penelitian pengembangan teknologi pengelolaan lahan...
TRANSCRIPT
i
MAK :1800.019.020
PROPOSAL PENELITIAN
PENELITIAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI
PENGELOLAAN LAHAN SAWAH DAN LAHAN
KERING MENDUKUNG PROGRAM STRATEGIS
KEMENTAN
Dr. Ai Dariah
BALAI PENELITIAN TANAH BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
2014
ii
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul RPTP : Penelitian Pengembangan Teknologi Pengelolaan Lahan
Sawah Dan Lahan Kering Mendukung Program Strategis
Kementrian Pertanian
2. UnitKerja : BalaiPenelitianTanah
3. AlamatUnitKerja : Jln. Tentara Pelajar No 12 A, CimangguBogor
E-mail [email protected]
4. Sumber dana : DIPA/RKAKL Balai Penelitian Tanah tahun 2014
5. Status Kegiatan (L/B) : Lanjutan
6. PenanggungJawab (RPTP) :
a. Nama : Dr. AiDariah
b. Pangkat/Golongan : Pembina Muda Tk.I/ IVb
c. Jabatan : PenelitiMadya
7. Lokasikegiatan : Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTT
8. Agroekosistem : Lahan sawah bukaan baru, Lahan sawah tadah hujan, Lahan
Kering Masam, LahanKeringIklimKering, Lahan Hortikutur
9. Tahun Mulai : 2010
10. Tahun Selesai : 2014
11. Output Tahunan : 1. Teknologi pengelolaan hara untuk padi di lahan sawah
tadah hujan dalam system tanam padi gogo dan gogo
rancah.
2. Teknologi pengelolaan sawah bukaan baru umur kurang
dari 2 tahun dan umur 2-4 tahun.
3. Teknologi pengelolaan hara S dan Z nuntuk meningkatkan
produktivitas lahan sawah intensifikasi.
4. Rekomendasi teknologi ameliorasi, pemupukan berimbang
dan efisiensi air serta konservasi tanah yang telah teruji
pada pola tanam tumpang sari tanaman pangan (padi
gogo-kedele) dengan tanaman perkebunan/HTI
5.Teknologi pengelolaan tanah (konservasi tanah dan
perbaikan kualitas tanah) spesifik lahan kering iklim kering
iii
untuk mendukung sistem pengelolaan terpadu lahan kering
iklim kering.
6. Alternatif teknik konservasi tanah dan air yang terbaik
dalam mengendalikan erosi, aliran permukaan dan
kehilangan hara untuk peningkatan produktivitas tanah
dan tanaman cabai di dataran tinggi
7. Formula pupuk dan pembenah tanah yang telah
disempurnakan dari skala laboratorium menjadi layak
produksi secara komersial
12. Output Akhir : Rekomendasi teknologi pengelolaan lahan sawah (utamanya
lahan sawah tadah hujan dan bukaan baru) serta pengelolaan
lahan kering suboptimal untuk mendukung Program Strategis
kementrian Pertanian.
13. Biaya : Rp. 815.500.000 (Delapan ratus lima belas juta lima ratus
ribu rupiah)
KoordinatorProgram
Dr. Neneng L. Nurida NIP. 19631229 199003 2 001
Penanggungjawab RPTP
Dr. Ai Dariah NIP.19620210 198703 2 001
Mengetahui,
KepalaBalai BesarLitbang Sumber
DayaLahanPertanian
Dr. MuhrizalSarwani, M.Sc NIP. 19600329 188403 1 001
KepalaBalaiPenelitianTanah
Dr. Ali Jamil, MP
NIP. 19650830 198603 1 001
iv
RINGKASAN USULAN PENELITIAN
1 JudulKegiatan RPTP/RDHP : Penelitian Pengembangan Teknologi Pengelolaan Lahan Sawah dan Lahan Kering Mendukung Program Strategis Kementrian Pertanian
2 Nama dan Alamat
Unit Kerja
: BalaiPenelitianTanah
Jl. Tentara Pelajar No 12 A. Bogor 16123
3 SifatUsulanPenelitian : Lanjutan
4 Penanggungjawab : Dr. Ir. Ai Dariah
5 Justifikasi : Lahan sawah tadah hujan, lahan sawah bukaan baru, dan lahan kering suboptimal merupakan pendukung utama pencapaian swasembada pangan di tengah semakin menurunnya peran lahan sawah irigasi sebagai dampak alih fungsi lahan yang semakin sulit dibendung.Produktivitas sawah irigasi juga sulit untuk terus ditingkatkan, yang ditemukan saat ini justru terjadinya degradasi. Lahan sawah tadah hujan umumnya mempunyai kesuburan tanah rendah, serta belum menerapkan teknologi yang tepat. Oleh karena itu, teknologi pengelolaan tanaman, tanah, air dan pupuk harus disesuaikan dengan kondisi spesifik lokasi agar selaras dengan potensi produksinya. Rata-rata produktivitas sawah bukaan baru juga masih rendah, karena adanya permasalah sifat-sifat tanah, baik yang berhubungan dengan sifat tanah asalnya maupun sifat yang timbul akibat proses pembentukan lahan sawah. Pada lahan sawah yang telah dikelola secara intensif, pengelolaan unsur makro sekunder dan mikro juga merupakan faktor yang harus diperhatikan..
Diversifikasi pangan merupakan opsi lainnya dalam mencapai swasembada dan kemandirian pangan, namun hal ini hanya bisa dicapai jika pemberdayaan lahan kering (utama nya lahan kering suboptimal) berhasil dilakukan. Lahan kering sub-optimal merupakan pilihan untuk menanggulangi keterbatasan lahan subur, namun demikian, perlu inovasi teknologi untuk menanggulangi faktor pembatas lahan suboptimal baik yang bersifat alami maupun akibat degradasi lahan.
Dalam mendukung program-program strategis pertanian, berbagai produk seperti pupuk dan pembenah tanah telah dihasilkan Badan Litbang Pertanian. Namun seringkali sitem produksinya masih perlu disempurnakan, sehingga produk yang dihasilkan layak secara teknis dan ekonomi.
6 Tujuan:
a. JangkaPendek : 1. Mendapatkan teknologi pengelolaan lahan yang tepat guna untuk meningkatkan produduktivitas sawah bukaan baru
v
2. Merakit teknologi pengelolaan hara untuk padi di lahan sawah tadah hujan dalam system padi gogo dan gogo rancah.
3. Menyusun teknologi pemupukan hara S dan Zn untuk meningkatkan produktivitas lahan sawah.
4. Menguji paket rekomendasi teknologi ameliorasi, pemupukan berimbang, dan efisiensi air, serta konservasi tanah pada pola tanam padi gogo-kedele dalam bentuk tumpangsari dengan tanaman perkebunan/HTI pada lahan kering masam.
5. Menguji efektivitas tindakan konservasi tanah spesifik lahan kering iklim kering dan penggunaan bahan pembenah tanah berbahan baku biochar dan bahan organik untukmendukung sistem pengelolaan terpadu lahan kering iklim kering.
6. Menguji teknologi pengelolaan lahan (konservasi, pengelolaan bahan organic dan pemupukan) untuk peningkatan produktivitas tanaman hortikultura di sentra produksi hortikultura.
7. Mengembangkan teknologi produksi pupuk dan pembenah tanah mendukung program pertanian berkelanjutan
b. JangkaPanjang : Menyusun rekomendasi teknologi pengelolaan lahan sawah (utamanya lahan sawah tadah hujan dan bukaan baru) dan lahan kering suboptimal untuk mendukung Program Strategis Kementrian Pertanian.
7 Luaran yang diharapkan
a. JangkaPendek : 1. Teknologi pengelolaan hara untuk padi di lahan sawah tadah hujan dalam system tanam padi gogo dan gogo rancah.
2. Teknologi pengelolaan sawah bukaan baru umur kurang dari 2 tahun dan umur 2-4 tahun.
3.Teknologi pengelolaan hara S dan Znuntuk meningkatkan produktivitas lahan sawah intensifikasi.
4. Teknologi ameliorasi, pemupukan berimbang dan efisiensi air serta konservasi tanah yang telah teruji pada pola tanam tumpangsari tanaman pangan (padi gogo-kedele) dengan tanaman perkebunan/HTI
5. Teknologi pengelolaan tanah (konservasi tanah dan perbaikan kualitas tanah) spesifik lahan kering iklim kering untuk mendukung sistem pengelolaan terpadu lahan kering iklim kering.
6. Teknik konservasi tanah dan air alternatif yang terbaik dalam mengendalikan erosi, aliran permukaan dan kehilangan hara untuk peningkatan produktivitas tanah dan tanaman cabai di dataran tinggi
7. Teknologi produksi pupuk dan pembenah tanah yang telah
vi
disempurnakan dari skala laboratorium sehingga layak produksi secara komersial
b. JangkaPanjang : Rekomendasi teknologi pengelolaan lahan sawah (utamanya lahan sawah tadah hujan dan bukaan baru),serta pengelolaan lahan kering suboptimal untuk mendukung Program Strategis kementrian Pertanian.
8 Outcome : Peningkatan produktivitas lahan sawah (utamanya sawah tadah hujan dan bukaan baru) serta lahan kering suboptimal,
9 Sasaranakhir : Peningkatan peran lahan sawah tadah hujan dan bukaan baru serta lahan kering suboptimal dalam mendukung program swasembada dan sawasembada pangan berkelanjutan.
10 Lokasipenelitian : Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengan, Jawa Timur, dan NTT,
11 Jangkawaktu : 1 tahun, mulai T.A. 2013, berakhir T.A. 2014
12 Sumberdana : DIPA/RKAKL Satker: Balai Penelitian Tanah, T.A. 2014
vii
SUMMARY
1 Title of RPTP/RDHP
: Research and Development of Lowland and Upland Agricultural Technology to Support Strategic Program of Ministry of Agriculture
2 Implementation unit
: Indonesia Soil Research Institute (ISRI)
Jl. Tentara Pelajar No 12 A. Bogor 16123
3 Location : Lampung, NTT, NTB, Central Java
4 Objective :
a. Short term : 1. To assemble rice nutrient management technology in the rainfed areas and upland scaffolding system,
2. to obtain appropriate land management technologies in order ti increase productivity of newland paddy field,
3. to formulate technology of S and Zn fertilizers to increase paddyfield productivity,
4. to test technology package recommensdation of amelioran, balance fertilizers, and water efficiency, as well as soil conservation in acid upland with paddy-soybean intercropping pattern with rubber plan,
5. to test the effectiveness of spesific soil conservation measures for upland dry climate and the use of biochar and organic matter as soil conditioner to support integrated management system of upland-dryclimate,
6. to test land managemnet systems (concervation management of soil organic matter and soil fertilization),
7. to develope fertilizer and soil conditioner production technologi to support sustainable agriculture system.
b. Long term : To formulaterecommendation of paddy field mamagement technology (mainly rainfed areas and new opening of paddy field) and marginal upland to support strategic program of Ministry of Agriculture.
5 Expected output
a. Short term : 1. Technology of nutrient management for rainfed paddy field in upland rice cropping systems and upland rice scaffolding.
2. Technology of new paddy field management (age less than 2 years and 2-4 years).
3. Technology of S and Zn nutrient management to improve productivity of intensive paddy field.
4. Technology of amelioration, balanced fertilization, water
viii
efficiency, and conservation measures that has been tested on inter cropping pattern (upland rice-soybean with plantation crops)
5. Soil management technology (soil conservation and improvement of soil quality) specific dry land dry climate to support the integrated management system of dry land dry climate.
6. Alternative soil and water conservation techniques are best in controlling erosion, runoff and nutrient loss to enhancement enhancement soil paper plants productivity in the highlands.
7. Production technology of fertilizer and soil conditioner to support
b. Long term : Recommendations paddy field management technology (mainly rainfed and new openings paddy field) and management of marginal upland to support strategic programs of the Ministry of Agriculture.
6 Description of methodology
: The research activities will be conducted on wetland agro-ecosystem, mainly rainfed and new paddy field. Study of secondary macro nutrients and micro nutrients management will be carried out on rice area has been intensively managed. Research on upland will be conducted on upland with acid soil, dry climate dry land, and horticulture production centers. The third agroecosystems classified as marginal upland due to the specific of the limiting factors
7 Duration : 1 Year; F.Y 2013/F.Y.2014
8 Budget/fiscal year : Rp. 815.500.000,- (Eigh thundred and fifteen million five hundred rupiah)
9 Source of budget : DIPA/RKAKL 648680 Indonesia Soil Research Institute (ISRI), Fiscal Year 2014
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Berkurangnya lahan pertanian produktif ditambah dengan anomali iklim akibat
pemanasan global telah menyebabkan berkurangnya pasokan pangan (food shortage) dan
harga pangan yang terus meningkat. Indonesia telah mengantisipasi kondisi tersebut di
atas dengan mencanangkan program surplus beras 10 juta ton, swasembada berkelanjutan
pangan nasional, khususnya untuk 5 jenis komoditi pangan pokok, yaitu: beras, jagung,
kedelai, gula pasir, dan daging sapi (Kementan, 2013).
Produksi beras masih bertumpu pada lahan sawah khususnya sawah irigasi, oleh
karena itu swasembada padi sulit dicapai jika alih fungsi lahan irigasi terus berlangsung.
Irawan (2008) menyatakan bahwa luas lahan sawah berkurang sekitar 141,3 ribu hektar
per tahun. Data lainnya menunjukan bahwa sekitar 3 juta ha lahan sawah irigasi akan
dialihgunakan pemanfaatannya ke non pertanian dan sudah mendapatkan izin prinsip dari
Badan Pertanahan Nasional (2009). Oleh karena itu, selain usaha pencegahan alih fungsi
lahan sawah irigasi harus terus diusahakan, optimalisasi lahan sawah tadah hujan masih
perlu terus ditingkatkan, karena biayanya bisa lebih murah dibanding dengan melakukan
pencetakan sawah baru. Untuk menggantikan areal sawah yang terlanjur dialihfungsikan,
perluasan areal lahan sawah juga penting untuk terus dilakukan, namun perlu dibarengi
dengan sistem pengelolaan yang spesifik, karena berbagai permasalahan yang ditemui
pada lahan sawah bukaan baru, sehingga rata-rata produktivitasnya masih relatif rendah.
Produktivitas lahan sawah yang telah dikelola secara intensif juga ternyata telah
menimbulkan permasalahan, diantaranya dalam hal keseimbangan hara. Terdapat indikasi
bahwa penurunan produksi pada lahan sawah yang telah dikelola intensif, salah satunya
disebabkan oleh keterbatasan hara makro sekunder, mikro dan beneficial element. Oleh
karena itu aspek pengelolaan hara khususnya pada lahan yang telah dikelolan secara
intensif seperti kahan sawah sudah harus memperhatikan aspek tersebut.
Selain masih bertumpu pada lahan sawah, pembangunan sektor pertanian sejak
beberapa dekade terakhir juga telah mengarah pada pemanfaatan lahan sub optimal,
khususnya lahan kering (lahan kering masam dan lahan kering iklim kering). Dibanding
lahan suboptimal lainnya misalnya lahan gambut, lahan kering masam dan lahan kering
iklim kering merupakan lahan suboprimal yang lebih potensial untuk dikembangkan, baik
dari aspek potensi luasan yang bisa dikembangkan, maupun dari segi resiko lingkungan
(Rochayati dan Dariah, 2012, BBSDLP, 2012).
Luas lahan kering masam di Indonesia sekitar 108,8 juta hektar atau sekitar 69,4%
dari total lahan kering di Indonesia (BBSDLP, 2012). Lahan kering masam dengan jenis
2
tanah Ultisols dan Oxisols menempati areal terluas di Indonesia (Hidayat dan Mulyani,
2005). Ultisols dan Oxisols merupakan tanah yang mempunyai tingkat kesuburan rendah,
oleh karena itu diperlukan suatu inovasi teknologi untuk meningkatkan produktivitasnya.
Luas lahan kering iklim kering 13,3 juta ha (BBSDLP, 2012), proporsinya <10% dari
total luas lahan kering, namun demikian ekosistem ini mempunyai arti penting dalam
pembangunan pertanian, yaitu selain untuk mendukung ketahanan pangan di wilayah
otonominya, juga dapat berperan dalam mendukung ketahanan pangan nasional, karena
rata-rata produktivitas lahan kering iklim kering tergolong sedang, diantaranya karena
adanya dukungan kesuburan tanah yang relatif baik. Faktor pembatas utama yang
dihadapi lahan kering iklim kering adalah ketersediaan air dan penurunan produkstivitas
lahan akibat laju degradasi lahan yang cepat, baik yang disebabkan oleh erosi, sistem
pengelolaan hara dan bahan organik yang kurang tepat, maupun perlakuan eksplotasi
lahan lainnya.
Selain untuk mendukung pengembangan tanaman pangan utama yaitu padi,
jagung, dan kedele, tanaman hortikultur juga dominan dikembangkan di lahan kering.
Produktivitas tanaman hortikultur masih tergolong rendah, terbukti dari nilai impor
komoditas hortikultur termasuk sayuran yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Dalam mendukung program strategis swasembada dan swasembada pangan
berkelanjutan, Badan Litbang Pertanian juga telah menghasilkan berbagai produk
diantaranya pupuk dan pembenah tanah. Formula pupuk dan pembenah tanah tersebut
telah teruji efektif meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman. Namun tidak semua
formula tersebut siap untuk dilisensikan ke pihak ketiga karena berbagai hal, seperti
penggunaan bahan baku untuk skala laboratorium yang mahal. Oleh karenanya,
penyempurnaan formula dimaksud perlu dilakukan agar dapat diproduksi secara efisien.
Penyempurnaan dapat dilakukan dengan penggunaan bahan baku alternatif, filler,
pengkayaan bahan aktif pupuk, maupun modifikasi teknik produksinya.
1.2. Dasar Pertimbangan
Optimalisasi lahan sawah tadah hujan dan lahan sawah bukaan baru merupakan
salah satu opsi yang perlu dilakukan untuk mendukung program strategis pencapaian
swasembada dan swasembada pangan berkelanjutan. Potensi lahan sawah tadah hujan
untuk budidaya tanaman padi cukup luas namun belum dioptimalkan karena pada
umumnya mempunyai kesuburan tanah rendah, serta belum menerapkan teknologi yang
tepat. Penerapan teknologi pengelolaan tanaman serta tanah, air dan pupuk harus
disesuaikan dengan kondisi spesifik lokasi agar selaras dengan potensi produksinya.
3
Rata-rata produktivitas sawah bukaan baru masih rendah karena adanya
permasalah sifat-sifat tanah, baik yang berhubungan dengan sifat tanah asalnya maupun
sifat yang timbul akibat adanya perlakuan penggenangan. Kendala sifat fisik tanah pada
sawah bukaan baru umumnya berhubungan dengan kemampuan untuk menahan air dan
proses pelumpuran. Oleh karena itu diperlukan penanganan yang juga besifat spesifik
sehingga produktivitas lahan sawah bukaan baru bisa optimal.
Dampak negatif penggunaan pupuk yang intesif pada lahan sawah sudah dirasakan
beberapa tahun terakhir. Hal ini disebabkan oleh terganggunya keseimbangan hara,
sebagai dampak kurang diperhatikan hara makro sekunder, mikro dan beneficial element.
Oleh karena itu penelitian hara makro sekunder, mikro dan beneficial element khususnya
pada lahan yang telah dikelola intensif seperti lahan sawah sangat penting untuk
dilakukan.
Pengembangan lahan suboptimal khususnya lahan kering suboptimal (lahan kering
masam dan lahan kering iklim kering) juga harus menjadi prioritas, sehubungan dengan
semakin terbatasnya lahan subur untuk pengembangan pertanian. Namun demikian agar
dapat mencapai suatu tingkat produktivitas yang optimal, maka penanggulangan faktor
pembatas produksi baik yang bersifat alami atau akibat proses degradasi harus
ditangglangi terlebih dahulu.
Permasalahan spesifik pada lahan kering masam yang perlu menjadi prioritas
adalah penanggulangan dampak kemasaman tanah seperti keracunan alumunium dan
ketersediaan hara tertentu yang rendah. Sedangkan pada lahan kering iklim kering
keteresediaan air manjadi faktor pembatas utama. Oleh karena itu dari segi pengelolaan
tanah, peningkatan kemampuan tanah memegang air dan konservasi air merupakan aspek
yang perlu mendapat prioritas.
Degradasi lahan yang disebabkan oleh erosi merupakan maslah yang umum
dihadapi lahan kering suboptimal. Oleh karena itu aplikasi teknik konservasi harus menjadi
bagian integral dari sistem pertanian terpadu lahan kering. Jenis teknologi yang dipilih
harus disesuaikan dengan kondisi agroekosistemnya. Pada lahan kering masam aplikasi
teknik konservasi yang bisa memperparah dampak dari tingginya kandungan aluminium
harus diihindari, misalnya pembuatan teras bangku tidak tepat dilakukan pada lahan kering
masam. Pada lahan kering iklim kering, konservasi tanah harus diprioritaskan pada aspek
yang mendukung konservasi air. Selain bersifat spesifik ekosistem, pemilihan teknologi
juga perlu dilakukan berdasarkan spesifik komoditas, misalnya tanaman sayuran
memerlukan kondisi spesifik tertentu, yaitu harus mempertimbangkan kerentanan sayuran
terhadap kondisi drainase yang buruk. Aspek sosial ekonomi petani perlu
4
dipertimbangkan, sehingga adopsi teknologi bisa bersifat berkelanjutan, penggalian
kearifan lokal penting untuk dilakukan, meskipun demikian penyempurnaan dari kearifan
lokal seringkali masih perlu dilakukan, sehingga efektivitasnya menjadi optimal.
Selain teknologi yang berasal dari kearifan lokal, inovasi teknologi yang dihasilkan
oleh Badan Litbang seringkali juga masih memerlukan validasi karena setiap lokasi
mempunyai kekhasan tersendiri. Penyempurnaan formula dimaksud juga perlu dilakukan
agar dapat diproduksi secara efisien.
1.3. Tujuan
Jangka Pendek
8. Mendapatkan teknologi pengelolaan lahan yang tepat guna untuk meningkatkan
produduktivias sawah bukaan baru
9. Merakit teknologi pengelolaan hara untuk padi di lahan sawah tadah hujan dalam
sistem padi gogo dan gogo rancah.
10. Menyusun teknologi pemupukan hara S dan Zn untuk meningkatkan produktivitas
lahan sawah.
11. Menguji paket rekomendasi teknologi ameliorasi, pemupukan berimbang, dan efisiensi
air, serta konservasi tanah pada pola tanam padi gogo-kedele dalam bentuk
tumpangsari dengan tanaman perkebunan/HTI pada lahan kering masam.
12. Menguji efektivitas tindakan konservasi tanah spesifik lahan kering iklim kering dan
penggunaan bahan pembenah tanah berbahan baku biochar dan bahan organik untuk
mendukung sistem pengelolaan terpadu lahan kering iklim.
13. Mendapatkan teknologi pengelolaan lahan (konservasi, pengelolaan bahan organik dan
pemupukan) untuk peningkatan produktivitas tanaman hortikultura di sentra produksi
hortikultura.
14. Mendapatkan teknologi produksi pupuk dan pembenah tanah mendukung program
pertanian berkelanjutan
Jangka Panjang
Tujuan jangka panjang kegiatan penelitian ini adalah untuk menyusun rekomendasi
teknologi pengelolaan lahan sawah dan lahan kering untuk mendukung Program Strategis
Kementrian Pertanian.
5
1.4. Keluaran
Jangka Pendek
1. Teknologi pengelolaan hara untuk padi di lahan sawah tadah hujan dalam sistem tanam
padi gogo dan gogo rancah.
2. Teknologi pengelolaan sawah bukaan baru umur kurang dari 2 tahun dan umur 2-4
tahun.
3. Teknologi pengelolaan hara S dan Zn untuk meningkatkan produktivitas lahan sawah
intensifikasi.
4. Teknologi ameliorasi, pemupukan berimbang dan efisiensi air serta konservasi tanah
yang telah teruji pada pola tanam tumpangsari tanaman pangan (padi gogo-kedele)
dengan tanaman perkebunan/HTI
5. Teknologi pengelolaan tanah (konservasi tanah dan perbaikan kualitas tanah) spesifik
lahan kering iklim kering untuk mendukung sistem pengelolaan terpadu lahan kering
iklim kering.
6. Teknik konservasi tanah dan air alternatif yang terbaik dalam mengendalikan erosi,
aliran permukaan dan kehilangan hara untuk peningkatan produktivitas tanah dan
tanaman cabai di dataran tinggi
7. Teknologi produksi pupuk dan pembenah tanah yang telah disempurnakan dari
skala laboratorium menjadi layak produksi secara komersial
Jangka Panjang
Rekomendasi teknologi pengelolaan lahan sawah (utamanya lahan sawah tadah
hujan dan bukaan baru), serta pengelolaan lahan kering suboptimal untuk mendukung
Program Strategis Kementrian Pertanian.
1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak
Peningkatan produktivitas lahan sawah (khususnya lahan sawah tadah hujan dan
bukaan baru) dan lahan kering sub-optimal sebagai dampak penanggulangan faktor
pembatas utama, baik yang berisifat inherent, serta faktor pembatas yang disebabkan oleh
proses degradasi lahan. Hasil penelitian ini sangat bermanfaat untuk mendukung
kebijakan dan progran Direktorat Jenderal Tenis lingkup Kementrian Pertanian. Dari
kegiatan ini juga bisa dihasilkan Karya Tulis Ilmiah baik dalam bentuk Jurnal Ilmiah,
prosiding, maupun bagian dari buku.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kerangka Teoritis
Produktivitas padi di lahan tadah hujan masih rendah yaitu 3-3,5t/ha, jauh lebih
rendah dari rata-rata produktivitas padi sawah nasional yang sudah mencapai rata-rata
5,17 t/ha di tahun 2011 (BPS, 2011). Hal ini disebabkan petani belum menerapkan cara
budidaya yang baik yaitu masih menggunakan varietas lokal atau unggul lama,
pengendalian gulma kurang intensif serta tingginya gangguan hama penyakit serta tingkat
kesuburan tanah yang rendah. Selain sawah tadah hujan, sawah bukaan baru harus
dipandang sebagai lumbung beras dimasa yang akan datang. Pemberian pupuk tepat
(jenis, waktu dan cara pemberian) yang mengkombinasikan antara pupuk buatan, pupuk
organik dan biofertilizer pada sistem sawah bukaan baru belum mendapatkan perhatian,
sehingga produksi padi belum optimal. Gejala keracunan besi dan mangan serta defisiensi
hara N, P, K, Ca dan Mg pada sawah bukaan baru menyebabkan produktivitas lahan sawah
bukaan baru tergolong rendah. Penggunaan pupuk makro yang intensif juga harus
memperhatikan dampaknya terhadap kesimbangan hara, oleh karena pengelolaan hara
makro sekunder seperti S dan unsur mikro Zn (yang gejala kekahatannya sudah banyak
ditemukan) juga perlu menjadi prioritas.
Potensi lahan kering untuk pengembangan pertanian di Indonesia tergolong tinggi,
namun terdapat permasalahan biofisik dan sosial ekonomi yang harus diatasi, bila ingin
dicapai tingkat produktivitas yang optimal dan berkelanjutan. Beberapa tindakan
penanggulangan faktor pembatas biofisik lahan yang dapat dilakukan adalah pengelolaan
kesuburan tanah, konservasi dan rehabilitasi tanah, serta pengelolaan sumberdaya air
secara efisien (Abdurachman et al., 2008).
2.2. Hasil-Hasil Penelitian
Teknologi Pengelolaan Sawah Tadah Hujan
Potensi lahan sawah tadah hujan untuk pengembangan tanaman pangan sekitar
2,1 juta ha yang tersebar di Provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Lampung, Sulawesi Selatan, dan NTB. Namun produktivitas padi di lahan tadah hujan
masih rendah yaitu 3-3,5t/ha, jauh lebih rendah dari rata-rata produktivitas padi sawah
nasional yang sudah mencapai rata-rata 5,2 t/ha di tahun 2011 (BPS, 2011). Hal ini
disebabkan petani belum menerapkan cara budidaya yang baik yaitu masih menggunakan
varietas lokal atau unggul lama, pengendalian gulma kurang intensif serta tingginya
7
gangguan hama penyakit serta tingkat kesuburan tanah yang rendah. Tingginya gulma
dalam pertanaman padi tadah hujan dapat menyebabkan persaingan hara dengan
tanaman utama sehingga mengakibatkan penurunan hasil 30-100% (Anonim, 2007).
Namun demikian, peningkatan produktivitas padi tadah hujan (yang pasokan airnya
tergantung air hujan) masih berpeluang besar untuk ditingkatkan melalui penerapan
teknologi pengelolaan tanah dan tanaman terpadu. Teknik ini mencakup penggunaan padi
varietas unggul baru (VUB) seperti Ciherang, Cibogo, Cigeulis, Mekongga, Situ Patenggang
dan Situ Bagendit, pengelolaan hara sesuai konsep pemupukan berimbang dan terpadu
(pupuk an-organik, pupuk hayati dan pupuk organik), pencegahan hama dan penyakit
terpadu, gulma, pengolahan tanah dan pengaturan air yang efisien serta panen tepat
waktu dan tepat olah.
Rekomendasi pemupukan N,P,K padi sawah didasarkan pada uji tanah (soil testing)
yang dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap status hara tanah awal dan
kebutuhan hara tanaman. Uji tanah untuk N sulit dilakukan dan kurang berkembang
dibandingkan uji P dan K karena sekitar 97-99% N di dalam tanah berada dalam bentuk
senyawa N-organik yang ketersediaannya relatif lambat karena tergantung pada tingkat
dekomposisi mikroorganisme (Setyorini et al., 2003). Oleh karenannya evaluasi kebutuhan
N tanaman dilakukan dengan menggunakan bagan warna daun (BWD). Bagan warna daun
memberikan rekomendasi penggunaan pupuk N berdasarkan tingkat kehijauan warna
daun. Makin pucat warna daun, makin rendah skala BWD yang berarti makin rendah
ketersediaan N di tanah dan makin banyak pupuk N yang perlu diaplikasikan. Rekomendasi
berdasarkan BWD memberikan jumlah dan waktu pemberian pupuk N yang diperlukan
tanaman (Anonim, 2006).
Selain menggunakan pupuk an-organik sesuai status hara tanah, dianjurkan pula
untuk menggunakan pupuk organik berupa kompos jerami atau kotoran hewan 2 ton/ha.
Kompos jerami/kohe yang sudah matang diberikan ke lahan bersamaan saat pengolahan
tanah terakhir. Hasil verifikasi rekomendasi spesifik lokasi di beberapa sentra lahan sawah
menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik memberikan peningkatan hasil gabah
meskipun belum terlalu nyata di akhir musim tanam pertama (Permentan No.40/2007).
Penggunaan varietas padi yang sangat responsif terhadap N,P,K,S menghendaki
pengelolaan hara bersifat spesifik lokasi dengan memperhitungkan kemampuan suplai hara
dari dalam tanah. Hasil penelitian jangka panjang di beberapa negara menunjukkan
bahwa neraca hara untuk K telah negatif dan kekurangan K telah menjadi penghambat
peningkatan hasil tanaman padi meski pada tanah-tanah yang bertekstur berat/liat yang
mempunyai kesuburan tinggi (Dobermann, et al., 1998).
8
Hasil penelitian pengelolaan hara di lahan sawah intensifikasi pada tanah Inceptisol
Brazilia oleh Fageria et al., (2003) menunjukkan bahwa respon pemupukan N pada lahan
sawah sangat nyata dibandingkan P dan K. Pemupukan N hingga 210 kgN/ha
meningkatkan komponen hasil gabah seperti panjang malai, jumlah malai dan berat 1000
butir dan menurunkan jumlah gabah hampa secara signifikan.Sedangkan hasil gabah
meningkat dengan meningkatnya dosis N hingga 150kgN/ha dengan hasil gabah kering
7t/ha, dan dosis optimum dicapai pada 90 kgN/ha.
Hasil penelitian Tanaka et al., (2012) menunjukkan bahwa pengelolaan bahan
organik dalam jangka panjang sangat penting karena mineralisasi bahan organik tanah
dapat mencukupi kebutuhan nitrogen (N) tanaman padi selama satu musim tanam. Suplai
N-tanah tersebut diperoleh dari mineralisasi jerami sisa panen, sekam, gulma, dsb.
Penelitian neraca K padi sawah tadah hujan yang ditanam dua kali pada tanah
bertekstur ringan menunjukkan bahwa apabila jerami padi tidak dikembalikan ke lahan
maka akan terjadi neraca K yang negatif karena pengambilan K oleh tanaman lebih tinggi
dibandingkan penambahan K dari pupuk an-organik (Wiharjaka et al., 1999).
Hasil penelitian petak omision di lahan sawah tadah hujan yang dilaksanakan pada
tahun 1992-1999 di Laos menunjukkan bahwa pembatas utama pertumbuhan dan hasil
padi adalah NPK berturut-turut adalah Nitrogen (N), kemudian fosfat (P) dan kalium (K).
Lokasi yang tidak respon terhadap pemupukan N adalah lahan sawah yang mempunyai
kandungan bahan organik tinggi (Linquist and Sengxua, 2001).Menurut Doberman and
Fairhurst (2000) hasil gabah yang diperoleh mencerminkan kemampuan suplai dari
nitrogen alami di dalam tanah. Terdapat korelasi positif antara hasil gabah pada petak (-N)
dengan kandungan bahan organik di dalam tanah, setiap peningkatan bahan organik 1%
akan diperoleh peningkatan gabah 0,77 t/ha.
Hasil penelitian pemupukan N pada tanaman padi varietas Inpari8, Mekongga dan
Hibrida HIPA yang berpotensi hasil tinggi yang dilaksanakan di Plemahan, Kediripada tanah
bertekstur liat dan di Gurah< Kediri yang bertekstur ringan pada MK 2012 menunjukkan
bahwa pemupukan N memberikan respon nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman
dan jumlah anakan padi. Semakin tinggi dosis N, pertumbuhan tanaman padi semakin
baik.
Pada tanah sawah berstatus P rendah-sedang (Galuga), Bogor, pemupukan SP-36
pada padi varietas Inpari4, Mekongga dan hibrida H6444 memberikan respon terhadap
pertumbuhan tanaman padi. Berdasarkan data pertumbuhan vegetatif, dosis terbaik adalah
100 kg SP-36/ha dan 100 kg KCl/ha untuk lahan sawah berstatus K rendah.Pada tanah
sawah berstatus P tinggi (Cemplang), berdasarkan data pertumbuhan vegetatif, dosis
9
optimum P adalah 50 kg SP-36/ha.Pada tanah sawah berstatus K tinggi (Cemplang),
pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah anakan padi sawah varietas Inpari4, Mekongga
dan hibrida H6444 yang berpotensi hasil tinggi tidak respon terhadap pemupukan K.
Sebaliknya pada tanah sawah berstatus K rendah (Galuga) pertumbuhan tinggi dan jumlah
anakan fase vegetatif berbeda nyata dengan pemupukan KCl hingga 150 kg/ha.
Teknologi Pengelolaan Sawah Bukaan Baru
Sawah bukaan baru dapat didefinisikan dari dua aspek, yaitu dimensi waktu dan sifat
tanahnya, sebagai berikut (Agus, 2007; Prasetyo, 2007):
(i) Waktu sejak sawah tersebut dibuka. Biasanya sawah yang dicetak dalam 10
tahun terakhir dikategorikan sawah bukaan baru
(ii) Sifat tanah sawah bukaan baru. Sawah bukaan baru dicirikan oleh belum
terbentuknya lapisan tapak bajak.
Sawah bukaan baru mempunyai sifat morfologi, kimia, fisika dan komposisi mineral yang
khas bergantung pada sifat tanah asalnya, lahan kering atau lahan basah. Sifat fisik tanah
yang perlu diperhatikan adalah drainase, permeabilitas, tekstur, struktur dan tinggi
genangan (Keerseblick dan Soeprapto, 1985; Sys, 1985). Pada umumnya, sawah bukaan
yang berasal dari lahan kering yang digenangi mempunyai sifat yang masih sama dengan
tanah asalnya. Dilaporkan bahwa penggenangan akan menyebabkan perubahan sifat kimia
tanahnya. Ponnamperuma (1978) menyimpulkan bahwa penggenangan akan menurunkan
Eh, peningkatan dan penurunan pH dan meningkatnya ketersediaan P dan Ca. Selanjutnya
Tadano dan Yoshida (1978) mengamati hal yang sama bahwa penggenangan pada tanah
masam meningkatkan pH tanah, dan pada tanah alkali akan menurunkan pH tanah.
Tanah sawah bukaan baru yang berasal dari lahan basah, misalnya lahan pasang surut,
lahan rawa lebak maupun aluvial umumnya tidak terjadi pergerakan air vertikal ke arah
solum, sehingga tidak terjadi horison penimbunan Fe maupun Mn.
Pencetakan sawah baru dari lahan kering di luar pulau Jawa umumnya didominasi tanah
jenis Oksisols, Ultisols dan Inseptisols. Menurut Tan (1982) tanah tanah tersebut terutama
yang berwarna kemerahan sampai merah mempunyai kandungan oksida Fe dan Al yang
tinggi. Dalam suasana reduksi, oksida-oksida yang terlarut dapat meracuni tanaman.
Apabila kandungan Fe dalam tanah melebihi 200 ppm, maka tanaman akan keracunan Fe
(Puslittanak, 1993) atau apabila konsentrasi besi dalam tanaman lebih dari 300 ppm
(Yusuf, et al., 1990).
10
Produksi padi sawah bukaan baru yang berasal dari tanah kering masam di areal irigasi
Sungai Batang Hari tergolong rendah karena terdapatnya beberapa kendala yaitu (1)
belum efektifnya pemanfaatan air berkaitan dengan belum terbentuknya lapisan tapak
bajak (plow pan), (2) rendahnya efisiensi pemupukan karena tingginya kehilangan hara
akibat pelindian dan pencucian, (3) terjadinya perubahan fisiko kimia maupun biologi yang
meningkatkan kelarutan beberapa unsur hara mikro yang meracuni tanaman dan (4)
keracunan besi merupakan penyebab utama gagal panen (Anonymous, 2005). Hasil
penelitian Widowati dan Rochayati (2008) di Kalimantan Selatan menyimpulkan bahwa
penambahan amelioran yang mengandung Ca, Mg dan unsur mikro disamping
penambahan N, P, K dan bahan organik dapat meningkatkan produktivitas sawah bukaan
baru. Selanjutnya, dilaporkan pula bahwa pemberian amelioran 1500 kg Kaptan
Phospatan/ha atau 1.000 kg Dolomit/ha meningkatkan produksi hingga 36 % dan 30 %
pada musim I dan 16% dan 42% pada musim II (residu).
Pengaruh pelumpuran terhadap sifat kimia tanah, sifat fisik tanah dan hasil padi telah
banyak diteliti dan dipublikasikan. Dilaporkan bahwa pelumpuran tidak berpengaruh nyata
terhadap peningkatan hasil padi (Adachi, 1990; Cabangon and Tuong, 2000; Kirchhof et
al., 2000; Kukal and Sidhu, 2004; Sharma et al., 2005). Sebaliknya, hasil penelitian lainnya
membuktikan bahwa pelumpuran meningkatkan hasil padi (Ghildyal, 1971; Naphade and
Ghildyal, 1971; Sanchez, 1973; Sharma et al., 2005).
Telah banyak diteliti dan dipublikasikan bahwa penanaman padi di lahan basah banyak
memerlukan air dan paling tidak efisien dalam menggunakan air dibandingkan dengan
tanaman biji-bijian lainnya. Pada penanaman padi sawah (wetland rice cultivation), air
diberikan mulai dari fase penjenuhan tanah (land soaking) sampai dengan akhir fase
pertumbuhan generatif (Anonim, 1977; Sukristiyonubowo, 2007). De Datta et al. (1981),
Bhuiyan et al. (1994) dan Bhouman et al. (2005), menyatakan bahwa lebih dari setengah
kebutuhan air untuk penanaman padi dialokasikan saat pengolahan tanah dan banyaknya
air yang diberikan saat pengolahan tanah berkisar antara 240 sampai 900 mm bergantung
pada lama pengolahan tanah. Dari beberapa hasil penelitian yang dilakukan di Indonesia,
India, Philippines dan Jepang dikemukakan bahwa produktivitas air (water productivity)
pada penanaman padi sawah berkisar antara 0,14 - 1,10 g kg-1 air (Bhuiyan, 1992; Bhuiyan
et al., 1994; Bouman and Tuong, 2001; Cabangon et al., 2002; Tabal et al., 2002; IWMI,
2004; Sukristiyonubowo et al. 2012). Produktivitas air yang lebih baik dilaporkan pada
sawah Vitric Andosol di Jepang yaitu sekitar 1,52 g gabah kg-1 air (Anbumozhi et al., 1998).
Teknologi pengelolaan unsur hara makro sekunder dan mikro
Peningkatan penggunaan pupuk N dan P terus-menerus tanpa pengembalian sisa
11
hasil panen atau penambahan bahan organik akan menguras hara makro lainnya seperti S,
Ca dan Mg, unsur mikro seperti Zn, Cu, Mn dan Fe serta beneficial element seperti Si. Hasil
penelitian Widowati dan Rochayati (2003) menunjukkan bahwa dari 30 contoh tanah yang
diambil di Jawa, P. Lombok dan Sulawesi Selatan 30% diantaranya berkadar Zn < 2 ppm,
sekitar 10% membutuhkan penambahan hara Mn, dan penambahan hara S perlu dilakukan
pada tanah-tanah sawah dari P. Lombok dan Sulawesi Selatan. Selanjutnya disampaikan
juga bahwa hara Ca, Mg, dan Fe terukur mencukupi kebutuhan tanaman. Pada umumnya
kekurangan hara Zn terjadi pada tanah bereaksi netral sampai alkalin, tanah berkapur, dan
pada tanah dengan status hara P tinggi (Alloway, 2008), diusahakan tanaman padi secara
intensif, sawah intensifikasi dengan drainase jelek. Hasil penelitian Yi-chang et al., (2007)
pemupukan Zn nyata meningkatkan hasil padi di daerah pantai di Kota Dafeng, Propinsi
Jiangsu, China dengan dosis optimum adalah 20 kg Zn/ha.
Silika merupakan beneficial element untuk tanaman padi, status silika dalam tanah
berkorelasi dengan debu (r = -0,85*) dan dengan liat (r = 0,84*) (Kebede, 2009).
Selanjutnya disampaikan bahwa status Si tidak berkorelasi dengan pH dan C-organik tanah.
Penambahan 200 ppm Si nyata meningkatkan berat kering akar dan tanaman padi gogo
(Surapornpiboon et al,. 2008). Penelitian Husnain et al. (2008) menunjukkan bahwa 2
lokasi tanah sawah di daerah aliran Citarum kekurangan Si, dan 10 lokasi mempunyai kadar
Si rendah. Batas kritis hara Si pada tanah sawah adalah 300 mg SiO2/kg.
Pemberian Zn, B, dan Mo dan kombinasinya pada tanah Haplaquepts di
Brahmaputra, India nyata meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman padi serta
serapan hara N, P, S, Mg, Zn dan B (Hossain et al., 2001). Pemberian 2 kg B/ha pada pola
tanah padi-gandum nyata meningkatkan produksi gandum dan padi (Khan et al., 2006).
Pemberian Vanadium pada aqua culture dalam hidroponik justru menurunkan pertumbuhan
dan hasil tanaman padi, pemberian 40 dan 80 mg/l menyebabkan tanaman padi mati
(Chongkid et al., 2007).
Teknologi pengelolaaan lahan kering masam
Pemanfaatan lahan kering masam secara intensif perlu dimulai dengan rehabilitasi
lahan serta penanggulangan kemasaman tanah. Pemanfaatan pembenah tanah mutlak
diperlukan agar lahan dapat dimanfaatkan secara optimal. Teknologi penanggulangan
kemasaman diantaranya dapat dilakukan melalui penggunaan kapur, sedangkan
penggunaan pupuk P dalam bentuk P-Alam dapat menanggulangi faktor rendahnya
ketersediaan P di lahan kering masam (Rochayati et al., 2005). Pemberian bahan organik
dapat mensubstitusi kebutuhan kapur pada lahan kering (Basri dan Zaini, 1992), namun
12
pada umumnya bahan organik yang dibutuhkan relatif tinggi, oleh karena itu pengadaan
bahan organik secara insitu harus menjadi prioritas. Saat ini, mulai berkembang
pemanfaatan biochar atau arang limbah pertanian mampu meningkatkan pH dan KTK
tanah.
Defisiensi unsur hara ganda sering dijumpai pada lahan kering masam , misalnya
defisiensi N dan P sehingga pemupukan berimbang dan pemantauan status hara secara
berimbang sangat penting untuk dilakukan (Santoso et al., 1995; Santoso dan Sofyan,
2005). Perangkat uji tanah kering (PUTK) dirancang untuk mendukung praktek sistem
pemupukan berimbang, perangkat ini dapat digunakan untuk menentukan rekomendasi
pemupukan spesifik lokasi untuk tanaman pangan utama (jagung, kedele dan padi gogo) .
Memilih jenis tanaman yang sesuai dengan kondisi lahan dan agroklimat setempat
dengan memanfaatkan sumberdaya genetik (toleran kemasaman dan kekeringan, efisien
terhadap penggunaan pupuk, tahan terhadap OPT), serta sesuai dengan kondisi sosial
ekonomi dan kebijakan pemda setempat. Varietas unggul kedelai adaptif lahan kering
masam: Tanggamus, Nanti, Sibayak, Seilawah dan Ratai (belum sepenuhnya disukai petani
karena bijinya kecil-sedang; Anjasmoro, Sinabung, Kaba dan Burangrang (lebih diminati
petani karena bijinya besar dan umur lebih genjah). Varietas padi tahan kekeringan:
Inpago 5, Situ Bagendit, Situ Patenggang, Dodokan, Silugonggo.
Teknologi penanggulangan kemasaman dapat dilakukan melalui penggunaan kapur,
P-Alam, Carolina dan P-alam Maroko yang mampu menghasilkan pH sekitar 4,52-4,72
setelah 7 musim pertanaman tanaman pangan di Terbanggi, Lampung (Adiningsih dan
Mulyadi , 1993 dalam Rochayati et al., 2005); pemberian bahan organik dapat
mensubstitusi kebutuhan kapur pada lahan kering (Basri dan Zaini, 1992). Pemberian
Biochar/Arang: pemberian biochar 7,5 t/ha mampu meningkatkan pH dari 4, 10 menjadi
4,27 setelah satu musim tanam (Nurida et al, 2010),
Defisiensi unsur hara ganda sering dijumpai pada lahan kering masam, misalnya
defisiensi N dan P sehingga pemupukan berimbang dan pemantauan status hara secara
berimbang sangat penting untuk dilakukan (Santoso et al., 1995; Santoso dan Sofyan,
2005). Perangkat uji tanah kering (PUTK) dirancang untuk mendukung praktek sistem
pemupukan berimbang, perangkat ini dapat digunakan untuk menentukan rekomendasi
pemupukan spesifik lokasi untuk tanaman pangan utama (jagung, kedele dan padi gogo).
Pemberian pupuk NPK disertai pupuk hijau dan kapur meningkatkan hasil jagung, ubi kayu
dan padi gogo lebih dari 3 kali lipat dibandingkan kontrol (Vy dan Trong Thi, 1989).
Abdurachman et al (2000) melaporkan pemberian beberapa jenis pupuk kandang sapi,
13
kambing dan ayam dengan takaran 5 ton/ha pada Ultisol Jambi nyata meningkatkan kadar
C-organik tanah, hasil jagung dan kedelai.
Hasil pemantauan status bahan organik tanah di areal pertanian pada lahan kering
masam menunjukkan rata-rata kandungan bahan organik tanah <2% ( Rachman et al.,
2008). Secara alamiah penurunan kadar bahan organik tanah di daerah tropis relatif cepat,
dapat mencapai 30-60% dalam waktu 10 tahun (Brown dan Lugo, 1990). Hasil penelitian
Sitorus et al (2010) di lahan kering masam Sukabumi (Typic Hapludults) mendapatkan
bahwa pemberian kompos jerami dan gambut secara kombinasi sebanyak 7 t/ha mampu
meningkatkan kandungan hara tanah dan hasil biji kedele. Penelitian yang dilakukan
Hartatik dan Sri Adiningsih (1987) menggunakan tanah Tropudult dari Sitiung, pemberian
pupuk hijau Crotalaria juncea 20 ton/ha dan pengapuran 1x Al-dd meningkatkan hasil
kedelai. Pengaruh pemberian kapur sampai 2 x Al-dd berkurang setelah mencapai
maksimum, berturut-turut pada takaran 6,5; 5,7; 4,8 dan 4,2 ton CaCO3/ha dan pada
takaran pupuk hijau 5, 10, 15, dan 20 ton/ha. Semakin tinggi takaran pupuk hijau yang
diberikan, semakin rendah kapur yang dibutuhkan untuk mencapai takaran maksimum.
Konsep dari rekapitalisasi P khususnya di lahan kering masam adalah (1)
mencukupi kehilangan P akibat fiksasi oleh koloid liat, Fe dan Al tanah serta mensuplai
kebutuhan P tanaman selama beberapa musim ke depan, (2) memaksimalkan kontak
antara butiran pupuk dan koloid tanah, sehingga apikasi pupuk dilakukan dengan cara
disebar dan dicampurkan ke tanah. Rochayati et al (2005) mendapatkan bahwa
pemberian alam/Rock Fosfat 1 t/ha untuk 4-6 musim tanam, disertai dengan penggunaan
pupuk organik 1-2 ton/ha sebagai upaya revitalisasi P mampu meningkatkan produktivitas
tanah Ultisol dan Oxisol.
Pemanfaatan pupuk hayati seperti pupuk mikroba pelarut P, penambat N, pemacu
tumbuh, dan pengendali hama penyakit dapat berperan dalam perningkatan produktivitas
lahan kering masam. Eksplorasi untuk menyeleksi isolat-isolat mikroba unggul harus
mempunyai multi guna seperti mampu mengikat N2, melarutkan P, menghasilkan
eksopolisakarida (untuk kemantapan agregat tanah) dan toleransi terhadap pH rendah
(Santi et al., 2008).
Pembenah tanah Beta (formulasi dari bahan organik dan diperkaya bahan
mineral/zeolit berperan dalam mendukung perbaikan produktivitas tanaman jagung selama
3 musim tanam pada tanah terdegrasai berat Lampung Timur (Dariah et al, 2010).
Biochar/Arang limbah pertanian mampu meningkatkan kemampuan tanah memegang air
dan peningkatan pH tanah dan produksi tanaman jagung (Nurida et al, 2010: Nurida et al,
2011).
14
Aplikasi mulsa pada Ultisol di Baturaja dengan lereng 14%, erosi mencapai 4,6
mm/tahun, (Adimihardja et al., 1985). Penerapan strip rumput bahia dan mulsa vertikal di
Lahan kering masam Sitiung (Sumbar) selama pertanaman padi gogo menghasilkan erosi
masing-masing sebesar 1,75 t/ha dan 0,81 t/ha, sedangkan kontrol sebesar 6,57 t/ha.
Pada lahan kering masam penerapan teras bangku tidak terlalu dianjurkan, bukan hanya
dari aspek pembiayaan (high cost) juga dapat menimbulkan efek negatif (pada tahun awal
setelah dibangunnya teras) yaitu semakin tersingkapnya lapisan tanah dengan kadar Al
tinggi ke permukaan (Haryati, U. 2009). Aplikasi teknik konservasi vegetatif seperti alley
cropping atau strip rumput sangat dianjurkan terbukti efektif dalam menekan erosi
(Abujamin Abujamin,1983; Suwardjo, 1987; Erfandy et al., 1988; Dariah et al, 1993).
Teknologi Pengelolaan Lahan Kering Iklim Kering
Hasil penelitian pada lahan keing iklim kering di KP Naibonat (Dariah et al., 2010)
menunjukan kandungan P potensial di lokasi ini tinggi-sangat tinggi, namun
ketersediaannya bagi tanaman sangat rendah. Ikatan Ca-P yang dominan terjadi pada
tanah ber pH netral alkalin merupakan penyebab rendahnya ketersediaan P pada tanah di
lokasi penelitian. Penambahan mikroba pelarut P merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan ketersediaan P, asam-asam organik juga dapat melemahkan ikatan Ca-P
sehingga tersedia untuk tanaman.
Produktivitas aktual lahan kering umumnya lebih rendah dari potensinya.
Ketersediaan air seringkali menjadi penyebab hal tersebut di atas. Pada lahan kering
beriklim kering, selain total hujan tahunan tergolong sangat rendah (<1.500 mm/th), rata-
rata musim hujan juga terjadi dalam waktu relatif singkat yakni 3-5 bulan, bahkan di
beberapa wilayah di NTT hujan terjadi dalam jangka waktu kurang dari 3 bulan) (Irianto,
et al., 1998; Dariah et al, 2007; Nurida et al., 2007).
Pemanfaatan rorak merupakan alternatif untuk memanen air dan meningkatkan
kelengasan tanah, serta mengendalikan erosi (Puslit Kopi dan Kakao, 1998; Agus et al.,
1999; Dariah et al., 2004). Rorak yang dikombinasikan dengan mulsa vertikal (slot mulch)
mampu mengurangi erosi sampai 94% (Noeralam, 2002). Hasil penelitian lainnya juga
menunjukkan efektivitas mulsa vertikal dalam menahan erosi dan aliran permukaan
(Talao’hu et al., 1992). Teknik untuk mengurangi kehilangan air melalui evaporasi dengan
memanfaatkan sisa-sisa tanaman dan legum penutup tanah akan memberikan peluang
untuk memperpanjang ketersediaan air.
Pengelolaan bahan organik merupakan salah satu kunci keberhasilan pengelolaan
lahan kering iklim kering. Sistem pengelolaan lahan bersifat zero waste, selain dapat
15
mendukung sistem pengelolaan bahan organik yang bersifat insitu, juga dapat mendukung
terwujudnya sistem pengelolaan lahan yang hemat karbon. Bahan organik yang mudah
lapuk baik berupa sisa tanaman maupun pukan dapat digunakan sebagai bahan kompos,
sedangkan bahan organik berupa limbah pertanian yang sulit lapuk dapat dikonversi
menjadi arang (biochar).
Manfaat biochar sebagai pembenah tanah telah banyak dibuktikan. Penggunaan
bahan organik dalam bentuk biochar merupakan tindakan yang dapat mendukung
konservasi karbon tanah (Glaser et al., 2002; Igarashi, 2002; Kuwagaki and Tamura.
1990; Nurida, 2006; Ogawa, 1994, 2006; Okimori et al., 2003; Tanaka, 1963), sehingga
sistem pertanian yang bersifat efisien karbon lebih berpeluang untuk diwujudkan.
Percobaan kecepatan mineralisasi bahan organik telah dilakukan pada lahan kering beriklim
basah di Kebun Percobaan Taman Bogo, Lampung (Nurida et al., 2010,2011). Data
kecepatan mineralisasi bahan organik pada lahan kering iklim kering perlu juga dilakukan,
sehingga dapat dipelajari berapa jumlah minimum bahan oganik harus diberikan sehingga
depisit bahan organik tanah dapat ditekan seminimal mungkin.
Aplikasi biochar sebagai pembenah tanah sebagai untuk meningkatkan sifat fisik
dan biologi tanah telah banyak dilaporkan (Lehmann dan Rondon, 2005; Steiner 2007;
Santi dan Goenadi, 2012; Sutono dan Nurida, 2012). Selain dapat meningkatkan
kandungan C tanah, biochar juga dilaporkan efektif dalam memperbaiki sifat kimia tanah
khususnya pH dan KTK (Nurida et al., 2012), serta dapat menekan pencucian K,
meningkatkan K tersedia, serta serapan K (Widowati et al., 2012).
Teknologi pengelolaan lahan di kawasan hortikultura
Hasil penelitian pada kawasan hrortikultura menunjukkan, bahwa teknik konservasi
tanah untuk menanggulangi erosi cukup positif. Suganda et al. (1997) dan Suganda et al.
(1999) membuktikan bahwa jumlah erosi pada bedengan searah kontur paling rendah,
yaitu 10,7-40,5 t.ha-1.tahun-1 pada Andisols, dan 91,1 t.ha-1.tahun-1 pada Inceptisols. Pada
Inceptisol Campaka, besarnya erosi pada bedengan searah kontur sebesar 2,3-2,4 t.ha-1,
jauh lebih kecil dibandingkan dengan erosi pada bedengan searah lereng sepanjang 5
meter dipotong teras gulud mencapai 10,6-15,0 t.ha-1 (Erfandi et al., 2002). Sutapraja dan
Asandhi (1996) mendapatkan bahwa jumlah tanah tererosi pada guludan searah kontur
adalah 32,06 t.ha-1.tahun-1, dua kali lebih kecil dibandingkan dengan guludan arah diagonal
terhadap kontur yaitu 68,63 t.ha-1.tahun-1. Teknik bedengan searah kontur yang diperkuat
dengan Vetiveria zizanoides, Paspalum notatum atau Flemingia congesta pada Andisol
Dieng dapat menekan laju erosi dibandingkan dengan bedengan searah lereng atau
Flemingia
Flemingia
Kc. Tanah
Flemingia
16
bedengan 45o terhadap kontur (Haryati et al., 2000), Selain itu, bedengan searah lereng
yang panjangnya tidak lebih dari 4,5 m, dan dilengkapi dengan teras gulud pada ujung
bagian bawah bedengan mampu menghambat aliran permukaan dan erosi.
Penerapan teknologi konservasi tanah telah terbukti mampu mengurangi jumlah
erosi, sehingga mampu menekan jumlah hara yang hilang (Suwardjo, 1981; Sinukaban,
1990; Undang Kurnia, 1996). Hal yang sama juga terjadi pula pada usahatani sayuran
dataran tinggi, yaitu penerapan teknologi konservasi tanah mampu mengurangi sedimen
yang terangkut erosi, sehingga mampu menekan kehilangan hara. Kehilangan hara dari
usahatani sayuran pada Andisol Cipanas dengan teknologi bedengan searah kontur
mencapai 146 kg N ha-1, 58 kg P2O5 ha-1 dan 13 kg K2O ha-1, lebih kecil dibandingkan
dengan kehilangan hara dari bedengan searah lereng, yaitu 241 kg N ha-1, 80 kg P2O5 ha-1
dan 1,18 kg K2O ha-1 (Suganda et al., 1994). Banuwa (1994) mendapatkan jumlah hara C
dan N yang hilang dari Andisol Pangalengan 3.120 kg C ha-1tahun-1, 333 kg N ha-1 tahun-1.
Semakin intensif budidaya sayuran tanpa disertai penerapan teknik konservasi tanah,
dikhawatirkan jumlah hara yang hilang akan semakin besar. Pada akhinya pemiskinan
tanah akan berlangsung secara perlahan, dan konsekuensinya kebutuhan input produksi
semakin meningkat.
17
III. METODOLOGI
3.1. Pendekatan
Kegiatan “Penelitian Pengawasan Teknologi Pengelolaan Lahan untuk Meningkatkan
Produktivitas Lahan Sawah Tadah Hujan” pada TA 2014 akan dilaksanakan di 2 lokasi.
Teknologi yang diimplementasikan merupakan integrasi dari teknologi pengolahan tanah
dan atau pengelolaan air dan atau pengelolaan hara tergantung kondisi setempat dengan
peubah yang diamati perubahan sifat fisik/kimia dan/ biologi tanah dan produktivitas
tanaman. Penelitian pengelolaan lahan dan hara untuk padi di lahan sawah tadah hujan
akan dilaksanakan di lahan sawah tadah hujan yang bereaksi netral-alkalin di Jawa Tengah
dan Jawa Timur. Penelitian pengelolaan sawah bukaan baru dilakukan pada real sawah
yang dibuka/berumur kurang 2 tahun dan antara 2-4 tahun. Penelitian ditekankan untuk
mendapatkan paket teknologi dengan mengkombinasikan pupuk organik, biofertilizer,
pupuk anorganik dan kapur untuk yang mewakili tanah yang ber pH asam.
Kegiatan penelitian jangka panjang dimulai pada TA 2012 hingga TA 2014. Kegiatan
ini merupakan penelitian yang mempelajari hara tanaman terutama hara makro sekunder
S, hara mikro Zn dan beneficial element (Si) yang dapat meningkatkan produktivitas padi
sawah. Pada tahun 2012 telah dilakukan penelitian di rumah kaca untuk mengidentifikasi
kekahatan hara S, Zn dan Si pada lahan sawah intensifikasi dan dinamikanya, serta
penelitian lapang untuk mempelajari pengelolaan hara Si di lahan sawah. Pada tahun 2013
dilakukan percobaan lapang untuk mempelajari pengelolaan hara S dan Zn, serta untuk
menyusun teknologi pemupukan hara Si. Pada tahun 2014 akan dilakukan penelitian untuk
menyusun teknologi pengelolaan hara S, dan Zn lahan sawah intensifikasi.
Pada TA 2014 akan dilakukan 2 kegiatan penelitian lapang, yaitu :
Kegiatan-kegiatan penelitian pada agroekosistem lahan kering masam akan
dilaksanakan di lapangan (skala on farm) dengan memanfaatkan lahan di antara tanaman
tahunan (HTI atau perkebunan besar/rakyat) selama dua musim tanam (padi gogo-
kedele). Kegiatan penelitian akan difokuskan pada upaya merakit paket teknologi yang
telah dihasilkan (adaptif) dan dikombinasikan dengan hasil penelitian terbaru (prospektif)
yang diramu dalam suatu pilihan paket rekomendasi teknologi pengelolaan lahan masam.
Komponen teknologi yang dirakit harus mampu berperan dalam upaya rehabilitasi lahan,
penanggulangan kemasaman tanah dan efisiensi air. Selain itu akan diuji beberapa
teknologi prospektif sebagai pendukung pengujian paket teknologi.
Kegiatan penelitian pengembangan teknologi pengelolaan tanah pada lahan kering
iklim kering akan dilakukan di lokasi pilot Konsorsium Sistem Pertanian Terpadu Lahan
18
Kering Iklim Kering. Paket teknologi yang diuji adalah teknik konservasi tanah,
penggunaan pembenah tanah dan pupuk organik. Teknologi konservasi yang akan diuji
merupakan pengembangan dari kearifan lokal, sehingga lebih berpeluang untuk diadopsi
petani. Penelitian tentang pembenah tanah diarahkan untuk memanfaatkan sumberdaya
lokal, sehingga lebih terjamin keberlajutan penggunaanya.
Kegiatan penelitian di sentra produksi hortikultura merupakan kegiatan penelitian
lapang untuk menguji beberapa teknologi konservasi tanah dan air pada usahatani cabai
lahan kering di dataran tinggi. Selain itu akan dibandingkan teknologi yang biasa dilakukan
oleh petani terhadap teknologi introduksi hasil penelitian. Kegiatan kedua juga merupakan
kegiatan penelitian lapang untuk menguji aplikasi pembenah tanah pada usahatani bawang
merah di dataran rendah. Pada kegiatan ini juga akan dibandingkan teknologi yang biasa
dilakukan oleh petani terhadap teknologi introduksi hasil penelitian.
Penelitian ini merupakan penelitian jangka panjang, dimulai T.A 2013 dan berakhir
T.A 2015, yang meliputi kegiatan formulasi pupuk organik, pupuk anorganik dan pembenah
tanah dan pengembangan teknologi produksi pupuk dan pembenah tanah. Teknologi
pupuk dan pembenah tanah sebagai langkah untuk produksi pada skala yang besar, serta
pemodelan peningkatan produktivitas lahan sawah irigasi teknis dan lahan kering dengan
pendekatan sistem. Pada T.A 2013, aplikasi penelitian dilakukan di laboratorium dan rumah
kaca.
3.2. Ruang Lingkup Kegiatan
Kegiatan penelitian pada agroekosistem lahan sawah terutama dilakukan pada
lahan sawah tadah hujan dan sawah bukaan baru. Untuk penelitian pengelolaan hara
makro sekunder dan hara mikro akan dilakukan pada areal sawah yang telah dikelola
secara intensif. Kegiatan Penelitian pada lahan kering akan dilakukan pada agroekosistem
lahan kering masam, lahan kering iklim kering, dan lahan kering yang menjadi sentra
produksi hortikultura. Ketiga agroekosistem tersebut tergolong sebagai lahan kering sub-
optimal karena adanya faktor pembatas pertumbuhan dan produksi tanaman (baik yang
bersifat inheren dan/atau akibat.
3.3. Bahan dan metode pelaksanaan kegiatan
Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu: bahan kimia, bahan
penunjang percobaan laboratorium dan lapang diantaranya: benih tanaman padi dan
palawija, bahan amelioran atau pembenah tanah, hidrogel, biochar humat, urea, SP-36,
KCl, pupuk majemuk NPK, pupuk S dan Zn, pupuk hayati, zeolit, DAP kompos, pukan, P-
19
alam, botol, karung, tali meteran, tambang, kantong, ajir, seng, cat, timbangan, gelas
ukur, dll. Selain itu juga diperlukan bahan penunjang lainnya seperti ATK untuk
pelaksanaan pembuatan proposal, pelaporan serta kegiatan penelitian.
Kegiatan akan dilaksanakan di Provinsi Lampung, Jawa Barat, jawa Tengan, Jawa
Timur, dan Nusa Tenggara Timur. Lebih detil setiap kegiatan penelitian akan dilaksanakan
sebagai berikut:
A. Penelitian Teknologi Pengelolaan Lahan untuk Meningkatkan Produktivitas Lahan Sawah Tadah Hujan
Bertitik tolak pada rendahnya produktivitas lahan sawah tadah hujan saat ini, maka
perlakuan yang dicoba merupakan kombinasi dari pemberian pupuk organik dan pupuk
hayati untuk mengkondisikan tanah agar optimum bagi ketersediaan hara bagi tanaman
serta pemupukan an-organik untuk sumber nutrisi tanaman. Selain percobaan pemupukan
juga dilaksanakan percobaan petak omisi. Percobaan akan dilaksanakan pada MT 2014 di
Jawa Tengah dan Jawa Timur masing-masing sebanyak 1 unit percobaan.
Percobaan lapang dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok
dengan jumlah perlakuan adalah 10 dan diulang 3 kali (Tabel 1). Perlakuan pemupukan
yang dicoba merupakan integrasi antara pemupukan anorganik dan pupuk organik.
Sebagai dosis anjuran/rekomendasi adalah pupuk N,P,K dalam bentuk tunggal dan
majemuk (NPK 15-15-15). Pupuk NPK majemuk akan dikombinasikan dengan pupuk
organik berbahan baku jerami dan kotoran hewan dosis 2t/ha serta pupuk hayati.
Percobaan petak omisi terdiri dari 6 perlakuan, yaitu kontrol (-NPK), tanpa pupuk N
(PK), tanpa P (NK), tanpa K (NP), tanpa PK (N) dan NPK lengkap untuk melihat kekahatan
unsur hara N, P atau K di dalam tanah serta menghitung kemampuan tanah menyediakan
N,P,K. Perlakuan petak omisi diletakkan terpisah dari percobaan utama menggunakan
tanaman indkator padi Situ Bagendit atau Situ Patenggang.Selain perlakuan pemupukan
yang diuji, pencegahan hama penyakit dan teknik budidaya mengacu pada prinsip
Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Perlakuan lengkap disajikan pada Tabel 1-2.
Perlakuan diletakkan didalam plot percobaan berukuran 4m x 5m dengan jarak
antar petakan sekitar 75cm. Tanaman padi varietas Situ Patenggang atau Situ Bagendit
berumur sekitar 10-15 hari ditanam dengan sistem jajar legowo 4x1 (40 cmx 20cm x 20cm
x 20cm x 10cm) dengan jumlah bibit 2-3 tanaman per lubang tanam.
Pupuk organik diberikan pada saat pengolahan tanah terakhir dengan cara ditabur
merata di tanah.Pupuk tunggal Urea diberikan dua atau tiga kali tergantung kebutuhan
tanaman yang dimonitor dengan BWD. Pemupukan Urea pertama diberikan saat tanaman
berumur 7-10 HST dengan takaran 100 kg ha-1 selanjutnya sejak umur 25 HST dimonitor
20
setiap 7-10 hari dengan Bagan Warna Duan (BWD).Apabila warna daun di bawah skala 4,
pupuk urea perlu ditambahkan dengan takaran sesuai yang tertera pada BWD. Pemupukan
SP-36 diberikan sekaligus saat tanaman berumur 7-10 hari setelah tanam bersama dengan
Urea dan KCl pertama.Pupuk KCl kedua diberikan bersama Urea kedua pada fase
primordia, masing-masing setengah dosis. Pupuk NPK majemuk diberikan dua kali masing-
masing 50% pada 7-10HST dan 30-35 HST dengan cara disebar merata di permukaan
tanah kemudian diinjak2. Pada saat pemupukan, kondisi air macak-macak.
Pengamatan dilakukan terhadap : (1) pertumbuhan (tinggi tanaman dan jumlah
anakan padi diamati pada 30, 60 dan menjelang panen dan (3) hasil tanaman dalam
bentuk gabah kering panen (GKP) dan gabah kering giling (GKG) kadar air14% serta berat
kering jerami, (3) analisis tanah sebelum tanam yaitu tekstur tanah, pH ekstrak H2O dan
KCl, C-organik (metode Walkley and Black), N-total (metode Kjeldahl), P dan K potensial
(ekstrak HCl 25%), P tersedia (ekstrak Bray I), kation tukar (ekstrak NH4Ac pH 7),
kejenuhan basa dan kapasitas tukar kation (ekstrak NH4Ac pH 7). Analisa tanah setelah
tanam adalah pH ekstrak H2O dan KCl, , C-organik (metode Walkley and Black), N-total
(metode Kjeldahl), P dan K potensial (ekstrak HCl 25%), P tersedia (ekstrak Bray I), K-dd
ekstrak NH4Oac; (4) serapan dan neraca hara N,P,K tanaman, (5) efisiensi pemupukan
N,P,K.
Tabel 1. Perlakuan pengelolaan hara pada tanaman padi di lahan sawah tadah hujan
No Kode perlakuan Perlakuan
1 D1 Kontrol lengkap (-NPK)
2 D2 NPK tunggal
3 D3 100% NPK
4 D4 75% NPK
5 D5 100% NPK+ organofosfat
6 D6 75% NPK + organofosfat
7 D7 100% NPK + Pupuk Organik dari jerami
8 D8 75% NPK + Pupuk Organik dari jerami
9 D9 100% NPK + Pupuk organik + Pupuk hayati
10 D10 75% NPK + Pupuk organik + Pupuk hayati
Keterangan : dosis P,K berdasarkan status hara tanah, dosis N dengan BWD
Tabel 12. Perlakuan petak omisi NPK
No Kode perlakuan Perlakuan
1 S1 Tanpa pupuk
2 S2 PK (-N)
3 S3 NP (-K)
4 S4 NK (-P)
21
5 S5 N (-PK)
6 S6 NPK (Lengkap) Catatan : *) dosis P dan K berdasar analisa tanah
Analisis data
Data respon tanaman dan perubahan sifat-sifat tanah dianalisis secara statistik
deskriptif untuk melihat hubungan antar peubah sifat kimia tanah dan respon hasil
tanaman. Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dianalisis sidik ragam (ANOVA),
dilanjutkan dengan uji DMRT pada taraf 5%. Untuk melihat respon tanaman dan
menentukan dosis optimum diuji dengan persamaan regresi berganda (Gomez and Gomez,
1996).
B. Penelitian Pengembangan Teknologi Pengelolaan Lahan Untuk Meningkatkan Produktivitas Sawah Bukaan Baru
Penelitian akan dilakukan di Kabupaten Belu, NTT untuk mewakili tanah yang
besifat basa dan Desa Pati, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara mewakili tanah bersifat
asam. Sawah bukaan baru di kedua lokasi ini ditetapkan, dan dilaksanakan pada sawah
bukaan baru yang dibuka/berumur kurang 2 tahun dan antara 2-4 tahun. Penelitian
ditekankan untuk mendapatkan paket teknologi dengan mengkombinasikan pupuk organik,
biofertilizer, pupuk anorganik dan kapur untuk yang mewakili tanah yang ber pH asam.
Penelitian I: Penelitian untuk sawah bukaan baru yang ber pH basa dan telah dibuka
kurang dari 2 tahun akan mempelajari tinggi genangan air, pupuk organik, biofertiliser dan
pupuk anorganik. Untuk yang ber pH asam ditambah kapur. Dengan demikian
perlakuannya sebagai berikut:
Pada Sawah Bukaan baru yang kurang dari 2 tahun
Main Plot: (1) Macak macak, (2) Intermiten 2 minggu basah dan 1 minggu kering, (3)
tinggi genangan air 3 cm dan (4) tinggi genagan air 5 cm
Anak Petak:
1. Cara Petani 2. Paket A (Dosis Pupuk NPK Rekomendasi + 3 ton pupuk organik) 3. Paket B (Dosis Pupuk NPK Rekomendasi + 2 ton pupuk organik+
Biofertiliser/Smart) 4. Paket C (3/4 Dosis Pupuk NPK Rekomendasi+3 ton pupuk organik+
Biofertiliser/Smart) 5. Paket D (Dosis Pupuk NPK Rekomendasi + 2 ton pupuk
organik+Biofertiliser/Smart, dimana pupuk N dan P dan K diberikan 2 kali, 50 % saat tanam dan 50 % umur 21 HST)
22
Untuk perlakauan 2-4 pupuk N dan K diberikan 3 kali 50 % saat tanam, 25 % umur
21 HST dan terakhir pada saat sebelum primordia bunga. Untuk yang ber pH asam
ditambah 2 ton kapur.
Petak-petak berukuran 6m x 6m atau tergantung pada petak lahan yang tersedia.
Rancangan perccobaan yang dgunakan Rancangan Acak Kelompok Split plot dengan
ulangan 3 kali.
Penelitian II: penelitian untuk sawah bukaan baru yang berumur antara 2-4 tahun
perlakuan yang akan diteliti sama dengan yang berumur kurang dari 2 tahun. Penelitian
untuk sawah bukaan baru yang ber pH basa akan mempelajari pupuk organik,
biofertiliser/Smart dan pupuk anorganik. Untuk yang ber pH asam ditambah kapur. Dengan
demikian perlakuannya sebagai berikut:
Pada Sawah Bukaan Baru yang berumur 2-4 tahun
Main Plot: (1) Macak macak,(2) Intermiten 2 minggu basah dan 1 minggu kering, (3) tinggi
genangan air 3 cm dan (4) tinggi gengan air 5 cm
Anak Petak:
1. Cara Petani 2. Paket A ( Dosis Pupuk NPK Rekomendasi + 3 ton pupuk organik) 3. Paket B (Dosis Pupuk NPK Rekomendasi + 2 ton pupuk organik+
Biofertiliser/SMART) 4. Paket C (3/4 Dosis Pupuk NPK Rekomendasi + 3 ton pupuk organik+
Biofertiliser/Smart) 5. Paket D (Dosis Rekomendasi + 2 ton pupuk organik + Biofertiliser/Smart,
dimana pupuk N dan P dan K diberikan 2 kali, 50 % saat tanam dan 50 % umur 21 HST)
Untuk perlakauan 2-4 pupuk Ndan K diberikan 3 kali 50 % saat tanam, 25 %
umur 21 HST dan terakhir pada saat sebelumprimordia bunga. Untuk yang ber
pH asam ditambah 2 ton kapur.
Ukuran petak-petak adalah 6m x 6m atau tergantung pada petak lahan yang
tersedia. Rancangan percobaan yang digunakan Rancangan Acak Kelompok Split Plot
dengan ulangan 3 kali.
Untuk melaksanakan penelitian I dan II bahan yang diperlukan meliputi sarana produksi
(benih padi, pupuk urea, SP-36, KCl, bahan organik dan dolomit), biofertiliser dan bahan
penunjang penelitian (botol plastik, kantong plastik dan kantong untuk contoh tanaman).
Sementara, bahan lainnya meliputi penakar hujan, stop watch, bahan ATK dan pelaporan.
23
Penelitian akan dilaksanakan di sawah bukaan baru Kabupaten Belu dan Kabupaten Malaka
Tengah, Nusa Tenggara Timur untuk tanah yang ber pH basa atau netral dan Desa Pati,
Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara untuk tanah yang ber pH masam. Penelitian
dilakukan 1 musim yang akan dimulau pada bulan Januari 2014.
Parameter yang akan diamati meliputi:
• Sifat kimia tanah, meliputi pH, Bahan organik (C-organik dan N total), P tersedia, K dan KTK.
• Sifat fisik tanah, meliputi bulk density, tekstur, total pori, total pori drainage
• Sifat Mikrobiologis tanah, meliputi aktivitas ensim dan isolat unggul tanah basa
• Produksi padi
• Komponen hasil padi, meliputi: jumlah malai per rumpun, jumlah biji bernas per malai, dan berat 1000 butir gabah isi
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK)
Split Plot yang diulang 3 kali. Ukuran petak 6 m x 6 m atau tergantung lahannya.
C. Penelitian Hara Makro Sekunder, Mikro dan Beneficial Element untuk Meningkatkan Produktivitas Lahan Sawah
Kegiatan penelitian jangka panjang dimulai pada TA 2012 hingga TA 2014. Kegiatan
ini merupakan penelitian yang mempelajari hara tanaman terutama hara makro sekunder
S, hara mikro Zn dan beneficial element (Si) yang dapat meningkatkan produktivitas padi
sawah. Pada tahun 2012 telah dilakukan penelitian di rumah kaca untuk mengidentifikasi
kekahatan hara S, Zn dan Si pada lahan sawah intensifikasi dan dinamikanya, serta
penelitian lapang untuk mempelajari pengelolaan hara Si di lahan sawah. Pada tahun 2013
dilakukan percobaan lapang untuk mempelajari pengelolaan hara S dan Zn, serta untuk
menyusun teknologi pemupukan hara Si. Pada tahun 2014 akan dilakukan penelitian untuk
menyusun teknologi pengelolaan hara S dan Zn lahan sawah intensifikasi.
Pada TA 2014 akan dilakukan 2 kegiatan penelitian lapang, yaitu :
1. Penelitian pengelolaan hara makro sekunder S untuk meningkatkan produktivitas
lahan sawah.
2. Penelitian pengelolaan hara mikro Zn untuk meningkatkan produktivitas lahan
sawah intensifikasi.
Penelitian I. Penelitian pengelolaan hara S pada lahan sawah intensifikasi ber pH tinggi
24
Penelitian pengelolaan hara S pada lahan sawah intensifikasi ber pH tinggi
dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (Randomized Complete Block
Design), dengan 8 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan merupakan tingkat dosis pemberian
pupuk S, sumber pupuk S yang akan digunakan adalah pupuk ZA yang beredar di pasaran
dan kieserit. Selain itu akan dicoba dengan dikombinasikan dengan kompos jerami dan
pupuk kandang in situ.
Perlakuan yang akan dicoba antara lain: (1) Kontrol (tanpa S/S0), (2) S1 (50 kg
ZA/ha), (3) S2 (100 kg ZA/ha), (4) S3 (150 kg ZA/ha), (5) S4 (200 kg ZA/ha), (6) Kiserit
(24 kg S/ha), (7) 2 t kompos jerami/ha, (8) 2 t pupuk kandang/ha.
Pupuk N, P dan K sebagai pupuk dasar akan ditentukan berdasarkan analisis contoh
tanah di laboratorium. Dosis pupuk N akan dikurangi setara dengan hara N yang
terkandung dalam pupuk ZA yang digunakan, pupuk ZA digunakan sebagai sumber S.
Petak perlakuan berukuran 4 m x 5 m, varietas padi yang digunakan sebagai indikator
sesuai dengan petani setempat. Jarak tanam yang digunakan sesuai dengan jarak tanam
yang digunakan petani setempat.
Pengamatan dilakukan terhadap analisis contoh tanah sebelum diberi perlakuan,
analisis (kompos jerami dan pupuk kandang yang digunakan), analisis tanah setelah
panen, contoh jerami dan gabah. Pengamatan agronomis dilakukan terhadap tinggi
tanaman dan jumlah anakan umur 1 dan 2 bulan setelah tanam (BST) serta menjelang
panen, berat gabah kering panen dan giling, serta berat kering jerami, panjang malai,
berat gabah hampa, berat gabah 1000 butir.
Pengamatan tinggi tanaman dan jumlah anakan dilakukan terhadap 10 sampel
rumpun padi yang dipilih secara sistematis di dalam setiap petak percobaan. Tinggi
tanaman diukur mulai dari permukaan tanah sampai tanaman padi tertinggi. Jumlah
anakan diperoleh dengan menghitung semua tanaman dalam satu rumpun. Sedangkan
jumlah anakan produktif diperoleh dengan menghitung semua malai dalam satu rumpun
padi.
Panen ubinan dilakukan pada bagian tengah dari petakan dengan ukuran 3 m x 2
m. Gabah kering panen dan berat jerami basah diperoleh dari hasil padi yang telah
dirontok di lapang. Contoh gabah diambil 2 kg dan dikeringkan dan ditimbang, berat kering
gabah ini dapat digunakan untuk mengkonversi berat kering gabah dari hasil ubinan dan
dikonversi ke t/ha. Contoh jerami diambil + 1,5 kg dan dikeringkan, berat kering jerami
diperoleh dengan menggunakan berat kering ini.
Gabah hampa diamati terhadap berat kering dari 2 kg gabah basah yang ditampi.
Panjang malai diukur dari 10 malai yang diambil secara acak di luar petak panen. Berat
25
1000 butir diamati terhadap contoh gabah bersih yang diambil dari contoh 2 kg gabah
yang telah dikeringkan dan dibersihkan.
Contoh tanah sebelum diberi perlakuan diambil dengan menggunakan bor tanah.
Contoh tanah diambil di setiap petak perlakuan sehingga diperoleh 24 anak contoh,
kemudian dijadikan satu, dicampur sampai rata dan diambil contoh + 1 kg. Contoh diberi
label yang berisi lokasi dan nama percobaan. Contoh tanah dikeringanginkan, dihaluskan,
disaring dengan saringan berdiameter 2 mm. Contoh dianalisis tekstur 3 fraksi (pasir, debu,
dan liat), pH H2O dan 1 N KCl (1:5), C-organik, N-Kjeldal, P2O5 dan K2O terekstrak HCl
25%, P terekstrak Olsen, Ca, Mg, K, Na dan KTK terekstrak NH4OAc 1N pH 7, Kejenuhan
basa, S terekstrak Ca(H2PO4)2 500 ppm P, Cu, Zn, Fe dan Mn terekstrak DTPA. Contoh
tanah setelah panen dianalis hara S terekstrak Ca(H2PO4)2 500 ppm P, P terkekstrak Olsen
dan kation.
Pengamatan Eh dan pH diamati di lapang sehari sebelum pemupukan dan satu
minggu setelah pemupukan pertama dan kedua.
Contoh jerami dan gabah diambil pada saat panen dari setiap petak. Contoh jerami
dan gabah diambil secara acak setelah jerami hasil panen ubinan ditimbang, contoh
diambil + 1 kg. Contoh jerami dimasukkan ke dalam kantong kertas yang sudah diberi
lubang udara dan contoh gabah dimasukkan ke kantong plastik dan diberi label. Contoh
jerami dalam kantong kertas dikeringkan dibawah sinar matahari. Contoh gabah dan
jerami segera dikirim ke Laboratorium dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 70o C
selama 24 jam dan digiling. Contoh jerami dan gabah dianalisis hara S dan P. Kompos
jerami dan pupuk kandang diambil secara acak pada kompos jerami dan pupuk kandang
yang akan digunakan dalam percobaan. Contoh kompos jerami dan pupuk kandang segera
dikirim ke laboratorium dan dianalisis kadar air. Contoh kompos jerami dan pupuk kandang
dikeringkan dalam oven dan digiling dan dianalisis hara makro dan mikro.
Contoh tanah setelah panen diambil pada setiap petakan, secara acak sebanyak 10
anak contoh, kemudian dijadikan satu dan dimasukkan kantong plastik. Contoh diberi label
yang berisi nama percobaan, lokasi, musim tanam, ulangan dan perlakuan. Contoh tanah
dikering anginkan, digiling, diayak dengan ayakan berdiameter 2 mm. Contoh tanah
setelah panen dianalisis pH H2O (1:5), C-Organik, N total, P2O5 dan K2O terekstrak HCl
25%, NTK dan S. Analisa contoh air yang masuk ke dalam percobaan dan contoh air hujan
dianalisis hara S.
Pengaruh S dapat diketahui dari peningkatan produktivitas lahan dan tanaman padi.
Dosis optimum dapat diperoleh dari kurva hubungan antara dosis pupuk S dengan produksi
dan berat tanaman.
Keseimbangan hara S dipelajari dengan pengurangan kadar S yang keluar bersama
26
panen (jerami dan gabah) dengan jumlah S yang diberikan melalui pupuk, bahan organik
dan air irigasi dan hujan.
Penelitian II: Pengelolaan hara Zn pada lahan sawah yang dikelola secara intensif
Pengelolaan hara Zn pada lahan sawah yang dikelola secara intensif
Penelitian hara Zn akan dilakukan pada lahan sawah yang dikelola secara intensif
dan mengandung hara Zn kurang dari 1 ppm. Penelitian menggunakan rancangan acak
kelompok dengan 8 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan merupakan kombinasi dosis
pemupukan Zn dan penambahan kompos jerami. Perlakuan yang akan dicoba antara lain:
(1) Kontrol (tanpa Zn/Zn0), (2) Zn1 (5 kg Zn/ha), (3) Zn2 (10 kg Zn/ha), (4) Zn3 (20 kg
Zn/ha), (5) perendaman bibit padi dengan 0,05% ZnSO4 selama 5 menit, (6) 5 Kg Zn/ha +
2 t kompos jerami/ha, (7) perendaman bibit padi dengan 0,5% ZnSO4 selama 5 menit + 2
t kompos jerami/ha, (8) 5 kg Zn + 2 t pupuk kandang/ha.
Pupuk N, P dan K sebagai pupuk dasar akan ditentukan berdasarkan analisis contoh
tanah. Petak perlakuan berukuran 4 m x 5 m, varietas padi yang digunakan sesuai dengan
yang ditanam petani setempat. Jarak tanam yang digunakan disesuaikan dengan kebiasaan
petani setempat.
Pengamatan dilakukan terhadap analisis contoh tanah sebelum diberi perlakuan,
analisis kompos jerami dan pupuk kandang yang digunakan, analisis tanah setelah panen,
contoh tanaman dan gabah. Pengamatan agronomis dilakukan terhadap tinggi tanaman
dan jumlah anakan umur 1 dan 2 BST serta menjelang panen, berat gabah kering panen
dan giling, serta berat kering jerami, panjang malai, berat gabah hampa, dan berat 1.000
butir gabah.
Contoh tanah sebelum diberi perlakuan diambil pada setiap petakan, sehingga
diperoleh 24 anak contoh. Contoh dijadikan satu, dicampur rata dan diambil kurang lebih 1
kg. Contoh dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi label nama percobaan, lokasi
dan waktu pengambilan. Contoh tanah sebelum diberi perlakuan dianalisis tekstur 3 fraksi,
pH H2O dan 1 N KCl (1:5), C-organik, N-Kjeldal, P2O5 dan K2O terekstrak HCl 25%, P
terekstrak Olsen, Ca, Mg, K, Na dan KTK terekstrak NH4OAc 1N pH 7, Kejenuhan basa, S
terekstrak Ca(H2PO4)2 500 ppm P, Cu, Zn, Fe dan Mn terekstrak DTPA.
Pengamatan Eh dan pH diamati di lapang sehari sebelum pemupukan dan satu
27
minggu setelah pemupukan pertama dan kedua.
Pengamatan tinggi tanaman dan jumlah anakan dilakukan terhadap 10 sampel
rumpun padi yang dipilih secara sistematis di dalam setiap petak percobaan. Tinggi
tanaman diukur mulai dari permukaan tanah sampai tanaman padi tertinggi. Jumlah
anakan diperoleh dengan menghitung semua tanaman dalam satu rumpun. Sedangkan
jumlah anakan produktif diperoleh dengan menghitung semua malai dalam satu rumpun
padi.
Panen ubinan dilakukan pada bagian tengah dari petakan dengan ukuran 3 m x 2
m. Gabah kering panen dan berat jerami basah diperoleh dari hasil padi yang telah
dirontok di lapang. Contoh gabah diambil 2 kg dan dikeringkan dan ditimbang, berat kering
gabah ini dapat digunakan untuk mengkonversi berat kering gabah dari hasil ubinan dan
dikonversi ke t/ha. Contoh jerami diambil + 1,5 kg dan dikeringkan, berat kering jerami
diperoleh dengan menggunakan berat kering ini.
Gabah hampa diamati terhadap berat kering dari 2 kg gabah basah yang ditampi.
Panjang malai diukur dari 10 malai yang diambil secara acak di luar petak panen. Berat
1000 butir diamati terhadap contoh gabah bersih yang diambil dari contoh 2 kg gabah
yang telah dikeringkan dan dibersihkan.
Contoh tanah setelah panen diambil pada setiap petak dengan menggunakan bor
tanah kecil. Satu petak perlakuan diambil sebanyak 10 anak contoh dan dimasukkan ke
dalam kantong plastik, diberi label nama percobaan, lokasi, ulangan, perlakuan dan tanggal
pengambilan. Contoh tanah setelah panen dianalisi hara Zn, P terkekstrak Olsen dan
kation.
Contoh jerami dan gabah diambil secara acak, setelah hasil ubinan ditimbang.
Jerami dan gabah yang diambil setelah panen dianalisis hara Zn dan P. Kompos jerami dan
pupuk kandang dianalisis hara makro dan mikro.
Pengaruh Zn diketahui dengan perubahan hara Zn dan P, serta kation tanah dan
serapan hara Zn oleh tanaman serta dengan produksi tanaman padi. Dosis pupuk Zn dapat
ditentukan hubungan antara dosis pupuk Zn dengan produksi padi dan berat tanaman.
Keseimbangan hara Zn dipelajari dengan pengurangan kadar S yang keluar
bersama panen dalam jerami dan gabah dengan jumlah Zn yang diberikan melalui pupuk,
bahan organik dan air irigasi.
Analisis data
Data respon tanaman dan perubahan sifat-sifat tanah dianalisis secara statistik
deskriptif untuk melihat hubungan antar peubah sifat kimia tanah dan respon hasil
28
tanaman. Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dianalisis sidik ragam (ANOVA),
dilanjutkan dengan uji DMRT pada taraf 5%. Analisis regresi hubungan antara dosis S, Zn
dan Si terhadap variabel tanah dan tanaman.
D. Pengelolaan Lahan Kering Masam pada Sistem Tumpangsari Tanaman Pangan dan Perkebunan
Penelilitian I: Pengujian paket teknologi rekomendasi pengelolaan lahan kering masam
Pengujian dilakukan untuk memantapkan paket teknologi yang telah diaplikasikan
pada tahun 2013 yaitu paket teknologi pengelolaan lahan kering masam yang meliputi
jenis amelioran, hayati dan dosis NPK, sedangkan pemberian mulsa permukaan merupakan
paket komplemen yang harus selalu diberikan.penelitian kan dilaksanakan di lokasi dengan
umur tanaman karet > 3 tahun. Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan rancangan
petak terpisah (split plot) dengan tiga ulangan. Sebagai petak utama adalah dosis pupuk
NPKdan sebagai anak petak adalahjenis amelioran:
Petak utama: Dosis NPK 1. Dosis NPK rekomendasi PUTK 2. 75% dosis NPK rekomendasi PUTK
Anak Petak: Jenis amelioran: 1. Kapurdolomit (2 t/ha) 2. Pupuk organik (2 t/ha) 3. Pupuk organik (2 t/ha) + Biobus 4. BiocharSP50 (2,5 t/ha) 5. Pupuk organik plus (2 t/ha)
Parameter yang diamati terdiri dari: 1)Sifat fisik tanah yang dianalisa mencakup BD
(bulk density), kadar air pada pF 1; 2; 2,54 dan 4,2 dan stabilitas agregat, 2) sifat kimia
tanah mencakup pH (H2O dan KCl), dan kapasitas tukar kation (KTK), C-organik, N, P dan
K dan 3) pertumbuhan dan hasil tanaman.
Analisis data dilakukan secara statistik terhadap sifat fisik tanah, sifat kimia tanah,
pertumbuhan dan hasil tanaman, menggunakan analysis of variance (ANOVA) atau uji
keragaman dengan selang kepercayaan 95%. Untuk melihat pengaruh beda nyata dari
peubah akibat perlakuan serta interaksinya dilakukan uji jarak berganda Duncan (DMRT=
Duncan Multiple Range Test), pada taraf nyata 5%.
29
Penelitian II. Pengujian produk hasil penelitian yang prospektif sebagai ameliorant alternatif
Teknologi prospektif yang akan diuji secara simultan adalah beberapa formula
pupuk dan pembenah tanah untuk kedele untuk mendukung kegiatan pengujian paket
rekomendasi. Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan rancangan acak lengkap
dengan tiga ulangan. Perlakuan formula pembenah tanah dan formula pupuk yang diuji
masing-masing adalah:
A. Formula Pembenah tanah (tanaman kedele varietas Dering1): 1. Berbahan dasar abu vulkanik 3,0 t/ha 2. Biochar sub micron 1,0 t/ha 3. Beta sub micron 1,0 t/ha 4. Beta Humat 1,5 t/ha 5. Biochar Humat 1,5 t/ha
B. Formula pupuk (Tanaman padi gogo varietas situ Patenggang) 1. Pupuk Hayati/Remicer (10 g/kg benih) 2. Pupuk organomineralfosfat (500 kg/ha) 3. Pupuk slow release (400 kg/ha) 4. pupuk NPK (400 kg/ha) +Si (200 kg/ha)
Pengamatan yang dilakukan terdiri dari1) Sifat fisik tanah yang dianalisa mencakup
BD (bulk density), kadar air pada pF 1; 2; 2,54 dan 4,2 dan stabilitas agregat, 2) sifat kimia
tanah mencakup pH (H2O dan KCl), dan kapasitas tukar kation (KTK), C-organik, N, P dan
K dan 3) pertumbuhan dan hasil tanaman.
Analisis data dilakukan secara statistik terhadap variabel yang diamati, menggunakan
analysis of variance (ANOVA) atau uji keragaman dengan selang kepercayaan 95%. Untuk
melihat pengaruh beda nyata dari peubah akibat perlakuan serta interaksinya dilakukan uji
jarak berganda Duncan (DMRT= Duncan Multiple Range Test), pada taraf nyata 5%.
E. Penelitian Teknologi Pengelolaan Tanah Mendukung Pengembangan
Sistem Pengelolaan Terpadu Lahan Kering Iklim Kering (SPTLKIK)
Penelitian I: Penelitian aplikasi teknik konservasi spesifik lokasi untuk mendukung sistem pertanian tepadu lahan kering iklim kering
Penelitian ini merupakan kegiatan lanjutan. Teknik konservasi tanah yang diuji
merupakan pengembangan atau penyempurnakan dari kearifan lokal di bidang konservasi
tanah yaitu (1) Kontrol, (2) kebekolo (ranting atau kayu yang disusun mengikuti garis
kontur, dan (3) tabatan watu (teras atau guludan terbuat dari batu, sumber batu berasal
dari batuan yang berserakan di atas permukaan tanah. Hari hujan akan digunakan sebagai
ulangan. Aplikasi teknik konservasi dilakukan pada areal tanaman semusim. Plot
30
percobaan ini juga dapat dijadikan pula sebagai fasilitas demo untuk petani yaitu dalam
menunjukan efektivitas teknologi konservasi dalam menekan erosi.
Vertikal interval dari kedua teknik tersebut sama, yaitu 0,5 m dengan panjang
petakan 22 m dan lebar petakan 3 m, diujung bagian bawah petakan dibuat penampung
tanah dan aliran permukaan. Penentuan dosis pupuk dilakukan dengan menggunakan
PUTK. Pengamatan terdiri dari curah hujan, jumlah aliran permukaan, jumlah erosi, dan
keragaan tanaman yang dibudidayakan (pertumbuhan dan produksi tanaman), dan sifat
fisika tanah setelah panen jagung, dan kandungan hara dalam sedimen.
Penelitian II: Penelitian penggunaan pembenah tanah berbahan baku biochar dan bahan organik untuk perbaikan kualitas tanah dan konservasi karbon
Biochar merupakan pembenah tanah dan sumber karbon yang bersifat insitu
(tersedia di lokasi penelitian). Beberapa sisa pakan dan sisa panen yang sulit lapuk dan
belum dimanfaatkan petani digunakan sebagai bahan baku biochar. Penelitian ini
merupakan penelitian lanjutan, dalam penelitian ini juga digunakan produk pembenah
tanah yang mengandung hidrogel dan pupuk organik (POG) yang sedang dikembangkan
oleh Balai Penelitian Tanah. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok dengan 3
ulangan. Perlakukan terdiri dari:
P0 = kontrol, tanpa pembenah tanah dan tanpa pupuk organik
P1 = Residu pembenah tanah (campuran 50% biochar + 50% pupuk kandang) dosis 15
ton/ha
P2 = Residu pembenah tanah (campuran 50% biochar + 50% pupuk kandang) dosis 10
ton/ha
P3 = Residu pembenah tanah (campuran 50% biochar + 50% pupuk kandang) dengan
dosis 5 ton/ha
P4 = Residu pembenah tanah hidrogel dengan dosis sesuai anjuran
P5 = Residu pembenah tanah hidrogel dengan dosis sesuai anjuran + kotoran hewan
dengan dosis 5 ton/ha
P6 = Residu POG Balittanah (dosis sesuai anjuran)
Petak percobaan berukuran 4,5 m x 6 meter, ditanami jagung dengan jarak tanam
75 cm x 15 cm satu tanaman setiap lubang tanam. Dosis pupuk an-organik ditetapkan
berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan PUTK. Pengamatan yang dilakukan
adalah (1) sifat fisika dan kimia tanah sebelum tanaman dipanen (sekitar satu minggu
31
sebelum panen), (2) keragaan tanaman: tinggi tanaman pada umur 30 dan 45 HST, serta
saat menjelang panen, bobot kering tanaman dan hasil panen.
Penelitian III. Laju mineralisasi bahan organik dan biochar
Kegiatan ini merupakan kegiatan lanjutan (tahun kedua) dan dilakukan untuk
mempelajari laju mineralisasi bahan organik di lahan kering iklim kering. Rancangan
percobaan adalah acak kelompok, 3 ulangan. Perlakuan adalah (A) Tanah + 5 t/ha pukan;
(B) Tanah + 10 t biochar, (C) Tanah + 10 t/ha biochar + 5 t/ha pukan, (D) Tanah + 5 t/ha
jerami; (E) Tanah + 10 t/ha biochar + 5 t/ha jerami, (F) Tanah.
Pengambilan sample dan analisis tanah (kadar C dan N) dilakukan pada 0, 6 bulan,
9 bulan, 1 tahun, dan 2 tahun setelah pembenaman. Pengambilan sample dan analisis
tanah 0 dan 6 dan 9 bulan, sudah dilakukan pada tahun 2012 Pengamatan 1 tahun
dilakukan tahun dan 2013, dan untuk pengambilan sample dan analisis tanah untuk jangka
waktu 2 tahun tahun akan dilakukan pada tahun 2014.
F. Penelitian Pengembangan Teknologi Pengelolaan Lahan Kering untuk Peningkatan Produktivitas Tanah dan Tanaman Hortikultura Mendukung Program Diversifikasi Pangan.
Penelitian dilaksanakan pada TA 2014 s/d 2015 di sentra produksi Cabai di Provinsi
Jawa Barat (Kabupaten Garut).
Penelitian menggunakan rancangan percobaan acak kelompok ((Randomized Block
Design) dengan 3 ulangan. Adapun perlakuannya adalah :
1. Teknik konservasi petani, pupuk petani (KTA-1/kontrol) 2. Teknik konservasi petani, pupuk rekomendasi (KTA-2) 3. Teras gulud setiap 5m panjang lereng, pupuk rekomendasi (KTA-3) 4. Pemberian mulsa, pupuk rekomendasi (KTA-4) 5. Tanaman/bedengan searah kontur, pupuk rekomendasi (KTA-5)
Teknik konservasi petani adalah teknik konservasi existing yang biasa dilakukan
petani setempat. Pada perlakuan KTA-2 adalah praktek petani (KTA-1) yang diperbaiki
dengan pemberian pupuk sesuai rekomendasi. Perlakuan KTA-3 adalah KTA-1 yang
diperbaiki teknik konservasinya dengan menambahkan teras gulud pada setiap 5 m
panjang lereng serta pemupukan tanaman yang sesuai dengan rekomendasi. KTA-4
adalah KTA-1 yang diperbaiki dengan menambahkan mulsa sebagai teknik konservasi serta
pemupukan tanaman yang sesuai dengan rekomendasi. KTA-5 adalah penanaman atau
bedengan searah kontur dan pemupukan tanaman yang sesuai dengan rekomendasi.
32
Untuk semua perlakuan (kecuali KTA-1), yang dimaksud pupuk rekomendasi adalah
meliputi pupuk organik dan anorganik yang sesuai dengan status hara tanah dan
kebutuhan tanaman atau yang direkomendasikan oleh Balai Penelitian Sayuran tentang
pemupukan tanaman cabai di dataran tinggi pada tanah Andisol (Sumarni dan Muharam,
2003). Untuk mengetahui tingkat efisiensi pemupukan, dilakukan analisa efisiensi
pemupukan yang selanjutnya penelitian ini diarahkan untuk meningkatkan efisiensi pupuk
dan lebih lanjut efisiensi ekonomi. Jadi selain untuk tujuan konservasi tanah, penelitian ini
juga mencakup konservasi hara.
Selain itu dibuat plot tanpa tanaman (plot bera, tanpa perlakuan)(KTA-0) sebanyak 3
ulangan untuk menghitung nilai faktor CP masing-masing perlakuan dengan menggunakan
rumus :
E-KTA-n
Nilai Faktor CP = -------- E-KTA-0
dimana E-KTA-n adalah erosi yang terjadi pada plot perlakuan dan E-KTA-0 adalah erosi yang
terjadi pada plot bera, tanpa perlakuan (KTA-0).
Plot percobaan berukuran 3 m x 22 m dengan menggunakan tanaman indikator
cabai. Pada setiap plot percobaan dipasang soil collector untuk mengukur erosi dan aliran
permukaan.
Variabel yang diamati mencakup :
Erosi dan aliran permukaan Hara yang hilang lewat erosi dan aliran permukaan Pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman) Hasil tanaman (Berat buah segar) Serangan hama-penyakit Sifat fisik tanah (Kadar air, BD, PD, distribusi ruang pori, agregat, permeabilitas) Sifat kimia tanah (pH, C-organik, N-total, Kation-dd, KTK,KB, Al-dd, H-dd).
G. Penelitian Pengembangan Teknologi Produksi Pupuk dan Pembenah Tanah Mendukung Program Pertanian Berkelanjutan
Kegiatan 1. Eksplorasi dan inventarisasi bahan baku pupuk dan pembenah tanah potensial
Kegiatan eksplorasi bahan baku pupuk dilakukan dengan inventarisasi bahan baku
pupuk dan menguji karakteristiknya. Bahan yang dikumpulkan dalam rangka eksplorasi
bahan baku pupuk berupa mineral seperti fosfat alam, batuan ultrabasis, bahan baku
limbah terak baja, sludge, fly ash, dan bahan lainnya seperti rumput laut, tulang keong dan
33
sebagainya. Bahan baku pupuk yang akan dikarakterisasi seperti fosfat alam untuk
kandungan P dan batuan ultrabasis harzburgit untuk kandungan K. Bahan lainnya seperti
tulang keong dapat diekstrak menjadi bahan asam fosfat sebagai sumber P dan Ca.
Karakterisasi dilakukan melalui analisis kimia dan fisik di laboratorium. Hasil karakterisasi
dan optimasi diharapkan dapat menjadi bahan baku untuk formulasi pupuk.
Kegiatan penyempurnaan SOP dan formula pupuk pembenah tanah dilakukan
melalui deskwork dan pengumpulan informasi teknologi pupuk dan pembenah tanah
dimulai dengan melakukan studi pustaka di perpustakaan lembaga-lembaga penelitian,
universitas serta perusahaan terkait. Informasi pokok yang dikumpulkan meliputi sistem
penyediaan bahan baku dan proses penanganannya, mekanisme operasi produksi,
peralatan yang diperlukan dan sistem pengawasan mutu. Selanjutnya dilakukan studi
banding ke produsen pupuk dan pembenah tanah. Dalam kegiatan studi banding tersebut
akan ditelusuri karakteristik bahan yang potensial untuk pembuatan pupuk dan pembenah
tanah serta peralatan minimum yang diperlukan untuk teknik produksinya.
Kegiatan 2. Penyempurnaan SOP dan formula pupuk dan pembenah tanah yang telah dihasilkan dalam skala laboratorium.
Kegiatan ini dimulai dengan melakukan inventarisasi produk formula pupuk dan
pembenah tanah yang potensial untuk dikembangkan lebih lanjut ke arah produksi
komersial. Formula pupuk yang dikaji meliputi formula pupuk anorganik, formula pupuk
organik dan formula pupuk hayati. Formula pupuk dan pembenah tanah yang telah
dihasilkan dalam skala laboratorium perlu disempurnakan lebih lanjut agar dapat diproduksi
secara komersial dibawah lisensi. Penyempurnaan formula pupuk dan pembenah tanah
akan dilakukan secara bertahap. Pada tahun 2014 akan dilakukan untuk 3 formula pupuk
dan pembenah tanah yaitu:
a. Penyempurnaan formula Pugam R (Peatfos) untuk lahan gambut.
b. Penyempurnaan formula dan teknik produksi pupuk organik Pukan-plus untuk tanah masam
c. Penyempurnaan formula dan teknik produksi pupuk hayati Agrimeth
Kegiatan penyempurnaan formula dan teknik produksi pupuk Pugam R (Peatfos)
untuk lahan gambut, dilakukan dengan mencari alternatif P-alam yang setara dengan CIRP
dan penggantian bahan pengaya yang bersifat korosip. Bahan-baku pengganti dapat
menggunakan bahan-bahan yang lebih murah, dan penambahan desintegran.
34
Kegiatan penyempurnaan formula dan teknik produksi pupuk organik granul pukan-
plus dilakukan dengan memperkaya dengan bahan humat sebagai bahan aktif pupuk
organik. Bahan humat dapat diperoleh dengan mengekstrak cairan kompos atau dengan
bahan humat yang banyak beredar di pasar.
Kegiatan penyempurnaan formula pupuk hayati dilakukan dengan melakukan
perubahan dalam proses isolasi untuk menghasilkan isolat-isolat unggul yang memiliki daya
tahan tinggi terhadap kondisi ekstrim. Forrmula pupuk hayati dibuat dengan membuat
konsursia hayati dan pemanfaatan carrier yang sesuai dan kompak yang dibuat dalam
bentuk tablet.
Kegiatan 3. Uji produksi dan evaluasi karakteristik fisik dan mutu pupuk
Uji produksi dan evaluasi karakteristik fisik dan kimia formula pupuk, khususnya
NPK majemuk, dari SOP yang disempurnakan dilakukan dengan berbagai metode teknologi
produksi yang telah ditelaah dalam kegiatan deskwork. Formula pupuk dan pembenah
tanah akan diproduksi dengan 3 alternatif cara produksi yaitu:
1. Teknik produksi standar yang telah dilakukan sebelum penyempurnaan 2. Teknik produksi alternatif 1 (mengacu pada hasil kegiatan 2) 3. Teknik produksi alternatif 2. (mengacu pada hasil kegiatan 2).
Pengamatan dilakukan terhadap beberapa parameter yaitu:
1. Karakteristik fisik pupuk : kadar air, ukuran butir, persentase ukuran granul
yang memenuhi syarat (on size) 1 – 3 mm untuk NPK majemuk dan 2 – 5 mm
untuk pupuk organik, ketahanan butir granul, kelarutan, kadar air setelah
diinkubasi selama beberapa hari sampai 1 bulan.
2. Karakteristik kimia: kadar unsur hara utama N,P, K, Ca, Mg, dan unsur mikro Cu
dan Zn, kadar C-organik, pH, KTK,
35
IV. ANALISIS RISIKO
4.1. Daftar Risiko No. RISIKO PENYEBAB DAMPAK
1. 2. 3. 4
Sulit mendapatkan Lokasi yang memenuhi syarat Proses pengadaan bahan terhambat Kendala musim Faktor Biofisik
Kompromi dan negosiasi dengan petani tidak tercapai Kuantitas dan kualitas bahan bahan penelitian yang dibutuhkan cukup tinggi Musim hujan yang tidak menentu Kemiringan, curah hujan, struktur tanah
Lokasi yang dipilih tidak ideal Terlambatnya pelaksanaan penelitian di lapang
Terlambatnya jadwal tanam Diperlukan tenaga dan
dana ektra untuk penanganan kekurangan air dan penanggulangan hama
Gagal panen Data hasil/produksi tanaman tidak diperoleh
Erosi tinggi, guludan rusak, tanaman hanyut
5. 6.
Serangan hama Penyakit Resistensi petani
Bibit tanaman tanpa seed treatment, penyemprotan dengan dosis rendah sedangkan sekitarnya dosis tinggi, curah hujan tinggi Ada masa bera dalam pola tanam, menunggu musim hujan untuk mendapatkan data erosi tanah.
Produksi lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata petani Petani tidak bersedia, dan harus mencari petani lain/pindah lokasi, sehingga tidak sesuai jadwal/terlambat tanam.
36
4.2. Daftar Penanganan Risiko
No. RISIKO PENYEBAB PENANGANAN RISIKO
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Sulit mendapatkan Lokasi yang memenuhi syarat Proses pengadaan bahan terhambat Kendala musim Faktor Biofisik Serangan hama Penyakit Resistensi petani
Kompromi dan negosiasi dengan petani tidak tercapai Kuantitas dan kualitas bahan bahan penelitian yang dibutuhkan cukup tinggi Musim hujan yang tidak menentu Kemiringan, curah hujan, struktur tanah Bibit tanaman tanpa seed treatment, i, curah hujan tinggi. Ada masa bera dalam pola tanam, menunggu musim hujan untuk mendapatkan data erosi tanah.
Melibatkan Staf daerah untuk bernegosiasi dan mencari berbagai lokasi alternatif Menjalin kerjasama dengan peneliti (inventor) tentang produk yang akan dipakai Mempercepat proses pengadaan bahan dan mencari proses alternatif lain Mengusahakan agar
jadwal tanam tepat waktu, memilih tanaman varietas genjah, pengamatan hingga fase vegetatif
Mempercepat pelaksanaan penelitian, penyiapan jaringan irigasi suplemen (kerjasama dengan Balitklimat dan hidrologi)
Penyemprotan insektisida secara berkala
Membuat drainase/saluran pembuangan, menanam guludan dengan kacang-kacangan sebagai penguat guludan. Pelaksanaan seed treatment, PHT Menanam tanaman yang berumur pendek dan tidak berdampak pada tanaman uji dan perlakuan
37
V. TENAGA DAN ORGANISASI PELAKSANAAN
5.1. Tenaga yang terlibat dalam penelitian
Nama lengkap. Gelar dan NIP
Jabatan Kedudukan dalam RPTP
Alokasi waktu (OB)
Fungsional Struktural
Dr. Ai Dariah NIP. 19620210 198703 2 001 Dr. Diah Setyorini NIP. 19620624 198603 2 002 Ir. Kasno, M.Si. NIP. 19600119 198303 1 001 Dr. Sukristyonubowo
NIP. 19591210 198503 1 003 Dr. Neneng L. Nurida NIP. 19631229 199003 2 001 Dr. Umi Haryati NIP. 19601017 198903 2 001 Dr. I G.M. Subiksa NIP. 19600825 198803 1 002 Dr. Sri Rochayati NIP. 19570616 198603 2 001 Sutono, SP, MS. NIP. 19540829 198101 1 001 Dr. Irawan NIP. 19581128 198303 1 002 Dr. Husnain NIP. 19730910 200112 2 001
Dr. Etty Pratiwi NIP. 19630419 1992003 2 001 Dr. Wiwik hartatik NIP. 19620416 198603 2 001 Ir. Wayan Suastika NIP. 19610815 199003 1 001 Ir. Mas Deddy Erfandy NIP. 19580821 198803 1 001 Dr. Kusumo Nugroho Staf BBSDLP Ir. Joko Purnomo, M.Si. NIP. 19610201 198803 1 011 Jubaedah, M.Sc NIP. 19800530 200912 2 002
Rahmah D. Yustika, M.Si NIP. 19781117 200312 2 001 Ibrahim adamy SP. NIP. 19740305 200501 1 002 Muhtar, SP, MP NIP. 19791116 200801 1 008 Linca Anggria, S.Si, M.Sc NIP. 19700705 199903 2 001 Tia Rostaman, S.Si NIP. 19791112 200910 1 001 Hery Wibowo, ST NIP. 19770121 201101 1 007 Tagus Vadari NIP. 19591005 198903 1 001 Septyana, SP
NIP. 19820928 200912 2 004 Jojon Suryono NIP. 19590124 198203 1 001 Kartiwa NIP. 19630114 199203 1 002
Peneliti Madya Peneliti Madya Peneliti Madya Peneliti Madya
Peneliti Madya Peneliti Madya Peneliti Madya Peneliti Madya Peneliti Madya Ahli Peneliti Peneliti Muda
Peneliti Pertama Peneliti Utama Peneliti Madya Peneliti Madya Peneliti Madya Peneliti Madya Peneliti Muda
Penelitia Muda Peneliti Pertama Peneliti Pertama Peneliti Pertama Peneliti Pertama Peneliti Pertama PNK Peneliti Pertama
PNK Litkayasa
- - - -
- - - - -
- -
- - -
- - - -
-
- - - - - - -
- -
Pj RPTP
Pj kegiatan
Pj. Kegiatan
Pj. Kegiatan
Pj. Kegiatan
Pj. kegiatan
Pj. Kegiatan
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anngota
Anggota
Anngota
Teknisi
Teknisi
6 4 4 4
4 4 4 3 3 3 2
4 3 3
3 2 2 3
3 1 2 2 4 2 3 3
3 3
38
Darsana Sudjarwadi NIP. 19600401 198303 1 002 Marselinus Meo Muku (BPTP NTT) Medo (BPTP NTT) Atin Kurdiana NIP. 19620815 199703 1 001 Etty Suhaeti NIP. 19600324 198203 2 003 Mindawati NIP. 19581204 198101 2 001 Dedy Supardi NIP. 19580702 198303 1 002 Staff BPTP Jateng Staff Balitsa Khamdanah, S.Si NIP. 19820122 201101 2 011 Suroyo Giantoro NIP. 19560904 198203 1 001 Arif Budiyanto, BSc. NIP. 19721127 199903 1 001 Cahyana NIP. 19740212 200701 1 001 Agus Sutarman NIP. 19650430 199803 1 001 Elang NIP. 19710623 200701 1 001
Dr. Ali Jamil, MP NIP. 19650830 199803 1 001 Prof. Fahmuddin Agus NIP. 19590110 198603 1 001 Ir. Yoyo Sulaeman, MS NIP. 19540201 198202 1 001
Litkayasa Litkayasa Litkayasa Litkayasa Litkayasa Litkayasa Litkayasa Litkayasa Litkayasa Calon Peneliti Pembantu peneliti Pembantu peneliti Pembantu peneliti Pembantu peneliti Pembantu peneliti
Nara Sumber Ahli Peneliti Utama Ahli Peneliti Utama
-
- - - - - - - - - - - - - -
Ka Balittanah - -
Teknisi
Teknisi
Teknisi
Teknisi
PUMK
PUMK
Teknisi
Teknisi
Teknisi
Anggota
Teknisi
Teknisi
Teknisi
Teknisi
Teknisi
Nara sumber
Nara sumber
Nara sumber
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
1 3 3
5.2. Jangka waktu kegiatan
Kegiatan Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Pembuatan proposal dan rencana kegiatan
2. Kegiatan desk work
3. Pemilihan lokasi
4. Persiapan (bahan penelitian formulasi pupuk dan pembenah tanah
5. Pelaksanaan penelitian lapangan
6. Pengamatan
7. Analisis data dan pelaporan
39
5.3. Pembiayaan
Tolok ukur Triwulan (Rpx1.000) Total
I II III IV (Rpx1.000)
Belanja bahan 43.750 43.750 43.750 43.750 175.000
Honor output kegiatan 48.625 48.625 48.625 48.625 194.500
Belanja barang non operasional lainnya 22.500 22.500 22.500 22.500 90.000
Belanja perjalanan biasa 89.000 89.000 89.000 89.000 356.000
Jumlah 203.875 203.875 203.875 203.875 815.500
40
DAFTAR PUSTAKA
Abujamin, S., A, Abdurachman, dan Undang Kurnia. 1983. Strip rumput permanen sebagai salah satu cara konservasi tanah. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk I: 16-20. Pusat Penelitian Tanah. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian.
Adachi, K. 1990. Effect of rice-soil puddling on water percolation. In: Proceedings of the transactions of the 14th international congress on soil science. I: 146-151.
Adimihardja, A. dan S. Sutono. 2005. Teknologi pengendalian erosi lahan berlereng. Hlm. 103-145 dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering: Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Agus, F. 2007. Pendahuluan. In: Agus, F., Wahyunto dan Santoso, D. (eds.), Tanah Sawah Bukaan Baru. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Departemen Pertanian. Hal. 1-4
Agus, F., A. Abdurachman, A. Racman, S.H. Tala'ohu, A. Dariah, B.R. Prawiradiputra, B. Hafif dan S. Wiganda. 1999. Tehnik konservasi tanah dan air. Sekretariat Tim Pengendali Bantuan Penghijauan dan Reboisasi Pusat. Jakarta.
Agus, F., dan Irawan, 2006. Agricultural land conversion as a threat to food security and environmental quality. Prosiding seminar Multifungsi dan Revitalisasi Pertanian. Kerjasama Badan Ltbang Pertanian, MAFF, dan ASEAN Secretariat. Hal 101-121.
Ahmad, R., dan M. Irshad. 2011. Effect of boron application time on yield of wheat, rice and cotton crop in Pakistan. Soil Environ. 30(1): 50 – 57.
Al-Jabri, M. 2006. Penetapan rekomendasi pemupukan berimbang berdasarkan analisis tanah untuk padi sawah. Jurnal Sumberdaya Lahan. Vol. 1, No. 2:25-35.
Al-Jabri, M. Dan M. Soepartini. 1995. Teknik pemupukan hara Zn pada tanah sawah. Hlm. 1-6 dalam Risalah Seminar Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat No. 2. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Al-Jabri, M., M. Soepartini, dan Didi Ardi. 1991. Status hara Zn dan pemupukannya di lahan sawah. Hlm. 427-464 dalam Prosiding Lokakarya Nasional Efisiensi Penggunaan Pupuk V. Cisarua, 12-13 Nopember 1990. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Alloway, B.J. 2008. Zinc in soils and crop nutrition. Second edition, Published by International Zinc Association and International Fertilizer Industry Association. Brussels, Belgium and Paris, France. page 135.
Anbumozhi, V., E. Yamaji, and T. Tabuchi. 1998. Rice crop growth and yield as influenced by changes in ponding water depth, water regime and fertigation level. Agricultural Water Management. 37: 241-253
Anonim. 2006. Rekomendasi Pemupukan N,P,K Padi Sawah Spesifik Lokasi. Disusun sebagai narasi Keputusan Menteri Pertanian Nomor 01/SR.130/01/ 2006 tentang Rekomendasi Pemupukan N, P, dan K pada Padi Sawah Spesifik Lokasi. Departemen Pertanian.
Anonim. 2010. Pedoman Pelaksanaan SL-PTT (Padi, Jagung, Kedelai). Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Kementerian Pertanian.
Anonymous. 1977. Bercocok tanam padi, palawijo dan sayur. BIMAS, Departemen Pertanian. 280 p.
41
Anonymous. 2005. Teknologi sawah bukaan baru areal irigasi Batanghari. http://www.bbp2tp.litbang.deptan.go.id. 22 Januari 2009
Anonymous. 2007. Rekomendasi pemupukan N, P dan K pada padi sawah spesifik lokasi. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 40/ Permentan/OT.140/4/2007, tanggal 11 April 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 286 hal.
Arafah dan M.P. Sirappa. 2003. Kajian penggunaan jerami dan pupuk N, P, dan K pada lahan sawah irigasi. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan, Vol. 4, No. 1:15-24.
Arafah. 2004. Efektivitas pemupukan P dan K pada lahan bekas pemberian jerami selama 3 musim tanam terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah. J. Sains & Teknologi. Vol. 4, No. 2:65-71.
Arsanti, I.W. dan M. Boehme. 2006. Sistem usahatani tanaman sayuran di Indonesia: Apresiasi multifungsi pertanian, ekonomi, dan eksternalitas lingkungan: Studi kasus di Dataran Tinggi Jawa dan Sumatera. Hlm 195-230 dalam Prosiding Seminar Multifungsi da Revitalisasi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. MAFF Japan, ASEAN Secretariat. Jakarta, 2006.
Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP). 2012. Lahan Sub Optimal: Potensi, Peluang, dan Permasalahan Pemanfaatannya untuk Mendukung Program Ketahanan Pangan. Disampaikan dalam Seminar Lahan Sub-Optimal, Palembang, Maret 2012. Kementrian Ristek dan Teknologi.
Barus, J. Dan Andarias. 2007. Status hara fosfor dan kalium lahan sawah Kabupaten Lampung Tengah. Jurnal Tanah dan Lingkungan, Vol. 9, No. 1:16-19.
Basri, I. H. dan Z. Zaini. 1992. Research at the upland farming system key site in Sitiung. P. 221-241. In Proceeding of Upland Rice-Based Farming Systems Research Planning Meeting, 18 April-1 May 1992. Chiangmay, Thailand. International Rice Research Institute. Manila. Philipines.
Bhagat, R.M., S.I. Bhuiyan, and K. Moody. 1996. Water, tillage and weed interactions in lowland tropical rice: a review. Agricultural Water Management. 31: 165-184
Bhuiyan, S.I. 1992. Water management in relation to crop production: case study on rice. Outlook Agriculture. 21: 293-299
Bhuiyan, S.I., M.A. Sattar, and D.F. Tabbal. 1994. Wet seeded rice: water use efficiency, productivity and constraints to wider adoption. Paper presented at the International Workshop on constrains, opportunities, and innovations for wet seeded rice, Bangkok, May 31 – June 3, 1994, 19 pp.
Biro Pusat Statistik. 2002. Statistik Indonesia. Biro Pusat Statistik. Jakarta
Biro Pusat Statistik. 2009. Biro Pusat Statistik. Jakarta.
Biro Pusat Statistik. .2006. Statistik Indonesia. Biro Pusat Statistik. Jakarta
Blair, G.J., Mamaril, C.P. Pangerang Umar, Momuat, E.O. and Momuat, C. 1979. Sulfur nutrition of rice. 1. A survey of soils of South Sulawesi, Indonesia. Agronomy Journal 71:473-477.
Bouman, B.A.M., S. Peng, A.R. Castaneda, and R.M.Visperas. 2005. Yield and water use of irrigated tropical aerobic rice systems. Agricultural Water Management. 74: 87-105
42
Bouman. B.A.M. and T.P. Tuong. 2001. Field water management to save water and increase its productivity in irrigated lowland rice. Agricultural Water Management. 49: 11-30
Buntan, A., dan M. Rauf. 1995. Pengaruh pemberian belerang pada padi sawah di lahan beririgasi Aluvial takalar dan Latosol Sinjai. Agrikam Vol. 10, No. 1:47-54.
Cabangon, R.J., T.P. Tuong, and N.B. Abdullah. 2002. Comparing water input and water productivity of transplanted and direct-seeded rice production systems. Agricultural Water Management. 57: 11-31
Cassman,G,P., G.C. Gines, M.A. Dizon, M.I. Samson, J.M. Alcantara. 1996. Nitrogen-use efficiency in tropical lowland rice systems: contributions from indigenous and applied nitrogen. Field Crops Research , Volume 47 : 1–12.
Chongkid, B., N. Vachirapattama and Y. Jirakiattikul. 2007. Effect of Vanadium on rice growth and Vanadium accumulation in rice tissues. Kasetsart J. (Nat. Sci.) 41: 28 – 33.
Dariah, A. , D. Erfandy, E. Sutriadi, dan Suwardjo. 1993. Tingkae efisinsi dan efektivitas tindakan konservasi secara vegetatif dengan strip vetiver dan femingia pada usahatani tanaman jagung. Hlm. 83-92 dalam Prosiding Pertemuan Teknis Penelitian Tanah dan Agroklimat Bidang Konservasi Tanah & Air dan Agroklimat, 18-21 Februari 1983. Pusat Penelitian Tanah. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian.
Dariah, A. N.L. Nurida., S.H. Talaouhu. 2007. Aplikasi sistem olah tanah pada lahan kering beiklim kering di Lombok Timur. Hlm 291-300. dalam Prosiding Kongres Nasional IX HITI. UPN Veteran Yogyakarta, 5-7 Desember 2007.
Dariah, A., Sutono, and N.L. Nurida. 2010. Penggunaan Pembenah Tanah Organik dan Mineral untuk Perbaikan Kualitas tanah Typic kanhapludults Tamanbogo, Lampung. Jurnal Tanah dan iklim No 31: 1-10.
Dariah,A. N.L. Nurida, Nurjaya, dan Jubaedah. 2010. Teknologi Pengelolaan Tanah pada Lahan Kering Iklim Kering. Laporan Akhir TA-2010. Balai Penelitian Tanah. Badan Litbang Pertanian.
Dariah,A. N.L. Nurida, Nurjaya, dan Jubaedah. 2011. Pengembangan Teknologi Pengelolaan Tanah pada Lahan Kering Iklim Kering. Laporan Akhir TA-2011. Balai Penelitian Tanah. Badan Litbang Pertanian.
Dariah,A. N.L. Nurida, Nurjaya, dan Jubaedah. 2012. Pengembangan Teknologi Pengelolaan Tanah pada Lahan Kering Iklim Kering. Laporan Tengah Tahun TA-2012. Balai Penelitian Tanah. Badan Litbang Pertanian.
De Datta, S.K. 1981. Principles and practices of rice production. IRRI, Los Banos, Philippines. 618 p.
Dobermann and Fairhurst, 2000. Rice: Nutrient Disorders and Management. Potash and Phosphate Insitute/Potash and Phosphate Institute of Canada.
Dobermann, A., K.G. Cassman, C.P. Mamaril, J.E. Sheehy. 1998. Management of phosphorus, potassium, and sulfur in intensive, irrigated lowland rice. Field Crops Research, Volume 56: 113–138.
Dortzbach, D., Cristiane M. Léis, Jucinei J. Comin, P.B. Filho and M.G. Pereira. 2010. Accumulation of zinc, copper and manganese in soil fertilized with pig manure and ureain Southern State of Santa Catarina (Brazil). 2010 19th World Congress of Soil Sci. 1-6 August 2010, Brisbane, Australia.
43
Erfandy, D., A. Dariah, dan Suwardjo. 1992. Pengaruh alley cropping terhadap erosi dan produktivitas tanah Haplothox Citayam. Hlm. 53-62 dalam Prosiding Pertemuan Teknis Penelitian Tanah Bidang Konservasi Tanah dan Air . Bogor 22-24 Agustus 1991. Puslitbangtanak. Bogor.
Fageria, N,K., N.A Slaton, V.C Baligar. 2003. Nutrient Management for Improving Lowland Rice Productivity and Sustainability. Advances in Agronomy, Volume 80: 63–152.
Glaser, B., J. Lehmann, and W. Zech. 2002. Ameliorating physical and chemical properties of highly weathered soils in the tropics with charcoal: A review. Biol. Fertil. Soils 35:219-230.
Hafif, B., M. Suhardjo dan D. Erfandi. 1993. Pengaruh mulsa jerami dan beberapa teknik konservasi tanah terhadap produksi kedelai di lahan kering Lampung. Pertemuan Pembahasan Penelitian Tanah dan Agroklimat. Cipayung 19-22 Februari 1993.
Hartatik, W. Dan J. Sri Adiningsih. 2003. Evaluasi rekomendasi pemupukan NPK pada lahan sawah yang mengalami pelandaian produktivitas (levelling off). Pro. Seminar Nasional Inovasi Teknologi Sumberdaya Tanah dan Iklim. Bogor, 14-15 Oktober 2003: 17 – 36.
Haryati U., N. Sinukaban, K. Murtilaksono dan A. Abdurachman. 2010. Management Allowable Depletion (MAD) Level untuk efisiensi Penggunaan Air Tanaman Cabai pada Tanah Typic Kanhapludults Tamanbogo. Lampung. Jurnal Tanah dan iklim No 31: 11-26.
Haryati. U. 2009. Teknologi Konservasi: Salah Satu Cara Adaptasi Perubahan Iklim untuk Usahatani di Lahan Kering. Prosiding Semiloka Nasional: Strategi Penanganan Krisis Sumberdaya Lahan untuk mendukung Kedaulatan pangan dan Energi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Hidayat, A. dan A. Mulyani. 2005. Lahan Kering untuk Pertanian. Hlm. 1-34. Dalam Abdurachman et al. (ed.). Buku Pengelolaan Lahan Kering Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Hossain, M.B., Talukder Narayon Kumar and Sultana Ahmed. 2001. Effect of Zinc, Boron and Molybdenum application on the yield and nutrient uptake by BRRI Dhan 30. OnLine J. of Bio. Sci 1 (8): 698 – 700.
Hosseiny, Y., and M. Maftoun. 2008. Effect of nitrogen levels, nitrogen sources and zinc rates on the growth and mineral composition of lowland rice. J. Agric. Sci. Technol. Vol. 10:307-316.
Husnain, T. Wakatsuki, D. Setyorini, Hermansah, K. Sato and T. Masunaga. 2009. Silica availability in soils and river water in two watersheds on Java Island, Indonesia. Soil Science and Palnt Nutrition (2008) 54: 916-927.
Igarashi, T. 2002. Handbook for soil amendment of tropical soil, Association for International Cooperation of Agriculture and Forestry.p 127-134.
International Rice Research Institute. 2002. Standard Evaluation System fo Rice (SES).
Irianto, G., H. Sosiawan, dan S. Karama. 1998. Stratei pmbangunan pertanian lahan kering untuk mengantisipasi persaingan global. Hlm 1-12 dalam Prosiding Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah danAgroklimat. Makalah utama. Bogor, 10-12 Februari 1998. Puslittanak, Bogor.
IWMI (International Water Management Institute). 2004. Water Facts. IWMI Brochure.
Kasno, A., D. Setyorini dan Nurjaya. 2003. Status C-organik lahan sawah di Indonesia.
44
Konggres Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI) di Universitas Andalas, Padang.
Kawaguchi K, Kyuma K 1977. Paddy Soils in Tropical Asia, Their Material Nature and Fertility. University Press of Hawaii, Honolulu.
Kebede, F. 2009. Silicon status and its relationship with major physico-chemical properties of Vertisols of Northern Highlands of Ethiopia. MEJS, Vol. 1(1): 74-81.
Keerseblick, N.C. dan S. Soeprapto. 1985. Physical measurement in lowland soils techniques and standardization. In Soil Physic and Rice. International Rice Research Institute, Los Banos, Philippines.
Khan, R., A.H. Gurmani, A.R. Gurmani and M.S. Zia. 2006. Effect of Boron application on rice yield under wheat rice system. International Journal of Agriculture & Biology: 805 – 808.
Korndorfer G., H. Snyder., M. Ulloa., G. Powell , and L. E. Datnoff . 2001 Calibration of soil and plant silicon analysis for rice production. Florida Agricultural Experiment Station Journal Series No. R-06752:1-16.
Kurnia U., Sudirman, dan H. Kusnadi. 2005. Teknologi rehabilitasi dan reklamasi lahan. Hlm. 147-182 dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering: Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Puslitbangtanak. BogorSitorus, S.R.P dan H Soewandita. 2010. Rehabilitasi Lahan terdegradasi melalui Penambahan Kompos Jerami dan Gambut untuk Keperluan Pertanian. Jurnal Tanah dan iklim No 31: 28-38.
Kuwagaki, H. and K. Tamura. 1990. Aptitude of wood charcoal to a soil improvement and other non fuel use. In Technical report on the research development of the new uses of charcoal and pyroligneous acid, technical research association for multiuse of carbonized material, p. 27-44.
Lehmann, J. And Rondon,M. 2005. Biochar soil management on highly-weathered soils in humic tropics. In N. Uphoff (ed.), Biological Aproaches to Sustainable Soil Systems, Boca Raton, CRC Press.
Limbongan Y.L., B.S. Purwoko, Trikoesoemaningtyas dan H. Aswidinnoor. 2009. Respon genotipe padi sawah terhadap pemupukan Nitrogen di dataran tinggi. J. Agron. Indonesia 37 (3): 175 -182.
Lingquist, B and Sengxua, P. 2001. Nutrient Management in rainfed Lowland Rice in the Lao PDR. International Rice Research Instittute, Los Banos. The Philippines. 88p.
Maswar, A. Abbas dan B Hafif. 1995. Embung dan Peranannya dalam Pengembangan Potensi Sumber Daya di Perbukitan Kritis Umbulrejo. Prosiding Lokakarya dan Ekspose Teknologi Sistem Usahatani Konservasi dan Alat Mesin Pertanian. Yogjakarta, 17-19 Januari 1995.
Mutters, R.C., W. Horwath, C.V. Kessel and J. Williams. 2006. Fertility and crop nutrition. California Rice Production Workshop. 21 pages
Noeralam, A,. 2002. Tehnik pemanenan air yang efektif dalam pengelolaan lengas tanah pada usahatani lahan kering. Disertasi Doktor. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Nurida, N. L. 2006. Peningkatan Kualitas Ultisol Jasinga Terdegradasi dengan pengolahan Tanah dan Pemberian bahan Organik. Disertasi Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
45
Nurida, N. L., A Dariah, 2011. Pengkyaan pembenah tanah dengan pembenah tanah dengan senyawa humat untuk meningkatkan kualitas lahan kering masam terdegradasi. Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Lahan Pertanian. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (dalam proses).
Nurida, N.L dan A. Dariah. 2007. Keunggulam komparatif aplikasi olah tanah konservasi pada pertanaman jagung di lalahn berbatu Kabupaten Lombk Timur. Hlm.27-37. dalam Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Lahan dan Lingkungan Pertanian. Bogor, 7-8 Nopember 2008.
Nurida, N.L., A. Rachman, dan Sutono. 2012. Potensi pembenah tanah biochar dalam pemulihan sifat tanah terdegradasi dan peningkatan hasil jagung pada Typic Kanhapludults, Lampung. Buana Sains. Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Kealaman Vol 2:1 (Edisi Khsus). Tribhuana Press.
Nurida, N.L., Sutono, A. Dariah dan A. Rachman. 2010. Efikasi Formula pembenah tanah dalam berbagai bentuk (serbuk, granul, dan pelet) dalam meningkatkan kualitas lahan kering masam terdegradasi. Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Lahan Pertanian. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian.
Nursyamsi, D., A. Budiarto, dan L. Anggria. 2002. Pengelolaan kahat hara pada Inceptisols untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung. J. Tanah dan Iklim No. 20: 56 – 68.
Nursyamsi, D., Husnain, A. Kasno, dan D. Setyorini. 2005. Tanggapan tanaman jagung (Zea mays, L.) terhadap pemupukan MOP Rusia pada Inceptisols dan Ultisols. J. Tanah dan Iklim No. 23: 13 – 23.
Nursyamsi, D., L.R. Widowati, D. Setyorini, dan J. Sri Adiningsih. 2000. Pengaruh pengolahan tanah, pengairan terputus, dan pemupukan terhadap produktivitas lahan sawah baru pada Inceptisols dan Ultisols Muarabeliti dan Tatakarya. J. Tanah dan Iklim No. 18: 33 – 42.
Ogawa, M. 1994. Symbiosis of people and nature in tropics.Farming Japan 28(5):10-34.
Ogawa, M.2006. Carbon sequestration by carbonization of biomass and ferestation:three case studies. p 133-146.
Okimori, Y., M. Ogawa, and F. Takahashi. 2003. Potential of CO2 reduction by carbonizing biomass waste from industrial tree plantation in South Sumatra, Indonesia. Mitigation and Adaption Strategies for Global Change 8.p 261-280.
Ponnamperuma, F.N. 1978. Electrochemical changes in submerged soil and the growth of rice. IRRI. Los Banos, Philippines.
Prasetyo, B.H. 2007. Genesis Tanah Sawah Bukaan Baru. F. Agus, Wahyunto dan D. Santoso (Penyunting). Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Bogor. Hal. 25-51.
Purnomo J. 2000. Penggunaan urea tablet pada penanaman padi tanpa olah. Agrosains Vol. 2. No. 1: 19 – 22.
Purnomo, J., D. Santoso dan Heryadi. 1989. Status hara S lahan sawah di Jawa. Pusat Penelitian Tanah.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. 2001. Atlas Arahan Tata Ruang Pertanian Indonesia Skala 1 : 1.000.000. Puslitbangtanak. Bogor. Indonesia. 37 hal. Rachman, A., A. Dariah, dan D. Setyorini. Perkembangan Teknologi
46
Pengelolaan Lahan Kering. 2008. Balai Penelitian Tanah. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Un publish.
Puslittanak (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat). 1993. Survey dan Penelitian Tanah Merowi I, Kalimantan Barat. Badan Litbang Pertanian. Bogor.
Rachman, A. dan A. Dariah. 2008. Olah tanah konservasi dalam Konservasi lahan kering. Balai Penelitian Tanah. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanin.
Rachman, A. dan A. Dariah. 2009. Pengelolaan Tanah Terpadu lahan sayuran di pegunungan. dalam Peningkatan Produktivitas Kentang dan Sayuran Lainnya dalam Mendukung Ketahanan Pangan Perbaikan Nutrisi, dan Klestarian Lingkungan. Prosiding Seminar nasional Pekan kentang 2008. Lembang 20-21 Agustus 2008. ACIAR. Balitsa. Puslitbang Hortikultura. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian.
Rochayati, R., A. Mulyani, dan J.S. Adiningsih. 2005. Pemanfaatan lahan alang-alang. Hlm 39-72 dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkung. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian.
Rochayati, S. dan A. Dariah. 2012. Pengembangan lahan kering masam: peluang, tantangan, dan strategi, serta teknologi pengengelolaan. Disampaikan pada Seminar Nasional Lahan Sub-Optimal. Palembang Pebruari 2012. Kementrian Ristek dan Teknologi.
Rondonuwu, J.J. 2008. Produksi padi sawah yang dipupuk urea dan ZA di Tanggilingo. Soil Environment Vol. 6, No. 2: 77 -81.
Santi, LP, Dariah A., Goenadi, DH. 2008. Peningkatan kemantapan agregat tanah mineral oleh bakteri penghasil eksopolisakarida. Menara Perkebunan 76: 93 – 103.
Santoso, D. dan A. Sofyan. 2005. Pengelolaan hara tanaman pada lahan kering. Hlm. 73-100 dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkung. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian.
Santoso, D., I P.G. Wigena, Z. Eusof, and C. Xuhui. 1995. The ASIALAND management of slopping lands network : Nutrient balance study on slopping land. P. 93-108. International Workshop on Consrvation farming for Slopping Upland in South East Asia: Challanges, Opportunities, and Prosfects. IBSRAM Proc. No 14. Banhkok Thailand.
Setyorini, D., Nurjaya, A. Kasno, Sutono. 2010. Teknologi Pengelolaan Lahan dan Pemupukan Mendukung Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN). Laporan Akhir DIPA TA 2010. Balai Penelitian Tanah, BBSDLP, Badan Litbang Pertanian.
Setyorini, D., Nurjaya, A. Kasno, Sutono. 2011. Teknologi Pengelolaan Lahan dan Pemupukan Mendukung Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN). Laporan Akhir DIPA TA 2011. Balai Penelitian Tanah, BBSDLP, Badan Litbang Pertanian.
Setyorini, D., Sri Rochayati, Sri Adiningsih. 2003. Uji Tanah Sebagai dasar Penyusunan Rekomendasi Pemupukan. Seri Monograf No.2. Sumber Daya Tanah Indonesia.
47
Balai Penelitian Tanah, Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian.
Shah, A.I. and S.K. De Datta. 1991. Sulfur and zinc interactions in lowaland rice. Philipp J. Crop Sci, 26(1): 15-18.
Sitorus R. P. S. dan H. Soewandita. 2010. Rehabilitasi lahan terdegradasi melalui penambahan kompos, jerami dan gambut untuk keperluan pertanian. Jurnal Tanah dan iklim No 31: 11-26.
Sridevi, G., M. Vijay Sankar Babu, B. Gayathri dan S. Anil Kumar. 2010. Effect of zinc enriched organic manures on nutrient uptake and yield of rice (ADT-45) in zinc deficient Typic Ustopepts. Indian J. Agic. Res., 44 (2): 150 - 153.
Steiner, C. 2007. Soil charcoal amendements maintain soil fertility and establish carbon sink-research and prospects. Soil Ecology Research Development. Pp:1-6.
Subagyo, H., N.Suharta, dan A. B. Siswanto. 2002. Tanah-tanah pertanian di Indonesia. Hlm. 21-65 dalam Sumberdaya Lahan di Indonesia dan Pengelolaannya. Puslittanak. Badan Litbang Pertanian. Bogor.
Subiksa, I.G.M., J. Sri Adiningsih, Sudarsono, dan S. Sabiham. 2004. Pengaruh ameliorasi dan pemupukan K terhadap parameter hubungan Q-I kalium pada tanah mineral masam. J. Tanah dan Iklim No. 22: 40 – 49.
Sukristiyonubowo dan G.D. Liang. 2010. Farm scale nitrogen balances for terraced paddy field system. Jurnal Sumberdaya Lahan Vol. 4 No. 2: 79 - 92.
Sukristiyonubowo, Kusumo Nugroho and Sofyan Ritung. 2012. Rice growth and water productivity of newly openend wetlands in Indonesia. Journal of Agiculture science and soil science. 2 (8):328 - 332
Sukristiyonubowo. 2007. Nutrient balances in terraced paddy fields under traditional irrigation in Indonesia. PhD thesis. Faculty of Bioscience Engineering, Ghent University, Ghent, Belgium, 184p
Sulaeman, M. Supartini, S. dan M. Sudjadi. 1984. Hubungan antara kadar S tersedia dalam tanah dan respon tanaman padi. Pemberitaan Tanah dan Pupuk. No. 3:20-26.
Sumida, H. 1992. Silicon supplying capacity of paddy soils and characteristics of silicon uptake by rice plants in cool regions in Japan. Bull. Tohoku. Agric. Exp. Stn, 85, 1–46 (in Japanese with English summary).
Surapornpiboon, P., S. Julsrigival, C. Senthong and D. Karladee. 2008. Effects of Silicon on upland rice under drought condition. CMU. J. Nat. Sci (2008), Vol. 7 (1): 163-171.
Sutono, S. Dan N.L. Nurida. 2012. Kemampuan biochar memegang air pada tanah bertekstur pasir. Buana Sains. Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Kealaman Vol 2:1 (Edisi Khsus). Tribhuana Press.
Suwardjo, Mulyadi, dan Sudirman. 1987. Prosfek tanaman benguk (Mucuna sp.) untuk rehabilitasi tanah Podsolik Merah Kuning yang dibuka secara mekanis di Kuamang Kuning, Jambi. Hlm. 513-525 dalam Prosiding Pertemuan Teknis Penelitian Pola Usahatani Menunjang Transmigrasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Sys, C. 1985. Evaluation of the physical environment for rice cultivation. In Soil Physics and Rice. International Rice Research Institute, Los Banos, Laguna, Philippines. p: 31-34
48
Taball, D.F., B.A.M. Bouman, S.I. Bhuiyan, E.B. Sibayan, and M.A. Sattar. 2002. On-farm strategies for reducing water input in irrigated rice; case study in the Philippines. Agricultural Water Management. 56: 93-112
Tadano, T. and S. Yoshida. 1978. Chemical changes in submerged soils and their on rice growth. The International Rice Research Institute.
Tala’ohu, S.D., I. Juarsah, S. Sukmana dan Kusman. 1994. Penerapan teras gulud dan strip Vetiver zizanoides dalam penanganan perladangan berpindah di Propinsi Sumatera Selatan. p. 41-50. dalam Risalah Hasil Penelitian Peningkatan Produktivias dan Konservasi Tanah untuk Mengatasi Masalah Perladangan Berpindah. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. Bogor.
Tan, K. H. 1982. Principle of soils chemistry. The University of Georgia. College of Agriculture, Athens, Georgia.
Tanaka, Atsuko, Kazunobu Toriyama, Kazuhiko Kobayashi. 2012. Nitrogen supply via internal nutrient cycling of residues and weeds in lowland rice farming. Field Crops Research : Volume 137, pages 251–260.
Tanaka, S. 1963. Fundamental study on wood carbonization. Bull. Exp. Forest of Hokkaido University.
Wahid A.S. 2003. Peningkatan efisiensi pupuk nitrogen pada padi sawah dengan metode bagan warna daun. Jurnal Litbang Pertanian, 22 (4): 156 – 161.
Widowati, Asnah, dan Sutoyo. 2012. Pengaruh penggunaan biochar dan pupuk kalium terhadap pencucian dan serapan kalium pada tanaman jagung. Buana Sains. Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Kealaman Vol 2:1 (Edisi Khsus). Tribhuana Press.
Widowati, L.R. dan S. Rochayati. 2003. Indentifikasi kahat hara S, Ca, Cu, Zn dan Mn pada tanah sawah intensifikasi. Kongres Nasional HITI VIII Padang, 21-23 Juli 2003: 408-419.
Widowati, L.R. dan S. Rochayati. 2008. Pengelolaan hara untuk meningkatkan produktivitas lahan sawah bukaan baru di Harapan Masa-Tapin Kalimantan Selatan. Makalah disajikan pada Seminar Nasional BBSDLP, 25-27 November 2008. 13 hal.
Widowati, L.R. T. Djuanda, dan D. Setyorini. 2006. Jumlah kebutuhan unsur hara mikro Boron (B) pada tanah Inceptisols Cibatok untuk kacang tanah (Arachis Hyphogea). Pros. Seminar Nasional Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor, 14 – 15 September 2006: 343 – 353.
Wihardjaka, a., g.j.d kirk, s abdulrachman, c.p mamaril. 1999. Potassium balances in rainfed lowland rice on a light-textured soil. Field crop research vol.64: 237-247.
Wiyo, K.A., Z.M. kasumekera, and J. Feyen. 2000. Effect of tied ridgingon soil water status of maize crop under Malawi condition. Agricultural Water Management 45: 101-125.
Yang D, Liu MD, Zhang YL. 2011. Evaluation of silicon supplying capacity in paddy field soil by Isothermal Adsorption. Proceedings of The 5Th International Conference on Silicon in Agriculture.
Yi-chang, W., Bai You-lu, Jin Ji-yun, Yang Li-ping, Yao Zheng, Xu Si-xin, Luo Guo-an, Song Wei, Zhu Chun-mei. 2007. Sufficiency and deficiency indices of soil available zinc for rice in the alluvial soil of the coastal yellow sea. Rice Science, 14(3): 223-228.
49
Yusuf, A., D. Syamsudin, G. Satari, dan S. Djakasutami. 1990. Pengaruh pH dan Eh terhadap kelarutan Fe, Al dan Mn pada lahan sawah bukaan baru jenis Oxisol Sitiung. Prosiding Pengelolaan Sawah Bukaan Baru Menunjang Swasembada Pangan dan Program Transmigrasi: Prospek dan Masalah. hal. 237-269