penelitian pengelolaan lahan sawah mendukung...

41
i MAK : 1800.202.006.055 PROPOSAL PENELITIAN PENELITIAN PENGELOLAAN LAHAN SAWAH MENDUKUNG PROGRAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI, JAGUNG DAN KEDELAI Dr. Ir. I Wayan Suastika, M.Si BALAI PENELITIAN TANAH BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2017

Upload: others

Post on 17-Feb-2021

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • i

    MAK : 1800.202.006.055

    PROPOSAL PENELITIAN

    PENELITIAN PENGELOLAAN LAHAN SAWAH MENDUKUNG PROGRAM PENINGKATAN

    PRODUKTIVITAS PADI, JAGUNG DAN KEDELAI

    Dr. Ir. I Wayan Suastika, M.Si

    BALAI PENELITIAN TANAH BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

    KEMENTERIAN PERTANIAN 2017

  • i

    LEMBAR PENGESAHAN

    JUDUL RPTP : Penelitian pengelolaan lahan sawah mendukung peningkatan produktivitas padi, jagung dan kedelai

    UNIT KERJA : Balai Penelitian Tanah ALAMAT UNIT KERJA : Jl. Tentara Pelajar No.12, Bogor SUMBER DANA : DIPA/RKAKL Satker: Balai Penelitian Tanah

    Tahun Anggaran 2017 STATUS PENELITIAN : Baru PENANGGUNGJAWAB PROGRAM :

    a. Nama : Dr. Ir. I Wayan Suastika, M.Si b. Pangkat/Golongan : Pembina Tingkat I IV/a c. Jabatan Fungsional : Peneliti Muda

    LOKASI : Jawa dan Sumatera AGROEKOSISTEM : Lahan sawah TAHUN MULAI : 2015 TAHUN SELESAI : 2019 OUTPUT TAHUNAN : 1. Rekomendasi pemupukan N, P, dan K untuk padi

    berpotensi hasil tinggi pada lahan sawah irigasi berstatus hara P dan K sedang - tinggi

    2. Rekomendasi pemupukan N, P, dan K untuk padi varietas unggul pada lahan sawah tadah hujan berstatus hara P dan K sedang - tinggi

    3. Rekomendasi pemupukan jagung di lahan sawah berstatus P dan K sedang – tinggi

    4. Jenis pembenah tanah yang mampu meretensi air untuk memperpanjang masa tanam pasca panen padi

    5. Lima draf Karya Tulis Ilmiah OUTPUT AKHIR : 1. Rekomendasi pemupukan N, P dan K untuk padi

    berpotensi hasil tinggi di lahan sawah irigasi dan varietas unggul untuk lahan sawah tadah hujan

    2. Rekomendasi pemupukan jagung di lahan sawah 3. Jenis pembenah tanah terbaik dalam

    meningkatkan retensi air sawah tadah hujan. BIAYA PENELITIAN : Rp 345.000.000,- (tiga ratus empat puluh lima juta

    rupiah)

    Koordinator Program

    Dr. I Wayan Suastika, M.Si

    NIP. 19610815 199003 1 001

    Penanggung Jawab RPTP

    Dr. I Wayan Suastika, M.Si

    NIP. 19610815199003 1 001

    Mengetahui,

    Kepala Balai Besar Litbang

    Sumber Daya Lahan Pertanian

    Dr. Ir. Dedi Nursyamsi, M.Agr.

    NIP. 19640623 198903 1 002

    Kepala Balai Penelitian Tanah

    Dr. Husnain, SP., MP

    NIP. 19730910 200112 2 001

  • ii

    RINGKASAN

    1. Judul RPTP :

    Penelitian pengelolaan lahan sawah mendukung peningkatan produktivitas padi, jagung dan kedelai

    2. Nama dan Alamat Unit Kerja : Balai Penelitian Tanah

    Jln. Tentara Pelajar No. 12, Kampus Cimanggu, Bogor

    3. Sifat Usulan Penelitian : Baru

    4. Penanggungjawab : Dr. Ir. I Wayan Suastika, M.Si

    5. Justifikasi 1. Hasil evaluasi status hara P dan K tanah sawah intensifikasi di lahan sawah irigasi pada tahun 2010-2014 menunjukkan bahwa pengelolaan hara yang tidak berimbang berakibat pada meningkatnya luas sawah berstatus P tinggi dan sedang; menurunnya status K tinggi dan sedang; serta kadar C-organik rendah. Dalam upaya meningkatan produksi padi telah dirakit padi berpotensi hasil tinggi yang kebutuhan haranya lebih tinggi dibandingkan dengan varietas sebelumnya. Berdasarkan atas kondisi tersebut, maka perlu dilakukan evaluasi dan verifikasi rekomendasi pemupukan P dan K di lahan sawah untuk padi berpotensi hasil tinggi.

    2. Potensi lahan sawah tadah hujan untuk pengembangan padi masih cukup luas, namun produktivitasnya masih jauh di bawah rata-rata produktivitas padi sawah nasional. Hal ini antara lain disebabkan oleh kesuburan tanahnya relatif rendah, pemupukan yang belum tepat, serta penggunaan varietas padi lokal. Untuk meningkatkan produktivitas tanaman padi pada ekosistem ini, perlu disusun rekomendasi pemupukan yang lebih spesifik khusus di lahan sawah tadah hujan yang mempunyai pola budidaya yang sedikit berbeda dengan lahan sawah irigasi.

    3.

    4.

    Pengembangan tanaman jagung dan kedelai di lahan sawah irigasi maupun tadah hujan dalam pola tanam padi-palawija sudah umum dilakukan petani. Namun demikian dosis pemupukan jagung dan kedelai spesifik lokasi berdasarkan uji tanah pada ekosistem ini belum banyak diteliti. Untuk itu perlu dilakukan penelitian agar pemupukan lebih efektif dan efisien.

    4. Hasil penelitian penyusunan rekomendasi pemupukan berdasarkan uji tanah yang dilakukan secara nasional ini selanjutnya akan digunakan sebagai : (1) Pemupukan Hara Spesifik Lokasi yang dikemas dalam Sistem Informasi Katam Terpadu yang dapat diakses real time lewat sms, website secara spasial/tabular,(2) Peraturan Pemerintah (Permentan) tentang Rekomendasi Pemupukan Spesifik Lokasi, (3) Perhitungan kebutuhan pupuk

  • iii

    5.

    untuk sektor tanaman pangan secara nasional, dimana data ini selanjutnya akan digunakan dalam perencanaan pengembangan BUMN pupuk. Oleh karena itu sangatlah dibutuhkan penelitian penyusunan rekomendasi ini diperbaharui secara berkala (real time) sesuai dengan introduksi varietas terbaru (var potensi hasil tinggi, hibrida) serta kondisi kesuburan tanah terkini di lahan sawah irigasi, tadah hujan, bukaan baru dan lahan kering untuk komoditas padi, jagung dan kedelai yang dilakukan secara nasional.

    5. Lahan sawah tadah hujan selain mengalami kelangkaan informasi terkait rekomendasi pupuk yang tepat juga mengalami masalah kekurangan pasokan air setelah tanam padi MT1 sehingga pertanaman palawija (kedelai) sering mengalami gagal panen. Untuk itu diperlukan terobosan teknologi pembenah tanah yang mampu meningkatkan retensi air.

    6. Tujuan :

    a. Tahunan

    1.

    Mendapatkan rekomendasi pemupukan hara N, P, dan K untuk padi berpotensi hasil tinggi di lahan sawah irigasi berstatus hara P dan K bervariasi dari sedang hingga tinggi.

    2. Mendapatkan rekomendasi pemupukan hara N, P, dan K untuk padi varietas unggul pada lahan sawah tadah hujan berstatus P dan K bervariasi dari sedang hingga tinggi.

    3. Mendapatkan rekomendasi pemupukan hara N,P,K untuk jagung dan kedelai di lahan sawah berstatus hara sedang hingga tinggi.

    4. Mendapatkan jenis pembenah tanah yang efektif dalam meretensi air pada lahan sawah tadah hujan

    5. Menghasilkan 4 karya tulis ilmiah

    b. Jangka panjang : Menyusun rekomendasi pemupukan hara N, P dan K untuk padi varietas unggul, jagung dan kedelai di lahan sawah irigasi dan tadah hujan serta rekomendasi pembenah tanah terbaik untuk lahan sawah tadah hujan.

    7. Luaran yang diharapkan :

    a. Tahunan : 1. Rekomendasi pemupukan hara N, P dan K untuk padi berpotensi hasil tinggi lahan sawah irigasi berstatus P dan K bervariasi dari sedang hingga tinggi.

    2. Rekomendasi pemupukan hara N, P dan K untuk padi varietas unggul lahan sawah tadah hujan berstatus P dan K bervariasi dari sedang hingga tinggi.

    3.

    Rekomendasi pemupukan hara N, P dan K untuk jagung dan kedelai di lahan sawah irigasi

  • iv

    berstatus P dan K bervariasi dari sedang hingga tinggi.

    4. Jenis pembenah tanah yang efektif dalam meretensi air pada lahan sawah tadah jujan serta menurunkan tingkat salinitas lahan sawah pantura.

    5. Empat draf Karya Tulis Ilmiah

    b. Jangka panjang : Tersusunnya rekomendasi pemupukan hara N, P dan K untuk padi varietas unggul, jagung dan kedelai di lahan sawah irigasi dan tadah hujan serta rekomendasi pembenah tanah terbaik untuk lahan sawah tadah hujan dan lahan sawah salin

    8. Manfaat dan dampak kegiatan

    : Rekomendasi pemupukan untuk padi berpotensi hasil tinggi, jagung dan kedelai pada lahan sawah irigasi dan tadah hujan dapat disusun.

    Dosis pemupukan padi, jagung dan kedelai lebih efektif dan efisien.

    Jenis dan jumlah pembenah tanah yang efektif dan efisien dalam meretensi air sawah tadah hujan.

    9. Sasaran akhir : Peningkatan produktivitas padi, jagung dan kedelai di lahan sawah irigasi dan tadah hujan yang berkelanjutan.

    10. Lokasi penelitian : Jawa dan Sumatera

    11. Jangka waktu : Mulai TA 2015, berakhir 2019

    12. Sumber dana : DIPA/RKAKL Satker:Balai Penelitian Tanah, TA 2017.

    13. Biaya : Rp 350.000.000 (Tiga ratus lima puluh juta rupiah)

  • v

    SUMMARY

    1. Title of RPTP :

    Wetland management research to support increased productivity of rice, corn and soybeans

    2. Implementation unit : Indonesian Soil Research Institute Jln. Tentara Pelajar No. 12, Kampus Cimanggu, Bogor

    3. Location : East Java, West Java, and Lampung Provinces

    4. Objectives :

    a. Short term : 1. To formulate fertilizer recommendations of N, P, and K for high potential rice yield on irrigated lowland rice which has soil-P and K nutrient status varied from medium to high.

    2. To formulate fertilizer recommendations of N, P, and K for high yielding rice on rainfed lowland rice which has soil-P and K status varied from medium to high.

    3.

    To formulate fertilizer recommendations of N, P, and K for maize and soybean under irrigated or rainfed lowland rice which has soil-P and K status varied from medium to high

    4. To find out the kind of soil ameliorant that is effective in retaining water in paddy fields.

    5. To write draft of scientific papers.

    b. Long term : To develop ferilizer recommendation of N, P dan K nutrient for rice, maize and soybean under irrigated and rainfed lowland areas.

    To develop recommendations of the best soil ameliorant for rainfed lowland areas.

    5. Expected Output :

    a. Short term : 1. Recommendations of N, P and K fertilizer for high potential rice yield on irrigated lowland rice under soil-P and K status varied from medium to high.

    2. Recommendations of N, P and K fertilizer for high yielding of rice on raifed lowland rice of P and K status varied from medium to high.

    3.

    Recommendations of N, P and K fertilizer for maize and soybean under lowland areas with soil-P and K status varied from medium to high.

    4. 5.

    The type of soil ameliorant that is effective in retaining water in rainfed lowland areas Four drfat of scientific papers

  • vi

    b. Long term Fertilizer recommendation for high potential rice yield, maize and soybean under irrigated and rainfed lowland rice can be arranged.

    Recomendation of soil ameliorant that is efective in maintain soil water retention in rainfed lowland areas.

    6. Descripsion of methodology : The study will be conducted in several steps as follow: 1). Determining the location that contain medium to hight level of P and K; 2). Conducted soil testing that contain medium level of P and K; 3). Conducted soil testing that contain hight level of P and K; 4). Determination and test the efectiveness of several kind of soil ameliorant.

    6. Duration : Five Year, from 2015 to 2019

    7. Budget : Rp 350,000,000 (Three hundred millions and fifty thousand rupiahs)

    8. Source of budget DIPA/RKAKL Satker : Balai Penelitian Tanah, TA 2017.

  • 1

    I. PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Program Kementerian Pertanian dalam upaya mempertahankan ketahanan

    pangan nasional adalah swasembada padi, jagung, dan kedelai pada dua hingga tiga

    tahun mendatang atau minimal tercapai peningkatan produksi 10% dari tahun

    sebelumnya. Target swasembada Pajale tersebut dapat dicapai melalui dua upaya

    khusus yaitu : (1) optimasi lahan melalui bantuan sarana produksi benih, pupuk dan alat

    mesin pertanian serta (2) perbaikan jaringan irigasi dan sarana pendukung. Sarana

    produksi diberikan berupa benih unggul bersertifikat, pupuk an-organik, pupuk organik

    serta alat mesin pertanian yang akan mempercepat proses pengolahan pra panen hingga

    pasca panen.

    Pembelajaran selama pelaksanaan program revolusi hijau menunjukkan bahwa

    petani telah sangat tergantung pada penggunaan varietas unggul dan pupuk an-organik

    untuk meningkatkan hasil padi, jagung dan kedelai. Penggunaan varietas unggul

    berpotensi hasil tinggi yang responsif terhadap hara menyebabkan penggunaan pupuk

    lebih tinggi dibandingkan dengan varietas yang tidak responsif. Disisi lain, kesuburan

    tanah sawah di Indonesia cukup bervariasi. Hasil evaluasi kesuburan tanah sawah

    dengan indikator parameter status C-organik, status P dan K tanah menunjukkan bahwa

    status C-organik tanah sawah intensifikasi semakin menurun hingga di bawah 2%,

    sedangkan kadar P tanah yang semula didominasi status sedang saat ini meningkat

    menjadi status tinggi. Sebaliknya pada status K tanah, sebagian besar lahan sawah

    justru semakin menurun statusnya menjadi sedang dan rendah. Hal ini disebabkan oleh

    sebagian besar petani hanya menggunakan pupuk urea dan SP-36 dan tidak

    menambahkan KCl atau tidak mengembalikan jerami sisa panen (Setyorini, 2013). Hal

    ini menyebabkan terjadinya ketidak-seimbangan hara di dalam tanah yang berakibat

    pada penurunan kesuburan tanah dan produksi tanaman serta pendapatan petani. Untuk

    itu, anjuran pemupukan berimbang spesifik lokasi harus diterapkan sesuai dengan

    kondisi wilayah masing-masing.

    Kontribusi lahan sawah irigasi dalam peningkatan produktivitas padi sangat

    nyata, namun demikian dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir luas lahan sawah

    intensif/irigasi semakin menciut dengan laju sekitar 75-90 ribu ha per tahun tanpa

    diimbangi dengan pencetakan sawah baru yang setara (Hidayat, 2009). Untuk mengisi

    kehilangan produksi padi dari lahan sawah irigasi yang terkonversi, pengembangan padi

  • 2

    sawah di lahan sawah bukaan baru dan lahan sawah tadah hujan harus didukung melalui

    penerapan teknologi yang tepat. Penerapan teknologi pengelolaan tanaman serta

    tanah, air dan pupuk harus disesuaikan dengan kondisi spesifik lokasi agar selaras

    dengan potensi produksinya.

    Potensi lahan sawah tadah hujan untuk pengembangan tanaman pangan masih

    cukup luas, namun produktivitas padi di lahan tadah hujan masih jauh dibawah rata-rata

    produktivitas padi sawah nasional yang sudah mencapai rata-rata 50,17 ku/ha di tahun

    2011 (BPS, 2011). Hal ini disebabkan oleh petani belum menerapkan cara budidaya

    yang baik yaitu masih menggunakan varietas lokal atau unggul lama, pengendalian

    gulma kurang intensif serta tingginya gangguan hama penyakit serta tingkat kesuburan

    tanah yang rendah. Melalui perbaikan pengelolaan tanah, air dan hara serta

    penggunaan varietas padi berpotensi hasil tinggi peningkatan produktivitas padi tadah

    hujan diharapkan dapat dicapai. Oleh karena itu penelitian rekomendasi pemupukan P

    dan K, neraca hara serta pengelolaan hara terpadu perlu dipelajari pada lahan sawah

    tadah hujan.

    Jagung dibudidayakan pada lingkungan yang beragam. Hasil studi Mink et al.

    (1987) menunjukkan bahwa sekitar 79% areal pertanaman jagung terdapat di lahan

    kering, 11% terdapat di lahan sawah irigasi, dan 10% di sawah tadah hujan. Saat ini

    data tersebut telah mengalami pergeseran. Berdasarkan estimasi Kasryno (2002),

    pertanaman jagung di lahan sawah irigasi dan sawah tadah hujan meningkat berturut-

    turut menjadi 10-15% dan 20-30%, terutama di daerah produksi jagung komersial.

    Sekitar 57% produksi biji jagung di Indonesia dihasilkan dari pertanaman pada musim

    hujan (MH), 24% pada musim kemarau (MK I), dan 19% pada MK II (Kasryno 2002).

    Pertanaman jagung pada MH umumnya diusahakan pada lahan kering, sedangkan pada

    MK diusahakan pada sawah tadah hujan dan sawah irigasi.

    Hasil penelitian yang telah dilakukan untuk budidaya jagung dapat mencapai

    tingkat provitas 10,0 t/ha (Subandi et al., 2006). Peningkatan produksi jagung nasional

    beberapa dekade terakhir lebih banyak disebabkan oleh adanya peningkatan

    produktivitas daripada peningkatan luas tanam (Adnyana et al., 2007). Badan Litbang

    Pertanian (2007) melaporkan bahwa di Indonesia diperkirakan luas areal pertanaman

    jagung di lahan kering mencapai 79%, lahan sawah irigasi 10-15% dan sawah tadah

    hujan 20-30%.

    Kedelai merupakan tanaman cash crop yang dibudidayakan di lahan sawah dan

    lahan kering. Sekitar 60% areal pertanaman kedelai terdapat di lahan sawah dan 40%

  • 3

    di lahan kering. Areal pertanaman kedelai tersebar di seluruh Indonesia. Rata-rata

    produktivitas kedelai di lahan sawah adalah 1,5 t/ha dan di lahan kering 1,1 t/ha. Dalam

    upaya meningkatkan produksi kedelai nasional, penanaman kedelai dalam pola tanam

    padi-padi palawija atau padi-palawija-palawija terus diupayakan melalui penerapan

    teknologi benih ungul dan pengelolaan hara spesifik lokasi.

    Permasalahan yang juga dihadapi dalam berusahatani di lahan sawah tadah

    hujan adalah langkanya air untuk musim tanam kedua, sehingga sering mengakibatkan

    kegagalan panen bahkan untuk tanaman palawija sekalipun. Oleh karena itu

    peningkatan retensi air di lahan sawah tadah hujan merupakan suatu keharusan. Agar

    tanaman palawija tidak kekurangan air yang menyebabkan gagal panen, maka

    diperlukan sebuah rekayasa untuk mempertahanan retensi air pada lahan sawah

    terutama lahan sawah tadah hujan. Pembenah tanah yang mengandung banyak bahan

    organik diharapkan mampu meningkatkan retensi air tanah sekaligus memperbaiki

    kualitas tanah sehingga hasil tanaman pangan yang dibudidayakan akan meningkat.

    1.2. Dasar Pertimbangan:

    1. Hasil evaluasi status hara P dan K tanah sawah intensifikasi pada tahun 2010-

    2012 menunjukkan bahwa pengelolaan tanaman padi yang intensif

    mengakibatkan luas sawah berstatus P tinggi dan sedang meningkat; status K

    tinggi dan sedang menurun luasannya; serta status C-organik pada lahan sawah

    yang rendah (8t/ha) semakin meningkat. Apabila tidak diiringi dengan penyesuaian

    terhadap rekomendasi pupuknya, dikhawatirkan dalam jangka panjang akan

    terjadi pengurasan dan ketidakseimbangan hara di dalam tanah sawah yang

    berimplikasi pada menurunnya produktivitas tanaman. Berdasarkan kondisi

    tersebut, perlu dilakukan penelitian verifikasi dosis pupuk P dan K di lahan sawah

    yang mempunyai status hara bervariasi dari rendah hingga tinggi.

    2. Potensi lahan sawah tadah hujan untuk pengembangan tanaman pangan masih

    cukup luas, namun produktivitas padi di lahan tadah hujan masih jauh dibawah

    rata-rata produktivitas padi sawah nasional yang mencapai rata-rata 50,17 ku/ha

    di tahun 2011. Hal ini disebabkan oleh antara lain kesuburan tanah pada lahan

    tadah hujan yang relatif rendah serta petani belum menerapkan cara budidaya

    yang baik (varietas lokal, pencegahan hama dan penyakit dan pemupukan tidak

    optimal). Melalui perbaikan pengelolaan tanah, air dan hara serta penggunaan

  • 4

    varietas padi berpotensi hasil tinggi peningkatan produktivitas padi tadah hujan

    diharapkan dapat dicapai.

    3. Selama ini pemupukan spesifik lokasi berdasar uji tanah untuk jagung dan kedelai

    diarahkan ke lahan kering, namun kedepan karena pengembangan jagung dan

    kedelai juga dilakukan di lahan sawah, maka perlu dilakukan penelitian di lahan

    sawah. Dalam mendukung program peningkatan produksi jagung dan kedelai,

    rekomendasi pemupukan jagung dan kedelai (dalam rotasi padi-padi-palawija

    atau padi-palawija-palawija) perlu diperbaiki agar pemupukan lebih efektif dan

    efisien.

    4. Pada lahan sawah tadah hujan indek pertanaman umumnya 1 yaitu hanya padi

    pada saat musim hujan, setelah panen lahan dibiarkan bera. Hal ini disebabkan

    oleh kekhawatiran petani akan pasokan air yang kurang pada musim tanam ke

    2. Oleh karena tu perlu terobosan teknologi untuk mempertahankan kadar air

    tanah dengan menggunakan pembenah tanah yang mampu menyimpan air dan

    melepaskannya untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Salah satu pembenah

    tanah yang mampu menyimpan air adalah agribiochar, yaitu arang dengan bahan

    baku sisa-sisa pertanian yang tidak mudah terdekomposisi. Biochar adalah

    bahan padat kaya karbon hasil konversi dari limbah organik (biomas pertanian)

    melalui pembakaran tidak sempurna atau suplai oksigen terbatas (pyrolysis).

    Pembenah tanah ini mempunyai kemampuan menyimpan air sehingga tanah

    selalu lembab sekaligus menyediakan bahan organik tanah siap pakai.

    1.3. Tujuan dan keluaran

    a. Tujuan

    Jangka pendek

    1. Mendapatkan rekomendasi pemupukan hara N, P, dan K untuk padi berpotensi

    hasil tinggi di lahan sawah irigasi berstatus hara P dan K bervariasi dari sedang

    hingga tinggi.

    2. Mendapatkan rekomendasi pemupukan hara N, P, dan K untuk padi varietas

    unggul pada lahan sawah tadah hujan berstatus P dan K bervariasi dari sedang

    hingga tinggi.

    3. Mendapatkan rekomendasi pemupukan hara N,P,K untuk jagung dan kedelai di

    lahan sawah berstatus hara sedang hingga tinggi.

    4. Mendapatkan jenis pembenah tanah yang efektif dalam meretensi air pada lahan

    sawah tadah hujan

    5. Menghasilkan 4 karya tulis ilmiah

  • 5

    Jangka Panjang

    Menyusun rekomendasi pemupukan hara N, P dan K untuk padi varietas unggul,

    jagung dan kedelai di lahan sawah irigasi dan tadah hujan serta rekomendasi pembenah

    tanah terbaik untuk lahan sawah tadah hujan.

    b. Keluaran yang Diharapkan

    Jangka pendek

    1. Rekomendasi pemupukan hara N, P dan K untuk padi berpotensi hasil tinggi

    lahan sawah irigasi berstatus P dan K bervariasi dari sedang hingga tinggi.

    2. Rekomendasi pemupukan hara N, P dan K untuk padi varietas unggul lahan

    sawah tadah hujan berstatus P dan K bervariasi dari sedang hingga tinggi.

    3. Rekomendasi pemupukan hara N, P dan K untuk jagung dan kedelai di lahan

    sawah irigasi berstatus P dan K bervariasi dari sedang hingga tinggi.

    4. Jenis pembenah tanah yang efektif dalam meretensi air pada lahan sawah tadah

    hujan.

    5. Draft karya tulis ilmiah

    Jangka Panjang

    Tersusunnya rekomendasi pemupukan hara N, P dan K untuk padi varietas unggul,

    jagung dan kedelai di lahan sawah irigasi dan tadah hujan serta rekomendasi pembenah

    tanah terbaik untuk lahan sawah tadah hujan.

    c. Perkiraan Manfaat dan Dampak dari Kegiatan yang Dirancang

    Rekomendasi pemupukan dan pembenah tanah untuk padi berpotensi hasil

    tinggi, jagung, dan kedelai di lahan sawah irigasi, sawah tadah hujan dapat disusun.

    Dengan diterapkannya teknologi pemupukan spesifik serta pembenah tanah yang tepat

    jenis dan dosis di lahan sawah irigasi dan tadah hujan, produktivitas padi, jagung dan

    kedelai dapat ditingkatkan secara berkelanjutan serta ramah lingkungan.

    Dengan dilaksanakan pengelolaan lahan sawah mendukung program

    peningkatan produksi komoditas strategis dapat disusun 4 karya tulis ilmiah untuk jurnal

    nasional atau internasional.

  • 6

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Kerangka Teoritis

    Pemupukan berimbang merupakan kunci dalam peningkatan produktivitas padi

    lahan sawah. Pemupukan berimbang adalah pemberian pupuk ke lahan sawah untuk

    mencapai keseimbangan hara yang optimum sesuai dengan status hara tanah dan

    kebutuhan tanaman untuk mencapai hasil yang optimum. Pemupukan harus didasarkan

    pada rekomendasi pemupukan yang disusun berdasarkan batas kecukupan hara. Batas

    kecukupan hara P teresktrak HCl 25% adalah < 20, 20 – 40, dan > 40 mg P2O5/100 g

    tanah masing-masing disebut rendah, sedang dan tinggi (Moersidi et al., 1990). Batas

    kecukupan hara K terekstrak HCl 25% untuk padi sawah adalah < 10, 10 – 20, dan >

    20 mg K2O/100 g tanah masing-masing dikelompokan rendah, sedang dan tinggi

    (Adiningsih et al., 1989). Kecukupan hara P dan K tersebut dipelajari dengan

    menggunakan padi berpotensi hasil 5 – 6 t/ha. Bagaimana dengan padi berpotensi hasil

    yang lebih tinggi.

    2.2. Peningkatan produksi padi, jagung, kedelai

    Dalam upaya meningkatkan produktivitas tanaman padi guna memenuhi

    swasembada pangan, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah meningkatkan

    indeks pertanaman (IP) padi di lahan sawah beririgasi, tadah hujan dan sawah bukaan

    baru. Di suatu wilayah tertentu yang saat ini masih menanam satu, dua atau tiga kali

    dapat dioptimalkan menjadi dua, tiga atau empat kali tergantung pada dukungan

    komponen usahatani di wilayah masing-masing (ketersediaan air irigasi, benih dan

    pupuk serta tenaga kerja). Beberapa teknologi penting untuk optimalisasi lahan ini

    adalah: (a) benih varietas unggul berkualitas baik untuk padi sawah (Inpari, Mekongga),

    (b) pengendalian hama dan penyakit terpadu (PHT) dilakukan lebih operasional, (c)

    pengelolaan hara secara berimbang terpadu antara pupuk an-organik, pupuk organik

    dan pupuk hayati, (d) pengelolaan pengairan, (e) perbaikan sistem budidaya tanaman

    (Anonim, 2010).

    Perkembangan varietas unggul tanaman padi cukup pesat, padi hibrida varietas

    SL-8-SHS yang ditanam di Pinrang yang dipupuk 300 kg urea dan 125 kg SP-36/ha dapat

    menghasilkan 8,5 t/ha, sedangkan varietas Ciherang 6,1 t/ha (Imran dan Suriany, 2009).

    Daerah potensial untuk pengembangan padi hibrida adalah lahan sawah irigasi teknis

  • 7

    yang ditanami 2 kali setahun, produktivitas > 4,5 t/ha, pada daerah dataran sedang,

    serta aman dari endemis WBC, HDB dan tungro (Balitbangtan. 2007).

    Rekomendasi pemupukan untuk padi berpotensi hasil tinggi belum banyak

    dipelajari. Hasil penelitian pemupukan P dan K padi berpotensi hasil tinggi (varietas

    Fatmawati) pada tanah bermineral liat 1:1 di Lampung menunjukkan bahwa pengekstrak

    terbaik untuk hara P adalah HCl 25%, rekomendasi pemupukan pada lahan sawah

    berstatus P rendah, sedang dan tinggi adalah 170, 140 dan 100 kg SP-36/ha. Dosis

    pupuk K untuk lahan sawah berstatus K rendah dan tinggi adalah 150 dan 75 kg KCl/ha.

    Lahan sawah bermineral liar campuran di Bakung Cirebon yang berstatus hara P dan K

    tinggi pemupukan hara P dan K hanya untuk pemeliharaan (Suriadikarta dan Kasno,

    2008). Dengan demikian rekomendasi pemupukan untuk padi berpotensi hasil tinggi

    belum banyak diteliti, sehingga masih perlu dilakukan penelitian untuk menentukan

    rekomendasi pemupukan padi berpotensi hasil tinggi (Kasno et al., 2006).

    Lahan sawah tadah hujan merupakah lahan sawah yang potensial di Indonesia,

    yaitu 2,09 juta ha (BPS, 2005), luas lahan sawah non irigasi 3,71 juta ha (45,63%)

    (Statistik Pertanian, 2013). Namun demikian produktivitasnya rendah, selain karena

    kendala air, juga tingkat kesuburannya rendah, selain itu juga belum dikelola secara

    intensif. Rekomendasi pemupukan padi sawah tadah hujan disusun berdasarkan hasil

    penelitian yang dilaksanakan pada lahan sawah intensifikasi. Untuk itu perlu dipelajari

    pengekstrak hara P dan K terbaik, batas kecukupan hara P dan K, dan rekomendasi

    pemupukan hara P dan K.

    Pengembangan tanaman padi di lahan sawah tadah hujan menjadi penting saat

    ini karena peluang peningkatan produksi padi di lahan irigasi semakin menurun seiring

    dengan semakin menciutnya luas lahan sawah irigasi di Jawa sebagai akibat konversi

    untuk penggunaan non-pertanian. Kondisi ini akan mengancam program ketahanan

    pangan dan surplus beras 10 juta ton di tahun 2014. Untuk itu selain mendukung

    program intensifikasi lahan sawah melalui teknologi pengelolaan tanah dan tanaman

    terpadu, program intensifikasi untuk padi lahan sawah tadah hujan harus dioptimalkan.

    Rata-rata nasional tingkat produksi padi tadah hujan masih rendah, yaitu baru

    mencapai 3-3,5 t/ha atau sekitar 50-60% dari rata-rata produksi padi sawah nasional

    yang sudah mencapai rata-rata 50,17 t/ha (Anonim, 2010). Selanjutnya dikatakan bahwa

    salah satu kendala penerapan teknologi padi di lahan sawah tadah hujan adalah

    kompleksnya kendala budidaya serta rendahnya tingkat adopsi teknologi karena petani

    padi tadah hujan umumnya petani miskin dengan infrastruktur yang terbatas. Dengan

  • 8

    adanya keterbatasan-keterbatasan tersebut, maka intensifikasi yang perlu dilakukan di

    lahan sawah tadah hujan adalah menerapkan teknologi rekomendasi spesifik lokasi yang

    berbasis sumberdaya lokal dalam hal ini pupuk organik dengan bahan insitu.

    Rekomendasi pemupukan padi sawah

    Rekomendasi pemupukan N,P,K padi sawah didasarkan pada uji tanah (soil

    testing) yang dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap status hara tanah awal

    dan kebutuhan hara tanaman. Uji tanah untuk N sulit dilakukan dan kurang berkembang

    dibandingkan uji P dan K karena sekitar 97-99% N di dalam tanah berada dalam bentuk

    senyawa N-organik yang ketersediaannya relatif lambat karena tergantung pada tingkat

    dekomposisi oleh mikroorganisme (Setyorini et al., 2003). Oleh karenanya evaluasi

    kebutuhan N tanaman dilakukan dengan menggunakan bagan warna daun (BWD).

    Bagan warna daun memberikan rekomendasi penggunaan pupuk N berdasarkan tingkat

    kehijauan warna daun. Makin pucat warna daun, makin rendah skala BWD yang berarti

    makin rendah ketersediaan N di tanah dan makin banyak pupuk N yang perlu

    diaplikasikan. Rekomendasi berdasarkan BWD memberikan jumlah dan waktu pemberian

    pupuk N yang diperlukan tanaman (Anonim, 2006).

    Selain menggunakan pupuk an-organik sesuai status hara tanah, dianjurkan pula

    untuk menggunakan pupuk organik berupa kompos jerami atau pupuk kandang 2 t/ha.

    Kompos jerami atau pupuk kandang yang sudah matang diberikan ke lahan bersamaan

    saat pengolahan tanah terakhir. Hasil verifikasi rekomendasi spesifik lokasi di beberapa

    sentra lahan sawah menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik memberikan

    peningkatan hasil gabah meskipun belum terlalu nyata di akhir musim tanam pertama

    (Permentan No.40/2007).

    Penggunaan varietas padi yang sangat responsif terhadap N,P,K, dan S

    menghendaki pengelolaan hara bersifat spesifik lokasi dengan memperhitungkan

    kemampuan suplai hara dari dalam tanah. Hasil penelitian jangka panjang di beberapa

    negara menunjukkan bahwa neraca hara untuk K telah negatif dan kekurangan K telah

    menjadi penghambat peningkatan hasil tanaman padi meski pada tanah-tanah yang

    bertekstur berat/liat yang mempunyai kesuburan tinggi (Dobermann, et al., 2000).

    Hasil penelitian pengelolaan hara di lahan sawah intensifikasi pada tanah

    Inceptisol Brazilia oleh Fageria et al., (2003) menunjukkan bahwa respon pemupukan N

    pada lahan sawah sangat nyata dibandingkan P dan K. Pemupukan N hingga 210 kg

    N/ha meningkatkan komponen hasil gabah seperti panjang malai, jumlah malai dan

  • 9

    berat 1000 butir dan menurunkan jumlah gabah hampa secara signifikan. Sedangkan

    hasil gabah meningkat dengan meningkatnya dosis N hingga 150 kg N/ha dengan hasil

    gabah kering 7 t/ha, dan dosis optimum dicapai pada 90 kg N/ha.

    Hasil penelitian Tanaka et al., (2012) menunjukkan bahwa pengelolaan bahan

    organik dalam jangka panjang sangat penting karena mineralisasi bahan organik tanah

    dapat mencukupi kebutuhan nitrogen (N) tanaman padi selama satu musim tanam.

    Suplai N-tanah tersebut diperoleh dari mineralisasi jerami sisa panen, sekam, gulma,

    dsb.

    Hara nitrogen (N) umumnya merupakan faktor kunci di dalam peningkatan

    produksi padi. Penelitian yang dilakukan pada lahan sawah ber pH > 8,00 dan kadar N

    rendah di Mesir tahun 2008 dan 2009 menunjukkan bahwa hasil optimum padi hibrida

    dicapai dengan pemupukan 200 kg N/ha (Metwally et al., 2011). Waktu pemberian

    pupuk N 3 atau 4 kali berdasarkan diagnosis stadia pertumbuhan dapat menghemat

    pemberian N dan meningkatkan hasil padi hibrida (Yoseftabar et al., 2012). Pemupukan

    NPK 150-75-50 kg N, P2O5 dan K2O/ha memberikan hasil padi hibrida tertinggi pada

    Alfisol di Tamil Nadu (Krishanakumar et al., 2005). Hasil penelitian pada lahan sawah

    tadah hujan di Laos menunjukkan bahwa pembatas utama hasil padi adalah N>P>K,

    dosis pupuk N optimum adalah 60 kg N/ha setara 133 kg Urea/ha (Linquist and Sengxua,

    2001). Pemupukan N diberikan 3 kali, yaitu pada saat tanam, 35 dan 55 hari setelah

    tanam memberikan hasil tertinggi. Pemupukan N yang dilakukan sehari setelah tanam

    memberikan hasil lebih tinggi daripada pemupukan dilakukan sebelum tanam.

    Dosis optimum dan ekonomi pupuk P untuk padi hibrida pada tanah Endoaquept

    di Banglades masing-masing adalah 22 dan 30 kg P/ha, dan 20 dan 20 kg P/ha untuk

    padi inbrid (Islam et al., 2010). Pemupukan K dengan dosis 180 kg K2O/ha pada tanah

    Inceptisols masam di India dapat meningkatkan hasil padi hibrida (Pattanayak et al.,

    2008). Hasil padi hibrida di daerah Telangana Tenggara, Andhra Pradesh nyata

    meningkat dengan pemberian 5 t bahan organik/ha dan pemupukan 250-50 kg N-

    K2O/ha (Lakshmi et al., 2014).

    Penelitian neraca K padi sawah tadah hujan yang ditanam dua kali pada tanah

    bertekstur ringan menunjukkan bahwa apabila jerami padi tidak dikembalikan ke lahan

    maka akan terjadi neraca K yang negatif karena pengambilan K oleh tanaman lebih tinggi

    dibandingkan penambahan K dari pupuk an-organik (Wiharjaka et al., 1999).

  • 10

    Hasil penelitian petak omisi di lahan sawah tadah hujan yang dilaksanakan pada

    tahun 1992-1999 di Laos menunjukkan bahwa pembatas utama pertumbuhan dan hasil

    padi berturut-turut adalah Nitrogen (N), kemudian fosfat (P) dan kalium (K). Lokasi

    yang tidak respon terhadap pemupukan N adalah lahan sawah yang mempunyai

    kandungan bahan organik tinggi (Linquist and Sengxua, 2001). Menurut Doberman and

    Fairhurst (2000) hasil gabah yang diperoleh mencerminkan kemampuan suplai dari

    nitrogen alami di dalam tanah. Terdapat korelasi positif antara hasil gabah pada petak

    (-N) dengan kandungan bahan organik di dalam tanah, setiap peningkatan bahan

    organik 1% akan diperoleh peningkatan gabah 0,77 t/ha.

    Rekomendasi pemupukan telah disusun berdasarkan status hara P dan K tanah

    sawah skala 1:250.000 dan 1:50.000, serta tingkat produktivitas padi sawah per

    kecamatan. Status hara dan rekomendasi pemupukan P dan K yang diperoleh didasarkan

    pada hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan padi varietas dengan potensi

    hasil antara 5 – 6 t/ha. Rekomendasi pemupukan spesifik lokasi untuk padi sawah sudah

    dituang dalam Permentan 40/2007 dan sudah dimasukkan ke dalam Katam Terpadu.

    Rekomendasi pemupukan lahan sawah tadah hujan disusun berdasarkan hasil penelitian

    yang dilakukan di sawah irigasi, sehingga perlu diteliti rekomendasi yang sesuai untuk

    lahan sawah tanah hujan.

    2.3. Peningkatan produksi jagung

    Hasil pengkajian penerapan PTT di Kabupaten Banyuasin memberikan hasil

    yang cukup tinggi. Varietas Bima-4 memberikan hasil tertinggi yaitu 8,8 t/ha, Bima-5

    sekitar 8,5 t/ha dan Bisi2 8,4 t/ha (Subendi, et al. (2010) dan Adnan, et al. (2010)).

    Perbaikan varietas dan teknologi pemupukan, pengolahan tanah dan pengairan

    memberikan kontribusi nyata meningkatkan hasil jagung. Jagung hibrida memberikan

    hasil yang lebih tinggi dibandingkan variteas unggul biasa Jagung VUB yang ditanam

    di daerah Sumetera Selatan belum memberikan hasil yang sesuai dengan potensi

    produksinya yang mencapai sekitar 10-11 t/ha karena kemampuan petani dalam

    menerapkan teknologi masih beragam (Suhendi et al, 2013).

    Pemupukan N tanaman jagung dapat dilakukan dengan menggunakan Bagan

    Warna Daun. Titik kritis kecukupan hara N jagung hibrida adalah 4,6 dan untuk varietas

    bersari bebas adalah 4,5 (Syafruddin et al., 2008).

    2.4. Peningkatan produksi kedelai

    Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil protein

    nabati yang sangat penting, baik karena kandungan gizinya, aman dikonsumsi, maupun

  • 11

    harganya yang relatif murah dibandingkan dengan sumber protein hewani. Di Indonesia,

    kedelai umumnya dikonsumsi dalam bentuk pangan olahan seperti: tahu, tempe, kecap,

    tauco, susu kedelai, dan berbagai bentuk makanan ringan (Damardjati et al.2005).

    Kebutuhan kedelai di Indonesia meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah

    penduduk, akan tetapi kebutuhan produksi kedelai ini belum terpenuhi oleh produksi

    dalam negeri. Saat ini ada beberapa varietas unggul kedelai yang telah dilepas ke

    masyarakat seperti; Sinabung, Anjasmoro, Mahameru, Penderman, Ijen, Tanggamus,

    Sibayak, Kaba, Nanti, Ratai, dan Seulawah, Varietas unggul baru yang dilepas tersebut

    mempunyai potensi hasil rata-rata 2,5 ton/ha. Namun di tingkat petani, yang

    dicerminkan oleh rataan produktivitas nasional, baru mencapai 1,28 ton/ha. Sementara

    di Prop Sumatera Utara produktivitas kedelai masih dibawah rata-rata nasional yaitu

    sekitar 1,0 – 1,15 ton/ha.

    Ada berbagai faktor yang menyebabkan roduktivitas kedelai rendah, antara lain

    varietas yang tidak cocok dengan agroekosistem dimana kedelai dikembangkan.

    Disamping masalah tersebut varietas, rendahnya produktivitas kedelai juga dapat

    disebabkan oleh pengelolaan unsur hara, terutama P yang belum optimal. Padahal hara

    P merupakan salah satu pembatas utama pertumbuhan tanaman di lahan kering. Hal ini

    disebabkan oleh tingkat ketersediaan P yang sangat rendah selain itu P yang

    ditambahkan difiksasi sangat cepat dan erat. Untuk mengantisipasi kondisi tersebut, cara

    yang paling tepat adalah menambahkan sejumlah pupuk P sesuai dengan kebutuhan.

    Ketersediaan P yang cukup juga membantu pertumbuhan jasad penambat nitrogen (N).

    Disamping itu, hasil penelitian menunjukkan dengan perlakuan P terjadi penambahan

    panjang akar lateral sampai 15 kali, sedangkan untuk penambahan berat akar 10 kali

    lipat (Marschner, 1995). Saat ini penggunaan pupuk SP-36 untuk tanaman kedelai

    berkisar antara 50-100 kg/ha, dengan melakukan pemupukan fosfat dengan dosis yang

    cukup dan diaplikasikan secara larikan dekat pangkal batang, diharapkan fosfat lebih

    tersedia untuk diserap oleh akar tanaman untuk meningkatkan kebutuhan sumber

    energy untuk mendorong pertumbuhan dan meningkatkan produksi tanaman.

    2.5. Peningkatan Retensi Air

    Pertukaran air-udara-hara pada lahan sawah tadah hujan terhambat ketika suplai

    air dari curah hujan atau irigasi mulai terbatas terutama pada menjelang musim

    kemarau. Makin pendeknya musim hujan juga menjadi penyebab sebagian lahan sawah

    terutama lahan sawah tadah hujan mengalami kehilangan hasil akibat kekeringan. Pasca

  • 12

    panen padi terakhir kelembaban tanah masih dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan

    awal tanaman palawija seperti kedelai tetapi diyakini tidak akan mencukupi kebutuhan

    air tanaman yang dibudidayakan sehingga sawah tadah hujan dibiarkan bera.

    Pergiliran tanaman padi ke palawija sebetulnya dapat dimanfaatkan untuk

    meningkatkan indeks pertanaman (IP) menjadi >2 bahkan mendekati IP 3 jika

    menggunakan tanaman palawija yang berumur pendek. Walaupun berumur pendek

    tetapi diharapkan hasil panennya mempunyai harga cukup baik. Salah satu komoditas

    yang biasa ditanam pada lahan sawah seperti ini adalah kedelai. Agar tanaman kedelai

    tidak kekurangan air yang menyebabkan gagal panen, diperlukan sebuah rekayasa untuk

    mempertahanan retensi air pada lahan sawah terutama lahan sawah tadah hujan.

    Rentensi air, secara umum tergantung pada susunan atau distribusi ukuran

    partikel tanah, dan pengaturan atau struktur partikel butiran tanah. Kandungan bahan

    organik dan komposisi larutan juga berperan dalam menentukan fungsi retensi. Bahan

    organik mempunyai pengaruh: (1) langsung pada fungsi retensi, karena secara alami

    bersifat hidropilik dan (2) tidak langsung, karena berfungsi dalam memperbaiki struktur

    tanah (Sudirman et al., 2006). Namun demikian menurut Kasno et al. 2003 lahan sawah

    di Indonesia sudah miskin bahan organik karena sebagian besar lahan sawah

    mempunyai kandungan bahan organik < 2%. Memperhatikan hal tersebut, maka

    pembenah tanah yang mengandung banyak bahan organik diharapkan mampu

    meningkatkan retensi air tanah sekaligus memperbaiki kualitas tanah sehingga hasil

    tanaman pangan yang dibudidayakan akan meningkat.

    Penelitian terdahulu mengindikasikan bahwa pembenah tanah tertentu mampu

    meningkatkan kemampuan tanah meretensi air tanah, sehingga dapat digunakan untuk

    memperpanjang masa tanam. Perpanjangan masa tanam selama 2 - 4 minggu awal

    musim kemarau dapat menyelamatkan tanaman dan memberikan hasil yang memadai.

    Teknologi yang dapat diterapkan dalam pengelolaan lahan sawah hujan adalah

    menyusun jadwal tanam secara ketat sejak awal musim hujan untuk menanam tanaman

    utama dan menambahkan pembenah tanah tanah yang cocok untuk meningkatkan

    retensi air. Permasalahan utama yang dihadapi adalah seberapa besar dosis pembenah

    tanah yang mampu memperpanjang masa tanam 3 - 4 minggu setelah dimulainya

    kemarau. Oleh karena itu, penelitian bertujuan menetapkan dosis dan jenis pembenah

    tanah yang mampu memperpanjang masa tanam tanaman pangan pada lahan sawah

    tadah hujan.

    Keberhasilan panen ditentukan oleh berbagai faktor yaitu keadaan lingkungan,

    input, genetik dan manajemen. Manajemen memegang peranan penting karena

  • 13

    mengatur dan membuat keputusan-keputusan tentang input yang harus diberikan dalam

    berusahatani. Input berupa pembenah tanah, pupuk dan pestisida yang diberikan ke

    lahan usaha tani erat kaitannya dengan produksi yang ingin dicapai. Demikian dengan

    pemilihan varietas dan pola tanam yang cocok untuk lingkungan lokasi berusahatani

    memberi harapan tercapainya panen yang diinginkan.

    Faktor penentu lainnya adalah lingkungan yang meliputi tanah, air irigasi, dan

    iklim. Keadaan iklim dan tanah tidak bisa diubah manusia, tetapi air irigasi dan kesuburan

    fisik tanah dapat diupayakan. Ketika semua factor dalam kondisi optimum, lingkungan

    perakaran tanaman menjadi salah satu penentu hasil panen. Tanaman padi

    membutuhkan lingkungan perakaran dalam kondisi optimum, seperti jumlah hara

    tersedia di dalam tanah mencukupi dan tidak terdapat unsur-unsur yang merusak

    hubungan tanah – air - tanaman. Salah satu yang merusak keharmonisan hubungan

    tersebut pada sawah tadah hujan adalah berkurangnya pasokan air dan rendahnya

    kandungan bahan organik tanah.

  • 14

    III. METODOLOGI

    3.1. Pendekatan

    Penelitian pengelolaan lahan sawah mendukung program peningkatan produksi

    komoditas strategis padi, jagung, dan kedelai terdiri dari lima (5) kegiatan yang saling

    mendukung. Lahan sawah irigasi sudah semakin berkurang luasannya akibat alih fungsi

    lain, oleh karena itu potensi lahan sawah tadah hujan harus dioptimalkan. Dalam rotasi

    padi-palawija, pemakaian pupuk harus dioptimalkan, begitu juga pemanfaatan

    pembenah tanah untuk mempertahankan retensi air di lahan sawah tadah hujan, serta

    pemanfaatan pembenah untuk mengendalikan tingkat salinitas lahan sawah irigasi di

    pantai utara Pulau Jawa. Oleh karena itu pengelolaan hara dan pembenah tanah untuk

    padi, jagung dan kedelai juga akan diteli. Melalui pengelolaan lahan hara terpadu serta

    pengelolaan air yang tepat, diharapkan dapat dirakit suatu teknologi untuk

    meningkatkan produktivitas tanaman pangan di lahan sawah yang berkelanjutan.

    3.2. Ruang Lingkup Kegiatan

    Pada TA 2017, terdapat lima kegiatan penelitian baru yang dilaksanakan pada

    lahan sawah irigasi dan tadah hujan untuk komoditas padi, jagung, dan kedelai.

    Kegiatan tersebut adalah :

    1. Penelitian rekomendasi pemupukan spesifik lokasi dan pengelolaan hara terpadu

    padi berpotensi hasil tinggi pada lahan sawah irigasi berstatus P dan K sedang

    hingga tinggi (Dr. Diah Setyorini).

    2. Penelitian rekomendasi pemupukan spesifik lokasi dan pengelolaan hara terpadu

    padi berpotensi hasil tinggi pada lahan sawah tadah hujan berstatus P dan K

    sedang hingga tinggi (Ir. A. Kasno, M.Si).

    3. Penelitian rekomendasi pemupukan spesifik lokasi dan pengelolaan hara terpadu

    tanaman jagung di lahan sawah irigasi berstatus P dan K sedang hingga tinggi

    (Dr. Ir. I Wayan Suastika, M.Si).

    4. Penelitian peningkatan kemampuan meretensi air tanah dan memperpanjang

    masa tanam sawaah tadah hujan untuk meningkatkan hasil kedelai (Sutono,

    SP, M.Si).

  • 15

    Kegiatan tahun kedua (TA 2017) ini merupakan bagian dari penelitian jangka

    panjang pengelolaan lahan (tanah, air, pembenah tanah dan pupuk) terpadu di lahan

    sawah yang dimulai pada TA 2015 hingga TA 2019 dengan output setiap tahun yang

    berbeda. Teknologi yang diimplementasikan merupakan integrasi dari teknologi

    pengolahan tanah dan atau pengelolaan air dan atau hara tergantung pada kondisi

    setempat dengan peubah yang diamati perubahan sifat fisik dan atau kimia dan atau

    biologi tanah dan produktivitas tanaman. Roadmap kegiatan diuraikan sebagai berikut.

    Tabel 1. Road map kegiatan penelitian yang dilakukan 2015-2019

    Kegiatan 2015 2016 2017 2018 2019

    1. Penelitian rekomendasi pemupukan spesifik lokasi dan pengelolaan hara terpadu padi dan jagung, dan berpotensi hasil tinggi pada lahan sawah irigasi dan tadah hujan bestatus P dan K sedang hingga tinggi

    Komponen informasi respon pemupukan N, P, dan K padi varietas unggul dan jagung pada lahan sawah irigasi dan sawah tadah hujan berstatus P dan K tinggi

    Komponen informasi respon pemupukan N, P, dan K padi dan jagung varietas unggul pada lahan sawah irigasi dan tadah hujan berstatus P dan K sedang

    Komponen informasi respon pemupukan N, P, dan K padi dan jagung varietas unggul pada lahan sawah irigasi dan tadah hujan berstatus P dan K rendah. Informasi pengekstrak terbaik analisis hara P dan K lahan sawah irigasi dan tadah hujan untuk padi dan jagung, batas kecukupan hara P dan K serta rekomendasi pemupukan pada setiap status

    Rekomendasi pemupukan hara N, P, dan k pada padi dan jagung varietas unggul pada lahan sawah irigasi dan tadah hujan berstatus hara N, P, dan K, serta komponen teknologi pemupukan berimbang

    Rekomendasi pemupukan hara N, P, dan K untuk padi dan jagung varietas unggul pada lahan sawah irigasi dan tanah hujan tervalidasi serta rekomendasi teknologi pemupukan pada lahan sawah irigasi dan tadah hujan.

    2. Penelitian peningkatan kemampuan meretensi air tanah dan memperpanjang masa tanam sawah tadah hujan untuk meningkatkan hasil kedelai

    Memilih dan menetapkan jenis pembenah tanah yang mampu meretensi air untuk memperpanjang masa tanam pasca panen padi Memilih pembenah tanah berbahan dasar agribiochar paling mampu meningkatkan hasil padi pada sawah tadah hujan

    Mempelajari residu pembenah tanah berbahan dasar agribiochar terhadap perbaikan ketersediaan air dan peningkatan hasil kedelai pada sawah tadah hujan

    Memulihan kemampuan tanah meretensi air tanah dan kualitas lahan sawah tadah hujan dalam mempertahankan lahan sawah sebagai penghasil beras dan meningkatkan hasil kedelai pascapadi.

    3.3. Bahan dan Metode Pelaksanaan Kegiatan

    3.3.1. Bahan Penelitian

    Bahan ATK yaitu alat tulis (pensil dan ball poin), kerta HVS, tinta printer, flash disk,

    penghapus, spidol, penggaris, dan sebagainya.

    Bahan kimia untuk analisis tanah, tanaman, air, dan pupuk di laboratorium,

    Bahan untuk pelaksanaan percobaan lapang, seperti benih padi, pembenah tanah,

    pupuk urea, SP-36, KCl, pupuk organik, pestisida, rafia, tambang, kantong plastik,

  • 16

    bambu/kayu, cat, karton manila, benang kasur, tali rafia dan karung, serta bahan

    untuk membuat plang percobaan.

    Peralatan Penelitian

    Peralatan yang digunakan adalah timbangan, meteran, GPS, bor tanah, peralatan

    esktrakasi PUTS, PUTK, PUP, peralatan gelas, pot plastik, cangkul, sekop, pisau

    lapang, ember plastik.

    3.3.2. Metodologi Pelaksanaan Kegiatan

    3.3.2.1. Penelitian Rekomendasi pemupukan spesifik lokasi dan pengelolaan hara terpadu padi berpotensi hasil tinggi pada lahan sawah intensifikasi

    Kegiatan awal yang dilakukan adalah menentukan lokasi penelitian lapang

    berdasarkan status hara P dan K. Lokasi yang dipilih adalah lahan sawah berstatus P

    dan K sedang-tinggiberdasarkan peta terbaru tahun 2010-2014di Jawa Barat, Jawa

    Tengah dan Jawa Timur. Penelitian pengelolaan hara terpadu pada lahan sawah irigasi

    akan dilaksanakan di lahan sawah milik petani.

    Percobaan dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok

    dengan pola factorial tidak lengkap. Perlakuan merupakan kombinasi pemupukan an-

    organik (N, P, dan K), pupuk organik dan pupuk hayati. Varietas padi yang diujia dalah

    varitas unggul baru atau hibrida beroptensi hasil tinggi serta varietas padi yang biasa

    ditanam petani sebagai pembanding. Hal ini dilakukan untuk mencari faktor koreksi

    untuk padi berpotensi hasil tinggi.

    Pupuk N yang akan dicoba adalah 0 kg N/ha (N0), 45 kg N/ha (N1), 90 kg N/ha

    (N2),135 kg N/ha (N3)dan180 kg N/ha (N4). Dosis pupuk P yang akan dicoba adalah 0,

    20, 40 dan 60 kg P2O5/ha. Dosis pupuk K yang akan dicoba adalah 0, 30, 60 dan 120 kg

    K2O/ha. Pupuk organik yang digunakan berasal dari kompos jerami, sedangkan pupuk

    hayati yang dicoba merupakan konsorsia mikroba untuk padi sawah. Kombinasi

    perlakuan dan dosis pemupukan adalah sebagai berikut:

  • 17

    Tabel 2. Kombinasi perlakuan dan dosis pupuk an-organik, pupuk hayati dan pupuk hayati pada lahan sawah irigasi untuk padi berpotensi hasil tinggi

    No. Perlakuan Dosis pupuk (kg/ha)

    N P2O5 K2O 1. N0P0K0 0 0 0 2. N0P2K2 0 40 60 3. N1P2K2 45 40 60 4. N2P2K2 90 40 60 5. N3P2K2 135 40 60 6. N4P2K2 180 40 60 7. N3P0K2 135 0 60 8. N3P1K2 135 20 60 9. N3P3K2 135 60 60 10. N3P2K0 135 40 0 11. N3P2K1 135 40 30 12. N3P2K3 135 40 120 13 N3P2K2* 135 40 60 14. N2P2K2** 135 40 60 15. N2P2K2*** 135 40 60

    Catatan: * = Menggunakan padi varietas yang biasa ditanam petani setempat ** = Varietas padi berpotensi hasil tinggi ditambah pupuk organik 2t/ha

    ***= Varietas padi berpotensi hasil tinggi + pupuk organic 2t/ha + pupuk hayati

    Percobaan akan dilaksanakan selama satu musim di tiga lokasi pada MT 2017di

    Jawa Tengah, Jawa Barat dan atau Jawa Timur. Selain perlakuan pemupukan yang diuji,

    teknik budidaya mengacu pada prinsip PengelolaanTanamanTerpadu (PTT).

    Semua perlakuan diulang 3 kali. Bibit padi sesuai perlakuan berumur sekitar 10-

    15 hari ditanam di petak perlakuan berukuran 5 m x 4 m dengan sistem jajar legowo 40

    cm x 20 cm x 20cm x 10 cm. Pengamatan dilakukan terhadap : (1) pertumbuhan dan

    hasil gabah, (2) neraca hara N,P,K, (3) perubahan sifat kimia tanah pada awal dan akhir

    penelitian, (3) efisiensi pemupukan.

    Contoh awal diambil setiap ulangan (3 contoh setiap lokasi) saat persiapan tanam

    dengan cara komposit dengan 10 anak contoh. Semua contoh dijadikan satu dan diambil

    + 1 kg, dikering anginkan, ditumbuk dan disaring dengan ayakan berdiameter 2 mm.

    Contoh tanah dianalisis: tekstur pasir, debu dan liat, pH (H2O dan KCl 1N), C-organik

    (Kalium dichromat/Kurmis), N-total (Kjeldhal), Ca, Mg, K, Na dan KTK (NH4-Ac 1N pH 7),

    dan KB. Hara P dianalisis dengan pengekstrak HCl 25%, Bray 1, Bray 2, Olsen, Mehlich

    1, Truogh, Colwel, Morgan Venema, dan Morgan Wolf. Hara K dianalisis dengan

    pengekstrak HCl 25%, NH4OAc 1 N pH 7, NH4OAc 1 N pH 4,8, Mechlich 1, Truogh,

    Colwel, dan Morgan Wolf.

  • 18

    Contoh tanah setelah panen diambil dari setiap perlakuan, masing-masing

    dengan 5 anak contoh. Contoh tanah dianalisis hara N Kjeldhal, P dan K terekstrak HCl

    25%, P Bray 1 atau Olsen, Ca, Mg, K dan Na (NH4-Ac 1N pH7).

    Contoh gabah dan jerami diambil secara acak pada masing-masing perlakuan

    dari hasil ubinan sekitar 1 kg, kemudian dimasukkan ke dalam kantong kertas,

    dikeringkan di bawah sinar matahari sampai kering atau dikeringkan dengan oven pada

    suhu 70o C selama 24 jam. Kemudian digiling dan dianalisis hara N, P dan K.

    Pertumbuhan tanaman padi yang diamati adalah tinggi tanaman dan jumlah

    anakan umur 30 dan 60 hari setelah tanam dan menjelang panen. Komponen hasil yang

    diamati adalah berat gabah kering panen, berat gabah kering giling, dan jerami kering.

    Data respon tanaman dan perubahan sifat-sifat tanah dianalisis secara statistik

    deskriptif untuk melihat hubungan antar peubah sifat kimia tanah dan respon hasil

    tanaman. Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dianalisis sidik ragam (ANOVA),

    dilanjutkan dengan uji DMRT pada taraf 5%. Untuk melihat respon tanaman dan

    menentukan dosis optimum diuji dengan persamaan regresi berganda (Gomez and

    Gomez, 1996).

    3.3.2.2. Penelitian rekomendasi pemupukan spesifik lokasi dan teknologi

    pengelolaan hara terpadu pada lahan sawah tadah hujan

    Kegiatan penelitian pemupukan tanaman padi pada lahan sawah tadah hujan

    akan dilaksanakan pada sawah tadah hujan milik petani, pada MK 1/2 tahun 2016.

    Penelitian akan dilakukan pada lahan sawah tadah hujan yang mempunyai status hara P

    dan K bervariasi redah hingga tinggi.

    Percobaan dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan

    12 perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan merupakan kombinasi pemupukan hara N, P

    dan K, ditambah perlakuan kontrol lengkap, dan satu perlakuan menggunakan varietas

    yang biasa ditanam oleh petani setempat.

    Pupuk N yang akan dicoba adalah 0 kg N/ha (N0), 90 kg N/ha (N1), 135 kg N/ha

    (N2), dan 180 kg N/ha (N3). Dosis pupuk P yang akan dicoba adalah 0, 25, 50 dan 100

    kg P2O5/ha. Dosis pupuk K yang akan dicoba adalah 0, 30, 60 dan 120 kg

    K2O/ha.Perlakuan dan dosis pupuk untuk lahan sawah tadah hujan, disajikan pada Tabel

    2.

  • 19

    Tabel 3. Kombinasi perlakuan dan dosis pupuk N, P dan K untuk padi pada lahan sawah tadah hujan

    No. Perlakuan Dosis pupuk (kg/ha)

    N P2O5 K2O 1. N0P0K0 0 0 0 2. N0P2K2 0 50 60 3. N1P2K2 90 50 60 4. N2P2K2 135 50 60 5. N3P2K2 180 50 60 6. N2P0K2 135 0 60 7. N2P1K2 135 25 60 8. N2P3K2 135 100 60 9. N2P2K0 135 50 0 10. N2P2K1 135 50 30 11. N2P2K3 135 50 120 12. N2P2K2* 135 50 60

    Catatan: * = Menggunakan padi varietas yang biasa ditanam petani setempat

    Petak percobaan dibuat berukuran 5 m x 4 m, pematang dan saluran air dibuat

    agar air dapat diatur sehingga tidak saling terjadi kontaminasi antar petakan. Tanaman

    padi ditanam dengan jajar legowo 2:1, jarak tanam 40 cm x (20 cm x 10 cm). Bibit padi

    ditanam pada umur tidak lebih dari 20 hari setelah sebar. Bibit ditanam dengan 2 – 3

    bibit per rumpun. Tanaman padi dipelihara sampai panen. Pemeliharaan yang akan

    dilakukan adalah penyulaman, penyiangan, perbaikan pematang dan saluran, serta

    pemberantasan hama dan penyakit.

    Pengamatan dilakukan terhadap contoh tanah sebelum diberi perlakuan, analisis

    tanah setelah panen, analisis gabah dan jerami padi. Contoh tanah sebelum diberi

    perlakuan diambil pada setiap ulangan (3 contoh). Contoh tanah sebelum diberi

    perlakuan dianalisis tekstur 3 fraksi, pH (H2O dan 1 N KCl), C-organik, N-total, Ca, Mg,

    K, Na, KTK terekstrak NH4OAc 1N pH 7, hara mikro DTPA. Hara N dianalisis: N-Kjeldal,

    NO3- dan NH4+. Hara P dianalisis dengan pengekstrak HCl 25%, Bary 1, Bray 2, Olsen,

    Mehlich 1, Truogh, Colwel, Morgan Venema, dan Morgan Wolf. Hara K dianalisis dengan

    pengekstrak HCl 25%, NH4OAc 1 N pH 7, NH4OAc 1 N pH 4,8, Mechlich 1, Truogh,

    Colwell, dan Morgan Wolf.

    Contoh tanah setelah panen setiap perlakuan dianalisis N-total, P dan K HCl 25%,

    serta P tersedia terekstrak Bray 1/Olsen, K teresktrak NH4OAc 1N pH 7. Contoh gabah

    dan jerami setiap perlakuan dianalisis hara N, P, dan K.

    Pengamatan agronomi dilakukan terhadap tinggi tanaman dan jumlah anakan

    tanaman padi saat berumur 1 dan 2 bulan setelah tanam, serta saat panen. Hasil

    tanaman diamati berat jerami basah dan kering, berat gabah kering panen dan kering

    giling.

  • 20

    Analisis Data

    Pada tahun pertama akan dilakukan analisis data dengan tujuan untuk

    mendapatkan rekomendasi pemupukan padi berpotensi hasil tinggi pada lahan sawah

    intensifikasi dan tadah hujan. Rekomendasi pemupukan ditentukan dengan grafik

    hubungan antara dosis pupuk N, P dan K dengan produksi (grafik linier Plato), grafik

    hubungan dosis dan produksi dipotong dengan grafik harga pupuk. Juga dihitung

    berdasarkan keseimbangan hara N, P dan K dengan hara yang ditambahkan dan keluar,

    serta efisiensi pemupukan hara N, P dan K.

    Setelah tahun ke 3 atau pada tahun 2018 data percobaan dapat digunakan untuk

    mendapatkan pengekstrak hara P dan K terbaik, kelas ketersediaan hara P dan K, serta

    rekomendasi pemupukan P dan K lahan sawah intensifikasi dan tanah hujan.

    Pengekstrak terbaik ditentukan dengan mengkorelasikan antara nilai uji tanah

    pada berbagai pengekstrak dengan persen hasil. Persen hasil adalah hasil tanaman

    tanpa pemupukan P/K (Y0) dibagi dengan hasil tanaman maksimum pada perlakuan

    pemupukan P/K (Ymaks) dikalikan 100%. Kriteria pengekstrak terbaik adalah metode

    ekstraksi yang mempunyai nilai koefisien korelasi nyata pada taraf 5%.

    Kelas ketersediaan hara P/K ditentukan dengan metode analisis keragaman yang

    dimodifikasi (Nelson dan Aderson, 1977), dengan prosedur sebagai berikut: (1)

    menghitung ΔYmaks = (Ymaks – Y0), (2) menyusun data ΔYMak menurut peningkatan nilai

    uji tanah, (3) mengelompokkan data ke dalam beberapa kelompok ΔYmaks. Dasar

    pertimbangan yang digunakan dalam menarik batas sup kelompok adalah: (a) ΔYmaks

    harus mempunyai penurunan cukup besar antara nilai sebelah menyebelah batas

    pemisah dan rata-rata ΔYmaks harus naik, (b) batas pemisah tidak ditarik antara dua nilai

    uji tanah yang sama atau hampir sama, dan (c) anggota kelompok sekurang-kurangnya

    dua. (4) menghitung pasangan data (In), simpangan baku (Si), dan rata-rata ΔYmaks i

    dari kelompok ke i dan S gabungan (pooled S) dari semua kelompok. (5) menguji

    perbedaan antara dua ΔYmaks rata-rata dari kelompok yang berurutan dengan uji t-

    student satu arah dengan rumus: t = (ΔYmaks i – ΔYmaks, i+1)/S(1/ni + 1/ni+1)0,5. Bila

    perbedaan ΔYmaks rata-rata antara dua kelompok yang berurutan tidak nyata, maka

    kedua kelompok digabung menjadi satu. Berdasarkan jumlah kelompok baru, prosedur

    kembali ke langkah 4 dan terus ke langkah 5. Hal ini diulang terus sampai perbedaan

    nyata dari nilai rata-rata antara dua kelompok yang berurutan.

    Penyusunan rekomendasi pemupukan P/K, data respon tanaman terhadap

    pemupukan P pada setiap tingkat status hara P tanah diperoleh dari percobaan kalibrasi.

    Kurva respon umum dari setiap kelas uji tanah ditentukan dengan menggunakan analisis

  • 21

    regresi. Analisis regresi terhadap berat biji kering dari tiap kelompok uji tanah dihitung

    dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (ordinaryleastsquare), yaitu dengan

    meminimumkan jumlah kuadrat dari sisaan. Asumsi yang mendasari metode ini adalah

    sisaannya menyebar normal, bebas dan ragam sama. Persamaan garis regresi tersebut

    adalah:

    Y = a + bX + cX2

    dimana : a, b, c = koefisien regresi, X = dosis pupuk P/K (kg P/K/ha), dan Y = hasil biji

    kering (t ha-1).

    Kurva respon umum dari masing-masing kelas uji tanah dibuat dalam satu grafik

    dan dosis pupuk P optimum dihitung. Asumsi dalam menghitung dosis optimum adalah

    hasil optimum tercapai pada saat 90% hasil maksimum. Dengan demikian maka dosis

    optimum adalah takaran pupuk P untuk mencapai 90% hasil maksimum.

    3.3.2.3. Penelitian Rekomendasi pemupukan hara N, P dan K untuk jagung

    di lahan sawah irigasi berstatus P dan K bervariasi dari sedang hingga tinggi

    Kegiatan awal yang dilakukan adalah menentukan lokasi penelitian lapang

    berdasarkan status hara P dan K bervariasi dari sedang - tinggi. Lokasi yang dipilih

    adalah lahan sawah berstatus P dan K berdasarkan peta terbaru tahun 2010-2014 di

    Jawa dan Sumatera (Setyorini et al., 2010; 2011; Widowati et al, 2014). Penelitian

    pemupukan N, P dan K pada tanaman jagung akan dilaksanakan di lahan sawah milik

    petani selama masing2 satu musim tanam pada MT 2017.

    Percobaan dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok

    dengan pola faktorial tidak lengkap. Jumlah perlakuan 12 dan diulang 3 kali. Perlakuan

    merupakan kombinasi pemupukan N, P, dan K ditambah perlakuan kontrol dan satu

    perlakuan dengan varietas yang biasa ditanam petani. Hal ini dilakukan untuk mencari

    faktor koreksi untuk jagung dan kedelai berpotensi hasil tinggi.

    Pada tanaman jagung, pupuk N yang akan dicoba adalah 0, 150, 300, 450 kg

    Urea/ha, dosis pupuk P 0, 100, 200, 300 kg SP-36/ha dan dosis pupuk K adalah 0, 50,

    100 dan 150 kg KCl/ha.Kombinasi perlakuan dan dosis pemupukan N, P, dan K disajikan

    pada Tabel 3.

    Varietas jagung yang digunakan adalah varietas jagung berpotensi hasil tinggi.

    Benih jagung ditanam 2 biji/lubang di dalam petak perlakuan berukuran 5 m x 4 m

    dengan jarak tanam 30 cm x 75 cm. Pencegahan hama penyakit, penyiangan dan

    pengairan disesuaikan dengan standar PTT. Pengamatan dilakukan terhadap : (1)

  • 22

    pertumbuhan dan hasil panen jagung (biji dan brangkasan), (2) neraca hara N,P,K, (3)

    perubahan sifat kimia tanah pada awal dan akhir penelitian, (3) efisiensi pemupukan.

    Tabel 4. Kombinasi perlakuan dan dosis pupuk N, P dan K lahan sawah intensifikasi untuk tanaman jagung di lahan sawah irigasi berstatus P dan K sedang - tinggi

    No. Perlakuan Dosis pupuk (kg/ha)

    Urea SP-36 KCl 1. N0P0K0 0 0 0 2. N0P2K2 0 200 100 3. N1P2K2 150 200 100 4. N2P2K2 300 200 100 5. N3P2K2 450 200 100 6. N2P0K2 300 0 100 7. N2P1K2 300 100 100 8. N2P3K2 300 300 100 9. N2P2K0 300 200 0 10. N2P2K1 300 200 50 11. N2P2K3 300 200 150 12. N2P2K2* 300 200 100

    Catatan: * = Menggunakan padi varietas yang biasa ditanam2petani setempat

    Contoh awal diambil setiap ulangan (3 contoh setiap lokasi) saat persiapan tanam

    dengan cara komposit dengan 10 anak contoh. Semua contoh dijadikan satu dan diambil

    + 1 kg, dikering anginkan, ditumbuk dan disaring dengan ayakan berdiameter 2 mm.

    Contoh tanah dianalisis: tekstur pasir, debu dan liat, pH (H2O dan KCl 1N), C-organik

    (Kalium dichromat/Kurmis), N-total (Kjeldhal), Ca, Mg, K, Na dan KTK (NH4-Ac 1N pH 7),

    dan KB. Hara P dianalisis dengan pengekstrak HCl 25%, Bary 1, Bray 2, Olsen, Mehlich

    1, Truogh, Colwel, Morgan Venema, dan Morgan Wolf. Hara K dianalisis dengan

    pengekstrak HCl 25%, NH4OAc 1 N pH 7, NH4OAc 1 N pH 4,8, Mechlich 1, Truogh,

    Colwel, dan Morgan Wolf.

    Contoh tanah setelah panen diambil setiap perlakuan, masing-masing dengan 5

    anak contoh. Contoh tanah dianalisis hara N Keldhal, P dan K terekstrak HCl 25%, P Bray

    1 atau Olsen, Ca, Mg, K dan Na (NH4-Ac 1N pH7).

    Contoh biji dan brangkasan kedelai dan jagung diambil secara acak pada masing-

    masing perlakuan dari hasil ubinan sekitar 1 kg, kemudian dimasukkan ke dalam kantong

    kertas, dikeringkan di bawah sinar matahari sampai kering atau dikeringkan dengan oven

    pada suhu 70o C selama 24 jam. Kemudian digiling dan dianalisis hara N, P dan K.

  • 23

    Data pertumbuhan dan panen dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan

    program Minitab. Respon perlakuan dianalisis dengan analisis sidik ragam (Anova),

    sedangkan kurva respon pemupukan dengan metode regresi.

    3.3.2.4. Penelitian peningkatan kemampuan meretensi air tanah dan memperpanjang masa tanam sawah tadah hujan untuk meningkatkan hasil kedelai

    Penelitian dilakukan di lahan sawah milik petani yang tidak mendapat air dari

    jaringan irigasi teknis, atau lahan sawah tadah hujan di Kabupaten Cianjur, Jawa

    Barat. Lahan sawah tadah hujan tersebut dekat dengan sumber air untuk penyiraman

    ketika tanaman membutuhkan air pada musim kemarau.

    Penelitian dilaksanakan pada lahan sawah petani di Kabupaten Cianjur. Sawah

    tadah hujan yang mempunyai peluang mempunyai sumber air untuk budidaya pada

    musim kemarau. Percobaan menggunakan Randomized Block Design dengan 6

    ulangan. Perlakuan yang akan dicobakan adalah:

    P0. Tanpa pembenah tanah

    P1. Pembenah tanah Agribiochar 20 t/ha

    P2. Pembenah tanah SP50 sebanyak 20 t/ha

    P3. Pembenah tanah Agribiochar 20 t/ha + mulsa jerami kering 5 t/ha

    Tanaman indikator adalah padi sawah (Oriza sativa) sebagai tanaman pada musim

    penghujan atau menjelang musim kemarau dan kedelai (Glycine max) sejak akhir

    musim kemarau sampai panen.

    Prosedur pelaksanaan percobaan pada saat sawah ditanami padi

    1. Lahan percobaan menggunakan petakan yang dibuat berukuran 5 x 10 m. Setiap

    petak dalam satu ulangan dipisahkan oleh pematang berukuran tinggi 10 – 15

    cm dan lebar 20 – 25 cm. Setiap ulangan dibatasi pematang berukuran 25-40

    cm Air masuk dan ke luar dari petak percobaan dibedakan, sedangkan air keluar

    dari petak tersebut dapat disatukan.

    2. Tanah diolah seperti biasa, dapat dilakukan dengan dicangkul atau ditraktor

    bergantung ketersediaan dan kebiasaan petani setempat. Pengolahan dilakukan

    2 kali dan pada perataan permukaan tanah dibenamkan pembenah tanah sesuai

    dengan perlakuan. Pembenah tanah diberi waktu inkubasi selama 2 minggu,

    pada saat tersebut tidak dibenarkan adanya pembenah tanah yang hanyut ke

    luar petakan.

  • 24

    3. Sebarkan pembenah tanah sesuai dengan perlakuan bersamaan dengan

    penggaruan kedua agar dapat terbenam ke dalam lumpur. Pupuk buatan berupa

    Urea, SP-36, dan KCl diberikan dengan takaran yang akan ditetapkan

    berdasarkan hasil penetapan kandungan hara menggunakan PUTS.

    4. Pemberian pupuk Urea dilakukan 3 kali, masing-masing sebanyak 20 – 40 – 40 %

    dari dosis, sedangkan pupuk SP dan KCl dilakukan bersamaan dengan tanam.

    5. Lakukan penanaman bibit padi yang berumur 21-25 hari dengan jarak tanam 25

    cm x 25 cm, jajar legowo 2:1

    6. Hindarkan tanaman dari serangan hama (tikus, burung, dsb) dan penyakit

    dengan memberikan perlindungan yang maksimal baik menggunakan pestisida

    atau tidak. Lakukan penyiangan sesuai dengan kondisi, 2 atau 3 kali sesuai

    dengan kondisi populasi gulma, maksimal 3 kali.

    7. Lakukan panen ketika tanaman sudah betul-betul masak. Panen jangan

    dilakukan berdasarkan umur tanaman, tapi berdasarkan kepada tingkat

    kematangan buah.

    Prosedur pelaksanaan percobaan pada saat sawah ditanami kedelai

    1. Setelah selesai panen padi, jerami dibabad untuk dikeringkan dan dijadikan mulsa

    ketika kedelai sudah tumbuh.

    2. Tanam kedelai dengan jarak tanam 40 cm x 15 cm, 2 biji per lubang tanam, cara

    tanam ditugalkan.

    3. Pupuk yang diberikan untuk tanaman kedelai adalah 75 Kg Urea/ha, 100 kg

    SP36/ha dan KCl 100 kg/ha untuk pemberian ke dalam petakan berdasarkan

    populasi tanaman per hektar.

    4. Pupuk 100% SP36 dan 50% KCl dan 50% Urea diberikan bersamaan dengan

    penanaman serta sisa Urea dan KCl diberikan pada saat kedelai berumur 14

    HST.

    5. Pencegahan serangan hama dilakukan sejak tanaman tumbuh dan tanaman

    harus dijaga jangan sampai terserang hama. Pembenah tanah diberikan ke

    dalam petak percobaan dengan cara dilarik dibenamkan di bawah biji tanaman

    kedelai.

  • 25

    Lay out percobaan

    Lay out percobaan dapat berubah sesuai dengan kondisi lokasi, disajikan pada

    Gambar 1

    Gambar 1. Tata letak dan ukuran petak percobaan

    5 m 5 m 5 m 5 m 5 m 5 m 5 m 5 m U

    V V V V VI VI VI VI

    10 m P3 P0 P2 P1 P2 P3 P1 P0

    AIR MASUK IV IV IV IV III III III III

    P0 P1 P2 P3 P2 P3 P0 P1 10 m

    I I I I II II II II

    10 m P1 P3 P0 P2 P1 P3 P2 P0 AIR KE LUAR

    P0 Tanpa pembenah tanah

    P1 Pembenah tanah Agribiochar sebanyak 20 t/ha

    P2 Pembenah tanah SP50 sebanyak 20 t/ha

    P3 Pembenah tanah Agribiochar sebanyak 20 t/ha+mulsa sisa tanaman (5 t/ha)

  • 26

    Pengamatan untuk tanaman padi

    1. Keragaan pertumbuhan tanaman padi, yaitu tinggi tanaman dan jumlah anakan

    padi pada umur 14 hari setelah tanah (HST), 30 HST, dan 65 HST jumlah

    tanaman yang diamati sebanyak 15 rumpun per petak percobaan. Cara

    pengamatan dengan menegakan seluruh daun dan mengukur yang tertinggi dari

    permukaan tanah serta menghitung jumlah anakan padi. Pada saat tanaman

    telah keluar malai, dihitung jumlah anakan yang menghasilkan malai.

    2. Hasil gabah diamati pada saat panen: bobot kering panen dan kering giling

    gabah, bobot basah dan kering jerami dan merang tanaman sampel, serta total

    jerami basah untuk mulsa.

    Pengamatan untuk tanaman kedelai

    1. Keragaan tanaman kedelai diamati perkembangan tinggi tanaman pada 14 HST,

    30 HST dan 60 HST, jumlah tanaman yang diamati sebanyak 15 rumpun per

    perlakuan. Cara pengamatan dengan menegakan seluruh daun dan mengukur

    yang tertinggi dari permukaan tanah serta menghitung jumlah anakan padi.

    2. Hasil saat panen: diamati bobot kering panen polong, bobot kering biji dan bobot

    kering brangkasan total dan tanaman sampel.

    Pengamatan lainnya

    1. Untuk mengetahui sifat kimia tanah diambil contoh tanah komposit dari 3

    titik/petak sebelum percobaan dimulai, sebelum panen padi dan setelah panen

    kedelai untuk penetapan kandungan C dan N-organik, P, dan K, NTK, dan KTK.

    3. Untuk mengetahui sifat fisika tanah diambil contoh tanah utuh untuk penetapan

    BD, PD, pF, dan permeabilitas dari masing-masing petak percobaan setelah

    panen kedelai. Sedangkan pengamatan penetrasi tanah dilakukan sebelum

    perlakuan dan setelah panen kedelai.

    4. Untuk mengetahui perkembangan kelembaban tanah dari waktu ke waktu

    termasuk volume penyiraman jika pertanaman kedelai sangat membutuhkan air

    dilakukan pengamatan kadar air tanah terutama pada pertanaman kedelai.

    Pengamatan kadar air tanah dilakukan sejak hujan terakhir sampai dengan panen

    kedelai.

    5. Curah hujan sejak percobaan dimulai.

  • 27

    IV. ANALISIS RESIKO

    Daftar Risiko dan Penanganannya

    DAFTAR RISIKO

    N0. RISIKO PENYEBAB DAMPAK 1. Gagal panen Hama dan penyakit

    tanaman Data hasil/produksi tanaman tidak diperoleh

    2. Gagal panen Kekeringan Pertumbuhan dan produksi tanaman tidak optimal

    3. Gagal panen Terlambat tanam Pertumbuhan dan produksi tanaman tidak optimal

    DAFTAR PENANGANAN RISIKO

    N0. RISIKO PENYEBAB PENANGANAN RISIKO 1. Gagal panen Hama dan

    penyakit tanaman

    Penyemprotan insektisida secara berkala. Varietas yang ditanam pilih yang toleran ham dan penyakit. Tanam dilakuan bersamaan dengan petani disekitar lokasi penelitian. Panen dilakukan terhadap rumpun padi yang utuh.

    2. Gagal panen Kekeringan Pengairan 3. Gagal panen Terlambat tanam Tanam sesuai dengan jadwal tanam

    yang berlaku di lokasi penelitian

  • 28

    V. TENAGA, ORGANISASI PELAKSANA DAN BIAYA

    5.1. Tenaga yang terlibat

    Nama lengkap, gelar dan NIP Jabatan Kedudukan

    dalam RPTP/ROPP

    Alokasi waktu (OB)

    Fungsional Struktural

    Dr. Ir. I Wayan Suastika, M.Si NIP. 19610815 199003 1 001

    Peneliti Madya

    Kesuburan Tanah Pj. RPTP/ PJ ROPP

    6

    Dr. Diah Setyorini NIP. 19620624 198603 2 002

    Peneliti Madya

    Kesuburan Tanah PJ ROPP

    4

    Ir. A. Kasno, Msi

    NIP. 19600119 198303 1 001

    Peneliti

    Madya

    Kesuburan Tanah PJ ROPP 4

    Sutono, SP, M.Si NIP. 19540829 198101 1 001

    Peneliti Madya

    Fisika dan Konservasi Tanah

    PJ. ROPP 4

    Arif Budiyanto, S.Si NIP. 197211271999031001

    Peneliti Pertama

    Fisika dan Konservasi Tanah

    PJ. ROPP 4

    Ir. Joko Purnomo, Msi

    NIP. 19611201 198803 1 011

    Peneliti

    Madya

    Kesuburan Tanah Anggota 2

    Ir. Jati Purwani, Msi NIP. 19620304 199203 2 001

    Peneliti Muda

    Biologi Tanah Anggota 3

    Tia Rostaman, Ssi

    NIP. 19791112 200910 1 001

    Peneliti

    Pertama Kimia Tanah

    Anggota 4

    Edi Soemantri

    NIP.

    Litkayasa Kesuburan Tanah Anggota 4

    Mulyadi NIP. 19620807 198503 1 003

    Litkayasa Kesuburan Tanah Anggota 4

    Pardiyo Litkayasa Kesuburan Tanah Anggota 4

    L.Y. Krisnadi Litkayasa BPTP Anggota 4

    Ety Suhaeti

    NIP. 19600324 198203 2 003

    PUMK Kesuburan Tanah Anggota 6

    Narasumber :

    Dr. Ir. Wiratno, M.Env.Mgt NIP. 19630702 198903 1 002

    Ka Balai - Nara Sumber

    1

  • 29

    5.2. Jangka waktu kegiatan (jadwal palang)

    Kegiatan Bulan ke

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

    Persiapan xx

    Pelaksanaan:

    Penelitian rekomendasi pemupukan spesifik lokasi dan pengelolaan hara terpadu padi berpotensi hasil tinggi pada lahan sawah irigasi

    xx xx xx xx xx xx xx xx

    Penelitian rekomendasi pemupukan spesifik lokasi dan pengelolaan hara terpadu padi berpotensi hasil tinggi pada lahan sawah tadah hujan

    xx xx xx xx xx xx xx xx

    Penelitian pengembangan teknologi pengelolaan lahan untuk meningkatkan produktivitas sawah bukaan baru

    xx xx xx xx xx xx xx xx

    Analisis data xx xx xx xx xx

    Penyusunan laporan xx xx xx xx

    5.3. Pembiayaan

    Ribu Rupiah (‘000 Rp)

    No Sub Pengeluaran Kegiatan Triwulan ke- TOTAL

    I II III IV

    1. Belanja bahan (521211)

    2.000 2.000 2.000 2.000 8.000

    2. Honor terkait output kegiatan (521213)

    29.250 29.250 29.250 29.250 117.000

    3. Belanja barang non-operasional lainnya 10.000 10.000 10.000 10.000 40.000

    4. Belanja barang untuk persediaan barang konsumsi (521811)

    12.500 12.500 12.500 12.500 50.000

    5. Belanja perjalanan lainnya (524119)

    33.750 33.750 31.750 30.750 130.000

    JUMLAH 87.500 87.500 87.500 87.500 345.000

  • 30

    VI. DAFTAR PUSTAKA

    Anonim. 2006. Rekomendasi Pemupukan N,P,K Padi Sawah Spesifik Lokasi. Disusun sebagai narasi Keputusan Menteri Pertanian Nomor 01/SR.130/01/ 2006 tentang Rekomendasi Pemupukan N, P, dan K pada Padi Sawah Spesifik Lokasi. Departemen Pertanian.

    Anonim. 2010. Pedoman Pelaksanaan SL-PTT (Padi, Jagung, Kedelai). Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Kementerian Pertanian.

    Anonymous. 1977. Bercocok tanam padi, palawijo dan sayur. BIMAS, Departemen Pertanian. 280 p.

    Badan Litbang dan Pengembangan Pertanian. 2007. Daerah pengembangan dan anjuran budi daya padi hibrida. Pedoman bagi Penyuluh Pertanian. P. 40.

    Biro Pusat Statistik. 2011. Biro Pusat Statistik. Jakarta.

    Biro Pusat Statistik. 2005. Survei Pertanian Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Indonesia. Biro Pusat Statistik, Jakarta.

    De Datta, S.K. 1981. Principles and practices of rice production. IRRI, Los Banos, Philippines. 618 p.

    Fageria, N,K., N.A Slaton, V.C Baligar. 2003. Nutrient Management for Improving Lowland Rice Productivity and Sustainability. Advances in Agronomy, Volume 80: 63–152.

    Hidayat, O.O. 1992. Morfologi tanaman kedelai. Badan penelitian dan pengembangan pertanian. Bogor. p 73-84

    Imran, A. Dan Suriany. 2009. Penampilan dan produktivitas padi hibrida SL-8-SHS di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan. Buletin Plasma Nuftah Vol. 15, No. 2: 54 – 58.

    Islam, M.R., P.K. Saha, S.K. Zaman and M.J. Uddin. 2010. Phosphorus fertilization in inbred and hybrid rice. 2010. Dhaka Univ. J. Biol. Sci. 19(2): 181 – 187.

    Koswara, J. 1992. Pengaruh dosis dan waktu pemberian pupuk kalium terhadap kualitas tanaman kedelai. SD 2. Ilmu Pertanian Indonesia. p 1-7

    Krishnakumar S., R. Nagarajan, S.K. Natarajan, D. Jawahar and B.J. Pandian. 2005. NPK fertilizer for hybrid rice (Oryza sativa L.) productivity in Alfisols of Southern Districts of Tamil Nadu. Asian Journal of Plant Sciences 4(6): 574 – 576.

    Lakshmi C.S., A. Pratap Kumar Reddy and G. Jayasree. 2014. Response of hybrid rice (Oryza sativa L.) do organis sources and fertilizer level in Southern Telangana Region of Andhra Pradesh. Indian Journal of Applied Research. Vo. 4: 5 – 10.

    Linquist, B. And P. Sengxua. 2001. Nutrient Management in rainfed lowland rice in The Lao PDR. IRRI, Metro Manila, Philippines. P. 83.

    Mandac, A.M., and J.C. Flinn. 1985. Determinants of fertilizer Ude on rainfed rice in Bicol Region, Philippines. Philipp. J. Crop Sci, 10(3): 123 – 128.

    Metwally, T.F., E.E. Gewaily and S.S. Naeem. 2011. Nitrogen respons Cure and nitrogen Ude efficiency of Egyptian hybrid rice. J. Agric. Res. Kafer El-Sheikh Univ., 37(1):73 – 83.

    Moersidi, S., J. Prawirasumantri, W. Hartatik, A. Pramudia, dan M. Sudjadi. 1991. Evaluasi kedua keperluan fosfat pada lahan sawah intensifikasi di Jawa. hlm. 209-

    http://www.sciencedirect.com/science/bookseries/00652113http://www.sciencedirect.com/science/bookseries/00652113/80/supp/C

  • 31

    221 dalam Prosiding Lokakarya Nasional Efisiensi Penggunaan Pupuk V. Cisarua, 12-13 Nopember 1990. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.

    Nelson, L.A., and Anderson. 1977. Patitioning of Oil Test-crop respons probabilitas. In Peck T.R, J.T. Cope, J.R., and D.A. Whitney (Eds.). Soil Testing: Correlating and interpreting The analytical resultan. America Society of Agronomy Special Publication No. 29. ASA-CSSA-SSSA, Madison, Winconsin. P. 19-38.

    Pattanayak, S.K., S.K. Mukhi, and K. Majumdar. 2008. Potassium unlocks The potential for hybrid rice. Better Crops, Vol. 92, No. 2: 8 – 9.

    Peraturan Menteri Pertanian No: 40/Permentan/OT.140/4/2007. Rekomendasi pemupukan N, P, dan K pada padi sawah spesifik lokasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

    Setyorini, D., Nurjaya, A. Kasno, Sutono. 2010. Teknologi Pengelolaan Lahan dan Pemupukan Mendukung Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN). Laporan Akhir DIPA TA 2010. Balai Penelitian Tanah, BBSDLP, Badan Litbang Pertanian.

    Setyorini, D., Nurjaya, A. Kasno, Sutono. 2011. Teknologi Pengelolaan Lahan dan Pemupukan Mendukung Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN). Laporan Akhir DIPA TA 2011. Balai Penelitian Tanah, BBSDLP, Badan Litbang Pertanian.

    Setyorini, D., Sri Rochayati, Sri Adiningsih. 2003. Uji Tanah Sebagai dasar Penyusunan Rekomendasi Pemupukan. Seri Monograf No.2. Sumber Daya Tanah Indonesia. Balai Penelitian Tanah, Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian.

    Smith, C.W. 1995. Crop production, evolution, history and technologi. John Wiley and Son, Inc. New York. p 373-379

    Soemarno. 1991. Kedelai dan cara budidayanya. C.V Yasaguna (anggota IKAPI). Jakarta. pp. 110

    Subendi A, Soehendi R, Prabowo A, Muzhar, Hadiyanti D, Marpaung I., Raharjo B, Siagian V, Edi IKW. 2010. Laporan Akhir Pendampingan Program Strategis Departemen Pertanian SL-PTT Jagung Sebanyak 247 Unit di Wilayah Sumsel dengan Target Peningkatan Produksi > 10%. Laporan Akhir Kegiatan. BPTP Sumatera Selatan (tidak dipublikasikan).

    Subendi A, Soehendi R, Raharjo B, Syahri, Herwenita, Juwedi. 2011. Laporan Akhir Pendampingan Program Strategis Kemtan SL-PTT Jagung di Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan dengan Target Peningkatan Produksi >10% Laporan Akhir Kegiatan. BPTP Sumatera Selatan (tidak dipublikasikan).

    Suhendi, R. dan Syahri. 2013. Potensi Pengembangan Jagung di Sumatera Selatan. Jurnal Lahan Suboptimal Vol. 2, No.1: 81-92.

    Suyamto, H. 1999. Pengaruh irigasi dan pemupukan pada hasil tanaman kedelai. (Risalah hasil penelitian tanaman pangan). Balitan. Malang. p 126 – 127

    Tanaka, Atsuko, Kazunobu Toriyama, Kazuhiko Kobayashi. 2012. Nitrogen supply via internal nutrient cycling of residues and weeds in lowland rice farming. Field Crops Research : Volume 137, pages 251–260.

    Widyantoro and H.M. Toha. 2010. Optimalisasi pengelolaan padi sawah tadah hujan melalui pendekatan pengelolaan tanaman terpadu. Pros. Pekan Serealia Nasional. Hal 648 – 657.

    file:///C:/Users/user/Documents/RPTP%20P2BN%202013/N_cycling2012.htmfile:///C:/Users/user/Documents/RPTP%20P2BN%202013/N_cycling2012.htmfile:///C:/Users/user/Documents/RPTP%20P2BN%202013/N_cycling2012.htmhttp://www.sciencedirect.com/science/journal/03784290http://www.sciencedirect.com/science/journal/03784290http://www.sciencedirect.com/science/journal/03784290/137/supp/C

  • 32

    Wihardjaka, A., G.J.D Kirk, S Abdulrachman, C.P Mamaril. 1999. Potassium balances in rainfed lowland rice on a light-textured soil. Field Crop research Vol.64: 237-247.

    Yoseftabar, S., Allahyar Fallah, and Jahanfar Daneshian. 2012. Effect of split application of nitrogen fertilizer on spa valuse in hybrid rice (Grh1). International Journal of Agriculture and Crop Sciences 4-10: 647 – 651.

  • 33

    ROAD MAP RPTP LAHAN SAWAH 2015 - 2019

    KEGIATAN/Output 2015 2016 2017 2018 2019

    Penelitian

    pengelolaan lahan

    sawah mendukung

    program

    peningkatan

    produktivitas Padi,

    Jagung dan Kedelai

    a. Penelitian penyusunan rekomendasi pemupukan spesifik lokasi padi berpotensi hasil tinggi pada lahan sawah irigasi

    Komponen

    respon

    pemupukan

    N, P dan K

    padi

    berpotensi

    hasil tinggi

    pada lahan

    sawah

    irigasi

    berstatus P

    dan K

    rendah

    Komponen

    respon

    pemupukan

    N, P dan K

    padi

    berpotensi

    hasil tinggi

    pada lahan

    sawah

    irigasi

    berstatus P

    dan K

    sedang

    Komponen

    respon

    pemupukan

    N, P dan K

    padi

    berpotensi

    hasil tinggi

    pada lahan

    sawah

    irigasi

    berstatus P

    dan K tinggi

    Rekomendasi

    pemupukan

    hara N, P, dan

    K pada padi

    berpotensi

    hasil tinggi

    pada lahan

    sawah irigasi

    berstatus P

    dan K rendah,

    sedang dan

    tinggi

    Rekomendasi

    pemupukan

    hara N, P, dan

    K pada padi

    berpotensi

    hasil tinggi

    pada lahan

    sawah irigasi

    berstatus P

    dan K rendah

    hingga tinggi

    yang

    tervalidasi

    b. Penelitian penyusunan rekomendasi pemupukan spesifik lokasi padi varietas unggul pada lahan sawah tadah hujan

    Komponen

    respon

    pemupukan

    N, P dan K

    padi

    varietas

    unggul pada

    lahan sawah

    tadah hujan

    berstatus P

    dan K

    rendah.

    Komponen

    respon

    pemupukan

    N, P dan K

    padi

    varietas

    unggul pada

    lahan sawah

    tadah hujan

    berstatus P

    dan K

    sedang

    Komponen

    respon

    pemupukan

    N, P dan K

    padi varietas

    unggul pada

    lahan sawah

    tadah hujan

    berstatus P

    dan K

    tinggi.

    Rekomendasi

    pemupukan

    hara N, P, dan

    K pada padi

    varietas

    unggul pada

    lahan sawah

    tadah hujan

    berstatus P

    dan K rendah,

    sedang dan

    tinggi

    Rekomendasi

    pemupukan

    hara N, P, dan

    K pada padi

    varietas

    unggul pada

    lahan sawah

    tadah hujan

    berstatus P

    dan K rendah

    hingga tinggi

    yang

    tervalidasi

    c. Penelitian penyusunan rekomendasi pemupukan jagung dan kedelai pada lahan sawah irigasi

    Komponen

    respon

    pemupukan

    N, P dan K

    pada

    tanaman

    jagung

    berpotensi

    hasil tinggi

    pada lahan

    sawah

    berstatus P

    dan K

    rendah

    Komponen

    respon

    pemupukan

    N, P dan K

    pada

    tanaman

    jagung dan

    kedelai

    berpotensi

    hasil tinggi

    pada lahan

    sawah

    berstatus P

    dan K

    sedang

    Komponen

    respon

    pemupukan

    N, P dan K

    pada tanaman

    jagung dan

    kedelai

    berpotensi

    hasil tinggi

    pada lahan

    sawah

    berstatus P

    dan K tinggi

    Rekomendasi

    pemupukan

    N, P dan K

    pada tanaman

    jagung dan

    kedelai

    berpotensi

    hasil tinggi

    pada lahan

    sawah

    berstatus P

    dan K rendah,

    sedang,

    tinggi.

  • 34

    Road map ....lanjutan

    KEGIATAN/Output 2015 2016 2017 2018 2019

    d. Penelitian peningkatan kemampuan meretensi air tanah dan memperpanjang masa tanam sawah tadah hujan untuk meningkatkan hasil kedelai

    1. Identifikasi masalah retensi air pada lahan sawah tadah hujan

    2. Pengumpulan data ketebalan bidang olah dan sifat-sifat fisika tanah pada lahan sawah tadah hujan dan curah hujan di lokasi penelitian

    3. Penentuan jenis pembenah tanah agribiochar yang mampu meretensi air di dalam tanah

    4. Uji efektivitas kemampuan pembenah tanah agribiochar meretensi air tanah pada sawah tadah hujan

    1. Pengumpulan data curah hujan dan sifat-sifat fisika ta-nah di lokasi pene-litian.

    2. Uji efektivitas jenis pembenah tanah berbahan dasar agribiochar yang mampu mening-katkan hasil padi pada sawah tadah hujan

    3. Uji residu agribio-char di dalam tanah lahan sawah tadah hujan paling baik untuk me-ningkatkan hasil kedelai

    1. Uji residu pembe-nah tanah agribio-char dan pene-tapan jumlah resi-du agribiochar serta pengaruh-nya terhadap hasil padi dan kedelai pada lahan sawah tadah hujan

    2. Teknologi aplikasi dosis dan jenis pembenah tanah agribiochar untuk lahan sawah tadah hujan yang mampu mening-katkan hasil padi dan kedelai pada lahan sawah tadah hujan

    e. Penelitian perbaikan sifat Fisika dan Kimia tanah sawah salin pasca. Phytoremediasi untuk meningkatkan hasil padi.

    Penelitian Rumah Kaca menetapkan pembe-nah paling potensial untuk desalinasi lahan sawah

    Penelitian Lapangan, uji efektivitas dan pe-netapan dosis pembe-nah tanah un