pendahuluan - web view[2] pada tahun 1976 yang banyak diadopsi untuk keperluan ... algoritma...

10
Compressive Sensing untuk Direction of Arrival Estimation Koredianto Usman Andriyan Bayu Suksmono Sekolah Tinggi Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung Bandung Indonesia [email protected] [email protected] ABSTRAK Algoritma penentuan arah sinyal ini secara umum terdiri dari dua skema besar yaitu skema yang berbasis maximum likelihood (Delay and Sum dan Capon) dan skema berbasis subspace (MUSIC dan ESPRIT). Pada perkembangannya, algoritma yang berbasis subspace memperoleh perhatian yang besar di kalangan peneliti karena kemampuan mendeteksi beberapa sumber sekaligus dengan resolusi pemisahan yang tinggi. Meski memiliki keunggulan ini, algoritma estimasi arah kedatangan berbasis subspace memiliki permasalahan komputasi berat yang antara lain disebabkan karena proses perhitungan matriks kovariansi dan analysis nilai eigen dan vektor eigen. Evolusi dan modifikasi pada algoritma berbasis subspace umumnya berupa modifikasi pada penyederhanaan komputasi pada sisi penyederhaan dan transformasi nilai eigen dari kompleks ke real. Modifikasi ini kemudian dituangkan dalam algoritma baru seperti Root-MUSIC, Unitary MUSIC, Beamspace- MUSIC, Unitary ESPRIT, dan Beamspace ESPRIT. Di sisi lain, perkembangan pada bidang Compressive Sensing membuka kemungkinan penyederhanaan pada arah yang berbeda dengan sebelumnya yaitu dengan cara pengurangan sampel. Beberapa algoritma Compressive Sensing telah ditelaah oleh para peneliti antara lain skema Basis Pursuit, Greedy dan FOCUSS. Paper ini memfokuskan penelitian pada penggunaan algoritma FOCUSS pada estimasi arah kedatangan. Alasan pemilihan ini adalah karena faktor kesederhanaan algoritma, serta potensinya dalam penyederhanaan kompleksitas pada algoritma estimasi arah kedatangan. Kata Kunci : Direction of Arrival Estimation, Beamforming, Signal Resolution, Delay and Sum, Minimum Variance Distortionless Response, Signal Subspace, Noise Subspace, Uniform Linear Array (ULA) 1. PENDAHULUAN Penentuan arah kedatangan sinyal adalah salah satu aplikasi yang penting pada bidang radar dan sonar. Perkembangan terakhir yang terkait dengan teknik ini adalah pada bidang behind the wall radar dan ground penetrating radar yang mulai banyak dipakai pada skala kecil dan rumah. Teknik estimasi arah kedatangan termasuk salah satu aplikasi dari array processing yang memiliki sejarah yan cukup panjang. Sebagai contoh, Capon mengusulkan skema estimasi arah kedatangan sinyal pada publikasinya tahun 1969 [1]. Usulan dari Capon ini selanjutnya menjadi popular sebagai algoritma Capon atau Minimum Variance Distortionless Respons (MVDR). Di sisi lain Applebaum mengusulkan skema Delay and Sum [2] pada tahun 1976 yang banyak diadopsi untuk 1

Upload: doandang

Post on 06-Feb-2018

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Compressive Sensing untuk Direction of Arrival Estimation

Koredianto Usman Andriyan Bayu Suksmono

Sekolah Tinggi Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung

Bandung Indonesia

[email protected] [email protected]

ABSTRAK

Algoritma penentuan arah sinyal ini secara umum terdiri dari dua skema besar yaitu skema yang berbasis maximum likelihood (Delay and Sum dan Capon) dan skema berbasis subspace (MUSIC dan ESPRIT). Pada perkembangannya, algoritma yang berbasis subspace memperoleh perhatian yang besar di kalangan peneliti karena kemampuan mendeteksi beberapa sumber sekaligus dengan resolusi pemisahan yang tinggi. Meski memiliki keunggulan ini, algoritma estimasi arah kedatangan berbasis subspace memiliki permasalahan komputasi berat yang antara lain disebabkan karena proses perhitungan matriks kovariansi dan analysis nilai eigen dan vektor eigen. Evolusi dan modifikasi pada algoritma berbasis subspace umumnya berupa modifikasi pada penyederhanaan komputasi pada sisi penyederhaan dan transformasi nilai eigen dari kompleks ke real. Modifikasi ini kemudian dituangkan dalam algoritma baru seperti Root-MUSIC, Unitary MUSIC, Beamspace-MUSIC, Unitary ESPRIT, dan Beamspace ESPRIT. Di sisi lain, perkembangan pada bidang Compressive Sensing membuka kemungkinan penyederhanaan pada arah yang berbeda dengan sebelumnya yaitu dengan cara pengurangan sampel. Beberapa algoritma Compressive Sensing telah ditelaah oleh para peneliti antara lain skema Basis Pursuit, Greedy dan FOCUSS. Paper ini memfokuskan penelitian pada penggunaan algoritma FOCUSS pada estimasi arah kedatangan. Alasan pemilihan ini adalah karena faktor kesederhanaan algoritma, serta potensinya dalam penyederhanaan kompleksitas pada algoritma estimasi arah kedatangan.

Kata Kunci : Direction of Arrival Estimation, Beamforming, Signal Resolution, Delay and Sum, Minimum Variance Distortionless Response, Signal Subspace, Noise Subspace, Uniform Linear Array (ULA)

1. PENDAHULUANPenentuan arah kedatangan sinyal adalah salah satu

aplikasi yang penting pada bidang radar dan sonar. Perkembangan terakhir yang terkait dengan teknik ini adalah pada bidang behind the wall radar dan ground penetrating radar yang mulai banyak dipakai pada skala kecil dan rumah.

Teknik estimasi arah kedatangan termasuk salah satu aplikasi dari array processing yang memiliki sejarah yan

cukup panjang. Sebagai contoh, Capon mengusulkan skema estimasi arah kedatangan sinyal pada publikasinya tahun 1969 [1]. Usulan dari Capon ini selanjutnya menjadi popular sebagai algoritma Capon

atau Minimum Variance Distortionless Respons (MVDR). Di sisi lain Applebaum mengusulkan skema Delay and Sum [2] pada tahun 1976 yang banyak diadopsi untuk keperluan implementasi di lapangan karena kepraktisannya. Perkembangan algoritma memasuk era baru dengan usulkannya penggunaan eigen-analysis antara lain pada algoritm MUSIC pada tahun 1979 [3]. Skema berbasis eigen analysis ini menarik perhatian banyak peneliti karena kemampuannya mendeteksi beberapa sinyal datang sekaligus dengan resolusi yang tinggi. Meski memiliki resolusi yang tinggi, algoritma MUSIC memiliki kekurangan utama pada beratnya proses komputasi. Permasalahan komputasi terletak pada eigen-analysis dari matriks kovariansi kompleks serta exhaustive search pada semua sudut kedatangan. Permasalahan ini membuat para peneliti lain berupaya untuk memodifikasi algoritma MUSIC ini untuk menghindari proses perhitungan eigen-analysis, atau alternatif lainnya adalah melakukan transformasi matriks kovariansi kompleks menjadi matriks kovariansi real, sehingga eigen analysis dapat dilakukan pada bilangan real yang lebih cepat untuk dihitung. Skema modifikasi dengan transformasi ini menghasilkan algoritma varian dari MUSIC yang disebut dengan Unitary-MUSIC [4]. Transformasi yang mengubah nilai kovariansi matrix dari kompleks menjadi real ini dipelopori oleh Anna Lee dalam tulisannya tentang centro-hermitian matrix [5]. Penggunaannya untuk keperluan penyederhaan matriks covariansi kompleks telah dilakukan oleh Huarng, peneliti beamforming dari Taiwan [6]. Modifikasi lain yang dilakukan adalah melakukan proyeksi matriks kovariansi pada dimensi yang lebih kecil. Skema ini kemudian menghasilkan algoritma varian lainnya yaitu Root-MUSIC [7].

1

Roy et. al [7] melakukan pendekatan berbeda dalam upaya mengurangi kompleksitas komputasi, bukan pada upaya untuk menyederhanakan perhitungan eigen-analysis, tapi pada sudut pandang bahwa susunan linier dapat dibagi dalam dua sub-array identik dengan yang satu adalah pergeseran linier dari yang lain. Dengan cara pandang ini, Roy et.al menghindari proses perhitungan exhaustive search yang terdapat pada algoritma MUSIC. Algoritma ini terkenal dengan nama ESPRIT (Estimation of Signal Parameter via Rotational Invariant Techniques). Peneliti lain mengkombinasikan algoritma ESPRIT ini dengan upaya pengurangan perhitungan eigen-analysis seperti halnya algoritma MUSIC, sehingga muncul varian baru dari ESPRIT yaitu Unitary ESPRIT [8] dan Beam ESPRIT [9]. Perkembangan baru di bidang compressive sensing memungkinkan skema mengurangi sampel sinyal dari N menjadi k (k<<N) dengan asumsi sinyal yang disampling bersifat sparse. Dipelopori oleh Donoho, Candes, dan Baraniuk [10,11,12], teknik compressive sensing membuka kemungkinan baru pada penyederhanaan perhitungan direction of arrival estimation yaitu pengurangan jumlah sampel sinyal.Upaya awal telah dilakukan oleh beberapa peneliti untuk menggabungkan teknik compressive sensing seperti pada penelitian [13, 14, 15, 16, dan 17]. Paper ini berupaya untuk memberikan gambaran umum tentang permasalahaan estimasi arah kedatangan serta potensi compressive sensing pada bidang ini serta permasalahan yang masih harus diselesaikan.

Sistematika penulisan paper ini adalah sebagai berikut: Bagian 2 me-review tentang algoritma-algoritma klasik estimasi arah kedatangan sinyal. Bagian 3 me-review tentang teori compressive sensing. Bagian 4 adalah pembahasan pada skema-skema penerapan compressive sensing pada estimasi arah kedatangan yang telah dilakukan. Bagian 5 mengilustrasikan permasalahan yang masih harus diselesaikan pada teknik penggunaan compressive sensing pada estimasi arah kedatangan.

2. ESTIMASI ARAH KEDATANGAN SINYAL2.1 Deskripsi permasalahan estimasi arah kedatangan

sinyalPermasalahan pada estimasi arah kedatangan sinyal adalah: diberikan sinyal terima yang berasal dari satu atau lebih sinyal datang, bagaimana cara agar arah kedatangan sinyal dapat diketahui. Untuk memulai deskripsi penyelesaikan masalah ini, maka terlebih dahulu kita modelkan situasi estimasi arah kedatangan dalam model matematika.

2.2 Model MatematikaAlgoritma Estimasi arah kedatangan sinyal diturunkan

dari model matematik dilanjutkan dengan penyederhanaan-penyederhaannya. Untuk keperluan pemodelan ini, ditinjau skema susunan array antena yang tersusun secara linier dengan jarak konstan seperti pada Gambar 1. Susunan antena ini disebut dengan Uniform Linear Array (ULA). Dengan asumsi bahwa sinyal datang pada jarak yang yang relatif jauh

maka berkas sinyal yang datang pada susunan antena tersebut dapat dianggap sejajar.

Dengan menganggap sinyal paling atas sebagai referensi, maka perbedaan jarak tempuh gelombang dari antena yang atas dengan antena tengah dan antara antena yang tengah dengan yang bawah adalah sebesar:

Δ=d⋅sin (θ ) (1)

Perbedaan jarak ini menyebabkan keterlambatan fasa dari antena yang bawah dibandingkan dengan antena atas sebesar:

ψ= Δλ⋅2 π=

d⋅sin (θ )λ

⋅2 π=2 πλ

⋅d⋅sin (θ )

(2)

Gambar. 1. Susunan Antena ULA dengan 3 elemen antena

Dengan menotasikan sinyal sumber sebagai s(n) dan sinyal yang datang pada antena berturut-turut sebagai x1(n), x2(n) dan x3(n) , maka persamaan vektor sinyal datang x(n) dapat ditulis dalam vektor menjadi:

x (n)=[ x1(n )x2(n )x3(n )]=[ s (n)⋅1

s(n )⋅e− jΔ

s (n)⋅e− j2 Δ]=[ 1

e− j 2 π

λ⋅d⋅sin (θ )

e− j 2⋅2 π

λ⋅d⋅sin ( θ )]⋅s(n )

(3)

Persamaan di atas disingkat menjadi:

x (n)=a (θ )⋅s (n) 4)

Dengan a() disebut sebagai steering-vector. Jika jumlah antena digeneralisasi menjadi M, maka steering-vector a() dapat ditulis sebagai:

a (θ )=[1

e− j⋅2π

λ⋅d⋅sin (θ )

e− j⋅2⋅2 π

λ⋅d⋅sin ( θ )

e− j ( M−1 )⋅2π

λ⋅d⋅sin (θ )]

(5)

Pada kondisi terdapat beberapa sumber yang datang (k), maka persamaan sinyal sumber juga dapat digeneralisasi menjadi:

2

d

d

s(n )=[ s1(n) s2(n ) … sk(n ) ]T (6)

2.3 Algoritma Klasik Estimasi arah Kedatangan dan Analisis Performanya

2.3.1 Algoritma Delay-and-SumAlgoritma estimasi arah kedatangan dengan metode delay-and-sum ini termasuk algoritma klasik dan menjadi acuan bagi perkembangan skema estimasi arah kedatangan. Metode ini dimodelkan pertama kali oleh Sidney P. Applebaum [2]. Metode ini terbukti digemari para praktisi radar dan sonar hingga saat ini, termasuk implementasinya pada FPGA, sebagai contoh Peng Chen mengimplementasikannya menggunakan FPGA [22]. Van Veen [20] memformulasikan kembali skema delay-and-sum ini dalam kajiannya tentang versatile adaptive beamformer.

Struktur dari algoritma Delay and sum dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar. 3. Skema Delay-and-Sum. Pada gambar di atas terdapat tiga tap delay dengan bobot w1, w2, dan w3. Pada N-tap delay, terdapat N

buat tap dengan N buah bobot.

Untuk skema sum-and-delay, estimasi arah kedatangan dilakukan dengan scanning semua bobot yang mungkin dengan arah scanning pada rentang sudut tertentu, tipikalnya adalah dari -90 sampai 90 derajat. Spektrum amplitudo sebagai fungsi sudut scanning dapat dituliskan sebagai:

P(w )=∑n=1

L

wi⋅xi (n)

(7)

Arah kedatangan sinyal adalah pada i pada nilai w yang

menyebabkan P(w) bernilai maksimum.

arg (θ )⃗max (P(w )) P(w )=∑n=1

L

wi⋅xi (n)

(8)

Nilai x(n) adalah vektor sinyal terima yang dinyatakan pada

Persamaan 4.

Skema Delay and Sum ini memiliki keuntungan dalam hal

kesederhanaan. Karena kesederhanaan ini, skema Delay and

Sum sering menjadi pilihan implementasi untuk berbagai

aplikasi, antara lain di bidang radio [22].

2.3.2 Algoritma CaponCapon menawarkan skema estimasi arah kedatangan yang berbeda dibandingkan dengan skema Delay and Sum [1]. Algoritma Capon dapat dituliskan sebagai berikut:

s1 : hitung matriks estimasi kovariansi Rxx dari vektor sinyal datang x(n)

Rxx=E (x (n )⋅x (n )H )= 1N

⋅x (n)⋅x( n)H

(9)

s2 : Hitung matriks invers dari covariance matrix Rxx (Rxx-1)

s3 : bangkitkan steering vektor a() seperti Persamaan 5 untuk suatu sudut .

s4 : Hitung spektrum sinyal P() untuk setiap nilai dari 0 sampai 360 derajat dengan persamaan

P(θ )= 1a(θ )H⋅Rxx

−1⋅a (θ) (10)

s5 : Tentukan arah kedatangan arah kedatangan sinyal diperoleh pada saat nilai P() bernilai maksimal (atau lokal maksimal jika terdapat beberapa sumber).

Dari sisi performa, para peneliti menemukan dua kekurangan utama dari algoritma Capon yaitu:

1. komputasi yang berat2. rentan terhadap interferensi dari jammer yang

berkorelasi dengan sinyal.

Komputasi yang berat terkait dengan proses perhitungan matriks covariansi yang kompleksitisnya adalah pangkat tiga (O(n3)). Serta perhitungan proses inversi dari matriks kovariansi tersebut [Golub, 1990]. Ada pun pengaruh interferensi terhadap algoritma Capon diteliti oleh Michael Zoltowski [18]. Pada paper tersebut, Zoltowski menunjukkan sensitifitas dari algoritma MVDR Beamforming pada kasus multiple interference. Performa sistem menurun dengan drastis pada kondisi interferensi tersebut.

2.3.3 Algoritma MUSIC

Algoritma MUSIC diusulkan oleh Ralph O. Schmidt [Schmidt, 1986]. Walau pun diterbitkan di IEEE transaction

3

V(n) +w3

w2

w1

tahun 1986, skema dasarnya ini telah dipublikasikan oleh Schmidt pada beberapa lebih awal (1977-1979) di beberapa publikasi. Algoritma MUSIC adalah salah satu algoritma breakthrough di bidang beamforming. Algoritma ini termasuk yang paling banyak diteliti dan dikembangkan oleh para peneliti selama beberapa dekade. Keberhasilan algoritma ini dalam mendeteksi beberapa sumber sekaligus dengan resolusi yang sangat tinggi menjadi daya tarik utama dari algoritma ini. Algoritma MUSIC termasuk pelopor dalam penggunaan eigen-analysis sehingga sering disebut eigen-assisted based algorithm.Untuk ilustrasi, berikut ini disampaikan tahapan-tahapan pada algoritma MUSIC.

s1 : hitung matriks estimasi kovariansi Rxx dari vektor sinyal datang x(n)

s2 : Hitung dekomposisi Eigen dari Rxx

Rxx=U⋅Σ⋅U H

(11)

U menyatakan matriks eigen vektor dari Rxx dan menyatakan

matriks diagonal dengan elemen diagonal adalah eigen-value

dari matrix Rxx.

s3 : Identifikasi nilai eigen dominal pada (k buah) dan nilai eigen tak dominan (L-k buah), L adalah jumlah antena dalam array. Selanjutnya matriks eigen vektor U dipartisi menjadi dua bagian k kolom dan L-k kolom sesuai dengan pembagian nilai eigen domin dan tak dominan. Eigen-vektor bagian k kolom disebut signal sub-space Us dan kolom L-k disebut noise sub-space Un. Dengan demikian dapat vektor eigen U dapat ditulis menjadi:

U = [Us Un] [12]

s4 : bangkitkan steering vektor a() seperti Persamaan 5 untuk suatu sudut .

s5 : hitung spektrum sinyal P() untuk setiap nilai dari 0 sampai 360 derajat dengan persamaan

P(θ )= 1a(θ )H⋅U n⋅a(θ )

[13]

s5 : Tentukan arah kedatangan arah kedatangan sinyal diperoleh pada saat nilai P() bernilai maksimal (atau lokal maksimal jika terdapat beberapa sumber).

Spektrum sinyal pada algoritma MUSIC seperti pada persamaan (13) akan bernilai maksimum ketika penyebutnya bernilai nol atau mendekati nol. Kondisi ini tercapai jika steering vector a() tegak lurus dengan noise subspace Us. Kondisi ini tercapai jika steering vector adalah kombinasi linier dari signal subspace.

2.3.4 Algoritma ESPRITSkema ESPRIT diperkenalkan oleh Roy, Paulraj, dan Kailath [7]. Skema ini mengambil pendekatan berbeda jika dibandingkan dengan algoritma Delay and Sum, Capon, dan MUSIC. Jika algoritma Delay and Sum, Capon, dan MUSIC melakukan proses scanning sudut (exhaustive search) untuk menghitung spektrum sinyal (Persamaan 8, 10 dan 13), algoritma ESPRIT tidak melakukan scanning sudut melainkan memanfaatkan sifat rotational invariant dari susunan antena. Sifat rotational invariant memerlukan susunan array antena yang dapat dibagi menjadi 2 sub-array yang salah satu sub-array adalah versi tergeser spasial dari sub-array lainnya. Gambar 4 memperlihatkan contoh susunan array dan pengelompokannya ke dalam dua sub-array yang memenuhi sifat sifat ini.Pergesaran linier secara spasial ini menghasilkan persamaan sinyal terima antara sub-array pertama dan sub-array kedua terhubung secara matematis melalui persamaan eksponensial kompleks yang berasosiasi dengan rotasi pada lingkaran satuan. Dengan memanfaatkan sifat ini, estimasi arah kedatangan sinyal dapat dihitung secara rumus tanpa perlu menggunakan scanning sudut.

Urutan estimasi arah kedatangan sinyal dengan algoritma ESPRIT dapat dirangkum dalam langkah-langkah berikut (langkah s1 sampai s3 adalah sama dengan langkah pada algoritma MUSIC):

s1 : hitung matriks estimasi kovariansi Rxx dari vektor sinyal datang x(n)

s2 : Hitung dekomposisi Eigen dari Rxx :

Rxx=U⋅Σ⋅U H

s3 : Partisi vektor eigen U menjadi sinyal sub-space Us dan noise sub-space Un.

s4 : Hitung sinyal subspace dari sub-array-1 dan sub-array-2 masing-masing dengan selection vector J1 dan J2.

U s1=J 1⋅U s (14.a)

U s2=J 2⋅U s (14.a)

s5 : hitung matrix rotational invariant :

Ψ =U s 1+ ⋅U s2=(U s 1

H⋅U s1 )−1⋅U s 1

H⋅U s2 (15)

s6 : Hitung nilai Eigen dari matriks rotational invariant s7 : Sudut kedatangan dihitung dengan persamaan:

θi= tan−1( im( λi )re ( λi ) )

(16)

Variabel i menyatakan nilai eigen dominan ke-i dari

matrik , sedangkan operator im(.) dan re(.) berturut-turut

4

4

3

2

1

(b

J2J1

4

3

2

1

J2

J1

(a)

menyatakan bagian imaginer dan real dari bilang

kompleks

Gambar 4 : Struktur array antena yang dapat dibagi menjadi 2 sub-array dengan salah satu sub-array adalah versi tergeser linier dari sub-

array lainnya.

3. Compressive SensingTeori sampling klasik dikembangkan oleh Harry Nyquist [23], yang kemudian dikembangkan oleh Claude Shannon dalam paper klasiknya [24]. Teorema sampling Nyquist-Shannon ini menyatakan bahwa frekuensi sampling minimum harus memenuhi.

FSM = 2 x fmax (17)

Dengan FSM adalah frekuensi sampling minimum, dan fmax

adalah frekuensi sinyal informasi. Compressive Sensing adalah salah satu cabang ilmu baru yang dikembangkan oleh para peneliti bidang matematika khususnya statistik. Publikasi awal di bidang ini antara lain adalah David L Donoho [10] dan Emmanuel Candes [11]. Aspek teknis dan aplikasinya banyak diteliti dan dikembangkan oleh Candes dan Richard Baraniuk [12]. Mengingat penelitian Compressive Sensing tersebar di berbagai bidang, beberapa peneliti merangkum perkembangan dan potensi compressive sensing dalam survey paper, antara lain oleh Thomas Stromer [19] dan pada bidang sistem komunikasi oleh Kashunori Hayashi [21]

1. Model Matematik dan AsumsiPemodelan matematik dari compressive sensing memerlukan beberapa pra-syarat terminologi antara lain adalah norm dan sparsity.

3.1.1 Norm lp

Jika x(n) menyatakan sinyal pengamatan pada waktu n dari 1 sampai N dengan interval bilangan bulat, x(n) = [x1, x2, ..., xN]T, maka norm orde-p dengan p non-negatif dari x(n) dinyatakan dengan:

‖x (n )‖p=(∑i=1

N

|xi|p)

1/ p

(18)

Simbol |.| menyatakan nilai absolut dari nilai yang terletak di dalam simbol tersebut.

3.1.2 Sparsity

Suatu sinyal x(n) dikatakan sparse jika sebagian besar dari elemen pada x(n) bernilai nol. Dengan kata lain

‖x (n )‖0 << N . Tingkat ke-sparse-an dari sinyal (sparsity) dinyatakan dalam nilai k yaitu banyaknya elemen yang tidak nol dalam sinyal x(n).Dalam banyak sinyal, sparsity dari sinyal tidak langsung kelihatan dengan melihat nilai nol dari sinyal tersebut, namun sinyal tersebut sparse dalam basis tertentu. Dalam persamaan matematika, hal ini dapat dinyatakan dengan:

x (n)=F⋅s (n) (19)

Tujuan dari compressive sensing adalah melakukan sampling dari sinyal sparse x(n) sehingga diperoleh sinyal hasil sampling y(n) yang memiliki jumlah sampel yang lebih sedikit dari x(n). Proses sampling ini dapat dinyatakan dengan persamaan:

y (n )=A⋅x(n ) (20)

untuk suatu matriks compressive sampling A.

Permasalahan yang harus dipecahkan adalah, jika y(n) adalah hasil compressive sampling dari x(n), bagaimana memperoleh kembali sinyal x(n) ini, diberikan sinyal pengamatan y(n).

Untuk dapat dikembalikan ke bentuk semula, maka matriks A harus memiliki sifat Restricted Isometry Property (RIP) [Candes dan Tao 2005]. Sifat restricted Isometric Property ini dinyatakan dengan persamaan:

(1−δ s)⋅‖x (n )‖2≤‖A⋅x (n)‖2≤(1−δ s )⋅‖x (n )‖2

(21)

Secara fisis, sifat RIP ini menyatakan bahwa matrik transformasi A tidak mengubah norm dari sinyal x(n).

3.1.3 Algorima Penyelesaian Compressive Sensing.

Terdapat 3 metode utama dalam menyelesaikan masalah rekonstruksi, yaitu: Optimisasi l1, Algoritma Greedy, dan algoritma alternatif.

Permasalahan compressive sensing seperti yang tertulis pada persamaan (23) dapat diselesaikan dengan program linier (Linear Programming - LP) dengan pencarian matriks w. Permasalahan linear programming telah di-embedded-kan pada software komputasi yang ada saat ini, seperti Optimization Toolbox di Matlab atau pun CVX.

5

4. Compressive Sensing Pada Estimasi Arah Kedatangan

Pada Sub-bagian 2, telah dibahas upaya penyederhanaan yang terdapat pada Algoritma estimasi arah kedatangan, yaitu kompleksitas perhitungan. Para peneliti melakukan modifikasi-modifikasi serta manipulasi matematik antara lain untuk menghidari perhitungan eigen-analysis mau pun transformasi unitary untuk memetakan nilai kompleks ke dalam nilai real. Pada bagian ini akan dibahas upaya lain untuk mengurangi kompleksitas perhitungan yaitu dengan cara pengurangan jumlah sampel sesuai prinsip dari compressive sensing. Para peneliti telah melakukan penggabungan teknik compressive sensing dengan estimasi arah kedatangan [13, 14, 15, 16]. Untuk keperluan pemahaman lebih lanjut dari algoritma Compressive sensing ini, maka penulis melakukan simulasi algoritma CS berbasis FOCUSS yang dikembangkan oleh Irina dan Rao [16].

Algoritma fokus ini berbasiskan pseudo inverse dan dapat dituliskan pada skema berikut.

Algoritma FOCUSS:

s1 : hitung matriks estimasi kovariansi Rxx dari vektor sinyal datang x(n)

s2 : Hitung dekomposisi Eigen dari Rxx :

Rxx=U⋅Σ⋅U H

s3 : Partisi vektor eigen U menjadi sinyal sub-space Us dan noise sub-space Un.

Gambar berikut memperlihatkan contoh simulasi yang di buat untuk mengestimasi arah kedatangan dengan algoritma klasik dan compressive Sensing (algoritma FOCUSS).

a b

c

Gambar 5. Estimasi arah kedatangan pada tiga algoritma estimasi arah kedatangan : a. Algoritma Capon. b. Algoritma MUSIC. c.

Algoritma CS-FOCUSS.

5. Permasalahan Pada Algoritma Compressive Sensing Pada Estimasi Arah Kedatangan.

Permasalahan yang terdapat pada algoritma compressive sensing untuk keperluan estimasi arah kedatangan adalah sensitifitas algoritma terhadap pengaruh noise khususnya untuk algoritma FOCUSS. Untuk mengetahui lebih lanjut permasalahan yang timbul, dilakukan simulasi dengan menggunakan tiga skema, dua skema klasik (MVDR dan satu skema CS (CS-FOCUSS).

Simulasi dilakukan untuk berbagai SNR dari -10 sampai dengan 15 dengan arah sudut kedatangan pada 30 derajat

-10 -5 0 5 10 15-200

20406080

100120140160

MVDRMUSICCS-FOCUSS

Gambar 6. Skema perbandingan performansi algoritma MVDR, MUSIC dan CS-Fokus sebagai fungsi dari SNR. Sumbu datar

menyatakan SNR dalam dB dan sumbu Tegak menyatakan error estimasi sudut rata-rata dari algoritma.

Hasil simulasi menunjukkan bahwa skema CS-FOCUSS memiliki kesalahan estimasi yang paling besar dibandingkan dengan skema konvensional.

6. PenutupPenggunaan teknik compressive sensing pada estimasi arah kedatangan sinyal tampak menjanjikan dengan adanya pengurangan sampel yang signifikan. Di sisi lain, pengurangan jumlah sampel ini menyebabkan permasalahan ketahanan terhadap noise, karena sistem harus mendeteksi sinyal bernoise dalam jumlah sampel yang sedikit. Diperlukan

6

penelitian lanjutan pada bidang ini agar kekurangan inheren ini dapat dihilangkan atau dikurangi.

REFERENSI

[1] J. Capon. 1969. High-Resolution Frequency-Wavenumber Spectrum Analysis. In Proceedings of the IEEE, Vol. 57, No. 8, August 1969.

[2] Sidney P. Applebaum. 1976. Adaptive Array. In IEEE Transactions on Antennas and Propagation, Vol. Ap-24, No. 5, September 1976

[3] Ralph O. Schmidt. 1986. Multiple Emitter Location and Signal Parameter Estimation. In IEEE Transactions on Antennas and Propagation, Vol. Ap-34, No. 3, March 1986

[4] Arthur J. Barabell. 1983. Improving the Resolution Performance of Eigenstructure-Based Direction-Finding Algorithms. In IEEE Conference on Acoustics, Speech, and Signal Processing, 1983

[5] Anna Lee. 1980. Centrohermitian and Skew-Centrohermitian Matrices. Journal of Linear Algebra And its Applications 29:205-210(1980)

[6] Keh-Chiarng Huarng, Chien-Chung Yeh. A Unitary Transformation Method for Angle-of-Arrival Estimation. IEEE Transactions on Signal Processing, Vol. 39, no.4, April 1991

[7] R. Roy, A. Paulraj, T. Kailath. 1986. Estimation of Signal Parameters via Rotational Invariance Techniques – ESPRIT. In IEEE Military Communications (MILCOM) Conference - Communications-Computers. 1986.

[8] Martin Haardt, Joseph Nossek. 1995. Unitary ESPRIT: How to Obtain Increased Estimation Accuracy with a Reduced Computational Burden. In IEEE Transactions on Signal Processing, vol. 43, no. 5, may 1995

[9] G. Xu, S. D. Silverstein, R. H. Roy, and T. Kailath. 1994. Beamspace ESPRIT. In IEEE Transactions on Signal Processing. Vol. 42, no. 2, pp. 349–356, Feb.1994.

[10] David L. Donoho. 2006. Compressed Sensing. In IEEE Transactions on Information Theory, Vol. 52, No. 4, April 2006

[11] Emmanuel Candes. 2006. Compressive Sampling. In Proceedings of the International Congress of Mathematicians, Madrid, Spain, 2006

[12] Richard Baraniuk. 2007. Compressive Sensing. In IEEE Signal Processing Magazine. Volume 24. July 2007

[13] Irina F. Gorodnitsky, and Bhaskar D. Rao, Sparse Signal Reconstruction from Limited Data Using FOCUSS: A Re-weighted Minimum Norm Algorithm, IEEE Trans SP, 1997

[14] Ying Wang, Geert Leus, Ashish Pandharipande, Direction Estimation Using Compressive Sampling Array Processing, IEEE SSP 2009

[15] Ali Cafer Gurbuz, James H. McClellan, A Compressive Beamforming Method

[16] Ying Wang, Ashish Pandharipande, Geert Leus, Compressive sampling based MVDR spectrum sensing, IAPR 2010

[17] Jong Min Kim, Compressive MUSIC: A Missing Link between Compressive Sensing and Array Signal Processing, SIAM 2010

[18] Michael Zoltowski. 1988. On the Performance Analysis of the MVDR Beamformer in the Presence of Correlated Interference. In IEEE Transactions on Acoustics, Speech, and Signal Processing IEEE Vol. 36, No. 6, June 1988.

[19] Thomas Strohmer. 2012. Measure what should be measured: progress and Challenges in compressive sensing. In IEEE Signal Processing Letters, vol. 19, no. 12, december 2012

[20] Van Veen, Kevin M Buckley. 1988. Beamforming: A Versatile Approach to Spatial Filtering. In IEEE ASSP Magazine April 1988

[21] Kashunori Hayasi, Masaaki Nagahara, Toshiyuki Tanaka. 2013. A User’s Guide to Compressive Sensing for Communications Systems. In IEICE Transaction on Communication. Vol.E86-B. No.3. March 2013

[22] Peng Chen, Xiang Tian, Yaowu Chen, Xiaofan Yang. 2008. Delay and Sum of Beamforming on FPGA. In ICSP Proceeding 2008.

[23] Harry Nyquist. 1928. Certain Topics in Telegraph Transmission Theory. In Transaction of AIEE, Vol. 47, pp. 617–644, Apr. 1928

[24] C. E. Shannon. 1949. Communication in the Presence of Noise. In Proceeding of Institute of Radio Engineers, Vol. 37, No. 1, Jan. 1949

7