
BAB V KESIMPULAN DAN PENUTUP……………………………... 71
A. Kesimpulan………………………………………………………. 71
B. Saran……………………………………………………………… 74
1. Untuk Panitia Pengumpul Zakat Fitrah Dusun Kaliwaru…….. 74
2. Untuk Lembaga Kampus……………………………………... 74
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………. 75
xiv
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Data Zakat Fitrah tahun 1434 H
2. Data Zakat Fitrah tahun 1435 H
xv
PENGESAHAN
Skripsi Berjudul:
PENGELOLAAN ZAKAT FITRAH BERDASARKAN KONSEP
MASLAHAT LIL UMMAT
(Studi Kasus di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran,
Kabupaten Semarang )
Oleh
Nur Salim
NIM: 21111020
telah dipertahankan di depan sidang munaqasyah skripsi Skripsi Fakultas
Syari‟ah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada Selasa, 11 Agustus
2015 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana
dalam hukum Islam
Dewan Sidang Munaqasyah
Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M.Ag.
Sekretaris Penguji : Tri Wahyu Hidayati, M.Ag.
Penguji I : Nafis Irkhami, M.Ag., MA.
Penguji II : Luthfiana Zahriani, SH., MH.
Salatiga, 11 Agustus 2015
Dekan Fakultas Syari‟ah
Dra. Siti Zumrotun, M.Ag
NIP. 19670115 199803 2 002
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Harta adalah karunia dan amanah yang diberikan oleh Allah Swt
kepada manusia.Harta bukanlah menjadi hak pribadi saja. Dia memiliki
fungsi sosial, artinya selain menjadi hak individu, dia juga harus
ditasharufkan kepada individu yang lain.Manusia dibekali dengan akal
yang mampu mengarahkan mereka untuk hidup dan bertahan hidup.Cara
untuk bertahan hidup adalah dengan mengelola kekayaan alam dan
kekayaan berupa harta.
Dalam pandangan Islam terhadap harta itu sangat ideal.Islam
mengajarkan kepada umatnya agar mempunyai etos kerja yang tinggi,
bekerja dan mencari harta dengan sungguh-sungguh. Pada saat yang sama,
harta itu harus dibelanjakan dengan baik, untuk beribadah, untuk sanak
keluarga dan sebagiannya lagi disedekahkan kepada yang membutuhkan.
(Yusuf, 2004: v)
Ada bagian harta untuk orang lain yang memerlukannya karena dia
memiliki fungsi sosial tadi.Dalam Islam dikenal dengan zakat, infaq, dan
shadaqah.Zakat, infaq dan shadaqah merupakan salah satu ketetapan-Nya
yang menyangkut harta. Karena Allah SWT menjadikan harta benda
sebagai sarana kehidupan untuk manusia seluruhnya, maka ia harus
diarahkan untuk kepentingan bersama (Yusuf. 2004:34)
2
Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang seringkali ditemukan
dalam Al-Qur‟an disandingkan dengan kewajiban shalat.Hal ini diatur
dalam QS. Al-Baqarah: 43 yang berbunyi:
“Dan dirikanlah shalat, dan bayarkanlah zakat, dan rukuklah kamu bersama
orang-orang yang rukuk!”
Zakat dalam Islam dibagi menjadi dua.Yaitu zakat fitrah dan zakat
mal.Zakat fitrah adalah zakat yang dikeluarkan oleh muzakki dalam bentuk
bahan makanan pokok sesuai kadarnya. Sementara zakat mal adalah zakat
yang dikeluarkan oleh muzakki dalam bentuk barang/ benda sesuai kadar
dan nishabnya.
Berbicara mengenai zakat fitrah yang berupa makanan pokok tadi,
tentunya harus sesuai dengan kadarnya yaitu sebesar 2,5 kilogram atau
sebanyak 3,5 liter. Zakat fitrah ini biasanya dikeluarkan pada tanggal 1
Ramadhan hingga malam 1 Syawal atau maksimal sebelum shalat idhul
fitri. Yusuf (2004: 49) menjelaskan bahwa kadar zakat fitrah untuk tiap
orang, jika dibayar dalam bentuk biji-bijian makanan, seperti beras,
gandum, atau jagung adalah sebanyak satu sha‟ (setara dengan 3,5 liter).
Jika dibayar dalam bentuk uang, besarnya adalah senilai harga 3,5 liter
biji-bijian makanan tersebut.
Zakat fitrah ini diberikan/diperuntukkan kepada 8 asnaf yang
disebut dengan mustahiq. Mereka yang disebut sebagai mustahiq meliputi:
fakir, miskin, ghorim (orang yang mempunyai hutang), amil (panitia
3
pengelola zakat), sabilillah (orang yang berjuang untuk agama Allah),
ibnu sabil (orang yang mengabdikan diri untuk kemajuan Islam), hamba
sahaya, dan muallaf (orang yang baru masuk Islam).
Hal ini sudah diatur dalam QS. At-Taubah: 60 yang berbunyi:
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-
orang miskin , pengurus-pengurus zakat (amil/panitia), para muallaf yang
dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang
berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam
perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah
maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Zakat bertujuan untuk mensejahterakan umat, sebagai ungkapan
rasa syukur karena telah diberikan nikmat dan sebagai sarana untuk
mendekatkan diri kepada Allah.swt. Dalam perkembangannya, Negara
Indonesia membentuk sebuah lembaga pengelola zakat yang diberi nama
BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional). Hanya lembaga tersebut yang
dilegalkan untuk mengelola zakat.Hal ini sesuai dengan amanah Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Zakat.Namun kenyataan yang
terjadi di negara ini setiap desa membentuk lembaga pengelola zakat
mandiri seperti halnya yang dilakukan oleh takmir masjid.
Terkadang dalam pengelolaannya, zakat ini diberikan secara
merata dan didistribusikan bukan hanya untuk 8 asnaf tetapi semua warga
yang ada.Seperti halnya yang terjadi di sekolah-sekolah dan di desa-
desa.Tidak berbeda dengan yang terjadi di Desa Tengaran. Ada sebuah
keunikan yang terjadi di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan
4
Tengaran, Kabupaten Semarang dimana zakat dikumpulkan di malam hari
raya Idul Fitri, ditakar kembali dengan kadar sesuai jumlah anggota
keluarga mustahiq (kaum dhuafa) dan didistribusikan secara merata tanpa
melihat latar belakang profesi apakah dia tergolong 8 asnaf atau tidak.
Terkadang juga beras yang dibayarkan sebagai zakat diperuntukkan
kepada keluarga janda kaya ataupun orang tua yang memiliki jaminan
sosial atau jaminan dana pensiun. Sehingga kurang sesuai dengan
tuntuanan sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah.
Akan tetapi hal ini sudah menjadi tradisi turun-menurun semenjak
Penjajahan Belanda dan disepakati oleh tokoh agama yang ada di
desa.Mereka mendasarkan pada prinsip maslahat lil ummat.Atau dapat
dikatakan sebagai mensejahterakan warga desa melalui zakat. Maka
dalam hal ini saya mencoba mengangkatnya dalam sebuah penelitian
skripsi dengan judul : ”Pengelolaan Zakat Fitrah berdasarkan Konsep
Maslahat Lil Ummat: Studi Kasus di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran,
Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang.”
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana mekanisme pengelolaan zakat fitrah di Dusun Kaliwaru, Desa
Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang?
2. Apa faktor-faktor penyebab tokoh agama desa Tengaran menerapkan prinsip
maslahah lil ummat dalam pengelolaan zakat fitrah di Desa Tengaran?
5
3. Bagaimanakah konsep maslahat lil ummat dalam pengelolaan zakat fitrah
menurut warga Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten Semarang?
4. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap prinsip maslahah lil ummat ini
berkaitan dengan pengelolaan zakat fitrah?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui mekanisme pengelolaan zakat fitrah di Dusun Kaliwaru,
Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang.
2. Untuk mengetahui alasan mengapa tokoh agama Desa Tengaran memilih
prinsip maslahah lil ummat dalam pengelolaan zakat fitrah di Desa
Tengaran.
3. Untuk mengetahui konsep maslahat lil ummat dalam pengelolaan zakat
fitrah menurut waga Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten
Semarang.
4. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap prinsip maslahah lil
ummat berkaitan dengan zakat fitrah.
D. Kegunaan Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai
berikut:
1. Manfaat Teoretis:
a. Memperluas wawasan dalam ranah keilmuan perzakatan.
6
b. Sebagai bahan referensi pembelajaran ilmu Mata Kuliah Hukum
Zakat dan Wakaf khususnya tentang pengelolaan zakat fitrah.
c. Sebagai bahan referensi pembelajaran ilmu tentang pengelolaan zakat
fitrah bagi masyarakat.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi pembaca
Dapat menambah wawasan tentang pengelolaan zakat fitrah serta
bahan diskusi fikih kontemporer mengenai zakat fitrah dan
problematikanya.
b. Bagi peneliti
1. Menerapkan ilmu yang didapatkan dari Mata Kuliah Hukum Zakat
dan Wakaf dalam menjawab persoalan zakat fitrah di masyarakat
khususnya di Desa Tengaran.
2. Menambah pengalaman berharga dari kegiatan penelitian yang
terkait dengan pengelolaan zakat fitrah yang dilakukan di Dusun
Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten Semarang.
3. Untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar sarjana strata
satu (S.1) dalam bidang hukum perdata Islam (syari‟ah).
E. Penegasan Istilah
Penegasan istilah dalam hal ini berguna untuk mengurangi kesalahan,
ambiguitas dan ketidakpahaman pembaca dalam menelaah dan mengkaji
7
penelitian. Maka dari itu, peneliti akan memberikan beberapa gambaran
pengertian mengenai ruang lingkup dalam penelitian sebagaimana berikut ini:
1. Menurut UU No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan zakat,
Pengelolaan adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan
pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat.
2. Zakat adalah nama atau sebutan dari sesuatu hak Allah Ta‟ala yang
dikeluarkan seseorang kepada fakir miskin. Dinamakan zakat karena di
dalamnya terkandung harapan untuk beroleh berkat, membersihkan
jiwa dan memupuknya dengan pelbagai kebaikan (Sabiq. 1978: 5).
Sementara menurut UU No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat,
zakat diartikan sebagai harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang
muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak
menerimanya sesuai dengan syariat Islam.
Sementara zakat fitrah berarti zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap
muslim, baik yang masih kecil (dalam kandungan) atau telah dewasa, laki-
laki maupun perempuan dan orang merdeka maupun hamba sahaya,
dikeluarkan pada akhir bulan Ramadhan sampai menjelang shalat idul fitri
(Farkhani, 2013: 111).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengelolaan zakat fitrah adalah
kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengoordinasian dalam pengumpulan,
pendistribusian dan pendayagunaan zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap
muslim, baik yang masih kecil (dalam kandungan) atau telah dewasa, laki-
8
laki maupun perempuan dan orang merdeka maupun hamba sahaya,
dikeluarkan pada akhir bulan Ramadhan sampai menjelang shalat idul fitri.
3. Maslahat menurut Imam Al-Ghazali adalah mengambil manfaat dan
menolak kemudharatan dalam rangka memelihara tujuan-tujuan syara‟
(Haroen, 1996: 114).
4. Ummat adalah khalayak umum, publik, orang banyak. Hal ini
disarikan dari pengertian maslahah al-„Ammah, yaitu kemaslahatan
yang menyangkut kepentingan orang banyak (Haroen. 1996: 116).
Sehingga maslahat lil ummat dapat diartikan sebagai sistem dalam
usaha mengambil manfaat dan menolak kemadharatan guna
kepentingan orang banyak dalam rangka menjaga tujuan-tujuan syara‟.
5. Tinjauan Pustaka
Setelah penulis melaksanakan penelusuran literatur yang membahas
mengenai zakat fitrah dan pengelolaannya, penulis telah menemukan
beberapa referensi khususnya dari skripsi dan buku. Diantaranya yang dapat
dijadikan sumber telaah pustaka adalah sebagai berikut:
Dalam skripsi yang berjudul UrgensiTa‟mir Masjid dalam Pengelolaan Zakat
Pasca Terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang
Pengelolaan Zakat di takmir Masjid Al-Huda Dukuh Ledok, Nurul Hidayah
Dukuh Jurang Gunting dan Al-Musyarofah Dukuh Cebongan Kota Salatiga
STAIN Salatiga 2012 Achmad Saifudin menjelaskan pengelolaan zakat yang
dilakukan setiap tahun setiap bulan Ramadhan di Dukuh Ledok, Dukuh
9
Jurang Gunting dan Dukuh Cebongan. Penelitiannya terfokus pada mengapa
masyarakat khususnya takmir masjid membentuk panitia pengumpul zakat
dalam mengelola zakat tanpa ijin dari pejabat yang berwenang. Padahal
sebagaimana diatur dalam UU Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan
Zakat pasal 18 ayat 1 bahwa pembentukan LAZ wajib mendapat ijin dari
menteri atau pejabat yang berwenang.Sementara itu, masyarakat di Dukuh
Ledok, Dukuh Jurang Gunting, dan Dukuh Cebongan melakukan pengelolaan
zakat secara swakelola karena adanya sikap kurang percaya dengan UPZ
resmi dan kekhawatiran warga jika penyaluran zakat kurang tepat sasaran.
Dia menjelaskan bahwa kinerja ta‟mir masjid dalam pengelolaan zakat
memiliki potensi yang baik untuk dijadikan sebagai kantong pengentasan
kemiskinan meski cakupan kerja dalam lingkup lokal dan akibat hukum bagi
takmir masjid yang melakukan pengelolaan zakat secara swadaya belum
dapat dilaksanakan. Apabila dilaksanakan, maka banyak ketua takmir masjid
yang akan dikenai hukuman pidana kurungan dan dikenai denda.
KemudianCatur Dyah Handayani dalam skripsi yang berjudul
Peranan Badan Amil Zakat (BAZ) Kota Salatiga Terhadap Pemberdayaan
Ekonomi Masyarakat Tahun 2003-2006 STAIN Salatiga Tahun 2006
menjelaskan tentang peran BAZ Kota Salatiga dalam mengelola zakat untuk
memberdayakan perekonomian umat khususnya di Kota Salatiga dari tahun
2003 hingga 2006. Dari hasil penelitiannya, BAZ melakukan pengumpulan
dana zakat yang dipungut dari para pegawai dan karyawan di wilayah Kota
Salatiga, lalu disetorkan di Bank BPD cabang Kota Salatiga dengan nomor
10
rekening 1.033.00075.2. dan didistribusikan kepada asnaf dengan prosentase
50% untuk fakir miskin, 40% untuk sabilillah, dan 10% untuk ibnusabil,
muallaf dan ghorim. Selain itu, dengan adanya wadah BAZ ini, warga
Salatiga bisa saling menolong saudaranya (mustahiq), BAZ telah
memaksimalkan kerja dalam organisasinya dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat khususnya fakir miskin dan memperbaiki kualitas
Sumber Daya Manusia yaitu dengan pemberian bantuan bagi siswa SD, MI,
dan SMP di Salatiga.
Muhammad Fauzi dalam skripsi yang berjudul “Pelaksanaan
Penyaluran Zakat Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Zakat (Studi Kasus di Desa Salamkanci Kecamatan Bandongan Kabupaten
Magelang) STAIN Salatiga Tahun 2012 menjelaskan bahwa selama ini
potensi zakat di Indonesia belum dikembangkan secara optimal dan belum
dikelola secara profesional. Sementara Pelaksanaan penyaluran zakat di Desa
Salamkanci Kecamatan Bandongan Kabupaten Magelang sudah sesuai
syari‟at dan ketentuan undang-undang yang berlaku dimana pengurus BAZIS
menggunakan sistem pasif dan sistem aktif. UU No. 23 Tahun 2011 belum
memberikan pengaruh positif di Kabupaten Magelang dibuktikan dengan
belum adanya kantor sendiri bagi lembaga-lembaga pengelola zakat tidak
terkecuali di Desa Salamkanci. Dalam hal mewujudkan kesejahteraan
masyarakat dan penanggulangan kemiskinan sebagaimana diamanahkan di
UU No. 23 Tahun 2011 Pasal 3 ayat (2), tidak mudah dilaksanakan oleh
BAZIS di Desa Salamkanci dikarenakan terbatasnya kesadaran masyarakat
11
akan kewajiban zakat, sifat manusia yang kikir, pembenturan kepentingan
selain membayar zakat mereka juga membayar tagihan listrik, PDAM, kredit
motor dan sebagainya. Kemudian masalah faktor pendukung dalam
pelaksanaan penyaluran zakat demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat
adalah adanya peraturan daerah sebagai landasan bagi BAZIS dalam
pengelolaan zakat, banyaknya ulama‟ sebagai fasilitator dalam pengelolaan
zakat, SDM yang terampil dan profesional, pengelolaan zakat yang tertata
dengan baik dan fasilitas dana operasional, sarana kerja dan dukungan
kebijakan yang memadai.
Rina Yatimatul Faizah dalam skripsi yang berjudul “Pelaksanaan dan
Pengelolaan Zakat Profesi dalam Tinjauan Fiqh dan Perundang-undangan di
Indonesia (Studi di LAZIS PT. PLN (Persero) APJ Salatiga” STAIN Salatiga
Tahun 2012)menjelaskan bahwa mekanisme penghimpunan zakat di PT. PLN
unit layanan Kota Salatiga dilakukan berdasarkan Surat Keterangan General
Manager PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa
Yogyakarta Nomor: 059.K/GM.DJTY/2005. Zakat tersebut diambil dari 2,5
% dari gaji bersih karyawan setiap bulannya. Kinerja LAZIS sudah cukup
profesional dan optimal dalam pengelolaan dan pendistribusian dalam
membantu masyarakat miskin untuk mengakses pendidikan.
Tri Wahyu Hidayati dalam penelitiannya yang berjudul “Implikasi
UU No. 23 Tahun 2011 Terhadap Pengelolaan Zakat di Indonesia: (Studi
terhadap Lembaga Pengelola Zakat di Jawa Tengah)” menjelaskan bahwa
pemahaman BAZ dan LAZ terhadap UU No. 23 Tahun 2011 beragam, ada
12
yang memahaminya secara detail dan ada pula yang hanya secara global saja.
Ada beberapa BAZ dan LAZ yang menyambut Undang-undang ini dengan
menunggu Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan lanjut, ada pula
beberapa LAZ yang tidak menyetujui beberapa pasal di dalamnya
menyangkut keberadaan LAZ itu sendiri. Belum ada perubahan yang
signifikan terhadap BAZ dan LAZ dalam melaksanakan pengelolaan zakat
berdasarkan UU terbaru, sehingga mereka masih menggunakan UU No. 38
tahun 1999.Hal ini dikarenakan UU No. 23 Tahun 2011 masih menunggu PP
dan uji materi dari Mahkamah Konstitusi terhadap beberapa pasal.
Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan
Zakat dinyatakan bahwasanya amil zakat memiliki peran untuk melakukan
sosialisasi kepada masyarakat dalam hal mengumpulkan, mengambil dan
mendistribusikan kepada mustahiq secara tepat sasaran dan benar caranya.
Sementara dalam Pasal 17 menjelaskan fungsi dari amil itu sendiri yakni
untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaanpengumpulan, pendistribusian
dan pendayagunaanzakat, masyarakat dapat membentuk LAZ.Maka dari itu,
sangatlah perlu adanya pengawasan dan pendidikan berkala terhadap amil
dalam hal pengelolaan dan pendistribusian ini.
Sementara itu, peneliti akan memfokuskan penelitian dalam melihat
bagaimana tata cara pelaksanaan pengelolaan zakat fitrah dengan
menggunakan konsep maslahat lil ummat beserta faktor-faktor yang
menjadikan mereka bersikukuh untuk membagikan zakat fitrah yang
seharusnya disalurkan kepada orang fakir-miskin tetapi juga dibagikan
13
kepada orang-orang kaya. Peneliti juga akan mengkaji secara mendalam
mengenai sistem yang telah dibangun bertahun-tahun dalam hal pengelolaan
zakat fitrah yang menerapkan prinsip kesetaraan dan kemerataan khususnya
di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten Semarang.
6. Metode Penelitian
Adapun metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah sebagai
berikut:
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
a. Metode dan Pendekatan
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menekankan pada makna,
penalaran, definisi suatu situasi tertentu (dalam konteks tertentu),
lebih banyak meneliti hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan
sehari-hari (Munawaroh: 2012: 17).
Adapun pendekatan yang digunakan oleh peneliti adalah
pendekatan sosiologis dan yuridis-normatif. Pendekatan sosiologis
merupakan pendekatan yang menggunakan berbagai metode
pengumpulan data, diantaranya metode pengamatan, metode
wawancara, metode analisis life history, metode analisis folklore,
metode mencatat mimpi, metode survei lintas budaya dan metode-
metode lain (Bungin, 2011: 94). Dalam hal ini peneliti akan
menggunakan metode wawancara dan pengamatan. Sementara itu,
14
pendekatan yuridis-normatif adalah pendekatan yang digunakan untuk
menemukan apakah suatu perbuatan hukum sesuai dengan perundang-
undangan yang berlaku atau tidak.Dengan pendeketan ini dapat
diketahui apakah konsep maslahat lil ummat dalam pengelolaan zakat
sesuai dengan perundang-undangan dan hukum Islam.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlokasi di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran,
Kabupaten Semarang.Peneliti bertindak sebagai pengumpul data sekaligus
terjun langsung dan mewawancarai masyarakat Dusun Kaliwaru, Desa
Tengaran, Kabupaten Semarang.
3. Sumber data
Penelitian ini menggunakan dua sumber data sebagai berikut:
a. Data Primer
Merupakan keterangan atau fakta yang terjadi di lapangan. Data
primer ini dapat diperoleh langsung dari tindakan panitia pengelola
zakat Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten Semarang yang
kurang sesuai dengan tuntunan hukum Islam, melainkan berdasarkan
ijtihad tokoh agama desa melalui prinsip maslahat lil ummat.
b. Data Sekunder
Merupakan data yang mencakup dokumen-dokumen resmi baik berupa
buku, majalah, artikel, hasil penelitian sebelumnya atau media lain
yang menunjang sebagai landasan teori.
15
4. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrumen sekaligus
pengumpul data.Instrumen yang peneliti gunakan adalah alat tulis, dan alat
dokumentasi.Akan tetapi instrumen tersebut hanyalah sebagai
pendukung.Oleh karena itu, kehadiran peneliti di lapangan mutlak
diperlukan.Kehadiran peneliti disini adalah untuk mencari data-data
mengenai pelaksanaan pengelolaan zakat fitrah berdasarkan konsep
maslahat lil ummatdan dokumen-dokumen yang dapat dijadikan bahan
analisis serta untuk melakukan wawancara terhadap panitia zakat fitrah
guna menggali keterangan yang diperlukan.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang dipakai oleh peneliti dalam mengkaji objek adalah
dengan metode wawancara (interview). Menurut Mulyana (2004: 180),
wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan
seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang lainnya dengan
mengajukan pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu (Maslikhah, 2013:
321). Wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan beberapa
narasumber diantaranya:
a. Panitia pendata muzakki dan mustahiq untuk mengetahui kalkulasi
kadar zakat yang telah terjadi beberapa tahun ke belakang.
b. Panitia musyawarah pemutus muzakki dan mustahiq dalam hal ini tokoh
agama Desa Tengaran guna mengetahui tata cara penunjukan mana
warga yang termasuk muzakki dan mana yang sebagai mustahiq.
16
c. Panitia pengumpul zakat fitrah guna mengetahui tata carapengelolaan
zakat fitrah melalui konsep maslahat lil ummat.
d. Panitia distributor/pembagi zakat fitrah untuk mengetahui cara
pendistribusian zakat fitrah.
e. Tokoh agama dan tokoh masyarakat guna mengetahui manfaat dari
pengelolaan zakat fitrah melalui konsep maslahat lil ummat.
6. Analisis Data
Dalam melakukan penganalisisan data, peneliti menggunakan
metode analisis model alir Mells-Huberman yakni dengan mengumpulkan
dan menyajikan data yang ada, lalu direduksi data yang tidak digunakan.
Jika perlu ada yang ditambah, maka peneliti akan kembali ke lapangan
untuk mengumpulkan data, direduksi lagi dan didapatkan kesimpulan
akhir. Reduksi data merujuk pada proses pemilihan, pemokusan,
penyederhanaan, abstraksi, dan pentransformasian “data mentah” yang
terjadi dalam catatan-catatan lapangan tertulis (Emzir, 2011: 130).
Reduksi data adalah suatu bentuk analisis yang mempertajam,
memilih, memokuskan, membuang dan menyusun data dalam suatu cara
dimana kesimpulan akhir dapat digambarkan dan diverifikasikan (Emzir.
2011: 130). Dengan kata lain reduksi data digunakan untuk
menyederhanakan dan mentransformasikan data kualitatif dalam aneka
macam cara: melalui seleksi ketat, melalui ringkasan atau uraian singkat,
menggolongkannya dalam suatu pola yang lebih luas dan sebagainya
(Miles dan Huberman, 1992: 16).
17
Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang
memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan. Hal ini bertujuan untuk memahami apa yang sedang terjadi dan
apa yang harus dilakukan – lebih jauh menganalisis ataukah mengambil
tindakan - berdasarkan atas pemahaman yang didapat dari penyajian-
penyajian tersebut. (Miles dan Huberman, 1992: 17).
Langkah yang terakhir dari model alir ini adalah verifikasi
data.Verifikasi data atau penarikan kesimpulan bertujuan untuk menguji
kebenaran data, kekokohannya dan kecocokannya yang pada akhirnya
disebut validitas (Miles dan Huberman. 1992: 19).
7. Pengecekan Keabsahan Data
Peneliti tidak hanya menerima informasi mentah dari satu informan
saja.melainkan dengan mengadakan konfirmasi ke informan lain mengenai
data yang diberikan oleh informan pertama. Hal ini merupakan salah satu
dari jenis strategi triangulasi (Patton. 2006: 279).Peneliti juga tidak
menerima data yang janggal atau bisa dikatakan menggunakan data yang
benar dan dapat dipertanggungjawabkan.
8. Tahap Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini peneliti melakukan penelitian
pendahuluan ke Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten Semarang
untuk mencari data awal mengenai kasus pengelolaan zakat fitrah
berdasarkan konsep maslahat lil ummat.Kemudian peneliti melakukan
pengembangan desain dari data awal yang didapatkan tadi, selanjutnya
18
peneliti melakukan penelitian yang sebenarnya dan menyusunnya dalam
bentuk laporan hasil penelitian (skripsi).
7. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran umum yang lebih jelas mengenai penelitian ini,
peneliti akan menyajikannya dalam sistematika penulisan penelitian sebagai
berikut:
BAB I adalah Pendahuluan. Bab ini meliputi latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah,
tinjauan pustaka, metode penelitian yang berisi tentang pendekatan dan jenis
penelitian, lokasi penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data dan
sistematika penulisan.
BAB II adalah Zakat Fitrah dan Konsep Maslahat Lil Ummat. Bab ini
menjelaskan pembahasan tentang pengelolaan zakat fitrah yang meliputi
pengertian zakat, macam-macam zakat, hikmah zakat fitrah, harta yang wajib
dizakati, kadar dan syarat-syarat zakat fitrah, serta tata cara pelaksanaan
pembagian zakat. Dalam bab ini juga akan dijelaskan tentang konsep
maslahat.
BAB III adalah Kondisi Sosial, Keberagamaan dan Tata Cara
Pengelolaan Zakat Fitrah di Dusun Kaliwaru.Bab ini menjelaskan tentang
gambaran umum kondisi sosial masyarakat di sekitar Dusun Kaliwaru, Desa
Tengaran Kabupaten Semarang yang meliputi: letak geografis Dusun
Kaliwaru, penduduk Dusun Kaliwaru dalam angka, gambaran kehidupan
19
beragama dan sosialnya, serta kondisi umum Dusun Kaliwaru yang meliputi
sejarah berdiri dan program tahunan dalam pengelolaan zakat fitrah.
BAB IV adalah Tinjauan Hukum Islam Mengenai Pengelolaan Zakat
Fitrah berdasarkan Konsep Maslahat Lil Ummat.Bab ini menjelaskan analisis
pemahaman masyarakat mengenai pengelolaan zakat melalui konsep
maslahat lil ummat, analisis dampak pengelolaan zakat fitrah sebagai upaya
kemaslahatan masyarakat di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten
Semarang.
BAB V Kesimpulan dan Saran.Bab ini meliputi: kesimpulan, saran-
saran baik untuk amil zakat fitrah di Dusun Kaliwaru maupun untuk lembaga
kampus.
20
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Zakat Fitrah
Zakat secara bahasa berarti tumbuh dan bertambah, pujian,
baik.Sementara menurut syara‟ berarti hak yang wajib (dikeluarkan dari)
harta. Mazhab Maliki mendefinisikannya dengan “Mengeluarkan sebagian
yang khusus dari harta yang khusus pula yang telah mencapai nishab (batas
kuantitas yang mewajibkan zakat) kepada orang-orang yang berhak
menerimanya (mustahiq)-nya. Dengan catatan, kepemilikan itu penuh dan
mencapai haul (setahun), bukan barang tambang dan bukan pertanian
(Zuhayly, 1995:83).
Zakat adalah sesuatu yang dikeluarkan oleh sesorang dari rezeki yang
diperoleh dari Allah.Swt untuk orang-orang faqir (Farkhani, 2013:103).Zakat
terdiri dari dua macam yaitu zakat fitrah dan zakat harta (mal).Zakat mal
terdiri dari zakat mata uang, zakat perniagaan, zakat tanaman, zakat ternak,
zakat rikaz (barang temuan), dan zakat profesi. Sementara itu zakat fitrah
adalah zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap muslim, baik yang masih
kecil (dalam kandungan) atau telah dewasa, laki-laki maupun perempuan dan
orang merdeka maupun hamba sahaya, dikeluarkan pada akhir bulan
Ramadhan sampai menjelang shalat idul fitri (Farkhani, 2013: 111).
Syarat benda yang wajib dikeluarkan zakatnya sebagai zakat fitrah adalah:
21
1. Makanan pokok, yang menguatkan di suatu negara. (Pendapat ini yang
dianggap paling shahih menurut jumhur ulama).
2. Menguatkan dirinya.
3. Boleh memilih diantara jenis-jenis tersebut. Dalam hal ini seperti beras,
gandum, kacang kedelai, sagu, kurma kering, kurma basah, biji-bijian dan
lain-lain (Qardhawi, 1991: 952).
Syarat benda yang dikeluarkan untuk zakat fitrah:
1. Hendaklah berlebih dari kebutuhan-kebutuhan penting atau vital bagi
seseorang, seperti buat: makan, pakaian, tempat kediaman, kendaraan dan
sarana untuk mencari nafkah.
2. Berlangsung selama satu tahun masa (tahun hijrah), permulaannya
dihitung saat memiliki nishab, dan harus cukup selama satu tahun penuh.
seandainya terjadi kekurangan di tengah tahun, lalu kembali cukup, maka
permulaan tahun dihitung dari saat cukupnya itu (Sabiq, 1982: 22).
Zakat fitrah itu wajib atas setiap Muslim yang merdeka, yang memiliki
kelebihan makanan selama satu hari satu malam sebanyak satu sha‟ dari
makanannya bersama keluarganya.Zakat itu wajib atas seseorang, baik buat
dirinya, maupun buat keluarga yang menjadi tanggungannya seperti istri dan
anak-anaknya, begitu pun khadam yang mengurus pekerjaan dan urusan rumah
tangganya (Sabiq. 1982: 154).
Masa membayar zakat fitrah adalah sebelum hari raya atau sebelum
orang-orang pergi shalat „ied. Dalam sebuah hadis disebutkan:
22
Berkata Ibnu Umar r/a: “Kami dititah oleh Rasulullah saw mengenai zakat
fitrah, agar dibayarkan sebelum orang-orang pergi shalat.” Akan tetapi menurut
Imam Abu Hanifah, boleh memajukannya hingga sebelum Bulan
Puasa.Menurut Imam Syafi‟I boleh memajukannya hingga awal bulan (Sabiq,
1982: 157).
Hukum zakat fitrah dalam madzhab Syafi‟i:
1. Waktu jawaz/boleh yaitu mulai awal puasa Ramadhan hingga awal bulan
Syawal (Ash-Shiddieqy, 1984: 263).
2. Waktu wajib yaitu mulai terbenamnya matahari akhir Ramadhan hingga 1
Syawal. Pagi hari raya dari terbit fajar hingga ke tempat sembahyang hari
raya (Ash-Shiddieqy, 1984: 261)
3. Waktu sunnat yaitu setelah fajar dan menurut Ibnu Hazm, sebelum
sembahyang hari raya (Ash-Shiddieqy, 1984: 262).
4. Waktu makruh yaitu setelah shalat idul fitri hingga terbenamnya matahari
pada hari raya itu (BKM, 1991: 119).
5. Waktu haram yaitu setelah tenggelamnya matahari pada tanggal 1 Syawal
kecuali jika ada udzur syar‟i. Menta‟khirkan zakat sesudah sembahyang
hari raya, hukumnya haram ( Ash-Shiddieqy, 1984:261)
Sayyid Sabiq (1982:..) menerangkan lebih jauh tentang mustahiq zakat.
Mereka itu adalah sebagai berikut:
1. Orang fakir, yaitu orang-orang yang berada dalam kebutuhan dan tidak
mendapatkan apa yang mereka perlukan. Kebalikannya adalah orang kaya
dan berkecukupan.
23
2. Orang miskin, yaitu orang-orang yang memiliki pekerjaan tetapi tidak
dapat memenuhi kebutuhannya. Jika mereka tidak memiliki benda yang
dapat dijual untuk membayar zakat, maka mereka berhak untuk
mendapatkan zakat.
3. Amil zakat, yaitu orang-orang yang bertugas untuk mengumpulkan dan
membagikan zakat.
4. Golongan muallaf, yaitu orang-orang yang diusahakan merangkul dan
menarik serta mengukuhkan hati mereka dalam keislaman disebabkan
belum mantapnya keimanan mereka atau buat menolak bencana yang
mungkin mereka lakukan terhadap kaum Muslimin, dan mengambil
keuntungan yang mungkin dimanfaatkan untuk kepentingan mereka.
5. Untuk memerdekakan budak belian, yaitu budak mukatab yakni budak
yang telah dijanjikan oleh tuannya akan merdeka bila telah melunasi harga
dirinya yang telah ditetapkan, dan budak-budak biasa.
6. Orang yang berhutang, yaitu orang-orang yang berutang dan sukar untuk
membayarnya. Baik utang untuk mendamaikan sengketa, menjamin utang
orang lain hingga harus menghabiskan hartanya untuk keperluan itu, atau
orang yang terpaksa hutang untuk keperluan hidup atau membebaskan
dirinya dari maksiat.
7. Untuk biaya di jalan Allah Swt, yaitu jalan yang menyampaikan kepada
keridhaan Allah, baik berupa ilmu, maupun amal. Menurut jumhur,
mereka adalah orang yang berperang sukarelawan. Mereka berhak
mendapatkan zakat meskipun kaya.
24
8. Ibnu Sabil, atau orang yang bepergian demi kemaslahatan umum, yang
manfaatnya kembali pada agama Islam. Mereka adalah musafir yang
terputus dari negerinya, diberi zakat yang akan dapat membantunya
mencapai maksud, jika tidak sedikitpun dari hartanya yang tersisa,
disebabkan kemiskinan yang dialaminya.
Penjelasan di atas didasarkan pada ayat Al-Qur‟an Surat At-Taubah
ayat 60 yang berbunyi:
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-
orang miskin , pengurus-pengurus zakat (amil/panitia), para muallaf yang
dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang,
untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai
sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana.”
Zakat ini berguna untuk membersihkan harta sekaligus jiwa dari sifat-
sifat tercela terutama sifat kikir dan suka menumpuk harta.Selain itu, zakat
berguna untuk memperpendek atau menghilangkan kesenjangan ekonomi.
Berikut ini hikmah dari zakat fitrah:
Pertama, yang berhubungan dengan orang yang berpuasa pada bulan
Ramadhan.Mereka tidak lepas dari omongan dan perbuatan yang tidak ada
manfaatnya, dan dilarang oleh Allah Swt.
Berdasarkan hikmah yang pertama di atas, maka kedatangan kewajiban zakat
fitrah di akhir bulan, yang seperti pembersih atau kamar mandi yakni untuk
25
membersihkan orang dari kemadharatan yang menimpa dirinya, atau
membersihkan kekotoran puasanya, atau menambal segala yang kurang,
sesungguhnya kebaikan-kebaikan itu adakan menghilangkan segala yang
kotor.
Kedua, yang berhubungan dengan masyarakat, menumbuhkan rasa kecintaan
orang-orang miskin dan orang-orang yang membutuhkannya.Dalam hal ini
orang-orang yang berpuasa tidak melupakan mereka yang membutuhkan
pertolongan dan menghindarkan orang miskin dari perbuatan meminta-minta
(Qardhawi, 1991: 925-926).
Sementara menurut Zuhayly (1995: 86-88), hikmah zakat meliputi:
Pertama, zakat menjaga dan memelihara harta dari incaran mata dan tangan
para pendosa dan pencuri.
Kedua, zakat merupakan pertolongan bagi orang-orang fakir dan orang-orang
yang sangat memerlukan bantuan.Zakat bisa mendorong mereka untuk
bekerja dengan semangat-ketika mereka mampu melakukannya-dan bisa
mendorong mereka untuk meraih kehidupan yang layak.
Ketiga, zakat menyucikan jiwa dari penyakit kikir dan bakhil, melatih
seorang Muslim untuk menjadi pemberi dan bersikap dermawan.
Pengelolaan di Masa Nabi Muhammad SAW.
Zakat diperintahkan kepada umat Islam melalui ajaran Nabi
Muhammad.Meskipun pada masa-masa sebelum Nabi Muhammad sudah
pernah diwajibkan kepada umat Nabi Ibrahim, Ishaq, dan Ya‟qub (QS. Al-
Anbiya‟: 73), Ismail (QS. Maryam: 54-55), Bani Israil (QS.Al-Baqarah: 83),
26
Isa (QS. Maryam: 31), dan seluruh umat dari golongan ahli kitab secara
umum (QS. Al-Bayyinah: 5).
Awal pemerintahan Nabi Muhammad dalam memimpin Islam, zakat
diwajibkan untuk penduduk di Madinah.Meskipun kepedulian terhadap kaum
miskin sudah dituntunkan di Makkah (Hidayati. 2013: 11).Dalam sebuah
riwayat, Nabi Muhammad Saw telah menginstruksikan Mu‟adz bin Jabal r.a
untuk menjadi kadhi di Yaman, beliau memerintahkan untuk berdakwah demi
kalimat tauhid kepada golongan Ahli Kitab.Jika mereka menerimanya, maka
diserukanlah perintah shalat dan perintah zakat.Setelah itu do‟a merupakan
sesuatu yang disunahkan.Riwayat dari Ibnu Abbas .ra ini menjadi dasar ijma‟
shahabat dalam rangka pengelolaan zakat.
Rasulullah Saw mengumpulkan zakat dari orang-orang yang datang
langsung di hadapan beliau, yang menyerahkan zakat kepada Nabi secara
sukarela dan tidak terpaksa (Abu Zahrah. 1995: 133).Dari para penerima,
Nabi juga memerintahkan kepada mereka untuk mendoakan para muzakki.
Kewajiban zakat di Makkah adalah tidak dibatasi berapa besar harta
yang wajib dikeluarkan zakatnya, tidak pula jumlah yang harus
dizakatkan.Setelah menginjak tahun kedua setelah hijrah, baru dirincikan
besar dan jumlah setiap jenis harta yang wajib dizakati (Sabiq. 1982: 7). Hal
ini dijelaskan dalam sebuah hadis riwayat Bukhari sebagai berikut:
Dalam sebuah riwayat disebutkan, dari Anas. r.a, bahwa Abu
Bakar r.a. berkirim surat kepadanya yang berisi sebagai berikut:
“Inilah sedekah fardhu yang telah difardhukan oleh Rasulullah. Saw,
atas kaum muslim, dan Allah telah memerintahkan Rasul-Nya untuk
melaksanakannya. Yaitu pada tiap-tiap dua puluh empat ekor unta ke
bawah zakatnya berupa kambing, untuk tiap lima ekor zakatnya satu
27
ekor kambing. Apabila ternak unta mencapai dua puluh lima ekor
hingga tiga puluh ekor, maka zakatnya seekor unta betina bintu
makhadh, jika unta betina bintu makhadh tidak ada, maka diganti
dengan unta jantan labun. Apabila jumlah ternak unta mencapai tiga
puluh enam hingga empat puluh lima ekor, maka zakatnya adalah
seekor unta hiqqah yang siap didatangi oleh unta pejantan. Apabila
jumlah ternak mencapai enam puluh satu ekor hingga tujuh puluh lima
ekor, maka zakatnya adalah seekor unta jaz‟ah. Apabila ternak unta
mencapai tujuh puluh enam ekor hingga sembilan puluh ekor, maka
zakatnya adalah dua ekor unta betina labun.Apabila jumlah ternak
unta mencapai sembilan puluh satu ekor hingga seratus dua puluh
ekor, maka zakatnya adalah dua ekor unta betina hiqqah yang siap
didatangi unta pejantan. Apabila jumlah ternak unta mencapai lebih
seratus dua puluh ekor, maka zakatnya adalah tiap-tipa lima puluh
ekor seekor unta hiqqah. Dan barangsiapa yang tidak memiliki ternak
unta selain empat ekor, maka tidak perlu sedekah kecuali pemiliknya
menghendaki.Mangenai sedekah ternak kambing yang berada dalam
penggembalaannya, apabila jumlahnya empat puluh ekor hingga
seratus dua puluh ekor, maka zakatnya seekor kambing.Apabila
jumlahnya lebih dari seratus dua puluh ekor hingga mencapai dua
ratus ekor, maka zakatnya adalah dua ekor kambing.Apabila jumlah
ternak kambing mencapai lebih dari tiga ratus ekor, maka tiap-tipa
seratus ekor kambing adalah seekor kambing.Apabila jumlah kambing
gembalaan seseorang kurang dari empat puluh ekor, misalnya kurang
satu ekor, maka tidak perlu sedekah kecuali jika pemiliknya
menghendaki. Tidak boleh mengelompokkan ternak yang terpisah-
pisah, tidak boleh pula memisahkan ternak yang bersatu karena
khawatir akan terkena sedekah. Bila ternak dimiliki dua orang yang
berserikat, maka kedua pemilik harus saling merujuk dengan cara
yang adil. Hewan yang telah berusia lanjut, cacat, dan pejantan tidak
boleh digunakan untuk sedekah kecuali jika pemungut sedekah
menghendakinya (mengizinkannya).Mengenai zakat logam dan perak,
bila jumlahnya mencapai dua ratus dirham, maka zakatnya adalah dua
setengah persen.Apabila jumlah logam perak hanya seratus sembilan
puluh dirham, maka tidak perlu sedekah kecuali bila pemiliknya yang
menghendaki. Dan barangsiapa yang memiliki ternak unta dalam
jumlah yang mewajibkan membayar sedekah berupa seekor unta
jadz‟ah, sedangkan ia tidak memiliki unta jadz‟ah, tetapi hanya
memiliki unta hiqqah, maka untuk hiqqah diterima dengan ditambah
dua ekor kambing-bilamana ia memiliki dua ekor kambing-atau uang
sebesar dua puluh dirham. Barangsiapa yang meiliki ternak dengan
jumlah yang mewajibkannya membayar sedekah berupa unta hiqqah,
sedangkan ia tidak memiliki unta hiqqah, tetapi hanya meiliki unta
jadz‟ah, maka unta jadz‟ah dapat diterima dan si wajib sedekah
menerima pengembalian uang sebesar dua puluh dirham atau dua ekor
kambing.” (HR. Bukhari) (Al-Asqalani. 2011: 156)
28
Rasulullah pernah menarik zakat atas berbagai harta kekayaan secara
keseluruhan baik itu berupa hewan ternak, hasil panen maupun emas dan
hasil niaga.Beliau menghimpunkan zakat emas dan hasil niaga melalui orang-
orang yang datang secara langsung.(Abu Zahrah. 1995: 136).Sehingga konsep
amil belum terpikirkan kala itu.Intinya adalah zakat dibayarkan langsung
kepada imam.
Zakat fitrah lebih utama jika dikeluarkan sebelum orang-orang keluar
pergi shalat „ied. Hal ini didasarkan pada hadis riwayat Ibnu Umar. ra. Zakat
fitrah ini dibayarkan guna mencukupi kebutuhan orang-orang miskin dan agar
orang-orang miskin tidak mengemis.Karena mereka merupakan golongan
yang paling utama untuk menerimanya.Hal ini didasarkan pada hadis riwayat
Baihaqi dan Daruquthni.
Sementara itu, di era Madinah, hukum zakat yang lebih terperinci
diturunkan. Yang meliputi siapa saja yang wajib mengeluarkan zakat, siapa
yang berhak menerima zakat, tata cara menunaikannya dan jenis harta yang
diwajibkan zakat, termasuk zakat fitrah. Baginda Rasul juga melantik para
amil zakat dan membagikannya ke seluruh wilayah pemerintahan Islam.
Sebelum wafat, beliau juga meninggalkan wasiat kepada khalifah
selanjutnya, Abu Bakar r.a untuk menarik zakat madu.Beliau
memperkenalkan prinsip pembagian tugas dan elemen penguat dalam
pengelolaan zakat dengan adanya amil. Beliau mengamanahkan kepada Bilal
Bin Rabbah r.a untuk menjaga ketika Zubair bin Awwam r.a dilantik sebagai
pencatat pemasukan zakat. Beliau juga melantik Jahm bin Al-Suth r.a sebagai
29
juru audit dan pendaftar, Uttab bin Usayd r.a sebagai amil di Kota Makkah,
Huzaimah bin Yaman r.a di Kota Hijaz dan Abdullah bin Rawahar r.a di Kota
Khaibar. Beliau juga meletakkan konsep fauran (segera) dalam hal penarikan
zakat.(www. umarfarouq.blogspot.com)
B. Pengertian Pengelolaan dan Distribusi Zakat Fitrah
1. Pengertian Pengelolaan
Menurut UU Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan zakat,
Pengelolaan adalah adalah kegiatan perencanaan,pelaksanaan, dan
pengoordinasian dalampengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaanzakat. Sementara itu dalam pasal dua dan tiga dijelaskan
bahwa pengelolaan zakat meliputi asas-asas sebagai berikut:
a. Syariat Islam; artinya sesuai dengan tuntunan dan ajaran Nabi
Muhammad. Saw melalui bimbingan para imam fikih meliputi empat
madzhab: Maliki, Hanafi, Syaf‟i, dan Hanbali.
b. Amanah; artinya dalam mengelola zakat, harus dapat dipercaya oleh
masyarakat baik dari sisi pelaksanaan maupun
pertanggungjawabannya.
c. Kemanfaatan; artinya dilakukan sepenuhnya untuk memberikan
manfaat sebesar-besarnya bagi mustahiq zakat.
d. Keadilan; artinya dilakukan secara non-diskriminatif atau tidak
melihat berasal dari suku apa, warna kulitnya seperti apa.
30
e. Kepastian hukum; artinya adanya kepastian hukum bagi muzakki dan
mustahiq zakat.
f. Terintegrasi; artinya dilaksanakan secara hierarkis dari pusat
(BAZNAS) hingga ke daerah-daerah (BAZDA, LAZ, UPZ) dalam
upaya peningkatan pengelolaan dan
g. Akuntabilitas; artinya dapat dipertanggungjawabkan pelaporan
pelaksanaannya dan dapat diakses secara mudah oleh masyarakat.
Pengelolaan zakat bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan
efisiensi pelayanandalam pengelolaan zakat dan meningkatkan manfaat
zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan
kemiskinan.
Sistem Pemungutan Zakat menurut Mursyidi (2006: 100) adalah
sebagai berikut:
a. Self assessment, yaitu zakat dihitung dan dibayarkan sendiri oleh
muzakki atau disampaikan ke lembaga swadaya masyarakat atau
badan amil zakat untuk dialokasikan kepada yang berhak. Disini zakat
merupakan kewajiban yang pelaksanaannya merupakan kesadaran
orang Islam yang berkewajiban. Dengan kata lain tidak ada
pemaksaan oleh pihak yang berwenang. Muzakkiakan berurusan
langsung dengan Allah Swt dan para mustahiq. Sistem ini didasari
pada penjelasan kewajiban seorang muslim yang harus mengeluarkan
zakat.
31
b. Official assessment, yaitu zakat akan dihitung dan dialokasikan oleh
pihak yang berwenang, misalnya badan-badan yang ditunjuk oleh
pemerintah. Ini dapat dilakukan apabila penyelenggara pemerintahan
adalah pihak-pihak yang dianggap berwenang berdasarkan syari‟at
Islam dan sudah menjadi kebijakan umum. Disini muzakki hanya
memberikan informasi tentang kekayaannya kepada para pihak penilai
dan penghitung zakat kekayaan. Sistem ini didasari pada perintah
Allah Swt kepada para penguasa yang berwenang untuk mengambil
(khudz) sebagian dari kekayaan orang Islam yang berkecukupan.
2. Pengertian Distribusi
Distribusi adalah penyaluran atau pembagian sesuatu kepada pihak
yang berkepentingan. Sementara sistem distribusi zakat merupakan
kumpulan atau komponen baik fisik maupun nonfisik yang saling
berhubungan satu sama lain dan bekerja sama secara harmonis untuk
menyalurkan zakat yang terkumpul kepada pihak-pihak tertentu dalam
meraih tujuan sosial ekonomi dari pemungutan zakat (Mursyidi, 2006:
169).
Misi distribusi zakat adalah menciptakan masyarakat muslim yang
kokoh baik di bidang ekonomi maupun nonekonomi. Untuk
melaksanakan misi tersebut, perlu adanya sistem alokasi zakat yang
memadai (Mursyidi, 2006: 180).
32
Sistem tersebut mencakup:
a. Prosedur alokasi zakat yang mencerminkan pengendalian yang
memadai sebagai indikator praktek yang adil.
b. Sistem seleksi mustahiq dan penetapan kadar zakat yang dialokasikan
kepada kelompok mustahiq.
c. Sistem informasi muzakki dan mustahiq (SIMM).
d. Sistem dokumentasi dan pelaporan yang memadai.
Menurut UU Nomor 23 tahun 2011 tentang Zakat, dalam rangka
pengelolaan zakat, baik itu zakat fitrah maupun zakat mal dilaksanakan
oleh Badan Amil Zakat Nasional atau lebih dikenal sebagai BAZNAS
(dulu disebut dengan Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah/BAZIS).
Berdasarkan Pasal 7, dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS ini
menjalankan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Selain itu juga bertugas untuk
membuat pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan
zakat.
Dalam amanat UU Zakat yang baru ini, dijelaskan bahwa
masyarakat diperbolehkan untuk membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ)
guna membantu BAZNAS. Dan sebagaimana telah diatur dalam Pasal 29
ayat (3), LAZ ini wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan
zakat, infak, sedekah dan dana sosial keagamaan lainnya kepada
BAZNAS dan pemerintah secara berkala. Namun pada kenyataan yang
berjalan di masyarakat, mereka justru membentuk panitia/amil mandiri
33
baik itu secara kelompok atau dikoordinir di masjid-masjid melalui
kepengurusan takmir.
Dalam Pasal 38 dijelaskan bahwa dilarang bagi setiap orang yang
sengaja bertindak selaku amil zakat melakukan penghimpunan,
pendistribusian atau pendayagunaan zakat tanpa ijin pejabat yang
berwenang. Dia akan ditindak sebagaimana diatur dalam Pasal 41 dengan
pidana paling lama satu tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp.
50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
Dengan penjelasan Pasal 66 PP Nomer 14 Tahun 2014 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2011 tentang Zakat,
bahwa: “(1) Dalam hal di suatu komunitas dan wilayah tertentu belum
terjangkau oleh BAZNAS dan LAZ, kegiatan pengelolaan zakat dapat
dilakukan oleh perkumpulan orang, perseorangan tokoh umat Islam (alim
ulama), atau pengurus/takmir masjid/musholla sebagai amil zakat.(2)
Kegiatan Pengelolaan Zakat oleh amil zakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dengan memberitahukan secara tertulis kepada kepala
kantor urusan agama kecamatan.” Maka dari itu, pengelolaan di dusun-
dusun yang dikelola secara mandiri melalui kepengurusan takmir itu
diperbolehkan oleh negara.
Maka dari itu, masalah penditribusian harus dilaksanakan sesuai
dengan syari‟at Islam meskipun dilakukan oleh panitia/ amil mandiri.
Berdasarkan Pasal 25, Pasal 26 menjelaskan bahwa pendistribusian zakat
34
dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip
pemerataan, keadilan, dan kewilayahan.
Zuhayly (1995: 278-279) menjelaskan bahwa apabila yang
membagikan zakat itu adalah imam, dia harus membaginya menjadi
delapan bagian.Yang pertama kali mengambil bagian itu seharusnya
adalah panitia zakat, karena dia mengambilnya sebagai ganti jerih payah
yang dikeluarkannya untuk memungut zakat. Adapun kelompok-
kelompok yang lain mengambil zakat atas dasar kesamaan hak diantara
mereka. Dan jika yang membagikan zakat itu adalah pemilik harta itu
sendiri atau orang yang mewakilinya, gugurlah hak panitia zakat itu,
kemudian dibagikan kepada tujuh kelompok yang tersisa jika semua
kelompok itu masih ada; jika tidak, zakat itu hanya dibagikan kepada
kelompok yang ada saja.
Akan tetapi tidak dapat dipungkiri jika umat Islam melakukan
optimalisasi fungsi sosial masjid dalam hal penggalangan dan penyaluran
zakat. Mufraini (2006:134) menjelaskan dalam bukunya Akuntansi dan
Manajemen Zakat, bahwa ada beberapa hal yang bisa dilaksanakan dalam
mengoptimalkan pola kerja ta‟mir masjid khususnya dalam tataran zakat,
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Kelembagaan masjid, yang diwakili oleh ta‟mir masjid ataupun yang
lainnya, dapat mencoba membuat database kesejahteraan dan
kemiskinan para jama‟ahnya. Sehingga dapat dijadikan acuan yang
valid untuk dimanfaatkan oleh BAZ/LAZ guna kepentingan
35
pengembangan sistem informasi pengumpulan dan penyeluran zakat
dan sebagai jalan untuk menjadikan zakat terdistribusikan secara tepat
sasaran.
2. Organisasi ta‟mir masjid atau yang lainnya menyusun kalender
pelaksanaan zakat terpadu, baik untuk zakat fitrah maupun zakat mal,
untuk mengingatkan jama‟ah surplus calon muzakkiakan waktu haul.
3. Organisasi kelembagaan masjid dapat menjadi corong pengeras suara
sistem komunikasi masa untuk sosialisasi pelaksanaan kewajiban
zakat yang sekarang terus digalakkan. Terutama oleh lembaga
BAZ/LAZ, seperti halnya dompet dhuafa sebagai contoh.
Menurut Madzhab Syafi‟i, membolehkan zakat fitrah dibayarkan
kepada tiga orang fakir atau miskin, sedangkan al-Rawyani dari Madzhab
Syafi‟i berpendapat bahwa zakat itu hendaknya dibagikan kepada paling
tidak tiga kelompok yang berhak menerima zakat. Menurut madzhab
Hanafi, Maliki, dan Hanbali, zakat boleh dibagikan hanya kepada satu
kelompok saja.Bahkan Madzhab Hanafi dan Maliki memperbolehkan
pembayaran zakat kepada satu orang dari delapan kelompok yang
ada.Dan menurut Madzhab Maliki, memberikan zakat kepada orang yang
sangat memerlukan dibandingkan dengan kelompok lainnya merupakan
sunnat.
36
C. Konsep Maslahat Menurut Ushul Fikih
1. Pengertian Maslahat
Maslahat menurut Imam Al-Ghazali adalah mengambil manfaat
dan menolak kemudharatan dalam rangka memelihara tujuan-tujuan
syara‟ (Haroen, 1996: 114). Tujuan syara‟ itu dijelaskan lebih lanjut oleh
Al-Ghazali bahwa tujuan yang harus dipelihara ada lima bentuk yaitu:
memelihara agama, jiwa, akal, keturuanan dan harta. Apabila seseorang
melakukan perbuatan yang pada intinya untuk memelihara kelima aspek
tujuan syara‟ di atas, maka dinamakan maslahah(Haroen, 1996: 114).
Sementara menurut Al-Khwarizmi memberikan definisi yang
hampir sama dengan definisi Al-Ghazali, yaitu memelihara tujuan syara‟
(dalam menetapkan hukum) dengan cara menghindarkan kerusakan dari
manusia (Syarifuddin. 2011: 346). Menurut Imam Al-Syatibi,
kemaslahatan itu tidak dibedakan antara kemaslahatan dunia dengan
kemaslahatan akhirat. Jadi intinya jika seseorang hendak mencapai
kemaslahatan dunia, dia harus melakukannya demi kemaslahatan akhirat
pula (Haroen, 1996: 114).Sementara menurut Abdul Wahhab Khalaf
menjelaskan: “maslahat yaitu maslahah yang ketentuan hukumnya tidak
digariskan oleh Tuhan dan tidak ada dalil syara‟ yang menunjukkan
tentang kebolehan dan tidaknya maslahah tersebut.”(Zuhri, 2011:81).
Menurut ahli ushul fikih, Maslahat adalah menetapkan hukum
suatu masalah yang tidak ada nasnya atau tidak ada ijma‟ terhadapnya,
dengan berdasarkan pada kemaslahatan semata (yang oleh syara‟ tidak
37
dijelaskan ataupun dilarang). Abu Zahrah dalam kitabnya usul fikih
menyebutkan: “maslahah atau istishlah yaitu segala kemaslahatan yang
sejalan dengan tujuan-tujuan syar‟i (dalam menentukan hukum) dan
kepadanya tidak ada dalil khusus yang menunujuk tentang diakui atau
tidaknya (Zuhri, 2011: 82).
At-Tufy menetapkan bahwa maslahat adalah dalil syar‟i dalam
bidang muamalat (Salam, dkk.1994: 116-117). Jadi dapat disimpulkan
dari beberapa pengertian yang dijelaskan oleh para ulama dan pakar
ushul fikih bahwa maslahat itu adalah hal-hal yang bersifat baik untuk
manusia meskipun tidak dijelaskan dalam nash ataupun syara‟.
Sebagai contoh maslahah ini dapat kita ketahui, misalnya dalam
pengumpulan Al-Qur‟an dalam Mushaf Utsmani, memerangi
pembangkang zakat di zaman Abu Bakar, pewarisan kekhalifahan dari
Abu Bakar kepada Umar, pencetakan mata uang, pencatatan pernikahan
(Zuhri, 2011: 85). Kesemuanya ini tidak dijelaskan melalui dalil-dalil
nash dan syara‟ akan tetapi bertujuan baik bagi manusia di dunia dan
akhirat.
Adapun maslahah yang dikehendaki oleh suasana sekeliling
kenyataan-kenyataan baru yang datang setelah terputusnya wahyu,
sedangkan syari‟ belum mensyari‟atkan hukum untuk merealisir
maslahah-maslahah tersebut, dan juga tidak terdapat dalil syari‟
mengenai pengakuan atau pembatalan maslahah-maslahah tersebut, maka
akan disebut maslahah mursalah(Khalaf, 1996: 132). Adapun tujuan dari
38
pembentukan hukum melalui maslahah mursalah ini adalah menjadikan
fikih dan hukum islam mampu dinamis dan mengikuti perputaran zaman
(tidak beku/jumud dalam ijtihad) (Khalaf, 1996: 133).
2. Konsep Maslahat dalam Ushul Fikih
Adapun menurut para ulama, alasan mereka menerima maslahat
sebagai dalil syar‟i, diantaranya ialah:
a. Kemaslahatan yang diharapkan manusia itu tumbuh dan bertambah.
Sekiranya hukum tidak menampung untuk menetapkan kemaslahatan
manusia yang dapat diterima, berarti kurang sempurna syari‟at itu,
atau bekulah syari‟at Islam itu. Padahal nyatanya tidak demikian.
b. Kalau diamati benar-benar, para sahabat dan tabi‟in serta imam-imam
mujtahid, mereka telah menetapkan hukum-hukum dengan
berdasarkan pada kemaslahatan. Abu Bakar Ash-Shidiq
memerintahkan untuk menyusun mushaf yang tadinya belum
berkumpul. Demikian pula tindakannya memerangi orang yang
ingkar dan enggan membayar zakat.
Lalu maslahat ini masih memiliki syarat jika dijadikan
hujjah/dasar keputusan. Biasanya, manusia akan terganggu dengan
adanya campur tangan nafsu dalam memutuskan suatu perkara. Maka
dari itu, syarat-syarat berhujjah dengan maslahat antara lain:
a. Kemaslahatan yang dicapai dengan maslahat itu harus kemaslahatan
hakiki. Maksudnya maslahah yang bisa mendatangkan kemanfaatan
dan menjauhi kemadharatan.
39
b. Kemaslahatan yang dicapai dengan maslahat itu harus kemaslahatan
umum, bukan kemaslahatan perorangan atau golongan. Jelasnya,
kemaslahatan itu harus dapat dan mampu memberi manfaat kepada
sebagian besar dari masyarakat juga tidak membawa madlarat pada
sebagian yang lainnya.
c. Kemaslahatan yang dicapai dengan maslahat itu tidak bertentangan
dengan nas syara‟ atau ijma‟.
Kekuatan maslahah dapat dilihat dari segi tujuan syara‟ dalam
menetapkan hukum, yang berkaitan-secara langsung atau tidak langsung-
dengan lima prinsip pokok bagi kehidupan manusia, yaitu: agama, jiwa,
akal, keturunan, dan harta. Juga dapat dilihat dari segi tingkat kebutuhan
dan tuntutan kehidupan manusia kepada lima hal tersebut (Syarifuddin,
2011: 348).
1. Dari segi kekuatannya sebagai hujjah dalam menetapkan hukum,
maslahah ada tiga macam, yaitu: maslahah dharuriyah, maslahah
hajiyah, dan maslahah tahsiniyah.
a. Maslahah dharuriyah adalah kemaslahatan yang keberadaannya
sangat dibutuhkan oleh kehidupan manusia, artinya kehidupan
manusia tidak punya arti apa-apa bila satu saja dan prinsip yang
lima itu tidak ada. Segala usaha yang secara langsung menjamin
atau menuju pada keberadaan lima prinsip tersebut adalah baik
atau maslahah dalam tingkat dharuri.
40
Jadi memeluk agama, hak hidup dan berkembang biak
merupakan naluri insani dan hak asasi setiap manusia. Maka
Allah mensyari‟atkan kepada manusia untuk memelihara akidah,
ibadah dan muamalah dalam rangka memelihara agamanya.
Allah juga mensyari‟atkan manusia untuk mengelola sumber
daya alam untuk dikonsumsi dan mengatur hukum perkawinan
untuk meneruskan generasi manusia (Haroen, 1996: 115).
b. Maslahah hajiyah adalah kemaslahatan yang tingkat kebutuhan
hidup manusia kepadanya tidak berada tingkat dharuri. Bentuk
kemaslahatannya tidak secara langsung bagi pemenuhan
kebutuhan pokok yang lima (dharuri), tetapi secara tidak
langsung menuju ke arah sana seperti dalam hal memberi
kemudahan bagi pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Jadi jika
tidak terpenuhi, tidak secara langsung menyebabkan kerusakan,
tetapi secara tidak langsung juga bisa menyebabkan kerusakan.
Contohnya adalah menuntut ilmu agama untuk tegaknya
agama, sebaliknya ada perbuatan yang secara langsung akan
berdampak pada pengurangan atau perusakan lima kebutuhan
pokok, seperti menghina agama berdampak pada memelihara
agama. Kemudian kebolehan untuk berbuka puasa bagi musafir,
berburu binatang, kerjasama dalam pertanian (musaqqah), dan
jual beli pesanan (bay‟ al salam) (Haroen, 1996: 116).
41
c. Maslahah tahsiniyah adalah maslahah yang kebutuhan hidup
manusia kepadanya tidak sampai tingkat dharuri, juga tidak
sampai tingkat haji, namun kebutuhan tuhan tersebut perlu
dipenuhi dalam rangka memberikan kesempurnaan dan
keindahan bagi manusia. Intinya kebutuhan yang lebih penting
didahulukan. Contoh: mendahulukan agama atas jiwa dan harta,
memakan makanan yang bergizi, berpakaian yang bagus-bagus
dan menghilangkan najis dari badan (Haroen, 1996: 116).
Dari ketiga kemaslahatan ini seorang Muslim dapat memprioritaskan
maslahat yang akan diambilnya, yang harus diutamakan adalah
maslahat dharuriyah, baru maslahat hajiyah, dan yang terakhir
maslahat tahsiniyah.
2. Dari adanya keserasian dan kesejalanan anggapan baik oleh akal itu
dengan tujuan syara‟ dalam menetapkan hukum, ditinjau dari maksud
usaha mencari dan menetapkan hukum, maslahah itu disebut juga dengan
munasib atau keserasian maslahah dengan tujuan hukum. Maslahah
terbagi menjadi tiga macam:
a. Maslahah al-Mu‟tabarah yaitu maslahah yang diperhitungkan oleh
syar‟i. Maksudnya, ada yang memberi petunjuk pada adanya maslahah
yang menjadi alasan dalam menetapkan hukum. Dari langsung
tidaknya petunjuk (dalil) terhadap maslahah terbagi dua:
1) Munasib mu‟atstsir, yaitu ada petunjuk langsung dari pembuat
hukum (syar‟i) yang memerhatikan maslahah tersebut.
42
Maksudnya, ada petunjuk syara‟ dalam bentuk nash atau ijma‟
yang menetapkan bahwa maslahah itu dijadikan alasan dalam
menetapkan hukum.Contohnya tidak baiknya mendekati
perempuan yang sedang haid dengan alasan penyakit haid itu
adalah penyakit. Hal ini diatur dalam QS. Al-Baqarah: 222.
2) Munasib mulaaim yaitu tidak adanya petunjuk dalil secara
langsung dalam bentuk nashatau ijma‟ tentang perhatian syara‟
terhadap maslahah tersebut, namun secara tidak langsung ada.
Maksudnya, meskipun syara‟ secara langsunng tidak menetapkan
suatu keadaan menjadi alasan untuk menetapkan hukum yang
disebutkan, namun ada petunjuk syara‟ bahwa keadaan itulah yang
ditetapkan syara‟ sebagai alasan untuk hukum yang sejenis.
Contoh: bolehnya shalat jama‟ bagi orang yang muqim karena
hujan. Hukum yang sejenis dari itu adalah bolehnya jama‟ bagi
orang yang sedang bepergian (safar).
b. Maslahah al-Mulghah, atau maslahah yang ditolak, yaitu maslahat
yang dianggap baik oleh akal, tetapi tidak diperhatikan oleh syara‟ dan
ada petunjuk syara‟ yang menolaknya. Hal ini berarti akal
menganggapnya baik dan telah sejalan dengan tujuan syara‟, namun
ternyata syara‟ menetapakan hukum yang berbeda dengan apa yang
dituntut oleh maslahat itu. Contoh: raja yang mencampuri istrinya di
siang hari di Bulan Ramadhan. Untuknya sanksi terbaik adalah disuruh
puasa dua bulan berturut-turut. Hal ini sesuai dengan akal karenadapat
43
membuat jera si pelaku. Namun tidak begitu dengan syara‟ yang
memerintahkan untuk memerdekakan hamba sahaya. Meskipun tidak
relevan untuk membuat pelaku jera.
c. Maslahah Mursalah, yaitu apa yang dipandang baik oleh akal, sejalan
dengan tujuan syara‟ dalam menetapkan hukum, namun tidak ada
petunjuk syara‟ yang memperhitungkannya dan tidak ada pula
petunjuk syara‟ yang menolaknya (Syarifuddin. 2011: 348-354).
Maka dalam rangka mengeliminasi atau menghilangkan kekhawatiran
akan tergelincir pada sikap semaunya dan sekehendak nafsu, maka dalam
berijtihad dengan menggunakan maslahah mursalah itu sebaiknya
dilakukan secara bersama-sama (Syarifuddin. 2011: 364).
Dilihat dari segi kandungan maslahah, para ulama ushul fikih
membaginya kepada:
a. Maslahat al-„Ammah, yaitu kemaslahatan umat yang menyangkut
kepentingan orang banyak. Meskipun tidak berarti untuk kepentingan
semua orang, tetapi bisa berbentuk kepentingan mayoritas umat atau
kebanyakan umat. Contohnya, para ulama‟ membolehkan membunuh
para ahli bid‟ah yang merusak akidah umat.
b. Maslahat al-Khashshah, yaitu kemaslahatan pribadi. Contohnya, para
ulama‟ membolehkan putusnya pernikahan karena suami dinyatakan
hilang (maqfud).
Lalu maslahat dapat diterima dengan syarat-syarat sebagai berikut:
44
a. Menurut Haroen (1996: 122), ulama Malikiyah dan Hanabilah
mensyaratkan tiga syarat, yaitu:
1. Kemaslahatan itu sejalan dengan kehendak syara‟ dan termasuk
dalam jenis kemaslahatan yang didukung nash secara umum.
2. Kemaslahatan itu bersifat rasional dan pasti, bukan sekedar
perkiraan sehingga benar-benar bermanfaat dan menolak
kemudharatan.
3. Kemaslahatan itu bersifat menyangkut kepentingan orang banyak,
bukanlah untuk kepentingan kelompok kecil atau pribadi.
b. Sementara Al-Ghazali mensyaratkan tiga pula, yaitu:
1. Maslahat itu sejalan dengan jenis-jenis tindakan syara‟.
2. Maslahat itu tidak meninggalkan atau bertentangan dengan nash
syara‟.
3. Maslahat itu termasuk ke dalam kategori maslahat dharuri, baik
kemaslahatan pribadi maupun kemaslahatan orang banyak dan
universal.
c. Menurut Zuhri (2011: 102), Zakaria Al-Farisi dalam kitabnya
masadirul ahkamil Islamiyah memberikan syarat-syarat antara lain:
1. Hendaknya maslahat itu hakiki sifatnya, tidak imajinatif dalam
arti apabila orang berkesempatan dan yang memusatkan perhatian
pada itu yakin sepenuhnya bahwa membina hukum berdasarkan
kemaslahatan tersebut akan dapat menarik manfaat dan menolak
madarat bagi manusia.
45
2. Kemaslahatan itu sifatnya universal dan totalitas. Contohnya,
kalau dalam perang melawan orang kafir mereka membentengi
diri dan membuat pertahanan melalui beberapa orang muslim
yang tertawan. sedang orang kafir tersebut dikhawatirkan akan
melancarkan agresi dan menghancurkan mayoritas kaum Muslim.
Maka penyerangan terhadap mereka harus dilakukan meskipun
akan mengakibatkan kematian beberapa orang Muslim yang
seharusnya dilindungi keselamatan jiwanya. hal ini didasarkan
pada pertimbangan kepentingan umum dengan tetap
mementingkan suatu kemenangan dan ketahanan.
3. Hendaknya kemaslahatan bukan merupakan kemaslahatan yang
mulgha yang jelas ditolak. Seperti hukuman raja yang
mencampuri istrinya di siang hari di bulan Ramadhan. Pendapat
seperti ini didasarkan pada nash Al-Qur‟an yang menunjukkan
kepada kafarat itu tidak mendiskriminasikan raja dengan lainnya.
Jadi intinya adalah tidak sembarangan dalam membuat kesepakatan
hukum berdasarkan kemaslahatan jika tanpa mengetahui dasar
kehujjahannya. Dan juga, kemaslahatan yang diambil akan berdampak
pada kemanfaatan bersama/mensejahterakan orang banyak.
Contoh-contoh penggunaan prinsip maslahah di Indonesia:
1. Memperhatikan kualitas daripada kuantitas. Misalkan, terhadap
seleksi tentara nasional. Akan dipilih dari mereka yang memiliki fisik
kuat, besar dan tinggi serta hati yang bersih. Yang memiliki badan
46
kurus pendek dan cita-cita serta tekad yang rendah akan
didiskualifikasi meskipun mereka berjumlah banyak. Contoh lain
adalah memilih menabung di bank muamalat/syari‟ah karena memiliki
keuntungan dunia-akhirat daripada menabung di bank konvensional
meskipun memiliki tawaran hadiah undian yang menarik sedemikian
rupa tetapi di dalamnya terdapat riba dari bunga bank.
2. Lebih mengutamakan ilmu daripada jihad. Sudah terbukti ketika di
Timur Tengah dilanda konflik, maka banyak organisasi menggalang
dana secara kontinyu dan mengirimkan pasukan kesana, baik
berdasarkan perintah pemerintah (Pasukan Garuda) maupun bersifat
sukarela (Syam Organizer, save Palestina, dan lain-lain). Maka,
sebagai orang Muslim yang jauh dari negara konflik, penjajahan di
negeri ini lebih mengarah ke pemikiran. Tidak wajib untuk ikut
berjihad jika alangkah lebih baik untuk belajar ilmu agama dan
memahami akidah. Karena memang sudah ada pasukan resmi yang
dikirim pemerintah kesana.
3. Lebih mengutamakan amal yang bermanfaat daripada yang kurang.
Misalkan, banyak gelandangan mengamen dan mengemis di lampu merah.
Alangkah lebih baik seorang Muslim tidak memberi mereka uang seribu-
dua ribu. Akan tetapi merelokasi mereka ke Dinas Sosial dan melatih
mereka dengan berbagai keterampilan. Sehingga ketika lulus dari pelatihan
kerja, mereka lebih berdaya untuk mengembangkan usaha.
47
4. Lebih mengutamakan amal psikis daripada amal fisik. Kebanyakan dari
para da‟i mengajak warga untuk banyak-banyak berpuasa, banyak shalat
sunnah. Tetapi alangkah lebih baik, mulai sekarang para da‟i mengajak
warga atau jama‟ahnya untuk lebih memperbaiki akhlak dan rutinitas wirid
karena tidak dapat dipungkiri bahwa seorang Muslim tidak hanya
membutuhkan sarapan saja, tetapi juga siraman rohani.
5. Lebih mengutamakan reformasi mental daripada amandemen undang-
undang. Hari ini DPR lebih sibuk di kursi dewan untuk menggodok
banyak sekali peraturan dan Rancangan Undang-Undang tanpa melihat
apakah siap warga Indonesia untuk melaksanakannya. Maka alangkah
lebih baik DPR disibukkan dengan program memperbaiki akhlak bangsa
dengan mendirikan Islamic Centre, mengembangkan sekolah-sekolah
negeri, memajukan sekolah di perbatasan dan memperbanyak pengajar
atau paling tidak menaikkan gaji guru disana.
48
BAB III
Pelaksanaan Pengelolaan Zakat Fitrah
A. Kondisi Geografis Masyarakat Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran,
Kabupaten Semarang
Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran Kabupaten Semarang terletak
persis di bawah kaki Gunung Merbabu. Dusun ini merupakan daerah di
dataran tinggi yang memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
Utara: berbatasan dengan Dusun Gumuk, Klero
Selatan: berbatasan dengan Dusun Krakal Mukti
Barat: berbatasan dengan Dusun Purwosalam
Timur: berbatasan dengan Dusun Duren Sawit, Sruwen
Dengan daerah yang merupakan dataran tinggi, maka daerah
tersebut sangat potensial untuk dikembangkan budidaya bercocok
tanam.Mayoritas penduduk bermata pencaharian berkebun atau menggarap
sawah, sebagian diantaranya bekerja di sektor industri dan usaha rumahan
/wiraswasta. Sementara potensi yang lain untuk pengembangan ekonomi
adalah jumlah penduduk. Jumlah penduduk Dusun Kaliwaru adalah sekitar
1281 jiwa, semuanya beragama Islam. (data tahun lalu berdasarkan
wawancara dengan Pak Kadus, data tidak dilampirkan karena data-data
sensus per dusun 5 tahun yang lalu tidak diarsipkan/hilang). Sehingga
potensi untuk membayar zakat fitrah dan mengembangkan ekonomi Islam
sangatlah besar.
49
B. Kondisi Sosial dan Keberagamaan Masyarakat Dusun Kaliwaru, Desa
Tengaran, Kabupaten Semarang
1. Kondisi Sosial Masyarakat Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran,
Kabupaten Semarang
Masyarakat di Dusun Kaliwaru adalah masyarakat yang rukun
dan tradisional.Terbukti dari terjaganya budaya kumpul dan adat
istiadat Jawa yang ada.Warganya juga terkesan tertutup dibuktikan
dengan tertutupnya pintu rumah setiap warganya walaupun itu di siang
hari.Karena tergolong sebagai masyarakat tradisionalis, maka
mayoritas para among desa bersifat kolot terhadap adat dan sulit
berkembang.Bahkan ada warga pendatang yang mengatakan bahwa
warga Kaliwaru itu sulit berkembang baik dari sisi ekonomi maupun
infrastruktur.Jikalau itu berubah membutuhkan waktu yang sangat
lama.Mungkin sekitar 15 tahun untuk berubah.
Berbicara mengenai mata pencaharian warga, maka warga
Kaliwaru lebih memilih untuk menjadi petani ataupun
mengglondhong.Karena memang jika dilihat dari tanah dan tumbuhan
yang ada mereka sangat cocok di bidang tersebut.Tanah yang subur
berupa pertegalan sangat cocok untuk ditanami pohon sengon dan
suren.Mereka memilih dua pohon tersebut karena dapat tumbuh
dengan cepat dan mudah diolah.Selain menjadi petani, beberapa juga
menggantungkan hidup dari hasil berdagang.Kebanyakan dari mereka
50
menjual sayuran dan makanan kecil di pasar atau disetorkan ke pabrik-
pabrik.
Namun semenjaklima tahun terakhir ini, banyak pemuda yang
lulus dari sekolah menengah atas lebih memilih jalur industri (pabrik)
atau perbengkelan. Karena mereka banyak yang lulus dari sekolah
menengah kejuruan dan menjamurnya pabrik-pabrik di sekitar Desa
Tengaran seperti pabrik tekstil, pabrik papan, meubel dan kosmetik.
Hal ini mempengaruhi cara pandang warga terhadap gaya hidup yang
awalnya sederhana menjadi materialistis. Otomatis selama kurun
waktu lima tahun terakhir ini banyak bermunculan orang kaya baru di
Dusun Kaliwaru atau bisa dikatakan taraf ekonominya telah mengarah
pada kelayakan/positif. Terbukti dengan desain rumah yang lebih
menyerupai rumah-rumah di kota.
2. Kondisi Keberagamaan Masyarakat Dusun Kaliwaru, Desa
Tengaran, Kabupaten Semarang
Mayoritas penduduk di Dusun Kaliwaru adalah beragama
Islam, 1 % nya beragama Kristen.Dari penduduk yang beragama
Islam, masing-masing bergabung dengan ormas-ormas tertentu.Seperti
Nahdlatul Ulama‟, Muhammadiyyah, Al-Irsyad, dan sebagian kecil
adalah MTA.Meskipun seperti itu, mereka hidup dengan rukun dan
damai. Saling menjaga satu sama lain.
51
Mayoritas dari mereka adalah warga Muslim yang menjunjung
tinggi tradisi luhur.Terutama tradisi dalam berkumpul seperti
kumpulan tahlil, jamaah yasin, jamaah nariyah, jamaah waqi‟ah,
jamaah dziba‟an, jamaah qur‟anan. Terlebih dalam hal tradisi Jawa
masih dijaga dengan baik hingga saat ini seperti mitonan, nyewu,
mitung dino, matang puluh, nyatus, mendhak, haul. Tradisi ini sangat
dijaga secara turun temurun disebabkan adanya kaderisasi pemimpin
yang dipercaya dapat melestarikan adat tradisi yang ada.Biasanya,
pemimpin majelis itu dipilih dari intensitas sering hadirnya seseorang
dalam majelis tertentu.
Hal ini tidak terbatas pada kalangan bapak-bapak dan sesepuh
saja.Bahkan para pemudanya yang dulunya terkesan tertutup dan sulit
berkembang, kini mulai bergerak membangun desa.Yang dibangun
adalah sisi spiritual dan nilai-nilai Islami.Seperti mengadakan safari
dziba‟an dari masjid ke masjid di Desa Tengaran dan merti (bersih)
desa. Mereka masih menjaga falsafah Jawa: “makan nggak makan asal
kumpul”
Dalam hal pembayaran zakat fitrahpun dilakukan secara
gotong-royong dan tidak dibayarkan ke BAZ yang ada di kabupaten.
Melainkan dilakukan dan dipusatkan di masjid-masjid jami‟ yang ada
di desa. Hal ini berlangsung selama bertahun-tahun dan membuktikan
bahwa mereka hidup rukun dan damai.
52
C. Pelaksanaan Pengelolaan Zakat Fitrah
1. Sejarah Pengelolaan Zakat Fitrah
Awal pengelolaan zakat fitrah di Dusun Kaliwaru yang
dilaksanakan di masjid An-Nuur Kaliwaru adalah sekitar tahun 1970
M atau sekitar kepemimpinan takmir masjid Bapak K.H. Kamil Yasin
dan K. Nasihun Yasin. Sebelumnya, zakat fitrah dibayarkan melalui
pemberian langsung ke rumah mustahiq oleh muzakki.Maka dengan
adanya program dari takmir dalam pengelolaan zakat fitrah sedusun ini
mampu memperlancar pemerataan distribusi.
2. Tata Cara Pengelolaan Zakat Fitrah
Berdasarkan keterangan dari salah satu informan yang termasuk
dalam kepanitiaan pembagi zakat fitrah, peneliti dapat memetakan
mekanisme pengelolaan zakat fitrah yang dilaksanakan di Dusun
Kaliwaru Tengaran, Kabupaten Semarang menjadi sebagai berikut:
a. Pelaksanaan pengumpulan zakat fitrah di Dusun Kaliwaru
dipusatkan di Masjid An-Nuur Kaliwaru yang dikelola oleh panitia
yang terdiri dari tokoh agama selaku panitia musyawarah,
perwakilan masing-masing RT sebagai ketua panitia pengumpul
zakat fitrah, seorang warga selaku panitia pendata tunggal, dan
beberapa pemuda selaku panitia pembagi zakat fitrah yang
kemudian disebut “anak buah” bagi perwakilan RT dari panitia
pengumpul zakat fitrah.
53
b. Pertama, dilakukan pembentukan panitia yang biasanya terdiri dari
orang-orang yang biasa diamanahi sebagai panitia. Hal ini
dilakukan agar terjadi kemudahan dalam pengelolaan. Panitia yang
dimaksud adalah seperti yang tertera dalam poin a.
c. Kemudian diadakan pembahasan musyawarah oleh panitia
musyawarah untuk menentukan harga beras yang berlaku di
pasaran yang diawali dengan sedikit pengajian tentang urgensi
zakat fitrah. Harga dipilih dalam musyawarah adalah harga yang
termahal karena dengan tujuan beras yang disetorkan adalah bukan
beras sembako melainkan beras terbaik. Rapat tersebut
dilaksanakan pada tanggal 23 Ramadhan malam hari. Sementara
penentutan muzakki dan mustahiq dilakukan pada malam 24
Ramadhan. Selain menentukan dua subjek dalam ibadah zakat
tersebut, panitia musyawarah turut mengundang panitia
pengumpul zakat fitrah untuk membagi tugas pendataan muzakki
dan mustahiq tiap RT di Dusun Kaliwaru.
d. Lalu panitia pengumpul zakat fitrah akan melakukan pendataan
pada esok harinya dengan cara mengunjungi rumah warga dan
mendata apakah muzakki akan meyetorkan zakat fitrah mereka ke
masjid atau tidak. Setoran yang akan ditarik bisa berupa beras
maupun uang. Jika berbentuk uang harus disesuaikan dengan harga
beras dan ukuran 2,5 kilogram, maka setelah itu panitia pengumpul
akan menukarkannya dengan beras untuk disetorkan ke masjid.
54
Jadi semua setoran ketika berkumpul di masjid harus berupa beras
agar mudah untuk ditakar.Data muzakki dan mustahiq diserahkan
ke panitia musyawarah pada tanggal 27 Ramadhan malam hari.
e. Kemudian beras akan disetorkan ke masjid. Langkah berikutnya
adalah pendataan dan kalkulasi. Kalkulasi disini adalah dengan
membagi jumlah beras yang diterima/disetorkan ke masjid dengan
jumlah cacah jiwa penerima zakat fitrah. Jika dalam hal kalkulasi
masih terdapat sisa liter, maka yang dilakukan oleh panitia
musyawarah adalah menambahkan liter sisa tadi ke jatah normal
mustahiq. Sehingga terkadang seorang mustahiq bisa mendapatkan
jatah hingga 10 kilogram berdasarkan jumlah anggota keluarga
penerima/ jumlah anak yang ditanggung.
f. Terakhir adalah pendistribusian zakat fitrah. Hal ini dilakukan
dengan mengerahkan anak buah ke rumah warga yang tercatat
sebagai mustahiq. Jika masih ada sisa, maka menjadi hak dari
panitia. Terkadang dalam hal pendistribusian, ada perwakilan dari
panitia musyawarah turut mengeluarkan zakat mal berupa uang
sebesar Rp. 100.000,- untuk diserahkan kepada keluarga janda
yang tercatat sebagai mustahiq.
3. Pandangan Masyarakat terhadap Pengelolaan Zakat Fitrah
a. Pandangan Panitia Musyawarah
Berdasarkan data yang dikumpulkan dari panitia
musyawarah, dapat disimpulkan bahwa penakaran beras kembali di
55
masjid berfungsi untuk checking akhir berapa liter beras yang
didapatkan dari seluruh muzakki di Dusun Kaliwaru. Kesesuaian
data dan ketelitian jumlah beras dan jumlah pembagian kepada
mustahiqakan didapatkan dari penakaran kembali.
Zakat fitrah diartikan sebagai zakat jiwa, sehingga tidak
didasarkan kaya atau miskinnya muzakki.Intinya zakat didasarkan
pada berapa cacah jiwa yang ada dalam pada malam hari raya Idul
Fitri sebuah keluarga tercukupi makannya.Pembagian keluarga
muzakki, bukan jumlah kepala keluarga melainkan jumlah anggota
keluarga. Dan itu diperbolehkan oleh agama Islam, demi
pemerataan/maslahat yang akan dicapai dari pembagian model
seperti itu (berdasarkan cacah jiwa).
b. Pandangan Panitia Pengumpul Zakat Fitrah
Salah satu informan ketika ditanya mengenai pengelolaan
zakat fitrah menyebutkan bahwa warga masyarakat di Dusun
Kaliwaru khususnya yang menjadi panitia pengumpul zakat fitrah
masih kurang paham dalam hal pengelolaan dan aturan pembagian
zakat fitrah. Sehingga mereka akan mengikuti arahan dari panitia
musyawarah yang biasanya mendasarkan masalahat pada dalil-dalil
yang ada di kitab fikih klasik. Meskipun dalam pendalaman dalil-
dalil maslahat, ditemukan dalil-dalil yang menerima dan adapula
yang menolak konsep maslahat.
56
Panitia musyawarah dalam menetapkan siapa yang menjadi
muzakki dan siapa yang menjadi mustahiq, lebih menfokuskan dalil
dari kitab fikih klasik tanpa merujuk kembali pada dalil Al-Qur‟an
dan Al-Hadits.Sehingga sangat diperlukan adanya pengkajian
ulang dalil-dalil dan syarah-syarah kitab fikih mengenai
pengelolaan zakat dan sosialisasi hasil musyawarah kepada panitia
pengumpul.
Dalam hal ini, panitia pengumpul zakat fitrah lebih terkesan
taklid secara buta tanpa mengkonfirmasi alasan panitia
musyawarah menetapkan bahwa bolehnya seorang muzakki
menerima jatah zakat.Sementara ada salah satu informan
menyebutkan bahwa mekanisme pembagian zakat fitrah yang
dilaksanakan di masjid itu bersifat stagnan dan kurang efektif
meskipun ada banyak kemanfaatan.Kurang efektif karena dinilai di
beberapa wilayah tugas seperti di Dukuh Kaliwaru Wetan,
Kaliwaru Lor, Dukuh Serang Sari dan Dukuh Kaliwaru Utara
terjadi defisit bagian.Artinya, jumlah beras yang disetorkan di
masjid lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah yang diberikan
kepada mustahiq.Hal ini dikarenakan amil mendaftarkan dirinya
dalam data mustahiq, padahal seharusnya jatah panitia pengumpul
adalah sisa dari kalkulasi.Selain itu mereka yang didata sebagai
muzakki dan menyetorkan beras (dalam artian mampu mencukupi
kebutuhan sehari-hari) justru didata pula sebagai mustahiq.Jadi
57
pembagian beras bertujuan untuk pemerataan.Mereka yang
notabene sebagai panitia pengumpul tidak mempertimbangkan
taraf hidup dan pencapaian pemenuhan kebutuhan sehari-hari dari
mustahiq. Sehingga dari tahun ke tahun akan terjadi defisit bagian
dan kurangnya kesadaran masyarakat kelas menengah untuk
menolak menerima bagian zakat fitrah.
Sementara yang terjadi di Dukuh Kaliwaru Selatan sangat
berbeda dengan tiga wilayah yang disebutkan di atas.Karena dalam
penentuan muzakki dan mustahiq, panitia pengumpul
mempertimbangkan taraf hidup dan pencapaian pemenuhan
kebutuhan sehari-hari. Jikalau muzakki adalah janda, jika taraf
hidupnya sudah mampu maka tidak akan didata dobel (sebagai
mustahiq). Hal ini sudah dilakukan dari tahun-tahun sebelumnya
agar terwujud dari tujuan zakat fitrah itu sendiri yakni
mengentaskan derajat yang sebelumnya sebagai mustahiq menjadi
muzakki.
Pelaksanaan pengelolaan zakat fitrah di beberapa dukuh di
Dusun Kaliwaru selalu menjadi masalah di bulan Ramadhan hanya
gara-gara defisit bagian dan pendistribusian yang dilakukan pada
malam hari raya yang terkesan kemrungsung karena distribusi
dilakukan setelah penakaran kembali oleh panitia pengumpul pada
pukul 22.00 WIB dan harus mengetuk pintu mustahiq di waktu
istirahat malam. Padahal secara umum panitia pengumpul menolak
58
mekanisme pembagian yang dijelaskan di atas itu terjadi
kembali.Bahkan diantara mereka yang notabene sarjana lulusan
hukum Islam juga lebih memilih untuk diam dan mengikuti
pendapat panitia musyawarah dikarenakan rikuh terhadap panitia
musyawarah yang usianya lebih tua dari mereka.
Sebenarnya ada pandangan bahwa pengelolaan yang
dilakukan di desa tetangga (Desa Tengaran Kulon yang juga
dilakukan di masjid jami‟) itu lebih efektif karena menggunakan
model girik dan muzakki tinggal menyetorkan beras langsung ke
masjid (berbeda yang dilakukan di Dusun Kaliwaru yang harus
mengunjungi tiap rumah muzakki. Distribusipun dilakukan pada
siang hari tanggal 27/28 Ramadhan oleh perwakilan Ketua RT
sehingga tidak kemrungsung.Hal ini dipandang efektif dan efisien
karena kemanfaatan beras yang diterima oleh mustahiq lebih besar
dibanding dengan beras yang diterima oleh mustahiq Warga
Kaliwaru yang datang pada malam hari raya sementara mereka di
pagi harinya sudah mipik untuk keperluan hari raya.
Sementara yang terjadi di Dukuh Kaliwaru Wetan menurut
salah satu informan adalah terjadinya penggelembungan jatah zakat
fitrah.Hal ini terjadi karena panitia pengumpul zakat dari RT yang
bersangkutan hanya menerima instruksi untuk membagikannya
kepada sejumlah keluarga kecuali 8 KK yang dinilai sebagai orang
mampu (dalam hal ini memiliki sawah yang banyak dan beberapa
59
ekor ternak sapi) atau pegawai negeri di sebuah instansi, seperti
pengadilan agama dan kantor-kantor.
Padahal dalam pembagiannya terkadang, seorang janda
yang memiliki anak yang bekerja (kelas menengah) dan mampu
membeli mobil masih juga mendapat jatah zakat fitrah meskipun
keluarganya mampu membayarkan zakat ke masjid.Anehnya,
setelah penakaran kembali oleh panitia mereka yang membayarkan
zakat untuk keluarganya justru mendapatkan jatah lebih banyak
dari yang dibayarkan.Sehingga mendapatkan keuntungan lebih,
Hal ini terjadi dari tahun ke tahun tanpa adanya pertimbangan jika
di tahun berikutnya yang terdaftar sebagai muzakki tidak
mendapatkan jatah zakat.
Di sisi lain, ada panitia pengumpul yang mendapatkan jatah
zakat fitrah dobel. Satu jatah karena terdaftar sebagai mustahiq
meskipun dia mampu dan jatah sebagai panitia pengumpul.Jadi
artinya dia mendapatkan dua keuntungan sekaligus.Permasalahan
muzakki juga terdaftar sebagai mustahiq tidak hanya terjadi di
Kaliwaru Wetan tetapi juga terjadi di Dukuh Kaliwaru Tengah
sebelah utara dan Dukuh Kaliwaru Utara.
c. Pandangan Pendata Zakat Fitrah
Informan tunggal yang menjadi panitia pendata
menyebutkan bahwa pengelolaan zakat fitrah di Dusun Kaliwaru
sudah tepat.Dikarenakan ketika penakaran beras kembali di masjid
60
berfungsi untuk mencampur antara kualitas beras yang baik dengan
yang agak baik.Sebab dalam hal penyetoran beras sebagai objek
zakat fitrah, tidak semua warga menggunakan beras dengan
kualitas terbaik.
Sementara data yang diberikan oleh warga tidak semua
seperti yang tertera dalam formulir isian data muzakki dan
mustahiq (sering ada penambahan atau pengurangan jumlah liter),
maka dengan terpaksa panitia pendata akan mengentry data sesuai
jumlah beras yang terkumpul dan dibagikan per cacah jiwa (KK)
bertujuan untuk pemerataan (kemaslahatan). (bisa dilihat pada
lampiran data kalkulasi zakat fitrah tahun 1434 dan 1435 H)
Data yang diterima oleh panitia pendata hanya diarsipkan
dalam bentuk softfile dan tidak dilaporkan ke Kantor Urusan
Agama (KUA) Kecamatan Tengaran .Hal ini disebabkan KUA
setempat tidak berperan aktif dalam pengelolaan zakat fitrah
terutama di Dusun Kaliwaru dan atau modin tidak meminta data ke
panitia pendata untuk selanjutnya dilaporkan ke KUA.Yang
terpenting adalah pengelolaan zakat fitrah di Dusun Kaliwaru
berjalan lancar meskipun tanpa arahan KUA.
d. Pandangan Mustahiq Zakat Fitrah
Ada sesuatu yang menarik ketika informan-informan
ditanya mengenai pengelolaan zakat fitrah yang terjadi di Dusun
Kaliwaru. Salah seorang informan menjawab bahwa dirinya telah
61
terdaftar menjadi muzakki, akan tetapi juga didata sebagai
mustahiq. Karena merasa bingung, maka dia melapor ke tokoh
agama RT tempat dia tinggal.Tetapi setelah mendengar jawaban
dari tokoh agama tersebut yang meyakinkannya untuk boleh
menerima zakat fitrah meskipun sudah terdaftar sebagai muzakki,
maka dia mengambil kesimpulan jika seorang muzakki meskipun
kaya dan mampu untuk membayar zakat fitrah juga berhak untuk
menerima zakat (sebagai mustahiq).
Dia juga menjelaskan bahwa di RT dimana dia tinggal,
masih saja ada seorang muzakki yang terdaftar, juga menerima
zakat.Diantaranya adalah seorang janda yang memiliki seorang
anak yang memiliki pekerjaan.Alasan diberi zakat fitrah karena
profesi anak hanya sebagai petani glidhik (berpenghasilan tidak
tetap).Sehingga panitia pembagi zakat fitrah, memberi jatah zakat
kepada keluarga tersebut dikarenakan keluarga tersebut
dikategorikan sebagai keluarga miskin meskipun dalam
kenyataannya, mereka mampu untuk membayar zakat fitrah dan
mampu mencukupi kebutuhannya di saat hari raya Idul Fitri.
Sementara menurut mustahiq dari dusun sebelah (masih
disetor zakat dari Dusun Kaliwaru) mengatakan bahwa mereka
sebenarnya sudah tidak layak untuk mendapatkan zakat fitrah
karena mampu membayar zakat setiap tahunnya.Dan jika dilihat
dari tata dhahirnya, keluarga yang bisa mipik di malam hari raya
62
Idul fitri, membangun rumah dan membeli perabotan listrik ini
mengaku sudah tidak layak disebut miskin lagi.Jadi jika ingin
menanyakan alasan mengapa keluarga tersebut masih menerima
zakat, maka perlu dikaji kembali data-data dari panitia yang
notabene memakai data-data tahun lalu untuk mustahiq sebagai
patokan selamanya.Padahal jika dilihat secara seksama barangkali
untuk keluarga yang dulunya miskin kini sudah meningkat status
ekonominya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kepanitiaan yang
mendadak dan menyimpulkan bahwa mustahiq selamanya itu tidak
efektif sama sekali.
e. Pandangan Tokoh Agama
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan beberapa
tokoh agama yang ada di Dusun Kaliwaru, ditemukan beberapa
keterangan bahwa pengelolaan zakat fitrah yang dilakukan di
masjid dengan mekanisme “ditakar kembali” itu dihukumi mubah
(boleh) dengan alasan agar beras yang dikumpulkan terbagi rata
untuk semua mustahiq. Untuk ukuran beras yang didapatkan setiap
jiwa itu juga tidak bermasalah meskipun ditambahkan dari sisa
beras yang ada.Misalkan ada muzakki yang juga didata sebagai
mustahiq, itu juga diperbolehkan bahkan ketika zakat fitrah itu
berputar kembali ke muzakki juga dihukumi mubah.
Semua keterangan ini dapat dilihat di kitab klasik rujukan
fikih Imam Syafi‟i yaitu Syarah Kitab Taqrib. Dijelaskan bahwa
63
muzakki dapat diberi zakat fitrah meskipun dia tidak miskin, akan
tetapi digolongkan sebagai ghorim (orang yang berhutang).
Sementara di Dusun Kaliwaru, untuk memenuhi kebutuhan sehari-
hari sering mengandalkan dana dari hutang. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa muzakki dapat diberi jatah beras zakat fitrah
dengan pertimbangan dia adalah ghorim.
64
BAB IV
ANALISIS
A. Analisis Pengelolaan Zakat Fitrah di Dusun Kaliwaru Berdasarkan
Hukum Positif
Pengelolaan zakat diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2011.Dalam undang-Undang ini mengatur segala sesuatu khususnya
tentang kegiatan pengelolaan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan,
pendistribusian dan pendayagunaan zakat (Pasal 1 ayat 1).Dalam hal ini,
pengelolaan zakat fitrah di Dusun Kaliwaru sudah sesuai dengan
pengertian pengelolaan zakat berdasarkan Pasal 1 ayat 1.Yakni kegiatan
perencanaan yang diwujudkan pada tanggal 24 Ramadhan dengan
diadakannya rapat musyawarah di Masjid An-Nuur guna membahas harga
beras terbaik yang ada di pasaran. Kemudian kegiatan pelaksanaan dengan
adanya pendataan database warga miskin (mustahiq) dan pemberi zakat
(muzakki), kegiatan pengoordinasian dalam pengumpulan yaitu dengan
adanya panitia pengumpul zakat yang menyetorkan database kepada
panitia musyawarah guna pertimbangan selanjutnya dan ditunjuknya
beberapa “anak buah” oleh panitia pengumpul zakat guna membantu
pendistribusian ketika malam 1 Syawal, kegiatan pendistribusian dan
pendayagunaan yaitu dengan adanya zakat fitrah yang diberikan dapat
digunakan oleh warga sebagai pemenuh kebutuhan pangan atau kebutuhan
lain ketika beras itu dijual kembali oleh mustahiq. Selain dapat digunakan
65
juga untuk tambahan modal usaha apapun bentuknya.Seharusnya panitia
pendata zakat fitrah melakukan pelaporan ke BAZ Kabupaten Semarang
atau minimal ke KUA setempat sehingga ada tindak lanjut dari masalah
defisit bagian di dukuh-dukuh yang ada di Dusun Kaliwaru ini.Jika sudah
ada pelaporan yang baik dan kontinyu setiap tahunnya, maka dapat
diadakan koordinasi antara panitia pengelola zakat fitrah di Dusun
Kaliwaru dengan balai pelatihan kerja atas arahan dari BAZ
setempat.Tentunya lebih baik lagi jika dibentuk kepanitian pengelolaan
zakat mal yang belum ada di dusun tersebut.Hal yang demikian dirancang
jika memang akar masalah sosialnya adalah kemiskinan.Sehingga dengan
tambahan modal usaha dan keterampilan yang diberikan oleh balai
pelatihan kerja dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat ke
depannya.
Pengelolaan yang dilakukan oleh panitia sudah sesuai dengan asas
syari‟at Islam, akuntabilitas dan kemanfaatan berdasarkan Pasal 2.sesuai
syari‟at Islam yaitu dilaksanakan pada waktu wajib (malam 1 Syawal
sebelum shalat „Ied), dengan ukuran sebanyak 2,5 kilogram berupa beras
dan dibayarkan oleh muzakki agar didistribusikan oleh panitia pengumpul
kepada mustahiq. Sesuai dengan asas akuntabilitas karena panitia
musyawarah memilki table database jumlah beras/zakat yang dibayarkan
dan jumlah penerima zakat.Meskipun hal itu masih jauh dari
kesempurnaan dan perlu perbaikan di setiap tahunnya.Sesuai dengan asas
kemanfaatan yaitu karena dengan adanya pendistribusian zakat kepada
66
warga miskin diharapkan mereka tercegah dari perbuatan meminta-minta
dan tercukupinya kebutuhan pangan mereka di bulan Syawal.
Sayangnya dalam hal pertanggungjawaban laporan dalam rangka
pengelolaan zakat fitrah yang telah dilaksanakan, panitia musyawarah
tidak melaporkan kepada BAZ Kabupaten Semarang dalam mengawal
kesejahteraan warga dan panitia pengumpul tidak melaporkan telah
selesainya pendistribusian kepada panitia musyawarah sebagai
pertimbangan selanjutnya. Karena dalam hal ini panitia musyawarah
merupakan pucuk pimpinan sekaligus monitor bagi pengelolaan zakat di
Dusun Kaliwaru. Jadi memang membutuhkan penyempurnaan di sisi-sisi
tertentu.Peran BAZ Kabupaten juga diharapkan tidak cepat percaya
terhadap masyarakat dalam rangka pengelolaan.Mereka harus secara
kontinyu mengawal dan mengarahkan masyarakat dalam mengelola zakat
fitrah yang baik dan benar.Baik melalui sosialisasi setiap tahunnya
maupun pengawasan terhadap pelaporan pengelolaan zakat dan database
mustahiq dari tahun ke tahun.Apakah jumlah mustahiq berkurang dari
tahun ke tahun, ajeg, atau justru bertambah.Karena visi-misi dari BAZ
adalah mengentaskan mustahiq menjadi muzakki.
Karena selama ini masyarakat dalam mengelola zakat fitrah belum
semuanya paham secara baik akan pengelolaan zakat fitrah yang baik dan
benar sesuai syari‟at Islam dan hukum positif yang ada. Mereka sangat
membutuhkan bimbingan dan arahan yang sifatnya kontinyu.Misalnya
saja, panitia pengumpul yang termasuk golongan kelas menengah
67
(artinya mereka mampu mencukupi kebutuhan pangan sehari-hari masih
meminta jatah zakat, penakaran beras yang dilebihkan untuk janda dan
orang tua yang berlebihan sehingga warga Dusun Kaliwaru enggan melirik
dusun sebelah yang juga membutuhkan zakat).Seharusnya zakat dapat
mensejahterakan warga miskin bukan hanya diratakan dalam satu dusun
saja.Tetapi bisa diratakan ke seluruh desa dengan pendistribusian yang
jauh-jauh hari sudah dilaksanakan sebelum malam 1 Syawal.Hal ini
bertujuan agar tercapainya asas keadilan dan pemerataan kesejahteraan.
B. Analisis Pengelolaan Zakat Fitrah di Dusun Kaliwaru Berdasarkan
Hukum Islam
Zakat Fitrah yang dikeluarkan oleh warga Kaliwaru sudah sesuai
dengan syarat wajib dikeluarkannya zakat fitrah yaitu makanan pokok,
menguatkan dirinya dan boleh memilih diantara jenis-jenis makanan
pokok yakni utamanya beras. Dimana kewajiban zakat fitrah itu
dilaksanakan ketika adanya kelebihan makanan dalam hal ini dipilihkan
beras terbaik selama satu hari satu malam sebanyak 2,5 kilogram setiap
“kepala”nya dan dibayarkan sebelum hari raya.
Zakat fitrah dibayarkan kepada orang-orang yang membutuhkan
yaitu warga miskin, panitia pengumpul zakat di Dusun Kaliwaru.Begitu
pula hikmah dari pengelolaan zakat fitrah terlaksana yaitu menghindarkan
warga miskin dari perbuatan meminta-minta.Hal ini sesuai dengan ajaran
Nabi Muhammad.saw berdasarkan hadis riwayat Baihaqi dan Daruquthni.
Dan pengelolaan sudah sesuai dengan bimbingan jumhur ulama‟ yaitu
68
diberikan kepada satu golongan mustahiq saja.Mereka adalah kaum
miskin.
Berdasarkan kriteria yang disebutkan oleh Mufraini (2006:134),
Pengelolaan zakat fitrah yang dilaksanakan di Dusun Kaliwaru telah
mengoptimalkan pola kerja takmir masjid.Yakni kelembagaan masjid yang
diwakili oleh takmir masjid dalam membuat database warga miskin
(mustahiq zakat) setiap tahunnya.Sehingga zakat dapat terdistribusikan
secara tepat sasaran.
Konsep maslahat juga sudah sesuai dengan pengertian dari Al-
Ghazali yaitu memelihara tujuan syara‟ guna memelihara diri dan
menghindarkan dari kerusakan.Yang dimaksudkan dengan kerusakan
adalah perbuatan meminta-minta. Perbuatan ini akan menghancurkan
keluarga. Jika keluarga yang notabene merupakan komponen terkecil
dalam masyarakat, maka kesimpulannya adalah jika keluarga hancur,
maka masyarakat juga akan hancur pula. Jika masyarakat adalah
komponen kecil dari suatu bangsa, maka intinya adalah masayarakat
hancur bangsa dan umat Islam ini akan hancur pula. Akhirnya lemah dan
dapat terjajah oleh musuh-musuh Allah.
Maslahat yang dimaksudkan dalam pengelolaan zakat fitrah di
Dusun Kaliwaru adalah sesuai dengan ketetapan ulama At-Tufy yaitu
dalam hal muamalat. Zakat yang dilaksanakan di dusun tersebut adalah
transaksi muamalat dalam bidang bantu-membantu warga miskin yang
membutuhkan kebutuhan akan pangan dan kebutuhan lain jika beras yang
69
diterima dijual kembali. Transaksi ini bernilai ibadah ketika sesuai dengan
dalil-dalil syar‟i yang ada.Konsep maslahat merupakan dalil syar‟i yang
diterapkan oleh ulama‟ salafunassahlih.Dan sesuai dengan yang
diutarakan oleh ulama ushul fikih bahwa maslahat adalah harus bisa
mendatangkan kemanfaatan dan menjauhi kemadharatan. Kemanfaatan
dalam hal ini adalah warga miskin mampu mencukupi kebutuhan
pangannya selama hari raya Idul Fitri dan atau dapat mencukupi
kebutuhan lain ketika beras dijual dan digantikan dengan barang/jasa yang
lain.
Kemaslahatan yang terpenuhi di Dusun Kaliwaru juga merupakan
kemaslahatan umum.Kemaslahatan umum disini adalah tersejahterakannya
warga miskin di Dusun Kaliwaru.Artinya bukan kemaslahatan untuk
golongan berkepentingan maupun perorangan.Penggunaan prinsip
maslahat khususnya dalam pengelolaan zakat fitrah adalah dengan
mengutamakan amal yang bermanfaat daripada yang kurang.Dalam hal ini
amal yang bermanfaat adalah memberikan zakat kepada mustahiq daripada
membiarkan warga miskin meminta-minta hanya untuk mencukupi
kebutuhan pangan dan kebutuhan lainnya.
Didapatkan dari keterangan tokoh agama bahwa penakaran dan
penambahan jatah zakat fitrah per jiwa dari sisa beras yang dibagi rata
untuk semua mustahiq itu dihukumi mubah.Hal ini bertujuan agar beras
terbagi rata untuk semua mustahiq yang ada.Selain itu, dihukumi mubah
seorang muzakki mendapatkan bagian zakat fitrah dengan pertimbangan
70
dia adalah seorang ghorim, walaupun tidak miskin.Meskipun nantinya
zakat fitrah yang terkumpul berputar ke muzakki kembali.Kesimpulannya
adalah muzakki layak mendapatkan zakat fitrah (sebagai mustahiq).
71
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Mekanisme pengelolaan zakat fitrah di Dusun Kaliwaru, Desa
Tengaran, Kabupaten Semarang adalah sebagai berikut:
a. Kegiatan pengelolaan dilaksanakan dan dipusatkan di Masjid An-
Nuur, Kaliwaru Tengaran. Yang pertama dilakukan adalah
pembentukan panitia.
b. Kemudian diadakan pembahasan musyawarah oleh panitia
musyawarah dan panitia pengumpul zakat untuk menentukan
harga beras yang berlaku di pasaran yang diawali dengan sedikit
pengajian tentang urgensi zakat fitrah.
c. Lalu panitia pengumpul zakat fitrah akan melakukan pendataan
pada esok harinya dengan cara mengunjungi rumah warga dan
mendata apakah muzakki akan meyetorkan zakat fitrah mereka ke
masjid atau tidak.
d. Kemudian beras akan disetorkan ke masjid untuk pendataan dan
kalkulasi. Kemudian beras yang terkumpul didistribusikan yaitu
dengan mengerahkan anak buah ke rumah warga yang tercatat
sebagai mustahiq. Jika masih ada sisa, maka menjadi hak dari
panitia.
2. Faktor-faktor yang menyebabkan tokoh agama desa memilih prinsip
maslahah lil ummat dalam pengelolaan zakat fitrah antara lain adalah
72
untuk memudahkan pembagian jatah zakat (pemerataan jatah per
cacah jiwa), memenuhi kesejahteraan ghorim (warga yang dibelit
hutang demi memenuhi kebutuhan) dan untuk memudahkan akses bagi
muzakki dalam menunaikan ibadah zakat dengan dikumpulkannya
(kegiatan dipusatkan) zakat fitrah di masjid.
3. Pendapat warga Dusun Kaliwaru terhadap pengelolaan berdasarkan
konsep maslahat lil ummat ini antara lain:
a. Menurut Panitia Musyawarah, kemaslahatan akan dicapai jika
pengelolaan zakat fitrah tetap dilaksanakan dengan berdasarkan
cacah jiwa yang ditanggung oleh mustahiq zakat fitrah yang ada.
b. Menurut Panitia Pengumpul Zakat Fitrah, adakalanya pengelolaan
zakat fitrah berdasarkan konsep ini sudah cocok karena taklid
kepada panitia musyawarah. Akan tetapi perlu kajian lebih lanjut
dan harus diadakan pelaporan dari panitia pendata zakat
fitrahkepada KUA setempat agar tidak ditemukan lagi
ketidakefektifan kerja terutama terhadap dukuh-dukuh yang
mengalami defisit bagian.
c. Menurut Pendata Zakat Fitrah, pengelolaan berdasarkan konsep
maslahat lil ummat ini sudah tepat melihat adanya penakaran beras
kembali yangmana menjadikan kualitas beras yang terkumpul
menjadi sama-sama baik dan dengan melalui pemerataan distribusi
itulah kemaslahatan dapat tercapai.
73
d. Menurut Mustahiq Zakat Fitrah, pengelolaan berdasarkan konsep
ini ada baik dan buruknya. Masyarakat ada yang pro dan ada yang
kontra. Sehingga perlu adanya kajian ulang mengenai pengelolaan
zakat fitrah di tahun-tahun yang akan datang.
e. Menurut tokoh agama setempat, pengelolaan zakat berdasarkan
konsep maslahat ini sudah baik dan boleh dilakukan. Melihat
adanya dalail yang menguatkan meskipun hanya dari kitab fikih
klasik.
4. Tinjauan hukum Islam terhadap prinsip maslahat lil ummat dalam
kaitannya dengan distribusi zakat fitrah ini adalah merujuk pada dalil
kaidah fikih Imam Syafi‟i dalam kitab fikih klasik “Syarah Taqrib”
tentang golongan yang mendapatkan jatah zakat fitrah salah satunya
adalah ghorim (orang yang berhutang demi memenuhi kebutuhan
hidup. Sehingga meskipun seseorang mustahiq itu tidak tergolong
sebagai miskin, tetapi dia memenuhi syarat sebagai mustahiq karena
dia adalah seorang yang ghorim. Selain mekanisme pengelolaan
semacam ini memudahkan panitia pengumpul zakat dalam pemerataan
distribusi, akses muzakki dalam menyalurkan zakat fitrah dipermudah
karena kegiatan dipusatkan di masjid, kebutuhan ghorim juga
terpenuhi. Inilah yang menjadi alasan panitia dalam menerapkan
prinsip maslahat dan mereka menfatwakan mekanisme ini dengan
hukum mubah (boleh).
74
B. Saran
1. Untuk Panitia Pengumpul Zakat Fitrah Dusun Kaliwaru
a. Penentuan tanggal rapat musyawarah baik itu pembentukan
panitia, penentuan jadwal pendataan muzakki dan mustahiq,
penarikan zakat fitrah, pengumpulan kembali, maupun
pendistribusian lebih diawalkan agar tidak terkesan kemrungsung.
b. Harus dibukukan/diadakan pengarsipan untuk semua data yang
ada dan dilaporkan ke BAZ Kabupaten/minimal ke KUA
Kecamatan Tengaran sebagai pertanggung jawaban pengelolaan.
c. Panitia pengumpul zakat fitrah dapat mengusulkan kepada panitia
musyawarah agar pendistribusian zakat fitrah tidak hanya terbatas
di dua dusun, tetapi diratakan ke seluruh Desa Tengaran,
khususnya yang membutuhkan agar tidak terjadi penumpukan
ukuran dan ditambahkan ke masing-masing mustahiq (terfokus di
satu dusun saja).
2. Untuk Lembaga Kampus
a. Mengadakan sosialisasi pengelolaan zakat fitrah yang baik dan
benar sesuai dengan hukum Islam kepada masyarakat.
b. Bekerjasama dengan BAZ Kabupaten Semarang untuk
memberikan sosialisasi dan mengawasi pengelolaan zakat
fitrah di desa-desa khususnya di Desa Tengaran berdasarkan
Undang-Undang Pengelolaan Zakat yang terbaru, UU No. 23
Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
75
DAFTAR PUSTAKA
Abu Zahrah, Muhammad. Zakat Dalam Perspektif Sosial.Terjemahan oleh Ali
Zawawi. 1995. Jakarta: PT. Pustaka Firdaus.
Al-Asqalani, Al-Hafidz Ibnu Hajar.Terjemah Bulughul Maram. Terjemahan oleh
Ahmad Najieh. 2011. Semarang: Pustaka Nuun.
Ash-Shiddieqy, M. Hasbi. 1984. Pedoman Zakat. Jakarta: N.V. Bulan Bintang.
BKM Pusat. 1991. Pembantu Pegawai Pencatat Nikah. Jakarta: BKM Pusat.
Bungin, Burhan. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada.
Emzir. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data. Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada.
Farkhani. 2013. Studi Keislaman. Salatiga: Salatiga Press.
Haroen, Nasrun. 1996. Ushul Fiqh 1. Ciputat: Logos Publishing House.
Hidayati, Tri Wahyu. 2013. Implikasi UU No. 23 Tahun 2011 Terhadap
Pengelolaan Zakat di Indonesia (Studi terhadap Lembaga Pengelola
Zakat di Jawa Tengah). Salatiga: P3M STAIN Salatiga.
Khalaf, Abdul Wahhab. Kaidah-Kaidah Hukum Islam.Terjemahan oleh Noer
Iskandar Al-Barsany dan Moh. Tolchah Mansoer. 1996. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Perkasa.
Maslikhah. 2013. Melejitkan Kemandirian Menulis Karya Ilmiah Bagi
Mahasiswa. Yogyakarta: Trustmedia.
76
Mufraini, Arif. 2006. Akutansi dan Manajemen Zakat: Mengkomunikasikan
Kesadaran dan Membangun Jaringan. Jakarta: Kencana.
Munawaroh. 2012. MetodologiPenelitian. Jombang: Intimedia.
Mursyidi. 2006. Akuntansi Zakat Kontemporer. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Patton, Michael Quinn. Metode Evaluasi Kualitatif. Terjemahan oleh Drs. Budi
Puspo Priyadi, M. Hum. 2006. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sabiq, Sayyid. 1982. Fikih Sunnah 3. Bandung: PT. Al Ma‟arif.
Salam, Zarkasji Abdul, dkk. 1994. Pengantar Ilmu Fiqh Usul Fiqh. Yogyakarta:
LESFI.
Syarifuddin, Amir. 2011. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
UU RI Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
Qardhawi, Yusuf. Hukum Zakat. Terjemahan oleh Dr. Salman Harun, Drs. Didin
Hafidhuddin dan Drs. Hasanuddin. 1991. Jakarta: PT. Pustaka Litera
AntarNusa Bogor Baru.
Yusuf, Muhammad Asror. 2004. Kaya Karena Allah: Sikap dan Pandangan Islam
terhadap Dunia Materi. Jakarta: PT. Kawan Pustaka.
www. umarfarouq.blogspot.com. 17 Desember 2014 pukul 09.37 WIB.
Zuhayly, Wahbah. Zakat Kajian BerbagaiMadzhab. Terjemahan oleh Agus
Effendi dan Bahruddin Fananny. 1995.Bandung: PT.Remaja
Rosdakarya.
Zuhri, Saifudin. 2011. Ushul Fiqih: Akal Sebagai Sumber Hukum Islam.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
77
DAFTAR PENERIMAAN ZAKAT FITRAH 1434 H MASJID AN-NUR KALIWARU
TENGARAN
WILAYAH KALIWARU SELATAN KOORDINATOR : BP. SHODIK
NO. NAMA MUZAKKI MUSTAHIQ KETERANGAN
1 SUKIRAH 5
2 MUNIR 4
3 ANA FARIDA 5
4 CHUMAIDI SARDI 3
5 SARDIYAH 1
6 SLAMET MARHABAN 2
7 TAMAMI 3
8 SURURI 3
9 MUJIB 3
10 MUHYIN 4
11 SUPRIYADI 2
12 NGATIROH 1
13 BADRUS 7
14 SARMIYANTO 5
15 MUNIRI 3
16 SLAMET NAWAWI 5
17 BIARSO 2
18 SRI HIDAYATI 4
19 JOKO SAMUDRO 5
20 MUJIONO 1
21 JAWAD 4
22 ERWANTO 4
23 LESTARI 1
24 SUYATNO 3
25 M. FARRAJ 1
26 SUMADI 1
27 TUGINO 1
28 SULASIH 1
29 PAMUJI 1
30 ANIK 1
31 ERWANTO 1
32 MAURINA 1
78
33 FAHRUL ROIF AR 1
34 RINIF BUDI P 1
35 SRI MULYANI 1
36 ANDIKA B W 1
37 AUFA WIDYA H 1
38 SUHARSONO 1
39 NARYADI 1
40 FANDI 1
41 SISWANTI 1
42 CHRIS WIDIATNOKO 1
43 SETYO WAHYUNI 1
44 ASTINA ARTI M 1
45 BELA ARTI D 1
46 CELIKA ARTI D 1
47 DEFAN DEKARTA 1
48 IIS ETIK SUSANTI 1
49 ISTIQOMAH 1
50 MARIYATUN 1
51 SUYATNO 1
52 UMI ZAHROTUN 1
53 HASNA 1
54 DITA 1
55 H. ZIDNI 1
56 SARSONO 1
57 M. MAEMUN 1
58 SAWALDI 1
59 DEDEH 1
60 M. LATIF 1
61 SHOHIBAH 1
62 DEDEN 1
63 KHILDA INDIARTO 1
64 HANIF 1
65 M. MAHZUM 1
66 YAHYA IMRON 1
67 NUR AINI W A 1
68 NABIL 1
69 LIA 1
JOKO SAMUDRO 1
ABI CANDRA 1
PARMIN 1
MITA 1
79
HERU 1
HENDI 1
DINDA PUTRI 1
IBRAHIM 1
DEWI MAR'ATUS 1
MASLIKHATUN 1
RIFA'I 1
SIGIT 1
RESTU 1
SANTI 1
ABSAL 1
FAJAR 1
NURUL 1
BADRUS 1
TITIK 1
ANASIR 1
BENASIR 1
BASYIR 1
PUTRI SYAKIRIN 1
ISTIQOMAH 2 1
JUMLAH 69 80
DAFTAR PENERIMAAN ZAKAT FITRAH 1434 H MASJID AN-NUR KALIWARU
TENGARAN
WILAYAH KALIWARU TENGAH 1 KOORDINATOR : BP. MUNIRUN
NO. NAMA MUZAKKI MUSTAHIQ KETERANGAN
1 AHMAD 1 10
2 ARIF KURNIANTO 1
3 ARJIATUN 1
4 AS'AD 2 4
5 BADRUS 2
6 DAROK 1 6
7 H. BAKIRI 1
8 H. SAHAL 1
9 H. SJAKIR 2
10 IBNU DZAKWAN 4
80
11 JARIR IBRAHIM 1 2
12 MASRUR 1 3
13 MASYKURI 1 4
14 MUHAMMAD 1 5
15 MUHYIDIN 5
16 MUNIRUN 1 6
17 MURYONO 1 5
18 ROHMAN 1 2
19 SOLIHAN 1 3
20 SUMIAH 1 4
21 TA'AT/SAROYAH 1 4
22 TADZKIR 1 3
23 YEPPY/ZAKIYAH 1 4
24 ANSORI 1
JUMLAH 34 65
DAFTAR PENERIMAAN ZAKAT FITRAH 1434 H MASJID AN-NUR KALIWARU
TENGARAN
WILAYAH KALIWARU TENGAH 2
KOORDINATOR : BP. ASYROFI
NO. NAMA MUZAKKI MUSTAHIQ KETERANGAN
1 ABRORI 1 4
2
3 ALFU 1
4 AMIN 1
5 ANGGIA 2
81
6 ANSORI 1
7 ARIFATUL H 1
8 ASOMAH 3
9 DIKAH 5
10 ELMA 1
11 FADHILA SALSABILA 1
12 FAIZ 1
13 HJ. MARYUTI 1
14 INA LUTFIA 1
15 INDAH H PRATIWI 1
16 ISROFI 5
17 JUMALI 1
18 LAMI 1
19 M. RIF'AN AFANDI 1
20 MAHMUD CHOZI 1
21 MAHSUNUDDIN 1 4
22
23 MISBAHUDDIN 9
24 MUSTAIN 1 6
25
26 NIAMAH 5
27 NUR AZIZAH 1
82
28 RIZKI 1
29 ROFIAH 3
30 ROHINI 4
31 SAID 2
32 SITI CHOLISAH 1
33 SLAMET MAMIK 2
34 TOHA 1
35 UMI ISNA 1
36 YUNI 1
37 YUSUF 1
38 ZUHROTUN 1
JUMLAH 29 50
DAFTAR PENERIMAAN ZAKAT FITRAH 1434 H MASJID AN-NUR KALIWARU
TENGARAN
WILAYAH KALIWARU TIMUR KOORDINATOR : BP. MUKHLAS
NO. NAMA MUZAKKI MUSTAHIQ KETERANGAN
1 AHMAD FAUZI 2 8
2 AMINAH 1
3 BAMBANG/RAGIL 3
4 BANANI 1 4
5 BASHORI 1
6 BUDI PURNOMO 1
7 DIMYATI 1
8 FATHONAH 2 3
83
9 HAMIYATUN/KATUN 1
10 JADI 1
11 JAWAD MUJAB 2 3
12 JOKO TRI SUBEKTI 4
13 KANDIK 1
14 KHALIM MUDRIK M 1
15 KOMARUN 1 8
16 MAHMUDI 2 2
17 MAKMUN 5
18 MA'RUF 1 2
19 MASNURI 1
20 MUAWANAH 6
21 MUBAROK 1
22 MUHAIMIN 2 4
23 MUHDI 1
24 MUJAB 1 4
25 MUKHLAS 1 4
26 MUKMINAN 2 5
27 MUKTI 1 1
28 MUNJAMIL 3 7
29 MURYOTO 3 6
30 MUSTAJAB 1
31 MUTHO'I 2 3
32 NAPSIYAH 2 2
33 NASIKI 2 6
34 NUR KHAMID 1 7
35 NUR KHAMIM 1 3
36 PANUT 1 5
37 PIATUN 1
38 POMO 1 7
39 PRONI 1 3
40 ROKHIM 1 1
41 ROYATI 3 7
42 ROZI 3
43 SITI MAESURI 2 6
44 SLAMET PON 3 8
45 SLAMET SHOLIKIN 2 4
46 SUBARDI 2 9
47 SUHARTI 1 4
48 SUJIMAH 1
49 SULAIMAN 1 2
50 SULKHANI 1 4
84
51 SUPRIH 2
52 SURURI 1 5
53 TINAH SALIM 2
54 TOHIR 1
55 TOPIK 1 3
56 TUKIMIN 8
57 TUMIN/MUSBIKAN 3 5
58 UNARIYAH 5 5
59 YONO 2 4
60 YUSRI 8
JUMLAH 83 200
DAFTAR PENERIMAAN ZAKAT FITRAH 1434 H MASJID AN-NUR KALIWARU
TENGARAN
WILAYAH KALIWARU UTARA 1 KOORDINATOR : BP. ARIFIN
NO. NAMA MUZAKKI MUSTAHIQ KETERANGAN
1 ABDUL LATHIF 3 4
2 ABID 2
3 AHYADI 1 6
4 ANSORI 2 2
5 ARIF RAHMAN 2
6 ARIFIN 1 4
7 BASHOIR 2 2
8 BASITH 1 3
9 BASITH NUR LAILI 2 5
10 H. FAUZAN 1 3
11 H. MAHMUD 4
12 HJ. KAROMAH 2
13 IRFANI 2
14 JALILAH 1
15 KASTOLANI 1 2
16 MASRUHIN 1 4
17 MAWAHIB 1 5
18 MUCHAMMAD 1 4
19 MUCHID 1 5
20 MUKHLAS 2
21 NUR CHOLIS 1 1
22 NUSIMI 2
85
23 PAK POS 1
24 REFATI 2 2
25 SITI NARDI 1
26 SLAMET 1 3
27 SYALTUT 3
28 USTAD FAIQ 1 4
JUMLAH 39 65
DAFTAR PENERIMAAN ZAKAT FITRAH 1434 H MASJID AN-NUR KALIWARU
TENGARAN
WILAYAH KALIWARU UTARA 2 KOORDINATOR : BP. HUMAM
NO. NAMA MUZAKKI MUSTAHIQ KETERANGAN
1 ADITYA 1
2 AGUS PRIYANTO 1
3 ANDI 1 2
4 ARI WIDODO 1
5 ARIF MUSTOFA 1 3
6 CATUR 1 4
7 DARSONO 1 3
8 GINANJAR 1
9 HENDRIK 1
10 HENDRO 1
11 HJ. AMNAH 1
12 HUMAM 5
13 JOKO PITOYO 4
14 JOKO SUPRIYANTO 1 3
15 JOYO 3
16 MAFIYAH 1 1
17 MAHMUDI 1 4
18 MAN 1 2
19 MUHLISIN 3
20 MULYONO 3
21 PARWANI 1 5
22 PRABOWO 1 4
23 RIBUT 1
24 ROFI'I 1
25 SIS 1 4
26 SLAMET MULYONO 1
27 SLAMET RAHARJO 1 1
28 SUKARJO 1 3
86
29 SUKIJO 3
30 SUMERI 1 7
31 SUPINAH 8
32 SUPRIHATI 1
33 SURONO 1 4
34 SUS 1
35 TANWIR 5
36 TRIYONO 4
37 TUGIRIN 1 8
38 UTARI 1
39 WAHYUDI 3
40 WARSITO 2 5
41 WIYONO 3
42 SURONO 5
JUMLAH 35 108
DAFTAR PENERIMAAN ZAKAT FITRAH 1435 H
MASJID AN-NUR KALIWARU TENGARAN
NO.
WILAYAH KOORDINATO
R MUZAKKI
MUSTAHIQ
AMIL
JANDA/DUDA
1 KALIWARU BARAT
MUALLIF RIDWAN
0
2 KALIWARU SELATAN
SHODIQ 0 84 4 4
3 KALIWARU TENGAH 1
MUNIRUN 0 85 6 1
4 KALIWARU TENGAH 2
ISROFI 0 51 4 0
5 KALIWARU TIMUR
MUKHLAS 0 199 10 7
6 KALIWARU UTARA 1
SOBIRIN 0 73 5 2
7 KALIWARU UTARA 2
HUMAM 0 120 5 2
JUMLAH 0 612 68 16
696
JUMLAH PENERIMAAN ZAKAT FITRAH SEHARUSNYA 1041
JUMLAH
1076
87
DAFTAR PENERIMAAN ZAKAT FITRAH 1434 H MASJID AN-NUR KALIWARU
TENGARAN WILAYAH KALIWARU SELATAN KOORDINATOR : BP. SHODIK NO. NAMA MUZAKKI MUSTAHIQ KETERANGAN
1 ABI CANDRA
2 ABSAL
3 AMRI 2
4
5 ANA FARIDA 4
6 ANASIR
7 ANDIKA B W
8 ANIK
9 ASTINA ARTI M
10 AUFA WIDYA H
11
12
13 BADRUS 6
14 BASYIR
15 BELA ARTI D
16 BENASIR
17
18 BIARSO 3
19 CELIKA ARTI D
20 CHRIS WIDIATNOKO
21 CHUMAIDI SARDI
22 DEDEH
23 DEDEN
24 DEFAN DEKARTA
25 DEWI MAR'ATUS
26 DINDA PUTRI
27 DITA
28 ERWANTO
29 ERWANTO
PENERIMAAN ZAKAT FITRAH REAL JUMLAH PENYALURAN ZAKAT FITRAH
1.545977011
1044
88
30 FAHRUL ROIF AR
31 FAJAR
32 FANDI
33 H. ZIDNI
34 HANIF
35 HASNA
36 HENDI
37 HERU
38 HUMAIDI 3
39 IBRAHIM
40 IIS ETIK SUSANTI
41 ISTIQOMAH
42 ISTIQOMAH 2
43 JAWAD
44
45
46 JOKO SAMUDRO 5
47 KHILDA INDIARTO
48 KIPRI 2
49 LESTARI 1 1
50
51 LIA
52 M. FARRAJ
53 M. LATIF
54 M. MAEMUN
55 M. MAHZUM
56 MARIYATUN
57 MASLIKHATUN
58 MAURINA
59 MITA
60
61 MUHYIN 4
62
63 MUJIB 4
64 MUJIONO 1 1
65
66
67 MUNIR 5
68
69 MUNIRI 3
NABIL
NARYADI
NGATIROH 1 1
NUR AINI W A
NURUL
89
PAMUJI
PARMIN
PUTRI SYAKIRIN
RESTU
RIFA'I
RINIF BUDI P
SANTI
SARDIYAH 1 1
SARMIYANTO 5
SARSONO
SAWALDI
SETYO WAHYUNI
SHOHIBAH
SIGIT
SISWANTI
SLAMET MARHABAN 2
SLAMET NAWAWI 3
SRI AID 5
SRI HIDAYATI
SRI MULYANI
SUHARSONO
SUKIRAH 4
SULASIH
SUMADI
SUPRIYADI
SURURI
SURURI 3
SUYATNO
SUYATNO
SUYITNO 3
TAMAMI
TAMAMI 3
TITIK
TUGINO
UMI ZAHROTUN
YAHYA IMRON
ZAINAL M 3
70 8
JUMLAH 0 84 4
90
DAFTAR PENERIMAAN ZAKAT FITRAH 1434 H MASJID AN-NUR KALIWARU
TENGARAN
WILAYAH KALIWARU TENGAH 1 KOORDINATOR : BP. MUNIRUN
NO. NAMA MUZAKKI MUSTAHIQ KETERANGAN
1 AHMAD 10
2 AHYADI 4
3 ALFI MARYAM 4
4 ANSORI
5 ARIF KURNIANTO
6 ARJIATUN/MAHMUDI 3
7 AS'AD 4
8 BADRUS 5
9 DAROK 6
10 FAIZAH 3
11 H. BAKIRI
12 H. SAHAL
13 H. SJAKIR
14 IBNU DZAKWAN
15 JARIR IBRAHIM
16 MASRUR 4
17 MASYKURI 4
18 MAUNAH 5
19 MISKIYAH 2
20 MUHAMMAD 3
21 MUHYIDIN
22 MUNIRUN 6
23 MUNTADHIROH 1 1
24 MURYONO 4
25 ROHMAN 2
26 SOLIHAN 3
27 SUMIAH 2
28 TA'AT/SAROYAH 3
29 TADZKIR 3
30 YEPPY/ZAKIYAH 4
JUMLAH 0 85 1
91
DAFTAR PENERIMAAN ZAKAT FITRAH 1434 H MASJID AN-NUR KALIWARU
TENGARAN
WILAYAH KALIWARU TENGAH 2 KOORDINATOR : BP. ASYROFI
NO. NAMA MUZAKKI MUSTAHIQ KETERANGAN
1 ABRORI 4
2 ALFU
3 AMIN
4 ANGGIA
5 ANSORI
6 ARIFATUL H
7 ASOMAH 3
8 DIKAH 6
9 ELMA
10 FADHILA SALSABILA
11 FAIZ
12 HJ. MARYUTI
13 INA LUTFIA
14 INDAH H PRATIWI
15 ISROFI 5
16 JUMALI
17 LAMI
18 M. RIF'AN AFANDI
19 MAHMUD CHOZI
20 MAHSUNUDDIN 4
21 MISBAHUDDIN 10
22 MUSTAIN 4
23 NIAMAH 5
24 NUR AZIZAH
25 RIZKI
26 ROFIAH 3
27 ROHINI 4
28 SAID
29 SITI CHOLISAH
30 SLAMET MAMIK 3
31 TOHA
32 UMI ISNA
33 YUNI
92
34 YUSUF
35 ZUHROTUN
JUMLAH 0 51 0
MASJID AN-NUR KALIWARU TENGARAN
WILAYAH KALIWARU UTARA 1 KOORDINATOR : BP. ARIFIN
NO. NAMA MUZAKKI MUSTAHIQ KETERANGAN
1 ABDUL LATHIF 4
2 ABID
3 AHYADI 6
4 ANSORI 2
5 ARIF RAHMAN
6 ARIFIN 4
7 BASHOIR 2
8 BASITH NUR LAILI 5
9 BASITH ZUHRIYAH 3
10 H. FAUZAN 3
11 H. MAHMUD
12 HAMDANI 3
13 HJ. KAROMAH
14 IRFANI
15 JALILAH 1 1
16 KASTOLANI 2
17 MASRUHIN 3
18 MAWAHIB 4
19 MUCHAMMAD
20 MUCHID
21 MUHAMMAD 2
22 MUHID 5
23 MUKHLAS
24 MURTAFIAH 2
25 NUR CHOLIS/NUR SADIMAN 1 1
26 NUSIMI 2
27 PAK POS
93
28 REFATI 2
29 SHOLEH 3
30 SITI NARDI
31 SLAMET WIDODO 3
32 SYALTUT 3
33 USTAD FAIQ 4
69 4
JUMLAH 0 73 2
DAFTAR PENERIMAAN ZAKAT FITRAH 1434 H MASJID AN-NUR KALIWARU TENGARAN
WILAYAH KALIWARU UTARA 2
KOORDINATOR : BP. HUMAM
NO. NAMA MUZAKKI MUSTAHIQ KETERANGAN
1 ADITYA
2 AGUS PRIYANTO 3
3 ANDI 3
4 ARI WIDODO
5 ARIF MUSTOFA 3
6 BOWO 3
7 CATUR 4
8 DARSONO 3
9 DAVID 5
10 GINANJAR
11 HENDRIK
12 HENDRO
13 HJ. AMNAH
14 HUMAM 3
15 JOKO PITOYO 4
16 JOKO SUPRIYANTO
17 JOYO 5
18 KARJO 4
19 LATIF 3
20 LISIN 3
21 MAFIYAH 2
22 MAHMUDI 4
23 MAN
24 MERI 7
25 MULYONO 3
26 PARWANI 5
27 RIBUT 1 1
28 ROFI'I
29 ROSYID 3
94
30 SIS 4
31 SLAMET HARJO PLUS JOKO 4
32 SLAMET MULYONO
33 SLAMET RAHARJO
34 SOFIYAH CEMPLUK 2
35 SUKARJO
36 SUKIJO 3
37 SUKIMAN 5
38 SUMERI
39 SUPINAH 2
40 SUPRIHATI
41 SURONO 3
42 SUSANTO 1 1
43 TANWIR 4
44 TRI D 2
45 TRIYONO 3
46 TUGIRIN 5
47 UTARI
48 WAHYUDI
49 WARSITO 5
50 WIYONO 3
51 MASRUR 3
JUMLAH 0 120 2
Kaltim:
NO. NAMA MUZAKKI MUSTAHIQ KETERANGAN
1 AHMAD FAUZI 8
2 BAMBANG/RAGIL
3 BANANI 4
4 BASHORI
5 BUDI PURNOMO
6 DIMYATI
7 FATHONAH 3
8 HAMIYATUN/KATUN 1 1
9 JADI
10 JAWAD MUJAB 3
11 JOKO TRI SUBEKTI
12 KANDIK
13 KHALIM MUDRIK M
14 KOMARUN 7
15 MAHMUDI 2
16 MAKMUN 5
17 MA'RUF 2
18 MASNURI
95
19 MUAWANAH 6
20 MUBAROK
21 MUHAIMIN 4
22 MUHDI
23 MUJAB 4
24 MUKHLAS 5
25 MUKMINAN 6
26 MUKTI 1 1
27 MUNJAMIL 3
28 MURYOTO 6
29 MUSTAJAB
30 MUTHO'I 3
31 NAPSIYAH 2
32 NASIKI 6
33 NUR KHAMID 7
34 NUR KHAMIM 3
35 PANUT 5
36 PIATUN 1 1
37 POMO 7
38 RIFATI 2
39 ROHMATUR ROHIM 3
40 ROKHIM 1 1
41 ROYATI 7
42 ROZI 3
43 SITI AMINAH 1 1
44 SITI MAESURI 6
45 SLAMET PON 8
46 SLAMET SHOLIKIN 4
47 SUBARDI 9
48 SUHARTI 4
49 SUJIMAH 1 1
50 SULAIMAN 2
51 SULKHANI 4
52 SURURI 5
53 TINAH SALIM 2
54 TOHIR 1 1
55 TOPIK 3
56 TUKIMIN 8
57 TUMIN/MUSBIKAN 5
58 UNARIYAH 5
59 YONO
60 YUSRI 8
61 ZUMRONI MILA 3
JUMLAH 0 199 7
96
FORMULIR PENILAIAN SATUAN KREDIT KEGIATAN (SKK)
MAHASISWA
IAIN SALATIGA
Nama : Nur Salim
NIM : 21111020
Jurusan: Ahwal Al-Syakhshiyyah/Syari‟ah
No. Nama Organisasi Nama Kegiatan Tanggal
Pelaksanaan
Jabatan Skor
SKK
1. Dewan Mahasiswa
(DEMA)
OPAK 2011 20-22
Agustus
2011
Peserta 3
2. ITTAQO-CEC Achievement
Motivation
Training (AMT)
23 Agustus
2011
Peserta 2
3. Panitia ODK Orientasi Dasar
Keislaman
(ODK)
24 Agustus
2011
Peserta 2
4. KOPMA-KSEI Seminar
Entrepreneurship
dan Koperasi
25 Agustus
2011
Peserta 1
5. UPT
PERPUSTAKAAN
User Education
(Pendidikan
Pemakai)
19
September
2011
Peserta 2
6. LDK Darul Amal IBTIDA‟ LDK
DA
8-9 Oktober
2011
Peserta 3
7. JQH Penerimaan
Anggota Baru
3-4
Desember
2011
Peserta 3
8. STAIN
SALATIGA
Jurusan Syari‟ah
Seminar
Ekonomi Islam:
“Peran Ekonomi
Islam dalam
Mengatasi Krisis
Ekonomi Global”
14 Januari
2012
Peserta 1
9. LDK Darul Amal Seminar
Regional:
“Urgensi Media
dalam
Mencerahkan
30 April
2012
Peserta 4
97
Umat”
10. HMJ Syari‟ah Pelatihan
Advokasi
16-17 Mei
2012
Peserta 3
11. Assafa Seminar
Nasional:
“Publikasi Karya
Ilmiah”
29 Mei
2012
Peserta 6
12. Dewan Mahasiswa Seminar
Nasional:
“Mewaspadai
Gerakan Islam
Garis Keras di
Perguruan
Tinggi”
23 Juni
2012
Peserta 6
13. Pyramid English
Course
Program Kursus
Bahasa Inggris
10 Juli-9
Agustus
2012
Peserta 4
14. PMII Joko Tingkir
Salatiga
MAPABA 2012 5-7 Oktober
2012
Peserta 3
15. LDK Darul Amal Islamic Public
Speaking
Training (IPST)
25 Oktober
2012
Peserta 3
16. PMII Kota Salatiga Dialog Publik
dan Silaturahmi
Nasional
10
Nopember
2012
Peserta 6
17. HMJ Syari‟ah Seminar
Nasional: “Peran
Lembaga
Perbankan
Syari‟ah dengan
Adanya Otoritas
Jasa Keuangan.”
29
Nopember
2012
Peserta 6
18. JQH Tablig Akbar:
“Tafsir Tematik”
1 Desember
2012
Peserta 1
19. UPK STAIN
Salatiga
SK
Pengangkatan
Pengurus LDK
DA Masa Bakti
2013
31 Januari
2013
Pengurus 4
20. Dewan Mahasiswa Seminar
Nasional:
“Ahlussunnah
Waljama‟ah
dalam Perspektif
26 Maret
2013
Peserta 6
98
Islam Indonesia”
21. LDK Darul Amal Training Kader I 6-7 April
2013
Panitia 3
22. HMJ Tarbiyah dan
Syari‟ah
Seminar
Nasional dan
Dialog Publik:
“Minimnya
Pasokan Energi
dalam Negeri”
20 April
2013
Peserta 6
23. Prodi Ahwal Al-
Syakhsiyyah
Program Kursus
Singkat: Politik
Jihad dan
Terorisme
Februari-
April 2013
Peserta 4
24. LDK Darul Amal MILAD XI LDK
DA
14 Juni
2013
Panitia 1
25. LDK Darul Amal GARDIKA:
Pesantren Kilat
SMPN 3 Salatiga
29-31 Juli
2013
Pemateri 4
26. LDK Darul Amal Training Kader II 28
September
2013
Peserta 3
27. LPM-DINAMIKA Lomba Cerpen
dalam rangka
Anniversary
LPM
DINAMIKA
7 Oktober
2013
Peserta 2
28. LDK Darul Amal Ibtida‟ LDK DA 19-20
Oktober
2013
Panitia 3
29. Al-Khidmah
Kampus Kota
Salatiga
Pendidikan
Anggota Dasar
(PAD)
28-29
Desember
2013
Panitia 3
30. UPK STAIN
SALATIGA
SK
Pengangkatan
Pengurus LDK
DA Masa Bakti
2014
31 Januari
2014
Pengurus 4
31. Senat Mahasiswa Dialog Interaktif
dan Edukatif:
“Diaspora Politik
Indonesia di
Tahun 2014,
Memilih Untuk
Salatiga Hati
Beriman”
1 April
2014
Peserta 1
99
32. KKN Posdaya
Tematik IAIN
Walisongo
Semarang
Training
Entrepreneurship
dan Leadership
11 Mei
2014
Peserta 3
33. Prodi Ahwal Al-
Syakhsiyyah
Jurusan Syari‟ah
dan Ekonomi Islam
Seminar
Imsakiyah
Ramadhan 1435
H
26 Mei
2014
Peserta 1
34. LDK Darul Amal Lomba Cerpen
Islami di MILAD
XII LDK DA
28 Mei
2014
Peserta 2
35. Senat Mahasiswa Public Hearing:
“STAIN menuju
IAIN dari
Mahasiswa untuk
Mahasiswa
10 Juni
2014
Peserta 1
36. HMPS PS S-1
STAIN
SALATIGA
Training and
TOEFL Test
8-9
Nopember
2014
Peserta 3
37. LDK Darul Amal GARDIKA 19 Juli 2014 Panitia 1
38. STAIN
SALATIGA
SK Panitia
Orientasi Dasar
Keislaman
OPAK STAIN
2014
9 Agustus
2014
Panitia 2
39. LDK Darul Amal Training Kader II 27
September
2014
Panitia 3
40. LDK Darul Amal Ibtida‟ LDK DA
2014
18-19
Oktober
2014
Panitia 3
41. STAIN
SALATIGA
SK
Penyelenggara
Gebyar seni Al-
Qur‟an JQH Al-
Furqan STAIN
SALATIGA
2014
5
Nopember
2014
Panitia 1
100
42. CEC-ITTAQO Perbandingan
Bahasa Arab
bahasa Inggris
(PERBASIS)-
Comparison
English Arabis
(CEA)
27
Nopember
2014
Peserta 1
43. Al-Khidmah
Kampus Kota
Salatiga
Pendidikan
Anggota Dasar
(PAD) 2014
6-7
Desember
2014
Panitia 3
Total 127
Salatiga, 19 Juni 2015
Mengetahui,
Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama
Fakultas Syari‟ah
Illya Muhsin, S.H.I,.M.Si.
NIP. 19790930 200312 1 001
101
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 2011
TENTANGPENGELOLAAN ZAKATDENGAN RAHMAT TUHAN YANG
MAHA ESAPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiappenduduk
untuk memeluk agamanya masing-masingdan untuk beribadat menurut
agamanya dankepercayaannya itu;
b. bahwa menunaikan zakat merupakan kewajiban bagiumat
Islam yang mampu sesuai dengan syariat Islam;bahwa zakat
merupakan pranata keagamaan yangbertujuan untuk
meningkatkan keadilan dankesejahteraan masyarakat;
c. bahwa dalam rangka meningkatkan dayaguna danhasil guna,
zakat harus dikelola secara melembagasesuai dengan syariat
Islam;
d. bahwa Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999tentang
Pengelolaan Zakat sudah tidak sesuai denganperkembangan
kebutuhan hukum dalam masyarakat,sehingga perlu diganti;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimanadimaksud
dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d,dan huruf e perlu
membentuk Undang-Undangtentang Pengelolaan Zakat;
Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 29, dan Pasal 34 ayat (1)Undang-
Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
102
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIAdanPRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENGELOLAAN
ZAKAT.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
1. Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:Pengelolaan zakat adalah
kegiatan perencanaan,pelaksanaan, dan pengoordinasian dalampengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaanzakat.
2. Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan olehseorang muslim atau
badan usaha untuk diberikankepada yang berhak menerimanya sesuai
dengansyariat Islam.
3. Infak adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorangatau badan usahan di
luar zakat untukkemaslahatan umum.
4. Sedekah adalah harta atau nonharta yang dikeluarkanoleh seseorang atau
badan usaha di luar zakatuntuk kemaslahatan umum.
5. Muzaki adalah seorang muslim atau badan usahayang berkewajiban
menunaikan zakat.
6. Mustahik adalah orang yang berhak menerima zakat.
7. Badan Amil Zakat Nasional yang selanjutnya disebutBAZNAS adalah
lembaga yang melakukanpengelolaan zakat secara nasional.
8. Lembaga Amil Zakat yang selanjutnya disebut LAZadalah Lembaga yang
dibentuk masyarakat yangmemiliki tugas membantu
pengumpulan,pendistribusian dan pendayagunaan zakat.
9. Unit Pengumpul Zakat yang selanjutnya disebut UPZadalah satuan
organisasi yang dibentuk olehBAZNAS untuk membantu mengumpulkan zakat.
103
10. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badanhukum.
11. Hak Amil adalah bagian tertentu dari zakat yangdapat dimanfaatkan
untuk biaya operasional dalampengelolaan zakat sesuai dengan syariat Islam.
12. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakanurusan pemerintahan di
bidang agama.
Pasal 2
Pengelolaan zakat berasaskan:
a. syariat Islam;
b. amanah;
c. kemanfaatan;
d. keadilan;
e. kepastian hukum;
f. terintegrasi; dan
g. akuntabilitas.
Pasal 3
Pengelolaan zakat bertujuan:
a. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanandalam pengelolaan zakat;
danmeningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan
b.kesejahteraan masyarakat dan penanggulangankemiskinan.
Pasal 4
Zakat meliputi zakat mal dan zakat fitrah.
(1) Zakat mal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(2) meliputi:
emas, perak, dan logam mulia lainnya;
a.uang dan surat berharga lainnya;
104
b.perniagaan;
c.pertanian, perkebunan dan kehutanan;
d.peternakan dan perikanan;
e.pertambangan;
f.perindustrian;
g.pendapatan dan jasa; dan
h.rikaz.
(3)Zakat mal sebagaimana dimaksud pada ayat (2)merupakan harta yang
dimiliki oleh muzakiperseorangan atau badan usaha.
(4) Syarat dan tata cara penghitungan zakat mal danzakat fitrah
dilaksanakan sesuai dengan syariatIslam.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata carapenghitungan zakat mal
dan zakat fitrahsebagaimana dimaksud pada ayat (4) akan diaturdengan
Peraturan Menteri.
BAB II
BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 5
(1) Untuk melaksanakan pengelolaan zakat ,Pemerintah membentuk BAZNAS.
(2) BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)berkedudukan di ibu kota
negara.
(3) BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)merupakan lembaga
pemerintah nonstruktural yangbersifat mandiri dan bertanggung jawab
kepadaPresiden melalui Menteri.
Pasal 6
105
BAZNAS merupakan lembaga yang berwenangmelakukan tugas pengelolaan
zakat secara nasional.
Pasal 7
(1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksuddalam Pasal 6,
BAZNAS menyelenggarakan fungsi: a. perencanaan pengumpulan,
pendistribusian, danpendayagunaan zakat;
b. pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian,
danpendayagunaan zakat;
c. pengendalian pengumpulan, pendistribusian,dan
pendayagunaan zakat;pelaporan dan
pertanggungjawaban pelaksanaan
d.pengelolaan zakat.
(2)Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya,BAZNAS dapat bekerjasama
dengan pihak terkaitsesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) BAZNAS melaporkan hasil pelaksanaan tugasnyasecara tertulis kepada
Presiden melalui Menteri dankepada Dewan Perwakilan Rakyat
RepublikIndonesia paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu)tahun.
Bagian Kedua
Keanggotaan
Pasal 8
(1) BAZNAS terdiri atas 11 (sebelas) orang anggota.
(2) Keanggotaan BAZNAS sebagaimana dimaksudpada ayat (1) terdiri atas
8 (delapan) orang dariunsur masyarakat dan 3 (tiga) orang dari unsur
pemerintah.
(3) Unsur masyarakat sebagaimana dimaksud padaayat (2) terdiri atas unsur
ulama, tenaga profesional,dan tokoh masyarakat Islam.
(4) Unsur Pemerintah sebagaimana dimaksud padaayat (2) dapat ditunjuk
dari kementerian/instansiyang berkaitan dengan pengelolaan zakat.
(5) BAZNAS dipimpin oleh seorang ketua dan seorangwakil ketua.
Pasal 9
106
Masa kerja anggota BAZNAS dijabat selama 5 (lima)tahun dan dapat dipilih
kembali untuk 1 (satu) kali masajabatan.
Pasal 10
(1) Anggota BAZNAS diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul
Menteri.
(2) Anggota BAZNAS dari unsur masyarakat diangkat oleh Presiden atas
usul Menteri setelah mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia.
(3) Ketua dan Wakil Ketua BAZNAS dipilih olehanggota.
Pasal 11
Persyaratan untuk dapat diangkat sebagai anggotaBAZNAS sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 palingsedikit harus:warga negara Indonesia;
a.beragama Islam;
b.bertakwa kepada Allah SWT;
c.berakhlak mulia;
d.berusia minimal 40 (empat puluh) tahun;
e.sehat jasmani dan rohani;
f.tidak menjadi anggota partai politik;
g.memiliki kompetensi di bidang pengelolaan zakat;
h.dantidak pernah dihukum karena melakukan tindak
i.pidana kejahatan yang diancam dengan pidanapenjara paling singkat 5 (lima)
tahun.
Pasal 12
Anggota BAZNAS diberhentikan apabila:
a. meninggal dunia;
b. habis masa jabatan;
c. mengundurkan diri;
107
d. tidak dapat melaksanakan tugas selama 3 (tiga)
e. bulan secara terus menerus; atautidak memenuhi syarat lagi sebagai anggota.
Pasal 13
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan dan pemberhentian
anggota BAZNAS sebagaimanadimaksud dalam Pasal 10 diatur dengan
PeraturanPemerintah.
Pasal 14
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibantuoleh sekretariat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tatakerja sekretariat
BAZNAS sebagaimana dimaksudpada ayat (1) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Bagian Ketiga
BAZNAS ProvinsiDan BAZNAS Kabupaten/Kota
Pasal 15
(1) Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan zakat padatingkat provinsi dan
kabupaten/kota dibentukBAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota.
(2) BAZNAS provinsi dibentuk oleh Menteri atas usulgubernur setelah
mendapat pertimbanganBAZNAS.
(3) BAZNAS kabupaten/kota dibentuk oleh Menteriatau pejabat yang
ditunjuk atas usul
bupati/walikota setelah mendapat pertimbanganBAZNAS.
(4) Dalam hal gubernur atau bupati/walikota tidakmengusulkan pembentukan
BAZNAS provinsi atauBAZNAS kabupaten/kota, Menteri atau pejabatyang
ditunjuk dapat membentuk BAZNAS provinsiatau kabupaten/kota setelah
mendapatpertimbangan BAZNAS.
(5) BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kotamelaksanakan tugas dan
fungsi BAZNAS diprovinsi atau kabupaten/kota masing-masing.
Pasal 16
108
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya,
(1) BAZNAS, BAZNAS provinsi, BAZNASkabupaten/kota dapat membentuk
UPZ pada
instansi pemerintah, badan usaha milik negara,badan usaha milik daerah,
perusahaan swasta, danperwakilan Republik Indonesia di luar negeri
sertadapat membentuk UPZ pada tingkat kecamatan,kelurahan atau nama
lainnya, dan tempat lainnya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tatakerja BAZNAS
provinsi dan BAZNASkabupaten/Kota diatur dengan PeraturanPemerintah.
Bagian Keempat
Lembaga Amil Zakat
Pasal 17
Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaanpengumpulan, pendistribusian
dan pendayagunaanzakat, masyarakat dapat membentuk LAZ.
Pasal 18
(1) Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteriatau pejabat yang
ditunjuk oleh Menteri.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanyadiberikan apabila
memenuhi persyaratan palingsedikit:
a. terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatanIslam yang mengelola
bidang pendidikan,dakwah, dan sosial;
b. berbentuk lembaga berbadan hukum;
c. mendapat rekomendasi dari BAZNAS;
d. memiliki pengawas syariat;
e. memiliki kemampuan teknis, administratif dan keuangan untuk
melaksanakan kegiatannya;bersifat nirlaba;
f.memiliki program untuk mendayagunakan
g.zakat bagi kesejahteraan umat; danbersedia diaudit syariah dan diaudit
keuangan
secara berkala.
Pasal 19
109
LAZ wajib melaporkan pelaksanaan pengumpulan,pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat yang telahdiaudit kepada BAZNAS secara berkala.
Pasal 20
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan organisasi,mekanisme perizinan,
pembentukan perwakilan,pelaporan, dan pertanggungjawaban LAZ diaturdengan
Peraturan Pemerintah.
BAB III
PENGUMPULAN, PENDISTRIBUSIAN,PENDAYAGUNAAN, DAN
PELAPORAN
Bagian Kesatu
Pengumpulan
Pasal 21
(1) Dalam rangka pengumpulan zakat, muzaki melakukan penghitungan
sendiri atas kewajiban zakatnya.
(2) Dalam hal tidak dapat menghitung sendirikewajiban zakatnya, muzaki
dapat memintabantuan BAZNAS.
Pasal 22
Zakat yang dibayarkan oleh muzaki kepada BAZNASatau LAZ dikurangkan
dari penghasilan kena pajak.
Pasal 23
(1) BAZNAS atau LAZ wajib memberikan bukti setoranzakat kepada setiap
muzaki.
(2) Bukti setoran zakat sebagaimana dimaksud padaayat (1) digunakan
sebagai pengurang penghasilankena pajak.
Pasal 24
Lingkup kewenangan pengumpulan zakat olehBAZNAS, BAZNAS provinsi,
dan BAZNASkabupaten/kota diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
110
Pendistribusian
Pasal 25
Zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuaisyariat Islam.
Pasal 26
Pendistribusian zakat, sebagaimana dimaksud dalamPasal 25 dilakukan
berdasarkan skala prioritas denganmemperhatikan prinsip pemerataan,
keadilan, dankewilayahan.
Bagian Ketiga
Pendayagunaan
Pasal 27
(1) Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktifdalam rangka
penanganan fakir miskin danpeningkatan kualitas umat.
(2) Pendayagunaan zakat untuk usaha produktifsebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukanapabila kebutuhan dasar mustahik telah
terpenuhi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan zakat untuk usaha
produktif sebagaimanadimaksud pada ayat (1) diatur dengan
PeraturanMenteri.
Bagian Keempat
Pengelolaan Infak, Sedekah,Dan Dana Sosial keagamaan Lainnya
Pasal 28
(1) Selain menerima zakat, BAZNAS atau LAZ jugadapat menerima
infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya.
(2) Pendistribyusian dan pendayagunaan infak,sedekah, dan dana sosial
keagamaan lainnyasebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukansesuai dengan syariat Islam dan dilakukan sesuai dengan
peruntukkan yang diikrarkan oleh pemberi.
(3) Pengelolaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya harus
dicatat dalampembukuan tersendiri.
Bagian Kelima
Pelaporan
111
Pasal 29
(1) BAZNAS kabupaten/kota wajib menyampaikanpelaksanaan
pengelolaan zakat, infak, sedekah, dandana sosial keagamaan lainnya
kepada BAZNASprovinsi dan pemerintah daerah secara berkala.
(2) BAZNAS provinsi wajib menyampaikan laporanpelaksanaan
pengelolaan zakat, infak, sedekah dandana sosial keagamaan lainnya
kepada BAZNASdan pemerintah daerah secara berkala.
(3)
(4) LAZ wajib menyampaikan laporan pelaksanaanpengelolaan zakat,
infak, sedekah dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS
danpemerintah daerah secara berkala.
(5) BAZNAS wajib menyampaikan laporanpelaksanaan pengelolaan zakat,
infak, sedekah dandana sosial keagamaan lainnya kepada
Menterisecara berkala.
(6) Laporan neraca tahunan BAZNAS diumumkanmelalui media cetak atau
media elektronik.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaporanBAZNAS kabupaten/kota,
BAZNAS provinsi, LAZ,dan BAZNAS diatur dengan
PeraturanPemerintah.
BAB IV
PEMBIAYAAN
Pasal 30
Untuk melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibiayaidengan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara danHak Amil.
Pasal 31
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS provinsidan BAZNAS
kabupaten/kota sebagaimanadimaksud dalam Pasal 16 ayat (1),
dibiayai denganAnggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan
HakAmil.
(2) Selain pembiayaan sebagaimana dimaksud padaayat (1) BAZNAS
provinsi dan BAZNASkabupaten/kota dapat dibiayai dengan
AnggaranPendapatan Belanja Negara.
Pasal 32
LAZ dapat menggunakan hak amil untuk membiayaikegiatan operasional.
112
Pasal 33
(1) Pembiayaan BAZNAS dan penggunaan Hak Amil sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31 ayat (1), dan Pasal 32 diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7ayat (3) dan
pembiayaan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 30 dan Pasal 31
dilaksanakan sesuaidengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 34
(1) Menteri melaksanakan pembinaan dan pengawasanterhadap BAZNAS,
BAZNAS provinsi, BAZNASkabupaten/kota, dan LAZ.
(2) Gubernur dan Bupati/Walikota melaksanakanpembinaan dan
pengawasan terhadap BAZNASprovinsi, BAZNAS kabupaten/kota, dan
LAZ sesuaidengan kewenangannya.
(3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dan ayat (2) meliputi
fasilitasi, sosialisasi, danedukasi.
BAB VI
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 35
(1) Masyarakat dapat berperan serta dalam pembinaandan pengawasan
terhadap BAZNAS dan LAZ.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilakukan dalam
rangka:
a. meningkatkan kesadaran masyarakat untuk
b. menunaikan zakat melalui BAZNAS dan LAZ;dan memberikan saran
untuk peningkatan kinerja BAZNAS dan LAZ.
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilakukan dalam
bentuk :
a. akses terhadap informasi tentang pengelolaanzakat yang dilakukan
oleh BAZNAS dan LAZ;dan
b. penyampaian informasi apabila terjadipenyimpangan dalam
pengelolaan zakat yangdilakukan oleh BAZNAS dan LAZ.
BAB VII
113
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 36
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 19,
Pasal 23 ayat (1), Pasal 28ayat (2) dan ayat (3), serta Pasal 29 ayat (3)
dikenaisanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara dari kegiatan; dan/atau
c. pencabutan izin.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administrasisebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur denganPeraturan Pemerintah.
BAB VIII
LARANGAN
Pasal 37
Setiap orang dilarang melakukan tindakan memiliki,menjaminkan,
menghibahkan, menjual, dan/ataumengalihkan zakat, infak, sedekah, dan/atau
danasosial keagamaan lainnya yang ada dalampengelolaannya.
Pasal 38
Setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selakuamil zakat melakukan
pengumpulan, pendistribusian,atau pendayagunaan zakat tanpa izin pejabat
yangberwenang.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 39
Setiap orang yang dengan sengaja melawan hukumtidak melakukan
pendistribusian zakat sesuai denganketentuan Pasal 25 dipidana dengan
pidana penjarapaling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana dendapaling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 40
114
Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukummelanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalamPasal 37 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5(lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyakRp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).
Pasal 41
Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukummelanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud Pasal 38dipidana dengan pidana kurungan paling
lama 1 (satu)tahun dan/atau pidana denda paling banyakRp50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah).
Pasal 42
(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan Pasal 40
merupakan kejahatan.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal41 merupakan
pelanggaran.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 43
(1) Badan Amil Zakat Nasional yang telah ada sebelum Undang-Undang
ini berlaku tetap menjalankan tugas dan fungsi sebagai BAZNAS
berdasarkan Undang-Undang ini sampai terbentuknya BAZNAS yang
baru sesuai dengan Undang-Undang ini.
(2) Badan Amil Zakat Daerah provinsi dan Badan AmilZakat Daerah
kabupaten/kota yang telah adasebelum Undang-Undang ini berlaku
tetapmenjalankan tugas dan fungsi sebagai BAZNASprovinsi dan
BAZNAS kabupaten/kota berdasarkanUndang-Undang ini sampai
terbentuknyakepengurusan baru berdasarkan Undang-Undangini.
(3) LAZ yang telah dikukuhkan oleh Menteri sebelumUndang-Undang ini
berlaku dinyatakan sebagaiLAZ berdasarkan Undang-Undang ini.
(4) LAZ sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajibmenyesuaikan diri
paling lambat 5 (lima) tahunterhitung sejak Undang-Undang ini
diundangkan.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
115
Pasal 44
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semuaPeraturan Perundang-
undangan tentang PengelolaanZakat dan peraturan pelaksanaan Undang-
UndangNomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat(Lembaran Negera
Republik Indonesia Tahun 1999Nomor 164; Tambahan Lembaran Negara
RepublikIndonesia Nomor 3885) dinyatakan masih tetap berlakusepanjang
tidak bertentangan dengan ketentuan dalamUndang-Undang ini.
Pasal 45
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 38
Tahun 1999 tentang PengelolaanZakat (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun1999 Nomor 164; Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia
Nomor 3885) dicabut dan dinyatakan tidakberlaku.
Pasal 46
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harusditetapkan paling lama
1 (satu) tahun terhitung sejakUndang-Undang ini diundangkan.
Pasal 47
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggaldiundangkan.Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkanpengundangan Undang-Undang ini
denganpenempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Disahkan di Jakartapada tanggal 25 November 2011
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakartapada tanggal 25 November 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
116
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011
NOMOR 115
Salinan sesuai dengan aslinya
KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGERA RI
Asisten Deputi Perundang-undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,
ttd.
Wisnu Setiawan
117
PENJELASANATASUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR
23 TAHUN 2011TENTANGPENGELOLAAN ZAKAT
Umum
I. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untukmemeluk
agamanya masing-masing dan beribadat menurutagamanya dan
kepercayaannya itu. Penunaian zakat merupakankewajiban bagi umat
yang mampu sesuai dengan syariat Islam.Zakat merupakan pranata
keagamaan yang bertujuan untukmeningkatkan keadilan, kesejahteraan
masyarakat, danpenanggulangan kemiskinan.Dalam rangka
meningkatkan daya guna dan hasil guna, zakatharus dikelola secara
melembaga sesuai dengan syariat Islam,amanah, kemanfaatan,
keadilan, kepastian hukum, terintegrasi, danakuntabilitas sehingga
dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensipelayanan dalam
pengelolaan zakat.Selama ini pengelolaan zakat berdasarkan Undang-
UndangNomor 38 Tahun 1999 tentan Pengelolaan Zakat dinilai
sudah tidaksesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hokum
dalammasyarakat sehingga perlu diganti. Pengelolaan zakat yang
diaturdalam Undang-Undang ini meliputi kegiatan
perencanaan,pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan.Dalam
upaya mencapai tujuan pengelolaan zakat, dibentukBadan Amil Zakat
Nasional (BAZNAS) yang berkedudukan di ibukota Negara,
BAZNAS provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota.BAZNAS
merupakan lembaga yang pemerintah nonstruktural yangbersifat
mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melaluiMenteri.
BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukantugas
pengelolaan zakat secara nasional.Untuk membantu BAZNAS dalam
pelaksanaan pengumpulan,pendistribusian, dan pendayagunaan zakat,
masyarakat dapatmembentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ).
Pembentukan LAZ wajibmendapat izin Menteri atau pejabat yang
ditunjuk oleh Menteri.LAZ wajib melaporkan secara berkala kepada
BAZNAS ataspelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaanzakat yang telah diaudit syariah dan keuangan.Zakat
wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai dengansyariat Islam.
Pendistribusian dilakukan berdasarkan skala prioritasdengan
memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dankewilayahan. Zakat
dapat didayagunakan untuk usaha produktifdalam rangka peanganan
fakir miskin dan peningkatan kualitasumat apabila kebutuhan dasar
mustahik telah terpenuhi.Selain menerima zakat, BAZNAS atau LAZ
juga dapatmenerima infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan
118
lainnya.Pendistribusian dan pendayagunaan infak, sedekah, dan dana
sosial keagamaan lainnya dilakukan sesuai dengan syariat Islam
dandilakukan sesuia dengan peruntukkan yang diikrarkan oleh
pemberidan harus dilakukan pencatatan dalam pembukuan tersendiri.
Untuk melakukan tugasnya, BAZNAS dibiayai dengan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara dan Hak Amil. Sedangkan BAZNAS provinsi dan
BAZNAS kabupaten/kota dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah dan Hak Amil, serta juga dapat dibiayai dengan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan asas ”amanah” adalah pengelolazakat harus dapat
dipercaya.
Huruf c
Yang dimaksud dengan asas ”kemamfaatan” adalahpengelolaan zakat
dilakukan untuk memberikanmanfaat yang sebesar-besarnya bagi mustahik.
Huruf d
Yang dimaksud dengan asas ”keadilan” adalahpengelolaan zakat dalam
pendistribusiannya dilakukansecara adil.
Huruf e
Yang dimaksud dengan asas ”kepastian hukum” adalahdalam pengelolaan
zakat terdapat jaminan kepastianhukum bagi mustahik dan muzaki.
Huruf f
119
Yang dimaksud dengan asas ”terintegrasi” adalahpengelolaan zakat
dilaksanakan secara hierarkis dalamupaya meningkatkan pengumpulan,
pendistribusiandan pendayagunaan zakat.
Huruf g
Yang dimaksud dengan asas ”akuntabilitas” adalah pengelolaan zakat dapat
dipertanggungjawabkan dandiakses oleh masyarakat.
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
120
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Yang dimaksud dengan ”rikaz” adalah hartatemuan.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan ”badan usaha” adalah badanusaha yang dimiliki
umat Islam yang meliputi badanusaha yang tidak berbadan hukum seperti
firma danyang berbadan hukum seperti perseroan terbatas.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pihak terkait” antara lainkementerian, Badan Usaha
Milik Negara (BUMN), ataulembaga luar negeri.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 8
121
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Di Provinsi Aceh, penyebutan BAZNAS provinsi atauBAZNAS
kabupaten/kota dapat menggunakan istilahbaitu mal.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
122
Pasal 16
Ayat (1)
Yang dimaksud ”tempat lainnya” antara lain masjid danmajelis taklim.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
123
Pasal 27
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”usaha produktif adalah usahayang mampu
meningkatkan pendapatan, taraf hidup dankesejahteraan.Yang dimaksud dengan
”peningkatan kualitas umat”adalah peningkatan sumber daya manusia.
Ayat (2)
Kebutuhan dasar mustahik meliputi kebutuhan pangan,sandang, perumahan,
pendidikan dan kesehatan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
124
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
125
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIANOMOR
5255
126