pendekatan epidemiologi

30
PENDEKATAN EPIDEMIOLOGI TUJUAN : Pembaca Memahami definisi dan batasan dari epidemiologi Memahami ruang lingkup dan manfaat dari epidemiologi Memahami prinsip dan metode epidemiologi Memahami konsep dasar epidemiologi Memahami sejarah epidemiologi di dunia dan di Indonesia Memahami sistem surveilans epidemiologi penyakit PENDAHULUAN Upaya pemeliharaan, dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat memerlukan sebuah sistem pelayanan kesehatan masyarakat (public health services) yang baik. Sebuah sistem pelayanan kesehatan masyarakat harus memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat yang dinaunginya. Dan untuk memastikan adanya kesesuaian antara kedua hal tersebut, banyak hal yang harus diperhatikan. Permasalahan kesehatan apakah yang timbul di masyarakat, apakah akibat yang timbul dari permasalahan tersebut, serta bagamanakah penanganannya adalah suatu hal yang memerlukan suatu proses pengumpulan data, analisa data, serta proses penyimpulan hasil yang baik. Di sinilah perlunya keberadaan sebuah proses serta sistem yang baik untuk dapat melakukan keseluruhan proses tersebut. Epidemiologi dan biostatistik merupakan dua pilar utama dalam kesehatan masyarakat. Dengan epidemiologi dimungkinkan untuk melakukan sebuah proses penginvestigasian terhadap suatu

Upload: dreggy77

Post on 29-Nov-2015

394 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENDEKATAN EPIDEMIOLOGI

PENDEKATAN EPIDEMIOLOGI

TUJUAN : Pembaca

Memahami definisi dan batasan dari epidemiologi

Memahami ruang lingkup dan manfaat dari epidemiologi

Memahami prinsip dan metode epidemiologi

Memahami konsep dasar epidemiologi

Memahami sejarah epidemiologi di dunia dan di Indonesia

Memahami sistem surveilans epidemiologi penyakit

PENDAHULUAN

Upaya pemeliharaan, dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat memerlukan sebuah

sistem pelayanan kesehatan masyarakat (public health services) yang baik. Sebuah sistem

pelayanan kesehatan masyarakat harus memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat yang

dinaunginya. Dan untuk memastikan adanya kesesuaian antara kedua hal tersebut, banyak hal

yang harus diperhatikan. Permasalahan kesehatan apakah yang timbul di masyarakat, apakah

akibat yang timbul dari permasalahan tersebut, serta bagamanakah penanganannya adalah suatu

hal yang memerlukan suatu proses pengumpulan data, analisa data, serta proses penyimpulan

hasil yang baik. Di sinilah perlunya keberadaan sebuah proses serta sistem yang baik untuk dapat

melakukan keseluruhan proses tersebut.

Epidemiologi dan biostatistik merupakan dua pilar utama dalam kesehatan masyarakat.

Dengan epidemiologi dimungkinkan untuk melakukan sebuah proses penginvestigasian terhadap

suatu kasus kesehatan yang terjadi dalam sebuah populasi masyarakat. Pengumpulan data,

penganalisaan data tersebut merupakan bagian dari epidemiologi. Hasil dari proses tersebut

kemudian dikelola dengan menggunakan berbagai metode dan cara yang teruji secara ilmiah

dengan biostatistik. Oleh sebab itulah maka tidaklah keliru jika kedua ilmu ini disebut sebagai

dasar dari ilmu kesehatan masyarakat.

Definisi

Epidemiologi berasal dari dari kata Yunani yaitu epi= atas, demos= rakyat, populasi

manusia, dan logos = ilmu. Secara keseluruhan epidemilogi dapat didefinisikan sebagai ilmu

tentang masyarakat. Terkait dengan kesehatan masyarakat epidemiologi didefinisikan sebagai

Page 2: PENDEKATAN EPIDEMIOLOGI

suatu studi tentang distribusi, frekuensi, determinan kesehatan yang berkaitan dengan keadaan

atau kejadian kesehatan dalam populasi tertentu. Epidemiologi sebagai cabang dari ilmu

Kesehatan Masyarakat, memiliki peran dalam mempelajari permasalah penyakit yang timbul

dalam suatu kelompok, seberapa sering masalah tersebut timbul, distribusinya dan kemudian

menjelaskan apa saja faktor-faktor dari masyarakat yang menyebabkan timbulnya permasalahan

kesehatan tersebut.

Batasan

Dengan melihat definisi epidemiologi tersebut batasan dari epidemiologi menunjuk pada

permasalahan kesehatan dalam suatu kelompok masyarakat serta faktor-faktor yang

mempengaruhinya. Dari batasan ini kita dapat melihat tiga hal pokok dari epidemiologi yakni :

1. Frekuensi masalah kesehatan.

Menunjuk kepada besarnya masalah kesehatan pada sekelompok manusia. Ada dua hal pokok

yang harus dilakukan untuk menentukan frekuensi masalah kesehatan yaitu menemukan

masalah kesehatan serta pengukuran atas masalah kesehatan yang ditemukan tersebut.

2. Penyebaran Masalah Kesehatan.

Menunjuk kepada pengelompokkan masalah kesehatan menurut keadaan tertentu. Dalam

epidemiologi dibedakan menjadi tiga macam yaitu menurut ciri-ciri manusia (man), menurut

tempat (place) dan menurut waktu (time).

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi.

Yang dimaksud di sini adalah faktor penyebab dari suatu masalah kesehatan, baik frekuensi,

penyebaran ataupun yang menyebabkan munculnya masalah kesehatan itu sendiri.

(Azwar Azrul, 1999)

Ruang Lingkup

Ruang lingkup dari epidemiologi dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu:

1. Subyek dan obyek epidemiologi adalah masalah kesehatan.

Awalnya masalah kesehatan yang dimaksud adalah penyakit infeksi dan menular saja

Page 3: PENDEKATAN EPIDEMIOLOGI

(infectious and communicable diseases). Pada waktu itu anggapan atau konsep yang

berkembang adalah masalah kesehatan yang menyebar secara luas di masyarakat

hanyalah penyakit infeksi dan penyakit menular saja.Secara perlahan konsep tersebut

mulai ditinggalkan. Karena penyakit yang berkembang di masyarakat tidak hanya

penyakit infeksi saja. Penyakit non infeksi dapat berkembang secara luas di masyarakat.

Kemudian perhatian juga diarahkan tidak hanya ke penyakit, namun juga ke permasalah

kesehatan yang lain yang tidak dikategorikan sebagai penyakit.

2. Masalah kesehatan yang dimaksud menunjuk kepada masalah kesehatan ditemukan pada

sekelompok manusia Dalam hal ini pusat perhatian dari ilmu epidemiologi adalah

penyakit yang ada di masyarakat. Ini yang membedakannya dengan cabang ilmu

kedokteran klinik yang berkonsentrasi pada penyakit per individu.

3. Dalam merumuskan penyebab timbulnya suatu masalah kesehatan dimanfaatkan data

tentang frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan tersebut.

Jika ilmu Kesehatan masyarakat mempunyai lingkup dalam perlindungan, pemeliharaan,

pemulihan, serta peningkatan kesehatan sebuah populasi , maka epidemiologi mempunyai ruang

lingkup penjelasan (deskripsi) distribusi penyakit pada populasi, penelitian paparan faktor-faktor

yang mempengaruhi atau menyebabkan terjadinya perbedaan distribusi penyakit tersebut.

(Azwar Azrul, 1999)

Manfaat

Dalam aplikasinya, epidemiologi dapat digunakan untuk berbagai hal:

1. Mempelajari tentang perjalanan penyakit atau suatu permasalahan kesehatan.

2. Mempelajari penyebab timbulnya suatu permasahan kesehatan atau penyakit, faktor yang

mempengaruhinya, serta distribusi dan frekuensinya.

3. Menggambarkan dan memberi prediksi terhadap status kesan.

4. Menemukan cara pengendalian terhadap suatu permasalahan kesehatan.

5. Menemukan penyebab dari penyakit-penyakit baru yang baru diketahui.

BERBAGAI DESAIN STUDI EPIDEMIOLOGI

Page 4: PENDEKATAN EPIDEMIOLOGI

Makalah ini menyajikan “overview” tentang aneka desain studi epidemiologi.Dibahas dalam makalah ini karakteristik desain studi, perbedaan dan persamaan satu desain dengan desain lainnya, dan sejumlah isu penting dalam memilih desain studi.Desain studi epidemiologi bisa digunakan untuk penelitian kedokteran klinis, biomedis, dan penelitian kesehatan lainnya.

EPIDEMIOLOGI DESKRIPTIF DAN ANALITIK Epidemiologi adalah studi tentang distribusi dan determinan penyakit pada populasi. Studi epidemiologi dibedakan menjadi dua kategori: (1) epidemiologi deskriptif; dan (2) epidemiologi analitik Epidemiologi deskriptif.Epidemiologi deskriptif mendeskripsikan distribusi penyakit pada populasi, berdasarkan karakteristik dasar individu, seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan, kelas sosial, status perkawinan, tempat tinggal dan sebagainya, serta waktu.Epidemiologi deskriptif juga dapat digunakan untuk mempelajari perjalanan alamiah penyakit. Tujuan epidemiologi deskriptif: (1) Memberikan informasi tentang distribusi penyakit, besarnya beban penyakit (disease burden), dan kecenderungan (trend) penyakit pada populasi, yang berguna dalam perencanaan dan alokasi sumber daya untuk intervensi kesehat-an; (2) Memberikan pengetahuan tentang riwayat alamiah penyakit; (3) Merumuskan hipotesis tentang paparan sebagai faktor risiko/ kausa penyakit. Contoh, case series merupakan studi epidemiologi deskriptif tentang serangkaian kasus, yang berguna untuk mendeskripsikan spectrum penyakit, manifestasi klinis, perjalanan klinis, dan prognosis kasus.Case series banyak dijumpai dalam literatur kedokteran klinik.Tetapi desain studi ini lemah untuk memberi-kan bukti kausal, sebab pada case series tidak dilakukan perbandingan kasus dengan non-kasus. Case series dapat digunakan untuk merumuskan hipotesis yang akan diuji dengan desain studi analitik.

Case report (laporan kasus) merupakan studi kasus yang bertujuan mendeskripsikan manifestasi klinis, perjalanan klinis, dan prognosis kasus. Case report mendeskripsikan cara klinisi mendiagnosis dan memberi terapi kepada kasus, dan hasil klinis yang diperoleh. Selain tidak terdapat kasus pembanding, hasil klinis yang diperoleh mencerminkan variasi biologis yang lebar dari sebuah kasus, sehingga case report kurang andal (reliabel) untuk memberikan bukti empiris tentang gambaran klinis penyakit.

Studi potong-lintang (cross-sectional study, studi prevalensi, survei) berguna untuk mendeskripsikan penyakit dan paparan pada populasi pada satu titik waktu tertentu.Data yang dihasilkan dari studi potong-lintang adalah data prevalensi.Tetapi studi potong-lintang dapat juga digunakan untuk meneliti hubungan paparan-penyakit, meskipun bukti yang dihasilkan tidak kuat untuk menarik kesimpulan kausal antara paparan dan penyakit, karena tidak dengan desain studi ini tidak dapat dipastikan bahwa paparan mendahului penyakit.

Epidemiologi analitik.Epidemiologi analitik menguji hipotesis dan menaksir (mengestimasi) besarnya hubungan/ pengaruh paparan terhadap penyakit. Tujuan epidemiologi analitik: (1) Menentukan faktor risiko/ faktor pencegah/ kausa/ determinan penyakit, (2) Menentukan faktor yang mempengaruhi prognosis kasus; (3) Menentukan efektivitas intervensi untuk mencegah dan mengendalikan penyakit pada populasi.

Dua asumsi melatari epidemiologi analitik.Pertama, keadaan kesehatan dan penyakit pada populasi tidak terjadi secara random melainkan secara sistematis yang dipengaruhi oleh faktor risiko/ kausa/ faktor pencegah/ faktor protektif (Hennekens dan Buring, 1987; Gordis,

Page 5: PENDEKATAN EPIDEMIOLOGI

2000). Kedua, faktor risiko atau kausa tersebut dapat diubah sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan penya-kit pada level individu dan populasi (Risser dan Risser, 2002).

Trias Epidemiologi

Segitiga epidemiologi (trias epidemiologi) merupakan konsep dasar epidemiologi yang

memberikan gambaran tentang hubungan antara tiga faktor utama yang berperan dalam

terjadinya penyakit dan masalah kesehatan lainnya. Segitiga ini merupakan gambaran interaksi

antara tiga faktor yakni host (tuan rumah = penjamu), agent (agen = faktor penyebab), dan

environment (lingkungan). Keterhubungan antara penjamu, agen, dan lingkungan ini merupakan

suatu kesatuan yang dinamis yang berada dalam keseimbangan (equilibrium) pada seorang

individu yang sehat. Jika terjadi gangguan terhadap keseimbangan hubungan segitiga inilah yang

akan menimbulkan status sakit.

1. Faktor Penjamu (host = tuan rumah)

Penjamu adalah manusia atau makhluk hidup lainnya, termasuk burung dan antropoda,

yang menjadi tempat terjadi proses alamiah perkembangan penyakit. Faktor penjamu yang

berkaitan dengan kejadian penyakit dapat berupa: umur, jenis kelamin, ras, etik, anatomi

tubuh, dan status gizi.

2. Faktor Agen

Agen (faktor penyebab) adalah suatu unsur, organisme hidup atau atau kuman infektif

yang dapat menyebabkan terjadinya suatu penyakit. Pada beberapa penyakit agen ini adalah

sendiri (single), misalnya pada penyakit-penyakit infeksi, sedangkan yang lain bisa terdiri

dari beberapa agen yang bekerja sama, misalnya pda penyakit kanker. Agen dapat berupa

unsur biologis, unsur nutrisi, unsur kimiawi, dan unsur fisika.

3. Faktor Lingkungan

Lingkungan adalah semua faktor luar dari suatu individu yang dapat berupa lingkungan

fisik, biologis, dan sosial. Yang tergolong faktor lingkungan meliputi:

Transisi Demografi dan Epidemiologi :

Pertambahan jumlah penduduk diperkirakan setiap tahunnya sekitar 1.4 persen. Proporsi

Page 6: PENDEKATAN EPIDEMIOLOGI

penduduk untuk Vurnerable group masih tetap tinggi termasuk ageing (kelompok usia tua) yang

menjadi beban tambahan untuk pembangunan kesehatan

Angka kesakitan dan kematian akibat penyakit infeksi masih perlu mendapat perhatian dan

tindakan. Apalagi dengan adanya new emerging diseases seperti avian influenza dan re-emerging

disease yaitu penyakit lama yang muncul kembali antara lain anthrax dan pes. Selain itu penyakit

tidak menular seperti diabetes, jantung kanker meningkat secara bermakna untuk menimbulkan

kesakitan dan kematian.

SEJARAH EPIDEMIOLOGI

Sejarah Perkembangan Epidemiologi di Dunia

Sejak masa Yunani kuno, manusia telah mengembang berbagai teori untuk menjelaskan

konsep timbulnya suatu penyakit. Teori Kosmogenik Empat Elemen (Empedocles (490–430

SM)), Teori Generasi Spontan (Aristoteles (384-322 SM)), Teori Humoral, dan Teori Miasma

(Hippocrates (377-260 SM)), merupakan berbagai teori yang dikembangkan untuk menjelaskan

penyakit-penyakit yang menjangkiti kelompok masyarakat pada masa itu. Penjelasan akan suatu

proses perjalanan penyakit diterangkan pada era Yunani, namun salah satu unsur penting dalam

epidemiologi yaitu kuantifikasi tidak dikembangkan pada masa itu. Pada era Romawi hal

tersebut dilakukan. Hal ini didasarkan atas temuan arkeolog bahwa pada tahun 800 setelah

Hippocrates, Romawi sudah melakukan cacah jiwa. Ini merupakan prekusor tabel yang paling

primitif yang pernah dijumpai. Baru pada tahun 1662 John Graunt melakukan analisa data

mortalitas dan ia melakukan kuantifikasi yang pertama dari pola kelahiran, kematian dan

kejadian penyakit. ( Bhisma Murti, 2010)

Ahli dalam dunia kesehatan masyarakat yaitu John Snow (1813 – 1858) sukses mengatasi

kolera yang melanda di London. Yang perlu dicatat disini bahwa John Snow dalam

menganalisis masalah penyakit kolera menggunakan pendekatan epidemiolgi dengan

menganalisis faktor tempat, orang dan waktu. Dia dianggap the Father of Field Epidemiologi

Tak jarang suatu keberhasilan di suatu bidang tidak lepas dari adanya suatu kegagalan

besar atau tragedi. Dalam perkembangannya epidemiologi dipengaruhi oleh perubahan pola

pandang serta pola pikir manusia akan suatu penyakit atau permasalahan kesehatan. Dan

perubahan tersebut dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa besar dalam sejarah kesehatan manusia.

Peristiwa besar seperti The Black Death (wabah sampar), pandemi cacar, revolusi

Page 7: PENDEKATAN EPIDEMIOLOGI

industri (dengan penyakit okupasi), pandemi Influenza Spanyol (The Great Influenza)

merupakan beberapa contoh peristiwa epidemiologis yang mempengaruhi filosofi manusia dalam

memandang penyakit dan cara mengatasi masalah kesehatan populasi. Sejarah epidemiologi

perlu dipelajari agar orang mengetahui konteks sejarah, konteks sosial, kultural, politik, dan

ekonomi yang melatari perkembangan epidemiologi, sehingga konsep, teori, dan metodologi

epidemiologi dapat diterapkan dengan tepat (Perdiguoero et al., 2001). Konsep penyakit sebagai

"hukuman Tuhan" perlahan ditinggalkan. faktor lingkungan tempat tinggal, serta lingkungan

sosial perlahan diperhitungkan sebagai faktor-faktor penentu dari timbulnya suatu penyakit.

Sejarah Perkembangan Epidemiologi di Indonesia

Membicarakan sejarah epidemiologi di Indonesia berarti kita juga membicarakan sejarah

sebelum negara Indonesia terbentuk.

Pada awalnya penanganan kondisi atau penyakit, menggunakan metode pengobatan

herbal dicampur dengan akar kepercayaan mistis setempat. Penyakit dikonsepkan sebagai

ketidakseimbangan antara energi alam dengan energi yang terdapat di dalam tubuh seseorang.

Ketidakseimbangan terjadi bila ada energi lain yang masuk ke dalam tubuh orang tersebut. Bisa

berupa roh halus atau energi alam.

Pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Ilmu kedokteran “barat” dibawa serta

diimplementasikan ke dalam penangan penyakit warga pendatang serta penduduk asli di suatu

wilayah. Pada tahun 1622 di Batavia sudah didirikan rumah sakit. Tahun 1680 dokter Belanda

Ten Rhyne seorang pemerhati kusta mendirikan tempat perawatan penyakit kusta di pulau

Pumerend (di Teluk Jakarta). Pada tahun 1908 dilakukan upaya pemberantasan penyakit TB paru

pada jaman pemerintahan Belanda oleh perkumpulan swasta bernama "Centrale Vereninging

Voor Tuberculose Bestrijding (CVT)”. Upaya yang dilakukan terbatas pada pengasingan

penderita dalam sanatorium dengan istirahat dan terapi diet. (Soeroso HR, 1977) Di Bandung

pada tahun 1888 didirikan Pusat Laboratorium Kedokteran yang pada tahun 1938, pusat

laboratorium ini berubah menjadi Lembaga Eykman dan selanjutnya disusul didirikan

laboratorium lain di Medan, Semarang, Makassar, Surabaya dan Yogyakarta. Laboratorium ini

mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka menunjang pemberantasan penyakit

seperti malaria, lepra, cacar dan sebagainya bahkan untuk bidang kesehatan masyarakat yang lain

Page 8: PENDEKATAN EPIDEMIOLOGI

seperti gizi dan sanitasi Pada dekade 60-an karena huru-hara politik, lembaga ini ditutup dan

baru dibentuk kembali pada tahun 1960.

Di tahun 1950-an, dibentuk Lembaga Makanan Rakyat dan Lembaga Pusat Penyelidikan

Pemberantasan Penyakit Kelamin (LP4K). Dan empat belas tahun kemudian, lembaga ini

berganti nama menjadi Lembaga Kesehatan Nasional . Tugas utama lembaga ini adalah

melakukan semua penelitian yang diperlukan Depkes.

Di dekade 60-an, dibentuk Lembaga Farmasi Nasional dan Lembaga Kanker Nasional,

sebuah unit dibawah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang kemudian diserahkan ke

Depkes. Kini, lembaga kanker menjadi bagian dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

Kabupaten Boyolali menjadi fokus perhatian pada tahun 1968 saat terjadinya wabah pes

atau Black Death. Data resmi Kabupaten Boyolali menyatakan, wabah pes memakan korban 101

orang dan 42 orang diantaranya meninggal. Tingkat fatalitasnya, atau kerap disebut case fatality

rate (CFR), mencapai 42 persen. Dua tahun kemudian, terjadi lagi “letusan” pes di lokasi yang

sama dengan penderita 11 orang dan 3 diantaranya meninggal (CFR 27 %).

Pada tahun 1968, The United States Naval Medical Research Unit No.2, atau akrab disebut

NAMRU-2 diminta Pemerintah Republik Indonesia untuk membantu mengatasi wabah pes di

Boyolali. Upaya pemberantasan wabah ini berhasil pada tahun 1970, yaitu pada tanggal 22 Maret

Menteri Kesehatan (Menkes) Gerrit Augustinus Siwabessy dikutip oleh menyatakan bahwa

mulai tanggal 19 Maret 1970 Kabupaten Boyolali dinyatakan bebas dari wabah pes.

Setelah keberhasilan menaklukan pes di Boyolali, ide tentang pentingnya lembaga

penelitian yang kuat untuk menunjang pembangunan kesehatan nasional semakin santer

dibicarakan. Atas ide Julie Sulianti Saroso lahir Lembaga Riset Kesehatan Nasional (LRKN)

hasil dari Dewan Riset Kedokteran, diiringi dengan terbentuknya Laboratorium Kesehatan Pusat,

cikal bakal dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Farmasi, dan Pusat Penelitian

Ekologi Kesehatan untuk menunjang kebutuhan penelitian kesehatan yang makin meningkat.

Kemudian pada tahun 1975 LRKN berubah menjadi Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan (Badan Litbangkes). Kemudian upaya penanganan penyakit – penyakit di Indonesia,

dilaksanakan melalui berbagai undang-undang serta aturan kesehatan yang dikeluarkan oleh

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pelaksanaan dari undang-undang serta aturan

tersebut dilaksanakan oleh tenaga kesehatan terlatih yang bekerja secara pribadi maupun pada

instansi pemerintah maupun swasta.

Page 9: PENDEKATAN EPIDEMIOLOGI

KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN

Adapun peraturan perundangan terkait dengan penyakit-penyakit di Indonesia adalah

sebagai berikut :

Penyakit Menular /Communicable Disease :

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1984 Tentang Wabah Penyakit

Menular.

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1962 Tentang Karantina Laut.

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1962 Tentang Karantina Udara.

4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 374/MENKES/PER/III/2010

Tentang Pengendalian Vektor.

5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1501/MENKES/PER/X/2010

Tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya

Penanggulangannya.

6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2013 Tentang

Pedoman Manajemen Terpadu Pengendalian Tuberkulosis Resistan Obat.

7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2013 Tentang

Penanggulangan HIV Dan AIDS.

8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1371/MENKES/SK/IX/2005

Tentang Penetapan Flu Burung (Avian Influenza) Sebagai Penyakit yang Dapat

Menimbulkan Wabah Serta Pedoman Penanggulangannya.

9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1372/MENKES/SK/IX/2005

Tentang Penetapan Kondisi Kejadian Luar Biasa (KLB) Flu Burung (Avian Influenza).

10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1389/MENKES/SK/IX/2005

Page 10: PENDEKATAN EPIDEMIOLOGI

Tentang Komite Ahli Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.

11. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1582/MENKES/SK/XI/2005

Tentang Pedoman Pengendalian Filariasis (Penyakit Kaki Gajah).

12. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1611/MENKES/SK/XI/2005

Tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi.

13. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1626/MENKES/SK/XII/2005

Tentang Pedoman Pemantauan dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi

(KIPI).

14. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 364/MENKES/SK/V/2006

Tentang Pedoman Pengendalian Demam Tifoid

15. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 424/MENKES/SK/VI/2006

Tentang Pedoman Pengendalian Cacingan

16. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 041/MENKES/SK/I/2007

Tentang Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria.

17. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 042/MENKES/SK/I/2007

Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sitim Kewaspadaan Dini (SKD) dan Penanggulangan

Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit Malaria

18. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 043/MENKES/SK/I/2007

Tentang Pedoman Pelatihan Malaria

Penyakit Tidak Menular / Non Communicable Disease

1. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1022/MENKES/SK/XI/2008

Tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik Menteri Kesehatan

Republik Indonesia.

2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1023 / MENKES / SK / XI /

2008 Tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Asma.

3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1142/MENKES/SK/XII/2008

Tentang Pedoman Pengendalian Osteoporosis.

4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 406 / MENKES / SK / II /

2009 Tentang Kesehatan Jiwa Komunitas.

5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 579 / MENKES / SK / VII /

Page 11: PENDEKATAN EPIDEMIOLOGI

2009 Tentang Penunjukan Rumah Sakit Jantung Dan Pembuluh Darah Harapan Kita

Jakarta Sebagai Pusat Peneliti, Pengembangan Dan Pelayanan Medis Sel Punca

Kardiovaskuler.

6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 264 / MENKES / SK / II/2010

Tentang Intelegensia Degeneratif.

7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 422 / MENKES / SK / III/2010

Tentang NAPZA.

8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1627 / MENKES / SK /

XI/2010 Tentang Kegawatdaruratan Psikiatrik.

9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 231 / MENKES / SK /

VII/2012 Tentang Komite Sel Punca.

10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 264 / MENKES / SK / II /

2010 Tentang Pedoman Penanggulangan Masalah Kesehatan Intelegensia Akibat

Gangguan Degeneratif.

11. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 246/MENKES/SK/VII/2012

Tentang Izin Operasional Tetap Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta.

12. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 258/MENKES/SK/VIII/2012

Tentang Izin Operasional Tetap Rumah Sakit Jantung Dan Pembuluh Darah Harapan Kita

Jakarta. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia)

SURVEILANS EPDEMIOLOGI

Surveilans Epidemiologi adalah merupakan salah satu program bidang kesehatan yang sangat

strategis karena surveilans epidemiologi sebagai salah satu alat manajemen program kesehatan

dapat dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan dengan berdasarkan bukti (evidance Based

Desicion), sehingga program dapat lebih terarah serta tepat sasaran sesuai dengan kebutuhan.

Surveilans Terpadu Penyakit (STP)

adalah pelaksanaan surveilans epidemiologi penyakit menular dan surveilans epidemiologi

penyakit tidak menular dengan metode pelaksanaan surveilans epidemiologi rutin terpadu

beberapa penyakit yang bersumber data Puskesmas, Rumah

Sakit, Laboratorium dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Page 12: PENDEKATAN EPIDEMIOLOGI

Ruang Lingkup

Secara operasional penyelenggaraan Surveilans Terpadu Penyakit meliputi :

1. Surveilans Terpadu Penyakit bersumber data Puskesmas

2. Surveilans Terpadu Penyakit bersumber data Rumah Sakit

3. Surveilans Terpadu Penyakit bersumber data Laboratorium

4. Surveilans Terpadu Penyakit bersumber data KLB penyakit dan keracunan di

Kabupaten/Kota

5. Surveilans Terpadu Penyakit bersumber data Puskesmas Sentinel

6. Surveilans Terpadu Penyakit bersumber data Rumah Sakit Sentinel

Manfaat Surveilans Epidemiologi

Pada awalnya surveilans epidemiologi banyak dimanfaatkan pada upaya pemberantasan penyakit

menular, sekarang surveilans mutlak diperlukan pada setiap upaya kesehatan masyarakat, baik

upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, maupun terhadap upaya kesehatan

lainnya.

Pada umumnya manfaat surveilans epidemiologi adalah :

1. Merumuskan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pemantauan dan evaluasi program

pemberantasan penyakit serta program peningkatan derajat kesehatan masyarakat, baik

pada upaya pemberantasan penyakit menular, penyakit tidak menular, kesehatan

lingkungan, perilaku kesehatan dan program kesehatan lainnya.

2. Melaksanakan sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa penyakit dan bencana.

3. Merencanakan studi epidemiologi, penelitian dan pengembangan program kesehatan.

Pelaksanaan Surveilans Terpadu Penyakit Bersumber Puskesmas, Rumah Sakit dan

Laboratorium

a. Data Surveilans Terpadu Penyakit diperoleh dari data harian pelayanan kesehatan yang

disusun dalam sistem perekaman data yang ditetapkan oleh masing-masing unit pelayanan.

Page 13: PENDEKATAN EPIDEMIOLOGI

b. Puskesmas, Rumah Sakit dan Laboratorium mengirimkan data Surveilans Terpadu

Penyakit bulanan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Puskesmas dan rumah sakit

juga mengirimkan data pemantauan wilayah setempat (PWS) penyakit potensial KLB

mingguan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

melakukan pengumpulan dan pengolahan data tersebut, dan mengirimkan data bulanan

STP ke Dinas Kesehatan Propinsi. Dinas Kesehatan Propinsi melakukan pengumpulan dan

pengolahan data surveilans tersebut, dan mengirimkan ke Ditjen PPM & PL Depkes .

c. Masing-masing Puskesmas, Rumah Sakit, Laboratorium, DinasKesehatan Kabupaten/Kota,

Dinas Kesehatan Propinsi dan Ditjen PPM&PL Depkes melakukan analisis dan penyajian

data dalam bentuk tabel, grafik dan peta yang bermakna secara epidemiologi, menarik

kesimpulan dan menyusun rekomendasi serta mendistribusikannya kepada unit-unit yang

membutuhkannya.

Pelaksanaan Surveilans Terpadu Penyakit Bersumber Puskesmas Sentinel

a. Data Surveilans Terpadu Penyakit diperoleh dari data harian pelayanan kesehatan yang

disusun dalam sistem perekaman data yang ditetapkan oleh masing-masing Puskesmas

Sentinel

b. Puskesmas Sentinel mengirimkan data Surveilans Terpadu Penyakit bulanan serta data PWS

penyakit potensial KLB mingguan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Puskesmas

Sentinel juga mengirimkan data Surveilans Terpadu Penyakit bulanan tersebut ke Dinas

Kesehatan Propinsi dan Ditjen PPM&PL Depkes.

b. Masing-masing Puskesmas Sentinel, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan

Propinsi dan Ditjen PPM&PL Depkes melakukan analisis dan penyajian data dalam bentuk

tabel, grafik dan peta yang bermakna secara epidemiologi, menarik kesimpulan dan

menyusun rekomendasi serta mendistribusikannya kepada unit-unit yang membutuhkannya.

Pelaksanaan Surveilans Terpadu Penyakit Bersumber Rumah Sakit Sentinel

a. Data Surveilans Terpadu Penyakit diperoleh dari data harian pelayanan kesehatan yang

disusun dalam sistem perekaman data yang ditetapkan oleh masing-masing Rumah Sakit

Sentinel

Page 14: PENDEKATAN EPIDEMIOLOGI

b. Rumah Sakit Sentinel mengirimkan data Surveilans Terpadu Penyakit bulanan, Puskesmas

dan Rumah Sakit serta data PWS penyakit potensial KLB mingguan kepada Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota. Rumah Sakit Sentinel juga mengirimkan data Surveilans

Terpadu Penyakit bulanan tersebut ke Dinas Kesehatan Propinsi dan Ditjen.PPM & PL

Depkes.

c. Masing-masing Rumah Sakit Sentinel, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan

Propinsi dan Ditjen PPM&PL Depkes melakukan analisis dan penyajian data dalam bentuk

tabel, grafik dan peta yang bermakna secara epidemiologi, menarik kesimpulan dan

menyusun rekomendasi serta mendistribusikannya kepada unit-unit yang membutuhkannya.

Jejaring Surveilans

Jejaring surveilans yang digunakan dalam Surveilans Terpadu Penyakit adalah :

a. Jejaring surveilans dalam pengiriman data dan informasi serta peningkatan kemampuan

manajemen surveilans epidemiologi antara Puskesmas, Rumah Sakit, laboratorium, unit

surveilans di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, unit surveilans di Dinas Kesehatan Propinsi

dan Unit surveilans di Ditjen PPM&PL Depkes., termasuk

b. Puskesmas dan Rumah Sakit Sentinel. Alur distribusi data dan umpan balik dapat dilihat

dalam skema gambar 1 Alur Distribusi Data Surveilans Terpadu Penyakit

c. Jejaring surveilans dalam distribusi informasi kepada program terkait, pusat-pusat

penelitian, pusat-pusat kajian, unit surveilans program pada masing-masing Puskesmas,

Rumah Sakit, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Propinsi dan Ditjen

PPM&PL Depkes, termasuk Puskesmas Sentinel dan Rumah Sakit Sentinel.

d. Jejaring surveilans dalam pertukaran data, kajian, upaya peningkatan kemampuan sumber

daya antara unit surveilans Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, unit surveilans Dinas

Kesehatan Propinsi dan Unit surveilans DitjenPPM&PL Depkes.

Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi Berbasis Masyarakat

Di Indonesia pelaksanaan surveilans epidemiologi berbasis masyarakat diterapkan pada

lingkungan terkecil yaitu desa. Dengan menggunakan peran serta masyarakat serta aparatur desa

kegiatan surveilans dilaksanakan untuk mengawasi masalah-masalah kesehatan yang timbul di

masyarakat tersebut.

Page 15: PENDEKATAN EPIDEMIOLOGI

Pelaksanaan Surveilans di Tingkat Desa dilaksanakan oleh kelompok kerja surveilans tingkat

desa, melalui kegiatan pengamatan dan pemantauan situasi penyakit/kesehatan masyarakat desa

dan kemungkinan ancaman terjadinya KLB secara terus menerus. Pemantauan tidak hanya

sebatas penyakit tetapi juga dilakukan terhadap faktor risiko munculnya suatu penyakit.

Pengamatan dan pemantauan suatu penyakit di suatu desa mungkin berbeda jenisnya dengan

pemantauan dan pengamatan di desa lain. Hal ini sangat tergantung dari kondisi penyakit yang

sering terjadi dan menjadi ancaman di masing-masing desa.

Hasil pengamatan dan pemantauan dilaporkan secara berkala sesuai kesepakatan (per

minggu/ per bulan/ bahkan setiap saat) ke petugas kesehatan di Poskesdes. Informasi yang

disampaikan berupa informasi :

1. Nama Penderita

2. Penyakit yang dialami/ gejala

3. Alamat tinggal

4. Umur

5. Jenis Kelamin

6. Kondisi lingkungan tempat tinggal penderita, dll.

Pelaksanaan Surveilans juga dilaksanakan oleh Petugas Surveilans Poskesdes. Kegiatan

surveilans yang dilakukan oleh petugas kesehatan di Poskesdes adalah :

1. Melakukan pengumpulan data penyakit dari hasil kunjungan pasien dan dari laporan

warga masyarakat.

2. Membuat Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) dengan menggunakan data laporan tersebut

diatas dalam bentuk data mingguan. Melalui PWS akan terlihat kecenderungan peningkatan

suatu penyakit. PWS dibuat untuk jenis penyakit Potensial KLB seperti DBD, Campak, Diare,

Malaria, dll serta jenis penyakit lain yang sering terjadi di masyarakat desa setempat.

3. Menyampaikan laporan data penyakit secara berkala ke Puskesmas (mingguan/bulanan).

4. Membuat peta penyebaran penyakit. Melalui peta ini akan diketahui lokasi penyebaran suatu

penyakit yang dapat menjadi focus area intervensi.

5. Memberikan informasi/rekomendasi secara berkala kepada kepala desa tentang situasi

penyakit desa/kesehatan warga desa atau pada saat pertemuan musyawarah masyarakat desa

untuk mendapatkan solusi permasalah terhadap upaya-upaya pencegahan penyakit.

6. Memberikan respon cepat terhadap adanya KLB atau ancaman akan terjadinya KLB. Respon

Page 16: PENDEKATAN EPIDEMIOLOGI

cepat berupa penyelidikan epidemiologi/investigasi bersama-sama dengan Tim Gerak Cepat

Puskesmas.

7. Bersama masyarakat secara berkala dan terjadwal melakukan upaya-upaya pencegahan dan

penanggulangan penyakit.

Sumber Data Surveilans Epidemiologi :

a. Sumber Data Puskesmas

Jenis penyakit yang termasuk didalam Surveilans Terpadu Penyakit Berbasis Puskesmas meliputi

kolera, diare, diare berdarah, tifus perut klinis, TBC paru BTA (+), tersangka TBC paru, kusta

PB, kusta MB, campak, difteri, batuk rejan, tetanus, hepatitis klinis, malaria klinis, malaria

vivax, malaria falsifarum, malaria mix, demam berdarah

dengue, demam dengue, pneumonia, sifilis, gonorrhoe, frambusia, filariasis, dan influenza.

b. Sumber Data Rumah Sakit

Jenis penyakit yang termasuk didalam Surveilans Terpadu Penyakit Berbasis Rumah Sakit

meliputi: kolera, diare, diare berdarah, tifus perut klinis, tifus perut Widal/kultur positif, TBC

paru BTA (+), tersangka TBC paru, kusta PB, kusta MB, campak, difteri, batuk rejan, tetanus,

hepatitis HBsAg (+), hepatitis klinis, malaria klinis, malaria vivax, malaria falsifarum, malaria

mix, demam berdarah dengue, demam dengue, pneumonia, sifilis, gonorrhoe, frambusia,

filariasis, ensefalitis, meningitis dan influenza.

c. Sumber Data Laboratorium

Jenis hasil pemeriksaan laboratorium yang termasuk dalam Surveilans Terpadu Penyakit

Berbasis Laboratorium adalah kolera, tifus perut widal/kultur (+), hepatitis HBS Ag (+), malaria

vivax, malaria falsifarum, malaria mix, enterovirus, resistensi antibiotik.

d. Sumber Data KLB Penyakit dan Keracunan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Jenis penyakit yang termasuk didalam Surveilans Terpadu Penyakit Bersumber KLB adalah

sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan

Page 17: PENDEKATAN EPIDEMIOLOGI

e. Sumber Data Puskesmas Sentinel

Puskesmas Sentinel adalah satu buah Puskesmas yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota sebagai Puskesmas Sentinel dengan memperhatikan sumber daya puskesmas

dan kemampuan pembinaan.

Jenis penyakit yang termasuk didalam Surveilans Terpadu Penyakit Berbasis Puskesmas Sentinel

sama dengan jenis penyakit yang termasuk didalam Surveilans Terpadu Penyakit Berbasis

Puskesmasdengan menambahkan jenis penyakit tidak menular prioritas hipertensi dan diabetes

mellitus

f. Sumber Data Rumah Sakit Sentinel

Rumah Sakit Sentinel adalah Rumah Sakit Pemerintah tipe A, tipe B dan sebuah Rumah Sakit

tipe lain di Kabupaten/Kota yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai

Rumah Sakit Sentinel. Jenis penyakit yang termasuk didalam Surveilans Terpadu Penyakit

Berbasis Rumah Sakit Sentinel sama dengan jenis penyakit yang termasuk didalam Surveilans

Terpadu Penyakit Berbasis Rumah Sakitdengan menambahkan jenis penyakit tidak menular

prioritas angina pektoris, infark miokard akut, infark miokard subsekuen, hipertensi esensial

(primer), jantung hipertensi, ginjal hipertensi, jantung dan ginjal hipertensi, hipertensi sekunder,

diabetes mellitus bergantung insulin, diabetes mellitus berhubungan malnutrisi, diabetes mellitus

yang tidak diketahui lainnya, diabetes mellitus yang tidak terduga, neoplasma ganas serviks

uteri, neoplasma ganas payudara, neoplasma ganas hati dan saluran empedu intrahepatik,

neoplasma ganas bronkhus dan paru, paru obstruksi menahun, kecelakaan lalu lintas dan

psikosis.

Variabel Data Surveilans Epidemiologi

a. Variabel Umur dan Jenis Kelamin

Berdasarkan umur, setiap kasus digolongkan pada golongan umur 0 – 7 hari, 8 – 28 hari, > 1

tahun, 1-4 tahun, 5- 9 tahun, 10 - 14 tahun, 15- 19 tahun, 20 - 44 tahun, 45 – 54 tahun, 55 – 59

tahun, 60 – 69 tahun, 70 tahun lebih dan total menurut jenis kelamin.

b. Variabel Rawat Jalan, Rawat Inap dan Kematian

Page 18: PENDEKATAN EPIDEMIOLOGI

Selain berdasarkan pengelompokan golongan umur dan jenis kelamin, surveilans di Rumah Sakit

dikelompokkan lagi menurut rawat jalan dan rawat inap. Variabel rawat inap ditambahkan

dengan total kematian.

c. Variabel Waktu Kunjungan Kasus

Setiap kasus dikelompokkan menurut periode waktu mingguan dan bulanan.

d. Variabel Total Kunjungan

Setiap laporan disertakan data total kunjungan berobat setiap jenis penyakit dan total kunjungan

berobat atau total kunjungan pelayanan.

e. Variabel Kelengkapan dan Ketepatan Laporan

Setiap laporan disertai data kelengkapan dan ketepatan waktu laporan sumber data surveilans.

Kelengkapan dan ketepatan laporan surveilans Kabupaten/Kota terdiri dari kelengkapan dan

ketepatan laporan unit pelayanan Puskesmas, Rumah Sakit dan Laboratorium.

Kelengkapan dan ketepatan laporan surveilans Propinsi dan Nasional terdiri dari kelengkapan

dan ketepatan laporan unit pelayanan Puskesmas, Rumah Sakit dan Laboratorium serta Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota.

PERMASALAHAN DAN TANTANGAN

Dalam rangka menyelenggarakan upaya pemberantasan dan penaggulangan penyakit menular

dan penyakit tidak menular diperlukan dukungan data data dan informasi melalui suatu sistem

surveilans epidemiologi penyakit secara rutin dan terpadu.

Surveilans nasional saat ini fungsinya belum memuaskan program serta sektor terkait yang dapat

melakukan tindakan pencegahan dan pemberantasan bahkan surveilans sangat jauh dari upaya

kesehatan.

Beban surveilans menjadi sangat berat karena surveilans kurang mendapatkan perhatian yang

sungguh sungguh sehingga alokasi sumber daya kurang memadai, bahkan masih ada pemahanan

terhadap surveilans hanya sebagai kegiatan pencatatan dan pelaporan dan pengumpulan data

belaka.

Beberapa permasalahan surveilans saat ini antara lain :

Page 19: PENDEKATAN EPIDEMIOLOGI

a. Surveilans di Indonesia belum berjalan dengan baik, walaupun menjadi strategi Nasional

b. Di beberapa daerah kegiatan surveilans tidak berjalan efektif

c. Surveilans lebih banyak dilakukan oleh pemerintah pusat melalui program yang cenderung

vertikal

d. Data surveilans yang diminta pemerintah pusat dikirim langsung tanpa analisis di daerah

e. Belum ada penggunaan data surveilans secara efektif di daerah sehingga tidak ada respon

berupa pengambilan keputusan yang adekuat

f. Akibatnya respon di daerah untuk pencegahan penyakit yang bersifat determinan sosial

jarang dilakukan

PENANGGULANGAN DAN PEMECAHAN MASALAH

Kemajuan teknologi informasi terutama penggunaan komputerisasi sangat menunjang

pelaksanaan surveilans epidemiologi, sehingga kecepatan dan ketepatan informasi yang

dihasilkan dapat segera diakses oleh pihak yang dapat melakukan tindakan pencegahan dan

pemberantasan dengan tepat, cepat dan manfaat surveilans dapat segera dirasakan.

Strategi dalam menghadapi permasalahan pelaksanaan surveilans epidemiologi meliputi :

1. Peningkatan advokasi untuk memperkuat komitmen penentu kebijakan di Kabupaten/Kota,

Propinsi dan Nasional.

2. Pengembangan kelompok kerja surveilans epidemiologi

3. Pengembangan sumber daya manusia surveilans epidemiologi

4. Peningkatan mutu data dan informasi epidemiologi

5. Peningkatan jejaring surveilans epidemiologi

6. Peningkatan pemanfaatan teknologi komunikasi informasi elektromedia yang terintegrasi

dan interaktif

7. Peningkatan kemampuan surveilans epidemiologi bagi setiap tenaga profesional kesehatan

8. Penyediaan anggaran, sarana dan prasarana

Dengan demikian melalui suatu sistem surveilans epidemiologi penyakit secara rutin dan terpadu

maka upaya pemberantasan dan penanggulangan penyakit menular dan penyakit tidak menular

dapat terselenggara dengan baik