penetapan uang serahan nikah pada masyarakat kelurahan...
TRANSCRIPT
PENETAPAN UANG SESERAHAN NIKAH PADA MASYARAKAT
KELURAHAN SAWANGAN KOTA DEPOK MENURUT HUKUM ISLAM
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Universitas Islam Negeri
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
LAZUARDI NURIMAN
NIM : 1111044200013
KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM
PROGRAM HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H / 2018 M
ABSTRAK
Lazuardi Nuriman (NIM: 1111044200013) Skripsi ini berjudul”Penetapan
Uang Serahan Nikah Pada Masyarakat Kelurahan Sawangan Kota Depok Menurut
Hukum Islam”.
Penelitian ini dilatar belakangi dengan adanya realita yang terjadi di
masyarakat bahwasanya dalam mengimplementasikan tradisi ini, penulis melihat
adanya kejanggalan-kejanggalan yang tidak sesuai dengan hukum Islam. Diantara
kejanggalan dalam pelaksanaan tersebut yaitu, tradisi ini dirasakan banyak
masyarakat memberatkan seseorang yang akan melakukan pernikahan. Hal ini
disebabkan adanya penetapan uang serahan nikah yang relatif tinggi jumlahnya
dari pihak perempuan, selain itu tradisi ini menjadi penyebab terhalangnya
seseorang untuk menikah diakibatkan tidak terpenuhinya permintaan tersebut
sehingga pernikahan ditunda. Selain itu juga adanya tradis ini memicu seseorang
untuk melakukan segala cara untuk bisa menikah dengan orang yang dicintainya,
Seperti Pacaran, dan hamil diluar nikah.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian yang bersifat
lapangan(field reseach) yang berlokasi di Kelurahan Sawangan Kecamatan
Sawangan Kota Depok. dengan menggunakan observasi, wawancara dan angket.
Dari data tersebut dikelompokan menjadi dua bentuk yaitu data kuantitatif yang
berasal dari angket dan data kualitatif yang berasal dari observasi dan wawancara.
Dari Hasil Penelitian ini, penulis dapat ambil kesimpulan bahwa tradisi
penetapan uang serahan nikah ini hukumnya makruh, namun apabila sampai
menyebabkan seseorang melakukan perzinaan maka tradisi ini hukumya haram
untuk dilaksanakan. Hal ini disebabkan karena adanya permintaaan uang serahan
nikah yang sifatnya mengikat dan telah ditetapkan jumlahnya, sehingga berakibat
dibatalkanya suatu pernikahan jika tidak terpenuhi permintaan itu sebagaimana
mestinya. Akhirnya penulis dapat simpulkan, apabila seseorang ingin menerapkan
tradisi ini dalam pernikahan boleh saja dengan syarat adanya unsur sukarela antara
kedua belah pihak serta tidak merugikan dan memberatkan satu sama lainya.
Disamping itu juga bagi pihak lak-laki perlu juga memperhatikan unsur kafaah
dalam pernikahan sebagai bahan pertimbangan sebelum menikah agar tercipta
keluarga sakinah, mawadah, dan warahmah dikemudian hari.
Kata Kunci : Penetapan Uang Seserahan Nikah, Ketentuan Uang Seserahan Nikah
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah S.W.T. atas segala limpahan rahmat, taufik dan
hidayahnya, sehingga sampai detik ini penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan judul: “PENETAPAN UANG SESERAHAN NIKAH PADA
MASYARAKAT KELURAHAN SAWANGAN KOTA DEPOK MENURUT
HUKUM ISLAM”.
Shalawat serta salam, semoga senantiasa tetap tercurahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad S.A.W. yang menghantarkan umat manusia dari
zaman kegelapan pada zaman yang terang benderang, yaitu addin al-Islam. Dalam
penyelesaian penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan serta
bantuan dari semua pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini izinkanlah
penulis untuk mengucapkan rasa terima kasih yang paling dalam kepada semua
pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini. Untuk itu dengan
ketulusan hati, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada:
1. Ayahanda Suryadi S.Pd dan Ibunda Nurasiah yang telah mendidik dan
membesarkan penulis serta kaka-kaka tercinta Aditya Nurpratama SH.I, Dwi
Nurcahyanti S.E dan Tria Farizalham S.Pd yang telah sabar dan bersusah
payah dalam membantu memenuhi segala kebutuhan penulis, selalu
memberikan motivasi serta dengan iringan do’a keduanya sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta
3. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Dr. H Abdul Halim M.Ag selaku Ketua Prodi Hukum Keluatga dan
Bapak Indra Rahmatulloh, SH, MH
5. Bapak Arip Purkon, SH, I, MA Selaku Dosen Pembimbing skripsi yang telah
membantu dalam memberikan keterangan dan informasi untuk penyelesaian
skripsi ini.
6. Ibu Hj. Rosdiana M.A Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta, yang
telah membantu dalam memberikan keterangan dan informasi untuk
penyelesaian skripsi ini.
7. Seluruh Dosen pengajar beserta staf administrasi Fakultas Syari’ah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah
8. Rahayu Oktaviani yang telah memberikan motivasi kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
9. Sahabat Harry Fariz Warsito.S.H, Saidul Iskandar S.H, Ali Rapsanjani yang
telah membantu penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini
Semoga Allah SWT membalas amal kebaikan semuanya. Akhirnya penulis
berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua yang
membacanya. Amin ya robbal ’alamin...
Hormat Saya
Lazuardi Nuriman
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN.............................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................................ 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ............................................................................. 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................................. 5
D. Review Studi Terdahulu ........................................................................................ 6
E. Kajian Teori .......................................................................................................... 7
F. Metode Penelitian................................................................................................ 17
G. Sistematika Penulisan .................................................................................................. 19
BAB II : Tinjauan Umum tentang Uang Seserahan Nikah ...................................... 21
A. Pengertian Uang Seserahan Nikah ...................................................................... 21
B. Kegunaan dan Tujuan Uang Seserahan Nikah .................................................... 25
C. Bentuk dan Jenis Uang Seserahan Nikah ............................................................ 27
D. Tujuan Filosofis Uang Seserahan Nikah ............................................................. 29
BAB III : Praktek Uang Seserahan Nikah di Kelurahan Sawangan ....................... 33
A. Sejarah Kelurahaan Sawangan ........................................................................... 33
B. Keadaan Geografis Kelurahan Sawangan .......................................................... 36
C. Praktek Uang Seserahan di Kelurahan Sawangan .............................................. 41
BAB IV : Uang Seserahan Nikah di Kelurahan Sawangan Kecamatan
Sawangan Kota Depok .................................................................................................. 44
A. Ketentuan Pembiayaan Uang Seserahan Nikah di Kelurahan Sawangan
Kecamatan Sawangan Kota Depok .................................................................... 44
B. Pelaksanaan dan Dampak Penetapan Uang Seserahan Nikah di Kelurahan
Sawangan Kecamatan Sawangan Kota Depok ................................................... 48
C. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Uang Seserahan Nikah di Kelurahan
Sawangan Kecamatan Sawangan Kota Depok ......................................................... 57
BAB V : PENUTUP..................................................................................................... 68
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 68
B. Saran-Saran ......................................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 70
LAMPIRAN-LAMPIRAN ...............................................................................................
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu keistimewaan Islam ialah memperhatikan dan menghargai
kedudukan wanita, yaitu memberinya hak untuk memegang urusan dan
memiliki sesuatu. Pada zaman jahiliyah seorang wanita tidak ada harganya,
lebih-lebih ketika ada bayi lahir perempuan akan ditiadakan, tetapi sekarang
Islam sangat memperhatikan dan mengahargai kedudukan seorang wanita
dengan memberi hak kepadanya diantaranya adalah hak untuk menerima
mahar (maskawin) dalam pernikahan.1
Imam Syafi‟i mengatakan bahwa mahar adalah sesuatu yang wajib
diberikan oleh seorang laki-laki kepada perempuan untuk dapat menguasai
seluruh anggota badannya.2
Tetapi Mahar menurut ulama‟ Fiqih diartikan sebagai iwadh (ganti) yang
wajib diberikan kepada istri sebagai konsekuensi dari menikahnya dan
menyetubuhinya baik secara syubhat maupun tidak.3
Tentang semenjak kapan berlakunya kewajiban membayar mahar itu
ulama, sepakat mengatakan bahwa dengan berlangsungnya akad nikah yang
sah berlakulah kewajiban untuk membayar separuh dari jumlah mahar yang
ditentukan waktu akad. Alasannya adalah walaupun putus perkawinan atau
1Abdul Rahman Ghazali, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2010), h. 84. 2Abdul Rahman Ghazali, Fiqih Munakahat, h.84-85.
3Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh 2, (Jakarta: Logos, 2001). ,h. 23-24
2
kematian seorang di antara suami isteri terjadi sebelum dukhul, namun suami
telah wajib membayar separuh mahar yang disebutkan waktu akad.
Para ulama‟ madzhab sepakat bahwa tidak ada jumlah maksimal dalam
pemberian mahar, akan tetapi mereka berbeda pendapat tentang batas
minimalnya. Syafi‟i, Hambali, dan Imamiyah berpendapat bahwa tidak ada
batas minimal dalam pemberian mahar. Segala sesuatu yang dapat dijadikan
harga dalam jual beli boleh dijadikan mahar sekalipun hanya satu
qirsy.Sementara itu Hanafi mengatakan jumlah minimal mahar adalah sepuluh
dirham.Kalau satu akad dilakukan dengan mahar kurang dari itu, maka akad
tetap sah, dan wajib membayar sepuluh dirham.Dirham adalah mata uang yang
terbuat dari perak, berasal dari bahasa Persi.4 Satu dirham berdasarkan
keterangan dari kitab Fiqhul Islami sama dengan 2,675 gram perak. Sedangkan
kitab Fathul Qodir menyebutkan bahwa 1 dirham menurut Abu Hanifah sama
dengan 3,770 g, menurut Maliki, Syafi‟i dan Hambali sama dengan 2,715 g.5
harga satu dirham bila dikonversi ke dalam rupiah tergantung pada harga perak
dunia ditambah biaya cetaknya. Harga beli perak pada tanggal 27 Mei 2015
berdasarkan sumber Bulan Purnama Gold and Jawelry menyebutkan bahwa
pergram perak murni harganya adalah 10.000 rupiah.6 Maliki mengatakan,
bahwa jumlah minimal mahar adalah tiga dirham kalau akad dilakukan
dengan mahar kurang dari jumlah tersebut, kemudian terjadi percampuran,
maka suami harus membayar tiga dirham.Tetapi bila belum mencampuri, dia
4 Bulan Purnama Gold and Jawelry, Harga Emas dan Perak.
5.Bulan Purnama Gold and Jawelry, Harga Emas dan Perak.
6 Bulan Purnama Gold and Jawelry, Harga Emas dan Perak.
3
boleh memilih antara membayar tiga dirham (dengan melanjutkan perkawinan)
atau memfasakh akad, lalu membayar separuh mahar musamma.7
Berbeda yang terjadi di lapangan, pemberian itu bukan hanya dalam
bentuk mahar saja tetapi dalam bentuk pemberian lainya. Seperti yang berlaku
di Kelurahan Sawangan Kecamatan Sawangan Kota Depok. Pada masyarakat
tersebut dikenal dengan permintaan pemberian uang serahan nikah. Uang
serahan nikah ialah suatu pemberian yang diberikan oleh pihak laki-laki kepada
pihak perempuan pada saat sebelum terjadinya akad atau pesta pernikahan.
Disamping mereka memberikan mahar, juga memberikan uang serahan
sebelum menikah, yang mana uang serahan ini diberikan oleh pihak laki-laki
atas permintaan dari pihak perempuan yang dianggap sebagai uang pemberian
untuk belanja, baik untuk keperluan akad nikah, pesta pernikahan ataupun
untuk kebutuhan pribadi bagi calon mempelai perempuan. Kebiasaan ini sudah
terjadi lama dan dilakukan oleh masyarakat bahkan telah memasyarakat.8
Dalam praktiknya di lapangan, permintaan ini dianggap sebagai
pemberian yang mutlak, bahkan jika seseorang yang ingin meminang seorang
gadis yang ia sukai tetapi tidak mampu untuk memenuhi permintaan uang
serahan nikah tersebut maka pernikahan tersebut bisa ditunda atau dibatalkan.
Seperti kasus yang dialami oleh Fauzan yang ingin menikahi Miftah gadis
pujaanya. Ketika mereka sepakat untuk menikah dan dari pihak pria (Fauzan)
meminang pihak wanita (Miftah) dalam peminangan tersebut ia dimintai uang
serahan nikah sebesar Rp. 30.000.000 (Tiga puluh juta rupiah), namun ketidak
7Muhammad Jawad Mughniyah,al-Fiqh ‟ala al-madzahib al-Khomsah, terj. Masykur, Afif
Muhammad, Idrus al-Kaff, Fiqh Lima Madzhab, cet. 7, (Jakarta: Lentera 2001), hal. 364-365. 8 H. Amil Misar (tokoh Adat Betawi) Wawancara Sawangan 27 Maret 2017
4
mampuan Fauzan untuk memberikan uang sebesar tersebut akhirnya rencana
pernikahan tersebut ditunda.9
Kemudian mengenai besar kecilnya uang serahan tersebut berdasarkan
kesepakatan kedua belah pihak, tetapi tetap pihak wanita yang menetapkanya
bahkan bisa jadi mereka yang berpendidikan tinggi penetapan uang serahan
tersebut juga bernilai tinggi. Penetapan uang serahan nikah di Kelurahan
Sawangan ini cenderung memberatkan terhadap calon mempelai laki-laki dan
keluarganya. Adanya tradisi dan tingginya nilai uang serahan nikah yang harus
diberikan ini menyebabkan seseorang enggan untuk melakukan pernikahan
bahkan sampai menunda ataupun membatalkanya. Permasalahan-permasalahan
semacam ini memberi kesan mempersulit seseorang untuk berniat melakukan
pernikahan terutama bagi mereka yang kurang mampu. Oleh karena itu penulis
tertarik untuk mengadakan penelitian ini dengan judul ”PENETAPAN UANG
SERAHAN PADA MASYARAKAT KELURAHAN SAWANGAN KOTA
DEPOK MENURUT HUKUM ISLAM”.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Agar penelitian ini lebih fokus dan terarah terhadap apa yang diteliti,
maka penelitian ini difokuskan pada masalah ketentuan pembiayaan uang
serahan nikah serta pelaksanaan dan dampak penetapan uang serahan nikah
bagi masyarakat Kelurahan Sawangan Kecamatan Sawangan Kota Depok serta
Tinjauan Hukum Islam.
9 Suparman Siddik (tokoh Masyarakat) Sawangan
5
Berdasarkan pada pembatasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana ketentuan uang serahan nikah di Kelurahan Sawangan
Kecamatan Sawangan kota Depok?
2. Bagaimana praktek uang serahan nikah di Kelurahan Sawangan Kecamatan
Sawangan Kota Depok?
3. Bagaimana menurut hukum Islam praktek uang serahan nikah di Kelurahan
Sawangan Kecamatan Sawangan Kota Depok?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui ketentuan pembiayaan uang serahan nikah di
Kelurahan Sawangan Kecamatan Sawangan Kota Depok.
b. Untuk mengetahui pelaksanaan dan dampak penetapan uang serahan
nikah bagi masyarakat Kelurahan Sawangan Kecamatan Sawangan Kota
Depok.
c. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan dan
dampak penetapan uang serahan nikah tersebut.
2. Manfaat Penelitian
a. Untuk menambah informasi dan khazanah intelektual bagi penulis dan
pembaca dalam hukum Islam terutama dalam masalah uang serahan
nikah.
6
b. Untuk menambah wawasan masyarakat Kelurahan Sawangan Kecamatan
Sawangan Kota Depok dalam bidang hukum Islam terutama masalah
uang serahan nikah.
D. Review Studi Terdahulu
Untuk menemukan pembahasan dan penulisan skripsi ini penulis
menelaah literatur yang sudah membahas tentang judul yang akan penulis
kemukakan dalam penulisan skripsi.
1. Ismayudin bin H. Mohamed Shahid Tahun 2009, dengan judul “Kadar
Mahar Suami meninggal Sebelum Dukhul (Analisis Terhadap Pemikiran
Mazhab Maliki)”. Menjelaskan jumlah mahar suami meninggal sebelum
dukhul menurut Mazhab Maliki. Perbedaan skripsi ini dengan penulis bahwa
skripsi ini lebih menekankan pada kadar mahar suami meninggal sebelum
dukhul berdasarkan pemikiran Mazhab Maliki. Sedangkan pembahasan
penulis adalah Penetapan Uang Serahan Nikah Pada Masyarakat
Kelurahan Sawangan Kota Depok Menurut Hukum Islam.
2. Eva Fatimah Tahun 2004, dengan judul “Konsep Mahar Menurut Empat
Imam Mazhab”. Membahas tentang mahar menurut Imam Mazhab yaitu
Imam Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi‟i, dan Imam Ahmad bin
Hambal. Membahas tentang syarat-syarat, diwajibkannya mahar, macam-
macam mahar dan hikmah pemberian mahar. Perbedaan skripsi ini dengan
penulis bahwa skripsi ini lebih menekankan pada kajian mahar menurut
Empat Mazhab sedangkan pembahan penulis adalah Uang Serahan Nikah
Pada Masyarakat Kelurahan Sawangan Kota Depok Menurut Hukum Islam.
7
E. Kajian Teori
Dari pemaparan skripsi yang penulis buat, ada beberapa kajian teori yang
akan mempermudah dalam mejelaskan skripsi, diantaranya :
1. Teori Tentang Mahar
Mahar menempati posisi yang penting dan merupakan suatu yang mutlak
dalam sebuah perkawinan. Sebelum membahas kedudukan mahar dalam
perkawinan, terlebih dahulu membahas tentang pengertian mahar. Mahar
secara etimologi artinya maskawin. Sedangkan secara terminology mahar
ialah pemberian wajib dari calon suami kepada calon istri sebagai ketulusan
hati calon suami untuk menimbulkan rasa cinta kasih bagi seorang istri kepada
calon suaminya.10
Atau suatu pemberian yang diwajibkan bagi calon suami
kepada calon istrinya, baik dalam bentuk benda maupun jasa (memerdekakan
budak, pembacaan atau mengajarkan ayat al-Qur‟an dsb).11
Dalam kamus
besar bahasa Indonesia Maskawin atau mahar berarti pemberian wajib berupa
uang atau barang dari mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan ketika
dilangsungkan akad nikah.12
Kata maskawin dalam al-Qur‟an tidak digunakan,
akan tetapi menggunakan kata shoduqoh, yaitu dalam surat an-Nisa‟/4:4.13
ء ي ن ش م ع ن لك ب ن ط إ لة ف ح ن ن بتي ق بء صد آتا النس
ب يئ ر يئب م ن ه ى ل ب فك س ف و ن ن م
10
Slamet Abidin dan H. Aminuddin, Fiqh Munakahat I, cet I, (Bandung: CV. Pustaka Setia,
1999), h. 105. 11
Kamus istilah Fiqh, h. 184 12
Depdiknas, kamus besar bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 696 13
Dalam al-Qur‟an ayat-ayat maskawin dapat ditemukan dalam QS (4) : 4, 24, 25; QS. (5) :
5; QS. (33): 50 QS. (60): 10, Kementrian Agama RI
8
“Berikanlah mahar (maskawin) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai
pemberian wajib, tetapi apabila istri itu dengan sukarela menyerahkannya
kepada kamu, maka makanlah (ambilah) pemberian itu (sebagai makanan)
yang sedap lagi baik akibatnya”.14
Yang dimaksudkan dalam ayat ini ialah memberi tuntunan menyangkut
siapapun yang akan dinikahi. Yakni menjadi kewajiban suami memberi
maskawin kepada siapa yang akan dinikahinya. Perintah ini tertuju juga para
wali, yang ketika itu tidak jarang mengambil maskawin anak yang
dipeliharanya dari suami sang anak. Maskawin merupakan pemberian tulus
yang menyenangkan hati, tetapi maskawin juga sebagaikewajiban yang
ditetapkan oleh Allah SWT. Namun demikian, bila sang istri merelakan dengan
sepenuh hati sebagian atau semua maskawin itu kepada suaminya, maka hal
tersebut dapat ditoleransi dan sang suami dipersilahkan menggunakannya
secara baik dan baik pula dampaknya.15
Dari pengertian-pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa mahar
adalah pemberian yang diberikan suami kepada istri sebagai pemberian wajib
dalam ikatan perkawinan yang sah serta pertanda atas kerelaan untuk hidup
sebagai suami istri. Islam sangat memperhatikan dan menghargai kedudukan
seorang wanita dengan memberi hak kepadanya, diantaranya adalah hak untuk
menerima maskawin. Maskawin hanya diberikan oleh calon suami kepada
14
Kementrian Agama RI, al-Qur‟an Terjemah dan New Cordova dilengkapi Asbabun Nuzul
Fadhilah Ayat, Hadits tentang al-Qur‟an, Blok Qur‟an per Tema Ayat, dan Indeks Tematik,
(Bandung : Syamil Qur‟an, 2012), h. 77. 15
Quraish Shihab, al-Lubab Makna, tujuan dan pelajaran dari surah-surah al-Qur‟an, cet I
(Tangerang: Lentera Hati, 2012), h. 168.
9
calon istri, bukan kepada wanita lainnya atau siapapun walaupun sangat dekat
dengannya.
Masa datangnya Islam berbeda dari masa jahiliyah yang penuh dengan
kedzaliman, dimana pada saat itu kaum wanita tidak bisa bernafas lega.
Bahkan hanya seperti sebuah alat yang dipergunakan pemiliknya dengan
sekehendak hati. Ketika datang dengan panji-panjinya yang putih, Islam
membersihkan „aib kebodohan yang melekat pada diri wanita melalui
pemberian kembali akan haknya untuk menikah serta bercerai. Juga
mewajibkan bagi laki-laki membayar mahar kepada mereka (kaum wanita).16
Dasar Hukum Mahar Salah satu dari usaha Islam memperhatikan dan
menghargai kedudukan wanita, yaitu memberinya hak untuk memegang
urusannya. Salah satunya adalah memberikan hak mahar. kepada suami
diwajibkan memberikan mahar kepadanya bukan kepada ayahnya. Dan kepada
orang - orang yang paling dekat kepadanya sekalipun tidak dibenarkan
menjamah sedikit pun harta bendanya tersebut, kecuali dengan Ridhanya dan
kemampuannya sendiri.
Dalam Surat An-Nisa Ayat 4 menunjukan bahwa mahar itu boleh dalam
jumlah yang sedikit . dan boleh pula berupa sesuatu yang bermanfaat. Di antara
yang bermanfaat itu adalah mengajarkan ayat-ayat al-Qur‟an dan juga
menunjukan mahar sangat penting meskipun bukan sebagai rukun nikah,
namun setiap calon suami wajib memberi maskawin sebatas kemampuannya.
Hadits ini juga menjadi indikasi bahwa agama islam sangat memberi
16
Syekh Kamil Muhammad Uwaidah, Fiqih Wanita, terj. Abdul Ghofur, (Jakarta:Pusataka
al-Kautsar, 1997), h. 411.
10
kemudahan dan tidak bersifat memberatkan. Itulah sebabnya ibnu Taimiyah
menegaskan bahwa sebaiknya di dalam pemberian maskawin tersebut baik
yang di dahulukan atau yang ditangguhkan pembayarannya, hendaklah tidak
melebihi mahar yang diberikan kepada istri-istri Rasulullah saw dan putri-putri
beliau, yaitu sebesar antara empat ratus sampai lima ratus dirham, bila di ukur
dengan dirham yang bersih maka mencapai kira-kira Sembilan belas dinar.17
2. Teori Tentang Mut‟ah
Menurut Syahabuddin Ahmad dalam kitabnya “Tuhfatul Muhtaj”
menyatakan bahwa mut‟ah adalah:
Artinya: “Mut‟ah menurut bahasa adalah suatu benda yang dapat
dipergunakan untuk menyenangkan sesuatu dalam beberapa kebutuhan, atau
perceraian ba‟da duhul, menurut syara‟ mut‟ah yaitu harta yang diberikan,
maksudnya wajib diberikan oleh orang yang memisah atau sayyid kepada
yang di pisah dengan beberapa syarat”18
Pendapat tersebut juga telah diikuti beberapa ahli seperti yang
dikemukakan dibawah ini;
1. Abi Yahya Zakaria Al-Anshori, dalam kitabnya “Fatkhul Wahab”:
17
Ibnu Taimiyah, Majmu Fatawa tentang nikah, Terj. Abu Fahmi Hunaidi dan Syamsuri
an-Naba, (Surabaya: Islam Rahmatan Putra Azam, tth), h. 174. 18
Syahabuddin Ahmad, Tuhfatul Muhjat Bisyarkil Minhaj, Juz IX, Beirut: Darul Kutub al-
Alamiah, h. 432.
11
Artinya: “Kewajiban seseorang suami untuk memberikan suatu benda
kepada wanita (istri) yang tertalak dengan memenuhi syaratsyarat
tertentu.”19
2. Abdurrahman Al Jaziri, dalam kitabnya “Al Fiqh Ala Madzhibil Arba‟ah”
menyebutkan;
Artinya: “Mut‟ah adalah yang diserahkan pada istri yang ditalak
sebelumdiduhul dan nilainya diserahkan sebagai ganti dari pada Nisfu
Mahar, yang mana tidak diwajibkan atasnya (suami) untuk
memberikannya (kepada istri) yang tidak bisa melebihi dari setengah
mahar mitsil.”20
3. Taqiyyudin Abi Bakar Dalam kitabnya “Kifayatul Akhyar” menyebutkan;
Artinya: “Mut‟ah adalah bentuk dari pada benda yang diserahkan oleh
laki-laki (suami) kepada wanita (istri) yang diceraikan.”21
Dari definisi Mut‟ah diatas dapat disimpulkan bahwa mut‟ah adalah
sejumlah harta ataupun benda yang harus diberikan oleh suami kepada istrinya
yang ditalak dengan disertai syarat-syarat atau ketentuan.
19
Abi Yahya Zakaria Al Anshori, Fatkhul Wahab, Juz I, Mesir, Dar Al-Fiqr, hal. 72. 20
Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh Ala Madzhibil Arba‟ah, Juz IV, (Beirut: Dar Al-Fikr,
1969) h. 67. 21
Taqiyyudin Abi Bakar, Kifayatul Akhyar, Juz II, (Indonesia: Dar Al-Hayat Al-Kutub
AlAraby,t.th). h. 67.
12
3. Teori Tentang Urf
Secara umum, adat dapat dipahami sebagai tradisi lokal (localcustom)
yang mengatur interaksi masyarakat. Dalam ensiklopedi disebutkan bahwa
adat adalah “kebiasaan” atau “tradisi” masyarakat yang telah dilakukan
berulang kali secara turun temurun. Kata “adat” di sini lazim dipakai tanpa
membedakan mana yang mempunyai sanksi, seperti “hukum adat”, dan
mana yang tidak mempunyai sanksi, seperti disebut sebagai sebuah tradisi.22
Adapun kata „urf, lebih cenderung kepada kualitas (baik buruknya)
sehingga tidak ada perbedaan prinsip antara adat dan „urf, karena keduanya
sama-sama mengacu kepada peristiwa yang berulang kali dilakukan
sehingga diakui dan dikenal orang.23
„Urf (tradisi) adalah bentuk-bentuk muamalah (hubungan kepentingan)
yang telah menjadi adat kebiasaan dan telah berlangsung ajeg (konstan) di
tengah masyarakat. Dan ini tergolong salah satu sumber (dapat diterima)
kecuali apabila dikuatkan oleh nas khas atau sumber hukum pokok yang
khas.24
Menurut istilah ahli syarak, secara umum tidak ada perbedaan antara
„urf dan adat, dua kata tersebut adalah sinonim yang berarti „urf bisa disebut
juga dengan adat.25
Adapun yang dikehendaki dengan kata adat dalam karya
ilmiah ini adalah adat yang tidak mempunyai sanksi yang disebut dengan
tradisi. Kata „urf juga mempunyai arti suatu keadaan, ucapan, perbuatan,
22
Ensiklopedi Islam, Jilid I, (Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 1999), h. 21 23
Sapiudin Shidiq, Ushul Fikih, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011),h. 98. 24
Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqih, (t.tp.: t.p., t.t.), h. 416. 25
Abdul Wahhab Khalaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
1993), h. 134.
13
atau ketentuan yang telah dikenal manusia dan telah menjadi tradisi untuk
melaksanakannya atau meninggalkannya.26
Kata al-„adah itu sendiri,
disebut demikian karena ia dilakukan secara berulang-ulang, sehingga
menjadi kebiasaan masyarakat.
Dari penjelasan di atas dapat dipahami, al-„urf atau al-„adah terdiri atas
dua bentuk yaitu, al-„urf al-qauli (kebiasaan dalam bentuk perkataan) dan
al-„urf al-fi„li (kebiasaan dalam bentuk perbuatan).27
Dalam kajian usul
fikih, „urf adalah suatu kebiasaan masyarakat yang sangat dipatuhi dalam
kehidupan mereka sehingga mereka merasa tentram. Kebiasaan yang telah
berlangsung lama itu dapat berupa ucapan dan perbuatan, baik yang bersifat
khusus maupun yang bersifat umum. Dalam konteks ini, istilah „urf sama
dan semakna dengan istilah al-„adah (adat istiadat).28
4. Teori Tentang Kafa‟ah atau Kufu
Pengertian kafa‟ah di dalam pernikahan. Kafa„ah berasal dari bahasa
arab, dari kata kafi-a yang artinya adalah sama atau setara. Kata ini merupakan
kata yang terpakai dalam bahasa arab dan terdapat dalam al-Qur‟an dengan
arti “sama” atau setara.
Dalam al-Qur‟an terdapat contoh kata ini di surat al-Ikhlas} ayat 4:
ولم يكن له كفوا أحد
Artinya: “Yang berarti tidak satupun yang sama denganNya”.
26
Rachmat Syafe‟i, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), h.128. 27
Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fikih, (Jakarta: Amzah, 2011), h.209 28
Amir Syarifudin, Ushul Fikih, (Jakarta: Zikarul Hakim, 2004),h. 98
14
Kata kufu atau kafa„ah dalam perkawinan mengandung arti bahwa
perempuan harus sama atau setara dengan laki-laki. Sifat kafa„ah mengandung
arti sifat yang terdapat pada perempuan yang dalam perkawinan sifat tersebut
diperhitungkan harus ada pada laki. disebutkan secara jelas tentang konsep
kafa„ah dalam perkawinan, oleh karenanya para fuqaha‟ berbeda pendapat
dalam masalah ini. Jumhur ulama (Mazhab Imam Hanafi, Maliki, Syafi‟i dan
Hambali) menganggap penting adanya konsp kafa„ah dalam perkawinan.
Sedangkan Ibnu Hazm berpendapat bahwa kafa„ah tidak penting dalam
sebuah perkawinan, menurutnya antara orang Islam satu dengan lainnya
adalah sama (se-kufu‟).
Semua orang Islam asalkan dia tidak pernah berzina, maka ia berhak
kawin dengan semua wanita muslimah yang tidak pernah berzina. Meskipun
masalah keseimbangan itu tidak diatur dalam UU perkawinan atau dalam al-
Quran akan tetapi masalah tersebut sangat penting untuk mewujudkan rumah
tangga yang harmonis dan tentram sesuai dengan tujuan perkawinan itu
sendiri, yaitu ingin mewujudkan suatu keluarga yang bahagia berdasarkan
cinta kasih sayang. Sehingga masalah keseimbangan dalam dalam perkawinan
ini perlu di perhatikan demi mewujudkan tujuan perkawinan.29
Hadits yang diriwayatkan oleh al-Hakim, Ibnu Majah, al-Baihaqi dan al
Daruqutni, dari Aisyah bersabda Rasululullah saw:
تخيرا لنطفكم أنكحا االكفبء انكحا الييم
29
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta, Sinar Jaya, 2009) h. 84
15
Artinya: “Pilihlah wanita sebagai wadah untuk menumpahkan nutfahmu,
carilah mereka yang se-kufu‟ denganmu dan kawinilah mereka”.
Dari hadits diatas menjelaskan pengertian bahwa kafa„ah merupakan hal
yang harus dipertimbangkan dalam sebuah perkawinan. Makna kafa„ah secara
etimologi adalah sebanding, setara dan sesuai, yaitu kesetaraan yang harus
dimiliki oleh calon suami dan calon isteri agar dihasilkan keserasian terhadap
suami-isteri secara mantap dalam rangka menghindarkan masalah-masalah
tertentu. Sedangkan dalam terminologi Islam terdapat perbedaan pendapat
ulama tentang pengertian kafa„ah dalam perkawinan. Menurut ulama
Hanafiah, kafa„ah adalah persamaan laki-laki dan perempuan dalam perkara-
perkara tertentu, yaitu nasab, Islam, pekerjaan, merdeka, nilai ketakwaan dan
harta30
. Kafa„ah menurut ulama Malikiyah adalah kesamaan dalam dua
perkara, yaitu:
1. Ketakwaan seperti seorang muslim yang tidak fasik.
2. Selamat dari cacat yang memperbolehkan seorang perempuan untuk
melakukan khiyar terhadap suami.
Sedangkan menurut ulama Syafi‟iyah kafa„ah adalah persamaan suami
dengan isteri dalam kesempurnaan atau kekurangannya (selain perkara yang
selamat dari cacat nikah). Menurut Syafi‟iyah yang dipertimbangkan dalam
kafa„ah ada empat, yaitu nasab, Islam, merdeka dan pekerjaan. Menurut ulama
Hanabilah kafa„ah yaitu persamaan di dalam lima perkara, yaitu Islam, status
pekerjaan, harta, merdeka dan nasab.
30
Abdul Rahman Al-Jaziry, Al-Fiqh „ala Madzahib Al- Arba‟ah, h. 50
16
Dari keterangan definisi-defenisi yang telah dikembangkan diatas dapat
diambil kesimpulan bahwa kafa„ah merupakan keseimbangan atau
kesepadanan antara calon suami dan isteri dalam hal-hal tertentu, yaitu agama,
nasab, pekerjaan, merdeka dan harta. Sedangkan Nabi Muhammad SAW
memberikan ajaran mengenai ukuran-ukuran kufu‟ dalam perkawinan agar
mendapatkan kebahagiaan dalam berumah tangga, berdasarkan hadis Nabi
SAW:
“Nikahilah perempuan karena empat perkara, 1. karena hartanya, 2.
derajatnya (nasab), 3. kecantikannya, 4. agamanya. Maka pilihlah karena
agamanya, maka terpenuhi kebutuhanmu".31
Dalam hadis di atas dijelaskan bahwa jika seorang laki-laki akan
menikahi seorang perempuan, maka ia harus memperhatikan empat pokok,
yaitu agamanya, derajatnya, kecantikannya dan hartanya. Namun Nabi sangat
menekankan faktor agamanya untuk dipilih dan dijadikan pertimbangan dalam
memilih pasangan.
Dengan demikian untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan
sesudah dilangsungkannya perkawinan maka hendaklah pihak yang
mempunyai hak dalam kafa„ah itu mengatakan pendapatnya tentang kedua
calon mempelai. Sebaiknya persetujuan tentang kafa„ah ini oleh pihak-pihak
yang berhak untuk dicatat sehingga dapat dijadikan alat bukti.
31
Muslim, Sahih Muslim Juz 1, h. 623.
17
F. Metode Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini bersifat penelitian lapangan (field research) yang penulis
laksanakan di Kelurahan Sawangan Kecamatan Sawangan Kota Depok.
Adapun alasan penulis memilih lokasi tersebut adalah karena di tempat
tersebut tradisi uang serahan nikah sudah memasyarakat dan sering menjadi
penghalang seseorang untuk melangsungkan pernikahanya.
2. Subjek dan Objek Penelitian
a. Subjek penelitian ini adalah masyarakat Kelurahan Sawangan Kecamatan
Sawangan Kota Depok yang pernah terlibat dalam masalah uang serahan
nikah
b. Objek Penelitian ini adalah pelaksanaan dan dampak penetapan uang
serahan nikah bagi masyarakat Kelurahan Sawangan Kecamatan
Sawangan Kota Depok
3. Populasi dan sampel
Populasi dalam penelitian ini terdiri dari masyarakat Kelurahan
Sawangan Kecamatan Sawangan Kota Depok sebanyak 160.856KK.32
Setelah mengadakan riset ternyata dari jumlah KK tersebut tidak semuanya
menggunakan uang serahan nikah.
Oleh karena itu penulis mengambil sampel sebanyak 20 orang yang
pernah terlibat dalam masalah hantaran nikah terdiri dari 3 orang tokoh adat,
5 orang tokoh masyarakat dan 10 orang yang terhalang menikah akibat uang
32
Kelurahan Sawangan 28 Maret 2017
18
serahan nikah tersebut. Dengan menggunakan tekhnik random sampling
(tekhnik pengambilan sampel dengan cara yang ditentukan oleh peneliti.33
4. Sumber data
a. Data Primer yaitu data lapangan yang diperoleh dari sabjek penelitian.
b. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari literatur-literatur lain yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti
5. Metode Pengumpulan Data
a. Observasi yaitu melakukan pengamatan terhadap objek penelitian,
dengan cara wawancara kepada tokoh dan memberikan kuesioner Pada
masyarakat Kelurahan Sawangan Kota Depok untuk meneliti Uang
Serahan.
b. Wawancara(interview) yaitu cara yang digunakan untuk mendapatkan
informasi(data) dari responden dengan cara bertanya langsung tentang
masalah yang diteliti kepada tokoh masyarakat di Kelurahan Sawangan
Kota Depok.
c. Angket yaitu menyebarkan sejumlah pertanyaan tertulis kepada
responden yang berada di Kelurahan Sawangan Kota Depok mengenai
Penetapan Uang Serahan
6. Analisa Data
Setelah data terkumpul, maka data tersebut dikelompokan menjadi
dua bentuk, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif yaitu
data yang berasal dari angket sedangkan data kualitatif yaitu data yang
33
Zainudin Ali Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta:Sinar Grafika, 2009) hal. 77
19
berasal dari wawancara dan observasi. Kemudian dari data kuantitatif
tersebut dibentuklah tabulasi (table) kemudian dianalisa dan diambil
kesimpulan. Sedangkan dari data kualitatif tersebut dihubungkan antara satu
fakta dengan fakta sejenis kemudian dianalisa dengan menggunakan
pendekatan deskriptif-analitik.
7. Metode Penulisan
a. Deskriptif yaitu menjelaskan apa yang ada dengan memberi gambaran
terhadap penelitian
b. Deduktif yaitu mengungkapkan data umum yang berhubungan dengan
masalah yang diteliti kemudian diadakan analisa sehingga dapat diambil
kesimpulan secara khusus
c. Induktif yaitu mengungkapkan serta mengetengahkan data khusus
kemudian data tersebut diinterpretasikan sehingga dapat ditarik
kesimpulan secara umum.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dalam memahami tulisan ini, maka penulis
menyusun sistematika penulisan sebagai berikut:
Pertama Membahas Pendahuluan terdiri dari Latar Belakang Masalah,
Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Kajian Teori
dan Metode Penelitian.
Kedua Tinjauan Umum tentang Uang Serahan Nikah terdiri dari:
Pengertian Uang Serahan Nikah, Kegunaan dan Tujuan Uang Serahan Nikah,
serta Bentuk dan Jenis Uang Serahan Nikah, Tinjauan Filosofis.
20
Selanjutnya Praktek Uang Serahan Nikah di Kelurahan Sawangan
Kecamatan Sawangan Kota Depok terdiri dari: Sejarah Kelurahan Sawangan,
Keadaan Geografis Kelurahan Sawangan dan Praktek Uang Serahan Uang
Serahan Nikah di Kelurahan Sawangan.
Setelah Itu Uang Serahan Nikah di Kelurahan Sawangan Kecamatan
Sawangan Kota Depok terdiri dari: Bagaimana Ketentuan Uang serahan Nikah
di Kelurahan Sawangan Kecamatan Sawangan kota Depok, Bagaimana Praktek
Uang Serahan Nikah di Kelurahan Sawangan Kecamatan Sawangan Kota
Depok, Bagaimana Menurut Hukum Islam Terhadap Praktek Uang Serahan
Nikah di Kelurahan Sawangan Kecamatan Sawangan Kota Depok.
Dan pada bab penutup dijelaskan tentang kesimpulan dan saran dari
pembahasan skripsi ini.
21
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG UANG SESERAHAN NIKAH
A. Pengertian Uang Seserahan Nikah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, uang seserahan nikah ialah
uang sebagai pemberian dari pihak mempelai laki-laki kepada calon mempelai
wanita untuk kebutuhan mempelai wanita.1
Pada dasarnya uang seserahan nikah ini merupakan tradisi di Masyarakat
Betawi. Seperti yang berlaku di Kelurahan Sawangan Kecamatan Sawangan Kota
Depok ini. Mereka mengartikan sebagai suatu pemberian yang diberikan oleh
pihak laki-laki kepada pihak perempuan pada saat sebelum terjadinya akad
nikah atau pernikahan, baik itu dalam bentuk uang, maupun dalam bentuk
pakaian serta perlengkapan lainya.2
Seserahan nikah ialah merupakan simbol persembahan seorang lelaki
kepada wanita yang ingin dinikahinya. Besarnya pun beragam, beberapa sesuai
permintaan dari pihak wanita. Tradisi Uang seserahan nikah ini menjadi sebuah
keharusan bagi seorang mempelai pria, yang telah ditetapkan oleh calon
mertuanya. Dengan adanya tradisi tersebut, mempelai pria harus berusaha
memenuhi uang seserahan, walaupun mempelai pria berasal dari keluarga tidak
mampu akan tetapi sanak saudara dari mempelai pria akan tetap membantu
menyumbang demi berlangsungnya pernikahan antara mempelai pria dan wanita.
1 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Pusat Bahasa, 2008),, h. 1766, lihat juga Pater Salim, Yeni Salim, Kamus Bahasa Indonesia
Kontemporer, (Jakartra: Modern English Press Edisi Ketiga 2002), h. 1665-1666 2 Fauzi (Tokoh Adat), Wawancara, kelurahan sawangan
22
Tidak banyak dari para mempelai pria yang dengan mudahnya melangsungkan
pernikahan ini, ada sebagian dari mereka yang harus bekerja terlebih dahulu
untuk mengumpulkan uang, sehingga pernikahannya ditunda beberapa
tahun sampai dia mampu mengumpulkan uang tersebut.3
Perkawinan ialah salah satu peristiwa yang sangat penting dalam
penghidupan masyarakat kita. Perkawinan itu bukan hanya suatu peristiwa
yang mengenai mereka yang bersangkutan (perempuan dan laki), akan tetapi juga
orang tuanya, saudara-saudaranya dan keluarga-keluarganya. Seringkali kita
dengar dalam masyarakat kita bahwa yang kawin sesungguhnya keluarga dengan
keluarga. Lihatlah bagaimana banyaknya aturan-aturan yang harus dijalankan,
aturan berhubungan dengan adat istiadat yang mengandung sifat religio-magis.
Pada umumnya di Indonesia suatu perkawinan didahului dengan lamaran.
Akibatnya lamaran ini pada umumnya bukan perkawinan, akan tetapi pertunangan
dahulu. Pertunangan baru terikat apabila(seringkali) dari pihak laki-laki sudah
diberikan panjer, peningset (Jawa-Tengah-Timur), tanda kong narit (Aceh),
panyangcang (Jawa Barat), Paweweh (Bali), di Tanganan pagringsingan (Bali)
namanya pertunangan masaweh, artinya meletakan suatu tanda larangan dengan
memberikan sirih. Teranglah bahwa dasar pemberian panjer adalah suatu
perbuatan religio-magis.4
Pernikahan merupakan suatu prosesi yang sakral bagi kebanyakan orang.
Upacara pernikahan yang digelar di masyarakat memiliki banyak tradisi
3 Fauzi (Tokoh Adat), Wawancara, Kelurahan Sawangan
4Sukanto, Meninjau Hukum Adat Indonesia: Suatu Pengantar Untuk Mempelajari Hukum
Adat, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1996), h. 100-101
23
yang pastinya berbeda dengan daerah lainnya. Setiap daerah memiliki tradisi unik
untuk acara upacara pernikahan. Salah satu yang cukup unik adalah pernikahan
adat Betawi. Dalam budaya aslinya, pernikahan Betawi termasuk memiliki
tahapan yang beragam, dari mulai lamaran, pertunangan, seserahan sampai
pernikahan.5
Fauzi selaku tokoh adat mengatakan:” kalau ditanya tentang bentuk
Seserahan nikah, yang biasanya berlaku di sini adalah barang-barang yang
berharga dan bernilai seperti uang, perhiasan, itu yang biasanya dijadikan
seserahan yang diberikan pada waktu lamaran namun ada juga seserahan nikah
yang dibawa pada saat pesta nikah seperti pakaian, make up, dan perlengkapan
mempelai wanita diluar permintaan pihak wanita”.6
Dari keterangan di atas dapatlah disimpulkan bahwa seserahan ini pada
dasarnya berbentuk barang yang berharga. Barang yang berharga ini sesuai
dengan permintaan dari pihak mempelai wanita yang diberikan pada saat lamaran.
Namun ada yang dibawa pada saat pesta pernikahan seperti pakaian wanita dan
perlengkapan-perlengkapan lainya, ini biasanya diluar permintaan dari pihak
wanita. Berikut ini sejumlah tahapan dalam pernikahan adat Betawi yang perlu
kita ketahui :
1. Melamar
Melamar adalah proses di mana keluarga pria mendatangi keluarga
perempuan. Dalam budaya Betawi biasanya yang datang sebagai utusan
adalah anggota keluarga dekat bukan langsung orangtua. Prosesi lamaran
5 Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi, (Jakarta : Ganura Kaita) h. 47
6 Fauzi (Tokoh Adat), Wawancara, kelurahan sawangan
24
dibarengi dengan membawa aneka makanan sebagai tanda „hormat‟ keluarga
pihak pria kepada pihak perempuan. Bawaan yang dibawa berupa pisang
sebanyak dua atau tiga sisir, roti tawar empat buah, dan beberapa macam
buah.7
2. Masa pertunangan dan penentuan hari pernikahan
Begitu lamaran diterima pihak perempuan, calon mempelai pria dan
calon mempelai perempuan pun bertunangan. Tahapan ini ditandai dengan
diadakannya acara mengantar kue-kue dan buah-buahan dari pihak calon
mempelai pria ke rumah calon mempelai perempuan. Dalam acara
pertunangan itu pula dilangsungkan musyawarah antara dua keluarga untuk
menentukan hari pernikahan calon pengantin. Biasanya juga membicarakan
tentang segala persiapan pernikahan, misalnya berapa jumlah mas kawin dan
jumlah uang belanja.
3. Seserahan
Setelah hari melamar disepakati, dimulailah rangkaian acara puncak
pernikahan adat Betawi. Jaman sekarang biasanya dalam hal menyediakan
keperluan pesta, misalnya untuk makanan, pihak calon mempelai pria
memberikan uang belanja begitu saja kepada pihak perempuan untuk
dibelanjakan segala keperluan pernikahan. Kalau jaman dulu, pihak pria
benar-benar menyerahkan seserahan berupa beras, ayam, kambing, daging,
sayur-mayur, bumbu-bumbu dapur, dan sebagainya untuk membantu
7 Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi, (Jakarta : Ganura Kaita) h. 50
25
perhelatan pernikahan yang biasanya dilangsungkan di rumah mempelai
perempuan.
Biasanya berbarengan dengan seserahan calon mempelai pria juga
sekaligus menyerahkan uang sembah. Uang sembah bisa dibilang merupakan
hadiah dari pihak pria kepada si perempuan. Uang sembah itu dibawa dengan
menggunakan sirih dare, yaitu berupa anyaman dari daun sirih berbentuk
kerucut. Selain uang sembah ada juga uang pelangkah, yakni jika si gadis
mempunyai kakak yang belum menikah. Uang pelangkah wajib disediakan
oleh si calon mempelai pria. Maksudnya sebagai tanda permintaan maaf
karena si adik mendahuluinya.
4. Pernikahan
Pada hari-H, calon mempelai pria datang beriring-iringan diantar
sanak saudara menuju rumah mempelai wanita. Jaman sekarang biasanya ijab
dan kabul dilaksanakan di rumah mempelai wanita. Ketika datang pun
mempelai pria tetap membawa aneka makanan khas Betawi, buah-buahan dan
tentu saja Roti Buaya. Roti Buaya merupakan simbol kesetiaan di mana
diharapkan sang pengantin saling setia seperti buaya yang hanya kawin sekali
seumur hidup
B. Kegunaan Dan Tujuan Uang Seserahan Nikah
Uang seserahan nikah yang pada masyarakat Kelurahan Sawangan
Kecamatan Sawangan Kota Depok dikenal sudah menjadi tradisi pada setiap acara
pernikahan. Ini merupakan bentuk pemberian dari seorang pria kepada wanita
yang akan dinikahinya, baik itu berupa uang, emas/perhiasan, pakaian maupun
26
perlengkapan lainya. Dengan adanya tradisi pemberian uang serahan nikah ini
yang sejak lama dibangun oleh nenek moyang mereka tentunya sudah dipikirkan
nilai dan guna dari tradisi tersebut. Walaupun tradisi tersebut merupakan
beban bagi mempelai pria tetapi mereka semua sadar, bahwa setiap makhluk
diciptakan dengan cara berpasang-pasangan.
Pada manusia terdapat beberapa ketentuan yang merupakan peraturan dalam
memilih pasangan dan untuk hidup bersama pasangan. Baik itu peraturan agama,
adat-istiadat, tradisi, maupun sosial kemasyarakatan.8 Dalam hal dan tujuan untuk
hidup berpasangan inilah istilah perkawinan atau pernikahan disebutkan.
Perkawinan merupakan sebuah upacara penyatuan dua jiwa manusia, menjadi
sebuah keluarga melalui akad perjanjian yang diatur oleh agama. Karena itulah
penyatuan antara dua manusia menjadi sakral dan agung oleh sebab adanya tata
cara khusus ini. Setiap agama memiliki tata cara peraturan tersendiri. Tetapi
kesemuanya mengacu pada satu hal ini, yaitu bahwa manusia adalah makhluk
Tuhan yang mulia, mempunyai karunia akal budi sehingga dalam banyak perilaku
kehidupannya tidak sama dengan makhluk lain seperti halnya binatang.9
Sebagaimana juga berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Fauzi,
salah seorang tokoh adat bahwasanya tujuan diberikanya uang seserahan nikah
adalah untuk membantu keluarga wanita atas dasar permintaan dari pihak wanita
tersebut, karena dengan pemberian ini sangat membantu ekonomi keluarganya
terutama bagi yang ekonominya menengah ke bawah. Mayoritas masyarakat
8 Yahya Andi Saputra, “Upacara Daur Hidup Adat Betawi Pengantar: Ridwan Saidi”,
(Jakarta: Wedatama Widya Sastra, 2007) h. 66 9 Abdul Rahman Ghazali, “Fiqh Munaqahat”, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2010), h. 41
27
mengalokasikanya untuk memenuhi kebutuhan biaya pesta dan kebutuhan calon
mempelai wanita. Selain itu juga sebagai harga diri bagi seorang pria yang
akan menikahi seorang perempuan.
Penyampaian uang seserahan beserta barang-barang pengiringnya ini
disampaikan dalam suatu pertemuan antar keluarga. Setelah uang belanja dan
barang antaran diserahkan dilanjutkan pembicaraan dengan menetapkan kapan
waktu dan tempo berlangsungnya hari perkawinan. Maksud yang terkandung dari
pelaksanaan upacara mengantar belanja ini adalah sebagai tanda tanggung
jawab dan rasa kebersamaan dari pihak lelaki, terutama dalam iktikat membina
rumah tangga bahagia, rukun damai, sakinah mawaddah warahmah. Dan di sini
tertanam sifat kegotong royongan.10
C. Bentuk Dan Jenis Seserahan Nikah
Seserahan nikah yang berlaku di Kelurahan Sawangan Kecamatan
Sawangan ini pada umumnya dalam bentuk materi berharga, baik itu berupa
uang, perhiasan/emas, pakaian dan perlengkapan lainya. Menurut kebiasaanya
barang-barang seserahan ini disamping sejumlah uang juga disertakan barang-
barang seperti:
1. Perhiasan
Selain cincin pertunangan, biasanya calon pengantin pria juga
memberikan perhiasan kepada calon pengantin wanita. bentuknya bisa
bermacam-macam. Bisa berupa liontin, gelang ataupun anting-anting.
Perhiasan ini haruslah terbuat dari emas ataupun juga jika mampu bisa
10
Encik Zulkifli, OK Nizami, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1996), h. 25
28
memberikan yang berhiaskan berlian. Dengan memberikan perhiasan,
diharapkan sang calon pengantin wanita akan bisa selalu bersinar dan
bercahaya di kehidupannya.11
2. Satu Set Bahan Pakaian
Memberikan satu set bahan pakaian ini memiliki arti bahwa kedua calon
pengantin harus bisa menyimpan rahasia rumah tangga mereka dengan baik.
3. Makeup Set
Makeup set ini diberikan dengan maksud agar sang calon istri dapat
menjaga penampilan dan bisa selalu tampil cantik di depan suami.
4. Tas (casual maupun clutch pesta)
Pemberian tas ini menandakan bahwa sang calon pengantin pria nantinya
mampu untuk membiayai segala keperluan calon istrinya termasuk aksesoris
seperti tas.
5. Sepatu
Kalau sepatu atau selop memiliki arti bahwa kedua pengantin harus
selalu sejalan dalam kehidupan mereka. Tentunya diharapkan bahwa mereka
berdua bisa selalu ada dijalan yang lurus ya.
6. Seperangkat Alat Sholat
Memberikan seperangkat alat sholat sepertinya adalah salah satu barang
seserahan yang ada pada pernikahan pasangan Muslim. Hal ini tentu memiliki
11
Ridwan Saidi, “Profil Orang Betawi”, (Jakarta : Ganura Kaita) h. 64
29
makna bahwa pasangan suami istri nantinya harus selalu berpegangan pada
agama.12
7. Lemari
Pemberian Lemari ini menandakan bahwa sang calon pengantin pria
nantinya mampu untuk mempersiap segala keperluan calon istrinya termasuk
Lemari untuk menaruh pakaian.
8. Meja Rias
Pemberian Meja Rias ini agar sang calon pengantin wanita nantinya
menaruh segala keperluan calon istrinya termasuk aksesoris make up di meja
Rias.
9. Tempat Tidur
Tempat tidur ini diberikan dengan maksud agar sang calon istri dapat
Istirahat dengan nyenyak.13
Jenis uang seserahan
1. uang
biasanya pihak calon mempelai pria hanya menyerahkan uang
tetapi terkait uang ini, semuanya di sesuaikan dengan niat barang-
barang yang akan di inginkan kedua belah pihak seperti barang-barang
seserahan dan juga termasuk perhiasaan pengantin calon mempelai
wanita, uang ini jua untuk persiapan acara resepsi pernikahaan
12
Ridwan Saidi, “Profil Orang Betawi”, h. 65 13
Ridwan Saidi, “Profil Orang Betawi”, h. 67
30
2. uang dan barang
biasaanya barang-barang diberikan sebelum resepsi akad nikah dan
memberikan uang yang telah di sepakati antara kedua belah pihak
untuk membantu acara resepsi acara pernikahaan
biasanya pihak calon mempelai pria hanya menyerahkan uang tetapi
terkait uang ini, semuanya di sesuaikan dengan niat barang-barang
yang akan di inginkan kedua belah pihak seperti barang-barang
seserahan dan juga termasuk perhiasaan pengantin calon mempelai
wanita, uang ini jua untuk persiapan acara resepsi pernikahaan
D. Tujuan Filosofis Uang Seserahan
Seserahan secara etimologi berasal dart kata Serah yang artinya
menyerahkan dan mendapatkan lmbuhan-an menjadi Serahan adalah sesuatu yang
diserahkan Sedangkan seserahan menurut teritnologi adalah menyerahkan
sejumlah barang berupa alat perlengkapan rumah tangga seperti perhiasan tempat
tidur lemari meja kursi alat alat dapur dan lain sebagainya yang dtserahkan kepada
wali pengantin wanita sebelum akad nikah termasuk didalamnya ada barang yang
dipersiapkan untuk membayar maskawin pra akad nikah.
Secara umum terkait barang barang seserahan pada dasarnya mempunyai
filosofi agar segala kebutuhan yang dibutuhkan dalam mengarung rumah tangga
bisa dipersiapkan oleh calon mempelai pria sebagal calon kepala rumah tangga.
Adapun jenis- jenis barang seserahan tersebut masing masing mempunyai
tujuan tersendiri :
31
1. Perhiasan
Tujuannya agar kedepan calon mempelai wanita bisa bersinar dan
bercahaya didalam kehidupan berumah tangga.
2. Satu Set Bahan Pakaian
Berharap calon mempelai bisa menyimpan rahasia rumah tangga mereka
dengan baik karna hal sekecil apapun yang terjadi didalam rumah tangga
harusnya menjadi rahasia suami istri tersebut bukan untuk konsumsi umum
atau orang lain.
3. Makeup Set
Hal ini bertujuan agar calon mempelai wanita bisa menjaga penampilan
cantik di depan suaminya dan bertujuan juga agar hubungan rumah tangga
menjadi harmonis.
4. Tas (casual maupun clutch pesta)
Bertujuan calon mempelai pria mampu membiayai keperluan calon
mempelai wanita dan keluarganya.
5. Sepatu
Maknanya adalah calon mempelai pria dan calon mempelai wanita
diharapkan bisa menjalakan seiring seirama dan bisa berjalan di jalan yang
lurus sesuai tuntunan agama.
6. Seperangkat Alat Sholat
Bertujuan agar kehidupan berumah tangga selalu berpegang pada ajaran
dan tuntutan agama islam.
7. Lemari
32
Bertujuan calon mempelai pria mampu mempersiapkan segala keperluan
calon mempelai wanita.
8. Meja Rias
Menjadi penunjang agar calon mempelawai wanita berpenampilan cantik
untuk suami sehingga menambah rasa kasih sayang.
9. Tempat Tidur
Tempat tidur bertujuan calon mempelai wanita beristirahat dengan
nyaman setelah seharian mengurus rumah tangga.14
14
Amil misar ( tokoh adat betawi)
33
BAB III
TINJAUAN UMUM KELURAHAN SAWANGAN
A. Sejarah Kelurahan Sawangan
Sejarah Sawangan merujuk pada sejarah Land Sawangan. Tetangga dari
Land Depok, Land Mampang, Land Tjinere, Land Tjitajam dan Land Pondok
Tjina yang secara ekonomi sudah berkembang sejak era VOC, Land Sawangan
justru baru dikembangkan di era Pemerintah Hindia Belanda. Land Sawangan
seakan ‘free land’ yang terjepit antara wilayah (area) perluasan ekonomi dari barat
(Land Paroeng) dan wilayah perluasan ekonomi dari timur (sisi barat sungai
Tjiliwong yang berpusat di Land Depok).
Perkembangan Land Sawangan mulai diperhatikan pemerintah saat mana
Pemerintah mengumumkan nilai pajak (NJOP) Land Sawangan sebesar f7.973
(Bataviasche courant, 02-03-1825). Pembentukan Situ Pasir Poetih menjadi faktor
penting dalam perkembangan lebih lanjut Land Sawangan. Situ Pasir Poetih tidak
hanya memicu pencetakan sawah baru, juga kemudian menjadi sumber air utama
dalam intensifikasi perkebunan (onderneming). Inti perkebunan di Land
Sawangan berpusat di desa Bedahan yang sekarang.1
Bagaimana kisah perjalanan (land) Sawangan tentu sangat menarik
ditelusuri. Meski sejarahnya lebih pendek jika dibandingkan dengan land yang
lain, namun kisah di dalamnya cukup dinamis. Di satu sisi Land Sawangan
memang adalah wilayah tertinggal di masa lampau, kurang tersentuh oleh
kemajuan, namun di sisi lain, dalam perkembangannya di wilayah Land
1 Tri Wahyuning M. Irsyam, “Sejarah Depok 1950-1990an”, (Jakarta : Pustaka Grup
Indonesia, 2008) h. 53
34
Sawangan ini juga tumbuh kesadaran kebangkitan bangsa. Pada masa perang
kemerdekaan, Land Tjitajam, Land Sawangan dan Land Tjinere adalah garis
pergerakan gerilya pribumi menghadapi Belanda.2
Situasi dan kondisi serupa itu seakan menggambarkan Land Sawangan sulit
akses, sedikit terpencil (baik dari sisi barat di Paroeng maupun dari sisi timur di
Depok) dan kurang aman. Land Sawangan kurang diminati orang Eropa/Belanda
yang boleh jadi populasi orang Tionghoa dan Eropa/Belanda kerap menjadi
sasaran.
Topografi Land Sawangan yang cenderung bergelombang, secara alamiah
sungai berada di bawah: sungai Pesanggrahan dan sungai Kali Angke. Akibatnya,
pengembangan pencetakan sawah baru dan pembukaan perkebunan baru sulit
dilaksanakan. Meski demikian untuk menjadikan Land Sawangan menjadi lahan
yang beririgasi baik jalan keluar selalu ada. Hal ini pernah dialami oleh Land
Tandjong West (awalnya lahan peternakan) dan Land Pondok Tjina (cukup lama
dibiarkan sebagai lahan telantar).3
Secara historis, penguasaan wilayah adalah dasar pembentukan koloni. Ini
dimulai dengan kolonisasi di hilir sungai Tjiliwong di dekat pelabuhan Soenda
Kalapa yang awalnya membangun benteng yang kemudian disebut casteel
Batavia. Dari sinilah wilayah koloni meluas ke hulu sungai Tjiliwong. Awalnya
casteel Batavia berkembang menjadi kota (stad) Batavia dimana Gubernur
Jenderal berkedudukan. Rumah Guebernur Jenderal yang berada di Stad Batavia
2 Tri Wahyuning M. Irsyam, “Sejarah Depok 1950-1990an”, h. 53
3 Tri Wahyuning M. Irsyam, “Sejarah Depok 1950-1990an”, h. 54
35
kemudian disebut Stadhuis (kelak stadhuis ini dipindahkan ke Nordwijk (tempat
dimana Istana Presiden sekarang).
Land Sawangan adalah land yang sudah sejak lama ada, namun baru dikenal
secara luas di era Pemerintah Hindia Belanda. Land Sawangan ini memiliki batas-
batas di dua sisi sungai (sungai Pesanggrahan dan sungai Angke) dan batas Land
Tjitajam di selatan dan Land Mampang dan Land Tjinere di utara. Letak landhuis
(rumah Landheer) yang dengan sendirinya menjadi ibukota Land Sawangan
berada di selatan jalan akses Paroeng-Depok. Landhuis ini kira-kira di Desa
Bedahan yang sekarang.
Dalam perkembangan lebih lanjut Land Sawangan ternyata memberi
kontribusi yang berarti dalam bidang ekonomi. Lahan-lahan semakin intens
diusahakan, lahan yang kurang subur ditingkatkan kesuburannya, termasuk
dengan pembangunan irigasi kecil maupun irigasi besar. Jika tahun 1825 nilai
pajak sebesar f7.973, nilainya sudah jauh meningkat pada tahun 1930 yakni
menjadi f310.000. Land Sawangan yang terbilang luas, nilai pajak Land
Sawangan juga merupakan nilai yang tertinggi dari seluruh land yang yang
menjadi bagian dari Kota Depok yang sekarang (lihat peta pajak).4
Jalan akses Depok ke Sawangan atau sebaliknya, secara tradisonal sudah
ada sejak lama berupa jalan setapak/pedati yang penuh lumpur di waktu hujan.
Pembicaraan peningkatan jalan akses tersebut sudah dilakukan beberapa kali
konferensi antara Administrateur (Onderneming) Sawangan dan Gemeente
Besturr Depok. Baru tahun 1936 mulai mengerucut ketika dilakukan konferensi
4 Tri Wahyuning M. Irsyam, “Sejarah Depok 1950-1990an”, h. 55
36
yang dihadiri oleh Asisten Wedana Depok. Dalam keputusan akhir ini, kedua
belah pihak terlibat. Diharapkan dengan adanya jalan akses ini, Sawangan dalam
waktu singkat dibebaskan dari isolasi, demikian De Indische courant, 13-07-1936.
Dalam pembicaraan ini juga termasuk satu paket dengan pembukaan jalan baru ke
Mampang Oedik.5
B. Keadaan Geografis dan Demografis
1. Keadaan Geografis
Kelurahan Sawangan merupakan Kelurahan yang berada di Kecamatan
Sawangan, yang mana Kecamatan Sawangan terdiri dari tujuh Kelurahan.
Kemudian secara administrasi Kelurahan Sawangan termasuk kedalam
wilayah Kecamatan Sawangan Kota Depok
Adapun batas wilayah Kelurahan Sawangan adalah sebagai berikut:
Kelurahan Sawangan merupakan salah satu kelurahan yang berada pada wilayah
Kecamatan Sawangan Kota Depok dengan luas + 350 Ha, dengan batas wilayah :
Sebelah Utara : Kelurahan Cinangka
Sebelah Timur : Kelurahan Sawangan Baru
Sebelah Selatan : Kelurahan Pengasinan
Sebelah Barat : Kelurahan Bojongsari
Secara geografis Kelurahan Pulau Kijang berada di belahan bumi bagian
Selatan dengan posisi 1020-1040 BT dan posisi Lintang 00-200 LS. Dengan
ketinggian tiga meter dari permukaan air laut dengan curah hujan rata-rata
pertahun 200 mm, serta beriklim tropis yang dipengaruhi oleh angin laut sehingga
5 Tri Wahyuning M. Irsyam, “Sejarah Depok 1950-1990an”, h. 56
37
curah hujan cukup tinggi.5 Keadaan tanah di Kelurahan Pulau Kijang seluruhnya
terdiri dari dataran rendah yang landai, subur dan sangat cocok untuk sejenis
tanaman kelapa dan palawija. Tanah sejenis ini terletak lebih kurang 2.000 Meter
dari tepi sungai. Prasarana transportasi umum yang dipergunakan adalah sungai.
Sungai Gangsal merupakan satu-satunya aliran sungai terbesar dan merupakan
perhubungan Desa-desa ke Ibu Kota Kecamatan Reteh dan seterusnya.6
Untuk prasarana jalan darat saat ini baru sebagian kecil yang dapat dilalui
kendaraan yang mayoritas terdiri dari rawa-rawa dan tanah gambut. Maka sungai-
sungai yang terdapat di daerah ini merupakan daerah lautan dan rawa-rawa
menyebabkan daerah ini beriklim tropis yang dipengaruhi oleh dua musim, yaitu
musim penghujan dan musim Kemarau, musim kemarau terjadi sekitar bulan
April hingga bulan Agustus dengan temperatur sedang. Kedua musim tersebut
sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat,
2. Keadaan Demografis
Penduduk di Kelurahan Sawangan sebagian besar adalah asli sawangan
yang berbudaya betawi adapun pendatang seperti suku Jawa suku Sunda dan suku
Batak dari Sumatera Utara.
Jika dilihat data tentang perkembangan penduduk kelurahan Sawangan
dari tahun ke tahun, menunjukan satu demografis yang meningkat, hal ini
dapat dilihat dari hasil sensus penduduk diakhir tahun 2016 yang menunjukan
bahwa penduduk Kelurahan Pulau Kijang berjumlah 19.356 Jiwa dengan
jumlah KK 5.128. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah penduduk berdasarkan
6 Data Kelurahan Sawangan Tahun 2016
38
jenis kelamin, maka penduduk Laki-Laki lebih banyak jika dibandingkan dengan
Perempuan. Hal ini dapat dilihat tabel berikut ini:
TABEL KOMPOSISI PENDUDUK KELURAHAN SAWANGAN
BERDASARKAN JENIS KELAMIN
NO JENIS KELAMIN FREKWENSI PERSENTASE
1 Laki-laki 9.995 Orang 46, 9 %
2 Perempuan 9.261 Orang 53, 1 %
Jumlah 19.356 Orang 100 %
Sumber Data: Monografi Kelurahan Sawangan Tahun 2016 7
3. Agama dan Pendidikan
1. Agama
Mengenai agama yang dianut oleh penduduk di Kelurahan Sawangan
dapat dijelaskan bahwa pada umumnya menganut agama Islam, Kristen
Protestan, Kristen Katolik, Budha.Adapun mayoritas dianut oleh agama Islam
dan sebagian kecil saja menganut agama lain. Maka dalam rangka menunjang
peribadatan sesuai dengan agama yang dianut, terdapat pula sarana ibadah di
daerah tersebut. Jumlah rumah ibadah di Kelurahan Sawangan sebanyak 8
Masjid dan 18 Mushalla .Adapun sarana ibadah di Kelurahan Sawangan
dapat dilihat pada table berikut:
7 Data Kelurahan Sawangan Tahun 2016, h. 2
39
TABEL
SARANA IBADAH DI KELURAHAN SAWANGAN
NO SARANA IBADAH FREKWENSI
1 Masjid 8 buah
2 Mushalla 18 buah
3 Gereja -
Jumlah 26 buah
Sumber Data: Monografi Kelurahan Sawangan Tahun 2016
Kita melihat tingginya persentase yang menganut agama Islam,
kemudian di tunjang oleh sarana peribadatan yang ada, tentu ini sangat
menunjang dalam rangkaian peribadatan yang dilakukan oleh masyarakat.8
Masyarakat di daerah ini pada umumnya menganut ajaran mazhab Imam
Syafi’i. Adapun mereka menganut ajaran Syafi’i karena sebagian besar
ulama di daerah ini bermazhab syafi’i. Masyarakat sangat taat mengikuti
pendapat ulama sekalipun alasan dari pendapat ulama tersebut tidak diketahui
sama sekali. Dengan arti kata masyarakat memiliki ketaatan yang masih
bersifat keturunan, maka pelaksanaan ajaran agama itu masih tetap
dilaksanakan sebagaimana adanya.
2. Pendidikan
Perkembangan dan kemajuan yang mungkin dicapai oleh umat manusia
berpusat pada persoalan pendidikan. Perkembangan dan kondisi pendidikan
8 Data Kelurahan Sawangan Tahun 2016, h. 3
40
sangat berdampak bagi perkembangan kehidupan ekonomi. Dengan tingkat
dan kualitas pendidikan yang memadai, seseorang akan memiliki
peluang dan kemampuan usaha yang memadai pula dan pada gilirannya
akan memperoleh penghasilan ekonomi yang lebih baik. Kondisi objektif
menunjukkan bahwa perkembangan pendidikan di Kelurahan Sawangan
masih menghadapi berbagai persoalan yang perlu dihadapi dan diatasi.
Pendidikan merupakan salah satu hal terpenting yang harus dimiliki oleh
masyarakat. Maka dari itu, sehubungan dengan masalah pendidikan di
Kelurahan Sawangan, sesuai dengan pasal 31 UUD 1945 yang menyatakan
bahwa ”tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”. Jadi, ini
merupakan kewajiban pemerintah dan sesuai dengan bunyi pembukaan UUD
1945 yang menyatakan bahwa negara ini didirikan untuk mewujudkan
kesejahteraan umum dan ikut mencerdaskan kehidupan bangsa. Maka dalam
implementasinya pemerintah telah membentuk suatu sistem pendidikan dan
pengajaran nasional yang dikenal dengan istilah pendidikan formal dan non
formal. Untuk lebih jelasnya tentang wadah pendidikan dapat dilihat pada
tabel berikut ini:9
9 Data Kelurahan Sawangan Tahun 2016, h. 4
41
TABEL
SARANA PENDIDIKAN DI KELURAHAN SAWANGAN
NO SARANA
PENDIDIKAN
FREKWENSI
1 SLTA/MA 5 Unit
2 SLTP/MTs 4 Unit
3 SD/MI 5 Unit
4 TK 5 Unit
5 Lembaga non Formal 2 Unit
6 Perpustakaan -
Jumlah 21 Unit
Sumber Data: Monografi Kelurahan Sawangan Tahun 2016
Dari data di atas dapat dilihat bahwa jumlah sarana pendidikan seluruhnya
adalah 21 unit, terdiri dari 5 unit SLTA/MA, 4 unit SLTP/Mts, 5 unit SD/MI,
5 unit TK, dan 2 unit lembaga non formal (kursus computer, menjahit).10
C. Praktek Uang Seserahan di Kelurahan Sawangan
Menurut kamus besar bahasa Indonesia uang serahan nikah ini ialah uang
sebagai pemberian dari pihak mempelai laki-laki kepada calon mempelai wanita
untuk kebutuhan mempelai wanita.
Praktek uang serahan dilakukan secara mufakat dari kedua belah pihak yang
berguna untuk memenuhi kebutuhan pernikahan, jumlah uang serahan ini
bergantung pada kesepakatan kedua belah pihak yang mana jumlah uang serahan
10
Data Kelurahan Sawangan Tahun 2016, h. 4
42
bervariasi dengan kemampuan akan jumlah uang serahan tersebut. uang serahan
dilakukan setelah proses pelamaran, dengan cara membawa sejumlah uang yang
telah disepakati oleh kedua belah pihak, walaupun uang seserahan tidak diberikan
secara langsung setelah proses pelamaran, uang serahan diberikan sebelum acara
pesta pernikahan, karena uang serahan digunakan untuk kelangsungan pesta
pernikahan.
Namun pada prakteknya di kelurahan sawangan kota depok, jumlah uang
serahan disesuaikan dengan status strata sosial dan tingkat pendidikan calon
mempelai perempuan. Dengan kata lain jika calon perempuan hanya lulusan SMA
jumlah uang serahan yang harus dikeluarkan berkisar 10 - 15 juta rupiah, dan jika
calon perempuan seorang sarjana jumlah uang serahan yang harus dikeluarkan
berkisar 20 – 15 juta rupiah. Semakin tinggi tingkat pendidikan calon perempuan
maka semakin tinggi jumlah uang serahan yang harus dikeluarkan. Hal ini tidak
sesuai dengan hukum Islam yang tertuang pada Kompilasi Hukum Islam, tentang
ketentuan mahar yang pada dasarnya penentuan jumlah mahar, bentuk dan
jenisnya disepakati oleh kedua belah pihak dan juga penentuan besar maharnya
berdasarkan asas kesederhanaan, dan kemudian yang dianjurkan oleh ajaran Islam
(Pasal 30-31 Kompilasi Hukum Islam). Hal ini tentu memberatkan salah satu
pihak yang belum bisa memenuhi syarat yang ditentukan oleh adat turun menurun
yang terjadi di Kelurahan Sawangan.
Setelah uang seserahan diberikan ada tambahan uang yang disebut dengan
uang belanja, walaupun uang ini tidak ditetapkan, tapi pihak pria wajib
mempersiapkannya untuk kebutuhan resepsi pesta pernikahan. Adapun saat pesta
43
pernikahan berlangsung, calon mempelai pria membawa seserahan barang seperti
baju, tas, makeup dan perlengkapan lainnya, untuk kebutuhan mempelai
perempuan. Ini semua diluar dari uang serahan yang sudah diberikan sebelum
pesta pernikahan.
44
BAB IV
UANG SESERAHAN NIKAH DI KELURAHAN SAWANGAN
KECAMATAN SAWANGAN KOTA DEPOK
A. Ketentuan Pembiayaan Uang Seserahan Di Kelurahan Sawangan
Kecamatan Sawangan Kota Depok
Walimah diambil dari kata walama, yang artinya berkumpul, karena
berkumpulnya dua pasangan suami istri. Hal tersebut dikatakan oleh Al Azhari.
Tsa‟lab berkata, Walimah adalah istilah untuk makanan yang khusus
dipersembahkan untuk pengantin. Walimah tidak untuk yang lainya”. Namun
menurut Syafi‟i dan sahabat-sahabatnya berkata bahwa walimah itu berlaku pada
setiap undangan yang diadakan karena kegembiraan yang terjadi seperti nikah,
sunatan (khitan) maupun lainya. Dan yang terkenal kalau dikatakan secara mutlak,
walimah dipergunakan dalam nikah dan terbatas dalam penggunaan lainya.1
Sedangkan Al „urs dengan di dhammah ain fiil-nya serta huruf ra yang disukun
adalah pesta perkawinan dan perkawinan itu sendiri. Bentuk jamaknya A‟ras.2
Dengan demikian walimatul „ursy ialah berkumpulnya dua pasang suami
istri dalam pesta perkawinan atau makanan dalam perkawinan. Dalam bahasa
sehari- hari disebut pesta perkawinan. Berkaitan dengan walimah tersebut para
ulama sepakat bahwa tidak ada batasan maksimum maupun minimum untuk
acara walimah, meski hanya diadakan dengan yang paling sederhana sekalipun.
1Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad Al Husaini, Kifayatul Akhyar
(Kelengkapan Orang Saleh), alih bahasa oleh: K.H Syarifuddin Anwar, K.H Mishbah Musthafa,
(Surabaya: Bina Iman, 2010), h. 144 2 Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam, Syarah Bulughul Maram, alih bahasa oleh:
Thahirin Suparta, M. Faisal, Adis Aldisar, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006), h. 492
45
Adapun berkaitan dengan besar kecilnya acara walimah yang terjadi pada
masyarakat Kelurahan Sawangan ini biasanya tergantung dengan uang Seserahan
nikah tersebut. Karena pada dasarnya ketentuan pembiayaan walimah ini
diambilkan dari uang Seserahan nikah yang telah diberikan oleh pihak laki-laki
kepada pihak perempuan tersebut. Sehingga tidak jarang ketika uang Serahan
nikah tersebut tinggi maka besar pula acara walimah tersebut. Dalam menetapkan
uang Seserahan ini menjadi kesepakatan kedua belah pihak antara pihak laki-laki
dan pihak perempuan, namun tetap orang tua dari pihak perempuan yang
menetapkan jumlahnya. Apabila jumlahnya telah disepakati maka itulah
yang diserahkan oleh utusan pihak laki-laki kepada orang tua pihak perempuan
tersebut.3
Penetapan ini dilakukan pada acara mufakat secara terpisah atau juga
sekaligus bersamaan dengan acara Lamaran antara kedua belah pihak tetapi
keputusan jumlah akhirya ada pada keluarga pihak perempuan. Apabila dirasakan
terlalu tinggi uang Seserahan tersebut boleh saja terjadi tawar menawar tetapi
tetap keputusan ada pada pihak wanita. Seperti yang dijelaskan pada tabel di
bawah ini.
3 H. Amil Misar (Tokoh masyarakat), Wawancara, Kelurahan Sawangan
46
TABEL
SIKAP RESPONDEN YANG DIMINTAI UANG SESERAHAN NIKAH
NO WAKTU PERMINTAAN FREKWENSI
1 Memenuhinya 5 orang
2 Menunda Nikah 7 orang
3 Menawar 12 orang
4 Membatalkan Nikah 6 orang
Jumlah 30 orang
Sumber : Data Angket
Dengan demikian apabila dari pihak perempuan telah memutuskan
jumlahnya maka pihak laki-laki harus memenuhinya. Apabila pihak laki-laki tidak
dapat memenuhinya maka tidak jarang pernikahan akan di tunda. Bagi mereka
yang sanggup untuk memenuhinya maka dianjurkan untuk segera
membayarnya. Setelah dibayar, maka uang itu dikelola oleh pihak wanita untuk
biaya pesta pernikahan dan untuk kebutuhan-kebutuhan lainya.4 Seperti di
jelaskan pada tabel di bawah ini.
TABEL
KEGUNAAN DAN TUJUAN UANG SERAHAN NIKAH
NO KEGUNAAN DAN TUJUAN FREKWENSI
1 Untuk Biaya Pesta 15 orang
2 Untuk Kebutuhan Pribadi Mempelai 10 orang
3 Untuk Biaya Akad 2 orang
4 Lainya 3 orang
Jumlah 30 orang
Sumber : Data Angket
Berdasarkan wawancara penulis dengan salah seorang tokoh masyarakat
yang ada di Kelurahan Sawangan pada mulanya uang Seserahan nikah itu sama
4 H. Amil Misar (Tokoh masyarakat), Wawancara, Kelurahan Sawangan
47
halnya dengan pembayaran perkawinan pada masyarakat patrilinial yang
bertujuan untuk mengambil istri menjadi klan pihak suami sehingga anak yang
dilahirkan mengambil garis keturunan berdasarkan pihak ayahnya. Namun yang
terjadi sekarang berbeda dan mengalami perubahan bahwasanya uang Seserahan
nikah itu hanyalah sebagai pemberian saja yang lebih banyak dipergunakan untuk
biaya pernikahan dan lain sebagainya. Pada masyarakat setempat terutama
masyarakat Betawi, mereka sangat menjunjung tinggi budaya rasa malu (siri),
sehingga merupakan harga diri apabila dalam pesta pernikahan itu tidak bisa
mengundang sanak saudara dan menjamu makanan dalam pesta pernikahan
tersebut. Oleh karena itu untuk mencegah malu dan terjadinya perbincangan
dikalangan sanak saudaranya, mereka menetapkan uang Seserahn nikah yang
tinggi untuk pesta yang besar pula. Selain itu juga adanya permintaan yang relatif
tinggi tersebut bertujuan agar seorang laki-laki tidak mudah menceraikan istrinya
ketika menjalani bahtera rumah tangga nantinya.5
Kemudian dengan alasan untuk biaya pesta pernikahan inilah, dalam
menetapkan jumlah uang Seserahan nikah ini, orang tua pihak perempuan
meminta dengan jumlah yang tinggi. Seperti yang dialami oleh Didi Supriyadi
yang dimintai uang Seserahan sebesar Rp. 30.000.000 (Tiga puluh juta rupiah)
begitu juga Rizki Aprian yang dimintai uang Seserahan nikah sebesar Rp.
15.000.000 (Lima belas juta rupiah).6
Namun realita yang terjadi pada masyarakat sekarang bahwasanya uang
Seserahan nikah ini menjadi hal yang terpenting dalam acara pernikahan terutama
5 H. Amil Misar (Tokoh masyarakat), Wawancara, Kelurahan Sawangan
6 Dedi (Tokoh masyarakat), Wawancara, Kelurahan Sawangan
48
di Kelurahan Sawangan ini. Tradisi ini pada dasarnya telah mengalami perubahan
tidak seperti pada awal pertama kali dibawa oleh masyarakat Betawi tersebut
namun tradisi tersebut tetap dipertahankanya. Akhirnya kebiasaan ini menjadi
tradisi di Kelurahan Sawangan Kecamatan Sawangan, sampai saat sekarang ini
dan ini menjadi penyebab ditunda pernikahan jika seorang pria tidak sanggup
untuk membayarnya. Untuk itu, jika seorang pria yang telah mampu untuk
menikah, mereka harus menyediakankan sejumlah uang untuk diberikan kepada
seseorang yang akan dinikahinya sebagai persediaan atas permintaan uang
hantaran dari calon mertuanya.7
B. Pelaksanaan dan Dampak Penetapan Uang Seserahan Nikah di
Kelurahan Sawangan Kecamatan Sawangan Kota Depok
Adapun penetapan uang Seserahan nikah ini biasanya dilakukan sebelum
pernikahan terjadi atau juga bersamaan pada saat pelamaran. Setelah adanya
penetapan jumlah uang Seserahan nikah tersebut maka dilanjutkan dengan
penyerahan uang Seserahan nikah. Penyerahan ini biasanya dilakukan sebelum
terjadinya pesta pernikahan. Karena memang sesuai dengan tujuan awal tadi
untuk biaya pesta pernikahan. Waktu penetapan atau permintaan uang Seserahan
nikah ini dapat kita lihat pada tabel di bawah ini:
TABEL
WAKTU PERMINTAAN UANG SERAHAN NIKAH
NO WAKTU PERMINTAAN FREKWENSI
1 Pada Saat Pelamaran 14 orang
2 Pada Saat Akad Nikah 1 orang
3 Pada Saat Setelah PeLamaran 11 orang
7 Dedi (Tokoh masyarakat), Wawancara, Kelurahan Sawangan : 12 September 2017
49
4 Pada Saat Sebelum Pesta 4 orang
Jumlah 30 orang
Sumber Data : Angket
Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara penulis dengan responden, salah
seorang warga yang terlibat dalam masalah uang Seserahan nikah sebagai berikut:
“Saya dulu dimintai uang Seserahan nikah oleh mertua saya pada saat
peminangan itu, dan waktu itu juga saya langsung bayar karena sebelumnya
memang saya sudah bertanya-tanya pada istri berapa kira-kira nanti yang
diminta dan saya langsung menyediakanya. Tetapi sebenarnya boleh saja kita
bayar di lain waktu kalau memang saat itu belum tersedia”.8
Penyerahan uang Seserahan nikah ini selanjutnya diberikan langsung oleh
pihak laki-laki atau utusanya kepada calon mertua. Sebelum penyerahan uang
Seserahan nikah tersebut biasanya mempelai laki-laki / keluarganya menanyakan
berapa uang Seserahan nikah yang harus diberikan, baik itu sebelumnya sudah
ditentukan oleh calon mertua maupun melalui kesepakatan kedua belah pihak
pada saat itu seperti yang telah disebutkan di atas tadi. Untuk mengetahui lebih
jelas tentang pelaku yang menyerahkan uang Seserahan nikah tersebut dapat
dilihat tabel di bawah ini.
TABEL
PELAKU YANG MENYERAHKAN UANG SESERAHAN NIKAH
NO PELAKU FREKWENSI
1 Calon Mempelai Laki-laki 4 orang
2 Perantara Pihak Lain 11 orang
3 Wali dari Laki-laki 7 orang
4 Keluarga Besar Laki-laki 8 orang
Jumlah 30 orang
Sumber : Data Angket
8 Suparman Siddik (Tokoh Masyarakat) Kelurahan Sawangan; 12 September 2017
50
Penentuan jumlah uang seserahan nikah ini juga tergantung pada
pendidikan perempuan tersebut. Bagi mereka yang berpendidikan tinggi, maka
tidak jarang orang tuanya meminta jumlah yang tinggi pula. Sebagaimana tabel di
bawah ini.
TABEL
JAWABAN RESPON TENTANG PENGARUH FAKTOR PENDIDIKAN
TERHADAP JUMLAH PERMINTAAN UANG SESERAHAN NIKAH
NO KATEGORI FREKWENSI
1 Benar Sekali 5 orang
2 Benar 18 orang
3 Kurang Benar 6 orang
4 Tidak Benar 1 orang
Jumlah 30 orang
Sumber : Data Angket
Ini sesuai dengan pernyataan warga yang pernah menikahkan anaknya
sebagai berikut: “Anak saya ini tamatan bidan, jadi kalau ada yang berani
melamar Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah)”.9
Dengan adanya permintaan untuk memberikan uang Seserahan nikah
tersebut, maka tidak jarang sebisa mungkin mereka berusaha untuk memenuhinya
apalagi jika keduanya sudah saling mencintai. Hal ini menjadi dilema bagi mereka
yang kurang mampu untuk menikah, karena ia harus meminjam, menjual atau
menggadai barang berharga yang dimiliki demi untuk memenuhi permintaan
tersebut. Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
9 Suparman Siddik (Tokoh Masyarakat) Kelurahan Sawangan; 12 September 2017
51
TABEL
CARA MEMENUHI PERMINTAAN UANG SESERAHAN NIKAH
NO
CARA MEMENUHI UANG
SESERAHAN NIKAH
FREKWENSI
1 Memakai uang pribadi 8 orang
2 Menjual barang berharga 10 orang
3 Menggadai barang berharga 5 orang
4 Meminjam orang lain 7 orang
Jumlah 30 orang
Sumber : Data Angket
Permasalahan seperti inilah yang sering terjadi bagi keluarga mereka.
Karena demi untuk memenuhi permintaan uang Seserahan nikah mereka menjual
barang berharga yang dimilikinya.. Begitu juga bagi mereka yang meminjam
kepada orang lain, ini juga akan mempengaruhi keharmonisan keluarganya,
karena mereka harus memikirkan untuk mengembalikan pinjamanya tersebut.
Adapun mengenai besarnya jumlah uang Seserahan nikah tersebut
bervariasi jumlahnya sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut ini:
TABEL
JUMLAH UANG SESERAHAN NIKAH
NO
JUMLAH UANG
SESERAHAN
FREKWENSI
1 10-15 Juta Rupiah 15 orang
2 15-30 Juta Rupiah 10 orang
3 30-40 Juta Rupiah 5 orang
Jumlah 30 orang
Sumber : Data Angket
Dari sini dapat kita ketahui bahwa permintaan uang Seserahan nikah yang
harus dibayarkan oleh pihak laki-laki kepada calon mertua relatif tinggi
jumlahnya. Tingginya jumlah permintaan tersebut dikarenakan uang Seserahan
52
tersebut akan dipergunakan untuk biaya pesta pernikahan. Didukung lagi dengan
banyaknya sanak saudara dari keluarga perempuan tersebut yang harus diundang.
Oleh karena itu permintaan tersebut besar pula jumlahnya. Hal ini merupakan
harga diri bagi pihak perempuan apabila tidak bisa menjamu sanak saudaranya
pada saat pesta pernikahan tersebut. Oleh karena itu untuk mencegah rasa malu
(siri) dan bahan perbincangan bagi keluarga besarnya, mereka meminta uang
Seserahan nikah tersebut dengan jumlah yang tinggi. Namun akibat dari
permintaan uang Seserahan nikah yang tinggi ini sering terjadi penundaan
pernikahan, kawin lari, hamil diluar nikah bahkan sampai pembatalan pernikahan.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa akibat dari pemberian uang
Seserahan nikah ini ada sisi baik dan buruknya, baik karena berpengaruh
terhadap kebaikan ekonomi keluarga, dan buruk jika sampai merugikan pihak
lain dan mempersulit untuk menikah. Agar lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
TABEL
AKIBAT TRADISI UANG SESERAHAN NIKAH TERHADAP
PERNIKAHAN
NO
AKIBAT TRADISI UANG
SESERAHAN NIKAH
TERHADAP PERNIKAHAN
FREKWENSI
1 Sangat Mempersulit Nikah 6 orang
2 Mempersulit Nikah 12 orang
3 Kurang Mempersulit Nikah 5 orang
4 Tidak Mempersulit Nikah 7 orang
Jumlah 30 orang
Sumber : Data Angket
53
Adapun mengenai dampak dari penetapan uang Seserahan nikah ini dapat
dibagi menjadi dua bentuk:
a. Dampak Positif
Adapun yang menjadi dampak positif dengan adanya penetapan dari
tradisi pemberian uang Seserahan nikah ini adalah :
1. Membantu Ekonomi Keluarga
Dengan adanya tradisi penetapan pemberian uang Seserahan nikah ini
disatu sisi sangat membantu sebagian ekonomi keluarga perempuan
terutama bagi keluarga yang ekonomi menegah ke bawah, meskipun bagi
pihak laki-laki merupakan beban yang harus dibayarkan. Hal ini melihat
dari kegunaan dan alokasi dari pemberian uang Seserahan tersebut yang
sebagian besar dipergunakan untuk biaya pesta dan biaya kebutuhan-
kebutuhan pribadi wanita. Ini memang akan sangat menjadi masalah jika
sampai uang Seserahan nikah tersebut tidak diberikan. Sehingga
pelaksanaan pesta(walimatul „ursy) tidak bisa dilakukan sebagaimana yang
diinginkan. Begitu juga dengan biaya pemenuhan kebutuhan pribadi wanita,
baik itu untuk membeli perhiasan, pakaian dan lain sebagainya, sehingga
dengan pemberian uang Seserahan nikah ini menjadi sangat berarti. Seperti
yang dialami oleh Dina Andiyani dengan uang Seserahan nikahnya sebesar
Rp.20.000.000 (Dua Puluh juta rupiah). Setelah dipenuhi oleh Gilang
ramadhan maka keluarga Dina Andiyani pun merasa terbantu karena bisa
meringankan biaya pernikahanya.10
10
Ridwan (Tokoh Pemuda Sawangan) Kelurahan Sawangan, 12 September 2017
54
2. Menambah Motivasi Pihak Pria Untuk Giat dan Rajin Bekerja
Dengan adanya tradisi uang Seserahan nikah yang berlaku di Kelurahan
Sawangan ini menambah motivasi pihak pria untuk giat dan rajin bekerja.
Hal ini disebabkan, apabila seorang pria yang ingin menikah tetapi tidak
memiliki penghasilan ekonomi yang cukup maka tidak akan pernah bisa
untuk memenuhi permintaan uang Seserahan nikah tersebut, jika tidak
sanggup maka akibatnya menunda menikah sehingga mau tidak mau ia
harus bekerja keras untuk mengumpulkan uang untuk memenuhi permintaan
tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh Fiqih Ramadhan yang pernah
terlibat Seserahan nikah bahwasanya ia harus bekerja keras mengumpulkan
uang untuk biaya pernikahan terutama pemenuhan permintaan uang
Seserahan nikah tersebut.11
3. Mendidik Kebiasaan Hidup Menabung dan Hemat
Dengan adanya tradisi uang Seserahan nikah ini juga melatih dan
mendidik untuk menjadi pribadi yang suka menabung dan berhemat. Karena
hanya seseorang yang memiliki materi yang cukup lah yang bisa memenuhi
permintaan tersebut, sehingga bagi mereka yang merasa kurang mampu
tentu tidak bisa memenuhinya tanpa menabung dan berhemat. Seperti yang
dialami oleh dwika mulya syahbana yang menikahi gea maulida. dwika yang
merasa dari keluarga kurang mampu berusaha agar bisa menikah ia bekerja
dan menabung supaya bisa memenuhi permintaan dari keluarga Khotimah
tersebut.12
11
Dedi (Ketua RT 03 RW 07 Kelurahan Sawangan) 12 September 2017 12
Suparman Siddik (tokoh Masyarakat) Kelurahan Masyarakat, 12 September 2017
55
b. Dampak Negatif
Disamping dampak positif, tradisi ini juga memiliki dampak negatif
diantaranya sebagai berikut:
1. Pernikahan ditunda
Pernikahan akan ditunda apabila seseorang yang dimintai uang seserahan
oleh calon mertuanya pada saat itu tidak bisa menyediakan sejumlah uang
atau seserahan lainya, sehingga mereka memberi kesempatan untuk
menyediakan uang seserahan terlebih dahulu sampai bisa memenuhinya
sehingga pernikahan ditunda, apabila ia mampu memenuhinya maka
pernikahan akan dilaksanakan. Seperti yang terjadi pada Ali Rapsanjani
yang akan menikah dengan Tita Hardianti. Pada waktu itu calon mertuanya
menetapkan uang Seserahan sebesar Rp. 20.000.000 (Dua puluh juta rupiah)
sedangkan Ali Rapsanjani baru memiliki uang sebesar Rp. 10. 000.000
(Sepuluh juta rupiah) maka pernikahanya ditunda sampai terpenuhi
semuanya.
2. Pihak Pria Menjual Barang Berharga
Tradisi uang seserahan menjadikan seseorang yang akan menikah
harus mempunyai persiapan yang benar-benar mapan. Mapan bukan hanya
batin saja tetapi juga lahirnya. Dalam arti apabila seseorang mampu batinya
tetapi lahirnya tidak mampu untuk memenuhinya maka tidak akan bisa ia
menikah. Sehingga tidak jarang mereka harus menjual barang berharga yang
dimilikinya untuk memenuhi permintaan tersebut, baik itu berupa
emas/perhiasan, motor dan lain sebagainya. Seperti yang dilakukan oleh
56
Dwika Mulya Syahbana yang menjual Motornya untuk memenuhi uang
seserahan nikah dari mertuanya sebesar Rp. 10.000.000 (Sepuluh juta
rupiah). Pada awalnya ia sepakat dengan uang seserahan sebesar Rp.
6.000.000 (Enam juta rupiah) tetapi karena adanya permintan tambahan
lagi maka terpaksa menjual motor tersebut.
3. Pihak Pria Meminjam kepada Orang lain
Meminjam kepada pihak lain juga menjadi salah satu cara agar bisa
memenuhi permintaan uang seserahan nikah. Dengan berhutang ini mereka
bisa memenuhi permintaan tersebut meskipun setelah menikah mereka
harus mengembalikanya. Sehingga akibatnya akan mempengaruhi
keharmonisan keluarganya karena harus mengembalikan pinjaman tersebut.
Seperti yang dialami oleh Abdul azis yang menikahi Ita clarawati, Abdul
Azis berusaha memenuhi permintaan dari orang tua ita tersebut dengan cara
meminjam uang kepada salah satu saudaranya yang suka meminjam Uang,
Akhirnya setelah pernikahan Abdul azis harus membayar pinjaman tersebut
dengan cara hasil dari amplop undangan yang di dapat dari acara resepsi
pernikahan.
C. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penetapan Uang Seserahan
di Kelurahan Sawangan Kecamatan Sawangan Kota Depok
Perkawinan merupakan salah satu peristiwa terpenting dalam kehidupan
manusia dan bersifat sakral. Khusus dalam pandangan agama Islam, pernikahan
dianggap sebagai ibadah, jejak sunnah Nabi Muhammad S.A.W. Sekalipun
sebenarnya pernikahan ini sudah ditetapkan oleh Allah sejak zaman manusia
57
pertama yaitu Adam, yang dinikahkan langsung oleh Allah dengan pasangannya
yaitu, Siti Hawa, di Surga. Maka jelaslah bahwa menikah merupakan sesuatu yang
dianjurkan Rasulullah. Bukan semata untuk meneruskan keturunan dan
menciptakan generasi melainkan terutama untuk mengatur kehidupan agar selaras
dengan ajaran agama yang memuliakan manusia di atas makhluk lainnya. Tentang
kemuliaan manusia sebagai makhluk ini Allah berfirman dalam Al-Qur‟an , Q.S
At-Tin, (95 ) :4.
ويم ق ن ت س ح ان ف أ س ن ا ال ن ق ل د خ ق ل
“Artinya; Sesungguhnya kami telah menciptakan kamu dalam bentuk yang
sebaik-baiknya”.
Ayat di atas semakin memperjelas perbedaan kemuliaan manusia di atas
makhluk lainnya. Tidak saja secara lahiriah, yang sempurna, cantik dan gagah
serta memiliki bentuk yang begitu berbeda dengan hewan – melainkan terutama
secara ruhani-nya. Dalam Islam, disebutkan pula bahwa pernikahan adalah ibadah
yang menyempurnakan agama seseorang. Karena pernikahan dua orang anak
manusia berarti menyatukan dua keluarga, seringkali juga berarti penyatuan
dua masyarakat jika pernikahan itu terjadi antara dua golongan masyarakat
yang berbeda. Karena itulah dalam proses pernikahan banyak hal yang perlu
diperhatikan sebagai peraturan bagi kedua manusia yang akan berpasangan.
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 2 disebutkan pernikahan
merupakan akad yang sangat kuat atau miitsaqan ghalidhan untuk mentaati
perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Selain itu juga
58
perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah,
mawaddah, dan warahmah.
Setiap makhluk diciptakan saling berpasang-pasangan. Begitu juga manusia.
Jika pada makhluk lain untuk berpasangan tidak memerlukan tata cara dan
peraturan tertentu, tidak demikian dengan manusia. Pada manusia terdapat
beberapa ketentuan yang merupakan peraturan dalam memilih pasangan dan
untuk hidup bersama pasangan. Baik itu peraturan agama, adat- istiadat maupun
sosial kemasyarakatan. Sebagaimana Firman Allah dalam Al Qur‟an Q.S An Nisa
(4 ) : 1
ها زوجها يا أي ها الناس ات قوا ربكم الذي خلقكم من ن فسم واحدةم وخلق م ن هما رجالا كثرياا ونساءا وات قوا الله الذي تساءلون به والرحام إن الله وبث من
كان عليكم رقيباا
“Artinya: Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang
Telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan
isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan
perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu.”
Dalam peraturan agama pada prinsipnya tidak ada perbedaan dalam
penyelenggaraan pernikahan tersebut. Namun adat istiadat yang membedakanya
dalam penyelenggaraan pernikahan tersebut. Setiap tempat dan suku mempunyai
cara tersendiri dalam menyelenggarakan upacara pernikahan tersebut. Seperti
yang berlaku di Kelurahan Sawangan Kecamatan Sawangan Kota Depok ini. Pada
masyarakat ini dikenal dengan istilah uang seserahan nikah yang diberikan
sebelum terjadinya pernikahan.
59
Dalam ajaran Islam, masalah pemberian suami dalam perkawinan disebut
dengan mahar yaitu pemberian dari calon mempelai pria kepada calon mempelai
wanita, baik berbentuk barang, uang atau jasa yang tidak bertentangan
dengan hukum Islam. Selain itu juga ada yang disebut dengan mut‟ah yaitu
pemberian bekas suami kepada istri yang dijatuhi talak berupa benda atau uang
dan lainya. Bila ditinjau dari segi kewajiban membayarnya dan akibat yang
ditimbulkan, jika mahar tidak dipenuhi maka perkawinan tidak sah karena
mahar merupakan salah satu syarat sahnya nikah. Sedangkan mut‟ah
merupakan keharusan bagi suami untuk memberikan sesuatu yang sesuai
dengan kondisi suami dan istri yang belum diberikan mahar tetapi
diceraikan sebelum berhubungan intim. Apabila telah diberikan mahar musamma
maka separo dari mahar itu yang harus diberikan namun apabila telah
melakukan hubungan intim maka mut‟ah tersebut sunah menurut mayoritas
ulama.13
Begitu juga dengan uang serahan nikah yang berlaku pada
masyarakat Kelurahan Sawangan ini. Jika dalam pelaksanaanya seorang calon
mempelai pria tidak bisa memenuhi permintaan uang serahan tersebut maka
perkawinanpun tidak akan dilaksanakan secara adat. Penulis memandang
kepentingan keduanya dalam perkawinan seakan sama sebagai syarat
perkawinan.
Dalam Islam penentuan jumlah mahar, bentuk dan jenisnya disepakati oleh
kedua belah pihak dan juga penentuan besaran mahar ini berdasarkan asas
kesederhanaan dan kemudahan yang dianjurkan oleh ajaran Islam (Pasal 30-31
13
Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam, Syarah Bulugul Haram, h. 490-491
60
KHI), begitu juga mut‟ah, besarnya mut‟ah disesuaikan dengan kepatutan dan
kemampuan suami.14
Sementara itu dalam pelaksanaan uang seserahan nikah ini,
penetapan jumlah uang seserahan nikah menjadi domain bagi orang tua mempelai
wanita tanpa memandang kesanggupan dari pihak laki-laki. Sehingga dirasakan
oleh sebagian besar masyarakat ekonomi menegah ke bawah sangat berat dan
mempersulit seseorang untuk menikah sehingga akibatnya banyak terjadi
pembatalan nikah, penundaan pernikahan, dan hamil diluar nikah. Nabi
menganjurkan untuk menikah sebagaimana sabdanya:
عن عبد الله بن مسعودم قال : قال لنا رسول الله – صلى اهلل عليه وسلم – : يا معشر الشباب , من استطاع منكم الباءة ف ليت زوج فإنه أغض للبصر ,
. وأحصن للفرج , ومن ل يستطع ف عليه بالصوم فإنه له وجاء
“Artinya: Diriwayatkan dari Abdillah bin Mas‟ud radhiyallahu „anhu, dari
Al Qamah radhiyallahu „anhu, dia telah berkata: “aku pernah berjalan-jalan di
Mina bersama Abdillah radhiyallahu „anhu. Kami bertemu dengan Usman
radhiyallahu „anhu yang kemudian menghampiri Abdillah radhiyallahu „anhu.
Setelah berbincang-bincang beberapa saat, Usman radhiyallahu„anhu bertanya:
wahai Abi Abdirrahman, maukah kamu kujodohkan dengan seseorang
perempuan muda, mudah-mudahan perempuan itu akan mengingatkan kembali
masa lampaumu yang indah? Mendengar tawaran itu Abdillah radhiyallahu „anhu
menjawab: “apa yang kamu ucapkan itu adalah sejajar dengan apa yang pernah
disabdakan oleh Rasulullah SAW, kepada kami: “wahai golongan pemuda!
Barangsiapa diantara kalian yang telah mampu lahir dan batin untuk kawin,
maka hendaklah ia kawin. Sesungguhnya perkawinan itu dapat menjaga
pandangan mata dan menjaga kehormatan. Barangsiapa yang belum mampu
hendaklah berpuasa, karena berpuasa itu penawar hawa nafsu.”HR.Mutafaqun
„alaih.15
14
Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam, Syarah Bulugul Haram, h. 29 15
KH. Ahmad Mudjab Mahalli, H. Ahmad Rodhi Hasbullah, Hadis-hadis Mutafaq „Alaih
(Bagian Munakahat dan Mu‟amalat), (Jakarta: Kencana, 2004), h. 33-34
61
Dari hadis di atas dapat dipahami bahwasanya menikah itu diwajibkan bagi
laki-laki yang telah mampu untuk melakukanya dan dikhawatirkan keburukan
terhadap dirinya dan agamanya apabila membujang, maka tidak ada jalan lain
kecuali menikah.16
Al Qurthubi mengatakan,maksud “mampu” (istithaa‟ah)
disini adalah mampu menyediakan apa yang diperlukan untuk suatu pernikahan,
bukan kemampuan berhubungan badan. Sedangkan makna al baa‟ah yang
masyhur adalah dengan dibaca madd dan adanya taa‟ ta‟niits. Secara bahasa al
baah berarti jima‟ atau berhubungan badan, namun yang dimaksud di sini adalah
mahar dan nafkah. Dengan demikian dapat diartikan bahwasanya siapa diantara
kalian yang mampu menyediakan sebab-sebab jima‟ dan biayanya maka
menikahlah.17
Dari penjelasan tersebut, apabila dikaitkan dengan tradisi uang
seserahan nikah dalam masalah kemampuan seseorang untuk memberikan uang
seserahan nikah, maka seseorang yang belum mampu memberikan uang seserahan
nikah yang telah ditetapkan jumlahnya tersebut maka belum diwajibkan untuk
menikah selama tidak mengkhawatirkan keteguhan dirinya. Karena kemampuan
memberikan uang serahan nikah juga termasuk mampu dalam arti memenuhi
biaya pernikahan. Dengan demikian solusinya adalah dengan cara memperbanyak
puasa sebagaimana penjelasan hadis di atas. Allah juga berfirman dalam Al
Quran, Q. S. AN Nuur (33):
16
Syaikh Faisal bin Abdul Aziz Alu Mubarak, Syaikh Faisal bin Abdul Aziz, Bustanul
Ahbar Mukhtashar Nail al Authar, h. 405 17
Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam, Syarah Bulugul Haram h. 257
62
وني تتتتتتني تتتتتت يونل تتتتتتد ىي ي لتتتتتتي ى ى هتتتتتتيهف تتتتتتهيوى تتتتتتىويي ونينيوا ينل تتتتتتد وليستتتتتتف لذ
تتتتتني تتتتتبىلى ياييت تتتتتتفى ي تتتتتي ي يتتتتت نيو ىتتتتتلى ي ي ى يوتتتتتتى تتتتت تتتتتي ت ي فتتتتت تتتتتليينل ى وبف
يون ينل تتتتتتدي تتتتتت ى ي تتتتتتلنيي تتتتتت ى تتتتتتليلفبف يي يايي تتتتتت يت تتتتتتهينلب ى ىتتتتتتلني فيتتتتتت ى
تتتتتتي ه ي ي لىتتتتتل ن يا تتتتت ن تتتتتني تتتتتت ي ي ي تتتتتي تتتتت ن ييو تتتتتتنيوى ينلتتتتت ينل يتتتتت تتتتتت
“Artinya: Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga
kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya.
Dan budak-budak yang kamu miliki yang menginginkan perjanjian, hendaklah
kamu buat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada
mereka, dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang
dikaruniakan-Nya kepadamu. Dan janganlah kamu paksa budak-budak
wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini
kesucian, Karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi. Dan barangsiapa
yang memaksa mereka, maka Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa itu.”
Didalam Islam pergaulan sebagai suami istri sebelum nikah sangat dilarang
dan lebih dikenal dengan zina. Larangan ini Allah jelaskan dalam Al Qur‟an, Q.S.
Al Isra‟ (32):
يلي ب يس س ةيو ش ه ي ي ىي يا ي ىلنينلز ق ي ن و
“Artinya: Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu
adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”.
Setelah melakukan penelitian terhadap pelaksanaan dan dampak dari
penetapan uang seserahan nikah ini, penulis menganggap bahwa pelaksanaan dan
dampak penetapan uang seserahan nikah ini banyak yang bertentangan dengan
hukum Islam. Sedangkan mahar yang kedudukanya sebagai syarat sahnya nikah
yang jelas disyariatkan dalam Islam tidak dipaksakan berapa jumlah yang harus
diberikan oleh calon suami, apalagi dalam hal uang hantaran nikah yang hanya
63
merupakan tradisi. Ini jelas berentangan dengan hukum Islam apabila pemberian
itu bersifat memaksa dan harus dipenuhi sesuai dengan permintaan.
Dalam Islam masalah pemberian dalam pernikahan dikenal dengan mahar
dan mut‟ah. Mahar adalah pemberian wajib dari calon mempelai pria kepada
calon mempelai wanita, baik berbentuk barang, uang atau jasa yang tidak
bertentangan dengan hukum Islam. Sedangkan mut‟ah adalah pemberian bekas
suami kepada istri yang dijatuhi talak berupa benda atau uang dan lainya.
Melihat fenomena penetapan uang hantaran nikah ini kemudian
membandingkanya dengan mahar dan mut‟ah, maka penulis berkesimpulan
bahwa mahar dan mut‟ah tidak bisa dijadikan dasar atau tolak ukur dalam tradisi
uang seserahan nikah ini meskipun sama-sama pemberian dari calon mempelai
laki-laki.
Pada dasarnya Islam dengan ketinggian ajaranya tidak pernah
mengenyampingkan atau mengabaikan sebuah tradisi, selama tidak
bertentangan dengan syari‟at Islam. Suatu tradisi atau al „urf al sahih
(kebiasaan yang dianggap sah) yang berlaku ditengah-tengah masyarakat yang
tidak bertentangan dengan nash, tidak menghilangkan kemaslahatan dan tidak
pula membawa mudarat maka boleh untuk dilakukan. Sebagaimaan golongan
Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat bahwa „urf adalah hujjah untuk
menetapkan hukum.18
Mereka berpendapat berdasarkan firman Allah dalam Al-
Qur‟an, Q.S. Al A‟raf (7) : 199
يني ا ينل ن يت ت يو ف ل ى ي ى يو ل ل ينل د ى
18
Chaerul Uman, Ushul Fiqih 1, (Bandung: Pustaka Setia, 1998), h. 166
64
“Artinya: Jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan
yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh”.
Memperhatikan akibat yang ditimbulkan oleh tradisi uang seserahan nikah
ini, walaupun mulanya tradisi ini boleh dilakukan yakni selama masih dianggap
baik dan tidak bertentangan dengan syari‟at Islam, paling tidak dapat penulis
simpulkan dengan kenyataan yang ada bahwa tradisi uang seserahan nikah ini
dihukumi makruh. Hal ini disebabkan karena adanya permintaaan uang seserahan
nikah yang sifatnya mengikat dan telah ditetapkan jumlahnya, sehingga berakibat
dibatalkanya suatu pernikahan jika tidak terpenuhi permintaan itu sebagaimana
mestinya. Karena suatu pekerjaan atau perbuatan yang pada dasarnya boleh
dilakukan tetapi akhirnya menimbulkan kerusakan(kemudaratan) maka itu harus
dicegah. Sesuai dengan kaidah fiqh :
م على جلب المصالح درء المفاسدمقد
“Artinya: menolak kemafsadatan didahulukan daripada meraih
kemaslahatan”.19
Hal ini seperti yang dikatakan oleh „Izzuddin Ibn „Abd al Salam bahwa
tujuan syari‟ah adalah untuk meraih kemaslahatan dan menolak
kemafsadatan(kemudaratan).20
Disamping itu juga, menurut hemat Penulis dengan adanya ketentuan
jumlah uang serahan nikah yang jumlahnya tinggi tersebut memicu seseorang
19
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Qawa‟id Fiqhiyyah, (Jakarta: Amzah, 2009), h. 56
20 Abdul Aziz Muhammad Azzam, Qawa‟id Fiqhiyyah, (Jakarta: Amzah, 2009), h. 164
65
untuk melakukan berbagai cara agar pernikahan tetap terjadi sehingga
membuka jalan untuk melakukan kejahatan seperti melakukan kawin lari dan
hamil diluar nikah. Sementara dalam Islam, menutup pintu kejahatan (saddu
dzari‟ah) itu diwajibkan untuk mengambil ihtiat (berhati-hati) terhadap kerusakan
sedapat mungkin, sedangkan ihtiat tidak diragukan lagi menurut amali menempati
ilmu yakin. Kewajiban menutup pintu (saddu dzari‟ah) ini sebagaimana Allah
jelaskan dalam Al Qur‟an, tentang larangan memaki berhala disebabkan oleh
Yahudi menggunakan kata-kata raa „inaa itu untuk memaki Nabi, maka orang
dilarang mengucapkanya untuk menutup peluang(saddu dzari‟ah) dari makian
mereka terhadap Nabi. Sebagimana firman Allah dalam Al Qur‟an, Q.S. Al
Baqarah(2): 104 sebagai berikut:
وا ا واسع رن ظ وا ان ول ا وق ن وا راع ول ق وا ل ت ن ين آم ا الذ ي ه ا أ ييم ل اب أ ذ رين ع اف ك ل ول
“Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan
(kepada Muhammad): "Raa'ina"36, tetapi Katakanlah: "Unzhurna", dan
"dengarlah". dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih.”
Namun apabila akibatnya sampai menzalimi dan mendorong orang berbuat
dosa dimungkinkan akan terjadi perzinaan, maka tradisi ini dapat dihukum haram
karena tidak sesuai dengan syari‟at Islam atau bertentangan dengan hukum Islam.
Dalam Islam masalah perkawinan tidak mempersulit tetapi malah dipermudah
sebab mempersulit dalam masalah perkawinan akan menimbulkan banyak
masalah.
66
Disamping itu Islam juga mengenal istilah kafa‟ah/sekufu dalam
perkawinan. Sekufu dalam arti bahasa adalah sepadan, sama atau menyerupai.
Ulama Malikiyah mengakui adanya kafa‟ah dipandang dari sifat istiqamah dan
budi pekertinya saja. Sedangkan menurut ahli fiqh dari kalangan Hanafi,
Syafi‟i serta Hanbali yang dimaksud dengan sepadan dan menyerupai disini
adalah persamaan antara kedua calon mempelai dalam lima perkara, yaitu
agamanya, nasab(keturunanya), kemerdekaanya, pekerjaanya(profesi), dan
kemudahan dalam harta(kekayaaan).21
Jika didapati dari salah satu calon mempelai memiliki satu dari lima
kategori di atas, maka kesamaan tersebut telah dianggap terpenuhi. Hal itu tidak
berpengaruh pada keabsahan atau sahnya akad nikah yang dilakukan. karena
sesungguhnya sekufu itu tidak termasuk syarat sah nikah, sebagaimana Nabi
memerintahkan Fatimah Binti Qaisuntuk menikah dengan Usamah bin Zaid, dan
Fatimah pun menikah denganya. Demikian yang dijelaskan dalam hadis riwayat
mutafaq alaih. Akan tetapi, kesamaan itu termasuk syarat penting untuk
menyempurnakan sebuah akad nikah saja.
Berdasarkan keterangan di atas, jika dikaitkan dengan tradisi uang seserahan
nikah yang dilakukan oleh masyarakat Kelurahan Sawangan Kecamatan
Sawangan Kota Depok, maka kemampuan seseorang dalam memberikan uang
Serahan nikah termasuk kategori kafaah dalam hal kekayaanya, maka bagi
seorang laki-laki yang akan menikah juga harus memperhatikan konsep
kafa‟ah ini. Masalah profesi/ Pekerjaan serta kemampuan pada dirinya(kekayaan)
21
Saleh Al Fauzan, Fiqih Sehari-hari, alih bahasa oleh: Abdul Hayyie
Al Kattani, Ahmad Ikhwani, Budiman Mustofa, (Jakarta: Gem Insani Press 2005), h. 652
67
atas segala kemungkinan yang akan diminta pada dirinya juga sangat penting
sebagai bahan pertimbangan sebelum meminang seorang wanita yang dicintainya.
Meskipun pada hakikatnya kafaah tidak dipandang dari segi ekonomi seseorang,
misalnya dilihat dari besarnya mahar wanita tersebut. Seandainya wanita itu
menyukai laki-laki yang akan menikahinya dan para walinya juga setuju, maka
dengan demikian mereka harus menerimanya atau meninggalkan yang lain.
Akan tetapi, kafaah hanyalah sebagai bahan pertimbangan saja bagi
seseorang yang akan menikah agar tidak mempengaruhi keharmonisan
keluarga dikemudian hari.
68
BAB V
KESIMPULAN
1. Ketentuan uang serahan nikah di Kelurahan Sawangan Kecamatan Sawangan
kota Depok, Penetapan ini dilakukan pada acara mufakat secara terpisah atau
juga sekaligus bersamaan dengan acara Lamaran antara kedua belah pihak
tetapi keputusan jumlah akhirya ada pada keluarga pihak perempuan. Apabila
dirasakan terlalu tinggi uang Seserahan tersebut boleh saja terjadi tawar
menawar tetapi tetap keputusan ada pada pihak wanita.
2. Penetapan uang Seserahan nikah ini biasanya dilakukan sebelum pernikahan
terjadi atau juga bersamaan pada saat pelamaran. Setelah adanya penetapan
jumlah uang Seserahan nikah tersebut maka dilanjutkan dengan penyerahan
uang Seserahan nikah. Karena memang sesuai dengan tujuan awal tadi
untuk biaya pesta pernikahan.
3. Menurut hukum islam penetapan uang serahan nikah bisa menjadi makruh jika
ada yang diberatkan atau sampai menunda pernikahan, karena dalam islam
masalah perkawinan tidak mempersulit, Disamping itu juga bagi pihak lak-
laki perlu juga memperhatikan unsur kafaah dalam pernikahan sebagai bahan
pertimbangan sebelum menikah untuk mencapai keluarga sakinah mawadah
warahmah
69
B. SARAN
1. Kepada masyarakat Kelurahan Sawangan Kecamatan Sawangan Kota
Depok, bahwasannya berkaitan dengan penetapan uang serahan nikah,
masyarakat bisa meninjau ulang kembali tentang tradisi yang selama ini
sudah dijalankan, apakah memberatkan salah satu pihak atau tidak. Jika
memberatkan, bisa dimusyawarahkan dengan pihak yang lain agar ada
titik temu antar kedua belah pihak sehingga pernikahan ini bisa dijalankan
atau diwujudkan.
2. Kepada Tokoh Agama, bahwasannya dengan peranan tokoh agama yang
begitu penting, perlu kiranya memberikan pemahaman yang lebih
mendalam tentang Rukun dan Syarat Pernikahan kepada masyarakat
kelurahan sawangan. Karena islam pada dasarnya tidak memberatkan
umatnya untuk menjalankan suatu ibadah.
3. Kepada seluruh orang tua untuk bisa lebih memahami arti penting dari
tujuan pernikahan. Karena proses pernikahan adalah awal dari tujuan
besar menciptakan keluarga sakinah mawadah warohmah dan
menciptakan generasi islam yang unggul. Sehingga ketika orang tua
sudah memahami hal tersebut, dipastikan tidak akan ada pihak yang di
beratkan, karena menikah itu pada dasarnya mudah dan murah.
Daftar Pustaka
Abdul Aziz dan Muhammad Azzam, Qawa‟id Fiqhiyyah, (Jakarta: Amzah, 2009).
Al Anshori, Abi Yahya Zakaria, Fatkhul Wahab, Juz I, Mesir, Dar Al-Fiqr.
Al Bassam, Abdullah bin Abdurrahman, Syarah Bulughul Maram, alih bahasa
oleh: Thahirin Suparta, M. Faisal, Adis Aldisar, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006).
Al Fauzan. Saleh, Fiqih Sehari-hari, alih bahasa oleh: Abdul Hayyie
Al Kattani, Ahmad Ikhwani, Budiman Mustofa, (Jakarta: Gem Insani Press
2005).
Al-Jaziri, Abdurrahman, Al-Fiqh Ala Madzhibil Arba‟ah, Juz IV, (Beirut: Dar Al-
Fikr, 1969).
Bulan Purnama Gold and Jawelry, Harga Emas dan Perak.
Bakar, Taqiyyudin Abi, Kifayatul Akhyar, Juz II, (Indonesia: Dar Al-Hayat Al
Kutub AlAraby).
Dahlan, Abd. Rahman, Ushul Fikih, (Jakarta: Amzah, 2011).
Depdiknas, kamus besar bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002),
Encik Zulkifli dan OK Nizami, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1996).
Ensiklopedi Islam, Jilid I, (Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 1999).
Ghazali, Abdul Rahman, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2010).
Ibnu Taimiyah, Majmu Fatawa tentang nikah, Terj. Abu Fahmi Hunaidi dan
Syamsuri an-Naba, (Surabaya: Islam Rahmatan Putra Azam, tth).
Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad Al Husaini, Kifayatul Akhyar
(Kelengkapan Orang Saleh), alih bahasa oleh: K.H Syarifuddin Anwar, K.H
Mishbah Musthafa, (Surabaya: Bina Iman, 2010).
KH. Ahmad Mudjab Mahalli, H. Ahmad Rodhi Hasbullah, Hadis-hadis Mutafaq
„Alaih (Bagian Munakahat dan Mu‟amalat).
Khalaf, Abdul Wahhab, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 1993).
Mubarak, Syaikh Faisal bin Abdul Aziz Alu, Syaikh Faisal bin Abdul Aziz,
Bustanul Ahbar Mukhtashar Nail al Authar.
Muhammad Jawad Mughniyah,al-Fiqh ‟ala al-madzahib al-Khomsah, terj.
Masykur, Afif Muhammad, Idrus al-Kaff, Fiqh Lima Madzhab, cet. 7, (Jakarta:
Lentera 2001).
Muslim, Sahih Muslim Juz 1
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Pusat Bahasa, 2008),, h. 1766, lihat juga Pater Salim, Yeni Salim,
Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakartra: Modern English Press Edisi
Ketiga 2002).
Saidi, Ridwan, Profil Orang Betawi, (Jakarta : Ganura Kaita).
Saputra Yahya Andi, “Upacara Daur Hidup Adat Betawi Pengantar: Ridwan
Saidi”, (Jakarta: Wedatama Widya Sastra, 2007).
Shihab, Quraish, al-Lubab Makna, tujuan dan pelajaran dari surah-surah al-
Qur‟an, cet I (Tangerang: Lentera Hati, 2012).
Shidiq. Sapiudin, Ushul Fikih, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011).
Slamet Abidin dan H. Aminuddin, Fiqh Munakahat I, cet I, (Bandung: CV.
Pustaka Setia, 1999).
Sukanto, Meninjau Hukum Adat Indonesia: Suatu Pengantar Untuk Mempelajari
Hukum Adat, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1996).
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta, Sinar Jaya, 2009).
Yasid, Abu, Fikih Keluarga, (Jakarta, Sinar Grafika:2009).
Syahabuddin Ahmad, Tuhfatul Muhjat Bisyarkil Minhaj, Juz IX, Beirut: Darul
Kutub al-Alamiah
Syafe‟i, Rachmat, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010).
Uwaidah, Syekh Kamil Muhammad, Fiqih Wanita, terj. Abdul Ghofur,
(Jakarta:Pusataka al-Kautsar).
Syarifudin, Amir, Ushul Fikih, (Jakarta: Zikarul Hakim, 2004).
Syarifuddin, Ushul Fiqh 2, (Jakarta: Logos, 2001).
Tri Wahyuning dan M. Irsyam, “Sejarah Depok 1950-1990an”, (Jakarta : Pustaka
Grup Indonesia, 2008).
Uman Caerul, Ushul Fiqih 1, (Bandung: Pustaka Setia, 1998).
Zahrah, Muhammad Abu, Ushul Fiqih.