pengaruh variasi milling time dan temperatur kalsinasi...

41
PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING I Dewa Gede Panca Suwirta 2710100004 Dosen Pembimbing Hariyati Purwaningsih, S.Si, M.Si

Upload: donguyet

Post on 07-Feb-2018

228 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan

TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME

DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO2 HASIL

PROSES MECHANICAL MILLING

I Dewa Gede Panca Suwirta

2710100004

Dosen Pembimbing

Hariyati Purwaningsih, S.Si, M.Si

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Populasi

Meningkat

Pencemaran

Lingkungan Keracunan gas

berbahaya

Sensor gas berbahaya

berbasis TiO2

TiO2

doped

5%wt Al

Mechanical

Milling

+

Sintering

Rumusan Masalah Bagaimana mekanisme doping 5 wt.% Al terhadap

pembentukan jenis pembawa muatan material

sensor TiO2?

Bagaimana pengaruh variasi milling time terhadap

sintesa pembentukan nanomaterial TiO2 doping 5wt

% Al?

Bagaimana pengaruh temperatur sintering terhadap

pada sintesa nanomaterial TiO2 doping 5wt % Al?

Batasan Masalah

Batasan

Masalah

Tujuan Penelitian

• Mengetahui mekanisme doping 5 wt.% Al terhadap

pembentukan jenis pembawa muatan material sensor

TiO2.

• Mengetahui pengaruh variasi milling time terhadap

sintesa pembentukan nanomaterial TiO2 doping 5wt %

Al.

• Mengetahui pengaruh temperatur sintering terhadap

pada sintesa nanomaterial TiO2 doping 5wt % Al

Manfaat Penelitian

• Memberikan data dan analisa awal sebagai dasar untuk

mengembangkan produk inovasi material TiO2 sebagai sensor gas

beracun dengan metode Mechanical Milling.

• Memberikan konstribusi nyata terhadap kesehatan dan keselamatan

masyarakat melalui penanggulangan dampak gas berbahaya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Sensor

adalah alat untuk mendeteksi/mengukur sesuatu, yang digunakan untuk

mengubah variasi mekanis, magnetis, panas, sinar dan kimia menjadi

tegangan dan arus listrik. Sensor dalam teknik pengukuran dan pengaturan

secara elektronik berfungsi mengubah besaran fisik (misalnya: temperatur,

gaya, kecepatan putaran) maupun besaran kimia (misalnya gas dan

ledakan) menjadi besaran listrik yang proposional.

Prinsip kerja sensor gas dapat diukur melalui perbedaan resistansi

(tahanan) antara sebelum dan sesudah dipapar dengan sampel gas (pada

umumnya menggunakan gas beracun), sehingga gas akan teradsorpsi atau

menempel pada permukaan sensor

Prinsip Chemisorpsi Reaksi yang terjadi dipermukaan TiO2 adalah reaksi oksidasi-reduksi

(redoks) Secara umum reaksi yang terjadi adalah:

Oksidasi: 1/2 O2 g + e- Oad-

Reduksi: CO + Oad- CO2

g +

proses adsorpsi oksigen (O2) terjadi, adanya adsorpsi oksigen tersebut

menyebabkan terjadinya ekstraksi elektron pada pita konduksi oleh O2

sehingga menjadi O2-. O2- atau Oad- adalah radikal bebas yang aktif

berikatan dengan gas disekitarnya, kemudian ketika gas CO masuk terjadi

proses adsorpsi dipermukaan TiO2 dimana terdapat O2- sehingga proses

yang terjadi adalah reaksi pembentukan CO2, terakhir CO2 terdesorpsi dari

permukaan TiO2 diikuti difusi elektron kembali ke permukaan TiO2. Adanya

perubahan konduktivitas atau nilai resistansi tersebut dikarenakan

perubahan atau perpindahan elektron-elektron valensi pada atom-atom

lapisan sensor akibat adanya reaksi dengan gas-gas reaktan(Hiskia.2006)

Semikonduktor

TiO2 tergolong logam oksida

transisi yang mana merupakan

semikonduktor. Dengan adanya

penambahan unsur dopan Al

akan menjadikannya tergolong

semikonduktor ekstrinsik tipe-p.

Cacat pada kristal

Cacat Stoikiometrik adalah cacat yang terjadi tanpa menyebabkan

perubahan komposisi kimiawi kristal (rasio kation-anion tetap).

Sebagai contoh dalam cacat ini adalah cacat Schottky (vakansi) dan

cacat Frenkel (interstisi).

Cacat non-stoikiometrik adalah cacat yang terbentuk karena

penambahan atau pengurangan(perubahan) pada komposisi kristal,

misalnya cacat akibat reaksi oksidasi atau reduksi.

Cacat Ekstrinsik adalah cacat yang terjadi karena kehadiran impuritas

(pengotor) dalam kristal induk, misalnya cacat akibat doping AL

pada TiO2.

Karakteristik TiO2

TiO2 memiliki tiga struktur yaitu rutile, anatase dan brukit. Secara

umum fasa anatase cenderung lebih dipilih untuk mereduksi

lingkungan sebagai sensor CO. Besar band gap yang dimiliki pun

menjadi berbeda, pada anatase besar celah energinya adalah 3,2

eV sedangkan rutile 3,1 eV

Tabel karakteristik TiO2

Karakteristik Aluminium Sensitivitas sensor TiO2dapat ditingkatkan dengan adanya penambahan

unsur dopan, misalnya penambahan unsur trivalen Al.(K Hatta.1996).

Dampak yang sangat penting dengan adanya penambahan dopan pada

TiO2 adalah untuk meningkatkan konduktivitas, menurunkan kecepatan

transformasi fasa dari anatase ke rutile,

Aluminium berwarna putih keperakan, mempunyai titik lebur 659,7 oC dan

titik didih 2.057 oC, serta berat jenisnya 2,699 gr.cm-3 (pada temperatur 20 oC). Termasuk dalam kelompok Boron dalam unsur kimia (Al-13) dengan

massa jenis 2,7 gr.cm-3.

Karena jari jari ionik antara Al dan Ti yang hampir sama(0.074 nm untuk

Ti4+ dan 0.0675 nm untuk Al3+), Al dapat menggantikan posisi kation

regular, dan membentuk larutan padat substitusional. dan menurunkan

pertumbuhan butir.

Mechanicall Milling

Mechanical Milling

Mechanical

Milling

Mechanical Milling dapat

meningkatkan

1. luas permukaan

2.formasi struktur

mikro/makro

3.penyusunan defect

pada permukaan dan di

dalam struktur kristal

material.

Penelitian sebelumnya

Young Jin Choi ,dkk pada tahun 2007, yang mana telah berhasil mensintesa nano

powder TiO2 doping Al untuk aplikasi gas sensor dengan metode citrate-nitrate auto

combustion. Variasi yang dilakukan adalah komposisi dopan (0, 5, 7.5 %wt Al) dan

temperatur kalsinasi (700, 800, 900 C). Adanya penambahan doping berupa Al

sebanyak 5%wt tidak memberikan dampak yang signifikan pada fasa anatasenya.

Dengan adanya peningkatan temperatur kalsinasi ,baik itu ukuran parikel dan ukuran

kristal juga mengalami peningkatan. Pada temperatur kalsinasi yang konstan, terjadi

peningkatan nilai ukuran partikel dan ukuran kristal untuk jumlah dopan 5%wt Al yang

kemudian disusul oleh penambahan 7.5%wt Al.

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

Diagram Alir Penelitian

Alat • Modification Horizontal Ball Mill

• Muffle Furnace

• Alat Kompaksi

Bahan

Serbuk TiO2 sebanyak 11.4 gram

Serbuk Aluminium sebanyak 11.4 gram

SEM/EDX

Memanfaatkan hamburan

balik elektron (BSE dan SE)

untuk menampilkan gambar

sampel dengan perbesaran 3-

150000 kali

Analisis topografi

permukaan, bentuk, ukuran

partikel dan komposisi unsur

setelah proses milling dan

sintering

XRD

Pembiasan sinar X oleh bidang kristal sampel yang

kemudian ditangkap detektor. Kemudian

diterjemahkan sebagai sebuah puncak difraksi.

Makin banyak bidang kristal yang terdapat dalam

sampel, makin kuat intensitas pembiasan yang

dihasilkannya. Tiap puncak yang muncul pada pola

XRD mewakili satu bidang kristal yang memiliki

orientasi tertentu dalam sumbu tiga dimensi.

Analisis transormasi fasa,

ukuran dan struktur kristal

setelah proses milling dan

sintering

BET Analysis

BET bertujuan untuk menjelaskan

adsorpsi fisik molekul gas pada

permukaan yang solid, serta

mengetahui besar luas

permukaan aktif pada suatu

sampel (m2/g).

Analisa luas permukaan dari volume

gas yang terserap ke permukaan.

BAB IV

HASIL dan PEMBAHASAN

XRD (milling)

Dengan milling time 50 jam

mampu mereduksi fasa TiO2

Rutile yang awalnya sudah

terlihat dari raw material.

Proses Milling berpengaruh

pada pergeseran sudut difraksi,

penurunan intensitas dan

pelebaran FWHM puncak

tertinggi Anatase

a) Waktu milling 0 jam

b) Waktu milling 30 jam

c) Waktu milling 50 jam

XRD(milling)

Single Peak Analysis dan Profile Fitting.

Perubahan posisi sudut difraksi (2-theta) dan nilai d-spacing dapat

dijadikan indikasi masuknya Al pada struktur kristal TiO2 anatase

secara subtitusi. (Y.J. Choi tahun 2007 dan Tokmakci tahun 2013)

XRD(sintering)

MILLING 0 JAM

MILLING 30 JAM

MILLING 50 JAM

a) Waktu sintering 700

b) Waktu sintering 800

c) Waktu sintering 900

Terjadi transformasi Al menjadi Al2O3

XRD(sintering)

Terjadi perubahan Sudut difraksi dan

besar d-spacing dengan adanya

perubahan temperatur sebagai

indikasi bahwa sintering berpengaruh

ke adanya difusi Al ke dalam kristal

TiO2.

Ukuran kristal yang meningkat

dengan adanya peningkatan

temperatur (y.j Choi).

Nilai FWHM yang mengecil yang

menandakan makin sempurnanya

kristal yang terbentuk.

SEM(milling)

a. b.

c.

Morfologi serbuk TiO2 dengan penambahan 5wt% Al

perbesaran 2000 X, a) Dengan milling 0 jam; b)

Mechanical Milling selama 30 jam; c) Mechanical Milling

selama 50 jam

Ukuran serbuk TiO2 ± 75µm dan

ukuran serbuk aluminium berkisar

± 70µm milling 0jam

Reduksi dengan milling 30 jam,

ukuran serbuk TiO2 yang

masing-masingnya rata-rata

berukuran ± 47 µm untuk

serbuk aluminium dan ± 40 µm

untuk serbuk TiO2

Dengan milling selama 50 jam,

serbuk TiO2 tereduksi sehingga

ukurannya menjadi ± 25µm, lain

halnya dengan serbuk aluminum

yang malah bertambah besar

ukurannya menjadi ± 51 µm

SEM(sintering) a. b.

c.

Morfologi pelet TiO2 dengan waktu

milling 0 jam dengan perbesaran

gambar 15.000X yang diSintering

pada a). 7000C; b) 8000C dan c)

9000C

SEM(sintering)

Morfologi pelet TiO2 dengan waktu

milling 30 jam dengan perbesaran

gambar 15.000X yang diSintering

pada a). 7000C; b) 8000C dan c)

9000C

a. b.

c.

SEM(sintering)

a. b.

c.

Morfologi pelet TiO2 dengan waktu

milling 50 jam dengan perbesaran

gambar 15.000X yang diSintering

pada a). 7000C; b) 8000C dan c)

9000C

TGA

Pada kisaran temperature 250C-1310C untuk sampel

dengan milling 0 jam terjadi pengurangan berat sebesar

0.09908%dari masa total sampel. Pada kisaran 1310C

-8000C terjadi kenaikan masa sebesar 0. 71978 % dari

masa total sampel.

Untuk sampel dengan waktu milling 30 jam terjadi

pengurangan berat sampel sebesar 0.18645% dari

masa total pada 25 oC -139 oC. Sedangkan pada

kisaran temperature 139 oC -800 oC terjadi

penambahan masa sebesar 0.5699% dari masa awal

sampel.

Sedangkan untuk sampel dengan waktu milling 50 jam

terjadi pengurangan masa sampel sebesar 0.24677 %

dari masa awal sampel pada range 25 oC -163 oC.

Pada kisaran temperature 163 oC -800 oC terdapat

peningkatan masa sampel sebesar 0.2286 % dari masa

awal.

Perbandingan Grafik TGA sampel

dengan temperature sintering

7000C dengan variasi milling time

a)0 jam ;b) 30 jam; c) 50 jam

TGA

Perbandingan Grafik TGA sampel

dengan milling time 50 jam dengan

variasi temperature sintering

a)7000C ;b) 8000C; c) 9000C

temperature sintering 700 mengakibatkan penurunan

masa sampel sebesar 0.24677 % dari masa awal

sampel pada range 25 oC -163 oC. Pada kisaran

temperature 163 oC -800 oC terdapat peningkatan masa

sampel sebesar 0.2286 % dari masa awal sampel.

Untuk sampel yang mendapat temperature sintering

800 oC terlihat adanya pengurangan masa sampel pada

kisaran temperature 25 oC -222 oC sebesar 0.285% dari

masa awal sampel. Dan mulainya adanya penambahan

masa sampel pada kisaran 222 oC -800 oC yang

sebesar 0.0553% dari masa sampel awal.

Pada sampel sintering 900 terjadi penurunan masa

sampel sebesar 0.1803% dari masa awal sampel pada

kisaran temperature 25 oC -175 oC . Sedangkan mulai

adanya penambahan masa untuk temperature

setelahnya hingga penambahan masanya berubah

sebesar 0.2124% dari masa awal sampel hingga

temperature 800 oC.

BET Sampel

Temperatur Sintering

BET Surface Area (m2/g)

Milling time 0 jam

Milling time 30 jam Milling time 50 jam

7000C 6.000

7.555 8.276

Temperature

Sampel Milling Time

BET Surface Area

(m2/g)

7000C

8000C 9000C

50 jam 8.276

6.386 7.861

Kesimpulan

• Proses mechanical milling hingga 50 jam mampu menyebabkan reduksi

ukuran partikel dari ukuran awalnya untuk TiO2 sebesar 75 µm menjadi 25

µm dan untuk serbuk Al dari 70 µm menjadi 51 µm.

• Proses Mechanical milling telah mampu menyebabkan Al masuk ke dalam

kristal TiO2 Anatase, tetapi tidak semua ion Al3+ bisa mensubtitusi posisi

kation Ti4+ karena masih ditemukannya fasa Al yang masih berdiri sendiri

setelah proses milling maupun setelah sintering.

• Peningkatan temperature sintering menyebabkan difusi Al ke sistem kristal

TiO2 pada sampel dengan waktu milling 50 jam.

• Luas permukaan aktif terbesar bisa diperoleh dengan proses milling

selama 50 jam dan sintering pada temperature 7000C.

• Proses Sintering hingga 9000C menyebabkan perubahan TiO2 Anatase

menjadi TiO2 Rutile dan juga menyebabkan transformasi unsur Al yang

belum terdifusi ke kristal TiO2 menjadi Al2O3.

Saran

• Disarankan untuk menggunakan ball mill yang memiliki

energy milling yang lebih tinggi seperti Planetary Ball Mill

dan High Energy Miling. Hal ini dikarenakan ukuran

serbuk yang dihasilkan tidak tereduksi secara signifikan

dan persentase berat doping Al tidak sepenuhnya masuk

ke system kristal TiO2.

TERIMAKASIH