pemodelan 2-dimensi untuk identifikasi batuan …

63
PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN METODE GEOMAGNETIK DI DAERAH TAAN KABUPATEN MAMUJU Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si.) Oleh: WAHYU MEGANIAR BELLA AMRULLOH NIM: 11140970000026 PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019 M/1441 H

Upload: others

Post on 22-Nov-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN

BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN METODE

GEOMAGNETIK DI DAERAH TAAN KABUPATEN MAMUJU

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si.)

Oleh:

WAHYU MEGANIAR BELLA AMRULLOH

NIM: 11140970000026

PROGRAM STUDI FISIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019 M/1441 H

Page 2: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …
Page 3: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …
Page 4: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

iv

Page 5: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

v

ABSTRAK

Daerah penelitian berada di Daerah Taan, Kabupaten Mamuju, Sulawesi

Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi batuan bawah permukaan

berdasarkan pemodelan 2-Dimensi yang dihasilkan. Metode yang digunakan

adalah metode geomagnetik. Data hasil akuisisi berupa medan magnet total

dikoreksi menggunakan koreksi variasi harian dan IGRF, kemudian di filter

upward continuation. Data hasil upward continuation pada ketinggian 100 m

menunjukkan anomali nilai magnetik tinggi di sisi timur hingga barat wilayah

penelitian dengan nilai 67,96 nT sampai 279,99 nT. Pemodelan pada zona

anomali magnetik tinggi, dibuat 5 lintasan berorientasi arah baratlaut-tenggara

menghasilkan nilai suseptibilitas 0,00018 emu sampai 0,000551 emu adalah

batuan jenis phonolit, 0,000101 emu sampai 0,000151 emu adalah batuan

konglomerat dan 0,000231 emu sampai 0,001151 emu adalah jenis batuan breksi

vulakanik. Dari pemodelan terlihat batuan phonolit dan breksi menumpang pada

batuan konglomerat.

Kata kunci : metode geomagnetik, upward continuation, suseptibilitas.

Page 6: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

vi

ABSTRACT

The research area is in the Taan sector, Mamuju district, West Sulawesi.

This study aims to identify subsurface rocks based on the resulting 2-Dimensional

modeling. The method used is the geomagnetic method. The acquisition data is in

the form of a total magnetic field and then corrected using diurnal correction and

IGRF correction, then filtering is done in the form of upward continuation. The

upward continuation data at an altitude of 100 m shows a high magnetic anomaly

value on the east to west side of the study area with a value 67,96 nT to 279,99

nT. Modeling in the high magnetic anomaly zone is made 5 paths oriented

northwest-southeast and resulting in susceptibility values are 0,00018 emu to

0,000551 emu is phonolite rock, 0,000101 emu to 0,000151 emu is a

conglomerate rock and 0,000231 emu to 0,001151 emu is a vulcanic breccia rock.

From the modeling, phonolite and breccia are seen hitching on conglomerate rock.

Keywords: geomagnetic method, upward continuation, susceptibility.

Page 7: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

vii

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirahim

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah

SWT, Tuhan pengatur semesta alam, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,

pemilik hari kemudian, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga

penulis dapat melaksanakan tugas akhir ini dan dapat menyelesaikan laporan

skripsi sebagai hasil dari penelitian yang telah penulis lakukan. Shalawat serta dan

salam semoga tetap dilimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta

keluarga dan sahabatnya.

Skripsi ini berjudul “Pemodelan 2-Dimensi untuk Identifikasi Batuan

Bawah Permukaan menggunakan Metode Geomagnetik di Daerah Taan

Kabupaten Mamuju” disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam

memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si.) di program studi Fisika, Fakultas Sains

dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Skripsi ini tidaklah dapat terwujud tanpa adanya bantuan dan dukungan

dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati pada

kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak

yang telah membantu. Ucapan terima kasih penulis sampaikan setulus - tulusnya

kepada yang terhormat:

1. Ibunda Arianita Widianti yang selalu memberikan semangat, dukungan dan

doa di setiap waktu yang tiada henti kepada penulis dalam menyelesaikan

kuliahnya.

Page 8: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

viii

2. Ayahanda Y. Armen dan kakak Alifia Zahra serta adik Bintang Chandra yang

selalu memberikan semangat dan doa untuk penulis dalam melaksanakan

tugas akhir ini.

3. Bapak Dr. Sutrisno, Dipl.Seis. selaku pembimbing I yang telah banyak

meluangkan waktu dalam memberikan pengarahan, bimbingan serta

dorongan kepaada penulis sehingga skripsi ini terselesaikan.

4. Bapak Dwi Haryanto, M.Si. selaku pembimbing II yang telah memberikan

arahan dan dengan sepenuh hati membimbing proses penelitian di PTBGN-

BATAN.

5. Bapak Dr. Agus Salim, M.Si. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Bapak Arif Tjahjono, M.Si. selaku Ketua Program Studi Fisika.

7. Bapak Syaiful, Bapak Adhika dan Bapak Widodo, dan Karyawan bidang

Eksplorasi lainnya yang telah banyak membantu dan memberikan saran serta

masukan terbaik dalam penelitian.

8. Seluruh staf pengajar Prodi Fisika FST UIN Syarif Hidayatullah yang telah

membekali penulis dengan ilmu pengetahuan.

9. Nadia Fairuz, Amaliyah Triyana, Siva Dwi, Purnamasari dan Indah

Permatasari yang selalu memberi semangat dan nasihat yang sangat

membantu penulis.

10. Keluarga besar penulis yang selalu menyemangati penulis dalam

melaksanakan perkuliahan terutama Ibu Elvi Erianti yaitu bibi dari penulis.

Page 9: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

ix

11. Para sepupu yang menyemangati dan mendoakan penulis dalam mengerjakan

tugas akhir ini.

12. Tetangga rumah yang selalu mendoakan penulis agar cepat lulus.

13. Teman-teman Fisika’14 UIN Jakarta dan geofisika 2014, yang membuat hari-

hari di masa kuliah begitu indah dan tak terlupakan.

14. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah banyak

membantu penulis daalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga semuanya senantiasa mendapat rhido dan berkah dari Allah SWT.

Bagaimanapun penulis menyadari laporan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan, maka dari itu penulis akan sangat berterima kasih atas saran dan

kritik yang membangun dari pembaca. Kritik serta saran yang membangun dari

pembaca dapat disampaikan melalui alamat surat elektronik penulis,

[email protected], besar harapan penulis agar karya tulis ini dapat

bermanfaat.

Jakarta, 21 Januari 2019

Penulis

Page 10: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

x

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................ ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN ....................................................................... iii

LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................. iv

ABSTRAK .............................................................................................................. v

ABSTRACT .......................................................................................................... vi

KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii

DAFTAR ISI ........................................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii

DAFTAR TABEL .................................................................................................. xv

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 2

1.3 Batasan Masalah .......................................................................................... 3

1.4 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 3

1.5 Manfaat Penelitian ....................................................................................... 3

1.6 Sistematika Penelitian ................................................................................. 3

BAB II LANDASAN TEORI ................................................................................. 5

2.1 Dasar Teori Metode Geomagnetik .............................................................. 5

2.1.1 Gaya Magnet (F) ................................................................................ 5

2.1.2 Kuat Medan Magnetik ....................................................................... 6

2.1.3 Momen Magnetik ................................................................................ 6

2.1.4 Intensitas Magnetik ............................................................................ 7

Page 11: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

xi

2.1.5 Induksi Magnetik ............................................................................... 7

2.1.6 Suseptibilitas Magnetik ...................................................................... 7

2.2 Medan Magnet Bumi ................................................................................. 10

2.2.1 Sumber Kemagnetan Bumi ............................................................... 10

2.2.2 Parameter Fisis Kemagnetan Bumi ................................................... 12

2.3 Kemagnetan Pada Batuan .......................................................................... 15

2.4 Prinsip Pengolahan Data Geomagnetik ...................................................... 17

2.4.1 Koreksi Data Magnetik ..................................................................... 17

2.4.2 Kontinuasi ke atas (Upward Continuation) ..................................... 19

BAB III METODOLOGI PENELITIAN............................................................... 22

3.1 Data dan Area Penelitian ............................................................................ 22

3.2 Instrumentasi Penelitian ............................................................................. 23

3.2.1 Akuisisi Data ..................................................................................... 23

3.2.2 Pengolahan Data ............................................................................... 24

3.3 Proses Pengolahan Data ............................................................................ 24

3.4 Interpretasi ................................................................................................. 27

3.5 Geologi Daerah Penelitian ......................................................................... 27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 29

4.1 Hasil Pengolahan Data .............................................................................. 29

4.1.1 Medan Magnetik Total ...................................................................... 29

4.1.2 Anomali Medan Magnetik Total ....................................................... 30

4.1.3 Anomali Magnetik Hasil Filter Upward Continuation .................... 31

4.2 Pemodelan 2-Dimensi Geologi Bawah Permukaan ................................... 34

Page 12: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

xii

4.2.1 Pemodelan Lintasan A-A’ ................................................................ 35

4.2.2 Pemodelan Lintasan B-B’ ................................................................. 37

4.2.3 Pemodelan Lintasan C-C’ ................................................................. 38

4.2.4 Pemodelan Lintasan D-D’ ................................................................ 39

4.2.5 Pemodelan Lintasan E-E’ ................................................................. 40

4.2.6 Pemodelan Lintasan F-F’ .................................................................. 40

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 43

5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 43

5.2 Saran ........................................................................................................... 43

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 44

LAMPIRAN .......................................................................................................... 46

Page 13: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Ilustrasi elemen magnetik bumi ........................................................ 13

Gambar 2.2 Peta inklinasi bumi pada tahun 2015 ................................................ 13

Gambar 2.3 Peta deklinasi bumi pada tahun 2015 ............................................... 14

Gambar 2.4 Peta intensitas magnet total bumi pada tahun 2015 .......................... 15

Gambar 2.5 Nilai IGRF pada pengolahan data..................................................... 19

Gambar 2.6 Ilustrasi kontinuasi ke atas ............................................................... 20

Gambar 3.1 (a) rencana titik pengukuran data magnetik (b) titik ukur akuisisi

data magnetik di lapangan ................................................................... 22

Gambar 3.2 (a) PPM G-856 sebagai base station dan (b) PPM G-857 sebagai

rover .................................................................................................... 24

Gambar 3.3 Diagram alir penelitian ..................................................................... 26

Gambar 3.4 Peta Geologi daerah Taan ................................................................. 28

Gambar 4.1 Peta kontur intesitas medan magnetik hasil akuisisi data ................. 29

Gambar 4.2 Peta kontur anomali medan magnetik total ...................................... 30

Gambar 4.3 (a) Peta hasil proses upward continuation dan (b) ilustrasi upward

continuation pada ketinggian 10, 25, 50, 80, 100 m ........................... 32

Gambar 4.4 Peta kontur hasil Upward Continuation ketinggian 100 m .............. 33

Gambar 4.5 Sayatan lintasan pada peta Upward 100 m dan peta geologi Taan .. 34

Gambar 4.6 Pemodelan geologi bawah permukaan lintasan A-A’ ...................... 36

Gambar 4.7 Pemodelan geologi bawah permukaan lintasan B-B’ ....................... 37

Gambar 4.8 Pemodelan geologi bawah permukaan lintasan C-C’ ....................... 38

Gambar 4.9 Pemodelan geologi bawah permukaan lintasan D-D’ ...................... 39

Page 14: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

xiv

Gambar 4.10 Pemodelan geologi bawah permukaan lintasan E-E’ ..................... 40

Gambar 4.11 Pemodelan geologi bawah permukaan lintasan F-F’ ...................... 41

Page 15: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Nilai Suseptibilitas Beberapa Jenis Mineral ........................................... 8

Tabel 2.2 Nilai Suseptibilitas Beberapa Jenis Batuan ............................................. 9

Tabel 2.3 Koefisien Kontinuasi ke Atas ................................................................ 21

Tabel 3.1 Pedoman Kategorisasi Nilai .................................................................. 27

Page 16: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang dikenal kaya akan

keberagaman sumber daya alamnya. Semua kekayaan itu terhampar baik di atas

permukaan maupun terkandung dalam perut bumi, seperti sumber daya hutan dan

laut yang melimpah, air bersih serta potensi bahan galian tambang dan mineral.

Banyak wilayah di Indonesia yang memiliki potensi sumber daya alam bawah

permukaan yang belum tereksploitasi secara maksimal hingga saat ini.

Salah satunya adalah di wilayah Kabupaten Mamuju provinsi Sulawesi

Barat. Secara geologi daerah Mamuju merupakan pertemuan 3 lempeng tektonik

yaitu Lempeng Samudra Pasifik, Indo-Australia dan Filipina yang menunjam

dibawah Lempeng Benua Eurasia. Aktifitas tektonik subduksi menghasilkan

gunung api di daerah Sulawesi, termasuk Mamuju. Aktifitas magnetisme yang

membentuk gunung api secara berulang menyebabkan terjadinya pengkayaann

unsur mineral [1]. Komposisi batuan gunung api di Mamuju secara umum terdiri

dari batuan basa yang lebih didominasi jenis theprite, tephriphonolite,

phonotephrite, dan phonolite [2].

Dengan potensi yang besar maka perlu dilakukan adanya eksplorasi agar

sumber daya alam tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik. Salah satu cara yang

dapat digunakan untuk eksplorasi sumber daya bawah permukaan bumi lebih

mendalam adalah dengan menerapkan disiplin ilmu geofisika. Geofisika

Page 17: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

2

merupakan bagian dari ilmu geosains atau ilmu yang mempelajari tentang bumi

berupa isi, lingkungan, dan interaksinya dengan menggunakan metode-metode

fisika. Metode-metode geofisika yang dapat digunakan untuk kegiatan eksplorasi

bawah permukaan bumi antara lain metode geomagnetik, gravitasi, geolistrik, dan

mikroseismik [3].

Pada penelitian kali ini yang berlokasi di daerah Taan digunakan metode

geomagnetik untuk melakukan eksplorasi batuan bawah permukaan. Metode

geomagnetik adalah metode yang didasarkan pada pengukuran variasi intensitas

medan magnetik di permukaan bumi yang disebabkan oleh adanya variasi

distribusi benda termagnetisasi di bawah permukaan bumi. Metode ini sering

digunakan sebagai survei pendahuluan sebelum melakukan eskplorasi lebih lanjut

pada suatu daerah penelitian. Proses dalam metode geomagnetik dapat diterapkan

untuk menginterpretasikan dan memodelkan struktur bawah permukaan seperti

kandungan mineral, struktur arkeologi, manifestasi minyak dan gas bumi, serta

struktur geologi tertentu seperti formasi batuan ataupun sesar.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas pada penelitian tugas akhir

ini meliputi beberapa hal seperti berikut:

1. Bagaimana mengolah data magnetik dan membuat model 2-D sebagai

gambaran bawah permukaan daerah survei ?

2. Apakah indikasi awal dari anomali magnetik yang dihasilkan ?

3. Bagaimana mendeteksi jenis batuan bawah permukaan daerah survei ?

Page 18: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

3

1.3 Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada aspek:

1. Proses pengolahan data anomali magnetik regional hasil akuisisi di daerah

Taan Kabupaten Mamuju dan membuat pemodelan 2-D bawah

permukaan.

2. Identifikasi jenis batuan bawah permukaan wilayah penelitian berdasarkan

pemodelan 2-D dan peta geologi daerah Taan, Kabupaten Mamuju,

Sulawesi Barat.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Memetakan anomali medan magnet regional sebagai dasar analisa bagi

identifikasi jenis batuan bawah permukaan.

2. Membuat model 2-D geologi bawah permukaan untuk menentukan jenis

batuan berdasarkan nilai suseptibilitas yang dihasilkan.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi para peneliti geofisika ataupun

disiplin ilmu lainnya yang akan atau sedang melakukan penelitian di daerah

penelitian yang sama untuk dijadikan sebagai salah satu referensi.

1.6 Sistematika Penulisan Laporan

Penulisan laporan skripsi ini dibagi menjadi dua bagian, dimana bagian

pertama terdiri dari abstrak dan bagian kedua terdiri dari kata pengantar,

Page 19: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

4

daftar isi, daftar gambar, daftar tabel dan dilanjutkan dengan laporan

penelitian. Laporan penelitian ini dibagi kedalam 5 bab, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini dijelaskan secara singkat mengenai latar belakang penelitian

ini dilakukan, tujuan penelitian, batasan masalah, rumusan masalah, manfaat

penelitian, dan sistematika penulisan laporan.

BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini akan membahas dasar-dasar dari teori metode geomagnetik dan

konsep dari magnetik bumi, serta prinsip pengolahan data magnetik. Teori

tersebut selanjutnya akan dijadikan rujukan dalam melakukan analisa dan

pengolahan data.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan waktu dan tempat penelitian, peralatan dan bahan

yang dipergunakan, pengolahan data magnetik dan diagram alir penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data magnetik dan interpretasi data,

yaitu interpretasi kualitatif dan interpretasi kuantitatif.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini disampaikan kesimpulan dari hasil akhir penelitian yang telah

dilakukan, serta saran yang dibuat dengan pemikiran agar dapat membantu para

pembaca.

Page 20: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

5

BAB II

LANDASAN TEORI

Metode geomagnetik adalah salah satu metode dalam ilmu geofisika yang

didasarkan pada pengukuran variasi intensitas medan magnet di permukaan bumi

yang diakibatkan oleh adanya variasi distribusi benda termagnetisasi di bawah

permukaan bumi. Kemampuan untuk termagnetisasinya suatu medium atau bahan

bergantung kepada nilai suseptibilitas magnetiknya. Variasi intensitas medan

magnetik yang terukur ditafsirkan dalam bentuk distribusi bahan magnetik

dibawah permukaan, yang kemudian menjadi dasar dalam pendugaan kondisi

geologi di bawah permukaan. Metode geomagnetik seringkali digunakan untuk

melakukan eksplorasi pendahuluan minyak dan gas bumi, panas bumi, bahan

tambang dan mineral. Metode ini juga dapat digunakan untuk mendeteksi proses

mineralisasi suatu mineral yang memiliki kontras suseptibilitas cukup tinggi [4].

2.1 Dasar Teori Metode Geomagnetik

2.1.1 Gaya Magnet (F)

Menurut hukum Coulomb, jika ada 2 muatan atau kutub yang berada

dalam jarak r, maka kedua muatan atau kutub tersebut jika sejenis akan tolak

menolak sedangkan jika berlawanan jenis akan tarik menarik. Gaya magnet yang

ditimbulkan oleh dua buah kutub yang terpisah pada jarak r dan memiliki muatan

masing- masing 𝑚1 dan 𝑚2, diberikan oleh [5].

�⃑⃑� =𝟏

𝝁𝟎 𝒎𝟏𝒎𝟐

𝒓𝟐 �̂� (2.1)

Dimana:

Page 21: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

6

𝐹 = gaya Coulomb (N)

𝑚1𝑚2 = kutub magnetik yang memiliki muatan (C)

𝜇0 = konstanta permeabilitas magnetik

𝑟 = jarak antara dua kutub (m)

�̂� = vektor satuan

2.1.2 Kuat Medan Magnet

Kuat medan magnet (�⃑⃑� ) adalah ukuran besaran medan magnet pada suatu

titik dalam ruang yang muncul dikarenakan adanya gaya antar kutub yang berada

sejauh r dari titik m. Kuat medan magnet (�⃑⃑� ) diartikan sebagai gaya magnetik

persatuan kutub magnet [5]. Pernyataan tersebut dapat dituliskan secara matematis

pada persamaan Oersted.

�⃑⃑⃑� =𝑭

𝒎𝟏=

𝒎𝟐

𝝁𝒓𝟐 �̂� (2.2)

Dimana:

�⃑⃑� = kuat medan magnet (A/m)

𝑚2 = kuat kutub magnet (emu)

r = jarak (m)

�̂� = vektor satuan

2.1.3 Momen Magnet

Pada kenyataannya kutub-kutub magnet selalu berpasangan (dipole)

dimana dua kutub berkekuatan +𝑚 dan −𝑚 dipisahkan oleh panjang lengan (I),

maka momen magnet ini didefinisikan sebagai:

�⃑⃑⃑� = 𝑰𝒎�̂�𝟏 (2.3)

Page 22: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

7

Dimana:

�⃑⃑� = momen magnetik (m.C)

m = kutub magnet (C)

�̂�1 = vektor arah kutub negatif ke kutub positif

2.1.4 Intensitas Magnetik

Jika suatu benda terinduksi oleh medan magnet H, maka besar intensitas

magnet yang dialami oleh benda tersebut adalah [6],

�̂� = 𝒌. �̂� (2.4)

Dimana 𝑘 adalah nilai kerentanan atau suseptibilitas magnetik. Karena

kuat medan magnet bumi konstan, maka harga intensitas medan magnet hanya

akan bergantung pada perubahan kerentanan magnet.

2.1.5 Induksi Magnetik

Medan magnet yang terukur oleh magnetometer adalah medan magnet

induksi termasuk efek magnetisasinya, diberikan oleh persamaan [5],

�⃑⃑� = 𝝁𝟎(�⃑⃑⃑� + �⃑⃑⃑� ) = 𝝁𝟎 ((𝟏 + 𝒌)�⃑⃑⃑� ) (2.5)

Dengan 𝜇0 adalah permeabilitas medium magnetik pada ruang hampa

(𝜇0 = 4𝜋 𝑥 10−7) dalam satuan H/m atau N/A2, 𝜇0(1 + 𝑘) adalah permeabilitas

magnetik relatif. Satuan SI untuk �⃑� adalah Tesla = 1 newton/ampere meter = 1

Wb/m2.

2.1.6 Suseptibilitas Magnet

Suseptibilitas magnetik (𝑘) merupakan ukuran dasar sifat kemagnetan

suatu material yang ditunjukkan dengan adanya respon terhadap induksi

Page 23: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

8

magnetik. Sifat ini mengontrol induksi magnetik pada suatu batuan maupun

material lainnya. Suseptibilitas magnetik merupakan besaran yang tidak

berdimensi. Presentasi volume kehadiran mineral-mineral magnet pada suatu

batuan digunakan untuk mengetahui karakteristik suseptibilitas magnetik.

Kehadiran mineral-mineral magnet adalah sumber mendasar dari suseptibilitas

magnetik material yang ada di bumi [7].

Nilai suseptibilitas magnetik dalam ruang hampa sama dengan nol karena

hanya benda berwujud saja yang dapat termagnetisasi. Suseptibilitas magnetik

bisa diartikan sebagai derajat kemagnetan suatu material [5]. Hubungan

suseptibilitas dalam emu dan dalam SI dinyatakan sebagai berikut:

𝒌𝑺𝑰 = 𝟒𝝅𝒌′𝒆𝒎𝒖 (2.6)

Dimana 𝑘𝑆𝐼 adalah suseptibilitas magnetik dalam SI dan 𝑘′𝑒𝑚𝑢 adalah

suseptibilitas dalam emu.

Suseptibilitas adalah parameter penting dalam metode geomagnetik. Harga

(𝑘) pada batuan semakin besar apabila dijumpai semakin banyak mineral-mineral

magnetik didalamnya. Beberapa mineral memiliki nilai suseptibilitas yang

beragam, hal ini dapat terlihat dalam tabel 2.1.

Tabel 2.1 Nilai suseptibilitas beberapa jenis mineral [5]

Type Suseptibility (x 10

-6 emu)

Range Average

Minerals

Graphite -8

Quartz -1

Anhydrite, gypsum -1

Calsite -0.6 - (-1)

Coal 2

Clays 20

Page 24: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

9

Chalcopyrite 32

Sphalerite 60

Cassiterite 90

Siderite 100 – 310

Pyrite 4 – 420 130

Limonite 220

Rock salt -1

Arsenopyrite 240

Hematite 40 – 3000 550

Chromite 240 – 9400 600

Franklinite 36000

Pyrrhotite 100 – 500000 125000

Ilmenite 25000 – 300000 150000

Magnetite 100000 – 1600000 500000

Nilai suseptibilitas beberapa jenis batuan ditampilkan dalam tabel 2.2.

Batuan jenis sedimen memiliki rata-rata nilai suseptibilitas yang lebih kecil

dibandingkan dengan batuan jenis metamorf ataupun batuan beku.

Tabel 2.2 Nilai suseptibilitas beberapa jenis batuan [5]

Type Suseptibility (x 10

-6 emu)

Range Average

Sedimentary

Dolomite 0 – 75 10

Limestones 2 – 280 25

Sandstones 0 -1660 30

Shale 5 – 1480 50

Av. 48 sedimentary 0 – 4000 75

Metamorphic

Amphibolite 60

Schist 25 – 240 120

Phylite 130

Gneiss 10 – 2000

Quartzite 350

Serpentine 250 – 1400

Slate 0 – 3000 500

Av. 61 metamorphic 0 – 5800

Igneous

Page 25: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

10

Granite 0 – 4000 200

Rhyolite 0 – 3000

Dolorite 100 – 3000 1400

Augite-syenite 2700 – 3600

Olivine-diabase 2000

Diabase 80 – 13000 4500

Porphyry 20 – 16700 5000

Gabbro 80 – 7200 6000

Basalts 20 – 14500 6000

Diorite 50 – 10000 7000

Pyroxenite 10500

Peridotite 7600 – 15600 13000

Andesite 13500

Av. acidic igneous 3 – 6530 650

Av. basic igneous 44 – 9710 2600

2.2 Medan Magnet Bumi

Bumi berlaku seperti sebuah magnet sferis yang sangat besar dengan suatu

medan magnet yang mengelilinginya. Medan itu dihasilkan oleh dipole magnet

yang berada pada pusat bumi. Sumbu dipole itu bergeser sekitar 110 dari sumbu

rotasi bumi, yang berarti kutub utara geografis bumi tidak terletak sama dengan

kutub selatan magnetik bumi.

2.2.1 Sumber Kemagnetan Bumi

Medan magnet bumi tersusun dari tiga jenis medan magnetik berdasarkan

sumbernya, yakni medan magnet utama, medan magnet luar, dan medan magnet

anomali [5].

1. Medan Magnet Utama (Main Field)

Medan magnet utama bumi diduga terjadi akibat adanya perputaran

arus elektromagnetik yang berasal dari sirkulasi konveksi antara inti luar

Page 26: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

11

dengan inti dalam bumi. Proses sirkulasi konveksi antara inti luar dan inti

dalam ini akan menimbulkan aliran elektron yang menghasilkan medan

magnet Bumi. Proses tersebut memberikan pengaruh sebesar 99% bagi

sumber medan magnet utama Bumi. Medan magnet utama Bumi berubah-

ubah nilainya terhadap waktu akan tetapi variasi perubahannya sangatlah

kecil. Nilai tersebut diseragamkan kedalam standar nilai yang disebut

sebagai International Geomagnetics Reference Field (IGRF) dimana nilai

tersebut diperbaharui setiap lima tahun sekali dan diperoleh dari

pengukuran pada daerah dengan luas kurang lebih 1 juta km2.

2. Medan Magnet Luar (External Field)

Pengaruh medan magnet yang berasal dari luar bumi merupakan

hasil ionisasi di atmosfer yang ditimbulkan oleh sinar ultraviolet dan

aktivitas matahari. Sumber medan luar ini berhubungan dengan arus listrik

yang mengalir dalam lapisan terionisasi di atmosfer, akibatnya perubahan

medan ini tehadap waktu jauh lebih cepat. Beberapa sumber medan

magnet luar antara lain,

a) Perubahan konduktivitas listrik lapisan di atmosfer dengan siklus

11 tahun.

b) Variasi harian dengan periode 24 jam yang berhubungan dengan

pasang surut matahari yang mempunyai jangkauan 30 nT.

c) Variasi harian dengan periode 25 jam yang berhubungan dengan

rotasi bulan yang mempunyai jangkauan 2 nT.

Page 27: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

12

d) Badai magnet yang bersifat acak dan mempunyai jangkauan

sampai dengan 1.000 nT.

3. Medan Magnet Anomali

Perubahan nilai medan magnet secara lokal dihasilkan dari variasi

keterdapatan mineral magnetik yang ada pada batuan di dekat permukaan

maupun batuan yang berasosiasi di lapisan kerak paling atas. Besarnya

nilai anomali magnetik berkisar puluhan hingga ribuan nano Tesla, namun

tidak jarang bahwa besar nilai anomali magnetik bisa mencapai lebih dari

1.000 nT. Sumber dari anomali magnetik tidaklah mencapai lebih dari 40

km di bawah permukaan dikarenakan adanya efek suhu Currie (≈ 550 0C)

yang akan menghilangkan sifat kemagnetan suatu material bila melebihi

kedalaman tersebut.

2.2.2 Parameter Fisis Kemagnetan Bumi

Medan magnet bumi terkarakterisasi oleh parameter fisis yang dapat

diukur arah dan intensitas kemagnetannya. Parameter fisis tersebut antara lain

inklinasi magnetik, deklinasi magnetik, intensitas horizontal H, dan intensitas

vertikal Z. Ilustrasi komponen magnetik bumi pada gambar 2.1. memperlihatkan

arah dari komponen-komponen tersebut.

Page 28: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

13

Gambar 2.1. Ilustrasi komponen magnetik Bumi [8]

Keterangan:

a) Inklinasi (I), yaitu sudut yang dibentuk antara medan magnetik total

dengan bidang horizontal menuju bidang vertikal ke bawah. Contoh dari

peta inklinasi bumi dapat terlihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2. Peta inklinasi Bumi pada tahun 2015 [9]

Main field inclination (I) Contour interval: 2 degrees, red contours positive(down); blue negative (up); green zero line. Mecrator Projection.

Map developed by NOAA/NGDC & Cires http://ngdc.noaa.gov/geomagWMM Map reviewed by NGA and BGS Published December 2014

Page 29: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

14

b) Deklinasi (D), yaitu sudut yang dibentuk antara utara geografis bumi

dengan utara magnet bumi. Contoh dari peta deklinasi bumi dapat dilihat

pada gambar 2.3.

Gambar 2.3. Peta deklinasi Bumi pada tahun 2015 [9]

c) Intensitas Horizontal (H), yaitu besar dari medan magnetik total pada

bidang horizontal.

d) Intensitas Vertikal (Z), yaitu besar dari medan magnetik total pada bidang

vertikal.

e) Medan magnet total (B), yaitu besar dari vektor medan magnetik total.

Peta intensitas medan magnetik total bumi dapat dilihat pada gambar 2.4.

US/UK World Magnetic Model-Epoch 2015.0 Main Field Total Declination (D)

70’N

60’N

45’

N

30’N

60’S

70’S

0’

45’S

30’S

15’N

70’N

60’N

45’

N

30’N

60’S

70’S

0’

45’

S

30’S

15’N

1800 1800 135’W 90’

W

45’

W

135’E 90’E 45’E 0’

1800 135’W 90’

W

45’

W

135’E 90’E 45’E 0’

Main field declination (D) Contour interval: 2 degrees, red contours positive (east); blue negative (west); green (agonic) zero line. Mecrator Project

Map developed by NOAA/NGDC & Cires http://ngdc.noaa.gov/geomagWMM Map reviewed by NGA and BGS Published December 2014

Page 30: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

15

Gambar 2.4. Peta intesitas magnetik total Bumi tahun 2015 [9]

2.3 Kemagnetan Pada Batuan

Sifat kemagnetan batuan dapat diukur dari kemampuan batuan untuk dapat

termagnetisasi, dimana nilai kemagnetan pada batuan umumnya disebabkan oleh

kehadiran mineral magnetik dengan jumlah tertentu. Kehadiran mineral-mineral

magnetik tersebut akan memberikan perbedaan nilai suseptibiltas magnetik pada

setiap batuan [5].

Batuan atau mineral dapat dibedakan menjadi tiga kelompok utama

berdasarkan nilai suseptibilitas magnetiknya yaitu, diamgnetik, paramagnetik dan

ferromagnetik.

1. Diamagnetik

Semua material magnetik menunjukkan respon sebagai diamagnet ketika

berada di dalam sebuah medan magnetik. Pada bahan diamagnetik, atom-atom

Main field total intensity (F) Contour interval: 1000 nT Mecrator Projection.

Map developed by NOAA/NGDC & Cires http://ngdc.noaa.gov/geomagWMM Map reviewed by NGA and BGS Published December 2014

Page 31: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

16

pembentuk batuan mempunyai kulit elektron berpasangan dan arah putaran

berlawanan dalam tiap pasangan. Jika mendapat medan magnet dari luar orbit,

elektron tersebut akan berpresisi yang menghasilkan medan magnet lemah yang

melawan medan magnet luar tadi. Bahan ini memiliki nilai suseptibilitas negatif

dan kecil serta tidak tergantung dari medan magnetik luar. Contoh batuan

diamagnetik: bismuth, marmer dan lainnya.

2. Paramagnetik

Material paramagnetik terjadi akibat adanya satu atau lebih spin elektron

yang tidak berpasangan dan mengarah pada arah putaran yang sama. Jika terdapat

medan magnetik luar, putaran tersebut berpresisi menghasilkan medan magnet

yang mengarah searah dengan medan tersebut sehingga memperkuatnya. Akan

tetapi momen magnetik yang terbentuk terorientasi acak oleh agitasi termal, oleh

karena itu bahan tersebut memiliki nilai suseptibilitas kecil walaupun positif.

Contoh batuan paramagnetik: piroksen, olivine, garnet, dan lain – lain.

3. Ferromagnetik

Bahan Ferromagnetik memiliki harga suseptibilitas besar dan positif juga

bergantung terhadap temperatur. Terdapat banyak kulit elektron yang hanya diisi

oleh suatu elektron sehingga mudah terinduksi oleh medan luar. Keadaan ini

diperkuat lagi oleh adanya kelompok – kelompok bahan berputaran searah yang

membentuk dipole – dipole magnet (domain) mempunyai arah sama, apalagi jika

di dalam medan magnet luar. Contoh bahan ferromagnetik: besi, nikel, kobalt dan

lain sebagainya [10]. Material ferromagnetik dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:

a. Antiferromagnetik

Page 32: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

17

Pada bahan antiferromagnetik domain-domain tadi menghasilkan dipole

yang saling berlawanan arah sehingga momen magnetik secara

keseluruhan sangat kecil. Bahan antiferromagnetik yang mengalami cacat

kristal akan memiliki nilai suseptibilitas seperti bahan paramagnetik, tetapi

harganya naik sampai dengan titik Currie kemudian turu lagi. Contohnya

adalah hematit.

b. Ferrimagnetik

Pada bahan ferrimagnetik domain-domain tadi juga saling antiparalel

tetapi jumlah dipole pada masing-masing arah tidak sama sehingga masih

mempunyai resultan magnetisasi yang cukup besar. Suseptibilitasnya

tinggi dan bergantung terhadap tempertur. Contoh : magnetit, ilmenit dan

lain-lain.

2.4 Prinsip Pengolahan Data Geomagnetik

2.4.1 Koreksi Data Magnetik

Pada saat akuisisi data di lapangan nilai yang terukur pada alat merupakan

data medan magnet total yang terdiri dari medan magnet utama bumi, medan

magnet luar berupa aktifitas matahari dan nilai medan magnet anomali. Nilai

anomali magnetik daerah penelitian dapat diperoleh dengan melakukan koreksi-

koreksi yaitu berupa koreksi IGRF dan koreksi variasi harian (diurnal correction).

2.4.1.1 Koreksi Variasi Harian (Diurnal Correction)

Perbedaan waktu pengukuran dan efek sinar matahari dalam satu hari

menyebabkan penyimpangan intensitas medan magnet bumi [5]. Waktu yang

Page 33: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

18

dimaksud harus mengacu atau sesuai dengan waktu pengukuran data medan

magnetik di setiap titik lokasi (stasiun pengukuran) yang akan dikoreksi. Apabila

nilai variasi harian negatif, maka koreksi harian dilakukan dengan cara

menambahkan nilai variasi harian yang terekam pada waktu tertentu terhadap data

medan magnetik yang akan dikoreksi dan sebaliknya, hal ini dapat dituliskan

dalam persamaan,

∆𝑯 = 𝑯𝒏 ± 𝑯𝑫 (2.7)

Dimana :

∆𝐻 = anomali medan magnet total

𝐻𝑛 = medan magnet terukur

𝐻𝐷 = koreksi variasi harian

2.4.1.2 Koreksi IGRF

Medan magnet utama bumi adalah rata-rata nilai intensitas medan magnet

pada daerah pengukuran. Ketika medan magnet luar dapat dihilangkan dengan

koreksi variasi harian, maka koreksi IGRF dapat digunakan untuk menghilangkan

medan magnet utama bumi. IGRF (International Geomagnetics Reference Field)

merupakan model umum spherical harmonic medan magnet bumi dan telah

disetujui secara internasional yang diperbarui setiap 5 tahun sekali. Nilai dari

koreksi IGRF ini didapatkan dari kalkulator medan magnet di website NOAA

(National Oceanic and Atmospheric Administration). Nilai IGRF daerah

penelitian dapat dilihat pada gambar 3.5.

Page 34: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

19

Magnetic Field

Model Used : IGRF 2

Latitude : 2.90123840

S

Longitude : 118.916210

S

Elevation : 42000.0 m GPS

Date Declination Inclination Horizontal North Comp East Comp Vertical Comp Total

(+E I -W) (+ D I -U) Intensity (+N I -S) (+E I -W) (+D I -U) Field

24-09-17 0.6510 0 -21.7665

0 39,046.2 nT 39,043.7 nT 443,7 nT -15,590.9 nT 42,043.9 nT

Change/year -0.0898 0 0,2127

0 21.9 nT 22.6 nT -61.0 nT 87.4 nT -12.1 nT

Gambar 2.5. Nilai IGRF pada pengolahan data [11]

Setelah didapatkan nilai dari koreksi IGRF, nilai anomali medan magnet

dapat dihitung menggunakan perumusan berikut:

∆𝑯 = 𝑯𝒏 ± 𝑯𝑫 ± 𝑯𝑰𝑮𝑹𝑭 (2.8)

Dimana:

∆𝐻 = anomali medan magnet total

𝐻𝑛 = medan magnet terukur

𝐻𝐷 = koreksi variasi harian

𝐻𝐼𝐺𝑅𝐹 = koreksi IGRF

2.4.2 Kontinuasi ke Atas (Upward Continuation)

Proses kontinuasi ke atas digunakan untuk menonjolkan nilai anomali

magnetik disebabkan oleh sumber yang dalam dan menghilangkan nilai anomali

magnetik disebabkan sumber yang dangkal, sehingga membuat penampilan dari

peta magnetik tidak lagi didominasi oleh fitur anomali lokal yang bersifat dangkal

dan juga tidak menghilangkan fitur anomali yang bersifat regional [12]. Prinsip

kontinuasi menjelaskan bahwa suatu nilai medan potensial bersifat kontinyu dan

dapat dihitung di dalam suatu volume pada titik tertentu. Dalam proses kontinuasi

Page 35: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

20

ke atas nilai medan potensial magnetik ditransformasi dari suatu bidang

permukaan ke bidang yang jauh lebih tinggi.

Gambar 2.6. Ilustrasi kontinuasi ke atas (upward continuation) [5]

Perhitungan harga medan potensial di setiap titik observasi pada bidang

hasil kontinuasi (Z-) dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut [5]:

𝒛(𝒙, 𝒚, 𝒛) =|𝒛|

𝟐𝝅. ∫ ∫

𝒛(𝒙`,𝒚`,𝒛`)

𝑹𝟑 𝒅𝒙`𝒅𝒚`𝒂

−𝒂

𝒂

−𝒂 (2.9)

dimana, Z (x, y, z) adalah harga medan potensial pada bidang kontinuasi

(pengangkatan, z adalah jarak atau ketinggian pengangkatan, Z (x’, y’, z’) adalah

harga medan potensial pada bidang observasi sebenarnya (z=0), dan R=(|x-

x’|2+|y-y’|

2+z

2). Dalam penerapan persamaan-persamaan yang masih dalam

bentuk domain spasial sulit untuk diimplementasikan karena harus diketahui

dengan pasti harga medan potensial disetiap titik pada bidang hasil pengangkatan.

Diberikan persamaan empiris yang lebih sederhana untuk kontinuasi ke atas

(upward continuation) adalah sebagai berikut:

𝒁(−𝒉) = ∑ 𝒁𝟏𝟎𝒊−𝟎 (𝒓𝒊).𝑲(𝒓𝒊, 𝒉) (2.10)

Page 36: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

21

Dimana Z(-h) adalah medan potensial pada posisi h (hasil kontinuasi), Z(ri) adalah

rata-rata medan potensial pada jarak r untuk Z=0 dan K(ri,h) adalah Koefisien

kontinuasi ke atas [13].

Tabel 2.3. Koefisien kontinuasi ke atas [5]

I ri K(ri,1) K(ri,2) K(ri,3) K(ri,4) K(ri,5)

0 0 0,11193 0,04034 0,01961 0,01141 0,00742

1 1 0,32193 0,12988 0,06592 0,03908 0,02566

2 2 0,06062 0,07588 0,05260 0,03566 0,02599

3 5 0,15206 0,14559 0,10563 0,07450 0,04611

4 8 0,05335 0,07651 0,07651 0,05841 0,07784

5 13 0,06556 0,09002 0,10226 0,09173 0,11986

6 5 0,06650 0,11100 0,12921 0,12921 0,16159

7 50 0,05635 0,10351 0,13635 0,15474 0,14106

8 136 0,03855 0,07379 0,10322 0,12565 0,09897

9 274 0,02273 0,04464 0,06500 0,08323 0,09897

10 25 0,03015 0,05998 0,08917 0,11744 0,14458

Page 37: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

22

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Data dan Area Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah data sekunder yang

diperoleh dari PTBGN BATAN Pasar Jumat, Lebak Bulus, Jakarta Selatan berupa

hasil akuisisi data magnetik di daerah Taan, Mamuju, Sulawesi Barat pada tanggal

21 September – 09 Oktober 2017. Pengambilan data dilakukan pada area berupa

grid dengan spasi pengukuran kurang lebih 500 m x 500 m dan data yang

diperoleh berasal dari 56 titik pengukuran. Peta rencana titik ukur akuisisi data

dan peta titik ukur saat akuisisi data di lapangan dapat dilihat pada gambar 3.1.

(a)

No

rth

ing

(m)

Easting (m)

Page 38: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

23

(b)

Gambar 3.1. (a) rencana titik pengukuran data magnetik (b) titik ukur akuisisi

data magnetik di lapangan.

3.2 Instrumentasi

3.2.1 Akuisisi Data

Alat utama yang digunakan saat melakukan akuisisi data magnetik yaitu

PPM (Proton Precission Magnetometer) G-857 yang berfungsi sebagai rover

(pengukuran medan magnetik secara mobile) dan PPM G-856 sebagai base station

(pengukuran medan magnet di satu titik secara kontinu). Peralatan pendukung

yang juga digunakan antara lain, Global Positioning System (GPS), kompas, jam,

alat menulis, dan lain sebagainya. Untuk alat utama yaitu PPM (Proton Precission

Magnetometer) tipe G-856 dan G-857 dapat dilihat pada gambar 3.2.

Page 39: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

24

Gambar 3.2. (a) PPM G-856 sebagai base station [14] (b) PPM G-857

sebagai rover [15]

3.2.2 Pengolahan Data

Penelitian ini menggunakan beberapa jenis perangkat lunak dalam proses

pengolahan datanya, antara lain:

a. Micrososft Excel 2010 untuk pengolahan awal data magnetik (koreksi

variasi harian dan koreksi IGRF) hingga dihasilkan nilai anomali

magnetik.

b. Surfer 11.0 untuk membuat desain slice data gabungan peta geologi

daerah penelitian dengan peta kontur anomali magnetik.

c. Oasis Montaj 6.4.2 untuk membuat peta kontur anomali magnetik total

dan pengolahan lanjutan berupa kontinuasi keatas dan pemodelan 2-D.

3.3 Proses Pengolahan Data

Pengolahan data magnetik diawali dengan melakukan pemilihan data yang

sesuai lokasi titik ukur geomagnetik regional yang telah direncanakan

sebelumnya. Data tersebut yang masih merupakan medan magnetik gabungan

(medan magnet bumi, medan magnet luar dan medan magnet nomali) kemudian

Page 40: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

25

dilakukan koreksi berupa koreksi IGRF (nilai referensi medan magnet daerah

penelitian yaitu 42.125,58 nT) untuk menghilangkan medan magnet bumi dan

koreksi variasi harian untuk menghilangkan efek medan magnet luar hingga

dihasilkan medan magnet anomali. Proses pengolahan data tersebut mengunakan

software Microsoft Excel.

Medan magnet anomali yang dihasilkan kemudian dilakukan proses

pengolahan data lanjutan berupa transformasi data, yaitu kontinuasi ke atas

(upward continuation). Proses kontinuasi ke atas dengan beberapa nilai ketinggian

digunakan untuk memisahkan antara anomali magnetik lokal dengan regional.

Nilai ketinggian yang digunakan divariasikan antara 10 – 100 m atau hingga

perubahan kontur anomali cenderung stabil. Peta hasil transformasi ini dijadikan

sebagai peta dasar dalam pembuatan model bawah permukaan dengan menarik

profil yang diinginkan.

Tahap selanjutnya yaitu membuat pemodelan 2-D bawah permukaan dari

sayatan lintasan yang telah dibuat menggunkan menu Gm-Sys yang sudah

terintegrasi software Oasis Montaj 6.4.2. dengan input parameternya adalah nilai

IGRF, inklinasi, dan deklinasi. Pemodelan dilakukan dengan mempertimbangkan

geologi regional daerah penelitian. Metode yang digunakan berupa trial and error

(coba-coba) yaitu dengan mengubah variasi nilai suseptibilitas, kedalaman, dan

ketebalan model batuan yang dibuat sampai terjadi kesebandingan antara bentuk

kurva anomali magnetik dengan kurva hasil perhitungan model. Pemodelan dirasa

cukup baik jika memiliki nilai kesalahan (error value) menjadi semakin kecil.

Apabila bentuk model geologi bawah permukaan tidak menunjukkan kecocokan

Page 41: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

26

maka perlu menganalisis pengolahan data dari awal untuk melihat adakah

kesalahan dalam proses tersebut.

Proses yang dilakukan pada penelitian ini terangkum dalam diagram alir

berikut (gambar 3.3).

Gambar 3.3. Diagram alir penelitian.

Cocok

?

Interpretasi Kuantitatif

Kesimpulan

Selesai

Ya

Tidak

Mulai

Data Medan

Magnetik Total

Lapangan

Koreksi Variasi Harian

Koreksi IGRF

Anomali Medan

Magnetik Total

Transformasi Upward Continuation

Interpretasi Kualitatif

Profil

Anomali

Observasi

Pemodelan

2D

Peta Geologi

Profil Anomali

Model

Page 42: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

27

3.4 Interpretasi

Interpretasi data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Interpretasi

kualitatif dengan menganalisa peta kontur anomali magnetik hasil pengolahan

data awal dan upward continuation.

Mengkategorikan nilai anomali magnetik pedoman yang dapat digunakan

antara lain sebagai berikut.

Tabel 3.1 Pedoman kategorisasi nilai [16]

Kategori Nilai Distribusi Statistik

Rendah X < M − 1SD

Menengah M − 1SD ≤ X < M + 1SD

Tinggi M + 1SD ≤ X

Dimana,

M = Mean

SD = Standar Deviasi

Interpretasi kuantitatif dilakukan dengan menganalisa hasil pemodelan 2-D

bawah permukaan yang dibuat dalam program Gm-Sys Oasis Montaj.

3.5 Geologi Daerah Penelitian

Lokasi penelitian berada di daerah Taan, Kabupaten Mamuju, Sulawesi

Barat. Berdasarkan struktur litoteknik Sulawesi Barat termasuk kedalam

kelompok Mandala Barat. Mandala Barat memanjang dari lengan utara sampai

dengan lengan selatan Pulau Sulawesi. Secara umum busur ini terdiri dari batuan

vulkanik-plutonik berusia paleogen-kuarter dengan batuan sedimen berusia

mesozoikum-tersier dan batuan malihan [17].

Page 43: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

28

Kabupaten Mamuju disusun oleh sebaran batuan gunung api dan batuan

sedimen. Daerah penelitian termasuk kedalam kelompok batuan gunung api adang

(Tma) yang di dominasi oleh satuan batuan tuf, lava dan breksi gunung api [18].

Gambar 3.4. Peta geologi Daerah Taan [19]

Secara lebih terperinci peta geologi daerah Taan telah dibuat oleh ahli

geologi di PTBGN BATAN (gambar 3.4). Peta ini dibuat berdasarkan singkapan

yang terlihat di permukaan dengan jenis batuannya adalah batuan phonolit, batuan

breksi vulakanik dan batuan konglomerat.

Page 44: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

29

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengolahan Data

Diketahui bahwa komponen magnetik bumi terdiri dari inklinasi,

deklinasi, medan magnet horizontal, dan medan magnet vertikal, alat survei

geomagnetik mengukur nilai medan magnet total bumi yang merupakan resultan

dari komponen magnetik pada bidang vertikal dan horizontal.

4.1.1 Medan Magnet Total

Gambar 4.1. Peta kontur intensitas medan magnetik hasil akuisisi data.

Medan magnetik hasil akuisisi data atau bisa disebut sebagai medan

magnet total merupakan medan magnet yang masih dipengaruhi oleh medan

magnet utama bumi, medan magnet luar serta medan magnet anomali. Rentang

Page 45: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

30

nilai intensitas medan magnet tersebut berkisar antara 42.048,8 – 42.236,8 nT.

Persebaran nilai medan magnetik total hasil akuisisi data di lapangan dapat dilihat

dari peta kontur pada gambar 4.1.

4.1.2 Anomali Medan Magnet Total

Data hasil koreksi variasi harian dan koreksi IGRF menghasilkan nilai

anomali medan magnetik total. Pada peta kontur anomali (gambar 4.2) dapat

terlihat pola persebaran anomali di daerah penelitian yang tidak jauh berbeda

dengan persebaran medan magnet total (gambar 4.1). Hal ini dikarenakan tidak

adanya penyimpangan nilai medan magnet besar secara acak yang biasanya

disebabkan oleh badai magnetik pada saat melakukan akuisisi data di lapangan.

Gambar 4.2. Peta kontur anomali medan magnet total.

Page 46: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

31

Berdasarkan peta anomali medan magnetik total dengan rentang nilai

intensitas antara -122,12 nT sampai 279,98 nT. Terlihat persebaran anomali

magnetik tinggi ada di bagian selatan dan barat menuju ke timur (bagian tengah)

peta dengan nilai intensitas anomali medan magnetik berkisar antara 67,96 nT

sampai 279,98 nT, sedangkan anomali magnetik menengah memiliki rentang nilai

intensitas antara -21,75nT sampai 67,96 nT tersebar di bagian utara dan selatan

peta dan untuk anomali magnetik rendah memiliki nilai intensitas -122,12 nT

sampai -21,75 nT tersebar di barat laut, barat daya dan tenggara peta.

Nilai anomali magnetik ini masih bercampur antara medan magnet yang

bersifat lokal (sumber anomali dangkal) dengan regional (sumber anomali dalam),

sehingga perlu dilakukan pengolahan data lanjutan untuk memisahkannya.

Pengolahan data lanjutan tersebut berupa filtering data menggunakan upward

continuation. Proses upward continuation digunakan karena dapat menghilangkan

pengaruh yang disebabkan oleh sumber anomali dangkal dan memperkuat fitur

anomali regional.

4.1.3 Anomali Magnetik Hasil Filter Upward Continuation

Proses upward continuation (kontinuasi ke atas) dilakukan untuk

memperkuat fitur anomali magnetik yang disebabkan oleh sumber anomali

regional dan menghilangkan sumber anomali lokal. Pada penelitian ini yang

menjadi target observasi adalah sumber regional dari nilai anomali magnetik

tinggi yang ada pada bagian barat peta, oleh karena itu digunakan filtering upward

continuation. Proses filtering data dilakukan terhadap variasi ketinggian, yakni

Page 47: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

32

pada ketinggian 10 m, 25 m, 50 m, 80 m dan 100 m. Hal ini dilakukan agar dapat

terlihat perubahan fitur anomali magnetiknya (gambar 4.3).

Gambar 4.3. (a) Peta Hasil Proses Upward Continuation dan (b) Ilustrasi

Upward Continuation pada ketinggian 10, 25, 50, 80 dan 100 m

Pada peta hasil pengangkatan dengan variasi ketinggian yang berbeda

terlihat bahwa nilai anomali magnetiknya memliki klosur positif dan negatif yang

semakin kecil. Fitur anomali magnetik pada kontinuasi ketinggian 10 m dan 25 m

tidak tampak adanya perubahan dibandingkan dengan anomali medan magnet

total, hal ini menunjukkan bahwa peta kontur anomali magnetik tersebut masih

Kontinuasi 25 m

Kontinuasi 10 m

Kontinuasi 50 m

Kontinuasi 100 m Kontinuasi 80 m

Anomali magnetik

(a) (b)

Page 48: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

33

belum terpisahkan antara anomali lokal dengan regionalnya. Perubahan fitur

anomali mulai terlihat pada kontinuasi ketinggian 50 m dimana fitur anomali

magnetik tinggi pada bagian timur peta dan anomali magnetik rendah pada bagian

barat daya mulai menghilang dan hal ini terjadi hingga kontinuasi pada ketinggian

80 m. Proses kontinuasi hanya dilakukan hingga ketinggian 100 m dikarenakan

pada ketinggian ini sudah dapat terlihat jelas fitur anomali magnetik regionalnya

dan perubahan fitur anomali yang signifikan tidak lagi terjadi. Peta kontur upward

continuation ketinggian 100 m dapat dilihat pada gambar 4.4 dengan nilai anomali

magnetik berkisar antara -55,27 nT sampai 133,98 nT.

Gambar 4.4. Peta kontur upward continuation ketinggian 100 m.

Page 49: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

34

Persebaran nilai anomali magnetik tinggi pada peta upward continuation

ketinggian 100 m berada di bagian barat peta dengan nilai intensitas anomali

magnetik sebesar 50,01 sampai 133,98 nT, untuk anomali menengah dengan nilai

intensitas -3,71 sampai 50,01 nT tersebar di utara-timur-selatan peta dan anomali

rendah dengan nilai intensitas -55,15 nT sampai -3,71 nT tersebar di bagian barat

laut dan tenggara peta. Hasil peta kontinuasi pada ketinggian 100 m ini kemudian

dijadikan sebagai dasar dalam pengolahan data selanjutnya yaitu membuat

pemodelan 2-Dimensi bawah permukaan.

4.2 Pemodelan 2-Dimensi Geologi Bawah Permukaan

Pemodelan geologi bawah permukaan dilakukan untuk memperkuat hasil

interpretasi kualitatif yang telah dibuat sebelumnya. Peta upward continuation

pada ketinggian 100 m digunakan untuk membuat pemodelan 2-D dan titik yang

dijadikan target observasi digunakan sebagai dasar pembuatan sayatan lintasan.

(a)

Page 50: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

35

(b)

Gambar 4.5. Sayatan lintasan untuk pemodelan geologi bawah permukaan

pada peta (a) upward continuation 100 m dan (b) peta geologi Taan

Pemodelan dilakukan menggunakan program GM-SYS Oasis Montaj 6.4.2.

dengan parameter yang dimasukkan adalah nilai IGRF (42.125,58 nT), deklinasi

(0,650) dan inklinasi (-21,75

0) daerah penelitian. Sayatan lintasan yang dibuat ada

6 yaitu lintasan A-A’, B-B’, C-C’, D-D’, dan E-E’ dengan arah orientasi barat

laut-tenggara dan F-F’ dengan orientasi arah timur laut-barat daya yang mengikat

kelima sayatan lainnya (gambar 4.4).

4.2.1 Pemodelan Lintasan A-A’

Pada hasil pemodelan sumbu x merupakan panjang lintasan pemodelan

(m), sumbu y positif adalah nilai intensitas medan magnetik (nT) dan sumbu y

negatif adalah kedalam (m).

Page 51: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

36

Gambar 4.6. Pemodelan geologi bawah permukaan pada lintasan A-A’.

Lintasan A-A’ pada sayatan peta upward continuation ketinggian 100 m

mempunyai panjang kurang lebiih 1.426 m dengan sayatan melintasi batuan jenis

phonolit-breksi-konglomerat-breksi-phonolit. Nilai suseptibilitas hasil pemodelan

(dari kiri ke kanan gambar 4.6) yaitu 0,000251 emu merupakan batuan phonolit

tersebar sepanjang 56 m dengan kedalaman 390 m, 0,00075 emu adalah breksi

vulkanik tersebar sepanjang 148 m dengan kedalaman 84 m, 0,000101 emu

adalah jenis batuan konglomerat tersebar sepanjang 428 m dengan kedalaman

500 m, 0,001151 emu adalah jenis batuan breksi tersebar sepanjang 326 m dengan

kedalaman 16 m dan 0,000251 emu merupakan jenis batuan phonolit tersebar

sepanjang 505 m dengan kedalaman 500 m.

Page 52: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

37

4.2.2 Pemodelan Lintasan B-B’

Gambar 4.7. Pemodelan geologi bawah permukaan pada lintasan B-B’.

Lintasan B-B’ pada sayatan peta upward continuation ketinggian 100 m,

mempunyai panjang 1.529 m dan melintasi batuan jenis phonolit-breksi-

konglomerat-breksi-phonolit. Nilai suseptibilitas hasil pemodelan (dari kiri ke

kanan gambar 4.7) yaitu 0,000171 emu adalah batuan phonolit tersebar sepanjang

180 m dengan kedalaman 414 m, 0,000251 emu adalah batuan breksi sepanjang

144 m dengan kedalaman 260 m dari titik elevasi observai, 0,000121 emu

adalah batuan konglomerat sepanjang 400 m dengan kedalaman 500 m,

0,000251 emu adalah batuan breksi sepanjang 300 m dengan kedalaman 220 m

dari titik elevasi observasi, dan 0,000201 emu merupakan batuan phonolit

sepanjang 505 m dengan kedalaman 467 m.

Page 53: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

38

4.2.3 Pemodelan Lintasan C-C’

Lintasan C-C’ pada sayatan peta upward continuation ketinggian 100 m

yang mempunyai panjang 1.559 m melintasi batuan phonolit-breksi-konglomerat-

breksi-phonolit. Hasil pemodelan lintasan C-C’ dapat dilihat pada gambar 4.8.

Gambar 4.8. Pemodelan geologi bawah permukaan pada lintasan C-C’.

Nilai suseptibilitas hasil pemodelan yaitu 0,000180 emu adalah batuan

phonolit sepanjang 44 m dengan kedalaman 435 m, 0,000231 emu adalah

batuan breksi sepanjang 320 m dengan kedalaman 279 dari titik elevasi

observasi, 0,000151 emu adalah batuan konglomerat sepanjang 360 m dengan

kedalaman 500 m, 0,0004 emu adalah batuan breksi sepanjang 459 m dengan

kedalaman 200 m dan 0,000351 emu merupakan batuan phonolit sepanjang 376

m dengan kedalaman 500.

Page 54: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

39

4.2.4 Pemodelan Lintasan D-D’

Lintasan D-D’ pada sayatan peta upward continuation ketinggian 100 m

mempunyai panjang 1.548 m melintasi batuan phonolit-breksi-konglomerat-

breksi-phonolit. Hasil pemodelan lintasan D-D’ dapat dilihat pada gambar 4.9.

Gambar 4.9. Pemodelan geologi bawah permukaan pada lintasan D-D’.

Nilai suseptibilitas hasil pemodelan yaitu 0,000201 emu merupakan

batuan jenis phonolit tersebar sepanjang 80 m dengan kedalaman 446 m,

0,000255 emu adalah batuan breksi sepanjang 249 m dengan kedalaman 99 m,

dan 0,000101 emu adalah batuan konglomerat sepanjang 319 m dengan

kedalaman 500 m, 0,000401 emu adalah batuan breksi sepanjang 500 m dengan

kedalaman 187 m dan 0,000301 emu merupakan batuan phonolit sepanjang 400 m

dengan kedalaman 500 m.

Page 55: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

40

4.2.5 Pemodelan Lintasan E-E’

Lintasan E-E’ pada sayatan peta upward continuation ketinggian 100 m,

mempunyai panjang kurang lebih 1.243 m yang melintasi jenis batuan

konglomerat-breksi-phonolit. Hasil pemodelan untuk lintasan E-E’ dapat dilihat

pada gambar 4.10.

Gambar 4.10. Pemodelan geologi bawah permukaan pada lintasan E-E’.

Nilai suseptibilitas hasil pemodelan yaitu 0,000401 emu merupakan jenis

batuan konglomerat tersebar sepanjang 664 m dengan kedalaman 500 m,

0,000751 emu adalah batuan breksi sepanjang 449 m dengan kedalaman 371 m

dari titik elevasi observasi dan 0,000501 emu adalah batuan phonolit sepanjang

130 m dengan kedalaman 419 m.

4.2.6 Pemodelan Lintasan F-F’

Lintasan F-F’ pada sayatan peta upward continuation ketinggian 100 m

mempunyai panjang 724 m. Sayatan ini mengikat 5 sayatan lainnya dan melintasi

Page 56: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

41

anomali magnetik tinggi yang menjadi target observasi. Terlihat pada hasil

pemodelan (gambar 4.10) bahwa objek sumber anomali tinggi ini merupakan

batuan jenis breksi vulkanik dengan kedalaman kurang lebih 120 m dibawah

permukaan.

Gambar 4.11. Pemodelan geologi bawah permukaan pada lintasan F–F’.

Hasil pemodelan bawah permukaan yang telah dibuat menunjukkan bahwa

daerah penelitian terdiri dari satuan batuan jenis phonolit memiliki kedalaman rata

– rata 400 – 500 m, konglomerat dengan kedalaman kurang lebih 500 m dan

breksi vulkanik mempunyai kedalaman hingga 400 m dari titik elevasi observasi,

ditentukan berdasarkan rentang nilai suseptibilitas yang dihasilkan yaitu 0,00018

emu sampai 0,000551 emu adalah batuan jenis phonolit (Av. basic igneous),

0,000101 emu sampai 0,000151 emu adalah jenis batuan konglomerat (Av.

sedimentary) dan 0,000231 emu sampai 0,001151 emu adalah jenis batuan breksi

vulakanik (Av. basic igneous) [20] yang telah sesuai dengan referensi nilai

suseptibilitas pada tabel 2.1.

Page 57: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

42

Berdasarkan peta geologi lembar Mamuju, Sulawesi Barat, Kabupaten

Mamuju berada dalam formasi batuan gunung api adang (Tma) yang di dominasi

oleh satuan batuan tuf, lava dan breksi gunung api. Daerah Taan yang menjadi

lokasi penelitian terdapat beberapa jenis satuan batuan yaitu phonolit, breksi dan

konglomerat pasiran.

Dapat diperkirakan umur batuan jenis konglomerat lebih tua dibandingkan

dengan breksi vulkanik dan phonolit. Hal ini dapat terlihat dari hasil pemodelan

bawah permukaan yang telah dibuat, dimana pada kelima model yaitu model

sayatan lintasan A-A’, B-B’, C-C’, D-D’, dan E-E’ menunjukkan bahwa batuan

phonolit dan breksi vulkanik menumpang pada batuan konglomerat yang

menandakan batuan konglomerat lebih dahulu ada. Pada hasil pemodelan juga

terlihat bahwa batuan breksi merupkan kemenerusan dari batuan phonolit, karena

diketahui bahwa batuan phonolit dan breksi vulkanik adalah jenis batuan yang

berasal dari lava vulkanik. Batuan breksi ini terjadi akibat adanya proses

pembekuan atau pengerasan lava vulkanik yang berlangsung dengan cepat

dibandingkan dengan batuan phonolit.

Page 58: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

43

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pengolahan data magnetik daerah Taan, Kabupaten Mamuju

yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahawa:

1. Peta anomali magnetik regional memperlihatkan fitur anomali

magnetik tinggi berorientasi pada bagian barat peta, anomali magnetik

menengah pada bagian utara-timur-selatan peta dan anomali magnetik

rendah pada bagian barat laut dan tenggara peta.

2. Pemodelan geologi bawah permukaan di daerah Taan menunjukkan

bahwa nilai suseptibilitas 0,00018 emu sampai 0,000551 emu adalah

jenis batuan phonolit, 0,000101 emu sampai 0,000151 emu adalah

jenis batuan konglomerat dan 0,000231 emu sampai 0,001151 emu

adalah jenis batuan breksi vulkanik.

5.2 Saran

Sebaiknya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada daerah yang sama

dengan metode lainnya untuk memperoleh gambaran bawah permukaan yang

lebih detail lagi, selain itu juga sebaiknya digunanakan software lain untuk

pengolahan data menggunakan metode geomagnetik agar hasilnya lebih baik lagi.

Page 59: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

44

DAFTAR PUSTAKA

[1] A. J. Karunianto, D. Haryanto, F. Hikmatullah dan A. Laesanpura,

“Penentuan Anomali Gayaberat Regional dan Residual Menggunakan Filter

Gaussian Daerah Mamuju, Sulawesi Barat,” Eksplorium, vol. 38, no. 2, pp.

89-98, 2017.

[2] I. G. Sukadana, A. Harijoko dan L. D. Setijadji, “Tataan Tektonika Batuan

Gunung Api di Komplek Adang, Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi

Barat,” Eksplorium, vol. 36, no. 1, pp. 31-44, 2015.

[3] Heningtyas, “Interpretasi Struktur Bawah Permukaan dengan Metode

Geomagnet di Jalur Sesar Oyo,” Yogyakarta, 2017.

[4] D. Haryanto, A. J. Karunianto dan M. B. Garwan, “Interpretasi Anomali

Geomagnetik Daerah Rabau Hulu, Kalan,” dalam Prosiding Seminar

Nasional Teknologi Energi Nuklir, Batam, 2016.

[5] Telford, W; Geldart, L; Sheriff, R;, Applied Geophysics Second Edition,

New York: Press Syndicate of The University of Cambridge, 1990.

[6] J. M. Reynold, An Introducction to Applied and Environmental Geophysics

Second Edition, London: Jhon Wiley & Sons Ltd, 2011.

[7] J. Hinze, R. Von Freese dan A. Saad, Gravity and Magnetic Exploration,

New York: Cambride University Press, 2011.

[8] P. Keary, M. Brooks dan I. Hill, An Introduction to Geophysical Exploration

Third Edition, London: Blackwell Science Ltd, 2002.

[9] “World Magnetic Model,” [Online]. Available:

http://www.ngdc.noaa.gov/geomag/WMM. [Diakses 11 April 2018].

Page 60: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

45

[10] M. Irsyad, “Pemodelan 2D Bawah Permukaan Daerah Mamuju Sulawesi

Barat Dengan Menggunakan Metode Magnetik,” Jakarta, 2017.

[11] “NOAA NGDC. IGRF Calculator,” [Online]. Available:

www.ngdc.noaa.gov/geomag-web. [Diakses 16 Maret 2018].

[12] F. Grant dan G. West, Gravity and Magnetic Methods, Toronto: University of

Toronto, 1965.

[13] R. Henderson dan I. Zietz, “A Comprehensive System of Automatic

Computation in Magnetic and Gravity Interpretation,” dalam Geophysics 25,

1960, pp. 256-585.

[14] “Magnetometer G-856 Operating Manual (GR),” Geometrics, Inc, 2013.

[Online]. Available: www.geometrics.com. [Diakses 21 November 2018].

[15] “Magnetometer G-857-webpage-header,” Geometrics, Inc, [Online].

Available: www.geometrics.com. [Diakses 21 November 2018].

[16] S. Azwar, Penyusunan Skala Psikologi Edisi 2, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2012.

[17] A. F. Sopotan, Stuktur Geologi Sulawesi, Bandung: Penerbit ITB, 2012.

[18] N. Ratman dan S. Atmawinata, “Peta Geologi Lembar Mamuju, Sulawesi,”

Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung, 1993.

[19] Tim Ahli Geologi PTBGN BATAN, “Peta Geologi Daerah Taan,” PTBGN

BATAN , Jakarta, 2017.

[20] I. G. Sukadana, “Petrogenesis Batuan Vulkanik Adang dan Kaitannya dengan

Keterdapata Mineral Radioaktif di Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat,”

Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 2015.

Page 61: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

46

LAMPIRAN

A. Peta Geologi Daerah Penelitian Pada Lembar Mamuju, Sulawesi Barat

Gambar A1. Modifikasi Peta Geologi Lembar Mamuju, Sulawesi [18]

Pada gambar A1 memperlihatkan daerah penelitian yang mana berada

dalam kelompok batuan gunung api adang (Tma) dengan jenis batuan berupa tuf,

lava, batuan gunung api, leusit-basalt, sebagian mikaan. Kelompok batuan gunung

api adang diperkirakan terbentuk pada tengah dan akhir Miosen-Tersier.

Peta Geologi Lembar Mamuju, Sulawesi

Skala (Scale)

1:10.000

45’

9690

9680

690 45’ 700 720 710 119000’

: Napal, kalkarenit, batugamping koral

bersisispan tuf dan batupasir,

setempat konglomerat

: Batugamping, terumbu,

batugamping kepingan dan napal

: Breksi gunungapi, tuf dan lava

bersusunan andesit-basal, dengan

sisipan batupasir dan napal, setempat

batubara

: Tuf, lava dan breksi gunungapi,

terutama bersususnan leusit-basalt,

sebagian mikaan

KETERANGAN

: Kelurusan (Sesar atau Kekar)

: Kontur (Contour)

: Kontur kedalaman laut dalam meter

: Sungai

0 5 10

Km

Page 62: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

47

B. Data Statistik Peta Kontur Anomali

Gambar B1. Data statistik peta kontur anomali magnetik total

Peta kontur anomali magnetik total memiliki data statistik berupa nilai

tertinggi (279,98 nT), nilai terendah (-122,118 nT), nilai mean (23,103 nT), dan

nilai standar deviasi (44,85

Gambar B3. Data Statistik Peta Kontur Anomali Magnetik hasil Upward

Continuation pada ketinggian 100 m

Page 63: PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN …

48

Peta kontur anomali magnetik hasil upward continuation pada ketinggian 100

m memiliki data statistik berupa nilai tertinggi (133,98 nT), nilai terendah (-55,27

nT), nilai mean (23,15 nT), dan nilai standar deviasi (26,85).

C. Overlay Peta Geologi Daerah Taan dengan Peta Anomali Magnetik

Upward Continuation ketinggian 100 m

Gambar C1. Overlay peta geologi daerah Taan dengan peta anomali hasil

upward continuation ketinggian 100 m

Perkiraan letak persebaran anomali magnetik regional pada peta geologi

daerah Taan dapat terlihat pada gambar C1, baik intesitas anomali tinggi,

menengah, maupun rendah.