pengaruh model pembelajaran kooperatif …mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/jurnal...
TRANSCRIPT
Jurnal Pendidikan Fisika
1 1Mahasiswa 2 dan 3 Dosen Program Studi Pendidikan Fisika
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW
TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA KELAS VII SMP NEGERI LUBUK
TUA TAHUN PELAJARAN 2015/2016
Oleh
Priyadi1
Ahmad Amin, M.Si.2
Hj. Nurhayati, M.Pd.3
Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, STKIP-PGRI Lubuklinggau.
Jl. Mayor Toha Lubuklinggau, Indonesia.
ABSTRACT
This thesis entitled "The Effect of Cooperative Learning Model Against Jigsaw
Learning Outcomes Physics Class VII SMP Negeri Lubuk Tua in the school year
2015/2016". The problem in this study is whether there is the influence of cooperative
learning model Jigsaw on learning outcomes physics class VII SMP Negeri Lubuk Tua
2015/2016 Academic Year ?. The aim of this study was to determine the effect of
interest cooperative learning model Jigsaw on learning outcomes physics class VII SMP
Negeri Lubuk Tua in academic year 2015/2016. This research method is to use an
experimental method with pretest-posttest design shaped control group design or
experimental control group design. The population in this study were all students of
class VII SMP Negeri Lubuk Tua 2015/2016 school year totaling 121 students. Two
classes as samples taken by simple random sampling by a draw which is the class as a
class experiment VII.2 and VII.3 class as the control class. Data collection technique
used form of essay test techniques amounted to five points. Data were analyzed by
using the value of student t test. Based on the analysis of post-test experimental class
and control class with a level of 0.05% indicates thitung (3.16)> t table (2,021) and the
average value of the final test results on the students' learning physics class experiment
at 76.17, the control class is 69.67. It can be concluded that there is influence of
cooperative learning model Jigsaw on learning outcomes physics class VII SMP Negeri
Lubuk Tua in academic year 2015/2016.
Keywords: Cooperative Learning Model Jigsaw, Learning Outcomes, Physics.
A. PENDAHULUAN
Perubahan dan perkembangan aspek kehidupan perlu ditunjang oleh adanya
pendidikan yang bermutu. Pendidikan yang bermutu sangat diperlukan untuk
mendukung terciptanya manusia yang cerdas serta mampu bersaing di era globalisasi.
Pendidikan mempunyai peranan yang sangat besar dalam membentuk karakter,
perkembangan ilmu dan mental seorang anak yang nantinya akan tumbuh menjadi
seorang manusia dewasa yang akan berinteraksi dan melakukan banyak hal terhadap
lingkungannya, baik secara individu maupun sebagai makhluk sosial.
Pada observasi awal penulis hasil dari wawancara singkat dengan Guru fisika
di SMP Negeri Lubuk Tua diperoleh informasi bahwa rata-rata nilai ulangan harian
Jurnal Pendidikan Fisika
2 1Mahasiswa 2 dan 3 Dosen Program Studi Pendidikan Fisika
fisika siswa belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Hal ini terlihat dari
nilai ulangan harian pada semester I tahun pelajaran 2015/2016 disalah satu kelas VII
berjumlah 30 siswa, dari 30 siswa yang belum mampu mencapai ketuntasan (KKM)
berjumlah 14 siswa yang apabila dipersentasikan 46,67% dengan rata-rata nilai hanya
66,7 dan 16 siswa (53,33%) yang mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) belajar
yang ditetapkan yaitu sebesar 75. Selama ini masih banyak kegiatan belajar mengajar
hanya ceramah sambil memberikan catatan ringkas dan mengerjakan soal di Lembar
Kerja Siswa (LKS) tanpa memahami konsep yang mendalam, hal ini yang
menyebabkan kurang terlihatnya siswa untuk mengembangkan daya nalarnya dalam
memecahkan masalah mengaplikasikan konsep-konsep yang telah dipelajari dalam
kehidupan sehari-hari sehingga kemampuan berpikir siswa kurang dapat berkembang
dengan baik dan kurang maksimal.
Kurang maksimalnya kegiatan belajar mengajar di atas karena penggunaan
model pembelajaran yang tidak tepat dengan waktu dan sasaran yang terbatas serta
materi yang disampaikan dengan ceramah dan memberikan catatan singkat, kemudian
siswa diberi tugas untuk mengerjakan LKS dari kegiatan itu yang menimbulkan sikap
kejenuhan siswa dan kebosanan siswa terhadap pelajaran fisika sehingga menciptakan
anggapan dari siswa bahwa pelajaran fisika itu sulit dan mebosankan karena hanya
rumus-rumus yang selalu ditemui dalam pembelajaran. Salah satu model yang
diharapkan dapat mengatasi tersebut adalah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
Menurut Rusman (2011:218) model pembelajaran kooperatif Jigsaw adalah
sebuah model pembelajaran kooperatif yang menitik beratkan pada kerja kelompok
siswa dalam bentuk kelompok kecil. Setiap siswa akan bekerja secara kelompok,
anggota kelompok lain dengan materi yang sama bertemu dalam kelompok baru
(kelompok ahli) untuk mendiskusikan materi mereka dan kemudian kembali
kekelompok inti. Dengan model pembelajaran yang seperti ini, maka siswa tidak akan
merasa jenuh dan bosan dalam kegiatan belajar yang sedang berlangsung.
Berdasarkan hasil uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Terhadap Hasil
Belajar Fisika Kelas VII SMP Negeri Lubuk Tua Tahun Pelajaran 2015/2016”.
B. LANDASAN TEORI
1. Model Pembelajaran Kooperatif TIPE Jigsaw
Model Pembelajaran Jigsaw dikembangkan oleh Aloson, Blaney, Stephen,
Sikes, dan Snap pada tahun 1978. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw mengambil
pola cara berkerja sebuah gergaji (zigzag), yaitu siswa melakukan suatu kegiatan
belajar dengan cara bekerja sama dengan siswa lain untuk tujuan bersama.
Menurut Rusman (2011:218), model pembelajaran kooperatif Jigsaw adalah
sebuah model belajar kooperatif yang menitik beratkan pada kerja kelompok
siswa dalam bentuk kelompok kecil. Sedangkan menurut (Uno dan Mohamad,
2011:110). Jigsaw adalah salah satu pendekatan dalam pembelajaran kooperatif di
mana dalam penerapannya siswa dibentuk dalam kelompok-kelompok, tiap
kelompok terdiri atas tim ahli sesuai dengan pertanyaan yang disiapkan guru
sesuai dengan jumlah tim ahli. Menurut Slavin (2005:237), dalam tekhnik ini
siswa bekerja dalam anggota kelompok yang sama, yaitu empat sampai lima
siswa, dengan latar belakang kemampuan yang berbeda. Setelah itu guru
memberikan penjelasan secara ringkas para siswa ditugaskan untuk memahami
materi yang telah diberikan. Tiap anggota tim ditugaskan secara acak untuk
Jurnal Pendidikan Fisika
3 1Mahasiswa 2 dan 3 Dosen Program Studi Pendidikan Fisika
menjadi tim ahli dalam aspek tertentu dari tugas pemahaman tersebut. Setelah
mempelajari materinya para ahli dari masing-masing tim bertemu untuk
mendiskusikan topik yang mereka bahas, lalu mereka kembali kepada timnya
untuk mengajarkan topik mereka kepada teman satu timnya.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Jigsaw
adalah sebuah model pembelajaran kooperatif dimana siswa bekerja dalam
anggota kelompok yang sama yaitu empat sampai lima orang dalam satu
kelompok, dimana tiap kelompok terdiri atas tim ahli. Dengan langkah-langkah
pembelajaran yang dilakukan peneliti dalam model kooperatif tipe Jigsaw adalah
sebagai berikut;
1) Siswa dikelompokkan ke dalam 5 anggota tim.
2) Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda.
3) Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan.
4) Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/subbab yang
sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan
subbab mereka.
5) Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli, setiap anggota kembali ke kelompok
asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang subbab yang
mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-
sungguh.
6) Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi.
7) Guru memberi evaluasi.
8) Penutup.
2. Hasil Belajar
1. Materi Kalor
a. Pengertian Kalor
1) Kuantitas Kalor
Menurut Young dan Freedman (2004:467) kuantitas panas (kalor)
adalah energi panas yang berpindah dari suatu tempat ketempat lain
sebagai akibat perbedaan suhu, contohnya yaitu air yang dipanaskan
melalui api maka lama kelamaan suhu air tersebut akan bertambah.
2) Kapasitas Kalor Spesifik
Kapasitas kalor adalah panas yang dibutuhkan untuk perubahan
suhu pada massa m (Young dan Freedman, 2004:467). Kita
menggunakan simbol Q sebagai kuantitas panas. Ketika dihubungkan
dengan perubahan suhu yang sangat kecil dT, kita menyebutnya dQ.
Kuantitas panas Q yang dibutuhkan untuk menaikan suhu suatu massa m
dari bahan tertentu dari T1 menjadi T2 kira-kira setara dengan perubahan
suhu ∆𝑇 = T1- T2. Kuantitas panas juga berbanding lurus dengan massa
bahan m.
Q = dQ, Q ~ ∆𝑇, Q ~ m
dQ ~ ∆𝑇.m.c
Q = m.c. ∆𝑇
Panas yang dibutuhkan untuk perubahan suhu pada massa m adalah
Q = m.c. ∆𝑇 (Young dan Freedman, 2004:467)
Jurnal Pendidikan Fisika
4 1Mahasiswa 2 dan 3 Dosen Program Studi Pendidikan Fisika
Dimana c adalah kuantitas, yang berbeda untuk setiap bahan yang
berlainan, dan disebut sebagai kapasitas panas spesifik (specific heat
capacity) bahan tersebut. Untuk perubahan suhu yang sangat kecil dT dan
kuantitas panas dQ yang berkaitan:
dQ = mc dT,
c = m
1
dT
dQ (Young dan Freedman, 2004:468)
Q dan ∆𝑇 dapat bernilai positif maupun negatif. Jika positif, panas
memasuki benda dan suhunya naik; jika negatif, panas keluar dari benda
dan suhunya turun.
3) Kapasitas Kalor Molar
Massa total m dari suatu bahan setara dengan massa per mol M
dikalikan dengan jumlah mol n:
m = nM…………………(1)
Q = mc ∆𝑇……………….(2)
Dari persamaan 1 dan 2 didapat:
Q = nMc ∆𝑇….................(3) (Young dan Freedman, 2004:469)
Hasil kali Mc disebut kapasitas panas molar (molar heat capacity)
dan dilambangkan dengan C.
C = Mc ……………….(4)
Dari persamaan 3 dan 4 didapat persamaan untuk panas yang
dibutuhkan untuk mengubah suhu dari n mol.:
Q = nC ∆𝑇 (Young dan Freedman, 2004:469)
Kita dapat menyatakan kapasitas panas molar C (panas per mol per
perubahan suhu) dalam kapasitas panas spesifik c (panas per massa per
perubahan suhu) dan massa molar M (massa per mol):
C = m
1
dT
dQ= Mc (Young dan Freedman, 2004:469)
b. Perpindahan Kalor
Menurut Young dan Freedman (2004:475-479) mekanisme
perpindahan kalor adalah sebagai berikut:
1) Konduksi
Konduksi adalah perpindahan kalor melalui suatu benda tanpa
disertai perpindahan partikel benda itu. Ketika kuantitas panas dQ
dipindahkan melalui batang dalam waktu dt, laju aliran panas adalah
dQ/dt. Laju ini sebagai arus panas (heat current) dilambangkan dengan
H, arus panas berbanding lurus dengan luas penampang A dan perbedaan
suhu (TH-TC) dan berbanding terbalik dengan panjang batang L,
konduktivitas termal k:
H = dQ/dt,
H = dQ/dt ~ A
H = dQ/dt ~ (TH-TC)
H = dQ/dt →m
1
Jurnal Pendidikan Fisika
5 1Mahasiswa 2 dan 3 Dosen Program Studi Pendidikan Fisika
H =dt
dQ = KA
L
TT CH
2) Konveksi
Konveksi (convection) adalah perpindahan panas oleh gerakan
massa pada fluida dari satu daerah ke daerah lainnya. Contoh umum
meliputi sistem pemanas udara panas dan air panas, sistem pendingin
pada mobil, dan aliran darah dalam tubuh. Jika fluida tersirkulasi oleh
blower atau pompa, proses disebut konveksi paksa; jika aliran
disebabkan karena perbedaan densitas akibat ekspansi termal, seperti
udara panas yang unik, maka proses disebut konveksi alami atau
konveksi bebas.
3) Radiasi
Radiasi (radiation) adalah perpindahan panas oleh gelombang
elektromagnetik seperti cahaya tampak, infra merah, dan radiasi ultra
ungu. Kebanyakan panas dari benda yang sangat panas tersebut mencapai
tubuh anda tidak dengan konduksi atau konveksi melalui udara
melainkan dengan radiasi.
C. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan metode
penelitian eksperimen. Pada penelitian ini menggunakan desain berbentuk pretest-
postest control group design atau desain kelompok kontrol eksperimen. Dalam
penelitian ini, membandingkan antara model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
sebagai kelas eksperimen dan metode pembelajaran konvesional sebagai kelas
kontrol. Menurut Sugiyono (2013:112) desain penelitian dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1.
Pretest-postest Control Group Design
Grou
p
Pr
e-test
Trea
tment
Post-test
Eksp
erimen
O1 X O2
Kontr
ol
O3 - O4
Sumber: Sugiyono (2013:112)
Keterangan:
O1 = Pre-test kelas eksperimen
O2 = Post-test kelas eksperimen
O3 = Pre-test kelas kontrol
O4 = Post-test kelas kontrol
X = Treatment (pengajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw
Menurut Arikunto (2010:159), bahwa variabel penelitian adalah segala sesuatu
yang akan menjadi objek pengamatan dalam penelitian. Dalam penelitian ini terdapat
dua variabel (Arikunto, 2010:162) yaitu :
1. Variabel bebas (X) adalah variabel yang bersifat mempengaruhi. Variabel bebas
dalam penelitian ini yaitu model pembelajaran Jigsaw.
Jurnal Pendidikan Fisika
6 1Mahasiswa 2 dan 3 Dosen Program Studi Pendidikan Fisika
2. Variabel terikat (Y) adalah variabel yang bersifat dipengaruhi. Variabel terikat
dalam penelitian ini yaitu hasil belajar fisika pada materi kalor.
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Analisis Data Tes Hasil Belajar
a. Kemampuan Awal Siswa
Kemampuan awal siswa sebelum mengikuti pembelajaran materi kalor
adalah merupakan data penelitian yang didapat dari tes awal yang diberikan
kepada siswa atau yang diberikan sebelum siswa mendapatkan pembelajaran
dari guru dengan model pembelajaran yang akan diterapkan pada kelas
tersebut. Tes awal berfungsi untuk mengetahui kemampuan awal siswa pada
kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol sebelum dilakukan
pembelajaran pada kedua kelas sehingga dapat diketahui data hasil kemampuan
siswa menjawab soal sebelum pembelajaran. Soal tes awal diambil dari materi
kalor dengan menggunakan lima butir soal berbentuk essay.
Dari hasil perhitungan pre-test dapat dikemukakan rekapitulasi rata-rata (
x ) dan simpangan baku (s) yang terdapat pada Tabel 2.
Tabel 2.
Rekapitulasi Hasil Pre-Test
No Uraian Eksperimen Kontrol
1 Jumlah siswa 30 30
2 Nilai rata-rata 21,83 20,67
3 Nilai terendah 5 8
4 Nilai tertinggi 33 36
5 Rentang nilai 28 28
6 Simpangan baku 7,13 6,40
Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata kelas eksperimen 21,83
dan nilai rata-rata kelas kontrol 20,67. Sedangkan simpangan baku kelas
eksperimen 7,13 dan simpangan baku kelas kontrol 6,40. Hal ini berarti
kemampuan awal antara kelas ekperimen dan kelas kontrol dapat dikatakan relatif
sama.
b. Kemampuan Akhir Siswa
Kemampuan akhir siswa diukur dengan memberikan post-test (tes akhir)
dengan soal yang sama diberikan pada tes awal setelah siswa mengikuti proses
belajar mengajar, tes ini diberikan untuk mengetahui sejauh mana hasil belajar
siswa setelah mengikuti pembelajaran yang diterapkan baik pada kelas
eksperimen maupun kelas kontrol.
Jurnal Pendidikan Fisika
7 1Mahasiswa 2 dan 3 Dosen Program Studi Pendidikan Fisika
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Pre-test Post-test
Ra
ta-r
ata
Eksperimen
Kontrol
Dari hasil perhitungan data yang diperoleh dari tes akhir dapat dilakukan
rekapitulasi perhitungan rata-rata ( x ) dan simpangan baku (s) dari hasil post-test
yang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3.
Rekapitulasi Hasil Post-Test
No Uraian Eksperimen Kontrol
1 Jumlah siswa 30 30
2 Nilai rata-rata 76,17 69,67
3 Nilai terendah 51 56
4 Nilai tertinggi 92 85
5 Rentang nilai 41 29
6 Simpangan baku 8,83 6,86
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata kelas eksperimen
76,17 dengan simpangan baku 8,83 sedangkan nilai rata-rata kelas kontrol 69,67
dengan simpangan baku 6,86. Jika hasil tes akhir dibandingkan hasil tes awal,
maka terjadi peningkatan hasil belajar setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.
Nilai rata-rata tes awal kelas eksperimen adalah 21,83 sedangkan nilai rata-
rata tes akhir 76,17. Berarti terjadi peningkatan rata-rata nilai sebesar 54,34. Nilai
rata-rata ( x ) tes awal pada kelas kontrol adalah 20,67, sedangkan nilai rata-rata (
x ) tes akhir adalah 69,67. Hal ini berarti terjadi peningkatan rata-rata sebesar
49,00. Peningkatan rata-rata kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada
gambar 1.
Gambar 1 Grafik Rata-rata Pre-test dan Post-test siswa
c. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah data hasil belajar siswa
berdistribusi normal atau tidak. Berdasarkan ketentuan perhitungan statistik
69,67 76,17
20,67 21,83
Jurnal Pendidikan Fisika
8 1Mahasiswa 2 dan 3 Dosen Program Studi Pendidikan Fisika
(lampiran C) mengenai uji normalitas data dengan taraf kepercayaan = 0,05,
jika 2 hitung <
2 tabel, maka data berdistribusi normal. Hasil normalitas tes awal
dan tes akhir untuk kedua kelompok dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4.
Rekapitulasi Hasil Uji Normalitas
Kelas 2
hitung dk
2 tabel Kesimpulan
Kelas
Eksperimen
1. Tes Awal
2. Tes Akhir
4,2522
4,6628
5
5
11,070
11,070
Normal
Normal
Kelas Kontrol
1. Tes Awal
2. Tes Akhir
1,4156
0,7695
5
5
11,070
11,070
Normal
Normal
Dari Tabel 4 di atas menunjukkan nilai 2 hitung data tes awal maupun tes akhir
untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol lebih kecil dari pada 2 tabel.
Berdasarkan ketentuan pengujian normalitas dengan menggunakan uji kecocokan 2 (chi-kuadrat) dapat disimpulkan bahwa masing-masing kelas untuk data tes
awal maupun tes akhir pada kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi
normal pada taraf kepercayaan = 0,05 dan derajat kebebasan (dk) = k-1 = 5.
d. Uji Homogenitas
Uji homogenitas ini bertujuan untuk melihat apakah data pada kedua kelas
sampel mempunyai varians yang homogen atau tidak. Berdasarkan perhitungan
statistik (lampiran C), jika Fhitung < Ftabel maka varians dari kedua kelas tersebut
adalah homogen, varians tes awal dan tes akhir pada taraf kepercayaan = 0,05
dengan menggunakan dk = 29:29, dikarenakan pada tabel distribusi F untuk
dk = 29 pada pembilang tidak ada, maka digunakan dk = 24:29 yang mendekati
dk = 29, dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5.
Rekapitulasi Hasil Uji Homogenitas
Kelas Fhitung dk Ftabel Kesimpulan
Tes Awal 1,24 24:29 1,90 Homogen
Tes Akhir 1,66 24:29 1,90 Homogen
Dari Tabel 5 diperoleh Fhitung < Ftabel yang berarti menunjukkan bahwa varians
kedua kelompok pada data tes awal dan tes akhir adalah homogen.
e. Pengujian Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah “ada pengaruh model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw terhadap hasil belajar fisika siswa kelas VII SMP Negeri
Lubuk Tua Tahun Pelajaran 2015/2016”. Hipotesis yang akan diuji pada tes
awal adalah:
Jurnal Pendidikan Fisika
9 1Mahasiswa 2 dan 3 Dosen Program Studi Pendidikan Fisika
H0 = Rata-rata nilai kelas eksperimen sama dengan rata-rata nilai kelas
kontrol (µ1 = µ2).
Ha = Rata-rata nilai kelas eksperimen tidak sama dengan rata-rata nilai
kelas kontrol (µ1 ≠ µ2).
Sedangkan hipotesis yang akan diuji pada tes akhir adalah:
H0 = Rata-rata nilai kelas eksperimen lebih kecil atau sama dengan rata-rata
nilai kelas kontrol (µ1 < µ2).
Ha = Rata-rata nilai kelas eksperimen lebih besar dari rata-rata nilai kelas
kontrol (µ1 > µ2).
Berdasarkan hasil uji normalitas dan homogenitas, maka kedua kelompok
data tes awal dan tes akhir adalah normal dan homogen. Dengan demikian uji
kesamaan dua rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk data tes
awal dan tes akhir menggunakan rumus uji-t, dapat dilihat di Tabel 6.
Tabel 6.
Rekapitulasi Hasil Uji Kesamaan Dua Rata-rata
Kelas thitung ttabel Kesimpulan
Tes Awal 0,66 1,684 thitung < ttabel H0 diterima
Tes Akhir 3,16 2,021 thitung > ttabel Ha diterima
Pada Tabel 6 menunjukkan bahwa hasil analisis uji-t mengenai kemampuan
awal siswa (lampiran C) menunjukkan bahwa kelas eksperimen dan kelas
kontrol mempunyai kemampuan awal yang sama dengan taraf kepercayaan =
0,05, karena thitung = 0,66 lebih kecil dari ttabel = 1,684.
Setelah diberikan pembelajaran yang berbeda pada kedua kelas sampel
terjadi peningkatan nilai hasil belajar siswa. Kelas eksperimen diberikan
pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw,
sedangkan pada kelas kontrol diberikan pembelajaran dengan metode
konvensional.
Berdasarkan hasil perhitungan uji-t tentang kemampuan akhir menunjukkan
thitung = 3,16 lebih besar dari ttabel = 2,021 yang menunjukkan bahwa hipotesis H0
ditolak dan Ha diterima. Hal ini menyatakan bahwa hasil belajar siswa yang
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw meningkat lebih baik
daripada hasil belajar siswa yang menerapkan pembelajaran konvensional.
Dengan kata lain, ada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
terhadap hasil belajar fisika siswa kelas VII SMP Negeri Lubuk Tua Tahun
Pelajaran 2015/2016.
2. PEMBAHASAN
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri Lubuk Tua Tahun Pelajaran
2015/2016 dengan menggunakan dua kelas sebagai sampel penelitian yaitu kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen yaitu VII.2 berjumlah 30
siswa dengan proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe Jigsaw sedangkan pada kelas kontrol yaitu kelas VII.3 berjumlah 30
menggunakan metode ceramah bervariasi. Kedua kelas tersebut diajarkan dengan
materi yang sama yaitu tentang kalor. Setelah diberikan pembelajaran sebanyak
tiga pertemuan selanjutnya peneliti memberi tes dalam bentuk soal essay
berjumlah lima butir soal. Dari hasil tes tersebut maka didapatkan hasil belajar
Jurnal Pendidikan Fisika
10 1Mahasiswa 2 dan 3 Dosen Program Studi Pendidikan Fisika
siswa dalam bentuk aspek kognitif. Pada pelaksanaan pembelajaran peneliti
bertindak sebagai pengajar.
Pembelajaran kelompok eksperimen diterapkan dengan menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Model ini merupakan sebuah model
pembelajaran kooperatif dimana siswa bekerja dalam anggota kelompok yang
sama yaitu empat sampai lima orang dalam satu kelompok, dimana tiap kelompok
terdiri atas tim ahli.
Pada saat pertemuan pertama, pembelajaran dimulai dengan membentuk
siswa menjadi kelompok yang terdiri dari 5 anggota tim. Tiap orang dalam tim
diberi bagian materi yang berbeda. Kemudian setiap orang dalam tim tersebut
diberi bagian materi yang ditugaskan. Anggota dari tim yang berbeda yang telah
mempelajari bagian/subbab yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok
ahli) untuk mendiskusikan subbab mereka. Setelah selesai diskusi sebagai tim
ahli, setiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman
satu tim mereka tentang subbab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya
mendengarkan dengan sungguh-sungguh. Lalu, tiap tim ahli mempresentasikan
hasil diskusi. Diakhir pembelajaran guru memberi evaluasi dan menutup
pelajaran. Pada pertemuan ini kegiatan pembelajaran masih belum maksimal
dikarenakan siswa belum terbiasa dan memahami pembelajaran dengan model
Jigsaw ini. Dari enam kelompok tim yang terbentuk hanya ada satu tim yang
dapat mempresentasikan hasil diskusinya. Hal ini disebabkan waktu yang terbatas
dan kelompok lain belum siap untuk melakukan presentasi.
Pada saat pertemuan kedua, pembelajaran masih sama pada pertemuan
sebelumnya yaitu siswa dikelompokan menjadi 5 anggota tim. Tiap orang dalam
tim diberi bagian materi yang berbeda. Kemudian setiap orang dalam tim tersebut
diberi bagian materi yang ditugaskan. Anggota dari tim yang berbeda yang telah
mempelajari bagian/subbab yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok
ahli) untuk mendiskusikan subbab mereka. Setelah selesai diskusi sebagai tim
ahli, setiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman
satu tim mereka tentang subbab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya
mendengarkan dengan sungguh-sungguh. Lalu, tiap tim ahli mempresentasikan
hasil diskusi. Diakhir pembelajaran guru melakukan evaluasi dan menutup
pelajaran. Pada pertemuan ini ada tiga kelompok yang dapat mempresentasikan
hasil diskusinya sedangkan 3 tim lainnya belum. Hal ini dikarenakan mereka
belum menyelesaikan tugas di dalam timnya dan belum siap untuk melakukan
presentasi.
Pada pertemuan ketiga, pembelajaran yang sama yaitu mengunakan model
Jigsaw. Pada pertemuan ini siswa mulai terbiasa dan lebih menikmati
pembelajaran dengan penuh rasa percaya diri dalam mempresentasikan hasil
diskusinya. Pada pertemuan ini semua kelompok dapat menyelesaikan tugasnya
dan mempresentasikan di depan kelas. Dari 6 kelompok hanya ada satu kelompok
yang masih belum maksimal dalam menyelesaikan tugasnya. Namun hal ini sudah
mengalami peningkatan dari setiap pertemuannya dan kemampuan dalam
menyelesaikan tugasnya sudah cukup baik.
Pembelajaran yang dilaksanakan pada kelas kontrol adalah pembelajaran
konvensional. Metode yang digunakan adalah ceramah dan tanya jawab serta
pemberian tugas. Pertemuan pertama pada kontrol pembelajaran diawali dengan
guru menjelaskan materi kalor dan siswa lebih difokuskan untuk menyimak serta
Jurnal Pendidikan Fisika
11 1Mahasiswa 2 dan 3 Dosen Program Studi Pendidikan Fisika
mendengarkan penjelasan guru. Siswa tampak diam dan tidak ada yang bertanya
atau menanggapi materi yang sudah disampaikan.
Pertemuan kedua pada kelas kontrol, pembelajaran berlangsung siswa
terlihat memperhatikan guru dalam menerangkan materi pelajaran dan tampak
sudah memahami materi. Kemudian guru bertanya kepada semua siswa tentang
materi yang sudah disampaikan tidak ada satu pun siswa yang bisa menjawab. Hal
ini membuat guru menjadi tidak memahami kehendak dari siswa.
Pada pertemuan ketiga, pembelajaran masih sama pada pertemuan
sebelumnya. Pada pertemuan ini siswa diberi waktu untuk mengerjakan soal yang
diberikan oleh guru sedangkan yang lain lebih asyik bercerita dengan temannya.
Dan sampai di akhir pembelajaran hampir semua siswa tidak ada yang
memberikan komentar ataupun pertanyaan kepada guru tentang materi yang sudah
disampaikan.
Setelah diberi pembelajaran yang berbeda, untuk kelas eksperimen yang
diberi pembelajaran Jigsaw sedangkan pada kelas kontrol menggunakan
pembelajaran konvensional. Selanjutnya kedua kelas tersebut diberikan tes akhir
(post-test) maka terjadi peningkatan hasil belajar. Kelas eksperimen memperoleh
rata-rata nilai sebesar 76,17 dibandingkan dengan nilai tes awal sebesar 21,83,
dengan peningkatan sebesar 54,34. Untuk kelas kontrol memperoleh rata-rata nilai
sebesar 69,67 dibandingkan dengan nilai tes awal sebesar 20,67, maka terjadi
peningkatan sebesar 49,00. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan nilai tes
kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan nilai tes kelas
kontrol. Hasil dari tes hasil belajar kedua kelompok dilakukan uji normalitas, uji
homogenitas, dan uji hipotesis.
Hasil analisis data tes awal menunjukkan bahwa kedua kelas memiliki
kemampuan awal yang sama sebelum dilaksanakan kegiatan belajar mengajar
dengan memberikan perlakuan berbeda. Pada tahap selanjutnya, dilaksanakan
pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol,
kemudian diberi tes akhir untuk mengetahui hasil belajar siswa kedua kelas.
Kemudian berdasarkan analisis data tes akhir menunjukkan bahwa nilai
rata-rata kelas eksperimen lebih besar dari nilai rata-rata kelas kontrol. Ini berarti
bahwa hasil belajar kelas eksperimen yang menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkat lebih baik daripada hasil belajar kelas
kontrol dengan menerapkan metode konvensional.
Selain itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa ketuntasan nilai mata
pelajaran fisika siswa pada materi kalor dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih banyak bila dibandingkan dengan kelas
kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional. Dengan nilai KKM
sebesar 75, siswa kelas eksperimen yang tuntas sebanyak 24 siswa dan yang tidak
tuntas hanya 6 siswa dari 30 siswa artinya siswa yang tuntas mencapai 80%.
Sedangkan pada kelas kontrol siswa yang tuntas hanya 6 siswa dan yang tidak
tuntas sebanyak 24 siswa dari total keseluruhan sebanyak 30 siswa artinya siswa
yang tuntas mencapai 20%. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe Jigsaw lebih baik daripada kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran
konvensional.
Jurnal Pendidikan Fisika
12 1Mahasiswa 2 dan 3 Dosen Program Studi Pendidikan Fisika
Kemudian hasil uji hipotesis post-test menggunakan uji-t menunjukkan
bahwa thitung = 3,16 lebih besar dari ttabel = 2,021 yang berarti hipotesis H0 ditolak
dan Ha diterima. Hal ini menyatakan bahwa nilai rata-rata siswa yang diterapkan
model pembelajaran Jigsaw lebih besar daripada nilai rata-rata siswa yang
menerapkan pembelajaran konvensional. Dengan kata lain, ada pengaruh model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap hasil belajar fisika siswa kelas VII
SMP Negeri Lubuk Tua Tahun Pelajaran 2015/2016.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada kelas VII SMP Negeri
Lubuk Tua, menunjukkan bahwa hasil belajar fisika pada pembelajaran
konvensional lebih rendah jika dibandingkan dengan model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw. Hal ini dikarenakan kelemahan pembelajaran
konvensional yaitu kegiatan belajar terpusat pada guru dan siswa hanya menerima
materi yang guru jelaskan. Ini sangat membuat siswa bosan, mengantuk dan tidak
semangat belajar. Berbeda dengan kelas yang diajarkan dengan menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, siswa dituntut aktif untuk menguasai
materi yang diberikan serta siswa diajak untuk mendisiplinkan waktu, ini terlihat
dari peningkatan siswa dalam menyelesaikan tugas di dalam kelompok.
Pada model pembelajaran Jigsaw guru hanya sebagai fasilitator dan motivator,
karena siswa dianggap sudah memiliki kemampuan dan pengetahuan. Oleh karena
itu, terdapat perbedaan hasil belajar pada dua kelas sampel.
Pada kelas kontrol yang mana proses belajar diterapkan model pembelajaran
konvensional yang dalam proses pembelajarannya hanya terpusat pada guru,
sehingga membuat siswa hanya menerima apa yang dijelaskan oleh guru. Ketika
diberikan kesempatan untuk bertanya, siswa lebih memilih untuk diam padahal
mereka belum mengerti dengan materi yang dijelaskan guru dan perbedaannya
lebih terlihat pada tes akhir (pos-test) yang dilakukan pada kedua kelas tersebut.
Hal ini dapat dilihat nilai rata-rata hasil belajar siswa pada kelas eksperimen lebih
tinggi bila dibandingkan dengan nilai rata-rata pada kelas kontrol.
E. PENUTUP
1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data diperoleh thitung (3,16) > ttabel
(2,021) dan nilai rata-rata tes akhir hasil belajar fisika siswa pada kelas ekperimen
sebesar 76,17, pada kelas kontrol sebesar 69,67. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa ada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
terhadap hasil belajar fisika siswa kelas VII SMP Negeri Lubuk Tua Tahun
Pelajaran 2015/2016.
2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, penulis memandang
perlu untuk memberikan saran khsususnya kepada:
a. Guru, agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa sebaiknya model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif
untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
b. Sekolah, dalam mengoptimalkannya kualitas pendidikan hendaknya
menyediakan sarana penunjang model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw di
dalam proses belajar mengajar.
Jurnal Pendidikan Fisika
13 1Mahasiswa 2 dan 3 Dosen Program Studi Pendidikan Fisika
c. Siswa, hendaknya dapat mengaitkan proses pembelajaran yang sedang
berlangsung dengan fenomena kehidupan sehari-hari dengan demikian
diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta
Aqib, Zainal. 2013. Model-Model, Media, dan Strategi Pembelajaran Konstektual
(Inovatif). Bandung: CV Yrama Widya.
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta.
Giancoli, Douglas. 2001. Fisika Jilid I. Jakarta: Erlangga.
Musfiqon. 2012. Pengembangan Media dan Sumber Pembelajaran. Jakarta: PT.
Prestasi Pustakaraya.
Musthofa, Khoirul. 2013. Pembelajaran Fisika dengan Cooperative Learning Tipe
Jigsaw untuk Mengoptimalkan Aktivitas dan Kemampuan Kognitif Siswa Kelas
X-6 SMA MTA Surakarta. Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan
MIPA FKIP UNS. Vol.1 No.1 halaman 55.
Nurhaeni, Yani. 2011. Meningkatkan Pemahaman Siswa pada Konsep Listrik melalui
Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw pada Siswa Kelas IX SMPN 43 Bandung.
Jurnal Penelitian Pendidikan. Vol. 12 No. 1, April 2011. Bandung.
Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:
Rineka Cipta.
Slavin, Robert, E. 2005. Cooperative Learning, Teori, Riset dan Praktik. Bandung:
Nusa Media.
Sudjana. 2005. Metode Statistik. Bandung: Tarsinto.
Sugiyono. 2012. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
________. 2013. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Suherman dan Sukjaya. 1990. Petunjuk Praktik untuk Melaksanakan Evaluasi
Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusuma.
Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning (Teori dan Aplikasi PAIKEM).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana.
Uno, B. Hamzah dan Nurdin Mohamad. 2011. Belajar Dengan Pendekatan
PAIKEM, Jakarta: Bumi Aksara.
Yamin, Martinis. 2012. Desain Baru Pembelajaran Konstruktivistik. Jakarta: Ciputat
Mega Mall
Young, Hugh D dan Freedman, Roger A. 2004. Fisika Universitas Edisi Kesepuluh
Jilid II. Jakarta: Erlangga.