pendahuluan dm
DESCRIPTION
4TRANSCRIPT
B A B I
P E N D A H U L U A N
Diabetes Melitus ( DM ) adalah kelainan metabolisme karbohidrat, dimana
glukosa darah tidak dapat digunakan dengan baik , sehingga menyebabkan keadaan
hiperglikemia.1,2 Diabetes Melitus merupakan kelainan endokrin yang terbanyak
dijumpai. Penderita DM mempunyai resiko untuk menderita komplikasi yang spesifik
akibat perjalanan penyakit ini, yaitu retinopati ( bisa menyebabkan kebutaan ), gagal
ginjal, neuropati, aterosklerosis ( bisa menyebabkan stroke ), gangren, dan penyakit
arteria koronaria ( Coronary artery disease ).1,2,3
Diabetes Melitus dapat ditemukan pada hampir semua masyarakat di seluruh
dunia, namun insidensi dan prevalensi diabetes melitus yang tergantung insulin
(IDDM) dan diabetes melitus yang tidak tergantung insulin ( NIDDM ) serta distribusi
relatif kedua jenis utama diabetes ini menunjukan perbedaan - perbedaan pokok antara
negara- negara dan kelompok etnik yang berbeda didalam satu negara.4,5
Prevalensi DM sulit ditentukan karena standar penetapan diagnosisnya berbeda-
beda. Berdasarkan kriteria American Diabetes Association ( ADA ), sekitar 10,2 juta
orang di Amerika serikat ( AS ) menderita DM dan yang tidak terdiagnosis sekitar 5,4
juta. Dengan demikian, diperkirakan lebih dari 15 juta orang di AS menderita DM.
Sementara itu, di Indonesia prevalensi DM sebesar 1,5-2,3 % penduduk usia > 15
tahun, bahkan di daerah Manado prevalensi DM sebesar 6,1 % . Pada tahun 1983,
prevalensi DM di Jakarta baru sebesar 1,7 % , namun pada tahun 1993 prevalensinya
meningkat menjadi 5,7 % dan pada tahun 2001 melonjak menjadi 12,8 %.7
Dengan meningkatnya prevalensi diabetes melitus di beberapa negara
berkembang akibat peningkatan pendapatan dan perubahan gaya hidup terutama di
kota-kota besar, juga menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degeneratif lain
seperti penyakit jantung koroner, hipertensi, hiperlipidemia, dll. Namun data
epidemiologi di negara berkembang belum banyak.8
B A B II
1
P E M B A H A S A N
A. DEFINISI
Diabetes Melitus adalah kelainan yang ditandai dengan meningkatnya kadar
glukosa darah,1,2,3 atau suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatkan kadar gula ( glukosa ) darah akibat
kekurangan insulin baik absolute ataupun relatif.16
Menurut American Diabetes Association ( ADA ) 2003, Diabetes Melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karateristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang,
disfungsi dan kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, saraf, jantung dan
pembuluh darah.9
B. SINONIM
Diabetes Melitus sering juga dikenal sebagai Penyakit Gula atau Penyakit
Kencing Manis.
C. EPIDEMIOLOGI
Dalam Diabetes Atlas 2000 ( International Diabetes Federation ) tercantum
perkiraan penduduk Indonesia diatas 20 tahun sebesar 125 juta dan dengan asumsi
prevalensi Diabetes Melitus sebesar 4,6 %, diperkirakan pada tahun 2000 pasien DM
akan berjumlah 5,6 juta dan berdasarkan pola pertambahan penduduk pada tahun
2020 nanti akan didapatkan 8,2 juta pasien diabetes dari 178 juta penduduk diatas 20
tahun. Suatu jumlah yang besar dan beban yang berat, karenanya semua pihak harus
ikut serta untuk mencegah dan menanggulangi timbulnya ledakan Diabetes Melitus
ini mulai dari sekarang.10
D. KLASIFIKASI DM MENURUT ETIOLOGI
Menurut anjuran PERKENI yang sesuai dengan anjuran ADA 1997, DM bisa
diklasifikasikan secara etiologi menjadi diabetes tipe1, diabetes tipe 2, diabetes dalam
kehamilan, dan diabetes tipe lain.2,3,6
Diabetes Tipe 1
2
Insulin Dependent Diabetes Melitus ( IDDM ) atau Diabetes Melitus Tergantung
Insulin disebabkan oleh destruksi sel B pulau langerhans pada pankreas akibat proses
autoimun. Bila kerusakan sel beta telah mencapai 80-90% maka gejala DM mulai
muncul. Perusakan sel beta ini lebih cepat terjadi pada anak-anak daripada dewasa.
Sebagian besar penderita DM tipe 1 mempunyai antibodi yang menunjukan
adanya proses autoimun, dan sebagian kecil tidak terjadi proses autoimun. Kondisi ini
digolongkan sebagai type 1 idiopathic. Sebagian besar (75%) kasus terjadi sebelum
usia 30 tahun, tetapi usia tidak termasuk kriteria untuk klasifikasi.2
Diabetes Tipe 2
DM tipe 2 merupakan 90% dari kasus yang dulu dikenal sebagai Non Insulin
Dependent Diabetes Melitus ( NIDDM ) atau Diabetes Melitus Tidak Tergantung
Insulin ( DMTTI ) disebabkan kegagalan relatif sel B dan resistensi insulin. Resistensi
insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa
oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh sel hati. Sel B
tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi
relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada
rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang
sekresi insulin lain. Berarti sel B pankreas mengalami desensitisasi terhadap
glukosa2,3,9
Gejala minimal dan kegemukan sering berhubungan dengan kondisi ini, yang
umumnya terjadi usia > 40 tahun. Kadar insulin bisa normal, rendah, maupun tinggi,
sehingga penderita tidak tergantung pada pemberian insulin.2
DM Dalam Kehamilan
DM dan kehamilan (Gestational Diabetes Mellitus- GDM) adalah kehamilan
normal yang disertai dengan peningkatan insulin resistance (ibu hamil gagal
mempertahankan euglycemia). Faktor resiko GDM; riwayat keluarga DM,
kegemukan, dan glikosuria. GDM ini meningkatkan morbiditas neonatus, misalnya
hipoglikemia, ikterus, polisitemia, dan makrosomia. Hal ini terjadi karena bayi dari
ibu GDM mensekresi insulin lebih besar sehingga merangsang pertumbuhan bayi dan
makrosomia. Frekuensi GDM kira-kira 3-5% dan para ibu tersebut meningkatkan
resikonya untuk menjadi DM dimasa yang akan datang.2
Diabetes Tipe Lain
3
a. Defek genetik fungsi sel B :
- Maturity onset diabetes of the young ( MODY ) 1,2,3
- DNA mitokondria
b. Defek genetik kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pankreas
- Pankreatitis
- Tumor / pankreatektomi
- Pankreatopati Fibrokalkulus
d. Endokrinopati : Akromegali, sindroma cushing, feokromositoma, dan
hipertiroidisme.
e. Karena obat atau zat kimia : Vacor, Pentamidin, asam mikotinat,
glukokortikoid
f. Infeksi : Rubela kongenital, sitomegalo virus
g. Penyebab imunologi yang jarang : antibodi antiinsulin
h. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM : Sindrom Down,
Sindrom Turner 2,9
E. PATOFISIOLOGI
Didalam tubuh terjadi suatu proses metabolisme dimana dalam hal ini yang
memegang peranan penting yaitu insulin guna memasukan glukosa kedalam sel, untuk
selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bakar dimana insulin merupakan suatu zat
atau hormon yang dikeluarkan oleh sel beta di pankreas.
Pankreas
Adalah suatu kelenjar yang letaknya dibelakang lambung dimana didalamnya
terdapat kumpulan sel yang berbentuk seperti pulau pada peta karenanya pulau-pulau
langerhans yang berisi sel beta yang mengeluarkan hormon insulin. Disamping itu
juga memproduksi glukagon yang bekerja sebaliknya dari insulin yaitu meningkatkan
kadar glukosa darah serta sel delta mengeluarkan somatostatin.16
Kerja Insulin
Insulin diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya
glukosa kedalam sel untuk kemudian di dalam sel glukosa dimetabolismekan menjadi
tenaga. Sehingga bila insulin tidak ada, maka glukosa tidak dapat masuk sel dengan
demikian kadar glukosa dalam darah akan meningkat. Dalam keadaan ini badan
menjadi lemah dan tidak ada sumber energi dalam tubuh.16
4
Diabetes Tipe I
Merupakan penyakit hiperglikemia akibat ketidakabsolutan insulin. Penderita
penyakit ini harus mendapatkan insulin pengganti. Biasanya ditemukan pada orang
yang tidak gemuk dan berusia kurang dari 30 tahun.
Diperkirakan timbul akibat destruksi autoimun sel-sel pulau langerhans yang
dicetuskan oleh lingkungan. Serangan autoimun dapat timbul setelah infeksi virus
misalnya Mumps, Rubella, atau setelah pajanan obat atau toksik. Pada saat diagnosis
diabetes tipe I ditegakkan dengan ditemukan antibody terhadap tehadap sel-sel pulau
langerhans pada sebagian pasien. Terbentuknya antibody terhadap sel-sel pulau
langerhans tidak diketahui penyebabnya.
Diabetes Tipe II
Merupakan suatu kelainan yang heterogonik dengan karateristik utama
hiperglikemia kronis. Meskipun pola pewarisnya belum jelas, faktor genetik dikatakan
memiliki peran yang kuat dalam munculnya DM tipe II ini.
Faktor genetik akan berinteraksi dengan faktor lingkungan seperti gaya hidup,
diet, rendahnya aktivitas fisik, obesitas dan tingginya kadar asam lemak bebas.12
Pada dasarnya pada DM tipe II ini memiliki 2 kelainan dasar seperti :
Resistensi Insulin
Dapat menyebabkan intoleransi glukosa, hiperinsulinemia, peningkatan
triglisireda VLDL, penurunan konsentrasi HDL, hipertensi.13 Biasa
terjadi pada organ target seperti pada liver, jaringan lemak, dan otot
rangka merupakan defek utama pada pasien DM tipe II serta pasien
dengan gangguan toleransi glukosa.14
Resistensi Insulin didefinisikan sebagai kegagalan respons efek
fisiologis insulin terhadap metabolisme glukosa, lipid, protein serta
fungsi endotel vaskular.
Mekanisme patologi yang melatarbelakangi resistensi insulin tetap
belum sepenuhnya diketahui meskipun telah dilakukan penelitian-
penelitian secara intensif. Adapun defek seluler dan molekuler yang
diduga bertanggungjawab adalah ketidakmampuan reseptor insulin,
abberant receptor signalling pathway, dan abnormalitas transport atau
metabolisme glukosa.
Selama hiperinsulinemia cukup adekuat mengatasi resistensi, maka
toleransi glukosa akan tetap normal. Pada pasien yang kemudian
5
menjadi DM tipe II respon kompensasi sel beta ini menurun, sehingga
akan berkembang menjadi defisiensi insulin baik yang relatif maupun
absolut.
Defek Sekresi Insulin
Akan menurunkan penyimpanan glokosa sebagai glikogen di otot dan
hati. Hal ini bisa timbul sebagian oleh karena komponen genetik
berkaitan dengan GLUT 4 Transporter dan hiperglikemia kronik dapt
menyebabkan gangguan ambilan glukosa otot melalui down regulation
GLUT 4 Trasporter. Selain itu juga sering ditemukan penurunan
akitivitas tirosin kinase dan IRS-1 (Insulin Receptor Substrat-1).
Salah satu mekanisme penting namun tidak secara langsung pada resistensi
insulin adalah adanya peningkatan asam lemak bebas dalam sirkulasi. Asam lemak
bebas dapat mengganggu kerja dari insulin dan metabolisme glukosa melalui
beberapa cara. Salah satunya penting pada otot rangka dan liver.
Asam lemak tinggimengganggu kerja insulin hepatositekstraksi insulin
hepar dan glukoneogenesis meningkat (kadar asam lemak bebas tinggi) lebih
dioksidasi oleh sel otot daripada glukosaasam lemak akan memproduksi produksi
insulin (lipotoxicity). Dimana paparan sel beta dalam jangka panjang terhadap asam
lemak bebas akan mengganggu respon sekresi insulin terhadap glukosa.
Secara umum pasien DM tipe II mengalami gangguan pada proses lipolisis
sehingga hampir sebagian besar ditemukan memiliki berat badan berlebih / obese.14
F. MANIFESTASI KLINIK
6
Gejala khas awal yang sering ditemui (karena hiperglikemia) berupa
poliuria/banyak kencing (terutama pada melam hari), polifagia/banyak makan,
penurunan berat badan secara cepat.
Gejala lain yang mungkin ditemukan pada pasien adalah keluhan seperti
kesemutan/rasa baal, gatal, mata kabur, impotensi pada pria, pruritus vulva pada
wanita.14,15
Perbandingan antara IDDM dan NIDDM 16
IDDM NIDDM
Nama Lain DM Tipe I DM Tipe II
Nama Lama DM juvenile DM dewasa
Umur Biasa < 40 tahun ( tapi
tidak selalu )
Biasa > 40 tahun ( tidak
selalu )
Keadaan klinis Berat Ringan
Kadar Insulin Tak ada insulin Insulin cukup/tinggi
Berat badan Biasanya kurus Biasanya gemuk
Pengobatan Insulin, diet, olahraga Diet, Olahraga, Tablet
insulin
Gejala sering timbul perlahan-lahan dan seringnya diagnosis ditegakkan ketika
seseorang yang belum ada keluhan akan tetapi didapatkan peningkatan glukosa
plasma pada pemeriksaan laboratorium rutin.3
G. KOMPLIKASI
Komplikasi akut yang dapat terjadi seperti hipoglikemia dan hiperglikemia.
Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan
glukosa darah. Gejala ini dapat terjadi dari ringan sampai berat berupa gelisah sampai
koma dengan kejang. Penyebab tersering adalah obat hipoglikemik golongan
sulfonilurea, khususnya glibenklamid.
Pada keadaan apapun pengobatan yang paling baik adalah pencegahan namun
bila sudah terlanjur harus segera diatasi terutama gangguan terhadap otak, organ yang
paling sensitif terhadap penurunan glukosa darah.
Dapat diberikan gula murni ± 30g atau makanan yang mengandung hidrat arang
dan diberhentikan pemakaian obat hipoglikemik untuk sementara.
7
Namun bila sudah terjadi koma hipoglikemia penanganan harus cepat, beri
larutan glukosa 40% sebanyak 2 flakon melalui vena setiap 10-20 menit hingga pasien
sadar disertai pemberian cairan dextrose 10% per infus 6 jam per kolf, untuk
mempertahankan glukosa darah dalam nilai normal atau diatas normal
Hiperglikemia sering ditandai dengan kesadaran menurun disertai dehidrasi
berat. Biasanya ditemukan adanya masukan kalori yang berlebihan, penghentian obat
oral maupun insulin yang didahului oleh stress akut. Dapat terjadi ketoasidosis
diabetik dan hiperosmolar non-ketosis.
Ketoasidosis diabetik(KAD) merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari
suatu perjalanan penyakit diabetes mellitus. Dapat dilihat dari gejala klinik utama
seperti poliuria, polidipsi, hiperventilasi (pernafasan Kussmaul), takikardia, dan
dehidrasi. Pasien sering mengeluarkan bau keton mirip buah yang khas dari nafasnya.
Sedangkan pada hiperosmolaritas non-ketoasidosis, individu mempunyai jumlah
insulin yang cukup untuk mencegah ketoasidosis tetapi tidak cukup untuk
mempertahankan homeostatis glukosa yang normal.
Pengobatan dimulai dari rehidrasi, pemberian insulin, koreksi elektrolit dengan
pemberian natrium bikarbonat, kalium serta pemberian antibiotika untuk mencegah
infeksi.19
Komplikasi kronik seperti :15
Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar seperti pembuluh
darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak
Mikroangiopati, mengenai pembuluh darah kecil seperti retinopati
diabetik, nefropati diabetik
Neuropati diabetik
Rentan Infeksi seperti TBC paru, Gingivitis dan Infeksi Saluran Kemih
Kaki Diabetik
H. DIAGNOSIS
Dapat dilakukan berdasakan pemeriksaan glukosa darah sewaktu dengan gejala
diabetes, kadar glukosa darah puasa atau tes toleransi glukosa. Walaupun pemeriksaan
urin dapat memberikan dugaan kuat akan diabetes, ia tetap tidak dapat digunakan
sebagai dasar diagnostik DM.
Menurut ADA tahun 1998 Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus : 9,15
Gejala Diabetes dengan glukosa darah sewaktu > 200mg/dl
8
Sewaktu : adalah setiap waktu sepanjang hari tanpa memperhatikan
makan terakhir. Gejala klasik seperti poliuria, polidipsia, dan berat badan
menurun tanpa sebab.
Kadar glukosa darah puasa > 126mg/dl
Puasa : adalah tanpa intake kalori selama 8-10 jam. Pada OGTT, kadar
glukosa darah 2 jam PP >200 mg/dl
Dengan adanya faktor resiko yang tinggi seperti :
Keturunan
Infeksi virus misalnya IDDM
Kegemukan ( >20% berat badan ideal atau IMT >27 kg/m2
Pola makan yang salah
Obat-obatan ( yang menaikkan kadar gula dalam darah )
Proses penuaan biasanya diatas 40 tahun dengan faktor tersebut diatas
Stress
Orang dengan tekanan darah tinggi (>140/90)
Orang dengan dislipidemia ( kolesterol HDL <3,5 mg/dl atau TG
>250Mg/dl )
Wanita hamil 24-48 minggu atau pernah melahirkan bayi dengan berat
>4000g.
Maka untuk mendapatkan diagnosis DM, pemeriksaan yang dianjurkan adalah
dengan bahan darah plasma vena. Dengan catatan pada kelompok resiko tinggi yang
hasil pemeriksaan penyaringnya negative, pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan
tiap tahun, sedang bagi mereka yang berusia > 45 tahun tanpa faktor resiko,
pemeriksaan penyaringan dapat dilakukan setiap 3 tahun.
Pemeriksaan penyaring ini berguna untuk menyaring pasien DM, TGT dan
GDPT sehinggan dapat ditentukan langkah terapi yang tepat untuk mereka.
Pemeriksaan penyaring dapat dimulai dengan pemeriksaan kadar glukosa sewaktu
atau kadar glukosa darah puasa yang kemudian diikuti dengan tes toleransi glukosa
oral ( TTGO ) standar.9
Berikut Tabel Patokan Penyaring dan Dagnosis DM dengan Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Glukosa Darah Puasa 9,7,18
Bukan DM Belum Pasti DM DM
9
Kadar Glukosa Darah Sewaktu
Plasma Vena
Darah Kapiler
<110
<90
110-199
90-199
≥200
≥200
Kadar Glukosa Darah Puasa
Plasma Vena
Darah Kapiler
<110
<90
110-125
90-109
≥126
≥110
Tes Toleransi Glukosa Oral ( TTGO )10
Dapat dilakukan dengan cara :
3 hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa ( karbohidrat cukup ),
kegiatan jasmani seperti biasa dilakukan
Puasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksan, minum air
putih diperbolehkan
Diperiksa kadar glukosa darah puasa
Diberikan glukosa 75 gram ( orang dewasa ) atau 1,75 gram/kgbb (anak-anak)
dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit
Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa
Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok
10
Keterangan :
GDP = Glukosa Darah Puasa
GDS = Glukosa Darah Sewaktu
GDPT = Glukosa Darah Puasa Terganggu
TGT = Toleransi Glukosa Terganggu
I. PENGELOLAAN
A. Tujuan pengelolaan17
11
- Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM dan
mempertahankan rasa nyaman dan sehat
- Jangka panjang : tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit
mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati dengan tujuan akhi
turunnya morbiditas dan mortalitas dini DM.
B. Pilar pengelolaan DM
1. Edukasi
2. Perencanaan Makan
3. Latihan Jasmani
4. Intervensi Farmakologi
b.1. Edukasi
Edukasi tersebut meliputi pemahaman tentang :15,17
Penyakit DM
Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
Penyulit DM
Intervensi farmakologi dan non-farmakologi
Hipoglikemia
Masalah khusus yang dihadapi
Cara mengembangkan sistem pendukung dan mengajarkan keterampilan
Cara menggunakan fasilitas perawatan kesehatan
b. 2. Perencanaan Makanan
Pada Konsensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia ( PERKENI ) telah
ditetapkan bahwa standar yang dianjurkan adalah santapan dengan komposisi
seimbang bahwa berupa karbohidrat ( 60-70% ), protein (10-15%), lemak (20-25%).
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertimbuhan, status gizi, umur, stress akut, dan
keguatan jasmani untuk mencapai berat badan ideal.
Penentuan status gizi dapat digunakan BMI / Body Mass Index = IMT / Indeks
Massa Tubuh dan rumus Broca
IMT = BB ( Kg )
TB ( m2 )
Dengan Klasifikasi sebagai berikut :
- BB kurang < 18,5
12
- BB normal 18,5-23,5
- BB lebih > 24,0
- Dengan resiko 24,0-25,0
- Obese I >25-29,9
- Obese II > 29,9
Dengan rumus Broca dipakai:
BB Idaman = ( TB – 100 ) – 10%
Status gizi = BB actual x 100% / TB (cm) – 100
- BB Kurang = < 90% BB Idaman
- BB Normal = 90% -110% BB Idaman
- BB Lebih = 110-120% BB Idaman
- Gemuk = > 120% BB Idaman
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari berat badan idaman dikali
kebutuhan basal ( 30 kkal/kgBB untuk laki-laki dan 25 kkal/kgBB untuk wanita )
kemudian ditambah dengan kebutuhan kalori untuk aktifitas (10-30% untuk atlet dan
pekerja berat, sesuai dengan kalori yang dikeluarkan dalam kegiatannya), koreksi
status gizi ( bila gemuk dikurangi dan bila kurus ditambah ) serta kalori yang
dibutuhkan menghadapi stress akut misalnya infeksi yang sesuai dengan kebutuhan.
Jumlah kandungan kolesterol < 300 mg/hari, jumlah kandungan serat ±25g/hari,
diutamakan serat yang larut. Konsumsi garam dibatasi bila hipertensi. Pemanis dapat
digunakan secukupnya.
b. 3. Latihan Jasmani
Dianjurkan Latihan Jasmani teratur 3 – 4 kali tiap minng selama ± 30 menit yang
sifatnya CRIPE ( Continous Rhytmical Interval Progressive Endurace training )
Continous
Latihan harus berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus tanpa henti.
Contoh : bila dipilih jogging 30 menit, maka selama 30 menit pasien melakukan
jogging tanpa istirahat.
Rhytmical
Latihan olahraga harus dipilih yang berirama, yaitu otot-otot berkontraksi dan
berelaksasi secara teratur.
Interval
13
Latihan dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat. Contoh : jalan
cepat diselingi dengan jalan lambat
Progressive
Latihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas ringan
sampai hingga mencapai 30-60 menit.
Sasaran Heart Rate = 75-85% dari Maksimum Heart Rate
Maksimum Heart Rate = 220 –umur
Endurance
Latihan daya tahan untuk meningkatkan kemapuan kardiorespirasi, seperti jalan
( jalan santai/cepat, sesuai umur ), jogging, berenang dan bersepeda.
Hal yang perlu diperhatikan dalam latihan jasmani ini adalah jangan sampai
memulai olahraga sebelum makan, harus menggunakan sepatu yang pas,didampingi
oleh orang yang tahu bagaimana cara mengatasi hipoglikemia, harus membawa
permen, membawa tanda pengenal sebagai pasien DM dalam pengobatan, dan
memeriksa kaki dengan cermat setelah berolahraga.15
Sedapat mungkin mencapai zona sasaran atau zona latihan yaitu 75-85% denyut
nadi maksimal yang dapat dihitung dengan cara sbb :
DNM = 220 – Umur ( dalam Tahun )
b. 4 Intervensi Farmakologi
Berdasarkan cara kerjanya, Obat Hipoglikemik Oral (OHO) dibagi menjadi 3
golongan :
Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) : sulfonylurea dan glinid
Penambah sensitivitas terhadap insulin : metformin, tiazolidindion
Penghambat absorpsi glukosa : penghambat glukosidase alfa
Obat Hipoglikemik Oral ( OHO ) 1,8,9,12
A. Sulfonil urea
Obat golongan sulfonilurea bekerja dengan cara :
Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan
Menurunkan ambang sekresi insulin
Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
14
Klorpropamid kurang dianjurkan pada keadaan Insufisiensi Renal dan orang
tua karena resiko hipoglikemia yang berkepanjangan, demikian juga
glibenkamid. Untuk orang tua dianjurkan waktu kerja pendek ( tolbutamid,
glikuidon ).
Glikuidon yang diberikan pada DM dengan gangguan fungsi hati atau fungsi
ginjal ringan.
B. Biguanid
Menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai dibawah normal. Preparat
yang ada dan aman adalah metformin. Obat ini dianjurkan untuk pasien gemuk
(IMT > 30) sebagai obat tunggal. Pada pasien dengan berat badan lebih (IMT
27-30), dapat dikombinasi dengan obat golongan sulfonil urea.
C. Inhibitor glukosidase
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja glukosidase di dalam
saluran cerna, sehingga menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan
hiperglikemia pascaprandial.
C. Insulin Senzitizing agent
Thoazolidinediones adalah golongan obat baru yang mempunyai efek
farmakologi meningkatkan sensitivitas insulin, sehingga bisa mengatasi
masalah resistensi insulin dan berbagai masalah akibat resistensi insulin tanpa
menyebabkan hipoglikemia. Obat ini belum beredar di Indonesia.
Pada penderita DM tipe II pada umumnya mendapatkan terapi OHO, hanya
dalam keadaan tertentu memerlukan terapi insulin antara lain :
Penurunan BB yang cepat
Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Ketoasidosis diabetik
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Hiperglikemia denagn asidosis laktat
Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
Stress berat
DM gestational
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO17
KRITERIA PENGENDALIAN DM
15
BAIK SEDANG BURUK
GDP (mg/dl)
GD 2jamPP (mg/dl)
Reduksi (glukosa) urin
HbA1c (%)
Kolesterol total (mg/dl)
Kolesterol LDL
(mg/dl) tanpa PJK
Kolesterol LDL
(mg/dl) dengan PJK
Kolesterol HDL
(mg/dl)
Trigliserida (mg/dl)
tanpa PJK
Trigliserida (mg/dl)
dengan PJK
IMT wanita
IMT pria
Tekanan Darah (mg/dl)
80-109
110-159
-
4 - 5,9
< 200
< 130
<100
>45
<200
<150
18,5 – 22,9
20 – 24,9
< 140/90
110-139
160-199
+
6 – 8
200 – 239
130 -159
100 – 129
35 – 45
200 – 249
150 – 199
23 – 25
25- 27
140 -160 / 90 - 95
≥ 140
200
≥++
>8
≥240
>160
>130
<35
≥250
≥200
>25 / < 18,5
> 27 / < 20
> 160/95
BAB III
16
KESIMPULAN
Diabetes Melitus adalah kelainan yang ditandai dengan meningkatnya kadar
glukosa darah, atau suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatkan kadar gula ( glukosa ) darah akibat
kekurangan insulin baik absolute ataupun relatif.16
Berdasarkan pola pertambahan penduduk pada tahun 2020 nanti akan
didapatkan 8,2 juta pasien diabetes dari 178 juta penduduk diatas 20 tahun. Suatu
jumlah yang besar dan beban yang berat, karenanya semua pihak harus ikut serta
untuk mencegah dan menanggulangi timbulnya ledakan Diabetes Melitus ini mulai
dari sekarang.10
Menurut anjuran PERKENI yang sesuai dengan anjuran ADA 1997, DM bisa
diklasifikasikan secara etiologi menjadi diabetes tipe1, diabetes tipe 2, diabetes dalam
kehamilan, dan diabetes tipe lain.2,3,6
Diabetes Tipe I merupakan penyakit hiperglikemia akibat ketidakabsolutan
insulin. Penderita penyakit ini harus mendapatkan insulin pengganti. Diperkirakan
timbul akibat destruksi autoimun sel-sel pulau langerhans yang dicetuskan oleh
ligkungan. Pada saat diagnosis diabetes tipe I ditegakkan dengan ditemukan antibody
terhadap sel-sel pulau langerhans pada sebagian pasien. Terbentuknya antibody
terhadap sel-sel pulau langerhans tidak diketahui penyebabnya.
Diabetes Tipe II merupakan suatu kelainan yang heterogonik dengan karateristik
utama hiperglikemia kronis. Faktor genetik dikatakan memiliki peran yang kuat dalam
munculnya DM tipe II ini. Faktor genetik akan berinteraksi dengan faktor lingkungan
seperti gaya hidup, diet, rendahnya aktivitas fisik, obesitas dan tingginya kadar asam
lemak bebas.12
Diagnosa DM awalnya dipikirkan dengan adanya gejala khas berupa polifagia,
polidipsi, poliuria, lemas, dan berat badan turun. Gejala lain yang mungkin
dikeluhkan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur, dan impotensi pada pria, serta
pruritus vulva pada wanita.
Komplikasi akut yang dapat terjadi seperti hipoglikemia dan hiperglikemia.
Komplikasi kronik seperti makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar,
17
mikroangiopati, mengenai pembuluh darah kecil, neuropati diabetik, rentan infeksi,
kaki diabetik.
Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah
sewaktu > 200 mg/dl atau glukosa darah puasa > 126 mg/dl sudah cukup untuk
menegakan diagnosis DM. Bila hasil pemeriksaan glukosa darah meragukan,
pemeriksaan TTGO diperlukan untuk memastikan diagnosis DM. Untuk diagnosis
DM dan gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah
beban glukosa sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa darah 2 kali abnormal
untuk konfirmasi diagnosis DM pada hari yang lain atau TTGO yang abnormal.
Konfirmasi tidak diperlukan pada keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi
metabolik akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat.3,8,10
Dalam jangka pendek penatalaksanaan DM bertujuan untuk menghilangkan
keluhan atau gejala DM. Sedangakan tujuan jangka panjangnya adalah untuk
mencegah komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara menormalkan kadar
glukosa, lipid, dan insulin. Untuk mempermudah tercapainya tujuan tersebut kegiatan
dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan pasien secara holistik dan mengajarkan
kegiatan mandiri.
18