1 konsep fitrah

131
TEORI PENDIDIKAN DALAM AL- QUR’AN A. Pendahuluan Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hidup dan kehidupan manusia. Pendidikan sebagai salah satu kebutuhan, fungsi social, sebagai bimbingan, sarana pertumbuhan yang mempersiapkan dan membukakan serta membentuk disiplin hidup.

Upload: akmal-mundiri

Post on 05-Oct-2015

35 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Konsep Fithrah

TRANSCRIPT

Teori Pendidikan dalam al-Quran

TEORI PENDIDIKAN DALAM AL-QURANA. Pendahuluan

Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hidup dan kehidupan manusia. Pendidikan sebagai salah satu kebutuhan, fungsi social, sebagai bimbingan, sarana pertumbuhan yang mempersiapkan dan membukakan serta membentuk disiplin hidup. Pernyataan ini setidaknya mengisyaratkan bahwa bagaimanapun sederhananya suatu komunitas manusia, memerlukan adanya pendidikan. Maka dalam pengertian umum, kehidupan dari komunitas tersebut akan ditentukan aktivitas pendidikan di dalamnya. Sebab pendidikan secara alami sudah merupakan kebutuhan hidup manusia.Di lingkungan masyarakat primitif, misalnya pendidikan dilakukan oleh dan atas tanggung jawab kedua orang tua terhadap anak-anak mereka. Masyarakat suku yang menghuni wilayah hutan, sesuai dengan lingkungan hidupnya akan berupaya mendidik putra-putri mereka. Paling tidak secara sederhana, sang bapak akan membimbing dan melatih putranya mengenal kehidupan hutan seperti: mengenal buah-buahan yang layak dimakan, membuat alat penangkap binatang dan sebagainya. Tujuan utamanya adalah membimbing dan melatih mereka, agar dapat hidup mandiri. Dengan demikian generasi mereka akan berlanjut.Islam sebagai agama yang mempunyai kitab al-Quran dan sekaligus sebagai system peradaban mengisyaratkan pentingnya pendidikan, sebagaimana dalam beberapa ayat al-Quran diterangkan pentingnya pendidikan dengan jelas maupun tersirat, begitu juga dalam hadits.B. Pengertian Teori Pendidikan1. TeoriTeori adalah suatu system yang bulat dari perinsip-perinsip, definisi-definisi, hipotesis-hipotesis dan observasi yang tersusun sedemikian rupa sehingga secara sederhana dapat menjelaskan saling berhubungannya dengan berbagai variable.

Jadi teori pada hakikatnya, merupakan suatu konsepsi berfikir tentang suatu bidang kehidupan yang tersusun berdasarkan realita yang ada yang saling berkaitan dan menjadi motivasi sehingga menjadi suatu bentuk pemikiran yang dapat teruji kebenarannya dalam praktik. Dan statemen dari teori yang dipandang baik bila tersusun singkat, padat, dan konprehensif. Yang hal ini sesuai dengan prinsip qalla wa dalla yaitu sedikit tapi jelas.

2. PendidikanBerkenan dengan perkembangan zaman, maka tuntutan untuk mencapai suatu tujuan diperlukan pendidikan. Sebagai manusia, pendidikan merupakan dasar pokok dalam kehidupan. Manusia diciptakan sebagai makhluk sempurna yang paling baik dari makhluk-makhluk lainnya. Dalam diri manusia tediri atas unsur jasmaniah dan rohaniah. Dan pada kedua unsur inilah, Allah memberikan seperangkat kemampuan dasar yang memiliki kecenderungan berkembang.Untuk memperjelas arti pendidikan, berikut ini dikemukakan definisi pendidikan sebagai berikut.

Pendidikan adalah suatu proses, baik berupa pemindahan maupun penyempurnaan. Dalam mengkaji atau memahami pendidikan itu sendiri kita harus memahami bahwa sejak manusia hadir di dunia, sebenarnya sudah ada pendidikan, tetapi dalam perwujudan yang berbeda sersuai dengan situasi dan kondisi pada saat itu. Selanjutnya dengan terjadinya perkembangan ilmu dan tegnologi, maka timbullah bermacam-macam pandangan pendidikan itu sendiri.Menurut John Dewey memformulasikan pengertian pendidikan sebagai berikut.

Pendidikan adalah suatu proses pengalaman yang terus menerus, termasuk perbaikan dan penyusunan kembali pengalaman. Dan di samping itu, John Dewey dalam konsepsinya tentang pendidikan lebih menekankan pada segi perbuatan dan pengalaman.

Dalam definisi ini terlihat jelas bahwa pendidikan harus mampu mengarahkan kemampuan dari dalam diri manusia menjadi suatu kegiatan hidup yang berhubungan dengan Tuhan, baik kegiatan itu bersifat pribadi maupun sosial. Jadi arti pokok yang terkandung di dalam definisi tersebut adalah bahwa proses kependidikan itu mengandung suatu pengarahan yang akan mengarahkan pada tujuan tertentu.

Dalam kata lain, pendidikan bukan hanya pendidikan secara umum akan tetapi ada istilah pendidikan Islam. Yang mana menurut Prof. Omar Muhammad Al- Touny al- Syaebani, diartikan sebagai usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan alam sekitarnya melalui proses pendidikan. Dalam pendidikan Islam ini prosesnya senantiasa berada dalam nilai-nilai Islami. Tapi dalam hal ini, baik pendidikan secara umum maupun pendidikan Islam itu sendiri pada inti sama, yaitu mempunyai suatu tujuan yang hendak dicapai.Tujuan di sini mempunyai arti sebagaimana yang diutarakan Zakia Daradjat, adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah suatu uasaha atau kegiatan selesai. Sedangkan menurut H.M. Arifin, tujuan itu bisa menunjukkan kepada masa depan yang terletak suatu jarak tertentu yang tidak dapat dicapai kecuali dengan usaha melalui proses tertentu.

Jadi, jika kita simpulkan bahwa teori pendidikan di sini mempunyai arti sebuah proses yang berjalan seiring dengan realita atau fakta yang ada.

C. Kajian Dalil Teori Fitrah

Umat Islam sebagai umat yang dianugerahkan Tuhan suatu kitab suci al-Quran yang lengkap dengan petunjuk yang meliputi seluruh aspek kehidupan dan bersifat universal, sudah tentu dasar pendidikan mereka bersumber dari al-Quran dan hadits. Karena pada hakikatnya al-Quran merupakan pembendaharaan yang besar untuk kebudayaan manusia, terutama bidang kerohanian. Ia pada umumnya merupakan kitab pendidikan kemasyarakatan, moril (akhlak) dan spiritual (kerohanian).

Dalam al-Quran itu sendiri telah memberi isyarat bahwa permasalahan pendidikan sangat penting. Jika al-Quran dikaji lebih mendalam maka kita akan menemukan beberapa perinsip dasar pendidikan, yang selanjutnya biasa kita jadikan inspirasi untuk dikembangkan dalam rangka membangun pendidikan yang bermutu. Ada indikasi yang terdapat dalam al-Quran yang berkaitan dengan pendidikan antara lain tentang fitrah manusia.Di tinjau dari sudut pandang Islam kemampuan dasar atau pembawaan yang disebut dengan fitrah, yang berasal dari fatoro dalam arti etimologinya mengandung arti kejadian.

Kata fitrah sering kita jumpai dalam beberapa ayat al-Quran, seperti yang disebutkan dalam surah ar- Ruum ayat 30 sebagai berikut.

(((((((( (((((((( ((((((((( (((((((( ( (((((((( (((( ((((((( (((((( (((((((( ((((((((( ( (( ((((((((( (((((((( (((( ( ((((((( ((((((((( ((((((((((( ((((((((( (((((((( (((((((( (( ((((((((((( Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama dengan selurus-lurusnya (sesuai dengan kecenderungan asliya); Itulah fitrah Allah, yang menciptakan manusia atas fitrah. Itulah agama yang lurus. Namun kebanyakan orang tidak mengetahuinya. (QS. Ar- Ruum: 30)

Jika diinterprestasikan lebih lanjut dari istilah fitrah sebagaimana dalam ayat di atas dapat diambil pengertian secara terminologis sebagai berikut.Bahwa kata fitrah yang disebut dalam ayat di atas mengandung implikasi kependidikan yang berkonotasi pada paham nativisme. Fitrah yang bercorak nativistik ini berkaitan dengaan faktor hereditas (keturunan) yang bersumber dari orang tua, termasuk keturunan beragama. Dan paham ini merupakan kesatuan dasar potensi manusia secara mutlak tidk dapat berubah meski proses pendidikan sebagai upaya untuk mempengaruhi jiwa anak didik tidak berdaya mengubahnya. Faktor keturunan beragama ini didasarkan atas beberapa dalil ayat al-Quran antara lain sebagai berikut.((((((( ((((( ((((( (( (((((( ((((( (((((((( (((( (((((((((((((( (((((((( (((((( ((( (((((((((( ((((((((( ((((((((( (((( (((((((((( (((( (((((((( ((((((((

Berkatalah Nabi Nuh; Hai Tuhanku, janganlah Engkau memberikan tempat kepada mereka, maka mereka akan menyesatkan hamba-Mu dan mereka tidak akan melahirkan anak, melainkan anak yang kafir pula terhadap-Mu. (QS. Nuh; 26-27) Kata dayyara termbil dari kata diyar atau rumah. Al-dayyar adalah siapa yang menampati rumah. Ada juga yang memahaminya terambil dari kata al-dauran yang berarti bergerak berkeliling. Apapun alasannya yang jelas maksud kata tersebut disini adalah seorang pun.

Nabi Nuh as. dalam doanya di atas, menegaskan bahwa anak-anak orang-orang kafir itu akan menjadi kafir dan durhaka pula. Sementara ulama menyatakan bahwa hal itu diketahui Nabi Nuh as. Melalui informasi Allah.

Jadi faktor keturunan agama dalam paham nativisme secara garis besar cenderung berpindah secara turun-temurun.

Dengan kata lain fitrah tidak hanya diinterprestasikan pada paham nativisme saja akan tetapi juga dapat diinterprestasikan pada beberapa paham, diantaranya paham behaviourisme, empirisme, dan paham konvergensi dalam pendidikan Islam.Menurut paham behaviourisme, belajar adalah perubahan tingkah laku. Peserta didik dianggap belajar sesuatu apabila dia telah mampu menunjukkan perubahan tingkah laku.

Telah dibuktikan oleh para ahli psikologi dan pendidikan yang berpaham behaviourisme bahwa perkembangan manusia tidaklah secara mutlak ditentukan oleh pengaruh lingkungan eksternl, sehingga seolah-olah ia menjadi budak lingkungan. Mereka membuktikan bahwa meskipun seseorang yang hidup dalam lingkungan yang sama dengan orang lain, masing-masing akan memberikan respon yang sama terhadap stimulus (rangsangan) yang ada tetapi dengan cara yang berbeda. Perbedaaan cara pandang seseorang dalam memberikan respon terhadap stimulus, membuktikan bahwa seseorang tidaklah secara mutlak tunduk pada pengaruh lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, jiwa seseorang tidak netral dalam menghadapi pengaruh lingkungan sekitarnya, tapi responsif dan aktiv.Lain halnya dengan paham empirisme, dalam paham ini lebih cenderung pasif pada pengaruh dari lingkungan eksternal dan mengabaikan potensial manusia yang dapat ditumbuhkembangkan melalui pendidikan.

Paham empirisme ini mempunyai arti dalam pendidikan, yaitu paham yang berpendapat bahwa pengaruh lingkungan eksternal termasuk pendidikan merupakan satu-satunya pembentuk dan penentu perkembangan hidup manusia. Jadi dalam paham ini tidak hanya mengandung kemampuan dasar pasif yang beraspek hanya pada kecerdasan semata dalam kaitannya dengan pengembangan ilmu pengetahuan, melainkan mengandung pula tabiat atau watak dan kecenderungan untuk mengacu kepada pengaruh lingkungan eksternal itu, sekalipun tidak aktif.Selanjutnya paham konvergensi dalam pendidikan Islam. Menurut paham ini, belajar melalui usaha pendidikan untuk mempenaruhi jiwa manusia yang bisa berperan positif untuk mengarahkan perkembangan seseorang kepada jalan kebenaran dan yang mempengaruhinya merupakan faktor lingkungan yang sengaja yaitu pendidikan dan latihan berproses interaktif dengan kemampuan fitrah manusia. Dalam paham ini bisa kita lihat bersama pada salah satu ayat di bawah ini.((((((((((((( ((((((((((((( Dan Aku tunjukkan dia dua macam jalan (jalan yang benar dan yang sesat). (QS. al-Balad: 10)Ayat di atas dapat menginterprestasikan bahwa dalam fitrah, manusia telah diberi kemampuan untuk memilih jalan yang benar dari yang salah. Kemampuan memilih tersebut, mendapatkan pengarahan dalam proses pendidikan yang mempengaruhinya untuk berfikir secara sehat.

D. Komponen Psikologis FitrahSeperti yang kita tahu, bahwa fitrah di sini adalah suatu kemampuan dasar perkembangan manusia yang dianugerahkan Allah kepadanya. Yang mana di dalamnya terkandung berbagai komponen psikologis yang satu sama yang lain saling berkaitan dan saling menyempurnakan bagi hidup manusia.Komponen-komponen tersebut adalah.

a. Kemampuan dasar untuk beragama Islam.

b. Mawahib (bakat) dan qabiliyat (tedensi atau kecenderungan) yang mengacu kepada keimanan kepada Allah. Dengan demikian, fitrah mengandung komponen psikologis yang berupa keimanan. Karena iman bagi seorang mukmin merupakan daya penggerak utama dalam dirinya yang memberi semangat untuk selalu mencari kebenaran hakiki dari Allah.c. Naluri dan kewahyuan (revilasi) bagaikan dua sisi dari mata uang logam, keduanya saling terpadu dalam perkembangan manusia. Bila kita kaji akan tampak bahwa pengertian fitrah hanya berkomponen pada dua kemampuan, yaitu potensi yang mengembangkan sifat-sifat Tuhan dan kemampuan menerima wahyu Tuhan yang telah diturunkan kepada nabi atau rasul-Nya. Kemampuan menerima sifat-sifat Tuhan dan mengembangkan sifat-sifat tersebut merupakan potensi dasar manusia yang dibawa sejak lahir.d. kemampuan dasar untuk beragama secara umum, tidak hanya terbatas pada agama Islam.

e. Dalam fitrah, tidak terdapat komponen psikologis apapun, karena fitrah diartikan sebagai kondisi jiwa yang suci, bersih yang reseptif terbuka kepada pengaruh eksternal, termasuk pendidikan. Kemampuan untuk mengadakan reaksi atau pengaruh responsi (jawaban) terhadap pengaruh dari luar tidak terdapat di dalam fitrah.Untuk lebih jelasnya berikut ini aspek-aspek fitrah yang merupakan komponen dasar yang bersifat dinamis, responsive terhadap pengaruh lingkungan sekitar, termasuk pengaruh pendidikan. Komponen-komponen dasar tersebut meliputi:a. Bakat

b. Insting atau gharizah adalah kemampuan berbuat atau bertingkah laku tanpa melalui proses belajar yang merupakan pembawaan sejak lahir.

c. Nafsu dan dorongan-dorongannya (drives)d. Karakter atau tabiat manusia merupakan kemampuan psikologis yang terbawa sejak lahir.

e. Hereditas atau keturunan merupakan kemampuan dasar yang mengandung ciri-ciri psikologis dan fisiologis.

f. Intuisi adalah kemampuan psikologis manusia untuk menerima ilham Tuhan.

Dengan demikian dalam salah satu komponen fitrah yang mengacu pada keimanan kepada Allah, bisa kita kiaskan sebagaimana semangat Nabi Ibrahim yang dikisahkan dalam al-Quran Surah ar-Ruum: 74-76, yang mana tidak terpengaruh sama sekali oleh kepercayaan ayahnya. Bahkan sebaliknya, ia dengan daya pikirnya yang mengandung penuh iman kepada Allah, tergerak pikirannya mencari dan menganalisis tentang gejala ilmiah yang berakhir pada kesimpulan bahwa Allah yang benar bukanlah benda-benda seperti yang ia saksikan di langit.E. AnalisaPada dasarnya telah kita ketahui bersama dari apa yang dipaparkan di atas tentang pentingnya pendidikan dalam hidup manusia yang berperan sebagai pengantar pada suatu tujuan penyempurnaan. Karena pada hakikatnya manusia dilahirkan dalam keadaan putih begitu juga pada potensi dasarnya masih murni dan masih memerlukan pengembangan yang lebih lanjut untuk lebih berkembang.

Jika kita mempercayai pendapat john lock (1623-1704) yang merupakan filosof Inggris cukup terkenal dengan teori tabula rasa, yang menyatakan bahwa jiwa manusia itu saat dilahirkan laksana kertas bersih kemudian diisi dengan perjalanan-perjalanan yang diperoleh dalam hidupnya, dan pengalamanlah yang paling menentukan keadaan seseorang. Intinya dalam hal ini pendidikanlah yang sangat berpengaruh pada seseorang. Jadi pendidikan merupakan suatu proses berkelanjutan yang mengandung unsur-unsur pengajaran, latihan, dan pimpinan kepada pemindahan berbagai ilmu, nilai agama dan budaya serta kemahiran yang berguna untuk diaplikasikan oleh individu kepada individu yang memerlukan suatu pendidikan.

Ketika kami melihat dan menelaah dari apa yang di uraian pembahasan tentang teori fitrah sampai akhir, dalam hal ini terkait dengan pendidikan Islam (al-Quran) kami lebih cenderung dan terfokus pada paham konvergensi, karena mengingat arti yang sesungguhnya dalam pendidikan yang di dalamnya membutuhkan proses pendidikan yang memerlukan pengajaran dan latihan yang nantinya akan mengarahkan pada kebenaran. Karena seseorang yang mampu menjatuhkan pilihan yang benar secara tepat hanyalah orang yang berpendidikan sehat. Dengan demikian berpikir benar dan sehat merupakan kemampuan fitrah yang dapat dikembangkan melalui pendidikan dan latihan.F. KesimpulanDari pemaparan di atas tentang teori pendidikan dalam al-Quran (teori fitrah) dapat disimpulkan bahwa.1. Fitrah adalah faktor kemampuan dasar perkembangan manusia yang dibawa sejak lahir dan berpusat pada potensi dasar untuk berkembang yang dianugerahkan Allah kepadanya.

2. Dalam fitrah yang diimplementasikan pada pendidikan terdapat beberapa paham diantaranya, nativisme, behaviourisme, empirisme, dan konvergensi.

3. Bahwa dalam ilmu pendidikan Islam dapat berorientasi kepada salah satu paham atau campuran paham di atas. Namun apapun paham yang dijadikan dasar pandangan, ilmu pendidikan Islam tetap berpijak pada kekuatan hidayah Allah yang menentukan hasil akhir. PENDIDIKAN PROFETIS MENURUT AL-QURANA. Pendahuluan

Jika berbicara mengenai pendidikan islam, maka kita harus mengetahui pengertian pendidikan islam terlebih dahulu. Kita ketahui bersama bahwa para ilmuwan telah mendefinisikan pendidikan islam dalam arti luas dengan beberapa versi.

Prof. DR. Umar Muhammad al- Syaibany misalnya, memberi pemahaman terhadap pendidikan islam yaitu sebagai sebuah proses mengubah tingkah laku individu pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitar dengan cara pengajaran sebagai suatu aktifitas asasi serta sebagai profesi-profesi asasi dalam masyarakat.

Sedangkan Abdurrahman al-Bani mengatakan bahwa pendidikan islam merupakan sebuah aktifitas sistematis dan juga proses penanaman nilai-nilai yang religi pada diri manusia.

B. Pembahasan

Tentunya, dalam pembahasan tentang pendidikan versi Nabi Muhammad SAW, kita mengkorelasikannya dengan ayat-ayat Al-Quran. Di dalam Al-Quran banyak sekali ayat-ayat yang berkaitan dengan pendidikan versi Nabi, yaitu diantaranya mengenai amar makruf nahi mungkar dan juga tentang musyawarah, yang itu semua diajarkan oleh Nabi SAW. Kepada sahabat dan kepada umatnya.

Dalam surat al- Imron ayat 104 Allah SWT berfirman:

((((((((( (((((((( (((((( ((((((((( ((((( (((((((((( ((((((((((((( ((((((((((((((( (((((((((((( (((( ((((((((((( ( (((((((((((((( (((( ((((((((((((((( Artinya: Hendaklah ada diantara kamu satu golongan yang mengajak kepada kebaikan, menyuruh kepada yang maruf dan melarang perbuatan mungkar. Dan mereka itu ialah orang-orang yang beruntung. (Q.S.Al- Imron : ayat 104)

Didalam ayat ini terdapat dua kata penting yaitu menyuruh perbuatan maruf dan mencegah perbuatan mungkar. Berbuat maruf diambil dari kata uruf yang dikenal atau yang dapat dimengerti dan dapat dipahami serta diterima oleh masyarakat. Perbuatan yang maruf apabila dikerjakan, dapat diterima dan dipahami oleh manusia serta dipuji karena begitulah yang patut dikerjakan oleh manusia yang berakal. Sedangkan yang mungkar artinya ialah yang dibenci, yang ditolak oleh masyarakat, karena tidak sepantasnya hal yang demikian dikerjakan oleh manusia yang berakal.

Agama datang dan menuntun manusia memperkenalkan mana yang maruf dan mana yang mungkar. Oleh sebab itu, maka yang namanya maruf dan mungkar tidak terpisah dari pendapat ini. Kalau ada perbuatan maruf masyarakat umumnya menyetujuinya serta membenarkan dan memujinya. Tetapi kalau ada perbuatan mungkar, seluruh masyarakat umumnya menolak, membenci dan tidak menyukainya. Sebab itulah, maka semakin tinggi kecerdasan agama, orang akan bertambah kenal dengan terhadap yang maruf, dan juga orang akan bertambah benci terhadap yang mungkar. Karena itu, wajiblah ada dalam jamaah muslimin yaitu segolongan umat yang bekerja keras menggerakan orang kepada perkara yang maruf dan menjauhi yang mungkar, agar manusia bertambah tinggi nilai keberadaannya.

Nabi SAW. Juga pernah mengajari umatnya untuk mengerjakan perkara-perkara yang maruf dan menjauhi yang mungkar.itulah yang dinamakan dakwah, dan dakwah ini juga menjadi ciri khas pendidikan beliau. Dalam menyampaikan dakwahnya, Nabi SAW. Membagi kepada dua tempat, yaitu umum dan khusus. Pada kalangan umat islam sendiri, Nabi SAW. Berdakwah agar mereka bisa memegang agama dengan betul dan penuh kesadaran. Dalam bidang umum, beliau berdakwah dengan mengajak orang-orang supaya turut memahami hikmah ajaran islam, dan juga terkadang dakwah beliau bersifat menangkis sarangan atau tuduhan yang negatif terhadap agama. Artinya, Nabi SAW.juga berdakwah dalam kalangan keluarga agar menimbulkan suasana yang agamis, yaitu dengan cara mendidik agar patuh terhadap perintah Allah.beliau dalam dakwahnya juga mengajarkan sekaligus mengajak umatnya agar mereka berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan. Dalam keterangan lain, Nabi juga mengajari umatnya agar berjuang keras (jihat) di jalan Allah SWT. beliau bersabda yang artinya: Paling utamanya jihat (prjuangan) ialah kalimat keadilan di hadapan sultan yang dzalim.HR. Abu Daud,al-Tirmidzi, Hadits Abu Said al-Hudri.Dalam ayat lain, misalnya dalam ayat 10 surat al-Imron Allah SWT. berfirman:

((((((( (((((( (((((( (((((((((( (((((((( ((((((((((( ((((((((((((((( (((((((((((( (((( ((((((((((( ((((((((((((( (((((( ( (((((( ((((((( (((((( ((((((((((( ((((((( ((((((( ((((( ( ((((((((( ((((((((((((((( (((((((((((((( ((((((((((((((

Artinya: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

Gambaran atas sifat ini memang cocok dengan keadaan orang-orang yang mendapatkan khitab ayat ini pada masa permulaan. Mereka adalah Nabi SAW. Dan para sahabat yang bersama beliau sewaktu Al-Quran diturunkan. Pada masa sebelumnya, mereka adalah orang-orang yang bermusuhan, kemudian hati mereka dirukunkan,.mereka berpegang pada tali agama (Allah), melakukan amar maruf dan mencegah kemungkaran.orang-orang yang lemah diantara mereka tidak takut terhadap orang-orang yang kuat, dan yang kecil tidak takut pada yang besar sebab iman telah meresap dalam kalbu dan perasaan mereka,sehingga bisa ditundukkan untuk mencapai tujuan Nabi SAW di segala keadaan dan kondisi.

Pada masa itu, dari waktu kewaktu tidak henti-hentinya Nabi SAW. Mengajak kepada umatnya untuk selalu mengerjakan amar maruf nahi munkar, kebanyakan mereka mengerjakan amar maruf nahi munkar sesuai dengan apa yang telah diajarkan oleh Nabi, sehingga keadaan umat Muhammad SAW. Masih tetap dalam keadaan baik.sekalipun masih ada sebagian kecil dari mereka yang masih meninggalkan amar maruf nahi munkar tetapi itupun karena disebabkan oleh kediktatoran dari para raja dan Amir Bani Umayah. Dan orang pada saat itu paling berani mempropagandakan kemaksiatan diantaranya ialah Abdul Malik bin Marwah, tatkala berpidato di atas mimbar dia mengatakan: Barang siapa yang mengatakan kepadaku (berkakwalah kamu kepada Allah) maka akan aku penggal lehernya.

Perkara maruf yang paling tinggi adalah agama yang haq, iman dan tauhid. Sedangkan kemungkaran yang paling di benci tak lain adalah kafir kepada allah SWT. oleh karena itu, kewajiban berdakwah dalam agama merupakan beban yang paling besar kepada seseorang guna menyampaikan manfaat yang paling besar dan membebaskannya dari kejelekan yang paling besar pula. Dakwah yanga demikian sering dilakukan dengan cara berjihad, oleh sebab itu, jihad juga termasuk dalam katagori ibadah,bahkan yang sangat agung dan mulia. Dan yang kami ketahui dalam islam, jihad masih lebih kuat daripada yang terdapat dalam agama lain. Dan mungkin memang inilah yang menjadikan umat islam lebih utama di bandingkan umat lainnya, mengenai hal ini pula, Ibnu Abbas pernah berkata : Kalian memerintahkan agar mereka mau bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah, dan berperang untuk membela islam. Dan sebenarnya dari pengalaman dari kalimat La Ilaha Illa Allah itu saja merupakan kemarufan yang paling besar.

Demikian pula Nabi Muhammad SAW. Mengajak umatnya untuk hidup penuh kebersamaan. Dalam hal keagamaan, beliau sebagai pemimpin dan semuanya harus tunduk kepadanya. Tetapi dalam hal duniawi, Nabi SAW. Selalu memberi pengarahan dan pengajaran kepada umatnya agar di musyawarakan. Adapun ayat Al-Quran yang berkenaan dengan musyawarah yang pernah diajarkan Nabi SAW. Diantaranya terdapat dalam surat al-Imron ayat 159 sebagai berikut:

((((((( (((((((( ((((( (((( ((((( (((((( ( (((((( ((((( ((((( ((((((( (((((((((( (((((((((( (((( (((((((( ( (((((((( (((((((( (((((((((((((( (((((( ((((((((((((( ((( (((((((( ( ((((((( (((((((( (((((((((( ((((( (((( ( (((( (((( (((((( (((((((((((((((((( Artinya :. Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.(Q.S. al-Imron :159)

Secara de-facto masyarakat muslim di madinah telah tumbuh sebagai suatu kenyataan. Dan dengan sendirinya Rosul sebagai utusan Allah SWT. telah menjadi kepala masyarakat, sekaligus menjadi panglima perang tertinggi. Yang menjadi undang-undang dasar hanyalah wahyu Ilahi yang tidak boleh di ganggu gugat, tetapi pelaksanaannyan terserah pada kebijakan Rosulullah SAW.sebagai kepala dan pemimpin masyarakat.

Demikian pula telah beliau tegaskan pembagian urusan-urusan menyangkut urusan agama dan urusan dunia dan umatnya. Mana yang mengenai urusan agama, yaitu Ibadah,Syariat dan Hukum Dasar, itu adalah dari Allah SWT. jadi dalam urusan agama ini Nabi SAW. Pemimpinnya dan semua wajib tunduk kepadanya. Tetapi urusan duniawi, misalnya perang, menjalankan ekonomi, bertani dan hubungan-hubungan dengan manusia, maka kata beliau hendaklah dimusyawarahkan, karena berdasarkan kepada pertimbangan maslahah dan mafsadahnya.dalam menggapai persoalan bersama, Nabi SAW. Memang sekali-kali melaksanakannya dengan cara bermusyawarah. Ini menjadi cara Nabi SAW. Dalam menyelesaikan sebuah permasalahan, sebab dengan bermusyawarah tersebut segala persoalan dapat di selesaikan.

C.Analisis

Pada dasarnya telah kita ketahui bersama bahwa Nabi Muhammad SAW. Adalah seorang pendidik dan juga sebagai seorang pemimpin masyarakat. Metode penyampaian pendidikan yang di ajarkan beliau kepada umatnya bermacam-macam, tetapi pada dasarnya materi yang beliau sampaikan lebih mengedepankan Amar maruf nahi munkar. beliau memprioritaskan amar maruf nahi munkar sebab pada masa itu kejelekan-kemungkaran masih banyak dikerjakan oleh masyarakat. Cara pendidikan amar maruf nahi munkar tersebut dilakukan dengan jalan dakwah.dalam dakwahnya beliau menekankan tentang perlunya melaksanakan amar maruf nahi munkar karena dengan mengerjakan amar maruf sedikit demi sedikit orang tersebut bisa menentang terhadap hal yang munkar. Bahkan terkadang Nabi SAW.juga menggunakan cara jihad atau bekerja keras.selain karena jihad merupakan simbol dari sebuah keadilan,juga karena pada waktu itu masyarakat masih belum mempunyai kesadaran yang utuh tentang pentingnya berbuat baik dalam agama.

Selain berdakwah mengenai amar maruf nahi munkar, Nabi Muhammad SAW. Juga berdakwah dan mengajari dan membiasakan umatnya untuk selalu bermusyawarah dalam mencari penyelesaian terhadap persoalan yang dihadapi.musyawarah mempunyai peran yang amat penting dalam menyelesaikan sebuah persoalan.hal ini karena musyawarah bertujuan mencari titik temu terhadap persoalan yang menimbulkan pro-kontra dikalangan masyarakat. Dengan musyawarah, maka semua persoalan akan terselesaikan dengan baik, karena antara satu sama lain tidak mempunyai kesamaan pandangan dalam menghadapi persoalan tersebut sehingga tidak ada pihak yang merasa tersinggung karenanya. Setelah Nabi SAW. Memerintahkan untuk selalu bermusyawarah, karena mereka tunduk kepada perintah Nabi dan tidak ada yang berani memberontak.

D. Kesimpulan

Musyawarah merupakan hal yang amat penting dalam hidup masyarakat, dan dalam masyarakat mesti selalu ada syura, dari kelompok level terkecil sampai level terbesar, seperti desa dan negera, bahkan satu jamaah kecil pada satu lorong ditengah kota, hendaknya tetap harus slalu mengedepankan musyawarah dalam menyelesaikan persoalan, sehingga dapat dikatakan bahwa betapa pentingnya musyawarah dalam kehidupan kita sehari-hari.

PENDIDIK DALAM AL-QURAN

A. Pendahuluan

Tuhan menciptakan manusia dengan beragam dan semua manusia dituntut untuk selalu mengembangkan potensi yang dimiliki yaitu dengan cara belajar agar mampu mencapai tujuan akhir pendidikan, yaitu terciptanya insan kamil yang memiliki dimensi religius, budaya dan ilmiah.

Untuk mengaktualisasikan tujuan tersebut dalam pendidikan Islam, pendidik yang mempunyai tanggung jawab mengantarkan manusia ke arah tujuan tersebut. Justru itu, keberadaan pendidik dalam dunia pendidikan sangat krusial, sebab kewajibannya tidak hanya mentransformasikan pengetahuan (knowledge) tapi juga dituntut menginternalisasikan nilai-nilai (value / kimah) pada peserta didik. Pendidik sangat mempunyai peran penting selain kewajiban yang harus ia emban. Karena keberhasilan bagi peserta didik tidak lepas dari peran seorang pendidik, jadi adanya pendidik yang profesional salah satu peran pendidik terhadap peserta didiknya dalam rangka mengembangkan fitrah dan kemampuan dasar yang dimiliki peserta didik yaitu menyeimbangkan dan menyetarakan dalam berbagai aspek kehidupan. Jadi, sebagai seorang pendidik harus benar-benar mampu mengarahkan peserta didiknya dalam semua aspek agar mampu mencapai tujuan yang diharapkan.

B. Pembahasan

1. Ayat Tarbawi

((((((((( ((((((( (((((((((( ((( ((( (((((( (((((((((((( (((

Artiinya: Yang di ajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat.Yang mempunyai akal yang cerdas dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli.(Qs an Najmu:5-6)

2. Tafsir Mufradat

yang amat kuat. Maksudnya ialah Jibril yang mempunyai akal cerdas dan kekuatan yang hebat dia menampakkan diri dalam rupa yang asli

3. Syarah Dalil

Ayat di atas merupakan gambaran seorang pendidik yang dilakukan oleh malaikat Jibril terhadap Nabi Muhammad yang mana ia adalah seorang makhluk yang berkekuatan hebat baik ilmu ataupun perbuatannya. Dia mengetahui dan juga beramal .

Hal ini juga merupakan bantahan terhadap orang-orang musyrik mengenai perkataan mereka. bahkan apa yang dikatakan oleh Muhammad, tak lain adalah dongeng-dongeng orang dahulu yang dia dengar ketika melakukan perjalanan ke Syam.

Kesimpulannya, bahwa Nabi Muhammad tak pernah diajari oleh seorang manusiapun akan tetapi ia diajari oleh Jibril yang berkekuatan hebat sedang manusia itu di ciptakan sebagai mahluk yang dhoif. Ia tidak mendapatkan ilmu kecuali sedikit saja. Di samping itu, Jibril adalah terpercaya perkataannya. Sebab, kecerdasan yang kuat merupakan syarat kepercayaan orang terhadap perkataan orang lain. Begitu pula terpercaya hafalan maupun amanahnya artinya dia tidak lupa dan tak mungkin merubah. Yang mempunyai kecerdasan akal. Sifat Jibril yang pertama menggambarkan tentang betapa kuat pekerjaannya sedang kali ini menggambarkan tentang betapa kuat pikiran dan betapa nyata pengaruh- pengaruhnya yang mengagumkan.

Kesimpulannya bahwa Jibril memiliki kekuatan- kekuatan pikiran dan kekuatan kekuatan tubuh.

Dari ayat itu pula dapat kami ketahui bahwa seorang pendidik harus mempunyai kemampuan kemampuan yang bisa berdampak pada kemajuan sebuah pendidikan karena pendidik sangat mempunyai peran dan tanggung jawab atas keberhasilan peserta didiknya tentunya seorang pendidik harus bisa benar-benar mengarahkan dan mendidik dengan baik agar mampu mencetak kader- kader yang handal dalam semua bidang pengetahuan. Oleh karena itu dalam memilih pendidik harus benar- benar selektif agar mampu memberikan yang terbaik dalam sebuah pendidikan.

C. Pengertian Pendidik

Secara etimologi pendidik disebut dengan murobbi, muallim, muaddib. Kata murobbi berasal dari kata robba, yurobbi. Kata muallim isim fail dari kata allama, yuallimu seabagaimana ditemukan dalam al-Quran (Q.S 2.31), sedangkan kata muaddib, berasal dari kata addaba, yuaddibu seperti sabda Rosul:Allah mendidikku, maka ia memberikan kepada sebaik-baik pendidikan.

Ketiga term itu, mempunyai makna yang beda, sesuai dengan konteks kalimat, walaupun dalam situasi tertentu mempunyai kesamaan makna. Kata atau istilah murabbi misalanya, sering di jumpai dalam kalimat yang orientasinya lebih mengarah pada pemeliharaan, baik yang bersifat jasmani atau rohani. Pemeliharaan seperti ini dalam proses orang yang membesarkan anaknya. Mereka tentunya berusaha memberikan pelayanan secara penuh agar anaknya tumbuh dengan fisik yang sehat dan kepribadian serta ahlak yang terpuji.

Sedangkan istilah muallim pada umumnya dipakai dalam membicarakan aktifitas yang lebih terfokus pada pemberian atau pemindahan ilmu pengetahuan, dari seorang yang tahu terhadap orang yang tidak tahu. Adapun istilah muaddib menurut al-Attas, lebih luas dari istilah muallim dan lebih relevan dengan konsep pendidikan Islam.

Beragam penggunaan istilah pendidikan dalam literatur pendidikan Islam, secara tidak langsung telah memberikan pengaruh terhadap penggunaan istilah untuk pendidik. Hal ini tentunya sesuai dengan kecenderungan dan alasan masing-masing pemakai istilah tersebut. Bagi mereka yang cenderung memakai istilah tarbiyah , tentu murabbi adalah sebutan yang tepat untuk seorang pendidik. Dan bagi yang merasa bahwa istilah talim cocok untuk pendidikan, sudah pasti ia menggunakan istilah muallim untuk menyebut seorang pendidik. Begitu juga halnya dengan menggunakan term tadib untuk mengistilahkan pendidikan, tentunya muaddib menjadi pilihannya dalam mengungkapkan atau mengistilahkan seorang pendidik. Namun demikian, tampaknya istilah muallim lebih sering dijumpai dalam berbagai literatur pendidikan Islam, dibandingkan dengan yang lainnya.

Pendidikan Islam menggunakan tujuan sebagai dasar untuk menentukan pengertian pendidik. Hal ini disebabkan karena pendidikan merupakan kewajiban agama, dan kewajiban hanya dipikulkan kepada orang yang telah dewasa. Kewajiban itu pertama-tama bersifat personal, dalam arti bahwa setiap orang bertanggung jawab atas pendidikan dirinya sendiri, kemudian bersifat sosial dalam arti bahwa setiap orang bertanggung jawab atas pendidikan orang lain.

Para pakar menggunakan rumusan yang berbeda tentang pendidik di antaranya:

a. Moh. Fadhl al-Jamil menyebutkan, bahwa pendidik adalah orang yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik sehingga terangkat derajat manusianya sesuai dengan kemampuan dasar yang dimiliki oleh manusia.

b. Marimba mengartikan pendidik sebagai orang yang memikul pertanggungjawaban sebagai pendidik, yaitu manusia biasa yang karena hak dan kewajibannya bertanggung jawab tentang pendidikan peserta didik.

c. Sutari Imam Barnadib mengatakan, bahwa pendidik adalah orang yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai kedewasaan peserta didik

d. Zakiah Drajat berpendapat bahwa pendidik adalah individu yang akan memenuhi kebutuhan pengetahuan, sikap dan tingkah laku peserta didik peserta didik

e. Ahmad Tafsir mengatakan bahwa pendidik dalam Islam sama dengan teori di Barat, yaitu siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik.

Di negara kita Indonesia biasanya seorang pendidik (guru) yaitu orang yang digugu dan ditiru, di mana seorang pendidik yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di kelas atau di sekolah, dan juga ikut bertangung jawab dalam mendewasakan anak didik.

Kita melihat dari berbagai pendapat di atas, kami lebih sepakat pada pendapat a dan b, karna jika dikaitkan pada ayat di atas tentunya sudah kita pahami bahwa seorang pendidik harus mampu mengarahkan peserta didiknya pada kehidupan yang baik, namun tidak lepas dari kemampuan yang dimiliki peserta didiknya, selain itu kenapa pendidik harus mempunyai kemampuan yang tinggi karena pendidik memikul tanggung jawab yang tinggi serta hak dan kewajiban yang harus dipenuhi dalam sebuah pendidikan itu sendiri. Jadi, bagi seorang pendidik harus benar-benar memperhatikan keberadaan peserta didiknya agar mampu mencetak kader-kader yang berkualitas yang mampu menghadapi dunia globalisasi.

D. Tugas Dan Tanggung Jawab Pendidik

Dalam proses belajar mengajar tentunya ada pendidik yang mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam lingkungan pendidikan, diantara tugas yang harus di emban oleh pendidik yaitu meliputi:

Pertama, tugas secara umum di mana pendidik itu harus mengemban tugas yang mengajak manusia untuk tunduk dan patuh pada hukum-hukum Allah, guna untuk memperoleh keselamatan dunia dan akhirat dengan menanamkan atau membentuk kepribadian yang berjiwa tauhid, kreatif, beramal saleh, dan bermoral tinggi. Di samping itu seorang pendidik memiliki tugas yang utama yaitu untuk menyempurnakan, membersihkan, menyucikan hati manusia untuk taqarrub ila Allah.

Kedua, tugas secara khusus antaranya:

a) Seorang pendidik yaitu bertugas untuk mengajar dengan merencanakan program yang telah disusun dan penilai setelah program itu dilaksanakan.

b) Sebagai pendidik yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan yang berkepribadian insan kamil, seiring dengan tujuan Allah dalam menciptakan manusia.

c) Pendidik itu sebagai pemimpin yang memimpin dan mengendalikan diri sendiri, peserta didik, dan masyarakat yang menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, partisipasi atas program yang di lakukan.

Di samping pendidik memiliki tugas juga mempunyai tanggung jawab dalam proses belajar mengajar di antaranya: sebagimana di sebutkan oleh Abd al-Nahlawi adalah mendidik individu supaya beriman kepada Allah dan melaksanakan syariatNya, mendidik diri supaya beramal shaleh, dan mendidik masyarakat untuk saling menasehati dalam melaksanakan kebenaran, saling menasehati agar tabah dalam menghadapi kesusahan beribadah kepada Allah serta menegakkan kebenaran. Dari tanggung jawab itu tidak hanya sebatas tanggung jawab moral sebagai pendidik terhadap peserta didik akan tetapi pendidik akan bertanggung jawab atas segala tugas yang laksanakan baik itu berhubungan dengan al-Khaliq maupun an-nas.

E. Peran Pendidik

Kehadiran guru dalam proses pembelajaran merupakan peranan yang penting, peranan guru itu belum dapat digantikan oleh tekhnologi seperti radio, tape recorder, internet maupun computer yang paling modern. Banyak unsur-unsur manusiawi seperti sikap, sistem nilai, perasaan, motivasi kebiasaan dan keteladanan, yang di harapkan, dari hasil proses pembelajaran, yang tidak dapat dicapai kecuali oleh pendidik.

Demikianlah gambaran betapa pentingnya peranan guru dan betapa beratnya tugas dan tanggung jawab guru, terutama tanggung jawab moral untuk digugu dan ditiru. Di sekolah soal guru menjadi ukuran atau pedoman bagi murid-muridnya, di masyarakat seorang guru dipandang sebagai suri tauladan bagi setiap organ masyarakat.

Konsep operasional, pendidikan adalah proses taransformasi dan internalisasi nilai-nilai Islam dan ilmu pengetahuan dalam rangka mengembangkan fitrah dan kemampuan dasar yang dimiliki peserta didik guna mencapai keseimbangan dan kesetaraan dalam berbagi aspek kehidupan, maka pendidik mempunyai peran yang sangat penting dalam pendidikan Islam.

Sehubungan, dengan hal tersebut al-Mahlawi menyatakan bahwa peran guru hendaklah mencontoh peran yang dilakuakan Rasulullah yaitu dengan mengkaji dan mengembangkan ilmu- Ilahi.

Firman Allah Swt yang artinya :

((( ((((( (((((((( ((( (((((((((( (((( ((((((((((( (((((((((((( ((((((((((((( (((( ((((((( (((((((( (((((((( (((((((( (((( ((( ((((( (((( (((((((( (((((((( ((((((((((((( ((((( ((((((( (((((((((((( ((((((((((( ((((((( ((((((( ((((((((((( "Tidak wajar bagi seorang manusia yang Allah berikan padanya al-kitab, al-hikmah, dan kenabian lalu, berkata kepada manusia: hendaklah kamu menjadi hamba-hambaku, bukan hamba-hamba Allah: akan tetapi (hendaklah ia berkata ) hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani karena kamu selalu, mengajari al-kitab dan disebabkan karena kamu tetap mempelajari" QS. Ali-Imran: 79)

Kata rabbani pada ayat di atas menunjukkan pengertian bahwa pada diri setiap orang pedalaman atau kesempurnaan ilmu atau taqwa. Hal ini tentu sangat erat kaitannya dengan fungsi sebagai pendidik. Ia tidak akan dapat memberi pendidikan yang baik, bila ia sendiri tidak memperhatikan dirinya sendiri.

Di samping itu Allah Swt berfirman bahwa tugas pokok Rasulullah adalah mengajarkan al-kitab dan al-hikmah kepada manusia serta mensucikan mereka yakni mengembangkan dan membersihkan jiwa mereka.

((((((( (((((((((( ((((((( ((((((( ((((((((( ((((((((( (((((((((( (((((((((( ((((((((((((((( ((((((((((( (((((((((((((( (((((((((((((( ( (((((( ((((( ((((((((((( ((((((((((( Artinya: Ya Allah wahai Tuhan kami utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat engkau, dan mengjarkan kepada mereka al-kitab dan al-hikmah serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkau Maha Perkasa lagi Bijaksana. (QS.al-baqarah: 129)

Ayat ini menerangkan bahwa, seorang pendidik yang agung beliau tidak hanya mengajarkan ilmu, tapi lebih dari itu dimana ia juga mengemban tugas untuk memelihara kesucian manusia. Untuk itu guru sebagai pendidik juga harus memiliki tanggungjawab untuk mempertahankan kesucian atau fitrah, peserta didiknya sebagaimana yang telah diajarkan Rasulullah Saw. Salah satu bentuk tugas pokok Rasulullah adalah mengajarkan al-kitab dan al-hikmah kepada manusia serta mensucikan mereka yakni mengembangkan dan membersihkan jiwa mereka. Selain itu juga Nabi memberikan pengajaran dan tauladan yang baik bagi manusia, karena tugas pendidik bukan hanya mentrasfer ilmu pengetahuan tapi juga bagaimana mampu mengarahkan dan membawa pada jalan yang diridhoi oleh Tuhan.

Berdasarkan firman Allah Swt di atas, al-Nahlawi menyimpulkan bahwa tugas pokok (peran utama) guru dalam pendidikan Islam adalah sebagi berikut:

1. Tugas pensucian. Guru hendaklah mengembangkan dan membersihkan jiwa peserta didik agar dapat mendekatkan diri kepada Allah Swt. Menjauhkannya dari keburukan dan menjaganya agar tetap berada dalam fitrah-Nya

2. Tugas pengajaran. Guru hendaknya menyampaikan berbagai pengetahuan dan pengalaman terhadap peserta didik untuk diterjemahkan dalam tingkah laku dan kehidupannya.

Melihat dari peran dan tugas seorang pendidik dapat kami simpulkan bahwa keduanya banyak memiliki kesamaan apalagi ketika ditinjau dari tujuan yaitu untuk memperoleh keselamatan dunia dan akhirat sengan penanaman atau membentuk kepribadian yang berjiwa tauhid, kreatif, beramal shaleh dan bermoral tinggi dengan kata lain yaitu untuk mencapai insan kamil, jadi peran pendidik itu juga tidak lepas dari tugas pendidik itu sendiri hanya saja yang membedakan tugas yang ada pada pendidik itu lebih luas cakupannya dari pada peran seorang pendidik tersebut.

Peran dan fungsi yang cukup berat untuk diemban ini tentu saja membutuhkan sosok seorang guru atau pendidikan yang utuh dan tahu tentang kewajiban dan tanggung jawab sebagai seorang pendidik. Pendidik itu harus mengenal Allah dalam arti yang luas dan Rasul, serta memahami risalah yang di bawanya.

Karena dengan seperti itu maka tujuan pendidikan itu akan mudah tercapai. Karena bagi seorang pendidik bukan hanya bisa mentransfer ilmunya akan tetapi bagaimana ia mampu memberi tauladan serta bimbingan yang baik agar bisa mencetak generasi yang berkualitas dan menjadi insan kamil yang diharapkan seperti yang telah dicontohkan oleh pendidik sejati yaitu Rasulullah.

F. Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat kami simpulkan bahwa pendidik adalah seorang yang mempunyai posisi dan kedudukan tinggi dalam Islam. Di samping itu pendidik sangat berperan dalam proses pembelajaran peserta didik, karena sedikit banyak keberhasilan peserta didik tergantung pada pendidik itu sendiri dan tentunya bagi seorang pendidik harus mempunyai kriteria. Salah satu criteria yang harus dimiliki pendidik yaitu adanya potensi untuk mengarahkan peserta didik serta memiliki intelektual tinggi agar mampu mencetak kader-kader handal dan berkualitas. seorang pendidik agar mampu mencetak kader- kader yang handal dan berkualitas karena pendidik juga mempunyai tugas dan tanggung jawab.

Selain itu pendidik juga mempunyai peran penting tugas dan tanggung jawab yang harus ia emban seperti halnya tugas yang harus ia lakukan secara umum dimana pendidik itu harus mengemban tugas yaitu mengajak manusia untuk tunduk dan patuh kepada hokum Allah guna memperoleh keselamatan dunia akhirat. Sedangkan tugas khusus salah satunya pendidik bertugas untuk mengajar dan merencanakan program yang telah disusun dan menilai setelah program itu dilaksanakan. Sedangkan tanggung jawab pendidik yaitu mendidik individu supaya beriman kepada Allah dengan menjalankan syariat-syariat-Nya, mendidik agar bisa beramal shaleh dan berbudi luhur.

PESERTA DIDIK DALAM AL-QURAN

A. Pendahuluan

Dalam proses belajar mengajar tentunya terdiri dari pendidik dan peserta didik yang melibatkan anak-anak dan juga orang dewasa. Dalam lingkungan pendidikan peserta didik adalah individu yang sedang tumbuh dan berkembang baik itu secara fisik, psikologis sosial dan relegius dalam mengarungi di dunia dan di akhirat kelak.

Dalam lingkungan pendidikan anak kandung adalah peserta didik dalam keluarga, murid peserta didik di lingkungan sekolah, anak-anak penduduk adalah peserta didik dari pada masyarakat sekitarny,sedangkan agama peserta didik ruhaniah dalam suatu agama. Jadi yang di katakana peserta didik tidak hanya terdapat di lingkungan formal seperti sekolah akan tetapi peserta didik itu ada yang terdapat di lingkunagn keluarga, masyarakat dan sebagainya

Dalam pembahasan makalah ini kami menitik beratkan kepada peserta didik sebagai objek dalam pendidikan, yang oleh karenanya peserta didik itu harus mempunyai krakteristik, peran serta etika dalam proses belajar mengajar. Karena etika dan peran sebagai penunjang adanya proses pendidikan. Dimana proses pendidikan tersebut merupakan suatu tanggungungjawab yang harus direalisasikan oleh pendidik dan peserta didik baik di lingkungan keluarga maupun sekolah.

B. Pembahasan

1. Ayat tentang Peserta Didik

Surat at- Tahrim: 6

((((((((((( ((((((((( (((((((((( (((((( ((((((((((( ((((((((((((( (((((( (((((((((( (((((((( ((((((((((((((( ((((((((( (((((((((((( (((((( ((((((( (( ((((((((( (((( (((( (((((((((( ((((((((((((( ((( ((((((((((( Artinya hai orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api yang bahan bakarnya adalah manusia-manusia dan batu-batu ditasnya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras-keras yang tidak mendurhakai Allah menyangkut apa yang telah dia perintahkan kepada mereka dan mereka mengajarkan kepada apa yang telah merewka perintahkan.

Tafsir Mufradat

jadilah dirimu itu pelindung dari api neraka jahannam meninggalkan maksiat;

membawa keluargamu kepada hal itu dengan nasihat dan pelajaran; kayu bakar; berhala-berhala yang di sembah;para penjaga neraka yang sembilan belas orang; keras hati dan tidak mau menagasihi apabila mereka di mintai belas kasihan; kuat badan

2. Syarah Surat At-Tahrim : 6Dari ayat di atas menggambarkan bahwa dakwah dan pendidikan harus bermula dari rumah. Ayat di atas, secara redaksional tertuju pada kaum pria (ayah), tetapi itu bukan berarti hanya tertuju kepada mereka. Tapi juga ayat ini tertuju kepada orang perempuan sebagaimana ayat-ayat yang serupa (misalnya ayat yang membiasakan berpuasa) dan juga tertuju kepada laki-laki dan perempuan ini berarti kedua orang tua bertanggungjawab kepada anak-anak dan juga pasangan masing-masing sebagaimana masing-masing bertanggungjawab atas kelakuannya. Ayah atau ibu sendiri tidak cukup untuk menciptakan satu rumah tangga yang diliputi oleh nilai-nilai agama serta di naungi oleh hubungan yang harmonis.

Dalam syarah ini juga di jelaskan bahwa orang yang percaya kepada Allah hendaklah sebagian dari kamu memberitahukan kepada sebagian yang lain apa yang dapat menjaga di rumah memberitahukan kepada sebagian yang lain, apa yang dapat menjaga dirimu dari api neraka dan menjauhkan kamu dari padanya, yaitu ketaatan kepada Allah dan menuruti segala perintahnya. Dan hendaklah kamu mengajarkan kepada keluargamu perbuatan yang dengannya mereka dapat menjaga teori mereka dari api neraka. Dan bawalah mereka kepada yang demikian ini melalui nasehat dan pengajaran. Pendidik baik orang tua maupun guru berkewajiban mendidik peserta didiknya, bagaimana peserta didik itu dapat melakukan perbuatan yang telah di perintahkan oleh agama dan menjauhinya terhadap apa yang di larangnya, dan juga dengan cara memberi bimbingan yaitu berupa mauidah, hikmah, atau nasihat.

Dalam, kandungan ayat di atas terdapat kata qu anfusakum yang berarti buatlah sesuatu yang menjadi penghalang datangnya siksaan api neraka dengan cara menjauhkan perbuatan maksiat, yaitu dengan memperkuat diri agar tidak mengikuti hawa nafsu, dan senantiasa taat beribadah kepada Allah. Lafad wa ahlikum adalah keluargamu yang terdiri dari istri, anak, pembantu, budak yang di perintahkan untuk menjaganya, dan diperintahkan agar menjaganya dengan cara memberikan bimbingan, nasehat serta arahan tentang pendidikan. Jadi orang tua atau guru hendaklah menjadi taming dari peserta didiknya yaitu dengan cara membimbing, menasihati, serta di arahkan kepada kebaikan agar peserta didik itu terhindar dari perbuatan maksiat yang dapat menjeruskannya kepada api neraka. Hal ini sejalan dengan hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ibnu al-Munzir, al-Hakim, dan dari Ali r.a. ketika menjelaskan ayat ini yaitu bermaksud untuk memberikan pendidikan atau pengetahuan mengenai kebaikan dirinya dan keluarganya. Jadi ayat ini memiliki hubungan yang erat dengan masalah pendidikan, yang berbentuk perintah atau kewajiban terhadap keluarga agar mendidik hukum-hukum agama kepada peserta didik, baik peserta didik yang ada dilingkungan keluarga maupun di linkungan sekolah. sebagaimana yang di jelaskan dalam firman Allah surat Luqman ayat: 14.((((((((((( (((((((((( ((((((((((((( (((((((((( ((((((( ((((((( (((((( (((((( (((((((((((( ((( ((((((((( (((( (((((((( ((( ((((((((((((((( (((((( (((((((((((

Artinya: Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang tua ibu bapaknya ibumu telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada aku dan kepada kedua ibu bapakmu, hanya kepada akulah tempat kembalimu. (Qs. al-Luqman : 14)

Jadi dalam ayat tersebut sudah jelas bahwa dalam proses belajar mengajar tentunya ada pendidik dan peserta didik, dalam pembahasan ayat ini dititik beratkan kepada peserta didik (objek pendidikan) dan juga dalam pendidikan tentunya mempunyai lingkungan baik keluarga maupun sekolah. yang mempunyai perkembangan di antaranya dengan adanya fase atau tahapan-tahapan dalam pendidikan dan juga memiliki krakteristik yang harus dipenuhi oleh peserta didik agar proses dan tujuan belajar bisa tercapai dengan baik.

C. Karakteristik Peserta Didik Dalam Pendidikan Dalam proses belajar mengajar harus sepadan dalam memahami peserta didik baik sebagai sabjek atau objek pendidikan, tentunya dalam proses pendidikan ini banyak hal yang harus dipahami dalam krakteristik peserta didik di antaranya:

Pertama, peserta didik bukan maniatur orang dewasa, ia mempunyai dunia sendiri, sehingga metode belajar mengajar tidak boleh disamakan dengan orang dewasa. Orang dewasa tidak patut mengiploitasi dunia peserta didik dengan mematuhi segala aturan dan keinginanya, sehingga peserta didik kehilangan dunianya.

Kedua, peserta didik memiliki kebutuhan dan menuntut untuk pemenuhan kebutuhan itu semaksimal mungkin.

Ketiga, peserta didik memiliki perbedaan antara individu dengan individu yang lain, baik perbedaan yang disebabkan dari factor indogen (fitrah) maupun eksogen (lingkungan) yang meliputi segi jasmani, intelegensi, social, bakat, minat dan lingkungan yang mempengaruhinya.

Keempat, Peserta didik merupakan sabjek dan objek sekaligus dalam pendidikan yang dimungkinkan aktif, kreatif, produktif setiap peserta didik memiliki aktivitas sendiri (swadaya) dan kreatifitas sendiri (daya cipta) sehingga dalam, pendidikan tidak memandang anak sebagi objek pasif yang bisanya hanya menerima dan membenarkan saja.

Kelima, peserta didik dipandang sebagai kesatuan sistem manusia. Sesuai dengan hakikat manusia, peserta didik sebagai pluralitas, maka pribadi peserta didik walaupun terdiri dari berbagai segi merupakan satu kesatuan jiwa raga (cipta, raga, rasa dan karsa)

peserta didik memiliki periode-periode perkembangan tertentu dan mempunyai pola perkembangan serta tempo dan iramanya. Implikasi dalam pendidikan adalah bagaiman proses pendidikan itu dapat disesuaikan dengan pola dan tempo serta irama perkembangan peserta didik. Kadar kemampun peserta didik sangat ditentukan oleh usia dan periode perkembanganya karena usia itu dapat menentukan tingkat pengetahuan intelektual, emosi, bakat, minat peserta didik, baik di lihat dari dimensi psikologi, psikis maupun didaktis. Dalam psikologi perkembangan di sebutkan bahwa periodesasi manusia pada dasarnya dapat di bagi menjadi lima tahapan, yaitu:

1) Tahap asuhan (usia 0-2) yang lazim di sebut fase neonatus, yaitu dimulai kelahiran sampai kira-kira usia 2 tahun

2) Tahap pendidikan jasmani dan pelatihan panca indra (usia 2-12 tahun) yang lazim disebut fase kanak-kanak (athifl atau as-shabi) yaitu mulai dari neonatus sampai pada masa polusi (mimpi basah), pada tahap inilah peserta didik mulai memiliki potensi peodagogik dan psikologis karena pada tahap ini peserta didik diperlukan pembinaan, pelatihan bimbingan dan pengajaran yang disesuaikan dengan bakat dan minat peserta didik sebagaimana firman Allah dalam surat ar-Rum ayat: 30

(((((((( (((((((( ((((((((( (((((((( ( (((((((( (((( ((((((( (((((( (((((((( ((((((((( ( (( ((((((((( (((((((( (((( ( ((((((( ((((((((( ((((((((((( ((((((((( (((((((( (((((((( (( ((((((((((( Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.tidak da perubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuai.

3) Tahap pembetukan watak dan pendidikan agama (usia 12-20) fase ini lazimnya disebut fase tamyiz, yaitu fase dimana anak mulai mampu membedakan antara yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah.

4) Tahap pematangan (usia 20-30) pada tahap ini anak telah belajar menjadi dewasa, yaitu dewasa dalam arti sepenuhnya mencakup kedewasan biologis, social, psikologis dan kebiasaan relegius. Juga pada fase ini anak didik sudah punya kematangan dalam bertindak, mengambil keputusan untuk mengambil kehidupan masa depannya sendiri.

5) Tahap kebijaksanaan (usia 30-meninggal) menjelang meninggal fase ini lazimnya disebut azam al-umr (lanjut usia) atau syuyukh (tua).

Jadi dalam pembahasan tadi sudah jelas, mengenai proses tahapan dalam mengenyam suatu pendidikan.

D. Etika Peserta Didik

Dalam pendidikan etika peserta didik merupakan salah satu yang harus di laksanakan dalam proses pembelajaran baik secara langsung maupun tidak langsung sebagaimana menurut pendapat al-Ghazali kewajiban yang harus dipenuhi oleh peserta didik di antaranaya:

a) Belajar dengan niat taqarrub Ilallah sehingga dalam kehidupan sehari-hari anak didik dituntut untuk mensucikan jiwanya dari akhlak yang rendah dan watak yang tercela. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat ad-Dzariyat : 56

Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah.

b) Bersikap rendah hati dengan cara meninggalkan kepentingan pribadi dari pada kepentingan kepribadiannya. sekalipun ia cerdas tetapi ia bijak dalam menggunankan kecerdasan itu pada pendidikannya, termasuk juga bijak kepada tema-temanya yang IQ-nya lebih rendah

c) Menjaga pikiran dan pertentangan yang timbul dari berbagai aliran, sehingga ia terfokus dan dapat memperoleh sesuatu kompetensi yang utuh dan mendalami dalam belajar.

d) Memperoritaskan ilmu diniyah yang terkait dengan kewajiban sebagai hamba Allah SWT sebelum memasuki ilmu duniawi sebagimana dalam firman allah surat al-Insyirah ayat :7((((((( (((((((( (((((((((Artinya: Artinya maka apabila kamu telah selesai dari sesuatu urusan kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain

E. Peran Peserta Didik

Menurut Abd al-Amir Syams al-Din peserta didik itu memiliki peran yang sangat intens untuk di kembangkan sesuai dengan potensi yang dimiliki di antaranya:

a) Peserta didik harus membersihkan hatinya dari perbuatan maksiat, memperbaiki niat atau motivasi, memiliki cita-cita dan usaha yang kuat untuk sukses, zuhud (tidak materialistis) dan penuh kesederhanaan.

b) Peserta didik harus patuh dan tunduk memulyakan dan menghormatinya terhadap orang yang mendidiknya atau mengajarinya baik di lingkungan keluarga maupun sekolah.

c) Peserta didik hendaknya senantiasa mempelajari suatu ilmu tanpa henti, dan mempraktekkan apa yang dipelajarinya dan bertahap dalam menempuh suatu ilmu.

Jadi peran peserta didik dalam (obyak pendidikan) proses belajar mengajar tidak akan berlangsung secara efesien tanpa adanya obyek dan subyek dalam lingkungan pendidik. Dari pembahasan karakteristik, etika serta peran peserta didik dalam proses belajar mengajar tidak hanya wacana saja, akan tetapi mengacu kepada al-Quran sebagaimana yang tercantum dalam surat al-Anam ayat: 54

(((((( (((((((( (((((( (((((((( ((((((((((( ( ((((((( (((( (((((( ((((((( ((((((( ((((((((((( (((( ((((( (((( ((((((((( (((((((((( ((((((((( ((((((( ((((((( Artinya: Tuhan mu telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang, (yaitu) bahwasanya barangsiapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertobat setelah mengerjakan dan dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah maha pengampun dan maha penyayang.

Jadi dari ayat tadi peserta didik itu memiliki krakteristik, etika serta peran dalam proses belajar mengajar. Maka oleh karena itu peserta didik dituntut untuk belajar agar tidak tersesat dalam kebodohan

G. Penutup

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam proses pendidikan memiliki komponen yaitu ada pengajar dan dan anak didik. Oleh karena itu peserta didik hendaknya mempunyai peran yang sangat inten dalam proses belajar mengajar karena tanpa adanya peserta didik , maka pendidikan itu tidak akan berlangsung secara efesien. Jadi peserta didik juga mendukung dengan adanya kegiatan belajar mengajar baik di sekolah maupun di lingkunagn keluarga.

Dalam mengembangkan proses belajar mengajar peserta didik mempunyai peran dan etika dalam pendidikan yang hendak di capai oleh peserta didik dalam proses belajar mengajar diantaranya: peserta didik berniat dalam belajar yaitu taqarrub ilallah, harus membersihkan hatinya di perbuatan maksiat, dan harus bersikap tawadhu atau menghormati terhadap orang yang mendidiknya.

METODE PENDIDIKAN DALAM AL-QURAN

A. Pendahuluan

Di Dalam al-Quran dapat kita temui beberapa ayat yang menerangkan tentang metode pendidikan al-Quran, yang mana ia terus berkembang seiring berkembangnya pemikiran manusia. Adapun diberlakukannya metode pendidikan tersebut adalah untuk memudahkan para pendidik (ketika menyampaikan informasi keilmuannya) dan peserta didik (ketika menerima informasi keilmuan), karena peserta didik merupakan generasi penerus bangsa dan agama, yang adapun masa depan keduanya berada dalam genggaman tangan mereka (generasi muda). Oleh karena itu, mereka harus memiliki pengetahuan yang luas serta memiliki sikap arif dan adil. Untuk dapat mewujudkan generasi yang diinginkan, maka setiap pendidik perlu mengetahui metode pendidikan / pengajaran yang baik, khususnya yang termaktub dalam al-Quran.

B. Macam-Macam Metode Qurani

Dalam rangka mencapai tujuan pendidikan Islam sebagai insan kamil dengan beberapa indicator, Abdurrahman an-Nahlawi secara lebih spesifik dengan terstruktur mengajukan metode-metode dalam pendidikan Islam (al-Quran) sebagai berikut:

1. Metode Hiwar (Percakapan) Qurani dan Nabawi

Hiwar adalah percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih melalui tanya jawab mengenai suatu topic yang mengarah pada satu tujuan. Hiwar mempunyai dampak yang sangat dalam terhadap jiwa sang pelaku dan pendengarnya. Seperti dalam firmanNya:

(((((((((( (((((((((((( (((((( (((((( ((((((((( (((( (((((( (((((( (((((((((( ((((((( (((((( ((((( (((((((((((( (((( ( ((((((((((( ((((((((( ((((((((( ((((((((((((((( ((((( (((((((( ((((((((((( (((( ((( ((((( (((( ((((((((((((( (((((( ((((((( ((((((((((( (((( Artinya: Mereka berkata: Ya celakalah kami! Inilah hari pembalasan. Inilah hari keputusan yang telah kamu dustakan dahulu. Kumpulkanlah orang-orang yang aniaya dan istri-istrinyaserta apa-apa yang mereka sembah, se4lain daripada Allah, lalu tunjukilah mereka ke jalan neraka. (QS. as-Shaffaat: 20-23).

2. Metode Kisah Qurani dan Nabawi

Dalam pendidikan Islam, metode kisah mempunyai fungsi edukatif yang tidak dapat diganti dengan bentuk penyampaian lain selain bahasa. Adapun salah satu tujuan dari metode kisah Qurani dan Nabawi ini adalah mengungkapkan kemantapan wahyu dan risalah, serta mewujudkan rasa puas dalam menerima bahwa Muhammad saw. telah menyampaikan kisah-kisah Qurani dan Nabawi dari Allah kepada kaumnya. Seperti dalam firmanNya:

(((( ((((( ((((((( ((((((( (((((((((( (((((( (((((((( (((((( (((((( ((((((((( ((((((((((( (((((((((((( (((((((((((( ((( (((((((((( (((

Artinya: Ketika Yusuf berkata kepada ayahnya (Yaqub): Hai bapakku! Sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang dan matahari beserta bulan, semuanya kulihat bersujud kepadaku. (Q.S. Yusuf: 04)

3. Metode Amtsal (Perumpamaan) Qurani dan Nabawi

Amtsal ialah menyerupakan sesuatu kebaikan atau keburukan yang diinginkan kejelasannya dengan memberikan Tamtsil dengan sesuatu yang lainnya, yang mana kebaikan dan keburukan dari sesuatu tersebut telah diketahui secara umum. Adapun salah satu tujuan dari metode amtsal ini adalah untuk mempermudah orang lain dalam memahami maknanya. Seperti dalam firmanNya:

(((((( (((( (((((( (((((( (((( (((((( (((((((( ((((((((( (((((((((( ((((((((( ((((((((( ((((((( ((((((((((( ((( ((((((((((( (((( (((((((( ((((((((( (((( ((((( (((((((( (((((((( ( (((((((((( (((( ((((((((((( (((((((( (((((((((( ((((((((((((( ((((

Artinya: Tiadakah engkau perhatikan, bagaimana Allah mengumpamakan kalimat yang baik, seperti sebatang pohon yang baik, pokoknya tetap (di bumi), sedang cabangnya (menjulang) ke langit, menghasilkan buahnya tiap-tiap waktu dengan izin Tuhannya. Allah memberikan beberapa contoh kepada manusia, mudah-mudahan mereka mendapat peringatan. (QS. Ibrahim: 24-25)

4. Metode Keteladanan

Keteladanan sangat penting bagi keberlangsungan kehidupan dan proses pendidikan. Sebab, peserta didik akan lebih melihat tingkah laku gurunya untuk merubah sikapnya kepada yang lebih baik. Sebagaiman Allah mangutus Nabi Muhammad saw. agar menjadi suri tauladan yang baik bagi ummatnya. Sebagaimana firmanNya:

(((((( ((((( (((((( ((( ((((((( (((( (((((((( (((((((( (((((( ((((( ((((((((( (((( (((((((((((( (((((((( (((((((( (((( (((((((( ((((

Artinya: Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah sebuah suri tauladan yang baik, yaitu bagi orang yang mengharapkan (pahala) Allah dan hari yang kemudian, serta ia banyak mengingat Allah (QS. Al-Ahzab: 21).

Adapun salah satu implikasi edukatif daripada metode keteladana itu sendiri yaitu pola pendidikan Islam yang tercermin dari kehidupan para pendidiknya.

5. Metode Pembiasaan dan Pengalaman

Mendidik dengan metode pembiasaan dan pengalaman diharapkan dapat menggugah akhlak yang baik pada jiwa anak didik, sehingga ia tumbuh menjadi pribadi yang sukses dalam perbuatan dan pekerjaannya.

6. Metode Ibrah dan Mauizah

Ibrah adalah suatu kondisi psikis yang menyampaikan manusia kepada intisari sesuatu yang disaksikan dan yang dihadapi, dengan menggunakan nalar yang menyebabkan hati mengakuinya. Sedang adapun Mauizah yaitu nasehat yang disampaikan dengan lemah lembut dengan cara menjelaskan pahala dari suatu ibadah yang dikerjakan dan ancamannya apabila ditinggalkan. Seperti dalam firmanNya:

(((((((((((((( ((((((( (((((( (((((( ((((((((( ((((( ((((((((( (((((((((((( ((((((((((((((

Artinya: Maka kami jadikan yang demikian itu suatu ibrah bagi orang-orang pada masa-masa itu dan orang-orang yang kemudian dan jadi pengajaran bagi orang-orang yang taqwa. (QS. al-Baqarah: 66).

7. Metode Targhib dan TarhibTarghib adalah janji yang disertai dengan bujukan dan membuat senang terhadap suatu maslahat, kenikmatan atau kesenangan akhirat yang pasti dan baik, serta bersih dari segala kotoran. Sedangkan Tarhib adalah ancaman yang berupa siksaan sebagai akibat melakukan dosa atau lengah dalam menjalankan kewajiban yang telah diperintahkan oleh Allah swt. (hal ini hampir serupa dengan mauizah). Targhib dan Tarhib mempunyai beberapa keistimewan, salah satu di antaranya yaitu, keduanya bersandar pada argumentasi dan keterangan yang rinci. Seperti dalam firmanNya:

(((((( (((((((( (((((((( ((((( (((((((((( ((((((((((((( ( ((((((( (((((((((( (((( (((((((( ((((((((( (((

Artinya: Ketika Tuhanmu memberi tahukan: Demi, jika kamu berterima kaih, niscaya Kutambah nikmat yang ada padamu, tetapi jika kamu kafir (tiada berterima kasih), sesungguhnya siksaanKu amat keras. (QS. Ibrahim: 07).

C. Aktualisasi Metode Pendidikan Al-Quran

Banyak lembaga pendidikan pada saat ini, yang telah melaksanakan metode pendidkan al-Quran. Salah satu contohnya yakni pada lembaga pendidikan formal di pesantren. Salah satu contohnya metode diskusi. Para pendidik di lembaga formal pesantren kerap memberi tugas kepada peserta didiknya untuk berdiskusi, yang mana diskusi juga bisa dikatakan sebagai hiwar. Namun selain metode Hiwar, metode-metode pendidikan di atas juga banyak teraktualisasi di beberapa lembaga pada pesantren.

Di samping menggunakan metode-metode di atas, banyak juga lembaga-lembaga pesantren yang menggunakan metode klasik dalam pembelajaran. Semisal metode Sorogan. Metode ini menjadi pilihan yang sangat diminati oleh beberapa guru (Kiyai) dan para santrinya untuk lebih meningkatkan keilmuannya tentang kitab kuning, baik itu dari segi membaca atau memahami makna dan isinya.

D. Penutup

Tujuan khusus dari metode-metode pendidikan al-Quran tersebut adalah dalam rangka menanamkan rasa iman, rasa cinta kepada Allah, rasa nikmatnya beribadah (shalat, puasa, dan lain-lain), rasa hormat kepada orang tua, guru, dan lain sebagainya. Yang mana, hal tersebut tidak begitu maksimal hasilnya apabila hanya ditempuh dengan cara pendekatan empiris dan logis semata.

Oleh karena itu, al-Quran mencoba memberi alternative yang dapat mendukung optimalnya hasil belajar dalam dunia pendidikan Islam itu sendiri, yaitu dengan menerapkan metode-metode pendidikan al-Quran, yang sangat menyentuh perasaan manusia, karena di sini kita mendidik bukan hanya melewati akal semata, melainkan langsung meresap ke dalam perasaan anak didik, dan bisa dilakukan dengan menerapkan beberapa metode yang telah dipaparkan di atas.

IMPLEMENTASI AL-QURAN SEBAGAI SUMBER ILMU PENGETAHUAN

A. Pendahuluan

Al-Quran telah menambahkan dimensi baru terhadap studi mengenai fenomena jagat raya dan membantu pikiran manusia melakukan terobosan terhadap batas penghalang dari alam materi.

Al-Quran menunjukkan bahwa materi bukanlah sesuatu yang kotor dan tanpa nilai, karena padanya terdapat tanda-tanda yang membimbing manusia kepada Allah serta kegaiban dan keaguangan alam semesta yang amat luas adalah ciptaannya, dan al-Quran mengajak manusia untuk menyelidiki dan mengungkap keajaiban dan keghaibannya. Serta berusaha memanfaatkan kekayaan alam yang melimpah ruah untuk kesejahteraan hidupnya, jadi al-Quran membawa kepada Allah melalui ciptaannya dan realitas konkrit yang terdapat dibumi dan dilangit. Inilah yang sesungguhnya dilakukan oleh ilmu pengetahuan, yaitu: mengadakan observasi, lalu menarik hukum-hukum alam berdasarkan observasi dan eksperimen.

Dengan demikian ilmu pengetahuan dapat mencapai yang maha pencipta melalui observasi yang teliti dan tepat terhadap hukum-hukum yang mengatur gejala alam, dan al-Quran menunjukkan kepada realitas intelektual yang maha besar, yaitu: Allah SWT melalui ciptaannya.

Mengingkari realitas ini akan membawa manusia kepada anarki dan kebingungan serta merampas kedamaian dan ketentraman batinnya, hingga membuat mereka merasakan hidupnya berada dalam kekosongan. Mengingkari adanya Allah yang dilakukan para ilmuan akan membawa kepada sikap menyalah-gunakan sumber-sumber kekayaan alam Allah untuk menghancurkan manusia dan nilai-nilai hidupnya.

Mereka mengeruk sepenuhnya keuntungan materi dari karunia Allah, dan menikmati kehidupan mewah yang melimpah ruah tenpa rasa syukur dan nikmat dan sang maha pencipta. Tetapi mereka tidak akan memiliki kedamaian jiwa dan kebahaigaan hakiki dalam dirinya. Sedangkan hal tersebut tidak akan memberikan kepuasan mental spiritual kepada manusia.

Sehingga pertanyaan-pertanyaan seperti : siapa sesungguhnya kita ini? Dari mana kita datang? Dan kemana kita akan pergi? Siapakah yang menciptakan alam jagat raya ini? Apakah tujuan diciptakannya?, maka akan tetap tidak akan terjawab, terus menerus mengantui jiwa manusia dalam hidupnya.

Jiwa manusia akan tetap berada pada taraf hidup yang rendah, seperti hidup binatang buas, kecuali bila ia telah mengenal tuhannya yang menciptakan. Karena tanpa pengenalan itu, dia makan, minum dan berkembang biak sama halnya dengan seekor binatang dan mati seperti seekor binatang pulan, dan merampas hak milik orang lain dengan cara kekerasan. Keadilan sosial dalam kehidupan dan penghidupan manusia pada umumnya, yang hanya dapat diperbaiki dan diperbaharui dengan iman kepada Allah yang maha pencipta.

B. Pembahasan

Semua ayat al-Quran itu diturunkan mengandung hal-hal yang logis, dapat dicapai oleh pikiran manusia, dan al-Quran itu dijadikan sebagai suber ilmu pengetahuan bagi kaum yang mau memikirkan sebagaimana yang disebutkan dalam surat Ali-Imran: 190;

(((( ((( (((((( ((((((((((((( (((((((((( ((((((((((((( (((((((( (((((((((((( ((((((( (((((((( ((((((((((( (((((

Aritinya: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.

Dalam ayat lain dijelaskan bahwa kita sebagai hamba Allah, hendaklah kita memikirkan semua ciptaannya yang ada di alam jagat raya ini, sebagai peringaatan bagi mereka:

Artinya: Al-Quran itu tiada lain, hanyalah peringatan bagi seluruh umat.

Uraian surat, bahwa surat ini sebagai pembuktian tetang kekuasaan Allah SWT. Hukum-hukum alam yang melahirkan kebiasaan-kebiasaan pada hakikatnya ditetapkan dan diatur oleh Allah SWT yang maha perkasa dan yang mengusai alam jagat raya ini.

Hakikat tersebut kembali ditegaskan pada ayat ini, salah satu buktinya adalah undangan kepada umat manusia untuk selalu berpikir, karena sesungguhnya dalam penciptaan yang kejadian benda-benda angkasa seperti matahari, bulan, dan jutaan gugusan bintang-binang yang terdapat dilangit, atau dalam pengaturan system kerja langit yang sangat teliti serta kejadian dan perputaran bumi pada porosnya yang melahirkan silih bergantinya malam dan siang.

Sejarah tentang alam merupakan bagian integral yang penting dalam ilmu pengetahuan dalam islam. Ilmu ini menyelidiki aspek-aspek lahirnya dari pada dunia fisik dalam kontek yang sama, yaitu bahwa semua benda adalah ciptaan Allah dan manusia dapat menemukan banyak tanda-tanda kekuasaannya melalui studi mereka.

Studi pada semua ilmu pengetahuan sebenarnya dapat menghidupkan kembali kesadaran bergama dalam hati para pelakunya dan membuat hati mereka dapa mencitainya. Inilah metode al-Quran untk mengunkap fenomena dengan jelas deadpan mata manusia, sehingga mereka dapat melihat dengan kepala mereka sendiri dan berusaha untk memahami makna tetang ciptaan allah secara bulat. al-Quran menyebutkan dalam al-Quran yang artinya:

Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda kekuasaan kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelas bagi mereka baha al-Quran itu benar. Dan apakan tuhanmu tidak cukup bagi kami, bahwa dia menyaksikan segala sesuatu,

Bagi orang yang beriman tidak ada keraguan sedikitpun bahwa ilmu pengetahuan dan agama dalam islam adalah satu dan sama. Satu sama lain saling menuntun dan saling baitan dengan eratnya, satu sama lain saling membantu dan melengkapinya. Ilmu pengetahuan mengungkapkan keghaiban yang terdapat di dalam alam dunia yang di ciptakan Allah, dan mengisi hati merka dengan rasa kagum, dan takut, sedangkan agama menarik perhatian orang mukmin serta menunganya untuk mengamati apa yang ada di sekelilingnya, mencari dan mimikirkan tentang keajaiban maha penciptaannya.

C. Cirri-ciri ulul al-bab

Ciri-ciri ulul albab ini adalah orang laki-laki atau perempuan yang terus menerus mengingat Allah SWT dengan ucapan atau hati, dan dalam seluruh situasi dan kondisi saat bekerja atau istirahat

Dengan bersatunya jiwa mereka dengan Allah SWT telah melahirkan nilai yang tak terhingga sehingga yang ada dalam pikiran mereka hanyalah kerendahan dan kemukjizatannya yang serupa.

Cirri-ciri ulul albab adalah orang laki-laki baik perempuan yang terus menerus mengingat alah dengan ucapan atau hati, dan dalam seluruh dituasi dan kondisi saat bekerja atau istirahat, sambil berdiri atau duduk dan berbaring.

Dan mereka memikirkan tentang penciptaaan yakni kejadian dan system kerja langit dan bumi, dan mereka symbol berkata Tuhan kami, tiadalah engkau menciptakan alam raya dan segala isinya dengan sia-sia tanpa tujun yang hak, apa yang kami alami, melihat atau mendenar dari keburukan dan kekurangn, maha suci engkau dari semua itu. Itu adalah ulah atau dosa dan kekurangan kami yang dapat menjerumuskan kami ke dalam api neraka, maka dari itu, peliharalah dari siksaan neraka, karena kami atau orang yang telah engkau masukkan ke dalam neraka adalah oran yang telah engkau hinakan, da nmeraka tiada satu penolongpun yang dapat menyelamatkan mereka.

Di atas telihat bahwa objek dzikir adalah Allah, sedangkan objek pikir adalah makhluk Allah yang berupa fenomena alam, ini berarti bahwa pengenalan Allah lebih banyak dilakukan dengan qalbu, sedangkan pengenalan alam raya didasarkan pada pengggunaaan akal, yakni berfikir.

Akal memiliki kebebasan seluas-luasny untuk memikirkan fenomena alam sebagai pelajaran. Akan tetapi mereka memiliki keterbatasan dalam memikirkan zat Allah. Hal ini dipahami dari sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu Nuaim melalui Ibnu Abbas

D. Cara Mendapatkan dan Memanfaatkan Ilmu Pengetahuan

Di dalam konsep Islam manusia dituntut untuk mencari ilmu yang bermanfaat dan menghindari dari mencari ilmu yang tidak bermanfaat ukuran kemanfaatan terletak sejauh mana suatu ilmu mendekatkan diri ke pada kebenaran Allah SWT dan sejauh mana ia tidak bersifat merusak kehidupan manusia itu sendiri secara luas.

Naqurb al-Attas menulis bahwa ilmu tidak terbatas, karena objek ilmu memang tidak ada batasnya. Tetap, ada suatu batas kebenaran dalam setiap objek ilmu, sehingga, pencarian ilmu yang benar bukanlah sutu pencarian yang tanpa akhir, karena jika pencarian ilmu adalah tanpa akhir, maka mencapai ilmu dalam rentang masa yang memiliki awal dan akhir menjadi mustahil. Ini juga akan membuat ilmu itu sendiri menjadi tidak bermakna.

Ilmu mengenai kebenaran-kebenaran dunia lahiriah memang dapat dicapai dan bertambah melalui yang dilakukan oleh beberapa generasi umat manusia. Tetapi ilmu yang benar adalah ilmu sejati, yang mempunyai pengaruh langsung, dan manusia tidak dapat memikul akibat penundaan keputusan yang menyangkut kebenaran ilmu itu, karena ia bukanlah sesuatu yang dapat ditunda dengan harapan generasi-generasi yang akan datang akan menemukannya.

Itulah sebabya krisis kebenaran yang terjadi pada setiap generasi adalah yang menyangkut ilmu sejati ini, dan barangkali krisis kebenraran belum pernah terjadi separuh pada zaman kita sekarang ini,

Kebenaran suatu ilmu pengetahuan menurut Islam adalah sebanding dengan kemanfaatan suatu ilmu pengetahuan.

Secara rinci, ilmu poengatahuan bermakna atau bermanfaat adalah apabila mendekatkan kepada kebenaran Allah dan tidak menjauhkannya, membantu umat merealisasikan tujuannaya, dapat memberikan pedoman bagi sesama, dan menyelesaikan persoalan umat.

Sebelum apa yang telah tercantum di atas, ada sutu system utama, bagaimana kita mendapatkan ilmu pengetahuan, dengan dan ilmu pengetahuan yang merupakan urgensi bagi kehidupan manusia dalam berbangsa dan bermasyarakat yang tentunya ada seperangkat rasa ingin tahu terhadap suatu hal

Maka dengan demikian, manusia diwajibkn berfikir dan mencari tahu suatu hal, agar supaya bisa memanfaatkan dan tujuaya diciptakan dari segala yang ada melalui pengalaman atau observasi lingkungan dimana ia tinggal.

Banyak media yang bias dijadikan patokan dimana manusia bisa mencari identitas dirinya sebagai makhluk yang mengenai perubahan. Pertama dimana manusia/anak mengenai pendidikan dirumah yang diasuh lagsung oleh orang tua sejak lahir hingga ia dewasa. Kemuidan sekolah formal seperti SD, MTs, MA, Diniyah dan sebagainya.

Dari berbagai media itulah, peran manusia mulai akhf dan dapat mendapatkan ilmu pengetahuan dengan terdepan dan tentu sesuai jenjang yang dilaluinya. Tidak hanya demikian, hidup bermasyarakat, hidup dalam bermasyarkatpun bisa didapat berbagai macam ilmu pengetahuan, melalui pengalaman yang dilihat disekitarnya.

Banyak hal-hal baru bisa menjadi bahan bertambahnya ilmu pengetahuan dalam kehidupan bermasyarakat, apalagi telah terjadi adanya transmigrasi daerah, sehingga tercipta budaya-budaya baru disekitar kita. Karena memahami budaya dan berusaha beradapasi dngannya merupakan sumber ilmu pengetahuan tidak langsung yang telah kita peroleh.

Maka dari itu, tanpa disadari ilmu pengetahuan mudah kita dapatkan itupun kalau kita respek terhadap segla hal di sekitar kita, mulai dari sejatah budaya dna kehidupan dalam bermasyarakat, keluarga dan bernegara

E. Analisa

Al-Quran sebagai miniatur alam raya yang memuat segala disiplin ilmu, dan juga merupakan karya Allah SWT yang agung dan bacaan mulya serta dapat dituntut serta dapat dituntut kebenarannya oleh siapa saja, sekalipun akan menghadapi tantangan kemajuan ilmu pengetauan yang semakin canggih.

Bahkan kata pertama dalam wahyu pertama, menyuruh manusia membaca dan menarik ilmu pengetahuan, yaitu iqra, adalah merupakan hal yang sangat mengaguman bagi para sarjana dan ilmuan yang bertahun tahun melaksanakan pelitian di laboratorium mereka, menemukan keserasian ilmu pengetahun ilmu pengetahuan hasil penyelidikan mereka dengan pernyataan-pernyataan al-Quran dalam ayat-ayatnya.

Dua puluh tahun dua bulan dan sua puluh hari lamanya, ayat-ayat al-Quran silih beranti turun. Dan selama itu pula a\nbi Muhammad saw dan para shabatnya tekun mengenjarkan al-Quran danmemniming umatnua. Sehnga pada akhirnya mereka berhasil membangun masasratakt yasng di dlamnya erpadu ilmu dan iman, unr, dan hidayah, keadilah dan kemakmuran di bawah naungan ridla ampunan ilahi. Kita boleh bertanya, mengapa pada 20 tahun lebih berhasil? Hal ini sesusai dengan yang dieliti oleh guru besar Harvard universal, yang dilakukan pada 40 negara.

Salah satu faktor utamanya adalah materi bacaan dan sajian yang disuguhkan khususnya kepada generasi muda yang mereka dibekali dengan sajian dan bacaan tertentu, setelah dua puluh tahun mereka berperan dalam berbagai aktifitas, peran yang pada hakikatnya diarahkan oleh kandungan bacaan dan sajian yang disuguhkan itu. Demikian dampak bacaan terlihat setelah belalu dua puluh tahun, sama dengan lama turunnya al-Quran.

Kalau demikian jangan menunggu dampak bacaan dua 20 tahun kemudian siapapun boleh optimis atau pesimis, tergantung dari penilaian tentang bacaan sajian itu. Namun kalau melihat kegairahan anak-anak dan remaja membaca al-Quran, serta kegairahan umat memperlajari kandungannya. Maka kita wajar optimis, karena kita sepenuhnya yakin bahwa keberhasilan Rasul dan generasi terdahulu dalam membangun peradaban Islam yang jaya selama 800 tahun adalah karena al-Quran yang mereka baca dan hayati mendorong pengembangan ilmu dan teknologi serta pikiran dan kesucian hati.

Kemudian dari penelitian Harvard University yang dilakukan pada 40 negara itu telah bisa mengaplikasikan beberapa sistem dan metode pengajaran al-Quran secara bertahap dengan sajian dan materi yang disuguhkan pada generasi muda.

Maka dari itu, tidaklah apa yang tersaji diatas menjadi hukum valid dalam mempelajari al-Quran dan kandungannya. Jadi, siapapun boleh menempuhnya dalam waktu singkat dan tergantung kepada semangat dan jiwa optimis masing-masing.

F. Kesimpulan

Al-Quran yang secara harfiyah adalah bacaan yang sempurna. Merupakan satu nama pilihan Allah SWT yang sungguh tepat, karena tiada satu bacaanpun sejak manusia mengenal tulis baca lima ribu tahun yang lalu dapat menandingi al-Quran. Dan tiada bacaan yang dibaca oleh ratusan manusia yang tidak mengerti artinya dan menulis aksaranya, bahkan dihafal huruf demi huruf oleh orang remaja dan anak-anak.

Tiada bacaan melebihi al-Quran dalam penelitian yang diperolehnya. Bukan saja sejarah secara umum, tetapi ayat demi ayat baik dari makna, musim dan saat turunnya sampai pada sebab-sebab dan waktu turunnya, tiada bacaan yang serupa al-Quran yang dipelajari bukan hanya dari susunan redaksinya dan pemilihan kosa katanya, tetapi juga kandungan yang tersurat, tersirat bahkan pada kesan yang ditimbulkannya, semuanya dituangkan dalam jutaan jilid buku. Yang semuanya mengandung pengajaran bagi umat manusia.

Karena pembuktian ilmiah tentang hubungan al-Quran dan ilmu pengetahuan akan menyuburkan perasaan yang melahirkan keimanan kepada Allah SWT, dorongan untuk tunduk dan patuh kepada kehendaknya dan pengakuan terhadap kemahakuasaannya. Tidak pada tempatnya lagi orang-orang memisahkan ilmu-ilmu keduniaan yang dianggap sekuler, seperti ilmu sosial dengan segala cabangnya, dengan ikmu al-Quran. Para ilmuan dapat sekuler, tapi ilmu tidak sekuler. Karena apabila penelitian alam raya ini adalah ilmiah, mana mungkin pencipta alam ini tidak ilmiah. Begitu juga bila percampuran dan persenyawaan unsur-unsur adalah ilmiah, mana mungkin pencipta setiap unsur

PENDIDIKAN QURANI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP DINAMIKA SOSIAL MASYARAKAT

A. Pendahuluan

Al-Quran merupakan himpunan wahyu Tuhan yang sampai kepada Nabi Muhammad saw dengan perantaraan malaikat Jibril. Al-Quran diturunkan secara berangsur-angsur karena ia bertujuan untuk memecahkan setiap problema atau segala macam persoalan yang timbul dalam masyarakat. Mengenai ajaran serta isinya, al-Quran selain sebagai sumber / dasar dari ajaran / hukum Islam, ia juga merupakan sumber dari adanya ilmu pengetahuan. Karena segala macam jenis pengetahuan pada dasarnya adalah bersumber dari al-Quran. Dan al-Quran juga telah menyebutkan segala macam jenis ilmu yang telah dan akan diketahui oleh manusia.

Sedangkan dalam mempelajari ilmu pengetahuan, diperlukan adanya proses pendidikan, yang mana pendidikan merupakan sebuah proses (dalam suatu cara / sistem) yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh suatu ilmu pengetahuan. Segala macam komponen yang terdapat dalam pendidikan pada hakikatnya telah di uraikan dalam al-Quran. Sehingga segala hal dan persoalan yang berkaitan dengan pendidikan telah terdapat penyelesaiannya dalam al-Quran. Al-Quran selain sebagai kitab petunjuk, ia juga sebagai kitab pedoman bagi umat manusia, khususnya umat Islam. Oleh karena itu, sangatlah tepat apabila dalam setiap pekerjaan dan persoalannya manusia berpedoman pada kitab al-Quran.

Sebuah pendidikan yang berlandaskan pada nilai-nilai, ajaran dan metode al-Quran disebut dengan pendidikan Qurani. Pendidikan Qurani merupakan sebuah pembekalan yang dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat, yakni nilai-nilai ajaran syariat Islam yang terkandung secara sempurna dalam al-Quran sangat dibutuhkan dalam mewujudkan masyarakat yang agamis dan berperadaban. Oleh karena itu, sebuah masyarakat yang ingin maju dan berkembang sesuai dengan yang menjadi harapan umat, dan juga sesuai dengan yang telah digambarkan dalam al-Quran tentang konsep masyarakat ideal (masyarakat madani / masyarakat yang berperadaban) harus berpedoman dan merealisasikan nilai-nilai (dalam konsep ajaran Islam) yang terkandung dalam al-Quran.

Dengan begitu dapatlah diketahui peran atau implikasi pendidikan Qurani dalam dinamika sosial masyarakat, yaitu sebagai bekal dalam mewujudkan masyarakat yang ideal dan berperadaban. Oleh karena hal tersebut, maka kami memilih judul Pendidikan Qurani dan implikasinya terhadap dinamika sosial masyarakat dalam pembahasan makalah kami.

B. Dinamika Sosial Masyarakat

1. Dinamika Sosial

Al-Quran di turunkan oleh Allah melalui Rasul-Nya Muhammad saw yang berisikan pedoman untuk dijadikan petunjuk, baik pada masyarakat yang hidup di masa turunnya maupun pada masyarakat sesudahnya, hingga akhir zaman. Namun, perlu di ingat bahwa al-Quran tidak di turunkan dalam masyarakat yang hampa nilai, melainkan masyarakat yang sudah sarat dengan nilai-nilai kultural dan sosialnya masing-masing.4 Maka dari itu, untuk mengantisipasi problematika umat dan dinamika sosial dewasa ini, adalah dengan melalui sebuah alternatif, yaitu rasa keagaman yang kokoh tetap dipertahankan sambil mengungkapkannya secara populer (kontekstual) sesuai dengan nilai-nilai modern. Akan tetapi konsekuensi penerimaan alternatif ini, menuntut diadakannya perubahan-perubahan baik dalam cara berpikir maupun dalam cara bersikap yang amat mendasar di tengah-tengah masyarakat. Sebagaimana diimpikan oleh banyak orang bahwa untuk menanggapi tema-tema pokok persoalan umat, sudah saatnya slogan kembali ke al-Quran dan al-Sunnah perlu di galakkan kembali, agar penataan kualitas umat sejalan dengan slogan itu. Malahan, al-Quran sejak semula menegaskan bahwa perlunya pembinaan kualitas manusia di kalangan umat Islam melalui kreativitas berpikir dan berkarya secara Qurani.5 Hal ini sebagaimana telah disebutkan di dalam al-Quran sebagai berikut :

((((((((((((((( (((((((( (((( (((((((( (((( ((((((((((( ( ((((((((((((( (((((((( (((( (((((((((( (((( ((((((( (((((((((( (((((((( (((((( ((((((((((( ((((((((((((( (((((((((((((( (((((((((( ((((((((( (((((( ((((( (((((((( ((((( (((((((( (((((((((((( (((((((( ( ((((((((( ((((((((( (((( (((((( ((((((((((( (((((((((( (((((((((((

Artinya: Berpegang teguhlah kamu sekalian kepada tali (agama Allah) dan janganlah kamu berpecah belah dan ingatlah akan nikmat Allah (yang diberikannya) kepadamu, ketika kamu telah bermusuh-musuhan, lalu dipersatukan-Nya hatimu, sehingga kamu jadi bersaudara dengan nikmat-Nya, dan adalah kamu di atas pinggir lubang neraka, lalu Allah melepaskan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu. Mudah-mudahan kamu menerima petunjuk. (QS. Ali-Imran : 103).6Penataan kualitas umat tentu saja harus di mulai dari kualitas diri yang unggul (insan kamil), yakni keterpaduan antara iman, ilmu dan amal. Banyak ayat Al-Quran yang menyebutkan kata iman, selalu diikuti dengan kata amal shalih, mengisyaratkan bahwa formasi terbaik kualitas manusia pilihan Tuhan adalah bertumpu pada kualitas manusia yang beriman, berilmu dan beramal baik (shalih) tersebut. Ini berarti bahwa iman yang tertanam di dalam hati, hanya akan bermakna bila membuahkan perbuatan-perbuatan lahiriyah yang nyata (amal shalih). Termasuk dari salah satu amal shalih adalah berbuat baik terhadap sesama manusia, terutama berbuat baik terhadap sesama masyarakat. Dalam artian al-Quran senantiasa menganjurkan untuk selalu bersikap dan bertingkah laku yang baik dalam kehidupan bermasyarakat.72. Pengertian Masyarakat

Di dalam Al-Mufradat fi Gharib Al-Quran sebagaimana yang ditulis oleh D.r.H.Abuddin Nata dalam bukunya Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, menyatakan bahwa masyarakat di artikan sebagai sebuah kelompok yang di himpun oleh persamaan agama, waktu dan tempat, baik secara terpaksa maupun kehendak sendiri. D.r.H.Abuddin Nata sendiri mengemukakan bahwa masyarakat adalah kumpulan perorangan yang memiliki keyakinan dan tujuan yang sama. Menghimpun diri secara harmonis dengan maksud dan tujuan bersama.8 Dari pengertian tersebut dapat di pahami bahwa masyarakat merupakan sebuah kesatuan dari kumpulan manusia yang saling berhubungan dan memiliki nilai-nilai dan kebiasaan tertentu. Sebuah masyarakat yang ingin kokoh dan ingin bertahan dalam menghadapi berbagai tantangan, adalah masyarakat yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral dan akhlak yang baik dan mulia. Yaitu masyarakat yang antara satu dan lainnya tidak saling menyakiti, mendzalimi, merugikan, mencurigai, mengejek dan sebagainya.9 Al-Quran sebagai suatu kitab yang menjadi pedoman dan panduan bagi umat Islam, menghendaki agar hubungan kemasyarakatan manusia dapat bejalan dengan baik, hendaknya di sertai dengan etika,10. yaitu firman