penentuan kadar asam asetil salisilat sebagai bahan awal obat dengan titrasi dan spektrofotometri...

13
PENENTUAN KADAR ASAM ASETIL SALISILAT SEBAGAI BAHAN AWAL OBAT DENGAN TITRASI DAN SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS Halimah, Hani Nurliyani, Eni Herdiani, Tazyinul Q. Alfauziah Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran [email protected] ABSTRAK Asam asetilsalisilat merupakan obat yang berguna sebagai analgesik, antipiretik dan antiinflamasi. Asam asetilsalisilat merupakan analgesik antiinflamasi pilihan pertama yang banyak digunakan oleh masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menetapkan kadar asam asetilsalisilat dengan menggunakan metode titrasi dan spektrofotometer UV Vis. Titrasi yang digunakan adalah titrasi alkalimetri dengan NaOH sebagai titran dan fenolftalein sebagai indikator. Sedangkan pengukuran dengan spektrofotometer UV Vis, metode kalibrasi yang digunakan adalah metode standar eksternal. Standar asam asetilsalisilat dibuat dalam beberapa konsentrasi, yaitu 4,44; 13,32; dan 22,2 ppm. Nilai absorbansi asam asetilsalisilat yang terukur sebesar 0,464. Hasil pengukuran kadar dengan metode titrasi dan spektrofotometer UV Vis secara berturut- turut adalah 101,78% dan 79,72%. Persyaratan yang ada di FI IV menyatakan bahwa kadar asam asetilsalisilat berada pada rentang 99,5%-100,5%. Kesimpulannya, penetapan kadar asam asetilsalisilat dapat dilakukan dengan kedua metode tersebut, meskipun dengan perbedaan kadar yang dihasilkan jauh berbeda dan tidak masuk pada rentang yang disyaratkan farmakope. Perbedaan ini disebabkan karena asam asetilsalisilat mengandung pengotor, atau pada saat penyimpanan dan preparasi zat terurai dengan adanya kelembaban udara. Kata kunci: Asam asetilsalisilat, Spektrofotometer UV Vis, Titrasi, Alkalimetri, kadar ABSTRACT Acetylsalicylic acid is a drug that is useful as an analgesic, antipyretic and anti- inflammatory. Acetylsalicylic acid is a drug choice that is widely used by the public.

Upload: tazyinul-qoriah-alfauziah

Post on 18-Dec-2015

227 views

Category:

Documents


65 download

DESCRIPTION

ANFAR

TRANSCRIPT

PENENTUAN KADAR ASAM ASETIL SALISILAT SEBAGAI BAHAN AWAL OBAT DENGAN TITRASI DAN SPEKTROFOTOMETRI UV-VISHalimah, Hani Nurliyani, Eni Herdiani, Tazyinul Q. AlfauziahFakultas Farmasi Universitas [email protected] asetilsalisilat merupakan obat yang berguna sebagai analgesik, antipiretik dan antiinflamasi. Asam asetilsalisilat merupakan analgesik antiinflamasi pilihan pertama yang banyak digunakan oleh masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menetapkan kadar asam asetilsalisilat dengan menggunakan metode titrasi dan spektrofotometer UV Vis. Titrasi yang digunakan adalah titrasi alkalimetri dengan NaOH sebagai titran dan fenolftalein sebagai indikator. Sedangkan pengukuran dengan spektrofotometer UV Vis, metode kalibrasi yang digunakan adalah metode standar eksternal. Standar asam asetilsalisilat dibuat dalam beberapa konsentrasi, yaitu 4,44; 13,32; dan 22,2 ppm. Nilai absorbansi asam asetilsalisilat yang terukur sebesar 0,464. Hasil pengukuran kadar dengan metode titrasi dan spektrofotometer UV Vis secara berturut-turut adalah 101,78% dan 79,72%. Persyaratan yang ada di FI IV menyatakan bahwa kadar asam asetilsalisilat berada pada rentang 99,5%-100,5%. Kesimpulannya, penetapan kadar asam asetilsalisilat dapat dilakukan dengan kedua metode tersebut, meskipun dengan perbedaan kadar yang dihasilkan jauh berbeda dan tidak masuk pada rentang yang disyaratkan farmakope. Perbedaan ini disebabkan karena asam asetilsalisilat mengandung pengotor, atau pada saat penyimpanan dan preparasi zat terurai dengan adanya kelembaban udara.Kata kunci: Asam asetilsalisilat, Spektrofotometer UV Vis, Titrasi, Alkalimetri, kadarABSTRACTAcetylsalicylic acid is a drug that is useful as an analgesic, antipyretic and anti-inflammatory. Acetylsalicylic acid is a drug choice that is widely used by the public. The purpose of this study was to establish the levels of acetylsalicylic acid using titration method and UV Vis spectrophotometer. Titration was used alkalimetry titration with NaOH as titrant and phenolphthalein as an indicator. While measuring the UV Vis spectrophotometer, a calibration method used was the external standard method. Standard acetylsalicylic acid made in several concentrations, namely 4.44; 13.32; and 22.2 ppm. Acetylsalicylic acid absorbance values were measured at 0.464. The results of measurements of the titration method and UV Vis spectrophotometer respectively are 101.78% and 79.72%. Requirements in FI IV states that acetylsalicylic acid levels are in the range of 99.5% -100.5%. In conclusion, acetylsalicylic acid assay can be performed with both methods, although with varying levels generated much different and not get in on the required range pharmacopoeia. This difference is due to acetylsalicylic acid containing impurities, or during storage and preparation substance decomposes in the presence of humidity.Keywords: Acetyl salicylic acid, UV-Vis Spectrophotometer, Titration, Alkalimetry, levels

PENDAHULUAN Asam asetilsalisilat merupakan obat yang berguna sebagai analgesik, antipiretik dan antiinflamasi. Asam asetilsalisilat merupakan analgesik antiinflamasi pilihan pertama yang banyak digunakan oleh masyarakat (Badan POM, 2003). Sediaan asam asetilsalisilat yang umumnya berupa sediaan tablet yang banyak digunakan oleh para produsen obat dengan beberapa jenis sediaan, bahkan dapat digunakan sebagai anti platelet. Dengan beberapa karakteristik tersebut perlu adanya suatu pengawasan mutu dengan metode yang sederhana dan memiliki sensitivitas tinggi dengan batas deteksi yang rendah. Metode yang banyak digunakan sebagai alternatif penetapan kadar asam asetilsalisilat adalah titrasi asam basa, spektrofotometri ultraviolet-visibel, fluoresen, dan spektrofotometri inframerah (Matias et al, 2004). Dari beberapa metode tersebut, metode titrasi alkalimetri ini menguntungkan karena pelaksanaan nya mudah dan cepat, serta ketelitian dan ketepatannya cukup tinggi. Spektrofotometri UV-Vis merupakanteknik analisis spektroskopik yang memakai sumber REM (radiasi elektromagnetik) ultraviolet dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer. Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif. METODE1. Spektrofotometri UVPembuatan Larutan Baku Asetosa BPFI ditimbang 10 mg, dilarutkan dalam labu ukur 50 mL lalu ditambahkan etanol hingga tanda batas.Penetapan Lamdamax Larutan baku dipipet 1,2 mL dan diencerkan dengan etanol dalam labu ukur 20 mL , ditambahkan etanol hingga tanda batas.Pembuatan Kurva Baku Dipipet larutan stok 0,4 mL; 1,2 mL; 2,0 mL dan diencerkan dalam labu ukur 20 mL, ditambahkan etanol hingga tanda batas lalu diukur absorbansi terhadap blanko pada Lamdamax.Penetapan Kadar Sampel Asetosal ditimbang 10 mg, dilarutkan dalam labu ukur 100 mL dan ditambahkan etanol hingga tanda batas. Dilakukan pengenceran hingga 12 ppm, lalu ukur absorbansi dan dimasukkan nilai A yang didapat ke dalam regresi linear Y=ax + b.1. Titrasi AlkalimetriPembakuan NaOH Sebanyak 2 g NaOH ditimbang lalu dilarutkan dalam 500 mL aquades bebas CO2 pada gelas piala. Sebanyak 1,57 g Asam Oksalat ditimbang dan dilarutkan pada labu ukur250 mL. Sebanyak 10 mL larutan Asam Oksalat dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer, ditambahkan indikator Fenolptalein kemudian dititrasi dengan NaOH, dilakukan triplo. Dihitung normalitas NaOH.Titrasi Sampel Dilarutkan 100 mg asetosal dalam 10 mL etanol, larutan dinetralkan. Ditambahkan indikator 3 tetes Fenolptalein, dititrasi dengan NaOH, triplo. Dihitung normalitas sampel asetosal.HASILTabel 1. Hasil titrasi asetosal dengan NaOHNo.VNaOHmgasetosal

16,60 mL100,2 mg

26,70 mL100,0 mg

36,60 mL100,1 mg

rata-rata6,63 mL100,1 mg

blanko0,20 mL-

Tabel 2. Pengukuran absorbansi asetosalNo.c (ppm)A

14,440,218

213,320,625

322,201,084

4sampel (12 ppm)0,464

Persamaan linear: y = 0,0487x 0,0067Konsentrasi sampel= 9,663 ppmBerat sampel:= 9,663 ppm x 100 mL x 8,33= 8,05 mg

PEMBAHASANDigunakan dua metode penetapan kadar asam asetilsalisilat, yaitu dengan titrasi asam basa (alkalimetri) dan dengan spektrofotomter UV-Visible. Untuk titrasi, digunakan larutan baku primer dan larutan baku sekunder. Larutan baku Primer untuk reaksi netralisasi pada umumnya berupa larutan basa atau larutan asam baik senyawa organik maupun senyawa anorganik. Larutan baku primer biasanya dibuat dengan penimbangan yang dilakukan pun harus teliti, dan dilarutkan dengan volume yang akurat. Pada praktikum kali ini digunakan asam oksalat, karena pada praktikum kali ini menggunakan titrasi alkalimetri, juga untuk menstandarisasi NaOH sebagai larutan baku sekunder. Dan asam oksalat dibuat dengan cara ditiimbang asam oksalat sebanyak 1,57 gram dan kemudian dilarutkan dengan air (aquadest) hingga 250 mL, sehingga didapat larutan baku primer asam oksalat 0,1 N.Larutan baku sekunder atau larutan NaOH 0,1 N dibuat dengan menggunakan aquadest bebas CO2, yaitu dengan dilakukan pemanasan terlebih dahulu pada aquadest. Hal ini dilakukan agar terbentuk larutan baku sekunder yang baik. Karena jika terdapat CO2 di dalam aquadest, NaOH akan bereaksi dengan CO2 membentuk Na2CO3 (natrium karbonat). Selain itu, karena NaOH bersifat higroskopis, proses penimbangan zat pun dilakukan dengan menggunakan kaca arloji yang kemudian ditutup dengan plastic wrap agar NaOH tidak bereaksi dengan udara.Larutan natrium hidroksida yang telah dibuat kemudian dibakukan dengan larutan asam oksalat. Larutan natrium hidroksida tidak stabil konsentrasinya dalam penyimpanan sehingga sebelum digunakan untuk menentukan kadar asam asetisalisilat harus dibakukan terlebih dahulu konsentrasinya. Saat larutan asam oksalat dititrasi dengan larutan natrium hidroksida, akan terjadi reaksi netralisasi antara natrium hidroksida dengan asam oksalat, sehingga analit yang bersifat asam akan berubah menjadi netral, yang menunjukkan titik ekuivalen pada titrasi yang maksudnya jika semua asam oksalat yang ada di analit bereaksi sempurna dengan natrium hidroksida yang berasal dari titran. Namun saat natrium hidroksida berlebih, maka pH akan meningkat menjadi basa, dan saat itu indikator yang ada di analit bereaksi dan mengubah warna analit menjadi warna merah muda. Titrasi pembakuan ini diulang sebanyak 3 kali untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Dan tercatat volume titran yang terpakai yaitu 11,45 mL, 11,6 mL, dan 11,2 mL. Kemudian dihitung konsentrasi natrium hidroksida dengan menggunakan rumus , sehingga didapat konsentrasi dari larutan baku natrium hidroksida yaitu 0,088 N. Setelah itu , larutan natrium hidroksida ini bisa digunakan untuk mentitrasi asam asetil salisilat.Pada penetapan kadar asetosal dengan metode alkalimetri, untuk dapat melarutkan sampel yang tidak larut air, digunakan etanol netral. Jika menggunakan etanol biasa, dikhawatirkan dapat menambah keasaman asetosal, sehingga nantinya akan mempengaruhi hasil dari penetapan kadarnya. Kadar yang didapatkan dengan metode alkalimetri ini adalah 101,78 %. Hasil tersebut tidak memenuhi syarat yang tertera pada Farmakope Indonesia dimana syarat yang tertera adalah sebesar 99,5% - 100,5%. Kadar yang didapatkan tersebut, dapat terjadi dikarenakan asetosal yang digunakan sebagai sampel kemungkinan telah terkontaminasi zat lain selama dalam penyimpanan, sampel yang digunakan telah disimpan dalam waktu yang lama sehingga kualitas sampel telah berkurang, serta saat penetapan kadar tidak dilakukan titrasi blanko. Titrasi blanko dilakukan untuk mengurangi kesalahan yang disebabkan oleh zat pereaksi, pelarut, atau kondisi percobaan. Faktor yang menyebabkan kelebihan titran berpengaruh kecil, tetapi untuk larutan encer, masalahnya menjadi serius. Maka diperlukan faktor koreksi, yang dicapai dengan titrasi blanko.Penetapan kadar asetosal pun dilakukan dengan menggunakan alat spektrofotometer UV-Visible. Spektrofotometer UV-Visible mempunyai prinsip kerja absorpsi cahaya dalam emisi radiasi oleh molekul, sehingga pengukuran yang dilakukan terhadap banyaknya sinar yang diserap terhadap frekuensi atau panjang gelombang yang digunakan sinar dan terbaca pada alat sebagai suatu spektra absorpsi. Pada saat suatu senyawa menyerap radiasi, maka pengurangan kekuatan energi radiasi yang mencapai detektor diabsorpsi oleh molekul atau senyawa dalam sampel yang terbaca sebagai absorbansi dengan batasan konsentrasi tertentu yang nilainya sebanding dengan banyaknya molekul untuk mengabsorpsi radiasi atau cahaya sehingga dapat menjadi bahan informasi untuk analisis senyawa secara kualitatif maupun kuantitatif.Pada preparasi sampel untuk analisis dengan spektrofotometer UV-Visible, Asam asetilsalisilat akan dihitung kadar dengan dibandingkan dengan absorbansi dari asam asetilsalisilat BPFI. Maka dari itu, dilakukan pengukuran terhadap asam asetilsalisilat BPFI terlebih dahulu. Larutan asam asetilsalisilat BPFI dimasukkan ke dalam kuvet dan di ukur, ditentukan terlebih dahulu panjang gelombang maksimal dari asam asetil salisilat, dan didapat panjang gelombang 228 nm. Dan pada panjang gelombang ini juga didapatkan absorbansi 0,218467; 0,62493; dan 1,0840607.Setelah diketahui panjang gelombang maksimalnya, maka dilakukan pengukuran pada asam asetilsalisilat sampel. Sejak pembuatan larutan stok baku hingga larutan sampel digunakan etanol 95% karena kelarutan asam asetilsalisilat yang baik dalam etanol sehingga larutan yang dihasilkan jernih. Kekeruhan pada larutan akan menyebabkan cahaya yang diabsorbsi berkurang karena partikel partikel koloid yang muncul karena ketidak sempurnaan pelarutan sampel akan menghamburkan cahaya. Selanjutnya larutan sampel diencerkan dengan megambil 1,2 mL larutan sampel, lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 20 mL dan ditambahkan etanol 95% hingga tanda batas. Maksud dari pengenceran ini untuk meningkatkan absorbsi cahaya pada panjang gelombang yang diberikan, jika konsentrasi terlalu tinggi akan ada interaksi dimana jarak antar partikel menjadi kecil dan mempengaruhi distribusi muatan yang berakibat pada penurunan kemampuan untuk mengabsorbsi cahaya pada panjang gelombang yang diberikan.Analisis kuantitatif dari kadar asetosal menggunakan spektrofotometer UV-Vis dilakukan dengan menghitung nilai absorbansi dari larutan baku 4,44 ppm yang diencerkan dari larutan stock. Nilai absorbansi rata-rata yang didapatkan adalah 0,218467. Sementara larutan sampel yang digunakan adalah dengan konsentrasi 22,2 ppm secara teoritis. Kemudian didapatkan absorbansi rata-rata adalah 1,0840607. Selanjutnya konsentrasi sampel nyata dihitung dengan membandingkan absorbansi larutan sampel dan absorbansi larutan baku yang dikalikan dengan konsentrasi larutan baku, didapatkan hasil 9,6626 ppm. Kadar sampel asetosal pun kemudian dihitung dengan membandingakan konsentrasi sampel nyata dengan konsentrasi sampel teoritis dikalikan 100%, kadar pun didapat sebesar 79,72 %.

Gambar 2. Spektrum UV asetosal baku konsentrasi 22,4 ppm

Dari dua metode yang digunakan untuk menentukan kadar dari asam asetilsalisilat, didapatlan persentase kemurnian yang berbeda. Dari titrasi didapatkan 101, 78% dan spektrofotometer UV-Visible didapatkan 79,72 %. Terdapat perbedaan yang cukup signifikan dari kedua metode tersebut. Dikarenakan metode spektrofotometer UV-Visible lebih terpercaya daripada metode titrasi, tetapi lebih akurat titrasi daripada spektrofotometer UV-Visible karena spektrofotometer UV-Visible hannya memakai satu titik sedangkan titrasi dilakukan sampai 3 kali titrasi. Bisa juga dikarenakan pada saat preparasi sampel yang dilakukan dengan kurang hati hati seperti saat memasukkan sampel ke dalam labu ukur dengan jumlah sampel yang sangat sedikit sehingga jika tidak semua masuk akan mengurangi konsentrasi. Pada saat titrasi juga, ada kemungkinan pada larutan asam oksalat atau larutan natrium hidroksida yang digunakan kadarnya kurang tepat atau saat pembuatanya tidak teppat sehingga mempenngaruhi hasil titrasi. Diperlukannya pengujian kadar ulang dengan prosedur yang lebih tepat dan lebih hati hati dilakukan, terutama pada metode dengan spektrofometer UV-Visible perlunya menggunakan persamaan dari kurva standar dan digunakan 5 titik konsetrasi sehingga hasilnya yang didapatkan lebih akurat dan terpercaya.KESIMPULANDari hasil analisis asetosal dengan titrasi alkalimetri didapatkan kadar asetosal sebesar 101,78% dan hasil analisis menggunakan spektrofotometer UV-Visible sebesar 79,72 %. Dapat disimpulkan bahwa sampel asetosal ini tidak murni dikarenakan jauh dari range kemurnian asetosal yang terdapat dalam Farmakope Indonesia Edisi IV yaitu tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 100,5%. Hal ini dapat disebabkan karena asetosal yang digunakan mengandung pengotor, asetosal yang digunakan terurai karena adanya pengaruh kelembaban udara di ruangan analisis, ataupun saat pembuatan larutan sampelnya tidak homogen.DAFTAR PUSTAKAHerliani, An an. 2008. Spektrofotometri. Pengendalian Mutu Agroindustri. Program D4-PJJ.Henry,A. Suryadi MT. Arry Y,. 2002. Analisis Spektrofotometri UV-Vis Pada Obat Influenza Dengan Menggunakan Aplikasi Sistem Persamaan Linier. KOMMIT. Universitas Gunadarma.Suirta, I.W. 2010. SintesisSenyawa Orto-Fenilazo-2-Naftol sebagai Indikator dalam Titrasi. JurusanKimia F-MIPA Universitas Udayana Bukit Jimbaran.JurnalKimia Vol. 4(1).: 27-34.Sopyan, Lis, 1999,Analisis Kimia Kuantitaif, terjemahan dari Quantitative Analysis oleh R. A Day, Jr dan A. L Underwood, Erlangga, Jakarta.Harjadi, 1993, Ilmu Kimia Analitik Dasar, Gramedia, Jakarta.BPOM. (2003). Bahan Tambahan Pangan. Direktorat SPKP, Deputi III. Jakarta. Hal: 9.Mathias JL, Bigler ED, Jones NR, Bowden SC, Barrett-Woodbridge M, Brown GC, Taylor DJ (2004). Neuropsychological and information processing performance and its relationship to white matter changes following moderate and severe traumatic brain injury: a preliminary study. Appl Neuropsychol 11:134152.