penanganan pascapanen komoditas hortikultura...

20
Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 257 PENANGANAN PASCAPANEN KOMODITAS HORTIKULTURA UNTUK MENGATASI DAMPAK PANDEMI COVID-19 Ira Mulyawanti 1 , Siti M. Widayanti 1 , Maulida Hayuningtyas 1 , Christina Winarti 1 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Jln. Tentara Pelajar No. 12, Bogor 16111 Korespondensi penulis: [email protected] PENDAHULUAN Pandemi Covid-19 telah berdampak negatif pada semua sektor, termasuk pertanian. Namun demikian, data menyebutkan bahwa dampak pandemi pada sektor pertanian adalah yang paling rendah dibandingkan sektor lain (Yusuf et al. 2020). Hal ini terjadi karena meskipun terjadi disrupsi pada rantai penawaran dan permintaan, dampak dari pembatasan sosial pada sektor pertanian relatif kecil. Data Badan Pusat Statistik juga menjelaskan bahwa sektor pertanian justru merupakan salah satu sektor dengan pertumbuhan positif selain sektor teknologi informasi. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) pada triwulan II-2020 dibandingkan dengan triwulan II- 2019 (y-on-y) mengalami kontraksi sebesar -5,32%, namun sektor pertanian dapat tumbuh 2,19% sehingga mampu berkontribusi menahan kontraksi ekonomi nasional tidak lebih berat lagi. Pada waktu yang sama subsektor hortikultura masih tumbuh positif walau rendah, yaitu sebesar 0,86% (BPS 2020a). Kinerja positif sektor pertanian, yang ditunjang oleh pertumbuhan tinggi di subsektor tanaman pangan (9,23% y-o-y), menghasilkan produksi pangan dalam negeri yang mampu menyumbang secara dominan pada penyediaan pangan nasional. Namun demikian, dari segi aksesibilitas fisik, keterjangkauan, dan stabilitas harga hingga tingkat konsumsi pangan masyarakat, pandemi Covid-19 1 Kontributor utama

Upload: others

Post on 30-Jan-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 257

    PENANGANAN PASCAPANEN KOMODITAS

    HORTIKULTURA UNTUK MENGATASI

    DAMPAK PANDEMI COVID-19

    Ira Mulyawanti1, Siti M. Widayanti1, Maulida Hayuningtyas1,

    Christina Winarti1

    Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

    Jln. Tentara Pelajar No. 12, Bogor 16111

    Korespondensi penulis: [email protected]

    PENDAHULUAN

    Pandemi Covid-19 telah berdampak negatif pada semua sektor,

    termasuk pertanian. Namun demikian, data menyebutkan bahwa

    dampak pandemi pada sektor pertanian adalah yang paling rendah

    dibandingkan sektor lain (Yusuf et al. 2020). Hal ini terjadi karena

    meskipun terjadi disrupsi pada rantai penawaran dan permintaan,

    dampak dari pembatasan sosial pada sektor pertanian relatif kecil.

    Data Badan Pusat Statistik juga menjelaskan bahwa sektor pertanian

    justru merupakan salah satu sektor dengan pertumbuhan positif

    selain sektor teknologi informasi. Pertumbuhan Produk Domestik

    Bruto (PDB) pada triwulan II-2020 dibandingkan dengan triwulan II-

    2019 (y-on-y) mengalami kontraksi sebesar -5,32%, namun sektor

    pertanian dapat tumbuh 2,19% sehingga mampu berkontribusi

    menahan kontraksi ekonomi nasional tidak lebih berat lagi. Pada

    waktu yang sama subsektor hortikultura masih tumbuh positif walau

    rendah, yaitu sebesar 0,86% (BPS 2020a).

    Kinerja positif sektor pertanian, yang ditunjang oleh pertumbuhan

    tinggi di subsektor tanaman pangan (9,23% y-o-y), menghasilkan

    produksi pangan dalam negeri yang mampu menyumbang secara

    dominan pada penyediaan pangan nasional. Namun demikian, dari

    segi aksesibilitas fisik, keterjangkauan, dan stabilitas harga hingga

    tingkat konsumsi pangan masyarakat, pandemi Covid-19

    1 Kontributor utama

  • 258 Penanganan Pascapanen Komoditas Hortikultura untuk Mengatasi Dampak Pandemi Covid-19

    memberikan dampak negatif, termasuk pangan yang berasal dari

    subsektor hortikultura. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)

    berpengaruh terhadap distribusi pangan dari hulu ke hilir. Mobilisasi

    yang terhambat akibat kebijakan PSBB menyebabkan pergeseran jalur

    pasokan menuju pasar modern dan pasar berbasis daring (online).

    Terganggunya jalur perdagangan akibat pandemi Covid-19 memaksa

    hampir semua negara di dunia untuk berupaya memenuhi kebutuhan

    pangannya sendiri. Oleh karena itu, produksi dalam negeri menjadi

    basis utama bagi setiap negara (termasuk Indonesia) saat ini (Hirawan

    dan Verselita 2020).

    Komoditas hortikultura merupakan salah satu sumber penyedia

    pangan yang terdampak pandemi. Pada masa awal pandemi,

    permintaan pasar buah dan sayur mengalami penurunan. Salah satu

    penyebabnya adalah menurunnya daya beli konsumen rumah tangga

    akibat adanya PSBB sehingga berdampak pada pemutusan hubungan

    kerja (PHK) karyawan perusahaan. Penurunan permintaan buah dan

    sayur juga dipengaruhi oleh berkurangnya permintaan konsumen

    yang berasal dari hotel, restoran, dan katering (horeka). Hal tersebut

    menyebabkan permintaan dan pasokan pangan hortikultura tidak

    seimbang. Pasokan buah dan sayur melimpah di pasar sehingga

    berpotensi menyebabkan terjadinya pemborosan (waste) pangan. Di

    sisi lain, konsumsi buah dan sayur di masa pandemi menjadi sangat

    penting dan dianjurkan untuk meningkatkan sistem imun dalam

    mencegah inveksi virus.

    Kandungan vitamin pada buah dan sayur dan juga komponen

    bioaktifnya diharapkan dapat meningkatkan sistem imun. Kondisi

    tersebut menunjukkan perlunya aplikasi teknologi penanganan

    pascapanen. Teknologi penanganan pascapanen bukan hanya

    diperlukan dalam skala distributor lokal, tetapi juga menjadi

    diperlukan dalam skala rumah tangga untuk menyimpan buah dan

    sayuran. Teknologi penanganan segar pascapanen diperlukan untuk

    mempertahankan mutu (dari segi penerimaan konsumen ataupun

    nilai fungsionalnya) dan meningkatkan umur simpan produk

    sehingga dapat dipasarkan secara berkala dalam memenuhi

    kebutuhan pasar dan dapat disimpan lama untuk stok rumah tangga.

  • Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 259

    Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan pentingnya teknologi

    pascapanen dalam mengatasi dampak pandemi covid-19 terhadap

    aspek keseimbangan permintaan dan pasokan serta pemenuhan

    konsumsi komoditas hortikultura, dalam hal ini buah dan sayur.

    Tulisan mencakup nilai fungsional produk hortikultura,

    permasalahan yang dihadapi saat panen dan selama distribusi,

    teknologi pascapanen, serta tantangan dan peluang komoditas

    hortikultura dalam mengatasi dampak pandemi.

    METODE

    Sumber data yang digunakan ialah data primer dan sekunder

    dengan metode pengumpulan data melalui studi pustaka dan analisis

    data deskriptif kualitatif. Ruang lingkup tulisan ini meliputi

    permasalahan yang dihadapi sektor hortikultura pada masa pandemi,

    kandungan bahan fungsional komoditas hortikultura, permasalahan

    yang dihadapi saat panen dan selama distribusi, penanganan

    pascapanen untuk mempertahankan umur simpan, serta tantangan

    dan peluang teknologi pascapanen untuk mengatasi dampak pandemi.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Nilai Fungsional Produk Hortikultura

    Pemenuhan kebutuhan nutrisi untuk vitamin, mineral, dan serat

    dapat diperoleh dengan mengonsumsi buah dan sayur. Selain itu,

    buah dan sayur juga mengandung komponen bioaktif seperti

    flavonoid, fitoestrogen, monoterpena, dan komponen peptida aktif

    yang berfungsi bagi kesehatan. Kandungan komponen tersebut

    berbeda untuk setiap varietas, kematangan, dan praktik

    agronominya, seperti pemupukan dan irigasi.

    Senyawa bioaktif seperti polifenolik, flavonoid yang terkandung

    dalam buah dan sayur sangat bermanfaat bagi tubuh, baik sebagai

    antioksidan, antivirus, ataupun antibakteri (Chan et al. 2011). Penelitian

    telah membuktikan bahwa pola makan yang banyak mengonsumsi

  • 260 Penanganan Pascapanen Komoditas Hortikultura untuk Mengatasi Dampak Pandemi Covid-19

    buah-buahan dan sayuran dapat memberikan efek positif terhadap

    beberapa kondisi kronis, seperti obesitas, diabetes, kanker, penyakit

    kardiovaskular, dan neurodegenerasi (Leite et al. 2011). Siriwardhana

    et al. 2013 menjelaskan bahwa nutrisi mikro pada buah sayur dapat

    menekan stres oksidatif, inflamasi, dan gangguan metabolisme, selain

    juga berperan menjaga kesehatan tulang dan fungsi kekebalan tubuh.

    Kandungan nutrisi mikro dan komponen bioaktif pada beberapa buah

    dan sayuran potensial di Indonesia disajikan pada Tabel 1 dan 2.

    Pemanfaatan buah, sayur, dan empon-empon menjadi produk

    minuman fungsional merupakan pilihan strategis untuk

    mengeksplorasi produk dasar dalam upaya meningkatkan daya

    tahan tubuh pada saat situasi pandemi. Kombinasi senyawa bioaktif

    dari beberapa produk dasar akan meningkatkan komponen yang

    Tabel 1. Kandungan mikro nutrisi beberapa buah dan sayuran

    potensial di Indonesia

    Komoditas

    Vitamin per 100 g Mineral (mg) per 100 g

    A

    (IU)

    C

    (mg)

    E

    (mg)

    K

    (mg)

    B3

    (mg)

    B6

    (mg)

    B9

    (mg)

    Zn Fe Ca P K

    Mangga 54 36,4 0,9 0,0042 0,66 0,119 0,043 0,08 0,16 11 14 0

    Durian 44 19,7 0 0 1,07 0,31 0,036 0,28 0,43 6 39 436

    Pepaya 365 78 0,3 0,0026 0,35 0 0,04 0,08 1,7 23 12

    Pisang 0,1 8,7 0,1 0,0005 0,67 0,37 0,02 0,15 0,26 5 22 358

    Salak 2 4,2 28 18

    Nenas 0 47,8 0,02 0 0,50 0,11 0,018 0,12 0,29 13 8 0

    Manggis 6,67 2,9 2,86 0,018 0,031 0,21 12 8 48

    Buah naga 32,65 1,3

    Jambu biji 228,3 0,73 0,0026 1,08 0,11 0,049 0,23 0,26 18 40 417

    Tomat 75 16 140 470 212

    Wortel 835 5,9 410 300 320

    Brokoli 31 89,2 410 730 316

    Sumber: Pangesti et al. (2013), Sinaga et al. (2015), Dhyanaputri et al. (2016), Prakoso

    (2017)

  • Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 261

    terkandung di dalamnya; untuk komponen fenolik pada flavonoid

    akan meningkat dengan adanya proses liberation dan breakdown

    matriks sel bahan (Woo et al. 2011). Temuan tersebut senada dengan

    hasil penelitian Zulueta et al. (2007), bahwa kombinasi berbagai bahan

    dalam suatu produk juga akan memengaruhi potensi antioksidannya.

    Tabel 2. Komponen bioaktif beberapa buah dan sayuran potensial di

    Indonesia

    Komoditas Kandungan Manfaat

    Pepaya Betakaroten Penglihatan, diferensiasi sel, kekebalan,

    pertumbuhan dan perkembangan,

    reproduksi, serta pencegahan kanker

    dan penyakit jantung

    Mangga Flavonoid,

    betakaroten,

    kuersetin,

    isokuersitrin,

    astragalin, fisetin,

    asam galat, dan

    metil galat

    Antioksidan, mencegah kanker, menjaga

    kesehatan jantung, menjaga kesehatan

    tulang, meningkatkan sistem kekebalan

    tubuh, mengendalikan tekanan darah,

    menjaga kesehatan mata

    Buah naga Fenol, flavonoid,

    alkaloid,

    triterpenoid

    Menurunkan kadar kolesterol darah,

    menghambat biosintesis kolesterol,

    antioksidan

    Manggis Fenol, flavonoid,

    alkaloid,

    triterpenoid

    Antioksidan, mencegah kanker,

    menurunkan kadar kolesterol darah

    Salak Fenolik Antioksidan, anti kanker, mengatasi

    resistensi multiobat, antiinflamasi

    Nenas

    Enzim bromelin Meningkatkan sistem kekebalan tubuh,

    mencegah penyakit kanker,

    penyembuhan luka, dan meningkatkan

    kesehatan pada usus

    Sumber: Sinaga (2015), Sulistyaningrum et al. (2015), Prakoso (2017), Kusbandari dan

    Susanti (2017)

  • 262 Penanganan Pascapanen Komoditas Hortikultura untuk Mengatasi Dampak Pandemi Covid-19

    Permasalahan Produk Hortikultura

    Buah dan sayur merupakan sumber vitamin, mineral, dan

    antioksidan yang berfungsi dalam meningkatkan sistem imun tubuh.

    Hal tersebut menjadi alasan pentingnya untuk mengonsumsi buah dan

    sayur. Pada masa pandemi Covid-19, konsumsi buah dan sayur

    disarankan untuk lebih ditingkatkan volumenya karena menjadi salah

    satu upaya atau cara dalam mencegah terjadinya inveksi virus melalui

    sistem kekebalan tubuh. Hal tersebut menyebabkan terjadinya

    kecenderungan terjadinya peningkatan permintaan konsumsi buah

    dan sayur oleh konsumen atau rumah tangga. Di sisi lain, adanya

    pembatasan aktivitas masyarakat di tempat umum memaksa pasar

    (termasuk pasar modern) dan juga rumah tangga melakukan

    penyimpanan atau membuat stok berbagai komoditas hortikultura

    dalam jumlah banyak, sementara sifat dari sayur dan buah adalah

    mudah mengalami kerusakan dan umur simpannya pendek.

    Stok produk hortikultura dalam kondisi segar dikatakan berhasil

    jika mutunya dapat dipertahankan selama penyimpanan. Untuk itu,

    diperlukan ketersediaan dan pemanfaatan teknologi pascapanen,

    khususnya teknologi penyimpanan, untuk memperpanjang umur

    simpan produk segar hortikultura. Umur simpan produk hortikultura

    yang relatif pendek disebabkan oleh masih tetap berlangsungnya

    proses metabolisme setelah proses pemanenan. Aktivitas metabolisme,

    seperti respirasi dan transpirasi akan terus berlangsung hingga produk

    dikonsumsi. Hal ini menyebabkan produk mudah mengalami

    penurunan mutu, bahkan kerusakan, setelah panen. Produk

    hortikultura akan menjadi matang, menua (senescence), dan rusak.

    Selain itu, kandungan nutrisi dan kadar air yang cukup tinggi

    menjadikan produk segar ini menjadi media yang baik untuk

    pertumbuhan mikroorganisme. Hal tersebut menyebabkan produk

    hortikultura juga sering kali mengalami kerusakan akibat adanya

    serangan ataupun infeksi mikroorganisme seperti kapang ataupun

    khamir. Umur simpan dan kerusakan produk hortikultura akibat

    faktor-faktor tersebut menyebabkan produk hortikultura memiliki

    kehilangan dan pemborosan pangan (food losses and waste) yang cukup

    tinggi, yaitu rata-rata masih di atas 20% (Kader 2002; Waryat et al. 2017).

  • Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 263

    Kerusakan produk sebagian besar disebabkan oleh penanganan

    pascapanen yang kurang tepat. Penanganan pascapanen dimulai

    sejak pemanenan hingga produk sampai di konsumen. Teknologi

    penanganan hortikultura sudah banyak dihasilkan oleh Badan

    Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) maupun

    lembaga-lembaga penelitian lainnya di Indonesia. Namun, masih

    rendahnya adopsi teknologi oleh petani maupun kelompok tani dan

    juga pelaku usaha hortikultura lainnya menjadi salah satu faktor

    penyebab tetap tingginya kehilangan (losses) yang terjadi.

    Beberapa alasan petani dan kelompok tani untuk tidak

    mengimplementasikan teknologi pascapanen yang tersedia di

    antaranya adalah (1) kebutuhan uang tunai yang mendesak sehingga

    panen dilakukan pada saat produk belum siap panen, yang

    mengakibatkan kualitas produk rendah dan tentunya harga rendah;

    (2) keterbatasan tenaga kerja karena setiap pemanfaatan teknologi

    umumnya berdampak pada penggunaan tenaga kerja yang lebih

    banyak; (3) keterbatasan peralatan karena beberapa teknologi

    pascapanen membutuhkan peralatan khusus; (4) adanya sistem

    kompensasi yang dilakukan oleh petani/poktan untuk pedagang

    pengumpul jika terjadi losses dengan melebihkan berat timbangan

    produk; dan (5) kesadaran petani akan pentingnya peran teknologi

    yang masih rendah (ICAPRD 2018). Untuk mengatasi berbagai

    permasalahan di atas, telah tersedia teknologi-teknologi pascapanen

    sederhana berbiaya murah dan mudah, tetapi tetap memiliki manfaat

    dalam menekan kehilangan losses dan kerugian petani akibat umur

    simpan produk yang pendek.

    Teknologi Penanganan Pascapanen

    Panen dan Umur Panen

    Teknologi penanganan pascapanen dimulai sejak produk

    hortikultura buah dan sayuran dipanen. Buah atau sayuran harus

    dipanen pada umur panen yang optimal. Sayuran dan utamanya

    buah yang dipanen muda atau belum waktunya akan berdampak

    pada kualitas produk yang rendah sehingga harga jualnya pun

  • 264 Penanganan Pascapanen Komoditas Hortikultura untuk Mengatasi Dampak Pandemi Covid-19

    rendah, demikian juga dengan posisi tawar produk. Untuk beberapa

    buah-buahan, penentuan umur panen dapat diamati secara fisik dan

    mudah dilakukan. Buah pisang dikatakan cukup umur jika sudut-

    sudut serta ujung buah sudah membulat. Pepaya siap panen jika

    sudah muncul sedikit semburat kuning/merah. Buah salak ditentukan

    berdasarkan warna kulit yang sudah lebih cerah dengan jarak

    sisiknya yang lebih berjauhan, sedangkan untuk mangga umumnya

    jika ujung buah sudah membulat.

    Setelah buah dipanen, buah dari lapang harus diperlakukan hati-

    hati agar tidak terjadi benturan fisik baik antarbuah maupun antara

    buah dan kemasan. Benturan dapat mempercepat proses fisiologi dan

    kerusakan buah sehingga menyebabkan penurunan kualitas dan

    umur simpan buah.

    Sortasi dan Grading

    Setelah buah dipanen, maka tahap selanjutnya adalah sortasi atau

    grading. Proses sortasi diperlukan untuk memisahkan buah yang yang

    rusak, cacat, luka, serta busuk sehingga dapat menekan atau

    mencegah kontaminasi silang terhadap buah yang sehat dan bersih.

    Grading merupakan kegiatan mengklasifikasikan buah berdasarkan

    warna, berat, dan bentuk buah sehingga diperoleh buah yang

    seragam. Sortasi dan grading akan memudahkan petani dalam

    membagi kelas mutu dari buah. Kelas mutu akan menentukan harga

    jual produk di pasaran. Proses selanjutnya adalah proses pengemasan

    dan penyimpanan.

    Pengemasan

    Faktor lain yang berpengaruh pada umur simpan produk

    hortikultura adalah kemasan. Pada umumnya kemasan terbagi

    menjadi kemasan primer dan kemasan sekunder. Kemasan primer

    merupakan kemasan yang bersinggungan langsung dengan produk.

    Contoh kemasan primer adalah single packaging yang biasa digunakan

    untuk display produk seperti kemasan plastik (wrapping plastic),

    keranjang plastik, jaring busa (net foam), kantung plastik stand-up

  • Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 265

    (stand-up pouch), dan sachet. Kemasan primer berperan melindungi

    produk dan memperpanjang umur simpan, sementara kemasan

    sekunder berperan melindungi kemasan primer selama penyimpanan

    atau pengangkutan, baik itu dari sentra produksi ke pasar maupun

    dari pasar sampai ke konsumen. Kemasan sekunder biasanya adalah

    kemasan yang terbuat dari kayu, plastik (krat plastik), dan kardus.

    Sayuran sangat rentan terhadap kelembaban. Penggunaan kertas

    koran untuk membungkus sayuran membantu retensi kelembaban,

    mencegah terjadinya perubahan aroma (pengaruh aroma

    lingkungan), serta mencegah terjadinya kontaminasi silang mikroba.

    Kemasan kertas koran juga cukup murah dan mudah diaplikasikan

    dalam skala rumah tangga. Dalam menjaga kesegaran selama

    penyimpanan, sayuran atau buah juga dapat dikemas menggunakan

    plastik low density polyethylene (LDPE) dengan diberi lubang untuk

    mencegah terjadinya kondensasi dalam kemasan. Penggunaan plastik

    berlubang menyebabkan terjadinya perubahan atau modifikasi

    kandungan O2 dan CO2 dalam kemasan sehingga dapat menekan laju

    respirasi produk (Waryat et al. 2017). Penggunaan plastik berlubang

    juga menjaga buah dan sayur tidak cepat layu selama disimpan

    dingin di dalam lemari pendingin.

    Manajemen Suhu

    Suhu merupakan salah satu faktor penting penyebab kerusakan

    produk hortikultura. Kerusakan akan meningkat dengan semakin

    tingginya suhu lingkungan karena suhu yang tinggi akan

    mempercepat proses fisiologi, baik respirasi ataupun transpirasi,

    begitu pula dengan aktivitas mikrobiologi oleh mikroorganisme.

    Dengan semakin cepatnya proses respirasi maka proses metabolisme

    (proses pembongkaran pati menjadi gula sederhana) juga akan

    semakin cepat. Hal ini berarti proses kematangan buah semakin cepat

    sehingga umur simpan menjadi pendek.

    Pendinginan, baik prapendinginan (pre-cooling) ataupun

    penyimpanan dingin, komoditas hortikultura pada prinsipnya

    memberikan perlakuan menurunkan suhu untuk menekan proses

    metabolisme, baik respirasi, transpirasi, ataupun aktivitas

  • 266 Penanganan Pascapanen Komoditas Hortikultura untuk Mengatasi Dampak Pandemi Covid-19

    mikrobiologi. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa

    penyimpanan dingin efektif dalam meningkatkan umur simpan

    produk hortikultura. Pendinginan bisa dijadikan alternatif dalam

    menyimpan produk hortikultura baik sayuran ataupun buah untuk

    stok dalam skala rumah tangga ataupun untuk pedagang dan pelaku

    distributor. Menyimpan sayuran ataupun buah-buahan di dalam

    pendingin dapat mengatasi masalah pemasaran yang terhambat

    akibat sulitnya distribusi.

    Prapendinginan

    Pada saat buah atau sayuran dipanen, respirasi buah meningkat dan

    berimbas kepada peningkatan suhu. Prapendinginan menurunkan

    suhu produk di lapangan sesaat setelah panen dengan cepat sehingga

    peningkatan aktifivas fisiologi yang terjadi dapat ditekan. Pra-

    pendinginan dapat meningkatkan umur simpan buah-buahan karena

    dapat menghambat kebusukan akibat serangan mikroorganisme,

    menekan reaksi enzimatis dan aktivitas respirasi, menghambat

    kehilangan air, serta menekan produksi etilen. Prapendinginan

    menyebabkan kualitas awal produk sesaat setelah dipanen dapat

    dipertahankan untuk kemudian diberi perlakuan pascapanen selanjut-

    nya, baik itu pengemasan, penyimpanan, ataupun distribusi buah.

    Prapendinginan untuk produk hortikultura berbeda-beda

    tergantung pada karakteristik buah, umur panen, bahkan suhu

    lingkungan saat pemanenan (Thakur 2016). Teknik prapendinginan

    juga ditentukan berdasarkan pertimbangan biaya yang diperlukan.

    Penyimpanan Dingin

    Penyimpanan dingin dilakukan untuk menghambat laju respirasi

    sehingga memperlambat proses pematangan, menghambat

    kerusakan secara fisiologi, juga menghambat kerusakan akibat

    serangan mikroba. Penggunaan suhu dingin dalam penyimpanan

    produk hortikutura menjadi faktor yang sangat penting apabila

    produk akan disimpan dalam waktu yang lama (Rao 2015).

  • Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 267

    Penyimpanan ataupun penggunaan suhu rendah dapat dilakukan

    untuk distribusi ataupun menyimpan produk sebagai stok. Pada

    skala kecil seperti di rumah tangga, penyimpanan buah dan sayur

    dapat dilakukan di dalam lemari penyimpanan dingin atau

    refrigerator. Penyimpanan di dalam refrigerator dapat didahului

    terlebih dahulu dengan proses pencucian buah dan sayur dan

    mengemasnya untuk mencegah pelayuan buah akibat transpirasi di

    dalam refrigerator. Penyimpanan dingin buah dan sayur dalam skala

    lebih besar dapat menggunakan cold storage. Pendinginan buah dan

    sayur juga dapat dilakukan untuk proses distribusi dengan

    menggunakan mobil boks berpendingin untuk jalur darat, atau

    dengan menggunakan refrigerated container untuk jalur laut dalam

    rangka pemasaran ekspor. Pengangkutan dingin sayur-sayuran

    secara konvensional dan murah dapat memanfaatkan penggunaan

    bongkahan es di dalam boks. Beberapa teknik prapendinginan dan

    suhu penyimpanan dingin pada beberapa komoditas hortikultura

    disajikan pada Tabel 3.

    Penanganan pascapanen yang tepat sejak di lapang tidak saja

    berdampak pada semakin panjangnya umur simpan produk

    hortikultura, tetapi juga secara langsung mengurangi losses yang

    biasanya terjadi di setiap titik sepanjang rantai pasok produk

    hortikultura. Dengan teknologi pascapanen yang tepat, produk cabai

    merah dapat dikurangi lossesnya yang semula lebih dari 20% menjadi

    kurang dari 10% (ICAPRD 2018). Bawang merah dari sekitar 27%

    menjadi kurang dari 5%. Hampir sama dengan cabai, tomat memiliki

    losses lebih dari 20‒25%, namun dengan sedikit sentuhan teknologi

    penanganan pascapanen, losses-nya dapat turun menjadi sekitar 10‒

    16% (AFACI 2015). Pisang merupakan buah yang memiliki tingkat

    losses yang cukup tinggi, yaitu pada kisaran 20‒50% (Pradhana 2013).

    Losses tersebut dapat turun menjadi 18‒25% (Sukasih et al. 2013)

    dengan penanganan pascapanen yang benar mulai dari penentuan

    umur panen hingga ke pasar. Dari data tersebut terlihat bahwa

    teknologi pascapanen memiliki peran yang sangat penting dalam

    menekan losses produk hortikultura selama ini, di mana angkanya

    tidak pernah berubah di kisaran 20‒50%.

  • 268 Penanganan Pascapanen Komoditas Hortikultura untuk Mengatasi Dampak Pandemi Covid-19

    Tab

    el 3

    . Pra

    pen

    din

    gin

    an, p

    eng

    emas

    an, d

    an p

    eny

    imp

    anan

    din

    gin

    ko

    mo

    dit

    as h

    ort

    iku

    ltu

    ra

    Ko

    mo

    dit

    as

    Tek

    nik

    pra

    pen

    din

    gin

    an

    Jen

    is k

    emas

    an

    S

    uh

    u p

    eny

    imp

    anan

    (°C

    )

    Um

    ur

    sim

    pan

    (har

    i)

    Su

    mb

    er

    Jeru

    k k

    epro

    k

    Con

    tact

    ici

    ng

    di

    dal

    am b

    ok

    s

    pen

    yim

    pa

    nan

    ya

    ng

    dib

    eri

    es

    (su

    hu

    bo

    x 1

    0 °C

    ) se

    lam

    a 1

    jam

    10

    21

    L

    atif

    ah 2

    008

    Man

    gg

    a

    (Alp

    ho

    nso

    )

    Pen

    din

    gin

    an

    pad

    a su

    hu

    12±

    2 °C

    pad

    a fo

    rced

    air

    coo

    lin

    g ch

    ambe

    r

    15

    21

    dal

    am

    pen

    din

    gin

    , 7

    har

    i d

    alam

    disp

    lay

    Kan

    ade

    et a

    l. 2

    017

    Man

    gg

    a

    Ged

    on

    g

    Dih

    amp

    ar

    MA

    P d

    eng

    an

    per

    fora

    si (

    kap

    asit

    as

    10 k

    g, L

    DP

    E 7

    2

    lub

    ang

    mik

    ro)

    8‒12

    35

    W

    iday

    anti

    et

    al.

    2019

    Man

    gg

    is

    Dih

    amp

    ar

    MA

    P d

    eng

    an

    per

    fora

    si (

    kap

    asit

    as

    10 k

    g, L

    DP

    E 7

    2

    lub

    ang

    mik

    ro)

    8‒12

    21

    W

    iday

    anti

    et

    al.

    2019

    Sal

    ak

    Dih

    amp

    ar

    MA

    P p

    erfo

    rasi

    8‒

    12

    21

    Yu

    lian

    ing

    sih

    et

    al.

    2010

    ; Wid

    ayan

    ti e

    t

    al. 2

    019

    Bro

    ko

    li

    Per

    end

    ama

    n d

    alam

    air

    es

    sela

    ma

    15 m

    enit

    10

    42

    B

    lon

    gk

    od

    et

    al.

    2016

    To

    mat

    P

    eren

    dam

    an

    dal

    am a

    ir e

    s

    sela

    ma

    1 ja

    m

    R

    atn

    a et

    al.

    201

    4

  • Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 269

    Buah dan sayur dengan umur simpan yang panjang karena

    mengaplikasikan teknologi pascapanen memungkinkan petani,

    supermarket, pasar daring, bahkan konsumen rumah tangga dapat

    menyimpan produk sebagai stok dengan kualitas yang tetap terjaga

    selama penyimpanan. Dengan demikian, para pelaku agribisnis buah

    dapat menekan risiko kerugian akibat buah tidak terjual dan

    kebutuhan konsumsi buah rumah tangga dapat terjaga pula selama

    pandemi.

    Penanganan Pascapanen Mengatasi Mengatasi Dampak Pandemi

    Tantangan

    Pandemi menyebabkan proses distribusi produk hortikultura

    terhambat sehingga daya serap pasar turun dan petani dirugikan

    karena barang sulit terjual. Kondisi tersebut menuntut umur simpan

    produk yang lebih lama untuk mengatur proses penjualan produk.

    Dalam hal ini, teknologi pascapanen menjadi penting untuk

    diaplikasikan dalam menjaga stok produk di tingkat petani, distributor

    atau pedagang, dan konsumen. Teknologi pascapanen dapat berperan

    dalam mempertahankan kesegaran produk hortikultura sehingga bisa

    bertahan lebih lama setelah dipanen.

    Kesadaran akan pentingnya aplikasi teknologi pascapanen harus

    dipahami oleh petani, pedagang, distributor, maupun konsumen.

    Dalam mewujudkan hal tersebut, perlu sosialisasi teknologi secara

    intensif. Petani ataupun kelompok tani harus mendapat bimbingan

    teknis terkait teknologi pascapanen yang dapat diaplikasikan dengan

    mudah di lapangan. Para peneliti Balitbangtan, penyuluh pertanian,

    aparat Dinas Pertanian setempat ataupun akademisi sebagai penghasil

    teknologi memiliki peran dalam proses sosialisasi dan diseminasi.

    Dinas Pertanian dan Dinas Perdagangan setempat serta Direktorat

    Jenderal teknis terkait wajib membantu petani maupun kelompok tani

    dalam memberikan bantuan yang dapat berupa peralatan pendukung

    teknologi seperti pembangunan Sub Terminal Agribisnis (STA)

    maupun Packing House Operation (PHO) beserta kelengkapannya.

  • 270 Penanganan Pascapanen Komoditas Hortikultura untuk Mengatasi Dampak Pandemi Covid-19

    Sementara itu, pedagang pengumpul, pedagang besar, maupun

    pedagang eceran (retailer) sudah seharusnya menghargai produk yang

    dihasilkan petani dengan memberikan harga beli yang pantas.

    Selanjutnya, pedagang pengumpul atau retailer akan menerapkan

    teknologi pascapanen untuk mempertahankan kualitas produk

    hortikultura tersebut, antara lain dengan penyimpanan pada suhu

    dingin serta memberikan kemasan produk yang baik sehingga produk

    tetap terlindungi dari kerusakan. Produk pertanian berkualitas baik

    dan kemasan yang menarik akan meningkatkan nilai jual produk di

    pasaran.

    PSBB yang bersifat memaksa masyarakat untuk mengurangi

    bepergian, termasuk belanja kebutuhan sehari-hari, menjadi salah satu

    faktor berkembangnya sistem pemasaran secara daring. Namun

    demikian, pemahaman petani, pedagang, ataupun distributor produk

    hortikultura terhadap sistem pemasaran daring masih terbatas. Oleh

    karenanya, perlu adanya edukasi sistem pemasaran secara daring

    untuk menjamin kelangsungan kegiatan agribisnis. Pemerintah dan

    pihak terkait perlu memfasilitasi dan meningkatkan kemampuan

    mereka untuk pemasaran secara daring. Petani maupun distributor

    dituntut untuk mampu memanfaatkan teknologi pascapanen,

    sekaligus dapat bersaing di pasar daring. Munculnya berbagai

    perusahaan start-up yang mengambil peluang membantu

    mengakomodasi pemasaran dari petani/kelompok tani maupun

    distributor dapat menjual produk secara daring dengan cepat dan

    harga yang sesuai. Sinergitas antara perusahaan start-up, lembaga

    pembiayaan dan instansi yang menaungi petani/keltan tersebut

    diperlukan untuk terus mengembangkan sistem dengan mengadakan

    pelatihan, pemberian modal, dan akses pasar secara daring.

    Terganggunya stok pangan akibat berkurangnya pasokan dan

    akibat PSBB juga terjadi di banyak negara. Pendekatan yang dilakukan

    di China juga memanfaatkan platform belanja daring (Galanakis 2020).

    Pemerintah China mendekati perusahaan makanan untuk

    mengumpulkan informasi tentang pasokan komoditas pokok seperti

    beras dan produk segar (misalnya buah-buahan dan sayuran) dan

  • Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 271

    menghubungkan mereka dengan penjual. Aplikasi seluler belanja yang

    populer, yaitu aplikasi e-commerce seperti JD.com dan Alibaba Group,

    membantu petani menemukan pembeli alternatif di kota kecil.

    Peluang

    Sektor pertanian selalu menjadi tumpuan untuk penyediaan

    pangan. Di saat krisis, seperti saat pandemi Covid-19 ini, selain

    berkontribusi untuk penyediaan pangan, ternyata sektor pertanian bisa

    menjadi jaring pengaman sosial (sosial safety net) alamiah. Selama ini,

    sektor pertanian masih merupakan sektor penyerap tenaga kerja

    terbanyak di Indonesia, terlebih ketika ada krisis (Yusuf et al. 2020). Hal

    itu juga berlaku untuk komoditas hortikultura, saat pandemi di mana

    terjadi banyak pemutusan hubungan kerja (PHK) dan terhentinya

    aktivitas ekonomi terutama bagi pekerja sektoral, banyak warga

    kembali ke desa dan bertani buah dan sayuran semusim maupun

    empon-empon yang penjualannya meningkat.

    Komoditas hortikultura, terutama buah-buahan, merupakan salah

    satu komoditas ekspor yang cukup mendapat berkah saat pandemi.

    Menurut BPS (2020b), ekspor buah-buahan pada Januari‒Mei 2020

    mengalami peningkatan volume maupun nilai. Untuk buah semusim

    ekspor naik sebesar 308,73% dengan nilai sebesar 91,04%, dan untuk

    ekspor buah tahunan meningkat sebesar 31,84% dengan nilai sebesar

    73,39% dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2019.

    Peningkatan terbesar terjadi pada buah-tahunan, dari 56,1 ton menjadi

    229,2 ton, senilai 109,5 ribu US$. Akan tetapi untuk sayuran, ekspor

    justru menurun sampai 40,12%. Data konsumsi buah dalam negeri

    selama dan pascapandemi diperkirakan meningkat seiring dengan

    semakin sadarnya masyarakat akan pentingnya mengonsumsi buah

    dan sayur untuk meningkatkan daya tahan tubuh sehingga peluang

    pasar produk hortikultura terbuka lebar.

    Saat ini, terdapat kecenderungan masyarakat untuk mengonsumsi

    bahan pangan alami (bukan olahan) yang memiliki manfaat fungsional

    yang baik. Hal tersebut menjadi tantangan sekaligus peluang

    pengembangan produk hortikultura. Masa pandemi menyebabkan

  • 272 Penanganan Pascapanen Komoditas Hortikultura untuk Mengatasi Dampak Pandemi Covid-19

    masyarakat semakin sadar pentingnya konsumsi makanan sehat untuk

    meningkatkan daya tahan tubuh. Konsumsi bahan pangan alami

    semakin meningkat, misalnya sarapan dengan jus, smoothies, salad, atau

    makanan penutup berbasis sayuran semakin meningkat. Diet sehat

    dengan sayuran segar merupakan pilihan yang mudah, enak, dan

    murah. Produk hortikultura juga kaya dengan manfaat kesehatan

    sehingga dikenal sebagai makanan super, seperti di antaranya buah

    beri (blueberry, cranberry, strawberry), delima, dan pepaya, merupakan

    jenis buah yang semakin populer (CBI 2019).

    Tren lain yang berkembang sekarang adalah konsumen juga

    cenderung mencari produk rendah karbohidrat dan rendah lemak,

    selain rendah gula. Produk-produk olahan hortikultura seperti selai,

    jelly, dan mengganti gula dengan buah-buahan dan sayuran. Selain itu,

    juga berkembang permintaan produk kering buah-buahan. Konsumen

    juga sekarang semakin peduli mengenai asal bahan pangan yang

    mereka konsumsi. Produk yang lebih hijau, maupun terkesan hijau

    (green product) lebih diminati. Produk tersebut termasuk buah dan

    sayuran. Di antara produk-produk segar yang semakin diminati

    konsumen masa kini adalah jus bukan dari konsentrat, jus dan smoothie

    yang diproses dengan tekanan tinggi, serta buah kering pasteurisasi

    tanpa bahan pengawet.

    Pada masa pandemi, penerapan teknologi pascapanen pada

    komoditas hortikultura memegang peranan penting. Selain

    meningkatkan umur simpan dan mengurangi potensi kerugian bagi

    petani, distributor, dan konsumen, teknologi pascapanen juga dapat

    menjaga komponen fungsional buah dan sayur, yaitu vitamin, mineral,

    serat, dan senyawa fungsional lainnya yang dapat meningkatkan

    kekebalan tubuh. Pada umumnya, di antara produk pangan dan

    pertanian, produk hortikultura merupakan produk yang paling mudah

    dipasok. Subsektor hortikultura memiliki banyak keunggulan, antara

    lain mudah ditanam, dapat tumbuh baik di Indonesia yang beriklim

    tropis, bernilai gizi tinggi, membantu pencapaian Sustainable

    Development Goals (SDGs), berdaya saing ekspor tinggi, serta sedikit

    membutuhkan lahan dalam usaha taninya.

  • Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 273

    KESIMPULAN DAN SARAN

    Kesimpulan

    Produk hortikultura memiliki kandungan vitamin dan senyawa

    fungsional yang baik untuk meningkatkan daya tahan tubuh selama

    masa pandemi. Di sisi lain, produk hortikultura memiliki umur

    simpan yang pendek sehingga menjadi kendala dalam rantai

    distribusi dan pemasaran. Teknologi penanganan pascapanen untuk

    memperpanjang umur simpan produk hortikultura selama dan

    pascapandemi sangat diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan

    pangan fungsional berbasis hortikultura, menjaga keseimbangan

    pasar dan perekonomian nasional.

    Teknologi pascapanen buah dan sayur yang dapat diaplikasikan

    untuk menangani kehilangan dan pemborosan (losses dan waste) di

    antaranya adalah cara dan waktu panen yang tepat, yaitu umur panen

    matang fisiologis dan waktu panen pada pagi hari serta tidak hujan,

    penurunan suhu lapang (dihampar dan diangin-anginkan), sortasi

    (memisahkan buah atau sayur yang busuk, luka, cacat), pengemasan,

    serta penyimpanan dingin. Aplikasi teknologi tersebut dapat

    membantu petani dan atau pelaku agribisnis hortikultura untuk

    membuat stok produk sehingga dapat mengatur proses distribusi dan

    pemasaran.

    Saran

    Pada masa pandemi Covid-19 ini, konsumsi buah dan sayuran

    disarankan untuk ditingkatkan guna membantu pembentukan sistem

    imun tubuh. Agar para pelaku sepanjang rantai pasok hortilkultura

    mulai dari petani, pedagang, sampai konsumen dapat menyimpan

    produk hortikultura buah dan sayuran lebih lama dan tidak menurun

    kualitasnya, disarankan pemerintah lebih mengintensifkan

    penyediaan dan diseminasi teknologi penanganan pascapanen

    kepada pelaku sepanjang rantai pasok hortikultura tersebut dengan

    teknologi pascapanen yang berbeda, yang sesuai dengan kebutuhan

    dan tingkat pemanfaatannya.

  • 274 Penanganan Pascapanen Komoditas Hortikultura untuk Mengatasi Dampak Pandemi Covid-19

    DAFTAR PUSTAKA

    [AFACI] Asian Food and Agriculture Cooperation Initiative. 2015.

    Postharvest handling of tomato in Indonesia and Asia. AFACI Report.

    Jeonju (KR): AFACI Secretariat.

    [BPS] Badan Pusat Statistik. 2020a. Ekonomi Indonesia triwulan I 2020 tumbuh

    2,97 persen [Internet]. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik; [diunduh 2020 Sep

    25]. Tersedia dari: https://www.bps.go.id/pressrelease/2020/05/05/1736/

    ekonomi-indonesia-triwulan-i-2020-tumbuh-2-97-persen.html

    [BPS] Badan Pusat Statistik. 2020b. Buletin statistik perdagangan luar negeri:

    ekspor [Internet]. Mei 2020. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik Indonesia;

    [diunduh 2020 Agu 28]. Tersedia dari: https://www.bps.go.id/publication/

    download.html

    Blongkod NA, Wenur F, Longdong IA. 2016. Kajian pengaruh pra

    pendinginan dan suhu penyimpanan terhadap umur simpan brokoli.

    Cocos [Internet]. [diunduh 2020 Agu 27]; 7(5): 10 p. Tersedia dari:

    https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/cocos/article/view/13871

    [CBI] Centre for the Promotion of Imports from developing countries. 2019.

    Trends on the European processed fruit and vegetables market [Internet].

    [cited 2020 Aug 28]. Available from: https://www.cbi.eu/market-

    information/processed-fruit-vegetables-edible-nuts/trends

    Chan EWC, Ng VP, Tan VV, Low YY. 2011. Antioxidant and antibacterial

    properties of Alpinia galanga, Curcuma longa, and Etlingera elatior

    (Zingiberaceae). Pharmacognosy J 3:54-61.

    Dhyanaputri GAS, Karta W, Krisna LAW. 2016. Analisis kandungan gizi

    ekstrak kulit salak produksi Kelompok Tani Abian Salak Desa Sibetan

    sebagai upaya pengembangan potensi produk pangan lokal. Meditory.

    4(2):93-100.

    Galanakis CM. 2020. The food systems in the era of the coronavirus (COVID-

    19) pandemic crisis. Foods [Internet]. [cited 2020 Sep 22]; 9(523): 10 p.

    Available from: https://www.mdpi.com/2304-8158/9/4/523/htm

    Hirawan FB, Verselita AA. 2020 Apr 14. Kebijakan pangan di masa pandemi

    COVID-19 [Internet]. CSIS Commentaries DMRU-048-ID. [diunduh 2020

    Sep 22]. Tersedia dari: https://csis.or.id/publications/kebijakan-pangan-di-

    masa-pandemi-covid-19

    [ICAPRD] Indonesian Center for Agricultural Postharvest Research and

    Development. 2018. Pilot activities of reduction of postharvest losses (PHL)

  • Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 275

    case of Indonesia: red curly chili. Bogor (ID): Indonesian Center for

    Agricultural Postharvest Research and Development dan PT Agro Indo

    Mandiri.

    Kader AA. 2002. Postharvest technology of horticultural crops. 3rd ed. Davis

    (US): University of California.

    Kanade NM, Pawar CD, Ghule VS, Gajbhiye RC, Salvi BR. 2017. Effect of

    different precooling and storage temperatures on shelf life of mango cv.

    Alphonso. Int J Curr Microbiol App Sci. 6(11):845-855.

    Kusbandari A, Susanti H. 2017. Kandungan beta karoten dan aktivitas

    penangkapan radikal bebas terhadap dpph (1,1-difenil 2-pikrilhidrazil)

    ekstrak buah blewah (Cucumis melo var. Cantalupensis L) secara

    spektrofotometri UV-visibel. J Farm Sains Komunitas. 14(1):37-42.

    Latifah. 2008. Kajian pengaruh pra pendinginan dan suhu penyimpanan

    terhadap umur simpan brokoli [Skripsi]. [Malang (ID)]: Universitas Islam

    Negeri Malang.

    Leite AV, Malta LG, Riccio MF, Eberlin MN, Pastore GM, Maróstica Junior

    MR. 2011. Antioxidant potential of rat plasma by administration of freeze-

    dried jaboticaba peel (Myrciaria jaboticaba Vell Berg). J Agric Food Chem.

    59(6):2277-2283.

    Pangesti T, Fitriani IN, Ekaputra F, Hermawan A. 2013. Sweet papaya seed

    candy: antibacterial Escherichia coli candy with papaya seed (Carica papaya

    L.). J Pelita. 8(2):156-163.

    Pradhana AY, Hasbullah R, Purwanto YA. 2013. Pengaruh penambahan

    kalium permanganat terhadap mutu pisang (cv. Mas Kirana) pada

    kemasan atmosfir termodifikasi aktif. J Pascapanen 10(2):83-94.

    Rao CG. 2015. Engineering for storage of fruits and vegetables: cold storage,

    control atmospere storage, modified atmosphere storage. 1st ed.

    Cambridge (US): Academic Press.

    Ratna, Ichwana, Mulyanti. 2014. Aplikasi pre-cooling pada penyimpanan buah

    tomat (Lycopersicum esculentum) menggunakan kemasan plastik polietilen.

    J EduBio Trop. 2(1):121-186.

    Sinaga AA, Luliana S, Fahrurroji A. 2015. Losio antioksidan buah naga merah

    (Hylocereus polyrhizus Britton and Rose). Pharm Sci Res. 2(1):11-20.

    Siriwardhana N, Kalupahana NS, Cekanova M, LeMieux M, Gree B,

    Moustaid-Moussa N. 2013. Modulation of adipose tissue inflammation by

    bioactive food compounds. J Nutri Biochem. 24(4):613–623.

  • 276 Penanganan Pascapanen Komoditas Hortikultura untuk Mengatasi Dampak Pandemi Covid-19

    Sukasih E, Setyadjit, Permana AW. 2013. Application of 1-MCP to delay

    ripening of 'Mas Kirana' banana. Acta Hortic. 1011:259-263.

    Sulistyaningrum A, Yanto T, Naufalin R. 2015. Perubahan kualitas nira kelapa

    akibat penambahan pengawet alami. J Penelit Pascapanen Pertan.

    12(3):137-146.

    Thakur B. 2016. Advancement in harvesting, precooling, and grading of fruits.

    Innovare J Agric Sci. 4(2):13-23.

    Waryat, Muflihani Y, Rima P. 2017. Kajian pengaruh jenis kemasan terhadap

    kehilangan hasil kubis selama penyimpanan. Dalam: Zulkarnain, Bobihoe

    J, Asni N, Handoko S, Zubir, editor. Prosiding Seminar Nasional

    Membangun Pertanian Modern dan Inovatif Berkelanjutan dalam Rangka

    Mendukung MEA; 2016 Mei 31‒Jun 1; Jambi, Indonesia. Bogor (ID): Balai

    Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. p. 1402-1408.

    Widayanti SM, Mulyawanti I, Dewandari KT, Kailaku SI, Sukasih E, Setyajdit,

    Broto W, Setyabudi DA, Kurniawan F. 2019. Teknologi penanganan

    (preparasi, modifikasi suhu dan kelembaban dan pengemasan) untuk

    mempertahankan mutu komoditas hortikultura potensial selama ekspor

    di lapangan. Laporan Akhir. Bogor (ID): Balai Besar Penelitian dan

    Pengembangan Pascapanen Pertanian.

    Woo KS, Hwang IG, Kim HY, Hang KI, Lee JS, Kang TS, Jeong HS. 2011.

    Thermal degradation characteristics and antioxidant activity of fructose

    solution with heating temperature and time. J Med Food. 14:167-172

    Yulianingsih, Thahir R, Amiarsi D, Mulyawanti I. 2010. Implementasi teknologi

    pengemasan atmosfir termodifikasi pada buah salak (kapasitas 10 ton)

    selama 21 hari transportasi untuk tujuan ekspor. Laporan Akhir. Bogor (ID):

    Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.

    Yusuf AA, Suganda T, Hermanto, Mansur F, Hadisoemarto P. 2020. Strategi

    ekonomi sektor pertanian di tengah pandemi Covid-19 [Internet].

    Bandung (ID): Center for Sustainable Development Goals Studies;

    [diunduh 2020 Sep 20]. Tersedia dari: sdgcenter.unpad.ac.id/strategi-

    ekonomi-sektor-pertanian-di-tengah-pandemi-covid-19/.

    Zulueta A, Esteve MJ, Frasque I, Frı´gola A. 2007. Vitamin C, vitamin A,

    phenolic compounds and total antioxidant capacity of new fruit juice and

    skim milk mixture beverages marketed in Spain. Food Chem. 103:1365-

    1374.