pemodelan 2-dimensi untuk identifikasi batuan …
TRANSCRIPT
PEMODELAN 2-DIMENSI UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN
BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN METODE
GEOMAGNETIK DI DAERAH TAAN KABUPATEN MAMUJU
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si.)
Oleh:
WAHYU MEGANIAR BELLA AMRULLOH
NIM: 11140970000026
PROGRAM STUDI FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M/1441 H
iv
v
ABSTRAK
Daerah penelitian berada di Daerah Taan, Kabupaten Mamuju, Sulawesi
Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi batuan bawah permukaan
berdasarkan pemodelan 2-Dimensi yang dihasilkan. Metode yang digunakan
adalah metode geomagnetik. Data hasil akuisisi berupa medan magnet total
dikoreksi menggunakan koreksi variasi harian dan IGRF, kemudian di filter
upward continuation. Data hasil upward continuation pada ketinggian 100 m
menunjukkan anomali nilai magnetik tinggi di sisi timur hingga barat wilayah
penelitian dengan nilai 67,96 nT sampai 279,99 nT. Pemodelan pada zona
anomali magnetik tinggi, dibuat 5 lintasan berorientasi arah baratlaut-tenggara
menghasilkan nilai suseptibilitas 0,00018 emu sampai 0,000551 emu adalah
batuan jenis phonolit, 0,000101 emu sampai 0,000151 emu adalah batuan
konglomerat dan 0,000231 emu sampai 0,001151 emu adalah jenis batuan breksi
vulakanik. Dari pemodelan terlihat batuan phonolit dan breksi menumpang pada
batuan konglomerat.
Kata kunci : metode geomagnetik, upward continuation, suseptibilitas.
vi
ABSTRACT
The research area is in the Taan sector, Mamuju district, West Sulawesi.
This study aims to identify subsurface rocks based on the resulting 2-Dimensional
modeling. The method used is the geomagnetic method. The acquisition data is in
the form of a total magnetic field and then corrected using diurnal correction and
IGRF correction, then filtering is done in the form of upward continuation. The
upward continuation data at an altitude of 100 m shows a high magnetic anomaly
value on the east to west side of the study area with a value 67,96 nT to 279,99
nT. Modeling in the high magnetic anomaly zone is made 5 paths oriented
northwest-southeast and resulting in susceptibility values are 0,00018 emu to
0,000551 emu is phonolite rock, 0,000101 emu to 0,000151 emu is a
conglomerate rock and 0,000231 emu to 0,001151 emu is a vulcanic breccia rock.
From the modeling, phonolite and breccia are seen hitching on conglomerate rock.
Keywords: geomagnetic method, upward continuation, susceptibility.
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirahim
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah
SWT, Tuhan pengatur semesta alam, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
pemilik hari kemudian, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga
penulis dapat melaksanakan tugas akhir ini dan dapat menyelesaikan laporan
skripsi sebagai hasil dari penelitian yang telah penulis lakukan. Shalawat serta dan
salam semoga tetap dilimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta
keluarga dan sahabatnya.
Skripsi ini berjudul “Pemodelan 2-Dimensi untuk Identifikasi Batuan
Bawah Permukaan menggunakan Metode Geomagnetik di Daerah Taan
Kabupaten Mamuju” disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam
memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si.) di program studi Fisika, Fakultas Sains
dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Skripsi ini tidaklah dapat terwujud tanpa adanya bantuan dan dukungan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati pada
kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu. Ucapan terima kasih penulis sampaikan setulus - tulusnya
kepada yang terhormat:
1. Ibunda Arianita Widianti yang selalu memberikan semangat, dukungan dan
doa di setiap waktu yang tiada henti kepada penulis dalam menyelesaikan
kuliahnya.
viii
2. Ayahanda Y. Armen dan kakak Alifia Zahra serta adik Bintang Chandra yang
selalu memberikan semangat dan doa untuk penulis dalam melaksanakan
tugas akhir ini.
3. Bapak Dr. Sutrisno, Dipl.Seis. selaku pembimbing I yang telah banyak
meluangkan waktu dalam memberikan pengarahan, bimbingan serta
dorongan kepaada penulis sehingga skripsi ini terselesaikan.
4. Bapak Dwi Haryanto, M.Si. selaku pembimbing II yang telah memberikan
arahan dan dengan sepenuh hati membimbing proses penelitian di PTBGN-
BATAN.
5. Bapak Dr. Agus Salim, M.Si. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Bapak Arif Tjahjono, M.Si. selaku Ketua Program Studi Fisika.
7. Bapak Syaiful, Bapak Adhika dan Bapak Widodo, dan Karyawan bidang
Eksplorasi lainnya yang telah banyak membantu dan memberikan saran serta
masukan terbaik dalam penelitian.
8. Seluruh staf pengajar Prodi Fisika FST UIN Syarif Hidayatullah yang telah
membekali penulis dengan ilmu pengetahuan.
9. Nadia Fairuz, Amaliyah Triyana, Siva Dwi, Purnamasari dan Indah
Permatasari yang selalu memberi semangat dan nasihat yang sangat
membantu penulis.
10. Keluarga besar penulis yang selalu menyemangati penulis dalam
melaksanakan perkuliahan terutama Ibu Elvi Erianti yaitu bibi dari penulis.
ix
11. Para sepupu yang menyemangati dan mendoakan penulis dalam mengerjakan
tugas akhir ini.
12. Tetangga rumah yang selalu mendoakan penulis agar cepat lulus.
13. Teman-teman Fisika’14 UIN Jakarta dan geofisika 2014, yang membuat hari-
hari di masa kuliah begitu indah dan tak terlupakan.
14. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah banyak
membantu penulis daalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga semuanya senantiasa mendapat rhido dan berkah dari Allah SWT.
Bagaimanapun penulis menyadari laporan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka dari itu penulis akan sangat berterima kasih atas saran dan
kritik yang membangun dari pembaca. Kritik serta saran yang membangun dari
pembaca dapat disampaikan melalui alamat surat elektronik penulis,
[email protected], besar harapan penulis agar karya tulis ini dapat
bermanfaat.
Jakarta, 21 Januari 2019
Penulis
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN ....................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................. iv
ABSTRAK .............................................................................................................. v
ABSTRACT .......................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 2
1.3 Batasan Masalah .......................................................................................... 3
1.4 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 3
1.5 Manfaat Penelitian ....................................................................................... 3
1.6 Sistematika Penelitian ................................................................................. 3
BAB II LANDASAN TEORI ................................................................................. 5
2.1 Dasar Teori Metode Geomagnetik .............................................................. 5
2.1.1 Gaya Magnet (F) ................................................................................ 5
2.1.2 Kuat Medan Magnetik ....................................................................... 6
2.1.3 Momen Magnetik ................................................................................ 6
2.1.4 Intensitas Magnetik ............................................................................ 7
xi
2.1.5 Induksi Magnetik ............................................................................... 7
2.1.6 Suseptibilitas Magnetik ...................................................................... 7
2.2 Medan Magnet Bumi ................................................................................. 10
2.2.1 Sumber Kemagnetan Bumi ............................................................... 10
2.2.2 Parameter Fisis Kemagnetan Bumi ................................................... 12
2.3 Kemagnetan Pada Batuan .......................................................................... 15
2.4 Prinsip Pengolahan Data Geomagnetik ...................................................... 17
2.4.1 Koreksi Data Magnetik ..................................................................... 17
2.4.2 Kontinuasi ke atas (Upward Continuation) ..................................... 19
BAB III METODOLOGI PENELITIAN............................................................... 22
3.1 Data dan Area Penelitian ............................................................................ 22
3.2 Instrumentasi Penelitian ............................................................................. 23
3.2.1 Akuisisi Data ..................................................................................... 23
3.2.2 Pengolahan Data ............................................................................... 24
3.3 Proses Pengolahan Data ............................................................................ 24
3.4 Interpretasi ................................................................................................. 27
3.5 Geologi Daerah Penelitian ......................................................................... 27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 29
4.1 Hasil Pengolahan Data .............................................................................. 29
4.1.1 Medan Magnetik Total ...................................................................... 29
4.1.2 Anomali Medan Magnetik Total ....................................................... 30
4.1.3 Anomali Magnetik Hasil Filter Upward Continuation .................... 31
4.2 Pemodelan 2-Dimensi Geologi Bawah Permukaan ................................... 34
xii
4.2.1 Pemodelan Lintasan A-A’ ................................................................ 35
4.2.2 Pemodelan Lintasan B-B’ ................................................................. 37
4.2.3 Pemodelan Lintasan C-C’ ................................................................. 38
4.2.4 Pemodelan Lintasan D-D’ ................................................................ 39
4.2.5 Pemodelan Lintasan E-E’ ................................................................. 40
4.2.6 Pemodelan Lintasan F-F’ .................................................................. 40
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 43
5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 43
5.2 Saran ........................................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 44
LAMPIRAN .......................................................................................................... 46
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Ilustrasi elemen magnetik bumi ........................................................ 13
Gambar 2.2 Peta inklinasi bumi pada tahun 2015 ................................................ 13
Gambar 2.3 Peta deklinasi bumi pada tahun 2015 ............................................... 14
Gambar 2.4 Peta intensitas magnet total bumi pada tahun 2015 .......................... 15
Gambar 2.5 Nilai IGRF pada pengolahan data..................................................... 19
Gambar 2.6 Ilustrasi kontinuasi ke atas ............................................................... 20
Gambar 3.1 (a) rencana titik pengukuran data magnetik (b) titik ukur akuisisi
data magnetik di lapangan ................................................................... 22
Gambar 3.2 (a) PPM G-856 sebagai base station dan (b) PPM G-857 sebagai
rover .................................................................................................... 24
Gambar 3.3 Diagram alir penelitian ..................................................................... 26
Gambar 3.4 Peta Geologi daerah Taan ................................................................. 28
Gambar 4.1 Peta kontur intesitas medan magnetik hasil akuisisi data ................. 29
Gambar 4.2 Peta kontur anomali medan magnetik total ...................................... 30
Gambar 4.3 (a) Peta hasil proses upward continuation dan (b) ilustrasi upward
continuation pada ketinggian 10, 25, 50, 80, 100 m ........................... 32
Gambar 4.4 Peta kontur hasil Upward Continuation ketinggian 100 m .............. 33
Gambar 4.5 Sayatan lintasan pada peta Upward 100 m dan peta geologi Taan .. 34
Gambar 4.6 Pemodelan geologi bawah permukaan lintasan A-A’ ...................... 36
Gambar 4.7 Pemodelan geologi bawah permukaan lintasan B-B’ ....................... 37
Gambar 4.8 Pemodelan geologi bawah permukaan lintasan C-C’ ....................... 38
Gambar 4.9 Pemodelan geologi bawah permukaan lintasan D-D’ ...................... 39
xiv
Gambar 4.10 Pemodelan geologi bawah permukaan lintasan E-E’ ..................... 40
Gambar 4.11 Pemodelan geologi bawah permukaan lintasan F-F’ ...................... 41
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Nilai Suseptibilitas Beberapa Jenis Mineral ........................................... 8
Tabel 2.2 Nilai Suseptibilitas Beberapa Jenis Batuan ............................................. 9
Tabel 2.3 Koefisien Kontinuasi ke Atas ................................................................ 21
Tabel 3.1 Pedoman Kategorisasi Nilai .................................................................. 27
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang dikenal kaya akan
keberagaman sumber daya alamnya. Semua kekayaan itu terhampar baik di atas
permukaan maupun terkandung dalam perut bumi, seperti sumber daya hutan dan
laut yang melimpah, air bersih serta potensi bahan galian tambang dan mineral.
Banyak wilayah di Indonesia yang memiliki potensi sumber daya alam bawah
permukaan yang belum tereksploitasi secara maksimal hingga saat ini.
Salah satunya adalah di wilayah Kabupaten Mamuju provinsi Sulawesi
Barat. Secara geologi daerah Mamuju merupakan pertemuan 3 lempeng tektonik
yaitu Lempeng Samudra Pasifik, Indo-Australia dan Filipina yang menunjam
dibawah Lempeng Benua Eurasia. Aktifitas tektonik subduksi menghasilkan
gunung api di daerah Sulawesi, termasuk Mamuju. Aktifitas magnetisme yang
membentuk gunung api secara berulang menyebabkan terjadinya pengkayaann
unsur mineral [1]. Komposisi batuan gunung api di Mamuju secara umum terdiri
dari batuan basa yang lebih didominasi jenis theprite, tephriphonolite,
phonotephrite, dan phonolite [2].
Dengan potensi yang besar maka perlu dilakukan adanya eksplorasi agar
sumber daya alam tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik. Salah satu cara yang
dapat digunakan untuk eksplorasi sumber daya bawah permukaan bumi lebih
mendalam adalah dengan menerapkan disiplin ilmu geofisika. Geofisika
2
merupakan bagian dari ilmu geosains atau ilmu yang mempelajari tentang bumi
berupa isi, lingkungan, dan interaksinya dengan menggunakan metode-metode
fisika. Metode-metode geofisika yang dapat digunakan untuk kegiatan eksplorasi
bawah permukaan bumi antara lain metode geomagnetik, gravitasi, geolistrik, dan
mikroseismik [3].
Pada penelitian kali ini yang berlokasi di daerah Taan digunakan metode
geomagnetik untuk melakukan eksplorasi batuan bawah permukaan. Metode
geomagnetik adalah metode yang didasarkan pada pengukuran variasi intensitas
medan magnetik di permukaan bumi yang disebabkan oleh adanya variasi
distribusi benda termagnetisasi di bawah permukaan bumi. Metode ini sering
digunakan sebagai survei pendahuluan sebelum melakukan eskplorasi lebih lanjut
pada suatu daerah penelitian. Proses dalam metode geomagnetik dapat diterapkan
untuk menginterpretasikan dan memodelkan struktur bawah permukaan seperti
kandungan mineral, struktur arkeologi, manifestasi minyak dan gas bumi, serta
struktur geologi tertentu seperti formasi batuan ataupun sesar.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas pada penelitian tugas akhir
ini meliputi beberapa hal seperti berikut:
1. Bagaimana mengolah data magnetik dan membuat model 2-D sebagai
gambaran bawah permukaan daerah survei ?
2. Apakah indikasi awal dari anomali magnetik yang dihasilkan ?
3. Bagaimana mendeteksi jenis batuan bawah permukaan daerah survei ?
3
1.3 Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada aspek:
1. Proses pengolahan data anomali magnetik regional hasil akuisisi di daerah
Taan Kabupaten Mamuju dan membuat pemodelan 2-D bawah
permukaan.
2. Identifikasi jenis batuan bawah permukaan wilayah penelitian berdasarkan
pemodelan 2-D dan peta geologi daerah Taan, Kabupaten Mamuju,
Sulawesi Barat.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Memetakan anomali medan magnet regional sebagai dasar analisa bagi
identifikasi jenis batuan bawah permukaan.
2. Membuat model 2-D geologi bawah permukaan untuk menentukan jenis
batuan berdasarkan nilai suseptibilitas yang dihasilkan.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi para peneliti geofisika ataupun
disiplin ilmu lainnya yang akan atau sedang melakukan penelitian di daerah
penelitian yang sama untuk dijadikan sebagai salah satu referensi.
1.6 Sistematika Penulisan Laporan
Penulisan laporan skripsi ini dibagi menjadi dua bagian, dimana bagian
pertama terdiri dari abstrak dan bagian kedua terdiri dari kata pengantar,
4
daftar isi, daftar gambar, daftar tabel dan dilanjutkan dengan laporan
penelitian. Laporan penelitian ini dibagi kedalam 5 bab, yaitu:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini dijelaskan secara singkat mengenai latar belakang penelitian
ini dilakukan, tujuan penelitian, batasan masalah, rumusan masalah, manfaat
penelitian, dan sistematika penulisan laporan.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini akan membahas dasar-dasar dari teori metode geomagnetik dan
konsep dari magnetik bumi, serta prinsip pengolahan data magnetik. Teori
tersebut selanjutnya akan dijadikan rujukan dalam melakukan analisa dan
pengolahan data.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan waktu dan tempat penelitian, peralatan dan bahan
yang dipergunakan, pengolahan data magnetik dan diagram alir penelitian.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data magnetik dan interpretasi data,
yaitu interpretasi kualitatif dan interpretasi kuantitatif.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini disampaikan kesimpulan dari hasil akhir penelitian yang telah
dilakukan, serta saran yang dibuat dengan pemikiran agar dapat membantu para
pembaca.
5
BAB II
LANDASAN TEORI
Metode geomagnetik adalah salah satu metode dalam ilmu geofisika yang
didasarkan pada pengukuran variasi intensitas medan magnet di permukaan bumi
yang diakibatkan oleh adanya variasi distribusi benda termagnetisasi di bawah
permukaan bumi. Kemampuan untuk termagnetisasinya suatu medium atau bahan
bergantung kepada nilai suseptibilitas magnetiknya. Variasi intensitas medan
magnetik yang terukur ditafsirkan dalam bentuk distribusi bahan magnetik
dibawah permukaan, yang kemudian menjadi dasar dalam pendugaan kondisi
geologi di bawah permukaan. Metode geomagnetik seringkali digunakan untuk
melakukan eksplorasi pendahuluan minyak dan gas bumi, panas bumi, bahan
tambang dan mineral. Metode ini juga dapat digunakan untuk mendeteksi proses
mineralisasi suatu mineral yang memiliki kontras suseptibilitas cukup tinggi [4].
2.1 Dasar Teori Metode Geomagnetik
2.1.1 Gaya Magnet (F)
Menurut hukum Coulomb, jika ada 2 muatan atau kutub yang berada
dalam jarak r, maka kedua muatan atau kutub tersebut jika sejenis akan tolak
menolak sedangkan jika berlawanan jenis akan tarik menarik. Gaya magnet yang
ditimbulkan oleh dua buah kutub yang terpisah pada jarak r dan memiliki muatan
masing- masing 𝑚1 dan 𝑚2, diberikan oleh [5].
�⃑⃑� =𝟏
𝝁𝟎 𝒎𝟏𝒎𝟐
𝒓𝟐 �̂� (2.1)
Dimana:
6
𝐹 = gaya Coulomb (N)
𝑚1𝑚2 = kutub magnetik yang memiliki muatan (C)
𝜇0 = konstanta permeabilitas magnetik
𝑟 = jarak antara dua kutub (m)
�̂� = vektor satuan
2.1.2 Kuat Medan Magnet
Kuat medan magnet (�⃑⃑� ) adalah ukuran besaran medan magnet pada suatu
titik dalam ruang yang muncul dikarenakan adanya gaya antar kutub yang berada
sejauh r dari titik m. Kuat medan magnet (�⃑⃑� ) diartikan sebagai gaya magnetik
persatuan kutub magnet [5]. Pernyataan tersebut dapat dituliskan secara matematis
pada persamaan Oersted.
�⃑⃑⃑� =𝑭
𝒎𝟏=
𝒎𝟐
𝝁𝒓𝟐 �̂� (2.2)
Dimana:
�⃑⃑� = kuat medan magnet (A/m)
𝑚2 = kuat kutub magnet (emu)
r = jarak (m)
�̂� = vektor satuan
2.1.3 Momen Magnet
Pada kenyataannya kutub-kutub magnet selalu berpasangan (dipole)
dimana dua kutub berkekuatan +𝑚 dan −𝑚 dipisahkan oleh panjang lengan (I),
maka momen magnet ini didefinisikan sebagai:
�⃑⃑⃑� = 𝑰𝒎�̂�𝟏 (2.3)
7
Dimana:
�⃑⃑� = momen magnetik (m.C)
m = kutub magnet (C)
�̂�1 = vektor arah kutub negatif ke kutub positif
2.1.4 Intensitas Magnetik
Jika suatu benda terinduksi oleh medan magnet H, maka besar intensitas
magnet yang dialami oleh benda tersebut adalah [6],
�̂� = 𝒌. �̂� (2.4)
Dimana 𝑘 adalah nilai kerentanan atau suseptibilitas magnetik. Karena
kuat medan magnet bumi konstan, maka harga intensitas medan magnet hanya
akan bergantung pada perubahan kerentanan magnet.
2.1.5 Induksi Magnetik
Medan magnet yang terukur oleh magnetometer adalah medan magnet
induksi termasuk efek magnetisasinya, diberikan oleh persamaan [5],
�⃑⃑� = 𝝁𝟎(�⃑⃑⃑� + �⃑⃑⃑� ) = 𝝁𝟎 ((𝟏 + 𝒌)�⃑⃑⃑� ) (2.5)
Dengan 𝜇0 adalah permeabilitas medium magnetik pada ruang hampa
(𝜇0 = 4𝜋 𝑥 10−7) dalam satuan H/m atau N/A2, 𝜇0(1 + 𝑘) adalah permeabilitas
magnetik relatif. Satuan SI untuk �⃑� adalah Tesla = 1 newton/ampere meter = 1
Wb/m2.
2.1.6 Suseptibilitas Magnet
Suseptibilitas magnetik (𝑘) merupakan ukuran dasar sifat kemagnetan
suatu material yang ditunjukkan dengan adanya respon terhadap induksi
8
magnetik. Sifat ini mengontrol induksi magnetik pada suatu batuan maupun
material lainnya. Suseptibilitas magnetik merupakan besaran yang tidak
berdimensi. Presentasi volume kehadiran mineral-mineral magnet pada suatu
batuan digunakan untuk mengetahui karakteristik suseptibilitas magnetik.
Kehadiran mineral-mineral magnet adalah sumber mendasar dari suseptibilitas
magnetik material yang ada di bumi [7].
Nilai suseptibilitas magnetik dalam ruang hampa sama dengan nol karena
hanya benda berwujud saja yang dapat termagnetisasi. Suseptibilitas magnetik
bisa diartikan sebagai derajat kemagnetan suatu material [5]. Hubungan
suseptibilitas dalam emu dan dalam SI dinyatakan sebagai berikut:
𝒌𝑺𝑰 = 𝟒𝝅𝒌′𝒆𝒎𝒖 (2.6)
Dimana 𝑘𝑆𝐼 adalah suseptibilitas magnetik dalam SI dan 𝑘′𝑒𝑚𝑢 adalah
suseptibilitas dalam emu.
Suseptibilitas adalah parameter penting dalam metode geomagnetik. Harga
(𝑘) pada batuan semakin besar apabila dijumpai semakin banyak mineral-mineral
magnetik didalamnya. Beberapa mineral memiliki nilai suseptibilitas yang
beragam, hal ini dapat terlihat dalam tabel 2.1.
Tabel 2.1 Nilai suseptibilitas beberapa jenis mineral [5]
Type Suseptibility (x 10
-6 emu)
Range Average
Minerals
Graphite -8
Quartz -1
Anhydrite, gypsum -1
Calsite -0.6 - (-1)
Coal 2
Clays 20
9
Chalcopyrite 32
Sphalerite 60
Cassiterite 90
Siderite 100 – 310
Pyrite 4 – 420 130
Limonite 220
Rock salt -1
Arsenopyrite 240
Hematite 40 – 3000 550
Chromite 240 – 9400 600
Franklinite 36000
Pyrrhotite 100 – 500000 125000
Ilmenite 25000 – 300000 150000
Magnetite 100000 – 1600000 500000
Nilai suseptibilitas beberapa jenis batuan ditampilkan dalam tabel 2.2.
Batuan jenis sedimen memiliki rata-rata nilai suseptibilitas yang lebih kecil
dibandingkan dengan batuan jenis metamorf ataupun batuan beku.
Tabel 2.2 Nilai suseptibilitas beberapa jenis batuan [5]
Type Suseptibility (x 10
-6 emu)
Range Average
Sedimentary
Dolomite 0 – 75 10
Limestones 2 – 280 25
Sandstones 0 -1660 30
Shale 5 – 1480 50
Av. 48 sedimentary 0 – 4000 75
Metamorphic
Amphibolite 60
Schist 25 – 240 120
Phylite 130
Gneiss 10 – 2000
Quartzite 350
Serpentine 250 – 1400
Slate 0 – 3000 500
Av. 61 metamorphic 0 – 5800
Igneous
10
Granite 0 – 4000 200
Rhyolite 0 – 3000
Dolorite 100 – 3000 1400
Augite-syenite 2700 – 3600
Olivine-diabase 2000
Diabase 80 – 13000 4500
Porphyry 20 – 16700 5000
Gabbro 80 – 7200 6000
Basalts 20 – 14500 6000
Diorite 50 – 10000 7000
Pyroxenite 10500
Peridotite 7600 – 15600 13000
Andesite 13500
Av. acidic igneous 3 – 6530 650
Av. basic igneous 44 – 9710 2600
2.2 Medan Magnet Bumi
Bumi berlaku seperti sebuah magnet sferis yang sangat besar dengan suatu
medan magnet yang mengelilinginya. Medan itu dihasilkan oleh dipole magnet
yang berada pada pusat bumi. Sumbu dipole itu bergeser sekitar 110 dari sumbu
rotasi bumi, yang berarti kutub utara geografis bumi tidak terletak sama dengan
kutub selatan magnetik bumi.
2.2.1 Sumber Kemagnetan Bumi
Medan magnet bumi tersusun dari tiga jenis medan magnetik berdasarkan
sumbernya, yakni medan magnet utama, medan magnet luar, dan medan magnet
anomali [5].
1. Medan Magnet Utama (Main Field)
Medan magnet utama bumi diduga terjadi akibat adanya perputaran
arus elektromagnetik yang berasal dari sirkulasi konveksi antara inti luar
11
dengan inti dalam bumi. Proses sirkulasi konveksi antara inti luar dan inti
dalam ini akan menimbulkan aliran elektron yang menghasilkan medan
magnet Bumi. Proses tersebut memberikan pengaruh sebesar 99% bagi
sumber medan magnet utama Bumi. Medan magnet utama Bumi berubah-
ubah nilainya terhadap waktu akan tetapi variasi perubahannya sangatlah
kecil. Nilai tersebut diseragamkan kedalam standar nilai yang disebut
sebagai International Geomagnetics Reference Field (IGRF) dimana nilai
tersebut diperbaharui setiap lima tahun sekali dan diperoleh dari
pengukuran pada daerah dengan luas kurang lebih 1 juta km2.
2. Medan Magnet Luar (External Field)
Pengaruh medan magnet yang berasal dari luar bumi merupakan
hasil ionisasi di atmosfer yang ditimbulkan oleh sinar ultraviolet dan
aktivitas matahari. Sumber medan luar ini berhubungan dengan arus listrik
yang mengalir dalam lapisan terionisasi di atmosfer, akibatnya perubahan
medan ini tehadap waktu jauh lebih cepat. Beberapa sumber medan
magnet luar antara lain,
a) Perubahan konduktivitas listrik lapisan di atmosfer dengan siklus
11 tahun.
b) Variasi harian dengan periode 24 jam yang berhubungan dengan
pasang surut matahari yang mempunyai jangkauan 30 nT.
c) Variasi harian dengan periode 25 jam yang berhubungan dengan
rotasi bulan yang mempunyai jangkauan 2 nT.
12
d) Badai magnet yang bersifat acak dan mempunyai jangkauan
sampai dengan 1.000 nT.
3. Medan Magnet Anomali
Perubahan nilai medan magnet secara lokal dihasilkan dari variasi
keterdapatan mineral magnetik yang ada pada batuan di dekat permukaan
maupun batuan yang berasosiasi di lapisan kerak paling atas. Besarnya
nilai anomali magnetik berkisar puluhan hingga ribuan nano Tesla, namun
tidak jarang bahwa besar nilai anomali magnetik bisa mencapai lebih dari
1.000 nT. Sumber dari anomali magnetik tidaklah mencapai lebih dari 40
km di bawah permukaan dikarenakan adanya efek suhu Currie (≈ 550 0C)
yang akan menghilangkan sifat kemagnetan suatu material bila melebihi
kedalaman tersebut.
2.2.2 Parameter Fisis Kemagnetan Bumi
Medan magnet bumi terkarakterisasi oleh parameter fisis yang dapat
diukur arah dan intensitas kemagnetannya. Parameter fisis tersebut antara lain
inklinasi magnetik, deklinasi magnetik, intensitas horizontal H, dan intensitas
vertikal Z. Ilustrasi komponen magnetik bumi pada gambar 2.1. memperlihatkan
arah dari komponen-komponen tersebut.
13
Gambar 2.1. Ilustrasi komponen magnetik Bumi [8]
Keterangan:
a) Inklinasi (I), yaitu sudut yang dibentuk antara medan magnetik total
dengan bidang horizontal menuju bidang vertikal ke bawah. Contoh dari
peta inklinasi bumi dapat terlihat pada gambar 2.2.
Gambar 2.2. Peta inklinasi Bumi pada tahun 2015 [9]
Main field inclination (I) Contour interval: 2 degrees, red contours positive(down); blue negative (up); green zero line. Mecrator Projection.
Map developed by NOAA/NGDC & Cires http://ngdc.noaa.gov/geomagWMM Map reviewed by NGA and BGS Published December 2014
14
b) Deklinasi (D), yaitu sudut yang dibentuk antara utara geografis bumi
dengan utara magnet bumi. Contoh dari peta deklinasi bumi dapat dilihat
pada gambar 2.3.
Gambar 2.3. Peta deklinasi Bumi pada tahun 2015 [9]
c) Intensitas Horizontal (H), yaitu besar dari medan magnetik total pada
bidang horizontal.
d) Intensitas Vertikal (Z), yaitu besar dari medan magnetik total pada bidang
vertikal.
e) Medan magnet total (B), yaitu besar dari vektor medan magnetik total.
Peta intensitas medan magnetik total bumi dapat dilihat pada gambar 2.4.
US/UK World Magnetic Model-Epoch 2015.0 Main Field Total Declination (D)
70’N
60’N
45’
N
30’N
60’S
70’S
0’
45’S
30’S
15’N
70’N
60’N
45’
N
30’N
60’S
70’S
0’
45’
S
30’S
15’N
1800 1800 135’W 90’
W
45’
W
135’E 90’E 45’E 0’
1800 135’W 90’
W
45’
W
135’E 90’E 45’E 0’
Main field declination (D) Contour interval: 2 degrees, red contours positive (east); blue negative (west); green (agonic) zero line. Mecrator Project
Map developed by NOAA/NGDC & Cires http://ngdc.noaa.gov/geomagWMM Map reviewed by NGA and BGS Published December 2014
15
Gambar 2.4. Peta intesitas magnetik total Bumi tahun 2015 [9]
2.3 Kemagnetan Pada Batuan
Sifat kemagnetan batuan dapat diukur dari kemampuan batuan untuk dapat
termagnetisasi, dimana nilai kemagnetan pada batuan umumnya disebabkan oleh
kehadiran mineral magnetik dengan jumlah tertentu. Kehadiran mineral-mineral
magnetik tersebut akan memberikan perbedaan nilai suseptibiltas magnetik pada
setiap batuan [5].
Batuan atau mineral dapat dibedakan menjadi tiga kelompok utama
berdasarkan nilai suseptibilitas magnetiknya yaitu, diamgnetik, paramagnetik dan
ferromagnetik.
1. Diamagnetik
Semua material magnetik menunjukkan respon sebagai diamagnet ketika
berada di dalam sebuah medan magnetik. Pada bahan diamagnetik, atom-atom
Main field total intensity (F) Contour interval: 1000 nT Mecrator Projection.
Map developed by NOAA/NGDC & Cires http://ngdc.noaa.gov/geomagWMM Map reviewed by NGA and BGS Published December 2014
16
pembentuk batuan mempunyai kulit elektron berpasangan dan arah putaran
berlawanan dalam tiap pasangan. Jika mendapat medan magnet dari luar orbit,
elektron tersebut akan berpresisi yang menghasilkan medan magnet lemah yang
melawan medan magnet luar tadi. Bahan ini memiliki nilai suseptibilitas negatif
dan kecil serta tidak tergantung dari medan magnetik luar. Contoh batuan
diamagnetik: bismuth, marmer dan lainnya.
2. Paramagnetik
Material paramagnetik terjadi akibat adanya satu atau lebih spin elektron
yang tidak berpasangan dan mengarah pada arah putaran yang sama. Jika terdapat
medan magnetik luar, putaran tersebut berpresisi menghasilkan medan magnet
yang mengarah searah dengan medan tersebut sehingga memperkuatnya. Akan
tetapi momen magnetik yang terbentuk terorientasi acak oleh agitasi termal, oleh
karena itu bahan tersebut memiliki nilai suseptibilitas kecil walaupun positif.
Contoh batuan paramagnetik: piroksen, olivine, garnet, dan lain – lain.
3. Ferromagnetik
Bahan Ferromagnetik memiliki harga suseptibilitas besar dan positif juga
bergantung terhadap temperatur. Terdapat banyak kulit elektron yang hanya diisi
oleh suatu elektron sehingga mudah terinduksi oleh medan luar. Keadaan ini
diperkuat lagi oleh adanya kelompok – kelompok bahan berputaran searah yang
membentuk dipole – dipole magnet (domain) mempunyai arah sama, apalagi jika
di dalam medan magnet luar. Contoh bahan ferromagnetik: besi, nikel, kobalt dan
lain sebagainya [10]. Material ferromagnetik dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
a. Antiferromagnetik
17
Pada bahan antiferromagnetik domain-domain tadi menghasilkan dipole
yang saling berlawanan arah sehingga momen magnetik secara
keseluruhan sangat kecil. Bahan antiferromagnetik yang mengalami cacat
kristal akan memiliki nilai suseptibilitas seperti bahan paramagnetik, tetapi
harganya naik sampai dengan titik Currie kemudian turu lagi. Contohnya
adalah hematit.
b. Ferrimagnetik
Pada bahan ferrimagnetik domain-domain tadi juga saling antiparalel
tetapi jumlah dipole pada masing-masing arah tidak sama sehingga masih
mempunyai resultan magnetisasi yang cukup besar. Suseptibilitasnya
tinggi dan bergantung terhadap tempertur. Contoh : magnetit, ilmenit dan
lain-lain.
2.4 Prinsip Pengolahan Data Geomagnetik
2.4.1 Koreksi Data Magnetik
Pada saat akuisisi data di lapangan nilai yang terukur pada alat merupakan
data medan magnet total yang terdiri dari medan magnet utama bumi, medan
magnet luar berupa aktifitas matahari dan nilai medan magnet anomali. Nilai
anomali magnetik daerah penelitian dapat diperoleh dengan melakukan koreksi-
koreksi yaitu berupa koreksi IGRF dan koreksi variasi harian (diurnal correction).
2.4.1.1 Koreksi Variasi Harian (Diurnal Correction)
Perbedaan waktu pengukuran dan efek sinar matahari dalam satu hari
menyebabkan penyimpangan intensitas medan magnet bumi [5]. Waktu yang
18
dimaksud harus mengacu atau sesuai dengan waktu pengukuran data medan
magnetik di setiap titik lokasi (stasiun pengukuran) yang akan dikoreksi. Apabila
nilai variasi harian negatif, maka koreksi harian dilakukan dengan cara
menambahkan nilai variasi harian yang terekam pada waktu tertentu terhadap data
medan magnetik yang akan dikoreksi dan sebaliknya, hal ini dapat dituliskan
dalam persamaan,
∆𝑯 = 𝑯𝒏 ± 𝑯𝑫 (2.7)
Dimana :
∆𝐻 = anomali medan magnet total
𝐻𝑛 = medan magnet terukur
𝐻𝐷 = koreksi variasi harian
2.4.1.2 Koreksi IGRF
Medan magnet utama bumi adalah rata-rata nilai intensitas medan magnet
pada daerah pengukuran. Ketika medan magnet luar dapat dihilangkan dengan
koreksi variasi harian, maka koreksi IGRF dapat digunakan untuk menghilangkan
medan magnet utama bumi. IGRF (International Geomagnetics Reference Field)
merupakan model umum spherical harmonic medan magnet bumi dan telah
disetujui secara internasional yang diperbarui setiap 5 tahun sekali. Nilai dari
koreksi IGRF ini didapatkan dari kalkulator medan magnet di website NOAA
(National Oceanic and Atmospheric Administration). Nilai IGRF daerah
penelitian dapat dilihat pada gambar 3.5.
19
Magnetic Field
Model Used : IGRF 2
Latitude : 2.90123840
S
Longitude : 118.916210
S
Elevation : 42000.0 m GPS
Date Declination Inclination Horizontal North Comp East Comp Vertical Comp Total
(+E I -W) (+ D I -U) Intensity (+N I -S) (+E I -W) (+D I -U) Field
24-09-17 0.6510 0 -21.7665
0 39,046.2 nT 39,043.7 nT 443,7 nT -15,590.9 nT 42,043.9 nT
Change/year -0.0898 0 0,2127
0 21.9 nT 22.6 nT -61.0 nT 87.4 nT -12.1 nT
Gambar 2.5. Nilai IGRF pada pengolahan data [11]
Setelah didapatkan nilai dari koreksi IGRF, nilai anomali medan magnet
dapat dihitung menggunakan perumusan berikut:
∆𝑯 = 𝑯𝒏 ± 𝑯𝑫 ± 𝑯𝑰𝑮𝑹𝑭 (2.8)
Dimana:
∆𝐻 = anomali medan magnet total
𝐻𝑛 = medan magnet terukur
𝐻𝐷 = koreksi variasi harian
𝐻𝐼𝐺𝑅𝐹 = koreksi IGRF
2.4.2 Kontinuasi ke Atas (Upward Continuation)
Proses kontinuasi ke atas digunakan untuk menonjolkan nilai anomali
magnetik disebabkan oleh sumber yang dalam dan menghilangkan nilai anomali
magnetik disebabkan sumber yang dangkal, sehingga membuat penampilan dari
peta magnetik tidak lagi didominasi oleh fitur anomali lokal yang bersifat dangkal
dan juga tidak menghilangkan fitur anomali yang bersifat regional [12]. Prinsip
kontinuasi menjelaskan bahwa suatu nilai medan potensial bersifat kontinyu dan
dapat dihitung di dalam suatu volume pada titik tertentu. Dalam proses kontinuasi
20
ke atas nilai medan potensial magnetik ditransformasi dari suatu bidang
permukaan ke bidang yang jauh lebih tinggi.
Gambar 2.6. Ilustrasi kontinuasi ke atas (upward continuation) [5]
Perhitungan harga medan potensial di setiap titik observasi pada bidang
hasil kontinuasi (Z-) dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut [5]:
𝒛(𝒙, 𝒚, 𝒛) =|𝒛|
𝟐𝝅. ∫ ∫
𝒛(𝒙`,𝒚`,𝒛`)
𝑹𝟑 𝒅𝒙`𝒅𝒚`𝒂
−𝒂
𝒂
−𝒂 (2.9)
dimana, Z (x, y, z) adalah harga medan potensial pada bidang kontinuasi
(pengangkatan, z adalah jarak atau ketinggian pengangkatan, Z (x’, y’, z’) adalah
harga medan potensial pada bidang observasi sebenarnya (z=0), dan R=(|x-
x’|2+|y-y’|
2+z
2). Dalam penerapan persamaan-persamaan yang masih dalam
bentuk domain spasial sulit untuk diimplementasikan karena harus diketahui
dengan pasti harga medan potensial disetiap titik pada bidang hasil pengangkatan.
Diberikan persamaan empiris yang lebih sederhana untuk kontinuasi ke atas
(upward continuation) adalah sebagai berikut:
𝒁(−𝒉) = ∑ 𝒁𝟏𝟎𝒊−𝟎 (𝒓𝒊).𝑲(𝒓𝒊, 𝒉) (2.10)
21
Dimana Z(-h) adalah medan potensial pada posisi h (hasil kontinuasi), Z(ri) adalah
rata-rata medan potensial pada jarak r untuk Z=0 dan K(ri,h) adalah Koefisien
kontinuasi ke atas [13].
Tabel 2.3. Koefisien kontinuasi ke atas [5]
I ri K(ri,1) K(ri,2) K(ri,3) K(ri,4) K(ri,5)
0 0 0,11193 0,04034 0,01961 0,01141 0,00742
1 1 0,32193 0,12988 0,06592 0,03908 0,02566
2 2 0,06062 0,07588 0,05260 0,03566 0,02599
3 5 0,15206 0,14559 0,10563 0,07450 0,04611
4 8 0,05335 0,07651 0,07651 0,05841 0,07784
5 13 0,06556 0,09002 0,10226 0,09173 0,11986
6 5 0,06650 0,11100 0,12921 0,12921 0,16159
7 50 0,05635 0,10351 0,13635 0,15474 0,14106
8 136 0,03855 0,07379 0,10322 0,12565 0,09897
9 274 0,02273 0,04464 0,06500 0,08323 0,09897
10 25 0,03015 0,05998 0,08917 0,11744 0,14458
22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Data dan Area Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari PTBGN BATAN Pasar Jumat, Lebak Bulus, Jakarta Selatan berupa
hasil akuisisi data magnetik di daerah Taan, Mamuju, Sulawesi Barat pada tanggal
21 September – 09 Oktober 2017. Pengambilan data dilakukan pada area berupa
grid dengan spasi pengukuran kurang lebih 500 m x 500 m dan data yang
diperoleh berasal dari 56 titik pengukuran. Peta rencana titik ukur akuisisi data
dan peta titik ukur saat akuisisi data di lapangan dapat dilihat pada gambar 3.1.
(a)
No
rth
ing
(m)
Easting (m)
23
(b)
Gambar 3.1. (a) rencana titik pengukuran data magnetik (b) titik ukur akuisisi
data magnetik di lapangan.
3.2 Instrumentasi
3.2.1 Akuisisi Data
Alat utama yang digunakan saat melakukan akuisisi data magnetik yaitu
PPM (Proton Precission Magnetometer) G-857 yang berfungsi sebagai rover
(pengukuran medan magnetik secara mobile) dan PPM G-856 sebagai base station
(pengukuran medan magnet di satu titik secara kontinu). Peralatan pendukung
yang juga digunakan antara lain, Global Positioning System (GPS), kompas, jam,
alat menulis, dan lain sebagainya. Untuk alat utama yaitu PPM (Proton Precission
Magnetometer) tipe G-856 dan G-857 dapat dilihat pada gambar 3.2.
24
Gambar 3.2. (a) PPM G-856 sebagai base station [14] (b) PPM G-857
sebagai rover [15]
3.2.2 Pengolahan Data
Penelitian ini menggunakan beberapa jenis perangkat lunak dalam proses
pengolahan datanya, antara lain:
a. Micrososft Excel 2010 untuk pengolahan awal data magnetik (koreksi
variasi harian dan koreksi IGRF) hingga dihasilkan nilai anomali
magnetik.
b. Surfer 11.0 untuk membuat desain slice data gabungan peta geologi
daerah penelitian dengan peta kontur anomali magnetik.
c. Oasis Montaj 6.4.2 untuk membuat peta kontur anomali magnetik total
dan pengolahan lanjutan berupa kontinuasi keatas dan pemodelan 2-D.
3.3 Proses Pengolahan Data
Pengolahan data magnetik diawali dengan melakukan pemilihan data yang
sesuai lokasi titik ukur geomagnetik regional yang telah direncanakan
sebelumnya. Data tersebut yang masih merupakan medan magnetik gabungan
(medan magnet bumi, medan magnet luar dan medan magnet nomali) kemudian
25
dilakukan koreksi berupa koreksi IGRF (nilai referensi medan magnet daerah
penelitian yaitu 42.125,58 nT) untuk menghilangkan medan magnet bumi dan
koreksi variasi harian untuk menghilangkan efek medan magnet luar hingga
dihasilkan medan magnet anomali. Proses pengolahan data tersebut mengunakan
software Microsoft Excel.
Medan magnet anomali yang dihasilkan kemudian dilakukan proses
pengolahan data lanjutan berupa transformasi data, yaitu kontinuasi ke atas
(upward continuation). Proses kontinuasi ke atas dengan beberapa nilai ketinggian
digunakan untuk memisahkan antara anomali magnetik lokal dengan regional.
Nilai ketinggian yang digunakan divariasikan antara 10 – 100 m atau hingga
perubahan kontur anomali cenderung stabil. Peta hasil transformasi ini dijadikan
sebagai peta dasar dalam pembuatan model bawah permukaan dengan menarik
profil yang diinginkan.
Tahap selanjutnya yaitu membuat pemodelan 2-D bawah permukaan dari
sayatan lintasan yang telah dibuat menggunkan menu Gm-Sys yang sudah
terintegrasi software Oasis Montaj 6.4.2. dengan input parameternya adalah nilai
IGRF, inklinasi, dan deklinasi. Pemodelan dilakukan dengan mempertimbangkan
geologi regional daerah penelitian. Metode yang digunakan berupa trial and error
(coba-coba) yaitu dengan mengubah variasi nilai suseptibilitas, kedalaman, dan
ketebalan model batuan yang dibuat sampai terjadi kesebandingan antara bentuk
kurva anomali magnetik dengan kurva hasil perhitungan model. Pemodelan dirasa
cukup baik jika memiliki nilai kesalahan (error value) menjadi semakin kecil.
Apabila bentuk model geologi bawah permukaan tidak menunjukkan kecocokan
26
maka perlu menganalisis pengolahan data dari awal untuk melihat adakah
kesalahan dalam proses tersebut.
Proses yang dilakukan pada penelitian ini terangkum dalam diagram alir
berikut (gambar 3.3).
Gambar 3.3. Diagram alir penelitian.
Cocok
?
Interpretasi Kuantitatif
Kesimpulan
Selesai
Ya
Tidak
Mulai
Data Medan
Magnetik Total
Lapangan
Koreksi Variasi Harian
Koreksi IGRF
Anomali Medan
Magnetik Total
Transformasi Upward Continuation
Interpretasi Kualitatif
Profil
Anomali
Observasi
Pemodelan
2D
Peta Geologi
Profil Anomali
Model
27
3.4 Interpretasi
Interpretasi data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Interpretasi
kualitatif dengan menganalisa peta kontur anomali magnetik hasil pengolahan
data awal dan upward continuation.
Mengkategorikan nilai anomali magnetik pedoman yang dapat digunakan
antara lain sebagai berikut.
Tabel 3.1 Pedoman kategorisasi nilai [16]
Kategori Nilai Distribusi Statistik
Rendah X < M − 1SD
Menengah M − 1SD ≤ X < M + 1SD
Tinggi M + 1SD ≤ X
Dimana,
M = Mean
SD = Standar Deviasi
Interpretasi kuantitatif dilakukan dengan menganalisa hasil pemodelan 2-D
bawah permukaan yang dibuat dalam program Gm-Sys Oasis Montaj.
3.5 Geologi Daerah Penelitian
Lokasi penelitian berada di daerah Taan, Kabupaten Mamuju, Sulawesi
Barat. Berdasarkan struktur litoteknik Sulawesi Barat termasuk kedalam
kelompok Mandala Barat. Mandala Barat memanjang dari lengan utara sampai
dengan lengan selatan Pulau Sulawesi. Secara umum busur ini terdiri dari batuan
vulkanik-plutonik berusia paleogen-kuarter dengan batuan sedimen berusia
mesozoikum-tersier dan batuan malihan [17].
28
Kabupaten Mamuju disusun oleh sebaran batuan gunung api dan batuan
sedimen. Daerah penelitian termasuk kedalam kelompok batuan gunung api adang
(Tma) yang di dominasi oleh satuan batuan tuf, lava dan breksi gunung api [18].
Gambar 3.4. Peta geologi Daerah Taan [19]
Secara lebih terperinci peta geologi daerah Taan telah dibuat oleh ahli
geologi di PTBGN BATAN (gambar 3.4). Peta ini dibuat berdasarkan singkapan
yang terlihat di permukaan dengan jenis batuannya adalah batuan phonolit, batuan
breksi vulakanik dan batuan konglomerat.
29
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengolahan Data
Diketahui bahwa komponen magnetik bumi terdiri dari inklinasi,
deklinasi, medan magnet horizontal, dan medan magnet vertikal, alat survei
geomagnetik mengukur nilai medan magnet total bumi yang merupakan resultan
dari komponen magnetik pada bidang vertikal dan horizontal.
4.1.1 Medan Magnet Total
Gambar 4.1. Peta kontur intensitas medan magnetik hasil akuisisi data.
Medan magnetik hasil akuisisi data atau bisa disebut sebagai medan
magnet total merupakan medan magnet yang masih dipengaruhi oleh medan
magnet utama bumi, medan magnet luar serta medan magnet anomali. Rentang
30
nilai intensitas medan magnet tersebut berkisar antara 42.048,8 – 42.236,8 nT.
Persebaran nilai medan magnetik total hasil akuisisi data di lapangan dapat dilihat
dari peta kontur pada gambar 4.1.
4.1.2 Anomali Medan Magnet Total
Data hasil koreksi variasi harian dan koreksi IGRF menghasilkan nilai
anomali medan magnetik total. Pada peta kontur anomali (gambar 4.2) dapat
terlihat pola persebaran anomali di daerah penelitian yang tidak jauh berbeda
dengan persebaran medan magnet total (gambar 4.1). Hal ini dikarenakan tidak
adanya penyimpangan nilai medan magnet besar secara acak yang biasanya
disebabkan oleh badai magnetik pada saat melakukan akuisisi data di lapangan.
Gambar 4.2. Peta kontur anomali medan magnet total.
31
Berdasarkan peta anomali medan magnetik total dengan rentang nilai
intensitas antara -122,12 nT sampai 279,98 nT. Terlihat persebaran anomali
magnetik tinggi ada di bagian selatan dan barat menuju ke timur (bagian tengah)
peta dengan nilai intensitas anomali medan magnetik berkisar antara 67,96 nT
sampai 279,98 nT, sedangkan anomali magnetik menengah memiliki rentang nilai
intensitas antara -21,75nT sampai 67,96 nT tersebar di bagian utara dan selatan
peta dan untuk anomali magnetik rendah memiliki nilai intensitas -122,12 nT
sampai -21,75 nT tersebar di barat laut, barat daya dan tenggara peta.
Nilai anomali magnetik ini masih bercampur antara medan magnet yang
bersifat lokal (sumber anomali dangkal) dengan regional (sumber anomali dalam),
sehingga perlu dilakukan pengolahan data lanjutan untuk memisahkannya.
Pengolahan data lanjutan tersebut berupa filtering data menggunakan upward
continuation. Proses upward continuation digunakan karena dapat menghilangkan
pengaruh yang disebabkan oleh sumber anomali dangkal dan memperkuat fitur
anomali regional.
4.1.3 Anomali Magnetik Hasil Filter Upward Continuation
Proses upward continuation (kontinuasi ke atas) dilakukan untuk
memperkuat fitur anomali magnetik yang disebabkan oleh sumber anomali
regional dan menghilangkan sumber anomali lokal. Pada penelitian ini yang
menjadi target observasi adalah sumber regional dari nilai anomali magnetik
tinggi yang ada pada bagian barat peta, oleh karena itu digunakan filtering upward
continuation. Proses filtering data dilakukan terhadap variasi ketinggian, yakni
32
pada ketinggian 10 m, 25 m, 50 m, 80 m dan 100 m. Hal ini dilakukan agar dapat
terlihat perubahan fitur anomali magnetiknya (gambar 4.3).
Gambar 4.3. (a) Peta Hasil Proses Upward Continuation dan (b) Ilustrasi
Upward Continuation pada ketinggian 10, 25, 50, 80 dan 100 m
Pada peta hasil pengangkatan dengan variasi ketinggian yang berbeda
terlihat bahwa nilai anomali magnetiknya memliki klosur positif dan negatif yang
semakin kecil. Fitur anomali magnetik pada kontinuasi ketinggian 10 m dan 25 m
tidak tampak adanya perubahan dibandingkan dengan anomali medan magnet
total, hal ini menunjukkan bahwa peta kontur anomali magnetik tersebut masih
Kontinuasi 25 m
Kontinuasi 10 m
Kontinuasi 50 m
Kontinuasi 100 m Kontinuasi 80 m
Anomali magnetik
(a) (b)
33
belum terpisahkan antara anomali lokal dengan regionalnya. Perubahan fitur
anomali mulai terlihat pada kontinuasi ketinggian 50 m dimana fitur anomali
magnetik tinggi pada bagian timur peta dan anomali magnetik rendah pada bagian
barat daya mulai menghilang dan hal ini terjadi hingga kontinuasi pada ketinggian
80 m. Proses kontinuasi hanya dilakukan hingga ketinggian 100 m dikarenakan
pada ketinggian ini sudah dapat terlihat jelas fitur anomali magnetik regionalnya
dan perubahan fitur anomali yang signifikan tidak lagi terjadi. Peta kontur upward
continuation ketinggian 100 m dapat dilihat pada gambar 4.4 dengan nilai anomali
magnetik berkisar antara -55,27 nT sampai 133,98 nT.
Gambar 4.4. Peta kontur upward continuation ketinggian 100 m.
34
Persebaran nilai anomali magnetik tinggi pada peta upward continuation
ketinggian 100 m berada di bagian barat peta dengan nilai intensitas anomali
magnetik sebesar 50,01 sampai 133,98 nT, untuk anomali menengah dengan nilai
intensitas -3,71 sampai 50,01 nT tersebar di utara-timur-selatan peta dan anomali
rendah dengan nilai intensitas -55,15 nT sampai -3,71 nT tersebar di bagian barat
laut dan tenggara peta. Hasil peta kontinuasi pada ketinggian 100 m ini kemudian
dijadikan sebagai dasar dalam pengolahan data selanjutnya yaitu membuat
pemodelan 2-Dimensi bawah permukaan.
4.2 Pemodelan 2-Dimensi Geologi Bawah Permukaan
Pemodelan geologi bawah permukaan dilakukan untuk memperkuat hasil
interpretasi kualitatif yang telah dibuat sebelumnya. Peta upward continuation
pada ketinggian 100 m digunakan untuk membuat pemodelan 2-D dan titik yang
dijadikan target observasi digunakan sebagai dasar pembuatan sayatan lintasan.
(a)
35
(b)
Gambar 4.5. Sayatan lintasan untuk pemodelan geologi bawah permukaan
pada peta (a) upward continuation 100 m dan (b) peta geologi Taan
Pemodelan dilakukan menggunakan program GM-SYS Oasis Montaj 6.4.2.
dengan parameter yang dimasukkan adalah nilai IGRF (42.125,58 nT), deklinasi
(0,650) dan inklinasi (-21,75
0) daerah penelitian. Sayatan lintasan yang dibuat ada
6 yaitu lintasan A-A’, B-B’, C-C’, D-D’, dan E-E’ dengan arah orientasi barat
laut-tenggara dan F-F’ dengan orientasi arah timur laut-barat daya yang mengikat
kelima sayatan lainnya (gambar 4.4).
4.2.1 Pemodelan Lintasan A-A’
Pada hasil pemodelan sumbu x merupakan panjang lintasan pemodelan
(m), sumbu y positif adalah nilai intensitas medan magnetik (nT) dan sumbu y
negatif adalah kedalam (m).
36
Gambar 4.6. Pemodelan geologi bawah permukaan pada lintasan A-A’.
Lintasan A-A’ pada sayatan peta upward continuation ketinggian 100 m
mempunyai panjang kurang lebiih 1.426 m dengan sayatan melintasi batuan jenis
phonolit-breksi-konglomerat-breksi-phonolit. Nilai suseptibilitas hasil pemodelan
(dari kiri ke kanan gambar 4.6) yaitu 0,000251 emu merupakan batuan phonolit
tersebar sepanjang 56 m dengan kedalaman 390 m, 0,00075 emu adalah breksi
vulkanik tersebar sepanjang 148 m dengan kedalaman 84 m, 0,000101 emu
adalah jenis batuan konglomerat tersebar sepanjang 428 m dengan kedalaman
500 m, 0,001151 emu adalah jenis batuan breksi tersebar sepanjang 326 m dengan
kedalaman 16 m dan 0,000251 emu merupakan jenis batuan phonolit tersebar
sepanjang 505 m dengan kedalaman 500 m.
37
4.2.2 Pemodelan Lintasan B-B’
Gambar 4.7. Pemodelan geologi bawah permukaan pada lintasan B-B’.
Lintasan B-B’ pada sayatan peta upward continuation ketinggian 100 m,
mempunyai panjang 1.529 m dan melintasi batuan jenis phonolit-breksi-
konglomerat-breksi-phonolit. Nilai suseptibilitas hasil pemodelan (dari kiri ke
kanan gambar 4.7) yaitu 0,000171 emu adalah batuan phonolit tersebar sepanjang
180 m dengan kedalaman 414 m, 0,000251 emu adalah batuan breksi sepanjang
144 m dengan kedalaman 260 m dari titik elevasi observai, 0,000121 emu
adalah batuan konglomerat sepanjang 400 m dengan kedalaman 500 m,
0,000251 emu adalah batuan breksi sepanjang 300 m dengan kedalaman 220 m
dari titik elevasi observasi, dan 0,000201 emu merupakan batuan phonolit
sepanjang 505 m dengan kedalaman 467 m.
38
4.2.3 Pemodelan Lintasan C-C’
Lintasan C-C’ pada sayatan peta upward continuation ketinggian 100 m
yang mempunyai panjang 1.559 m melintasi batuan phonolit-breksi-konglomerat-
breksi-phonolit. Hasil pemodelan lintasan C-C’ dapat dilihat pada gambar 4.8.
Gambar 4.8. Pemodelan geologi bawah permukaan pada lintasan C-C’.
Nilai suseptibilitas hasil pemodelan yaitu 0,000180 emu adalah batuan
phonolit sepanjang 44 m dengan kedalaman 435 m, 0,000231 emu adalah
batuan breksi sepanjang 320 m dengan kedalaman 279 dari titik elevasi
observasi, 0,000151 emu adalah batuan konglomerat sepanjang 360 m dengan
kedalaman 500 m, 0,0004 emu adalah batuan breksi sepanjang 459 m dengan
kedalaman 200 m dan 0,000351 emu merupakan batuan phonolit sepanjang 376
m dengan kedalaman 500.
39
4.2.4 Pemodelan Lintasan D-D’
Lintasan D-D’ pada sayatan peta upward continuation ketinggian 100 m
mempunyai panjang 1.548 m melintasi batuan phonolit-breksi-konglomerat-
breksi-phonolit. Hasil pemodelan lintasan D-D’ dapat dilihat pada gambar 4.9.
Gambar 4.9. Pemodelan geologi bawah permukaan pada lintasan D-D’.
Nilai suseptibilitas hasil pemodelan yaitu 0,000201 emu merupakan
batuan jenis phonolit tersebar sepanjang 80 m dengan kedalaman 446 m,
0,000255 emu adalah batuan breksi sepanjang 249 m dengan kedalaman 99 m,
dan 0,000101 emu adalah batuan konglomerat sepanjang 319 m dengan
kedalaman 500 m, 0,000401 emu adalah batuan breksi sepanjang 500 m dengan
kedalaman 187 m dan 0,000301 emu merupakan batuan phonolit sepanjang 400 m
dengan kedalaman 500 m.
40
4.2.5 Pemodelan Lintasan E-E’
Lintasan E-E’ pada sayatan peta upward continuation ketinggian 100 m,
mempunyai panjang kurang lebih 1.243 m yang melintasi jenis batuan
konglomerat-breksi-phonolit. Hasil pemodelan untuk lintasan E-E’ dapat dilihat
pada gambar 4.10.
Gambar 4.10. Pemodelan geologi bawah permukaan pada lintasan E-E’.
Nilai suseptibilitas hasil pemodelan yaitu 0,000401 emu merupakan jenis
batuan konglomerat tersebar sepanjang 664 m dengan kedalaman 500 m,
0,000751 emu adalah batuan breksi sepanjang 449 m dengan kedalaman 371 m
dari titik elevasi observasi dan 0,000501 emu adalah batuan phonolit sepanjang
130 m dengan kedalaman 419 m.
4.2.6 Pemodelan Lintasan F-F’
Lintasan F-F’ pada sayatan peta upward continuation ketinggian 100 m
mempunyai panjang 724 m. Sayatan ini mengikat 5 sayatan lainnya dan melintasi
41
anomali magnetik tinggi yang menjadi target observasi. Terlihat pada hasil
pemodelan (gambar 4.10) bahwa objek sumber anomali tinggi ini merupakan
batuan jenis breksi vulkanik dengan kedalaman kurang lebih 120 m dibawah
permukaan.
Gambar 4.11. Pemodelan geologi bawah permukaan pada lintasan F–F’.
Hasil pemodelan bawah permukaan yang telah dibuat menunjukkan bahwa
daerah penelitian terdiri dari satuan batuan jenis phonolit memiliki kedalaman rata
– rata 400 – 500 m, konglomerat dengan kedalaman kurang lebih 500 m dan
breksi vulkanik mempunyai kedalaman hingga 400 m dari titik elevasi observasi,
ditentukan berdasarkan rentang nilai suseptibilitas yang dihasilkan yaitu 0,00018
emu sampai 0,000551 emu adalah batuan jenis phonolit (Av. basic igneous),
0,000101 emu sampai 0,000151 emu adalah jenis batuan konglomerat (Av.
sedimentary) dan 0,000231 emu sampai 0,001151 emu adalah jenis batuan breksi
vulakanik (Av. basic igneous) [20] yang telah sesuai dengan referensi nilai
suseptibilitas pada tabel 2.1.
42
Berdasarkan peta geologi lembar Mamuju, Sulawesi Barat, Kabupaten
Mamuju berada dalam formasi batuan gunung api adang (Tma) yang di dominasi
oleh satuan batuan tuf, lava dan breksi gunung api. Daerah Taan yang menjadi
lokasi penelitian terdapat beberapa jenis satuan batuan yaitu phonolit, breksi dan
konglomerat pasiran.
Dapat diperkirakan umur batuan jenis konglomerat lebih tua dibandingkan
dengan breksi vulkanik dan phonolit. Hal ini dapat terlihat dari hasil pemodelan
bawah permukaan yang telah dibuat, dimana pada kelima model yaitu model
sayatan lintasan A-A’, B-B’, C-C’, D-D’, dan E-E’ menunjukkan bahwa batuan
phonolit dan breksi vulkanik menumpang pada batuan konglomerat yang
menandakan batuan konglomerat lebih dahulu ada. Pada hasil pemodelan juga
terlihat bahwa batuan breksi merupkan kemenerusan dari batuan phonolit, karena
diketahui bahwa batuan phonolit dan breksi vulkanik adalah jenis batuan yang
berasal dari lava vulkanik. Batuan breksi ini terjadi akibat adanya proses
pembekuan atau pengerasan lava vulkanik yang berlangsung dengan cepat
dibandingkan dengan batuan phonolit.
43
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengolahan data magnetik daerah Taan, Kabupaten Mamuju
yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahawa:
1. Peta anomali magnetik regional memperlihatkan fitur anomali
magnetik tinggi berorientasi pada bagian barat peta, anomali magnetik
menengah pada bagian utara-timur-selatan peta dan anomali magnetik
rendah pada bagian barat laut dan tenggara peta.
2. Pemodelan geologi bawah permukaan di daerah Taan menunjukkan
bahwa nilai suseptibilitas 0,00018 emu sampai 0,000551 emu adalah
jenis batuan phonolit, 0,000101 emu sampai 0,000151 emu adalah
jenis batuan konglomerat dan 0,000231 emu sampai 0,001151 emu
adalah jenis batuan breksi vulkanik.
5.2 Saran
Sebaiknya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada daerah yang sama
dengan metode lainnya untuk memperoleh gambaran bawah permukaan yang
lebih detail lagi, selain itu juga sebaiknya digunanakan software lain untuk
pengolahan data menggunakan metode geomagnetik agar hasilnya lebih baik lagi.
44
DAFTAR PUSTAKA
[1] A. J. Karunianto, D. Haryanto, F. Hikmatullah dan A. Laesanpura,
“Penentuan Anomali Gayaberat Regional dan Residual Menggunakan Filter
Gaussian Daerah Mamuju, Sulawesi Barat,” Eksplorium, vol. 38, no. 2, pp.
89-98, 2017.
[2] I. G. Sukadana, A. Harijoko dan L. D. Setijadji, “Tataan Tektonika Batuan
Gunung Api di Komplek Adang, Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi
Barat,” Eksplorium, vol. 36, no. 1, pp. 31-44, 2015.
[3] Heningtyas, “Interpretasi Struktur Bawah Permukaan dengan Metode
Geomagnet di Jalur Sesar Oyo,” Yogyakarta, 2017.
[4] D. Haryanto, A. J. Karunianto dan M. B. Garwan, “Interpretasi Anomali
Geomagnetik Daerah Rabau Hulu, Kalan,” dalam Prosiding Seminar
Nasional Teknologi Energi Nuklir, Batam, 2016.
[5] Telford, W; Geldart, L; Sheriff, R;, Applied Geophysics Second Edition,
New York: Press Syndicate of The University of Cambridge, 1990.
[6] J. M. Reynold, An Introducction to Applied and Environmental Geophysics
Second Edition, London: Jhon Wiley & Sons Ltd, 2011.
[7] J. Hinze, R. Von Freese dan A. Saad, Gravity and Magnetic Exploration,
New York: Cambride University Press, 2011.
[8] P. Keary, M. Brooks dan I. Hill, An Introduction to Geophysical Exploration
Third Edition, London: Blackwell Science Ltd, 2002.
[9] “World Magnetic Model,” [Online]. Available:
http://www.ngdc.noaa.gov/geomag/WMM. [Diakses 11 April 2018].
45
[10] M. Irsyad, “Pemodelan 2D Bawah Permukaan Daerah Mamuju Sulawesi
Barat Dengan Menggunakan Metode Magnetik,” Jakarta, 2017.
[11] “NOAA NGDC. IGRF Calculator,” [Online]. Available:
www.ngdc.noaa.gov/geomag-web. [Diakses 16 Maret 2018].
[12] F. Grant dan G. West, Gravity and Magnetic Methods, Toronto: University of
Toronto, 1965.
[13] R. Henderson dan I. Zietz, “A Comprehensive System of Automatic
Computation in Magnetic and Gravity Interpretation,” dalam Geophysics 25,
1960, pp. 256-585.
[14] “Magnetometer G-856 Operating Manual (GR),” Geometrics, Inc, 2013.
[Online]. Available: www.geometrics.com. [Diakses 21 November 2018].
[15] “Magnetometer G-857-webpage-header,” Geometrics, Inc, [Online].
Available: www.geometrics.com. [Diakses 21 November 2018].
[16] S. Azwar, Penyusunan Skala Psikologi Edisi 2, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2012.
[17] A. F. Sopotan, Stuktur Geologi Sulawesi, Bandung: Penerbit ITB, 2012.
[18] N. Ratman dan S. Atmawinata, “Peta Geologi Lembar Mamuju, Sulawesi,”
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung, 1993.
[19] Tim Ahli Geologi PTBGN BATAN, “Peta Geologi Daerah Taan,” PTBGN
BATAN , Jakarta, 2017.
[20] I. G. Sukadana, “Petrogenesis Batuan Vulkanik Adang dan Kaitannya dengan
Keterdapata Mineral Radioaktif di Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat,”
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 2015.
46
LAMPIRAN
A. Peta Geologi Daerah Penelitian Pada Lembar Mamuju, Sulawesi Barat
Gambar A1. Modifikasi Peta Geologi Lembar Mamuju, Sulawesi [18]
Pada gambar A1 memperlihatkan daerah penelitian yang mana berada
dalam kelompok batuan gunung api adang (Tma) dengan jenis batuan berupa tuf,
lava, batuan gunung api, leusit-basalt, sebagian mikaan. Kelompok batuan gunung
api adang diperkirakan terbentuk pada tengah dan akhir Miosen-Tersier.
Peta Geologi Lembar Mamuju, Sulawesi
Skala (Scale)
1:10.000
45’
9690
9680
690 45’ 700 720 710 119000’
: Napal, kalkarenit, batugamping koral
bersisispan tuf dan batupasir,
setempat konglomerat
: Batugamping, terumbu,
batugamping kepingan dan napal
: Breksi gunungapi, tuf dan lava
bersusunan andesit-basal, dengan
sisipan batupasir dan napal, setempat
batubara
: Tuf, lava dan breksi gunungapi,
terutama bersususnan leusit-basalt,
sebagian mikaan
KETERANGAN
: Kelurusan (Sesar atau Kekar)
: Kontur (Contour)
: Kontur kedalaman laut dalam meter
: Sungai
0 5 10
Km
47
B. Data Statistik Peta Kontur Anomali
Gambar B1. Data statistik peta kontur anomali magnetik total
Peta kontur anomali magnetik total memiliki data statistik berupa nilai
tertinggi (279,98 nT), nilai terendah (-122,118 nT), nilai mean (23,103 nT), dan
nilai standar deviasi (44,85
Gambar B3. Data Statistik Peta Kontur Anomali Magnetik hasil Upward
Continuation pada ketinggian 100 m
48
Peta kontur anomali magnetik hasil upward continuation pada ketinggian 100
m memiliki data statistik berupa nilai tertinggi (133,98 nT), nilai terendah (-55,27
nT), nilai mean (23,15 nT), dan nilai standar deviasi (26,85).
C. Overlay Peta Geologi Daerah Taan dengan Peta Anomali Magnetik
Upward Continuation ketinggian 100 m
Gambar C1. Overlay peta geologi daerah Taan dengan peta anomali hasil
upward continuation ketinggian 100 m
Perkiraan letak persebaran anomali magnetik regional pada peta geologi
daerah Taan dapat terlihat pada gambar C1, baik intesitas anomali tinggi,
menengah, maupun rendah.