teknologi pencetakan sawah pada lahan bekas tambang...

12
111 Teknologi Pencetakan Sawah pada Lahan Bekas Tambang Timah di Bangka Belitung 1 Djadja Subardja, 2 Antonius Kasno, dan 2 Sutono 1 Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Jl. Tentara Pelajar No. 12, Bogor 16114. Email: [email protected] 2 Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar No. 12, Bogor 16114 Abstrak. Pemanfaatan lahan bekas tambang timah untuk pertanian memiliki tantangan dan peluang yang sangat besar dalam rangka mendukung ketahanan pangan dan memperbaiki kualitas lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik lahan dan menyusun teknologi pencetakan sawah pada lahan bekas tambang timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Lokasi penelitian terletak di lahan bekas penambangan timah PT. Kobatin di Desa Perlang, Kabupaten Bangka Tengah. Tahapan penelitian meliputi: (1) survei identifikasi dan karakterisasi lahan, (2) penyusunan desain pencetakan sawah, (3) teknis pencetakan sawah, dan (4) penyiapan model pertanian terpadu-SITT. Informasi lereng, kedalaman tanah, tekstur, permeabilitas dan kedalaman lapisan kedap air, serta sifat-sifat kimia tanah yang dihasilkan dari kegiatan survei identifikasi lahan digunakan sebagai dasar dalam penyusunan desain pencetakan sawah. Lahan bekas tambang timah umumnya mempunyai permukaan tanah yang tidak teratur, tekstur bervariasi dari kasar sampai sedang, struktur lepas sampai masif, kedalaman efektif tanah dangkal (<50 cm), permeabilitas sangat lambat pada kedalaman 40 cm, tanah sangat masam, bahan organik tanah sangat rendah dan miskin hara. Dalam pencetakan sawah, permukaan tanah dikeruk sedalam 40 cm atau sampai lapisan kedap air, tanah didorong ke tempat lebih rendah dan diratakan dengan alat berat ( dozer, excavator). Petakan sawah dibuat rata dan atau berteras dengan ukuran bervariasi 20-50 m x 50 m, tergantung kelerengan lahan, semakin curam lereng maka ukuran petak sawah semakin sempit. Pematang sawah dibuat dari tanah dorongan dozer berukuran lebar 50-60 cm, panjang mengikuti ukuran petak, tinggi 40-60 cm. Pada setiap petak lahan sawah diberikan tanah pucuk (top soil) sebanyak 1.000 t ha -1 atau setinggi 10 cm, pupuk kandang 10 t ha -1 , dan kapur (dolomit) 1 t ha -1 . Tanah digenangi air yang disalurkan dari kolong setinggi 10 cm selama semalam, kemudian tanah dilumpurkan dengan handtractor dan digenangi air setinggi 5-10 cm. Pada musim tanam padi pertama diberikan pupuk 250 kg urea, 100 kg SP36, dan 100 kg KCl dan pupuk kandang 10 t ha -1 . Cara pemberian pupuk dan bahan organik disebar merata. Hasil panen padi perdana secara ubinan rata-rata 3.8 t ha -1 GKP, sedangkan di lokasi lain di Cerucuk, Kabupaten Belitung mencapai 5,6-6,7 t ha - 1 GKP. Produktivitas lahan sawah di Perlang masih rendah tetapi sudah menunjukkan adanya perkembangan kualitas lahan lebih baik. Kata kunci: Teknologi pencetakan sawah, lahan bekas tambang, Bangka Belitung Abstract. The usefull of land after tin mining for agriculture has a challenge and significant opportunity to support food security and improve of the environmental quality. This research aims to study the land characteristics and to construct technology for create 8

Upload: ngoanh

Post on 07-Feb-2018

233 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

111

Teknologi Pencetakan Sawah pada Lahan Bekas Tambang Timah di Bangka Belitung

1Djadja Subardja, 2Antonius Kasno, dan 2Sutono 1Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan

Pertanian, Jl. Tentara Pelajar No. 12, Bogor 16114. Email: [email protected] 2Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar No. 12, Bogor

16114

Abstrak. Pemanfaatan lahan bekas tambang timah untuk pertanian memiliki tantangan

dan peluang yang sangat besar dalam rangka mendukung ketahanan pangan dan

memperbaiki kualitas lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik

lahan dan menyusun teknologi pencetakan sawah pada lahan bekas tambang timah di

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Lokasi penelitian terletak di lahan bekas

penambangan timah PT. Kobatin di Desa Perlang, Kabupaten Bangka Tengah. Tahapan

penelitian meliputi: (1) survei identifikasi dan karakterisasi lahan, (2) penyusunan desain

pencetakan sawah, (3) teknis pencetakan sawah, dan (4) penyiapan model pertanian

terpadu-SITT. Informasi lereng, kedalaman tanah, tekstur, permeabilitas dan kedalaman

lapisan kedap air, serta sifat-sifat kimia tanah yang dihasilkan dari kegiatan survei

identifikasi lahan digunakan sebagai dasar dalam penyusunan desain pencetakan sawah.

Lahan bekas tambang timah umumnya mempunyai permukaan tanah yang tidak teratur,

tekstur bervariasi dari kasar sampai sedang, struktur lepas sampai masif, kedalaman

efektif tanah dangkal (<50 cm), permeabilitas sangat lambat pada kedalaman 40 cm, tanah

sangat masam, bahan organik tanah sangat rendah dan miskin hara. Dalam pencetakan

sawah, permukaan tanah dikeruk sedalam 40 cm atau sampai lapisan kedap air, tanah

didorong ke tempat lebih rendah dan diratakan dengan alat berat (dozer, excavator).

Petakan sawah dibuat rata dan atau berteras dengan ukuran bervariasi 20-50 m x 50 m,

tergantung kelerengan lahan, semakin curam lereng maka ukuran petak sawah semakin

sempit. Pematang sawah dibuat dari tanah dorongan dozer berukuran lebar 50-60 cm,

panjang mengikuti ukuran petak, tinggi 40-60 cm. Pada setiap petak lahan sawah

diberikan tanah pucuk (top soil) sebanyak 1.000 t ha-1

atau setinggi 10 cm, pupuk kandang

10 t ha-1

, dan kapur (dolomit) 1 t ha-1

. Tanah digenangi air yang disalurkan dari kolong

setinggi 10 cm selama semalam, kemudian tanah dilumpurkan dengan handtractor dan

digenangi air setinggi 5-10 cm. Pada musim tanam padi pertama diberikan pupuk 250 kg

urea, 100 kg SP36, dan 100 kg KCl dan pupuk kandang 10 t ha-1

. Cara pemberian pupuk

dan bahan organik disebar merata. Hasil panen padi perdana secara ubinan rata-rata 3.8 t

ha-1

GKP, sedangkan di lokasi lain di Cerucuk, Kabupaten Belitung mencapai 5,6-6,7 t ha-

1 GKP. Produktivitas lahan sawah di Perlang masih rendah tetapi sudah menunjukkan

adanya perkembangan kualitas lahan lebih baik.

Kata kunci: Teknologi pencetakan sawah, lahan bekas tambang, Bangka Belitung

Abstract. The usefull of land after tin mining for agriculture has a challenge and

significant opportunity to support food security and improve of the environmental quality.

This research aims to study the land characteristics and to construct technology for create

8

Djadja Subardja et al.

112

a rice fields in the tin mining land in Bangka Belitung Provincy. Study sites located in the

former tin mining area of PT. Kobatin in Perlang village, Central Bangka regency. Stages

of research include: (1) survey of land identification and characterization, (2) to set up

the model of rice field design, (3) the technic constructed of rice fields, and (4) to prepare

the model integrated of agricultural and SITT. Information slope, soil depth, texture,

permeability and water-resistant layer depth, and soil chemical properties resulting from

the survey as the basis for the identification of land use in the preparation of the design of

the rice field construction. Generally, land after tin mining has an irregular surface, the

texture varies from coarse to medium, the structure loose to massive, effective soil depth

of shallow (<50 cm), very slow permeability at a depth of 40 cm, the soil is very acidic,

soil organic very low and nutrient poor. In the construction of rice fields, the surface of

the dredged soil as deep as 40 cm or to impermeable layers, soil pushed onto the lower

and flattened by heavy equipment (dozer, excavator). Fields plot was made flat or

terraced with a size range 20-50 m x 50 m, depending on slope land, the steeper the slope

the smaller the size of the rice terraces. Border of plot was making from soil wich thrust

by dozer until 50-60 cm width, length of follow length plot size, height 40-60 cm. On the

every plot at rice field was added 1,000 t ha-1

of top soil materials or as high as 10 cm,

organic matter (manure) 10 t ha-1

, and limestone (dolomite) 1 t ha-1

. Land were flooded

with water which risen 10 cm from channel and wait overnight, then puddling by

handtractor and flooded with 5-10 cm. At first the rice growing season provided with 250

kg of urea fertilizer, 100 kg SP36, and 100 kg KCl and organic matter (manure) 10 t ha-1

.

The method of fertilizer and organic material in Perlang spread evenly. An average of

rice yield at first harvest in Perlang was 3.8 t ha-1

harvesting dry rice, while in Cerucuk,

Belitung regency the rice yield is about 5.6 to 6.7 t ha-1

. Productivity of rice field in

Perlang is still low but it shows the development of better land quality.

Keywords: Technology of rice field constructions, land pasca mining, Bangka Islands

PENDAHULUAN

Perluasan areal sawah untuk meningkatkan produksi beras nasional mengalami hambatan

teknis dan sosial ekonomi serta budaya masyarakat setempat. Sementara itu lahan sawah

subur terutama di Jawa secara terus menerus mengalami penyusutan akibat konversi ke

non pertanian atau ke komoditas pertanian lainnya. Di Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung diperkirakan lebih dari 300.000 ha lahan bekas tambang timah yang belum atau

telah direklamasi namun ditambang kembali oleh masyarakat dan sekarang dalam kondisi

terlantar dan terdegradasi berat.

Lahan bekas tambang timah di Bangka Belitung mempunyai penyebaran sangat

luas dan belum banyak dimanfaatkan untuk pertanian. Badan Litbang Pertanian

termotivasi untuk melakukan penelitian dan pengembangan lahan pertanian di lahan bekas

tambang sebagai bagian dari upaya meningkatkan ketahanan pangan melalui reklamasi

lahan berbasis padi yang diintegrasikan dengan ternak (sapi).

Teknologi Pencetakan Sawah pada Lahan Bekas Tambang Timah

113

Pencetakan sawah pada lahan bekas tambang timah tersebut perlu didukung oleh

data dan informasi sumberdaya lahan terkini dan akurat terutama yang berkaitan dengan

aspek sifat fisik, kimia, dan kesuburan tanah bekas tambang serta sumberdaya iklim dan

air pada lokasi calon pencetakan sawah dan juga karakteristik tanah “top soil” yang akan

digunakan sebagai bahan urugannya. Keakuratan data dan informasi sumberdaya lahan

tersebut akan sangat membantu dan dapat dijadikan dasar dalam menentukan desain

pencetakan sawah, teknik pelaksanaan pencetakan sawah, dan teknologi pengelolaan

lahan pertanian secara berkelanjutan.

Pemanfaatan lahan bekas tambang timah untuk pertanian memiliki tantangan dan

peluang yang sangat besar dalam rangka mendukung ketahanan pangan, memperbaiki dan

mencegah kerusakan lingkungan. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk

mempelajari karakteristik lahan dan menyusun teknologi pencetakan dan pengelolaan

sawah pada lahan bekas tambang timah di Bangka Belitung.

METODE PENELITIAN

Kegiatan penelitian dilakukan di kantor (desk work), lapangan, dan di laboratorium, terdiri

dari: (1) persiapan penelitian meliputi studi pustaka, kompilasi data, dan penyiapan peta

lapang, (2) identifikasi dan karakterisasi lahan, (3) penyusunan desain pencetakan sawah

dan sistem pertanian terpadu (SITT), dan (4) teknologi pencetakan sawah pada lahan

bekas tambang,

Persiapan penelitian untuk mendukung pelaksanaan kegiatan lapang meliputi studi

pustaka, kompilasi data dan peta, interpretasi citra, penyusunan peta dasar dan peta satuan

lahan dari hasil interpretasi citra. Calon lokasi pencetakan sawah ditetapkan di Perlang,

Kabupaten Bangka Tengah. Kegiatan identifikasi dan karakterisasi lahan bekas tambang

timah meliputi pengamatan tanah, klasifikasi tanah, dan delineasi unit-unit lahan yang

potensial untuk pencetakan sawah. Pengamatan tanah dilakukan dengan sistem grid

melalui penjelajahan lapang. Titik observasi, ketinggian tempat, dan kelerengan

ditetapkan dengan GPS Navigasi dan GPS Geodetik. Intensitas observasi tanah 50 m x 50-

100 m (1 observasi mewakili area 0,25-0,5 ha). Karakteristik tanah diamati melalui

pemboran, minipit, dan profil tanah sampai kedalaman 1,20 m atau sampai lapisan

padas/batuan induk. Metode pengamatan tanah di lapang mengikuti Soil Survey Manual

(Soil Survey Division Staff, 1993) dan Pedoman Pengamatan Tanah di Lapang (Balai

Penelitian Tanah, 2004). Klasifikasi tanah ditetapkan menurut Keys to Soil Taxonomy

(Soil Survey Staff, 2010). Pada lahan bekas tambang timah umumnya tanah sudah

tercampur aduk dengan bahan galian (tailing) dan bahkan juga dengan bahan induk

(Subardja et al. 2011). Data iklim dikumpulkan dari stasiun iklim terdekat.

Djadja Subardja et al.

114

Contoh tanah diambil dari profil dan minipit serta contoh ring dan contoh komposit

untuk dianalisis mineral fraksi pasir, sifat fisik, dan kimia tanah. Contoh air diambil dari

sungai terdekat atau kolong bekas tambang untuk penetapan kualitas air untuk irigasi dan

air minum. Metode dan prosedur analisis tanah dan air mengacu pada Soil Survey

Laboratory Methods and Procedures for Collecting Soil Samples (SCS-USDA, 1982).

Dalam analisis tanah dan air termasuk juga penetapan logam berat (Pb, Cd, dan Cr).

Untuk memperoleh data sumberdaya air dilakukan pengukuran lebar dan

kedalaman sungai di beberapa titik pengamatan serta analisis panjang sungai dan luas

kolong dengan menggunakan citra landsat yang tersedia. Pengukuran debit sungai

dilakukan dengan menggunakan current meter.

Pengolahan data dilakukan secara komputerisasi. Penyajian peta-peta diolah

dengan teknik GIS. Faktor pembatas lahan, potensi air irigasi, dan lingkungannya

diidentifikasi untuk mendukung penetapan teknologi pencetakan dan pengelolaan sawah.

Desain pencetakan sawah disusun berdasarkan karakteristik lahan, penggunaan

lahan saat ini, dan sumber air pengairan (sungai, kolong). Mengingat akan diterapkan

sistem pertanian terpadu-SITT (Sistem Integrasi Tanaman-Ternak) maka perlu disediakan

lahan untuk rumput pakan ternak, kandang sapi, dan rumah kompos. Karakteristik lahan

yang diperlukan untuk mendesain dan melaksanakan teknis pencetakan sawah adalah

ketinggian tempat, kelerengan, kedalaman tanah, tekstur tanah, dan penggunaan tanah.

Hal lainnya lagi berupa informasi ketersediaan air dan “top soil”, sumber bahan organik,

status kepemilikan tanah; rencana jalan usahatani, instalasi jaringan irigasi (pompanisasi),

dan penyediaan ternak sapi (2 ekor ha-1

).

Teknologi pencetakan sawah pada lahan bekas tambang timah meliputi

pengukuran dan perataan lahan, pembuatan teras pada lahan berlereng, pembuatan

pematang antar petak sawah, pemberian bahan organik 10 t ha-1

dan tanah pucuk (top soil)

1.000 t ha-1

atau setebal 10 cm dicampur merata. Petak sawah bibuat dengan ukuran 20-50

m x 50 m, tergantung kelerengan lahan, semakin curam ukuran petak sawah semakin

kecil. Pemberian air yang berasal dari kolong atau sungai ke petakan sawah disalurkan

melalui pipa-pipa dengan menggunakan mesin air. Sawah digenangi air selama semalam

setinggi 10 cm, kemudian tanah dilumpurkan, dan sawah siap ditanami padi. Pengelolaan

sawah dalam jangka panjang dirancang untuk menerapkan sistem pertanian terpadu

dengan pendekatan sistem integrasi tanaman dan ternak berbasis padi, sehingga akan

diperoleh peningkatan produktivitas dan pendapatan petani secara berkelanjutan.

Teknologi Pencetakan Sawah pada Lahan Bekas Tambang Timah

115

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Lahan

Lokasi penelitian pencetakan sawah di Perlang, Bangka Tengah merupakan lahan

bekas konsesi penambangan PT. Kobatin, terletak pada 2°34’24,38” - 2°34’41,65” LS dan

106°31’08,36” - 106°31’19,12” BT. Jarak dari ibukota kabupaten ke lokasi sekitar 20 km,

bisa ditempuh dengan kendaraan roda 4 selama 20-30 menit dengan kondisi jalan beraspal

dan sebagian jalan tanah diperkeras.

Lokasi untuk sawah di Perlang merupakan bekas konsesi pertambangan PT.

Kobatin yang diekplorasi tahun 1982. Lahan tersebut saat ini telah direklamasi dengan

ditanami tanaman pohon seperti akasia, sengon, karet, dan kayu putih, namun kurang

berhasil dan sebagian lahan ditumbuhi rumput (alang-alang) dan semak. Bentuk lahan

datar sampai bergelombang dengan lereng antara 1% sampai 11%, lereng dominan <5%.

Tinggi tempat berdasarkan hasil pengukuran dengan GPS geodetik adalah tertinggi 50,6 m

dpl dan terendah (permukaan air kolong) 37,9 m dpl. Luas lahan yang diidentifikasi +

17,77 ha.

Secara umum tanah yang terbentuk di Perlang berasal dari batuan intrusi (volkan

masam), merupakan tanah sisa penambangan yang bertekstur kasar (pasir berkerikil)

sampai pasir berlempung yang telah tererosi, permeabilitas sampai dengan 40 cm cepat

(9-20 cm.jam-1

) dan menurun menjadi lambat (0,2 cm.jam-1

) di kedalaman >40 cm.

Sebagian besar lahan terbuka karena tanaman dan rumput tidak mampu tumbuh, mungkin

disebabkan karena tanahnya merupakan bahan induk yang tersingkap dan belum

mengalami pelapukan, tanah berpasir dan hara mudah tercuci sehingga tanah menjadi

sangat kurus.

Berdasarkan hasil pengukuran pH air kolong dengan menggunakan kertas lakmus,

air bersifat agak masam dengan pH sekitar 6,0. Pada kondisi ini air kolong cukup baik

digunakan untuk air pengairan lahan sawah.

Hasil pengujian tanah dengan menggunakan Perangkat Uji Tanah Kering (PUTK)

menunjukkan bahwa hara P, K, dan C-organik rendah, dan agak masam (Tabel 1). Hasil

analisis tanah di laboratorium menunjukkan bahwa tanah berpasir dengan kadar pasir

berkisar 46-91%. Tanah bersifat masam hingga agak masam (3,8-5,0), kadar C-organik

rendah, hara N, P, K, Ca, Mg, Zn, dan Cu rendah. Kapasitas tukar kation tanah dan

kejenuhan basa sangat rendah, sedangkan kejenuhan Al berkisar antara 45-85%.

Penambahan bahan organik dan pengapuran sangat diperlukan dalam mengelola lahan

sawah baru di lahan bekas tambang timah.

Djadja Subardja et al.

116

Tabel 1. Status hara tanah hasil pengukuran dengan Perangkat Uji Tanah Kering (PUTK)

di calon lokasi sawah Perlang

Kode lokasi P K pH C-organik

Ksn 1 R R 5-6 R

Ksn 2 R R 5-6 R

Ksn 3 R R 5-6 R

Ksn 4 R R 5-6 R

Ksn 5 R R 5-6 R

Berdasarkan hasil analisis kimia air kolong menunjukkan bahwa sebagai sumber

air untuk pengairan lahan sawah bukaan baru sangat baik dengan pH 6,0. Kandungan

logam berat Pb dan Cd sangat rendah (Tabel 3).

Tabel 2. Hasil analisis sifat fisik dan kimia tanah pada lahan calon sawah dan tanah

calon urugan di Desa Perlang

Kode Tekstur (pipet) pH (1:5) Bahan organik HCl 25% Bray 1

Pasir Debu Liat H2O KCl C N C/N P2O5 K2O P2O5

.........%.......... ......%...... mg.100g-1 ppm

WY 09 82 10 8 4,7 4,1 1,43 0,11 13 2 3 3,6

WY 12 67 20 13 4,6 4,0 0,73 0,05 15 3 3 5,2

WY 13 46 33 21 3,8 3,7 3,14 0,23 14 3 2 10,4

WY 17 89 7 4 4,8 4,3 0,53 0,05 11 3 3 7,5

WY 18 91 7 2 5,0 4,7 0,12 0,01 12 2 2 3,7

Catatan: WY12 dan WY13 tanah pucuk (top soil) untuk urugan di lahan sawah baru

Kode Nilai Tukat Kation (NH4-Acetat 1N, pH 7) KCl 1N DTPA

Ca Mg K Na KTK KB Al3+ H+ Fe Mn Cu Zn

....................cmol(+) kg-1............... cmol(+) kg-1 ...................ppm.................

WY 09 0,24 0,11 0,06 0,05 3,92 12 0,94 0,15 20,7 0,2 0,8 0,2

WY 12 0,23 0,10 0,06 0,04 5,84 7 1,33 0,15 396,8 0,2 1,1 0,3

WY 13 0,00 0,07 0,03 0,02 11,52 1 2,57 0,34 489,5 0,1 2,8 0,2

WY 17 0,09 0,06 0,06 0,02 1,93 12 0,31 0,15 16,3 0,3 0,7 0,2

WY 18 0,09 0,04 0,03 0,02 0,81 22 0,02 0,04 3,2 0,1 0,4 0,1

Tabel 3. Kandungan hara dalam air yang akan digunakan untuk pengairan lahan sawah

bukaan baru di Perlang

Contoh air DHL pH NH4 K Na Ca Mg

dS m-1 .................................. mg l-1..................................

Air kolong 0,03 6,0 0,20 1,91 3,76 1,38 0,38

Contoh air NO3 PO4 SO4 HCO3 CO3 Pb Cd

............................................... mg l-1 ........................................................

Air kolong 1,65 0,00 0,21 8,95 0,00 0,03 td

Hasil analisis sifat fisika tanah disajikan pada Tabel 4. Kondisi tanah sangat padat

di permukaan tetapi laju permeabilitasnya tinggi, sebab lapisan atas tanah berupa pasir

Teknologi Pencetakan Sawah pada Lahan Bekas Tambang Timah

117

tailing yang tergolong halus. Lapisan permukaan mudah tererosi dan di beberapa tempat

sudah terbentuk erosi parit yang cukup dalam. Untuk mencetak sawah diperlukan sifat

fisik tanah yang mempunyai laju permeabilitas rendah. Tanah di Perlang mempunyai laju

permeabilitas yang rendah pada kedalaman >40 cm.

Tabel 4. Berat isi tanah dan laju permeabilitas tanah di lokasi calon sawah

Sandi Kedalaman Berat isi

(g cc-1)

Permeabilitas

(cm jam-1)

SS02/I 0 - 10 1,49 20,28

SS02/II 10 - 40 1,37 8,82

SS03/III >40 0,93 0,18

Kondisi iklim di sekitar Pangkalpinang relatif basah dengan curah hujan tahunan

sekitar 2.449 mm. Curah hujan bulanan berkisar dari 94 mm pada bulan September hingga

348 mm pada bulan Januari. Jumlah bulan basah (>200 mm.bln-1

) menurut Oldeman et al.

(1978) enam bulan, sedangkan jumlah bulan kering (<100 mm.bln-1

) adalah satu bulan.

Dengan demikian, areal penelitian termasuk zona agroklimat C-1 dan memiliki potensi

masa tanam untuk padi sepanjang 11 bulan, yaitu bulan Oktober sampai dengan Agustus.

Menurut Schmidt-Ferguson (1951), areal penelitian memiliki tipe hujan A yang sangat

basah. Pola curah hujan di stasiun Pangkalpinang sebagai referensi kondisi iklim Perlang

adalah bimodel atau ekuatorial, dimana terjadi dua kali puncak musim basah dan dua kali

puncak musim kering. Puncak musim basah utama terjadi pada Januari, sedangkan puncak

musim hujan sekunder terjadi pada Maret atau April, sedangkan puncak musim kering

utama terjadi pada bulan September.

Potensi sumberdaya air yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan

irigasi di calon lokasi pencetakan sawah di Perlang, Kabupaten Bangka Tengah berasal

dari danau (kolong) yang terletak di sebelah Timur lokasi berjarak 6-10 meter.

Berdasarkan hasil interprestasi dan karakterisasi di lapangan, luas danau diperkirakan

100,27 ha, bila kedalaman air berkisar 0,4-30 m maka potensi ketersediaan air kolong

yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber air irigasi pada musim kemarau sebesar

3.008.100 m3, sehingga sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan air tanaman padi sawah

di lokasi tersebut. Beda tinggi antara kolong dengan titik tertinggi lahan adalah 12,7 m

dengan jarak 110 m.

Hasil identifikasi dan karakterisasi lahan, lokasi calon pencetakan sawah di Desa

Perlang dapat dikembangkan untuk lahan sawah dengan beberapa syarat yang harus

dipenuhi yaitu dengan menerapkan teknologi pencetakan sawah terpadu yang meliputi

pembuatan lapisan kedap air (lapisan bajak), pengelolaan hara berimbang (organik, hayati,

anorganik), pengelolaan air, pengolahan tanah, teknik budidaya padi (pola tanam, sistem

tanam, varietas unggul, pengendalian OPT), pembuatan kompos (kotoran ternak sapi,

Djadja Subardja et al.

118

sampah kota), uji tanah cepat sebagai dasar rekomendasi pemupukan (PUTS, PUTK,

PUP), dan penerapan model sistem pertanian terpadu yang mengintegrasikan tanaman-

ternak (SITT: Padi-Sapi).

Desain Pencetakan Sawah

Desain pencetakan sawah dilakukan dengan mempertimbangkan hasil survei

identifikasi lahan dengan mempertimbangkan beberapa faktor utama antara lain

ketinggian tempat, kelerengan, kedalaman tanah, tekstur tanah, penggunaan tanah,

ketersediaan air dan tanah pucuk, sumber bahan organik (pupuk kandang), status

kepemilikan tanah dan faktor pendukung lainnya yaitu jalan usahatani, instalasi jaringan

irigasi (pompanisasi), penyediaan kandang dan ternak sapi (2 ekor ha-1

), pakan ternak, dan

rumah kompos. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut maka lahan yang

sesuai untuk pencetakan sawah seluas 6,40 ha dari lahan bekas tambang seluas + 17,8 ha

di Perlang. Desain sawah di Perlang, Bangka Tengah disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Desain sawah di Perlang, Kabupaten Bangka Tengah

Teknologi Pencetakan Sawah pada Lahan Bekas Tambang Timah

119

Teknologi Pencetakan dan Pengelolaan Sawah

Teknis pelaksanaan pencetakan sawah di Perlang, Kabupaten Bangka Tengah

meliputi beberapa tahapan kegiatan sebagai berikut:

Pengukuran dan pematokan batas lahan, ukuran petak sawah 50 x 50 m atau

disesuaikan dengan kelerengan lahan.

Pengerukan permukaan tanah sedalam 40 cm atau sampai lapisan kedap air,

tanah didorong ke tempat lebih rendah dan diratakan dengan alat berat (dozer,

excavator).

Perataan lahan dan atau penterasan mengikuti kemiringan lahan.

Pemadatan tanah dengan alat berat untuk meningkatkan lapisan kedap air.

Pembuatan pematang sawah selebar 50-60 cm dan tinggi 40-60 cm dengan bahan

tanah hasil pengerukan dan dorongan alat berat.

Penimbunan dan perataan tanah pucuk (berliat) sebanyak 1.000 t ha-1

atau

setinggi 10 cm.

Pemberian pupuk kandang 10 t ha-1

.

Pembuatan jalan usahatani lebar 4 m dan tinggi 80-100 cm.

Instalasi jaringan irigasi (pompanisasi). Air dari kolong dialirkan melalui pipa ke

lahan sawah yang lebih tinggi, kemudian secara gravitasi air akan mengalir ke

lahan sawah lebih rendah.

Persiapan lahan dilakukan untuk membuat tanah menjadi lumpur dengan

menggunakan rotary. Pada awalnya persiapan lahan tidak dilakukan dengan pembajakan

karena akan membongkar lapisan kedap yang telah dibuat dengan pemadatan tanah.

Pengelolaan air dilakukan secara intensif, hal ini untuk menjaga agar air tetap tersedia di

dalam petakan, dipertahankan tinggi air 5-10 cm, karena pada awalnya akan terjadi

perkolasi yang sangat hebat. Pemberian pupuk kandang dan pengapuran (pemberian

dolomit) dilakukan seminggu sebelum tanam dengan cara disebar merata. Setelah terjadi

pelumpuran yang sempurna lahan siap ditanami.

Berdasarkan sebaran curah hujan bulanan, lokasi sawah di Perlang memiliki

potensi masa tanam sepanjang 11 bulan, yaitu bulan Oktober sampai dengan bulan

Agustus. Dengan dukungan sumber air untuk irigasi yang sangat berlimpah dari kolong

(danau) maka di lokasi sawah ini dapat dikembangkan sistem usahatani dengan pola

tanam padi-padi/palawija-palawija dengan awal musim tanam padi pertama dapat dimulai

pada bulan Oktober, musim tanam padi/palawija kedua pada bulan Februari dan musim

tanam ketiga untuk palawija pada bulan Juni.

Djadja Subardja et al.

120

Berdasarkan hasil analisis dengan Perangkat Uji Tanah Kering (PUTK), dosis

pupuk untuk tanaman padi adalah 200 kg Superphos, 100 kg KCl, 1.000 kg dolomit ha-1

,

dan pupuk kandang dengan dosis tanam pertama 10 t ha-1

dan selanjutnya 5 t ha-1

diberikan setiap musim tanam. Dosis pupuk N diberikan dengan bantuan alat bantu Bagan

Warna Daun (BWD), pupuk urea pertama diberikan dengan dosis 100 kg ha-1

, kemudian

dipantau dengan BWD mulai pada umur 21 hari, apabila warna hijau daun kurang dari

skala 4 maka pupuk urea ditambahkan dengan dosis 75 kg ha-1

. Pupuk Superphos dan

dolomit diberikan sehari menjelang tanam, pupuk kandang diberikan seminggu sebelum

tanam. Pupuk kandang yang telah matang diberikan seminggu sebelum tanam. Pupuk urea

diberikan sesuai dengan kondisi tanaman dengan bantuan BWD. Pupuk KCl diberikan 2

kali, pertama bersamaan pemupukan urea pertama (<14 hari setelah tanam), 30 hari

setelah tanam, masing-masing setengah dosis yang direkomendasikan.

Kebutuhan air tanaman padi selama masa pertumbuhannya adalah antara 450-700

mm (Doorenbos dan Kassam, 1979). Kebutuhan air tersebut harus terpenuhi pada setiap

fase pertumbuhan tanaman. Mengacu pada perhitungan neraca air tanaman padi,

rekomendasi pemberian irigasi dari Dinas Pekerjaan Umum pada lahan sawah termasuk

penggenangan adalah 1 l detik-1

ha-1

. Berdasarkan hasil penelitian efisiensi pemanfaatan

irigasi pada tanah Oxiaquic Eutrudepts, tekstur lapisan atas lempung berdebu, tekstur

lapisan bawah lempung berpasir halus berkerikil, porositas tanah cukup tinggi (pori

drainase cepat 32%) di kebun percobaan BB Padi Kuningan (Balitklimat, 2008)

pemberian air irigasi dengan menjaga tinggi air genangan 5 cm secara terus menerus pada

lahan sawah memberikan hasil yang paling baik. Hasil panen padi varietas Inpari 2 di

Perlang secara ubinan (ukuran petak 2,5x2,5 m, diulang 3 kali) rata-rata 3,8 t ha-1

GKP

(Asmarhansyah et al. 2011). Di lokasi lain di Cerucuk, Kabupaten Belitung, produksi padi

pada panen perdana tanggal 21 Pebruari 2012 mencapai 5,6 t ha-1

GKP (Inpari 13), 5,8 t

ha-1

GKP (Sintanur), dan 6,7 t ha-1

GKP (Situ Bagendit). Produktivitas lahan sawah di

Perlang masih rendah tetapi sudah menunjukkan perkembangan kualitas lahan lebih baik.

Perbedaan hasil yang nyata diduga selain karena perbedaan varietas padi yang ditanam

juga ada perbedaan perlakuan dalam pemberian pupuk kandang, dimana pupuk kandang

di Perlang adalah kotoran sapi yang diberikan secara disebar merata di lahan sawah,

sedangkan di Cerucuk pupuk kandang berasal dari kotoran ayam yang diberikan dalam

larikan mengikuti baris tanaman.

Pengelolaan sawah bekas tambang di Perlang dirancang dengan menerapkan

sistem pertanian terpadu dengan pendekatan sistem integrasi ternak dan tanaman berbasis

padi (SITT: padi-sapi). Penerapan sistem (Gambar 2) tersebut diharapkan akan mampu

meningkatkan pendapatan petani dan daya saing pertanian yang berkelanjutan serta

mengurangi pengangguran dan kemiskinan di pedesaan.

Teknologi Pencetakan Sawah pada Lahan Bekas Tambang Timah

121

Sistem Integrasi Ternak-Tanaman (SITT)

berbasis padi sawah

SAPI

URINE, KOTORAN

SAPIJERAMI PRODUKSI

TANAMAN PADI

JAGUNG, KACANG

SAYURAN,

BUAH-BUAHAN

Gambar 2. Sistem Pertanian Terpadu: Sistem Integrasi Ternak-Tanaman

KESIMPULAN

1. Pencetakan dan pengelolaan sawah pada lahan bekas tambang timah, studi kasus di

Perlang, Bangka Tengah, merupakan salah satu percontohan dalam penerapan

teknologi dari Badan Litbang Pertanian untuk mereklamasi lahan bekas tambang

yang terdegradasi berat dan terlantar menjadi lahan pertanian yang produktif dan

bermanfaat bagi kehidupan petani serta sebagai upaya pengendalian kerusakan

lingkungan menuju swasembada pangan dan kesejahteraan rakyat.

2. Informasi karakteristik lahan bekas tambang yang meliputi: kondisi permukaan tanah,

kemiringan lahan, kedalaman tanah dan lapisan kedap air, tekstur tanah sifat fisik dan

kimia tanah, ketersediaan sumber air pengairan, tanah pucuk, dan bahan organik

merupakan faktor-faktor pendukung dalam pencetakan dan pengelolaan sawah pada

lahan bekas tambang timah.

3. Pengembangan teknologi pencetakan dan pengelolaan sawah pada lahan bekas

tambang timah di Bangka Belitung akan mendorong percepatan pembangunan

pertanian daerah berbasis padi menuju kemandirian pangan regional dan penguatan

ketahanan pangan nasional.

4. Penerapan Sistem Pertanian Terpadu-Sistem Integrasi Ternak dan Tanaman berbasis

padi (padi-sapi) akan mampu meningkatkan pendapatan petani dan daya saing

pertanian yang berkelanjutan serta mengurangi pengangguran dan kemiskinan di

pedesaan.

Djadja Subardja et al.

122

DAFTAR PUSTAKA

Asmarhansyah, M.D. Pertiwi, Issukindarsyah, D. Rusmawan, dan Muzammil. 2011a.

Keragaan beberapa varietas padi di lahan sawah bekas tambang timah, Kepulauan

Bangka Belitung. Prosiding Seminar Nasional Strategi Reduksi dan Adaptasi

Perubahan Iklim di Bidang Pertanian. 29 Oktober 2011. Univesitas

Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta.

Balitklimat. 2008. Laporan Akhir Efisiensi Pemanfaatan Air Irigasi untuk Mengantisipasi

Kelangkaan Air. Dok. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. Bogor.

Balai Penelitian Tanah. 2004. Petunjuk Teknis Pengamatan Tanah. Ed-1. Publ. BPT.

Bogor.

Doorenbos. J. and A.H. Kassam. 1979. Yield Response to Water. FAO Irrigation and

Drainage Paper no 33. 193p

Oldeman, L.R., S.N. Darwis, and Irsal Las. 1978. Agroclimatic map of Sumatra. Contr.

Central Res. for Agric. Bogor, Indonesia.

SCS-USDA, 1982. Soil Survey Laboratory Methods and Procedures for Collecting Soil

Samples. Washington D.C.

Schmidt, F.H. and J.H.A. Ferguson. 1951. Rainfall types based on wet and dry period

ratios for Indonesia with Western New Guinea. Verh. No.42. Publ. LMG.Jakarta.

Soil Survey Division Staff. 1993. Soil Survey Manual. Agric. Handbook No. 18. SCS-

USDA, Washington D.C.

Soil Survey Staff. 2010. Keys to Soil Taxonomy. NRCS-USDA.

Subardja, D., A. Kasno, Sutono, dan H. Sosiawan. 2011. Identifikasi dan karakterisasi

lahan bekas tambang timah untuk pencetakan sawah baru di Perlang, Bangka

Tengah. Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Lahan Pertanian. Buku I. Balai

Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor.