pengaruh hukum adat dan program keluarga berencana … · bab viii pengaruh hukum adat dan program...

52
BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian dalam bab ini akan menjawab pertanyaan, bagai- manakah pengaruh hukum adat dan program Keluarga Berencana terhadap perilaku suami istri dalam membentuk keluarga ? Uraikan dimulai dengan menggambarkan riwayat perkawinan suami istri, kemudian dilanjutkan dengan riwayat kelahiran anak-anak dalam masing-masing generasi. Hal ini dilakukan atas dasar pemikiran bahwa proses pembentukan keluarga sudah dimulai sejak sepasang pria dan wanita melangsungkan perkawinan dan kemudian dilanjutkan dengan melahirkan anak-anak mereka. Dalam uraian riwayat kelahiran anak- anak, akan dilihat bagaimana pengaruh hukum adat dan program Keluarga Berencana serta faktor-faktor lain, terhadap perilaku suami istri dalam membentuk keluarga, terutama dalam kaitannya dengan pilihan jenis kelamin dan perencanaan jumlah anak. Lebih jauh, dalam bab ini juga ingin dilihat hubungan antara pengaruh hukum adat dan program Keluarga Berencana terhadap perilaku suami istri dalam membentuk keluarga dengan pendidikan dan pekerjaan suami istri, yang telah diuraikan dalam bab VII. Uraian mengenai hal-ha1 tersebut, akan dikaitkan dengan keadaan jaman yang dialami oleh suami istri dalam

Upload: vothu

Post on 06-Mar-2019

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

BAB VIII

PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA

Uraian dalam bab ini akan menjawab pertanyaan, bagai-

manakah pengaruh hukum adat dan program Keluarga Berencana

terhadap perilaku suami istri dalam membentuk keluarga ?

Uraikan dimulai dengan menggambarkan riwayat perkawinan

suami istri, kemudian dilanjutkan dengan riwayat kelahiran

anak-anak dalam masing-masing generasi. Hal ini dilakukan

atas dasar pemikiran bahwa proses pembentukan keluarga

sudah dimulai sejak sepasang pria dan wanita melangsungkan

perkawinan dan kemudian dilanjutkan dengan melahirkan

anak-anak mereka. Dalam uraian riwayat kelahiran anak-

anak, akan dilihat bagaimana pengaruh hukum adat dan

program Keluarga Berencana serta faktor-faktor lain,

terhadap perilaku suami istri dalam membentuk keluarga,

terutama dalam kaitannya dengan pilihan jenis kelamin dan

perencanaan jumlah anak. Lebih jauh, dalam bab ini juga

ingin dilihat hubungan antara pengaruh hukum adat dan

program Keluarga Berencana terhadap perilaku suami istri

dalam membentuk keluarga dengan pendidikan dan pekerjaan

suami istri, yang telah diuraikan dalam bab VII.

Uraian mengenai hal-ha1 tersebut, akan dikaitkan

dengan keadaan jaman yang dialami oleh suami istri dalam

Page 2: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

masing-masing generasi. Cara ini digunakan untuk dapat

memahami perubahan dalam pembentukan keluarga sesuai

dengan perkembangan jaman.

8 . 1 R i w a y a t P e r k a w i n a n dan T e m p a t Tinggal s u a m i Istri setelah M e n i k a h

Menurut ajaran agama Hindu, melangsungkan perkawinan

atau membentuk keluarga, merupakan tahapan grehasta a s r a m a

yaitu tahapan kedua dari empat tahapanl) dalam perj alanan

hidup manusia.

Masyarakat Bali mengenal adanya berbagai istilah yang

digunakan untuk menyebut istilah kawin dan perkawinan.

Istilah kawin, antara lain disebut dengan istilah nganten,

m e p e u m a h a n ; m e s o m a h a n , m e k u r e n a n , m e r a b i a n , m e k e r a b dan

m e k e r a b k a m b e . Beberapa istilah yang digunakan untuk

menyebut perkawinan, antara lain adalah p e w i w a h a n , p e w a -

rangan, alakirabi (Astiti, 1981). Istilah m e k u r e n a n beras-

a1 dari kata kuren yang berarti keluarga. Oleh karena

itu, istilah m e k u r e n a n juga dapat diartikan membentuk

keluarga.

1) Empat tahapan dalam hidup manusia, dalam aqama Hindu disebut catur asrama, yaitu : 1) tahap menuntut llmu ( b r a h m a o a r i a s r a m a ) , 2) tahap hidup berumahtanqga (grehas~ ta a s r a m a ) , 3 ) tahap hidup secara bertahap men2auhkan dlrl dari kehidupan duniawi I w a n a p r a s t a a s r a m a ) dan tahap hidup membebaskan diri dari kehidupan duniawi dan mengabdi pada kehidupan rohani [ b h i k s u k a ) . (Dapat dibaca pada Agastya Parwa).

Page 3: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

Bagi seseorang, peristiwa perkawinan merupakan suatu

peristiwa yang amat penting, karena dengan berlangsungnya

peristiwa tersebut, seseorang akan berubah status dari bu-

jang dan gadis menjadi suami &an istri. Demikian juga hal-

nya dengan lahirnya anak dari perkawinan itu, seseorang

akan mendapat status baru, yaitu sebagai orang tua.

Perkawinan pada masyarakat Bali, tidak hanya merupa-

kan persoalan antara kedua mempelai, akan tetapi ha1 ini

juga menjadi urusan kerabat, leluhur dan masyarakat ban-

jar. Bahkan dewasa ini, setelah keluarnya Undang-undang

Perkawinan, perkawinan juga dicampuri oleh pemerintah.

Oleh karena itu, calon suami istri yang akan menempuh

perkawinan tidak mempunyai kebebasan mutlak, misalnya

dalam menentukan wanita dan pria pilihannya atau dalam

menentukan tempat tinggal setelah mereka menikah. Hal

tersebut terbukti dalam kenyataannya bahwa tidak setiap

orang menjalani peristiwa penting ini secara mulus, karena

seringkali ada pertentangan antara keinginan orang tua dan

calon mempelai, misalnya dalam ha1 memilih jodoh. Hal ini

menyebabkan sering terjadinya perkawinan yang berlangsung

tanpa direstui oleh orang tua (umumnya orang tua pihak

perempuan) sehingga menimbulkan konflik berkepanjangan

antara besan, antara anak dan orang tua, antara mertua dan

menantu. Dengan demikian, masing-masing suami istri

mempunyai riwayat perkawinannya sendiri yang mungkin sama

atupun berbeda satu dengan yang lain.

Page 4: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

Ditinjau dari tahun perkawinan, usia kawin suami dan

istri, ada tidaknya persetujuan orang tua atas perkawinan

tersebut dan cara perkawinan dilangsungkan, dalam masing-

masing generasi, dapat digambaran sebagai berikut:

Generasi I

Secara ringkas, tahun perkawinan, usia kawin pria dan

wanita, ada tidaknya persetujuan orang tua dan cara perka-

winan yang ditempuh dalam 10 kasus keluarga generasi I,

digambarkan pada tabel 12.

Page 5: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

label 12. Tahun Kauin. Usia Kauin, Persetujuan Orang lua dan Cara Perkauinan

: Kasus Perkawinan Suami I s t r i d a l m Keluarga Gemrasi I

NO. Perkauin Tahun Usia Kawin P e r s e t u j w Cara Perkawinan Kasus an ke.. . kewin < tahun > orang tun

Pr ia Uanita Ada Tidak Meminang Cari

Data pada tabel 12 menunjukkan bahwa pada generasi I

kelihatan ada ciri perkawinan poligami (ngemaduang). Hal

tersebut dapat diketahui dari adanya lima kasus perkawinan

poligami dalam 10 kasus keluarga. Adanya perkawinan poli-

gami dalam generasi ini, dapat dikaitkan dengan tahun

perkawinan dilangsungkan. Dilihat dari tahun perkawinan

Page 6: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

suami istri dalam 10 keluarga tersebut, tampak bahwa semua

perkawinan itu berlangsung sebelum keluarnya Undang-Undang

Perkawinan (Undang-undang No. 1 tahun 1974). Ini berarti

bahwa perkawinan poligami dilakukan menurut adat, yang

pada jaman itu tidak dibatasi ataupun dilarang. Adanya

perkawinan poligami dalam generasi ini, memimbulkan dampak

terbentuknya keluarga besarl) (keluarga dengan banyak

anak) . Berdasarkan tahun dilangsungkannya perkawinan perta-

ma, juga dapat diketahui bahwa perkawinan tersebut ber-

langsung antara tahun 1942 - 1959, 6 keluarga diantaranya melangsungkan perkawinan setelah tahun 1945, atau setelah

kemerdekaan.

Ditinjau dari usia kawin pertama pria dan wanita,

tampak bahwa pria berusia antara 18 - 27 tahun dan 7 orang diantaranya kawin pada usia 19 tahun atau lebih. Dalam

perkawinan pertama tersebut, wanita berusia antara 15 - 22 tahun dan 8 orang diantara mereka kawin pada usia 16

tahun atau lebih. Usia kawin tersebut termasuk tinggi,

pada jaman itu, yaitu jaman Jepang ataupun awal jaman

kemerdekaan.

1) Di Bali, istilah keluarga besar digunakan untuk menyebut kerabat dalam ikatan tunggal sanggah. (Pengertian tunggal sanggah, dapat dilihat dalam uraian kelompok ke- kerabatan dalam bab V.

Page 7: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

Berdasarkan data tersebut juga terlihat adanya per-

kawinan pada usia yang relatif muda, yaitu < 19 tahun yang

dilakukan oleh pria (pada keluarga ke-3, ke-8 dan ke-9)

dan el6 tahun yang dilakukan oleh wanita (pada keluarga

ke-5 dan ke-lo). Hal inipun dapat dikaitkan dengan kea-

daan jaman pada saat perkawinan tersebut berlangsung,

dalam mana perkawinan usia muda masih umum dilakukan

terutama di daerah pedesaan.

Perkawinan suami istri dalam generasi ini, umumnya

dilangsungkan dengan persetujuan orang tua dan ditempuh

dengan cara meminang. Perkawinan dengan cara ini, dipan-

dang ideal pada masyarakat Bali. Adanya satu kasus kawin

lari dalam keluarga kesatu, disebabkan karena pihak orang

tua perempuan tidak setuju atas perkawinan tersebut,

karena antara mempelai berbeda keturunan, dalam ha1 ini,

si istri adalah orang Cina.

Setelah menikah, para suami istri tinggal di lingkun-

gan tempat tinggal orang tua suami. D i antara mereka ada

yang rumahtangganya bergabung dengan rumahtangga orang

tuanya (ngerob) seperti halnya keluarga dalam kasus ke-7

dan ke-9, tetapi kebanyakan dari mereka itu mempunyai

rumahtangga yang terpisah (meanian). Suami istri dalam

keluarga ke-10, ketika baru menikah tinggal menumpang pada

salah seorang warga desa setempat, sampai akhirnya mereka

dapat membeli tanah yang ditempatinya sekarang

Page 8: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

Suami istri dalam keluarga ini tidak pernah tinggal di-

lingkungan tempat tinggal orang tua suami, karena orang

tua suami tinggal di desa Nusa Panida dan sejak menikah

si suami tidak pernah pulang.

Berdasarkan 10 kasus perkawinan pada keluarga genera-

si I, dapat disimpulkan :

1. Perkawinan pertama, dalam generasi ini umumnya ber-

langsung pada jaman kemerdekaan.

2. Umumnya pria menikah pada usia 19 tahun atau lebih dan

wanita menikah pada usia 16 tahun atau lebih.

3. Perkawinan poligami masih umum dilakukan.

4. Perkawinan umumnya mendapat persetujuan orang tua

Generasi I1

Perkawinan suami istri dalam 10 kasus generasi 11,

dapat digambarkan secara ringkas pada tabel 13.

Page 9: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

Tabel 13. rahun Keuin, Usia Kauin, Pesetujuen Orang Tua den Cara Perkauinan r Kesus Perkaninan Suani t s t r i dalan Keluarga Cenerasi I t

No. rahun Usia kauin Persetujuan orang tue Cora perkaninan

kasus keuin p r i a uani t a ade t idak Meminang Lar i

Data dalam tabel tersebut menggambarkan bahwa perka-

winan suami istri dalam 10 kasus generasi ini berlangsung

setelah jaman kemerdekaan , yaitu antara tahun 1964 - 1980, diantaranya sembilan kasus perkawinan berlangsung

setelah tahun 1966, berarti pada jaman Orde Baru. Namun

demikian, apabila dikaitkan dengan berlakunya Undang-

Undang NO. 1 tahun 1974, yang diberlakukan secara efektif

sejak tahun 1975, ternyata perkawinan suami istri dalam

generasi ini lebih banyak berlangsung sebelum itu.

Page 10: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

Walaupun demikian, tampak bahwa usia perkawinan pria

berkisar antara 19 - 24 tahun dan wanita antara 16 - 21 tahun, yang berarti telah sesuai dengan batas usia kawin

yang ditentukan menurut undang-undang tersebut, yaitu 19

tahun untuk pria dan 16 tahun untuk wanita. Usia kawin

pria dan wanita dalam generasi ini relatif lebih tinggi

dibandingkan usia perkawinan suami istri dalam generasi I.

Hal ini diduga ada hubungannya dengan bekerjanya pria dan

wanita di luar pertanian sejak mereka belum menikah.

Seperti diketahui, ada kalanya pekerjaan tertentu di luar

pertanian memerlukan tenaga kerja dengan syarat belum

menikah.

Pernikahan suami istri dalam 10 kasus generasi ini

umumnya berlangsung atas persetujuan orang tua dan dilaku-

kan dengan cara meminang, sesuai dengan perkawinan yang

ideal pada masyarakat Bali. Namun demikian, dua di antara

10 kasus perkawinan tersebut, terpaksa dilakukan dengan

cara lari, karena ada kekhawatiran dari calon mempelai

bahwa perkawinannya tidak akan disetujui oleh orang tua

pihak perempuan, karena dalam kedua kasus ini antara calon

suami istri add perbedaan kasta-

Setelah menikah, para suami istri umumnya tinggal di

lingkungan tempat tinggal orang tua suami, sesuai adat

setempat. Suami istri dalam kasus ke-16, hanya setahun

Page 11: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

tinqqal di lingkunqan pekaranqan orang tua suami dan atas

prakarsa orang tua suami mereka disarankan pindah ke

tempat lain (ngarangin) karena di pekaranqan asal sudah

penuh. Dalam kasus ke-18, sejak baru menikah si istri

dititipkan di tempat orang tua si istri sampai punya anak

dua orang. Biaya hidupnyapun ditanggung oleh orang tua

istri. Si suami sendiri tinggal di tempat majikannya, di

mana ia berburuh sebaqai sopir. Keadaan semacam ini oleh

masyarakat Bali dianggap tidak pantas dan si istri sendiri

merasa malu terus menumpang di tempat orang tuanya karena

ha1 tersebut dianqqap tidak sesuai dengan norma.

Berdasarkan perkawinan dalam 10 kasus keluarqa

generasi 11, dapat disimpulkan :

1. Perkawinan dalam generasi ini berlangsung pada jaman

kemerdekaan dan 90 persen di antaranya berlanqsunq

pada jaman Orde Baru.

2. Umumnya pria menikah pada usia 19 tahun atau lebih dan

wanita pada usia 16 tahun atau lebih.

3. Perkawinan umumnya dilangsungkan atas persetujuan

orang tua

4. Bentuk perkawinan monoqami

Page 12: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

Generasi 111

Secara ringkas, perkawinan dalam 10 kasus keluarga

generasi 111 dapat digambarkan pada tabel 14.

label 14. T a h w Kauin, Usia Kawin. Persetujuan Orang Tua dan Cara Perkawinan : Kasus Perkawinan dalam 10 ketuar-

ga Generasi 111

NO. Tahu, Usia Kauin Persetujuan Orang Tua Cara Perkauinan

Kasus kawin p r ia uani ta A d a tidak Meminang Lari

Menurut data pada tabel 14. perkawinan dalam 10

kasus keluarga generasi 111, berlangsung antara tahun

1981 - 1988, pada jaman Orde Baru. Dilihat dari usia

kawin pria dan wanita, tampak bahwa pria menikah pada

Page 13: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

usia antara 19 - 25 tahun, berarti semuanya menikah pada

usia 19 tahun atau lebih. Usia kawin wanita adalah antara

14 - 24 tahun, dan sembilan kasus di antara 10 kasus

perkawinan dalam generasi 111, si istri menikah pada usia

16 tahun atau lebih. Data tersebut, juga menunjukkan

adanya satu kasus dari 10 kasus keluarga tersebut, mempe-

lai wanita kawin pada usia muda (14 tahun). yang berarti

bahwa batas usia minimal untuk kawin bagi wanita menurut

Undang-Undang Perkawinan, disimpangi. Adanya kasus per-

kawinan dalam usia 14 tahun dalam keluarga ke-25, ternya-

ta disebabkan karena mempelai wanita ingin menghindar dari

pria lain yang menaksir dirinya.

Umumnya perkawinan dalam generasi ini adalah monoga-

mi. Hal ini dapat dikaitkan dengan keadaan jaman yang

telah berubah pada saat mereka kawin, yaitu jaman Orde

Baru di mana pemerintah telah mengeluarkan Undang-undang

Perkawinan yang berasaskan perkawinan monogami dan antara

lain bertujuan untuk mempersulit pelaksanaan perkawinan

poligami.

Perkawinan antara suami istri dalam kasus-kasus

keluarga generasi I11 pada umumnya berlangsung dengan

persetujuan orang tua, kecuali dalam keluarga ke-21 dan

ke-22 di mana perkawinan itu berlangsung tanpa persetujuan

orang tua pihak perempuan. Dalam kasus ke-21, orang tua

Page 14: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

mempelai perempuan tidak setuju atas perkawinan anaknya

pada saat itu, karena ia masih menginginkan anak tersebut

bekerja untuk membantu biaya adik-adiknya sekolah. Perka-

winan suami istri dalam kasus keluarga ke-22, tidak

mendapat persetujuan dari orang tua perempuan, karena

anaknya kawin dengan laki-laki dari lain desa yang tidak

ada hubungan kerabat.

Setelah pernikahan, para suami istri umumnya tinggal

di lingkungan pekarangan tempat tinggal orang tua suami,

tetapi suami istri dalam kasus-29, ternyata tinggal di

luar pekarangan orang tua suami, karena menempati rumah

dinas.

Berdasarkan riwayat perkawinan dalam 10 kasus keluar-

ga generasi I11 dapat disimpulkan :

1. Perkawinan dalam generasi ini berlangsung pada jaman

Orde Baru.

2. Umumnya pria menikah pada usia 19 tahun atau lebih dan

wanita pada usia 16 tahun atau lebih.

3. Perkawinan umumnya berlangsung dengan persetujuan

orang tua

4 . Bentuk perkawinan umumnya monogami.

Rekapitulasi perkawinan ketiga generasi dapat digam-

bakan pada Tabel 15.

Page 15: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

Tabel 15. Rekapitulasi perkawinan Generasi I,II, 111.

Hal-ha1 yang Generasi dibandingkan

I I1 I11

Tahun perkawinan : 1942 - 1959 1964 - 1980 1981 - 1988 Jaman berlangsung : Jepang (4 kl) Kemerdekaan Kemerdekaan nya perkawinan kemerdekaan Orde Baru Orde Baru

(6 kl). (9 kl) . (10 kl) . Lebih banyak Sernuanya sebelum W. sesudah W. No. 1/1974 No.1/1974.

Usia kawin pria : 18-27 tahun 19-27 tahun 19-25tahun 1 19 tahun z 19 tahun > 19 tahun (7 kl). (10 kl). (10 kl-)

Usia kawin wanita : 15-22 tahun 16-21 tahun 14-24 tahun > 16 tahun > 16 tahun z 16 tahun (8 kl) . (10 kl)

Perkawinan dengan (9 kl)

persetujuan orang : 9 keluarga 8 keluarga 8 keluarga tua

Keterangan : kl = keluarga

Umumnya perkawinan pertama dalam keluarga generasi

I, I1 dan 111 berlangsung setelah kemerdekaan, akan tetapi

suami istri dalam beberapa keluarga generasi I ada yang

telah menikah pada jaman penjajahan Jepang, sedangkan

suami istri generasi I1 dan I11 semuanya menikah setelah

kemerdekaan. Walaupun demikian, antara suami istri ge-

nerasi I1 dan I11 ada perbedaannnya pula, yaitu, bahwa

perkawinan suami istri dalam generasi I1 ada yang ber-

langsung pada jaman Orde Lama dan kebanyakan sebelum

Page 16: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

berlakunya Undang-Undang Perkawinan (Undang-Undang No. 1

tahun 1 9 7 4 ) , sedangkan suami istri generasi 111 melang-

sungkan perkawinan pada jaman Orde Baru dan sesudah berla-

kunya Undang-Undang Perkawinan.

Perbedaan jaman dilangsungkannya perkawinan tersebut,

menimbulkan adanya kekhasan-kekhasan dalam ha1 usia kawin

pria dan wanita (suami dan istri) generasi I. Walaupun se-

cara umum perkawinan suami dan istri generasi I, I1 dan

I11 berlangsung pada usia 19 tahun atau lebih (untuk pria)

dan 16 tahun atau lebih (untuk wanita), akan tetapi dalam

generasi I perkawinan di bawah usia 19 tahun (untuk pria)

dan di bawah 16 tahun (untuk wanita) masih umum dilakukan.

Perkawinan pada saat itu semata-mata berlangsung berdasa-

kan hukum adat yang tidak mengenal batas minimal usia

kawin . Perkawinan dalam ketiga generasi (1,II dan 111),

umumnya dilakukan atas persetujuan (ijin) orang tua sesuai

dengan perkawinan ideal menurut adat maupun Undang-Undang

8.2 Pengaruh Hukum Adat terhadap Perilaku suami Istri da- lam Pembentukan Keluarga

Sikap suami istri yang lebih mementingkan anak laki-

laki dalam keluarga, dilandasi oleh berbagai macam per-

timbangan, antara lain, hukum adat.

Page 17: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

Hukum adat Bali sebagai salah satu aspek kebudayaan

Bali, bersumber pada agama Hindu. Kaidah-kaidah yang

terkandung di dalamnya bercorak patrilineal, di mana faki-

laki mempunyai peranan yang sangat penting. Dalam wujudnya

yang lebih operasional tertuang dalam awig-awig dileng-

kapi dengan sanksi-sanksi. Awig-awig tersebut berlakunya

terbatas pada satu desa adat ataupun banjar. Salah satu

kaidah dalam awig-awig yang mengatur tentang hubungan

antara anak dan orang tua (termasuk leluhur), adalah

tentang sentana (keturunan). Awig-awig Desa Adat Baturiti

juga mengatur tentang ha1 tersebut=)-

Hukum adat ataupun awig-awig berlaku secara positif

di masyarakat dan berfungsi sebagai alat kontrol sosial.

Dalam fungsinya ini, hukum adat mempengaruhi warga masya-

rakat supaya berperilaku sesuai dengan apa yang telah

ditentukan atau mencegah masyarakat berperilaku menyimpang

dari apa yang telah dirumuskan dalam awig-awig tersebut.

Seperti halnya awig-awig Desa Adat Baturiti (juga awig-

awig desa adat lainnya), yang dalam salah satu pasalnya

mengatur secara rinci tentang sentana (keturunan) beserta

hak dan kewa j ibannya. Hal tersebut mendorong anggota

masyarakat supaya berupaya memenuhi isi awig-awig tersebut

1) Dapat dibaca dalam lampiran 8.

Page 18: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

yang berarti pula mendorong seseorang untuk memperoleh

keturunan. Oleh karena awig-awig sendiri menentukan bahwa

pewarisan hak dan kewajiban tersebut dilanjutkan oleh

keturunan laki-laki (purusha), maka untuk dapat memenuhi

ha1 tersebut, seseorang juga didorong untuk mempunyai

keturunan laki-laki dari perkawinannya sendiri maupun

dengan cara mengangkat anak (mengadopsi) anak dari keluar-

ga lain ataupun dengan cara mengangkat anak perempuannya

sendiri sebagai sentana rajeg yang secara hukum berkedu-

dukan sebagai laki-laki.

Bekerjanya hukum adat atau awig-awig sebagai alat

kontrol sosial dalam suatu desa adat ataupun banjar, dapat

dilihat dari pengaruhnya terhadap perilaku anggota masya-

rakat yang menganggap penting adanya anak laki-laki dalam

keluarga untuk menggantikannya dalam memenuhi kewajiban

adat (ayahan) dalam kehidupan kerabat, banjar dan desa

adat. Suami istri yang tidak mempunyai anak laki-laki dan

tidak melakukan upaya untuk memperoleh keturunan laki-

laki, pihak banjar akan menelusuri sanak keluarganya yang

lebih jauh yang pantas untuk menggantikannya apabila

saatnya telah tiba. Dalam ha1 seperti ini, banjar akan me-

neliti dan mempelajari silsilah keluarga orang tersebut

sehingga dapat diketahui siapa yang berhak menggantikannya

Adanya kekeliruan dalam menetapkan orang yang akan meng-

gantikan ayahan tersebut, tidak jarang menimbulkan perma-

Page 19: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

salahan, bahkan ada yang sampai menjadi perkara di

pengadilan . l) Pengaruh hukum adat dan awig-awig terhadap perilaku

anggota masyarakat dalam membentuk keluarga, dapat digam-

barkan berdasarkan pembentukan keluarga dalam 30 kasus

keluarga generasi I, I1 dan 111.

Generasi I

Berdasarkan kenyataan yang terungkap dalam 10 kasus

keluarga generasi I, dapat dilihat adanya ciri-ciri

sebagai berikut: 1) minimal ada seorang anak laki-laki

dalam keluarga. 2 ) bentuk keluarga besar dengan jumlah

anak hidup 4 orang - 11 orang. Tentang berapa jumlah anak dalam masing-masing ke-

luarga dan berapa perbandingan antara anak laki-laki

dan perempuan, serta urutan kelahiran anak dalam keluar-

ga tersebut, dapat digambarkan dalam tabel 16.

1) Kerta dan Rudji sama-sama warga Banjar Badung, Desa Melinggih, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar. Oleh banjar, Kerta pernah ditetapkan untuk menempati pe- karangan dari seseorang dan melaksanakan ayahannya. Suatu ketika Ruji menggugat Kerta di Pengadilan, karena ia merasa lebih berhak menempati pekarangan itu dan melaksa- nakan ayahan orang yang camput tersebut. Dalam perkara ini Kerta kalah dan dieksekusi keluar dari pekarangan tersebut dan Ruji yang ditetapkan berhak atas pekarangan dan wajib melakukan ayahan.

Page 20: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

Tabel 16. UMr Suarni I s t r i , Junlah anak Laki-Laki dan Perenpvan dan

Urutan KeLahiran Anak datam 10 Kasus keluarga Generasi I

NO. Umr .It. Anak Tatal Urucan K e l a h i r m Keter-an L = Lak i - lak i

Kasus Suami I s t r i L p p = perenpuan

1 70 5 7 4 3 7 *> CY

1. 1. 1. P. P. P. +> Sentana nyetxrrin <In) ") Diadopsi. rmnati

2 65 57 1 4 5 P, P, P, 1, P

') Anak angkat

5 65 59 1 3 4 1. P. P. P*' *) Sentana ra jeg

6 60 55 8 1 9 4

~ . L , ~ . ~ . ~ . ~ . l . P . L '> Sentana

nyebur i n

7 5 8 55 4 2 6 1, P, 1, 1, 1, P

(m) (m) =mati 8 68 55 4 4 8 l . P . L . P . L , L , P . P

(m)tm) Crn>(m) (rn) =mati

9 65 60 5 4 9 ( , P , P . I , P , L . P , I , L

Keterangan : -1sCri dalarnteluarga ke-2, 5, 6, 7 dan 9, adalah i s t r i dalam

pertauinan terakhir.

-Junlah anak c la im keluarga ke-5.7 dan 9. adalah junlah anak

dua orang i s t r i CLihat tabel 191.

Berdasarkan pembentukan keluarga dalam 10 keluarga

generasi I, dapat diketahui bahwa ada suami istri dalam

keluarga tertentu yang tidak secara tegas berkeinginan

punya anak laki-laki dan dalam beberapa keluarga lainya

suami istri secara tegas rnengharapkan punya anak laki-

laki dalam perkawinannya.

Page 21: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

Suami istri yang tidak secara tegas ingin punya anak

laki-laki adalah suami istri dalam keluarga ke-1, ke-6 dan

ke-8. Suami istri dalam keluarga ke-1 bersikap pasrah,

karena menurut pandangannya, lahirnya anak laki-laki

ataupun perempuan itu tidak dapat dipilih, karena ha1

tersebut merupakan anugrah. Suami istri dalam keluarga

ke-6, juga bersikap pasrah karena mereka memandang bahwa

kelahiran anak laki-laki ataupun perempuan itu di luar

kekuasaannya. Suami istri dalam keluarga ke-8, tidak

pernah memikirkan untuk punya anak laki-laki atau perem-

puan karena mereka rnempunyai pandangan bahwa anak laki-

laki dan anak perempuan, sama-sama mempunyai ke- baikan

dan keburukan.

Walaupun suami istri dalam ketiga keluarga ini bersi-

kap tidak memilih kelahiran anak laki-laki ataupun perem-

puan, akan tetapi dalam kenyataannya suami istri dalam

keluarga ke-1 menganggap bahwa mempunyai anak laki-laki

dalam keluarga itu penting dan lahirnya anak laki-laki

dalam keluarganya menimbulkan kepuasan tersendiri dalam

hidupnya, karena mereka merasakan tujuan hidupmya tercapai

dan terjamin keturunannya dapat diteruskan. Suami istri

dalam keluarga ke-6, menyatakan sangat bersyukur, karena

dalam perkawinannya telah lahir lebih banyak anak laki-

laki. Mereka juga mengakui bahwa anak laki-laki dalam

keluarga itu penting, supaya ada pelanjut keturunan yang

Page 22: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

akan mewarisi hak dan kewajibannya di dalam pergaulan

hidup kerabat dan banjar. Demikian juga halnya suami istri

dalam keluarga ke-8, secara eksplisit mereka bersikap

pasrah akan tetapi secara inplisit mereka merasa bersyukur

karena dalam perkawinannya telah lahir anak laki-laki.

Menurut pandangannya, mempunyai anak laki-laki itu penting

dalam keluarga, karena adanya fungsi anak laki-laki seba-

gai penerus keturunan dan menggantikan orang tua melak-

sanakan kewajiban di dalam kerabat dan masyarakat.

Apabila diperhatikan lebih jauh, adanya sikap pasrah

pada suami istri dalam ketiga keluarga tersebut ada kait-

annya dengan jenis kelamin anak yang lahir lebih dahulu.

Dalam ha1 ini, anak pertama dari keluarga ke-1, 6 dan 8

adalah laki-laki. Oleh karena itu, wajar apabila suami

istri bersikap pasrah.

Berbeda dengan perilaku suami istri dalam keluarga

yang lainnya, mereka secara eksplisit mengemukakan ingin

punya anak laki-laki, bahkan ada yang ingin punya anak

laki-laki lebih dari satu orang. Apabila diperhatikan,

suami istri yang menyatakan ingin punya anak laki-laki,

ternyata anaknya yang pertama perempuan atau berturut-

turut anak-anaknya yang lahir adalah perempuan, seperti

halnya dalam keluarga ke-2 dan ke-4. Suami istri dalam

kedua keluarga tersebut berkali-kali ingin punya anak

laki-laki karena anaknya yang lahir berturut-turut perem-

Page 23: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

puan. Si suami dalam kasus kedua misalnya, ia ingin punya

anak laki-laki sampai nelakukan upaya pergi ke pura-pura

untuk nunasica (mohon kepada para Dewa) supaya dianugrahi

anak laki-laki. Si suami dalam keluarga ke-4 tidak merasa

puas selama belum punya anak laki-laki.

Keluarga ke-5 dan ke-9, walaupun sudah mempunyai

anak laki-laki, anak pertarna, akan tetapi si suami ingin

mempunyai keturunan laki-laki lebih dari seorang. Si suami

dalam keluarga ke-5 berusaha memenuhi keinginannya dengan

cara mengangkat anak perempuannya dari istri ketiga,

menjadi sentana rajeg. Hal ini ia lakukan untuk menunjuk-

kan sikap adil terhadap istri-istrinya supaya dalam mas-

ing-masing perkawinannya punya keturunan laki-laki sebagai

penerus. Si suami dalam keluarga ke-9, juga telah mem-

punyai anak laki-laki, yaitu anak pertama dari istri

pertama. Namun demikian ia ingin punya anak laki-laki lagi

dari istrinya yang kedua. Hal ini ia lakukan untuk bersi-

kap adil kepada kedua istrinya supaya dalam masing-masing

perkawinan add keturunan laki-laki sebagai penerus. Kein-

ginannya punya anak laki-laki muncul berkali-kali, karena

ia ingin mempunyai anak laki-laki lebih banyak. Bag:

suami, mempunyai anak laki-laki yang banyak merupakan

suatu kebanggaan, terutama di waktu mempunyai kerja adat

orang-orang akan mengetahui bahwa ia mempunyai kerabat

yang besar. Suami istri dalam keluarga ini ingin punya

Page 24: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

anak laki-laki, karena menurut pandangannya anak laki-laki

berfungsi sebagai penerus keturunan dan sebagai ahli waris

yang akan meneruskan hak dan kewajiban orang tua di dalam

kerabat dan banjar. Selain itu, anak laki-laki juga meru-

pakan tempat menggantungkan diri di hari tua. Namun demi-

kian, si suami tidak memungkiri arti pentingnya anak

perempuan di dalam keluarga, karena ia sendiri merasakan

bahwa anak perempuan memberi pelayanan yang lebih baik dan

perhatian yang lebih besar dibandingkan anak laki-laki.

Si suami dalam keluarga ke-3, tidak berhasil mempero-

leh keturunan laki-laki dalam perkawinannya dan hanya

mempunyai anak perempuan satu-satunya, namun telah kawin

keluar. Sebenarnya si suami ingin punya anak laki-laki,

akan tetapi setelah lahirnya anak pertama, si istri jatuh

sakit yang akhirnya menyebabkan ia berhenti haid. Untuk

memenuhi keinginannya dan kepentingannya punya anak laki-

laki, suami istri dalam keluarga ini menempuh jalan, yaitu

mengangkat anak (adopsi). Anak yang diangkat oleh mereka,

adalah tiga orang kemenakan laki-laki, anak dari saudara-

nya yang sudah meninggal. Bagi si suami, keturunan laki-

laki mutlak diperlukan untuk meneruskan keturunannya.

Berdasarkan pembentukan keluarga dalam 10 kasus

keluarga generasi I, dapat disimpulkan bahwa mempunyai

anak laki-laki dipandang penting dalam keluarga. Penting-

nya anak laki-laki dalam keluarga dikaitkan dengan fungsi

Page 25: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

dan tanggungjawab anak laki-laki di dalam kerabat dan

masyarakat desa adat clan banjar sebagai penerus keturunan,

dan dalam melaksanakan ayahan). Oleh karena fungsi dan

tangqungjawab keturunan laki-laki tersebut diatur dalam

hukum adat atau awig-awig, maka dapat dikatakan bahwa

perilaku suami istri yang lebih mementingkan anak laki-

laki dalam keluarga, adalah karena pengaruh hukum adat.

Kebutuhan terhadap keturunan laki-laki dalam keluarga

cenderung dipenuhi oleh suami istri dengan cara menambah

anak sampai mempunyai anak laki-laki, dengan konsekuensi

terbentuknya keluarga besar.

Pentingnya mempunyai anak perempuan menurut pandang-

an suami istri dalam beberapa keluarga generasi I adalah

dalam kaitannya dengan fungsi anak perempuan untuk melak-

sanakan pekerjaan rumahtangga.

Generasi II

Pada generasi ke 11, istri berusia 35 tahun atau

lebih tua, tampak adanya ciri bahwa bentuk keluarga mulai

mengecil dibandingkan generasi I. Di antara keluarga

tersebut; enam keluarga yang punya anak dua atau tiga

orang saja. Tanda-tanda adanya keluarga besar masih keli-

hatan juga, ha1 mana dapat dilihat dari adanya beberapa

keluarga yang jumlah anaknya 4 - 5 orang. Beberapa keluar- ga tampaknya hanya mempunyai anak perempuan, namun suami

Page 26: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

istri tidak berusaha menambah anak lagi untuk memperoleh

keturunan laki-laki, tetapi di lain pihak ada suami istri

yang cenderung membentuk keluarga besar, karena masih

mengharapkan anak laki-laki.

Tentang jumlah anak dalam masing-masing keluarga,

perbandingan antara anak laki-laki dan perempuan serta

urutan kelahiran anak dalam 10 kasus keluarga generasi

ini, secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel 17.

Tabel 17. U m r Suami I s t r i , Junlah Anak L a k i - l a k i dan Perenpuan dan

Urutan Kelahiran Lnak dalam 10 Kasus Keluarga Generasi I 1

NO. Ulnur Junlah rnak Total Urutan Kelahiran Keterangan

L = Laki

Suarni I s t r i Laki Peremplan p = p e r w a n

Page 27: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

Pembentukan keluarga dalam 10 kasus keluarga generasi

ini, khususnya yang berkaitan dengan perilaku suami istri

terhadap pilihan jenis kelamin anak, mengungkapkan adanya

beberapa keluarga yang hanya mempunyai anak perempuan,

akan tetapi suami istri dalam keluarga ini tidak ingin

menambah anak lagi untuk memperoleh anak laki-laki. Hal

ini terdapat pada keluarga ke-11, ke-12 dan ke-20; adanya

beberapa keluarga, di mana suami istri cenderung membentuk

keluarga besar karena masih ingin punya anak laki-laki;

adanya beberapa keluarga yang sudah berhenti punya anak

dua atau tiga orang, karena sudah punya anak laki-laki.

Suami istri dalam keluarga jenis pertama, cenderung

tidak ingin menambah anak lagi, walaupun mereka belum

punya anak laki-laki, karena untuk memperoleh keturunan

laki-laki mereka merencanakan akan mengangkat salah

seorang anak perempuannya menjadi sentana rajeg. Mereka

akan mengangkat sentana rajeg, karena mereka mengetahui

bahwa keturunan laki-laki itu penting untuk menerima dan

meneruskan hak dan kewajiban dalam kerabat dan masyara-

kat.

Gambaran yang lebih rinci mengenai pandangan, sikap

maupun perilaku suami istri terhadap keturunan dalam

keluarga tersebut, adalah sebagai berikut:

Page 28: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

Keluarga ke-11 (istri usia 41 tahun) Suami istri dalam keluarga ini mempunyai anak empat orang, semuanya perempuan. Mereka merasa bersyukur dengan lahirnya anak-anak tersebut, karena perasaan was-was tidak punya keturunan yang pernah menghantui dirinya, menjadi hilang. Suami istri menyadari bahwa di Bali, keturunan laki-laki itu sangat penting, karena menurut mereka kepada anak laki-lakilah hak dan kewajiban di dalam kerabat dan masyarakat akan diteruskan. Untuk memenuhi ha1 ini, mereka telah merencanakan anak perempuannya yang tertua akan diangkat menjadi sentana rajeg. Apabila rencana ini gagal, maka anak yang kedua, ketiga dan keempat secara berturut-turut diharapkan dapat memenuhi harapan tersebut. Untuk memcapai harapannya itu, sejak dini suami istri telah mensosialisasikan hak dan kewa j iban sebagai seorang sentana rajeg. Selain itu, anak yang dicalonkan sebagai sentana rajeg diharapkan supaya memberi pengertian kepada calon suaminya tentang kedudukannya kelak di rumah si istri. Suami istri dalam keluarga ini cenderung memilih sentana rajeg daripada mengang- kat anak (adopsi) sebagai upaya untuk memperoleh keturunan laki-laki, karena mereka lebih suka mewariskan harta kekayaannya kepada anaknya sendiri (sentana rajegb daripada anak orang lain (anak angkat) .

Keluarga ke-12 (istri usia 38 tahun) Suami istri dalam keluarga ini mempunyai dua orang anak perempuan. Walaupun kedua anaknya perempuan, mereka tidak ingin menambah anak lagi untuk memperoleh anak laki-laki dari perkawinan- nya. Untuk memenuhi kebutuhan akan keturunan laki-laki yang akan menggantikan mereka melaksa- nakan kewaj iban di lingkungan kerabat dan masya- rakat adat, upaya yang ingin mereka lakukan adalah mengangkat salah seorang anak perempuan- nya menjadi sentana rajeg. Apabila ha1 ini tldak mungkin terlaksana, maka suami istri tidak berkeberatan apabila hak dan kewajiban adat itu akan jatuh kepada kemenakannya laki-laki.

Page 29: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

Berbeda dengan suami istri dalam kedua keluarga

tersebut di atas, suami istri dalam keluarga ke-16 dan

ke-19, cenderung menginginkan anak laki-laki dari per-

kawinannya dengan cara menambah anak, sehingga konsekuen-

sinya bentuk keluarga menjadi besar. Gambaran tentang

pandangan, sikap dan perilaku suami istri dalam keluarga

tersebut adalah sebagai berikut:

Keluarga ke-16 (istri usia 36 tahun). Keluarga ini mempunyai anak lima orang, tiga perempuan, dua laki-laki. Sejak si istri hamil pertama, si suami telah mengharapkan lahirnya anak laki-laki, akan tetapi dua orang anak- anaknya yang pertama secara berturut-turut lahir perempuan. Oleh karena itu, si suami belum merasa puas, tetapi si istri bersikap pasrah. Si suami masih tetap mengharapkan anak laki-laki dan harapannya ini terpenuhi dengan lahirnya anak kembar laki-laki sebagai anak ketiga dan keempat. Setelah mempunyai anak laki-laki, suami istri bersikap pasrah dan pada saat itu, mereka belum mengetahui adanya metoda pencegahan kehamilan dan anaknya seorang lagi, perempuan. Baru setelah itu, keluarga ini melaksanakan program Keluarga Berencana. Bagi si suami, mempunyai anak laki- laki itu adalah tuntutan adat, karena menurut adat anak laki-lakilah yang menjadi penerus keturunan, menggantikan orang tua dalam melak- sankan kewajiban adat di dalam kerabat dan masya- rakat .

Keluarga ke-19 (istri usia 42 tahun) Keluarga ini mempunyai anak enam orang, tetapi tiga orang dari anak-anaknya sudah meninggal ketika masih bayi, karena sakit panas. Si suami dalam keluarga ini sejak semula menginginkan anak laki-laki, akan tetapi tiga orang anaknya bertu- rut-turut meninggal. Harapan si suami untuk mempunyai anak laki-laki masih tetap muncul pada saat si istri hamil keempat dan harapannya

Page 30: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

berhasil kerena anak keempat lahir laki-laki. Setelah lahir anak keempat laki-laki, suami istri bersikap pasrah dan ternyata anak kelima lahir laki-laki. Dengan sudah adanya dua orang anak laki-laki si suami ingin berhenti punya anak, akan tetapi si istri ingin anak perempuan dan kebetulan anaknya yang lahir perempuan. Menurut si suami, ia terdorong mempunyai anak laki-laki karena anak laki-laki yang akan bertanggung jawab kepada orang tua dan akan mengantikanya kelak melaksanakan kewajiban dalam kerabat dan masyara- kat serta bertanggung jawab atas sanggah/pamera- jan (tempat pemujaan leluhur) . Menurut si istri, ia ingin punya anak perempuan karena anak perem- puan lebih telaten melayami siwaktu sakit dan dapat diajak berbagi perasaan dalam suka dan duka . Beberapa keluarga lainnya, seperti keluarga ke- 13, 15, 17, 18, yang sudah mempunyai anak dua dan sudah ada laki-laki, cenderung tidak menanmbah anaknya lagi. Suami istri dalam beberapa keluarga ini secara eksplisit tidak menyatakan memilih anak laki-laki atau perempuan, akan tetapi secara inplisit mereka mengungkapkan perasaan puasnya dan rasa bersyukurnya karena dianugrahi putra laki-laki. Bagi mereka, mempu-nyai anak laki- laki itu penting sebagai penerus keturunan dan melanjutkan pelaksanaan kewajiban orang tua di dalam kerabat dan masyarakat. Di antara keluarga ini ada juga yang mengingikan anak perempuan dengan alasan supaya ada membantu pekerjaan rumahtangga dan karena sifat-sifat anak perempuan yang lebih telaten melayani orang tua dan lebih bersifat mengalah.

Berdasarkan pembentukan keluarga dalam 10 kasus

keluarga generasi 11, dapat disimpulkan bahwa keturunan

laki-laki dianggap penting. Pentingnya keturunan laki-

laki dalam keluarga, dikaitkan dengan fungsinya sebagai

penerus keturunan, mempunyai tanggung jawab terhadap

pelaksanaan kewajiban terhadap leluhur dan menggantikan

Page 31: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

orang tua dalam melakukan kewajiban di masyarakat (banjar

dan desa adat).

Kebutuhan terhadap anak laki-laki dalam keluarga,

berusaha dipenuhi oleh suami istri dengan cara memperoleh

anak laki-laki dalam perkawinannya sendiri dan dengan cara

mengangkat sentana rajeg.

Oleh karena fungsi-fungsi tersebut di atur dalam

hukum adat atau awig-awig, maka jelas bahwa perilaku suami

istri yang berkaitan dengan pilihan jenis kelami anak

laki-laki adalah karena pengaruh hukum adat.

Anak perempuan di dalam keluarga juga di pandang

penting, dikaitkan dengan fungsinya dalam melakukan peker-

jaan rumahtangga.

Generasi I11

Keluarga dalam generasi 111 ini meinpunyai ciri bentuk

keluarga kecil, dengan catatan istri kini berusia 24 - 28 tahun.

Tentang berapa jumlah anak, bagaimana perbandingan

anak laki-laki dan perempuan dan bagaimana urutan kelahi-

ran anak-anak tersebut dalam 10 kasus keluarga, dapat

digambarkan secara keseluruhan sebagai berikut:

Page 32: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

Tabel 18. Jumlah Anak, Perbandingan Anak L s k i - L a k i dan Per-an dan U r u r a n

K e l a h i r a n Anak dalam 10 Kasus Keluarga Generasi 1 1 1

NO. Umur Jumlah Anak T o t a l Urutan K e l a h i r a n Keterangan

1 = l a k i - L a k i

Suami l s t r i I P p = p e r e m a n

Secara umum. para suami istri dalam generasi ini

menganggap penting adanya keturunan laki-laki dalam ke-

luarga. Hal tersebut diungkapkan baik secara ekplisit

dalam arti suami istri menyatakan adanya keinginan punya

anak laki-laki dan dalam beberapa keluarga lainnya,

anggapan ini terun9ka.p secara implisit, di mana suami

istri bersikap tidak memgharapkan anak laki-laki atau

perempuan, akan tetapi setelah dikaruniai anak laki-laki

Page 33: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

mereka mengungkapkan perasaanya yang sangat puas dan

bersyukur. Perasaan demikian itu timbul karena menurut

mereka anak laki-laki berfungsi sebagai penerus keturunan

dan akan menggantikan orang tua dalam melaksanakan kewa-

jiban di dalam kerabat dan masyarakat dan juga untuk

membantu bekerja setelah usianya tua.

Di antara para suami istri ada perbedaan dalam peri-

laku yang berkaitan dengan pilihan jenis kelamin anak

laki-laki dan perempuan. Ada suami istri dalam beberapa

keluarga menyatakan belum punya pilihan pada saat lahirnya

anak pertama dan munculnya keinginan mempunyai anak laki-

laki atau perempuan adalah setelah diketahuinya jenis

kelamin anak yang sudah lahir lebih dahulu. Di pihak lain

ada suami istri dalam beberapa keluarga, yang sudah meng-

harapkan punya anak laki-laki atau perempuan sejak hamil

yang pertama.

Tentang bagaimana perilaku suami istri dalam -menya-

takan keinginan terhadap anak laki-laki/perempuan, dapat

dikemukakan beberapa kasus di bawah ini.

Keluarga ke-24 Keluarga ini mempunyai dud orang anak laki-laki. Pada saat si istri hamil pertama, suami menginginkan anak laki-laki, tetapi si istri menginginkan anak perempuan. Setelah ternyata anak pertama laki-laki, pada saat si istri hamil kedua si suami ingin anak perempuan dan si istri pasrah. Si suami ingin anak laki-laki untuk menggantikannya melaksanakan 'kewajiban di masya- rakat dan keluarga serta untuk membantu bekerja

Page 34: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

pada saat mereka sudah tua. S i suami ingin punya anak perempuan supaya ada menemani anak laki- lakinya bermain dan karena anak perempuan suka mengalah. Si istri ingin punya anak perempuan untuk membantu pekerjaan rumahtangga. Pada saat lahirnya anak kedua si istri justru bersikap pasrah, karena dalam perkawinannya sudah ada anak laki-laki.

Keluarga ke-23 Keluarga ini baru mempunyai anak seorang, laki- laki. Pada saat si istri hamil pertama ini, suami istri tidak memikirkan pilihan laki-laki atau perempuan. Mereka bersyukur karena anak yang lahir laki-laki dan merasa terjamin karena sudah ada pengganti yang akan meneruskan keturunan dan melaksanakan kewajibannya di dalam keluarga dan masyarkat. Oleh karena anak yang pertama sudah lahir laki-laki, untuk kelahiran anak yang kedua suami istri mengharapkan lahir anak perempuan su- paya mempunyai anak dengan jenis kelamin berbeda.

Keluarga ke-21 Keluarga ini sebenarnya telah mempunyai anak lima orang, akan tetapi dua orang anaknya yang pertama telah meninggal pada saat masih bayi. Sekarang anaknya tinggal tiga orang semuanya perempuan. Suami istri menyadari bahwa anak laki-laki itu penting dalam keluarga orang Bali, karena anak laki-laki akan meneruskan kewajiban orang tua dalam keluarga dan masyarakat. Oleh karena mereka tidak mempunyai anak laki-laki dan tidak ingin menambah anak lagi, mereka bermaksud untuk mengangkat salah seorang anak perempuan itu sebagai sentana rajeg.

Berdasarkan pembentukan keluarga dalm lo kasus ge-

nerasi 111, dapat disimpulkan bahwa generasi ini mengang-

gap penting mempunyai keturunan laki-laki dalam keluarga.

Pentingnya keturunan laki-laki dalam keluarga, dikaitkan

dengan adanya sejumlah fungsi dan tanggungjawab keturunan

laki-laki di dalam keluarga dan masyarakat, yaitu sebagai

Page 35: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

penerus keturunan yang akan menggantikan orang tua dalam

melakukan kewajiban di dalam kerabat dan masyarakat banjar

dan desa adat. Oleh karena, kewajiban dan tanggung jawab

anak laki-laki diatur dalam hukum adat atau awig-awig,

maka dapat dikatakan bahwa sikap dan perilaku suami istri

yang mementingkan keturunan laki-laki dalam keluarga

adalah karena pengaruh hukum adat.

Suami istri dalam generasi ini, cenderung ingin

menempuh upaya mengangkat anak atau sentana rajeg, apabila

mereka tidak berhasil memperoleh keturunan laki-laki.

Pentingnya anak perempuan dalam keluarga, umumnya

dikaitkan dengan sifat-sifat khusus anak perempuan dan

fungsinya dalam melakukan pekerjaan rumahtangga.

Apabila dibandingkan antara pembentukan keluarga

generasi I. I1 dan 111, maka dapat disimpulkan bahwa

pengaruh hukum adat terhadap pandangan, sikap dan perilaku

suami istri dalam membentuk keluarga, khususnya berkenaan

dengan pilihan jenis kelamin anak, cukup jelas dan tidak

ada bedanya antara generasi I, 11, dan 111.

Ada kekhasan pengaruh hukum adat terhadap perilaku

suami istri dalam generasi I, yaitu tampak dalam upayanya

untuk memperoleh keturunan laki-laki dengan cara menambah

anak, sehingga cenderung membentuk keluarga besar. Upaya

Page 36: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

yang sama juga dilakukan oleh suami istri dalam beberapa

keluarga generasi 11, tetapi suami istri generasi I1 yang

tidak mempunyai anak laki-laki, cenderung ingin menempuh

upaya pengangkatan anak ataupun sentana rajeg. Upaya ini

juga cenderung dilakukan oleh suami istri generasi 111.

8.3 Pengaruh Program Keluarga Berencana terhadap Perilaku suami Istri dalam Pembentukan Keluarga

Setelah 20 tahun lebih program KB diterapkan di desa

penelitian, tampak dengan jelas telah terjadi perubahan

dalam ukuran keluarga, yaitu dari keluarga besar yang

jumlah anaknya banyak ke keluarga kecil yang jumlah anak-

nya sedikit. Perubahan ukuran keluarga dari generasi I

yang umumnya tidak melaksanakan program KB ke generasi I1

dan I11 yang umumnya telah mengikuti program KB, dapat

dilihat dengan jelas pada tabel 19, 20 dan 21.

Tentang bagaimana program KB mempengaruhi pandangan,

sikap dan perilaku suami istri dalam membentuk keluarga,

ada perbedaan dan persamaannya antar generasi dan antara

keluarga satu dengan yang lainnya dalam masing - masing generasi.

Generasi I

Suami istri dalam keluarga yang tergolong generasi I,

baru mengenal program KB setelah mereka mengakhiri masa

reproduksinya. Pada saat program ini diperkenalkan di desa

penelitian, tahun 1970-an, para suami istri sudah

Page 37: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

terlanjur mempunyai anak banyak. Namun demikian, di

antara 10 keluarga terdapat tiga keluarga di mana si istri

pernah menggunakan alat kontrasepsi, yaitu keluarga ke-5,

7 dan 9

Keluarga ke-5 Keluarga ini mempunyai anak empat orang, tiga orang dari istri kedua dan seorang dari istri ketiga. Pada saat melahirkan anak, istri ketiga telah besusia 45 tahun dan waktu itu program KE! baru diperkenalkan. Si istri langsung mengikuti program ini atas saran bidan. Alat kontrasepsi yang digunakan adalah IUD (spiral).

Keluarga ke-7 Keluarga ini mempunyai lima orang anak, dua orang dari istri pertama, tiga orang dari istri kedua. Pada saat istri kedua hamil yang ketiga, sebenar- nya ia ingin menggugurkan kandungannya dengan cara tradisional, yaitu dengan cara minum anggur atas saran ma j ikannya orang cina, namun usahanya ini gaga1 dan lahir anak yang ketiga dan kemudian keempat. Setelah punya anak empat orang, barulah keluarga ini mengetahui ada cara pencegahan kehamilan dengan memakai alat kontrasepsi. Si istri langsung memasang alat kontrasepsi IUD.

Keluarga ke-9 Keluarga ini mempunyai anak sembilan orang, dua orang dari istri pertama, tujuh orang dari istri kedua. Setelah istri kedua punya anak enam orang, program KB baru diperkenalkan di desa penelitian dan pada saat melahirkan anak yang ketujuh si istri menjalani steril atas saran dokter kandung- an yang kebetulan saudara sepupu si suami.

Penggunaan alat kontrasepsi oleh si istri dalam

ketiga keluarga tersebut, tidak dimaksudkan untuk meren-

canakan keluarga kecil, karena jumlah anak mereka sudah

telanjur banyak. Penggunaan alat kontrasepsi tersebut

hanyalah untuk mencegah jangan sampai anaknya bertambah

lagi secara alami.

Page 38: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

Tentang jumlah anak, umur istri dan alat kontrasepsi

yang pernah digunakan dalam keluarga generasi I, dapat

digambarkan pada tabel 19.

Tabel 19. Umur Istri, Jumlah Anak dan Alat Kontrasep- si yang Digunakan dalam Keluarga Generasi I

No. Umur Istri Alat Kontra- Jumlah Anak kandung (tahun) sepsi yang

Kasus digunakan mati hidup Total

- - I U D

tradisional IUD

- Steril

Walaupun suami istri dalam keluarga dalam keluarga

generasi I umumnya mempunyai anak banyak karena tidak

mengikuti program KB, akan tetapi, setelah program terse-

Page 39: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

but diperkenalkan di desa penelitian, para suami istri

umumnya mempunyai pandangan dan sikap yang positif terha-

dap program tersebut. Pandangan dan sikap positifnya

itu, dapat diketahui dari pernyataannya yang menganggap

cocok dan menyetujui gagasan keluarga kecil yang dianjur-

kan oleh pemerintah, diterapkan pads-generasi berikutnya.

Selain itu, mereka juga ikut menyarankan kepada anak

cucunya supaya mengikuti program KB dan mempunyai anak

sedikit.

Hal ini merupakan suatu pertanda ada perubahan nilai

tentang jumlah anak dalam keluarga dari nilai yang lama di

mana keluarga besar (jumlah anak banyak) mempunyai nilai

tinggi ke nilai yang baru, di mana keluarga kecil (jumlah

anak sedikit) mempunyai nilai tinggi.

Pandangan dan sikap suami istri generasi I terhadap

program KB, antara lain tercermin dalam kasus di bawah

ini.

Keluarga ke-1 Keluarga ini mempunyai anak tujuh orang. Suami istri tidak pernah mempunyai perencanaan dalam pembentukan keluarga. Selama masa reproduksinya mereka tidak pernah mempunyai fikiran untuk mencegah kehamilan ataupun berhenti punya anak, baik dengan metoda tradisional, maupun dengan tek-nologi modern, karena sampai berakhir masa reproduksinya, program KB belum diperkenalkan di desa penelitian. Pandangan mereka pada sat itu tentang anak, adalah "banyak anak banyak rejeki" dan anak adalah karunia Tuhan. Oleh karena itu, patut diterima berapa adanya. Walaupun jumlah anaknya banyak, suami istri tidak pernah merasa-

Page 40: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

kan susah memeliharanya, karena menurut mereka melahirkan dan memelihara keturunan tersebut sudah merupakan kewajiban. Setelah program KB diperkenalkan di desa ini, si suami yang juga seorang rohaniawan, berubah pandangan. Keper- cayaan terhadap reinkarnasi (penjelmaan kembali) yang pernah menjadi penghambat pelaksanaan pro- gram Keluarga Berencana (karena dengan ikut program KB dianggap menutup kemungkinan bagi leluhur untuk menjelma kembali) , ia taf sirkan secara rasional. Dalam ha1 ini, ia beranggapan bahwa tidak semua leluhur akan menjelma kembali ke dunia, ibarat biji buah-buahan yang tidak semuanya kembali tumbuh menjadi tanaman. Dengan demikian membatasi kelahiran anak tidak dianggap bertentangan dengan ajaran tersebut. .Atas dasar penafsiran seperti itu, ia ikut menyarankan kepada anak cucu dan tetangganya supaya ikut program KB dan cukup mempunyai anak sedikit. Kepada anaknya yang baru menikah i nasehatkan agar sebelum punya anak, "kiloan"'? dif ikirkan terlebih dahulu baik-baik agar tidak menemui kesulitan dalam hidup berumahtangga.

Perubahan pandangan pada generasi tua seperti ini,

mempunyai arti penting untuk membuka jalan bagi generasi

yang lebih muda dalam menerima inovasi (dalam ha1 ini KB),

karena pola berfikir masyarakat di desa penelitian rela-

tif masih tradisional, dimana orang tua dan generasi tua

dianggap menjadi panutan.

Generasi 11

Para suami i s t r i dalam keluarga yang tergolong

generasi 11, umumnya telah mengikuti program KB.

1) Yang ia maksudkan dengan istilah "ki10an~~ sebenar- nya adalah keadaan ekonomi. Dengan demikian, nasehat tersebut mengandung arti, bahwa sebelum punya anak, sebaiknya memikirkan keadaan ekonomi terlebih dahulu.

Page 41: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

Dilihat dari jumlah anak dalam 10 keluarga tersebut,

tampak bahwa besarnya keluarga telah berubah menjadi kecil

apabila dibandingkan dengan jumlah anak dalam keluarga

generasi I yang umumnya besar, yang belum mengikuti pro-

gram KB. Hal ini berarti, bahwa program KB berpengaruh

terhadap perilaku suami istri dalam membentuk keluarga,

khususnya dalam mengecilkan ukuran keluarga.

Besarnya keluarga dan alat kontrasepsi yang digunakan

oleh 10 keluarga generasi I1 dalam mengikuti program KB,

dapat dilihat pada tabel 20.

Tabel 20. Umur Istri, Jumlah Anak dan Alat Kontrasepsi yang Digunakan Oleh Suami Istri Generasi I1

No. Umur Istri Alat Kotrasepsi Jumlah Anak Kandung yang digunakan

Kasus (tahun) Mati Hidup Total

11 4 1 pil, kondom, sis- - 4 4 tem kalender

3 8 I U D

3 5 I U D

3 5 I U D

15 3 5 I U D - 2 2

3 6 I U D

3 5 I U D

3 5 I U D

19 4 2 I U D 3 3 6

2 0 3 5 I U D , Steril - 3 3

Page 42: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

Tentang bagaimana program KB mempengaruhi perilaku

suami istri dalam membentuk keluarga, antara lain tercer-

min dalam beberapa kasus keluarga, di bawah ini.

Keluarga ke-12 Suami istri dalam keluarga ini sama-sama menjadi guru SD. Mereka telah menikah tahun 1974 dan sejak lahirnya anak pertama telah ikut program KB. Mereka merencanakan punya anak dua saja, tanpa mempunyai pilihan jenis kelamin Sekarang suami istri tersebut sudah mempunyai putra dua orang, keduanya perempuan. Anak yang pertama sekarang sudah tamat Sekolah Menengah Atas dan yang kedua baru tarnat SD. Suami istri tidak bersikap memilih jenis kelamin, karena mereka mempunyai anggapan bahwa anak laki-laki belum tentu membawa kebaikan dan anak perempuan belum tentu membawa kejelekan bagi keluarga. Namun demikian, mereka juga menyadari pentingnya ketu- runan laki-laki dalam keluarga untuk menggantikan nanti dalam melaksanakan kewajiban di masyarakat dan kerabat. Untuk keperluan itu, mereka sudah mempunyai rencana mengangkat salah seorang anak perempuannya sebagai sentana rajeg. Suami istri mempunyai gagasan untuk menghibahkan harta ke- kayaannya kepada anak-anaknya semasih mereka hidup, karena sudah diketahuinya anak perempuan tidak akan dapat mewarisi harta kekayaannya kecuali sebagai sentana rajeg.

Beberapa ha1 yang dapat disoroti dari kasus-kasus

tersebut, yaitu, pertama, adanya pengaruh program KB

terhadap perilaku suami istri dalam membentuk keluarga,

tampak dalam ha1 adanya perilaku suami istri untuk memper-

panjang jarak kelahiran dan membentuk keluarga kecil

tanpa pilihan jenis kelamin anak; kedua, tercermin pula

adanya pengaruh hukum adat terhadap perilaku suami istri,

Page 43: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

dalam ha1 upaya mengangkat sentana rajeg untuk memenuhi

kebutuhan terhadap anak laki-laki; ketiga, adanya gagasan

untuk menghibahkan harta kekayaannya semasih hidup kepada

anak-anaknya sebagai suatu upaya untuk menghindari adanya

masalah warisan di hari kemudian.

Keluarga ke-13 Suami istri dalam keluarga ini menikah tahun 1973. Si suami adalah seorang pemborong dan istrinya pedagang. Mereka sama-sama hanya tamatan SD. Keluarga ini telah dikaruniai dua orang anak laki-laki dan si istri telah mengikuti program KB sejak lahirnya anak pertama. Atas saran tetangga- nya, alat kontrasepsi yang digunakan adalah IUD. Dengan dikaruniai dua orang anak laki-laki terse- but, si suami sudah merasa cukup, tetapi si istri sebenarnya masih in n mempunyai anak perempuan, namun ia merasa ma135 hamil lagi karena usianya sudah 30 tahun. Akhir nya mereka memutuskan untuk punya anak dua saja.

Perilaku suami istri dalam kasus ke-13 mencerminkan

adanya pengaruh program KB, tampak dalam ha1 adanya usaha

suami istri membentuk keluarga kecil dan rasa malu si

istri hamil dalam usia 30 tahun dapat dihubungkan dengan

saran program KB mengenai batas usia ideal bagi wanita

untuk melahirkan, yaitu 30 tahun.

Dalam beberapa kasus lainnya, suami istripun menerima

gagasan keluarga kecil tetapi dengan syarat supaya ada

anak laki-laki. Oleh karena adanya keinginan punya anak

laki - laki itu, suami istri dalam beberapa keluarga

1) Pada generasi I, kasus kelima, seorang istri masih melahirkan anak dalam usia 45 tahun.

Page 44: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

cenderung membentuk keluarga besar, karena belum merasa

puas sebelum punya anak laki-laki, seperti halnya kasus

keluarga ke-16 dan ke-19.

Memperhatikan perilaku suami istri dalam 10 keluarga

generasi 11, kelihatan dengan jelas bahwa program KB

mempengaruhi perilaku mereka untuk berupaya membatasi

jumlah anak, dengan pengecualian dalam beberapa keluarga

yang cenderung masih membentuk keluarga besar karena ingin

punya anak laki-laki.

Apabila dibandingkan antara keluarga ke-12 di mana

suami istri sama-sama berpendidikan tingkat menenah atas

dan pekerjaannya sebagai guru dengan keluarga ke-13 dimana

suami istri sama-sama tamatan SD, pekerjaannya sebagai

pemborong dan pedagang, tarnpak bahwa pengaruh program KB

terhadap perilaku suami istri dalam upaya membentuk ke-

luarga kecil, tidak tergantung dari tingkat pendidikan dan

jenis pekerjaan. Kenyataan semacam ini didukung pula oleh

kasus-kasus lainnya.

Genarasi 111

Para suami istri dalam keluarga yang tergolong gene-

rasi 111, umumnya merencanakan punya anak dua sampai tiga

orang saja. Di antara mereka ada yang baru punya anak satu

dan masih mengharapkan kelahiran anak yang kedua dan salah

satu keluarga yang sampai saat ini belum mempunyai anak.

Page 45: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

Suami istri dalam 10 keluarga generasi 111, umumnya sudah

mengikuti program KB dengan menggunakan alat kontrasepsi

IUD, keculai keluarga ke-27, keluarga yang belum punya

anak.

Gambaran tentang jumlah anak dan alat kontrasepsi

yang digunakan dalam 10 keluarga generasi I11 dapat

dilihat pada tabel 21.

Tabel 21. Umur Istri, Jumlah Anak dan Alat Kontrasepsi yang Digunakan oleh Suami Istri Generasi I11

No. Umur Istri Alat Kontrasepsi Jumlah Anak Kandunq

Ka sus yang Digunakan Mati Hidup Total

IUD

IUD

IUD

IUD

IUD

IUD

-

IUD

IUD

IUD

Adanya perencanaan suami istri untuk membentuk ke-

luarga kecil dengan jumlah anak dua atau tiga, merupakan

Page 46: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

petunjuk bahwa program KB berpengaruh terhadap perilaku

suami istri. Berdasarkan pembentukan keluarga pada 10

kasus keluarga generasi 111, di mana suami istri mempu-

nyai latar belakang pendidikan dari SD sampai SMA dan

jenis pekerjaan yang beraneka ragam, tampak bahwa pengaruh

program KB terhadap perilaku suami istri untuk membentuk

keluarga kecil, tidak tergantung pada tingkat pendidikan

ataupun jenis pekerjaan. Misalnya dari membanding perila-

ku suami istri dalam keluarga ke-29 dan 30 tampak bahwa

suami istri dalam keluarga ke-29 yang sama-sama tamatan

Sekolah Pendidikan Guru (SPG dan PGA) dan bekerja sebagai

guru, ingin membentuk keluarga kecil dengan jumlah anak

dua atau tiga orang, demikian juga suami istri dalam

keluarga Re-30, di mana istri sebagai pedagang dan suami

tidak bekerja, yang sama-sama tamatan SD, juga membentuk

keluarga kecil dengan anak dud.

Jika pembentukan keluarga generasi I, I1 dan I11

dibandingkan dan dikaitkan dengan pengaruh program KB,

maka dapat disimpulkan beberapa hal, sebagai berikut:

1) Ada kecenderungan besarnya keluarga pada generasi I1

dan I11 telah menjadi kecil, karena ikut program

Ke luarga Berencana. Gagasan keluarga kecil juga

dapat diterima oleh suami istri generasi I yang jumlah

anaknya banyak (keluarga besar). Penerimaan gagasan

Page 47: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

keluarga k e c i l pada g e n e r a s i I t e r ce rmin dalam pandan-

gan dan s i k a p mereka yang menganggap program K B cocok

d i t e r a p k a n pada g e n e r a s i ber iku tnya . Hal i n i merupa-

kan pe tun juk bahwa program K B berpemgaruh t e r h a d a p

pandangan , s i k a p d a n p e r i l a k u suami istr i da lam

membentuk ke lua rga .

2 ) Tidak ada pe tun juk bahwa pengaruh program K B t e rhadap

pandangan, s i k a p dan p e r i l a k u suami istri dalam mem-

bentuk k e l u a r g a k e c i l , t e r g a n t u n g pada t i n g k a t pen-

d id ikan dan peker jaan suami istri. Hal i n i tampak pada

g e n e r a s i I , I1 maupun 111.

8.4 Pengaruh Faktor-Faktor Lain terhadap Perilaku Suami Istri dalam Pembentukan Keluarga

S e l a i n adanya hukum a d a t dan program KB yang berpen-

g a r u h t e r h a d a p p e r i l a k u suami i s t r i dalam membentuk ke-

l u a r g a , berdasarkan kasus-kasus yang d i t e l i t i , ada sejum-

lah f a k t o r l a i n yang juga d i j a d i k a n bahan per t imbangan

o l e h suami istri dalam membentuk ke lua rga , y a i t u : 1) Ci t a -

c i t a suami istri untuk meningkatkan pend id ikan anak, 2 )

Keadaan ekonomi ke luarga , 3 ) j e n i s kelamin anak yang sudah

l a h i r l e b i h d a h u l u dan 4 ) k e p q r c a y a a n t e n t a n g a d a n y a

jumlah anak t i g a dengan u r u t a n k e l a h i r a n t e r t e n t u yang

membawa a k i b a t buruk t e rhadap kehidupan ke luarga .

Page 48: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

8.4.1. Aspirasi Suami Istri terhadap Pendidikan anak

Berdasarkan uraian dalam sub bab 7.1. dapat dike-

tahui bahwa cita-cita suami istri untuk menyekolahkan

anak minimal sampai tingkat SMA, mendorong suami istri,

khususnya generasi I1 dan I11 untuk membatasi jumlah anak

dalam keluarga. Untuk menyekolahkan anak sampai tingkat

S M A , suami istri memerlukan waktu minimal 13 tahun (dari

TK sampai tingkat SMA) untuk memikirkan biaya sekolah di

samping biaya hidup. Dalam ha1 ini, suami istri generasi

I dapat membandingkan bahwa biaya hidup dan biaya pendidi-

kan anak di jaman sekarang jauh berbeda dibandingkan

dahulu pada awal jaman kemerdekaan. Atas dasar pengalaman

mereka, di antara suami istri tersebut ada yang secara

tegas menyarankan kepada generasi sesudahnya agar mempun-

yai anak sedikit supaya dapat menyekolahkan amak ke ting-

katan yang lebih tinggi.

Suami Istri generasi I1 dan I11 yang umumnya sudah

mempunyai perencanaan dalam pembentukan keluarga, tampak

jelas bahwa cita-cita mereka untuk meningkatkan pendidikan

anak dan menyekolahkan anak sampai setinggi-tingginya,

mempengaruhi strategi reproduksi mereka masing-masing.

8.4.2 Keadaan Ekonomi Keluarga

Memperhatikan alasan-alasan yang mendorong generasi

I1 dan I11 berhenti punya anak setelah punya anak dua atau

Page 49: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

tiga orang, tampak jelas bahwa keadaan ekonomi yang sudah.

sedang dan ingin dicapai, juga menjadi bahan pertimbangan

suami istri dalam pembentukan keluarga. Sulitnya keadaan

ekonomi yang dialami oleh suami istri dalam beberapa

keluarga telah mendorong mereka untuk berhenti atau mem-

batasi jumlah anak dalam keluarga. Mereka membayangkan

dengan keadaan ekonomi yang dialami itu, mereka tidak akan

mampu menghidupi anak-anak yang lebih banyak. Di pihak

lain, keadaan ekonomi yang diharapkan oleh suami istri ju-

ga mendorong mereka untuk berhenti punya anak sampai dua

atau tiga orang, karena dengan mempunyai anak yang lebih

banyak keadaan ekonomi yang dsharapkan tidak akan dapat

d icapa i .

8 . 4 . 3 Jenis Kelamin Anak yang Lahir Lebih Dahulu.

Ditinjau dari keinginan suami istri untuk menambah

anak atau untuk berhenti melahirkan setelah punya anak dua

atau tiga orang, atau timbulnya keinginan punya anak laki-

laki atau perempuan dalam kelahiran berikutnya, ternyata

erat kaitannya dengan jenis kelamin anak yang sudah lahir

lebih dahulu. Dalam beberapa kasus generasi I, tampak

bahwa suami istri ingin menambah anak karena anak-anaknya

yang sudah lahir adalah perempuan. Dalam ha1 ini suami

istri umumnya ingin menambah anak karena mengharapkan akan

memperoleh anak laki-laki. Keadaan seperti ini muncul

Page 50: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

juga pada generasi I1 dan 111. Pada generasi I1 dan 111,

lahirnya anak pertama atau kedua berjenis kelamin laki-

laki, mendorong mereka untuk berhenti punya anak dua atau

tiga saja.

8 . 4 - 4 Kepercayaan tentang Adanya Urutan Kelahiran Tertentu yang Hembawa Akibat Buruk bagi Keluarga.

Dalam kehidupan tradisional masyarakat Bali ada

kepercayaan an+ara lain tentang adanya pengaruh baik buruk

kelahiran seseorang, termasuk di dalamnya urutan kelahiran

tertentu, seperti halnya kelahiran tiga orang anak yang

berurutan sebagai berikut: perempuan, laki-laki, perempuan

yang di Bali dikenal dengan istilah pancoran apit gumleng

atau pancoran apit telaga dianggap membawa akibat buruk

(panes atau panas) dan sebaliknya urutan kelahiran "laki-

laki, perempuan, laki-lakilt yang disebut telaga apit

pancoran atau gumleng apit pancoran, dianggap membawa

pengaruh baik (tis atau sejuk). Pengaruh urutan kelahiran

tersebut terdapat dalam kasus keluarga ke-25, yaitu seba-

gai berikut:

Suami istri dalam keluarga ini merencanakan punya anak tiga orang. Pada saat penelitian ini dilaku- kan, keluarga ini telah mempunyai anak tiga orang dengan urutan kelahiran "perempuan, laki-laki, perempuan." Oleh orang tua suami, mempunyai anak tiga orang dengan urutan seperti itu, dikatakan tidak baik dan ia menyarankan supaya suami istri menambah anak seorang lagi, untuk mencegah penga- ruh buruk tersebut.

Page 51: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

Berdasarkan uraian dalam seluruh bab ini dapat disim-

pulkan bahwa:

1) Hukum adat merupakan salah satu faktor yang berpengaruh

kuat terhadap perilaku suami istri dalam membentuk

keluarga, berkaitan dengan pilihan jenis kelamin anak

laki-laki. Tidak ada perbedaan yang begitu jelas menge-

nai pengaruh hukum adat terhadap perilaku suami istri

dalam generasi I, I1 dan I11 berkaitan dengan pilihan

anak laki-laki tersebut.

2) Tampak adanya kekhasan perilaku suami istri dalam

generasi I, I1 dan I11 berkaitan dengan upaya yang

telah atau ingin ditempuh suami istri untuk memperoleh

keturunan laki-laki. Dalam ha1 ini, suami istri gene-

rasi I cenderung berupaya menambah anak dalam perka-

winannya sendiri sampai berhasil punya anak laki-laki,

dengan konsekuensi terbentuknya keluarga besar. Upaya

ini juga tercermin pada perilaku suami istri dalam

beberapa keluarga generasi 11, tetapi generasi I1

cenderung menempuh upaya mengangkat anak (adopsi) atau-

pun sentana rajeg. Kecenderungan ini tampak juga pada

generasi 111.

3) Tidak ada petunjuk dalam ketiga generasi bahwa

pengaruh hukum adat terhadap perilaku suami istri

yang lebih mementingkan anak laki-laki, tergantung

pada tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan suami

istri.

Page 52: Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana … · BAB VIII PENGARUH HUKUM ADAT DAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERILAKU SUAMI ISTRI DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA Uraian

4) Program KB adalah faktor yang mempunyai pengaruh kuat

terhadap perilaku suami istri dalam membentuk keluarga,

khususnya dalam merencanakan jumlah anak.

Pengaruh program KB terhadap suami istri generasi I

hanya terbatas pada pandangan dan sikap mereka terha-

dap keluarga kecil, sedangkan pada generasi I1 dan I11

pengaruh tersebut langsung terhadap perilaku suami

istri dalam membentuk keluarga kecil.

5) Ada petunjuk bahwa keadaan ekonomi dan aspirasi terha-

dap pendidikan anak juga berpenqaruh terhadap perilaku

suami istri dalam membentuk keluarga kecil.

6) pengaruh hukum adat dan program KB terhadap perilaku

suami istri dalam membentuk keluarga, berlangsung da-

lam proses yang bersamaan. Dalam proses tersebut pro-

gram KB mendorong suami istri membentuk keluarga kecil,

hukum adat mendorong suami istri mempunyai anak laki-

laki. Proses tersebut memimbulkan konsekuensi bahwa

keluarga kecil diterima dengan syarat ada anak laki-

laki.

7) Tidak ada petunjuk bahwa penerimaan gagasan dan nilai-

nilai baru tentang anak (nilai keluarga kecil tanpa

membedakan anak laki-laki dan perempuan) menyebabkan

terhapusnya pelaksanaan kewajiban tradisional dalam

hubungan orang tua dan anak, seperti yang diatur dalam

hukum adat.