penentuan sifat keterbasahan bambu dengan metode …digilib.unila.ac.id/55915/3/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
PENENTUAN SIFAT KETERBASAHAN BAMBU DENGAN METODESUDUT KONTAK DAN METODE TINGGI AIR ABSORPSI
TERKOREKSI
(Skripsi)
Oleh
CANDRA MURTI AYUNINGTYAS
UNIVERSITAS LAMPUNG2018
ABSTRAK
PENENTUAN SIFAT KETERBASAHAN BAMBU DENGAN METODESUDUT KONTAK DAN METODE TINGGI AIR ABSORPSI
TERKOREKSI
Oleh
Candra Murti Ayuningtyas
Pasokan kayu di Indonesia berasal dari hutan alam dan hutan tanaman. Sebagian
besar kayu yang ditanam di hutan tanaman merupakan jenis kayu cepat tumbuh,
namun jenis-jenis tersebut memiliki banyak kekurangan seperti berat jenis dan
keawetannya rendah. Oleh karena itu diperlukan alternatif lain pengganti kayu
seperti bambu, namun penggunaan bambu sebagai papan memiliki kelemahan
karena bagian dalamnya yang berongga sehingga ada keterbatasan dimensi. Salah
satu solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan mengkonversi
bambu menjadi papan laminasi yang proses perekatannya dipengaruhi oleh sifat
keterbasahan, dimana pada umumnya bahan yang memiliki sifat keterbasahan
yang tinggi lebih mudah dipenetrasi oleh perekat dan meningkatkan kualitas
perekatan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui sifat keterbasahan bambu
kuning (Bambusa vulgaris), bambu hitam (Gigantochloa atroviolacea), dan
bambu betung (Dendrocalamus asper) yang diukur dengan metode Cosinus Sudut
Kontak (CSK) dan metode Tinggi Air Absorpsi Terkoreksi (TAAT). Pengujian
sifat keterbasahan dengan metode CSK dilakukan dengan meneteskan cairan
Candra Murti Ayuningtyas(sessile drop) di atas permukaan bambu pada penampang radial kemudian diukur
sudut kontak yang terbentuk dengan menggunakan contact angle analyzer,
sedangkan pengujian sifat keterbasahan dengan metode TAAT dilakukan dengan
membuat bambu menjadi partikel dengan ukuran yang seragam. Partikel bambu
kemudian direndam selama 48 jam di dalam pipa gelas dan diukur nilai
penyerapan tertinggi. Hasil pengukuran CSK dengan tetesan cat minyak
menunjukkan hasil yang konsisten, dimana bambu kuning memiliki keterbasahan
tertinggi yang ditunjukkan dengan nilai sudut kontak yang paling kecil (91,9o)
dibandingkan dengan bambu hitam (109,2o) dan bambu betung (112,8o). Namun,
pengukuran CSK dengan tetesan air menunjukkan hasil yang berbeda, dimana
bambu hitam memiliki sifat keterbasahan tertinggi atau sudut kontak terkecil
(90,27o) dibandingkan dengan bambu betung (112,37o) dan bambu hitam (124,5o).
Pengukuran keterbasahan dengan metode TAAT menunjukkan bahwa bambu
kuning memiliki keterbasahan tertinggi dengan nilai TAAT sebesar 479,47 mm,
disusul oleh bambu betung yaitu 426,27 mm, dan bambu hitam yaitu 376,97 mm.
Kata kunci : Bambu, Cosinus Sudut Kontak, Keterbasahan, Tinggi Air AbsorbsiTerkoreksi.
Candra Murti Ayuningtyas
ABSTRACT
DETERMINATION THE WETTABILITY OF BAMBOO WITH COSINECONTACT ANGLE METHOD AND CORRECTED WATER
ABSORPTION HEIGHT METHODE
Oleh
Candra Murti Ayuningtyas
Timber supply in Indonesia mainly derived from natural forests and plantation
forests. Most of the tree species planted in plantation forest are fast growing trees,
which has several disadvantages such as low density and low durability.
Therefore the use of alternative materials as substitute to wood is needed, and one
of the promising biomaterials is bamboo. However, the application of bamboo as
panel products has several limitations due to its hollow core hence limited the
dimension of the panel produced. One of the solutions to overcome this problem
is by converting bamboo into laminated board in which gluing process is affected
by the wettability of the material. The purpose of this study was to determine the
wettability of yellow bamboo (Bambusa vulgaris), black bamboo (Gigantochloa
atroviolacea) and betung bamboo (Dendrocalamus asper) with Cosine Contact
Angle (CCA) and Corrected Water Absorption Height (CWAH) methods. The
wettability testing with CCA method was carried out using sessile drops on the
surface of radial section of each sample and then measured the contact angle
formed by using contact angle analyzer, while the wettability testing using
Candra Murti AyuningtyasCWAH method was performed by converting bamboo into particles with similar
size. Bamboo particles were then soaked for 48 hours in a glass pipe and then the
highest absorption was measured for each sample. The results of measurement
with the CCA measurements with oil paint droplets showed consistent results,
where yellow bamboo had the highest wettability as indicated by the smallest
contact angle value (91,9o) compared to black bamboo (109,2o) and betung
bamboo (112,8o). However, CCA measurements with water droplets showed
different results, where black bamboo had the highest wettability or the smallest
contact angle (90,27o) compared to betung bamboo (112,37o) and black bamboo
(124,5o). The CWAH method showed that yellow bamboo had the highest
wettability with a CWAH value of 479,47 mm, followed by betung bamboo of
426,27 mm, and black bamboo of 376,97 mm.
Keywords : Bamboo, Corrected Water Absorption Height, Cosine ContactAngles, Wettability.
PENENTUAN SIFAT KETERBASAHAN BAMBU DENGAN METODESUDUT KONTAK DAN METODE TINGGI AIR ABSORPSI
TERKOREKSI
Oleh
CANDRA MURTI AYUNINGTYAS
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSARJANA KEHUTANAN
Pada
Jurusan KehutananFakultas Pertanian Universitas Lampung
JURUSAN KEHUTANANFAKULTAS PERTANIAN
2018
iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Gadingrejo pada 7 September 1996,
merupakan anak ketiga dari 3 bersaudara, dari Bapak
Murdato dan Ibu Ekowati.Pendidikan yang telah ditempuh
penulis adalah TK Pertiwi Gadingrejo yang diselesaikan
pada tahun 2002, kemudian melanjutkan ke SD Negeri 7 Gadingrejo yang
diselesaikan pada tahun 2008, selanjutnya penulis meneruskan pendidikan ke
SMP Negeri 1 Gadingrejo yang diselesaikan pada tahun 2011, dan melanjutkan ke
SMA Negeri 1 Gadingrejo yang ditamatkan pada tahun 2014.
Tahun 2014 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Kehutanan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Mahasiswa Prestasi
Tingkat Nasional (SNMPTN). Bulan Januari tahun 2017, penulis melaksanakan
program Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Pajar Mataram Kecamatan Seputih
Mataram Kabupaten Lampung Tengah. Bulan Juli sampai Agustus 2017 penulis
mengikuti Praktik Umum (PU) di Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah.
Penulis juga pernah megikuti kunjungan studi lapang yang dilaksanakan di PT.
Pertamina Jadestone Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan selama 5 hari pada
Oktober 2017. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif berorganisasi di
Himpunan Mahasiswa Jurusan Kehutanan (HIMASYLVA) sebagai anggota
bidang kewirausahaan pada periode 2015/2016 dan periode 2016/2017.
SANWACANA
Bismillahirrohmanirrohiim
Segala puji bagi Allah SWT yang telah meridhoi penulis menyelesaikan tulisan
ini. Ucapan terimakasih penulis curahkan teruntuk ibu, bapak, kakak, saudara,
serta kerabat yang telah memberikan semangat untuk terus belajar menghargai
proses supaya menjadi pribadi yang baik.
Suatu kado terindah dan rahmat yang besar penulis dapat menyelesaikan tulisan
penelitian dengan judul, “Penentuan Sifat Keterbasahan Bambu dengan
Metode Sudut Kontak dan Metode Tinggi Air Absorpsi Terkoreksi”. Ucapan
terimakasih penulis persembahan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan
FakultasPertanian Universitas Lampung dan Pembimbing Akademik.
2. Ibu Dr. Melya Riniarti, S.P., M.Si., selaku Ketua Jurusan Kehutanan
FakultasPertanian Universitas Lampung.
3. Bapak Wahyu Hidayat, Ph.D., selaku pembimbing utama. Penulis menyadari
masih banyak keterbatasan dan kemampuan dalam menulis kajian tersebut,
sehingga penulis mendapatkan banyak bimbingan melalui dosen pembimbing.
4. Bapak Dr. Ir. Slamet Budi Yuwono, M.S., selaku pembimbing kedua atas
kesediannya untuk mengarahkan penulis menjadi lebih baik.
ii
5. Bapak Dr. Indra Gumay Febryano,S.Hut.,M.Si., selaku penguji yang telah
memberikan masukan dan saran-saran perbaikan dalam penyusunan skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen beserta Staf Jurusan Kehutanan Fakultas
PertanianUniversitas Lampung.
7. Bapak dan Ibuku tersayang yang tiada henti mendoakan dan memberikan
semangat untukku saat aku sedang kesulitan menjalani proses penyusunan
skripsi ini.
8. Mas Ardhi, Mbak Bella, Mbak Ririn, Kak Fajri, Erga, Syfa, dan Amara yang
selalu berbagi keceriaan denganku saat aku sedang jenuh menjalani proses
penyusunan skripsi ini.
9. KeluargaKuliah Kerja Nyata (KKN) yaitu Erry, Nina, Bella, Jefry, Wisnu,
Denny, Bu Tati, Bapak, Mbak Devi, dan Mas David yang selalu mendoakan
dan menyemangatiku.
10. Para kerabat Jurusan Kehutanan LUGOSYL yang tiada lelah membantu
penelitianku,memberikan semangat untukku saat dalam keterpurukan
penyusunan skripsi, seluruhnya tak dapat kusebutkan satu persatu.
11. Sahabat "GENG" ku tersayang, Bella, Fasya, Nita, dan Anggi yang tiada lelah
berbagi keceriaan serta selalu menyemangatiku.
Terimakasih atas waktu yang sangat bermanfaat. Hanya doa yang mampu penulis
berikan untuk semuanya agar mendapat ridho dan keberkahan dari Allah SWT.
Bandar Lampung, Desember 2018Penulis
Candra Murti Ayuningtyas
DAFTAR ISI
HalamanDAFTAR TABEL .................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ vi
I. PENDAHULUANA. Latar Belakang ............................................................................... 1B. Tujuan ........... ............................................................................... 3C. Kerangka Teoritis.......................................................................... 3D. Hipotesis ...................................................................................... 5
II.TINJAUAN PUSTAKAA. Potensi Bambu di Indonesia.......................................................... 6B. Gambaran Umum Bambu Kuning, Bambu Hitam, dan Bambu
Betung .......................................................................................... 71. Bambu Kuning (Bambusa vulgaris)......................................... 72. Bambu Hitam (Giganthochloaatroviolacea) ........................... 83. Bambu Betung (Dendrocalamusasper).................................... 10
C. Keterbasahan (Wettability)........................................................... 111. Metode Cosinus Sudut Kontak/CSK (Cosine-Contact
Angle/CCA)…………………………………………………. 112. Metode Tinggi Air Absorpsi Terkoreksi/TAAT (Corrected
Water-Absorption Height/CWAH)…………………………. 14
III. METODE PENELITIANA. Tempat dan Waktu ....................................................................... 16B. Alat dan Bahan .............................................................................. 16C. Batasan Penelitian ......................................................................... 16D. Metode .......................................................................................... 17
1. Penebangan Bambu .................................................................. 172. Persiapan Sampel Penelitian .................................................... 17
a. Sampel pengujian kadar air dan kerapatan.......................... 17b. Sampel pengujian keterbasahan metode Cosinus Sudut
Kontak(CSK)....................................................................... 18c. Sampel pengujian keterbasahan metode Tinggi Air
Absorpsi Terkoreksi (TAAT) .............................................. 193. Rancang Bangun Pengukur Sudut Kontak ............................... 204. Pengujian Sampel..................................................................... 21
iv
Halamana. Sampel pengujian kadar air dan kerapatan.......................... 21b. Sampel pengujian keterbasahan metode Cosinus Sudut
Kontak (CSK)...................................................................... 21c. Sampel pengujian keterbasahan metode Tinggi Air
Absorpsi Terkoreksi (TAAT) .............................................. 225. Pengolahan dan Analisis .......................................................... 23
a. Sampel kadar air dan kerapatan........................................... 23b. Sampel keterbasahan dengan metode Cosinus Sudut
Kontak (CSK)...................................................................... 23c. Sampel keterbasahan dengan metode Tinggi Air
Absorpsi Terkoreksi (TAAT) .............................................. 28
IV. HASIL DAN PEMBAHASANA. Kadar Air dan Kerapatan............................................................... 29B. Contact Angle Analyzer Skala Laboratorium................................ 31C. Sifat Keterbasahan dengan Metode Cosinus Sudut Kontak
(CSK) ............................................................................................ 35D. Sifat Keterbasahan dengan Metode Tinggi Air Absorpsi
Terkoreksi (TAAT)....................................................................... 41
V. SIMPULAN DAN SARANA. Simpulan ....................................................................................... 44B. Saran ............................................................................................. 45
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 46
LAMPIRANTabel 9-12 ................................................................................................... 50-53Perhitungan ................................................................................................. 54-56
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman1. Sifat kimia bambu kuning .................................................................... 8
2. Sifat kimia bambu hitam ...................................................................... 9
3. Sifat kimia bambu betung .................................................................... 10
4. Sifat fisik bambu kuning, bambu hitam, dan bambu betung................ 29
5. Komponen contact angle analyzer skala laboratorium........................ 32
6. Sudut kontak bambu kuning, bambu hitam, dan bambu betung yangditetesi air ............................................................................................. 36
7. Sudut kontak bambu kuning, bambu hitam, dan bambubetung yangditetesi cat minyak................................................................................ 39
8. Nilai Tinggi Air Absorpsi Terkoreksi (TAAT) pada bambu kuningbambu hitam, dan bambu betung ......................................................... 41
9. Hasil pengolahan data sifat keterbasahan bambu betung ulanganpertama dengan metode Cosinus Sudut Kontak (CSK) ...................... 51
10. Hasil pengolahan data sifat keterbasahan bambu betung ulangankedua dengan metode Cosinus Sudut Kontak (CSK) .......................... 52
11. Hasil pengolahan data sifat keterbasahan bambu betung ulanganketiga dengan metode Cosinus Sudut Kontak (CSK) .......................... 53
12. Hasil rata-rata pengolahan data sifat keterbasahan bambu betungdengan metode Cosinus Sudut Kontak (CSK)..................................... 54
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman1. Bagan alir kerangka pemikiran ............................................................. 5
2. A) Pengambilan bambu kuning, B) bambu hitam, dan C) bambubetung.................................................................................................... 17
3. A) Hasil potongan sampel dan B) pengampelasan ............................... 18
4. A) Proses pengguntingan sampel, B) pengayakan, dan C) pengeringandengan oven .......................................................................................... 19
5. Sketsa contact angle analyzer ............................................................... 20
6. Pengukuran sampel dengan jangka sorong ........................................... 21
7. Pengujian keterbasahan dengan metode TAAT.................................... 22
8. Tampilan layar software imageJ ........................................................... 24
9. Tampilan layar untuk gambar yang dianalisis ...................................... 24
10. Tampilan analisis gambar ..................................................................... 25
11. Tampilan analisis gambar ..................................................................... 25
12. Tampilan layar analisis sudut................................................................ 26
13.Tampilan hasil sudut kontak .................................................................. 26
14. Tampilan sudut kontak.......................................................................... 27
15. Tampilan sudut kontak.......................................................................... 27
16. Contact angle analyzer skala laboratorium........................................... 31
17. Tetesan cairan pada permukaan bambu ................................................ 33
18. Contact angle meter Kino Industry dan China Manufacturers ............. 34
vii
Gambar Halaman19. Grafik perubahan sudut kontak pengujian air pada bambu kuning,
bambu hitam, dan bambu betung ....................................................... 35
20. Grafik perubahan sudut kontak pengujian cat minyak pada bambukuning, bambu hitam, dan bambu betung .......................................... 39
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kondisi pasokan kayu di Indonesia dari hutan alam memiliki perbedaan yang
signifikan jika dibandingkan dengan hutan tanaman. Total produksi kayu dari
hutan alam pada tahun 2013 hingga 2016 berjumlah 19.405.701 m3 sedangkan
total produksi kayu dari hutan tanaman pada periode yang sama berjumlah
110.114.379 m3 (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2017). Hal ini
membuktikan bahwa pemanfaatan kayu oleh perusahaan dari hutan tanaman lebih
tinggi dibandingkan dari hutan alam.
Sebagian besar kayu yang ditanam perusahaan untuk hutan tanaman merupakan
kayu yang cepat tumbuh, tetapi kayu yang cepat tumbuh memiliki banyak
kekurangan seperti berat jenis dan keawetan alami yang rendah karena umur
panen yang relatif cepat (Basuki, 2014). Oleh karena itu diperlukan alternatif
pengganti kayu. Arsyad (2015) menjelaskan bahwa salah satu alternatif pengganti
kayu adalah tanaman yang memiliki sifat seperti kayu yaitu terdapat senyawa
lignoselusosa, salah satu contohnya adalah bambu. Febrianto et al. (2012)
menjelaskan bahwa bambu sangat menjanjikan jika digunakan sebagai bahan baku
subsitusi kayu karena laju pertumbuhan yang cepat serta memiliki keteguhan tarik
yang sangat baik. Nurkertamanda et al. (2011) menambahkan kelebihan lainnya
2yang dimiliki oleh bambu adalah tanaman yang mudah ditanam, tidak
memerlukan pemeliharaan secara khusus, serta mudah didapat.
Bambu juga memiliki kelemahan karena bagian dalamnya yang berongga
sehingga ada keterbatasan dimensi jika dijadikan papan (Arsyad, 2015). Salah
satu solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan memanfaatkan
perkembangan teknologi misalnya dengan mengkonversi bambu menjadi papan
laminasi (Arsyad, 2015). Papan laminasi dapat dijadikan sebagai alternatif papan
kayu. Papan laminasi dibuat dengan cara menggabungkan potongan bambu kecil
kemudian direkatkan menggunakan perekat. Menurut Basuki (2014) salah satu
faktor yang paling penting dalam konversi bambu menjadi papan laminasi adalah
proses perekatannya. Selanjutnya Yuningsih (2017) menambahkan bahwa yang
sangat berpengaruh terhadap perekatan bambu adalah sifat keterbasahannya.
Keterbasahan adalah kondisi suatu permukaan yang menentukan sejauh mana
cairan akan diserap oleh bambu. Sifat keterbasahan pada permukaan bambu dapat
dilihat dari besarnya sudut kontak yang terbentuk. Yuan dan Lee (2013)
menjelaskan bahwa semakin kecil derajat sudut kontak yang terbentuk maka sifat
keterbasahan semakin tinggi. Selain dapat dilihat dari sudut kontak, sifat
keterbasahan juga dapat dilihat dari banyaknya air yang terserap ke dalam
partikel bambu yang direndam dalam air. Sifat keterbasahan dapat juga
digunakan untuk mengetahui kemudahan dalam pengerjaan akhir (finishing) pada
bambu seperti proses pelitur maupun pengecatan dengan melihat kemampuan
bambu menyerap bahan-bahan tersebut. Penelitian ini akan mengkaji sifat
keterbasahan bambu dengan metode Cosinus Sudut Kontak/CSK (Cosine-Contact
3Angle/CCA) dan metode Tinggi Air Absorpsi Terkoreksi/TAAT (Corrected
Water-Absorption Height/CWAH).
B. Tujuan
Tujuan penelitian dapat dilihat sebagai berikut.
1. Membuat rancang bangun contact angle analyzer skala laboratorium.
2. Mengetahui sifat keterbasahan bambu kuning, bambu hitam, dan bambu
betung dengan menggunakan contact angle analyzer melalui metode Cosinus
Sudut Kontak (CSK).
3. Mengetahui sifat keterbasahan bambu kuning, bambu hitam, dan bambu
betung melalui metode Tinggi Air Absorpsi Terkoreksi (TAAT).
C. Kerangka Teoritis
Produksi kayu bulat dari hutan alam dan hutan tanaman secara umum memiliki
perbedaan yang signifikan. Keadaan pasokan kayu dari hutan alam yang menurun
salah satunya disebabkan oleh kegiatan penebangan kayu yang lebih banyak
dibandingkan kegiatan penanamannya (Basuki, 2014). Permasalahan tersebut
membuat perusahaan lebih memanfaatkan hutan tanaman dibanding hutan alam.
Kayu yang diusahakan perusahaan dari hutan tanaman memiliki banyak
kekurangan sebab jenis kayu tersebut memiliki sifat cepat tumbuh, akibatnya berat
jenis dan keawetan alami kayu rendah (Basuki, 2014). Sulastiningsih dan Santoso
(2012) menjelaskan bahwa bambu adalah satu dari beberapa tanaman
berlignoselulosa yang berpotensi sebagai pengganti kayu.
4Indonesia diperkirakan memiliki 157 jenis bambu atau sekitar 10% jenis bambu di
dunia terdapat di Indonesia (Widjaja dan Karsono, 2005). Bambu kuning adalah
salah satu spesies terbesar di antara bambu yang lain sebab bambu ini dapat
ditemukan dengan mudah terutama di negara tropis hutan hujan (Zain et al.,
2018). Bambu kuning (Bambusa vulgaris) memiliki kadar lignin dan holoselulosa
35,19% dan 83,75%. Bambu betung (Dendrocalamus asper) juga merupakan
bambu yang memiliki persebaran yang luas, yaitu di Jawa, Sumatera, dan
Sulawesi. Ukurannya yang besar dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan
konstruksi bangunan seperti reng dan kaso. Kadar lignin dan holoselulosa bambu
betung adalah 30,20% dan 83,80%. Sedangkan bambu hitam (Gigantochloa
atroviolacea) dimanfaatkan masyarakat Indonesia sebagai furniture seperti meja
dan kursi sebab memberikan kesan eksotis dan mewah serta memiliki sifat
kekuatan fisik yang baik dan warnanya yang mengkilap (Yani, 2012). Kadar
lignin dan holoselulosa dari bambu hitam adalah 30,01% dan 76,22%.
Sifat keterbasahan dari ketiga jenis bambu akan di uji menggunakan dua metode
yaitu metode Cosinus Sudut Kontak/CSK (Cosine-Contact Angle/CCA) dan
metode Tinggi Air Absorpsi Terkoreksi/TAAT (Corrected Water-Absorption
Height/CWAH). Sifat keterbasahan pada metode sudut kontak dapat dilihat
melalui besarnya sudut kontak yang terbentuk di atas permukaan bambu. Yuan
dan Lee (2013) menjelaskan semakin kecil derajat sudut kontak yang terbentuk
maka sifat keterbasahan semakin baik. Untuk sifat keterbasahan pada metode
tinggi air absorpsi terkoreksi, bambu dibuat menjadi bentuk partikel kemudian
dapat dilihat dari tinggi air yang terserap pada partikel bambu yang direndam di
dalam air. Bagan kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.
5
Gambar 1. Bagan alir kerangka pemikiran.
D. Hipotesis
Terdapat perbedaan hasil mengenai sifat keterbasahan dengan metode Cosinus
Sudut Kontak (CSK) dan metode Tinggi Air Absorpsi Terkoreksi (TAAT) pada
bambu kuning, bambu hitam, dan bambu betung.
Metode CSK Metode TAAT
Sifat Keterbasahan Bambu
Keterbasahan
Bambu Hitam(Gigantochloaatroviolacea)
Bambu Kuning(Bambusa vulgaris)
Bambu Betung(Dendrocalamus
asper)
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Potensi Bambu di Indonesia
Indonesia merupakan salah satu negara tropis di dunia yang ditumbuhi banyak
tanaman bambu dan cukup potensial. Widjaja dan Karsono (2005) menjelaskan
bahwa jenis bambu di dunia diperkirakan terdiri atas 1250-1350 jenis yang
diperkirakan di Indonesia terdapat 157 jenis bambu atau sekitar 10% jenis bambu
di dunia serta lebih dari 50% dimanfaatkan oleh penduduk.
Bambu banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sesuai dengan jenisnya.
Menurut Setiawati et al. (2015) bambu banyak digunakan sebagai pondasi rumah,
alat musik, dan perlatan rumah tangga. Selain itu jenis beberapa bambu memiliki
potensi untuk rehabilitasi lahan marginal dan dapat digunakan sebagai pagar
hidup dan pemecah angin di perbatasan daerah pertanian, atau sebagai pencegah
erosi di sepanjang sungai. Bambu juga dapat digunakan sebagai bahan baku
bubur kertas dan pengganti kayu bakar. Batubara (2002) menambahkan bahwa
bambu di Indonesia banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar sebagai bambu
lapis untuk dijadikan pelapis pada kayu, bambu lamina, papan semen, arang
bambu, pulp, kerajinan tangan, sumpit, perkakas rumah tangga, sayur, dan alat
musik. Arsyad (2015) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa bambu yang
digunakan sebagai kayu lapis harus melewati prosesnya terlebih dahulu yaitu
7bambu dilakukan pemotongan dan pembelahan dilanjutkan dengan pembuatan
setrip. Pemaparan di atas menjelaskan bahwa tanaman bambu sangat berpotensi
untuk masyarakat Indonesia.
B. Gambaran Umum Bambu Kuning, Bambu Hitam, dan Bambu Betung
1. Bambu Kuning (Bambusa vulgaris)
Bambu kuning merupakan bambu yang digunakan oleh masyarakat untuk
pembuatan tanaman hias di pekarangan rumah (Muhtar et al., 2017). Klasifikasi
bambu kuning (Bambusa vulgaris) dapat dilihat sebagai berikut.
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monokotiledon
Ordo : Graminales
Famili : Graminae
Genus : Bambusa
Spesies : Bambusa vulgaris
Bambu kuning adalah salah satu spesies terbanyak di antara bambu sebab bambu
ini dapat ditemukan dengan mudah terutama di negara tropis hutan hujan (Zain et
al., 2018). Menurut Fatriasari dan Hermiati (2008) bambu kuning memiliki
karakteristik warna batang kuning dengan sedikit bergaris hijau dengan panjang
ruas 18-25 cm serta permukaan batangnya agak halus. Hadjar et al. (2017)
memaparkan bahwa helaian daun bambu kuning berwarna hijau dengan bentuk
meruncing. Handoko (2003) menambahkan bahwa bambu kuning memiliki tinggi
8batang 10 m dan diameter 10 cm. Widjaja dan Karsono (2005) menjelaskan
rebung bambu kuning berwarna hijau dengan ujung yang kekuningan serta tempat
tumbuh bambu kuning berada di sepanjang pinggir sungai atau pinggir jalan.
Sifat kimia dari bambu kuning dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Sifat Kimia Bambu Kuning
No Sifat Kimia Kandungan (%)1 Zat ekstraktif terlarut dalam air panas 6,462 Zat ekstraktif terlarut dalam air dingin 2,963 Lignin 35,194 Holoselulosa 83,755 Abu 2,376 Silika 1,05Sumber : Fatriasari dan Hermiati, 2008.
Widjaja dan Karsono (2005) menjelaskan bahwa bambu kuning biasa digunakan
untuk membuat kandang sapi/kerbau, tempat penanaman rumput laut, dan tempat
penangkapan ikan di laut. Arinasa dan Peneng (2013) menambahkan bambu
kuning juga biasa digunakan untuk membuat lemari dan rak.
2. Bambu Hitam (Gigantochloa atroviolacea)
Bambu hitam merupakan sejenis bambu yang memiliki warna hijau saat muda,
didominasi warna hitam dan kehijauan rona saat sudah matang atau siap panen
(Setiawati et al., 2015). Klasifikasi bambu hitam (Gigantochloa atroviolacea)
dapat dilihat di bawah ini.
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
9Kelas : Monokotiledon
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Gigantochloa
Spesies : Gigantochloa atroviolacea
Masyarakat Indonesia memanfaatkan bambu hitam sebagai bahan peralatan yang
kuat. Yani (2012) menambahkan bambu hitam biasa digunakan untuk membuat
furniture seperti meja dan kursi sebab memberikan kesan eksotis dan mewah serta
memiliki sifat kekuatan fisik yang baik dan warnanya yang mengkilap. Batubara
(2002) menambahkan bahwa bambu hitam memiliki karakteristik yang unik yaitu
dapat menghasilkan nada musik sehingga bambu hitam juga digunakan sebagai
bahan alat musik tradisional. Bambu hitam dapat tumbuh di tanah kering berbatu
(Yani, 2012). Sifat kimia dari bambu hitam dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Sifat Kimia Bambu Hitam
No Sifat Kimia Kandungan (%)1 Zat ekstraktif terlarut dalam air panas 5,492 Zat ekstraktif terlarut dalam air dingin 3,313 Lignin 30.014 Holoselulosa 76,225 Abu 3,306 Silika 2,93Sumber : Fatriasari dan Hermiati, 2008.
103. Bambu Betung (Dendrocalamus asper)
Jenis bambu Dendrocalamus asper mempunyai nama lokal yang berbeda-beda
untuk setiap daerahnya. Seperti di Jawa bambu petung dikenal dengan nama
Pring Petung. Klasifikasi bambu betung sebagai berikut.
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Dendrocalamus
Spesies : Dendrocalamus asper
Bambu betung merupakan tanaman berlignoselulosa yang memiliki diameter
hingga mencapai 20 cm. Tinggi dari bambu tersebut dapat mencapai 25 m.
Penyebaran bambu betung cukup luas yaitu ada di Pulau Jawa, Sumatera,
Sulawesi bahkan sampai ke kawasan timur Indonesia. Berikut disajikan sifat-sifat
kimia dari bambu betung pada Tabel 3.
Tabel 3. Sifat Kimia Bambu Betung
No Sifat Kimia Kandungan (%)1 Zat ekstraktif terlarut dalam air panas 7,192 Zat ekstraktif terlarut dalam air dingin 5,673 Lignin 30,204 Holoselulosa 83,805 Abu 4,636 Silika 3,51Sumber : Fatriasari dan Hermiati, 2008.
11Bambu betung banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan bangunan
seperti reng yang dibuat dengan cara membelahnya menjadi dua. Selain itu
bambu betung dapat digunakan sebagai alternatif bahan baku briket arang, sebab
harganya relatif murah jika dibandingkan dengan bahan yang lain.
C. Keterbasahan (Wettability)
Marra (1992) mendeskripsikan keterbasahan adalah kondisi suatu permukaan
yang menentukan sejauh mana cairan akan diserap oleh kayu. Lestari et al.
(2016) menjelaskan bahwa suatu permukaan kayu akan semakin mudah diresap
oleh larutan aquades jika kondisi kayu memiliki porositas yang tinggi. Perihal
tersebut juga didukung oleh pendapat Sucipto (2009) yang menjelaskan bahwa
kayu yang berkerapatan rendah (porositasnya tinggi) menjadi lebiih baik untuk
dibasahi, sedangkan ekstraktif dalam jumlah berlebihan akan berpengaruh kurang
baik pada keterbasahan. Penentuan sifat keterbasahan dianalisis menggunakan
dua metode yaitu metode Tinggi Air Absorpsi Terkoreksi (TAAT) dan metode
Cosinus Sudut Kontak (CSK).
1. Metode Cosinus Sudut Kontak/CSK (Cosine-Contact Angle/CCA)
Metode cosinus sudut kontak merupakan metode yang diterapkan untuk
mengetahui sifat keterbasahaan pada suatu permukaan. Darren et al. (2010)
mengemukakan bahwa pengukuran sudut kontak dibentuk oleh tetesan cairan
ditempatkan pada permukaan horizontal sehingga dapat memberikan informasi
tentang keterbasahan permukaan.
12Menurut Darren et al. (2010), dua metode untuk yang paling banyak digunakan
untuk menentukan sudut kontak, yaitu metode setengah sudut (half angle) dan
metode manual. Penjelasannya dapat dilihat sebagai berikut.
1. Metode setengah-sudut, merupakan bagian dari bola, didukung dasar dari
metode ini dimana nilai-nilai sudut kontak yang dihitung dengan menggunakan
prinsip-prinsip geometri Euclidian.
2. Metode manual, menggambar lingkaran atau elips ke gambar cross-sectional
dari sessile drop memungkinkan perkiraan benar-benar bulat (atau sebaliknya)
dari gambar droplet. Paket perangkat lunak termasuk alat pengukuran sudut di
mana garis ditarik melintasi garis dasar tetesan menghubungkan titik-titik tiga
fase kiri dan kanan. Sudut garis dasar dan tangen pada titik tiga fase
memberikan perkiraan sudut kontak. Pendekatan ini berpotensi lebih tepat
daripada metode half-angle, tetapi pengukuran sudut manual tergantung pada
teknik analisis.
Analisis mengenai sudut kontak terdapat tiga cara yang dapat diatur melalui
plugin, diantaranya adalah Brugnara, Dropsnake, dan Low Bond Axisymmetric
Drop Shape Analysis (LB-ADSA). Penjelasannya dapat dilihat sebagai berikut.
1. Brugnara, gambar harus disimpan setelah perekaman gambar kemudian akan
muncul gambar tetesan yang tergantung dari permukaan. Setelah membuka
plugin akan muncul tanda seperti salib sebagai kursor. Plugin Brugnara paling
mudah dipelajari dan yang paling tidak rentan terhadap kemiringan gambar.
2. Dropsnake, menggunakan refleksi tetesan untuk mendapatkan pengukuran yang
lebih akurat. DropSnake mampu mengakomodasi kemiringan gambar, dan
13merupakan satu-satunya pilihan untuk tetes yang sangat asimetris. Refleksi
tetesan dapat digunakan untuk mendeteksi antarmuka dan kemiringan kecil
pada gambar.
3. LB-ADSA, teknik ini menggunakan teknik matematis yaitu dengan
menggunaan Laplace sehinggaa menghasilkan sudut kontak yang sangat
akurat.
Penentuan sifat keterbasahan dengan metode CSK memiliki kelebihan yang
dipaparkan oleh Sucipto dan Ruhendi (2012) bahwa hasil penentuan keterbasahan
dengan metode CSK merupakan nilai dari keterbasahan permukaan yang akan
direkat, sehingga relatif lebih akurat jika digunakan untuk menduga kekuatan
rekat (gluabilitas). Namun metode CSK juga memiliki kekurangan yaitu pada
penyiapan sampelnya harus dilakukan dengan kehati-hatian. Lestari et al. (2016)
menjelaskan bahwa keterbasahan dipengaruhi oleh kebersihan permukaan kayu
dan kondisi-kondisi pengerjaan dengan mesin. Sucipto (2009) menambahkan
pisau yang tidak tajam dalam pemotongan sampel menyebabkan permukaan kayu
menjadi panas dan terjadi compaction (permukaan mengeras) dan menyebabkan
penurunan keterbasahan.
Selain itu Cahyono (2017) menjelaskan bahwa perbedaan struktur permukaan
bahan akan mempengaruhi keterbasahan. Struktur yang terbentuk pada
permukaan dapat mempengaruhi sudut kontak yang terbentuk. Semakin tinggi
sudut kontak yang terbentuk maka keterbasahannya semakin rendah. Yuan dan
Lee (2013) menjelaskan bahwa sudut kontak yang terbentuk di atas 90o
menunjukkan sifat keterbasahan yang kurang baik. Akibatnya adalah cairan
14(perekat) lebih sulit membasahi suatu permukaan jika dibandingkan dengan sudut
kontak yang lebih kecil.
Selain faktor permukaan, suhu juga akan mempengauhi sudut kontak yang
terbentuk. Hidayat et al. (2017) menjelaskan bahwa sudut kontak memiliki
perbandingan lurus dengan suhu. Semakin tinggi suhu pada kondisi tersebut
maka sudut kontak yang terbentuk juga semakin tinggi (keterbasahannya rendah).
2. Metode Tinggi Air Absorpsi Terkoreksi/TAAT (Corrected WaterAbsorption Height/CWAH)
Keterbasahan dapat diuji dengan cara perendaman sampel yang dijadikan serbuk
yang disebut dengan metode Tinggi Air Absorpsi Terkoreksi (TAAT). Metode
TAAT adalah salah satu parameter untuk melihat keterbasahan kayu. Metode ini
dilakukan dengan cara membuat objek penelitian menjadi serbuk yang selanjutnya
dimasukkan ke dalam tabung kaca. Selanjutnya tabung kaca ditimbang beratnya
dan satu tabung kaca direndam air kemudian dicatat tinggi absorpsinya, maka
keterbasahan kayu dapat dilihat melalui suatu rumus (Sucipto dan Ruhendi, 2012).
Sucipto (2009) menjelaskan bahwa metode ini menggunakan alat yang sedikit
rumit yaitu dengan menjadikan kayu menjadi partikel-partikel kayu dan
disamakan ukurannya. Selain itu Sucipto dan Ruhendi (2012) menjelaskan bahwa
penentuan sifat keterbasahan dengan menggunakan metode TAAT tidak
mencerminkan kualitas permukaan yang akan direkatkan, sebab pada metode ini
kayu dihaluskan menjadi partikel sehingga tidak dapat dibedakan bagian yang
permukaan dan yang bukan permukaan. Kelebihan dari metode ini dapat
15mengurangi subjektivitas dalam membaca angka sehingga memiliki tingkat
ketelitian yang lebih baik (Sucipto, 2009).
Sifat keterbasahan pada metode TAAT juga dapat digunakan sebagai indikator
kualitas produk. Ruhendi dan Putra (2011) menjelaskan metode TAAT dapat
melihat kualitas produk karena memiliki korelasi yang cukup baik antara
keterbasahan kayu dengan sifat fisis mekanis. Sifat keterbasahan kayu yang
diukur dengan metode TAAT juga memiliki hubungan dengan zat ekstraktif.
Nilai TAAT akan naik setelah kadar zat ekstraktifnya berkurang. Zat ekstraktif
keluar dari serpihan bambu karena perlakuan perendaman air dingin, air panas dan
pengukusan. Berkurangnya zat ekstraktif menyebabkan naiknya nilai absorpsi air
yang berarti juga menaikkan nilai keterbasahan (Sucipto, 2009).
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan bulan April-Desember 2018 di Laboratorium
Teknologi Hasil Hutan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bambu berasal
dari Desa Gadingrejo, Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu.
B. Alat dan Bahan
Penelitian ini menggunakan tiga jenis bambu yaitu bambu kuning (Bambusa
vulgaris), bambu hitam (Gigantochloa atroviolacea), dan bambu betung
(Dendrocalamus asper). Alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah tabung
kaca, oven, neraca digital, kaliper, penggaris, gergaji, kapas, mikropipet, statip,
kamera, penyangga kamera (tripod), meja objek, dan software ImageJ. Bahan
yang digunakan adalah larutan aquades dan cat minyak kayu.
C. Batasan Penelitian
Batasan yang diteliti pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bambu yang diambil sebagai sampel penelitian adalah bambu kuning, bambu
hitam, dan bambu betung.
2. Bagian bambu yang diteliti hanya pada bagian pangkal.
3. Bambu yang diambil berumur 3 tahun.
17D. Metode
1. Penebangan Bambu
Bambu yang dipilih pada penelitian ini adalah bambu yang berumur 3 tahun.
Suhardiman (2011) menjelaskan bahwa bambu yang berumur 3 tahun sudah dapat
dipanen. Bambu ditebang dan dipilih ruas kedua dari bawah sebagai sampel uji.
Pengambilan bambu dapat dilihat pada Gambar 2.
A B C
Gambar 2. A) Pengambilan bambu kuning, B) bambu hitam, dan C) bambubetung.
2. Persiapan Sampel Penelitian
a. Sampel pengujian kadar air dan kerapatan
Setelah bambu ditebang, bambu diangin-anginkan selama 1-2 hari, selanjutnya
bambu dikeringkan dalam oven dengan suhu 50oC selama 2 hari, selanjutnya
sampel diletakkan pada suhu ruangan berkisar 25-30oC dengan kelembaban udara
80% selama 14 hari. Bambu dipotong dengan ukuran 2 cm (panjang) x 1 cm
(lebar) x 0,2 cm (tebal). Ukuran panjang mencerminkan arah longitudinal, lebar
mencerminkan arah radial, dan tebal mencerminkan arah tangensial. Sampel yang
18sudah dikondisikan tersebut selanjutnya ditimbang untuk mendapatkan berat
kering udara, kemudian diukur dimensinya.
b. Sampel pengujian keterbasahan dengan metode Cosinus Sudut Kontak(CSK)
Bambu dipotong dengan ukuran 5,5 cm (panjang) x 1 cm (lebar) x 0,5 cm (tebal).
Ukuran panjang mencerminkan arah longitudinal, lebar mencerminkan arah
radial, dan tebal mencerminkan arah tangensial. Langkah selanjutnya bambu
kemudian diampelas menggunakan nomor ampelas yang sama. Pada penelitian
ini digunakan nomor ampelas P-60 (kasar) dan CC-600 (halus). Hasil potongan
bambu dan pengampelasan dapat dilihat pada Gambar 3.
A B
Gambar 3. A) Hasil potongan bambu sampel dan B) pengampelasan.
19c. Sampel pengujian keterbasahan dengan metode Tinggi Air Absorpsi
Terkoreksi (TAAT)
Persiapan sampel untuk pengujian keterbasahan dengan metode TAAT dalam
penelitian ini mengikuti prosedur yang dilakukan oleh Sucipto dan Ruhendi
(2012). Langkah yang dilakukan pada penelitian ini yang pertama sampel bambu
diserut kemudian digunting menjadi ukuran partikel. Selanjutnya partikel disaring
untuk memperoleh ukuran partikel yang seragam. Partikel disaring dengan
menggunakan saringan ukuran 18 mesh. Sebelumnya partikel diayak
menggunakan ayakan yang ukurannya lebih kecil dari 18 mesh dengan tujuan
menghilangkan debu-debu halus partikel, kemudian partikel bambu dikeringkan
dalam oven dengan suhu 100oC selama 24 jam. Persiapan partikel dapat dilihat
pada Gambar 4.
A B C
Gambar 4. A) Proses pengguntingan sampel, B) pengayakan, dan C) pengeringandengan oven.
203. Rancang Bangun Pengukur Sudut Kontak (Contact Angle Analyzer)
Komponen yang digunakan untuk rancangan pengukur sudut kontak yaitu kamera,
lampu belajar, meja objek, mikropipet, dan laptop beserta software ImageJ. Jenis
kamera yang berfungsi sebagai penangkap gambar tetesan air adalah kamera
handphone dengan resolusi 13 megapiksel. Jarak antara kamera dan sampel
dibuat tetap. Lampu yang digunakan sebagai sumber cahaya memiliki ukuran 3
watt. Meja objek yang berfungsi sebagai pengamat obyek dibuat dengan besi dan
alumunium. Ukuran tinggi meja adalah 11 cm, sedangkan ukuran meja benda
menyesuaikan dengan panjang sampel. Hasil rekaman diolah dengan software
ImageJ untuk menentukan sudut kontak antara cairan dengan permukaan bambu
sebagaimana dijelaskan dalam Hidayat et al. (2017). Sketsa rancangan untuk
mengukur sudut pada metode CSK dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Sketsa contact angle analyzer.
lampu1 cm
KameraMeja objek
11 cmKomputerKomputer
Sessile drop
214. Pengujian Sampel
a. Sampel pengujian kadar air dan kerapatan
Langkah selanjutnya sampel dioven pada suhu 100oC selama 24 jam, kemudian
ditimbang dan diukur dimensinya untuk mendapatkan berat kering tanur.
Pengukuran panjang, lebar, dan tebal menggunakan jangka sorong digital.
Pengukuran bambu dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Pengukuran sampel dengan jangka sorong.
b. Sampel pengujian keterbasahan dengan metode Cosinus Sudut Kontak(CSK)
Pengujian keterbasahan dilakukan dengan pengukuran sudut kontak (contact
angle) antara cairan dan permukaan sampel bambu kuning (Bambusa vulgaris),
bambu hitam (Gigantochloa atroviolacea), dan bambu betung(Dendrocalamus
asper). Prosedur pengujian keterbasahan dengan metode CSK dalam penelitan ini
mengikuti prosedur yang dilakukan oleh Sucipto (2009) dengan prosedur sebagai
berikut.
22Pengujian sifat keterbasahan dengan metode CSK dilakukan dengan merekam
tetesan air yang diteteskan pada permukaan bambu. Potongan bambu ditempatkan
pada permukaan meja yang datar. Pada bagian atas permukaan papan dipasang
mikropipet 0,01 ml dengan menggunakan bantuan statip. Hasil rekaman diolah
dengan software ImageJ untuk menentukan sudut kontak antara cairan dengan
permukaan bambu. Pengujian keterbasahan dilakukan ulangan sebanyak tiga kali
untuk masing-masing bambu.
c. Sampel pengujian keterbasahan dengan metode Tinggi Air AbsorpsiTerkoreksi (TAAT)
Partikel bambu dimasukan ke dalam pipa gelas dan diisi dengan partikel.
Selanjutnya pipa ditegakkan dengan ujung bawah direndam air sedalam ±1,25 cm.
Ujung pipa ditutup dengan kapas. Pipa gelas tersebut dibiarkan selama 48 jam,
kemudian diukur tinggi serapan airnya. Tinggi absorpsi air terkoreksi dapat
dihitung dengan menggunakan rumus TAAT. Pengujian keterbasahan dilakukan
ulangan sebanyak tiga kali untuk masing-masing bambu. Pengujian keterbasahan
dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Pengujian keterbasahaan dengan metode TAAT.
235. Pengolahan dan Analisis
a. Sampel kadar air dan kerapatan
Langkah selanjutnya, untuk mengetahui nilai kadar air maka dapat dihitung
dengan menggunakan rumus Haygreen dan Bowyer (1982) sebagai berikut.
Adapun kerapatan yang dihitung merupakan kerapatan berat kering tanur yang
didapat dari berat dan volume bambu setelah dioven. Nilai kerapatan dihitung
dengan menggunakan rumus Haygreen dan Bowyer (1982) dengan rumus sebagai
berikut.
Selanjutnya data dianalisis menggunakan Microsoft Excel untuk menghitung
kadar air dan kerapatan kering tanurnya.
b. Sampel keterbasahan metode Cosinus Sudut Kontak (CSK)
Pengujian keterbasahan dengan metode sudut kontak diolah menggunakan
software imageJ. Langkah yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 8 sampai
Gambar 15.
Berat Kering Udara (gr) – Berat Kering Tanur (gr)
Berat Kering Tanur (gr)Kadar Air (%) = X 100%
Kerapatan (gr/cm3) = Massa kering tanur (gr) /Volume kering tanur (cm3)
241. Langkah petama klik file kemudian pilih open dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Tampilan layar software imageJ.
2. Langkah kedua pilih foto yang akan dianalisis sudutnya dapat dilihat padaGambar 9.
Gambar 9. Tampilan layar untuk gambar yang dianalisis.
253. Setelah muncul foto seperti pada gambar di atas, klik plugins kemudian klik
contact angle. Jika contact angle belum muncul pada program imageJ,lakukan pengunduhan plugins contact angle. Langkah tersebut dapat dilihatpada Gambar 10.
Gambar 10. Tampilan analisis gambar.
4. Gambar akan berubah warna menjadi hitam putih, kemudian muncul tanda +
setelah itu sematkan tanda + seperti yang terlihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Tampilan analisis gambar.
265. Klik point list selanjutnya klik manual point procedure. Langkah tersebut
dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Tampilan layar analisis sudut.
6. Kemudian akan muncul tabel sudut kontak yaitu terdapat theta right sebagaisudut kanan dan theta left sebagai sudut kiri. Maka didapat rata-rata sudutnyayaitu dari theta E. Sudut yang terbentuk merupakan sudut diluar tetesan air,maka untuk mendapatkan sudut kontaknya yaitu 180o dikurang hasil dari thetaE. Langkah tersebut dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Tampilan hasil sudut kontak.
277. Klik back to image, kemudian klik done dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14. Tampilan sudut kontak.
8. Klik file kemudian klik open next dan ulangi seperti langkah di atas. Langkahtersebut dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Tampilan sudut kontak.
28c. Sampel keterbasahan dengan metode Tinggi Air Absorpsi Terkoreksi
(TAAT)
Parameter yang diamati untuk mengetahui sifat keterbasahan bambu dengan
metode TAAT dilakukan dengan melihat tinggi serapan air pada serbuk partikel
bambu. Perhitungan nilai TAAT untuk sifat keterbasahannya mengacu pada
rumus Bodig (1962) yaitu sebagai berikut.
Keterangan:
TAAT = Tinggi Air Absorpsi Terkoreksi (cm)
h1 = Tinggi penyerapan air (cm)
h2 = Tinggi partikel (cm)
w = Berat kering oven partikel (g)
d = Diameter dalam pipa gelas (cm)
π = 3,1415
s = Volume jenis air (cm3/g)
TAAT= h1 x d2 x π x h2
4 x w x s
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Penelitian ini berhasil membuat alat contact angle analyzer skala laboratorium
dan berhasil digunakan untuk merekam sudut kontak.
2. Sifat keterbasahan dengan metode CSK pada masing-masing bambu
menunjukkan hasil yang berbeda, bambu hitam memiliki sifat keterbasahan
tertinggi atau sudut kontak terkecil (90,27o) dibandingkan dengan bambu
betung (112,37o) dan bambu kuning (124,5o). Namun, pengukuran CSK
dengan tetesan cat minyak menunjukkan hasil yang konsisten, dimana bambu
kuning memiliki keterbasahan tertinggi yang ditunjukkan dengan nilai sudut
kontak yang paling kecil (91,9o) dibandingkan dengan bambu hitam (109,2o)
dan bambu betung (112,8o).
3. Keterbasahan dengan metode TAAT menunjukkan bahwa bambu kuning
memiliki keterbasahan tertinggi dengan nilai TAAT sebesar 479,47 mm,
kemudian disusul oleh bambu betung sebesar 426,27 mm, dan bambu hitam
sebesar 376,97 mm.
4. Sifat keterbasahan dari metode TAAT dan CSK yang ditetesi minyak memiliki
hubungan yang konsisten dengan kerapatan, namun sifat keterbasahan pada
metode CSK yang ditetesi air tidak berhubungan secara konsisten disebabkan
oleh struktur anatomi dan zat ekstraktif.
45B. Saran
Perlunya dilakukan penelitian lanjutan mengenai penentuan sifat keterbasahan
pada penampang tangensial untuk bambu kuning, bambu hitam, dan bambu
betung supaya dapat menjadi perbandingan dengan hasil penelitian ini.
47
DAFTAR PUSTAKA
Arinasa, I.B.K. dan Peneng, I.N. 2013. Jenis-jenis Bambu di Bali danPotensinya. Buku. LIPI Press. Jakarta. 118 halaman.
Arsyad, E. 2015. Teknologi pengolahan dan manfaat bambu. Jurnal RisetIndustri Hasil Hutan. 7 (1) : 45-52.
Basuki, A. 2014. Material Kayu Laminasi. Artikel. http://dok.joglosemar.com/baca/ 2014/05/25/material- kayu-laminasi.html. Diakses pada 14 Januari2018.
Basri, E. dan Saefudin. 2006. Sifat kembang susut dan kadar air keseimbanganbambu tali pada berbagai umur dan tingkat kekeringan. Jurnal PenelitianHasil Hutan. 24 (3) : 241-250.
Batubara, R. 2002. Pemanfaatan Bambu di Indonesia. Karya Tulis. UniversitasSumatera Utara. Medan. 6 halaman.
Bodig, J. 1962. Wetability related to gluabilities of five philipine mahagonies.Journal Forest Product. 12 (6) : 265 – 270.
Cahyono, T.D. 2017. Sudut kontak dan keterbasahan dinamis kayu samama padaberbagai pegerjaan kayu. Jurnal Teknik Sipil. 24 (3) : 209-216.
China Manufacturers. 2019. Contact Angle Measurement System. Artikel.https:// haidaequipment.en.made-in-china.com/product/byixtMhDCIWc/China-Contact-Angle-Measurement-System-Contact-Angle-Measurement-Distributor.html. Diakses pada 16 Januari 2019.
Darren, L.W., Anselm, T.K., Mark, A.A., Madison, B.H., Megan, M.K. danEllizabeth, I.N. 2010. Computerised measurement of contact angles.Journal of Galvanotechnik. 101 (11) : 2502-2512.
Eratodi, I.G.L.B. 2017. Struktur dan Rekayasa Bambu. Buku. PenerbitUniversitas Pendidikan Nasional. Bali. 21 halaman.
48Fatriasari,W. dan Hermiati, E. 2008. Analisis morfologi serat dan sifat fisis-
kimia pada enam jenis bambu sebagai bahan baku pulp dan kertas. JurnalIlmu dan Teknologi Hasil Hutan. 1 (2) : 67-72.
Febrianto, F., Sahroni., Hidayat, W., Bakar, E.S., Kwon, G.J., Kwon, J.H., Hong,S.I. dan Kim, N.H. 2012. Properties of oriented strand board made frombetung bamboo. Journal Wood Science and Technology. 46 : 53-62.
Gavrilovic, G.I., Dunky, M., Miljkovic, J. dan Djiporovic, M. 2012. Influence ofthe viscosity of uf resins on the radial and tangential penetration into poplarwood and the shear strength of adhesive joints. BioResources. 11 (1) :2238-2255.
Hadjar, N., Pujirahayu, N. dan Fitriono, E. 2017. Keragaman jenis bambu dikawasan tahura nipa-nipa kelurahan mangga dua. Ecogreen. 3 (1) : 9-16.
Handoko, A. 2003. Budidaya Bambu Rebung. Buku. Kanisius. Yogyakarta.52 halaman.
Haygreen, J.G. dan Bowyer, J.L. 1982. Forest Product and Wood Science, anIntroduction. Buku. Iowa State University Press. Amerika Serikat. 495halaman.
Hidayat, W., Qi, Y., Jang, J.H., Febrianto, F. dan Kim, N.H. 2017. Effect ofmechanical restraint on the properties of heat-treated pinus koraiensis andpaulownia tomentosa woods. BioResources. 12 (4) : 7539-7551.
Kartika, I.A. dan Pratiwi, D.F. 2018. Karakteristik papan partikel dari bambudengan perekat getah damar. Jurnal Teknologi Industri. 28 (2) : 127-137.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2017. Statistika KehutananIndonesia 2016. Buku. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.Jakarta. 355 halaman.
Kino Industry, 2014. Price List of Kino's Contact Angle Meter. Artikel.http://www.uskino. com/Article/T2/139.html. Diakses pada 16 Januari 2019.
Krisdianto., Ginuksumarni. dan Ismanto, A. 2000. Sari Hasil Penelitian Bambu.Karya Ilmiah. Pusat Penelitian Hasil Hutan BALITBANG Kehutanan danPerkebunan. Bogor. 15 halaman.
Kurniawan, D. dan Ipnuwati, S. 2018. Penggunaan metode topsis menentukanjenis bambu untuk pembuatan alat rumah tangga “tradisional”. ProsidingKMSI 2018. 6 (1) : 43-52.
49Lamour, G. dan Hamraoui, A. 2010. Contact angle measurement using a
simplified experimental setup. Journal of Chemical Education. 87 (12) :1403-1407.
Lestari, A.T., Darmawan, I.W. dan Nandika, D. 2016. Pengaruh kondisipermukaan terhadap daya lekat lapisan pelindung. Jurnal Ilmu TeknologiKayu Tropis. 14 (1) : 11-22.
Marra, A.A. 1992. Technology of Wood Bonding. Buku. Van Nostrand Reihold.New York. 454 halaman.
Muhtar, D.F., Sinyi, Y. dan Ahmad, H. 2017. Pemanfaatan tumbuhan bambuoleh masyarakat di kecamatan oba utara kota tidore kepulauan. J.Saintifik.1 (1) : 37-44.
Nurkertamanda, D., Andreina, W. dan Widiani, M. 2011. Pemilihan parameterpre treatment pada proses pengawetan bambu laminasi. Jurnal TeknikIndustri. 6(3) : 155-160.
Ruhendi, S. dan Putra, E. 2011. Sifat fisis dan mekanis papan partikel daribatang dan cabang kayu jabon (anthocephalus cadamba miq.). Jurnal Ilmudan Teknologi Hasil Hutan. 4 (1) : 14-21.
Satriadi, T. 2009. Perubahan Dimensi Kayu. Artikel. http://trisnusatriadi.blogspot.com/2009/05/perubahan-dimensi-kayu_22.html. Diakses pada 18Oktober 2018.
Setiawati, T., Mutaqin, A.Z., Irawan, B., An’amillah, A. dan Subyakto, Ismadi.,Mohamad, G. 2015. Sifat Fisis dan Mekanis Bambu Lapis dari BambuSembilang (Dendrocalamus giganteous ) dan Andong ( Gigantochloapseudoarundinacea). Buku. Pusat penelitian biomaterial LIPI. Bogor.197 halaman.
Sucipto, T. 2009. Determinasi Keterbasahan (Wettability) Kayu. Karya Ilmiah.Universitas Sumatera Utara. Medan. 11 halaman.
Sucipto, T. dan Ruhendi, S. 2012. Pengaruh perendaman terhadap keterbasahantandan kosong sawit dan perbandingannya dengan keterbasahan beberapajenis kayu. Journal of Forestry. 1 (1) : 30-33.
Suhardiman, M. 2011. Kajian pengaruh penambahan serat bambu ori terhadapkuat tekan dan kuat tarik beton. Jurnal Teknik. 1 (2) : 88-95.
50Sulastiningsih, I.M. dan Santoso, A. 2012. Pengaruh jenis bambu waktu kempa
dan perlakuan pendahuluan bilah bambu terhadap sifat papan bambulamina. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 30 (3) : 198-206.
Sulistyawati, I. dan Ruhendi, S. 2014. Hubungan wetabilitas terhadapketerekatan tiga jenis kayu struktural. Jurnal Rimba. 13 (01) : 54-60.
Wahyudi, I. dan Arifien, A.F. 2005. Perbandingan struktur anatomis, sifat fisis,dan sifat mekanis kayu jati unggul dan kayu jati konvensional. Jurnal Ilmu& Teknologi Kayu Tropis. 3 (2) : 9-15.
Widjaja, E.A. dan Karsono. 2005. Keanekaragaman bambu di pulau sumba.Jurnal Biodiversitas. 6 (2) : 95-99.
Yani, A.P. 2012. Diversity and population of bamboo in talang pauh village.Jurnal Exacta. 10 (1) : 61-70.
Yuan, Y. dan Lee, T.R. 2013. Contact angle and wetting properties, surfacescience techniques. Journal Springer. 51 (1) : 3-34.
Yuningsih, I. 2017. Pengaruh Kekasaran Permukaan dan Kekentalan Bahan CatAkrilik terhadap Keterbasahan pada Kayu Jati Rotasi Panjang dan Pendek.Skripsi. IPB. Bogor. 23 Halaman.
Zain, M.Y.M., Ali, M.T. dan Hussin, A.N.H. 2018. Determination ofmechanical strengthas bio-composite material. Journal of Fundamental andApplied Science. 10 (1S) : 847-856.