penentuan kadar vitamin c metode iodimetri
TRANSCRIPT
PENENTUAN KADAR VITAMIN C METODE IODIMETRI
BAB V
PEMBAHASAN
Pada percobaan ini dilakukan analisis vitamin C dengan metode titrasi
iodimetri. Sampel yang digunakan pada percobaan ini yaitu minuman dengan
berbagai merk, sampel yang digunakan kelompok tujuh yaitu sampel G. Vitamin
adalah suatu zat senyawa kompleks yang sangat dibutuhkan oleh tubuh kita yang
berfungsi untuk membantu pengaturan atau proses kegiatan tubuh. Vitamin C
merupakan suplemen yang sangat penting bagi tubuh manusia dimana dianjurkan
sebesar 30-60 mg per hari. Kegunaan dari vitamin C yaitu, sebagai senyawa utama
tubuh yang dibutuhkan dalam berbagai proses penting mulai dari pembuatan kolagen,
pengangkut lemak, sampai dengan pengatur tingkat kolesterol.
Kebutuhan untuk vitamin C adalah 60 mg/hari, tapi hal ini bervariasi pada
setiap individu. Stres fisik seperti luka bakar, infeksi, keracunan logam berat, rokok,
penggunaan terus-menerus obat-obatan tertentu (termasuk aspirin, obat tidur)
meningkatkan kebutuhan tubuh akan vitamin C. Perokok membutuhkan vitamin C
sekitar 100 mg/hari. Buah dan sayuran mengandung banyak vitamin C, akan tetapi
banyak persepsi orang yang salah berkaitan dengan sumber vitamin C dalam bentuk
alami.
Vitamin C mempunyai rumus C6H8C6 dalam bentuk murni merupakan kristal
putih, tak berwarna, tidak bau dan mencair pada suhu 190-1920C. Senyawa ini
bersifat reduktor kuat dan mempunyai rasa asam. Sifat yang paling utama dari
vitamin C adalah kemampuan mereduksi yang kuat dan mudah teroksidasi yang
dikatalis oleh beberapa logam terutama Cu dan Ag (Patricia, 1983).
Penetapan vitamin C ini dilakukan dengan metode titrasi Iodimetri yaitu titrasi
dengan I2 sebagai titernya.
Iodimetri merupakan titrasi langsung dan merupakan metoda penentuan atau
penetapan kuantitatif yang dasar penentuannya adalah jumlah I2 yang bereaksi dengan
sampel atau terbentuk dari hasil reaksi antara sampel dengan ion iodide. Iodimetri
adalah titrasi redoks dengan I2 sebagai pentiternya. Dalam reaksi redoks harus selalu
ada oksidator dan reduktor , sebab bila suatu unsur bertambah bilangan oksidasinya
(melepaskan electron), maka harus ada suatu unsur yang bilangan oksidasinya
berkurang atau turun (menangkap electron). Jadi, tidak mungkin hanya ada oksidator
saja ataupun reduktor saja (Wiryawan dkk, 2008)..Dalam metode analisis ini, sampel
dioksidasikan oleh I2, sehingga I2 tereduksi menjadi ion iodida :
A ( Reduktor ) + I2 → A ( Teroksidasi ) + 2 I-
Sampel sebanyak 10 g dalam labu ukur 100 mL, ditambahkan asam oksalat
5% sampai tanda batas. Kemudian larutan dikocok agar homogen dan disaring, filtrat
yang dihasilkan dititrasi dengan I2 0,02N. Iodium merupakan oksidator lemah,
sehingga hanyaz at-zat yang merupakan reduktor kuat yang dapat dititrasi.I ndikator
yang digunakan yaitu amilum sebanyak 2 mL dan akan memberikan warna biru pada
titik akhir titrasi. Dengan kontrol pada titik akhir titrasi jika kelebihan 1 tetes titran,
perubahan warna yang terjadi pada larutan akan semakin jelas dengan penambahan
indikator amilum/kanji (Basset, 1994).
I 2 + 2 e- → 2 I -
Iod merupakan zat padat yang sukar larut dalam air (0,00134 mol/L) pada suhu
250C, namun sangat larut dalam larutan yang mengandung ion iodida. Iodium
membentuk kompleks triiodida dengan iodida :
I 2 + I - → I 3-
Larutan standar iodium harus disimpan dalam botol gelap untuk mencegah
peruraian HIO oleh cahaya matahari:
2HIO →2 H+ + 2 I- +O2 (g)
(Septyaningrum, 2009)
Larutan iodium merupakan larutan yang tidak stabil, sehingga perlu
distandarisasi berulang kali. Sebagai Oksidator lemah, iod tidak dapat bereaksi terlalu
sempurna, karena itu harus dibuat kondisi yang menggeser kesetimbangan kearah
hasil reaksi antara lain dengan mengatur pH atau dengan menambahkan bahan
pengkompleks. Untuk pengaturan pH ini, ditambahkan asam oksalat H2C2O4,
sehingga sampel dalam suasana asam. Larutan iod distandardisasi dengan larutan
Na2S2O3, standarisasi bertujuan utuk mendapatkan konsentrasi iod dengan tepat
(Septyaningrum, 2009).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam titrasi iodimetri, antara lain :
pembuatan larutan
penyimpanan larutan
Jumlah indicator, dan
ketelitian dalam melakukan titrasi, yaitu dalam menentukan titik akhir dan
pembacaan skala pada buret
Penentuan Titik Akhir Titrasi
Titrasi dilakukan dengan menggunakan amilum sebagai indicator dimana titik
akhir titrasi diketahui dengan terjadinya kompleks amilum-I2 yang berwarna biru tua.
Hal ini disebabkan karena dalam larutan pati, terdapat unti-unit glukosa membentuk
rantai heliks karena adanya ikatan konfigurasi pada tiap unit glukosanya. Bentuk ini
menybabkan pati dapat membentuk kompleks dengan molekul iodium yang dapat
masuk ke dalam spiralnya., sehingga menyebabkan warna biru tua pada kompleks
tersebut. Warna biru akan terlihat bila konsentrasi ios 2 X 10-5M. Sensitivitas
warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks iodium-amilum
mempunyai kelarutan kecil dalam air sehingga biasanya ditambahkan pada titik akhir
reaksi (Khopkar, 2002).
Reaksi pada penentuan Vitamin C dengan iodimetri:
H2S + I2→ S + 2I- + 2H+
SO32- + I2 + H2O → SO4
2- + 2I- + 2H+
Sn2+ + I2 →Sn4+ + 2IH2
AsO3 + I2 + H2O -> HAsO42- + 2I- + 3H+
(Underwood, 2002).
Dari hasil percobaan, volume yang dibutuhkan pada titrasi blanko adalah 0,08
mL. Sedangkan volume titer yang dibutuhkan pada sampel G sebanyak 0,10 mL.
Titik akhir ditandai
dengan perubahan warna dari kuning menjadi biru. Sehingga kadar vitamin C yang
diperoleh pada sampel G adalah 17,54 X 10-6% Vit C. Kadar Vitamin C yang
terbesar terdapat pada sampel F yaitu 149,4 X 10-6% Vit C.
Vitamin C dapat hilang karena hal-hal seperti:
1. Pemanasan, yang menyebabkan rusak atau berbahayanya struktur.
2. Pencucian sayuran setelah dipotong-potong terlebih dahulu .
3. Adanya alkali atau suasana basa selama pengolahan
4. Membuka tempat berisi vitamin C, sebab oleh udara akan terjadi oksidasi yang
tidak reversible (Poedjiadi, 1994).
BAB VI
KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh:
Penentuan kadar vitamin C dilakukan dengan metode titrasi iodimetri.
Iodimetri adalah titrasi redoks dengan I2 sebagai pentiternya.
Kadar Vitamin C pada sampel G yaitu 17,54 X 10-6% Vit C.
Kadar Vitamin C yang terbesar terdapat pada sampel F yaitu 149,4 X 10-6% Vit C.
BAB VII
DAFTAR PUSTAKA
Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Penerbit UI-Press.Jakarta.
Basset.J etc. 1994.Buku Ajar Vogel, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Day RA. Jr dan Al Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Keenam.
Erlangga. Jakarta.
Harjadi W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia. Jakarta.
Khopkar, S, M., 2002, Konsep Dasar Kimia Analitik, Jakarta: UI-Press.
http://liayuliasitirohmah.blogspot.com/2012/02/penentuan-kadar-vitamin-c-metode.html
PENENTUAN KADAR VITAMIN C
diposting oleh w-afif-mufida-fk12 pada 12 December 2012
di Love Kimia Love Chemistry - 1 komentar
Tujuan Percobaan
Menentukan kadar vitamin C dalam sampel dengan cara titrasi
Landasan Teori
Vitamin mula-mula diutarakan oleh seorang ahli kimia Polandia yang bernama Funk, yang percaya bahwa zat penangkal beri-beri yang larut dalam air itu suatu amina yang sangat vital, dan dari kata tersebut lahirlah kata vitamine yang kemudian diganti dengan kata vitamin. Kini vitamin dikenal sebagai suatu kelompok senyawa organik yang tidak termasuk dalam golongan protein, karbohidrat maupun lemak, peranannya bagi beberapa fungsi tertentu tubuh untuk menjaga kelangsungan kehidupan. Vitamin merupakan suatu molekul organik yang sangat diperlukan oleh tubuh untuk proses metabolisme dan pertumbuhan yang normal. Vitamin-vitamin tidak dapat dibuat okeh tubuh manusia dalam jumlah yang cukup, oleh karena itu harus diperoleh dari bahan pangan yang dikonsumsi (Winarno, 2004 ).
Vitamin merupakan molekul polar yang larut dalam air, maupun molekul nonpolar yang larut dalam pelarut lemak. Kebanyakan vitamin yang larut dalam air bertindak sebagi batu bangunan oleh koenzim, contoh asam askorbat (vitamin C) sebagai gizi diperlukan bagi hewan menyusui tingkat tinggi dan normal. Vitamin C adalah vital dalam pembentukan dari kolagen protein struktural (Thenawijaya, 1982).Dalam larutan air, vitamin C mudah dioksidasi terutama bila dipanaskan,oksidasi di
percepat apabila ada tembaga atau suasana alkalis. Kehilangan vitamin C sering terjadi dalam pengolahan, pengeringan dan cahaya. Vitamin C penting dalam pembuatan sel-sel intra seluler,kolagen. Vitamin ini tersebar keseluruh tubuh dalam jaringan ikat, rangka, matriks,dll. Vitamin C berperan penting dalam/hidroksilasi prolin dan lisin menjadi hidroksi prolin dan hidroksi lisin.Vitamin C berperan penting dalam menghambat reaksi-reaksi oksidasi dalam tubuh yang berlebihan dengan bertidak sebagai inkubator. Tampaknya vitamin C merupakan vitamin vitamin yang esensial untuk memelihara fungsi normal semua unit sel termasuk struktur-struktur subsel sepertiribosom dan mitokondria (Poedjiadi, 2008).
Adanya asam askorbat makanan, membantu penyerapan besi dalam intestin, karena besi makanan umumnya berbentukion ferri, sedangkan besi diserap berbentukion ferro, dalam tubuh asam askorbat diubah menjadi asam oksalat, asam oksalat di ekskresi oleh ginjal (Hardjasamita, 1991).
Kebutuhan vitamin C bagi setiap orang berbeda-beda tergantung pada kebiasaan hidup masing-masing. Faktor yang berpengaruh biasanya adalah merokok, minum kopi, konsumsi obat tertentu, anti biotik tetraksilin, anti atritis, obat tidur, kontrasepsi oral. Kebiasaan merokok menghilangkan 25 % vitamin C dalam darah, selain nikotin vitamin dipengaruhi oleh kavein (Wikipedia, 2010).
Penentuan vitamin C dapat dilakukan dengan titrasi iodimetri. Hal ini berdasarkan sifat bahwa vitamin C dapat bereaksi dengan iodin. Indikator yang digunakan yaitu amilum. Akhir titrasi ditandai dengan terjadinya warna biru dari iod-amilum. Perhitungan kadar vitamin C dengan standarisasi larutan iodin yaitu tiap 1 mL 0,01 N iodin ekivalen dengan 0,88 mg asam askorbat. Cara lain dalam penentuan vitamin C adalah dengan 2,6 D (2,6 Dikloro fenol indofenol). Asam askorbat dapat direduksi 2,6 D dalam suasana netral atau basa akan berwarna merah muda. Apabila 2,6 D direduksi oleh asam askorbat maka menjadi tak berwarna , dan bila semua asam askorbat telah mereduksi 2,6 D, maka kelebihan 2,6 D sedikit saja akan terlihat dengan terjadinya pewarnaan (Lehninger, 1982).
Alat dan BahanAlatBuret 50 mLStatif dan klemCorong biasaNeraca digitalGelas kimia 600 mL
Pipet tetesPembakar spritusMortar dan aluKaki tiga dan kasa asbesGelas ukur 10 mLPipet ukur 5 ml dan 10 mLLabu erlenmeyer bertutup asa 250 ml 3 buahLabu erlenmeyer 250 ml 3 buahBahanTablet vitamin CH2SO4 2 NLarutan iod 0,1 NAquadestAmilum 2 %Larutan Na2S2O3 0,1 NKorek apiTissue
Prosedur KerjaBlangkoMenambahkan 5 ml H2SO4 2 N dalam 10 ml H2O pada labu erlenmeyer.Menambahkan 10 ml larutan iod 0,1 N.Menambahkan beberapa tetes indikator amilum.Menitrasi larutan tersebut dengan larutan Na2S2O3 0,1 N hingga larutan bening.Mengulangi langkah 1-4 sebanyak 3 kali. Sampel Menghaluskan beberapa butir vitamin CMenimbang 0,3 g vitamin C yang halusMelarutkan vitamin C tersebut dengan 10 ml aquadest dan segera menambahkannya dengan 5 ml H2SO4 2 NMenambahkan 10 ml larutab iod 0,1 N dengan beberapa tetes amilum.Menitrasi larutan tersebut dengan larutan Na2S2O3 0,1 N hingga larutan menjadi warna kuning kembali (warna larutan menjadi kuning).Melakukan langkah 2-5 sebanyak 3 kali.
Hasil PengamatanSampel larutan kuning + 5 ml H2SO4 2 N0,3 g vitamin C + 10 ml H2O coklat dititrasi larutan kuning larutan coklat + amilum Larutan kuning + 10 mL iod 0,1 N
Titrasi Volume Na2S2O3 0,1 N (ml)1 7,92 9,83 8,7
Blangko 10 larutan bening + 10 mL iod 0,1 N larutanml H2O + 5 ml H2SO4 2 N larutan coklat dititrasi larutan bening.coklat + amilum larutan titrasi Volume Na2S2O3 0,1 N (ml)1 11,72 12,03 11,6
Analisis DataDik : N Na2S2O3 = 0,1 NV Na2S2O3 sampel = 8,8 mlV Na2S2O3 blangko =11,77 mlMM vit C =176 mg/mmolDit : m Vitamin C =........?Kadar vit C =........?PenyelesaianN = (m ekiv)/VN = (m vit C ×ekivalen Na2S2O3 )/(Mm vit C ×V Na2S2O3 )= (0,1 N ×176 mg/mmol×1ml)/(2 ekivalen) =8,8 mgJadi, 1 ml Na2S2O3 0,1 N ≈ 8,8 mg vitamin C
Kadar vitamin CKadar = (m vit C)/(m sampel) ×100%= (26,14 mg)/(300 mg) ×100%=8,71 %
PembahasanPercobaan ini bertujuan untuk menentukan kadar vitamin C dalam sampel untuk mempercepat proses pelarutan vitamin C dalam air, maka sampel tersebut harus digerus sehingga permukaan bidang sentuhnya besar. Adapun air digunakan sebagai pelarut karena vitamin C mudah larut didalamnya, untuk menghindari oksidasi dengan cahaya vitamin C dimasukkan dan dilarutkandalam erlenmeyer tertutup. Hal ini karena vitamin C mudah teroksidasioleh cahaya,namun vitamin C yang terdapat dalam labu tersebut masuh memungkinkan untuk teroksidasi sehingga ditambahkan dengan asam sulfat pekat.Selain itu,asam tersebut juga berfungsiuntuk memberi suasana asam karena proses oksidasi vitamin C pada suasana tersebut dapat maksimal.Dalam penentuan kadar vitamin C larutan sampel ditambahkan dengan iod oleh karena itu titrasi yang digunakan yaitu titrasi iodometrikarena pad aanalit langsung terdapat iod. Iodium mengoksidasi vitamin C ekivalen dengan jumlah total vitamin C yang terdapatdalam sampel. Reaksinya yaitu:
H2SO4
+ I2 + 2HI
Vitamin C
Vitamin C yang terdapat dalam sampel tersebut habis teroksidasi, sedangkan kelebihan iodium dititrasi dengan Na2S2O3. Untuk mempertajam perubahan warna saat mencapai titik ekivalenmaka ditambahkan dengan indikator amilum.Titrasi dilakukan hingga analit berubah menjadi warna kuning kembali yang menandakan bahwa semua iodium yang bersisa telah habis bereaksi. Reaksinya :Reduksi : 2e + I2 2 I-Oksidasi : 2S2O32- S4O62- + 2e-I2 + 2S2O32- 2 I- + S4O62-Reaksi lengkapnya adalah :I2 + 2 Na2S2O3 2NaI + Na2S4O6Untuk menentukan konsentrasi I2 total maka digunakan blangko. Blangko memerlukan volume titran yang lebih besar dibandingkan sampel. Hal ini karena pada blangko semua I2 nya tereduksi oleh Na2S2O3 sedangkan pada sampel I2 selain direduksi oleh Na2S2O3 juga direduksi oleh vitamin C (asam askorbat).Dari analisis data diperoleh massa vitamin C sebesar 26,14 mg sehingga kadarnya 8,71% artinya dalam 100 mg sampel terdapat 8,71 mg vitamin C. Adapun hal yang mempengaruhi apabila kadar tersebut tidak sesuai dengan yang sebenarnya yaitu ketidak akuratan dalam mengamati. Perubahan warna sampel dari coklat menjadi kuning (terjadi titik ekivalen) saat titrasi.selain itu dapat pula disebabkan oleh adanya sebagian vitamin C yang teroksidasi oleh udara saat penggerusan dan penimbangan. Namun, kadar vitamin C yang terkandung dalam sampel tidak akan mencapai 100% . Halini karena pada tablet tersebut juga mengandung zat-zat lain selain vitamin C.
Kesimpulan dan SaranKesimpulanKadar vitamin C yang diperoleh pada sampel dalam percobaan ini yaitu 8,71%
SaranDiharapkan agar proses penggerusan sampel dilakukan secepat mungkin untuk menghindari terjadinya oksidasi vitamin C oleh cahaya.
http://w-afif-mufida-fk12.web.unair.ac.id/artikel_detail-68240-Love%20Kimia%20Love
%20Chemistry-PENENTUAN%20KADAR%20VITAMIN%20C.html
BAB V PEMBAHASAN
Vitamin c atau yang dikenal sebagai asam askorbat
(H2C6H6O6) dapat ditentukan konsentrasinya dalam larutan dengan
metode titrasi Iodometri karena sifat vitamin c yang mudah
teroksidasi oleh iodin menjadi asam dehidroaskorbat (C6H5O6).
Gambar.1 Reaksi Asam Askorbat dengan Iodium
Pada suasana asam (pH sekitar 2) reaks tersebut berlangsung
cukup cepat sehingga bisa diaplikasikan untuk analisis. Larutan
standar iodin dan pati (amilum) sebagai indikator dapat digunakan
untuk titrasi penentuan kadar asam askorbat dalam suatu sampel
dengan cara Titrasi Redoks (Reduksi Oksidasi) dengan metode
Iodometri. Prinsip yang digunakan dalam reaksi yang terlibat adalah
reaksi redoks.
Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia
dimana terjadi kenaikan bilangan oksidasi. Berarti proses oksidasi
disertai hilangnya elektron sedangkan reduksi memperoleh
elektron. Oksidator adalah senyawa dimana atom yang terkandung
mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor,
atom yang terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi.
Oksidasi reduksi harus selalu berlangsung bersama dan saling
mengkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator – reduktor
mengacu kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya saja.
(Khopkar,2003) Oksidator lebih jarang ditentukan dibandingkan
reduktor. Namun demikian, oksidator dapat ditentukan dengan
reduktor. Reduktor yang lazim dipakai untuk penentuan oksidator
adalah Kalium Iodida, ion titanium (III), ion besi (II), dan ion
vanadium (II). Cara titrasi redoks yang menggunakan larutan iodium
sebagai peniter disebut Iodimetri, sedangkan yang menggunakan
larutan iodida sebagai peniter disebut Iodometri. (Rivai, 1995)
Pada titrasi Iodimetri, dasar penentuan jumlah/kadar ion
atau unsur tertentu dalam cuplikan adalah jumlah I2 yang dapat
direduksinya. Jadi pada Iodimetri, larutan bakunya adalah larutan I2.
I2 atau Iodium adalah zat padat yang sangat mudah
menguap dan agak sukar larut dalam air. Kelarutan I2 dalam air =
0,335 gram dan larutan jenuh ini terlalu encer sehingga dapat
digunakan sebagai larutan baku. I2 ternyata jauh lebih mudah larut
dalam larutan KI dan ini disebabkan oleh terjadinya :
I2 + I- ↔ I3-
Karena itu larutan baku I2 dibuat dengan melarutkan I2 dalam
larutan KI. Sebagai pengoksid larutan I2 yang sebenarnya adalah
larutan I3- yang akan mengalami reaksi reduksi :
I3- + 2e- ↔ 3I-
Reaksi ini dapat dianggap sebagai reaksi reduksi larutan I2 dalam KI
tetap ditulis, agar lebih sederhana, sebagai reaksi reduksi terhadap
I2 saja. Meskipun demikian masih ada satu hal lagi yang perlu
diperhatikan, yaitu tentang harga E0 atau potensial elektroda
standarnya. Menurut tabel, untuk reaksi :
I2 + 2e- ↔ 2I- harga E0 = 0,5345 Volt
Padahal reaksi reduksi terhadap larutan I2 dalam KI meskipun ditulis
dengan reaksi yang sama sperti pada reaksi tertulis ditabel, reaksi
yang sebenarnya bukan ini. Jadi harga E0 nya juga harus berbeda
dengan apa yang tercantum pada tabel. Menurut penelitian harga
E0 untuk reaksi reduksi terhadap larutan I2 dalam KI = 0,5355 volt.
Jadi pada Iodimetri, secara teoritis, ion-ion yang dapat ditentukan
kadarnya adalah ion bentuk tereduksi yang mempunyai potensial
yang agak lebih kecil dari 0,5355 volt. Maka ion-ion yang dapat
ditentukan dengan titrasi metode ini adalah ion Fe(CN)64-, Cu+, Sn2+,
Ti3+, dan ion-ion bentuk tereduksi yang berpotensial elektroda lebih
kecil dari 0,5355 volt.
Titrasi pada Iodimetri tidak menggunakan indikator, tetapi
karena warnanya dalam keadaan encer sangat lemah, maka pada
titrasi ini diperlukan indikator. Indikator yang digunakan adalah
larutan kanji (amilum). Kanji atau amilum dengan I2 akan beraksi
dan reaksinya adalah reaksi yang dapat balik :
I2 + amilum ↔ Kompleks Iod-amilum Biru Tua
Kompleks iod amilum ini adalah senyawa yang agak sukar larut
dalam air sehingga pada reaksi ini I2 tinggi, kesetimbangan akan
terletak jauh depan. Akibatnya pada titrasi I2 “hilang” karena
tereduksi, kesetimbangan tidak segera kembali bergeser ke arah
kiri, warna komplek Iod amilum agak sukar hilang. Pada Iodimetri
penggunaan indikator ini, karena setiap saat sepanjang titrasi I2
dalam larutan reaksi kecil bahkan sebelum TE dicapai prkatis = 0,
maka larutan indikator dapat ditambahkan dari sejak awal titrasi
artinya larutan indikator ditambahkan sebelum titrasi dimulai.
Sedangkan pada titrasi Iodometri, karena I2 diawal titrasi sangat
besar, maka larutan indikator tidak dapat ditambahkan diawal
titrasi. Larutan indikator ditambahkan pada saat menjelang TE
dicapai, yaitu pada saat I2 cukup kecil.
(Sudjana, 1972)
Setelah titrasi siap untuk dilakukan, buret yang digunakan
pada titrasi ini adalah buret yang berwarna coklat. Hal ini
dikarenakan I2 mudah terurai oleh cahaya. Larutan I2 diisikan pada
buret coklat yang sebelumnya telah dibilas dengan akudes
kemudian dibilas dengan menggunakan larutan I2. Tujuan
pembilasan yaitu agar mengkondisikan buret dengan larutan I2 dan
juga untuk menghilangkan sisa-sisa akudes hasil pembilasan
dengan akuades. Karena apabila masih terdapat akuadest didalam
buret, dikhawatirkan konsentrasi I2 yang sudah ditetapkan
konsentrasinya akan berubah menjadi encer. Titrasi dilakukan
dengan cepat tetapi tidak terlalu cepat. Hal ini disebabkan I2 sangat
mudah menguap, titrasipun dilakukan dengan tidak terlalu cepat
agar Iodium yang terbentuk tidak terbuang/terusir karena gerakan
yang cepat akibat putaran yang terlalu berlebihan dari titrasi yang
terlalu cepat. Titrasi dihentikan ketika TA dicapai yaitu sampai
warna larutan berubah menjadi biru tua.
Gambar.2 Perubahan Warna yang Terjadi Pada Saat Titrasi
Titrasi dilakukan duplo (2 kali), agar mendapatkan volume
rata-rata yang dapat meminimalisasi kesalahan pada titrasi. Setelah
dilakukan perhitungan pada sampel H, didapatkan kadar vitamin c
pada sampel adalah 8,10 x 10-6 %. Kadar vitamin c yang didapat pada
sampel tersebut berbeda dari komposisi yang tertera pada label
produk sampel, yaitu kandungan vitamin c nya adalah 20%. Hal ini
disebabkan karena :
Kesalahan pada saat pelarutan. Sampel vitamin c yang digerus
kurang halus, sehingga pada saat pelarutan, sampel tidak terlarut
dengan sempurna. Selain itu proses pelarutan tidak menggunakan
batang pengaduk tetapi menggunakan spatula. Hal tersebut
mengakibatkan sampel yang sudah terukur ketika proses
penimbangan akan menjadi berkurang, karena pada proses
penyaringan bagian sampel yang masih kasar tidak lolos atau tidak
tersaring.
Proses titrasi terlalu lambat, sehingga memungkinkan adanya
Iodium (I2) yang menguap, yang menyebabkan jumlah iodium
berkurang dari yang seharusnya. Hal tersebut dapat berakibat pada
kesalahan dalam pengamatan dan perhitungan.
Vitamin C yang terkandung di dalam sampel tidak hanya mengandung vitamin
C, tetapi juga mengandung karbohidrat (pati) yang berfungsi sebagai pemadat. Oleh
karena itu, tidak mengandung 100% vitamin C. Kandungan vitamin C juga akan
semakin menurun jika terlalu lama disimpan.
Vitamin C mudah sekali terdegradasi, baik oleh temperatur, cahaya maupun
udara sekitar sehingga kadar vitamin C berkurang (Helmiyesi et al, 2008). Proses
kerusakan atau penurunan vitamin C ini disebut oksidasi.