nata de coco_m.e. yuliana p.s._12.70.0128_d3

21
1. HASIL PENGAMATAN 1.1. Hasil pengamatan lapisan Nata de Coco Hasil pengamatan lapisan Nata de Coco dapat dilihat di Tabel 1. Tabel 1. Hasil Pengamatan Lapisan Nata de Coco Kelompok Tinggi Awal Media (cm) Tinggi Ketebalan Nata (cm % Lapisan Nata 0 7 14 0 7 14 D1 2 - 0,5 0,7 - 25 35 D2 1,5 - 0,5 0,6 - 41,67 50 D3 1,3 - 0,4 0,5 - 30,77 38,46 D4 1 - 0,4 0,5 - 40 50 D5 2,5 - 0,6 0,6 - 24 24 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa tinggi media awal yang paling tinggi adalah kelompok 5 dan yang paling rendah adalah kelompok 4. Pada hari ke 0 nata belum terbentuk sehingga tidak ada data ketebalan nata dan persen lapisan nata. Setelah hari ke 7 nata mulai terbentuk dan nata yang memiliki ketebalan tertinggi pada kelompok 5 dan terendah pada kelompok 3 dan 4 karena memiliki tinggi yang sama. Tinggi ketebalan nata pada hari ke 14 1

Upload: james-gomez

Post on 11-Sep-2015

9 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Nata de coco merupakan fermentasi dari air kelapa dengan bakteri Acetobacter Xyllinum.

TRANSCRIPT

1. HASIL PENGAMATAN

1.1. Hasil pengamatan lapisan Nata de CocoHasil pengamatan lapisan Nata de Coco dapat dilihat di Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Lapisan Nata de CocoKelompokTinggi Awal Media (cm)Tinggi Ketebalan Nata (cm% Lapisan Nata

07140714

D12-0,50,7-2535

D21,5-0,50,6-41,6750

D31,3-0,40,5-30,7738,46

D41-0,40,5-4050

D52,5-0,60,6-2424

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa tinggi media awal yang paling tinggi adalah kelompok 5 dan yang paling rendah adalah kelompok 4. Pada hari ke 0 nata belum terbentuk sehingga tidak ada data ketebalan nata dan persen lapisan nata. Setelah hari ke 7 nata mulai terbentuk dan nata yang memiliki ketebalan tertinggi pada kelompok 5 dan terendah pada kelompok 3 dan 4 karena memiliki tinggi yang sama. Tinggi ketebalan nata pada hari ke 14 pada kelompok 1 hingga 4 mengalami kenaikan sebesar 0,1-0,2, sedangkan pada kelompok 5 tidak mengalami kenaikan. Lapisan nata yang paling tinggi hari ke 7 yaitu pada kelompok 2 sebesar 41,67%, sedangkan pada hari ke 14 lapisan nata yang paling tinggi yaitu kelompok 2 dan 4 sebesar 50%. Lapisan nata pada hari ke 14 pada kelompok 1 hingga 4 mengalami kenaikan, sedangkan untuk kelompok 5 nilainya sama dengan hari ke 7.

1.2. Hasil Pengamatan Uji Sensori Nata de CocoHasil pengamatan uji sensori yang meliputi aroma, warna dan tekstur dapat dilihat di tabel 2.

Tabel 2. Hasil Pengamatan Uji Sensori Nata de CocoKelompokAromaWarnaTekstur

D1++++

D2++++++

D3+++++++

D4+++++

D5++++

Keterangan :Aroma :Warna :Tekstur :+: sangat asam+: kuning+: tidak kenyal++: asam++: putih bening++: agak kenyal+++: agak asam+++: putih agak bening+++: kenyal++++: tidak asam++++: putih+++: sangat kenyal

10

Dari data diatas dapat dilihat bahwa sensori dapat dilakukan dengan 3 parameter yaitu aroma, warna dan tekstur, sedangkan rasa tidak dilakukan sensori. Dari segi aroma kelompok 4 beraroma sangat asam, kelompok 1,2 dan 5 beraroma asam dan kelompok 3 beraroma agak asam. Untuk parameter warna, pada kelompok 1,2,4, dan 5 memiliki warna kuning dan kelompok 3 berwarna putih bening. Dari segi tekstur kelompok 1 dan 5 memiliki tekstur tidak kenyal, kelompok 3 bertekstur agak kenyal, serta kelompok 2 dan 4 memiliki tekstur kenyal.11

2. PEMBAHASAN

Nata de coco adalah makanan hasil fermentasi dengan bantuan bakteri Acetobacter xylinum, memiliki bentuk padat, memiliki warna putih, transaparan, kokoh dan teksturnya kenyal (Astawan & Astawan, 1991). Nata de coco merupakan makanan yang banyak mengnadung serat serta memiliki kadar selulosa yang tinggi sehingga bermanfaat dalam pencernaan tubuh. Nata de coco memiliki warna putih agak bening, beraroma segar dan memiliki tekstur kenyal (Misgiyarta, 2007). Menurut Liana et al (2007) nata de coco merupakan produk olahan dari air kelapa yang saat ini sedang digemari masyarakat, serta media yang digunakan dalam pembuatan nata adalah air kelapa.

Nata berasal dari Negara Filipina yang merupakan makanan yang mengalami pertumbuhan seperti gel yang akan terapung di permukaan. Gel yang terapung merupakan selulosa yang dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum. Lapisan tebal atau lapisan nata tumbuh pada permukaan media yang tersusun dari jaringan mikrofibril (Arviyanti & Nirma, 2009). Menurut Norhayati et al (2014) nata de coco dapat diaplikasikan dalam beberapa makanan karena mengandung kalori yang rendah, tebal serta mempunyai tekstur yang stabil. Nata juga memiliki kandungan besi serta memiliki kandungan air yang tinggi. Nata merupakan salah satu yang dapat disajikan dalam pembuatan makanan penutup di Asia. Selulosa yang terbuat dari hasil fermentasi air kelapa dapat dinamakan nata de coco.

Pada praktikum ini menggunakan substrat cair dari air kelapa dan starter yang digunakan yaitu Acetobacter xylinum. Hal ini sesuai dengan pendapat Astawan & Astawan (1991) bahwa nata de coco merupakan makanan hasil fermentasi dengan bantuan Acetobacter xylinum. Substrat cair yang digunakan adalah air kelapa, hal ini sesuai denga pendapat Pambayun (2002) bahwa substrat cair yang digunakan untuk pembuatan nata de coco adalah air kelapa. Peran Acetobacter xylinum dalam pembuatan nata de coco yaitu dapat menguraikan gula yang terdapat pada substrat sehingga menghasilkan selulosa yang dapat membentuk benang-benang serat yang semakin lama akan semakin menebal sehingga membentuk jaringan yang kuat dan dapat disebut pelikel nata (Rahman, 1992). Air kelapa digunakan sebagai substrat cair dalam pembuatan nata de coco karena memiliki kandungan gula, asam amino, protein, mineral dan vitamin sehingga dapat menunjang pertumbuhan baketri Acetobacter xylinum (Widayati et al., 2002). Media yang dapat digunakan dalam pembuatan nata de coco bukan hanya dari air kelapa saja, namun dapat digunakan dari berbagai jenis bahan yang mengandung gula yang tinggi, mineral dan protein. Misalnya saja sari buah, sari kedelai dan air gula (Liana et al., 2007).

Bakteri Acetobacter xylinum merupakan jenis bakteri yang mempunyai sifat dapat membentuk selaput tebal pada permukaan cairan fermentasi yang disebut nata. Menurut Arviyanti & Nirma (2009) bakteri Acetobacter xylinum merupakan family Pseudomonadaceae dan genus Acetobacter. Memiliki bentuk bulat dan panjangnya 2 mikron. Bakteri ini mampu membentuk selaput tebal yang disebut nata. Pembentukan nata de coco disebabkan adanya bakteri Acetobacter xylinum sehingga senyawa gula yang terdapat pada substrat cair dapat digunakan, sehingga gula akan menyatu dengan asam lemak dan membentuk prekursor ddalam membran sel. Prekursor yang telah terbentuk akan dibantu dengan enzim sehingga dapat dikeluarkan secara ekskresi dan memplomerisasikan glukosa menjadi selulosa (Palungkun, 1996).

Langkah awal pembuatan nata de coco pada praktikum ini yaitu proses pembuatan media. Pembuatan media dilakukan dalam kondisi aseptik sehingga mencegah adanya kontaminasi selama proses fermentasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Dwidjoseputra (1994) bahwa perlakuan secara aseptis dilakukan dalam proses fermentasi sehingga dapat mencegah adanya kontaminasi. Air kelapa yang akan digunakan sebagai substrat disaring terlebih dahulu untuk memisahkan kotoran. Hal ini sesuai dengan pendapat Astawan & Astawan (1991) bahwa air kelapa harus disaring terlebih dahulu sehingga dapat digunakan untuk media cair. Tujuan dilakukan penyaringan yaitu agar kotoran yang masih terdapat dalam air kelapa dapat tersaring. Menurut Pato & Dwiloka (1994) tujuan dilakukannya penyaringan dengan kain saring agar air kelapa dapat steril, bersih dan bebas dari kontaminan sehingga dapat digunakan dalam pembuatan media cair.

Gambar penyaringan air kelapa dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 1. Penyaringan Air Kelapa

Sebanyak 1150 ml air kelapa akan dipanaskan untuk 5 kelompok, lalu ditambahkan gula sebanyak 10% yaitu 115 gram dan diaduk hingga larut. Gula ditambahkan dalam pembuatan media karena gula merupakan sumber karbon bagi Acetobacter xylinum sehingga gula akan diuraikan menjadi selulosa saat fermentasi (Awang, 1991). Gula yang ditambahkan pada praktikum ini yaitu 10% dari berat air kelapa, hal ini sesuai dengan teori Sunarso (1982) bahwa penambahan konsentrasi gula maksimal 10% dan akan menjadikan lapisan nata menjadi tebal. Dengan menambah gula dapat memberikan tekstur pada nata, flavor, penampakan nata dan berfungsi sebagai pengawet. Penambahan gula dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 2. Pemberian Gula Pasir Dalam Air Kelapa

Kemudian ditambahkan ammonium sulfat sebanyak 0,5% yaitu 5,75 gram. Hal ini sesuai dengan teori Awang (1991) bahwa dalam pembuatan nata de coco ditambahkan amonium sulfat sebagai sumber nitrogen dalam mendukung pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum selama proses fermentasi.

Gambar penambahan amonium sulfat dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 3. Penambahan Amonium Sulfat Dalam Larutan Air Kelapa

Setelah itu ditambahkan asam cuka glasial pH 4-5. Penambahan asam glacial dapat berfungsi agar kondisi lingkungan tercapai sehingga bakteri Acetobacter xylinum dapat tumbuh, karena bakteri tersebut dapat tumbuh pada rentang pH 4-5 (Pambayun, 2002). Menurut Rizal et al (2013) untuk mengatur pH lingkungan dalam media pertumbuhan maka ditambahkan asam glasial. Gambar pemberian asam glacial dan pengujian pH dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 4. Penambahan Asam Glacial

Gambar 5. Pengujian pH LarutanKemudian dipanaskan hingga gulanya larut lalu disaring. Pemanasan dilakukan agar mikroorganisme yang terkandung dalam air kelapa dapat mati. Hal ini sesuai dengan pendapat Tortora et al (1995) bahwa pemanasan air kelapa dilakukan hingga mendidih sehingga mikroorganisme kontaminan dapat mati. Pemanasan juga dapat digunakan untuk melarutkan gula sehingga kondisi lingkungan pun juga dapat tercapai dalam pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum ( Astawan & Astawan, 1991). Penyaringan dilakukan untuk menyaring kotoran setelah dilakukan pemanasan sehingga larutan bersih dan siap untuk digunakan sebagai media cair. Gambar penyaringan dan pemanasan dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 6. Pemasakan Larutan

Gambar 7. Penyaringan Setelah Pemasakan

Wadah plastik berbentuk segi empat disiapkan dan dibersihkan sehingga tidak menjadi penyebab kontaminan, kemudian media yang telah dibuat dimasukkan ke dalam wadah sebanyak 200 ml setiap kelompok. menurut Rizal et al (2013) wadah yang digunakan hendaknya wadah yang berbentuk segi empat, hal ini dikarenakan untuk efisiensi dan efektifitas hasil nata sehingga rendemen yang dihasilkan baik dan luas permukaan yang dihasilkan relati besar. Gambar penuangan media ke dalam wadah plastik dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 8. Penuangan Larutan Ke Dalam Wadah

Biang nata ditambahkan sebanyak 10% dari media dan dilakukan secara aseptis dan digojog perlahan agar seluruh starter tercampur dan menjadi homogen. Tujuan dilakukan pengambilan secara aseptis yaitu agar mencegah terjadnya kontaminasi dan dapat menghambat kerja mikroba viakan selama proses fermentasi berlangsung (Hadioetomo, 1993). Faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri Acetobacter ylinum yaitu pH, suhu, sumber karbon dan sumber nitrogen (Rizal et al, 2013). Gambar pemberian kultur dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 9. Pemberian Kultur

Wadah plastik ditutup dengan kertas coklat hingga rapat dan ditali dengan karet. Kemudian diinkubasi selama 2 minggu, selama inkubasi wadah tidak boleh digoyangkan agar nata tidak rusak. Tujuan penutupan dengan kertas coklat agar terhindar dari kontaminasi, serta oksigen masih dapat masuk ke dalam wadah dan tidak bersentuhan langsung ke dalam wadah. Hal ini dikarenakan bakteri Acetobacter xylinum merupakan bakteri aerob (Pambayun, 2002). Gambar inkubasi media yang telah berisi starter pada suhu ruang dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 10. Inkubasi Media di Suhu Ruang

Pengamatan dilakukan terhadap nata de coco pada hari ke 7 dan ke 14, bila sudah terbentuk lapisan nata maka ketebalan nata diukur. Uji sensori dilakukan terhadap warna, aroma dan tekstur. Rumus yang digunakan dalam menghitung % lapisan nata yaitu :

Pada minggu kedua akan terbentuk lapisan nata, hal ini sesuai dengan teori Rahman (1992) bahwa proses fermentasi yang sudah berakhir akan membentuk lapisan putih yang merupakan nata. Gas CO2 akan dihasilkan selama prose fermentasi, sehingga akan mengangkat lapisan nata dan terangkat ke permukaan cairan (Gunsalus & Staines, 1962). Lapisan nata dapat terbentuk setelah diinkubasi 24 jam, sehingga proses fermentasi ini berjalan dengan baik dan dapat membentuk nata (Rizal et al, 2013). Gambar hasil pengamatan nata de coco yang terakhir dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 11. Hasil Akhir Nata de Coco

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa tinggi media awal yang paling tinggi adalah kelompok 5 dan yang paling rendah adalah kelompok 4. Pada hari ke 0 nata belum terbentuk sehingga tidak ada data ketebalan nata dan persen lapisan nata. Setelah hari ke 7 nata mulai terbentuk dan nata yang memiliki ketebalan tertinggi pada kelompok 5 dan terendah pada kelompok 3 dan 4 karena memiliki tinggi yang sama. Tinggi ketebalan nata pada hari ke 14 pada kelompok 1 hingga 4 mengalami kenaikan sebesar 0,1-0,2, sedangkan pada kelompok 5 tidak mengalami kenaikan. Lapisan nata yang paling tinggi hari ke 7 yaitu pada kelompok 2 sebesar 41,67%, sedangkan pada hari ke 14 lapisan nata yang paling tinggi yaitu kelompok 2 dan 4 sebesar 50%. Lapisan nata pada hari ke 14 pada kelompok 1 hingga 4 mengalami kenaikan, sedangkan untuk kelompok 5 nilainya sama dengan hari ke 7. Pada kelompok 1 hingga 4 sesuai dengan pernyataan Lapuz et al (1967) bahwa tinggi ketebalan nata dipengaruhi oleh lamanya waktu inkubasi karena semakin lama waktu inkubasi maka ketinggian nata semakin tebal. Pada kelompok 5 tidak mengalami kenaikan nata, kemungkinan yang terjadi adalah bakteri telah mati sehingga nata tidak dapat lagi meninggi. Matinya bakteri juga dapat dikarenakan suhu dan pH pada ruang inkubasi.

Dari data diatas dapat dilihat bahwa sensori dapat dilakukan dengan 3 parameter yaitu aroma, warna dan tekstur, sedangkan rasa tidak dilakukan sensori. Dari segi aroma kelompok 4 beraroma sangat asam, kelompok 1,2 dan 5 beraroma asam dan kelompok 3 beraroma agak asam. Aroma asam yang dihasilkan dapat dipengaruhi oleh air kelapa yang memiliki ph asam sehingga dapat menghasilkan nata berbau asam, hal ini juga dapat membuktikan bahwa proses fermentasi berjalan dengan baik (Astawan & Astawan, 1991). Untuk parameter warna, pada kelompok 1,2,4, dan 5 memiliki warna kuning dan kelompok 3 berwarna putih bening. Warna kuning dan putih bening ini membuktikan bahwa nata mengalami kekeruhan yang awalnya bewarna bening, kekeruhan ini dapat disebabkan oleh adanya reaksi gula dan asam pada nata. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Astawan & Astawan (1991) bahwa air kelapa yang bertemu dengan Acetobacter xylinum dapat menghasilkan kekeruhan karena kandungan gula dan sehingga warna nata menjadi keruh. Ketika gula ditambahkan dan jumlahnya semakin banyak maka akan terjadi browning sehingga warna nata akan berubah menjadi kuning, hal ini sesuai dengan pendapat Mashudi (1993). Dari segi tekstur kelompok 1 dan 5 memiliki tekstur tidak kenyal, kelompok 3 bertekstur agak kenyal, serta kelompok 2 dan 4 memiliki tekstur kenyal. Kekenyalan dapat dipengaruhi oleh kandungan gula yang ditambahkan serta air dan gula akan masuk ke dalam jaringan selulosa sehingga susunan nata menjadi longgar dan mudah putus (Astawan & Astawan, 1991). Penambahan gula yang semakin tinggi maka tekstur nata akan menjadi semakin kenyal (Arsatmodjo. 1996).

3. KESIMPULAN

Nata de coco adalah makanan hasil fermentasi dengan bantuan bakteri Acetobacter xylinum. Nata de coco memiliki warna putih agak bening, beraroma segar dan memiliki tekstur kenyal. Substrat cair yang digunakan untuk pembuatan nata de coco adalah air kelapa. Peran Acetobacter xylinum dalam pembuatan nata de coco yaitu dapat menguraikan gula yang terdapat pada substrat sehingga menghasilkan selulosa. Gula ditambahkan dalam pembuatan media karena gula merupakan sumber karbon bagi Acetobacter xylinum. Gula yang ditambahkan pada praktikum ini yaitu 10% dari berat air kelapa. Amonium sulfat sebagai sumber nitrogen dalam mendukung pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum selama proses fermentasi. Penambahan asam glacial dapat berfungsi agar kondisi lingkungan tercapai sehingga bakteri Acetobacter xylinum dapat tumbuh. Aroma asam yang dihasilkan dapat dipengaruhi oleh air kelapa yang memiliki ph asam. Kekeruhan pada nata setelah fermentasi dapat disebabkan oleh adanya reaksi gula dan asam pada nata sehingga mengalami perubahan warna. Kekenyalan dapat dipengaruhi oleh kandungan gula yang ditambahkan. Tinggi ketebalan nata dipengaruhi oleh lamanya waktu inkubasi karena semakin lama waktu inkubasi maka ketinggian nata semakin tebal.

Semarang, 8 Juli 2015 Praktikan,Asisten Dosen : Nies Mayangsari Wulan Apriliana

M.E. Yuliana Puspa Sari

4. DAFTAR PUSTAKA

Arsatmodjo, E. 1996. Formulasi Pembuatan Nata de Pina. Skripsi Fateta. IPB. Bogor.

Arviyanti, E. Nirma Y. (2009). Pengaruh Penambahan Air Limbah Tapioka Pada Proses Pembuatan Nata. Seminar Akhir S1 Teknik Kimia Universitas Diponegoro.

Astawan, M. dan M.W. Astawan. 1991. Teknologi Pengolahan Nabati Tepat Guna Edisi Pertama. Akademika Pressindo. Bogor.

Awang, S.A. 1991. Kelapa: Kajian SosialEkonomi. Aditya Media. Yogyakarta.

Dwidjoseputro, D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan.

Gunsalus, I.C. and Staines, R.Y. 1962. The Bacteria A Treatise On Structure & Function. Academic Press. New York.

Hadioetomo, R. S. (1993). Mikobiologi Dasar dalam Praktek, Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Lapuz, M.M.; Gallardo, E.G. and Palo, M.A. 1967. The Nata Organism Cultural. Requirements Characteristis and Indentity. The Philippine Journal of Science Vol 96.

Liana, Y.W. Mufidah M. Abd. Rahman A. (2007). Analisis Usahan Pembuatan Nata de Coco Dengan Menggunakan Sumber Dan Kandungan Yang Berbeda. Jurnal Agrisistem Vol 3: No.2.

Mashudi. 1993. Mempelajari Pengaruh Penambahan Amonium Sulfat dan Waktu Penundaan Bahan Baku Air Kelapa Terhadap Pertumbuhan dan Struktur Gel Nata de coco. Skripsi. Jurusan Teknologi Pandan dan Gizi, Fateta. IPB. Bogor.

Misgiyarta. 2007. Teknologi Pembuatan Nata de Coco. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor.

Norhayati Pae. Nur Idayu A.H. Nozieana K. Khairul A. Kok F.K. Bazlul M.S. dan Ida I.M. (2014). Effect od Different Drying Methods on the Morphology, Crystallinity, Swelling Ability and Tensile Properties of Nata de Coco. Jurnal Sains Malaysia 43(5):767-773.

Palungkun, R. 1996. Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta.

Pambayun, R. 2002. Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Kanisius. Yogyakarta.

Pato, U. dan Dwiloka, B. 1994. Proses dan Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Nata de Coco. Sains Teks I (A): 70 77.

Rahayu, E.S.; Indriati, R.; Utami, T.; Harmayanti, E. dan Cahyanto, M.N. 1993. Bahan Pangan Hasil Fermentasi. UGM. Yogyakarta.

Rahman, A. 1992. Teknologi Fermentasi. ARCAN Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Bandung.

Rizal, H.M. Dewi M.P. Abdullah S. (2013). Pengaruh Penambahan Gula, Asam Asetat dan Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Nata De Corn. Jurnal Teknik Kimia No.1, Vol. 19.

Sunarso. 1982. Pengaruh Keasaman Media Fermentasi Terhadap Ketebalan Pelikel pada Pembuatan Nata de Coco. Skripsi. UGM. Yogyakarta.

Tortora, G.J., Funke, R. and Case, C.L. 1995. Microbiology. The Benjamin / Cummings Publishing Company, Inc. USA.

Widayati, Eny; Sutarno; dan Setyaningsih, Ratna. (2002). Seleksi Isolat Bakteri untuk Fermentasi Asam Laktat dari Air Kelapa Varietas Rubescent (Cocos nucifera L. var. rubescent). Biosmart Volume 4 Nomor 2 Halaman 32-35.

12

5. 6. LAMPIRAN

5.1. PerhitunganRumus:

Persentase Lapisan Nata =

Kelompok D1

H0 Persentase Lapisan Nata = = 0 %

H7 Persentase Lapisan Nata = = 25 %

H14 Persentase Lapisan Nata = = 35 %

Kelompok D2

H0 Persentase Lapisan Nata = = 0 %

H7 Persentase Lapisan Nata = = 41,67 %

H14 Persentase Lapisan Nata = = 50 %

Kelompok D3

H0 Persentase Lapisan Nata = = 0 %

H7 Persentase Lapisan Nata = = 30,77 %

H14 Persentase Lapisan Nata = = 38,46 %

Kelompok D4

H0 Persentase Lapisan Nata = = 0 %

H7 Persentase Lapisan Nata = = 40 %

H14 Persentase Lapisan Nata = = 50 % Kelompok D5

H0 Persentase Lapisan Nata = = 0 %

H7 Persentase Lapisan Nata = = 24 %

H14 Persentase Lapisan Nata = = 24 %

5.2. Jurnal5.3. Laporan Sementara