pengelolaan tensi-tensi pada pt freeport indonesia
DESCRIPTION
The Freeport Mine, Irian Jaya, Indonesia:“Tailings & Failings”—Stakeholder AnalysisSimons, R., Performance Management and Control Systems for Implementing Strategy: Text and Cases, Prentice-Hall, 2000 (S)TRANSCRIPT
PENGELOLAAN TENSI-TENSI PADA
PT FREEPORT INDONESIA
Tulisan ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Sistem Pengendalian Manajemen
Program Studi Akuntasi S-1 Reguler
Disusun oleh:
Meutia Nanda Aulia NPM 1006712450
Fikri Syuhada NPM 1006764012
Julio Hokky Sahputra NPM 1006696270
Laurentius Leonard Halimkesuma NPM 1006696320
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Semester Ganjil Tahun Akademik 2013/2014
STATEMENT OF AUTHORSHIP
“Kami yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa makalah/tugas terlampir adalah murni
hasil pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang kami gunakan tanpa menyebutkan
sumbernya.
Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk makalah/tugas pada mata
ajar lain kecuali kami menyatakan dengan jelas bahwa kami menyatakan menggunakannya.
Kami memahami bahwa tugas yang kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan atau
dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.”
Nama NPM Tanda tangan
Meutia Nanda Aulia 1006712450
Fikri Syuhada 1006764012
Julio Hokky Sahputra 1006696270
Laurentius Leonard Halimkesuma 1006696320
Mata Kuliah : Sistem Pengendalian Manajemen
Judul Makalah : Pengelolaan Tensi-Tensi pada PT Freeport Indonesia
Tanggal : 13 September 2013
Dosen : Bapak Rudyan Kopot dan Bapak Hamdi Adnan
Sekilas Pandang Kasus Harvard Business School:
Tambang Freeport, Irian Jaya, Indonesia
PT Freeport Indonesia (PTFI) merupakan sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang
pertambangan khususnya dalam eksplorasi dan pengembangan tembaga, emas, dan perak di Papua.
Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, tepatnya pada tahun 1966, PT Freeport membuat
kontrak eksklusif berjangka 30 tahun dengan pemerintah Indonesia. PTFI dengan segera membangun
sarana dan prasarana untuk mengakses tambang di area pegunungan bijih mineral Ertsberg dan
secara resmi mulai beroperasi pada tahun 1973.
Pada tahun 1988, persediaan sumber daya yang ada di area tersebut sudah menipis. Setelah
dilakukan eksplorasi, ditemukan bahwa masih terdapat persediaan bernilai 1,9 Milyar Ton di
pegunungan Grasberg. Untuk mempertahankan investasi PT Freeport, pemerintah Indonesia
memberikan izin untuk mengeksplorasi area seluas 6 juta are dan menegosiasi ulang kontrak untuk
30 tahun mendatang dengan perpanjangan dua kali sepuluh tahun.
Setelah beroperasi selama 20 tahun, PTFI telah mengakibatkan kerusakan yang signifikan
terhadap lingkungan. Proyek di Grasberg menyebabkan adanya 115.000 Ton limbah mengalir ke
sungai setiap harinya. Di sisi lain, pada periode 1993-1995, dengan adanya investasi dari RTZ, PTFI
melakukan ekspansi operasi dari memproduksi sebanyak 160.000 Ton/hari menjadi 250.000
Ton/hari. Walaupun mendapatkan banyak tekanan dari organisasi-organisasi serta masyarakat sekitar
yang peduli lingkungan, PTFI tetap dapat beroperasi akibat adanya hubungan yang kontroversial
antara PTFI dengan Presiden Soeharto dan kolusi dengan tentara Indonesia.
Setelah krisis dan berakhirnya masa pemerintahan Presiden Soeharto, PTFI sebagai salah satu
perusahaan yang bergantung pada Soeharto menjadi sasaran amukan masyarakat. PTFI tidak dapat
lagi melakukan bisnis tanpa mengindahkan etika seperti pada masa-masa sebelumnya. Saat ini PTFI
menghadapi tekanan-tekanan yang harus dikelola agar dapat beroperasi dengan baik.
Berikut kami menganalisis kasus PTFI dengan menggunakan pendekatan lima tekanan utama
yang perlu dikelola agar sebuah organisasi dapat mengimplementasikan performance measurement
and control system secara efektif.
1. Balancing Profit, Growth, and Control
Seorang manager pasti berusaha untuk meningkatkan profit perusahaan. Untuk itu, perusahaan
akan berusaha untuk melakukan inovasi. Akan tetapi, jika perusahaan mengejar pertumbuhan dan
profit secara berlebihan dan tidak melakukan kontrol yang cukup, dapat terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan seperti melakukan inovasi yang beresiko terhadap perusahaan. Di sisi lain, jika
perusahaan sama sekali tidak mengejar pertumbuhan dan profit, perusahaan tidak dapat bertahan
karena profit yang rendah menyebabkan rendahnya return terhadap pemegang saham. Perusahaan
harus mengelola keseimbangan antara profit, pertumbuhan, dan kontrol.
Walaupun mendapat banyak tekanan dari stakeholders, menurut kami PTFI sudah mengelola
keseimbangan yang baik di antara profit, pertumbuhan, dan kontrol. Hal ini dapat terlihat dari
profitability perusahaan selama beroperasi.
Grafik 1: Pertumbuhan Revenue, Expenses, dan Net Income (data diolah)
Freeport McMoRan Copper & Gold, Inc.
Pada periode 1995-1998 dimana terjadi peningkatan kapasitas produksi, terjadi pertumbuhan
yang sangat signifikan. Revenue mencapai hampir sepuluh kali lipat dan net income naik lebih dari
600% (lihat appendix tabel 2). Pada masa 1998-2000 dimana terjadi guncangan akibat krisis dan
pergantian pemerintahan, PTFI sempat mengalami penurunan net income hingga 50%, namun dapat
kembali memperbaiki kondisinya dengan meningkatkan net income sebesar 114% dalam dua tahun
berikutnya. Walaupun peningkatan revenue setelah 1998 tidak begitu signifikan, PTFI berhasil
mengelola beban-bebannya sehingga pertumbuhan net income tetap baik.
Dalam hal pertumbuhan usaha, pada periode 1973-2003 PTFI telah melakukan peningkatan
signifikan dalam hal kapasitas produksi. Pada tahun 1988, PTFI telah memproses 25.000 Ton/hari
bijih tembaga, emas, dan perak. Kemudian kapasitas ini naik hingga 52.000 Ton/hari pada tahun
1989 dan meningkat lagi hingga 115.000 Ton/hari pada tahun 1993. Dengan masuknya investasi
RTZ sebesar $750.000.000, PTFI bahkan meningkatkan kapasitas menjadi 250.000 Ton/hari. Tidak
hanya ekspansi dalam kapasitas produksi, PTFI juga melakukan ekspansi dalam kapasitas
pemrosesan dengan melakukan joint venture dengan Mitsubishi dan FluorDaniels untuk membuat
smelter (pabrik peleburan) berkapasitas 200.000 Ton/tahun di Jawa.
Kesalahan manager adalah seringkali menganggap sebuah proyek untung hanya karena melihat
peningkatan pendapatan yang positif, tetapi tidak menyadari permasalahan seperti berkurangnya
persentase peningkatan profit. Oleh karena itu, kontrol dalam konteks ini adalah manager tidak
hanya sekadar memperhatikan peningkatan pendapatan saja, tetapi juga terus memperhatikan bagian
mana dari perusahaan yang perlu diperbaiki atau yang perlu ditingkatkan lagi. Melihat peningkatan
kapasitas dan profit yang terus berkembang, menurut kami PTFI telah menerapkan kontrol yang
baik.
2. Balancing Short-Term Results Againts Long – Term Capabilities and Growth
Opportunities
Seringkali kebutuhan jangka panjang akan mengorbankan hasil jangka pendek karena hasil dari
investasi tersebut baru akan terlihat di masa depan. Padahal hasil jangka pendek juga sangat penting,
apabila perusahaan tidak mampu menghasilkan keuntungan didalam jangka pendek maka
perusahaan bisa mengalami kebangkrutan sebelum menikmati hasil dalam jangka panjang. Disisi
lain apabila perusahaan tidak melakukan investasi untuk jangka panjang, bisa jadi perusahaan
kehilangan daya saingnya di masa depan. Oleh karena itu akan selalu ada tensi atau pertentangan
antara hasil dalam jangka pendek perusahaan dengan kebutuhan jangka panjang perusahaan untuk
tetap bisa bersaing dan tumbuh.
Performance measurement and control system memainkan peranan penting untuk
menyeimbangkan hasil dalam jangka pendek perusahaan dengan kebutuhan investasi jangka panjang
perusahaan dengan cara seperti berikut :
1) Mengkomunikasikan kepada seluruh organisasi tujuan strategis dari organisasi beserta
performance driver yang penting untuk mencapai tujuan tersebut.
2) Memberikan sebuah pedoman untuk Logam & Mineral bahwa sumber daya yang ada
cukup untuk mencapai tujuan tersebut.
3) Menjelaskan hubungan sebab – akibat antara tujuan dan profit
4) Membuat dan memantau target profit dalam jangka pendek
5) Memberikan pedoman untuk mengalokasikan sumber daya yang ada untuk
mempertahankan kapabilitas perusahaan dalam jangka panjang
Apa yang Terjadi pada Penyeimbangan Hasil Jangka Pendek dan Kesempatan Pertumbuhan
dan Kemampuan Jangka Panjang di PT Freeport Indonesia
Pada tahun 1993 Freeport menjual 11,4% sahamnya kepada RTZ, sebuah perusahaan
pertambangan mineral terbesar di dunia , hal ini dilakukan Freeport untuk mewujudkan rencana
ekspansinya yaitu memperbesar kapasitas tambangnya hingga mampu menghasilkan 120 ribu hingga
180 ribu ton Logam & Mineral perhari. Kemudian RTZ melakukan investasi sebesar $750 juta
untuk mendukung ekspansi Freeport sehingga memungkinkan Freeport untuk memproduksi hingga
250 ribu ton Logam & Mineral per hari, sebuah jumlah yang cukup untuk mengembalikan investasi
yang dilakukan oleh RTZ dalam waktu yang relatif singkat. Hasilnya Freeport mampu
menggandakan penerimaannya hanya dalam waktu 4 tahun (1992 – 1995).
Akan tetapi meningkatnya penerimaan Freeport memancing tekanan dari berbagai pihak
terkait kerusakan lingkungan alam dan sosial yang ditimbulkan oleh Freeport didalam operasinya.
Tekanan – tekanan yang timbul datang dari berbagai organisasi seperti Wahli, International Rivers
Network. Bahkan Overseas Private Investment Corporation (OPIC) dan MIGA yang sebelumnya
menjamin investasi Freeport sebesar $100 juta dan $50 juta membatalkan penjaminan tersebut
karena kerusakan yang ditimbulkan Freeport pada lingkungan hidup di Papua dan pelanggaran HAM
yang dilakukan Freeport terhadap penduduk asli Papua dalam operasinya. Tekanan terkait isu
lingkungan hidup dan HAM terhadap Freeport berlanjut hingga internal Freeport. Sekelompok
pemegang saham Freeport melakukan protes dan meminta kepada dewan komisaris dari Freeport
untuk meelakukan review dengan transparan atas kerusakan lingkungan dan pelanggaran HAM yang
terjadi akibat operasi Freeport. Disisi lain RTZ sebagai partner Freeport menekan agar Freeport
menghasilkan minimal 230 ribu ton logam & mineral perhari.
Bisa kita lihat bahwa terjadi tensi antara hasil jangka pendek dengan kepentingan jangka
panjang perusahaan dimulai ketika RTZ melakukan investasi di Freeport, untuk membayar investasi
tersebut dengan cepat maka Freeport berproduksi sebanyak – banyaknya tanpa memikirkan dampak
yang ditimbulkan kepada lingkungan hidup di Papua. Akibatnya Freeport dikecam oleh berbagai
organisasi di dunia baik organisasi lingkungan hidup maupun OPIC dan MIGA yang membuat
Freeport kehilangan asuransinya sebesar $150 juta. Tidak hanya itu hal ini juga memicu terjadinya
konflik internal antar pemegang saham di Freeport yang pastinya menghambat ekspansi bisnis
Freeport.
Nama Freeport telah menjadi buruk di mata dunia hingga kini akibatnya Freeport selalu
mendapat berbagai resistensi ketika ingin melakukan ekspansi terhadap bisnisnya. Seandainya saja
pada tahun 1993 – 1995 Freeport tidak melakukan ekspansi dengan agresif dan menjadi perusahaan
yang lebih ramah lingkungan walaupun hal itu berarti keuntungan yang lebih sedikit, maka Freeport
tidak akan mendapat kecaman dari berbagai pihak dan nama Freeport tidak akan menjadi buruk
sehingga tidak akan timbul resistensi dalam mengembangkan bisnisnya didalam jangka panjang. Ini
adalah contoh tensi antara kebutuhan dan pertumbuhan jangka panjang perusahaan dengan hasil
jangka pendek perusahaan.
3. Balancing Performance Expectations of Different Constituencies
Manajer perusahaan pada umumnya memiliki target keuangan dan non-keuangan baik itu jangka
pendek atau jangka panjang (Simons, 2000). Dalam pencapaian target tersebut, perusahaan tentunya
akan melibatkan pemangku kepentingan lainnya. Semuanya harus berjalan seimbang agar tidak
terjadi masalah benturan kepentingan. Beberapa pemangku kepentingan beserta tujuannya
(ekspektasi) dari PT Freeport Indonesia antara lain:
Pemangku Kepentingan Kepentingan (Ekspektasi) Tensi atau Masalah Terkini
Pemegang saham (per Juli
2012, Kompas 23 Juli 2012):
1. Freeport-McMoran
Cooper and Gold Inc.
(FCX) 90,64%
2. Pemerintah Indonesia
9,36%
Mendapatkan kenaikan
keuntungan dan produktivitas.
Contohnya pada Exhibit 2,
pendapatan naik signifikan
dari 1 juta US$ pada 1995
menjadi 1,9 milyar US$ pada
2002 karena ada ekspansi
kapasitas produksi dari
120.000 ton per hari menjadi
Tidak ada. Pada tahun 1998
ada dorongan untuk
mendapatkan lebih banyak
profit namun harus
mempertimbangkan aspek
sosial dan lingkungan.
±250.000 ton per hari plus
tambahan modal dari RTZ.
Manajemen perusahaan Melakukan ekspansi produksi
tambang di Papua untuk
menghasilkan laba lebih
banyak bagi perusahaan.
Perusahaan gagal mencapai
target produksi (hanya mampu
80%-nya saja) dikarenakan 2
bulan penghentian operasi
akibat kecelakaan longsor
pada 14 Mei di Big Gossan.
Pekerja PT. Freeport Mendapatkan upah yang lebih
layak dan keselamatan kerja
terjamin.
Freeport diprotes karena
dianggap mengabaikan
keselamatan kerja buruh
sehingga terjadi kecelakaan di
kawasan tambang Big Gossan,
Papua pada 14 Mei. Ada juga
anggota TNI yang ‘disewa’
Freeport ditembak oleh
anggota OPM. Pada
pertengahan 2011, pekerja
mogok kerja demi tuntutan
kenaikan gaji dan ada kasus
lain dimana karyawan PT
Freeport ditembaki oleh orang
tak dikenal.
Pemerintah Indonesia Mendapatkan royalti dan
pajak lebih banyak dengan
melakukan renegoisasi
kontrak karya.
Belum tercapai kesepakatan
resmi terkait renegosiasi
kontrak tetapi ada rumor
bahwa Freeport mau
melakukan divestasi dan
pengurangan kuasa lahan di
Papua.
Pemasok; salah satunya adalah
Pertamina
Letter of Intent untuk jual beli
High Speed Diesel yang akan
digunakan sebagai bahan
Tidak ada.
bakar operasional di lokasi
tambang.
Rekan kerja:
1. Dirjen Perhubungan
Udara dan Pemda
Mimika
2. PT Indosmelt dan PT
Indovasi Mineral
Indonesia
Penandatanganan MoU untuk
mengembangkan Bandar
Udara Mozes Kilangin dengan
tujuan kontribusi nyata
pengembangan ekonomi dan
pariwisata di Timika, Papua
(untuk rekan kerja 1).
Penandatanganan MoU untuk
membangun fasilitas pabrik
peleburan konsentrat tembaga
(untuk rekan kerja 2).
Tidak ada
Lembaga Swadaya
Masyarakat, terutama
lingkungan:
1. Wahana Lingkungan
Indonesia (WAHLI)
2. Jaringan Advokasi
Tambang (JATAM)
3. Indonesian Center for
Environment Law
(ICEL)
4. International Rivers
Network
Berupaya mewujudkan sosial
dan lingkungan alam yang
sehat (tidak tercemar).
Mendesak agar Freeport mau
lebih memikirkan masalah
lingkungan. Sebelumnya pada
1995, MIGA, World Bank’s
political insurance agency,
ditekan untuk membatalkan
policy-nya karena masalah
sosial dan lingkungan seperti
pembuangan limbah beracun
ke sungai.
Masyarakat Papua Merasakan manfaat dari
keberadaan Freeport misalkan
fasilitas pendidikan,
kesehatan, dan infrastruktur
yang memadai.
Tidak ada. Sebelumnya ada
kasus tahun 1995-1996,
masyarakat suku Amungme
dan Komoros terkena dampak
kontaminasi lingkungan.
Konsumen Membeli emas, perak,
tembaga, dan barang tambang
lainnya dengan harga yang
Tidak ada.
kompetitif.
Keterangan:
Wahana Lingkungan Indonesia (WAHLI) mengupayakan kelayakan hidup dan lingkungan
Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) membantu masyarakat yang menjadi korban
perusahaan tambang
Indonesian Center for Environment Law (ICEL) lembaga pengembangan hukum
lingkungan Indonesia yang berupaya mewujudkan Good Sustainable Development
Governance.
Jika kita rangkum permasalahan kepentingan diatas, tampaknya Freeport harus mampu
merancang suatu sistem atau kebijakan yang dapat mengurangi tensi-tensi yang ada. Memang ada
trade-off untuk memenuhi kepentingan yang satu dengan yang lainnya seperti peningkatan laba
dengan kenaikan kompensasi karyawan atau pembangunan infrastruktur sosial, namun manajemen
harus mengambil keputusan yang tepat untuk menjamin tujuan keuangan dan non-keuangan
perusahaan dapat tercapai.
4. Balancing Opportunities and Attention
Manajemen harus mampu menyeimbangkan antara kesempatan yang ada dengan management
time and attention. Manajer harus memfokuskan perhatian mereka untuk serangkaian masalah
sehingga kesempatan bisa dikonversi menjadi keuntungan dan semua masalah bisa diatasi (Simons,
2000). Dalam hal kesempatan Freeport, sebetulnya relatif sulit diidentifikasi karena semua sudah by-
contract, dan yang seringkali kesempatan tidak dapat dilihat dengan mudah (invisible). Salah satu
masalah yang sedang hangat adalah keengganan PT Freeport Indonesia untuk menaati Peraturan
Pemerintah No. 24 tahun 2012 bahwa perusahaan tambang asing harus melalukan divestasi minimal
51%. Menurut CEO Freeport-McMoran, Adkerson, mereka dilindungi haknya oleh kontrak karya
tahun 1991 yang disetujui pemerintah Indonesia dan bukan oleh Undang-Undang Pertambangan
yang baru. Perdebatan lainnya adalah apakah peraturan tersebut berlaku surut atau tidak dan sampai
sekarang masih belum jelas pelaksanaannya. Masalah seperti inilah yang harus menjadi atensi
manajemen perusahaan karena jika tidak diatasi maka akan menjadi masalah panjang. Penyelesaian
masalah dengan pemerintah juga dapat membantu manajemen Freeport Indonesia untuk mengalihkan
fokus mereka untuk mengkonversi kesempatan yang ada menjadi keuntungan bagi perusahaan.
5. Balancing the Motive of Human Behavior
Satu alasan dari alasan-alasan yang bersifat prinsip mengapa manajer menggunakan sistem
pengendalian dan pengukuran kinerja adalah untuk mempengaruhi subordinat manajer dan
karyawan-karyawan lainnya untuk dapat lebih mengutamakan kepentingan organisasi, dalam hal ini
perusahaan, di atas kepentingan pribadi.
Hal-hal yang diperlukan untuk mencapai tujuan di atas memang bukan perkara yang mudah.
Namun, bila perusahaan telah berhasil mendesain sistem pengendalian dan pengukuran kinerjanya
dengan:
1) Memberikan kesempatan kepada karyawan untuk berkontribusi dan membuat
perbedaan,
2) Mentransmisikan secara jelas hal-hal atau tingkah laku apa saja yang dianggap dapat
diterima,
3) Memberikan penghargaan yang bernilai pada pencapaian,
4) Memperkenankan adanya inovasi, dan
5) Memberikan pekerjaan yang kompeten
kepada karyawannya, pengutamaan kepentingan organisasi di atas kepentingan pribadi mampu
tercapai (Simons, 2000).
Apa yang Terjadi pada Penyeimbangan Motivasi Tingkah Laku Manusia di PT Freeport
Indonesia
1) Dengan fakta bahwa PT Freeport Indonesia (PT FI) diputus ikatan kerjasamanya dengan
MIGA Bank Dunia dan Overseas Private Investment Corporation Pemerintah Amerika
Serikat, ditekan oleh Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) dan International Rivers Network
dalam dampaknya terhadap lingkungan hidup dan masyarakat asli di sekitarnya, diberitakan
secara buruk oleh The Wall Street Journal dan The New York Times, dan sering dituntut oleh
serikat pekerjanya, ini berarti tindakan PT FI tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh
institusi-institusi dan serikat pekerja. Dalam akumulasi kegigihan PT FI untuk
mempertahankan do the same thing, hal ini juga menunjukkan bahwa PT FI tidak saja tidak
memberikan kesempatan untuk institusi-institusi dan serikat pekerja ini berkontribusi
mengarahkan perusahaan ke arah yang lebih sustainable tetapi juga tidak menyukai gangguan
terhadap business as usual.
2) Dengan ada tekanan dari partner investasi RTZ dan godaan pada individu-individu dalam
manajemen itu sendiri, terlihat jelas bahwa perusahaan tidak dapat mentransmisikan secara
jelas hal-hal atau tingkah laku apa saja yang dianggap dapat diterima dan malah secara jelas
melanggarnya. Hal ini tidak mengejutkan mengingat manajemen PT FI pun mengabaikan
surat dari pemegang sahamnya.
3) Dengan fakta bahwa manajemen PT FI tidak menggubris sedikit pun tekanan dari WALHI,
International Rivers Network, berbagai NGO Amerika Serikat dan Australia, tuntutan dari
Overseas Private Investment Corporation Pemerintah Amerika Serikat, dan penilaian dari
MIGA Bank Dunia, bukan hal aneh bila kita mengatakan dari competing demands yang
dihadapi PT FI, manajemen PT FI lebih mengutamakan kepentingan pribadinya saja dan.
4) Di samping manajemen PT FI menikmati pendapatan yang terus menanjak dari tahun ke
tahun (lihat Tabel 1), dengan membiarkan ditekan dari partner investasi RTZ dan “ditekan”
dari Tentara Negara Indonesia untuk tetap business as usual yang bertujuan untuk RTZ
mendapat untung yang sangat besar dan TNI tetap mendapat upeti, terlihat bahwa insentif
untuk berinovasi / challenging the status quo pada manajemen PT FI boleh dibilang tidak
ada.
KESIMPULAN DAN SARAN
1) Dalam upaya menyeimbangkan Profit, Pertumbuhan, dan Kontrol, manajemen PT Freeport
Indonesia menurut kami harus lebih menekankan pada kontrol terlebih dahulu. Hal ini dapat
dimulai dari men-setting management philosophy yang “doing the right thing”.
2) Dalam upaya menyeimbangkan Hasil Jangka Pendek dan Kesempatan Pertumbuhan dan
Kemampuan Jangka Panjang, usai men-setting management philosophy yang “doing the right
thing” manajemen PT Freeport Indonesia harus lebih transparan dan mengambil langkah
tanggung jawab yang sifatnya korekif.
3) Dalam upaya menyeimbangkan ekspektasi performa dari pemangku kepentingan yang
berbeda-beda, manajemen PT Freeport Indonesia harus bekerja sangat giat dalam mengelola
limbah produksinya.
4) Dalam upaya menyeimbangkan kesempatan dan perhatian, manajemen PT Freeport Indonesia
harus secara bersemangat memfokuskan perhatian dalam mematuhi Peraturan Pemerintah
No. 24 tahun 2012 bahwa perusahaan tambang asing harus melalukan divestasi minimal 51%.
5) Dalam upaya menyeimbangan motivasi tingkah laku manusia, manajemen PT Freeport
Indonesia harus menerima masukan dari Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), International
Rivers Network, MIGA Bank Dunia dan Overseas Private Investment Corporation
Pemerintah Amerika, meningkatkan tatakelola perusahaan sesuai nilai-nilai tatakelola
perusahaan OECD, menurunkan rasa egois untuk dapat menurunkan negative externalities
yang dikeluarkannya, dan terakhir, harus berkomitmen untuk menjadi pribadi yang lebih baik
lagi dan pemimpin perusahaan yang lebih baik.
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Laporan Laba Rugi Freeport McMoRan Copper & Gold, Inc.
Tabel 2: Pertumbuhan Keuangan Freeport McMoRan Copper & Gold, Inc. (data diolah)
1992 1995 1998 2000 2002
Revenue $
714,30
$
1.834,30
$
1.757.132,00
$
1.868.610,00 $ 1.910.462,00
Cost and
Expenses
$
437,90
$
1.240,10
$
1.179.185,00
$
1.376.317,00 $ 1.270.325,00
Net Income $
129,90
$
253,70
$
153.848,00
$
76.987,00 $ 164.654,00
Grow in Revenue 157% 95693% 6% 2%
Grow in Net
Income 95% 60542% -50% 114%
DAFTAR REFERENSI
Simons, Robert. Performance Measurement & Control Systems for Implementing Strategy: Text &
Cases, Prentice-Hall, 2000
http://asetindonesia.blogdetik.com/tag/freeport/http://www.antaranews.com/berita/380020/polisi-sudah-periksa-21-orang-terkait-kasus-pt-freeporthttp://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/07/23/17563876/Hatta.Puji.Renegosiasi.Kontrak.Karya.Freeporthttp://bisnis.news.viva.co.id/news/read/294485-aturan-divestasi-tambang-asing-tak-berlaku-suhttp://news.okezone.com/read/2013/02/27/337/768190/redirecthttp://prokum.esdm.go.id/pp/2012/PP%2024%202012.pdfhttp://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/11/10/28/ltrft3-polisi-penerima-imbalan-dari-freeport-tak-akan-ditindakhttp://www.reuters.com/article/2013/08/28/indonesia-freeport-pay-idUSL4N0GT1XF20130828http://www.tempo.co/read/news/2013/08/22/092506570/Freeport-Tak-Capai-Target--Produksihttp://www.tempo.co/read/news/2011/10/02/090359396/Freeport-Tolak-Kenaikan-Upah-25-Persenhttp://www.tempo.co/read/news/2011/07/04/090344625/Ribuan-Karyawan-PT-Freeport-Mogok-Kerjahttp://www.tempo.co/read/news/2011/04/11/063326623/Penembakan-dalam-Sepekan-Karyawan-Freeport-Diimbau-Tenanghttp://www.tempo.co/read/news/2013/06/27/058491646/OPM-Akui-Tembak-Anggota-TNI-di-Puncak-Jayahttp://www.voanews.com/content/workers-blame-freeport-for-fatal-incident-at-giant-papua-mine/1665981.html