pengaruh kapabilitas apip, jumlah apip dan anggaran ...digilib.unila.ac.id/59690/2/tesis tanpa bab...
TRANSCRIPT
PENGARUH KAPABILITAS APIP, JUMLAH APIPDAN ANGGARAN BELANJA LANGSUNG APIPTERHADAP KINERJA PENYELENGGARAAN
PEMERINTAH DAERAH
(Tesis)
Oleh :ANTARIKSA PUTRA NEGARA
MAGISTER ILMU AKUNTANSIFAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG
2019
ABSTRAK
PENGARUH KAPABILITAS APIP, JUMLAH APIP DANANGGARAN BELANJA LANGSUNG APIP TERHADAP
KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAH DAERAH
Oleh
Antariksa Putra Negara
Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EKPPD) dalamPeraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 merupakan suatu prosespengumpulan dan analisis data secara sistematis terhadap kinerja penyelenggaraanpemerintahan daerah dengan menggunakan sistem pengukuran kinerja. EKPPDini dilaksanakan secara terukur, dengan melibatkan beberapa Kementerian/LPNKterhadap Provinsi, Kabupaten dan Kota untuk mengukur kinerja penyelenggaraanpemerintahan. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) selaku auditorinternal pemerintah memiliki tugas melakukan pembinaan dan pengawasan dalampenyeleggaraan pemerintah daerah. Sejalan dengan reformasi birokrasi yangbergulir saat ini, perkembangan jasa yang diharapkan dapat diberikan oleh APIPsebagai auditor internal pemerintah mengalami peningkatan yang luar biasa. Peransebagai watch dog yang selama ini menjadi ciri khas unit pengawasan internaltelah mengalami pergeseran dan perluasan menjadi konsultan dan katalis bagiorganisasi sektor publik. Penelitian ini bertujuan untuk mencari bukti empiriksejauh mana pengaruh APIP yaitu tingkat kapabilitas APIP, jumlah APIP dananggaran belanja langsung APIP terhadap Kinerja Penyelenggaraan PemerintahDaerah.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tidak mendukung hipotesis yangmenyatakan bahwa tingkat kapabilitas APIP dan Jumlah APIP pengaruh positifterhadap kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah, sedangkan hasil penelitianini mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa Anggaran Belanja LangsungAPIP berpengaruh positif terhadap terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahdaerah.
Kata kunci: EKPPD, Kapabilitas APIP, APIP, Anggaran Belanja Langsung
ABSTRACT
EFFECT OF APIP CAPABILITY, NUMBER OF APIPS ANDDIRECT EXPENDITURE BUDGET OF APIP TOWARDS THE
PERFORMANCE OF LOCAL GOVERNMENTADMINISTRATION
By
Antariksa Putra Negara
Performance Evaluation of Local Government Administration (EKPPD) inGovernment Regulation Number 6 of 2008 is a systematic process of collectingand analyzing data on the performance of regional government by using aperformance measurement system. The EKPPD was carried out measurably,involving several Ministries / LPNKs of Provinces, Regencies, and Cities tomeasure the performance of government administration. The Government InternalOversight Apparatus (APIP) as the internal auditor of the government has the taskof providing guidance and supervision in the management of local government. Inline with the current bureaucratic reforms, the development of services that areexpected to be provided by APIP as a government internal auditor has increasedtremendously. The role as a watch dog that has been a hallmark of the internalcontrol unit has experienced a shift and expansion into a consultant and catalystfor public sector organizations. This study aims to find empirical evidence of theextent of the influence of APIP, namely the capability of APIP, the number ofAPIP and the APIP direct expenditure budget on the Performance of LocalGovernment Operations.
The results of this study indicate that it does not support the hypothesis that thelevel of APIP capability and the number of APIP has a positive influence on theperformance of local government administration, while the results of this studysupport the hypothesis that APIP Direct Expenditure Budget has a positive effecton the performance of local government administration.
Keywords: EKPPD, APIP Capability, APIP, Direct Expenditure Budget
PENGARUH KAPABILITAS APIP, JUMLAH APIP
DAN ANGGARAN BELANJA LANGSUNG APIP
TERHADAP KINERJA PENYELENGGARAAN
PEMERINTAH DAERAH
Oleh :
ANTARIKSA PUTRA NEGARA
(Tesis)
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
MAGISTER AKUNTANSI
PADA
Program Pascasarjana Magister Ilmu Akuntansi
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Lampung
MAGISTER ILMU AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP
Antariksa Putra Negara, dilahirkan di Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan,
pada tanggal 15 Mei 1982, merupakan anak kedua dari dari lima bersaudara buah
hati dari pasangan Bapak Drs. Hi. M. Barzawan Anwar dan Ibu Hj. Eliya
Anggraini (Alm).
Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan pada tahun 1994 di SDN 1 Labuhan Ratu
Bandar Lampung, kemudian Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama diselesaikan pada
tahun 1997 di SMP Al Kautsar Bandar Lampung. Selanjutnya Sekolah Menengah
Umum diselesaikan pada tahun 2000 di SMU Al Kautsar, Kota Bandar Lampung.
Pada tahun 2005, penulis mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan
Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Lampung. Kemudian pada tahun 2016,
penulis terdaftar sebagai mahasiswa pascasarjana pada Program Studi Magister
Ilmu Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisns, Universitas Lampung. Selanjutnya,
pada tanggal 14 Oktober 2019 penulis dinyatakan lulus dalam ujian tesis,
sehingga berhak menyandang gelar Magister Sains Akuntansi.
“Karunia Allah yang paling lengkap adalah
kehidupan yang didasarkan pada ilmu
pengetahuan”
- Ali Bin Abi Thalib -
Hidup ini seperti sepeda. Agar tetap seimbang, kau
harus tetap bergerak
--- Albert Einstein ---
Papa...Mama...yang tak mengenal kata lelah, berdo’a dan memberi
semangat untuk hidupku,
Keluarga ku Tercinta... atas doa dan dukungannya yang selalu memberi
semangat,
Orang yang tak terlupakan dan orang – orang yang mungkin telah
terlupakan, cinta dan kasih sayang dalam segala bentuknya.... serta
almamater tercinta,
Kepada merekalah karya ini kupersembahkan, sebagai rasa syukur dan
terima kasih yang tiada terhingga
SANWACANA
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, atas limpahan berkah dan karunia-Nya
serta Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW yang selalu dinantikan
syafa’atnya hingga yaumul akhir, sehingga tesis dengan judul “Pengaruh
Kapabilitas APIP, Jumlah APIP dan Anggaran Belanja Langsung APIP terhadap
Kinerja Penyelanggaraan Pemerintah Daerah” dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak yang
telah diperoleh selam penyusunan tesis ini sangat membantu mempermudah
proses penyelesaiannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis
menyampaikan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :
1. Papa, Mama, Ibu, serta kakak dan adik – adikku. Terima kasih atas dukungan
serta do’a dalam sujud yang tak kenal lelah. Tiada kata yang dapat mewakili
rasa sayang dan terima kasih atas segalanya.
2. My lovely Januarti Maulida Putri, and my juniors dan Faisal dan adek Farhan,
dukungan dan kasih sayang kalian adalah sumber energi yang tak terhingga
dalam menjalankan kehidupan ini you’re my everything.
3. Ibu Dr. Rindu Rika Gamayuni, S.E., M.Si., selaku pembimbing utama
Terimakasih sudah berkenan membimbing mahasiswa dengan pengetahuan
dan kemampuan yang biasa ini, dan maaf sudah banyak menyita waktu dan
pikiran demi mewujudkan cita – cita yang tidak pernah terbayangkan
sebelumnya.
4. Bapak Dr. Fitra Dharma, S.E., M. Si., selaku pembimbing kedua yang telah
banyak meluangkan waktu, ide dan saran pengetahuan yang sangat membantu
penulis dalam menyelesaikan tesis dan studi.
5. Ibu Dr. Agrianti Komalasari, S.E., M.Si., Akt., CA., selaku penguji utama
yang telah banyak meluangkan waktu, kritik, saran, pengetahuan, serta
bantuan dan kesempatan yang telah diberikan sehingga menambah
pemahaman bagi penulis.
6. Bapak Dr. Tri Joko Prasetyo, S.E., M.Si., Akt., selaku anggota penguji terima
kasih banyak atas motivasi yang tiada mengenal lelah. Banyak ide,
pengetahuan, dan semangat yang telah bapak berikan.
7. Ibu Dr. Fajar Gustiawaty Dewi, S.E., M.Si., Akt., selaku pembimbing
akademik. Terima kasih atas bimbingan, pengetahuan, dan pemahaman yang
penulis dapatkan selama ini.
8. Bapak Prof. Dr. Satria Bangsawan, S.E., M.Si., selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Lampung, terima kasih atas fasilitas
pendidikan yang baik dan nyaman. Bangga menjadi bagian dari FEB, semoga
lebih maju.
9. Keluarga besarku di Biro Kesejahteraan Sosial Propinsi Lampung. Terima
kasih atas do’a, dukungan serta semangat yang selalu tercurah.
10. Selurah staf pengajar Program Magister Ilmu Akuntansi, Fakultas Ekonomi
dan Bisnis niversitas Lampung yang telah memberikan bekal ilmu serta
pemahaman yang sangat bermanfaat bagi penulis.
11. Mas Andri Kasrian, S.Pd. beserta seluruh staf karyawan Fakultas Ekonomi
dan Bisnis, Universitas Lampung, terima kasih atas bantuan dan pelayanan
yang bail selama proses pendidikan.
12. Rahmat Pranoto, SE, M.S. Ak terimakasih Masbro atas bantuan dan
dukungannya selalu mendampingi pada saat Seminar Proposal, Seminar Hasil
dan Ujian.
13. Sahabat – sahabat seperjuangan dalam menggapai cita – cita. Magister Ilmu
Akuntansu 2016, terima kasih atas kerjasama, kompetisi, canda, tawa serta
pengalaman yang saling melengkapi.
14. Almamater tercinta, Universitas Lampung yang selalu penulis banggakan.
Semoga amal kebaikan, pengetahuan serta kasih sayang yang diberikan
mendapat balasan dari Allah SWT. Penulis juga berharap semoga tesis ini
dapat berguna dan bermanfaat. Aamiin.
Bandar Lampung, Oktober 2019
Penulis,
Antariksa Putra Negara
DAFTAR ISI
1. PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang ............................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.......................................................................................8
1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................................8
1.4. Kegunaan Penelitian ...................................................................................9
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori..........................................................................................11
2.1.1.Teori Organisasi................................................................................11
2.1.2.Teori Agensi .....................................................................................11
2.1.3.Aparat Pengawasan Internal Pemerintah ..........................................12
2.1.3.1. Tingkat Kapabilitas APIP .....................................................14
2.1.3.2. Jumlah APIP .........................................................................17
2.1.3.3. Anggaran Belanja Langsung APIP .......................................18
2.1.3.4. Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah ....19
2.2. Penelitian Terdahulu .................................................................................26
2.3. Pengembangan Hipotesis ..........................................................................27
2.3.1.Pengaruh Tingkat Kapabilitas APIP terhadap Kinerja
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah ................................................27
2.3.2.Pengaruh Jumlah APIP terhadap Kinerja Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah.............................................................................29
2.3.3.Pengaruh Belanja Langsung APIP terhadap Kinerja Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah.............................................................................30
2.4. Kerangka Pemikiran..................................................................................32
3. METODE PENELITIAN
3.1. Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................33
3.2. Jenis dan Sumber Data..............................................................................33
3.3. Metode Pengumpulan Data.......................................................................34
3.4. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ............................35
3.4.1.Variabel Penelitian............................................................................35
3.4.2.Definisi Operasional Variabel ..........................................................35
3.5. Metode Analisis ........................................................................................37
3.5.1.Statistik Deskriptif ............................................................................37
3.5.2.Uji Asumsi Klasik.............................................................................37
3.5.2.1. Uji Normalitas.......................................................................38
3.5.2.2. Uji Autokorelasi ....................................................................38
3.5.2.3. Uji Heteroskedastisitas..........................................................39
3.5.2.4. Uji Multikolinieritas..............................................................40
3.5.3.Analisis Regresi Linier .....................................................................40
3.5.4.Pengujian Hipotesis ..........................................................................41
3.5.4.1. Uji f-statistik .........................................................................41
3.5.4.2. Uji t-statistik..........................................................................41
3.5.4.3. Uji-Koefisien Determinasi (R2)............................................42
4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1. Populasi dan Sampel .................................................................................43
4.2. Analisis Data.............................................................................................44
4.2.1.Statistik Deskriptif ............................................................................44
4.2.2.Uji Asumsi Klasik.............................................................................47
4.2.2.1. Uji Normalitas.......................................................................47
4.2.2.2. Uji Autokorelasi ....................................................................48
4.2.2.3. Uji Multikolinieritas..............................................................49
4.2.2.4. Uji Heteroskedastisitas..........................................................50
4.2.3.Analisis Regresi Linier .....................................................................51
4.2.4.Uji Hipotesis .....................................................................................53
4.2.4.1. Uji f-statistik .........................................................................53
4.2.4.2. Uji t-statistik..........................................................................54
4.2.4.3. Uji Koefisien Determinasi ....................................................56
4.3. Pembahasan...............................................................................................57
4.3.1.Pengaruh Tingkat Kapabilitas APIP Terhadap Kinerja
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah ................................................57
4.3.2.Pengaruh Jumlah APIP Terhadap Kinerja Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah.............................................................................57
4.3.3.Pengaruh Anggaran Belanja Langsung APIP Terhadap Kinerja
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah ................................................61
5. SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ...............................................................................................64
5.2. Keterbatasan Penelitian.............................................................................64
5.3. Saran .........................................................................................................65
5.4. Implikasi ...................................................................................................67
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB IPENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu ukuran kinerja pemerintah daerah adalah Evaluasi Kinerja
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6
Tahun 2008 bahwa Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
(EKPPD) merupakan suatu proses pengumpulan dan analisis data secara
sistematis terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan
menggunakan sistem pengukuran kinerja. Sumber informasi utamanya adalah
Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD). EKPPD ini dilaksanakan
secara terukur, dengan melibatkan beberapa Kementerian/LPNK (Kemendagri,
Kemen PAN-RB, Kemenkeu, Kemenkum dan HAM, Setneg, BAPPENAS, BKN,
BPKP, BPS dan LAN) terhadap Provinsi, Kabupaten dan Kota untuk mengukur
kinerja penyelenggaraan pemerintahan.
Adapun maksud dan tujuan dari pelaksanaan EKPPD adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui keberhasilan penyelenggaraan pemerintah daerah dalam
memanfaatkan hak yang diperoleh daerah dengan capaian keluaran dan hasil
yang direncanakan;
2. Untuk membandingkan tingkat capaian kinerja antar satu daerah dengan daerah
lainnya dalam wilayah provinsi dan nasional;
2
3. Sebagai umpan balik dan rekomendasi bagi daerah untuk mendorong
peningkatan kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah;
4. Sebagai dasar Pemerintah memberikan penganugerahan kepada pemda yang
dinilai berkinerja tertinggi hasil EKPPD tehadap LPPD;
5. Sebagai dasar Pemerintah melakukan pembinaan dalam rangka peningkatan
kapasitas daerah, sebagaimana Perpres No. 59 Tahun 2012 tentang Kerangka
Nasional Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Daerah.
Rapor kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah yang dikeluarkan oleh
Kementerian Dalam Negeri bagi Instansi pemerintah di Provinsi Lampung kurang
mengembirakan. Hanya 3 instansi (Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten
Lampung Tengah dan Kabupaten Lampung Utara) yang mendapatkan
peningkatan status sedangkan 4 Instansi (Kota Bandar Lampung, Kabupaten
Lampung Timur, Kabupaten Tulang Bawang Barat dan Kabupaten Mesuji) yang
mengalami penurunan nilai dari tahun sebelumnya.
Tabel 1.1 Nilai Hasil Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
EKPPD) Di Provinsi Lampung
No Instansi2015 2016
Nilai Status Nilai Kategori
1 Provinsi Lampung 2,7332 T 2,9261 T
2 Kota Bandar Lampung 2,9877 T 2,9745 T
3 Kota Metro 3,1220 ST 3,2889 ST
4 Kab Lampung Selatan 2,8666 T 3,0379 ST
5 Kab Pesawaran 2,7453 T 2,9807 T
6 Kab Pringsewu 2,3036 T 2,9293 T
3
7 Kab Tanggamus * T 2,8374 T
8 Kab Lampung Tengah 2,8118 T 3,0755 ST
9 Kab Lampung Timur 2,8974 T 2,8935 T
10 Kab Tulang Bawang 2,8452 T 2,9011 T
11 Kab Tuba Barat 2,9967 T 2,9726 T
12 Kab Mesuji 2,8359 T 2,7967 T
13 Kab Lampung Utara 2,9954 T 3,0930 ST
14 Kab Way Kanan 2,8224 T 2,9928 T
15 Kab Lampung Barat 3,2147 ST 3,3435 ST
Sumber: Data Kementrian Dalam Negeri RI Diolah
Kondisi diatas membuat keingintahuan masyarakat akan pengukuran kinerja.
Masalah pengukuran kinerja pada sektor publik sendiri sudah menjadi isu hangat
sejak tahun 1970-an dengan maraknya penerapan konsep New Public
Management (NPM) di dunia barat. Pengukuran kinerja sektor publik memang
tidak seperti sektor bisnis/ privat yang pengukuran kinerjanya jelas dan pasti yaitu
utamanya profit, disektor publik jauh lebih komplek. Jones dan Pendlebury (2010)
menjelaskan bahwa terdapat enam tantangan utama dalam pengukuran kinerja
pada pemerintahan, yaitu: pengukuran biaya, keandalan pengukuran output,
hubungan sebab akibat antara input dan output, lingkup pengukuran output,
komprehensivitas dalam pelaporan pengukuran dan kontrol terhadap kinerja.
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah ini diatur pada Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah
beberapakali dan terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015. Dalam
undang-undang tersebut pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintah
provinsi dilakukan oleh pemerintah pusat sedangkan untuk penyelenggaraan
4
pemerintah kabupaten/kota di lakukan oleh Gubernur selaku wakil pemerintah
pusat, pembinaan dan pengawasan tersebut secara nasional dikoordinasikan oleh
Menteri.
Dalam tatanan praktis, Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 2007 tentang laporan
penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada pemerintah diharapkan sebagai
informasi kinerja suatu pemerintah daerah baik provinsi ataupun Kabupaten/Kota
yang dapat di pertanggungjawabkan. Dalam Peraturan Pemerintah Laporan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Pemerintah yang selanjutnya
disebut LPPD adalah laporan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah selarna 1
(satu) tahun anggaran berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)
yang disampaikan oleh kepala daerah kepada Pemerintah. Penyusunan LPPD
rnenganut prinsip transparansi dan akuntabilitas.
Untuk mengetahui sejauh mana kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah, maka
perlu dilakukan suatu evaluasi kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah.
Evaluasi kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah (EKPPD) yang dilakukan,
menghasilkan nilai kinerja tiap-tiap instansi pemerintah, yang tertuang dalam
laporan hasil evaluasi. Nilai tersebut menggambarkan tingkat kinerja
penyelenggaraan daerah di masing-masing instansi, yaitu mencerminkan sejauh
mana kemampuan Instansi tersebut dapat mempertanggungjawabkan hasil
(result/outcome) yang diperoleh atas penggunaan uang negara, EKPPD dilakukan
untuk menilai kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam upaya
peningkatan kinerja berdasarkan prinsip tata kepemerintahan yang baik. Dengan
adanya nilai kinerja penyelenggaraan daerah ini diharapkan dapat mendorong
5
instansi pemerintah daerah untuk secara konsisten meningkatkan kinerja
penyelenggaraan pemerintah daerahnya dan mewujudkan capaian kinerja (hasil)
instansinya sesuai yang diamanahkan dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
73 Tahun 2009 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah bahwa Untuk melakukan EPPD sebagaimana gubernur
membentuk Tim Daerah EPPD. Tim Daerah EPPD bertugas melakukan EKPPD
kabupaten/kota dalam wilayah provinsi, EKPPD meliputi pengukuran dan
pemeringkatan kinerja penyelenggaraan pemerintahan kabupaten/kota dalam
wilayah provinsi. Dalam Tim Daerah Inspektorat Provinsi (Aparat Pengawas
Internal Pemerintah) merupakan salah satu tim daerah dalam melakukan EKPPD.
Susunan keanggotaan Tim Daerah EPPD dan Tim Teknis Daerah beserta rincian
tugasnya ditetapkan oleh gubernur.
Sawyer’s (1999) menyatakan Auditor Internal adalah aktivitas independen,
keyakinan objektif dan konsultasi yang dirancang untuk memberi nilai tambah
dan meningkatkan operasi organisasi. Audit tersebut membantu organisasi
mencapai tujuannya dengan menerapkan pendekatan yang sitematis dan
berdisiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas proses pengelolaan
resiko, kecukupan kontrol dan pengelolaan organisasi. Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah (APIP) selaku auditor internal pemerintah memiliki tugas melakukan
6
pembinaan dan pengawasan dalam penyeleggaraan pemerintah daerah. Sejalan
dengan reformasi birokrasi yang bergulir saat ini, perkembangan jasa yang
diharapkan dapat diberikan oleh APIP sebagai auditor internal pemerintah
mengalami peningkatan yang luar biasa. Peran sebagai watch dog yang selama ini
menjadi ciri khas unit pengawasan internal telah mengalami pergeseran dan
perluasan menjadi konsultan dan katalis bagi organisasi sektor publik. The
Institute Of Internal Auditors (IIA) sebagai institusi profesi auditor internal telah
menetapkan standar profesional pelaksanaan audit internal. Dalam standar
tersebut dinyatakan bahwa aktivitas audit internal dirancang untuk memberikan
nilai tambah dan peningkatan operasi organisasi.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah, inspektorat provinsi adalah aparat pengawasan
intern pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada gubernur dan
inspektorat kabupaten/ kota adalah aparat pengawasan intern pemerintah yang
bertanggung jawab langsung kepada bupati/ walikota. Pasal 49 Ayat 2 dari
peraturan pemerintah tersebut menyebutkan bahwa, inspektorat daerah melakukan
pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan
fungsi satuan kerja perangkat daerah yang didanai dengan anggaran pendapatan
dan belanja daerah.
Hubungan antara internal auditor dan kinerja pemerintah ini tertuang dalam
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017 tentang
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Pasal 17 point 2
bahwa Pembinaan dan Pengawasan terhadap perangkat daerah dilakukan oleh
7
kepala daerah yang dibantu oleh Inspektorat Daerah, pada pasal 17 point 4
disebutkan bahwa Pembinaan dan pengawasan dilaksanakan sejak tahap
perencanaan, penganggaran, pengorganisasian, pelaksanaan, pelaporan, evaluasi
dan pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintah daerah. Beberapa
penelitian sebelumnya. Bastian (2007) menyatakan peran APIP selaku auditor
internal adalah untuk memastikan bahwa sistem akuntabilitas kinerja dan
akuntansi keuangan daerah telah berjalan dengan baik dan laporan keuangan
daerah disajikan dengan wajar, diluar tugas–tugas awal APIP sebelumnya sebagai
aparat pengawas. Aikins (2011) menyatakan bahwa kecukupan pengendalian
internal dan efektivitas pengendalian internal berpengaruh terhadap kinerja
keuangan pemerintah daerah. Lebih lanjut, Aikins (2011) mengungkapkan bahwa
internal auditor pemerintah daerah memberikan kontribusi yang signifikan
terhadap kinerja keuangan melalui peningkatan pengendalian internal atas
proses pengelolaan keuangan pemerintah daerah. Sementara itu, Bourdeaux dan
Grace (2008) mengungkapkan bahwa dibalik kinerja pemerintah daerah
dipengaruhi oleh pengawasan baik oleh badan legislatif maupun badan eksekutif
daerah. Arifianti et. al. (2013) memperkuat bukti penelitian sebelumnya bahwa
pengawasan baik oleh masyarakat dan BPK berpengaruh terhadap kineja
penyelenggaraan pemerintah daerah.
Dari uraian di atas, penulis ingin melakukan penelitian yang bertujuan untuk
mencari bukti empirik sejauh mana pengaruh APIP yaitu tingkat kapabilitas APIP,
jumlah APIP dan anggaran belanja langsung APIP terhadap Kinerja
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka
penulis melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kapabilitas APIP,
8
Jumlah APIP dan Anggaran Belanja Langsung APIP Terhadap Kinerja
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah”. Studi kasus pada pemerintah daerah se-
Provinsi Lampung tahun 2015, 2016 dan 2017.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, maka penulis
mencoba menyimpulkan rumusan masalah yang dapat mengarahkan penyelesaian
penelitian ini, yaitu:
1 Apakah tingkat kapabilitas APIP berpengaruh terhadap Kinerja
Penyelenggaran Pemerintah Daerah.
2 Apakah jumlah APIP berpengaruh terhadap Kinerja Penyelenggaran
Pemerintah Daerah
3 Apakah anggaran belanja langsung APIP berpengaruh terhadap Kinerja
Penyelenggaran Pemerintah Daerah.
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk melakukan pengujian tentang pengaruh APIP
terhadap Kinerja Penyelenggaran Pemerintah Daerah. Oleh karena itu tujuan
penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti secara empiris terhadap hal-hal
tersebut di atas, antara lain:
1. Memberikan bukti empiris bahwa tingkat kapabilitas APIP berpengaruh
positif terhadap Kinerja Penyelenggaran Pemerintah Daerah.
2. Memberikan bukti empiris bahwa jumlah APIP berpengaruh positif terhadap
Kinerja Penyelenggaran Pemerintah Daerah.
9
3. Memberikan bukti empiris bahwa anggaran belanja langsung APIP
berpengaruh positif terhadap Kinerja Penyelenggaran Pemerintah Daerah.
4. Memberikan bukti empiris bahwa tingkat kapabilitas APIP, jumlah APIP dan
anggaran belanja langsung APIP bersama sama berpengaruh terhadap Kinerja
Penyelenggaran Pemerintah Daerah.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain:
1 Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan
wawasan kepada peneliti mengenai pengaruh APIP terhadap Kinerja
Penyelenggaran Pemerintah Daerah.
2 Bagi Pemerintah Daerah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi pemerintah
daerah akan pentingnya APIP terhadap Kinerja Penyelenggaran Pemerintah
Daerah. Sehingga perhatian dan dukungan instansi pemerintah khususnya
pemerintah daerah terhadap kinerja APIP dapat terus ditingkatkan.
3 Bagi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pemicu bagi APIP untuk terus
meningkatkan kinerjanya. Tanggung jawab yang begitu besar yaitu membina
dan mengawasi Kinerja Penyelenggaran Pemerintah Daerah semakin disadari
oleh APIP.
10
4 Bagi Peneliti Yang Akan Datang
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berarti
dalam pengembangan ilmu akutansi khususnya akutansi sektor publik dan
dapat dijadikan bahan referensi dan perbandingan penelitian lainnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Teori Organisasi
Teori organisasi adalah teori yang mempelajari kinerja dalam sebuah organisasi,
salah satu kajian organisasi diantaranya membahas tentang bagaimana sebuah
organisasi menjalankan fungsi dan mengaktualisasikan visi dan misi organisasi
tersebut serta bagaimana sebuah organisasi mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
orang didalamnya maupun lingkungan kerja organisasi tersebut. Menurut Lubis
dan Husein (1987) bahwa teori organisasi adalah sekumpulan ilmu pengetahuan
yang membicarakan mekanisme kerjasama dua orang atau lebih secara sistematis
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Teori Organisasi merupakan sebuah
teori untuk mempelajari kerjasama setiap individu. APIP atau Inspektorat dalam
Pemerintahan Daerah merupakan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dalam
bidang pembinaan dan pengawasan untuk menunjang agar tercapainya visi dan
misi pemerintah daerah.
2.1.2 Teori Agensi
Suatu organisasi pastinya ingin mencapai suatu tata kelola perusahaan
yang baik. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan bahwa hubungan agensi
12
merupakan sebuah kontrak yang muncul ketika satu orang atau lebih
mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa sekaligus
memberikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut.
Akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk
memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan dan mengungkapkan
segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak
pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta
pertanggungjawaban tersebut di dalam pemerintah daerah, Mardiasmo (2002).
teori ini dapat digambarkan seperti kepala daerah sebagai agent dan rakyat
sebagai principal. Hubungan pendelegasian wewenang dalam pemerintah daerah
yang dapat terwujud seperti antara masyarakat/ principal dengan pemerintah
daerah/ agent, legislatif/ principal dengan pemerintah daerah/ agent, dan juga
antara masyarakat/ principal dengan legislatif/ agent, Arifianti et. al., (2013).
2.1.3. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) menurut Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017 Tentang Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah adalah Inspektorat Jenderal Kementerian,
unit pengawasan lembaga pemerintah non kementerian, inspektorat provinsi dan
inspektorat kabupaten kota. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) adalah
auditor internal pada instansi pemerintah. Pengertian dari auditor internal menurut
Rahayu dan Suhayati (2009) adalah:
“Pegawai dari suatu organisasi/ perusahaan yang bekerja di organisasitersebut untuk melakukan audit bagi kepentingan manajemen perusahaanyang bersangkutan, dengan tujuan untuk membantu manajemen organisasi
13
untuk mengetahui kepatuhan para pelaksana operasional organisasi terhadapkebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan oleh perusahaan”.
Konsorsium Organisasi Profesi Auditor Internal dalam Standar Profesi Audit
Internal (SPAI 2004) menyatakan bahwa:
“Audit internal merupakan kegiatan assurance dan konsultasi yangindependent dan obyektif, yang dirancang untuk memberikan nilai tambahdan meningkatkan kegiatan operasi organisasi. Audit internal membantuorganisasi untuk mencapai tujuannya, melalui suatu pendekatan yangsistematis dan teratur untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitaspengelolaan risiko, pengendalian, dan proses governance”.
Sawyer’s (1999) menyatakan Auditor Internal adalah aktivitas independen,
keyakinan objektif dan konsultasi yang dirancang untuk memberi nilai tambah
dan meningkatkan operasi organisasi. Audit tersebut membantu organisasi
mencapai tujuannya dengan menerapkan pendekatan yang sitematis dan
berdisiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas proses pengelolaan
resiko, kecukupan kontrol dan pengelolaan organisasi.
Sebagai auditor internal pemerintah, APIP yang pada awalnya hanya berperan
sebagai pengawas terhadap kepatuhan penyelenggara pemerintah kini diharapkan
dapat memberi manfaat berupa nasihat dalam pengelolaan sumber daya organisasi
sehingga dapat membantu pimpinan dalam mengambil kebijakan. Selain itu APIP
saat ini diharapkan juga berperan sebagai katalis yang berkaitan dengan jaminan
kualitas (quality assurance). Pemberian jasa jaminan kualitas bertujuan untuk
meyakinkan bahwa aktivitas pemerintah yang dijalankan telah menghasilkan
keluaran (output) yang dapat memenuhi kebutuhan penggunanya. Dalam
memainkan peranannya sebagai katalis, APIP berperan sebagai fasilitator dan
agen perubahan. Dampak dari peran ini bersifat jangka panjang karena fokus
14
katalis adalah nilai jangka panjang dari penyelenggaraan pemerintah, terutama
berkaitan dengan tujuan dan sasaran pemerintah yang harus memenuhi kepuasan
konsumennya dalam hal ini kepuasan masyarakat tentunya.
2.1.3.1. Tingkat Kapabilitas APIP
APIP adalah instansi pemerintah yang dibentuk dengan tugas pelaksanaan
pengawasan internal di lingkungan pemerintah pusat dan atau pemerintah daerah.
APIP pada setiap instansi pemerintah memiliki kondisi yang berbeda-beda, baik
dari sisi tata kelola, sumber daya yang dimiliki, serta lingkungan yang melingkupi
(BPKP, 2011). Hal ini menyebabkan keberagaman level kapabilitas APIP yang
ada di Indonesia. Untuk mewujudkan APIP yang efektif diperlukan sebuah pola
umum pengembangan kapabilitas APIP. The Institute Of Internal Auditor (IIA)
telah mengembangkan Model Kapabilitas Pengawasan Intern atau Internal Audit
Capability Model (IACM), yaitu suatu kerangka kerja yang mengidentifikasi
aspek-aspek fundamental yang dibutuhkan untuk pengawasan intern yang efektif
di sektor publik. IA-CM menggambarkan jalur evolusi untuk organisasi sektor
publik dalam mengembangkan pengawasan intern yang efektif untuk memenuhi
persyaratan tata kelola organisasi dan harapan profesional. IA-CM menunjukan
langkah-langkah untuk maju dari tingkat pengawasan intern yang kurang kuat
menuju kondisi yang kuat dan efektif , terkait dengan organisasi yang lebih
matang dan komplek (IIA, 2009). IA-CM merupakan suatu model yang bersifat
universal yang di desain oleh IIA mulai tahun 2004 untuk membangun internal
audit yang efektif disektor publik dan sebagai road map perbaikan kapabilitas
APIP. Pemilihan model ini untuk mengukur dan meningkatkan kapabilitas APIP
15
di Indonesia karena model ini telah dipratikkan secara international dan
dikembangkan dengan mengacu kepada praktek tata kelola yang baik dan berlaku
universal di seluruh dunia. Selain itu, IA-CM juga dapat di nilai sendiri (self
assessment) oleh masing-masing APIP dengan elemen kunci tertentu dan telah
lengkap dengan langkah-langkah untuk peningkatan levelnya. Sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Internal
Pemerintah salah satu unsur yang diperlukan untuk mendapatkan sistem
pengendalian internal yang baik adalah penguatan peran APIP. Dalam kerangka
Internal Audit Capability Model (IACM) yang dikembangkan oleh The Institute
Of Internal Auditor (IIA) tahun 2009, tingkatan peran APIP tergambar dalam
tingkat kapabilitas APIP. Kapabilitas APIP adalah kemampuan untuk
melaksanakan tugas-tugas pengawasan yang terdiri dari tiga unsur yang saling
terkait yaitu kapasitas, kewenangan dan kompetensi sumber daya manusia yang
harus dimiliki APIP agar dapat mewujudkan perannya secara efektif. Lembaga
yang melakukan assestment kapablitas APIP terhadap inspektorat kementerian/
lembaga/ pemerintah daerah adalah Badan Pengawas Keuangan dan
Pembangunan RI selaku pembina APIP di Indonesia.
Assessment (evaluasi) tata kelola APIP dilakukan dengan menggunakan sarana
(tools) berupa formulir isian yang telah disusun sedemikian rupa untuk dijawab
oleh APIP (dengan memilih satu jawaban: ya, sebagian atau tidak). Setiap APIP
hanya menjawab satu formulir isian yang menggambarkan pendapat unit kerja
APIP tersebut secara keseluruhan. Formulir isian ini dapat diakses melalui
aplikasi tersendiri yang dikembangkan oleh BPKP.
16
Dalam Peraturan Kepala BPKP RI Nomor 16 Tahun 2015 ada lima tingkatan
tingkat kapabilitas APIP yaitu 1.initial, 2. infrastructure, 3. interated, 4. managed
dan 5. optimazing. Tingkatan tersebut menunjukkan bahwa jika skor tingkat
kapabilitas yang dimiliki inspektorat tersebut semakin mendekati tingkat 5, maka
kapabilitas inspektorat tersebut semakin baik. Secara ringkas 5 tingkatan tersebut
menggambarkan kualitas APIP sebagai berikut :
Tabel 2.1 Matriks Model Kapabilitas APIP
Ting
kat
Peran danLayanan
APIPPengelolaan SDM
Praktik
Profesional
Akuntabilitasdan
ManajemenKinerja
Budaya danHubunganOrganisasi
Struktur TataKelola
5 –Opti
mazing
APIP diakuisebagai
agenperubahan
Pimpinan APIPberperan aktif
dalam organisasiprofesi
Praktik profesionaldikembangkan
secara
berkelanjutanLaporan
efektifitasAPIP kepada
public
Hubunganberjalan
efektif danterus-
menerus
Independensi,kemampuan, dan
kewenangan
penuh APIPProyeksi tenaga
tim kerja
APIP memilikiPerencanaan
strategis
4 –Mana
ged
Jaminanmenyeluruhatas kelola,manajemenresiko, danpengendalian organisasi
APIP
berkontribusiterhadap
pengembanganmanajemen
Strategi auditmemanfaatkan
manajemen risikoorganisasi
Penggabunganukuran kinerjakualitatif dan
kuantitatif
PimpinanAPIP mampumemberikan
saran danmempengaruhi manajemen
Pengawasan
Idependensiterhadap Kegiatan
APIP
APIP mendukungorganisasi profesi
LaporanPimpinan
APIP kepadapimpinan tertinggi
organisasi
Perencanaantenaga tim kinerja
3-
Inte
grated
LayananKonsultasi
Membangun timdan
kompetensinya
Kualitas kerangkakerja manajemen
Pengukurankinerja
Koordinasidengan pihak
lain yangmemebrikan
saran danpenjaminan
PengawasanManajemen
terhadap kegiatanAPIP
AuditKinerja/programevaluasi
Pegawai yang
berkualifikasiprofessional
Perencanaan
audit berbasisresiko
Informasibiaya
MekanismePendanaan
Koordinasi TimPelaporan
manajemenAPIP
Komponen
manajemenTim yangintegral
2 –Infra
AuditKetaatan
Pengembanganprofesi individu
Kerangka kerjapraktik profesional
dan profesinya
AnggaranOperasional
kegiatan APIP
Akses penuh
terhadap informasiorganisasi, aset, dan
17
Structure
Pengelolaanorganisasi
APIP
SDM
Identifikasi danrekrutmen SDMyang kompeten
Perencanaanpengawasanberdasarkan
prioritasmanajemen/pemangku
kepentingan
Perencanaankegiatan APIP
Hubunganpelaporan telah
terbangun
1–Initial
Ad hoc dan tidak terstruktur, audit terbatas untuk ketaatan, output tergantung pada keahlian orang pada posisitertentu, tidak menerapkan praktik profesional secara spesifik selain yang ditetapkan asosiasi profesional,
pendanaan disetujui oleh manajemen sesuai yang diperlukan, tidak adanya infrastuktur, auditor diperlakukansama seperti sebagian besar unit organisasi, tidak ada kapabilitas yang dibangun, oleh karena itu tidak
memiliki area process kunci yang spesifik
Sumber : Peraturan Kepala BPKP RI Nomor: Per–1633/K/JF/2011 Tahun 2011
2.1.3.2. Jumlah APIP
Berdasarkan Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014, pasal 1 ayat 46, Aparat
Pengawas Internal Pemerintah (APIP) adalah inspektorat jenderal kementerian,
unit pengawasan lembaga pemerintah non kementerian, inspektorat provinsi, dan
inspektorat kabupaten/ kota. Selanjutnya dalam pasal 216 ayat 2 dikatakan, APIP
adalah inspektorat daerah, yang mempunyai tugas membantu kepala daerah
membina dan mengawasi pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah dan tugas pembantuan oleh perangkat daerah. Dari ketentuan
perundang-undangan diatas dapat disimpulkan bahwa APIP di pemerintah daerah
adalah Inspektorat Provinsi dan Inspektorat Kabupaten/ Kota.
Jumlah dalam pengertian di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
berarti banyaknya atau tentang bilangan atau sesuatu yang dikumpulkan menjadi
satu. Semakin banyak APIP maka semakin beragam pemikiran yang membuat
aktivitas pengawasan kinerja pemerintah daerah semakin baik. Jumlah APIP
yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah pejabat fungsional pengawas
yang terdapat pada Inspektorat Provinsi dan Kabupaten/ Kota. Pejabat
18
fungsional pengawas Inspektorat Provinsi dan Kabupaten/ Kota terdiri dari
Pejabat Fungsional Auditor dan Pejabat Pengawas Urusan Pemerintah Daerah
(P2UPD).
2.1.3.3. Anggaran Belanja Langsung APIP
Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 dikatakan belanja
daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan pemerintahan daerah
yang menjadi kewenangan provinsi dan kabupaten/ kota yang terdiri atas urusan
wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bagian
tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah
daerah atau antar pemeritah daerah. Menurut kelompoknya belanja dibagi dalam
dua jenis, yaitu belanja langsung dan belanja tidak langsung.
Belanja langsung adalah belanja yang terkait langsung dengan produktivitas
kegiatan atau terkait langsung dengan tujuan organisasi (Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006). Belanja langsung terdiri dari honorarium
pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja modal. Belanja tidak langsung
merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan
pelaksanaan program dan kegiatan. Belanja tidak langsung terdiri dari belanja
pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan
keuangan dan belanja tidak diduga. Besaran anggaran belanja langsung APIP
dalam penelitian ini diambil dari persentase anggaran belanja langsung
inspektorat terhadap total belanja langsung APBD Provinsi atau Kabupaten/ Kota
pada tahun yang bersesuaian.
19
2.1.3.4 Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 bahwa Evaluasi Kinerja
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EKPPD) merupakan suatu proses
pengumpulan dan analisis data secara sistematis terhadap kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah dengan menggunakan sistem pengukuran kinerja. Sumber
informasi utamanya adalah Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD).
EKPPD ini dilaksanakan secara terukur, dengan melibatkan beberapa
Kementerian/LPNK (Kemendagri, Kemen PAN-RB, Kemenkeu, Kemenkum dan
HAM, Setneg, BAPPENAS, BKN, BPKP, BPS dan LAN) terhadap Provinsi,
Kabupaten dan Kota untuk mengukur kinerja penyelenggaraan pemerintahan.
Adapun maksud dan tujuan dari pelaksanaan EKPPD adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui keberhasilan penyelenggaraan pemerintah daerah dalam
memanfaatkan hak yang diperoleh daerah dengan capaian keluaran dan hasil
yang direncanakan;
2. Untuk membandingkan tingkat capaian kinerja antar satu daerah dengan
daerah lainnya dalam wilayah provinsi dan nasional;
3. Sebagai umpan balik dan rekomendasi bagi daerah untuk mendorong
peningkatan kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah;
4. Sebagai dasar Pemerintah memberikan penganugerahan kepada pemda yang
dinilai berkinerja tertinggi hasil EKPPD tehadap LPPD;
5. Sebagai dasar Pemerintah melakukan pembinaan dalam rangka peningkatan
kapasitas daerah, sebagaimana Perpres No. 59 Tahun 2012 tentang Kerangka
Nasional Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Daerah.
20
EKPPD dilaksanakan dengan cara menghitung dan menilai indeks komposit
terhadap dua variabel utama yaitu Indeks Capaian Kinerja dan Indeks Kesesuaian
Materi (Manual EKPPD tahun 2016).
1. Indeks Capaian Kinerja (bobot 95%)
Penilaian terhadap variabel Indeks Capaian Kinerja terdiri dari penilaian pada
tataran Pengambil Kebijakan dan pada tataran Pelaksana Kebijakan.
a. Pada tataran Pengambil Kebijakan meliputi kinerja Kepala Daerah dan
DPRD, terdiri dari 13 aspek yaitu:
1) Ketentraman dan ketertiban umum daerah;
2) Keselarasan dan efektivitas hubungan antara pemerintahan daerah dan
Pemerintah serta antar pemerintahan daerah dalam rangka
pengembangan otonomi daerah;
3) Keselarasan antara kebijakan pemerintahan daerah dengan kebijakan
pemerintah;
4) Efektivitas hubungan antara Pemerintah Daerah dan DPRD;
5) Efektivitas proses pengambilan keputusan oleh DPRD beserta tindak
lanjut pelaksanaan keputusan;
6) Efektivitas proses pengambilan keputusan oleh kepala daerah beserta
tindak lanjut pelaksanaan keputusan;
7) Ketaatan pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah pada
peraturan perundang-undangan;
21
8) Intensitas dan efektivitas proses konsultasi publik antara Pemerintah
Daerah dengan masyarakat atas penetapan kebijakan publik yang
strategis dan relevan untuk daerah;
9) Transparansi dalam pemanfaatan alokasi, pencairan dan penyerapan
DAU, DAK, dan Bagi Hasil;
10) Intensitas, efektivitas, dan transparansi pemungutan sumber-sumber
pendapatan asli daerah dan pinjaman/obligasi daerah;
11) Efektivitas perencanaan, penyusunan, pelaksanaan tata usaha,
pertanggung jawaban, dan pengawasan APBD;
12) Pengelolaan potensi daerah; dan
13) Terobosan/inovasi baru dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Setiap aspek dirinci ke dalam beberapa fokus (total 35 fokus), dan
setiap fokus dirinci ke dalam beberapa Indikator Kinerja Kunci
(IKK), untuk pemerintahan provinsi total 39 IKK, Kabupaten 44 IKK
dan kota 43 IKK. Pada setiap IKK dilakukan penilaian dengan
prestasi Sangat Tinggi (ST) = 4, Tinggi (T) = 3, Sedang (S) = 2,
Rendah (R) =1.
b. Pada tataran Pelaksana Kebijakan, dilakukan terhadap kinerja Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang terdiri dari 9 aspek, yaitu 8 aspek
Administrasi Umum dan 1 aspek Tingkat Capaian Kinerja/SPM. Penilaian
8 aspek administrasi umum yang diberlakukan terhadap seluruh satuan
kerja perangkat daerah (SKPD) yang terkait dalam melaksanakan 26
urusan wajib dan 8 urusan pilihan yaitu:
1) Kebijakan teknis penyelenggaraan urusan pemerintahan;
22
2) Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan;
3) Penataan kelembagaan daerah;
4) Pengelolaan kepegawaian daerah;
5) Perencanaan pembangunan daerah;
6) Pengelolaan keuangan daerah;
7) Pengelolaan barang milik daerah; dan
8) Pemberian fasilitasi terhadap partisipasi masyarakat.
Setiap aspek pelaksana kebijakan akan dirinci ke dalam fokus, lalu
dirinci lagi menjadi Indikator Kinerja Kunci (IKK). Untuk
pemerintahan provinsi, kabupaten dan kota sebanyak 21 IKK. Setiap
IKK dinilai untuk masing-masing urusan dengan memberikan
penilaian dengan prestasi Sangat Tinggi (ST) = 4, Tinggi (T) = 3,
Sedang (S) = 2, Rendah (R) = 1.
c. Penilaian aspek Tingkat Capaian Kinerja dibagi 2 yaitu :
1. Urusan Wajib, terdiri dari:
a) Pemerintah Provinsi 62 Indikator Kinerja Kunci (IKK).
b) pemerintah Kabupaten 79 IKK.
c) Pemerintah Kota 78 IKK.
2. Urusan Pilihan, terdiri dari:
a) Pemerintah Provinsi 16 Indikator Kinerja Kunci (IKK).
b) Pemerintah Kabupaten 15 Indikator Kinerja Kunci (IKK).
c) Pemerintah Kota 15 Indikator Kinerja Kunci (IKK).
d) Metode Penilaian Capaian Kinerja
23
Penilaian dengan prestasi Sangat Tinggi (ST) = 4, Tinggi (T) = 3, Sedang
(S) = 2, Rendah (R) = 1 tersebut diatas dilakukan dengan 2 (dua) cara
sebagai berikut:
1. Kriteria Umum,Penilaian yang dilakukan terhadap seluruh IKK:
a) Berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan, misalnya ketepatan
waktu penyerahan LPPD, Laporan Keuangan, Penetapan Perda
APBD, ada atau tidaknya dokumen perencanaan pembangunan,
dan seterusnya.
b) Berdasarkan rata-rata nasional, misalnya pertumbuhan ekonomi;
angka kemiskinan, angka melek huruf, angka kelulusan, angka
partisipasi murni, angka partisipasi kasar, angka putus sekolah.
c) Berdasarkan standar yang dirumuskan atau yang disepakati oleh
tim teknis EPPD melalui metode normalisasi.
2. Kriteria khusus
a) Kriteria khusus dilakukan terhadap penilaian SPM yang telah
ditetapkan target nasionalnya.
b) Sebagian IKK tataran pengambil kebijakan dan pelaksana
kebijakan yang belum ada standarnya.
2. Indeks Kesesuaian Materi (bobot 5%)
Penilaian variabel Indeks Kesesuaian Materi dilakukan dengan membandingkan
materi yang disajikan dalam LPPD dengan materi yang seharusnya disajikan
sesuai PP Nomor 3 Tahun 2007, yang meliputi: Urusan Desentralisasi (urusan
wajib dan urusan pilihan), Tugas Pembantuan, Tugas Umum Pemerintahan, dan
Kelengkapan Laporan (RPJMD dan Gambaran Umum Daerah). Kemudian setiap
24
tahunnya Kementerian Dalam Negeri akan menetapkan nilai/skor kinerja dari
setiap pemerintah daerah provinsi, kota dan kabupaten. Kemendagri selanjutnya
akan menetapkan peringkat dari hasil skor kinerja yang disampaikan melalui
Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri). Skor kinerja tersebut
dikelompokkan sebagai berikut:
Tabel. 2.2. Pengelompokan Indeks EKPPD dan Status Prestasi
NO INDEKS EKPPD PRESTASI
1 3,00 < Skor ≤ 4,00 Sangat Tinggi (ST)
2 2,00 < Skor ≤ 3,00 Tinggi (T)
3 1,00 < Skor ≤ 2,00 Sedang (S)
4 0,00 ≤ Skor ≤ 1,00 Rendah (R)
Sumber: Manual EKPPD Tahun 2016 Kemendagri (data diolah)
Kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian
pelaksanaan suatu kegiatan atau program atau kebijakan dalam mewujudkan
sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam stretegic
planning suatu organisasi, Mahsun dkk, (2006). Kinerja adalah keluaran/ hasil
dari kegiatan/ program yang telah atau hendak dicapai sehubungan dengan
penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas terukur (Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014). Pengukuran kinerja adalah suatu
metode atau alat yang digunakan untuk mencatat dan menilai pencapaian
pelaksanaan kegiatan berdasarkan tujuan, sasaran, strategi. Namun karena sifat
dan karakteristik organisasi sektor publik berbeda dengan sektor swasta,
penekanan dan orientasi pengukuran kinerjanya pun terdapat perbedaan.
25
Dalam pedoman penyusunan penetapan kinerja daerah, instansi pemerintah adalah
sebuah kolektif dari unit organisasi pemerintahan yang menjalankan tugas dan
fungsinya sesuai dengan ketentuan yang berlaku, meliputi kementrian
koordinator/ kementrian negara/ departemen/ lembaga pemerintah non
departemen, pemerintah provinsi, pemerintah kota, pemerintah kabupaten,
lembaga-lembaga pemerintahan yang menjalankan fungsi pemerintahan dengan
menggunakan APBN dan atau APBD serta badan usaha milik negara, badan
hukum milik negara, dan badan usaha milik daerah. Menurut Undang-Undang
Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, pemerintahan daerah
merupakan penyelenggaran urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan
dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintahan daerah di indonesia terdiri dari
pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/ kota yang
terdiri atas kepala daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dibantu
oleh perangkat daerah. Karakteristik pemerintah daerah merupakan ciri-ciri yang
terdapat pada pemerintah itu sendiri yang dapat membedakan antar pemerintah
daerah.
26
2.2. Penelitian Terdahulu
Literatur penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini dapat dilihat
dalam Tabel 2.2
Tabel 2.2 Review Penelitian Terdahulu
Peneliti Tahun JudulPenelitian
Variabel Hasil
WidyaAstutiMustikarini danDebbyFitriasari
2012 PengaruhKarakteris-tikPemerintahDaerah danTemuanAudit BPKterhadapKinerjaPemerintahDaerahKabupaten/Kota diIndonesia
Variabel bebasUkuran PemerintahDaerah, TingkatKekayaan Daerah,TingkatKetergantunganPada Pusat, BelanjaDaerah danTemuan AuditBPK. Sedangkanvariabel terikatSkor KinerjaPemerintah DaerahKabupaten/ Kota
Ukuran PemerintahDaerah, TingkatKekayaan Daerahdan TingkatKetergantungan padaPemerintah Pusatberpengaruh positifterhadap SkorKinerja PemerintahDaerah Kabupaten/Kota, SedangkanBelanja Daerah danTemuan AuditBerpengaruh negatif
ArySuharyantodan Sutaryo
2016 PengawasanInternal danAkuntabili-tas KinerjaPemerintahDaerah diIndonesia
Variabel bebasLevel KapabilitasAPIP, JumlahAuditor APIP,Jenjang PendidikanAuditor APIP danLatar PendidikanAuditor APIP.Sedangkan variabelterikatAkuntabilitasKinerja PemerintahDaerah
Level kapabilitasAPIP dan LatarPendidikan AuditorAPIP berpengaruhpada AkuntabilitasKinerja PemerintahDaerah.SedangkanJumlah AuditorAPIP dan JenjangPendidikan AuditorAPIP tidakberpengaruh
Sumber : Olah Data Penulis, 2017
27
2.3. Pengembangan Hipotesis
Berdasarkan pada rumusan, tujuan penelitian dan kajian teori yang relevan
dengan kerangka konseptual termasuk hasil penelitian sebelumnya, maka
dikembangkan hipotesis dengan penjelasan sebagai berikut :
2.3.1. Pengaruh Tingkat Kapabilitas APIP Terhadap Kinerja
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
Audit internal menurut Institute of Internal auditor (IIA) yang dikutip oleh
Boynton (2001) adalah aktifitas independen, keyakinan obyektif dan konsultasi
yang dirancang untuk menambah nilai dan meningkatkan kinerja
organisasi. Menurut Peraturan Kepala BPKP RI Nomor: Per-1633/ K/ Jf/ 2011
Tentang Pedoman Teknis Peningkatan Kapabilitas Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah, APIP adalah instansi pemerintah yang dibentuk dengan tugas
melaksanakan pengawasan intern (internal audit) di lingkungan pemerintah pusat
dan/ atau pemerintah daerah. Pengawasan intern membantu untuk meningkatkan
kontrol dengan menemukan penyimpangan dari standar yang diterima dan
praktek ilegal, ketidakefisienan, ketidakteraturan dan ketidakefektifan dalam
mengambil tindakan perbaikan serta menemukan pelanggar akuntabilitas dan
mengambil langkah-langkah untuk mencegah kerugian lebih lanjut, Mikesell,
(2007). Kontrol sistem memainkan peran penting dalam meningkatkan
akuntabilitas dan transparansi dalam kinerja pemerintahan, Szymanski (2007),
Baltaci & Yilmaz (2006). Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
pengawasan internal yang dilakukan oleh APIP memiliki pengaruh penting pada
akuntabilitas dan transparansi dalam kinerja pemerintahan.
28
Sesuai dengan Perka BPKP diatas, model kapabilitas pengawasan intern atau
Internal Audit Capability Model (IA-CM) merupakan suatu kerangka kerja
yang mengindentifikasi aspek-aspek fundamental yang dibutuhkan untuk
pengawasan intern yang efektif di sektor publik. Model kapabilitas pengawasan
intern merupakan suatu kerangka kerja untuk mengidentifikasi kecukupan akan
hal-hal yang dibutuhkan dalam pengawasan intern yang efektif oleh inspektorat
di sektor publik. Model kapabilitas pengawasan intern dalam penelitian ini
berupa tingkatan nilai 1 (satu) sd 5 (lima). Semakin tinggi nilai yang dicapai
oleh Inspektorat akan menunjukkan kemampuan yang semakin tinggi pula dalam
aktivitas pengawasan dan pembinaan sektor publik yang berpengaruh terhadap
kinerja pemerintah daerah.
Menurut Permendagri Nomor 64 tahun 2007, inspektorat daerah bertugas
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah.
Tujuan dari pengawasan ini adalah untuk menciptakan kinerja penyelenggaraan
pemerintah daerah yang lebih baik. Dengan demikian, jika peran dan fungsi
inspektorat dapat dipenuhi dengan baik maka kinerja pemerintah daerah juga
menjadi baik. Hal ini juga selaras dengan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun
2014 yang juga memberikan kewenangan lebih kepada APIP untuk berperan
dalam pencapaian kinerja pemerintah daerah. Hasil penelitian Aikins (2011)
menunjukkan bahwa kinerja auditor internal berpengaruh terhadap kinerja
pemerintah daerah baik secara langsung maupun tidak langsung melalui
peningkatan pengendalian internal dan efisiensi. Menurut Suharyanto dan
Sutaryo (2016) tingkat kapabilitas APIP berpengaruh positif pada akuntabilitas
29
kinerja pemerintah daerah. Dari uraian di atas hipotesis yang diajukan peneliti
adalah :
H1 : Tingkat Kapabilitas APIP berpengaruh positif terhadap Kinerja
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
2.3.2. Pengaruh Jumlah APIP Terhadap Kinerja Peyelenggaraan
Pemerintah Daerah
Menurut Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Internal Pemerintah, perwujudan peran APIP yang efektif
sekurang-kurangnya harus memberikan keyakinan yang memadai atas ketaatan,
kehematan, efisiensi dan efektivitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan
fungsi Instansi Pemerintah; memberikan peringatan dini dan meningkatkan
efektivitas manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi
Pemerintah; serta memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola
penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah.
Asare (2008) mengatakan bahwa APIP berkontribusi terhadap pengelolaan
manajemen risiko sektor publik dengan menilai dan memantau risiko organisasi,
memberikan rekomendasi untuk mengurangi risiko, mengevaluasi biaya
organisasi dalam pencapaian tujuan strategis dan operasional. APIP memberikan
jaminan independent dan obyektif bahwa risiko sedang dikurangi ke tingkat yang
dapat diterima. Griffiths (2006). Corain et. al. (2007) mengatakan bahwa APIP
memberikan nilai tambah dalam proses kinerja pemerintahan dengan memberikan
saran terkait penghematan biaya dan peningkatan kinerja keuangan. Gansberghe
(2005) mengatakan ada kebutuhan dari administrator publik untuk menggunakan
30
peran APIP dalam memberikan nilai tambah dan berkontribusi terhadap
efektivitas untuk membantu memperkuat manajemen kinerja keuangan publik.
Jumlah dalam pengertian Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
banyaknya, yang menunjukkan besar satuan suatu benda. Semakin banyak jumlah
APIP maka semakin banyak dan beragam pemikiran serta aktivitas pembinaan
dan pengawasan APIP. Selain itu, semakin banyak jumlah auditor internal, maka
akan semakin banyak pula komposisi tim dan penugasan yang bisa dilaksanakan.
Penelitian yang dilakukan oleh Aikins (2011), menunjukkan pengawasan auditor
internal meningkatkan akuntabilitas kinerja keuangan. Francis dan Yu (2009) serta
Choi et al. (2010) membuktikan bahwa ukuran auditor merupakan faktor yang
mempengaruhi kualitas audit. Penelitian Kusumaningrum dan Sutaryo (2015)
mengatakan bahwa ukuran atau jumlah internal auditor berpengaruh positif
terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah. Dari uraian di atas hipotesis
yang diajukan peneliti adalah :
H2 : Jumlah APIP berpengaruh positif terhadap Kinerja Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah
2.3.3. Pengaruh Belanja Langsung APIP Terhadap Kinerja
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 dijelaskan belanja
langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan
pelaksanaan program dan kegiatan . Mahmudi (2007) mengatakan belanja
langsung sangat mempengaruhi kualitas ouput kegiatan. Semakin tinggi alokasi
belanja langsung pada APBD semakin tinggi pula kinerja penyelenggaran
31
pemerintah daerah. Anggarini dan Puranto (2010) mengatakan semakin banyak
volume kegiatan maka akan semakin meningkat belanjanya. Semakin besar
anggaran belanja langsung APIP maka akan semakin banyak kegiatan
pengawasan yang dilakukan oleh APIP. Hal ini tentu berpengaruh positif
terhadap Kinerja Pemerintah. Aikins (2011) mengatakan frekuensi audit yang
lebih tinggi menghasilkan pengendalian internal yang lebih efektif menyebabkan
kinerja yang keuangan yang lebih tinggi. The COSO (1994) mengatakan
pengendalian internal memiliki tiga tujuan yaitu: efektivitas dan efisiensi operasi,
keandalan informasi keuangan dan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan
yang berlaku.
Anggaran publik merupakan suatu dokumen yang menggambarkan kondisi
keuangan dari suatu organisasi yang meliputi informasi mengenai pendapatan,
belanja dan aktivitas, Mardiasmo (2002). Chow et al. (1988) mengatakan
anggaran merupakan alat yang dapat dipakai untuk memotivasi kinerja para
anggota organisasi. Menurut Mahsun et al. (2006) anggaran merupakan
pernyataan mengenai estimasi kinerja yang akan dicapai oleh suatu organisasi
dalam periode tertentu yang dinyatakan dalam ukuran moneter. Setiawan (2011)
mengatakan semakin besar anggaran belanja maka akan semakin banyak
infrastruktur yang terbangun yang artinya kinerja pelayanan kepada masyarakat
akan semakin bagus, pertumbuhan semakin meningkat dan kesejahteraan
masyarakat juga akan meningkat. Hal ini dipertegas oleh hasil penelitian Sjoberg
(2003), Purba (2006) dan Rustiono (2008) yang membuktikan bahwa belanja
pemerintah untuk konsumsi dan investasi berpengaruh positif terhadap kinerja
ekonomi makro.
32
+
+
Dari uraian di atas hipotesis yang diajukan peneliti adalah :
H3 : Anggaran belanja langsung APIP berpengaruh positif terhadap
Kinerja Penyelenggaaan Pemerintah Daerah
2.4. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka variabel yang
terkait dalam penelitian ini dapat dirumuskan melalui suatu kerangka pemikiran
seperti pada Gambar 2.1.
Variabel Bebas Variabel Terikat
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
+
Jumlah APIP(X2)
Tingkat Kapabilitas APIP(X1)
Kinerja PenyelenggaraanPemerintah Daerah
(Y)
Anggaran Belanja LangsungAPIP (X3)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Populasi dan Sampel Penelitian
Sugiyono (2007) populasi dapat didefinisikan sebagai wilayah generalisasi yang
terdiri dari obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah aparat
pengawasan intern pemerintah daerah. Penarikan sampel menggunakan metode
purposive sampling, yaitu teknik sampling yang anggota sampelnya dipilih secara
khusus berdasarkan kriteria tertentu untuk tujuan penelitian. Kriteria yang
digunakan dalam penentuan sampel adalah APIP pada pemerintah daerah di
Provinsi Lampung yang telah dilakukan evaluasi kinerja penyelenggaraan
pemerintah daerah oleh Kementerian Dalam Negeri. Oleh karena itu sampel dari
penelitian ini adalah Inspektorat Provinsi Lampung dan 14 Inspektorat
Kabupaten/ Kota se-Provinsi Lampung Tahun 2015, 2016 dan 2017.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari:
1. Kementerian Dalam Negeri RI
2. Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi Lampung
34
3. Inspektorat Provinsi Lampung
4. 14 Inspektorat Kabupaten/ Kota se Provinsi Lampung
Data yang digunakan adalah hasil penilaian tahun 2014 - 2016.
3.3. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan studi pustaka dengan cara
mengumpulkan data sekunder antara lain :
1. Nilai hasil evaluasi kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah (EKPPD)
Pemerintah Provinsi Lampung dan pemerintah kabupaten/ kota se-Provinsi
Lampung diperoleh dari Kementerian Dalam Negeri RI
2. Tingkat kapabilitas APIP inspektorat provinsi dan inspektorat kabupaten/
kota se-Provinsi Lampung diperoleh dari hasil assestment Badan Pengawas
Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia Perwakilan Provinsi
Lampung.
3. Jumlah Aparat Pengawasan Intern Pemerintah yang terdiri dari jabatan
fungsional auditor dan pejabat pengawas urusan pemerintah daerah
dikumpulkan dari data inspektorat provinsi inspektorat dan inspektorat
kabupaten/ kota se-Provinsi Lampung.
4. Anggaran belanja langsung APIP diambil dari data anggaran belanja
langsung Inspektorat dan belanja langsung APBD provinsi/ kabupaten/ kota
yang dikumpulkan dari Inspektorat provinsi/kabupaten/ kota se-Provinsi
Lampung dan Badan Keuangan Daerah Provinsi Lampung.
35
3.4. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
3.4.1. Variabel Penelitian
1. Variabel terikat
Variabel terikat adalah variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh
variabel bebas. Variabel terikat pada penelitian ini adalah kinerja
penyelenggaraan pemerintah daerah.
2. Variabel bebas
Variabel bebas adalah variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi
variabel yang lain. Penelitian ini menggunakan variabel tingkat kapabilitas
APIP, jumlah APIP dan persentase anggaran belanja langsung APIP.
3.4.2. Definisi Operasional Variabel
1. Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
Dalam penelitian ini Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah digunakan
sebagai variabel terikat. Nilai Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
ini diperoleh dari hasil Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
(EKPPD) yang dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri bekerjasama
dengan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI dan tim
evaluasi daerah. Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
(EKPPD) berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 73
Tahun 2009 Tentang Tata Cara Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah (EKPPD).
36
2. Tingkat Kapabilitas APIP
Tingkat kapabilitas APIP dalam penelitian ini digunakan sebagai variabel
bebas. Nilai tingkat kapabilitas APIP diperoleh dari hasil assestment Badan
Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI sebagai pembina APIP
terhadap inspektorat kementerian/ lembaga dan pemerintah daerah.
Assessment tata kelola APIP dalam pelaksanaan tugas pengawasan intern
dilakukan dengan mengacu pada Internal Audit Capability Model (IA-
CM) yang dikembangkan oleh The Insititute of Internal Auditor (IIA) dengan
beberapa penyesuaian sesuai kondisi APIP di Indonesia. Kegiatan assessment
tata kelola APIP dilakukan dengan menggunakan sarana berupa formulir
isian yang telah disusun sedemikian rupa untuk dijawab oleh APIP (dengan
memilih satu jawaban: ya, sebagian atau tidak) dalam rangka
pengumpulan informasi dalam bentuk pernyataan sesuai dengan tujuan
tertentu. Setiap APIP hanya menjawab satu formulir isian yang
menggambarkan pendapat unit kerja APIP tersebut secara keseluruhan.
Formulir isian ini dapat diakses melalui aplikasi tersendiri yang
dikembangkan oleh BPKP RI.
3. Jumlah APIP
Jumlah APIP dalam penelitian ini digunakan sebagai variabel bebas. Jumlah
APIP adalah banyaknya pejabat fungsional pengawas pada Inspektorat
Daerah. Pejabat Fungsional Pengawas pada Inspektorat Pemerintah Daerah
terdiri dari Jabatan Fungsional Auditor (JFA) dan Pejabat Pengawas Urusan
Pemerintah Daerah (P2UPD).
37
Secara sistematis jumlah APIP dirumuskan sebagai berikut :
Jumlah APIP = Jumlah JFA + Jumlah P2UPD
4. Anggaran Belanja Langsung APIP
Anggaran Belanja Langsung APIP dalam penelitian ini digunakan sebagai
variabel bebas. Anggaran Belanja Langsung APIP adalah persentase
perbandingan antara Anggaran Belanja Langsung Inspektorat dan Total
Anggaran Belanja Langsung dalam APBD Pemerintah Daerah. Secara
sistematis anggaran belanja langsung APIP dirumuskan sebagai berikut :
Belanja Langsung APIP = Belanja Langsung InspektoratTotal Belanja Langsung APBD 100 %3.5. Metode Analisis
3.5.1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui kualitas APIP pada inspektorat
provinsi dan kabupaten/ kota serta kualitas kinerja penyelenggaraan pemerintah
daerah di Pemerintah Daerah se-Provinsi Lampung.
3.5.2. Uji Asumsi Klasik
Pengujian data dilakukan dengan uji asumsi klasik yang bertujuan untuk
memastikan bahwa hasil penelitian adalah valid, dengan data yang digunakan
secara teori adalah tidak bias, konsisten dan penaksiran koefisien regresinya
efisien, Ghozali (2011). Model regresi didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada
data multikolinearitas, autokorelasi, heterokedastisitas dan data residual
berdistribusi.
38
3.5.2.1. Uji Normalitas
Uji Normalitas digunakan untuk mengetahui apakah dalam model regresi kedua
variabel yang ada yaitu variabel bebas dan terikat mempunya distribusi data yang
normal atau mendekati normal, Ghozali (2011). Dalam penelitian ini digunakan
dua cara dalam melakukan uji normalitas, pertama dengan normal probability plot
dan kedua dengan uji statistik non-parametik kolmogrov-Smirnov (K-S).
Normal probability plot adalah metode dengan cara membandingkan distribusi
kumulatif dengan distribusi normal. Jika data residual normal maka plotting data
akan mengikuti pola yang dibentuk oleh distribusi normal berupa garis diagonal.
Uji statistik non-parametik Kolmogrov-Smirnov (K-S) memberikan detail berupa
angka-angka. Uji ini dilakukan dengan membuat hipotesis terlebih dahulu sebagai
berikut :
H0 : data residual berdistribusi normal
HA : data residual tidak berdistribusi normal
Jika hasil Kolmogrov-Smirnov menunjukkan nilai signifikasi > 0,05 maka data
terdistribusi secara normal namun jika nilai signifikasi <0,05 maka data tidak
terdistribusi secara normal.
3.5.2.2. Uji Autokorelasi
Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier
terdapat korelasi antara kesalahan penggunaan periode satu dengan kesalahan
periode t-1 (tahun sebelumnya), Ghozali (2011). Model regresi yang baik adalah
bebas dari autokorelasi. Dalam penelitian ini digunakan uji Durbin- Watson (DW
39
test) untuk menguji keberadaan autokorelasi dalam model regresi. Berikut
disajikan dalam tabel 3.1 daftar pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi
dalam suatu model regresi.
Tabel. 3.1 Kriteria Pengambilan Keputusan Uji Autokorelasi
Hipotesis Nol Keputusan Jika
Tidak ada Autokorelasi Positif Tolak 0 < d < dl
Tidak ada Autokorelasi Positif No Decision d1 ≤ d ≤ du
Tidak ada Autokorelasi Negatif Tolak 4 – d1 < d < 4
Tidak ada Autokorelasi Negatif No Decision 4 – du ≤ d ≤ 4 – d1
Tidak ada Autokorelasi Positifatau Negatif
Tidak Ditolak du < d < 4 – du
Keterangan : du = batas atas dan d1 = batas bawah
Sumber : Ghozali (2011)
3.5.2.3. Uji Heteroskedastisitas
Uji Heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang
lain, Ghozali (2011). Untuk mendeteksi adanya heterokedastisitas dapat dilihat
dari gambar scatterplots yang membentuk pola tertentu, seperti titik-titik yang ada
membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian
menyempit). Sebaliknya, apabila gambar scatterplots tidak menunjukan ada pola
yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y,
maka heterokedastisitas tidak terdeteksi.
Selain itu, untuk menguji heterokedastisitas juga dilakukan uji Glesjer. Cara kerja
uji Glesjer adalah dengan meregres nilai absolut residual terhadap variabel
40
independen, Gujarati dalam Ghozali (2011). Jika variabel independen signifikan
secara statistik mempengaruhi variabel dependen, maka ada indikasi terjadi
heterokedastisitas.
3.5.2.4. Uji Multikolinearitas
Pengujian multikolinearitas dilakukan untuk menguji apakah pada model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas, Ghozali (2011). Model regresi
yang baik yaitu tidak model regresi tidak. Untuk mendetsi ada tidaknya
multikolinearitas di dalam regresi dapat diamati dari : 1. Tolerance value, 2. Nilai
variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran tersebut menunjukkan setiap
variabel independen manakah yang dijelaskan variabel independen lainnya.
Apabila suatu model regresi memiliki nilai tolerance ≥ 0,10 atau sama dengan
dengan nilai VIF ≤ 10 maka tidak terjadi multikolinearitas, sementara Apabila
suatu model regresi memiliki nilai tolerance ≤ 0,10 atau sama dengan dengan nilai
VIF ≥10 maka terjadi multikolinearitas.
3.5.3. Analisis Regresi Linier
Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan alat analisis
statistik yaitu analisis regresi linear berganda (multiple regression analysis)
dengan model persamaan sebagai berikut:
Y= α + β1 KA + β2 JA + β3 AA + e
Keterangan :Y = Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerahα = Konstantaβ1- β3 = Koefisien RegresiKA = Tingkat Kapabilitas APIPJA = Jumlah APIP
41
AA = Anggaran Belanja Langsung APIPe = Error
3.5.4. Pengujian Hipotesis
Analisis regresi pada dasarnya adalah studi mengenai ketergantungan variabel
terikat dengan satu atau lebih variabel bebas, dengan tujuan untuk mengestimasi
dan atau memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata variabel terikat
berdasarkan nilai variabel yang diketahui, Gujarati (2003) dan Ghozali, (2011).
ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari
Goodness of fitnya. Secara statistik, setidaknya ini dapat diukur dari nilai
koefisien determinasi, nilai statistik F dan nilai statistik t. Perhitungan statistik
disebut signifikan secara statistik apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah
kritis (daerah dimana H0 ditolak). Sebaliknya disebut tidak signifikan bila nilai uji
statistiknya berada dalam daerah dimana H0 diterima.
3.5.4.1. Uji f- Statistik
Uji Statistik F (Uji F) digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel bebas
yang dimasukan ke dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama atau
simultan terhadap variabel terikat. Uji statistik F dilakukan dengan
membandingkan antara F-hitung dengan F- tabel. Jika F hitung > F-tabel (n-k-1)
maka Ho ditolak, berarti variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat.
3.5.4.2. Uji t- Statistik
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
penjelas atau bebas secara individual dalam menerangkan variasi variabel terikat.
42
Pengujian hipotesis ini dilakukan dengan menggunakan uji t dengan menguji
tingkat signifikansi pengungkapan nilai EKPPD. Apabila signifikansi > 0,05 (5%)
maka hipotesis ditolak. Hal tersebut berarti variabel bebas secara individual tidak
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat namun Apabila
signifikansi < 0,05 (5%) maka hipotesis tidak ditolak. Hal ini berarti variabel
bebas secara individual mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel
terikat.
3.5.4.3. Uji Koefisien Determinasi (R²)
Pengujian ini mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan
variasi variabel terikat. Nilai koefisien determinasi diantara nol dan satu. Nilai
(R²) yang kecil berarti kemampuan variabel independen dalam menjelaskan
variabel terikat amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel
bebas memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memperdiksi
variasi terikat, Ghozali (2011).
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis pengolahan data, pembahasan baik secara statistik
maupun komprehensif berdasarkan fakta empiris dan kajian teori
maupun peraturan terkait dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil penelitian ini tidak mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa
Tingkat kapabilitas APIP berpengaruh positif terhadap terhadap kinerja
penyelenggaraan pemerintah daerah.
2. Hasil penelitian ini tidak mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa
Jumlah APIP berpengaruh positif terhadap terhadap kinerja penyelenggaraan
pemerintah daerah.
3. Hasil penelitian ini mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa Anggaran
Belanja Langsung APIP berpengaruh positif terhadap terhadap kinerja
penyelenggaraan pemerintah daerah.
5.2 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan yang pada akhirnya mempengaruhi hasil dari
penelitian ini. Beberapa keterbatasan tersebut antara lain :
65
1. Akses data IA-CM dan APIP tidak dipublikasikan sehingga terbatas
aksesnya, hal ini dapat mengurangi daya konfirmasi data penelitian.
Kemudian level kapabilitas cenderung mengelompok ke level 1 sehingga
variansi data kecil.
2. Kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah dievaluasi secara tahunan, hanya
saja status atau peringkat melalui Surat Keputusan Kemendagri dilakukan dua
tahun setelah dievaluasi. Hal ini tentunya dapat menjadikan data kinerja
menjadi bias akibat jarak antara evaluasi dan hasil evaluasinya.
3. Penelitian ini hanya dilakukan pada Pemerintah Daerah diwilayah Provinsi
Lampung. Sehingga perlu kehati-hatian dalam melakukan generalisasi hasil
penelitian.
4. Banyak pemerintah daerah yang menjadi sampel penelitian ini kurang
memperhatikan pengangkatan jabatan fungsional APIP. Sehingga banyak
pegawai Inspektorat Daerah yang bukan termasuk pejabat fungsional APIP
yang juga melakukan fungsi dan peran APIP tetapi dianggap tidak ada dalam
penelitian ini. Hal ini tentu sangat mempengaruhi hasil penelitian karena
jumlah orang yang melakukan fungsi APIP di pemerintah daerah menjadi
tidak sama dengan jumlah APIP pemerintah daerah dalam penelitian ini.
5.3 Saran
Berdasarkan beberapa keterbatasan yang ditemukan, untuk penelitian selanjutnya
peneliti memberikan saran-saran berikut :
1. Untuk penelitian sejenis hendaknya mengambil per iod e wak tu yang
leb ih pan j an g dan obyek penelitian yang lebih luas, meliputi seluruh
66
pemerintah daerah di Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar diperoleh hasil
penelitian yang secara empiris dapat digeneralisasi.
2. Variabel penelitian hendaknya bisa dikembangkan kembali, hal ini
dikarenakan masih banyak faktor lain yang mempengaruhi kinerja APIP
dalam melaksanakan fungsi dan perannya sebagai pembina dan pengawas
kinerja pemerintah daerah.
3. Dalam melakukan pengukuran kualitas kinerja pemerintah selain hasil nilai
EKPPD yang dilakukan olen Kementerian Dalam Negeri peneliti selanjutnya
hendaknya juga memperhatikan pengukuran kinerja pemerintah yang
dilakukan oleh lembaga lain. Pengukuraan kualitas kinerja pemerintah
tersebut juga dapat dilihat dari hasil evaluasi Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah (LKPD) oleh BPK RI dan evaluasi kinerja penyelenggaran
pemerintah lainnya baik itu yang dilakukan oleh lembaga pemerintah maupun
lembaga non pemerintah.
4. Inspektorat selaku lembaga yang menaungi APIP, hendaknya lebih
memperhatikan pengangkatan pegawainya ke dalam jabatan fungsional. Hal
ini dimaksudkan agar APIP selaku pembina dan pengawas kinerja pemerintah
memiliki standar kualitas profesi yang memadai. Hal ini menjadi penting
mengingat perkembangan jasa yang diharapkan dapat diberikan oleh APIP
sebagai auditor internal pemerintah mengalami peningkatan yang luar biasa.
Peran sebagai watch dog yang selama ini menjadi cirri khas unit pengawasan
internal telah mengalami pergeseran dan perluasan menjadi konsultan, katalis
bahkan penjaga kualitas (quality assurance) bagi organisasi sektor publik.
67
5. BPKP selaku lembaga yang berwenang dalam proses assestment tingkat
kapabilitas APIP hendaknya memperbaiki proses assestment tersebut baik itu
dari kualitas ataupun dari kuantitas lembaga yang di assestment. Hal ini
dikarenakan pentingnya assestment bagi APIP. Assestment diharapkan dapat
dijadikan arah bagi pimpinan APIP dalam upaya peningkatan kapabilitasnya.
6. BPKP dan Kementerian Dalam Negeri RI selaku lembaga yang
mengeluarkan sertifikasi pengawas agar memperbanyak kegiatan pendidikan
dan pelatihan untuk ASN Inspektorat yang belum mempunyai sertifikasi
pengawas.
5.4 Implikasi
Hasil penelitian ini memberikan implikasi praktik disektor pemerintahan
mengenai bagaimana pemerintah meningkatkan kinerjanya yang dapat terukur
dari hasil nilai EKPPD. Salah satu cara yang efektif bagi pemerintah untuk
meningkatkan nilai hasil EKPPD adalah dengan meningkatkan kualitas APIP.
Peran APIP sebagai konsultan dan pemberi jasa jaminan kualitas (quality
assurance) bertujuan untuk meyakinkan bahwa kinerja pemerintah yang
dijalankan telah menghasilkan keluaran (output) dan hasil (outcome) yang dapat
memenuhi kebutuhan principals (masyarakat). Hal ini juga sesuai dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 73 Tahun 2009 Tentang Tata Cara
Pelaksanaan Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah yang
memberikan tugas kepada APIP selaku auditor internal pemerintah untuk
melakukan pembinaan kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Anggarini, Yunita dan Purwanto Hendra. 2010. Anggaran Berbasis Kinerja;Penyusunan APBD Secara Komprehensif. Yogyakarta : STIM YKPN
Aikins, Stephen K. 2011. An Examination of Goverment Interal Audit’ Role InImproving Financial Performance. Journal of Public Finance andManagement. Volume 11, Number 4, pp. 306-337
Arifianti, Hermin, Payamta dan Sutaryo. 2013. Pengaruh Pemeriksaan danPengawasan Keuangan Daerah terhadap Kinerja PenyelenggaraanPemerintahan Daerah (Studi Empiris pada Pemerintah Kabupaten/Kota diIndonesia). Simposium Nasional Akuntansi XVI Manado 25-28September 2013
Asare, T. 2008. Internal auditing in the public sector: Promoting goodgovernance and performance Improvement. International Journal ofGovernment Financial Management. Pp. 12-27
Bourdeaux, Carolyn dan Grace Chikoto. 2008. Legislative Influence onPerformance Management Reform. Public Administation Review. Vol.68, No. 2, PP. 253-265
Baynton, wiliam C., Johnson, Raymond N., dan Kell, Walter G. 2001. ModernAuditing. Edisi ke 7. John Willey & Sons Inc, New York.
Chow, Chee W. Er al. 1988. Participative Bugeting : Effect of a Truth-InducingPaying Scheme and Information Asymmetri On Slack And Performance,The Accounting Review, Vol LXIII, No 1, Januari, 63, 1.
Fraenkel, R.J, & Wallen, N.C. 2006. How to Design and Evaluate Research inEducation. London: Mc. Graw Hill, inc.
Francis, J.R., Yu, D.M. 2009. Big 4 Office Size and Audit Quality. The AccountingReview, 84, 1521-1552.
Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SpSS19 (edisi kelima.) Semarang: Universitas Diponogoro.
Jensen M.C., Mecling W.H. 1976. Theory of the Firm: Managerial Behavior,Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Financial Economics.3, pg. 305-360.
Kepala BPKP RI Nomor: Per-1633/ K/ Jf/ 2011 Tentang Pedoman TeknisPeningkatan Kapabilitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
Kusumaningrum, Nur Aini dan Sutaryo. 2015. Pengaruh karakteristik InspektoratDaerah dan Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah daerah. SimposiumNasional akuntansi XVIII Medan.
Lubis, Hari. S.B dan Martani Husaini. 1987 Teori Organisasi (Suatu PendekatanMakro), Jakarta : Pusat Antar Universitas Ilmu-ilmu Sosial Universitasindonesia
Mahmudi. 2007. Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. UPP STIMYPKN, Yogyakarta.
Mahsun, Mohamad, Firma Sulistiyowati, Heribertus Andre Purwanugraha. 2006.Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: BPFE.
Manase, Malo, 1986, Metode Penelitian Sosial, Jakarta: Karunika
Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Andi, Yogyakarta
Mikesell, J.L. 2007. Fiscal administration: Analysis and applications for thepublic sector. Belmont, CA: Thomsoon Wadsworth
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 Tentang Pedoman Evaluasi KinerjaPenyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 2007 Tentang Laporan PenyelenggaraanPemerintahan Daerah
Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2012 Tentang Kerangka NasionalPengembangan Kapasitas Pemerintahan Daerah
Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 Tentang Sistem Akuntabilitas KinerjaInstansi Pemerintah
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 73 Tahun 2009 Tentang Tata CaraPelaksanaan Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian InternPemerintah
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017 tentangPembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
Peraturan Kepala BPKP RI Nomor 16 Tahun 2015 tentang Pedoman TeknisPeningkatan Kapabilitas APIP
Peraturan Kepala BPKP RI Nomor Per-1633/K/JF/2011 Tentang Pedoman TeknisPeningkatan Kapabilitas APIP.
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2008 tentang Pengelolaan KeuanganDaerah
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang PedomanPengelolaan Keuangan Daerah
Permendagri Nomor 64 tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis Organisasi dan TataKerja Inspektorat Provinsi dan Kabupaten/Kota
Rahayu, Siti Kurnia dan Ely Suhayati. 2009. Auditing : Konsep dasar danPedoman Pemeriksaan Akuntansi publik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Rustiono, deddy. 2008. Analisis Pengaruh Insvestasi, Tenaga Kerja, danPengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di JawaTengah. Tesis. USU. Medan
Sawyer’s Internal Auditing, LawranceB. Sawyer, Mortimer, James 1999
Sjoberg, Peter. 2003. Government Expenditure Effect on Economic Growth: TheCase of Sweden 1960-2001. Lulea University of Technolgy.
Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:Alfabeta.
Suharyanto, Ary., dan Sutaryo. 2016. Pengawasan Internal dan KinerjaPemerintah Daerah. Simposium Nasional Akuntansi XIX Lampung 2016.
Szymanski, S. 2007. How to implement economic reforms: How to fight cor-ruption effectively in public Procurement in SEE Countries. OECDPublication.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
Widya Astuti Mustikari dan Debby Fitriasari.2012.Pengaruh KarakteristikPemerintah Daerah dan Temuan Audit BPK Terhadap KinerjaPemerintah Daerah Kabupaten/Kota se di Indonesia.Ejournal.lppm.steatmabhakti