pengaruh pemberian merkuri klorida thp hati ikan mas
TRANSCRIPT
PENGARUH PEMBERIAN MERKURI KLORIDA
TERHADAP STRUKTUR MIKROANATOMI HATI
IKAN MAS
SKRIPSI
Diajukan dalam Rangka Menyelesaikan Studi Strata 1
Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Biologi
Disusun Oleh
Nama : Maulida Destiany
NIM : 4450402032
Program Studi : Biologi S1
Jurusan : Biologi
Fakultas : MIPA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2007
ii
ABSTRAK
Masalah pencemaran air mendapat perhatian yang besar dari pemerintah. Sejalan dengan meningkatnya industrialisasi, konsentrasi unsur logam berat di dalam perairan juga meningkat salah satunya adalah merkuri. Ikan mas mempunyai penyebaran yang cukup luas sehingga cukup peka terhadap pencemaran logam berat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian logam berat merkuri terhadap struktur mikroanatomi hati ikan mas.
Populasi dalam penelitian ini adalah ikan mas (Cyprinus carpio L.), sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah ikan mas sehat dengan panjang tubuh 10-13 cm, berumur sekitar 2 bulan dengan jumlah 90 ekor. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi HgCl2 yang dikelompokkan menjadi tiga, yaitu kelompok A (0 ppm); kelompok B (0,02 ppm); dan kelompok C (0,08 ppm). Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah struktur mikroanatomi hati ikan mas. Variabel rambang dalam penelitian ini yaitu kualitas air di tempat uji dan variabel kendali melilputi umur ikan dan panjang tubuh ikan. Gambaran mikroanatomi hati ikan diperoleh dengan pembuatan preparat, dengan metode parafin dan pewarnaan Hematoxylin eosin. Ikan mas didedahkan pada air uji yang telah dicampur HgCl2 yang sudah ditentukan konsentrasinya pada kelompok A, B dan C. Setiap perlakuan digunakan 30 ekor ikan dengan lama perlakuan 6 minggu dan setiap 2 minggu diambil 5 ekor untuk diambil organ hatinya.
Hasil penelitian meunjukkan efek toksik merkuri klorida terhadap ikan mas, yaitu dengan adanya kerusakan pada sel hati berupa pembengkakan sel dan kongesti, walaupun hanya pada konsentrasi 0,02 ppm.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diambil simpulan, merkuri klorida berpengaruh terhadap struktur mikroanatomi hati ikan mas yaitu dapat menyebabkan kerusakan berupa pembengkakn sel dan kongesti pada tingkat ringan sampai sedang.
Kata kunci : Merkuri klorida (HgCl2), struktur mikroanatomi hati ikan mas
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi dengan judul : Pengaruh Pemberian Merkuri Klorida Terhadap Struktur
Mikroanatomi Hati Ikan Mas.
Telah dipertahankan dihadapan sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang pada :
Hari : Kamis
Tanggal : 29 Maret 2007
Panitia Ujian
Ketua Sekretaris
Drs. Kasmadi IS., M.S Ir. Tuti Widianti, M.Biomed NIP. 130 781 011 NIP. 130 781 009
Penguji I
Ir. Nur Rahayu Utami, M.Si NIP. 131 764 022
Pembimbing I Penguji II
Dra. Nur Kusuma Dewi, M.Si Dra. Nur Kusuma Dewi, M.Si NIP. 131 413 201 NIP. 131 413 201 Pembimbing II Penguji III
Drs. Supriyanto, M.Si Drs. Supriyanto, M.Si NIP. 130 781 015 NIP. 130 781 015
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO:
1. “Sesunguhnya kesulitan yang kita hadapi, tidak akan melebihii
kemampuan yang kita miliki”.
2. “Bukan keadaan, nasib atau orang lain melainkan kita sendirilah yang
memegang kendali atas hidup kita”.
3. “Kemajuan adalah ibarat gelombang, kita harus tetap bergerak agar
tidak tenggelam”.
PERSEMBAHAN Kupersembahkan Karya ini untuk:
1. Bapak dan Ibu tersayang yang
senantiasa mendampingiku dengan
kasih sayang,dorongan dan doanya.
2. Saudaraku Mbak Ika, Dik Fina, Dik Tata
yang selalu aku sayang.
3. Mas Wahyu yang menyemangatiku dan
selalu menemani perjuanganku
4. Titik ( thanks for all ) dan Teman-
temanku Bio 2002
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, dengan mengucapkan segala puji syukur kehadirat
ALLAH SWT, yang telah melimpahkan rahmat serta hidayahnya sehingga penulis
akhirnya dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul
“Pengaruh Pemberian Merkuri Klorida terhadap Struktur Mikroanatomi Hati Ikan
Mas”sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi serta memperoleh gelar
Sarjana Strata S1 di Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Negeri Semarang.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari hambatan dan kesulitan, namun
atas dorongan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini, maka perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada:
1. Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan
penulis untuk menyelesaikan studi di Biologi FMIPA UNNES.
2. Dekan FMIPA Universitas Negeri Semarang beserta staf yang telah memberi
kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Ketua Jurusan Biologi UNNES yang telah memberikan petunjuk dan
kemudahan sehingga skripsi ini dapat tersusun.
4. Dra. Nur Kusuma Dewi, M.Si Dosen pembimbing I yang telah banyak
memberikan bimbingan, arahan, motivasi dan petunjuk dalam menyelesaikan
skripsi ini.
vi
5. Drs. Supiyanto, M.Si Dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan
bimbingan, arahan, motivasi dan petunjuk dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Ir. Nur Rahayu Utami, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan
bimbingan dan petunjuk dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Dra. Sri Ngabekti, M.Si selaku dosen yang telah memberikan penelitian
payung, petunjuk, motivasi serta masukan sehingga skripsi ini dapat tersusun.
8. Kepala Laboratorium Biologi UNNES beserta staf yang telah membantu
selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.
9. Bapak, ibu dan keluargaku yang telah memberikan do’a, dukungan dan
dorongan.
10. Mas Wahyu yang senantiasa memotivasi dan menemani perjuanganku dalam
penyusunan skripsi ini.
11. Teman-teman angkatan 2002 dan semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan skripsi ini.
Akhirnya penulis menyadari banyak kekurangan yang ada dalam
penyusunan skripsi ini. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun.
Semarang , Maret 2007
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
ABSTRAK .................................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN....................................................................... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................ iv
KATA PENGANTAR .................................................................................. v
DAFTAR ISI................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL......................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................... 1
B. Permasalahan ........................................................................... 5
C. Penegasan Istilah...................................................................... 5
D. Tujuan Penelitian ..................................................................... 6
E. Manfaat Penelitian ................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Pustaka ...................................................................... 7
B. Hipotesis................................................................................... 22
viii
BAB III METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................... 23
B. Populasi dan Sampel Penelitian ............................................... 23
C. Variabel Penelitian ................................................................... 23
D. Alat dan Bahan Penelitian........................................................ 24
E. Rancangan Penelitian ............................................................... 25
F. Prosedur Penelitian .................................................................. 26
G. Metode Pengambilan Data ....................................................... 29
H. Metode Analisa Data................................................................ 29
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian dan Pembahasan .................................................. 30
BAB V PENUTUP
A. Simpulan .................................................................................. 42
B. Saran......................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 43
LAMPIRAN.................................................................................................. 46
ix
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Matrik Penelitian ....................................................................................... 26
2. Hasil Pengamatan Struktur Mikroanatomi Hati ikan mas.......................... 30
3. Hasil Pengukuran Faktor Abiotik selama Penelitian ................................. 38
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Diagram pola bioakumulasi bahan Xenobiotik
dalam suatu makhluk hidup perairan ........................................................ 11
2. Struktur mikroanatomi hati ikan mas normal ............................................ 16
3. Gambaran mikroanatomi hati kelompok A perbesaran 400X ................... 31
4. Gambaran mikroanatomi hati kelompok B (minggu ke-2) ....................... 31
5. Gambaran mikroanatomi hati kelompok B (minggu ke-4) ....................... 32
6. Gambaran mikroanatomi hati kelompok B (minggu ke-6) ....................... 32
7. Gambaran mikroanatomi hati kelompok C (minggu ke-2) ....................... 33
8. Tempat penelitian untuk uji toksisitas ...................................................... 48
9. Tempat penelitian untuk uji pengaruh ....................................................... 48
10. Kit Ekologi ................................................................................................ 49
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Surat penetapan pembimbing................................................................. 47
2. Dokumentasi pelaksanaan penelitian ...................................................... 48
3. Cara pembuatan preparat irisan hati ikan ............................................... 50
4. Cara pengukuran kadar oksigen terlarut ................................................. 52
5. Cara pengukuran kadar CO2 terlarut ....................................................... 53
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah pencemaran lingkungan terutama masalah pencemaran air
mendapat perhatian yang besar dari pemerintah, karena air merupakan salah satu
unsur penting bagi makhluk hidup dan kehidupan. Sejalan dengan meningkatnya
industrialisasi, konsentrasi unsur logam berat di dalam perairan juga meningkat,
sehingga memungkinkan tercapainya tingkat konsentrasi toksik bagi kehidupan
akuatik.
Salah satu logam berat yang terus meningkat konsentrasinya adalah
merkuri. Kandungan merkuri di badan air Kali Surabaya, telah mencapai seratus
kali lipat dari Baku mutu yang ditetapkan Pemerintah yaitu 0,001 mg/l. Kajian
ECOTON mendeteksi adanya peningkatan kandungan merkuri pada tahun 2001
sebesar 0,0011 – 0,0049 mg/l, meningkat pada tahun 2002 menjadi 0,004 – 0,089
mg/l (Anonim, 2004c). Pencemaran merkuri juga terjadi di perairan umum
Cakung Dalam, Jakarta Utara. Tahun 2003 kadar merkuri meningkat dari
0,0012 ppm menjadi 0,0079 ppm dan telah melebihi Baku mutu Hg air Golongan
C sehingga kurang layak dimanfaatkan untuk perikanan (Anonim, 2003).
Dalam keseharian, pemakaian merkuri telah berkembang sangat luas.
Merkuri digunakan dalam bermacam-macam perindustrian, untuk peralatan-
peralatan elektris digunakan untuk alat-alat ukur dalam dunia pertanian dan
2
keperluan yang lainnya. Demikian luasnya pemakaian merkuri mengakibatkan
semakin mudah pula organisme mengalami keracunan merkuri.
Merkuri telah dikenal sejak zaman Mesir kuno dan Romawi pada awalnya
digunakan sebagai bahan pemisah emas dari batuan lain dalam proses pengolahan
tambang. Merkuri telah digunakan untuk menambang emas selama berabad-abad
karena racun tersebut harganya murah, mudah digunakan, dan relatif efisien.
Namun dampak yang ditimbulkannya juga dapat dirasakan sampai berabad-abad
kemudian. Merkuri merupakan suatu toksin yang bersifat kuat dapat merusak bayi
dalam kandungan, sistem saraf pusat manusia, organ-organ reproduksi dan sistem
kekebalan tubuh. Insiden besar yang diakibatkan oleh pencemaran mercuri terjadi
di teluk minimata, jepang . Diperkirakan 1.800 orang meninggal dunia karena
memakan hasil laut dari perairan lokal yang tercemar merkuri (Arie, 2006).
Ancaman kematian akibat bahan beracun itu semakin luas karena penggunaannya
yang kini beragam. Merkuri juga digunakan untuk thermometer, bahan penambal
gigi, juga baterai (Yun, 2004).
Pada industri manufaktur Vinilkhlorida di Jepang, merkuri digunakan
sebagai katalis. Pemakaian merkuri pada industri tersebut telah mengakibatkan
terjadinya pencemaran merkuri pada bidang perairan Teluk Minamata. Pada tahun
1960, untuk pertama kalinya dunia dihebohkan oleh suatu jenis penyakit
kerapuhan pada tulang. Melalui pengujian-pengujian yang dilakukan, diketahui
bahwa penyakit tersebut berawal dari keracunan logam berat merkuri yang masuk
melalui ikan-ikan yang ditangkap di Perairan Teluk Minamata untuk dikonsumsi
(Palar, 1994).
3
Gejala pencemaran merkuri juga mengintai Surabaya. Meurut Amsyari
(2004), penelitian yang dilakukan tahun 2003 yang lalu menunjukkan kadar
merkuri, arsen, cadmium, timbal dan tembaga di perairan sudah di atas ambang
batas. Bahkan kandungan bahan kimia berbahaya ini juga terdapat pada ASI,
rambut dan darah di tubuh masyarakat yang tinggal di pesisir. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa perairan di muara sungai Surabaya, tepatnya di
Kenjeran telah tercemar. Kondisi ini juga berimbas pada kehidupan nelayan yang
hasil tangkapan ikan di perairan Kenjeran terus menurun.
Terdapatnya mekuri di perairan dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu
pertama oleh kegiatan perindustrian seperti pabrik cat, kertas, peralatan listrik,
klorin dan soda kaustik. Penyebab yang kedua oleh alam yaitu melalui proses
pelapukan dan peletusan gunung berapi. Pencemaran merkuri yang disebabkan
kegiatan alam pengaruhnya terhadap biologi maupun ekologi tidak menimbulkan
efek-efek yang merugikan, karena masih dapat ditolelir oleh alam itu sendiri
(Budiono, 2003).
Merkuri masuk ke dalam jaringan tubuh makhluk hidup melalui beberapa
jalan, yaitu saluran pernapasan, pencernaan dan penetrasi melalui kulit. Merkuri
yang masuk dalam tubuh organisme air tidak dapat dicerna, dan merkuri dapat
larut dalam lemak. Logam yang larut dalam lemak mampu untuk melakukan
penetrasi pada membran sel, sehingga akhirnya ion-ion logam merkuri akan
menumpuk (terakumulasi) di dalam sel dan organ-organ lain. Akumulasi tertinggi
biasanya dalam organ detoksikasi (hati) dan organ ekskresi (ginjal) (Palar, 1994).
4
Rand (1980) dalam Muhammad (2002), mengatakan bahwa salah satu
jenis hewan yang direkomendasikan oleh EPA (Environmental Protection
Agency) sebagai hewan uji adalah Cyprinus carpio L., karena ikan tersebut
memenuhi persyaratan yaitu penyebarannya cukup luas, mempunyai nilai
ekonomi yang menonjol, mudah dipelihara di laboratorium. Ikan pada umumnya
mempunyai kemampuan menghindarkan diri dari pengaruh pencemaran air.
Namun demikian, pada ikan yang hidup dalam habitat yang terbatas (seperti
sungai, danau, dan teluk), ikan sulit melarikan diri dari pengaruh pencemaran
tersebut. Akibatnya, unsur-unsur pencemaran logam berat masuk ke dalam tubuh
ikan.
Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh yang terletak pada bagian sirip
dalam rongga peritoneal dan melingkupi viscera. Bentuk hati seperti huruf U dan
berwarna merah kecoklatan (Anonim, 2004a). Hati merupakan organ yang sangat
rentan terhadap pengaruh zat kimia dan menjadi organ sasaran utama dari efek
racun zat kimia (toksikan).
Hal ini disebabkan sebagian besar toksikan yang masuk ke dalam tubuh
setelah diserap sel epitel usus halus akan dibawa ke hati oleh vena porta hati.
Karena itulah organ hati sangat rentan terhadap pengaruh berbagai zat kimia dan
merupakan organ tubuh yang sering mengalami kerusakan (Lu, 1995). Oleh sebab
itu, penelitian mengenai kerusakan organ kritis khususnya hati ikan mas akibat Hg
(merkuri) sangat penting untuk mengetahui sejauh mana kerusakan yang
ditimbulkannya sebagai upaya mengkaji berbahayanya logam berat, dalam hal ini
merkuri klorida terhadap kehidupan organisme perairan.
5
B. Permasalahan
Sesuai latar belakang tersebut di atas, maka masalah yang timbul dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Bagaimana pengaruh pemberian merkuri klorida terhadap struktur mikroanatomi
hati ikan mas (Cyprinus carpio L.) ?
C. Penegasan Istilah
Untuk memperjelas masalah dan membatasi cakupannya maka penulis
mengemukakan batasan-batasan istilah sebagai berikut:
1. Merkuri
Merkuri merupakan salah satu jenis logam berat yang bersifat toksik yang
mempunyai nama kimia hydragyrum dan tersebar luas di alam, mulai dari
batuan, air, udara dan bahkan dalam tubuh organisme hidup (Palar, 1994).
Dalam penelitian ini merkuri yang digunakan adalah merkuri klorida.
2. Struktur mikroanatomi
Struktur mikroanatomi hati ikan mas diperoleh dengan cara pemrosesan
jaringan dengan metode paraffin dengan pewarnaan Hematoxylin-Eosin (HE).
Dalam penelitian ini, parameter yang diamati pada perubahan vena sentral dan
sel yang berada di sekitar vena sentral.
6
D. Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah:
Mengetahui pengaruh pemberian merkuri klorida terhadap struktur mikroanatomi
hati ikan mas (Cyprinus carpio L.).
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat
umum dan ilmu pengetahuan, yaitu:
1. Mengetahui tingkat kerusakan struktur mikroanatomi hati ikan mas akibat
pemberian merkuri klorida.
2. Menambah informasi mengenai dampak negatif paparan merkuri klorida pada
hati ikan mas secara lebih spesifik di laboratorium.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Pustaka
1. Logam Berat Merkuri
Logam merkuri atau air raksa mempunyai nama kimia hydragyrum yang
berarti perak cair (Palar, 1994). Merkuri dan senyawa-senyawanya tersebar luas di
alam, mulai dari batuan, air, udara dan bahkan dalam tubuh organisme hidup di
alam, merkuri biasanya dijumpai dalam bentuk logam merkurium dan ion-ion
merkuri. Menurut Palar (1994), secara umum logam merkuri mempunyai sifat-
sifat sebagai berikut:
a. Berwujud cair pada suhu kamar (25oC) dengan titik beku paling rendah
sekitar –39oC, sehingga mudah menyebar di permukaan air dan sulit
dikumpulkan.
b. Masih berwujud cair pada suhu 396oC, pada temperatur 396oC ini telah terjadi
pemuaian secara menyeluruh.
c. Merupakan logam yang paling mudah menguap jika dibandingkan dengan
logam yang lain.
d. Tahanan listrik yang dimiliki sangat rendah, sehingga menempatkan merkuri
sebagai logam yang sangat baik untuk menghantarkan daya listrik.
e. Dapat melarutkan bermacam-macam logam untuk membentuk alloy yang
disebut dengan amalgam.
f. Merupakan unsur yang sangat beracun bagi semua makhluk hidup, baik itu
dalam bentuk unsur tunggal (logam) ataupun dalam bentuk persenyawaan.
8
Duffus (1980), menjelaskan bentuk dan penggunaan merkuri. Merkuri
berada dalam bentuk senyawa, satu diantaranya yang paling utama adalah sinabar
(HgS) yang sudah ditambang sejak 700 SM. Pada saat ini digunakan dalam
industri dalam tiga bentuk: senyawa logam, senyawa organik, dan senyawa
anorganik. Penggunaan paling besar adalah dalam produksi alat elektronik.
Penggunaan kedua terbesar adalah dalam industri kloro-alkali, yang memproduksi
klorine dan soda kaustik dengan menggunakan merkuri sebagai katoda dalam sel
elektrolisis. Pengunaan terbesar ketiga di dunia adalah dalam fungisida termasuk
pelindung benih (seed dressing), meskipun perlu dicatat bahwa di beberapa negara
penggunaannya telah dilarang.
Merkuri di alam terdapat dalam berbagai bentuk sebagai berikut:
a. Merkuri anorganik, termasuk logam merkuri (Hg2+) dan garam-garamnya
seperti merkuri klorida (HgCl2) dan merkuri okside (HgO).
b. Komponen merkuri organik/organomerkuri, terdiri dari aril merkuri, alkil
merkuri dan alkoksialkil merkuri.
Merkuri klorida (HgCl2) termasuk dalam senyawa merkuri anorganik dan
ada dalam bentuk garam Hg yang penggunaannya semakin meluas antara lain
digunakan dalam industri elektronik, pembuatan plastik, fungisida, germisida
bahkan pernah digunakan sebagai obat cacing. Merkuri klorida dalam sedimen di
dasar laut dan sungai akan diubah oleh mikroorganisme menjadi senyawa organik
metil merkuri (R – O – Hg), yang tetap akan larut di dalam air. Di perairan, metil
merkuri masuk ke tubuh ikan kemudian terakumulasi pada pemangsa alaminya
hingga meracuni manusia (Anonim, 2004 b).
9
Baik garam-garam Hg maupun senyawa-senyawa Hg organik bersifat
toksik, tetapi senyawa-senyawa Hg organik bahkan memiliki daya racun yang
lebih tinggi dari Hg anorganik (Nurhasan, 1982). Merkuri anorganik dapat
berubah menjadi merkuri organik yaitu metil merkuri (CH3-Hg) oleh aktifitas
mikroorganisme. Metil merkuri mempunyai sifat racun, daya ikat yang kuat dan
kelarutan yang tinggi terutama dalam tubuh hewan air. Hal tersebut
mengakibatkan merkuri terakumulasi melalui proses bioakumulasi dan
biomagnifikasi dalam jaringan tubuh hewan-hewan air, sehingga kadar merkuri
dapat mencapai level yang berbahaya baik bagi kehidupan hewan air maupun
kesehatan manusia yang mengkonsumsi (Sanusi, 1980 dalam Budiono, 2003).
2. Toksisitas Merkuri Terhadap Organisme
Toksisitas adalah kemampuan suatu molekul atau senyawa kimia dalam
menimbulkan kerusakan pada bagian yang peka di dalam maupun di bagian luar
tubuh makhluk hidup (Durham, 1975 dalam Tandjung, 1995). Tolok ukur
pengujian efek bahan pencemar yang saat ini dianggap paling tepat adalah derajat
toksisitas dengan metode Bioassay. Menurut Connel (1995), respon makhluk
hidup yang diuji dapat dimasukkan dalam kategori-kategori sebagai berikut:
a. Pengaruh akut, yaitu respon makhluk hidup terhadap suatu keadaan yang
cukup parah sehingga menyebabkan suatu respon cepat biasanya dalam waktu
96 jam.
b. Pengaruh subakut, yang merupakan respon makhluk hidup terhadap suatu
kondisi yang kurang parah dibandingkan dengan yang ada pada nomor (1) dan
biasanya terjadi setelah waktu yang lebih lama.
10
c. Pengaruh kronis, yang merupakan respon makhluk hidup terhadap suatu
kondisi berkesinambungan yang terjaga tetap, paling tidak 10% dari waktu
hidup makluk hidup.
Merkuri masuk ke dalam tubuh organisme hidup terutama melalui
makanan yang dimakannya, karena hampir 90% logam berat (merkuri) masuk ke
dalam tubuh melalui jalur makanan. Logam merkuri masuk pada jalur tersebut
melalui dua cara, yaitu lewat air (minuman) dan tanaman (bahan makanan).
Sisanya akan masuk secara difusi atau perembesan lewat jaringan dan melalui
pernafasan (insang) (Palar, 1994). Merkuri anorgank di perairan akan mengalami
metilasi oleh bakteri anaerob sebagai methyl merkuri dan membebaskannya ke
perairan. FAO (1971) dalam Budiono (2003) mengemukakan, bahwa merkuri
yang dapat diakumulasi oleh ikan atau shellfish adalah berbentuk methyl merkuri.
Methyl merkuri yang terbentuk, bersifat tidak stabil sehingga mudah dilepaskan
ke dalam perairan yang kemudian masuk ke hewan maupun tumbuhan air dan
mengalami akumulasi.
Ochiai dalam Connel dan Miller (1995), telah membagi mekanisme
toksisitas ion-ion logam secara umum ke dalam tiga kategori yaitu:
a. Menahan gugus fungsi biologi yang esensial dalam biomolekul (misalnya
protein dan enzim).
b. Menggantikan ion logam esensial dalam biomolekul.
c. Mengubah konformasi biomolekul.
11
Proses akumulasi bahan kimia dalam suatu makhluk hidup perairan
digambarkan dalam Gambar 1.
Gambar 1. Diagramatik pola-pola bioakumulasi suatu bahan kimia Xenobiotik dalam suatu makhluk hidup perairan (Connel, 1995).
Makanan yang telah terkontaminasi merkuri akan dikonsumsi makhluk
perairan termasuk ikan dan akan masuk dalam alur pencernaan. Dari alur
pencernaan (gastrointestinal) melalui dinding-dindingnya akan menuju ke cairan
sirkulatori. Bahan-bahan kimia setelah dari cairan sirkulatori ada yang di
metabolisme dan ada yang bertemu dengan kebanyakan jaringan badan dan
selanjutnya ditimbun dalam jaringan lemak.
Bahan-bahan kimia (senyawa merkuri) dalam cairan sirkulatori akan
teroksidasi menjadi Hg2+ dan akan terakumulasi dalam hati. Di hati akan
dimetabolisme, merkuri dalam hati akan diinaktifkan oleh enzim-enzim di dalam
hati sehingga terjadi biotransformasi zat-zat berbahaya menjadi zat-zat yang tidak
berbahaya yang kemudian diekskresikan oleh ginjal dan mengalami pertukaran.
Senyawa-senyawa kimia yang disimpan dalam lipid tubuh mengalami sedikit
Pertukaran
Makhluk perairan
Makanan
Konsumsi Alur
pencernaan
Cairan sirkulatori
Insang atau pengambilan O2
melalui permukaan
Pengeluaran
Kesetimbangan dengan air
Metabolisme
Penimbunan dalam lipid
12
degradasi, tapi dapat dimobilisasi ulang kedalam cairan sirkulatori. Seluruh biota
perairan memperoleh pasokan oksigen lewat insang dengan difusi melalui
membran bagian luarnya. Permukaan ini permeabel terhadap moolekul-molekul
oksigen, yang membuatnya permeabel terhadap senyawa kimia. Pengambilan
oksigen kedalam jaringan-jaringan tubuh melalui permukaan terjadi pada makhluk
hidup kecil, seperti jasad renik, namun pada makhluk hidup yang lebih besar
termasuk ikan, bahan-bahan kimia mendifusi ke dalam cairan sirkulatori.
Senyawa-senyawa kimia selain masuk melalui saluran pencernaan, juga
bisa masuk melalui saluran pernafasan (insang). Senyawa kimia tersebut akan
masuk melalui insang yang langsung bersentuhan dengan lingkungan air. Setelah
melewati insang, bahan-bahan kimia termasuk merkuri akan ikut ke dalam sistem
pernafasan sampai akhirnya akan menembus sel epitel endothelial kapiler darah
untuk masuk ke dalam darah. Selanjutnya akan terikut ke dalam aliran darah dan
akhirnya ikut dalam proses metabolisme (Connel, 1995).
3. Efek Merkuri Terhadap Ikan
Duffus (1980), mengatakan bahwa sebagian mikroorganisme tidak
terpengaruh oleh merkuri dan hasil sampingannya. Bakteri nitrogen dalam tanah
membutuhkan level 100 ppm untuk membuatnya terinfeksi. Hewan cenderung
mengumpulkan merkuri dalam makanannya. Ikan dapat mengakumulasikan
konsentrasi merkuri 3000 kali lebih tinggi dari pada dalam air tempat mereka
hidup. Beberapa pengaruh toksisitas logam pada ikan yang telah terpapar logam
berat yaitu pada insang, alat pencernaan dan ginjal (Dinata, 2004).
13
Jumlah merkuri yang terakumulasi pada tubuh ikan tergantung dari
ukuran, umur dan kondisi ikan. Distribusi dan akumulasi logam tersebut sangat
berbeda-beda untuk organisme air. Hal ini tergantung pada spesies, konsentrasi
logam dalam air, pH, fase pertumbuhan dan kemampuan untuk pindah tempat
(Darmono, 1995). Sanusi (1980) dalam Darmono (2003), mengemukakan bahwa
terjadinya proses akumulasi merkuri di dalam tubuh hewan air terjadi karena
kecepatan pengambilan merkuri (uptake rate) oleh organisme air lebih cepat
dibandingkan dengan proses ekskresi.
Merkuri merupakan logam yang terlibat dalam proses enzimatik, terikat
dengan protein (ligan binding). Ikatan merkuri dengan protein jaringan
membentuk senyawa metallotionein. Metallotionein merupakan protein aditif
yang berperan dalam proses homeostatis organisme dalam mentolelir logam berat.
Senyawa-senyawa kimia yang telah berikatan dengan protein dan membentuk
metallotionein tersebut akan dibawa oleh darah (Darmono, 1995). Senyawa
merkuri yang masuk bersama makanan, akan masuk ke dalam alur pencernaan,
setelah mengalami absorbsi di usus, senyawa merkuri akan dibawa ke hati oleh
vena porta hepatik. Selanjutnya di dalam hati senyawa merkuri mengalami
metilasi lambat menjadi Hg2+, dan kemudian akan masuk ke dalam darah dan
akan teroksidasi sempurna menjadi merkuri bivalensi (Hg2+). Bersama peredaran
darah, Hg2+ yang masuk ke hati akan mengalami metabolisme, terdegradasi dan
melepaskan Hg2+, sehingga dapat menghambat enzim proteolitik dan
menyebabkan kerusakan sel (Lu, 1995). Merkuri yang tadinya masuk ke dalam
hati akan terbagi dua: sebagian akan terakumulasi pada hati, sedangkan sebagian
14
lainnya akan dikirim ke empedu. Dalam kantong empedu, akan dirombak menjadi
senyawa merkuri anorganik yang kemudian akan dikirim lewat darah ke ginjal,
dimana sebagian akan terakumulasi pada ginjal dan sebagian lagi dibuang
bersama urin (Palar, 1994).
Hati merupakan kelenjar tubuh yang paling besar dan memiliki
multifungsi kompleks. Pada sel hati terdapat banyak retikulum endoplasma kasar
dan retikulum endoplasma halus, hal ini menunjukkan bahwa hati mempunyai
peran dalam metabolisme. Retikulum endoplasma (RE) merupakan tempat
sejumlah enzim dalam sel. Enzim yang banyak terdapat dalam retikulum
endoplasma adalah Sitokrom P–450. Logam merkuri dapat sampai ke saluran
pencernaan selain melalui makanan, juga dapat terjadi melalui air yang
mengandung logam merkuri. Setelah melewati sistem pencernaan, logam merkuri
masuk ke peredaran darah dan menuju ke organ tubuh secara sistematik
(Lu, 1995).
4. Tinjauan Umum Organ Hati
a. Struktur Hati
Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh yang terletak pada bagian sirip
perut, dalam rongga peritoneal dan melingkupi viscera. Hati memiliki bentuk
seperti huruf U dan berwarna merah kecoklatan (Anonim, 2004 a).
Struktur utama hati adalah sel hati atau hepatosit. Hepatosit (sel parenkim
hati) bertanggung jawab terhadap peran sentral hati dalam metabolisme. Sel-sel
ini terletak diantara sinusoid yang berisi darah dan saluran empedu. Sel kupffer
15
melapisi sinusoid hati dan merupakan bagian penting dalam sistem
retikuloendotelial tubuh (Lu, 1995). Sel kupffer merupakan sistem monosit-
makrofag dan fungsi utamanya adalah menelan bakteri dan benda asing lain dalam
darah. Sehingga hati merupakan salah satu organ utama sebagai pertahanan
terhadap invasi bakteri dan agen toksik (Anderson, 1995).
Sel hati berbentuk polihedral, dengan enam permukaan atau lebih. Sel hati
mempunyai satu / dua buah inti bulat, banyak retikulum endoplasma halus dan
kasar, serta mempunyai banyak mitokondria yang berbentuk ovoid atau sferis. Sel
hati berkelompok dalam lempeng-lempeng dan saling berhubungan sedemikian
rupa sehingga membentuk bangunan lobulus hati. Di dalam lobulus hati, sel hati
tersusun secara radier (Junquiera dan Carneiro, 1980).
Diantara lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler yang dinamakan
sinusoid. Sinusoid adalah pembuluh darah kapiler yang merupakan percabangan
dari vena porta dan arteri hepatika. Tidak seperti kapiler lain, sinusoid dibatasi
oleh sel fagositik atau sel kupffer (Anderson, 1995). Mikroanatomi hati ikan
normal digambarkan dalam Gambar 2.
16
Gambar 2. Mikroanatomi hati ikan bandeng normal (Alifia dan Djawad, 2000) Perbesaran 40X10. Pewarnaan : Hematoxylin-Eosin Keterangan gambar: 1. Vena sentral; 2. Hepatosit; 3. Sinusoid.
b. Sirkulasi darah pada Hati
Sirkulasi darah pada hati meliputi sistem vena porta dan sistem arteri.
Sekitar sepertiga darah yang masuk adalah darah arteri dan sekitar dua per tiga
adalah darah dari vena porta. Darah dipasok melalui vena porta dan arteri
hepatika, dan disalurkan melalui vena sentral ke vena hepatika kemudian ke vena
cava. Aliran darah pada hati mengalir dari perifer ke pusat lobulus, sehingga
metabolit-metabolit dan semua zat toksik atau non toksik yang diabsorbsi dari
usus mula-mula mencapai sel perifer dan kemudian ke sel–sel tengah lobulus
(Junqueira dan Carneiro, 1980).
c. Fungsi Hati
Pada organ hati memiliki beberapa fungsi, antara lain detoksikasi, yaitu
hati bertanggung jawab atas biotransformasi zat-zat berbahaya menjadi zat-zat
1
2 3
17
yang tidak berbahaya yang kemudian diekskresi oleh ginjal. Suatu toksikan dalam
hati akan diinaktifkan oleh enzim-anzim di dalam hati, tapi apabila toksikan di
berikan secara terus-menerus, kemungkinan toksikan di dalam hati akan menjadi
jenuh (enzim tidak mampu mendetoksifikasi toksikan lagi), sehingga terjadi
penurunan aktifitas metabolisme dalam hati. Hal ini akan menyebabkan proses
detoksifikasi tidak efektif lagi, maka senyawa metabolit akan dapat bereaksi
dengan unsur sel dan hal tersebut dapat menyebabkan kematian sel. Fungsi yang
lain adalah pembentukan dan eksresi empedu, metabolisme garam empedu,
metabolisme karbohidrat (Glikogenesis, glikogenolisis, glukoneogenesis), sintesis
protein, metabolisme dan penyimpanan lemak (Anderson, 1995).
d. Kerusakan Hati
Kerusakan hepatosit menurut Ressang (1984) dapat dibagi menjadi dua
yaitu taksohepatik dan trofohepatik. Kerusakan akibat taksopatik disebabkan oleh
pengaruh langsung dari agen yang toksik, baik berupa zat kimia maupun kuman.
Kerusakan akibat trofopatik disebabkan adanya kekurangan faktor-faktor penting
untuk kehidupan sel seperti oksigen atau zat makanan, baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Hati sangat rentan terhadap pengaruh berbagai zat kimia dan sering
menjadi organ sasaran utama dari efek racun zat kimia. Oleh karena itu, hati
merupakan organ tubuh yang paling sering mengalami kerusakan. Menurut Lu
(1995) hal ini disebabkan sebagian besar toksikan yang masuk ke dalam tubuh
setelah diserap oleh usus halus di bawa ke hati oleh Vena porta hati.
18
Melihat fungsi hati tersebut, maka dapat dipahami bahwa hati merupakan
organ yang mudah terkena efek toksik senyawa asing. Peristiwa tersebut dapat
terjadi dikarenakan: 1.) Senyawa kimia yang diberikan secara oral akan diabsorbsi
dari saluran cerna ke dalam hati melalui vena porta dapat meracuni hati; 2)
Senyawa kimia yang dimetabolisme di dalam hati dieksresikan ke dalam empedu
dan kembali lagi ke duodenal; 3) Senyawa asing yang dimetabolisme di dalam
hati sebagian dilokalisir di dalam hati. Dengan demikian hati merupakan organ
yang banyak berhubungan dengan senyawa kimia sehingga mudah terkena efek
toksik (Loomis, 1978). Diantara berbagai zat yang masuk ke dalam hati bersama
darah, kemungkinan ada zat yang mampu menginduksi kerusakan hati. Zat yang
dimaksud antara lain logam berat dan salah satunya logam merkuri (Hg).
Darmono (1995) mengatakan kongesti dan hemoragi atau pendarahan
terlihat pada hepatopankreas yang terakumulasi oleh logam berat. Ogura (1959)
dalam Darmono (1995) juga menyatakan bahwa pada crustacea Penaeus
merguiensis, kadmium dan nikel banyak ditemukan dalam sel-sel hepatopankreas.
Hal ini didukung dari hasil penelitian Damar (2004) yang menyebutkan bahwa
hati ikan yang tercemar logam timbal (Pb), kadmium (Cd), copper (Cu), merkuri
(Hg) mengalami kerusakan berupa pembendungan, hemoragi dan degenerasi
vakuola. Degenerasi vakuola atau pembekakan sel merupakan salah satu indikasi
terjadinya perlemakan hati, pada keadaan ini sel hati tampak membesar.
Perlemakan hati merupakan tahap awal terjadinya kerusakan dalam hati (Robbins
dan Kumar, 1995). Menurut Ressang (1984) perlemakan yang berlangsung lama
dapat menyebabkan terjadinya kerusakan hati yaitu kongesti.
19
Kongesti adalah terjadinya pembendungan darah pada hati yang
disebabkan adanya gangguan sirkulasi yang dapat mengakibatkan kekurangan
oksigen dan zat gizi. Pada sel hati, kongesti didahului dengan pembengkakan sel
hati dimana sel hati membesar yang mengakibatkan sinusoid menyempit sehingga
aliran darah terganggu. Hal ini menyebabkan terjadinya pembendungan darah
pada beberapa tempat (Ressang, 1984). Hemoragi adalah keluarnya darah dari
sirkulasi kardiovaskuler dan biasanya terdapat kerusakan pada susunan
kardiovaskuler tersebut (arteri, vena dan kapiler) (Sudiono, 2003). Nekrosis
adalah terjadinya kematian sel hati. Kematian sel terjadi bersama dengan
pecahnya membran plasma. Perlemakan hati adalah hati yang mengandung berat
lipid lebih dari 5% atau telah terjadi penimbunan lipid dalam hati. Atrofi adalah
menurunnya ukuran ukuran jaringan yang disebabkan berkurangnya jumlah sel
atau ukuran sel.
Tingkat kerusakan hati menurut Darmono (1995), dibagi menjadi tiga
yaitu ringan, sedang dan berat. Perlemakan hati termasuk dalam tingkat ringan
yang ditandai dengan pembengkakan sel. Tingkat kerusakan sedang yaitu kongesti
dan hemoragi, sedangkan tingkat berat adalah kematian sel atau nekrosis.
Kerusakan hati akibat logam berat Hg disebabkan aktifitas logam tersebut
dalam mempengaruhi kerja enzim/hormon proteolitik (Lu, 1995). Merkuri
merupakan logam yang terlibat dalam proses enzimatik, terikat dengan protein
dan lebih reaktif terhadap ikatan logam dengan sulfur dan nitrogen. Merkuri juga
dapat bersenyawa dengan protein jaringan dan tertimbun dalam jaringan, terutama
dalam hati dan ginjal (Darmono, 1995). Merkuri bersama ion-ion logam lain akan
20
dapat membentuk ion-ion yang dapat larut dalam lemak. Ion-ion logam yang
dapat larut dalam lemak itu mampu untuk melakukan penetrasi pada membran sel
sehingga akhirnya ion-ion logam tersebut akan terakumulasi di dalam sel dan
organ-organ lain, logam dapat terikat pada protein plasma (Achmad, 2004).
Keberadaan dari suatu toksikan dapat mempengaruhi kerja dari enzim–enzim
biologis. Toksikan ini mempunyai kemampuan berikatan dengan enzim, ikatan ini
terjadi karena logam berat mempunyai kemampuan untuk menggantikan gugus
logam yang berfungsi sebagai co-faktor enzim (Palar, 1994).
Racun yang masuk ke dalam tubuh, dalam hal ini adalah logam berat akan
mengalami proses detoksikasi di dalam hati oleh fungsi hati (hepar). Senyawa
toksik akan diubah menjadi senyawa lain yang sifatnya tidak lagi bercaun
terhadap tubuh. Jika zat toksik yang masuk ke dalam tubuh relatif kecil atau
sedikit dan fungsi detoksikasi hati baik maka tidak akan terjadi keracunan. Namun
apabila zat toksik dalam jumlah besar, maka fungsi detoksikasi hati akan
mengalami kerusakan. Kerusakan sel hati yang disebabkan oleh zat kimia yang
bersifat racun antara lain: perlemakan hati, nekrosis dan sirosis (Lu, 1995).
Kerusakan hati yang sangat akut pada dasarnya dibedakan menjadi tiga
macam, yakni (1) sitotoksik (hepatoseluler) yaitu kerusakan parenkim hati, dapat
berupa steatosis (degenerasi melemak) dan atau nekrosis sel – sel hati; (2) kolestik
berupa hambatan aliran empedu dengan sedikit atau tanpa kerusakan sel – sel hati,
baik karena luka pada kanalikuler atau luka pada saluran empedu dan dapat pula
tanpa adanya luka atau kanalikuler; (3) campuran keduanya yaitu kombinasi
sitotoksik dan kolestik (Zimmerman, 1998).
21
5. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Dalam Proses Akumulasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses akumulasi logam adalah sebagai
berikut (Connel, 1995):
a. Suhu
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengaruh suhu diakibatkan oleh
perubahan kecepatan metabolisme makhluk hidup. Pengaruh suhu juga
melibatkan mekanisme pengangkutan ion pada permukaan membran tubuh.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa secara umum, konsentrasi logam
terakumulasi meningkat dengan bertambahnya suhu.
b. Kadar Garam
Penelitian mengenai pengaruh kadar garam pada bioakumulasi logam
menunjukkan bahwa konsentrasi logam biotik meningkat dengan menurunnya
kadar garam. Kadar garam aliran air yang stabil dapat mempengaruhi kandungan
logam pada makhluk hidup perairan melalui dua cara. Pertama, beberapa logam di
bawa ke daerah dengan kadar garam rendah karena kemampuan yang lebih besar
dari air tawar untuk menjaga kondisi logam baik dalam bentuk cairan maupun
suspensi. Kedua, kadar garam yang berbeda dapat menyebabkan kecepatan logam
yang berbeda disebabkan oleh keterkaitan dari ion aliran sepanjang permukaan
tubuh makhluk hidup atau oleh perbuatan fisiologi di dalam makhluk hidup.
c. Bahan organik
Bahan organik seperti asam humat dan fulfat, dapat membentuk kompleks
dengan logam-logam yang umumnya dapat membentuk ikatan dengan bahan
organik. Kompleks ini meningkatkan logam dan juga mempengaruhi tingkatan
22
terhadap bahan pertikulat. Oleh karena itu bahan organik mempunyai peranan
penting dalam pengangkutan dan penyediaan logam dalam sistem perairan.
d. pH
pH adalah salah satu pengaruh utama pada proses pembentukan spesies
baru logam di dalam air. Data untuk ikan menunjukkan bahwa pengeruh pH juga
bergantung pada jenis logam.
e. Pengkelat dan surfaktan
Bentuk-bentuk kimia logam mempengaruhi bioakumulasi. Pengkelat dan
beberapa surfaktan dapat mengomplekskan logam. Surfaktan diketahui mengubah
permeabilitas membran biologi dan hal ini dapat mengubah bioakumulasi logam.
f. Logam-logam lainnya
Pada lingkungan alam ion, logam umumnya jarang sekali dijumpai terikat
bersama-sama dengan logam lain.
B. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang dan landasan teori yang telah diuraikan di atas
maka dirumuskan hipotesis: merkuri klorida berpengaruh terhadap timbulnya
kerusakan struktur mikroanatomi hati ikan emas (Cyprinus carpio L.).
23
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian di Laboratorium Biologi FMIPA Universitas Negeri
Semarang selama empat bulan. Pembuatan preparat dilakukan di Badan
Penyelidikan Penyakit Hewan Veteriner (BPPV) Wates, Yogyakarta.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan mas sehat
dengan panjang tubuh antara 10 – 13 cm dengan umur sekitar 2 bulan.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan mas dengan tiga
perlakuan sebanyak 90 ekor, untuk setiap perlakuan terdiri dari 30 ekor.
C. Variabel Penelitian
Variabel pada penelitian ini adalah:
1. Variabel bebas pada penelitian ini berupa tiga macam konsentrasi merkuri
klorida (HgCl2) di bawah harga LC 50–96 jam yang akan ditentukan
berdasarkan hasil uji toksisitas.
2. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah struktur mikroanatomi organ
hati ikan mas, dengan parameter yang diamati pada perubahan vena sentral
dan sel yang berada di sekitar vena sentral.
3. Variabel rambang pada penelitian ini yaitu kualitas air di tempat uji.
4. Variabel kendali pada penelitian ini yaitu umur ikan dan panjang tubuh ikan.
24
D. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Akuarium yang terdiri dari dua ukuran:
1.) Ukuran 20 x 30 x 50 cm, volume 30 lt yang digunakan pada uji
pendahuluan.
2.) Ukuran 38 x 48 x 120 cm, volume 218 lt yang digunakan pada uji
toksisitas dan uji pengaruh.
b. Termometer
c. Gelas ukur 1000 cc
d. Indikator Universal
e. Ember plastik
f. Aerator
g. Kit ekologi
h. Seperangkat alat bedah
i. Timbangan elektrik
j. Saringan ikan dari nylon
k. Botol vial untuk menempatkan hati ikan
l. Alat-alat untuk pembuatan preparat histologis.
2. Bahan
a. Ikan mas umur dua bulan.
b. Merkuri klorida (HgCl2) yang sudah ditentukan konsentrasinya.
c. Formalin 10% untuk mengawetkan organ hati yang telah dibedah.
d. Air (yang telah diendapkan) untuk air uji.
e. Bahan-bahan untuk pembuatan preparat histologis.
25
E. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL), karena sampel yang digunakan relatif homogen
yaitu dalam hal umur dan panjang tubuh ikan.
Penelitian ini terdiri dari tiga tahapan. Tahapan pertama untuk uji
pendahuluan, sebanyak 50 ekor hewan uji yang dibagi menjadi lima perlakuan.
Uji pendahuluan ini bertujuan untuk memperkirakan dosis merkuri yang
menyebabkan lethalitas 100% dan mengetahui batas bawah dan batas atas
penggunaan merkuri. Lama perlakuan satu hari (24 jam).
Berdasarkan hasil uji pendahuluan, dilakukan uji sebenarnya untuk
toksisitas merkuri. Sebanyak 60 ekor hewan uji dibagi menjadi enam, yaitu satu
kelompok kontrol dan lima kelompok perlakuan, masing–masing terdiri dari 10
ekor. Perlakuan dengan lima macam konsentrasi dengan interval yang lebih
sempit berdasarkan hasil uji pendahuluan. Lama perlakuan selama 96 jam atau
empat hari.
Untuk mengetahui struktur mikroanatomi hati ikan emas, dilakukan uji
pengaruh dengan menggunakan 60 ekor hewan uji yang terbagi dalam tiga
kelompok perlakuan. Setelah masa perlakuan selesai (dua bulan) maka dari
masing-masing perlakuan diambil lima ekor ikan, setiap 2, 4 dan 6 minggu untuk
diambil organ hatinya dan difiksasi dengan formalin 10%, kemudian dibuat
preparat mikroanatomi dengan metode paraffin dan pewarnaan hematoxylin-Eosin
(HE). Matrik penelitian dapat dilihat pada tabel 1.
26
Tabel 1. Matrik Penelitian
No Tujuan Konsentrasi Merkuri (ppm)
Jumlah Ikan
(ekor)
Lama Perlakuan
I. Uji Pendahuluan
0 0,001 0,01 0,1 1
10 10 10 10 10
1 hari ( 24 jam )
II. Uji Toksisitas
0 0,005 0,01 0,05 0,1 0,5
10 10 10 10 10 10
4 hari ( 96 jam )
III. Uji Pengaruh
0
0,02 0,08
30 30 30
Setiap 2 minggu diambil 5 ekor ikan yaitu pada minggu ke 2, minggu ke 4, dan minggu ke 6
Total 200
F. Prosedur Penelitian
1. Tahap persiapan dan aklimasi
Sebelum penelitian dimulai, maka terlebih dahulu mempersiapkan alat dan
bahan yang akan digunakan. Setelah itu mengaklimasi hewan uji (ikan mas) pada
bak uji selama tiga hari. Tujuan dari aklimasi adalah untuk mengadaptasikan
hewan uji dari kondisi lingkungan yang baru.
27
2. Tahap perlakuan hewan uji
Perlakuan dilakukan atas tiga tahap, yaitu: uji pendahuluan, uji toksisitas,
dan uji pengaruh.
a. Uji Pendahuluan
Uji pendahuluan ini bertujuan untuk memperkirakan dosis merkuri yang
menyebabkan lethalitas 100% dan mengetahui batas bawah dan batas atas
penggunaan merkuri. Tahap uji ini menggunakan 50 ekor hewan uji yang dibagi
menjadi 5 taraf. Lama perlakuan selama satu hari ( 24 jam ). Dari hasil uji
pendahuluan dengan menggunakan konsentrasi 0; 0,001; 0,01; 0,1; dan 1 ppm.,
diketahui bahwa harga LC 50-24 jam untuk merkuri terlihat pada konsentrasi 0,01
ppm, tidak ditemukan hewan uji yang mati tetapi pada konsentrasi 1 ppm
kematian hewan uji mencapai 100 %.
Berdasarkan pada hasil uji pendahuluan tersebut dapat ditentukan
konsentrasi merkuri klorida untuk digunakan pada uji sebenarnya. Pada uji
sebenarnya yang merupakan uji toksisitas,konsentrasi merkuri klorida yang
digunakan adalah 0,005; 0,01; 0,05; 0,1 dan 0,5 ppm.
b. Uji Sebenarnya
Tahap ini dipergunakan untuk menentukan toksisitas merkuri. Langkah
yang dilakukan adalah sebanyak 50 ekor hewan uji dibagi menjadi 5 ( masing-
masing terdiri dari 10 ekor ). Hewan uji tersebut diperlakukan dengan
memberikan merkuri pada bak perlakuan dengan 5 macam konsentrasi yaitu
0,005; 0,01; 0,05; 0,1 dan 0,5 ppm. Hasil penelitian menunjukkan harga LC 50-96
jam adalah 0,24 ppm. Penentuan harga tersebut adalah dengan menggunakan cara
28
Quantal Responses menurut cara Finney ( 1971 ) dalam Ngabekti (2005 ). Dari
harga LC 50-96 jam tersebut dapat dicari batas aman penggunaan merkuri bagi
ikan mas dengan rumus :
Batas aman = 10% X LC 50-96 jam
Pada penelitian ini harga LC 50-96 jam adalah 0,24 ppm sehingga
diperoleh batas aman pemberian merkuri adalah 0,024 ppm. Karena alat untuk
menimbang yang digunakan dalam penelitian ini hanya mempunyai ketelitian 2
angka di belakang tanda koma, maka konsentrasi yang digunakan adalah 0,02
ppm.
c. Uji Pengaruh
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh merkuri klorida pada
struktur mikroanatimi hati ikan mas. Pada penelitian ini digunakan dua
konsentrasi di bawah harga LC 50 – 96 jam yaitu konsentrasi merkuri klorida 0,08
ppm dan 0,02 ppm ( dosis aman ). Pemberian merkuri klorida ini dilakukan setiap
satu minggu sekali. Pada setiap minggunya ditambahkan 0,02 mg dan 0,08 mg
merkuri klorida ke dalam air uji. Dengan demikan, kadar merkuri klorida dari
minggu ke minggu selama penelitian selalu mengalmi peningkatan, meskipun
merkuri klorida tersebut sebagian juga terserap oleh ikan mas yang merupakan
hewan uji pada penelitian ini. Setiap 2 minggu sekali (2 minggu, 4 minggu,
6 minggu) mengambil sampel organ hati dan memasukkannya ke dalam botol vial
yang sudah berisi formalin 10% agar organ hati tidak rusak.
29
G. Metode Pengambilan Data
Untuk mendapatkan data struktur mikroanatomi hati ikan mas dilakukan
pembedahan. Jumlah ikan yang dibedah selama 6 minggu waktu uji sebanyak 5
ekor untuk setiap perlakuan, selanjutnya dibuat preparat mikroskopis dengan
metode paraffin dan dengan pewarnaan Hematoxyslin- Eosin (HE). Setelah
pembuatan preparat selesai, kemudian diamati di bawah mikroskop.
H. Metode Analisa Data
Data gambaran struktur mikroanatomi hati ikan dianalisis secara deskriptif
kualitatif untuk mengetahui pengaruh merkuri terhadap hati ikan mas. Cara
membandingkan struktur mikroanatomi hati ikan dilakukan dengan melihat
perubahan struktur mikroanatomi yang terdapat pada kelompok kontrol dengan
kelompok perlakuan.
30
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pengamatan Mikroanatomi Hati Ikan Mas
Data gambaran kerusakan hati diperoleh dari pengamatan langsung
terhadap struktur mikroanatomi hati ikan mas (Cyprinus carpio L.) menggunakan
mikroskop dengan perbesaran 400X dan 200X. Hasil pengamatan dari tiga
kelompok perlakuan dapat dilihat dalam tabel 2 berikut di bawah ini :
Tabel 2. Hasil Pengamatan Struktur Mikroanatomi Hati Ikan Mas (Cyprinus
carpio L.)
Kelompok Minggu ke- Keadaan Struktur Mikroanatomi Hati Ikan Mas
A 2, 4, 6 Normal
2 Tampak normal
4 Pembengkakan sel, Kongesti B
6 Kongesti
2 Tampak normal
4 Ikan mati C
6 Ikan mati
Keterangan : A : 0 ppm K : Kongesti
B : 0,02 ppm N : Normal
C : 0,08 ppm B : Pembengkakan Sel
Berdasarkan tabel 2 di atas dapat dijelaskan bahwa perubahan atau
kerusakan sel hati hanya terdapat pada perlakuan dengan konsentrasi 0,02 ppm
yaitu pada minggu ke-6. Pada konsentrasi 0,08 ppm tidak dijumpai adanya
31
kerusakan sel hati. Untuk lebih jelasnya mengenai kerusakan tersebut dapat dilihat
pada gambar 3-7.
Gambar 3. Gambaran mikroanatomi hati ikan mas kelompok A (kontrol)
Perbesaran 40X10. Pewarnaan Hematoxylin-Eosin.
Keterangan : 1. Vena Sentralis ; 2. Hepatosit ; 3. Inti ; 4. Sinusoid
2
3
1
4
32
Gambar 4. Gambar makroanatomi hati ikan mas kelompok B (0,02 ppm
minggu ke-2).
Perbesaran 40X10. Pewarnaan Hematoxylin-Eosin.
Keterangan : Gambaran mikroskopik jaringan tampak normal.
Gambar 5. Gambar mikroanatomi hati ikan mas kelompok B (0,02 ppm
minggu ke-4).
Perbesaran 40X10. Pewarnaan Hematoxylin-Eosin.
Keterangan : B. Pembengkakan sel ; K. Kongesti
B K
33
Gambar 6. Gambaran mikroanatomi hati ikan mas kelompok B (0,02 ppm
minggu ke-6).
Perbesaran 20X10. Pewarnaan Hematoxylin-Eosin.
Keterangan : Kongesti
Gambar 7. Gambaran mikroanatomi hati ikan mas kelompok C (0,08 ppm
minggu ke-2).
KK
34
Perbesaran 40X10. Pewarnaan Hematoxylin-Eosin.
Keterangan : Gambaran mikroskopik jaringan tampak normal.
Berdasarkan data pengamatan terhadap struktur mikroanatomi hati ikan
mas, dapat dikemukakan bahwa logam berat merkuri terbukti mempunyai sifat
toksik. Hal tersebut ditandai dengan adanya kerusakan struktur mikroanatomi sel
hati hasil pengamatan pada konsentrasi 0,02 ppm. Pada struktur mikroanatomi sel
hati normal, perbesaran 40X10 menunjukkan hepatosit berbentuk polihedral,
sitoplasma terpulas merah muda, inti bulat hingga oval letaknya sentralis dan
sinusoid tampak jelas, dan vena sentralis sebagai pusat lobulus tampak bernentuk
bulat dan kosong (Gb.3).
Untuk perlakuan kelompok B minggu ke-2, pada perbesaran 40X10
gambaran mikroanatomi hati ikan mas menunjukkan sel – sel hati yang masih
tampak normal. Hal ini ditandai dengan adanya vena sentralis sebagai pusat
lobulus serta hepatosit berbentuk polihedral, sinusoid tampak jelas, inti bulat
hingga oval dan letaknya sentralis (Gb.4). Keadaan jaringan yang masih normal
ini kemungkinan disebabkan organ hati belum terpapar zat toksik (merkuri)
karena waktu paparan yang kurang lama dan konsentrasi merkuri klorida yang
masih rendah. Jika zat toksik yang masuk ke dalam tubuh relatif kecil / sedikit dan
fungsi detoksifikasi hati baik, maka tidak akan terjadi kerusakan, Namun apabila
zat toksik yang masuk dalam jumlah besar maka fungsi detoksifikasi akan
mengalami kerusakan (Lu, 1995). Toksik tersebut dapat dapat diinaktifkan dengan
cara oksidasi, metilasi dan konjugasi. Enzim yng berperan dalam proses ini
terdapat dalam RE halus (Junqueira dan Carneiro, 1980). Pada konsentrasi ini
35
merkuri klorida dapat menimbulkan kerusakan pada insang. Kerusakan yang
ditimbulkan berupa edema, hiperplasia dan fusi lamella sekunder pada tingkatan
yang masih ringan. Gambaran mikroanatomi insang yang sudah mengalami
kerusakan ini, disebabkan karena permukan insang permeable terhadap senyawa
kimia (Hg), sehinga senyawa kimia akan mudah masuk melalui insang dan
langsung bersentuhan dengan lingkungan air (Darmono, 1995).
Struktur mikroanatomi hati ikan mas pada perlakuan kelompok B minggu
ke-4, tampak pada perbesaran 40X10 menunjukkan terjadinya pembengkakan sel
dan kongesti (Gb.5). Kongesti adalah pembendungan darah yang disebabkan
karena gangguan sirkulasi yang dapat mengakibatkan kekurangan oksigen dan zat
gizi. Kongesti pada hati, dimulai dari vena sentralis yang kemudian meluas
sampai sinusoid. Pada sel hati, terjadinya kongesti didahului dengan
pembengkakan sel. Pembengkakan sel adalah bertambahnya ukuran sel akibat
penimbunan air dalam sel, dimana sel hati membesar yang mengakibatkan
sinusoid menyempit sehingga aliran darah terganggu. Hal ini menyebabkan
terjadinya pembendungan darah pada beberapa tempat (Ressang, 1984).
Pembengkakan sel disebabkan peningkatan permeabilitas sel, dimana sel tidak
mampu mempertahankan homeostatis ion dan cairan sehingga terjadi perpindahan
cairan ekstrasel ke dalam sel. Anderson (1995) mengatakan, dalam rangka
menjaga kestabilan lingkungan internal, sel harus mengeluarkan energi metabolik
untuk mempompa ion natrium keluar dari sel. Masuknya zat toksik (Hg) ke dalam
sel menyebabkan terganggunya proses metabolisme, sehingga sel tidak mampu
36
memompa ion natrium yang cukup. Dengan demikian konsentrasi ion natrium di
dalam sel lebih tinggi dan air dapat masuk kedalam sel (peristiwa osmosis).
Pada kelompok B minggu ke-6 menunjukkan terjadinya kongesti. Pada
perbesaran 20X10 ini tampak pembendungan darah pada beberapa tempat dan
pembendungan ini dimulai dari vena sentralis yang kemudian meluas sampai
sinusoid (Gb.6) sinusoid tersusun tidak teratur dan di dalamnya terdapat eritrosit
yang diduga akibat pecahnya dinding sinusoid. Vena sentralis juga dipenuhi oleh
banyak eritrosit akibat adanya penyumbatan pada vena hepatika. Apabila
pembendungan ini berlangsung cukup lama, maka sel-sel hati tampak hilang
karena tekanan dan gangguan-gangguan pembawaan zat gizi, hal ini disebabkan
karena darah yang mengalir dari perifer lobulus hati ke pusat (vena sentralis)
kebanyakan sudah kehilangan zat-zat gizi sewaktu tiba di pertengahan lobulus,
sehingga di pertengahan lobulus menjadi kekurangan zat gizi. Kondisi ini akan
menyebabkan sel-sel hati menghilang melalui degenerasi (Ressang, 1984).
Tingkat kerusakan hati dikategorikan menjadi tiga, tingkat ringan yaitu
perlemakan hati yang ditandai dengan pembengkakan sel. Kerusakan tingkat
sedang yaitu kongesti dan hemoragi, sedangkan tingkat berat ditandai dengan
nekrosis (Darmono,1995). Dalam penelitian ini, kerusakan gambaran
mikroanatomi hati ikan mas termasuk tingkat kerusakan ringan sampai sedang.
Gambaran mikroanatomi hati ikan mas pada kelompok C minggu ke-2,
pada perbesaran 40X10 menunjukkan sel-sel hati yang relatif normal. Hal ini
ditandai dengan makin jelasnya lobuli hepar dengan vena sentralis sebagai
pusatnya dan sinusoid tampak jelas (Gb.7). Pada saat pengambilan organ (hati),
37
ikan masih dalam keadaan hidup walaupun masih ada ikan yang telah mengalami
kematian. Ikan yang masih hidup ini disebabkan karena ikan masih dapat
mentolerir konsentrasi merkuri yang diberikan, hal ini kemungkinan disebabkan
karena fungsi detoksifikasi pada hati ikan masih baik, disamping waktu paparan
yang hanya 2 minggu, sehingga hati ikan belum mengalami kerusakan walaupun
konsentrasi merkuri klorida yang diberikan tinggi. Echobion (1996) dalam
Soemirat (2003) mengatakan bahwa efek merkuri terhadap hati ikan disamping
konsentrasi yang diterima, juga tergantung pada lamanya paparan.
Perlakuan kelompok C minggu ke-4 dan ke-6, tidak diambil organ hatinya
karena ikan sudah mati. Kematian ikan disebabkan konsentrasi toksik yang tinggi
dan waktu paparan yang lebih lama. Konsentrasi merkuri yang tinggi,
mempengaruhi proses pernapasan sehingga menghalangi pertukaran gas dan ion
melalui membrane sel epitel lamella. Merkuri juga dapat menggumpalkan lendir
pada permukaan insang dan merusak jaringan insang sehingga ikan mati
(Herawati, 1980 dalam Darmono 2003). Hati ikan dalam kelompok C, telah
mengalami perubahan bentuk dan warna. Hati ikan telah hancur / sudah tidak
berbentuk dan warna organ yang berubah menjadi lebih hitam. Hal ini
dikarenakan waktu kematian ikan yang tidak diketahui secara pasti, sehingga
kemungkinan saat pengambilan organ sudah mengalami kerusakan.
Adanya kerusakan yang terlihat pada struktur sel hati yang terdapat pada
konsentrasi 0,02 ppm menunjukkan efek dari toksikan yaitu logam berat merkuri
(Hg). Lu (1995) menyatakan bahwa hati sangat rentan terhadap pengaruh zat
kimia dan menjadi organ sasaran utama dari zat beracun. Hal ini terjadi karena
38
sebagian besar racun atau zat toksik yang masuk ke dalam tubuh setelah diserap
oleh sel akan dibawa ke hati oleh vena porta hati, sehingga hati berpotensi
mengalami kerusakan.
Kerusakan hati akibat logam berat (Hg) disebabkan aktifitas logam
tersebut dalam mempengaruhi kerja enzim / hormone proteolitik (Lu, 1995).
Enzim dan hormon terdiri dari protein kompleks yang dalam kerjanya
memerlukan adanya aktivator atau kofaktor. Logam berat yang masuk kedalam
tubuh dapat menonaktifkan aktivator (berikatan dengan enzim menggantikan
aktivator / kofaktor) sehingga enzim atau hormon tidak dapat bekerja dan akan
menghambat kerja sel yang nantinya akan menyebabkan kerusakan jaringan
(Anonim, 2004d). hal ini sesuai pernyataan Ochiai dalam Connel dan Miller
(1995), bahwa salah satu mekanisme toksisitas ion logam adalah menahan gugus
fungsi biologi yang essensial dalam biomolekul, misalnya protein dan enzim.
B. Data Faktor Abiotik
Hasil pengujian terhadap faktor abiotik dapat dilihat pada tabel 3
berikut ini :
Tabel 3. Hasil Pengukuran Faktor Abiotik selama Penelitian
Hasil Uji Faktor Abiotik Minggu II Minggu IV Minggu VI
Faktor Abiotik A B C A B C A B C
Ambang Batas
Suhu air (0 C) 25 25 25 25 25 25 25 25 25 20-280 C pH air 7 7 7 7 7 7 7 7 7 6-9
O2 terlarut (mg/l) 6,4 5,3 5,1 6,4 5,3 5,2 6,3 5,2 5,0 Minimum 3
mg/l CO2 terlarut
(mg/l) 1,5 1,8 2,0 1,5 1,9 2,0 1,5 1,9 2,1 0-10 mg/l
39
Keterangan:
A : Perlakuan dengan kadar merkuri 0 ppm (kontrol)
B : Perlakuan dengan kadar merkuri 0,02 ppm
C : Perlakuan dengan kadar merkuri 0,08 ppm
Selama pengujian dilakukan pengukuran faktor abiotik yang meliputi
suhu, derajat keasaman (pH), oksigen dan karbondioksida terlarut. Pengukuran
faktor abiotik dilakukan setiap dua minggu sekali. Dari hasil pengujian faktor
abiotik yaitu suhu, tidak mengalami perubahan yaitu sebesar 250C. Menurut
Astawan (1982) suhu optimal untuk kehidupan ikan adalah antara 20 sampai
280C, sehingga suhu air selama penelitian masih dalam kondisi optimal bagi
kehidupan ikan. Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting karena
perubahan suhu dapat mempengaruhi laju berbagai reaksi kimia, baik dalam tubuh
organisme maupun lingkungan. Suhu air berpengaruh baik secara langsung
maupun tidak langsung terhadap faktor-faktor seperti aktivitas enzim, tingkat
metabolisme maupun pada kadar oksigen. Kenaikan suhu dapat menyebabkan
oksigen terlarut dalam air turun dan meningkatkan kecepatan respirasi. Akibatnya,
ikan dan hewan air akan mati karena kekurangan oksigen (Kristanto, 2002).
Derajat keasaman (pH) air sangat berpengaruh terhadap kehidupan
organisme baik tumbuhan maupun hewan yang hidup di dalamnya. Air yang
sangat asam atau sangat basa tidak akan mendukung kehidupan di dalam air.
Menurut Astawan (2003) pH yang baik untuk kehidupan ikan adalah 6-9.
Berdasarkan hasil pengukuran pH pada tiap perlakuan menunjukkan besarnya pH
rata-rata sebesar 7 sehingga masih dalam kondisi optimal bagi kehidupan ikan. pH
40
air dapat digunakan untuk menyatakan baik buruknya kondisi suatu perairan
sebagai lingkungan hidup (Odum, 1993).
Kandungan oksigen terlarut agar ikan dapat hidup menurut Albaster dan
Lloyd (1982) adalah minimal 3 mg/l. Berdasarkan hasil pengukuran pada
penelitian ini diperoleh rata-rata kandungan oksigen terlarut yaitu 5,0 sampai 6,4
mg/l. Sedangkan kandungan karbondioksida terlarut selama penelitian berkisar
antara 1,5 sampai 2,1 mg/l. Menurut Parkas et al dalam Prabowo (2004), ambang
batas kandungan karbondioksida terlarut dalam air agar ikan dapat hidup adalah 0-
10 mg/l. Dengan demikian, berdasarkan hasil pengukuran faktor-faktor abiotik
secara umum dapat dianggap tidak mempengaruhi toksisitas, atau berarti kematian
ikan disebabkan sifat toksik merkuri klorida (HgCl2).
Berdasarkan hasil pengukuran, dengan meningkatnya konsentrasi merkuri
kandungan O2 terlarut semakin menurun sedangkan CO2 terlarut semakin
bertambah, hal ini disebabkan karena kadar oksigen terlarut yang rendah
mengharuskan ikan untuk lebih banyak memompa air melalui insangnya, dengan
demikian Respiratory flow meningkat dan CO2 terlarut bertambah, sehingga lebih
banyak racun yang terserap masuk ke dalam tubuh melalui insang. Semakin tinggi
toksisitas dari logam berat, maka semakin tinggi pula Respiratory flow (Widodo,
1980 dalam Budiono, 2003).
Berdasarkan hasil pengamatan, ikan yang mati menunjukkan ciri-ciri
sebagai berikut:
1. Terbukanya mulut dan operkulum, hal ini dilakukan ikan untuk mendapatkan
oksigen lebih banyak sebagai akibat berkurangnya difusi oksigen lewat
41
permukaan insang akibat gangguan struktural dan fungsional permukaan
insang akibat persentuhan dengan merkuri.
2. Sisik ikan banyak yang terlepas, hal ini diduga karena sentuhan langsung kulit
ikan dengan zat toksik merkuri.
3. Tubuh ikan mengeluarkan banyak lendir, terutama pada bagian permukaan
insang. Hal ini sesuai dengan pendapat Herawati (1980) dalam Budiono
(2003) yang mengatakan bahwa merkuri dapat menggumpalkan lendir pada
permukaan insang dan merusak jaringan insang sehingga ikan mati.
Terjadinya kematian pada ikan mas diduga disebabkan oleh merkuri yang
masuk ke dalam tubuh ikan , akibat terkontaminasi merkuri dalam waktu yang
relatif lama, karena semakin lama waktu paparan maka zat toksik (merkuri) yang
terakumulasi juga akan semakin tinggi, sehingga dapat menyebabkan kerusakan
organ maupun jaringan. Masuknya zat toksik tersebut dapat melalui mulut (baik
melalui makanan maupun media air), sistem pernafasan (insang) maupun lewat
permukaan tubuh. Merkuri yang masuk melalui mulut masuk menuju oesophagus
hingga sampai di usus terserap masuk ke dalam sistem peredaran darah untuk
diedarkan ke organ tubuh dalam hal ini organ hati.
42
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Merkuri klorida berpengaruh terhadap struktur mikroanatomi hati ikan
mas yaitu dapat menyebabkan kerusakan berupa pembengkakan sel dan
kongesti. Kerusakan ini, termasuk dalam tingkatan ringan sampai sedang.
2. Pemberian merkuri klorida konsentrasi 0,02 ppm menyebabkan kerusakan
terhadap struktur mikroanatomi hati ikan mas yaitu pada minggu ke-4
menyebabkan pembengkakan sel dan kongesti, sedangkan minggu ke-6
menimbulkan kongesti yang lebih parah.
3. Pemberian merkuri klorida 0,08 ppm hanya berhenti pada minggu ke-2,
hal ini disebabkan pada minggu ke-4 ikan sudah mengalami kematian.
B. Saran
1. Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan diadakan penelitian lanjut
tentang kerusakan struktur mikroanatomi akibat pengaruh merkuri pada
organisme hidup dengan waktu lebih lama atau dengan konsentrasi
merkuri yang bervariasi.
2. Disarankan kepada industri atau siapapun yang menghasilkan limbah yang
mengandung bahan berbahaya sejenis logam berat, agar tidak membuang
limbahnya ke perairan secara langsung.
43
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, R. 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta: Andi Offset. Albaster, J.S. and R. Lloyd. 1982. Water Quality Criteria for Freshwater Fish.
London : FAO and Butterworth Scientific. Alifia, F dan Djawad, M.I. 200. Kondisi Histologi Insang dan Organ Dalam
Juvenil Ikan Bandeng (Chanos Chanos Forskall) yang tercemar Logam Timbal (Pb). http://www.pascaunhas.net/jurnal_pdf/sci_1_2/frida.pdf (2 April 2007)
Amsyari. 2004. “Minamata juga Mengintai Surabaya”. Republika 9 Agustus
2004. Anderson, P.S.1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih
bahasa: Peter Anugerah. Jakarta: EGC. Penerbit Buku Kedokteran. Anonim. 2003. Model Pencemaran Perairan Umum dan Ikan Air Tawar oleh
Logam Berat Limbah Industri. http:// portal.djmbp.esdm.go.id/modules/ news/index.php?. (2 Juli 2006).
. 2004a. Liver Histology. http://aquaticpath.umd.edu/fhm/visceral.html.
(30 April 2006). . 2004b. http:// medika.blogspot.com/2004-10-01-medika-archive. Html.
(19 Juni 2006). . 2004c. Pertemuan Hari Minggu Solusi Polusi. http://www.ecoton.or.id/
tulisan lengkap.php/id=1588. (2 Juli 2006). .2004d.http://www.pascaunhas.net/jurnal df/SC/scapr03/01endang %20
Kondisi% 20FORMAT%20KOLOM.pdf. (5 Agustus 2006). Arie. 2006. Mercuri dari Minamata, Teluk Buyat dan akankah terjadi di
Kalimantan Tengah. http://waseng.wordpress.com/2006/06/.(9 Februari 2007).
Astawan, M. 2003. http://www.senior.co.id/kesehatan/news/senior/gizi/0307/04/
gizi.htm. (2 Juli 2006). Budiono, A. 2003. Pengaruh Pencemaran Merkuri terhadap Biota Air.
http://www.achmadbud. net/ merkuri.pdf. (3 Agustus 2006).
44
Connell, D.W. 1995. Bioakumulasi Senyawaan Xenobiotik. Jakarta: UI Press. Connell, D.W dan G.J Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran.
Jakarta: UI Press. Darmono. 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Air. Jakarta: UI Press. Dinata, A. 2004. http ://www. pikiran-rakyat.com/cetak/0704/23/0106.htm
(8 Agustus 2005). Duffus, J.H. 1980. Environmental Toxicology. New York.: John Wiley and Sons. Junqueira, L.U dan Carneiro. 1980. Histologi Dasar. (Alih bahasa: Adji Dharma)
Jakarta: CV EGC. Penerbit Buku Kedokteran.. Kristanto, P. 2002. Ekologi Industri. Yogyakarta : Andi. Loomis, T.A. 1978. Toksikologi Dasar. Penerjemah Donatus. Semarang: IKIP
Semarang Press. Lu, C.F. 1995. Toksikologi Dasar. Jakarta: Universitas Indonesia. Muhammad, F. 2002. Penentuan Toksisitas Air Limbah dengan Indikator Ikan
Tombro (Cyprinus carpio). Majalah Ilmiah Biologi BIOMA Vol.4 No.2. Semarang : UNDIP.
Ngabekti, S. 2005. Toksisitas Lethal Akut Merkuri dan Daya Akumulatifnya pada
Daging Ikan Mas. Laporan Penelitian. Semarang : Biologi UNNES. Nurhasan. 1982. Pencemaran Merkuri. Warta Balai Industri. Semarang: BPPI.
Odum,E.P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press. Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Rineka Cipta. Prabowo,R. 2004. Akumulasi Kadmium pada Daging Ikan Bandeng. Skripsi.
Semarang : Biologi UNNES. Ressang, A.A. 1984. Patologi Khusus Veteriner. Denpasar: Bali Press. Robins, S.L dan Koemar, V. 1995. Buku Ajar Patologi I. Diterjemahkan oleh staf
pengajar Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya.
Sudiono. 2003. Ilmu Patologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
45
Soemirat. 2003. Toksikologi Dasar. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Tandjung, S.D. 1995. Toksikologi Lingkungan. Yogyakarta: Fakultas Biologi
UGM. Taufik, M.S. 2005. Pengaruh akut logam berat kadmium terhadap struktur
mikroanatomi hati ikan bandeng. Skripsi. Semarang: Biologi UNNES. Yun. 2004. Pencemaran Merkuri dari Darat ke Laut. http:// kompas.com/
kompas-cetak/0412/02/bahari/ 1412383. hlm. (19 Juli 2006). Zimmerman, H.J. 1978. Hepatotoxity. New York: Applenton Century Crafts.
46
47
Lampiran 2. Dokumentasi penelitian
Gambar 8. Tempat Penelitian Untuk Uji Toksisitas
Gambar 9. Tempat Penelitian Untuk Uji Pengaruh
48
Gambar 10. Kit Ekologi
46
46
Lampiran 3. Cara Pembuatan Preparat Irisan Hati Ikan
1. Trimming
Trimming adalah tahapan yang dilakukan setalah proses fiksasi dengan
melakukan pemiotongan tipis jaringan setebal kurang lebih 4 mm dengan
orientasi sesuai dengan organ yang akan dipotong. Alat yang digunakan untuk
trimming adalah pisau skalpel No 22-24.
2. Dehidrasi
Dehidrasi jaringan dimaksudkan untuk mengeluarkan air yang
terkandung dalam jaringan, dengan menggunakan cairan dehidran misalnya
etanol atau isopropyl alkohol. Dehidasi jaringan dilakukan dengan
menggunakan tissue processor. Cairan dehidran ini kemudian dibersihkan dari
dalam jaringan menggunakan reagen pembersih misalnya xylen atau toluene.
Reagen pembersih diganti dengan parafin dengan cara penetrasi kedalam
jaringan yang disebut impregnasi.
3. Embedding
Setelah proses dehidrasi, maka jaringan yang berada dalam embedding
cassette dipindahkan kedalam base mold, kemudian diisi dengan parafin cair
dan dilekatkan pada balok kayu ukuran 3 x 3 cm atau pada embedding
cassette.
4. Cutting
Cutting adalah pemotongan jaringan yang sudah didehidrasi, dengan
menggunakan mikrotom. Pisau yang tajam akan menghasilkan preparat
47
47
histologis yang baik, yang secara mikroskopis ditandai dengan tidak adanya
artefak berupa goresan vertikal maupun horizontal.
5. Staining/ pewarnaan
Pembuatan preparat menggunakan teknik pewarnaan H&E
(Hematoxyline-Eosin) dengan urutan:
a. Xylol (I) 5 menit j. Aquadest 1 menit
b. Xylol (II) 5 menit k. Aquadest 15 menit
c. Xylol (III) 5 menit l. Eosin 2 menit
d. Alkohol absolut (I) 5 menit m. Alkohol 96% (I) 3 menit
e. Alkohol absolut (II) 5 menit n. Alkohol 96% (II) 3 menit
f. Aquadest 1 menit o. Alkohol absolut 3 menit
g. Harris- Hematoxiline 20 menit p. Xylol (IV) 5 menit
h. Aquadest 1 menit q. Xylol (V) 5 menit
i. Acid alkohol 2-3 celupan
6. Mounting
Mounting dilakukan dengan cara meneteskan bahan mounting (DPX,
entelan, canada balsam) sesuai kebutuhan dan ditutup dengan coverglass,
cegah jangan sampai terbentuk gelembung udara.
7. Pembacaan slide dengan mikroskop.
Preparat irisan diperiksa di bawah mikroskop dan selanjutnya
diintepretasikan.
48
48
Lampiran 4. Pengukuran Kadar O2 Terlarut
1. Mengambil 20 ml air sampel dengan menggunakan gelas ukur dari kit ekologi.
2. Menambahkan 1 tetes reagen MnSO4 ke dalam air sampel tersebut dan 1 tetes
reagen KOH-KI kemudian mengocok dan membiarkan 1 menit hingga
terbentuk endapan coklat.
3. Menambahkan 2 tetes reagen H2SO4 pekat, kemudian mengocok sampai
endapan hilang.
4. Mengambil 5 ml larutan kuning tersebut.
5. Menambahkan 1 tetes reagen amilum hingga pewarna biru tua.
6. Melakukan titrasi dengan reagen NaS2O4 sampai warna biru tua hilang.
7. Kadar Oksigen terlarut adalah jumlah ml titran dikalikan 10 mg/l.
49
49
Lampiran 5. Pengukuran Kadar CO2 Terlarut
1. Mengambil 5 ml air sampel dengan menggunakan gelas ukur dari kit ekologi.
2. Menambahkan 1 tetes reagen PP/ penolftalin.
3. Melakukan titrasi dengan reagen NaOH hingga berwarna merah muda.
4. Kadar CO2 bebas terlarut adalah jumlah ml titran dikalikan 100 mg/l.