penerapan hatha yoga dalam maintenance stress …

96
LITERATURE REVIEW PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS PADA LANSIA OLEH: NI WAYAN ANA SASTRA ANJANI NIM: 16.321.2581 PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKABALI DENPASAR 2020

Upload: others

Post on 26-Nov-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

LITERATURE REVIEW

PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE

STRESS PADA LANSIA

OLEH:

NI WAYAN ANA SASTRA ANJANI

NIM: 16.321.2581

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKABALI

DENPASAR

2020

Page 2: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

i

LITERATURE REVIEW

PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE

STRESS PADA LANSIA

Diajukan kepada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika Bali untuk memenuhi

salah satu persyaratan menyelesaikan Program Sarjana Keperawatan

OLEH:

NI WAYAN ANA SASTRA ANJANI

NIM: 16.321.2581

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKABALI

DENPASAR

2020

Page 3: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

ii

LEMBAR PERSETUJUAN

LITERATURE REVIEW

Nama : Ni Wayan Ana Sastra Anjani

NIM : 16.321.2581

Judul : Penerapan Hatha Yoga Dalam Maintenance Stres Pada Lansia

Program Studi : Keperawatan Program Sarjana STIKes Wira Medika Bali

Telah diperiksa dan disetujui untuk mengikuti ujian literature review.

Pembimbing I

Ns. Desak Made Ari Dwi Jayanti, S.Kep., M.Fis

NIK. 2.04.11.505

Denpasar, Mei 2020

Pembimbing II

Ns. A. A. Istri Dalem Hana Yundari, S.Kep., M.Kep

NIK. 2.011.6841

Page 4: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

iii

Page 5: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

berkat rahmat-Nya, peneliti dapat menyelesaikan literature review yang berjudul

“Penerapan Hatha Yoga dalam Maintenance Stres Pada Lansia” tepat pada

waktunya.

Literature review ini disusun dalam rangka pengganti skripsi karena

pandemic Covid-19 untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan pada Program

Studi Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika Bali.

Pada proses penyusunan literature review ini, peneliti banyak mendapat

bimbingan dan bantuan sejak awal sampai terselesaikannya literature review ini,

untuk itu dengan segala hormat dan kerendahan hati, peneliti menyampaikan

penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Drs. I Dewa Agung Ketut Sudarsana, MM selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Wira Medika Bali.

2. Ns. Ni Luh Putu Dewi Puspawati, S.Kep., M.Kep selaku Ketua Program Studi

Keperawatan Program Sarjana STIKes Wira Medika Bali.

3. Ns. Desak Made Ari Dwi Jayanti S.Kep., M.Fis selaku pembimbing I yang

telah memberikan bimbingan dalam penyelesaian literature review ini.

4. Ns. A. A. Istri Dalem Hana Yundari, S.Kep., M.Kep selaku pembimbing II

yang telah memberikan bimbingan dalam penyelesaian literature review ini.

5. Keluarga tercinta terutama orang tua atas segala doa, cinta dan kasih sayang

serta memberikan dukungan moral dan materiil dalam penyelesaian literature

review ini.

6. Teman-teman mahasiswa di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika

Bali khususnya Angkatan A10-C dan semua pihak yang peneliti tidak dapat

disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyusunan literature

review ini.

Semoga Tuhan senantiasa memberikan balasan dan rahmat karunia-Nya atas

budi baik yang telah diberikan dan semoga literature review ini dapat

dilaksanakan dan bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan.

Page 6: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

v

Peneliti mengharapkan kritik dan saran bersifat konstruktif dari para pembaca

demi kesempurnaan dalam penyusunan literature review ini.

Denpasar, Mei 2020

Peneliti

Ni Wayan Ana Sastra Anjani

Page 7: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

vi

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ..................................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iii

KATA PENGANTAR ...................................................................................... iv

DAFTAR ISI ..................................................................................................... vi

DAFTAR TABEL ............................................................................................. vii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... viii

ABSTRAK ......................................................................................................... 1

PENDAHULUAN ............................................................................................. 2

1. Latar Belakang Masalah.......................................................................... 2

2. Tujuan .................................................................................................... 4

METODE ........................................................................................................... 4

HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 5

1. Hasil Review Artikel ............................................................................... 5

2. Pembahasan ............................................................................................. 9

KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 10

1. Kesimpulan ............................................................................................. 10

2. Saran ....................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 11

LAMPIRAN

Page 8: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Hasil Review Artikel ......................................................................... 5

Page 9: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Bukti Bimbingan

Lampiran 2 : Jurnal

Page 10: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

1

PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE

STRESS PADA LANSIA

Application Of Hatha Yoga In Maintenance Stress

In Elderly

Ni Wayan Ana Sastra Anjani1, Ns. Desak Made Ari Dwi Jayanti S.Kep., M.Fis

2,

Ns. A. A. Istri Dalem Hana Yundari, S.Kep., M.Kep3

123Program Studi Keperawatan Program Sarjana STIKes Wira Medika Bali

Email : [email protected]

ABSTRAK

Latar belakang: Stres adalah suatu ketidakseimbangan diri atau jiwa dan

realitas kehidupan setiap hari yang tidak dapat dihindari atau perubahan yang

memerlukan penyesuaian. Stres dapat menimbulkan tuntutan yang besar pada

seseorang, dan jika seseorang tersebut tidak dapat mengadaptasi, maka dapat

terjadi penyakit. Stres dapat diatasi dengan terapi farmakologis dan terapi non

farmakologis, terapi non farmakologis salah satunya dengan melakukan Hatha

yoga Tujuan: literature review ini bertujuan untuk menganalisa penerapan

Hatha Yoga dalam maintenance stress lansia. Metode: Penulisan literature review

ini adalah dengan pengumpulan beberapa artikel dari penelusuran internet

database google scholar melalui advanced search yang telah dipublikasi secara

online dengan kata kunci Hatha yoga, tingkat stres, lansia. Dari beberapa artikel

yang diperoleh 8 artikel yang sesuai melalui analisis tujuan. Jurnal yang diambil

merupakan original article sehingga data yang disajikan lengkap dan

memudahkan dalam penelahaan penelitian. Hasil: Dari hasil analisis beberapa

jurnal menunjukkan adanya pengaruh hatha yoga dalam menurunkan tingkat

stress lansia. Kesimpulan: Latihan hatha yoga jangka panjang secara teratur akan

memberikan manfaat bagi kesehatan dan lebih dapat menurunkan stress yang

lebih signifikan

Kata Kunci : Hatha Yoga, Tingkat Stres, Lansia.

ABSTRACT

Background: Stress is an imbalance of self or soul and the daily reality of

life that cannot be avoided or changes that require adjustment. Stress can create a

great demand on someone, and if someone cannot adapt, illness can occur. Stress

can be overcome with pharmacological therapy and non-pharmacological

therapy, one of which is to conduct Hatha yoga. Objective: this literature review

aims to analyze the application of Hatha Yoga in the maintenance of elderly

stress. Method: Writing this review literature is by collecting a number of articles from the internet search google scholar database through an advanced search

that has been published online with the keywords Hatha yoga, stress level,

Page 11: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

2

elderly. From several articles obtained 8 articles which are suitable through

purpose analysis. The journal taken is an original article so that the data

presented is complete and makes it easy to study research. Results: From the

results of the analysis of several journals, there was an influence of hatha yoga in

reducing the stress level of the elderly. Conclusion: Long-term practice of Hatha

yoga regularly will provide health benefits and can reduce stress more

significantly

Keywords: Hatha Yoga, Stress Level, Elderly.

Page 12: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

3

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Lanjut usia adalah kelompok manusia yang berusia 60 tahun ke atas. Pada

lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk

memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara

perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki

kerusakan yang terjadi. (Sunaryo, dkk, 2016). Menurut Depkes RI (2013), lanjut

usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas, yang diklasifikasikan

dalam beberapa kategori yaitu yang pertama pralansia, yaitu seseorang yang

berusia antara 45-59 tahun, kedua lansia, yaitu seseorang yang berusia 60-69

tahun, ketiga lansia resiko tinggi, yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih

dengan masalah kesehatan.

Badan Pusat Statistik (2019), dalam waktu hampir lima dekade, persentase

lansia Indonesia meningkat sekitar dua kali lipat (1971-2019), yakni menjadi

9,5% (25 juta-an) dimana lansia perempuan sekitar 1% lebih banyak

dibandingkan lansia laki-laki yaitu 10,10% berbanding 9,10% .Lansia yang ada di

seluruh Indonesia, lansia muda (60-69 tahun) jauh mendominasi dengan besaran

yang mencapai 63,82 %, selanjutnya diikuti oleh lansia madya (70-79 tahun) dan

lansia tua (80 tahun ke atas) dengan besaran masing-masing 27,68% dan 8,50%.

Pada tahun ini sudah ada lima provinsi yang memiliki struktur penduduk tua

dimana penduduk lansianya sudah mencapai 10%, yaitu: DI Yogyakarta

(14,50%), Jawa Tengah (13,36%), Jawa Timur (12,96%), Bali (11,30%), dan

Sulawesi Barat (11,15%).

Masalah psikososial yang paling banyak terjadi pada lansia adalah stress

(Tamher & Noorkasiani, 2009). Insidensi stres di Indonesia pada tahun 2008

tercatat sebesar 10% pada lansia dari total penduduk Indonesia. Menurut Stanlay

(2007), walaupun tinggal dengan keluarga masih terdapat 10-15% lansia yang

mengalami stres. Penelitian Raden (2015) menunjukan tingkat stres yang tinggi

pada lanjut usia, dengan 21,25% menunjukan keluhan berat dan 18,75%

menunjukan keluhan sedang. Nussbaum (1998) melaporkan bahwa kelaziman

stres adalah antara 2% sampai 8% bagi warga lansia yang tinggal di komunitas.

Skala ini meningkat sampai 10% bagi warga lansia di lembaga perawatan

kesehatan dan 15% bagi warga lansia di panti jompo atau perawat intensif. Skala

lazim tentang stres diantara warga lansia secara konsisten antara 18% dan

40%.

Hasil penelitian yang dilakukan Sari,dkk (2015), menunjukkan bahwa

tingkat stress pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Jara Mara Pati di

Singaraja yang ikut dalam penelitian 36 responden, sebanyak 24 responden

(66,7%) mengalami tingkat stress ringan dan 12 responden (33,3%) mengalami

tingkat stress sedang. Hasil penelitian yang dilakukan Khaidir&Nora (2017) juga

menunjukkan bahwa tingkat stress pada lansia di Panti Jompo Kota Lhokseumawe

memiliki tingkat stress sedang sebanyak 25 orang (45,4%), diikuti tingkat stress

ringan sebanyak 14 orang (25,4%), dan stress berat sebanyak 8 orang (14,5%).

Hal ini menunjukkan bahwa lansia yang berada di Panti jompo mengalami tingkat

stress yang cukup tinggi.

Page 13: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

4

Stres adalah suatu ketidakseimbangan diri atau jiwa dan realitas kehidupan

setiap hari yang tidak dapat dihindari atau perubahan yang memerlukan

penyesuaian. Sering dianggap sebagai kejadian atau perubahan negatif yang dapat

menimbulkan stress seperti cedera, sakit atau kematian orang yang dicintai.

Perubahan positif juga dapat menimbulkan stress seperti naik pangkat,

perkawinan, dan jatuh cinta. Stress terjadi jika orang dihadapkan dengan peristiwa

yang dirasakan sebagai ancaman fisik atau psikologisnya (Mubarak, 2015). Stres

yang berkepanjangan dapat berdampak buruk bagi kesehatan lansia.

Menurut Potter & Perry (2005), stres dapat menimbulkan tuntutan

yang besar pada seseorang, dan jika seseorang tersebut tidak dapat mengadaptasi,

maka dapat terjadi penyakit. Stres dapat menyebabkan aktivitas hipotalamus

yang selanjutnya mengendalikan dua sistem neuroendokrin, yaitu sistem

simpatis dan sistem korteks adrenal yang dapat menimbulkan berbagai

dampak seperti gangguan pernafasan akibat spasme jalan napas, jantung

berdebar-debar, pembuluh darah menyempit (conctriction), peningkatan kadar

glukosa darah, serta dapat mengakibatkan depresi sistem imun sehingga

lansia yang mengalami stres mudah terserang penyakit. Stres dapat diatasi dengan

terapi farmakologis dan terapi non farmakologis. Terapi farmakologis

penangangan stress berupa obat anti depresan dan anti cemas golongan

benzodiazepam seperti alprazolam, yang dalam penerapannya menyebabkan

ketergantungan yang cukup besar. Terapi non farmakologis penanganan stress

yaiu antara lain jalan kaki, senam dan salah satunya adalah melakukan Yoga (Sari,

dkk, 2015).

Yoga telah berkembang menjadi salah satu sistem kesehatan yang

komprehensif dan menyeluruh. Yoga juga dapat diartikan sebagai sebuah proses

menyatukan antara tubuh, pikiran, perasaan dan aspek spiritual dalam diri

manusia. Pemilihan jenis aktvitas fisik bagi lansia disesuaikan dengan

kemampuan tubuh dari lansia itu sendiri. Yoga merupakan altenatif saerobik yang

menarik karena latihannya memerlukan sedikit ruangan, tidak memerlukan

peralatan dalam latihannya dan tidak memiliki efek samping yang berbahaya.

Yoga juga memiliki keunggulan dari olahraga lainnya yaitu gerakan yoga yang

lembut, cenderung menghindari gerakan otot yang tiba-tiba dan terlalu keras

sehingga sangat baik dilakukan oleh lansia dan efek utama dari melakukan yoga

yaitu mental, tidak ada kelelahan asam laktat, bentuk otot yang terilekskan setelah

sebuah gerakan dari yoga dan otot akan menjadi rileks secara penuh (Gothe NP,

2014)

Hatha yoga saat ini merupakan aliran yang paling popular dibanding aliran

yoga lainnya (Kinasih, 2010). Hatha yoga adalah bentuk paling umum

dipraktikkan di Amerika Utara dan melibatkan praktik postur fisik dalam

hubunganya dengan kesadaran napas untuk membantu mengembangkan fookus

mental untuk menghubungkan pikiran, tubuh dan jiwa. Hatha yoga membutuhkan

upaya yang fokus dalam bergerak melalui posisi mengendalikan tubuh dan

bernapas dengan kecepatan tetap. Latihan pernapasan dan meditasi dilakukan untuk menenangkan dan memfokuskan pikiran dan kesadaran diri yang lebih

besar (Gothe NP, 2014). Hatha yoga juga dapat meningkatkan konsentrasi dan

menenangkan pikiran terhadap masalah yang dihadapi (stress) (Sindhu, 2013).

Page 14: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

5

Berdasarkan uraian tersebut, penulis ingin melakukan telaah literature

lebih lanjut mengenai Penerapan Hatha Yoga Dalam Maintenance Stres Lansia.

2. Tujuan

Penyusunan literature ini bertujuan untuk mereview literature terkait

penerapan Hatha Yoga dalam maintenance stress pada lansia.

METODE

Metode yang digunakan dalam literature review ini menggunakan strategi

secara komprehensif, seperti pencarian artikel dalam database jurnal penelitian,

pencarian melalui internet, tinjauan ulang artikel. Pencarian database yang

digunakan meliputi ProQuest, SciVerse ScienceDirect, Scopus, Cohcrane library,

EBSCOhost, ClinicalKey, Sage Publications yang dipublikasikan secara online.

Kata kunci yang digunakan dalam pencarian artikel yaitu Hatha yoga, tingkat

stres, lansia. Terdapat 8 artikel yang diperoleh sesuai dengan kriteria yaitu 3 jurnal

internasional dan 5 jurnal nasional. Semua artikel dianalisis melalui analisis

tujuan kesesuaian topik, metode penelitian yang digunakan, ukuran sampel, etik

penelitian, hasil dari setiap artikel, serta keterbatasan yang terjadi. Jurnal yang

diambil merupakan original article sehingga data yang disajikan lengkap dan

memudahkan dalam penelahaan penelitian.

Page 15: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Review Artikel

Tabel 1.

Artikel Review

Peneliti Judul Tujuan Karakteristik

Sampel

Metodelogi

Penelitian

Hasil

Khaidir, Nora

(2017)

Gambaran Tingkat

Stress Pada Lansia Di

Panti Jompo Kota

Lhokseumawe Tahun

2017

Mengetahui

gambaran tingkat

stress pada lansia

di panti jompo

kota

lhokseumawe

tahun 2017

Sampel dalam

penelitian ini

adalah lansia yang

berada di panti

jompo Darusaa‟dah

dan An-nur di kota

Lhoeksuemawe

sebanyak 55 orang

Metode

kuantitatif

deskriptif

Hasil dari penelitian memperlihatkan

bahwa tingkat stress paling tinggi adalah

tingkat stress sedang yaitu sebanyak 25

orang (45,4%), diikuti stress ringan

sebanyak 14 orang (25,4%) dan stress

berat sebanyak 8 orang (14,5%).

Selo, dkk

(2017)

Perbedaan Tingkat

Stress Pada Lansia Di

Dalam Dan Di Luar

Panti Werdha

Pangesti Lawang

Mengetahui

perbedaan tingkat

stress pada lansia

di dalam dan di

Luar Panti Wedha

Pangesti Lawang

Sampel dalam

penelitian ini

adalah lansia yang

berusia 60 tahun ke

atas, lansia yang

bertempat tinggal

di kelurahan

Tlogomas RT 05-

06 yang tinggal

bersama keluarga

dan lansia yang

tinggal di Panti

Werdha Pang Esti

Lawing

Metode

kuantitatif

simple random

sampling

Penelitian ini menggunakan sampel

sebanyak 21 lansia yang tinggal diluar

panti dan sebanyak 27 lansia yang

tinggal dipanti dan hasil dari penelitian

yang dilakukan didapatkan kurang dari

separuh (40,7%) responden mengalami

tingkat stress sedang didalam panti

werdha dan kurang dari separuh (47,6

%) responden tidak mengalami stress

diluar pantoi werdha, sedangkan hasil uji

independent sample t-test membuktikan

“ada perbedaan tingkat stress lansia di

dalam dan diluar panti dengan p-value =

(0,001) < (0,050).

Page 16: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

7

Wardani,

(2015)

Pengaruh Hatha

Yoga Terhadap

Tingkat Stress Pada

Wanita Di Dusun

Karang Tengah

Sleman Yogyakarta

Mengetahui

pengaruh latihan

hatha yoga

terhadap tingkat

stress pada wanita

di dusun karang

tengah sleman

Yogyakarta

Sampel dalam

penelitian ini

adalah semua

wanita usia 30-50

tahun di dusun

karang tengah yang

berjumlah 123

orang

Metode

kuantitatif quasi

eksperimen

Penelitian ini menggunakan sampel

berdasarkan usia yaitu 45-50 pada

kelompok intervesi sebanyak 7 orang

(41,2%) dan kelompok kontrol sebanyak

9 orang (52,9%). Dari hasil penelitian

yang dilakukan menunjukkan adanya

perbedaan antara yang melakukan

latihan hatha yoga dengan yang tidak

melakukan pada kelompok intervensi

dengan kelompok kontrol ditunjukkan

dengan hasil nilai p=0,002

Kaunang, dkk

(2019)

Gambaran Tingkat

Stress Pada Lansia Q

Journal for Quality

in Public Health

ISSN: 2614-4913

(Print), 2614-4921

(Online)

Vol. 2, No. 2, May

160

Mengetahui

gambaran tingkat

stress pada lansia

di balai

penyantunan

sosial lanjut usia

terlantar senja

cerah

Sampel yang

digunakan yaitu

lansia yang berada

di balai

penyantunan sosial

lanjut usia terlantar

senja cerah

sebnayak 51 lansia

Metode

kuantitatif

deskriptif

Hasil dari penelitian ini dari 51 lansia,

sebanyak 47 lansia (92,2%) mengalami

stress fisik ringan dan 43 lansia (84,3%)

mengalami stress psikologis ringan

Santoso, tjhin

(2018)

Perbandingan

Tingkat Stress Pada

Lansia Di Panti

Werdha Dan Di

Keluarga

Mengetahui

perbandingan

tingkat stress pada

lansia di panti

wedha dan

dikeluarga

Sampel yang

digunakan dalam

penelitian ini

adalah lansia yang

berada di panti

sosial tresna

werdha budi mulia

2, cengkareng barat

sebanyak 72 lansia

dan lansia yang

tinggal bersama

keluarga sebanyak

72 lansia

Metode

kuantitatif

deskriptif

komparatif

Dari hasil penelitian yang dilakukan

rata-rata usia lansia yang tinggal dipati

adalah 68,81 + 6,72 dan yang di

keluarga 67,79 + 3,43. Tidak terdapat

perbedaan bermakna pada tingkat stress

lansia ditinjau dari segi usia (p=0,102)

dan jenis kelamin (p=0,598). Terdapat

perbedaan bermakna pada tingkat stress

lansia berdasarkan tingkat pendidikan

(p=0,000), status perkawinan (p=0,000),

riwayat penyakit (p=0,039) dan lokasi

tempat tinggal (p=0,000)

Page 17: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

8

Huang, dkk

(2013)

Effect of Hatha Yoga

on Stress in Middle-

Aged Woman

Penelitian ini

menyelidiki

efektivitas

komparatif dari

kelas yoga Hatha

90 menit tunggal

dan kursus 8

minggu, 90 menit

kelas per minggu.

Sampel pada

penelitia ini yaitu

63 warga

komunitas

perempuan di New

Teipe yang berusia

40-60 tahun

Metode

kuantitatif quasi

experimental

Hasil dari penelitian ini Setelah satu

kelas 90 menit yoga Hatha, skor PSS

kelompok eksperimen secara signifikan

lebih kecil daripada kelompok kontrol (p

= 0,001). Meskipun kelompok

eksperimen HRV (norma frekuensi

rendah dan frekuensi tinggi) telah

membaik, perubahan ini tidak signifikan

secara statistik (p = 0,059). Skor PSS

untuk kelas 90-menit minimum dan 8

minggu tidak tentu tidak berbeda secara

signifikan (p = .157) dan HRV statistik

signifikan (p = .005). Persamaan

estimasi umum menganalisis perubahan

dalam efektivitas dari waktu ke waktu

pengurangan stres (HRV dan PSS)

setelah intervensi yoga Hatha. Hasil

penelitian menunjukkan HRV dan PSS

postintervensi dari kelompok

eksperimen menurun secara signifikan

(p <0,001) lebih dari kelompok kontrol.

Oron, G, dkk

(2015)

A prospective study

using Hatha yoga for

stress reduction

among woman

waiting for IVF

treatment

Untuk mengetahui

efek hatha yoga

pada pasien IVF

yang mengalami

stress

Semua pasien

wanita, antara usia

21 dan 42 tahun,

dijadwalkan untuk

memulai siklus

IVF

Metode

kuantitatif

Hasil penelitian menunjukkan pada skala

dari 1 hingga 5 dengan 1 tidak terpenuhi

dan 5 sepenuhnya terpenuhi, tingkat

kepuasan keseluruhan tinggi, dengan

skor rata-rata rata-rata 4,6 ± 0,6. Pasien

melaporkan 'merasa lebih santai' sebagai

hasil dari program, dengan skor rata-rata

4,3 ± 0,7; dan 'merasa lebih bisa

mengendalikan perasaan', dengan skor

rata-rata 4,9 ± 0,2

Page 18: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

9

Sarubin, N,

dkk (2014)

The influence of

Hatha yoga as an

add-on treatment in

major depression on

hypothalamic-

pituarity-adrenal-

axis activity: A

randomized trial

Untuk mengetahui

pengaruh hatha

yoga sebagai

tambahan dalam

perawatan depresi

Sampel yang

digunakan terdiri

dari 60 pasien dan

yang menderita

depresi

Metode

kuantitatif

deskriptif

Hasil penelitian menunjukkan

peningkatan parsial sekresi COR selama

DEX / CRH test setelah satu minggu

terapi pada pasien yang menerima

perawatan yoga sementara ada

pengurangan parsial setelah lima minggu

yoga. dalam kelompok kontrol

penurunan bertahap nilai-nilai COR

AUC dari minggu 0 hingga minggu 5

dapat diamati, yang menunjukkan bahwa

terapi yoga menyebabkan penurunan

sekresi COR secara berturut-turut.

Page 19: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

10

2. Pembahasan

Menurut Indriana, dkk (2010), Stres pada lansia dapat didefinisikan

sebagai tekanan yang diakibatkan oleh stressor berupa perubahan-perubahan yang

menuntut adanya penyesuaian dari lansia. Tingkat stress pada lansia berarti pula

tinggi rendahnya tekanan yang dirasakan atau dialami oleh lansia sebagai akibat

dari stressor berupa perubahan-perubahan baik fisik, mental, maupun sosial dalam

kehidupan yang dialami lansia. Adapun perubahan fisik yang menjadi indikator

penentu tingkat stress individu, dalam hal ini lansia antara lain: panas, dingin,

nyeri, masuknya organisme, trauma fisik, kesulitan eliminasi, dan kekurangan

makan. Perubahan mental atau psikologis yang menjadi indikator antara lain:

kritik yang tidak dapat dibenarkan, kehilangan, ketakutan, serta krisis situasi.

Sedangkan perubahan sosial sebagai stressor dan penentu tingkat stress pada

lansia antara lain: isolasi atau diasingkan, status sosial atau ekonomi, perubahan

temapt tinggal atau tempat kerja, dan bertambahnya anggota keluarga.

Hasil penelitian Santoso, Tjhin (2018), menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan bermakna pada tingkat stress lansia yang tinggal di Panti Werdha dan

di keluarga. Lansia yang tinggal di Panti Werdha cenderung mengalami stress

berat sedangkan lansia yang tinggal bersama keluarga cenderung mengalami

stress ringan. Hasil ini mendukung penelitian Selo, dkk (2017), yang

menunjukkan hasil dari analisis yang menggunakan uji independent sample t-test

membuktika bahwa p value = (0,001) < (0,050) yang artinya “ada perbedaan

tingkat stress pada lansia di dalam dan di luar Panti Wedha Pangesti Lawang”.

Sehingga dapat di pahami terdapat perbedaan tingkat stress pada lansia yang

tinggal di dalam dan di luar Panti.

Menurut Kaunang, dkk (2019), Dampak stress umumnya yang jika tidak

diatasi oleh lansia dapat menyebabkan lansia mengalami kemunduran fisik dan

juga menyebabkan aktivitas hipotalamus yang selanjutnya mengendalikan dua

sistem neuroendokrin, yaitu sistem simpatis dan sistem korteks adrenal yang

dapat menimbulkan berbagai dampak seperti gangguan pernafasan akibat

spasme jalan napas, jantung berdebar-debar, pembuluh darah menyempit

(conctriction), peningkatan kadar glukosa darah, serta dapat mengakibatkan

depresi sistem imun sehingga lansia yang mengalami stres mudah terserang

penyakit.

Cara mengendalikan stress yang bisa dilakukan oleh lansia dengan

melakukan istirahat yang cukup, mengungkapkan perasaan dengan teman dipanti

yang bisa dipercayai, bersikap positif dan melakukan aktivitas fisik seperti Hatha

yoga. Hatha yoga merupakan bentuk yoga yang paling umum dipraktikkan di

Amerika Utara dan melibatkan praktik postur fisik dalam hubungannya dengan

kesadaran napas untuk membantu mengembangkan fokus mental untuk

menghubungkan fikiran, tubuh dan jiwa (Sindhu, 2013).

Hasil penelitian Huang, dkk (2013), menunjukkan bahwa rasio LF / HF

dan PSS menurun secara signifikan pada peserta setelah satu kelas 90 menit yoga

Hatha. Ini menunjukkan intervensi yoga tunggal dapat efektif untuk stres, sebuah temuan yang mirip dengan penelitian sebelumnya seperti Satyapriya, (2009), yang

menunjukkan efektifitas 60 menit komprehensif yang dilakukan pada wanita yang

hamil 18-20 minggu, dan West et al, (2004), yang melaporkan pengurangan stres

Page 20: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

11

yang dirasakan di antara 69 mahasiswa universitas yang sehat yang berpartisipasi

dalam kelas yoga Hatha selama 90 menit.

Hasil penelitian Sarubin, PA, dkk (2014), menunjukkan bahwa

peningkatan parsial sekresi COR selama DEX/CRH test setelah satu minggu

terapi pada pasien yang menerima perawatan yoga sementara ada pengurangan

parsial setelah lima minggu yoga. Kelompok kontrol penurunan bertahap nilai-

nilai COR AUC dari minggu 0 hingga minggu 5 dapat diamati, yang

menunjukkan bahwa terapi yoga menyebabkan penurunan sekresi COR secara

berturut-turut.

Hasil penelitian Wardani (2015), yaitu dengan memberikan latihan Hatha

yoga terhadap tingkat stress pada wanita sebelum dan sesudah perlakuan selama 6

hari dan didapatkan bahwa sebelum dan setelah diberikan Hatha Yoga terdapat

penurunan nilai tingkat stress, untuk mengetahui lebih jauh signifikan pengaruh

latihan Hatha yoga terhadap tingkat stress pada wanita maka dilakukan analisis

data dengan uji statistik dengan menggunakan uji Wilcoxon. Hasil uji Wilcoxon

didapatkan nilai z terbesar -3.127a

dengan nilai signifikan (p) 0, 002 sehingga

dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh latihan Hatha Yoga terhadap tingkat stress

wanita selama 6 hari berturut-turut.

SIMPULAN DAN SARAN

1. Simpulan

Melakukan latihan hatha yoga jangka panjang secara teratur akan

memberikan manfaat bagi kesehatan dan lebih dapat menurunkan stress yang

lebih signifikan pada lansia yang mengalami stress.

2. Saran

Berdasarkan hasil dari review jurnal didapatkan beberapa saran antara lain

sebagai berikut:

1) Bagi Lansia

Hasil dari literature review ini sebagai acuan dasar yang digunakan untuk

mengatasi stress pada lansia yaitu dengan cara mempraktekkan secara rutin

gerakan hatha yoga.

2) Bagi Pihak Panti

Diharapkan pihak panti mendapatkan informasi yang benar tentang bagaimana

cara mengatasi tingkat stress dengan melakukan latihan hatha yoga dan

menambah kegiatan aktivitas fisik yag dilakukan seperti dua minggu sekali.

Page 21: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

12

DAFTAR PUSTAKA

Azizah, Lilik M. 2011. Perawatan Lanjut Usia. Surabaya: Graha Ilmu

Badan Pusat Statistik. Statistik Penduduk Lanjut Usia tahun 2019 (online).

Available:

https://www.bps.go.id/publication/2019/12/20/ab17e75dbe630e05110ae53b/st

atistik-penduduk-lanjut-usia-2019.html diaskes pada tanggal 15 Januari 2020

Depkes RI. 2013. Profil Kesehatan Indonesia 2013. Direktorat Jendral PPM dan

PI.Jakarta (online). Available http://repository.usu.ac.id/bitstrem/profil-

kesehatanindonesia/Reference.pdf (diakses tanggal 5 januari 2020)

Dinas Kesehatan Provinsi Bali. 2018. Profil Penduduk Lansia di Bali. Bali: Data

dan Program.

Gothe NP, Krame AF, McAuley E. 2014. The Effect Of An 8-Week Hatha Yoga

Intervention On Executive Function In Older Adults. J Gerontol A Bio Sci

Med Sci 69(9):1109-16.

Health and Safety Executive. 2015 . Work Related Stress, Anxiety and Depression

Statistics in Great Britain. Available: http://www.hse.gov. (7 Januari 2020).

Huang, F., Chien, D., Chung, U. 2013. Effects Of Hatha Yoga On Stres In Middle-

Aged Woman. National Taipei University Of Nursing And Health Sciences.

Indriana. Y, Kristiana. F. I., Sonda. A. A., Intanirian. A. 2015. Tingkat Stres

Lansia Di Panti Werdha “Pucang Gading” Semarang. Fakultas Psikologi

Unriversitas Diponegoro.

Kaunang, D. I,. Buanasari. A,. Kallo. V. 2019. Gambaran Tingkat Stres Pada

Lansia. Progam Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas

Sam Ratulangi.

Kemkes RI, 2015. Pembinaan Kesehatan Olahraga Di Indonesia. Available:

https://www.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin_ol

ahraga.pdf. (10 Januari 2020)

Khaidir & Nora.2017. Gambaran Tingkat Stres Pada Lansia Di Panti Jompo

Kota Lhokseumawe. Lhokseumawe: Program Studi Kedokteran Fakultas

Kedokteran Universitas Malikussaleh.

Kinasih, AS. 2010. Pengaruh Latihan Yoga Terhadap Peningkatan Kualitas

Hidup. Fakultas Psikologi Universitas: Gajah Mada. Vol. 18 No. 1, 2010: ISN:

0854-7108.

Page 22: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

13

Mubarak, W. I., Chayatin N., dan Bambang A. S. 2015.Buku Ajar Keperawata

Dasar.Jakarta: Salemba Medika.

Oron, G, Allnut, E, Lackman, T, Tamar, SA, Hananel Holzer, Takefman, J. 2015.

A prospective study using Hatha yoga for stress reduction among woman

waiting for IVF treatment. Department of obstetric and Gynecology, McGill

University, Montreal, Quebec H3A1A1. Canada

Santoso, E & Tjhin, P. 2018. Perbandingan Tingkat Stres Pada Lansia Di Panti

Werdha Dan Di Keluarga. Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran

Universitas Trisakti.

Sari. A. R, Utami, SA, Suarnata, K. 2015. Pengaruh Senam Otak Terhadap

Tingkat Stres Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Jara Mara Pati

Singaraja. Singaraja: Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana.

Sarubin, N, Nothdurfter, C, Schule, C, Lieb, M, Uhr, M, Born, C. 2014. The

influence of Hatha yoga as an add-on treatment in major depression on

hypothalamic-pituarity-adrenal-axis activity: A randomized trial. Department

of Psychiatry and Psychoteraty. University Regensburg. Germany

Sindhu, P. 2013. Hidup Sehat dan Seimbang dengan Yoga. Bandung: PT. Mizan

Pustaka.

Selo, J, Candrawati, E, Putri, MR. 2017. Perbedaan Tingkat Stres Pada Lansia Di

Dalam Dan Di Luar Panti Werdha Pangesti Lawang. Program Studi Ilmu

Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Tribhuwana Tunggadewi

Malang.

Sunaryo, Wijayanti, R, Kuhu, M, M, Sumedi, T, Widyanti D, E, Sukrillah, A, U,

Riyadi, S, Kuswati, A. 2016. Asuhan Keperawatan Gerontik Yogyakarta:CV

Andi Offset.

Wardani, T. P. 2015. Pengaruh Latihan Hatha Yoga Terhadap Tingkat Stres Pada

Wanita Di Dusun Karang Tengah Sleman Yogyakarta. Yogyakarta: Program

Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan „Aisyiyah.

Page 23: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …
Page 24: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

GAMBARAN TINGKAT STRES PADA LANSIA DI PANTI JOMPO KOTA

LHOKSEUMAWE TAHUN 2017

Khaidir1*

, Nora Maulina2

1Program Studi Kedokteran fakultas Kedokteran universitas Malikussaleh

2Bagian Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh

*Corresponding author : [email protected]

Abstrak

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Apabila

seseorang memasuki masa usia lanjut, terjadi berbagai perubahan baik yang bersifat

fisik, mental, maupun sosial. Perubahan-perubahan tersebut akan menempatkan individu usia

ini pada posisi serba salah yang akhirnya hanya menjadi sumber akumulasi stres dan frustasi belaka. Stres dapat menyerang semua orang, baik anak-anak, orang dewasa maupun lanjut

usia (lansia). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat stres pada lansia di

panti jompo kota lhokseumawe tahun 2017. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan croos sectional dengan tekhnik pengambilan sampel menggunakan metode total

sampling. Jumlah sampel yang diambil sebnyak 55 responden. Hasil dari penelitian ini

memperlihatkan bahwa tingkat stres paling tinggi adalah tingkat stres sedang yaitu sebanyak 25 orang (45,4%), tingkat depresi paling tinggi yaitu depresi sedang sebanyak 25 orang

(45,4%), tingkat kecemasan tertinggi yaitu normal sebanyak 19 orang (34,5), didapatkan juga

usia terbanyak yaitu usia 60-74 sebanyak 31 orang (56,3%), didapatkan juga lansia dengan

jenis kelamin terbanyak adalah perempuan sebanyak 34 orang (61,9%), didapatkan juga lansia terbanyak berpendidikan dasar (SD/SMP) yaitu sebanyak 40 orang (72,8%). Kata Kunci : Tingkat stres lansia; Usia; Jenis kelamin; Pendidikan

Description Stress Level of Elderly at Nursing Home Lhokseumawe in 2017

Abstract

Aging or getting old is a condition that occur in human life. When human enters the elderly, they

will getting various change both physically, mental and social. The changes will make the elderly

in wrong position and finally its only make the accumulation of stress and frustation. Stress can

attack every one, both children, adult and the elderly. This research aims to know the description

of stress levels in the elderly at Nursing Home Lhokseumawe on 2017. This type of research

is descriptive with cross sectional approach and sampling technique using total sampling

method. The samples taken to 55 respondents. The results of this study describe that the

highest stress level is moderate stress as many as 25 respondents (45,4%), the highest

depression level is moderate depression as many as 25 respondents (45,4%), the highest

worry level is normal as many as 19 respondents (34,5%), with the age of most respondents is

the age of 60-74 years as many as 31 respondents (56,3%), with the most sex of respondents

being women as many as 34 respondents (61,9%), with most respondents education is primary

school (SD/SMP) as many as 40 respondents (72,8 %). Keywords : Stress levels of the elderly; Age; Sex; Education

Jurnal Averrous Vol.4 No.1 2018

Page 25: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

PENDAHULUAN

Penduduk lanjut usia di dunia pada tahun 2012 mencapai 680 juta jiwa dan yang

mengalami stres sekitar 32% 1. Penduduk lanjut usia di atas 65 tahun pada tahun 2000 di Swedia

ada 17,4%, Belgia 16,4%, Inggris 16%, Jerman 15,9% dan Denmark 15,2% 2. Penduduk di

sebelas negara kawasan Asia Tenggara yang berusia di atas 60 tahun berjumlah 124 juta orang

dan diperkirakan akan terus meningkat sehingga tiga kali lipat di tahun 20501.

Data Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh menunjukkan bahwa jumlah lansia di Provinsi

Aceh terus meningkat dari 5,3 juta jiwa (2009), menjadi 14,4 juta jiwa (2010) dan diperkirakan

pada tahun 2020 mencapai 28,8 juta jiwa. Jumlah lansia di Kota Lhokseumawe terus

meningkat dari 5,3 ribu jiwa (2008) menjadi 14,4 ribu jiwa (2010)3.

Apabila seseorang memasuki masa usia lanjut, terjadi berbagai perubahan baik yang

bersifat fisik, mental, maupun sosial. Proses alamiah adalah proses perkembangan

manusia sejak periode awal sampai masa usia lanjut merupakan kenyataan yang tidak bisa

dihindari dan mengalami berbagai perubahan-perubahan yang menyertai proses

perkembangan ketika orang tersebut memasuki masa usia lanjut. Perubahan-perubahan

tersebut akan menempatkan individu usia ini pada posisi serba salah yang akhirnya hanya

menjadi sumber akumulasi stres dan frustasi belaka4.

Data awal yang telah peneliti kumpulkan menunjukkan bahwa jumlah lansia di

Kota Lhokseumawe berkisar 1,8ribu jiwa (2017) dan mempunyai dua panti jompo yaitu

Panti Jompo Darussa‟adah dengan jumlah lansia sebanyak 60 orang dan Panti Jompo An-Nur

berjumlah 24 orang5.

Lansia yang dominan lebih memilih tinggal di panti jompo daripada di kota,

dikarenakan secara psikis mereka membutuhkan lingkungan yang mengerti dan memahami

mereka. Lansia membutuhkan teman yang sabar, yang mengerti dan memahami kondisinya.

Mereka membutuhkan teman ngobrol, dikunjungi kerabat atau keluarganya, dan sapaan

yang sejuk serta sangat senang jika didengarkan nasehatnya. Dengan demikian dapat

menurunkan gejala stres yang dialaminya6

Jurnal Averrous Vol.4 No.1 2018

Page 26: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

METODE PENELITIAN

Desain penelitian

Penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional. Lokasi yang

dipilih untuk penelitian ini adalah Panti Jompo Darussa‟dah dan An-Nur di Kota Lhokseumawe.

Populasi dan sampel penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia di Kota Lhokseumawe tahun 2017

yaitu sebanyak 80 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah lansia di panti jompo Kota

Lhokseumawe yang memenuhi criteria inklusi dan eksklusi. Adapun kriteria inklusi dan eksklusi

dalam penelitian ini adalah:

Kriteria inklusi:

1. Lansia yang tercatat sebagai penghuni Panti Jompo Darussa‟adah dan An-Nur di Kota

Lhokseumawe.

2. Bersedia menjadi subjek penelitian.

Kriteria eksklusi:

1. Lansia yang mengalami gangguan verbal / pendengaran / penglihatan.

2. Lansia yang mengkonsumsi obat antidepresan.

3. Lansia yang berusia >90 tahun.

Pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling yaitu sampel yang

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yaitu sebanyak 55 sampel. Lansia tiap Panti Jompo

Kota Lhokseumawe berdasarkan kriteria inklusi yaitu Panti Jompo Darussa‟adah sebanyak 41

sampel dan Panti Jompo An-Nur sebanyak 14 sampel.

Hasil Penelitian dan Analisis

Karakteristik Lansia Panti Jompo Darussa‟dah dan An-Nur di Kota Lhokseumawe

Sampel dalam penelitian ini adalah lansia yang berada di Panti Jompo Darussa‟dah dan

An-Nur di Kota Lhoekseumawe sebanyak 55 orang. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data

sebagai berikut:

Jurnal Averrous Vol.4 No.1 2018

Page 27: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

Tabel 5.1 Gambaran karakteristik berdasarkan usia

Frekuensi Persentase (%)

(n)

45-59 16 29,2 tahun 31 56,3

60-74 8 14,5

tahun

75-90

tahun

Total 55 100

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa sebagian responden berumur 60-74 tahun sebanyak 31 orang

(56,3%), diikuti umur 45-59 tahun sebanyak 16 orang (29,2%), dan paling sedikit umur 75-90

tahun sebanyak 8 orang (14,5%).

Tabel 5.2 Gambaran karakteristik berdasarkan jenis kelamin

Laki-laki

Perempuan

Total

Frekuensi

(n)

21

34

55

Persentase

(%)

38,1

61,9

100

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa responden jenis kelamin yang terbanyak adalah Perempuan

(61,9%) dan paling sedikit pada Laki-laki (38,1%).

Tabel 5.3 Gambaran karakteristik berdasarkan pendidikan

Dasar

(SD/SMP)

Menengah

(SMA)

Tinggi

(Perguruan tinggi)

Total

Frekuensi

(n)

40

13

2

56

Persentase

(%)

72,8

23,6

3,6

100

Jurnal Averrous Vol.4 No.1 2018

Page 28: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa pendidikan yang terbanyak adalah dari golongan dasar

(SD/SMP) yaitu sebanyak 40 orang (72,8%), diikuti golongan menengah (SMA) sebanyak 13

orang (23,5%) dan yang paling sedikit dari golongan perguruan tinggi yaitu sebanyak 2 orang

(3,6%).

Tabel 5.4 Gambaran frekuensi berdasarkan tingkat stres pada lansia di Panti Jompo

Darussa’dah dan An-Nur di Kota Lhokseumawe

Tidak mengalami stres

Stres ringan

Stres sedang

Stres berat Total

Frekuensi

(n)

8

14

25

8

56

Persentase (%)

14,5

25,4 45,4

14,5

100,0

Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat stres

sedang sebanyak 25 orang (45,4%), diikuti tingkat stres ringan sebanyak 14 orang (25,4%), dan

paling sedikit tidak memiliki stres sebanyak 8 orang (14,5%) dan stres berat sebanyak 8

orang (14,5%).

Tabel 5.5 Gambaran frekuensi berdasarkan tingkat depresi pada lansia di Panti Jompo

Darussa’dah dan An-Nur di Kota Lhokseumawe

Frekuensi (n) Persentase (%)

Normal 10 18,1

Ringan 12 21,8

Sedang 25 45,4

Berat 8 14,5

Total 56 100,0

Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat depresi

terbanyak yaitu tingkat sedang sebanyak 25 orang (45,4%) dan paling sedikit dengan tingkat

depresi berat sebanyak 8 orang (14,5%).

Jurnal Averrous Vol.4 No.1 2018

Page 29: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

Tabel 5.6 Gambaran frekuensi berdasarkan tingkat kecemasan pada lansia di Panti Jompo

Darussa’dah dan An-Nur di Kota Lhokseumawe

Frekuensi (n) Persentase (%)

Normal 19 34,5

Ringan 18 32,7

Sedang 13 23,6

Berat 5 9,0

Total 56 100,0

Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki

tingkat kecemasan terbanyak yaitu normal sebanyak 19 orang (34,5%) dan paling sedikit dengan

tingkat kecemasan berat sebanyak 5 orang (9,0%).

PEMBAHASAN

Gambaran Umum Hasil Penelitian

Karakteristik lansia di panti jompo Darussa’dah dan An-nur Lhokseumawe

Usia

Umur dapat mempengaruhi kedewasaan seseorang. Stres lebih sering terjadi pada usia

muda, umur rata-rata awitan antara 20-40 tahun. Faktor sosial sering menempatkan seseorang

yang berusia muda pada risiko tinggi. Predisposisi biologic seperti genetik juga sering

memberikan pengaruh pada seseorang yang berusia lebih muda. Walaupun demikian, depresi

juga dapat terjadi pada anak-anak dan usia lanjut7

.

Stres mampu menjadi kronis apabila stress muncul untuk pertama kalinya pada usia 60

tahun keatas. Berdasarkan hasil studi pasien lansia yang mengalami depresi diikuti selama 6

tahun, kira-kira 80% tidak sembuh namun terus mengalami depresi atau mengalami depresi

pasang surut8

Jenis Kelamin

Jenis kelamin berperan terhadap terjadinya stres. Ada perbedaan respon antara laki-laki

dan perempuan saat menghadapi konflik. Otak perempuan memiliki kewaspadaan yang negatif

terhadap adanya konflik dan stres, pada perempuan konflik memicu hormon negatif sehingga

memunculkan stres, gelisah, dan rasa takut. Sedangkan laki-laki umumnya menikmati adanya

konflik dan persaingan, bahkan menganggap bahwa konflik dapat memberikan dorongan yang

Jurnal Averrous Vol.4 No.1 2018

Page 30: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

positif. Dengan kata lain, ketika perempuan mendapat tekanan, maka umumnya akan lebih

mudah mengalami stress7

Pendidikan

Tingkat pendidikan yang tinggi cenderung menyebabkan perubahan pada pola berpikir

dan pandangan hidup. Seseorang dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan mengalami

perubahan pola berpikir dari tradisional ke arah yang lebih maju sehingga tidak hanya

memandang persoalan dari satu sisi saja melainkan dapat dari berbagai sudut pandang 7.

Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola

hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap, berperan dalam pembangunan kesehatan. Makin

tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi, sehingga makin banyak pula

pengetahuan yang dimiliki.9

.

Gambaran tingkat stres pada lansia Panti

Jompo Darussa’dah dan An-Nur di Kota

Lhokseumawe

Tingkat stres

Berdasarkan hasil penelitian tingkat yang tidak mengalami stres sebanyak 8 orang

(14,5%), tingkat stres ringan sebanyak 14 orang (25,4%), tingkat stres sedang sebanyak 25 orang

(45,4%). Tingkat stres ringan dikarenakan adanya dukungan dari lingkungan yang baik

seperti keakraban sesama lansia lainnya serta dapat juga dikarenakan pola individu yang

sudah baik terkait penyesuaian diri. Stres adalah suatu respon fisik normal terhadap suatu

peristiwa yang membuat hidup seseorang menjadi terancam atau mengganggu keseimbangan

dalam beberapa cara, seperti yang ketika seseorang mengalami tubuh akan melakukan

pertahanan secara otomatis yang dikenal dengan sebutan fight or fight reaction atau reaksi stres

10.

Stres dalam kelurga dapat di sebabkan karena adanya konflik dalam keluarga, seperti

perilaku yang tidak sesuai dengan harapan, keinginan dan cita-cita serta pendapat yang tidak

dapat di satukan. Oleh karena itu keluarga bisa menjadi pengaruh stress 11

.

Jurnal Averrous Vol.4 No.1 2018

Page 31: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

Kesimpulan

1. Gambaran tingkat stres terbanyak yaitu tingkat stres sedang (46,4%) dan yang lansia paling

sedikit yang tidak mengalami stres dan stres berat (14,3%).

2. Gambaran usia terbanyak yaitu usia 60-70 sebanyak 55,4%, jenis kelamin terbanyak yaitu

perempuan sebanyak 64,2%,sedangkan dari segi pendidikan terbanyak yaitu dasar

(SD/SMP) sebanyak (71,4%).

Saran

Lansia

Bagi lansia yang tinggal di panti disarankan untuk tetap menjaga kemampuan kognitif dengan

cara melatih kemampuan memorinya misalnya mengisi teka-teki silang, membaca buku

sebagai upaya untuk mencegah penurunan intelektual (pikun). Menghindari pemikiran

negatif mengenai diri sendiri dan masa depan, menghilangkan perasaan bersalah atau

menyesal mengenai kesalahan dimasa lalu, istirahat dengan cukup, dan menjaga pola makan.

Peneliti selanjutnya

Diharapkan untuk meneliti lebih lanjut pada variabel yang berbeda, agar dapat diperoleh

informasi lebih kongkrit yang berhubungan denga tingkat stres pada lansia.

Institusi pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran atau referensi

bagi mahasiswa, sehingga mahasiswa dapat mengembangkan wawasannya tentang

asuhan keperawatan gerontik agar lebih berkualitas.

Jurnal Averrous Vol.4 No.1 2018

Page 32: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

REFERENSI

1. World Health Organization., 2012. Prevalence and related influencing

depressive symptoms. Archives of Gerontology and Geriatrics. Diakses pada 23 Desember 2016: http://www.sciencedirect.com/science/article

factors of tanggal

2. Ronald., 2015. Sehatdan Ceria di Usia Senja. Jakarta:Rineka Cipta, hal: 22-44.

3. Profil Kesehatan Provinsi Aceh., 2012. Profil Kesehatan di Aceh. Daerah Istimewa Aceh.

4. Indriana, Y., 2010. Gerontologi: Memahami Kehidupan Usia Lanjut. Semarang:

Penerbit Universitas Diponegoro, hal: 77-99.

5. Dinas Sosial Kota Lhokseumawe., 2016. Profil Panti Jompo Kota Lhokseumawe. Aceh, Kota

Lhokseumawe.

6. Depkes RI., 2013. Lansia, Bab 1. Jakarta, diakses pada tanggal 22 Desember 2016;

www.depkes.go.id/downloads/Buletin%20Lansia

7. Amir, L.M. (2008). Keperawatan lanjut usia. Yogjakarta : Graha Ilmu

8. Nevid., Spencer, AR., dan Greene, B. 2009. Psikologi Abnormal Edisi ke lima Jilid I. Jakarta:

Penerbit Erlangga.

9. Notoatmodjo, S., 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta, hal:

60-88.

10. Stuart & Sundeen., 2008. Instrument DASS (Depression Sukadiyanto.,2010. Stress dan cara menguranginya. Jurnal. FIK Yogyakarta.

Anxiety Stress Universitas

Scales). Negeri

11. Puspasari, S. (2009). Hubungan Kemunduran Fisiologis dengan Stres pada Lanjut Usia di

Kelurahan Kaliwiru Semarang. Diakses pada tanggal 16 Maret 2016

darihttp://digilib.unimus.ac.id/gdl.php?modbrowse&op=read&id=jtptunim us-gdl-

septikapus-5189&PHPSESSID=1e67af6fa4bdd962b24ed311c991538.

Jurnal Averrous Vol.4 No.1 2018

Page 33: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

Nursing News Volume 2, Nomor 3, 2017

Perbedaan Tingkat Stres Pada Lansia di Dalam dan di Luar Panti Werdha Pangesti Lawang

PERBEDAAN TINGKAT STRES PADA LANSIA DI DALAM

DAN DI LUAR PANTI WERDHA PANGESTI LAWANG

Jefri Selo1)

, Erlisa Candrawati2)

, Ronasari Mahaji Putri3)

1) Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang 2)

Dosen Program Studi Keperawatan Poltekkes Kemenkes Malang 3)

Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang

E-mail : [email protected]

ABSTRAK

Data Kependudukan PBB tahun 2013 di Indonesia jumlah lansia sebanyak 14,4 juta jiwa

atau sebanyak 7,18% dari jumlah penduduk. Semakin meningkatnya umur lansia maka

persoalan yang di alaminya juga semakin banyak sehingga menyebabkan stres baik lansia

yang tinggal dengan keluarga maupun lansia yang tinggal di dalam panti lansia. Tujuan

penelitian untuk mengetahui perbedaan tingkat stres pada lansia di dalam dan di luar panti

Werdha Pengesti Lawang. Desain penelitian mengunakan desain komparatif. Populasi

dalam penelitian ini sebanyak 40 lansia yang tinggal di luar panti dan 68 lansia yang

tinggal di Panti Werdha Pangesti Lawang, penentuan sampel penelitian menggunakan

simple random sampling sebanyak 21 lansia yang tinggal di luar panti dan sebanyak 27

lansia yang tinggal di Panti Werdha Pangesti Lawang. Teknik pengumpulan data yang

digunakan adalah kuisioner. Metode analisis data yang di gunakan ialah independent

sample t-test. Hasil penelitian membuktikan kurang dari separuh (40,7%) responden

mengalami tingkat stress sedang di dalam panti werdha dan kurang dari separuh (47,6%)

responden tidak mengalami stress di luar werdha, sedangkan hasil uji independent sample

t-test membuktikan “ada perbedaan tingkat stres pada lansia di dalam dan di luar Panti

Werdha Pangesti Lawang” dangan p-value = (0,001) < (0,050). Adanya perbedaan tingkat

stres pada lansia di dalam dan di luar panti maka perlu adanya dukungan keluarga untuk

memberi semangat kepada lansia yang tinggal dengan keluarga, sedangkan bagi lansia

yang tinggal di panti werdha harus ada kegiatan sosialisasi untuk memberi pengertian

kepada lansia agar mau menerima diri apa adanya dan merawat diri secara mandiri.

Kata Kunci : Lansia, Panti Werdha, Tingkat Stres.

522

Page 34: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

Nursing News Volume 2, Nomor 3, 2017

Perbedaan Tingkat Stres Pada Lansia di Dalam dan di Luar Panti Werdha Pangesti Lawang

THE DIFFERNCES IN THE LEVEL OF STRESS IN THE ELDERLY WITHIN AND

OUTSIDE THE ISTITUITION WERDHA PANGESTI LAWANG

ABSTRACT

Un population data in 2013 in Indonesia the number of elderly as much as 14.4 million or

as much as 7.18% of the population. The ingreasing age of the problems in the elderly are

also more and more natural, cousing stress both elderly who live with families and the

elderly living in nursing the elderly. Research purposes to determine difference in the level

of stress in the elderly within and outside the instituition werdha Pangesti Lawang. Design

study using a comparative design. Population in this research as much as 40 elderly who

live outside the home and 68 elderly people who live in instituitions werdha Pangesti

Lawang, the determination of sample using simple random sampling as much as 21 elderly

who luive outside homes and as many as 27 elderly people who live in instituitions werdha

Pangesti Lawang. The data collection technigues used were guestionnaires. Data analysis

methods used is independent sample t-test. Studies show less than half (40.7%) of

respondents experience moderate stress levels in homes elderly and less than half (47.6%)

of respondents did not experience stress byond werdha, while the test results independent

sample t-test to prove is a difference the level of stress in the elderly inside and outside the

home elderly Pangesti Lawang with p-value (0.001) < (0.050). The difference in the levels

of stress in the elderly inside and outside the instituitions will need support of family into

give encouragement to the elderly who live with the family, whereas for the elderly living

in nursing werdha there should be dessimination to give sense to the elderly to accept

yourself what it is and take care of themselves independently.

Keyword : Istituition Werdha, Level of stress, Elderly.

PENDAHULUAN Gejala-gejala kemunduran fisik antara

lain kulit mulai mengendur, timbul

Lansia merupakan tahap terakhir keriput, mulai beruban, pendengaran dan

dalam tahap pertumbuhan. Dan penglihatan mulai berkurang, mudah

merupakan proses alami yang tidak dapat lelah, gerakan mulai lambat dan kurang

dihindari oleh setiap individu. Proses lincah. Masalah tersebut akan berpotensi

menua ditandai dengan adanya pada masalah kesehatan baik secara

perubahan-perubahan baik anatomis, umum maupun kesehatan jiwa (Juniarti,

biologis, fisiologis, maupun psikologis. 2008).

523

Page 35: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

Nursing News Volume 2, Nomor 3, 2017

Perbedaan Tingkat Stres Pada Lansia di Dalam dan di Luar Panti Werdha Pangesti Lawang

Populasi lansia semakin meningkat. pada lanjut usia, dengan 21,25%

Jumlah penduduk di 11 negara anggota menunjukan keluhan berat dan 18,75%

WHO kawasan Asia Tenggara yang menunjukan keluhan sedang. Nussbaum

berusia di atas 60 tahun berjumlah 142 (1998) melaporkan bahwa kelaziman

juta orang dan di perkirakan akan terus

meningkat hingga 3 kali lipat di tahun

stres adalah antara 2% sampai 8% bagi

warga lansia yang tinggal di komunitas. 2050. Sedangkan Jumlah lansia di Skala ini meningkat sampai 10% bagi

seluruh dunia dapat mencapai jumlah 1 warga lansia di lembaga perawatan

miliar orang dalam kurun 10 tahun kesehatan dan 15% bagi warga lansia di

mendatang (Data Kependudukan PBB, panti jompo atau perawat intensif. Skala

2013). Indonesia termasuk salah satu lazim tentang stres diantara warga

negara Asia yang pertumbuhan penduduk lansia secara konsisten antara 18% dan

lansianya cepat. Sejak tahun 2000, 40%.

Indonesia sudah memiliki lansia sebesar Faktor yang mempengaruhi stres

14,4 juta penduduk (7,18% dari jumlah pada lansia ada dua, yaitu faktor internal

penduduk) dan pada tahun 2020 dan eksternal. Faktor internal adalah

diperkirakan akan berjumlah 28,8 juta sumber stres yang berasal dari diri

(11,34%). Hasil pendataan yang seseorang sendiri, seperti penyakit dan

dilakukan pada tahun 2007 ditemukan konflik. Sedangkan faktor eksternal

penduduk Lansia berjumlah 18,96 juta adalah sumber stres yang berasal dari luar

(8,42% dari total penduduk) dengan diri seseorang seperti keluarga dan

komposisi perempuan 9,04% dan 7,80% lingkungan. Perawatan lansia harus

laki laki (Badan Pusat Statistik, 2013). dilakukan dengan teliti, sabar, dan penuh

Semakin meningkatnya jumlah cinta. Perawatan lansia diharapkan dapat

lansia di Indonesia akan menimbulkan meningkatkan kualitas hidup lansia

permasalahan yang cukup komplek baik sehingga mereka tetap merasa bahagia

dari masalah fisik maupun psikososial. dan dapat menjalani kehidupan masa

Masalah psikososial yang paling banyak

terjadi pada lansia adalah stress (Tamher

tuanya dengan lebih baik (Puspasari,

2009). & Noorkasiani, 2009 ). Insidensi stres di Beberapa efek yang sering muncul

Indonesia pada tahun 2008 tercatat atau dapat dikatakan beberapa gejala

sebesar 10% pada lansia dari total yang mencirikan seseorang mengalami

penduduk Indonesia. Menurut Stanlay stres menurut Weiss (2009) diantaranya

(2007), walaupun tinggal dengan adalah keletihan, kebimbangan, perasaan

keluarga masih terdapat 10-15 % lansia

yang mengalami stres.

tertekan oleh tuntutan orang lain terhadap

diri anda, keinginan untuk melarikan diri Penelitian Raden (2015) dari segalanya dan semua orang, merasa

menunjukan tingkat stres yang tinggi takut.

524

Page 36: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

Nursing News Volume 2, Nomor 3, 2017

Perbedaan Tingkat Stres Pada Lansia di Dalam dan di Luar Panti Werdha Pangesti Lawang

Seseorang yang memasuki masa sanak saudara serta keluarga mereka.

lansia maka akan mengalami Namun patut diperhitungkan bahwa

keterbatasan-keterbatasan dimana dirinya lansia kadang sukar beradaptasi terhadap

akan lebih bergantung kepada orang lain, lingkungan maupun suasana baru dan

proses untuk mencari nafkah terhenti dan kadang lebih menyukai tinggal di

sulit untuk berinteraksi secara luas. rumahnya sendiri.

Perubahan-perubahan yang menyertai Hasil penelitian yang di lakukan

proses perkembangan menuju tahap Putri (2012) menunjukkan bahwa stres

lansia dapat menjadikan sumber masalah pada lansia yang bertempat tinggal di

dan keputusasaan ketika seorang lansia Panti yaitu stres berat 56,5%, stres

tidak memiliki kesiapan dalam sedang 26,1% dan yang mengalami stres

menghadapi perubahan-perubahan ringan sebanyak 17,4%. Sedangkan stres

tersebut (Indriana, 2008). Adanya pada lansia yang bertempat tinggal

perubahan-perubahan yang dialami dirumah mengalami stres ringan 56,5%,

lansia, seperti perubahan pada fisik, stres sedang 30,4% dan yang mengalami

psikologis, spiritual, dan psikososial stres berat 13%.

menyebabkan lansia mudah mengalami Menjadi tua dan lemah adalah

stres (Azizah, 2011). Pelayanan berbasis proses yang tidak terelakkan. Perawatan

keluarga dan masyarakat cenderung sulit lansia harus dilakukan dengan teliti,

dipisahkan, sehingga terdapat sabar, dan penuh cinta. Keberadaan lansia

pengelompokan secara umum terhadap seringkali di persepsikan secara negatif

lansia, yaitu lansia dengan pelayanan dan keliru, dimana lansia dianggap

komunitas (non panti) dan lansia dengan sebagai beban keluarga maupun

pelayanan panti. Kebanyakan lansia masyarakat sekitarnya. Hal ini muncul

tinggal dalam masyarakat, kurang dari karena melihat dari kasuistik terhadap

1% hidup dalam lingkungan lembaga. lansia (jompo) yang hidupnya sangat

Seiring dengan lanjutnya usia, statistik tergantung kepada orang.

meningkat sampai kira-kira 22% lansia Persepsi negatif seperti ini

yang lemah, yaitu berusia 85 tahun ke sesungguhnya tidak sepenuhnya benar,

atas, hidup dalam lingkungan lembaga karena masih banyak lansia yang dapat

(Stanley & Beare, 2007). berperan aktif, baik dalam keluarga

Lingkungan dapat menyebabkan maupun dalam masyarakat. Umumnya

stres pada lansia, seperti halnya para lansia masih memegang peranan yang

lansia yang berada dalam panti jompo amat penting dalam kegiatan rumah

penyebab stres mereka antara lain kangen tangga. Temuan tersebut menunjukkan

dengan keluarga mereka karena jarang bahwa lansia masih dianggap penting

dijenguk, tidak cocok dengan teman dalam menentukan arah kehidupan

sepanti, dan merasa tidak dipedulikan sebagian besar rumah tangga tempat

525

Page 37: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

Nursing News Volume 2, Nomor 3, 2017

Perbedaan Tingkat Stres Pada Lansia di Dalam dan di Luar Panti Werdha Pangesti Lawang

mereka berada. Di berbagai negara senangin aja mas” dan dia juga

berkembang, para lansia dianggap beban mengatakan meskipun keluarga jarang

keluarga sehingga di titipkan di panti- mengunjunginya, tetapi dipanti banyak

panti jompo, bahkan terlantar. teman yang menemani. Kegiatan-

Faktor keluarga juga sangat kegiatan yang di lakukan para lansia yaitu

berperan besar dalam kejadian stres para setiap hari minggu dilakukan penyaluran

lansia. Dukungan keluarga sangat hobi seperti : Fisioterapi (Jadwal

berperan signifikan untuk menjauhkan ditentukan ruangan), Misa kebaktian (tiap

stres pada lansia. Bagi lansia yang tinggal jam 5 pagi), Do‟a Rosario bagi yang

di Panti Werdha, kehadiran dan beragama katolik (sehabis sarapan pagi),

kunjungan keluarga tentu saja memberi Pelayanan Kesehatan dan Sosial.

peran penting terhadap resiko stres yang Rekreasi pada saat waktu luang, beberapa

lebih kecil. Dukungan sosial dianggap lansia ada yang memanfaatkan untuk

penting bagi kebahagiaan hidup para berlatih berjalan, menyulam, membaca

lanjut usia, sehingga di rasakan bahwa surat kabar, atau bahkan mengobrol

keberadaannya masih berarti bagi dengan lansia lain maupun dengan

keluarga dan orang lain di sekitarnya perawat. Untuk rekreasi keluar panti tidak

(Asih et al.,1998:196). ada, yang ada hanyalah senam lansia

Panti Werdha Pangesti Lawang yang dilakukan setiap hari minggu seperti

merupakan salah satu panti jompo yang bernyanyi atau permainan lain yang bisa

berada di wilayah Kabupaten Malang, menyalurkan hobi dari para lasia tersebut.

Jawa Timur. Berdasarkan hasil studi Hasil studi pendahuluan pada

pendahuluan yang dilakukan peneliti di tanggal 6 Februari 2016 di RT 05-06

Panti Werdha Pangesti Lawang tanggal 5

Februari 2016 didapatkan jumlah lansia

kelurahan Tlogomas dengan melakukan

wawancara pada 10 lansia yang tinggal sebanyak 64 orang. Sebagian besar lansia dirumah, 6 orang menyatakan bahwa

dimasukkan oleh keluarganya karena mereka bahagia tinggal di rumah karena

lansia sering di tinggal sendirian di sering menghabiskan waktu mereka

rumah. Hasil wawancara dengan petugas dengan bermain dengan cucu ataupun

panti mereka mengatakan bahwa bercengkrama dengan tetangga.

beberapa lansia di panti mengalami Sedangkan 4 orang mengatakan bahwa

gangguan penurunan fungsi fisik dan mereka sebenarnya merasa bosan dengan

hanya sekali dalam seminggu di kunjungi kegiatan sehari-hari yang mereka

keluarga, hal inilah yang menyebabkan lakukan. Tidur dan membersihkan kamar

stres pada lansia. Berdasarkan wawancara adalah kegiatan yang sering lansia

yang dilakukan dengan seorang lansia, lakukan apabila timbul rasa bosan. Lansia

dia mengatakan terpaksa tinggal di merasa tinggal bersama keluarga tidak

panti,” senang tidak senang, di senang- nyaman karena mereka jarang di

526

Page 38: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

Nursing News Volume 2, Nomor 3, 2017

Perbedaan Tingkat Stres Pada Lansia di Dalam dan di Luar Panti Werdha Pangesti Lawang

perhatikan, mereka merasa menjadi menjadi responden. Kriteria inklusi

beban bagi keluarga. Masalah yang penelitian ini adalah lansia yang tinggal

timbul dapat membuat lansia cepat marah

dan susah tidur.

di dalam Panti Werdha Pangesti Lawang

sebagai berikut, lansia yang berusia 60 Tujuan penelitian untuk tahun keatas, lansia yang bertempat

mengetahui perbedaan tingkat stres pada tinggal di dalam Panti Werdha Pangesti

lansia di dalam dan di luar panti Werdha Lawang, lansia yang tidak mengalami

Pengesti Lawang.

METODE PENELITIAN

dimensia, bersedia menjadi responden.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Desain penelitian mengunakan Tabel 1. Tingkat Stress pada Lansia di

desain komparatif untuk membandingkan Dalam Panti Werdha Pengesti

perbedaan dua fakta dari objek yang Lawang

diteliti. Populasi dalam penelitian ini

sebanyak 40 lansia yang tinggal di luar

panti dan sebanyak 68 lansia yang tinggal

di Panti Werdha Pangesti Lawang,

dengan penentuan sampel penelitian

Tingkat Stress f (%)

Tidak stres 3

11,1 Ringan 7

25,9 Sedang 11

40,7 Berat 6

22,2 Total 27 100

menggunakan simple random sampling

yang berarti pengambilan sampel secara Berdasarkan Tabel 1. diketahui

acak sehingga didapatkan sampel kurang dari separuh (40,7%) responden

penelitian sebanyak 21 lansia yang mengalami tingkat stress sedang di dalam

tinggal di luar panti dan sebanyak 27 Panti Werdha Pengesti Lawang.

lansia yang tinggal di Panti Werdha

Pangesti Lawang. Teknik pengumpulan Tabel 2. Tingkat Stress pada Lansia di

data yang digunakan adalah kuisioner. Luar Panti Werdha Pengesti

Metode analisa data yang di gunakan Lawang

yaitu independent sample t-test dengan

menggunakan SPSS. Variabel dalam

penelitian ini adalah tingkat stress.

Kriteria inklusi dalam penelitian ini

Tingkat Stress f (%) Tidak stres 10 47,6

Ringan 4 19,0

Sedang 5 23,8

Berat 2 9,5

adalah lansia yang berusia 60 tahun Total 21 100

keatas, lansia yang bertempat tinggal di

kelurahan Tlogomas RT 05-06, lansia

yang tinggal bersama keluarganya, lansia

yang tidak mengalami dimensia, bersedia

Berdasarkan Tabel 2. diketahui

kurang dari separuh (47,6%) responden

527

Page 39: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

Nursing News Volume 2, Nomor 3, 2017

Perbedaan Tingkat Stres Pada Lansia di Dalam dan di Luar Panti Werdha Pangesti Lawang

tidak mengalami stress di luar Panti artinya “ada perbedaan tingkat stres pada

Werdha Pengesti Lawang. lansia di dalam dan di luar Panti Werdha

Dalam mengetahui perbedaan Pangesti Lawang”.

tingkat stres pada lansia di dalam dan di

luar Panti Werdha Pengesti Lawang, Tingkat Stress pada Lansia di Dalam

maka data disajikan pada gambar berikut: Panti

Hasil penelitian menunjukan bahwa

kurang dari separuh (40,7%) responden

mengalami tingkat stress sedang di dalam

Panti Werdha Pengesti Lawang.

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat

diketahui bahwa lansia yang tinggal di

dalam panti mengalami tingkat stress

sedang, dikarenakan tidak tinggal dengan

keluarga sehingga lansia kemungkinan

dalam hidupnya merasa sendiri dan tidak

ada yang memberi semangat. Faktor-

faktor yang mempengaruhi stres pada

lansia yaitu faktor iternal seperti penyakit

dan pertentangan, serta faktor eksternal

seperti keluarga dan lingkungan. Dalam

penelitian ini faktor yang membuat lansia

mengalami tingkat stress sedang yaitu

Gambar 1. Grafik Antara Tingkat Stres

Pada Lansia Di Dalam Dan

Di Luar Panti.

faktor keluarga dimana lanjut usia yang

tidak memiliki keluarga berkemungkinan

akan tinggal di panti karena pada masa

tua lasia tidak ada yang mengurusi, hal Pada penelitian ini untuk ini diperkuat dari data sebanyak (40,0%)

mengetahui data yang menggunakan lansia yang tinggal didalam panti tidak

desain penelitian komparatif mengunakan memiliki anak. Sedangkan kemungkinan

uji independent sample t-test untuk lain yang menyebabkan tingkat stress

menentukan perbedaan tingkat stress sedang yaitu faktor penyakit dimana

pada lansia di dalam dan di luar panti,

sedangkan keapsahaan data dilihat dari

lansia merasa cemas terhadap penyakit

yang di alaminya karena pada lansia yang tingkat signifikasi p value sebesar 5% berumur 60 – 74 tahun mengalami

atau kurang dari 0,050. Hasil uji penurunan fungsi pisikologis sehingga

independent sample t-test membuktikan memudahkan lansia untuk jatuh sakit

bahwa p value = (0,001) < (0,050) yang

528

Page 40: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

Nursing News Volume 2, Nomor 3, 2017

Perbedaan Tingkat Stres Pada Lansia di Dalam dan di Luar Panti Werdha Pangesti Lawang

dimana didapatkan sebanyak (89%) anak serta cucunya, maka muncul

lansia berumur eldery. perasaan tidak berguna dan kesepian.

Stress merupakan sebuah keadaan Padahal mereka yang sudah tua masih

yang dialami lansia ketika ada sebuah mampu mengaktualisasikan potensinya

ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan secara optimal. Jika lansia dapat

yang diterima dan kemampuan untuk mempertahankan pola hidup serta cara

mengatasinya. Stress terjadi pada lansia dia memandang suatu makna kehidupan,

apabila stresor dirasakan dan maka sampai ajal menjemput lansia

dipersepsikan sebagai ancaman sehingga masih dapat berbuat banyak bagi

menimbulkan kecemasan yang kepentingan semua orang (Darmojo,

merupakan awal dari gangguan kesehatan 2003).

fisik dan psikologis yang berupa Cara mengendalikan stres yang bisa

perubahan fungsi fisiologis, kognitif, dilakukan oleh lansia dengan melakukan

emosi, dan perilaku. Apabila lansia istirahat yang cukup, menungkapkan

mengalami stress berkepanjangan akan perasaan dengan teman di panti yang bisa

bisa menimbulkan berbagai penyakit dipercayai, bersikap positif dalam

yang bisa membuat lansia semaki tidak manjalani hidup dan mendekatkan diri

berdaya. Lansia di dalam panti yang kepada tuhan sehingga mampu

mengalami tingkat stress sedang memberikan ketenangan batin, karena

diketahui dari (79%) responden merasa melakukan ibadah (berdoa) dapat

sulit untuk bersantai dalam artian susah memenuhi beberapa kebutuhan

merasa tenang atau selalu memikirkan psikologis yang penting pada lansia,

beban hidup dan sebanyak (77%) membantu mereka menghadapi kematian,

responden merasa sulit untuk beristirahat. memperoleh dan memelihara rasa berarti

Didapatkan sebanyak (22,2%) dalam hidupnya, serta penerimaan

lansia mengalami stress berat dimana terhadap berbagai kehilangan yang tidak

lansia sering merasa dirinya tidak dapat dihindarkan pada masa lanjut usia

berharga dan merasa bersalah. Lansia (Azizah, 2011).

tidak mampu memusatkan pikirannya

dan tidak dapat membuat keputusan Tingkat Stress pada Lansia di Luar

dimana lansia yang mengalami stress Panti

selalu menyalahkan diri sendiri, Hasil penelitian menunjukan bahwa

merasakan kesedihan yang mendalam kurang dari separuh (47,6%) responden

dan rasa putus asa tanpa sebab dan lansia tidak mengalami stress di luar Panti

mempersepsikan diri sendiri, sehingga Werdha Pengesti Lawang. Lansia di luar

menciptakan perasaan tanpa harapan panti yang tidak mengalami stress

dan ketidakberdayaan yang diketahui dari (65%) responden dapat

berkelanjutan. Lansia yang terpisah dari memaklumi hal apapun yang

529

Page 41: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

Nursing News Volume 2, Nomor 3, 2017

Perbedaan Tingkat Stres Pada Lansia di Dalam dan di Luar Panti Werdha Pangesti Lawang

menghalangi untuk menyelesaikan hal didasarkan terdapat ketidaknyamanan

yang sedang dilakukan, serta diketahui lansia tinggal bersama keluarga karena

juga sebanyak (60%) responden tidak mereka jarang diperhatikan, mereka

mudah merasa cemas, merasa tenang merasa menjadi beban bagi keluarga,

apabila terdapat masalah ringan dan sehingga membuat lansia merasa

lansia tidak mudah gelisah. Faktor yang kesepian yang berdampak pada stress

mempengaruhi responden tidak yang berkepanjangan (Srianti, 2008).

mengalami stress berupa faktor eksternal Pencegahan stress pada lansia yang

yaitu hidup dengan keluarga dan dilakukan pihak keluarga seperti

lingkungan tempat tinggal mendukung memberikan perhatian dengan cara

untuk melakukan sosialisasi dengan melakukan pendekatan diri dengan lansia

masyarakat sekitar. seperti melakukan interaksi yang

Berdasarkan hasil dapat diketahui berkelanjutan pada saat waktu luang

bahwa lansia yang hidup bersama dengan mengajak untuk jalan-jalan dan

keluarga akan berdampak tidak memberikan semangat dan motivasi

mengalami kejadian stress. Hal tersebut dengan cara sering menanyakan

dikarenakan lansia yang hidup dengan kebutuhan lansia serta mencukupi

keluarga mendapatkan perhatian, adanya kebutuhannya agar lansia merasa hidup

komunikasi dengan anak dan cucu, lebih berguna dan dibutuhkan dalam

kebutuhan lansia tercukupi karena ada anggota keluarga. Sedangkan yang harus

seorang anak yang mencari nafkah. dilakukan lansia sendiri dalam mencegah

Diketahui bahwa lansia yang tidak stress yang dialaminya seperti sering

mengelami stres memiliki anak 1 sampai melakukan kontak sosial seperti

2 orang didapatkan dari (43,0%) lansia berkumpul dengan banyak orang atau

yang tinggal dengan keluarga. Hal teman-teman sebaya dengan melakukan

tersebut sesuai dengan penelitian Putri komunikasi dan mendapatkan informasi

(2012), menjelaskan faktor keluarga juga dalam membangkitkan semangat untuk

sangat berperan besar dalam kejadian hidup, melakukan aktivitas untuk

stres para lansia. Dukungan keluarga menghindari rasa bosan seperti menonton

sangat berperan signifikan untuk televisi, membaca koran, mendengar

menjauhkan stres pada lansia. radio dan berolahraga dan berfikir secara

Lansia yang tinggal dirumah tidak positif seperti mengendalikan perasaan

mengalami stress karena lansia bisa dan fikiran agar tetap tenang dengan cara

menghabiskan waktu dengan bermain tidak memikirkan banyak keluhan dalam

dengan cucu ataupun bercengkrama keluarga dan hidup.

dengan anak atau tetangga. Diketahui

juga sebanyak (9,5%) lansia yang tinggal

di dalam keluarga mengalami stress berat

530

Page 42: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

Nursing News Volume 2, Nomor 3, 2017

Perbedaan Tingkat Stres Pada Lansia di Dalam dan di Luar Panti Werdha Pangesti Lawang

Perbedaan Tingkat Stress pada Lansia kesulitan beradaptasi sehingga mereka

di Dalam dan di Luar Panti merasa stres, kehilangan kontrol atas

Hasil analisis data menggunakan uji hidupnya, dan kehilangan identitas diri

independent sample t-test membuktikan yang secara tidak langsung akan

bahwa p value = (0,001) < (0,050) yang berpengaruh terhadap Quality of Life

artinya “ada perbedaan tingkat stres pada (QoL) (Suaib, 2007). Berdasarkan hal

lansia di dalam dan di luar Panti Werdha tersebut dapat dipahami bahwa

Pangesti Lawang”. Sehingga dapat lingkungan tempat tinggal dapat

dipahami bahwa terdapat perbedaan mempengaruhi kenyamanan lansia.

tingkat stres pada lansia yang tinggal di Adapun lingkungan yang memenuhi

dalam dan di luar Panti Werdha Pengesti kebutuhan-kebutuhan lansia diantaranya

Lawang. lingkungan yang memberikan rasa

Hasil penelitian ini sepaham nyaman dengan adanya dukungan dari

dengan penelitian yang dilakukan Putri anak dan cucu. Kebutuhan-kebutuhan

(2012), bahwa terdapat perbedaan tingkat tersebut jika tidak dapat terpenuhi akan

stres pada lansia yang bertempat tinggal menimbulkan masalah-masalah dalam

di rumah dan di UPT Pelayanan Sosial kehidupan lansia sehingga akan

Lanjut Usia. Dimana lansia yang tinggal

di rumah mengalami stress ringan pada

(56,5%) lansia dikarenakan ada keluarga

yang merawat dan mencukupi kebutuhan

mengakibatkan timbulnya stress (Komari,

2008).

Dengan adanya perbedaan tingkat

stres pada lansia di dalam dan di luar

lansia, sedangkan lansia yang tinggal di panti maka perlu adanya dukungan

panti mengalami stress berat pada keluarga untuk memberi semangat

(54,0%) lansia karena di dalam panti kepada lansia yang tinggal dengan

lansia hanya mendapatkan kebutuhan keluarga, sedangkan bagi lansia yang

pribadi secara terbatas yang disediakan tinggal di panti Werdha harus ada

pihak panti dan jarang adanya keluarga kegiatan sosialisasi untuk memberi

dan sanak saudara yang mengunjungi pengertian kepada lansia untuk mau

karena sebagian besar lansia yang tinggal menerima diri apa adanya dan merawat

di panti tidak memiliki anak. diri secara mandiri. Dalam mencegah

Menurut Indriana, dkk. (2010), kejadian stress yang dialami lansia maka

salah satu faktor yang dapat perlu adanya dukungan keluarga seperti

menimbulkan stres pada lansia yang memberi kesempatan kepada lansia untuk

berada dalam lingkungan panti adalah berperan serta dalam kegiatan

karena tidak memiliki keluarga, kesepian, pencegahan terhadap gangguan

dan isolasi diri. Lansia yang pindah ke kesehatan, seperti tidak melarang

tempat tinggal yang baru seperti panti melakukan olah raga yang tidak berat,

wreda, terdapat kemungkinan munculnya memberikan kenyamanan dalam hal

Page 43: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

531

Page 44: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

Nursing News Volume 2, Nomor 3, 2017

Perbedaan Tingkat Stres Pada Lansia di Dalam dan di Luar Panti Werdha Pangesti Lawang

meningkatkan penyembuhan lansia DAFTAR PUSTAKA

secara mandiri, seperti memberikan

kesempatan kepada lansia untuk Asih et al., 1998. Keperawatan

berinteraksi dengan masyarakat dan Keluarga:Teori dan Praktik. Edisi

memberikan pengobatan untuk mengatasi Ke Tiga. Jakarta: EGC.

penyakit atau gejala-gejala yang penting

untuk penyembuhan dan peningkatan Azizah, L. 2011. Keperawatan Lanjut

kemandirian lansia. Bagi lansia yang Usia. Yogyakarta. Graha Ilmu.

tinggal di panti maka perlu meningkatkan

keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa Badan Pusat Statistik, 2013.Gambaran

sehingga menimbulkan ketenangan jiwa Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia.

dan siap menghadapi masa tua. Buletin Jendela Data & Informasi

Kesehatan, Semester I, 1, pp 1-16.

http://www.depkesw.go.id/download

KESIMPULAN s/Buletin Lansia pdf. Diakses pada

tanggal 06 November 2014.

1) Kurang dari separuh responden

mengalami tingkat stress sedang di Darmojo, B. 2003. Konsep Menua Sehat

dalam Panti Werdha Pengesti Dalam Geriatri, Jurnal Kedokteran

Lawang.

2) Sebagaian kecil responden

dan Farmasi Medika. Jakarta : Grafiti

Medika Pers. mengalami tingkat stress sedang di

luar Panti Werdha Pengesti Lawang. Indriana, Y. dkk. 2010, Tingkat Stres

3) Ada perbedaan tingkat stres pada Lansia di Panti Wredha Puncak

lansia di dalam dan di luar Panti Gading. Semarang . 8 (2): 88-90.

Werdha Pangesti Lawang.

Juniarti, N. Eka, S. & Damayanti, A.

2008; Gambaran Jenis dan Tingkat

SARAN Kesepian Pada Lansia di Balai Panti

Sosial TresnaWredha Pakutandang

Bagi Peneliti Selanjutnya Sebagai Ciparay Bandung, Skripsi, Fakultas

informasi untuk melakukan penelitian Ilmu Keperawatan Universitas

dengan jumlah sampel yang seimbang Padjajaran, hal 3.

untuk masing-masing kelompok yang

diteliti sehingga hasil penelitian yang Komari, M.N. 2008. Faktor-Faktor Yang

didapatkan juga seimbang. Berhubungan Dengan Terjadinya

Stress Pasa Lansia Di Panti Wredha

Dharma Bakti Surakarta. Skripsi.

532

Page 45: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

Nursing News Volume 2, Nomor 3, 2017

Perbedaan Tingkat Stres Pada Lansia di Dalam dan di Luar Panti Werdha Pangesti Lawang

Universitas Muhammadyah Srianti, A. 2008. Tinjauan Tentang Stres.

Surakarta. Surakarta. Universitas Padjajaran Fakultas Ilmu

Keperawatan Jatinagor. Artikel

Puspasari, S. 2009. Hubungan Penelitian.

Kemunduran Fungsi Fisiologis

Dengan Stres Pada Lanjut Usia Di Tamher & Noorkasiani. 2009. Kesehatan

Kelurahan Kaliwaru Semarang. Usia Lanjut dengan Pendekatan

Semarang. Semarang. Skripsi Asuhan Keperawatan. Jakarta.

Universitas Muhammadiyah Salemba Medika.

Semarang.

Weiss, D. H. 2009. Manajemen Stres.

Putri, R. D. 2012. Perbedaan Tingkat Batam: Binarupa Aksara.

Stres Pada Lansia Yang Bertempat

Tinggal di Rumah Dan Di UPT

Pelayanan Sosial Lanjut Usia

Bondowoso. Skripsi. Program Studi

Ilmu Keperawatan Universitas

Jember. Jember.

Raden. J,S, dkk, 2015. Senam Lansia dan

Tingkat Stres pada Lansia di Dusun

Polaman Argorejo Kecamatan

Sedayu 2 Kabupaten Bantul

Yogyakarta, JNKI, Vol. 3, No. 2,

Tahun 2015, 111-116.

Stanley & Beare. 2007. Buku Ajar

Keperawatan Gerontik. Jakarta .

EGC.

Suaib, M. 2007. Stressor dan Mekanisme

Koping pada Lanjut Usia di Panti

Sosial Tresna Werdha Unit Budi

Luhur Yogyakarta. Karya Tulis

Ilmiah Universitas Muhammadiyah.

Yogyakarta.

533

Page 46: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

PENGARUH LATIHAN HATHA YOGA TERHADAP

TINGKAT STRES PADA WANITA DI DUSUN

KARANG TENGAH SLEMAN

YOGYAKARTA

NASKAH PUBLIKASI

Disusun oleh:

TITIS PUSPITA WARDANI

201110201136

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH

YOGYAKARTA

2015

Page 47: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

PENGARUH LATIHAN HATHA YOGA TERHADAP

TINGKAT STRES PADA WANITA DI DUSUN

KARANG TENGAH SLEMAN

YOGYAKARTA

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan

Pada Program PendidikanNers-Program Studi Ilmu Keperawatan

Di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan „Aisyiyah

Yogyakarta

Disusun oleh:

TITIS PUSPITA WARDANI

201110201136

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH

YOGYAKARTA

2015

i

Page 48: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …
Page 49: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

PENGARUH LATIHAN HATHA YOGA TERHADAP

TINGKAT STRES PADA WANITA DI DUSUN

KARANG TENGAH SLEMAN

YOGYAKARTA

THE EFFECT OF HATHA YOGA EXERCISE

ON WOMEN STRESS LEVEL IN

KARANG TENGAH SLEMAN

YOGYAKARTA

Titis Puspita Wardani, Ruhyana

Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES „Aisyiyah Yogyakarta Email :[email protected]

Tujuan mengetahui pengaruh latihan hatha yoga terhadap tingkat stress pada wanita

di Dusun Karang Tengah Sleman Yogyakarta. Jenis penelitian ini adalah Quasi

Eksperimen dengan rancangan yang digunakan Pretest-Posttest with Control Grup.

Teknik pengambilan sampel dengan random sampling dan didapat 34 responden.

Terbagi dalam 2 kelompok, 17 kelompok intervensi dan 17 kelompok kontrol. Cara

pembagian responden antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol dengan

Accidental Sampling. Analisa data yang digunakan adalah Wilcoxon Math Pairs

Test. Berdasarkan uji statistuk didapatkan penurunan tingkat stres pada kelompok

intervensi dengan nilai p = 0,02. Hal ini menunjukkan ada pengaruh latihan hatha

yoga terhadap tingkat stres pada kelompok intervensi.

Saran: Diharapkan Ibu melakukan latihan hatha yoga sebagai salah satu upaya

mencegah atau mengurangi stres.

Kata kunci: Latihan hatha yoga, Wanita, Tingkat Stres, Pengaruh

The purpose of this study was to investigate the effect of Hatha Yoga exercise to

women‟s stress level in Karang Tengah Sleman Yogyakarta. This study employed

quasi experiment study with pretest-posttest design and control group. The research

samples were 34 respondents which were taken through random sampling technique.

The respondents were divided into two groups, 17 people in intervention group and

17 people in control group. The respondents in the intervention and control group

were divided through the Accidental Sampling. The data analysis used Wilcoxon

Math Pairs Test. The statistical test result shows that the stress level on intervention

group is decreased with p value 0.02. The statistical test shows that there is an effect

of Hatha Yoga exercise on the stress level on intervention group. Mothers are

expected to do Hatha Yoga exercise as one of efforts to prevent or reduce stress.

Keywords : Hatha Yoga exercise, stress level, effect

iii

Page 50: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan di RT 06 dan RT

07 di dusun Karang Tengah Gamping Sleman Yogyakarta pada tanggal 9 Oktober 2014, didapatkan data wawancara dari 10 wanita di Dusun Karang

Tengah Gamping Yogyakarta diketahui bahwa 6 wanita dari 10 wanita merasa tegang bila menghadapi masalah, sering mengalami sakit kepala, marah-marah tanpa sebab, cepat marah dikarenakan anaknya susah diatur,

dan memiliki banyak beban pekerjaan. Wanita di dusun Karang Tengah

LATAR BELAKANG

Statistik World Health Organisation (WHO) tahun 2007, prevalensi

penderita tekanan psikologis ringan 20-40%, dan mereka tidak membutuhkan

pertolongan spesifik. Prevalensi penderita tekanan psikologis sedang sampai

berat yaitu 30-50%, membutuhkan intervensi social dan dukungan psikologi

dasar, sedangkan gangguan jiwa ringan sampai sedang (depresi berat, stress

berat dan gangguan psikotik) yaitu 3-4% memerlukan penanganan kesehatan

jiwa yang dapat diakses melalui pelayanan kesehatan umum dan pelayanan

kesehatan komunitas (Balitbangkes,2013)

Berdasarkan hasil Survei Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun

2013 didimensikan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

(Balitbangkes) menunjukan bahwa prevalensi gangguan jiwa berat paling

tinggi terjadi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan menunjukan

sekitar 3 dari setiap 1000 penduduk DIY mengalami gangguan jiwa berat.

Gejala gangguan dari aspek fisik yang dialami seseorang yang stres

ditandai dengan denyut jantung yang tinggi dan tangan berkeringat, sakit

kepala, sesak nafas, konstipasi. Secara aspek kognitif yang dialami seseorang,

ditandai dengan lupa akan sesuatu, sulit berkonsentrasi, cemas mengenai

sesuatu hal, dan sulit untuk memproses informasi, sedangkan secara aspek

emosi yang dialami seseorang ditandai dengan berpikiran negatif, susah

berkonsentrasi, marah, perasaan tidak aman, ketidakpuasan bekerja, sedih,

depresi, gelisah (Adhon, 2013).

Sleman Yogyakarta, mengatakan hal tersebut diakibatkan oleh stres. Dampak

dari stres yang dialami wanita di dusun Karang Tengah sleman Yogyakarta

dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti 5 wanita merasa mudah marah

dan cemas. Terdapat 3 wanita mengalami sering pusing dan nyeri otot. Badan

mudah lesu, lemah terdapat 4 wanita. Insomnia 2 wanita.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan menggunakan metode Quasi Eksperimen

dengan rancangan penelitian Pretest-Posttest with Control Group. Rancangan

penelitian ini dilakukan randomisasi, artinya pengelompokan anggota-

anggota kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dilakukan berdasarkan

acak atau random, kemudian dilakukan pretest pada kedua kelompok tersebut

dan diikuti intervensi pada kelompok eksperimen. populasi dalam penelitian

ini adalah semua wanita usia 30-50 tahun di dusun Karang Tengah berjumlah

123 orang. Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah

Probability Sampling dengan tehnik Random Sampling yaitu penentuan

sampel secara acak dan anggota dari populasi mempunyai kesempatan yang

sama untuk diambil sampel (Notoatmojo, 2012). Teknik Random Sampling

ini dilakukan dengan cara mengundi anggota populasi atau lottery technique . 1

Page 51: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

cara pembagian responden antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol

dengan pengambilan accidental sampling yaitu pelaksanaan pengambilan

sampel dengan cara peneliti mengamati subyek yang ditemui sebelum

pelaksanaan latihan hatha yoga terhadap kelompok eksperimen dengan

memilih responden sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi yang telah

ditentukan oleh peneliti, dan pada kelompok yang tidak dilakukan latihan

hatha yoga. Besar sampel yang ditetapkan penelitian ini adalah 34 responden.

Dari 34 responden tersebut dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu 17 kelompok

eksperimen yang diberi perlakuan hatha yoga dan 17 kelompok kontrol yang

tidak diberi perlakuan hatha yoga. Uji analisa yang digunakan dalam

penelitian ini menggunakan uji statistic Wilcoxon Match Pairs Test.

HASIL PENELITIAN

Dusun Karang Tengah Nogotiro Gamping Sleman Yogyakarta

merupakan kelurahan yang berada di wilayah Kecamatan Gamping. Dusun

tersebut merupakan salah satu Dusun yang terletak di Yogyakarta, tepatnya di

Kelurahan Nogotirto Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman. Padukuhan

Karang Tengah Nogotirto merupakan dusun yang sangat luas yaitu 54 ha,

dengan luas kebun 25 ha dan sebagian sawah seluas 29 ha.

Masyarakat di lingkungan ini mayoritas beragama Islam dan bersuku

Jawa.Selain itu, masyarakat di sekitar ini memiliki kebiasaan gotong royong,

sebagai salah satu bentuk kebersamaan antar masyarakat. Batas-batas wilayah

Padukuhan Karang Tengah adalah sebelah timur Padukuhan Kuarasan,

sebelah selatan Padukuhan Kajor, sebelah barat RingRoad Ponowaren, dan

sebelah utara Padukuhan Ponowaren

Dusun Karang Tengah terdiri dari 2993 penduduk dan jumlah kepala

kluarga (KK) 835, laki-laki sebanyak 1.520 penduduk sedangkan perempuan

1.475 penduduk. Perdukuhan di Dusun Karang Tengah terdapat 17 RT, dalam

penelitian ini peneliti mengambil responden di Dusun Karang Tengah

khususnya RT 06 dan RT 07.

Karakteristik Responden

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden

Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol

Karakteristik Frekuensi ( % ) Frekuensi ( % )

Usia

30-35 1

36-40 6 41-45 3

46-50 7

Jumlah 17

5,9 5 29,4

35,3 1 5,9

17,6 2 11,8

41,2 9 52,9 100 % 17 100 %

2

Page 52: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

Pendidikan

SD

SMP

SMA

SMK

SARJANA

Jumlah

7 41,2 2 11,8 6 35,3 5 29,4 3 17,6 4 23,5 1 5,9 2 11,8

0 0 4 23,5

17 100 % 17 100 %

Pekerjaan

IRT 12 70,6 6 35,3

Pedagang 4 23,5 4 23,5

Karyawan 0 0 2 11,8

Pegawai swasta 1 5,9 2 11,8

PNS 0 0 3 17,6

Jumlah 17 100 % 17 100 % Sumber : Data Primer 2015

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa karakteristik responden

berdasarkan usia pada kelompok intervensi yang berusia 46-50 tahun

sebanyak 7 orang (41,2%), sedangkan pada kelompok kontrol responden

berusia 46-50 tahun berjumlah 9 orang (52,9%).

Dilihat dari karakteristik responden berdasarkan tingkat

pendidikannya. Pada kelompok intervensi didapatkan tingkat pendidikan

terbanyak adalah SD yaitu 7 orang (41%), sedangkan pada kelompok kontrol

didapatkan tingkat pendidikan responden yang ditempuh adalah SMP dengan

jumlah 5 orang (29,4%).

Karakteristik responden berdasarkan jenis pekerjaan sebagian besar

yaitu sebagai ibu rumah tangga. Pada kelompok intervensi responden

memiliki jenis pekerjaan sebagai ibu rumah tangga sebanyak 12 orang

(70,6%), sedangkan pada kelompok kontrol responden memiliki jenis

pekerjaan sebagai ibu rumah tangga sebanyak 6 orang (35,3%).

Hasil pretest dan posttest tingkat stres pada wanita kelompok intervensi

dan kelompok kontrol

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Tingkat Stres Berdasarkan Nilai Pretest

danPosttest Kelompok Intervensi dan Kelompok kontrol

Nilai Pretest Tingkat Stres Frekuensi ( % )

Nilai Posttest Frekuensi ( % )

Intervensi : Tidak Stres

Ringan Sedang

Total

Kontrol : Tidak Stres

Ringan

Sedang

Total

5 29,4 11 64,7

5 29,4 6 35,3

7 41,2 0 0

17 100 % 17 100 %

3 17,6 2 11,8

5 29,4 4 23,5

9 52,9 11 64,7 17 100 % 17 100 %

3

Page 53: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui tingkat stres responden

kelompok intervensi sebelum diberikan latihan hatha yoga, bahwa hasil

tertinggi dari pretest terhadap tingkat stress yaitu kategori tingkat stres

sedang sebanyak 7 orang (41,2%), setelah dilakukan latihan hatha yoga

didapatkan hasil tertinggi posttest terhadap tingkat stres adalah kategori

tidak stres sebanyak 11 orang (64,7%), Sedangkan pada kelompok kontrol

pada saat pretest didapatkan hasil tingkat stres tertinggi adalah kategori stres

sedang sebanyak 9 orang (52,9%), akan tetapi pada saat posttest mengalami

peningkatan tingkat stres kategori sedang sebanyak 11 orang (64,7%).

Hasil Analisis Data

Hasil uji statistik pada kelompok eksperimen dan kelompok control Tabel 4.3 Uji Wilcoxon Pretest dan Posttest kelompok intervensi dan

kelompok kontrol Uji Wilcoxon N Z p-value

Pre-post eksperimen 17 -3,127a

0,002 Pre-post kontrol 17 -577

a 0,564

Sumber : Data Primer 2015

Berdasarkan tabel 4.4 menyajikan hasil analisis uji Wilcoxon menunjukkan tingkat stress pada wanita sebelum (pretest) dan sesudah (post

test) pada kelompok intervensi didapatkan nilai Z hitung -3,127a dan nilai p-

value sebesar 0,002 p<0.05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian latihan hatha yoga berpengaruh terhadap tingkat stres pada wanita di Desa Karang Tengah Sleman Yogyakarta. Sedangkan pada kelompok kontrol

didapatkan nilai Z -577a

dan p-value sebesar 0,564 (p>0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa Ha ditolak dan Ho diterima, artinya tidak ada pengaruh latihan hatha yoga setelah intervensi pada kelompok kontrol. Hal tersebut dikarenakan tidak terdapat perbedaan tingkat stres pada latihan hatha yoga yang bermakna antara pengukuran pada pretest dan posttest.

Hasil uji beda pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol Tabel 4.4 Hasil uji statistik Mann-Whitney Test pada kelompok

intervensi dan kelompok kontrol

Perbedaan Post-Intervensi dan Post-Kontrol

Mann-Whitney U

Wilcoxon W

Z

Asymp.Sig.(2-tailed)

Sumber: Data primer 2015

54.500

207.500

-3.119

0,002

Pada tabel 4.4 menunjukkan hasil uji beda statistik dengan

menggunakan Mann Whitney, hasil posttest kelompok intervensi dan kelompok kontrol didapatkan hasil p value kurang dari 0,05 (P>0,05) yaitu

sebesar 0,002. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara yang

melakukan latihan hatha yoga dan tidak melakukan latihan hatha yoga. Dari 4

Page 54: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

hasil penelitian ini yang lebih baik melakukan latihan hatha yoga adalah

pada kelompok intervensi, karena latihan hatha yoga dapat mengurangi

ketegangan tubuh, pikiran, dan mental, serta mengurangi stres.

PEMBAHASAN

Karakteristik Responden

Berdasarkan tingkat pendidikan didapatkan hasil bahwa seseorang

yang tingkat pendidikannya rendah kurang mampu dalam mengatasi stres.

Sebaliknya, orang yang memiliki pendidikan tinggi akan memiliki

kemampuan yang lebih baik dalam mengatasi stres. Sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Setyoadi (2012) dengan judul Perbedaan

Tingkat Kualitas Hidup pada Wanita Lansia di Komunitas dan Panti, yang

memaparkan bahwa didapatkan sebagian besar responden memiliki

pendidikan terakhir SD yaitu sebanyak 39% dari total rentang pendidikan

tidak sekolah, SD, SMP, SMA.

Hal ini sesuai dengan teori Sunaryo (2004) yang menyatakan

bahwa pendidikan mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap

informasi yang didapatnya. Hapsari (2009) juga mengatakan bahwa

presentasi penduduk dengan tingkat pendidikan SMA ke atas memiliki

status kesehatan baik yang paling banyak jika dibandingkan dengan

mereka yang berpendidikan SD-SMA ataupun yang tidak lulus SD. Dapat

dikatakan bahwa pendidikan yang tingkat pendidikannya rendah

berpeluang 1,7 kali berstatus kesehatan buruk di banding mereka yang

berpendidikan tinggi.

Tingkat Stres Sebelum di Lakukan Latihan Hatha Yoga Pada Wanita di Dusun Karang Tengah Sleman Yogyakarta

Hasil sebelum dilakukan latihan hatha yoga menunjukkan bahwa

mayoritas wanita di desa karang tengah sleman yogyakarta yang memiliki

tingkat stres dalam kategori sedang sebanyak 7 orang (41,7%). Tingkat

stress sedang yang dialami responden sesuai dengan teori Potter dan Perry

(2005), tingkat stress sedang merupakan tingkat stress yang berlangsung

lebih lama, dari beberapa jam sampai beberapa hari. Selain dilakukannya

pengambilan hasil sebelum dilakukan perlakuan latihan hatha yoga dari

responden kelompok intervensi juga dilakukan pengambilan hasil dari

responden kelompok kontrol antara lain tingkat stres terbanyak pada

kategori stres sedang sebanyak 9 responden (52,9 %).

Tingkat stres dalam kategori sedang pada responden kelompok

kontrol ini terjadi karena para responden tersebut sebagian memiliki

masalah ekonomi dan beban kerja yang berlebihan. Hasil yang didapatkan

pada saat penelitian adalah semua responden memiliki nilai tingkat stres

yang berbeda-beda, hal ini disebabkan karena stres pada wanita dapat

disebabkan oleh berbagai situasi dan kondisi sebagai akibat dari stresor

yang berupa perubahan-perubahan baik fisik, mental, maupun sosial dalam

keadaan yang dialami dan karena stres bersifat subyektif dan dipengaruhi

oleh berbagai faktor. Hawari (2006) juga menyatakan bahwa seseorang

yang mengalami stres, selain mengalami keluhan fisik juga dapat

mengalami keluhan psikis (ketakutan, kekhawatiran, dan kesedihan).

5

Page 55: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

Tingkat Stres Setelah di Lakukan Latihan Hatha Yoga Pada Wanita

di Dusun Karang Tengah Sleman Yogyakarta Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa setelah dilakukan latihan

hatha yoga, 11 orang (64,7%) mengalami penurunan kategori tidak stres.

Dan 6 orang (35,3%) mengalami penurunan dari tingkat stres sedang

menjadi ringan. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa latihan hatha

yoga efektif untuk menurunkan tingkat stres pada wanita. Hasil tersebut

didukung teori Shindu (2013) bahwa hatha yoga dapat meningkatkan

konsentrasi dan menenenangkan pikiran terhadap masalah yang dihadapi

(stress). Menurut Shindu (2006), dengan berlatih secara rutin setiap hari,

kita akan mendapatkan kemajuan yang lebih nyata dan cepat dibandingkan

dengan mereka yang melakukan hanya satu atau dua kali dalam seminggu.

Menurut penelitian Linda (2008) membuktikan bahwa adanya pengaruh yoga terhadap stres pada wanita karir. Dengan hanya melakukan

yoga beberapa kali sudah dapat merasakan manfaatnya, pernyataan ini didukung dengan teori yang menyatakan yoga adalah sesuatu yang

mengagumkan, dengan berlatih beberapa jam dalam seminggu seorang praktisi sudah merasakan manfaatnya. Jika latihan dilakukan setiap hari

secara teratur akan lebih banyak manfaat yang didapat. Untuk pemula disarankan utuk berlatih 3-4 kali seminggu selama 1-11/2 jam setiap

sesinya. Setelah dilakukan analisis tingkat stres pada kelompok kontrol

dalam waktu yang sama didapatkan bahwa pada kelompok kontrol yang

mempunyai kategori tingkat stres terbanyak adalah tingkat stres sedang

sebanyak 11 responden (64,7 %). Terjadinya peningkatan tingkat stres

pada responden kelompok kontrol ini karena saat penelitian dilaksanakan

banyak responden yang memiliki beban kerja berlebihan, pekerjaan rumah

yang belum terselesaikan dan masalah ekonomi, hal ini dapat menjelaskan

bahwa kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan semakin terbebani

dengan pekerjaan kantor dan aktifitas di rumah. Hal ini sesuai dengan teori

Hidayat (2007) stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan

seseorang untuk menghadapi lingkungannya.

Pengaruh Latihan Hatha Yoga Terhadap Tingkat Stres Pada Wanita di Dusun Karang Tengah Sleman Yogyakarta

Hasil penelitian yang dilakukan dengan memberikan latihan hatha

yoga terhadap tingkat stres pada wanita sebelum dan sesudah perlakuan

selama 6 hari didapatkan bahwa sebelum dan setelah diberikan latihan hatha yoga terdapat penurunan nilai tingkat stress. Untuk mengetahui lebih

jauh signifikan pengaruh latihan hatha yoga terhadap tingkat stres pada

wanita maka dilakukan analisis data dengan uji statistik dengan menggunakan uji Wilcoxon.

Hasil uji Wilcoxon didapatkan nilai z terbesar -3.127a

dengan nilai signifikasi (p) 0,002 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh latihan hatha yoga terhadap tingkat stres pada wanita selama 6 hari

berturut-turut. Menurut penelitian Devi (2012) membuktikan adanya pengaruh latihan yoga terhadap tekanan darah sebelum dan sesudah

melakukan latihan yoga selama 6 hari berturut-turut dan terdapat perbedaan yang signifikan. Didukung oleh teori Shindu (2013) mengatakan bahwa saat menghadapi stres, kelenjar adrenal di dalam tubuh

akan bereaksi dan menimbulkan sensasi berupa sakit perut yang kemudian

6

Page 56: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

akan mengeluarkan hormon adrenalin yang akan terpompa ke aliran darah

dan terkirim ke otak. Kemudian, otak akan merespon dengan

mengeluarkan hormon kortisol yang disebut sebagai hormone stres.

Tingginya kadar kortisol di dalam darah atau stres akan menimbulkan

gejala seperti otot tubuh menegang, telapak tangan berkeringat, mata

membelalak tegang, serta jantung berdebar kencang.

Perbedaan tingkat stress sebelum dan sesudah latihan hatha yoga pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol

Berdasarkan uji beda Mann-Whitney Test didapatkan hasil bahwa

hasil posttest pada kelompok intervensi dan kontrol didapatkan hasil p

value kurang dari 0,05 (P<0,05) yaitu sebesar 0,002. Hal ini menunjukkan

bahwa terdapat perbedaan antara yang melakukan latihan hatha yoga dan

tidak melakukan latihan hatha yoga.

Latihan hatha yoga merupakan latihan sederhana untuk

menurunkan tingkat stres. Menurut penelitian yang dilakukan Danhauer

(2009) tentang yoga dan stres didapatkan hasil bahwa, terjadi perubahan

yang signifikan untuk mengurangi depresi, menghilangkan efek negative

stres, mengurangi kecemasan, meningkatkan kesehatan mental, serta

peningkatan kualitas hidup secara keseluruhan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Tingkat stres wanita sebelum dan sesudah dilakukan latihan hatha yoga

pada kelompok intervensi, sebelum dilakukan latihan hatha yoga hasil

tertinggi berada pada kategori tingkat stres sedang yaitu sebanyak 7

responden (41,2 %) tingkat stres ringan dan tidak stres sebanyak 5

responden (29,4 %). Sedangkan sesudah dilakukan latihan hatha yoga

sebagian besar mengalami penurunan tingkat stres yang menjadi tidak

stres sebanyak 11 responden (64,7 %) dan tingkat stres ringan 6 responden

(35,3 %).

Tingkat stres wanita sebelum dan sesudah dilakukan latihan hatha yoga

pada kelompok kontrol, sebelum dilakukan latihan hatha yoga hasil

tertinggi berada pada kategori tingkat stres sedang yaitu sebanyak 9

responden (52,9 %) tingkat stres ringan 5 responden (29,4 %) dan tidak

stres sebanyak 3 responden (17,6%). Sedangkan sesudah dilakukan latihan

hatha yoga hasil tertinggi

Adanya perbedaan antara yang melakukan latihan hatha yoga dengan yang

tidak melakukan pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol

ditunjukkan dengan hasil nilai p = 0,002

Latihan hatha yoga berpengaruh untuk menurunkan tingkat stres pada

wanita di dusun karang tengah sleman yogyakarta.

Saran

Bagi Responden

Hasil penelitian ini sebagai panduan dasar atau usaha mandiri yang

digunakan untuk mengatasi stres pada wanita yaitu dengan cara

mempraktekkan secara rutin setiap hari dengan latihan hatha yoga. Bagi Kader Kesehatan

7

Page 57: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

Diharapkan mendapat informasi yang jelas dan benar tentang

alternatif cara menurunkan tingkat stres seperti dengan melakukan latihan

hatha yoga. Dan diharapkan untuk menambah kegiatan olahraga yang

dilkaukan di dusun karang tengah yang dapat dilakukan satu minggu

sekali.

Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya disarankan agar dapat mengendalikan

variabel pengganggu dan keseriusan masing-masing responden dalam

mengikuti latihan hatha yoga, agar penelitian berjalan dengan lebih

efektif.

DAFTAR PUSTAKA

Adhon. (2013). Manajemen Stres dan Emosi. Yogyakarta : Mantra

Books.

Balitbangkes,(2013). Hasil Riset Kesehatan Dasar. Kementrian

Kesehatan RI. Jakarta.

Devi. (2012). Pengaruh Latihan Yoga Terhadap Penurunan Tekanan

Darah Pada Lanjut Usia (Lansia) di Panti Wreda

Pengayoman “Pelkros” dan Panti Wreda Omega

Semarang. http://pmb.stikestelogorejo.ac.id. Diakses

tanggal 29 Mei 2015.

Hapsari,D. (2009). Pengaruh Lingkungan Sehat Dan Pengaruh Perilaku

Hidup Sehat Terhadap Status Kesehatan. Journal Litbang

dalam

http://depkes.go.idindes.phpbpkarticleviewfile21921090.

Diakses Tanggal 29 Maret 2015.

Hawari, D.(2002). Stres Cemas dan Depresi. FK UI. Jakarta.

Hidayat, A.(2007). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Potter, P., & Perry, A.G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan

Konsep, Proses, dan Praktek. Jakarta: EGC.

Setyoadi, (2012). Perbedaan Tingkat Kualitas Hidup Pada Wanita

Lansia Di Komunitas dan Panti. Tesis Tidak

Dipublikasikan. Universitas Brawijaya Malang.

Shindhu, P.(2006), Hidup sehat dan seimbang dengan yoga, Cetakan I,

Qanita, Jakarta

(2013), Hidup Sehat dan Seimbang Dengan Yoga, Cetakan II, Qanita, Jakarta.

Sunaryo, (2004). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC. 8

Page 58: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

e-journal Keperawatan(e-Kp) Volume 7 Nomor 2, Agustus 2019

GAMBARAN TINGKAT STRES PADA LANSIA

Vindy Dortje Kaunang

Andi Buanasari

Vandri Kallo

Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran

Universitas Sam Ratulangi

Email: [email protected]

Abstract: Elderly there is gradual physical and psychological deterioration, where the decline

in conditions can cause stress to some elderly people. Psychosocial problems in the elderly can

include stress, anxiety (anxiety) and depression. The problem comes from several aspects,

including changes in physical, psychological and social aspects. This study was conducted to

describe stress levels in the elderly at Badan Penyantunan Sosial Usia Terlantar Senja Cerah.

Methods of this research is a descriptive survey research. The research was carried out at the

Badan Penyantunan Sosial Usia Terlantar Senja Cerah in June to July 2019. This study used

the Depression Anxiety Stress Scale 42 instrument which was changed to 20 questions.

Univariate analysis to find out and describe the description of each variable consisting of age,

type of sex, physical stress and psychological stress. These data are displayed in the form of

frequency distribution tables and percentages. The results showed that of the 51 elderly in this

study, 47 elderly (92.2%) experienced mild physical stress. This study also found that of 51

elderly people in this study, 43 elderly (84.3%) experienced mild psychological stress. In

conclusion, the results of this study get an overview of physical and psychological stress in the

elderly at the Balai Penyantunan Sosial Lanjut Usia Terlantar Senja Cerah.

Keywords: Physical Stress, Psychological Stress, Elderly.

Abstrak: Lansia terjadi kemunduran fisik dan psikologis secara bertahap, dimana penurunan

kondisi tersebut dapat menimbulkan stres pada sebagian lansia. Masalah psikososial pada lansia

dapat berupa stres, ansietas (kecemasan) dan depresi. Masalah tersebut bersumber dari beberapa

aspek, diantaranya perubahan aspek fisik, psikologis dan social. Penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui gambaran tingkat stress pada lansia di Balai Penyantunan Sosial Lanjut Usia

Terlantar Senja Cerah. Metode penelitian ini merupakan penelitian survei deskriptif. Penelitian

telah dilaksanakan di Balai Penyantunan Sosial Lanjut Usia Terlantar Senja pada Juni sampai

dengan Juli 2019. Penelitian ini menggunakan instrumen Depression Anxiety Stres Scale 42

yang dirubah menjadi 20 pertanyaan. Analisis univariat untuk mengetahui dan mendeskripsikan

gambaran pada masing-masing variabel yang terdiri dari umur, jenis kelamin, stress fisik dan

stress psikologi. Data-data tersebut ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan

persentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 51 lansia dalam penelitian ini, sebanyak

47 lansia (92,2%) mengalami stress fisik ringan. Penelitian ini juga mendapatkan dari 51 lansia

dalam penelitian ini, sebanyak 43 lansia (84,3%) mengalami stress psikologis ringan.

Kesimpulan, hasil penelitian ini mendapatkan gambaran stress fisik dan psikologis pada lansia

di Balai Penyantunan Sosial Lanjut Usia Terlantar Senja Cerah.

Kata Kunci: Stres Fisik, Stres Psikologis, Lansia.

1

Page 59: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

e-journal Keperawatan(e-Kp) Volume 7 Nomor 2, Agustus 2019 PENDAHULUAN

Penuaan merupakan suatu proses

natural, penuaan akan terjadi pada semua

sistem tubuh manusia dan tidak semua

system akan mengalami kemunduran pada

waktu yang sama. Meskipun proses

menjadi tua merupakan gambaran yang

universal, namun tidak seorangpun

mengetahui dengan pasti penyebab

penuaan atau mengapa manusia menjadi

tua pada usia yang berbeda-beda

(Fatmawati dan Imron, 2017).

Manusia berkembang dari ketidak-

berdayaan hingga menjadi manusia yang

sempurna dan mandiri, dan akhirnya

menjadi renta tak berdaya lagi. Akan tetapi,

ada sebagian orang yang takut dan tidak

mau menerima kenyataannya serta tak tahu

harus bagaimana menghadapi masa lanjut

usianya. Betapa banyak orang lanjut usia

yang merasa kesepian dan tak berguna, dan

tak sedikit pula yang mengalami stress

(Rahman, 2016).

Batasan lansia merupakan seseorang

yang telah berusia 60 tahun atau lebih.

Dalam Undang-undang No. 13 tahun 1998

tentang kesejahteraan lansia, yang ter-

masuk lansia adalah seseorang yang telah

ber-usia 60 tahun atau lebih. Berdasar hasil

Susenas tahun 2013, jumlah lansia di

Indonesia men-capai 20,04 juta orang atau

sekitar 8,05 persen dari seluruh penduduk

Indonesia (BPS, 2013).

Lansia terjadi kemunduran fisik dan

psikologis secara bertahap, dimana penurunan kondisi tersebut dapat

menimbulkan stres pada sebagian lansia.

Masalah psikososial pada lansia dapat berupa stres, ansietas (kecemasan) dan

depresi. Masalah tersebut bersumber dari

beberapa aspek, diantaranya perubahan

aspek fisik, psikologis dan sosial. Gejala yang terlihat pada lansia dapat berupa

emosi labil, mudah tersinggung, gampang

merasa dilecehkan, kecewa, tidak bahagia, perasaan kehilangan, dan perasaan tidak

berguna. Walaupun tidak disebutkan lebih

terperinci mengenai angka kejadian dari masing-masing masalah psikososial

tersebut, namun dari penjelasan tersebut

dapat diketahui bahwa perubahan-

perubahan yang terjadi pada lansia dapat

berkembang menjadi masalah-masalah lain

yang seringkali juga disertai dengan

terjadinya perubahan konsep diri (Hurlock,

2004).

Stres merupakan reaksi fisiologis dan

psikologis yang terjadi jika seseorang

merasakan ketidakseimbangan antara

tuntutan yang dihadapi dengan kemampuan

untuk mengatasi tuntutan tersebut. Stres

dapat dikatakan adalah gejala penyakit

masa kini yang erat kaitannya dengan

adanya kemajuan pesat dan perubahan yang

menuntut adaptasi seseorang terhadap

perubahan tersebut dengan sama pesatnya.

Usaha, kesulitan, hambatan, dan kegagalan

dalam mengikuti derap kemajuan dan

perubahannya menimbulkan beraneka

ragam keluhan (Rahman, 2016).

Penelitian yang dilakukan oleh Azizah

dan Hartanti (2016) mendapatkan bahwa

sebagian besar lansia mengalami stress

dalam katagori sedang. Hasil penelitian ini

sejalan dengan teori yang menyebutkan

bahwa pada umumnya lansia akan

mengalami stress, kecemasan dan depresi

yang dapat terjadi gangguan baik fisik,

mental maupun sosial. Dilihat dari segi

mental lansia dengan stress akan menjadi

pemarah, pemurung, sering merasa cemas

dan lain sebagainya. Dampak dari lansia

yang mengalami stress adanya penurunan

kualitas hidup lansia dengan hipertensi di

wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo

Kabupaten Pekalongan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh

Selo, dkk (2017) mendapatkan bahwa

sebagian besar (40,7%) lansia yang tinggal di Panti Wrdha Pangesti Lawang

mengalami stress sedang sedangkan lansia

yang tinggal di luar Panti Werdha Pangesti

Lawang sebagian besar (47,6%) tidak mengalami stress. Hal ini dikarenakan

lansia tidak tinggal dengan keluarga

sehingga lansia kemungkinan dalam hidupnya merasa sendiri dan tidak ada yang

memberi semangat. Umumnya stress yang

berlarut-larut dapat menimbulkan perasaan cemas, takut, tertekan, kehilangan rasa

2

Page 60: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

e-journal Keperawatan(e-Kp) Volume 7 Nomor 2, Agustus 2019 aman, harga diri terancam, gelisah, keluar

keringat dingin, jantung sering berdebar-

debar, pusing, sulit atau suka makan dan

sulit tidur. Kecemasan yang berat dan

berlangsung lama akan menurunkan

kemampuan dan efisiensi seseorang dalam

menjalankan fungsi-fungsi hidupnya dan

pada akhirnya dapat menimbulkan berbagai

macam gangguan jiwa. Banyak yang kita

temukan lansia yang dikirim ke panti jompo

dan tidak terurus keluarga, ada lansia yang

diasingkan dari kehidupan anak cucunya

meskipun hidup dalam kehidapan yang

sama dan ada lansia yang masih harus

bekerja keras meskipun sudah tua

(Musradinur, 2016).

Dampak stres umumnya yang jika

tidak dapat diatasi oleh lansia dapat

menyebabkan lansia mengalami

kemunduran fisik. Kemunduran fisik

terjadi karena lansia memikirkan dan

mempunyai persepsi buruk terhadap

perubahan yang terjadi pada dirinya.

Keadaan ini yang mempengaruhi kualitas

hidup lansia (Putri, 2012). Berdasarkan

survei pendahuluan yang dilakukan oleh

peneliti mendapatkan bahwa jumlah lansia

yang ada di Balai Penyantunan Sosial

Lanjut Usia Terlantar Senja Cerah

sebanyak 51 lansia. Sebanyak 4 lansia yang

diambil pada survei awal mengalami gejala

stress fisik berupa lansia mudah merasa

letih, merasa lemas seperti mau pingsan,

nafsu makan yang berubah-ubah dan tidak

mampu untuk melakukan suatu kegiatan.

Dari survei awal ini juga menunjukkan ada

5 lansia mengalami gejala stress psikologis

seperti mudah tersinggung, gelisah, mudah

marah dan sulit untuk beristirahat.

Penelitian ini tidak mengambil stress

kimiawi dikarenakan menurut petugas

disana pemberian obat-obatan tidak rutin.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian

survei deskriptif. Penelitian telah dilaksanakan di Balai Penyantunan Sosial Lanjut Usia Terlantar Senja pada Juni

sampai dengan Juli 2019. Penelitian ini menggunakan instrumen Depression

Anxiety Stres Scale 42 yang dirubah

menjadi 20 pertanyaan, terdiri dari 4

pertanyaan tentang stress fisik dengan skor

jika jawaban “tidak pernah” bernilai 4,

“kadang-kadang” bernilai 3, “sering”

bernilai 2, dan “selalu” bernilai 1. Katagori

penilaian stress fisik dibagi: stres fisik

ringan 12-16, stress fisik sedang 7-11, dan

stres fisik berat 1-6.

Stres Psikologis terdiri dari 16

pertanyaan dengan skor “tidak pernah”

bernilai 4, “kadang-kadang” bernilai 3,

“sering” bernilai 2, dan “selalu” bernilai 1.

Katagori penilaian stres psikologis dibagi :

stres psikologis ringan 45-64, stres

psikologis sedang 23-44, dan stress

psikologis berat 1-22. Dalam penelitian ini

didapatkan populasi yaitu sebanyak 51

lansia dengan tolal sampling yaitu dimana

jumlah sampel yang digunakan adalah

seluruh total populasi yaitu sebanyak 51

responden. Analisis univariat untuk

mengetahui dan mendeskripsikan gambaran

pada masing-masing variabel yang terdiri

dari umur, jenis kelamin, stress fisik dan

stress psikologi. Data-data tersebut

ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi

frekuensi dan persentasi.

HASIL dan PEMBAHASAN

Tabel 1. Gambaran Stress Fisik pada

Lansia di Balai Penyantunan Sosial Lanjut

Usia Terlantar Senja Cerah

Stres Fisik n %

Ringan 47 92,2

Sedang 4 7,8

Total 51 100,0

Sumber :Data Primer 2019

Hasil penelitian diatas dapat diketahui

bahwa dari 51 lansia dalam penelitian ini,

sebanyak 47 lansia (92,2%) mengalami

stress fisik ringan. Berdasarkan penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar

lansia mengalami stress fisik ringan. Hal ini

disebabkan karena para lansia kadang bahkan tidak pernah mengalami kelelahan

padahal tidak mengerjakan hal-hal yang

melelahkan, detak jantung meningkat setelah melakukan aktivitas, cenderung

3

Page 61: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

e-journal Keperawatan(e-Kp) Volume 7 Nomor 2, Agustus 2019

bereaksi berlebihan terhadap suatu situasi

misalnya berbicara lebih cepat dan merasa

telah menghabiskan banyak energi.

Penelitian ini masih ditemui lansia

yang mengalami stress fisik sedang

disebabkan para lansia sering mengalami

kelelahan padahal tidak mengerjakan hal-

hal yang melelahkan. Hal ini sesuai dengan

teori Kamso (2000) dalam Karepouwan,

dkk (2018) dimana lanjut usia terjadi

penurunan kekuatan sebesar 88%,

pendengaran 67%, penglihatan 72%, daya

ingat 61%, serta kelenturan yang menurun

sebesar 64%. Jadi walaupun tidak atau

jarang melakukan aktivitas fisik yang berat

lansia pasti merasakan kelelahan dan

menghabiskan banyak energi. Hasil ini

sesuai dengan Rahman (2016) dimana

aspek-aspek stres meliputi gejala stres yang

berkaitan dengan kondisi dan fungsi tubuh

dari seseorang, seperti; sakit kepala, sulit

tidur, banyak melakukan kekeliruan dalam

kerja. Gejala-gejala stress fisik seperti sakit

kepala, nyeri otot, sakit punggung, rasa

lemah, gangguan pencernaan, rasa mual

atau muntah-muntah, sakit perut, nafsu

makan hilang atau selalu ingin makan,

jantung berdebar-debar, sering buang air

kecil, tekanan darah tinggi, tidak dapat tidur

atau tidur berlebihan, berkeringat secara

berlebihan dan sejumlah gejala lain.

Proses penuaan mengakibatkan

perubahan (penurunan) struktur dan

fisiologis pada lanjut usia seperti :

penglihatan, pendengaran, sistem paru,

persendian tulang. Seiring dengan

penurunan fungsi fisiologis tersebut,

ketahanan tubuh lansia pun semakin

menurun sehingga terjangkit berbagai

penyakit. Penurunan kemampuan fisik ini

dapat menyebabkan lansia menjadi stress,

yang dulunya semua pekerjaan bisa

dilakukan sendirian, kini terkadang harus

dibantu orang lain. Perasaan membebani

orang lain inilah yang dapat menyebabkan

stress.

Orang dikatakan lansia jika usianya lebih dari 60 tahun. Pada lansia mengalami proses penuaan yang mengakibatkan

perubahan-perubahan fungsi pada lansia,

salah satunya adalah penurunan fungsi

kognitif. Semakin bertambahnya usia

seseorang maka kecepatan proses di pusat

saraf semakin menurun yang dapat

mengakibatkan perubahan penurunan

fungsi kognitif. Kemunduran fungsi

kognitif sebelum usia 50 tahun adalah

abnormal dan patologis. Perubahan fungsi

kognitif dialami hampir semua orang yang

mencapai usia 70-an tahun. Pada usia 65-75

tahun didapati kemunduran pada beberapa

kemampuan. Di atas usia 80 tahun didapati

kemunduran yang cukup banyak

(Bandiyah, 2009).

Lansia yang menderita penyakit dapat

mengakibatkan perubahan fungsi fisiologis

pada orang yang menderitanya. Perubahan

fungsi tersebut dapat mempengaruhi

kehidupan seseorang dapat menyebabkan

stress pada kaum lansia yang

mengalaminya. Perubahan fungsi fisiologis

yang dialami seseorang tergantung pada

penyakit yang dideritanya. Semakin sehat

jasmani lansia semakin jarang ia terkena

stress, dan sebaliknya, semakin mundur

kesehatannya, maka semakin mudah lansia

itu terkena stress. Para lansia yang rentan

terhadap stress misalnya lansia dengan

penyakit degeneratif, lansia yang menjalani

perawatan lama di rumah sakit, lansia

dengan keluhan somatis kronis, lansia

dengan imobilisasi berkepanjangan serta

lansia dengan isolasi sosial (Hidaayah,

2013).

Banyak faktor yang mempengaruhi

tingkat stress lansia yang tinggal di panti.

Ketika berbicara tentang faktor yang mempengaruhi tingkat stres, kita tidak bisa

lepas dari sumbersumber penyebab stres

atau yang biasa disebut dengan stresor.

Stresor merupakan semua faktor yang mempengaruhi timbulnya stress yang

mengganggu keseimbangan dalam tubuh

(Padila, 2013). Sebagian penyebab stress lansia di panti ialah mudah merasa lelah

padahal tidak melakukan pekerjaan yang

melelahkan. Semakin tua umur maka akan terjadi penurunan kekuatan yang sangat

besar. Walaupun tidak melakukan aktivitas

Page 62: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

4

Page 63: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

n %

e-journal Keperawatan(e-Kp) Volume 7 Nomor 2, Agustus 2019 fisik yang berat para lansia akan tetap

merasakan kelelahan.

Gejala stress fisik dapat berupa sakit

kepala, pusing, pening, tidur tidak teratur,

insomnia (susah tidur), bangun terlalu awal,

sakit punggung, terutama dibagian bawah,

urat tegang terutama pada leher dan bahu,

tekanan darah tinggi atau serangan jantung,

selera makan yang berubah, mudah lelah

atau kehilangan daya energi, dan bertambah

banyak melakukan kekeliruan atau

kesalahan kerja dan hidup (Rahman, 2016).

Penurunan fisik umum dialami lansia,

misalnya penurunan sistem imun yang

cenderung menurun, penurunan sistem

integumen yang menyebabkan kulit mudah

rusak, perubahan elastisitas arteri pada

sistem kardiovaskular yang dapat

memperberat kerja jantung, penurunan

kemampuan metabolisme oleh hati dan

ginjal, serta penurunan kemampuan

penglihatan dan pendengaran. Perubahan

fisik yang cenderung mengalami penurunan

tersebut akan menyebabkan berbagai

gangguan secara fisik yang ditandai dengan

ketidakmampuan lansia untuk beraktivitas

atau melakukan kegiatan yang tergolong

berat sehingga mempengaruhi kesehatan

serta akan berdampak pada kualitas hidup

lansia (Ummah, 2016).

Tabel 2. Gambaran Stres Psikologis pada

Lansia di Balai Penyantunan Sosial Lanjut

Usia Terlantar Senja Cerah

Stres

Psikologis

Ringan 43 84,3

Sedang 8 15,7

Total 51 100,0

Sumber : Data Primer 2019

Tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 51 lansia dalam penelitian ini,

sebanyak 43 lansia (84,3%) mengalami stress psikologis ringan. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa sebagian besar lansia mengalami stress psikologis ringan. Hal ini disebabkan karena para lansia kadang

bahkan tidak pernah mengalami merasa

terganggu oleh baying-bayang masa lalu

yang buruk, marah karena hal yang sepele,

sulit bersantai, mudah tersinggung, sulit

merasa tenang, merasa ketakutan tanpa ada

alasan yang jelas, merasa kesepian, mudah

gelisah, sulit untuk beristirahat, merasa

hidup sudah tidak berarti lagi, mudah

marah, jika merasa tertekan tidak

melakukan kegiatan apapun, tidak sabar

ketika mengalami penundaan, merasa

kehilangan minat, mudah menangis serta

tidak bisa dihibur dengan apapun jika

merasa sedih.

Penelitian ini masih ditemui lansia

yang mengalami stress psikologis sedang

dimana para lansia sering mengalami

mudah tersinggung, mudah marah karena

hal-hal yang sepele. Menurut asumsi

peneliti, sebagian besar lansia masih

memiliki keluarga akan tetapi keluarga

jarang berkunjung sehingga membuat

sebagian lansia merasa sudah tidak berarti

bagi keluarganya. Hasil ini sesuai dengan

pendapat Arbi dan Ambarini (2018) dimana

stress psikologis disebabkan oleh gangguan

struktur, fungsi jaringan, organ, atau

sistemik sehingga menimbulkan fungsi

tubuh tidak normal. Stres proses

pertumbuhan dan perkembangan,

disebabkan oleh gangguan pertumbuhan

dan perkembangan pada masa bayi hingga

tua. Penyebab stres psikologis seperti

labelling dan prasangka, ketidak kepuasan

terhadap diri sendiri terhadap suatu hal

yang dialami, kekejaman, konflik peran,

percaya diri yang rendah, perubahan

ekonomi, emosi yang negatif, dan

kehamilan.

Stres psikologis merupakan stres yang

disebabkan karena gangguan situasi

psikologis atau ketidakmampuan kondisi psikologis untuk menyesuaikan diri seperti

hubungan interpersonal, sosial budaya atau

faktor keagamaan. Individu sering

menggunakan keadaan emosionalnya untuk mengevaluasi stres. Proses penilaian

kognitif dapat mempengaruhi stres dan

pengalaman emosional. Reaksi emosional terhadap stres yaitu rasa takut, fobia,

kecemasan, depresi, perasaan sedih dan

5

Page 64: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

e-journal Keperawatan(e-Kp) Volume 7 Nomor 2, Agustus 2019

rasa marah. Dampak negatif stres seperti

tekanan darah tinggi, pusing, sedih, sulit

berkonsentrasi, tidak bisa tidur seperti

biasanya, terlampau sensitif, depresi, dan

lainnya serta dalam kondisi tertentu, stres

bisa menimbulkan berbagai keluhan

(Musradinur, 2016).

Gelisah atau cemas, sedih, depresi,

menangis, mood atau suasana hati sering

berubah-ubah, mudah panas atau cepat

marah, harga diri menurun atau merasa

tidak aman, terlalu peka dan mudah

tersinggung, gampang menyerah dan sikap

bermusuhan, emosional atau kehabisan

sumber daya mental (burn out) merupakan

gejala-gejala dari stress psikologis (Sary,

2015). Lansia yang mengalami stres emosi

seperti merasa khawatir dengan masalah

yang tidak jelas, merasa letih, bangun tidur

badan terasa sakit, merasa capek, merasa

jantung berdebar akan menyebabkan

kualitas tidur yang menurun. Lansia yang

mengalami stres akan mengalami kualitas

tidur yang buruk. Depresi dan kecemasan

seringkali mengganggu tidur. Seseorang

yang dipenuhi dengan masalah mungkin

tidak bisa rileks untuk bisa tidur.

Kecemasan akan meningkatkan kadar

norepinephrin dalam darah yang akan

merangsang sistem saraf simpatetik

(Dahroni, dkk, 2017).

Kondisi psikologis lansia, misalnya

pengalaman, sifat, jenis kepribadian dan

cara pandang. dapat berpengaruh dalam

menghadapi stress. Cara pandang lansia

yang yang positif dalam menghadapi

masalah, dapat menyelesaikan masalah

tersebut melalui proses mekanisme

penyelesaian yang positif pula. Berorientasi

pada masalah, selalu mencari jalan tengah,

berdasarkan pertimbangan pengalaman

yang baik maupun kurang baik. Orang yang

selalu menyikapi positif segala tekanan

hidup akan kecil resiko terkena stress

(Rahman, 2016).

Inti dari kesuksesan dimasa lansia

adalah kemampuan untuk beradaptasi terhadap berbagai perubahan dan peristiwa hidup yeng membawa perubahan ternyata

belum bisa dilakukan oleh seluruh lansia

subyek penelitian ini Tingkat strss yang

tinggi menunjukkan ketidakmampuan

mereka dalam menyesuaikan terhadap

berbagai perubahan tersebut. Tanggung

jawab selanjutnya berada pada caregivers

atau pihak-pihak di sekitar lansia atara lain

pengurus panti, keluarga, teman-teman,

maupun helper untuk membantu para lansia

panti menjalani masa tuanya dengan sukses

atau dengan kata lain mampu beradaptasi

dengan berbagai perubahan sehingga

meminimalkan stress yang dialami. Ketika

lansia mampu menerima dan menyesuaikan

diri dengan berbagai peristiwa yang

mengubah kehidupannya maka hal ini

berarti pula tingkat stres yang dialami akan

menurun (Ummah, 2016).

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, maka

didapatkan sebagian besar lansia di Balai Penyantunan Sosial Lanjut Usia Terlantar

Senja Cerah mengalami stress fisik ringan.

Sebagian besar lansia lansia di Balai Penyantunan Sosial Lanjut Usia Terlantar

Senja Cerah mengalami stress psikologis

ringan.

DAFTAR PUSTAKA

Arbi, D. K. A. dan Ambarini, T., K. 2018. Terapi Brief Mind fulness-Based Body

Scan untuk Menurunkan Stres Atlet

Bola Basket Wanita Profesional. Jurnal Psikologi dan Kesehatan Mental. 6 (1): 1-12

Azizah, R dan R. D. Hartatnti. 2016.

Hubungan antara Tingkat Stres dengan

Kualitas Hidup Lansia Hipertensi di

Wilayah Kerja Puskesmas

Wonopringgo Pekalongan. The 4 th

University Research Coloqium. 261-

278.

Badan Pusat Statistik. RI. 2013. Statistik Penduduk Lanjut Usia Indonesia 2013: Hasil Sensus Penduduk 2013. Jakarta : BPS.

6

Page 65: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

e-journal Keperawatan(e-Kp) Volume 7 Nomor 2, Agustus 2019

Bandiyah, S. 2009. Lanjut Usia dan

Keperawatan Gerontik. Yogyakarta :

Nuha Medika.

Dahroni, Arisdiani, T dan Y. P. Widiastuti.

2017. Hubungan Antara Stres Emosi

dengan Kualitas Tidur Lansia. Jurnal

Keperawatan 5 (2): 68-71.

Fatmawati, V dan M. A. Imron. 2017.

Perilaku Koping pada Lansia yang

Mengalami Penurunan Gerak dan

Fungsi. Intuisi, Jurnal Psikologi Ilmiah

9 (1): 26-38.

Hidaayah, N. 2013. Stress pada Lansia

Menjadi Faktor Penyebab dan Akibat

Terjadinya Penyakit. The Journal of

Health Sciences 6 (2): 1-8

Hurlock, E.B. 2004. Developmental

psychology: a life span approach. 5th edition. Alih bahasa: Istiwidayanti dan

Soedjarwo. Jakarta: Erlangga.

Karepowan, S. R., Wowor, Man Katuuk,M.

2018. Hubungan Kemunduran

Fisiologis dengan Tingkat Stres Pada

Lanjut Usia di Puskesmas Kakaskasen

Kecamatan Tomohon Utara. Jurnal

keperawatan 6 (1): 1-7.

Musradinur. 2016. Stres dan Cara

Mengatasinya dalam Perspektif

Psikologi. Jurnal Edukasi 2 (2): 183-

200.

Padila. 2013. Buku Ajar Keperawatan

Gerontik. Nuha Medika: Bengkulu.

Putri, R. D. 2012. Perbedaan Tingkat Stres

Pada Lansia Yang Bertempat Tinggal

di Rumah Dan Di UPT Pelayanan

Sosial Lanjut Usia Bondowoso.

Skripsi. Program Studi Ilmu

Keperawatan Universitas Jember.

Jember

Rahman, S. 2016. Faktor-faktor yang Mendasari Stres pada Lansia. Jurnal Pendiidkan Indonesia 16 (1): 1-7.

Sary, Y.N.E., 2015. Buku Ajar Psikologi

Pendidikan. Yogyakarta: Parama

Publishing.

Selo, J., E. Candrawati dan R. M. Putri.

2017. Perbedaan Tingkat Stres pada

Lansia di Dalam dan di Luar Panti

Werdha Pangesti Lawang. Nursing

News 2 (3): 522-533.

Ummah, A. C. 2016. Hubungan Kebutuhan Spiritual dengan Kualitas Hidup pada

Lansia di Panti Wredha Kota Semarang. Skripsi. Universitas

Diponegoro. Semarang.

7

Page 66: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

Jurnal Biomedika dan Kesehatan Vol.1 No. 1 Juni 2018

ORIGINAL ARTICLE

Perbandingan tingkat stres pada lansia

di Panti Werdha dan di keluarga

Edi Santoso1 Purnamawati Tjhin2

ABSTRAK

LATAR BELAKANG

Lanjut usia (lansia) adalah orang yang telah mencapai usia 60 tahun

atau lebih. Perubahan fisik, mental, dan social pada lansia dapat menjadi

pemicu stress, misalnya kematian pasangan, status sosial ekonomi

rendah, penyakit, isolasi sosial dan tempat tinggal lansia. Prevalensi

stres pada lansia di panti sosial (30%) lebih tinggi dibanding lansia yang

tinggal bersama keluarga (8,34%). Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui perbandingan tingkat stress pada lansia di panti werdha dan

di keluarga.

METODE

Penelitian menggunakan studi deskriptif komparatif dengan desain cross-

sectional, selama bulan September-Desember 2017 pada 144 lansia yang

terbagi menjadi 72 orang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Budi

Mulia 2, Cengkareng Barat dan 72 orang tinggal bersama keluarga di

wilayah kerja Puskesmas Grogol Petamburan Jakarta Barat. Pengambilan

sampel dilakukan dengan teknik Consecutive non-random sampling dan

pengukuran tingkat stres menggunakan kuesioner Stress Assessment

Questionnaire. Perbandingan tingkat stres pada lansia di kedua lokasi

menggunakan uji Chi-square dengan tingkat kepercayaan 95%.

HASIL

Rerata usia lansia yang tinggal di panti adalah 68,81+6,72 dan yang di

keluarga 67,79+3,43. Tidak terdapat perbedaan bermakna pada tingkat

stres lansia ditinjau dari segi usia (p=0,102) dan jenis kelamin (p=0,598).

Terdapat perbedaan bermakna pada tingkat stres lansia berdasarkan

tingkat pendidikan (p=0.000), status perkawinan (p=0.000), riwayat

penyakit (p=0,039), dan lokasi tempat tinggal (p=0.000).

1 Program Studi Kedokteran,

Fakultas Kedokteran,

Universitas Trisakti

2 Departemen Anatomi,

Fakultas Kedokteran,

Universitas Trisakti

Korespondensi:

dr. Purnamawati Tjhin, MPd.Ked

Fakultas Kedokteran Universitas

Trisakti, Jalan Kyai Tapa No. 260,

Grogol, Jakarta Barat.

Telp: 081311385925

Email: [email protected]

J Biomed Kes 2018;1(1):26-34

DOI: 10.18051/JBiomedKes.2018.

v1.26-34

pISSN: 2621-539X / eISSN: 2621-5470

Artikel akses terbuka (open access) ini

didistribusikan di bawah lisensi Creative

Commons Attribution 4.0 International

(CC-BY 4.0)

KESIMPULAN

Lansia yang pernah mengenyam pendidikan formal, masih memiliki

pasangan hidup, mempunyai riwayat penyakit kurang dari 3, dan

bertempat tinggal bersama keluarga cenderung memiliki tingkat stress

rendah.

Kata kunci : tingkat stres, lansia, panti werdha, keluarga

26 DOI: https://dx.doi.org/10.18051/JBiomedKes.2018.v1.26-34

Page 67: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

Santoso, Tjhin Perbandingan tingkat stres pada lansia

ABSTRACT

Comparison of stress levels in elderly At nursing home (Panti Werdha) and in the family

BACKGROUND Elderly are people who have reached the age of 60 years or older. Physical, mental, and social changes in the elderly can be a stressor, such as partner mortality, low socioeconomic status, disease, social isolation, and elderly residence. The prevalence of stress in the elderly in nursing home (30%) is higher than the elderly who live with the family (8.34%). The purpose of this study was to determine the comparison of stress levels in the elderly in the nursing home (panti Werdha) and in the family. METHODS The study used a comparative descriptive study with cross-sectional design, during September-December 2017 at 144 elderly divided into 72 people living in Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2, Cengkareng Barat and 72 people living with family in primary health care Grogol Petamburan West Jakarta. Sampling selected by Consecutive non-random sampling technique and measurement of stress level using Stress Assessment Questionnaire questionnaire. Comparison of stress level in elderly in both locations using Chi-square test with 95% confidence level. RESULT The mean age of the elderly living in the nursing care (panti Werdha) is 68.81+ 6.72 and the family is 67.79 + 3.43. There was no significant difference in elderly stress level in based on age (p = 0,102) and gender (p = 0,598). There were significant differences in elderly stress level based on education level (p = 0.000), marital status (p = 0.000), history of disease (p = 0,039), and residence location (p = 0.000). CONCLUSION Elderly who had formal education, still have a spouse, have a history of less than 3, and reside with family tend to have low stress levels. Keywords : level of stress, elderly, nursing home, family

PENDAHULUAN

Lanjut usia (lansia) adalah istilah yang

digunakan untuk orang yang telah mencapai

usia 60 tahun atau lebih.(1) Indonesia sebagai

negara berkembang termasuk salah satu

negara yang jumlah lansianya bertambah

paling cepat di Asia Tenggara. P a d a t a h u n

2 0 1 2 , jumlah lansia di Indonesia telah

mencapai 20 juta jiwa dan sekitar 7,59%

dari jumlah penduduk Indonesia sehingga

menempatkan Indonesia sebagai negara

berstruktur tua (ageing population) karena

persentase penduduk lansia telah mencapai

angka diatas 7%.(2,3)

Lansia mengalami perubahan yang

bersifat normal baik dari segi fisik maupun

mental. Sebagian orang menganggap bahwa

masa lansia sebagai masa penurunan fungsi

biologis yang tidak dapat dihindari oleh

setiap manusia. Berbagai penurunan fungsi

biologis pada lansia dapat mempengaruhi

berbagai perubahan aspek dalam kehidupan

yang saling berkesinambungan, antara lain

perubahan fisik, psikologis, dan sosial, y a n g

jika tidak dapat dilalui dengan baik maka akan

muncul hambatan-hambatan dalam menjalani

aktivitas sehari-hari dan berpotensi menjadi

stressor yang mengakibatkan stres pada lansia. (4)

Selain perubahan fisiologis yang

dialami oleh lansia, kekecewaan, rumah

kosong (sepi), kecacatan dan gangguan dalam

kemandirian, masalah dalam hubungan,

pengasingan juga menjadi stressor bagi

lansia.(4) Penyebab stress merupakan faktor

yang multidimensi. Stres dapat disebabkan

oleh perubahan-perubahan negative dalam

kehidupan misalnya kematian pasangan,

menurunnya status sosial ekonomi, penyakit

fisik yang menyertai, isolasi sosial, lokasi

tempat tinggal tinggal dan spiritual. Demikian

juga perubahan kedudukan, pensiun, serta

menurunnya kondisi fisik dan mental yang

mengakibatkan menurunnya kemampuan

untuk melakukan aktivitas sehari-hari seperti

membersihkan diri, toileting, menyiapkan

makanan, juga dapat mengakibatkan stres

pada lansia.(5)

Perubahan positif dalam kehidupan

misalnya kelahiran anggota keluarga baru,

prestasi anggota keluarga, atau peningkatan

27

Page 68: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

J Biomed Kes

kesehatan, dan kejadian sehari-hari dapat

mengurangi tingkat stres atau depresi.(5)

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS)

prevalensi kejadian stres pada lansia yang

tinggal bersama keluarga di Indonesia

mencapai 8,34%. Prevalensi stres pada lansia

yang menjalani perawatan di panti sosial

mencapai 30%.(6)

Penelitian yang dilakukan Indriana

Y. et.al pada tahun 2010 pada 32 lansia

Panti werdha Pucang Gading Semarang

menunjukkan 81,25% lansia mengalami stres

berat dengan skor di atas 150 dan 18,75%

menunjukkan keluhan sedang. Salah satu

factor yang menyebabkan stres pada lansia di

panti adalah ketiadaan kebersamaan dengan

anggota keluarga sehingga mereka merasa

dicampakan atau tersisih.(7) Tetapi penelitian

di daerah Jawa Tengah yang dilakukan

oleh Syahnur R pada tahun 2006 tentang

perbandingan stres antara lansia yang tinggal

terpisah dari keluarga dengan lansia yang

tinggal bersama keluarga menyatakan bahwa

stres pada lansia tidak dipengaruhi oleh lokasi

tempat tinggal.(8)

Adanya perbedaan hasil penelitian

yang telah dilakukan sebelumnya dan

penelitian sebelumnya dilakukan di salah

satu lokasi saja, mendorong peneliti untuk

mengetahui perbandingan tingkat stress pada

lansia di panti werdha dan di keluarga.

Vol.1 No. 1 Juni 2018

ansietas atau depresi.

Berdasarkan rumus besar sampel

penelitian perbandingan 2 proporsi dan

ditambah drop-out sebesar 10%, jumlah

sampel yang dibutuhkan pada penelitian ini

adalah 144 responden yang terbagi menjadi

72 orang pada kelompok lansia di panti

werdha dan 72 orang pada kelompok lansia

yang tinggal bersama keluarga. Perhitungan

besar sampel menggunakan rumus besar

sampel penelitian perbandingan 2 proporsi

dan pemilihan responden dilakukan dengan

teknik Consecutive non-random sampling.(9)

Keterangan:

Zα = Alpha 5% maka simpang baku

alpha = 1,96

Zβ = Beta 20% maka simpang baku

beta=0,842

P1

= Proporsi pada kelompok yang

sudah di ketahui nilainya (0.3).(6)

METODE

Q1

= 1- P1

P2

= Proporsi pada kelompok lansia

di keluarga yang mengalami stres

Penelitian menggunakan studi

deskriptif komparatif dengan desain cross-

sectional selama bulan September-Desember

2017 pada populasi lansia yang tinggal di

Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2

Cengkareng Barat dan lansia yang tinggal

bersama keluarga di wilayah kerja Puskesmas

Grogol Petamburan Jakarta Barat. Kriteria

inklusi yang digunakan adalah lansia yang

berusia 60 tahun atau lebih, tinggal di panti

sosial dan di keluarga, mampu berkomunikasi

dan aktif, serta bersedia menjadi responden

penelitian ini dengan menandatangani

informed consent. Sedangkan kriteria

eksklusinya adalah lansia yang sakit berat

dan pernah didiagnosis atau memiliki riwayat

(0,08).(6)

Q2

= 1 - P2

P1 - P

2 = Selisih proporsi minimal yang

dianggap bermakna

P = Proporsi total =

Q = 1 – P

Pengukuran tingkat stres menggunakan

kuesioner Stress Assessment Questionnaire

(SAQ). Variabel tingkat stres terdiri dari empat

indikator berupa pertanyaan tertutup yang

menanyakan tenntang sumber stres, gejala,

penanganan, dan stabilitas. Kuesioner terdiri

dari 19 pertanyaan favourable (pertanyaan no

1, 3, 4, 6 , 7, 9, 11, 12, 13, 14, 15, 18, 19,

22, 23, 25, 26, 27, 28) dan 10 pertanyaan

28

Page 69: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

Santoso, Tjhin

unfavourable (pertanyaan no 2, 5,8 , 10, 16,

17, 20, 21, 24, 29). Pertanyaan favourable

nilainya 2 untuk jawaban “ya” dan nilai 1

untuk jawaban “tidak”, sedangkan pertanyaan

unfavourable adalah nilai 1 untuk “ya” dan

nilai 2 untuk jawaban “tidak”. Jumlah skor

akan dikelompokan menjadi 3 kategori

tingkat stres yaitu stres ringan (skor 0-38),

stres sedang (skor 39-48), dan stres berat

(skor >49).

Hasil penelitian dianalisis secara

univariat dan bivariat. Analisis univariat

mendeskripsikan frekuensi dan persentase

variabel yang diteliti, baik variabel tergantung

maupun variabel bebas. Analysis bivariat

untuk dilakukan untuk melihat perbandingan

tingkat stres lansia di panti sosial dan di

keluarga menggunakan uji komparatif

proporsi tidak berpasangan, yaitu dengan uji

Chi-square dengan tingkat kepercayaan 95%

atau p<0,05.

HASIL

Pada tabel karakteristik responden,

dapat dilihat bahwa sebagian besar responden

berusia antara 60-74 tahun (88,9%). Lebih

banyak lansia yang berusia lebih dari 75

tahun di panti (16,67%) daripada di keluarga

Perbandingan tingkat stres pada lansia

(5,56%). Jenis kelamin responden hampir

seimbang baik di panti maupun di keluarga,

dengan persentase laki-laki sedikit lebih

banyak daripada perempuan yaitu 50.7%. Di

panti lebih banyak lansia perempuan (51,39%)

sedangkan di keluarga lebih banyak laki-laki

(52.78%). Tingkat pendidikan responden

mayoritas tidak sekolah (50,7%) secara

keseluruhan dan 55,56% lansia yang tidak

sekolah tinggal di panti dan yang bersekolah

sebagian besar tinggal bersama keluarga

(54.17%). Sebagian besar responden berstatus

duda atau janda (82,64%). Lansia yang tinggal

di panti, lebih banyak yang memiliki riwayat

penyakit lebih dari 3 keluhan (29.17%).

Hasil uji Chi-square menunjukkan

perbedaan bermakna (p=0.000) antara lokasi

tempat tinggal lansia dengan tingkat stres.

Lansia yang bertempat tinggal di keluarga

sebagian besar mengalami stres ringan

(58.3%), sedangkan lansia yang bertempat

tinggal di panti werdha paling banyak

mengalami stres berat (50.0%).

Analisis bivariat antara karakteristik

responden usia dengan tingkat stres tidak

menunjukkan perbedaan bermakna (p=0.102).

Tetapi lansia yang memiliki usia lebih rendah

Tabel 1. Karakteristik responden lansia di Panti Werdha (n=72) dan di keluarga (n=72)

Variabel

Usia

60-74

≥ 75

Panti Werdha

n(%)

60 (83,33%)

12 (16,67%)

Keluarga

n(%)

68 (94.44%)

4 (5.56%)

Jenis Kelamin

Laki-laki

Perempuan

Tingkat Pendidikan

Tidak Sekolah

Sekolah

Status Perkawinan

Menikah

Duda-janda

Riwayat Penyakit

≤3 Keluhan

>3 Keluhan

Keterangan: n= jumlah; %=persentase

35 (48,61%)

37 (51,39%)

40 (55,56%)

32 (40,44%)

0 (0,00%)

72 (100%)

51 (70.83%)

21 (29.17%)

38 (52.78%)

34 (47.22%)

33 (45.83%)

39 (54.17%)

25 (34.72%)

47 (65.28%)

61 (84.72%)

11 (15.28%)

29

Page 70: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

J Biomed Kes Vol.1 No. 1 Juni 2018

Tabel 2. Perbandingan tingkat stres pada lansia di panti werdha dan lansia di keluarga

Variabel

Lokasi

Tingkat stres p

Ringan n (%) Sedang n (%) Berat n (%)

Keluarga

Panti

Umur

60-74 Tahun

≥ 75 Tahun

Jenis Kelamin

Laki-laki

Perempuan

Tingkat Pendidikan

Sekolah

Tidak sekolah

Status Perkawinan

Menikah

Duda - janda

Riwayat Penyakit

>3 Keluhan

<3 Keluhan

42 (58.3%)

10 (13.9%)

50 (39.1%)

2 (12.5%)

29 (39,7%)

23 (32.4%)

38 (53.5%)

14 (19.2%)

17 (68.0%)

35 (29.4%)

35 (31.3%)

17 (53.1%)

18 (25.0%)

26 (36.1%)

38 (29.7%)

6 (37 .5%)

20 (27.4%)

24 (33.8%)

17 (23.9%)

27 (37.0%)

7 (28.0%)

37 (31.1%)

40 (35.7%)

4 (12.5%)

12 (16.7%)

36 (50.0%)

40 (31.3%)

8 (50.0%)

24 (32.9%)

24 (33.8%)

16 (22.5%)

32 (43.8%)

1 (4.0%)

47 (39.5%)

37 (33.0%)

11 (34.4%)

0,000€*

0.102€

0,598€

0,000€*

0,000€*

0.021€*

n=jumlah; %=persentase; €=uji Chi-square; *= p<=0.05=perbedaan bermakna

(64-75 tahun) lebih banyak yang mengalami

stres ringan (39.1%) dan lansia yang berusia

lebih dari 75 tahun lebih banyak yang

mengalami stres berat (50%). Demikian juga

hasil uji Chi- square antara jenis kelamin dan

tingat stres tidak menunjukkan perbedaan

bermakna. laki-laki lebih banyak yang

mengalami stres ringan (39,7%), sedangkan

perempuan lebih banyak yang mengalami

stres sedang (33.8%) dan stres berat (33.8%).

Perbandingan tingkat stres berdasarkan

tingkat pendidikan menunjukkan lansia

yang mengenyam pendidikan formal

lebih banyak yang mengalami stres ringan

(53.5%), sedangkan lansia yang tidak pernah

mengenyam pendidikan formal mayoritas

mengalami stres berat (43.8%). Hasil uji Chi-

square menunjukkan perbedaan bermakna

(p=0.000).

Perbedaan tingkat stres berdasarkan

status perkawinan juga menunjukkan

perbedaan bermakna (0.000). Lansia yang

masih memiliki pasangan lebih banyak yang

mengalami stres ringan (68.0%) dan lansia

yang sudah tidak memiliki pasangan sebagian

besar mengalami stres berat (39.5%). Lansia

yang memiliki lebih dari 3 keluhan penyakit

lebih banyak yang mengalami tingkat stres

sedang (35.7%), sedangkan lansia yang

memiliki riwayat penyakit kurang dari 3

sebagian besar mengalami stres ringan

(53.1%). Hasil uji statistik hubungan antara

jumlah penyakit yang dialami lansia dengan

tingkat stres menunjukkan perbedaan

bermakna (p=0.021).

PEMBAHASAN

Faktor penyebab stres pada lansia

Perubahan fisiologis baik dalam hal

fisik maupun mental pada lansia tidak dapat

dihindari sehingga dapat muncul berbagai

hambatan dalam menjalani aktivitas sehari-

hari dan berpotensi menjadi stressor bagi

lansia.(4) Penelitian yang dilakukan oleh

Jeon H-S dan Dunkle RE mendapatkan hasil

30

Page 71: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

Santoso, Tjhin

bahwa tanda depresi meningkat sesuai dengan

pertambahan usia, terutama pada lansia yang

berusia di atas 85 tahun.(5) Hasil penelitian ini

menunjukkan tidak ada hubungan bermakna

antara usia dengan tingkat stres, walaupun

responden yang berusia lebih tua lebih banyak

yang mengalami stres sedang dibandingkan

dengan yang berusia lebih muda. Hasil yang

berbeda mungkin saja disebabkan karena

usia sampel penelitian yang di atas 75

tahun sangat sedikit (11.1%) dibandingkan

dengan lansia yang berusia antara 60-74

tahun dan lansia yang tertua adalah berusia

75 tahun. Karakteristik usia responden pada

penelitian Jeon HS dan Dunkle RE lebih tua

dibandingkan dengan usia responden pada

penelitian ini. Semakin tua usia, penurunan

fungsi fisik dan mental tentu saja akan semakin

besar sehingga risiko untuk terjadi stress akan

lebih besar. Hasil penelitian ini mendukung

penelitian yang dilakukan oleh Scott SB et.al

yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan

antara usia dengan stress karena stress lebih

tergantung pada waktu terjadinya, lamanya

terpapar stressor, dan kuatnya stressor.(10)

Penyebab stress juga bersifat multifaktorial

sehingga tidak semata-mata karena usia.

Hasil uji Chi-square terhadap

hubungan antara jenis kelamin dan tingkat

stress menunjukkan tidak ada perbedaan

yang bermakna walaupun perempuan lebih

banyak yang mengalami stress sedang

dan berat dibandingkan dengan laki-laki.

Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Sutinah

yang mendapatkan hasil terdapat hubungan

antara jenis kelamin dengan tingkat depresi.

Perempuan lebih banyak yang terkena depresi

karena perempuan lebih cenderung untuk

mencari pengobatan sehingga lebih mudah

terdeteksi dibanding laki-laki.(11) Perempuan

yang lebih tua memiliki tingkat depresi yang

lebih tinggi, lebih banyak yang memiliki

keluhan penyakit fisik, kurang tidur, dan

jarang melakukan aktifitas fisik atau olah raga.

(12) Ada perbedaan respon antara laki-laki dan

perempuan saat menghadapi konflik. Otak

perempuan memiliki kewaspadaan yang

negatif terhadap adanya konflik dan stress.

Pada perempuan konflik memicu hormon

Perbandingan tingkat stres pada lansia

negatif sehingga memunculkan stres, gelisah,

dan rasa takut, sedangkan laki- laki umumnya

menikmati adanya konflik dan persaingan,

bahkan menganggap bahwa konflik dapat

memberikan dorongan yang positif. Dengan

kata lain, ketika perempuan mendapat

tekanan, maka umumnya akan lebih mudah

mengalami stres.(12) Adanya perbedaan hasil

penelitian ini dengan penelitian tersebut

mungkin disebabkan karena mekanisme

coping terhadap stressor yang dihadapi oleh

lansia baik perempuan dan laki-laki ini relative

sama karena mengikuti berbagai kegiatan

yang serupa misalnya senam atau olah raga di

panti maupun di komunitas.

Berdasarkan status pendidikan, lansia

yang memiliki riwayat pendidikan formal

lebih banyak yang mengalami stres ringan,

sedangkan lansia tidak pernah mengenyam

pendidikan formal cenderung mengalami

stres berat. Maka dapat disimpulkan

terdapat perbedaan bermakna antara status

pendidikan dengan tingkat stres. Hal ini

sesuai dengan penelitian yang dilakukan Tse

YP di Hongkong yang menyatakan bahwa

orang dengan pendidikan tinggi mempunyai

kemampuan intelektual yang lebih baik dalam

mengendalikan stres dibandingkan dengan

orang yang memiliki tingkat pendidikan

lebih rendah.(13) Kemampuan inilah yang

digunakan seseorang untuk menyelesaikan

masalah atau stressor dengan baik. Terdapat

perbedaan dari psikologi seseorang

berdasarkan tingkat pendidikan. Pendidikan

merupakan usaha yang dilakukan secara

sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan pembelajaran agar peserta

didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan

yang diperlukan dirinya dan masyarakat. (14) Pendidikan dapat mempengaruhi pola

pikir seseorang dalam menghadapi berbagai

stressor. Lansia yang memiliki tingkat

pendidikan yang tinggi mampu mengelola

masalah (coping) dengan baik sehingga dapat

meminimalisir terjadinya stres sedangkan

lansia yang memiliki pendidikan yang rendah

kurang memiliki pengetahuan yang cukup

31

Page 72: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

J Biomed Kes

untuk menyelesaikan masalah sehingga lebih

mudah mengalami stres.

Sebagian besar responden pada

penelitian ini berstatus sebagai duda/janda,

terutama di panti Werdha. Sama halnya

dengan penelitian sebelumnya, kematian

pasangan merupakan perubahan negatif yang

menjadi salah satu stressor bagi lansia. Hasil

uji statistik menunjukkan adanya perbedaan

bermakna terkait dengan tingkat stress

dengan status perkawinan lansia. Lansia

yang sudah tidak memiliki pasangan, lebih

cenderung mengalami stress berat dan stress

sedang. Memiliki pasangan dapat menjadi

coping strategy dalam menghadapi stress.

Lansia yang memiliki pasangan dapat

menyelesaikan suatu masalah dengan baik

karena dapat berbagi cerita dan mendapat

dukungan dari keluarga atau pasangan. Lansia

juga merasa mendapat dukungan moril dari

orang terdekatnya sehingga dapat mengatasi

stressor dengan baik. Self eficacy dan

dukungan sosial memiliki efek positif bagi

lansia untuk mengimplementasikan coping

strategies yang tepat dalam mengatasi stres.(15)

Perubahan fisiologis tubuh pada

lansia dapat menjadi stressor yang bila tidak

ditangani dengan baik dapat menyebabkan

stress, depresi atau gangguan kesehatan

lainnya.(16) Sepanjang hidup, ketika sistem

imun cederung menurun, maka efek stress akan

sangat kuat. Stress juga dapat memperburuk

efek penuaan.(17) Hasil penelitian menunjukkan

terdapat perbedaan bermakna antara jumlah

penyakit yang dikeluhkan dengan tingkat

stres. Semakin banyak jumlah penyakit yang

dimiliki lansia, semakin tinggi tingkat stress

yang dialami.

Masalah kesehatan adalah penyebab

utama stress pada lansia, seperti kecacatan,

masalah pada penglihatan, pendengaran,

memori.(18,19) Berbagai masalah kesehatan

yang terjadi dapat menurunkan kemampuan

mereka dalam bekerja dan pada kasus yang

lebih berat menyebabkan stress pada orang

lain yang berhubungan dengan mereka.(19)

Kesulitan dalam mengingat dan mengingat

kembali sesuatu, berkurangnya kemampuan

indera pendengaran, pengecapan, raba, kontrol

berkemih, penyakit spesifik, perubahan

Vol.1 No. 1 Juni 2018

pola tidur, perubahan dalam pola makan,

ketidakmampuan dalam aktivitas sehari-

hari (berbelanja, menyiapkan makanan,

membersihkan rumah) juga merupakan factor

yang menjadi stressor bagi lansia.(20)

Perbandingan tingkat stres lansia di

keluarga dan di Panti Werdha

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan bermakna pada tingkat

stress lansia yang tinggal di panti Werdha

dan di keluarga. Lansia yang tinggal di

panti Werdha cenderung mengalami stress

berat sedangkan lansia yang tinggal bersama

keluarga cenderung mengalami stress

ringan. Hasil ini mendukung penelitian

yang dilakukan oleh Selo J di Panti Werdha

Pangesti Lawang yang mendapatkan bahwa

sebagian besar penghuni panti mengalami

stres sedang sedangkan sebagian besar lansia

yang tinggal di luar panti tidak mengalami

stress.(16) Demikian pula penelitian di India

mendapatkan 48.5% responden lansia yang

tinggal di panti jompo memiliki tingkat stres

yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata orang

yang mengalami stres dan 58% responden

mengalami depresi ringan.(21)

Lansia yang tinggal di panti merasa

tidak mempunyai keluarga, kurangnya

aktivitas dalam panti dan isolasi diri, sehingga

dapat menyebabkan stres pada lansia. Keadaan

ini menguatkan teori tentang pentingnya

dukungan social pada lansia. Syahnur R pada

tahun 2006 dalam penelitiannya menyatakan

bahwa stres pada lansia tidak dipengaruhi

oleh lokasi tempat tinggal, tetapi dipengaruhi

oleh dukungan sosial yang didapatkan.(8)

Self-eficacy dan dukungan sosial

memiliki efek positif untuk menjadi

lansia yang memiliki kemampuan untuk

mengatasi stress akibat penuaan sehingga

dapat meningkatkan kualitas hidup lansia.

dan mengurangi tingkat stres pada lansia.

Dukungan sosial dapat dilakukan dengan

cara intervensi dan program latihan untuk

orang yang menjelang lansia, berfokus pada

peran dan kehilangan yang timbul pada masa

transisi. Dengan demikian diharapkan dapat

digunakan mekanisme dan strategy coping

yang efektif sambil mempersiapkan sumber

32

Page 73: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

Santoso, Tjhin

coping seperti dukungan sosial dan self

eficacy.(15)

Panti Werdha merupakan salah satu

upaya untuk memberikan dukungan sosial

bagi lansia yang tidak memiliki keluarga.

Di Indonesia, keputusan keluarga untuk

menempatkan lansia di panti Werdha belum

tentu dapat diterima oleh lansia. Mereka

mungkin merasa terbuang, tidak dibutuhkan

lagi, terisolasi, dan kehilangan orang-orang

yang dicintai. Selain itu, panti Werdha

merupakan tempat yang relatif asing bagi

lansia jika dibandingkan dengan tinggal di

rumahnya sendiri bersama keluarganya. Hal

inilah yang dapat menjadi stresor, baik yang

berasal dari dirinya maupun dari lingkungan.

Walaupun kadang-kadang penempatan lansia

di suatu panti maupun lembaga- lembaga

sosial disebabkan oleh keinginan para lansia

itu sendiri atau karena kondisi keluarga.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian

perbandingan tingkat stres pada lansia di panti

werdha dan lansia di keluarga disimpulkan

bahwa terdapat perbedaan bermakna tingkat

stres pada lansia berdasarkan lokasi tempat

tinggal di panti Werdha dan di keluarga, tingkat

pendidikan, status perkawinan dan jumlah

keluhan penyakit yang dialami. Lansia yang

tinggal bersama keluarga, memiliki riwayat

pendidikan formal, mash memiliki pasangan,

dan memiliki keluhan penyakit kurang dari 3,

cenderung memiliki tingkat stres ringan.

Dukungan sosial dapat memperkecil

tingkat stress lansia dan meningkatkan

kemampuan coping strategies lansia dalam

menghadapi stress. Pantiwerdha sebagai tempat

tinggal lansia dapat melakukan peningkatan

perawatan kesehatan, menghindari perasaan

kesepian ataupun tidak diperhatikan oleh

keluarganya, memperbanyak aktivitas

fisik dan interaksi sosial dengan sesama

penghuni panti Werdha. Selain itu, dapat

dicoba untuk melakukan berbagai mekanisme

coping mengatasi stress seperti berdoa,

membaca, menonton televisi, mendengar

musik, dan berbicara dengan teman dan

keluarga.(18)

Perbandingan tingkat stres pada lansia

UCAPAN TERIMA KASIH

Terimakasih yang sebesar-besarnya

kepada Panti Werdha Budi Mulia 2

Cengkareng Barat dan Puskesmas Grogol

Petamburan Jakarta Barat. yang telah

memberikan tempat dan waktunya kepada

penulis untuk melaksanakan penelitian dan

kepada semua pihak yang telah membantu

terselesaikannya penelitian ini.

DAFTAR REFERENSI

1. Departemen Kesehatan RI Laporan

Survey Kesehatan Rumah Tangga

(SKRT): Litbangkes 2013

2. Kementrian Kesehatan RI. Situasi dan

Analisys Lanjut Usia. 2014 [cited 2017

Mei 25]. Available from: http://www.

depkes.go.id/

3. Utami PDR. Hubungan antara

karakteristik personal dan sikap lansia

terhadap pelayanan di Panti Werdha

dharma Surakarta. Jurnal keperawatan

2008;2:131-2. Available at: https://

scholar.google.co.id/

4. Moradi Z, et.al., Evaluation of stress

factors among the elderly in the nursing

homes for the elderly (Eram and Mother)

in Kermanshah in 2015. Journal of

Medicine and Life. 2015;8(Spec Iss

3):146-150. PMC5348947

5. Jeon H-S, Dunkle RE. Stress and

Depression Among the Oldest-Old:

A Longitudinal Analysis. Research

on aging. 2009;31(6):661-687.

doi:10.1177/0164027509343541.

6. Badan penelitian dan pengembengan

kesehatan kementerian kesehatan RI.

Riset kesehatan dasar tahun 2013.

Available at: htt//www.litbang.depkes.

go.id/sites/download/rkd2013/Laporan_

Riskesdas2013.PDF. Accessed May 25,

2017.

7. Indriana Y. Kristiana I F. Somda A A.

et.al. Tingkat Stres Lansia di Panti werdha

“Pucang Gading” Semarang. 2010;2:87-

8. Available at: https://ejournal.undip.

ac . id/index .php /psikologi /ar t ic le /

view/2953/2639 33

Page 74: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

J Biomed Kes

8. Syahnur R, Perbandingan tingkat Stres

antara Lansia yang tinggal terpisah

dari keluarga dan lansia yang tinggal

bersama keluarga. Electronic Thesis

and Disertation Gadjahmada University.

2006. Available at: http://etd.repository.

ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_

detail&sub=PenelitianDetail&act=view

&typ=html&buku_id=30351&obyek_

id=4

9. Dahlan, M.S. Besar Sampel dan Cara

Pengambilan Sampel. Jakarta : Salemba

Medika. 2013.

10. Scott SB, Sliwinski MJ, Blanchard Fields

F. Age differences in emotional responses

to daily stress: The role of timing, severity,

and global perceived stress. Psychology

and aging. 2013;28(4):10.1037/a0034000.

doi:10.1037/a0034000.

11. Sutinah, Maulani. Hubungan pendidikan,

jenis kelamin dan status perkawinan

dengan depresi pada lansia. Journal

Endurance 2. June 2017. Vol (2): 209-

16. DOI: http://doi.org/10.22216/jen.

v2i2.1931

12. Suen, LJW & Morris, DL. Depression

and gender differences - Focus on

Taiwanese American older adults. Journal

of Gerontological Nursing. 2006. Vol 32:

28-36.

13. Tse YP. Perceived social support and

matrial satisfaction: A Moderator Effect

on parental stress in hongkong. 2007

available at: http://dspace.cityu.edu.hk/

handle/2031/5118

14. Charini.N. Faktor-faktor yang

berhubungan dengan stress pengasuhan

pada ibu dengan anak usia prasekolah. 2013.

Available at: http://repository.uinjkt.ac.id/

dspace/bitstream/123456789/24103/1/

Nurul%20Chairini-fkik.pdf

15. Hava T. Sara C. Maintaining Successful

Aging: The Role of Coping Patterns and

Resources. Journal of Happiness Studies;

Dordrecht Vol. 15, Iss. 2, (Apr 2014): 255-

270. DOI:10.1007/s10902-013-9420-4

16. Selo J. Candrawati E., Putri RM.,

Perbedaan Tingkat Stres pada Lansia di

dalam dan di Luar Panti Werdha Pangesti

Lawang. Nursing News. 2017. Vol 2: (3)

34

Vol.1 No. 1 Juni 2018

17. Graham, J. E., Christian, L. M., &

Kiecolt-Glaser, J. Stress, age, and immune

function: Toward a lifespan approach.

Journal of Behavioral Medicine, 2006.

Vol. 29(4): 389-400. doi:http://dx.doi.

org/10.1007/s10865-006-9057-4

18. Hunter, I. R. and Gillen, M. C., Stress

Coping Mechanisms in Elderly Adults:

An Initial Study of Recreational and

Other Coping Behaviors in Nursing

Home Patients. Adultspan Journal. 2009.

8: 43-53. doi:10.1002/j.2161-0029.2009.

tb00056.x

19. Oldehinkel AJ, Ormel J, Brilman

EI, Vandenberg L. Psychosocial and

vascular risk factors of depression in

later life. Journal of Affective Disorders.

2003;74(3):237–246. [PubMed]

20. Sadrossadat SJ, Houshyari Z, Sadrossadat

L. Construction and standardization of

the measurement scale stressors of aging

(aging of Iran) in the eighth. Spring.

2013:28.

21. Suresh R. Perceived stress and depression

among elderly people residing at old age

home. International Journal of Recent

Scientific Research. 2016. 7:11608-

116011.

Page 75: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

Dow

nlo

aded fro

m h

ttps://jo

urn

als

.lww

.com

/jnr-tw

na b

y B

hD

Mf5

eP

HK

av1zE

oum

1tQ

fN4a+

kJLhE

ZgbsIH

o4

XM

i0hC

yw

CX

1A

WnY

Qp/IlQ

rHD

3c9C

HB

lrWfC

qahyZ

Uy/c

xX

A4cd

KhO

qT

/PV

govE

uy7w

njO

IdaN

k1V

WoQ

==

on 0

5/1

1/2

020

O R I G I N A L A R T I C L E The Journal of Nursing Research h VOL. 21, NO. 1, MARCH 2013

Effects of Hatha Yoga on Stress in Middle-Aged Women

Fu-Jung Huang1 & Ding-Kuo Chien2 & Ue-Lin Chung3*

1MSN, RN, Head Nurse, Department of Nursing, Mackay Memorial Hospital, and Adjunct Lecturer, Department of

Nursing, Mackay Medicine, Nursing and Management College & 2MS, MD, Attending Physician, Department of Emergency Medicine, Mackay Memorial Hospital, and Adjunct Lecturer, Department of Nursing, Mackay

Medicine, Nursing and Management College & 3EdD, RN, Professor, Chinese Medicine With Western Nursing, National Taipei University of Nursing and Health Sciences.

ABSTRACT Background: Stress is considered a crucial trigger for physical

and mental illness. Stress reduction is a known long-term benefit

of regular Hatha yoga practice. The efficacy of a single-session

Hatha yoga class on stress reduction is not currently known.

Purpose: This study investigated the comparative effective-

ness of a single 90-minute Hatha yoga class and an 8-week,

90-minute-class-per-week course.

Methods: We used a quasiexperimental design and recruited

63 female community residents in New Taipei City aged

40Y60 years. Participants were randomly divided into an exper-

imental group (n = 30) and a control group (n = 33). The exper-

imental group received the 8-week Hatha yoga course. The

control group received no intervention. The Perceived Stress

Scale (PSS) and heart rate variability (HRV) assessed stress

reduction effectiveness. Chi-square, independent t test, paired

t test, and generalized estimating equations were used for

data analysis.

Results: After a single 90-minute class of Hatha yoga, exper-

imental group PSS scores were significantly less than those of

the control group (p = .001). Although experimental group HRV

(low-frequency norm and high-frequency norm) had improved,

these changes were not statistically significant (p = .059). PSS

scores for the single 90-minute class and 8-week course did not

significantly differ (p = .157) and HRV of statistics is significant

(p = .005). Generalized estimating equations analyzed changes

in the effectiveness over time of stress reduction (HRV and

PSS) after the Hatha yoga intervention. Results showed the

postintervention HRV and PSS of the experimental group de-

creased significantly (p G .001) more than the control group.

Conclusions/Implications for Practice: Our findings support

the position that regular, long-term practice of Hatha yoga

provides clear and significant health benefits. Participation in a

single 90-minute Hatha yoga class can significantly reduce per-

ceived stress. Doing Hatha yoga regularly can reduce perceived

stress even more significantly.

KEY WORDS: Hatha yoga, middle-aged women, perceived stress, heart rate variability.

Introduction Maintaining and improving personal health is a key public

issue. The American Psychological Association refers to the

fact that more than 40% of adults have experienced stress-

related health problems (Flight Safety Foundation, 2006).

Long-term stress can lead to physiological fatigue and emo-

tional exhaustion (Huang, 2010), with middle-aged women

at particular risk (Chang, 2010). Women aged 40Y60 years

have had several decades of life experience and experience

visible signs of aging in terms of physical appearance and

health (Chang, 2010). They often need to handle the stresses

of family responsibilities and personal careers concurrently.

Stress can cause mental and physical disorders if not man-

aged properly (Wu & Lin, 2008).

Stress typically produces a negative psychological impact

when an individual is challenged or threatened. The indi-

vidual can regain balance by using appropriate stress man-

agement techniques. Stress stimulates the hypothalamus of

the central nervous system to activate endocrine and sympa-

thetic nervous systems, which trigger a series of physiological

reactions. Increased and stronger heart rates increase car-

diac output, increased blood pressure supplies the body with

blood more efficiently, increased blood sugar released by the

liver nourishes muscles, and a suppressed immune system

increases the possibility of infection (Greenberg, 1983/2000;

Ross & Thomas, 2010). Stress has been widely discussed in

the literature, with results illustrating that extreme stress

takes emotional and physical tolls on the individual (Chen,

Kao, & Chen, 2009; Ho et al., 2010; Lucini, Di Fede, Parati,

& Pagani, 2005).

Psychological stress is associated with the autonomic ner-

vous system (Cheema, Marshall, Chang, Colagiuri, & Machliss

,

Accepted for publication: November 12, 2012

*Address correspondence to: Ue-Lin Chung, No.365, Ming-te

Road, Peitou District, Taipei City 11219, Taiwan, ROC.

Tel: +886 (2) 2822-7101 ext. 3119;

E-mail: [email protected]

doi:10.1097/jnr.0b013e3182829d6d

59 Copyright © 2013 Taiwan Nurses Association. Unauthorized reproduction of this article is prohibited.

Page 76: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

The Journal of Nursing Research

2011). Heart rate variability (HRV) is a common physio-

logical indicator used to assess the autonomic nervous sys-

tem (Furutani, Tanaka, & Agari, 2011; Takada, Ebara, &

Kamijima, 2010). A physiological phenomenon in which

the time interval between heartbeats varies, HRV, is measured

by the variation in the beat-to-beat interval. Methods used to

detect beats include ECG and the pulse wave signal derived

from a photoplethysmograph (PPG). The PPG measures pulse

waves; its signal reflects changes in blood flow detected by

infrared light passing through microcirculatory blood vessels.

An optical sensor detects the amount of light passed through

(or reflected from) the blood flow. This waveform can also be

processed to derive beat-by-beat interbeat intervals. Research

has shown no statistically significant differences and a sig-

nificantly high correlation between interbeat interval data

measured by both ECG and PPG in short-term steady-state

recordings (Bolanos, Nazeran, & Haltiwanger, 2006; Gil

et al., 2010). HRV continuous variation is mainly affected

by the autonomic nervous system, HRVanalysis can be grouped

under time domain and frequency domain. Advantages of

frequency domain spectral analysis are that it is sensitive,

accurate, and quantitative, enabling analysis of short-term

steady states and measurement of physiological changes of

individual sympathetic and parasympathetic nervous sys-

tems (Chen, Tsai, Lo, Tsai, & Jeng, 2005).

Many studies have confirmed that practicing yoga en-

ables individuals to cope with and release stress (Chattha,

Raghuram, Venkatram, & Hongasandra, 2008; Satyapriya,

Nagendra, Nagarathna, & Padmalatha, 2009; West, Otte,

Geher, Johnson, & Mohr, 2004). The usual Western methods

define yoga as a complementary or alternative treatment,

and it is regarded as a beneficial activity enabling individ-

uals to improve their state of health and maintain mental

and physical well-being (Shapiro et al., 2007).

Wu and Lin (2008) analyzed nine studies to study the

effectiveness of regular yoga practice for stress reduction.

They found that, although various forms of yoga were used,

most included Hatha yoga. Hatha yoga uses asana practices

to control the autonomous nervous system and muscle func-

tion and keep the body clean, flexible, and well lubricated. It

also focuses on pranayama and meditation trainings, which

relieve chronic stress patterns (Lee & Yang, 2011; Satyapriya

et al., 2009; Tu, Hsu, & Huang, 2011). Ross and Thomas

(2010) analyzed 12 studies and compared the health bene-

fits of yoga practice with other exercises. They found that

yogic practice had profound benefits on physical and men-

tal stress reduction. Yoga acts as both a curative and pre-

ventive therapy, helping individuals to manage and prevent

stress effectively. Furthermore, it also improves overall phys-

ical wellness, helps the practitioner to attain mental and

emotional peace, and promotes quality of life (Michalsen

et al., 2005; Tu et al., 2011).

Wu and Lin (2008) synthesized the literature and recog-

nized that most recent studies have focused on the 12-week,

long-term practice of yoga and supported its benefits on re-

ducing stress. However, such a regimen is not easy to maintain

Fu-Jung Huang et al.

in the midst of a busy modern lifestyle. The efficacy of a single

class of Hatha yoga in reducing stress is unknown, and pre-

vious research on the effectiveness of such has yielded in-

conclusive results (Wei & Tai, 2008; West et al., 2004). This

study thus investigated whether there are significant differ-

ences in stress reduction between a single class and regular

long-term yogic practice. We hoped to provide stress reduction

advice for those unable to practice yoga on a regular basis.

Methods

Study Design and Participants This research used a quasiexperimental design. It was ap-

proved by the Mackey Memorial Hospital Institutional Review

Board in Taiwan (No. 11MMHIS111). Healthy female resi-

dents aged 40Y60 years of a community in New Taipei City

were recruited. Exclusion criteria included cardiovascular

disease, smoking, and currently taking medications. A con-

venience sample of participants was randomly divided into

either the experimental or control group. The experimental

group received an 8-week course (one 90-minute class per

week) of Hatha yoga, whereas the control group received no

intervention.

The freely available software for power calculations,

G*Power 3, estimated the sample size needed for the esti-

mated effect size using a pre/post by group interaction. We

planned an effect size of 0.3, a significance level of .05, and

a test power of 0.80 (Cheema et al., 2011). The calculated

sample size was 56 subjects in total. Considering the pos-

sibility of dropouts, we recruited 63 participants, with 30 in

the experimental group and 33 in the control group. All re-

ceived prestudy baseline Perceived Stress Scale (PSS) and HRV

measurements. In the experimental group, the first postin-

tervention measurement was taken after the first 90-minute

Hatha yoga class, and the second postintervention measure-

ment was done after the full 8-week course. Participants in

the experimental group were excluded from the second mea-

surement if they missed two or more classes.

Intervention Design of the Hatha yoga class was based on reports in the

literature (Chattha et al., 2008; Lee & Yang, 2011; Satyapriya

et al., 2009) and professional yoga books (Farhi, 2000/2011).

Classes were led by certified yoga teachers, with class con-

tents as follows: First, hold one‟s breath and adjust inhalation

and exhalation for about 15Y20 minutes. Next, switch from

diaphragmatic breathing to abdominal breathing and chant

„„om.‟‟ Gradually extend inhalation and exhalation times to

facilitate mental and physical peace and then progress to the

next stage. Total asana practice time was around 50Y60

minutes. It started from a sun salutation pose to warm-up,

followed by different asanas, including the cobra pose, down-

ward facing dog, warrior pose, triangle pose, boat pose, cow

face pose, hero pose 1, hero pose 2, twisted triangle pose,

60 Copyright © 2013 Taiwan Nurses Association. Unauthorized reproduction of this article is prohibited.

Page 77: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

Effects of Hatha Yoga on Stress

spinal twist pose, seated angle pose, child‟s pose, fish pose,

wheel pose, locust pose, camel pose, shoulder stand, plow

pose, and ending with the corpse pose. Students used 15Y20

minutes for meditation training and adjusting breathing.

Finally, the entire training came to a conclusion by chanting

„„om‟‟ three times to slow breathing rates down, followed by

steady heartbeat and the moderating role to achieve mind

serenity. Classes were held once a week with 90 minutes per

class. The total intervention lasted 8 weeks.

Data Collection Outcome measures included PSS and HRV. The PSS is the

most widely used psychological instrument for measuring

stress perception in clinical trials and studies (Mimura &

Griffiths, 2008). Cohen, Kamarck, and Mermelstein (1983)

developed a widely used psychological instrument for mea-

suring stress perception. It has been translated into Chinese

by Chu and Kao (2005) and validated with good reliability

(Cronbach‟s alpha = .84Y.86) and validity (correlation with

symptomatology = .52Y.76). The study questionnaire con-

sisted of 14 questions about stress experienced during the

previous month and associated coping strategies. It used a

5-point scoring system, from 0 to 4, with the seven positive

items reverse scored. The final score was the sum of all

14-item scores, with a higher score indicating higher per-

ceived respondent stress. The HRV instrument used in this

research was the SA-3000P Heart Rate Variability Analyzer

(Medicore Co., Ltd., Seoul, South Korea). Participants were

requested to abstain from caffeinated food and beverages on

the day of their assessments. After 5Y10 minutes of rest with

a regular and calm breathing pattern, participants were seated

and a continuous 5-minute ECG recording was collected using

a PPG device affixed to the subject‟s index finger. During the

monitoring period, participants kept the height of the PPG and

index fingers at the same level as the heart. HRV analysis was

derived from continuous pulse rate recordings at a sampling

rate of 1,024 Hz. Interbeat intervals were computed, and the

HRV power spectrum was obtained via a fast Fourier trans-

formation algorithm using an appropriate software program.

The energy in the specific frequency bands of HRV were ex-

pressed as normalized units for low-frequency (LF; range,

0.05Y0.15 Hz) and high-frequency (HF) bands (range, 0.15Y

0.4 Hz), as recommended by the Task Force for Pacing and

Electrophysiology. HF norm, LF norm, and LF/HF ratio were

derived using spectral analysis of successive interbeat inter-

vals. This analysis technique separates the heart rate spectrum

into its frequency components and provides quantitative esti-

mates of sympathetic and vagal (parasympathetic) neural influ-

ences on the heart. (Cheema et al., 2011; Hynynen, Konttinen,

Kinnunen, Kyrolainen, & Rusko, 2011; Satyapriya et al., 2009).

Data Analysis SPSS 17.0 for Windows (SPSS, Inc., Chicago, IL, USA) was

used for data analysis. Chi-square and Student‟s t tests were

VOL. 21, NO. 1, MARCH 2013

used to analyze demographic and baseline comparisons between

the experimental and control groups. In the experimental

group, paired t tests and generalized estimating equations

examined the interaction effect of the Hatha yoga interven-

tion over time (after the first 90-minute class and after the

8-week course) to analyze differences in PSS and HRV (LF

norm, HF norm, and LF/HF ratio) at the two times.

Results All 63 respondents completed pretest and Posttest 1 (after a

90-minute class) evaluations. However, five experimental

group participants were excluded from Posttest 2 due to

prior absence from two classes. One control group partici-

pant missed Posttest 2 due to illness. In total, 57 participants

completed all assessments, including 25 in the experimental

group and 32 in the control group.

Participant Demographic and Baseline

Comparisons Table 1 displays the demographic and baseline comparisons.

There were 63 female participants in total, randomly as-

signed to the experimental group (n = 30) and control group

(n = 33). Average age was 46 years in the experimental group

and 45.6 years in the control group. There were no signif-

icant differences between the two groups with regard to

age, marital status, education, income, perceived health, or

baseline PSS and HRV values.

Efficacy of the 90-Minute Hatha Yoga Class Table 2 shows the effectiveness of one 90-minute yoga

class. After a single class, participant PSS scores and LF/HF

ratio were significantly below those of their control group

peers (p = .001). Although experimental group biophysical

indicators and HRV (LF norm and HF norm) had also

changed, these changes were not at statistically significant

levels (p = .059).

Comparison of Stress Reduction Efficacy:

One Class and the Full 8-Week Course Table 3 shows the effectiveness of both the first yoga class

and the 8-week yoga course in the experimental group. There

were no significant differences between the two assessment

points with regards to PSS using paired samples t tests. How-

ever, the 8-week course decreased LF norm values (p = .005),

increased HF norm values (p = .005), and decreased the LF/HF

ratio (p = .027) significantly more than the single 90-minute

class We further analyzed the effects ([posttest Y pretest] /

pretest 100). LF norm decreased 16.32% after the first

90-minute class of yoga and 23.78% after the 8-week course.

HF norm increased 24.68% and 35.48% after the 90-minute

class and 8-week course, respectively, and PSS decreased

61

Copyright © 2013 Taiwan Nurses Association. Unauthorized reproduction of this article is prohibited.

Page 78: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

Variable

Experimental (n = 30) Control (n = 33)

#2 t p M SD n % M SD n %

Age (years) 46.0 4.3 45.6 4.8 0.33 .74

Marital status .002 .96

Married 18 60.0 20 60.6

Single 12 40.0 13 39.4

Education .422 .52 Junior college or less 13 43.3 17 51.5 University or above 17 56.7 16 48.5

Income/month .458 .79

None 5 16.7 5 15.2 30,000 or under 6 20.0 9 27.3

30,000 above 19 63.3 19 57.5

PSS 22.6 7.0 24.2 8.8 j0. 7 7 .44

HRV LF Norm 60.2 20.0 52.2 18.2 1.67 .10

HF Norm 39.8 20.0 47.8 18.2 j1.6 7 .10 LF/HF 2.3 1.8 1.7 1.8 1.23 .22

The Journal of Nursing Research Fu-Jung Huang et al.

TABLE 1.

Participant Demographics and Baseline Comparisons (N = 63) Note. PSS = Perceived Stress Scale; HRV = heart rate variability; LF = low frequency; HF = high frequency.

8.85% and 16.96% after the 90-minute class and 8-week

course, respectively.

The Effectiveness of Post-Hatha Yoga

Intervention Stress Reduction by Time Table 4 shows the generalized estimating equations analysis

of stress reduction (HRV and PSS) after yoga intervention at

the two time points. The process time compared pretest and

Posttest 1 (after a 90-minute class of Hatha yoga) and pretest

and Posttest 2 (after an 8-week course of Hatha yoga). In ad-

dition, we used a first-order autoregressive working corre-

lation matrix to verify the effectiveness of HRV and PSS on

the interaction of yogic intervention by time. After the first

90-minute class, the experimental group showed a decrease

in LF norm and an increase in HF norm in comparison to

pretest values, although the differences were not statistically

significant (p = .107). However, the LF/HF ratio and PSS

TABLE 2.

Comparisons of the Two Groups in PSS and HRV Af ter a 90-Minute Class (N = 63)

Pretest Posttest 1 (90min) PretestYPosttest 1

Variable M SD M SD M PSS

Experimental 22.6 7.0 20.6 7.0 j2 . 0

Control 24.2 8.8 24.4 8.9 0.2

LF Norm Experimental 60.2 20.0 50.4 14.7 j9 . 8

Control 52.2 18.2 49.2 21.1 j1 . 6

HF Norm

Experimental 39.8 20.0 49.6 14.7 9.8

Control 47.8 18.2 50.8 21.1 1.6

LF/HF ratio

Experimental 2.3 1.8 1.2 0.7 j1 . 0 Control 1.7 1.8 1.5 1.7 j0 . 1

SD t p

j3. 6 4 .001

2.8

2.0

j1. 9 3 .059

19.0

14.6

1.93 .059 19.0

15.6

j2. 5 4 .017

1.8

1.3 Note. PSS = Perceived Stress Scale; HRV = heart rate variability; LF = low frequency; HF = high frequency.

62 Copyright © 2013 Taiwan Nurses Association. Unauthorized reproduction of this article is prohibited.

Page 79: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

Effects of Hatha Yoga on Stress

TABLE 3.

Comparison of Stress Reduction (PSS and HRV) Af ter a 90-Minute Class and the 8-Week Course in the Experimental Group

Variable

90 Minutes (n = 30)

8 Weeks (n = 25)

t p M SD M SD

PSS 20.5 7.5 19.0 7.2 1.46 .157

LF Norm 51.4 13.7 45.6 14.2 3.11 .005

HF Norm 48.6 13.7 54.4 14.2 j3. 11 .005

LF/HF ratio 1.2 0.7 1.0 0.6 2.36 .027

Note. PSS = Perceived Stress Scale; HRV = heart rate variability; LF = low frequency; HF = high frequency.

scores of the experimental group had significantly decreased

compared to the control group (p = .021, p G .001, respec-

tively). After practicing an 8-week course of Hatha yoga,

the experimental group showed a significant decrease in LF

norm (B = j15.43, p G .001), an increase in HF norm (B =

15.43, p G .001), a decrease in LF/HF ratio (B = j1 .15, p =

.004), and a decrease in PSS score (B = j4 .05, p G .001)

compared with the pretest values.

Discussion Study results showed that LF/HF ratio and PSS significantly

decreased in participants after a single 90-minute class of

Hatha yoga. This suggests a single yoga intervention can be

effective for stress, a finding similar to previous studies such

as that of Satyapriya et al. (2009), which reported the effec-

tiveness of a 60-minute comprehensive yoga relaxation therapy

on women who were 18Y20 weeks pregnant, and West et al.

(2004), who reported a reduction in perceived stress among

69 healthy university students participating in a 90-minute

Hatha yoga class. However, our results differ from those

VOL. 21, NO. 1, MARCH 2013

of Wei and Tai (2008), who studied the effectiveness of a

50-minute yoga session on the HRV of sleep-deprived col-

lege students, and Telles, Singh, and Balkrishna (2011), who

studied the effectiveness of practicing 35-minute HF yoga

breathing (kapalabhati; breath rate, 1.0 Hz). We hypothesize

that a single yoga class can significantly decrease perceived

stress and physical stress (LF/HF ratio), but that HRV is

extremely sensitive and easily affected by many factors (Li,

Tzeng, & Wei, 2009; Lin & Lee, 2008).

Comparing data from the single 90-minute class and 8-week

course, we found significant differences in physiological in-

dicators (LF norm, HF norm, and LF/HF ratio) in the exper-

imental group. A decrease in PSS values was observed but

was not statistically significant. An analysis of the effects

showed that the LF norm decreased from 16.32% to 23.78%,

the HF norm increased from 24.68% to 35.48%, and PSS

decreased from 8.85% to 16.96%. Satyapriya et al. (2009)

reported the effectiveness of a 60-minute comprehensive

yoga relaxation therapy in women who were 18Y20 weeks

pregnant and found that HF norm significantly increased

by 64% in the 20th week and by 150% in the 36th week but

that LF norm and the LF/HF ratio significantly decreased.

Furthermore, psychological stress decreased 31.75% in the

36th week. Their results were similar to our findings.

Generalized estimating equations modified the interde-

pendence of repeated measurements. Compared with exper-

imental group baseline values, there were significant decreases

of LF/HF ratio and PSS after the single class and significant

reductions in stress (PSS and all physiological indicators) after

the 8-week course. This suggests that Hatha yoga has an

immediate stress reduction effect as well as providing ad-

ditional cumulative benefits over time.

Chang (2010) reported that middle-aged women who en-

gaged in regular yogic practice had lower degrees of fatigue

and stress. Similarly, Wu and Lin (2008) reported the benefits

of regular yoga participation on reducing physical and men-

tal stress. Their findings are consistent with the results of our

study. In addition, many surveys have confirmed that regularly

practicing yoga can release stress tension and improve mood

TABLE 4.

GEE Model Analysis of Stress Reduction (HRV and PSS) Af ter a 90-Minute Class and the 8-Week Course

LF Norm

Item B 95% CI

HF Norm

p B 95% CI p B

LF/HF PSS

95% CI p B 95% CI p Intercept 25.00 [ 7.7, 42.3] .005 8.39 [ j7.1 , 23.9] .288 0.99 [ j0.1, 2.1] .073 6.37 [ 2.1, 10.7] .004

Group 2.09 [ j1 .5 , 5.7] .253 j2. 0 9 [ j5.7 , 1.5] .253 0.18 [ j1.2, 0.6] .397 j0 .2 7 [ j0.8, 0.2] .274

Time

90-Minute

8-Week

j6. 8 1 [ j15.1, j1.5 ] .107 6.81

j15.43 [ j23.5, j7.3 ] G.001 15.43

[ j1.5 , 15.1] .107 j0. 88 [ j1.6, j0. 1 ] .021 j2. 27 [ j3.5 , j1 . 1 ] G.001 [ 7.3, 23.5] G.001 j1.1 5 [ j1.9 , j0. 4 ] .004 j4. 05 [ j6.2 , j2 . 0 ] G.001

Note. Group (control group = reference); Time (baseline = reference); controlled variables included age, marital status, education, and income. GEE = generalized estimating equations; HRV = heart rate variability; PSS = Perceived Stress Scale; LF = low frequency; HF = High frequency; CI = confidence interval.

63

Copyright © 2013 Taiwan Nurses Association. Unauthorized reproduction of this article is prohibited.

Page 80: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

¨ ¨

The Journal of Nursing Research

(Chang, 2010; Brisbon & Lowery, 2011; Hartfiel, Havenhand,

Khalsa, Clarke, & Krayer, 2011).

Limitations The main limitation of this study was its relatively small sam-

ple size, short duration, and inclusion of women only. Therefore,

findings cannot be extrapolated to the general population.

Further research should involve a larger sample size that

includes men, longer research duration, and additional bio-

logical indicators (e.g., salivary cortisol and alpha-amylase)

to improve measurement accuracy and the generalizability of

the findings. Also, we used a PPG to collect HRV data in this

study. Although research has shown no statistically signifi-

cant differences and a significantly high correlation between

interbeat interval data measured by both ECG and PPG in

short-term steady-state recordings, the potential for instru-

ment measurement error remains. Finally, PSS typically mea-

sures stress during the previous month. However, this study

had only 1 week separating pretest and first posttest, represent-

ing a potential study limitation.

Conclusions Modern medicine focuses on preventive measures. Primary

prevention focuses on reducing health risks, preventing dis-

ease, and encouraging regular exercise. Regular exercise is

not always convenient due to busy lifestyles. The results of

our study suggest that a single 90-minute class of Hatha yoga

significantly reduced perceived stress and physical stress.

Furthermore, our results showed that long-term yoga par-

ticipation is better than a single yoga class in achieving effec-

tive stress reduction. Therefore, we suggest that communities,

firms, and government agencies offer yoga-related courses as

a way to reduce general stress and improve general health

among their employees and the general public. Results sug-

gest that practicing yoga regularly over the long term will

benefit individual practitioners as well.

References Bolanos, M., Nazeran, H., & Haltiwanger, E. (2006). Comparison

of heart rate variability signal features derived from elec-trocardiography and photoplethysmography in healthy individuals. Engineering in Medicine and Biology Society, 28th Annual International Conference of the IEEE, 1, 4289Y4294. doi:10.1109/IEMBS.2006.260607

Brisbon, N. M., & Lowery, G. A. (2011). Mindfulness and levels of stress: A comparison of beginner and advanced Hatha yoga practitioners. Journal of Religion and Health, 50(4), 931Y941. doi:10.1007/s10943-009-9305-3

Chang, S. L. (2010). The effects of yoga on anxiety, depression and quality of life for middle aged women. Journal of Physical Education Fu Jen Catholic University, 9, 51Y65. (Original work published in Chinese)

Chattha, R., Raghuram, N., Venkatram, P., & Hongasandra, N. R.

Fu-Jung Huang et al.

(2008). Treating the climacteric symptoms in Indian women with an integrated approach to yoga therapy: A randomized control study. Menopause, 15(5), 862Y870. doi:10.1097/ gme.0b013e318167 b902

Cheema, B. S., Marshall, P. W., Chang, D., Colagiuri, B., & Machliss, B. (2011). Effect of an office worksite-based yoga program on heart rate variability: A randomized controlled trial. BMC Public Health, 11, 578. doi:10.1186/1471-2458-11-578

Chen, S. M., Kao, H. T., & Chen, C. H. (2009). The study on work stress, leisure coping and healthVA case with female teachers of senior high school in Taipei City. Journal of Tourism and Health Science, 8(1), 37Y56. (Original work published in Chinese)

Chen, S. R., Tsai, Y. H., Lo, E. C., Tsai, Y. S., & Jeng, C. (2005). Heart rate variability and its application in nursing. New Taipei JournalofNursing,7(1), 1Y12. (Original work published in Chinese)

Chu, L. C., & Kao, H. S. R. (2005). The moderation of meditation experience and emotional intelligence on the relationship between perceived stress and negative mental health. Chinese Journal of Psychology, 47(2), 157Y179. (Original work pub-lished in Chinese)

Cohen, S., Kamarck, T., & Mermelstein, R. (1983). A global mea-sure of perceived stress. Journal of Health and Social

Behavior, 24(4), 385Y396. doi:10.2307/2136404

Farhi, D. (2011). Yoga mind, body & spirit: A return to whole-ness (L. N. Yu, Trans.). Taipei City, Taiwan, ROC: PsyGarden. (Original work published 2000)

Flight Safety Foundation. (2006). Accumulated stress presents range of health risks. Retrieved from http://flightsafety.org/ hf/hf_jan-feb06.pdf

Furutani, M., Tanaka, H., & Agari, I. (2011). Anxiety and heart rate variability before sleep indicate chronic stress in students. Perceptual and Motor Skills, 112(1), 138Y150. doi:10.2466/ 09.13.PMS.112.1.138-150

Gil, E., Orini, M., Bailon, R., Vergara, J. M., Mainardi, L., & Laguna, P. (2010). Photoplethysmography pulse rate variabil-ity as a surrogate measurement of heart rate variability during non-stationary conditions. Physiological Measurement, 31(9), 1271Y1290. doi:10.1088/0967-3334/31/9/015

Greenberg, J. S. (2000). Comprehensive stress management (2nd ed.; J. D. Pan, Trans.). Taipei City, Taiwan, ROC: Psychological. (Original work published in 1983)

Hartfiel, N., Havenhand, J., Khalsa, S. B., Clarke, G., & Krayer, A. (2011). The effectiveness of yoga for the improvement of well-being and resilience to stress in the workplace. Scandi-navian Journal of Work, Environment & Health, 37(1), 70Y76. doi:10.5271/sjweh.2916

Ho, H. C., Chang, S. H., Tsao, J. Y., Chang, M. F., Chen, Y. H., & Yang, T. (2010). The relationship between job stress and physicalYmental health among hospital staff. Chinese Journal of Occupational Medicine, 17(4), 239Y252. (Original work published in Chinese)

Huang, B. Y. (2010). The mediatory effect of social support in the stress-response process. Formosa Journal of Mental

Health, 23(3), 401Y436. (Original work published in Chinese)

Hynynen, E., Konttinen, N., Kinnunen, U., Kyrolainen, H., & Rusko, H. (2011). The incidence of stress symptoms and heart rate variability during sleep and orthostatic test. European Journal of Applied Physiology and Occupational Physiology, 111(5), 733Y741. doi:10.1007/s00421-010-1698-x

64 Copyright © 2013 Taiwan Nurses Association. Unauthorized reproduction of this article is prohibited.

Page 81: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

Effects of Hatha Yoga on Stress Lee, T. I., & Yang, J. J. (2011). Hatha yoga. Sports Research

Review, 113, 1Y6. (Original work published in Chinese)

Li, Y. M., Tzeng, C. B., & Wei, Z. T. (2009). Effect of exercise with different intensity on oxygen saturation and autonomic ner-vous systems at rest and exercise. Journal of Sports Health and Leisure, 11, 34Y41. (Original work published in Chinese)

Lin, J. C., & Lee, A. Y. (2008). The effect of regular exercise training on heart rate variability. Chinese Journal of Occupational

Medicine, 22(4), 13Y22. (Original work published in Chinese)

Lucini, D., Di Fede, G. D., Parati, G., & Pagani, M. (2005). Impact of chronic psychosocial stress on autonomic cardiovascular regulation in otherwise healthy subjects. Hypertension, 46 (5), 1201Y1206. doi:10.1161/01.HYP.0000185147.32385.4b

Michalsen, A., Grossman, P., Acil, A., Langhorst, J., Ludtke, R., Esch, T., I Dobos, G. J. (2005). Rapid stress reduction and anxiolysis among distressed women as a consequence of a three-month intensive yoga program. Medical Science Monitor, 11(12), 555Y561.

Mimura, C., & Griffiths, P. (2008). A Japanese version of the Perceived Stress Scale: Cross-cultural translation and equiva-lence assessment. BMC Psychiatry, 8, 85. doi:1471-244X -8-85

Ross, A., & Thomas, S. (2010). The health benefits of yoga and exercise: A review of comparison studies. Journal of Alternative and Complementary Medicine, 16(1), 3Y12. doi:10.1089/acm.2009.0044

Satyapriya, M., Nagendra, H. R., Nagarathna, R., & Padmalatha, V. (2009). Effect of integrated yoga on stress and heart rate variability in pregnant women. International Journal of Gynecology & Obstetrics, 104(3), 218Y222. doi:10.1016/ j.ijgo.2008.11.013

VOL. 21, NO. 1, MARCH 2013 Shapiro, D., Cook, I. A., Davydov, D. M., Ottaviani, C., Leuchter,

A. F., & Abrams, M. (2007). Yoga as a complementary treat-ment of depression: Effects of traits and moods on treatment outcome. Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine, 4(4), 493Y502. doi:10.1093/ecam/nel114

Takada, M., Ebara, T., & Kamijima, M. (2010). Heart rate variability assessment in Japanese workers recovered from depressive disorders resulting from job stress: Measure-ments in the workplace. International Archives of Occupa-tional and Environmental Health, 83(5), 521Y529. doi:10.1007/ s00420-009-0499-1

Telles, S., Singh, N., & Balkrishna, A. (2011). Heart rate variability changes during high frequency yoga breathing and breath awareness. BioPsychoSocial Medicine, 5, 4. doi:10.1186/ 1751-0759-5-4

Tu, C. C., Hsu, K. L., & Huang, Y. L. (2011). Yoga effect of exer-cise on body, mind and body. Journal of National Cheng Kung University Physical Education Research, 43(2), 67Y74. (Original work published in Chinese)

Wei, C. Y., & Tai, H. C. (2008). The effects of three physical trainings on heart rate variability of the college students after sleep deprivation. Show Chwan Medical Journal, 8(3,4), 77Y83. (Original work published in Chinese)

West, J., Otte, C., Geher, K., Johnson, J., & Mohr, D. C. (2004). Effects of Hatha yoga and African dance on perceived stress, affect, and salivary cortisol. Annals of Behavioral Medicine, 28(2), 114Y118. doi:10.1207/s15324796abm2802_6

Wu, Z. I., & Lin, L. L. (2008). The benefits of yoga exercise on the body and mind reduce stress. Quarterly of Chinese Physical Education, 22(1), 47Y54. (Original work published in Chinese)

65 Copyright © 2013 Taiwan Nurses Association. Unauthorized reproduction of this article is prohibited.

Page 82: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

Reproductive BioMedicine Online (2015) 30, 542–548

www. s c ien c ed i r e c t . c om www. rbmon l in e . c om

ARTICLE

A prospective study using Hatha Yoga for

stress reduction among women waiting for

IVF treatment

Galia Oron *, Erica Allnutt, Tasha Lackman, Tamar Sokal-Arnon, Hananel Holzer, Janet Takefman ** Department of Obstetrics and Gynecology, McGill University, Montreal, Quebec H3A 1A1, Canada

* Corresponding author. E-mail address: [email protected] (G Oron).

** Corresponding author. E-mail address: [email protected] (J Takefman).

Dr Oron completed her residency in 2010 and is a senior physician in obstetrics and gynaecology at the Hospital

for Women, Rabin Medical Center, Israel. She is currently completing a 2-year fellowship in Reproductive En-

docrinology and Infertility at the McGill University, Montreal, Canada, and was awarded excellence for the years

2012 and 2013. In the field of reproduction, she has published articles investigating the expression of growth

differentiation factors and their effect on the growth and maturation of early human ovarian follicles.

Abstract Yoga has been found to be effective in treating anxiety and depression, reducing stress and improving the overall quality

of life in the general population. Minimal research is available on the effect of stress-management programmes with IVF patients.

Owing to the diversity of conditions treated, the poor quality of most studies, and the different assessment tools used to evaluate

the psychological state, it is difficult to draw definite conclusions. Previous studies have used different mind–body interventions

and general measures of stress without evaluation of specific stresses known to result from infertility and its treatment using

standard-ized measures. In this single-centre study, 49 infertile women were recruited to participate in a 6-week Yoga class during

2013 while awaiting their IVF treatment. Study participants were asked to complete standardized questionnaires assessing fertility-

related quality of life (FertiQoL), marital harmony (Dyadic Adjustment Scale [DAS]), state and trait anxiety (State-Trait Anxiety

Inventory [STAI]) and depression (Beck Depression Inventory [BDI]) before commencing and after completing the Yoga

workshops. Anxiety, depres-sion and fertility-specific quality of life showed improvement over time in association with

participation in a 6-week Yoga pro-gramme in women awaiting their treatment with IVF.

© 2015 Reproductive Healthcare Ltd. Published by Elsevier Ltd. All rights reserved.

KEYWORDS: infertility, in-vitro fertilization, stress, Yoga

http://dx.doi.org/10.1016/j.rbmo.2015.01.011

1472-6483/© 2015 Reproductive Healthcare Ltd. Published by Elsevier Ltd. All rights reserved.

Page 83: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

Yoga as a complementary treatment for patients undergoing IVF treatment 543

Introduction Ample evidence has shown that the diagnosis of infertility and

the process of IVF are stressful (Burns and Covington, 2006;

Galhardo et al., 2013; Menning, 1980; Oddens et al., 1999;

Wischmann et al., 2001). Stress is defined as a physical,

mental, or emotional response to events that cause bodily or

mental tension experienced when transactions with the en-

vironment exceed the individual capacity of coping (Catherino,

2011; Collins et al., 1992). The success of IVF treatment un-

questionably depends on numerous biological variables, in-

cluding the cause of infertility, maternal age, protocol used,

number of oocytes retrieved and fertilized, and embryo

quality. Some evidence, however, suggests that psychologi-

cal stress may be a contributing factor as well. Overall, some

empirical studies have shown an association between stress

and poor IVF treatment outcome (Smeenk et al., 2001),

whereas others have not (Anderheim et al., 2005; Lintsen

et al., 2009). The reason for the mixed results may be par-

tially attributed to the use of different instruments for stress

measurement or the investigation of different outcome

parameters.

Specific studies have shown an improved effect on well-

being and IVF outcome, using various interventions such as

counselling (Facchinetti et al., 2004), support group ses-

sions (Galhardo et al., 2013), mind–body workshops and re-

laxation strategies (Domar et al., 2011).

Furthermore, studies conducted on healthy, fertile women

with mild-to-moderate levels of stress report that Yoga suc-

cessfully reduces anxiety and stress and improves quality of

life during pregnancy (Khasky and Smith, 1999; Malathi and

Damodaran, 1999; Smith et al., 2007).

Therefore, the primary aim of the present study was to

evaluate whether patients who participated in a voluntary,

free of charge, 6-week Hatha Yoga workshop demonstrated

lower levels of stress and depression and improved quality of

life related to their infertility diagnosis just before their IVF

treatments.

Materials and methods Participants

The study was conducted at the McGill University Health Cen-

tre‟s Reproductive Centre, a large public university affili-

ated fertility clinic in Montreal, Quebec, Canada, between

January and June, 2013. In 2010, the cost of fertility treat-

ments became covered by the government health insurance

plan for all Quebec residents, and, as a result, the approxi-

mate waiting time from first physician visit to treatment com-

mencement for IVF increased from 2 months to 8–12 months.

The study was originally initiated to offer patients a con-

structive, alternative intervention while waiting for treat-

ment. It was hoped that by offering patients a 6-week Yoga

workshop during this waiting time, they would remain engaged

in the process and with the clinic while waiting for treat-

ment. It was also hypothesized that patients might derive psy-

chological benefits from their involvement in weekly Yoga

classes and that was the purpose of the study.

All female patients, between the ages of 21 and 42 years,

scheduled to begin their IVF cycle using their own gametes,

before starting treatment, who met the study criteria were

eligible for the study. Marital status and sexual orientation

were not exclusionary criteria; therefore single women and

lesbian couples could also participate. Patients were ex-

cluded from the study if they required fertility treatments

other than IVF, if they required oocyte donation or if they

spoke neither English nor French, the two official languages

of the province.

Posters, pamphlets and flyers were distributed through-

out the centre explaining a study was under way in which a

free-of-charge 6-week Hatha Yoga workshop with a quali-

fied Yoga instructor specialized in Yoga for fertility patients

would be offered to female patients of the clinic. Nurses and

doctors were also asked to inform patients about the pro-

gramme and distribute the pamphlets to eligible patients

during their initial consultation. Because this programme was

being offered to those women interested as an alternative to

simply waiting for treatment to begin, no controlled design

was implemented. The Yoga workshop included a weekly 2-h

session that consisted of 15 min of breathing and centreing,

40 min of discussion on a weekly theme, 55 min of Yoga poses

and 10 min of final guided progressive relaxation. The weekly

discussions focused on different themes such as „what is Yoga

for fertility‟, „sharing our stories‟, „stress, anxiety and de-

pression, triggering the relaxation response and exploring

coping mechanisms‟, „nurturing one‟s self‟, „lifestyle – diet,

sleep and exercise‟ and „recognizing the profound affect that

the journey towards parenthood can have on the different re-

lationships in our lives‟. The 55 min of Yoga postures evolved

through the workshop beginning with an introduction to Yoga

postures and learning Yogic breathing as a tool to release stress

and bring awareness to the body – to practising more ad-

vanced coordinated movements while reciting mantras and

affirmation.

Classes were scheduled in the evenings, offsite at a Yoga

studio, centrally located. Yoga sessions started every 6–8

weeks, and patients were assigned to each session accord-

ing to the time of enrolment and according to their prefer-

ence for English- or French-speaking sessions. The McGill

University Health Centre ethics review board authorized this

study on 3 October 2012 (reference 11–275-PSY). Costs for

the programme were underwritten using an unrestricted edu-

cational grant from EMDSerono, Canada.

Patients who enrolled in the study signed a consent form

and were asked to complete a background information ques-

tionnaire and four additional questionnaires (standardized

measures used to assess emotional functioning) each at two

separate time points: one before and one after completing

the Yoga workshop: (i) The fertility-related quality of life tool

(FertiQoL), which has been shown to be a valid tool to assess

quality of life among women with infertility (Aarts et al., 2011;

Boivin et al., 2011; Hsu et al., 2013); (ii) the Dyadic Adjust-

ment Scale (DAS), a measure of couple adjustment; (iii)

Spielberger State-Trait Anxiety Inventory (STAI) (Spielberger

et al., 1983); and (iv) the Beck Depression Inventory (BDI) (Beck

et al., 1961, 1988). As Montreal is a bilingual city, the ques-

tionnaires were available in English or French according to

patient preference. The study was overseen by the Princi-

pal Investigator of the study, our in-house reproductive health

psychologist who has expertise in this area.

The average waiting period from completing the Yoga work-

shop and beginning IVF treatment was 1–3 months. Women

Page 84: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

544 were instructed not to use additional stress-reduction methods

during the study period. No specific evaluation regarding con-

tinued use of Yoga practices during the waiting period and

during treatment was made; however, participants did com-

plete a form once the workshop ended, which included seven

items on a Likert scale enquiring about satisfaction with the

workshop.

G Oron et al. Table 1 Characteristics of the study participants (n = 49).

Maternal (years) 35.8 ± 4.5

Years of infertility 3.7 ± 3

Relationship (years) 7.2 ± 5.5

Living with any children (yes) 4 (8.2%)

Area of living

Urban 34 (70.8%) Suburban 11 (22.9%)

Questionnaires Fertility quality of life

FertiQoL is an internationally validated instrument that mea-

sures quality of life in people experiencing fertility prob-

lems. It is a 36-item tool used to assess core (24 items) and

treatment-related (10 items) quality of life as well as overall

life and physical health assessment (two items). The Core tool

includes 12 personal items that assess the effect of fertility

problems on the emotional and mind-body functioning and 12

interpersonal items assessing the effect of fertility prob-

lems in the relational and social domains. As patients had not

yet had their treatment cycle, the optional treatment module

was not deemed appropriate. Higher scores indicate higher

quality of life.

Dyadic adjustment scale

The DAS is a self-report scale that has 32 items measuring the

degree of partner satisfaction using a six-scale response ranging

from „always agree‟ to „always disagree‟ (Spanier et al., 1979).

It is probably the most widely used scale for evaluating the

quality and adjustment of a couple‟s relationship (Graham

et al., 2006; Graham et al., 2011). After reversing scores for

reverse-scoring items, answers are placed on a six-point Likert

response scale structured to reveal functioning on four factors:

couple consensus (13 items), satisfaction (10 items), cohe-

sion (five items) and emotional expression (four items). High

scores indicate a greater satisfaction and low scores indi-

cate a conflict between the couple. The internal consis-

tency of the scale in the original study was satisfactory

(Cronbach alpha was 0.96).

State-trait anxiety inventory

The STAI is a commonly used measure of trait and state

anxiety. It can be used in clinical settings to diagnose anxiety

and to distinguish it from depressive syndromes. After re-

versing scores for positively worded items, the question-

naire was scored for state (20 items) and trait (20 items)

anxiety ranging from 20–80. The Trait scale was only used at

baseline and State scales were completed at baseline and upon

completion of the workshop. Higher scores indicate more

anxiety.

Beck depression inventory

The BDI is a 13-item self-report measure of depression used

as an assessment tool by healthcare professionals and

researchers in a variety of settings. It is one of the most widely

used instruments for assessing the severity of depression,

in both clinical settings and normal populations. The

questionnaire is composed of items relating to symptoms of

depression, such as hopelessness and irritability; cognitions

such as guilt or feelings of being punished; as well as physical

Rural 3 (6.3%)

Income N = 33

≤ $50,000 5 (15.2%)

> $50,000 to <100,000 14 (42.4%)

≥ $100,000 14 (42.4%)

Values presented as mean ± SD or n (%).

symptoms such as fatigue, weight loss, and lack of interest

in sex. For the 13 items in the BDI, total sum of values (ranging

from 0 to 3) were multiplied to derive a total score. Higher

scores indicate higher depression levels.

Statistical analysis

The FertiQoL Core total and subscale scores were com-

puted, transformed to scaled scores and summary statistics

were calculated (e.g. reliability coefficient, mean and stan-

dard deviation). Scaled scores were computed to achieve a

range of 0–100, allowing comparisons between scales easier

and more comprehensible. For scaling, items with reverse-

scoring were reversed; all items were summed and multi-

plied by 25/k, where k was the number of items in the desired

subscale or total scale. For the sake of brevity, only final analy-

ses are shown here. See www.fertiqol.org for FertiQoL in all

languages and for scoring instructions. The Wilcoxon Signed-

Rank test was used to examine, for each subscale, whether

there was significant change between time 1 (T1) (before the

Yoga workshop) and time 2 (T2) (after the Yoga workshop).

Results A total of 57 women volunteered to participate in the study.

Eight dropped out before completing the entire 6-week Yoga

workshop. Reasons for drop-out included not being comfort-

able in a group setting, not being able to attend regularly and

not wanting to pursue Yoga as a complementary approach.

Forty-nine patients completed the 6-week Yoga workshop, an-

swered all questionnaires, and were therefore included in the

analyses.

Study population

The mean age of women was 35.7 ± 4.5 (range 26–43), with

a mean duration of infertility of 3.7 years (Table 1). A total

of 91.8% of the study population had primary infertility

(45/49). Four per cent of the study sample was unemployed

(2/49), 8.2% were students (4/49) , 2.0% were homemakers

Page 85: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

60

Core

Fert

ilQoL S

co

re

70

80

90

50

40

30

Diff

ere

nce:a

fter

and b

efo

re

30

−10

0

10

20

Yoga as a complementary treatment for patients undergoing IVF treatment 545

Table 2 Fertility-related quality of life scores.

Before After P-value

(Signed-Rank test)

Core FertilQoL

Emotional

Mind–body

Relational

Social

55.4 ± 14.3 (43)

52.1 ± 20.2 (48)

55.6 ± 22.0 (48)

74.1 ± 14.7 (44)

58.5 ± 19.7 (47)

64.7 ± 15.3 (32) 0.0027

58.8 ± 18.8 (46) 0.006

62.5 ± 17.5 (41) 0.008

77.1 ± 15.9 (40) NS

60.9 ± 20.7 (43) NS

Values for mean ± SD; NS = not statistically significant. Core FertilQoL = Core fertility-related

quality of life.

Difference

Before After

Time median +/– 95% CI

Figure 1 Plots of paired pre-post Core fertility-related quality of life (FertiQoL) scores. The left plot contains Box-plots for both

pre- and post-Yoga Core FertiQoL scores, with pre-post pairs from the same participant connected by lines. The right plot shows

the distribution of the difference of pre-post Core FertiQoL Scores, together with median +/− 95% CI (red) of the difference.

(1/49) and the rest were skilledprofessionals. A total of 89.8%

of the sample was university-educated (undergraduate degree

[46.9%, 23/49] and Masters or PhD degrees [42.9%, 21/49]).

Analyses comparing time 1 to time 2 for standardized measures Fertility quality of life

Patients had a significantly higher mean Core FertilQoL scores

after participating in the study (T2 = 64.7, SD 15.3) than before

(T1 = 55.4, SD 14.3); P = 0.027. Emotional quality of life

subscale analysis showed improvement over time. (T1 = 52.1

± 20.2 versus T2 58.8 ± 18.8); P = 0.006 as did mind–body

quality-of-life analysis (T1 = 55.6 ± 22.0 versus T2 = 62.5 ±

17.5); P = 0.008 (Table 2).

Plots of paired pre-post Core FertiQoL Scores are pre-

sented in Figure 1.

The state-trait anxiety inventory

The State anxiety questionnaire showed a significant reduc-

tion in mean anxiety score (T1 = 46.7 ± 12.1 versus T2 = 42.8

± 9.6); P = 0.0002.

Beck depression inventory

The BDI also showed significantly reduced levels of mean de-

pression scores at the end of the Yoga workshop (T2 = 5.26

± 3.9) compared with (T1 = 7.77 ± 5.97); P = 0.0004.

Dyadic adjustment scale

Results using the relationship measure showed the Yoga work-

shop did not affect couple adjustment (T1 = 95.5 ± 7.58 versus

T2 = 96.1 ± 7.18) (Table 3).

Satisfaction scale analysis

Overall, the degree of satisfaction with the Yoga workshop

was rated as high on the Satisfaction questionnaire com-

pleted after the Yoga workshop finished. On a scale from 1

to 5 with 1 being unsatisfied and 5 fully satisfied, overall sat-

isfaction rates were high, with a mean average score of 4.6

± 0.6. Patients reported „feeling more relaxed‟ as a result of

the programme, with an average score of 4.3 ± 0.7; and

„feeling more in control of feelings‟, with an average score

of 4.9 ± 0.2. The overall score for „planning to continue to

Page 86: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

546 G Oron et al.

Table 3 Beck Depression Inventory, Dyadic Adjustment Scale and State-Trait Anxiety

Inventory scores.

Before After

P-value

(Signed-Rank test)

BDI

DAS

STAI-state

7.77 ± 5.97 (48)

95.5 ± 7.58 (38)

46.7 ± 12.1 (46)

5.26 ± 3.9 (47) 0.0004

96.1 ± 7.18 (41) NS

42.8 ± 9.6 (42) 0.0002

Values are Mean ± SD; NS = not statistically significant. BDI = beck depression inventory;

DAS = dyadic adjustment scale; STAI = state-trait anxiety inventory.

practising Yoga while waiting for treatment after the work-

shop was over‟ was 4.4 ± 0.9.

From a qualitative perspective, patient comments indi-

cated high satisfaction with the programme. The following

represents a sampling of the comments. No negative com-

ments were recorded by participants.

„Actually, thanks to you for the wonderful workshop, it was

an amazing space for laughing, crying, sharing, reflect-

ing and charging new batteries for the ongoing journey.‟

„Thank you very much for the great experience we had in

the group and for introducing Yoga to my life. On my

journey I feel very confined and lost and the Yoga ses-

sions helped bring more control of my feelings, on my stress

and a sense of hope and less loneliness. I learned to listen

to my body and I am trying to apply the breathing tech-

nique in my daily routine.‟

„Thank you for the amazing Yoga classes that did so much

for my mind, body and spirit.‟

„I just wanted to say thank you for the opportunity of par-

ticipating in the YOGA for Fertility workshop. I really

enjoyed the class and I found it really interesting to hear

other women‟s fertility stories and opinions, which were

so like my own. It was eye opening for me, and really gave

me a deeper insight to this process‟.

„I am grateful to have participated in the workshop, it has

helped me realize where I need to work on some of my

issues going forward in my treatment‟.

„I just wanted to tell you that I really enjoyed the Yoga

classes. Somehow, I feel more at peace with whatever will

happen in the future whether I get pregnant or not. Learn-

ing Yoga poses and breathing helps me deal with stress.‟

„I just want to say how much I appreciate the fertility Yoga

workshop. It‟s great to meet other women going through

similar experiences. Even more, it‟s so empowering to feel

that I‟m actually DOING something that might enhance my

chances of success. I am already feeling stronger and better

prepared to cope with the stress of IVF.‟

Discussion Patients undergoing IVF report high levels of depressive

symptoms, anxiety and distress compared with the general

population (Chen et al., 2004; Cousineau and Domar, 2007;

Galhardo et al., 2013; Mousavi et al., 2013). Infertility-related

psychological stress has been divided into „baseline‟ stress

(acute and chronic) associated with the experience of being

infertile, and „procedural‟ stress (acute) associated with the

treatment procedures themselves (Klonoff-Cohen et al.,

2001). Most studies examining infertility-associated stress,

however, do not differentiate among these different types and

expressions of stress, and use different assessment tools to

evaluate psychological state. Furthermore, many studies use

only general measures of stress and do not include measures

that assess stress associated specifically with infertility (Boivin

and Takefman, 1996; Demyttenaere et al., 1992; Yong et al.,

2000).

In general, Hatha Yoga has been found to be effective in

alleviating anxiety and depression, reducing generalized stress

and improving overall quality of life (Kirkwood et al., 2005;

Michalsen et al., 2005; Pilkington et al., 2005; Woodyard,

2011). In the present study, the implementation of Hatha Yoga

as a complementary stress-reducing modality was evalu-

ated among patients awaiting IVF treatment. Both domains

of stress were evaluated (depression and anxiety) using

standardized questionnaires before and after intervention

(STAI, BDI) as well as couple harmony. In addition, fertility-

related quality of life was assessed using the FertilQol ques-

tionnaire, a reliable and validated tool for the infertile

population.

Minimal research has been conducted on the effect of

stress-management programmes with IVF patients (Domar

et al., 2011; Hammerli et al., 2009; Smith et al, 2010). Certain

psychological and complementary interventions have been

shown to be beneficial in stress reduction among infertile pa-

tients awaiting treatment. A randomized-controlled study

evaluating the efficacy of mind–body workshop in IVF pa-

tients (Chan et al., 2005) showed that the mind–body inter-

vention was successful in improving the psychosocial and

spiritual well-being of women undergoing their first IVF;

however, this study was carried out in China on Chinese women

and may not necessary be generalizable to western popula-

tions. Yoga has been proposed as a relaxation method to help

women experiencing the challenges of infertility (Khalsa,

2003).

In our study, Yoga was found to improve the overall quality

of life related to infertility, and, in particular, to reduce the

negative feelings and thoughts associated with infertility. It

was also found to reduce general anxiety and depression over

time.

In a recent study, implementing Hatha Yoga as an adju-

vant therapy for women undergoing IVF, similar findings were

reported (Valoriani et al., 2014). Specifically, anxiety, de-

pression and distress were assessed with the STAI, Edin-

burgh Depression Scale (EDS) and General Health Questionnaire

(GHQ-60), questionnaires, and demonstrated reduced de-

pression and distress in 45 infertile patients participating in

Page 87: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

Yoga as a complementary treatment for patients undergoing IVF treatment 547 a Yoga study. Although the above study did not use specific

measures of infertility-related stress as ours does, evidence

seems to be mounting about the benefits of Yoga with this

medical population.

Furthermore, this study shows that that patients in this

study who were in a relationship did not have impaired couple

functioning but rather were harmonious, based on rela-

tively high baseline average scores using a standardized in-

terpersonal measure and FertiQoL subscale. This in in

accordance with some studies showing that infertility may act

as a cohesion factor within the couple (Galhardo et al., 2013;

Schmidt et al., 2005). Therefore, it was not surprising that

the Yoga classes did not improve this domain of functioning

as scores were in the high normal to begin with and classes

did not include spouses. The fact that Yoga was not found in

our study to have an effect on marital adjustment is a vali-

dating finding as it would have been difficult to explain such

an occurrence. Furthermore, the fact that no change over time

was reported for couple functioning, as opposed to other mea-

sures for which improvement overtime was observed, dem-

onstrates that participants did not simply rate all measures

improved because of sweeping positive feeling, but rather paid

attention to specific measures of functioning and responded

accordingly. The interpersonal subscale of FertiQoL also did

not show improvement over time, indicating that FertiQoL is

a valid measure of interpersonal quality of life for infertile

women as it correlated well with the DAS. (The r score

between interpersonal FertiQol and DAS at T1 was 0.67, and

was 0.39 at T2, P < 0.02).

The limitations of the study include the volunteer nature

of the study. Participants who volunteer to an interventional

study such as this might be a self-selected population with

either increased levels of anxiety and stress, increased aware-

ness of the benefits of lifestyle modifications or with a belief

in the Yoga method as an effective tool for intervention. They

may also be a subset of the population who are more com-

fortable with group experiences or with using other comple-

mentary therapeutic approaches. The lack of a control group

to to which participants are randomly assigned, means that

only an association between the intervention and improve-

ment in functioning can be reported but no conclusions can

be drawn with certainty that participation in Yoga leads to

improved functioning. Furthermore, from a socioeconomic per-

spective, our study group might not reflect the general, in-

fertile female population because our participants were mostly

university educated. Therefore, it would be misleading to gen-

eralize these results to all infertile women undergoing IVF

treatment. Given the encouraging findings, however, it can

be recommended that Yoga might benefit certain female pa-

tients, does no harm, and the opportunity to take part in such

a workshop was appreciated by all.

All patients who completed the Yoga programme re-

mained at the clinic and carried out their IVF treatments also

suggesting that the offer of a free Yoga workshop was effec-

tive in keeping participants connected to the clinic and can

be used in the future to make the demands of a long waiting

list more tolerable thereby improving quality of care in patient

services. Similarly, reported satisfaction scores and testimo-

nies were very positive, specifically indicating a commit-

ment to continue practising Yoga after the workshop was over

and to recommend this form of exercise to others in the same

situation. Given infertility and its treatment has been

reported by many patients as contributing to feelings of help-

lessness, the ability to practice Yoga before and during treat-

ment should likely be seen as empowering skill set which gives

control back to patients and fortifies them (Valoriani et al.,

2014).

No negative effects were observed on objective mea-

sures or self-report evaluations. Therefore, Hatha Yoga for

women experiencing infertility can be considered as a comple-

mentary intervention before IVF treatment. It is recom-

mended that further research be undertaken using a

randomized, controlled design to determine whether it is spe-

cifically the yoga exercises that cause improved levels of emo-

tional functioning or whether non-specific, confounding factors

are at play. A larger, future study would also allow for as-

sessment of the role Yoga might play in improving success rates

with IVF by lowering stress levels.

Overall, it is reasonable to conclude that anxiety, depres-

sion and fertility-specific quality of life showed improve-

ment over time in association with participation in a 6-week

Yoga programme in women awaiting treatment with IVF.

References Aarts, J.W., van Empel, I.W., Boivin, J., Nelen, W.L., Kremer, J.A.,

Verhaak, C.M., 2011. Relationship between quality of life and dis-

tress in infertility: a validation study of the Dutch FertiQoL. Hum. Reprod. 26, 1112–1118.

Anderheim, L., Holter, H., Bergh, C., Möller, A., 2005. Does psycho-

logical stress affect the outcome of in vitro fertilization? Hum. Reprod. 20, 2969–2975.

Beck, A.T., Ward, C.H., Mendelson, M., Mock, J., Erbaugh, J., 1961. “Beck Depression Inventory (BDI)” An inventory for measuring de-

pression. Arch. Gen. Psychiatry 4, 561–571. Beck, A.T., Steer, R.A., Garbin, M.G., 1988. Psychometric proper-

ties of the Beck Depression Inventory: twenty-five years of evalu-

ation. Clin. Psychol. Rev. 8, 77–100. Boivin, J., Takefman, J.E., 1996. Impact of the in-vitro fertilization

process on emotional, physical and relational variables. Hum. Reprod. 11, 903–907.

Boivin, J., Takefman, J., Braverman, A., 2011. The fertility quality of life (FertiQoL) tool: development and general psychometric properties. Hum. Reprod. 26, 2084–2091.

Burns, L.H., Covington, S.N., 2006. Psychology of infertility. In: Cov-

ington, S.N., Burns, L.H. (Eds.), Infertility Counseling a Compre-

hensive Handbook. Cambridge University Press, New York, pp. 1–19.

Catherino, W.H., 2011. Stress relief to augment fertility: the pres-

sure mounts. Fertil. Steril. 95, 2462–2463. Chan, C.H., Chan, C.L., Ng, S.M., Ng, E.H., Ho, P.C., 2005. Body-

mind-spirit intervention for IVF women. J. Assist. Reprod. Genet. 22, 419–427.

Chen, T.H., Chang, S.P., Tsai, C.F., Juang, K.D., 2004. Prevalence of depressive and anxiety disorders in an assisted reproductive technique clinic. Hum. Reprod. 19, 2313–2318.

Collins, A., Freeman, E.W., Boxer, A.S., Tureck, R., 1992. Percep-

tions of infertility and treatment stress in females as compared with males entering in vitro fertilization treatment. Fertil. Steril. 57, 350–356.

Cousineau, T.M., Domar, A.D., 2007. Psychological impact of infer-

tility. Best Prac. Res. Clin. Obstet. Gynaecol. 21, 293–308. Demyttenaere, K., Nijs, P., Evers-Kiebooms, G., Koninckx, P.R., 1992.

Coping and the ineffectiveness of coping influence the outcome of in vitro fertilization through stress responses. Psychoneuroendocrinology 17, 655–665.

Page 88: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

548 Domar, A.D., Rooney, K.L., Wiegand, B., Orav, E.J., Alper, M.M.,

Berger, B.M., Nikolovski, J., 2011. Impact of a group mind/body intervention on pregnancy rates in IVF patients. Fertil. Steril. 95, 2269–2273.

Facchinetti, F., Tarabusi, M., Volpe, A., 2004. Cognitive-behavioral treatment decreases cardiovascular and neuroendocrine reac-

tion to stress in women waiting for assisted reproduction. Psychoneuroendocrinology 29, 162–173.

Galhardo, A., Cunha, M., Pinto-Gouveia, J., 2013. Mindfulness-

based workshop for infertility: efficacy study. Fertil. Steril. 100, 1059–1067.

Graham, J.M., Liu, Y.J., Jeziorski, J.L., 2006. The dyadic adjust-

ment scale: a reliability generalization meta-analysis. J. Mar-

riage Fam. 68, 701–717. Graham, J.M., Diebels, K.J., Barnow, Z.B., 2011. The reliability of

relationship satisfaction: a reliability generalization meta-

analysis. J. Fam. Psychol. 25, 39–48. Hammerli, K., Znoj, H., Barth, J., 2009. The efficacy of psychologi-

cal interventions for infertile patients: a metaanalysis examin-

ing mental health and pregnancy rate. Hum. Reprod. 15, 279– 295.

Hsu, P.Y., Lin, M.W., Hwang, J.L., Lee, M.S., Wu, M.H., 2013. The fertility quality of life (FertiQoL) questionnaire in Taiwanese in-

fertile couples. Taiwan. J. Obstet. Gynecol. 52, 204–209. Khalsa, H.K., 2003. Yoga: an adjunct to infertility treatment. Fertil.

Steril. 80, 46–51. Khasky, A.D., Smith, J.C., 1999. Stress, relaxation states, and cre-

ativity. Percept. Mot. Skills 88, 409–416. Kirkwood, G., Rampes, H., Tuffrey, V., Richardson, J., Pilkington,

K., 2005. Yoga for anxiety: a systematic review of the research evidence. Br. J. Sports Med. 39, 884–891.

Klonoff-Cohen, H., Chu, E., Natarajan, L., Sieber, W., 2001. A pro-

spective study of stress among women undergoing in vitro fertil-

ization or gamete intrafallopian transfer. Fertil. Steril. 76, 675– 687.

Lintsen, A.M., Verhaak, C.M., Eijkemans, M.J., Smeenk, J.M., Braat, D.D., 2009. Anxiety and depression have no influence on the can-

cellation and pregnancy rates of a first IVF or ICSI treatment. Hum. Reprod. 24, 1092–1098.

Malathi, A., Damodaran, A., 1999. Stress due to exams in medical students–role of Yoga. Indian J. Physiol. Pharmacol. 43, 218– 224.

Menning, B.E., 1980. The emotional needs of infertile couples. Fertil. Steril. 34, 313–319.

Michalsen, A., Grossman, P., Acil, A., Langhorst, J., Lüdtke, R., Esch, T., Stefano, G.B., Dobos, G.J., 2005. Rapid rapid stress reduc-

tion and anxiolysis among distressed women as a consequence of a three-month intensive yoga program. Med. Sci. Monit. 11, 555– 561.

Mousavi, S.A., Masoumi, S.Z., Keramat, A., Pooralajal, J., Shobeiri, F., 2013. Assessment of questionnaires measuring quality of life in infertile couples: a systematic review. J. Reprod. Infertil. 14, 110–119.

G Oron et al. Oddens, B.J., Tonkelaar, I., Nieuwenhuyse, H., 1999. Psychosocial

experiences in women facing fertility problems: a comparative survey. Hum. Reprod. 14, 255–261.

Pilkington, K., Kirkwood, G., Rampes, H., Richardson, J., 2005. Yoga for depression: the research evidence. J. Affect. Disord. 89, 13– 24.

Schmidt, L, Holstein, B, Christensen, U, Boivin, J, 2005. Does infer-

tility cause marital benefit? An epidemiological study of 2250 women and men in fertility treatment. Patient Educ. Couns. 59, 244–251.

Smeenk, JM, Verhaak, CM, Eugster, A, van Minnen, A, Zielhuis, GA, Braat, DD, 2001. The effect of anxiety and depression on the outcome of in-vitro fertilization. Hum. Reprod. 16, 1420–1423.

Smith, C, Hancock, H, Blake-Mortimer, J, Eckert, K, 2007. A ran-

domized comparative trial of Yoga and relaxation to reduce stress and anxiety. Complement. Ther. Med. 15, 77–83.

Smith, JF, Eisenberg, ML, Millstein, SG, Nachtigall, RD, Shindel, AW, Wing, H, Cedars, M, Pasch, L, Katz, PP, Infertility Outcomes Program Project Group, 2010. The use of complementary and al-

ternative fertility treatment in couples seeking fertility care: data from a prospective cohort in the United States. Fertil. Steril. 93, 2169–2174.

Spanier, G.B., 1979. The measurement of marital quality. J. Sex. Marital. Ther. 5, 288–300.

Spielberger, CD, Gorsuch, RL, Lushene, R, Vagg, PR, Jacobs, GA, 1983. Manual for the State-Trait Anxiety Inventory. Consulting Psy-

chologists Press, Palo Alto, CA. Valoriani, V, Lotti, F, Vanni, C, Noci, MC, Fontanarosa, N, Ferrari,

G, Cozzi, C, Noci, I, 2014. Hatha-yoga as a psychological adju-

vant for women undergoing IVF: a pilot study. Eur. J. Obstet. Gynecol. Reprod. Biol. 176, 158–162.

Wischmann, T, Stammer, H, Scherg, H, Gerhard, I, Verres, R, 2001. Psychological characteristics of infertile couples: a study by the Heidelberg Fertility Consultation Service. Hum. Reprod. 16, 1753– 1761.

Woodyard, C, 2011. Exploring the therapeutic effects of Yoga and its ability to increase quality of life. Int. J. Yoga 4, 49–54.

Yong, P, Martin, C, Thong, J, 2000. A comparison of psychological functioning in women at different stages of in vitro fertilization treatment using the mean affect adjective check list. J. Assist. Reprod. Genet. 17, 553–556.

Declaration: The authors report no financial or commercial con-

flicts of interest.

Received 3 September 2014; refereed 17 January 2015; accepted 20

January 2015.

Page 89: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

Journal of Psychiatric Research 53 (2014) 76e 8 3

Contents lists available at ScienceDirect

Journal of Psychiatric Research

j o urn a l hom epage : www . e lsev ier .c om / lo c a te /p sy ch ir e s

The influence of Hatha yoga as an add-on treatment in major

depression on hypothalamicepituitaryeadrenal-axis activity: A

randomized trial

Nina Sarubin a, c, *, Caroline Nothdurfter a , b , Cornelius Schüle c, Martin Lieb a, Manfred Uhr b ,

Christoph Born c, Ricarda Zimmermannc c , Markus Bühner d , Katharina Konopka a,

Rainer Rupprecht a , b , Thomas C. Baghai a

a Department of Psychiatry an d Psychotherapy, University Regensburg, Germany b Max-Planck-Institute of Psychiatry, Munich, Germany c Department of Psychiatry an d Psychotherapy, Ludwig-Maximilian-University, Munich, Germany d Department of Psychology/Statistics an d Evaluation, Ludwig-Maximilian-University, Munich, Germany

a r t i c l e i n f o a b s t r a c t

Article history:

Received 15 Decemb er 2 013

Received in revised f o r m

2 6 February 2 014

Accepted 2 6 February 2 014

Keywords:

Yoga

D epress ion

Escitalopram

Qu et iap ine

Cortisol

DEX/CRH-test

1. Introduction

Objectives: The impact of Hath a yoga as add -on t r ea tmen t to quetiap in e fu ma rat e ex ten d ed release

(QXR) or escitalopram (ESC) in dep ressed patien ts on hypotha lamicep itu itary eadrenal (HPA) axis ac-

tivity was assessed.

Methods: 6 0 inpatients suffering from major depressive disorder (MDD) according to DSM-IV w e re

randomized for a 5 week t r ea tm en t with Yoga or not (control group) a n d with either QXR (30 0 mg/day)

or ESC (10 mg/day). Serial dexamethasone/corticotropin releasing hormon e (DEX/CRH) tests w e re p er-

formed to assess HPA axis function. The Hamilton Depression Rating Scale (21-HAMD) was used weekly.

Results: A m ore pronounced down regulation of t h e HPA axis activity d u e to yoga could not b e detected .

The stepwise long t e r m cortisol reduction was seen in both medication groups, irrespectively of yoga

add -on t r ea tmen t . In addition, cortisol improvers in week 1 of t h erapy (reduction in cortisol peak value

with in th e DEX/CRH test) r each ed significant greater amelioration of depressive symptoms after 5 weeks.

Conclusions: Our results suggest t h a t antidepressant agents down regulate HPA axis function to a great er

extent t h a n additional Hath a yoga t r eatment . Moreover, a n early reduction of HPA system hyperactivity

after one week of pharmacological t r ea tmen t seems to raise t h e possibility of a favorable t r ea tm en t

response.

2 014 Elsevier Ltd. All r ights reserved.

an add-on to antidepressant t reatment . In our study the word yoga

is used to tag Hatha yoga, which is one of the most commonly Yoga combines breathing techniques, meditation, muscle practiced types of yoga (Birdee et al., 2008). Yoga increases health-

relaxation and physical workout (Pilkington et al., 2005; Granath

et al., 2006). The aim of t he holistic yoga practice is to enhance

the development of individual’s self-awareness and control of t he

body and mind, the ultimate goal is a so called “nirvana like state”

(Ross and Thomas, 2010; Patel et al., 2012; Mehta and Sharma,

2013) equivalent to deep relaxation which may be useful also as

* Corre spond ing au th o r. D ep a r t men t of Psychiatry a n d Psychotherapy, Ludwig-

Maximilian-Universi ty Munich, Nu ssb au mst ra sse 7, 8 0 3 3 6 Munich, Germany.

Tel.: þ 4 9 8 9 516 0 5 3 82 ; fax: þ 4 9 8 9 516 0 3930.

E-mail address : n i n a. sar ub i n @ med. un i - mu en ch en. d e (N. Sarubin).

related quality of life in general while reducing perceived stress of

the participants (West et al., 2004; Kjellgren et al., 2007; Vera et al.,

2009; Patel et al., 2012). With respect to psychological and physi-

ological benefits, Yoga improves a wide range of symptoms such

as anxiety, stress and depressive mood, heart rate, blood pressure

(Li and Goldsmith, 2012), memory performance (Ross and

Thomas, 2010), insomnia (Vera et al., 2009), and reduction of

emotional tension (Andrade and Pedrao, 2005). Congruent wi th

these reports and due to a growing number of patients wi th

mood disorders using complementary or alternative therapy

interventions (Ernst, 2003), recent reviews indicate that yoga

is used in clinical

context as an effective therapeutic intervention in unipolar

http://dx.doi .org/10.1016/j. jpsychires.2014.02.022 0 0 2 2- 3 9 56 / 2 014 Elsevier Ltd. All r ights reserved.

Page 90: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

N. Sarubin et al. / Journal of Psychiatric Research 53 (2014) 76e83 77

depression (Pilkington e t al., 2005; Uebelacker e t al., 2010; D’Silva e t

al., 2012; Kinser e t al., 2012; Mehta and Sharma, 2013) and bi-polar

disorders (Andreescu et al., 2008) regarding reduction in

depressive symptoms. Practicing yoga is associated with several

biochemical effects such as influence on blood pressure, heart rate,

urinary catecholamines (Granath e t al., 2006) and cortisol levels in

healthy subjects (Vera et al., 2009; Rocha e t al., 2012). The effects of

yoga seem to be mediated via multiple paths such as reduction in

sympathetic tone, activation of antagonistic neuromuscular sys-

tems, relaxation in the neuromuscular system and stimulation of the

limbic system (Riley, 2004) which yield to the restoration of the

homeostasis of the stress response systems (Streeter e t al., 2012).

Due to a lack of randomized controlled trials (RCT) measuring plasma cortisol levels via DEX/CRH tests in representative study

fibromyalgia and depressive symptoms were increased after 8

weeks of yoga class (75 min twice a week). With respect to the

corticosteroid receptor hypothesis, serial DEX/CRH tests are the

gold standard concerning the measurement of HPA axis system in

depressed patients (Schüle e t al., 2009a).

Despite this clearly limited scientific research regarding HPA

axis in the frame of yoga and major depression, yoga is already

recommended as a second-line adjunctive t reatment in mild to

moderate major depression (Ravindran e t al., 2009).

Given that a direct relationship between yoga, cortisol levels and

declines in major depression are not yet finally supported, the

purpose of this study was to de termine whether yogic practices as a

useful supplement to pharmacologic therapy in major depression

contribute to a possible reduction of HPA axis activity. We assumed

populations, the cur rent studies report inconsistent results that e independent of the yoga sessions e those patients who regarding the directions of change of potential biomarkers which are

associated with depressive symptoms (Pilkington e t al., 2005; Mehta

and Sharma, 2013). Although the underlying mechanisms

concerning neurobiological and emotional changes during yoga

exercise in depressed patients are yet unknown (Kinser et al., 2012;

Streeter e t al., 2012), one of the discussed hypothesis are changes in

stress hormone systems, which can be measured via cortisol-

secretion (Vedamurthachar et al., 2006; Vadiraja e t al., 2009; Ross and

Thomas, 2010; Streeter e t al., 2012; Woolery e t al., 2004). The

corticosteroid receptor hypothesis (neuroendocrinological hy-

pothesis) is a prominent approach concerning the etiology of major

depression and considers a dysregulation of the HPA axis function as

a possible mechanism (Holsboer, 2000, 2001). Since depressive

symptoms have been linked to HPA axis hyperactivity in a part of

depressed patients, a gradual normalization of the HPA system

dysregulation as measured by serial combined DEX/CRH tests

precedes or coincides with the response to antidepressant treat -

ment and is according to some authors a necessary prerequisite for

clinical remission to become manifest (Ising e t al., 2007). Damp-

ening on HPA axis system results in decreased cortisol levels, this is

would observe a decrease in cortisol levels within the fi rst week

(improvement) also would be more likely to show a reduction in

symptoms of depression. Due to the unclear direction of possible

changes in cortisol levels in DEX/CRH tests caused by yoga training, no

predictions were made in this regard. The aim regarding the yoga

training was exploratory and not confirmatory: we investi-gated

whether additional yoga t reatment would have both endo-crine

effects on cortisol levels and clinical effects on depressive

symptoms regarding response and non-response in the context of

conventional t reatments (medication) in clinically depressed in-

patients. It is widely unexplored up to now wh ether yoga increases or

decreases the probability of a pharmacologic treatment response in

depressed patients.

In the present study, the influence of 5-week t reatment with the

atypical antipsychotic drug with antidepressant propert ies que-

tiapine fumarate extended release (QXR) and of the selective

serotonin-reuptake inhibitor (SSRI) escitalopram (ESC) in combi-

nation with yoga (60 min/week) or control group (no yoga inter-

vention) on the t ime course of HPA axis activity was investigated in

depressed inpatients.

partly mediated or moderated via restored signaling of corticosteroid-activated mineralocorticoid receptors (MR) and

glucocorticoid receptors (GR) (Pariante and Miller, 2001). More-

over, the HPA axis seems to be a promising target regarding n e w

treatment strategies in depression (Schüle e t al., 2009b).

To date there is no randomized controlled study investigating the

effects of yoga in patients with diagnosed MDD involving a refined

measurement of the HPA axis activity using cortisol levels or

DEX/CRH-tests (Li and Goldsmith, 2012; Mehta and Sharma, 2013).

Therefore, the impact of yoga on cortisol levels in depressed

patients seems ambiguous. Only a few RCT’s measuring depressive

“symptoms” (major depression was not diagnosed) and cortisol levels

are available (Woolery e t al., 2004; Vedamurthachar e t al., 2006;

Vadiraja e t al., 2009). These studies indicate that two weeks daily

yoga sessions of 45 min (Vedamurthachar et al., 2006) and six weeks

with three yoga session for one hour each week lead to a significant

decrease in plasma cortisol and salivary morning cortisol

(Vedamurthachar et al., 2006; Vadiraja e t al., 2009) compared

to brief supportive therapy (Vadiraja e t al., 2009) and continued

inpatient care (Vedamurthachar et al., 2006). Moreover,

reductions in plasma cortisol were correlated significantly with a

- Are the endocrinological effects of yoga/no yoga t reatment and

QXR/ESC on HPA system related to the antidepressant efficacy of

these drugs after 5 weeks of treatment?

- Is the onset of antidepressant action of QXR/ESC related to yoga?

2. Method The intention-to-treat sample comprised 60 unrelated patients

who were aged 18e65 years and suffering from a major depressive

episode according to DSM-IV criteria (296.2 or 296.3). Patients

were recruited from August 2009 u p to February 2012. The allo-

cation of the patients to the treatment groups was done according to

the pre-defined randomization plan and occurred in a random-ized

order. Patients were treated for 5 weeks with either QXR (300

mg/day; group 1) or ESC (10 mg/day; group 2) and yoga therapy

(Hatha yoga 60 min/week) or no yoga (control group). The yoga

training group was supervised by a physical therapist and

consisted of maximum 15 patients. Due to different side effect

patterns of ESC and QUE as well as different administration t imes in

decreased sum score in t he Beck Depression Inventory clinical practice (ESC is given preferably in the morning whereas (Vedamurthachar e t al., 2006; Vadiraja e t al., 2009). One random-ized

study investigated salivary cortisol levels in the morning in young

adults with mild depressive symptoms (no diagnosed MDD), which

had lower BDI-scores and higher morning cortisol levels after five

weeks (two 1-hour yoga classes each week) of yoga compared to

wait-list group (Woolery e t al., 2004). Another study (non-

randomized and without control group) yielded similar re -

sults (Curtis et al., 2011): salivary cortisol levels of patients with QXR is usually administered in the evening) no blinding concerning the

medication was conducted. See Table 1 for details of clinical and

demographical characteristics of depressed patients at admission.

Details concerning the administration of QXR, ESC and t he process of

the DEX/CRH-test and laboratory methods see Supplemental

Information.

The DEX/CRH was per formed before treatment, after 1 and after 5 weeks of treatment calculating cortisol (COR) area under the

Page 91: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

78 N. Sarubin et al. / Journal of Psychiatric Research 53 (2014) 76e83

Table 1

Clinical a n d demo graphic d a t a in 5 3 o u t of 6 0 depressive p a t i en t s t rea t ed wi th yoga (n ¼ 2 2 ; 6 0 mi n /week) o r n o yoga [control gro up ¼ CG] (n ¼ 31) a n d ei th er QXR (n ¼ 2 5 ;

3 0 0 mg/day) o r ESC (n ¼ 2 8 ; 10 mg/day) for 5 w ee k s (co mp le te r analysis). Data r ep re sen t m e a n SD ( s t an d a r d deviation). Suppress i on s t a tu s a t basel ine ( w ee k 0) : S

¼ Suppr essor s ; NS ¼ Non-Suppr essor s. Medical p r e - t r ea t men t : Pre ¼ P re-Trea tmen t; NPre ¼ No Pre -Trea tmen t . Resp on se : R ¼ Resp o n d e r s ; NR ¼ Non- Responder s. Statistical

p a r ame te r s of Chi sq u a r e t es t s an d Fisher’ s exac t t e s t for quali tative variables a s wel l as M an n eWh i tn ey U- te st s ( n o n- pa r ame t r ic quanti t ative variables) a n d T-t es ts (p arametr ic

quanti ta tive variables) a r e provided.

All p a t i en t s (n ¼ 53) Yoga (n ¼ 22) CG (n ¼ 31) Statistical evaluat ion

C h i- sq uar e t e s t (quali tative variables)

Sex [M/F]

Medical p r e - t r e a tm en t (Pre/NPre)

Suppr ess ion s t a tu s (S/NS)

T-test (quanti tative variables)

21-HAMD s u m score, w e e k 0

Age [years]

Age of o n se t [years]

Nu mb er of depressive ep isod es

Dur at ion of tota l il lness [ mon th s]

Dur at ion of i n d ex ep i sod e [weeks]

Dur at ion of w a sh - o u t p e r i od [days]

COR AUC a t base l ine ( wee k 0) [nmol/l min]

Weight [kg]

Height [cm]

a Fisher ’s exac t t e s t (2-sided) . b M an n eWh i tn ey- U- te s t (2-sided) .

3 8 /1 5

1 6 /3 7

2 7 /2 6

22.04 5.23

40.25 12.57

34.91 10.76

2.23 1.85

75.43 116.57

11.17 10.76

25.34 14.83

8 78 4. 53 80 16. 34

80.92 14.99

174.87 12.59

1 4 /8

8 /1 6

1 2 /1 0

22.73 6.54

37.27 11.85

33.41 8.42

2.05 1.96

58.07 97.49

10.59 9.50

26.27 14.59

7 28 0. 78 56 97. 39

81.22 16.13

173.41 17.29

2 4 /7

1 0 /2 1

1 5 /1 6

21.55 4.11

42.356 12.85

35.97 12.17

2.35 1.78

87.76 128.53

11.58 11.71

24.68 15.21

9 85 1. 70 92 64. 43

80.72 14.40

175.90 7.92

c2 df

0.152 1

0 .195 1

T/Z d f 0.75 32.645

1.464 5 1

0.905 50.982

1.232

0.931

0.760

0.386

1.154 5 1

0.119 5 1

0.71 5 1

p-value

0.357a

0.697

0.659

p-value 0.460

0.149

0.370

0 .218 b

0.352 b

0.447 b

0.700 b

0.254

0.906

0.48

curve (AUC) values to assess HPA axis function. Hamilton Depres-

sion Rating Scale, 21-item version (HAMD-21) was used at day 0, 4,

7,14, 21, 28 and 35 (Hamilton, 1960). The study was approved by the

local ethics committee and was carried out in accordance wi th the

Declaration of Helsinki (ht tp: / /www.wma.net) and had been

approved both by a local ethics committee (intramural review

panel of the Ludwig-Maximilian-University of Munich, Faculty of

Medicine). The laboratory cortisol measurements w ere performed

at the Max-Planck-Institute of Psychiatry, Munich, Germany.

2.1. Eligibility

The patients w ere diagnosed by experienced and trained psy-

chiatrists using the Structured Clinical Interview for DSM-IV,

German version (Wittchen et al., 1997). Exclusion criteria see

Supplemental Information.

According to pre-protocol w e present the results of 53 unipolar

depressed patients (8 out of 25 QXR treated patients were in the

yoga group, whereas 14 out of 28 ESC treated patients performed

yoga), which completed the full study period including the

completion of 3 combined DEX/CRH test (see Consort 2010 Flow

Diagramm).

2.2. Outcome measures

21-HAMD sum scores and total area under the cortisol con-

centration time curve (COR AUC values) wi thin the DEX/CRH tests

w ere pre-defined as primary outcome measures. The assessment of

HPA-axis activity was measured by COR AUC values between

15.00 h and 16.15 h during 3 serial DEX/CRH tests determined by

the trapezoid rule (Forsythe et al., 1969).

The dexamethasone suppression status (suppression versus

non-suppression) wi thin the DEX/CRH test at admission was

change in the peak cortisol level after CRH challenge between DEX/

CRH week 0 and week 1. A cortisol peak improver was defined by a

lower COR peak concentration during the second test in week 1;

otherwise, a COR peak non-improver was presumed. The peak COR

level was used for the categorization into HPA system improvers

and non-improvers instead of the COR AUC value to be in line wi th

previous definitions of HPA system improvement in remit ted

depression (Zobel et al., 1999, 2001; Ising et al., 2007).

Clinical response was defined as a reduction of more than 50% of

the HAMD-21-score from day 0 (admission) wi thin 5 weeks of

t reatment . Severity of depression (HAMD-21) was estimated on

days e 1, 4, 7, 14, 21, 28. All raters w ere experienced psychiatrists or

psychologists.

2.3. Statistical analysis

The software program SPSS version 20.0 (IBM Corp. Released

2011. IBM SPSS Statistics for Windows, Version 20.0. Armonk, NY:

IBM Corp.) was used for data analysis. Analyses w er e performed

using repeated measurement ANOVAs (rmANOVAs) for the sub-

samples of cortisol-suppressors vs. cortisol non-suppressors,

cortisol-improvers vs. cortisol-non-improvers and clinical

responder vs. non-responder. KolmogoroveSmirnov Test (KST) was

used to test about normal distribution of cortisol levels (COR). Due

to significant KSTs’ w e computed the natural logarithm (log) of COR

AUC values before ANOVAs’ w ere performed. For details regarding

the within-subjects and between-subjects factors for each analysis

see Results section. A separate analysis for clinical response was

carried out by Chi-Square-Tests and rmANOVAs, whereas COR AUC

values (within-subject-factor) and categorization in response vs.

non-response (between-subject-factor) w ere used to estimate

differences in the complete sample as well as in the database

splitted subsample of yoga and control group. The Mauchly’s test of

defined by a cortisol cut-off criterion of 5624 nmol/l (COR AUC sphericity showed that sphericity cannot be assumed the

week 0) applied to the fi rst DEX/CRH test in week 0, which was

derived from the median of COR AUC in our sample, since a

generally accepted cut-off criterion defining suppression status has

not been established yet for the DEX/CRH test (Schüle et al., 2009a).

Greenhouse-Geisser procedure was used to correct t he degrees of

freedom in the F-tests. For all analysis t he significance level was set

at a ¼ 0.05. Post-hoc tests w ere additionally performed for all

rmANOVA procedures, w h en a significant “group” or “ t r eatment”

HPA axis activity at t he t ime of the second DEX/CRH test at week factor was found to compare the single t ime points of

1 was categorized in improver and non-improver according to the measurements.

Page 92: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

3

21

-HA

MD

su

m s

co

re

N. Sarubin et al. / Journal of Psychiatric Research 53 (2014) 76e83 79

yoga (n=22) control group (n=31)

30

25

20

subject-effect: 21-HAMD sum score day 0, 4, 7, 14, 21, 28, 35) no

statistical significant group effect (F ¼ 0.003; df ¼ 1; p ¼ 0.935), but

a statistical significant t ime effect (Greenhouse-Geisser-correction

“ t ime” : F ¼ 75.166; df ¼ 6; ¼ 0.450; p ¼ 0.000) was detected. So,

independent ly of the group, a statistical significant amelioration of

depressive symptoms could be observed. (Fig. 1).

15

10

5

0

day day day day 0 4 7 14

day day day 21 28 35

3.2. Assessment of HPA axis function (performance of DEX/CRH

tests)

3.2.1. Comparison of patients treated with yoga and no-yoga

RmANOVA using “ t ime” (DEX/CRH test 1e3) and “group” (yoga

versus control group) as wi thin and between subjects factors

showed no significant “ t ime” effect (F ¼ 2.482; df ¼ 2; p ¼ 0.089),

no significant “group” effect (F ¼ 0.316; df ¼ 1; p ¼ 0.577) and no

Fig. 1. 21-HAMD su m score in depressive patients tr ea ted wi th yoga (60 min/week) or

no yoga (control group) in combination QXR (30 0 mg p er day) or ESC (10 mg p e r day)

for 5 weeks, respectively. SEM (s tandard error of mean ) indicated .

3. Results

3.1. Clinical improvement

In the yoga group 13 out of 22 completers (59% of patients) w ere

responders, whereas in the control group 18 out of 31 completers

(58% of patients) showed a clinical response (21-HAMD sum score).

The Chi-square test did not reveal any significant difference in the

ratio of responders and non-responders between the yoga or no-

yoga group (c2 ¼ 0.030; df ¼ 1; p ¼ 0.862).

When comparing the two groups (between-subject-effect: yoga

vs. control group) concerning the 21-HAMD sum score (within-

significant “ t ime group” interaction effect (F ¼ 3.095; df ¼ 2; p

¼ 0.054) indicating no significant di fferent impact of t he two

groups (yoga group and control group) on HPA axis function over

t ime (Table 2, Fig. 2). The descriptive data analyses showed a partial

increase in COR secretion during the DEX/CRH test after one week

of therapy in patients receiving yoga treatment while there was a

partial reduction after five weeks of yoga (Table 2, Fig. 2). In th e

control group a stepwise decrease in COR AUC values from week

0 to week 5 could be observed, which suggests that antidepressant

medication without yoga therapy lead to a successively reduction

in COR secretion (Table 2, Fig. 2).

To explore the influence of QXR and ESC, another rmANOVA

using “ t ime” (DEX/CRH test COR AUC week 1e3) as between and

“group” (yoga versus control group) and “ t reatment” (ESC vs. QXR)

as wi thin subjects factors, revealed no significant “ t ime” effect

(F ¼ 3.057; df ¼ 2, p ¼ 0.525), no significant “group” effect for yoga

vs. control group (F ¼ 0.001; df ¼ 1; p ¼ 0.974), but a significant

Table 2

COR r e spo n ses t o 3 DEX/CRH te s t s ( w ee k 0, 1, 5) in 5 3 o u t of 6 0 d ep r essed p a t i en t s t r ea ted with yoga o r no-yoga (60 mi n /w eek) an d additi onal QXR o r ESC (comp le te r analysis).

Data a r e given for all p a t i en t s (n ¼ 53) a n d separate ly for t h e yoga gr oup (n ¼ 22) a n d control group (n ¼ 31). SD ( s t an d a r d deviation) is indicated.

All p a t i en t s (n ¼ 53)

C o mp le t e samp l e (n ¼ 53)

QXR (n ¼ 25)

ESC (n ¼ 28 )

No n - sup pr esso r s (n ¼ 26)

Suppr essor s (n ¼ 27)

No n - r e sp on d er s (n ¼ 20)

R esp on d er s (n ¼ 33)

Yoga (n ¼ 22)

C o mp le t e samp l e (n ¼ 22)

QXR (n ¼ 8)

ESC (n ¼ 14 )

No n - sup pr esso r s (n ¼ 10)

Suppr essor s (n ¼ 12)

No n - r e sp on d er s (n ¼ 8)

R esp on d er s (n ¼ 14)

Control group (n ¼ 31)

C o mp le t e samp l e (n ¼ 31)

QXR (¼17)

ESC (¼14)

No n - sup pr esso r s (n ¼ 16)

Suppr essor s (n ¼ 15)

No n - r e sp on d er s (n ¼ 12)

R esp on d er s (n ¼ 19)

We e k 0 CORAUC [nmol/l min]

8 78 4. 53 80 16. 34

7 38 8. 33 83 14. 48

1 00 03 1. 13 76 74. 45

1 48 49 .5 8 7 54 1.9 4

2 94 4. 11 12 73. 88

8 00 1. 12 72 78. 95

9 25 9. 32 85 05. 90

7 28 0. 78 56 97. 39

6 28 2. 25 64 67. 52

7 85 1. 37 53 80. 37

1 22 64 .9 3 4 67 2.9 4

3 12 7. 33 16 43. 35

6 60 0. 68 55 55. 31

7 66 9. 41 59 47. 33

9 85 1. 70 92 64. 43

7 90 8. 83 91 92. 19

1 22 10 .9 0 9 11 8.2 6

1 64 64 .9 8 8 62 9.1 7

2 79 7. 53 916.54

2 93 21 .7 4 8 33 6.6 7

1 04 30 .8 3 9 98 3.1 1

We e k 1 CORAUC [nmol/l min]

8 49 3. 83 1 10 89. 55

3 41 0. 99 3 43 0.3 9

1 30 32 .0 9 13 45 7.5 7

1 24 11 .0 7 11 22 2.0 3

4 72 1. 68 9 73 3.6 9

1 25 46 .8 1 15 05 6.1 4

6 03 7. 49 6 98 2.4 7

9 91 9. 13 1 29 51. 36

3 04 3. 84 2 72 6.2 8

1 38 47 .8 7 14 87 4.3 8

1 29 40 .4 3 11 19 8.7 9

7 40 1. 39 1 42 26. 81

1 68 33 .3 2 18 44 1.4 9

5 96 8. 17 6 45 0.2 8

7 48 2. 33 9 65 3.9 4

3 58 3. 76 3 78 1.6 0

1 22 16 .3 2 12 38 8.0 3

1 20 80 .2 2 11 59 0.4 5

2 57 7. 92 2 41 7.6 7

9 68 9. 14 1 23 63. 62

6 08 8. 56 7 52 4.6 2

We e k 5 CORAUC [nmol/l min]

7 76 5. 70 82 66. 47

5 38 7. 41 71 05. 91

9 88 9. 17 87 64. 14

1 10 40 .4 6 8 83 0.8 7

4 61 2. 22 63 74. 39

7 79 9. 51 75 35. 73

7 74 5. 20 87 93. 46

8 58 3. 26 80 58. 01

6 39 1. 63 68 41. 64

9 83 5. 61 86 62. 58

1 23 28 .9 2 8 22 5.1 7

6 29 5. 20 74 59. 12

1 11 17 .0 5 8 91 9.3 4

7 13 5. 37 74 72. 87

7 18 5. 50 84 94. 49

4 91 4. 83 73 83. 82

9 94 2. 73 91 91. 44

1 08 60 .1 7 9 43 3.7 4

3 26 5. 84 52 32. 12

5 58 7. 82 58 41. 28

8 19 4. 56 98 30. 19

Page 93: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

3

3

3

3

3

3

80 N. Sarubin et al. / Journal of Psychiatric Research 53 (2014) 76e83

3.2.2. Separate analysis of HPA axis function in responders and

non-responders

There w ere 33 (62.26%) treatment responders and 20 (37.74%)

non-responders in t he total patient sample, whereas 14 (42.42%)

responders w ere in the yoga group while 19 (57.58%) responders

w ere part of the control group. To detect any associations between

the clinical response and COR values during DEX/CRH test, rmA-

NOVA (“t ime”: DEX/CRH-test 1e3; “group”: responders

versus non-responders) w ere performed and revealed a

significant “ t ime group” interaction effect (F ¼ 4.002; df ¼ 2; p ¼

0.024) but not a significant “group ” effect (F ¼ 0.465; df ¼ 1; p ¼

0.498) nor “ t ime” effect (F ¼ 2.271; df ¼ 2; p ¼ 0.108).

After splitting the database in yoga and control group, a separate

analysis revealed that the significant “ t ime group ” interaction

effect could mainly be demonstrated in the yoga group reaching

statistical significance (F ¼ 4.069; df ¼ 2; p ¼ 0.025) whereas in t he

control group no significance for a “ t ime group” interaction effect

was shown (F ¼ 1.415; df ¼ 2; p ¼ 0.251) (Fig. 3). Nevertheless, these

results suggest that an early attenuation of HPA axis activity in the

control and Hatha-yoga group raises the possibility of a favorable

clinical response (21-HAMD sum score).

3.2.3. Analysis of COR improvers and COR non-improvers

In our total sample of 53 patients 30 COR improvers and 23 COR

non-improvers w ere detected (Fig. 4). RmANOVA using 21-

HAMD-sum scores (day 0, 4, 7, 14, 21, 28, 35) as within-subject-

factor and improvement vs. non-improvement as between-

subject-factor revealed a highly significant “ t ime ” effect, i.e.

decrease in 21-HAMD sum scores (Greenhouse-Geisser-

correction “ t ime” : F ¼ 72.651; df ¼ 6; ¼ 0.470; p < 0.001) and

a significant “group” effect (F ¼ 10.078; df ¼ 1; p ¼ 0.003)

but no significant “ t ime group” interaction effect (Greenhouse-

Geisser-correction “ t ime group”: F ¼ 2.014; df ¼ 6; ¼ 0.470; p ¼

0.118). In addition,

Fig. 2. Mean COR concentrations during 3 DEX/CRH tests (week 0, 1, 5) in depressed

patients treat ed wi th yoga (60 min/week) or no yoga (control group) an d QXR (30 0 mg

per day) or ESC (10 mg p er day) for 5 weeks. SEM (s tandard error of mean ) indicated .

post-hoc rmANOVA (comparisons of the single 21-HAMD sum score rating t ime points) showed a tr end towards a better clinical response in improvers (in terms of a lower HAMD-21 sum score) from day 7 onwards (day 7: F ¼ 5.705; df ¼ 1; p ¼ 0.021; day 14: F ¼ 8.130; df ¼ 1; p ¼ 0.006; day 21: F ¼ 8.289; df ¼ 1; p ¼ 0.006; day 28: F ¼ 7.379; df ¼ 1; p ¼ 0.009; day 35: F ¼ 12.576; df ¼ 1; p ¼ 0.001; see Fig. 4).

Comparing yoga and control group wi th respect to COR im-

provers and non-improvers the database was splitted in yoga and

control group. Within the yoga group the clinical outcome was

significant depend en t of COR improvement status: a statistically

significant “ t ime ” effect (21-HAMD sum scores day 0e35), a

sig-nificant “group” effect (improvement vs. non- improvement)

but no significant “ t ime group” interaction effect was

demonst rated in the rmANOVA (Greenhouse-

Geisser-correction “ t ime ” :

F ¼ 36.099; df ¼ 6; ¼ 0.425; p ¼ 0.000; “group ” : F ¼ 6.22

“ treatment” effect for ESC vs. QXR (F ¼ 9.672; df ¼ 1; p ¼ 0.003), and a

significant “ t ime tr eatment” interaction effect (F ¼ 4.751; df ¼ 2;

p ¼ 0.011), indicating an equal impact of both, yoga vs. no yoga on

HPA axis function over t ime, while the re is a statistical significant

difference on HPA axis activity due to the “ t r eatment ” medication

ESC vs. QXR. So the medication seems to influence the HPA axis

activity in a greater amount than yoga or no yoga therapy in our

sample.

26 out of 53 depressed inpatients (49.06%) were non-

suppressors (DEX/CRH test week 0) before the beginning of anti-

depressant therapy (Table 1). A separate analysis of the non-

suppressors (baseline: week 0) demonstrated that an inhibition of

HPA axis activity mainly occurred in the control group in baseline

non-suppressors compared to the yoga group.

df ¼ 1; p ¼ 0.021; Greenhouse-Geisser-correction “ t ime group ” : F ¼

0.694; df ¼ 6; ¼ 0.425; p ¼ 0.537). In th e yoga group, th e

possibility of a clinical response was significant higher in th e

improver category, suggesting that COR improvement in week 1 is a

favorable condition for response after 5 weeks (Fig. 4). Nearly the

same results were observed in th e control group: a significant

“group ” effect, a significant “ t ime ” effect and a significant

“ t ime group” interaction effect were shown indicating that COR

improvement was associated with clinical response (Greenhouse-

Geisser-correction; “ t ime” : F ¼ 26.808; df ¼ 6; ¼ 0.477;

p ¼ 0.000; “group” : F ¼ 4.816; df ¼ 1; p ¼ 0.036; “ t ime group ” : F ¼

2.900; df ¼ 6; ¼ 0.477; p ¼ 0.042). COR improvement in

week 1 lead to a greater amelioration of depressive symptoms in

week 5 independent ly of th e membership to yoga or no yoga

(Fig. 4).

Page 94: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

N. Sarubin et al. / Journal of Psychiatric Research 53 (2014) 76e83 81

Fig. 3. Mean COR concentrations during 3 DEX/CRH tests (week 0, 1, 5) in depressed patients treated with yoga (60 min/week) or no yoga (control group) an d QXR (30 0 mg p e r day)

or ESC (10 mg p e r day) subdivided into non-responders an d responders. SEM (s tandard error of mean ) indicated.

4. Discussion

In this study w e investigated the effects of ESC or QXR mono-

therapy with/without additional yoga on cortisol in unipolar

depressed patients and analyzed if these changes are associated

wi th depressive symptom reduction and medical response.

A statistical significant reduction in depressive symptoms (21-

HAMD) after five weeks of t reatment was observed in the Hatha-

yoga group and in the control group (Fig. 1). One of our main re-

sults is the finding that additional yoga or no yoga therapy do not

differ significantly in thei r long t erm influence on the HPA axis

activity: both groups conducted a decrease of cortisol level during

DEX/CRH test during week 1 to week 5, t he affiliation to yoga or

control-group failed to reach statistical significance (Fig. 2). How-

ever, analyzing the data descriptively, patients in the yoga group

showed a di fferent COR AUC course during DEX/CRH test from

week 0 to week 5 in comparison to control group: members of t he

Hatha-yoga group showed an increase in COR in week 1, and a

partial reduction in COR after five weeks of t r eatment (Fig. 2). In

contrast to this, within the control group a stepwise and continuous

decrease in COR AUC values during week 0 to week 5 w ere

observed (Fig. 2). The down-regulation of t he HPA axis activity may

be explained to some extent by a restoration of t he disturbed

negative feedback control due to QXR and ESC (Nickel et al., 2003;

Zobel et al., 1999). Besides that QXR and ESC influenced the HPA

axis activity statistically significantly. With reference to the differ-

ential COR effects in the Hatha-yoga and control group, a possible

explanation for this is t he relative high number of ESC patients

wi thin the Hatha-yoga group: 8 of 22 patients in the yoga group

w ere randomized to QXR, while 14 patients received ESC medica-

tion. In addition, taking a closer look at the control group (n ¼ 31)

14 patients were treated wi th ESC, 17 received QXR. The unequal

proportion of patients receiving QXR or ESC treatment wi thin the

yoga and control group is one of the limitations of the study, which

was generated through unequal drop-out-numbers in the different

subgroups (see Consort Flow Diagramm).

Regarding the COR level boost in week 1 and a partial down-

regulation in week 5 in the Hatha-yoga group, these results are

exactly in line with other studies reporting a temporarily COR in-

crease due to ESC in depressed patients and in healthy subjects

(Nadeem et al., 2004). With respect to the acute inhibitory effects of

COR in week 1 and a partial rebound in week 5 in the control group

(Fig. 2), these results are congruent wi th the findings of other

studies investigating the effect of QXR on COR values (Cohrs et al.,

2006; de Borja Goncalves Guerra e t al., 2005). In this context it can

be hypothesized that antidepressant medication has a significant

impact on HPA axis activity, which is not exceeded by the influence

of Hatha-yoga. This is the first study to date, that investigates the

t ime course of COR values measured by serial DEX/CRH tests and

states that additional yoga does not lead to a superior effect on

clinical outcome and HPA axis overdrive compared to antidepres-

sant medication alone. This illuminating result may add another

jigsaw piece to the controversial discussion about changes in COR

values due to yoga (Vera et al., 2009; West et al., 2004; Yoshihara

et al., 2011): the influence of yoga on cortisol may be too small to

be detected, especially in the context of concomitant therapy with

antidepressant medication. One (non-randomized) study reports a

significant drop in serum cortisol in depressed patients who

received yoga or yoga in combination wi th antidepressant medi-

cation for th ree month (yoga on a daily basis of one hour), more-

over those who received yoga-only showed a high correlation

between reduction of serum cortisol level and antidepressant

response (Thirthalli et al., 2013). Other studies report inconsistent

results concerning COR level changes due to yoga: long-term yoga

practice (several years) leads to an increase in blood cortisol in

healthy subjects (Vera et al., 2009), while other studies found no

differences in cortisol compared to control groups (Yoshihara et al.,

2011). Interestingly, short-term yoga practice (several days to

weeks) results in decreased cortisol levels in healthy subjects (West

et al., 2004). There are only a few RCTs including major depression

and cortisol levels, which are reporting significant decreases in

COR, but the evidence seems to be clearly limited and should be

Page 95: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

82 N. Sarubin et al. / Journal of Psychiatric Research 53 (2014) 76e83

seems to raise highly significant the possibility of a clinical

response in week 5 (Figs. 3 and 4). Moreover, the responders within

the yoga and control group showed a similar significant t r end

during DEX/CRH-test: a rapid down-regulation of HPA axis function

already after 1 week of t r eatment was followed by a partial re-

increase of COR concentrations after 5 weeks of therapy, whereas

in the non-responders (in particular wi thin the yoga group) a more

blunted response in cortisol levels in week one and a marked

decrease in week 5 was observed (Fig. 3). These results are

congruent wi th further studies reporting an association between

early COR improvement and clinical response, indicating that COR

is a potential biomarker for clinical response in depression (Ising

et al., 2005, 2007).

To constrict these results it should be mentioned that t he low

frequency of Hatha-sessions (60 min/week) may not be sufficient to

prove any endocrinological changes concerning COR values

compared to other studies wi th depressed patients (Vadiraja et al.,

2009; Vedamurthachar et al., 2006). In summary, patients had

about 5 60 min of Yoga practice which definitively seems too

short and too superficial to expect noteworthy endocrinological

changes. Moreover, an inclusion of an ethical and spiritual

component wi thin the Yoga practice may provide additional ben-

efi ts over yoga practiced as an exercise (Smith, 2011). After all, the

patients’ inner compliance is t he basis for t he efficacy of methods

such as Yoga. In this study no data was collected regarding the

question how yoga was received and perceived by the patients. Due

to concomitant antidepressant medication it was not possible to

investigate the isolated antidepressant effects of Hatha-yoga ther-

apy alone and therefore it was not possible t he replicate the finding

of an immediate down-regulating effect of yoga on HPA axis ac-

tivity (Ross and Thomas, 2010). A different analysis concerning the

same patients but wi thout covering the Yoga and control group

subsamples and wi thout analyzing improvement and non-

Fig. 4. Mean 21-HAMD su m scores (day 0e3 5 ) in depressed patients treat ed wi th yoga

(60 min/week) or no-yoga (control group) additional with QXR (30 0 mg p e r day) or

ESC (10 mg p e r day) subdivided into COR improvers an d COR non-improvers . COR

improver ¼ pat ient wi th reduction of COR peak value in t h e DEX/CRH tes t af ter 1 week

of tr eatmen t , as compar ed to baseline (week 0). SEM (s tandard error of mean ) indi-

cated . Significant group effects in t h e ANOVA for r epea ted measu remen ts indicated .

* ¼ significant group differences in post-hoc tests (p < 0.05). **, *** ¼ highly significant

group differences in post-hoc tes ts (p < 0.01, p < 0.001).

viewed as very preliminary: Vadiraja and colleagues included

breast cancer patients wi th no diagnosed major depression but

“depressive symptoms” in thei r study (Vadiraja e t al., 2009),

Vedamurthachar and colleagues investigated only male patients

wi th alcohol dependen ce syndrome and no diagnosed major

depression according to DSM-IV (Vedamurthachar et al., 2006).

Therefore, t he present study provides a first at tempt towards

exploring neuroendocrine correlates of Hatha-yoga training in

depressed patients who at least in part suffer also from HPA axis

overdrive.

Regarding the predictive value of early COR improvement

(reduction of the COR peak value in the DEX/CRH test after 1 week

improvement regarding cortisol-secretion has already been pub-

lished elsewhere (Sarubin et al., 2014).

Despite several limitations, our study could not provide evi-

dence that Hatha-yoga as augmentation to pharmacologic treat-

ment may lead to a significant improvement in depressive

symptoms. Nevertheless, in the context of growing interest about

additional therapeutic strategies treating depression, Hatha-yoga

seems to be a promising approach in the tr eatment of depression

(Kinser et al., 2012; Mehta and Sharma, 2013; Pilkington et al.,

2005). Further clinical studies and larger control samples are

necessary to investigate t he biological impact and psychological

benefits of Hatha-yoga therapy as add on treatment to antide-

pressants in major depressed patients.

Role of funding source

This study was supported by an unrestricted grant from Astra-

Zeneca Germany.

Contributors

All authors have made substantive intellectual contributions to

the submitted work in form of conception of the study, and/or

acquisition of data, and/or analysis and interpretation of data, and/

or drafting or revising the article. Nina Sarubin conducted the DEX/

CRH tests, performed the literature search, wrote t he manuscript,

performed the statistical analyses and was responsible for the

ratings of t he patients. Cornelius Schüle designed the study, wrote

the protocol and was the principal investigator of the study. Caro-

line Nothdurfter, Christoph Born and Martin Lieb recruited the

patients for the study. Katharina Konopka participated in the of therapy) an early down regulation of HPA system hyperactivity literature research and statistical analyses. Markus Bühner

Page 96: PENERAPAN HATHA YOGA DALAM MAINTENANCE STRESS …

N. Sarubin et al. / Journal of Psychiatric Research 53 (2014) 76e83 83

supervised the statistical analyses. Rainer Rupprecht and Thomas

Baghai participated in the drafting of the article and revising it

critically. Manfred Uhr’s laboratory analyzed serum cortisol levels.

All authors approved the final version of the manuscript and take

public responsibility for its content.

Potential conflicts of interest

This study was supported by an unrestricted grant from AstraZe-

neca Germany. Rainer Rupprecht has been on AstraZeneca advisory

boards. Thomas C. Baghai accepted paid speaking engagements and

acted as a consultant for Astra-Zeneca, Glaxo-Smith-Kline, Janssen-

Cilag, Pfizer and Servier. This study was supported by an unre-

stricted grant from AstraZeneca Germany. Nina Sarubin, Caroline

Nothdurfter, Katharina Konopka, Manfred Uhr, Christoph Born, Martin

Lieb, Markus Bühner and Cornelius Schüle reported no direct or in-

direct financial or personal relationships, interests, and affiliations

relevant to the subject matter of the manuscript that have occurred

over the last three years, or that are expected in the foreseeable future.

Acknowledgment

All Hatha-yoga training groups w ere supervised by Birgit Rosin,

a trained- yoga and physiotherapist.

Appendix A. Supplementary data

Supplementary data related to this article can be found at ht tp: / /

dx.doi.org/10.1016/j.jpsychires.2014.02.022. References

An d rad e RL, Pedr ao LJ. S o me cons idera tion s ab o u t nur se s ’ u s e of n o n tradi tional

t h e rap i e s in psychiatric nurs ing care. Rev Lat Am En f e r magem 2 0 05;13 :737 e4 2 . And reescu C, Mulsant BH, Eman ue l JE. C o mp l emen tar y an d al ternative med ic ine in

t h e t r ea t men t of bipolar disord er e a review of t h e evidence. J Affect Disord 2 0 0 8 ;110 :16 e26.

Birdee GS, Legedza AT, Saper RB, Bertisch SM, Eisenberg DM, Phillips RS. Characteristics of yoga users : resul t s of a natio nal survey. J Gen In te rn Med 2 0 0 8 ;23 :16 5 3 e8.

C ohrs S, Roher C, Jordan W, Meier A, Hu e th er G, Wu t tk e W, e t al. The atypical antipsychotics ol an zapi ne a n d queti apin e, b u t n o t haloperidol , red u ce ACTH a n d cortisol secr et ion in heal thy subjects. Psychopharmacology (Berl) 2 0 0 6 ;18 5 :11 e8.

Curtis K, O sad chu k A, Katz J. An e igh t - week yoga int ervent ion is asso c iated w i th i mp r ovemen t s in pain, psychological functioning a n d mindfuln ess, a n d changes in cortisol levels in w o m e n w i th fibromyalgia. J Pain Res 2 011 ;4 : 18 9 e201.

D’Silva S, Poscablo C, Hab o u sh a R, Kogan M, Kligler B. M ind-body medic in e th e r-

apie s for a range of d ep r e ss i o n severi ty: a sys temat i c review. Psychosomatics 2 012 ;5 3 :4 0 7 e23.

d e Borja Goncalves G uer ra A, Castel S, Benedito-Silva AA, Calil HM. Neuro end o cri ne effects of qu e t i ap i n e in heal thy volunteers. In t J Neurop syc hopharmaco l 2 0 0 5 ;8 : 4 9 e57.

Ernst E. Co mp lementary medici ne : whe re is t h e evidence? J Fam Pract 20 03;5 2:630 e4 . Forsythe AI, Keen an TA, Organick EI, S tenber g W. C o mp u te r science: a fi r s t course.

New York: J o hn Wiley a n d Sons Inc.; 1969. Gran ath J, Ingvarsson S, von TU, Lundb erg U. Stress m an agemen t: a ra nd o mi zed study

of cognitive behavioural th erapy an d yoga. Cogn B ehav Ther 2 0 0 6 ;3 5 :3 e10. Hamil ton M. A rating scale for depre ss ion. J Neurol Neuro sur g Psychiatry 19 6 0 ;2 3 :

5 6 e6 2 . Hol sboer F. The corticosteroid recep tor hypo thesi s of dep r ess io n. Neuro -

psychopharmacology 2 0 0 0 ;2 3 :47 7 e5 01. Hol sboer F. S tress, hypercortisol ism a n d corticosteroid receptor s in d epr ess i o n :

implications for therapy. J Affect Disord 2 0 01 ;6 2 :7 7 e91. Ising M, Ho r s tman n S, Kloiber S, Lu cae S, Bind er EB, Kern N, e t al. C o mb i n ed

d exame th ason e / co r t i co t ro p in releasing h o r mo n e t e s t predic ts t r e a t men t r e sp o n se in majo r d ep r e ss i on e a potenti al b i o mar ke r ? Biol Psychiatry 2 0 0 7 ;6 2 :47 e5 4 .

Ising M, Kunzel HE, Bind er EB, Nickel T, Modell S, Holsboer F. The co mb i n ed dexameth ason e / C R H te s t as a potential surr o gat e ma r ke r in depre ss ion. Prog Neurop sychoph armacol Biol Psychiatry 2 0 0 5 ;2 9 : 108 5 e9 3 .

Kinser PA, Goehler LE, Taylor AG. Ho w might yoga h e l p d ep r e ss i on? A n eur ob i o-

logical perspective. Explore 2 0 12 ;8 : 118 e26. Kjellgren A, Bood SA, Axelsson K, Nor lander T, Saatcioglu F. Wel lness t h r o u gh a

co mpr ehen s ive yogic breathi ng p r ogram e a controlled pilot trial. BMC C o m-

p l em en t Alt ern Med 2 0 0 7 ;7:4 3.

Li AW, Go ldsmith CA. The effects of yoga o n anxiety a n d stress. Altern Med Rev 2 012 ;17:21e 3 5 .

M ehta P, S h a r ma M. Yoga as a co mp l emen tar y th er a py for clinical dep re ss ion. C o mp l emen t Hea lth Pract Rev 2 013 ;15 :15 6 e70.

Nad eem HS, At t en b u r r o w MJ, C o wen PJ. C o mp ar i so n of t h e effec ts of c i ta lopram a n d esci ta lopram o n 5 - Ht - med ia ted n eur o en d ocr i n e respon ses. Neuro -

psychopharmacology 2 0 0 4 ;29 : 169 9 e 703. Nickel T, Sonntag A, Schill J, Zobel AW, Ackl N, B r u n n au e r A, e t al. Clinical a n d

neurobiological effects of t i an ep t i n e a n d p a roxe t i n e in majo r depr e ss ion. J Clin Psychopharmacol 2 0 0 3 ;2 3 : 15 5 e 6 8 .

Parian te CM, Miller AH. Glucocorticoid recep tor s in majo r d ep re ss i o n : relevance to pathophysiology a n d t r ea tmen t . Biol Psychiatry 2 0 01 ;4 9 :3 91 e 404 .

Patel NK, Newste ad AH, Fer rer RL. Th e effects of yoga o n physical functioning a n d h ea l th relat ed quali ty of life in o ld er adu l t s : a systemat i c revie w a n d me t a -

analysis. J Altern C o mp l em en t Med 2 012 ;18 :9 0 2 e17. Pilkington K, K ir kwo od G, R amp es H, Ri chardson J. Yoga for d epr e ss i o n: t h e

re se ar ch evidence. J Affect Disord 2 0 0 5 ;8 9 : 13 e24. Ravindran AV, L am RW, Fil teau MJ, L esp eran ce F, Ken ned y SH, Par ikh SV, e t al.

C anad i an Ne twor k for M ood a n d Anxiety Tr ea tmen t s (CANMAT) clinical guidelines for t h e m an a ge m en t of ma jo r depre ssive d i so rd er i n adults. V. C o mp l emen tar y an d al ternative medi cin e t r ea tmen t s . J Affect Disord 20 09;117(Suppl . 1) :S54e6 4 .

Ri ley D. Hatha yoga and the treatment of i l l ness. Altern Ther Heal th M ed 200 4;10:20e1

. Rocha KK, Ribeiro AM, Rocha KC, Sousa MB, Al b u que r qu e FS, Ribeiro S, e t

al. Imp r ovemen t in physiological a n d psychological p a r am e te r s af t er 6 m o n t h s of yoga practice. Conscious Cogn 2 012 ;21 :84 3 e5 0 .

Ross A, T h o mas S. The h ea l th b en efi t s of yoga a n d exerci se: a review of co mp ar i so n studies. J Altern C o mp l e men t Med 2 010 ;16 :3 e12.

Sarubin N, Nothdur f te r C, S chmotz C, W i m m e r AM, T r u m me r J, Lieb M, Uhr M, e t al. Imp ac t o n cortisol a n d an t i d ep re ssan t efficacy of qu et i ap in e a n d esc i ta lopram in depre ss ion. Psychoneuroendocrinology 2 0 14 ;3 9 : 141 e51.

Schüle C, Baghai TC, Eser D, Hafner S, B orn C, H er r m an n S, e t al. Th e co mb i n ed dexame th ason e/ C R H te s t (DEX/CRH te s t) a n d predi ct ion of acute t r ea t me n t r e sp o n se in majo r depre ss ion. PLoS One 2 0 0 9a ;4 :e43 24.

Schüle C, Baghai TC, Eser D, R upprech t R. Hypothalamic-pi tui tary-adrenocortical syst em dysregulation a n d n e w t r ea t men t strategie s in depr e ssi on. Exper t Rev Neu r o th er 2 0 0 9 b ;9 : 10 0 5 e19.

Smith JA. Is t h e r e m o r e to yoga th an exer cise? Altern Ther Health Med 2 011 ;17:22 e9 . Streeter CC, Gerbarg PL, Saper RB, Ciraulo DA, Brown RP. Effects of yoga on the autonomic

nervous system, gamma-aminobutyric-ac id, an d allostasis in epilepsy, depression, an d post- trau mati c str e ss disorder. Med Hypotheses 2 012 ;7 8 :571 e9.

Thirthall i J, Naveen GH, Rao MG, Varambally S, Chr i s toph er R, Gan gad har BN. Cortisol an d an t i d ep re ssan t effects of yoga. Indian J Psychiatry 2013;55(Supp l . 3) :S405e8 .

Uebelacker LA, Ep s te in - Lub o w G, G au d ian o BA, Tr emo n t G, Battl e CL, Miller IW. Hath a yoga for d ep re ss i on : critical review of t h e eviden ce for efficacy, plausible mech an i sms of action, a n d directions for f u tu r e resear ch. J Psychiatr Pract 2 010 ;16 :2 2 e 3 3 .

Vadiraja HS, Raghavendra RM, Nagara thn a R, Nagendra HR, Rekh a M, Vani tha N, e t al. Effects of a yoga p r ogram o n cortisol r hy th m a n d m o o d s ta t e s in early b r eas t cancer p a t i en t s undergo ing adju van t r ad io ther apy: a r an d o mi zed controlled trial. Integr Can cer Ther 2 0 0 9 ; 8 : 3 7 e46.

V ed amu r th a ch a r A, J anaki ramai ah N, Hegde JM, Shetty TK, Su bbakr i shna DK, S u resh b abu SV, e t al. An ti dep re ssant efficacy a n d h o r mo n a l effects of Sud ar-

sh an a Kriya Yoga (SKY) in alcohol d e p e n d en t individuals. J Affect Di sord 2 0 0 6 ;9 4 :2 4 9 e5 3 .

Vera FM, M an zan e qu e JM, M aldo nad o EF, C a r r anqu e GA, Rodriguez FM, Blanca MJ, e t al. Subjective sleep quali ty a n d h o r mo n a l mo d u l a t i on in long- te rm yoga practi tioners. Biol Psychol 2 0 0 9 ;8 1 :16 4 e 8.

West J , Ot te C, Geher K, Johnson J, Mohr D C. Effects of hatha yoga and African dance on perceived stress, affect, an d salivary cortisol. An n Behav Med 2 0 0 4 ; 2 8 : 114 e 8.

Wi t tch en HU, Wun der l i ch U, Zaudig M, Fydrich T. S tru ktur i er t e s kl inisches in t er-

view für DSM-IV. Achse I: psychische störun gen. Göttingen: Hogrefe; 1997. Woolery A, Myers H, Steml iebm B, Zeltzer L. A yoga interventi on for young adult s wi th

elevated s ymp to ms of depre ssion. Altern Th er Health Med 20 04;10(2):60e3 . Yoshih ara K, Hiramoto T, Sudo N, Kubo C. Profi le of m o o d state s a n d stre ss-r e la ted

biochemical indices in l ong- t er m yoga practi tioners. Biopsychosoc Med 2 011 ;5 (6 ) :2 e7.

Zobel AW, Nickel T, Sonntag A, Uhr M, Hol sboer F, Ising M. Cortisol r e sp o n se in t h e co mb i n ed dexame th ason e/ C R H te s t a s pr edi c tor of r e lapse in p a t i en t s wi th r emi t ted depr ess i on. A prospect ive study. J Psychiatr Res 2 0 0 1 ;3 5 : 8 3 e94.

Zobel AW, Yassouridis A, Frieboes RM, Hol sboer F. Prediction of m ed i u m- t e r m o u tco me by cortisol r e sp o n se t o t h e co mb i n ed d exame th aso n e-C R H te s t in p a t i ent s wi th r emi t ted depre ss ion. Am J Psychiatry 19 9 9 ;15 6 :9 4 9 e51.