pengalaman belajar lapangan limfoma non hodgkins

44
1 PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN LIMFOMA NON HODGKINS Disusun Oleh: Putu Dinary Chandrapatni (1702612200) Ni Made Suartiningsih (1702612105) Pembimbing: dr. Ni Made Renny Anggreni Rena, Sp.PD., K-HOM DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI BAGIAN/KSM ILMU PENYAKIT DALAM RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2019 KATA PENGANTAR

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN LIMFOMA NON HODGKINS

1

PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN

LIMFOMA NON HODGKINS

Disusun Oleh:

Putu Dinary Chandrapatni (1702612200)

Ni Made Suartiningsih (1702612105)

Pembimbing:

dr. Ni Made Renny Anggreni Rena, Sp.PD., K-HOM

DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

DI BAGIAN/KSM ILMU PENYAKIT DALAM

RSUP SANGLAH DENPASAR

TAHUN 2019

KATA PENGANTAR

Page 2: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN LIMFOMA NON HODGKINS

2

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas

karunia-Nya, case based discussion yang berjudul “Limfoma Non Hodgkins” ini

dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Case based discussion ini disusun dalam

rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/KSM Ilmu Penyakit Dalam

divisi Hematologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.

Dalam penyusunan case based discussion ini, penulis banyak memperoleh

bimbingan, petunjuk serta bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Melalui

kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

yang terhormat:

- Dr. dr. Ketut Suega, Sp.PD-KHOM selaku Kepala Bagian/KSM Ilmu

Penyakit Dalam FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar,

- dr. Made Susila Utama, Sp.PD-KPTI selaku Koordinator Pendidikan

Bagian/KSM Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar,

- dr. Ni Made Renny Anggreni Rena, Sp.PD., K-HOM selaku dokter

pembimbing yang senantiasa memberikan informasi dan masukan dalam

penyusunan laporan ini,

- Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan

bantuan yang telah diberikan dalam penyelesaian laporan ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,

kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga laporan

ini dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam masalah kesehatan.

Denpasar, 27 Februari 2019

Penulis

Ii

Page 3: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN LIMFOMA NON HODGKINS

3

BAB I

PENDAHULUAN

Limfoma adalah sekumpulan keganasan primer pada kelenjar getah bening

dan jaringan limfoid. Berdasarkan tipe histologinya, limfoma dapat dibagi menjadi

dua kelompok besar, yaitu Limfoma Non Hodgkin dan Hodgkin. Limfoma Non

Hodgkin (LNH) merupakan sekumpulan besar keganasan primer kelenjar getah

bening dan jaringan limfoid ekstra nodal, yang dapat berasal dari limfosit B, limfosit

T, dan sel natural killer. Pada LNH sel limfosit akan mengalami proliferasi secara tak

terkendali yang menyebabkan terbentuknya tumor. Semua sel dalam tumor pasien

LNH memiliki imunoglobulin yang sama pada permukaannya, oleh karena seluruh sel

LNH berasal dari satu sel limfosit 1.

Angka kejadian LNH terus mengalami peningkatan . Lebih dari 45.000 pasien

didiagnosis sebagai limfoma non Hodgkin (LNH) setiap tahun di Amerika Serikat.2

Limfoma maligna menempati 3,37% dari seluruh keganasan di seluruh dunia. Insiden

Limfoma maligna di dunia mengalami peningkatan dengan rata-rata 3 - 4% dalam 4

dekade terakhir. Kenaikan insiden Limfoma Non Hodgkin pada pria 6% dan wanita

4,1%. Limfoma Hodgkin 1,1% pada pria dan 0,7% pada wanita. Data dari

Kementrian Kesehatan Indonesia pada tahun 2013, angka kejadian Limfoma di

Indonesia sebesar 0,06% dengan estimasi 14.905 pasien.1

Manifestasi Klinis dari Limfoma non-hodgkin yaitu pembesaran kelenjar

getah bening tanpa adanya rasa sakit, demam, keringat malam, rasa lelah yang

dirasakan terus menerus, gangguan pencernaan dan nyeri perut, hilangnya nafsu

makan, nyeri tulang, bengkak pada wajah dan leher dan daerah-daerah nodus limfe

yang terkena, dan limfadenopati. 1

Etiologi sebagian besar LNH tidak diketahui. Namun terdapat beberapa faktor

risiko yang menyebabkan terjadinya LNH, yaitu onkogen, infeksi virus Ebstein Barr,

Human T-leukemia Virus-I (HTLV-I), penyakit autoimun dan defisiensi imun1,3.

Page 4: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN LIMFOMA NON HODGKINS

4

Diagnosis LNH ditegakkan dari hasil pemeriksaan histologi biopsi eksisi

(excisional biopsy) kelenjar getah bening atau jaringan ekstranodal3. Stadium LNH

didasarkan atas kriteria Ann Arbor, yang dibagi menjadi 4 stadium berdasarkan

luasnya keterlibatan KGB yang terkena. Pengobatan dengan menggunakan kombinasi

kemoterapi (multiagent) dapat mempengaruhi prognosis dari penyakit. Prognosis

limfoma tergantung pada tipe histologi dan staging4.

Page 5: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN LIMFOMA NON HODGKINS

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Limfoma Non Hodgkin (LNH) merupakan sekumpulan besar keganasan

primer kelenjar getah bening dan jaringan limfoid ekstra nodal, yang dapat berasal

dari limfosit B, limfosit T, dan sel natural killer 1. Limfoma non-Hodgkin (LNH) atau

non-Hodgkin Lymphomas merupakan penyakit yang sangat heterogen dilihat dari

segi patologi dan klinisnya. Penyebarannya juga tidak seteratur penyakit Hodgkin

serta bentuk ekstra-nodal jauh lebih sering dijumpai4.

2.2 Epidemiologi

Limfoma non Hodgkin merupakan penyakit terbanyak ke 7 dalam kanker

kasus baru, dengan 4.3% merupakan kasus baru dan 3.3% kematian akibat kanker.

National Cancer Institute memperkirakan pada tahun 2018 sebanyak 4.3% dari

seluruh kasus kanker baru, yakni 74.680 kasus merupakan limfoma non Hodgkin,

dimana umur terdiagnosa kasus baru paling sering pada usia 65 – 74 tahun, dan

jumlah kematian akibat penyakit ini sebanyak 19.910 orang, dengan rentang usia

terbanyak adalah 75 – 84 tahun.2 Di Indonesia, LNH menduduki peringat ke-6 kanker

terbanyak, bahkan Badan Koordinasi Nasional Hematologi Onkologi Medik Penyakit

Dalam Indonesia (BAKORNAS HOMPEDIN) menyatakan, insiden Limfoma lebih

tinggi dari leukemia dan menduduki peringkat ketiga kanker yang tumbuh paling

cepat setelah melanoma dan paru3.

2.3 Etiologi dan Faktor Risiko

Etiologi terjadinya sebagian besar LNH sampai saat ini belum diketahui. Ada

beberapa faktor risiko terjadinya LNH yaitu2, 5:

a. Usia: sebagian besar kasus limfoma terjadi pada penderita berusia 60 tahun ke

atas. Namun pada beberapa jenis kasus limfoma juga terjadi pada usia muda.

Page 6: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN LIMFOMA NON HODGKINS

6

b. Jenis Kelamin: risiko menderita limfona non Hodgkin meningkat pada jenis

kelamin laki-laki dibanding perempuan, tidak diketahui penyebab dari

kejadian ini.

c. Ras, etnis, dan geografi: di Amerika Serikat, orang kulit putih lebih banyak

menderita linfoma non Hodgkin dibanding keturunan Afrika dan Asia. Di

dunia, limfoma non Hodgkin lebih banyak diderita pada negara-negara maju,

dengan Amerika dan Eropa memiliki angka tertinggi. Beberapa jenis limfoma

berhubungan dengan kejadian infeksi yang hanya ada di wilayah tertentu.

d. Paparan terhadap bahan kimia dan obat tertentu: beberapa studi

mengungkapkan bahan-bahan seperti benzene dan herbisida serta insektisida

berhubungan dengan meningkatnya risiko limfoma non Hodgkin. Obat

kemoterapi yang digunakan dalam mengobati kanker dapat meningkatkan

risiko berkembangnya limfoma non Hodgkin beberapa tahun setelah

penggunaan, namun belum jelas diketahui apakah kejadian ini berhubungan

dengan penyakit kankernya sendiri ataupun efek dari pengobatannya.

Beberapa studi juga mengungkapkan obat tertentu yang digunakan untuk

mengobati rematoid artitis seperti methotrexate dan tumor nekrosis faktor

(TNF) inhibitor dapat meningkatkan risiko limfoma non Hodgkin. Hal ini

juga meliputi keadaan rematoid arthritis itu sendiri merupakan suatu penyakit

autoimun yang juga sudah meningkatkan risiko terjadinya limfoma non

Hodgkin.

e. Kondisi penurunan fungsi imun: beberapa contoh penderita dengan penurunan

fungsi imun memiliki risiko tinggi menderita limfoma non Hodgkin, pasien

penerima transplantasi organ yang mengkonsumsi imunosupresan, human

immunodeficiency virus (HIV), pada penyakit genetik seperti ataxia-

telangiectasia (AT) dan Wiskott-Aldrich syndrome, anak lahir degan defisiensi

sistem imun.

f. Penyakit autoimun: beberapa kondisi penyakit autoimun seperti rheumatoid

arthritis, systemic lupus erythematosus (SLE), Sjogren disease, Celiac disease

(gluten sensitive enteropathy) meningkatkan risiko menderita limfoma non

Page 7: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN LIMFOMA NON HODGKINS

7

Hodgkin. Sistem imun yang meningkat pada penyakit autoimun menyebabkan

aktivitas limfosit membelah lebih tinggi dari normal dan meningkatkan risiko

berkembang menjadi sel-sel limfoma.

g. Infeksi: beberapa tipe infeksi dapat meningkatkan risiko limfoma non

Hodgkin melalui jalur yang berbeda.

Infeksi yang menstransformasi limfosit secara langsung

Virus dapat secara langsung mempengaruhi DNA dari limfosit, mengubah

limfosit menjadi sel kanker :

- Infeksi human T-cell lymphotropic virus (HTLV-1) menyebabkan

kejadian angka limfoma < 1%. HTLV-1 menular melalui hubungan

seksual dan darah yang terkontaminasi, dapat menular pada bayi lewat

air susu dari ibu yang terinfeksi.

- Infeksi Eipstein-Barr virus : EBV DNA ditemukan pada 95% limfoma

Burkit endemik, dan lebih jarang ditemukan pada limfoma Burkit

sporadik. Karena tidak pada semua kasus limfoma Burkit ditemukan

EBV, hubungan dan mekanisme EBV terhadap terjadinya limfoma

Burkit belum diketahui. Sebuah hipotesis menyatakan bahwa infeksi

awal EBV dan faktor lingkungan dapat meningkatkan jumlah prekursor

yang terinfeksi EBV dan meningkatkan risiko terjadinya kerusakan

genetik. EBV juga dihubungkan dengan posttranspIant lymphoproIifer

ative disorders (PTLDs) dan AIDS-associat ed lymphomas.

- Human herpes virus 8 (HHV-8) juga menginfeksi limfosit, menyebabkan

kejadian limfoma yang langka yang disebut dengan primary effusion

lymphoma. Limfoma ini lebih sering ditemukan pada pasien yang

terinfeksi HIV. HHV 8 juga berhubungan dengan kanker lainnya yaitu

Kaposi sarcoma (Kaposi sarcoma-associated herpes virus).

Infeksi yang melemahkan sistem imun

- Infeksi HIV/AIDS menurunkan sistem imun yang berisiko

meningkatkan kejadian limfoma non Hodgkin tipe tertentu, seperti

Page 8: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN LIMFOMA NON HODGKINS

8

primary CNS lymphoma, Burkitt lymphoma, dan diffuse large B-cell

lymphoma.

Infeksi yang menyebabkan stimulasi imun kronik

- Beberapa infeksi kronis meningkatkan riiko terjadinya limfoma non

Hodgkin dengan mendorong sistem imun aktif secara konstan. Semakin

banyak limfosit diproduksi untuk melawan infeksi yang terjadi, semakin

tinggi kesempatan terjadinya mutasi gen, menyebabkan terjadinya

limfoma. Beberapa jenis limfoma yang berhubungan dengan infeksi ini

seringkali menjadi lebih baik ketika infeksinya tertangani. Helicobater

pylori, bakteri penyebab ulkus gaster berhubungan dengan mucosa-

associated lymphoid tissue (MALT) lymphoma pada gaster.

Chlamydophila psittaci, bakteri penyebab infeksi paru yang disebut

psittacosis, berhubungan dengan MALT lymphoma pada jaringan sekitar

mata yang disebut ocular anexal marginal zone lymphoma. Infeksi

Campylobacter jejuni berhubungan dengan MALT lymphoma yang

disebut immunoproliferative small intestine disease. Infeksi kronis virus

hepatitis C (HCV) menjadi risiko splenic marginal zone lymphoma.

h. Berat badan dan diet : studi menunjukkan keadaan obesitas meningkatkan

risiko terjadinya limfoma non Hodgkin. Studi lain juga menunjukkan diet

berupa makanan tinggi lemak dan daging juga meningkatkan risiko.

i. Implan payudara : walaupun jarang, pada beberapa wanita dengan implan

berkembang tipe anaplastic large cell lymphoma (ALCL) pada payudara.

Lebih sering ditemukan pada implan yang bertekstur pada permukaannya

dibanding implan dengan permukaan halus.

2.4 Patogenesis Limfoma Non Hodgkin

Prekursor limfosit dalam sumsum tulang adalah limfoblas. Perkembangan

limfosit terbagi dalam dua tahap, yaitu tahap yang tidak tergantung antigen (antigent

independent) dan tahap yang tergantung antigen (antigent dependent). Pada tahap I,

sel induk limfoid berkembang menjadi sel pre-B, kemudian menjadi sel B imatur dan

Page 9: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN LIMFOMA NON HODGKINS

9

sel B matur, yang beredar dalam sirkulasi, dikenal sebagai naive B-cell. Apabila sel B

terkena rangsangan antigen, maka proses perkembangan akan masuk tahap 2 yang

terjadi dalam berbagai kopartemen folikel kelenjar getah bening, dimana terjadi

immunoglobuline gene rearrangement. Pada tahap akhir menghasilkan sel plasma

yang akan pulang kembali ke sumsum tulang4.

Normalnya, ketika tubuh terpajan oleh zat asing, sistem kekebalan tubuh

seperti sel limfosit T dan B yang matur akan berproliferasi menjadi suatu sel yang

disebut imunoblas T atau imunoblas B. Pada LNH, proses proliferasi ini berlangsung

secara berlebihan dan tidak terkendali. Hal ini disebabkan akibat terjadinya mutasi

pada gen limfosit tersebut. Proliferasi berlebihan ini menyebabkan ukuran dari sel

limfosit itu tidak lagi normal, ukurannya membesar, kromatinnya menjadi lebih

halus, nukleolinya terlihat, dan protein permukaan selnya mengalami perubahan4.

Terdapat bukti bahwa pada respons imun awal sebagian naive B cell dapat

langsung mengalami transformasi menjadi immunoblast kemudian menjadi sel

plasma. Sebagian besar naive B cell dapat langsung mengalami transformasi menjadi

immunoblast kemudian menjadi sel plasma. Sebagian besar naive B cell mengalami

transformasi melalui mantle cell, follicular B-blast, centroblast, centrocyte, monocyte

B cell dan sel plasma4.

Perubahan sel limfosit normal menjadi sel limfoma merupakan akibat

terjadinya mutasi gen pada salah satu sel dari sekelompok sel limfosit tua yang

tengah berada dalam proses transformasi menjadi imunoblas (terjadi akibat adanya

rangsangan imunogen). Proses ini terjadi di dalam kelenjar getah bening, dimana sel

limfosit tua berada dlluar "centrum germinativum" sedangkan imunoblast berada di

bagian paling sentral dari "centrum germinativum" Beberapa perubahan yang terjadi

pada limfosit tua antara lain: 1). Ukurannya makin besar; 2). Kromatin inti menjadi

lebih halus; 3). Nukleolinya terlihat; 4). Protein permukaan sel mengalami perubahan

reseptor4.

Page 10: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN LIMFOMA NON HODGKINS

10

2.5 Klasifikasi Limfoma Non-Hodgkin

Secara umum klasifikasi LNH dibuat berdasarkan kemiripan sel-sel pada

suatu tipe LNH dengan limfosit normal dalam berbagai kompartemen diferensiasi.

Klasifikasi histopatologik harus disesuaikan dengan kemampuan patologis serta

fasilitas yang tersedia. Dua jenis klasifikasi yang paling umum dipakai adalah

klasifikasi Kiel dan Working formulation. Dibawah ini di uraikan klasifikasi

Rappaport yang merupakan awal klasifikasi LNH modern, Working formulation,

serta klasifikasi terbaru REAL10,11.

Tabel 2. Klasifikasi Rappaport

1. Lymphocytic, poorly differentiated

a. Nodular (NLPD)

b. Diffuse (DLPD)

2. Lymphocytic, well differentiated

a. Diffuse (DLWD)

3. Mixed lymphocytic histiocytic

a. Nodular (NMLH)

b. Diffuse (DMLH)

4. Undifferentiated

a. Diffuse (DU)

Burkitt type

Non-Burkitt (lymphoblastic) type

Klasifikasi Rappaport memakai dasar bentuk morfologik, makin mendekati bentuk

limfosit kecil dianggap sel yang berdiferensiasi baik, sedangkan sel yang lebih besar

dianggap berdiferensiasi tidak baik. Sehubungan dengan itu, dilihat susunan sel,

apakah noduler, atau difus.

Page 11: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN LIMFOMA NON HODGKINS

11

Klasifikasi Kiel

Klasifikasi Kiel membagi LNH menjadi 2 golongan besar, yaitu:

a. LNH dengan derajat keganasan rendah

b. LNH dengan derajat keganasan tinggi

Klasifikasi Kiel sudah menyesuaikan dengan kompartemen dari kelenjar getah

bening, serta membedakan asal sel, apakah dari limfosit B atau limfosit T10.

Tabel 3. Klasifikasi Kiel

Sel B

Low grade malignancy

Lymphocytic

Lymphoplasmacytic

Plasmacytic

Centroblastic/centrocytic

Follicular

Diffuse

Centrocytic

High grade malignancy

Centroblastic

Immunoblastic

Large cell anaplastic (Ki-1+)

Burkitt’s lymphoma

Lymphoblastic

Rare types

Sel T

High grade malignancy

Lymphocytic

Small cerebriform cell

Mycosis funguides

Sezary’s syndrome

Lymphoepitheloid (Lenner’s lymphomas)

Angioimmunoblastic T zone

Pleomorphic small cell

High grade malignancy

Pleomorphic medium and large cell

Immunoblastic

Large cell anaplastic (Ki-1+)

Lymphoblastic

Rare types

Klasifikasi Revisied American European Lymphoma (REAL)

Pada tahun 1994 telah dikeluarkan klasifikasi Revisied American European

Lymphoma (REAL) dan diterapkan secara luas. Klasifikasi REAL/WHO mencakup

semua keganasan limfoid dan limfoma dan lebih berdasarkan klinis dibandingkan

dengan skema-skema klasifikasi sebelumnya. Secara umum terjadi pergeseran

pembagian limfoma yang awalnya hanya berdasarkan penampilan histologik menjadi

Page 12: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN LIMFOMA NON HODGKINS

12

lebih ke arah sindrom dengan gambaran morfologik, imunofenotipe, genetik, dan

klinis yang khas. Klasifikasi ini juga berguna untuk mempertimbangkan

kemungkinan asal keganasan masing-masing limfoid berdasarkan fenotipe dan status

penataan ulang imunoglobulinnya6.

Tabel 1. Klasifikasi Revisied American European Lymphoma (REAL) untuk

neoplasma limfoid

Sel B (85%) Sel T dan sel NK (15%)

Neoplasma prekursor sel B

Limfoma/leukimia limfoblastik

prekursor B (ALL-B/LBL)

Neoplasma prekursor sel T

Limfoma/leukimia limfoblastik

prekursor T (ALL-T/LBL)

Neoplasma sel B matur (perifer)

Leukimia limfositik kronik sel

B/ Limfoma limfositik kecil

Leukimia prolimfositik sel B

Limfoma limfoplasmasitik

Limfoma sel B zona marginal

limpa (limfosit vilosa)

Leukimia sel berambut

Myeloma sel plasma/

plasmasitoma

Limfoma sel B zona marginal

ekstranodal tipe MALT

Limfoma sel mantel

Limfoma folikular

Limfoma sel B zona marginal

nodal

Limfoma sel B besar difus

Neoplasma sel T matur (perifer)

Leukimia prolimfositik sel T

Leukimia limfositik granular sel T

Leukimia sel NK agresif

Leukimia/Limfoma sel T dewasa

(HTLV-1)

Limfoma sel T/NK ekstranodal,

tipe nasal

Limfoma sel T jenis enteropati

Mycosis fungoides/ sindrom

Sezary

Limfoma sel besar anaplastik, tipe

kutaneus primer

Limfoma sel T perifer, tidak

dispesifikasi

Limfoma sel T angioimunoblastik

Page 13: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN LIMFOMA NON HODGKINS

13

Limfoma Burkitt

Limfoma sel besar anaplastik, tipe

sistemik primer

Perumusan Praktis untuk Penggunaan Klinis

Perumusan praktis untuk penggunaan klinik (working formulation for clinical

usage) merupakan klasifikasi yang banyak dipakai. Sebetulnya klasifikasi ini

merupakan jembatan antar berbagai klasifikasi yang ada4.

Klasifikasi yang baru dibuat berdasarkan perkembangan limfosit yang dengan

demikian dapat dihubungkan dengan letak sel pada kompartemen kelenjar getah

bening normal. Maka secara umum klasifikasi limfoma berasal dari sel B adalah:

1. Precursor B-cell lymphoma

Limfoma dianggap berasal dari limfoblast. Dapat terjadi dalam bentuk

leukemia ataupun limfoma, yang keduanya identik atau disebut lymphoblastic

leukemia/lymphoma.

2. LNH yang berasal dari naive B-cell

LNH ini disebut sebagai small lymphocytic lymphoma (SLL) yang identik

dengan bentuk chronic lymphocytic leukemia (CLL).

3. LNH berasal dari germinal center dari suatu folikel limfoid. LNH dari

germinal center dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu:

a. Follicular lymphoma: terdiri dari sel yang sangat mirip dengan sel dari

germinal center normal. LNH jenis ini biasanya bersifat indolen, tetapi

incurable. Follicular lympoma sering disertai translokasi kromosom 14

dan 18 {t(14;18)} yang menyebabkan juxtaposisi bcl-2 gene yang

mengatur apoptosis dengan Ig heavy chain gene.

b. Large cell lymphoma: terdiri dari sel-sel besar yang terdapat dalam folikel

normal (centroblast). Jenis ini sering bersifat difus karena itu disebut

sebagai diffuse large cell lymphoma. LNH jenis ini bersifat agresif, tetapi

sangat responsif terhadap kemoterapi.

4. LNH yang berasal dari mantle zone

Page 14: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN LIMFOMA NON HODGKINS

14

LNH jenis ini disebut sebagai mantle zone lymphoma. Secara

imunofenotipe mirip dengan SLL, tetapi menunjukkan CD5 positif. Perjalanan

klinis slowly progressive dan incurable dengan standard chemotherapy.

5. LNH yang berasal dari marginal zone atau parafollicular

Termasuk dalam golongan ini adalah: B-cell monocytoid lymphoma, low-

grade mucosa-associated lymphoid tissue (MALT) lymphoma dan splenic

marginal zone lymphoma. Terdiri dari sel-sel limfosit kecil yang menempati zone

marginal atau prafolikuler dari folikel limfoid normal4.

2.6 Stadium Penyakit

Penentuan stadium didasarkan pada jenis patologi dan tingkat keterlibatan.

Jenis patologi (tingkat rendah, sedang atau tinggi) didasarkan pada formulasi kerja

yang baru. Tingkat keterlibatan ditentukan sesuai dengan klasifikasi Ann Arbor.1,4

b. Tingkat keterlibatan ditentukan sesuai dengan klasifikasi Ann Arbor

Stadium I:

Pembesaran kelenjar getah bening hanya pada satu regio

Stadium II:

Pembesaran kelenjar getah bening pada 2 regio atau lebih, tetapi masih dalam

satu sisi diafragma :

II 2 : pembesaran 2 regio KGB dalam 1 sisi diafragma

II 3 : pembesaran 3 regio KGB pada 1 sisi diafragma

II E : Pembesaran 1 regio atau lebih KGB dalam satu sisi diafragma dan 1

organ ekstra limfatik tidak difus/batas tegas.

Stadium III:

Keterlibatan daerah kelenjar getah bening pada kedua sisi diafragma

Stadium IV:

Jika mengenai 1 organ ekstra limfatik atau lebih tetapi secara difus.

Keterangan:

A : Tanpa Gejala Konstutional

B: Dengan Gejala Konstutional

Page 15: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN LIMFOMA NON HODGKINS

15

C : Keterlibatan Ekstranodal

2.7 Diagnosis

2.7.1 Anamnesis

Pada anamnesis secara umum didapatkan:1,12

- Limfadenopati superfisial. Sebagian besar pasien datang dengan pembesaran

kelenjar getah bening asimetris yang tidak nyeri pada satu atau lebih regio

kelenjar getah bening perifer.

- Gejala konstutisional, seperti malaise umum, demam tinggi 380C 1 minggu

tanpa sebab, keringat pada malam hari, dan penurunan berat badan 10% dalam

waktu 6 bulan lebih jarang terjadi pada penyakit Hodgkin. Dapat terjadi

anemia dan infeksi dengan jenis yang ditemukan pada penyakit Hodgkin

- Gangguan orofaring. Pada 5-10% pasein, terdapat penyakit di struktur

orofaringeal (cincin Waldeyer) yang dapat menyebabkan timbulnya keluhan

sakit tenggorok atau nafas berbunyi atau tersumbat.

- Anemia, netropenia dengan infeksi, atau trombositopeni dengan purpura

merupakan gambaran pada penderita penyakit sumsum tulang difus. Sitopenia

juga dapat disebabkan oleh autoimun.

- Penyakit abdomen. Hati dan limpa seringkali membesar dan kelenjar getah

bening retroperitonela atau mesentrika sering terkena. Saluran gastrointestinal

adalah lokasi ekstranodal yang paling sering terkena setelah sumsum tulang,

dan pasien bisa datang gejala nyeri abdomen akut.

- Gejala pada organ lain. kulit, otak, testis, atau tiroid sering terkena. Kulit juga

secara primer terkena pada dua jenis limfoma sel T yang tidak umum dan

terkait erat: mikosis fungoides dan sindrom Sezary.

- Keluhan anemia, seperti lemas, pusing, jantung berdebar.

- Keluhan organ (misalnya lambung, nasofaring)

- Penggunaan obat (Diphantoine)

Anamnesis yang dapat digali lainnya, meliputi:1,12

- Penyakit autoimun (SLE, sjorgen, rheumatoid)

Page 16: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN LIMFOMA NON HODGKINS

16

- Kelainan darah

- Penyakit infeksi (toksoplasma, mononukleosis, tuberkulosis)

- Keadaan defisiensi imun.

2.7.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dapat dilihat dari pembesaran kelenjar getah bening, yang

biasanya terjadi pada leher, ketiak dan lipat paha, serta kelainan/pembesaran organ.1,7

2.7.3 Pemeriksaan Penunjang

Pendekatan evaluasi diagnostik untuk pasien dengan LNH, meliputi:1,4

a. Laboratorium

Rutin

Hematologi:

- Darah perifer lengkap

Pada pemeriksaan darah lengkap seorang LNH dapat dijumpai

kondisi sebagai berikut:

Biasanya ditemukan anemia normositik normokrom, tetapi

hemolitik autoimun juga dapat terjadi3.

Pada penyakit lanjut yang disertai dengan keterlibatan sumsum

tulang, mungkin terdapat netropenia, trombositopenia

(khususnya jika limpa membesar), atau gambaran

leukoeritroblastik.

- Gambaran darah tepi

Dapat dijumpa sel sel limfoma (misalnya sel zona selubung, sel

limfoma folikuler berbelah, atau blast) dengan kelainan inti yang

bervariasi, dapat ditemukan dalam darah tepi beberapa pasien.

- Urinalisa: pemeriksaan urin lengkap

Kimia klinik:

Dapat terjadi peningkatan asam urat serum. Uji fungsi hati yang

abnormal mengesankan adanya penyakit diseminata. Kadar LDH serum

Page 17: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN LIMFOMA NON HODGKINS

17

meningkat pada penyakit yang lebih cepat berproliferasi dan kuas serta

dapat digunakan sebagai suatu petanda prognostik.

Khusus

- Gamma GT

- Cholinesterase (CHE)

- LDH/fraksi

- Serum Protein Elektroforesis (SPE)

- Imuno Elektroforese (IEP)

- Tes coombs

- B2 Mikroglobulin

b. Biopsi eksisional atau core biopsy

Biopsi KGB dilakukan cukup pada 1 kelenjar yang paling representatif,

superfisial, dan perifer. Jika terdapat kelenjar perifer/superfisial yang

representatif, maka tidak perlu biopsi intraabdominal atau intratorakal.

Kelenjar getah bening yang diperiksa disarankan dari leher dan

supraclavicular, pilihan kedua adalah axilla dan terakhir inguinal.

Spesimen kelenjar rutin diperiksa berupa histopatologi yang sesuai

klasifikasi WHO terbaru, yaitu REAL-WHO dan Working Formulation.

Pemeriksaan khusus dapat dilakukan immunohistokimia.8

Diagnosis ditegakkan berdasarkan histopatologi dan tidak cukup hanya

dengan sitologi. Pada kondisi tertentu dimana KGB sulit di biopsi, maka

kombinasi core biopsy FNAB bersama-sama dengan teknik lain seperti

flowcytometri dapat mencukupi untuk diagnosis.9

c. Aspirasi sumsum tulang (BMP) dan biopsi sumsum tulang dari 2 sisi spina

iliaca dengan hasil spesimen sepanjang 2 cm. Biopsi trephin sumsum tulang

menunjukkan lesi fokal pada 20% kasus. Keterlibatan sumsum tulang lebih

sering ditemukan pada limfoma maligna derajat rendah.9

d. Radiologi

Untuk pemeriksaan rutin dapat dilakukan foto toraks dan CT scan

toraks/abdomen

Page 18: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN LIMFOMA NON HODGKINS

18

Untuk pemeriksaan khusus dilakukan USG Abdomen, limfografi, dan

limfosintigrafi

e. Cairan tubuh lain: cairan pleura, asites, cairan serebrospinal jika dilakukan

punksi/aspirasi diperiksa sitologi dengan cara cytospin, di samping

pemeriksaan rutin lainnya

f. Immunophenotyping

Pemeriksaan petanda imunologik (immunological marker) untuk

melihat ekspresi antigen pada permukaan sel sangat penting untuk

menentukan jenis sel (sel B atau sel T) serta tingkat perkembangannya.

Antigen diferensiasi kelompok yang berguna dalam penegakan diagnosis

limfoma dapat dilihat pada tabel.8

Tabel 4. Antigen diferensiasi kelompok (cluster differentiation, CD)

Sel T Sel B Petanda aktivasi Antigen umum leokosit

CD2

CD3

CD5

CD7

Subset sel T

CD4

CD8

CD19

CD20

CD22

CD24

Sel B langka

CD5

CD23

CD25

CD30

CD45

Berbagai subtipe limfoma non-hodgkin dikaitkan dengan translokasi

kromosom khas yang mempunyai nilai diagnostik dan prognostik. Kalainan

yang sangat khas adalah t(8;4) pada limfoma Butkitt, t(14;18) pada limfoma

folikular, t(11;14) pada limfoma sel selubung, t(2;5) pada sel besar

anaplastik.9

Diagnosis LNH harus ditegakkan dari pemeriksaan histologi biopsi

eksisi kelenjar getah bening atau jaringan ekstranodal. Pemeriksaan dari hasil

aspirasi jarum tidak memadai untuk diagnosis komfirmatif. Dilakukan

klasifikasi histopatologik menurut klasifikasi yang umum dipakai (di

Indonesia umumnya gabungan working formulation dan Kiel). Kemudian

Page 19: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN LIMFOMA NON HODGKINS

19

dilakukan prosedur penilaian derajat penyakit sehingga derajat penyakit dapat

ditentukan.4

2.8 Penatalaksanaan

Terapi untuk LNH terdiri atas terapi spesifik untuk membasmi sel limfoma dan

terapi suportif untuk meningkatkan keadaan umum penderita atau untuk

menanggulangi efek samping kemoterapi atau radioterapi. Terapi spesifik untuk LNH

dapat diberikan dalam bentuk berikut6:

1. Radioterapi

a. Untuk penyakit yang terlokalisir (derajat I)

b. Untuk ajuvan pada bulky disease

c. Untuk tujuan paliatif pada stadium lanjut

2. Kemoterapi

a. Kemoterapi tunggal (singel agent)

Chlorambucil atau siklofosfamid untuk LNH derajat keganasan rendah

b. Kemoterapi kombinasi dibagi menjadi 3, yaitu:

i. Kemoterapi kombinasi generasi I terdiri atas:

CHOP (cyclophosphamide, doxorubicine, vincristine, prednison)

CHOP-Bleo/Bacop (CHOP + bleomycine)

COMLA (cyclophosphamide, vincristine, methotrexate with

leucovorin rescue)

CVP/COP (cyclophosphamide, vincristine, prednison)

C-MOPP (cyclophosphamide, mechlorethamine, vincristine,

prednison, procarbazine)

ii. Kemoterapi kombinasi generasi II terdiri atas:

COP-Blam (cyclophosphamide, mechlorethamine, vincristine,

prednison, bleomycin, doxorubicine, procarbazine).

Pro-MACE-MOPP (prednison, methotrexate with leucovorin

rescue, doxorubicine, cyclophosphamide, etoposide,

mechlorethamine, vincristine, procarbazine).

Page 20: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN LIMFOMA NON HODGKINS

20

M-BACOD (methotrexate with leucovorin rescue, bleomycin,

doxorubicine, cyclophosphamide, vincristine, dexamethasone).

iii. Kemoterapi kombinasi generasi II terdiri atas:

COPBLAM III (cyclophosphamide, infusional vincristine,

prednison, infusional bleomycin, doxorubicine, procarbazine).

ProMACE-CytaBOM (prednison, methotrexate with leucovorin

rescue, doxorubicine, doxorubicine, cyclophosphamide, etoposide,

cytarabine, bleomycin, vincristine, methotrexate with leucovorin

rescue).

MACOP-B (methotrexate with leucovorin rescue, doxorubicine,

cyclophosphamide, vincristine, prednison, bleomycin).

Dari perkembangan terapi sampai saat ini ternyata kemoterapi kombinasi

CHOP terbukti paling efektif dibandingkan kemoterapi kombinasi lain.

Penambahan jenis kemoterapi ataupun lama pemberian tidak menambah

angka kesembuhan. Oleh karena itu, kemoterapi generasi kedua dan ketiga

jarang digunakan.6

3. Transplantasi sumsum tulang dan transplantasi sel induk merupakan terapi

baru dengan memberikan harapan kesembuhan jangka panjang.

4. Kemoterapi dosis tinggi dengan rescue memakai peripheral blood stem cell

transplantasi.

5. Terapi dengan imunomodulator

Terapi dengan interferon diberikan untuk indolent lymphoma, dikombinasikan

dengan kemoterpai atau diberikan setelah kemoterapi untuk memperpanjang

masa remisi. Tetapi hasilnya sampai sekarang masih kontroversial.

6. Targeted therapy

Antibodi monoklonal: rituximab suatu chimeric monoclonal antibody

ditujukan untuk antigen CD20 yang diekspresikan oleh semua sel limfosit B.

Pemberian rituximab intravena setiap minggu selama 4 minggu memberikan

remisi parsial pada 50% LNH indolen. Sekaran gcenderung digabung dengan

kemoterapi (CHOP) dan juga dicobakan pada LNH agresif.6

Page 21: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN LIMFOMA NON HODGKINS

21

Regimen kemoterapi yang paling umum dipakai adalah CHOP:

1. Cyclophosphamide 750 mg/m2 i.v. hari 1

2. Hydroxydaunomycine (adriamycine) 50 mg/m2 i.v. hari 1

3. Oncovin (vincristine) 2 mg/m2 i.v. hari 1 dan 5

Siklus diulangi setiap 3 minggu, sampai terjadi remisi komplit, kemudian

ditambah 2 siklus lagi. Jika sampai siklus ke-6 tidak terjadi remisi komplit, sebaiknya

diganti regimen lain. Data terbaru menunjukkan bahwa penambahan anti-CD20

(Rituximab) pada terapi CHOP memperbaiki tingkat remisi DLCL.6

2.9 Komplikasi

Komplikasi yang terjadi akibat langsung penyakitnya:

Penekanan terhadap organ khususnya jalan napas, usus, dan saraf

Mudah terjadi infeksi, bisa fatal

Komplikasi akibat terapi:

Radioterapi

Dapat menimbulkan nausea, disfagia, esofagitis, dan hipotiroid.

Kemoterapi

Dapat menimbulkan mielosupresi, sterilitas dan timbulnya keganasan

hematologik sekunder.11,13

2.10 Prognosis

LNH dapat dibagi kedalam 2 kelompok prognostik yaitu Indolent Lymphoma

dan Agresif Lymphoma. LNH Indolen memiliki prognosis yang relatif baik, dengan

median survival 10 tahun, tetapi biasanya tidak dapat disembuhkan pada stadium

lanjut. Sebagian besar tipe Indolen adalah noduler atau folikuler. Tipe limfoma

agresif memiliki perjalanan alamiah yang lebih pendek, namun lebih dapat

disembuhkan secara signifikan dengan kemoterapi kombinasi intensif. Risiko

kambuh lebih tinggi pada pasien dengan gambaran histologis "divergen" baik pada

kelompok Indolen maupun Agresif.10

Page 22: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN LIMFOMA NON HODGKINS

22

International Prognostik Index (IPI) digunakan untuk memprediksi outcome

pasien dengan LNH Agresif Difus yang mendapatkan kemoterapi regimen kombinasi

yang mengandung Antrasiklin, namun dapat pula digunakan pada hampir semua

subtipe LNH. Terdapat 5 faktor yang mempengaruhi prognosis, yaitu usia, serum

LDH, status performans, stadium anatomis, dan jumlah lokasi ekstra nodal.1

Setiap faktor memiliki efek yang sama terhadap outcome, sehingga

abnormalitas dijumlahkan untuk mendapatkan indeks prognostik. Skor yang didapat

arfiara 0-5. Pada pasien usia <60 “ (age adjusted IPI), indeks yang digunakan lebih

sederhana yaitu hanya meliputi faktor stadium anatomis, serum LDH, dan status

“performance”, tanpa status ekstra nodal.1

Gambar 1. Indeks Prognostik Internasional Pasien LNH

Page 23: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN LIMFOMA NON HODGKINS

23

BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : I Wayan Sisi

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 56 tahun

Alamat : Br. Kelabang Moding, Tegalalang, Gianyar

Bangsa : Indonesia

Suku : Bali

Agama : Hindu

Pekerjaan : Buruh Bangunan

Status Pernikahan : Kawin

Tanggal MRS : 12 Februari 2019

Tanggal Pemeriksaan : 17 Februari 2019

II. ANAMNESIS

Keluhan utama: Benjolan di leher kanan.

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke UGD RSUP Sanglah diantar oleh paramedis dan keluarganya

pada tanggal 12 Februari 2019 dengan keluhan benjolan di leher kanan. Benjolan

dikatakan muncul 4 bulan sebelum MRS dan muncul mendadak. Awalnya benjolan

dikeluhkan kecil namun lama kelamaan bertambah besar hingga mencapai ukuran

15cm dalam waktu kurang lebih 3 bulan. Benjolan dikatakan bertekstur kenyal saat

Page 24: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN LIMFOMA NON HODGKINS

24

diraba, tidak terasa nyeri saat ditekan, dan keluhan yang dirasakan membuat pasien

kesulitan menelan makanan. Keluhan ini merupakan keluhan yang pertama kali

dialami oleh pasien. Pasien sempat mengeluh kesulitan BAB pada 5 hari sebelum

MRS. Keluhan membaik setelah diberikan obat pencahar di RSUP Sanglah. Pasien

mengalami demam satu setengah bulan. Demam muncul mendadak. Demam

dikatakan naik turun dan membaik dengan obat penurun panas namun muncul

kembali. Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala sejak 1 bulan sebelum MRS. Nyeri

kepala dirasakan pada seluruh bagian kepala dan seperti tertusuk-tusuk. Nyeri

membaik dengan obat penghilang rasa nyeri namun kemudian muncul kembali.

Selain itu, pasien juga mengalami hidung tersumbat sejak 1 bulan sebelum MRS

disertai dengan cairan berwarna bening, dirasakan hilang timbul, memberat pada

malam hari atau cuaca dingin, dan membaik ketika pasien beristirahat.

Riwayat Penyakit Dahulu dan Pengobatan

Pasien sebelumnya berobat ke dokter spesialis THT kemudian diberikan obat

untuk keluhan benjolan di lehernya namun kemudian disarankan berobat ke RSUD

Sanjiwani dan kemudian dirujuk ke RSUP Sanglah untuk pengobatan lebih lanjut.

Pasien sudah menjalani pengobatan kemoterapi sebanyak 10 kali di RSUP Sanglah.

Riwayat tumor atau kanker, asma, penyakit jantung, Diabetes Melitus, dan penyakit

sistemik lainnya disangkal.

Riwayat Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang pernah menderita keluhan yang sama

sebelumnya. Riwayat tumor atau kanker , penyakit ginjal, Diabetes Melitus, penyakit,

jantung, asma, dan hipertensi dalam keluarga disangkal.

Riwayat Sosial dan Pribadi

Pasien adalah seorang bapak dari dua anak perempuan yang kini salah satunya

tinggal bersamanya di rumah. Pasien bekerja sebagai buruh bangunan selama kurang

lebih 28 tahun dan berhenti sejak pasien sakit. Pasien tidak memiliki kebiasaan

Page 25: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN LIMFOMA NON HODGKINS

25

merokok dan minum alkohol namun menantu pasien memiliki kebiasaan merokok di

rumah dan terkadang terpapar. Tidak ada orang di lingkungan sekitar pasien yang

pernah menderita keluhan yang sama.

III. PEMERIKSAAN FISIK

3.1 Tanda-tanda Vital

Keadaan Umum : Sakit Sedang

Kesadaran/GCS : Compos mentis / E4V5M6

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Nadi : 84x /menit

Laju Pernafasan : 20x/menit

Suhu Aksila : 36,5oC

Skor Nyeri : 1/10

Saturasi Oksigen : 98 %

Berat Badan : 58 kg

Tinggi Badan : 160 cm

Pemeriksaan Umum

Kepala : Normocephali

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), ikterik (-/-),

refleks pupil (+/+) isokor 2mm/2mm

Leher : JVP + 0 cmH2O, PKGB (-)

THT

Page 26: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN LIMFOMA NON HODGKINS

26

Telinga : Daun telinga N/N, sekret (-/-)

Hidung : Sekret (-/-)

Tenggorokan : T1/T1, hiperemis (-)

Lidah : Normal

Bibir : Sianosis (-)

Thoraks : Simetris saat statis dan dinamis

Cor

Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak

Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V MCL Sinistra , thrill(-)

Perkusi : Batas kanan jantung : ICS IV PSL Dextra

Batas kiri jantung : ICS IV MCL Sinistra

Batas atas jantung : ICS II PSL Dextra

Batas bawah jantung : ICS V MCL Sinistra

Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)

Pulmo

Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)

Palpasi : Vokal fremitus N/N, pergerakan simetris

Perkusi : Sonor Sonor

Sonor Sonor

Sonor Sonor

Page 27: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN LIMFOMA NON HODGKINS

27

Auskultasi : Vesikuler + + Rhonki - - Wheezing - -

+ + - - - -

+ + - - - -

Abdomen

Inspeksi : Distensi (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)

Perkusi : Timpani (+)

Ekstremitas : Hangat + + Edema - -

+ + - -

Pemeriksaan Fisik Neurologis

- GCS E4V5M6

- Meningeal sign (-)

- Paresis N. VII & XII (-)

- Hemiparesis (-)

- Refleks Babinski (-)

III. Pemeriksaan Penunjang

Darah Lengkap di RSUP Sanglah (01/02/2019)

PARAMETER HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN REMARKS

WBC 3,04 103/µL 4.1 – 11.0 ↓

NE % 49,53 % 47 – 80 ↓

Page 28: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN LIMFOMA NON HODGKINS

28

LY % 21,59 % 13 – 40

BA % 9,38 % 0.0 – 2.0 ↑

RBC 3,82 103/µL 4.5 – 5.9 ↓

HGB 10,37 g/dL 13.5 – 17.5 ↓

HCT 34,53 % 41.0 – 53.0 ↓

MCV 90,36 fL 80.0 –100.0

MCH 27,12 Pg 26.0 – 34.0

MCHC 30,02 g/dL 31 – 36 ↓

PLT 538,90 10µ/µL 150 – 440 ↑

SGOT 19,4 U/L 11-33

SGPT 29,00 U/L 11-50

BUN 18,00 mg/dL 8-23

SC 0,82 mg/dL 0,7-1,2

Foto Thoraks AP (27/10/2018)

Cor : besar dan bentuk kesan normal

Pulmo : tak tampak infiltrat/nodul. Corakan bronchovaskuler normal

Sinus pleura kanan kiri tajam

Diaphragma kanan kiri normal

Tulang-tulang : tidak tampak kelainan

Kesan:

Cor dan pulmo tak tampak kelainan

Page 29: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN LIMFOMA NON HODGKINS

29

CT Scan (21/09/2018)

Tampak pemadatan pada nasofaring yang menyebabkan obliterasi fossa

rossenmuller dan torus tubarius kanan kiri yang pada pemberian kontras tampak

heterogenous abnormal contrast enhancement. Tampak perluasan massa ke

parafaring bilateral sampai retrofaring kanan, konka nasi inferior kanan, dan sinus

sphenoidalis kanan. Tak tampak perluasan massa ke intrakranial.

Tampak pembesaran KGB susentimeter pada regio colli kanan kiri

Tampak perselubungan berdensitas cairan kental pada sinus maksilaris kanan

dan ethmoidalis bilateral

Tampak perselubungan pada os mastoid kanan kiri

Orbita kanan kiri tampak normal

Parenkim otak tidak tampak kelainan

Tulang calvaria tampak normal ,tak tampak destruksi tulang

Sinunusitis maksilaris kanan dan ethmoidalis bilateral

Kesan:

Massa nasofaring kanan yang meluas ke parafaring bilateral sampai

retrofaring kanan, konka nasi inferior kanan, dan sinus sphenoidalis

kanandisertai multiple limfadenopati pada region colli kanan kiri.

Page 30: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN LIMFOMA NON HODGKINS

30

Hasil Biopsi Hematoxylin and Eosin (24/10/2018)

1. Makroskopis

Diterima dalam kontainer plastik kecil berisi potongan - potongan

jaringan ukuran keseluruhan 1,5x1,,50,5 cm, bentuk tidak teratur. Diproses

semua dalam 1 kaset.

2. Mikroskopis

Sediaan potongan jaringan kavum nasi yang sebagian dilapisi epitel

respiratorius mengandung massa tumor terdiri dari proliferasi sel neoplastik

tersebar difus infiltratif di antara stroma jaringan ikat. Morfologi sel - sel

tersebut bentuk bulat, sitoplasma sempit, inti bulat sebagian berlekuk, ukuran

sedang - besar, anak inti prominent tunggal - multiple, sebagian di tengah

sebagian ditepi. Mitosis 12/10 LPB. Tampak sebaran sel - sel radang

limfoplasmasitik diantaranya.

3. Kesimpulan :

Orofaring (LNH Post kemoterapi) dan kavum nasi (cenderung LNH) ;

Biopsi Kavum Nasi :

- Masih tampak sel - sel ganas viable pada sediaan ini.

IV. Diagnosis

Diagnosis Kerja

LNH Orofaring T3N1Mx (H1)

V. Terapi

- IVFD R 20 tpm

1. Premedikasi

-O2 NRM 15 lpm

-Paracetamol tab 1000 mg IO

2. Kemoterapi

- Dipenhidramine 20mg IV

Page 31: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN LIMFOMA NON HODGKINS

31

- Rifoximab 375 mg/m2 (525 mg) dalam 500 cc NS

- Cyclofosfamide 750mg (1050 mg) dalam 250 cc NS habis 10 menit (D1)

- Vincristin 1,4 mg/m2 (2 mg) dalam 20 cc NS habis dalam 1-2 menit (D1)

- Prednison 20 mg tab tiap 8 jam IO

VI. KIE

- Menggunakan masker dan kacamata pelindung saat bekerja

- Diet tinggi kalori dan protein

- Rutin kontrol Poli Interna

VII. Monitoring

- Vital sign

- Keluhan

Page 32: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN LIMFOMA NON HODGKINS

32

BAB IV

KUNJUNGAN LAPANGAN

4.1 Alur Kunjungan Lapangan

Praktek Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) dilakukan pada tanggal 17

Februari 2019 bertempat di Rumah Bapak I Wayan Sisi, Br. Kelabang Moding,

Tegalalang, Gianyar. Saat melakukan kunjungan kami mendapat sambutan

hangat dari pasien dan keluarga. Tujuan diadakannya kunjungan ini adalah untuk

mengenal lebih dekat kehidupan pasien sehari-hari, mengidentifikasi

permasalahan terkait dengan penyakit pasien dan faktor resiko apa saja yang

terdapat pada pasien terkait dengan penyakit pasien. Kunjungan ini juga

bertujuan untuk memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai

kondisi penyakit yang dialami pasien.

4.2 Identifikasi Masalah

Permasalahan yang masih menjadi kendala bagi pasien dalam menghadapi

penyakitnya antara lain sebagai berikut.

1. Pasien tinggal di sebuah lingkungan rumah layaknya rumah orang Bali

bersama orangtua, istri, satu anaknya dan menantunya, dan cucu-cucunya. Pasien

tidur bersama istri dalam satu kamar berukuran 3 meter x 4 meter, sementara

anaknya tidur bersama suami dan anak-anaknya dalam satu kamar. Orangtua

pasien tidur di kamar berbeda yang berukuran 3 meter x 4 meter yang letaknya di

sebelah kamar pasien.

2. Pasien merasa mudah lemas semenjak sakit, pasien tidak bisa bekerja seperti

biasanya, sehingga membuatnya tidak mampu bekerja untuk mencari nafkah dan

menjadi beban tersendiri bagi pasien karena banyak menghabiskan biaya untuk

Page 33: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN LIMFOMA NON HODGKINS

33

menjalani pengobatannya. Namun pasien tetap semangat berjuang supaya sembuh

dari penyakitnya.

3. Pekerjaan pasien sebagai buruh bangunan yang kesehariannya banyak

terpapar debu dan sinar matahari terlebih lagi pasien bekerja selalu menggunakan

sepeda motor yang beresiko terpapar polusi udara juga.

4. Pasien tidak begitu paham mengenai penyakitnya namun pasien taat peraturan

pengobatan dari dokter supaya segera pulih.

4.3 Analisis Kebutuhan Pasien

1. Kebutuhan Fisik-Biomedis

a. Kecukupan Gizi

Pasien sehari-hari dirumah mengonsumsi makanan yang dimasak oleh

istrinya dan kadang anaknya. Istri pasien cukup memahami kebutuhan setiap

makanan yang harus dikonsumsi pasien sesuai dengan kebutuhannya. Diet yang

disarankan yaitu diet tinggi kalori dan tinggi protein untuk mempercepat proses

penyembuhan. Konsumsi buah-buahan dan air yang diminum oleh pasien juga

diatur oleh istri pasien.

Perhitungan kebutuhan kalori pada pasien :

BMR (pria) = 66 + (13,7 x BB) + (5 x TB) – (6,8 x Umur)

= 66 + (13,7 x 58) + (5 x 160) – (6,8 x 56)

= 66+ 794,6+800-380,8

= 1279,8

Jumlah kebutuhan kalori per hari

o Kebutuhan kalori basal = BMR x koefisien aktifitas (sedang)

= 1279,8 x 1,375 = 1759,72 kkal

Jadi total kebutuhan kalori perhari untuk penderita 1759,72 kilokalori.

Distribusi makanan:

1. Karbohidrat 60% = 60% x 1759,72 kilokalori = 1055,83 kkal dari

karbohidrat.

Page 34: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN LIMFOMA NON HODGKINS

34

Karbohidrat dibutuhkan sebesar 1055,83 kkal setara dengan 263,95 gram

karbohidrat (1055,83 kalori : 4 kalori/gram karbohidrat).

2. Protein 20% = 20% x 1759,72 kkal = 351,94 kkal dari protein. Protein

dibutuhkan sebesar 351,94 kkal setara dengan 87,98 gram protein (351,94

kalori : 4 kalori/gram protein).

3. Lemak 20% = 20% x 1759,72 kkal = 351,94 kkal dari lemak.

Lemak dibutuhkan sebesar 351,94 kkal setara dengan 39,10 gram lemak

(351,94 kalori : 9 kalori/gram lemak).

Nutrisi harian pasien yang disarankan untuk kebutuhan kalori sejumlah

1759,72 kkal adalah:

Waktu Jumlah Jenis

Makan Pagi ± 20% dari total

asupan harian

(351,94 kalori)

- Nasi putih (100 gr)

- Sayuran (100gr)

- Tempe (50 gr)

Selingan Pagi ± 10% dari total

asupan harian

(175,97 kalori)

- Pepaya (100gr)

Makan Siang ± 30% dari total

asupan harian

(527,91 kalori)

- Nasi putih (120 gr)

- Telur ayam rebus (60 gr)

- Tempe 2 potong (10 gr)

- Sop (100 gr)

Selingan Siang ± 15% dari total

asupan harian

(263,95 kalori)

- Pepaya / buah (100 gr)

- Roti/kue (100 gr)

Makan malam ± 25% dari total

asupan harian

(439,93 kalori)

- Nasi putih (100 gr)

- Sayur (100 gr)

- Semangka / buah (150 gr)

Page 35: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN LIMFOMA NON HODGKINS

35

b. Kegiatan Fisik

Pasien merupakan seorang buruh bangunan. Pada pagi hari sekitar jam

09.00 WITA pasien biasanya memulai pekerjaanya kadang hingga larut malam

tergantung jumlah proyek yang harus diselesaikan dan lokasi bekerjanya

dimana. Jam makan pasien tidak menentu dan pasien beberapa kali

mengeluhkan telat makan sehingga menderita sakit maag. Sehari – hari pasien

sering bergerak dikarenakan pekerjaan buruh banyak berpindah-pindah dan

jarang berolahraga. Jika pasien tidak ada jadwal proyek, biasanya pasien

mencari nafkah dengan menjadi supir tamu untuk guest house yang

dijalankannya bersama keluarganya saat ini.

c. Akses ke Tempat Pelayanan Kesehatan

Pasien tinggal di Br. Kelabang Moding, Tegalalang, Gianyar. Sekitar 4,6 km dari

rumah pasien terdapat Puskesmas Tegalalang I. Kemudian sekitar 14,6 km dari

rumah pasien terdapat RSU Sanjiwani Gianyar, tempat pasien biasanya datang

berobat. Jarak tempuh dari rumah pasien ke RSUD Sanjiwani Gianyar ± 27

menit jika menggunakan motor. Rumah pasien berjarak ± 31,3 km dari RSUP

Sanglah Denpasar. Pasien disarankan melakukan kontrol ke poli bulan depan

untuk pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium untuk memantau

keberhasilan pengobatan, mencegah perburukan penyakit dan timbulnya

komplikasi. Pasien mampu mengendarai kendaraan secara mandiri ke tempat

pelayanan kesehatan untuk melakukan pemeriksaan namun selalu ditemani

anaknya.

d. Lingkungan

Pasien berasal dari Gianyar, saat ini pasien tinggal bersama orangtua, istri,

satu anaknya dan menantunya, dan cucu-cucunya. Pasien dan keluarganya

tinggal disatu pekarangan rumah yang sama. Lingkungan tempat tinggal pasien

cukup padat karena terdiri dari beberapa bangunan rumah dan beberapa vila dan

guest house. Tempat tinggal pasien terletak di jalan kecil dekat sawah di Desa

Page 36: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN LIMFOMA NON HODGKINS

36

Tegalalang, Gianyar. Bangunan tempat tinggal pasien merupakan bangunan

permanen. Tempat tinggal pasien terdiri dari dua kamar tidur pribadi, satu

kamar tidur tamu yang memanjang ke belakang, satu balai untuk beristirahat,

dua buah dapur, satu tempat ibadah. Terdapat 1 kamar mandi, dimana 1 terletak

di dalam rumah yang sama dan 1 terletak di halaman gerbang masuk. Di depan

bangunan rumah tempat tinggal pasien terdapat beberapa bangunan lain seperti

bangunan balai yang letaknya diluar rumah untuk melihat pemandangan sawah,

pelinggih (tempat suci) dan halaman yang beratap seng untuk tempat pasien

memarkir kendaraannya. Secara keseluruhan tempat tinggal pasien sudah rapi.

Ventilasi udara tempat tinggal pasien cukup baik. Pasien menggunakan sumber

air PAM untuk mandi, mencuci baju, air minum, dan keperluan memasak.

2. Kebutuhan Bio-Psikososial

a. Lingkungan Biologis

Keluhan pasien didasarkan karena adanya penyakit Tumor Orofaring. Oleh

sebab itu, sangat perlu diperhatikan pola hidup bersih dan sehat serta

pengobatan terhadap kondisi pasien untuk mencegah terjadinya komplikasi

yang lebih berat.

b. Faktor Psikologis

Dalam keadaan sakit dan selama menjalani perawatan pasien membutuhkan

dukungan dari keluarga. Istri dan anak pasien selalu mengingatkan pasien untuk

mengonsumsi obat – obatan, menjaga asupan makan dan minum pasien, serta

menemani pasien untuk melakukan kontrol ke rumah sakit. Istri dan anak

pasien sangat memerhatikan kondisi kesehatan pasien. Anak dan menantu

pasien juga membantu dalam mencari nafkah, sehingga pasien tidak merasa

terbebani karena tidak mampu bekerja selama sakit.

c. Faktor Sosial dan Kultural

Page 37: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN LIMFOMA NON HODGKINS

37

Lingkungan sekitar tempat tinggal pasien memahami keadaan yang dialami

pasien saat ini. Pasien mendapatkan dukungan dari keluarga, teman dan

lingkungan sekitar pasien.

d. Faktor Spiritual

Keluarga pasien selalu mengingatkan dan mengajak pasien untuk terus

beribadah mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan

begitu dapat menjauhkan pasien dari pikiran – pikiran negatif tentang penyakit

serta tetap bersemangat dalam menjalani kehidupan kedepannya.

4.4 Penyelesaian Masalah

Terkait beberapa permasalahan pasien yang telah dijelaskan sebelumnya,

maka kami mengusulkan penyelesaian untuk masalah pasien yaitu:

1. Edukasi pasien dan keluarga secara lebih lengkap mengenai penyakit

Limfoma Non Hodgkins, tentang penyebab munculnya penyakit serta

pencegahan kambuhnya penyakit kepada keluarga pasien dan penatalaksanaan

yang dilakukan terkait penyakit yang dialami pasien.

2. Memberikan motivasi dan semangat kepada pasien dan keluarga mengenai

hal-hal positif dan memberikan penjelasan kepada keluarga bahwa pasien

membutuhkan dukungan dari keluarga, baik dukungan secara psikis maupun

yang lain.

3. Memberikan penjelasan mengenai komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi

akibat penyakit pasien dan tindakan yang dilakukan untuk mencegah

terjadinya komplikasi tersebut. Contohnya seperti pada pasien Limfoma Non

Hodgkins sangat rentan terjadinya komplikasi karena pertumbuhan kanker itu

sendiri dan komplikasi karena penggunaan kemoterapi. Komplikasi karena

pertumbuhan kanker itu sendiri dapat berupa pansitopenia, perdarahan, infeksi,

kelainan pada jantung, kelainan pada paru-paru, sindrom vena cava superior,

kompresi pada spinal cord, kelainan neurologis, obstruksi hingga perdarahan

Page 38: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN LIMFOMA NON HODGKINS

38

pada traktus gastrointestinal nyeri, dan leukositosis jika penyakit sudah

memasuki tahap leukemia. Komplikasi akibat penggunaan kemoterapi dapat

berupa pansitopenia, mual dan muntah, infeksi, kelelahan, neuropati, dehidrasi

setelah diare atau muntah, toksisitas jantung akibat penggunaan doksorubisin,

kanker sekunder, dan sindrom lisis tumor. Limfoma Non Hodgkins yang

belum sembuh secara total sehingga perlu menyarankan pasien untuk rutin

melakukan kontrol ke poli.

4. Edukasi dan mengajak pasien untuk memulai melakukan olahraga yang ringan

ketika sedang libur bekerja. Olahraga yang dapat dilakukan seperti berjalan

kaki, bersepeda, atau senam. Memberikan edukasi kepada istri, dan keluarga

pasien untuk memperhatikan dan mengingatkan pasien mengenai pola makan

yang sehat dan tinggi serat.

5. Pasien diingatkan untuk mengonsumsi obat yang diberikan dan rutin

melakukan kontrol ke rumah sakit.

4.5 Denah Rumah

Bale Dangin

Ruang Makan

Kandang Ayam

Dapur Kamar

Merajan

Bangunan

Rumah Utama

Kamar Mandi

dan Cuci Baju

Pintu Masuk Rumah

Teras

Depan

U

Garasi

Dapur

Kamar Tamu yang

Menginap

Page 39: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN LIMFOMA NON HODGKINS

39

4.6 Foto Kunjungan

Foto Pasien dengan Pemeriksa

Dapur Pasien

Page 40: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN LIMFOMA NON HODGKINS

40

Kamar Mandi Pasien

Kamar Tidur Pasien

Page 41: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN LIMFOMA NON HODGKINS

41

Teras Bangunan Utama Rumah Pasien

Merajan (Tempat Ibadah) Pasien

Page 42: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN LIMFOMA NON HODGKINS

42

BAB V

KESIMPULAN

Pasien laki-laki, 56 tahun, datang ke UGD RSUP Sanglah diantar oleh

paramedis dan keluarganya pada tanggal 12 Februari 2019 dengan keluhan benjolan

di leher kanan. Benjolan dikatakan muncul 4 bulan sebelum MRS dan muncul

mendadak. Pasien adalah seorang bapak dari dua anak perempuan yang kini salah

satunya tinggal bersamanya di rumah. Pasien bekerja sebagai buruh bangunan selama

kurang lebih 28 tahun dan berhenti sejak pasien sakit. Pasien tidak memiliki

kebiasaan merokok dan minum alkohol namun menantu pasien memiliki kebiasaan

merokok di rumah dan terkadang terpapar.

Dari hasil pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan. Dari hasil pemeriksaan

laboratorium darah didapatkan penurunan WBC, RBC, dan peningkatan PLT. Dari

hasil pemeriksaan thoraks AP tidak didapatkan kelainan. Dari hasil pemeriksaan CT

Scan didapatkan massa nasofaring kanan yang meluas ke parafaring bilateral

sampai retrofaring kanan, konka nasi inferior kanan, dan sinus sphenoidalis

kanandisertai multiple limfadenopati pada region colli kanan kiri. Pada pemeriksaan

biopsi Orofaring (LNH Post kemoterapi) dan kavum nasi (cenderung LNH) masih

tampak sel - sel ganas viable. Terapi yang diberikan berupa premedikasi yaitu

pemberian infus NaCL dan kemoterapi. Edukasi yang diberikan yaitu pasien

menggunakan masker dan kacamata pelindung saat bekerja, diet tinggi kalori dan

protein, dan rutin kontrol Poli Interna.

Page 43: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN LIMFOMA NON HODGKINS

43

DAFTAR PUSTAKA

1. Komite Penanggulangan Kanker Nasional. 2016. Panduan Penatalaksanaan

Limfoma Non-Hodgkin. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

2. SEER Cancer Stat Facts: Non-Hodgkin Lymphoma. National Cancer Institute.

Bethesda, MD, https://seer.cancer.gov/statfacts/html/nhl.html

3. Sutrisno, H. 2010. Gambaran Kualitas Hidup Pasien Kanker Limfoma Non-

Hodgkin Yang Dirawat Di Rsup Sanglah Denpasar. Jurnal Penyakit Dalam

volume 2; 96-102

4. Roschewski MJ, Wilson WH. Chapter 106: Non-Hodgkin Lymphoma. In:

Niederhuber JE, Armitage JO, Doroshow JH, Kastan MB, Tepper JE, eds.

Abeloff’s Clinical Oncology. 5th ed. Philadelphia, Pa: Elsevier; 2014.

5. American Cancer Society. 2016. About Non-Hodgkin Lymphoma; 1-96.

6. John Walter. Non-Hodgkin Lymphoma. Leukemia and Lyphoma Society. 2013.

P 1-56.

7. Karlin L, Coiffier B. Improving survival and preventing recurrence of diffuse

large B-cell lymphoma in younger patients: current strategies and future

directions. OncoTargets and Therapy. 2013:6;289-296.

8. National Comprehensive Cancer Network. Practice Guidelines in Oncology—

v.1.2013. Non-Hodgkin Lymphoma. Available at:

www.nccn.org/professionals/physician_gls/pdf/ nhl.pdf. Accessed November 22,

2013.

Page 44: PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN LIMFOMA NON HODGKINS

44

9. Pasqualucci, at al. 2003. Molecular Pathogenesis of Non-Hodgkin's Lymphoma:

the Role of Bcl-6. Institute for Cancer Genetics, Columbia University. Vol 44

(S3) S5-S12.

10. Swerdlow SH, Campo E, Pileri SA, et al. The 2016 revision of the World Health

Organization classification of lymphoid neoplasms. Blood 2016; 127: 2375e90

11. Bakta IM. 2007. Limfoma maligna. Hematologi klinik ringkas. Cetakan I.

Jakarta: EGC;.p.192- 219.

12. Shankland KR, Armitage JO, Hancock BW. Non-Hodgkin lymphoma. Lancet.

2012; 380: 848–857.

13. Patmore R, Roman E, Smith A, Apleton S, Bagguley T, Blas_e J. Patient’s age

and treatment for haematological malignancy: a report from the Haematological

Malignancy Research Network. York: Leukaemia and Lymphoma Research &

Association of the British Pharmaceutical Industry, 2014.