penerapan budaya membaca dalam membina mutu...

176
PENERAPAN BUDAYA MEMBACA DALAM MEMBINA MUTU AKADEMIK SMK NEGERI 48 JAKARTA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Oleh: Emma Yuliana Nurbaithy 1113018200015 JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017

Upload: others

Post on 30-Aug-2019

27 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENERAPAN BUDAYA MEMBACA DALAM

MEMBINA MUTU AKADEMIK SMK NEGERI 48

JAKARTA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk

Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

Emma Yuliana Nurbaithy

1113018200015

JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2017

PENERAPAN BUDAYA MEMBACA DALAM MEMBINA

MUTU AKADEMIK DI SMK NEGERI 48 JAKARTA

Skripsi

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi persyaratan mencapai gelar

Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada program studi Manajemen Pendidikan

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Oleh:

Emma Yuliana Nurbaithy

NIM. 1113018200015

Di bawah Bimbingan,

JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2017

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

Skripsi berjudul Penerapan Budaya Membaca dalam Membina Mutu

Akademik di SMK Negeri 48 Jakarta disusun oleh Emma Yuliana Nurbaithy,

NIM. 1113018200015, Jurusan Manajemen Pendidikan, Fakultas Ilmu Tarbiyah

dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah

melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk

diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, 29 September 2017

Yang mengesahkan,

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi berjudul Penerapan Budaya Membaca dalam Membina Mutu

Akademik di SMK Negeri 48 Jakarta disusun oleh Emma Yuliana Nurbaithy,

NIM: 1113018200015, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus

dalam Ujian Munaqosah pada tanggal 17 Oktober 2017 di hadapan dewan

penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar S1 (S.Pd) di bidang

Manajemen Pendidikan.

Jakarta, 17 Oktober 2017

Panitia Ujian Munaqasah,

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH

Yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Emma Yuliana Nurbaithy

NIM : 1113018200015

Fakultas : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Jurusan : Manajemen Pendidikan

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul Penerapan Budaya Membaca dalam Membina

Mutu Akademik di SMK Negeri 48 Jakarta adalah benar hasil karya sendiri

dibawah bimbingan:

Pembimbing I

Nama : Rusydy Zakaria, M.Ed., M.Phil

NIP : 19560530 198503 1 002

Pembimbing II

Nama : Dr. Zahruddin, Lc., M.Pd

NIP : 19730602 200501 1 002

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap

menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya

sendiri.

UJI REFERENSI

Seluruh referensi yang digunakan dalam penulisan skripsi dengan judul

“Penerapan Budaya Membaca dalam Membina Mutu Akademik di SMK

Negeri 48 Jakarta” yang disusun oleh Emma Yuliana Nurbaithy NIM.

1113018200015, Jurusan Manajemen Pendidikan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, telah diuji kebenarannya

oleh dosen pembimbing skripsi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Jakarta, 27 September 2017

i

ABSTRAK

Emma Yuliana Nurbaithy (NIM: 1113018200015), Penerapan Budaya

Membaca dalam Membina Mutu Akademik di SMK Negeri 48 Jakarta.

Skripsi Program Strata Satu (S-1) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini membahas tema tentang penerapan budaya membaca dalam

membina mutu akademik di SMK Negeri 48 Jakarta. Tujuan dari penelitian ini

adalah untuk mendeskripsikan kegiatan budaya membaca dalam membina mutu

akademik di SMK Negeri 48 Jakarta. Metode yang digunakan ialah kualitatif

deskriptif. Sumber data dalam penelitian ini ialah kepala sekolah, wakil kepala

sekolah bidang kurikulum, kepala perpustakaan, guru bidang bahasa dan siswa.

Data penelitian dianalisa secara analisa deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya membaca di SMK Negeri 48

Jakarta terbentuk melalui program membaca selama 15 menit yang dilakukan oleh

pendidik dan peserta didik di tiap-tiap kelas, penugasan yang diberikan pendidik

di dalam pembelajaran telah menuntut peserta didik untuk lebih banyak serta

adanya kebiasaan dalam penggunaan media teknologi informasi untuk membaca.

SMK Negeri 48 Jakarta mampu membina mutu akademik di sekolah. Hal ini

dibuktikan sekolah dalam kurun empat tahun terakhir telah mencapai hasil ujian

akhir dengan sangat baik dan mencapai nilai lebih dari kriteria ketuntasan

minimum. Selain itu sekolah telah memegang prinsip komitmen dan disiplin

terutama di kalangan peserta didik, serta berupaya memaksimalkan pemanfaatan

perpustakaan sekolah. Kemudian sekolah membentuk tim kerja sekolah yang

berfokus pada masing-masing bidang program. Serta pada proses pembelajaran

diupayakan untuk membentuk karakter positif peserta didik. Namun terdapat

hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya, yakni banyaknya tugas-tugas dalam

mata pelajaran, jam program literasi yang sering terlewatkan, pengerjaan tugas

yang instan, dan penggunaan media teknologi informasi belum sepenuhnya

dimanfaatkan untuk belajar.

Kata Kunci: Budaya Membaca, Program Membaca, Mutu Akademik

ii

ABSTRACT

Emma Yuliana Nurbaithy (NIM: 1113018200015), Application of Reading

Culture in Fostering Academic Quality at SMK Negeri 48 Jakarta. Thesis

Program Strata One (S-1) Faculty of Science Tarbiyah and Teacher Training

State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta.

This study discusses the theme about the application of reading culture in

fostering academic quality in SMK Negeri 48 Jakarta. The purpose of this study is

to describe the activities of reading culture in fostering academic quality in SMK

Negeri 48 Jakarta. The method used is qualitative descriptive. The data sources in

this research are principal, vice principal of curriculum, library head, language

teacher and student. Research data is analyzed by descriptive analysis.

The results showed that reading culture in SMK Negeri 48 Jakarta was formed

through 15 minute reading program conducted by educators and students in each

class, the assignments given by educators in the learning have demanded the

students for more and the existence of the habit in the use media information

technology to read. SMK Negeri 48 Jakarta able to build academic quality in

school. This is evidenced by schools in the last four years has reached the final

exam results very well and achieve more value than the minimum mastery criteria.

In addition the school has held the principle of commitment and discipline

especially among learners, as well as trying to maximize the utilization of school

libraries. The school then sets up a school work team that focuses on each

program area. And in the learning process strived to form a positive character of

learners. But there are obstacles in the implementation, namely the number of

tasks in the subjects, hours of literacy programs are often missed, the execution of

an instant task, and the use of information technology media has not been fully

utilized for learning.

Keywords: Reading Culture, Reading Program, Academic Quality

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat

dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis dalam bentuk skripsi

ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Baginda Nabi

Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan para sahabatnya.

Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Manajemen Pendidikan Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Dalam proses penulisan skripsi yang berjudul “Penerapan Budaya

Membaca dalam Membina Mutu Akademik di SMK Negeri 48 Jakarta”, penulis

mendapat banyak bantuan, dukungan, ide dan bimbingan dari berbagai pihak.

Untuk itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis

menyampaikan banyak rasa terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., Rektor Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah

2. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

3. Dr. Hasyim Asy’ari, M.Pd., Ketua Jurusan Manajemen Pendidikan Fakultas

Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

4. Dr. Jejen Musfah, MA., Dosen Pembimbing Akademik yang telah

membimbing dan mengayomi selama menjadi mahasiswi.

5. Rusydy Zakaria, M.Ed., M.Phil., Dosen Pembimbing I penulisan skripsi, yang

telah meluangkan banyak waktu, tenaga serta pikirannya dengan penuh

kesabaran dalam membantu, membimbing dan mendukung penulis sehingga

terselesaikannya skripsi ini.

iv

6. Dr. Zahrudin, Lc., M.Pd. Dosen Pembimbing II yang selalu mendukung,

membimbing dan mengkritisi, serta meluangkan waktu dan juga pikirannya

untuk membantu penulis memahami penulisan skripsi ini.

7. Seluruh dosen dan staff Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan khususnya

Jurusan Manajemen Pendidikan yang telah memberikan ilmu, bimbingan dan

pengalamannya kepada penulis.

8. Orang tua tercinta, Ayahanda Wachidin dan Ibunda Tarmini yang senantiasa

mendoakan, membimbing, mengayomi, memberikan dukungan utama dan

terbesar baik moril dan materi yang tak terhingga, serta menjadi inspirasi serta

motivasi bagi saya untuk selalu melakukan yang terbaik

9. Kakak-kakak dan adik tersayang, Muhammad Khadafi, Saiful Jimmie

Julianto, Safarto Saddam I.J., Lukman, Handy Rizky Prima, Surani Supraptiwi

dan Afareen Zahida Sabrina yang telah memberikan dukungan terbesar serta

memberikan perjuangan yang tak terhingga untuk penulis agar dapat menulis

skripsi ini.

10. Yayah Nur Aliyah, S.Pd., Kepala SMK Negeri 48 Jakarta yang telah

mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut.

11. Surnadi, M.Pd., Wakil Kepala Bidang Kurikulum SMK Negeri 48 Jakarta

yang telah membantu, mengayomi serta meluangkan waktu dan tenaga untuk

penulis dalam pelaksanaan penelitian di sekolah.

12. Seluruh Guru dan Karyawan SMK Negeri 48 Jakarta yang telah membatu dan

meluangkan waktunya serta memberikan kelancaran bagi penulis dalam

melakukan penelitian.

13. Siswa-siswi SMK Negeri 48 Jakarta yang telah bersedia untuk meluangkan

waktunya bagi penulis dalam melakukan penelitian.

14. Sahabat-sahabat terbaik Uum Durratun Najah, Faika Ramadhani, Windha

Amaliah, Siti Arimah, Khansa Nabilah, Hotimatul Mahmudah, Siti Nur

Hidayah, Nurfani Mutianah, Lusiani, yang selalu ada disaat suka dan duka

selama menjalani proses belajar di sekolah ataupun kampus.

15. Teman-teman Jurusan Manajemen Pendidikan yang bersama-sama menjalani

perjuangan dan saling mendukung untuk menyelesaikan studi di kampus ini.

v

16. Bapak, Ibu dan Kakak selaku atasan selama saya magang di Ditbelmawa

Ristekdikti yang telah memberikan ilmu dan pengalaman serta dukungan

untuk kerja keras dan melakukan yang terbaik.

17. Seluruh pihak yang turut mendukung dan memotivasi penulis untuk

mengerjakan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna untuk

sebuah karya tulis ilmiah. Oleh karena itu penulis selalu mengharapkan kritik dan

saran agar penulis dapat menuliskan yang lebih baik lagi. Namun dengan

kerendahan hati penulis sangat berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat untuk

semua pihak yang menggeluti bidang manajemen pendidikan atau bagi pihak

lainnya. Akhir kata penulis mohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan dalam

penulisan skripsi ini.

Jakarta, 18 September 2017

Penulis

Emma Yuliana Nurbaithy

vi

DAFTAR ISI

ABSTRAK .............................................................................................................. i

ABSTRACT ........................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi

DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii

DAFTAR GAMBAR/BAGAN ............................................................................ ix

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1

B. Identifikasi Masalah .................................................................................... 5

C. Pembatasan Masalah ................................................................................... 6

D. Rumusan Masalah ....................................................................................... 6

E. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 6

F. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 6

BAB II KAJIAN TEORI

A. Mutu Akademik .......................................................................................... 8

1. Pengertian Mutu Akademik .................................................................. 8

2. Prinsip-prinsip Mutu Akademik .......................................................... 11

3. Ruang Lingkup Mutu Akademik ........................................................ 13

4. Pembinaan Mutu Akademik ................................................................ 15

B. Budaya Membaca ...................................................................................... 19

1. Pengertian Budaya .............................................................................. 19

2. Pengertian Membaca ........................................................................... 23

3. Pengertian Budaya Membaca .............................................................. 11

4. Tujuan Budaya Membaca ................................................................... 13

5. Faktor-faktor Budaya Membaca ......................................................... 24

6. Tahapan Budaya Membaca ................................................................. 26

7. Bentuk-bentuk Budaya Membaca ....................................................... 29

vii

C. Penelitian Relevan ..................................................................................... 31

D. Kerangka Berfikir...................................................................................... 33

BAB III METODELOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................... 35

B. Metode Penelitian...................................................................................... 35

C. Subjek Penelitian ....................................................................................... 36

D. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 36

E. Teknik Analisa Data .................................................................................. 37

F. Instrumen Penelitian.................................................................................. 38

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Profil SMK Negeri 48 Jakarta .................................................................. 42

1. Sejarah SMK Negeri 48 Jakarta .......................................................... 42

2. Visi, Misi dan Tujuan SMK Negeri 48 Jakarta ................................... 43

3. Keadaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan SMK N 48 Jakarta ...... 43

4. Keadaan Peserta Didik SMK Negeri 48 Jakarta ................................. 48

5. Sarana dan Prasarana SMK Negeri 48 Jakarta .................................... 49

B. Deskripsi Data dan Analisa Data .............................................................. 51

1. Bentuk-Bentuk Budaya Membaca ...................................................... 51

2. Faktor-faktor Budaya Membaca ......................................................... 60

3. Strategi Pembinaan Mutu Akademik .................................................. 70

C. Temuan Hasil Penelitian ........................................................................... 82

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................... 84

B. Saran .......................................................................................................... 84

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 86

Lampiran-lampiran ............................................................................................ 89

Biodata Penulis .................................................................................................. 159

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1: Waktu Penelitian .................................................................................. 35

Tabel 3.2: Kisi-Kisi Wawancara ........................................................................... 38

Tabel 3.3: Kisi-Kisi Studi Dokumen ..................................................................... 40

Tabel 4.1: Daftar Nama Pendidik SMK Negeri 48 Jakarta ................................... 47

Tabel 4.2: Jumlah Peserta Didik Tahun Pelajaran 2015/2016 ............................. 48

Tabel 4.3: Jumlah Peserta Didik Tahun Pelajaran 2016/2017 .............................. 48

Tabel 4.4: Data Sarana dan Prasarana SMK Negeri 48 Jakarta ............................ 50

Tabel 4.5 : Hasil Rata-rata Nilai Ujian Nasional Tahun 2013/2014-2016/2017... 78

ix

DAFTAR GAMBAR/BAGAN

Bagan 2.1: Kerangka Berfikir Peningkatan mutu pendidikan .............................. 33

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Surat Bimbingan Skripsi ............................................................... 90

Lampiran 2 : Surat Izin Penelitian ...................................................................... 91

Lampiran 3 : Surat Keterangan Balasan Penelitian............................................. 92

Lampiran 4 : Traskip Hasil Wawancara.............................................................. 93

Lampiran 5 : Hasil Studi Dokumentasi ............................................................. 151

Lampiran 6 : Data Prestasi SMK Negeri 48 Jakarta Tahun 2014-2017 ............ 152

Lampiran 10 : Rekapitulasi Jumlah Peminjam Buku Perpustakaan

SMK Negeri 48 Jakarta .............................................................. 155

Lampiran 11: Rekapitulasi Jumlah Pengunjung Perpustakaan

SMK Negeri 48 Jakarta ............................................................... 157

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia diciptakan berbeda dari makhluk ciptaan Allah di alam

semesta ini, manusia memiliki akal dan pikiran untuk mengukur mana yang

baik dan buruk bagi dirinya serta makhluk lainnya. Oleh karena memiliki akal

dan pikiran, maka manusia mempunyai kewajiban untuk belajar dan

mempelajari apa yang ada di alam semesta. Sebagaimana yang diperintahkan

dalam Al-Qur’an, yakni:

( الذي علن با لقلن 3( اقزأ وربك االكزم )2( خلق االنسا هن علق )1أ باسن ربك الذي خلق )اقز

(5( علن االنسان ها لن يعلن )4)

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhan-mu yang Menciptakan (1) Dia

telah Menciptakan manusia dari segumpal darah (2) Bacalah, dan

Tuhan-mulah yang Maha Mulia (3) Yang Mengajarkan (manusia)

dengan pena (4) Dia Mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya

(5) [Q.S. Al-Alaq: 1-5]1

M. Quraish Shihab menyatakan bahwa “tujuan utama surah tersebut

ialah penekanan tentang pentingnya belajar dan meneliti demi karena Allah

SWT., karena itulah jalan meraih kebahagiaan duniawi dan akhirat.”2 Melalui

ilmu pengetahuan yang terhampar di alam semesta, manusia harus mau untuk

belajar karena setiap apa yang ada di muka bumi ini mempunyai makna, dan

kita harus jeli dalam memahami makna dan pelajaran tersebut. Dengan kata

lain pendidikan menjadi tugas dan tanggung jawab setiap manusia, dan kita

harus mengusahakan agar pendidikan itu akan selalu berlangsung sepanjang

masa.

Pendidikan berhak untuk diterima oleh setiap orang tanpa

membedakan suku, agama, ras, dan golongan. Pendidikan menjadi suatu hal

1 Departemen Agama RI, Al-Quran Tajwid & Terjemah, (Bandung: Diponegoro, 2010),

h. 597.

2 M. Quraish Shihab, Makna, Tujuan dan Pelajaran dari Surah-Surah Al-Quran,

(Ciputat: Lentera Hati, 2012), h. 687-688.

2

yang penting karena pendidikan merupakan proses mengembangkan potensi

diri tiap individu, untuk dapat hidup dan melangsungkan kehidupannya,

sehingga menjadi manusia yang mandiri dan bertanggung jawab. Hal tersebut

seperti tercantum dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional pasal 3 yang menyebutkan bahwa “Pendidikan nasional

bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia

yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,

sehat, berilmu, cakap, keratif, mandiri dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggung jawab.”3 Salah satu upaya untuk mencapai

tujuan pendidikan ialah melalui jalur pendidikan formal atau sekolah. Sekolah

menjadi wadah dilaksanakannya proses belajar mengajar yang dipimpin oleh

kepala sekolah, dan guru sebagai kunci utama dalam terlaksananya proses

pembelajaran di dalam dan di luar kelas. Dengan demikian pendidikan akan

terlaksana dengan sebagaimana mestinya serta mencapai mutu yang

memuaskan.

Tercapainya mutu di sekolah terkait erat dengan proses pembelajaran

di dalam kelas. Mutu dapat dilihat dengan prestasi peserta didik dalam

penguasaan mata pelajaran di sekolah. Selain itu juga dapat dilihat dengan

prestasi peserta didik dalam lomba-lomba akademik atau kompetisi yang

diikuti peserta didik. Semakin banyak prestasi yang dihasilkan, maka dapat

dikatakan sekolah tersebut mempunyai mutu yang baik. Anggapan masyarakat

awam akan melihat seberapa banyak prestasi sekolah tersebut, sehingga

masyarakat akan cenderung memilih dan mendukung proses pendidikan di

sekolah yang mempunyai prestasi bagus. Oleh karena itu mutu akademik

sekolah harus bisa tercapai dengan semaksimal mungkin.

Namun demikian, masih terdapat kendala pada proses pencapaian

mutu akademik saat ini yakni belum efektifnya proses pembelajaran. Masih

terbatasnya peserta didik yang terlibat dalam kompetisi akademik merupakan

3Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

Nasional, Bab I pasal 3, h. 4.

3

hal yang tidak bisa diabaikan. Hal ini dikarenakan kompetisi merupakan

ukuran dalam penilaian pencapaian sasaran mutu pendidikan di sekolah.

Peserta didik atau warga sekolah yang mampu berkompetisi dan mendapatkan

prestasi dapat menunjukkan mutu akademik sekolah, sebab mampu

menghasilkan peserta didik yang mempunyai kompetensi yang mumpuni

dalam bidangnya.

Peran kepala sekolah sebagai manajer sangat dibutuhkan dalam hal ini.

Namun pada pelaksanaannya terdapat kepala sekolah yang belum

menjalankan perannya secara optimal dalam menerapkan sistem manajemen

mutu. Dengan hal ini bisa dikatakan pencapaian mutu belum terpenuhi dengan

maksimal.

Selain itu, mutu akademik sekolah tidak terlepas dari bagaimana

proses pendidikan di sekolah dan keterkaitan guru sebagai pengajar. Sebab

guru yang melaksanakan pengajaran dan pendidikan kepada peserta didik di

dalam kelas. Namun sebagaimana yang dikatakan oleh Oemar Hamalik yakni

“karena tugasnya mengajar, maka dia harus mempunyai wewenang mengajar

berdasarkan kualifikasi sebagai tenaga pengajar. Sebagai tenaga pengajar,

setiap guru/pengajar harus memiliki kemampuan profesional dalam mengajar

atau pembelajaran.”4 Guru yang mengajar harus sesuai dengan kemampuan

atau kompetensi yang dimilikinya. Sehingga, peserta didik dapat mengerti dan

mampu memahami secara mendalam terhadap suatu bidang mata pelajaran

yang dipelajarinya. Akan tetapi, menjadi persoalan apabila guru yang

mengajar tidak profesional, sehingga menjadikan proses pembelajaran

menjadi tidak efektif.

Dalam pelaksanaan pembelajaran peserta didik dan seluruh warga

sekolah tentu memiliki kebiasaan yang kemudian menjadi sebuah budaya,

terlepas budaya tersebut budaya positif atau negatif. Budaya yang dibentuk

sekolah akan menentukan sejauh mana prestasi dan mutu akademik sekolah,

karena hal itu merupakan suatu ciri khas yang dimiliki masing-masing

4 Oemar Hamalik, Kurikulum dan pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), h. 9.

4

sekolah. Untuk menciptakan budaya yang positif, dibutuhkan kesadaran dan

motivasi terutama dari diri masing-masing warga sekolah. Tujuannya agar hal

tersebut menjadi suatu kebiasaan yang terpelihara dan mendarah daging

dalam diri mereka. Salah satu budaya positif yang sudah selayaknya

ditanamkan di sekolah adalah budaya membaca oleh seluruh warga sekolah.

Budaya membaca seharusnya menjadi suatu ciri khas dari sekolah

karena kegiatan utama sekolah adalah belajar, dan belajar tidak bisa dilakukan

tanpa melalui proses membaca. Ini berarti belajar adalah membaca, membaca

ialah sedang belajar. Banyak orang-orang besar yang sukses karena suka

membaca. Mereka menumbuhkan kebiasaan membaca dan menjadikan sebuah

budaya terhadap diri mereka sendiri. Diantaranya ialah Ir. Soekarno, Bung

Hatta, Gus Dur, Obama, Jobs, Mahatma Gandi, Hassan Al-Banna, Hitler, dan

Karl Marx. Mereka semua menghabiskan sebagian besar hari-harinya untuk

membaca, bahkan menjadikan buku yang nomor satu bagi dirinya.

Demikian membaca juga dipengaruhi banyak faktor, salah satu

diantara yang paling penting ialah ketersediaan sumber referensi. Dalam hal

ini perpustakaan merupakan tempat yang semestinya menyediakan referensi

yang dibutuhkan bagi peserta didik dalam proses pembelajaran. Namun

pemanfaatan perpustakaan belum juga optimal dikarenakan keterbatasan

referensi sumber belajar yang dimiliki.

Salah satu problematika yang terjadi di Indonesia adalah rendahnya

budaya membaca. Sebagaimana yang dituliskan dalam Jurnal Akrab yakni

“berdasarkan survei UNESCO minat baca masyarakat Indonesia baru 0,001

persen. Artinya, dalam seribu masyarakat hanya ada satu masyarakat yang

memiliki minat baca. Studi Most Littered Nation In the World yang dilakukan

oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016, Indonesia

dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca.”5

Hasil penelitian diatas menjelaskan bahwa Indonesia masih berada jauh di

5 Melati Indri Hapsari, Kajian Manajemen Taman Bacaan Masyarakat (TBM) di

Kabupaten Semarang, Jurnal Akrab, Vol. VII Ed. 1, 2016, h.105.

5

bawah negara-negara lain dalam hal budaya membaca. Padahal dengan

membaca kita bisa mendapatkan ilmu dan wawasan yang banyak. Membaca

menjadikan hidup tanpa ada batasan untuk menyusuri berbagai wilayah di

bumi ini.

Amartya Sen melalui karyanya Beyond the Crisis: Development

strategies in Asia dalam Suherman menjelaskan bahwa di Jepang setiap

warganya mempunyai kebiasaan membaca dimana dan kapan pun. Fakta

sebelumnya menunjukkan bahwa pada tahun 1893 sepertiga tentara yang

direkrut buta huruf, dan pada 1906 tak seorang pun yang ikut perekrutan pada

saat itu bisa membaca. Namun mereka bangkit pada pertengahan abad ke-19

dengan mulai membangun manusianya yakni dengan pemberantasan buta

huruf. Saat ini Jepang menjadi salah satu produsen buku terbesar di dunia.6

Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan membaca, manusia mampu

mengembangkan kehidupannya, dan kebiasaan membaca yang menjadi

budaya mampu menjadi kekuatan untuk membuat negara menjadi lebih maju.

Berdasarkan uraian permasalahan-permasalahan tersebut penulis

mencoba mengangkat suatu permasalahan yang akan di teliti oleh penulis

dengan judul “Penerapan Budaya Membaca dalam Membina Mutu Akademik

di SMK Negeri 48 Jakarta.”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diidentifikasi masalah-

masalah sebagai berikut:

1. Belum optimalnya pembinaan mutu akademik

2. Belum efektifnya proses pembelajaran

3. Masih terbatasnya peserta didik yang terlibat dalam kompetisi

4. Kepala sekolah yang belum menjalankan manajemen mutu secara optimal

5. Kurang profesionalnya guru dalam mengajar.

6 Suherman, Mereka Besar karena Membaca, (Bandung: Literate Publishing, 2012), h.9-

10.

6

6. Masih terbatasnya peserta didik yang terlibat dalam kompetisi bahasa.

7. Belum optimalnya pemanfaatan perpustakaan karena keterbatasan

referensi sumber belajar

8. Masih rendahnya budaya membaca

C. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya ruang lingkup masalah-masalah yang ada, maka

penulis membatasi penelitian pada masalah masih rendahnya budaya

membaca peserta didik dan belum optimalnya pembinaan mutu akademik di

SMK Negeri 48 Jakarta.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang telah dijelaskan, maka rumusan

masalahnya adalah apakah dengan penerapan budaya membaca dalam

membina mutu akademik di SMK Negeri 48 Jakarta?

Rumusan masalah umum ini dapat diperinci menjadi:

1. Kegiatan apa saja yang dilakukan peserta didik dalam menerapkan budaya

membaca di SMK Negeri 48 Jakarta?

2. Apakah kegiatan tersebut mampu membina mutu akademik di SMK

Negeri 48 Jakarta?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mendeskripsikan berbagai kegiatan yang dilakukan peserta didik dalam

menerapkan budaya membaca di SMK Negeri 48 Jakarta.

2. Mendeskripsikan keterkaitan antara kegiatan membaca di dalam membina

mutu akademik di SMK Negeri 48 Jakarta.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat, yaitu sebagai

berikut:

7

1. Dapat mengembangkan pemikiran tentang budaya membaca dan

sumbangannya bagi pengembang ilmu pengetahuan melalui penelitian

yang dilaksanakan sehingga dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi

pengembang ilmu dan sebagai pemahaman untuk penelitian selanjutnya.

2. Memberikan usulan saran, ide, dan bahan pertimbangan dalam

mengembangkan budaya membaca dan membina mutu akademik

sekolah.

3. Memberikan pengetahuan dan memberikan kesempatan pada penulis

untuk mengaplikasikan ilmu dan teori yang telah dipelajari, khususnya

tentang masukan budaya membaca.

8

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Mutu Akademik

1. Pengertian Mutu Akademik

Istilah mutu saat ini sudah menjadi satu kata yang tidak asing lagi

dikeseharian kita saat ini. Segala sesuatunya kita selalu menginginkan

mempunyai mutu yang baik, dan mutu menjadi perhatian yang utama bagi

kita dalam menentukan pilihan apapun itu. Misalnya saja ketika ingin

membeli laptop untuk kepentingan perkuliahan bagi mahasiswa, tentunya

sebagai akan memilih laptop yang mempunyai mutu yang baik, sebab

laptop tersebut akan dipakai dalam jangka waktu yang lama dan menjadi

keseharian bagi mahasiswa di dalam mengerjakan tugas kuliah.

Mutu sebagai suatu makna yang absolut, sesuatu yang bermutu

merupakan bagian standar yang sangat tinggi yang tidak dapat diungguli.7

Mutu sebagai konsep yang relatif, yakni memiliki dua aspek: pertama,

menyesuaikan diri dengan spesifikasi; dan kedua, memenuhi kebutuhan

pelanggan.8 Demikian konsep tersebut memiliki dua sisi yang mempunyai

satu kesatuan, ibarat sebuah koin yang mempunyai dua sisi yang berbeda

namun mempunyai nilai yang sama. Konsep absolut dan relatif dalam

mutu dipahami tergantung dari sudut pandang mana mutu itu dilihat, maka

definisi mutu dapat disamakan atau disesuaikan.

Menurut Jarome S. Arcaro, “mutu adalah sebuah proses terstruktur

untuk memperbaiki keluaran yang dihasilkan. Mutu bukanlah benda magis

7 Edward Sallis, Total Quality Management In Education, Terj. Oleh Ahmad Ali Riyadi

& Fahrurrozi, Manajemen Mutu Pendidikan, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2012), Cet. XVI, h. 52.

8 Ibid, h. 54.

9

atau sesuatu yang rumit. Mutu didasarkan pada akal sehat.”9 Artinya mutu

haruslah direncanakan dan mempunyai manajemen yang terkonsep sejak

awal, sebelum berlangsungnya proses dalam hal ini ialah pendidikan.

Tanpa rencana yang jelas, mutu tidak akan bisa tercapai dengan maksimal.

Menurut Rohiat, “Mutu atau kualitas adalah gambaran dan

karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menentukan

kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau yang

tersirat.”10

Artinya suatu hasil dari sebuah proses yang mempunyai kuasa

di dalam mencapai sebuah tujuan pencapaian dengan berdasarkan apa

yang diinginkan oleh penggunanya.

Dengan itu dapat disimpulkan bahwa mutu adalah kemampuan

untuk memenuhi standar yang tertinggi dan memenuhi keinginan dan

kebutuhan pelanggan atau subyek pengguna barang atau jasa tersebut.

Sedangkan untuk mencapai mutu dapat dikategorikan menjadi tiga, yakni

pengendalian mutu, penjaminan mutu dan manajemen mutu total.

Pengertian mutu telah dijelaskan sebagaimana pembahasan di atas,

demikian dapat dimengerti bahwa istilah mutu telah menjadi bagian dari

segala aspek kehidupan manusia saat ini. Salah satunya ialah dalam aspek

pendidikan di sekolah yang menjadi bagian terpenting bagi manusia di

zaman modern saat ini. Sekolah yang acap kali kita dengar dengan kata

akademik, sebagai suatu ciri khas berlangsungnya pendidikan.

Demikian menurut Ahmad Baedowi, dkk. yakni:

mutu sekolah dilihat dari penyelenggaraan pendidikan dan hasil.

Kemudian dijelaskan menurut Newman & Behler, untuk melihat

mutu peserta didik dapat diketahui dengan kemampuan akademik,

sikap kritis, kemampuan berkomunikasi secara efektif, kemampuan

menghargai budaya sendiri dan budaya orang lain, kemampuan

9 Jarome S. Arcaro, Quality in Education: An Implementation Handbook, Terj. Oleh

Yosal Iriantara, Pendidikan Berbasis Mutu : Prinsip-Prinsip Perumusan Dan Tata Langkah

Penerapan, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2007), Cet. IV, h. 75.

10 Rohiat, Manajemen Sekolah: Teori Dasar dan Praktik, (Bandung: Refika Aditama,

2008), h. 52.

10

berinteraksi dan kemampuan memahami potensi diri, kemampuan

spasial, dan keterampilan gerak.11

Dengan itu diketahui bahwa untuk mencapai mutu sekolah yang

diinginkan terdapat banyak aspek, diantaranya yang utama ialah

kemampuan akademik. Mutu sekolah dapat tercapai apabila unsur-unsur

yang ada di sekolah juga memenuhi ketentuan dari mutu itu sendiri, salah

satunya ialah mutu peserta didik. Jika peserta didik di sekolah tersebut

memiliki mutu yang baik maka sekolah akan mencapai mutu yang baik.

Salah satu standar mutu yang harus dimiliki peserta didik ialah

kemampuan akademik yang baik.

Terdapat padanan mengenai pengertian akademik yaitu academic

engagement, yakni “didasarkan pada konteks pembelajaran di kelas yang

tidak terlepas dari peran guru, yang dimaknai sebagai perilaku keterlibatan

siswa secara aktif dalam proses pembelajaran di kelas.”12

Dalam hal ini

dimengerti bahwa akademik ialah proses belajar yang berlangsung secara

teratur dan berlangsung secara aktif, berkesinambungan serta dilakukan

karena adanya subyek pemberi dan penerima dalam proses belajar, dalam

hal ini ialah pendidik dan peserta didik.

Nana Syaodih Sukmadinata menyatakan “kompetensi akademis

merupakan kecakapan, kebiasaan, keterampilan mengaplikasikan teori,

konsep, dalil, model, metode, prosedur, dan lain-lain, di dalam kenyataan.

Kecakapan, keterampilan, kebiasaan dalam satu kesatuan teori, konsep,

dalil, model, metode membentuk satu kompetensi akademis.”13

Demikian

diketahui bahwa pemahaman akademik ialah mendasarkan sesuatunya

berdasarkan urutan sistematika keilmuan atau ilmu pengetahuan yang

11

Ahmad Baedowi, dkk, Manajemen Sekolah Efektif, (Tangerang Selatan: Pustaka

Alvabert, 2015), h. 208.

12 Alimul Muniroh, Academic Engagement: Penerapan Model Problem-Based Learning

di Madrasah, (Yogyakarta: LKIS Pelangi Aksara, 2015), h. 19.

13 Nana Syaodih Sukmadinata, Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi, (Bandung:

Refika Aditama, 2012), h. 51.

11

kemudian dipahami dan dihayati oleh manusia, sehingga manusia tersebut

dapat mengaplikasikan ilmu itu di dalam kehidupannya.

Kemudian Jahja Umar menjelaskan bahwa “sebuah sekolah

dikatakan secara akademis bermutu jika lulusannya menguasai dengan

baik semua mata pelajaran yang diajarkan, sesuai dengan standar yang

ditetapkan.”14

Dengan ini diketahui bahwa mutu akademik merupakan

bagian dari sekolah, dimana proses akademik berlangsung dan

dilaksanakan berdasarkan standar atau ukuran yang ditetapkan dengan

sebaik-baiknya sesuai dengan kebutuhan di masyarakat, sehingga ketika

lulus peserta didik dapat memenuhi kriteria di masyarakat dan menjadikan

ilmu yang dipelajari selama sekolah dapat bermanfaat.

Berdasarkan pemaparan konsep-konsep tersebut dapat disimpulkan

bahwa mutu akademik ialah standar mutu yang harus dimiliki sesuai

dengan ketentuan akademik, kemudian untuk mencapai mutu tersebut

dilakukan melalui proses belajar yang teratur serta berlangsung secara

aktif, mendasarkan sesuatunya berdasarkan urutan sistematika keilmuan

atau ilmu pengetahuan yang kemudian dipahami dan dihayati ketika proses

akademik berlangsung, sehingga mencapai hasil yang sebaik-baiknya

sesuai dengan kebutuhan di dunia akademik.

2. Prinsip-Prinsip Mutu Akademik

Pada dasarnya, segala sesuatu yang berkaitan dengan manajemen

tentulah harus memiliki dasar, landasan atau prinsip-prinsip yang harus

dipegang teguh didalam penerapannya. Dengan demikian manajemen akan

lebih kuat dan tidak mudah goyah ketika ada sebuah permasalahan atau

kesalahan-kesalahan yang besar ataupun kesalahan yang kecil. Dalam

penerapan manajemen mutu pendidikan di sekolah terutama dalam

14

Jahja Umar, Penilaian dan Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia,(Tangerang

Selatan: UIN Jakarta PRESS, 2011), h. 44.

12

cakupan mutu akademik, prinsip-prinsip tersebut juga harus dimiliki dan

dipegang teguh, demi tercapainya mutu akademik yang unggul.

Menurut Ahmad Baedowi dalam Manajemen Sekolah Efektif,

pengembangan mutu sekolah didasarkan pada prinsip-prinsip yakni

kesamaan visi, konsistensi dengan tujuan, berkelanjutan, partisipatif dan

amanah.15

Dalam mencapai mutu sekolah terdapat prinsip-prinsip yang

harus dipegang teguh. Mutu sekolah juga tercakup di dalamnya mutu

akademik, oleh sebab itu dalam mencapai mutu akademik juga harus

berpengang teguh terhadap prinsip-prinsip peningkatan mutu sekolah.

Dalam Jarome S. Arcaro dituliskan bahwa ada 14 butir perkara

sebagai adaptasi dari konsep Deming di wilayah Amherst, Amherst New

Hampshire, yang dilakukan Sekolah Menengah Kejuruan Teknik Region 3

di Lincoln, Maine dan Soundwell College di Bristol Inggris. Kedua

sekolah tersebut berhasil menghasilkan outcome siswa dan administratif

yang baik. Diantara 14 butir perkara tersebut ialah menciptakan

konsistensi tujuan, mengadopsi filosofi mutu total, mengurangi kebutuhan

pengujian, menilai bisnis sekolah dengan cara baru, memperbaiki mutu

dan prosuktivitas serta mengurangi biaya, belajar sepanjang hayat,

kepemimpinan dalam pendidikan, mengeleminasi rasa takut,

mengeleminasi hambatan keberhasilan, menciptakan budaya mutu,

perbaikan proses, membantu siswa berhasil, komitmen dan tanggung

jawab.16

Prinsip-prinsip tersebut yang akan menentukan mutu pendidikan,

sebab jika lembaga pendidikan mempunyai prinsip maka hasilnya akan

baik. Demikian juga di dalam mencapai mutu akademik sekolah juga tidak

terlepas dari 14 butir aspek tersebut. Pendidikan tidak terlepas dari proses

akademik, oleh sebab itu mutu akademik juga harus didasarkan pada

prinsip-prinsip mutu pendidikan itu sendiri.

15

Ahmad Baedowi, dkk, op.cit., h. 406.

16 Jarome S. Arcaro, op.cit., h. 85-89.

13

Dalam Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah

dituliskan, yakni “mandiri, terstandar, akurat, sistemik dan berkelanjutan,

dilakukan terhadap keseluruhan unsur, dan terdokumentasi.”17

Prinsip

tersebut diterapkan dalam pelaksanaan berlangsungnya proses mencapai

mutu, serta menjadi pijakan yang kuat untuk mencapai mutu yang tinggi di

sekolah dasar dan menengah. Demikian prinsip-prinsip dalam mencapai

mutu akademik juga tidak terlepas dari prinsip-prinsip itu, karena mutu

akademik tercakup di dalam mutu yang ada di sekolah.

Demikian dapat disimpulkan prinsip-prinsip mutu akademik ialah

fokus terhadap keinginan dan kebutuhan pelanggan, konsistensi, pelibatan

seluruh sumber daya manusia, pengembangan yang berkelanjutan,

partisipatif dari seluruh anggota atau perangkat organisasi, dan

memperhatikan serta fokus pada nilai-nilai dalam cakupan akademik yang

berlangsung di sekolah.

3. Ruang Lingkup Mutu Akademik

Tercapainya mutu akademik yang diinginkan dan telah dibuat

ukurannya ialah dengan mengetahui aspek-aspek atau hal-hal yang

berkaitan dengan mutu akademik itu sendiri. Perihal luasnya cangkupan

mutu pendidikan itu sendiri, maka mutu akademik juga perlu diidentifikasi

ruang lingkupnya.

Menurut Dedy Mulyasana, “pendidikan yang bermutu lahir dari

sistem perencanaan yang baik dengan materi dan sistem tata kelola yang

baik dan disampaikan oleh guru yang baik dengan komponen pendidikan

yang bermutu khususnya guru.”18

Pendapat tersebut mengutarakan bahwa

cangkupan atau ruang lingkup dalam mencapai pendidikan yang bermutu

17

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Petunjuk Pelaksanaan

Penjaminan Mutu Pendidikan oleh Satuan Pendidikan, (Jakarta: Kemendikbud, 2016), h.12, di

unduh pada tanggal 1 Mei 2017 dari: http;//pmp.dikdasmen.kemendikbud.go.id.

18 Dedy Mulyasana, Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing, (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2011), h. 120.

14

ialah melalui aspek akademik, yakni mulai dari sistem perencanaan hingga

penyampaian yang dilakukan oleh guru pada proses pembelajaran. Dengan

demikian terdapat keseimbangan atau keterkaitan antara sistem-sistem

tersebut, sehingga dapat tercapai mutu yang diinginkan.

Menurut Zamroni tentang peningkatan mutu yaikni:

Salah satu teori peningkatan mutu sekolah menekankan pada peran

kultur sekolah dalam kerangka model The Total Quality

Management (TQM). Teori ini menjelaskan bahwa mutu sekolah

mencakup tiga kemampuan, yaitu kemampuan akademik, sosial

dan moral. Meski demikian, pada umumnya yang mendapatkan

penekanan adalah kemampuan akademik, yang dengan mudah

dapat diukur dievaluasi secara kuantitaif. Dua kemampuan lain

belum dilaksanakan secara eksplisit, sebab terkait dengan

pelaksanaan evaluasi yang tidak mudah. 19

Mutu dapat dikatakan berhasil yakni apabila telah mencapai tiga aspek

kemampuan tersebut. Proses berjalannya mutu dengan cara melaksanakan

dan membuat strategi terhadap tiga variabel yang ada di sekolah. Dalam

pendapat ini penekanan dalam aspek mutu ialah pada bidang akademik,

dimana kemampuan akademik dapat lebih mudah dengan digambarkan

kemudian dievaluasi melalui angka-angka. Dengan demikian mutu

akademik ialah melingkupi seberapa besar kemampuan akademik yang

dimiliki peserta didik untuk mencapai standar atau ukuran yang telah

ditetapkan.

Pengembang mutu akan mengkaji secara cermat setiap lingkup

dengan rinci diantaranya ialah mutu pembelajaran, pengelolaan sekolah,

pengembangan kemampuan profesional, dan dampingan di luar sekolah.20

Artinya dalam mengembangkan mutu di sekolah erat kaitannya dengan

lingkup secara menyeluruh segala aspek-aspek yang ada di sekolah, dan

termasuk juga di dalamnya aspek akademik atau mutu akademik.

19

Zamroni, op. cit., h.7.

20 Ahmad Baedowi dkk, op.cit., h. 406-411.

15

Berdasarkan pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa ruang

lingkup mutu akademik, yakni mutu pembelajaran, pengelolaan sekolah,

pengembangan kemampuan profesional, dan dampingan di luar sekolah,

mulai dari sistem perencanaan hingga penyampaian yang dilakukan oleh

guru pada proses pembelajaran. seberapa besar kemampuan akademik

yang dimiliki peserta didik untuk mencapai standar atau ukuran yang telah

ditetapkan.

4. Pembinaan Mutu Akademik

Sejalan dengan pengertian pendidikan, di dalam Bahasa Indonesia

terdapat beberapa kata yang memiliki makna pengertian hampir sama,

diantaranya ialah seperti kata pembinaan dan pengajaran. Terkadang kita

sulit untuk membedakan arti dan makna kata tersebut di dalam suatu

penempatan makna kalimat atau paragraf. Dalam pembahasan ini, hanya

dijelaskan pengertian kata pembinaan yang berkaitan dengan judul

masalah yang ada.

Pembinaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah “proses,

pembuatan, cara, pembaharuan, usaha dan tindakan atau kegiatan yang

dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan baik.”21

Demikian kita dapat mengetahui bahwa pembinaan ialah suatu rangkaian

tahap demi tahap yang berlangsung didalam koridor kebaikan atau untuk

mencapai hasil yang terbaik sehingga dapat pula bermanfaat bagi manusia.

Salah satu pakar pendidikan yakni Nanang Fattah menyebutkan di

dalam bukunya bahwa, “pembinaan adalah usaha, tindakan dan kegiatan

yang dilakukan secara efesien dan efektif untuk memperoleh hasil yang

lebih baik.”22

Dalam kutipan ini dapat diketahui tahapan seperti apa yang

21

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai

Pustaka, 2009), cet. V, h. 152.

22 Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h.

107-108.

16

dilakukan pada saat pembinaan, yaitu tahapan yang berpegang kepada

prinsip efektif dan efesien demi mencapai sebuah kebaikan.

Pendapat lain disebutkan oleh Masdar Helmi, “pembinaan adalah

segala hal usaha, ikhtiar dan kegiatan yang berhubungan dengan

perencanaan dan pengorganisasian serta pengendalian segala sesuatu

secara terartur dan terarah.”23

Dalam pendapat ini diketahui bahwa

pembinaan itu ialah melalui serangkaian aktivitas atau kegiatan yang

berpegang pada fungsi manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian

dan pengendalian, tentunya untuk mencapai tujuan dan hasil yang lebih

baik.

Kemudian menurut Akmal Hawi, “kata pembinaan dimengerti

sebagai terjemahan dari kata training yang berarti latihan, pendidikan,

pembinaan. Pembinaan menekankan manusia pada segi praktis,

pengembangan sikap, kemampuan dan kecakapan.”24

Demikian pendapat

tersebut lebih rinci menjelaskan kebaikan yang seperti apa yang ingin

dicapai di dalam sebuah pembinaan, yakni kebaikan pada aspek

pengembangan sikap, kemampuan dan kecakapan manusia di dalam

kehidupannya.

Penjelasan lain disampaikan oleh Ahmad Tanzeh, yakni

“pembinaan juga dapat diartikan sebagai bantuan dari seseorang atau

sekelompok orang yang ditujukan kepada orang atau sekelompok orang

lain melalui materi pembinaan dengan tujuan dapat mengembangkan

kemampuan, sehingga tercapai apa yang diharapkan.”25

Dalam penjelasan

ini lebih menekankan pada aspek subjek atau pelaku saat pelaksanaan itu

berlangsung, yang memiliki tujuan untuk mengembangkan kemampuan

manusia.

23

Masdar Helmi, Dakwah dalam Alam Pembangunan I, (Semarang: Toha Putra, 2008), h. 109.

24 Akmal Hawi, Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2013), h. 85.

25 Ahmad Tanzeh, Pengantar Metode Penelitian, (Yogyakarta: Teras, 2009), h. 144.

17

Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut, dapat disimpulkan

bahwa pembinaan ialah suatu rangkaian tahapan yang dilakukan oleh

subjek atau pelakuknya melalui fungsi manajemen dengan memegang

prinsip efektif dan efesien untuk mencapai tujuan di dalam

mengembangkan sikap, kemampuan, serta kecakapan manusia yang lebih

baik.

Berkaitan dengan arti kata pembinaan, maka selanjutnya ialah

memahami pembinaan dalam aspek mutu akademik. Melalui pemahaman

arti pembinaan, dapat dimengerti bahwa pembinaan mutu akademik juga

erat kaitaanya dengan dengan makna kata pembinaan itu sendiri. Jika

makna kata pembinaan ialah serangkaian tahapan untuk mencapai hasil

yang lebih baik, maka dapat dipahami bahwa pembinaan mutu akademik

merupakan serangkaian tahapan atau cara yang ditujukan agar mutu

akademik mencapai hasil yang lebih baik dan lebih baik lagi.

Menurut Petunjuk Pelaksanaan Penjaminan Mutu Pendidikan oleh

Satuan Pendidikan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan

Dasar dan Menengah, Kemendikbud, disebutkan bahwa “peningkatan

mutu pendidikan telah dijamin dan atur oleh pemerintah, langkah

penjaminan mutu tersebut ialah pemetaan mutu, penyusunan rencana

pemenuhan, pelaksanaan pemenuhan mutu, evaluasi/audit mutu, dan

penyusunan standar di atas SNP.”26

Untuk mencapai mutu yang lebih baik

maka terdapat tahapan dan urutan langkah yang harus dilewati dan

terpenuhi. Urutan langkah dan tersebut mempunyai unsur dalam urutan

fungsi manajemen, yakni perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,

serta pengawasan dan evaluasi, yang dalam hal ini lebih ditujukan pada

pembelajaran atau akademik di sekolah.

Peningkatan mutu akademik adalah “suatu proses yang sistematis

dan terus-menerus untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar

dan faktor-faktor yang berkaitan dengan itu, agar tujuan target sekolah

26

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, op.cit, h.13.

18

dapat dicapai dengan lebih efektif dan efesien.”27

Kegiatan yang dilakukan

secara berkesinambungan yang akan menghasilkan suatu yang

memuaskan. Ibarat sebuah pribahasa ialah sedikit demi sedikit lama-lama

menjadi bukit. Dalam hal ini yang dilakukan secara berkesinambungan

ialah syarat dan prosedur dalam akademik, sampai akhirnya semua syarat

dan prosedur terpenuhi bahkan mempunyai sebuah kelebihan atau

keunikan. Demikian pembinaan mutu akademik dapat dikatakan

berlangsung.

Menurut Ridwan Abdullah Sani, Isda Pramuniarti & Anies Mucktiany,

bahwa:

Manajemen mutu sekolah yakni mengelola seluruh sumber daya

sekolah, dengan mengarahkan semua orang yang terlibat di

dalamnya untuk melaksanakan tugas sesuai standar, dengan penuh

semangat dan berpartisipasi dalam perbaikan pelaksanaan

pekerjaan sehingga menghasilkan lulusan/ jasa pendidikan yang

sesuai dengan kebutuhan pihak yang berkepentingan.28

Demikian pembinaan mutu akademik dapat tercapai apabila tahapan demi

tahapan di dalam proses akademik berlangsung dengan baik, yakni mulai

dari subjek yang memiliki wewenang tertinggi di sekolah dan juga semua

warga sekolah bekerjasama dengan baik dalam melaksanakan tugasnya,

sehingga dapat mencapai tujuan untuk menghasilkan lulusan yang terbaik

sebagai bukti adanya pembinaan mutu akdemik di sekolah.

Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa

pembinaan mutu akademik terkait dengan banyak faktor dan alasan yang

saling bersinergi dan berkesinambungan. Sinergi diantara faktor atau

bagian dalam pembinaan mutu akademik menentukan hasil yang ingin

dicapai yakni lulusan yang terbaik dan unggul. Urutan langkah dan

tersebut mempunyai unsur dalam urutan fungsi manajemen, yakni

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, serta pengawasan dan

27

Zamroni, Manajemen Pendidikan Suatu Usaha Meningkatkan Mutu Sekolah, (Jakarta:

Ombak, 2013) h. 2. 28

Ridwan Abdullah Sani, Isda Pramuniarti & Anies Mucktiany, op.cit, h. 7.

19

evaluasi, yang dalam hal ini lebih ditujukan pada pembelajaran atau

akademik di sekolah. Dalam hal ini yang dilakukan secara

berkesinambungan ialah syarat dan prosedur dalam akademik, sampai

akhirnya semua syarat dan prosedur terpenuhi bahkan mempunyai sebuah

kelebihan atau keunikan, dari subjek yang memiliki wewenang tertinggi di

sekolah dan juga semua warga sekolah bekerjasama dengan baik dalam

melaksanakan tugasnya, sehingga dapat mencapai tujuan untuk

menghasilkan lulusan yang terbaik sebagai bukti adanya pembinaan mutu

akdemik di sekolah.

B. Budaya Membaca

1. Pengertian Budaya Membaca

Istilah yang menyatakan bahwa buku adalah jendela dunia

nampaknya memang pantas diberikan untuk menjelaskan betapa

pentingnya kita membaca buku. Melalui kegiatan membaca kita telah

membuka jendela dunia kita. Lewat membaca, banyak ilmu pengetahuan

yang bisa kita dapat. Selain itu, masih terdapat banyak manfaat yang bisa

kita dapat hanya dengan meluangkan waktu untuk membaca, seperti

mencegah dari penyakit pikun, melatih kemampuan berpikir otak, serta

dapat mengurangi resiko stress.

Menurut IEA ( the International Association for the Evaluation of

Educational Achievement ) dalam Bahrul Hidayat & Suhendra Yusuf

mengatakan bahwa, “kemampuan membaca dalam arti yang sangat luas

mencakup kemampuan untuk melakukan refleksi terhadap isi bacaan dan

menggunakannya sebagai alat untuk mencapai tujuan individu dan tujuan

masyarakat pada umumnya.”29

Artinya dengan membaca akan

mendapatkan hasil atau timbal balik dari apa yang dibacanya, kemudian

apa yang didapatkannya tersebut digunakan untuk mencapai tujuannya.

29

Bahrul Hidayat & Suhendra Yusuf, Benchmark Internasional Mutu Pendidikan,

(Jakarta: Bumi Aksara, 2011), Cet. 2, h. 51.

20

Menurut Mortimer J. Adler & Charles Van Doren membaca

merupakan sebuah aktivitas yang aktif yakni menggerakkan mata dan

pikiran, karenanya semua kegiatan membaca harus aktif sampai tingkat

tertentu. Membaca bisa menjadi kurang atau lebih aktif, semakin aktif

membaca maka akan semakin baik. Membaca adalah seni menangkap

sebaik mungkin berbagai jenis tulisan. Tulisan adalah hal kompleks yang

bisa dipahami secara lebih atau kurang menyeluruh, mulai dari sangat

sedikit sampai dengan seluruh ide penulis.30

Membaca dapat dikategorikan

aktif apabila dapat membut pembaca menjadi lebih baik dalam membaca

dan mau untuk terus-menerus membaca. Membaca merupakan suatu

aktivitas yang memerlukan situasi yang baik serta kondusif, hal ini

bertujuan agar membaca benar-benar membawa manfaat. Artinya,

membaca itu memerlukan konsentrasi yang tinggi.

Dalam Ilzamudin Ma’mur yang berjudul Membangun Budaya Literasi

Meretas Komunikasi Global, menjelaskan bahwa:

Tindakan membaca sedikitnya ada tiga komponen yang terlibat,

yakni penulis bacaan, teks bacaan dan kita sebagai pembaca. Tidak

ada teks tulisan atau teks bacaan kalau tidak ada penulisnya, pesan

dalam teks bacaan yang dirumuskan dan dituangkan penulisnya

tidak akan tersebar dan terkomunikasikan kalau tidak ada

pembacanya.31

Membaca merupakan proses memahami makna pesan atau materi tertulis

serta menggali informasi dari teks. Tiga komponen tersebut mempunyai

korelasi yang saling berkaitan erat dalam aktivitas membaca, sehingga kita

mendapatkan sebuah pemahaman berupa informasi atau pengetahuan yang

belum kita ketahui sebelumnya.

30

Mortimer J. Adler & Charles Van Doren, How To Read A Book: Cara Jitu Mencapai

Puncak Tujuan Membaca, Terj. How To Read A Book: The Classical Guide to Intellegent Reading

oleh A. Santoso & Ajeng AP, (Jakarta: Indonesia Publishing, 2007), h. 5-7.

31 Ilzamudin Ma’mur, Membangun Budaya Literasi Meretas Komunikasi Global,

(Banten: IAIN Suhada Press, 2010), h.145.

21

Berdasarkan penjelasan tersebut penulis menyimpulkan bahwa

membaca adalah aktivitas dalam memahami tulisan atau makna tertentu

dari sebuah bahasa dan komunikasi untuk mencapai tujuan dalam

menambah sebuah pengetahuan dan informasi yang diberikan dari isi

bacaan atau sesuatu yang dibaca. Membaca bisa dilakukan dengan

mengucapkan isi bacaan atau membacanya dalam hati. Namun kategori

membaca tidak hanya membaca tulisan atau buku, melainkan juga dapat

dikatakan membaca sikap, perilaku, situasi atau kondisi dengan adanya

tanda-tanda tertentu yang mempunyai pesan dalam komunikasi. Bagi

orang yang tidak terbiasa dengan membaca, hanya perlu pembiasaan,

karena membaca merupakan suatu hal yang positif. Semakin sering

seseorang membaca maka akan semakin terbiasa pula dirinya dengan hal

positif.

Dituliskan dalam Majalah Online, Perpusnas.go.id. “Minat baca

ibarat bibit yang jika ditanam pada lahan yang tepat akan tumbuh menjadi

kebiasaan membaca dan pada waktunya akan berbuah budaya baca.

Kondisi yang dibutuhkan untuk menanam minat baca dan menumbuhkan

minat baca itu yang kemudian disebut menjadi budaya baca.”32

Budaya

membaca merupakan sebuah urutan langkah atau sebuah proses yang

membutuhkan waktu berkesinambungan.

Menurut Sunarto NS, “budaya baca seseorang ialah suatu sikap dan

tindakan atau perbuatan untuk membaca yang dilakukan secara teratur dan

berkelanjutan. Seorang yang mempunyai budaya baca adalah bahwa orang

tersebut telah terbiasa dan berproses dalam waktu yang lama dalam

hidupnya selalu menggunakan sebagian waktunya untuk membaca.”33

Budaya membaca bisa terjadi diantara orang per orang atau setiap

32

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Memaknai Hakikat Minat Baca untuk

Tujuan Praktis, Vol.13 No. 3, 2011, diunduh dari: http://www.pnri.go.id/magazine/memaknai-

hakikat-minat-baca-untuk-tujuan-praktis/, pada 20 Maret 2017.

33 Sutarno NS, Perpustakaan dan Masyarakat, (Jakarta: Sagung Seto, 2006), h.27.

22

individu, dan dapat dikatakan mempunyai budaya membaca yakni apabila

membaca telah mejadi suatu yang berlangsung secara terus-menerus dan

menjadi pola kebiasaan bagi seseorang.

Menurut Rahma Sugihartati, “aktivitas membaca merupakan

bagian dari budaya, yang tidak hanya melibatkan unsur-unsur budaya fisik

seperti buku, meja, kacamata, kertas dan sejenis, tetapi juga unsur-unsur

non fisik yaitu selera, makna dan nilai.”34

Demikian membaca merupakan

sebuah budaya, dan dapat dikatakan sebagai budaya membaca. Dalam hal

ini budaya membaca dapat berwujud sebagai aspek fisik, yakni sesuatu

yang sangat akrab dengan buku, atau dapat dikatakan mempunyai budaya

membaca kalau selalu memegang dan membawa buku kapan dan dimana

pun. Sedangkan aspek non fisik erat kaitannya budaya membaca ialah

terhadap individu-indidvidu yang mempunyai minat atau keinginan untuk

membaca apa yang disukainya. Kemudian membaca menjadi sesuatu yang

berharga bagi diri individu, sehingga ia tidak akan melewatkan

kesempatan waktunya untuk membaca.

Dalam Jurnal Khazanah Al-Hikmah UIN Alauddin Makassar, dituliskan

bahwa “berseminya budaya baca di sekolah adalah kebiasaan membaca,

sedangkan kebiasaan membaca terpelihara dengan tersedianya bahan

bacaan yang baik, bervariasi, menarik, memadai dan bermutu di

perpustakaan. Hal inilah sebagai formulasi yang secara sederhana dapat

mengembangkan minat dan budaya baca.”35

Artinya terdapat sedikit

perbedaan antara budaya membaca dengan kebiasaan membaca. Budaya

membaca mempunyai tahapan yakni diawali dengan minat membaca,

kemudian menjadi kebiasaan membaca, dan kebiasaan membaca yang

34

Rahma Sugihartati, Membaca, Gaya Hidup dan Kapitalisme, (Yogyakarta: Graha Ilmu,

2010), h. 29.

35 Touku Umar, Perpustakaan Sekolah dalam Menanamkan Budaya Membaca, Khazanah

Al-Hikmah UIN Alauddin Makassar, Vol.1 No. 2, 2013, h.127, diunduh dari http://journal.uin-

alauddin.ac.id/index.php/khizanah-al-hikmah/article/view/32, pada 23 maret 2017.

23

berlangsung lebih lama dan terjadi oleh ruang lingkup yang lebih besar

dan berlangsung dengan disiplin itulah yang disebut mempunyai budaya

membaca.

Berdasarkan pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa budaya

membaca ialah suatu pola dari sikap, perilaku atau kebiasaan dalam

membaca yang berlangsung secara terus-menerus. Budaya membaca

berawal dari minat individu dalam membaca apa yang disukainya,

kemudian berlanjut menjadi kebutuhan bagi kehidupannya. Membaca

menjadi budaya oleh sebab kebutuhan kehidupan akan keingintahuan di

dalam lingkungan sosialnya dan mempunyai arti tertentu bagi pembaca.

2. Tujuan Budaya Membaca

Sebuah aktivitas atau kegiatan yang dilakukan manusia tentunya

mempunyai maksud dan tujuan dalam pelaksanaannya. Maksud dan tujuan

itu dapat dikatakan pula sebagai sebuah tujuan yang akan dicapai. Salah

satunya ialah dalam penerapan budaya membaca, tentunya ada maksud

dan tujuan yang akan dicapai dalam penerapannya.

Menurut Tilaar dalam Rahma Sugihartati, “masyarakat yang gemar

membaca akan melahirkan masyarakat belajar, karena membangun

perilaku dan budaya membaca adalah kunci untuk membangun masyarakat

ilmu pengetahuan yang berbasis pada pengembangan kualitas sumber daya

manusia.”36

Demikian adanya budaya membaca bertujuan untuk membuat

masyarakat mau dan giat untuk belajar, dengan begitu kualitas masyarakat

akan semakin baik.

Menurut Supriyanto, dkk. menyebutkan bahwa “Kampus harus

dapat mendedikasikan dirinya untuk membangun budaya baca di

lingkungan perguruan tingggi. Tujuannya adalah untuk membantu

mahasiswa memperoleh pengalaman yang berhasil dalam pembelajaran

36

Rahma Sugihartati, op.cit, h.3.

24

dan agar dapat menciptakan pembelajaran seumur hidup mereka.”37

Pendapat tersebut menyiratkan bahwa budaya membaca merupakan

sebuah pengalaman yang akan berpengaruh terhadap kehidupan kita.

Dalam situs resmi milik Presiden Joko Widodo, menyebutkan

bahwa “budaya membaca akan menumbuhkan kesadaran kritis masyarakat

sebagai prasyarat tumbuhnya ekosistem budaya yang sehat. Kesadaran

kritis hanya bisa dipupuk melalui budaya membaca yang pada akhirnya

akan melahirkan masyarakat yang cerdas, memiliki daya saing tinggi dan

produktif.”38

Dalam hal ini Presiden serius untuk mengatasi persoalan di

masyarakat salah satunya ialah mengenai budaya membaca. Karena

budaya membaca diharapkan dapat membuat masyarakat menjadi kritis,

cerdas, mempunyai daya saing dan produktif.

Melalui penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa tujuan budaya

membaca ialah adalah menjadikan sumber daya manusia suatu bangsa

menjadi lebih berkompeten dan cerdas dalam menghadapi persaingan

global, mandiri serta kreatif sehingga menghasilkan produk-produk yang

berkualitas tinggi, dan mampu hidup sejahtera dan memajukan bangsa dan

negaranya.

3. Faktor-Faktor Budaya Membaca

Dalam menerapkan sebuah budaya tentunya terdapat hal-hal yang

berpengaruh di dalam penerapan tersebut. Terlepas dari itu budaya

membaca salah satunya juga mempunyai hal-hal yang berpengaruh di

dalam penerapannya. Hal-hal tersebut dapat dikatakan sebagai sebuah

faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya budaya membaca. Faktor-

37

Supriyanto, dkk, Aksentuasi Perpustakaan dan Pustakawan, (Jakarta: Sagung Seto,

2006), h.299.

38 Presiden Jokowi Dodo, Budaya Bangsa untuk Kemajuan Bangsa,

http://presidenri.go.id/perempuan-dan-anak/budaya-membaca-untuk-kemajuan-bangsa.html, 15

Maret 2017.

25

faktor tersebut dapat berupa hal-hal yang mendorong untuk melakukannya

atau bisa juga hal-hal yang menghambat dalam pelaksanaannya.

Menurut Sutarno, “faktor-faktor budaya membaca diantaranya ialah

tersedianya bahan bacaan yang memadai, bervariasi dan mudah

ditemukan, serta dapat memenuhi keinginan pembacanya.”39

Sarana

menjadi faktor penting untuk mendukung aktivitas membaca. Ketersediaan

buku-buku atau bahan bacaan lainnya merupakan alasan aktivitas

membaca akan dilakukan dengan penuh minat dan motivasi.

Menurut Fahrurrozi yang dituliskan dalam Jurnal DIMAS UIN

Walisongo, Vol. 15, yakni:

Beberapa faktor dalam meningkatkan minat baca di sekolah serta

menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi budaya membaca

diantaranya, yaitu belum lengkap dan tidak terbaharuinya bahan

bacaan yang tersedia di perpustakaan, belum terklasifikasinya buku

di perpustakaan sesuai dengan temanya, guru belum memiliki

kemampuan pembelajaran yang dapat menunjang berkembangnya

budaya baca peserta didik, dan faktor yang tidak kalah penting

ialah kemauan orang tua untuk menemani atau mendampingi

peserta didik membaca dan belajar di rumah.40

Faktor-faktor yang disebutkan tersebut sangat erat kaitannya dalam

menumbuhkan budaya membaca terutama dikalangan anak-anak atau

remaja. Dalam hal ini sekolah sangat berpengaruh dalam menumbuhkan

budaya membaca di dalam diri anak.

Disebutkan pula pendapat Lunenburg dalam Fahrurrozi yaitu:

Beberapa faktor yang turut mempengaruhi terbentuknya budaya

baca, yaitu antara lain: kebiasaan rutin, norma, nilai, filosofi,

aturan, dan perasaan. Faktor-faktor tersebut yang berperan dalam

mentransformasikan budaya baca, juga ditentukan oleh faktor lain,

misalnya: motivasi, kepemimpinan, komunikasi, sistem kontrol,

dan lain-lain.41

39

Sutarno, op.cit, h. 28

40 Fahrurrozi, Pengembangan Budaya Membaca Peserta didik Madrasah Ibtidaiyah di

Kota Semarang, Jurnal DIMAS UIN Walisongo, Vol. 15 No.2, 2015, h. 94.

41Ibid, h. 95.

26

Demikian faktor-faktor yang turut mempengaruhi budaya membaca, dan

dapat dikatakan pula faktor-faktor tersebut ialah yang berasal dalam diri

seseorang. Ataupun dapat dikatakan juga erat kaitannya dengan diri

seseorang.

Dari pemaparan tersebut dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi budaya membaca ialah faktor dari individu itu sendiri,

faktor sarana & prasarana membaca, dan faktor lingkungan sekitar. Faktor

diri sendiri adalah yang utama, bagaimana bisa membaca jika bukan

karena kemauan orang itu sendiri, sebab membaca membutuhkan sinergi

antara mata dan pikiran yang dimiliki seseorang, dengan begitu seseorang

dapat memahami isi bacaan tersebut. Kemudian faktor sarana dan

prasarana ialah yang menunjang apa yang akan dibaca oleh seseorang,

aktivitas membaca ialah dengan adanya bahan bacaan yang diwujudkan

dalam bentuk buku, majalah atau bacaan lainnya. Lalu faktor yang tidak

kalah penting ialah lingkungan sekitar, apakah mendukung seseorang

untuk membaca serta terbentuknya budaya membaca oleh masyarakat di

lingkungan tersebut, sebab membaca membutuhkan konsentrasi dan

budaya membaca dapat terwujud apabila masyarakat telah sadar akan

manfaat membaca.

4. Tahapan Budaya Membaca

Setiap hal yang ingin dicapai dengan baik dan terdapat sebuah

tujuan, tentunya mempunyai kriteria tertentu untuk mendapatkan hasil

yang maksimal. Demikian juga halnya dalam penerapan budaya membaca,

dibutuhkan kriteria-kriteria agar budaya membaca dapat terbentuk sesuai

dengan tujuan yang diinginkan.

Menurut Sutarno, ada tiga tahapan yang harus dilalui di dalam

menumbuhkan budaya membaca, yakni:

Pertama, dimulai dengan adanya kegemaran karena tertarik bahwa

buku-buku tersebut dikemas dengan menarik, baik desain, gambar,

bentuk dan ukurannya. Di dalam bacaan tertentu terdapat sesuatu

yang menyenangkan diri pembacanya. Kedua, setelah kegemaran

27

tersebut dipenuhi dengan ketersediaan bahan dan sumber bacaan

yang sesuai dengan selera, ialah terwujudnya kebiasaan membaca.

Kebiasaan itu dapat terwujud manakala sering dilakukan, baik atas

bimbingan orang tua, guru atau lingkungan di sekitarnya yang

kondusif, maupun atas keinginan anak tersebut. Ketiga, jika

kebiasaan membaca itu dapat terus dipelihara, tanpa “gangguan”

media elektronik, yang bersifat “entertainment”, dan tanpa

membutuhkan keaktifan fungsi mental. Oleh karena seorang

pembaca terlibat secara konstruktif dalam menyerap dan

memahami bacaan, maka tahap selanjutnya ialah bahwa membaca

menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi. Setelah tahap-tahap

tersebut dapat dilakui dengan baik, maka pada diri seseorang

tersebut mulai terbentuk adanya budaya baca.42

Demikian bahwa kriteria dalam budaya membaca diantaranya ialah

dimulai dengan ketertarikan untuk membaca, lalu tumbuh kebiasaan

membaca, kemudian membaca menjadi fokus dalam kegiatannya, dengan

begitu membaca akan menjadi sebuah kebutuhan dan terbentuklah budaya

membaca.

Mengutip dari jurnal yang dituliskan oleh Lera A. Kamalova &

Natal’ya D. Koletvinova yang ditambahkan terjemahan Bahasa Indonesia

yang berasal dari google translate, yakni:

The culture of reading includes: (Budaya dalam membaca terdiri

atas):

a. the rational organization of the process of reading depending

on the text, the broader context of reading and the properties of

the reader; (Pemikiran dalam proses membaca yang mengacu

pada teks, hubungan antar kata yang dalam membaca dan

pemahaman yang dimiliki pembaca)

b. deep, accurate, clear and complete understanding and

appropriation of the content of the text, accompanied by

emotional emphaty, critical analysis and creative

interpretation of the read work; (pemahaman yang lengkap,

jelas, tepat, dan dalam yang sesuai dengan isi dalam teks,

dibarengi dengan perasaan empati secara emosi, analisa kritis

dan pemahaman yang kreatif dalam membaca cepat.)

c. earch, analysis and selection of the text (books, electronic

documents, databases, search engines on internet, ect.) for

reading in accordance with the interests and capabilities of the

reader, and also for the purpose of reading; (mencari,

42

Sutarno, op.cit., h. 28-29.

28

menganalisis dan menyeleksi dalam teks (buku-buku, dokumen

elektronik, basis data, mesin pencari di internet, dll.) untuk

dibaca sesuai minat dan kemampuan si pembaca, dan juga

tujuan si pembaca.)

d. a variety of ways (oral, written) and language means saving

read work on native and foreign languages (statement,

judgment, report, plan, abstract,etc.); (Beragam cara (lisan,

tulisan) dan bahasa menyimpan hasil bacaan dalam bahasa asli

dan asing (pernyataan, penilaian, laporan, rencana, abstrak,

dll.))

e. the culture of reading of the reader is implemented in the

actions of the reader as a manifestation of his compassion, co-

thinking, co-creation with other people in society, subject to the

laws of nature and society.43

(Budaya membaca bagi pembaca

diterapkan dalam tindakan si pembaca dalam wujud belas

kasih, pemikiran bawaan, dan daya cipta dengan sesama

manusia dalam masyarakat sebagai subjek dari hukum alam

dan sosial.)

Dari poin-poin tersebut dapat diketahui bahwa budaya membaca dapat

terbentuk dengan adanya pemahaman yang di dapatkan oleh pembaca

ketika ia membaca sesuatu, kemudian membaca dilakukan tanpa paksaan

oleh si pembaca dan menjadi bagian dari kehidupan sehari-harinya.

Dalam Jurnal Akrab Vol. VII Ed.1 dituliskan tahapan utama dalam

budaya membaca ialah kemampuan membaca. Selanjutnya ialah

mewujudkan gemar membaca di lingkungan masyarakat, yakni dengan

upaya membina dari lingkup terkecil masyarakat, dimulai dari

menanamkan tumbuhnya kebiasaaan untuk membaca, merintis minat baca,

hingga penyebaran dan penguatan minat baca masyarakat, termasuk

mengembalikan fungsi aktif perpustakaan, taman bacaan, rumah baca, atau

yang sejenis. Kemudian mewujudkan budaya baca di tengah masyarakat.

Budaya baca akan terwujud jika kebiasaan dan kegemaran mayoritas

masyarakat untuk membaca sudah terbentuk, dan pada proses ini regulasi

43

Lera A. Kamalova & Natal’ya D. Koletvinova, The Problem of Reading and Reading

Culture Improvement of Students-Bachelors of Elementary Education in Modern High Institution,

International Journal of Environmental & Science Education, 2016, p. 475.

29

dan perhatian pemerintah akan mempercepat capaian arus opini budaya

baca.44

Berdasarkan penjelasan dari konsep-konsep tersebut, penulis

menyimpulkan bahwa kriteria budaya membaca ialah kebiasaan atau

kegemaran untuk membaca, memiliki konsistensi untuk membaca serta

pemahaman pembaca di dalam membaca dan pemanfaatan sumber bacaan

yang dimiliki.

5. Bentuk-Bentuk Budaya Membaca

Bentuk-bentuk budaya membaca diantaranya dapat dibuktikan

dengan cara menulis, sebagaimana dijelaskan oleh Ilzamudin Ma’mur

bahwa “Penumbuhan budaya baca-tulis pendidikan pesantren seyogyanya

berujung pada pemantapan pada budaya tulisan. Dalam beberapa kajian

akademis tentang literasi disingkapkan bahwa kebiasaan atau keterampilan

membaca berkorelasi sangat signifikan dengan kebiasaan/keterampilan

menulis.”45

Kebiasaan membaca yang dilakukan oleh setiap orang itulah

yang dapat dikatakan sebuah budaya membaca dalam diri seseorang.

Budaya membaca akan menghasilkan budaya menulis dengan adanya

produk berupa buku, artikel, hasil penelitian, dan tulisan lainnya.

Menurut P. Ari Subagyo menyatakan bahwa:

Perkembangan ilmu pengetahuan semakin pesat dan terbaharukan

di segala aspek kehidupan, salah satu yang sangat cepat

perkembangannya ialah teknologi informasi yakni internet. Internet

dan dunia maya melahirkan budaya baca baru dengan empat cara,

yakni membaca di layar komputer, memahami gejala-gejala

multisemiotis (banyak tanda), berkemampuan berbahasa asing

terutama bahasa Inggris dan memiliki keberaksaraan digital.46

44

Dwi Ari Noerharijanti, Im Sodiawati & Yetty Widya KS, Program Kreatif Ayo

Membaca, Menumbuhkan Minat Baca Melalui Strategi Spiral Habits, Jurnal Akrab, Vol. VII Ed.1,

2016, h. 92.

45 Ilzamudin Ma’mur, op.cit, h. 26.

46 P. Ari Subagyo, Internet, Budaya Baca Baru dan Tantangan Bagi Perpustakaan, Jurnal

Info Persada, Vol.5, 2007, h. 8.

30

Demikian kemudahan akses internet sangat memungkinkan budaya

membaca tumbuh dengan cepat, sebab tanpa disadari membaca telah

menjadi keseharian manusia yang mempunyai akses teknologi informasi.

Kebanyakan orang saat ini terbiasa untuk membaca melalui media

teknologi informasi karena kemudahan informasi yang didapatkan.

Dengan begitu budaya membaca telah terbentuk, karena kebanyakan orang

melakukan kegiatan memabaca melalui teknologi informasi tersebut.

Menurut Rahma Sugihartati, yakni:

Terlepas dari itu, membaca telah menjadi kesenangan gaya hidup

remaja urban. Meningkatnya perilaku membaca untuk kesenangan

merupakan bagian dari gaya hidup dan pilihan alternatif yang

menarik untuk mengisi waktu senggang. Membaca untuk

kesenangan ialah ketika suatu bacaan sedang menjadi perbincangan

atau populer, remaja berusaha membangun stigma agar tidak

ketinggalan jaman di kalangan sesamanya.47

Demikian budaya membaca yang ada saat ini dikalangan remaja ialah

membaca sebagai bagian dari hiburan atau hanya membaca terhadap apa

yang disenanginya saja dan membaca bacaan yang sedang populer saat itu.

Hal ini dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk budaya membaca karena

membaca telah menjadi sebuah aktifitas yang berkesinambungan dan

dilakukan oleh banyak orang.

Kemudian Rohanda menyebutkan dalam penelitiannya bahwa:

Perilaku remaja dalam mencari dan memanfaatkan media bacaan

hiburan ialah sebagai sarana rekreasi, mencari serta memperoleh

media bacaan hiburan di perpustakaan sekolah, memperoleh bacaan

tersebut dengan cara meminjam dari perpustakaan sekolah,

berkunjung ke tempat-tempat sumber bacaan hiburan, membaca di

lokasi perpustakaan dan taman bacaan atau membacanya di rumah

mereka masing-masing, dan mendapat tugas membuat resensi,

sinopsis, sanduran, serta diskusi kelompok dari guru mata pelajaran

Bahasa Indonesia.48

Demikian budaya membaca yang terdapat di dalam diri seseorang maka ia

dengan sendirinya akan menjadikan bacaan sebagai bagian dari kehidupan

47

Rahma Sugihartati, op.cit, h. 209-210.

48 Rohanda, Budaya Baca Remaja, (Bandung: UNPAD Press, 2010), h. 231-232.

31

sehari-hari mereka, yakni salah satunya sebagai hiburan. Bentuk budaya

membaca itu sendiri dapat terlihat melalui keinginan diri seseorang ketika

mau mencari bahan bacaan seperti buku atau majalah ke tempat-tempat

yang menyediakan bahan-bahan bacaan tersebut.

Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat diketahui bahwa bentuk-

bentuk budaya membaca diantaranya ialah budaya membaca melalui

internet atau teknologi informasi. Budaya membaca terlihat ketika

membaca dilakukan ketika ada bacaan yang disenanginya atau bacaan itu

sedang populer. Selain itu, budaya membaca juga dapat buktikan dengan

adanya berbagai jenis tulisan atau kebiasaan menulis, sebab menulis

merupakan bentuk curahan dari proses membaca bagi setiap orang yang

menulis.

C. Penelitian Relevan

Berdasarkan studi literatur yang penulis lakukan, terdapat penelitian

yang relevan terkait dengan penelitian ini, penelitian relevan tersebut

diantaranya ialah:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Savira Anchatya Putri berkaitan dengan

budaya membaca dengan judul penelitian “Peningkatan Minat dan

Budaya Baca Masyarakat: Upaya Forum Indonesia Membaca dalam

Bersinergi Menuju Masyarakat Melek Informasi”, Program Studi Ilmu

Perpustakaan, Universitas Indonesia, tahun 2010. Penelitian ini

menggunakan metode kualitatif, dengan pendekatan fokus grup,

penyebaran kuesioner secara acak dan verifikasi data. Penelitian ini

membahas mengenai peningkatan minat dan budaya baca masyarakat,

dalam hal ini ialah upaya yang dilakukan oleh Forum Indonesia Membaca

untuk mensinergikan menuju masyarakat melek informasi. Berbeda

dengan penelitian dilakukan menggunakan teknik wawancara sebagai

teknik utama dan studi dokumentasi untuk teknik pengumpulan data

lainnya. Kemudian penelitian ini membahas tentang bagaimana penerapan

32

budaya membaca dalam pencapaian mutu akademik di SMK Negeri 48

Jakarta.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Asri Wijiastuti, Siti Masitoh dan Suparti

Dosen Tetap Fakultas Ilmu Pendikan Unesa, tahun 2010, tentang budaya

membaca, yakni dengan judul penelitian “Mengkontruksi Budaya Baca-

Tulis Berbasis Balance Literacy dan Gerakan Informasi Literasi di

Sekolah Dasar”,. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model

budaya baca-tulis berbasis balance literacy dan gerakan informasi literasi

di sekolah dasar. Penelitian ini menggunakan metode Research &

Development (R&D). Berbeda dengan penelitian tersebut, penulis dalam

hal ini bertujuan untuk mendeskripsikan berbagai kegiatan yang dilakukan

peserta didik dalam menerapkan budaya membaca, mendeskripsikan

faktor-faktor yang mempengaruhi budaya membaca serta mendeskripsikan

strategi pencapaian mutu akademik di SMK Negeri 48 Jakarta. Penelitian

ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Ike Herdiana dan Nur Ainy Fardhana ialah

asisten ahli Psikologi Budaya, tahun 2007, berkaitan dengan budaya

membaca, dengan judul “Budaya Membaca Versus Menonton Televisi

Pada Anak-Anak Usia Sekolah Dasar”. Penelitian ini menggunakan

metode wawancara, kemudian data dianalisis melalui content analysis,

sehingga didapatkan deskripsi tentang bagaimana pola perilaku menonton

televisi dan membaca anak-anak usia sekolah dasa, gambaran budaya

membaca dan menonton televisi dan membaca anak-anak usia sekolah

dasar, bagaimana peran orang tua dalam mengembangkan budaya

membaca pada anak-anak, dan bagaimana mengembangkan metode atau

pendekatan untuk menumbuhkan minat baca pada anak. Berbeda dengan

penelitian tersebut, penulis meneliti berkaitan apa saja yang dilakukan

peserta didik dalam menerapkan budaya membaca di SMK Negeri 48

Jakarta, apa faktor-faktor yang mempengaruhi budaya membaca di SMK

33

Negeri 48 Jakarta, serta bagaimana strategi pencapaian mutu akademik

SMK Negeri 48 Jakarta.

D. Kerangka Berfikir

Feedback

Bagan 2.1: Kerangka Berfikir Peningkatan mutu pendidikan

Berdasarkan bagan tersebut, dapat digambarkan bahwa SMK Negeri

48 Jakarta telah memiliki prestasi sekolah yang baik dan dapat dikatakan pula

Input

Proses

Output

Kondisi Nyata

1. Belum optimalnya

pembinaan mutu

akademik

2. Belum efektifnya

proses pembelajaran

3. Masih terbatasnya

peserta didik yang

terlibat dalam

kompetisi

4. Kepala sekolah yang

belum menjalankan

manajemen mutu

secara optimal

5. Kurang

profesionalnya guru

dalam mengajar.

6. Masih terbatasnya

peserta didik yang

terlibat dalam

kompetisi bahasa.

7. Belum optimalnya

pemanfaatan

perpustakaan karena

keterbatasan referensi

sumber belajar

8. Masih rendahnya

budaya membaca

9.

Masalah

Rendahnya

budaya

membaca

peserta

didik dan

belum

optimalnya

pembinaan

mutu

akademik

di SMK

Negeri 48

Jakarta.

Strategi

1. Sosialisasi

pentingnya

budaya membaca.

2. Audit mutu

terhadap proses

akademik.

3. Penerapan sistem

manajemen mutu

serta update

terhadap

penerapan SMM

ISO 9001:2015

Hasil

Terbentuknya

budaya

membaca

yang

berdampak

kepada

pembinaan

mutu

akademik.

34

mutu sekolah sudah baik. Namun di dalam perkembangannya sekolah

menghadapi kondisi nyata diantaranya ialah masih belum optimalnya

pembinaan mutu akademik, belum efektifnya proses pembelajaran, masih

terbatasnya peserta didik yang terlibat dalam kompetisi, kepala sekolah yang

belum menjalankan manajemen mutu secara optimal, kurang profesionalnya

guru dalam mengajar, masih terbatasnya peserta didik yang terlibat dalam

kompetisi bahasa, belum optimalnya pemanfaatan perpustakaan karena

keterbatasan referensi sumber belajar dan masih rendahnya budaya membaca

Demikian diharapkan akan terbentuknya budaya membaca yang

berdampak kepada pembinaan mutu akademik di sekolah tersebut.

Tercapainya hasil akan menjadi ukuran seberapa besar kebermutuan sekolah,

terutama dengan melihat dari aspek budaya membaca.

Akan tetapi jika membandingkan kondisi nyata dengan hasil yang

diinginkan penelitian ini membatasi masalah pada budaya membaca.

Penelitian ini dilakukan untuk meneliti bentuk-bentuk budaya membaca yang

terdapat di SMK 48 Jakarta kaitannya dalam peningkatan mutu pendidikan di

sekolah tersebut.

Untuk itu maka terdapat beberapa strategi yakni dengan

menyosialisasikan pentingnya budaya membaca, peningkatan kualitas guru

melalui sosialisasi pentingnya budaya membaca, audit mutu terhadap proses

akademik, dan penerapan sistem manajemen mutu serta update terhadap

penerapan SMM ISO 9001:2015.

35

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMK Negeri 48 Jakarta yang beralamat di

Jalan Raden Inten II No. 3 Buaran, Duren Sawit, Jakarta Timur. Adapun

waktu penelitiannya dilaksanakan selama dua bulan, yakni pada minggu ke-4

bulan Mei sampai dengan Agustus 2017.

Tabel 3.1: Waktu Penelitian

No. Kegiatan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agst Sept Okt

1. Observasi awal

2. Perbaikan Bab

1, 2 dan 3

3. Penyerahan

Izin Penelitian

4. Pelaksanaan

Penelitian dan

Pengumpulan

Data

5. Analisis dan

Pengolahan

Data

6. Penyusunan

Laporan

Penelitian

7. Sidang Skripsi

B. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dalam bentuk

metode deskriptif kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk menyajikan data

yang faktual dan sistematis sesuai dengan yang terjadi di lapangan, sehingga

dengan data tersebut peneliti dapat mendeskripsikan temuannya. Data yang

diperoleh berdasarkan hasil wawancara dan studi dokumentasi di analisa dan

deskripsikan melalui kata-kata tertulis atau dalam bentuk paragraf naratif.

36

Berdasarkan analisa tersebut penulis dapat menarik simpulan penelitian dan

saran penelitian.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian dalam penelitian ini ialah orang-orang yang dapat

memberikan informasi dan data yang dibutuhkan berkaitan dengan penerapan

budaya membaca dalam peningkatan mutu pendidikan di SMK Negeri 48

Jakarta. Peneliti membatasi subjek penelitian diantaranya ialah:

1. Kepala Sekolah

2. Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum

3. 4 orang Guru

4. Kepala Perpustakaan

5. 3 orang peserta didik untuk setiap jenjang kelas

Pemilihan subjek penelitian ini didasarkan atas pertimbangan orang-

orang tersebut berkaitan langsung dengan objek penelitian dan dianggap

cukup di dalam memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data ialah cara yang digunakan untuk

mengumpulkan data atau informasi yang dibutuhkan. Pengumpulan data dalam

penelitian ini dilakukan melalui dua teknik, yaitu:

1. Wawancara, ditujukan untuk mencari data tentang pandangan, konsepsi

atau alasan yang menyebabkan munculnya budaya membaca dan mutu

akademik sekolah. Wawancara dengan kepala sekolah dilakukan untuk

mendapatkan data mengenai perencanaan dan pelaksanaan budaya

membaca, faktor-faktor budaya membaca, prinsip-prinsip peningkatan

mutu akademik, ruang lingkup dan strategi peningkatan mutu akademik

sekolah. Wakil kepala bidang kurikulum untuk memperoleh data mengenai

pelaksanaan budaya membaca, budaya membaca dalam kurikulum,

37

prinsip-prinsip peningkatan mutu akademik dan prosedur peningkatan

mutu akademik sekolah. Wawancara kepada kepala perpustakaan

dilakukan untuk memperoleh data mengenai sejauhmana minat peserta

didik untuk membaca dan meminjam buku di perpustakaan serta program

yang dibuat perpustakaan untuk meningkatkan minat membaca peserta

didik. Guru diwawancarai untuk mendapatkan data mengenai upaya yang

dilakukan guru untuk menumbuhkan minat membaca peserta didik.

Kemudian wawancara kepada peserta didik dilakukan untuk mendapatkan

data mengenai bagaimana minat peserta didik untuk membaca dan

sejauhmana peserta didik membiasakan diri untuk membaca. Wawancara

dilakukan secara langsung dan terstruktur menggunakan pedoman

wawancara.

2. Studi dokumentasi, ditujukan untuk mengumpulkan data atau file yang

menjadi bukti fisik terkait program budaya membaca secara tertulis, dan

data-data prestasi akademik di SMK Negeri 48 Jakarta. Dokumen tersebut

dapat berupa dokumen tertulis, gambar ataupun elektronik. Studi

dokumentasi ini dilakukan untuk memperoleh dokumen profil SMK

Negeri 48 Jakarta, data peserta didik, data pendidik dan tenaga

kependidikan, data sarana dan prasarana sekolah, rencana kerja sekolah,

jadwal pelajaran SMK Negeri 48 Jakarta, struktur organisasi, dokumen

Kurikulum 2013, sasaran mutu, data prestasi SMK Negeri 48 Jakarta, data

pengunjung perpustakaan, data pengunjung perspustakaan dan data

peminjam buku perpustakaan. Dokumen-dokumen tersebut digunakan

untuk melengkapi data penelitian sehingga dapat ditampilkan gambaran

tentang objek penelitian secara representatif.

E. Teknik Analisa Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

klasifikasi, kategorisasi, dan interpretasi.

38

1. Klasifikasi data, yakni proses pengelompokan jawaban-jawaban sumber

informasi berdasarkan kegiatan studi wawancara dan dokumentasi yang

dilakukan.

2. Kategorisasi, yaitu proses pengelompokan jawaban jawaban sumber

informasi beberapa aspek masalah.

3. Interpretasi data ialah proses mencari perbedaan dan persamaan dari

jawaban-jawaban sumber informasi sehingga dapat dilakukan penafsiran

data yang pada gilirannya melakukan kesimpulan.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian ialah digunakan sebagai pedoman dalam

mengumpulkan data penelitian. Namun instrumen ini bisa berkembang

sewaktu dalam pelaksanaan atau pencarian data ketika di lapangan. Berikut ini

adalah kisi-kisi instrumen penelitian:

Tabel 3.2: Kisi-Kisi Wawancara

Variabel Aspek Indikator

Budaya

Membaca

Pengertian Budaya

Membaca

Pandangan/definisi tentang budaya

membaca

Tujuan budaya membaca

Faktor-faktor yang mempengaruhi

budaya membaca

Kriteria budaya membaca

Bentuk Budaya

Membaca

Definisi/pandangan tentang

bentuk-bentuk budaya membaca

Jenis-jenis bacaan

Faktor-faktor di dalam membaca.

Target untuk membaca

Ketersediaan buku-buku atau

39

bahan bacaan

Pemanfaatan sumber bahan

bacaan.

Mengikuti lomba-lomba di bidang

bahasa

Penugasan membaca dalam KBM

Pemanfaatan media teknologi

informasi atau internet.

Mutu

Pendidikan

Pengertian Mutu

Pendidikan

Definisi tentang mutu pendidikan

di sekolah

Tujuan utama mutu pendidikan di

sekolah

Pemahaman tentang prinsip-

prinsip mutu pendidikan di

sekolah.

Ruang lingkup mutu pendidikan di

sekolah.

Bentuk

Peningkatan Mutu

Pendidikan

Tahapan/prosedur peningkatan

mutu pendidikan.

Strategi peningkatan mutu

pendidikan di sekolah.

Fungsi kebijakan pusat atau

birokrat dalam peningkatan mutu

pendidikan di sekolah

Fungsi visi, misi sekolah dalam

peningkatan mutu pendidikan di

sekolah.

40

Fungsi budaya membaca dan

proses belajar mengajar dalam

peningkatan mutu pendidikan di

sekolah.

Fungsi tersedianya sarana &

prasarana dalam peningkatan mutu

pendidikan di sekolah.

Tabel 3.3: Daftar Ceklis

No. Jenis Dokumen Ada Tidak

Ada

Ket.

1. Profil SMK 48 Jakarta

2. Data Peserta didik

3. Data tentang Pendidik dan Tenaga

Kependidikan

4. Data Sarana dan Prasarana Sekolah:

a. Ruang kelas

b. Meja dan bangku

c. Papan tulis

d. Perpustakaan

e. Ruang guru

f. Ruang kepala sekolah

g. Ruang Tata Usaha

h. Laboratorium Multimedia

i. Laboratorium Pemasaran

j. Ruang Bimbingan Konseling

k. Ruang UKS

l. Ruang OSIS

41

m. Lapangan

n. Toilet

5. Rencara Kerja Sekolah

6. Jadwal Pelajaran SMK 48 Jakarta

7. Struktur Organisasi

8. Dokumen Kurikulum K-13

9. Sasaran Mutu

10. Data Prestasi SMK Negeri 48 Jakarta

11. Data Pengunjung Perpustakaan

12. Data Peminjam Buku Perpustakaan

42

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Profil SMK Negeri 48 Jakarta

1. Sejarah SMK Negeri 48 Jakarta

SMK Negeri 48 Jakarta telah mengalami proses yang panjang dan

beberapa kali mengalami perubahan nama. Pada awalnya merupakan kelas

jauh dari SMEA Negeri 2 Jakarta yakni pada tahun 1979-1981 yang

dipimpin oleh Kepala Sekolah Drs. Baskoni Wahab. Pada tahun 1981-

1982 mengalami perubahan menjadi kelas jauh dari SMEA Negeri 8

Jakarta yang dipimpin oleh Drs.A.M.Harahap. Tanggal 6 Februari 1982

mengalami pergantian nama lagi yakni SMEA Negeri 30 Jakarta. Pada

tahun 1989-1992 SMEA Negeri 30 dipimpin oleh Drs. Boesri

Soeharjanto.49

Tahun 1992-2000 Kepala Sekolah kembali diganti dengan Drs.

Victor Pangaribun. Pada tanggal 7 Maret 1979 dikeluarkan SK Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 036/0/1979 yang

menyatakan bahwa dimana seluruh SMEA berganti nama menjadi SMK

(Sekolah Menengah Kejuruan) dan SMEA Negeri 30 Jakarta berubah

menjadi SMK Negeri 48 Jakarta kelompok bisnis dan manajemen. 50

Sejak tanggal 8 Desember 2000 sampai dengan 5 Mei 2005 SMK

Negeri 48 Jakarta dipimpin oleh Drs. Djoko Prihanto, BE. Lalu dipimpin

oleh Drs.Dudun Durochim, M.Pd. sejak tanggal 5 Mei 2005 sampai

dengan 30 Desember 2008. Kemudian sejak tanggal 4 Januari 2009

dipimpin oleh Drs. Waluyo Hadi.51

49

Diolah dari Dokumen Profil SMK Negeri 48 Jakarta, h.2.

50 Sejarah Singkat SMK Negeri 48 Jakarta, http://www.smkn48jkt.sch.id., diunduh pada

tanggal 1 Agustus 2017 pada pukul 20.26.

51 Dokumen Profil SMK Negeri 48 Jakarta, op.cit.

43

SMK Negeri 48 Jakarta menjadi RSBI dengan Prestasi Akademis

dan Ekstrakulikuler serta meraih LKS (Lomba Kompetisi Siswa) tingkat

Nasional dibawah kepemimpinan Drs.Waluyo Hadi yang menjabat hingga

November 2011. Namun predikat RSBI dihapuskan berdasarkan kebijakan

pemerintah, dimana pada saat itu dipimpin oleh H.Hasanudin, SE. MM.

yang menjabat pada bulan Januari 2012- Mei 2013. Hingga pada tahun

2013 dibawah kepemimpinan Drs. Petrus Hari Sasono, M.Pd. jurusan yang

terdapat di SMK Negeri 48 Jakarta ialah Akuntansi, Administrasi

Perkantoran, Penjualan, Multimedia dan Teknik Produksi dan Penyiaran

Proram Pertelevisian, dan di masa prajabatan kepemimpinan kepada

Bapak Drs.Eko Wahyu Wibowo pada tahun 2014, SMK Negeri 48 Jakarta

mendapat peringkat I UN wilayah Jakarta Timur. Terhitung tanggal 25

Februari 2015 sekolah dipimpin oleh Ibu Yayah Nur Aliyah, S.Pd. dan

sekolah mendapatkan prestasi dalam Olimpiade Sains Terpadu Nasional

dalam bidang Matematika Non Teknik tingkat DKI Jakarta.52

2. Visi, Misi dan Tujuan SMK Negeri 48 Jakarta

Berdasarkan dokumen profil sekolah diketahui bahwa visi dan misi

SMK Negeri 48 Jakarta yaitu:

Visi Mulia dalam Karakter Unggul dalam Prestasi

Misi

a) Menghasilkan tamatan yang berakhlak mulia, berjiwa

wirausaha dan memiliki kompetensi sesuai tuntutan pasar kerja

nasional dan internasional

b) Meningkatkan standar pendidik dan tenaga kependidikan yang

berakhlak mulia, memiliki kualifikasi akademik, kompetensi,

sertifikat pendidik serta memiliki kemampuan untuk

mewujudkan tujuan pendidikan nasional

c) Meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan untuk

mendukung proses belajar tuntas

52

Website SMK Negeri 48 Jakarta, op.cit.

44

d) Meningkatkan pelayanan prima untuk memenuhi kepuasan

pelanggan.53

Tujuan

1) Menyiapkan peserta didik untuk memasuki lapangan kerja serta

dapat mengembangkan sikap profesional.

2) Menyiapkan peserta didik agar mampu memilih karir, mampu

berkompetisi dan mampu mengembangkan diri.

3) Menyiapkan peserta didik menjadi tenaga kerja tingkat

menengah yang mandiri dan atau untuk mengisi kebutuhan

dunia kerja.

4) Menyiapkan tamatan agar menjadi warganegara yang produkif,

adaptif dan kreatif.54

Dengan adanya visi, misi serta tujuan menjadi sebuah motivasi bagi

seluruh warga sekolah untuk terus melakukan yang terbaik dan lebik baik

lagi. Motivasi yang kuat diantara seluruh warga sekolah akan menjadi

suatu energi yang kuat untuk mencapai prestasi dan keunggulan, serta

menjadi suatu arah tersendiri bagi berlangsungnya pendidikan di sekolah.

Hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh Ibu Yayah, yakni:

“..... SMK Negeri 48 mempunyai visi “Mulia dalam Karakter,

Unggul dalam Prestasi” nah itukan motivasi anak, ayo tunjukkan

kita punya visi ini nih, berarti bagaimana caranya kemudian

dilanjutkan dengan misi, misinya ada beberapa kegiatan kan yang

harus dipenuhi dari segi tenaga pendidiknya harus memenuhi dari

sertifikasi, kompeten, anak-anaknya juga harus kompeten, itu kan

juga menunjang gitu, dengan adanya visi kita mempunyai tujuan

tuh, akan semakin terarah tuh arahnya mau kemana kita akan

membawa pendidikan.55

Ungkapan senada juga dinyatakan oleh Bapak Surnadi, yaitu:

“..... visi dan misi adalah tujuan kita di sekolah, artinya kita mau

apa dan arahnya mau kemana, kalau visi itu tidak jelas maka arah

dan tujuan juga tidak jelas, tapi kita mempunyai visi yan jelas

53

Dokumen Profil SMK Negeri 48 Jakarta, op.cit.

54 Dokumen Kurikulum SMK Negeri 48 Jakarta tahun 2016, Dokumen tidak

dipublikasikan, h.8.

55 Hasil Wawancara dengan Ibu Yayah Nur Aliyah, Kepala Sekolah SMK Negeri 48

Jakarta, pada 22 Agustus 2017.

45

yaitu “Mulia dalam Karakter Unggul dalam Prestasi”, artinya

ketika anak itu lulus atau sudah mengenyam beberapa waktu

pendidikan, ini artinya otomatis mempunyai karakter yang baik

kemudian prestasinya juga yang baik.56

Pernyataan yang singkat, jelas dan mudah diingat, itulah yang akan

melekat dibenak orang yang mendengarnya dan akan terus terngiang

dipikirannya, seperti itulah sebuah visi. Utamanya visi, misi serta tujuan

harus melekat betul di dalam diri para pemimpin di sekolah, karena

merekalah energi utama penggerak berlangsungnya kegiatan sekolah. Jika

hal itu sudah bisa diterapkan oleh para pemimpin, bukan tidak mungkin

jika sekolah akan menjadi unggulan dan berprestasi. SMK Negeri 48

Jakarta menjadikan visi, misi dan tujuan yang dimiliki sebagai pedoman

serta ukuran pencapaian sejauhmana kegiatan atau usaha sekolah di dalam

melaksanakan pendidikan. Pendidikan yang mempunyai daya saing

terhadap kompetisi perkembangan ilmu pengetahuan sehingga nantinya

sekolah dapat menghasilkan lulusan yang di idam-idamkan masyarakat

global.

Visi dan misi SMK Negeri 48 Jakarta menjadikan dasar substansi

untuk meningkatkan mutu akademik sekolah dan budaya membaca. Hal

ini sebagaimana yang disebutkan dalam visi sekolah yakni “unggul dalam

prestasi” menunjukkan bahwa sekolah berupaya untuk selalu memiliki

prestasi yang terbaik dengan meningkatkan mutu akademik sekolah

melalui prestasi-prestasi yang didapatkan oleh sekolah. Kemudian dalam

misinya sekolah juga mempunyai ukuran kualifikasi tehadap tenaga

pendidik dan kependidikan. Yakni dengan dimilikinya standar kualifikasi

akademik yang tinggi maka diketahui bahwa pembelajaran di sekolah

dipercaya akan lebih unggul karena diajar oleh pendidik yang pintar serta

mengusahakan untuk mencapai standar akademik pembelajaran yang

tinggi juga.

56

Hasil Wawancara dengan Bapak Surnadi, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum

SMK Negeri 48 Jakarta, pada 9 Juni 2017.

46

Misi yang pertama juga erat kaitannya dengan peningkatan mutu

akademik dan budaya membaca di SMK Negeri 48 Jakarta, yakni melalui

kompetensi yang dimiliki peserta didik yang baik maka diharapkan akan

diterima dengan mudah di dalam pasar nasional maupun internasional.

Kompetisi yang dimiliki peserta didik demikian harus dibangun dengan

baik melalui proses akademik di sekolah. Dalam hal ini peserta didik harus

memiliki banyak pengetahuan mengenai kebutuhan dan kualifikasi pasar

nasional dan internasional. Maka dari itu peserta didik diharapkan banyak

membaca agar pengetahuan itu didapatkan sehingga mereka dapat terus

mengembangkan dirinya untuk memenuhi standar kualifikasi tersebut.

Demikian pula sebagaimana yang diperinci dalam tujuan sekolah, bahwa

peserta didik diupayakan mampu berkompetisi dan mengembangkan

dirinya.

3. Keadaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan SMK Negeri 48 Jakarta

Pendidik dan tenaga kependidikan merupakan bagian yang

terpenting untuk membangun sebuah instansi pendidikan yang baik di

dalam menghasilkan output atau lulusan. Pendidik dalam hal ini ialah guru

sebagai kunci utama di dalam mengajar, membimbing, mengayomi dengan

bidang keilmuan yang dimiliki oleh pendidik untuk mencetak lulusan yang

sesuai dengan kebutuhan zaman serta berkompetensi. Tenaga

kependidikan yakni tata usaha dan karyawan yang merupakan bagian di

dalam mengatur segala persyaratan dan bentuk administrasi di sekolah

serta melaksanakan segala bentuk kegiatan yang dapat memperlancar

keberlangsungan pendidikan di sekolah.

Bedasarkan data yang ada pada dokumen profil sekolah diketahui

bahwa tenaga pendidik di SMK Negeri 48 Jakarta berjumlah 53 orang

guru, yang meliputi 40 Guru PNS, 1 Guru DPK, dan 14 Guru UMP.

Tenaga kependidikan di SMK Negeri 48 Jakarta berjumlah 11 orang, 5

diantaranya ialah PNS, 2 orang tenaga UMP, dan 4 tenaga honorer,

47

kemudian karyawan sebagai caraka dan satpam berjumlah 8 orang.57

Melalui jumlah tenaga pendidik dan kependidikan tersebut sekolah dapat

terus melakukan aktivitasnya dan mengupayakan keberhasilan pendidikan

di sekolah. Terutama ialah pendidik yang merupakan pemimpin langsung

pada peserta didik dalam melakukan proses pembelajaran. Berikut adalah

nama-nama pendidik yang mengajar di SMK Negeri 48 Jakarta.

Tabel 4.1 : Daftar Nama Pendidik SMK Negeri 48 Jakarta

Nama Guru Nama Guru

Yayah Nuraliyah, S.Pd. Dra. Hj. Kuntari

Dra. Hj. Sri Andritati Dra. Hj. Rumini

Drs. Subagio Dra. Murniyato Sulastri

Emmy Sinaga, S.Pd. Dra. Hj. Hulistiawati

Dra. Jeanne Rolly Mamesah Umi Haniah, S.Pd.

Dra. Lilis Surnadi, M.Pd.

Dra. Endah Purwaningsih Nurbaiti Salpida G, S.Pd.

Dra. Hj. Sugiharti, MM Sri Lestari Budi S.R, S.Pd.

Drs. H. Asmin Neneng Zuhariah, S.Pd.

Drs. H. Abdul Fatah Dra. Muharmi

Dra. Indriyani Saleh Abdul Rohman, M.Pd.

Dra. Ckriswati Ronna Simatupang, M.Pd.

Dra. Rosenni Silalahi Suryanto, M.Pd.

Dra. Nurhasmi Safrudin, S.Pd.

Dra. Yayah Rokayah Lia Dwi Agustina, S.Pd.

Dra. Mashnida Ambarita Wimanuadi, S.Kom.

Dra. Rahayu Retno P Dra.Hj. Mahrani, M.Pd.

Wahyuni Budiwati, S.Pd. Onie Kuriartha, S.Sn.

Dra. Sriyani Annisa Puspitasari, S.Kom.

Drs. Sukarto, M.Si M.Iqbal, S.Kom.

Sri Juhariah, S.Pd. Arief Rahmadi, S.Pdi.

Dra. Suhartini Bambang Tri Mulyono, ST.

Chandra Dwi K.W., S.Pd. Zami, S.Pd.

Nurseha, S.Pd. Rianti Nofita, S.Pd.

Jannes R.P.Nainggolan, S.Th. Dra.Hj.Badriah, M.Pd.

Endi Wardoyo, S.Kom. Fithra Yulvina, S.Pd.

Tri Munarto, S.Pd. Sumber : Dokumen Jadwal Pelajaran SMK Negeri 48 Jakarta Tahun Pelajaran

2017/2018

Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa guru yang mengajar

telah bergelar sarjana dan ada juga yang bergelar magister. Namun

57

Dokumen Profil SMK Negeri 48 Jakarta, op.cit.

48

beberapa guru bukan berasal dari Sarjana Pendidikan, sedangkan peraturan

baru tentang guru dan dosen mengharuskan guru yang mengajar ialah

berasal dari sarjana pendidikan.

4. Keadaan Peserta Didik SMK Negeri 48 Jakarta

Peserta didik merupakan subyek pelaku utama terjadinya proses

pendidikan di sekolah, yang menjadi tujuan diadakannya pendidikan dan

pengajaran. Pendidikan tidak akan berlangsung apabila tidak ada peserta

didik, dan dalam hal ini peserta didik merupakan pelanggan yang

mendapatkan dampak langsung dengan adanya pendidikan dan pengajaran

di sekolah.

Peserta didik di SMK Negeri 48 Jakarta terdaftar melalui proses

penyeleksian sebagaimana sistem yang telah ditetapkan oleh pemerintah

karena termasuk dalam kategori sekolah negeri atau milik pemerintah,

yakni dengan berdasarkan seleksi nilai dan kuota peserta didik di sekolah.

Melalui hasil penyeleksian tersebut peserta didik yang terdaftar di SMK

Negeri 48 Jakarta cenderung signifikan dari setiap jenjang kelasnya. Ini

terlihat dari tabel jumlah peserta didik SMK Negeri 48 Jakarta yang di

dapat dari hasil studi dokumentasi. Adapun rincian jumlah peserta didik

SMK Negeri 48 Jakarta sebagaimana tabel di bawah ini.

Tabel 4.2 : Jumlah Peserta Didik Tahun Pelajaran 2015/2016

No

.

Bidang Studi Keahlian Jumlah Peserta

Didik

Jumlah

X XI XII

1. Bisnis dan Manajemen 216 211 209 636

2. Teknologi Informasi dan

Komunikasi

62 62 62 186

Total 822 Sumber : Dokumen profil SMK Negeri 48 Jakarta tahun 2015

Tabel 4.3 : Jumlah Peserta Didik Tahun Pelajaran 2016/2017

No. Bidang Studi Keahlian Jumlah Peserta Didik

Jumlah X XI XII

1. Bisnis dan Manajemen 217 208 209 634

49

2. Teknologi Informasi dan

Komunikasi

61 61 61 181

Total 817 Sumber : Data Peserta Didik Tahun 2016/2017

Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa terdapat sedikit

penurunan jumlah peserta didik. Jumlah peserta didik yang diterima di

kelas X mempunyai kuota yang sama setiap tahunnya, namun jumlah dari

segi penjurusannya yang berbeda. Terlihat ada penurunan jumlah peserta

didik ketika melanjutkan ke jenjang kelas selanjutnya, artinya terdapat

peserta didik yang tidak melanjutkan atau pindah sekolah. Peserta didik

kelas X pada tahun ajaran 2015/2016 akan naik jenjang di kelas XI pada

tahun 2016/2017. Disini terlihat terdapat penurunan angka yang tadinya

216 peserta didik pada bidang studi keahlian Bisnis dan Manajemen dan

62 peserta didik pada bidang studi keahlian Teknologi Informasi dan

Komunikasi, menjadi 208 peserta didik peserta didik pada bidang studi

keahlian Bisnis dan Manajemen dan 61 peserta didik pada bidang studi

keahlian Teknologi Informasi dan Komunikasi. Begitupun dengan peserta

didik yang naik jenjang dari XI ke kelas XII, mengalami penurunan

jumlah dari tahun sebelumnya.

5. Sarana dan Prasarana SMK Negeri 48 Jakarta

Sarana dan prasarana di dalam pendidikan mungkin bukan bagian

yang terpenting, namun sarana dan prasarana merupakan bagian yang

penting di dalam menunjang proses berlangsungnya pendidikan dan

pengajaran di sekolah atau dimanapun berlangsungnya pendidikan

tersebut.

SMK Negeri 48 Jakarta telah berusaha memenuhi sarana dan

prasarana yang dibutuhkan di dalam proses pembelajaran di sekolah.

Sebagaimana perkembangan zaman yang semakin modern, SMK Negeri

48 Jakarta memfasilitasi proses pembelajaran dengan alat-alat dan

teknologi yang dapat mempermudah dan mempercepat transfer ilmu

50

pengetahuan serta informasi yang terbarukan. Adapun sarana dan

prasarana yang dimiliki SMK negeri 48 Jakarta dapat dilihat dalam tabel

dibawah ini.

Tabel 4.4: Data Sarana dan Prasarana SMK Negeri 48 Jakarta

No. Nama Fasilitas Jumlah Kondisi

1. Gedung 3 Lantai Baik

2. Ruang Kelas 24 Lokal Baik

3. Ruang Kepala Sekolah 1 Lokal Baik

4. Ruang Wakil Kepala Sekolah 1 Lokal Baik

5. Ruang Tata Usaha 1 Lokal Baik

6. Ruang Guru 1 Lokal Baik

7. Perpustakaan 1 Lokal Baik

8. Lab. Multimedia 1 Lokal Baik

9. Lab. Pemasaran 1 Lokal Baik

10. Ruang Komite & BKK 1 Lokal Baik

11. Ruang Kajur 1 Lokal Baik

12. Ruang OSIS 1 Lokal Baik

13. Ruang UKS 1 Lokal Baik

14. Aula 1 Lokal Baik

15. Mushalla 1 Lokal Baik

16. Toilet Lokal Baik

17. Lapangan 1 Bidang Baik

18. Mini Market 1 Lokal Baik

19. Kantin 1 Lokal Baik

20. Pos Satpam 1 Lokal Baik

Sumber : Data Sarana dan Prasarana SMK Negeri 48 Jakarta

Berdasarkan rincian sarana dan prasarana tersebut dapat diketahui

bahwa sekolah memfasilitasi peserta didik untuk belajar dengan nyaman

dan sesuai dengan bidang atau kompetensi keahlian yang diajarkan di

51

sekolah. Terlebih sekolah ini telah memasang wifi peserta didik di dalam

mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah dimilikinya.

B. Deskripsi Data dan Analisa Data

1. Kegiatan Budaya Membaca

SMK Negeri 48 Jakarta mengupayakan terbentuknya budaya

membaca terutama di kalangan peserta didik. Hal ini diwujudkan melalui

kurikulum sekolah, yang masuk dalam kategori pengembangan diri peserta

didik. Pengembangan diri ini dilakukan melalui kegiatan terprogram dan

kegiatan tidak terprogram. Berdasarkan dokumen kurikulum SMK Negeri

48 Jakarta diketahui bahwa “Kegiatan tidak terprogram ialah rutin dan

keteladanan. Kegiatan keteladanan, adalah kegiatan dalam bentuk perilaku

sehari-hari seperti: berpakaian rapih, berbahasa yang baik, rajin membaca,

memuji kebaikan atau keberhasilan orang lain, datang tepat waktu.”58

Demikian diketahui bahwa kegiatan membaca merupakan salah satu upaya

sekolah di dalam menumbuhkan budaya membaca. Dengan dijadikannya

membaca sebagai keteladanan di sekolah, menjadikan peserta didik

terbiasa untuk mencari pengetahuan dengan mandiri serta tidak terpaksa

untuk melakukannya dan tanpa disadari menjadi sebuah budaya di dalam

dirinya.

Budaya membaca yang terdapat di SMK Negeri 48 Jakarta

diantaranya ialah budaya membaca melalui teknologi informasi. Era

modern saat itu juga tidak terlepas dari media teknologi informasi, dimana

media teknologi informasi telah mendominasi pada seluruh aspek bidang

kehidupan saat ini. Semua telah menjadi begitu cepat dan mudah untuk

didapatkan. Begitupun halnya dengan kegiatan membaca, segala sesuatu

yang ingin kita ketahui dapat langsung dimunculkan melalui media

teknologi informasi seperti smartphone/gadjet, laptop, ipad dan lain

sebagainya yang tentunya tidak terlepas dengan jaringan internet yang

58

Ibid, h. 224.

52

semakin mudah dan terjangkau untuk didapatkan. Sebagaimana yang

dijelaskan oleh Ibu Yayah, yaitu:

“Kalau kondisi budaya membaca, itu sebenarnya anak-anak sudah

terbiasa membaca. Hanya memang berbeda dari segi cara, karena

sekarang era digital, mereka juga cenderung membacanya

informasi-informasi melalui gadjet. Karena ketika saya masuk ke

kelas-kelas, beberapa sudah mempunyai, artinya mengikuti

aplikasi disitu ada wattpad atau apa dan sebagainya itu, jadi kami

menghimbau untuk membaca, nah bahwa mereka sudah mengikuti

yang seperti itu. Jadi menurut saya itu budaya membaca memang

sudah ada, namun tidak begitu terlihat oleh guru khususnya

karena mereka tidak membaca buku tapi melihat di hp. Jadi di

mata guru tidak begitu terlihat sedang membaca, tapi kalau kita

lihat sebenarnya mereka sedang baca novel atau cerpen-cerpen itu

banyak di media-media, bukan hanya wattpad ya tapi yang saya

tahu memang itu, tapi juga ada beberapa yang mereka sering

ikuti.59

Selain itu membaca melalui media teknologi informasi juga

memiliki daya tarik tersendiri, terutama bagi anak-anak atau dalam hal ini

peserta didik. Media teknologi informasi telah memberikan berbagai

bentuk kreativitas dan inovasi dengan warna dan animasi yang begitu

menarik. Maka tidak heran apabila peserta didik lebih memilih untuk

membaca melalui media teknologi informasi. Ibu Rianti mengungkapkan

bahwa “...... dengan teknologi kan, membaca juga banyak daya tariknya

seperti yang namanya teknologi istilahnya e-book, kemudian judulnya dan

bentuk buku itu sendiri, .....”60

Semua media atau bahan bacaan saat ini

sudah bisa dijangkau melalui media teknologi informasi. Seperti halnya

saat ingin membaca buku yang tebal sekalipun, itu sudah bisa dibaca

melalui gadjet/smartphone, tanpa merasa keberatan memegang buku

tersebut. Kemudian saat ingin membaca majalah atau koran, juga dapat

membacanya melalui media teknologi informasi yang dimiliki. Dengan

59

Yayah Nur Aliyah, op.cit.

60 Hasil Wawancara dengan Ibu Rianti Nofia, Guru Bahasa Indonesia SMK Negeri 48

Jakarta, pada 31 Juli 2017.

53

media teknologi informasi juga dapat menghemat waktu dan tenaga

dibandingkan harus mencari langsung buku-buku di perpustakaan atau di

tempat lainnya.

Pernyataan dari peserta didik juga menegaskan bahwa media

teknologi informasi itu berperan di dalam kegiatan membaca dan membatu

dalam pembelajaran, sebagaimana yang dinyatakan oleh Salwa bahwa

“Kalau misalnya kira-kira di buku ada yang susah dicari, kita bisa

langsung ketik di internet terus langsung ada.”61

Demikian diketahui

bahwa budaya membaca tanpa disadari tersalurkan melalui media

teknologi informasi. Dimana semua orang tidak mempunyai batasan dalam

media informasi, serta kemudahan untuk mencari apa yang diinginkan.

Bentuk lain budaya membaca di sekolah juga dapat diketahui yakni

ketika peserta didik diberikan tugas di dalam pembelajaran di kelas. Tugas

yang diberikan oleh pendidik ialah dengan cara menyuruh peserta didik

untuk membaca materi pelajaran kemudian merangkum apa yang telah

dibaca tersebut. Tidak hanya dengan tugas merangkum, tugas dalam

bentuk lain juga menjadi upaya tersediri dalam membentuk budaya

membaca peserta didik. Melalui tugas tersebut peserta didik melakukan

aktivitas membaca, dengan demikian budaya membaca akan terbentuk

apabila pendidik sering memberikan tugas di dalam mata pelajarannya.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Bapak Surnadi yang selaku pendidik

bidang Bahasa Inggris, menyatakan:

“Penugasannya secara langsung si tidak menugaskan untuk

membaca, tetapi di dalam bentuk mengerjakan PR, kemudian buku

referensinya ini, nah disitu letak proses membacanya. Kalau hanya

untuk, kalian membaca ya.. itu dirasa tidak, kecuali itu pelajaran

Bahasa ya. Ketika memberi pelajaran tentang report (laporan)

anak harus membaca terlebih dahulu. Tetapi kalau mungkin

61

Salwa, op.cit.

54

pelajaran lain ditugaskan dalam bentuk mengerjakan PR,

kemudian untuk membaca buku-buku yang lain.”62

Ibu Retno sebagai pendidik bidang Bahasa Indonesia juga

mengungkapkan, “Kalau bentuk penugasan itu biasanya kan mereka

membaca, kemudian mereka membuat rangkuman, juga bisa membuat

resensi dan banyak lagi yang lain.”63

Kemudian hal ini juga sebagaimana yang dinyatakan oleh salah

satu peserta didik yang bernama Arlyn ketika ditanya mengenai bentuk

penugasan yang diberikan oleh pendidik yang turut untuk menumbuhkan

minat baca, ia mengatakan “Ada.. nah ngerangkum. Merangkum kadang

banyak banget, biasanya IPS itu kalau di kelas pas mata pelajarannya.“64

Ungkapan senada juga diungkapkan oleh Bagus, yakni “Mempengaruhi

banget si, karena disini bergerak membaca kalau baru disuruh sama guru.

Misalnya ada tugas agama, nah gurunya itu nyuruh, tapi kalau tidak

disuruh otomatis nilainya jelek. Nah kalau disuruh mereka baca kan

supaya nilainya bagus gitu.”65

Melalui penugasan yang diberikan oleh pendidik atau sebuah upaya

sebagai bentuk hasil dari kegiatan membaca, telah menjadikan bentuk

budaya membaca tersendiri disamping dengan adanya program literasi

yang dilaksanakan serempak di awal kegiatan sekolah. Sebab dengan

adanya tugas tersebut peserta didik akan melakukan kegiatan membaca

secara berulang untuk memahami apa yang akan mereka tuliskan di dalam

sebuah ringkasan atau resensi. Tidak hanya itu, peserta didik tentunya

62

Hasil Wawancara dengan Bapak Surnadi, Guru bidang Bahasa Inggris SMK Negeri 48

Jakarta, pada 27 Juli 2017.

63 Rahayu Retno Puji A., op.cit.

64 Hasil Wawancara dengan Arlyn Fasinta, Peserta Didik Kelas XI-PM SMK Negeri 48

Jakarta, pada 31 Juli 2017.

65 Hasil Wawancara dengan Bagus Adi Pradana, Peserta Didik Kelas XII –TP4 SMK

Negeri 48 Jakarta, pada 21 Agustus 2017.

55

akan mencari tahu lebih jauh lagi melalui referensi lain apa yang akan

mereka tuliskan terkait tugas tersebut.

Budaya membaca di SMK Negeri 48 Jakarta telah diketahui dari

hasil wawancara, bahwa sekolah telah menerapkan kegiatan membaca

secara serempak sebelum pelajaran pertama dimulai, yang dinamakan

program literasi. Kegiatan ini dilakukan oleh semua peserta didik dan juga

pendidik dengan membaca buku atau artikel-artikel selama 15 menit pada

awal jam pelajaran pertama. Seperti yang dikatakan oleh Ibu Retno:

“.... di SMK N 48 sudah dilakukan literasi. Jadi, setiap pagi itu

anak-anak sebelum belajar, 15 menit untuk membaca sebuah buku.

.....” Lebih lanjut Ibu Retno mengatakan, bahwa “Kalau menurut

saya anak-anak sudah terbiasa juga, karena walaupun bukan guru

Bahasa Indonesia yang mengajar, tetapi telah menyediakan waktu

15 menit untuk membaca buku setiap hari.”66

Lalu peserta didik yang bernama Aprilia juga mengungkapkan bahwa

“....... Kalau di sekolah ada jam waktu literasi sebelum masuk kelas

membaca 15 menit, membaca novel atau sastra.”67

Begitupun halnya

dikatakan oleh Salwa, ketika ditanya mengenai budaya membaca di

sekolah, ia mengungkapkan “Sudah ada, soalnya kita dibiasakan sebelum

belajar dikasih waktu 15 menit buat baca novel atau buku yang dibawa

masing-masing dari rumah atau beberapa buku yang ada di kelas. ......”68

Program literasi merupakan salah satu bentuk upaya SMK Negeri 48

Jakarta dalam menumbuhkan budaya membaca di sekolah. Program

Literasi 15 menit ini sebenarnya merupakan gagasan umum dari Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan. Atas dasar gagasan tersebut SMK Negeri 48

Jakarta lalu mengikuti instruksi itu dan menerapkannya dalam kegiatan

66

Hasil Wawancara dengan Ibu Rahayu Retno Puji A., Guru Bahasa Indonesia SMK

Negeri 48 Jakarta, pada 31 Juli 2017.

67 Hasil Wawancara dengan Aprilia Damayanti, peserta didik kelas XII Akuntansi 1 SMK

Negeri 48 Jakarta, pada 31 Juli 2017.

68 Hasil Wawancara dengan Salwa, peserta didik kelas X Administrasi Perkantoran 2

SMK Negeri 48 Jakarta, pada 31 Juli 2017.

56

sekolah sejak tahun ajaran 2015/2016. Ini merupakan bentuk upaya untuk

mendukung program pemerintah dalam meningkatkan minat membaca

masyarakat di Indonesia.

Hal ini sebagaimana kutipan yang dituliskan dalam salah satu

artikel di website resmi milik Presiden Joko Widodo, yakni “Program 15

menit membaca yang pernah dicanangkan oleh Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan jelas harus diwujudkan sebagai salah satu upaya pemerintah

untuk menumbuhkan budaya baca.”69

Demikian juga pernyataan yang

diungkapkan oleh Bapak Surnadi: “..... Program literasi ini sudah

diluncurkan pemerintah sejak tahun lalu, satu tahun yang lalu 2015/2016

dan 2017 ini sudah berlangsung 1 tahun, sekarang ini tinggal

melanjutkannya......”70

Program literasi ialah sebagaimana artikel yang dituliskan dalam

website resmi Kemendikbud, yakni Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015

tentang Penumbuhan Budi Pekerti, disebutkan ada beberapa pembiasaan

positif yang dilakukan sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai. Melalui

peraturan tersebut juga diatur mengenai kegiatan membaca buku

nonpelajaran sekitar 15 menit sebelum jam pelajaran pertama dimulai.71

Demikian diketahui bahwa kegiatan membaca 15 menit sebelum pelajaran

pertama dimulai ialah intruksi yang dicanangkan oleh Kementrian

pendidikan. Kemudian SMK Negeri 48 Jakarta merupakan sekolah yang

melaksanakan intruksi tersebut.

Pelaksanaannya di SMK Negeri 48 Jakarta, program literasi masuk

dalam kurikulum sekolah. Program literasi dimasukkan ke dalam kategori

pengembangan diri peserta didik yakni kegiatan tidak terprogram yang

69

Website Presiden Ir. H. Jokowi Dodo, op.cit.

70 Surnadi, op.cit., 9 Juni 2017.

71 Deslina Mulipaksi, Pendisiplinan Gerakan Penumbuhan Budi Pekerti dimulai Tahun

Depan 30 Desember 2015, diunduh dari:

http://www.kemendikbud.go.id/main/blog/2015/12pendisiplinan-gerakan-penumbuhan-budi-

pekerti-dimulai-tahun-depan, pada tanggal 1 September 2017.

57

dilaksanakan langsung oleh pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah

yang diikuti oleh semua peserta didik. Sehingga budaya membaca dapat

dilakukan tanpa keterpaksaan dan dengan sendirinya akan terbentuk.

Peserta didik diperbolehkan membaca buku apa saja pada jam tersebut,

diantaranya ialah novel dan buku ilmu pengetahuan. Buku-buku tersebut

ada yang dibawa sendiri oleh peserta didik dari rumah, dan ada beberapa

buku yang disediakan dari sekolah. Namun, berbeda halnya ketika guru

yang mengajar pada jam pertama ialah Guru Bahasa Indonesia. Peserta

didik diwajibkan untuk membaca novel atau sastra lainnya saat program

literasi berlangsung. Tetapi jikalau itu sudah selesai dibaca, maka boleh

diganti dengan bacaan non fiksi.

Pada program literasi ini juga terdapat umpan balik yang ingin di

dapatkan. Hal ini salah satunya dilakukan dengan cara, peserta didik

diminta untuk mengabstraksi atau merensi isi buku yang telah mereka baca

selama 1 semester. Hal ini dibuktikan dari pernyataan Fandee yang

mengungkapkan bahwa “...... ada guru yang nugasin buat baca novel,

terus kalau sudah baca novelnya kita nyetor tuh setiap babnya, terus nanti

kita suruh dibuat resensinya gitu.”72

Dengan kata lain peserta didik

ditugaskan untuk mengumpulkan setiap bagian dari apa yang mereka baca

dengan menuliskannya dalam bentuk ringkasan atau menjadi sebuah

resensi.

Hal ini juga sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibu Yayah selaku

Kepala SMK Negeri 48 Jakarta:

“....... itu ada programnya yang sedang di gembar-gemborkan

tentang literasi, gerakan literasi sekolah. Jadi setiap sekolah harus

mempunyai program literasi. Malah beberapa sekolah-sekolah

tentu saja harus menentukan target. Misalnya dalam satu bulan

mempunya satu buku kumpulan dari karya anak-anak. Dengan

adanya gerakan literasi tersebut diharapkan anak-anak

mempunyai semangat, dengan membaca anak-anak semangat dan

72

Hasil Wawancara dengan Fandee Tsario, peserta didik kelas XII-TP4 SMK Negeri 48

Jakarta, pada 21 Agustus 2017.

58

bukti nyata kalau membacanya sudah terlaksana, tinggal hasil

karyanya, .......”73

Melalui kegiatan membaca di awal jam pelajaran, sekolah juga melakukan

upaya untuk mengetahui sejauhmana budaya membaca itu berlangsung.

Ketika kegiatan membaca dilaksanakan, peserta didik diwajibkan mencatat

apa yang ia baca dan membuat ringkasan atau resensi dari buku yang

mereka baca, dapat pula berbentuk tulisan lain, yakni berupa cerpen dan

puisi. Seperti yang dijelaskan oleh Ibu Yayah pada kutipan di atas, SMK

Negeri 48 Jakarta mulai menerapkan kegiatan tersebut sebagai satu bentuk

hasil bahwa budaya membaca di sekolah telah berlangsung.

Hal ini dijelaskan oleh Bapak Surnadi selaku Wakil Kepala

Sekolah bidang Kurikulum, yaitu “Ada budaya membaca, yaitu tadi

sebelum memulai pelajaran selama 15 menit dan hasil bacaannya itu

dibuat ringkasan terus di kumpulkan dalam satu buku untuk setiap kelas.

Ringkasan tersebut dikumpulkan setiap akhir semester atau 6 bulan sekali,

itu bisa berupa cerpen, puisi atau lainnya.74

Pada proses pelaksanaannya budaya membaca direalisasikan dan

diawasi langsung oleh pendidik bidang bahasa. Para pendidik konsisten

untuk memberikan penugasan atau umpan balik kepada peserta didik

ketika program literasi maupun pada saat kegiatan belajar mengajar

berlangsung. Dalam hal ini Ibu Rianti selaku pendidik bidang Bahasa

Indonesia menjelaskan, bahwa:

“Kalau di SMKN 48 ini dibudayakan setiap awal pelajaran

dibiasakan 15 menit untuk literasi dengan novel sastra. Karena

saya Guru Bahasa Indonesia jadi saya arahkan untuk membaca

sastra. Kita menargetkan setiap 1 semester dua novel untuk

dibaca, kemudian dia mengabstraksi, apa si intinya.. gitu kan, lalu

di ketik sendiri, setelah itu setelah dia paham kita jelaskan seperti

iniloh novel itu dan seperti iniloh abstraksi itu seperti ini. Lalu di

produksi sendiri, dia menulis sendiri dan ada beberapa yang sudah

dibukukan, tetapi saya lupa ada dimana, sepertinya di

73

Yayah Nur Aliyah, op.cit.

74 Surnadi, op.cit., 9 Juni 2017.

59

perpustakaan ada contoh dari beberapa anak-anak yang gemar

literasi. Ada kumpulan-kumpulan cerpenya sudah ada. Kadang

setiap guru berbeda-beda ya, karena saya guru sastra. Setiap jam

pertama kan berbeda-beda kan ya, jadi setiap guru berbeda-beda

bentuk penugasannya dengan judul berbeda-beda.”75

Hasil abstraksi para peserta didik dikumpulkan kemudian

dibukukan, namun ada pula yang dibuat berupa cerpen. Jadi peserta didik

diminta untuk menuliskan apa yang telah mereka baca, baik itu berupa

resume, resensi, ataupun cerpen. Hasil tulisan tersebut selanjutnya dipilih

dan dicari yang terbaik, untuk kemudian diberikan ke Suku Dinas

Pendidikan Kotamadya Jakarta Timur, atau untuk diikutsertakan dalam

kompetisi atau perlombaan. Hal ini diketahui sebagaimana yang dikatakan

oleh Bapak Surnadi:

“Kalau di sekolah itu kebetulan ya, setiap literasi kita

mengabtraksi, kita mengumpulkan lalu anak memproduksi cerpen

atau karya sastra lain, tapi kebanyakan cerpen si ya. Kalau cerpen

yang bagus, kita akan salurkan atau kita kasih ke Dinas (SuDin),

nah nanti dari SuDin itu ada yang dinamakan reward dan akan di

terbitkan, dan reward tersebut berupa beasiswa. Jadi anak

termotivasi untuk berlomba-lomba untuk membuat karya yang

lebih bagus.”76

Rokhmin Dahuri dalam Suherman menyatakan bahwa “budaya

membaca berkorelasi positif terhadap penguasaan iptek suatu bangsa.

Semakin tinggi budaya membaca, semakin maju bangsa tersebut.”77

Budaya membaca merupakan kegiatan yang menjadi harapan akan

berdampak baik untuk masa yang akan datang serta mempunyai visi untuk

diwujudkan dan menjadikan membaca sebagai misi atau langkah yang

utama. Melalui budaya membaca seseorang dapat mempunyai cara

berpikir yang luas sehingga ia mampu menguhubungkan setiap detail

permasalah yang dihadapi untuk dicarikan solusi yang tepat.

75

Rianti Nofia, op.cit.

76 Surnadi, op.cit., 27 Juli 2017.

77 Suherman (ed.), Bacalah!, op.cit., h. 128.

60

Rahma Suhartati menerangkan bahwa “membaca sebagai aktivitas

bahasa atau komunikasi yang di dalamnya melibatkan tanda, makna, tata

cara, kode-kode yang mengaturnya, yang membentuk strata sosial, kultural

dan prestise.”78

Dengan demikian membaca dapat dilakukan dengan

adanya tanda-tanda yang telah dipahami atau kesamaan makna yang

dimiliki antara pembaca dengan isi bacaan tersebut. Seseorang akan

dengan mudah memahami isi bacaan, apabila ia telah mengetahui banyak

kosa kata dan memahami artinya. Namun apabila seseorang tidak terbiasa

membaca dan tidak mengetahui kosa kata yang jarang digunakan,

mungkin ia akan lambat dalam memahami isi bacaan tersebut. Sehingga ia

tidak dapat mengambil pengetahuan dan pelajaran dari bacaan tersebut.

Demikian dapat disimpulkan bahwa kegiatan budaya membaca di

SMK Negeri 48 Jakarta ialah budaya membaca melalui media teknologi

informasi, budaya membaca dalam bentuk penugasan yang diberikan oleh

guru, dan melalui program literasi. Demikian ialah bentuk upaya dalam

meningkatkan budaya membaca yang rendah. SMK Negeri 48 Jakarta

memiliki upaya tersendiri di dalam mengukur pelaksanaan program

tersebut apakah berjalan efektif atau tidak. Upaya yang dilakukan ialah

dengan menginstruksikan kepada peserta didik untuk membuat ringkasan

dari buku yang telah mereka baca. Sebab dengan begitu dapat terlihat

sejauhmana tujuan dari budaya membaca tercapai.

2. Faktor-Faktor Budaya Membaca

Penerapan budaya membaca tentunya terkait dengan banyak hal

oleh sebab itu perlu dipertimbangkan segala sesuatunya. Kemudian

dimasukkan dalam perencanaan, sehingga pada tahap pelaksanaannya

dapat meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan dan menghambat

ketercapaian tujuan di awal. Dengan kata lain faktor-faktor yang dapat

mendukung ataupun menghambat penerapan budaya membaca perlu

78

Rahma Sugihartati, op.cit, h. 30.

61

dianalisis sehingga dapat menjadi strategi untuk mencapai tujuan yang

diinginkan dari budaya membaca yang akan berdampak baik dalam

pendidikan.

a. Faktor Pendukung

Faktor-faktor yang mempengaruhi, yakni faktor intern dan ekstern.

Faktor intern ialah faktor yang berasal dari dalam diri seseorang, dalam

hal ini ialah minat membaca oleh peserta didik. Jika seseorang

mempunyai minat membaca dalam dirinya tentu dengan sendirinya ia

akan membaca tanpa disuruh dan ia akan lebih memilih untuk

membaca kapan dan dimana pun. Kemudian faktor ekstern merupakan

faktor yang berasal dari luar diri seseorang. Faktor ini bisa berasal dari

orang tua yang mempengaruhi anaknya untuk membaca dan

menerapkan kedisiplinan untuk membaca, lalu faktor lingkungan yang

dibentuk di sekolah untuk mempengaruhi siswa dalam membaca, yaitu

dengan peraturan atau program yang dibuat oleh sekolah. Hal ini

sebagaimana yang diungkapkan oleh Bapak Surnadi, yakni:

“Faktornya bisa dari intern dan ekstern ya, yang dari intern

adalah minat dari anak sendiri, ya.. kan. Yang jelas kalau anak itu

timbul dari dalam diri sendiri maka tidak disuruh pun atau dikasih

tahu pun akan cenderung untuk membaca dan membaca. Yang

faktor eksternnya, yang pertama dari orang tua mengajarkan

anaknya disiplin membaca, orang tua mengajarkan membaca

maka dia akan membaca juga dan di sekolah sudah diwajibkan

untuk membaca dengan adanya program literasi”. 79

Faktor yang turut mempengaruhi budaya membaca yakni seperti

yang dikatakan oleh Ibu Yayah:

“Faktor-faktor yang mempengaruhi, yang pertama itu dari guru.

Guru sering memberikan tugas yang ada membacanya, mungkin

itu akan memacu anak mau tidak mau dia harus membaca. Artinya

setiap guru harusnya menugaskan membaca, misalnya dari

halaman sekian sampai sekian nanti ditanya, nah itu mungkin ada

pleasure ke anak untuk dia membaca. Kemudian yang kedua

faktor-faktor lainnya tentunya adalah fasilitas, ketika ada fasilitas

79

Surnadi, op.cit., 9 Juni 2017.

62

misalnya bukunya, atau media-media lainnya yang bisa digunakan

oleh anak-anak tentu saja minat baca akan semakin meningkat.”80

Demikian diketahui bahwa faktor yang berpengaruh dalam budaya

membaca ada dua yakni faktor dari guru dan yang kedua adalah

fasilitas untuk membaca. Dua faktor tersebut dapat memacu motivasi

peserta didik dalam membaca yang dalam waktu jangka panjang akan

terbentuk sebuah budaya membaca.

Kemudian Ibu Rianti juga menegaskan bahwa faktor yang turut

mempengaruhi ialah:

“Faktor lingkungan itu sangat menunjang sekali, di lingkungan itu

ya entah itu tempatnya atau teman, apalagi mayoritas di sekolah

lebih banyak bergaul dengan teman yang sering membaca maka

dia akan ikut membaca. Kemudian faktor orang tua juga

berpengaruh tetapi perannya hanya sekitar 10% saja, sebab

kegiatan anak-anak kebanyakan di sekolah.”81

Dalam pernyataan ini diketahui bahwa faktor yang lebih mendominasi

ialah faktor teman atau pergaulan, dan faktor orang tua juga turut

mempengaruhi namun tidak terlalu besar. Sebab peserta didik lebih

banyak melakukan aktivitasnya bersama teman, maka apabila teman

membaca ia akan turut membaca.

Faktor lainnya adalah tujuan yang dimiliki peserta didik juga

menjadi faktor untuk menumbuhkan budaya membaca. Lalu faktor

lingkungan sekitar untuk turut mendukung kegiatan membaca, dengan

adanya teknologi informasi dimana untuk mendapatkan informasi

begitu mudah namun membaca bukan menjadi pilihan utama

kebanyakan orang, tetapi kebanyakan ialah menjadikannya hanya

sebagai hiburan. Faktor lainnya yakni kebiasaan membaca yang

ditanamkan sejak kecil. Demikian sebagaimana pernyataan Ibu

Murniyati :

80

Yayah Nur Aliyah, op.cit.

81 Rianti Nofia, op.cit.

63

“Ya pertama-tama kali, sepengetahuan ibu, ya tujuan anak

tersebut. Kalau anak tersebut mempunyai tujuan hidupnya dia

akan tahu harus bagaimana, tapi kalau anak itu belum ada tujuan

yang pasti dia akan mudah dipengaruhi oleh lingkungannya,

sehingga mungkin ada informasi yang tidak seharusnya tapi

kemudian dia jadi membaca. Yang kedua mungkin pengaruh

lingkungan, karena sebetulnya kalau dia budaya bacanya tinggi

akan gampang sekali buat dia mencari ilmu pengetahuan di

internet, apa aja yang di mbah google gitu ya apa aja bisa di

pesan. Nah anak-anak kan tidak mau membaca, membaca itu kan

melelahkan ya kita harus mencari intinya, anak-anak sekarang kan

kelihatan kurang ya. Yang ketiga, kebiasaan dia di rumah, ya

kalau anak punya kebiasaan membaca dari kecil.” 82

Sarana dan prasarana merupakan salah satu aspek dari ruang

lingkup pendidikan, kemudian untuk membentuk budaya membaca

tentu dibutuhkan bahan-bahan bacaan yang mencukupi untuk dibaca

oleh sasaran dalam budaya itu sendiri. Bahan bacaan untuk

membentuk budaya membaca pada umumnya ialah buku, sebab

dengan membaca buku akan terasa lebih nyaman dan lebih fokus.

Ketersediaan bahan bacaan atau buku-buku dalam mendukung

proses pembelajaran di SMK Negeri 48 Jakarta sedikit demi sedikit

terpenuhi dan mencukupi kebutuhan peserta didik. Hal ini ditunjukkan

dengan adanya perpustakaan sekolah dan penambahan buku setiap

akhir semester. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibu Masnida selaku

Kepala perpustakaan; “Setiap semester bukunya nambah, kita sengaja

buat tuntutan tugas belajar mereka. Seperti novel, terus buku agama

atau materi agama diluar buku paket gitu. Kita sengaja minta biar

diadakan. Banyak buku yang dibeli tersebut lumayan banyak si,

tergantung kebutuhan untuk siswa.”83

Sama halnya yang dikatakan oleh Bapak Surnadi yang menyatakan

bahwa:

82

Murniyati Sulastri, op.cit.

83 Hasil Wawancara dengan Ibu Masnida Ambarita, Kepala Perpustakaan SMK Negeri 48

Jakarta, pada 31 Juli 2017.

64

“Ketika anak sudah mempunyai kebiasaan membaca, kemudian

sudah mempunyai peningkatan yang baik tanpa diimbangin

dengan sarana yang baik atau sarana yang lengkap itu tidak akan

berkembang secara maksimal, dan sekolah kami sudah

menyediakan sarana yang dibutukan siswa, baik secara manual

ataupun in manual, kalau yang modern kan berupa internet, wifi

dan sebagainya dan terus-menerus tidak henti-hentinya. Ketika

anak sudah mencari dan mendapat informasi maka ia akan

siap.”84

Dengan pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa sekolah telah

berusaha memaksimalkan kebutuhan peserta didik di dalam proses

pembelajaran. Sekolah berusaha memenuhi fasilitas atau sarana dan

prasarana yang dibutuhkan dengan mengikuti perkembangan zaman,

sehingga informasi dan ilmu pengetahuan akan dengan mudah di

dapatkan serta selalu mengetahui informasi yang sedang berlangsung

pada saat itu. Demikian halnya peserta didik sebagai pengguna buku-

buku atau fasilitas seperti komputer dan internet sekolah yang turut

menunjang kelancaran dalam proses pembelajaran. Dari beberapa

informan peserta didik yang di wawancarai, mereka mengatakan

bahwa ketersediaan buku-buku di sekolah sudah lumayan dan cukup

lengkap, dan hal ini memudahkan mereka untuk mengerjakan tugas

atau hanya sekedar untuk membaca. Perseta didik yang bernama Bagus

menyatakan; “Cukup, banyak-banyak banget bukunya malah.”85

Kemudian Arlyn peserta didik kelas X juga mengungkapkan “Kalau

buku-buku si sudah ya sekarang, soalnya kebanyakan yang baru si,

mungkin sudah ada yang baru datang buku-bukunya jadi setiap orang

dibagi buku satu orang satu.”86

Untuk penyediaan prasarana yang dapat menunjang kegiatan

membaca, sekolah juga telah menyediakan rak atau tempat buku

84

Surnadi, op.cit., 9 Juni 2017.

85 Bagus Adi Pradana, op.cit.

86 Arlyn Fasinta, op.cit.

65

tersendiri di setiap kelas, yang ditujukan untuk menaruh buku-buku

yang dibaca peserta didik pada saat berlangsungnya program literasi.

Dengan disediakannya rak tersebut peserta didik dapat membaca

ketika tidak membawa buku dari rumah, ataupun buku yang telah

dibawa peserta didik dapat ditaruh pada rak itu, sehingga ketika selesai

membaca ia dapat saling bertukar buku dengan yang lainnya. “...... di

sekolah sudah disiapkan yang namanya pojok literasi di setiap kelas,

disitu ada perpustakaan masing-masing di kelas disiapkan gunanya

untuk ketika ada siswa yang tidak membawa buku dan saat literasi

anak-anak bisa langsung mengambil buku-buku yang disiapkan disitu.

......” 87

Demikian dapat diketahui bahwa sekolah telah berusaha

untuk memenuhi ketersediaan buku-buku untuk menunjang

berjalannya proses pembelajaran di sekolah. Buku-buku yang

disediakan disesuaikan dengan bidang kejuruan yang diampu oleh

sekolah. Tidak hanya itu buku-buku yang disediakan juga disesuaikan

dengan apa yang menjadi minat peserta didik.

Berdasarkan pemaparan mengenai faktor-faktor pendukung budaya

membaca oleh beberapa pihak, dapat diketahui bahwa faktor

lingkungan merupakan yang utama dalam membentuk sebuah budaya

membaca. Dalam hal ini budaya membaca dibentuk melalui sekolah,

dan dapat diidentifikasi bahwa kondisi keseharian di sekolah yang

akan membawa arah dan warna untuk sebuah budaya membaca.

Diantaranya ialah guru turut merealisasikan kegiatan membaca serta

mengajak atau menyuruh peserta didik untuk membaca, kemudian

pengaruh antara teman pun sangat berperan karena saat ini kegiatan

membaca belum menjadi aktivitas unggulan dan sering kali terdapat

kesenjangan apabila aktivtas membaca dilakukan oleh salah seorang

peserta didik atau gengsi untuk membaca. Lalu fasilitas juga menjadi

faktor yang tidak kalah penting dalam mempengaruhi budaya

87

Surnadi, op.cit., 9 Juni 2017.

66

membaca. Kegiatan membaca di sekolah akan berlangsung dengan

lancar apabila cukup tersedia bahan-bahan bacaan yang dapat menarik

untuk dibaca dan yang utama adalah dibutuhkan bagi peserta didik

sebagai penunjang atau membantu proses pembelajaran di kelas.

Identifikasi faktor-faktor yang berpengaruh di dalam budaya membaca

merupakan salah satu upaya untuk mencapai tujuan dalam

meningkatkan penerapan budaya membaca di sekolah sehingga erat

kaitannya dengan peningkatan proses pembelajaran di sekolah. Jika

proses pembelajarannya berjalan dengan kondusif dan efektif maka

sekolah akan mempunyai mutu pendidikan yang baik. Demikian

peningkatan mutu pendidikan di sekolah bertujuan untuk

mempersiapkan lulusan yang berkompeten sehingga dapat terserap di

dunia usaha ataupun dunia industri.

b. Faktor Penghambat

Penerapan budaya membaca di SMK Negeri 48 Jakarta telah

melalui tahap perencanaan sebelumnya, yakni dengan dimasukkannya

kegiatan membaca di dalam kurikulum yang tercakup dalam program

pengembangan diri peserta didik. Namun dalam pelaksanaannya

ditemukan kendala atau hambatan. Hambatan-hambatan tersebut

diantaranya:

1) Banyaknya tugas-tugas dalam mata pelajaran

Sekolah telah menyosialisasikan kegiatan membaca terutama untuk

program literasi sebelum memulai pelajaran di jam pertama

sekolah. Kemudian berkoordinasi dengan para pendidik untuk turut

merealisasikan program literasi sebelum jam pelajaran pertama

dimulai. Namun dalam pelaksanaannya terjadi hambatan

dikarenakan materi pelajaran yang cukup padat sehingga ketika

seharusnya program literasi berlangsung, pendidik langsung

memulai pembelajaran. Hal ini diketahui sebagaimana yang

67

diungkapkan oleh Ibu Retno: “Kalau di sekolah si karena banyak

pelajaran, jadi mungkin pelajaran-pelajaran lain perlu juga untuk

belajar, atau banyak kegiatan diskusi, jadi memang mengambil

waktu 15 menit memang agak sulit juga.”88

Pembelajaran di kelas memiliki target-target yang harus

dicapai, terlebih dengan kurikulum yang baru, sekolah masih harus

menstrategikan agar semua target pembelajaran tercapai, sehingga

jam belajar dan materi pembahasan akan menjadi lebih padat. Itu

sebagaimana pernyataan yang diungkapkan oleh Arum selaku

peserta didik:

“Gimana ya, jadi kurikulum sekarang itu kan ya kita sekolah

sampai sore, terus belum lagi tugas, jadi ya kurang mendukung

si menurut aku. Jadi ya kita kayak tidak ada waktu luang gitu

di rumah, kita pulang udah sore kan terus belum lagi ada tugas

PR, belum lagi tugas kelompok, jadi ya tidak ada waktu luang

selain waktu baca 15 menit di sekolah.”89

Demikian disimpulkan bahwa budaya membaca di sekolah belum

menjadi begitu intensif dikarenakan peserta didik belum bisa

membagi waktu untuk mempunyai target dalam membaca buku

secara konsisten dan berkesinambungan. Sebab peserta didik masih

menyesuaikan diri dalam membagi waktunya untuk tugas-tugas

dalam mata pelajaran.

2) Jam program Literasi yang sering terlewatkan

Demikian waktu yang seharusnya digunakan untuk

mengembangkan diri peserta didik melalui kegiatan membaca,

tertunda karena mengutamakan pembelajaran dalam kelas yang

harus memenuhi target dalam kurikulum. Pernyataan senada pula

seperti yang dikatakan oleh Arum, yakni: “Ada sebenernya,

88

Rahayu Retno Puji A, op.cit.

89 Hasil Wawancara dengan Arum Puspitarini, Peserta Didik Kelas XI-PM SMK Negeri

48 Jakarta, pada 31 Juli 2017.

68

pokoknya setiap pagi harus diwajibin banget minimal 15 menit

walaupun nantinya literasinya tidak ditulis minimal udah baca.

Cuma ya kadang-kadang gitu kalau tidak diingetin, kitanya juga

suka tidak ada kesadaran sendiri buat baca.”90

Peserta didik

belum responsif untuk bertindak lebih jauh ketika gurunya lupa

atau tidak merealisasikan program literasi. Kegiatan membaca

nampaknya belum menjadi pilihan utama bagi kebanyakan orang

dan sama halnya dalam hal ini ialah yang terjadi di sekolah.

Utamanya peserta didik yang menjadi subyek penerima

pendidikan dimana semestinya lebih akrab dengan aktivitas

membaca. Pernyataan yang diungkapkan oleh Aprilia: “Belum si,

kadang-kadang ada si yang males baca, paling kalau baca

pengetahuan atau novel itu males kan. Kalau jam literasi kadang-

kadang ada yang baca ada yang tidak, apalagi kalau sebelumnya

ada tugas terus belum selesai dan ngerjainnya di sekolah disaat

itu.”91

Dari ungkapan tersebut dapat diketahui bahwa pelaksanaan

kegiatan program literasi yang telah direalisasikan untuk

membentuk budaya membaca peserta didik, masih terganggu

fokusnya oleh tugas-tugas yang belum dikerjakan peserta didik.

3) Pengerjaan tugas yang instan

Persepsi peserta didik yang belum terbiasa dengan jadwal

pembelajaran yang padat, membuat fokus mereka dalam belajar

menjadi terpecah untuk membagi waktu dalam mengerjakan tugas-

tugas yang ada. Demikian Arlyn selaku peserta didik

mengungkapkan: “Yahh.. kalau budaya membaca mungkin tidak

ya, soalnya Kurikulum 2013 itu lebih ke presentasi-presentasi,

90

Ibid.

91 Aprilia Damayanti, op.cit.

69

jarang baca karena mungkin orang sudah males, soalnya sudah

presentasi terus baca lagi. Jadi mungkin dia sudah capek jadi

cuma copy paste copy paste, tapi mungkin kalo buat

ngerangkumnya, mungkin.92

Tugas yang mereka kerjakan kurang

maksimal dalam pengerjaannya disebabkan kondisi peserta didik

yang sudah lelah dengan banyaknya tugas yang harus mereka

kerjakan.

Disamping itu terdapat peserta didik masih berasumsi bahwa

mengerjakan tugas yang penting selesai dan hanya mengerti materi

yang diberi tugas itu saja. Ini terlihat sebagaimana ungkapan

Ridwan: “Tidak si, kadang banyak tugas yang diberikan guru

malah buat cuma fokus sama tugas itu, yang penting selesai dan

selebihnya kita cuma baca dan paham tugas itu."93

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa tugas

mata pelajaran yang diberikan di sekolah belum berpengaruh

banyak terhadap motivasi peserta didik untuk membaca. Peserta

didik hanya fokus dan mengerti pada tugas yang diberikan. Mereka

masih terbebani untuk menyelesaikan tugas tersebut agar lebih

cepat selesai, sebab masih ada tugas-tugas di mata pelajaran

lainnya. Belum lagi apabila peserta didik mempunyai kegiatan di

dalam organisasi sekolah ataupun ekstrakulikuler, yang menjadi

tanggung jawab mereka walaupun itu termasuk dalam kategori

yang tidak wajib untuk mendapatkan nilai bagus di dalam

kurikulum sekolah.

4) Penggunaan media teknologi informasi belum sepenuhnya

dimanfaatkan untuk belajar

92

Arlyn Fasinta, op.cit.

93 Hasil Wawancara dengan Muhammad Ridwan, Peserta Didik Kelas XI-PM SMK

Negeri 48 Jakarta, pada 31 Juli 2017.

70

Kemudahan yang diberikan oleh media teknologi informasi di

dalam proses pembelajaran pun juga memiliki dampak dapat

menghambat proses berlangsungnya budaya membaca.

Sebagaimana yang dinyatakan oleh Bapak Surnadi:

“Peran teknologi dalam hal ini sangat mendukung sekali,

terutama dengan adanya internet yang siap dibuka untuk anak-

anak, namun juga ada sisi negatifnya, ketika waktu membaca

sudah selesai anak-anak terbiasa untuk membuka hal-hal yang

berkaitan dengan entertain mereka, sedangkan ilmu yang

didapatkannya dari membaca di internet paling sekitar 40-

50%.”94

Penggunaan media teknologi informasi di sekolah belum

mendominasi untuk mencari pengetahuan yang belum diketahui

oleh peserta didik. Teknologi tersebut masih cenderung digunakan

untuk bermain game atau untuk penggunaan media sosial.

demikian juga pernyataan oleh salah seorang peserta didik, yakni

Fandee menyatakan: “Belum. Karena ya, masih banyak yang...

kalau misalnya ada waktu luang ni ya, kadang saya sama sebelah

saya ni ya suka baca ya saya baca cuma sama dia. Kadang ada

yang main laptop, main game, main hp gitu kan. Paling pada baca

pas program literasi aja.”95

Demikian diketahui bahwa peserta didik masih mendominasi

penggunaan media tekonologi informasi dalam keseharian di

sekolah, namun penggunaan media tersebut ialah hanya sebagai

hiburan belaka yang tidak ada hubungannya dengan ilmu

pengetahuan.

3. Strategi Pembinaan Mutu Akademik

Pendidikan di sekolah harus memiliki urutan langkah atau

manajemen yang baik dan konsisten. Proses manajemen itu harus dimulai

94

Surnadi, op.cit., 27 Juli 2017.

95 Fandee Tsario, op.cit.

71

dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan

evaluasi pada tahap input, proses, dan output. Proses manajemen

berlangsung di setiap aspek ruang lingkup sekolah, mulai dari skala

terbesar hingga skala yang sangat kecil sekalipun. Dalam meningkatkan

mutu sekolah, terdapat sebuah manajemen mutu pemdidikan. Manajemen

mutu di dalamnya terdapat strategi untuk meningkatkan mutu.

Prinsipnya, untuk mengetahui sejauh mana mutu sekolah ialah

dapat dilihat melalui proses pendidikan di sekolah, prestasi dan hasil

belajar peserta didik. SMK Negeri 48 Jakarta mempunyai prinsip untuk

meningkatkan mutu sekolah, yaitu mempunyai komitmen serta

menerapkan budaya disiplin dan sopan santun. Ketiga prinsip tersebut

yang selalu dipegang oleh seluruh lapisan warga sekolah. Hal ini

sebagaimana yang disampaikan oleh Kepala Sekolah SMK Negeri 48

Jakarta, yakni Ibu Yayah:

“Prinsip-prinsip dalam peningkatan mutu pendidikan tentu saja

harus ialah harus mempunyai komitmen yang sama antara seluruh

warga sekolah, itu mempunyai komitmen yang sama untuk

kemajuan bersama. Yang kemudian itu juga menerapkan budaya,

banyak budaya sekolah yang harus selalu dibiasakan, mulai dari

hal disiplinnya, kemudian sopan santunnya atau tata krama di

sekolah, dan sebagainya terutama tata tertib yang harus dipatuhi

seluruh warga sekolah, itu yang menjadi prinsip di sekolah. Ketika

prinsip-prinsip tersebut sudah dilaksanakan maka sekolah akan

berjalan dengan baik”96

SMK Negeri 48 Jakarta membentuk tim kerja untuk mengatur

seluruh kegiatan pembelajaran di sekolah. Sebagaimana yang diungkapkan

oleh Ibu Yayah yakni:

“Prosedurnya yaitu yang pertama tentu saja kita membentuk tim,

tim yang akan mencapai suatu target. Ketika telah terbentuk tim,

tim itu membuat program-program kerja, artinya program-

program apa si yang dapat meningkatkan mutu sekolah. Misalnya

terdiri dari pokja-pokja, ada kegiatan praktek kerja industri nah

itu berarti ada orang yang mengelola itu, tujuannya agar praktek

96

Yayah Nur Aliyah, op.cit.

72

kerja industri dapat berjalan lancar sesuai dengan harapan.

Kemudian ada lagi pokja kurikulum, kita membahas tuh

bagaimana pelaksanaan kurikulum di sekolah agar terlaksana

dengan baik yang sesuai tuntutan kurikulum 2013 dan yang lain-

lainnya.”97

Dengan demikian sekolah mempunyai prosedur atau urutan kerja di dalam

mengatur kegiatan di sekolah. Sekolah telah membuat tim kerja atau divisi

kerja pendidik dan tenaga kependidikan untuk melaksanakan program

kegiatan yang telah dituliskan pada tahap perencanaan di awal setiap tahun

ajaran baru. Pada tahap perencanaan tersebut terdapat target-target yang

akan dicapai untuk suatu program kegiatan. Kemudian pada

pelaksanaannya tim kerja tersebutlah yang bertanggung jawab terhadap

setiap program yang telah dibuat.

Program yang dibuat sekolah salah satu yang paling utama ialah

proses pembelajaran, yang merupakan inti dari pendidikan di sekolah

tertentunya harus memiliki strategi agar target dalam pembelajaran

tercapai. Tidak hanya itu pembelajaran juga di strategikan agar mencapai

hasil yang maksimal atau suatu yang bermanfaat bagi peserta didik setelah

lulus dari sekolah. SMK Negeri 48 Jakarta mengupayakan agar

terbentuknya karakter yang positif bagi peserta didik. Salah satu

pendidikan karakter yang dilakukan ialah dengan cara menyrategikannya

menyatu dalam proses pembelajaran ketika di kelas. Sebagaimana yang

dikatakan oleh Ibu Murniyati:

“Strateginya kita mengajar tidak hanya mengajar mata pelajaran

saja, tetapi juga life skill ya pokoknya mengajarkan karakter atau

hal-hal yang baik. Karena kita sadar juga bahwa yang kita

butuhkan tidak cuma materi, tapi juga karakter dia dan

kemampuannya. Kadang-kadang ada anak yang sangat baik itu

yang mempunyai nilai yang plus. Jadi strateginya ialah

mengkombinasikan pelajaran dengan karakter yang baik.”98

97

Yayah Nur Aliyah, op.cit.

98 Murniyati Sulastri, op.cit.

73

Jadi selain kemampuan kognitif yang harus dimiliki peserta didik juga

harus mempunyai karakter yang baik, atau dalam kategori kemampuan

afektif yang baik. Peserta didik harus dapat menggunakan kemampuan

kognitif dan intelektualitasnya agar dapat bermanfaat bagi dirinya dan juga

orang lain. Sebab dengan karakter positif yang dimilikinya, ia akan

menggunakan kemampuan intelektualitasnya dengan sebaik-baiknya dan

bermanfaat bagi orang lain.

Salah satu strategi sekolah untuk peningkatan mutu ialah

pemanfaatan perpustakaan oleh peserta didik dengan sebaik-baiknya.

Peserta didik mau membaca dan meminjam buku di perpustkaan. Sebab

perpustakaan telah menyediakan buku-buku yang disesuaikan dengan

kebutuhan belajar peserta didik di sekolah. Namun peserta didik juga dapat

meminjam buku selain yang berkaitan dengan pelajarannya di sekolah,

karena di perpustakaan juga disediakan buku-buku non fiksi yang

ditujukan sebagai hiburan dan menarik minat mereka di dalam membaca.

Upaya yang dibuat oleh divisi kerja bidang perpustakaan ialah

mengharuskan setiap kelas untuk membaca di perpustakaan pada saat

minggu tenang sebelum ataupun setelah ujian tengah semester. Hal ini

diketahui berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan Ibu

Masnida, yakni:

“Ada.. kalau habis ulangan umum, kan ada waktunya untuk class

meeting, terus siswa dianjurkan untuk membaca ke perpustakaan,

terus juga sebelum ulangan umum, menjelang terima raport. Kan

mereka banyak, jadi kita buat jadwalnya misalnya kelas seminggu

ini kelas X. Misalnya seminggu ini sesudah ulangan sudah tidak

belajar kan, ada yang remedial kan, jadi ibu suruh setiap jurusan

disuruh kesini.”99

Demikian perpustakaan mempunyai aktivitas yang lebih intensif dan

terukur dalam pembentukan budaya membaca peserta didik. Meskipun

waktu yang disediakan belum mendominasi selama pembelajaran selama

99

Masnida Ambarita, op.cit.

74

satu tahun di sekolah, tapi setidaknya ada upaya yang rutin sehingga

peserta didik akan menjadi terbiasa untuk membaca ke perpustakaan

selama ia sekolah disitu.

Berdasarkan pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa

strategi peningkatan mutu pendidikan di sekolah salah satunya melalui

peningkatan budaya membaca di kalangan peserta didik yakni upaya

memaksimalkan pemanfaatan perpustakaan sekolah. Langkah utama

sekolah dalam meningkatan mutu sekolah ialah membentuk tim kerja

sekolah yang berfokus pada masing-masing bidang program. Kemudian

pada proses pembelajaran harus diupayakan untuk membentuk karakter

positif peserta didik.

Prestasi merupakan salah satu indikator dalam mencapai mutu

pendidikan di sekolah. Sebab melalui prestasi sekolah yang baik, dapat

menarik minat dan kesan yang baik di masyarakat sehingga mau

menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut. Prestasi yang didapat bisa

berupa prestasi akademik maupun non akademik. SMK Negeri 48 Jakarta

telah memiliki sejarah panjang perihal prestasi yang diraihnya.

Diantaranya sekolah berhasil mencetak peserta didiknya meraih prestasi

lomba-lomba atau kompetisi serta sukses dalam peraihan nilai UN (Ujian

Nasional).

Dari hasil studi dokumentasi prestasi SMK Negeri 48 Jakarta

berhasil meraih berbagai juara di berbagai bidang lomba yang diikutinya.

Tidak hanya itu, sekolah berhasil mempertahankan juara untuk beberapa

bidang lomba baik tingkat Provinsi maupun Jabodetabek. Namun dalam

pembahasan ini hanya dimunculkan data prestasi yang erat kaitannya

dengan kegiatan membaca. Beberapa prestasi tersebut diantaranya ialah:

a. Juara I Lomba Debat Bahasa Indonesia tingkat Nasional pada tahun

2014

b. Juara Harapan I Secretary Lomba Kompetisi Siswa (LKS) SMK

tingkat Jakarta Timur pada tahun 2015

75

c. Juara I Bilingual Secretary Lomba Kompetisi Siswa (LKS) SMK

tingkat Jakarta Timur pada tahun 2016

d. Juara III Bilingual Secretary Lomba Kompetisi Siswa (LKS) SMK

tingkat Jakarta Timur pada tahun 2016

e. Juara Harapan II Cipta Baca Puisi Festival & Lomba Seni Siswa

Nasional (FLS2N) SMK pada tahun 2017.100

Peraihan prestasi dalam lomba-lomba menjadi bukti bahwa sekolah

mempunyai metode pembelajaran yang berhasil mencetak peserta didiknya

mempunyai kompetensi yang tinggi. Namun demikian dapat diketahui

pula bahwa peserta didik di sekolah ini mempunyai budaya membaca

dalam dirinya sehingga mereka mampu untuk belajar lebih banyak dan

memenangkan kompetisi yang diikutinya. Di sekolah pun mereka telah

dibiasakan dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat kompetitif, yakni

kegiatan lomba-lomba yang diadakan ketika acara peringatan hari-hari

tertentu atau hari besar. Ibu Rianti mengungkapkan:

“Biasanya kita kalau di sini kebetulan kalau bulan Agustus atau

Desember kita ada lomba debat, itu ada di kelas XI, jadi dari kelas

X kita sudah mencari bibit-bibit unggulan. Bagaimana cara

berbahasanya kemudian nilai-nilai akademiknya seperti apa,

terusnya pergaulannya seperti apa, kita bisa melihatnya dari

situ.”101

Demikian sekolah memiliki strategi untuk mencari peserta didik yang

mempunyai bakat-bakat unggulan yang mampu berkompetisi membawa

harum nama sekolah. Dipilihnya bakat unggulan sejak jenjang kelas awal

dapat mempercepat dalam melatih peserta didik agar lebih terarah dan siap

dalam berkompetisi.

Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Bapak Surnadi, yakni:

“Semua kegiatan yang berbau bahasa diikutkan untuk mendukung

atau mengembangkan bakat anak-anak. Bahkan di sekolah sendiri

pun sering diadakan perlombaan dalam menumbuh kembangkan

100

Diolah dari dokumen Data Prestasi SMK Negeri 48 Jakarta.

101 Rianti Nofia, op.cit.

76

bakat anak. Lomba puisi, lomba cerpen, lomba membaca undang-

undang, kemudian menemukan informasi-informasi yang baru,

itu... banyak sekali yang dikembangkan dalam membaca.” 102

Lomba-lomba yang diadakan sekolah ditujukan dalam mempersiapkan

peserta didiknya untuk mempunyai kompetensi. Hal demikian pun dapat

membiasakan peserta didiknya untuk tampil unggul dalam menampilkan

kemampuannya, dan menjadi motivasi tersendiri bagi mereka untuk terus

melatih diri dan melakukan yang terbaik. Khususnya pada bidang bahasa

yang merupakan modal utama mereka untuk mencapai prestasi, karena

mampu mengomunikasikan dengan baik pengetahuan mereka. Tidak

hanya itu, lomba-lomba yang diadakan sekolah juga bertujuan untuk

mengembangkan bakat yang dimiliki oleh setiap peserta didik. Sebab

setiap peserta didik mempunyai bakatnya masing-masing dan bakat

tersebut harus terus diasah agar setiap anak dapat menemukan jalan

kesuksesannya masing-masing. Mereka dapat mengenali diri pribadi

sendiri dan menjadi pribadi yang percaya diri serta optimis.

Peserta didik yang telah terpilih untuk mengikuti lomba-lomba atau

kompetisi kemudian dipersiapkan untuk diberikan pelatihan dan mengasah

kemampuannya, agar ketika berkompetisi mereka lebih siap dan percaya

diri. Sebagaimana halnya dalam kompetisi Bahasa Inggris, Ibu Murniyati

menjelaskan:

“Kalau lomba-lomba Bahasa Inggris kan seperti lomba debat,

menulis essay, jadi yang pertama kami persiapkan adalah melatih

anak untuk bisa berbicara dan mempunyai respon dengan cepat.

Karena kalau kita debat, kita dikasih problem sama lawan terus

kita bisa kasih dia umpan balik, dia bisa merespon dengan baik dan

cepat. Kemudian kalau essay, harus menguasai topik yang

diberikan. Caranya dengan melatih anak dengan berbagai topik

bacaan, kemudian dia baca dan dia rangkum dengan kata-katanya

sendiri, seperti itu ya kalau Bahasa Inggris.”103

102

Surnadi, op.cit., 27 Juli 2017.

103 Murniyati Sulastri, op.cit.

77

Dalam hal ini, pendidik mempersiapkan peserta didik yang akan mengikuti

kompetisi ialah dengan melatih mereka untuk terbiasa membaca dan

memahami isi bacaan, kemudian mereka dapat responsif sesuai dengan

pokok permasalahan dalam lomba. Mereka juga harus tertata dalam

berkomunikasi sehingga jelas dan tegas dalam menyampaikan informasi

atau pengetahuan yang diketahuinya.

Tidak hanya itu, sekolah juga menyiapkan tutor atau pengajar

tambahan dari luar sebagai salah satu upaya untuk mempersiapkan peserta

didik yang akan mengikuti kompetisi. Tutor pengajar tersebut berasal dari

instansi swasta atau perusahaan yang telah menjalin kerjasama dengan

sekolah. Hal ini diketahui sebagaimana yang dinyatakan oleh Ibu Yayah:

“Dalam peningkatan mutu diantaranya ialah dengan kegiatan-

kegiatan pelatihan untuk guru. Kemudian siswa diberikan

pendalaman materi, kemudian sering mengikuti kegiatan lomba-

lomba, diantaranya dengan meraih juara-juara baik di tingkat

DKI ataupun tingkat nasional. Itu juga merupakan lambang mutu

dari sekolah, sebab banyak siswa yang mempunyai prestasi.

Upayanya selain gurunya yang mengajar, ada juga narasumber

atau guru tamu lah, guru yang mengedrill anak-anak untuk

persiapan lomba,itu biasanya dari instansi atau perusahaan

swasta, yang kalau misalnya dari gurunya kurang, bisa ada

tambahan dari guru tersebut.”104

Upaya ini dilakukan untuk terus meningkatkan mutu sekolah agar lebih

baik lagi. Utamanya pendidik ialah sebagai fasilitator sekaligus

pembimbing dalam pembelajaran di sekolah. Pendidik juga harus terus

belajar dan diberikan pelatihan dalam mengajar dan juga mengembangkan

pengetahuan terutama di bidang ilmu yang ia ajarkan. Terlepas dari itu,

peserta didik yang akan mengikuti lomba atau kompetisi juga harus

diberikan pelatihan yang terbaik dan maksimal. Jika pendidik di sekolah

dirasa belum cukup untuk melatih peserta didik yang akan mengikuti

lomba, maka perlu ditambahkan tutor pengajar dari luar sekolah.

104

Yayah Nur Aliyah, op.cit.

78

Prestasi yang didapatkan melalui lomba-lomba atau kompetisi

merupakan bentuk peningkatan mutu yang dilakukan selama peserta didik

melaksanakan proses pendidikan di sekolah. Kemudian hasil dari

pendidikan itu dapat dilihat melalui nilai-nilai yang di dapatkan peserta

didik diakhir atau ketika mereka dinyatakan lulus dari sekolah. Hasil

penilaian yang didapatkan peserta didik SMK Negeri 48 Jakarta ialah

cukup bagus dan memuaskan. Berikut adalah perolehan nilai rata-rata

Ujian Nasional dalam waktu empat tahun terakhir.

Tabel 4.5 : Hasil Rata-rata Nilai Ujian Nasional Tahun 2013/2014-

2016/2017

Rata-Rata

Nilai UN

Bahasa

Indonesia

Bahasa

Inggris

Mate-

matika

Kom-

petensi

Jumlah

Nilai

2013/2014 87,40 78,50 86,60 89,70 342,20

2014/2015 84,94 80,01 85,81 87,45 338,21

2015/2016 80,57 78,51 78,46 84,81 322,35

2016/2017 82,21 68,15 73,89 85,04 309,29 Sumber: Dokumen Laporan Hasil Sekolah Ujian; Nasional SMK Negeri 48 Jakarta

Tahun 2013/2014 sampai dengan 2016/2017

Melalui data tersebut dapat diketahui bahwa SMK Negeri 48

Jakarta telah memperoleh hasil Ujian Nasional yang baik. Terutama hasil

perolehan di bidang mata pelajaran Bahasa Indonesia dan kompetensi

keahlian yang cenderung signifikan. Tetapi perolehan nilai rata-rata

cenderung menurun selama 4 tahun terakhir, yakni di bidang mata

pelajaran Bahasa Inggris dan Matematika. Namun demikian hasil nilai

rata-rata ujian nasional tersebut tidak mewakilkan bahwa semua nilai

peserta didik sama dengan nilai rata-rata tersebut.

Sebagai salah satu bukti ialah perolehan nilai UN tahun 2016/2017.

Perolehan nilai UN tahun 2016/2017 pada mata pelajaran Bahasa

Indonesia dengan nilai tertinggi ialah nilai 96,0 dan terendah dengan nilai

54,0. Mata Pelajaran Bahasa Inggris nilai tertinggi yang diraih yakni 96,0

dan terendah 28,0. Mata pelajaran Matematika meraih nilai tertinggi 100

79

dan terendah 17,5. Mata Pelajaran Kompetensi dengan nilai tertinggi 92,8

dan terendah 69,0.105

Demikian pula dapat diidentifikasi bahwa dua mata pelajaran yakni

Bahasa Indonesia dan Kompetensi Keahlian merupakan pelajaran yang

menuntut peserta didik untuk lebih banyak membaca dan memahami

berbagai aspek materi pembahasan yang sebagian besar berupa teks

bacaan. Sekalipun kompetensi keahliah akuntansi yang erat kaitannya

dengan angka-angka atau perhitungan, harus mengetahui dasar-dasar

materi pembahasan atau konsep materi yang kemudian berhubungan

dengan analisis dalam perhitungan itu sendiri. Sedikit berbeda dengan

mata pelajaran Bahasa Inggris dan matematika yang menuntut peserta

didik untuk mengetahui dan menghafal terlebih dulu setiap kosa kata

dalam Bahasa Inggris dan rumus-rumus perhitungan dalam mata pelajaran

matematika. Jadi sekalipun mereka banyak membaca di dalam mata

pelajaran Bahasa Inggris dan matematika, tetapi mereka juga harus lebih

dulu paham setiap kata dan konsep pada setiap materi pembahasan.

Namun bukan tidak mungkin dengan seringnya melakukan kegiatan

membaca, mereka sedikit demi sedikit akan tahu dan paham setiap

konsepnya.

Namun yang tidak kalah penting ialah input/masukan yang akan

menjadi peserta didik di sekolah harus dipilih melalui proses seleksi. Jika

input peserta didik yang diterima mempunyai kualitas yang baik atau

dengan kata lain melalui proses seleksi, maka akan memudahkan dalam

proses pendidikan dalam mencetak bakat-bakat unggulan di sekolah.

Sebagaimana ungkapan dari Ibu Retno, yakni “Terbentuknya untuk

meningkatkan mutu, banyak faktor ya, mulai dari siswanya, apa namanya,

untuk menyeleksi yang akan masuk, setelah itu bisa meningkatkan mutu,

jika mendapat anak yang berkemampuan dasarnya memang sudah bagus,

105

Diolah dari Dokumen Laporan Hasil Sekolah Ujian Nasional SMK Negeri 48 Jakarta,

Tahun 2016/2017, h. 1. Dokumen tidak dipublikasikan.

80

jadi tidak terlalu sulit itu.”106

Sekolah hanya tinggal mempersiapkan

strategi-strategi untuk mengasah kemampuan peserta didik yang sudah

bagus. Meskipun bukan tidak mungkin selama proses pendidikan di

sekolah terdapat kendala atau hambatan, dan sekolah juga harus

mempersiapkan strategi untuk menghadapi kendala tersebut.

Prestasi yang di dapatkan oleh peserta didik tentunya didapat

melalui proses belajar yang tekun dan giat. Proses belajar harus erat

kaitannya dengan aktivitas membaca, dimana untuk mengetahui semua

bidang ilmu yang akan di kompetisikan mereka harus membaca dan

berlatih dengan tekun dan giat. Peserta didik harus memahami setiap

materi pembahasan untuk mengikuti lomba, dan tidak hanya itu mereka

juga harus berkesinambungan untuk terus membaca materi tersebut.

Dengan demikian artinya peserta didik harus mempunyai komitmen,

menerapkan kedisiplinan serta santun di dalam belajar. Sebab dengan

begitu mereka akan menjadi lebih siap dan tangguh untuk menghadapi

kompetisi. Ketika kesiapan telah dimiliki maka mereka akan mempunyai

rasa percaya diri dan siap menerima kemenangan atau kekalahan dalam

berkompetisi.

Untuk meningkatkan prestasi tidak hanya dari sisi peserta didik,

namun juga dari sisi pendidik. Sekolah harus memberi kesempatan bagi

pendidik untuk mengembangkan diri melalui pelatihan-pelatihan. Dalam

hal ini, kepala sekolah lah yang harus bisa mengelola agar pelatihan untuk

pendidik dapat berlangsung dengan baik, sebab salah satu fungsi kepala

sekolah ialah sebagai mentor sekaligus koordinator. Demikian semestinya

agar tugas kepala sekolah dapat berjalan dengan baik, karena diantara

tugas kepala sekolah ialah:

1) Menyusun program kerja sekolah

2) Menyusun rencana strategis pengembangan sekolah

3) Mengarahkan dan memotivasi guru/karyawan

4) Mengoordinasikan kegiatan dan pembagian tugas guru/karyawan

106

Murniyati Sulastri, op.cit.

81

5) Mengendalikan pelaksanaan program melalui kegiatan mentoring

dan evaluasi

6) Melaporkan keterlaksanaan program Penerimaan Siswa Baru, Ujian

Nasional serta laporan Triwulan kepada Kepala Dinas melalui

Kepala Suku Dinas Kotamadya.107

Melalui tugas yang ada kepala sekolah dapat terus melakukan perbaikan

mutu terhadap sekolah yang dibuktikan dengan adanya prestasi-prestasi di

berbagai bidang dan ruang lingkup sekolah. Kemudian tidak kalah penting

ialah pengawasan, kepala sekolah harus terus melakukan pengawasan dan

menjalankan fungsinya sebagai supervisor sekolah.

Kepala sekolah mempunyai fungsi sebagai motivator yaitu

memotivasi warga sekolah untuk terus semangat dan bekerja keras serta

melakukan yang terbaik. Salah satu motivasi yang harus kepala sekolah

berikan ialah sebagaimana ungkapan Ibu Yayah:

“........ Kalau sekolah negeri itu kan ada target-target yang harus

dipenuhi oleh sekolah sehingga dia akan mendapatkan

penghargaan, artinya penghargaan berkaitan dengan tunjangan

kinerja daerah dari pimpinan. Ketika sekolah itu mempunyai

prestasi maka tunjangan kinerjanya akan mengikuti dari hasil

prestasinya, ketika sekolah melakukan suatu pelanggaran misalnya

ada tawuran, itu imbasnya pun ada. Jadi kebijakan dari

pemerintah itu juga sangat mempengaruhi kinerja kita. Manakala

kita ingin bahwa tidak mempengaruhi tunjangan ya, apakah kita

akan berusaha semaksimal mungkin membuat sekolah kita menjadi

bagus.”108

Motivasi berupa reward merupakan salah satu yang paling tepat diberikan

kepada warga sekolah terutama pendidik. Sebab pendidik adalah pelaksana

utama dalam pendidikan, tanpa pendidik sekolah tidak akan pernah bisa

diberlangsungkan. Sekolah juga akan mendapatkan reward dari

pemerintah apabila mempunyai prestasi yang unggul.

Pemerintah juga berperan dalam peningkatan pendidikan agar lebih

baik dan lebih baik lagi. Selain dengan memberikan reward atau

107

Dokumen Pedoman Mutu SMK Negeri 48 Jakarta, dokumen tidak dipublikasikan.

108 Yayah Nur Aliyah, op.cit.

82

penghargaan, pemerintah juga berperan dalam memberikan evaluasi dan

perbaikan. Diantara evaluasi dan perbaikan yang dilakukan oleh

pemerintah ialah salah satunya sebagai berikut:

“Peran pemerintah adalah selalu memberikan ujian-ujian untuk

pemetaan anak-anak, artinya pemerintah memberikan ujian seperti

TKM (Tes Kendali Mutu) maka nilai itu dibutukan untuk pemetaan

anak-anak dan ketika anak-anak prestasinya menurun maka akan

menugaskan untuk memberikan evaluasi untuk meningkatkan

prestasi anaknya, seperti workshop, beasiswa atau program-

program yang disediakan untuk menunjang ketika ia bekerja, tes

TOIEC dan sebagainya, itu dari pemerintah.”109

Pemerintah mempunyai upaya tersendiri untuk mengetahui peserta didik

yang mempunyai prestasi dan kemampuan yang unggul. Upaya-upaya

tersebut diantaranya ialah berupa tes atau ujian, pelatihan dan wokrshop,

serta beasiswa. Melalui upaya tersebut akan memudahkan pemerintah

dalam mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan pendidikan di

sekolah-sekolah. Hal ini merupakan keuntungan bagi sekolah-sekolah

unggulan karena mempunyai kesempatan untuk terus mengembangkan

kemampuan peserta didiknya untuk lebih baik lagi dan mencapai prestasi

yang lebih baik.

C. Temuan Hasil Penelitian

Berdasarkan deskripsi data dan analisis data penelitian yang

dilakukan, dapat diketahui bahwa keterkaitan antara budaya membaca

dalam peningkatan mutu pendidikan di SMK Negeri 48 Jakarta ialah

sebagai berikut:

1. Program membaca 15 menit di luar jam pelajaran merupakan bentuk

upaya dalam meningkatkan budaya membaca yang rendah. Kemudian

SMK Negeri 48 Jakarta memiliki upaya tersendiri di dalam mengukur

pelaksanaan program tersebut apakah berjalan efektif atau tidak.

109

Surnadi, op.cit., 9 Juni 2017.

83

Upaya yang dilakukan ialah dengan menginstruksikan kepada peserta

didik untuk membuat ringkasan dari buku yang telah mereka baca.

2. Hambatan-hambatan dalam penerapan budaya membaca ialah

banyaknya tugas-tugas dalam mata pelajaran, jam program literasi

yang sering terlewatkan, pengerjaan tugas yang instan, dan

penggunaan media teknologi informasi belum sepenuhnya

dimanfaatkan untuk belajar.

3. Bentuk-bentuk peningkatan mutu pendidikan di sekolah salah satunya

melalui peningkatan budaya membaca di kalangan peserta didik

dengan memegang prinsip komitmen dan disiplin, serta berupaya

memaksimalkan pemanfaatan perpustakaan sekolah. Langkah utama

sekolah dalam meningkatan mutu sekolah ialah membentuk tim kerja

sekolah yang berfokus pada masing-masing bidang program.

Kemudian pada proses pembelajaran harus diupayakan untuk

membentuk karakter positif peserta didik.

84

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan temuan-temuan mengenai penerapan budaya membaca

dalam mutu akademik di SMK Negeri 48 Jakarta, dapat ditarik kesimpulan:

1. Budaya membaca di SMK Negeri 48 Jakarta terbentuk melalui program

membaca selama 15 menit yang dilakukan oleh pendidik dan peserta didik

di tiap-tiap kelas, penugasan yang diberikan pendidik di dalam

pembelajaran telah menuntut peserta didik untuk lebih banyak serta

adanya kebiasaan dalam penggunaan media teknologi informasi untuk

membaca.

2. SMK Negeri 48 Jakarta mampu membina mutu akademik di sekolah. Hal

ini dibuktikan sekolah dalam kurun empat tahun terakhir telah mencapai

hasil ujian akhir dengan sangat baik dan mencapai nilai lebih dari kriteria

ketuntasan minimum. Selain itu sekolah telah memegang prinsip

komitmen dan disiplin terutama di kalangan peserta didik, serta berupaya

memaksimalkan pemanfaatan perpustakaan sekolah. Kemudian sekolah

membentuk tim kerja sekolah yang berfokus pada masing-masing bidang

program. Serta pada proses pembelajaran diupayakan untuk membentuk

karakter positif peserta didik. Namun terdapat hambatan-hambatan dalam

pelaksanaannya, yakni banyaknya tugas-tugas dalam mata pelajaran, jam

program literasi yang sering terlewatkan, pengerjaan tugas yang instan,

dan penggunaan media teknologi informasi belum sepenuhnya

dimanfaatkan untuk belajar.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diberikan saran sebagai

berikut:

1. Pada pelaksanaan program literasi sebaiknya dilaksanakan untuk lebih

disiplin dan konsisten, yakni melalui kedisiplinan dan konsistensi pendidik

85

untuk mengajak anak membaca pada waktu program literasi berlangsung

atau pada jam lain terkait mata pelajaran yang diajarkan.

2. Pendidik lebih responsif terhadap peserta didik di dalam pembelajaran atau

ketika memberi penugasan. Pendidik mengetahui sejauhmana pemahaman

peserta didik terhadap tugas yang telah diberikan. Sebaiknya pendidik

membuat strategi untuk mengonstruksi minat membaca dan belajar peserta

didik melalui media teknologi informasi. Yakni membaca jurnal-jurnal

online ataupun membuat mindmap dalam balajar.

3. Peran orang tua dalam menumbuhkan budaya membaca dalam anak

sangatlah penting. Oleh sebab itu orang tua sebaiknya turut mendukung

serta mengontrol anaknya untuk banyak membaca. Salah satu caranya

ialah orang tua turut menerapkan budaya membaca di rumah dan atau

menyediakan buku-buku bacaan di rumah.

86

DAFTAR PUSTAKA

Adler, Mortimer J. & Charles Van Doren. How To Read A Book: Cara Jitu

Mencapai Puncak Tujuan Membaca. Terj. oleh A. Santoso & Ajeng AP.

How To Read A Book: The Classical Guide to Intellegent Reading.

(Jakarta: Indonesia Publishing, 2007).

Arcaro, Jarome S.. Quality in Education: An Implementation Handbook. Terj.

Oleh Yosal Iriantara. Pendidikan Berbasis Mutu : Prinsip-Prinsip

Perumusan Dan Tata Langkah Penerapan. (Yogyakarta: Pustaka Belajar,

2007)., Cet. IV.

Baedowi, Ahmad dkk. Manajemen Sekolah Efektif. (Tangerang Selatan: Pustaka

Alvabert, 2015).

Departemen Agama RI. Al-Quran Tajwid & Terjemah. (Bandung: Diponegoro,

2010).

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Petunjuk Pelaksanaan

Penjaminan Mutu Pendidikan oleh Satuan Pendidikan. (Jakarta:

Kemendikbud, 2016). di unduh pada tanggal 1 Mei 2017 dari:

http;//pmp.dikdasmen.kemendikbud.go.id.

Fahrurrozi. Pengembangan Budaya Membaca Peserta didik Madrasah Ibtidaiyah

di Kota Semarang. Jurnal DIMAS UIN Walisongo. Vol. 15 No.2. 2015.

Fattah, Nanang. Landasan Manajemen Pendidikan. (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2009).

Hamalik, Oemar. Kurikulum dan pembelajaran. (Jakarta: Bumi Aksara, 2014).

Hapsari, Melati Indri. Kajian Manajemen Taman Bacaan Masyarakat (TBM) di

Kabupaten Semarang, Jurnal Akrab, Vol. VII Ed. 1, 2016.

Hawi, Akmal. Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam. (Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2013).

Helmi, Masdar. Dakwah dalam Alam Pembangunan I. (Semarang: Toha Putra,

2008).

87

Hidayat, Bahrul & Suhendra Yusuf. Benchmark Internasional Mutu Pendidikan.

(Jakarta: Bumi Aksara, 2011). Cet. 2.

Kamalova, Lera A. & Natal’ya D. Koletvinova. The Problem of Reading and

Reading Culture Improvement of Students-Bachelors of Elementary

Education in Modern High Institution, International Journal of

Environmental & Science Education. 2016.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

(Jakarta: Balai Pustaka, 2009). Cet. V.

Ma’mur, Ilzamudin. Membangun Budaya Literasi Meretas Komunikasi Global.

(Banten: IAIN Suhada Press, 2010).

Mulyasana, Dedy. Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing. (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2011).

Muniroh, Alimul. Academic Engagement: Penerapan Model Problem-Based

Learning di Madrasah. (Yogyakarta: LKIS Pelangi Aksara, 2015).

Noerharijanti, Dwi Ari., Im Sodiawati & Yetty Widya KS. Program Kreatif Ayo

Membaca, Menumbuhkan Minat Baca Melalui Strategi Spiral Habits.

Jurnal Akrab. Vol. VII Ed.1. 2016.

NS, Sutarno. Perpustakaan dan Masyarakat. (Jakarta: Sagung Seto, 2006).

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Memaknai Hakikat Minat Baca untuk

Tujuan Praktis. Vol.13 No. 3, 2011. diunduh dari:

http://www.pnri.go.id/magazine/memaknai-hakikat-minat-baca-untuk-

tujuan-praktis/, pada 20 Maret 2017.

Presiden Jokowi Dodo. Budaya Bangsa untuk Kemajuan Bangsa,

http://presidenri.go.id/perempuan-dan-anak/budaya-membaca-untuk-

kemajuan-bangsa.html, 15 Maret 2017.

Rohanda. Budaya Baca Remaja. (Bandung: UNPAD Press, 2010).

Rohiat. Manajemen Sekolah: Teori Dasar dan Praktik. (Bandung: Refika

Aditama, 2008).

Sallis, Edward. Total Quality Management In Education. Terj. Oleh Ahmad Ali

Riyadi & Fahrurrozi. Manajemen Mutu Pendidikan. (Yogyakarta:

IRCiSoD, 2012).

88

Shihab, M. Quraish. Makna, Tujuan dan Pelajaran dari Surah-Surah Al-Quran.

(Ciputat: Lentera Hati, 2012).

Subagyo, P. Ari Internet. Budaya Baca Baru dan Tantangan Bagi Perpustakaan.

Jurnal Info Persada. Vol.5. 2007.

Sugihartati, Rahma. Membaca, Gaya Hidup dan Kapitalisme. (Yogyakarta: Graha

Ilmu, 2010).

Suherman. Mereka Besar karena Membaca. (Bandung: Literate Publishing,

2012).

Sukmadinata, Nana Syaodih. Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi.

(Bandung: Refika Aditama, 2012).

Supriyanto, dkk. Aksentuasi Perpustakaan dan Pustakawan. (Jakarta: Sagung

Seto, 2006).

Tanzeh, Ahmad. Pengantar Metode Penelitian. (Yogyakarta: Teras, 2009).

Umar, Jahja. Penilaian dan Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia.

(Tangerang Selatan: UIN Jakarta PRESS, 2011).

Umar, Touku. Perpustakaan Sekolah dalam Menanamkan Budaya Membaca.

Khazanah Al-Hikmah UIN Alauddin Makassar. Vol.1 No. 2, 2013, h.127.

diunduh darihttp://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/khizanah-al-

ikmah/article/view/32, pada 23 maret 2017.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

Pendidikan Nasional. Bab I pasal 3.

Zamroni. Manajemen Pendidikan Suatu Usaha Meningkatkan Mutu Sekolah.

(Jakarta: Ombak, 2013). .

89

LAMPIRAN-LAMPIRAN

90

Lampiran 1

91

Lampiran 2

92

Lampiran 3

93

Lampiran 4

Transkip Hasil Wawancara

Nama : Yayah Nur Aliyah, S.Pd.

Jabatan : Kepala Sekolah

Tempat Wawancara : Ruang Kepala Sekolah

Hari/Tanggal : Selasa, 22 Agustus 2017

Peneliti : Sejauhmana kondisi budaya membaca yang terdapat di sekolah

ini?

Informan : Kalau kondisi budaya membaca, itu sebenarnya anak-anak sudah

terbiasa membaca. Hanya memang berbeda dari segi cara,

karena sekarang era digital, mereka juga cenderung

membacanya informasi-informasi melalui gadjet. Karena ketika

saya masuk ke kelas-kelas, beberapa sudah mempunyai, artinya

mengikuti aplikasi disitu ada wattpad atau apa dan sebagainya

itu, jadi kami menghimbau untuk membaca, nah bahwa mereka

sudah mengikuti yang seperti itu. Jadi menurut saya itu budaya

membaca memang sudah ada, namun tidak begitu terlihat oleh

guru khususnya karena mereka tidak membaca buku tapi melihat

di hp. Jadi di mata guru tidak begitu terlihat sedang membaca,

tapi kalau kita lihat sebenarnya mereka sedang baca novel atau

cerpen-cerpen itu banyak di media-media, bukan hanya wattpad

ya tapi yang saya tahu memang itu, tapi juga ada beberapa yang

mereka sering ikuti.

Peneliti : Apa sekolah mempunyai program tersendiri untuk menumbuhkan

budaya membaca?

Informan : Kalau program tentu saja ada. Artinya gini, setiap awal masuk,

biasanya urutannya misalnya sambil menunggu itu mereka ada

kewajiban membaca. Tempo hari memang ada program, kita

94

harus buat laporan, nanti dikumpulkan laporan itu, misalnya apa

yang dia baca, judul bukunya apa, halaman berapa sampai

berapa, inti sarinya apa. Nah itu nanti harus diketahui

khususnya oleh wali kelas, laporannya kayak laporan harian ya.

Tapi saya belum mengecek langsung apakah memang sudah

berjalan atau belum gitu. Rencanya si memang waktu itu kita

punya program seperti itu, khususnya dengan guru Bahasa

Indonesia. Program itu sudah di rencanakan sejak semester lalu.

Peneliti : Menurut Ibu apa tujuan dari adanya budaya membaca?

Informan : Tujuan membaca pertama tentu saja menambah wawasan,

artinya dengan banyak membaca mereka akan terbuka

wawasannya. Kemudian yang kedua juga, dengan pendekatan

membaca mereka akan cenderung menyenangi belajar gitu,

karena dengan hobinya membaca dengan pelajaran pun mereka

akan cenderung belajar dan mereka mau untuk membaca.

Peneliti : Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi budaya membaca?

Informan : Faktor-faktor yang mempengaruhi, yang pertama itu dari guru.

Guru sering memberikan tugas yang ada membacanya, mungkin

itu akan memacu anak mau tidak mau dia harus membaca.

Artinya setiap guru harusnya menugaskan membaca, misalnya

dari halaman sekian sampai sekian nanti ditanya, nah itu

mungkin ada pleasure ke anak untuk dia membaca. Kemudian

yang kedua faktor-faktor lainnya tentunya adalah fasilitas, ketika

ada fasilitas misalnya bukunya, atau media-media lainnya yang

bisa digunakan oleh anak-anak tentu saja minat baca juga akan

semakin meningkat.

Peneliti : Sejauhmana kurikulum 2013 mengatur tentang budaya

membaca?

Informan : Kurikulum 2013 tentu itu ada programnya yang sedang di

gembar-gemborkan tentang literasi, gerakan literasi sekolah.

Jadi setiap sekolah harus mempunyai program literasi. Malah

95

beberapa sekolah-sekolah tentu saja harus menentukan target.

Misalnya dalam satu bulan mempunya satu buku kumpulan dari

karya anak-anak. Dengan adanya gerakan literasi tersebut

diharapkan anak-anak mempunyai semangat, dengan membaca

anak-anak semangat dan bukti nyata kalau membacanya sudah

terlaksana, tinggal hasil karyanya, jadi ada kaitannya dengan

kurikulum 2013 menciptakan siswa-siswi yang mampu untuk

mencipta, nah salah satunya itu.

Peneliti : Bagaimana pemahaman Ibu tentang prinsip-prinsip peningkatan

mutu pendidikan di sekolah?

Informan : Prinsip-prinsip dalam peningkatan mutu pendidikan tentu saja

ialah harus mempunyai komitmen yang sama antara seluruh

warga sekolah, itu mempunyai komitmen yang sama untuk

kemajuan bersama. Yang kemudian itu juga menerapkan budaya,

banyak budaya sekolah yang harus selalu dibiasakan, mulai dari

hal disiplinnya, kemudian sopan santunnya, tata krama di

sekolah, dan sebagainya terutama tata tertib yang harus dipatuhi

seluruh warga sekolah, itu yang menjadi prinsip di sekolah.

Ketika prinsip-prinsip tersebut sudah dilaksanakan Insya Allah

sekolah akan berjalan dengan baik

Peneliti : Apa tujuan utama peningkatan mutu pendidikan di sekolah?

Informan : Tujuan utamanya peningkatan mutu, ya tentu saja tercapainya

keberhasilan. Misalnya kita berupaya untuk meningkatkan mutu

pembelajaran, diharapkan hasilnya juga pembelajaran akan

semakin membaik oleh hasil yang baik bagi anak-anak, seperti

itu.

Peneliti : Apa saja ruang lingkup peningkatan mutu pendidikan di sekolah?

Informan : Ruang lingkup peningkatan mutu adalah kita selalu mengadakan

pelatihan-pelatihan, mengadakan lomba-lomba, baik pelatihan

kepada siswa atau pelatihan untuk guru, untuk meningkatkan

prestasi itu, kemudian kita tidak alergi dengan informasi-

96

informasi yang nuansanya baru karena dengan informasi-

informasi itu kita dapat menerapkannya kepada peserta didik.

Peneliti : Menurut Ibu bagaimana prosedur dalam peningkatan mutu di

sekolah?

Informan : Prosedurnya yaitu yang pertama tentu saja kita membentuk tim,

tim yang akan mencapai suatu target. Ketika telah terbentuk tim,

tim itu membuat program-program kerja, artinya program-

program apa si yang bertujuan meningkatkan mutu sekolah.

Misalnya terdiri dari pokja-pokja, ada misalnya kegiatan praktek

kerja industri nah itu berarti ada orang yang mengelola itu,

tujuannya agar praktek kerja industri dapat berjalan lancar

sesuai dengan harapan. Kemudian ada lagi pokja kurikulum, kita

membahas tuh bagaimana pelaksanaan kurikulum di sekolah

agar terlaksana dengan baik yang sesuai tuntutan kurikulum

2013 dan yang lain-lainnya.

Peneliti : Apakah sekolah mempunyai strategi dalam peningkatan mutu

sekolah?

Informan : Dalam peningkatan mutu diantaranya ialah dengan kegiatan-

kegiatan pelatihan untuk guru. Kemudian siswa diberikan

pendalaman materi, kemudian sering mengikuti kegiatan lomba-

lomba, diantaranya dengan meraih juara-juara baik di tingkat

DKI ataupun tingkat nasional. Itu juga merupakan lambang

mutu dari sekolah, sebab banyak siswa yang mempunyai

prestasi. Upayanya selain gurunya yang mengajar, ada juga

narasumber atau guru tamu lah, guru yang mengedrill anak-

anak untuk persiapan lomba, itu biasanya dari instansi atau

perusahaan swasta, yang kalau misalnya dari gurunya kurang,

bisa ada tambahan dari guru tersebut.

Peneliti : Apa fungsi kebijakan pusat dalam peningkatan mutu pendidikan

di sekolah?

97

Informan : Fungsi kebijakan pusat, tentunya sangat berfungsi apalagi kita

sekolah negeri tentunya mempunyai target. Kalau sekolah negeri

itu kan ada target-target yang harus dipenuhi oleh sekolah

sehingga dia akan mendapatkan penghargaan, artinya

penghargaan berkaitan dengan tunjangan kinerja daerah dari

pimpinan. Ketika sekolah itu mempunyai prestasi maka

tunjangan kinerjanya akan mengikuti dari hasil prestasinya,

ketika sekolah melakukan suatu pelanggaran misalnya ada

tawuran, itu imbasnya pun ada. Jadi kebijakan dari pemerintah

itu juga sangat mempengaruhi kinerja kita. Manakala kita ingin

bahwa tidak mempengaruhi tunjangan ya, apakah kita akan

berusaha semaksimal mungkin membuat sekolah kita menjadi

bagus.

Peneliti : Apa fungsi visi dan misi dalam peningkatan mutu pendidikan di

sekolah?

Informan : Fungsinya tentunya memberi motivasi, misalnya visi dari SMK

Negeri 48 mempunyai visi “Mulia dalam Karakter, Unggul

dalam Prestasi” nah itukan motivasi anak, ayo tunjukkan kita

punya visi ini nih, berarti bagaimana caranya kemudian

dilanjutkan dengan misi, misinya ada beberapa kegiatan kan

yang harus dipenuhi dari tenaga pendidiknya harus memenuhi

dari sertifikasi, kompeten, anak-anaknya juga harus kompeten,

itu kan juga menunjang gitu, dengan adanya visi kita mempunyai

tujuan tuh, akan semakin terarah tuh arahnya mau kemana kita

akan membawa pendidikan.

Peneliti : Apa program budaya membaca merupakan intruksi dari

pemerintah?

Informan : Intruksi dari pemerintah tentu saja ada, kalau tidak salah di

selipkan dalam kurikulum yang baru, ada program literasi. Jadi

setiap sekolah harus bisa menerjemahkan program itu. Kalau

standarnya, sebelum mulai belajar ada kegiatan membaca

98

selama sekian menit lah, kemudian dilanjutkan dengan

menyanyikan lagu wajib Indonesia Raya. Nah itu dikurikulum

sudah ada, tapi untuk mengetahui anak membaca Sekolah 48

mempunyai program dengan adanya laporan, setiap anak baca

judul bukunya apa, halaman berapa, inti sarinya apa nah

ditandatangani guru. Kadang juga diadakan lomba-lomba,

misalnya seperti 17 Agustus kemarin ada lomba membuat puisi

yang disesuaikan temanya yaitu tentang pahlawan, kemudian

hari Kartini temanya tentang perempuan, kemudian hari

lingkungan hidup temanya tentang lingkungan. Jadi anak selalu

termotivasi untuk terus berkarya.

99

Transkip Hasil Wawancara

Nama : Surnadi, S.Pd.

Jabatan : Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum

Tempat Wawancara : Ruang Wakil Kepala Sekolah

Hari/Tanggal : Jumat, 9 Juni 2017

Peneliti : Sejauhmana kondisi budaya membaca yang terdapat di sekolah

ini?

Informan : Sekolah sudah menerapkan program literasi artinya seluruh

siswa ketika jam sesudah membaca doa dan selesai menyanyikan

lagu Indonesia Raya ada waktu 15 menit untuk membaca buku,

bukunya apa saja yang dia miliki, dan di sekolah sudah

disiapkan yang namanya pojok literasi di setiap kelas, disitu ada

perpustakaan masing-masing di kelas disiapkan gunanya untuk

ketika ada siswa yang tidak membawa buku dan saat literasi

anak-anak bisa langsung mengambil buku-buku yang disiapkan

disitu. Program literasi ini sudah diluncurkan pemerintah sejak

tahun lalu, satu tahun yang lalu 2015/2016 dan 2017 ini sudah

berlangsung 1 tahun, sekarang ini tinggal melanjutkannya.

Peneliti : Menurut Bapak apa tujuan dari adanya budaya membaca?

Informan : Membiasakan anak untuk gemar membaca, mengetahui informasi

yang sedang berkembang saat ini, menambah wawasan

pengetahuan yang ia miliki.

Peneliti : Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi budaya membaca?

Informan : Faktornya bisa dari intern dan ekstern ya, yang dari intern

adalah minat dari anak sendiri, ya kan. Yang jelas kalau anak itu

timbul dari dalam diri sendiri maka tidak disuruh pun atau

dikasih tau pun akan cenderung untuk membaca dan membaca.

Yang faktor eksternnya, yang pertama dari orang tua

100

mengajarkan anaknya disiplin membaca, orang tua mengajarkan

membaca maka dia akan membaca juga dan di sekolah sudah

diwajibkan untuk membaca dengan adanya program literasi.

Peneliti : Apa saja aturan sekolah yang dibuat tentang budaya membaca?

Informan : Ada budaya membaca, yaitu tadi sebelum memulai pelajaran

selama 15 menit dan hasil bacaannya itu dibuat ringkasan terus

di kumpulkan dalam satu buku untuk setiap kelas. Ringkasan

tersebut dikumpulkan setiap akhir semester atau 6 bulan sekali,

itu bisa berupa cerpen, puisi atau lainnya.

Peneliti : Sejauhmana pemanfaatan bahan-bahan bacaan atau sumber

bacaan di sekolah yang Bapak ketahui?

Informan : Ketika anak sudah mempunyai kebiasaan membaca, kemudian

sudah mempunyai peningkatan yang baik tanpa diimbangi

dengan sarana yang baik atau sarana yang lengkap itu tidak

akan berkembang secara maksimal, dan sekolah kami sudah

menyediakan sarana yang dibutuhkan siswa, baik secara manual

ataupun in manual, kalau yang modern kan berupa internet, wifi

dan sebagainya dan terus-menerus tidak henti-hentinya. Ketika

anak sudah mencari dan mendapat informasi maka ia akan siap.

Peneliti : Menurut Bapak apa saja bentuk-bentuk dari budaya membaca itu

sendiri di sekolah?

Informan : Budaya membaca itu kan banyak sekali ya jenisnya, ada yang

jenisnya dengan kolosal artinya anak-anak serempak bareng,

ada yang sendiri-sendiri atau individual, SMK 48 memberi ruang

dan waktu untuk membaca di jam-jam istirahat.

Peneliti : Sejauhmana sekolah pernah mengikuti lomba-lomba akademik

terutama di bidang bahasa?

Informan : Kalau lomba membaca sudah banyak ya, seperti lomba membaca

puisi, lomba cerpen dan lainnya, baik tingkat Provinsi atau

Jabodetabek, itu sudah ada di data prestasi akademik.

101

Peneliti : Bagaimana peran media teknologi informasi dalam

menumbuhkan budaya membaca?

Informan : Sangat mempengaruhi, tetapi dalam bentuk audio visualnya ya

kan, karena sekarang anak-anak cenderung gemar membaca

ketika ada colour full nya, ada gambar-gambarnya. Kalau untuk

memegang buku secara penuh bacaan keseluruhan tanpa ada

warna-warna atau gambar-gambar, kecenderungan membaca itu

kurang atau menurun.

Peneliti : Sejauhmana kurikulum 2013 mengatur perihal kegiatan membaca

atau membentuk budaya mambaca?

Informan : Kurikulum 2013 sudah memberikan waktu tadi waktu 15 menit

sebelum pelajaran untuk semua siswa dan di waktu istirahat juga

diberikan internet, untuk siapa pun untuk membaca, ditambah

setiap akhir pulang sekolah. Pulang sekolah kan jam 3, berarti

masih ada alokasi waktu 2 jam untuk membaca dan mencari

ilmu-ilmu yang ia emban atau yang di tugaskan untuk guru itu

sendiri. Sebetulnya kurikulum 2013 tidak mengalokasikan waktu

1 jam pelajaran untuk membaca, tetapi kebijakan pemerintah

membudayakan kebiasaan membaca, karena Indonesia tidak

hanya generasinya tetapi terkadang kita malas untuk membaca

dan cenderung melihat dan mendengar. Ini yang digalakkan

Presiden kita Bapak Jokowi, agar silakan budayakan membaca

dan bekerja.

Peneliti : Menurut Bapak apa saja jenis bacaan yang dapat meningkatkan

wawasan warga sekolah dalam meningkatkan mutu sekolah?

Informan : Sebetulnya semua bacaan, yang penting bacaan yang positif tidak

berbau negatif, dan semua buku artinya semua buku yang dapat

menunjang kegiatan belajar mengajar, kegiatan materi dan

sebagainya.

Peneliti : Bagaimana pemahaman Bapak tentang prinsip-prinsip

peningkatan mutu pendidikan di sekolah?

102

Informan : Yang pertama adalah kedisiplinan, ketika kita menerapkan

kedisiplinan otomatis kita akan mengacu kepada peningkatan

mutu pendidikan, ya semua kedisiplinan dari mulai waktu belajar

termasuk waktu untuk memberi materi tambahan atau waktu

pulang, yang penting diterapkan faktor untuk disiplin.

Peneliti : Apa saja ruang lingkup peningkatan mutu pendidikan di sekolah?

Informan : Ruang lingkup peningkatan mutu adalah kita selalu mengadakan

pelatihan-pelatihan, mengadakan lomba-lomba, baik pelatihan

kepada siswa atau pelatihan untuk guru, untuk meningkatkan

prestasi itu, kemudian kita tidak alergi dengan informasi-

informasi yang nuansanya baru karena dengan informasi-

informasi itu kita dapat menerapkannya kepada peserta didik.

Peneliti : Apa tujuan utama peningkatan mutu pendidikan di sekolah?

Informan : Tujuan dari peningkatan mutu adalah sekolah menerapkan

lulusan yang siap pakai artinya anak bisa dibekali dengan

kemampuan pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Ketika mutu

yang dimiliki bagus dan dibekali dengan kemampuan

keterampilan dan sikap, maka hasil dari lulusan itu bisa terserap

secara maksimal baik di dunia industri maupun di perguruan

tinggi.

Peneliti : Menurut bapak bagaimana prosedur dalam peningkatan mutu di

sekolah?

Informan : Prosedur dari awal kita telah memberikan tes potensial akademik

bagi anak-anak peserta didik yang baru, kemudian melakukan

memberikan pembinaan bakat dan kemampuan, kalau

kemampuan itu berupa non akademik disalurkan dalam bentuk

ekstrakulikuler tapi kalau dalam bidang akademik dilakukan

dengan inovasi-inovasi yang berkaitan dengan program

pembelajaran di sekolah.

Peneliti : Apakah sekolah mempunyai strategi dalam peningkatan mutu

sekolah?

103

Informan : Ya pengawasan aja, dengan adanya pengawasan maka program-

program akan berjalan dengan lancar. Jadi selalu dilihat

progres kerjanya dari setiap tim tersebut.

Peneliti : Apa fungsi kebijakan pusat dalam peningkatan mutu pendidikan

di sekolah?

Informan : Peran pemerintah adalah selalu memberikan ujian-ujian untuk

pemetaan anak-anak, artinya pemerintah memberikan ujian

seperti TKM (Tes Kendali Mutu) maka nilai itu dibutukan untuk

pemetaan anak-anak dan ketika anak-anak prestasinya menurun

maka akan menugaskan untuk memberikan evaluasi untuk

meningkatkan prestasi anaknya, seperti worksop, beasiswa atau

program-program yang disediakan untuk menunjang ketika ia

bekerja, tes TOIEC dan sebagainya, itu dari pemerintah.

Peneliti : Apa fungsi visi dan misi dalam peningkatan mutu pendidikan di

sekolah?

Informan : Sangat mempunyai peranan, karena visi dan misi adalah tujuan

kita di sekolah, artinya kita mau apa dan arahnya mau kemana,

kalau visi itu tidak jelas maka arah dan tujuan juga tidak jelas,

tapi kita mempunyai visi yan jelas yaitu “Mulia dalam Karakter

Unggul dalam Prestasi”, artinya ketika anak itu lulus atau sudah

mengenyam beberapa waktu pendidikan, ini artinya otomatis

mempunyai karakter yang baik kemudian prestasinya juga yang

baik.

Peneliti : Apa fungsi budaya membaca dan proses belajar mengajar dalam

peningkatan mutu pendidikan di sekolah?

Informan : Fungsinya seperti tadi meningkatkan dalam bidang kemampuan

dan pendidikan, karena itu membaca otomatis wawasannya lebih

luas, ketika anak sudah terbiasa dengan kegiatan membaca,

otomatis akan familiar dengan kehidupan sehari-hari, artinya

informasi yang sekarang lagi in ia tidak lagi ketinggalan

informasi, bahkan ia lebih unggul dari anak-anak yang tidak

104

mempunyai budaya membaca, artinya ia sudah mempunyai

informasi yang sedang dilakukan.

105

Transkip Hasil Wawancara

Nama : Dra. Masnida Ambarita

Jabatan : Kepala Perpustakaan

Tempat Wawancara : Perpustakaan

Hari/Tanggal : Senin, 31 Juli 2017

Peneliti : Sejauhmana kondisi budaya membaca yang terdapat di sekolah

ini?

Informan : Ya.. Interesting mereka termotivasi untuk membaca, karena

kadang ada tugas mata pelajaran, terus juga kalau mereka ada

jam kosong, mau untuk masuk kesini membaca materi-materi

lain, karena disini juga ada fiksi dan non fiksi.

Penelti : Seberapa besar minat baca siswa untuk membaca di

perpustakaan?

Informan : Semuanya senang dan berminat tapi terkadang waktunya yang

kurang. Kalau misalnya mereka ingin membaca mereka

diperbolehkan meminjam. Jadi memang banyak juga yang

sengaja ingin membaca berbagai macam buku yang non fiksi itu

ya. Mereka diperbolehkan meminjam buku selama satu minggu,

tetapi kalau buku-buku pelajaran dipinjamkan selama satu

tahun.

Peneliti : Menurut Ibu /Bapak apa tujuan dari adanya budaya membaca?

Informan : Ya untuk menambah pengetahuan mereka, terus yang tadinya

mereka belum begitu mengerti tentang suatu pelajaran di

sekolah, terus tentang yang di luar pelajaran sekolah mereka

jadi mereka bisa mencari-cari tahu lagi disini dan tambah

mengerti.

Peneliti : Menurut anda apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi budaya

membaca?

106

Informan : Faktor yang mempengaruhi budaya membaca itu lingkungan,

kalau mereka ada waktu dari itu guru selalu menyarankan kalau

kamu membaca akan menambah banyak pengetahuan.

Peneliti : Apa saja kriteria yang dibutuhkan untuk membentuk sebuah

budaya membaca?

Informan : Kriterianya itu kesempatan kapan waktunya untuk bisa membaca.

Terus banyak ingin tahu tentang sesuatu ya dia bisa membaca.

Terus tahu tentang berita up to date karena disini ada koran

ataupun majalah mereka bisa membaca.

Peneliti : Jenis bacaan apa yang menjadi minat dalam membaca siswa?

Informan : Jenis bacaan... ya surat kabar, majalah siswa ada di lingkungan

Jakarta Timur, ada setiap bulan, fiksi dan, non fiksi. Yang

kebanyakan dipinjam siswa itu novel, karena ada tuntutan tugas

untuk pelajaran Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris mereka

disuruh membaca novel, terus kamus juga.

Peneliti : Menurut Bapak/Ibu apa faktor penghambat untuk membaca?

Informan : Ya.. kurang waktu, sempit waktunya untuk membaca. Nahh...

karena kurangnya waktu tersebut kami menyarankan untuk

meminjam buku. Boleh diambil pagi saat kita baru datang,

karena jam 7.30 kita sudah buka. Jadi pas pelajaran pertama

diambil, kemudian pas waktu pergantian atau waktu luang

mereka baca buku tersebut. Terus disini kan dua kali istirahat,

nah disitu kalau berminat ingin menambah pengetahuan tentang

pelajaran, ya disitu kamu baca.

Peneliti : Sejauhmana ketersediaan bahan-bahan bacaan atau sumber

bacaan di sekolah?

Informan : Setiap semester bukunya nambah, kita sengaja buat tuntutan

tugas belajar mereka. Seperti novel, terus buku agama atau

materi agama diluar buku paket gitu. Kita sengaja minta biar

diadakan. Banyak buku yang dibeli tersebut lumayan banyak si,

tergantung kebutuhan untuk siswa.

107

Peneliti : Apa-apa saja pengaruh utama dari kegiatan membaca atau

budaya membaca terhadap peningkatan mutu sekolah?

Informan : Ya.. mereka mudah mengerjakan tugas, mencari-cari apa supaya

rajin kan, dia paham karena dia sudah banyak membaca atau

mengerjakan materi itu mereka mudah untuk mengerjakan tugas.

Jadi dengan begitu nilai mereka jadi bagus.

Peneliti : Apakah budaya membaca telah terbentuk di sekolah ini?

Informan : Ya.. sudah terbentuk. Apapun disarankan mereka untuk

membaca.. membaca.. kalau ada upacara selalu dianjurkan

untuk membaca.

Peneliti : Apa terdapat program khusus yang dibuat perpustakaan untuk

menumbuhkan budaya membaca di sekolah ini?

Informan : Ada.. kalau habis ulangan umum, kan ada waktunya untuk class

meeting, terus siswa dianjurkan untuk membaca ke

perpustakaan, terus juga sebelum ulangan umum, menjelang

terima raport. Kan mereka banyak, jadi kita buat jadwalnya

misalnya kelas seminggu ini kelas X. Misalnya seminggu ini

sesudah ulangan sudah tidak belajar kan, ada yang remedial

kan, jadi ibu suruh setiap jurusan disuruh kesini.

Peneliti : Sejauhmana peran teknologi informasi di dalam menumbuhkan

budaya membaca?

Informan : Dengan teknologi itu kan mereka juga membaca kan. Ada juga

siswa yang kurang puas, tapi sebenernya semuanya di teknologi

itu sudah ada ya, kayak buku-buku pun ada itu ya di google. Tapi

anak-anak itu ya tetap senang baca disini, karena ya dia juga

nyaman kan untuk baca di perpustakaan ini, suasanya juga

hening kan.

Peneliti : Sejaumana peran perpustakaan di dalam meningkatkan mutu

sekolah?

Informan : Ya, selalu melayani dengan baik, menganjurkan kapan saja siswa

membaca kesini, ya kita tetap melayani dengan baik.

108

Transkip Hasil Wawancara

Nama : Surnadi, M.Pd.

Jabatan : Guru Bahasa Inggris

Tempat Wawancara : Ruang Guru

Hari/Tanggal : Kamis, 27 Juli 2017

Peneliti : Sejauhmana kondisi budaya membaca yang terdapat di sekolah

ini?

Informan : Kegiatan membaca di sekolah sebenarnya tidak terbatas. Cuma

ada namanya program literasi, literasi itu diwajibkan untuk

semua siswa, yaitu dimulai ketika awal pelajaran setelah

menyanyikan lagu Indonesia Raya, dikasih waktu antara 15-20

menit, nah.. itu, untuk semua siswa dan bukunya bermacam-

macam dan kita di sekolah sudah menyediakan konter atau pojok

literasi di setiap kelas.

Peneliti : Bagaimana kondisi budaya membaca dikalangan siswa?

Informan : Akhir-akhir ini minat baca anak-anak sedikit menurun ya,

ketimbang beberapa tahun yang lalu karena budaya cenderung

untuk bermain handpone, bermain internet dan sebagainya.

Tapi, kita sekolah sebisa mungkin menyadarkan bahwa minat

baca itu harus dibudayakan dari kelas X dan kelas XI sampai

kelas XII. Karena otomatis dengan membaca wawasannya akan

berkembang dan lebih baik.

Peneliti : Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi budaya membaca?

Informan : Banyak faktornya, ada intern dan ekstern. Kalau dari anak itu

sendiri tidak ada jenuh untuk menambah ilmu dan ingin terus

membaca. Kalau faktor eksternnya adalah ketidaktersediaan

ruang lingkup membaca yang memadai untuk diri anak sendiri,

baik di lingkungan maupun di rumah, bahkan terkadang di

109

sekolah. Di sekolah hanya menyediakan sebatas perpustakaan,

oleh karena itu SMK 48 membuka sudut pojok literasi di setiap

kelas.

Peneliti : Menurut Bapak apa tujuan budaya membaca?

Informan : Pertama, membiasakan anak untuk gemar membaca. Kedua,

untuk mengetahui informasi yang mungkin sedang berlangsung

saat ini. Ketiga, menambah wawasan dalam pengetahuan yang

dia miliki karena dengan membaca dunia akan terbuka. Yang

jelas adalah habitual reading, membiasakan membaca atau

dibudayakan, karena sekarang anak-anak bukan gemar

membaca melainkan melihat.

Peneliti : Menurut Bapak kapan waktu yang tepat untuk melakukan

kegiatan membaca?

Informan : Membaca bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja ya, tidak

terbatas oleh waktu. Kalau kita mempunyai kesempatan waktu

untuk membaca dan ingin membaca, ya kita akan membaca saat

itu juga.

Peneliti : Bagaimana cara dalam mempersiapkan siswa untuk mengikuti

lomba-lomba akademik?

Informan : Semua kegiatan yang berbau bahasa diikutkan untuk mendukung

atau mengembangkan bakat anak-anak. Bahkan di sekolah

sendiri pun sering diadakan perlombaan dalam menumbuh

kembangkan bakat anak. Lomba puisi, lomba cerpen, lomba

membaca undang-undang, kemudian menemukan informasi-

informasi yang baru, itu... banyak sekali yang di kembangkan

dalam membaca.

Peneliti : Bagaimana peran media teknologi informasi dalam

menumbuhkan budaya membaca?

Informan : Peran teknologi dalam hal ini sangat mendukung sekali, terutama

dengan adanya internet yang siap dibuka untuk anak-anak,

namun juga ada sisi negatifnya, ketika waktu membaca sudah

110

selesai anak-anak terbiasa untuk membuka hal-hal yang

berkaitan dengan entertain mereka, sedangkan ilmu yang

didapatkannya dari membaca di internet paling sekitar 40-50%.

Peneliti : Apa saja kriteria budaya membaca yang diterapkan dalam

pembelajaran bahasa?

Informan : Kriteria dalam pelajaran membaca yang pertama adalah ia tahu

dulu apa isi bacaannya. Kemudian setelah ia tahu dan paham

barulah ia mengungkapkan apa isi bacaannya kepada orang

lain apa yang ia baca. Yang ketiga ia kemudian mengetahui

kaidah-kaidah Bahasa yang baku, yang mungkin selama ini kita

berbicara Bahasa Indonesia tetapi tidak baku, yang hanya

bahasa-bahasa biasa ya, bahasa-bahasa informal. Yang dipakai

anak-anak sekarang adalah bahasa-bahasa yang sembarangan,

yang lebih mudah dimengerti, tidak sesuai dengan kaidah. Nah

diharapkan setelah membaca dari literasi ini, harus ada

karakter-karakter yang bisa diterapkan di dalam membaca

bahasa itu. Artinya ia tahu bahasa yang harus dipakai dan

bahasa yang tidak dipakai. Sedangkan kalau kriteria budaya

membaca itu sendiri itu anak cenderung untuk pergi ke

perpustakaan, anak selalu membawa buku-buku referensi, anak

selalu haus untuk berkeinginan-keinginan yang baru, gitu..

dengan demikian sarana dan prasarana di sekolah yang

mendukung kegiatan membaca sudah di sediakan seperti

perpustakaan, e-library, internetnya, dan buku referensi-

referensi lainnya.

Peneliti : Bagaimana penugasan untuk membaca di dalam proses belajar

mengajar di kelas?

Informan : Penugasannya secara langsung si tidak menugaskan untuk

membaca, tetapi di dalam bentuk mengerjakan PR, kemudian

buku referensinya ini, nah disitu letak proses membacanya.

Kalau hanya untuk, kalian membaca ya.... itu dirasa tidak,

111

kecuali itu pelajaran Bahasa ya. Ketika memberi pelajaran

tentang report (laporan) anak harus membaca terlebih dahulu.

Tetapi kalau mungkin pelajaran lain ditugaskan dalam bentuk

mengerjakan PR, kemudian untuk membaca buku-buku yang

lain.

Peneliti : Seberapa besar minat siswa dalam membaca ?

Informan : Alhamdulillah di SMK 48 sudah mulai membaik dan mengalami

peningkatan sekitar 70-80%, tetapi tetap masih mendominasi

budaya melihat dan mendengar. Karena mungkin pengaruh dari

teknologi yang mungkin sekarang sudah tak bisa dibendung.

Peneliti : Menurut Bapak apa yang menjadi prinsip di dalam meningkatkan

mutu pendidikan di sekolah?

Informan : Mutu pendidikan itu tercermin ketika, satu anak sudah terbiasa

dengan budaya tertibnya dan prestasinya kemudian ketika dia

lulus sudah bisa diterima di dunia industri dan dunia usaha, dan

dunia perguruan tinggi.

Peneliti : Bagaimana tahapan dalam mengatur kegiatan belajar mengajar

untuk mencapai sasaran mutu di sekolah?

Informan : Kalau di sekolah itu kebetulan ya, setiap literasi kita

mengabtraksi, kita mengumpulkan lalu anak memproduksi

cerpen atau karya sastra lain, tapi kebanyakan cerpen si ya.

Kalau cerpen yang bagus, kita akan salurkan atau kita kasih ke

Dinas (SuDin), nah nanti dari SuDin itu ada yang dinamakan

reward dan akan di terbitkan, dan reward tersebut berupa

beasiswa. Jadi anak termotivasi untuk berlomba-lomba untuk

membuat karya yang lebih bagus

Peneliti : Apa strategi yang dilakukan untuk meningkatkan prestasi dan

tercapainya sasaran mutu di sekolah?

Informan : Strateginya dengan mengantisipasi kemampuan yang dimiliki

anak-anak sejak dari kelas X, XI dan XII untuk prestasinya

dipertahankan apakah meningkat atau bakan menurun, itu

112

dilihat dari hasil rekapitulasi nilai yang diperoleh setiap tahun,

artinya selama satu tahun ada tes yang skalanya berbentuk

semester ganjil dan semester genap, itu yang akan menentukan

untuk mencapai kriteria peningkatan nilai, dari itu kita bisa liat

apakah ada peningkatan yang signifikan atau tidak.

113

Transkip Hasil Wawancara

Nama : Dra. Rianti Nofia

Jabatan : Guru Bahasa Indonesia

Tempat Wawancara : Ruang Guru

Hari/Tanggal : Kamis, 27 Juli 2017

Peneliti : Sejauhmana kondisi budaya membaca yang terdapat di sekolah

ini?

Informan : Kalau di SMKN 48 ini dibudayakan setiap awal pelajaran

dibiasakan 15 menit untuk literasi dengan novel sastra. Karena

saya Guru Bahasa Indonesia jadi saya arahkan untuk membaca

sastra. Kita menargetkan setiap 1 semester dua novel untuk

dibaca, kemudian dia mengabstraksi, apa si intinya.. gitu kan,

lalu di ketik sendiri, setelah itu setelah dia paham kita jelaskan

seperti iniloh novel itu dan seperti iniloh abstraksi itu seperti ini.

Lalu di produksi sendiri, dia menulis sendiri dan ada beberapa

yang sudah dibukukan, tetapi saya lupa ada dimana, sepertinya

di perpustakaan ada contoh dari beberapa anak-anak yang

gemar literasi. Ada kumpulan-kumpulan cerpenya sudah ada.

Kadang setiap guru berbeda-beda ya, karena saya guru sastra.

Setiap jam pertama kan berbeda-beda kan ya, jadi setiap guru

berbeda-beda bentuk penugasannya dengan judul berbeda-beda.

Peneliti : Bagaimana kondisi budaya membaca dikalangan siswa?

Informan : Sejauh ini si lumayan bagus ya, karena difasilitasi dengan wifi,

internet itu kan ya, dia bisa membuka situs web seperti cerpen, e-

book kayak gitu si, jadi gak mesti bawa buku atau novel ke kelas

atau dimana dia bisa membaca. Alhamdulillah sudah lumayan

bagus.

Peneliti : Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi budaya membaca?

114

Informan : Faktor lingkungan itu sangat menunjang sekali, di lingkungan itu

ya entah itu tempatnya atau teman, apalagi mayoritas di sekolah

lebih banyak bergaul dengan teman yang sering membaca maka

dia akan ikut membaca. Kemudian faktor orang tua juga

berpengaruh tetapi perannya hanya sekitar 10 % saja, sebab

kegiatan anak-anak kebanyakan di sekolah.

Peneliti : Menurut Ibu apa tujuan budaya membaca?

Informan : Memberi wawasan kepada anak, dari yang dia tidak tahu

menjadi tahu, kemudian menambah ilmu dengan melihat dunia

luar seperti apa si dengan tidak mengunjungi tetapi bisa

mengetahui seperti apa dunia luar, jadi kita bisa membedakan,

ohh kondisi di luar negeri seperti iniloh.. beda dengan kita, terus

kita bisa membedakan pendidikan di sini dengan di luar negeri,

apa yang di lakukan pendidikan di luar negeri, jadi kita bisa

membandingkan.

Peneliti : Menurut Ibu kapan waktu yang tepat untuk melakukan kegiatan

membaca?

Informan : Menurut saya membaca itu bisa dilakukan kapan saja, kapan saja

ada waktu luang ya.. bisa dilakukan untuk membaca.

Peneliti : Bagaimana cara dalam mempersiapkan siswa untuk mengikuti

lomba-lomba akademik?

Informan : Biasanya kita kalau di sini kebetulan kalau bulan Agustus atau

Desember kita ada lomba debat, itu ada di kelas XI, jadi dari

kelas X kita sudah mencari bibit-bibit unggulan. Bagaimana cara

berbahasanya kemudian nilai-nilai akademiknya seperti apa,

terusnya pergaulannya seperti apa, kita bisa melihatnya dari

situ.

Peneliti : Bagaimana peran media teknologi informasi dalam

menumbuhkan budaya membaca?

Informan : Sangat membantu ya, karena dengan teknologi kan, membaca

juga banyak daya tariknya seperti yang namanya teknologi

115

istilahnya e-book, kemudian judulnya dan bentuk buku itu

sendiri, terkadangkan kita melihat buku saja sudah pusing kan

ya.

Peneliti : Apa saja kriteria budaya membaca yang diterapkan dalam

pembelajaran bahasa?

Informan : Kriteria yang pertama adalah bahasanya ya, karena kita

istilahnya kita bahasanya santun di sini. Seandainya ada

gambar, gambarnya itu yang sopan. Jangankan di SMK, kadang

aja ada di buku SD kan ya, ada bahasa dan gambarnya yang

tidak seharusnnya ada, gitu ya.

Peneliti : Bagaimana penugasan untuk membaca di dalam proses belajar

mengajar di kelas?

Informan : Penugasanya itu, kalau saya itu saya targetkan 1 orang dalam

satu semester untuk membaca 2 novel, di analisis apa si . dan itu

di luar mata pelajaran siswa.

Peneliti : Seberapa besar minat siswa dalam membaca ?

Informan : Minat membaca siswa di sekolah ini, Alhamdulillah minat

membaca di sini sekitar 80 %. Kita bisa melihat seperti ini,

misalnya ada jam kosong seperti waktu istrirahat atau di jam

lain mereka lebih baik membaca daripada ia bermain, gitu.

Peneliti : Seberapa besar pemanfaatan teknologi informasi atau internet di

dalam menumbuhkan budaya membaca?

Informan : Oh kebetulan kami disini selama proses belajar baik entah itu

gurunya atau anaknya kita harus bisa menggunakan laptop. Kita

itu setiap pelajaran ada yang namanya presentasi, menyuruh

anak untuk presentasi materinya seperti ini, kamu cari bahan-

bahannya bisa di media internet atau media lainnya. Jadi sangat

berperan pentingnya teknologi itu.

Peneliti : Menurut Ibu apa yang menjadi prinsip di dalam meningkatkan

mutu pendidikan di sekolah?

116

Informan : Prinsipnya kita harus disiplin, jujur itu baik gurunya ataupun

peserta didiknya, dan menguasai materinya.

Peneliti : Bagaimana tahapan dalam mengatur kegiatan belajar mengajar

untuk mencapai sasaran mutu di sekolah?

Informan : Kita sudah ada tahapan-tahapannya seperti yang tertulis dalam

RPP. Seperti awal kita berdoa, lalu mengabsen, kita review

materi sebelumnya bagaimana si pelajaran yang kita pelajari

minggu kemarin apakah masih ingat atau sudah paham dan

setelah tuntas kita lanjutkan ke materi selanjutnya, setelah itu

diberikan nilai.

Peneliti : Apa strategi yang dilakukan untuk meningkatkan prestasi dan

tercapainya sasaran mutu di sekolah?

Informan : Strateginya setiap guru berbeda-beda, tetapi kalau saya

strateginya adalah dengan memberikan point, kalau kamu bisa

menjawab pertanyaan yang diberikan akan diberikan point kalau

kamu tidak bisa point yang sebelumnya diberikan akan

dikurangkan satu point, point itu berupa nilai.

117

Transkip Hasil Wawancara

Nama : Dra. Rahayu Retno Puji A.

Jabatan : Guru Bahasa Indonesia

Tempat Wawancara : Ruang Guru

Hari/Tanggal : Senin, 31 Juli 2017

Peneliti : Sejauhmana kondisi budaya membaca yang terdapat di sekolah

ini?

Informan : Kebetulan kalau di SMK N 48 sudah dilakukan literasi. Jadi,

setiap pagi itu anak-anak sebelum belajar, 15 menit untuk

membaca sebuah buku. Buku yang dibaca terkait dengan

pelajaran yang saya ajarkan Bahasa Indonesia, yakni novel atau

sastra. Tetapi jika buku tersebut sudah selesai dibaca, bisa

diganti dengan non fiksi.

Peneliti : Bagaimana kondisi budaya membaca dikalangan siswa?

Informan : Kalau menurut saya anak-anak sudah terbiasa juga, karena

walaupun bukan guru Bahasa Indonesia yang mengajar, tetapi

telah menyediakan waktu 15 menit untuk membaca buku setiap

hari.

Peneliti : Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi budaya membaca?

Informan : Kalau di sekolah si karena banyak pelajaran, jadi mungkin

pelajaran-pelajaran lain perlu juga untuk belajar, atau banyak

kegiatan diskusi, jadi memang mengambil waktu 15 menit

memang agak sulit juga.

Peneliti : Menurut Ibu apa tujuan budaya membaca?

Informan : Tentunya untuk semua pelajaran manfaatnya itu, kalau mereka

sudah terbiasa membaca, termasuk untuk pelajaran lain. Jadi

kalau budaya membaca tidak ada kendalanya, kan yang

dibacakan apa saja termasuk buku-buku pelajaran dan tentunya

118

untuk prestasi belajar mereka. Jadi ya untuk membantu prestasi

belajar mereka.

Peneliti : Menurut Ibu kapan waktu yang tepat untuk melakukan kegiatan

membaca?

Informan : Pagi hari, jadi dibiasakan sebelum belajar untuk terbiasa

membaca buku.

Peneliti : Bagaimana cara dalam mempersiapkan siswa untuk mengikuti

lomba-lomba akademik?

Informan : Karena bahasa ada kaitannya dengan membaca, menulis, jadi

memang kalau mereka sudah terbiasa literasi, mereka sudah

mempunyai karya-karya. Dalam literasi juga ada mencipta puisi,

juga bisa menulis, membuat cerpen. Jadi dari kegiatan itu pun

bisa langsung terlihat mana anak yang mampu untuk mengikuti

lomba-lomba di bidang Bahasa Indonesia.

Peneliti : Bagaimana peran media teknologi informasi dalam

menumbuhkan budaya membaca?

Informan : Sangat itu... sangat membantu, jadi apalagi kalau yang mereka

kesulitan untuk mencari di buku, itu kan dari internet juga bisa

dan ada, jadi bisa membaca di internet itu.

Peneliti : Apa saja kriteria budaya membaca yang diterapkan dalam

pembelajaran bahasa?

Informan : Kalau sastra betul-betul memang judulnya, tema-temanya, ada

kaitannya sesuai dengan SMK, bahasanya juga dilihat.

Peneliti : Bagaimana penugasan untuk membaca di dalam proses belajar

mengajar di kelas?

Informan : Kalau bentuk penugasan itu biasanya kan mereka membaca,

kemudian mereka membuat rangkuman, juga bisa membuat

resensi dan banyak lagi yang lain.

Peneliti : Seberapa besar minat siswa dalam membaca ?

119

Informan : Jadi minat mereka sudah mulai ya terbangun. Mereka sudah

mempunyai motivasi sendiri dengan cepat mereka selesai

membaca mereka membaca buku lagi yang lain.

Peneliti : Seberapa besar pemanfaatan teknologi informasi atau internet di

dalam kegiatan belajar mengajar?

Informan : Sangat berperan banget teknologi tersebut. Karena setiap materi,

setiap KD, itu kan pastinya memerlukan internet untuk mencari

sumber-sumber belajarnya itu, tidak hanya di buku saja,

pastinya juga internet. Tentunya untuk presentasi juga, bahan

presentasi itu dicari dengan internet.

Peneliti : Menurut Ibu apa yang menjadi prinsip di dalam meningkatkan

mutu pendidikan di sekolah?

Informan : Terbentuknya untuk meningkatkan mutu, banyak faktor ya, mulai

dari siswanya, apa namanya, untuk menyeleksi yang akan

masuk, setelah itu bisa meningkatkan mutu, jika mendapat anak

yang berkemampuan dasarnya memang sudah bagus, jadi tidak

terlalu sulit itu.

Peneliti : Bagaimana tahapan dalam mengatur kegiatan belajar mengajar

untuk mencapai sasaran mutu di sekolah?

Informan : Kalau mengatur itu ya, di samping motivasi siswanya itu bagus di

dalam belajar, gurunya juga. Keaktifan gurunya, harus rajin,

cara mengajarnya, fasilitas juga, buku yang disediakan sekolah.

Harus dibangun budaya membacanya dimulai dari guru

kemudian siswa.

Peneliti : Apa strategi yang dilakukan untuk meningkatkan prestasi dan

tercapainya sasaran mutu di sekolah?

Informan : Kalau strategi, tergantung dari gurunya juga. Nah metodenya

baagaimana cara yang mudah dan disenangi siswa. Selain

motivasi, belajar siswa yang bagus, tapi gurunya dalam

menyampaikan juga harus bagus.

120

Transkip Hasil Wawancara

Nama : Dra. Murniyati Sulastri

Jabatan : Guru Bahasa Inggris

Tempat Wawancara : Ruang Guru

Hari/Tanggal : Senin, 31 Juli 2017

Peneliti : Sejauhmana kondisi budaya membaca yang terdapat di sekolah

ini?

Informan : Budaya baca anak-anak sekarang kalau ibu bandingkan dengan

zaman ibu si sangat beda jauh ya, makanya sekarang ada sistem

baru kebijakan literasi di awal pelajaran terus membangkitkan

kembali harapan itu dengan adanya budaya literasi tiap awal

pelajaran. Itu bisa menumbuhkan minat membaca siswa biar

sama kayak kami-kami dulu, karena dengan membaca kita bisa

mengerti segalanya, anak-anak sekarang kan bilang, kan

membaca yang banyak, ya main hp.

Peneliti : Bagaimana kondisi budaya membaca dikalangan siswa?

Informan : Hampir sama kayak tadi ya, hampir sama kayak tadi ibu

sampaikan. Anak-anak sekarang, tapi gak semuanya ya, ada

sebagian yang suka membaca tapi itu juga minoritas. Sebagian

besar anak-anak yang ibu ajar, kan ketahuan ya dari hasil

belajar dia ya. Kalau dia banyak membaca, pasti dia nilai tesnya

akan bagus tentunya karena dia suka membaca.

Peneliti : Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi budaya membaca?

Informan : Ya pertama-tama kali, sepengetahuan ibu, ya tujuan anak

tersebut. Kalau anak tersebut mempunyai tujuan hidupnya dia

akan tahu harus bagaimana, tapi kalau anak itu belum ada

tujuan yang pasti dia akan mudah dipengaruhi oleh

lingkungannya, sehingga mungkin ada informasi yang tidak

121

seharusnya tapi kemudian dia jadi membaca. Yang kedua

mungkin pengaruh lingkungan, karena sebetulnya kalau dia

budaya bacanya tinggi akan gampang sekali buat dia mencari

ilmu pengetahuan di internet, apa aja yang di mbah google gitu

ya apa aja bisa di pesan. Nah anak-anak kan tidak mau

membaca, membaca itu kan melelahkan ya kita harus mencari

intinya, anak-anak sekarang kan kelihatan kurang ya. Yang

ketiga, kebiasaan dia di rumah, ya kalau anak punya kebiasaan

membaca dari kecil.

Peneliti : Menurut Ibu apa tujuan budaya membaca?

Informan : Meningkatkan kemauan dan kemampuan siswa di dalam

membaca. Kalau siswa tidak senang-senang membaca, kemudian

diingatkan lagi dengan budaya literasi membaca tadi. Kemudian

tidak semua orang bisa membaca dengan sukses, makanya

dengan membaca terus akan terasah kemampuannya. Karena

membaca sukses itu ialah membaca dengan baik dan benar.

Peneliti : Menurut Ibu kapan waktu yang tepat untuk melakukan kegiatan

membaca?

Informan : Menurut ibu waktu yang tepat untuk membaca beda-beda orang

ya, karena setiap orang itu berbeda-beda. Kalu ibu si, yang ibu

rasakan si membaca itu bagusnya malam, ya gini ketika orang-

orang udah pada tidur sekitar jam 2 lah kita membaca akan

lebih tenang. Karena membaca itu mesti fokus, agar pikiran kita

tidak kemana-mana.

Peneliti : Bagaimana cara dalam mempersiapkan siswa untuk mengikuti

lomba-lomba akademik?

Informan : Kalau lomba-lomba Bahasa Inggris kan seperti lomba debat,

menulis essay, jadi yang pertama kami persiapkan adalah

melatih anak untuk bisa berbicara dan mempunyai respon

dengan cepat. Karena kalau kita debat, kita dikasih problem

sama lawan terus kita bisa kasih dia umpan balik, dia bisa

122

merespon dengan baik dan cepat. Kemudian kalau essay, harus

menguasai topik yang diberikan. Caranya dengan melatih anak

dengan berbagai topik bacaan, kemudian dia baca dan dia

rangkum dengan kata-katanya sendiri, seperti itu ya kalau

Bahasa Inggris.

Peneliti : Bagaimana peran media teknologi informasi dalam

menumbuhkan budaya membaca?

Informan : Perannya sangat mendukung sekali ya, itu dari good side ya.

Sekarang kan sangat pesat ya kemajuannya, kita bisa mencari

dengan cepat apapun yang kita mau, kita bsia cari di internet.

Luar biasa dan sangat bagus apabila anak-anak bisa menyadari

dan bisa memanfaatkan kesempatan itu dengan baik, dia akan

melejit, karena semua yang dicari ada. Ibarat kata behind the

man on the gun , ini senjatanya kalau kita menggunakannya

dengan baik maka kita akan baik.

Peneliti : Apa saja kriteria budaya membaca yang diterapkan dalam

pembelajaran bahasa?

Informan : Kalau sastra betul-betul memang judulnya, tema-temanya, ada

kaitannya sesuai dengan SMK, bahasanya juga dilihat.

Peneliti : Bagaimana penugasan untuk membaca di dalam proses belajar

mengajar di kelas?

Informan : Kalau bentuk penugasan itu biasanya kan mereka membaca,

kemudian mereka membuat rangkuman, juga bisa membuat

resensi dan banyak lagi yang lain. Walaupun kalau disini itu

minoritas, ya kelihatan ya dari buku catatannya rapih, itulah

anak-anak yang suka membaca. Ada anak-anak yang catatannya

berantakan, terus dia jawab selalu salah, itulah karena

membacanya kurang.

Peneliti : Seberapa besar minat siswa dalam membaca ?

Informan : Kalau menurut ibu kurang ya sekarang ini, tapi akhir-akhir ini

mulai meningka step by step, karena anak dipaksa membaca

123

dengan budaya literasi itu. Anak akan membaca atau dia akan

meneruskan diam-diam saja, jadi mesti dipaksa karena minat

bacanya tidak tumbuh dengan sendirinya.

Peneliti : Seberapa besar pemanfaatan teknologi informasi atau internet di

dalam kegiatan belajar mengajar?

Informan : Sangat berperan banget teknologi tersebut, untuk presentasi,

bahan presentasi itu dicari dengan internet.

Peneliti : Menurut Ibu apa yang menjadi prinsip di dalam meningkatkan

mutu pendidikan di sekolah?

Informan : Terbentuknya untuk meningkatkan mutu, banyak faktor ya, mulai

dari siswanya, apa namanya, untuk menyeleksi yang akan

masuk, setelah itu bisa meningkatkan mutu, jika mendapat anak

yang berkemampuan dasarnya memang sudah bagus, jadi tidak

terlalu sulit itu.

Peneliti : Bagaimana tahapan dalam mengatur kegiatan belajar mengajar

untuk mencapai sasaran mutu di sekolah?

Informan : Tahapannya diawal tentu kami harus membuat perangkat

belajar, perangkat itu kami buat untuk pembelajaran selama

satu semester, tentunya disitu ada alokasi waktu dan materinya.

Kemudian tesnya juga tapi juga ada remedial kalau nilainya

kurang.

Peneliti : Apa strategi yang dilakukan untuk meningkatkan prestasi dan

tercapainya sasaran mutu di sekolah?

Informan : Strateginya kita mengajar tidak hanya mengajar mata pelajaran

saja, tetapi juga life skill ya pokoknya mengajarkan karakter

atau hal-hal yang baik. Karena kita sadar juga bahwa yang kita

butuhkan ga cuma materi, tapi juga karakter dia dan

kemampuannya. Kadang-kadang ada anak yang sangat baik itu

yang mempunyai nilai yang plus. Jadi strateginya ialah

mengkombain pelajaran dengan karakter yang baik.

124

Transkip Hasil Wawancara

Nama : Syafira Berliani

Kelas : XI- Administrasi Perkantoran

Tempat Wawancara : Minimarket Sekolah

Hari/Tanggal : Kamis, 27 Juli 2017

Peneliti : Apa arti kegiatan membaca dan seberapa penting kegiatan

membaca bagi Anda?

Informan : Untuk menambah ilmu dalam bidang membaca dan supaya

pendidikan itu luas.

Peneliti : Menurut Anda faktor apa saja yang mempengaruhi minat untuk

membaca?

Informan : Faktor lingkungan, keluarga dan sekolah. Faktor lingkungan itu

bisa dari masyarakat dan ketika di sekolah, dan ketika dirumah

faktor orang tua juga berpengaruh karena menyuruh kita untuk

belajar dan membaca.

Peneliti : Menurut anda tujuan apa yang ingin didapatkan dari kegiatan

membaca?

Informan : Untuk menambah ilmu dan lain-lain.

Peneliti : Jenis bacaan apa yang menjadi minat dalam membaca?

Informan : Novel fiksi dan novel non fiksi.

Peneliti : Menurut anda kapan waktu yang tepat untuk membaca?

Informan : Setelah pulang sekolah, saat liburan atau saat jam kosong.

Peneliti : Apakah anda mempunyai target di dalam membaca?

Informan : Tidak punya si, paling kalau waktu luang aja. Kalo baca novel

paling kalau lagi niat dan novelnya seru, dalam 1 atau 2 hari

selesai.

Peneliti : Menurut anda apakah budaya membaca sudah terbentuk di

kalangan teman-teman sekolah?

125

Informan : Belum si, belum banyak, karena faktor film yang lebih disukai.

Peneliti : Bagaimana ketersediaan buku-buku atau bahan bacaan?

Informan : Ketersediaannya si lumayan lengkap, tetapi tidak dikasih waktu

luang untuk membaca. Maksudnya kalau lagi ada waktu luang

tidak digunakan untuk membaca.

Peneliti : Apakah sumber bacaan tersebut memberikan manfaat atau

kemudahan di dalam membaca?

Informan : Memberikan kemudahan.

Peneliti : Apakah menurut anda bentuk penugasan yang diberikan guru

turut mempengaruhi di dalam menumbuhkan minat membaca?

Informan : Iya pengaruh.

Peneliti : Sejauhmana pemanfaatan teknologi informasi atau internet untuk

membaca atau membantu kegiatan belajar?

Informan : Tergantung yang makainya gimana dimanfaatkan atau tidak.

Peneliti : Apakah kegiatan membaca/budaya membaca yang anda miliki

mempunyai pengaruh terhadap prestasi akademik atau hasil

belajar anda?

Informan : Pengaruhnya juga ada. manfaatnya juga ada.

Peneliti : Apakah K-13 mendorong budaya membaca dikalangan siswa?

Informan : Engga juga si, kurikulum 2013 malah menambah beban bagi

murid-murid juga, dalam jam pelajaran dan jam pulangnya, jadi

ga ada waktu buat keluarga juga.

126

Transkip Hasil Wawancara

Nama : Desi Fatmawati

Kelas : XI- Pemasaran

Tempat Wawancara : Minimarket Sekolah

Hari/Tanggal : Kamis, 27 Juli 2017

Peneliti : Apa arti kegiatan membaca dan seberapa penting kegiatan

membaca bagi Anda?

Informan : Membaca itu penting.

Peneliti : Menurut Anda faktor apa saja yang mempengaruhi minat untuk

membaca?

Informan : Faktor diri sendiri dan orang lain.

Peneliti : Menurut anda tujuan apa yang ingin didapatkan dari kegiatan

membaca?

Informan : Biar nambah ilmu, terus pengetahuan juga jadi luas.

Peneliti : Jenis bacaan apa yang menjadi minat dalam membaca?

Informan : Sejarah, soalnya kita bisa mengenang peristiwa di masa lalu gitu

Peneliti : Menurut anda kapan waktu yang tepat untuk membaca?

Informan : Kalau jam kosong, tidak ada guru

Peneliti : Apakah anda mempunyai target di dalam membaca?

Informan : Tidak si, paling kalo disuruh doang. Jarang baca. Baca sejarah

paling pas pelajarannya terus kalau di rumah, kalau lagi mau

baca.

Peneliti : Menurut anda apakah budaya membaca sudah terbentuk di

kalangan teman-teman sekolah?

Informan : Engga si, belum. Baca paling kalo disuruh doang.

Peneliti : Bagaimana ketersediaan buku-buku atau bahan bacaan?

Informan : Cukup

127

Peneliti : Apakah sumber bacaan tersebut memberikan manfaat atau

kemudahan di dalam membaca?

Informan : Memberi kemudahan dalam belajar, kalo mau presentasi. Paling

kalau yang produktif doang, kayak pemasaran, disini tidak ada

bukunya.

Peneliti : Apakah menurut anda bentuk penugasan yang diberikan guru

turut mempengaruhi di dalam menumbuhkan minat membaca?

Informan : Iya. Kadang diberikan guru buat baca keluar di ulangan, atau

hari-harian kayak lisan gitu, ada juga buat tugas.

Peneliti : Sejauhmana pemanfaatan teknologi informasi atau internet untuk

membaca atau membantu kegiatan belajar?

Informan : Supaya mudah dalam mencari-cari lagi pelajarannya di internet

gitu, di buku kan kadang suka tidak ada.

Peneliti : Apakah kegiatan membaca/budaya membaca yang anda miliki

mempunyai pengaruh terhadap prestasi akademik atau hasil

belajar anda?

Informan : Tidak si, tidak berpengaruh.

Peneliti : Apakah K-13 mendorong budaya membaca dikalangan siswa?

Informan : Membaca si, lebih menyuruh buat banyak baca.

128

Transkip Hasil Wawancara

Nama : Aprilia Damayanti

Kelas : XII- Akuntansi 1

Tempat Wawancara : Masjid Sekolah

Hari/Tanggal : Senin, 31 Juli 2017

Peneliti : Apa arti kegiatan membaca dan seberapa penting kegiatan

membaca bagi Anda?

Informan : Membaca itu penting untuk mengetahui dunia luar yang tidak kita

tahu. Misalnya seperti kayak dunia luar angkasa, itu kan kita

gak tahu gimana, nah dari buku itu kita bisa tahu apa sih dunia

luar angkasa itu kayak gimana, jadi kayak jendela dunia gitu.

Peneliti : Menurut Anda faktor apa saja yang mempengaruhi minat untuk

membaca?

Informan : Faktor yang mempengaruhi itu, biar kita banyak pengetahuan

gitu si, soalnya kadang-kadang pengetahuan itu penting

misalnya kalau ada lomba pengetahuan umum gitu, jadi

menambah wawasan kita.

Peneliti : Menurut anda tujuan apa yang ingin didapatkan dari kegiatan

membaca?

Informan : Menambah ilmu, menambah wawasan, membaca itu pelajaran

juga si.

Peneliti : Jenis bacaan apa yang menjadi minat dalam membaca?

Informan : Membaca buku-buku pelajaran dan novel.

Peneliti : Menurut anda kapan waktu yang tepat untuk membaca?

Informan : Kalau habis magrib atau habis isya, malam membaca pelajaran.

Nah kalau baca novel itu hari sabtu dan minggu. Kalau di

sekolah ada jam waktu literasi sebelum masuk kelas membaca 15

menit, membaca novel atau sastra.

129

Peneliti : Apakah anda mempunyai target di dalam membaca?

Informan : Punya si target, kalau hari sabtu atau minggu baca novel, novel

itu seru nih, kita jadi penasaran jadi selesaikannya hari sabtu

minggu. Paling dalam sebulan membaca 2 buku novel.

Peneliti : Menurut anda apakah budaya membaca sudah terbentuk di

kalangan teman-teman sekolah?

Informan : Belum si, kadang-kadang ada si yang males baca, paling kalau

baca pengetahuan atau novel itu males kan. Kalau jam literasi

kadang-kadang ada yang baca ada yang tidak, apalagi kalau

sebelumnya ada tugas terus belum selesai dan ngerjainnya di

sekolah disaat itu.

Peneliti : Bagaimana ketersediaan buku-buku atau bahan bacaan?

Informan : Iya, cukup tersedia.

Peneliti : Apakah sumber bacaan tersebut memberikan manfaat atau

kemudahan di dalam membaca?

Informan : Iya, bermanfaat.

Peneliti : Apakah menurut anda bentuk penugasan yang diberikan guru

turut mempengaruhi di dalam menumbuhkan minat membaca?

Informan : Iya berpengaruh.

Peneliti : Sejauhmana pemanfaatan teknologi informasi atau internet untuk

membaca atau membantu kegiatan belajar?

Informan : Hmm.. misalnya ni kak, dalam pelajaran sejarah, nah terus kita

dari bacaan buku gitu. Kita kurang dalam buku-bukunya dan

kurang materinya, terus boleh buat PR dan nyari di internet

untuk minggu kedepannya, pelajaran di minggu depan tugasnya

di baca dan di rangkum.

Peneliti : Apakah kegiatan membaca/budaya membaca yang anda miliki

mempunyai pengaruh terhadap prestasi akademik atau hasil

belajar anda?

130

Informan : Iya mempengaruhi. Karena misalnya kalau membaca buku

pelajaran kalau malam itu sebelum gurunya ngejelasin kita udah

tahu, jadi nilainya nambah gitu.

Peneliti : Apakah K-13 mendorong budaya membaca dikalangan siswa?

Informan : Iya, karena dengan budaya literasi itu, kita jadi membaca.

131

Transkip Hasil Wawancara

Nama : Salwa

Kelas : X- Administrasi Perkantoran 2

Tempat Wawancara : Tempat Recepcionist

Hari/Tanggal : Senin, 31 Juli 2017

Peneliti : Apa arti kegiatan membaca dan seberapa penting kegiatan

membaca bagi Anda?

Informan : Membaca itu bisa menghilangkan kejenuhan, terus yang tadinya

kita gak tahu jadi tau, terus menambah kosa kata juga, kosa kata

Bahasa Indonesia yang ada di buku.

Peneliti : Menurut Anda faktor apa saja yan mempengaruhi minat untuk

membaca?

Informan : Membaca bisa dipengaruhi dari diri kita atau orang lain. Salah

satunya, kalau diajak sama orang tua buat ke toko buku, terus

orang tua menyuruh kita untuk membaca.

Peneliti : Menurut anda tujuan apa yang ingin didapatkan dari kegiatan

membaca?

Informan : Tujuan membaca banyak si, untuk menambah pengetahuan. Tapi

yang utama itu untuk menghilangkan bosen.

Peneliti : Jenis bacaan apa yang menjadi minat dalam membaca?

Informan : Novel, macam-macam jenisnya. Salah satunya tentang khayalan,

atau kayak “Sharelock Home” gtu tentang detektif.

Peneliti : Menurut anda kapan waktu yang tepat untuk membaca?

Informan : Untuk baca itu paling kalau libur, kalau tidak ada kegiatan apa-

apa, kalo di rumah tidak ngapa-ngapain.

Peneliti : Apakah anda mempunyai target di dalam membaca?

Informan : Tidak ditarget si berapa bukunya, semaunya aja.

132

Peneliti : Menurut anda apakah budaya membaca sudah terbentuk di

kalangan teman-teman sekolah?

Informan : Sudah ada, soalnya kita dibiasakan sebelum belajar dikasih

waktu 15 menit buat baca novel atau buku yang dibawa masing-

masing dari rumah atau beberapa buku yang ada di kelas. Baca

bukunya, buku apa aja yang penting bukan komik.

Peneliti : Bagaimana ketersediaan buku-buku atau bahan bacaan?

Informan : Buku-buku disini udah komplit si lumayan, udah bagus.

Peneliti : Apakah sumber bacaan tersebut memberikan manfaat atau

kemudahan di dalam membaca?

Informan : Iya manfaat buat pelajaran, terus menghibur juga.

Peneliti : Apakah menurut anda bentuk penugasan yang diberikan guru

turut mempengaruhi di dalam menumbuhkan minat membaca?

Informan : Iya

Peneliti : Sejauhmana pemanfaatan teknologi informasi atau internet untuk

membaca atau membantu kegiatan belajar?

Informan : Kalau misalnya kira-kira di buku ada yang susah dicari, kita bisa

langsung ketik di internet terus langsung ada.

Peneliti : Apakah kegiatan membaca/budaya membaca yang anda miliki

mempunyai pengaruh terhadap prestasi akademik atau hasil

belajar anda?

Informan : Iya tergantung bacaannya ya, kalau yang dibaca novel ya belum

tentu. Kalau aku si lebih suka baca untuk hiburan doang, itu juga

keseringan novel yang dibaca.

Peneliti : Apakah K-13 mendorong budaya membaca dikalangan siswa?

Informan : Kalo Kurikulum 2013 kan muridnya lebih aktif jadi lebih sering

kerja kelompok terus muridnya juga yang disuruh nerangin. Iya

si, numbuhin minat baca, soalnya kan sebelum gurunya nerangin

jadi kita sering buka buku, terus apalagi kalo disuruh bikin

power point jelasin teorinya.

133

Transkip Hasil Wawancara

Nama : Arum Puspitarini

Kelas : X- Administrasi Perkantoran 1

Tempat Wawancara : Tempat Recepcionist

Hari/Tanggal : Senin, 31 Juli 2017

Peneliti : Apa arti kegiatan membaca dan seberapa penting kegiatan

membaca bagi Anda?

Informan : Menurut aku kegiatan baca itu kayak, apa ya, sebenernya udah

jarang dilakuin apa lagi anak-anak jaman sekarang lebih milih

gadjet, dan sebenernya tuh baca-baca buku itu sangat penting ya

kak. Harusnya anak-anak zaman sekarang tu lebih minat

membaca ke arah gadjet. Kalau aku sendiri si... jujur ya, lebih

sering di gadjet. Cuma kalau ada guru yang nyuruh literasi, ya..

itu baca buku saat literasi.

Peneliti : Menurut Anda faktor apa saja yang mempengaruhi minat untuk

membaca?

Informan : Sebenernya emang ada programnya 15 menit kalau baru awal

masuk, cuma kadang-kadang gurunya suka lupa gitu

ngebilangin, yang jam awal masuk ngajar. Tapi kadang-kadang

ada juga yang emang jam masuknya abis istirahat, dia tetep

nerapin walaupun ga di jam pertama atau awal jam itu. Terus

faktor lingkungannya juga, kalau misalnya sekelas semua baca,

terus gurunya juga ikut baca dan memberi motivasi, terus

fasilitas yang memberikan kelengkapan buku.

Peneliti : Menurut anda tujuan apa yang ingin didapatkan dari kegiatan

membaca?

134

Informan : Kalau menurut aku tujuan membaca itu, apa ya kayak membuat

tambah tinggi ilmu kita ga tahu tentang hal sesuatu itu, jadi tahu

kalau kita baca

Peneliti : Jenis bacaan apa yang menjadi minat dalam membaca?

Informan : Kalau aku si lebih suka novel. Tidak tergantung si novel apa,

novel apa aja. Cuma kalo yang lebih seru, yang novelnya tuh

tentang roman atau yang lagi populer.

Peneliti : Menurut anda kapan waktu yang tepat untuk membaca?

Informan : Waktu yang tepat untuk membaca terutama kita sebagai pelajar,

paling tepat malam kali ya sebelum dia sebelum tidur atau beres-

beres buku, sama kalau waktu berangkat pagi di sekolah.

Peneliti : Apakah anda mempunyai target di dalam membaca?

Informan : Kalau target si tidak ada ya, itu juga novel paling kalau kadang-

kadang di rumah lagi ingin baca gitu. Jadi tidak ada target buat

baca berapa buku hari ini, kayak gitu.

Peneliti : Menurut anda apakah budaya membaca sudah terbentuk di

kalangan teman-teman sekolah?

Informan : Kalau menurut aku si.. gimana ya, dibilang udah terbentuk juga

belum, tapi dibilang belum terbentuk juga sudah ada. Jadi

dikalangan kita ni pelajar cuma ada beberapa orang yang minat

bacanya masih tinggi gitu. Sedangkan yang lain-lain ya gitu

lebih mengarah ke gadjet. Kalau di kelas paling ada 5 atau 10

orang yang bener-bener suka baca.

Peneliti : Bagaimana ketersediaan buku-buku atau bahan bacaan?

Informan : Hhmmm... aku si tidak tahu pasti ya sudah lengkap apa belum.

Tapi kalau diliat di kelas itu ada pembagian buku, masih ada

yang belum dapat, gitu. Kalau di kelas ada buku-buku, tapi itu

dari setiap orang di kelas itu bawa satu buku satu buat dibaca di

kelas, nah nanti ditaruh di situ terus bacanya ganti-gantian.

Buku-bukunya si banyak ya jenisnya, ada novel ada buku-buku

tentang pelajaran juga.

135

Peneliti : Apakah sumber bacaan tersebut memberikan manfaat atau

kemudahan di dalam membaca?

Informan : Kalau untuk aku si iya ada manfaatnya, kalo misalnya baca novel

itu ada manfaatnnya kita bisa ngambil pengalaman dari cerita

itu, oh.. disini ada pengalaman kayak gini, nah kita bisa ngambil

pengalaman dari situ. Kalau buku-buku pelajaran sudah pasti ya

banyak manfaatnya, banyak banget.

Peneliti : Apakah menurut anda bentuk penugasan yang diberikan guru

turut mempengaruhi di dalam menumbuhkan minat membaca?

Informan : Ada sebenernya, pokoknya setiap pagi harus diwajibin banget

minimal 15 menit walaupun nantinya literasinya tidak ditulis

minimal udah baca. Cuma ya kadang-kadang gitu kalo tidak

diingetin, kitanya juga suka tidak ada kesadaran sendiri buat

baca.

Peneliti : Sejauhmana pemanfaatan teknologi informasi atau internet untuk

membaca atau membantu kegiatan belajar?

Informan : Hhhmmm.. sejauhmana ya, sebenernya ngebantu banget. Apalagi

kan guru-guru tu lebih suka pakai infokus, laptop, buat nampilin

bahan pelajaran video yang mengandung pelajaran-pelajaran

dari materi yang guru itu.

Peneliti : Apakah kegiatan membaca/budaya membaca yang anda miliki

mempunyai pengaruh terhadap prestasi akademik atau hasil

belajar anda?

Informan : Sebenernya iya, penting ya kak, jadi maksudnya kalau orang

yang suka baca terus dia kalau pagi suka baca apalagi baca

buku-buku pelajaran, tentunya ada pengaruh ke prestasinya.

Peneliti : Apakah K-13 mendorong budaya membaca dikalangan siswa?

Informan : Gimana ya, jadi kurikulum sekarang itu kan ya kita sekolah

sampe sore, terus belum lagi tugas, jadi ya kurang mendukung si

menurut aku. Jadi ya kita kayak tidak ada waktu luang gitu di

rumah, kita pulang udah sore kan terus belum lagi ada tugas PR,

136

belum lagi tugas kelompok, jadi ya tidak ada waktu luang selain

waktu baca 15 menit di sekolah.

137

Transkip Hasil Wawancara

Nama : Arlyn Fasinta

Kelas : X- Administrasi Perkantoran 1

Tempat Wawancara : Tempat Recepcionist

Hari/Tanggal : Senin, 31 Juli 2017

Peneliti : Apa arti kegiatan membaca dan seberapa penting kegiatan

membaca bagi Anda?

Informan : Kalau saya si membaca buku itu sebagai ajang menambah

pengetahuan, jadi sekarang ini udah ada internet jadi anak-anak

cenderung lebih ke internet. Jarang dibaca juga, jadi tinggal

copy paste selesai.

Peneliti : Menurut Anda faktor apa saja yang mempengaruhi minat untuk

membaca?

Informan : Kalau misalnya faktor pendorong supaya suka baca itu yang

pertama salah satunya buku yang menarik. Kalau saya sendiri

paling suka itu baca buku yang ada gambar-gambarnya, apalagi

penuh warna, suka banget walaupun sudah besar. Tapi kalau

misalnya bukunya lebih berwarna, gambar-gambarnya juga, itu

kan yang bacanya juga jadi lebih ngefans. Tapi kalau novel suka

aja gitu walaupun tidak ada gambarnya atau dari segi

penampilannya biasa aja.

Peneliti : Menurut anda tujuan apa yang ingin didapatkan dari kegiatan

membaca?

Informan : Yaa.. untuk menambah wawasan.

Peneliti : Jenis bacaan apa yang menjadi minat dalam membaca?

Informan : Kalau aku suka baca novel, jenis novelnya itu roman sama yang

berbau horor gitu.

Peneliti : Menurut anda kapan waktu yang tepat untuk membaca?

138

Informan : Kalau saya si.. jujur ni ya, kalau saya emang orangnya tidak

bisa belajar kalau misalnya ada ulangan terus baru baca hari

ini, itu tidak bisa. Tapi kalau saya sudah aja apa yang diinget

saat itu yang sudah dipelajari sebelumnya biasanya ingat

sendiri, atau kalau tidak bangun pagi jam 4 terus baca-baca

sebentar catatan sebelumnya, gitu si.

Peneliti : Apakah anda mempunyai target di dalam membaca?

Informan : Kalau aku si paling satu hari satu buku, ya bisa satu hari satu

novel, atau kalau ada KKPK (Kecil-Kecil Punya Karya) gitu.

Pokoknya tidak enak deh, kalau lagi baca terus dijeda-jeda, itu

tidak bisa kayak gitu.

Peneliti : Menurut anda apakah budaya membaca sudah terbentuk di

kalangan teman-teman sekolah?

Informan : Nahh.. kalau budaya membaca itu sendiri menurut saya ya,

terbentuk engga, gak terbentuk juga engga, jadi tengah-tengah

gitu. Soalnya ya ada beberapa yang masih suka membaca, ada

beberapa juga yang lebih milih ke gadjet.

Peneliti : Bagaimana ketersediaan buku-buku atau bahan bacaan?

Informan : Kalau buku-buku si sudah ya sekarang, soalnya kebanyakan yang

baru si, mungkin sudah ada yang baru datang buku-bukunya jadi

setiap orang dibagi buku satu orang satu.

Peneliti : Apakah sumber bacaan tersebut memberikan manfaat atau

kemudahan di dalam membaca?

Informan : Ya.. kalau memberi manfaat pasti ya, karena kan kita tadinya gak

tau terus dengan membaca jadi tau.

Peneliti : Apakah menurut anda bentuk penugasan yang diberikan guru

turut mempengaruhi di dalam menumbuhkan minat membaca?

Informan : Ada... nah ngerangkum. Merangkum kadang banyak banget,

biasanya IPS itu kalau di kelas pas mata pelajarannya.

Peneliti : Sejauhmana pemanfaatan teknologi informasi atau internet untuk

membaca atau membantu kegiatan belajar?

139

Informan : Pokoknya sudah... bermanfaat banget deh, lebih,. Lebih, anak-

anak tuh senang banget sesuatu itu di gadjet. Misalnya ada

beberapa pelajaran yang nyuruh cari aja di google, jadi anak-

anak sudah aja nyari di google dari pada nyari di buku.

Peneliti : Apakah kegiatan membaca/budaya membaca yang anda miliki

mempunyai pengaruh terhadap prestasi akademik atau hasil

belajar anda?

Informan : Kalau misalnya ya, budaya baca itu pengaruh banget, apalagi

buat lomba-lomba cerdas cermat gitu kan. Kalau kita tidak baca

kita tidak bakalan tahu. Kalau saya sendiri si ya, tidak bisa tuh

baca pas udah mau ujian, udah aja apa yang ada di otak yang

udah dipelajarin atau dijelasin sebelum-sebelumnya.

Peneliti : Apakah K-13 mendorong budaya membaca dikalangan siswa?

Informan : Yahh.. kalau budaya membaca mungkin tidak ya, soalnya

Kurikulum 2013 itu lebih ke presentasi-presentasi, jarang baca

karena mungkin orang sudah males, soalnya sudah presentasi

terus baca lagi. Jadi mungkin dia sudah capek jadi cuma copy

paste copy paste, tapi mungkin kalo buat ngerangkumnya,

mungkin.

140

Transkip Hasil Wawancara

Nama : Muhammad Ridwan

Kelas : XI- Pemasaran 1

Tempat Wawancara : Tempat Recepcionist

Hari/Tanggal : Senin, 31 Juli 2017

Peneliti : Apa arti kegiatan membaca dan seberapa penting kegiatan

membaca bagi Anda?

Informan : Menurut saya membaca itu buat menambah ilmu pengetahuan.

Sebenernya membaca itu penting, karena ilmu kita jadi

bertambah dengan membaca.

Peneliti : Menurut Anda faktor apa saja yang mempengaruhi minat untuk

membaca?

Informan : Ya itu, acara televisi, main handpone gitu. Kalau saya sendiri

jarang-jarang si, saya lebih suka main dan lebih ke gadjet.

Peneliti : Menurut anda tujuan apa yang ingin didapatkan dari kegiatan

membaca?

Informan : Ya itu tadi buat nambah pengetahuan. Terus sebenernya dengan

baca kita jadi lebih banyak tahu dan ilmu kita tinggi.

Peneliti : Jenis bacaan apa yang menjadi minat dalam membaca?

Informan : Buku cerita paling, cerita-cerita rakyat paling.

Peneliti : Menurut anda kapan waktu yang tepat untuk membaca?

Informan : Malam si, ya walaupun tidak setiap malam juga si baca buku,

kalau lagi ingin aja.

Peneliti : Apakah anda mempunyai target di dalam membaca?

Informan : Tidak si, paling kalau lagi ingin saja bacanya itu juga jarang-

jarang.

Peneliti : Menurut anda apakah budaya membaca sudah terbentuk di

kalangan teman-teman sekolah?

141

Informan : Saya kurang tahu si, cuma temen-temen banyak si yang suka

baca, dibanding yang tidak suka baca lebih banyak yang suka

baca si.

Peneliti : Bagaimana ketersediaan buku-buku atau bahan bacaan?

Informan : Mencukupi si sebenernya, kalau ada tugas-tugas bukunya sudah

dapat dari sekolah.

Peneliti : Apakah sumber bacaan tersebut memberikan manfaat atau

kemudahan di dalam membaca?

Informan : Iya si memberi manfaat.

Peneliti : Apakah menurut anda bentuk penugasan yang diberikan guru

turut mempengaruhi di dalam menumbuhkan minat membaca?

Informan : Tidak si, kadang banyak tugas yang diberikan guru malah buat

cuma fokus sama tugas itu, yang penting selesai dan selebihnya

kita cuma baca dan paham tugas itu.

Peneliti : Sejauhmana pemanfaatan teknologi informasi atau internet untuk

membaca atau membantu kegiatan belajar?

Informan : Teknologi informasi terutama internet itu ada manfaatnya kalau

disuruh buat browsing, disuruh nyari tugas atau cerita-cerita

gitu. Kalau saya sendiri si gunain internet untuk nyari tugas dari

guru sama untuk main game.

Peneliti : Apakah kegiatan membaca/budaya membaca yang anda miliki

mempunyai pengaruh terhadap prestasi akademik atau hasil

belajar anda?

Informan : Mempengaruhi si, kalau banyak baca berarti banyak belajar. Ya

kita jadi banyak tahu tentang pelajaran terus nilai kita bisa jadi

naik karena sudah belajar. Ya walaupun saya sendiri masuk

dalam kategori cukup baik dalam prestasi, ya memenuhi KKM

lah pokoknya.

Peneliti : Apakah K-13 mendorong budaya membaca dikalangan siswa?

142

Informan : Lebih mempengaruhi buat membaca kurikulum 2013, karena

siswanya yang aktif bukan gurunya yang aktif, kita jadi lebih

banyak membacanya si.

143

Transkip Hasil Wawancara

Nama : Bagus Adi Pradana

Kelas : XII- TP4

Tempat Wawancara : Ruang Kelas

Hari/Tanggal : Senin, 21 Agustus 2017

Peneliti : Apa arti kegiatan membaca dan seberapa penting kegiatan

membaca bagi Anda?

Informan : Membaca, kegiatan membaca itu mencari tahu sesuatu ilmu yang

belum kita ketahui gitu. Ya penting si membaca itu. Karena

dengan membaca kita jadi tahu apa yang kita tidak tahu.

Peneliti : Menurut Anda faktor apa saja yang mempengaruhi minat untuk

membaca?

Informan : Pertama si.. apa ya, judulnya mungkin, temanya. Terus juga

mungkin kayak tugas sekolah, karena dengan tugas sekolah kan

otomatis kita jadi baca, kan siswa-siswa.

Peneliti : Menurut anda tujuan apa yang ingin didapatkan dari kegiatan

membaca?

Informan : Tujuannnya si, misalnya kita ada tugas sekolah terus kita tidak

tahu terus otomatis kita di sekolah mencari tahu apa yang belum

kita ketahui. Ya supaya menambah wawasan gitu.

Peneliti : Jenis bacaan apa yang menjadi minat dalam membaca?

Informan : Saya si sukanya buku-buku tentang history, sejarah gitu.

Peneliti : Menurut anda kapan waktu yang tepat untuk membaca?

Informan : Malam si, malam jam 8-an karena mengisi waktu luang juga si

sebelum tidur.

Peneliti : Apakah anda mempunyai target di dalam membaca?

144

Informan : Tidak si, paling ya kalau misalnya baca buku, misalnya bukunya

tebel terus ingin selesain, tapi kalau sudah kelar ya.. sudah kelar

gitu aja, tidak punya target spesifik.

Peneliti : Menurut anda apakah budaya membaca sudah terbentuk di

kalangan teman-teman sekolah?

Informan : Budaya baca si kayaknya belum deh, karena dari yang saya lihat

si, orang-orang belum banyak yang baca. Kalau misalnya ni pas

program literasi pada baca si, cuma bukan dari buku paling

baca artikel-artikel dari internet gitu aja.

Peneliti : Bagaimana ketersediaan buku-buku atau bahan bacaan?

Informan : Cukup, banyak-banyak banget bukunya malah.

Peneliti : Apakah sumber bacaan tersebut memberikan manfaat atau

kemudahan di dalam membaca?

Informan : Iya si memberi manfaat.

Peneliti : Apakah menurut anda bentuk penugasan yang diberikan guru

turut mempengaruhi di dalam menumbuhkan minat membaca?

Informan : Mempengaruhi banget si, karena disini bergerak membaca kalau

baru disuruh sama guru. Misalnya ada tugas agama, nah

gurunya itu nyuruh, tapi kalau tidak disuruh otomatis nilainya

jelek. Nah kalau disuruh mereka baca kan supaya nilainya bagus

gitu.

Peneliti : Sejauhmana pemanfaatan teknologi informasi atau internet untuk

membaca atau membantu kegiatan belajar?

Informan : Mempengaruhi banget ya, karena anak sekarang baca bukan dari

buku, tapi dari internet.

Peneliti : Apakah kegiatan membaca/budaya membaca yang anda miliki

mempunyai pengaruh terhadap prestasi akademik atau hasil

belajar anda?

Informan : Punya si, misalnya kayak kita lomba, saya kan lomba broadcast

ya, FLS2N. Nah dengan membaca saya jadi tahu cara-cara

berbicara di depan umum jadi kayak nambah kosakata juga gitu.

145

FLS2N itu lomba seni, tapi kalau saya si lomba film pendek. Nah

strategi buat lomba itu, ya.. kerjain sebagus-bagusnya, jadi pas

presentasi tinggal bagus gitu.

Peneliti : Apakah K-13 mendorong budaya membaca dikalangan siswa?

Informan : Saya rasa si, iya mempengaruhi juga. Karena guru kan tidak

ngajar terus, jadi kita nyari tahu sendiri gitu.

146

Transkip Hasil Wawancara

Nama : Fandee Tsario

Kelas : XII- Multimedia

Tempat Wawancara : Ruang Kelas

Hari/Tanggal : Senin, 21 Agustus 2017

Peneliti : Apa arti kegiatan membaca dan seberapa penting kegiatan

membaca bagi Anda?

Informan : Membaca itu menurut saya, lebih untuk mengambil imu dan

menambah wawasan. Membaca itu penting si, apalagi kita

khususnya pelajar kan kita, karena membaca itu belajar dan

menambah ilmu.

Peneliti : Menurut Anda faktor apa saja yang mempengaruhi minat untuk

membaca?

Informan : Pertama dengan adanya literasi kan ya. Itu aja si kayaknya kak.

Hobi juga si, tergantung orangnya.

Peneliti : Menurut anda tujuan apa yang ingin didapatkan dari kegiatan

membaca?

Informan : Ya itu tadi kak, untuk menambah ilmu dan wawasan.

Peneliti : Jenis bacaan apa yang menjadi minat dalam membaca?

Informan : Kalau saya si lebih suka baca-baca novel, kayak Dilan, gitu kak.

Terus sama buku sekolah paling kak.

Peneliti : Menurut anda kapan waktu yang tepat untuk membaca?

Informan : Biasanya kalau lagi weekend si kak. Kalau hari biasa gini si

tidak.

Peneliti : Apakah anda mempunyai target di dalam membaca?

Informan : Target ada. Kalau tahun ini si saya ingin baca 15 buku si kak.

Targetnya saya list di website saya si kak. Tergantung si kak

147

kalau saya, kadang saya cuma baca satu hari satu bab, ya jadi

gitu tidak begitu ketat gitu.

Peneliti : Menurut anda apakah budaya membaca sudah terbentuk di

kalangan teman-teman sekolah?

Informan : Belum. Karena ya, masih banyak yang... kalau misalnya ada

waktu luang ni ya, kadang saya sama sebelah saya ni ya suka

baca ya saya baca cuma sama dia. Kadang ada yang main

laptop, main game, main hp gitu kan. Paling pada baca pas

program literasi aja.

Peneliti : Bagaimana ketersediaan buku-buku atau bahan bacaan?

Informan : Belum si masih belum. Masih banyak yang kurang di

perpustakaanya,

Peneliti : Apakah sumber bacaan tersebut memberikan manfaat atau

kemudahan di dalam membaca?

Informan : Memberi manfaat tentunya, tapi kalau untuk memberi kemudahan

dalam belajar si tidak juga si, soalnya kita masih lebih banyak

nyari dari luar.

Peneliti : Apakah menurut anda bentuk penugasan yang diberikan guru

turut mempengaruhi di dalam menumbuhkan minat membaca?

Informan : Iya. Ada guru yang nugasin buat baca novel, terus kalau udah

baca novelnya kita nyetor tuh setiap babnya, terus nanti kita

suruh dibuat resensinya gitu.

Peneliti : Sejauhmana pemanfaatan teknologi informasi atau internet untuk

membaca atau membantu kegiatan belajar?

Informan : Cukup penting si, dengan adanya e-book, pdf, internet gitu, di

laptop jadi bisa baca-baca kita.

Peneliti : Apakah kegiatan membaca/budaya membaca yang anda miliki

mempunyai pengaruh terhadap prestasi akademik atau hasil

belajar anda?

Informan : Iya mempengaruhi.

Peneliti : Apakah K-13 mendorong budaya membaca dikalangan siswa?

148

Informan : Mempengaruhi banget. Jadi kan, murid harus lebih aktif dalam

Kurtilas ini ya, jadi otomatis lebih sering baca, lalu kalau ada

yang kita tidak tahu dari buku tersebut kita bisa tanya kepada

guru kitu. Ya gitu.

149

Transkip Hasil Wawancara

Nama : Fikri Bayu Aji

Kelas : X- TP4

Tempat Wawancara : Ruang Kelas

Hari/Tanggal : 21 Agustus 2017

Peneliti : Apa arti kegiatan membaca dan seberapa penting kegiatan

membaca bagi Anda?

Informan : Membaca itu memahami suatu tulisan. Membaca itu penting

banget soalnya buat menambah wawasan.

Peneliti : Menurut Anda faktor apa saja yang mempengaruhi minat untuk

membaca?

Informan : Faktor-faktor itu kayak ingin tahu. Kalau saya sendiri si kurang

suka baca si ya.

Peneliti : Menurut anda tujuan apa yang ingin didapatkan dari kegiatan

membaca?

Informan : Ya untuk supaya kita lebih tahu dan lebih tahu lagi, jadi

pengetahuan kita bertambah.

Peneliti : Jenis bacaan apa yang menjadi minat dalam membaca?

Informan : Komik.

Peneliti : Menurut anda kapan waktu yang tepat untuk membaca?

Informan : Biasanya habis pulang sekolah.

Peneliti : Apakah anda mempunyai target di dalam membaca?

Informan : Kalau baca si tidak ada. Paling kalau program literasi di

sekolah.

Peneliti : Menurut anda apakah budaya membaca sudah terbentuk di

kalangan teman-teman sekolah?

Informan : Belum si. Masih kurang, tidak tahu ya kenapa, tapi sekarang kan

ada gadjet jadi lebih suka ke gadjetnya.

150

Peneliti : Bagaimana ketersediaan buku-buku atau bahan bacaan?

Informan : Cukup si.

Peneliti : Apakah sumber bacaan tersebut memberikan manfaat atau

kemudahan di dalam membaca?

Informan : Iya membari manfaat.

Peneliti : Apakah menurut anda bentuk penugasan yang diberikan guru

turut mempengaruhi di dalam menumbuhkan minat membaca?

Informan : Iya kalau menurut saya iya. Soalnya kan tadinya ga tahu terus

dikasih tahu.

Peneliti : Sejauhmana pemanfaatan teknologi informasi atau internet untuk

membaca atau membantu kegiatan belajar?

Informan : Apa ya, kalau menurut saya si buat menarik minat buat baca ya

lebih karena ada animasi atau variasinya, jadi lebih menarik

untuk membaca.

Peneliti : Apakah kegiatan membaca/budaya membaca yang anda miliki

mempunyai pengaruh terhadap prestasi akademik atau hasil

belajar anda?

Informan : Mempengaruhi si, kan soalnya kalau kita baca kita jadinya tahu.

Peneliti : Apakah K-13 mendorong budaya membaca dikalangan siswa?

Informan : Kalau menurut saya si biasanya, msih biasa. Iya lebih naik

sedikit gimana si, kayak ada peningkatan sedikit si. Soalnya kan

sekalian sering nulis jadinya kan bacanya lebih sering si.

151

Lampiran 5

HASIL STUDI DOKUMENTASI

No. Jenis Dokumen Ada Tidak

Ada

Ket.

1. Profil SMK 48 Jakarta

2. Data Peserta didik

3. Data tentang Pendidik dan Tenaga

Kependidikan

4. Data Sarana dan Prasarana Sekolah:

a. Ruang kelas

b. Meja dan bangku

c. Papan tulis

d. Perpustakaan

e. Ruang guru

f. Ruang kepala sekolah

g. Ruang Tata Usaha

h. Laboratorium Multimedia

i. Laboratorium Pemasaran

j. Ruang Bimbingan Konseling

k. Ruang UKS

l. Ruang OSIS

m. Lapangan

n. Toilet

5. Rencana Kerja Sekolah

6. Jadwal Pelajaran SMK 48 Jakarta

7. Struktur Organisasi

8. Dokumen Kurikulum K-13

9. Sasaran Mutu

10. Data Prestasi SMK Negeri 48 Jakarta

11. Data Pengunjung Perpustakaan

12. Data Peminjam Buku Perpustakaan

152

Lampiran 6

DATA PRESTASI SMK NEGERI 48 JAKARTA

TAHUN 2014-2017

No. Tahun Jenis Lomba Peringkat Institusi

1 2014 Lomba Debat Bahasa

Indonesia Tingkat Nasional

Juara I Unit Pengelola

Museum Joang 45

2 2014 Lomba Fotografi “Ini

Inspirasiku”

Juara II Unit Pengelola

Museum Joang 45

3 2014 Lomba Fotografi “Pahlawan

Tanpa Tanda Jasa”

Juara I Unit Pengelola

Museum Joang 45

4 2014 Lomba Fotografi “Pahlawan

Tanpa Tanda Jasa”

Juara II Unit Pengelola

Museum Joang 45

5 2015 International Children

ASIAN

Japan

6 2015 Grafic Design Tecnology

LKS

Juara I Suku Dinas

Pendidikan

Jakarta Timur

7 2015 Secretary Lomba Kompetisi

Siswa (LKS)

Juara

Harapan I

Suku Dinas

Pendidikan

Jakarta Timur

8 2015 Web Design Lomba

Kompetisi Siswa (LKS)

Juara

Harapan II

Suku Dinas

Pendidikan

Jakarta Timur

9 2015 Accounting Competition

2015

7th

Winner Trisakti School of

Management

10 2015 Teather Festival & Lomba

Seni Siswa Nasional

(FLS2N) SMK

Juara II Suku Dinas

Pendidikan

Jakarta Timur

11 2015 Matematika Non Tecnologi

Olimpiade Sains Terapan

Siswa SMK Tingkat

Provinsi DKI Jakarta

Juara I Provinsi DKI

Jakarta

12 2015 Matematika Non Tecnologi

Olimpiade Sains Terapan

Siswa SMK Tingkat

Provinsi DKI Jakarta

Juara II Provinsi DKI

Jakarta

13 2015 Matematika Non Tecnologi

Olimpiade Sains Terapan

Siswa SMK Tingkat

Provinsi DKI Jakarta

Juara III Provinsi DKI

Jakarta

14 2016 Kegiatan Kampanye Green Sertifikat UNJ

153

Indonesia For The World

15 2016 Film Pendek Festival &

Lomba Seni Siswa Nasional

(FLS2N) SMK

Film Terbaik

1

Suku Dinas

Pendidikan

Jakarta Timur

16 2016 Web Design Lomba

Kompetisi Siswa (LKS)

Harapan II Suku Dinas

Pendidikan

Jakarta Timur

17 2016 Bilingual Secretary Lomba

Kompetisi Siswa (LKS)

Juara I Suku Dinas

Pendidikan

Jakarta Timur

18 2016 Accounting Lomba

Kompetisi Siswa (LKS)

Juara I Suku Dinas

Pendidikan

Jakarta Timur

19 2016 Grafic Design Tecnologi

Festival & Lomba Seni

Siswa Nasional

(FLS2N)SMK

Harapan II Suku Dinas

Pendidikan

Jakarta Timur

20 2016 Lomba Sayembara Film

Pendek Bernuansa HAM

Juara II Kementerian

Hukum & HAM

RI Direktorat

Jenderal HAM

21 2016 Grafic Design Tecnologi

Lomba Kompetisi Siswa

(LKS)

Juara III Suku Dinas

Pendidikan

Wilayah I Jakarta

Timur

22 2016 Accounting Lomba

Kompetisi Siswa (LKS)

Juara III Suku Dinas

Pendidikan

Wilayah I Jakarta

Timur

23 2016 Bilingual Secretary Lomba

Kompetisi Siswa (LKS)

SMK

Juara III Suku Dinas

Pendidikan

Wilayah I Jakarta

Timur

24 2017 Solo Gitar Klasik Festival &

Lomba Seni Siswa Nasional

(FLS2N)SMK

Juara I Suku Dinas

Pendidikan

Jakarta Timur

25 2017 Menyanyi Solo Festival &

Lomba Seni Siswa Nasional

(FLS2N) SMK

Juara II Suku Dinas

Pendidikan

Jakarta Timur

26 2017 Badminton Kategori Ganda

Campuran O2SN SMK

Juara I Suku Dinas

Pendidikan

Wilayah I Jakarta

Timur

27 2017 Desain Poster Penegak

Tingkat Jawa Barat, DKI

Juara II SMA 1 Bekasi

154

Jakarta & Banten

28 2017 Film Pendek

Festival & Lomba Seni

Siswa Nasional

(FLS2N)SMK

Juara I Suku Dinas

Pendidikan

Jakarta Timur

29 2017 Badminton Kategori

Tunggal Putera

O2SN SMK

Juara I Suku Dinas

Pendidikan

Wilayah I Jakarta

Timur

30 2017 Basket Puteri

Softy Cup

Juara II Kementerian

Pemuda &

Olahraga RI

31 2017 Depat PAI Team Pentas

Pendidikan Agama Islam

(PAI)

Harapan I Kementerian

Agama Jakarta

Timur

32 2017 Cipta Baca Puisi Festival &

Lomba Seni Siswa Nasional

(FLS2N)SMK

Juara

Harapan II

Suku Dinas

Pendidikan

Jakarta Timur

33 2017 Lomba Ceramah “Ninety

One Islamic Skill Event”

Tingkat SMA/Sederajat Se-

Jakarta Timur

Juara II ROHIS SMAN 91

Jakarta

34 2017 Lomba MTQ Tingkat

SMA/Sederajat Se-Jakarta

Timur

Juara III ROHIS SMAN 91

Jakarta

35 2017 Lomba MTQ Tingkat

SMA/Sederajat Se-Jakarta

Timur

Juara II ROHIS SMAN 91

Jakarta

36 2017 Kompetisi MTQ & Murotal

Kompetisi Rohis antar

Sekolah Se-Jabotabek

Juara I SMK Negeri 25

Jakarta

37 2017 Kompetisi Hadroh

Kompetisi ROHIS antar

Sekolah Se-Jabaotabek

Juara II SMK Negeri 25

Jakarta

38 2017 Festival Film Pendek SMA

Se-Jakarta

Juara II Koordinatorist

Wartawan Balai

Kota-DPRD DKI

Jakarta

155

Lampiran 7

REKAPITULASI JUMLAH PEMINJAM BUKU

PERPUSTAKAAN

SMK NEGERI 48 JAKARTA

Keterangan:

AK = Akuntansi

AP = Administrasi Perkantoran

PM = Pemasaran

MM = Multimedia

TP4 = Teknik Produksi dan Penyiaran Program Pertelevesian

Tahun 2014/2015

Bulan AK AP PM MM TP4

Juli - - - - -

Agustus 69 9 21 12 9

September 18 5 20 7 6

Oktober 39 24 19 - 2

November 43 22 25 2 6

Desember 71 85 46 8 39

Januari 25 10 30 16 7

Februari 30 22 12 - 2

Maret 8 14 6 16 -

April 15 4 19 1 -

Mei 9 4 20 - 12

Juni 4 2 - - -

Total 331 201 218 62 83

Tahun 2015/2016

156

Juli - - 4 - 1

Agustus 79 56 6 61 56

September 28 73 61 29 9

Oktober 33 68 26 12 22

November 18 105 42 21 19

Desember 5 6 11 - 3

Januari 3 62 17 - -

Februari 25 35 38 2 -

Maret 187 94 62 4 13

April 141 40 102 15 10

Mei 52 114 107 - 48

Juni 46 121 25 - -

Total 617 836 501 144 181

Tahun 2016/2017

Juli 15 26 - 3 8

Agustus 29 24 16 - 13

September 141 41 26 3 5

Oktober 115 24 229 11 6

November 69 93 30 37 8

Desember 81 108 30 5 8

Januari 26 17 19 - 10

157

Lampiran 8

REKAPITULASI JUMLAH PENGUNJUNG PERPUSTAKAAN

SMK NEGERI 48 JAKARTA

Keterangan:

AK = Akuntansi

AP = Administrasi Perkantoran

PM = Pemasaran

MM = Multimedia

TP4 = Teknik Produksi dan Penyiaran Program Pertelevesian

Tahun 2014/2015

Bulan AK AP PM MM TP4

Juli - - - - -

Agustus - 33 - 39 -

September 133 140 67 19 25

Oktober 179 68 188 9 32

November 86 73 186 19 22

Desember 173 80 91 44 13

Januari 74 33 49 43 92

Februari 122 71 87 56 30

Maret 25 63 18 8 38

April 74 42 118 31 -

Mei 45 42 68 12 8

Juni 6 15 27 - -

Total 917 660 899 280 260

Tahun 2015/2016

158

Juli - - - - -

Agustus 43 17 13 2 21

September 68 35 33 9 29

Oktober 64 66 46 11 -

November 51 93 28 15 19

Desember 73 70 51 36 7

Januari 75 33 72 - -

Februari 57 87 13 - 2

Maret 33 58 31 22 2

April 53 51 91 15 -

Mei 39 20 21 3 4

Juni 20 23 - - -

Total 576 553 399 113 84

Tahun 2016/2017

Juli 61 20 12 18 14

Agustus 86 35 42 12 15

September 9 37 41 2 5

Oktober 39 23 32 2 3

November 30 60 1 2 12

Desember 17 4 1 2 -

Januari 16 5 4 - -

159

BIODATA PENULIS

Emma Yuliana Nurbaithy, lahir di Jakarta

pada tanggal 8 Juli 1995. Penulis merupakan

anak kelima dari enam bersaudara dari Bapak

Wachidin dan Ibu Tarmini. Penulis menempuh

pendidikan di SD Negeri 23 Petang Pulo

Gebang Jakarta Timur sejak tahun 2001-2007,

SMP Negeri 284 Jakarta pada tahun 2007-2010,

MA Negeri 8 Jakarta dari tahun 2010-2013, dan

melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan

tinggi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas

Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Jurusan

Manajemen Pendidikan pada tahun 2013.

Penulis akhirnya memilih berkontribusi di

bidang pendidikan atas dasar keprihatinan penulis terhadap anak-anak yang belum

mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Terlebih

kesenjangan yang sangat jauh berbeda antara pendidikan yang berada di kota

dengan di daerah pedesaan atau kampung. Melalui jenjang pendidikan ini penulis

sangat besar berharap bisa mengontribusikan diri untuk memajukan pendidikan di

Indonesia dan bermanfaat bagi orang banyak. Penulis meyakini bahwa tidak ada

yang sesuatu yang sia-sia sekalipun itu adalah yang paling buruk yang pernah ada.

Penulis bercita-cita menjadi founder penggiat pendidikan dan seorang

socialpreneur di dunia terutama di Indonesia.

Melalui skripsi ini, penulis berharap dapat bermanfaat bagi siapapun yang

ingin mengetahui tentang pendidikan ataupun sedang menggeluti diri dalam

bidang pendidikan. Skripsi yang berjudul “Penerapan Budaya Membaca dalam

Peningkatan Mutu Pendidikan di SMK Negeri 48 Jakarta” merupakan sebagian

kecil perihal dunia pendidikan, yang menjadi fokus penulis untuk meraih gelar

Sarjana Pendidikan (S.Pd).

Motto: Innama asyku batsi wa huzni ilallah.

160